Pencarian

Ratu Tanah Terbuang 2

Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang Bagian 2


rempuan ambruk di atas tanah. Dia tersedu-sedu.
Raja Naga membiarkan si perempuan untuk
melampiaskan emosi kesedihannya. Setelah itu dia
berkata pelan, "Aku tidak mengenalmu sebelumnya, juga tidak mengenal suamimu.
Apakah kau keberatan
untuk menceritakan apa yang terjadi?"
Pertanyaan yang didengarnya seperti menggu-
gah kemarahan dalam dadanya. Perempuan ini perla-
han-lahan bangkit, duduk berselonjor dengan kepala
tegak. Sepasang matanya yang masih dibalut air mata, tegang tak berkedip.
Sorotnya penuh amarah dendam
membara. "Perempuan tua kontet itu... dia tahu-tahu
muncul begitu saja... dan mengganggu ketenangan hi-
dup kami. Kami... tak mengenal perempuan tua berku-
lit hitam legam itu sebelumnya... dia muncul mena-
nyakan Raja Naga!"
Si perempuan menatap pemuda di hadapannya
tajam-tajam. Tapi di saat lain, dia sudah memalingkan kepalanya, matanya sedikit
mengerjap-ngerjap.
"Anak muda... kenalkah kau dengan Raja Na-
ga?" "Pertanyaan itu mengandung kemarahan. Bisa jadi seperti apa yang dirasakan
Kirana beberapa hari lalu. Ah, bila kukatakan akulah Raja Naga, apa yang akan
dilakukannya?"
Untuk beberapa saat Boma Paksi tak menja-
wab. Dia mempertimbangkan dulu sebelum memu-
tuskan untuk menjawab. Perlahan-lahan dianggukkan
kepalanya. "Ya, aku mengenal Raja Naga...."
"Okh!" kepala si perempuan menegak. "Katakan, katakan padaku, di mana dia berada
saat ini"!
Katakan! Dia harus bertanggung jawab atas kepenge-
cutannya! Dia yang punya urusan, kami yang menga-
lami nasib sial!"
Raja Naga tersenyum. Dialihkan pertanyaan-
nya, "Kenalkah kau dengan perempuan tua yang me-nyerangmu dan suamimu?"
"Sebelum ini aku tak mengenalnya. Tetapi...,"
suara si perempuan menjadi geram. "Dia mengaku berjuluk.... Ratu Sejuta Setan!"
"Dugaanku benar. Ratu Sejuta Setan, Dan se-
makin jelas siapa gerangan gadis yang berjuluk Ratu Tanah Terbuang," katanya
dalam hati. Perempuan di hadapannya bertanya, "Anak
muda... siapakah kau sebenarnya?"
"Hemm... namaku Boma Paksi."
"Namaku Nimas Ardini. Boma Paksi... melihat
cirimu kau jelas orang rimba persilatan. Bersediakah kau membantuku untuk
membalas perbuatan terkutuk Ratu Sejuta Setan?"
"Nimas... aku bukan hanya akan membantu-
mu, tetapi aku juga akan menghentikan sepak terjang Ratu Sejuta Setan. O ya,
kenalkah kau dengan gadis
berjuluk Ratu Tanah Terbuang?"
"Siapakah gadis itu?" tanya Nimas Ardini sambil mengerutkan keningnya.
"Kalau aku tak salah menduga, dia adalah mu-
rid dari Ratu Sejuta Setan. Gadis itu juga sedang me-rajalela dengan menghajar
siapa pun juga yang tidak bisa mengatakan di mana Raja Naga berada."
"Keparat! Tak salah bila aku akan menuntut
Raja Naga atas semua ini!"
Diam-diam pemuda bersorot mata angker ini
menarik napas panjang.
Kemudian katanya, "Nimas.... Raja Naga me-
mang pernah punya urusan dengan perempuan yang
telah membunuh suamimu dan mencelakakanmu. Te-
tapi bukan berarti dia pengecut dalam hal ini. Telah lama dia mencari jejak
perempuan itu. Dari tindakannya itu, jelas dia hendak bertanggung jawab! Tetapi,
apakah memang dia yang harus bertanggung jawab?"
"Dari ucapanmu kau seperti membelanya...."
"Aku hanya mencoba mencari kebenaran."
Nimas Ardini tak bersuara. Dia mendumal tak
karuan. Tiba-tiba kepalanya diangkat, ditatapnya pemuda di hadapannya tajam-
tajam. Tetapi di saat lain sudah ditundukkan kepalanya, karena tak sanggup
menatap betapa angkernya tatapan itu.
"Kau seperti bukan sedang menceritakan orang
lain, Boma Paksi..,."
Boma Paksi tersenyum.
"Ya! Karena... aku sudah menceritakan diriku
sendiri...."
"Apa"!" Kepala Nimas Ardini seketika terangkat.
Tangannya menuding gemetar. Tanpa sadar dia meng-
geser tubuhnya ke belakang. "Jadi... jadi... kau...."
"Ya... akulah Raja Naga...."
Nimas Ardini menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dia tiba-tiba menjadi pusing
"Ah, aku tak tahu... aku tak mengerti...."
"Kau akan mendapatkan kejelasannya...," sahut Boma Paksi. Dibiarkan saja Nimas
Ardini sedang me-nindih segala apa yang ada di hatinya.
Tak lama kemudian, perempuan yang payuda-
ranya sebelah kiri terpampang karena pakaiannya di
bagian itu telah robek, mengangkat kepalanya. Me-
mandangnya beberapa saat.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin,
mungkin yang kau katakan itu benar...."
"Aku berkata jujur...."
"Tetapi... ah, sudahlah! Kau telah menyela-
matkan nyawaku! Tetapi bukan berarti aku memper-
cayai apa yang kau katakan tadi! Kau harus membuk-
tikan ucapanmu padaku...."
"Aku akan membuktikannya...," kata Boma
Paksi. Nimas Ardini perlahan-lahan berdiri. Buah dadanya sebelah kiri yang
terbuka lebar akibat pakaiannya telah robek, bergerak menggiurkan. Dan nampak-
nya perempuan ini seolah melupakan keadaan dirinya.
Tak nampak tanda-tanda dia akan menutupi buah da-
da indahnya itu.
Raja Naga juga berdiri. Nimas Ardini memen-
danginya. "Kendati aku tak sepenuhnya memper-
cayaimu, tetapi aku yakin kau memiliki tanggung ja-
wab besar."
"Sekali lagi kukatakan, aku akan membukti-
kannya. Mungkin cara yang terbaik sekarang, adalah
berpisah untuk menemukan Ratu Sejuta Setan mau-
pun Ratu Tanah Terbuang."
"Boma Paksi... bersama suamiku, aku tak
sanggup menghadapi keganasan Ratu Sejuta Setan.
Dan aku khawatir, bila aku sendiri yang menghada-
pinya, justru maut yang akan menimpa ku. Apakah
kau keberatan berjalan bersamaku?"
Pertanyaan itu membuat Raja Naga tak bersua-
ra beberapa lamanya.
"Aku sama sekali tak berkeberatan. Tetapi bila aku melangkah bersamanya, bisa
jadi urusan ini akan
semakin rumit. Bukan ku kecilkan dirinya yang ku ya-kini juga mempunyai sedikit
kemampuan. Tetapi...."
"Kau nampaknya keberatan, Boma?" kata-kata Nimas Ardini memutus kata batin Raja
Naga. Pemuda berompi ungu itu segera mengangkat
wajahnya. Dipandanginya wajah yang penuh duka dan
amarah di hadapannya. Lalu sambil tersenyum dia
berkata, "Sama sekali aku tak berkeberatan berjalan
bersamamu.... Hanya saja...."
"Bagus!" putus Nimas Ardini sebelum Raja Naga melanjutkan. "Tak kusangka kalau
aku berjumpa dengan Raja Naga! Dan aku yakin, kau mampu untuk
mengalahkan perempuan tua kontet itu! Dan dengan
kemampuanmu, urusanku akan mudah terlaksana!"
Raja Naga hanya menarik napas pendek. Dia
tak melanjutkan kata-katanya. Sembari memandangi
perempuan di hadapannya yang sedang memandang
ke kejauhan dia berkata,
"Baiklah... kita akan mencarinya bersama-
sama...." Nimas Ardini menatap Raja Naga. Binaran ke-
gembiraan terpampang di depan matanya.
"Ya... kita berangkat sekarang!"
Habis ucapannya, dengan wajah tidak sabar,
Nimas Ardini sudah melangkah. Raja Naga menyusul
dengan kepala yang dipenuhi binaran kepusingan.
ENAM DUA sosok tubuh yang melangkah di jalan se-
tapak itu, sama-sama menghentikan langkahnya. Pan-
dangan mereka tak berkedip pada sosok tubuh kontet
berkulit hitam legam yang berdiri dengan kedua tan-
gan terlipat di depan dada.
Kirana melirik Kidang Gerhana yang sedang
menatap pula perempuan kontet di hadapannya. Pe-
rempuan kontet itu memiliki wajah yang dipenuhi ke-
riput. Sekujur tubuhnya dilapisi kulit hitam. Semakin kelam karena pakaian yang
dikenakannya pun berwarna hitam, panjang hingga ke mata kaki. Dan terbelah
hingga batas dengkul. Memperlihatkan sepasang
kaki hitam yang keriput. Kepalanya bulat dengan rambut panjang acak-acakan
hingga pinggul. Hidungnya
juga bulat dengan bibir lebar tanpa gigi. Yang mengerikan dari sosoknya adalah
sepasang bola matanya,
yang menyala-nyala merah.
Kejap lain terlihat bibir Kidang Gerhana terse-
nyum. "Ratu Sejuta Setan...," desisnya.
Kirana cepat mengarahkan lagi pandangannya
ke depan. Keningnya berkerut dan dia membatin da-
lam hati, "Ratu Sejuta Setan" Perempuan tua kontet inikah yang diduga oleh kakek
Kidang Gerhana sebagai guru dari Ratu Tanah Terbuang?"
