Pencarian

Ratu Tanah Terbuang 1

Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
SATU KALAU ada orang yang mau menggantung diri
di sebuah pohon, tentunya dengan leher yang tercekik seutas tambang! Tetapi,
yang tergantung di pohon itu justru kaki kanannya yang terikat pada seutas
tambang! Dan kalau begini adanya, hanya ada dua jawa-
ban dari kejadian itu.
Jawaban pertama, orang itu tak sengaja masuk
ke perangkap hewan yang dipasang pemburu. Jawa-
ban kedua, ada orang yang telah memperlakukannya
demikian! Lelaki setengah baya berambut panjang itu
menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk menggapai
tambang yang mengikat kakinya. Tetapi begitu tan-
gannya berhasil memegang tambang itu, seketika dilepaskan kembali. Pinggulnya
yang terhantam gelom-
bang angin kecil tetapi sangat menyengat terasa perih.
Dia bergelantungan dengan mata mendelik. Te-
riakannya keras diiringi makiannya, "Gadis keparat!
Bila kau berani mencelakakan ku, tak akan pernah tenang hidupmu!!"
Gadis berpakaian putih bersih dengan dua
kuntum mawar merah pada atas dada kanan kirinya
itu, mendongak. Sepasang mata indahnya tak berkedip memandang lelaki
bertelanjang badan yang kaki kanannya terikat menggantung. Terkesan dingin dan
bengis. "Kau berani mendustai ku, maka itulah akibatnya!" serunya penuh ancaman.
Sebagai sahutan, lelaki yang tergantung itu
mendorong kedua tangannya ke bawah.
Wrrsss!! Serta-merta dua gelombang angin yang kemu-
dian menyatu meluncur ke arah si gadis. Yang dis-
erang hanya mendengus. Lalu dengan ringannya men-
gibaskan tangan kanannya setengah lingkaran di atas kepala. Blaaaarrr!!!
Dua gelombang angin yang menjadi satu itu pu-
tus di tengah jalan terhantam satu sinar merah yang cukup pekat dan
memperdengarkan suara letupan cukup keras.
Lelaki yang tergantung di atas pohon mengge-
ram "Keparat! Mengapa aku bisa dibodohi anak in-
gusan seperti gadis celaka itu!" makinya dalam hati.
"Setan! Aku sama sekali tak mengenal Raja Naga walaupun aku pernah mendengar
julukannya! Tetapi ga-
ra-gara Raja Naga, aku jadi begini!"
Dengan tubuh yang terayun-ayun dan kaki ka-
nan yang terikat itu mulai terasa nyeri, lelaki ini membentak lagi, "Gadis
celaka! Orang yang kau tuju adalah Raja Naga! Tetapi kau telah berani
memperlakukan ku seperti begini!!"
"Siapa pun orangnya yang kutanyakan tentang
Raja Naga menjawab tidak tahu, maka dia harus ku-
bunuh! Apalagi orang yang berani mempermainkan ku!
Kau mengatakan sebelumnya tahu di mana pemuda
itu berada, tapi nyatanya kau tidak tahu sama sekali!
Sebelum kubunuh, satu siksaan pedih agaknya paling
tepat se-bagai ganjaran atas tindakanmu!"
"Setan terkutuk! Lepaskan aku! Kita bertarung
sampai mampus!"
"Dalam keadaan tak tergantung seperti itu kau
sudah tak mampu menghadapiku, apalagi sekarang
ini! Kau hanya menjadi singa ompong!!"
"Terkutuk!!"
Lelaki yang tergantung ini meliukkan tubuhnya
ke atas. Dan....
Tap! Tangannya berhasil meraih tambang yang men-
gikat kaki kanannya. Dicobanya untuk membuka ika-
tan itu. Tetapi baru saja dilakukan, satu sengatan
mengenai pinggulnya!
"Aaaakhhhh!!"
Tubuhnya meliuk, berayun dan tergantung lagi!
Karena bantingan tubuhnya sendiri, ikatan pada kaki kanannya semakin menguat!
"Setan!!" makinya dengan paras memerah karena darah telah mengumpul pada
wajahnya! Keringat
bercucuran, jatuh ke tanah, tak jauh dari hadapan gadis berpakaian putih yang
sedang menyeringai itu.
"Pulung Jelaga! Yang kau lakukan hanyalah
sebuah kesia-siaan!! Kau tak akan mampu melepaskan
diri dari tambang itu, karena aku akan segera membunuhmu!"
Wajah si lelaki yang bernama Pulung Jelaga itu
kian memerah. Amarah dan kegusarannya bersatu pa-
du. Dia mulai diliputi rasa putus asa. Disesalinya
mengapa sebelumnya dia menganggap enteng gadis
yang sedang menyiksanya ini
Sebelumnya Pulung Jelaga tiba-tiba didatangi
oleh seorang gadis yang mengaku berjuluk Ratu Tanah Terbuang. Ratu Tanah
Terbuang menanyakan tentang
Raja Naga. Merasa gadis itu bukanlah sebuah momok
yang menakutkan, Pulung Jelaga menjawab tahu di
mana orang yang dicari Ratu Tanah terbuang. Padahal saat itu, yang
dikehendakinya adalah mencoba menge-labui si gadis untuk mendapatkan kesenangan!
Karena sepasang bukit kembar membusung yang dibalut pa-
kaian putih itu telah membuatnya bergairah. Sudah
tentu dia tak akan membiarkan gairahnya berlalu tan-pa pelampiasan.
Dibawanya si gadis melangkah seolah hendak
mencari Raja Naga. Di tengah perjalanan, dia menyergap gadis itu yang sesaat
terkejut tetapi kemudian pa-srah saat direbahkan tubuhnya di atas tanah.
Mendapati hal itu, Pulung Jelaga menjadi kese-
nangan. Dia melupakan bahaya lain yang tidak ter-
tangkap matanya. Ratu Tanah Terbuang membiarkan
dirinya diciumi bahkan diraba oleh Pulung Jelaga, sementara hatinya murka
laksana gunung berapi yang
siap memuntahkan isi perutnya!
Di saat Pulung Jelaga sudah membuka pa-
kaiannya sambil tertawa-tawa karena merasa apa yang diinginkannya akan
terlaksana, Ratu Tanah Terbuang
justru memejamkan matanya. Makin kesenangan Pu-
lung Jelaga. Namun secara tiba-tiba, tubuhnya tersentak
naik, mumbul ke udara untuk kemudian terbanting di
atas tanah! Apa yang terjadi itu membuat Pulung Jelaga
kebingungan, karena begitu dilihatnya keadaan Ratu
Tanah Terbuang, gadis itu tetap berada dalam posisi terbaring dengan kedua mata
terpejam. Untuk beberapa saat dia memikirkan apa yang barusan menimpa di-
rinya. Melihat keadaan si gadis, rasanya tak mungkin kalau dia yang telah
mendorongnya! Kebingungannya itu tak berlangsung lama, me-
lihat keadaan si gadis. Tanpa mempedulikan apa yang barusan terjadi, Pulung
Jelaga segera menghampiri
Ratu Tanah Terbuang dengan terburu-buru.
Tetapi mendadak dia tersungkur dan terbanting
untuk kedua kalinya di atas tanah. Belum lagi dia
bangkit, dilihatnya satu bayangan putih telah berkele-bat dan tahu-tahu telah
mengangkangi wajahnya den-
gan pandangan sengit.
Sadarlah Pulung Jelaga siapa yang telah mem-
buatnya tersungkur dua kali. Sebelum dia bangkit, Ra-tu Tanah Terbuang sudah
menginjak dadanya yang te-
rasa seperti mau pecah. Kemudian menempeleng wa-
jahnya keras-keras hingga memerah.
Lalu menyentaknya ke atas, menyeretnya se-
perti sedang membawa satu buntalan baju. Pulung Je-
laga berusaha berontak, tetapi satu totokan yang dilakukan Ratu Tanah Terbuang
yang sama sekali tidak
dilihatnya, membuat seluruh tulang belulangnya se-
perti dilolosi.
