Hijaunya Lembah Hijaunya 17
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 17
sebuah iring-iringan di seberang bulak panjang dihadapan
mereka. Seorang pengamat yang memanjat sebatang pohon
segera memberikan isyarat, bahwa pasukan itu memang
sudah datang. Mahisa Bungalan dan kedua Senapati pembantunya
itupun kemudian telah memacu kudanya menyongsong
iring-iringan yang datang itu. Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat menjadi berdebar-debar. Jika Akuwu Gagelang sudah
kehilangan nalarnya sama sekali, maka ia dan pasukannya
akan dapat menangkap Mahisa Bungalan.
Dalam pada itu, pasukan yang dipimpin langsung oleh
Akuwu Gagelang yang dibayangi oleh seorang Pangeran
dari Kediri dalam pakaian seorang pengawal itupun telah
mendekati sasaran. Namun Akuwu Gagelang menjadi berdebar-debar ketika
dihadapannya muncul tiga orang dalam pakaian kebesaran
Senapati dari Singasari. "Siapakah mereka?" bertanya Akuwu Gagelang. Wajahwajahpun
menjadi tegang. Sementara Mahisa Bungalan
menjadi semakin dekat. "Kita jangan terpengaruh oleh penglihatan kita tanpa
penalaran" berkata seorang pengawal yang sebenarnya
adalah seorang Pangeran dari Kediri yang dalam keadaan
sehari-hari bertugas sebagai juru taman di istana Akuwu
Gagelang. Akuwu Gagelang itupun menganguk-angguk. Namun
pakaian kebesaran Senapati dari Singasari itu benar-benar
telah membuatnya menjadi berdebar-debar.
Mahisa Bungalan dan dua orang Senapati dari Singasari
itupun semakin lama menjadi semakin dekat. Bahkan
kemudian, Mahisa Bungalan itupun langsung menuju
kehadapan Akuwu Gagelang yang juga berada di punggung
kuda. Namun segala macam pertanda kebesaran yang
dibawa oleh pasukan Akuwu itu telah menunjukkan, bahwa
orang berkuda di paling depan, diapit oleh dua orang
pengawal itu adalah Akuwu dari Gagelang yang memimpin
langsung pasukannya yang akan menghukum Kabuyutan
Talang Amba yang sudah menentang kehendak Akuwu,
bahwa berniat untuk menjebak Akuwu dengan sikap purapura
Ki Sendawa. Beberapa langkah dihadapan iring-iringan pasukan dari
Gagelang itu. Mahisa Bungalan berhenti. Dengan isyarat
pula ia telah menghentikan iring-iringan pasukan Akuwun
Gagelang. Ketika pasukan Akuwu itupun berhenti beberapa
langkah dihadapan Mahisa Bungalan. maka Mahisa
Bungalan itupun kemudian mengangguk hormat sambil
bertanya "Apakah aku berhadapan dengan Akuwu di
Gagelang?" Akuwu di Gagelang itupun mengangguk pula sambil
menjawab "Ya Ki Sanak. Kau berhadapan dengan Akuwu
di Gagelang" "Terima kasih" jawab Mahisa Bungalan. Lalu katanya
"Aku sudah mendengar laporan tentang segala peristiwa
yang terjadi di Gagelang, termasuk Talang Amba. Karena
itu. maka aku datang untuk melihat langsung kebenaran
laporan itu" Akuwu Gagelang mengerutkan keningnya. Namun
kemudian iabertanya "Laporan yang sampai ke Singasari
itu, apakah laporan resmi dari Gagelang" Sebab hanya
Akuwu di Gagelang sajalah yang wajib memberikan
laporan dan dipercaya oleh Singasari"
"Apakah Gagelang pernah memberikan laporan tentang
peristiwa yang terjadi di Talang Amba?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Laporan itu akan Kami berikan jika persoalannya sudah
selesai. Seperti yang KI Sanak lihat, aku sedang berusaha
menyelesaikan persoaalan yang terjadi di Talang Amba"
jawab Akuwu di Gagelang. "Aku telah mengerahkan pasukan segelar sepapan.
Tindakan ini adalah tindakan yang berat. Tindakan
semacam ini seharusnya sudah diketahui oleh Singasari
lewat laporan yang diberikan oleh Akuwu, karena tindakan
ini akan menyangkut pertumpahan darah" berkata Mahisa
Bungalan. "Aku akan menghukum mereka yang telah bersalah.
Mereka yang tidak mengakui kuasa Singasari yang
dilaksanakan oleh Akuwu di Gagelang" jawab Akuwu.
"Tetapi ketahuilah Sang Akuwu. bahwa laporan yang
sampai ke Singasari berbeda dari yang Akuwu katakan.
Laporan yang kami terima dari petugas-petugas sandi
kami" berkata Mahisa Bungalan "nampaknya ada sesuatu
yang sengaja Akuwu sembunyikan dalam peristiwa ini"
"Ki Sanak" berkata Akuwu "Aku adalah Akuwu yang
mendapat limpahan kuasa sepenuhnya dari Singasari untuk
memerintah di Pakuwon Gagelang. Karena itu. jangan
mencampuri persoalan kami dengan Talang Amba. Pada
saatnya kami akan memberikan laporan selengkapnya.
Langsung kepada Sri Maharaja, karena aku hanya
bertanggung jawab kepada Sri Maharaja"
"Sebagai Senapati, maka akupun mendapat limpahan
kuasa dari Sri Maharaja. Aku bertugas untuk membantu
penyelesaian persoalan yang terjadi di Gagelang" berkata
Mahisa Bungalan kemudian.
Akuwu di Gagelang mengerutkan keningnya. Semen tara
itu pengawal yang mendampinginya berkata "Akuwu harus
bersikap tegas" Akuwu itu menjadi semakin tegang. Bagaimanpun juga
sikap Mahisa Bungalan itu telah mempengaruhinya.
Namun pengawal yang sebenarnya adalah seorang
Pangeran dari Kediri itu mempunyai pengaruh yang terlalu
besar pada dirinya, sehingga karena itu, maka ia sama sekali
tidak dapat melepaskan dirinya.
"Jawablah" desis Pangeran itu.
Akuwu memandang Mahisa Bungalan dengan tajamnya.
Namun kemudian katanya "Ki Sanak. Aku tahu bahwa Ki
Sanak adalah seorang Senapati menurut ujud wadag yang
dapat aku lihat. Tetapi sebaiknya Ki Sanak tidak
mengganggu tugasku. Biarlah aku menyelesaikan tugasku
dengan sebaik-baiknya agar aku tidak dianggap bersalah
oleh pemimpin pemerintahan di Singasari"
"Marilah kita berusaha menyelesaikan persoalan ini
dengan sebaik-baiknya" berkata Mahisa Bungalan "tidak
harus dengan pertumpahan darah akan melihat persoalan
ini dari sudut yang benar dan kemungkinan-kemungkinan
yang dapat kita tempuh. Aku akan membantu. Tetapi
Akuwu harus mencegah pertumpahan darah yang mungkin
dapat terjadi pada hari ini"
"Aku mengerti maksud Ki Sanak. Tetapi itu tidak adil.
Yang bersalah harus dihukum" jawab Akuwu.
"Kita harus menemukan siapa yang bersalah itu" berkata
Mahisa Bungalan kemudian.
Wajah Akuwu menjadi bertambah tegang. Bahkan
seolah-olah Mahisa Bungalan akan langsung menganggap
bahwa ialah yang telah bersalah. Karena itu, maka katanya
kemudian "Sudahlah. Tidak ada gunanya kau mencampuri
persoalan kami" "Aku adalah seorang Senapati yang bertugas. Karena itu,
maka aku akan mempergunakan segala wewenang yang ada
padaku untuk mencegah pertumpahan darah ini"
"Aku peringatkan agar Ki Sanak menepi. Jika Ki Sanak
masih tetap ingin mengganggu tugasku, maka akan akan
dapat bersikap tegas demi kedudukanku dan kuasa yang
diberikan oleh Sri Maharaja di Singasari" jawab Akuwu di
Gagelang. Wajan Mahisa Bungalan terasa menjadi panas. Tetapi ia
masih menyadari kedudukannya. Karena itu, maka katanya
"Jadi Akuwu menolak kehadiran dalam tugas ini?"
"Maaf Ki Sanak. Aku berkeberatan" jawab Akuwu.
"Jika demikian, Akuwu telah menolak perintah yang aku
emban Akuwu akan memaksakan pertumpahan darah
terjadi di Gagelang. Mungkin Akuwu akan dapat
memberikan laporan yang lain kepada para pemimpin di
Singasari. Tetapi tanpa kehadiranku. Sekarang akan disini
Laporan Akuwu akan dinilai dan diperbandingkan dengan
laporan" geram Mahisa Bungalan.
Namun tiba-tiba Pangeran dari Kediri yang melihat hati
Akuwu menjadi goyah dan terguncang-guncang telah
berkata "Laporan itu tidak akan pernah dapat kau buat"
Kata-kata pengawal itu membuat darah Mahisa
Bunealan bagaikan mendidih, ia mengerti makna dari katakata
itu. Karena itu maka katanya "Akuwu di Gagelang.
Apakah kata-kata yang diucapkan oleh pengawalmu itu
juga kata-kata yang akan kau ucapkan"
Jantung Akuwu di Gagelang menjadi berdebar-debar.
Sekilas dipandanginya wajah Pangeran yang berpakaian
sebagai seorang pengawal itu. Lalu, katanya dengan ragu
"Ya Ki Sanak. Aku memang sudah berketetapan hati"
Jawaban itu terasa bagaikan bara api yang menyentuh
telinga Mahisa Bungalan. Karena itu, maka katanya "Jika
demikian, akau akan berada diantara orang-orang Talang
Amba. Kita akan melihat kelak, siapakah yang tidak akan
dapat membuat laporan. Aku atau Akuwu di Gagelang.
Meskipun menurut gelar kewadagan, pasukan Talang
Amba bukan tandingan dari pasukan Gagelang, tetapi kita
akan melihat, apakah Talang Amba akan mendapat
perlindungan dari Sang Maha Kuasa"
Mahisa Bungalan tidak menunggu jawaban lagi. Iapun
segera menarik kekang kudanya dan memberi isyarat
kepada kedua orang Senapatinya untuk kembali ke Talang
Amba. Akuwu tidak mencegahnya atau memberikan perintah
untuk mengejarnya. Dibiarkannya Manisa Bungalan
bergabung dengan orang-orang Talang Amba yang menurut
perhitungannya tidak akan dapat bertahan terlalu lama.
Dalam sekejap Talang Amba tentu sudah akan disapu
bersih. Sementara itu Pangeran dari Kediri itu berkata "Ketiga
orang Senapati dari Singasari itu harus terbunuh dalam
pertempuran ini, sehingga mereka tidak akan dapat
memberikan laporan apapun juga. Sementara itu, kita harus
menyusun satu ceritera tentang peristiwa yang terjadi
sekarang ini. Sendawa , dan para pemimpin di Talang
Amha harus mati juga dalam peperangan ini"
Akuwu di Gagelang mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab. Demikianlah, ketika Mahisa Bungalan telah mendekati
regol padukuhan yang berada dihadapan pasukan
Gagelang, maka Akuwupun telah memberikan isyarat
kepada pasukannya untuk bersiap-siap. Katanya "Agaknya
Talang Amba benar-benar akan melawan"
Keterangan itupun kemudian menjalar dari seorang
Senapati kepada Senapati yang lain, sehingga Gagelang
benar-benar telah mempersiapkan diri untuk berperang.
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan yang
meninggalkan pasukan Gagelang itupun bertanya kepada
kedua kawannya "Apakah kalian melihat isyarat seperti
yang dikatakan oleh Senapati Gagelang yang datang ke
Talang Amba bersama Ki Waruju itu?"
"Ya, aku melihat seorang Senapati memakai ciri seperti
yang pernah dikatakan" jawab seorang kawannya.
"Bagus" berkata Mahisa Bungalan "setidak-tidaknya kita
mempunyai kawan untuk memecahkan pemusatan
kekuatan pasukan Gagelang, sehingga mereka tidak sematamata
membantai anak-anak muda Talang Amba saja.
Namun demikian, Mahisa Bungalan dan kedua Senapati
itu masih meragukan jumlah pasukan Gagelang yang akan
dapat membantu orang-orang Talang Amba. Jika jumlah
mereka terlalu sedikit, maka akibatnyapun akan dapat
menjadi parah. "Tetapi orang-orang Talang Amba sudah bertekad bulat
untuk melawan" berkata Mahisa Bungalan kemudian. Lalu
"Dengan demikian, maka kitapun akun membantu mereka
dengan sepenuh kemampuan yang ada pada kita. Mungkin
Akuwu memerlukan lawan yang mapan. Selebihnya,
pengawal yang dengan berani mencampuri pembicaraanku
dengan Akuwu di Gagelang itu juga memerlukan perhatian
tersendiri" "Ya jawab kawannya agaknya orang itu mempunyai
pengaruh yang besar kepada Akuwu jauh melampaui
ujudnya sebagai seorang pengawal"
"Mahisa Murti dan Mahisa Pukat harus berhati-hati"
berkata Mahisa Bungalan "Aku yakin, mereka memiliki
kemampuan melampaui para pengawal Gagelang. Tetapi ia
akan bertempur diantara anak-anak muda yngg kurang
memiliki pengalaman dan kemampuan"
"Tugas kita memang sangat berat" jawab kawannya
yang lain. "Nampaknya memang demikian. Tetapai kita masih
berpengharapan bahwa Ki Waruju akan dapat
memanfaatkan kemampuannya untuk mengurangi korban
dianara anak-anak Talang Amba" desis Mahisa Bungalan"
Dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun segera memasuki
padukuhan yang akan menjadi sasaran pertama pasukan
Akuwu Gagelang, karena padukuhan itu berada di jalanjalan
yang dilalui oleh pasukan Akuwu. Meskipun agaknya
Akuwu akan menuju ke padukuhan induk kabuyutan
Talangi Amba, tetapi atas beberapa petunjuk, kekuatan
Talang Amba tidak diletakkan di padukuhan induk, tetapi
dipadukuhan pertama yang akan dilalui oleh pasukan
Akuwu. Dari kejauhan Akuwu sudah melihat padukuhan itu.
Agaknya iapun sudah menduga, bahwa pasukan Talang
Amba berada dipadukuhan dihadapannya itu. Tidak di
padukuhan induk. Karena itu, maka Akuwupun mulai
memperlambat pasukannya. Akuwupun kemudian memberikan isyarat, agar
pasukannya menjadi berhati-hati. Semua orang di dalam
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasukan itu harus bersiap.
Dalam pada itu, pasukan Talang Ambapun telah bersiap
pula menghadapi segala kemungkinan. Mereka ternyata
menjadi berdebar-debar juga. Mereka bukan orang-orang
yang mempunyai pengalaman berperang. Namun salah
seorang dari mereka berkata "Ternyata pertentangan antara
Ki Sanggarana dan Ki Sendawa ada juga manfaatnya"
"Apa?" bertanya kawannya.
"Kita sudah mempersiapkan senjata dan serba sedikit
kita sudah memperkenalkan diri nagaimana kita harus
menggenggam pedang, landean atau tombak" jawab orang
yang pertama-tamba itu. "Ya" jawab kawannya.
Kawannya mengangguk-angguk.
Orang-orang Talang Amba berdebar-debar, jantungnya
mereka berpacu menjadi kian cepat. Ketika mereka melihat
pasukan Akuwu sudah berada beberapa puluh langkah lagi.
Ternyata Akuwu cukup berhati-hati. Pasukannya tidak
langsung memasuki padukuhan. Tetapi pasukan itu telah
menebar. Mereka akan memasuki padukuhan dalam gelar.
Mereka tidak menyusuri jalan dan memasuki regol
berurutan memanjang. Tetapi mereka akan memasuki
padukuhan itu dalam tebaran yang memanjang dari ujung
sampai keujung padukuhan. Mereka akan memasuki
padukuhan dengan meloncati dinding-dinding pagar dan
melintas disepanjang kebun dan halaman.
"Jika mereka menemui lawan di padukuhan ini, maka
mereka akan bertempur dan menghancurkan lawan mereka.
Kemudian mendesak lawannya dalam jajaran yang rapat
dan tidak seorangpun akan dapat terlepas dari jaring
mereka" berkata Mahisa Bungalan kepada kawankawannya
dan kepada kedua adiknya.
"Mudah-mudahan orang-orang Talang Amba di
padukuhan-padukuhan sebelah juga sudah siap. Mereka
akan menyerang dari lambung dengan senjata jarak jauh
pula" desis Mahisa Murti.
Namun dalam pada itu, sebenarnyalah Ki Sanggarana
benar-benar menadi cemas. Ia sudah membayangkan
bahwa korban akan berserakkan di pematang, halaman dan
kebun padukuhan-padukuhan di Talang Amba. Anak-anak
muda akan menjadi sasaran kemarahan para pengawal yang
akan mendapat serangan lebih dahulu dengan anak panah
dan lembing-lembing. Satu saja diantara mereka menjadi
korban, maka mereka akan menuntut sepuluh orang sebagai
gantinya. Namun Ki Sanggarana masih berharap bahwa Senapati
Gagelang yang tidak senang melihat sikap Akuwu itu akan
menepati janji. Tetapi seperti yang diragukan oleh setiap
pemimpin dari Talang Amba, seberapa jumlah mereka yang
bersedia berpihak kepada Talang Amba. Apalagi jika
mereka sudah berada di dalam pasukan segelar sepapan
seperti itu. Tetapi semuanya sudah terlanjur. Tidak ada jalan lagi
untuk kembali, sehingga oleh karena itu, maka orang-orang
Talang Amba harus bersiap untuk berperang.
Demikianlah, pasukan Gagelang dalam tebaran yang
memanjang merayap mendekati padukuhan.
Setiap jantungpun berdetak semakin cepat. Orang-orang
Talang Amba benar-benar menjadi berdebar-debar melihat
orang-orang yang berada di dalam pasukan Akuwu di
Gagelang. Mereka rasa-rasanya tidak sedang bertugas
dalam gelar perang. Mereka seolah-olah sedang beramairamai
berburu seekor kijang di padang rumput disatu pagi
yang cerah. Ketika pasukan itu kemudian menjadi semakin dekat,
maka Mahisa Bungalanpun telah memberikan isyarat untuk
bersiap sepenuhnya. Dalam ketegangan itu, tiba-tiba sebuah panah sendaren
telah meluncur keudara kearah padukuhan disini
padukuhan yaog menjadi sasaran pasukan Gagelang,
disusul oleh panah sendaren yang lain kearah padukuhan
disebelah yang lain pula.
Panah-panah sendaren itu adalah perintah kepada orangorang
Talang Amba yang berada di padukuhan sebelah
menyebelah untuk mulai menahan gerak maju pasukan
Gagelang dari arah lambung.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian,
sebenarnyalah, orang-orang Talang Amba di padukuhan
sebelah menyebelah itu telah bersikap dengan anak panah
mereka. Ki Sendawa dan Ki Sanggarana yang berada di
Padukuhan sebelah kanan tidak dapat berbuat lain.
Betapapun mereka mencemaskan nasib orang-orang Talang
Amba, namun mereka menyadari bahwa yang mereka
hadapi bukannya Akuwu yang patuh terhadap
kewajibannya dan bertanggung jawab kepada Sri Maharaja
di Singasari, namun justru sebaliknya. Akuwu di Gagelang
telah berhubungan dengan seseorang yang justru berniat
untuk melawan Singasari. Karena itu, maka orang-orang Talang Amba telah
bertekad untuk melawan meskipun mereka menyadari,
bahwa mereka tidak memiliki bekal yang cukup. Namun
kesediaan beberapa orang Senapati dari Gagelang sendiri
untuk berpihak kepada mereka, serta kehadiran Mahisa
Bungalan dan dua orang Senapati lainnya dati Singasari
telah membuat tekad orang-orang Talang Amba menjadi
semakin mantap. Merekapun telah menyadari, seandainya mereka tidak
melawan sekalipun, nasib mereka tentu akan menjadi
sangat buruk, karena Akuwu di Gagelang nampaknya
mengerti, bahwa sebenarnya orang-orang Talang Amba
tidak akan dapat tunduk kepada perintahnya yang
menyalahi kesetiaannya sebagai seorang Akuwu.
Dalam pada itu, maka panah-panah sendaren itupun
telah memperingatkan pasukan Akuwu di Gagelang, bahwa
isyarat itu tentu mengandung makna.
Sebenarnyalah, bahwa sejenak kemudian, panah
sendaren yang keduapun telah meluncur di udara.
Langsung disusul dengan serangan orang-orang Talang
Amba kearah lambung pasukan Akuwu Gagelang yang
bergerak maju dengan anak panah pula.
Para pengawal dari Gagelang itu tidak terkejut.
Meskipun mereka harus berusaha untuk melindungi diri
mereka dengan perisai atau senjata yang ada pada mereka,
namun serangan itu benar-benar merupakan perintah untuk
bertindak. Tanpa menunggu lebih lama lagi, atas isyarat dari
Akuwu Gagelang, perintahpun segera dijatuhkan. Senapati
yang berkuda disebelah Akuwu telah meneriakkan perintah
untuk langsung menyerang dan memecah pasukan
Gagelang ke arah tiga sasaran. Induk pasukan Gagelang
akan menyerang pasukan yang ada dihadapan mereka,
sedang ujung-ujung pasukan itu akan berbelok arah
menghadapi padukuhan padukuhan disebelah menyebelah.
Sementara itu, orang-orang Talang Amba yang merasa diri
mereka tidak memiliki bekal kemampuan sebagaiman para,
pengawal dari Gagelang, telah melontarkan anak-panah
sebanyak dapat meraka lakukan.
Ternyata bahwa hujan anak panah itu mempunyai
pengaruh juga atas pasukan Gagelang. Langkah mereka
menjadi tersendat-sendat. Bahkan, betapapun juga, anakpanah
orang-orang Talang Amba itu juga berujung runcing
dan mampu menembus kulit para pengawal dari Gagelang.
Karena itu, satu dua orang pengawal dari Gagelang yang
lengah telah terpatuk oleh ujung anak panah orang-orang
Talang Amba. Namun ternyata bahwa darah yang telah menitik,
membuat orang-orang Gagelang benar-benar menjadi
marah. Akuwu dan pengawal pengapitnya, yang salah
seorang diantaranya adalah Pangeran dari Kediri itu, telah
menjadi marah pula karenanya.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, Akuwupun
telah memberikan isyarat, agar para pengawal dari
Gagelang, bertindak lebih cepat lagi. Tidak ada
pertimbangan apapun lagi yang akan dapat menolong
orang-orang Talang Amba dari malapetaka. Perintah
Akuwu menjadi tegas. Hancurkan orang-orang yang tetap melawan. Sementara
mereka yang menyerah masih dapat dipertimbangkan
meskipun mereka tidak akan luput dari hukuman.
Karena itulah, maka para pengawal dari Gagelang itu
bergerak lebih cepat. Mereka yang berada dalam klompok
pengawal yang mempergunakan perisai telah bergeser di
paling depan. Sementara yang lain berusaha untuk
berlindung di belakang pasukan yang mempergunakan
perisai itu. Tetapi orang-orang Talang Amba telah berusaha
menyusupkan anak panah mereka kesela-sela perisai yang
melindungi pasukan Gegelang, sementara yang lain telah
dilontarkan melampaui perisai yang merapat di depan
pasukan yang bergerak maju itu.
Kemarahan orang-orang Gagelang menjadi semakin
memuncak. Sambil berteriak nyaring, maka pasukan itu
justru telah meluncur semakin cepat tanpa menghiraukan
hujan anak panah yang menjadi semakin lebat.
Namun dalam pada itu, ketika pasukan Gagelang itu
menjadi semakin dekat dengan sasaran, tiba-tiba saja telah
terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan mereka dan sangat
mengejutkan Akuwu serta kedua Senapati pengapitnya.
Dari antara pasukan Gagelang itu telah terdengar satu
teriakan nyaring mengatasi segala macam suara yang
terdapat di medan. Kemudian diusul dengan teriakanteriakan
yang lain merayap diantara para pengawal dari
Gagelang terutama mereka yang berada dibagian belakang.
Sejenak kemudian, seolah-olah pasukan Gagelang itu
telah terbelah. Bagian yang berada di belakang dari pasukan
Gagelang itu telah memisahkan diri. Mereka dengan cepat
telah mengambil jarak. Perubahan susunan pasukan Gagelang itu membuat
orang-orang Talang Amba menjadi berdebar-debar. Mahisa
Bungalan dan kedua kawannya menyaksikan perubahan itu
dengan jantung yang bergejolak.
"Ternyata di Gagelang masih juga ada orang yang
mempunyai penglihatan bening atas tingkah laku
Akuwunya" desis Mahisa Bungalan.
Kedua kawannya mengangguk-angguk. Sementara itu
Mahisa Murti bergumam "Senapati itu telah memenuhi
janjinya" Dalam pada itu, seperti yang telah dijanjikan, maka para
pengawal dari Gagelang yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itupun telah mengenakan ciri-ciri yang sudah
disepakati. Namun diantara mereka yang tidak memiliki
pertanda yang telah ditetapkan, telah mempergunakan janur
kuning. Ternyata mereka telah membawa janur kuning
yang tersembunyi. Baru setelah isyarat itu diberikan,
mereka telah mengenakan pertanda itu ditempat yang jelas
pada tubuh mereka. Ada yang dipergunakan sebagai kalung
dileher. Tetapi ada juga yang dikenakan dilengan atau
dililitkan pada dahi mereka, atau pada kedua pergelangan
tangan mereka. Dalam pada itu, Akuwu yang sangat terkejut telah
tertegun ditempatnya, sementara pasukannya yang bergerak
langsung kepadukuhan yang berada dihadapan telah
terhenti pula. "Lihat, apa yang telah terjadi" perintah Akuwu.
Pangeran yang dalam wujudnya sebagai pengawal itu
menggeram, la mengulangi perintah Akuwu itu kepada
pengawal pengapit yang lain "Cepat. Beri aku laporan
segera" Pengawal itupun kemudian bergeser dari tempatnya,
lapun segera menyusup diantara pasukan Gagelang dengan
membawa dua orang pengawal yang lain. Ketika ia berada
di batas pasukan yang menyibak itu, maka iapun bertanya
kepada seorang pemimpin kelompok yang sedang
kebingungan "Apa yang sudah terjadi?"
"Aku kurang mengerti. Tetapi Senapati itu telah
membawa pasukannya memisahkan diri. Juga ada beberapa
kelompok pasukan dikedua sayap itu yang memisahkan diri
pula" Pengawal itu menggeram. Kemudian iapun berdiri
diantara para pengawal yang termangu-mangu itu sambil
menghadap kearah pasukan yang telah memisahkan diri itu.
Dengan nada tinggi ia berteriak nyaring "He, apakah
maksud kalaian dengan sikap yang kalian ambil tanpa ada
perintah itu?" Senapati yang memimpin pasukan yang memisahkan diri
itupun kemudian berdiri didepan pasukannya sambil
menjawab "kami mempunyai sikap sendiri"
"Ya. Katakan, sikap yang manakah yang telah kalian
ambil itu?" bertanya Pengawal Pengapit itu.
Senapati itu termenung sejenak Ketika ia menebarkan
pandangannya, maka dilihatnya seakan-akan pertempuran
di depan padukuhan-padukuhan itupun telah terhenti.
Orang-orang Talang Amba tidak lagi meluncurkan anak
panah kearah orang-orang Gagelang yang tertegun dan
bahkan justru berpaling. Namun peristiwa yang
mengejutkan itu ieiah merampas semua perhatian kedua
belah pihak. Namun sejenak kemudian, maka iapun berkata
"Jelaskan sikapku kepada Akuwu. Aku tidak suka kepada
langkah-langkah yang diambilnya"
Tetapi kau adalah prajurit. Kau harus tunduk kepada
semua perintah yang diberikan kepadamu" berkata
pengawal itu. "Aku memang seorang prajurit. Tetapi Akuwu tidak
berhak memerintahkan aku untuk memberontak terhadap
Singasari" jawab Senapati itu "aku tahu. bahwa langkah
Akuwu sekarang ini adalah ungkapan dari sikap
perlawanannya terhadap Singasari meskipun seolah-olah ia
masih tetap merupakan seorang Akuwu yang setia. Tetapi
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setiap orang di Gagelang kini mengetahui, siapakah
sebenarnya Akuwu yang selama ini mereka sembah.
Langkah langkah yang diambil di Talang Amba telah
menunjukkan, siapa sebenarnya Akuwu di Gagelang dan
bagaimana sikapnya terhadap Singasari dan terhadap
Kediri. "Omong kosong" teriak pengawal itu kau jangan
memutar balikkan kenyataan. Kalau yang sekarang
memberontak melawan kekuasaan yang sah berdasarkan
atas limpahan kekuasaan Sri Maharaja di Singasari. Karena
itu, sebelum semuanya terlanjur, menyerahlah"
"Aku sudah mengambil keputusan. Aku takut melawan
kekuasaan Singasari. Karena itu lebih baik aku melawan
kekuasaan Gagelang saja" jawab Senapati itu
"Jumlah pasukan yang dapat kau racuni tidak seimbang
dengan mereka yang masih tetap setia kepada Akuwu.
Coba katakan, apa yang dapat kau lakukan?" bertanya
pengawal itu. "Apapun yang terjadi, kami sudah menentukan sikap.
Kami tidak akan memberontak melawan Singasari Karena
kami adalah prajurit, maka kemungkinan yang paling
pahitpun telah kami perhitungkan. Dan kami adalah
pasukan yang setia sampai diambang maut sekalipun"
jawab Senapati itu. "Omong kosong" geram Pengawal yang marah itu "Kau
telah merusak segala rencana. Tetapi jika kau tetap pada
pendirianmu, maka hal itu tidak akan terlalu banyak
mengganggu. Jumlah kalian terlalu sedikit. Karena itu.
maka orang-orang Talang Amba justru akan mengalami
nasib yang lebih buruk lagi, karena dengan demikian maka
penumpasan terhadap merekapun akan dipercepat, karena
pasukan Gagelang masih harus melawan orang-orangnya
sendiri yang berkhianat"
"Terserah apa yang akan kalian lakukan" jawab Senapati
itu "tetapi kami sudah siap. Mati adalah akibat wajar dan
seorang prajurit yang memeluk keyakinan kebenaran.
