Hijaunya Lembah Hijaunya 1
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 1
HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN
Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA
Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari
Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Editor Ebook : (Ebook Novel, Teenlit) http://www.zheraf.net/
(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/
Jilid 001 Tetapi sejenak kemudian, para pengawal itu telah
diherankan lagi oleh kehadiran Mahisa Murti. Ketika ia
menjenguk keruang dalam dan melihat pertempuran itu,
maka katanya "Tiga orang lawanku telah binasa. He, siap
yang akan melawan aku lagi?"
Tidak seorangpun yang datang mendekatinya. Karena
itu maka katanya "Jika demikian, akulah yang akan datang
kepada kalian" Dengan langkah pendek Mahisa Murti maju mendekati
mereka yang sedang bertempur. Tetapi ia justru tidak
mendekati Mahisa Pukat yanag berloncatan sambil
memutar tombak pendeknya. Tetapi ia telah mendekati
seorang pengawal yang sedang mempertahankan diri, dan
bahkan sekali-kali mendesak lawannya.
Hampir tidak masuk akal, bahwa Mahisa Murti telah
bergabung dengan salah seorang pengawal yang justru telah
berhasil menguasai lawannya. Dengan gerak yang
sederhana dalam putaran pedang pengawal yang sedang
menyerang itu, ternyata Mahisa Murti telah berhasil
melukai lawan pengawal itu.
Segores luka telah mengoyak lambungnya. Sehingga
darahpun telah memancar dari luka itu.
Ketika pengawal yang bertempur bersamanya itu masih
akan menusuk dadanya, Mahisa Murti berkata "Sudahlah.
Masih banyak lawan yang harus kau tangani. Bantulah
saudaraku itu" Pengawal itu menjadi heran. Mahisa Murti sendiri tidak
membantunya. Tetapi ia menyuruhnya melibatkan diri.
Tetapi pengawal itu tidak berpikir panjang, lapun segera
menerjunkan diri ke dalam pertempuran yang garang itu,
bersama Mahisa Pukat melawan beberapa orang yang
bertempur dengan keras dan kasar.
Yang dilakukan oleh Mahisa Murti adalah seperti yang
sudah dilakukannya. Ia mendekati pengawal lainnya yang
masih bertempur melawan seorang diantara mereka yang
ingin merampas benda-benda berharga itu. Seperti yang
sudah terjadi, maka dengan mudah Mahisa Murti telah
melumpuhkan seorang diantara mereka yang berniat jahat
itu. Seperti yang terdahulu, maka pengawal yang telah
terbebas dari lawannya itupun telah bergabung pula dengan
Mahisa Pukat. Sehingga dengan demikian, maka keadaanpun menjadi
semakin gawat bagi orang-orang yang memasuki banjar
dengan niat buruk itu. Namun Mahisa Murti masih melakukan sekali lagi.
lapun telah membebaskan pengawal yang seorang lagi dari
lawannya dan minta kepada pengawal itu untuk bertempur
bersama Mahisa Pukat. Dengan demikian, maka orang-orang yang memasuki
banjar itu lelah kehilangan harapan untuk dapat
memenangkan pertempuran. Seorang demi seorang mereka telah tersentuh senjata.
Bahkan orang yang bertubuh tinggi besar itupun lelah
menitikkan darah dari pundaknya yang lerluka.
Mahisa Murti berdiri bertolak pinggang sambil
menyaksikan pertempuran yang sudah mulai menjadi berat
sebelah itu. Apalagi ketika ia melihat seorang lawan telah
terlempar dan jatuh berguling dilantai dengan dada yang
berlumuran darah. "Anak-anak yang meronda itu masih juga belum
bangun" berkata Mahisa Murti seolah-olah tidak
menghiraukan pertempuran itu sama sekali.
"Sumber sirep itu sebentar lagi akan lenyap sahut Mahisa
Pukat sambil bertempur"Cobalah, bangunkan mereka"
Mahisa Murti mengangguk angguk Ketika ia yakin
bahwa sebentar lagi, Mahisa Pukat dan ketiga orang
pengawal itu akan dapat menguasai lawan mereka
sepenuhnya, maka iapun tidak mencampurinya lagi. Tetapi
iapun mendekati peronda yang masih tertidur nyenyak.
Sambil mengguncangkan tubuh seorang diantara mereka
yang tertidur nyenyak itu, Mahisa Murti berusaha untuk
membangunkan mereka. Sementara itu, sumber dari sirep
yang tajam itupun telah kehilangan kekuatannya. Apalagi
orang itu telah terluka pula seperti beberapa orang
kawannya. Karena itu, maka peronda itupun perlahan-lahan mulai
terbangun. Namun iapun segera terlonjak berdiri ketika ia
mendengar hiruk pikuk sisa pertempuran yang sudah
hampir selesai itu. Tetapi yang dilihatnya di dalam banjar
itu benar-benar telah mengguncangkan jantungnya.
"Apa yang terjadi?" bertanya peronda itu.
"Sebagaimana kau lihat" jawab Mahisa Murti "pengawai
benda-benda berharga dari Pakuwon itu sedang bertempur
mempertahankan benda-benda keramat itu"
Peronda itu meloncat kearah pintu. Tetapi ia terkejut
bahwa tombaknya yang di sandarkannya di pintu itu telah
tidak ada. "Apa yang kau cari?" bertanya Mahisa Murti.
"Tombakku" jawab peronda itu "Tombakmu sedang
dipinjam. Tetapi nanti jika orang-orang yang akan
merampas barang-barang berharga itu telah menyerah,
tombakmu akan dikembalikan" jawab Mahisa Murti. Lalu
"sekarang bangunkan kawan-kawanmu. Laporkan hal ini
kepada Ki Buyut" "Kita tidak mempunyai Buyut sekarang ini. Baru akan
diselenggarakan wisuda" jawab peronda itu.
"Tetapi bukankah ia sudah memangku kewajiban
mengatasi persoalan ini" Jika bukan calon. Buyut yang akan
menerima wisuda, itu, laporkan kepada siapa yang berhak
menanganinya" berkata Mahisa Murti.
Peronda itu segara mendekati kawannya yang terbaring
dimuka pintu. Sejenak kemudian kawannya itupun telah
terbangun pula. Sejenak ia menjadi bingung. Dengan ragu-ragu ia
bertanya kepada Mahlsa Murti "Siapa kau?"
"Ya" sambung kawannya yang terbangun lebih dahulu
"aku bertanya tentang kau"
"Nanti sajalah. Sekarang bangunkan kawan-kawan-mu
yang lain" jawab Mahisa Murti.
Kedua peronda itupun kemudian membangunkan
seorang kawannya yang tertidur diruang dalam. Kemudian
mereka berlari ke gardu di halaman banjar.
Ketika para peronda itu sudah terbangun, maka di
halaman itupun segera terdengar suara riuh, sementara
beberapa orang diantara mereka berlari-lari ke rumah calon
buyut yang akan diwisuda serta beberapa orang bebahu
Kabuyutan lainnya. "Apa yang telah terjadi?" bertanya orang yang akan
diwisuda itu. "Aku kurang tahu. Tetapi telah terjadi pertempuran di
dalam banjar" jawab para peronda itu.
Orang yang akan di wisuda menjadi Buyut
menggantikan ayannya itu menjadi bingung. Ia tahu bahwa
didalam banjar itu disimpan benda-benda yang akan
dipergunakan dalam upacara wisuda beberapa hari
mendatang. Karena itu, maka iapun segera meraih tombaknya dari
ploncon diruang dalam. Berlari-lari kecil orang yang akan
diwisuda itupun menuju kebanjar dengan jantung yang
berdebaran. Sementara beberapa peronda akan
menghubungi Kabuyutan yang lain.
Ketika orang-orang itu sampai ke banjar, ternyata
pertempuran telah selesai. Tiga orang pengawal dan para
peronda sedang sibuk mengumpulkan orang orang yang
terluka, sementara mereka yang menyerah terpaksa diikat
kaki dan tangannya sementara menunggu penyelesaian.
Sedangkan seorang diantara para pengawal yang terluka
itupun telah berusaha mengobati lukanya dibantu oleh
kawan-kawannya. "Ada dua orang yang terbunuh diantara mereka" berkata
salah seorang pengawal kepada kawannya yang terluka.
Dalam pada itu, para perondapun segera
mempersilahkan orang yang akan diwisuda itu masuk
kedalam banjar. Ketika ia melihat para pengawal, maka
dengan serta-merta ia bertanya "Apa yang terjadi?"
Para pengawal itupun kemudian mempersilahkannya
duduk. Seorang diantara para pengawal itupun kemudian
menceriterakan kembali apa yang terjadi di dalam banjar ini
kepada calon Buyut yang akan di angkat menggantikan
ayannya itu dan beberapa orang bebahu lainnya, yang
datang berurutan saling susul-menyusul.
"Ada dua orang anak muda yang telah menolong kami"
berkata salah seorang pengawal itu.
"Apa yang mereka lakukan?" bertanya calon Buyut itu.
"Mereka membangunkan kami. Karena itulah maka
kami sempat mempertahankan benda-benda itu. Tetapi
ternyata bukan itu saja. Mereka menentukan kemenangan
kami ketika mereka membatu kami yang mengalami
kesulitan melawan jumlah lawan yang terlalu banyak.
Ternyata kemampuan kedua anak muda itu jauh
melampaui kemampuan kami" jawab pengawal itu.
"Dimana kedua orang anak muda itu?" bertanya Ki
Buyut. "Ke pakiwan. Mereka sedang membersihkan diri" jawab
pengawal itu. "Aku akan memanggilnya" berkata pengawal yang lain
lagi. Namun pada saat itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah meninggalkan banjar itu. Mereka menyelinap dan
meloncati dinding halaman, menyusup dalam kegelapan
keluar dari padukuhan yang hampir saja terkena bencana
itu. Karena itulah, maka pengawal itu tidak dapat
menemukannya di pakiwan dan dimanapun juga di banjar
itu. Dengan demikian orang-orang didalam banjar itu
menjadi bingung. Bukan saja para pengawal, tetapi para
perondapun telah ikut mencari dua orang anak muda yang
telah membantu mereka bertempur mengalahkan orangorang
yang ingin merampas benda-benda keramat yang
akan dipergunakan dalam wisuda beberapa hari mendatang.
"Mereka pergi ke pakiwan" berkata seorang pengawal.
"Tidak ada" pengawal yang lain yang mencarinya ke
pakiwan menjawab "aku sudah mencari bukan saja di
pakiwan. tetapi di halaman samping sudah aku jelajahi
sampai kesudut-sudutnya"
"Aneh" berkata seorang peronda "tidak ada orang lain
dihalaman banjar ini. Bahkan sampai keharaman belakang"
Akhirnya semua orang telah mencarinya. Ketika para
pengawal itu menjadi gelisah, merekapun telah menengok
peti-peti berharga yang mereka tinggalkan. Sekilas terpercik
juga kecurigaan mereka, bahwa kedua orang anak muda itu
telah melarikan diri sarnbil membawa benda-benda keramat
yang akan dipergunakan dalam upacara wisuda itu.
Tetapi semuanya masih berada ditempatnya.
Namun seorang pengawal yang mulai curiga terhadap
kenyataan yang dialaminya itu melihat tombak dan parang
yang tergolek didepan pintu bilik penyimpanan itu. Karena
itu, berbisik ia berkata "Apakah mungkin kedua anak muda
itu bukan ujud yang sebenarnya?"
"Maksudmu?" bertanya yang lain.
"Benda-benda itu adalah benda-benda yang bukan saja
berharga, tetapi juga keramat" desisnya pula "Ya. Kenapa?"
desak kawannya. "Apakah, apakah kedua anak-anak muda itu sebenarnya
bukan orang yang sebenarnya?" pengawal itu menjawab.
"O" kawannya termangu-mangu "maksudmu yang
nampak sebagai dua orang anak muda itu sebenarnya
adalah tuah dari benda-benda itu?" bertanya kawannya.
"Ya. Ketika mereka kembali ke asal mereka, senjatasenjata
yang dipinjamnya dari para peronda itu
ditinggalkannya didepan bilik ini" jawab pengawal itu.
Keterangan itu memang menarik perhatian. Ketika
mereka duduk kembali dan berbincang, maka hal itu
menjadi pokok pembicaraan para pengawal, para peronda
dan para bebahu kabuyutan itu.
"Memang aneh berkata seorang pengawal hampir tidak
masuk akal. Ketika kami tertidur oleh sirep yang sangat
tajam, maka kami telah mereka bangunkan. Mereka
berbisik di telinga kami, yang seolah-olah memberikan
kekuatan kepada_kami untuk mengatasi sirep itu. Ketika
kami berhasil sadar sepenuhnya akan keadaan kami, maka
orang-orang yang akan merampas benda-benda pusaka itu
mulai memecah pintu, sementara kedua orang anak muda
itu bersembunyi didalam bilik itu juga"
Yang mendengarkan ceritera pengawal itu menganggukangguk.
Kemudian pengawal itu meneruskan Tetapi ketika kami
terdesak dan tidak berpengharapan lagi. maka keduanyapun
telah keluar dari bilik itu dan melihatkan diri sehingga
akhirnya sebagaimana kalian lihai, kami dapat keluar
dengan selamat meskipun seorang kawan kami terluka.
Namun ternyata bahwa kami dapat mengalahkan lawanlawan
kami. Ada yang terpaksa terbunuh, luka-luka parah,
selainnya yang menyerah telah kami ikat tangan kakinya"
Orang yang akan diwisuda itu menjadi berdebar-debar.
Diluar sadarnya ia memandangi pintu bilik banjar yang
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipergunakan untuk menyimpan barang-barang berharga
itu. Hampir tidak masuk akal bahwa benda-benda itu dapat
diselamatkan. "Apakah aku boleh melihat benda-benda itu?" bertanya
calon buyut yang beberapa hari lagi akan di wisuda.
"Silahkan. Marilah, aku akan membuka peti itu" sahut
salah seorang dari para pengawal itu.
Orang yang akan menggantikan kedudukan ayahnya
itupun kemudian memasuki bilik penyimpanan itu. Ketika
peti kecil yang berada di peti yang besar itu dibuka satu
demi satu, maka orang itu melihat beberapa buah benda
berharga. Diantaranya sebuah topeng yang terbuat dari
emas, sebilah keris dalam wrangkanya yang terbuat dari
emas bertreteskan berlian, dan beberapa macam benda yang
lain. "Semuanya masih utuh" desis para pengawal.
Orang-orang yang berada di banjar itupun akhirnya
mengambil satu kesimpulan, bahwa benda-benda yang
sangat mahal harganya itu memang gawat ternyata pusakapusaka
itu telah menolong diri sendiri.
"Tentu diantara pusaka-pusaka itu ada yang benar-benar
memiliki tuah dan dapat menjadikan dirinya sebagaimana
kalian lihat sebagai dua orang anak muda" berkata calon
Buyut yang akan diwisuda itu.
Namun kesimpulan itu telah membuat orang-orang yang
berada didalam banjar itu menjadi semakin menghormati
benda-benda berharga yang disimpan didalam peti itu.
"Kami akan melaporkan kepada Akuwu apa yang telah
terjadi disini" berkata salah seorang pengawal "mungkin
Akuwu sudah tidak akan terkejut dan heran, karena Akuwu
tentu sudah mengetahuinya.
"Tetapi kita wajib melaporkannya" berkata pengawal itu.
Para pengawal itu sepakat, bahwa dua orang diantara
mereka dikeesokan harinya akan pergi menghadap Akuwu,
sementara seorang yang lain akan menunggui pusaka itu
bersama kawannya yang terluka dibantu oleh para peronda
yang terdiri dari anak-anak muda dari Kabuyutan itu
bersama orang yang akan diwisuda itu sendiri serta para
bebahu. Tetapi menjelang senja para pengawal harus sudah
kembali. Demikianlah, maka pada mulam yang tersisa itu tidak
seorangpun lagi yang dapat tidur barang sekejab. Mereka
masih tetap memperbincangkan kemungkinan yang aneh
yang terjadi pada benda-benda keramat itu, seolah olah
diantara benda-benda keramat itu ada yang. dapat
mewujudkan dirinya seagai dua orang anak muda.
Ketika fajar menyingsing dua diantara para pengawal
itupun telah siap meninggalkan banjar itu untuk menghadap
Akuwu. Diserahkannya tanggung jawab atas benda-benda
itu kepada seorang diantara. para pengawal itu dibantu oleh
orang yang akan diwisuda itu sendiri bersama para bebahu
dan anak-anak muda dari pedukuhan itu.
Sejenak kemudian maka kedua orang pengawal itupun
telah berpacu diatas punggung kuda mereka menuju ke kata
Pakuwon. Ketika mereka menghadap Akuwu dan menceriterakan
apa yang telah terjadi, maka tidak seperti yang mereka
sangka, maka Akuwu itupun ternyata terkejut bukan
buatan. Dengan wajah yang tegang ia berkata "Kalian
mungkin salah menilai benda-benda itu Benda benda itu
memang benda-benda upacara. Tetapi aku yang memiliki
dan menyimpannya sejak bertahun tahun belum pernah
menjumpai peristiwa seperti itu, atau mendengar atau
mengalaminya" "Ampun tuanku" berkata salah seorang pengawal itu
"hamba benar-benar mengalaminya Dalam keadaan yang
paling sulit, seolah-olah tidakl ada lagi harapan bagi hamba
berempat, bahwa hamba akan dapat keluar hidup-hidup
dari banjar itu, dan disaat hamba berempat menjadi, hampir
putus asa bahwa hamba tidak mampu mempertahankan
pusaka-pusaka keramat itu, maka kedua orang anak muda
itu telah turun ke arena"
"Mungkin mereka pengembara seperti yang mereka
katakan" berkata Akuwu.
"Kedatangan merekapun sangat ajaib menurut
pertimbangan nalar hamba" jawab pengawal yang lain.
Akuwu mengangguk-angguk. Ia sudah mendengar
semua ceritera tentang kedua orang anak muda itu dari
awal sampai mereka kembali masuk ke dalam peti-peti kecil
itu setelah mereka meninggalkan senjata yang mereka
pergunakan di depan pintu bilik penyimpanan pusaka itu.
"Baiklah" berkata akuwu itu "meskipun demikian aku
tidak segera dapat mempercayai. Tetapi akupun telah
bersukur bahwa kalian telah mendapatkan sebuah
pertolongan sehingga nyawa kalian telah diselamatkan, dan
pusaka-pusaka keramat itu tidak lenyap dibawa oleh
sekelompok perampok yang kuat, yang sekarang justru
sebagian tersisa telah menjadi tawanan"
"Tuanku" berkata pengawal itu "meskipun ternyata
pusaka-pusaka itu dapat menyelamatkan diri sendiri,
namun bagaimanapun juga hamba masih mengajukan
sebuah permohonan" "Apa?" bertanya Akuwu.
Karena masih ada beberapa hari lagi pusaka-pusaka
keramat itu berada di padukuhan yang kecil tetapi ternyata
mengundang bahaya itu. hamba mohon agar kawan hamba
dapat ditambah lagi"
Akuwu itu mengangguk-angguk. Ia sependapat dengan
permohonan pengawal itu. Apalagi ia kurang mempercayai
apa yang telah terjadi menurut ceritera pengawal itu seolaholah
dari dalam peti itu telah muncul dua orang anak muda
yang aneh itu. "Baiklah" jawab Akuwu "aku akan menyertakan empat
orang pengawal lagi bersamamu"
Demikianlah, maka ketika dua orang pengawal itu
kembali ke banjar, maka ia telah datang bersama empat
orang lainnya, sehingga jumlah para pengawal itu menjadi
delapan orang, sementara seorang diantara mereka terluka.
Namun luka itu telah dapat dijaga dan menjadi semakin
baik. Ketika para pengawal itu kembali di banjar, mereka telah
mendengar ceritera dari antara para peronda, bahwa malam
sebelumnya dua orang anak muda itu telah bermalam di
banjar itu pula. "Aku melihat sendiri" berkata peronda itu "meskipun
demikian cenderung untuk sependapat, bahwa kedua orang
anak muda itu memang ajaib "
Para pengawal dan peronda peronda yang lain
nampaknya masih tetap pada pendirian mereka.
Seandainya malam sebelumnya kedua orang anak muda itu
telah menampakkan dirinya, maka hal itupun sekedar untuk
memperkenalkan diri mereka kepada satu dua orang
peronda. Dalam pada itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukatpun telah berada di luar padukuhan itu meskipun
belum begitu jauh Mereka berdua menjadi ragu-ragu untuk
meneruskan perjalanan mereka. Jika kelompok penjahat itu
ternyata memiliki sejumlah orang lain yang lebih kuat, dan
mereka dengan terang-terangan menyerbu ke padukuhan itu
pada saat wisuda, apakah hal itu tidak akan sangat
berbahaya" berkata Mahisa Murti.
"Ya" jawab Mahisa Pukat "tetapi jika Akuwu hadir,
maka itu akan berarti bahwa jumlah pengawal di
padukuhan itu akan berlipat"
"Jika mereka datang sebelum Akuwu dengan pengawalpengawalnya
datang?" desis Mahisa. Murti.
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Memang
mungkin hal seperti itu terjadi. Bahkan mungkin malam
nanti dan esok pagi-pagi"
Mahisa Murti kemudian berkata "Kita tidak dapat
meninggalkan padukuhan itu. Meskipun kita tidak akan
menempatkan diri kita lagi untuk menghindarkan diri dari
keterlibatan yang semakin jauh"
"Aku sependapat" berkata Mahisa Pukat "malam nanti
kita akan mengawasi padukuhan itu lagi"
Namun dalam pada itu, ternyata berita mengenai dua
orang anak muda yang ajaib itu telah tersebar semakin luas.
Bukan saja orang-orang di padukuhan yang di hari
berikutnya akan mewisuda seorang Buyut baru
menggantikan ayahnya yang sudah meninggal, tetapi
padukuhan-padukuhan lainpun telah mendengarnya pula.
Ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berada di dalam
sebuah kedai kecil di sebuah padukahan yang berjarak tiga
bulak pendek dan pantang dari padukuhan yang hampir
saja mengalami bencana itu, maka mereka telah mendengar
dongeng tentang dua orang anak muda yang ajaib yang
merupakan perwujudan dan pusaku keramat yang
tersimpan di dalam banjar sebagai salah satu benda,
upacara dalam wisuda di hari berikutnya.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mendengarkan
pembicaraan itu dengan jantung yang berdebaran. Penjual
di kedai itu ternyata telah mempercayainya dengan sepenuh
hati. Demikian pula dua orang pembeli lainnya yang
kebetulan bersamaan waktunya dengan hadirnya Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Demikian kedua anak muda itu meninggalkan kedai itu,
maka merekapun tidak dapat menahan gejolak perasaan
mereka. Namun mereka berusaha untuk menahan ledakan
tertawa yang hampir tidak tertahankan.
"Pikiran gila" geram Mahisa Pukat sambil menahan
tertawanya. "Memang salah kita" berkata Mahisa Murti "kita pergi
dengan diam-diam dan meletakkan senjata itu di depan
pintu bilik penyimpanan. Menurut khayal mereka, seolaholah
kita telah kembali memasuki peti-peti itu dan
meninggalkan senjata yang kita pinjam itu"
"Apakah kita akan menjelaskan?" bertanya Mahisa
Pukat. "Kita akan menunggu perkembangan keadaan" jawab
Mahisa Murti. Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Sementara itu
merekapun berjalan menuju ke sebuah padang perdu yang
sepi. Sambil menunggu gelap merekapun berbaring di atas
rerumputan kering sambil membicarakan kabar yang
membuat keduanya geli. Sementara itu, di padukuhan yang akan melakukan
wisuda bagi calon buyut yang akan menggantikan ayahnya
itu sudah menjadi ramai. Namun bagaimanapun juga,
nampak bahwa padukuhan itu dibayangi oleh kegelisahan.
Orang-orang yang mempersiapkan upacara wisuda di
banjar, sementara yang lain mempersiapkan hidangan dan
upacara yang lain, masih tetap membicarakan niat jahat
terhadap orang untuk merampas pusaka yang keramat itu.
"Tetapi pusaka itu sendiri telah menyelamatkan dirinya"
berkata beberapa orang di antara mereka.
Tetapi karena itu, dalam kesibukan itu ihasih tetap
tercermin kegelisahan. Namun bagaimanapun juga mereka
harus membuat persiapan-persiapan. Di hari berikutnya,
menjelang malam, Akuwu akan datang untuk mewisuda
seorang Buyut baru dari padukuhan itu.
Kegelisahan itu telah memaksa orang-orang
sepadukuhan menjadi bersiaga. Setiap laki-laki telah
membawa senjata. Sementara anak-anak muda berjaga-jaga
di gardu-gardu. "Sebenarnya kita tidak perlu cemas" berkata seorang
anak muda. "Jika perampok-perampok itu datang dalam jumlah yang
jauh lebih besar?" sahut kawannya,
"Pusaka-pusaka itu benar-benar bertuah" jawab anak
muda yang pertama. "Jika perampok-perampok itu mempunyai penawarnya,
sehingga pusaka-pusaka itu tidak lagi dapat membuat
dirinya sebagaj dua orang anak muda?" sahut kawannya.
"Tetapi di sini sekarang sudah ada delapan orang
pengawal. Sementara kita sendiri dapat mengerahkan anakanak
muda yang jumlahnya tidak terhitung lagi. Bahkan
padukuhan-padukuhan tetangga sudah bersedia membantu
jika kita memberikan isyarat" berkata orang pertama.
"Ya. Kita akan dapat bertempur dalam jumlah yang
tidak terbatas. Tetapi apakah jumlah itu akan dapat
menjamin kemenangan mutlak" Seandainya kita dapat
mengusir para perampok itu, maka berapa puluh orang
diantara kita yang akan menjadi korban dari peristiwa itu"
sahut kawannya. Namun agaknya kawannya yang lain sependapat dengan
orang yang pertama. Katanya "Semua akibat yang paling
burukpun harus kita pertanggung-jawabkan. Kita tidak
dapat mengingkari lagi tanggung jawab itu"
Anak-anak muda itupun terdiam. Mereka memang tidak
akan dapat berbuat lain. Di hari berikutnya, menjelang
malam Akuwu akan datang. Tengah malam wisuda itu
akan berlangsung. Namun di padukuhan itu telah ada dela
pan orang pengawal yang akan melindungi pusaka keramat
yang akan menjadi bagian dari upacara itu. Sementara
kehadiran Akuwupun tentu akan membawa sejumlah
pengawal pilihan. Apalagi Akuwu sudah mengetahui,
bahwa ada pihak yang menginginkan merampas bendabenda
yang sangat berharga itu.
Demikianlah, malam itu seluruh padukuhan itu seolaholah
tidak tertidur barang sekejap. Setiap laki-laki ikut
berjaga-jaga di sekitar rumah masing-masing. Anak-anak
muda berada di gardu-gardu, sementara perempuanperempuan
sibuk menyiapkan hidangan dan kelengkapan
upacara di hari berikutnya, sementara yang lain
menyiapkan minuman dan makanan bagi para peronda
yang jumlahnya tidak terhitung di setiap gardu.
Malam itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat pun
mendekati padukuhan itu pula. Dari kejauhan merekapun
melihat obor di regol padukuhan dan di gardu-gardu.
Bahkan di setiap simpang tiga dan simpang ampat.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Meskipun jumlahnya tidak terhitung, tetapi jika sirep
yang tajam itu mencengkam mereka, maka merekapun
tentu akan tertidur nyenyak" berkala Mahisa Murti.
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Tetapi katanya
"Nampaknya tidak malam ini. Orang-orang yang akan
merampok benda-benda berharga itu tentu masih harus
menghitung-hitung lagi. Apalagi agaknya orang-orangnya
yang terbaik telah tertangkap dan terbunuh sehingga mereka
harus menilai lagi keadaan yang akan mereka hadapi.
Mahisa Murti mengangguh-angguk. Iapun sependapat
bahwa malam itu tidak akan terjadi sesuatu.
Meskipun demikian kedua orang anak muda itu tidak
meninggalkan tempatnya. Mereka masih tetap mengawasi
keadaan pedukuhan yang sedang sibuk mempersiapkan
upacara wisuda di hari berikutnya.
"Malam ini semua tenaga telah dikerahkan" berkata
Mahisa Murti "sehingga esok mereka semua akan
kelelahan. Jika menjelang pagi mereka lengah, adalah saat
sang paling baik bagi orang-orang yang berniat jahat datang
ke padukuhan ini. Apalagi dilambari dengan ilmu sirep"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Kau
benar. Tetapi mudah-mudahan hal itu_tidak terjadi"
Dengan sabar kedua anak muda itu menunggu. Namun
mereka sempat membagi waktu yang tesisa. Sebelum pagi,
maka Mahisa Pukat mendapat Kesempatan pertama. Baru
kemudian Mahisa Murti memanfaatkan waktu menjelang
fajar untuk tidur sambil bersandar sebatang pohon.
Dalam pada itu. ternyata bahwa orang-orang padukuhan
yang semalam suntuk berjaga-jaga itu sebagaimana
diperhitungkan oleh Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, telah
kehabisan tenaga. Agaknya hal itupun telah diperhitungkan
pula oleh sekelompok orang yang berniat merampas bendabenda
keramat itu. Seorang yang bertubuh tinggi, dengan perut yang besar
dan bermata setajam mata burung hantu mengamati
keadaan padukuhan itu dengan saksama.
"Orang-orang bodoh itu terperangkap oleh kesombongan
mereka sendiri" berkata orang berperut besar dan bertubuh
tinggi itu. Lima belas orang kita telah terbunuh dan tertangkap
berkata salah seorang pengikutnya.
"Agaknya ilmu sirep itu dapat diatasi oleh para
pengawal. Sementara menurut beberapa orang, pasukan itu
dapat menjelma menjadi dua orang anak muda yang telah
mengalasi kesulitan para pengawal itu" berkata orang
bertubuh tinggi dan berperut besar itu.
