Hijaunya Lembah Hijaunya 16
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 16
sebelumnya. Demikianlah mereka kemudian memasuki gerbang
Pakuwon Gagelang. Ada beberapa orang pengawal yang
mengawasi regol yang memasuki kota Gagelang. Tetapi
dalam keadaan yang tenang, maka para pengawas itu tidak
selalu menghentikan orang-orang yang keluar masuk
gerbang kota. Mereka hanya mengamati saja dari gardu
yang dibuat tidak terlalu jauh dari gerbang.
Ketika kuda-kuda itu berderap di dalam gerbang kota,
maka hati Ki Sendawapun menjadi semakin berdebardebar.
Sudah beberapa kali ia memasuki kota Gagelang
untuk keperluan yang bermacam-macam sebelumnya.
Bahkan iapun pernah pergi ke kota untuk sekedar
mengunjungi seorang sahabatnya.
Namun kini ia memasuki kota Gagelang berketetapan
hati untuk menghadap Akuwu, apapun yang akan terjadi.
Karena itu, maka bersama dengan para pengawalnya iapun
langsung menuju ke gerbang istana Akuwu di Gagelang.
Ketika mereka berenam mendekati gerbang istana
Akuwu, maka mereka memang telah menarik perhatian
para penjaga. Karena itu, maka merekapun telah dihentikan
oleh para pengawal pintu gerbang untuk dimintai
keterangan seperlunya. "Siapakah Ki Sanak?" bertanya salah seorang pengawal.
"Aku Ki Sendawa Ki Sanak" jawab Ki Sendawa "Aku
ingin menghadap Akuwu"
"Menghadap Akuwu?" bertanya pengawal itu "Kau kira
kau akan dapat langsung menghadap begitu saja tanpa
melalui keharusan tata cara dan unggah-ungguh"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Rasa-rasanya
baru ia menyadari, hahwa ia bukan orang penting yang
dapat dengan sekehendak sendiri menghadap Akuwu.
Apalagi ia tidak mempunyai pertanda apapun yang
memungkinkannya untuk mendapat pelayanan khusus dari
para pengawal istana Akuwu.
Karena itu, maka Ki Sendawpun kemudian berkata
"Maaf Ki Sanak. Aku memang tidak mempunyai hak untuk
berbuat demikian. Tetapi ada masalah yang mendesak,
yang memaksaku untuk segera melaporkannya kepada Sang
Akuwu" "Apakah kau tidak tahu bahwa semua laporan dapat kau
berikan kepada para petugas di Gagelang" Tidak usah
langsung kepada Sang Akuwu?" bertanya oengawal itu
"Kau dapat menghadap Senopati yang sekarang memimpin
pengawalan untuk hari ini. Kau dapat menyampaikan
persoalanmu. Jika persoalanmu tidak dapat ditangani oleh
orang lain kecuali Akuwu sendiri, maka persoalanmu akan
dilaporkan kepada Akuwu. Baru jika Sang Akuwu
menghendaki kau menghadap, maka kau diperkenankan
untuk menghadap" Jantung Ki Sendawa menjadi berdebar-debar. Terbersit
di dalam hatinya, bahwa ia justru telah dipermainkan
seseorang. "Tetapi apa kepentingannya mempermainkan aku?"
bertanya Ki Sendawa kepada diri sendiri.
Tetapi kemungkinan yang demikian memang dapat saja
terjadi. Mungkin untuk membakar hatinya, atau dengan
sengaja menimbulkan kekeruhan suasana di Talang Amba.
"Nah Ki Sanak" tiba-tiba saja pengawal itu berkata
"sekarang, pergilah menghadap Senopati yang bertugas di
gardu itu. Katakan, apa yang ingin kau laporkan"
Ki Sendawa menjadi ragu-ragu. Jika ia berterus terang,
mungkin akan dapat menimbulkan persoalan tersendiri.
Tetapi jika ia tidak berterus terang, mungkin para pengawal
itu akan mencurigainya. Dengan demikian, maka Ki Sendawa menjadi ragu-ragu.
Beberapa saat ia berdiri termangu-mangu. Sementara itu,
pengawal pintu gerbang itu menjadi tidak telaten. Katanya
"He, apa yang kau renungkan" Jangan mengharap untuk
dengan serta merta kau dapat menghadap Akuwu. Apalagi
kau bukan orang yang dikenal di Pakuwon Gagelang ini"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia
memandang Mahisa Murti, maka anak muda itu berdesis
"Baiklah. Kita menghadap Senopati. Ki Sendawa dapat
mengatakan tentang kehadiran kedua orang itu, karena
mereka telah menyebut-nyebut nama Sang Akuwu. Itu
saja" Ki Sendawa mengangguk-angguk. Lalu katanya "Baiklah
Ki Sanak. Aku akan menyampaikan persoalanku kepada
Senopati. Mudah-mudahan aku mendapat kesempatan
untuk menghadap. Seandainya tidak sekarang, mungkin
nanti atau besok" Pengawal itu memandang Ki Sendawa dengan tajamnya.
Dengan sikap yang garang iapun berkata "Mari, aku akan
membawa kalian menghadap Senopati. Kedatangan kalian
dalam kelompok itu telah mengejutkan kami. Beruntunglah
kalian bahwa kami tidak dengan serta merta menindak
kalian" Ki Sendawa tidak menjawab. Karena iapun sadar, bahwa
sikap pengawal itu akan dapat menjadi semakin garang.
Tetapi, ketika mereka mulai berkisar dari tempatnya,
tiba-tiba saja mereka mendengar suara seseorang tertawa.
Dengan nada berat terdengar kata-kata disela-sela suara
tertawanya "Kau benar-benar datang Ki Sendawa"
Semua orang telah berpaling kearah suara itu, termasuk
pengawal yang akan mengantar Ki Sendawa ke gardu para
pengawal. Dengan jantung yang berdebar-debar mereka melihat
seseorang berdiri di bawah tangga serambi samping istana
Akuwu di Gagelang. Ki Sendawa segera dapat mengenali orang itu. Orang
itulah yang telah datang ke rumahnya semalam dan minta
kepadanya untuk datang ke Pakuwon.
"Kau?" hampir diluar sadarnya Ki Sendawa itu
menyapa. Namun pengawal yang mengantarnya itupun
mendesaknya "Kau harus menghadap Senopati. He, apakah
kau kenal orang itu?"
"Ya" jawab Ki Sendawa "apakah kau justru tidak
mengenalnya?" "Aku pernah melihatnya. Ia juga seorang abdi di istana
ini" berkata pengawal itu.
Ki Sendawa termangu-mangu. Ia tidak mengerti keadaan
yang dihadapinya itu. Apalagi ketika pengawal itu berkata
"Ia seorang juru taman"
Ki Sendawa mengerutkan keningnya. Namun kemudian
ia mengumpat di dalam hatinya "Orang gila. Ternyata ia
hanya seorang juru taman"
Tetapi adalah diluar dugaan, ketika kemudian seorang
pengawal khusus turun dari tangga istana langsung
mendekati pengawal yang akan mengantarkan Ki Sendawa
menghadap Senopati yang baru bertugas.
"Aku mendapat perintah dari Akuwu untuk membawa
orang ini langsung menghadap" berkata pengawal khusus
itu. Pengawal yang bertugas di gerbang itu termangu-mangu
Tetapi pengawal yang datang kepadanya itu adalah
pengawal khusus yang bertugas pengawal Akuwu.
Karena itu, maka pengawal yang bertugas di pintu
gerbang itu tidak dapat mencegahnya, meskipun berbagai
pertanyaan telah bergejolak di dalam hatinya.
Demikianlah, maka kemudian Ki Sendawa itupun telah
dibawa langsung menghadap Akuwu. tetapi para pengawal
harus tetap tinggal di gardu penjaga selama Ki Sendawa
dibawa memasuki istana Akuwu Gagelang.
Dengan jantung yang rasa-rasanya berdegup semakin
keras, Ki Sendawa akhirnya duduk menghadap Akuwu.
Dengan kepala menunduk dan tatapan mata yang rendah
menyentuh kaki Akuwu, Ki Sendawa rasa-rasanya harus
menahan nafasnya. Akhirnya Akuwupun telah bertanya kepadanya "Apakah
kau mempunyai satu kepentingan tertentu sehingga kau
ingin menghadap?" "Ampun Akuwu" suara Ki Sendawa gemetar
"sebenarnyalah hamba telah mendapat kunjungan dua
orang yang telah minta agar hamba menghadap Sang
Akuwu" "Apakah kau mengenal orang itu?" bertanya Akuwu.
"Hamba Akuwu. Orang itu adalah orang yang telah
menyapa hamba di luar istana. Menurut pengawal yang
bertugas di pintu gerbang, orang itu adalah juru taman"
"Juru taman?" ulang Akuwu.
Ki Sendawa menjadi bingung. Namun kemudian
jawabnya "Hamba Akuwu. Menurut pengawal yang telah
mengantar hamba menghadap Senopati yang bertugas.
Tetapi sebelum hamba sampai ke gardu. Sang Akuwu telah
memanggil hamba" Akuwu itu mengangguk-angguk. Sementara itu dalam
kebimbangan Ki Sendawa telah menceriterakan kehadiran
dua orang di rumahnya semalam.
Dalam pada itu, selagi Ki Sendawa dengan gelisah
mengatakan tentang kehadiran kedua orang di rumahnya,
maka tiba-tiba saja orang yang disebutnya juru taman itu
telah berada pula di ruangan itu.
"Selamat datang Ki Sendawa" sapa orang itu.
Ki Sendawa berpaling. Ketika dilihatnya orang itu, maka
jantungnya menjadi semakin keras berdenyut.
"Aku memang sudah mengira, bahwa kau akan benarbenar
menghadap Akuwu hari ini" berkata juru taman itu.
"Ya, aku memang datang menghadap" jawab Ki
Sendawa. "Nah, apa katamu tentang yang aku katakan semalam?"
bertanya juru taman itu. Jantung Ki Sendawa menjadi semakin berdebar-debar.
Sikap orang itu sama sekali bukannya sikap seorang juru
taman, meskipun ia duduk pula dilantai seperti dirinya.
"Ki Sendawa" berkata Akuwu kemudian "sebenarnya
apa yang kau laporkan itu sudah aku ketahui semuanya.
Aku memang menunggu kedatanganm u untuk
mendapatkan ketegasan sikapmu"
Wajah Ki Sendawa menjadi bertambah tegang.
Sementara Akuwu berkata selanjutnya "Keterangan yang
aku dengar tentang sikapmu agak mengecewakan aku.
Tetapi kedatanganmu memberikan harapan baru bagiku"
Sejenak Ki Sendawa termangu-mangu. Keheranannya
telah mencengkam jantung bahwa sebenarnyalah Akuwu
telah mengnendakinya menjadi Buyut di Talang Amba.
Satu sikap yang sama sekali tidak dapat dimengertinya.
Justru karena itu, maka Ki Sendawapun telah termenung
untuk beberapa saat. Ia mencoba untuk menjajagi keadaan
dihadapinya. Sementara itu, orang yang disebutnya sebagai juru taman
itupun tersenyum sambil berkata "Nah Ki Sendawa,
bukankah aku tidak berbohong" Aku adalah utusan Akuwu.
Dan sekarang, katakanlah, apakah kau bersedia menjadi
Buyut di Talang Amba, atau setidak-tidaknya kau dapat
memangku jabatan itu sebelum ada kejelasan tentang
pengangkatan seorang Buyut yang pantas bagi kabuyutan
itu. Tetapi menilik kedudukan, maka kaulah orang yang
paling berhak untuk menjadi Buyut sebagaimana pernah
kau perjuangkan bersama Ki Sarpa Kuning. Tetapi
perjuangan itu gagal karena Ki Sarpa Kuning nampaknya
menjadi terlalu tamak"
Ki Sendawa menjadi semakin bimbang. Tetapi ia masih
tetap berdiam diri. Dalam pada itu, Akuwupun berkata
lebih lanjut "Ki Sendawa, aku adalah Akuwu Gagelang.
Aku bukan Ki Sarpa Kuning. Karena itu, jika kau bersedia,
maka kedudukanmu akan menjadi kuat. Akulah yang
memang mempunyai kekuasaan untuk mengesahkan
kedudukanmu. Karena itu. jangan bimbang. Sementara itu,
aku tidak akan minta imbalan apapun juga, kecuali
sebagaimana diinginkan oleh Ki Sarpa Kuning. Tanah di
lereng bukil yang masih berujud hutan belukar. Aku akan
menebangnya dan membuatnya menjadi pedukuhanpedukuhan
yang ramai. Aku memerlukan daerah itu"
Jantung Ki Sendawa menjadi berdentang semakin cepat.
Ia mengerti arti hutan di lereng bukit itu. Jika Akuwu juga
menghendaki hutan itu sebagaimana dikehendaki oleh Ki
Sarpa Kuning, maka keadaan yang dihadapinya sungguh
membingungkan. Tetapi dalampadaitu, sejak Ki Sendawa berangkat dari
Kabuyutan, ia sudah mempunyai bekal sikap yang
sebaiknya dilakukan menghadapi keadaan itu. Seperti
sudah direncanakan, jika Akuwu sendiri menghendakinya,
maka ia tentu tidak akan dapat menolak. Jika ia
mempunyai sikap yang berbeda dengan kehendak Akuwu,
maka ia tentu tidak akan dapat pulang kembali ke
Kabuyutan Talang Amba. Karena Ki Sendawa masih belum menjawab, maka
Akuwu itupun berkata "Ki Sarpa Kuning telah gagal tetapi
apakah dengan demikian kau benar-benar telah kehilangan
keinginanmu untuk menjadi Buyut di Talang Amba" Ki
Sendawa, mungkin kematian Ki Sarpa Kuning telah
menghancurkan gairah perjuanganmu, karena kau menjadi
putus asa. Tetapi sekarang, bukan sekedar Ki Sarpa Kuning
yang akan mendukungmu. Tetapi aku Akuwu Gagelang.
Yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan apakah
kau dapat diangkat menjadi Akuwu atau tidak"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar
sepenuhnya dengan siapa ia berhadapan. Karena itu, maka
Ki Sendawa itu tidak mempunyai pilihan lain. Sambil
menundukkan kepalanya ia berkata "Ampun Akuwu.
Hamba tidak menyangka, bahwa hamba masih mempunyai
kesempatan untuk menjadi seorang Buyut di Talang Amba.
Kekalahan Ki Sarpa Kuning memang membuat hamba
menjadi berputus asa. Kedatangan utusan Sang Akuwu,
membuat hati hamba menjadi curiga. Hamba menyangka,
bahwa utusan itu sekedar memancing sikap hamba, apakah
hamba benar-benar sudah menyesal atau sekedar
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyembunyikan keinginan hamba yang sebenarnya.
Karena itu, hamba bersikap seakan-akan hamba benarbenar
telah menyesali sikap hamba yang gagal itu.
"Dan sekarang" apa katamu?" bertanya Sang Akuwu.
"Sang Akuwu. Sebenarnya hamba tidak akan pernah
dapat melupakan warisan yang seharusnya hamba terima
itu. Namun apaboleh buat. Sanggarana mempunyai
kekuatan yang jauh lebih besar dari kekuatan hamba" jawab
Ki Sendawa. Lalu "Dengan demikian, jika ada perkenaan
tuanku, maka hamba tentu tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan ini. Namun demikian, hamba harus
memperhatikan keadaan disekitar hamba. Jika rakyat
Talang Amba menolak hamba, maka hamba harus
memperhatikannya" "Hatimu lemah seperti batang ilalang" berkata Akuwu.
Ki Sendawa menjadi semakin tunduk. Lalu katanya
"Sebenarnyalah hamba tidak akan dapat menentang sikap
Sanggarana, kemanakan hamba itu"
"Sanggarana sekarang ada disini" berkata Akuwu.
"Hamba mengetahuinya tuanku. Tetapi pengikutnya
tetap berada di Talang Amba" jawab Ki Sendawa.
"Jangan takut. Dalam keadaan yang gawat, pengawalpengawalku
akan membantumu" berkata Akuwu kemudian
"apalagi jika lereng pegunungan itu sudah menjadi ramai.
Maka orang-orang yang akan tinggal di lereng pegunungan
itu tentu akan berpihak kepadamu"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Ia harus berhati-hati
agar sikapnya tidak mencurigakan. Jika ia dengan serta
merta menerima tanpa ragu-ragu. Akuwu justru akan
menjadi curiga. Karena itu, maka katanya "Ampun tuanku.
Jika hamba kemudian menyatakan kesediaan hamba, maka
hamba tidak akan mempunyai kekuatan apapun untuk
mempertahankan diri dari kemarahan orang-orang yang
berpihak kepada Sanggarana. Karena itu, segala sesuatunya
kami serahkan kepada Akuwu. Di Banjar, saat Ki Sarpa
Kuning terbunuh, aku merasa bahwa kau sudah tidak akan
mempunyai harapan lagi untuk keluar dari halaman.
Namun akhirnya dengan menyesali perbuatanku, aku tidak
dibunuh oleh para pengikut Sanggarana"
"Lupakan" berkata Akuwu "jangan takut kepada
pengikut Sanggarana. Para pengawal dari Gagelang akan
selalu mengamati keadaan"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah
jantungnya serasa bergejolak. Ia mulai jelas, siapa yang
sebenarnya dihadapinya. Agaknya Akuwu di Gagelang
telah menempatkan dirinya dipihak yang berlawanan
dengan kekuasaan Singasari.
Dalam pada itu. Akuwu di Gagelang itupun kemudian
berkata "Ki Sendawa. Kembalilah. Bersiap-siaplah untuk
memangku jabatan Buyut di Talang Amba atas kehendak
Akuwu di Gagelang. karena orang yang berhak menurut
pendapat mereka. Sanggarana sedang dalam pengusutan
"Hamba tuanku. Hamba akan melakukannya" jawab Ki
Sendawa "hamba akan menunggu sementara itu. hamba
akan mempersiapkan diri hamba sebaik-baiknya"
"Sekarang, pulang" berkata Akuwu Gagelang "segalanya
akan berjalan dengan baik"
Ki Sendawapun kemudian dengan jantung yang
bergejolak meninggalkan Gagelang. Para pengawalnya
mengikutinya dengan penuh pertanyaan di dalam hati,
termasuk Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Namun ketika mereka telah berpacu di bulak-bulak
panjang menuju ke Talang Amba, Ki Sendawa mulai
berbincang dengan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat setelah
mereka memperlambat lari kuda mereka.
"Memang aneh" berkata Mahisa Murti setelah ia
mendengar ceritera tentang sikap Akuwu. Lalu "Namun
dengan demikian kita dapat menilai sikap itu. Kita
mengetahui bahwa beberapa orang bangsawan di Kediri
berusaha menghancurkan kuasa Singasari dengan perlahanlahan.
"Nah, agaknya Akuwu di Gagelang berdiri dipihak
beberapa orang bangsawan Kediri itu"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Sementara itu Mahisa
Pukat melanjutkan "Usaha untuk melemahkan tata
kehidupan di Singasari dengan menghancurkan daerahdaerah
yang subur merupakan satu usaha yang sangat
mengerikan akibatnya. Sebagian tata kehidupan akan
musnah. Sementara untuk memperbaiki tata kehidupan itu
diperlukan waktu yang sangat panjang. Lereng-lereng
pegunungan itu harus dihijaukan kembali. Untuk itu maka
diperlukan tenaga, dana dan kesediaan bekerja yang sangat
besar" Ki Sendawa mengangguk-angguk. Katanya
"Beruntunglah aku, bahwa aku belum menyerahkan
usaha maut itu kedalam tangan Ki Sarpa Kuning.
Bersukurlah aku bahwa di Talang Amba hadir orang yang
bernama Ki Waruju serta kalian berdua, sehingga dengan
demikian kehancuran itu tidak terjadi. Agaknya aku kurang
berhati-hati menanggapi permintaan Ki Sarpa Kuning itu.
Ia berhasil mengungkat nafsu ketamakanku sehingga aku
seolah-olah menjadi buta karenanya. Tetapi sekarang aku
tidak akan terjebak lagi ke alam persoalan itu. Aku tidak
akan menyerahkan Talang Amba untuk ditelan banjir dan
tanah longsor, sehingga kehidupan akan terbenam dibawah
arus lumpur dari lereng bukit"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun kemudian bertanya
hampir berbareng "Lalu. apa yang akan Ki Sendawa
lakukan?" "Aku harus menentang niat Akuwu di Gagelang. Tetapi
aku tidak mempunyai kekuatan untuk itu" berkata Ki
Sendawa. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka menyadari, bahwa Talang Amba tidak akan
mampu berbuat banyak atas niat Akuwu di Gagelang.
Karena itu, tiba-tiba saja Mahisa Pukat berkata "Apakah
Ki Sendawa akan melaporkannya ke Singasari?"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya "Apakah aku akan dapat
membuktikannya" Seandainya aku akan berbuat demikian,
maka aku harus berhati-hati. Jika para pemimpin di
Singasari meragukan laporanku, maka aku tidak
mempunyai bukti apapun juga yang dapat aku pergunakan
untuk memperkuat laporanku.
"Apakah Ki Waruju dan Ki Sanggarana tidak akan dapat
menjadi bukti yang kuat?" bertanya Mahisa Murti.
"Jika alasan penahanan mereka disebut dengan
sewajarnya, memang akan demikian. Tetapi aku curiga,
apakah Akuwu tidak akan memutar balikkan keadaan.
Mungkin Akuwu akan dapat saja menyebut, bahwa
penahanan itu didasarkan justru atas laporan yang aku buat
atau alasan-alasan lain yang masuk akal, sehingga tidak ada
hubungannya sama sekali dengan sikap Akuwu dalam
hubungannya dengan tanah di lereng pegunungan itu"
jawab Ki Sendawa. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Ternyata pertimbangan Ki Sendawa cukup tajam
menghadapi sikap Akuwu Gagelang sehingga dengan
demikian ia harus benar-benar berhati-hati.
"Kita harus membuat perhitungan sebaik-baiknya" berkata
Mahisa Murti. Lalu "Jika keadaan memaksa, aku akan
dapat membantu Ki Sendawa menghubungi pimpinan
prajurit di Singasari"
Wajah Ki Sendawa menjadi tegang. Namun Mahisa
Murti-cepat-cepat menyambung "Mungkin aku akan
dianggap sebagai orang yang tidak terlalu berkepentingan
dengan perselisihan antara keluarga di Talang Amba
sehingga akan sulit dikaitkan dengan tuduhan seolah-olah
Ki Sendawalah yang telah melaporkan dan memfitnah Ki
Sanggarana dan Ki Waruju"
Ki Sendawa termangu-mangu. Sementara itu kuda-kuda
mereka meluncur di bulak panjang ditengah-tengah tanah
persawahan yang subur. Namun hampir diluar sadarnya, Ki
Sendawa memandang kearah pegunungan yang hijau di
seberang daerah yang luas. Jika pegunungan itu menjadi
gundul dan kehilangan hutan-hutannya, maka sawah yang
hijau itupun akan menjadi kering dan gersang. Bahkan
mungkin akan terbenam dalam lumpur yang mengeras
bagaikan batu-batu padas.
Ki Sendawa itupun menarik nafas dalam-dalam. Ia
melihat satu masa depan yang suram bagi kampung
halamannya itu. Demikianlah kuda-kuda itupun berjalan tidak terlalu
cepat menuju ke Kabuyutan Talang Amba. Orang-orang
yang berada dipunggung kuda itupun nampak merenungi
persoalan yang sedang mereka hadapi.
Namun dalam pada itu, Ki Sendawapun berkata "Kita
tidak boleh tergesa-gesa. Kita harus menemukan satu
langkah yang paling tepat. Namun sementara itu, aku akan
berbicara dengan anak-anak muda Talang Amba tentang Ki
Sanggarana. Dan akupun akan minta ijin kepada anak-anak
muda itu untuk menerima kedudukan sementara Buyut di
Talang Amba" Wajah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berkerut. Tetapi
cepat Ki Sendawa berkata "Jangan cemas anak-anak muda.
Aku tidak akan terseret lagi kedalam arus ketamakan itu.
Aku akan menunggu perkembangan keadaan, sementara itu
kita harus menemukan jalan untuk melepaskan Sanggarana
dan Ki Waruju" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka masih tetap mempercayai Ki Sendawa. Namun
yang tidak mereka mengerti apakah anak-anak muda
Talang Amba mempercayainya.
Tetapi di dalam hati Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
berjanji untuk membantu meyakinkan anak-anak muda
Talang Amba untuk menempatkan diri mereka dipihak Ki
Sendawa. "Tidak ada pilihan lain" berkata Mahisa Murti di dalam
hatinya. Demikianlah, ketika mereka sampai di rumah Ki
Sendawa, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
sempat berbicara untuk beberapa saat. Ki Sendawapun
sadar, bahwa anak-anak muda di Talang Amba tentu sulit
untuk mempercayainya, karena namanya memang telah
ternoda. "Aku akan mencoba" berkata Mahisa Murti.
"Terima kasih. Kita harus berusaha, agar Akuwu di
Gagelang tidak mengambil tindakan apapun dalam waktu
dekat. Baik terhadap Kabuyutan Talang Amba, maupun
terhadap Ki Sanggarana dan Ki Waruju" berkata Ki
Sendawa. Dengan jantung yang berdebar-debar, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukatpun kemudian telah meninggalkan
rumah Ki Sendawa. Mereka berusaha untuk menemukan
cara agar mereka dapat meyakinkan anak-anak muda di
Talang Amba, bahwa mereka memang harus menembus
langkah yang mungkin harus melingkar-lingkar.
Kedatangan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat di rumah
Ki Sanggarana telah disambut dengan perasaan curiga.
Beberapa orang anak muda yang mewakili kawankawannya
telah menemuinya. Seorang diantara mereka bertanya "Kau pergi dari
mana" Seorang kawan kami melihat, kau pergi hersama Ki
Sendawa" "Ya" jawab Mahisa Murti "kami pergi bersama Ki
Sendawa ke Pakuwon Gagelang"
"Untuk apa?" bertanya yang lain "apakah kau berusaha
untuk melepaskan Ki Sanggarana atau justru sebaliknya,
agar Ki Sanggarana tetap berada di dalam tahanan?"
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Kalian terlalu curiga. Apakah ada tanda-tanda pada kami
berdua untuk berbuat demikian?"
Anak-anak muda itu saling berpandangan sejenak.
Namun tidak seorangpun yang dapat menjawab.
Dalam pada itu, Mahisa Murti berkata seterusnya "Aku
sama sekali tidak mempunyai kepentingan langsung dengan
Kabuyutan ini. Jika aku ikut terlibat di dalamnya. sematamata
hanya karena aku merasa berkewajiban untuk berbuat
sesuatu bagi sesama. Jika aku melihat ketidak-adilan terjadi
disini, maka rasa-rasanya aku terpanggil untuk melibatkan
diri" Anak-anak muda Talang Amba itu menjadi semakin
tunduk. Mereka mengakui di dalam hati, bahwa kedua
orang anak muda itu telah berbuat banyak bagi Kabuyutan
Talang Amba bersama seorang murid Ki Sarpa Kuning
yang kini ada diantara mereka dan bekerja bersama mereka.
Dalam kesempatan itu, maka Mahisa Murti justru telah
berusaha untuk dengan langsung mengatakan rencana yang
harus disusun oleh Kabuyutan Talang Amba meskipun
dengan sangat berhati-hati. Mahisa Murti menceriterakan
apa yang telah terjadi di rumah Ki Sendawa dan apa yang
telah dikatakan oleh Akuwu.
"Aku yakin bahwa kalian menanggapi masalah ini
dengan sikap dewasa. Setuju atau tidak setuju, kalian harus
mempertimbangkan kepentingan Talang Amba dalam
keseluruhan" berkata Mahisa Murti kemudian "karena itu,
aku minta kalian berpikir dengan hati yang bening. Bukar
sekedar didorong oleh perasaan. Tetapi kalian harus mencari
keseimbangan dengan penalaran"
Anak-anak muda Talang Amba itu menjadi tegang.
Mereka dicengkam oleh ketidak pastian sikap.
Bagaimanapun juga mereka sulit untuk dapat mempercayai
Ki Sendawa. Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat nampaknya
terlalu yakin akan kejujuran sikap orang yang pernah
mengguncang Kabuyutan Talang Amba dengan
ketamakannya. "Aku yakin, bahwa Ki Sendawa benar-benar menyadari
kesalahannya, menyesalinya dan berusaha untuk menebus
kesalahannya itu. Ia berjanji untuk berusaha mencari jalan
agar Ki Sanggarana dapat terlepas dari tahanan. Karena itu,
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka ia harus menerima keadaan yang ditawarkan oleh
Akuwu. Jika ia menentang, maka iapun tidak akan dapat
kembali lagi ke Kabuyutan ini. Dengan demikian, maka
Akuwu mungkin sekali akan mengambil sikap yang lebih
keras lagi terhadap Talang Amba"
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Sementara itu
Mahisa Murti melanjutkan "Ingat. Semua langkah harus
kita lakukan bagi kepentingan Talang Amba. Kalianlah
yang lebih berkepentingan dengan hari depan Kabuyutan
ini. Bukan aku" Untuk beberapa saat suasana dicengkam oleh
ketegangan. Anak-anak muda Talang Amba itu berusaha
nempertimbangkan keterangan Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat yang ikut pergi ke Pakuwon Gagelang.
Sementara itu Mahisa Murtipun berkata "Sudahlah,
tenungkan untuk satu dua hari. Tetapi ingat, hal ini jangan
kalian percakapkan dengan orang-orang yang tidak
berpentingan, jika hal ini didengar oleh orang-orang Akuwu
Gagelang, maka akibatnya akan menjadi lebih parah lagi
lagi Talang Amba dan bagi Ki Sanggarana"
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Seorang
diantara mereka berkata "Kami akan memikirkannya.
Mudah-mudahan kami menemukan kesamaan pengertian
lengan kalian" "Kami berharap demikian" jawab Mahisa Murti.
"Aku kira, yang ditempuh oleh Ki Sendawa adalah satusatunya
jalan sekarang ini " sambung Mahisa Pukat " ika
kita salah satu langkah saja dalam persoalan ini, maka
akibatnya akan kita sesali untuk waktu yang sangat
panjang" Anak-anak muda itu masih mengangguk-angguk.
Agaknya mereka benar benar ingin memikirkannya dan
mempertimbangkannya diantara kawan-kawan mereka.