Karena itu, silahkan, mengambil satu langkah menghadapi
sikap kami. Sementara itu jumlah kami yang sedikit, akan
bergabung dengan orang-orang Talang Amba"
Pengawal itu menggeram. Kemarahan memancar di
wajahnya. Senapati itu benar-benar telah mengganggu
semua rencana yang sudah disusun sebaik-baiknya.
Termasuk usaha meraka untuk melenyapkan semua bekas
tindakan Akuwu yang bertentangan dengan keinginan
Singasari termasuk melenyapkan tiga orang Senapati
Singasari yang ada di Talang Amba.
Karena itu maka tidak ada jalan lain kecuali
menghancurkan orang-orang Talang Amba sekaligus para
pengawal yang telah melawan kehendak Akuwu Di
Gagelang itu. Mereka tidak boleh menjadi sumber
keterangan yang akan dapat membuka rahasia Akuwu di
Gagelang itu kepada pimpinan di Singasari sampai saatnya
beberapa Pangeran di Kediri menganggap saatnya telah
tiba. Karena itu, maka sejenak kemudian iapun berteriak
"Baiklah Senapati yang dungu. Kalian memang harus
dibinasakan sempai orang yang terakhir"
Dengan jantung yang berdebaran. kemarahan yang
menghentak didadanya, maka pengawal itupun segera
kembali kepada Akuwu di Gagelang yang menunggunya
dengan hampir tidak sabar.
Demikian Akuwu mendengar laporan, maka dengan gigi
yang gemeretak Akuwu memerintahkan agar pasukannya
segera bergerak menghancurkan orang-orang Talang Amba
dan pasukan Gagelang yang telah melawan.
"Jumlah mereka tidak terlalu banyak" berkata pengawal
yang telah melihat pasukan yang memisahkan diri itu.
"Cepat, hancurkan saja mereka" perintah Akuwu "kita
tidak boleh terlalu baik hati kepada orang-orang yang telah
memberontak. Orang-orang yang telah menodaai
perjuangan Pakuwon Gagelang untuk mencapai satu citacita
yang sejalan dengan perintah dari Singasari.
Demikianlah maka perintah itupun segera
mengumandangkan. Pasukan Gagelangpun segera bersiap
menghadapi dua jenis lawan. Orang-orang Gagelang yang
tidak memiliki kemampuan bertempur sama sekali dan
sekelompok pasukan Gagelang sendiri.
Dalam pada itu, beberapa orang Senapati yang
menyatakan diri melawan niat Akuwu yang bertentangan
dengan tugas-tugasnya yang sebenarnya itu menyadari,
bahwa jumlah mereka dibanding dengan pasukan Gagelang
seluruhnya memang terlalu kecil. Tetapi mereka berharap
bahwa orang-orang Talang Amba yang jumlahnya cukup
banyak, akan dapat menarik perhatian sebagian pasukana
Gagelang. sementara itu kekuatan para Senapati yang tidak
terlalu banyak itu mendapat kesempatan untuk merubah
keseimbangan. Namun para Senapati itu masih juga memikirkan nasib
orang-orang Gagelang. Jika para pengawal itu harus
menebus langkah mereka dengan kematian. bagi mereka
tidak lagi menjadi persoalan. Tetapi jika orang-orang
Talang Amba itu benar-benar akan dibinasakan, maka nasib
mereka memang kurang baik.
Dalam pada itu, maka pasukan Gagelang yang setia
kepada Akuwupun segan mulai bergerak. Mereka masih
tetap menuju ketiga sasaran. Namun sebagian dari mereka
harus berkisar untuk menghadapi pasukan Gagelang yang
telah memisahkan diri. Lawan mereka bukan sekedar anakanak
Talang Amba yang tidak tahu apa-apa. Tetapi lawan
mereka adalah para pengawal yang memiliki kemampuan
seperti pasukan Gagelang yang lain.
Sementara itu, orang-orang Talang Amba yang
menyadari, bahwa pasukan Gagelang telah kembali
bergerak kearah mereka, maka merekapun telah
mempersiapkan anak panah dan busur mereka kembali.
Mereka harus menghambat gerak pasukan Gagelang dan
bahkan mengurangi jumlah mereka.
Namun para pengawal Gegelang yang sudah terlatih dan
berpengalaman itupun dengan cerdik telah melindungi diri
mereka, meskipun ada juga anak panah orang Talang Amba
yang menyayat kulit satu dua orang pengawal dari
Gagelang. Pertempuran justru lebih dahulu telah terjadi antara
pasukan Gagelang yang saling memisahkan diri itu.
Pertempuran yang berkobar dengan dahsyatnya, karena
keduanya memiliki kemampuan yang seimbang. Agaknya
pasukan Gagelang yang setia kepada Akuwu tidak ingin
bertempur terlalu lama. Ternayata mereka telah
menyediakan kekuatan yang hampir berlipat untuk
menghadapi kawan-kawan mereka yang mereka anggap
memberontak, sementara untuk menghadapi orang-orang
Talang Amba. pasukan Gagelang sama sekali tidak
mencemaskannya. Namun dalam pada itu, hujan anak panahpun masih
belum juga berkurang. Dengan perisai dan senjata yang ada
pada pasukan Gagelang mereka merayap maju mendekati
tiga padukuhan yang dipergunakan oleh orang-orang
Talang Amba untuk membangunkan pertahanan.
Tetapi agaknya sesuatu telah terjadi di padukuhan yang
berada di hadapan pasukan induk pengawal dari Gagelang
diluar pangetahuan orang-orang Gagelang. Ketika Mahisa
Bungalan sedang mengamati gerak orang-orang Gagelang
dengan tegang, maka seseorang telah datang kepadanya.
"Ki Sanak, ada orang yang mencari Ki Sanak Mahisa
Bungalan" berkata orang itu.
"Siapa?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Kami tidak tahu. Tetapi orang itu telah dibawa kemari
karena kawan-kawan yang ada diujung lorong menjadi
curiga" jawab orang itu.
Mahisa Bungalanpun kemudian menyerahkan
pengamatan orang-orang Gagelang kepada kedua
kawannya, sementara ia harus menemui seseorang yang
sedang mencarinya. Dengan hati yang berdebar-debar Mahisa Bungalan
dengan tergesa-gesa telah pergi kesebuah rumah kecil di
pinggir jalan. Agaknya orang yang dicurigai itu telah
dibawa ke rumah itu. "Apakah orang itu ada disini?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Ya. Orang itu ada di dalam rumah itu" jawab orang
yang memanggil Mahisa Bungalan.
Dengan langkah-langkah panjang Mahisa Bungalan
memasuki rumah itu. Ia tidak ingin terlalu lama meninggal
kan orang-orang Talang Amba yang sudah mulai
melontarkan anak panah mereka kembali, ketika pasukan
Gagelang sudah mulai bergerak. Jika ia terlalu lama, maka
ia tidak akan dapat menyaksikan benturan yang terjadi.
Mungkin orang-orang Talang Amba akan segera menjadi
kacau dan kehilangan kesempatan untuk melawan jika
tidak ada orang yang akan dapat mendorong tekad mereka,
meskipun sejak sebelumnya niat mereka sudah bulat. Tetapi
suasana medan dibenturan pertama, memang akan sangat
berpengaruh. Untunglah bahwa beberapa kelompok pasukan Gagelang
sendiri menyadari, bahwa yang dilakukan oleh Akuwu
mereka adalaah langkah yang sesat, sehingga mereka telah
mengambil satu sikap yang benar. Dengan demikian, maka
kelompok-kelompok itu akan sangat berarti bagi orangorang
Talang Amba. Meskipun demikian, Mahisa Bungalan
masih tetap mencemaskan nasib orang-orang Talang Amba
itu. "Waktuku hanya sedikit sekali" desis Mahisa Bungalan.
Orang yang mengantarkannya tidak menjawab.
Sementara itu beberapa orang yang mengawal orang yang
tidak dikenal itu telah menyibak ketika mereka melihat
Mahisa Bungalan memasuki pintu.
Namun demikian Mahisa Bungalan masuk ke ruang
dalam, maka tiba-tiba saja jantungnya telah bergetar.
Hampir diluar sadarnya ia berdesis "Kau. Apa kerjamu
disini?" Orang itu tersenyum. Katanya "Ada masanya untuk
berceritera panjang. Tetapi bukankah sekarang waktumu
sudah hampir habis" "Ya" jawab Mahisa Bungalan.
"Baiklah. Tetapi secara singkat aku dapat mengatakan,
bahwa sejak kepergianmu dari Singasari, maka perintah
telah jatuh atas beberapa pertimbangan untuk mengirimkan
aku kemari, tanpa menunggu lagi. Beberapa keterangan
telah didapat sejak sebelumnya. sehingga kedatangan kedua
adikmu itu menjadi semakin meyakinkan. Karena itu aku
memang sudah berada disekitar tempat ini. berkata orang
itu. "Bagus" jawab Mahisa Bungalan "cepat, lakukan yang
paling baik menurut pertimbanganmu"
"Aku akan membawanya kemari. Mereka tidak dalam
ujud yang resmi sebagaimana kami perhitungkan
sebelumnya" jawab orang itu.
"Cepat. Sebentar lagi benturan itu akan terjadi. Tetapi
benturan itu tidak hanya terjadi disatu tempat. Tetapi di tiga
tempat. Pergilah ketiga tempat. Dua orang kawan kita akan
mengantarkan kelompok-kelompok itu"
Mahisa Bungalan tidak menunggu jawaban. Iapun segera
berlari keluar rumah itu menuju ke garis pertahanan.
Sementara itu pasukan Gagelang sudah menjadi semakin
dekat. Tetapi hujan anak panah memang dapat
menghambat laju mereka. Ketika ia sampai kepada kedua kawannya, mereka sudah
menjadi tegang karena sebentar lagi, benturan itu tentu
sudah akan terjadi. Tetapi sementara itu, pertempuran antara pasukan
Gagelang yang berdiri berhadapan itu menjadi semakin
sengit. Agaknya para Senapati yang menentang
kebijaksanaan Akuwu Gagelang telah bertempur dengan
tekad yang menyala, sehingga mereka justru mulai
mendesak lawan mereka yang jumlahnya seimbang.
Karena itu, maka para Senapati dari pasukan Gagelang
yang berpihak kepada Akuwu telah mengambil keputusan
untuk menambah jumlah pasukan yang harus menghadapi
kawan mereka sendiri. "Jangan tanggung-tanggung" perintah Senapati yang
beradu pada jenjang pertama "hancurkan saja para
pengkhianat itu dengan kekuatan yang cukup meyakinkan.
Biarkan saja orang-orang Talang Amba. Mereka akan mati
ketakutan jika mereka melihat para pengkhianat itu kita
bantai di medan ini"
Perintah itu tidak perlu diulang. Beberapa orang Senapati
segera menempatkan diri. Akhirnya, sekelompok pasukan
telah memutar arah dan bergabung dengan mereka yang
bertempur melawan para pengawal Gagelang yang
memisahkan diri. Tetapi ternyata tidak terlalu mudah untuk
membinasakan mereka. Para pengawal yang telah
membulatkan tekad untuk menentang Akuwu itu, sama
sekalai tidak mengenal gentar. Seakan-akan mereka benarbenar
telah pasrah, nasib apa yang akan menimpa diri
mereka. Bahkan sampai kemungkinan yang paling pahit
sekalipun. Sementara itu, Mahisa Bungalanpun segera
memberitahukan kepada kedua kawannya apa yang terjadi.
Karena itulah, maka mereka bertigapun segera berlari-lari
kecil menuju ke rumah kecil itu.
Segalanya segera diatur bersama orang-orang Talang
Amba sendiri yang ada di rumah itu. yang semula
mengawasi orang yang mencari Mahisa Bungalan Dengan
tergesa-gesa merekapun telah meninggalkan rumah itu pula,
karena waktu mereka memang tinggal beberapa saat saja.
Namun ternyata mereka sempal melakukan tugas itu
sebaik-baiknya Agaknya persiapan mereka dapat
mendahului sergapan pasukan Gagelang yang menjadi
semakin dekat.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang kurang
mengetahui persoalannya menjadi bertanya-tanya di dalam
hati. Namun ia percaya bahwa kakaknya tentu akan
mengambil satu sikap yang paling baik bagi Talang Amba
pada saat yang gawat itu.
Karena itu. maka yang dilakukannya bersama orangorang
Talang Amba adalah menghambat pasukan Gagelang
yang maju mendekati mereka. Namun dengan pengalaman
yang matang, akhirnya pasukan Gagelang itupun menjadi
semakin dekat. Bahkan kemudian mereka berhasil
menggapai orang-orang Talang Amba dengan lontaranlontaran
pisau belati untuk mengurangi tekanan anak panah
mereka. Lemparan-lemparan pisau belati itu benar-benar
berpengaruh. Ketika salah seorang anak muda Talang
Amba tersentuh pisau belati dan mengoyak pundaknya,
maka kawan-kawannya menjadi sangat berhati-hati. Anakanak
Talang Amba mulai mencari perlindungan agar
mereka tidak tergores oleh pisau yang dilontarkan dengan
kerasnya oieh tangan-tangan yang terlatih.
Ternyata bukan hanya seorang dua orang Talang Amba
sajalah yang telah terkena pisau belati. Semakin lama,
pisau-pisau itu menuntut korban semakin banyak. Karena
itu, maka lontaran-lontaran anak panahpun menjadi
semakin jarang, karena orang-orang Talang Amba tidak lagi
dapat melontarkannya dengan leluasa.
Pada saat yang demikian maka pasukan Gagelangpun
telah maju semakin cepat. Beberapa langkah lagi, mereka
akan mencapai dinding padukuhan dihadapan mereka. Tiga
padukuhan yang menjadi sasaran utama orang-orang
Gagelang. Dengan wajah yang menyala oleh kemarahan
yang bergejolak di dalam hati, maka para pengawal dari
Gagelang itu sudah berniat untuk membinasakan semua
orang Talang Amba yang telah melawan. Apalagi beberapa
orang diantara orang-orang Gagelang itu sudah terluka.
Dalam keadaan yang demikian, bukan saja orang-orang
Talang Amba menjadi tegang. Tetapi Mahisa Murti dan
Mahisa Pukatpun menjadi tegang pula. Dengan pedang di
tangan kedua anak muda itu sudah siap menyongsong para
pengawal dari Gagelang yang sudah siap meloncati dinding.
Namun dalam pada itu, ketika jantung orang-orang
Talang Amba serasa akan meledak oleh ketegangan, maka
tiba-tiba saja diantara mereka telah menyusup beberapa
orang. Beberapa orang yang tidak mereka kenal. Mereka
menysup diantara orang-orang Talang Amba sambil
berdesis "Jangan cemas. Aku ada diantara kalian"
Orang-orang Talang Amba itu menjadi bingung. Menilik
pakaiannya orang-orang itu tidak ubahnya seperti petani
biasa. Namun nampaknya wajah-wajah mereka
memancarkan kepercayaann kepada diri sendiri yang jauh
lebih mantap dari para petani di Talang Amba sendiri.
Bahkan cara mereka memegang senjatapun seakan-akan
sama sekali tidak ada kecanggungan lagi.
Orang-orang yang belum dikenal itu telah menyusup
diantara orang-orang Talang Amba dari ujung sampai
keujung. Mereka menebar sepanjang pertahanan orangorang
Talang Amba sendiri di tiga padukuhan. Sementara
itu Mahisa Bungalanpun telah berada pula ditempatnya,
sementara kedua kawannya ternyata telah terbagi kedalam
dua padukuhan disebelah menyebelah.
"Siapa mereka?"bertanya Mahisa Murti
"Tidak ada kesempatan untuk berceritera "Lihat, orangorang
Gagelang telah mulai melompat. Yang diregol
berusaha memecahkan regol" tiba-tiba terdengar suara
Mahisa Bungalan lantang "letakkan busur kalian. Hadapi
orang-orang Gagelang dengan senjata dalam genggaman"
Perintah itupun telah mengumandang. Beberapa orang
pimpinan kelompok orang-orang Gagelang telah
meneriakkan aoa-aba itu pula, tepat pada saat orang-orang
Gagelang berloncataan. Tetapi adalah sangat mengejutkan. Yang menyambut
mereka pertama-tama bukannya orang Talang Amba.
Tetapi orang-orang yang baru datang dan menyusup dalam
garis pertahanan mereka. Dengan tangkas orang-orang yang
juga dalam pakaian seperti kebanyakan orang-orang Talang
Amba itu menahan gerak orang-orang Gagelang.
Orang-orang Gagelang sama sekali tidak menduga,
bahwa mereka akan dihadapi oleh lawan diluar dugaan
mereka Ketika mereka dengan dada tengah mengayunkan
pedang tanpa berprasangkan apapun, ternyata pedang
mereka telah membentur senjata lawan yang menggetarkan.
Ada diantara orang-orang Gagelang yang dalam benturan
pertama telah kehilangan senjata mereka. Dalam benturan
kekuatan yang dahsyat, maka orang-orang Gagelang yang
menganggap bahwa orang-orang Talang Amba itu bukan
lawan yang seimbang, benar-benar telah terkejut.
Untunglah bahwa kawan-kawan mereka yang berhasil
mempertahankan senjata mereka sempat memperbaiki
keadaan. Mereka segera menyadari, bahwa mereka
berhadapan dengan lawan yang berbahaya.
Dengan demikian, maka orang-orang Gagelang itu mulai
mengamati lawan mereka. Namun nampak dalam ujud
lahiriah, lawan-lawan mereka adalah memang petani-petani
dari Talang Amba. Dalam keheranan, maka orang-orang Gagelang tidak
mau lagi membuat kesalahan. Mereka segera bertempur
dengan sungguh-sungguh, Mereka tidak dapat lagi
menganggap bahwa orang-orang Talang Amba sebagai
anak bawang dalam permainan kejar-kejaran di terangnya
buan purnama. Orang-orang Talang Amba sendiripun untuk sesaat
menjadi bingung. Tetapi mereka harus segera terbangun
pula, karena orang-orang Gagelangpun segerai
mengayunkan senjata mereka dengan sepenuh kekuatan
dan kemampuan. Namun dalam pada itu, pertempuran yang serupun
segera berkobar Orang-orang Talang Amba telah bertahan
dengan sebaik-baiknya. Sikap orang Gagelang merasa,
bahwa mereka telah terjebak kedalam satu anggapan yang
salah, bahwa lawan mereka sama sekali tidak berdaya
menghadapi mereka. Namun ternyata bahwa yang mereka
jumpai adalah orang-orang yang dengan tangkas dan
trampil mempermainkan senjata. Bahkan berbagai macam
senjata. Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi
semakin sengit. Orang-orang Talang Amba sendiri, yang
melihat bahwa diantara mereka terdapat orang-orang yang
memiliki kemampuan yang seimbang dengan para
pengawal dari Gagelang, menjadi semakin mantap. Apalagi
jumlah merekapun menjadi semakin banyak karena
kedatangan orang-orang yang kurang mereka kenal, namun
yang tiba-tiba saja telah bertempur bersama mereka.
Sementara itu, di seberang, pasukan Gagelang yang setia
kepada Akuwupun masih bertempur dengan dahsyatnya
pula. Ternyata pasukan yang menentang Akuwu benar-benar
tidak mudah mereka tundukkan. Mereka bertempur dengan
keyakinan yang teguh, bahwa Akuwu lelah melakukan satu
kesalahan. Menentang tugas yang seharusnya dilakukan
atas nama Singasari. Dengan demikian maka pertempuran antara dua belahan
pasukan Gagelang itu menjadi semakin seru. Keduanya
memiliki dasar kemampuan yang sama dan persenjataan
yang hampir serupa pula Namun jumlah pasukan yang setia
kepada Akuwu ternyata menjadi lebih banyak, sehingga
karena itu, maka pasukan yang melawannya menjadi agak
mulai terdesak karenanya.
Tetapi di bagian lain, yang tidak terduga-duga itu sudah
terjadi. Orang-orang Talang Amba dan orang-orang yang
tidak mereka kenal tetapi langsung berada di dalam
pasukan mereka telah mampu bertahan atas serangan
orang-orang Gagelang yang semula menganggap tugas
mereka itu bukan tugas yang berai. Bahkan di padukuhan
yang merupakan pertahanan induk orang-orang Talang
Amba, telah terjadi satu hal yang sangat menyakitkan hati
orang-orang Gagelang. Akuwu yang berada di ujung pasukannya telah bertemu
dengan Mahisa Bungalan, yang berada di belakang regol
padukuhan. Ketika regol yang tertutup itu dipecahkan oleh
pasukan Gagelang, maka Mahisa Bungalan sudah menduga
bahwa Akuwu akan memasuki padukuhan itu lewat regol
yang sudah pecah itu. Karena itu, ketika orang-orang yang
menyusup dianlara orang-orang Gagelang itu menahan
sergapan orang-orang Gagelang, maka Mahisa Bungalan
telah menunggu Akuwu di belakang regol yang pecah.
Demikian Akuwu dan pengapitnya memasuki regol
padukuhan. maka Mahisa Bungalan dalam pakaian
kebesaran seorang Senopati berdiri tegak menghadapinya,
sementara pertempuranpun berkobar semakin seru.
"Kita bertemu sekarang di medan Akuwu" berkata
Mahisa Bungalan. Akuwu menggeram. Sementara itu, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukatpun telah bersiap menghadapi kedua
pengawal pengapit Akuwu yang seorang diantara mereka
adalah seorang Pangeran dari Kediri yang menyelubungi
dirinya dengan pakaian seorang pengawal biasa dari
Gagelang. "Bagus" berkata Akuwu "kau memang harus dibunuh"
"Tetapi aku masih berusaha untuk memperingatkanmu
Akuwu. Atas nama perintah yang aku bawa dari kekuasaan
Singasari, maka menyerahlah. Aku sudah tahu, apa yang
sebenarnya terjadi di Talang Amba sekarang ini. Kau ingin
memaksakan satu keadaan yang akan dapat membantumu,
membuat Talang Amba sebagai sumber hasil bumi serta
daerah-daerah subur disekitarnya menjadi tandus, kering
dan gersang. Daerah yang akan mengalami malapetaka di
setiap tahun karena banjir di musim hujan dan kekeringan
di musim kemarau" berkata Mahisa Bungalan.
"Omong kosong" geram Akuwu "kau jangan mengadaada.
Kaulah yang harus ditangkap dan bahkan dihukum
gantung, karena kaulah yang agaknya telah menghasut
orang-orang Talang Amba untuk memberontak.
"Jangan mengada-ada Akuwu" jawab Mahisa Bungalan
"memang disini pernah terjadi perebutan diantara keluarga
Ki Buyut yang telah meninggal Namun hal itu telah dapat
mereka atasi sendiri. Ki Sendawa telah menemukan
kepribadiannya yang telah hilang karena diracuni oleh Ki
Sarpa Kuning. Tetapi ketika itu Ki Sanggarana justru telah
kau tangkap. Kau berharap bahwa Ki Sendawa akan dapat
kau bujuk sebagaimana Sarpa Kuning membujuknya untuk
menjadi Buyut di Talang Amba dengan imbalan yang sama
sebagaimana dituntut oleh Ki Sarpa Kuning"
"Tutup mulutmu" bentak Akuwu "di Gagelang kau
jangan mengigau seperti orang kesurupan"
"Tidak Akuwu. Dengar, sekarang Ki Sanggarana dan Ki
Waruju itupun sudah berada di Talang Amba ini pula.
Mereka berada di padukuhan sebelah menyebelah. Mereka
akan dapat menjadi saksi yang baik atas apa yang telah kau
lakukan" berkata Mahisa Bungalan.
Tetapi Akuwu justru tertawa. Katanya "Kau jangan
mengigau. Sanggarana dan orang yang bernama Waruju itu
berada di bilik tahanan di Gagelang"
"Kau salah Akuwu. Keduanya tidak menemui kesulitan
untuk keluar dari bilik itu. Ki Waruju telah pernah datang
ke "Kabuyutan ini sebelumnya meskipun ia seorang
tahanan. Baginya dinding-dinding bilik tahanan itu tidak
berarti apa-apa. "Omong kosong" bentak Akuwu.
Mahisa Bungalanlah yang kemudian tertawa. Katanya
"Kau agaknya telah salah menilai orang-orang Talang
Amba Akuwu. Lihat, selain Ki Waruju dan Ki Sanggarana,
orang-orang Talang Ambapun sama sekali tidak gentar
melihat pasukanmu yang datang dengan segelar sepapan.
Apa artinya pasukan pengawal Gagelang menghadapi
orang-orang Talang Amba yang benar-benar sudah siap
seperti sekarang ini". Apa kau kira orang-orang Talang
Amba tidak mampu bermain-main dengan senjata. Jika
mereka semula melontarkan anak panah dengan sikap yang
nampaknya gelisah, sebenarnyalah orang-orang Talang
Amba memang ingin bermain-main dengan para pengawal
dari Gagelang" Wajah Akuwu menjadi tegang. Namun diluar sadainya,
iapun telah memperhatikan pertempuran yang terjadi
disekitarnya. Ternyata Akuwu memang harus melihat
kenyataan, bahwa orang-orang yang disangkanya orangorang
Talang Amba karena merekapun berpakaian seperti
orang-orang Talang Amba, telah memberikan perlawanan
yang seimbang. Bahkan karena jumlah mereka yang cukup
banyak, agaknya orang-orang Talang Amba itu akan
mampu bertahan dan bahkan mendesak lawannya.
Dalam padu itu, terdengar Mahisa Bungalan berkata
"Nah, bukankah kau menghadapi satu kenyataan yang lain
sekali dengan gambaranmu sebelumnya?"
Demikianlah, ternyata orang-orang Gagelang telah
menjumpai satu keadaan yang sama sekali tidak mereka
duga sebelumnya. Disatu pihak, sebagian dari pasukan
Gagelang telah terpecah. Beberapa orang Senapati telah
berkhianat, karena mereka tidak mau mendukung niat
Akuwu yang justru bertentangan dengan tugas yang
seharusnya dipikulnya. Sementara dipihak lain, pasukan
Gagelang telah membentur kekuatan Talang Amba yang
jauh lebih besar dari dugaan mereka.
Orang-orang Talang Amba itu bukan saja berhasil
menahan serangan orang-orang Gagelang, tetapi mereka
justru berhasil mendesaknya kembali keluar dari
padukuhan-padukuhan yang mereka jadikan sasaran.
Akuwu Gagelang benar-benar menjadi marah melihat
keadaan itu. Tetapi ia tidak dapat berbuat banyak.
Lawannya, Senapati dari Singsari yang bernama Mahisa
Bungalan itu ternyata memang seorang yang memiliki ilmu
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tinggi. Karena itu, maka Akuwu harus mengerahkan
segenap ilmunya untuk menghadapi Senapati muda itu,
sementara pasukannya telah mengalami satu kesulitan yang
sulit untuk diatasi. "Gila" geram Akuwu "ternyata para petugas sandi
Gagelang tidak lebih dari monyet-monyet dungu yang tidak
mampu menilai keadaan"
Sebenarnyalah pasukan Gagelang memang mengalami
kesulitan. Namun dalam pada itu, pasukan Gagelang yang
bertugas menghadapi kawan-kawan mereka yang dianggap
berkhianat itu mampu mendesak mereka. Betapapun
pasukana Gagelang yang melawan kehendak Akuwu itu
bertahan, namun jumlah mereka memang lebih kecil dari
pasukan yang ditugaskan untuk menumpas mereka.
Dalam keadaan yang demikian, Senapati yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba itupun sempat
mencemaskan nasib orang-orang Talang Amba. Bahkan
Senapati itu menjadi agak menyesal. Karena sikapnya,
maka Talang Amba telah berani mengambil langkah
kekerasan. Ternyata kekuatan gabungan antara pasukannya
dan orang-orang Talang Amba akan sulit untuk
mengimbangi kekuatan Gagelang.
"Jika pasukanku berhasil disapu bersih oleh pasukan
Gagelang yang dungu itu, maka Talang Ambapun akan
mengalami nasib yang sama" berkata Senapati itu di dalam
hatinya. Namun dengan demikian, pasukannya masih tetap
bertahan. Meskipun mereka terus terdesak, namun Senapati
itu masih menunggu berita tentang Talang Amba.
"Jika perlu, maka pasukan ini akan berbuat jauh lebih
banyak meskipun akibatnya akan sangat parah" berkata
Senapati itu di dalam hatinya.
Namun nampaknya para pengawal yang memisahkan
diri itu sama sekali tidak menjadi terlalu cemas akan nasib
mereka sendiri, tetapi mereka lebih banyak mencemaskan
nasib orang-orang Talang Amba. Jika Akuwu benar-benar
kehilangan pengamatan diri, maka orang-orang Talang
Amba itu tentu akan dibantainya tanpa ampun.
Namun para pengawal dari Gagelang yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba itu tidak mengetahui,
bahwa telah hadir sekelompok orang yang tidak diketahui
dan langsung berbaur dengan orang-orang Talang Amba
itu. Karena itu, ketika beberapa orang diantara para
pangawal Gagelang yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itu melihat pasukan Gagelang yang
memasuki padukuhan masih saja bertempur pada batas
padukuhan, dan bahkan sebagian dari mereka masih saja
berada diluar dinding, maka mereka menjadi heran.
"Apa yang telah terjadi di Talang Amba?" bertanya para
pengawal itu. Sebenarnyalah, orang-orang Talang Amba bersama
dengan orang-orang yang kurang mereka kenal itu telah
berhasil mendesak pasukan Gagelang. Tetapi agaknya
orang-orang Gagelang itu memang memiliki tempat yang
lebih lapang untuk menghadapi lawan yang mengejutkan.
Karena itu, maka sebagian dari mereka memang tidak ingin
memasuki padukuhan-padukuhan yang mereka duga
semula tidak menyimpan kemampuan yang mengejutkan.
Karena itu, maka orang-orang Gagelang itu justru telah
keluar lagi dari padukuhan-padukuhan. Mereka ingin
melihat lawan mereka lebih jelas dan merekapun ingin
bertempur ditempat yang terbuka.