Para pengikutnya mengangguk-angguk. Merekapun
berpendapat bahwa kesulitan yang dialami oleh kawankawannya
yang jumlahnya cukup banyak itu hampir
melumpuhkan seluruh kekuatan gerombolan yang semula
cukup kuat dan ditakuti. "Setelah kehilangan lima belas orang, maka kekuatan
kita tinggal separonya" berkata orang bertubuh besar itu
"aku tidak yakin bahwa jika kita mengulangi usaha ini, kita
akan berhasil. Apalagi jumlah pengawal yang ditempatkan
di padukuhan ini sudah bertambah dengan ampat orang.
Sehingga mereka menjadi delapan orang"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Namun seorang
diantara mereka berkata "Tetapi apakah kesempatan
semacam ini dapat terulang"
Orang bertubuh tinggi berperut besar itu menganggukangguk.
Katanya "Aku sependapat, bahwa kesempatan
serupa ini akan sulit dicari. Tetapi bagaimana dengan orang
kami yang tersisa tidak lebih daru dua puluh orang. Justru
bukan orang-orang terbaik seperti yang sudah tertangkap
itu. Mungkin aku sendiri dapat berbuat cukup banyak.
Tetapi kalian harus mengakui, bahwa kawan-kawan kalian
yang terbaik sudah tidak ada diantara kita."
"Bagaimana jika kita berhubungan dengan seseorang"
berkata salah seorang pengikutnya
"Tidak ada gunanya" jawab orang bertubuh tinggi
dengan perut besar itu kita tentu akan berebut untuk
menguasai seluruh benda-benda keramat itu. Kita akan
hancur sendiri sementara kekuatan kita sudah larut"
"Jadi bagaimana menurut pertimbangan Ki Lurah"
bertanya seorang pengikutnya.
Orang yang disebut Ki Lurah itu terdiam. Ia lidak ingin
melepaskan benda-benda berharga itu, tetapi ia tidak cukup
kekuatan untuk merampasnya. Sementara mereka
meragukan, apakah ilmu sirep akan dapat dipergunakan"
"Kita dapat mencoba" tiba tiba saja seorang yang lain
berbicara "kita lontarkan ilmu sirap. Jika ilmu itu tidak
berarti bagi para pengawal, kita lidak akan berbuat apa-apa.
Tetapi jika pengawal itu tertidur karenanya, maka kita akan
mencuri benda-benda keramat itu"
Orang yang bertubuh tinggi berperut besar itupun
menjawab "Sebentar lagi matahari terbit. Apakah kita akan
dapat membawa peti itu meninggalkan padukuhan ini.
Seandainya kita berhasil mengetrapKan sirep, karena
Kebetulan orang-orang padukuhan ini memang-telah
kehabisan tenaga setelah semalam suntuk mereka berjagajaga,
sedangkan tanpa ilmu sireppun ada diantara mereka
yang sudah tidak dapat bertahan dan tertidur di gardugardu,
dan kita dapat mengambil peti-peti itu, bukankah
akan dapat memancing kecurigaan orang-orang yang akan
berpapasan dengan kita di sepanjang jalan?"
"Kita akan mengambil sebuah pedati. Mereka tidak akan
terbangun dengan segera. Pedati kita tentu sudah akan
meninggalkan padukuhan ini sampai ketempat yang jauh,
sehingga mereka tidak akan dapat melacak perjalanan kita"
berkata seorang pengikutnya.
"Bagaimana dengan para pengawal?" bertanya orang
bertubuh tinggi dan berperut besar?"
"Kita akan membinasakan mereka dalam tidur" jawab
pengikutnya. Orang yang bertubuh tinggi berperut besar yang ternyata
adalah pemimpin segerombolan perampok yang besar itu,
mengangguk-angguk. Katanya "Agaknya itu lebih baik.
Kita akan membunuh mereka agar mereka tidak akan dapat
mengganggu kita untuk seterusnya"
"Ya. Jika mereka masih kita biarkan hidup, dan jika
mereka terbangun terlalu cepat, maka mereka akan dapat
menyusul kita" "Tentu pedati itu tidak akan dapat berjalan terlalu cepat"
berkata seorang pengikutnya.
"Baiklah" berkata orang itu "meskipun seorang yang
mempunyai ilmu sirep sudah tidak ada lagi diantara kita,
maka kita masih mempunyai seorang yang lain. He, rambut
putih. Lakukanlah. Jangan mengecewakan. Aku yang
mempunyai pengetahuan serba sedikit, akan membantumu"
Demikianlah kedua orang itupun mulai bersamadi
ditempat persembunyian mereka, sementara orang-orang
yang lain mengawasi keadaan. Dalam ketegangan sekalikali
mereka menengadahkan wajah mereka. Sebentar lagi,
langit akan menjadi merah dan mataharipun akan segera
pecah di ujung Timur. Namun mereka masih mempunyai waktu. Sejenak
kemudian ilmu mereka telah menyelubungi seluruh
padukuhan. Dalam pada itu, orang-orang yang memang sudah
kelelahan dan mengantuk itupun dapat bertahan sama
sekali. Bahkan para pengawal yang ternyata juga berjaga
jaga semalam suntuk bersama para peronda dan mereka
yang mempersiapkan upacara bagi wisuda di hari
berikutnya menjelang tengah malam, tidak lagi dapat
bertahan. Pe rasaan kantuk mereka ditambah dengan
kekuatan sirep yang tajam itu telah membuat mereka benarbenar
kehilangan kesadaran. Bukan saja mereka menjadi
tertidur nyenyak, tetapi mereka seolah-olah telah menjadi
pingsan karenanya. Tetapi ternyata bahwa pengaruh sirep itu telah
menyentuh Mahisa Pukat. Ketika perasaan kantuk yang
sangat menerpa matanya, sementara ia sedang mendapat
giliran berjaga-jaga, karena Mahisa Murtilah yang sedang
beristirahat sambil bersandar sebatang pohon, maka iapun
mulai menjadi curiga. Segera iapun mengetrapkan ilmunya
untuk meningkatkan ketahanan tubuhnya bukan saja dari
serangan wadag. tetapi juga sentuhan ilmu yang tidak kasat
mata seperti ilmu sirep. Baru kemudian, iapun membangunkan Mahisa Murti.
Mula-mula ia menemui kesulitan, karena dalam tidurnya
Mahisa Murti telah dibebani ilmu sirep, sehingga
tidurnyapun menjadi semakin nyenyak. Namun akhirnya
Mahisa Pukalpun berhasil membangunkannya juga.
Sesaat Mahisa Murti memerlukan waktu untuk
meningkatkan daya tahannya. Baru kemudian ia bertanya
"Apa yang telah terjadi?"
"Aku belum tahu. Tetapi aku meraskana hadirnya ilmu
sirep itu" jawab Mahisa Pukat
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam katanya
"Apakah satu kelemahan yang tidak dapat dimanfaatkan.
Dua malam berturut-turut padukuhan ini mengalami
serangan dengan cara yang sama"
"Tetapi dalam keadaan yang berbeda" jawab Mahisa
Pukat. "Ya, Malam ini para pengawal dan para peronda
mengira bahwa serangan terjadi pada malam pertama itu
tidak akan terjadi lagi. Apalagi malam telah hampir sampai
keujungnya. Sebentar lagi matahari akan terbit" sahut
Mahisa Murti. "Justru disinilah letak kesalahan mereka" jawab Mahisa
Pukat "hal yang tidak terduga, kini benar-benar terjadi pada
saat orang-orang padukuhan itu menjadi letih.
"Sekali lagi kita harus bertindak" berkata Mahisa Murti.
Kedua orang anak muda itupun kemudian bersiap-siap.
Merekapun kemudian merayap dengan hati-hati, mendekati
banjar tempat penyimpanan pusaka. Namun merekapun
terkejut ketika dihalaman mereka terlihat beberapa orang
bersenjata telah siap untuk memasuki banjar.
"Bukan main" berkata Mahisa Pukat "apakah para
pengawal itu benar-benar telah tertidur lagi seperti malam
kemarin?" 'Merekapun tidak menduga, bahwa serangan yang
demikian akan terulang, justru menjelang pagi hari" sahut
Mahisa Murti. "Kita tidak mendapat kesempatan untuk membangunkan
mereka malam ini" berkata Mahisa Pukat.
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Agaknya para
penjahat itu telah berada disekeliling banjar. Bukan saja di
halaman depan. "Apakah yang akan kita lakukan" bertanya Mahisa
Murti kemudian. "Kita mendekat. Masih ada kesempatan meskipun
sebentar lagi hari akan menjadi terang desis Mahisa Pukat.
Memang tidak ada pilihan lain. Dengan sungguhsungguh
Mahisa Murti berkata "Mungkin kali ini kita akan
benar-benar bertempur. Kita tidak dapat sekedar bermainmain
seperti malam kemarin. Agaknya kita berdua harus
melawan sekian banyak orang tanpa bantuan orang lain"
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Katanya kita
memerlukan sentata lagi"
"Kita ambil senjata para peronda di gardu yang sudah
tertidur nyenyak itu" jawab Mahisa Murti.
Dalam pada itu, kedua orang itu masih mendengar orang
yang bertubuh tinggi dan berperut besar berteriak "Bunuh
semua pengawal" "Jangan ada yang tersisa, aku tidak yakin bahwa, pusaka
itu benar-benar dapai menjadi dua orang anak muda"
"Kita tidak mempunyai banyak waktu" berkata Mahisa
Pukat. Keduanya kemudian dengan sangat berhati-hati
meloncati dinding halaman dan merayap mendekati gardu.
Ternyata keremangan sisa malam masih sempat
menyelimuti mereka, sehingga orang-orang itu tidak
melihat saat kedua orang anak muda itu memungut senjata
dari gardu. Yang dapat mereka ambil dari gardu adalah dua batang
tombak pendek. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masingmasing
telah mengamati tombak pendek di tangan mereka.
Meskipun tombak itu bukan tombak yang sangat baik,
tetapi ternyata tombak-tombak itu akan dapat dipergunakan
untuk melawan senjata para perampok yang jumlah sekitar
dua puluh orang itu. Dengan cemas Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
kemudian melihat para perampok yang naik ke pendepa.
Mereka nampaknya sangat yakin, bahwa tidak seorangpun
yang dapat lolos dari ilmu sirep mereka.
Dalam pada itu, disana-sini para peronda dan orangorang
yang sibuk mempersiapkan upacara wisuda yang
akan diselenggarakan tengah malam berikutnya, tertidur
silang melintang. Beberapa tangkai janur masih berserakan di pendapa.
Sementara di dapur asappun masih mengepul. Tetapi
perempuan-perempuan yang masak, telah tertidur pula
dengan nyenyaknya. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk mencapai pintu butulan, karena
untuk menuju ketempat itu. ia harus melewati beberapa
orang pengikut orang bertubuh tinggi dan berperut besar itu.
Sehingga karena itu, maka iapun telah mengambil satu
sikap yang lain. Ketika sekali lagi orang bertubuh tinggi dengan perut
yang besar itu berteriak memerintahkan orang orangnya
segera masuk, maka tiba tiba saja Mahisa Murti telah
muncul dihalaman diikuti oleh Mahisa Pukat.
Yang terdengar kemudian adalah suara tertawa Mahisa
Murti diselingi oleh kata-katanya "Apa yang akan kalian
lakukan Ki Sanak?" Semua orang terkejut mendengar suara tertawa itu.
Dengan serta merta mereka berpaling dan memandang ke
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
halaman. Dengan jantung yang berdebar-debar mereka
melihat dalam keremangan sisa malam dua orang anak
muda yang berdiri tegak dengan tombak pendek di tangan.
"Siapa kau?" bertanya pemimpin perampok itu.
"Ki Sanak" berkata Mahisa Murti "beri kami jalan.
Kami akan kembali kedalam sarang kami"
"Siapa kau he?" desak seorang perampok yang menjadi
berdebar-debar. "Aku adalah Kiai Sodor. Aku akan kembali kedalam
selongsongku yang terletak di dalam peti" jawab Mahisa
Murti. "Aku Kiai Gampar" desis Mahisa Pukat "beri kami
jalan. Kecuali jika kalian bermaksud jahat. Kami berdua
mendapat tugas untuk mengamati jalannya upacara wisuda
dan ikut pula didalamnya. Itulah sebabnya kami berada
disini untuk mengawal saudara tua kami. Topeng Emas
berlian dan bergigi intan"
"Omong kosong" pemimpin perampok itu berteriak.
"Jangan ganggu kami. Jika saudara tua kami itu
terbangun dan keluar dari petinya, maka akan terjadi garagara.
Gunung akan meledak dan berguguran. Lautan dan
sungai-sungai akan meluap. Hujan prahara dan angin topan
akan menghancurkan bumi ini"
"Aku tidak peduli" teriak pemimpin perampok itu
"jangan sangka kami anak-anak kemarin sore yang percaya
kepada igauanmu itu. Lebih baik kalian tunduk dibawah
perintah kami, agar kalian berdua akan dapat kami
ampuni" Mahisa Pukatlah yang tertawa Sambil melangkah maju
ia berkata "Sudahlah. Jangan membual seperti itu. Beri
kami jalan, atau kami akan memusnakan kalian"
Pemimpin perampok itu menjadi semakin marah.
Dengan garang ia berkata "Baik. Aku akan membunuh
kalian berdua. Jika benar kalian adalah ujud dari pusakapusaka
yang kau sebut itu. maka kalian akan dapat
menyelematkan diri kalian"
"Baik" jawab Mahisa Pukat "jika itu yang kau kehendaki
maka kami akan menembus kemampuan kalian semua
sebelum kami akan memasuki selongsong kami masingmasing"
Pemimpin perampok itu menggeram. Sementara itu
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah bersiap-siap
menghadapi segala kemungkinan.
Sebenarnyalah, bagaimanapun juga, kedua anak muda
itu harus menilai lawannya dengan saksama. Jika malam
sebelumnya mereka bertempur bersama ampat orang
pengawal dan lawannyapun tidak sebanyak malam itu,
maka saat itu mereka berdua harus bertempur berdua saja.
Dalam pada itu, maka pemimpin perampok itupun
berkata kepada orang-orangnya "Selesaikan dua orang anak
gila ini. Baru kita menyelesaikan yang lain agar anak-anak
gila ini tidak mengganggu lagi"
Tetapi Mahisa Murti menyahut "Marilah, aku sudah
siap. Apakah kau kira bahwa ilmu kalian sudah terlalu
tinggi" Aku dapat menilik dari ilmu sirep kalian yang tidak
berarti apa-apa ini. Dengan demikian, maka tingkat
kemampuan kalianpun tidak akan jauh berbeda dengan
tingkat ilmu sirep kalian ini"
Tetapi pemimpin perampok itu tidak menjawab. Iapun
langsung mendekati Mahisa Murti, sementara para
pengikutnyapun telah memencar. Seorang anak muda yang
lain, yang telah mengambil jarak, telah dikepungnya pula.
Namun nampaknya Mahisa Pukat memang mempunyai
sikap yang agak berbeda dari Mahisa Murti. Demikian
lawan-lawannya mulai mengepungnya, maka iapun telah
menyerang mereka dengan langkah menghentak yang
mengejutkan. Hampir tidak dapat dilihat oleh lawannya,
karena mereka memang tidak akan menduga, bahwa
Mahisa Pukat akan berbuat demikian.
Namun dalam hentaknya yang mengejutkan itu, ujung
tombaknya telah tergores pada dada seorang lawan.
Demikian orang itu mengaduh, sambil meloncat surut,
maka putaran tombaknya telah menyambar kepala seorang
lawannya yang lain pada pangkalnya.
Sikap Mahisa Pukat benar-benar telah mengejutkan
lawan. Sehingga justru karena itu, maka merekapun segera
bergeser mundur. Tetapi Mahisa Pukat tidak memberi mereka kesempatan
untuk menilai keadaan sebaik-baiknya, karena Mahisa
Pukatpun telah memburu dengan serangan-serangannya
yang cepat pada satu sisi, sehingga dengan demikian, maka
ternyata bahwa Mahisa Pukat telah berhasil memecahkan
kepungannya. Bahkan sekali lagi, seorang lawannya telah
mengaduh karena ujung tombak anak muda itu telah
mematuk perutnya. Sementara itu, Mahisa Murtipun telah mulai bertempur
pula. Orang yang bertubuh tinggi dengan perut yang besar itu
berada di lingkaran pertempuran untuk melawannya.
Dengan sikap yang lebih tenang Mahisa Murti
menghadapi lawan lawannya. Ia tidak meloncat-loncat
mengejutkan. tetapi senjatanyalah yang berputar seperti
baling-baling melindungi dirinya dari serangan-serangan
senjata mereka yang mengepungnya.
Sebenarnyalah senjata Mahisa Murti tidak kalah
berbahaya dari senjata Mahisa Pukat. Dalam beberapa saat
beberapa orang yang mengepung Mahisa Murtipun mulai
menyadari, bahwa anak muda itu benar-benar anak muda
yang luar biasa. Untuk beberapa saat Mahisa Murti masih tetap bertahan.
Namun sejenak kemudian, maka tangan lawanlawannyapun
mulai merasa sakit. Benturan-benturan yang
terjadi telah membuat tangan orang-orang yang
mengepungnya menjadi pedih. Seorang yang lenggah,
ternyata telah terkejut karena senjatanya seolah-olah telah
di renggut oleh kekuatan yang tidak terlawan dan melejit ke
udara, jatuh beberapa langkah dari arena.
"Gila" geram orang itu. Namun ia masih mendapat
kesempatan untuk mengambilnya.
Tetapi demikian ia kembali memasuki arena, seorang
diantara kawannya telah terdorong surut Bukan saja
senjatanya yang terlepas dari tangannya, tetapi lambungnya
telah tergores ujung senjata anak muda yang berada di
dalam kepungan itu. Sebenarnyalah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak
lagi mendapat kesempatan untuk bermain-main, jika
mereka tidak ingin mendapat kesulitan. Karena itulah,
maka merekapun telah mengerahkan segenap kemampuan
mereka. Bahkan tenaga cadangan merekapun telah mulai
tersalur pada tangan-tangan mereka.
Itulah sebabnya, maka kekuatan merekapun seolah-olah
telah menjadi berlipat. Sentuhan senjata mereka, bagaikan
hantakkan kekuatan yang tidak terlawan.
Dengan kekuatan yang berlipat dan sikap yang garang
Mahisa Pukat benar-benar telah mampu mengacaukan
kepungan lawan-lawannya. Bahkan semakin lama ia
semakin mendapat banyak kesempatan untuk mengurai
perlawan orang-oroang yang berusaha mengepungnya lebih
rapat. Setiap kali Mahisa Murti berhasil lolos dari lingkaran
yang mengelilinginya, bahkan setiap kali dengan
meninggalkan segores luka pada tubuh seorang lawan.
Mahisa Murtipun semakin lama menjadi semakin cepat
bergerak. Tombaknya berputaran bagaikan perisai diseputar
tubuhnya. Namun tiba-tiba tombak itu mematuk dengan
cepatnya. Jika seorang diantara mereka yang mengepung
mengaduh dan terdorong sulut, maka tombak itu telah
berputar kembali di sekeliling tubuhnya.
Beberapa orang telah terluka di arena pertempuran.
Mahisa pukat ternyata memerlukan arena yang lebih luas.
Sementara Mahisa Marti bertempur ditempatnya
menghadapi orang-orang yang mengurungnya. Namun
meskipun Mahisa Murti tetap berada di dalam kepungan
namun lawan-lawannya tidak banyak dapat berbuat atas
anak muda itu. Dengan mengerahkan segenap ilmunya, maka Mahisa
Murtipun berhasil satu persatu mengurangi jumlah
lawahnya. Ketika tombaknya terayun mendatar, maka
seorang lawannya memekik kecil.
Dadanya terkoyak oleh ujung tombak itu. Bahkan ujung
tombak itu masih juga melemparkan senjata seorang
lawannya yang lain dan jatuh beberapa langkah dari
padanya. Dengan tergesa-gesa orang yang kehilangan senjata itu
berlari memungut senjatanya. Namun malang, bahwa ia
tidak memperhatikan kaki Mahisa Pukat. Dengan satu
loncatan kecil, orang yang sedang memungut senjatanya itu
telah terlempar jatuh. Justru pangkal tombak Mahisa Pukat
telah menghantam tengkuknya.
Meskipun pangkal tombaknya itu tidak melukainya,
tetapi benturan di tengkuknya telah membuatnya Sekaligus
pingsan. Demikianlah, dari waktu ke waktu, orang-orang yang
mengepung kedua anak muda itu menjadi semakin
berkurang. Sementara itu langit menjadi semakin terang.
Pagipun telah mulai cerah.
"Aku tidak ingin kemanungsan" teriak Mahisa Pukat
"aku harus segera kembali ke selongsongku sebelum
saudara tua yang garang itu marah. Jika ia terbangun dan
tampil di arena, maka bumi akan terguncang seluruhnya
dan gempapun akan menghancurkan dataran dan lereng
pegunungan sebelum gunung itu sendiri akan meledak"
Ancaman itu memang mengerikan. Orang orang yang
tinggal, ternyata tidak dapat mengabaikan ancaman Mahisa
Pukat itu. Bahkan dalam keadaan yang gawat, maka senjata
Mahisa Murti telah menyentuh tubuh orang yang menjadi
pemimpin gerombolan yang ingin merampas benda benda
berharga itu. "Kau adalah pusat dari bencana ini" berkata Mahisa
Murti "jika kau dapat aku lumpuhkan, maka semuanya
akan tunduk kepadaku"
"Gila" orang itu menggeram "kau akan mati"
"Kau tidak akan dapat membunuhku" berkata Mahisa
Murti "aku bukan wadag kasar seperti wadagmu"
Sebenarnyalah orang bertubuh tingggi dengan perut yang
besar itu tidak mampu berbuat banyak. Kawan-kawannya
menjadi semakin berkurang, sementara tubuhnya sendiri
telah terluka. "Lima orang pengikutnya telah tergolek di tanah. Tiga
diantaranya pingsan. Sementara yang dua keadaannya
sangat gawat. Meskipun demikian orang bertubuh tinggi dan dan
perutnya besar itu tidak mau segera melihat kenyataan.
Bahkan seperti orang gila iapun telah mengamuk sejadi
jadinya. Tetapi dengan demikian, ia telah kehilangan
pengamatan atas tata geraknya sendiri, sehingga seolah olah
ia tidak lagi bertempur atas satu pegangan ilmu yang paling
sederhana sekalipun. Namun dalam pada itu, sikap orang bertubuh tinggi dan
berperut besar itu sangat menjengkelkannya. Sehingga
karena itu, maka Mahisa Murtipun telah mengambil
keputusan untuk menghentikan sikap gila orang itu. Ketika
dengan ayunan senjata yang tidak mapan orang itu
menyerang Mahisa Murti, maka Mahisa Murti masih
sempat mengelak meskipun ia harus menangkis serangan
seorang lawannya yang lain.
Namun dalam pada itu. dengan sikapnya yang tidak
terkendali orang itu telah memburunya dan mengayunkan
senjatanya tanpa memperhitungkan akibatnya.
Mahisa Murti tidak lagi mengelak, tetapi ia sempat
mengungkit senjata lawannya dengan tungkai tombaknya,
sehingga senjata itu terjulur tanpa menyentuh sasaran. Pada
saat yang demikian, Mahisa Murti telah memukul
punggung orang itu dengan tangkai tombaknya pula.
Pukulan itu terlalu keras, sehingga orang bertubuh tinggi
itu menjadi tehuyung-huyung. Hampir saja ia jatuh
terjerembab. Namun untunglah bahwa ia masihi sempat
menguasai keseimbangannya.
Dengan berteriak nyaring itu telah melompat, memutar
tubuhnya Sambil mengumpat kasar itu mengangkat
senjatanya. Namun tepat pada saat yang sama, tombak Mahisa
Murti telah terjulur lurus ke arah lambungnya yang terbuka.
Orang itu tidak dapat berbuat apa-apa. Ujung tombak
Mahisa Murti telah mengoyak kulitnya meskipun tidak
terlalu dalam Tetapi terasa seolah-olah isi perutnya telah
tertumpah. Melihat orang itu terluka, pengikut-pengikutnya menjadi
semakin gelisah. Bahkan kemudian merekapun mulai
bergeser surut. Tetapi orang itu berteriak "Pengecut. Bunuh anak-anak
gila itu" "Omong kosong" geram orang itu.
Sebenarnyalah bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah mengerahkan segenap kemampuannya. Dengan
tenaga cadangan mereka telah mendorong kecepatan dan
kemampuan gerak mereka agar ujung senjata lawan benarbenar
tidak melukai kulitnya. Dengan kecepatan gerak
mereka berhasil menghindar dan menangkis setiap serangan
dari segala arah. Bahkan akhirnya, dengan kecepatan
puncaknya mereka berdua berhasil mematahkan
perlawanan orang-orang yang bermaksud buruk itu.
Ketika sekali lagi tombak Mahisa Murti mengenai dada
orang bertubuh tinggi itu, maka iapun telah mengakhiri
pertempuran. Orang bertubuh tinggi dengan yang besar itu,
akhirnya jatuh terkapar di tanah. Sekali-kali terdengar orang
itu mengerang menahan pedih. Tetapi Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat tidak terlalu banyak mempunyai waktu.
Keduanya telah mengikat orang-orang yang tersiksa dan
mengikat mereka pada batang-batang pohon yang terdapat
dihalaman banjar itu. Sementara yang terlalu dan pingsan
terpaksa mereka tinggalkan begitu saja.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jika para pengawal terbangun, maka mereka akan
segera merawat mereka" berkata Mahisa Murti. Lalu
sebentar lagi mereka akan terbangun. Sumber kekuatan
sirep itu telah dilumpuhkan, sehingga kekuatan sirep itu
sudah tidak berpengaruh lagi"
"Lalu. bagaimana dengan kita?" bertanya Mahisa Pukat.
"Kita akan meletakkan senjata-senjata ini seperti malam
kemarin" jawab Mahisa Murti.
"Dimuka bilik itu?" bertanya Mahisa Pukat.
"Ya" jawab Mahisa Murti singkat.
Dengan tergesa-gesa keduanya Kemudian memasuk
ruang dalam banjar itu. Ternyata pintu banjar itu juga tidak
diselarak seperti malam sebelumnya. Agaknya para peronda
dan para pengawal memang tidak menduga sama sekali
bahwa perampok-perampok itu akan kembali. Menurut
perhitungan mereka, kemungkinan yang demikian itu
hampir tidak akan terjadi.
Tetapi ternyata yang mereka anggap tidak mungkin
terjadi itu telah terjadi. Sekali lagi para pengawal
dihadapkan pada satu kenyataan bahwa mereka tidak
berdaya menghadapi keadaan yang gawat dibawah ilmu
sirep yang sangat tajam. Setelah meletakkan senjata masing-masing, maka
Mahisa Pukat dan Mahisa Murtipun meninggalkan banjar
itu setelah keduanya menggeser tutup peti yang besar untuk
memberikan kesan bahwa tutup itu telah bergerak.
Hampir saja keduanya terlambat meninggalkan banjar
itu, ketika seorang pengawai tiba-tiba menggeliat. Namun
sebelum orang itu membuka matanya, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah berjingkat keluar dari ruang dalam dan
dengan tergesa-gesa meninggalkan banjar itu.
Mereka masih melibat beberapa orang tertidur di gardugardu
meskipun matahari telah mulai nampak di ujung
timur. Tanpa menghiraukan mereka, Keduanya berusaha
untuk segera menjauhi banjar dan keluar dari padukuhan
yang masih terasa sangat sepi.
Namun kesibukan ayam di kandang, telah
membangunkan beberapa orang disekitar banjar. Pengawal
yang tertidur itu seorang demi seorang telah terbangun pula.
Ketika seorang peronda dihalaman terbangun pula,
alangkah terkejutnya ketika ia melihat apa yang telah tejadi.
Peronda itu mengusap matanya yang masih kabur.
Seolah-olah ia tidak percaya bahwa ia benar-benar melihat
satu kenyataan. Bukan sekedar mimpi.
Dengan jantung yang berbedar-berdebar ia
membangunkan kawan-kawannya. Seorang demi seorang.
"Siapa mereka?" bertanya salah seorang dari para
peronda itu. "Kita bertanya kepada para pengawal" desis salah
seorang diantara para peronda di halaman.
Beberapa orangpun kemudian berlari-lari ke ruang
dalam. Mereka melihat para pengawal baru saja terbangun
pula. Bahkan diantara mereka masih ada yang terbaring.
Sambil menggeliat dengan malasnya ia berdesis "Alangkah
neyenyaknya tidurku malam ini"
"He, jadi kalian tertidur pula?" bertanya seorang
peronda. Pertanyaan itu telah mendebarkan jantung para
pengawal. Bahkan salah seorang diantara para pengawal itu
berkata "He, apakah kita tertidur"
Pengawal yang pernah mengalami sirep sebelumnya
menjadi pucat. Dengan nada gemetar ia berkata "Sirep itu
telah terulang" Dengan tidak menunggu tanggapan, iapun segera
meloncat berdiri dan berlari ke bilik penyimpanan. Sekali
lagi la terkejut, la melihat dua batang tombak pendek
bersilang dilantai didepan pintu.
"Senjata siapa?"ia bertanya kepada diri sendiri.
Pengawal itu terkejut ketika ia melihat tutup peti itu
bergeser. Hampir berteriak ia berkata "Peti itu terbuka"
Para pengawalpun telah berlari-lari ke bilik itu. Bahkan
pengawal yang terlukapun telah mendekat pula.
"Pintu ini bergeser" desis pengawal yang pertama
melihat peti itu. "Lihat isinya" sahut yang lain.
Dengan dada yang berdebar-debar mereka membuka
tutup peti itu. Namun ternyata peti-peti kecil didalam peti
yang besar itu masih tetap berada ditempatnya. Ketika satu
demi satu peti itu dilihat, maka isinya masih seperti semula.