Sementara itu, Ki Sendawapun telah dicengkam oleh
kegelisahan. Ia berharap bahwa anak-anak muda Talang
Amba mempercayainya. Dengan demikian, maka Talang
Amba akan mendapat kesempatan untuk merencanakan
sikap yang paling baik menghadapi Akuwu di Gagelang
yang agaknya telah menyimpang dari paugeran seorang
pemimpin yang mendapat kepercayaan dari Singasana
Singasari. Agaknya beberapa orang dari Kediri telah
berhasil membujuknya untuk memusuhi Singasari dengan
cara yang sangat keji, karena langkah yang mereka ambil
adalah satu penghancuran terhadap tata kehidupan yang
menjadi semakin mapan. Dalam pada itu, tanpa hadirnya Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, beberapa orang anak-anak muda yang
dianggap mempunyai pengaruh di Talang Amba telah
berbincang. Beberapa orang diantara mereka memang
masih tetap meragukan Ki Sendawa. Tetapi yang lain
berusaha untuk mengajak kawan-kawannya agar mereka
memberi kesempatan kepada Ki Sendawa.
"Kita tidak mempunyai jalan lain" berkata salah seorang
diantara mereka "Ki Sanggarana telah berada ditangan
Akuwu. Seperti yang dikatakan oleh anak-anak muda itu,
jika kita salah langkah, maka kita akan menyesal untuk
waktu yang panjang. Karena sebenarnyalah bahwa Akuwu
akan dapat bertindak lebih keras lagi"
"Ya" desis yang lain "penahanan Ki Sanggarana itu
telah menunjukkan satu gejala yang aneh pada Akuwu"
Tetapi masih ada yang berdesis "Apakah hal itu bukan
sekedar permainan Akuwu dengan Ki Sendawa"
"Memang mungkin terjadi" sahut yang lain "permainan
yang kotor itu harus kita cegah"
"Bagaimana kita dapat melihatnya sekarang" sahut anak
muda yang pertama "tetapi aku percaya kepada kedua
orang anak muda yang melihat dua orang yang datang ke
rumah Ki Sendawa. Jika Ki Sendawa telah menem-puh satu
permainan dengan Akuwu. maka tidak akan terjadi bahwa
dua orang telah mendatanginya atas nama Akuwu dan
terjadi satu pembicaraan yang tegang"
Yang lain mengangguk-angguk. Mereka memang
dihadapkan kepada persoalan yang pelik. Kepercayaan
mereka terhadap Ki Sendawa sudah sangat tipis, sementara
itu, mereka melihat Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
sebagai sandaran mereka, sehingga karena itu mereka telah
mempercayai keduanya sepenuhnya.
Namun akhirnya, anak-anak muda Talang Amba itu
telah meletakkan semua harapan kepada sikap Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Mereka memang tidak
mempunyai cara lain yang mereka anggap cukup
meyakinkan. Untuk mempergunakan kekerasan, mereka
merasa tidak mempunyai kemampuan. Apalagi
menghadapi kekuatan Pakuwon Gagelang.
Demikianlah, maka pada langkah yang pertama, Ki
Sendawa telah menyatakan dirinya sebagai pemangku
jabatan Akuwu di Talang Amba.
Atas permainan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, maka
terjadi pergolakan di Talang Amba disaat Ki Sendawa
menyatakan dirinya memegang kendali kepemimpinan di
Kabuyutan Talang Amba. Tetapi persoalan itu dapat segera
diatasi ketika sekelompok pasukan Gagelang datang ke
Kabuyutan itu. "Satu permainan berbahaya" berkata Ki Sendawa.
"Sekedar untuk meyakinkan Akuwu tentang kedudukan
Ki Sendawa. Bukankah Ki Sendawa pernah mengatakan
bahwa anak-anak muda di Talang Amba lebih banyak yang
berpihakkepada Ki Sanggarana?" sahut Mahisa Murti.
Ki Sendawa mengerti maksud tersebut. Beberapa
pemimpin anak-anak muda Talang Ambapun mengerti
permainan itu. Tetapi sebagaimana dipesankan oleh Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat, bahwa para pemimpin anak-anak
muda di Talang Amba harus merahasiakannya sebaikbaiknya
bagi kepentingan Ki Sanggarana.
Demikianlah maka untuk beberapa saat kemudian. Ki
Sendawalah yang telah memerintah di Kabuyutan Talang
Amba. Ternyata hal itu telah disampaikan pula oleh Akuwu
kepada Ki Sanggarana dan Ki Waruju. Seolah-olah dengan
sengaja Akuwu. ingin menunjukkan kepada Ki Sanggarana
bahwa ia sudah tidak mempunyai kesempatan lagi
meskipun jika kelak ia kembali ke Talang Amba.
"Paman memang orang yang licik geram Ki Sanggarana.
Lalu katanya "Sebenarnya aku tidak berkeberatan untuk
menyerahkan pimpinan itu. Tetapi tidak dengan cara ini"
Tetapi keluhan Ki Sanggarana itu telah ditertawakan
oleh Akuwu di Gagelang. Dengan nada tinggi ia berkata
"Sanggarana yang malang. Karena kau telah dengan
sombong melampaui kuasaku dan langsung berhubungan
dengan Singasari, maka kau sekarang akan merasakan,
betapa sakitnya kuasa yang terlampaui itu. Aku lebih
senang melihat pamanmu menjadi Buyut di Talang Amba
dari kau sendiri. Aku akan menyusun laporan yang akan
meyakinkan Singasari, bahwa kau telah melakukan satu
kesalahan sehingga kau tidak akan dapat kembali ke Talang
Amba sebagai seorang Buyut"
"Apakah dalam hal iui berarti bahwa paman Sendawa
telah sepakat mengambil langkah-langkah seperti ini dengan
Akuwu?" bertanya Ki Sanggarana.
Akuwu di Gagelang itu mengangguk-angguk kecil
Katanya "Bagiku Sanggarana, yang akan terpilih menjadi
Buyut di Talang Amba adalah orang yang terbaik. Karena
menurut penilaianku Sendawa memiliki kematangan
berpikir dan bersikap lebih dari kau, maka aku telah
menetapkan bahwa Ki Sendawalah yang akan menjadi
Buyut di Talang Amba"
"Atas dasar apakah Akuwu menilai kemampuan kami
berdua" Kematangan berpikir yang bersikap yang
bagaimanakah yang tuanku maksudkan?" bertanya Ki
Sanggarana. "Aku adalah seorang Akuwu" jawab akuwu "Aku
mempunyai penilaian yang tajam terhadap kalian berdua"
Ki Sanggarana menarik nafas dalam-dalam, la merasa
bahwa tidak akan ada artinya jika ia harus berbantah
dengan Akuwu di Gagelang.
Dalam pada itu, ketika Akuwu meninggalkannya, maka
Ki Warujupun berkata "Sudahlah. Kita masih mempunyai
waktu untuk menentukan sikap. Aku yakin bahwa
kehadiran Mahisa Murti dan Mahisa Pukat di Talang Amba
akan membawa akibat yang berarti"
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Katanya
"Untunglah bahwa kita tidak menyebut mereka dalam
laporan-laporan yang kita sampaikan. Tetapi yang aku tidak
mengerti, bagaimana sikap Ki Sendawa terhadap keduanya.
Apakah Ki Sendawa tidak memberikan laporan khusus
mengenai kedua anak muda itu?"
Atau Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah menyingkir
lebih dahulu dari Talang Amba?" bertanya Ki Waruju pula.
Namun dalam pada itu, Ki Waruju masih mempunyai
harapan bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat akan ikut
menentukan akhir dari persoalan yang berbelit itu.
"Mudah-mudahan ia memberikan laporan yang.
sebenarnya kepada ayahnya yang akan dapat
menyampaikannya kepada Mahisa Bungalan" berkata Ki
Waruju kepada diri sendiri.
Namun seandainya tidak demikian, maka Ki Waruju
masih mempunyai jalan lain. Tempat ia dan Ki Sanggarana
ditahan itu terbuat dari Kayu. Dinding-dindingnya terbuat
dari papan meskipun cukup tebal. Tetapi dalam keadaan
yang memaksa, maka Ki Waruju akan dapat memecahkan
pintu bilik yang diselarak dari luar itu.
"Tetapi itu adalah jalan yang terakhir" berkata Ki
Waruju di dalam hatinya. Dalam pada itu, di Talang Amba, Ki Sendawa benarbenar
berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari anakanak
muda. Meskipun ia sadar, bahwa kerja itu adalah kerja
yang sangat berat. Namun bersama-sama dengan Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat akhirnya mereka berhasil
meyakinkan pemimpin-pemimpin anak-anak muda yang
berpengaruh, bahwa yang dilakukan Ki Sendawa itu benarbenar
bagi keseluruhan Talang Amba dan Ki Sanggarana.
Meskipun masih juga ada kecurigaan kepada Ki
Sendawa, namun langkah-langkah yang diambil oleh Ki
Sendawa ternyata telah menunjukkan kepada mereka,
bahwa Ki Sendawa yang telah menerima kedudukan
sementara itu berbeda dengan Ki Sendawa sebelumnya.
"Ternyata perjuangan untuk melepaskan Sanggarana
akan memerlukan waktu yang agak panjang" berkata Ki
Sendawa. "Ya" jawab Mahisa Murti "tetapi kita sudah
memulainya. Dan itu lebih baik daripada kita masih harus
menunggu" "Tetapi, agaknya memang tidak ada cara lain yang dapat
dipergunakan kecuali dengan kekerasan" berkata Mahisa
Pukat. Lalu "Kita dapat menghimpun anak-anak muda dan
memberikan latihan-latihan dasar bagi mereka.
"Tetapi kita tidak akan dapat melawan para pengawal
dari Gagelang" jawab Ki Sendawa "Jika kita memaksakan
cara itu, maka akibatnya akan menjadi sangat perah bagi
Talang Amba. Kita akan ditumpas dan pimpinan
Kabuyutan ini akan jatuh ketangan orang lain yang tidak
kita kenal sifat dan tabiatnya"
"Aku mengerti Ki Sendawa" berkata Mahisa Murti
"karena itu, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah
memberikan laporan kepada Singasari, bahwa Akuwu di
Gagelang telah melakukan satu tindakan yang melawan
paugeran Singasari. Seandainya Singasari tidak
mempercayainya, maka sejak semula kita minta agar
Singasari berusaha menyelidikinya. Mereka akan dapat
mengirimkan petugas-petugas sandinya sebelum benarbenar
mengambil tindakan tertentu"
Ki Sendawa mulai memikirkannya. Namun kemudian
katanya "Kita akan mengambil langkah-langkah yang lain
lebih dahulu. Tetapi jika semuanya gagal, maka kita akan
mengambil langkah terakhir itu.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Bagaimanapun juga keduanya menyadari, bahwa Akuwu di
Gagelang akan dapat memutar balikkan keadaan yang
sebenarnya dan akibatnya akan sangat merugikan Ki
Sendawa dan bahkan mungkin Talang Amba dalam
keseluruhan. Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat harus
memperhitungkan batas kesabaran anak-anak muda Talang
Amba. Jika perkembangan persoalan itu berjalan sangat
lamban, maka akibatnya akan sangat pahit. Kepercayaan
kepada Ki Sendawa akan menjadi semakin susut, seolaholah
Ki Sendawa sedang melakukan satu permainan yang
sangat lembut untuk mencapai tujuannya. Menguasai
Talang Amba dengan dukungan Sang Akuwu di Gagelang.
Sementara itu, ternyata Ki Sendawa sendiri mulai
disudutkan kepada satu keadaan yang pelik. Jantungnya
serasa berhenti berdetak ketika dua orang utusan Akuwu
datang ke rumahnya dan menyampaikan pesan Akuwu
tentang lereng bukit gundul itu
"Akuwu akan mulai sewaktu-waktu" berkata utusan itu
"bukit itu akan dibersihkan dan akan dibangun satu daerah
pemukiman di lereng gunung itu"
"Demikian cepatnya?" bertanya Ki Sendawa "Bukankah
aku masih belum disahkan dalam kedudukanku" Apakah
dengan demikian aku mempunyai wewenang untuk
mengiakan?" "Semua tanggung jawab ada pada Akuwu" berkata
utusan itu "Bukankah daerah ini juga daerah Gagelang"
Adalah wajar bahwa Akuwu melakukan satu kebijaksanaan
di daerahnya, termasuk kebijaksanaan mengenai hutan di
lereng bukit itu" "Ki Sanak benar" jawab Ki Sendawa "tetapi daerah
Gagelang terbagi dalam Kabuyutan yang bertanggung
jawab atas wilayahnya. Karena itu maka Buyut di Talang
Amba bertanggung jawab pula atas wilayahnya. Hijau atau
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuning. Hitam atau putih"
"Bagaimanapun juga Talang Amba berada di bawah
perintah Gagelang Ki Sendawa. Jika Akuwu mengangkat
seorang Buyut yang dapat mengerti kebijaksanaannya itu,
sekedar untuk mengurangi persoalan. Tetapi seorang Buyut
tidak dapat mencegah kebijaksanaan Akuwu meskipun itu
terjadi di wilayahnya" berkata utusan itu.
Ki Sendawa tidak dapat menjawab lagi. Akuwu memang
mungkin mempergunakan kekerasan dan tidak lagi
menghiraukan kuasa Buyut di Talang Amba. Dalam pada
itu. berbareng dengan langkah-langkah itu, Akuwu dapat
memberikan laporan tindakan-tindakan yang akan
diambilnya meskipun dengan cara yang tidak sewajarnya
Karena itu, maka yang kemudian dapat dikatakan oleh
Ki Sendawa adalah "Ki Sanak. Jika hal itu yang
dikehendaki oleh Akuwu, apaboleh buat. Akuwu sudah
terlalu baik terhadapku, sehingga aku berkesempatan untuk
memegang jabatan ini. Tetapi aku mohon agar Akuwu
dapat memberikan ancar-ancar waktu yang akan
dipergunakan oleh Akuwu untuk membuka hutan itu"
"Apakah kau mempunyai kepentingan?" bertanya utusan
itu. "Kepentingan hanyalah sekedar mengetahui. Mungkin
ada orang Talang Amba yang bertanya, atau mereka yang
berkepentingan karena mereka mempunyai rencana tertentu
atas hutan itu meskipun belum disampaikannya kepadaku"
jawab Ki Sendawa. "Aku tidak dapat mengatakannya Ki Sendawa. Tetapi
tentu dalam waktu yang tidak terlalu lama" jawab utusan
itu. Ki Sendawa menjadi semakin berdebar-debar. Tetapi ia
harus menyimpan perasaan itu di dalam hatinya.
Ketika utusan itu kembali, maka dengan tergesa-gesa Ki
Sendawa telah memanggil Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
untuk memberitahukan persoalan yang sedang dihadapinya.
"Jika Akuwu benar-benar menebang hutan itu, maka
kepercayaan anak-anak muda itu tentu akan larut. Mereka
menganggap bahwa aku telah memindahkan perjanjian
dengan Ki Sarpa Kuning dan berlindung dibawah kuasa
Akuwu. Anak-anak muda itu tentu menuduh aku pulalah
yang telah menyebabkan Ki Sanggarana dan Ki Waruju
ditahan di Gagelang" berkata Ki Sendawa yang kecemasan.
"Karena itu Ki Sendawa. Tidak ada cara lain yang lebih
baik dari melaporkan hal ini kepada Singasari" jawab
Mahisa Murti. "Alasan itu pulalah yang dipakai oleh Akuwu untuk
menahan Sanggarana dan Ki Waruju" jawab Ki Sendawa
"tetapi baiklah jika itu jalan satu-satunya. Jadi apakah aku
harus pergi ke Singasari?"
"Ki Sendawa tidak usah pergi. Biarlah kami berdua
sajalah yang pergi" jawab Mahisa Murti.
"Apakah kau akan dapat menyelesaikan persoalannya
dengan pihak Singasari?" bertanya Ki Sendawa.
"Kami akan berusaha" jawab Mahisa Pukat.
"Tetapi bagaimana dengan anak-anak Talang Amba jika
kalian tinggalkan mereka" desis Ki Sendawa yang cemas
"Kami akan berpesan kepada mereka, agar mereka tetap
menahan diri. Kami akan menyelesaikan segala sesuatunya
bagi kepentingan Talang Amba. Ki Sanggarana dan Ki
Waruju" jawab Mahisa Murti.
Ki Sendawa sudah tidak mempunyai jalan lain. Karena
itu, maka diserahkannya segalanya kepada Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat. Demikianlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mulai
dengan rencana mereka. Mereka telah menemui para
pemimpin anak-anak muda Talang Amba bersama murid
Ki Sarpa Kuning yang tinggal. Dengan sungguh-sungguh
mereka berpesan, agar anak-anak muda itu tidak bertindak
sendiri-sendiri. "Aku akan pergi ke Singasari" berkata Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Lalu Mahisa Murtipun melanjutkan "jaga
segala rahasia sebaik-baiknya jika kalian ingin berhasil"
"Apakah kau benar-benar masih akan kembali?"
bertanya seorang anak muda dengan curiga.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Kecurigaan yang demikian itu memang wajar sekali.
Namun mereka harus yakin, bahwa tidak ada ialah lain
yang akan dapat ditempuh.
"Kawan-kawan" berkata Mahisa Murti "Aku memang
tidak mempunyai cara lain. Dalam keadaan yang paling
sulit, maka kita harus mencari perlindungan kepada orang
yang paling berwenang. Kita sudah berusaha untuk mencari
perlindungan kepada Akuwu di Gagelang. Tetapi usaha itu
kandas karena sikap dan tanggapan Akuwu terhadap
Kabuyutan Talang Amba. Karena itu, maka harapan kita
satu-satunya adalah Singasari. Jika kita gagal mencari
perlindungan di Singasari, maka kita akan menarik
kepercayaan terhadap keadilan di tanah ini"
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Namun aknirnya
mereka memang harus masih menunggu lagi. Apalagi
ketika kemudian mereka menyadari, bahwa mereka
memang tidak akan dapat banyak berbuat. Jika mereka
mempergunakan kekerasan, maka keselamatan Ki
Sanggarana dan Ki Waruju tentu akan terancam. Lebih dari
itii keselamatan Talang Amba sendiri juga tentu akan
terancam. Akhirnya dengan susah payah, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat dapat meyakinkan beberapa orang anak
muda yang mempunyai pengaruh atas anak-anak muda di
Talang Amba, tentang rencana yang akan dilakukannya.
Demikianlah, maka tanpa membuang waktu lagi, dinari
berikutnya, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
meninggalkan Talang Amba. Pagi-pagi benar. Sebelum
matahari terbit. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak ingin
dilihat orang-orang yang tidak berkepentingan dan tidak
mengetahui seluk-beluk dari persoalan yang sedang
dihadapi oleh Talang Amba daiam keseluruhan.
Namun sementara itu, Ki Sendawa selalu diliputi oleh
kegelisahan. Setiap saat, Akuwu dapat melakukan
rencananya, membuat hutan di lereng pegunungan itu
menjadi gundul, sementara itu anak-anak muda Talang
Amba, terutama para pemimpin mereka telah mengetahui
arti dari tanah yang akan menjadi gundul itu. Sebagaimana
pernah dituntut oleh Ki Sarpa Kuning pada saat ia
mengikat satu kesepakatan dengan Ki Sendawa.
Sehingga apabila hal itu benar-benar dilakukan oleh
Akuwu atau orang-orang yang ditugaskannya, maka akan
sulit bagi Ki Sendawa, apalagi tanpa Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, untuk mencegah langkah yang mungkin
akan diambil oleh anak-anak muda Talang Amba.
"Aku telah diombang-ambingkan oleh tingkah Akuwu"
berkata Ki Sendawa kepada dirinya sendiri "pada saat uku
mendapat terang di hati, maka aku terbentur kepada Mkap
Akuwu yang justru telah tersesat. Nampaknya langkah
orang-orang Kediri itu sudah mencengkam lewat banyak
jalur untuk menusuk kekuasaan singasari kearah jantung"
Dengan demikian, maka kadang-kadang Ki Sendawa itu
telah dikuasai oleh kegelisahan yang sulit untuk diatasinya.
Bahkan kadang-kadang ia telah kehilangan akal, apa yang
sebaiknya dilakukan. Namun satu hal yang tidak dilepaskannya dari
kesadarannya, bahwa ia benar-benar ingin menebus
kesalahannya yang telah dilakukan sehingga keadaan yang
parah itu menjadi berlarut-larut dan berkepanjangan. Dan
salah satu jalan yang narus ditempuhnya adalah harus
menerima tawaran Akuwu Gagelang untuk memangku
jabatan Buyut di Talang Amba. Bahkan mungkin jabatan
itu akan dikukuhkan agar Akuwu dapat dengan mudah
melakukan rencananya. Rencana yang dikendalikan oleh
beberapa orang yang berada di Kediri yang merasa
berkewajiban untuk membebaskan Kediri dari kekuasaan
Singasari. Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah menempuh satu perjalanan yang panjang. Mereka
tidak dapat mencapai Singasari dalam satu hari perjalanan
meskipun mereka mempergunakan kuda yang dapat mereka
pinjam dari Talang Amba. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itu tidak
langsung menuju ke Singasari dan menemui kakak mereka,
Mahisa Bungalan. Tetapi mereka telah menemui ayah
mereka lebih dahulu untuk mendapatkan pertimbangan.
Ketika Mahendra mendengarkan keterangan anaknya maka
hatinya menjadi berdebar-debar. Karena rencana orangorang
Kediri itu sudah menyusun diantara para pemimpin
pemerintahan yang seharusnya menjadi jalur kekuasaan
Singasari. "Baiklah" berkata Mahendra "Aku akan menyertai
menemui kakakmu Mahisa Bungalan. Ia akan berbicara
dengan pamannya Mahisa Agni dan Witantra. Mudahmudahan
mereka dapat memecahkan persoalannya.
Mereka harus mendapat bukti keingkaran Akuwu itu"
"Ya ayah" jawao Mahisa Murti "Yang penting,
Singasari harus meyakini bahwa Akuwu Gagelang telah
melakukan satu kesalahan"
Mahendrapun mengangguk-angguk. Ia berpendapat
bahwa Singasari tidak akan dapat begitu saja mengirimkan
sepasukan yang akan dapat menangkap Akuwu Gagelang.
Dengan demikian, maka Akuwu itu akan dapat ingkar dan
Singasari akan menemui kesulitan untuk membuktikannya.
-ooodwoooKolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoy o Conv erter : Editor : Raharga, Arema, Dino,
Pdf ebook : Uploader di Indozone : Din o
--ooo0dw0ooo- Jilid 012 DEMIKIANLAH, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat itupun kemudian telah menemui Mahisa Bungalan
serta sekaligus menghadap paman mereka, Mahisa Agni
dan Witantra. Keterangan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, memang
sangat menarik perhatian. Mahisa Bungalan telah berusaha
untuk mendapat keterangan sejauh-jauh diketahui oleh
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah menjelaskan segala sesuatunya yang mereka mengerti.
Baik tentang Talang Amba, maupun tentang Gagelang.
"Kau yakin bahwa yang kau ketahui itu adalah keadaan
yang sebenarnya?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Maksud kakang, apakah Ki Sendawa tidak mengelabui
kami berdua?" Mahisa Murti ganti bertanya.
"Ya. Menilik keteranganmu, maka Ki Sendawa memang
seorang yang cerdik. Bahkan licik" sahut Mahisa Bungalan.
"Tetapi ia sudah menemukan dirinya. Aku percaya
bahwa ia benar-benar menyesal. Ketika hatinya tersentuh
oleh sikap kemanakannya perempuan, isteri Ki Sendawa,
maka hatinya itu menjadi luluh. Apalagi kenyataan yang
dihadapinya tentang pribadi Ki Sanggarana telah
membuatnya bercermin tentang pribadinya sendiri" jawab
Mahisa Murti. Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Singasari memang harus mengambil langkah-langkah.
Ketika Singasari memberikan peringatan kepada Gagelang
tentang kemungkinan yang dapat terjadi di Talang Amba
berdasarkan keterangan Ki Waruju. Seakan-akan Ki
Sanggarana telah melangkahi kuasa Akuwu Gagelang.
Dengan demikian, maka langkah yang akan diambil
kemudian harus dipertimbangkan sebaik-baiknya. Akuwu
di Gagelang akan dapat mencari jalan apapun untuk
menutupi kesalahannya. Bahkan memutar balikkan
keadaan. Tanpa bukti-bukti yang meyakinkan, maka tidak
akan dapat diambil tindakan yang seharusnya bagi Akuwu
di Gagelang itu" "Jadi, apa yang sebaiknya kami lakukan kakang?"
bertanya Mahisa Pukat "apakah Singasari akan dapat
mengambil tindakan langsung hanya berdasarkan laporan
saja, atau Singasari harus membuktikannya lebih dahulu"
"Setiap laporan tentu akan diperhatikan" jawab Mahisa
Bungalan "tetapi laporan saja, agaknya masih belum cukup,
karena setiap orang akan dapat membuat laporan palsu
tentang satu persoalan yang dihadapi"
"Jadi, apakah dalam hal ini Singasari akan dapat
menyelidikinya" desak Mahisa Pukat.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Sikap
Mahisa Pukat memang agak lain dari Mahisa Murti.
Namun terhadap Mahisa Pukat, maka Mahisa
Bungalanpun harus bersikap lebih berterus terang. Karena
itu, maka jawabnya "Baiklah Mahisa Pukat. Aku sendiri
akan berada di Talang Amba. Aku akan melihat apa yang
telah terjadi. Mungkin aku akan berada di Talang Amba
bersama dua atau tiga orang yang memiliki pengetahuan
khusus tentang tugas-tugas sandi. Mereka akan membantu
aku meyakinkan pendapat tentang Akuwu di Gagelang.
Baru kemudian, kami akan dapat mengambil langkahlangkah
tertentu" Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Hampir
diluar sadarnya iapun berkata "Keadaan sudah begitu
mendesak. Dan kita baru akan mulai lagi dengan satu
penyelidikan. Jika demikian, lalu kapan kita akan
mengambil sikap" "Mahisa Pukat" berkata Mahisa Bungalan "seandainya
Akuwu mulai dengan penebangan hutan itu, maka kita
masih belum terlambat. Sehari atau dua hari, hutan itu
masih belum akan berkurang. Sementara itu, kita sudah
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendapatkan bukti yang cukup untuk mengambil langkahlangkah"
"Mungkin kakang" jawab Mahisa Pukat "tetapi anakanak
muda Talang Amba tentu sudah mengambil satu
kesimpulan tentang Ki Sendawa. Jika mereka kemudian
mengambil tindakan sendiri atas Ki Sendawa, maka
keadaan akan menjadi gawat. Selain Ki Sendawa akan
mengalami nasib buruk, maka Akuwu di Gagelang akan
dapat menuduh orang-orang Talang Amba telah
memberontak" "Mahisa Pukat" berkata Mahisa Bungalan "Jika aku
sudah berada di Talang Amba atas nama pimpinan prajurit
di Singasari yang mengemban tugas, maka sikap mereka
tentu akan berbeda" "Kakang akan datang sebagai seorang Senopati?"
bertanya Mhisa Murti. "Tentu tidak" jawab Mahisa Bungalan "tetapi beberapa
orang tertentu akan dapat mengetahuinya, seperti yang kau
katakan, bahwa beberapa orang anak muda kau percaya
untuk mengetahui sikap sebenarnya dari Ki Sendawa"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah
kakang. Jika kakang dapat berbuat demikian, maka agaknya
kamipun tidak berkeberatan"
Namun dalam pada itu, agaknya Mahisa Pukat masih
belum puas. Lalu katanya "Tetapi apakah yang dapat kita
lakukan, seandainya kehadiran kakang kemudian dapat
ditangkap oleh petugas sandi Akuwu, sehingga ia
mengambil satu langkah tertentu?"
"Tergantung kepada kelembutan kita" jawab Mahisa
Bungalan "Namun jika terjadi demikian, seperti Akuwu di
Gagelang, maka kitapun akan mengambil langkah tertentu
yang akan kita putuskan kemudian"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Tetapi kesediaan kakaknya untuk hadir di Talang Amba
telah membuatnya agak tenang. Anak-anak muda Talang
Amba akan dapat melihat satu perkembangan keadaan
yang paling baik bagi Talang Amba.
"Jika demikian" berkata Mahisa Bungalan kemudian
"besok akau akan membanahi rencana ini dan
mengajukannya kepada pimpinan tertinggi apakah
rencanaku itu baik atau masih harus disempurnakan.
Kemudian dengan restunya, aku akan berangkat ke Talang
Amba" "Jika kau dapat berangkat dalam dua hari ini, kami akan
menunggumu" berkata Mahisa Murti.
Mahisa Bungalan merenung sejenak. Namun kemudi an
katanya "Aku kira aku akan dapat berangkai dalam dua
hari ini. Biarlah Panglima menyampaikan laporan ini
kepada Sri Maharaja"
"Baiklah" sahut Mahisa Murti jika demikian, aku akan
menunggu. Kita akan berangkat bersama-sama"
"Tetapi kita tidak bersama-sama memasuki Talang
Amba" jawab Mahisa Bungalan.
"Ya. Mungkin aku dan Mahisa Pukat akan berada dalam
kelompok yang terpisah. Biarlah Ki Sendawa mengatur,
dimana kita masing-masing akan tinggal" jawab Mahisa
Murti. Demikianlah, maka Mahisa Bungalanpun telah
meneruskan laporan itu kepada Panglimanya, sementara
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah banyak mendapat
petunjuk dari ayahnya dan kedua pamannya, Mahisa Agni
dan Witantra. "Kau berdua harus menyelesaikan lebih dahulu
persoalan yang terjadi di Talang Amba" berkata Mahisa
Agni "baru kemudian kau dapat menelusuri persoalan Ki
Sarpa Kuning yang terbunuh. Tetapi untuk mengatasi
persoalan itu, mungkin kau masih juga memerlukan
kakakmu atau bahkan orang-orang tua ini"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka memang harus menyelesaikan persoalan yang
mereka hadapi di Talang Amba. Hubungan antara Ki
Sendawa dan Ki Sanggarana harus dipulihkan sebagaimana
hubungan antara paman dan kemanakannya. Talang Amba
harus pulih menjadi satu daerah yang tenang dan tidak
boleh terancam oleh arus air yang tidak tertahan di lereng
perbukitan. Demikianlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
menunggu dua malam di Singasari. Dipagi buta menjelang
hari ketiga, maka sebuah iring-iringan kecil telah
meninggalkan rumah Mahendra. Mahisa Bungalan dan dua
orang kawannya ternyata telah bermalam di rumah itu pula,
agar pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, mereka sudah
dapat berangkat. Seperti ketika berangkat, maka ketika iring-iringan itu
kembali ke Talang Amba, merekapun telah bermalam di
perjalanan. Baru dihari berikutnya mereka mendekati
Talang Amba. Namun pada hari itu mereka masih belum memasuki
Kabuyutan itu. Baru ketika malam sudah turun, iringiringan
kecil itu dengan hati-hati mendekati regol
Kabuyutan. Seperti yang direncanakan maka mereka tidak bersamasama
memasuki Kabuyutan Talang Amba. Tetapi mereka
telah membagi diri. Mahisa. Murti bersama dua orang
kawan Mahisa Bungalan, sementara Mahisa Pukat bersama
kakaknya langsung menuju ke rumah Ki Sendawa.