Karena itu, maka pertempuranpun telah bergeser pula.
Orang-orang Talang Amba telah mendesak orang-orang
Gagelang keluar dari padukuhan-padukuhan. Bahkan
Akuwupun telah bertempur sambil bergeser surut.
"Kita bertempur ditempat yang lapang" berkata Akuwu
kepada Mahisa Bungalan. Mahisa Bungalan tidak menjawab. Tetapi iapun
mendesak Akuwu keluar regol dan kemudian bertempur di
jalan yang mulai memasuki daerah persawahan, sementara
para pengawal Gagelang dan orang-orang Talang Amba
telah bertempur di sawah-sawah yang nampaknya hijau
subur. Tetapi oleh kaki para pengawal yang sedang
bertempur itu, maka tanamanpun telah menjadi berserakan.
Keadaan itu benar-benar berpengaruh atas medan
pertempuran antara kedua kelompok pengawal Gagelang
yang berbeda pendiriannya itu. Ketika mereka melihat
pasukan Gagelang telah terdesak keluar, maka telah
tumbuh harapan di hati para pengawal yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba, bahwa Talang Amba
akan dapat diselamatkan dari ketamakan Akuwu di
Gagelang. Namun demikian, merekaa sendiri telah terdesak
semakin jauh. Beberapa orang dikedua belah pihak telah
jatuh menjadi korban. Wajah Akuwu menjadi tegang. Tetapi ia memang
menghadapi kenyataan itu. Orang-orang yang disangkanya
orang-orang Talang Amba itu mampu mengimbangi
kemampuan para pengawal dari Gagelang. Bahkan
kemudian Akuwu itu melihat, bahwa orang-orangnya yang
telah berloncatan masuk kedalam dinding padukuhan telah
tertahan dan bahkan perlahan-lahan mereka telah terdesak
kembali oleh kekuatan yang tersembunyi di belakang
dinding padukuhan itu. Wajah Akuwu menjadi sangat tegang. Seakan-akan ia
telah menghadapi satu mimpi yang sangat buruk tentang
pasukannya. Orang-orang Talang Amba yang disangkanya
tidak lebih dari petani-petani yang dungu tetapi sombong
itu, ternyata memiliki kemampuan yang mengagumkan.
Para pengawal dari Gagelang sendiripun menjadiheran.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat apapun juga. Orang
orang Talang Amba itu menyerang mereka dengan
garangnya. Senjata mereka teracu dan terayun-ayun
menggetarkan jantung para pengawal Gagelang yang
mendapat tempaan dan mempunyai pengalamanyang
sangat luas. Namun bagaimanapun juga, Akuwu di Gagelang itu
telah mengambil satu keputusan untuk menghancurkan
orang-orang Talang Amba. Itulah sebabnya, maka Akuwu
itupun justru telah menggeram penuh kemarahan. Dengan
serta merta, maka Akuwu itupun telah menyerang Mahisa
Bungalan sambil menggeram "Kubunuh kau lebih dahulu.
Kemudian akupun akan ikut membantai orang-orang
Talang Amba yang dungu ini"
Tetapi Mahisa Bungalan telah bersiap. Karena itu, maka
dengan tangkasnya ia bergeser menghindari serangan
Akuwu itu. Namun kemarahan Akuwu sudah tidak tertahankan lagi.
la tidak membiarkan Mahisa Bungalan terlepas. Dengan
kecepatan yang tinggi, Akuwu telah meloncat memburunya
Namun Mahisa Bungalan benar-benar telah siap.
Dengan loncatan panjang ia menghindari. Namun
demikian kakinya menyentuh tanah, maka Mahisa
Bungalanlah yang kemudian meloncat menyerang sambil
menjulurkan pedangnya. Akuwulah yang kemudian terkejut. Ternyata orang yang
mengenakan pakaian seorang Senapati Singasari itu
memiliki kemampuan bergerak yang sangat tinggi pula.
Sementara Akuwu mulai terlibat kedalam pertempuran,
maka dua orang pengawal yang menyertainya telah bersiap
pula. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah bersiap
menerima keduanya dalam pertempuran itu pula.
Mahisa Murtilah yang kebetulan mendapat lawan
seorang pengawal yang sebenarnya adalah seorang
Pangeran dari Kediri. Keduanya segera telah terlibat
kedalam satu pertempuran yang cepat dan keras. Namun
Mahisa Murti yang memiliki pengalaman yang cukup luas
itupun menjadi gentar karenanya ketika ia dilibat dalam
pertempuran yang cepat dan keras.
Mahisa Pukatlah yang bertempur melawan pengapit
Akuwu yang lain. Pengawal ini tidak terlalu banyak
memiliki kelebihan. Karena itu, sejak benturan yang
pertama, terasa oleh Mahisa Pukat, bahwa ia tidak akan
terlalu banyak mengalami kesulitan.
Dalam pada itu, di padukuhan-padukuhan yang lainpun
telah terjadi peristiwa yang serupa. Ketika Senapati, kawan
Mahisa Bungalan datang bersama orang-orang yang tidak
dikenal oleh orang-orang Talang Amba. namun langsung
menyusup diantara mereka, maka orang-orang Talang
Amba itu tidak sempat bertanya terlalu banyak. Lawan
mereka telah mulai meloncati dinding padukuhan seperti
yang terjadi di pasukan induk orang-orang Talang Amba.
Namun demikian orang-orang itu meloncat masuk, maka
mereka telah diterima dengan senjata telanjang oleh orangorang
yang datang dan langsung berada diantara orangorang
Talang Amba itu, sehingga pasukan Gagelang
menjadi sangat terkejut karenanya.
Ketika Ki Waruju bertanya kepada orang yang
mengenakan pakaian Senapati dan datang bersama Mahisa
Bungalan di padukuhan Talang Amba itu, maka Senapati
itupun menjawab "Ceritanya agak panjang Ki Waruju. Kita
harus mengusir orang-orang Gagelang itu dahulu. Baru kita
akan berbicara tentang diri kita"
Ki Waruiu tidak bertanya lagi. Bersama seorang murid
Ki Sarpa Kuning itupun terjun kearena pertempuran yang
menjadi semakin seru. Orang-orang Gagelang yang tidak
menduga akan mengalami benturan yang sangat keras itu,
menjadi bukan saja heran, tetapi cemas.
Di padukuhan yang lain, Ki Sanggarana dan Ki
Sendawapun tidak sempat berbincang terlalu banyak.
Namun merekapun harus segera turun kearena. Namun
oleh orang-orang yang dibawa Senapati kawan Mahisa
Bungalan, orang-orang Gagelang telah tertahan. Dan
bahkan perlahan-lahan mulai terdesak keluar dari
padukuhan itu. Dalam pada itu, orang-orang Talang Amba sendiri,
menjadi semakin berbesar hati. Mereka menjadi semakin
berani. Diantara orang-orang yang berilmu perang, maka
orang-orang Talang Amba itupun merasa, seakan-akan
merekapun memiliki kemampuan seperti orang-orang yang
datang membantu mereka itu.
Sebenarnyalah orang-orang Gagelang akhirnya tidak
mampu lagi bertahan terhadap orang-orang Talang Amba
yang bertempur diantara orang-orang yang tidak mereka
kenal. Meskipun orang-orang Talang Amba sendiri tidak
memiliki ilmu perang yang memadai, namun mereka dapat
bertempur berpasangan atau bahkan bersama orang-orang
yang memiliki kemampuan yang dapat mengimbangi
orang-orang Gagelang itu.
Namun setiap kali terdengar orang-orang Talang Amba
dan orang-orang yang tidak dikenal yang berpihak kepada
mereka bersorak, maka para pengawal dari Gagelang
menggeretakkan giginya oleh kemarahan yang memuncak.
Dalam pada itu. para pengawal yang bertempur di
padukuhan sebelah menyebelah dari pasukan induk yang
bertempur dengan serunya, semakin lama telah semakin
berhasil mendesak lawan mereka. Semakin lama justru
menjadi semakin jauh dari padukuhan ketengah-tengah
persawahan yang luas. Tetapi beberapa orang yang ada di padukuhan Talang
Amba berhasil mendesak lawannya itu telah melihat,
bahwa pasukan Gagelang yang berpihak kepada mereka
justru telah terdesak. Bahkan keadaan mereka semakin
lama menjadi semakin gawat, karena lawan mereka
jumlahnya lebih banyak sementara kemampuan mereka
seimbang. Karena itu, maka dengan isyarat. Senapati, kawan
Mahisa Bungalan telah memberikan perintah, agar sebagian
kecil dari mereka yang datang menyusup diantara orangorang
Talang Amba itu dapat memisahkan diri, membantu
orang-orang Gagelang yang mengalami kesulitan.
"Ingat, mereka memakai tanda-tanda ditubuh mereka.
Janur kuning atau warna kuning lainnya" berkata Senapati
itu. Sejenak kemudian, maka dengan pemisahan yang rapi,
dilandasi dengan pengalaman yang mapan, maka pasukan
Talang Ambu itu telah terbagi. Sebagian kecil dari mereka
segera memisahkan diri dari medan, langsung berlari lari
menuju kemedan pertempuran antara kedua belahan
pasukan Gagelang yang sedang bertempur itu.
Sikap orang-orang Talang Amba benar-benar
mengherankan bagi orang-orang Gagelang. Sikap itu bukan
sikap orang-orang padukuhan yang tidak biasa berlatih olah
peperangan. Tetapi sikap itu adalah sikap satu pasukan
yang telah terlatih dengan matang.
Kehadiran orang-orang yang mengenakan pakaian petani
biasa mendekati arena pertempuran antara kedua pasukan
orang Gagelang itu benar-benar mendebarkan. Orang-orang
yang bertempur terpisah itu tidak melihat bagaimana orangorang
yang disangka orang Talang Amba itu bertempur.
Merekapun tidak melihat bagaimana mereka memisahkan
diri dengan tertib dan bagaimana mereka mampu
mengimbangi kemampuan orang-orang Gagelang.
Karena kehadiran mereka, justru membuat orang
Gagelang yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba
menjadi berdebar-debar, sementara orang-orang Gagelang
yang setia kepada Akuwu tidak terlalu banyak menaruh
perhatian alas kedatangan mereka yang jumlahnya tidak
terlalu banyak meskipun dari padukuhan yang sebelah lain
juga terjadi hal yang serupa.
Tetapi adalah satu kenyataan bahwa orang-orang Talang
Amba di padukuhan itu berhasil mengusir orang orang
Gagelang berkata orang-orang Gagelang yang berpihak
kepada orang orang Talang Amba.
Sementara itu, maka orang-orang yang disangka orangorang
Talang Amba itu sudah menjadi semakin dekat.
Sementara pertempuran antara orang-orang Gagelang
itupun menjadi semakin sengit. Orang-orang yang setia
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada Akuwu telah mendesak lawannya semakin jauh dan
korbanpun menjadi semakin banyak berjatuhan. Namun
orang-orang Gagelang yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itu sama sekali tidak berniat meninggalkan
medan. Jika demikian, maka yang akan mengalami nasib
yang sangat buruk adalah orang-orang Talang Amba
sendiri. Namun sejenak kemudian, orang-orang Gagelang dari
kedua belah pihak yang bertempur itu terkejut bukan
buatan. Kelika orang orang yang disangka orang-orang
Talang Amba itu mencapai medan, maka mereka langsung
menunjukkan, bahwa kemampuan mereka tidak berada
dibawah kemampuan pasukan pengawal Gagelang yang
manapun juga. Karena itu, maka kehadiran mereka, benar-benar telah
merubah keseimbangan antara kedua pasukan Gagelang
yang bertempur itu. "Ternyata mereka adalah anak anak iblis" geram orangorang
Gagelang. Sebenarnyalah orang-orang yang mengenakan pakaian
petani sebagaimana orang-orang Talang Amba itu telah
menunjukkan kemampuan mereka yang menggetarkan.
Orang-orang Gagelang yang harus menghadapi mereka,
benar-benar tidak dapat mengerti, bagaimana mungkin
orang-orang Talang Amba memiliki ilmu pedang yang
cukup dan kuat. Dalam benturan-benturan yang terjadi
maka ternyata bahwa orang-orang yang mengenakan
pakaian petani itu mampu mengimbangi kemampuan
orang-orang Gagelang. Karena itu maka diluar sadar, maka orang-orang
Gagelang yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba
itu telah bersorak ketika pada benturan pertama, orangorang
yang disangkanya orang Talang Amba itu mampu
mendesak orang-orang Gagelang.
"Gila. Apa yang sebenarnya terjadi?" bertanya Senapati
yang memimpin orang-orang Gagelang yang setia kepada
Akuwu itu "Bukankah mereka orang orang Talang Amba
yang tidak berarti apa-apa bagi kalian. Kenapa kalian tibatiba
saja telah terdesak?"
Para pengawal tidak menjawab. Mereka mencoba
mengerahkan kemampuan mereka. Mereka berusaha untuk
tetap menganggap orang-orang yang datang itu adalah
orang-orang yang tidak berarti apa-apa bagi mereka,
sehingga dengan demikian, maka mereka akan dengan
mudah dapat dihancurkan. Tetapi kenyataannya tetap berbeda dari yang mereka
kehendaki. Ketika orang orang Gagelang itu memaksa diri
untuk mendesak, maka korbanpun mulai jatuh diantara
mereka. Para pengawal dari Gagelang itu mengumpat-umpat.
Tetapi kawan mereka yang telah terbaring di tanah
merupakan satu kenyataan, bahwa lawan mereka memang
memiliki kemamuan yang mampu mengimbangi
kemampuan mereka. Demikianlah, maka pertempuran itupun telah menjadi
semakin sengit. Ternyata bahwa orang orang Gagelang
yang setia kepada Akuwu tidak dapat mengingkari satu
kenyataan. Orang orang yang mereka sangka orang-orang
Talang Amba itu memiliki ilmu yang dapat mengimbangi
ilmu para pengawal. "Satu keajaiban" desis seorang Senapati Gagelang.
"Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa orang-orang Talang
Amba itu benar-benar mampu mendesak para pengawal di
Gagelang" "Hampir tidak mungkin" berkata Senapati itu pengawal
Gagelang memiliki masa latihan yang berat. Sedangkan
orang-orang Talang Amba tidak lebih dari petani petani
yang setiap harinya memegang cangkul dan bekerja di
sawah. Namun pertempuran itu masih berlangsung dengan
sengitnya Orang-orang yang disangka orang orang Talang
Amba itu telah merampas sebagian perhatian dari pari.
pengawal dari Gagelang yang setia kepada Akuwu.
Sementara itu, para pengawal yang berpihak kepada
orang orang Talang Ambapun tidak kalah herannya meng
hadapi kenyataan itu. Orang-orang dalam pakaian petani
yang sederhana itu bertempur dengan tangkasnya Bukan
saja cara mereka mempermainkan senjata, tetapi cara
mereka menyerang dalam kesatuan yang utuh dan mapan
Tetapi para pengawal yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itu tidak berpikir lebih rumit lagi. Mereka
masih harus menghadapi lawan yang memiliki kemampuan
yang seimbang dengan mereka
Dengan demikian maka pertempuran diantara orang
orang Gagelang itu telah berubah keseimbangannya karena
kehadiran orang-orang yang mereka sangka orang-orang
Talang Amba. Sebagian dari orang-orang Gagelang yang
setia kepada Akuwu itu telah bertempur menghadapi
mereka, sementara yang lain masih tetap mengha dupi
pecahan dari pasukan Gagelang sendiri.
Dalam pada itu, di induk pasukan Akuwu Gagelang
masih bertempur menghadapi Mahisa Bungalan. Ternyata
Senapati muda dari Singasari itu memiliki bekal ilmu yang
tinggi, Akuwu yang merasa dirinya orang terkuat di
Gagelang, dan bahkan Akuwu Gagelang yang merasa
dirinya tidak kalah dengan Senapati Singasari yang
manapun juga. harus mengakui, bahwa ia benar benar telah
dihadapi oleh salah seorang dari Senapati di Singasari itu.
Sementara di bagian lain. Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat telah bertempur dengan lawannya masing-masing.
Dengan demikian, maka pertempuran yang menebar
sampai ke padukuhan sebelah menyebelah itu berlangsung
semakin sengit. Kekuatan orang orang Talang Amba benarbenar
tidak masuk di akal orang-orang Gagelang. Namun
bagi mereka hal itu adalah satu kenyataan.
Satu demi satu korbanpun berjatuhan dikedua belah
pihak Namun ternyata bahwa orang-orang Gagelang telah
menjadi semakin terdesak. Orang-orang Gagelang yang
sama sekali tidak menduga bahwa mereka, akan
menghadapi lawan yang tangguh, benar-benar telah merasa
terpukul. Demikian pula Pangeran dari Kediri yang ada diantara
orang-orang Gagelang. Iapun sama sekali tidak menduga,
bahwa hal yang tidak masuk akal itu akan terjadi.
Namun justru karena itu, Akuwu Gagelang memang
tidak mempunyai pilihan lain. Jika ia tidak berhasil
memenangkan pertempuran itu, maka hal itu berarti bahwa
ia akan jatuh ketangan Senapati dari Singasari. Ia akan
dapat berbicara tentang keadaan di Talang Amba dan
rencana untuk menebang hutan di lereng Gunung,
sebagaimana sebelumnya pernah direncanakan oleh Ki
Sarpa Kuning. Karena itu, maka Akuwu itu tidak mempunyai pilihan
lain kecuali bertempur dengan sepenuh kekuatan yang ada
pada pasukannya, la harus dapat menghancurkan lawannya
dan membunuh para Senapati dari Singasari itu.
Dengan demikian, maka Akuwu sendiri telah berusaha
untuk bertempur dengan segenap kemampuannya. Dengan
seluruh ilmu yang ada di dalam dirinya. Kemampuannya
bertempur dan ilmu pedangnya yang nggegirisi merupakan
kekuatan utamanya untuk menghadapi Mahisa Bungalan.
Namun kekuatan cadangan yang ada di dalam diri Akuwu
itupun merupakan kekuatan yang menggetarkan.
Namun Mahisa Bungalan adalah seorang Senapati muda
yang tangguh tanggon. Senapati muda yang memiliki bekal
yang kuat untuk menghadapi Akuwu dari Gagelang.
Senopati yang di masa sebelumnya telah menempa diri
sebagai pengembara yang menyadap pengalaman yang
tidak ada taranya. Karena itulah, maka Akuwu tidak segera dapat
menguasai lawannya. Mahisa Bungalan dalam beberapa hal
justru menunjukkan kelebihannya. Mahisa Bungalan
mempunyai daya tahan diluar nalar Akuwu Gagelang.
Meskipun Akuwu memiliki kecepatan gerak yang
mengagumkan namun ternyata bahwa Mahisa Bunglan
masih mampu mengimbanginya. Meskipun Mahisa
Bungalan tidak terlalu banyak bergerak sebagaimana
dilakukan oleh Akuwu ynug tangkas trengginas itu, namun
setiap kali kaki Mahisa Bungalan bergeser, ia sudah siap
menghadapi serangan Akuwu Gagelang yang
bagaimanapun juga cepatnya.
Namun yang nampak paling sulit diantara pasukan
Gagelang adalah pasukan Gagelang yang setia kepada
Akuwu yang harus menghadapi kawan-kawan mereka
sendiri. Jika semula mereka berhasil mendesak dan bahkan
siap untuk menguasai lawannya, namun ternyata mereka
teluh mengalami satu kesulitan yang tidak akan dapat
mereka atasi. Korban diantara merekapun semakin lama
menjadi semakin banyak. Bukan saja karena kawan-kawan
mereka sendiri, namun juga karena orang-orang dalam
pakaian petani yang sederhana yang mereka sangka orangorang
Talang amba. Tetapi, agaknya bukan saja pasukan Gagelang yang
menghadapi kawan-kawan mereka sendiri itulah yang
mengalami kesulitan. Semua pasukan Gagelang di arena
pertempuran itu mengalami kesulitan. Orang-orang Talang
Amba sendiri yang merasa mempunyai kawan yang bukan
saja mampu mengimbangi kemampuan lawan, namun juga
dapat melindungi mereka, menjadi semakin berani.
Ada juga satu dua diantara mereka yang terluka. Tetapi
kawan-kawannya tidak menjadi gentar, karena mereka
melihat keadaan lawan yang jauh lebih parah dari keadaan
orang-orang Talang Amba. Namun demikian, kadang-kadang orang-orang Talang
Amba memang dapat menjadi sasaran orang-orang
Gagelang yang ingin menumpahkan kemarahan mereka.
Tetapi orang-orang Gagelang tidak mampu memiliki
diantara lawan-lawannya, karena ujud lahiriahnya tidak
jauh berbeda. Demikianlah, disemua arena, orang-orang Gagelang
telah terdesak. Mereka bergeser semakin jauh dari
padukuhan. Bahkan merekapun menjadi semakin gelisah,
ketika mereka melihat kawan-kawan mereka yang terpisah,
yang harus berhadapan dengan pecahan pasukan Gagelang
sendiri, juga mengalami kesulitan selelah beberapa
kelompok orang-orang yang disangka orang-orang Talang
Amba itu datang membantu.
Karena itulah, maka pasukan Gagelang yang setia
kepada Akuwu dan yang harus menghadapi pecahan
pasukannya sendiri serta orang-orang yang mereka sangka
orang-orang Talang Amba itu akhirnya tidak
berpengharapan lagi. Mereka tidak lagi mempunyai
harapan untuk dapat melepaskan diri dari keadaan yang
paling pahit dari seorang prajurit.
"Orang-orang Talang Amba benar benar memiliki
kemampuan diluar dugaan" berkata Senapati yang
memimpin pasukan Gagelang yang setia. Bahkan iapun
tidak dapat mengingkari satu kenyataan, bahwa orangorang
yang disangkanya orang-orang Talang Amba itu
memiliki kelebihan dari pusukannya. Secara pribadi, orangorang
dalam pakaian petani itu mempunyai kamampuan
yang lebih baik dari orang-orangnya.
"Seandainya mereka terhimpun dalam satu pasukan
yang tertib maka kekuatan orang-orang Talang Amba
benar-benar nggegirisi" gumam Senapati itu.
Meskipun demikian, sebagai seorang prajurit Senapati itu
bertempur terus. Ia tidak akan meninggalkan kewajibannya.
Apapun yang terjadi. Namun dalam pada itu. tiba-tiba saja salah seorang
diantara para petani itu telah berteriak "He, orang orang
Gagelang. Masih ada satu kesempatan bagi kalian.
Menyerah" Darah Senapati yang memimpin orang-orang Gagelang
itu justru bagaikan mendidih. Bagaimana mungkin pasukan
Pakuwon Gagelang harus menyerah kepada pasukan
Kabuyutan Talang Amba yang kecil dan lemah.
Tetapi aku menghadapi kenyataan yang lain berkata
Senapati itu amun demikian, ia sama sekali tidak bermimpi
untuk menyerah kepada orang-orang Talang Amba. Jika
terjadi demikian, maka para pengawal Gagelang itu tentu
akan menjadi pengewan-ewan. Pengawal dari sebuah
Pakuwon yang selama ini dibanggakan harus menyerah
kepada petani-petani yang tidak terbiasa mempergunakan
senjata. Karena itu, maka Senapati itupun justru bertempur
semakin sengit. Dikerahkannya segenap kemampuannya
untuk melawan orang-orang yang mengenakan pakaian
petani yang sederhana itu bersama dengan pasukanya.
i Namun dalam pada itu, sesuatu telah terjadi Senapati itu
terkejut ketika ia dapat mengenali salah seorang dari para
petani yang dihadapinya. Seorang yang pernah dikenalnya.
Bukan sebagai pelani di Talang Amba, tetapi sebagaimana
dirinya sendiri, seorang prajurit. Bukan dari Gagelang,
tetapi dari Singasari. Untuk sesaat Senapati itu berusaha mengenali dengan
sebaik-baiknya. Namun akhirnya ia memastikan bahwa
orang itu adalah orang yang dikenalnya degnan baik.
Karena itu, maka dengan ragu-ragu ia menyapa "Apakah
aku berhadapan dengan orang-orang Talang Amba?"
Hampir berbareng beberapa orang berkata "Ya. Karena
itu menyerahlah" Senapati itu meloncat menghindar ketika ujung sebuah
tombak menggapainya. Namun ia masih sempat berkata
"Sinduwata. Engkaukah itu?"
Orang yang dapat dikenali oleh Senapati itu tersenyum.
Katanya "Ketika aku melihatmu di medan, aku dengan
sengaja mendekatimu. Aku memang Sinduwata"
"Jika demikian, kau bukan orang Talang Amba" berkata
Senapati itu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku memang orang Talang Amba meskipun aku sudah
lama meninggalkan padukuhanku" jawab orang yang
dikenalinya itu. "Bohong" desis Senapati itu.
"Ya. Aku memang berbohong. Jika demikian kau kenal
aku. Dan kaupun tentu mengetahui apa yang telah terjadi
seluruhnya di Talang Amba ini" jawab orang yang disebut
Sinduwata. Senapati itu meloncat surut. Sambil menarik nafas
dalam-dalam ia berteriak nyaring "apakah aku berhadapan
dengan pasukan dari Singasari?"
Orang-orang dalam pakaian petani itu termangu-mangu.
Sementara itu Sinduwatapun menyahut "Menyerahlah.
Kau tidak mempunyai pilihan lain. Aku menaruh hormat
kepada kawan-kawanmu yang dapat melihat kenyataan dan
kemudian berpihak kepada orang-orang Talang Amba"
"Mereka telah berkhianat" jawab Senapati itu.
"Renungkan. Mereka atau kau yang telah berkhianat,
termasuk Akuwu dari Gagelang itu sendiri" berkata
Sinduwata. Senapati itu termangu-mangu. Namun dalam keadaan
yang demikian tiba-tiba sebuah lembing telah meluncur ke
dadanya. Senapati itu terkejut. Tetapi ia sudah tidak sempat
lagi mengelak. Satu-satunya cara yang dapat dilakukannya
adalah menangkis lontaran lembing itu dengan pedangnya.
Tetapi satu kemungkinan yang sangat buruk dapat terjadi.
Jika ia salah hitung sekejap saja, maka ujung lembing itu
akan sempat mematuk dadanya.
Namun yang terjadi adalah lain, Sinduwata masih
sempat meloncat menyambar lembing itu dengan
pedangnya, sehingga lembing itu meluncur kearah samping.
Senapati itu terkejut. Namun ia masih sempat bertanya
"Kenapa kau selamatkan nyawaku?"
"Aku ingin kau menyerah" jawab orang yang disebut
Sinduwata. "Aku tidak akan menyerah kepada orang-orang Talang
Amba" jawab Senapati itu "barangkali kematian adalah
jalan yang lebih pantas bagi seorang prajurit daripada
menyerah kepada orang-orang Talang Amba. Kami adalah
pengawal sebuah Pakuwon yang selama ini berbangga atas
kekuatannya. Apakah pantas jika kami harus menyerah
kepada orang-orang Kabuyutan yang lebih banyak bekerja
di sawah daripada berolah senjata"
"Kau mengenal aku?" bertanya Sinduwata.
"Ya. Kau adalah seorang prajurit Singasari" jawab
Senapati itu. "Dan kau mempunyai ketajaman penglihatan atas lawan
yang Kau hadapi?" bertanya Sinduwata pula.
"Sudah aku sebut tadi, apakah kalian prajurit dari
Singasari?" Senapati itulah yang bertanya.
"Ya" jawab Sinduwata "kami adalah prujurit-prajurit
Singasari yang ingin mengetahui apakah yang telah terjadi
sebenarnya di Talang Amba"
"Apakah orang yang mengenakan pakaian Senapati
Singasari yang tiga orang itu benar-benar prajurit
Singasari?" bertanya Senapati itu.
"Ya" jawab Sinduwata "Mereka adalah Senapatisenapati
prajurit Singasari. Nah, sekarang kau akan dapat
memilih. Kau akan berpihak kepada Singasari atau kau
akan tetap berkiahat seperti yang dilakukan oleh Akuwu di
Gagelang" Senapati itu termangu-mangu. Sementara itu Sinduwata
mendesaknya "cepat. Ambil keputusan. Menyerah atau
seluruh pasukanmu akan aku hancurkan
Senapati itu memang tidak mempunyai pilihan lain.
Tetapi yang ternyata dihadapinya adalah bukan orangorang
Talang Amba. Karena itu, maka ia masih juga
mempertimbangkan, apakah ia akan menyerah. Jika benar
yang dihadapinya adalah prajurit Singasari, maka bukannya
sesuatu yang hina jika ia menyerah kepada mereka.
Namun Senapati itu tidak mempunyai waktu terlalu
lama. Pertempuran yang terjadi disekitarnya menjadi
semakin sengit. Pasukan Gagelang terdesak semakin parah,
sementara pecahan pasukan Gagelang yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba menjadi semakin garang,
karena mereka mendapat kesempatan untuk menekan
lawannya yang semula hampir saja membinasakan mereka.
Dalam keadaan yang demikian, maka Senapati yang
memimpin pasukan Gagelang itu tidak mempunyai pilihan
lain. Tiba-tiba saja ia meneriakkan aba-aba untuk
meletakkan senjata. "Kita berhadapan dengan prajurit-prajurit Singasari yang
menyamar" teriak Senapati itu "Karena itu, mereka
sebenarnya membawa kuasa Sri Maharaja di Singasari
sebagaimana dikatakan oleh tiga orang Senapati dari
Singasari itu. Teriakan itu semula memang agak meragukan. Namun
sekali lagi Senapati itu meyakinkan "Tidak ada pasukan
yang memiliki kemampuan tempur sebagaimana yang kita
hadapi. Mereka bukan orang-orang Talang Amba. Tetapi
mereka adalah prajurit-prajurit Singasari. Dengan demikian
kita akan menyerah kepada Singasari. Tidak kepada Talang
Amba" Para pengawal di Gagelang itu mulai berpikir tentang
orang-orang yang mereka hadapi. Mereka memang sudah
diragukan sejak benturan senjata terjadi diantara mereka
terhadap orang-orang dalam pakaian petani sebagaimana
orang-orang Talang Amba. Namun dalam pada itu, orang-orang Gagelang yang
berpihak kepada orang-orang Talang Amba masih saja
bertempur dengan serunya, sehingga sekelompok orangorang
dalam pakaian petani telah mendapat perintah dari
Sinduwata untuk membuat hubungan denean mereka dan
memerintahkan menghentikan pertempuran karena
pasukan Gagelang yang setia kepada Akuwu telah
menyerah. "Atas nama kuasa Sri Maharaja Singasari" Sinduwata
menegaskan. Ternyata Senapati yang memimpin pasukan Gagelang
yang perpihak kepada orang-orang Talang Amba itupun
kemudian dapat mengerti atas penjelasan yang diberikan
oleh orang-orang yang mengenakan pakaian petani yang
sederhana itu. Karena sebenarnyalah mereka memiliki
terlalu banyak kelebihan dari para petani kebanyakan.