Sepanjang perjalanan Ratu Tanah Terbuang
meneriakkan julukan Raja Naga. Bahkan di satu du-
sun, dia mengamuk karena tak seorang pun yang da-
pat mengatakan di mana Raja Naga berada. Dari se-
buah rumah, Ratu Tanah Terbuang mendapatkan se-
buah tambang yang cukup panjang.
Sambil terus menyeret Pulung Jelaga yang tak
berdaya dan diliputi rasa kecut, Ratu Tanah Terbuang melangkah meninggalkan
dusun itu. Langkahnya baru
dihentikan di sebuah jalan setapak, di hadapan se-
buah pohon besar.
Kemudian dilemparkannya tambang itu ke da-
han sebuah pohon. Lalu diikatnya kaki kanan Pulung
Jelaga yang berteriak-teriak keras tetapi tak dapat melakukan apa-apa kecuali
berteriak. Setelah mengikat kaki Pulung Jelaga, gadis itu segera melepaskan
toto-kannya. Pulung Jelaga masih merasakan kalau tubuh-
nya sesaat mengejut, sebelum kemudian tubuhnya te-
lah tersentak naik dan kini tergantung di pohon itu
dengan kepala menghadap tanah!
"Ratu Tanah Terbuang!" seru Pulung Jelaga dengan suara putus asa. "Aku mohon
ampun akan tindakanku ini! Percayalah... aku mengetahui di mana Raja Naga berada!"
"Seseorang tak akan mungkin mau terperosok
ke lubang yang sama atau ke lubang lainnya sebanyak dua kali! Tindakanmu justru
banyak membuang waktuku! Dan untuk mempersempit waktu, sebaiknya kau
kubunuh sekarang!"
"Jangan... jangan kau lakukan itu!" seru Pulung Jelaga mengiba, tubuhnya
terayun-ayun karena
dia bergerak tadi. "Ampuni aku... ampuni aku... aku bersedia menjadi budakmu
bila kau mau mengampu-niku...." "Urusanku adalah dengan Raja Naga! Aku tak
membutuhkan bantuan siapa pun juga!" seru Ratu Tanah Terbuang dingin. "Jangan
berharap terlalu jauh padaku!"
Pulung Jelaga tak berucap. Hanya wajahnya
yang menyiratkan penyesalan, ketakutan sekaligus
kemarahan. "Kau tak berkomentar, berarti kau siap untuk
pergi ke neraka!!"
Tangan kanan Ratu Tanah Terbuang perlahan-
lahan terangkat dan siap didorong ke atas.
Kedua mata Pulung Jelaga membuka lebar. Ke-
panikan sangat kentara. Dia menggerak-gerakkan ke-
dua tangannya, seraya mendesis panik, "Jangan... jangan lakukan itu... ampuni
aku... ampuni aku...."
Ratu Tanah Terbuang menyeringai lebar.
"Kau telah melakukan kesalahan yang tak akan
pernah ku maafkan! Kau telah banyak membuang
waktuku yang sedemikian sempit! Itu artinya kau
memperlambat keinginanku untuk menemukan dan
membunuh Raja Naga!"
"Ratu Tanah Terbuang...," desis Pulung Jelaga resah, dia sudah kehilangan
nyalinya. Rasa putus asa semakin menyiksa. Penyesalannya bertubi-tubi menghantam
dadanya. "Kuakui... apa yang kulakukan ini memang sebuah kesalahan.... Tetapi,
apakah kau tidak mau memaafkan ku?"
"Tindakanmu sudah keterlaluan!"
"Aku memahami apa yang kulakukan yang ten-
tunya membuatmu murka," sahut Pulung Jelaga pelan. Dia masih mencoba berusaha
untuk membujuk Ratu Tanah Terbuang. "Dan... aku... aku berjanji, tak akan lancang lagi
melakukannya...."
"Sayangnya, kematianmu justru semakin de-
kat!" sahut Ratu Tanah Terbuang geram. Diam-diam dia menyenangi apa yang
dilakukannya ini. Melihat
orang mengiba-ngiba padanya, dia semakin suka me-
nerus-kan tindakannya.
"Ya, ya... kuakui itu.... Tetapi, aku... aku... tahu di mana sebenarnya Raja
Naga berada...."
"Sebelumnya kau telah berdusta padaku, apa-
kah sekarang aku bisa mempercayaimu?"
"Kita... kita bisa menanyakan pada sahabatku
yang berjuluk Keranda Iblis! Aku yakin... dia tahu di mana Raja Naga berada...."
Ratu Tanah Terbuang tak bersuara. Mata in-
dahnya yang bengis itu memandang tak berkedip pada
Pulung Jelaga yang masih tergantung.
Melihat gadis berpakaian putih itu terdiam, Pu-
lung Jelaga terus berkata-kata, "Keranda Iblis banyak mempunyai sahabat dan
kambrat! Aku yakin, dia akan
mencari keterangan untukmu tentang Raja Naga!"
"Kau mencoba untuk mendustai ku lagi...."
"Kau tadi mengatakan tak mungkin ada orang
yang mau terperosok pada lubang yang sama atau lu-
bang lainnya untuk kedua kalinya! Aku telah melaku-
kan kesalahan dan mendapatkan akibat dari tinda-
kanku ini! Sudah tentu... aku... aku tak ingin ini terjadi untuk kedua
kalinya...."
Lagi Ratu Tanah Terbuang tak bersuara. Dia
sedang mempertimbangkan kata-kata Pulung Jelaga.
Pulung Jelaga sendiri tak berkata lagi. Dibiarkan Ratu Tanah Terbuang memikirkan
apa yang dikatakannya.
Sudah tentu Pulung Jelaga berharap kalau Ra-
tu Tanah Terbuang akan termakan ucapannya. Sebe-
narnya bila dia bebas, dia bermaksud untuk meminta
bantuan Keranda Iblis untuk membunuh Ratu Tanah
Terbuang! Mendadak... Wuutttt! Tasss!! Tali yang mengikat kaki kanannya dan mem-
buatnya tergantung tiba-tiba putus. Pulung Jelaga sesaat memekik ketika tubuhnya
meluncur deras ke atas tanah. Rasa lemas telah menggelayuti tubuhnya. Tenaganya
seperti terkuras. Kaki kanannya yang terikat itu nyeri bukan main.
Namun dia masih mampu bertindak cepat bila
tidak ingin kepalanya menghantam tanah! Didahului
oleh teriakan keras, tubuhnya segera meliuk, dan
mumbul di udara. Setelah memutar tubuh, dia hing-
gap di atas tanah.
Tetapi baru saja dia hinggap, tubuhnya sudah
goyah. Ini dikarenakan kaki kanannya yang nyeri itu seolah tak memiliki tenaga
lagi. Goyahan tubuhnya tidak bisa dikuasai lagi.


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hingga kemudian dia ambruk di atas tanah!
Ratu Tanah Terbuang mendengus.
"Aku hanya memberimu waktu sepuluh kali ke-
japan mata untuk segera berangkat mengajakku me-
nemui Keranda iblis! Lewat dari sepuluh kejapan mata, jangan berharap aku akan
tetap mau mengikuti ucapan keparatmu itu!!"
Ancaman dingin itu menyengat ubun-ubun Pu-
lung Jelaga. Lelaki yang bertelanjang badan itu terburu-buru bangkit.
Keseimbangannya masih belum di-
kuasai sepenuhnya.
"Terima kasih kau memberi ku kesempatan hi-
dup...," ucapnya berusaha mempertahankan keseimbangan.
"Kesempatan ini hanya satu kali kau da-
patkan!" sahut Ratu Tanah Terbuang dingin. "Aku tak punya banyak waktu! Sebelum
senja, aku sudah harus
berhadapan dengan Keranda Iblis! Dan jangan coba-
coba mempermainkan ku lagi!"
Pulung Jelaga mengangguk-angguk terburu-
buru. "Huh! Kau akan merasakan akibatnya bila sudah berada di hadapan Keranda
Iblis, Gadis setan! Kau akan merasakan pembalasannya!" desisnya dalam ha-ti.