Namun meskipun mereka menempuh jalan yang
berbeda, tetapi akhirnya merekapun telah berkumpul pula
di rumah Ki Sendawa. "Aku hampir gila menunggu kedatangan kalian" desis Ki
Sendawa. "Bukankah selama ini tidak ada apa-apa yang terjadi?"
bertanya Mahisa Murti. "Dalam satu dua pekan ini, Akuwu sudah akan mulai
menebang hutan di lereng bukit" jawab Ki Sendawa.
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Segalanya akan kami serahkan kepada kakang Mahisa
Bungalan" Kepada Ki Sendawa, Mahisa Murti berterus terang,
siapakah orang yang datang bersamanya. Orang itu adalah
kakaknya yang menjadi seorang senopati di Singasari.
Sedang dua orang yang lain adalah dua orang petugas sandi
dari Singasari pula. Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Itulah sebabnya, bahwa kalian memiliki kemampuan yang
mengagumkan. Ternyata kalian adalah keluarga seorang
Senopati dari Singasari. "Satu kebetulan saja Ki Sendawa" jawab Mahisa Murti
"namun yang penting, apakah yang akan kita lakukan
kemudian" Demikianlah, Mahisa Bungalan dan kedua orang petugas
sandi dari Singasari itu diperkenalkan dengun Ki Sendawa.
Orang yang terpaksa menerima tugas memangku jabatan
Buyut di Kabuyutan Talang Amba.
Tetapi malam itu Mahisa Bungalan mendapat
kesempatan untuk beristirahat. Mereka masih belum
berbuat banyak selain mendengarkan beberapa keterangan
Ki Sendawa melengkapi keterangan Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Baru dihari berikutnya, Ki Sendawa memanggil beberapa
orang anak-anak muda yang mempunyai pengaruh atas
kawan-kawannya untuk datang ke rumah Ki Sendawa.
Dari wajah-wajah mereka nampak betapa kegelisahan
benar-benar telah mencengkam mereka.
"Atas kepercayaanku kepada kalian, maka kalian akan
aku perkenalkan dengan tiga orang tamu yang datang ke
Kabuyutan Talang Amba" berkata Ki Sendawa yang
kemudian memperkenalkan Mahisa Bungalan kepada
mereka. Anak-anak muda yang mendapat kepercayaan dari Ki
Sendawa itu termangu-mangu. Mereka tidak langsung
dapat mempercayai keterangan itu. Baru ketika Mahisa
Bungalan mendapat kesempatan untuk berbicara kepada
mereka, kepercayaan merekapun mulai tumbuh. Apalagi
ketika Mahisa Bungalan menunjukkan ciri keprajuritannya
dengan menunjukkan sebentuk cincin Senopati dan timang
ikat pinggangnya, yang semula tertutup oleh pangkal kain
panjangnya. "Aku berharap bahwa kali ini, kalian tidak menaruh
kecurigaan lagi" berkata Ki Sendawa "persoalannya telah
sampai kepada Sri Maharaja di Singasari. Namun sekali
lagi aku minta, bahwa kalian harus dapat memegang
rahasia ini. Sementara kita berusaha untuk mencari
penyelesaian yang sebaik-baiknya bagi Talang Amba, dan
bagi Sanggarana serta Ki Waruju"
Anak-anak muda Talang Amba itupun menganggukangguk.
Mereka yang masih meragukan kejujuran Ki
Sendawa menjadi semakin mempercayainya. Meskipun Ki
Sendawa pernah melakukan kesalahan yang berakibat
panjang, tetapi akhirnya ia berusaha untuk memperbaiki
kesalahannya itu. Dalam pada itu, maka Mahisa Bungalanpun kemudian
berkata "Aku memerlukan bantuan kalian. Biarlah Akuwu
mulai melakukan apa yang ingin dilakukan. Kami
memerlukan bukti keterlibatan Akuwu di Gagelang atas
usaha beberapa pihak Kediri untuk melawan Singasari
dengan cara yang sangat licik. Baru kemudian Singasari
akan dapat mengambil langkah-langkah terhadap Akuwu di
Gagelang. Agaknya Akuwu di Gagelang termasuk salah
satu orang yang mempunyai jalur lurus dengan para
pemimpindi Kediri. Karena kedudukannya tentu agak lain
dengan kedudukan Ki Sapa Kuning"
Anak-anak muda Talang Amba itupun menganggukangguk.
Sementara Mahisa Bungalan itupun melanjutkan
"Karena itu, kalian pun harus menyadari bahwa kalian
harus selalu berhati-hati menghadapi persoalan yang
mungkin akan timbul"
"Apakah mungkin akan terjadi kekerasan atas Pakuwon
Gagelang?" bertanya anak-anak muda itu.
"Kemungkinan itu memang ada" jawab Mahisa
Bungalan karena itu, kita harus bersiap-siap sebaik-baiknya.
Mungkin kalian belum pernah mendapat bimbingan yang
baik untuk melakukan pertempuran yang sebenarnya jika
hal itu terpaksa terjadi. Tetapi karena Talang Amba ini
berada didaerah kekuasaan Singasari, maka Singasari tentu
akan berusaha melindunginya. Meskipun demikian, kalian
harus selalu besiap-siap. Setidak-tidaknya kalian harus
berusaha untuk melindungi diri sendiri"
"Hal ini pernah mereka lakukan" berkata Ki Sendawa
"ketika pertentangan terjadi di Kabuyutan Talang Amba,
anak-anak muda dari kedua belah pihak yang bertentangan
telah bersiap-siap dengan menyiapkan senjata. Karena itu,
maka pada saat ini, senjata-senjata itu jika diperlukan tentu
masih ada. Tetapi sebenarnyalah, bahwa kemampuan kami
disini tidak akan dapat diperbandingkan dengan
kemampuan para pengawal di Gagelang. Meskipun
demikian, jika diperlukan, kami akan berbuat apa saja bagi
kepentingan kampung halaman kita ini"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Jawabnya
"Terima kasih Ki Sendawa. Tetapi sebaiknya kita membuat
perhitungan yang sebaik-baiknya. Menghadapi pengawal
Pakuwon Gagelang yang bobot kemampuannya tidak
ubahnya dengan prajurit Singasari. kita memang harus
berhati-hati. Meskipun aku belum melihat langsung, tetapi
menurut penilaianku, anak-anak muda di Talang Amba
masih belum memiliki bekal yang memadai jika mereka
harus berhadapan dalam perang terbuka melawan para
pengawal. Namun bukan berarti bahwa anak-anak muda di
Talang Amba sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Jika
diantara anak-anak muda itu terdapat kekuatan yang
memiliki kemampuan seimbang dengan para pengawal,
maka keadaan mereka akan ikut menentukan"
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk.
Bagaimanapun juga, mereka tentu tidak akan tinggal diam.
Seandainya mereka tidak dapat membantu langsung di
medan, maka apa yang dapat mereka lakukan, akan mereka
lakukan. Mungkin mereka akan dapat ikut menentukan
akhir dari keadaan yang parah itu sebagaimana dikatakan
oleh Mahisa Bungalan. Demikianlah, anak-anak muda di Talang Amba itu
berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan
keadaan. Mereka merasa wajib untuk berbual sesuatu.
Karena itulah, maka atas kehendak mereka sendiri, maka
anak-anak muda itu telah mengadakan persiapan-persiapan
tertentu. Di malam hari mereka berada di gardu-gardu,
sedangkan disiang hari mereka banyak berkumpul di saatsaat
mereka tidak bekerja di sawah.
Sementara itu, Akuwu di Gagelangpun telah
mempersiapkan sekelompok orang yang akan menebang
hutan di lereng bukit. Beberapa orang pengawalnya yang
terpercaya telah mempersiapkan segala-galanya. Beberapa
kali kepercayaan Akuwu telah menghubungi Ki Sendawa
yang berpura-pura menerima keputusan Akuwu, bahkan ia
berjanji untuk membantu sepenuhnya.
"Tetapi kedudukan hamba dapat diselamatkan" mohon
Ki Sendawa. "Jangan takut" jawab Akuwu "Akupun telah
memberitahukan kepada Sanggarana dan Waruju. bahwa
mereka tidak mempunyai kemungkinan apapun lagi di
Talang Amba. Wajah Ki Sendawa menjadi tegang. Jika demikian akan
dapat timbul salah paham dengan Ki Sanggarana.
"Tetapi aku akan dapat menjelaskannya kemudian. Aku
mempunyai banyak saksi" berkata Ki Sendawa kepada diri
sendiri. Namun dalam pada itu, langkah-langkah yang diambil
Akuwu itu telah menumbuhkan persoalan dilingkungan
Pakuwon Gagelang Senopati yang pernah diperintahkan
memanggil dan kemudian menangkap Ki Sanggarana
merasa heran atas sikap Akuwu. Ia bukan termasuk
pengawal kepercayaan Akuwu yang mengetahui segala
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluk beluk niat Akuwu, karena ia adalah Senopati yang
berkedudukan pada jenjang dibawah. Apalagi ketika
Senopati itu kemudian mengetahui, bahwa Akuwu telah
mempersiapkan beberapa orang untuk menebang hutan di
lereng bukit. Satu hal yang pernah akan dilakukan oleh Ki
Sarpa Kuning disaat-saat pertentangan di Talang Amba
sedang memuncak. Tetapi Senopati itu tidak mempunyai tempal untuk
bertanya karena ia menjadi curiga kepada beberapa orang
Senopati yang lain, yang mempunyai kedudukan lebih
dekat dengan Akuwu. Dengan demikian maka Senopati itu lebih banyak
bertanya kepada diri sendiri dan sejauh-jauh dapat
dilakukan ia telah berbicara dengan seorang kawannya yang
dapat dipercayanya. "Sikap Akuwu memang aneh" berkata kawannya "Aku
mendengar semua persoalan yang terjadi"
"Akulah yang memanggil Ki Sanggarana dan Ki
Waruju. Mereka dipersalahkan telah melampaui kuasa
Akuwu dan melaporkan langsung persoalan Talang Amba
ke Singasari" berkata Senopati itu. Lalu "sehingga dengan
demikian, maka kedua orang itu sudah ditahan"
"Dengan demikian maka ada kesempatan lagi bagi Ki
Sendawa untuk memegang jabatan yang semula
diperebutkan itu" berkata kawannya "dan yang menarik,
perjanjian yang dibuat oleh Ki Sendawa dengan Sarpa
Kuning itu kini dilanjutkan lagi"
"Aneh" desis Senopati itu "nampaknya persoalannya
memang menarik" "Rasa-rasanya ada keinginan untuk mengetahui, apa
yang sebenarnya terjadi di Kabuyutan itu" berakta
kawannya. "Keinginan itu memang menggelitik hali jawab Senopati
itu "tetapi untuk melakukan satu pengamatan, akibatnya
akan dapat mencekik leher sendiri"
Kawannya mengagguk-angguk. Meskipun demikian ia
menjawab "Aku tidak akan melakukan satu pengamatan
khusus. Tetapi untuk mendengarkan keterangan tentang
Talang Amba akan sangat menarik hati"
Senopati itu termangu-mangu. Namun kemudian
katanya "Baiklah kita menunggu, apa yang akan terjadi"
Kawannya tidak mempersoalkannya lagi. Tetapi ada
semacam panggilan untuk melihat lebih dekat lagi
peristiwa-peristiwa yang terjadi di Talang Amba.
Dengan demikian, maka atas kehendak mereka sendiri,
kedua orang Senopati itu telah memperhatikan keadaan
dengan seksama. Kecurigaan merekapun meningkat ketika
mereka melihat persiapan-persiapan untuk menebang hutan
di lereng bukit itu. Namun dalam pada itu, betapa orang-orang Talang
Amba berusaha untuk merahasiakan semua persoalan yang
berkembang, namun ternyata mereka memang bukan
orang-orang yang memiliki pengalaman yang luas
sebagaimana para pengawal di Pakuwon Gagelang.
Pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan dengan rahasia
itu, ternyata ada juga yang tidak tertahankan dalam
kerahasiannya. Satu dua orang yang mendengar rahasia itu
ternyata tidak berhasil menahan diri untuk tidak
mengatakan kepada orang-orang terdekat. Setiap kali
seseorang mengatakan sesuatu yang bersifat rahasia itu,
mereka selalu berpesan agar hal itu tidak disampaikan
kepada orang lain. Namun dengan pesan yang demikian
itu, rahasia itupun semakin lama menjadi semakin tersebar.
Akhirnya orang-orang yang tidak berkepentinganpun
mendengar bahwa Ki Sendawa telah menyiapkan rencana
tertentu untuk menjebak Akuwu.
Hal itu merupakan satu hal yang sangat menarik bagi
orang diluar lingkungan Kabuyutan Talang Amba. Ketika
seseorang berbicara tentang hal itu di sebuah kedai di sudut
pasar, maka seseorang yang lain telah mendengarkannya
dengan seksama. Seorang yang nampaknya tidak berarti
apa-apa. Seorang yang tidak lebih dari petani kebanyakan
yang sedang beristirahat di kedai itu setelah menjual hasil
sawahnya. "Aku sudah mendengarnya" berkata pemilik kedai itu
tanpa curiga "tetapi hal ini tidak boleh dikatakan kepada
orang lain" "Ya. Aku juga tidak pernah mengatakan kepada orang
lain" sahut orang yang sedang berada dalam kedai itu "Aku
hanya mengatakan kepadamu. Tetapi ternyata, bahwa
agaknya kau telah mendengarnya pula"
Orang yang duduk dikedai itu dan seolah-olah sama
sekali tidak memperhatikan pembicaraan mereka, ternyata
berusaha untuk mendengarnya sampai kepersoalan yang
terkecil. Namun apa yang dipercakapkan oleh orang itu
dengan pemilik kedai itupun masih belum terlalu jelas.
Tetapi yang menarik perhatian adalah, bahwa Ki
Sendawa sebenarnya tidak benar-benar menerima tawaran
Akuwu. karena ia benar-benar ingin menebus
kesalahannya. Ketika orang yang memakai pakaian petani itu kemudian
meninggalkan kedai itu, dengan tergesa-gesa iapun menuju
kesebuah rumah terpencil di pategalan. Tidak banyak yang
dipersoalkan dengan orang yang tinggal di rumah itu.
Diberinya pemilik rumah itu sekeping uang. Kemudian
orang itupun mengganti bajunya dan mengambil kudanya
di halaman belakang rumah terpencil itu.
Malam itu juga, dua orang Senopati telah bertemu.
Dengan sungguh-sungguh Senopati yang telah memanggil
ki Sanggarana dan Ki Waruju itupun berkata "Aku
mendengar sesuatu yang sangat menarik"
"Tentang apa?" bertanya kawannya yang dipercayainya
Senopati itupun kemudian menceriterakan apa yang telah
didengarnya. Bahwa sebenarnya ada yang tersembunyi di
Talang Amba. "Menarik sekali" jawab kawannya "tetapi kita tidak akan
dapat langsung hubungan dengan Ki Sendawa"
"Ya. Tetapi hal ini tentu akan segera didengar pula oleh
Akuwu. Ia akan dapat melakukan tindakan yang
mengejutkan" berkata Senopati itu.
"Bagaimana dengan dua orang anak muda yang disebutsebut
oleh orang dikedai itu menurut pendengaranmu?"
bertanya kawannya "apakah keduanya mungkin dapat
dihubungi?" Senopati itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Aku akan mencoba berhubungan dengan Ki
Sanggarana. Mungkin aku akan mendapat bahan yang
dapat aku pergunakan untuk menilai persoalan ini lebih
dalam lagi" Kawannya mengangguk-angguk. Tetapi katanya
kemudian "Kita akan terlibat terlalu dalam. Tetapi apa
boleh buat. Rasa-rasanya memang ingin mengetahui, apa
yang sebenarnya sedang berkembang di Tanah ini"
Namun tiba-tiba Senopati itu berdesis "Kau adalah
seorang Senopati seperti aku. meskipun kita berada di
jenjang yang rendah. Namun rasa-rasanya kita mempunyai
tanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di
Pakuwon ini. He, apakah kau menaruh perhatian terhadap
juru taman yang seorang itu?"
"Ya. Pengaruhnya terlalu besar untuk seorang juru
taman. Ia sering berada di serambi bersama Akuwu" jawab
kawannya. "Aku pernah melihat ia berada dalam sekelompok
peronda dengan mengenakan pakaian seorang pengawal.
Tetapi aku tidak tahu. apakah ada hubungannya dengan
persoalan Talang Amba" berkata Senopati itu.
"Jika ia mengenakan pakaian pengawal, apakah
pimpinan pengawal yang membawanya tidak menanyakan
tentang dirinya" berkata kawannya.
"Jika Senopati yang memimpinnya tahu kedudukannya
yang sebenarnya?" jawab Senopati itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Namun katanya
kemudian "He, bukankah kita semula membicarakan
tentang dua orang anak muda itu"
"Sudah aku katakan, aku akan mencari kesempatan
untuk bertemu dengan Ki Sanggarana" berkata Senopati
itu. Namun kata-katanya itu benar-benar dilakukannya.
Senopati itu telah berusaha untuk dapat bertemu dengan Ki
Sanggarana dan Ki Waruju. Dengan diam-diam pada satu
malam Senopati itu berhasil mendekati ruang tahannya
tanpa dilihat oleh orang yang menjaganya. Karena penjaga
itu menganggap bahwa tidak akan ada persoalan dengan
kedua orang tahanannya yang nampaknya sangat jinak itu.
Waktu yang tidak terlalu lama itu telah dipergunakan
sebaik-baiknya oleh Senopati itu. Melalui lubang udara
yang bersekat balok-balok kayu. ia mengemukakan
pendengarannya tentang sikap Ki Sendawa. Bahkan
kemudian rencana Ki Sendawa untuk menjebak Akuwu
agar kesalahan Akuwu terbukti dihadapan kekuasaan
Singasari. "Tetapi Akuwu pernah mengatakan, bahwa paman
Sendawa benar-benar telah menerima jabatan itu" berkata
Ki Sanggarana. Menilik sikapnya yang dapat dilihat dengan mata wadag
memang demikian. Tetapi ia telah bekerja bersama dengan
dua orang anak muda yang berada di Talang Amba untuk
dapat membuktikan bahwa Akuwu bersalah. Bagaimana
menurut pendapatmu?" bertanya Senopati itu.
Ki Sanggarana termangu-mangu. Namun Ki Warujulah
yang menjawab "kami tidak melihat apa yang terjadi di
Talang Amba. Adalah sulit sekali bagi kami untuk memberi
kan jawaban yang tepat. Bahkan mungkin kami akan
mempunyai tanggapan yang salah.
Senopati itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku
mengerti Ki Waruju. Tetapi aku memerlukan satu pegangan
untuk melangkah. Sebagai seorang Senopati aku ikut
bertanggung jawab atas masa depan Pakuwon Gagelang
dan juga termasuk Kabuyutan Talang Amba"
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
mempunyai kepercayaan yang cukup kepada Senopati itu.
Ki Waruju merasakan sikap Senopati itu disaat ia akan
ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan, sebagai satu
sikap yang jujur. Karena itu, maka Ki Warujupun kemudian berkata "Ki
Sanak. Aku tidak tahu, apakah sikapku ini benar. Tetapi
aku mempercayai Ki Sanak. Karena itu, Ki Sanak memang
dapat mencoba menghubungi kedua anak muda itu"
"Apakah keduanya akan mempercayai aku?" bertanya
Senopati itu. "Aku tidak tahu, tetapi jika aku berkesempatan menemui
mereka, maka aku akan dapat menjelaskan persoalannya"
berkata Ki Waruju. "Bagaimana mungkin kau dapat menemui mereka"
berkata Senopati itu "Kau berada di dalam tahanan ini"
"Ki Sanak" berkata Ki Waruju "Jika Ki Sanak dapat
menyediakan seekor kuda, maka aku akan dapat
menemuinya" "Seekor kuda?" bertanya Senopati itu.
"Ya" jawab Ki Waruju "sebutkan dimana kuda itu dapat
kau sediakan. Aku akan pergi ke Talang Amba dan
kemudian kembali lagi memasuki bilik ini"
"Kau mengigau" geram Senopati Itu.
"Percayalah. Aku sudah memeriksa ruangan ini. Tidak
ada yang sulit bagiku. Bahkan seandainya aku ingin keluar
sekarang juga aku dapat melakukannya. Tetapi bukankah
dengan demikian Talang Amballah yang akan mengalami
kesulitan" berkata Ki Waruju.
Senopati itu termangu-mangu. Namun akhirnya ia
berkata Baiklah. "Aku akan menyediakan kuda untukmu.
Aku akan menyiapkannya di luar lingkungan istana ini.
Aku berada disudut alun-alun"
"Bukankah masih ada waktu jika sekarang aku pergi ke
Talang Amba dan kembali lagi sebelum fajar?" bertanya Ki
Waruju. "Jika tidak ada halangan, maka hal itu akan dapat kau
lakukan" jawab Senopati itu.
"Baiklah. Siapkan kuda itu. Aku akan pergi ke sudut
alun-alun" berkata Ki Waruju kemudian.
Senopati itu masih saja termangu-mangu. Namun iapun
kemudian dengan hati-hati meninggalkan tempat itu.
Sepeninggalan Senopati itu, maka Ki Sanggarana
bertanya dengan nada bimbang "Bagaimana mungkin Ki
Waruju akan pergi ke Talang Amba sekarang ini?"
"Aku akan keluar dari tempat ini. Setelah aku kembali
dari Talang Amba, aku akan kembali lagi memasuki
ruangan ini. Dengan demikian tidak seorangpun
mengetahui, apa yang telah aku lakukan" jawab Ki Waruju.
"Tetapi bagaimana Ki Waruju akan keluar" Apakah Ki
Waruju akan memecahkan pintu?" bertanya Ki
Sanggarana. "Tentu tidak. Dengan demikian, maka kepergianku akan
segera diketahui" jawab Ki Waruju.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" Ki Sanggarana
menjadi semakin heran. Ki Warujupun menengadahkan wajahnya. Sambil
memandang atap bilik itu, ia berkata "Aku akan keluar dari
ruangan ini melalui atap"
"Melalui atap?" Ki Sanggarana menjadi heran.
"Mudah-mudahan aku berhasil" jawab Ki Waruju.
Ki Sanggarana tidak bertanya lagi. Tetapi Ki Warujulah
yang kemudian mulai bersiap-siap. Namun demikian ia
masih berpesan "Kau dapat membentangkan kain panjang
dialas segulung tikar. Jika penjaga itu menengok kedalam
lewat lubang angin itu, maka ia akan melihat aku seakanakan
sedang tidur. Katakan bahwa aku merasa kurang
sehat" Ki Sanggarana mengangguk. Namun ia masih
dicengkam oleh kegelisahan, bagaimana Ki Waruju akan
keluar dari ruang itu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sejenak kemudian, setelah minta diri, maka Ki
Waruju itu benar-benar telah melakukan sesuatu yang bagi
Ki Sanggarana terasa mentakjubkan. Dengan seolah-olah
tanpa bobot, Ki Waruju melenting menggapai atap.
Kemudian dengan tangkasnya ia menyibakkan ijuk yang
rapat dan menyingkirkan beberapa batang rusuk-rusuk atap
itu dengan tanpa bunyi sama sekali.
Ki Sanggarana menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
masih bertanya kepada diri sendiri, bagaimana Ki Waruju
itu nanti meloncat turun dari atas atap yang cukup tinggi.
"Tetapi sebagaimana ia dapat meloncat menggapai atap
itu, maka ia akan dapat dengan mudah meloncat-loncat
turun" berkata Ki Sanggarana di dalam hatinya.
Sebenarnyalah, maka bagi Ki Waruju, sama sekali tidak
ada kesulitan untuk meloncat turun dari atas atap tanpa
diketahui oleh para pengawal. Seperti seekor kucing ia
meloncat turun. Kemudian mengendap dan hilang di dalam
kegelapan. Sejenak kemudian, Ki Waruju itu sudah meloncati
dinding istana Akuwu di Gagelang. Dan dalam sesaat
kemudian, ia sudah berada disudut alun-alun.
Ternyata bahwa Ki Waruju telah datang lebih dahulu
dari Senopati yang menyanggupinya untuk membawakan
seekor kuda. Tetapi ia tidak menunggu terlalu lama. Sejenak
kemudian ia melihat dua orang berkuda mendatanginya
dengan membawa seekor kuda yang tidak berpenunggang.
Senopati itu merasa heran, bahwa justru Ki Waruju telah
menunggunya. Karena itu dengan serta merta ia bertanya
"Bagaimana kau dapat datang ketempat ini begitu cepat?"
"Ki Waruju tersenyum. Katanya "Aku takut terlambat.
Karena itu aku agak tergesa-gesa"
"Ki Sanak" berkata Senopati itu "Aku sudah membawa
seekor kuda. Tetapi rasa-rasanya kami berdua ingin
mengikuti Ki Sanak pergi ke Talang Amba. Mungkin ada
hal-hal yang dapat langsung kita bicarakan dengan orangorang
Talang Amba. Bahkan mungkin dengan Ki Sendawa
sendiri" Ki Waruju mengangguk-angguk. Ternyata ia tidak
berkeberatan. Justru dengan demikian, maka persoalannya
akan lebih cepat terpecahkan.
Sejenak kemudian, maka ketiga orang itupun telah
berpacu menuju ke Talang Amba. Mereka harus
mempergunakan waktu sebaik-baiknya. Besok sebelum
matahari terbit, mereka harus sudah berada di Kabuyutan
lagi. "Kuda-kuda ini akan terlalu letih" desis Senopati itu.
"Ya. Untuk berlari kencang semalam suntuk, agaknya
kuda-kuda ini akan kehabisan tenaga" jawab Ki Waruju.
Tetapi kemudian "Mungkin nanti kita akan dapat
menukarkan kuda ini di Talang Amba.
Demikianlah maka mereka bertiga telah berpacu
sekencang-kencangnya. Waktu mereka memang tidak
terlalu banyak. Kedatangan mereka di Talang Amba memang sangat
mengejutkan. Ki Waruju telah membawa kedua orang
Senopati itu langsung menuju ke banjar.
Dalam waktu yang singkat, maka pertemuan dengan Ki
Sendawapun telah dapat diatur. Bahkan hadir pula dalam
pertemuan itu Mahisa Bungalan dan kedua orang
kawannya. Dengan singkat, maka persoalan tentang sikap Akuwu
Gagelang itupun telah dibicarakan. Namun dalam
hubungan sikap Ki Sendawa, maka harus diperhitungkan,
bahwa mungkin sekali Akuwu akan dapat mendengarnya.
"Ya" berkata salah seorang kawan Mahisa Bungalan
"persoalan yang seharusnya dianggap sebagi rahasia ini
sudah bukan rahasia lagi. Hampir setiap orang telah
membicarakannya, meskipun selalu dengan pesan, agar
lawan bicaranya tidak mengatakannya kepada siapapun
juga. Tetapi semua orang di Talang Amba ini rasa-rasanya
memang sudah mendengar"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya
"Dengan demikian kita harus segera mengambil sikap.
Mungkin Akuwu juga sudah mendengarnya"
"Itulah yang aku cemaskan" berkata Senopati itu
"bahkan akupun telah mendengarnya pula"
Ki Sendawa menjadi gelisah. Tetapi iapun menyadari,
bahwa anak-anak Talang Amba memang bukan prajurit
atau pengawal yang dapat menyimpan rahasia sebagaimana
seharusnya. Namun Ki Sendawa tidak dapat sekedar untuk mengerti
saja. Tetapi harus ada satu cara Untuk mengatasinya.
Mahisa Bungalan dan kedua kawannyapun menjadi
cemas. Bahkan Mahisa Bungalan kemudian berkata "Kita
tidak akan sempat pergi ke Singasari untuk memanggil
sekelompok prajurit"
"Kita akan mempersiapkan anak-anak muda Talang
Amba jika Akuwu akan mengambil satu tindakan" berkata
Mahisa Pukat. "Tidak semudah itu Mahisa Pukat" jawab Mahisa
Bungalan "Yang dihadapi adalah Pakuwon Gagelang.
Pakuwon yang memiliki pengawal yang kuat"
Tetapi Senopati yang mengikuti Ki Waruju itu berkata
"Ki Sanak. Aku adalah salah seorang Senopati di Gagelang
itu. Meskipun aku berada dijenjang yang dibawah, tetapi
aku ikut bertanggung jawab terhadap keadaan Pakuwon
Gagelang. Menilik keterangan dari beberapa pihak, maka
aku dapat mengambil satu kesimpulan bahwa Sang Akuwu
telah melakukan satu kesalahan. Nampaknya Sang Akuwu
telah berhubungan dengan satu kekuatan yang tidak sah di
Kediri untuk melakukan satu pemberontakan terhadap
Singasari" "Lalu, apa yang dapat Ki Sanak lakukan?" bertanya Ki
Waruju. "Malam ini aku harus menentukan sikap. Besok pagipagi
aku akan dapat berhubungan dengan beberapa pihak di
Gagelang. Mungkin satu dua orang yang dapat aku percaya
telah mencium pula persoalan yang sedang kita bicarakan
ini meskipun belum sejauh yang aku lakukan" berkata
Senopati itu. "Tetapi kemungkinan yang kita cemaskan itu dapat
terjadi. Besok Akuwu memerintahkan pasukannya untuk
menduduki Talang Amba dan menangkap Ki Sendawa.
Kemudian meletakkan orang yang asing sama sekali untuk
menjabat Buyut di Talang Amba" berkata Mahisa Murti.
"Aku minta kalian mempersiapkan anak-anak muda
Talang Amba sejauh dapat kalian lakukan" berkata
Senopati itu" aku akan membantu kalian. Betapapun
kecilnya, aku mempunyai kekuatan di Gagelang. Sementara
aku dapat berhubungan dengan beberapa orang Senopati
yang aku percaya sebagaimana sudah aku katakan. Kalian
tidak akan sempat lagi pergi ke Singasari untuk memohon
bantuan. Karena dengan demikian kalian akan memerlukan
waktu sekitar tiga atau ampat hari"
Ki Sendawa menjadi tegang. Ia tahu pasti, bahwa anakanak
muda Talang Amba tidak akan dapat berbuat banyak.