Perempuan tua kontet itu menggeram begitu
mengenali siapa orang yang mendesiskan julukannya.
"Kidang Gerhana...," ucapnya. "Tak kusangka kau yang kujumpai di tempat ini!
Bagus! Itu artinya kau ditakdirkan untuk punya urusan denganku!"
"Astaga! Urusan" Urusan apa" Bukankah kita
baru kali ini berjumpa"!"
"Jangan banyak omong! Aku tak punya banyak
waktu! Katakan padaku, di mana Raja Naga berada"!"
Kakek berpakaian putih yang terbuka di bahu
kiri ini tersenyum.
"Ucapanmu begitu gusar! Kau nampaknya se-
dang dipenuhi amarah dan ambisi membunuh! Ratu
Sejuta Setan... sebelum kujawab pertanyaanmu, apa-
kah gerangan yang menyebabkan kau mencari pemuda
berjuluk Raja Naga" Tetapi menurut hematku, pemuda
itu tak perlu kau cari, karena dia akan muncul begitu saja di hadapanmu!"
Paras kelam Ratu Sejuta Setan semakin meng-
kelam (Untuk mengetahui siapakah Ratu Sejuta Setan, silakan baca: "Tapak Dewa
Naga" sampai "Misteri Menara Berkabut").
"Orang bertanya dijawab dengan tanya pula,
sungguh sebuah tindakan yang tak menyenangkan!
Dan itu artinya, melakukan tindakan lancang yang tak bisa dimaafkan!"
"Siapa yang salah hingga kau mengatakan tak
bisa memaafkan" Kita tak punya silang urusan! Tetapi tahu-tahu kau mengatakan
tidak bisa memaafkan! Ra-tu Sejuta Setan... apakah kau sudah gila berpikir
demikian?"
"Keparaatt!!"
"Perempuan tua terkutuk! Kau berjuluk Ratu
Sejuta Setan! Siapakah Ratu Tanah Terbuang yang te-
lah menghancurkan Perguruan Kencana"!"
Bentakan itu membuat Ratu Sejuta Setan men-
garahkan pandangannya ke kanan.
"Gadis celaka yang mau mampus! Kau begitu
garang sekali, padahal kau menyimpan ketakutan di
dadamu! Pertanyaanmu jelas dengan mudah kujawab!
Ratu Tanah Terbuang adalah muridku! Orang yang ku-
tugaskan untuk membunuh Raja Naga!"
"Hemmm... berarti dugaan kakek Kidang Ger-
hana benar. Ratu Tanah Terbuang adalah murid Ratu
Sejuta Setan."
Di pihak lain, Kidang Gerhana membatin, "Ratu
Tanah Terbuang telah melakukan tindakan makar.
Dan dia diperintah oleh perempuan tua kontet ini. Berarti, dialah yang harus
bertanggung jawab dari segala urusan..."
Habis membatin demikian, Kidang Gerhana
berkata, "Ratu Sejuta Setan... tak habis-habisnya kau melakukan tindakan makar
semenjak dulu hingga hari
ini! Kalau dulu kau bertindak atas dirimu sendiri, kali ini kau bertindak dengan
mempergunakan tangan muridmu! Apakah kau tak pernah menyesali segala tindakan
yang kau lakukan?"
"Aku menghadang langkahmu bukan untuk
mendengar ceramah mu, Kidang Gerhana! Aku hanya
ingin mendengar penjelasan di mana Raja Naga bera-
da!" "Kau terlalu khawatir tidak bisa menemukan
pemuda dari Lembah Naga itu! Padahal seharusnya
kau merasa ketakutan karena pemuda itu bisa-bisa
muncul secara tiba-tiba di hadapanmu!!"
"Terkutuk! Kau terlalu melecehkan ku, Kidang
Gerhana!" "Apa yang kukatakan ini memang sebuah ke-
nyataan, bukan"!"
"Setaaannn!!"
Diiringi makian kerasnya tubuhnya sudah me-
nerjang ke depan seraya mendorong tangan kanan ki-
rinya. Saat itu pula menggebah sinar-sinar merah melingkar yang dilepaskan
perempuan tua kontet itu.
Kidang Gerhana hanya tersenyum. Seraya
mendorong sedikit tubuh Kirana agar menjauh, dihin-
darinya serangan ganas itu.
Namun sinar-sinar merah itu justru berpenta-
lan dan berbalik ke arahnya dengan ganas. Bahkan si-
nar-sinar merah lainnya naik ke atas, lalu muncrat
menyebar dan laksana hujan mengguyur Kidang Ger-
hana. Tanah di mana sebelumnya Kidang Gerhana
berdiri, langsung meletup keras dan muncrat ke udara.
Mendapati setiap serangannya dapat dihindari
oleh Kidang Gerhana, perempuan kontet berpakaian
hitam itu semakin ganas. Serangan demi serangannya
terus dilancarkan, yang membuat Kidang Gerhana mu-
lai terdesak.

Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau sejak tadi Kidang Gerhana tidak melaku-
kan serangan balasan, kali ini perlahan-lahan kema-
rahannya mulai naik.
Dia mendengus, "Ratu Sejuta Setan! Tinda-
kanmu ini sungguh keterlaluan! Seharusnya kau kem-
bali ke Tanah Terbuang untuk menanti ajalmu di sana!
Dan seharusnya pula kau memanggil muridmu yang
telah menimbulkan kekacauan itu! Karena sebagai
seorang guru, sudah seharusnya kau mengasihi mu-
ridmu itu yang kini telah dianggap sebagai penjahat kelas satu!"
"Perlu kau ketahui sedikit tentang muridku itu, Kidang Gerhana! Sebelumnya dia
adalah murid Dadung Bongkok yang kemudian kuambil sebagai murid-
ku! Dapat kau bayangkan kehebatannya, bukan" Dua
orang yang memiliki ilmu tinggi telah menurunkan il-munya masing-masing pada
seorang murid!"
"Dan tega-teganya kau memperalat muridmu
untuk kesenanganmu sendiri!" sahut Kidang Gerhana sambil mundur. Lalu....
Wuuussss! Begitu tangan kanannya didorong ke depan, se-
gera menghampar sinar bening yang menebarkan hawa
panas luar biasa. Bahkan ranggasan semak belukar
seketika mengering, lalu terhempas jauh terkena ge-
lombang angin yang keluar dari dorongan tangan ka-
nannya! Ratu Sejuta Setan memekik tertahan. Dia cepat
mundur begitu merasakan tubuhnya seperti tersengat!
"Terkutuk!!"
"Jangan hanya bisa memaki, seharusnya kau
menyesali segala tindakanmu!"
"Kau yang akan menyesali perbuatanmu!!" bentak Ratu Sejuta Setan dengan
kemarahan tinggi.
"O ya" Coba kau perlihatkan lagi kepadaku!"
Ucapan Kidang Gerhana semakin membuat ke-
ganasan Ratu Sejuta Setan kian menjadi-jadi. Kalau
tadi sinar merah yang dilepaskannya muncrat ke atas dan turun laksana hujan,
kali ini diiringi gemuruh angin lintang pukang.
Kidang Gerhana sesaat menahan napas. Kejap
lain dia sudah menerjang sambil mendorong tangan
kanan kirinya. Sinar bening yang disertai gelombang panas mengerikan menghampar
dahsyat. Jlegaaarrr! Bertemunya dua serangan dahsyat itu menim-
bulkan ledakan yang keras, diiringi muncratnya tanah ke udara. Saking kerasnya
lagi-lagi tempat itu seperti bergetar. Mengiringi letupan keras itu,
bermuncratan-lah sinar-sinar merah yang berbenturan dengan sinar bening yang
mengandung hawa panas luar biasa.
Di tempatnya, Kirana menahan napas.
"Astaga! Selama ini aku menduga, hanya ilmu
gurulah yang paling tinggi. Tetapi pertarungan ini
sungguh mengerikan!" desisnya dalam hati dengan pandangan tak berkedip ke depan.
Pertarungan sengit itu semakin mengganas. Ra-
tu Sejuta Setan semakin menggila. Dia benar-benar
jengkel karena setiap kali melancarkan serangan, setiap kali pula dapat
dilumpuhkan oleh Kidang Gerha-
na. Bahkan dia harus terdesak hebat begitu Kidang
Gerhana mencecar dengan ilmu dahsyatnya.
Tetapi rupanya si kakek tak menginginkan ke-
matian Ratu Sejuta Setan. Dia hanya ingin memberi
pelajaran saja pada perempuan tua kontet itu.
Begitu Ratu Sejuta Setan sudah tidak bisa
menghindari lagi serangannya, dihentikan melepaskan cahaya bening yang
mengandung panas tinggi. Tubuhnya secara tiba-tiba meliuk, berputar dua kali di
udara dan dari putaran tubuhnya keluar gelombang angin
cukup keras. Mendadak.... Bukkk!! Ratu Sejuta Setan merasa mulas pada perutnya
yang tiba-tiba terhantam jotosan Kidang Gerhana. Bila saja si kakek menginginkan
lebih, sudah tentu dengan mudah dia akan menjatuhkan Ratu Sejuta Setan.
Perempuan tua kontet itu terjengkang.
Kidang Gerhana menghentikan serangannya.
Dia melangkah sambil tersenyum.
"Ratu Sejuta Setan... apakah kau masih pena-
saran terhadapku" Bila masih, silakan kau bangkit
dan kita mulai lagi permainan tadi!"
Mengkelap wajah perempuan tua kontet itu.
Perlahan-lahan dia berdiri, tetapi belum lagi dia tegak, tubuhnya sudah
tergontai-gontai ke belakang.
Kidang Gerhana berkata lagi, "Usiamu sudah
semakin tua. Ada baiknya kau menghentikan segala
tindakanmu ini. Aku tak bermaksud mengajari, tetapi aku meminta padamu. Panggil
kembali muridmu yang
berjuluk Ratu Tanah Terbuang. Perintahkan dia untuk
menghentikan pencariannya pada Raja Naga...."