Ketika dilihatnya tatapan si gadis menusuk, Pu-
lung Jelaga buru-buru melangkah, agak terpincang
karena kaki kanannya masih nyeri.
Ratu Tanah Terbuang memandangi orang yang
sedang melangkah itu, "Huh! Jangan kau kira aku dapat kau kelabui lagi! Bila
berani berbuat lancang, bukan hanya kau yang akan mampus! Tetapi juga Keran-
da Iblis!!"
Kemudian disusulnya Pulung Jelaga yang me-
langkah agak terpincang-pincang.
DUA SENJA sudah memayungi belantara yang dipe-
nuhi pepohonan tinggi itu, seolah hendak menengge-
lamkan dalam keremangannya. Angin yang berhembus
menggesek dedaunan, laksana sebuah musik yang
mengiringi tarian para mambang.
Tiba-tiba terlihat satu bayangan ungu berkele-
bat cepat keluar dari belantara itu. Berjarak sekitar dua puluh kaki, sosok
tubuh ini menghentikan langkahnya.
Dipandangi sekelilingnya yang dipenuhi rang-
gasan semak. Di kejauhan nampak julangan bukit ter-
jal, dihiasi oleh kabut yang mulai turun.
Sosok tubuh yang ternyata seorang pemuda ini
menarik napas pendek. Wajahnya tampan dengan
rambut dikuncir ekor kuda yang bergerak dipermain-
kan angin. Dia mengenakan rompi berwarna ungu
yang terbuka di bagian dada, memperlihatkan dada bi-dangnya yang penuh otot.
Dari kegagahan yang ada
pada diri si pemuda, adalah satu keangkeran yang ter-sirat dari kedua matanya.
Sepasang mata beningnya
bersorot angker, mengerikan dan mampu menciutkan
nyali yang melihatnya. Dan astaga! Kedua tangannya
mulai jari jemari hingga batas siku, dipenuhi sisik coklat yang halus!
Pemuda yang bukan lain Boma Paksi atau yang
lebih dikenal dengan julukan Raja Naga ini meman-
dang bukit yang mulai dihiasi kabut tipis.
"Ratu Tanah Terbuang...," desisnya pelan. "Siapa sesungguhnya gadis yang sedang
mencariku itu"
Tindakan ganasnya yang telah menghancurkan Pergu-
ruan Kencana semata untuk memancing kemunculan-
ku, tak bisa dimaafkan. Tetapi, aku belum tahu men-
gapa dia mencariku" Apa yang diinginkannya" Julu-
kannya pun baru kudengar dari mulut Kirana, murid
Pendekar Kencana yang telah tewas di tangan Mari-
nah, yang kemasukan ilmu hitam milik Sangga Lan-
git...." Murid Dewa Naga merapatkan mulutnya. Tak bersuara lagi. Otaknya diperas
habis-habisan untuk
mengetahui siapakah Ratu Tanah Terbuang.
Kemudian setelah menghela napas panjang,
terdengar desahannya lagi, "Kirana saat ini sedang menuju ke Sungai Matahari
untuk menjumpai kakek
bernama Kidang Gerhana. Ah, gadis itu sudah menun-
jukkan gelagat yang tidak baik. Dia telah memusuhi
ku. Untungnya, dia tidak tahu kalau akulah yang berjuluk Raja Naga...."
Kembali pemuda dari Lembah Naga ini tak ber-
suara. Tatapan angkernya masih ditujukan pada bukit terjal yang cukup jauh dari
hadapannya. Tetapi jelas dia tidak mengarahkan sepenuhnya pandangan pada
bukit itu, karena perhatiannya lebih ditujukan pada masalah yang akan
dihadapinya. "Tindakan Kirana memang dapat ku benarkan,
kendati aku tak menyesalinya. Dia menganggap akulah yang bersalah akan hancurnya
Perguruan Kencana
dan matinya gurunya. Ah, entah siapa lagi yang akan menganggap seperti itu" Aku
memang harus mencari
Ratu Tanah Terbuang sebelum dia menghancurkan
siapa saja karena tak bisa mengatakan di manakah
aku berada?"
Belum habis ucapannya terdengar, Raja Naga
menoleh ke samping kiri. Mata angkernya tak berke-
dip. Mendadak dari balik ranggasan semak bermuncu-
lan tiga orang lelaki berpakaian serba hijau muda!
Ketiga orang yang berusia sekitar empat puluh
lima tahun ini langsung mengurungnya tanpa berbasa-
basi. Melihat tindakan yang dilakukan ketiga orang itu, Raja Naga mengerutkan
keningnya sejenak sebelum
tersenyum. Matanya yang angker memandang wajah-wajah
beringas yang mengurungnya satu persatu. Lalu den-
gan ketenangan yang luar biasa, dia berkata, "Orang-orang yang tak kukenal!
Kalian muncul secara menda-
dak dan langsung mengurung ku dengan sikap tak
bersahabat! Apakah memang ada satu urusan yang
harus kita selesaikan"!"
Ketiga orang itu tak ada yang bersuara. Seperti
dikomando, masing-masing orang secara serempak
melangkah dua tindak, semakin mendekati Raja Naga
dengan kedudukan slap menyerang.
Raja Naga masih tersenyum.
"Agar tidak terjadi salah paham dan silang urusan, apakah tidak sebaiknya kalian
menjelaskan du-
duk perkaranya" Hingga semuanya menjadi jelas!"
Orang yang berdiri di hadapan Raja Naga men-
dengus. Kemudian meluncur ucapan dinginnya,
"Orang muda! Kaukah yang bernama Boma Paksi dan berjuluk Raja Naga"!"
Raja Naga memandang orang di hadapannya.
Sebelum dia menjawab, orang yang berdiri di sebelah kirinya sudah berseru,
"Wedang Kurdo! Mengapa kau bertanya seperti itu" Ciri yang melekat padanya sudah
menunjukkan kalau dialah Raja Naga yang pengecut,
yang telah mengorbankan banyak orang lain karena
kepengecutannya!!"
Raja Naga melirik lelaki yang barusan memben-
tak. Dia seorang lelaki berwajah cekung dengan kuping sebelah kiri buntung!
Sebelum murid Dewa Naga ini
berkata, orang di hadapannya sudah membentak,
"Pemuda pengecut! Kau telah mendengar apa
yang dikatakan temanmu! Kami, Tiga Pendekar Lem-
bah Kidul, menuntut pertanggungjawaban mu!!"
Raja Naga tetap bersikap tenang. Sorot matanya
tetap angker menusuk.
"Wedang Kurdo!" serunya memanggil orang di hadapannya sesuai panggilan yang
dilakukan lelaki
berkuping buntung.
"Aku senang berkenalan dengan Tiga Pendekar
Lembah Kidul! Hanya yang menjadi masalah sekarang,
ada urusan apakah sebenarnya" Mengapa kalian tahu-
tahu muncul dan mengatakan aku harus memper-
tanggungjawabkan kepengecutan ku"!"
"Lembah Kidul telah didatangi seorang gadis
berilmu tinggi! Rakyat di Lembah Kidul banyak yang
celaka akibat tindakannya! Huh! Sayang kami tidak
berada di sana saat peristiwa itu terjadi! Dari apa yang kami dengar, gadis
berjuluk Ratu Tanah Terbuang
memaksa orang-orang di Lembah Kidul menunjukkan
di manakah Raja Naga berada!"
Ucapan Wedang Kurdo membuat Raja Naga
menarik napas pendek. Untuk sesaat dia tidak berkata apa-apa. Hanya sorot
matanya yang memandang tak
berkedip pada orang di hadapannya.
"Lagi-lagi Ratu Tanah Terbuang," desisnya. Lalu berkata tetap dengan ketenangan
tinggi, "Wedang Kurdo! Sebelum ini, aku juga telah mendapat kabar dari seorang
gadis bernama Kirana, tentang munculnya Ra-tu Tanah Terbuang yang mencariku!
Tetapi terus te-
rang, aku tidak tahu apa yang diinginkan Ratu Tanah Terbuang dariku!"
"Dengan bicara seperti itu, kau bermaksud
mengatakan kalau kau tidak punya urusan dengan-
nya"!" sahut Wedang Kurdo dingin.