Namun kesediaan Senopati itu untuk membantunya sedikit
memberikan harapan kepadanya, meskipun masih ada juga
semacam keragu-raguan. Tetapi agaknya memang tidak ada jalan lain. Karena itu.
maka katanya "Bagaimana pertimbangan kalian tentang hal
ini. Bagiku sudah tidak ada pilihan lagi. Aku akan bertahan
seandainya Akuwu benar-benar akan menduduki Talang
Amba. Jika terjadi sesuatu, maka biarlah aku mengalami
akibat dari tingkah lakuku sendiri. Aku telah bermain api
Dan sekarang, api itu akan membakar diriku sendiri.
Namun yang aku pertimbangkan adalah anak-anak muda
Talang Amba. Apakah dengan demikian, anak-anak muda
tidak akan menjadi korban"
"Mungkin kita memang memerlukan pengorbanan"
Senopati itulah yang menjawab. Tetapi aku memang
memerlukan kawan untuk berbuat sesuatu demi
keselamatan Pakuwon Gagelang. Karena jika tidak ada
usaha penyelematan, maka pada suatu saat, kekuasaan
Singasari tentu akan menggulung Pakuwon Gagelang.
Apalagi disini sudah ada seorang Senopati yang dengan
mata kepala sendiri telah menyaksikan apa yang terjadi
disini. Penangkapan Ki Sanggarana dan Ki Waruju
merupakan satu bukti, bahwa Akuwu di Gagelang sudah
menyimpang dari paugeran seorang Akuwu, Ia sudah
mengambil satu kebijaksanaan yang tidak sewajarnya,
dengan menuduh Ki Snggarana dan Ki Waruju seolah-olah
telah bersalah" "Baiklah" berkata Mahisa Bungalan "Kita memang tidak
mempunyai kesempatan lagi. Kedua kawanku telah
mengetahui bahwa rahasia yang seharusnya tersimpan rapat
itu telah didengar oleh orang banyak. Dan bahkan oleh
petugas-petugas yang dipasang oleh Akuwu di Gagelang.
Karena itu, maka kita memang tidak mempunyai pilihan
lain kecuali bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang bakal terjadi. Jika Senopati akan berbuat sesuatu bagi .
kepentingan Gagelang, maka aku akan berterima kasih. Hal
itu akan menjadi lapran, bahwa Gagelang masih juga ada
orang yang bersikap sebagaimana seharusnya terhadap
Singasari dan Kediri"
"Baiklah" jawab Senopati dari Gagelang itu "Jika
demikian aku minta diri. Aku harus mempergunakan waktu
sebaik-baiknya" "Aku juga akan kembali ke Gagelang" berkata Ki
Waruju "nampaknya kita memang harus menyusun
kekuatan. Karena itu. maka aku dan Ki Sanggaranapun
harus bersiap menghadapi segala kemungkinan. Mudahmudahan
Akuwu masih tetap memandang Ki Sanggarana
dan Ki Waruju saling bermusuhan, sehingga setiap
tindakan yang akan dikenakan kepada Ki Sendawa tidak
juga dikenakan kepada Ki Sanggarana"
"Kita harus berbuat sebaik-baiknya dalam keadaan
seperti ini. Agaknya Akuwu tidak akan menebang hutan itu
lebih dahulu. Tetapi ia tentu akan membereskan Kabuyutan
Talang Amba ini lebih dahulu" berkata Ki Sendawa.
"Baiklah. Kita akan menentukan tugas kita masingmasing"
jawab Senopati itu. "Kita harus pasti" berkata Mahisa Bungalan "Ki
Sendawa akan menyiapkan anak-anak muda dan Senopati
akan menyiapkan pasukan seberapapun dapat dikumpulkan
di Gagelang yang akan dapat membantu kita. Termasuk
menyelamatkan Gagelang itu sendiri"
Kedua Senopati dari Gagelang itu mengangguk-angguk.
Tetapi mereka sudah mendapat kepastian di dalam hati,
bahwa sebenarnyalah Akuwu telah menyimpang dari tugastugas
yang dibebankan kepadanya sebagai seorang Akuwu
yang berada dibawah perintah Singasari.
Demikianlah, maka Senopati itupun kemudian
menjawab "Ada dua kemungkinan yang dapat aku lakukan,
jika aku mendapat perintah untuk menyertai pasukan
Akuwu memasuki Kabuyutan ini, maka aku akan datang
bersama pasukan itu. Tetapi disini aku dan orang-orang
yang sejalan dengan pikiranku akan membawa ciri-ciri yang
akan dapat dikenali. Para pemimpin kelompok akan
mempergunakan sampur berwarna kuning. Sementara itu,
apabila hariis terjadi pertempuran, maka, semaa orang yang
berpihak kepada Talang Amba akan mempergunakan ciri
seperti itu juga yang sudah mereka bawa sejak mereka
berangkat dari Gagelang. Tetapi jika aku dan beberapa
orang yang sejalan dengan jalan pikiranku tidak mendapat
perintah untuk mengikuti pasukan Akuwu, maka kami akan
berangkat sendiri melalui jalan memintas ditengah-tengah
hutan kami, kami masih akan dapat mendahului pasukan
yang akan menuju ke Talang Amba melalui jalan yang
biasa kita tempuh. Tetapi jika ada sebagian dari kami yang
mendapat perintah dan sebagian lagi tidak, maka akan
berlaku kedua cara yang sudah aku sebutkan. Diantara
kami yang berada di dalam pasukan Akuwu akan
mempergunakan ciri-ciri seperti yang aku katakan,
sementara yang lain akan menyusul lewat hutan perdu"
"Terima kasih" jawab Ki Sendawa "kami sudah
mengetahui dengan pasti, apa yang akan kalian lakukan.
Kami akan mempersiapkan diri sejauh dapat kami lakukan.
Namun mudah-mudahan kita mendapat cara pemecahan
yang lain, yang tidak harus memberikan korhan terlalu
banyak. Dalam pada itu, sejenak kemudian, maka Senopati
berdua dari Gagelang itupun segera minta diri. Ki Waruju
masih akan pergi bersama mereka, karena ia masih
berusaha untuk tetapdianggap tawanan yang tidak
memerlukan perhatian khusus.
Namun kepada kedua Senopati Gagelang ia sudah
berpesan, agar bagi dirinya dan Ki Sanggarana dapat
disediakan dua ekor kuda ditempat yang sudah ditentukan,
agar pada saat yang tepat, kuda itu dapat dipergunakan.
Sejenak kemudian, maka kedua Senopati ituoiui telah
meninggalkan Talang Amba bersama Ki Waruju, setelah
mereka menukarkan kuda-kuda mereka. Mereka berpacu
menembus gelapnya malam. Sebelum fajar merela harus
sudah berada di Pakuwon Gagelang. Apalagi Ki Waruju. Ia
sudah harus berada di dalam biliknya lagi sebelum para
penjaga mengetahui, bahwa ia telah keluar dari biliknya dan
pergi ke Talang Amba. Ternyata baru mereka telah mempergunakan waktu
sebaik-baiknya. Mereka datang tepat pada saat langit
menjadi kemerah-merahan. Dengan tergesa-gesa Ki Warujupun segera kembali ke
halaman istana Akuwu setelah menyerahkan kudanya
kepada kedua Senopati yang datang bersamanya itu. Seperti
saat ia keluar, maka iapun telah memasuki halaman dengan
diam-diam. Dengan tangkasnya ia meloncat dinding
halaman dan merayap mendekati bilik tahanannya, iapun
telah meloncat pula diatas genting. Tubuhnya seakan-akan
tidak mempunyai bobot sehingga atap ijuk itu tidak rusak
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibebaninya. Sejenak kemudian Ki Waruju sudah berada di dalam
bilik. Ia masih sempat membenahi atap ijuk yang
disibakkannya. Kemudian meloncat turun disebelah Ki
Sanggarana yang masih tetap tidak dapat tertidur semalam
suntuk. "Kau tidak tertidur semalaman?" bertanya Ki Waruju.
"Aku tidak dapat tertidur sekejappun. Hatikupun
menjadi sangat gelisah" jawab Ki Sanggarana.
"Baiklah. Sekarang masih ada waktu. Silahkan tidur
barang sekejap. Akupun akan tidur juga sampai matahari
terbit" berkata Ki Waruju.
Keduanyapun kemudian berbaring. Tetapi keduanya
sudah tidak berminat untuk tidur barang sekejap, karena
jantung mereka yang berdegupan oleh kegelisahan yang
tidak dapat disembunyikan.
Bahkan keduanyapun kemudian telah berbincang
tentang hasil kunjungan Ki Waruju ke Talang Amba.
"Jadi Senopati itu benar-benar akan membantu kita?"
bertannya Ki Sanggarana. "Ya. Dan aku mempercayainya. Nampaknya ia
bersungguh-sungguh dan jujur. Senopati itu tidak ingin
melihat Pakuwon Gagelang menjadi sarang pengkhianatan
terhadap Singasari" jawab Ki Waruju.
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Kemudian katanya
"Ternyata aku sudah bersalah terhadap paman Sendawa.
Aku telah menganggapnya tidak setia kepada janjinya yang
diucapkannya di banjar. Namun ternyata bahwa paman
Sendawa telah benar-benar menemukan pribadinya sebagai
putera Talang Amba" "Ya" jawab Ki Waruju "namun demikian, kita memang
sedang berprihatin. Jika kesediaan kedua Senopati
Gagelang itu gagal karena sebab apapun juga, maka anakanak
muda Talang Amba akan menjadi banten. Korban
akan jatuh. Kemampuan anak-anak muda Talang Amba
tidak akan dapat mengimbangi kemampuan para pengawal
Gagelang, sementara itu jumlahnyapun tentu tidak akan
dapat memadai" "Sayang" berkata Ki Sanggarana "dalam keadaan yang
demikian, aku tidak dapat berbuat apa-apa"
"Kenapa tidak?" bertanya Ki Waruju "Jika benar hal itu
akan terjadi, maka kita akan keluar dari tempat ini. Kita
akan pergi ke Talang Amba sebagaimana aku lakukan"
"Aku tidak akan dapat meloncat seperti Ki Waruju"
desis Ki Sanggarana. Jika Waruju mengerutkan keningnya. Kemudian setelah
mengamati ruangan itu ia berkata "Jika kita ingin keluar
dari ruangan ini, kita tidak harus meloncat melalui atap.
Dinding ruangan ini juga tidak terlalu kuat. Papan di sudut
ruang itu dengan mudah akan dapat di pecahkan. Gapit dan
tali-talinya tidak terlalu kuat"
Ki Sanggarana menarik nafas dalam-dalam. Mungkin
sekali hal itu akan dapat dilakukan oleh Ki Waruju. Tetapi
ia sendiri tentu tidak akan dapat melakukannya.
Dalam pada itu, ternyata di Talang Amba, anak-anak
muda telah menjadi sibuk. Bahkan bukan saja anak-anak
muda tetapi setiap laki-laki yang belum terlalu tua merasa
terpanggil untuk ikut serta mempersiapkan diri.
Ternyata Ki Sendawab berhasil mendapat kepercayaan
orang-orang Talang Amba dalam kedudukannya yang
sementara itu. karena anak-anak muda sempat menjelaskan,
apa yang sebenarnya dilakukan oleh Ki Sendawa.
"Tetapi bagaimana dengan Ki Sanggarana" bertanya
seorang anak muda "jika kita melawan Gagelang, apakah
itu bukan berarti nasib buruk bagi Ki Sanggarana"
"Kita serahkan hal itu kepada Ki Waruju" berkata Ki
Sendawa "Mudah-mudahan ia dapat mengatur sehingga Ki
Sanggarana tidak mengalami sesuatu. Bahkan mungkin
Senapati yang berjanji berpihak kepada kita itupun akan
dapat melindunginya. Namun lebih daripada itu. Akuwu
menganggap bahwa aku dan KiSanggarana masih tetap
bermusuhan. Sehingga karena itu, maka Akuwu tidak akan mengambil
tindakan terhadap Ke Sanggarana"
Namun nampaknya Mahisa Bungalan meragukannya.
Mungkin Akuwu mendengar semua persoalannya. Juga
hubungan antara Ki Sandawa dan Ki Sanggaranaa. Karena
itu, Mahisa Bungalan lebih mempercayakan keselamatan Ki
Sanggarana kepada Ki Waruju. Namun bagaimanapun
juga, kita masih tetap mempunyai harapan bahwa Ki
Sanggarana akan selamat" berkata Mahisa Bungalan.
Demikianlah, semua laki-laki yang masih merasa dirinya
mampu membawa senjata di Talang Amba telah bersiap.
Meskipun mereka tidak terbiasa bermain dengan senjata,
tetapi mereka bertekad melawan tingkah laku Akuwu di
Gagelang yang tidak wajar.
Sementara itu, Mahisa Bungalan dan kedua kawannya
yang datang dari Singasari bersama Mahisa Murti, Mahisa
Pukat dan seorang murid Ki Sarpa Kuning yang telah
menentukan jalan hidupnya sendiri itu. telah berada
diantara orang-orang Talang Amba meskipun mereka
menyadari, bahwa jumlah mereka memang terlalu sedikit.
Namun Mahisa Bungalan mempunyai satu rencana yang
mungkin akan dapat menahan tindakan Akuwu di
Gagelang. Dengan menunjuk kedudukannya sebagai
seorang Senopati yang mendapat tugas dari Panglima di
Singsari berarti bahwa ia adalah ujiid dari kuasa Singasari
itu sendiri. Sebenarnyalah bahwa rahasia yang tidak berhasil
disembunyikan oleh orang-orang Talang Amba itu telah
didengar oleh Akuwu di Gagelang. Sebuah laporan
mengatakan, bahwa menurut pendengarannya. Ki Sendawa
tidak bersungguh-sungguh bekerja bersama dengan Akuwu.
Namun dengan demikian. Akuwu di Gagelangpun melihat
hubungan antara Ki Sendawa dan Ki Sanggarana meskipun
keduanya terpisah. Agaknya Ki Sendawa benar-benar telah
berubah sejak ia menyatakan niatnya untuk memperbaiki
kesalahannya di banjar Kabuyutan Talang Amba.
Rahasia itu benar-benar telah membuat Akuwu di
Gagelang marah sekali. Ia merasa ditipu oleh Ki Sendawa.
Dengan demikian maka Akuwu merasa wajib untuk
menghukum Ki Sendawa. Tatapi Akuwu ternyata bukan orang yang dikuasai oleh
perasaannya. Ia tidak dengan tergesa-gesa memerintahkan
pasukannya pergi ke Talang Amba. Namun ia amasih
sempat untuk mengirimkan petugas sandinya untuk
mengamati keadaan. Baru ketika petugas sandi itu melaporkan, bahwa orangorang
Talang Amba telah bersiap-siap, maka iapun berkata
"Agaknya waktunya memang sudah datang. Ki Sendawa
ternyata orang yang sangat dungu. Ia tidak mau menerima
kedudukan yang pantas baginya sebagaimana pernah
diinginkannya. Ia lebih suka menjadi seorang yang harus
diburu dan mendapat hukuman yang paling berat"
"Lalu. bagaimana dengan Sanggarana dan kawannya?"
bertanya salah seorang kepercayaannya.
"Mereka sudah berada di dalam tahanan Mereka tidak
akan dapat berbuat apa-apa. Perhatian kita lebih banyak
harus tertuju kepada Sendawa yang bodoh itu. Ia mengira
bahwa ia akan dapat melawan kekuasaan Gagelang" jawab
Akuwu. "Tetapi bagaimana dengan kuasaa Singasari?" bertanya
kepercayaannya. "Kau juga bodoh" jawab Pangeran yang menjadi juru
taman di Gagelang itu "Kita akan dapat membuat sepuluh
ribu macam alasan yang dapat kita laporkan ke Singasari"
Senapati kepercayaan Akuwu itupun menganggukangguk,
tetapi ia tidak bertanya lagi.
Dalam pada itu, maka Akuwupun segera
memerintahkan mempersiapkan para pengawal. Katanya
kemudian Seberapa jumlah laki-laki di Talang Amba Jika
mereka benar-benar akan melawan, maka mereka akan
mengalami nasib yang sangat buruk. Tetapi perlawanan itu
rasa-rasanya akan berakibat baik terhadap rencanaku,
karena di Talang Amba akan dapat aku letakkan Buyut
yang manapun juga, sehingga rencana kita untuk
menjadikan bukit-bukit itu gundul tidak akan terhalang
sama sekali. Demikianlah, baru dihari berikutnya Gagelang
mempersiapkan sebuah pasukan yang kuat untuk dibawa ke
Talang Amba. Dengan pasukan yang kuat, Akuwu di Gegelang benarbenar
akan menghukum Ki Sendawa. Talang Amba harus
benar-benar merasa dirinya terlelu kecil menghadapi
Gagelang, sehingga langkah yang diambil oleh Ki Sendawa
benar-benar satu langkah untuk menghancurkan diri
sendiri. Mereka sudah berada di dalam tahanan. Mereka tidak
akan dapat berbuat apa-apa. Perhatian kita lebih banyak
harus tertuju kepada Sendawa yang bodoh itu. la mengira
bahwa ia akan dapat melawan kekuasaan Gagelang" jawab
Akuwu. Dengan cerdik Akuwu memberikan alasan yang mapan
kepada para Senapatinya. Senapati yang tidak mengikuti
tingkah laku Akuwu dengan cermat. Mereka hanya percaya
bahwa Talang Amba telah meninggalkan ketentuaan yang
berlaku atas sebuah Kabuyutan.
Pergolakan yang terjadi di Talang Amba telah meluas.
Meskipun salah satu pihak yang berselisih itu sudah aku
tahan disini. tetapi ternyata keadaannya masih tetap kacau.
Bahkan cenderung untuk tidak lagi mengakui kekuasaan
Gagelang yang dilimpahkan oleh Maharaja di Singasari"
berkata Akuwu Gagelang kepada para Senapati yang
berkumpul sebelum mereka berangkat ke Talang Amba.
Lalu katanya lebih lanjut "Bahkan kini Talang Amba telah
bersiap-siap untuk menentang kekuasaanku dengan
kekerasan, karena Talang Amba telah bersiap untuk
mempergunakan kekerasan"
Tidak ada yang membantah. Kenyataan itu memang
benar. Hampir setiap Senapati telah mendapat laporan
tentang persiapan yang dilakukan oleh orang orang Talang
Amba. Tetapi sebagian besar dari mereka tidak tahu, bahwa
antara Ki Sendawa dan Akuwu di Gagelang telah pernah
dicapai satu kesepakatan bahwa Ki Sendawa akan diangkat
menjadi Buyut di Talang Amba dengan memberikan
keleluasaan kepada orang-orang yang akan menebangi
hutan di lereng pebukitan.
Namun dalam pada itu. dua diantara para Senapati yang
akan ikut dalam pasukan Akuwu itu adalah Senapati yang
mempunyai sikap sendiri. Bahkan keduanya telah berhasil
mengembangkan sikapnya kepada beberapa orang Senapati
yang mereka percayai dan memiliki kecerdasan berpikir
sehingga dapat membuat pertimbangan-pertimbangan yang
hidup menghadapi persoalan Talang Amba.
Dengan demikian, maka ada beberapa orang Senapati
yang akan pergi ke Talang Amba dengan ciri-ciri yang
sudah disepakati. Namun dalam pada itu. Senapati yang telah berpihak
kepada orang-orang Talang Amba itu telah sempat
memberitahukan kepada Ki Waruju, dimana mereka
meletakkan kuda yang akan dapat dipakai oleh mereka
berdua. Karena setelah Akuwu berangkat dengan
pasukannya, maka Ki Sanggarana dan Ki Warujupun akan
berangkat pula ke Talang Amba. Namun seperti yang
dipesankan oleh Senapati yang berpihak kepada Talang
Amba itu, agar Ki Sendawa dan Ki Waruju mengambil
jalan pintas, sehingga mereka akan dapat lebih dahulu
sampai ke Talang Amba. Apalagi pasukan Gagelang yang
kuat itu tidak seluruhnya berkuda, sehingga perjalanan
mereka tentu jauh lebih lamban.
Dengan isyarat dan tanda-tanda kebesaran, pasukan
Gagelang itupun kemudian telah berangkat dibawah
pimpinan Akuwu sendiri. Dengan pasukana yang kuat,
maka Talang Amba tidak akan mampu bertahan untuk
waktu seperempat hari. Kecuali jika anak-anak muda
Talang Amba memang ingin membunuh diri mereka sendiri
sampai orang yang terakhir.
Ki Waruju dan Ki Sanggarana yang ditahan di salah satu
bilik dibagian belakang istana Akuwu itupun mendengar
suara sasangkala di alun-alun. Dengan demikian, maka
merekapun mengetahui bahwa pasukan Akuwu benar-benar
sudah berangkat. "Apakah kita akan keluar sekarang?" bertanya Ki
Waruju. Ki Sanggarana masih juga ragu-ragu. Namun kemudian
katanya "Terserahlah kepada Ki Waruju. Aku hanya dapat
mengikut saja apa yang Ki Waruju lakukan.
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Dari lubang
udara ia tidak melihat apapun juga kecuali pepohonan yang
bergoyang ditiup angin. Namun nampaknya Ki Waruju masih akan menunggu
sejenak Biarlah pasukan Akuwu itu sampai kepinggir batas
kota Gagelang. Baru kemudian Ki Waruju akan keluar dari
halaman istana itu dan mengambil kuda yang sudah
disediakan oleh Senapati yang telah mendahuluinya
mengikuti pasukan Akuwu pergi ke Talang Amba.
Dalam pada itu, maka pasukan Akuwupun berjalan
menyusuri jalan raya dengan tanda-tanda kebesaran. Satu
pasukan yang kuat, seolah-olah Gagelang memang sedang
berperang melawan kekuatan yang sangat besar. Tidak
seorangpun menyangka bahwa Gagelang hanya sekedar
ingin menghukum seorang di Kabuyutan Talang Amba
yang tidak mau mematuhi perintahnya. Tetapi perintah
yang menyimpang dari paugeran dan kebenaran menurut
lugas dana kewajiban Akuwu terhadap Singasari.
Ketika pasukan Akuwu sampai dibatas kota. maka
sebenarnyalah bahwa Ki Waruju tengah berusaha untuk
membuka dinding disudut biliknya. Ternyata dinding itu
memang bukan dinding yang cukup kuat untuk mencegah
rencana Ki Waruju keluar dari dalamnya. Dengan
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerahkan tenaga cadangannya, maka dinding bilik itu
telah didorongnya perlahan-lahan, sehingga dinding itupun
telah terbuka. "Keluarlah" desis Ki Waruju ketika ia melihat Ki
Sanggarana agak ragu-ragu.
Namun akhirnya Ki Sanggarana itupun keluar juga
disusul oleh Ki Waruju. Tetapi demikian mereka berdiri diluar, maka keduanya
terkejut melihat seorang pengawal yang mengawasi mereka
dari kejauhan. Seorang pengawal yang membawa tombak
telanjang. "KI Waruju" desis Ki Sanggarana.
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Sebenarnya aku tidak ingin membunuh disini. Tetapi jika
terpaksa, apaboleh buat"
Sanggarana menjadi tegang. Apa yang dapat mereka
lakukan berdua di halaman istana Akuwu yang tentu dijaga
oleh sekelompok pasukan yang kuat meskipun Akuwu
sendiri sedang tidak berada di istana.
Namun dalam pada itu, Ki Sanggaranapun kemudian
menyadari, bahwa ia sedang mengemban satu tugas yang
penting. Apapun yang terjadi, ia tidak boleh
mengingkarinya. Tetapi, kedua orang itu menjadi heran Pengawal itu
ternyata tidak berbuat apa-apa. Ketika pengawal itu melihat
kedua orang tawanan itu keluar dari biliknya, maka ia
justru memberi isyarat dengan kepalanya, agar keduanya
pergi kearah yang ditunjukkannya.
Untuk sesaat Ki Waruju dan Ki Sanggarana masih raguragu.
Namun akhirnya Ki Waruju berkata Mungkin
pengawal itu termasuk pengawal yang berada dibawah
pimpinan Senopati yang berpihak kepada orang orang
Talang Amba itu" Dengan demikian maka keduanya tidak berpikir lebih
panjang lagi. Keduanyapun dengan tergesa-gesa telah pergi
kearah yang diisyaratkan oleh pengawal yang melihatnya.
Demikianlah, akhirnya keduanya memang berhasil
meloncat keluar dari halaman istana Akuwu. Dengan
tergesa-gesa dan berlari-lari kecil keduanya telah pergi ke
tempat yang sudah diberitahukan kepada mereka oleh
Senopati yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba
itu. Ternyata Senapati itu tidak berbohong. Disebuah rumah
yang ditentukan, dua ekor kuda sudah disiapkan. Dengan
demikian maka kedua orang itupun dengan cepat telah
meninggalkan Gagelang menuju ke Talang Amba lewat
jalan memintas. Dalam pada itu, pasukan Gagelangpun telah semakin
jauh dari istana Akuwu mendekati Kabuyutan Talang
Amba. Tetapi karena sebagian besar pengawal Gagelang
yang kuat itu hanya berjalan kaki. maka perjalanan itupun
menjadi tidak terlalu cepat.
Sementara itu, Ki Waruju dan Ki Sanggarana berpacu
dengan kuda mereka justru mengambil jalan memintas.
Karena itu, maka seperti yang diperhitungkan,
makakeduanya itu lebih dahulu sampai di Talang Amba
dari pasukan Gagelang yang kuat.
Kedatangan Ki Sanggarana dan Ki Waruju telah
disambut oleh Ki Sendawa dan Mahisa Bungalan.
Merekapun langsung membicarakan, langkah-langkah yang
akan dapat mereka lakukan menghadapi pasukan Gagelang
yang kuat. "Kita harus menahan mereka dalam jarak tertentu"
berkata Mahisa Bungalan. Ki Waruju mengangguk-angguk. Katanya "Aku
sependapat ngger. Agaknya senjata jarak jauh akan sangat
bermanfaat, justru anak-anak muda Talang Amba tidak
memiliki kemampuan mempermainkan senjata"
"Tetapi apakah hal itu tidak akan membuat pasukan
Gagelang menjadi marah dan garang" Apalagi jika diantara
mereka kemudian jatuh korban lebih dahulu. Mereka lentu
akan membalas setiap nyawa dengan sepuluh kali lipat"
potong Ki Sanggarana. Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Hal itu
memang mungkin terjadi. Tetapi jika kedua pasukan itu
langsung berbenturan, maka korban di pihak Talang Amba
pun tentu tidak akan terhitung jumlahnya.
Namun agaknya tidak ada jalan lain untuk menghadapi
pasukan Gagelang jika orang-orang Talang Amba ingin
mempertahankan kampung halamannya dari perangkap
orang-orang yang telah menantang kekuasaan Singasari.
Karena itu. maka akhirnya Mahisa Bungalan berkata
"Segala usaha memang dapat ditempuh. Aku tetap
berpendirian, bahwa sebaiknya anak-anak muda Talang
Amba memanfaatkan senjata jarak jauh. Mereka akan
mempergunakan anak panah dan kemudian lembinglembing
dengan bedor besi seperti yang akan mereka
pergunakan sebagai tombak. Namun menurut pendapatku
jumlahnya cukup banyak, seandainya lembing lembing itu
dipergunakan untuk melakukan serangan berjarak.
Sementara itu, sebelum segalanya terjadi, aku akan
berusaha untuk mencegah pertempuran itu sambil melihat,
apa benar diantara pasukan Akuwu ada yang
mempergunakan isyarat seperti yang dikatakan oleh
Senapati yang pernah datang ke Talang Amba bersama Ki
Waruju" "Apa yang akan kau lakukan ngger?" bertanya Ki
Waruju. "Aku akan mempergunakan pakaian kebesaranku
sebagai seorang Senapati dari Singasari bersama kedua
orang kawanku. Aku ingin mencegah Sang Akuwu
bertindak terlalu jauh. Jika ia memaksa, berarti bahwa ia
benar-benar telah melawan Singasari karena aku adalah
petugas yang sah dari Singasari"
Ki Waruju mengangguk-angguk. Katanya "Terserah
kepada angger Mahisa Bungalan.
"Tetapi sementara itu, senjata berjarak itu harus sudah
siap. Jika usahaku gagal, aku akan mundur dan memasuki
pertahanan Talang Amba yang akan kita bangun di
padukuhan ujung itu" berkata Mahisa Bungalan.
"Baiklah, Pasukan Akuwu kini tentu sudah menjadi
semakin dekat. Karena itu. kita harus segera bersiap"
berkata Ki Sendawa kemudian.
Demikianlah, maka anak-anak muda dan bahkan hampir
semua laki-laki di Talang Amba telah bersiap di beberapa
buah padukuhan yang terdekat dengan jalur jalan yang
akan dilalui pasukan Gagelang menurut perhitungan
mereka. Sementara itu, Mahisa Bungalan dan kedua orang
kawannya telah mengenakan pakaian kebesaran mereka
sebagai Senapati dari Singasari. Sementara itu, maka
beberapa orang lainnyapun telah disebar untuk memimpin
kelompok-kelompok orang-orang Talang Amba yang
bersikap dibeberapa padukuhan.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berada di padukuhan
yang langsung dibelah oleh jalan dari Gagelang yang
menurut perhitungan akan dilalui oleh pasukan Akuwu
Sementara itu, Ki Sendawa dan Ki Sanggarana berada
dipadukuhan sebelah kanan, sedangkan Ki Waruju dan
salah seorang murid Ki Sarpa Kuning berada disebelah kiri.
Jika pasukan Akuwu itu memang harus dilawannya, maka
orang-orang Talang Amba yang ada dipadukuhan sebelah
menyebelah itu akan menyerang pasukan lawan dari arah
lambung, dengan perhitungan, maka lontaran anak panah
yang terlepas dari busurnya, akan dapat mencapai sasaran.
Dalam pada itu, jika Mahisa Bungalan gagal menahan
pasukan Akuwu dari Gagelang itu, maka ia akan memasuki
pertahanan yang berada ditengah, bergabung dengan
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Demikianlah, maka Mahisa Bungalanpun telah bersiap
diatas panggung kuda bersama dua orang Senapati yang
lain untuk menyongsong pasukan Akuwu demikian mereka
melihat pasukan itu dari kejauhan.