"Aku belum mengeluarkan semua ilmuku!" ma-ki Ratu Sejuta Setan geram. Dia
berhasil berdiri tegak setelah menjejakkan kakinya kuat-kuat di atas tanah.
"Dengan berkata demikian, apakah kau ber-
maksud untuk meneruskan permainan ini"!"
"Sebelum kau mampus, tak akan pernah ku-
hentikan keinginanku untuk membunuhmu!"
"Astaga! Jadi kau ingin membunuhku?"
"Keparaattt!!" bergetar kedua tangan Ratu Sejuta Setan mendengar ejekan itu.
Kirana berseru, "Kakek! Perempuan tua itu
adalah pangkal dari petaka yang diturunkan Ratu Ta-
nah Terbuang! Sudah seharusnya dia menerima hu-
kuman!" "Kau dengar kata-kata gadis itu" Dan aku tak
akan segan-segan untuk melakukannya!!"
"Setan terkutuk! Mengapa aku harus mengha-
dang langkahnya tadi" Gila! Gila! Selama ini aku memang belum pernah bertarung
dengannya, jadi tidak
mengetahui kekuatannya! Setan! Rasanya, untuk saat
ini aku memang sebaiknya menuruti saja apa yang di-
katakannya! Huh! Akan kutemukan dulu muridku itu!
Aku yakin, dia mampu mengalahkan kakek keparat
ini! Dia adalah murid Dadung Bongkok yang kemudian
kuangkat sebagai muridku!"
Beberapa saat lamanya Ratu Sejuta Setan tak
bersuara. Di pihak lain, Kidang Gerhana masih tersenyum. Sementara Kirana sudah
tidak sabar untuk me-
lancarkan serangannya pada perempuan kontet berku-
lit hitam legam itu.
Kepala Ratu Sejuta Setan perlahan-lahan te-
rangkat. Sepasang matanya menyala-nyala.
"Kidang Gerhana... untuk saat ini aku mengaku
kalah! Tetapi percayalah... tak lama lagi kita akan bertemu!" "Apakah kau hendak
berlindung di balik punggung muridmu sendiri?" ejek Kidang Gerhana tetap
tersenyum. "Kau mengatakan, kalau sebelumnya Ratu Tanah Terbuang adalah murid
Dadung Bongkok! Dengan gabungan ilmumu dan ilmu Dadung Bongkok, kau
merasa pasti kalau muridmu dapat menanggulangi se-
gala urusan" Ah! Seharusnya kau menyadari... dengan perintah yang kau berikan
pada muridmu itu, kau
hanya menjerumuskannya ke lembah nista!"
"Urusanku adalah dengan Raja Naga! Keingi-
nanku untuk membunuh pemuda itu masih sangat
besar dan kuat!"
"Sungguh malang nasib Ratu Tanah Terbuang.
Aku yakin... dia sebenarnya gadis baik-baik! Dia tak mengetahui kalau Dadung
Bongkok adalah manusia
keparat berhati kejam! Juga dirimu sendiri! Ah, sungguh malang nasib muridmu
itu...." "Dia adalah muridku! Kau tak ada urusan den-
gannya sama sekali!"
"Perempuan tua bertubuh kontet!" Kirana
membentak dengan dada naik turun. "Bagaimana dengan saudara-saudara
seperguruanku" Bagaimana den-
gan nasib guruku" Muridmu telah membunuhi para
saudara seperguruanku! Dan nasib guruku...."
"Tutup mulutmu, Gadis celaka!" Dibentak seperti itu, Kirana yang sejak tadi
menahan amarahnya tak kuasa lagi menahannya. Mendadak sontak gadis
ini sudah mencelat ke depan!
Ratu Sejuta Setan mendelik. Kedua tangannya
siap terangkat. Tetapi sebelum dilakukannya, dilihatnya tubuh Kirana mendadak
berhenti. Kepala gadis itu menoleh pada Kidang Gerhana.
"Kakek! Mengapa kau menahanku untuk meminta per-tanggungjawabannya?"
Kidang Gerhana menggeleng-gelengkan kepa-
lanya. "Anakku... aku mau membantu bukan untuk membunuh atau melihatmu menjadi
seorang pembunuh. Aku hanya mencoba meluruskan jalan yang telah
menyimpang."
"Tetapi gara-gara dia semua ini terjadi!"
"Aku mengerti dan sangat mengerti. Tetapi aku
tak mencoba menahan emosi mu. Aku hanya membe-
rikan satu pandangan padamu, agar kau tidak salah
melangkah...."
Kirana menahan napas. Lalu dihembuskannya
kuat-kuat. Perlahan-lahan kemarahan yang menggan-
jal di dadanya lenyap. Disadarinya betul makna dari kata-kata kakek berpakaian
putih terbuka di bahu kiri itu
Melihat Kirana sudah sedikit tenang, Kidang
Gerhana berkata pada Ratu Sejuta Setan, "Kau masih memasang kuda-kuda menyerang,
padahal kau tadi
sudah mengaku kalah! Sebaiknya segera berlalu dari
sini sebelum aku berubah pikiran."
Ratu Sejuta Setan merandek gusar. Sorot ma-
tanya menyala-nyala pada Kidang Gerhana. Dengan
mata yang kemudian sedikit dipicingkan, dia mendesis,
"Tak lama lagi... kita akan kembali berjumpa!
Dan aku bersumpah untuk membuktikan ucapanku!"
Habis mengancam demikian, Ratu Sejuta Setan
sudah melangkah meninggalkan tempat itu. Rasa mu-
las pada perutnya masih terasa.
Kidang Gerhana memandangi kepergian Ratu
Sejuta Setan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sayang, sayang sekali.... Di usia yang semakin senja, bukannya bertobat, malah
berlaku begitu bodoh...." Kirana melirik.
"Kakek... apakah dengan begini urusan sudah
selesai?" "Siapa bilang demikian" Sudah tentu urusan
ini belum selesai!" sahut Kidang Gerhana sambil menatap Kirana. "Anakku...
urusan ini akan semakin membesar. Dan bahaya akan datang bertubi-tubi. Tetapi,
kita akan menghadapinya...."
Kirana menganggukkan kepalanya, mantap.
"Aku juga tidak sabar untuk menuntut balas
perbuatan Ratu Tanah Terbuang...."
Kidang Gerhana hanya tersenyum.
"Kita ikuti ke mana perginya perempuan kontet
itu...," katanya sambil mendahului.
Kirana masih berdiri di tempatnya sejenak. Di-
pandanginya sekitarnya yang sepi. Lalu dihelanya napas perlahan-lahan. Kemudian
segera menyusul lang-
kah Kidang Gerhana.
TUJUH BENTANGAN malam sudah merajai alam kem-
bali. Tempat yang dipenuhi ranggasan semak itu sepi.
Keheningan terjaga, seolah tempat itu tak pernah didatangi oleh manusia. Padahal
bila pagi atau senja, tempat itu merupakan jalan tersingkat dari satu desa ke
desa seberang. Mendadak saja kesepian itu dipecahkan oleh
suara burung malam yang berkaok-kaok menyakitkan
telinga. Lalu beterbangan tetap dengan kaokannya.
Kedua orang yang baru saja tiba di tempat itu
tak mempedulikannya. Mereka tak ada yang buka sua-
ra. Masing-masing orang memandang ke depan, ke ja-
lan yang nampak tumpang tindih. Saat rembulan ber-
hasil membebaskan diri dari gumpalan awan hitam,
terlihat kalau yang berdiri di sebelah kanan adalah seorang pemuda berompi ungu.
Sementara di sebelahnya, seorang perempuan yang pakaiannya telah robek
di sana-sini. "Boma Paksi... sudah cukup jauh kita melang-
kah, tetapi belum berhasil menemukan perempuan ce-
laka yang telah membunuh suamiku itu," kata si perempuan yang bukan lain Nimas
Ardini. Dipandan-
ginya pemuda tampan di sebelahnya dengan mata ber-
kilat-kilat. "Bagaimana menurutmu?"
Murid Dewa Naga memperhatikan perempuan
di sampingnya sejenak sebelum berkata, "Nimas... sudah tentu kita akan tetap
mencari perempuan tua kontet itu. Bukankah kita sama-sama tak ingin menyaksikan
petaka berkepanjangan yang diturunkan olehnya
maupun muridnya yang berjuluk Ratu Tanah Ter-
buang?" "Ya! Sudah tentu kita tak akan membuang wak-
tu lagi. Tetapi terus terang, kedua kakiku sudah seperti tak memiliki tenaga
lagi. Apakah tidak sebaiknya ki-ta beristirahat dulu sebelum meneruskan
perjalanan?"
"Bila kita beristirahat dulu, jelas akan banyak waktu yang terbuang. Dan
kemungkinannya akan sulit
mengatasi tindakan Ratu Sejuta Setan maupun mu-
ridnya yang berjuluk Ratu Tanah Terbuang. Karena,
saat ini saja kita belum menjumpainya. Apalagi...."
"Kau berkata demikian, apakah kau hendak
melarikan din dari kenyataan yang sebenarnya?" suara
Nimas Ardini tiba-tiba tajam, menusuk. Raja Naga
mendesah pendek. Sambil menggelengkan kepalanya,
pemuda yang mulai jari-jemarinya hingga batas siku
kedua lengannya dipenuhi sisik-sisik coklat ini membatin dalam hati, "Perempuan
ini masih mencurigaiku.
Berabe! Kalau aku tinggal, kecurigaannya akan sema-
kin membesar dan bisa jadi urusan ini akan beranta-
kan. Tetapi bila ku turuti apa kemauannya, akan banyak waktu yang terbuang.
Sementara dalam waktu
yang singkat saja, baik Ratu Sejuta Setan maupun Ra-tu Tanah Terbuang tentunya
sudah melakukan tinda-
kan-tindakan mengerikan!"