"Betul sekali! Aku bukan hanya tidak punya
urusan dengannya, tetapi aku juga tidak mengenal-
nya!" Orang yang berdiri di sebelah kanannya sudah berseru, "Seminggu lamanya
kita mencari pemuda keparat ini, tetapi mengapa sekarang hanya bercakap-
cakap tak karuan"!"
Wedang Kurdo melirik orang yang bicara tadi.
Dia tak mempedulikannya, justru dia berkata pada Ra-ja Naga, "Kau boleh
mendustai siapa pun juga kalau kau tidak mengenal dan punya urusan dengan Ratu
Tanah Terbuang! Tetapi bagi kami, kau tetaplah orang yang harus bertanggung
jawab atas tindakan Ratu Tanah Terbuang!"
"Sebelum kalian berada di sini, aku sudah hen-
dak mencari Ratu Tanah Terbuang untuk meminta ke-
jelasan, sekaligus mengetahui ada urusan apa dia
mencariku," sahut pemuda yang kedua tangannya sebatas siku ini bersisik coklat.
"Dan bila kalian meminta ku untuk bertanggung jawab, aku hanya bisa melakukannya
setelah mengetahui semua ini secara jelas!"
Wedang Kurdo tak bersuara. Justru lelaki yang
berdiri di sebelah kanan yang membentak keras. "Pemuda bersisik coklat! Tindakan
Ratu Tanah Terbuang
tak seharusnya dirasakan oleh orang-orang di Lembah Kidul! Hanya karena
kepengecutanmu saja yang lari
dari urusan yang menyebabkan petaka di Lembah Ki-
dul! Sudah tentu kami menuntut pertanggungjawaban
mu" "Seperti yang kukatakan tadi, aku akan bertanggung jawab! Menurut Kirana,
Ratu Tanah ter-
buang melakukan tindakan makar semata untuk me-
mancingku keluar! Padahal tidak seharusnya dia men-
gorbankan orang lain!"
"Kau sudah berkata demikian, berarti kau me-
nerima ganjaran atas kepengecutanmu!"
Belum habis ucapannya, lelaki berkepala lon-
jong ini sudah menerjang ke depan. Kedua tangan ka-
nan kirinya digerakkan mengarah pada dada dan wa-
jah Raja Naga. Sejenak anak muda dari Lembah Naga itu men-
jerengkan matanya. Kejap lain dia sudah mengangkat
kedua tangannya tanpa bergeser dari tempatnya!
Buk! Buuk! Dua jotosan yang dilancarkan lelaki berkepala
lonjong itu terhalang oleh papakan kedua tangan Raja Naga. Saat itu pula
terdengar teriakan tertahan, disusul tubuh mundur ke belakang. Lelaki berkepala
lonjong ini membelalak sambil memandang kedua tan-
gannya yang membiru!
"Gila! Tenaga dalamnya sungguh luar biasa!"
desisnya dalam hati antara kagum dan gusar.
Di tempatnya Raja Naga menarik napas pendek.
Kekuatan yang dilakukan tadi itu bukanlah akibat
pengaruh tenaga dalamnya. Dia belum mengeluarkan
tenaga dalamnya. Tetapi kekuatan itu berasal dari sisik-sisik coklat yang
terdapat pada kedua tangannya sebatas siku. Bahkan bila Boma Paksi mau, dia
dapat membuat kedua tangan orang berkepala lonjong itu
patah! Melihat sahabatnya mundur dengan wajah be-
rubah, lelaki berkuping sebelah sudah menerjang. Kaki kanannya mendadak mencuat,
disusul dengan putaran tubuh setengah lingkaran sambil melepaskan ten-
dangan kaki kirinya.
Raja Naga menggeser sedikit kakinya ke bela-
kang. Buk! Buk! Kembali dia menahan tendangan cepat dari
orang berkuping sebelah itu. Yang begitu ditahan dengan kedua tangannya, lawan
yang menyerangnya
mundur dengan seruan kesakitan.
Mendapati kedua kawannya dapat dipecundan-
gi dengan mudah, wajah Wedang Kurdo memerah. Se-
sungguhnya lelaki ini masih dapat mempergunakan
akal sehatnya, setelah mendengar pengakuan pemuda
berompi ungu itu yang ternyata tidak mengenal Ratu
Tanah Terbuang. Tetapi biar bagaimanapun juga, demi melihat kedua kawannya
dipecundangi dengan mudah,
kemarahannya terusik.
Dia mundur dua langkah sambil membentak
keras, "Gamang Kurdo dan Bonang Kurdo! Bersatu! Ki-ta pergunakan ilmu 'Menjerat
Tambak Ikan' untuk
menghajarnya!!"
Ucapan yang didengar itu segera disambut oleh
masing-masing orang yang disebutkan namanya. Lela-
ki berkuping sebelah yang bernama Bonang Kurdo su-
dah menggeser kaki kanannya ke belakang. Tubuhnya
dibungkukkan dengan pandangan tak berkedip pada
Boma Paksi. Sementara itu Gamang Kurdo mengang-
kat kaki kanannya dan menekuk. Dia berdiri dengan
kaki kiri sementara kedua tangannya mengembang di
atas. Di pihak lain, Wedang Kurdo yang berdiri di tengah sudah merangkapkan
kedua tangannya di depan
dada. Melihat pemandangan di depan matanya, Raja
Naga menatap dalam. Sorot matanya yang angker lebih memperlihatkan
keangkerannya. Tiga Pendekar Lembah Kidul sesaat merasa jeri
melihat pandangan angker itu. Tetapi kemarahan di
hati masing-masing orang telah terusik. Mereka tetap
menuduh Raja Naga-lah yang menyebabkan semua ini.
Di tempatnya Raja Naga menggeleng-gelengkan
kepalanya. "Aku bukanlah sasaran yang tepat dari apa
yang kalian inginkan! Bila ingin sejalan, sebaiknya kita sama-sama mencari tahu


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang sebenarnya diinginkan Ratu Tanah Terbuang!"
Wedang Kurdo berseru menggeledek, "Sebelum
kami membuktikan apakah kau memang benar tidak
mengenal Ratu Tanah Terbuang, sebaiknya hadapi
kami dulu! Sekarang!"
Seruan terakhir dari Wedang Kurdo disusul
dengan lesatan tubuh Bonang Kurdo dan Gamang
Kurdo. Masing-masing orang sudah menerjang dengan
kecepatan luar biasa. Bonang Kurdo melayang di uda-
ra, sementara Gamang Kurdo menyusur tanah! Lesa-
tan keduanya disusul dengan terjangan Wedang Kurdo
yang meluruk ke depan!
Raja Naga menegakkan kepala. Kejap itu pula
dia melompat mundur sambil mendehem.
Gelombang angin yang menerjang dari atas dan
tengah itu, putus tertahan satu tenaga tak nampak
yang keluar dari kekuatan dehamannya.
Blaaarr!! Menyusul murid Dewa Naga menjejakkan kaki
kanannya di atas tanah.
Serta-merta tanah itu bergelombang cepat
mengarah pada Gamang Kurdo yang sedang mengge-
brak menyusur tanah. Wajah lelaki berkuping sebelah ini seketika berubah. Dia
mencoba menghantam gelombang tanah itu. Begitu pecah terhantam, dia me-
mekik tertahan. Karena satu gelombang angin kecil
yang terlempar, seperti menampar wajahnya!
Kontan tubuhnya terlempar ke belakang, ber-
putar seperti baling-baling.
Wedang Kurdo berteriak, "Astaga!!"
Segera dia mengempos tubuh untuk menang-
kap Gamang Kurdo yang terus meluncur berputaran.
Tetapi satu bayangan ungu telah mendahului, dan
menepak tubuh Gamang Kurdo. Dan dengan gerakan
yang sukar diikuti oleh mata tangan kanannya yang
tadi menepak Gamang Kurdo, hingga terlempar, sudah
mendorong sebatang pohon.
"Kraaakk!"