Demikian pula peti-peti kecil pada peti yang sebuah lagi.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" bertanya pengawal itu
tanpa sasaran. Namun seorang peronda telah menjawab Telah terjadi
pertempuran di halaman. Beberapa orang terluka, bahkan
ada yang mungkin telah terbunuh. Sementara beberapa
orang yang lain terikat di pepohonan "
"Apakah kau mengigau?" geram seorang pengawal
"Lihat sendiri" jawab peronda itu.
"Kalian yang melakukannya?" bertanya pengawal itu pula.
"Aku kira kalianlah yang melakukannya" jawab peronda
itu dengan heran. Sejenak mereka saling berpandangan. Namun
merekapun kemudian telah menghambur berlari ke
halaman. Sebenarnyalah mereka melihat beberapa orang terbaring
ditanah. Darah memerah ditubuh mereka. Sementara
beberapa orang yang lain telah terikat di batang pepohonan.
Dengan serta merta seorang pengawal berlari kearah
seorang diantara mereka yang terikat. Dengan garang
sambil mengacukan pedang ke dada orang yang terikat itu
ia bertanya "Siapa kau, he" Apa maksudmu dan apa yang
telah terjadi. Katakan yang sebenarnya. Jika kau
berbohong, maka aku akan memenggal kepalamu tanpa
melepaskan ikatanmu lebih dahulu"
Hentakkan itu telah menggetarkan nalar orang yang
terikat itu, sehingga hampir diluar kehendaknya, orang
itupun telah mengatakan apa yang terjadi atas dirinya.
Sejak mereka memasuki padukuhan itu, melepaskan
sirep dan semuanya yang mereka dengar dan saksikan pada
kedua anak muda yang meyebut diri mereka berasal dari
benda-benda keramat itu, bagaimana kedua orang anak
muda itu mengeluh ketika langit menjadi terang, namun
dengan demikian sikap mereka menjadi semakin garang.
"Mereka tidak mau kamanungsan" bertanya orang yang
terikat itu. "Keduanya bersenjata tombak pendek?" bertanya
pengawal itu. "Ya" jawab orang yang terikat.
Pengawal itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan kerut
dikeningnya ia berkata "Sebenarnyalah apa yang dikatakan
oleh orang itu telah terjadi. Kedua anak muda itu telah
muncul kembali pada saat-saat yang paling gawat. Mereka
tidak sempat membangunkan kita, tetapi mereka telah
menyelesaikan tugas itu dengan tuntas. Kedua senjata itu
terletak di muka bilik penyimpanan, sedangkan tutup peti
itu telah bergeser sedikit Para pengawal yang lainpun
mengangguk angguk. Seorang pengawal yang baru datang
kemudian berkala Semula aku mengira bahwa semuanya itu
hanyalah dongeng ngayawara. Tetapi agaknya apa yang
aku anggap dongeng itu telah benar-benar terjadi"
"Ya. Dua orang anak muda" desis yang lain "tetapi kami
tidak tahu. Pusaka yang manakah yang telah menjelma
menjadi kedua orang anak muda itu?"
"Topeng emas?" desis yang lain.
"Topeng itu hanya satu. Tentu bukan topeng itu" jawab
kawannya. Tetapi mereka tidak sempat berbantah. Merekapun
kemudian menjadi sibuk mengurusi orang-orang yang
terluka dan mengalami keadaan yang gawat. Bahkan orang
bertubuh tinggi dengan perut yang besar itu ternyata tidak
dapat tertolong lagi jiwanya.
Darahnya terlalu banyak mengalir dari tubuhnya,
sementara seorang pengikutnya telah terbunuh pula.
Sementara yang lain masih mempunyai kemungkinan
untuk hidup meskipun terluka parah.
Dalam pada itu, kegemparan telah terjadi di padukuhan
itu. Orang-orang yang mulai terbangun setelah dicengkam
oleh sirep itupun telah turun ke jalan-jalan. Mereka mulai
membicarakan apa yang telah terjadi. Dan ceritera yang
mereka dengar tentang peristiwa di banjar itupun mulai
merambat dari mulut kemulut.
"Luar biasa" berkata seseorang "pusaka-pusaka itu
benar-benar benda-benda keramat"
"Sungguh diluar akal bahwa benda-benda didalam peti
itu dapat menjelma menjadi dua orang anak muda" sahut
yang lain. Beberapa orang bahkan telah pergi ke banjar untuk
memastikan ceritera yang mereka dengar. Sementara itu,
orang yang akan di wisuda menjadi Buyut itupun telah
berlari-lari kecil menuju ke banjar bersama beberapa orang
kawan-kawannya. Di banjar ia telah menemui sesuatu yang memang sangat
mengejutkan. Namun ternyata bahwa barang-barang yang
ada didalam peti itu masih utuh.
"Dua malam berturut-turut kita mendapat cobaan"
berkata calon buyut di padukuhan itu.
"Ya. Dua malam berturut-turut. Memang tidak masuk,
akal. Terlebih lebih tentang dua orang anak muda itu jawab
seorang pengawal. Kesibukan di banjar itu menjadi semakin bertambahtambah.
Namun mereka tidak akan mengurungkan rencana
untuk melakukan wisuda. Akuwu tentu akan sangat marah,
jika persiapan di banjar itu tidak dilakukan sebagaimana
seharusnya. "Lupakan apa yang telah terjadi berkata pemimpin
pengawal yang berada di banjar itu "kita lanjutkan segala
persiapan yang harus dilakukan menjelang tengah malam
nanti. Akuwu tidak pernah terlambat melaksanakan
rencana yang sudah disusun. Apalagi dalam wisuda itu
diperlukan kesungguhan dan upacara sebagaimana
seharusnya dilakukan"
Demikianlah, maka orang orang padukuhan itupun telah
kembali kedalam kesibukan mereka, meskipun mereka
masih saja berbincang tentang peristiwa yang terjadi
semalam. "Kita tidak perlu melaporkannya" berkata seorang
pengawal "malam nanti Akuwu berada disini. Biarlah
malam nanti saja kita melaporkan sekaligus"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Namun salah
seorang dari mereka berkata malam nanti kita harus benarbenar
bersiap menghadapi segala kemungkinan. Kita tidak
boleh lengah. Seolah-olah yang baru saja terjadi semalam,
tidak akan terulang kembali di malam berikutnya. Kitapun
harus siap menghadapi sirep Apalagi saat Akuwu berada di
padukuhan ini" "Ya. Kita tidak boleh kehilangan kesadaran sebagaimana
terjadi dua malam berturut turut, jika malam nanti kita di
gilas lagi oleh sirep itu. maka agaknya tidak akan ada
ampun lagi. Baik dari orang-orang yang ingin memiliki benda benda
berharga itu, maupun oleh benda-benda itu sendiri,
sehingga dua orang anak muda itu tidak akan bersedia
muncul kembali" berkata yang lain.
Dengan demikian, maka para pengawal itupun telah
bertekad untuk berbuat apa saja bagi tugas mereka. Mereka
akan beranggung jawab langsung kepada Akuwu.
Seandainya benda-bendas keramat itu benar-benar telah
hilang, maka mereka akan digantung karena kelengahan
mereka. Pada hari itu, seisi padukuhan itupun kembali di telan
oleh kesibukan di banjar. Mereka melakukan persiapanpersiapan
menjelang wisuda. Sementara perempuan-pun
sibuk di dapur. Namun selain di banjar, anak-anak muda di padukuhan
itu telah bersiap-siap digardu-gardu meskipun disiang hari
Tidak mustahil akan terjadi sesuatu diluar dugaan dan
bahkan yang tidak pernah mereka anggap dapat terjadi.
Di regol masuk padukuhan itu. beberapa anak muda
berjaga-jaga dengan senjata. Mungkin mereka akan
menghadapi peristiwa yang sangat tiba-tiba dan tidak
masuk akal. Sementara di simpang-simpang tiga dan
tikungan, anak-anak muda duduk-duduk di pinggir jalan.
Hampir semuanya membawa berbagai jenis senjata yang
mereka punyai. Dari tombak panjang, tombak pendek,
pedang sampai ke parang pembelah kayu. Namun
sebenarnyalah mereka masih harus bertanya kepada diri
sendiri, seandainya benar-benar terjadi sesuatu, apakah
mereka akan dapat mempergunakan senjata mereka itu.
Tetapi bahwa mereka bersiaga adalah karena merekapun
merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan bendabenda
berharga yang berada di padukuhan mereka, yang
berarti merekapun ikut bertanggung jawab atas
terselenggaranya wisuda yang telah direncanakan. Bahkan
seandainya benda-benda keramat itu hilang, tentu beberapa
orang terpenting dari padukuhan itu akan mengalami
kesulitan dan harus mempertanggung-jawabkannya kepada
Akuwu bersama-sama dengan para pengawalnya yang
bertugas. Namun sehari itu. tidak terjadi sesuatu yang berarti.
Kesibukan di padukuhan itupun menjadi semakin
meningkat menjelang sore hari. Seperti yang direncanakan,
Akuwu akan datang ke padukuhan itu menjelang senja. Ia
akan berada di padukuhan itu semalam suntuk. Tengah
malam wisuda akan berlangsung. Setelah upacara selesai,
akan diselenggarakan bujana bersama di pendapa banjar
sampai semalam suntuk. Karena itu, maka sebuah rumah yang paling baik
disekitar banjar itu sudah disiapkan. Akuwu setelah
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diterima oleh para bebahu banjar itu, akan beristirahat
barang sejenak di tempat yang sudah disiapkan. Baru
menjelang tengah malam Akuwu akan hadir di banjar.
Sebenarnyalah bahwa tidak ada rumah yang memadai
yang dapat dipergunakan bagi Akuwu. Tetapi merekapun
mengerti, bahwa Akuwu bukanlah seorang yang tidak dapat
menyesuaikan diri. Akuwu adalah juga seorang Senopati.
Karena itu, iapun memiliki sifat seorang prajurit yang dapat
berada di segala macam medan. Bahkan medan yang paling
sulit sekalipun. Demikianlah, menjelang saat-saat kehadiran Akuwu di
padukuhan itu, suasananya menjadi semakin tenang. Anakanak
muda menjadi semakin bersiaga. Sementara para
bebahu sudah berkumpul di pendapa banjar untuk
menerima Akuwu yang akan segera hadir.
Sementara itu, di sepanjang jalan raya yang menjulur ke
padukuhan iti, sebuah iring-iringan orang berkuda sedang
melaju. Diantara mereka terdapat Akuwu yang diiringi oleh
para pengawalnya Justru laporan tentang peristiwa yang
gawat itu, telah mendorong Akuwu untuk berhati-hati. Ia
tidak hanya diiringi oleh seorang Senopati dan delapan
orang pengawal sebagaimana kebiasaannya menempuh
perjalanan didaerahnya sendiri atau pada saat-saat ia
berburu. Tetapi perjalanannya itu merupakan iring-iringan
yang agak lebih besar. Akuwu telah membawa dua orang
Senopati dan lima belas orang pengawal pilihan.
Sebagaimana direncanakan, menjelang senja Akuwu
telah mendekati regol padukuhan yang sedang
mempersiapkan wisuda bagi calon buyut yang akan
menggantikan buyut yang terdahulu.
Ketika anak-anak muda yang berjaga-jaga melihat
kehadiran sebuah iring-iringan dengan pertanda sebuah
tunggul dengan sehelai kelebet kecil, maka merekapun
segera mengetahui bahwa yang hadir adalah Akuwu.
Karena itu, merekapun segera bersiap-siap. Diantara
mereka telah dengan tergesa-gesa pergi ke banjar untuk
memberitahukan kehadiran Akuwu itu.
Sementara Akuwu mendekati regol padukuhan. maka di
sebuah gubug kecil ditengah sawah, dua orang anak muda
memandangi iring-iringan itu sambil tersenyum
"Akuwu akan mendengar dongeng yang aneh itu"
berkata Mahisa Murti. Mahisa Pukat justru tertawa. Katanya Sebenarnya aku
ingin melihat, bagaimana tanggapan Akuwu tentang
dongeng itu. Bahkan dari dalam peti itu telah muncul dua
orang anak muda yang telah membantu para pengawal
menghadapi sekelompok penjahat.
Bahkan di malam berikutnya, mereka hanya tinggal
menemukan bekas-bekas pertempuran saja"
"Malam nanti kita memasuki lagi padukuhabn itu
berkata Mahisa Murti. "Tetapi tentu tidak akan ada peristiwa apapun lagi"
"Mungkin kekuatan kelompok penjahat itu benar-benar
telah lumpuh. Tetapi juga karena kehadiran Akuwu yang
membawa cukup banyak pengawal disamping para
pengawal yang memang sudah berada di padukuhan itu"
jawab Mahisa Pukat "Kita akan menonton wisuda. Tentu banyak orang yang
menonton didalam gelapnya malam, atau dibawah obor
yang remang-remang sehingga kita tidak akan dengan
mudah dikenali orang" berkata Mahisa Murti kemudian.
Mahisa Pukatpun setuju. Mereka akan memasuki
padukuhan itu setelah malam hari.
Sementara itu, di banjarpun telah terjadi kesibukan yang
luar biasa. Akuwu yang sudah memasuki padukuhan itupun
segera diikuti oleh orang-orang padukuhan itu, sehingga
terjadi sebuah iring-iringan yang panjang menuju ke banjar.
Namun dalam pada itu, akan-anak mudapun tidak
menjadi lengah. Diantara mereka tetap berada di regol
untuk menjaga segala kemungkinan yang mungkin timbul.
Akuwu kemudian telah diterima di banjar oleh para
bebahu. Dengan disaksikan oleh para penghuni padukuhan
itu, Akuwupun kemudian naik ke pendapa banjar dan
duduk diatas sebuah alas tikar pandan rangkap yang putih.
Ternyata Akuwu benar-benar seorang prajurit Sama
sekali tidak nampak kecanggungan sama sekali ketika ia
duduk diatas tikar. Sementara itu, para bebahu telah
menghadapnya dengan wajah-wajah tunduk
Sejenak kemudian, maka Akuwupun berkenan
mendengarkan laporan segala macam persiapan bagi
kelengkapan wisuda yang akan dilakukan menjelang tengah
malam nanti. Orang yang akan mendapat wisuda itupun telah
memberikan laporan sesuai dengan yang sebenarnya terjadi.
Ia bukan saja melaporkan bahwa persiapan seluruhnya lelah
siap. Tetapi dengan jujur sesuai dengan pengertiannya, ia
melaporkan bahwa sekelompok penjahat telah berniat
untuk merampas barang barang keramat yang ada di banjar
itu. "Ternyata kami dan para pengawal tidak dapat berbuat
banyak menghadapi para penjahat itu. lterkata calon buyut
itu" lalu "tetapi tuanku mungkin lelah mendengar, bahwa
benda-beda berharga itu telah menyelamatkan dirinya
sendiri. Dua orang anak muda telah muncul dari dalam peti
dan bertempur bersama dengan para pengawal. Sementara
pada malam kedua, justru dua orang anak muda itulah yang
benar-benar telah menyelamatkan bukan saja benda-benda
berharga itu, tetapi juga para pengawal yang tidak dapat
melawan kekuatan sirep yang sangat tajam. Karena
menurut keterangan mereka yang tertangkap hidup-hidup
dan telah diikat oleh kedua orang anak muda itu di
pepohonan, para penjahat itu berniat membunuh semua
pengawal yang ada di banjar.
Akuwu mengangguk-angguk. Namun katanya "Aku
yang memiliki benda-benda itu, belum mengetahui bahwa
benda-benda itu dapat menjelma menjadi ujud sebagaimana
ujud kita" "Tetapi menurut penilikan hamba, demikianlah yang
terjadi Akuwu" sahut calon buyut itu.
"Baiklah" berkata Akuwu "aku tidak akan
mempersoalkan itu. Tetapi kenyataan yang terjadi, bendabenda
berharga itu lelah diselamatkan Bukankah begitu?"
"Hamba tuanku. Benda-benda itu masih tetap berada
ditempatnya. Semuanya masih utuh dan akan dapat
dipergunakan sebagai kelengkapan upacara tengah malam
nanti" jawab calon buyut itu.
Akuwu mengangguk-angguk. Meskipun demikian
ceritera tentang benda-benda keramat itu memang menarik
perhatiannya. Tetapi ceritera tentang anak-anak muda itu
justru baru didengarnya saat itu. Meskipun demikian
Akuwu tidak bertanya lebjh lanjut. Setelah ia mendapat
kepastian bahwa benda-benda keramat itu masih tetap utuh
dan siap dipergunakan, maka Akuwu itupun berkata "Aku
akan beristirahat. Nanti menjelang tengah malam upacara
akan dimulai. Kedua orang Senopatiku akan mengatur
segala sesuatu. Dimana benda-benda itu diletakkan, dan di
mana orang yang akan menerima wisuda itu harus berada"
Dengan demikian maka Akuwu itupun meninggalkan
banjar. Sebagaimana telah dipersiapkan, maka Akuwu
itupun kemudian telah dipersilahkan singgah dirumah yang
dianggap paling baik disebelah banjar itu.
Ternyata Akuwupun tidak kecewa. Akuwu masuk kentang
dalam sebagaimana ia memasuki rumahnya sendiri.
Kemudian kepada seorang pengawalnya ia berkata "Aku
akan beristirahat di amben ini"
Pengawalnya yang sudah terbiasa melayani Akuwu
itupun tidak ragu-ragu pula. Iapun menerima kelengkapan
pakaian Akuwu. Sebilah keris dan ikat kepalanya.
Sebagaimana orang kebanyakan, Akuwupun kemudian
berbaring diatas amben bambu yang dibentangi tikar
pandan yang putih bergaris biru. Nampaknya memang
nyaman sekali. Sementara dua orang pengawal duduk
disebelah. Seorang diantaranya mengamati keris pusaka
Akuwu yang dilepas karena Akuwu hendak berbaring.
Sementara itu. di banjarpun segala persiapan telah
diselenggarakan. Pusaka-pusaka yang berada didalam peti
telah dikeluarkan dari peti yang besar. Pusaka-pusaka itu
diletakkan pada sebuah babut yang berwarna merah yang
juga dibawa dari istana Akuwu. Sebuah mangkuk berisi air
diletakkan di pinggir babut itu ditaburi dengan kembang
setaman. Kedua orang Senopati kepercayaan Akuwu itulah yang
mengatur segalanya. Mereka sudah terbiasa melakukan hal
yahng serupa dalam wisuda buyut dipadukuhan-padukuhan
lain. Di paling dekat dengan mangkuk air itu adalah sebilah
keris yang besar, luk tiga belas dan disebelahnya adalah
topeng yang berwarna kuning mengkilap. Topeng wajah
seorang laki-laki yang garang tetapi berwatak kesatria.
Dalam pada itu, kedua Senopati yang juga mendengar
ceritera tentang kedua orang anak muda itu dengan raguragu
memperhatikan topeng dan keris itu. Bahkan salah
seorang diantara mereka berkata "Apakah kedua pusaka itu
yang telah menjelma menjadi kedua orang anak muda itu?"
"Nampaknya bukan" jawab yang lain "bukankah
menurut beberapa orang yang melengkapi ceritera itu
mengatakan, bahwa kedua orang anak muda itu telah
menyebut kakang atau saudara tua?"
Senopati yang lain mengangguk-angguk. Katanya
"Tawanan itu memang mendengar anak-anak muda itu
mengatakan tentang saudara tua. Bahkan dikatakan bahwa
jika saudara tua itu marah, maka seolah-olah bumi ini mau
kiamat" "Mungkin topeng itulah yang dimaksud dengan saudara
tua" desis Senopati yang pertama.
Yang lain tidak menjawab. Hal itu akan tetap menjadi
teka-teki, karena sudah barang tentu, anak-anak muda yang
sebenarnya adalah pusaka-pusaka itu tidak akan
menampakkan diri pada setiap saat.
Dalam pada itu, saat-saat wisudapun menjadi semakin
dekat. Orang-orang sudah berkerumun disekeliling
pendapa. Mereka akan menyaksikan Sang Akuwu
mewisuda anak KI Buyut yang sudah meninggal itu
menjadi seorang Buyut yang baru.
Seperti biasa, maka dalam wisuda itu Akuwu akan
menyentuh air didalam mangkuk itu dengan topeng mas
yang keramat. Kemudian Akuwu akan menarik keris besar
luk tiga belas itu dan mencelup ujungnya kedalam air dimangkuk
itu pula. Baru kemudian, Akuwu.akan
memercikkan air itu kepada pusaka-pusaka lain dalam
upacara itu dan sekaligus kepada orang yang sedang
menerima wisuda itu, mengesahkan kedudukan orang itu
menjadi Buyut. Dalam pada itu, Ki Buyut yang baru itu harus
mengenakan topeng itu meskipun hanya sekejap sambil
menunduhkan kepalanya, sementara Sang Akuwu akan
meletakkan ujung keris yang besar itu dikepalanya.
Baru setelah upacara itu selesai, orang yang menerima
wisuda itu sah menjadi seorang Buyut dan bertindak
sebagaimana seorang pemimpin dari Kabuyutannya.
Dalam pada itu, diantara orang-orang yang berkerumun
itu terdapat dua orang anak muda yang memasuki
padukuhan itu tidak melalui regol yang masih dijaga.
Diantara orang yang banyak itu, mereka dapat
menyaksikan apa yang akan dilakukan di pendapa.
Apalagi ketika saatnya teiah tiba. Menjelang tengah
malam, maka halaman banjar itu telah menjadi penuh
sesak. Alangkah sulitnya menyibakkan sekian banyak orang
di halaman untuk lewat Sang Akuwu yang akan melakukan
wisuda. Para pengawal berialan disebelah menyebelah
dengan senjata terhunus. Sementara dua orang Senopatinya
berjalan selangkah dihadapan Akuwu.
Ketika Akuwu naik tangga pendapa, maka terdengar ak
bagaikan membelah langit. Semua orang yang ada di
halaman itu mengangkat tangan sambil berteriak-teriak
sekerasnya. Baru ketika Akuwu duduk diatas tikar, maka
suasana menjadi tenang. Tetapi sejenak kemudian mereka
mulai berdesakan lagi, karena mereka ingin melihat apa
yang sednag dilakukan oleh Akuwu yang sedang duduk itu.
Sejenak kemudian terdengar sesorah dari babahu tertua
di padukuhan itu Kemudian Senapati kepercayaan Akuwu
itupun bergeser mendekati benda benda keramat yang ada
diatas babut berwarna merah itu.
Seorang diantara kedua Senapati itupun kemudian
memberikan beberapa keterangan dan penjelasan.
Sejenak kemudian maka upacara itupun telah dimulai.
Kedua Senapati itu telah membantu Akuwu yang mewisuda
calon Buyut uang menggantikan ayahnya yang telah
meninggal. Dengan singkat Akuwu memberikan sesurah dan
kemudian, petuah-petuah. Kewajiban dan hak seorang
Buyut. Dan kesanggaupan calon Buyut itu untuk
menyanggupinya. Baru kemudian Akuwu mulai dengan upacara yang
sesungguhnya dari wisuda itu sebagaimana yang selalu
dilakukan oleh Akuwu. Pada saat terakhir, maka orang yang menerima wisuda
itupun mengenakan topeng yang berwarna kuning
cemerlang itu. Sambil menundukkan kepalanya dan
mengenakan topeng itu. orang yang diwisuda itupun
mendapat beberapa percikan air kembang selapanan.
Kemudian Akuwu telah meletakkan keris luk tiga belas
diatas kepalanya sambil mengucapkan beberapa kalimat
pendek yang pada dasarnya Akuwu telah mengesahkan
kedudukan orang itu menjadi seorang Buyut.
Pada saat yang demikian, maka orang-orang yang berada
di sekitar pendapa itupun lelah bersorak. Mereka
bergembira karena seiak saat itu mereka telah mempunyai
seorang Buyut yang sah. Demikianlah maka wisuda itupun selesai, yang akan
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlangsung kemudian tinggalah bujana yang akan
diselenggarakan pendapa itu juga sambil berjaga jaga
semalam suntuk, termasuk Akuwu sendiri.
Karena itulah maka perhatian orang kepada mereka yang
berada di pendapa itupun mulai berkurang. Meskipun
orang-orang yang berada di halaman itu tidak segera
beranjak pergi, tetapi mereka tidak lagi dicengkam oleh
ketegangan upacara wisuda itu.
Karena itulah, maka orang-orang dihalaman itupun
mulai saling berbicara diantara mereka. Orang-orang itu
mulai memperhatikan siapa yang berdiri disebelahnya.
Mungkin tetangga dekatnya, mungkin orang yang tinggal
disudut padukuhan. mungkin orang lain yang tinggal agak
jauh. Namun pada umumnya mereka telah saling
mengenal. Tetapi diantara mereka ternyata telah berdiri dise belah
seorang anak muda yang belum dikenalnya Bahkan seorang
anak muda lagi berdiri di sisi anak muda yang pertama.
Dua orang anak muda yang belum dikenal sama sekali.
Karena itu, maka orang itupun tiba-tiba telah bertanya "He,
siapakah kau anak muda?"
Anak muda itu mengerutkan keningnya. Keduanya tidak
segera menjawab. Namun nampak kegelisahan tercermin di
sikap mereka. "He, siapakah kau?" desak orang itu.
"He, kau siapa?" orang itu mendesak lagi.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memang menjadi
bingung. Bagaimana mereka harus menjawab. Merekapun
menyadari, bahwa pada umumnya orang-orang padukuhan
itu tentu sudah saling mengenal. Sehingga kehadiran
mereka tentu merupakan hal yang dapat menarik perhatian.
Tetapi kedua anak muda itu tidak sempat berpikir.
Beberapa orang disekitarnya telah berpaling pula kearah
mereka dengan tatapan mata bertanya-tanya.
Ternyata orang-orang itu sama sekali tidak teringat akan
ceritera tentang dua orang anak muda yang hadir dua
malam berturut-turut. Menurut gambaran mereka, kedua
orang anak muda yang terdiri dari kekuatan gaib pusakapusaka
yang berada diatas kabut merah itu, tentulah anakanak
muda yang gagah, tampan dan berpakaian sangat
menarik. Mungkin wajah mereka bercahaya sedangkan
sorot mata mereka bagaikan kilatan cahaya tatit dilangit.
Sedangkan kedua orang anak muda yang berdiri
disebelahnya itu adalah anak muda dalam pakaian yang
kusut dan berwajah muram.
Karena itu. ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
masih termangu-mangu maka orang yang bertanya
ke"padanya itu telah membentak "He, sebut, siapa kalian
he?" "Kami datang dari padukuhan sebelah" jawab Mahisa
Murti di luar sadar. "Dari padukuhan mana" Anak siapa" Aku mengenal
semua orang disekitar padukuhan ini" jawab orang itu.
Mahisa Murti menjadi semakin bingung, sementara
orang-orang yang berdiri disekitarnya telah
mengerumu"ninya. Tiba-tiba seorang diantara mereka berkata "Apa"kah
kau salah seorang dari perampok-perampok yang akan
mengacaukan wisuda ini seperti dua malam ber"turutturut?"
"Tidak. Aku hanya ingin melihat wisuda ini" jawab
Mahisa Murti. "Tentu kau anggota perampok itu" geram seorang
bertubuh pendek. Lalu "Dengar, kawan-kawanmu telah kena kutuk pusaka pusaka
itu. Kawan-kawanmu telah di"hancurkan oleh kekuatan
pusaka itu sendiri. Dan sekarang kau datang untuk
mencurinya he" Apakah kau tidak takut kewalat?"
Kedua anak muda itu menjadi semakin bimbang.
Apa"kah merka akan mengatakan apa yang sebenarnya
telah terjadi. Tetapi sebelum mereka sempat menemukan
keputusan, terdengar seorang berkata "Tangkap saja. Kita
serah--kan saja kepada para pengawal"
" Gila" geram anak-anak muda itu didalam hatinya.
Tetapi nampaknya orang-orang itu benar-benar akan
melakukannya. Mereka agaknya benar-benar akan
me"nangkap Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Beberapa orang telah menyibak, ketika ampat orang lakilaki
berusaha mengepung kedua orang anak muda.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi bimbang
menghadapi orang-orang itu. Namun akhirnya Mahisa
Murti berbisik ditelinga Mahisa Pukat "Kita harus
menghindar dari keadaan yang tidak menguntungkan ini.
Aku ingin memukul orang pendek itu sekali saja" jawab
Mahisa Pukat. "Jangan membuat perkara disini. Wisuda itu dapat
terganggu karena pokalmu itu" jawab Mahisa Murti.
Tetapi Mahisa Pukat tidak senang melihat sikap orang
bertubuh pendek itu. Meskipun demikian ia tidak dapat
membantah niat Mahisa Murti.
Dalam pada itu, maka empat orang laki laki itu sudah
siap menangkap Mahisa Murti dan Mahisa Pukat,
semen"tara beberapa orang yang berada disekitarnya
seolah-olah telah bersiap-siap untuk membantu keempat
orang itu. "Baiklah berkata Mahisa Murti" jika kalian tidak senang
melihat kehadiranku disini. biarlah aku pergi
me"ninggalkan halaman ini"
Tetapi jawaban orang bertubuh pendek itu sangat
men"jengkelkan. Katanya "Kami tidak dapat melepaskan
kau. Kau sudah melihat keadaan di banjar ini. Kau akan
memberitahuan kepada kawan-kawanmu. Sebentar lagi
mereka akan datang untuk merampok seisi banjar ini"
Tetapi Mahisa Murti menjawab "Sudah aku katakan,
bahwa kami hanya ingin melihat wisuda itu. Seandainya
kami bermaksud jahat, apakah yang akan dapat kami
kerjakan. Disini ada sepasukan pengawal disamping Akuwu
sendiri yang tentu memiliki ilmu yang sangat tinggi. Selain
itu anak-anak muda padukuhan ini berjaga-jaga di segala
tempat. Apakah dengan demikian ada sekelompok orang
akan berani mengusik padukuhan ini pada saat yang
demikian" "Persetan" jawab orang pendek itu "kau pandai mencari
alasan untuk membebaskan diri dari tangkapan kami.