"Jadi kalian adalah prajurit-prajurit Singasari?" bertanya
Senapati yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba.
"Ya" jawab prajurit Singasari itu "keadaan ini telah
diperhitungkan oleh para pemimpin keprajuritan di
Singasari, sehingga mereka memutuskan untuk mengutus
beberapa Senapati dan prajurit secukupnya untuk
membayangi Kabuyutan Talang Amba. Ternyata kami
diperlukan disini" Dengan demikian maka pasukan Gagelang yang terpisah
dan yang semula harus menghadapi pecahan dari pasukan
itu sendiri adalah pasukan yang pertama kali menyerah.
Mereka telah meletakkan senjata mereka dan menghentikan
perlawanan. Pertempuran antara pengawal Gagelang yang terbelah
itu telah terhenti. Pasukan pengawal yang semula setia
kepada Akuwu itupun telah menyerah. Sementara senjata
mereka di kumpulkan maka Sinduwata telah memberikan
beberapa penjelasan kepada pasukan Gagelang itu.
Dengan demikian, jelas bagi kalian, bahwa Akuwu
Gagelang yang telah melawan kekuasaan Singasari. la
mempergunakan kesempatan yang timbul saat-saat di
Gagelang terjadi perebutan kekuasaan antara paman dan
kemanakan Namun yang diakhiri dengan sikap yang terpuji
dari kedua belah pihak. Bahkan Talang Amba telah berhasil
membunuh orang yang telah meracuni Ki Sendawa, karena
ia menginginkan imbalan yang terlalu mahal. Hutan di
lereng pegunungan. Sementara itu, senapati Ki Sarpa Kuning, maka Akuwu
telah mengambil alih tugasnya. Dengan memberikan
keterangan yang sesat kepada orang-orangnya, maka
Akuwu berhasil membawa mereka untuk memerangi orangorang
Talang Amba. Namun untunglah bahwa kesiagaan
para prajurit Singasari telah berhasil mengatsi keadaan.
Dalam pada itu, Akuwu di Gagelang masih bertempur
dengan serunya. Ketika ia mengetahui, bahwa pertempuran
antara pasukannya yang terbelah itu sudah selesai, dan
bahkan pasukan yang setia kepadanyalah yang harus
menyerah, maka Akuwu itu mengumpat dengan kasarnya.
Sementara itu, kedua orang pengawal pangapitnya telah
bertempur pula semakin garang, betapapun hati mereka
menjadi gelisah. Kekalahan pasukan yang setia kepada Akuwu itu
berpengaruh atas ketahanan jiwani pasukannya yang
tersebar di padukuhan-padukuhan sebelah menyebelah.
Dengan demikian, maka merekapun segera merasa kecil
menghadapi orang-orang Talang Amba.
Namun Senapati yang memimpin mereka masih sempat
menyalakan api di dalam dada para pengawalnya
"Kekalahan mereka bukan oleh orang-orang Talang Amba.
Tetapi para pengawal yang telah berkhianat itu telah
bertempur dengan gila. Mereka berhasil mempengaruhi
lebih banyak lagi pengawal-pengawal yang hatinya sempit
sesempit otak mereka. Karena itu, kita harus dengan cepal
menghancurkan orang-orang Talang Amba. Kemudian kita
akan menghancurkan pengkhianat pengkhianat itu.
Hukuman bagi mereka akan jauh lebih berat dari hukuman
atas orang-orang Talang Amba sendiri. Para Senapati yang
berkhianat itu akan dihukum picis di alun-alun Gagelang"
Teriakan itu sempat membangkitkannyala sekejap di hati
para pengawal. Namun kemudian kembali mereka
menghadapi satu kenyataan. Orang-orang Talang Amba
telah bertempur dengan kemampuan yang sangat tinggi.
Namun sekali-sekali, para pengawal itu berkesempatan
untuk bertemu dengan orang-orang Talang Amba yang
sebenarnya. Namun setiap kali pedang mereka siap
menebas leher, tiba-tiba saja datang orang yang lain. Juga
dalam pakaian petani yang sederhana seperti orang yang
sedang dihadapinya. Namun orang yang datang kemudian
itu ternyata memiliki ilmu yang jauh lebih baik dari orangorang
yang hampir saja diselesaikannya. Bahkan lebih baik
dari dirinya sendiri Meskipun demikian, ada juga orang-orang Talang Amba
yang terpaksa menjadi korban. Betapapun juga mereka
berada diantara orang-orang berilmu, namun sekali-sekali
ada juga pedang yang menyusup diantara mereka dan
mematuk korbannya. Namun sebenarnyalah bahwa orang-orang Gagelang
sudah tidak mempunyai harapan lagi. Tetapi karena Akuwu
di Gagelang masih juga bertempur, maka merekapun
berusaha untuk tetap mempertahankan dirinya.
Dalam pada itu, Akuwu masih bertempur dengan
mengerahkan segenap kemampuannya. Ia memang tidak
mempunyai kesempatan lagi. Segala perbuatannya sudah
diketahui dan dimengerti oleh para Senapati di Singasari.
Karena itu, apapun yang dilakukannya kemudian, ia tentu
akan diharapkan pada suatu pengadilan.
"Aku akan dihukum" berkata Akuwu di dalam hatinya
"mungkin hukuman gantung karena pengkhianatan ini.
Agaknya lebih baik bagiku untuk mati di medan perang ini
daripada mati sebagai tontonan orang-orang Singasari"
Karena itu, maka Akuwu Gagelang itu justru bertempur
semakin garang. Ia tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya. Ia tidak mau melihat, bahwa orang-orangnya
mengalami kesulitan. Semakin lama, maka korbanpun
semakin banyak berjatuhan.
Tetapi pendirian Akuwu sudah jelas. Lebih baik mati
daripada menjadi pangewan-ewan. Dan pendirian itupun
agaknya terdapat pula diantara para Senapati dan
pengawalnya. Apalagi mereka yang mengikuti Akuwu
dengan sadar, dan tahu dengan pasti apa yang telah terjadi
di Talang Amba. Namun sebenarnyalah bahwa Akuwupun masih
mempunyai harapan untuk mati bersama lawannya. Akuwu
terlalu yakin akan dirinya sendiri dan kemampuan ilmunya.
Karena itu, maka iapun bertempur semakin dahsyat.
Senjatanya terayun-ayun menggetarkan. Bahkan kilatan
cahaya yang terpantul dari helai pedangnya, bagaikan
gumpalan awan yang bercahaya mengitari tubuhnya.
Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar juga melihat
kemampuan ilmu pedang lawannya. Namun sebagai
seorang Senapati yang memiliki pengalaman pengembaraan
yang luas. maka iapun masih sempat juga melihat lubanglubang
kecil diantara gumpalan awan yang menyilaukan
itu. Dengan kemampuannya bergerak secepat sikatan
menyambar bilahan, maka Mahisa Bungalan itu sekalisekali
justru telah menjulurkan pedangnya. Menyusup
diantara gumpalan awan putaran pedang lawannya.
Tetapi Akuwupun cukup tangkas, sehingga dengan
demikian maka pertempuran antara Mahisa Bungalan dan
Akuwu Gagelang itupun berlangsung dengan dahsyatnya.
Namun dalam pada itu, dalam hiruk pikuk pertempuran,
maka Mahisa Murti telah berusaha dengan segenap
kemampuannya untuk menguasai lawannya. Tetapi adalah
diluar dugaan, bahwa pengawal itu telah berusaha
bertempur tidak saja seorang melawan seorang, tetapi justru
berusaha menyusup dalam kesibukan benturan senjata
diantara para pengawal Gagelang dan orang-orang Talang
Amba. Mahisa Murti semula tidak mengerti maksud lawannya.
Namun ketika tiba-tiba saja, lawannya bergeser menjauh,
barulah Mahisa Murti sadar, bahwa tentu ada maksud
tertentu yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
Mahisa Murti terkejut ketika tiba-tiba saja pengawal itu
telah bergeser di belakang seorang pengawal Gagelang.
Bahkan yang mengejutkan Mahisa Murti, dengan serta
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merta, pengawal Akuwu yang bertempur melawannya itu
telah mendorong pengawal Gagelang yang lain kearah
Mahisa Murti. Pada saat pedang Mahisa Murti terjulur, pengawal yang
didorong oleh Mahisa Murti itu hampir saja membenturnya
tanpa dapat mempergunakan senjatanya. Seandainya
Mahisa Murti bergeser setapak, kemudian menebaskan
pedangnya, maka pedang itu akan dapat memenggal leher
pengawal itu. Tetapi rasa-rasanya sesuatu telah menahannya, sehingga
arena itu, Mahisa Murti hanya bergeser selangkah dan
memukul tengkuk orang itu justru dengan tangkai
pedangnya. Orang itu memang jatuh terjerembab. Tetapi orang itu
tidak mati, meskipun ia menjadi pingsan.
Ternyata sesaat itu dapat dipergunakan oleh lawan
Mahisa Murti sebaik-baiknya. Lawannya itu adalah seorang
pengawal pengapit Akuwu Gagelang, namun yang
sebenarnya adalah seorang Pangeran dari Kediri. Dengan
tangkasnya, maka orang itupun telah menyusup diantara
ayunan senjata di medan pertempuran. Semakin lama
semakin jauh dari Mahisa Murti, sehingga akhirnya
lawannya itu telah hilang ditelan oleh hiruk pikuknya
pertempuran itu sendiri. Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Iapun
melihat, bahwa para pengawal Gagelang tidak akan dapat
bertahan terlalu lama. Namun bahwa ia telah kehilangan
lawannya, maka Mahisa Murtipun menjadi marah.
Tetapi ia tidak ingin menumpahkan kemarahannya
kepada orang-orang Gagelang yang sudah kehilangan
kesempatan. Sebentar lagi mereka akan disapu dari medan
jika mereka tidak mau menyerah.
Dengan geram, Mahisa Murtipun kembali ke arena yang
dipergunakannya semula. Sementara itu ia masih melihat
Mahisa Pukat bertempur dengan serunya, sebagaimana juga
Mahisa Bungalan yang bertempur melawan Akuwu dari
Gagelang. Untuk sesaat Mahisa Murti hanya berdiam diri. Namun
iapun kemudian membantu pula orang-orang Talang Amba
melawan para pengawal dari Gagelang yang sudah
kehilangan gairah perjuangannya. Hanya karena Akuwu
masih bertempur sajalah, mereka juga masih bertempur.
Namun diantara mereka ada juga Senapati yang memang
memilih mati di medan perang daripada menyerahkan diri
kepada orang-orang Talang Amba atau orang Singasari.
Di padukuhan sebelah, Ki Sanggarana dan Ki Sendawa
bertempur diantara orang-orang Talang Amba dan orangorang
yang belum dikenalnya yang datang bersama
Senapati Singasari yang berada di Talang Amba bersama
Mahisa Bungalan. Keduanya masih belum sempat mendapatkan penjelasan
tentang orang-orang yang telah melibatkan dirinya bersama
orang-orang Talang Amba melawan pasukan Gagelang dan
yang ternyata memiliki kemampuan yang dapat
mengimbangi, bahkan melampaui para pengawal dari
Gagelang. Dalam benturan-benturan kekerasan,
selanjutnya, maka pasukan Gagelang telah menjadi
semakin terdesak. Ketika orang-orang Gagelang itu kemudian mengetahui,
bahwa kawan-kawannya yang bertempur terpisah melawan
pecahan dari pasukan Gagelang sendiri telah menyerah,
maka pasukan Gagelang itupun menjadi semakin
kehilangan gairahnya. Bahkan beberapa orang tidak lagi
ingin melawan ketika pasukan mereka menjadi semakin
terdesak. Mereka lebih baik memilih bergeser surut
menjauhi lawan yang serasa menjadi semakin garang.
Akhirnya Senapati Singasari yang berada di pasukan itu
telah berteriak "Kawan-kawanmu telah menyerah dan
kehilangan kemampuan untuk melawan. Karena itu,
menyerahlah sebelum terjadi malapetaka yang lebih besar
bagi orang-orang Gagelang"
Tidak ada jawaban. Seorang Senapati Gagelang yang
memimpin pasukan diarena itu menjadi ragu-ragu. Tetapi ia
tidak akan mempunyai kesempatan untuk memperbaiki
keadaan. Bahkan semakin lama keadaannya akan menjadi
semakin parah, karena jumlah mereka akan semakin susut.
Sementara itu, di padukuhan yang lain, Ki Warujupun
tidak terlalu banyak berbuat karena orang-orang yang telah
membantu pasukan yang sebenarnya tidak memiliki
kemampuan yang pantas untuk melawan Gagelang. Tetapi
kehadiran orang-orang yang tidak dikenal dan berpihak
kepada Tajang Amba itu ternyata telah menentukan segalagalanya.
Sehingga dengan demikian, Ki Waruju tidak
merasa perlu mengerahkan segenap kemampuannya untuk
membinasakan lawan-lawannya secepatnya dan sebanyakbanyaknya
sebagaimana diperkirakan sebelumnya
seandainya ia harus bertempur hanya dengan orang-orang
Talang Amba. saja. Sementara itu, seperti dipadukuhan yang lain, maka
Senapati Singasari yang ada dipadukuhan itupun telah
meminta agar pasukan Gagelang menyerah.
Tetapi seperti kawannya juga di padukuhan sebelah.
Senapati Gagelang itupun ragu-ragu juga. Namun dalam
keragu-raguan itu terdengar Ki Waruju berkata "Ki Sanak,
Senapati dari Gagelang. Kau tidak akan berbuat apapun
juga sekarang ini. Keadaan para pengawal Gagelang sudah
semakin parah. Agaknya kalian tidak sempat
memperhitungkan apa yang akan kalian hadapi disini.
Sebenarnya kalian dapat mengukur kemampuan orangorang
Talang Amba dengan apa yang dapat aku lakukan.
Dengan mudah aku dapat keluar dari bilik tahanan. Bahkan
tidak hanya hari ini. tetapi selama beberapa hari aku berada
di Gagelang. Aku sudah berulang balik kembali ke Talang
Amba tanpa kalian ketahui. Nah. sekarang kalian
berhadapan langsung dengan orang-orang Talang Amba
yang lain, yang mungkin memiliki kelebihan dari aku
sendiri" Senapati itu menjadi semakin ragu. Sementara Senapati
dari Singasari itupun berkata "Menyerahlah. Aku akan
menjamin bahwa kalian akan diperlakukan dengan baik
oleh para prajurit Singasari kelak, karena mau tidak mau
kalian akan dihadapkan kepada kekuasaan Singasari. Tetapi
itu lebih baik daripada kalian akan menjadi tawanan orangorang
Talang Amba dan mendapat hukuman langsung dari
mereka. Mungkin kalian akan menjadi pangewan-ewan
disini. Tetapi hal itu tidak akan terjadi di Singasari. karena
Sri Maharaja di Singasari tentu mengetahui, siapakah yang
sebenarnya telah bersalah sekarang ini"
Senapati itu manjadi semakin ragu. Namun ia benarbenar
tidak dapat mengingkari kenyataan yang terjadi.
Padukannya benar-benar mengalami kesulitan.
Karena itu akhirnya Senapati itu telah mengambil satu
keputusan tanpa menghiraukan pasukan Gagelang yang
berada diinduk pasukan. Apalagi setelah ia mengetahui,
bahwa kawan-kawannya yang bertempur melawan belahan
pasukan Gagelang sendiri juga telah menyerah.
Sejenak kemudian, maka Senapati itupun telah
meletakkan senjatanya sambil mengisyaratkan bahwa ia
telah menyerah. Bahkan kemudian iapun telah memberikan
aba-aba untuk meletakkan senjata kepada seluruh
pasukannya. Ada beberapa orang yang terkejut mendengar perintah
itu. Namun sebagian besar dari mereka dengan serta merta
telah melangkah surut sambil meletakkan senjata mereka.
Dalam pada itu. Senapati dari Singasari itupun
kemudian telah memberikan aba-aba juga kepada orangorang
Talang Amba dan orang-orang yang telah membantu
mereka, untuk tidak mengambil langkah-langkah sendiri
menghadapi pasukan yang telah menyerah itu.
Dengan demikian, maka pertempuran di padukuhan
itupun segera berhenti. Orang-orang Talang Amba telah
mengumpulkan senjata lawan-lawan mereka, yang
menyerah. Dalam pada itu, dipadukuhan yang lain, orangorang
Gagelang telah jauh terdesak. Sehingga akhirnya,
merekapun tidak dapat berbuat lain. Dengan demikian,
maka merekapun telah berbuat sebagaimana dilakukan oleh
kawan-kawan mereka. Menyerah.
Hanya di induk pasukan sajalah pertempuran masih
berlangsung. Akuwu Gagelang bertempur dengan
tangkasnya melawan Mahisa Bungalan. Sementara itu.
Mahisa Murti tiba-tiba saja sudah termangu-mangu berdiri
memperhatikan pertempuran itu.
Mahisa Bungalan yang melihat Mahisa Murti termangumangu
hampir diluar sadarnya telah bertanya "Dimana
lawanmu?" Mahisa Murti mengerutkan keningnya. Namun
kemudian jawabnya sebagaimana adanya "Melarikan diri.
Ia menghilang di dalam hiruk-pikuk pertempuran. Aku
tidak dapat mengejarnya dan kehilangan orang itu"
"Siapa lawanmu he" Seorang dari pengawalku?" tiba-tiba
saja Akuwu itu bertanya. "Ya" jawab Mahisa Murti, lalu "seorang yang lain masih
bertempur melawan Mahisa Pukat"
Diluar sadar, Akuwu Gagelang itu telah melihat kearah
yang ditunjuk oleh Mahisa Murti. Ia melihat seorang
pengawalnya masjh bertempur. Karena itu, maka iapun.
segera menyadari bahwa yang melarikan diri adalah
Pangeran dari Kediri itu.
"Licik, pengecut" Akuwu itu menggeram. Namun ia
tidak menarik diri dari keputusannya. Lebih baik mati di
pertempuran dari pada harus menjadi seorang tawanan
yang pada saatnya juga akan digantung di alun-alun.
Tetapi Akuwu itu tidak mau mati sendiri. Ia sadar,
bahwa yang dilakukan selama ini adalah atas dasar
pertimbangan, pendapat dan bahkan sebagian adalah
karena bujukan Pangeran dari Kediri itu.
Karena itu, maka sambil memutar pedangnya dan
menyerang, maka ia berteriak "Ketahuilah orang-orang
Singasari yang dungu. Orang yang melarikan diri itu
bukannya seorang pengawal dari Gagelang. Bukan pula
seorang juru taman atau hamba apapun juga di Gagelang.
Ia adalah seorang Pangeran dari Kediri. Ia adalah orang
yang paling berkepentingan dengan hutan di lereng bukit"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Tetapi ia
tidak sempat berbuat apapun juga, karena Akuwu itu masih
saja menyerangnya dengan garang.
Namun sejenak kemudian, Mahisa Bungalan mendapat
kesempatan untuk berbicara "Akuwu. Jika demikian, maka
kau tidak terlalu berkepentingan dengan pertempuran ini.
Sebaiknya kau menghentikan perang yang tidak akan
berarti apa-apa bagimu dan bagi Gagelang. Orang yang
paling bernafsu untuk menguasai Talang Amba justru
karena hutan di lereng gunung itu, sekarang telah pergi"
"Aku tidak peduli. Apakah orang itu sudah pergi atau
mati. Tetapi aku tidak ingin menjadi tawanan yang pada
saatnya juga akan dihukum mati"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Agaknya
Akuwu itu benar-benar telah kehilangan nalarnya. Ia tidak,
lagi mau berpikir. Kegagalan yang dihadapinya
membuatnya mata gelap dan bahkan seperti orang yang
gila. Karena itu, maka sejenak kemudian Akuwu itupun
kembali mengerahkan kemampuannya untuk membunuh
Mahisa Bungalan yang untuk sejenak lebih banya
melindungi dirinya, sementara ia masih berusaha untuk
memaksa Akuwu menyerah. Tetapi Akuwu Gagelang benar-benar sudah tidak mau
berpikir lagi selain dibakar oleh satu niat, membunuh atau
jika tidak berhasil biarlah ia dibunuh.
Namun dalam pada itu, ternyata Mahisa Bungalan
sempat berkata kepada orang-orang yang ada disekitarnya
sambil berloncatan menghindari serangan Akuwu "He,
apakah kalian mendengar yang dikatakan oleh Akuwu"
Mahisa Bungalan tidak sempat berbicara lebih banyak.
Serangan Akuwu Gagelang melibatnya semakin dahsyat.
Senjata Akuwu itu berputaran bagaikan gumpalan awan di
seputarnya. Jika gumpalan awan itu menyentuhnya, maka
tubuhnya tentu akan terkoyak.
Namun dalam pada itu, ternyata Mahisa Murti cukup
cerdas menangkap perkembangan keadaan. Ia mengerti
maksud Mahisa Bungalan. Karena itu. maka katanya
kemudian kepada orang-orang yang sedang bertempur
disekitarnya "He. orang-orang Gagelang. Apakah kalian
tidak dapat melihat kenyataan disekitarmu. Lihat, perlawan
di kedua sayap pasukanmu sudah dapat dipatahkan.
Sementara itu, kawan-kawan kalian yang menyadari apa
yang sebenarnya terjadi, telah berhasil menguasai lawannya
Sekarang lihat lah kepada dirimu sendiri Apa yang sedang
terjadi dan untuk apa sebenarnya kalian berperang" Kalian
tidak akan dapat memenangkan perang ini. Itu sudah pasti.
Sebentar lagi orang-orang Talang Amba yang sudah
berhasil mengalahkan lawan-lawannya itu akan segera
berkumpul kemari. Apakah yang dapat kalian lakukan"
Mahisa Murti menunggu sejenak. Agaknya orang-orang
Gagelang yang mendengar suaranya mulai berpikir. Namu
Akuwulah yang berteriak "Persenan dengan igauanmu.
Aku akan membunuh kelian semua"
"Kau mulai bermimpi Akuwu" sahut Mahisa Murti
bukankah kau sendiri yang mengatakan, bahwa Pangera
dari Kediri itu sudah melarikan diri dari medan Sementara
itu, kalian yang hanya sekedar menjadi alatnya, masih jua
ingin mempertaruhkan nyawa?"
Orang-orang Gagelang memang mulai berpikir
Sementara itu keadaan mereka menjadi semakin rapuh,
Orang-orang Talang Amba benar-benar sudah menguasai
keadaan, sehingga ruang bergerak bagi mereka menjad
semakin sempit. Bahkan orang-orang Talang Amba
kemudian bukan saja mendesak orang-orang Gagelang,
tetapi mereka mulai mengepung orang-orang Gagelang.
Dalam pada itu orang-orang, Gagelang memang mulai
menjadi kehilangan ruang gerak. Bahkan semakin lama
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merekapun menjadi semakin tertekan.
"Sekali lagi, aku peringatkan" berkata Mahisa Murti
"menyerahlah" Tekanan orang-orang Talang Amba yang mengepung
orang-orang Gagelang telah mempersempit kepungan
mereka. Semakin lama semakin sempit.
Namun dalam pada itu. Akuwu Gagelang masih saja
bertempur tanpa menghiraukan orang-orangnya lagi.
Bahkan apapun yang akan mereka lakukan. Akuwu tidak
peduli, lagi Akhirnya orang-orang Gagelang itupun
menyadari, bahwa mereka tidak dapat lagi bertumpu
kepada perintah-perintah Akuwu. Bahkan merekapun
kemudian mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada
pemimpin mereka. Karena itu, ketika tekanan Mahisa Pukat atas pengawal
pengapit Akuwu yang masih juga bertempur dengan
sengitnya menjadi semakin berat, maka pengawal itu mulai
berpikir untuk mengambil sikap lain. Apalagi ketika
kemudian dari tubuhnya lelah menitik darah ketika senjata
Mahisa Pukat mengenainya.
"Kau dengar tentang kawanmu yang sebenarnya adalah
Pangeran yang melarikan diri itu?" bertanya Mahisa Pukat
Pengawal itu tidak menjawab. Tetapi iapun mengetahui
bahwa pengawal yang seorang itu adalah seorang Pangeran
dari Kediri, meskipun hanya orang-orang tertentu sajalah
yang mengetahuinya. Karena itu. maka iapun kemudian menganggap bahwa
pertempuran untuk seterusnya tidak akan banyak
bermanfaat bagi Gagelang. Jika Akuwu masih bertempur
terus, adalah karena ia melihat tidak ada kesempatan lagi
untuk tetap hidup. Menyerah atau mati di peperangan,
tidak ada bedanya baginya. Bahkan mati di peperangan
agaknya lebih baik bagi Akuwu yang memang seorang
prajurit. Tetapi pengawal itu masih melihat satu kemungkinan
untuk hidup meskipun ia akan mengalami hukuman dari
Singasari. Tetapi kesalahannya tidak akan seberat kesalahan
yang disandang oleh Akuwu di Gagelang. Karena itulah,
maka akhirnya pengawal yang menjadi kepercayaan
Akuwu dan bahkan memerintah para Senapati itupun
akhirnya telah memilin jalan yang lain dari yang ditempuh
oleh Akuwu. Ketika Mahisa Pukat mendesaknya, maka tiba-tiba saja
pengawal itu melontarkan senjatanya sambil berkata "Aku
menyerah" Mahisa Pukat tertegun. Namun kemudian senjata teracu
kedada lawannya sambil berkata "Perintahkan pasukan
Gagelang menyerah" "Itu wewenang para Senapati" jawab pengawal itu "aku
adalan sekedar pengawal Akuwu"
"Aku tahu, kau mempunyai pengaruh atas para
Senapati" desak Mahisa Pukat.
Pengawal itu termangu-mangu sejenak. Sementara
Mahisa Pukat masih berdiri dihadapannya dengan pedang
teracu. Tetapi pengawal itu masih tetap ragu-ragu. Katanya
"Mereka mendapat perintah langsung dari Akuwu aku
hanya menjadi perantara saja"
"Terserahlah Jika kau ingin melihat para pengawal
Gagelang menjadi banten, sementara kau sudah berhasil
menyelematkan diri" berkata Mahisa Pukat Lalu "Jika
demikian. maka aku akan memerintahkan mengikatmu
sementara aku akan membunuh sebanyak banyaknya"
Wajah Senopati itu menjadi tegang. Namun kemualan
katanya "Baiklah. Aku akan mencoba mempergunakan
pengaruhku untuk memerintahkan mereka menyerah.
Tetapi jika suaraku lenyap tanpa pengaruh apapun juga, itu
bukan salahku" "Cobalah" berkata Mahisa Pukat. Pengawal itu
termangu-mangu. Namun akhirnya iapun meneriakkan abaaba
untuk menyerah. Katanya "Tidak ada peluang lagi bagi
kita. Menyerahlah. Dengan demikian maka jumlah korban
dapat dikurangi" Namun yang terdengar adalah jawaban Akuwu
"Pengecut. Jika kau akan menjilat kaki orang Singasari atau
orang-orang Talang Amba lakukahlah sendiri"
Wajah pengawal itu menegang. Tetapi hampir diluar
sadarnya ia menyahut "Tidak ada harapan lagi Akuwu"
"Aku akan membunuh semua orang Talang Amba dan
Singasari" teriak Akuwu.
"Tetapi jangan mengorbankan para pengawal lebih
banyak lagi. pertempuran selanjutnya akan sia-sia" jawab
pengawal itu. "Bagiku tidak ada bedanya" geram Akuwu "apapun
yang akan terjadi, aku akan mati. Aku lebih baik mati di
peperangan daripada di tiang gantungan menjadi tontonan"
"Sikap Akuwu berbeda dengan sikapku" jawab pengawal
itu. Sementara itu. ia masih menyaksikan Akuwu bertempur
terus melawan Mahisa Bungalan, meskipun untuk sesaat
Mahisa Bungalan lebih banyak melayani Akuwu yang
diharapkan akan menyerah itu. Lalu pengawal itu
melanjutkan Akuwu. meskipun pada satu saat nanti aku
akan digantung dan bahkan menjadi tontonan sekalipun,
aku tidak berkeberatan. Tetapi jika dengan demikian
beberapa nyawa pengawal yang lain dapat diselamatkan
dalam pertempuran ini"
"Omong kosong" teriak Akuwu "Singasari akan
menghukum kita semuanya. Semua pengawal Gagelang
akan digantung. Bahkan pengawal yang tidak tahu menahu
apa yang sedang mereka lakukan"
"Tetapi setidak-tidaknya kita mengurangi rasa
permusuhan. Dan korban-korban dipihak Talang Amba
dapat dicegah untuk selanjutnya" jawab pengawal itu.
"Pengecut cengeng" teriak Akuwu yang marah "kaupun
pantas untuk dibunuh"
Pengawal itu tidak menjawab lagi. Sementara itu Akuwu
itupun justru bertempur lebih garang lagi.
Namun dalam pada itu, ternyata seorang Senopati dari
Gagelang yang mendengar percakapan antara Akuwu dan
pengawal khususnya itu dapat mengambil sikap sendiri,
lapun tiba-tiba saja telah memerintahkan para pengawal di
dalam kelompoknya untuk menyerah.
"Tidak ada kemungkinan lain" teriak Senopati itu.