Blaaam...! Pohon itu berderak dan tumbang. Bayangan
ungu tadi berputar di udara dua kali dan hinggap
kembali di atas tanah.
"Raja Naga...," desis Wedang Kurdo begitu mengetahui siapa adanya orang.
Raja Naga tersenyum, sorot matanya tetap ang-
ker. "Kukatakan sekali lagi, tak ada gunanya kita per-panjang kesalahpahaman
ini. Karena hanya akan me-
libatkan kita pada satu keyakinan tak menentu yang
bisa berubah menjadi satu dendam! Tiga Pendekar
Lembah Kidul... urusan yang harus kita jalankan adalah mencari Ratu Tanah
Terbuang! Mungkin secara ti-
dak langsung aku mempunyai urusan dengannya! Te-
tapi sampai saat ini, sebelum kudapatkan kejelasan, aku masih belum mengerti
mengapa dia mencariku,
padahal aku mengenalnya saja tidak!"
Tak ada yang menyahuti kata-kata Raja Naga.
Pemuda yang kedua lengannya sebatas siku bersisik
coklat ini, memandangi mereka satu persatu.
"Mungkin kalian tidak bisa mempercayai kata-
kataku! Aku akan tetap membuktikan apa yang kuka-
takan!" Habis kata-katanya, Raja Naga sudah melesat
meninggalkan tempat itu.
Wedang Kurdo dan Bonang Kurdo tak ada yang
bersuara. Sementara Gamang Kurdo yang telah berdiri sedang menenangkan kepanikan
yang sempat terjadi.
Dia sama sekali tak menyangka kalau pemuda yang
hendak diserangnya itu yang menyelamatkannya.
Demikian pula dengan Wedang Kurdo yang
bermaksud menyelamatkan Gamang Kurdo tadi.
Bonang Kurdo mendekati Wedang Kurdo.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Wedang Kurdo tak menjawab. Lelaki ini masih
mencoba mencernakan apa yang dikatakan Raja Naga.
Bonang Kurdo sendiri tidak memaksa untuk segera
mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
Justru Gamang Kurdo yang menyahut, "Aku
mulai yakin, apa yang dikatakan pemuda itu memang
benar." Wedang Kurdo berkata, "Yah... aku juga mulai mempercayainya."
"Lantas, apa yang akan kita lakukan?" tanya Bonang Kurdo kemudian.
"Kita kembali ke Lembah Kidul. Tugas kita me-
mang mengamankan daerah itu, daerah di mana kita
dibesarkan dan kita harus tetap kembali ke sana...."
Jawaban Wedang Kurdo disambut baik oleh
Gamang Kurdo dan Bonang Kurdo.
Setelah beberapa saat, ketiga lelaki berpakaian
serba hijau muda itu sudah meninggalkan tempat itu.
Di hati masing-masing orang, terdapat kelegaan ter-
sendiri. Karena mereka hampir saja melakukan satu
tindakan keji yang tidak pada tempatnya.
*** TIGA HEMM... tak kusangka, kalau nasib Pendekar
Kencana sedemikian tragis," desis lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun itu
sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. Rambutnya yang serba putih itu berlompa-
tan. Kakek berpakaian putih yang terbuka di bahu kiri dan memperlihatkan bahu
kurusnya ini menarik napas panjang.
Lalu ditatapnya gadis yang duduk bersimpuh di
hadapannya. Gadis itu juga sedang memandangnya.
Dia berusia sekitar tujuh belas tahun mengenakan pakaian ringkas warna biru.
Parasnya sangat cantik dengan hidung bangir dan sepasang bibir lembut yang
menawan. Rambutnya yang panjang hitam mengkilat,
dikuncir ekor kuda. Di punggungnya bersilangan dua
buah pedang. Suara gemuruh air sungai di belakang si kakek
terdengar cukup deras. Berkilat-kilat memantulkan sinar matahari pagi. Udara di
sekitar sana masih terasa dingin. Bahkan kabut masih menutupi sebagian tempat
itu. Tetapi anehnya, dari gemuruh air sungai itu seperti memancar hawa panas!
"Kirana... ketika kau datang menyampaikan
kabar tentang Ratu Tanah Terbuang, aku telah memi-
kirkan secara seksama. Tetapi yang tak ku mengerti, mengapa kau menyampaikan
padaku kalau Ratu Tanah Terbuang adalah seorang gadis?"
Kirana mengerutkan keningnya. Dipandanginya
kakek bernama Kidang Gerhana di hadapannya. Dia
baru saja menceritakan tentang nasib yang menimpa
gurunya, yang tewas di tangan seorang perempuan
bertelanjang dada bernama Marinah.
Lalu katanya pelan, "Kakek.... Ratu Tanah Ter-
buang memang seorang gadis. Dan aku yakin, usianya
tidak lebih tua dariku...."
Kidang Gerhana mengangguk-anggukkan kepa-
lanya. "Aku pernah menangkap kabar tentang seorang perempuan kontet yang pernah
tinggal di Tanah Terbuang. Dia berjuluk Ratu Sejuta Setan. Lantas, men-
gapa tahu-tahu muncul seorang gadis yang berjuluk
Ratu Tanah Terbuang?"
"Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu itu,
Kek. Karena pada kenyataannya, memang seperti itu-
lah yang terjadi."
Kidang Gerhana terdiam beberapa saat sebelum
berkata, "Kirana... Ratu Sejuta Setan adalah seorang tokoh hitam yang telah lama
sepak terjangnya kudengar. Dia termasuk tokoh hitam kelas wahid yang julukannya
cukup mengkederkan orang. Aku punya satu
dugaan, kalau Ratu Tanah Terbuang adalah murid-
nya...." "Kekejaman Ratu Tanah Terbuang sedemikian
tinggi. Bagaimana halnya dengan Ratu Sejuta Setan?"
"Jelas lebih tinggi kekejamannya! Hanya saja,
beberapa bulan lalu pernah kudengar, kalau Ratu Se-
juta Setan pernah dikalahkan oleh Raja Naga. Kalau
memang Ratu Tanah Terbuang adalah muridnya, jelas
sekali kemunculannya itu untuk membalas kekalahan
gurunya...."
Kepala Kirana menegak.
"Kakek... sampai hari ini, aku tetap mengang-
gap kalau Raja Naga yang harus bertanggung jawab
atas peristiwa hancurnya Perguruan Kencana!"
"Ya, mungkin kau bisa melaksanakannya. Te-
tapi bisa juga tidak...."
"Aku tidak mengerti maksud Kakek yang ke-
dua." "Anakku... kalau memang Raja Naga mempunyai urusan dengan Ratu Sejuta
Setan. Mungkin yang
diketahuinya hanyalah perempuan tua kontet itu. Bu-
kan terhadap muridnya yang berjuluk Ratu Tanah
Terbuang. Kita anggap Ratu Tanah Terbuang adalah
murid Ratu Sejuta Setan walaupun tak menutup ke-
mungkinan, anggapan kita salah...."
"Aku semakin tidak mengerti."
"Anggapan pertama kita tadi, Ratu Tanah Ter-
buang adalah murid dari Ratu Sejuta Setan. Sekarang, bagaimana dengan anggapan
kedua yang menyatakan,
kalau Ratu Tanah Terbuang telah mengalahkan Ratu
Sejuta Setan yang tinggal di Tanah Terbuang" Kemu-
dian mempergunakan nama Tanah Terbuang sebagai
julukannya?"
Penjelasan yang sekaligus pertanyaan itu, tak
bisa dijawab oleh Kirana. Gadis jelita ini masih tetap memusatkan perhatian pada
Raja Naga. Lalu katanya, "Tapi biar bagaimanapun juga,
Ratu Tanah Terbuang jelas-jelas punya urusan dengan Raja Naga, terbukti dia
berbuat makar demi memancing munculnya Raja Naga. Kakek... aku tetap berang-
gapan, kalau Raja Naga yang bertanggung jawab atas
semua ini!" (Untuk mengetahui soal ini sebelumnya, silakan baca: "Selubung Tabir
Hitam"). Kidang Gerhana hanya mengangguk.
