Pencarian

Hantu Bersayap 2

Raja Naga 09 Hantu Bersayap Bagian 2


sama. "Ah, kalau memang mereka menghakiminya, jelas ini sesuatu yang tidak
menguntungkan. Aku harus
mencegahnya."
Tetapi sebelum dia meninggalkan tempat itu,
Otong dan Bagus sudah berlarian dengan napas ter-
sengal-sengal. "Ada yang mati!!" seru Otong dengan wajah penuh keringat.
"Banyak yang mati!!" sambung Bagus.
Seruan keduanya memancing perhatian orang-
orang yang berada di sana, termasuk Raja Naga. Mere-
ka mendengar Otong dan Bagus secara bergantian
menceritakan apa yang mereka lihat. Seperti biasa bila Otong atau Bagus menuju
ke pasar untuk berdagang,
mau tak mau mereka harus melewati markas Mat
Bendot. Pagi tadi mereka melihat suasana sepi, tak ada suara-suara yang
terdengar. Sebenarnya Otong memiliki jiwa pengecut, teta-
pi karena dipaksa oleh Bagus, akhirnya dia mau juga
mengintip apa yang sedang dilakukan anak buah Mat
Bendot. Mereka terkejut ketika melihat mayat-mayat
bergeletakan di sana. Termasuk mayat Kakek Kuto dan
beberapa orang yang mereka kenal.
Raja Naga diam-diam menarik napas panjang.
"Siapa yang telah membunuh mereka?" Lalu dia menghilang dari keramaian itu.
Dipercepat larinya untuk kembali ke tempat semalam. Apa yang dilihatnya
memang benar, sesuai dengan yang dikatakan Otong
dan Bagus. "Gila! Siapa yang telah membunuh orang-orang
ini" Mat Bendotkah" Tidak, tidak mungkin! Dia sedang menuju ke tempat Ratu
Segala Bidadari! Lantas siapa... astaga! Jangan-jangan... orang yang berjuluk
Hantu Bersayap yang melakukannya?"
Untuk beberapa saat Boma Paksi tertegun di
tempatnya. Dipikirkannya kemungkinan lain dari apa
yang telah dipikirkannya. Tetapi dia tidak menda-
patkan jawaban yang lebih tepat.
"Keparat hina! Hingga saat ini aku belum per-
nah melihat sosok Hantu Bersayap kecuali mendengar
ciri-cirinya saja! Terkutuk!!"
Sorot mata angker murid Dewa Naga, semakin
angker, pertanda dia dilanda kemarahan.
Tiba-tiba saja pemuda bersisik coklat pada ke-
dua lengannya sebatas siku ini memalingkan kepa-
lanya ke samping kanan. Saat itu dilihatnya seorang
kakek mengenakan pakaian panjang berwarna biru
muda telah berdiri di hadapannya sejarak sepuluh
langkah. Melihat kemunculan orang, Raja Naga terdiam.
Dipandanginya si kakek yang saat ini juga sedang me-
mandangnya. Terlihat paras si kakek sedikit berubah
begitu melihat tatapannya.
"Astaga! Sorot matanya begitu angker dan men-
gerikan! Dia tentunya mampu membuat ciut nyali sia-
pa saja yang melihatnya!" katanya dalam hati.
Raja Naga sudah bersuara, "Orang tua... kau
muncul begitu saja di hadapanku. Kemunculanmu
memang tidak terlalu mengejutkan dan membuatku
menjadi curiga. Tetapi, apakah kita pernah saling
mengenal?"
Si kakek menggelengkan kepalanya. Rambut
putihnya yang panjang tak terurus berlompatan.
"Jelas kita belum pernah saling mengenal! Apa-
kah saat ini bukan kesempatan yang baik untuk saling mengenal?"
"Sikap si kakek begitu sopan. Kulihat pada wa-
jah dan matanya menyiratkan kedukaan," kata Raja Naga dalam hati. Lalu sambil
merangkapkan kedua
tangannya di depan dada, dia berkata, "Namaku Boma Paksi.... Aku datang dari
Lembah Naga...."
Si kakek menganggukkan kepalanya. Jenggot
putihnya sedikit bergerak.
"Kau boleh mengenal namaku, Boma Paksi!
Panggil aku dengan nama Dundung Kalimayang!"
"Salam kenal untukmu, Orang Tua...."
Dundung Kalimayang mengangguk. Lalu berka-
ta, "Boma Paksi... melihat cara kau berpakaian dan tatapan mu itu, aku yakin kau
bukan orang sembaran-
gan! Tetapi aku tak ingin mengorek siapa kau sebe-
narnya. Yang ingin kutanyakan, kenalkah kau dengan
orang berjuluk Hantu Bersayap?"
Mendengar pertanyaan kakek di hadapannya,
kepala Raja Naga menegak.
"Caranya bertanya begitu datar, seolah hanya
hafalan belaka. Tidak kutangkap nada geram ataupun
curiga. Hemm... mengapa orang tua ini mencari Hantu
Bersayap?"
Habis berpikir demikian, Raja Naga mengge-
lengkan kepalanya.
"Orang tua... belum lama ini aku mendengar ju-
lukan Hantu Bersayap, orang yang telah membunuh
Juragan Jagalaksa dan menyebabkan istrinya yang
bernama Astari menjadi agak sinting karena selalu ketakutan memikirkan kejadian
mengerikan yang diala-
minya. Dan akhir-akhir ini julukannya semakin akrab
di telingaku, sebagai pembunuh kejam. Bukan ber-
maksud untuk mengetahui apa yang ingin kau keta-
hui, tetapi... bila kau tidak berkeberatan aku ingin ta-hu sebab-sebab kau
menanyakan Hantu Bersayap?"
Dundung Kalimayang tak segera menjawab. Di-
perhatikannya pemuda berompi ungu di hadapannya.
"Sorot matanya sedemikian angker dan mampu
membuat nyali orang yang melihatnya menjadi ciut se-
ketika. Wajahnya tampan. Dan di kedua tangannya se-
batas siku, terdapat sisik-sisik coklat. Hemm... ra-
sanya aku pernah mendengar julukan seorang pemuda
yang memiliki ciri seperti itu" Bukankah dia... hei! Dia tadi mengatakan berasal
dari Lembah Naga"!"
Bukannya menjawab pertanyaan Raja Naga,
Dundung Kalimayang berseru, agak cepat "Anak muda!
Apakah kau orang yang berjuluk Raja Naga?"
Di hadapan kakek ini Raja Naga tak bermaksud
menutupi siapa dirinya sebenarnya. Dianggukkan ke-
palanya. "Ah... tak kusangka, kalau hari ini aku berjum-
pa dengan pemuda yang julukannya menggemparkan
rimba persilatan setelah membunuh Hantu Menara
Berkabut" Raja Naga tersenyum.
"Sepak terjang Hantu Menara Berkabut me-
mang mengerikan dan julukannya pun terdengar luas,
hingga kematiannya pun menjadi berita besar," katanya dalam hati.
(Untuk mengetahui siapakah Hantu Menara
Berkabut dan apa yang dialami oleh Raja Naga, silakan baca episode, "Tapak Dewa
Naga" hingga "Misteri Menara Berkabut").
"Kini aku tak perlu meragu lagi. Raja Naga...
saat ini yang sedang kucari Hantu Bersayap, karena
dialah yang menyebabkan cucuku menjadi agak sint-
ing sekarang. Orang itulah yang telah melakukan
pembantaian terhadap suaminya!"
Mendengar kata-kata si kakek, Raja Naga me-
nyipitkan sepasang matanya. Lalu katanya perlahan,
"Siapakah orang yang kau maksudkan sebagai cucu-mu itu?"
"Gadis yang tadi kau sebutkan namanya!"
"Oh! Astari"!"
Dundung Kalimayang menganggukkan kepa-
lanya. "Astaga! Astari adalah cucumu, Orang Tua?"
"Ya! Dan dia menjadi sedikit sinting karena
perbuatan yang dilakukan oleh Hantu Bersayap! Itulah sebabnya mengapa aku
mencarinya!"
Raja Naga menenangkan gemuruh hatinya yang
mendadak terjadi. Dipandanginya si kakek yang saat
ini sedang mengusap-usap jenggotnya.
Lalu tanyanya perlahan, "Orang tua... kenalkah
kau dengan perempuan berparas jelita seolah melebihi kecantikan para bidadari
yang berjuluk Ratu Segala
Bidadari?"
Mendengar pertanyaan si pemuda, Dundung
Kalimayang tersentak. Kedua matanya membuka lebar.
"Anak muda... dari mana kau mengenal Ratu
Segala Bidadari"!" tanyanya sedikit menyentak.
"Semalam, aku mencuri dengar apa yang dika-
takannya pada muridnya yang bernama asli Gayang
Lumajang, tetapi sekarang memakai nama Mat Ben-
dot!" Dundung Kalimayang menggeleng-gelengkan
kepalanya. Lalu diarahkan pandangannya ke kejau-
han. Pancaran matanya kosong, karena dia bukannya
sedang memperhatikan sesuatu yang menarik perha-
tiannya. Melainkan sedang memusatkan jalan pikiran-
nya. ENAM TUJUH belas tahun yang lalu, julukan sepa-
sang suami istri yang sering menimbulkan kekacauan
di rimba persilatan mendadak muncul. Mereka berasal
dari timur dan melakukan kekacauan di bagian sela-
tan! Yang perempuan berjuluk Ratu Segala Bidadari
sementara suaminya berjuluk Manusia Dua Wajah!"
kata Dundung Kalimayang tetap memandang ke depan
dan tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dipan-
dangnya. Raja Naga hanya mendengarkan. "Banyak para
tokoh golongan putih yang mencoba untuk menghenti-
kan sepak terjangnya. Tetapi kesaktian keduanya
sungguh luar biasa, terutama bila mereka bersatu pa-
du. Untuk memancing mereka berpisah sungguh suatu
hal yang mustahil mengingat keduanya selalu bersa-
ma-sama. Dan karena kebersamaan itulah yang me-
nyebabkan para tokoh golongan putih kesulitan untuk
menghentikan sepak terjangnya."