Ternyata Mahisa Bungalan tidak perlu menunggu terlalu
lama. Sejenak kemudian, maka merekapun telah melihat
Raja Silat 22 Trio Detektif 27 Misteri Kelompok Penyihir Budha Pedang Penyamun Terbang 10
sebelumnya. Demikianlah mereka kemudian memasuki gerbang
Pakuwon Gagelang. Ada beberapa orang pengawal yang
mengawasi regol yang memasuki kota Gagelang. Tetapi
dalam keadaan yang tenang, maka para pengawas itu tidak
selalu menghentikan orang-orang yang keluar masuk
gerbang kota. Mereka hanya mengamati saja dari gardu
yang dibuat tidak terlalu jauh dari gerbang.
Ketika kuda-kuda itu berderap di dalam gerbang kota,
maka hati Ki Sendawapun menjadi semakin berdebardebar.
Sudah beberapa kali ia memasuki kota Gagelang
untuk keperluan yang bermacam-macam sebelumnya.
Bahkan iapun pernah pergi ke kota untuk sekedar
mengunjungi seorang sahabatnya.
Namun kini ia memasuki kota Gagelang berketetapan
hati untuk menghadap Akuwu, apapun yang akan terjadi.
Karena itu, maka bersama dengan para pengawalnya iapun
langsung menuju ke gerbang istana Akuwu di Gagelang.
Ketika mereka berenam mendekati gerbang istana
Akuwu, maka mereka memang telah menarik perhatian
para penjaga. Karena itu, maka merekapun telah dihentikan
oleh para pengawal pintu gerbang untuk dimintai
keterangan seperlunya. "Siapakah Ki Sanak?" bertanya salah seorang pengawal.
"Aku Ki Sendawa Ki Sanak" jawab Ki Sendawa "Aku
ingin menghadap Akuwu"
"Menghadap Akuwu?" bertanya pengawal itu "Kau kira
kau akan dapat langsung menghadap begitu saja tanpa
melalui keharusan tata cara dan unggah-ungguh"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Rasa-rasanya
baru ia menyadari, hahwa ia bukan orang penting yang
dapat dengan sekehendak sendiri menghadap Akuwu.
Apalagi ia tidak mempunyai pertanda apapun yang
memungkinkannya untuk mendapat pelayanan khusus dari
para pengawal istana Akuwu.
Karena itu, maka Ki Sendawpun kemudian berkata
"Maaf Ki Sanak. Aku memang tidak mempunyai hak untuk
berbuat demikian. Tetapi ada masalah yang mendesak,
yang memaksaku untuk segera melaporkannya kepada Sang
Akuwu" "Apakah kau tidak tahu bahwa semua laporan dapat kau
berikan kepada para petugas di Gagelang" Tidak usah
langsung kepada Sang Akuwu?" bertanya oengawal itu
"Kau dapat menghadap Senopati yang sekarang memimpin
pengawalan untuk hari ini. Kau dapat menyampaikan
persoalanmu. Jika persoalanmu tidak dapat ditangani oleh
orang lain kecuali Akuwu sendiri, maka persoalanmu akan
dilaporkan kepada Akuwu. Baru jika Sang Akuwu
menghendaki kau menghadap, maka kau diperkenankan
untuk menghadap" Jantung Ki Sendawa menjadi berdebar-debar. Terbersit
di dalam hatinya, bahwa ia justru telah dipermainkan
seseorang. "Tetapi apa kepentingannya mempermainkan aku?"
bertanya Ki Sendawa kepada diri sendiri.
Tetapi kemungkinan yang demikian memang dapat saja
terjadi. Mungkin untuk membakar hatinya, atau dengan
sengaja menimbulkan kekeruhan suasana di Talang Amba.
"Nah Ki Sanak" tiba-tiba saja pengawal itu berkata
"sekarang, pergilah menghadap Senopati yang bertugas di
gardu itu. Katakan, apa yang ingin kau laporkan"
Ki Sendawa menjadi ragu-ragu. Jika ia berterus terang,
mungkin akan dapat menimbulkan persoalan tersendiri.
Tetapi jika ia tidak berterus terang, mungkin para pengawal
itu akan mencurigainya. Dengan demikian, maka Ki Sendawa menjadi ragu-ragu.
Beberapa saat ia berdiri termangu-mangu. Sementara itu,
pengawal pintu gerbang itu menjadi tidak telaten. Katanya
"He, apa yang kau renungkan" Jangan mengharap untuk
dengan serta merta kau dapat menghadap Akuwu. Apalagi
kau bukan orang yang dikenal di Pakuwon Gagelang ini"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia
memandang Mahisa Murti, maka anak muda itu berdesis
"Baiklah. Kita menghadap Senopati. Ki Sendawa dapat
mengatakan tentang kehadiran kedua orang itu, karena
mereka telah menyebut-nyebut nama Sang Akuwu. Itu
saja" Ki Sendawa mengangguk-angguk. Lalu katanya "Baiklah
Ki Sanak. Aku akan menyampaikan persoalanku kepada
Senopati. Mudah-mudahan aku mendapat kesempatan
untuk menghadap. Seandainya tidak sekarang, mungkin
nanti atau besok" Pengawal itu memandang Ki Sendawa dengan tajamnya.
Dengan sikap yang garang iapun berkata "Mari, aku akan
membawa kalian menghadap Senopati. Kedatangan kalian
dalam kelompok itu telah mengejutkan kami. Beruntunglah
kalian bahwa kami tidak dengan serta merta menindak
kalian" Ki Sendawa tidak menjawab. Karena iapun sadar, bahwa
sikap pengawal itu akan dapat menjadi semakin garang.
Tetapi, ketika mereka mulai berkisar dari tempatnya,
tiba-tiba saja mereka mendengar suara seseorang tertawa.
Dengan nada berat terdengar kata-kata disela-sela suara
tertawanya "Kau benar-benar datang Ki Sendawa"
Semua orang telah berpaling kearah suara itu, termasuk
pengawal yang akan mengantar Ki Sendawa ke gardu para
pengawal. Dengan jantung yang berdebar-debar mereka melihat
seseorang berdiri di bawah tangga serambi samping istana
Akuwu di Gagelang. Ki Sendawa segera dapat mengenali orang itu. Orang
itulah yang telah datang ke rumahnya semalam dan minta
kepadanya untuk datang ke Pakuwon.
"Kau?" hampir diluar sadarnya Ki Sendawa itu
menyapa. Namun pengawal yang mengantarnya itupun
mendesaknya "Kau harus menghadap Senopati. He, apakah
kau kenal orang itu?"
"Ya" jawab Ki Sendawa "apakah kau justru tidak
mengenalnya?" "Aku pernah melihatnya. Ia juga seorang abdi di istana
ini" berkata pengawal itu.
Ki Sendawa termangu-mangu. Ia tidak mengerti keadaan
yang dihadapinya itu. Apalagi ketika pengawal itu berkata
"Ia seorang juru taman"
Ki Sendawa mengerutkan keningnya. Namun kemudian
ia mengumpat di dalam hatinya "Orang gila. Ternyata ia
hanya seorang juru taman"
Tetapi adalah diluar dugaan, ketika kemudian seorang
pengawal khusus turun dari tangga istana langsung
mendekati pengawal yang akan mengantarkan Ki Sendawa
menghadap Senopati yang baru bertugas.
"Aku mendapat perintah dari Akuwu untuk membawa
orang ini langsung menghadap" berkata pengawal khusus
itu. Pengawal yang bertugas di gerbang itu termangu-mangu
Tetapi pengawal yang datang kepadanya itu adalah
pengawal khusus yang bertugas pengawal Akuwu.
Karena itu, maka pengawal yang bertugas di pintu
gerbang itu tidak dapat mencegahnya, meskipun berbagai
pertanyaan telah bergejolak di dalam hatinya.
Demikianlah, maka kemudian Ki Sendawa itupun telah
dibawa langsung menghadap Akuwu. tetapi para pengawal
harus tetap tinggal di gardu penjaga selama Ki Sendawa
dibawa memasuki istana Akuwu Gagelang.
Dengan jantung yang rasa-rasanya berdegup semakin
keras, Ki Sendawa akhirnya duduk menghadap Akuwu.
Dengan kepala menunduk dan tatapan mata yang rendah
menyentuh kaki Akuwu, Ki Sendawa rasa-rasanya harus
menahan nafasnya. Akhirnya Akuwupun telah bertanya kepadanya "Apakah
kau mempunyai satu kepentingan tertentu sehingga kau
ingin menghadap?" "Ampun Akuwu" suara Ki Sendawa gemetar
"sebenarnyalah hamba telah mendapat kunjungan dua
orang yang telah minta agar hamba menghadap Sang
Akuwu" "Apakah kau mengenal orang itu?" bertanya Akuwu.
"Hamba Akuwu. Orang itu adalah orang yang telah
menyapa hamba di luar istana. Menurut pengawal yang
bertugas di pintu gerbang, orang itu adalah juru taman"
"Juru taman?" ulang Akuwu.
Ki Sendawa menjadi bingung. Namun kemudian
jawabnya "Hamba Akuwu. Menurut pengawal yang telah
mengantar hamba menghadap Senopati yang bertugas.
Tetapi sebelum hamba sampai ke gardu. Sang Akuwu telah
memanggil hamba" Akuwu itu mengangguk-angguk. Sementara itu dalam
kebimbangan Ki Sendawa telah menceriterakan kehadiran
dua orang di rumahnya semalam.
Dalam pada itu, selagi Ki Sendawa dengan gelisah
mengatakan tentang kehadiran kedua orang di rumahnya,
maka tiba-tiba saja orang yang disebutnya juru taman itu
telah berada pula di ruangan itu.
"Selamat datang Ki Sendawa" sapa orang itu.
Ki Sendawa berpaling. Ketika dilihatnya orang itu, maka
jantungnya menjadi semakin keras berdenyut.
"Aku memang sudah mengira, bahwa kau akan benarbenar
menghadap Akuwu hari ini" berkata juru taman itu.
"Ya, aku memang datang menghadap" jawab Ki
Sendawa. "Nah, apa katamu tentang yang aku katakan semalam?"
bertanya juru taman itu. Jantung Ki Sendawa menjadi semakin berdebar-debar.
Sikap orang itu sama sekali bukannya sikap seorang juru
taman, meskipun ia duduk pula dilantai seperti dirinya.
"Ki Sendawa" berkata Akuwu kemudian "sebenarnya
apa yang kau laporkan itu sudah aku ketahui semuanya.
Aku memang menunggu kedatanganm u untuk
mendapatkan ketegasan sikapmu"
Wajah Ki Sendawa menjadi bertambah tegang.
Sementara Akuwu berkata selanjutnya "Keterangan yang
aku dengar tentang sikapmu agak mengecewakan aku.
Tetapi kedatanganmu memberikan harapan baru bagiku"
Sejenak Ki Sendawa termangu-mangu. Keheranannya
telah mencengkam jantung bahwa sebenarnyalah Akuwu
telah mengnendakinya menjadi Buyut di Talang Amba.
Satu sikap yang sama sekali tidak dapat dimengertinya.
Justru karena itu, maka Ki Sendawapun telah termenung
untuk beberapa saat. Ia mencoba untuk menjajagi keadaan
dihadapinya. Sementara itu, orang yang disebutnya sebagai juru taman
itupun tersenyum sambil berkata "Nah Ki Sendawa,
bukankah aku tidak berbohong" Aku adalah utusan Akuwu.
Dan sekarang, katakanlah, apakah kau bersedia menjadi
Buyut di Talang Amba, atau setidak-tidaknya kau dapat
memangku jabatan itu sebelum ada kejelasan tentang
pengangkatan seorang Buyut yang pantas bagi kabuyutan
itu. Tetapi menilik kedudukan, maka kaulah orang yang
paling berhak untuk menjadi Buyut sebagaimana pernah
kau perjuangkan bersama Ki Sarpa Kuning. Tetapi
perjuangan itu gagal karena Ki Sarpa Kuning nampaknya
menjadi terlalu tamak"
Ki Sendawa menjadi semakin bimbang. Tetapi ia masih
tetap berdiam diri. Dalam pada itu, Akuwupun berkata
lebih lanjut "Ki Sendawa, aku adalah Akuwu Gagelang.
Aku bukan Ki Sarpa Kuning. Karena itu, jika kau bersedia,
maka kedudukanmu akan menjadi kuat. Akulah yang
memang mempunyai kekuasaan untuk mengesahkan
kedudukanmu. Karena itu. jangan bimbang. Sementara itu,
aku tidak akan minta imbalan apapun juga, kecuali
sebagaimana diinginkan oleh Ki Sarpa Kuning. Tanah di
lereng bukil yang masih berujud hutan belukar. Aku akan
menebangnya dan membuatnya menjadi pedukuhanpedukuhan
yang ramai. Aku memerlukan daerah itu"
Jantung Ki Sendawa menjadi berdentang semakin cepat.
Ia mengerti arti hutan di lereng bukit itu. Jika Akuwu juga
menghendaki hutan itu sebagaimana dikehendaki oleh Ki
Sarpa Kuning, maka keadaan yang dihadapinya sungguh
membingungkan. Tetapi dalampadaitu, sejak Ki Sendawa berangkat dari
Kabuyutan, ia sudah mempunyai bekal sikap yang
sebaiknya dilakukan menghadapi keadaan itu. Seperti
sudah direncanakan, jika Akuwu sendiri menghendakinya,
maka ia tentu tidak akan dapat menolak. Jika ia
mempunyai sikap yang berbeda dengan kehendak Akuwu,
maka ia tentu tidak akan dapat pulang kembali ke
Kabuyutan Talang Amba. Karena Ki Sendawa masih belum menjawab, maka
Akuwu itupun berkata "Ki Sarpa Kuning telah gagal tetapi
apakah dengan demikian kau benar-benar telah kehilangan
keinginanmu untuk menjadi Buyut di Talang Amba" Ki
Sendawa, mungkin kematian Ki Sarpa Kuning telah
menghancurkan gairah perjuanganmu, karena kau menjadi
putus asa. Tetapi sekarang, bukan sekedar Ki Sarpa Kuning
yang akan mendukungmu. Tetapi aku Akuwu Gagelang.
Yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan apakah
kau dapat diangkat menjadi Akuwu atau tidak"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar
sepenuhnya dengan siapa ia berhadapan. Karena itu, maka
Ki Sendawa itu tidak mempunyai pilihan lain. Sambil
menundukkan kepalanya ia berkata "Ampun Akuwu.
Hamba tidak menyangka, bahwa hamba masih mempunyai
kesempatan untuk menjadi seorang Buyut di Talang Amba.
Kekalahan Ki Sarpa Kuning memang membuat hamba
menjadi berputus asa. Kedatangan utusan Sang Akuwu,
membuat hati hamba menjadi curiga. Hamba menyangka,
bahwa utusan itu sekedar memancing sikap hamba, apakah
hamba benar-benar sudah menyesal atau sekedar
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyembunyikan keinginan hamba yang sebenarnya.
Karena itu, hamba bersikap seakan-akan hamba benarbenar
telah menyesali sikap hamba yang gagal itu.
"Dan sekarang" apa katamu?" bertanya Sang Akuwu.
"Sang Akuwu. Sebenarnya hamba tidak akan pernah
dapat melupakan warisan yang seharusnya hamba terima
itu. Namun apaboleh buat. Sanggarana mempunyai
kekuatan yang jauh lebih besar dari kekuatan hamba" jawab
Ki Sendawa. Lalu "Dengan demikian, jika ada perkenaan
tuanku, maka hamba tentu tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan ini. Namun demikian, hamba harus
memperhatikan keadaan disekitar hamba. Jika rakyat
Talang Amba menolak hamba, maka hamba harus
memperhatikannya" "Hatimu lemah seperti batang ilalang" berkata Akuwu.
Ki Sendawa menjadi semakin tunduk. Lalu katanya
"Sebenarnyalah hamba tidak akan dapat menentang sikap
Sanggarana, kemanakan hamba itu"
"Sanggarana sekarang ada disini" berkata Akuwu.
"Hamba mengetahuinya tuanku. Tetapi pengikutnya
tetap berada di Talang Amba" jawab Ki Sendawa.
"Jangan takut. Dalam keadaan yang gawat, pengawalpengawalku
akan membantumu" berkata Akuwu kemudian
"apalagi jika lereng pegunungan itu sudah menjadi ramai.
Maka orang-orang yang akan tinggal di lereng pegunungan
itu tentu akan berpihak kepadamu"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Ia harus berhati-hati
agar sikapnya tidak mencurigakan. Jika ia dengan serta
merta menerima tanpa ragu-ragu. Akuwu justru akan
menjadi curiga. Karena itu, maka katanya "Ampun tuanku.
Jika hamba kemudian menyatakan kesediaan hamba, maka
hamba tidak akan mempunyai kekuatan apapun untuk
mempertahankan diri dari kemarahan orang-orang yang
berpihak kepada Sanggarana. Karena itu, segala sesuatunya
kami serahkan kepada Akuwu. Di Banjar, saat Ki Sarpa
Kuning terbunuh, aku merasa bahwa kau sudah tidak akan
mempunyai harapan lagi untuk keluar dari halaman.
Namun akhirnya dengan menyesali perbuatanku, aku tidak
dibunuh oleh para pengikut Sanggarana"
"Lupakan" berkata Akuwu "jangan takut kepada
pengikut Sanggarana. Para pengawal dari Gagelang akan
selalu mengamati keadaan"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah
jantungnya serasa bergejolak. Ia mulai jelas, siapa yang
sebenarnya dihadapinya. Agaknya Akuwu di Gagelang
telah menempatkan dirinya dipihak yang berlawanan
dengan kekuasaan Singasari.
Dalam pada itu. Akuwu di Gagelang itupun kemudian
berkata "Ki Sendawa. Kembalilah. Bersiap-siaplah untuk
memangku jabatan Buyut di Talang Amba atas kehendak
Akuwu di Gagelang. karena orang yang berhak menurut
pendapat mereka. Sanggarana sedang dalam pengusutan
"Hamba tuanku. Hamba akan melakukannya" jawab Ki
Sendawa "hamba akan menunggu sementara itu. hamba
akan mempersiapkan diri hamba sebaik-baiknya"
"Sekarang, pulang" berkata Akuwu Gagelang "segalanya
akan berjalan dengan baik"
Ki Sendawapun kemudian dengan jantung yang
bergejolak meninggalkan Gagelang. Para pengawalnya
mengikutinya dengan penuh pertanyaan di dalam hati,
termasuk Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Namun ketika mereka telah berpacu di bulak-bulak
panjang menuju ke Talang Amba, Ki Sendawa mulai
berbincang dengan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat setelah
mereka memperlambat lari kuda mereka.
"Memang aneh" berkata Mahisa Murti setelah ia
mendengar ceritera tentang sikap Akuwu. Lalu "Namun
dengan demikian kita dapat menilai sikap itu. Kita
mengetahui bahwa beberapa orang bangsawan di Kediri
berusaha menghancurkan kuasa Singasari dengan perlahanlahan.
"Nah, agaknya Akuwu di Gagelang berdiri dipihak
beberapa orang bangsawan Kediri itu"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Sementara itu Mahisa
Pukat melanjutkan "Usaha untuk melemahkan tata
kehidupan di Singasari dengan menghancurkan daerahdaerah
yang subur merupakan satu usaha yang sangat
mengerikan akibatnya. Sebagian tata kehidupan akan
musnah. Sementara untuk memperbaiki tata kehidupan itu
diperlukan waktu yang sangat panjang. Lereng-lereng
pegunungan itu harus dihijaukan kembali. Untuk itu maka
diperlukan tenaga, dana dan kesediaan bekerja yang sangat
besar" Ki Sendawa mengangguk-angguk. Katanya
"Beruntunglah aku, bahwa aku belum menyerahkan
usaha maut itu kedalam tangan Ki Sarpa Kuning.
Bersukurlah aku bahwa di Talang Amba hadir orang yang
bernama Ki Waruju serta kalian berdua, sehingga dengan
demikian kehancuran itu tidak terjadi. Agaknya aku kurang
berhati-hati menanggapi permintaan Ki Sarpa Kuning itu.
Ia berhasil mengungkat nafsu ketamakanku sehingga aku
seolah-olah menjadi buta karenanya. Tetapi sekarang aku
tidak akan terjebak lagi ke alam persoalan itu. Aku tidak
akan menyerahkan Talang Amba untuk ditelan banjir dan
tanah longsor, sehingga kehidupan akan terbenam dibawah
arus lumpur dari lereng bukit"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun kemudian bertanya
hampir berbareng "Lalu. apa yang akan Ki Sendawa
lakukan?" "Aku harus menentang niat Akuwu di Gagelang. Tetapi
aku tidak mempunyai kekuatan untuk itu" berkata Ki
Sendawa. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka menyadari, bahwa Talang Amba tidak akan
mampu berbuat banyak atas niat Akuwu di Gagelang.
Karena itu, tiba-tiba saja Mahisa Pukat berkata "Apakah
Ki Sendawa akan melaporkannya ke Singasari?"
Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya "Apakah aku akan dapat
membuktikannya" Seandainya aku akan berbuat demikian,
maka aku harus berhati-hati. Jika para pemimpin di
Singasari meragukan laporanku, maka aku tidak
mempunyai bukti apapun juga yang dapat aku pergunakan
untuk memperkuat laporanku.
"Apakah Ki Waruju dan Ki Sanggarana tidak akan dapat
menjadi bukti yang kuat?" bertanya Mahisa Murti.
"Jika alasan penahanan mereka disebut dengan
sewajarnya, memang akan demikian. Tetapi aku curiga,
apakah Akuwu tidak akan memutar balikkan keadaan.
Mungkin Akuwu akan dapat saja menyebut, bahwa
penahanan itu didasarkan justru atas laporan yang aku buat
atau alasan-alasan lain yang masuk akal, sehingga tidak ada
hubungannya sama sekali dengan sikap Akuwu dalam
hubungannya dengan tanah di lereng pegunungan itu"
jawab Ki Sendawa. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Ternyata pertimbangan Ki Sendawa cukup tajam
menghadapi sikap Akuwu Gagelang sehingga dengan
demikian ia harus benar-benar berhati-hati.
"Kita harus membuat perhitungan sebaik-baiknya" berkata
Mahisa Murti. Lalu "Jika keadaan memaksa, aku akan
dapat membantu Ki Sendawa menghubungi pimpinan
prajurit di Singasari"
Wajah Ki Sendawa menjadi tegang. Namun Mahisa
Murti-cepat-cepat menyambung "Mungkin aku akan
dianggap sebagai orang yang tidak terlalu berkepentingan
dengan perselisihan antara keluarga di Talang Amba
sehingga akan sulit dikaitkan dengan tuduhan seolah-olah
Ki Sendawalah yang telah melaporkan dan memfitnah Ki
Sanggarana dan Ki Waruju"
Ki Sendawa termangu-mangu. Sementara itu kuda-kuda
mereka meluncur di bulak panjang ditengah-tengah tanah
persawahan yang subur. Namun hampir diluar sadarnya, Ki
Sendawa memandang kearah pegunungan yang hijau di
seberang daerah yang luas. Jika pegunungan itu menjadi
gundul dan kehilangan hutan-hutannya, maka sawah yang
hijau itupun akan menjadi kering dan gersang. Bahkan
mungkin akan terbenam dalam lumpur yang mengeras
bagaikan batu-batu padas.
Ki Sendawa itupun menarik nafas dalam-dalam. Ia
melihat satu masa depan yang suram bagi kampung
halamannya itu. Demikianlah kuda-kuda itupun berjalan tidak terlalu
cepat menuju ke Kabuyutan Talang Amba. Orang-orang
yang berada dipunggung kuda itupun nampak merenungi
persoalan yang sedang mereka hadapi.
Namun dalam pada itu, Ki Sendawapun berkata "Kita
tidak boleh tergesa-gesa. Kita harus menemukan satu
langkah yang paling tepat. Namun sementara itu, aku akan
berbicara dengan anak-anak muda Talang Amba tentang Ki
Sanggarana. Dan akupun akan minta ijin kepada anak-anak
muda itu untuk menerima kedudukan sementara Buyut di
Talang Amba" Wajah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berkerut. Tetapi
cepat Ki Sendawa berkata "Jangan cemas anak-anak muda.
Aku tidak akan terseret lagi kedalam arus ketamakan itu.
Aku akan menunggu perkembangan keadaan, sementara itu
kita harus menemukan jalan untuk melepaskan Sanggarana
dan Ki Waruju" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka masih tetap mempercayai Ki Sendawa. Namun
yang tidak mereka mengerti apakah anak-anak muda
Talang Amba mempercayainya.
Tetapi di dalam hati Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
berjanji untuk membantu meyakinkan anak-anak muda
Talang Amba untuk menempatkan diri mereka dipihak Ki
Sendawa. "Tidak ada pilihan lain" berkata Mahisa Murti di dalam
hatinya. Demikianlah, ketika mereka sampai di rumah Ki
Sendawa, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
sempat berbicara untuk beberapa saat. Ki Sendawapun
sadar, bahwa anak-anak muda di Talang Amba tentu sulit
untuk mempercayainya, karena namanya memang telah
ternoda. "Aku akan mencoba" berkata Mahisa Murti.
"Terima kasih. Kita harus berusaha, agar Akuwu di
Gagelang tidak mengambil tindakan apapun dalam waktu
dekat. Baik terhadap Kabuyutan Talang Amba, maupun
terhadap Ki Sanggarana dan Ki Waruju" berkata Ki
Sendawa. Dengan jantung yang berdebar-debar, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukatpun kemudian telah meninggalkan
rumah Ki Sendawa. Mereka berusaha untuk menemukan
cara agar mereka dapat meyakinkan anak-anak muda di
Talang Amba, bahwa mereka memang harus menembus
langkah yang mungkin harus melingkar-lingkar.
Kedatangan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat di rumah
Ki Sanggarana telah disambut dengan perasaan curiga.
Beberapa orang anak muda yang mewakili kawankawannya
telah menemuinya. Seorang diantara mereka bertanya "Kau pergi dari
mana" Seorang kawan kami melihat, kau pergi hersama Ki
Sendawa" "Ya" jawab Mahisa Murti "kami pergi bersama Ki
Sendawa ke Pakuwon Gagelang"
"Untuk apa?" bertanya yang lain "apakah kau berusaha
untuk melepaskan Ki Sanggarana atau justru sebaliknya,
agar Ki Sanggarana tetap berada di dalam tahanan?"
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Kalian terlalu curiga. Apakah ada tanda-tanda pada kami
berdua untuk berbuat demikian?"
Anak-anak muda itu saling berpandangan sejenak.
Namun tidak seorangpun yang dapat menjawab.
Dalam pada itu, Mahisa Murti berkata seterusnya "Aku
sama sekali tidak mempunyai kepentingan langsung dengan
Kabuyutan ini. Jika aku ikut terlibat di dalamnya. sematamata
hanya karena aku merasa berkewajiban untuk berbuat
sesuatu bagi sesama. Jika aku melihat ketidak-adilan terjadi
disini, maka rasa-rasanya aku terpanggil untuk melibatkan
diri" Anak-anak muda Talang Amba itu menjadi semakin
tunduk. Mereka mengakui di dalam hati, bahwa kedua
orang anak muda itu telah berbuat banyak bagi Kabuyutan
Talang Amba bersama seorang murid Ki Sarpa Kuning
yang kini ada diantara mereka dan bekerja bersama mereka.
Dalam kesempatan itu, maka Mahisa Murti justru telah
berusaha untuk dengan langsung mengatakan rencana yang
harus disusun oleh Kabuyutan Talang Amba meskipun
dengan sangat berhati-hati. Mahisa Murti menceriterakan
apa yang telah terjadi di rumah Ki Sendawa dan apa yang
telah dikatakan oleh Akuwu.
"Aku yakin bahwa kalian menanggapi masalah ini
dengan sikap dewasa. Setuju atau tidak setuju, kalian harus
mempertimbangkan kepentingan Talang Amba dalam
keseluruhan" berkata Mahisa Murti kemudian "karena itu,
aku minta kalian berpikir dengan hati yang bening. Bukar
sekedar didorong oleh perasaan. Tetapi kalian harus mencari
keseimbangan dengan penalaran"
Anak-anak muda Talang Amba itu menjadi tegang.
Mereka dicengkam oleh ketidak pastian sikap.
Bagaimanapun juga mereka sulit untuk dapat mempercayai
Ki Sendawa. Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat nampaknya
terlalu yakin akan kejujuran sikap orang yang pernah
mengguncang Kabuyutan Talang Amba dengan
ketamakannya. "Aku yakin, bahwa Ki Sendawa benar-benar menyadari
kesalahannya, menyesalinya dan berusaha untuk menebus
kesalahannya itu. Ia berjanji untuk berusaha mencari jalan
agar Ki Sanggarana dapat terlepas dari tahanan. Karena itu,
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka ia harus menerima keadaan yang ditawarkan oleh
Akuwu. Jika ia menentang, maka iapun tidak akan dapat
kembali lagi ke Kabuyutan ini. Dengan demikian, maka
Akuwu mungkin sekali akan mengambil sikap yang lebih
keras lagi terhadap Talang Amba"
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Sementara itu
Mahisa Murti melanjutkan "Ingat. Semua langkah harus
kita lakukan bagi kepentingan Talang Amba. Kalianlah
yang lebih berkepentingan dengan hari depan Kabuyutan
ini. Bukan aku" Untuk beberapa saat suasana dicengkam oleh
ketegangan. Anak-anak muda Talang Amba itu berusaha
nempertimbangkan keterangan Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat yang ikut pergi ke Pakuwon Gagelang.
Sementara itu Mahisa Murtipun berkata "Sudahlah,
tenungkan untuk satu dua hari. Tetapi ingat, hal ini jangan
kalian percakapkan dengan orang-orang yang tidak
berpentingan, jika hal ini didengar oleh orang-orang Akuwu
Gagelang, maka akibatnya akan menjadi lebih parah lagi
lagi Talang Amba dan bagi Ki Sanggarana"
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Seorang
diantara mereka berkata "Kami akan memikirkannya.
Mudah-mudahan kami menemukan kesamaan pengertian
lengan kalian" "Kami berharap demikian" jawab Mahisa Murti.
"Aku kira, yang ditempuh oleh Ki Sendawa adalah satusatunya
jalan sekarang ini " sambung Mahisa Pukat " ika
kita salah satu langkah saja dalam persoalan ini, maka
akibatnya akan kita sesali untuk waktu yang sangat
panjang" Anak-anak muda itu masih mengangguk-angguk.
Agaknya mereka benar benar ingin memikirkannya dan
mempertimbangkannya diantara kawan-kawan mereka.