"Kau masih diam saja, Raja Naga!" sengat Nimas Ardini lagi. "Dari sikapmu itu
semakin memper-kuat dugaanku kalau kau memang hendak memutar-
balikkan kenyataan yang sebenarnya!"
Raja Naga menggeram dalam hati.
"Brengsek! Kenapa aku harus jadi terpaku pada


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusan perempuan ini" Tapi...."
Tak dilanjutkannya lagi kata-kata batinnya.
Dengan tersenyum Raja Naga mengangguk.
"Ya... kau bisa beristirahat selama setengah pe-nanakan nasi, sementara aku akan
berkeliling untuk
melihat keadaan."
"Dan setelah itu kau melarikan diri karena
mendapatkan kesempatan!"
Raja Naga mendesah pendek.
"Ya... kita beristirahat dulu...."
Nimas Ardini tersenyum senang. Tanpa sung-
kan langsung direbahkan tubuhnya di atas tanah be-
rumput dalam posisi telentang. Dia tidak berusaha untuk menutupi bagian tubuhnya
yang terbuka karena
pakaiannya telah robek.
Raja Naga sendiri mau tak mau duduk bersan-
dar di bawah sebuah pohon. Dia berusaha untuk tidak melirik Nimas Ardini.
Mulailah anak muda dari Lembah Naga ini memikirkan lagi urusan yang akan diha-
dapinya. Tiba pada Ratu Tanah Terbuang, dia mendesah
pendek. Diingat-ingatnya wajah Diah Harum atau yang lebih dikenalnya dengan
julukan Dewi Bunga Mawar.
"Ah, apakah memang dia orang yang berjuluk
Ratu Tanah Terbuang?" desisnya pelan. "Diah... kalau memang benar kau orangnya,
apakah kau tidak tahu
kalau kau telah merebut sebagian hatiku?" sambungnya resah.
Boma Paksi berusaha untuk mengalihkan piki-
rannya itu. Ketika diliriknya Nimas Ardini, dilihatnya perempuan itu sudah
tertidur. Dadanya yang membusung dan sebelah kiri terbuka lebar, naik turun.
Memancing perhatian lelaki untuk menatapnya beberapa
lama. Tetapi Raja Naga hanya mendesah pendek dan
mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.
Mendadak, "Jangan... jangan bunuh suamiku!
Jangan! Perempuan celaka! Kau harus mampus!!"
Tersentak Raja Naga berdiri. Diperhatikan seke-
lilingnya dengan tatapannya yang angker. Begitu disadarinya kalau suara itu
berasal dari mulut Nimas Ardini, dia mendesah pendek.
"Astaga! Rupanya kejadian yang mengerikan
yang telah menimpanya terbawa dalam tidurnya...."
Dan igauan Nimas Ardini semakin keras ter-
dengar. Tubuhnya mulai terguncang-guncang dengan
teriakan yang membahana. Kedua matanya tetap ter-
pejam. Boma Paksi cepat menghampirinya. Dia tidak
mau perempuan itu masuk dalam emosi mimpinya.
Makanya dia berusaha membangunkannya. Tetapi di
luar dugaannya, Nimas Ardini justru menarik tubuh-
nya dalam pelukannya.
"Kakang Sugala... kau masih hidup" Masih hi-
dup" Peluk aku, Kakang... peluk aku...."
Sejenak Raja Naga gelagapan. Dia berusaha un-
tuk melepaskan diri. Tetapi rangkulan Nimas Ardini semakin kuat. Malah dengan
satu sentakan, menarik
tubuh Raja Naga hingga kepala si pemuda terbenam
pada payudaranya yang terbuka.
"Busyet! Apa-apaan ini?" desis Raja Naga dalam hati. "Kakang!" igauan si
perempuan terdengar disertai desahan. Tangannya semakin kuat menekan kepala
Raja Naga pada payudaranya. Benda lembut yang
menggunung itu menekan pula wajah Raja Naga yang
menjadi gelagapan dan sedikit gemetar. Ketika dia berusaha melepaskannya, tangan
itu semakin menekan.
Bahkan diiringi dengan geliatan tubuh yang menggoda.
"Kakang... aku rindu padamu.... Rindu sekali...."
"Busyet! Nimas... aku bukan suamimu! Sua-
mimu sudah tewas, Nimas...."
"Ayo, Kakang... lakukan, lakukan untukku....
Sudah sekian lama aku merindukan kejantananmu...."
Kalau sebelumnya Raja Naga gelagapan, kali ini
perasaannya sudah tak karuan.
"Nimas... aku bukan suamimu.... Suamimu su-
dah tewas...," katanya berusaha membangunkan Nimas Ardini.
Tetapi Nimas Ardini yang meracau dalam igau-
annya justru menarik paksa untuk membuka rompi
yang dikenakan Raja Naga.
"Astaga! Dia benar-benar menyangka aku sua-
minya! Dan emosi mimpinya telah membesar.... Cela-
ka! Aku harus berontak...."
Memutuskan demikian, Raja Naga mengerah-
kan sedikit tenaganya untuk melepaskan diri dari dekapan Nimas Ardini. Tetapi
tak semudah yang diki-
ranya. Karena dekapan Nimas Ardini semakin kuat,
bahkan disertai gerakan tubuhnya hingga payuda-
ranya yang masih menempel ketat pada wajah Raja
Naga bergerak-gerak. Untuk sejenak Raja Naga menge-
rutkan keningnya. "Heii! Mengapa tenaganya menjadi cukup kuat" Apakah emosi
mimpinya sudah sedemikian kuat mengikatnya?"
Setelah mengerahkan lagi sedikit tenaganya,
Raja Naga berhasil membebaskan diri. Dia buru-buru
sedikit menjauh sambil memperhatikan sosok Nimas
Ardini yang masih menggeliat-geliat diiringi desahan demi desahannya yang
mengundang. Astaga! Kalau sebelumnya Raja Naga hanya me-
lihat bagian-bagian tubuh karena pakaian yang telah robek di sana-sini, kini dia
melihat jelas dua bukit kembar yang terpampang lebar karena pakaiannya telah
terbuka! "Baru kali ini kuketahui kalau emosi seseorang dalam mimpi begitu kuat!"
"Kakang Sugala... mengapa... mengapa kau
menolak ku, Kakang" Apakah aku sudah tidak cantik
lagi" Tidak molek lagi" Atau kau sudah tidak cinta la-gi" Tidak sayang lagi,
Kakang?" Raja Naga mendesah pendek.
"Kasihan. Dia terlalu sedih akibat kematian su-aminya. Ah.... Dia harus ku
bangunkan...."
Memutuskan demikian, Raja Naga segera men-
jentikkan ibu jari dan telunjuknya.
Trikk! Satu gelombang angin kecil melesat dan...
Tass! Tepat mengenai dengkul Nimas Ardini yang se-
saat tubuhnya mengejut. Kejap lain dia sudah terjingkat terduduk dengan kedua
mata mengerjap-ngerjap.
"Di mana, di mana suamiku" Kakang... di mana
kau?" Raja Naga mendesah pendek. "Nimas... kau bermimpi...."
"Bermimpi?" desis Nimas Ardini dengan wajah tegang. Begitu dirasakan tubuhnya
agak dingin, segera kepalanya ditundukkan. "Oh!" desisnya kemudian dan terburu-
buru merapikan pakaiannya kembali. Tetapi
karena pakaiannya sudah robek di sana-sini, tetap sa-ja tidak semua tubuhnya
yang tertutup. Terutama
payudaranya sebelah kiri!
"Nimas... kupikir kau sudah cukup beristira-
hat... Sebaiknya, kita lanjutkan lagi perjalananmu.
Atau bila kau masih ingin melepas lelah, lakukanlah.
Tetapi aku akan segera berangkat kembali...."
Nimas Ardini memandang pemuda tampan di
hadapannya. Sejenak terpancar sinar malu di kedua
matanya, tetapi di saat lain yang terlihat hanyalah kemarahan belaka.
"Kau hendak melarikan diri dariku, Raja Naga?"
Kali ini Raja Naga tak peduli, mengingat dia memiliki waktu yang sangat sempit.
Terutama bila menduga kalau dalam waktu yang sedemikian sempit itu, baik Ra-tu
Sejuta Setan maupun Ratu Tanah Terbuang sudah
melakukan tindakan keji.
"Nimas Ardini! Saat ini yang kubutuhkan ha-
nyalah kepercayaanmu! Dan aku telah berusaha untuk
menjaganya! Hanya saja, sekarang aku tak peduli! Kau hendak menganggapku sebagai
lawan aku akan terima! Karena, aku tetap akan melanjutkan perjalanan
untuk mencari Ratu Sejuta Setan maupun Ratu Tanah
Terbuang!"
Nimas Ardini menatap dalam-dalam pemuda
berompi ungu itu. Dilihatnya sisik-sisik coklat yang menghiasi kedua tangan si
pemuda sebatas siku, sedikit bersinar lebih terang, lebih nampak dari sebelumnya
Perlahan-lahan perempuan ini menghela napas
masygul. "Maafkan aku. Saat ini aku masih dirundung
duka karena kematian suamiku, juga dirundung ama-
rah untuk membalas perbuatan terkutuk Ratu Sejuta
Setan. Raja Naga... bila kau hendak meneruskan langkahmu, lakukanlah...."
"Bagaimana dengan kau sendiri?"
"Biarlah aku menunggu kabar darimu di sini,"
sahut Nimas Ardini. Lalu sambungnya dengan suara
penuh emosi, "Bila kau berjumpa dengan Ratu Sejuta Setan, bunuh perempuan itu!"
Raja Naga tak menjawab. Dipandanginya pe-
rempuan yang kemudian menundukkan kepalanya itu.