"Anakku... aku tidak akan mencoba menutupi
emosi mu. Bila kau memang ingin melakukan satu
tindakan terhadap Raja Naga, sebaiknya kau kaji dan perhitungkan lebih matang,
agar tidak terjadi kesalahpahaman. Mengenai kematian gurumu, aku juga su-
dah mendengar tentang seorang perempuan yang diti-
tisi ilmu hitam yang sangat keji. Dan kalau tak salah dengar, Raja Naga yang
telah mengatasi semua itu...."
"Kakek!" Wajah Kirana sejenak berubah. "Mengapa Kakek selalu meninggikan orang
pengecut itu"
Sejak tadi Kakek selalu memujinya!"
Kidang Gerhana dapat memahami emosi yang
ada pada diri Kirana. Dia menjawab lembut, "Kirana...
seorang pemuda berompi ungu telah muncul di rimba
persilatan! Bernama Boma Paksi dan berjuluk Raja
Naga! Dalam waktu yang sangat singkat, julukannya
itu sudah membubung tinggi sebagai orang dari golongan lurus yang selalu membela
kebenaran! Aku sama
sekali tidak memuji tentang dirinya... tetapi terus terang, aku kagum dengan apa
yang dilakukannya...."
Jawaban Kidang Gerhana membuat kening Ki-
rana berkerut. Untuk beberapa lama murid mendiang
Pendekar Kencana terdiam. Lalu tanyanya, lambat-
lambat, "Raja Naga... mengenakan rompi berwarna un-gu?" "Setahuku seperti itu.
Dan yang paling khas da-ri ciri yang melekat pada dirinya, mulai dari jari
jemari hingga batas siku kedua tangannya, terdapat sisik-sisik warna coklat...."
"Astaga! Dan... dan.... Raja Naga memiliki tatapan yang sedemikian angker?"
"Aku juga mendengar kabar seperti itu. Tata-
pannya mampu membuat orang ciut nyali!"
"Kakek!!" kepala Kirana benar-benar menegak.
Kendati merasakan kalau Kirana mengetahui
sesuatu, Kidang Gerhana tetap berkata pelan, "Bagaimana, Kirana?"
"Kalau begitu... kalau begitu...."
"Ya?"
"Aku... aku... telah berjumpa dengannya!"
"Maksudmu... dengan Raja Naga?"
"Ya!"
"Apa yang kau lakukan kemudian?"
Wajah tegang Kirana berubah menjadi kegera-
man. "Brengsek! Pantas dia menyuruhku untuk
mempertimbangkan keputusanku untuk meminta per-
tanggungjawaban Raja Naga! Tidak tahunya, dialah
Raja Naga!"
"Hemmm... dia telah bertemu dengan Raja Na-
ga. Dan nampaknya Raja Naga merahasiakan tentang
dirinya. Mungkin pemuda itu berpikir, bila dia mengatakan siapa dirinya yang
sebenarnya, Kirana bisa meradang," kata Kidang Gerhana dalam hati.
"Kakek... pemuda itu... pemuda itu... kurang
asem! Dia sendiri Raja Naga!" seru Kirana lagi. Lalu di-ceritakan perjumpaannya
dengan pemuda berompi un-
gu beberapa hari lalu, sebelum dia mendatangi Sungai Matahari untuk menjumpai
Kidang Gerhana (Baca:
"Selubung Tabir Hitam").
Kidang Gerhana tersenyum.
"Aku dapat memaklumi tindakannya...."
"Tetapi dia membohongi ku, Kakek!" seru Kirana dengan dada yang mendadak naik
turun. "Sekali lagi kukatakan, aku tak berhak mere-
damkan emosi mu, Kirana. Kau sedang dalam proses
menuju kedewasaan. Kau sendiri yang akan menentu-
kan tindakanmu. Tetapi rasanya tidak berlebihan bila kukatakan, sebaiknya kau
memang mempertimbangkan lagi apa yang akan kau lakukan. Raja Naga men-
gaku tidak mengenal Ratu Tanah Terbuang. Dan itu
mungkin memang benar. Karena pantang bagi seorang
pendekar lari dari segala masalah, apalagi bila me-
mang masalah itu harus diselesaikan...."
Kirana tidak menjawab. Pikirannya mulai dira-
sakan tidak menentu.
Kidang Gerhana berkata lagi, "Kirana... untuk
mempersingkat waktu, sebaiknya kita mulai saja me-
lakukan pelacakan terhadap Ratu Tanah Terbuang...."
"Kakek... apa yang harus kulakukan sekarang
terhadap Raja Naga?" tanya Kirana sambil memandang dalam-dalam pada kakek
bermata teduh di hadapannya. "Sungguh, aku tidak tahu apakah tindakan yang
sebelumnya hendak kulakukan terhadap Raja
Naga itu benar atau salah."
Kidang Gerhana tersenyum. Sambil bangkit
perlahan-lahan dia berkata, "Kau tanyakan pada dirimu sendiri, Kirana. Kita
berangkat sekarang...."


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian kakek berpakaian putih panjang
yang terbuka di bahu kiri itu sudah melangkah men-
dahului. Kirana juga bangkit. Dipandanginya tubuh si kakek dari belakang dengan
otak yang berpikir.
"Ah, mungkin aku memang terlalu jauh menu-
duh dan menduga. Bisa jadi kalau memang apa yang
dikatakan pemuda berompi ungu yang pernah kutemui
sebelumnya dan ternyata Raja Naga adanya memang
benar." Setelah menarik napas beberapa kali, murid mendiang Pendekar Kencana ini
segera menyusul perginya Kidang Gerhana.
*** Bersamaan matahari yang menurun di balik
bukit, dua sosok tubuh tiba di sebuah tempat yang
sangat sepi. Di sekitar tempat itu dipenuhi pepohonan dan ranggasan semak.
Keheningan terjaga, hanya suara burung yang
terdengar beterbangan.
Menyusul satu bentakan terdengar, "Pulung Je-
laga! Terakhir kalinya aku bertanya sebelum kubuat
putus nyawamu! Di manakah tempat tinggal Keranda
Iblis"!" "Ratu Tanah Terbuang... kita telah memasuki daerah kediaman sahabatku
itu...." Gadis berpakaian putih bersih dengan dua
kuntum mawar merah pada atas dada kanan kirinya
itu, mendengus.
"Tunjukkan padaku! Kau terlalu banyak mem-
buang waktu!!"
Pulung Jelaga buru-buru mengangguk dan me-
langkah agak terseret, karena nyeri pada kaki kanannya belum hilang sepenuhnya.
Apalagi tak ada kesem-
patan baginya untuk beristirahat atau memulihkan ra-sa nyerinya. Baru saja dia
berhenti sejenak, satu tam-paran telah mampir di telinganya.
Sambil melangkah lelaki bertelanjang badan
karena pakaiannya entah berada di mana, berkata da-
lam hati, "Untuk saat ini aku mengaku kalah, Gadis keparat! Tetapi jangan
berharap setelah aku berjumpa dengan Keranda Iblis kau tetap bisa berlaku
semena-mena! Dan... aku menyimpan satu rahasia yang tidak
diketahuinya. Keranda Iblis selalu menyambut siapa
pun juga baik itu sahabat maupun lawannya dengan
kejadian yang mengejutkan! Huh! Barangkali saja aku tidak perlu melakukan
rencanaku nanti karena gadis
sial ini sudah akan mampus lebih dulu!"
Sementara itu, Ratu Tanah Terbuang sambil
menyusul mendengus dalam hati, "Huh! Sedikit pun juga aku tak percaya dengan apa
yang dikatakannya!
Aku yakin dia mencoba mengambil keuntungan den-
gan sikap percaya ku ini! Bisa jadi diam-diam telah merencanakan sesuatu bila
berjumpa dengan sahabatnya yang berjuluk Keranda Iblis! Huh! Dia akan ta-hu
akibatnya bila berani mendustai ku!"