Sementara itu, Ki Sendawapun telah dicengkam oleh
kegelisahan. Ia berharap bahwa anak-anak muda Talang
Amba mempercayainya. Dengan demikian, maka Talang
Amba akan mendapat kesempatan untuk merencanakan
sikap yang paling baik menghadapi Akuwu di Gagelang
yang agaknya telah menyimpang dari paugeran seorang
pemimpin yang mendapat kepercayaan dari Singasana
Singasari. Agaknya beberapa orang dari Kediri telah
berhasil membujuknya untuk memusuhi Singasari dengan
cara yang sangat keji, karena langkah yang mereka ambil
adalah satu penghancuran terhadap tata kehidupan yang
menjadi semakin mapan. Dalam pada itu, tanpa hadirnya Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, beberapa orang anak-anak muda yang
dianggap mempunyai pengaruh di Talang Amba telah
berbincang. Beberapa orang diantara mereka memang
masih tetap meragukan Ki Sendawa. Tetapi yang lain
berusaha untuk mengajak kawan-kawannya agar mereka
memberi kesempatan kepada Ki Sendawa.
"Kita tidak mempunyai jalan lain" berkata salah seorang
diantara mereka "Ki Sanggarana telah berada ditangan
Akuwu. Seperti yang dikatakan oleh anak-anak muda itu,
jika kita salah langkah, maka kita akan menyesal untuk
waktu yang panjang. Karena sebenarnyalah bahwa Akuwu
akan dapat bertindak lebih keras lagi"
"Ya" desis yang lain "penahanan Ki Sanggarana itu
telah menunjukkan satu gejala yang aneh pada Akuwu"
Tetapi masih ada yang berdesis "Apakah hal itu bukan
sekedar permainan Akuwu dengan Ki Sendawa"
"Memang mungkin terjadi" sahut yang lain "permainan
yang kotor itu harus kita cegah"
"Bagaimana kita dapat melihatnya sekarang" sahut anak
muda yang pertama "tetapi aku percaya kepada kedua
orang anak muda yang melihat dua orang yang datang ke
rumah Ki Sendawa. Jika Ki Sendawa telah menem-puh satu
permainan dengan Akuwu. maka tidak akan terjadi bahwa
dua orang telah mendatanginya atas nama Akuwu dan
terjadi satu pembicaraan yang tegang"
Yang lain mengangguk-angguk. Mereka memang
dihadapkan kepada persoalan yang pelik. Kepercayaan
mereka terhadap Ki Sendawa sudah sangat tipis, sementara
itu, mereka melihat Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
sebagai sandaran mereka, sehingga karena itu mereka telah
mempercayai keduanya sepenuhnya.
Namun akhirnya, anak-anak muda Talang Amba itu
telah meletakkan semua harapan kepada sikap Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Mereka memang tidak
mempunyai cara lain yang mereka anggap cukup
meyakinkan. Untuk mempergunakan kekerasan, mereka
merasa tidak mempunyai kemampuan. Apalagi
menghadapi kekuatan Pakuwon Gagelang.
Demikianlah, maka pada langkah yang pertama, Ki
Sendawa telah menyatakan dirinya sebagai pemangku
jabatan Akuwu di Talang Amba.
Atas permainan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, maka
terjadi pergolakan di Talang Amba disaat Ki Sendawa
menyatakan dirinya memegang kendali kepemimpinan di
Kabuyutan Talang Amba. Tetapi persoalan itu dapat segera
diatasi ketika sekelompok pasukan Gagelang datang ke
Kabuyutan itu. "Satu permainan berbahaya" berkata Ki Sendawa.
"Sekedar untuk meyakinkan Akuwu tentang kedudukan
Ki Sendawa. Bukankah Ki Sendawa pernah mengatakan
bahwa anak-anak muda di Talang Amba lebih banyak yang
berpihakkepada Ki Sanggarana?" sahut Mahisa Murti.
Ki Sendawa mengerti maksud tersebut. Beberapa
pemimpin anak-anak muda Talang Ambapun mengerti
permainan itu. Tetapi sebagaimana dipesankan oleh Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat, bahwa para pemimpin anak-anak
muda di Talang Amba harus merahasiakannya sebaikbaiknya
bagi kepentingan Ki Sanggarana.
Demikianlah maka untuk beberapa saat kemudian. Ki
Sendawalah yang telah memerintah di Kabuyutan Talang
Amba. Ternyata hal itu telah disampaikan pula oleh Akuwu
kepada Ki Sanggarana dan Ki Waruju. Seolah-olah dengan
sengaja Akuwu. ingin menunjukkan kepada Ki Sanggarana
bahwa ia sudah tidak mempunyai kesempatan lagi
meskipun jika kelak ia kembali ke Talang Amba.
"Paman memang orang yang licik geram Ki Sanggarana.
Lalu katanya "Sebenarnya aku tidak berkeberatan untuk
menyerahkan pimpinan itu. Tetapi tidak dengan cara ini"
Tetapi keluhan Ki Sanggarana itu telah ditertawakan
oleh Akuwu di Gagelang. Dengan nada tinggi ia berkata
"Sanggarana yang malang. Karena kau telah dengan
sombong melampaui kuasaku dan langsung berhubungan
dengan Singasari, maka kau sekarang akan merasakan,
betapa sakitnya kuasa yang terlampaui itu. Aku lebih
senang melihat pamanmu menjadi Buyut di Talang Amba
dari kau sendiri. Aku akan menyusun laporan yang akan
meyakinkan Singasari, bahwa kau telah melakukan satu
kesalahan sehingga kau tidak akan dapat kembali ke Talang
Amba sebagai seorang Buyut"
"Apakah dalam hal iui berarti bahwa paman Sendawa
telah sepakat mengambil langkah-langkah seperti ini dengan
Akuwu?" bertanya Ki Sanggarana.
Akuwu di Gagelang itu mengangguk-angguk kecil
Katanya "Bagiku Sanggarana, yang akan terpilih menjadi
Buyut di Talang Amba adalah orang yang terbaik. Karena
menurut penilaianku Sendawa memiliki kematangan
berpikir dan bersikap lebih dari kau, maka aku telah
menetapkan bahwa Ki Sendawalah yang akan menjadi
Buyut di Talang Amba"
"Atas dasar apakah Akuwu menilai kemampuan kami
berdua" Kematangan berpikir yang bersikap yang
bagaimanakah yang tuanku maksudkan?" bertanya Ki
Sanggarana. "Aku adalah seorang Akuwu" jawab akuwu "Aku
mempunyai penilaian yang tajam terhadap kalian berdua"
Ki Sanggarana menarik nafas dalam-dalam, la merasa
bahwa tidak akan ada artinya jika ia harus berbantah
dengan Akuwu di Gagelang.
Dalam pada itu, ketika Akuwu meninggalkannya, maka
Ki Warujupun berkata "Sudahlah. Kita masih mempunyai
waktu untuk menentukan sikap. Aku yakin bahwa
kehadiran Mahisa Murti dan Mahisa Pukat di Talang Amba
akan membawa akibat yang berarti"
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Katanya
"Untunglah bahwa kita tidak menyebut mereka dalam
laporan-laporan yang kita sampaikan. Tetapi yang aku tidak
mengerti, bagaimana sikap Ki Sendawa terhadap keduanya.
Apakah Ki Sendawa tidak memberikan laporan khusus
mengenai kedua anak muda itu?"
Atau Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah menyingkir
lebih dahulu dari Talang Amba?" bertanya Ki Waruju pula.
Namun dalam pada itu, Ki Waruju masih mempunyai
harapan bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat akan ikut
menentukan akhir dari persoalan yang berbelit itu.
"Mudah-mudahan ia memberikan laporan yang.
sebenarnya kepada ayahnya yang akan dapat
menyampaikannya kepada Mahisa Bungalan" berkata Ki
Waruju kepada diri sendiri.
Namun seandainya tidak demikian, maka Ki Waruju
masih mempunyai jalan lain. Tempat ia dan Ki Sanggarana
ditahan itu terbuat dari Kayu. Dinding-dindingnya terbuat
dari papan meskipun cukup tebal. Tetapi dalam keadaan
yang memaksa, maka Ki Waruju akan dapat memecahkan
pintu bilik yang diselarak dari luar itu.
"Tetapi itu adalah jalan yang terakhir" berkata Ki
Waruju di dalam hatinya. Dalam pada itu, di Talang Amba, Ki Sendawa benarbenar
berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari anakanak
muda. Meskipun ia sadar, bahwa kerja itu adalah kerja
yang sangat berat. Namun bersama-sama dengan Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat akhirnya mereka berhasil
meyakinkan pemimpin-pemimpin anak-anak muda yang
berpengaruh, bahwa yang dilakukan Ki Sendawa itu benarbenar
bagi keseluruhan Talang Amba dan Ki Sanggarana.
Meskipun masih juga ada kecurigaan kepada Ki
Sendawa, namun langkah-langkah yang diambil oleh Ki
Sendawa ternyata telah menunjukkan kepada mereka,
bahwa Ki Sendawa yang telah menerima kedudukan
sementara itu berbeda dengan Ki Sendawa sebelumnya.
"Ternyata perjuangan untuk melepaskan Sanggarana
akan memerlukan waktu yang agak panjang" berkata Ki
Sendawa. "Ya" jawab Mahisa Murti "tetapi kita sudah
memulainya. Dan itu lebih baik daripada kita masih harus
menunggu" "Tetapi, agaknya memang tidak ada cara lain yang dapat
dipergunakan kecuali dengan kekerasan" berkata Mahisa
Pukat. Lalu "Kita dapat menghimpun anak-anak muda dan
memberikan latihan-latihan dasar bagi mereka.
"Tetapi kita tidak akan dapat melawan para pengawal
dari Gagelang" jawab Ki Sendawa "Jika kita memaksakan
cara itu, maka akibatnya akan menjadi sangat perah bagi
Talang Amba. Kita akan ditumpas dan pimpinan
Kabuyutan ini akan jatuh ketangan orang lain yang tidak
kita kenal sifat dan tabiatnya"
"Aku mengerti Ki Sendawa" berkata Mahisa Murti
"karena itu, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah
memberikan laporan kepada Singasari, bahwa Akuwu di
Gagelang telah melakukan satu tindakan yang melawan
paugeran Singasari. Seandainya Singasari tidak
mempercayainya, maka sejak semula kita minta agar
Singasari berusaha menyelidikinya. Mereka akan dapat
mengirimkan petugas-petugas sandinya sebelum benarbenar
mengambil tindakan tertentu"
Ki Sendawa mulai memikirkannya. Namun kemudian
katanya "Kita akan mengambil langkah-langkah yang lain
lebih dahulu. Tetapi jika semuanya gagal, maka kita akan
mengambil langkah terakhir itu.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Bagaimanapun juga keduanya menyadari, bahwa Akuwu di
Gagelang akan dapat memutar balikkan keadaan yang
sebenarnya dan akibatnya akan sangat merugikan Ki
Sendawa dan bahkan mungkin Talang Amba dalam
keseluruhan. Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat harus
memperhitungkan batas kesabaran anak-anak muda Talang
Amba. Jika perkembangan persoalan itu berjalan sangat
lamban, maka akibatnya akan sangat pahit. Kepercayaan
kepada Ki Sendawa akan menjadi semakin susut, seolaholah
Ki Sendawa sedang melakukan satu permainan yang
sangat lembut untuk mencapai tujuannya. Menguasai
Talang Amba dengan dukungan Sang Akuwu di Gagelang.
Sementara itu, ternyata Ki Sendawa sendiri mulai
disudutkan kepada satu keadaan yang pelik. Jantungnya
serasa berhenti berdetak ketika dua orang utusan Akuwu
datang ke rumahnya dan menyampaikan pesan Akuwu
tentang lereng bukit gundul itu
"Akuwu akan mulai sewaktu-waktu" berkata utusan itu
"bukit itu akan dibersihkan dan akan dibangun satu daerah
pemukiman di lereng gunung itu"
"Demikian cepatnya?" bertanya Ki Sendawa "Bukankah
aku masih belum disahkan dalam kedudukanku" Apakah
dengan demikian aku mempunyai wewenang untuk
mengiakan?" "Semua tanggung jawab ada pada Akuwu" berkata
utusan itu "Bukankah daerah ini juga daerah Gagelang"
Adalah wajar bahwa Akuwu melakukan satu kebijaksanaan
di daerahnya, termasuk kebijaksanaan mengenai hutan di
lereng bukit itu" "Ki Sanak benar" jawab Ki Sendawa "tetapi daerah
Gagelang terbagi dalam Kabuyutan yang bertanggung
jawab atas wilayahnya. Karena itu maka Buyut di Talang
Amba bertanggung jawab pula atas wilayahnya. Hijau atau
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuning. Hitam atau putih"
"Bagaimanapun juga Talang Amba berada di bawah
perintah Gagelang Ki Sendawa. Jika Akuwu mengangkat
seorang Buyut yang dapat mengerti kebijaksanaannya itu,
sekedar untuk mengurangi persoalan. Tetapi seorang Buyut
tidak dapat mencegah kebijaksanaan Akuwu meskipun itu
terjadi di wilayahnya" berkata utusan itu.
Ki Sendawa tidak dapat menjawab lagi. Akuwu memang
mungkin mempergunakan kekerasan dan tidak lagi
menghiraukan kuasa Buyut di Talang Amba. Dalam pada
itu. berbareng dengan langkah-langkah itu, Akuwu dapat
memberikan laporan tindakan-tindakan yang akan
diambilnya meskipun dengan cara yang tidak sewajarnya
Karena itu, maka yang kemudian dapat dikatakan oleh
Ki Sendawa adalah "Ki Sanak. Jika hal itu yang
dikehendaki oleh Akuwu, apaboleh buat. Akuwu sudah
terlalu baik terhadapku, sehingga aku berkesempatan untuk
memegang jabatan ini. Tetapi aku mohon agar Akuwu
dapat memberikan ancar-ancar waktu yang akan
dipergunakan oleh Akuwu untuk membuka hutan itu"
"Apakah kau mempunyai kepentingan?" bertanya utusan
itu. "Kepentingan hanyalah sekedar mengetahui. Mungkin
ada orang Talang Amba yang bertanya, atau mereka yang
berkepentingan karena mereka mempunyai rencana tertentu
atas hutan itu meskipun belum disampaikannya kepadaku"
jawab Ki Sendawa. "Aku tidak dapat mengatakannya Ki Sendawa. Tetapi
tentu dalam waktu yang tidak terlalu lama" jawab utusan
itu. Ki Sendawa menjadi semakin berdebar-debar. Tetapi ia
harus menyimpan perasaan itu di dalam hatinya.
Ketika utusan itu kembali, maka dengan tergesa-gesa Ki
Sendawa telah memanggil Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
untuk memberitahukan persoalan yang sedang dihadapinya.
"Jika Akuwu benar-benar menebang hutan itu, maka
kepercayaan anak-anak muda itu tentu akan larut. Mereka
menganggap bahwa aku telah memindahkan perjanjian
dengan Ki Sarpa Kuning dan berlindung dibawah kuasa
Akuwu. Anak-anak muda itu tentu menuduh aku pulalah
yang telah menyebabkan Ki Sanggarana dan Ki Waruju
ditahan di Gagelang" berkata Ki Sendawa yang kecemasan.
"Karena itu Ki Sendawa. Tidak ada cara lain yang lebih
baik dari melaporkan hal ini kepada Singasari" jawab
Mahisa Murti. "Alasan itu pulalah yang dipakai oleh Akuwu untuk
menahan Sanggarana dan Ki Waruju" jawab Ki Sendawa
"tetapi baiklah jika itu jalan satu-satunya. Jadi apakah aku
harus pergi ke Singasari?"
"Ki Sendawa tidak usah pergi. Biarlah kami berdua
sajalah yang pergi" jawab Mahisa Murti.
"Apakah kau akan dapat menyelesaikan persoalannya
dengan pihak Singasari?" bertanya Ki Sendawa.
"Kami akan berusaha" jawab Mahisa Pukat.
"Tetapi bagaimana dengan anak-anak Talang Amba jika
kalian tinggalkan mereka" desis Ki Sendawa yang cemas
"Kami akan berpesan kepada mereka, agar mereka tetap
menahan diri. Kami akan menyelesaikan segala sesuatunya
bagi kepentingan Talang Amba. Ki Sanggarana dan Ki
Waruju" jawab Mahisa Murti.
Ki Sendawa sudah tidak mempunyai jalan lain. Karena
itu, maka diserahkannya segalanya kepada Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat. Demikianlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mulai
dengan rencana mereka. Mereka telah menemui para
pemimpin anak-anak muda Talang Amba bersama murid
Ki Sarpa Kuning yang tinggal. Dengan sungguh-sungguh
mereka berpesan, agar anak-anak muda itu tidak bertindak
sendiri-sendiri. "Aku akan pergi ke Singasari" berkata Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Lalu Mahisa Murtipun melanjutkan "jaga
segala rahasia sebaik-baiknya jika kalian ingin berhasil"
"Apakah kau benar-benar masih akan kembali?"
bertanya seorang anak muda dengan curiga.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Kecurigaan yang demikian itu memang wajar sekali.
Namun mereka harus yakin, bahwa tidak ada ialah lain
yang akan dapat ditempuh.
"Kawan-kawan" berkata Mahisa Murti "Aku memang
tidak mempunyai cara lain. Dalam keadaan yang paling
sulit, maka kita harus mencari perlindungan kepada orang
yang paling berwenang. Kita sudah berusaha untuk mencari
perlindungan kepada Akuwu di Gagelang. Tetapi usaha itu
kandas karena sikap dan tanggapan Akuwu terhadap
Kabuyutan Talang Amba. Karena itu, maka harapan kita
satu-satunya adalah Singasari. Jika kita gagal mencari
perlindungan di Singasari, maka kita akan menarik
kepercayaan terhadap keadilan di tanah ini"
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Namun aknirnya
mereka memang harus masih menunggu lagi. Apalagi
ketika kemudian mereka menyadari, bahwa mereka
memang tidak akan dapat banyak berbuat. Jika mereka
mempergunakan kekerasan, maka keselamatan Ki
Sanggarana dan Ki Waruju tentu akan terancam. Lebih dari
itii keselamatan Talang Amba sendiri juga tentu akan
terancam. Akhirnya dengan susah payah, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat dapat meyakinkan beberapa orang anak
muda yang mempunyai pengaruh atas anak-anak muda di
Talang Amba, tentang rencana yang akan dilakukannya.
Demikianlah, maka tanpa membuang waktu lagi, dinari
berikutnya, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
meninggalkan Talang Amba. Pagi-pagi benar. Sebelum
matahari terbit. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak ingin
dilihat orang-orang yang tidak berkepentingan dan tidak
mengetahui seluk-beluk dari persoalan yang sedang
dihadapi oleh Talang Amba daiam keseluruhan.
Namun sementara itu, Ki Sendawa selalu diliputi oleh
kegelisahan. Setiap saat, Akuwu dapat melakukan
rencananya, membuat hutan di lereng pegunungan itu
menjadi gundul, sementara itu anak-anak muda Talang
Amba, terutama para pemimpin mereka telah mengetahui
arti dari tanah yang akan menjadi gundul itu. Sebagaimana
pernah dituntut oleh Ki Sarpa Kuning pada saat ia
mengikat satu kesepakatan dengan Ki Sendawa.
Sehingga apabila hal itu benar-benar dilakukan oleh
Akuwu atau orang-orang yang ditugaskannya, maka akan
sulit bagi Ki Sendawa, apalagi tanpa Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, untuk mencegah langkah yang mungkin
akan diambil oleh anak-anak muda Talang Amba.
"Aku telah diombang-ambingkan oleh tingkah Akuwu"
berkata Ki Sendawa kepada dirinya sendiri "pada saat uku
mendapat terang di hati, maka aku terbentur kepada Mkap
Akuwu yang justru telah tersesat. Nampaknya langkah
orang-orang Kediri itu sudah mencengkam lewat banyak
jalur untuk menusuk kekuasaan singasari kearah jantung"
Dengan demikian, maka kadang-kadang Ki Sendawa itu
telah dikuasai oleh kegelisahan yang sulit untuk diatasinya.
Bahkan kadang-kadang ia telah kehilangan akal, apa yang
sebaiknya dilakukan. Namun satu hal yang tidak dilepaskannya dari
kesadarannya, bahwa ia benar-benar ingin menebus
kesalahannya yang telah dilakukan sehingga keadaan yang
parah itu menjadi berlarut-larut dan berkepanjangan. Dan
salah satu jalan yang narus ditempuhnya adalah harus
menerima tawaran Akuwu Gagelang untuk memangku
jabatan Buyut di Talang Amba. Bahkan mungkin jabatan
itu akan dikukuhkan agar Akuwu dapat dengan mudah
melakukan rencananya. Rencana yang dikendalikan oleh
beberapa orang yang berada di Kediri yang merasa
berkewajiban untuk membebaskan Kediri dari kekuasaan
Singasari. Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah menempuh satu perjalanan yang panjang. Mereka
tidak dapat mencapai Singasari dalam satu hari perjalanan
meskipun mereka mempergunakan kuda yang dapat mereka
pinjam dari Talang Amba. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itu tidak
langsung menuju ke Singasari dan menemui kakak mereka,
Mahisa Bungalan. Tetapi mereka telah menemui ayah
mereka lebih dahulu untuk mendapatkan pertimbangan.
Ketika Mahendra mendengarkan keterangan anaknya maka
hatinya menjadi berdebar-debar. Karena rencana orangorang
Kediri itu sudah menyusun diantara para pemimpin
pemerintahan yang seharusnya menjadi jalur kekuasaan
Singasari. "Baiklah" berkata Mahendra "Aku akan menyertai
menemui kakakmu Mahisa Bungalan. Ia akan berbicara
dengan pamannya Mahisa Agni dan Witantra. Mudahmudahan
mereka dapat memecahkan persoalannya.
Mereka harus mendapat bukti keingkaran Akuwu itu"
"Ya ayah" jawao Mahisa Murti "Yang penting,
Singasari harus meyakini bahwa Akuwu Gagelang telah
melakukan satu kesalahan"
Mahendrapun mengangguk-angguk. Ia berpendapat
bahwa Singasari tidak akan dapat begitu saja mengirimkan
sepasukan yang akan dapat menangkap Akuwu Gagelang.
Dengan demikian, maka Akuwu itu akan dapat ingkar dan
Singasari akan menemui kesulitan untuk membuktikannya.
-ooodwoooKolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoy o Conv erter : Editor : Raharga, Arema, Dino,
Pdf ebook : Uploader di Indozone : Din o
--ooo0dw0ooo- Jilid 012 DEMIKIANLAH, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat itupun kemudian telah menemui Mahisa Bungalan
serta sekaligus menghadap paman mereka, Mahisa Agni
dan Witantra. Keterangan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, memang
sangat menarik perhatian. Mahisa Bungalan telah berusaha
untuk mendapat keterangan sejauh-jauh diketahui oleh
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah menjelaskan segala sesuatunya yang mereka mengerti.
Baik tentang Talang Amba, maupun tentang Gagelang.
"Kau yakin bahwa yang kau ketahui itu adalah keadaan
yang sebenarnya?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Maksud kakang, apakah Ki Sendawa tidak mengelabui
kami berdua?" Mahisa Murti ganti bertanya.
"Ya. Menilik keteranganmu, maka Ki Sendawa memang
seorang yang cerdik. Bahkan licik" sahut Mahisa Bungalan.
"Tetapi ia sudah menemukan dirinya. Aku percaya
bahwa ia benar-benar menyesal. Ketika hatinya tersentuh
oleh sikap kemanakannya perempuan, isteri Ki Sendawa,
maka hatinya itu menjadi luluh. Apalagi kenyataan yang
dihadapinya tentang pribadi Ki Sanggarana telah
membuatnya bercermin tentang pribadinya sendiri" jawab
Mahisa Murti. Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Singasari memang harus mengambil langkah-langkah.
Ketika Singasari memberikan peringatan kepada Gagelang
tentang kemungkinan yang dapat terjadi di Talang Amba
berdasarkan keterangan Ki Waruju. Seakan-akan Ki
Sanggarana telah melangkahi kuasa Akuwu Gagelang.
Dengan demikian, maka langkah yang akan diambil
kemudian harus dipertimbangkan sebaik-baiknya. Akuwu
di Gagelang akan dapat mencari jalan apapun untuk
menutupi kesalahannya. Bahkan memutar balikkan
keadaan. Tanpa bukti-bukti yang meyakinkan, maka tidak
akan dapat diambil tindakan yang seharusnya bagi Akuwu
di Gagelang itu" "Jadi, apa yang sebaiknya kami lakukan kakang?"
bertanya Mahisa Pukat "apakah Singasari akan dapat
mengambil tindakan langsung hanya berdasarkan laporan
saja, atau Singasari harus membuktikannya lebih dahulu"
"Setiap laporan tentu akan diperhatikan" jawab Mahisa
Bungalan "tetapi laporan saja, agaknya masih belum cukup,
karena setiap orang akan dapat membuat laporan palsu
tentang satu persoalan yang dihadapi"
"Jadi, apakah dalam hal ini Singasari akan dapat
menyelidikinya" desak Mahisa Pukat.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Sikap
Mahisa Pukat memang agak lain dari Mahisa Murti.
Namun terhadap Mahisa Pukat, maka Mahisa
Bungalanpun harus bersikap lebih berterus terang. Karena
itu, maka jawabnya "Baiklah Mahisa Pukat. Aku sendiri
akan berada di Talang Amba. Aku akan melihat apa yang
telah terjadi. Mungkin aku akan berada di Talang Amba
bersama dua atau tiga orang yang memiliki pengetahuan
khusus tentang tugas-tugas sandi. Mereka akan membantu
aku meyakinkan pendapat tentang Akuwu di Gagelang.
Baru kemudian, kami akan dapat mengambil langkahlangkah
tertentu" Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Hampir
diluar sadarnya iapun berkata "Keadaan sudah begitu
mendesak. Dan kita baru akan mulai lagi dengan satu
penyelidikan. Jika demikian, lalu kapan kita akan
mengambil sikap" "Mahisa Pukat" berkata Mahisa Bungalan "seandainya
Akuwu mulai dengan penebangan hutan itu, maka kita
masih belum terlambat. Sehari atau dua hari, hutan itu
masih belum akan berkurang. Sementara itu, kita sudah
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendapatkan bukti yang cukup untuk mengambil langkahlangkah"
"Mungkin kakang" jawab Mahisa Pukat "tetapi anakanak
muda Talang Amba tentu sudah mengambil satu
kesimpulan tentang Ki Sendawa. Jika mereka kemudian
mengambil tindakan sendiri atas Ki Sendawa, maka
keadaan akan menjadi gawat. Selain Ki Sendawa akan
mengalami nasib buruk, maka Akuwu di Gagelang akan
dapat menuduh orang-orang Talang Amba telah
memberontak" "Mahisa Pukat" berkata Mahisa Bungalan "Jika aku
sudah berada di Talang Amba atas nama pimpinan prajurit
di Singasari yang mengemban tugas, maka sikap mereka
tentu akan berbeda" "Kakang akan datang sebagai seorang Senopati?"
bertanya Mhisa Murti. "Tentu tidak" jawab Mahisa Bungalan "tetapi beberapa
orang tertentu akan dapat mengetahuinya, seperti yang kau
katakan, bahwa beberapa orang anak muda kau percaya
untuk mengetahui sikap sebenarnya dari Ki Sendawa"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah
kakang. Jika kakang dapat berbuat demikian, maka agaknya
kamipun tidak berkeberatan"
Namun dalam pada itu, agaknya Mahisa Pukat masih
belum puas. Lalu katanya "Tetapi apakah yang dapat kita
lakukan, seandainya kehadiran kakang kemudian dapat
ditangkap oleh petugas sandi Akuwu, sehingga ia
mengambil satu langkah tertentu?"
"Tergantung kepada kelembutan kita" jawab Mahisa
Bungalan "Namun jika terjadi demikian, seperti Akuwu di
Gagelang, maka kitapun akan mengambil langkah tertentu
yang akan kita putuskan kemudian"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Tetapi kesediaan kakaknya untuk hadir di Talang Amba
telah membuatnya agak tenang. Anak-anak muda Talang
Amba akan dapat melihat satu perkembangan keadaan
yang paling baik bagi Talang Amba.
"Jika demikian" berkata Mahisa Bungalan kemudian
"besok akau akan membanahi rencana ini dan
mengajukannya kepada pimpinan tertinggi apakah
rencanaku itu baik atau masih harus disempurnakan.
Kemudian dengan restunya, aku akan berangkat ke Talang
Amba" "Jika kau dapat berangkat dalam dua hari ini, kami akan
menunggumu" berkata Mahisa Murti.
Mahisa Bungalan merenung sejenak. Namun kemudi an
katanya "Aku kira aku akan dapat berangkai dalam dua
hari ini. Biarlah Panglima menyampaikan laporan ini
kepada Sri Maharaja"
"Baiklah" sahut Mahisa Murti jika demikian, aku akan
menunggu. Kita akan berangkat bersama-sama"
"Tetapi kita tidak bersama-sama memasuki Talang
Amba" jawab Mahisa Bungalan.
"Ya. Mungkin aku dan Mahisa Pukat akan berada dalam
kelompok yang terpisah. Biarlah Ki Sendawa mengatur,
dimana kita masing-masing akan tinggal" jawab Mahisa
Murti. Demikianlah, maka Mahisa Bungalanpun telah
meneruskan laporan itu kepada Panglimanya, sementara
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah banyak mendapat
petunjuk dari ayahnya dan kedua pamannya, Mahisa Agni
dan Witantra. "Kau berdua harus menyelesaikan lebih dahulu
persoalan yang terjadi di Talang Amba" berkata Mahisa
Agni "baru kemudian kau dapat menelusuri persoalan Ki
Sarpa Kuning yang terbunuh. Tetapi untuk mengatasi
persoalan itu, mungkin kau masih juga memerlukan
kakakmu atau bahkan orang-orang tua ini"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka memang harus menyelesaikan persoalan yang
mereka hadapi di Talang Amba. Hubungan antara Ki
Sendawa dan Ki Sanggarana harus dipulihkan sebagaimana
hubungan antara paman dan kemanakannya. Talang Amba
harus pulih menjadi satu daerah yang tenang dan tidak
boleh terancam oleh arus air yang tidak tertahan di lereng
perbukitan. Demikianlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
menunggu dua malam di Singasari. Dipagi buta menjelang
hari ketiga, maka sebuah iring-iringan kecil telah
meninggalkan rumah Mahendra. Mahisa Bungalan dan dua
orang kawannya ternyata telah bermalam di rumah itu pula,
agar pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, mereka sudah
dapat berangkat. Seperti ketika berangkat, maka ketika iring-iringan itu
kembali ke Talang Amba, merekapun telah bermalam di
perjalanan. Baru dihari berikutnya mereka mendekati
Talang Amba. Namun pada hari itu mereka masih belum memasuki
Kabuyutan itu. Baru ketika malam sudah turun, iringiringan
kecil itu dengan hati-hati mendekati regol
Kabuyutan. Seperti yang direncanakan maka mereka tidak bersamasama
memasuki Kabuyutan Talang Amba. Tetapi mereka
telah membagi diri. Mahisa. Murti bersama dua orang
kawan Mahisa Bungalan, sementara Mahisa Pukat bersama
kakaknya langsung menuju ke rumah Ki Sendawa.