Karena itulah maka para pengawalnyapun telah bergeser
surut serta menundukkan senjata mereka. Sementara orangorang
The Demigod Files 1 Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Pusaka Langit 3
sebuah iring-iringan di seberang bulak panjang dihadapan
mereka. Seorang pengamat yang memanjat sebatang pohon
segera memberikan isyarat, bahwa pasukan itu memang
sudah datang. Mahisa Bungalan dan kedua Senapati pembantunya
itupun kemudian telah memacu kudanya menyongsong
iring-iringan yang datang itu. Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat menjadi berdebar-debar. Jika Akuwu Gagelang sudah
kehilangan nalarnya sama sekali, maka ia dan pasukannya
akan dapat menangkap Mahisa Bungalan.
Dalam pada itu, pasukan yang dipimpin langsung oleh
Akuwu Gagelang yang dibayangi oleh seorang Pangeran
dari Kediri dalam pakaian seorang pengawal itupun telah
mendekati sasaran. Namun Akuwu Gagelang menjadi berdebar-debar ketika
dihadapannya muncul tiga orang dalam pakaian kebesaran
Senapati dari Singasari. "Siapakah mereka?" bertanya Akuwu Gagelang. Wajahwajahpun
menjadi tegang. Sementara Mahisa Bungalan
menjadi semakin dekat. "Kita jangan terpengaruh oleh penglihatan kita tanpa
penalaran" berkata seorang pengawal yang sebenarnya
adalah seorang Pangeran dari Kediri yang dalam keadaan
sehari-hari bertugas sebagai juru taman di istana Akuwu
Gagelang. Akuwu Gagelang itupun menganguk-angguk. Namun
pakaian kebesaran Senapati dari Singasari itu benar-benar
telah membuatnya menjadi berdebar-debar.
Mahisa Bungalan dan dua orang Senapati dari Singasari
itupun semakin lama menjadi semakin dekat. Bahkan
kemudian, Mahisa Bungalan itupun langsung menuju
kehadapan Akuwu Gagelang yang juga berada di punggung
kuda. Namun segala macam pertanda kebesaran yang
dibawa oleh pasukan Akuwu itu telah menunjukkan, bahwa
orang berkuda di paling depan, diapit oleh dua orang
pengawal itu adalah Akuwu dari Gagelang yang memimpin
langsung pasukannya yang akan menghukum Kabuyutan
Talang Amba yang sudah menentang kehendak Akuwu,
bahwa berniat untuk menjebak Akuwu dengan sikap purapura
Ki Sendawa. Beberapa langkah dihadapan iring-iringan pasukan dari
Gagelang itu. Mahisa Bungalan berhenti. Dengan isyarat
pula ia telah menghentikan iring-iringan pasukan Akuwun
Gagelang. Ketika pasukan Akuwu itupun berhenti beberapa
langkah dihadapan Mahisa Bungalan. maka Mahisa
Bungalan itupun kemudian mengangguk hormat sambil
bertanya "Apakah aku berhadapan dengan Akuwu di
Gagelang?" Akuwu di Gagelang itupun mengangguk pula sambil
menjawab "Ya Ki Sanak. Kau berhadapan dengan Akuwu
di Gagelang" "Terima kasih" jawab Mahisa Bungalan. Lalu katanya
"Aku sudah mendengar laporan tentang segala peristiwa
yang terjadi di Gagelang, termasuk Talang Amba. Karena
itu. maka aku datang untuk melihat langsung kebenaran
laporan itu" Akuwu Gagelang mengerutkan keningnya. Namun
kemudian iabertanya "Laporan yang sampai ke Singasari
itu, apakah laporan resmi dari Gagelang" Sebab hanya
Akuwu di Gagelang sajalah yang wajib memberikan
laporan dan dipercaya oleh Singasari"
"Apakah Gagelang pernah memberikan laporan tentang
peristiwa yang terjadi di Talang Amba?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Laporan itu akan Kami berikan jika persoalannya sudah
selesai. Seperti yang KI Sanak lihat, aku sedang berusaha
menyelesaikan persoaalan yang terjadi di Talang Amba"
jawab Akuwu di Gagelang. "Aku telah mengerahkan pasukan segelar sepapan.
Tindakan ini adalah tindakan yang berat. Tindakan
semacam ini seharusnya sudah diketahui oleh Singasari
lewat laporan yang diberikan oleh Akuwu, karena tindakan
ini akan menyangkut pertumpahan darah" berkata Mahisa
Bungalan. "Aku akan menghukum mereka yang telah bersalah.
Mereka yang tidak mengakui kuasa Singasari yang
dilaksanakan oleh Akuwu di Gagelang" jawab Akuwu.
"Tetapi ketahuilah Sang Akuwu. bahwa laporan yang
sampai ke Singasari berbeda dari yang Akuwu katakan.
Laporan yang kami terima dari petugas-petugas sandi
kami" berkata Mahisa Bungalan "nampaknya ada sesuatu
yang sengaja Akuwu sembunyikan dalam peristiwa ini"
"Ki Sanak" berkata Akuwu "Aku adalah Akuwu yang
mendapat limpahan kuasa sepenuhnya dari Singasari untuk
memerintah di Pakuwon Gagelang. Karena itu. jangan
mencampuri persoalan kami dengan Talang Amba. Pada
saatnya kami akan memberikan laporan selengkapnya.
Langsung kepada Sri Maharaja, karena aku hanya
bertanggung jawab kepada Sri Maharaja"
"Sebagai Senapati, maka akupun mendapat limpahan
kuasa dari Sri Maharaja. Aku bertugas untuk membantu
penyelesaian persoalan yang terjadi di Gagelang" berkata
Mahisa Bungalan kemudian.
Akuwu di Gagelang mengerutkan keningnya. Semen tara
itu pengawal yang mendampinginya berkata "Akuwu harus
bersikap tegas" Akuwu itu menjadi semakin tegang. Bagaimanpun juga
sikap Mahisa Bungalan itu telah mempengaruhinya.
Namun pengawal yang sebenarnya adalah seorang
Pangeran dari Kediri itu mempunyai pengaruh yang terlalu
besar pada dirinya, sehingga karena itu, maka ia sama sekali
tidak dapat melepaskan dirinya.
"Jawablah" desis Pangeran itu.
Akuwu memandang Mahisa Bungalan dengan tajamnya.
Namun kemudian katanya "Ki Sanak. Aku tahu bahwa Ki
Sanak adalah seorang Senapati menurut ujud wadag yang
dapat aku lihat. Tetapi sebaiknya Ki Sanak tidak
mengganggu tugasku. Biarlah aku menyelesaikan tugasku
dengan sebaik-baiknya agar aku tidak dianggap bersalah
oleh pemimpin pemerintahan di Singasari"
"Marilah kita berusaha menyelesaikan persoalan ini
dengan sebaik-baiknya" berkata Mahisa Bungalan "tidak
harus dengan pertumpahan darah akan melihat persoalan
ini dari sudut yang benar dan kemungkinan-kemungkinan
yang dapat kita tempuh. Aku akan membantu. Tetapi
Akuwu harus mencegah pertumpahan darah yang mungkin
dapat terjadi pada hari ini"
"Aku mengerti maksud Ki Sanak. Tetapi itu tidak adil.
Yang bersalah harus dihukum" jawab Akuwu.
"Kita harus menemukan siapa yang bersalah itu" berkata
Mahisa Bungalan kemudian.
Wajah Akuwu menjadi bertambah tegang. Bahkan
seolah-olah Mahisa Bungalan akan langsung menganggap
bahwa ialah yang telah bersalah. Karena itu, maka katanya
kemudian "Sudahlah. Tidak ada gunanya kau mencampuri
persoalan kami" "Aku adalah seorang Senapati yang bertugas. Karena itu,
maka aku akan mempergunakan segala wewenang yang ada
padaku untuk mencegah pertumpahan darah ini"
"Aku peringatkan agar Ki Sanak menepi. Jika Ki Sanak
masih tetap ingin mengganggu tugasku, maka akan akan
dapat bersikap tegas demi kedudukanku dan kuasa yang
diberikan oleh Sri Maharaja di Singasari" jawab Akuwu di
Gagelang. Wajan Mahisa Bungalan terasa menjadi panas. Tetapi ia
masih menyadari kedudukannya. Karena itu, maka katanya
"Jadi Akuwu menolak kehadiran dalam tugas ini?"
"Maaf Ki Sanak. Aku berkeberatan" jawab Akuwu.
"Jika demikian, Akuwu telah menolak perintah yang aku
emban Akuwu akan memaksakan pertumpahan darah
terjadi di Gagelang. Mungkin Akuwu akan dapat
memberikan laporan yang lain kepada para pemimpin di
Singasari. Tetapi tanpa kehadiranku. Sekarang akan disini
Laporan Akuwu akan dinilai dan diperbandingkan dengan
laporan" geram Mahisa Bungalan.
Namun tiba-tiba Pangeran dari Kediri yang melihat hati
Akuwu menjadi goyah dan terguncang-guncang telah
berkata "Laporan itu tidak akan pernah dapat kau buat"
Kata-kata pengawal itu membuat darah Mahisa
Bunealan bagaikan mendidih, ia mengerti makna dari katakata
itu. Karena itu maka katanya "Akuwu di Gagelang.
Apakah kata-kata yang diucapkan oleh pengawalmu itu
juga kata-kata yang akan kau ucapkan"
Jantung Akuwu di Gagelang menjadi berdebar-debar.
Sekilas dipandanginya wajah Pangeran yang berpakaian
sebagai seorang pengawal itu. Lalu, katanya dengan ragu
"Ya Ki Sanak. Aku memang sudah berketetapan hati"
Jawaban itu terasa bagaikan bara api yang menyentuh
telinga Mahisa Bungalan. Karena itu, maka katanya "Jika
demikian, akau akan berada diantara orang-orang Talang
Amba. Kita akan melihat kelak, siapakah yang tidak akan
dapat membuat laporan. Aku atau Akuwu di Gagelang.
Meskipun menurut gelar kewadagan, pasukan Talang
Amba bukan tandingan dari pasukan Gagelang, tetapi kita
akan melihat, apakah Talang Amba akan mendapat
perlindungan dari Sang Maha Kuasa"
Mahisa Bungalan tidak menunggu jawaban lagi. Iapun
segera menarik kekang kudanya dan memberi isyarat
kepada kedua orang Senapatinya untuk kembali ke Talang
Amba. Akuwu tidak mencegahnya atau memberikan perintah
untuk mengejarnya. Dibiarkannya Manisa Bungalan
bergabung dengan orang-orang Talang Amba yang menurut
perhitungannya tidak akan dapat bertahan terlalu lama.
Dalam sekejap Talang Amba tentu sudah akan disapu
bersih. Sementara itu Pangeran dari Kediri itu berkata "Ketiga
orang Senapati dari Singasari itu harus terbunuh dalam
pertempuran ini, sehingga mereka tidak akan dapat
memberikan laporan apapun juga. Sementara itu, kita harus
menyusun satu ceritera tentang peristiwa yang terjadi
sekarang ini. Sendawa , dan para pemimpin di Talang
Amha harus mati juga dalam peperangan ini"
Akuwu di Gagelang mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab. Demikianlah, ketika Mahisa Bungalan telah mendekati
regol padukuhan yang berada dihadapan pasukan
Gagelang, maka Akuwupun telah memberikan isyarat
kepada pasukannya untuk bersiap-siap. Katanya "Agaknya
Talang Amba benar-benar akan melawan"
Keterangan itupun kemudian menjalar dari seorang
Senapati kepada Senapati yang lain, sehingga Gagelang
benar-benar telah mempersiapkan diri untuk berperang.
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan yang
meninggalkan pasukan Gagelang itupun bertanya kepada
kedua kawannya "Apakah kalian melihat isyarat seperti
yang dikatakan oleh Senapati Gagelang yang datang ke
Talang Amba bersama Ki Waruju itu?"
"Ya, aku melihat seorang Senapati memakai ciri seperti
yang pernah dikatakan" jawab seorang kawannya.
"Bagus" berkata Mahisa Bungalan "setidak-tidaknya kita
mempunyai kawan untuk memecahkan pemusatan
kekuatan pasukan Gagelang, sehingga mereka tidak sematamata
membantai anak-anak muda Talang Amba saja.
Namun demikian, Mahisa Bungalan dan kedua Senapati
itu masih meragukan jumlah pasukan Gagelang yang akan
dapat membantu orang-orang Talang Amba. Jika jumlah
mereka terlalu sedikit, maka akibatnyapun akan dapat
menjadi parah. "Tetapi orang-orang Talang Amba sudah bertekad bulat
untuk melawan" berkata Mahisa Bungalan kemudian. Lalu
"Dengan demikian, maka kitapun akun membantu mereka
dengan sepenuh kemampuan yang ada pada kita. Mungkin
Akuwu memerlukan lawan yang mapan. Selebihnya,
pengawal yang dengan berani mencampuri pembicaraanku
dengan Akuwu di Gagelang itu juga memerlukan perhatian
tersendiri" "Ya jawab kawannya agaknya orang itu mempunyai
pengaruh yang besar kepada Akuwu jauh melampaui
ujudnya sebagai seorang pengawal"
"Mahisa Murti dan Mahisa Pukat harus berhati-hati"
berkata Mahisa Bungalan "Aku yakin, mereka memiliki
kemampuan melampaui para pengawal Gagelang. Tetapi ia
akan bertempur diantara anak-anak muda yngg kurang
memiliki pengalaman dan kemampuan"
"Tugas kita memang sangat berat" jawab kawannya
yang lain. "Nampaknya memang demikian. Tetapai kita masih
berpengharapan bahwa Ki Waruju akan dapat
memanfaatkan kemampuannya untuk mengurangi korban
dianara anak-anak Talang Amba" desis Mahisa Bungalan"
Dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun segera memasuki
padukuhan yang akan menjadi sasaran pertama pasukan
Akuwu Gagelang, karena padukuhan itu berada di jalanjalan
yang dilalui oleh pasukan Akuwu. Meskipun agaknya
Akuwu akan menuju ke padukuhan induk kabuyutan
Talangi Amba, tetapi atas beberapa petunjuk, kekuatan
Talang Amba tidak diletakkan di padukuhan induk, tetapi
dipadukuhan pertama yang akan dilalui oleh pasukan
Akuwu. Dari kejauhan Akuwu sudah melihat padukuhan itu.
Agaknya iapun sudah menduga, bahwa pasukan Talang
Amba berada dipadukuhan dihadapannya itu. Tidak di
padukuhan induk. Karena itu, maka Akuwupun mulai
memperlambat pasukannya. Akuwupun kemudian memberikan isyarat, agar
pasukannya menjadi berhati-hati. Semua orang di dalam
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasukan itu harus bersiap.
Dalam pada itu, pasukan Talang Ambapun telah bersiap
pula menghadapi segala kemungkinan. Mereka ternyata
menjadi berdebar-debar juga. Mereka bukan orang-orang
yang mempunyai pengalaman berperang. Namun salah
seorang dari mereka berkata "Ternyata pertentangan antara
Ki Sanggarana dan Ki Sendawa ada juga manfaatnya"
"Apa?" bertanya kawannya.
"Kita sudah mempersiapkan senjata dan serba sedikit
kita sudah memperkenalkan diri nagaimana kita harus
menggenggam pedang, landean atau tombak" jawab orang
yang pertama-tamba itu. "Ya" jawab kawannya.
Kawannya mengangguk-angguk.
Orang-orang Talang Amba berdebar-debar, jantungnya
mereka berpacu menjadi kian cepat. Ketika mereka melihat
pasukan Akuwu sudah berada beberapa puluh langkah lagi.
Ternyata Akuwu cukup berhati-hati. Pasukannya tidak
langsung memasuki padukuhan. Tetapi pasukan itu telah
menebar. Mereka akan memasuki padukuhan dalam gelar.
Mereka tidak menyusuri jalan dan memasuki regol
berurutan memanjang. Tetapi mereka akan memasuki
padukuhan itu dalam tebaran yang memanjang dari ujung
sampai keujung padukuhan. Mereka akan memasuki
padukuhan dengan meloncati dinding-dinding pagar dan
melintas disepanjang kebun dan halaman.
"Jika mereka menemui lawan di padukuhan ini, maka
mereka akan bertempur dan menghancurkan lawan mereka.
Kemudian mendesak lawannya dalam jajaran yang rapat
dan tidak seorangpun akan dapat terlepas dari jaring
mereka" berkata Mahisa Bungalan kepada kawankawannya
dan kepada kedua adiknya.
"Mudah-mudahan orang-orang Talang Amba di
padukuhan-padukuhan sebelah juga sudah siap. Mereka
akan menyerang dari lambung dengan senjata jarak jauh
pula" desis Mahisa Murti.
Namun dalam pada itu, sebenarnyalah Ki Sanggarana
benar-benar menadi cemas. Ia sudah membayangkan
bahwa korban akan berserakkan di pematang, halaman dan
kebun padukuhan-padukuhan di Talang Amba. Anak-anak
muda akan menjadi sasaran kemarahan para pengawal yang
akan mendapat serangan lebih dahulu dengan anak panah
dan lembing-lembing. Satu saja diantara mereka menjadi
korban, maka mereka akan menuntut sepuluh orang sebagai
gantinya. Namun Ki Sanggarana masih berharap bahwa Senapati
Gagelang yang tidak senang melihat sikap Akuwu itu akan
menepati janji. Tetapi seperti yang diragukan oleh setiap
pemimpin dari Talang Amba, seberapa jumlah mereka yang
bersedia berpihak kepada Talang Amba. Apalagi jika
mereka sudah berada di dalam pasukan segelar sepapan
seperti itu. Tetapi semuanya sudah terlanjur. Tidak ada jalan lagi
untuk kembali, sehingga oleh karena itu, maka orang-orang
Talang Amba harus bersiap untuk berperang.
Demikianlah, pasukan Gagelang dalam tebaran yang
memanjang merayap mendekati padukuhan.
Setiap jantungpun berdetak semakin cepat. Orang-orang
Talang Amba benar-benar menjadi berdebar-debar melihat
orang-orang yang berada di dalam pasukan Akuwu di
Gagelang. Mereka rasa-rasanya tidak sedang bertugas
dalam gelar perang. Mereka seolah-olah sedang beramairamai
berburu seekor kijang di padang rumput disatu pagi
yang cerah. Ketika pasukan itu kemudian menjadi semakin dekat,
maka Mahisa Bungalanpun telah memberikan isyarat untuk
bersiap sepenuhnya. Dalam ketegangan itu, tiba-tiba sebuah panah sendaren
telah meluncur keudara kearah padukuhan disini
padukuhan yaog menjadi sasaran pasukan Gagelang,
disusul oleh panah sendaren yang lain kearah padukuhan
disebelah yang lain pula.
Panah-panah sendaren itu adalah perintah kepada orangorang
Talang Amba yang berada di padukuhan sebelah
menyebelah untuk mulai menahan gerak maju pasukan
Gagelang dari arah lambung.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian,
sebenarnyalah, orang-orang Talang Amba di padukuhan
sebelah menyebelah itu telah bersikap dengan anak panah
mereka. Ki Sendawa dan Ki Sanggarana yang berada di
Padukuhan sebelah kanan tidak dapat berbuat lain.
Betapapun mereka mencemaskan nasib orang-orang Talang
Amba, namun mereka menyadari bahwa yang mereka
hadapi bukannya Akuwu yang patuh terhadap
kewajibannya dan bertanggung jawab kepada Sri Maharaja
di Singasari, namun justru sebaliknya. Akuwu di Gagelang
telah berhubungan dengan seseorang yang justru berniat
untuk melawan Singasari. Karena itu, maka orang-orang Talang Amba telah
bertekad untuk melawan meskipun mereka menyadari,
bahwa mereka tidak memiliki bekal yang cukup. Namun
kesediaan beberapa orang Senapati dari Gagelang sendiri
untuk berpihak kepada mereka, serta kehadiran Mahisa
Bungalan dan dua orang Senapati lainnya dati Singasari
telah membuat tekad orang-orang Talang Amba menjadi
semakin mantap. Merekapun telah menyadari, seandainya mereka tidak
melawan sekalipun, nasib mereka tentu akan menjadi
sangat buruk, karena Akuwu di Gagelang nampaknya
mengerti, bahwa sebenarnya orang-orang Talang Amba
tidak akan dapat tunduk kepada perintahnya yang
menyalahi kesetiaannya sebagai seorang Akuwu.
Dalam pada itu, maka panah-panah sendaren itupun
telah memperingatkan pasukan Akuwu di Gagelang, bahwa
isyarat itu tentu mengandung makna.
Sebenarnyalah, bahwa sejenak kemudian, panah
sendaren yang keduapun telah meluncur di udara.
Langsung disusul dengan serangan orang-orang Talang
Amba kearah lambung pasukan Akuwu Gagelang yang
bergerak maju dengan anak panah pula.
Para pengawal dari Gagelang itu tidak terkejut.
Meskipun mereka harus berusaha untuk melindungi diri
mereka dengan perisai atau senjata yang ada pada mereka,
namun serangan itu benar-benar merupakan perintah untuk
bertindak. Tanpa menunggu lebih lama lagi, atas isyarat dari
Akuwu Gagelang, perintahpun segera dijatuhkan. Senapati
yang berkuda disebelah Akuwu telah meneriakkan perintah
untuk langsung menyerang dan memecah pasukan
Gagelang ke arah tiga sasaran. Induk pasukan Gagelang
akan menyerang pasukan yang ada dihadapan mereka,
sedang ujung-ujung pasukan itu akan berbelok arah
menghadapi padukuhan padukuhan disebelah menyebelah.
Sementara itu, orang-orang Talang Amba yang merasa diri
mereka tidak memiliki bekal kemampuan sebagaiman para,
pengawal dari Gagelang, telah melontarkan anak-panah
sebanyak dapat meraka lakukan.
Ternyata bahwa hujan anak panah itu mempunyai
pengaruh juga atas pasukan Gagelang. Langkah mereka
menjadi tersendat-sendat. Bahkan, betapapun juga, anakpanah
orang-orang Talang Amba itu juga berujung runcing
dan mampu menembus kulit para pengawal dari Gagelang.
Karena itu, satu dua orang pengawal dari Gagelang yang
lengah telah terpatuk oleh ujung anak panah orang-orang
Talang Amba. Namun ternyata bahwa darah yang telah menitik,
membuat orang-orang Gagelang benar-benar menjadi
marah. Akuwu dan pengawal pengapitnya, yang salah
seorang diantaranya adalah Pangeran dari Kediri itu, telah
menjadi marah pula karenanya.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, Akuwupun
telah memberikan isyarat, agar para pengawal dari
Gagelang, bertindak lebih cepat lagi. Tidak ada
pertimbangan apapun lagi yang akan dapat menolong
orang-orang Talang Amba dari malapetaka. Perintah
Akuwu menjadi tegas. Hancurkan orang-orang yang tetap melawan. Sementara
mereka yang menyerah masih dapat dipertimbangkan
meskipun mereka tidak akan luput dari hukuman.
Karena itulah, maka para pengawal dari Gagelang itu
bergerak lebih cepat. Mereka yang berada dalam klompok
pengawal yang mempergunakan perisai telah bergeser di
paling depan. Sementara yang lain berusaha untuk
berlindung di belakang pasukan yang mempergunakan
perisai itu. Tetapi orang-orang Talang Amba telah berusaha
menyusupkan anak panah mereka kesela-sela perisai yang
melindungi pasukan Gegelang, sementara yang lain telah
dilontarkan melampaui perisai yang merapat di depan
pasukan yang bergerak maju itu.
Kemarahan orang-orang Gagelang menjadi semakin
memuncak. Sambil berteriak nyaring, maka pasukan itu
justru telah meluncur semakin cepat tanpa menghiraukan
hujan anak panah yang menjadi semakin lebat.
Namun dalam pada itu, ketika pasukan Gagelang itu
menjadi semakin dekat dengan sasaran, tiba-tiba saja telah
terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan mereka dan sangat
mengejutkan Akuwu serta kedua Senapati pengapitnya.
Dari antara pasukan Gagelang itu telah terdengar satu
teriakan nyaring mengatasi segala macam suara yang
terdapat di medan. Kemudian diusul dengan teriakanteriakan
yang lain merayap diantara para pengawal dari
Gagelang terutama mereka yang berada dibagian belakang.
Sejenak kemudian, seolah-olah pasukan Gagelang itu
telah terbelah. Bagian yang berada di belakang dari pasukan
Gagelang itu telah memisahkan diri. Mereka dengan cepat
telah mengambil jarak. Perubahan susunan pasukan Gagelang itu membuat
orang-orang Talang Amba menjadi berdebar-debar. Mahisa
Bungalan dan kedua kawannya menyaksikan perubahan itu
dengan jantung yang bergejolak.
"Ternyata di Gagelang masih juga ada orang yang
mempunyai penglihatan bening atas tingkah laku
Akuwunya" desis Mahisa Bungalan.
Kedua kawannya mengangguk-angguk. Sementara itu
Mahisa Murti bergumam "Senapati itu telah memenuhi
janjinya" Dalam pada itu, seperti yang telah dijanjikan, maka para
pengawal dari Gagelang yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itupun telah mengenakan ciri-ciri yang sudah
disepakati. Namun diantara mereka yang tidak memiliki
pertanda yang telah ditetapkan, telah mempergunakan janur
kuning. Ternyata mereka telah membawa janur kuning
yang tersembunyi. Baru setelah isyarat itu diberikan,
mereka telah mengenakan pertanda itu ditempat yang jelas
pada tubuh mereka. Ada yang dipergunakan sebagai kalung
dileher. Tetapi ada juga yang dikenakan dilengan atau
dililitkan pada dahi mereka, atau pada kedua pergelangan
tangan mereka. Dalam pada itu, Akuwu yang sangat terkejut telah
tertegun ditempatnya, sementara pasukannya yang bergerak
langsung kepadukuhan yang berada dihadapan telah
terhenti pula. "Lihat, apa yang telah terjadi" perintah Akuwu.
Pangeran yang dalam wujudnya sebagai pengawal itu
menggeram, la mengulangi perintah Akuwu itu kepada
pengawal pengapit yang lain "Cepat. Beri aku laporan
segera" Pengawal itupun kemudian bergeser dari tempatnya,
lapun segera menyusup diantara pasukan Gagelang dengan
membawa dua orang pengawal yang lain. Ketika ia berada
di batas pasukan yang menyibak itu, maka iapun bertanya
kepada seorang pemimpin kelompok yang sedang
kebingungan "Apa yang sudah terjadi?"
"Aku kurang mengerti. Tetapi Senapati itu telah
membawa pasukannya memisahkan diri. Juga ada beberapa
kelompok pasukan dikedua sayap itu yang memisahkan diri
pula" Pengawal itu menggeram. Kemudian iapun berdiri
diantara para pengawal yang termangu-mangu itu sambil
menghadap kearah pasukan yang telah memisahkan diri itu.
Dengan nada tinggi ia berteriak nyaring "He, apakah
maksud kalaian dengan sikap yang kalian ambil tanpa ada
perintah itu?" Senapati yang memimpin pasukan yang memisahkan diri
itupun kemudian berdiri didepan pasukannya sambil
menjawab "kami mempunyai sikap sendiri"
"Ya. Katakan, sikap yang manakah yang telah kalian
ambil itu?" bertanya Pengawal Pengapit itu.
Senapati itu termenung sejenak Ketika ia menebarkan
pandangannya, maka dilihatnya seakan-akan pertempuran
di depan padukuhan-padukuhan itupun telah terhenti.
Orang-orang Talang Amba tidak lagi meluncurkan anak
panah kearah orang-orang Gagelang yang tertegun dan
bahkan justru berpaling. Namun peristiwa yang
mengejutkan itu ieiah merampas semua perhatian kedua
belah pihak. Namun sejenak kemudian, maka iapun berkata
"Jelaskan sikapku kepada Akuwu. Aku tidak suka kepada
langkah-langkah yang diambilnya"
Tetapi kau adalah prajurit. Kau harus tunduk kepada
semua perintah yang diberikan kepadamu" berkata
pengawal itu. "Aku memang seorang prajurit. Tetapi Akuwu tidak
berhak memerintahkan aku untuk memberontak terhadap
Singasari" jawab Senapati itu "aku tahu. bahwa langkah
Akuwu sekarang ini adalah ungkapan dari sikap
perlawanannya terhadap Singasari meskipun seolah-olah ia
masih tetap merupakan seorang Akuwu yang setia. Tetapi
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setiap orang di Gagelang kini mengetahui, siapakah
sebenarnya Akuwu yang selama ini mereka sembah.
Langkah langkah yang diambil di Talang Amba telah
menunjukkan, siapa sebenarnya Akuwu di Gagelang dan
bagaimana sikapnya terhadap Singasari dan terhadap
Kediri. "Omong kosong" teriak pengawal itu kau jangan
memutar balikkan kenyataan. Kalau yang sekarang
memberontak melawan kekuasaan yang sah berdasarkan
atas limpahan kekuasaan Sri Maharaja di Singasari. Karena
itu, sebelum semuanya terlanjur, menyerahlah"
"Aku sudah mengambil keputusan. Aku takut melawan
kekuasaan Singasari. Karena itu lebih baik aku melawan
kekuasaan Gagelang saja" jawab Senapati itu
"Jumlah pasukan yang dapat kau racuni tidak seimbang
dengan mereka yang masih tetap setia kepada Akuwu.
Coba katakan, apa yang dapat kau lakukan?" bertanya
pengawal itu. "Apapun yang terjadi, kami sudah menentukan sikap.
Kami tidak akan memberontak melawan Singasari Karena
kami adalah prajurit, maka kemungkinan yang paling
pahitpun telah kami perhitungkan. Dan kami adalah
pasukan yang setia sampai diambang maut sekalipun"
jawab Senapati itu. "Omong kosong" geram Pengawal yang marah itu "Kau
telah merusak segala rencana. Tetapi jika kau tetap pada
pendirianmu, maka hal itu tidak akan terlalu banyak
mengganggu. Jumlah kalian terlalu sedikit. Karena itu.
maka orang-orang Talang Amba justru akan mengalami
nasib yang lebih buruk lagi, karena dengan demikian maka
penumpasan terhadap merekapun akan dipercepat, karena
pasukan Gagelang masih harus melawan orang-orangnya
sendiri yang berkhianat"
"Terserah apa yang akan kalian lakukan" jawab Senapati
itu "tetapi kami sudah siap. Mati adalah akibat wajar dan
seorang prajurit yang memeluk keyakinan kebenaran.