Dundung Kalimayang mengusap jenggot putih-
nya. Lalu menyambung setelah berdiam beberapa la-
ma, "Aku pun kemudian turut andil dalam tindakan untuk menghentikan sepak
terjang keduanya. Aku sudah merasakan kehebatan keduanya di saat mereka
sama-sama menyerangku. Lalu kuputuskan untuk
mencari kelemahan masing-masing. Dan kelemahan
itu memang telah diketahui sejak lama. Adalah dengan cara memisahkan satu sama
lain. Hingga suatu hari,
aku berhasil memancing Manusia Dua Wajah menjauh
dari Ratu Segala Bidadari. Bertarung satu lawan satu, aku memiliki banyak
kesempatan untuk mengalahkannya dan aku memang berhasil mengalahkannya.
Kala itu Ratu Segala Bidadari muncul, tetapi suaminya sudah keburu tewas di
tanganku. Karena dalam keadaan terluka dalam, kuputuskan untuk melarikan diri
dari Ratu Segala Bidadari. Dan sesuatu yang tak ku-
duga terjadi...."
Dundung Kalimayang terdiam beberapa lama.
Kali ini sorot matanya kembali bersinar duka.
"Putriku yang baru melahirkan, tewas dibunuh
oleh Ratu Segala Bidadari. Demikian pula dengan su-
aminya. Dua hari kemudian, aku datang ke kediaman
putriku dan melihat keadaan yang mengenaskan. Ku-
cari putri mereka yang tidak ada di sana. Ku pikirkan kemungkinan Ratu Segala
Bidadari telah membawanya. Hingga siang malam aku menyesali tindakanku
dulu yang kemudian berakibat fatal pada putriku sen-
diri. Dan suatu hari, ketika aku singgah di desa ini kulihat seorang gadis yang
memiliki ciri tompel coklat pa-da bagian atas payudaranya. Aku melihat kala dia
se- lesai mencuci dan hanya mengenakan kain kamben
sebatas dada. Ku yakini betul kalau dia adalah cucu-ku. Rupanya Ratu Segala
Bidadari tidak membunuh-
nya. Tetapi ada satu hal yang membuatku sedih. Kare-
na aku tak bisa mendekati cucuku atau mengakuinya
sebagai cucuku. Tetapi bagiku itu bukan masalah be-
sar karena aku sudah senang melihatnya bahagia ber-
sama kedua orangtua angkatnya yang tentunya tak
pernah menceritakan siapakah Astari sebenarnya...."
Dundung Kalimayang mendesah pendek.
Kemudian meneruskan ceritanya, "Aku hanya
bisa menyaksikan cucuku semakin lama tumbuh men-
jadi seorang gadis remaja dan dipinang oleh Juragan
Jagalaksa. Dan... ah, kini cucuku mengalami nasib sial karena ulahku tujuh belas
tahun yang lalu...."
"Jangan menyesali keadaan, Orang Tua. Mung-
kin memang seperti inilah garis kehidupanmu...."
Dundung Kalimayang terdiam, lalu perlahan-
lahan menoleh pada Boma Paksi.
"Ceritakan apa yang kau ketahui tentang Ratu
Segala Bidadari...."
"Apa yang kuketahui tak banyak karena seba-
gian dugaanmu benar. Saat ini Ratu Segala Bidadari
telah mengetahui kalau Astari adalah cucumu. Dia
sengaja tidak membunuh Astari, karena dia ingin me-
nyiksa batinmu yang diyakininya akan muncul untuk
melihat keadaan cucumu, Orang Tua. Bersama seo-
rang muridnya yang bernama Gayang Lumajang, dia
sedang menunggu kehadiranmu di desa Karang Bam-
bu ini. Dia juga memiliki kambrat berjuluk Hantu Bersayap, orang yang telah
membunuh suami cucumu
dan menyebabkan cucumu berada dalam keadaan
yang menyedihkan seperti sekarang...."
Wajah duka Dundung Kalimayang tiba-tiba saja
berubah. Kegeramannya memuncak.
"Di mana Ratu Segala Bidadari berada"! Aku
harus segera menyelesaikan urusan ini!"
"Aku sempat bertarung dengannya dan dia te-
lah pergi entah ke mana. Tetapi ku yakini kalau dia tetap berada di desa Karang
Bambu. Karena dia tetap
akan menunggu kehadiranmu untuk membalas den-
dam kematian suaminya."
"Kalau begitu... aku akan muncul di hadapan-
nya!" "Orang tua... aku tak bermaksud mencampuri urusanmu, tetapi apa yang telah
terjadi juga ku rasakan sebagai urusanku sekarang. Bila kau muncul se-
cara terang-terangan, justru yang akan menjadi kor-


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ban adalah para penduduk yang tidak berdosa."
"Gila! Pikiran apa yang menyebabkan kau ber-
pikir demikian, hah"!"
Suara keras kakek berpakaian panjang biru
muda itu disambut senyuman oleh Raja Naga. Pemuda
dari Lembah Naga ini sama sekali tidak tersinggung
dengan bentakan si kakek.
"Karena aku berpikir, bila kau muncul urusan
akan menjadi kacau balau. Tak mustahil para pendu-
duk yang akan menjadi korban. Mereka juga telah
menjadi korban keganasan gerombolan Mat Bendot,
atau yang bernama asli Gayang Lumajang. Dan aku
yakin, mereka orang-orang yang mati di sekeliling kita sekarang ini, juga
merupakan korban. Tetapi aku lebih yakin kalau mereka tewas dibunuh oleh Hantu
Bersayap." Kata-kata pemuda berompi ungu itu dibenarkan oleh Dundung Kalimayang.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan?"
"Sebaiknya... kita memancing keluar Ratu Sega-
la Bidadari. Kalau sebelumnya dia yang memancing
mu untuk muncul, sekarang kita ganti memancing-
nya...." "Caranya?"
"Aku akan mencari muridnya yang bernama
Gayang Lumajang itu. Aku yakin, bila muridnya telah
kita kuasai, maka dia akan muncul. Dan sebaiknya,
urusan ini dituntaskan bukan di desa Karang Bambu.
Orang tua... bagaimana pendapatmu?"
Dundung Kalimayang tak menjawab. Mengusap
jenggot putihnya. Setelah itu dianggukkan kepalanya.
"Yah... kau benar, Anak muda. Dan terima ka-
sih atas bantuanmu...."
"Karena aku merasa ini adalah urusanku juga."
"Baik! Kutunggu kau di Bukit Bulang-bulang!"
Habis ucapannya, Dundung Kalimayang segera
berkelebat ke arah selatan. Tiga kejapan mata berikutnya, yang kelihatan
hanyalah bayangan biru belaka
sebelum kemudian lenyap dari pandangan.
Di tempatnya Raja Naga mendesah pendek.
"Urusan ini memang tidak mudah. Karena keli-
cikan demi kelicikan tengah dijalankan oleh pihak Ra-tu Segala Bidadari. Sampai
saat ini, aku sendiri belum melihat sosok Hantu Bersayap...."
Beberapa saat lamanya, murid Dewa Naga tak
bersuara. Kemudian dipandanginya, mayat-mayat yang
bergeletakan. Dengan mempergunakan sebatang ranting, dia
mulai menggali tanah-tanah yang sengaja dibuat jarak agak sedikit berjauhan
untuk menguburkan mayat-mayat itu....
* * * Malam merambat perlahan. Sejak kematian Ju-
ragan Jagalaksa dan terbunuhnya para penduduk be-
serta anak buah Mat Bendot, penjagaan diperketat.
Kalau sebelumnya hanya tujuh orang yang meronda,
sekarang menjadi dua kali lipat jumlahnya.
Gayang Lumajang yang bersembunyi di balik
ranggasan semak di belakang rumah Astari, memper-
hatikan sekelilingnya. Tak seorang pun yang berada di sekeliling rumah itu.
Suasana hening. Sesekali dipecahkan oleh jeritan Astari yang menyayat hati.
Sesekali ditingkahi oleh suara seorang perempuan dan lelaki
yang terus membujuk Astari untuk tenang.
Jeritan yang menyayat itu justru semakin
membuat Gayang Lumajang kian bernafsu. Terutama
tatkala membayangkan cerita gurunya tentang tompel
pada bagian atas payudara Astari.
"Ingin sekali kulihat bagaimana tompel yang
menjadi ciri Astari itu! Ah, tentunya akan menambah
gairah semakin membesar. Apalagi bila puting buah
dadanya juga berwarna coklat! Glek...! Ini sangat menyenangkan...," desisnya dan
didengarnya lagi jeritan keras Astari yang semakin membuat gairahnya makin
memburu. "Sudah beberapa bulan aku berada di desa ini
menanti munculnya Dundung Kalimayang! Tetapi
sampai hari ini, kakek keparat itu belum juga nampak batang hidungnya!!"
geramnya sengit. "Berarti... seha-bis kunikmati tubuh indah Astari dan
kupermainkan payudaranya sampai puas, akan kubunuh dia! Kuha-
rap dengan kematiannya akan mempercepat muncul-
nya Dundung Kalimayang!"
Kembali diperhatikan sekelilingnya. Setelah di-
rasakan aman, dengan mempergunakan ilmu peringan
tubuhnya, Gayang Lumajang bersiap untuk melang-
kah. Namun satu suara dingin mengurungkan niatnya.
"Tahan!"
Serta-merta lelaki bercambang bawuk ini mem-
balikkan tubuhnya. Dilihatnya satu sosok tubuh me-
layang di udara dengan merentangkan kedua tangan-
nya yang bersayap. Lalu tanpa menimbulkan suara,
sosok tubuh yang mengenakan pakaian hitam telah
hinggap di atas tanah. Berdiri angker. Wajah orang itu tertutup topeng dan dari
balik topeng menyeramkan
yang dipakainya, sorot kedua matanya menyala-nyala.