"Aku dapat memaklumi keadaannya. Tetapi,
keadaan yang harus kuhadapi pun harus segera kuse-
lesaikan. Aku tidak mau bila ada orang yang menganggapku bersalah dalam urusan
ini...," katanya dalam hati. Kemudian berkata, "Nimas... baik-baiklah kau di
tempat ini. Atau sebaiknya, kau kembali saja ke
tempat asalmu...."
"Aku akan menunggumu di sini, Raja Naga.
Dan aku berharap, kau datang kembali dengan mem-
bawa berita yang menyenangkan hatiku...."
"Aku berjanji, tak lama lagi aku akan muncul di hadapanmu...."
"Penuhi permintaanku tadi...."
Raja Naga hanya menganggukkan kepalanya.
Kejap lain dia sudah melangkah meninggalkan tempat
itu. Biar bagaimanapun juga, dia harus menyelesaikan urusannya secepat mungkin
bila tidak ingin namanya
cemar dan semakin banyak orang-orang yang akan
bermunculan menyerangnya karena salah paham.
Tetapi diam-diam Raja Naga merasakan kegeli-
sahannya sendiri. Tanpa disadarinya, terbayang per-
jumpaannya pertama kali dengan Diah Harum, orang
yang diduganya kini berjuluk Ratu Tanah Terbuang.
Orang yang sedang mencarinya dengan menurunkan
tangan telengas pada siapa saja.
"Aku tak boleh mendua hati. Ini urusan be-
sar...," desisnya pelan. "Aku harus menghentikan sepak terjang Ratu Tanah
Terbuang, siapa pun dia
adanya...."
Setelah beberapa saat melangkah sambil berpi-
kir, Raja Naga bersiap mengempos tubuhnya untuk
berlari. Namun sebelum dilakukannya, tiba-tiba ter-
dengar teriakan keras, "Bomaaaa!! Tolong akuu! Bomaaaa! Di mana kau" Tolong
aku!! Aaaakhhh!!"
Serta-merta pemuda berompi ungu ini memba-
likkan tubuhnya. Rambutnya yang dikuncir berlompa-
tan sejenak. Di saat lain, dia sudah melesat ke tempat semula!
DELAPAN DILIHATNYA seorang perempuan tua kontet
berkulit hitam legam sedang menelikungkan tangan
kanannya pada leher Nimas Ardini yang tercekik dan
sukar bernapas. Nimas Ardini berusaha untuk mem-
bebaskan diri. Tetapi semakin dicobanya, semakin
kuat telikungan tangan kanan perempuan kontet itu.
Raja Naga memandang tak berkedip.
"Ratu Sejuta Setan...," desisnya pelan.
Perempuan tua kontet yang memang Ratu Seju-
ta Setan adanya merandek dingin, penuh ejekan, "Huh!
Sekian bulan tak bertemu, akhirnya kita bertemu lagi, Pemuda keparat! Hidupku
tak akan pernah tenang sebelum melihat kau mampus!"
Sorot mata angker itu semakin dipenuhi
keangkeran. Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua tangannya sebatas siku,
nampak sedikit lebih terang. Dengan suara dingin Raja Naga mendesis, "Ra-tu
Sejuta Setan! Semenjak aku kecil, kau sudah menurunkan tangan telengas dan
selalu membuat hidupku
penuh kesusahan! Bahkan kau masih mencoba untuk
melakukan tindakan busuk beberapa bulan lalu! Dan
sekarang, kau telah mengumbar seluruh kejahatanmu
hanya untuk memancingku muncul! Apakah memang
ada bandingannya antara kejahatan yang telah kau lakukan dengan kejahatan
lain"!"
"Menginginkan kematianmu, bukanlah suatu
kejahatan! Sejak dulu aku bersumpah untuk mengha-
bisi keturunan Pendekar Lontar dan Dewi Lontar! Pendekar Lontar telah tewas di
tangan Hantu Menara Berkabut dan Dewi Lontar telah mampus di tangan Da-
dung Bongkok! Lantas... kaulah yang telah mencabut
nyawa kedua sahabatku itu! Apakah kau pikir aku
akan berpangku tangan"! Tak menuntut balas semua
perbuatanmu"!"
"Apa yang keduanya lakukan dan apa yang ku-
lakukan terhadap keduanya, adalah sebuah kejadian
sebab akibat! Kau tak pantas membela orang-orang
seperti itu!" suara Raja Naga tetap dingin. Keangkeran matanya semakin nyata,
menusuk dan menikam.
Diam-diam Ratu Sejuta Setan pun sedikit ciut.
Tetapi tak dipedulikannya.
"Keinginanku untuk melihat kau mampus, ada-
lah keinginan lama yang tertunda!"
"Apakah ini ada hubungannya dengan Gumpa-
lan Daun Lontar milik mendiang ayahku"!"
"Peduli setan dengan benda itu! Nyawamu lebih
kuinginkan ketimbang benda itu!"
Raja Naga menahan napas. Dilihatnya bagai-
mana Nimas Ardini seperti telah kehabisan napas. Wajah perempuan itu sudah
memucat sementara keringat
membanjiri parasnya.
"Huh! Tak kusangka kalau dia akan muncul
dan menyergap Nimas Ardini! Bila kuserang sekarang, bisa jadi nyawa Nimas Ardini
tak akan tertolong! Ah...
apa yang harus kulakukan sebaiknya?"
Untuk beberapa lama murid Dewa Naga tak
bersuara. Hanya sorot matanya yang menampakkan
kemarahan. Di tempat lain, Ratu Sejuta Setan tertawa pe-
nuh kemenangan.
"Kau nampak sudah tak bisa mengendalikan
amarahmu lagi, Raja Naga! Mengapa harus sungkan"
Bila kau ingin menyerangku lebih dulu, aku akan me-
nerimanya!"
Raja Naga menggeram dingin. "Perempuan kon-
tet! Yang kau inginkan adalah diriku, nyawaku dan ini tak ada hubungannya sama


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali dengan perempuan
itu!" "Perempuan ini tak bisa menjawab pertanyaanku! Telah ku putuskan, siapa
saja yang tak bisa men-
jawab pertanyaanku maka dia akan mampus!"
"Dan kau telah melakukan perintah itu kepada
muridmu yang berjuluk Ratu Tanah Terbuang!" Ratu Sejuta Setan terkikik.
"Ingatanmu rupanya masih kental, Raja Naga!
Kau bisa menduga sedemikian rupa! Ya.... Ratu Tanah Terbuang adalah muridku!
Kalau kau bisa menduga
seperti itu, tentunya kau mengenal siapa gadis itu, bukan"!" "Dia adalah Diah
Harum... murid Dadung Bongkok!"
"Luar biasa!" seru Ratu Sejuta Setan penuh ejekan. "Kupikir kau sudah
melupakannya"! Yah.... Ratu Tanah Terbuang adalah Diah Harum! Murid Dadung
Bongkok yang sebelumnya berjuluk Dewi Bunga Ma-
war! Raja Naga... seorang murid sudah barang tentu
akan membela gurunya!"
"Kau telah memasukkan pikiran-pikiran sesat
mu pada Diah Harum!"
"Peduli setan! Aku hanya menginginkan kema-
tianmu!!" Habis ucapannya, Ratu Sejuta Setan sudah
mendorong tangan kanannya ke depan. Serta-merta
menghampar gelombang angin berkekuatan tinggi.
Di tempatnya Raja Naga menjerengkan ma-
tanya. Kejap lain dia mendeham.
Blaaarrr!! Gelombang angin itu putus di tengah jalan ter-
hantam kekuatan dari dehamannya.
"Bagus! Kau masih bisa mengandalkan ke-
mampuanmu rupanya! Tetapi... mengapa kau tak me-
nyerangku sekaligus?"
"Keparat! Perempuan kontet itu tahu benar si-
tuasi! Sudah tentu aku tak bisa menyerangnya begitu
saja karena aku tak ingin Nimas Ardini mendapat ce-
laka!" dengus Raja Naga dalam hati. Kemudian katanya, "Tadi kukatakan, kalau
urusan ini hanyalah kau dan aku! Sebaiknya... kau lepaskan perempuan
itu!" "Melepaskannya"! Hik hik hik... kau rupanya tidak tahu falsafah seorang
pemburu! Dia tak akan
pernah melepaskan buruannya yang telah tertangkap
untuk mendapatkan buruan lain! Bahkan dia akan
mempergunakan buruannya yang telah tertangkap un-
tuk mendapatkan buruan lain!"
"Kedudukanku sangat tidak menguntungkan.
Dengan tertawannya Nimas Ardini, perempuan itu da-
pat melakukan apa saja. Karena dia tahu, aku tak
akan membiarkan dia merenggut nyawa...."
Kata batin pemuda berompi ungu ini terputus.
Saat itu pula kepalanya sudah dipalingkan ke kanan.
Mendadak sontak kepalanya menegak. Menyusul dia
membuang tubuh ke kiri, karena tahu-tahu telah
menderu sebuah benda besar agak panjang yang
memperdengarkan suara bergemuruh.
"Heiiiii!" seru Raja Naga tertahan. Karena baru saja dia hinggap kembali di atas
tanah, benda itu sudah menerjangnya lagi.
Kali ini Raja Naga tak menghindar. Ditung-
gunya sampai benda yang berkilat-kilat itu mendekat.
Kejap berikutnya, dia sudah menggerakkan kedua tan-
gannya. Bukk! Bukkk!!
Benda itu terhantam dan berputar terbalik ke
belakang, ke arah Ratu Sejuta Setan yang sedang
mengerutkan keningnya begitu benda yang tiba-tiba
muncul itu langsung menyerang Raja Naga. Tetapi di
saat lain, perempuan kontet berkulit hitam legam ini
sudah membuang tubuh seraya menyeret Nimas Ardi-
ni! Blaaammm!! Benda aneh berkilat-kilat itu sudah menghajar
ranggasan semak yang seketika rengkah. Tetapi di saat lain, benda itu sudah
mencelat kembali. Tidak mengarah pada Raja Naga yang telah bersiap, melakukan ke
satu arah. Bersamaan dengan itu, satu sosok tubuh
mencelat dari balik ranggasan semak. Berputar dua
kali di udara sebelum akhirnya....