Karena itu, silahkan, mengambil satu langkah menghadapi
sikap kami. Sementara itu jumlah kami yang sedikit, akan
bergabung dengan orang-orang Talang Amba"
Pengawal itu menggeram. Kemarahan memancar di
wajahnya. Senapati itu benar-benar telah mengganggu
semua rencana yang sudah disusun sebaik-baiknya.
Termasuk usaha meraka untuk melenyapkan semua bekas
tindakan Akuwu yang bertentangan dengan keinginan
Singasari termasuk melenyapkan tiga orang Senapati
Singasari yang ada di Talang Amba.
Karena itu maka tidak ada jalan lain kecuali
menghancurkan orang-orang Talang Amba sekaligus para
pengawal yang telah melawan kehendak Akuwu Di
Gagelang itu. Mereka tidak boleh menjadi sumber
keterangan yang akan dapat membuka rahasia Akuwu di
Gagelang itu kepada pimpinan di Singasari sampai saatnya
beberapa Pangeran di Kediri menganggap saatnya telah
tiba. Karena itu, maka sejenak kemudian iapun berteriak
"Baiklah Senapati yang dungu. Kalian memang harus
dibinasakan sempai orang yang terakhir"
Dengan jantung yang berdebaran. kemarahan yang
menghentak didadanya, maka pengawal itupun segera
kembali kepada Akuwu di Gagelang yang menunggunya
dengan hampir tidak sabar.
Demikian Akuwu mendengar laporan, maka dengan gigi
yang gemeretak Akuwu memerintahkan agar pasukannya
segera bergerak menghancurkan orang-orang Talang Amba
dan pasukan Gagelang yang telah melawan.
"Jumlah mereka tidak terlalu banyak" berkata pengawal
yang telah melihat pasukan yang memisahkan diri itu.
"Cepat, hancurkan saja mereka" perintah Akuwu "kita
tidak boleh terlalu baik hati kepada orang-orang yang telah
memberontak. Orang-orang yang telah menodaai
perjuangan Pakuwon Gagelang untuk mencapai satu citacita
yang sejalan dengan perintah dari Singasari.
Demikianlah maka perintah itupun segera
mengumandangkan. Pasukan Gagelangpun segera bersiap
menghadapi dua jenis lawan. Orang-orang Gagelang yang
tidak memiliki kemampuan bertempur sama sekali dan
sekelompok pasukan Gagelang sendiri.
Dalam pada itu, beberapa orang Senapati yang
menyatakan diri melawan niat Akuwu yang bertentangan
dengan tugas-tugasnya yang sebenarnya itu menyadari,
bahwa jumlah mereka dibanding dengan pasukan Gagelang
seluruhnya memang terlalu kecil. Tetapi mereka berharap
bahwa orang-orang Talang Amba yang jumlahnya cukup
banyak, akan dapat menarik perhatian sebagian pasukana
Gagelang. sementara itu kekuatan para Senapati yang tidak
terlalu banyak itu mendapat kesempatan untuk merubah
keseimbangan. Namun para Senapati itu masih juga memikirkan nasib
orang-orang Gagelang. Jika para pengawal itu harus
menebus langkah mereka dengan kematian. bagi mereka
tidak lagi menjadi persoalan. Tetapi jika orang-orang
Talang Amba itu benar-benar akan dibinasakan, maka nasib
mereka memang kurang baik.
Dalam pada itu, maka pasukan Gagelang yang setia
kepada Akuwupun segan mulai bergerak. Mereka masih
tetap menuju ketiga sasaran. Namun sebagian dari mereka
harus berkisar untuk menghadapi pasukan Gagelang yang
telah memisahkan diri. Lawan mereka bukan sekedar anakanak
Talang Amba yang tidak tahu apa-apa. Tetapi lawan
mereka adalah para pengawal yang memiliki kemampuan
seperti pasukan Gagelang yang lain.
Sementara itu, orang-orang Talang Amba yang
menyadari, bahwa pasukan Gagelang telah kembali
bergerak kearah mereka, maka merekapun telah
mempersiapkan anak panah dan busur mereka kembali.
Mereka harus menghambat gerak pasukan Gagelang dan
bahkan mengurangi jumlah mereka.
Namun para pengawal Gegelang yang sudah terlatih dan
berpengalaman itupun dengan cerdik telah melindungi diri
mereka, meskipun ada juga anak panah orang Talang Amba
yang menyayat kulit satu dua orang pengawal dari
Gagelang. Pertempuran justru lebih dahulu telah terjadi antara
pasukan Gagelang yang saling memisahkan diri itu.
Pertempuran yang berkobar dengan dahsyatnya, karena
keduanya memiliki kemampuan yang seimbang. Agaknya
pasukan Gagelang yang setia kepada Akuwu tidak ingin
bertempur terlalu lama. Ternayata mereka telah
menyediakan kekuatan yang hampir berlipat untuk
menghadapi kawan-kawan mereka yang mereka anggap
memberontak, sementara untuk menghadapi orang-orang
Talang Amba. pasukan Gagelang sama sekali tidak
mencemaskannya. Namun dalam pada itu, hujan anak panahpun masih
belum juga berkurang. Dengan perisai dan senjata yang ada
pada pasukan Gagelang mereka merayap maju mendekati
tiga padukuhan yang dipergunakan oleh orang-orang
Talang Amba untuk membangunkan pertahanan.
Tetapi agaknya sesuatu telah terjadi di padukuhan yang
berada di hadapan pasukan induk pengawal dari Gagelang
diluar pangetahuan orang-orang Gagelang. Ketika Mahisa
Bungalan sedang mengamati gerak orang-orang Gagelang
dengan tegang, maka seseorang telah datang kepadanya.
"Ki Sanak, ada orang yang mencari Ki Sanak Mahisa
Bungalan" berkata orang itu.
"Siapa?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Kami tidak tahu. Tetapi orang itu telah dibawa kemari
karena kawan-kawan yang ada diujung lorong menjadi
curiga" jawab orang itu.
Mahisa Bungalanpun kemudian menyerahkan
pengamatan orang-orang Gagelang kepada kedua
kawannya, sementara ia harus menemui seseorang yang
sedang mencarinya. Dengan hati yang berdebar-debar Mahisa Bungalan
dengan tergesa-gesa telah pergi kesebuah rumah kecil di
pinggir jalan. Agaknya orang yang dicurigai itu telah
dibawa ke rumah itu. "Apakah orang itu ada disini?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Ya. Orang itu ada di dalam rumah itu" jawab orang
yang memanggil Mahisa Bungalan.
Dengan langkah-langkah panjang Mahisa Bungalan
memasuki rumah itu. Ia tidak ingin terlalu lama meninggal
kan orang-orang Talang Amba yang sudah mulai
melontarkan anak panah mereka kembali, ketika pasukan
Gagelang sudah mulai bergerak. Jika ia terlalu lama, maka
ia tidak akan dapat menyaksikan benturan yang terjadi.
Mungkin orang-orang Talang Amba akan segera menjadi
kacau dan kehilangan kesempatan untuk melawan jika
tidak ada orang yang akan dapat mendorong tekad mereka,
meskipun sejak sebelumnya niat mereka sudah bulat. Tetapi
suasana medan dibenturan pertama, memang akan sangat
berpengaruh. Untunglah bahwa beberapa kelompok pasukan Gagelang
sendiri menyadari, bahwa yang dilakukan oleh Akuwu
mereka adalaah langkah yang sesat, sehingga mereka telah
mengambil satu sikap yang benar. Dengan demikian, maka
kelompok-kelompok itu akan sangat berarti bagi orangorang
Talang Amba. Meskipun demikian, Mahisa Bungalan
masih tetap mencemaskan nasib orang-orang Talang Amba
itu. "Waktuku hanya sedikit sekali" desis Mahisa Bungalan.
Orang yang mengantarkannya tidak menjawab.
Sementara itu beberapa orang yang mengawal orang yang
tidak dikenal itu telah menyibak ketika mereka melihat
Mahisa Bungalan memasuki pintu.
Namun demikian Mahisa Bungalan masuk ke ruang
dalam, maka tiba-tiba saja jantungnya telah bergetar.
Hampir diluar sadarnya ia berdesis "Kau. Apa kerjamu
disini?" Orang itu tersenyum. Katanya "Ada masanya untuk
berceritera panjang. Tetapi bukankah sekarang waktumu
sudah hampir habis" "Ya" jawab Mahisa Bungalan.
"Baiklah. Tetapi secara singkat aku dapat mengatakan,
bahwa sejak kepergianmu dari Singasari, maka perintah
telah jatuh atas beberapa pertimbangan untuk mengirimkan
aku kemari, tanpa menunggu lagi. Beberapa keterangan
telah didapat sejak sebelumnya. sehingga kedatangan kedua
adikmu itu menjadi semakin meyakinkan. Karena itu aku
memang sudah berada disekitar tempat ini. berkata orang
itu. "Bagus" jawab Mahisa Bungalan "cepat, lakukan yang
paling baik menurut pertimbanganmu"
"Aku akan membawanya kemari. Mereka tidak dalam
ujud yang resmi sebagaimana kami perhitungkan
sebelumnya" jawab orang itu.
"Cepat. Sebentar lagi benturan itu akan terjadi. Tetapi
benturan itu tidak hanya terjadi disatu tempat. Tetapi di tiga
tempat. Pergilah ketiga tempat. Dua orang kawan kita akan
mengantarkan kelompok-kelompok itu"
Mahisa Bungalan tidak menunggu jawaban. Iapun segera
berlari keluar rumah itu menuju ke garis pertahanan.
Sementara itu pasukan Gagelang sudah menjadi semakin
dekat. Tetapi hujan anak panah memang dapat
menghambat laju mereka. Ketika ia sampai kepada kedua kawannya, mereka sudah
menjadi tegang karena sebentar lagi, benturan itu tentu
sudah akan terjadi. Tetapi sementara itu, pertempuran antara pasukan
Gagelang yang berdiri berhadapan itu menjadi semakin
sengit. Agaknya para Senapati yang menentang
kebijaksanaan Akuwu Gagelang telah bertempur dengan
tekad yang menyala, sehingga mereka justru mulai
mendesak lawan mereka yang jumlahnya seimbang.
Karena itu, maka para Senapati dari pasukan Gagelang
yang berpihak kepada Akuwu telah mengambil keputusan
untuk menambah jumlah pasukan yang harus menghadapi
kawan mereka sendiri. "Jangan tanggung-tanggung" perintah Senapati yang
beradu pada jenjang pertama "hancurkan saja para
pengkhianat itu dengan kekuatan yang cukup meyakinkan.
Biarkan saja orang-orang Talang Amba. Mereka akan mati
ketakutan jika mereka melihat para pengkhianat itu kita
bantai di medan ini"
Perintah itu tidak perlu diulang. Beberapa orang Senapati
segera menempatkan diri. Akhirnya, sekelompok pasukan
telah memutar arah dan bergabung dengan mereka yang
bertempur melawan para pengawal Gagelang yang
memisahkan diri. Tetapi ternyata tidak terlalu mudah untuk
membinasakan mereka. Para pengawal yang telah
membulatkan tekad untuk menentang Akuwu itu, sama
sekalai tidak mengenal gentar. Seakan-akan mereka benarbenar
telah pasrah, nasib apa yang akan menimpa diri
mereka. Bahkan sampai kemungkinan yang paling pahit
sekalipun. Sementara itu, Mahisa Bungalanpun segera
memberitahukan kepada kedua kawannya apa yang terjadi.
Karena itulah, maka mereka bertigapun segera berlari-lari
kecil menuju ke rumah kecil itu.
Segalanya segera diatur bersama orang-orang Talang
Amba sendiri yang ada di rumah itu. yang semula
mengawasi orang yang mencari Mahisa Bungalan Dengan
tergesa-gesa merekapun telah meninggalkan rumah itu pula,
karena waktu mereka memang tinggal beberapa saat saja.
Namun ternyata mereka sempal melakukan tugas itu
sebaik-baiknya Agaknya persiapan mereka dapat
mendahului sergapan pasukan Gagelang yang menjadi
semakin dekat.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang kurang
mengetahui persoalannya menjadi bertanya-tanya di dalam
hati. Namun ia percaya bahwa kakaknya tentu akan
mengambil satu sikap yang paling baik bagi Talang Amba
pada saat yang gawat itu.
Karena itu. maka yang dilakukannya bersama orangorang
Talang Amba adalah menghambat pasukan Gagelang
yang maju mendekati mereka. Namun dengan pengalaman
yang matang, akhirnya pasukan Gagelang itupun menjadi
semakin dekat. Bahkan kemudian mereka berhasil
menggapai orang-orang Talang Amba dengan lontaranlontaran
pisau belati untuk mengurangi tekanan anak panah
mereka. Lemparan-lemparan pisau belati itu benar-benar
berpengaruh. Ketika salah seorang anak muda Talang
Amba tersentuh pisau belati dan mengoyak pundaknya,
maka kawan-kawannya menjadi sangat berhati-hati. Anakanak
Talang Amba mulai mencari perlindungan agar
mereka tidak tergores oleh pisau yang dilontarkan dengan
kerasnya oieh tangan-tangan yang terlatih.
Ternyata bukan hanya seorang dua orang Talang Amba
sajalah yang telah terkena pisau belati. Semakin lama,
pisau-pisau itu menuntut korban semakin banyak. Karena
itu, maka lontaran-lontaran anak panahpun menjadi
semakin jarang, karena orang-orang Talang Amba tidak lagi
dapat melontarkannya dengan leluasa.
Pada saat yang demikian maka pasukan Gagelangpun
telah maju semakin cepat. Beberapa langkah lagi, mereka
akan mencapai dinding padukuhan dihadapan mereka. Tiga
padukuhan yang menjadi sasaran utama orang-orang
Gagelang. Dengan wajah yang menyala oleh kemarahan
yang bergejolak di dalam hati, maka para pengawal dari
Gagelang itu sudah berniat untuk membinasakan semua
orang Talang Amba yang telah melawan. Apalagi beberapa
orang diantara orang-orang Gagelang itu sudah terluka.
Dalam keadaan yang demikian, bukan saja orang-orang
Talang Amba menjadi tegang. Tetapi Mahisa Murti dan
Mahisa Pukatpun menjadi tegang pula. Dengan pedang di
tangan kedua anak muda itu sudah siap menyongsong para
pengawal dari Gagelang yang sudah siap meloncati dinding.
Namun dalam pada itu, ketika jantung orang-orang
Talang Amba serasa akan meledak oleh ketegangan, maka
tiba-tiba saja diantara mereka telah menyusup beberapa
orang. Beberapa orang yang tidak mereka kenal. Mereka
menysup diantara orang-orang Talang Amba sambil
berdesis "Jangan cemas. Aku ada diantara kalian"
Orang-orang Talang Amba itu menjadi bingung. Menilik
pakaiannya orang-orang itu tidak ubahnya seperti petani
biasa. Namun nampaknya wajah-wajah mereka
memancarkan kepercayaann kepada diri sendiri yang jauh
lebih mantap dari para petani di Talang Amba sendiri.
Bahkan cara mereka memegang senjatapun seakan-akan
sama sekali tidak ada kecanggungan lagi.
Orang-orang yang belum dikenal itu telah menyusup
diantara orang-orang Talang Amba dari ujung sampai
keujung. Mereka menebar sepanjang pertahanan orangorang
Talang Amba sendiri di tiga padukuhan. Sementara
itu Mahisa Bungalanpun telah berada pula ditempatnya,
sementara kedua kawannya ternyata telah terbagi kedalam
dua padukuhan disebelah menyebelah.
"Siapa mereka?"bertanya Mahisa Murti
"Tidak ada kesempatan untuk berceritera "Lihat, orangorang
Gagelang telah mulai melompat. Yang diregol
berusaha memecahkan regol" tiba-tiba terdengar suara
Mahisa Bungalan lantang "letakkan busur kalian. Hadapi
orang-orang Gagelang dengan senjata dalam genggaman"
Perintah itupun telah mengumandang. Beberapa orang
pimpinan kelompok orang-orang Gagelang telah
meneriakkan aoa-aba itu pula, tepat pada saat orang-orang
Gagelang berloncataan. Tetapi adalah sangat mengejutkan. Yang menyambut
mereka pertama-tama bukannya orang Talang Amba.
Tetapi orang-orang yang baru datang dan menyusup dalam
garis pertahanan mereka. Dengan tangkas orang-orang yang
juga dalam pakaian seperti kebanyakan orang-orang Talang
Amba itu menahan gerak orang-orang Gagelang.
Orang-orang Gagelang sama sekali tidak menduga,
bahwa mereka akan dihadapi oleh lawan diluar dugaan
mereka Ketika mereka dengan dada tengah mengayunkan
pedang tanpa berprasangkan apapun, ternyata pedang
mereka telah membentur senjata lawan yang menggetarkan.
Ada diantara orang-orang Gagelang yang dalam benturan
pertama telah kehilangan senjata mereka. Dalam benturan
kekuatan yang dahsyat, maka orang-orang Gagelang yang
menganggap bahwa orang-orang Talang Amba itu bukan
lawan yang seimbang, benar-benar telah terkejut.
Untunglah bahwa kawan-kawan mereka yang berhasil
mempertahankan senjata mereka sempat memperbaiki
keadaan. Mereka segera menyadari, bahwa mereka
berhadapan dengan lawan yang berbahaya.
Dengan demikian, maka orang-orang Gagelang itu mulai
mengamati lawan mereka. Namun nampak dalam ujud
lahiriah, lawan-lawan mereka adalah memang petani-petani
dari Talang Amba. Dalam keheranan, maka orang-orang Gagelang tidak
mau lagi membuat kesalahan. Mereka segera bertempur
dengan sungguh-sungguh, Mereka tidak dapat lagi
menganggap bahwa orang-orang Talang Amba sebagai
anak bawang dalam permainan kejar-kejaran di terangnya
buan purnama. Orang-orang Talang Amba sendiripun untuk sesaat
menjadi bingung. Tetapi mereka harus segera terbangun
pula, karena orang-orang Gagelangpun segerai
mengayunkan senjata mereka dengan sepenuh kekuatan
dan kemampuan. Namun dalam pada itu, pertempuran yang serupun
segera berkobar Orang-orang Talang Amba telah bertahan
dengan sebaik-baiknya. Sikap orang Gagelang merasa,
bahwa mereka telah terjebak kedalam satu anggapan yang
salah, bahwa lawan mereka sama sekali tidak berdaya
menghadapi mereka. Namun ternyata bahwa yang mereka
jumpai adalah orang-orang yang dengan tangkas dan
trampil mempermainkan senjata. Bahkan berbagai macam
senjata. Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi
semakin sengit. Orang-orang Talang Amba sendiri, yang
melihat bahwa diantara mereka terdapat orang-orang yang
memiliki kemampuan yang seimbang dengan para
pengawal dari Gagelang, menjadi semakin mantap. Apalagi
jumlah merekapun menjadi semakin banyak karena
kedatangan orang-orang yang kurang mereka kenal, namun
yang tiba-tiba saja telah bertempur bersama mereka.
Sementara itu, di seberang, pasukan Gagelang yang setia
kepada Akuwupun masih bertempur dengan dahsyatnya
pula. Ternyata pasukan yang menentang Akuwu benar-benar
tidak mudah mereka tundukkan. Mereka bertempur dengan
keyakinan yang teguh, bahwa Akuwu lelah melakukan satu
kesalahan. Menentang tugas yang seharusnya dilakukan
atas nama Singasari. Dengan demikian maka pertempuran antara dua belahan
pasukan Gagelang itu menjadi semakin seru. Keduanya
memiliki dasar kemampuan yang sama dan persenjataan
yang hampir serupa pula Namun jumlah pasukan yang setia
kepada Akuwu ternyata menjadi lebih banyak, sehingga
karena itu, maka pasukan yang melawannya menjadi agak
mulai terdesak karenanya.
Tetapi di bagian lain, yang tidak terduga-duga itu sudah
terjadi. Orang-orang Talang Amba dan orang-orang yang
tidak mereka kenal tetapi langsung berada di dalam
pasukan mereka telah mampu bertahan atas serangan
orang-orang Gagelang yang semula menganggap tugas
mereka itu bukan tugas yang berai. Bahkan di padukuhan
yang merupakan pertahanan induk orang-orang Talang
Amba, telah terjadi satu hal yang sangat menyakitkan hati
orang-orang Gagelang. Akuwu yang berada di ujung pasukannya telah bertemu
dengan Mahisa Bungalan, yang berada di belakang regol
padukuhan. Ketika regol yang tertutup itu dipecahkan oleh
pasukan Gagelang, maka Mahisa Bungalan sudah menduga
bahwa Akuwu akan memasuki padukuhan itu lewat regol
yang sudah pecah itu. Karena itu, ketika orang-orang yang
menyusup dianlara orang-orang Gagelang itu menahan
sergapan orang-orang Gagelang, maka Mahisa Bungalan
telah menunggu Akuwu di belakang regol yang pecah.
Demikian Akuwu dan pengapitnya memasuki regol
padukuhan. maka Mahisa Bungalan dalam pakaian
kebesaran seorang Senopati berdiri tegak menghadapinya,
sementara pertempuranpun berkobar semakin seru.
"Kita bertemu sekarang di medan Akuwu" berkata
Mahisa Bungalan. Akuwu menggeram. Sementara itu, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukatpun telah bersiap menghadapi kedua
pengawal pengapit Akuwu yang seorang diantara mereka
adalah seorang Pangeran dari Kediri yang menyelubungi
dirinya dengan pakaian seorang pengawal biasa dari
Gagelang. "Bagus" berkata Akuwu "kau memang harus dibunuh"
"Tetapi aku masih berusaha untuk memperingatkanmu
Akuwu. Atas nama perintah yang aku bawa dari kekuasaan
Singasari, maka menyerahlah. Aku sudah tahu, apa yang
sebenarnya terjadi di Talang Amba sekarang ini. Kau ingin
memaksakan satu keadaan yang akan dapat membantumu,
membuat Talang Amba sebagai sumber hasil bumi serta
daerah-daerah subur disekitarnya menjadi tandus, kering
dan gersang. Daerah yang akan mengalami malapetaka di
setiap tahun karena banjir di musim hujan dan kekeringan
di musim kemarau" berkata Mahisa Bungalan.
"Omong kosong" geram Akuwu "kau jangan mengadaada.
Kaulah yang harus ditangkap dan bahkan dihukum
gantung, karena kaulah yang agaknya telah menghasut
orang-orang Talang Amba untuk memberontak.
"Jangan mengada-ada Akuwu" jawab Mahisa Bungalan
"memang disini pernah terjadi perebutan diantara keluarga
Ki Buyut yang telah meninggal Namun hal itu telah dapat
mereka atasi sendiri. Ki Sendawa telah menemukan
kepribadiannya yang telah hilang karena diracuni oleh Ki
Sarpa Kuning. Tetapi ketika itu Ki Sanggarana justru telah
kau tangkap. Kau berharap bahwa Ki Sendawa akan dapat
kau bujuk sebagaimana Sarpa Kuning membujuknya untuk
menjadi Buyut di Talang Amba dengan imbalan yang sama
sebagaimana dituntut oleh Ki Sarpa Kuning"
"Tutup mulutmu" bentak Akuwu "di Gagelang kau
jangan mengigau seperti orang kesurupan"
"Tidak Akuwu. Dengar, sekarang Ki Sanggarana dan Ki
Waruju itupun sudah berada di Talang Amba ini pula.
Mereka berada di padukuhan sebelah menyebelah. Mereka
akan dapat menjadi saksi yang baik atas apa yang telah kau
lakukan" berkata Mahisa Bungalan.
Tetapi Akuwu justru tertawa. Katanya "Kau jangan
mengigau. Sanggarana dan orang yang bernama Waruju itu
berada di bilik tahanan di Gagelang"
"Kau salah Akuwu. Keduanya tidak menemui kesulitan
untuk keluar dari bilik itu. Ki Waruju telah pernah datang
ke "Kabuyutan ini sebelumnya meskipun ia seorang
tahanan. Baginya dinding-dinding bilik tahanan itu tidak
berarti apa-apa. "Omong kosong" bentak Akuwu.
Mahisa Bungalanlah yang kemudian tertawa. Katanya
"Kau agaknya telah salah menilai orang-orang Talang
Amba Akuwu. Lihat, selain Ki Waruju dan Ki Sanggarana,
orang-orang Talang Ambapun sama sekali tidak gentar
melihat pasukanmu yang datang dengan segelar sepapan.
Apa artinya pasukan pengawal Gagelang menghadapi
orang-orang Talang Amba yang benar-benar sudah siap
seperti sekarang ini". Apa kau kira orang-orang Talang
Amba tidak mampu bermain-main dengan senjata. Jika
mereka semula melontarkan anak panah dengan sikap yang
nampaknya gelisah, sebenarnyalah orang-orang Talang
Amba memang ingin bermain-main dengan para pengawal
dari Gagelang" Wajah Akuwu menjadi tegang. Namun diluar sadainya,
iapun telah memperhatikan pertempuran yang terjadi
disekitarnya. Ternyata Akuwu memang harus melihat
kenyataan, bahwa orang-orang yang disangkanya orangorang
Talang Amba karena merekapun berpakaian seperti
orang-orang Talang Amba, telah memberikan perlawanan
yang seimbang. Bahkan karena jumlah mereka yang cukup
banyak, agaknya orang-orang Talang Amba itu akan
mampu bertahan dan bahkan mendesak lawannya.
Dalam padu itu, terdengar Mahisa Bungalan berkata
"Nah, bukankah kau menghadapi satu kenyataan yang lain
sekali dengan gambaranmu sebelumnya?"
Demikianlah, ternyata orang-orang Gagelang telah
menjumpai satu keadaan yang sama sekali tidak mereka
duga sebelumnya. Disatu pihak, sebagian dari pasukan
Gagelang telah terpecah. Beberapa orang Senapati telah
berkhianat, karena mereka tidak mau mendukung niat
Akuwu yang justru bertentangan dengan tugas yang
seharusnya dipikulnya. Sementara dipihak lain, pasukan
Gagelang telah membentur kekuatan Talang Amba yang
jauh lebih besar dari dugaan mereka.
Orang-orang Talang Amba itu bukan saja berhasil
menahan serangan orang-orang Gagelang, tetapi mereka
justru berhasil mendesaknya kembali keluar dari
padukuhan-padukuhan yang mereka jadikan sasaran.
Akuwu Gagelang benar-benar menjadi marah melihat
keadaan itu. Tetapi ia tidak dapat berbuat banyak.
Lawannya, Senapati dari Singsari yang bernama Mahisa
Bungalan itu ternyata memang seorang yang memiliki ilmu
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tinggi. Karena itu, maka Akuwu harus mengerahkan
segenap ilmunya untuk menghadapi Senapati muda itu,
sementara pasukannya telah mengalami satu kesulitan yang
sulit untuk diatasi. "Gila" geram Akuwu "ternyata para petugas sandi
Gagelang tidak lebih dari monyet-monyet dungu yang tidak
mampu menilai keadaan"
Sebenarnyalah pasukan Gagelang memang mengalami
kesulitan. Namun dalam pada itu, pasukan Gagelang yang
bertugas menghadapi kawan-kawan mereka yang dianggap
berkhianat itu mampu mendesak mereka. Betapapun
pasukana Gagelang yang melawan kehendak Akuwu itu
bertahan, namun jumlah mereka memang lebih kecil dari
pasukan yang ditugaskan untuk menumpas mereka.
Dalam keadaan yang demikian, Senapati yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba itupun sempat
mencemaskan nasib orang-orang Talang Amba. Bahkan
Senapati itu menjadi agak menyesal. Karena sikapnya,
maka Talang Amba telah berani mengambil langkah
kekerasan. Ternyata kekuatan gabungan antara pasukannya
dan orang-orang Talang Amba akan sulit untuk
mengimbangi kekuatan Gagelang.
"Jika pasukanku berhasil disapu bersih oleh pasukan
Gagelang yang dungu itu, maka Talang Ambapun akan
mengalami nasib yang sama" berkata Senapati itu di dalam
hatinya. Namun dengan demikian, pasukannya masih tetap
bertahan. Meskipun mereka terus terdesak, namun Senapati
itu masih menunggu berita tentang Talang Amba.
"Jika perlu, maka pasukan ini akan berbuat jauh lebih
banyak meskipun akibatnya akan sangat parah" berkata
Senapati itu di dalam hatinya.
Namun nampaknya para pengawal yang memisahkan
diri itu sama sekali tidak menjadi terlalu cemas akan nasib
mereka sendiri, tetapi mereka lebih banyak mencemaskan
nasib orang-orang Talang Amba. Jika Akuwu benar-benar
kehilangan pengamatan diri, maka orang-orang Talang
Amba itu tentu akan dibantainya tanpa ampun.
Namun para pengawal dari Gagelang yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba itu tidak mengetahui,
bahwa telah hadir sekelompok orang yang tidak diketahui
dan langsung berbaur dengan orang-orang Talang Amba
itu. Karena itu, ketika beberapa orang diantara para
pangawal Gagelang yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itu melihat pasukan Gagelang yang
memasuki padukuhan masih saja bertempur pada batas
padukuhan, dan bahkan sebagian dari mereka masih saja
berada diluar dinding, maka mereka menjadi heran.
"Apa yang telah terjadi di Talang Amba?" bertanya para
pengawal itu. Sebenarnyalah, orang-orang Talang Amba bersama
dengan orang-orang yang kurang mereka kenal itu telah
berhasil mendesak pasukan Gagelang. Tetapi agaknya
orang-orang Gagelang itu memang memiliki tempat yang
lebih lapang untuk menghadapi lawan yang mengejutkan.
Karena itu, maka sebagian dari mereka memang tidak ingin
memasuki padukuhan-padukuhan yang mereka duga
semula tidak menyimpan kemampuan yang mengejutkan.
Karena itu, maka orang-orang Gagelang itu justru telah
keluar lagi dari padukuhan-padukuhan. Mereka ingin
melihat lawan mereka lebih jelas dan merekapun ingin
bertempur ditempat yang terbuka.
Karena itu, maka pertempuranpun telah bergeser pula.