"Hantu Bersayap...," desis Gayang Lumajang setelah mengenali orang itu. Sesaat
diperhatikannya
dengan seksama orang bertopeng menyeramkan, seo-
lah hendak menembusi siapakah orang yang berada di
balik topeng itu. Tetapi tiba-tiba saja Gayang Lumajang menggeram keras, "Orang
bersayap! Ada urusan apa kau menahanku, hah"!"
Hantu Bersayap mendengus.
"Aku tahu apa yang hendak kau lakukan di sini
Gayang Lumajang!"
"Bila kau sudah tahu, mengapa kau masih be-
rada di sini, hah"!"
"Ratu Segala Bidadari adalah sahabatku! Setiap
kata-katanya sangat kupatuhi karena aku pernah ber-
hutang nyawa padanya! Dan aku paham apa yang di-
rencanakannya! Dia tidak menginginkan cucu dari
Dundung Kalimayang tewas saat ini! Dan tindakan
yang hendak kau lakukan, sama sekali tak bisa kube-
narkan! Karena... kau hendak mendahului segala ren-
cana Ratu Segala Bidadari!"
"Terkutuk!" maki Gayang Lumajang keras. Wajahnya memperlihatkan rasa tidak suka
yang kentara, dan tidak dicobanya untuk ditutupinya, "Hantu Bersayap! Kau hanya orang lain
antara aku dan guruku!
Jangan coba-coba mencampuri apa yang hendak kula-
kukan!" Terdengar suara rahang dikertakkan. "Jangan
memaksaku untuk melakukan tindakan kasar men-
gingat kau adalah murid sahabatku! Tetapi bila kau
tak mengindahkan kata-kataku, aku tak segan-segan
memberimu pelajaran!"
Mengkelap wajah Gayang Lumajang mendengar
ancaman orang. Dia merasa lebih berhak melakukan
apa yang hendak dilakukannya ketimbang orang ber-
topeng menyeramkan ini. Ratu Segala Bidadari adalah
gurunya, jadi dialah yang lebih punya kuasa. Bukan
orang bersayap ini!
Dengan kedua tangan terkepal, Gayang Luma-
jang menggeram,. "Mungkin kau sudah mendengar sepak terjang ku sebagai Mat
Bendot! Dan kau melihat kalau aku tak memiliki kemampuan apa-apa! Tetapi
sebagai murid dari Ratu Segala Bidadari, aku telah diwarisi ilmu yang sangat
tinggi! Tentunya kau mengetahui kesaktian dari ilmu guruku! Hantu Bersayap...
kau yang berucap penuh ancaman, dan kuminta jangan
coba-coba untuk menghalangi niatku!"
Sepasang mata Hantu Bersayap nyalang, tajam
dan berapi-api.
"Gayang Lumajang! Perintah Ratu Segala Bida-
dari adalah membiarkan Astari hidup, agar Dundung
Kalimayang sebagai kakeknya mendapatkan siksaan
batin yang menjadi-jadi! Tak akan pernah kubiarkan
kau membunuhnya!"
"Terkutuk!!" maki Gayang Lumajang keras. Dia sudah tak mampu untuk menahan
gejolak amarahnya.
Dengan gusar tangan kanannya didorong ke depan.
Saat itu pula menggebah gelombang angin yang
menggebubu dingin!
Hantu Bersayap menjerengkan sepasang ma-
tanya. Kemarahan lelaki bersayap ini pun sudah tiba
di ubun-ubun. Tetapi begitu diingatnya kalau orang di
hadapannya adalah murid dari Ratu Segala Bidadari,
dia memutuskan untuk tidak bertindak telengas. Ka-
rena biar bagaimanapun juga, Ratu Segala Bidadari
tentunya akan murka terhadapnya!
Sambil menggeser tubuhnya ke samping kiri
sedikit, tangan kanannya yang menempel sayap hitam
digerakkan. Wuussss!! Blaaarrr!! Seketika terdengar letupan yang cukup keras,
yang membuat tanah dan ranggasan semak membuyar
ke udara. Tindakan yang dilakukan Hantu Bersayap
semakin membuat kemarahan Gayang Lumajang ma-
kin menjadi-jadi.
Tetapi sebelum dilancarkan lagi serangannya,
terdengar seruan keras, "Dari sana asal letupan itu!"
"Ayo kita ke sana! Siapa tahu ada manusia-
manusia keparat yang hendak mencelakakan Astari!"
Mendengar seruan-seruan itu, kemarahan
Gayang Lumajang kian membara.
Tatapannya kian tajam pada Hantu Bersayap.
"Orang bersayap terkutuk! Mungkin kau sahabat dari guruku, tetapi aku, telah
membuat keputusan untuk
menjadi seteru mu!!"
Habis membentak demikian, Gayang Lumajang
segera melompat dan berlalu meninggalkan tempat itu.
Di pihak lain, Hantu Bersayap sesaat memperhatikan
sekelilingnya. Dilihatnya sekitar sepuluh orang tengah mengendap-endap ke
arahnya dengan parang di tangan. Sejenak kemarahannya timbul dan berniat un-
tuk menghabisi kesepuluh orang yang ternyata adalah
para peronda yang kebetulan melewati depan rumah
Astari dan mendengar letupan yang terjadi tadi. Tetapi
begitu diingatnya sesuatu, Hantu Bersayap memu-
tuskan untuk meninggalkan tempat itu.
Dengan sekali empos saja, tubuhnya sudah me-
layang di udara. Para peronda yang kini sudah tiba di balik ranggasan semak di
mana Gayang Lumajang dan
Hantu Bersayap sebelumnya berada, berpencar untuk
mencari sumber letupan yang mereka dengar tadi. Me-
reka tak menemukan siapa pun di sana. Tetapi melihat lubang besar yang terjadi
dan sedikit mengeluarkan
asap, mereka yakin kalau sebelumnya ada orang di se-
kitar tempat itu.
TUJUH OTONG dan Bagus baru saja pulang berdagang
dari pasar. Keduanya bersiul-siul senang, terutama
Otong yang dagangannya hari ini lebih banyak laku
dari pada sahabatnya itu.
"Jangan bersiul-siul terlalu keras!" seru Bagus.
"Mengapa" Aku lagi senang, kok!"
"Tong... apakah kau sudah lupa, kalau Hantu
Bersayap selalu mengincar orang yang banyak uang"!"
"Hah"!" seru Otong terkejut dan seketika menutup mulutnya. Kemudian dengan sorot
ketakutan di- pandangi sekelilingnya. Tetapi begitu dilihatnya Bagus tertawa, Otong menggeram.
"Brengsek! Kau menakut-nakutiku, ya"!"
"Memangnya kau tidak takut dengan Hantu
Bersayap?" goda Bagus sambil tertawa.
Karena kesal digoda temannya barusan, Otong
membusungkan dadanya lalu berkata sombong, "Huh!
Mana orangnya" Mana"! Kalau dia muncul akan kupa-
tah-patahkan lehernya!"
"Waduh! Sombongnya kau ini...."
"Aku tidak sombong! Aku mengatakan apa
adanya! Kalau Hantu Bersayap muncul... biar ku...
heit, eit, ciaaatt!!" Otong melakukan gerakan seperti orang sedang bersilat.
Tetapi karena terlalu bersemangat dia justru terjerunuk karena terserimpung
kakinya sendiri. Bagus tertawa-tawa.
Demikian pula dengan Raja Naga yang berada
di atas pohon. Pemuda yang kedua tangannya sebatas
siku dipenuhi sisik coklat ini tersenyum geli melihat tingkah Otong.
"Sok tahu sih kau ini!" seru Bagus.
Otong nyengir sambil bangkit. Seraya menepuk-
nepuk celananya yang kotor dia berkata, "Aku ingin membuktikan, kalau aku tidak
takut pada Hantu Bersayap!" Bagus segera menutup mulut Otong dengan tangannya.
"Jangan bicara sembarangan!"
"Hembbb... sembarangan bagaimana?" seru
Otong setelah berhasil melepaskan tangan Bagus dari
mulutnya. "Bagaimana kalau Hantu Bersayap tiba-tiba
muncul"!"
Otong yang melihat wajah Bagus menjadi te-
gang, semakin konyol, "Kalau dia muncul, akan kubunuh saja!"
"Hei, hei! Kau bicara sembarangan ya?"
"Kau takut, ya" Takut?"
"Memangnya kau tidak takut?"
"Tidak sama sekali!"
"Kau ini sudah mau mampus rupanya! Apakah
kau tidak tahu kalau sebenarnya Hantu Bersayap se-
dang mencari seorang kakek bernama Dundung Kali-
mayang?" Otong yang sejak tadi bercanda memandang te-
gang. "Kakek bernama Dundung Kalimayang" Ah,
kau ini tahu dari mana" Di desa kita tak ada kakek
yang bernama Dundung Kalimayang...."
"Aku hanya mendengar saja...," sahut Bagus.
Sementara itu. Raja Naga yang sedianya hendak me-
ninggalkan tempat itu mengurungkan niatnya. Diden-
garnya lagi kata-kata Bagus, "Aku menangkap kabar, kalau Hantu Bersayap sedang
mencari kakek yang
bernama Dundung Kalimayang. Apa kau pernah meli-
hat kakek yang mengenakan pakaian panjang warna
biru muda?"


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah! Siapa ya" Kau pernah melihatnya?"
"Tidak! Kakek itu memiliki jenggot putih yang
cukup panjang. Dan dia...."
"Sudah, sudah! kau ini kok jadi ngelantur se-
perti itu!"
"Eh, aku tidak berkata bohong! Kau pernah me-
lihatnya tidak"!"
"Ya sudah tentu tidak!" sahut Otong agak jengkel karena merasa dipermainkan
sahabatnya itu. "Lagian mana berani Hantu Bersayap muncul?"
"Memangnya kenapa?"