Tap! Kedua kakinya hinggap di atas benda itu. Lalu
dengan gerakan yang aneh dan mengagumkan, dia
memutar tubuhnya sementara kedua kakinya laksana
pelekat menempel pada benda berbentuk keranda yang
juga berputar. Dua kejapan mata berikutnya, benda
itu sudah tergeletak di atas tanah dengan sosok tubuh berkulit hitam berkilat-
kilat di atasnya.
Belum lagi keheranan Raja Naga berlalu, satu
sosok tubuh berpakaian putih bersih dengan dua buah bunga mawar di dada kanan
kirinya, telah melesat cepat. Gerakannya sangat luar biasa. Dan orang yang
melesat ini menuju ke arah Ratu Sejuta Setan.
Begitu hinggap di atas tanah tanpa memper-
dengarkan suara sedikit pun, sosok tubuh yang ter-
nyata seorang gadis jelita ini segera merangkapkan kedua tangannya di depan
dada. "Guru...."
Ratu Sejuta Setan yang sebelumnya heran me-
lihat benda berbentuk keranda dan kemunculan lelaki berkulit hitam mengkilat,
terkikik keras. Telikungan tangan kanannya semakin menguat pada Nimas Ardini
yang nampak meringis kesakitan.
"Bagus! Kau muncul juga di hadapanku, Mu-
ridku...."
* * * Kemunculan dua orang itu dengan cara yang
mengejutkan, membuat Raja Naga menjadi lebih ber-
siaga. Dilihatnya gadis yang masih merangkapkan ke-
dua tangannya di hadapan Ratu Sejuta Setan. Kendati hanya melihat bagian
belakang dari tubuh si gadis, Ra-ja Naga yakin kalau gadis itu memang adalah
orang yang dimaksud. "Semuanya kini menjadi bukti, kalau gadis ber-
juluk Ratu Tanah Terbuang adalah Diah Harum...."
Di pihak lain, gadis jelita itu perlahan-lahan
membalikkan tubuhnya. Tatapan bengisnya langsung
menghujam pada kedua bola mata Boma Paksi. Sesaat
si gadis agak sedikit gelagapan begitu menyadari betapa angkernya tatapan orang
yang ditatapnya.
"Raja Naga... kita berjumpa lagi di sini! Dan
urusan yang tertunda, harus segera diselesaikan!!"
Pemuda yang mulai jari jemari hingga batas si-
ku kedua tangannya dipenuhi sisik coklat ini, diam-
diam menarik napas. Sesuatu bergolak di dadanya dan membuatnya sedikit tidak
tenang. Bahkan tatapan
angkernya perlahan-lahan agak meredup.
"Diah... tidak tahukah kau, kalau kau semakin
terjemurus dalam kesalahpahaman yang belum tun-
tas?" desisnya dalam hati. "Ah, tidak tahukah kau, kalau sejak pertama kali
berjumpa, kau telah merebut
sebagian perhatianku?"
Tak mendapatkan sahutan dari seruannya, Ra-
tu Tanah Terbuang membentak lagi, "Aku datang untuk mencabut nyawamu, Raja Naga!
Kau memang he- bat dapat mengalahkan guruku si Dadung Bongkok,
yang sebelumnya kau fitnah habis-habisan! Tetapi sekarang, aku datang untuk
membalas sakit hatinya!!"
Raja Naga menenangkan gemuruh di dadanya.
Setelah itu dia berkata, "Diah Harum... memang tak kusangka kita akan berjumpa
lagi. Urusan yang kita
hadapi memang belum terselesaikan, terutama kau te-
tap menuduhku memfitnah Dadung Bongkok. Padahal
pada kenyataannya, Dadung Bongkok bukanlah seseo-
rang yang patut dihargai. Dia...."
"Tutup mulutmu!!" hardik Ratu Tanah Ter-
buang dengan pandangan semakin bengis. "Kau masih mencoba melunakkan hatiku
dengan mengatakan kalau semua itu adalah sebuah kebenaran! Tetapi pada
kenyataannya, aku tahu mana yang benar dan mana
yang salah!"
"Kau telah dibutakan oleh kemarahan mu sen-
diri, Diah! Dan sekarang, kau berguru pada perem-
puan tua kontet itu yang justru semakin menjeru-
muskan mu"
Sebelum Ratu Tanah Terbuang menyahut, satu
bentakan dari samping kanan terdengar, "Siapa pun orangnya yang berani menghina
kakak seperguruanku,
dia akan mampus di tanganku! Mayatnya akan ku ma-
sukkan pada keranda ku ini dan akan kubawa hingga
menyebarkan bau busuk!!"
Perlahan-lahan Raja Naga memalingkan kepa-
lanya. Menatap lelaki berambut panjang acak-acakan
yang sedang menggeram. Seluruh kulit tubuhnya hi-
tam mengkilat! Mengenakan pakaian putih kecoklatan
yang sudah buram warnanya.
"Aku tak mengenal siapa kau adanya!" seru Ra-ja Naga dingin.
Lelaki yang kedua matanya selalu mengelua-
rkan air kental itu menggeram.
"Kau boleh mengingat ku dengan julukan Ke-
randa Iblis! Dan membawa julukanku ke liang lahat
mu!" serunya. Lalu melirik Ratu Tanah Terbuang. Dan begitu pandangannya
terbentur pada buah dada sebelah kiri Nimas Ardini yang terbuka, lelaki berkulit
hitam mengkilat ini menelan ludahnya.
"Keadaan semakin bertambah kacau. Kemun-
culan Ratu Tanah Terbuang dan Keranda Iblis semakin menyulitkan kedudukanku.
Karena biar bagaimanapun juga, Ratu Sejuta Setan masih menyandera Nimas
Ardini. Aku bisa saja mati-matian menghadapi seran-
gan masing-masing orang yang kemungkinan dilaku-
kan secara bersamaan. Tetapi bagaimana dengan Ni-
mas Ardini?"
Selagi Raja Naga membatin demikian, Keranda
Iblis berkata, "Ratu Tanah Terbuang! Apakah kau akan berdiam diri setelah
berjumpa dengan orang kau cari"!
Dan sungguh keterlaluan sikapmu itu! Di hadapan gu-
rumu sendiri kau berlaku bodoh dengan banyak mem-
buang waktu!!"
Ratu Tanah Terbuang yang sedang memandang
bengis pada Raja Naga, melirik Keranda Iblis sejenak.
Lalu diarahkan lagi pandangannya pada pemuda be-
rompi ungu. "Urusan ini memang harus segera diselesaikan!
Raja Naga! Bersiaplah untuk mampus!!"
Habis bentakannya, Ratu Tanah Terbuang su-
dah menerjang ke depan. Dia sudah tidak sabar untuk menghabisi pemuda di
hadapannya. Dia berharap,
dengan matinya pemuda itu di tangannya, arwah gu-
runya akan tenang di alam sana.
Bersamaan Ratu Tanah Terbuang menyerang,
Keranda Iblis melompat turun dari kerandanya. Lalu
dengan satu dorongan tangan kanan, kerandanya me-
luncur deras ke arah Raja Naga!!
Di pihak lain, Ratu Sejuta Setan tersenyum.
"Tak kusangka kalau muridku berjumpa den-
gan adik seperguruanku yang sudah sekian tahun tak
berjumpa denganku. Bagus! Mereka tentunya mampu
untuk membunuh Raja Naga! Tetapi bila tidak, ada sesuatu yang akan mengejutkan
Raja Naga!"
SEMBILAN SERANGAN yang dilancarkan Ratu Tanah Ter-
buang, dihindari Raja Naga dengan cara memiringkan
tubuhnya. Kejap lain dia sudah membuang tubuh ke
samping kanan. Wuunggg!! Keranda hitam berkilat-kilat yang menerjang
ganas itu menghajar ranggasan semak, yang saat itu
pula berputar dan kembali menderu ke arahnya!
Sesaat Raja Naga tersentak. Segera dikibaskan
tangan kanannya untuk melepaskan ilmu 'Kibasan
Naga Mengurung Lautan'!
Wrrrr! Serta-merta menghampar gelombang angin me-
rah yang memperdengarkan suara bergemuruh.
Blaaam! Blaaamm!!
Menghantam telak keranda hitam berkilat yang
seketika terlempar tanpa kendali ke belakang. Pemiliknya membelalakkan kedua
matanya dan segera me-
lompat ke depan, ke atas keranda yang meluncur de-
ras ke arahnya.
Tap! Kedua kakinya sudah menjejak lagi bagian atas
keranda itu yang seketika berhenti.
Di pihak lain, Ratu Tanah Terbuang menjadi
geram. Kaki kanannya dijejakkan ke tanah yang mem-
buat tubuhnya mumbul dan seketika meluruk seraya
mendorong tangan kanan kirinya. Seketika menggebah
awan-awan hitam yang menebarkan hawa dingin.
Raja Naga tersentak.
"Heiii!!"
Cepat dikibaskan tangan kirinya.
Jlegaaaarrr!! Bertemunya gelombang angin merah dan awan-
awan hitam itu menimbulkan letupan yang sangat ke-
ras. Tanah di mana bertemunya dua serangan tadi se-
ketika membuyar ke udara, menghalangi pandangan
untuk beberapa saat.
Mendadak dari gumpalan tanah itu melesat so-
sok Ratu Tanah Terbuang diiringi teriakan membaha-
na. Raja Naga sesaat menegakkan kepalanya. Untuk
beberapa lama dia seperti tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ketika
menyadari serangan yang datang itu sudah siap mencabut nyawanya, kembali
dilakukan gebrakan yang sama.
Untuk kedua kalinya letupan keras terjadi. Kali
ini terlihat muncratan angin merah dan pecahnya
awan-awan hitam. Tetapi mendadak saja sinar-sinar
merah menerjang serabutan yang mendadak muncrat
ke atas dan turun laksana hujan, diiringi gemuruh angin lintang pukang.