Orang-orang Talang Amba telah mendesak orang-orang
Gagelang keluar dari padukuhan-padukuhan. Bahkan
Akuwupun telah bertempur sambil bergeser surut.
"Kita bertempur ditempat yang lapang" berkata Akuwu
kepada Mahisa Bungalan. Mahisa Bungalan tidak menjawab. Tetapi iapun
mendesak Akuwu keluar regol dan kemudian bertempur di
jalan yang mulai memasuki daerah persawahan, sementara
para pengawal Gagelang dan orang-orang Talang Amba
telah bertempur di sawah-sawah yang nampaknya hijau
subur. Tetapi oleh kaki para pengawal yang sedang
bertempur itu, maka tanamanpun telah menjadi berserakan.
Keadaan itu benar-benar berpengaruh atas medan
pertempuran antara kedua kelompok pengawal Gagelang
yang berbeda pendiriannya itu. Ketika mereka melihat
pasukan Gagelang telah terdesak keluar, maka telah
tumbuh harapan di hati para pengawal yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba, bahwa Talang Amba
akan dapat diselamatkan dari ketamakan Akuwu di
Gagelang. Namun demikian, merekaa sendiri telah terdesak
semakin jauh. Beberapa orang dikedua belah pihak telah
jatuh menjadi korban. Wajah Akuwu menjadi tegang. Tetapi ia memang
menghadapi kenyataan itu. Orang-orang yang disangkanya
orang-orang Talang Amba itu mampu mengimbangi
kemampuan para pengawal dari Gagelang. Bahkan
kemudian Akuwu itu melihat, bahwa orang-orangnya yang
telah berloncatan masuk kedalam dinding padukuhan telah
tertahan dan bahkan perlahan-lahan mereka telah terdesak
kembali oleh kekuatan yang tersembunyi di belakang
dinding padukuhan itu. Wajah Akuwu menjadi sangat tegang. Seakan-akan ia
telah menghadapi satu mimpi yang sangat buruk tentang
pasukannya. Orang-orang Talang Amba yang disangkanya
tidak lebih dari petani-petani yang dungu tetapi sombong
itu, ternyata memiliki kemampuan yang mengagumkan.
Para pengawal dari Gagelang sendiripun menjadiheran.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat apapun juga. Orang
orang Talang Amba itu menyerang mereka dengan
garangnya. Senjata mereka teracu dan terayun-ayun
menggetarkan jantung para pengawal Gagelang yang
mendapat tempaan dan mempunyai pengalamanyang
sangat luas. Namun bagaimanapun juga, Akuwu di Gagelang itu
telah mengambil satu keputusan untuk menghancurkan
orang-orang Talang Amba. Itulah sebabnya, maka Akuwu
itupun justru telah menggeram penuh kemarahan. Dengan
serta merta, maka Akuwu itupun telah menyerang Mahisa
Bungalan sambil menggeram "Kubunuh kau lebih dahulu.
Kemudian akupun akan ikut membantai orang-orang
Talang Amba yang dungu ini"
Tetapi Mahisa Bungalan telah bersiap. Karena itu, maka
dengan tangkasnya ia bergeser menghindari serangan
Akuwu itu. Namun kemarahan Akuwu sudah tidak tertahankan lagi.
la tidak membiarkan Mahisa Bungalan terlepas. Dengan
kecepatan yang tinggi, Akuwu telah meloncat memburunya
Namun Mahisa Bungalan benar-benar telah siap.
Dengan loncatan panjang ia menghindari. Namun
demikian kakinya menyentuh tanah, maka Mahisa
Bungalanlah yang kemudian meloncat menyerang sambil
menjulurkan pedangnya. Akuwulah yang kemudian terkejut. Ternyata orang yang
mengenakan pakaian seorang Senapati Singasari itu
memiliki kemampuan bergerak yang sangat tinggi pula.
Sementara Akuwu mulai terlibat kedalam pertempuran,
maka dua orang pengawal yang menyertainya telah bersiap
pula. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah bersiap
menerima keduanya dalam pertempuran itu pula.
Mahisa Murtilah yang kebetulan mendapat lawan
seorang pengawal yang sebenarnya adalah seorang
Pangeran dari Kediri. Keduanya segera telah terlibat
kedalam satu pertempuran yang cepat dan keras. Namun
Mahisa Murti yang memiliki pengalaman yang cukup luas
itupun menjadi gentar karenanya ketika ia dilibat dalam
pertempuran yang cepat dan keras.
Mahisa Pukatlah yang bertempur melawan pengapit
Akuwu yang lain. Pengawal ini tidak terlalu banyak
memiliki kelebihan. Karena itu, sejak benturan yang
pertama, terasa oleh Mahisa Pukat, bahwa ia tidak akan
terlalu banyak mengalami kesulitan.
Dalam pada itu, di padukuhan-padukuhan yang lainpun
telah terjadi peristiwa yang serupa. Ketika Senapati, kawan
Mahisa Bungalan datang bersama orang-orang yang tidak
dikenal oleh orang-orang Talang Amba. namun langsung
menyusup diantara mereka, maka orang-orang Talang
Amba itu tidak sempat bertanya terlalu banyak. Lawan
mereka telah mulai meloncati dinding padukuhan seperti
yang terjadi di pasukan induk orang-orang Talang Amba.
Namun demikian orang-orang itu meloncat masuk, maka
mereka telah diterima dengan senjata telanjang oleh orangorang
yang datang dan langsung berada diantara orangorang
Talang Amba itu, sehingga pasukan Gagelang
menjadi sangat terkejut karenanya.
Ketika Ki Waruju bertanya kepada orang yang
mengenakan pakaian Senapati dan datang bersama Mahisa
Bungalan di padukuhan Talang Amba itu, maka Senapati
itupun menjawab "Ceritanya agak panjang Ki Waruju. Kita
harus mengusir orang-orang Gagelang itu dahulu. Baru kita
akan berbicara tentang diri kita"
Ki Waruiu tidak bertanya lagi. Bersama seorang murid
Ki Sarpa Kuning itupun terjun kearena pertempuran yang
menjadi semakin seru. Orang-orang Gagelang yang tidak
menduga akan mengalami benturan yang sangat keras itu,
menjadi bukan saja heran, tetapi cemas.
Di padukuhan yang lain, Ki Sanggarana dan Ki
Sendawapun tidak sempat berbincang terlalu banyak.
Namun merekapun harus segera turun kearena. Namun
oleh orang-orang yang dibawa Senapati kawan Mahisa
Bungalan, orang-orang Gagelang telah tertahan. Dan
bahkan perlahan-lahan mulai terdesak keluar dari
padukuhan itu. Dalam pada itu, orang-orang Talang Amba sendiri,
menjadi semakin berbesar hati. Mereka menjadi semakin
berani. Diantara orang-orang yang berilmu perang, maka
orang-orang Talang Amba itupun merasa, seakan-akan
merekapun memiliki kemampuan seperti orang-orang yang
datang membantu mereka itu.
Sebenarnyalah orang-orang Gagelang akhirnya tidak
mampu lagi bertahan terhadap orang-orang Talang Amba
yang bertempur diantara orang-orang yang tidak mereka
kenal. Meskipun orang-orang Talang Amba sendiri tidak
memiliki ilmu perang yang memadai, namun mereka dapat
bertempur berpasangan atau bahkan bersama orang-orang
yang memiliki kemampuan yang dapat mengimbangi
orang-orang Gagelang itu.
Namun setiap kali terdengar orang-orang Talang Amba
dan orang-orang yang tidak dikenal yang berpihak kepada
mereka bersorak, maka para pengawal dari Gagelang
menggeretakkan giginya oleh kemarahan yang memuncak.
Dalam pada itu. para pengawal yang bertempur di
padukuhan sebelah menyebelah dari pasukan induk yang
bertempur dengan serunya, semakin lama telah semakin
berhasil mendesak lawan mereka. Semakin lama justru
menjadi semakin jauh dari padukuhan ketengah-tengah
persawahan yang luas. Tetapi beberapa orang yang ada di padukuhan Talang
Amba berhasil mendesak lawannya itu telah melihat,
bahwa pasukan Gagelang yang berpihak kepada mereka
justru telah terdesak. Bahkan keadaan mereka semakin
lama menjadi semakin gawat, karena lawan mereka
jumlahnya lebih banyak sementara kemampuan mereka
seimbang. Karena itu, maka dengan isyarat. Senapati, kawan
Mahisa Bungalan telah memberikan perintah, agar sebagian
kecil dari mereka yang datang menyusup diantara orangorang
Talang Amba itu dapat memisahkan diri, membantu
orang-orang Gagelang yang mengalami kesulitan.
"Ingat, mereka memakai tanda-tanda ditubuh mereka.
Janur kuning atau warna kuning lainnya" berkata Senapati
itu. Sejenak kemudian, maka dengan pemisahan yang rapi,
dilandasi dengan pengalaman yang mapan, maka pasukan
Talang Ambu itu telah terbagi. Sebagian kecil dari mereka
segera memisahkan diri dari medan, langsung berlari lari
menuju kemedan pertempuran antara kedua belahan
pasukan Gagelang yang sedang bertempur itu.
Sikap orang-orang Talang Amba benar-benar
mengherankan bagi orang-orang Gagelang. Sikap itu bukan
sikap orang-orang padukuhan yang tidak biasa berlatih olah
peperangan. Tetapi sikap itu adalah sikap satu pasukan
yang telah terlatih dengan matang.
Kehadiran orang-orang yang mengenakan pakaian petani
biasa mendekati arena pertempuran antara kedua pasukan
orang Gagelang itu benar-benar mendebarkan. Orang-orang
yang bertempur terpisah itu tidak melihat bagaimana orangorang
yang disangka orang Talang Amba itu bertempur.
Merekapun tidak melihat bagaimana mereka memisahkan
diri dengan tertib dan bagaimana mereka mampu
mengimbangi kemampuan orang-orang Gagelang.
Karena kehadiran mereka, justru membuat orang
Gagelang yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba
menjadi berdebar-debar, sementara orang-orang Gagelang
yang setia kepada Akuwu tidak terlalu banyak menaruh
perhatian alas kedatangan mereka yang jumlahnya tidak
terlalu banyak meskipun dari padukuhan yang sebelah lain
juga terjadi hal yang serupa.
Tetapi adalah satu kenyataan bahwa orang-orang Talang
Amba di padukuhan itu berhasil mengusir orang orang
Gagelang berkata orang-orang Gagelang yang berpihak
kepada orang orang Talang Amba.
Sementara itu, maka orang-orang yang disangka orangorang
Talang Amba itu sudah menjadi semakin dekat.
Sementara pertempuran antara orang-orang Gagelang
itupun menjadi semakin sengit. Orang-orang yang setia
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada Akuwu telah mendesak lawannya semakin jauh dan
korbanpun menjadi semakin banyak berjatuhan. Namun
orang-orang Gagelang yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itu sama sekali tidak berniat meninggalkan
medan. Jika demikian, maka yang akan mengalami nasib
yang sangat buruk adalah orang-orang Talang Amba
sendiri. Namun sejenak kemudian, orang-orang Gagelang dari
kedua belah pihak yang bertempur itu terkejut bukan
buatan. Kelika orang orang yang disangka orang-orang
Talang Amba itu mencapai medan, maka mereka langsung
menunjukkan, bahwa kemampuan mereka tidak berada
dibawah kemampuan pasukan pengawal Gagelang yang
manapun juga. Karena itu, maka kehadiran mereka, benar-benar telah
merubah keseimbangan antara kedua pasukan Gagelang
yang bertempur itu. "Ternyata mereka adalah anak anak iblis" geram orangorang
Gagelang. Sebenarnyalah orang-orang yang mengenakan pakaian
petani sebagaimana orang-orang Talang Amba itu telah
menunjukkan kemampuan mereka yang menggetarkan.
Orang-orang Gagelang yang harus menghadapi mereka,
benar-benar tidak dapat mengerti, bagaimana mungkin
orang-orang Talang Amba memiliki ilmu pedang yang
cukup dan kuat. Dalam benturan-benturan yang terjadi
maka ternyata bahwa orang-orang yang mengenakan
pakaian petani itu mampu mengimbangi kemampuan
orang-orang Gagelang. Karena itu maka diluar sadar, maka orang-orang
Gagelang yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba
itu telah bersorak ketika pada benturan pertama, orangorang
yang disangkanya orang Talang Amba itu mampu
mendesak orang-orang Gagelang.
"Gila. Apa yang sebenarnya terjadi?" bertanya Senapati
yang memimpin orang-orang Gagelang yang setia kepada
Akuwu itu "Bukankah mereka orang orang Talang Amba
yang tidak berarti apa-apa bagi kalian. Kenapa kalian tibatiba
saja telah terdesak?"
Para pengawal tidak menjawab. Mereka mencoba
mengerahkan kemampuan mereka. Mereka berusaha untuk
tetap menganggap orang-orang yang datang itu adalah
orang-orang yang tidak berarti apa-apa bagi mereka,
sehingga dengan demikian, maka mereka akan dengan
mudah dapat dihancurkan. Tetapi kenyataannya tetap berbeda dari yang mereka
kehendaki. Ketika orang orang Gagelang itu memaksa diri
untuk mendesak, maka korbanpun mulai jatuh diantara
mereka. Para pengawal dari Gagelang itu mengumpat-umpat.
Tetapi kawan mereka yang telah terbaring di tanah
merupakan satu kenyataan, bahwa lawan mereka memang
memiliki kemamuan yang mampu mengimbangi
kemampuan mereka. Demikianlah, maka pertempuran itupun telah menjadi
semakin sengit. Ternyata bahwa orang orang Gagelang
yang setia kepada Akuwu tidak dapat mengingkari satu
kenyataan. Orang orang yang mereka sangka orang-orang
Talang Amba itu memiliki ilmu yang dapat mengimbangi
ilmu para pengawal. "Satu keajaiban" desis seorang Senapati Gagelang.
"Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa orang-orang Talang
Amba itu benar-benar mampu mendesak para pengawal di
Gagelang" "Hampir tidak mungkin" berkata Senapati itu pengawal
Gagelang memiliki masa latihan yang berat. Sedangkan
orang-orang Talang Amba tidak lebih dari petani petani
yang setiap harinya memegang cangkul dan bekerja di
sawah. Namun pertempuran itu masih berlangsung dengan
sengitnya Orang-orang yang disangka orang orang Talang
Amba itu telah merampas sebagian perhatian dari pari.
pengawal dari Gagelang yang setia kepada Akuwu.
Sementara itu, para pengawal yang berpihak kepada
orang orang Talang Ambapun tidak kalah herannya meng
hadapi kenyataan itu. Orang-orang dalam pakaian petani
yang sederhana itu bertempur dengan tangkasnya Bukan
saja cara mereka mempermainkan senjata, tetapi cara
mereka menyerang dalam kesatuan yang utuh dan mapan
Tetapi para pengawal yang berpihak kepada orang-orang
Talang Amba itu tidak berpikir lebih rumit lagi. Mereka
masih harus menghadapi lawan yang memiliki kemampuan
yang seimbang dengan mereka
Dengan demikian maka pertempuran diantara orang
orang Gagelang itu telah berubah keseimbangannya karena
kehadiran orang-orang yang mereka sangka orang-orang
Talang Amba. Sebagian dari orang-orang Gagelang yang
setia kepada Akuwu itu telah bertempur menghadapi
mereka, sementara yang lain masih tetap mengha dupi
pecahan dari pasukan Gagelang sendiri.
Dalam pada itu, di induk pasukan Akuwu Gagelang
masih bertempur menghadapi Mahisa Bungalan. Ternyata
Senapati muda dari Singasari itu memiliki bekal ilmu yang
tinggi, Akuwu yang merasa dirinya orang terkuat di
Gagelang, dan bahkan Akuwu Gagelang yang merasa
dirinya tidak kalah dengan Senapati Singasari yang
manapun juga. harus mengakui, bahwa ia benar benar telah
dihadapi oleh salah seorang dari Senapati di Singasari itu.
Sementara di bagian lain. Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat telah bertempur dengan lawannya masing-masing.
Dengan demikian, maka pertempuran yang menebar
sampai ke padukuhan sebelah menyebelah itu berlangsung
semakin sengit. Kekuatan orang orang Talang Amba benarbenar
tidak masuk di akal orang-orang Gagelang. Namun
bagi mereka hal itu adalah satu kenyataan.
Satu demi satu korbanpun berjatuhan dikedua belah
pihak Namun ternyata bahwa orang-orang Gagelang telah
menjadi semakin terdesak. Orang-orang Gagelang yang
sama sekali tidak menduga bahwa mereka, akan
menghadapi lawan yang tangguh, benar-benar telah merasa
terpukul. Demikian pula Pangeran dari Kediri yang ada diantara
orang-orang Gagelang. Iapun sama sekali tidak menduga,
bahwa hal yang tidak masuk akal itu akan terjadi.
Namun justru karena itu, Akuwu Gagelang memang
tidak mempunyai pilihan lain. Jika ia tidak berhasil
memenangkan pertempuran itu, maka hal itu berarti bahwa
ia akan jatuh ketangan Senapati dari Singasari. Ia akan
dapat berbicara tentang keadaan di Talang Amba dan
rencana untuk menebang hutan di lereng Gunung,
sebagaimana sebelumnya pernah direncanakan oleh Ki
Sarpa Kuning. Karena itu, maka Akuwu itu tidak mempunyai pilihan
lain kecuali bertempur dengan sepenuh kekuatan yang ada
pada pasukannya, la harus dapat menghancurkan lawannya
dan membunuh para Senapati dari Singasari itu.
Dengan demikian, maka Akuwu sendiri telah berusaha
untuk bertempur dengan segenap kemampuannya. Dengan
seluruh ilmu yang ada di dalam dirinya. Kemampuannya
bertempur dan ilmu pedangnya yang nggegirisi merupakan
kekuatan utamanya untuk menghadapi Mahisa Bungalan.
Namun kekuatan cadangan yang ada di dalam diri Akuwu
itupun merupakan kekuatan yang menggetarkan.
Namun Mahisa Bungalan adalah seorang Senapati muda
yang tangguh tanggon. Senapati muda yang memiliki bekal
yang kuat untuk menghadapi Akuwu dari Gagelang.
Senopati yang di masa sebelumnya telah menempa diri
sebagai pengembara yang menyadap pengalaman yang
tidak ada taranya. Karena itulah, maka Akuwu tidak segera dapat
menguasai lawannya. Mahisa Bungalan dalam beberapa hal
justru menunjukkan kelebihannya. Mahisa Bungalan
mempunyai daya tahan diluar nalar Akuwu Gagelang.
Meskipun Akuwu memiliki kecepatan gerak yang
mengagumkan namun ternyata bahwa Mahisa Bunglan
masih mampu mengimbanginya. Meskipun Mahisa
Bungalan tidak terlalu banyak bergerak sebagaimana
dilakukan oleh Akuwu ynug tangkas trengginas itu, namun
setiap kali kaki Mahisa Bungalan bergeser, ia sudah siap
menghadapi serangan Akuwu Gagelang yang
bagaimanapun juga cepatnya.
Namun yang nampak paling sulit diantara pasukan
Gagelang adalah pasukan Gagelang yang setia kepada
Akuwu yang harus menghadapi kawan-kawan mereka
sendiri. Jika semula mereka berhasil mendesak dan bahkan
siap untuk menguasai lawannya, namun ternyata mereka
teluh mengalami satu kesulitan yang tidak akan dapat
mereka atasi. Korban diantara merekapun semakin lama
menjadi semakin banyak. Bukan saja karena kawan-kawan
mereka sendiri, namun juga karena orang-orang dalam
pakaian petani yang sederhana yang mereka sangka orangorang
Talang amba. Tetapi, agaknya bukan saja pasukan Gagelang yang
menghadapi kawan-kawan mereka sendiri itulah yang
mengalami kesulitan. Semua pasukan Gagelang di arena
pertempuran itu mengalami kesulitan. Orang-orang Talang
Amba sendiri yang merasa mempunyai kawan yang bukan
saja mampu mengimbangi kemampuan lawan, namun juga
dapat melindungi mereka, menjadi semakin berani.
Ada juga satu dua diantara mereka yang terluka. Tetapi
kawan-kawannya tidak menjadi gentar, karena mereka
melihat keadaan lawan yang jauh lebih parah dari keadaan
orang-orang Talang Amba. Namun demikian, kadang-kadang orang-orang Talang
Amba memang dapat menjadi sasaran orang-orang
Gagelang yang ingin menumpahkan kemarahan mereka.
Tetapi orang-orang Gagelang tidak mampu memiliki
diantara lawan-lawannya, karena ujud lahiriahnya tidak
jauh berbeda. Demikianlah, disemua arena, orang-orang Gagelang
telah terdesak. Mereka bergeser semakin jauh dari
padukuhan. Bahkan merekapun menjadi semakin gelisah,
ketika mereka melihat kawan-kawan mereka yang terpisah,
yang harus berhadapan dengan pecahan pasukan Gagelang
sendiri, juga mengalami kesulitan selelah beberapa
kelompok orang-orang yang disangka orang-orang Talang
Amba itu datang membantu.
Karena itulah, maka pasukan Gagelang yang setia
kepada Akuwu dan yang harus menghadapi pecahan
pasukannya sendiri serta orang-orang yang mereka sangka
orang-orang Talang Amba itu akhirnya tidak
berpengharapan lagi. Mereka tidak lagi mempunyai
harapan untuk dapat melepaskan diri dari keadaan yang
paling pahit dari seorang prajurit.
"Orang-orang Talang Amba benar benar memiliki
kemampuan diluar dugaan" berkata Senapati yang
memimpin pasukan Gagelang yang setia. Bahkan iapun
tidak dapat mengingkari satu kenyataan, bahwa orangorang
yang disangkanya orang-orang Talang Amba itu
memiliki kelebihan dari pusukannya. Secara pribadi, orangorang
dalam pakaian petani itu mempunyai kamampuan
yang lebih baik dari orang-orangnya.
"Seandainya mereka terhimpun dalam satu pasukan
yang tertib maka kekuatan orang-orang Talang Amba
benar-benar nggegirisi" gumam Senapati itu.
Meskipun demikian, sebagai seorang prajurit Senapati itu
bertempur terus. Ia tidak akan meninggalkan kewajibannya.
Apapun yang terjadi. Namun dalam pada itu. tiba-tiba saja salah seorang
diantara para petani itu telah berteriak "He, orang orang
Gagelang. Masih ada satu kesempatan bagi kalian.
Menyerah" Darah Senapati yang memimpin orang-orang Gagelang
itu justru bagaikan mendidih. Bagaimana mungkin pasukan
Pakuwon Gagelang harus menyerah kepada pasukan
Kabuyutan Talang Amba yang kecil dan lemah.
Tetapi aku menghadapi kenyataan yang lain berkata
Senapati itu amun demikian, ia sama sekali tidak bermimpi
untuk menyerah kepada orang-orang Talang Amba. Jika
terjadi demikian, maka para pengawal Gagelang itu tentu
akan menjadi pengewan-ewan. Pengawal dari sebuah
Pakuwon yang selama ini dibanggakan harus menyerah
kepada petani-petani yang tidak terbiasa mempergunakan
senjata. Karena itu, maka Senapati itupun justru bertempur
semakin sengit. Dikerahkannya segenap kemampuannya
untuk melawan orang-orang yang mengenakan pakaian
petani yang sederhana itu bersama dengan pasukanya.
i Namun dalam pada itu, sesuatu telah terjadi Senapati itu
terkejut ketika ia dapat mengenali salah seorang dari para
petani yang dihadapinya. Seorang yang pernah dikenalnya.
Bukan sebagai pelani di Talang Amba, tetapi sebagaimana
dirinya sendiri, seorang prajurit. Bukan dari Gagelang,
tetapi dari Singasari. Untuk sesaat Senapati itu berusaha mengenali dengan
sebaik-baiknya. Namun akhirnya ia memastikan bahwa
orang itu adalah orang yang dikenalnya degnan baik.
Karena itu, maka dengan ragu-ragu ia menyapa "Apakah
aku berhadapan dengan orang-orang Talang Amba?"
Hampir berbareng beberapa orang berkata "Ya. Karena
itu menyerahlah" Senapati itu meloncat menghindar ketika ujung sebuah
tombak menggapainya. Namun ia masih sempat berkata
"Sinduwata. Engkaukah itu?"
Orang yang dapat dikenali oleh Senapati itu tersenyum.
Katanya "Ketika aku melihatmu di medan, aku dengan
sengaja mendekatimu. Aku memang Sinduwata"
"Jika demikian, kau bukan orang Talang Amba" berkata
Senapati itu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku memang orang Talang Amba meskipun aku sudah
lama meninggalkan padukuhanku" jawab orang yang
dikenalinya itu. "Bohong" desis Senapati itu.
"Ya. Aku memang berbohong. Jika demikian kau kenal
aku. Dan kaupun tentu mengetahui apa yang telah terjadi
seluruhnya di Talang Amba ini" jawab orang yang disebut
Sinduwata. Senapati itu meloncat surut. Sambil menarik nafas
dalam-dalam ia berteriak nyaring "apakah aku berhadapan
dengan pasukan dari Singasari?"
Orang-orang dalam pakaian petani itu termangu-mangu.
Sementara itu Sinduwatapun menyahut "Menyerahlah.
Kau tidak mempunyai pilihan lain. Aku menaruh hormat
kepada kawan-kawanmu yang dapat melihat kenyataan dan
kemudian berpihak kepada orang-orang Talang Amba"
"Mereka telah berkhianat" jawab Senapati itu.
"Renungkan. Mereka atau kau yang telah berkhianat,
termasuk Akuwu dari Gagelang itu sendiri" berkata
Sinduwata. Senapati itu termangu-mangu. Namun dalam keadaan
yang demikian tiba-tiba sebuah lembing telah meluncur ke
dadanya. Senapati itu terkejut. Tetapi ia sudah tidak sempat
lagi mengelak. Satu-satunya cara yang dapat dilakukannya
adalah menangkis lontaran lembing itu dengan pedangnya.
Tetapi satu kemungkinan yang sangat buruk dapat terjadi.
Jika ia salah hitung sekejap saja, maka ujung lembing itu
akan sempat mematuk dadanya.
Namun yang terjadi adalah lain, Sinduwata masih
sempat meloncat menyambar lembing itu dengan
pedangnya, sehingga lembing itu meluncur kearah samping.
Senapati itu terkejut. Namun ia masih sempat bertanya
"Kenapa kau selamatkan nyawaku?"
"Aku ingin kau menyerah" jawab orang yang disebut
Sinduwata. "Aku tidak akan menyerah kepada orang-orang Talang
Amba" jawab Senapati itu "barangkali kematian adalah
jalan yang lebih pantas bagi seorang prajurit daripada
menyerah kepada orang-orang Talang Amba. Kami adalah
pengawal sebuah Pakuwon yang selama ini berbangga atas
kekuatannya. Apakah pantas jika kami harus menyerah
kepada orang-orang Kabuyutan yang lebih banyak bekerja
di sawah daripada berolah senjata"
"Kau mengenal aku?" bertanya Sinduwata.
"Ya. Kau adalah seorang prajurit Singasari" jawab
Senapati itu. "Dan kau mempunyai ketajaman penglihatan atas lawan
yang Kau hadapi?" bertanya Sinduwata pula.
"Sudah aku sebut tadi, apakah kalian prajurit dari
Singasari?" Senapati itulah yang bertanya.
"Ya" jawab Sinduwata "kami adalah prujurit-prajurit
Singasari yang ingin mengetahui apakah yang telah terjadi
sebenarnya di Talang Amba"
"Apakah orang yang mengenakan pakaian Senapati
Singasari yang tiga orang itu benar-benar prajurit
Singasari?" bertanya Senapati itu.
"Ya" jawab Sinduwata "Mereka adalah Senapatisenapati
prajurit Singasari. Nah, sekarang kau akan dapat
memilih. Kau akan berpihak kepada Singasari atau kau
akan tetap berkiahat seperti yang dilakukan oleh Akuwu di
Gagelang" Senapati itu termangu-mangu. Sementara itu Sinduwata
mendesaknya "cepat. Ambil keputusan. Menyerah atau
seluruh pasukanmu akan aku hancurkan
Senapati itu memang tidak mempunyai pilihan lain.
Tetapi yang ternyata dihadapinya adalah bukan orangorang
Talang Amba. Karena itu, maka ia masih juga
mempertimbangkan, apakah ia akan menyerah. Jika benar
yang dihadapinya adalah prajurit Singasari, maka bukannya
sesuatu yang hina jika ia menyerah kepada mereka.
Namun Senapati itu tidak mempunyai waktu terlalu
lama. Pertempuran yang terjadi disekitarnya menjadi
semakin sengit. Pasukan Gagelang terdesak semakin parah,
sementara pecahan pasukan Gagelang yang berpihak
kepada orang-orang Talang Amba menjadi semakin garang,
karena mereka mendapat kesempatan untuk menekan
lawannya yang semula hampir saja membinasakan mereka.
Dalam keadaan yang demikian, maka Senapati yang
memimpin pasukan Gagelang itu tidak mempunyai pilihan
lain. Tiba-tiba saja ia meneriakkan aba-aba untuk
meletakkan senjata. "Kita berhadapan dengan prajurit-prajurit Singasari yang
menyamar" teriak Senapati itu "Karena itu, mereka
sebenarnya membawa kuasa Sri Maharaja di Singasari
sebagaimana dikatakan oleh tiga orang Senapati dari
Singasari itu. Teriakan itu semula memang agak meragukan. Namun
sekali lagi Senapati itu meyakinkan "Tidak ada pasukan
yang memiliki kemampuan tempur sebagaimana yang kita
hadapi. Mereka bukan orang-orang Talang Amba. Tetapi
mereka adalah prajurit-prajurit Singasari. Dengan demikian
kita akan menyerah kepada Singasari. Tidak kepada Talang
Amba" Para pengawal di Gagelang itu mulai berpikir tentang
orang-orang yang mereka hadapi. Mereka memang sudah
diragukan sejak benturan senjata terjadi diantara mereka
terhadap orang-orang dalam pakaian petani sebagaimana
orang-orang Talang Amba. Namun dalam pada itu, orang-orang Gagelang yang
berpihak kepada orang-orang Talang Amba masih saja
bertempur dengan serunya, sehingga sekelompok orangorang
dalam pakaian petani telah mendapat perintah dari
Sinduwata untuk membuat hubungan denean mereka dan
memerintahkan menghentikan pertempuran karena
pasukan Gagelang yang setia kepada Akuwu telah
menyerah. "Atas nama kuasa Sri Maharaja Singasari" Sinduwata
menegaskan. Ternyata Senapati yang memimpin pasukan Gagelang
yang perpihak kepada orang-orang Talang Amba itupun
kemudian dapat mengerti atas penjelasan yang diberikan
oleh orang-orang yang mengenakan pakaian petani yang
sederhana itu. Karena sebenarnyalah mereka memiliki
terlalu banyak kelebihan dari para petani kebanyakan.