"Kalau dia muncul, akan kupatahkan batang
lehernya!"
"Kau sudah pernah melihatnya?"
"Belum! Dengar-dengar saja sudah! Dia menge-
nakan pakaian hitam dengan topeng yang menyeram-
kan! Dan di kedua tangannya terdapat sayap! Ih! Ngeri betul!"
"Tuh! Kau takut?"
"Tidak! Mana orangnya"! Mana"!"
Bagus tertawa geli. Tiba-tiba dia memegang pe-
rutnya. "Aduh... aduh.... Tong, perutku mulas! Kau tunggu di sini, ya" Tunggu
ya"!"
"Brengsek kau! Sebentar lagi malam! Sana ce-
petan sedikit!!" seru Otong jengkel. Begitu Bagus berlari, Otong berseru, "Tidak
usah kau sisakan buat besok!" "Brengsek kau ya"!"
Otong tertawa geli. Lalu dia bersandar di bawah
sebuah pohon. Angin senja berhembus sejuk. Otong
saat ini senang sekali karena dia memiliki keuntungan yang banyak dari biasanya.
Dibayangkannya dia akan
mengumpulkan uang yang sangat banyak untuk me-
minang Juleha, gadis tetangganya yang memiliki tubuh bahenol tetapi berotak
kosong. Di pihak lain, Boma Paksi masih tetap duduk di
atas pohon di mana di bawahnya Otong bersandar.
Pemuda berompi ungu dari Lembah Naga memikirkan
apa yang dikatakan oleh Bagus. Sesekali keningnya
berkerut merut untuk merangkaikan apa yang telah
didengarnya. Namun sebelum dipikirkan lebih lanjut, men-
dadak saja dilihatnya satu sosok tubuh melompat dari balik ranggasan semak
dan... jleegg! Hinggap di hadapan Otong yang saat ini mulai
diserang rasa kantuk. Begitu melihat orang yang mun-
cul di hadapannya, kontan Otong berdiri tegak dengan kedua mata terbelalak.
"Aku Hantu Bersayap...," desis orang bertopeng menyeramkan itu.
Saat itu pula Otong kehilangan tenaganya. Dia
tidak menyangka kalau orang yang sejak tadi dianggap sepele telah muncul di
hadapannya. Seluruh tubuhnya
bergetar hebat. Keringat saat itu pula bercucuran di seluruh tubuhnya.
Otong jatuh bersujud seperti orang kehilangan
tenaga. "Ampun... ampuni aku...."
"Tak seorang pun yang telah meremehkanku
akan kuampuni!" seru orang bersayap itu sambil melangkah.
Otong tak berani mengangkat kepalanya. Degup
jantungnya berdebar lebih keras. Dia berusaha men-
gumpulkan tenaganya untuk melarikan diri. Tetapi te-
naganya seperti terkuras habis, tanpa bekas.
Raja Naga sendiri tak menyangka kemunculan
orang bersayap itu. Begitu dilihatnya orang bersayap itu mencengkeram kerah baju
Otong, dia segera melompat turun!
Kehadirannya tak diketahui oleh Otong yang
sedang ketakutan. Tetapi orang bersayap itu tersentak.
Buru-buru dilepaskan tangannya yang mencengkeram
kerah baju Otong. Dan dia tersedak tatkala melihat tatapan angker dari pemuda
yang tiba-tiba muncul di
hadapannya. "Telah lama kudengar julukan Hantu Ber-
sayap... dan baru sekarang kita berjumpa!"
"Okh! Bukan, bukan! Aku bukan Hantu Ber-
sayap!" orang bersayap itu tiba-tiba berseru. Terburu-buru dibuka topeng yang
dipakainya. Lalu dibuka pa-
kaiannya yang kemudian terlihat pakaian lain.
Sementara itu, begitu mendengar seruan yang
dikenalnya, dengan takut-takut Otong mengangkat ke-
palanya. Dilihatnya Bagus yang sedang buru-buru me-
lepaskan pakaiannya.
Raja Naga tersentak
"Astaga! Jadi...."
"Nah, nah! Kau lihat bukan, aku bukan Hantu
Bersayap! Namaku Bagus! Dia kawanku yang bernama
Otong!" Dari rasa tegangnya tadi. Raja Naga mendengus mangkel. Rupanya Hantu
Bersayap yang mendadak
muncul itu adalah Bagus yang menyamar.
Di pihak lain Otong buru-buru berdiri.
"Kurang asem! Kau menakut-nakutiku, ya" Kau
menakut-nakutiku!!" geramnya gemas sambil men-
cengkeram leher Bagus yang sesaat tersedak.
"Aku... aku... cuma ingin menggodamu saja...,"
desisnya sambil memegang kedua tangan Otong yang
mencengkeram lehernya.
"Tapi aku bisa mampus kau buat!"
"Katamu... katamu kau tidak takut dengan
Hantu Bersayap...," sahut Bagus membela diri. Rupanya dia tadi berpura-pura
hendak membuang air
dan berniat mempermainkan sahabatnya itu.
Otong melepaskan cengkeramannya dengan ge-
ram. Mulutnya merutuk panjang pendek.
Raja Naga mendesis, sorot matanya angker,
"Tindakanmu itu dapat mencelakakanmu sendiri...."
"Tapi... tapi... aku cuma bermaksud memper-
mainkannya...."
"Bila saja kau tidak langsung membuka pe-
nyamaranmu, aku tak bisa membayangkan apa aki-
batnya...."
Otong yang baru menyadari kehadiran orang
lain di sana, melirik. Dia tersentak begitu melihat sorot mata angker dari
pemuda di sebelah kanannya.
"Kau... kau... siapa?"
Raja Naga mendesah pendek. Kekesalannya ka-
rena mau tak mau harus ikutan dalam urusan konyol
membuatnya untuk beberapa saat sulit untuk berkata-
kata. Bagus masih kelihatan takut-takut. Dia juga
tak bersuara. Beberapa saat hening. Raja Naga menghem-
buskan nafasnya kuat-kuat.
"Jangan sekali lagi kau melakukan tindakan
seperti itu. Kau tahu sendiri, kalau saat ini Hantu Bersayap sedang dicari
banyak orang, terutama para pe-
ronda yang sudah tentu tak akan tinggal diam ..."
Bagus cepat-cepat menganggukkan kepalanya.
"Ya, ya... maaf, maafkan aku...." Raja Naga menatap Otong. "Dan kuminta, jangan
sesekali meremehkan seseorang, karena kelak kau akan mendapatkan akibat
dari sikapmu itu...."
Otong menganggukkan kepalanya.
Di saat lain, baik Otong maupun Bagus sama-
sama tersentak. Mereka merasakan desir angin yang
membuat masing-masing orang secara tiba-tiba mun-
dur. Di lain kejap, mereka tak melihat lagi pemuda berompi ungu!
Untuk sesaat tak ada yang bersuara. Tetapi di
saat lain, Otong sudah mendengus pada Bagus.
"Tindakanmu tidak lucu! Aku bisa mampus
berdiri tadi!"
Bagus yang telah hilang ketegangannya terta-
wa. "Tetapi kau bukan akan mampus berdiri, me-
lainkan akan mampus dalam keadaan berjongkok!"
"Brengsek! Konyol! Busuk! Tidak lucu!" maki Otong panjang pendek. Lalu
sambungnya dalam hati,
"Untung saja aku tidak terkencing-kencing di cela-
na...." Bagus tertawa. Setelah itu dia berkata, "Kau tahu siapa pemuda berompi
ungu itu, Tong" Tatapannya... fiuh! Mengerikan betul!"
"Rasa-rasanya... aku pernah melihat dia waktu
kita makan di warung pojok jalan.... Tapi, aku tidak tahu siapa dia...."
"Sudahlah... ayo kita pulang!"
Tetapi Otong tak segera melangkah. Matanya
tajam pada Bagus.
"Awas! Kalau kau berani mempermainkan ku
lagi"! Akan ku jitak kepalamu sampai benjol!" Bagus cuma tertawa.
Dia mendahului Otong melangkah sambil
membawa benda-benda penyamarannya. Otong men-
dumal sebelum menyusul. Sambil melangkah dia ber-
tanya, "Dari mana kau dapatkan benda-benda keparat itu, hah"!"
"Ini rahasiaku...," sahut Bagus sambil tertawa.
Sambil melangkah Otong memperhatikan Bagus yang
sedang menyeringai.
"Brengsek! Awas, kalau dia berani bercerita pa-
da yang lain!"
DELAPAN SUARA gemuruh air sungai terdengar cukup
keras. Beberapa helai daun dari dahan yang menjuntai jatuh melayang. Dan
langsung terbawa derasnya aliran sungai. Perempuan jelita berpakaian putih
bercahaya itu tegak di depan sungai. Berdiri dengan tatapan yang
diarahkan pada aliran sungai itu. Tak sekali pun pe-
rempuan yang bukan lain Ratu Segala Bidadari ini
membuka mulut. Tiba-tiba diangkat kepalanya ke kanan tatkala
didengarnya kepakan sayap di udara. Angin tiba-tiba
saja berubah. Tak lama kemudian, satu sosok tubuh
melayang turun dan hinggap sejarak delapan langkah
dari hadapannya.
"Bagaimana dengan tugasmu?" Ratu Segala Bidadari langsung bertanya.
Orang bertopeng menyeramkan itu mendekat.
"Aku belum mendapatkan kepastian yang jelas
tentang Dundung Kalimayang. Tetapi ada hal yang per-
lu kukatakan padamu...."
"Katakan!"
"Aku memergoki Gayang Lumajang yang berniat
untuk membunuh Astari!"
Mata bercahaya milik Ratu Segala Bidadari
membuka lebar. Ditatapnya Hantu Bersayap yang se-
dang menatapnya pula.
"Apa yang kau lakukan?"
"Sesuai perintahmu, aku menahan keinginan-
nya." "Bagus!"