Bagaimanapun juga kami akan menangkapmu. Katakan
nanti segala ceriteramu itu kepada para pemimpin kami dan
barangkali kepada para pengawal itu.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Agaknya
orang-orang itu benar-benar akan menangkapnya, sehingga
karena itu. maka iapun harus segera mengambil sikap.
Dalam keadaan yang paling gawat itu. maka Mahisa
Mutripun sempat berbisik "Kita melarikan diri"
Sebenarnya Mahisa Pukat segan berbuat demikian.
Tetapi ia tidak menolak. Agaknya Mahisa Murti benarbenar
tidak ingin mengganggu acara yang ada dipendapa.
Karena itu, maka setelah memberi isyarat kepada Mahisa
Pukat. Mahisa Murtipun dengan tiba-tiba telah
menyibakkan orang-orang di sekitarnya diikuti oleh Mahisa
Pukat. Yang dilakukan itu demikian cepatnya sehingga orangorang
yang berada disekitarnya, terkejut karenanya, karena
mereka tidak menduga hal itu akan terjadi. Beberapa orang
terdorong sehingga hampir lerlentang. Sementara yang lain
terdesak kesamping. "Gila" geram orang bertubuh pendek.
Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sudah berlari
keluar dari kerumunan orang orang yang berada dihalaman
itu. Ternyata hiruk pikuk itu telah menarik perhatian.
Beberapa orang segera mendekat. Namun dalam pada itu.
beberapa orang telah sempat mengejar kedua orang anak
muda yang berlari itu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun tidak dapat beriari
keluar lewat pintu regol yang dijaga oleh beberapa orang
anak muda. Karena itu. maka merekapun telah berlari
meloncati dinding halaman banjar itu.
Beberapa orang memang mengejarnya. Beberapa orang
dengan susah payah telah meloncati dinding itu pula,
sementara beberapa orang lain telah berlari menghambur
keluar regol. "Ada apa?" beberapa orang anak muda bertanya kepada
orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu.
Seseorang diantara mereka telah berceritera tentang
orang-orang yang agaknya telah dikirim oleh para penjahat
untuk melihat-lihat kemungkinan dihalaman banjar ini.
Beberapa orang anak muda tidak sempat bertanya lebih
jauh. Merekapun segera berlari menyusul orang-orang yang
sudah terdahulu dengan senjata di tangan.
Ternyata hal itu menarik perhatian para pengawal yang
mengamati keadaan. Dua orang pengawal telah mendatangi
tempat yang ribut itu. Dengan singkat merekapun telah
mendapat keterangan tentang orang-orang yang
mencurigakan itu. Setelah melapor kepada kawannya, maka kedua orang
pengawal itu telah menyusul pula anak-anak muda yang
telah mendahului. Dengan keributan itu. maka upacara
agak terganggu Untunglah bahwa acara pokok, wisuda itu
lelah diselesaikan. Sehingga yang tinggal hanyalah
rangkaian acara yang tidak terlalu penting.
Hal itu telah dilaporkan pula oleh salah seorang Senapati
yang telah mendengarnya, kepada Akuwu. Namun
nampaknya Akuwu tetap tenang duduk ditempatnya.
Sehingga karena itu, maka upacara itupun dapat
dilangsungkan sesuai dengan rencana.
Sementara itu Mahisa Murti dan Mahisa Pukat dengan
sengaja tidak mau meninggalkan orang-orang yang
mengejarnya. Karena itu metika Mahisa Murti
menunggunya sejenak dan mengejarnya, Mahisa Pukat
menjawab Aku akan mengajak mereka berlari-lari
menjelang dini hari"
"Kenapa tidak kita tinggalkan saja mereka?" bertanya
Mahisa Murti. Mahisa Pukat tidak menjawab. Tetapi ia tertawa saja.
Sebenarnyalah, orang-orang yang mengejar mereka tidak
tertinggal terlalu jauh dibelakang kedua anak muda itu.
Mahisa Murti hanya menarik nafas dalam-dalam. Ia
mengerti maksud Mahisa Pukat. Sebenarnya Mahisa Murti
tidak ingin berbuat demikian. Tetapi ia tidak dapat
meninggalkan Mahisa Pukat. Karena itu keduanya berlari
tidak sepenuh kemampuan mereka. Bahkan mereka telah
menyesuaikan kecepatan mereka dengan orang-orang yang
mengejar. Beberapa orang yang menyusul dibelakang orang-orang
yang mengejar kedua anak muda itu telah membawa oborobor
minyak yang besar. Karena itu, maka malam itupun
menjadi riuh, justru diluar halaman banjar Dihalaman
banjar sendiri, keadaannya justru telah menjadi tenang.
Apalagi ketika orang-orang dihalaman itu melihat Akuwu
tetap tenang-tenang saja. Di sekitar pendapa itu terdapat
para pengawal yang bersiaga.
Bahkan bujana dibanjar itu berjalan sebagaimana
direncanakan. Orang-orang yang berada dihalamanpun
dapat ikut makan bersama dengan Akuwu di pendapat.
Tetapi mereka harus mengambil bagian mereka ditempat
lain yang sudah ditentukan.
Dalam pada, itu para pengawal diluar banjarlah yang
berkejaran. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menuju
keregol padukunan. Mereka tahu bahwa regol itu tentu
dijaga. Jika mereka memaksa diri melalui regol, berarti
mereka harus berkelahi. Meskipun tentu tidak akan ada
seorangpun yang dapat menahan mereka, tetapi mereka
berniat untuk menghindari pertempuran.
Karena itu, maka keduanya teiah berlari menuju ke
dinding padukuhan. Tetapi Mahisa Pukat sengaja memilih
daerah yang tidak terlalu jauh dari regol.
"Kenapa disitu?" bertanya Mahisa Murti.
"Jika mereka melalui regol biarlah jaraknya tidak terlalu
jauh. sehingga mereka tidak kehilangan kita. jawab Mahisa
Pukat. Mahisa Murti tidak membantah, meskipun sebenarnya ia
tidak sependapat. Karena itu, maka merekapun telah berlari
seolah-olah menuju ke regol. Karena itu, maka orang-orang
yang memburunya itu telah berteriak-teriak memberikan
isyarat kepada para penjaga regol.
Orang-orang yang mengejar itu sengaja tidak
membunyikan isyarat kentongan justru karena Akuwu
berada bibanjar, sehingga tidak memberikan kesan
menggelisahkan. Orang-orang yang berada diregol itupun telah
mendengar teriakan-teriakan yang memekakkan telinga.
Karena itu, maka merekapun segera mempersiapkan diri
sebaik-baiknya. "Jangan biarkan mereka lolos" teriak salah seorang
diantara mereka yang mengejar.
Anak-anak muda yang berada diregol itupun justru
memencar. Mereka sudah menggenggam senjata ditangan.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat melihat anak-anak
muda diregol sudah bersiap. Obor yang tersedia telah
dinyalakan pula disamping obor yang memang sudah
menyala diregol itu. Namun ternyata bahwa Mahisa Pukat telah berbelok. Ia
tidak benar-benar menuju keregol. Tetapi ia menuju ke
dinding disebelah regol. Dengan tangkasnya Mahisa Pukat
meloncat disusul oleh Mahisa Murti.
Yang dilakukan oleh anak-anak muda itu sangat
mengejutkan. Orang-orang diregol itu tidak mengira bahwa
kedua anak muda itu akan meloncati dinding.
"Jangan sampai lepas" teriak orang-orang yang
mengejarnya. Bahkan dua orang pengawal yang ikut diantara anakanak
muda yang mengejar itupun telah sampai keregol
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula. Beberapa orang tidak mengejar kedua anak muda itu,
dengan meloncat dinding padukuhan. Mereka berlari
melalui regol dan berusaha memotong arah kedua anak
muda itu diluar dinding. Namun ternyata bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah lebih dahulu meloncat turun. Merekapun kemudian
berlari menyusuri dinding padukuhan.
Orang-orang yang mengejarnya masih saja berlari-lari
dibelakang kedua anak muda itu. Sebagaimana diatur oleh
Mahisa Pukat, jarak diantara mereka tidak begitu jauh.
Bahkan seolah-olah orang-orang yang mengejar itu hampir
dapat menyusulnya. Tetapi jarak diantara merekapun telah
bertambah lagi. Kedua pengawal yang ada diantara mereka yang
mengejar itupun kemudian justru berada dipaling depan. Ia
memiliki kemampuan tubuh melampaui orang-orang
padukuhan itu. Sesuai dengan tugas mereka, maka mereka
dapat berbuat lebih banyak dari anak-anak muda yang
semakin lama menjadi semakin ketinggalan.
"Berhenti" teriak salah seorang dari kedua pengawal itu.
Tetapi Mahisa Pukat dan Mahisa Murti berlari terus.
Ketika mereka sampai disebuah simpang tiga, maka mereka
telah memilih jalan berbelok yang menuju kesebuah bulak
yang panjang. Kedua pengawal itu tidak berhenti. Mereka masih
mengejar terus. Apalagi kadang-kadang seakan-akan
mereka hampir berhasil mengejar kedua anak muda itu.
Tetapi dengan kemarahan yang memuncak mereka harus
menyaksikan jarak diantara mereka dengan orang yang
mereka kejaf itu menjadi semakin panjang.
Dibelakang mereka, anak-anak muda padukuhan itu
masih mengejar pula. Ada juga diantara mereka yang masih
membawa obor ditangan. "Apa yang kau maui Mahisa Pukat?" bertanya Mahisa
Murti. "Sekedar berkejaran" jawab Mahisa Pukat.
"Apakah masih belum cukup?" bertanya Mahisa Murti.
"Biarlah mereka berhenti dengan sendirinya" jawab
Mahisa Pukat. Mahisa Murti hanya dapat menggelengkan kepalanya.
Mahisa Pukat agaknya masih marah kepada orang-orang
padukuhan itu, sehingga ia ingin membalas dengan
membuat mereka marah pula.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, mereka telah
berkejaran di bulak yang panjang.
Mahisa Murti tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti
saudera laki-lakinya yang marah itu. Iapun ikut berlari-lari
di sepanjang bulakm sementara dibelakang mereka orangorang
padukuhan mengejar sambil berteriak-teriak Dj paling
depan terdapat dua orang pengawal yang marah. Apalagi
Mahisa Pukat dengan sengaja telah membuat mereka
marah. Sekali sekali ia dengan sengaja membiarkan dirinya
hampir tertangkap. Namun kemudian ia berlari semakin
cepat, sehingga jaraknya menjadi semakin jauh.
Seperti yang dikehendaki oleh Mahisa Pukat, maka
orang-orang yang mengejarnya itupun semakin marah.
Mereka berteriak-teriak tidak menentu. Apalagi jika jarak
mereka tinggal dua langkah. Seolah-olah tangan pengawal
yang dipaling depan itu dapat menggapai pundak Mahisa
Pukat. Namun usaha mereka sia-sia. Karena Mahisa Pukat
pun kemudian meniadi semakin jauh sambil sekali-kali
berpaling. Mahisa Murti yang kemudian berada didepan Mahisa
Pukat, kadang-kadang terlalu cepat berlari, sehingga iapun
harus menunggu. Tetapi iapun kemudian menjadi tidak
telaten. Katanya kepada Mahisa Pukat "Kita tinggalkan
saja mereka" "Jangan kau rusakkan permainanku" jawab Mahisa
Pukat. "Apakah keuntunganmu dengan permainan ini?" desis
Mahisa Murti. "Mereka akan menganggap kita sebagaimana mereka.
Dan kita akan dapat membuat mereka menjadi lelah. Itu
adalah salah mereka sendiri" jawab Mahisa Pukat.
"Aku akan berlari mendahului" berkata Mahisa Murti.
"Terserah kepadamu" jawab Mahisa Pukat. Mahisa
Murti menjadi jengkel. Tetapi ia tidak dapat mencegah
tingkah laku Mahisa Pukat itu. Ia benar-benar ingin
membalas sakit hatinya dengan caranya.
Sebenarnyalah, orang-orang yang mengejarnya menjadi
letih. Bahkan pengawal yang berada dipaling depan itupun
menjadi letih. Keduanya merasa bahwa mereka tidak akan
dapat mengejar dan menangkap kedua orang buruan itu
dengan caranya. Karena itu maka merekapun mulai
mengancam "Jika kalian tidak berhenti, aku akan
melakukan sikap yang lebih keras" berkata salah seorang
dari kedua orang pengawal itu.
"Apa yang dapat tuan lakukan terhadap kami yang tidak
dapat tuan tangkap?" bertanya Mahisa Pukat sambil berlari.
"Jangan menyangka kalian dapat lepas dari tangan
kami" bentak pengawal itu.
"Kalian tidak dapat menyusul kami" jawab Mahisa
Pukat pula "Sebentar lagi kalian akan kami ikat" bentak pengawal
lain. Tetai Mahisa Pukat justru tertawa. Namun
sebenarnyalah orang-orang yang mengejarnya tidak dapat
menggapainya. Namun dalam kemarahan yang memuncak, pengawal
itu ternyata tidak mempunyai pilihan lain kecuali
menghentikan kedua orang yang dikejarnya, atau salah
seorang, daripadanya. Jika salah seorang diantara mereka
dapat ditangkap maka yang lainpun akan dapat ditangkap
pula. Karena itu, maka seorang diantara kedua pengawal itu
telah mencabut pisau belati kecilnya. Sekali lagi ia meng
geram "Aku akan menangkapmu dengan cara yang tidak
kau sukai jika kau tetap tidak mau berhenti"
Mahisa Murti menjadi curiga. Kata-kata itu tentu bukan
sekedar untuk menakuti-nakuti. Karena itu, maka iapun
lelah berhenti menunggu Mahsa Pukat sambil berkata
"Hati-hati. Orang itu bersungguh-sungguh"
Mahisa Pukatpun mempunyai perhitungan serupa.
Karena itu, sebelum hal-hal yang tidak dikehendakinya
terjadi, sehingga dapat membuatnya menjadi benar-benar
marah, maka Mahisa Pukatpun memutuskan untuk
menghentikan permainan itu.
Dengan loncatan panjang, maka Mahisa Pukatpun
mempercepat langkahnya sehingga dengan cepat jarak
antara kedua orang anak muda itu dengan mereka yang
mengejarnya menjadi semakin jauh.
Yang terjadi itu demikian cepatnya, sehingga pengawal
itu telah terlambat mengambil sikap. Ketia ia benar-benar
melontarkan pisaunya, maka Mahisa Pukat sudah menjadi
semakin jauh. Karena itu. maka pisaunya ternyata tidak lagi
dapat mengejar. Mahisa Pukat yang berlari semakin
kencang "Anak setan" geram pengawal itu.
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti tidak menghiraukan
lagi. Mereka berlari semakin jauh memasuki ujung bulak
dan kemudian berbelok menuju padang perdu.
Orang-orang yang mengejarnya ternyata telah kehabisan
nafas. Mereka tidak lagi mampu berlari. Kedua orang
pengawal berlari di paling depanpun lelah menjadi
kelelahan, sehingga akhirnya keduanyapun berhenti dengan
sendiri, sementara. Orang-orang lain tertinggal agak jauh
dibelakang mereka. "Mereka adalah penjahat yang benar-benar
berpengalaman" berkata salah seoang dari kedua pengawal
itu "ternyata mereka terlatih, bagaimana mereka harus
melepaskan diri" "Ya. Mereka terbiasa berlari-lari. Aku tidak mampu lagi"
sahut yang lain. Kedua pengawal itu berdiri sambil bertolak pinggang.
Nafas mereka bekejaran diantara desah kelelahan. Baru
sejenak kemudian, orang-orang yang mengejar dibelakang
kedua pengawal itu mendekat. Sambil menjatuhkan diri
diatas rerumputan dipinggir jalan, salah seorang diantara
mereka bertanya "Bagaimana?"
"Kenapa kau bertanya begitu" bentak salah seorang
pengawal yang kelelahan "kau lihat, kami tidak dapat
menangkap mereka?" Orang itu mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak
bertanya lagi. Iapun sadar bahwa kedua pengawal itu tidak
berhasil menangkap dua orang yang lari itu.
Sejenak mereka termangu-mangu. Namun sejenak
kemudian pengawal itupun berkata "Kita kembali ke
banjar. Bagaimanapun juga penjahat itu sudah lari.
Agaknya mereka tidak akan berani datang lagi. Mereka
tentu sudah melihat bahwa seisi padukuhan sudah bersiap
sedia. Jika mereka berani datang, dengan jumlah yang
banyak sekalipun, maka mereka akan dimusnahkan. Tetapi
dalam pada itu, kitapun harus berhati-hati"
Demikianlah, maka kedua orang pengawal dan orangorang
padukuhan yang mengejar Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat itupun segera kembali ke banjar.
Nampaknya Akuwu benar benar tidak terpengaruh oleh
peristiwa itu. Sebenarnyalah Akuwu merasa, bahwa
kehadirannya bersama para pengawalnyaa ditambah para
pengawal yang terdahulu, telah merupakan telah
merupakan satu kesatuan yang tidak lemah menghadapi
kekuatan yang manapun juga. Karena itu Akuwu masih
tetap duduk tenang menikmati bujana yang diselenggarakan
di banjar. Semalam suntuk.
Dalam pada itu, di padang perdu, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat duduk bersandar batang pepohonan.
Terdengar Mahisa Pukat berdesis "Aneh"
"Apa yang aneh?" bertanya Manisa Murti.
"Keadaan kita" jawab Mahisa Pukat "orang-orang
Kabuyutan itu menganggap kita sebagai penyelamat
mereka, bahkan telah tumbuh satu dongeng yang
mendebarkaan, seolah-olah kita telah muncul dari kekuatan
benda-benda keramat itu, namun sekaligus mereka
mencurigai kita dan menganggap kita sebagai penjahat yang
perlu mereka buru seperti memburu seekor binatang buas
yang tersesat memasuki padukuhan"
Mahisa Murti tersenyum. Katanya "Memang
menggelikan. Orang-orang yang mengejar kita tentu tidak
pernah membayangkan bahwa dua orang anak muda yang
didengarnya dari dongeng itu seperti kita sekarang ini"
"Memang menarik. Tetapi apakah orang-orang yang
melihat kita tidak pernah mengatakan, ujud dari dua orang
yang telah mereka anggap ungkapan kekuatan pusakapusaka
itu?" bertanya Mahisa Pukat.
"Mungkin juga. Tetapi bagaimanapun juga., agaknya
orang-orang itu mempunyai gambaran lain dari penglihatan
mereka atas kita" jawab Mahisa Murti "apalagi dalam
gelap. Agaknya mereka tidak dapat melihat dengan jelas"
Mahisa Pukat menggeliat. Sambil menguap iapun
kemudian menyilangkan tangannya didadanya. Katanya
"Lelah juga rasanya berlari-lari. Aku akan tidur"
"Tidurlah" jawab Mahisa Murti "agaknya aku sudah
sulit untuk tidur di sisa malam ini. Tetapi mungkin justru
siang nanti aku akan dapat tidur nyenyak"
Mahisa Pukat tidak menjawab. Iapun kemudian
memejamkan matanya. Sejenak kemudian, maka iapun
sudah tertidur. Mahisa Murti yang tidak dapat tidur, justru berdiri dan
berjalan mondar-mandir. Iapun kadang-kadang tersenyum
sendiri mengenang tingkah laku orang-orang Kabuyutan
itu. Berdua dengan Mahisa Pukat ia mengalami dua
anggapan yang saling berlawanan. Sebagai pahlawan dan
sekaligus sebagai penjahat yang diburu.
Dalam pada itu langitpun menjadi terang. Akuwu dan
para pengawalnya telah tidak ada lagi di banjar. Sebelum
mereka kembali, maka mereka masih akan beristirahat.
Akuwu akan berada di rumah yang disediakan baginya.
Separo dari para pengawal akan beristirahat pula,
sementara yang lain akan bergantian. Demikian pula dua
orang Senopatinya. Sementara itu. beberapa orang pengawal telah saling
berbincang tentang dua orang penjahat yang tidak dapat
dikejar oleh dua orang diantara para pengawal disertai
beberapa puluh ornag anak-anak muda di padukuhan itu.
"Seandainya dua orang yang hadir dari pusaka-pusaka
itu sempat keluar dari selongsongnya, maka mereka tentu
akan dapat menangkapnya" berkata seorang dari kedua
pengawal yang ikut mengejar Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. "Mereka tentu mempunyai sandaran ilmu" berkata
kawannya "tetapi bukan berarti bahwa mereka tidak dapat
ditundukkan. Malam nanti, kita harus berhati-hati. Akuwu
agaknya ingin berada dipadukuhan ini dan
meninggalkannya bersama barang-barang berharga itu.
Akuwu tidak ingin meninggalkan barang-barang itu lagi dan
baru akan dikembalikan kemudian meskipun dengan
delapan atau sepuluh orang pengawal sekalipun"
"Jadi Akuwu akan bermalam lagi?" bertanya seorang
kawannya. "Agaknya demikian" jawab kawannya "tetapi entahlah
Senopatipun masih belum pasti. Tetapi agaknya hari ini
Akuwu akan beristirahat penuh sampai malam nanti.
Sementara kita akan menempatkan pusaka-pusaka itu
ditempatnya. Kita akan berusaha pedati dari Kabuyutan ini
dan esok kita akan berangkat bersama barang-barang itu"
Pengawal itu mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Akuwu akan ke banjar. Berapa orang yang ada disana?"
"Empat orang" jawab kawannya "tetapi disana penuh
dengan anak-anak muda bersenjata"
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi sebaiknya pusaka-pusaka itu besok kita bawa
kembali" berkata pengawal itu dengan demikian. Aku wu
tidak akan selalu digelisahkan oleh kemungkinankernungkinan
buruk, "meskipun pusaka-pusaka itu dapat
menolong diri mereka sendiri"
Kawannya mengangguk-angguk saja. sementara
pengawal itupun kemudian pergi ke banjar.
Dalam pada itu, meskipun para pengawal yang mengejar
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mendengarkan pula
ceritera tentang dua orang anak muda yang diduga keluar
dari pusaka-pusaka yang tersimpan itu dan menjelma
menjadi dua orang yang memiliki ilmu yang tidak ada
taranya, namun mereka sama sekali tidak sampai pada
pikiran, bahwa dua orang yang dikejarnya itulah
sebenarnya anak-anak muda yang dimaksudkan.
Karena itu, maka keduanya sama sekali tidak
mempunyai arah perhitungan yang demikian.
Tetapi sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
yang mempunyai pertimbangan tentang diri mereka. Untuk
menghindari perhatian orang yang mungkin saja tertuju
kepada mereka yang berdua, maka Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah sepakat, mereka tidak akan
menampakkan diri berdua. Ketika hari itu mereka
memerlukan sesuatu, maka Mahisa Pukatlah yang pergi ke
kedai untuk membelinya. Meskipun Mahisa Pukat datang sendiri, tetapi agaknya ia
sudah menarik perhatian. Untunglah bahwa pakaiannya
memberikan kesan bahwa ia memang seorang pengembara.
Karena itu, ketika pemilik itu bertanya kepadanya, dan
dijawabnya bahwa ia memang seorang pengembara, maka
pemilik warung itu tidak mempersoalkannya lebih lanjut.
Namun dalam pada itu, selagi Mahisa Pukat membeli
beberapa potong ketela pohon rebus, ia sempat mendengar
pembicaraan beberapa orang yang kebetulan ada di kedai
itu. "Kabuyutan ini sedang tidak tenang" berkata orang itu.
"Ya.. Justru karena pusaka-pusaka yang dipergunakan
dalam wisuda itu" jawab yang lain.
"Tetapi menurut pendengaranku, besok barang-barang
itu akan dibawa langsung oleh Akuwu" berkata orang
pertama. "Sukurlah. Tetapi sayang juga dengan dua orang anak
muda itu. Seandainya keduanya bersedia tinggal disini dan
tidak lagi memasuki selongsongnya, maka keduanya akan
menjadi pepunden disini"
"Apa yang mereka ingini tentu akan dipenuhi, karena
keduanya akan dapat menjadi lambang keselamatan. mana
mungkin keduanya tinggal jika pusaka-pusaka itu tidak
dibiarkan tinggal disini. Keduanya dengan sendirinya akan
ikut terbawa jika pusaka itu dibawa oleh Akuwu. Kita tidak
akan dapat menahannya denean cara apapun juga"
Mahisa Pukat tidak tahan mendengarkan pembicaraan
itu lebih lama lagi. Karena itu, maka iapun segera
meninggalkan tempat itu. Ketika Mahisa Murti mendengar
ceritera Mahisa Pukat, maka iapun hanya dapat tersenyum.
Katanya "Salah kita. Tetapi apakah kita akan tetap
membiarkan anggapan yang keliru tentang diri kita itu?"
"Aku tidak mempunyai keberatan apa-apa" jawab
Mahisa Murti. Mahisa Murti menarik nafas dalam dalam Maka katanya
"Sebenarnya aku merasa kasihan kepada mereka. Mereka
akan dapat tersesat dengan anggapannya itu. Pada suatu
saat mereka akan menyadarkan diri kepada kekuatan
benda-benda upacara itu, seolah-olah benda benda itu
benar-benar mempunyai kekuatan yang langsung dapat
hadir dalam ujud anak-anak muda seperti kita ini"
"Mereka tidak akan berbuat demikian" jawab Mahisa
Pukat "mereka tidak mempunyai cara untuk memanggil
ujud yang mereka sangka ada didalam benda benda
keramat mereka" "Tetapi mereka akan dapat mempercayakan segala
sesuatunya kepada sikap benda-benda itu sendiri. Justru
mereka menganggap bahwa benda-benda itu akan dapat
menyelamatkan diri mereka. Bukankah hal itu berbahaya"
Mereka akah menjadi lengah. Sedangkan barang-barang itu
nilainya tidak terkira. Benda-benda yang terbuat dari emas.
tretes berlian dan logam-logam berharga lainnya. Juga
bebatuan yang mereka anggap mempunyai kekuatan gaib
dan kemampuan yang tidak terjadi lagi" berkata Mahisa
Murti. Mahisa Pukat mulai merenungi kata-kata Mahisa Murti.
Namun akhirnya ia mengangguk-angguk sambil bergumam
"Aku mengerti. Tetapi semuanya sudah telanjur. Jika sejak
semula kau berkata seperti itu, maka aku tentu akan
bersikap lain" "Akupun tidak memikirkannya sebelumnya" jawab
Mahhisa Murti. "Jadi bagaimana menurut pendapatmu?" bertanya
Mahisa Pukat. "Memang memerlukan satu langkah yang tepat. Jika
tidak, maka akibatnya akan jauh berbeda dari yang kita
kehendaki" jawab Mahisa Murti pula.
"Apakah yang sebenarnya kita kehendaki?" desis Mahisa
Pukat "apakah kita akan memberikan keyakinan kepada
mereka, bahwa anggapan mereka tentang dua orang anak
muda itu keliru" Juga tentang dua orang yang mereka kejarkejar
menjelang pagi di halaman banjar itu?"
"Kita akan memikirkannya" berkata Mahisa Murti
"kitapun harus tahu, apakah pusaka itu masih tetap berada
di padukuhan itu, atau akan segera dibawa pergi bersama
Akuwu" Memang sulit bagi keduanya untuk mendapatkan
keterangan yang pasti tentang benda-benda berharga itu.
Namun Mahisa Pukatpun mengatakan kepada Mahisa
Murti tentu apa yang didengarnya dari orang di kedai itu,
bahwa benda-benda berharga itu akan segera di bawa
bersama Akuwu esok pagi"
"Kita masih mempunyai waktu untuk merenung cara
yang paling baik yang dapat kita tempuh untuk memberikan
keyakinan, bahwa ceritera yang mereka terima sebagai satu
kenyataan itu tidak benar. Tidak ada pusaka yang dapat
menjelma menjadi manusia dari antara pusaka-pusaka yang
dipergunakan untuk kelengkapan upacara itu"
Dengan demikian, maka kedua anak muda itu telah
mencoba merenungkan cara yang paling baik untuk
mengatakan kepada orang-orang dipadukuhan itu, atau
kepada Akuwu dan para pengawalnya, bahwa anggapan
mereka tentang dua orang anak muda itu keliru.
Namun justru karena itu, maka kedua orang anak muda
itu. tidak meninggalkan tempat itu sehari penuh. Mereka
tidak melanjutkan perjalanan mereka ketempat yang tidak
pasti. Tetapi mereka tetap saja menunggu matahari
tenggelam di balik cakrawala.
"Tidak ada cara yang dapat kita tempuh" berkata Mahisa
Murti kecuali malam nanti kita memasuki padukuhan itu
dan berkata terus terang tentang diri kita masing-masing"
"Apakah mereka akan percaya?" bertanya Mahisa Pukat.
"Para pengawal akan mengenal kita. Orang-orang yang
tertangkap itupun mengenal kita pula" berkata Mahisa
Murti. "Ya. Mudah-mudahan mereka tidak melupakan wajahwajah
kita yang hanya dapat mereka lihat sekilas, berkata
Mahisa Pukat kemudian. "Tetapi rasa-rasanya aku tidak sampai hati melihat
wajah-wajah mereka yang tentu akan menjadi sangat
kecewa melihat kenyataan yang tidak mereka kehendaki"
berkata Mahisa Murti kemudian.