Namun meskipun mereka menempuh jalan yang
berbeda, tetapi akhirnya merekapun telah berkumpul pula
di rumah Ki Sendawa. "Aku hampir gila menunggu kedatangan kalian" desis Ki
Sendawa. "Bukankah selama ini tidak ada apa-apa yang terjadi?"
bertanya Mahisa Murti. "Dalam satu dua pekan ini, Akuwu sudah akan mulai
menebang hutan di lereng bukit" jawab Ki Sendawa.
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Segalanya akan kami serahkan kepada kakang Mahisa
Bungalan" Kepada Ki Sendawa, Mahisa Murti berterus terang,
siapakah orang yang datang bersamanya. Orang itu adalah
kakaknya yang menjadi seorang senopati di Singasari.
Sedang dua orang yang lain adalah dua orang petugas sandi
dari Singasari pula. Ki Sendawa menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Itulah sebabnya, bahwa kalian memiliki kemampuan yang
mengagumkan. Ternyata kalian adalah keluarga seorang
Senopati dari Singasari. "Satu kebetulan saja Ki Sendawa" jawab Mahisa Murti
"namun yang penting, apakah yang akan kita lakukan
kemudian" Demikianlah, Mahisa Bungalan dan kedua orang petugas
sandi dari Singasari itu diperkenalkan dengun Ki Sendawa.
Orang yang terpaksa menerima tugas memangku jabatan
Buyut di Kabuyutan Talang Amba.
Tetapi malam itu Mahisa Bungalan mendapat
kesempatan untuk beristirahat. Mereka masih belum
berbuat banyak selain mendengarkan beberapa keterangan
Ki Sendawa melengkapi keterangan Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Baru dihari berikutnya, Ki Sendawa memanggil beberapa
orang anak-anak muda yang mempunyai pengaruh atas
kawan-kawannya untuk datang ke rumah Ki Sendawa.
Dari wajah-wajah mereka nampak betapa kegelisahan
benar-benar telah mencengkam mereka.
"Atas kepercayaanku kepada kalian, maka kalian akan
aku perkenalkan dengan tiga orang tamu yang datang ke
Kabuyutan Talang Amba" berkata Ki Sendawa yang
kemudian memperkenalkan Mahisa Bungalan kepada
mereka. Anak-anak muda yang mendapat kepercayaan dari Ki
Sendawa itu termangu-mangu. Mereka tidak langsung
dapat mempercayai keterangan itu. Baru ketika Mahisa
Bungalan mendapat kesempatan untuk berbicara kepada
mereka, kepercayaan merekapun mulai tumbuh. Apalagi
ketika Mahisa Bungalan menunjukkan ciri keprajuritannya
dengan menunjukkan sebentuk cincin Senopati dan timang
ikat pinggangnya, yang semula tertutup oleh pangkal kain
panjangnya. "Aku berharap bahwa kali ini, kalian tidak menaruh
kecurigaan lagi" berkata Ki Sendawa "persoalannya telah
sampai kepada Sri Maharaja di Singasari. Namun sekali
lagi aku minta, bahwa kalian harus dapat memegang
rahasia ini. Sementara kita berusaha untuk mencari
penyelesaian yang sebaik-baiknya bagi Talang Amba, dan
bagi Sanggarana serta Ki Waruju"
Anak-anak muda Talang Amba itupun menganggukangguk.
Mereka yang masih meragukan kejujuran Ki
Sendawa menjadi semakin mempercayainya. Meskipun Ki
Sendawa pernah melakukan kesalahan yang berakibat
panjang, tetapi akhirnya ia berusaha untuk memperbaiki
kesalahannya itu. Dalam pada itu, maka Mahisa Bungalanpun kemudian
berkata "Aku memerlukan bantuan kalian. Biarlah Akuwu
mulai melakukan apa yang ingin dilakukan. Kami
memerlukan bukti keterlibatan Akuwu di Gagelang atas
usaha beberapa pihak Kediri untuk melawan Singasari
dengan cara yang sangat licik. Baru kemudian Singasari
akan dapat mengambil langkah-langkah terhadap Akuwu di
Gagelang. Agaknya Akuwu di Gagelang termasuk salah
satu orang yang mempunyai jalur lurus dengan para
pemimpindi Kediri. Karena kedudukannya tentu agak lain
dengan kedudukan Ki Sapa Kuning"
Anak-anak muda Talang Amba itupun menganggukangguk.
Sementara Mahisa Bungalan itupun melanjutkan
"Karena itu, kalian pun harus menyadari bahwa kalian
harus selalu berhati-hati menghadapi persoalan yang
mungkin akan timbul"
"Apakah mungkin akan terjadi kekerasan atas Pakuwon
Gagelang?" bertanya anak-anak muda itu.
"Kemungkinan itu memang ada" jawab Mahisa
Bungalan karena itu, kita harus bersiap-siap sebaik-baiknya.
Mungkin kalian belum pernah mendapat bimbingan yang
baik untuk melakukan pertempuran yang sebenarnya jika
hal itu terpaksa terjadi. Tetapi karena Talang Amba ini
berada didaerah kekuasaan Singasari, maka Singasari tentu
akan berusaha melindunginya. Meskipun demikian, kalian
harus selalu besiap-siap. Setidak-tidaknya kalian harus
berusaha untuk melindungi diri sendiri"
"Hal ini pernah mereka lakukan" berkata Ki Sendawa
"ketika pertentangan terjadi di Kabuyutan Talang Amba,
anak-anak muda dari kedua belah pihak yang bertentangan
telah bersiap-siap dengan menyiapkan senjata. Karena itu,
maka pada saat ini, senjata-senjata itu jika diperlukan tentu
masih ada. Tetapi sebenarnyalah, bahwa kemampuan kami
disini tidak akan dapat diperbandingkan dengan
kemampuan para pengawal di Gagelang. Meskipun
demikian, jika diperlukan, kami akan berbuat apa saja bagi
kepentingan kampung halaman kita ini"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Jawabnya
"Terima kasih Ki Sendawa. Tetapi sebaiknya kita membuat
perhitungan yang sebaik-baiknya. Menghadapi pengawal
Pakuwon Gagelang yang bobot kemampuannya tidak
ubahnya dengan prajurit Singasari. kita memang harus
berhati-hati. Meskipun aku belum melihat langsung, tetapi
menurut penilaianku, anak-anak muda di Talang Amba
masih belum memiliki bekal yang memadai jika mereka
harus berhadapan dalam perang terbuka melawan para
pengawal. Namun bukan berarti bahwa anak-anak muda di
Talang Amba sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Jika
diantara anak-anak muda itu terdapat kekuatan yang
memiliki kemampuan seimbang dengan para pengawal,
maka keadaan mereka akan ikut menentukan"
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk.
Bagaimanapun juga, mereka tentu tidak akan tinggal diam.
Seandainya mereka tidak dapat membantu langsung di
medan, maka apa yang dapat mereka lakukan, akan mereka
lakukan. Mungkin mereka akan dapat ikut menentukan
akhir dari keadaan yang parah itu sebagaimana dikatakan
oleh Mahisa Bungalan. Demikianlah, anak-anak muda di Talang Amba itu
berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan
keadaan. Mereka merasa wajib untuk berbual sesuatu.
Karena itulah, maka atas kehendak mereka sendiri, maka
anak-anak muda itu telah mengadakan persiapan-persiapan
tertentu. Di malam hari mereka berada di gardu-gardu,
sedangkan disiang hari mereka banyak berkumpul di saatsaat
mereka tidak bekerja di sawah.
Sementara itu, Akuwu di Gagelangpun telah
mempersiapkan sekelompok orang yang akan menebang
hutan di lereng bukit. Beberapa orang pengawalnya yang
terpercaya telah mempersiapkan segala-galanya. Beberapa
kali kepercayaan Akuwu telah menghubungi Ki Sendawa
yang berpura-pura menerima keputusan Akuwu, bahkan ia
berjanji untuk membantu sepenuhnya.
"Tetapi kedudukan hamba dapat diselamatkan" mohon
Ki Sendawa. "Jangan takut" jawab Akuwu "Akupun telah
memberitahukan kepada Sanggarana dan Waruju. bahwa
mereka tidak mempunyai kemungkinan apapun lagi di
Talang Amba. Wajah Ki Sendawa menjadi tegang. Jika demikian akan
dapat timbul salah paham dengan Ki Sanggarana.
"Tetapi aku akan dapat menjelaskannya kemudian. Aku
mempunyai banyak saksi" berkata Ki Sendawa kepada diri
sendiri. Namun dalam pada itu, langkah-langkah yang diambil
Akuwu itu telah menumbuhkan persoalan dilingkungan
Pakuwon Gagelang Senopati yang pernah diperintahkan
memanggil dan kemudian menangkap Ki Sanggarana
merasa heran atas sikap Akuwu. Ia bukan termasuk
pengawal kepercayaan Akuwu yang mengetahui segala
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluk beluk niat Akuwu, karena ia adalah Senopati yang
berkedudukan pada jenjang dibawah. Apalagi ketika
Senopati itu kemudian mengetahui, bahwa Akuwu telah
mempersiapkan beberapa orang untuk menebang hutan di
lereng bukit. Satu hal yang pernah akan dilakukan oleh Ki
Sarpa Kuning disaat-saat pertentangan di Talang Amba
sedang memuncak. Tetapi Senopati itu tidak mempunyai tempal untuk
bertanya karena ia menjadi curiga kepada beberapa orang
Senopati yang lain, yang mempunyai kedudukan lebih
dekat dengan Akuwu. Dengan demikian maka Senopati itu lebih banyak
bertanya kepada diri sendiri dan sejauh-jauh dapat
dilakukan ia telah berbicara dengan seorang kawannya yang
dapat dipercayanya. "Sikap Akuwu memang aneh" berkata kawannya "Aku
mendengar semua persoalan yang terjadi"
"Akulah yang memanggil Ki Sanggarana dan Ki
Waruju. Mereka dipersalahkan telah melampaui kuasa
Akuwu dan melaporkan langsung persoalan Talang Amba
ke Singasari" berkata Senopati itu. Lalu "sehingga dengan
demikian, maka kedua orang itu sudah ditahan"
"Dengan demikian maka ada kesempatan lagi bagi Ki
Sendawa untuk memegang jabatan yang semula
diperebutkan itu" berkata kawannya "dan yang menarik,
perjanjian yang dibuat oleh Ki Sendawa dengan Sarpa
Kuning itu kini dilanjutkan lagi"
"Aneh" desis Senopati itu "nampaknya persoalannya
memang menarik" "Rasa-rasanya ada keinginan untuk mengetahui, apa
yang sebenarnya terjadi di Kabuyutan itu" berakta
kawannya. "Keinginan itu memang menggelitik hali jawab Senopati
itu "tetapi untuk melakukan satu pengamatan, akibatnya
akan dapat mencekik leher sendiri"
Kawannya mengagguk-angguk. Meskipun demikian ia
menjawab "Aku tidak akan melakukan satu pengamatan
khusus. Tetapi untuk mendengarkan keterangan tentang
Talang Amba akan sangat menarik hati"
Senopati itu termangu-mangu. Namun kemudian
katanya "Baiklah kita menunggu, apa yang akan terjadi"
Kawannya tidak mempersoalkannya lagi. Tetapi ada
semacam panggilan untuk melihat lebih dekat lagi
peristiwa-peristiwa yang terjadi di Talang Amba.
Dengan demikian, maka atas kehendak mereka sendiri,
kedua orang Senopati itu telah memperhatikan keadaan
dengan seksama. Kecurigaan merekapun meningkat ketika
mereka melihat persiapan-persiapan untuk menebang hutan
di lereng bukit itu. Namun dalam pada itu, betapa orang-orang Talang
Amba berusaha untuk merahasiakan semua persoalan yang
berkembang, namun ternyata mereka memang bukan
orang-orang yang memiliki pengalaman yang luas
sebagaimana para pengawal di Pakuwon Gagelang.
Pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan dengan rahasia
itu, ternyata ada juga yang tidak tertahankan dalam
kerahasiannya. Satu dua orang yang mendengar rahasia itu
ternyata tidak berhasil menahan diri untuk tidak
mengatakan kepada orang-orang terdekat. Setiap kali
seseorang mengatakan sesuatu yang bersifat rahasia itu,
mereka selalu berpesan agar hal itu tidak disampaikan
kepada orang lain. Namun dengan pesan yang demikian
itu, rahasia itupun semakin lama menjadi semakin tersebar.
Akhirnya orang-orang yang tidak berkepentinganpun
mendengar bahwa Ki Sendawa telah menyiapkan rencana
tertentu untuk menjebak Akuwu.
Hal itu merupakan satu hal yang sangat menarik bagi
orang diluar lingkungan Kabuyutan Talang Amba. Ketika
seseorang berbicara tentang hal itu di sebuah kedai di sudut
pasar, maka seseorang yang lain telah mendengarkannya
dengan seksama. Seorang yang nampaknya tidak berarti
apa-apa. Seorang yang tidak lebih dari petani kebanyakan
yang sedang beristirahat di kedai itu setelah menjual hasil
sawahnya. "Aku sudah mendengarnya" berkata pemilik kedai itu
tanpa curiga "tetapi hal ini tidak boleh dikatakan kepada
orang lain" "Ya. Aku juga tidak pernah mengatakan kepada orang
lain" sahut orang yang sedang berada dalam kedai itu "Aku
hanya mengatakan kepadamu. Tetapi ternyata, bahwa
agaknya kau telah mendengarnya pula"
Orang yang duduk dikedai itu dan seolah-olah sama
sekali tidak memperhatikan pembicaraan mereka, ternyata
berusaha untuk mendengarnya sampai kepersoalan yang
terkecil. Namun apa yang dipercakapkan oleh orang itu
dengan pemilik kedai itupun masih belum terlalu jelas.
Tetapi yang menarik perhatian adalah, bahwa Ki
Sendawa sebenarnya tidak benar-benar menerima tawaran
Akuwu. karena ia benar-benar ingin menebus
kesalahannya. Ketika orang yang memakai pakaian petani itu kemudian
meninggalkan kedai itu, dengan tergesa-gesa iapun menuju
kesebuah rumah terpencil di pategalan. Tidak banyak yang
dipersoalkan dengan orang yang tinggal di rumah itu.
Diberinya pemilik rumah itu sekeping uang. Kemudian
orang itupun mengganti bajunya dan mengambil kudanya
di halaman belakang rumah terpencil itu.
Malam itu juga, dua orang Senopati telah bertemu.
Dengan sungguh-sungguh Senopati yang telah memanggil
ki Sanggarana dan Ki Waruju itupun berkata "Aku
mendengar sesuatu yang sangat menarik"
"Tentang apa?" bertanya kawannya yang dipercayainya
Senopati itupun kemudian menceriterakan apa yang telah
didengarnya. Bahwa sebenarnya ada yang tersembunyi di
Talang Amba. "Menarik sekali" jawab kawannya "tetapi kita tidak akan
dapat langsung hubungan dengan Ki Sendawa"
"Ya. Tetapi hal ini tentu akan segera didengar pula oleh
Akuwu. Ia akan dapat melakukan tindakan yang
mengejutkan" berkata Senopati itu.
"Bagaimana dengan dua orang anak muda yang disebutsebut
oleh orang dikedai itu menurut pendengaranmu?"
bertanya kawannya "apakah keduanya mungkin dapat
dihubungi?" Senopati itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Aku akan mencoba berhubungan dengan Ki
Sanggarana. Mungkin aku akan mendapat bahan yang
dapat aku pergunakan untuk menilai persoalan ini lebih
dalam lagi" Kawannya mengangguk-angguk. Tetapi katanya
kemudian "Kita akan terlibat terlalu dalam. Tetapi apa
boleh buat. Rasa-rasanya memang ingin mengetahui, apa
yang sebenarnya sedang berkembang di Tanah ini"
Namun tiba-tiba Senopati itu berdesis "Kau adalah
seorang Senopati seperti aku. meskipun kita berada di
jenjang yang rendah. Namun rasa-rasanya kita mempunyai
tanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di
Pakuwon ini. He, apakah kau menaruh perhatian terhadap
juru taman yang seorang itu?"
"Ya. Pengaruhnya terlalu besar untuk seorang juru
taman. Ia sering berada di serambi bersama Akuwu" jawab
kawannya. "Aku pernah melihat ia berada dalam sekelompok
peronda dengan mengenakan pakaian seorang pengawal.
Tetapi aku tidak tahu. apakah ada hubungannya dengan
persoalan Talang Amba" berkata Senopati itu.
"Jika ia mengenakan pakaian pengawal, apakah
pimpinan pengawal yang membawanya tidak menanyakan
tentang dirinya" berkata kawannya.
"Jika Senopati yang memimpinnya tahu kedudukannya
yang sebenarnya?" jawab Senopati itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Namun katanya
kemudian "He, bukankah kita semula membicarakan
tentang dua orang anak muda itu"
"Sudah aku katakan, aku akan mencari kesempatan
untuk bertemu dengan Ki Sanggarana" berkata Senopati
itu. Namun kata-katanya itu benar-benar dilakukannya.
Senopati itu telah berusaha untuk dapat bertemu dengan Ki
Sanggarana dan Ki Waruju. Dengan diam-diam pada satu
malam Senopati itu berhasil mendekati ruang tahannya
tanpa dilihat oleh orang yang menjaganya. Karena penjaga
itu menganggap bahwa tidak akan ada persoalan dengan
kedua orang tahanannya yang nampaknya sangat jinak itu.
Waktu yang tidak terlalu lama itu telah dipergunakan
sebaik-baiknya oleh Senopati itu. Melalui lubang udara
yang bersekat balok-balok kayu. ia mengemukakan
pendengarannya tentang sikap Ki Sendawa. Bahkan
kemudian rencana Ki Sendawa untuk menjebak Akuwu
agar kesalahan Akuwu terbukti dihadapan kekuasaan
Singasari. "Tetapi Akuwu pernah mengatakan, bahwa paman
Sendawa benar-benar telah menerima jabatan itu" berkata
Ki Sanggarana. Menilik sikapnya yang dapat dilihat dengan mata wadag
memang demikian. Tetapi ia telah bekerja bersama dengan
dua orang anak muda yang berada di Talang Amba untuk
dapat membuktikan bahwa Akuwu bersalah. Bagaimana
menurut pendapatmu?" bertanya Senopati itu.
Ki Sanggarana termangu-mangu. Namun Ki Warujulah
yang menjawab "kami tidak melihat apa yang terjadi di
Talang Amba. Adalah sulit sekali bagi kami untuk memberi
kan jawaban yang tepat. Bahkan mungkin kami akan
mempunyai tanggapan yang salah.
Senopati itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku
mengerti Ki Waruju. Tetapi aku memerlukan satu pegangan
untuk melangkah. Sebagai seorang Senopati aku ikut
bertanggung jawab atas masa depan Pakuwon Gagelang
dan juga termasuk Kabuyutan Talang Amba"
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
mempunyai kepercayaan yang cukup kepada Senopati itu.
Ki Waruju merasakan sikap Senopati itu disaat ia akan
ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan, sebagai satu
sikap yang jujur. Karena itu, maka Ki Warujupun kemudian berkata "Ki
Sanak. Aku tidak tahu, apakah sikapku ini benar. Tetapi
aku mempercayai Ki Sanak. Karena itu, Ki Sanak memang
dapat mencoba menghubungi kedua anak muda itu"
"Apakah keduanya akan mempercayai aku?" bertanya
Senopati itu. "Aku tidak tahu, tetapi jika aku berkesempatan menemui
mereka, maka aku akan dapat menjelaskan persoalannya"
berkata Ki Waruju. "Bagaimana mungkin kau dapat menemui mereka"
berkata Senopati itu "Kau berada di dalam tahanan ini"
"Ki Sanak" berkata Ki Waruju "Jika Ki Sanak dapat
menyediakan seekor kuda, maka aku akan dapat
menemuinya" "Seekor kuda?" bertanya Senopati itu.
"Ya" jawab Ki Waruju "sebutkan dimana kuda itu dapat
kau sediakan. Aku akan pergi ke Talang Amba dan
kemudian kembali lagi memasuki bilik ini"
"Kau mengigau" geram Senopati Itu.
"Percayalah. Aku sudah memeriksa ruangan ini. Tidak
ada yang sulit bagiku. Bahkan seandainya aku ingin keluar
sekarang juga aku dapat melakukannya. Tetapi bukankah
dengan demikian Talang Amballah yang akan mengalami
kesulitan" berkata Ki Waruju.
Senopati itu termangu-mangu. Namun akhirnya ia
berkata Baiklah. "Aku akan menyediakan kuda untukmu.
Aku akan menyiapkannya di luar lingkungan istana ini.
Aku berada disudut alun-alun"
"Bukankah masih ada waktu jika sekarang aku pergi ke
Talang Amba dan kembali lagi sebelum fajar?" bertanya Ki
Waruju. "Jika tidak ada halangan, maka hal itu akan dapat kau
lakukan" jawab Senopati itu.
"Baiklah. Siapkan kuda itu. Aku akan pergi ke sudut
alun-alun" berkata Ki Waruju kemudian.
Senopati itu masih saja termangu-mangu. Namun iapun
kemudian dengan hati-hati meninggalkan tempat itu.
Sepeninggalan Senopati itu, maka Ki Sanggarana
bertanya dengan nada bimbang "Bagaimana mungkin Ki
Waruju akan pergi ke Talang Amba sekarang ini?"
"Aku akan keluar dari tempat ini. Setelah aku kembali
dari Talang Amba, aku akan kembali lagi memasuki
ruangan ini. Dengan demikian tidak seorangpun
mengetahui, apa yang telah aku lakukan" jawab Ki Waruju.
"Tetapi bagaimana Ki Waruju akan keluar" Apakah Ki
Waruju akan memecahkan pintu?" bertanya Ki
Sanggarana. "Tentu tidak. Dengan demikian, maka kepergianku akan
segera diketahui" jawab Ki Waruju.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" Ki Sanggarana
menjadi semakin heran. Ki Warujupun menengadahkan wajahnya. Sambil
memandang atap bilik itu, ia berkata "Aku akan keluar dari
ruangan ini melalui atap"
"Melalui atap?" Ki Sanggarana menjadi heran.
"Mudah-mudahan aku berhasil" jawab Ki Waruju.
Ki Sanggarana tidak bertanya lagi. Tetapi Ki Warujulah
yang kemudian mulai bersiap-siap. Namun demikian ia
masih berpesan "Kau dapat membentangkan kain panjang
dialas segulung tikar. Jika penjaga itu menengok kedalam
lewat lubang angin itu, maka ia akan melihat aku seakanakan
sedang tidur. Katakan bahwa aku merasa kurang
sehat" Ki Sanggarana mengangguk. Namun ia masih
dicengkam oleh kegelisahan, bagaimana Ki Waruju akan
keluar dari ruang itu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sejenak kemudian, setelah minta diri, maka Ki
Waruju itu benar-benar telah melakukan sesuatu yang bagi
Ki Sanggarana terasa mentakjubkan. Dengan seolah-olah
tanpa bobot, Ki Waruju melenting menggapai atap.
Kemudian dengan tangkasnya ia menyibakkan ijuk yang
rapat dan menyingkirkan beberapa batang rusuk-rusuk atap
itu dengan tanpa bunyi sama sekali.
Ki Sanggarana menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
masih bertanya kepada diri sendiri, bagaimana Ki Waruju
itu nanti meloncat turun dari atas atap yang cukup tinggi.
"Tetapi sebagaimana ia dapat meloncat menggapai atap
itu, maka ia akan dapat dengan mudah meloncat-loncat
turun" berkata Ki Sanggarana di dalam hatinya.
Sebenarnyalah, maka bagi Ki Waruju, sama sekali tidak
ada kesulitan untuk meloncat turun dari atas atap tanpa
diketahui oleh para pengawal. Seperti seekor kucing ia
meloncat turun. Kemudian mengendap dan hilang di dalam
kegelapan. Sejenak kemudian, Ki Waruju itu sudah meloncati
dinding istana Akuwu di Gagelang. Dan dalam sesaat
kemudian, ia sudah berada disudut alun-alun.
Ternyata bahwa Ki Waruju telah datang lebih dahulu
dari Senopati yang menyanggupinya untuk membawakan
seekor kuda. Tetapi ia tidak menunggu terlalu lama. Sejenak
kemudian ia melihat dua orang berkuda mendatanginya
dengan membawa seekor kuda yang tidak berpenunggang.
Senopati itu merasa heran, bahwa justru Ki Waruju telah
menunggunya. Karena itu dengan serta merta ia bertanya
"Bagaimana kau dapat datang ketempat ini begitu cepat?"
"Ki Waruju tersenyum. Katanya "Aku takut terlambat.
Karena itu aku agak tergesa-gesa"
"Ki Sanak" berkata Senopati itu "Aku sudah membawa
seekor kuda. Tetapi rasa-rasanya kami berdua ingin
mengikuti Ki Sanak pergi ke Talang Amba. Mungkin ada
hal-hal yang dapat langsung kita bicarakan dengan orangorang
Talang Amba. Bahkan mungkin dengan Ki Sendawa
sendiri" Ki Waruju mengangguk-angguk. Ternyata ia tidak
berkeberatan. Justru dengan demikian, maka persoalannya
akan lebih cepat terpecahkan.
Sejenak kemudian, maka ketiga orang itupun telah
berpacu menuju ke Talang Amba. Mereka harus
mempergunakan waktu sebaik-baiknya. Besok sebelum
matahari terbit, mereka harus sudah berada di Kabuyutan
lagi. "Kuda-kuda ini akan terlalu letih" desis Senopati itu.
"Ya. Untuk berlari kencang semalam suntuk, agaknya
kuda-kuda ini akan kehabisan tenaga" jawab Ki Waruju.
Tetapi kemudian "Mungkin nanti kita akan dapat
menukarkan kuda ini di Talang Amba.
Demikianlah maka mereka bertiga telah berpacu
sekencang-kencangnya. Waktu mereka memang tidak
terlalu banyak. Kedatangan mereka di Talang Amba memang sangat
mengejutkan. Ki Waruju telah membawa kedua orang
Senopati itu langsung menuju ke banjar.
Dalam waktu yang singkat, maka pertemuan dengan Ki
Sendawapun telah dapat diatur. Bahkan hadir pula dalam
pertemuan itu Mahisa Bungalan dan kedua orang
kawannya. Dengan singkat, maka persoalan tentang sikap Akuwu
Gagelang itupun telah dibicarakan. Namun dalam
hubungan sikap Ki Sendawa, maka harus diperhitungkan,
bahwa mungkin sekali Akuwu akan dapat mendengarnya.
"Ya" berkata salah seorang kawan Mahisa Bungalan
"persoalan yang seharusnya dianggap sebagi rahasia ini
sudah bukan rahasia lagi. Hampir setiap orang telah
membicarakannya, meskipun selalu dengan pesan, agar
lawan bicaranya tidak mengatakannya kepada siapapun
juga. Tetapi semua orang di Talang Amba ini rasa-rasanya
memang sudah mendengar"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya
"Dengan demikian kita harus segera mengambil sikap.
Mungkin Akuwu juga sudah mendengarnya"
"Itulah yang aku cemaskan" berkata Senopati itu
"bahkan akupun telah mendengarnya pula"
Ki Sendawa menjadi gelisah. Tetapi iapun menyadari,
bahwa anak-anak Talang Amba memang bukan prajurit
atau pengawal yang dapat menyimpan rahasia sebagaimana
seharusnya. Namun Ki Sendawa tidak dapat sekedar untuk mengerti
saja. Tetapi harus ada satu cara Untuk mengatasinya.
Mahisa Bungalan dan kedua kawannyapun menjadi
cemas. Bahkan Mahisa Bungalan kemudian berkata "Kita
tidak akan sempat pergi ke Singasari untuk memanggil
sekelompok prajurit"
"Kita akan mempersiapkan anak-anak muda Talang
Amba jika Akuwu akan mengambil satu tindakan" berkata
Mahisa Pukat. "Tidak semudah itu Mahisa Pukat" jawab Mahisa
Bungalan "Yang dihadapi adalah Pakuwon Gagelang.
Pakuwon yang memiliki pengawal yang kuat"
Tetapi Senopati yang mengikuti Ki Waruju itu berkata
"Ki Sanak. Aku adalah salah seorang Senopati di Gagelang
itu. Meskipun aku berada dijenjang yang dibawah, tetapi
aku ikut bertanggung jawab terhadap keadaan Pakuwon
Gagelang. Menilik keterangan dari beberapa pihak, maka
aku dapat mengambil satu kesimpulan bahwa Sang Akuwu
telah melakukan satu kesalahan. Nampaknya Sang Akuwu
telah berhubungan dengan satu kekuatan yang tidak sah di
Kediri untuk melakukan satu pemberontakan terhadap
Singasari" "Lalu, apa yang dapat Ki Sanak lakukan?" bertanya Ki
Waruju. "Malam ini aku harus menentukan sikap. Besok pagipagi
aku akan dapat berhubungan dengan beberapa pihak di
Gagelang. Mungkin satu dua orang yang dapat aku percaya
telah mencium pula persoalan yang sedang kita bicarakan
ini meskipun belum sejauh yang aku lakukan" berkata
Senopati itu. "Tetapi kemungkinan yang kita cemaskan itu dapat
terjadi. Besok Akuwu memerintahkan pasukannya untuk
menduduki Talang Amba dan menangkap Ki Sendawa.
Kemudian meletakkan orang yang asing sama sekali untuk
menjabat Buyut di Talang Amba" berkata Mahisa Murti.
"Aku minta kalian mempersiapkan anak-anak muda
Talang Amba sejauh dapat kalian lakukan" berkata
Senopati itu" aku akan membantu kalian. Betapapun
kecilnya, aku mempunyai kekuatan di Gagelang. Sementara
aku dapat berhubungan dengan beberapa orang Senopati
yang aku percaya sebagaimana sudah aku katakan. Kalian
tidak akan sempat lagi pergi ke Singasari untuk memohon
bantuan. Karena dengan demikian kalian akan memerlukan
waktu sekitar tiga atau ampat hari"
Ki Sendawa menjadi tegang. Ia tahu pasti, bahwa anakanak
muda Talang Amba tidak akan dapat berbuat banyak.