"Tetapi dia telah menganggapku sebagai seo-
rang lawan! Ratu Segala Bidadari, bila aku tak ingat kalau dia adalah muridmu,
sudah kubunuh dia saat
itu juga...."
"Gayang Lumajang hanyalah alat yang baik ba-
giku untuk melaksanakan semua ini," kata Ratu Segala Bidadari. Biar bagaimanapun
juga, dia tak suka muridnya dilecehkan orang. "Padanyalah seluruh ilmu yang
kumiliki kuturunkan! Bila kau hendak membunuhnya, mungkin kau dapat
melakukannya! Tetapi
aku berani bertaruh, kalau kau pun akan menda-
patkan penderitaan berkepanjangan!"
Hantu Bersayap tak mempedulikan kata-kata
itu. Dia juga memandang aliran sungai yang bergemu-
ruh keras. "Aku telah berjumpa dengan seorang pemuda
berompi ungu. Di tangan kanan kirinya sebatas siku
dipenuhi sisik berwarna kecoklatan. Apakah kau juga
sudah berjumpa dengannya?"
Ratu Segala Bidadari menggeram.
"Aku bukan hanya pernah berjumpa dengan-
nya, tetapi aku pernah bertarung dengannya!"
Hantu Bersayap melirik.
"Apa yang terjadi?"
Ratu Segala Bidadari menceritakan pengala-
mannya. "Pemuda itu nampaknya akan menjadi duri da-
lam urusan ini. Hantu Bersayap... aku yakin kalau
pemuda itulah yang berjuluk Raja Naga..."
"Hemm.... Raja Naga. Aku juga telah mendengar
sepak terjangnya. Apa yang kau katakan nampaknya
tak mustahil terjadi. Sekarang, apa yang akan kau lakukan?"
"Apa maksudmu dengan apa yang akan kula-
kukan?" "Bila kau menganggapnya sebagai duri, aku
akan membereskannya!"
"Bagus! Kau bisa membunuhnya kapan saja
kau mau! Tetapi, bagaimana dengan Dundung Kali-
mayang?" "Sampai saat ini aku belum mendapatkan kete-
rangan yang tepat untuknya. Berulang kali kutanya-
kan pada orang-orang di desa ini tentang Dundung Ka-
limayang, tetapi tak seorang pun yang pernah men-
genal ciri-ciri dari Dundung Kalimayang...."
Ratu Segala Bidadari terdiam. Paras jelitanya
sedikit bercahaya.
Lalu katanya perlahan, "Kita tunggu kehadi-
rannya sampai besok sore. Bila dia tidak muncul juga, Astari harus dibunuh!"
"Baik! Kutunggu sampai besok sore untuk
membunuh Raja Naga! Mungkin kau merasa lebih baik
kaulah yang membunuh Astari!"
"Ya! Akulah yang akan melakukannya!"
"Kalau begitu, kita berpisah sekarang! Besok
sore kita bertemu lagi di sini!"
Habis ucapannya, Hantu Bersayap segera mele-
sat dengan mengepakkan kedua sayapnya. Gerakan-
nya sangat cepat sekali, karena dalam tiga kejapan
mata saja dia sudah mengangkasa.
Di tempatnya Ratu Segala Bidadari masih ter-
diam. Otaknya terus memikirkan kemungkinan demi
kemungkinan dari apa yang dilakukannya.
"Hemm... di mana Dundung Kalimayang sebe-
narnya berada" Aku telah bosan menunggu di desa ini
terus menerus...," desisnya sambil menggeram. "Huh!
Aku harus membunuh Astari! Mungkin dengan kema-
tian cucunya... dia akan berpikir beberapa kali untuk tidak muncul! Atau...
sebenarnya tidak tahu apa yang telah terjadi dengan cucunya?"


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perempuan berparas jelita ini menjadi uring-
uringan dengan setiap pikirannya yang tiba-tiba mun-
cul. Mendadak dia menggeram dingin.
"Untuk apa aku memikirkan semua ini lebih
lama! Astari harus kubunuh!!"
Kejap lain dia sudah berkelebat meninggalkan
tempat itu. * * * Pada saat yang bersamaan Mat Bendot alias
Gayang Lumajang sedang memacu dirinya di atas tu-
buh seorang gadis yang diculiknya. Dengusan nafas-
nya terdengar berat dan terengah-engah. Keringat sudah membasahi sekujur
tubuhnya. Di bawah himpitan tubuhnya, gadis yang ber-
paras cukup manis itu meringis menahan sakit. Air
matanya sudah mengalir keluar. Tetapi tenaganya te-
lah lenyap sama sekali. Pada pipi kanannya terlihat
warna biru dan dari sela-sela bibirnya darah segar
mengalir. Dengusan napas Gayang Lumajang semakin
memburu. Gagal mengumbar gairahnya pada Astari,
Gayang Lumajang memutuskan untuk menculik seo-
rang gadis dan kebetulan dia melihat seorang gadis
manis yang sedang mandi sore di sebuah sungai.
Dengan keahliannya mudah saja dia menculik
gadis itu dan langsung memperkosanya dengan buas.
Mendadak tubuhnya mengejang hebat, giginya
diadu satu sama lain. Wajahnya meringis. Gadis di
bawah tubuhnya meringis menahan sakit.
"Aaaah...," desis Gayang Lumajang panjang
sambil merebahkan tubuhnya di atas tubuh si gadis.
Nafasnya yang mendengus-dengus perlahan-lahan mu-
lai teratur. Gadis yang dalam keadaan tertotok itu menggi-
git bibirnya menahan sakit. Dia sedikit bernapas lega tatkala lelaki yang
memperkosanya berdiri. Tetapi
hanya sesaat dia bisa bernapas lega, karena di saat
lain.... Kraaakk!
Gayang Lumajang menampar pipi si gadis yang
seketika bergerak ke kanan. Dan saking kerasnya
tamparan serta sentakan itu, leher si gadis patah!
Gayang Lumajang mendengus, lalu kembali
mengenakan pakaiannya. Dipandanginya sekelilingnya
yang sepi. Untuk beberapa saat dia masih merasakan
tubuhnya lemas.
"Huh! Hantu Bersayap telah menggagalkan ren-
canaku untuk memperkosa dan membunuh Astari!
Dan aku yakin, dia tetap berjaga-jaga agar aku tidak melakukan tindakan itu!
Terkutuk! Kelak... dia akan
mampus di tanganku!!"
Gayang Lumajang menggeram keras dengan
kedua tangan terkepal.
"Sebaiknya... aku menjumpai Guru kembali.
Akan kuadukan apa yang telah dilakukan oleh Hantu
Bersayap!"
Sebelum meninggalkan tempat itu, dipandan-
ginya tubuh montok si gadis yang telah menjadi mayat.
Ditatapnya lama-lama payudara indah dan bagian di
pangkal paha si gadis yang tadi direguknya untuk
mendapatkan kenikmatan.
Kejap lain, Gayang Lumajang berkelebat ke
arah timur. Kepuasan yang didapatnya tadi tidak me-
nyenangkannya. Dia akan merasa lebih senang bila
berhasil menikmati tubuh Astari! Juga membunuhnya!
Bayangan tompel coklat pada bagian atas buah
dada Astari semakin melingkari benaknya. Rasa tidak
sabarnya itu berubah menjadi kemarahan akibat tin-
dakan Hantu Bersayap. Dan dia semakin bernafsu un-
tuk mengadukan tindakan Hantu Bersayap pada gu-
runya. Di jalan setapak yang dipenuhi ranggasan se-
mak, mendadak saja Gayang Lumajang menghentikan
langkahnya. Matanya tak berkedip ke depan, kepada
seorang pemuda yang berdiri tegak dengan kedua tan-
gan terlipat di depan dada. Gayang Lumajang melihat
jelas kalau pada kedua tangan yang terlipat itu terdapat sisik-sisik coklat!
Untuk beberapa saat dia tak bersuara sebelum
membentak, "Pemuda celaka! Siapa kau yang berani menghalangi langkahku"! Apakah
kau.," bentakan itu terputus begitu saja, ketika dilihatnya sorot mata angker
yang menatapnya. "Astaga! Tatapan itu... begitu mengerikan!" sambungnya dalam
hati. Pemuda berompi ungu yang bukan lain Raja
Naga adanya mendesis, "Gayang Lumajang... atau...
kau harus kupanggil dengan nama Mat Bendot" Tapi
kupikir, itu bukanlah hal yang utama! Kuminta... kau ikut denganku...."
"Terkutuk! Siapa pemuda tampan bermata
mengerikan itu?" geram Gayang Lumajang dalam hati.
Kemudian bentaknya, "Kau berucap begitu enak! Tentunya itu disebabkan karena kau
tidak tahu siapa
aku!" "Aku bukan hanya tahu siapa kau, tetapi aku tahu siapa orang yang berada
di balik semua ini?" sahut murid Dewa Naga dingin. "Gayang Lumajang... kau
hanyalah cecunguk busuk dari gurumu yang berjuluk
Ratu Segala Bidadari! Sebaiknya... kau ikut denganku!
Tak perlu menyusahkan dirimu dalam urusan busuk
gurumu!" "Keparat! Kau pikir kau siapa, hah"!" geram Gayang Lumajang keras. Kalau
sebelumnya dia sudah
dilanda kegeraman akibat tindakan Hantu Bersayap,
sekarang kegeramannya semakin menjadi-jadi. Dengan
tangan menuding, dia membentak lagi, "Anak muda!
Bagus kau berada di sini, hingga aku mendapatkan
tempat untuk melampiaskan kekesalanku!!"
Habis bentakannya, Gayang Lumajang segera
memutar kedua tangannya di depan dada yang kemu-
dian diangkatnya di atas kepala. Di saat lain, disentakkan kedua pergelangan
tangannya yang menyilang
itu ke depan! Wuuuuss! Saat itu pula memercik cahaya bening ke uda-
ra. Gayang Lumajang meniup percikan cahaya bening
itu! Wunngggg!!
Kontan cahaya bening itu terlontar ke udara.