Memasuki jalan setapak yang di kanan kiri pe-
nuh pepohonan tinggi dan semak belukar, masing-
masing orang tak ada yang bersuara. Tetapi masing-
masing orang memikirkan rencana yang akan mereka
jalankan. Mendadak.... Wuuuttt!! Sebuah benda berwarna hitam mengkilat men-
dadak saja menerjang, menerobos semak belukar
hingga membuyar, lalu menerjang ke arah keduanya
yang sedang melangkah.
Pulung Jelaga yang memang sudah mengetahui
akan hal itu, cepat melompat ke samping kanan. Di
pihak lain, Ratu Tanah Terbuang tercengang. Bahkan
dia hanya berdiri di tempatnya.
"Mampuslah kau, Gadis keparat!!" maki Pulung Jelaga dalam hati.
Tetapi yang terjadi kemudian sungguh menge-
jutkan. Karena Ratu Tanah Terbuang sudah memi-
ringkan tubuhnya ke kanan. Dan....
Wuuussss!! Benda sepanjang satu setengah meter itu lewat
di samping kirinya! Namun... astaga!
Benda itu mendadak saja berbalik dan kembali
menerjang ganas ke arah Ratu Tanah Terbuang. Bah-
kan gelombang angin yang menderu mendahuluinya.
"Terkutuk!" maki Ratu Tanah Terbuang gusar.
Segera dipalangkan kedua tangannya di depan dada.
Ditunggunya sampai benda panjang yang dipenuhi be-
si-besi hitam mengkilat setengah lingkaran itu sampai
mendekat. Kemudian.... Wrrrrr!! Begitu kedua tangannya didorong, seketika
menggebah gelombang angin besar yang menahan le-
satan benda aneh itu! Menyusul Ratu Tanah Terbuang
menjejakkan kaki kanannya yang membuat tubuhnya
melesat ke atas. Dengan memutar tubuh dua kali di
udara, dijejakkan kaki kanan kirinya dengan gerakan cepat. Zeebb...! Zeeeb...!!
Jari-jari besi hitam itu terhantam tendangan-
nya. Lesatan benda aneh itu tertahan dan berdebam di atas tanah. Tetapi kejap
itu pula sudah melesat kembali. Menaik ke atas dan berputar dengan desingan
angin keras. Ratu Tanah Terbuang menggeram gusar.
"Setan keparaaattt!!" makinya dan saat itu pula dia melesat ke depan. Bersamaan
gelombang angin hitam menggebrak, menahan lesatan benda itu, dia me-
nendang dengan kaki kanannya.
Zeeebbb!! Benda aneh yang seperti memiliki mata itu ter-
pental balik ke belakang dengan deras. Menabrak se-
buah pohon yang langsung patah sementara lesatan
tak terkendali dari benda itu masih terjadi.
Namun mendadak saja benda yang tak terken-
dali itu berhenti begitu saja. Lalu...
Wuuuttt!! Benda itu melesat ke depan. Kali ini dengan sa-
tu sosok tubuh yang berdiri di atas benda itu.
Suara keras terdengar, "Kau datang dengan
membawa seorang kawan, Pulung Jelaga! Dan sudah
tentu melihat kehebatannya aku bisa menerima keha-
dirannya!!"
Orang yang bersuara dan berada di atas benda
berbentuk keranda itu terbahak-bahak keras. Setelah berulang kali berputaran di
udara dengan membuat
semak belukar terpapas bagian atasnya, benda berbentuk keranda itu mendadak saja
menyusur tanah. Ta-
nah berhamburan beberapa saat, sebelum benda itu
berhenti. Orang di atas keranda berseru lantang, "Aku
menyukai sahabat yang kau bawa ini, Pulung Jelaga!!"
Pulung Jelaga yang tadi berharap dapat mence-
lakakan Ratu Tanah Terbuang akibat penyambutan
yang biasa dilakukan Keranda Iblis, menarik napas
panjang. Buru-buru dia berkata,
"Aku memang datang membawa seorang saha-
bat padamu, Keranda Iblis!"
Lelaki berambut panjang acak-acakan terba-
hak-bahak. Seluruh kulit tubuhnya hitam mengkilat!
Mengenakan pakaian putih kecoklatan yang sudah bu-
ram warnanya. Paras lelaki ini dipenuhi sedikit keriput. Sepasang matanya selalu
mengeluarkan air!
"Cukup lama aku berdiam di tempat ini dan se-
lalu kedatangan tamu sepertimu atau para perempuan
yang justru mematikan gairah! Tetapi sekarang, kau
membawa satu anugerah yang jelas-jelas tak bisa ku-
tepiskan!"
Di pihak lain, Ratu Tanah Terbuang meman-
dang tak berkedip. Mata indahnya bersorot bengis. Sepasang bukit kembarnya yang
membusung itu berge-
rak, membuat gambar bunga mawar itu seperti turun
naik. Setelah beberapa saat memandang, perlahan-
lahan terdengar seruannya, tajam, dalam dan kejam,
"Keranda Iblis! Aku datang bukan untuk bersahabat
denganmu! Tetapi menanyakan satu persoalan! Perlu
kau ketahui, bila kau tak bisa menjawab apa yang kutanyakan, kau akan mampus di
tanganku senja ini ju-
ga!!" EMPAT KERANDA Iblis terbahak-bahak. Suara tawanya
dialiri tenaga dalam yang menggedor tempat itu, yang membuat beberapa pohon
harus merelakan dedau-nannya berguguran.
"Pulung Jelaga! Kau benar-benar membawa
seekor kucing betina yang liar! Aku menyukainya, sangat menyukainya!" serunya di
sela-sela tawanya.
Terdengar rahang dikertakkan. Paras jelita Ratu
Tanah Terbuang meradang.
Melihat hal itu, Pulung Jelaga tertawa dalam
hati. "Tak lama lagi aku akan melihat pembalasan yang mengerikan atas
perbuatannya," desisnya dalam hati.
Lalu berkata pada Keranda Iblis,
"Keranda Iblis! Ku perkenalkan kau pada saha-
bat baruku yang berjuluk Ratu Tanah Terbuang!" sesaat Pulung Jelaga melirik Ratu
Tanah Terbuang yang tajam menatapnya. Dia tidak mempedulikannya. "Ketahuilah...
saat ini dia sedang mencari seorang pemuda berjuluk Raja Naga! Dan aku yakin kau
mengetahui di mana pemuda berada itu!"
Keranda Iblis memutus tawanya. Pandangan-
nya bengis pada Ratu Tanah Terbuang yang balas me-
mandang tak kalah bengisnya. Untuk beberapa lama
Keranda Iblis hanya memandang saja sebelum mem-
bentak, "Gadis jelita! Ada urusan apa kau mencari Ra-
ja Naga"!"
"Kau tak perlu tahu apa urusanku!" sahut Ratu Tanah Terbuang dengan kedua tangan
mengepal. "Bila kau bisa menjawab di mana Raja Naga berada, berarti kau masih
sempat melihat rembulan nanti malam! Tetapi bila kau tidak bisa menjawab, tempat
ini akan menjadi tempat tinggalmu selama-lamanya!"
"Setaaan keparat! Ucapanmu keren betul, Anak
Gadis! Kau tidak melihat ke atas atau memandang ke
bawah! Kau bersikap seolah aku hanyalah anak kema-
rin sore yang patut kau gertak! Dan itu adalah kesalahan pertama!"
"Aku bukan hanya menggertak, tetapi akan ku-
buktikan apa yang kukatakan!!" sahut Ratu Tanah Terbuang dingin. Lalu lanjutnya
penuh ejekan, "Apakah yang kukatakan barusan itu adalah kesalahan ke-
dua hingga kau akan menghukumku sekarang juga"
Atau... kau harus berpikir selama satu purnama untuk menghukumku"!"
"Keparaaatt!!" meradang lelaki berkulit hitam mengkilat itu. Tangan kanannya
mengepal kuat. "Kau telah berlaku lancang di tempatku! Dan kau telah berani
menantangku! Itu artinya kau telah memutuskan
untuk mati di sini!"
"Aku mempunyai kemampuan tinggi untuk
menggebuk mu hingga aku berani datang ke sini! Ja-
wab pertanyaanku! Atau kau ingin kukirim ke neraka
sekarang juga"!"