Namun kesediaan Senopati itu untuk membantunya sedikit
memberikan harapan kepadanya, meskipun masih ada juga
semacam keragu-raguan. Tetapi agaknya memang tidak ada jalan lain. Karena itu.
maka katanya "Bagaimana pertimbangan kalian tentang hal
ini. Bagiku sudah tidak ada pilihan lagi. Aku akan bertahan
seandainya Akuwu benar-benar akan menduduki Talang
Amba. Jika terjadi sesuatu, maka biarlah aku mengalami
akibat dari tingkah lakuku sendiri. Aku telah bermain api
Dan sekarang, api itu akan membakar diriku sendiri.
Namun yang aku pertimbangkan adalah anak-anak muda
Talang Amba. Apakah dengan demikian, anak-anak muda
tidak akan menjadi korban"
"Mungkin kita memang memerlukan pengorbanan"
Senopati itulah yang menjawab. Tetapi aku memang
memerlukan kawan untuk berbuat sesuatu demi
keselamatan Pakuwon Gagelang. Karena jika tidak ada
usaha penyelematan, maka pada suatu saat, kekuasaan
Singasari tentu akan menggulung Pakuwon Gagelang.
Apalagi disini sudah ada seorang Senopati yang dengan
mata kepala sendiri telah menyaksikan apa yang terjadi
disini. Penangkapan Ki Sanggarana dan Ki Waruju
merupakan satu bukti, bahwa Akuwu di Gagelang sudah
menyimpang dari paugeran seorang Akuwu, Ia sudah
mengambil satu kebijaksanaan yang tidak sewajarnya,
dengan menuduh Ki Snggarana dan Ki Waruju seolah-olah
telah bersalah" "Baiklah" berkata Mahisa Bungalan "Kita memang tidak
mempunyai kesempatan lagi. Kedua kawanku telah
mengetahui bahwa rahasia yang seharusnya tersimpan rapat
itu telah didengar oleh orang banyak. Dan bahkan oleh
petugas-petugas yang dipasang oleh Akuwu di Gagelang.
Karena itu, maka kita memang tidak mempunyai pilihan
lain kecuali bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang bakal terjadi. Jika Senopati akan berbuat sesuatu bagi .
kepentingan Gagelang, maka aku akan berterima kasih. Hal
itu akan menjadi lapran, bahwa Gagelang masih juga ada
orang yang bersikap sebagaimana seharusnya terhadap
Singasari dan Kediri"
"Baiklah" jawab Senopati dari Gagelang itu "Jika
demikian aku minta diri. Aku harus mempergunakan waktu
sebaik-baiknya" "Aku juga akan kembali ke Gagelang" berkata Ki
Waruju "nampaknya kita memang harus menyusun
kekuatan. Karena itu. maka aku dan Ki Sanggaranapun
harus bersiap menghadapi segala kemungkinan. Mudahmudahan
Akuwu masih tetap memandang Ki Sanggarana
dan Ki Waruju saling bermusuhan, sehingga setiap
tindakan yang akan dikenakan kepada Ki Sendawa tidak
juga dikenakan kepada Ki Sanggarana"
"Kita harus berbuat sebaik-baiknya dalam keadaan
seperti ini. Agaknya Akuwu tidak akan menebang hutan itu
lebih dahulu. Tetapi ia tentu akan membereskan Kabuyutan
Talang Amba ini lebih dahulu" berkata Ki Sendawa.
"Baiklah. Kita akan menentukan tugas kita masingmasing"
jawab Senopati itu. "Kita harus pasti" berkata Mahisa Bungalan "Ki
Sendawa akan menyiapkan anak-anak muda dan Senopati
akan menyiapkan pasukan seberapapun dapat dikumpulkan
di Gagelang yang akan dapat membantu kita. Termasuk
menyelamatkan Gagelang itu sendiri"
Kedua Senopati dari Gagelang itu mengangguk-angguk.
Tetapi mereka sudah mendapat kepastian di dalam hati,
bahwa sebenarnyalah Akuwu telah menyimpang dari tugastugas
yang dibebankan kepadanya sebagai seorang Akuwu
yang berada dibawah perintah Singasari.
Demikianlah, maka Senopati itupun kemudian
menjawab "Ada dua kemungkinan yang dapat aku lakukan,
jika aku mendapat perintah untuk menyertai pasukan
Akuwu memasuki Kabuyutan ini, maka aku akan datang
bersama pasukan itu. Tetapi disini aku dan orang-orang
yang sejalan dengan pikiranku akan membawa ciri-ciri yang
akan dapat dikenali. Para pemimpin kelompok akan
mempergunakan sampur berwarna kuning. Sementara itu,
apabila hariis terjadi pertempuran, maka, semaa orang yang
berpihak kepada Talang Amba akan mempergunakan ciri
seperti itu juga yang sudah mereka bawa sejak mereka
berangkat dari Gagelang. Tetapi jika aku dan beberapa
orang yang sejalan dengan jalan pikiranku tidak mendapat
perintah untuk mengikuti pasukan Akuwu, maka kami akan
berangkat sendiri melalui jalan memintas ditengah-tengah
hutan kami, kami masih akan dapat mendahului pasukan
yang akan menuju ke Talang Amba melalui jalan yang
biasa kita tempuh. Tetapi jika ada sebagian dari kami yang
mendapat perintah dan sebagian lagi tidak, maka akan
berlaku kedua cara yang sudah aku sebutkan. Diantara
kami yang berada di dalam pasukan Akuwu akan
mempergunakan ciri-ciri seperti yang aku katakan,
sementara yang lain akan menyusul lewat hutan perdu"
"Terima kasih" jawab Ki Sendawa "kami sudah
mengetahui dengan pasti, apa yang akan kalian lakukan.
Kami akan mempersiapkan diri sejauh dapat kami lakukan.
Namun mudah-mudahan kita mendapat cara pemecahan
yang lain, yang tidak harus memberikan korhan terlalu
banyak. Dalam pada itu, sejenak kemudian, maka Senopati
berdua dari Gagelang itupun segera minta diri. Ki Waruju
masih akan pergi bersama mereka, karena ia masih
berusaha untuk tetapdianggap tawanan yang tidak
memerlukan perhatian khusus.
Namun kepada kedua Senopati Gagelang ia sudah
berpesan, agar bagi dirinya dan Ki Sanggarana dapat
disediakan dua ekor kuda ditempat yang sudah ditentukan,
agar pada saat yang tepat, kuda itu dapat dipergunakan.
Sejenak kemudian, maka kedua Senopati ituoiui telah
meninggalkan Talang Amba bersama Ki Waruju, setelah
mereka menukarkan kuda-kuda mereka. Mereka berpacu
menembus gelapnya malam. Sebelum fajar merela harus
sudah berada di Pakuwon Gagelang. Apalagi Ki Waruju. Ia
sudah harus berada di dalam biliknya lagi sebelum para
penjaga mengetahui, bahwa ia telah keluar dari biliknya dan
pergi ke Talang Amba. Ternyata baru mereka telah mempergunakan waktu
sebaik-baiknya. Mereka datang tepat pada saat langit
menjadi kemerah-merahan. Dengan tergesa-gesa Ki Warujupun segera kembali ke
halaman istana Akuwu setelah menyerahkan kudanya
kepada kedua Senopati yang datang bersamanya itu. Seperti
saat ia keluar, maka iapun telah memasuki halaman dengan
diam-diam. Dengan tangkasnya ia meloncat dinding
halaman dan merayap mendekati bilik tahanannya, iapun
telah meloncat pula diatas genting. Tubuhnya seakan-akan
tidak mempunyai bobot sehingga atap ijuk itu tidak rusak
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibebaninya. Sejenak kemudian Ki Waruju sudah berada di dalam
bilik. Ia masih sempat membenahi atap ijuk yang
disibakkannya. Kemudian meloncat turun disebelah Ki
Sanggarana yang masih tetap tidak dapat tertidur semalam
suntuk. "Kau tidak tertidur semalaman?" bertanya Ki Waruju.
"Aku tidak dapat tertidur sekejappun. Hatikupun
menjadi sangat gelisah" jawab Ki Sanggarana.
"Baiklah. Sekarang masih ada waktu. Silahkan tidur
barang sekejap. Akupun akan tidur juga sampai matahari
terbit" berkata Ki Waruju.
Keduanyapun kemudian berbaring. Tetapi keduanya
sudah tidak berminat untuk tidur barang sekejap, karena
jantung mereka yang berdegupan oleh kegelisahan yang
tidak dapat disembunyikan.
Bahkan keduanyapun kemudian telah berbincang
tentang hasil kunjungan Ki Waruju ke Talang Amba.
"Jadi Senopati itu benar-benar akan membantu kita?"
bertannya Ki Sanggarana. "Ya. Dan aku mempercayainya. Nampaknya ia
bersungguh-sungguh dan jujur. Senopati itu tidak ingin
melihat Pakuwon Gagelang menjadi sarang pengkhianatan
terhadap Singasari" jawab Ki Waruju.
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Kemudian katanya
"Ternyata aku sudah bersalah terhadap paman Sendawa.
Aku telah menganggapnya tidak setia kepada janjinya yang
diucapkannya di banjar. Namun ternyata bahwa paman
Sendawa telah benar-benar menemukan pribadinya sebagai
putera Talang Amba" "Ya" jawab Ki Waruju "namun demikian, kita memang
sedang berprihatin. Jika kesediaan kedua Senopati
Gagelang itu gagal karena sebab apapun juga, maka anakanak
muda Talang Amba akan menjadi banten. Korban
akan jatuh. Kemampuan anak-anak muda Talang Amba
tidak akan dapat mengimbangi kemampuan para pengawal
Gagelang, sementara itu jumlahnyapun tentu tidak akan
dapat memadai" "Sayang" berkata Ki Sanggarana "dalam keadaan yang
demikian, aku tidak dapat berbuat apa-apa"
"Kenapa tidak?" bertanya Ki Waruju "Jika benar hal itu
akan terjadi, maka kita akan keluar dari tempat ini. Kita
akan pergi ke Talang Amba sebagaimana aku lakukan"
"Aku tidak akan dapat meloncat seperti Ki Waruju"
desis Ki Sanggarana. Jika Waruju mengerutkan keningnya. Kemudian setelah
mengamati ruangan itu ia berkata "Jika kita ingin keluar
dari ruangan ini, kita tidak harus meloncat melalui atap.
Dinding ruangan ini juga tidak terlalu kuat. Papan di sudut
ruang itu dengan mudah akan dapat di pecahkan. Gapit dan
tali-talinya tidak terlalu kuat"
Ki Sanggarana menarik nafas dalam-dalam. Mungkin
sekali hal itu akan dapat dilakukan oleh Ki Waruju. Tetapi
ia sendiri tentu tidak akan dapat melakukannya.
Dalam pada itu, ternyata di Talang Amba, anak-anak
muda telah menjadi sibuk. Bahkan bukan saja anak-anak
muda tetapi setiap laki-laki yang belum terlalu tua merasa
terpanggil untuk ikut serta mempersiapkan diri.
Ternyata Ki Sendawab berhasil mendapat kepercayaan
orang-orang Talang Amba dalam kedudukannya yang
sementara itu. karena anak-anak muda sempat menjelaskan,
apa yang sebenarnya dilakukan oleh Ki Sendawa.
"Tetapi bagaimana dengan Ki Sanggarana" bertanya
seorang anak muda "jika kita melawan Gagelang, apakah
itu bukan berarti nasib buruk bagi Ki Sanggarana"
"Kita serahkan hal itu kepada Ki Waruju" berkata Ki
Sendawa "Mudah-mudahan ia dapat mengatur sehingga Ki
Sanggarana tidak mengalami sesuatu. Bahkan mungkin
Senapati yang berjanji berpihak kepada kita itupun akan
dapat melindunginya. Namun lebih daripada itu. Akuwu
menganggap bahwa aku dan KiSanggarana masih tetap
bermusuhan. Sehingga karena itu, maka Akuwu tidak akan mengambil
tindakan terhadap Ke Sanggarana"
Namun nampaknya Mahisa Bungalan meragukannya.
Mungkin Akuwu mendengar semua persoalannya. Juga
hubungan antara Ki Sandawa dan Ki Sanggaranaa. Karena
itu, Mahisa Bungalan lebih mempercayakan keselamatan Ki
Sanggarana kepada Ki Waruju. Namun bagaimanapun
juga, kita masih tetap mempunyai harapan bahwa Ki
Sanggarana akan selamat" berkata Mahisa Bungalan.
Demikianlah, semua laki-laki yang masih merasa dirinya
mampu membawa senjata di Talang Amba telah bersiap.
Meskipun mereka tidak terbiasa bermain dengan senjata,
tetapi mereka bertekad melawan tingkah laku Akuwu di
Gagelang yang tidak wajar.
Sementara itu, Mahisa Bungalan dan kedua kawannya
yang datang dari Singasari bersama Mahisa Murti, Mahisa
Pukat dan seorang murid Ki Sarpa Kuning yang telah
menentukan jalan hidupnya sendiri itu. telah berada
diantara orang-orang Talang Amba meskipun mereka
menyadari, bahwa jumlah mereka memang terlalu sedikit.
Namun Mahisa Bungalan mempunyai satu rencana yang
mungkin akan dapat menahan tindakan Akuwu di
Gagelang. Dengan menunjuk kedudukannya sebagai
seorang Senopati yang mendapat tugas dari Panglima di
Singsari berarti bahwa ia adalah ujiid dari kuasa Singasari
itu sendiri. Sebenarnyalah bahwa rahasia yang tidak berhasil
disembunyikan oleh orang-orang Talang Amba itu telah
didengar oleh Akuwu di Gagelang. Sebuah laporan
mengatakan, bahwa menurut pendengarannya. Ki Sendawa
tidak bersungguh-sungguh bekerja bersama dengan Akuwu.
Namun dengan demikian. Akuwu di Gagelangpun melihat
hubungan antara Ki Sendawa dan Ki Sanggarana meskipun
keduanya terpisah. Agaknya Ki Sendawa benar-benar telah
berubah sejak ia menyatakan niatnya untuk memperbaiki
kesalahannya di banjar Kabuyutan Talang Amba.
Rahasia itu benar-benar telah membuat Akuwu di
Gagelang marah sekali. Ia merasa ditipu oleh Ki Sendawa.
Dengan demikian maka Akuwu merasa wajib untuk
menghukum Ki Sendawa. Tatapi Akuwu ternyata bukan orang yang dikuasai oleh
perasaannya. Ia tidak dengan tergesa-gesa memerintahkan
pasukannya pergi ke Talang Amba. Namun ia amasih
sempat untuk mengirimkan petugas sandinya untuk
mengamati keadaan. Baru ketika petugas sandi itu melaporkan, bahwa orangorang
Talang Amba telah bersiap-siap, maka iapun berkata
"Agaknya waktunya memang sudah datang. Ki Sendawa
ternyata orang yang sangat dungu. Ia tidak mau menerima
kedudukan yang pantas baginya sebagaimana pernah
diinginkannya. Ia lebih suka menjadi seorang yang harus
diburu dan mendapat hukuman yang paling berat"
"Lalu. bagaimana dengan Sanggarana dan kawannya?"
bertanya salah seorang kepercayaannya.
"Mereka sudah berada di dalam tahanan Mereka tidak
akan dapat berbuat apa-apa. Perhatian kita lebih banyak
harus tertuju kepada Sendawa yang bodoh itu. Ia mengira
bahwa ia akan dapat melawan kekuasaan Gagelang" jawab
Akuwu. "Tetapi bagaimana dengan kuasaa Singasari?" bertanya
kepercayaannya. "Kau juga bodoh" jawab Pangeran yang menjadi juru
taman di Gagelang itu "Kita akan dapat membuat sepuluh
ribu macam alasan yang dapat kita laporkan ke Singasari"
Senapati kepercayaan Akuwu itupun menganggukangguk,
tetapi ia tidak bertanya lagi.
Dalam pada itu, maka Akuwupun segera
memerintahkan mempersiapkan para pengawal. Katanya
kemudian Seberapa jumlah laki-laki di Talang Amba Jika
mereka benar-benar akan melawan, maka mereka akan
mengalami nasib yang sangat buruk. Tetapi perlawanan itu
rasa-rasanya akan berakibat baik terhadap rencanaku,
karena di Talang Amba akan dapat aku letakkan Buyut
yang manapun juga, sehingga rencana kita untuk
menjadikan bukit-bukit itu gundul tidak akan terhalang
sama sekali. Demikianlah, baru dihari berikutnya Gagelang
mempersiapkan sebuah pasukan yang kuat untuk dibawa ke
Talang Amba. Dengan pasukan yang kuat, Akuwu di Gegelang benarbenar
akan menghukum Ki Sendawa. Talang Amba harus
benar-benar merasa dirinya terlelu kecil menghadapi
Gagelang, sehingga langkah yang diambil oleh Ki Sendawa
benar-benar satu langkah untuk menghancurkan diri
sendiri. Mereka sudah berada di dalam tahanan. Mereka tidak
akan dapat berbuat apa-apa. Perhatian kita lebih banyak
harus tertuju kepada Sendawa yang bodoh itu. la mengira
bahwa ia akan dapat melawan kekuasaan Gagelang" jawab
Akuwu. Dengan cerdik Akuwu memberikan alasan yang mapan
kepada para Senapatinya. Senapati yang tidak mengikuti
tingkah laku Akuwu dengan cermat. Mereka hanya percaya
bahwa Talang Amba telah meninggalkan ketentuaan yang
berlaku atas sebuah Kabuyutan.
Pergolakan yang terjadi di Talang Amba telah meluas.
Meskipun salah satu pihak yang berselisih itu sudah aku
tahan disini. tetapi ternyata keadaannya masih tetap kacau.
Bahkan cenderung untuk tidak lagi mengakui kekuasaan
Gagelang yang dilimpahkan oleh Maharaja di Singasari"
berkata Akuwu Gagelang kepada para Senapati yang
berkumpul sebelum mereka berangkat ke Talang Amba.
Lalu katanya lebih lanjut "Bahkan kini Talang Amba telah
bersiap-siap untuk menentang kekuasaanku dengan
kekerasan, karena Talang Amba telah bersiap untuk
mempergunakan kekerasan"
Tidak ada yang membantah. Kenyataan itu memang
benar. Hampir setiap Senapati telah mendapat laporan
tentang persiapan yang dilakukan oleh orang orang Talang
Amba. Tetapi sebagian besar dari mereka tidak tahu, bahwa
antara Ki Sendawa dan Akuwu di Gagelang telah pernah
dicapai satu kesepakatan bahwa Ki Sendawa akan diangkat
menjadi Buyut di Talang Amba dengan memberikan
keleluasaan kepada orang-orang yang akan menebangi
hutan di lereng pebukitan.
Namun dalam pada itu. dua diantara para Senapati yang
akan ikut dalam pasukan Akuwu itu adalah Senapati yang
mempunyai sikap sendiri. Bahkan keduanya telah berhasil
mengembangkan sikapnya kepada beberapa orang Senapati
yang mereka percayai dan memiliki kecerdasan berpikir
sehingga dapat membuat pertimbangan-pertimbangan yang
hidup menghadapi persoalan Talang Amba.
Dengan demikian, maka ada beberapa orang Senapati
yang akan pergi ke Talang Amba dengan ciri-ciri yang
sudah disepakati. Namun dalam pada itu. Senapati yang telah berpihak
kepada orang-orang Talang Amba itu telah sempat
memberitahukan kepada Ki Waruju, dimana mereka
meletakkan kuda yang akan dapat dipakai oleh mereka
berdua. Karena setelah Akuwu berangkat dengan
pasukannya, maka Ki Sanggarana dan Ki Warujupun akan
berangkat pula ke Talang Amba. Namun seperti yang
dipesankan oleh Senapati yang berpihak kepada Talang
Amba itu, agar Ki Sendawa dan Ki Waruju mengambil
jalan pintas, sehingga mereka akan dapat lebih dahulu
sampai ke Talang Amba. Apalagi pasukan Gagelang yang
kuat itu tidak seluruhnya berkuda, sehingga perjalanan
mereka tentu jauh lebih lamban.
Dengan isyarat dan tanda-tanda kebesaran, pasukan
Gagelang itupun kemudian telah berangkat dibawah
pimpinan Akuwu sendiri. Dengan pasukana yang kuat,
maka Talang Amba tidak akan mampu bertahan untuk
waktu seperempat hari. Kecuali jika anak-anak muda
Talang Amba memang ingin membunuh diri mereka sendiri
sampai orang yang terakhir.
Ki Waruju dan Ki Sanggarana yang ditahan di salah satu
bilik dibagian belakang istana Akuwu itupun mendengar
suara sasangkala di alun-alun. Dengan demikian, maka
merekapun mengetahui bahwa pasukan Akuwu benar-benar
sudah berangkat. "Apakah kita akan keluar sekarang?" bertanya Ki
Waruju. Ki Sanggarana masih juga ragu-ragu. Namun kemudian
katanya "Terserahlah kepada Ki Waruju. Aku hanya dapat
mengikut saja apa yang Ki Waruju lakukan.
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Dari lubang
udara ia tidak melihat apapun juga kecuali pepohonan yang
bergoyang ditiup angin. Namun nampaknya Ki Waruju masih akan menunggu
sejenak Biarlah pasukan Akuwu itu sampai kepinggir batas
kota Gagelang. Baru kemudian Ki Waruju akan keluar dari
halaman istana itu dan mengambil kuda yang sudah
disediakan oleh Senapati yang telah mendahuluinya
mengikuti pasukan Akuwu pergi ke Talang Amba.
Dalam pada itu, maka pasukan Akuwupun berjalan
menyusuri jalan raya dengan tanda-tanda kebesaran. Satu
pasukan yang kuat, seolah-olah Gagelang memang sedang
berperang melawan kekuatan yang sangat besar. Tidak
seorangpun menyangka bahwa Gagelang hanya sekedar
ingin menghukum seorang di Kabuyutan Talang Amba
yang tidak mau mematuhi perintahnya. Tetapi perintah
yang menyimpang dari paugeran dan kebenaran menurut
lugas dana kewajiban Akuwu terhadap Singasari.
Ketika pasukan Akuwu sampai dibatas kota. maka
sebenarnyalah bahwa Ki Waruju tengah berusaha untuk
membuka dinding disudut biliknya. Ternyata dinding itu
memang bukan dinding yang cukup kuat untuk mencegah
rencana Ki Waruju keluar dari dalamnya. Dengan
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerahkan tenaga cadangannya, maka dinding bilik itu
telah didorongnya perlahan-lahan, sehingga dinding itupun
telah terbuka. "Keluarlah" desis Ki Waruju ketika ia melihat Ki
Sanggarana agak ragu-ragu.
Namun akhirnya Ki Sanggarana itupun keluar juga
disusul oleh Ki Waruju. Tetapi demikian mereka berdiri diluar, maka keduanya
terkejut melihat seorang pengawal yang mengawasi mereka
dari kejauhan. Seorang pengawal yang membawa tombak
telanjang. "KI Waruju" desis Ki Sanggarana.
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Sebenarnya aku tidak ingin membunuh disini. Tetapi jika
terpaksa, apaboleh buat"
Sanggarana menjadi tegang. Apa yang dapat mereka
lakukan berdua di halaman istana Akuwu yang tentu dijaga
oleh sekelompok pasukan yang kuat meskipun Akuwu
sendiri sedang tidak berada di istana.
Namun dalam pada itu, Ki Sanggaranapun kemudian
menyadari, bahwa ia sedang mengemban satu tugas yang
penting. Apapun yang terjadi, ia tidak boleh
mengingkarinya. Tetapi, kedua orang itu menjadi heran Pengawal itu
ternyata tidak berbuat apa-apa. Ketika pengawal itu melihat
kedua orang tawanan itu keluar dari biliknya, maka ia
justru memberi isyarat dengan kepalanya, agar keduanya
pergi kearah yang ditunjukkannya.
Untuk sesaat Ki Waruju dan Ki Sanggarana masih raguragu.
Namun akhirnya Ki Waruju berkata Mungkin
pengawal itu termasuk pengawal yang berada dibawah
pimpinan Senopati yang berpihak kepada orang orang
Talang Amba itu" Dengan demikian maka keduanya tidak berpikir lebih
panjang lagi. Keduanyapun dengan tergesa-gesa telah pergi
kearah yang diisyaratkan oleh pengawal yang melihatnya.
Demikianlah, akhirnya keduanya memang berhasil
meloncat keluar dari halaman istana Akuwu. Dengan
tergesa-gesa dan berlari-lari kecil keduanya telah pergi ke
tempat yang sudah diberitahukan kepada mereka oleh
Senopati yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba
itu. Ternyata Senapati itu tidak berbohong. Disebuah rumah
yang ditentukan, dua ekor kuda sudah disiapkan. Dengan
demikian maka kedua orang itupun dengan cepat telah
meninggalkan Gagelang menuju ke Talang Amba lewat
jalan memintas. Dalam pada itu, pasukan Gagelangpun telah semakin
jauh dari istana Akuwu mendekati Kabuyutan Talang
Amba. Tetapi karena sebagian besar pengawal Gagelang
yang kuat itu hanya berjalan kaki. maka perjalanan itupun
menjadi tidak terlalu cepat.
Sementara itu, Ki Waruju dan Ki Sanggarana berpacu
dengan kuda mereka justru mengambil jalan memintas.
Karena itu, maka seperti yang diperhitungkan,
makakeduanya itu lebih dahulu sampai di Talang Amba
dari pasukan Gagelang yang kuat.
Kedatangan Ki Sanggarana dan Ki Waruju telah
disambut oleh Ki Sendawa dan Mahisa Bungalan.
Merekapun langsung membicarakan, langkah-langkah yang
akan dapat mereka lakukan menghadapi pasukan Gagelang
yang kuat. "Kita harus menahan mereka dalam jarak tertentu"
berkata Mahisa Bungalan. Ki Waruju mengangguk-angguk. Katanya "Aku
sependapat ngger. Agaknya senjata jarak jauh akan sangat
bermanfaat, justru anak-anak muda Talang Amba tidak
memiliki kemampuan mempermainkan senjata"
"Tetapi apakah hal itu tidak akan membuat pasukan
Gagelang menjadi marah dan garang" Apalagi jika diantara
mereka kemudian jatuh korban lebih dahulu. Mereka lentu
akan membalas setiap nyawa dengan sepuluh kali lipat"
potong Ki Sanggarana. Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Hal itu
memang mungkin terjadi. Tetapi jika kedua pasukan itu
langsung berbenturan, maka korban di pihak Talang Amba
pun tentu tidak akan terhitung jumlahnya.
Namun agaknya tidak ada jalan lain untuk menghadapi
pasukan Gagelang jika orang-orang Talang Amba ingin
mempertahankan kampung halamannya dari perangkap
orang-orang yang telah menantang kekuasaan Singasari.
Karena itu. maka akhirnya Mahisa Bungalan berkata
"Segala usaha memang dapat ditempuh. Aku tetap
berpendirian, bahwa sebaiknya anak-anak muda Talang
Amba memanfaatkan senjata jarak jauh. Mereka akan
mempergunakan anak panah dan kemudian lembinglembing
dengan bedor besi seperti yang akan mereka
pergunakan sebagai tombak. Namun menurut pendapatku
jumlahnya cukup banyak, seandainya lembing lembing itu
dipergunakan untuk melakukan serangan berjarak.
Sementara itu, sebelum segalanya terjadi, aku akan
berusaha untuk mencegah pertempuran itu sambil melihat,
apa benar diantara pasukan Akuwu ada yang
mempergunakan isyarat seperti yang dikatakan oleh
Senapati yang pernah datang ke Talang Amba bersama Ki
Waruju" "Apa yang akan kau lakukan ngger?" bertanya Ki
Waruju. "Aku akan mempergunakan pakaian kebesaranku
sebagai seorang Senapati dari Singasari bersama kedua
orang kawanku. Aku ingin mencegah Sang Akuwu
bertindak terlalu jauh. Jika ia memaksa, berarti bahwa ia
benar-benar telah melawan Singasari karena aku adalah
petugas yang sah dari Singasari"
Ki Waruju mengangguk-angguk. Katanya "Terserah
kepada angger Mahisa Bungalan.
"Tetapi sementara itu, senjata berjarak itu harus sudah
siap. Jika usahaku gagal, aku akan mundur dan memasuki
pertahanan Talang Amba yang akan kita bangun di
padukuhan ujung itu" berkata Mahisa Bungalan.
"Baiklah, Pasukan Akuwu kini tentu sudah menjadi
semakin dekat. Karena itu. kita harus segera bersiap"
berkata Ki Sendawa kemudian.
Demikianlah, maka anak-anak muda dan bahkan hampir
semua laki-laki di Talang Amba telah bersiap di beberapa
buah padukuhan yang terdekat dengan jalur jalan yang
akan dilalui pasukan Gagelang menurut perhitungan
mereka. Sementara itu, Mahisa Bungalan dan kedua orang
kawannya telah mengenakan pakaian kebesaran mereka
sebagai Senapati dari Singasari. Sementara itu, maka
beberapa orang lainnyapun telah disebar untuk memimpin
kelompok-kelompok orang-orang Talang Amba yang
bersikap dibeberapa padukuhan.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berada di padukuhan
yang langsung dibelah oleh jalan dari Gagelang yang
menurut perhitungan akan dilalui oleh pasukan Akuwu
Sementara itu, Ki Sendawa dan Ki Sanggarana berada
dipadukuhan sebelah kanan, sedangkan Ki Waruju dan
salah seorang murid Ki Sarpa Kuning berada disebelah kiri.
Jika pasukan Akuwu itu memang harus dilawannya, maka
orang-orang Talang Amba yang ada dipadukuhan sebelah
menyebelah itu akan menyerang pasukan lawan dari arah
lambung, dengan perhitungan, maka lontaran anak panah
yang terlepas dari busurnya, akan dapat mencapai sasaran.
Dalam pada itu, jika Mahisa Bungalan gagal menahan
pasukan Akuwu dari Gagelang itu, maka ia akan memasuki
pertahanan yang berada ditengah, bergabung dengan
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Demikianlah, maka Mahisa Bungalanpun telah bersiap
diatas panggung kuda bersama dua orang Senapati yang
lain untuk menyongsong pasukan Akuwu demikian mereka
melihat pasukan itu dari kejauhan.
Ternyata Mahisa Bungalan tidak perlu menunggu terlalu
lama. Sejenak kemudian, maka merekapun telah melihat
Raja Silat 22 Trio Detektif 27 Misteri Kelompok Penyihir Budha Pedang Penyamun Terbang 10