Melihat apa yang dilakukan oleh Gayang Luma-
jang, Raja Naga menjerengkan matanya.
"Hemmm... dia telah mengeluarkan ilmu seperti
yang diperlihatkan Ratu Segala Bidadari padaku! Aku
harus berhati-hati karena ilmu itu tak bisa dianggap enteng!"
Sebelum cahaya bening yang terlontar ke udara
itu bergumpal membentuk seperti awan, Raja Naga
sudah mendorong kedua tangannya ke udara.
Wussss!! Menghampar gelombang angin besar yang dis-
ertai cahaya merah, langsung melabrak putus cahaya
bening yang hendak berubah menjadi gumpalan awan.
Melihat apa yang dilakukan pemuda berompi
ungu. Gayang Lumajang tersentak.
"Kau"!"
"Aku telah bertarung dengan gurumu, hingga
aku tahu apa yang akan kau lakukan"!"
"Setaaannn!!"
Seiring makiannya, Gayang Lumajang melaku-
kan tindakan yang sama berulang-ulang dan berulang
pula Raja Naga memutuskannya. Namun di saat lain
dia gagal melakukannya, karena cahaya bening yang
terlontar itu sudah berubah menjadi gumpalan laksa-
na awan-awan. Glegaaarrr!! Guntur menyalak keras, disusul dengan kilat
berwarna bening yang menyambar ke arah Raja Naga.
Segera pemuda dari Lembah Naga ini melompat ke be-
lakang. Blaaarr! Blaaarr!!
Kilat-kilat bening yang melesat itu menghantam
tanah di mana Raja Naga sebelumnya berdiri. Belum
lagi anak muda itu tegak di atas tanah kembali, kilat-kilat lain terus menyambar
berulang-ulang!
Dua buah pohon tersambar, dan begitu angin
berhembus luruh menjadi debu!
Raja Naga melirik. Sorot matanya bertambah
angker. Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua
tangannya sebatas siku semakin jelas terlihat, pertan-da kalau dia sudah berada
dalam kemarahan.
"Hemm... aku harus melakukan tindakan se-
perti yang kulakukan terhadap Ratu Segala Bidada-
ri...." Memutuskan demikian, Raja Naga tiba-tiba saja mendorong kedua tangannya
ke udara. Namun pada
saat yang bersamaan, kaki kanannya sudah dijejakkan
di atas tanah! Tanah muncrat sedikit ke atas. Dan pada saat
yang bersamaan, tanah itu telah bergelombang, men-
deru dahsyat ke arah Gayang Lumajang yang tersen-
tak. Saat itu pula dia melompat ke samping. Kedua
tangannya yang menyilang tadi dilepaskan, hingga pa-
da saat itu pula awan-awan bening yang tercipta tadi hilang begitu saja.
Di saat lain, sosoknya sudah menderu ke depan
seraya mendorong tangan kanan kirinya.
Raja Naga menunggu dengan tatapan angker-
nya yang tajam. Begitu sosok Gayang Lumajang men-
dekat, mendadak sontak dia membuang tubuh ke
samping kiri. Baru saja kedua kakinya hinggap di atas tanah, tiba-tiba saja dia
meluruk ke depan.
Tangan kanannya menyambar tangan kanan
Gayang Lumajang yang kemudian dipelintirnya! Me-
nyusul tangan kirinya memegang dada Gayang Luma-
jang dari belakang.
Dan.... Tuk! Tuk! Tangan kanannya sudah menotok tubuh
Gayang Lumajang yang seketika luruh laksana tanpa
tulang. Ketika mulutnya akan bersuara, dengan men-
jentikkan ibu jarinya dengan telunjuk, Raja Naga telah menotok lelaki itu.
"Aku bukanlah orang yang kejam. Tetapi aku
membutuhkan bantuanmu. Bila saja ini bukan uru-
sanku, sudah tentu kau tak akan kuperhitungkan. Me-
lainkan gurumu atau Hantu Bersayap...."
Sepasang mata Gayang Lumajang mendelik gu-
sar. Dia berusaha untuk memaki-maki, tetapi tak ada
suara yang keluar.
Dengan sekali menjejakkan kaki kanannya di
atas tanah, tubuh Gayang Lumajang seketika mumbul
yang segera ditangkapnya. Baru saja Gayang Luma-
jang merasakan tubuhnya berada di bopongan si pe-
muda, mendadak dia merasa tubuhnya sudah melesat
sedemikian cepat!
Setelah membawa tubuh Gayang Lumajang ke
Bukit Bulang-bulang dan menyerahkannya pada Dun-
dung Kalimayang yang sudah menunggu di sana, Raja
Naga kembali lagi ke desa Karang Bambu, tepat pada
saat matahari sepenggalah. Malam telah kembali pergi
dengan cepat. Raja Naga yang sedang menjalankan renca-
nanya untuk ganti memancing kemunculan Ratu Sega-
la Bidadari, segera menjalankan maksud. Setelah ber-
hasil menculik Gayang Lumajang, dia memang akan
melakukan satu tindakan yang akan didengar oleh Ra-
tu Segala Bidadari.
Dan pasar merupakan tempat yang tepat!
Segera saja dikatakannya kalau Mat Bendot,
otak dari gerombolan yang mengacau di desa itu telah ditangkapnya dan ditawannya
di Bukit Bulang-bulang.
Pemberitahuan yang dilakukannya secara sen-
gaja itu pun cepat tersebar. Otong dan Bagus yang melihat Raja Naga sama-sama
berpandangan. Mereka in-
gat kalau pemuda itulah yang telah muncul di hada-
pan mereka kemarin sore.
"Gus! Rupanya pemuda itu bukan orang sem-
barangan"!"
"Ya! Tetapi dia berada di pihak kita. Kan dia
menangkap Mat Bendot?"
"Kau betul! Ayo, kita teriakkan juga kabar gem-
bira ini!"
Keduanya pun sibuk meneriakkan kalau Mat
Bendot telah ditangkap!
Sementara itu, Raja Naga sendiri telah menghi-
lang dari keramaian, karena dia memikirkan sesuatu
yang mungkin terjadi.
Ketika siang tiba, Otong kelimpungan mencari
sahabatnya. Karena sahabatnya itu tidak berada di si-sinya. "Busyet! Di mana si
Bagus itu?" dengusnya. Tetapi kemudian tak dipedulikannya. Dia terus mene-
riakkan berita tentang Mat Bendot yang telah ditang-
kap. Jauh dari sana, bayangan bersayap itu melesat
cepat melewati atas pepohonan dan turun di sebuah
tempat. Dilihatnya Ratu Segala Bidadari berada di sa-na.
"Aku tahu mengapa kau datang kemari," kata perempuan jelita itu tanpa menoleh.
"Karena aku telah mendengar apa yang terjadi dengan muridku."
"Bagus kalau kau sudah tahu! Muridmu telah
ditawan oleh Raja Naga di Bukit Bulang-bulang! Ini artinya, Raja Naga memang
akan mengacaukan seluruh
rencana yang telah kita susun!"
Ratu Segala Bidadari tak menjawab.
"Kita harus lebih cepat menjalankan rencana
sebelum Raja Naga semakin lancang mencampuri uru-
san ini!" seru Hantu Bersayap lagi.
Ratu Segala Bidadari meliriknya.
"Baik! Kita tak perlu menunggu sampai senja
tiba! Kau bunuh Astari sekarang juga, sementara aku
akan berangkat menuju ke Bukit Bulang-bulang! Sete-
lah kau membereskan Astari, kau susul aku!"
"Bagaimana dengan Dundung Kalimayang?"
Kali ini Ratu Segala Bidadari menegakkan ke-
palanya.

Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entah mengapa... aku merasa Dundung Kali-
mayang berada di balik semua ini...."
"Maksudmu... dia yang mengatur dan memutar
keinginan kita?"
"Aku hanya menduga! Lakukan tugasmu seka-
rang!" Hantu Bersayap mengangguk dan terbang lagi di udara, sementara Ratu
Segala Bidadari pun segera menuju ke Bukit Bulang-bulang dengan hati murka.
*** SEMBILAN KEMUNCULAN Hantu Bersayap yang hinggap
di atap rumah Astari memancing perhatian sepasang
mata angker yang memang sudah menunggunya di ba-
lik rimbunnya semak.
"Hemmm... dugaanku ternyata benar. Kalau ti-
dak Hantu Bersayap, Ratu Segala Bidadari yang akan
muncul di sini. Mereka tentunya telah menangkap ge-
lagat yang tak menguntungkan dan akan segera
menghabisi nyawa Astari.... Dan dia akan menemukan
satu kejadian yang sungguh di luar dugaannya...."
Di pihak lain, sepasang mata menyala dari ba-
lik topeng menyeramkan yang dipakai, memandangi
sekelilingnya. Kedua telinganya dibuka lebar-lebar. Sebenarnya dia merasa cukup
heran, karena tak men-
dengar suara-suara di dalam. Tapi di saat lain Hantu Bersayap sudah memukul
pecah atap rumah itu.
Brooll!! Pecahan genting berhamburan dan atap itu
menjadi bolong. Kejap itu pula Hantu Bersayap me-
lompat turun. Tetapi tak seorang pun yang berada di
sana. Hantu Bersayap berkelebat ke sana kemari. Na-
mun orang yang dicari tetap tak berada di sana.
Selagi dia celingukan dengan kening berkerut,
dari atas terdengar suara, "Kau tak akan menemukan siapa pun di tempat ini
kecuali aku!"
Seketika diangkat kepalanya. Dilihatnya pemu-
da berompi Ungu sudah berdiri di sana.
"Keparat!!" maki Hantu Bersayap yang kemu-
dian sadar apa yang telah terjadi. Tentunya pemuda
bersorot mata angker itulah yang telah mengungsikan
seluruh penghuni rumah ini.
Dengan kegeraman tinggi, Hantu Bersayap
mencelat ke atas dengan kedua tangan terangkat.