Di pihak lain, Ratu Sejuta Setan tersenyum.
"Bagus! Kalau sebelumnya Ratu Tanah Ter-
buang mempergunakan ilmu yang diajarkan Dadung
Bongkok, kali ini dia menyerang dengan memperguna-
kan ilmu yang kuajarkan!"


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raja Naga menahan napas.
Segera ditepukkan tangan kanannya pada len-
gan kirinya. Wuuuttt!! Angin berputar tiba-tiba menderu, melingkar
dan membuat tanah terangkat dalam pusarannya.
Blaaarrr!! Serangan ganas Ratu Tanah Terbuang dapat
dipatahkan. Menyusul Keranda Iblis sudah melancar-
kan lagi serangan ganasnya. Raja Naga mendelik, tatapannya bertambah angker.
Kejap itu pula dijejakkan kaki kanannya di atas
tanah melepaskan ilmu 'Barisan Naga Penghancur Ka-
rang'. Blaaaarrr!!
Tempat itu laksana dihantam kiamat kecil.
Ranggasan semak berhamburan. Menyusul....
Bukkk! Raja Naga sudah masuk dengan jurus
'Hamparan Naga Tidur'. Keranda Iblis yang tadi mun-
dur dengan napas terengah-engah, seketika terjeng-
kang karena perutnya terhantam telak satu jotosan
yang keras! "Tahan!!" seru murid Dewa Naga begitu melihat Ratu Tanah Terbuang sudah siap
menyerangnya lagi.
Gadis jelita itu menggeram gusar.
"Aku akan mengadu jiwa denganmu!!"
Di pihak lain, Ratu Sejuta Setan mendesis da-
lam hati, "Kehebatan pemuda ini memang sungguh luar biasa! Dan memang tak bisa
dipungkiri lagi, mengingat selama ini tak seorang pun yang bisa mengalahkan Dewa
Naga, guru dari pemuda bersisik coklat ini!
Kalau begitu... aku akan menjalankan rencana ke-
dua...." "Diah Harum... sekali lagi kukatakan, kalau kau telah dirasuki pikiran
jahat milik perempuan kontet itu! Kau tak pantas melakukan semua ini, Diah...
karena tempatmu bukan di sini!"
"Jangan mengajari ku! Aku adalah murid yang
berbakti pada guruku! Siapa pun guruku akan ku jun-
jung tinggi! Dadung Bongkok adalah guruku yang te-
was di tanganmu! Dan sekarang...."
"Diah Harum! Urusan ini memang sulit ditemu-
kan titik temunya, karena kau masih dipengaruhi
amarah." "Dan kau akan merasakan kehebatan amarah-
ku!!" Ratu Tanah Terbuang sudah siap melancarkan serangan, tetapi tertahan oleh
suara Ratu Sejuta Setan, "Muridku! Mundurlah! Biar aku yang menghadapi pemuda
celaka itu!"
Meskipun tidak menyukai apa yang dikatakan
gurunya, Ratu Tanah Terbuang menuruti.
Ratu Sejuta Setan menggeram, "Pemuda celaka!
Biarlah aku yang akan menuntaskan semua urusan
ini! Akan kubuktikan kalau apa yang kukatakan pada
muridku selama ini adalah benar! Dan kau adalah bi-
ang dari segala kesalahan!!"
Habis bentakannya, dengan menyeret tubuh
Nimas Ardini, Ratu Sejuta Setan menyerang ganas. Sejenak Raja Naga kesulitan
untuk menghadapi serangan Ratu Sejuta Setan. Karena perempuan kontet berkulit
hitam itu mempergunakan sosok Nimas Ardini sebagai
tameng! Hingga kejap lain, Raja Naga yang menjadi bulan-bulanan serangan ganas
Ratu Sejuta Setan. Meli-
hat hal itu, Keranda Iblis yang tadi terjengkang akibat jotosan Raja Naga,
segera berdiri tegak. Dengan berdiri di atas kerandanya, dia menyerang ganas ke
arah Raja Naga! "Celaka! Aku tak mengharapkan kejadian seperti ini!" desis Raja
Naga sambil berpikir keras. "Se-
rangan Keranda Iblis bisa menyulitkan gerakanku. Sebaiknya...."
Memutus kata batinnya sendiri, pemuda be-
rompi ungu itu mendadak membuang tubuh ke samp-
ing kanan. Dan langsung melepaskan ilmu 'Barisan
Naga Penghancur Karang'. Tanah seketika berderak
dan bergelombang ke arah Keranda Iblis yang sedang
menyerangnya. Menyusul dia mencelat ke depan. Tangan ka-
nan kirinya yang dipenuhi sisik coklat sebatas siku, memiliki kekuatan yang
sangat luar biasa. Apa pun
yang diinginkan oleh Raja Naga untuk dihancurkan
maka akan dapat dihancurkan! Kali ini dia menginginkan untuk menghancurkan benda
berjari-jari setengah lingkaran itu!
Keranda Iblis tersentak tatkala tanah bergelom-
bang ke arahnya. Dia cepat melompat setelah mendo-
rong kerandanya dengan kaki kanannya, yang seketika meluncur deras ke arah Raja
Naga. Raja Naga yang sedang meluruk segera menepak dan memukul benda
itu. Praaak! Praaak!
Begitu terhantam, seketika keranda itu berde-
rak dan pecah berhamburan.
Melihat benda kesayangannya dihancurkan
orang, Keranda Iblis menjadi kalap. Dia menerjang ganas ke depan. Tindakan ini
justru membahayakan di-
rinya. Raja Naga sendiri tak punya kesempatan untuk berpikir lebih lanjut.
Begitu lawan menyerang, ditang-kisnya dengan tangan kanan kirinya. Dan....
Bukkk!! "Aaaakhhhh!!"
Keranda Iblis mencelat ke belakang dengan da-
da remuk. Saat terbanting di atas tanah, nyawanya te-
lah putus! Ratu Tanah Terbuang tersentak melihat keja-
dian yang sangat cepat itu. Dia hendak menyerang, tetapi didahului oleh Ratu
Sejuta Setan yang menerjang sambil menyeret tubuh Nimas Ardini. Bahkan dilem-
parnya tubuh Nimas Ardini ke depan yang dengan ce-
pat ditangkap oleh Raja Naga! Bersamaan dengan itu, anak muda berompi ungu ini
segera membuang tubuh
ke samping kanan!
Serangan Ratu Sejuta Setan hanya mengenai
angin belaka. Raja Naga bersiap sambil memegang
tangan Nimas Ardini yang lemas. Tetapi di luar du-
gaannya, Ratu Sejuta Setan tak meneruskan seran-
gannya. Ratu Tanah Terbuang juga keheranan melihat
tindakan yang dilakukan gurunya.
"Guru...," desisnya.
Ratu Sejuta Setan melirik tajam, tetapi tak ber-
kata apa-apa. Raja Naga cepat-cepat mengalirkan tenaga da-
lamnya pada Nimas Ardini sementara kedua matanya
bersiaga ke arah kedua lawannya yang memandang
sengit. Bersamaan dia selesai mengalirkan tenaga dalamnya, terdengar satu suara,
"Kirana! Nampaknya ki-ta terlambat untuk ikut meramaikan urusan ini! Tetapi
yah... paling tidak kita masih punya kesempatan untuk ikut!!"
Masing-masing orang segera mengarahkan
pandangannya ke arah suara itu. Tak lama kemudian,
muncul dua sosok tubuh dari balik ranggasan semak.
Melihat siapa yang muncul, Ratu Sejuta Setan
mendelik. "Celaka! Rencanaku bisa gagal!"
Salah seorang dari kedua orang yang baru da-
tang itu berseru lagi, "Kita berjumpa lagi, Ratu Sejuta Setan! Hemm....
Kirana... apakah gadis itu yang berjuluk Ratu Tanah Terbuang?"
Gadis yang di punggungnya terdapat sepasang
pedang bersilangan memandang tak berkedip pada Ra-
tu Tanah Terbuang yang menatapnya penuh kemara-
han. Kidang Gerhana berkata lagi, "Waduh, waduh!
Apa yang sebenarnya terjadi?" Pandangannya diarahkan pada Nimas Ardini yang
kelihatan sedikit tegang sekarang. "Heran! Mengapa kau tahu-tahu berada di sini,
Nyi Lara Ati"!"
Mendengar orang memanggil lain pada Nimas
Ardini, seketika Raja Naga memandangnya. Baru saja
dilakukannya, Nimas Ardini sudah menyerangnya den-
gan cepat! Bukhkk!! Jotosannya telak menghantam pinggang Raja
Naga yang tergontai-gontai ke belakang!
SEPULUH KALAU sebelumnya Nimas Ardini kelihatan le-
mah, kini menjadi garang bukan main. Bahkan dia te-
rus menyerang Raja Naga. Kendati dalam keadaan se-
dikit kesakitan, Raja Naga dapat menghindari serangan Nimas Ardini yang tiba-
tiba menjadi ganas.
"Gila! Mengapa ini" Apa yang terjadi"!" desis Raja Naga sambil terus membuang
tubuh. Dalam satu
kesempatan dia berhasil menjauh, sementara Nimas
Ardini sudah melenting dan hinggap di samping kanan Ratu Sejuta Setan.
Dia langsung berkata, "Keparat! Mengapa tahu-
tahu kakek celaka itu muncul"!"
"Tak perlu kau pikirkan sekarang! Yang penting pemuda itu sudah kau hantam!"
"Ya! Tak lama lagi dia akan merasakan ngilu
pada seluruh tulang belulangnya dan satu hari kemu-
dian akan mampus terkena ilmu 'Pengilu Tulang'!" sahut Nimas Ardini dengan suara
dingin. Di pihak lain, Raja Naga memandang tak ber-
kedip pada Nimas Ardini. Sesaat dia masih merasa keheranan, tetapi di saat lain
dia dapat memahami apa yang terjadi.