"Jadi rencanamu goyah" Kau akan membiarkan orangorang
itu tetap pada pendapatnya" Sudah aku katakan, aku
tidak berkeberatan jika anggapan itu masih tetap ada
Hikmah Pedang Hijau 8 Sang Penerus Seri Arya Manggada 3 Karya S H Mintardja Kuda Besi 4
HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN
Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA
Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari
Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Editor Ebook : (Ebook Novel, Teenlit) http://www.zheraf.net/
(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/
Jilid 001 Tetapi sejenak kemudian, para pengawal itu telah
diherankan lagi oleh kehadiran Mahisa Murti. Ketika ia
menjenguk keruang dalam dan melihat pertempuran itu,
maka katanya "Tiga orang lawanku telah binasa. He, siap
yang akan melawan aku lagi?"
Tidak seorangpun yang datang mendekatinya. Karena
itu maka katanya "Jika demikian, akulah yang akan datang
kepada kalian" Dengan langkah pendek Mahisa Murti maju mendekati
mereka yang sedang bertempur. Tetapi ia justru tidak
mendekati Mahisa Pukat yanag berloncatan sambil
memutar tombak pendeknya. Tetapi ia telah mendekati
seorang pengawal yang sedang mempertahankan diri, dan
bahkan sekali-kali mendesak lawannya.
Hampir tidak masuk akal, bahwa Mahisa Murti telah
bergabung dengan salah seorang pengawal yang justru telah
berhasil menguasai lawannya. Dengan gerak yang
sederhana dalam putaran pedang pengawal yang sedang
menyerang itu, ternyata Mahisa Murti telah berhasil
melukai lawan pengawal itu.
Segores luka telah mengoyak lambungnya. Sehingga
darahpun telah memancar dari luka itu.
Ketika pengawal yang bertempur bersamanya itu masih
akan menusuk dadanya, Mahisa Murti berkata "Sudahlah.
Masih banyak lawan yang harus kau tangani. Bantulah
saudaraku itu" Pengawal itu menjadi heran. Mahisa Murti sendiri tidak
membantunya. Tetapi ia menyuruhnya melibatkan diri.
Tetapi pengawal itu tidak berpikir panjang, lapun segera
menerjunkan diri ke dalam pertempuran yang garang itu,
bersama Mahisa Pukat melawan beberapa orang yang
bertempur dengan keras dan kasar.
Yang dilakukan oleh Mahisa Murti adalah seperti yang
sudah dilakukannya. Ia mendekati pengawal lainnya yang
masih bertempur melawan seorang diantara mereka yang
ingin merampas benda-benda berharga itu. Seperti yang
sudah terjadi, maka dengan mudah Mahisa Murti telah
melumpuhkan seorang diantara mereka yang berniat jahat
itu. Seperti yang terdahulu, maka pengawal yang telah
terbebas dari lawannya itupun telah bergabung pula dengan
Mahisa Pukat. Sehingga dengan demikian, maka keadaanpun menjadi
semakin gawat bagi orang-orang yang memasuki banjar
dengan niat buruk itu. Namun Mahisa Murti masih melakukan sekali lagi.
lapun telah membebaskan pengawal yang seorang lagi dari
lawannya dan minta kepada pengawal itu untuk bertempur
bersama Mahisa Pukat. Dengan demikian, maka orang-orang yang memasuki
banjar itu lelah kehilangan harapan untuk dapat
memenangkan pertempuran. Seorang demi seorang mereka telah tersentuh senjata.
Bahkan orang yang bertubuh tinggi besar itupun lelah
menitikkan darah dari pundaknya yang lerluka.
Mahisa Murti berdiri bertolak pinggang sambil
menyaksikan pertempuran yang sudah mulai menjadi berat
sebelah itu. Apalagi ketika ia melihat seorang lawan telah
terlempar dan jatuh berguling dilantai dengan dada yang
berlumuran darah. "Anak-anak yang meronda itu masih juga belum
bangun" berkata Mahisa Murti seolah-olah tidak
menghiraukan pertempuran itu sama sekali.
"Sumber sirep itu sebentar lagi akan lenyap sahut Mahisa
Pukat sambil bertempur"Cobalah, bangunkan mereka"
Mahisa Murti mengangguk angguk Ketika ia yakin
bahwa sebentar lagi, Mahisa Pukat dan ketiga orang
pengawal itu akan dapat menguasai lawan mereka
sepenuhnya, maka iapun tidak mencampurinya lagi. Tetapi
iapun mendekati peronda yang masih tertidur nyenyak.
Sambil mengguncangkan tubuh seorang diantara mereka
yang tertidur nyenyak itu, Mahisa Murti berusaha untuk
membangunkan mereka. Sementara itu, sumber dari sirep
yang tajam itupun telah kehilangan kekuatannya. Apalagi
orang itu telah terluka pula seperti beberapa orang
kawannya. Karena itu, maka peronda itupun perlahan-lahan mulai
terbangun. Namun iapun segera terlonjak berdiri ketika ia
mendengar hiruk pikuk sisa pertempuran yang sudah
hampir selesai itu. Tetapi yang dilihatnya di dalam banjar
itu benar-benar telah mengguncangkan jantungnya.
"Apa yang terjadi?" bertanya peronda itu.
"Sebagaimana kau lihat" jawab Mahisa Murti "pengawai
benda-benda berharga dari Pakuwon itu sedang bertempur
mempertahankan benda-benda keramat itu"
Peronda itu meloncat kearah pintu. Tetapi ia terkejut
bahwa tombaknya yang di sandarkannya di pintu itu telah
tidak ada. "Apa yang kau cari?" bertanya Mahisa Murti.
"Tombakku" jawab peronda itu "Tombakmu sedang
dipinjam. Tetapi nanti jika orang-orang yang akan
merampas barang-barang berharga itu telah menyerah,
tombakmu akan dikembalikan" jawab Mahisa Murti. Lalu
"sekarang bangunkan kawan-kawanmu. Laporkan hal ini
kepada Ki Buyut" "Kita tidak mempunyai Buyut sekarang ini. Baru akan
diselenggarakan wisuda" jawab peronda itu.
"Tetapi bukankah ia sudah memangku kewajiban
mengatasi persoalan ini" Jika bukan calon. Buyut yang akan
menerima wisuda, itu, laporkan kepada siapa yang berhak
menanganinya" berkata Mahisa Murti.
Peronda itu segara mendekati kawannya yang terbaring
dimuka pintu. Sejenak kemudian kawannya itupun telah
terbangun pula. Sejenak ia menjadi bingung. Dengan ragu-ragu ia
bertanya kepada Mahlsa Murti "Siapa kau?"
"Ya" sambung kawannya yang terbangun lebih dahulu
"aku bertanya tentang kau"
"Nanti sajalah. Sekarang bangunkan kawan-kawan-mu
yang lain" jawab Mahisa Murti.
Kedua peronda itupun kemudian membangunkan
seorang kawannya yang tertidur diruang dalam. Kemudian
mereka berlari ke gardu di halaman banjar.
Ketika para peronda itu sudah terbangun, maka di
halaman itupun segera terdengar suara riuh, sementara
beberapa orang diantara mereka berlari-lari ke rumah calon
buyut yang akan diwisuda serta beberapa orang bebahu
Kabuyutan lainnya. "Apa yang telah terjadi?" bertanya orang yang akan
diwisuda itu. "Aku kurang tahu. Tetapi telah terjadi pertempuran di
dalam banjar" jawab para peronda itu.
Orang yang akan di wisuda menjadi Buyut
menggantikan ayannya itu menjadi bingung. Ia tahu bahwa
didalam banjar itu disimpan benda-benda yang akan
dipergunakan dalam upacara wisuda beberapa hari
mendatang. Karena itu, maka iapun segera meraih tombaknya dari
ploncon diruang dalam. Berlari-lari kecil orang yang akan
diwisuda itupun menuju kebanjar dengan jantung yang
berdebaran. Sementara beberapa peronda akan
menghubungi Kabuyutan yang lain.
Ketika orang-orang itu sampai ke banjar, ternyata
pertempuran telah selesai. Tiga orang pengawal dan para
peronda sedang sibuk mengumpulkan orang orang yang
terluka, sementara mereka yang menyerah terpaksa diikat
kaki dan tangannya sementara menunggu penyelesaian.
Sedangkan seorang diantara para pengawal yang terluka
itupun telah berusaha mengobati lukanya dibantu oleh
kawan-kawannya. "Ada dua orang yang terbunuh diantara mereka" berkata
salah seorang pengawal kepada kawannya yang terluka.
Dalam pada itu, para perondapun segera
mempersilahkan orang yang akan diwisuda itu masuk
kedalam banjar. Ketika ia melihat para pengawal, maka
dengan serta-merta ia bertanya "Apa yang terjadi?"
Para pengawal itupun kemudian mempersilahkannya
duduk. Seorang diantara para pengawal itupun kemudian
menceriterakan kembali apa yang terjadi di dalam banjar ini
kepada calon Buyut yang akan di angkat menggantikan
ayannya itu dan beberapa orang bebahu lainnya, yang
datang berurutan saling susul-menyusul.
"Ada dua orang anak muda yang telah menolong kami"
berkata salah seorang pengawal itu.
"Apa yang mereka lakukan?" bertanya calon Buyut itu.
"Mereka membangunkan kami. Karena itulah maka
kami sempat mempertahankan benda-benda itu. Tetapi
ternyata bukan itu saja. Mereka menentukan kemenangan
kami ketika mereka membatu kami yang mengalami
kesulitan melawan jumlah lawan yang terlalu banyak.
Ternyata kemampuan kedua anak muda itu jauh
melampaui kemampuan kami" jawab pengawal itu.
"Dimana kedua orang anak muda itu?" bertanya Ki
Buyut. "Ke pakiwan. Mereka sedang membersihkan diri" jawab
pengawal itu. "Aku akan memanggilnya" berkata pengawal yang lain
lagi. Namun pada saat itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah meninggalkan banjar itu. Mereka menyelinap dan
meloncati dinding halaman, menyusup dalam kegelapan
keluar dari padukuhan yang hampir saja terkena bencana
itu. Karena itulah, maka pengawal itu tidak dapat
menemukannya di pakiwan dan dimanapun juga di banjar
itu. Dengan demikian orang-orang didalam banjar itu
menjadi bingung. Bukan saja para pengawal, tetapi para
perondapun telah ikut mencari dua orang anak muda yang
telah membantu mereka bertempur mengalahkan orangorang
yang ingin merampas benda-benda keramat yang
akan dipergunakan dalam wisuda beberapa hari mendatang.
"Mereka pergi ke pakiwan" berkata seorang pengawal.
"Tidak ada" pengawal yang lain yang mencarinya ke
pakiwan menjawab "aku sudah mencari bukan saja di
pakiwan. tetapi di halaman samping sudah aku jelajahi
sampai kesudut-sudutnya"
"Aneh" berkata seorang peronda "tidak ada orang lain
dihalaman banjar ini. Bahkan sampai keharaman belakang"
Akhirnya semua orang telah mencarinya. Ketika para
pengawal itu menjadi gelisah, merekapun telah menengok
peti-peti berharga yang mereka tinggalkan. Sekilas terpercik
juga kecurigaan mereka, bahwa kedua orang anak muda itu
telah melarikan diri sarnbil membawa benda-benda keramat
yang akan dipergunakan dalam upacara wisuda itu.
Tetapi semuanya masih berada ditempatnya.
Namun seorang pengawal yang mulai curiga terhadap
kenyataan yang dialaminya itu melihat tombak dan parang
yang tergolek didepan pintu bilik penyimpanan itu. Karena
itu, berbisik ia berkata "Apakah mungkin kedua anak muda
itu bukan ujud yang sebenarnya?"
"Maksudmu?" bertanya yang lain.
"Benda-benda itu adalah benda-benda yang bukan saja
berharga, tetapi juga keramat" desisnya pula "Ya. Kenapa?"
desak kawannya. "Apakah, apakah kedua anak-anak muda itu sebenarnya
bukan orang yang sebenarnya?" pengawal itu menjawab.
"O" kawannya termangu-mangu "maksudmu yang
nampak sebagai dua orang anak muda itu sebenarnya
adalah tuah dari benda-benda itu?" bertanya kawannya.
"Ya. Ketika mereka kembali ke asal mereka, senjatasenjata
yang dipinjamnya dari para peronda itu
ditinggalkannya didepan bilik ini" jawab pengawal itu.
Keterangan itu memang menarik perhatian. Ketika
mereka duduk kembali dan berbincang, maka hal itu
menjadi pokok pembicaraan para pengawal, para peronda
dan para bebahu kabuyutan itu.
"Memang aneh berkata seorang pengawal hampir tidak
masuk akal. Ketika kami tertidur oleh sirep yang sangat
tajam, maka kami telah mereka bangunkan. Mereka
berbisik di telinga kami, yang seolah-olah memberikan
kekuatan kepada_kami untuk mengatasi sirep itu. Ketika
kami berhasil sadar sepenuhnya akan keadaan kami, maka
orang-orang yang akan merampas benda-benda pusaka itu
mulai memecah pintu, sementara kedua orang anak muda
itu bersembunyi didalam bilik itu juga"
Yang mendengarkan ceritera pengawal itu menganggukangguk.
Kemudian pengawal itu meneruskan Tetapi ketika kami
terdesak dan tidak berpengharapan lagi. maka keduanyapun
telah keluar dari bilik itu dan melihatkan diri sehingga
akhirnya sebagaimana kalian lihai, kami dapat keluar
dengan selamat meskipun seorang kawan kami terluka.
Namun ternyata bahwa kami dapat mengalahkan lawanlawan
kami. Ada yang terpaksa terbunuh, luka-luka parah,
selainnya yang menyerah telah kami ikat tangan kakinya"
Orang yang akan diwisuda itu menjadi berdebar-debar.
Diluar sadarnya ia memandangi pintu bilik banjar yang
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipergunakan untuk menyimpan barang-barang berharga
itu. Hampir tidak masuk akal bahwa benda-benda itu dapat
diselamatkan. "Apakah aku boleh melihat benda-benda itu?" bertanya
calon buyut yang beberapa hari lagi akan di wisuda.
"Silahkan. Marilah, aku akan membuka peti itu" sahut
salah seorang dari para pengawal itu.
Orang yang akan menggantikan kedudukan ayahnya
itupun kemudian memasuki bilik penyimpanan itu. Ketika
peti kecil yang berada di peti yang besar itu dibuka satu
demi satu, maka orang itu melihat beberapa buah benda
berharga. Diantaranya sebuah topeng yang terbuat dari
emas, sebilah keris dalam wrangkanya yang terbuat dari
emas bertreteskan berlian, dan beberapa macam benda yang
lain. "Semuanya masih utuh" desis para pengawal.
Orang-orang yang berada di banjar itupun akhirnya
mengambil satu kesimpulan, bahwa benda-benda yang
sangat mahal harganya itu memang gawat ternyata pusakapusaka
itu telah menolong diri sendiri.
"Tentu diantara pusaka-pusaka itu ada yang benar-benar
memiliki tuah dan dapat menjadikan dirinya sebagaimana
kalian lihat sebagai dua orang anak muda" berkata calon
Buyut yang akan diwisuda itu.
Namun kesimpulan itu telah membuat orang-orang yang
berada didalam banjar itu menjadi semakin menghormati
benda-benda berharga yang disimpan didalam peti itu.
"Kami akan melaporkan kepada Akuwu apa yang telah
terjadi disini" berkata salah seorang pengawal "mungkin
Akuwu sudah tidak akan terkejut dan heran, karena Akuwu
tentu sudah mengetahuinya.
"Tetapi kita wajib melaporkannya" berkata pengawal itu.
Para pengawal itu sepakat, bahwa dua orang diantara
mereka dikeesokan harinya akan pergi menghadap Akuwu,
sementara seorang yang lain akan menunggui pusaka itu
bersama kawannya yang terluka dibantu oleh para peronda
yang terdiri dari anak-anak muda dari Kabuyutan itu
bersama orang yang akan diwisuda itu sendiri serta para
bebahu. Tetapi menjelang senja para pengawal harus sudah
kembali. Demikianlah, maka pada mulam yang tersisa itu tidak
seorangpun lagi yang dapat tidur barang sekejab. Mereka
masih tetap memperbincangkan kemungkinan yang aneh
yang terjadi pada benda-benda keramat itu, seolah olah
diantara benda-benda keramat itu ada yang. dapat
mewujudkan dirinya seagai dua orang anak muda.
Ketika fajar menyingsing dua diantara para pengawal
itupun telah siap meninggalkan banjar itu untuk menghadap
Akuwu. Diserahkannya tanggung jawab atas benda-benda
itu kepada seorang diantara. para pengawal itu dibantu oleh
orang yang akan diwisuda itu sendiri bersama para bebahu
dan anak-anak muda dari pedukuhan itu.
Sejenak kemudian maka kedua orang pengawal itupun
telah berpacu diatas punggung kuda mereka menuju ke kata
Pakuwon. Ketika mereka menghadap Akuwu dan menceriterakan
apa yang telah terjadi, maka tidak seperti yang mereka
sangka, maka Akuwu itupun ternyata terkejut bukan
buatan. Dengan wajah yang tegang ia berkata "Kalian
mungkin salah menilai benda-benda itu Benda benda itu
memang benda-benda upacara. Tetapi aku yang memiliki
dan menyimpannya sejak bertahun tahun belum pernah
menjumpai peristiwa seperti itu, atau mendengar atau
mengalaminya" "Ampun tuanku" berkata salah seorang pengawal itu
"hamba benar-benar mengalaminya Dalam keadaan yang
paling sulit, seolah-olah tidakl ada lagi harapan bagi hamba
berempat, bahwa hamba akan dapat keluar hidup-hidup
dari banjar itu, dan disaat hamba berempat menjadi, hampir
putus asa bahwa hamba tidak mampu mempertahankan
pusaka-pusaka keramat itu, maka kedua orang anak muda
itu telah turun ke arena"
"Mungkin mereka pengembara seperti yang mereka
katakan" berkata Akuwu.
"Kedatangan merekapun sangat ajaib menurut
pertimbangan nalar hamba" jawab pengawal yang lain.
Akuwu mengangguk-angguk. Ia sudah mendengar
semua ceritera tentang kedua orang anak muda itu dari
awal sampai mereka kembali masuk ke dalam peti-peti kecil
itu setelah mereka meninggalkan senjata yang mereka
pergunakan di depan pintu bilik penyimpanan pusaka itu.
"Baiklah" berkata akuwu itu "meskipun demikian aku
tidak segera dapat mempercayai. Tetapi akupun telah
bersukur bahwa kalian telah mendapatkan sebuah
pertolongan sehingga nyawa kalian telah diselamatkan, dan
pusaka-pusaka keramat itu tidak lenyap dibawa oleh
sekelompok perampok yang kuat, yang sekarang justru
sebagian tersisa telah menjadi tawanan"
"Tuanku" berkata pengawal itu "meskipun ternyata
pusaka-pusaka itu dapat menyelamatkan diri sendiri,
namun bagaimanapun juga hamba masih mengajukan
sebuah permohonan" "Apa?" bertanya Akuwu.
Karena masih ada beberapa hari lagi pusaka-pusaka
keramat itu berada di padukuhan yang kecil tetapi ternyata
mengundang bahaya itu. hamba mohon agar kawan hamba
dapat ditambah lagi"
Akuwu itu mengangguk-angguk. Ia sependapat dengan
permohonan pengawal itu. Apalagi ia kurang mempercayai
apa yang telah terjadi menurut ceritera pengawal itu seolaholah
dari dalam peti itu telah muncul dua orang anak muda
yang aneh itu. "Baiklah" jawab Akuwu "aku akan menyertakan empat
orang pengawal lagi bersamamu"
Demikianlah, maka ketika dua orang pengawal itu
kembali ke banjar, maka ia telah datang bersama empat
orang lainnya, sehingga jumlah para pengawal itu menjadi
delapan orang, sementara seorang diantara mereka terluka.
Namun luka itu telah dapat dijaga dan menjadi semakin
baik. Ketika para pengawal itu kembali di banjar, mereka telah
mendengar ceritera dari antara para peronda, bahwa malam
sebelumnya dua orang anak muda itu telah bermalam di
banjar itu pula. "Aku melihat sendiri" berkata peronda itu "meskipun
demikian cenderung untuk sependapat, bahwa kedua orang
anak muda itu memang ajaib "
Para pengawal dan peronda peronda yang lain
nampaknya masih tetap pada pendirian mereka.
Seandainya malam sebelumnya kedua orang anak muda itu
telah menampakkan dirinya, maka hal itupun sekedar untuk
memperkenalkan diri mereka kepada satu dua orang
peronda. Dalam pada itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukatpun telah berada di luar padukuhan itu meskipun
belum begitu jauh Mereka berdua menjadi ragu-ragu untuk
meneruskan perjalanan mereka. Jika kelompok penjahat itu
ternyata memiliki sejumlah orang lain yang lebih kuat, dan
mereka dengan terang-terangan menyerbu ke padukuhan itu
pada saat wisuda, apakah hal itu tidak akan sangat
berbahaya" berkata Mahisa Murti.
"Ya" jawab Mahisa Pukat "tetapi jika Akuwu hadir,
maka itu akan berarti bahwa jumlah pengawal di
padukuhan itu akan berlipat"
"Jika mereka datang sebelum Akuwu dengan pengawalpengawalnya
datang?" desis Mahisa. Murti.
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Memang
mungkin hal seperti itu terjadi. Bahkan mungkin malam
nanti dan esok pagi-pagi"
Mahisa Murti kemudian berkata "Kita tidak dapat
meninggalkan padukuhan itu. Meskipun kita tidak akan
menempatkan diri kita lagi untuk menghindarkan diri dari
keterlibatan yang semakin jauh"
"Aku sependapat" berkata Mahisa Pukat "malam nanti
kita akan mengawasi padukuhan itu lagi"
Namun dalam pada itu, ternyata berita mengenai dua
orang anak muda yang ajaib itu telah tersebar semakin luas.
Bukan saja orang-orang di padukuhan yang di hari
berikutnya akan mewisuda seorang Buyut baru
menggantikan ayahnya yang sudah meninggal, tetapi
padukuhan-padukuhan lainpun telah mendengarnya pula.
Ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berada di dalam
sebuah kedai kecil di sebuah padukahan yang berjarak tiga
bulak pendek dan pantang dari padukuhan yang hampir
saja mengalami bencana itu, maka mereka telah mendengar
dongeng tentang dua orang anak muda yang ajaib yang
merupakan perwujudan dan pusaku keramat yang
tersimpan di dalam banjar sebagai salah satu benda,
upacara dalam wisuda di hari berikutnya.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mendengarkan
pembicaraan itu dengan jantung yang berdebaran. Penjual
di kedai itu ternyata telah mempercayainya dengan sepenuh
hati. Demikian pula dua orang pembeli lainnya yang
kebetulan bersamaan waktunya dengan hadirnya Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Demikian kedua anak muda itu meninggalkan kedai itu,
maka merekapun tidak dapat menahan gejolak perasaan
mereka. Namun mereka berusaha untuk menahan ledakan
tertawa yang hampir tidak tertahankan.
"Pikiran gila" geram Mahisa Pukat sambil menahan
tertawanya. "Memang salah kita" berkata Mahisa Murti "kita pergi
dengan diam-diam dan meletakkan senjata itu di depan
pintu bilik penyimpanan. Menurut khayal mereka, seolaholah
kita telah kembali memasuki peti-peti itu dan
meninggalkan senjata yang kita pinjam itu"
"Apakah kita akan menjelaskan?" bertanya Mahisa
Pukat. "Kita akan menunggu perkembangan keadaan" jawab
Mahisa Murti. Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Sementara itu
merekapun berjalan menuju ke sebuah padang perdu yang
sepi. Sambil menunggu gelap merekapun berbaring di atas
rerumputan kering sambil membicarakan kabar yang
membuat keduanya geli. Sementara itu, di padukuhan yang akan melakukan
wisuda bagi calon buyut yang akan menggantikan ayahnya
itu sudah menjadi ramai. Namun bagaimanapun juga,
nampak bahwa padukuhan itu dibayangi oleh kegelisahan.
Orang-orang yang mempersiapkan upacara wisuda di
banjar, sementara yang lain mempersiapkan hidangan dan
upacara yang lain, masih tetap membicarakan niat jahat
terhadap orang untuk merampas pusaka yang keramat itu.
"Tetapi pusaka itu sendiri telah menyelamatkan dirinya"
berkata beberapa orang di antara mereka.
Tetapi karena itu, dalam kesibukan itu ihasih tetap
tercermin kegelisahan. Namun bagaimanapun juga mereka
harus membuat persiapan-persiapan. Di hari berikutnya,
menjelang malam, Akuwu akan datang untuk mewisuda
seorang Buyut baru dari padukuhan itu.
Kegelisahan itu telah memaksa orang-orang
sepadukuhan menjadi bersiaga. Setiap laki-laki telah
membawa senjata. Sementara anak-anak muda berjaga-jaga
di gardu-gardu. "Sebenarnya kita tidak perlu cemas" berkata seorang
anak muda. "Jika perampok-perampok itu datang dalam jumlah yang
jauh lebih besar?" sahut kawannya,
"Pusaka-pusaka itu benar-benar bertuah" jawab anak
muda yang pertama. "Jika perampok-perampok itu mempunyai penawarnya,
sehingga pusaka-pusaka itu tidak lagi dapat membuat
dirinya sebagaj dua orang anak muda?" sahut kawannya.
"Tetapi di sini sekarang sudah ada delapan orang
pengawal. Sementara kita sendiri dapat mengerahkan anakanak
muda yang jumlahnya tidak terhitung lagi. Bahkan
padukuhan-padukuhan tetangga sudah bersedia membantu
jika kita memberikan isyarat" berkata orang pertama.
"Ya. Kita akan dapat bertempur dalam jumlah yang
tidak terbatas. Tetapi apakah jumlah itu akan dapat
menjamin kemenangan mutlak" Seandainya kita dapat
mengusir para perampok itu, maka berapa puluh orang
diantara kita yang akan menjadi korban dari peristiwa itu"
sahut kawannya. Namun agaknya kawannya yang lain sependapat dengan
orang yang pertama. Katanya "Semua akibat yang paling
burukpun harus kita pertanggung-jawabkan. Kita tidak
dapat mengingkari lagi tanggung jawab itu"
Anak-anak muda itupun terdiam. Mereka memang tidak
akan dapat berbuat lain. Di hari berikutnya, menjelang
malam Akuwu akan datang. Tengah malam wisuda itu
akan berlangsung. Namun di padukuhan itu telah ada dela
pan orang pengawal yang akan melindungi pusaka keramat
yang akan menjadi bagian dari upacara itu. Sementara
kehadiran Akuwupun tentu akan membawa sejumlah
pengawal pilihan. Apalagi Akuwu sudah mengetahui,
bahwa ada pihak yang menginginkan merampas bendabenda
yang sangat berharga itu.
Demikianlah, malam itu seluruh padukuhan itu seolaholah
tidak tertidur barang sekejap. Setiap laki-laki ikut
berjaga-jaga di sekitar rumah masing-masing. Anak-anak
muda berada di gardu-gardu, sementara perempuanperempuan
sibuk menyiapkan hidangan dan kelengkapan
upacara di hari berikutnya, sementara yang lain
menyiapkan minuman dan makanan bagi para peronda
yang jumlahnya tidak terhitung di setiap gardu.
Malam itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat pun
mendekati padukuhan itu pula. Dari kejauhan merekapun
melihat obor di regol padukuhan dan di gardu-gardu.
Bahkan di setiap simpang tiga dan simpang ampat.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Meskipun jumlahnya tidak terhitung, tetapi jika sirep
yang tajam itu mencengkam mereka, maka merekapun
tentu akan tertidur nyenyak" berkala Mahisa Murti.
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Tetapi katanya
"Nampaknya tidak malam ini. Orang-orang yang akan
merampok benda-benda berharga itu tentu masih harus
menghitung-hitung lagi. Apalagi agaknya orang-orangnya
yang terbaik telah tertangkap dan terbunuh sehingga mereka
harus menilai lagi keadaan yang akan mereka hadapi.
Mahisa Murti mengangguh-angguk. Iapun sependapat
bahwa malam itu tidak akan terjadi sesuatu.
Meskipun demikian kedua orang anak muda itu tidak
meninggalkan tempatnya. Mereka masih tetap mengawasi
keadaan pedukuhan yang sedang sibuk mempersiapkan
upacara wisuda di hari berikutnya.
"Malam ini semua tenaga telah dikerahkan" berkata
Mahisa Murti "sehingga esok mereka semua akan
kelelahan. Jika menjelang pagi mereka lengah, adalah saat
sang paling baik bagi orang-orang yang berniat jahat datang
ke padukuhan ini. Apalagi dilambari dengan ilmu sirep"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Kau
benar. Tetapi mudah-mudahan hal itu_tidak terjadi"
Dengan sabar kedua anak muda itu menunggu. Namun
mereka sempat membagi waktu yang tesisa. Sebelum pagi,
maka Mahisa Pukat mendapat Kesempatan pertama. Baru
kemudian Mahisa Murti memanfaatkan waktu menjelang
fajar untuk tidur sambil bersandar sebatang pohon.
Dalam pada itu. ternyata bahwa orang-orang padukuhan
yang semalam suntuk berjaga-jaga itu sebagaimana
diperhitungkan oleh Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, telah
kehabisan tenaga. Agaknya hal itupun telah diperhitungkan
pula oleh sekelompok orang yang berniat merampas bendabenda
keramat itu. Seorang yang bertubuh tinggi, dengan perut yang besar
dan bermata setajam mata burung hantu mengamati
keadaan padukuhan itu dengan saksama.
"Orang-orang bodoh itu terperangkap oleh kesombongan
mereka sendiri" berkata orang berperut besar dan bertubuh
tinggi itu. Lima belas orang kita telah terbunuh dan tertangkap
berkata salah seorang pengikutnya.
"Agaknya ilmu sirep itu dapat diatasi oleh para
pengawal. Sementara menurut beberapa orang, pasukan itu
dapat menjelma menjadi dua orang anak muda yang telah
mengalasi kesulitan para pengawal itu" berkata orang
bertubuh tinggi dan berperut besar itu.