Brrolll!! Atap rumah itu jebol, berhamburan ke sana-
sini. Raja Naga sudah melompat turun dan melihat
orang bersayap itu hinggap di atas tanah dengan rin-
gannya. Keduanya berpandangan tanpa ada yang ber-
suara. "Keparat hina! Bagus kalau kau berani muncul di hadapanku! Karena aku tak
perlu susah payah
mencarimu!!"
Raja Naga tak menjawab. Dia berpikir, "Aku ya-
kin pertarungan tak dapat dielakkan. Sebaiknya... ku pancing dia agak menjauh
dari sini!"
Memutuskan demikian, murid Dewa Naga ber-
kata "Kekejamanmu sudah tak bisa dimaafkan lagi!
Tapi aku masih memberimu kesempatan agar kau sa-
dar dari apa yang telah kau lakukan! Namun sebelum
ku maafkan semuanya, buka topengmu itu! Aku ingin
tahu wajahmu yang sebenarnya!"
Hantu Bersayap terbahak-bahak.
"Kau tak akan pernah melihatnya karena kau
sudah keburu mampus!!"
Kejap itu pula dia mencelat ke depan. Kedua
sayapnya terentang. Kaki kanannya diayunkan!
Wuuuttt!! Desiran angin keras menyerbu lebih dulu ke
arah Raja Naga yang kemudian mendeham dan mem-
buat desiran angin itu putus di tengah jalan.
Lalu... buk! Buk!
Tangan kanan kirinya sudah diangkat untuk
menahan tendangan kaki kanan kiri Hantu Bersayap.
Benturan yang terjadi itu membuat Hantu Ber-
sayap mundur. Kedua kakinya dirasakan cukup ngilu.
"Hebat!" dengusnya lalu menyerbu lagi.
Di pihak lain, Raja Naga segera berkelebat un-
tuk menjauh. Karena diyakininya betul pertarungan
yang terjadi itu akan memancing perhatian para pen-
duduk desa Karang Bambu.
"Keparat bersisik! Mau lari ke mana kau"!"
bentak Hantu Bersayap sambil terbang menyusul.
Raja Naga menemukan sebuah tempat yang la-
pang. Begitu dihentikan larinya, segera dibalikkan tubuhnya. Dan....
Buk! Buk! Dihantamnya kedua kaki Hantu Bersayap yang
siap menghajar kepalanya!
Kali ini Hantu Bersayap tak merasakan apa-apa
karena sebelumnya dia sudah mengalirkan tenaga da-
lamnya. Menyusul kedua sayapnya digerakkan. Seke-
tika menggebah gelombang angin dahsyat yang mem-
perdengarkan suara bergemuruh. Tanah dan rangga-
san semak terseret membuyar ke udara. Untuk bebe-
rapa kejap menghalangi pandangan Raja Naga.
Raja Naga segera melepaskan ilmu 'Kibasan
Naga Mengurung Lautan'! Letupan keras saat itu pula
terjadi. Tanah di mana letupan itu terjadi, muncrat ke udara setinggi satu
tombak! Belum lagi tanah-tanah
itu sirap, mendadak sontak satu bayangan melesat ke-
luar disertai teriakan penuh amarah!"
Raja Naga tersentak kaget. Kepalanya menegak.
Menyusul diputar kedua tangannya di atas kepala se-
belum dipalangkan
Buk! Buk! Jotosan Hantu Bersayap yang dilakukan dari
atas membuat tubuh Raja Naga sedikit menekuk ke
bawah. Menyusul....
Dess!! Dadanya terhantam tendangan keras Hantu
Bersayap yang membuatnya mundur beberapa lang-
kah. Belum lagi dapat dikuasai keseimbangannya,
Hantu Bersayap sudah meluruk dengan tubuh di atas
tanah! "Astaga! Nampaknya aku memang harus melakukan kekerasan!" desis Raja
Naga. Dia segera merun-duk menghindari lurukan tubuh Hantu Bersayap.
Dan secara tiba-tiba memutar tubuhnya mele-
paskan satu tendangan, yang dapat dihindari oleh
Hantu Bersayap. Dalam kedudukan menyerang sambil
terbang seperti itu, Hantu Bersayap mendapat angin
lebih, membuat Raja Naga berulang kali yang harus
menghindar. Hantu Bersayap terus mencecar. Setiap kali di-
kibaskan sayap-sayapnya gelombang angin mengeri-
kan terjadi. "Berabe kalau begini terus! Dia memiliki keun-
tungan dari kepandaiannya terbang. Tetapi aku yakin, dia sebenarnya bukan
terbang, tetapi dia telah memiliki ilmu peringan tubuh yang tinggi. Atau... bisa
jadi dia memiliki ilmu yang mematikan bobot tubuh hingga seperti udara! Aku
harus menghantamnya sekarang!"
Kalau sebelumnya Raja Naga selalu menghin-
dar, kali ini begitu mundur dia sudah melepaskan ilmu
'Kibasan Naga Mengurung Lautan'. Bersamaan Hantu
Bersayap menghindar dan hinggap di tanah, ilmu
'Barisan Naga Penghancur Karang' menggebrak. Tanah
seketika bergelombang yang dapat dihindari dengan
mudah oleh Hantu Bersayap karena dia dapat melesat
ke atas. Tetapi serangan berikutnya dari Raja Naga
yang melepaskan pukulan 'Hamparan Naga Tidur'
membuat orang bersayap itu terlempar ke belakang
dengan perut yang seperti melesak!
Bila saja Raja Naga menghendaki kematiannya
saat ini, dengan mudah dapat dilakukannya. Tetapi
anak muda itu hanya berdiri dengan membuka sedikit
kakinya. "Aku tak ingin mencabut nyawamu! Aku hanya
ingin...."
Belum habis kata-katanya. Raja Naga sudah
melesat ke depan. Dan... tap!
Topeng menyeramkan yang dikenakan Hantu
Bersayap telah disambarnya. Saat itu pula Raja Naga
tertegun dengan mata membeliak.
"Bagus...."
* * * Orang bersayap yang kini telah terlepas topeng
yang dipakainya menggeram.
"Pemuda keparat! Kau sudah melihat wajahku
dan mengetahui siapa aku sebenarnya.... Berarti, kau harus mampus!"
"Pantas kau mengetahui tentang Dundung Ka-
limayang! Dan aku yakin, kau bukannya bermaksud
mempermainkan Otong di kala kau muncul dan men-
gaku hanya menyamar saja! Tentunya kau berharap
dapat mengetahui apakah Otong pernah melihat Dun-
dung Kalimayang setelah kau mengatakan ciri-cirinya!"
Bagus menggeram dingin. Wajahnya kaku. Lain
sekali dengan yang sebelumnya terlihat.
"Huh! Selama delapan bulan aku mencoba
mencari keterangan tentang Dundung Kalimayang, te-
tapi selalu gagal. Dengan penyamaran ku sebagai Ba-
gus aku seharusnya dapat menemukan jejak Dundung
Kalimayang! Dan sialnya, tak seorang pun yang men-
getahui tentang Dundung Kalimayang, padahal aku
sudah berusaha mengorek keterangannya!"
"Tentunya... kau pula yang telah membunuh
para penduduk dan anak buah Mat Bendot atau
Gayang Lumajang!"
"Ya! Manusia-manusia itu harus mampus!
Gayang Lumajang gagal menjadikan anak buahnya se-
bagai orang-orang tangguh! Aku merasa terpanggil un-
tuk membunuhi mereka!"
Kata-kata yang enteng itu membuat sepasang
mata angker milik Raja Naga semakin bersorot angker.
Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua tangannya sebatas siku, bersinar
lebih terang. Tetapi di saat lain, sudah ditindihnya kemarahannya
Lalu dibuangnya topeng menyeramkan yang
sebelumnya dipakai oleh Bagus sebagai Hantu Ber-
sayap. "Penyamaranmu telah terbuka, dan semuanya harus diakhiri! Sesuai ucapanku
tadi, sebaiknya kau
pergi dari sini!"
Sepasang mata Bagus menyala bengis.
"Jangan merasa kau telah memenangkan perta-
rungan ini, Raja Naga!"
Habis bentakannya dia melesat ke depan. Kali
ini tubuhnya membubung lebih tinggi. Lalu seperti
orang sedang terjun ke air, dia menderu ke arah Raja Naga. Di tempatnya Raja
Naga memandang tak berkedip. Cepat digeser tubuhnya ke samping kanan.
Blaaarrr!! Tanah di mana dia berdiri sebelumnya, jebol
dan rengkah terhantam kedua tangan Bagus. Begitu
menghantam tanah, tubuh Bagus atau yang lebih di-
kenal dengan julukan Hantu Bersayap telah mencelat
lagi. Tetapi itulah tindakan terakhir yang dilaku-
kannya. Karena Raja Naga sudah melepaskan jurus
'Hamparan Naga Tidur'. Salah satu jenis pukulan yang sama sekali tidak terlihat.
Des! Des!! Tubuh Bagus terlempar ke belakang. Kedua
bahunya patah. Dan urat pada punggungnya putus.
Berarti, ilmu yang dimilikinya telah sirna!
Raja Naga hanya mendesis, "Maafkan tinda-
kanku.... Kau terlalu keras kepala. Ilmumu sudah sir-na. Dan kau tak akan
mungkin mempelajari ilmu baru.
Karena urat punggung adalah bagian vital dari tenaga dalam yang kita miliki...."
Bagus mengerang menahan sakit. Raja Naga
segera berlalu ke tempat di mana diungsikannya Astari dan kedua orangtua
angkatnya. Lalu diajaknya mereka
menuju ke Bukit Bulang-bulang. Raja Naga telah ber-
hasil menyembuhkan Astari dengan cara meminumkan
air rendaman Gumpalan Daun Lontar, pusaka milik
mendiang ayahnya yang dapat mengobati penyakit apa
saja. Keadaan Astari kini jauh lebih baik dari sebelumnya. Dalam perjalanan
menuju ke Bukit Bulang-
bulang, Raja Naga menceritakan siapakah orang yang
akan mereka temui. (Untuk mengetahui gumpalan
daun lontar, benda pusaka ampuh, silakan baca epsi-
sode : "Tapak Dewa Naga" sampai "Misteri Menara Berkabut"). Beberapa saat
kemudian, Otong melewati tempat itu. Dia terkejut melihat Bagus yang sedang men-
gerang di atas tanah. Terburu-buru dihampirinya lelaki berparas tampan itu.