"Hemm... aku telah melakukan kesalahan ru-
panya...."
"Ya! Karena kebodohanmu itulah kau melaku-
kan kesalahan!" sahut Nimas Ardini.
"Raja Naga... sejak semula aku sudah bersedia
membantu Ratu Sejuta Setan untuk membunuhmu!
Dan rencana itu nampaknya mulai menunjukkan ke-
berhasilannya! Aku tidak tahu siapa lelaki yang telah mampus sebelumnya dan
kuakui sebagai suamiku!
Bahkan namanya pun ku sebut asal saja! Dengan
menceritakan kalau Ratu Sejuta Setan yang melaku-
kannya, aku berharap kau mau membantuku! Ternya-
ta semuanya berjalan mulus!"
Sorot mata Raja Naga bertambah angker. Sisik-
sisik coklat pada kedua tangannya sebatas siku lebih terang, pertanda dia mulai
dirundung amarah.
"Dan tentunya, kaulah yang telah membunuh
lelaki itu!"
"Siapa lagi"!" sahut Nimas Ardini sambil menyeringai. "Dan sayangnya, aku gagal
menjerumuskan mu ke lembah hina di saat kita beristirahat!"
"Terkutuk! Kau telah mengatur semua ru-
panya!!" Nimas Ardini tertawa keras.
Kidang Gerhana berkata, "Aku tidak tahu uru-
san apa yang sebenarnya terjadi! Aku muncul untuk
meminta pada Ratu Sejuta Setan dan Ratu Tanah Ter-
buang untuk berlalu! Dan tak kusangka kau berada di sini, Nyi Lara Ati!
Sayangnya, aku masih ingat tam-pangmu"! Padahal sudah lama kita tidak bertemu."
Nimas Ardini yang sebenarnya bernama Nyi La-
ra Ati menatap tajam pada Kidang Gerhana. Payuda-
ranya sebelah kiri yang terbuka lebar dibiarkan terpampang.
"Aku tak punya urusan denganmu! Kalau seka-
rang kau hendak buka urusan, aku akan menghajar-
mu sekarang juga!"
Kontan dia segera menyerang ke arah Kidang
Gerhana, ganas dan mengerikan yang dilayani oleh Kidang Gerhana sambil
menggeleng-gelengkan kepa-
lanya. Di pihak lain, Kirana sudah meloloskan kedua pedangnya. Pandangannya
tajam pada Ratu Tanah
Terbuang. "Kita berjumpa lagi sekarang! Dan tibalah saatnya bagiku untuk membayar
kekalahan ku dulu!"
Ratu Tanah Terbuang mendengus.
"Kau bukanlah tandinganku!"
Kirana tahu kalau dia memang bukan tandin-
gan Ratu Tanah Terbuang. Tetapi kemarahannya su-
dah tak bisa dibendung lagi. Murid mendiang Pendekar Kencana ini sudah menerjang
ke arah Ratu Tanah Terbuang. Kedua pedangnya dikibaskan yang seketika
terdengar suara angin membeset menggidikkan.
Sementara itu, Ratu Sejuta Setan diam-diam
membatin sambil memandang Raja Naga yang mulai
agak limbung. "Hemm... inilah kesempatan yang kutunggu!"
Lalu dengan gerakan yang sangat cepat, pe-
rempuan kontet itu menerjang ke arah Raja Naga.
Yang diserang tersentak. Dia berusaha untuk mena-
han serangan itu. Tetapi baru saja tangannya hendak digerakkan, seketika itu
pula dirasakan ngilu pada se-kujur tubuhnya. Akibatnya....
Desss!! Jotosan tangan kanan kiri Ratu Sejuta Setan
telah menghantam dadanya yang membuatnya tergon-
tai-gontai ke belakang. Raja Naga berusaha untuk
mempertahankan keseimbangannya. Sepasang ma-
tanya kian bersorot angker, mengerikan. Sisik-sisik coklat pada kedua tangannya
semakin kentara. Tetapi satu tendangan membuatnya tersungkur telungkup!
Melihat keadaan Raja Naga yang sudah tak
berdaya akibat ilmu 'Pengilu Tulang' milik Nyi Lara Ati, dengan penuh bernafsu
Ratu Sejuta Setan menerjang
dengan kedua kaki yang siap menjejak patah tulang
punggung Raja Naga!
"Tibalah pembalasan yang telah lama ku nan-
ti!!" Tubuhnya saat itu pula mumbul ke udara. Dengan kedua kaki yang siap
menghantam punggung Raja Na-ga, perempuan kontet itu meluncur deras. Namun se-
suatu yang mengejutkan terjadi!
Karena secara tiba-tiba melesat satu bayangan
berbentuk naga hijau. Lesatannya sedemikian cepat
dan tiba-tiba. Ratu Sejuta Setan sesaat melengak. Sebelum dia menyadari apa yang
terjadi, naga hijau itu telah melabraknya dengan ganas!
"Aaaakhhhh!!" perempuan kontet itu terlempar deras ke belakang.
Braaak! Punggungnya telak menghantam sebuah pohon
yang sesaat bergetar. Tubuhnya terpental lagi ke depan dan ambruk di atas tanah
dengan darah muncrat dari
mulut. Dia menggeliat sejenak sebelum kemudian pu-
tus nyawanya. Melihat nasib yang menimpa Ratu Sejuta Setan,
Ratu Tanah Terbuang yang sedang mendesak Kirana
berteriak tertahan, "Guruuuu!!"
Kejap itu pula dia melompat ke arah mayat gu-
runya. Kemarahannya seketika membludak tinggi.
Pandangannya tak berkedip pada Raja Naga yang per-
lahan-lahan sedang bangkit.
"Keparat! Dulu kau membunuh guruku si Da-


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dung Bongkok! Sekarang kau juga membunuh guruku!
Mampuslah kau. Raja Naga!!"
Bentakan yang keras itu membuat Raja Naga
menoleh. Wajahnya seketika berubah tatkala melihat
betapa dekatnya serangan Ratu Tanah Terbuang. En-
tah mengapa saat itu pemuda berompi ungu ini memu-
tuskan untuk tidak menghindar. Dia berharap bila Ra-tu Tanah Terbuang dapat
menyarangkan serangannya,
maka dendamnya akan terbalas.
Dia hanya berdiri dengan tubuh yang terasa
ngilu. Mendadak...
Wuuuttt!! Sebuah pedang telah meluncur ke arah tubuh
Ratu Tanah Terbuang. Dalam kedudukan yang sangat
sempit itu, Ratu Tanah Terbuang berhasil menyampok
pedang yang meluncur ke arahnya. Namun pedang lain
tak bisa dihindarinya.
Claaap...!! "Aaaakhhh!!"
Tubuh Ratu Tanah Terbuang terbanting di atas
tanah dengan pedang yang menancap pada dadanya.
"Diaaaahhh!!" seru Raja Naga tercekat. Dia memburu. Tetapi ngilu pada tulangnya
semakin menjadi-jadi. Hingga pemuda itu ambruk. Tetapi dia masih berusaha untuk
mendekati Diah Harum dengan menyeret tubuhnya sendiri. "Diah.... Diah...."
Diah Harum membuka kedua matanya. Siratan
duka tersimpan di sana. Di pihak lain, Kirana yang
melemparkan kedua pedangnya tadi, jatuh terduduk.
Tenaganya telah terkuras.
"Boma Paksi...," desis Diah Harum terputus-putus. "Diah... mengapa... mengapa
kau tak mau... mendengar... penjelasanku?"
Kalau sebelumnya wajah Ratu Tanah Terbuang
begitu bengis, kali ini terlihat bibirnya menyunggingkan senyuman. Raja Naga
menggenggam tangan ka-
nannya. "Boma... maafkan aku...."
"Diah...."
"Aku... aku... tahu... apa yang sebenarnya...
terjadi.... Tetapi...."
"Diah... jangan banyak bicara dulu. Biar kau...."
Telunjuk tangan kiri si gadis menempel pada
bibir Boma Paksi.
"Terlambat, Raja Naga... terlambat.... Satu hal yang perlu kau ketahui...
sesungguhnya... aku... aku ingin mengenalmu lebih... dekat...."
"Aku juga memiliki keinginan itu, Diah...."
"Tetapi... sayangnya, semuanya... sudah ter-
lambat...."
Habis ucapannya, kepala Ratu Tanah Terbuang
terkulai ke samping kiri. Raja Naga hanya memandangi dengan perasaan gundah yang
luar biasa. Dilihatnya
bibir gadis itu tersenyum.
"Diah...," desis Raja Naga pelan, sebelum jatuh pingsan.
Di pihak lain, Nyi Lara Ati tak kuasa untuk me-
nahan gempuran-gempuran hebat dari Kidang Gerha-
na. Serangan cahaya bening yang menebarkan hawa
panas membuatnya tak bisa bertahan lebih lama. Pe-
rempuan yang telah mencelakakan Raja Naga ini me-
mutuskan untuk meloloskan diri. Dan dia berhasil melakukannya. Kidang Gerhana
tidak mengejar. Kakek
ini hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ketika menghindar dan melancarkan serangan-
nya, dia sempat melihat apa yang terjadi. Dan dia tak melakukan tindakan apa-apa
kecuali memandangi sekelilingnya perlahan-lahan.
"Kakek...," terdengar desisan Kirana.
Kidang Gerhana menoleh dan tersenyum.
"Tak perlu menyesali keadaan.... Aku akan
mencoba untuk menghilangkan pengaruh ilmu 'Pengilu
Tulang' yang diderita Raja Naga...."
Kirana hanya menganggukkan kepalanya. Lalu
diperhatikannya Kidang Gerhana yang mendekati Raja
Naga.... SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Nurseta Satria Karang Tirta 2 Pendekar Gila 26 Undangan Maut Pendekar Jembel 2
^