Para pengikutnya mengangguk-angguk. Merekapun
berpendapat bahwa kesulitan yang dialami oleh kawankawannya
yang jumlahnya cukup banyak itu hampir
melumpuhkan seluruh kekuatan gerombolan yang semula
cukup kuat dan ditakuti. "Setelah kehilangan lima belas orang, maka kekuatan
kita tinggal separonya" berkata orang bertubuh besar itu
"aku tidak yakin bahwa jika kita mengulangi usaha ini, kita
akan berhasil. Apalagi jumlah pengawal yang ditempatkan
di padukuhan ini sudah bertambah dengan ampat orang.
Sehingga mereka menjadi delapan orang"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Namun seorang
diantara mereka berkata "Tetapi apakah kesempatan
semacam ini dapat terulang"
Orang bertubuh tinggi berperut besar itu menganggukangguk.
Katanya "Aku sependapat, bahwa kesempatan
serupa ini akan sulit dicari. Tetapi bagaimana dengan orang
kami yang tersisa tidak lebih daru dua puluh orang. Justru
bukan orang-orang terbaik seperti yang sudah tertangkap
itu. Mungkin aku sendiri dapat berbuat cukup banyak.
Tetapi kalian harus mengakui, bahwa kawan-kawan kalian
yang terbaik sudah tidak ada diantara kita."
"Bagaimana jika kita berhubungan dengan seseorang"
berkata salah seorang pengikutnya
"Tidak ada gunanya" jawab orang bertubuh tinggi
dengan perut besar itu kita tentu akan berebut untuk
menguasai seluruh benda-benda keramat itu. Kita akan
hancur sendiri sementara kekuatan kita sudah larut"
"Jadi bagaimana menurut pertimbangan Ki Lurah"
bertanya seorang pengikutnya.
Orang yang disebut Ki Lurah itu terdiam. Ia lidak ingin
melepaskan benda-benda berharga itu, tetapi ia tidak cukup
kekuatan untuk merampasnya. Sementara mereka
meragukan, apakah ilmu sirep akan dapat dipergunakan"
"Kita dapat mencoba" tiba tiba saja seorang yang lain
berbicara "kita lontarkan ilmu sirap. Jika ilmu itu tidak
berarti bagi para pengawal, kita lidak akan berbuat apa-apa.
Tetapi jika pengawal itu tertidur karenanya, maka kita akan
mencuri benda-benda keramat itu"
Orang yang bertubuh tinggi berperut besar itupun
menjawab "Sebentar lagi matahari terbit. Apakah kita akan
dapat membawa peti itu meninggalkan padukuhan ini.
Seandainya kita berhasil mengetrapKan sirep, karena
Kebetulan orang-orang padukuhan ini memang-telah
kehabisan tenaga setelah semalam suntuk mereka berjagajaga,
sedangkan tanpa ilmu sireppun ada diantara mereka
yang sudah tidak dapat bertahan dan tertidur di gardugardu,
dan kita dapat mengambil peti-peti itu, bukankah
akan dapat memancing kecurigaan orang-orang yang akan
berpapasan dengan kita di sepanjang jalan?"
"Kita akan mengambil sebuah pedati. Mereka tidak akan
terbangun dengan segera. Pedati kita tentu sudah akan
meninggalkan padukuhan ini sampai ketempat yang jauh,
sehingga mereka tidak akan dapat melacak perjalanan kita"
berkata seorang pengikutnya.
"Bagaimana dengan para pengawal?" bertanya orang
bertubuh tinggi dan berperut besar?"
"Kita akan membinasakan mereka dalam tidur" jawab
pengikutnya. Orang yang bertubuh tinggi berperut besar yang ternyata
adalah pemimpin segerombolan perampok yang besar itu,
mengangguk-angguk. Katanya "Agaknya itu lebih baik.
Kita akan membunuh mereka agar mereka tidak akan dapat
mengganggu kita untuk seterusnya"
"Ya. Jika mereka masih kita biarkan hidup, dan jika
mereka terbangun terlalu cepat, maka mereka akan dapat
menyusul kita" "Tentu pedati itu tidak akan dapat berjalan terlalu cepat"
berkata seorang pengikutnya.
"Baiklah" berkata orang itu "meskipun seorang yang
mempunyai ilmu sirep sudah tidak ada lagi diantara kita,
maka kita masih mempunyai seorang yang lain. He, rambut
putih. Lakukanlah. Jangan mengecewakan. Aku yang
mempunyai pengetahuan serba sedikit, akan membantumu"
Demikianlah kedua orang itupun mulai bersamadi
ditempat persembunyian mereka, sementara orang-orang
yang lain mengawasi keadaan. Dalam ketegangan sekalikali
mereka menengadahkan wajah mereka. Sebentar lagi,
langit akan menjadi merah dan mataharipun akan segera
pecah di ujung Timur. Namun mereka masih mempunyai waktu. Sejenak
kemudian ilmu mereka telah menyelubungi seluruh
padukuhan. Dalam pada itu, orang-orang yang memang sudah
kelelahan dan mengantuk itupun dapat bertahan sama
sekali. Bahkan para pengawal yang ternyata juga berjaga
jaga semalam suntuk bersama para peronda dan mereka
yang mempersiapkan upacara bagi wisuda di hari
berikutnya menjelang tengah malam, tidak lagi dapat
bertahan. Pe rasaan kantuk mereka ditambah dengan
kekuatan sirep yang tajam itu telah membuat mereka benarbenar
kehilangan kesadaran. Bukan saja mereka menjadi
tertidur nyenyak, tetapi mereka seolah-olah telah menjadi
pingsan karenanya. Tetapi ternyata bahwa pengaruh sirep itu telah
menyentuh Mahisa Pukat. Ketika perasaan kantuk yang
sangat menerpa matanya, sementara ia sedang mendapat
giliran berjaga-jaga, karena Mahisa Murtilah yang sedang
beristirahat sambil bersandar sebatang pohon, maka iapun
mulai menjadi curiga. Segera iapun mengetrapkan ilmunya
untuk meningkatkan ketahanan tubuhnya bukan saja dari
serangan wadag. tetapi juga sentuhan ilmu yang tidak kasat
mata seperti ilmu sirep. Baru kemudian, iapun membangunkan Mahisa Murti.
Mula-mula ia menemui kesulitan, karena dalam tidurnya
Mahisa Murti telah dibebani ilmu sirep, sehingga
tidurnyapun menjadi semakin nyenyak. Namun akhirnya
Mahisa Pukalpun berhasil membangunkannya juga.
Sesaat Mahisa Murti memerlukan waktu untuk
meningkatkan daya tahannya. Baru kemudian ia bertanya
"Apa yang telah terjadi?"
"Aku belum tahu. Tetapi aku meraskana hadirnya ilmu
sirep itu" jawab Mahisa Pukat
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam katanya
"Apakah satu kelemahan yang tidak dapat dimanfaatkan.
Dua malam berturut-turut padukuhan ini mengalami
serangan dengan cara yang sama"
"Tetapi dalam keadaan yang berbeda" jawab Mahisa
Pukat. "Ya, Malam ini para pengawal dan para peronda
mengira bahwa serangan terjadi pada malam pertama itu
tidak akan terjadi lagi. Apalagi malam telah hampir sampai
keujungnya. Sebentar lagi matahari akan terbit" sahut
Mahisa Murti. "Justru disinilah letak kesalahan mereka" jawab Mahisa
Pukat "hal yang tidak terduga, kini benar-benar terjadi pada
saat orang-orang padukuhan itu menjadi letih.
"Sekali lagi kita harus bertindak" berkata Mahisa Murti.
Kedua orang anak muda itupun kemudian bersiap-siap.
Merekapun kemudian merayap dengan hati-hati, mendekati
banjar tempat penyimpanan pusaka. Namun merekapun
terkejut ketika dihalaman mereka terlihat beberapa orang
bersenjata telah siap untuk memasuki banjar.
"Bukan main" berkata Mahisa Pukat "apakah para
pengawal itu benar-benar telah tertidur lagi seperti malam
kemarin?" 'Merekapun tidak menduga, bahwa serangan yang
demikian akan terulang, justru menjelang pagi hari" sahut
Mahisa Murti. "Kita tidak mendapat kesempatan untuk membangunkan
mereka malam ini" berkata Mahisa Pukat.
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Agaknya para
penjahat itu telah berada disekeliling banjar. Bukan saja di
halaman depan. "Apakah yang akan kita lakukan" bertanya Mahisa
Murti kemudian. "Kita mendekat. Masih ada kesempatan meskipun
sebentar lagi hari akan menjadi terang desis Mahisa Pukat.
Memang tidak ada pilihan lain. Dengan sungguhsungguh
Mahisa Murti berkata "Mungkin kali ini kita akan
benar-benar bertempur. Kita tidak dapat sekedar bermainmain
seperti malam kemarin. Agaknya kita berdua harus
melawan sekian banyak orang tanpa bantuan orang lain"
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Katanya kita
memerlukan sentata lagi"
"Kita ambil senjata para peronda di gardu yang sudah
tertidur nyenyak itu" jawab Mahisa Murti.
Dalam pada itu, kedua orang itu masih mendengar orang
yang bertubuh tinggi dan berperut besar berteriak "Bunuh
semua pengawal" "Jangan ada yang tersisa, aku tidak yakin bahwa, pusaka
itu benar-benar dapai menjadi dua orang anak muda"
"Kita tidak mempunyai banyak waktu" berkata Mahisa
Pukat. Keduanya kemudian dengan sangat berhati-hati
meloncati dinding halaman dan merayap mendekati gardu.
Ternyata keremangan sisa malam masih sempat
menyelimuti mereka, sehingga orang-orang itu tidak
melihat saat kedua orang anak muda itu memungut senjata
dari gardu. Yang dapat mereka ambil dari gardu adalah dua batang
tombak pendek. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masingmasing
telah mengamati tombak pendek di tangan mereka.
Meskipun tombak itu bukan tombak yang sangat baik,
tetapi ternyata tombak-tombak itu akan dapat dipergunakan
untuk melawan senjata para perampok yang jumlah sekitar
dua puluh orang itu. Dengan cemas Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
kemudian melihat para perampok yang naik ke pendepa.
Mereka nampaknya sangat yakin, bahwa tidak seorangpun
yang dapat lolos dari ilmu sirep mereka.
Dalam pada itu, disana-sini para peronda dan orangorang
yang sibuk mempersiapkan upacara wisuda yang
akan diselenggarakan tengah malam berikutnya, tertidur
silang melintang. Beberapa tangkai janur masih berserakan di pendapa.
Sementara di dapur asappun masih mengepul. Tetapi
perempuan-perempuan yang masak, telah tertidur pula
dengan nyenyaknya. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk mencapai pintu butulan, karena
untuk menuju ketempat itu. ia harus melewati beberapa
orang pengikut orang bertubuh tinggi dan berperut besar itu.
Sehingga karena itu, maka iapun telah mengambil satu
sikap yang lain. Ketika sekali lagi orang bertubuh tinggi dengan perut
yang besar itu berteriak memerintahkan orang orangnya
segera masuk, maka tiba tiba saja Mahisa Murti telah
muncul dihalaman diikuti oleh Mahisa Pukat.
Yang terdengar kemudian adalah suara tertawa Mahisa
Murti diselingi oleh kata-katanya "Apa yang akan kalian
lakukan Ki Sanak?" Semua orang terkejut mendengar suara tertawa itu.
Dengan serta merta mereka berpaling dan memandang ke
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
halaman. Dengan jantung yang berdebar-debar mereka
melihat dalam keremangan sisa malam dua orang anak
muda yang berdiri tegak dengan tombak pendek di tangan.
"Siapa kau?" bertanya pemimpin perampok itu.
"Ki Sanak" berkata Mahisa Murti "beri kami jalan.
Kami akan kembali kedalam sarang kami"
"Siapa kau he?" desak seorang perampok yang menjadi
berdebar-debar. "Aku adalah Kiai Sodor. Aku akan kembali kedalam
selongsongku yang terletak di dalam peti" jawab Mahisa
Murti. "Aku Kiai Gampar" desis Mahisa Pukat "beri kami
jalan. Kecuali jika kalian bermaksud jahat. Kami berdua
mendapat tugas untuk mengamati jalannya upacara wisuda
dan ikut pula didalamnya. Itulah sebabnya kami berada
disini untuk mengawal saudara tua kami. Topeng Emas
berlian dan bergigi intan"
"Omong kosong" pemimpin perampok itu berteriak.
"Jangan ganggu kami. Jika saudara tua kami itu
terbangun dan keluar dari petinya, maka akan terjadi garagara.
Gunung akan meledak dan berguguran. Lautan dan
sungai-sungai akan meluap. Hujan prahara dan angin topan
akan menghancurkan bumi ini"
"Aku tidak peduli" teriak pemimpin perampok itu
"jangan sangka kami anak-anak kemarin sore yang percaya
kepada igauanmu itu. Lebih baik kalian tunduk dibawah
perintah kami, agar kalian berdua akan dapat kami
ampuni" Mahisa Pukatlah yang tertawa Sambil melangkah maju
ia berkata "Sudahlah. Jangan membual seperti itu. Beri
kami jalan, atau kami akan memusnakan kalian"
Pemimpin perampok itu menjadi semakin marah.
Dengan garang ia berkata "Baik. Aku akan membunuh
kalian berdua. Jika benar kalian adalah ujud dari pusakapusaka
yang kau sebut itu. maka kalian akan dapat
menyelematkan diri kalian"
"Baik" jawab Mahisa Pukat "jika itu yang kau kehendaki
maka kami akan menembus kemampuan kalian semua
sebelum kami akan memasuki selongsong kami masingmasing"
Pemimpin perampok itu menggeram. Sementara itu
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah bersiap-siap
menghadapi segala kemungkinan.
Sebenarnyalah, bagaimanapun juga, kedua anak muda
itu harus menilai lawannya dengan saksama. Jika malam
sebelumnya mereka bertempur bersama ampat orang
pengawal dan lawannyapun tidak sebanyak malam itu,
maka saat itu mereka berdua harus bertempur berdua saja.
Dalam pada itu, maka pemimpin perampok itupun
berkata kepada orang-orangnya "Selesaikan dua orang anak
gila ini. Baru kita menyelesaikan yang lain agar anak-anak
gila ini tidak mengganggu lagi"
Tetapi Mahisa Murti menyahut "Marilah, aku sudah
siap. Apakah kau kira bahwa ilmu kalian sudah terlalu
tinggi" Aku dapat menilik dari ilmu sirep kalian yang tidak
berarti apa-apa ini. Dengan demikian, maka tingkat
kemampuan kalianpun tidak akan jauh berbeda dengan
tingkat ilmu sirep kalian ini"
Tetapi pemimpin perampok itu tidak menjawab. Iapun
langsung mendekati Mahisa Murti, sementara para
pengikutnyapun telah memencar. Seorang anak muda yang
lain, yang telah mengambil jarak, telah dikepungnya pula.
Namun nampaknya Mahisa Pukat memang mempunyai
sikap yang agak berbeda dari Mahisa Murti. Demikian
lawan-lawannya mulai mengepungnya, maka iapun telah
menyerang mereka dengan langkah menghentak yang
mengejutkan. Hampir tidak dapat dilihat oleh lawannya,
karena mereka memang tidak akan menduga, bahwa
Mahisa Pukat akan berbuat demikian.
Namun dalam hentaknya yang mengejutkan itu, ujung
tombaknya telah tergores pada dada seorang lawan.
Demikian orang itu mengaduh, sambil meloncat surut,
maka putaran tombaknya telah menyambar kepala seorang
lawannya yang lain pada pangkalnya.
Sikap Mahisa Pukat benar-benar telah mengejutkan
lawan. Sehingga justru karena itu, maka merekapun segera
bergeser mundur. Tetapi Mahisa Pukat tidak memberi mereka kesempatan
untuk menilai keadaan sebaik-baiknya, karena Mahisa
Pukatpun telah memburu dengan serangan-serangannya
yang cepat pada satu sisi, sehingga dengan demikian, maka
ternyata bahwa Mahisa Pukat telah berhasil memecahkan
kepungannya. Bahkan sekali lagi, seorang lawannya telah
mengaduh karena ujung tombak anak muda itu telah
mematuk perutnya. Sementara itu, Mahisa Murtipun telah mulai bertempur
pula. Orang yang bertubuh tinggi dengan perut yang besar itu
berada di lingkaran pertempuran untuk melawannya.
Dengan sikap yang lebih tenang Mahisa Murti
menghadapi lawan lawannya. Ia tidak meloncat-loncat
mengejutkan. tetapi senjatanyalah yang berputar seperti
baling-baling melindungi dirinya dari serangan-serangan
senjata mereka yang mengepungnya.
Sebenarnyalah senjata Mahisa Murti tidak kalah
berbahaya dari senjata Mahisa Pukat. Dalam beberapa saat
beberapa orang yang mengepung Mahisa Murtipun mulai
menyadari, bahwa anak muda itu benar-benar anak muda
yang luar biasa. Untuk beberapa saat Mahisa Murti masih tetap bertahan.
Namun sejenak kemudian, maka tangan lawanlawannyapun
mulai merasa sakit. Benturan-benturan yang
terjadi telah membuat tangan orang-orang yang
mengepungnya menjadi pedih. Seorang yang lenggah,
ternyata telah terkejut karena senjatanya seolah-olah telah
di renggut oleh kekuatan yang tidak terlawan dan melejit ke
udara, jatuh beberapa langkah dari arena.
"Gila" geram orang itu. Namun ia masih mendapat
kesempatan untuk mengambilnya.
Tetapi demikian ia kembali memasuki arena, seorang
diantara kawannya telah terdorong surut Bukan saja
senjatanya yang terlepas dari tangannya, tetapi lambungnya
telah tergores ujung senjata anak muda yang berada di
dalam kepungan itu. Sebenarnyalah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak
lagi mendapat kesempatan untuk bermain-main, jika
mereka tidak ingin mendapat kesulitan. Karena itulah,
maka merekapun telah mengerahkan segenap kemampuan
mereka. Bahkan tenaga cadangan merekapun telah mulai
tersalur pada tangan-tangan mereka.
Itulah sebabnya, maka kekuatan merekapun seolah-olah
telah menjadi berlipat. Sentuhan senjata mereka, bagaikan
hantakkan kekuatan yang tidak terlawan.
Dengan kekuatan yang berlipat dan sikap yang garang
Mahisa Pukat benar-benar telah mampu mengacaukan
kepungan lawan-lawannya. Bahkan semakin lama ia
semakin mendapat banyak kesempatan untuk mengurai
perlawan orang-oroang yang berusaha mengepungnya lebih
rapat. Setiap kali Mahisa Murti berhasil lolos dari lingkaran
yang mengelilinginya, bahkan setiap kali dengan
meninggalkan segores luka pada tubuh seorang lawan.
Mahisa Murtipun semakin lama menjadi semakin cepat
bergerak. Tombaknya berputaran bagaikan perisai diseputar
tubuhnya. Namun tiba-tiba tombak itu mematuk dengan
cepatnya. Jika seorang diantara mereka yang mengepung
mengaduh dan terdorong sulut, maka tombak itu telah
berputar kembali di sekeliling tubuhnya.
Beberapa orang telah terluka di arena pertempuran.
Mahisa pukat ternyata memerlukan arena yang lebih luas.
Sementara Mahisa Marti bertempur ditempatnya
menghadapi orang-orang yang mengurungnya. Namun
meskipun Mahisa Murti tetap berada di dalam kepungan
namun lawan-lawannya tidak banyak dapat berbuat atas
anak muda itu. Dengan mengerahkan segenap ilmunya, maka Mahisa
Murtipun berhasil satu persatu mengurangi jumlah
lawahnya. Ketika tombaknya terayun mendatar, maka
seorang lawannya memekik kecil.
Dadanya terkoyak oleh ujung tombak itu. Bahkan ujung
tombak itu masih juga melemparkan senjata seorang
lawannya yang lain dan jatuh beberapa langkah dari
padanya. Dengan tergesa-gesa orang yang kehilangan senjata itu
berlari memungut senjatanya. Namun malang, bahwa ia
tidak memperhatikan kaki Mahisa Pukat. Dengan satu
loncatan kecil, orang yang sedang memungut senjatanya itu
telah terlempar jatuh. Justru pangkal tombak Mahisa Pukat
telah menghantam tengkuknya.
Meskipun pangkal tombaknya itu tidak melukainya,
tetapi benturan di tengkuknya telah membuatnya Sekaligus
pingsan. Demikianlah, dari waktu ke waktu, orang-orang yang
mengepung kedua anak muda itu menjadi semakin
berkurang. Sementara itu langit menjadi semakin terang.
Pagipun telah mulai cerah.
"Aku tidak ingin kemanungsan" teriak Mahisa Pukat
"aku harus segera kembali ke selongsongku sebelum
saudara tua yang garang itu marah. Jika ia terbangun dan
tampil di arena, maka bumi akan terguncang seluruhnya
dan gempapun akan menghancurkan dataran dan lereng
pegunungan sebelum gunung itu sendiri akan meledak"
Ancaman itu memang mengerikan. Orang orang yang
tinggal, ternyata tidak dapat mengabaikan ancaman Mahisa
Pukat itu. Bahkan dalam keadaan yang gawat, maka senjata
Mahisa Murti telah menyentuh tubuh orang yang menjadi
pemimpin gerombolan yang ingin merampas benda benda
berharga itu. "Kau adalah pusat dari bencana ini" berkata Mahisa
Murti "jika kau dapat aku lumpuhkan, maka semuanya
akan tunduk kepadaku"
"Gila" orang itu menggeram "kau akan mati"
"Kau tidak akan dapat membunuhku" berkata Mahisa
Murti "aku bukan wadag kasar seperti wadagmu"
Sebenarnyalah orang bertubuh tingggi dengan perut yang
besar itu tidak mampu berbuat banyak. Kawan-kawannya
menjadi semakin berkurang, sementara tubuhnya sendiri
telah terluka. "Lima orang pengikutnya telah tergolek di tanah. Tiga
diantaranya pingsan. Sementara yang dua keadaannya
sangat gawat. Meskipun demikian orang bertubuh tinggi dan dan
perutnya besar itu tidak mau segera melihat kenyataan.
Bahkan seperti orang gila iapun telah mengamuk sejadi
jadinya. Tetapi dengan demikian, ia telah kehilangan
pengamatan atas tata geraknya sendiri, sehingga seolah olah
ia tidak lagi bertempur atas satu pegangan ilmu yang paling
sederhana sekalipun. Namun dalam pada itu, sikap orang bertubuh tinggi dan
berperut besar itu sangat menjengkelkannya. Sehingga
karena itu, maka Mahisa Murtipun telah mengambil
keputusan untuk menghentikan sikap gila orang itu. Ketika
dengan ayunan senjata yang tidak mapan orang itu
menyerang Mahisa Murti, maka Mahisa Murti masih
sempat mengelak meskipun ia harus menangkis serangan
seorang lawannya yang lain.
Namun dalam pada itu. dengan sikapnya yang tidak
terkendali orang itu telah memburunya dan mengayunkan
senjatanya tanpa memperhitungkan akibatnya.
Mahisa Murti tidak lagi mengelak, tetapi ia sempat
mengungkit senjata lawannya dengan tungkai tombaknya,
sehingga senjata itu terjulur tanpa menyentuh sasaran. Pada
saat yang demikian, Mahisa Murti telah memukul
punggung orang itu dengan tangkai tombaknya pula.
Pukulan itu terlalu keras, sehingga orang bertubuh tinggi
itu menjadi tehuyung-huyung. Hampir saja ia jatuh
terjerembab. Namun untunglah bahwa ia masihi sempat
menguasai keseimbangannya.
Dengan berteriak nyaring itu telah melompat, memutar
tubuhnya Sambil mengumpat kasar itu mengangkat
senjatanya. Namun tepat pada saat yang sama, tombak Mahisa
Murti telah terjulur lurus ke arah lambungnya yang terbuka.
Orang itu tidak dapat berbuat apa-apa. Ujung tombak
Mahisa Murti telah mengoyak kulitnya meskipun tidak
terlalu dalam Tetapi terasa seolah-olah isi perutnya telah
tertumpah. Melihat orang itu terluka, pengikut-pengikutnya menjadi
semakin gelisah. Bahkan kemudian merekapun mulai
bergeser surut. Tetapi orang itu berteriak "Pengecut. Bunuh anak-anak
gila itu" "Omong kosong" geram orang itu.
Sebenarnyalah bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah mengerahkan segenap kemampuannya. Dengan
tenaga cadangan mereka telah mendorong kecepatan dan
kemampuan gerak mereka agar ujung senjata lawan benarbenar
tidak melukai kulitnya. Dengan kecepatan gerak
mereka berhasil menghindar dan menangkis setiap serangan
dari segala arah. Bahkan akhirnya, dengan kecepatan
puncaknya mereka berdua berhasil mematahkan
perlawanan orang-orang yang bermaksud buruk itu.
Ketika sekali lagi tombak Mahisa Murti mengenai dada
orang bertubuh tinggi itu, maka iapun telah mengakhiri
pertempuran. Orang bertubuh tinggi dengan yang besar itu,
akhirnya jatuh terkapar di tanah. Sekali-kali terdengar orang
itu mengerang menahan pedih. Tetapi Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat tidak terlalu banyak mempunyai waktu.
Keduanya telah mengikat orang-orang yang tersiksa dan
mengikat mereka pada batang-batang pohon yang terdapat
dihalaman banjar itu. Sementara yang terlalu dan pingsan
terpaksa mereka tinggalkan begitu saja.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jika para pengawal terbangun, maka mereka akan
segera merawat mereka" berkata Mahisa Murti. Lalu
sebentar lagi mereka akan terbangun. Sumber kekuatan
sirep itu telah dilumpuhkan, sehingga kekuatan sirep itu
sudah tidak berpengaruh lagi"
"Lalu. bagaimana dengan kita?" bertanya Mahisa Pukat.
"Kita akan meletakkan senjata-senjata ini seperti malam
kemarin" jawab Mahisa Murti.
"Dimuka bilik itu?" bertanya Mahisa Pukat.
"Ya" jawab Mahisa Murti singkat.
Dengan tergesa-gesa keduanya Kemudian memasuk
ruang dalam banjar itu. Ternyata pintu banjar itu juga tidak
diselarak seperti malam sebelumnya. Agaknya para peronda
dan para pengawal memang tidak menduga sama sekali
bahwa perampok-perampok itu akan kembali. Menurut
perhitungan mereka, kemungkinan yang demikian itu
hampir tidak akan terjadi.
Tetapi ternyata yang mereka anggap tidak mungkin
terjadi itu telah terjadi. Sekali lagi para pengawal
dihadapkan pada satu kenyataan bahwa mereka tidak
berdaya menghadapi keadaan yang gawat dibawah ilmu
sirep yang sangat tajam. Setelah meletakkan senjata masing-masing, maka
Mahisa Pukat dan Mahisa Murtipun meninggalkan banjar
itu setelah keduanya menggeser tutup peti yang besar untuk
memberikan kesan bahwa tutup itu telah bergerak.
Hampir saja keduanya terlambat meninggalkan banjar
itu, ketika seorang pengawai tiba-tiba menggeliat. Namun
sebelum orang itu membuka matanya, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah berjingkat keluar dari ruang dalam dan
dengan tergesa-gesa meninggalkan banjar itu.
Mereka masih melibat beberapa orang tertidur di gardugardu
meskipun matahari telah mulai nampak di ujung
timur. Tanpa menghiraukan mereka, Keduanya berusaha
untuk segera menjauhi banjar dan keluar dari padukuhan
yang masih terasa sangat sepi.
Namun kesibukan ayam di kandang, telah
membangunkan beberapa orang disekitar banjar. Pengawal
yang tertidur itu seorang demi seorang telah terbangun pula.
Ketika seorang peronda dihalaman terbangun pula,
alangkah terkejutnya ketika ia melihat apa yang telah tejadi.
Peronda itu mengusap matanya yang masih kabur.
Seolah-olah ia tidak percaya bahwa ia benar-benar melihat
satu kenyataan. Bukan sekedar mimpi.
Dengan jantung yang berbedar-berdebar ia
membangunkan kawan-kawannya. Seorang demi seorang.
"Siapa mereka?" bertanya salah seorang dari para
peronda itu. "Kita bertanya kepada para pengawal" desis salah
seorang diantara para peronda di halaman.
Beberapa orangpun kemudian berlari-lari ke ruang
dalam. Mereka melihat para pengawal baru saja terbangun
pula. Bahkan diantara mereka masih ada yang terbaring.
Sambil menggeliat dengan malasnya ia berdesis "Alangkah
neyenyaknya tidurku malam ini"
"He, jadi kalian tertidur pula?" bertanya seorang
peronda. Pertanyaan itu telah mendebarkan jantung para
pengawal. Bahkan salah seorang diantara para pengawal itu
berkata "He, apakah kita tertidur"
Pengawal yang pernah mengalami sirep sebelumnya
menjadi pucat. Dengan nada gemetar ia berkata "Sirep itu
telah terulang" Dengan tidak menunggu tanggapan, iapun segera
meloncat berdiri dan berlari ke bilik penyimpanan. Sekali
lagi la terkejut, la melihat dua batang tombak pendek
bersilang dilantai didepan pintu.
"Senjata siapa?"ia bertanya kepada diri sendiri.
Pengawal itu terkejut ketika ia melihat tutup peti itu
bergeser. Hampir berteriak ia berkata "Peti itu terbuka"
Para pengawalpun telah berlari-lari ke bilik itu. Bahkan
pengawal yang terlukapun telah mendekat pula.
"Pintu ini bergeser" desis pengawal yang pertama
melihat peti itu. "Lihat isinya" sahut yang lain.
Dengan dada yang berdebar-debar mereka membuka
tutup peti itu. Namun ternyata peti-peti kecil didalam peti
yang besar itu masih tetap berada ditempatnya. Ketika satu
demi satu peti itu dilihat, maka isinya masih seperti semula.