Tetapi begitu dilihatnya pakaian bersayap yang dikenakan Bagus dan topeng menye-
ramkan yang tergeletak di atas tanah, Otong menghen-
tikan langkahnya.
Diperas otaknya untuk memikirkan apa yang
sebenarnya terjadi. Tatkala tiba pada satu pikiran kalau Bagus adalah si Hantu
Bersayap, Otong cuma ter-
tegun. Pada saat yang bersamaan, Ratu Segala Bida-
dari sedang mendesak Dundung Kalimayang. Gayang
Lumajang hanya terbaring di atas tanah tanpa bisa
bergerak. Bukan main geramnya lelaki penuh cambang
ini mendapatkan keadaan dirinya sekarang.
Benturan demi benturan terjadi. Letupan keras
berulang-ulang terdengar. Tanah berhamburan ke
udara. Dan Bukit Bulang-bulang seperti bergetar he-
bat. Ratu Segala Bidadari terus menyerang ganas.
Tak sekali pun dia memberi kesempatan pada Dun-
dung Kalimayang untuk membalas. Pikirannya dipu-
satkan untuk membunuh orang yang telah membunuh
suaminya! Paha yang gempal, mulus dan menggiurkan mi-
lik Ratu Segala Bidadari terbuka berulang-ulang saat dia berkelebat. Paras
jelitanya telah berubah menjadi bengis. Cahaya-cahaya bening berkiblat cepat
mengerikan. Awan-awan bening telah mengeluarkan guntur
dan kilatnya! Sambil terus menghindar Dundung Kalimayang
berseru, "Kau telah mengeluarkan ilmu 'Cahaya Awan'


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itu pertanda kau memang tak mau berdamai"
"Jangan banyak mulut! Kau harus mampus!
Mampus di tanganku, Dundung Kalimayang!" geram
Ratu Segala Bidadari keras. Sebenarnya dia tak mera-
sa yakin dengan kemampuannya untuk dapat mem-
bunuh Dundung Kalimayang. Saat ini yang ditung-
gunya adalah Hantu Bersayap. Dengan bantuan Hantu
Bersayap, Ratu Segala Bidadari merasa pasti dapat
membunuh kakek berpakaian biru muda itu dengan
mudah. Tetapi, Hantu Bersayap belum muncul juga
saat ini! "Keparat terkutuk! Apa yang dilakukan orang
sialan itu"! Huh! Jangan-jangan saat ini dia sedang
menikmati tubuh montok Astari!" makinya dalam hati dan terus melancarkan
serangan. Lalu berseru dengan
maksud melumpuhkan semangat Dundung Kali-
mayang, "Kakek celaka! Apakah kau tidak tahu kalau saat ini cucumu sedang
dinikmati oleh Hantu Bersayap"!"
Dundung Kalimayang tak bergeming dengan
ucapan itu. Dalam satu kesempatan dia mulai memba-
las. Sinar-sinar biru muda mencelat dan menebarkan
hawa panas yang membuat Ratu Segala Bidadari ha-
rus mundur beberapa langkah.
"Ilmu itulah yang telah membunuh suamiku...,"
desisnya dengan wajah sedikit berubah. "Terkutuk! Ke mana Hantu Bersayap"!
Mengapa dia belum muncul
juga"!" "Mengapa seranganmu menjadi kendor, Perempuan?" ejek Dundung Kalimayang
terus menyerang.
"Sebaiknya kita hentikan pertikaian ini dan berjalan pada arah masing-masing!"
"Setan! Tutup bacotmu! Perlu kau ketahui, aku-
lah orang yang berada di belakang pembunuhan Jura-
gan Jagalaksa! Karena aku tahu, istrinya adalah cu-
cumu!" "Dan kau mengatakan kalau saat ini cucuku sedang dalam keadaan yang sulit
sekaligus menyedihkan?"
Ratu Segala Bidadari yang sedang mencoba
menyerang menggeram. "Kau akan menyesali apa yang dialami oleh cucumu itu!"
"Astaga! Pikiran apa yang merasuki benakmu,
hah"! Coba kau lihat ke belakang!"
Seruan itu seketika membuat Ratu Segala Bi-
dadari menoleh ke belakang. Dilihatnya Raja Naga se-
dang melangkah sambil tersenyum bersama tiga orang
lain-nya. Dan salah seorang adalah Astari!
"Keparat!!" makinya pada Dundung Kali-
mayang. "Ini adalah berkat kecerdikan Raja Naga! Aku
yakin, Hantu Bersayap pun saat ini sudah tidak ber-
daya! Apakah kau masih hendak meneruskan perta-
rungan ini"!"
Wajah Ratu Segala Bidadari berubah pias. Dis-
adarinya betul kedudukannya sekarang. Semula yang
diharapkan adalah bantuan dari Hantu Bersayap. Atau
paling tidak, adalah muridnya. Tetapi muridnya sudah dalam keadaan tak berdaya
sama sekali. Ketegangan yang mulai melanda dirinya beru-
bah menjadi kenekatan. Hatinya tetap tak akan bisa
tenang sebelum melihat orang yang telah membunuh
suaminya masih hidup. Dan dia merasa inilah kesem-
patan satu-satunya untuk menghabisi orang yang te-
lah membunuh suaminya.
Tatapannya tajam, nyalang dan berbahaya.
Dundung Kalimayang mendesah pendek.
"Aku tak ingin membunuhnya. Tetapi nampak-
nya dia tak akan mundur sejengkal juga...."
Mendadak saja perempuan jelita itu menderu
diiringi teriakan dahsyat ke arah Dundung Kali-
mayang! Tangan kanan kirinya didorong ke depan,
menyusul lesatan gelombang angin hebat!
Dundung Kalimayang menahan napas.
Tiba-tiba pula dia melesat ke depan. Sinar-sinar
birunya mendahului, dan membuat Ratu Segala Bida-
dari membuang tubuh ke samping kiri. Saat itulah
Dundung Kalimayang melepaskan jotosannya.
Dess! Satu jotosan yang mampir di bagian tengah dari
sepasang bukit kembar Ratu Segala Bidadari, mem-
buat perempuan itu terjerunuk di atas tanah! Tubuh-
nya terbanting keras. Dadanya terasa remuk dan sa-
kitnya tak terkira.
Dundung Kalimayang buru-buru mendeka-
tinya. "Jangan banyak bergerak. Biar kuobati dulu...."
Ratu Segala Bidadari meronta dan berdiri ter-
huyung. Sorot matanya tajam.
"Tak sudi aku dibantu oleh lawanku!" bentaknya sengit. "Dundung Kalimayang...
kali ini lagi-lagi aku mengaku kalah... tetapi kelak... aku akan muncul lagi
untuk menuntaskan silang urusan yang belum
terselesaikan ini!!"
Sambil memegangi dadanya yang sakit, ter-
huyung-huyung Ratu Segala Bidadari meninggalkan
tempat itu, diiringi pandangan resah Dundung Kali-
mayang. "Sayang... sayang sekali kau terlalu keras kepa-la.... Padahal, masih ada jalan
terbuka untuk berto-
bat...," katanya dalam hati.
Lalu didengarnya suara orang melangkah men-
dekatinya. Dilihatnya Astari berdiri di hadapannya.
Rasa rindu dan suka cita seketika bergemuruh di hati Dundung Kalimayang. Selama
ini dia hanya bisa memandangi cucunya dari kejauhan. Telah lama diingin-
kannya untuk membelai, mendekap dan memanjakan
cucunya itu, darah daging putrinya yang telah tiada.
Tetapi ditahan keinginannya untuk merangkul
dan membelai rambut cucunya, karena disadarinya
kalau cucunya tentunya tidak tahu siapa dirinya sebenarnya. Namun panggilan yang
terlontar dari mulut Astari, membuatnya terperangah, "Kakek...."
Seketika Dundung Kalimayang tersenyum ce-
rah dan tertawa-tawa sekaligus haru. Dirangkulnya
Astari yang telah berlari ke dalam rangkulannya. Dibelai rambut indah cucunya
penuh kasih sayang.
"Pasti... pasti Raja Naga yang mengatakan se-
mua ini...," katanya dalam hati.
Lalu diangkat kepalanya ke depan. Tetapi dia
tak lagi melihat sosok Raja Naga di sana. Bahkan ke-
dua orang tua angkat Astari yang kini telah mengeta-
hui apa yang terjadi pun tersentak kaget karena pe-
muda yang kedua tangannya sebatas siku dipenuhi si-
sik coklat itu sudah tidak ada di sana.
Kemudian perlahan-lahan mereka mendekati
Dundung Kalimayang. Merangkapkan kedua tangan-
nya di depan dada.
Tanpa sadar, air mata haru keluar dari sepa-
sang mata tua Dundung Kalimayang. Orang tua tegar
perkasa itu ternyata masih juga tak mampu menahan
harunya. Dia mendesis pelan, "Terima kasih Raja Na-
ga...." Di sebuah tempat yang cukup jauh dan sana, pemuda berompi ungu yang
kedua tangannya dipenuhi
sisik coklat terus berkelebat melewati jalan setapak, ranggasan semak, akar
pohon yang melintang, perbu-kitan dan masih banyak yang akan dilaluinya. Karena,
dia merasa petualangannya belum selesai....
SELESAI Segera menyusul:
MISTERI LABA-LABA PERAK
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Titisan Dewi Iblis 2 Pendekar Slebor 14 Bayang-bayang Gaib Kisah Bangsa Petualang 8
^