"Jadi kalian adalah prajurit-prajurit Singasari?" bertanya
Senapati yang berpihak kepada orang-orang Talang Amba.
"Ya" jawab prajurit Singasari itu "keadaan ini telah
diperhitungkan oleh para pemimpin keprajuritan di
Singasari, sehingga mereka memutuskan untuk mengutus
beberapa Senapati dan prajurit secukupnya untuk
membayangi Kabuyutan Talang Amba. Ternyata kami
diperlukan disini" Dengan demikian maka pasukan Gagelang yang terpisah
dan yang semula harus menghadapi pecahan dari pasukan
itu sendiri adalah pasukan yang pertama kali menyerah.
Mereka telah meletakkan senjata mereka dan menghentikan
perlawanan. Pertempuran antara pengawal Gagelang yang terbelah
itu telah terhenti. Pasukan pengawal yang semula setia
kepada Akuwu itupun telah menyerah. Sementara senjata
mereka di kumpulkan maka Sinduwata telah memberikan
beberapa penjelasan kepada pasukan Gagelang itu.
Dengan demikian, jelas bagi kalian, bahwa Akuwu
Gagelang yang telah melawan kekuasaan Singasari. la
mempergunakan kesempatan yang timbul saat-saat di
Gagelang terjadi perebutan kekuasaan antara paman dan
kemanakan Namun yang diakhiri dengan sikap yang terpuji
dari kedua belah pihak. Bahkan Talang Amba telah berhasil
membunuh orang yang telah meracuni Ki Sendawa, karena
ia menginginkan imbalan yang terlalu mahal. Hutan di
lereng pegunungan. Sementara itu, senapati Ki Sarpa Kuning, maka Akuwu
telah mengambil alih tugasnya. Dengan memberikan
keterangan yang sesat kepada orang-orangnya, maka
Akuwu berhasil membawa mereka untuk memerangi orangorang
Talang Amba. Namun untunglah bahwa kesiagaan
para prajurit Singasari telah berhasil mengatsi keadaan.
Dalam pada itu, Akuwu di Gagelang masih bertempur
dengan serunya. Ketika ia mengetahui, bahwa pertempuran
antara pasukannya yang terbelah itu sudah selesai, dan
bahkan pasukan yang setia kepadanyalah yang harus
menyerah, maka Akuwu itu mengumpat dengan kasarnya.
Sementara itu, kedua orang pengawal pangapitnya telah
bertempur pula semakin garang, betapapun hati mereka
menjadi gelisah. Kekalahan pasukan yang setia kepada Akuwu itu
berpengaruh atas ketahanan jiwani pasukannya yang
tersebar di padukuhan-padukuhan sebelah menyebelah.
Dengan demikian, maka merekapun segera merasa kecil
menghadapi orang-orang Talang Amba.
Namun Senapati yang memimpin mereka masih sempat
menyalakan api di dalam dada para pengawalnya
"Kekalahan mereka bukan oleh orang-orang Talang Amba.
Tetapi para pengawal yang telah berkhianat itu telah
bertempur dengan gila. Mereka berhasil mempengaruhi
lebih banyak lagi pengawal-pengawal yang hatinya sempit
sesempit otak mereka. Karena itu, kita harus dengan cepal
menghancurkan orang-orang Talang Amba. Kemudian kita
akan menghancurkan pengkhianat pengkhianat itu.
Hukuman bagi mereka akan jauh lebih berat dari hukuman
atas orang-orang Talang Amba sendiri. Para Senapati yang
berkhianat itu akan dihukum picis di alun-alun Gagelang"
Teriakan itu sempat membangkitkannyala sekejap di hati
para pengawal. Namun kemudian kembali mereka
menghadapi satu kenyataan. Orang-orang Talang Amba
telah bertempur dengan kemampuan yang sangat tinggi.
Namun sekali-sekali, para pengawal itu berkesempatan
untuk bertemu dengan orang-orang Talang Amba yang
sebenarnya. Namun setiap kali pedang mereka siap
menebas leher, tiba-tiba saja datang orang yang lain. Juga
dalam pakaian petani yang sederhana seperti orang yang
sedang dihadapinya. Namun orang yang datang kemudian
itu ternyata memiliki ilmu yang jauh lebih baik dari orangorang
yang hampir saja diselesaikannya. Bahkan lebih baik
dari dirinya sendiri Meskipun demikian, ada juga orang-orang Talang Amba
yang terpaksa menjadi korban. Betapapun juga mereka
berada diantara orang-orang berilmu, namun sekali-sekali
ada juga pedang yang menyusup diantara mereka dan
mematuk korbannya. Namun sebenarnyalah bahwa orang-orang Gagelang
sudah tidak mempunyai harapan lagi. Tetapi karena Akuwu
di Gagelang masih juga bertempur, maka merekapun
berusaha untuk tetap mempertahankan dirinya.
Dalam pada itu, Akuwu masih bertempur dengan
mengerahkan segenap kemampuannya. Ia memang tidak
mempunyai kesempatan lagi. Segala perbuatannya sudah
diketahui dan dimengerti oleh para Senapati di Singasari.
Karena itu, apapun yang dilakukannya kemudian, ia tentu
akan diharapkan pada suatu pengadilan.
"Aku akan dihukum" berkata Akuwu di dalam hatinya
"mungkin hukuman gantung karena pengkhianatan ini.
Agaknya lebih baik bagiku untuk mati di medan perang ini
daripada mati sebagai tontonan orang-orang Singasari"
Karena itu, maka Akuwu Gagelang itu justru bertempur
semakin garang. Ia tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya. Ia tidak mau melihat, bahwa orang-orangnya
mengalami kesulitan. Semakin lama, maka korbanpun
semakin banyak berjatuhan.
Tetapi pendirian Akuwu sudah jelas. Lebih baik mati
daripada menjadi pangewan-ewan. Dan pendirian itupun
agaknya terdapat pula diantara para Senapati dan
pengawalnya. Apalagi mereka yang mengikuti Akuwu
dengan sadar, dan tahu dengan pasti apa yang telah terjadi
di Talang Amba. Namun sebenarnyalah bahwa Akuwupun masih
mempunyai harapan untuk mati bersama lawannya. Akuwu
terlalu yakin akan dirinya sendiri dan kemampuan ilmunya.
Karena itu, maka iapun bertempur semakin dahsyat.
Senjatanya terayun-ayun menggetarkan. Bahkan kilatan
cahaya yang terpantul dari helai pedangnya, bagaikan
gumpalan awan yang bercahaya mengitari tubuhnya.
Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar juga melihat
kemampuan ilmu pedang lawannya. Namun sebagai
seorang Senapati yang memiliki pengalaman pengembaraan
yang luas. maka iapun masih sempat juga melihat lubanglubang
kecil diantara gumpalan awan yang menyilaukan
itu. Dengan kemampuannya bergerak secepat sikatan
menyambar bilahan, maka Mahisa Bungalan itu sekalisekali
justru telah menjulurkan pedangnya. Menyusup
diantara gumpalan awan putaran pedang lawannya.
Tetapi Akuwupun cukup tangkas, sehingga dengan
demikian maka pertempuran antara Mahisa Bungalan dan
Akuwu Gagelang itupun berlangsung dengan dahsyatnya.
Namun dalam pada itu, dalam hiruk pikuk pertempuran,
maka Mahisa Murti telah berusaha dengan segenap
kemampuannya untuk menguasai lawannya. Tetapi adalah
diluar dugaan, bahwa pengawal itu telah berusaha
bertempur tidak saja seorang melawan seorang, tetapi justru
berusaha menyusup dalam kesibukan benturan senjata
diantara para pengawal Gagelang dan orang-orang Talang
Amba. Mahisa Murti semula tidak mengerti maksud lawannya.
Namun ketika tiba-tiba saja, lawannya bergeser menjauh,
barulah Mahisa Murti sadar, bahwa tentu ada maksud
tertentu yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
Mahisa Murti terkejut ketika tiba-tiba saja pengawal itu
telah bergeser di belakang seorang pengawal Gagelang.
Bahkan yang mengejutkan Mahisa Murti, dengan serta
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merta, pengawal Akuwu yang bertempur melawannya itu
telah mendorong pengawal Gagelang yang lain kearah
Mahisa Murti. Pada saat pedang Mahisa Murti terjulur, pengawal yang
didorong oleh Mahisa Murti itu hampir saja membenturnya
tanpa dapat mempergunakan senjatanya. Seandainya
Mahisa Murti bergeser setapak, kemudian menebaskan
pedangnya, maka pedang itu akan dapat memenggal leher
pengawal itu. Tetapi rasa-rasanya sesuatu telah menahannya, sehingga
arena itu, Mahisa Murti hanya bergeser selangkah dan
memukul tengkuk orang itu justru dengan tangkai
pedangnya. Orang itu memang jatuh terjerembab. Tetapi orang itu
tidak mati, meskipun ia menjadi pingsan.
Ternyata sesaat itu dapat dipergunakan oleh lawan
Mahisa Murti sebaik-baiknya. Lawannya itu adalah seorang
pengawal pengapit Akuwu Gagelang, namun yang
sebenarnya adalah seorang Pangeran dari Kediri. Dengan
tangkasnya, maka orang itupun telah menyusup diantara
ayunan senjata di medan pertempuran. Semakin lama
semakin jauh dari Mahisa Murti, sehingga akhirnya
lawannya itu telah hilang ditelan oleh hiruk pikuknya
pertempuran itu sendiri. Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Iapun
melihat, bahwa para pengawal Gagelang tidak akan dapat
bertahan terlalu lama. Namun bahwa ia telah kehilangan
lawannya, maka Mahisa Murtipun menjadi marah.
Tetapi ia tidak ingin menumpahkan kemarahannya
kepada orang-orang Gagelang yang sudah kehilangan
kesempatan. Sebentar lagi mereka akan disapu dari medan
jika mereka tidak mau menyerah.
Dengan geram, Mahisa Murtipun kembali ke arena yang
dipergunakannya semula. Sementara itu ia masih melihat
Mahisa Pukat bertempur dengan serunya, sebagaimana juga
Mahisa Bungalan yang bertempur melawan Akuwu dari
Gagelang. Untuk sesaat Mahisa Murti hanya berdiam diri. Namun
iapun kemudian membantu pula orang-orang Talang Amba
melawan para pengawal dari Gagelang yang sudah
kehilangan gairah perjuangannya. Hanya karena Akuwu
masih bertempur sajalah, mereka juga masih bertempur.
Namun diantara mereka ada juga Senapati yang memang
memilih mati di medan perang daripada menyerahkan diri
kepada orang-orang Talang Amba atau orang Singasari.
Di padukuhan sebelah, Ki Sanggarana dan Ki Sendawa
bertempur diantara orang-orang Talang Amba dan orangorang
yang belum dikenalnya yang datang bersama
Senapati Singasari yang berada di Talang Amba bersama
Mahisa Bungalan. Keduanya masih belum sempat mendapatkan penjelasan
tentang orang-orang yang telah melibatkan dirinya bersama
orang-orang Talang Amba melawan pasukan Gagelang dan
yang ternyata memiliki kemampuan yang dapat
mengimbangi, bahkan melampaui para pengawal dari
Gagelang. Dalam benturan-benturan kekerasan,
selanjutnya, maka pasukan Gagelang telah menjadi
semakin terdesak. Ketika orang-orang Gagelang itu kemudian mengetahui,
bahwa kawan-kawannya yang bertempur terpisah melawan
pecahan dari pasukan Gagelang sendiri telah menyerah,
maka pasukan Gagelang itupun menjadi semakin
kehilangan gairahnya. Bahkan beberapa orang tidak lagi
ingin melawan ketika pasukan mereka menjadi semakin
terdesak. Mereka lebih baik memilih bergeser surut
menjauhi lawan yang serasa menjadi semakin garang.
Akhirnya Senapati Singasari yang berada di pasukan itu
telah berteriak "Kawan-kawanmu telah menyerah dan
kehilangan kemampuan untuk melawan. Karena itu,
menyerahlah sebelum terjadi malapetaka yang lebih besar
bagi orang-orang Gagelang"
Tidak ada jawaban. Seorang Senapati Gagelang yang
memimpin pasukan diarena itu menjadi ragu-ragu. Tetapi ia
tidak akan mempunyai kesempatan untuk memperbaiki
keadaan. Bahkan semakin lama keadaannya akan menjadi
semakin parah, karena jumlah mereka akan semakin susut.
Sementara itu, di padukuhan yang lain, Ki Warujupun
tidak terlalu banyak berbuat karena orang-orang yang telah
membantu pasukan yang sebenarnya tidak memiliki
kemampuan yang pantas untuk melawan Gagelang. Tetapi
kehadiran orang-orang yang tidak dikenal dan berpihak
kepada Tajang Amba itu ternyata telah menentukan segalagalanya.
Sehingga dengan demikian, Ki Waruju tidak
merasa perlu mengerahkan segenap kemampuannya untuk
membinasakan lawan-lawannya secepatnya dan sebanyakbanyaknya
sebagaimana diperkirakan sebelumnya
seandainya ia harus bertempur hanya dengan orang-orang
Talang Amba. saja. Sementara itu, seperti dipadukuhan yang lain, maka
Senapati Singasari yang ada dipadukuhan itupun telah
meminta agar pasukan Gagelang menyerah.
Tetapi seperti kawannya juga di padukuhan sebelah.
Senapati Gagelang itupun ragu-ragu juga. Namun dalam
keragu-raguan itu terdengar Ki Waruju berkata "Ki Sanak,
Senapati dari Gagelang. Kau tidak akan berbuat apapun
juga sekarang ini. Keadaan para pengawal Gagelang sudah
semakin parah. Agaknya kalian tidak sempat
memperhitungkan apa yang akan kalian hadapi disini.
Sebenarnya kalian dapat mengukur kemampuan orangorang
Talang Amba dengan apa yang dapat aku lakukan.
Dengan mudah aku dapat keluar dari bilik tahanan. Bahkan
tidak hanya hari ini. tetapi selama beberapa hari aku berada
di Gagelang. Aku sudah berulang balik kembali ke Talang
Amba tanpa kalian ketahui. Nah. sekarang kalian
berhadapan langsung dengan orang-orang Talang Amba
yang lain, yang mungkin memiliki kelebihan dari aku
sendiri" Senapati itu menjadi semakin ragu. Sementara Senapati
dari Singasari itupun berkata "Menyerahlah. Aku akan
menjamin bahwa kalian akan diperlakukan dengan baik
oleh para prajurit Singasari kelak, karena mau tidak mau
kalian akan dihadapkan kepada kekuasaan Singasari. Tetapi
itu lebih baik daripada kalian akan menjadi tawanan orangorang
Talang Amba dan mendapat hukuman langsung dari
mereka. Mungkin kalian akan menjadi pangewan-ewan
disini. Tetapi hal itu tidak akan terjadi di Singasari. karena
Sri Maharaja di Singasari tentu mengetahui, siapakah yang
sebenarnya telah bersalah sekarang ini"
Senapati itu manjadi semakin ragu. Namun ia benarbenar
tidak dapat mengingkari kenyataan yang terjadi.
Padukannya benar-benar mengalami kesulitan.
Karena itu akhirnya Senapati itu telah mengambil satu
keputusan tanpa menghiraukan pasukan Gagelang yang
berada diinduk pasukan. Apalagi setelah ia mengetahui,
bahwa kawan-kawannya yang bertempur melawan belahan
pasukan Gagelang sendiri juga telah menyerah.
Sejenak kemudian, maka Senapati itupun telah
meletakkan senjatanya sambil mengisyaratkan bahwa ia
telah menyerah. Bahkan kemudian iapun telah memberikan
aba-aba untuk meletakkan senjata kepada seluruh
pasukannya. Ada beberapa orang yang terkejut mendengar perintah
itu. Namun sebagian besar dari mereka dengan serta merta
telah melangkah surut sambil meletakkan senjata mereka.
Dalam pada itu. Senapati dari Singasari itupun
kemudian telah memberikan aba-aba juga kepada orangorang
Talang Amba dan orang-orang yang telah membantu
mereka, untuk tidak mengambil langkah-langkah sendiri
menghadapi pasukan yang telah menyerah itu.
Dengan demikian, maka pertempuran di padukuhan
itupun segera berhenti. Orang-orang Talang Amba telah
mengumpulkan senjata lawan-lawan mereka, yang
menyerah. Dalam pada itu, dipadukuhan yang lain, orangorang
Gagelang telah jauh terdesak. Sehingga akhirnya,
merekapun tidak dapat berbuat lain. Dengan demikian,
maka merekapun telah berbuat sebagaimana dilakukan oleh
kawan-kawan mereka. Menyerah.
Hanya di induk pasukan sajalah pertempuran masih
berlangsung. Akuwu Gagelang bertempur dengan
tangkasnya melawan Mahisa Bungalan. Sementara itu.
Mahisa Murti tiba-tiba saja sudah termangu-mangu berdiri
memperhatikan pertempuran itu.
Mahisa Bungalan yang melihat Mahisa Murti termangumangu
hampir diluar sadarnya telah bertanya "Dimana
lawanmu?" Mahisa Murti mengerutkan keningnya. Namun
kemudian jawabnya sebagaimana adanya "Melarikan diri.
Ia menghilang di dalam hiruk-pikuk pertempuran. Aku
tidak dapat mengejarnya dan kehilangan orang itu"
"Siapa lawanmu he" Seorang dari pengawalku?" tiba-tiba
saja Akuwu itu bertanya. "Ya" jawab Mahisa Murti, lalu "seorang yang lain masih
bertempur melawan Mahisa Pukat"
Diluar sadar, Akuwu Gagelang itu telah melihat kearah
yang ditunjuk oleh Mahisa Murti. Ia melihat seorang
pengawalnya masjh bertempur. Karena itu, maka iapun.
segera menyadari bahwa yang melarikan diri adalah
Pangeran dari Kediri itu.
"Licik, pengecut" Akuwu itu menggeram. Namun ia
tidak menarik diri dari keputusannya. Lebih baik mati di
pertempuran dari pada harus menjadi seorang tawanan
yang pada saatnya juga akan digantung di alun-alun.
Tetapi Akuwu itu tidak mau mati sendiri. Ia sadar,
bahwa yang dilakukan selama ini adalah atas dasar
pertimbangan, pendapat dan bahkan sebagian adalah
karena bujukan Pangeran dari Kediri itu.
Karena itu, maka sambil memutar pedangnya dan
menyerang, maka ia berteriak "Ketahuilah orang-orang
Singasari yang dungu. Orang yang melarikan diri itu
bukannya seorang pengawal dari Gagelang. Bukan pula
seorang juru taman atau hamba apapun juga di Gagelang.
Ia adalah seorang Pangeran dari Kediri. Ia adalah orang
yang paling berkepentingan dengan hutan di lereng bukit"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Tetapi ia
tidak sempat berbuat apapun juga, karena Akuwu itu masih
saja menyerangnya dengan garang.
Namun sejenak kemudian, Mahisa Bungalan mendapat
kesempatan untuk berbicara "Akuwu. Jika demikian, maka
kau tidak terlalu berkepentingan dengan pertempuran ini.
Sebaiknya kau menghentikan perang yang tidak akan
berarti apa-apa bagimu dan bagi Gagelang. Orang yang
paling bernafsu untuk menguasai Talang Amba justru
karena hutan di lereng gunung itu, sekarang telah pergi"
"Aku tidak peduli. Apakah orang itu sudah pergi atau
mati. Tetapi aku tidak ingin menjadi tawanan yang pada
saatnya juga akan dihukum mati"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Agaknya
Akuwu itu benar-benar telah kehilangan nalarnya. Ia tidak,
lagi mau berpikir. Kegagalan yang dihadapinya
membuatnya mata gelap dan bahkan seperti orang yang
gila. Karena itu, maka sejenak kemudian Akuwu itupun
kembali mengerahkan kemampuannya untuk membunuh
Mahisa Bungalan yang untuk sejenak lebih banya
melindungi dirinya, sementara ia masih berusaha untuk
memaksa Akuwu menyerah. Tetapi Akuwu Gagelang benar-benar sudah tidak mau
berpikir lagi selain dibakar oleh satu niat, membunuh atau
jika tidak berhasil biarlah ia dibunuh.
Namun dalam pada itu, ternyata Mahisa Bungalan
sempat berkata kepada orang-orang yang ada disekitarnya
sambil berloncatan menghindari serangan Akuwu "He,
apakah kalian mendengar yang dikatakan oleh Akuwu"
Mahisa Bungalan tidak sempat berbicara lebih banyak.
Serangan Akuwu Gagelang melibatnya semakin dahsyat.
Senjata Akuwu itu berputaran bagaikan gumpalan awan di
seputarnya. Jika gumpalan awan itu menyentuhnya, maka
tubuhnya tentu akan terkoyak.
Namun dalam pada itu, ternyata Mahisa Murti cukup
cerdas menangkap perkembangan keadaan. Ia mengerti
maksud Mahisa Bungalan. Karena itu. maka katanya
kemudian kepada orang-orang yang sedang bertempur
disekitarnya "He. orang-orang Gagelang. Apakah kalian
tidak dapat melihat kenyataan disekitarmu. Lihat, perlawan
di kedua sayap pasukanmu sudah dapat dipatahkan.
Sementara itu, kawan-kawan kalian yang menyadari apa
yang sebenarnya terjadi, telah berhasil menguasai lawannya
Sekarang lihat lah kepada dirimu sendiri Apa yang sedang
terjadi dan untuk apa sebenarnya kalian berperang" Kalian
tidak akan dapat memenangkan perang ini. Itu sudah pasti.
Sebentar lagi orang-orang Talang Amba yang sudah
berhasil mengalahkan lawan-lawannya itu akan segera
berkumpul kemari. Apakah yang dapat kalian lakukan"
Mahisa Murti menunggu sejenak. Agaknya orang-orang
Gagelang yang mendengar suaranya mulai berpikir. Namu
Akuwulah yang berteriak "Persenan dengan igauanmu.
Aku akan membunuh kelian semua"
"Kau mulai bermimpi Akuwu" sahut Mahisa Murti
bukankah kau sendiri yang mengatakan, bahwa Pangera
dari Kediri itu sudah melarikan diri dari medan Sementara
itu, kalian yang hanya sekedar menjadi alatnya, masih jua
ingin mempertaruhkan nyawa?"
Orang-orang Gagelang memang mulai berpikir
Sementara itu keadaan mereka menjadi semakin rapuh,
Orang-orang Talang Amba benar-benar sudah menguasai
keadaan, sehingga ruang bergerak bagi mereka menjad
semakin sempit. Bahkan orang-orang Talang Amba
kemudian bukan saja mendesak orang-orang Gagelang,
tetapi mereka mulai mengepung orang-orang Gagelang.
Dalam pada itu orang-orang, Gagelang memang mulai
menjadi kehilangan ruang gerak. Bahkan semakin lama
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merekapun menjadi semakin tertekan.
"Sekali lagi, aku peringatkan" berkata Mahisa Murti
"menyerahlah" Tekanan orang-orang Talang Amba yang mengepung
orang-orang Gagelang telah mempersempit kepungan
mereka. Semakin lama semakin sempit.
Namun dalam pada itu. Akuwu Gagelang masih saja
bertempur tanpa menghiraukan orang-orangnya lagi.
Bahkan apapun yang akan mereka lakukan. Akuwu tidak
peduli, lagi Akhirnya orang-orang Gagelang itupun
menyadari, bahwa mereka tidak dapat lagi bertumpu
kepada perintah-perintah Akuwu. Bahkan merekapun
kemudian mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada
pemimpin mereka. Karena itu, ketika tekanan Mahisa Pukat atas pengawal
pengapit Akuwu yang masih juga bertempur dengan
sengitnya menjadi semakin berat, maka pengawal itu mulai
berpikir untuk mengambil sikap lain. Apalagi ketika
kemudian dari tubuhnya lelah menitik darah ketika senjata
Mahisa Pukat mengenainya.
"Kau dengar tentang kawanmu yang sebenarnya adalah
Pangeran yang melarikan diri itu?" bertanya Mahisa Pukat
Pengawal itu tidak menjawab. Tetapi iapun mengetahui
bahwa pengawal yang seorang itu adalah seorang Pangeran
dari Kediri, meskipun hanya orang-orang tertentu sajalah
yang mengetahuinya. Karena itu. maka iapun kemudian menganggap bahwa
pertempuran untuk seterusnya tidak akan banyak
bermanfaat bagi Gagelang. Jika Akuwu masih bertempur
terus, adalah karena ia melihat tidak ada kesempatan lagi
untuk tetap hidup. Menyerah atau mati di peperangan,
tidak ada bedanya baginya. Bahkan mati di peperangan
agaknya lebih baik bagi Akuwu yang memang seorang
prajurit. Tetapi pengawal itu masih melihat satu kemungkinan
untuk hidup meskipun ia akan mengalami hukuman dari
Singasari. Tetapi kesalahannya tidak akan seberat kesalahan
yang disandang oleh Akuwu di Gagelang. Karena itulah,
maka akhirnya pengawal yang menjadi kepercayaan
Akuwu dan bahkan memerintah para Senapati itupun
akhirnya telah memilin jalan yang lain dari yang ditempuh
oleh Akuwu. Ketika Mahisa Pukat mendesaknya, maka tiba-tiba saja
pengawal itu melontarkan senjatanya sambil berkata "Aku
menyerah" Mahisa Pukat tertegun. Namun kemudian senjata teracu
kedada lawannya sambil berkata "Perintahkan pasukan
Gagelang menyerah" "Itu wewenang para Senapati" jawab pengawal itu "aku
adalan sekedar pengawal Akuwu"
"Aku tahu, kau mempunyai pengaruh atas para
Senapati" desak Mahisa Pukat.
Pengawal itu termangu-mangu sejenak. Sementara
Mahisa Pukat masih berdiri dihadapannya dengan pedang
teracu. Tetapi pengawal itu masih tetap ragu-ragu. Katanya
"Mereka mendapat perintah langsung dari Akuwu aku
hanya menjadi perantara saja"
"Terserahlah Jika kau ingin melihat para pengawal
Gagelang menjadi banten, sementara kau sudah berhasil
menyelematkan diri" berkata Mahisa Pukat Lalu "Jika
demikian. maka aku akan memerintahkan mengikatmu
sementara aku akan membunuh sebanyak banyaknya"
Wajah Senopati itu menjadi tegang. Namun kemualan
katanya "Baiklah. Aku akan mencoba mempergunakan
pengaruhku untuk memerintahkan mereka menyerah.
Tetapi jika suaraku lenyap tanpa pengaruh apapun juga, itu
bukan salahku" "Cobalah" berkata Mahisa Pukat. Pengawal itu
termangu-mangu. Namun akhirnya iapun meneriakkan abaaba
untuk menyerah. Katanya "Tidak ada peluang lagi bagi
kita. Menyerahlah. Dengan demikian maka jumlah korban
dapat dikurangi" Namun yang terdengar adalah jawaban Akuwu
"Pengecut. Jika kau akan menjilat kaki orang Singasari atau
orang-orang Talang Amba lakukahlah sendiri"
Wajah pengawal itu menegang. Tetapi hampir diluar
sadarnya ia menyahut "Tidak ada harapan lagi Akuwu"
"Aku akan membunuh semua orang Talang Amba dan
Singasari" teriak Akuwu.
"Tetapi jangan mengorbankan para pengawal lebih
banyak lagi. pertempuran selanjutnya akan sia-sia" jawab
pengawal itu. "Bagiku tidak ada bedanya" geram Akuwu "apapun
yang akan terjadi, aku akan mati. Aku lebih baik mati di
peperangan daripada di tiang gantungan menjadi tontonan"
"Sikap Akuwu berbeda dengan sikapku" jawab pengawal
itu. Sementara itu. ia masih menyaksikan Akuwu bertempur
terus melawan Mahisa Bungalan, meskipun untuk sesaat
Mahisa Bungalan lebih banyak melayani Akuwu yang
diharapkan akan menyerah itu. Lalu pengawal itu
melanjutkan Akuwu. meskipun pada satu saat nanti aku
akan digantung dan bahkan menjadi tontonan sekalipun,
aku tidak berkeberatan. Tetapi jika dengan demikian
beberapa nyawa pengawal yang lain dapat diselamatkan
dalam pertempuran ini"
"Omong kosong" teriak Akuwu "Singasari akan
menghukum kita semuanya. Semua pengawal Gagelang
akan digantung. Bahkan pengawal yang tidak tahu menahu
apa yang sedang mereka lakukan"
"Tetapi setidak-tidaknya kita mengurangi rasa
permusuhan. Dan korban-korban dipihak Talang Amba
dapat dicegah untuk selanjutnya" jawab pengawal itu.
"Pengecut cengeng" teriak Akuwu yang marah "kaupun
pantas untuk dibunuh"
Pengawal itu tidak menjawab lagi. Sementara itu Akuwu
itupun justru bertempur lebih garang lagi.
Namun dalam pada itu, ternyata seorang Senopati dari
Gagelang yang mendengar percakapan antara Akuwu dan
pengawal khususnya itu dapat mengambil sikap sendiri,
lapun tiba-tiba saja telah memerintahkan para pengawal di
dalam kelompoknya untuk menyerah.
"Tidak ada kemungkinan lain" teriak Senopati itu.
Karena itulah maka para pengawalnyapun telah bergeser
surut serta menundukkan senjata mereka. Sementara orangorang
The Demigod Files 1 Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Pusaka Langit 3