Demikian pula peti-peti kecil pada peti yang sebuah lagi.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" bertanya pengawal itu
tanpa sasaran. Namun seorang peronda telah menjawab Telah terjadi
pertempuran di halaman. Beberapa orang terluka, bahkan
ada yang mungkin telah terbunuh. Sementara beberapa
orang yang lain terikat di pepohonan "
"Apakah kau mengigau?" geram seorang pengawal
"Lihat sendiri" jawab peronda itu.
"Kalian yang melakukannya?" bertanya pengawal itu pula.
"Aku kira kalianlah yang melakukannya" jawab peronda
itu dengan heran. Sejenak mereka saling berpandangan. Namun
merekapun kemudian telah menghambur berlari ke
halaman. Sebenarnyalah mereka melihat beberapa orang terbaring
ditanah. Darah memerah ditubuh mereka. Sementara
beberapa orang yang lain telah terikat di batang pepohonan.
Dengan serta merta seorang pengawal berlari kearah
seorang diantara mereka yang terikat. Dengan garang
sambil mengacukan pedang ke dada orang yang terikat itu
ia bertanya "Siapa kau, he" Apa maksudmu dan apa yang
telah terjadi. Katakan yang sebenarnya. Jika kau
berbohong, maka aku akan memenggal kepalamu tanpa
melepaskan ikatanmu lebih dahulu"
Hentakkan itu telah menggetarkan nalar orang yang
terikat itu, sehingga hampir diluar kehendaknya, orang
itupun telah mengatakan apa yang terjadi atas dirinya.
Sejak mereka memasuki padukuhan itu, melepaskan
sirep dan semuanya yang mereka dengar dan saksikan pada
kedua anak muda yang meyebut diri mereka berasal dari
benda-benda keramat itu, bagaimana kedua orang anak
muda itu mengeluh ketika langit menjadi terang, namun
dengan demikian sikap mereka menjadi semakin garang.
"Mereka tidak mau kamanungsan" bertanya orang yang
terikat itu. "Keduanya bersenjata tombak pendek?" bertanya
pengawal itu. "Ya" jawab orang yang terikat.
Pengawal itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan kerut
dikeningnya ia berkata "Sebenarnyalah apa yang dikatakan
oleh orang itu telah terjadi. Kedua anak muda itu telah
muncul kembali pada saat-saat yang paling gawat. Mereka
tidak sempat membangunkan kita, tetapi mereka telah
menyelesaikan tugas itu dengan tuntas. Kedua senjata itu
terletak di muka bilik penyimpanan, sedangkan tutup peti
itu telah bergeser sedikit Para pengawal yang lainpun
mengangguk angguk. Seorang pengawal yang baru datang
kemudian berkala Semula aku mengira bahwa semuanya itu
hanyalah dongeng ngayawara. Tetapi agaknya apa yang
aku anggap dongeng itu telah benar-benar terjadi"
"Ya. Dua orang anak muda" desis yang lain "tetapi kami
tidak tahu. Pusaka yang manakah yang telah menjelma
menjadi kedua orang anak muda itu?"
"Topeng emas?" desis yang lain.
"Topeng itu hanya satu. Tentu bukan topeng itu" jawab
kawannya. Tetapi mereka tidak sempat berbantah. Merekapun
kemudian menjadi sibuk mengurusi orang-orang yang
terluka dan mengalami keadaan yang gawat. Bahkan orang
bertubuh tinggi dengan perut yang besar itu ternyata tidak
dapat tertolong lagi jiwanya.
Darahnya terlalu banyak mengalir dari tubuhnya,
sementara seorang pengikutnya telah terbunuh pula.
Sementara yang lain masih mempunyai kemungkinan
untuk hidup meskipun terluka parah.
Dalam pada itu, kegemparan telah terjadi di padukuhan
itu. Orang-orang yang mulai terbangun setelah dicengkam
oleh sirep itupun telah turun ke jalan-jalan. Mereka mulai
membicarakan apa yang telah terjadi. Dan ceritera yang
mereka dengar tentang peristiwa di banjar itupun mulai
merambat dari mulut kemulut.
"Luar biasa" berkata seseorang "pusaka-pusaka itu
benar-benar benda-benda keramat"
"Sungguh diluar akal bahwa benda-benda didalam peti
itu dapat menjelma menjadi dua orang anak muda" sahut
yang lain. Beberapa orang bahkan telah pergi ke banjar untuk
memastikan ceritera yang mereka dengar. Sementara itu,
orang yang akan di wisuda menjadi Buyut itupun telah
berlari-lari kecil menuju ke banjar bersama beberapa orang
kawan-kawannya. Di banjar ia telah menemui sesuatu yang memang sangat
mengejutkan. Namun ternyata bahwa barang-barang yang
ada didalam peti itu masih utuh.
"Dua malam berturut-turut kita mendapat cobaan"
berkata calon buyut di padukuhan itu.
"Ya. Dua malam berturut-turut. Memang tidak masuk,
akal. Terlebih lebih tentang dua orang anak muda itu jawab
seorang pengawal. Kesibukan di banjar itu menjadi semakin bertambahtambah.
Namun mereka tidak akan mengurungkan rencana
untuk melakukan wisuda. Akuwu tentu akan sangat marah,
jika persiapan di banjar itu tidak dilakukan sebagaimana
seharusnya. "Lupakan apa yang telah terjadi berkata pemimpin
pengawal yang berada di banjar itu "kita lanjutkan segala
persiapan yang harus dilakukan menjelang tengah malam
nanti. Akuwu tidak pernah terlambat melaksanakan
rencana yang sudah disusun. Apalagi dalam wisuda itu
diperlukan kesungguhan dan upacara sebagaimana
seharusnya dilakukan"
Demikianlah, maka orang orang padukuhan itupun telah
kembali kedalam kesibukan mereka, meskipun mereka
masih saja berbincang tentang peristiwa yang terjadi
semalam. "Kita tidak perlu melaporkannya" berkata seorang
pengawal "malam nanti Akuwu berada disini. Biarlah
malam nanti saja kita melaporkan sekaligus"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Namun salah
seorang dari mereka berkata malam nanti kita harus benarbenar
bersiap menghadapi segala kemungkinan. Kita tidak
boleh lengah. Seolah-olah yang baru saja terjadi semalam,
tidak akan terulang kembali di malam berikutnya. Kitapun
harus siap menghadapi sirep Apalagi saat Akuwu berada di
padukuhan ini" "Ya. Kita tidak boleh kehilangan kesadaran sebagaimana
terjadi dua malam berturut turut, jika malam nanti kita di
gilas lagi oleh sirep itu. maka agaknya tidak akan ada
ampun lagi. Baik dari orang-orang yang ingin memiliki benda benda
berharga itu, maupun oleh benda-benda itu sendiri,
sehingga dua orang anak muda itu tidak akan bersedia
muncul kembali" berkata yang lain.
Dengan demikian, maka para pengawal itupun telah
bertekad untuk berbuat apa saja bagi tugas mereka. Mereka
akan beranggung jawab langsung kepada Akuwu.
Seandainya benda-bendas keramat itu benar-benar telah
hilang, maka mereka akan digantung karena kelengahan
mereka. Pada hari itu, seisi padukuhan itupun kembali di telan
oleh kesibukan di banjar. Mereka melakukan persiapanpersiapan
menjelang wisuda. Sementara perempuan-pun
sibuk di dapur. Namun selain di banjar, anak-anak muda di padukuhan
itu telah bersiap-siap digardu-gardu meskipun disiang hari
Tidak mustahil akan terjadi sesuatu diluar dugaan dan
bahkan yang tidak pernah mereka anggap dapat terjadi.
Di regol masuk padukuhan itu. beberapa anak muda
berjaga-jaga dengan senjata. Mungkin mereka akan
menghadapi peristiwa yang sangat tiba-tiba dan tidak
masuk akal. Sementara di simpang-simpang tiga dan
tikungan, anak-anak muda duduk-duduk di pinggir jalan.
Hampir semuanya membawa berbagai jenis senjata yang
mereka punyai. Dari tombak panjang, tombak pendek,
pedang sampai ke parang pembelah kayu. Namun
sebenarnyalah mereka masih harus bertanya kepada diri
sendiri, seandainya benar-benar terjadi sesuatu, apakah
mereka akan dapat mempergunakan senjata mereka itu.
Tetapi bahwa mereka bersiaga adalah karena merekapun
merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan bendabenda
berharga yang berada di padukuhan mereka, yang
berarti merekapun ikut bertanggung jawab atas
terselenggaranya wisuda yang telah direncanakan. Bahkan
seandainya benda-benda keramat itu hilang, tentu beberapa
orang terpenting dari padukuhan itu akan mengalami
kesulitan dan harus mempertanggung-jawabkannya kepada
Akuwu bersama-sama dengan para pengawalnya yang
bertugas. Namun sehari itu. tidak terjadi sesuatu yang berarti.
Kesibukan di padukuhan itupun menjadi semakin
meningkat menjelang sore hari. Seperti yang direncanakan,
Akuwu akan datang ke padukuhan itu menjelang senja. Ia
akan berada di padukuhan itu semalam suntuk. Tengah
malam wisuda akan berlangsung. Setelah upacara selesai,
akan diselenggarakan bujana bersama di pendapa banjar
sampai semalam suntuk. Karena itu, maka sebuah rumah yang paling baik
disekitar banjar itu sudah disiapkan. Akuwu setelah
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diterima oleh para bebahu banjar itu, akan beristirahat
barang sejenak di tempat yang sudah disiapkan. Baru
menjelang tengah malam Akuwu akan hadir di banjar.
Sebenarnyalah bahwa tidak ada rumah yang memadai
yang dapat dipergunakan bagi Akuwu. Tetapi merekapun
mengerti, bahwa Akuwu bukanlah seorang yang tidak dapat
menyesuaikan diri. Akuwu adalah juga seorang Senopati.
Karena itu, iapun memiliki sifat seorang prajurit yang dapat
berada di segala macam medan. Bahkan medan yang paling
sulit sekalipun. Demikianlah, menjelang saat-saat kehadiran Akuwu di
padukuhan itu, suasananya menjadi semakin tenang. Anakanak
muda menjadi semakin bersiaga. Sementara para
bebahu sudah berkumpul di pendapa banjar untuk
menerima Akuwu yang akan segera hadir.
Sementara itu, di sepanjang jalan raya yang menjulur ke
padukuhan iti, sebuah iring-iringan orang berkuda sedang
melaju. Diantara mereka terdapat Akuwu yang diiringi oleh
para pengawalnya Justru laporan tentang peristiwa yang
gawat itu, telah mendorong Akuwu untuk berhati-hati. Ia
tidak hanya diiringi oleh seorang Senopati dan delapan
orang pengawal sebagaimana kebiasaannya menempuh
perjalanan didaerahnya sendiri atau pada saat-saat ia
berburu. Tetapi perjalanannya itu merupakan iring-iringan
yang agak lebih besar. Akuwu telah membawa dua orang
Senopati dan lima belas orang pengawal pilihan.
Sebagaimana direncanakan, menjelang senja Akuwu
telah mendekati regol padukuhan yang sedang
mempersiapkan wisuda bagi calon buyut yang akan
menggantikan buyut yang terdahulu.
Ketika anak-anak muda yang berjaga-jaga melihat
kehadiran sebuah iring-iringan dengan pertanda sebuah
tunggul dengan sehelai kelebet kecil, maka merekapun
segera mengetahui bahwa yang hadir adalah Akuwu.
Karena itu, merekapun segera bersiap-siap. Diantara
mereka telah dengan tergesa-gesa pergi ke banjar untuk
memberitahukan kehadiran Akuwu itu.
Sementara Akuwu mendekati regol padukuhan. maka di
sebuah gubug kecil ditengah sawah, dua orang anak muda
memandangi iring-iringan itu sambil tersenyum
"Akuwu akan mendengar dongeng yang aneh itu"
berkata Mahisa Murti. Mahisa Pukat justru tertawa. Katanya Sebenarnya aku
ingin melihat, bagaimana tanggapan Akuwu tentang
dongeng itu. Bahkan dari dalam peti itu telah muncul dua
orang anak muda yang telah membantu para pengawal
menghadapi sekelompok penjahat.
Bahkan di malam berikutnya, mereka hanya tinggal
menemukan bekas-bekas pertempuran saja"
"Malam nanti kita memasuki lagi padukuhabn itu
berkata Mahisa Murti. "Tetapi tentu tidak akan ada peristiwa apapun lagi"
"Mungkin kekuatan kelompok penjahat itu benar-benar
telah lumpuh. Tetapi juga karena kehadiran Akuwu yang
membawa cukup banyak pengawal disamping para
pengawal yang memang sudah berada di padukuhan itu"
jawab Mahisa Pukat "Kita akan menonton wisuda. Tentu banyak orang yang
menonton didalam gelapnya malam, atau dibawah obor
yang remang-remang sehingga kita tidak akan dengan
mudah dikenali orang" berkata Mahisa Murti kemudian.
Mahisa Pukatpun setuju. Mereka akan memasuki
padukuhan itu setelah malam hari.
Sementara itu, di banjarpun telah terjadi kesibukan yang
luar biasa. Akuwu yang sudah memasuki padukuhan itupun
segera diikuti oleh orang-orang padukuhan itu, sehingga
terjadi sebuah iring-iringan yang panjang menuju ke banjar.
Namun dalam pada itu, akan-anak mudapun tidak
menjadi lengah. Diantara mereka tetap berada di regol
untuk menjaga segala kemungkinan yang mungkin timbul.
Akuwu kemudian telah diterima di banjar oleh para
bebahu. Dengan disaksikan oleh para penghuni padukuhan
itu, Akuwupun kemudian naik ke pendapa banjar dan
duduk diatas sebuah alas tikar pandan rangkap yang putih.
Ternyata Akuwu benar-benar seorang prajurit Sama
sekali tidak nampak kecanggungan sama sekali ketika ia
duduk diatas tikar. Sementara itu, para bebahu telah
menghadapnya dengan wajah-wajah tunduk
Sejenak kemudian, maka Akuwupun berkenan
mendengarkan laporan segala macam persiapan bagi
kelengkapan wisuda yang akan dilakukan menjelang tengah
malam nanti. Orang yang akan mendapat wisuda itupun telah
memberikan laporan sesuai dengan yang sebenarnya terjadi.
Ia bukan saja melaporkan bahwa persiapan seluruhnya lelah
siap. Tetapi dengan jujur sesuai dengan pengertiannya, ia
melaporkan bahwa sekelompok penjahat telah berniat
untuk merampas barang barang keramat yang ada di banjar
itu. "Ternyata kami dan para pengawal tidak dapat berbuat
banyak menghadapi para penjahat itu. lterkata calon buyut
itu" lalu "tetapi tuanku mungkin lelah mendengar, bahwa
benda-beda berharga itu telah menyelamatkan dirinya
sendiri. Dua orang anak muda telah muncul dari dalam peti
dan bertempur bersama dengan para pengawal. Sementara
pada malam kedua, justru dua orang anak muda itulah yang
benar-benar telah menyelamatkan bukan saja benda-benda
berharga itu, tetapi juga para pengawal yang tidak dapat
melawan kekuatan sirep yang sangat tajam. Karena
menurut keterangan mereka yang tertangkap hidup-hidup
dan telah diikat oleh kedua orang anak muda itu di
pepohonan, para penjahat itu berniat membunuh semua
pengawal yang ada di banjar.
Akuwu mengangguk-angguk. Namun katanya "Aku
yang memiliki benda-benda itu, belum mengetahui bahwa
benda-benda itu dapat menjelma menjadi ujud sebagaimana
ujud kita" "Tetapi menurut penilikan hamba, demikianlah yang
terjadi Akuwu" sahut calon buyut itu.
"Baiklah" berkata Akuwu "aku tidak akan
mempersoalkan itu. Tetapi kenyataan yang terjadi, bendabenda
berharga itu lelah diselamatkan Bukankah begitu?"
"Hamba tuanku. Benda-benda itu masih tetap berada
ditempatnya. Semuanya masih utuh dan akan dapat
dipergunakan sebagai kelengkapan upacara tengah malam
nanti" jawab calon buyut itu.
Akuwu mengangguk-angguk. Meskipun demikian
ceritera tentang benda-benda keramat itu memang menarik
perhatiannya. Tetapi ceritera tentang anak-anak muda itu
justru baru didengarnya saat itu. Meskipun demikian
Akuwu tidak bertanya lebjh lanjut. Setelah ia mendapat
kepastian bahwa benda-benda keramat itu masih tetap utuh
dan siap dipergunakan, maka Akuwu itupun berkata "Aku
akan beristirahat. Nanti menjelang tengah malam upacara
akan dimulai. Kedua orang Senopatiku akan mengatur
segala sesuatu. Dimana benda-benda itu diletakkan, dan di
mana orang yang akan menerima wisuda itu harus berada"
Dengan demikian maka Akuwu itupun meninggalkan
banjar. Sebagaimana telah dipersiapkan, maka Akuwu
itupun kemudian telah dipersilahkan singgah dirumah yang
dianggap paling baik disebelah banjar itu.
Ternyata Akuwupun tidak kecewa. Akuwu masuk kentang
dalam sebagaimana ia memasuki rumahnya sendiri.
Kemudian kepada seorang pengawalnya ia berkata "Aku
akan beristirahat di amben ini"
Pengawalnya yang sudah terbiasa melayani Akuwu
itupun tidak ragu-ragu pula. Iapun menerima kelengkapan
pakaian Akuwu. Sebilah keris dan ikat kepalanya.
Sebagaimana orang kebanyakan, Akuwupun kemudian
berbaring diatas amben bambu yang dibentangi tikar
pandan yang putih bergaris biru. Nampaknya memang
nyaman sekali. Sementara dua orang pengawal duduk
disebelah. Seorang diantaranya mengamati keris pusaka
Akuwu yang dilepas karena Akuwu hendak berbaring.
Sementara itu. di banjarpun segala persiapan telah
diselenggarakan. Pusaka-pusaka yang berada didalam peti
telah dikeluarkan dari peti yang besar. Pusaka-pusaka itu
diletakkan pada sebuah babut yang berwarna merah yang
juga dibawa dari istana Akuwu. Sebuah mangkuk berisi air
diletakkan di pinggir babut itu ditaburi dengan kembang
setaman. Kedua orang Senopati kepercayaan Akuwu itulah yang
mengatur segalanya. Mereka sudah terbiasa melakukan hal
yahng serupa dalam wisuda buyut dipadukuhan-padukuhan
lain. Di paling dekat dengan mangkuk air itu adalah sebilah
keris yang besar, luk tiga belas dan disebelahnya adalah
topeng yang berwarna kuning mengkilap. Topeng wajah
seorang laki-laki yang garang tetapi berwatak kesatria.
Dalam pada itu, kedua Senopati yang juga mendengar
ceritera tentang kedua orang anak muda itu dengan raguragu
memperhatikan topeng dan keris itu. Bahkan salah
seorang diantara mereka berkata "Apakah kedua pusaka itu
yang telah menjelma menjadi kedua orang anak muda itu?"
"Nampaknya bukan" jawab yang lain "bukankah
menurut beberapa orang yang melengkapi ceritera itu
mengatakan, bahwa kedua orang anak muda itu telah
menyebut kakang atau saudara tua?"
Senopati yang lain mengangguk-angguk. Katanya
"Tawanan itu memang mendengar anak-anak muda itu
mengatakan tentang saudara tua. Bahkan dikatakan bahwa
jika saudara tua itu marah, maka seolah-olah bumi ini mau
kiamat" "Mungkin topeng itulah yang dimaksud dengan saudara
tua" desis Senopati yang pertama.
Yang lain tidak menjawab. Hal itu akan tetap menjadi
teka-teki, karena sudah barang tentu, anak-anak muda yang
sebenarnya adalah pusaka-pusaka itu tidak akan
menampakkan diri pada setiap saat.
Dalam pada itu, saat-saat wisudapun menjadi semakin
dekat. Orang-orang sudah berkerumun disekeliling
pendapa. Mereka akan menyaksikan Sang Akuwu
mewisuda anak KI Buyut yang sudah meninggal itu
menjadi seorang Buyut yang baru.
Seperti biasa, maka dalam wisuda itu Akuwu akan
menyentuh air didalam mangkuk itu dengan topeng mas
yang keramat. Kemudian Akuwu akan menarik keris besar
luk tiga belas itu dan mencelup ujungnya kedalam air dimangkuk
itu pula. Baru kemudian, Akuwu.akan
memercikkan air itu kepada pusaka-pusaka lain dalam
upacara itu dan sekaligus kepada orang yang sedang
menerima wisuda itu, mengesahkan kedudukan orang itu
menjadi Buyut. Dalam pada itu, Ki Buyut yang baru itu harus
mengenakan topeng itu meskipun hanya sekejap sambil
menunduhkan kepalanya, sementara Sang Akuwu akan
meletakkan ujung keris yang besar itu dikepalanya.
Baru setelah upacara itu selesai, orang yang menerima
wisuda itu sah menjadi seorang Buyut dan bertindak
sebagaimana seorang pemimpin dari Kabuyutannya.
Dalam pada itu, diantara orang-orang yang berkerumun
itu terdapat dua orang anak muda yang memasuki
padukuhan itu tidak melalui regol yang masih dijaga.
Diantara orang yang banyak itu, mereka dapat
menyaksikan apa yang akan dilakukan di pendapa.
Apalagi ketika saatnya teiah tiba. Menjelang tengah
malam, maka halaman banjar itu telah menjadi penuh
sesak. Alangkah sulitnya menyibakkan sekian banyak orang
di halaman untuk lewat Sang Akuwu yang akan melakukan
wisuda. Para pengawal berialan disebelah menyebelah
dengan senjata terhunus. Sementara dua orang Senopatinya
berjalan selangkah dihadapan Akuwu.
Ketika Akuwu naik tangga pendapa, maka terdengar ak
bagaikan membelah langit. Semua orang yang ada di
halaman itu mengangkat tangan sambil berteriak-teriak
sekerasnya. Baru ketika Akuwu duduk diatas tikar, maka
suasana menjadi tenang. Tetapi sejenak kemudian mereka
mulai berdesakan lagi, karena mereka ingin melihat apa
yang sednag dilakukan oleh Akuwu yang sedang duduk itu.
Sejenak kemudian terdengar sesorah dari babahu tertua
di padukuhan itu Kemudian Senapati kepercayaan Akuwu
itupun bergeser mendekati benda benda keramat yang ada
diatas babut berwarna merah itu.
Seorang diantara kedua Senapati itupun kemudian
memberikan beberapa keterangan dan penjelasan.
Sejenak kemudian maka upacara itupun telah dimulai.
Kedua Senapati itu telah membantu Akuwu yang mewisuda
calon Buyut uang menggantikan ayahnya yang telah
meninggal. Dengan singkat Akuwu memberikan sesurah dan
kemudian, petuah-petuah. Kewajiban dan hak seorang
Buyut. Dan kesanggaupan calon Buyut itu untuk
menyanggupinya. Baru kemudian Akuwu mulai dengan upacara yang
sesungguhnya dari wisuda itu sebagaimana yang selalu
dilakukan oleh Akuwu. Pada saat terakhir, maka orang yang menerima wisuda
itupun mengenakan topeng yang berwarna kuning
cemerlang itu. Sambil menundukkan kepalanya dan
mengenakan topeng itu. orang yang diwisuda itupun
mendapat beberapa percikan air kembang selapanan.
Kemudian Akuwu telah meletakkan keris luk tiga belas
diatas kepalanya sambil mengucapkan beberapa kalimat
pendek yang pada dasarnya Akuwu telah mengesahkan
kedudukan orang itu menjadi seorang Buyut.
Pada saat yang demikian, maka orang-orang yang berada
di sekitar pendapa itupun lelah bersorak. Mereka
bergembira karena seiak saat itu mereka telah mempunyai
seorang Buyut yang sah. Demikianlah maka wisuda itupun selesai, yang akan
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlangsung kemudian tinggalah bujana yang akan
diselenggarakan pendapa itu juga sambil berjaga jaga
semalam suntuk, termasuk Akuwu sendiri.
Karena itulah maka perhatian orang kepada mereka yang
berada di pendapa itupun mulai berkurang. Meskipun
orang-orang yang berada di halaman itu tidak segera
beranjak pergi, tetapi mereka tidak lagi dicengkam oleh
ketegangan upacara wisuda itu.
Karena itulah, maka orang-orang dihalaman itupun
mulai saling berbicara diantara mereka. Orang-orang itu
mulai memperhatikan siapa yang berdiri disebelahnya.
Mungkin tetangga dekatnya, mungkin orang yang tinggal
disudut padukuhan. mungkin orang lain yang tinggal agak
jauh. Namun pada umumnya mereka telah saling
mengenal. Tetapi diantara mereka ternyata telah berdiri dise belah
seorang anak muda yang belum dikenalnya Bahkan seorang
anak muda lagi berdiri di sisi anak muda yang pertama.
Dua orang anak muda yang belum dikenal sama sekali.
Karena itu, maka orang itupun tiba-tiba telah bertanya "He,
siapakah kau anak muda?"
Anak muda itu mengerutkan keningnya. Keduanya tidak
segera menjawab. Namun nampak kegelisahan tercermin di
sikap mereka. "He, siapakah kau?" desak orang itu.
"He, kau siapa?" orang itu mendesak lagi.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memang menjadi
bingung. Bagaimana mereka harus menjawab. Merekapun
menyadari, bahwa pada umumnya orang-orang padukuhan
itu tentu sudah saling mengenal. Sehingga kehadiran
mereka tentu merupakan hal yang dapat menarik perhatian.
Tetapi kedua anak muda itu tidak sempat berpikir.
Beberapa orang disekitarnya telah berpaling pula kearah
mereka dengan tatapan mata bertanya-tanya.
Ternyata orang-orang itu sama sekali tidak teringat akan
ceritera tentang dua orang anak muda yang hadir dua
malam berturut-turut. Menurut gambaran mereka, kedua
orang anak muda yang terdiri dari kekuatan gaib pusakapusaka
yang berada diatas kabut merah itu, tentulah anakanak
muda yang gagah, tampan dan berpakaian sangat
menarik. Mungkin wajah mereka bercahaya sedangkan
sorot mata mereka bagaikan kilatan cahaya tatit dilangit.
Sedangkan kedua orang anak muda yang berdiri
disebelahnya itu adalah anak muda dalam pakaian yang
kusut dan berwajah muram.
Karena itu. ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
masih termangu-mangu maka orang yang bertanya
ke"padanya itu telah membentak "He, sebut, siapa kalian
he?" "Kami datang dari padukuhan sebelah" jawab Mahisa
Murti di luar sadar. "Dari padukuhan mana" Anak siapa" Aku mengenal
semua orang disekitar padukuhan ini" jawab orang itu.
Mahisa Murti menjadi semakin bingung, sementara
orang-orang yang berdiri disekitarnya telah
mengerumu"ninya. Tiba-tiba seorang diantara mereka berkata "Apa"kah
kau salah seorang dari perampok-perampok yang akan
mengacaukan wisuda ini seperti dua malam ber"turutturut?"
"Tidak. Aku hanya ingin melihat wisuda ini" jawab
Mahisa Murti. "Tentu kau anggota perampok itu" geram seorang
bertubuh pendek. Lalu "Dengar, kawan-kawanmu telah kena kutuk pusaka pusaka
itu. Kawan-kawanmu telah di"hancurkan oleh kekuatan
pusaka itu sendiri. Dan sekarang kau datang untuk
mencurinya he" Apakah kau tidak takut kewalat?"
Kedua anak muda itu menjadi semakin bimbang.
Apa"kah merka akan mengatakan apa yang sebenarnya
telah terjadi. Tetapi sebelum mereka sempat menemukan
keputusan, terdengar seorang berkata "Tangkap saja. Kita
serah--kan saja kepada para pengawal"
" Gila" geram anak-anak muda itu didalam hatinya.
Tetapi nampaknya orang-orang itu benar-benar akan
melakukannya. Mereka agaknya benar-benar akan
me"nangkap Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Beberapa orang telah menyibak, ketika ampat orang lakilaki
berusaha mengepung kedua orang anak muda.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi bimbang
menghadapi orang-orang itu. Namun akhirnya Mahisa
Murti berbisik ditelinga Mahisa Pukat "Kita harus
menghindar dari keadaan yang tidak menguntungkan ini.
Aku ingin memukul orang pendek itu sekali saja" jawab
Mahisa Pukat. "Jangan membuat perkara disini. Wisuda itu dapat
terganggu karena pokalmu itu" jawab Mahisa Murti.
Tetapi Mahisa Pukat tidak senang melihat sikap orang
bertubuh pendek itu. Meskipun demikian ia tidak dapat
membantah niat Mahisa Murti.
Dalam pada itu, maka empat orang laki laki itu sudah
siap menangkap Mahisa Murti dan Mahisa Pukat,
semen"tara beberapa orang yang berada disekitarnya
seolah-olah telah bersiap-siap untuk membantu keempat
orang itu. "Baiklah berkata Mahisa Murti" jika kalian tidak senang
melihat kehadiranku disini. biarlah aku pergi
me"ninggalkan halaman ini"
Tetapi jawaban orang bertubuh pendek itu sangat
men"jengkelkan. Katanya "Kami tidak dapat melepaskan
kau. Kau sudah melihat keadaan di banjar ini. Kau akan
memberitahuan kepada kawan-kawanmu. Sebentar lagi
mereka akan datang untuk merampok seisi banjar ini"
Tetapi Mahisa Murti menjawab "Sudah aku katakan,
bahwa kami hanya ingin melihat wisuda itu. Seandainya
kami bermaksud jahat, apakah yang akan dapat kami
kerjakan. Disini ada sepasukan pengawal disamping Akuwu
sendiri yang tentu memiliki ilmu yang sangat tinggi. Selain
itu anak-anak muda padukuhan ini berjaga-jaga di segala
tempat. Apakah dengan demikian ada sekelompok orang
akan berani mengusik padukuhan ini pada saat yang
demikian" "Persetan" jawab orang pendek itu "kau pandai mencari
alasan untuk membebaskan diri dari tangkapan kami.
Bagaimanapun juga kami akan menangkapmu. Katakan
nanti segala ceriteramu itu kepada para pemimpin kami dan
barangkali kepada para pengawal itu.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Agaknya
orang-orang itu benar-benar akan menangkapnya, sehingga
karena itu. maka iapun harus segera mengambil sikap.
Dalam keadaan yang paling gawat itu. maka Mahisa
Mutripun sempat berbisik "Kita melarikan diri"
Sebenarnya Mahisa Pukat segan berbuat demikian.
Tetapi ia tidak menolak. Agaknya Mahisa Murti benarbenar
tidak ingin mengganggu acara yang ada dipendapa.
Karena itu, maka setelah memberi isyarat kepada Mahisa
Pukat. Mahisa Murtipun dengan tiba-tiba telah
menyibakkan orang-orang di sekitarnya diikuti oleh Mahisa
Pukat. Yang dilakukan itu demikian cepatnya sehingga orangorang
yang berada disekitarnya, terkejut karenanya, karena
mereka tidak menduga hal itu akan terjadi. Beberapa orang
terdorong sehingga hampir lerlentang. Sementara yang lain
terdesak kesamping. "Gila" geram orang bertubuh pendek.
Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sudah berlari
keluar dari kerumunan orang orang yang berada dihalaman
itu. Ternyata hiruk pikuk itu telah menarik perhatian.
Beberapa orang segera mendekat. Namun dalam pada itu.
beberapa orang telah sempat mengejar kedua orang anak
muda yang berlari itu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun tidak dapat beriari
keluar lewat pintu regol yang dijaga oleh beberapa orang
anak muda. Karena itu. maka merekapun telah berlari
meloncati dinding halaman banjar itu.
Beberapa orang memang mengejarnya. Beberapa orang
dengan susah payah telah meloncati dinding itu pula,
sementara beberapa orang lain telah berlari menghambur
keluar regol. "Ada apa?" beberapa orang anak muda bertanya kepada
orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu.
Seseorang diantara mereka telah berceritera tentang
orang-orang yang agaknya telah dikirim oleh para penjahat
untuk melihat-lihat kemungkinan dihalaman banjar ini.
Beberapa orang anak muda tidak sempat bertanya lebih
jauh. Merekapun segera berlari menyusul orang-orang yang
sudah terdahulu dengan senjata di tangan.
Ternyata hal itu menarik perhatian para pengawal yang
mengamati keadaan. Dua orang pengawal telah mendatangi
tempat yang ribut itu. Dengan singkat merekapun telah
mendapat keterangan tentang orang-orang yang
mencurigakan itu. Setelah melapor kepada kawannya, maka kedua orang
pengawal itu telah menyusul pula anak-anak muda yang
telah mendahului. Dengan keributan itu. maka upacara
agak terganggu Untunglah bahwa acara pokok, wisuda itu
lelah diselesaikan. Sehingga yang tinggal hanyalah
rangkaian acara yang tidak terlalu penting.
Hal itu telah dilaporkan pula oleh salah seorang Senapati
yang telah mendengarnya, kepada Akuwu. Namun
nampaknya Akuwu tetap tenang duduk ditempatnya.
Sehingga karena itu, maka upacara itupun dapat
dilangsungkan sesuai dengan rencana.
Sementara itu Mahisa Murti dan Mahisa Pukat dengan
sengaja tidak mau meninggalkan orang-orang yang
mengejarnya. Karena itu metika Mahisa Murti
menunggunya sejenak dan mengejarnya, Mahisa Pukat
menjawab Aku akan mengajak mereka berlari-lari
menjelang dini hari"
"Kenapa tidak kita tinggalkan saja mereka?" bertanya
Mahisa Murti. Mahisa Pukat tidak menjawab. Tetapi ia tertawa saja.
Sebenarnyalah, orang-orang yang mengejar mereka tidak
tertinggal terlalu jauh dibelakang kedua anak muda itu.
Mahisa Murti hanya menarik nafas dalam-dalam. Ia
mengerti maksud Mahisa Pukat. Sebenarnya Mahisa Murti
tidak ingin berbuat demikian. Tetapi ia tidak dapat
meninggalkan Mahisa Pukat. Karena itu keduanya berlari
tidak sepenuh kemampuan mereka. Bahkan mereka telah
menyesuaikan kecepatan mereka dengan orang-orang yang
mengejar. Beberapa orang yang menyusul dibelakang orang-orang
yang mengejar kedua anak muda itu telah membawa oborobor
minyak yang besar. Karena itu, maka malam itupun
menjadi riuh, justru diluar halaman banjar Dihalaman
banjar sendiri, keadaannya justru telah menjadi tenang.
Apalagi ketika orang-orang dihalaman itu melihat Akuwu
tetap tenang-tenang saja. Di sekitar pendapa itu terdapat
para pengawal yang bersiaga.
Bahkan bujana dibanjar itu berjalan sebagaimana
direncanakan. Orang-orang yang berada dihalamanpun
dapat ikut makan bersama dengan Akuwu di pendapat.
Tetapi mereka harus mengambil bagian mereka ditempat
lain yang sudah ditentukan.
Dalam pada, itu para pengawal diluar banjarlah yang
berkejaran. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menuju
keregol padukunan. Mereka tahu bahwa regol itu tentu
dijaga. Jika mereka memaksa diri melalui regol, berarti
mereka harus berkelahi. Meskipun tentu tidak akan ada
seorangpun yang dapat menahan mereka, tetapi mereka
berniat untuk menghindari pertempuran.
Karena itu, maka keduanya teiah berlari menuju ke
dinding padukuhan. Tetapi Mahisa Pukat sengaja memilih
daerah yang tidak terlalu jauh dari regol.
"Kenapa disitu?" bertanya Mahisa Murti.
"Jika mereka melalui regol biarlah jaraknya tidak terlalu
jauh. sehingga mereka tidak kehilangan kita. jawab Mahisa
Pukat. Mahisa Murti tidak membantah, meskipun sebenarnya ia
tidak sependapat. Karena itu, maka merekapun telah berlari
seolah-olah menuju ke regol. Karena itu, maka orang-orang
yang memburunya itu telah berteriak-teriak memberikan
isyarat kepada para penjaga regol.
Orang-orang yang mengejar itu sengaja tidak
membunyikan isyarat kentongan justru karena Akuwu
berada bibanjar, sehingga tidak memberikan kesan
menggelisahkan. Orang-orang yang berada diregol itupun telah
mendengar teriakan-teriakan yang memekakkan telinga.
Karena itu, maka merekapun segera mempersiapkan diri
sebaik-baiknya. "Jangan biarkan mereka lolos" teriak salah seorang
diantara mereka yang mengejar.
Anak-anak muda yang berada diregol itupun justru
memencar. Mereka sudah menggenggam senjata ditangan.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat melihat anak-anak
muda diregol sudah bersiap. Obor yang tersedia telah
dinyalakan pula disamping obor yang memang sudah
menyala diregol itu. Namun ternyata bahwa Mahisa Pukat telah berbelok. Ia
tidak benar-benar menuju keregol. Tetapi ia menuju ke
dinding disebelah regol. Dengan tangkasnya Mahisa Pukat
meloncat disusul oleh Mahisa Murti.
Yang dilakukan oleh anak-anak muda itu sangat
mengejutkan. Orang-orang diregol itu tidak mengira bahwa
kedua anak muda itu akan meloncati dinding.
"Jangan sampai lepas" teriak orang-orang yang
mengejarnya. Bahkan dua orang pengawal yang ikut diantara anakanak
muda yang mengejar itupun telah sampai keregol
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula. Beberapa orang tidak mengejar kedua anak muda itu,
dengan meloncat dinding padukuhan. Mereka berlari
melalui regol dan berusaha memotong arah kedua anak
muda itu diluar dinding. Namun ternyata bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah lebih dahulu meloncat turun. Merekapun kemudian
berlari menyusuri dinding padukuhan.
Orang-orang yang mengejarnya masih saja berlari-lari
dibelakang kedua anak muda itu. Sebagaimana diatur oleh
Mahisa Pukat, jarak diantara mereka tidak begitu jauh.
Bahkan seolah-olah orang-orang yang mengejar itu hampir
dapat menyusulnya. Tetapi jarak diantara merekapun telah
bertambah lagi. Kedua pengawal yang ada diantara mereka yang
mengejar itupun kemudian justru berada dipaling depan. Ia
memiliki kemampuan tubuh melampaui orang-orang
padukuhan itu. Sesuai dengan tugas mereka, maka mereka
dapat berbuat lebih banyak dari anak-anak muda yang
semakin lama menjadi semakin ketinggalan.
"Berhenti" teriak salah seorang dari kedua pengawal itu.
Tetapi Mahisa Pukat dan Mahisa Murti berlari terus.
Ketika mereka sampai disebuah simpang tiga, maka mereka
telah memilih jalan berbelok yang menuju kesebuah bulak
yang panjang. Kedua pengawal itu tidak berhenti. Mereka masih
mengejar terus. Apalagi kadang-kadang seakan-akan
mereka hampir berhasil mengejar kedua anak muda itu.
Tetapi dengan kemarahan yang memuncak mereka harus
menyaksikan jarak diantara mereka dengan orang yang
mereka kejaf itu menjadi semakin panjang.
Dibelakang mereka, anak-anak muda padukuhan itu
masih mengejar pula. Ada juga diantara mereka yang masih
membawa obor ditangan. "Apa yang kau maui Mahisa Pukat?" bertanya Mahisa
Murti. "Sekedar berkejaran" jawab Mahisa Pukat.
"Apakah masih belum cukup?" bertanya Mahisa Murti.
"Biarlah mereka berhenti dengan sendirinya" jawab
Mahisa Pukat. Mahisa Murti hanya dapat menggelengkan kepalanya.
Mahisa Pukat agaknya masih marah kepada orang-orang
padukuhan itu, sehingga ia ingin membalas dengan
membuat mereka marah pula.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, mereka telah
berkejaran di bulak yang panjang.
Mahisa Murti tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti
saudera laki-lakinya yang marah itu. Iapun ikut berlari-lari
di sepanjang bulakm sementara dibelakang mereka orangorang
padukuhan mengejar sambil berteriak-teriak Dj paling
depan terdapat dua orang pengawal yang marah. Apalagi
Mahisa Pukat dengan sengaja telah membuat mereka
marah. Sekali sekali ia dengan sengaja membiarkan dirinya
hampir tertangkap. Namun kemudian ia berlari semakin
cepat, sehingga jaraknya menjadi semakin jauh.
Seperti yang dikehendaki oleh Mahisa Pukat, maka
orang-orang yang mengejarnya itupun semakin marah.
Mereka berteriak-teriak tidak menentu. Apalagi jika jarak
mereka tinggal dua langkah. Seolah-olah tangan pengawal
yang dipaling depan itu dapat menggapai pundak Mahisa
Pukat. Namun usaha mereka sia-sia. Karena Mahisa Pukat
pun kemudian meniadi semakin jauh sambil sekali-kali
berpaling. Mahisa Murti yang kemudian berada didepan Mahisa
Pukat, kadang-kadang terlalu cepat berlari, sehingga iapun
harus menunggu. Tetapi iapun kemudian menjadi tidak
telaten. Katanya kepada Mahisa Pukat "Kita tinggalkan
saja mereka" "Jangan kau rusakkan permainanku" jawab Mahisa
Pukat. "Apakah keuntunganmu dengan permainan ini?" desis
Mahisa Murti. "Mereka akan menganggap kita sebagaimana mereka.
Dan kita akan dapat membuat mereka menjadi lelah. Itu
adalah salah mereka sendiri" jawab Mahisa Pukat.
"Aku akan berlari mendahului" berkata Mahisa Murti.
"Terserah kepadamu" jawab Mahisa Pukat. Mahisa
Murti menjadi jengkel. Tetapi ia tidak dapat mencegah
tingkah laku Mahisa Pukat itu. Ia benar-benar ingin
membalas sakit hatinya dengan caranya.
Sebenarnyalah, orang-orang yang mengejarnya menjadi
letih. Bahkan pengawal yang berada dipaling depan itupun
menjadi letih. Keduanya merasa bahwa mereka tidak akan
dapat mengejar dan menangkap kedua orang buruan itu
dengan caranya. Karena itu maka merekapun mulai
mengancam "Jika kalian tidak berhenti, aku akan
melakukan sikap yang lebih keras" berkata salah seorang
dari kedua orang pengawal itu.
"Apa yang dapat tuan lakukan terhadap kami yang tidak
dapat tuan tangkap?" bertanya Mahisa Pukat sambil berlari.
"Jangan menyangka kalian dapat lepas dari tangan
kami" bentak pengawal itu.
"Kalian tidak dapat menyusul kami" jawab Mahisa
Pukat pula "Sebentar lagi kalian akan kami ikat" bentak pengawal
lain. Tetai Mahisa Pukat justru tertawa. Namun
sebenarnyalah orang-orang yang mengejarnya tidak dapat
menggapainya. Namun dalam kemarahan yang memuncak, pengawal
itu ternyata tidak mempunyai pilihan lain kecuali
menghentikan kedua orang yang dikejarnya, atau salah
seorang, daripadanya. Jika salah seorang diantara mereka
dapat ditangkap maka yang lainpun akan dapat ditangkap
pula. Karena itu, maka seorang diantara kedua pengawal itu
telah mencabut pisau belati kecilnya. Sekali lagi ia meng
geram "Aku akan menangkapmu dengan cara yang tidak
kau sukai jika kau tetap tidak mau berhenti"
Mahisa Murti menjadi curiga. Kata-kata itu tentu bukan
sekedar untuk menakuti-nakuti. Karena itu, maka iapun
lelah berhenti menunggu Mahsa Pukat sambil berkata
"Hati-hati. Orang itu bersungguh-sungguh"
Mahisa Pukatpun mempunyai perhitungan serupa.
Karena itu, sebelum hal-hal yang tidak dikehendakinya
terjadi, sehingga dapat membuatnya menjadi benar-benar
marah, maka Mahisa Pukatpun memutuskan untuk
menghentikan permainan itu.
Dengan loncatan panjang, maka Mahisa Pukatpun
mempercepat langkahnya sehingga dengan cepat jarak
antara kedua orang anak muda itu dengan mereka yang
mengejarnya menjadi semakin jauh.
Yang terjadi itu demikian cepatnya, sehingga pengawal
itu telah terlambat mengambil sikap. Ketia ia benar-benar
melontarkan pisaunya, maka Mahisa Pukat sudah menjadi
semakin jauh. Karena itu. maka pisaunya ternyata tidak lagi
dapat mengejar. Mahisa Pukat yang berlari semakin
kencang "Anak setan" geram pengawal itu.
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti tidak menghiraukan
lagi. Mereka berlari semakin jauh memasuki ujung bulak
dan kemudian berbelok menuju padang perdu.
Orang-orang yang mengejarnya ternyata telah kehabisan
nafas. Mereka tidak lagi mampu berlari. Kedua orang
pengawal berlari di paling depanpun lelah menjadi
kelelahan, sehingga akhirnya keduanyapun berhenti dengan
sendiri, sementara. Orang-orang lain tertinggal agak jauh
dibelakang mereka. "Mereka adalah penjahat yang benar-benar
berpengalaman" berkata salah seoang dari kedua pengawal
itu "ternyata mereka terlatih, bagaimana mereka harus
melepaskan diri" "Ya. Mereka terbiasa berlari-lari. Aku tidak mampu lagi"
sahut yang lain. Kedua pengawal itu berdiri sambil bertolak pinggang.
Nafas mereka bekejaran diantara desah kelelahan. Baru
sejenak kemudian, orang-orang yang mengejar dibelakang
kedua pengawal itu mendekat. Sambil menjatuhkan diri
diatas rerumputan dipinggir jalan, salah seorang diantara
mereka bertanya "Bagaimana?"
"Kenapa kau bertanya begitu" bentak salah seorang
pengawal yang kelelahan "kau lihat, kami tidak dapat
menangkap mereka?" Orang itu mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak
bertanya lagi. Iapun sadar bahwa kedua pengawal itu tidak
berhasil menangkap dua orang yang lari itu.
Sejenak mereka termangu-mangu. Namun sejenak
kemudian pengawal itupun berkata "Kita kembali ke
banjar. Bagaimanapun juga penjahat itu sudah lari.
Agaknya mereka tidak akan berani datang lagi. Mereka
tentu sudah melihat bahwa seisi padukuhan sudah bersiap
sedia. Jika mereka berani datang, dengan jumlah yang
banyak sekalipun, maka mereka akan dimusnahkan. Tetapi
dalam pada itu, kitapun harus berhati-hati"
Demikianlah, maka kedua orang pengawal dan orangorang
padukuhan yang mengejar Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat itupun segera kembali ke banjar.
Nampaknya Akuwu benar benar tidak terpengaruh oleh
peristiwa itu. Sebenarnyalah Akuwu merasa, bahwa
kehadirannya bersama para pengawalnyaa ditambah para
pengawal yang terdahulu, telah merupakan telah
merupakan satu kesatuan yang tidak lemah menghadapi
kekuatan yang manapun juga. Karena itu Akuwu masih
tetap duduk tenang menikmati bujana yang diselenggarakan
di banjar. Semalam suntuk.
Dalam pada itu, di padang perdu, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat duduk bersandar batang pepohonan.
Terdengar Mahisa Pukat berdesis "Aneh"
"Apa yang aneh?" bertanya Manisa Murti.
"Keadaan kita" jawab Mahisa Pukat "orang-orang
Kabuyutan itu menganggap kita sebagai penyelamat
mereka, bahkan telah tumbuh satu dongeng yang
mendebarkaan, seolah-olah kita telah muncul dari kekuatan
benda-benda keramat itu, namun sekaligus mereka
mencurigai kita dan menganggap kita sebagai penjahat yang
perlu mereka buru seperti memburu seekor binatang buas
yang tersesat memasuki padukuhan"
Mahisa Murti tersenyum. Katanya "Memang
menggelikan. Orang-orang yang mengejar kita tentu tidak
pernah membayangkan bahwa dua orang anak muda yang
didengarnya dari dongeng itu seperti kita sekarang ini"
"Memang menarik. Tetapi apakah orang-orang yang
melihat kita tidak pernah mengatakan, ujud dari dua orang
yang telah mereka anggap ungkapan kekuatan pusakapusaka
itu?" bertanya Mahisa Pukat.
"Mungkin juga. Tetapi bagaimanapun juga., agaknya
orang-orang itu mempunyai gambaran lain dari penglihatan
mereka atas kita" jawab Mahisa Murti "apalagi dalam
gelap. Agaknya mereka tidak dapat melihat dengan jelas"
Mahisa Pukat menggeliat. Sambil menguap iapun
kemudian menyilangkan tangannya didadanya. Katanya
"Lelah juga rasanya berlari-lari. Aku akan tidur"
"Tidurlah" jawab Mahisa Murti "agaknya aku sudah
sulit untuk tidur di sisa malam ini. Tetapi mungkin justru
siang nanti aku akan dapat tidur nyenyak"
Mahisa Pukat tidak menjawab. Iapun kemudian
memejamkan matanya. Sejenak kemudian, maka iapun
sudah tertidur. Mahisa Murti yang tidak dapat tidur, justru berdiri dan
berjalan mondar-mandir. Iapun kadang-kadang tersenyum
sendiri mengenang tingkah laku orang-orang Kabuyutan
itu. Berdua dengan Mahisa Pukat ia mengalami dua
anggapan yang saling berlawanan. Sebagai pahlawan dan
sekaligus sebagai penjahat yang diburu.
Dalam pada itu langitpun menjadi terang. Akuwu dan
para pengawalnya telah tidak ada lagi di banjar. Sebelum
mereka kembali, maka mereka masih akan beristirahat.
Akuwu akan berada di rumah yang disediakan baginya.
Separo dari para pengawal akan beristirahat pula,
sementara yang lain akan bergantian. Demikian pula dua
orang Senopatinya. Sementara itu. beberapa orang pengawal telah saling
berbincang tentang dua orang penjahat yang tidak dapat
dikejar oleh dua orang diantara para pengawal disertai
beberapa puluh ornag anak-anak muda di padukuhan itu.
"Seandainya dua orang yang hadir dari pusaka-pusaka
itu sempat keluar dari selongsongnya, maka mereka tentu
akan dapat menangkapnya" berkata seorang dari kedua
pengawal yang ikut mengejar Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. "Mereka tentu mempunyai sandaran ilmu" berkata
kawannya "tetapi bukan berarti bahwa mereka tidak dapat
ditundukkan. Malam nanti, kita harus berhati-hati. Akuwu
agaknya ingin berada dipadukuhan ini dan
meninggalkannya bersama barang-barang berharga itu.
Akuwu tidak ingin meninggalkan barang-barang itu lagi dan
baru akan dikembalikan kemudian meskipun dengan
delapan atau sepuluh orang pengawal sekalipun"
"Jadi Akuwu akan bermalam lagi?" bertanya seorang
kawannya. "Agaknya demikian" jawab kawannya "tetapi entahlah
Senopatipun masih belum pasti. Tetapi agaknya hari ini
Akuwu akan beristirahat penuh sampai malam nanti.
Sementara kita akan menempatkan pusaka-pusaka itu
ditempatnya. Kita akan berusaha pedati dari Kabuyutan ini
dan esok kita akan berangkat bersama barang-barang itu"
Pengawal itu mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Akuwu akan ke banjar. Berapa orang yang ada disana?"
"Empat orang" jawab kawannya "tetapi disana penuh
dengan anak-anak muda bersenjata"
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi sebaiknya pusaka-pusaka itu besok kita bawa
kembali" berkata pengawal itu dengan demikian. Aku wu
tidak akan selalu digelisahkan oleh kemungkinankernungkinan
buruk, "meskipun pusaka-pusaka itu dapat
menolong diri mereka sendiri"
Kawannya mengangguk-angguk saja. sementara
pengawal itupun kemudian pergi ke banjar.
Dalam pada itu, meskipun para pengawal yang mengejar
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mendengarkan pula
ceritera tentang dua orang anak muda yang diduga keluar
dari pusaka-pusaka yang tersimpan itu dan menjelma
menjadi dua orang yang memiliki ilmu yang tidak ada
taranya, namun mereka sama sekali tidak sampai pada
pikiran, bahwa dua orang yang dikejarnya itulah
sebenarnya anak-anak muda yang dimaksudkan.
Karena itu, maka keduanya sama sekali tidak
mempunyai arah perhitungan yang demikian.
Tetapi sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
yang mempunyai pertimbangan tentang diri mereka. Untuk
menghindari perhatian orang yang mungkin saja tertuju
kepada mereka yang berdua, maka Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah sepakat, mereka tidak akan
menampakkan diri berdua. Ketika hari itu mereka
memerlukan sesuatu, maka Mahisa Pukatlah yang pergi ke
kedai untuk membelinya. Meskipun Mahisa Pukat datang sendiri, tetapi agaknya ia
sudah menarik perhatian. Untunglah bahwa pakaiannya
memberikan kesan bahwa ia memang seorang pengembara.
Karena itu, ketika pemilik itu bertanya kepadanya, dan
dijawabnya bahwa ia memang seorang pengembara, maka
pemilik warung itu tidak mempersoalkannya lebih lanjut.
Namun dalam pada itu, selagi Mahisa Pukat membeli
beberapa potong ketela pohon rebus, ia sempat mendengar
pembicaraan beberapa orang yang kebetulan ada di kedai
itu. "Kabuyutan ini sedang tidak tenang" berkata orang itu.
"Ya.. Justru karena pusaka-pusaka yang dipergunakan
dalam wisuda itu" jawab yang lain.
"Tetapi menurut pendengaranku, besok barang-barang
itu akan dibawa langsung oleh Akuwu" berkata orang
pertama. "Sukurlah. Tetapi sayang juga dengan dua orang anak
muda itu. Seandainya keduanya bersedia tinggal disini dan
tidak lagi memasuki selongsongnya, maka keduanya akan
menjadi pepunden disini"
"Apa yang mereka ingini tentu akan dipenuhi, karena
keduanya akan dapat menjadi lambang keselamatan. mana
mungkin keduanya tinggal jika pusaka-pusaka itu tidak
dibiarkan tinggal disini. Keduanya dengan sendirinya akan
ikut terbawa jika pusaka itu dibawa oleh Akuwu. Kita tidak
akan dapat menahannya denean cara apapun juga"
Mahisa Pukat tidak tahan mendengarkan pembicaraan
itu lebih lama lagi. Karena itu, maka iapun segera
meninggalkan tempat itu. Ketika Mahisa Murti mendengar
ceritera Mahisa Pukat, maka iapun hanya dapat tersenyum.
Katanya "Salah kita. Tetapi apakah kita akan tetap
membiarkan anggapan yang keliru tentang diri kita itu?"
"Aku tidak mempunyai keberatan apa-apa" jawab
Mahisa Murti. Mahisa Murti menarik nafas dalam dalam Maka katanya
"Sebenarnya aku merasa kasihan kepada mereka. Mereka
akan dapat tersesat dengan anggapannya itu. Pada suatu
saat mereka akan menyadarkan diri kepada kekuatan
benda-benda upacara itu, seolah-olah benda benda itu
benar-benar mempunyai kekuatan yang langsung dapat
hadir dalam ujud anak-anak muda seperti kita ini"
"Mereka tidak akan berbuat demikian" jawab Mahisa
Pukat "mereka tidak mempunyai cara untuk memanggil
ujud yang mereka sangka ada didalam benda benda
keramat mereka" "Tetapi mereka akan dapat mempercayakan segala
sesuatunya kepada sikap benda-benda itu sendiri. Justru
mereka menganggap bahwa benda-benda itu akan dapat
menyelamatkan diri mereka. Bukankah hal itu berbahaya"
Mereka akah menjadi lengah. Sedangkan barang-barang itu
nilainya tidak terkira. Benda-benda yang terbuat dari emas.
tretes berlian dan logam-logam berharga lainnya. Juga
bebatuan yang mereka anggap mempunyai kekuatan gaib
dan kemampuan yang tidak terjadi lagi" berkata Mahisa
Murti. Mahisa Pukat mulai merenungi kata-kata Mahisa Murti.
Namun akhirnya ia mengangguk-angguk sambil bergumam
"Aku mengerti. Tetapi semuanya sudah telanjur. Jika sejak
semula kau berkata seperti itu, maka aku tentu akan
bersikap lain" "Akupun tidak memikirkannya sebelumnya" jawab
Mahhisa Murti. "Jadi bagaimana menurut pendapatmu?" bertanya
Mahisa Pukat. "Memang memerlukan satu langkah yang tepat. Jika
tidak, maka akibatnya akan jauh berbeda dari yang kita
kehendaki" jawab Mahisa Murti pula.
"Apakah yang sebenarnya kita kehendaki?" desis Mahisa
Pukat "apakah kita akan memberikan keyakinan kepada
mereka, bahwa anggapan mereka tentang dua orang anak
muda itu keliru" Juga tentang dua orang yang mereka kejarkejar
menjelang pagi di halaman banjar itu?"
"Kita akan memikirkannya" berkata Mahisa Murti
"kitapun harus tahu, apakah pusaka itu masih tetap berada
di padukuhan itu, atau akan segera dibawa pergi bersama
Akuwu" Memang sulit bagi keduanya untuk mendapatkan
keterangan yang pasti tentang benda-benda berharga itu.
Namun Mahisa Pukatpun mengatakan kepada Mahisa
Murti tentu apa yang didengarnya dari orang di kedai itu,
bahwa benda-benda berharga itu akan segera di bawa
bersama Akuwu esok pagi"
"Kita masih mempunyai waktu untuk merenung cara
yang paling baik yang dapat kita tempuh untuk memberikan
keyakinan, bahwa ceritera yang mereka terima sebagai satu
kenyataan itu tidak benar. Tidak ada pusaka yang dapat
menjelma menjadi manusia dari antara pusaka-pusaka yang
dipergunakan untuk kelengkapan upacara itu"
Dengan demikian, maka kedua anak muda itu telah
mencoba merenungkan cara yang paling baik untuk
mengatakan kepada orang-orang dipadukuhan itu, atau
kepada Akuwu dan para pengawalnya, bahwa anggapan
mereka tentang dua orang anak muda itu keliru.
Namun justru karena itu, maka kedua orang anak muda
itu. tidak meninggalkan tempat itu sehari penuh. Mereka
tidak melanjutkan perjalanan mereka ketempat yang tidak
pasti. Tetapi mereka tetap saja menunggu matahari
tenggelam di balik cakrawala.
"Tidak ada cara yang dapat kita tempuh" berkata Mahisa
Murti kecuali malam nanti kita memasuki padukuhan itu
dan berkata terus terang tentang diri kita masing-masing"
"Apakah mereka akan percaya?" bertanya Mahisa Pukat.
"Para pengawal akan mengenal kita. Orang-orang yang
tertangkap itupun mengenal kita pula" berkata Mahisa
Murti. "Ya. Mudah-mudahan mereka tidak melupakan wajahwajah
kita yang hanya dapat mereka lihat sekilas, berkata
Mahisa Pukat kemudian. "Tetapi rasa-rasanya aku tidak sampai hati melihat
wajah-wajah mereka yang tentu akan menjadi sangat
kecewa melihat kenyataan yang tidak mereka kehendaki"
berkata Mahisa Murti kemudian.
"Jadi rencanamu goyah" Kau akan membiarkan orangorang
itu tetap pada pendapatnya" Sudah aku katakan, aku
tidak berkeberatan jika anggapan itu masih tetap ada
Hikmah Pedang Hijau 8 Sang Penerus Seri Arya Manggada 3 Karya S H Mintardja Kuda Besi 4