Mendengar ucapan demi ucapan yang keras da-
ri masing-masing orang, Pulung Jelaga tertawa dalam hati. "Inilah yang ku mau...
dan telah tiba saatnya untuk melaksanakan rencanaku...."
Dengan sedikit memperdengarkan tawanya, Pu-
lung Jelaga mendekati Keranda Iblis.
"Selama ini, tak seorang berani menghinamu!
Bahkan bila mendengar julukanmu, mereka sudah
terkencing-kencing di celana! Sekarang telah muncul seorang gadis yang berani
lancang melakukan tindakan itu! Keranda Iblis... apakah kau akan mendiamkan saja
dia berlaku demikian"!"
Keranda Iblis melirik tajam.
"Kau yang membawa gadis celaka ini ke tem-
patku, Pulung Jelaga! Dan kau berkata sedemikian ru-pa! Aku menangkap kau
mencoba mengalihkan uru-
sanmu padaku!"
"Sebagai seorang sahabat, aku yakin kau mau
membantuku! Ketahuilah, belum lama ini aku telah
dikalahkannya! Sikap dan tindakannya tak akan per-
nah ku maafkan! Biar bagaimanapun juga, aku men-
ginginkan dia mampus!"
Sementara Ratu Tanah Terbuang menggeram
gusar, Keranda Iblis terbahak-bahak keras.
"Bagus! Sudah cukup lama aku tidak membu-
nuh orang! Tetapi, apakah kau tidak sayang bila gadis montok seperti itu harus
kubunuh sebelum dinikma-ti?"
"Sebelumnya aku juga punya pikiran yang sa-
ma, tetapi gadis itu dapat mengalahkanku!"
"Karena kau tak memahami bagaimana cara
menjinakkan kucing liar!"
"Bagus!" seruan dingin Ratu Tanah Terbuang mendahului Pulung Jelaga untuk
berkata-kata. Tatapannya penuh amarah pada Pulung Jelaga. "Manusia keparat!
Sejak pertama aku sudah yakin kau mencoba
menjebakku! Kalau sebelumnya kau ku gantung hanya
kaki kananmu, sekarang lehermu yang akan jadi sasa-
ran!!" Habis ucapannya, Ratu Tanah Terbuang men-
dorong tangan kanannya di atas tanah.
Pyaaarrr!! Tanah yang terhantam gelombang angin puku-
lannya membuyar ke udara, sementara gelombang an-
gin itu tiba-tiba mencuat dan melesat cepat ke arah Pulung Jelaga dengan suara
bergemuruh mengerikan!
Yang diserang membelalak. Tetapi sebelum dia
menghindar atau melancarkan satu papakan, gemuruh
dahsyat mendadak saja terdengar keras!
Keranda yang tergeletak di tanah mendadak sa-
ja membusur cepat!
Blaaarrr!! Gelombang angin itu pecah berhamburan, teta-
pi benda hitam mengkilat itu terus mengarah pada Ra-tu Tanah Terbuang.
"Bila kau sudah pernah mengalahkannya, su-
dah barang tentu kemudahanlah yang akan kau da-
patkan!" seruan keras Keranda Iblis terdengar. Orangnya sendiri sudah melompat
turun dari kerandanya
dan berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan da-da. "Akulah lawanmu yang
sebenarnya, yang akan menghukum mu sampai kau akan mengingat terus sepanjang
masa!" Ratu Tanah Terbuang mengertakkan sepasang
rahangnya. Menyusul dia sudah melompat maju den-
gan gerakan bersalto satu kali. Tangannya dikibaskan hingga melesat gelombang


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angin mengerikan.
Keranda yang dikendalikan Keranda Iblis mela-
lui tenaga dalamnya, terjajar ke belakang. Melabrak semak belukar yang pecah
berhamburan. Dan dengan gerakan yang luar biasa cepat, se-
belum benda aneh itu menerjang kembali, Ratu Tanah
Terbuang sudah menggebrak ke arah Keranda Iblis.
Yang diserang hanya mundur satu tindak ke
belakang. Lalu melancarkan jotosannya.
Buk! Buk! Kedua tangan yang berbenturan itu membuat
masing-masing orang mundur. Pada saat yang bersa-
maan, terdengar suara berkeretekan yang sangat ke-
ras, disusul dengan melesatnya kembali keranda hitam mengkilat itu ke arah Ratu
Tanah Terbuang.
"Keparaattt!!" menggelegar makian Ratu Tanah Terbuang seraya merunduk.
Wuuunggg!! Keranda hitam itu melesat di atas punggung-
nya. Walau tak mengenainya, tetapi geseran angin
yang keras membuat punggungnya sedikit terasa nyeri.
Dan mendadak sontak Ratu Tanah Terbuang berdiri
seraya menyentak kedua tangannya ke atas.
Prakk! Praakkk!!
Kedua tangannya yang membuka menghajar
keranda yang bergerak cepat itu. Keranda itu terlontar ke atas. Ratu Tanah
Terbuang kembali mendorong kedua tangannya.
Praasss! Keranda yang terpental ke atas itu, berbalik
berputaran. Angin yang keluar cukup keras. Saat itulah Ratu Tanah Terbuang
melompat dan menghan-
tamkan telapak tangannya pada bagian depan keranda
itu. Wuuunnggg!! Kontan benda aneh itu meluncur deras ke arah
si pemiliknya sendiri!
Keranda Iblis mengertakkan rahangnya. Me-
nyusul ditangkupkan kedua tangannya di depan dada
sebelum kemudian diputarnya dengan cepat.
Wrrrr!! Gelombang angin berputar menahan lesatan
keranda hitam itu. Lalu dengan satu tepakan, keranda itu telah terhempas lagi di
atas tanah. Dipihak lain, Pulung Jelaga membuka kedua
matanya lebar-lebar.
"Astaga! Kupikir gadis itu tak akan mampu
menghadapi kehebatan Keranda Iblis! Tidak tahunya
dia mampu menghadapinya! Celaka! Kalau begitu aku
harus membantu!"
Sementara Pulung Jelaga membatin demikian,
Keranda Iblis menggeram sengit, "Siapakah kau sebenarnya, Gadis celaka!"
"Tak perlu banyak tanya dan omongan! Kau te-
lah membangkitkan kemarahanku dan membuang
waktuku! Itu artinya kau akan mampus juga sebelum
Pulung Jelaga!"
Deg! Jantung Pulung Jelaga berdebar lebih ke-
ras. "Gadis keparat! Aku tahu kau sebenarnya jeri menghadapi sahabatku ini!"
bentaknya sambil menin-dih rasa takutnya. Dia sengaja berucap demikian agar
mendapatkan keuntungan dari Keranda Iblis. "Jangan kau kira kau dapat
mengalahkannya! Karena hari ini juga kau akan mampus di tangannya!"
"Tutup mulutmu!" bentak Ratu Tanah Terbuang sambil menunjuk.
Seketika menggebah awan-awan hitam yang
menebarkan hawa dingin ke arah Pulung Jelaga.
Wajah Pulung Jelaga sesaat berubah. Di saat
lain digerakkan tangan kanan kirinya bersilangan di depan wajah.
Blaaarrr!! Menyusul letupan keras terjadi, Keranda Iblis
sudah menerjang ke depan.
Ratu Tanah Terbuang berteriak keras, "Kepa-
raaat!" Kejap itu pula didorong kedua tangannya ke depan. Serta-merta meluncur
sinar-sinar merah melingkar yang bergemuruh. Sesaat kepala Keranda Iblis
menegak. Dia cepat mundur ke belakang. Mundurnya
Keranda Iblis semakin membuat Ratu Tanah Terbuang
bernafsu. Sinar-sinar merahnya yang berhasil dihindari
oleh Keranda Iblis, mendadak saja berpentalan dan
berbalik ganas! Bahkan sinar-sinar merah lainnya naik ke atas, lalu muncrat
menyebar dan laksana hujan
mengguyur Keranda Iblis yang memekik tertahan.
Dengan kecepatan tinggi dia menghindari se-
rangan itu. Di pihak lain, Pulung Jelaga menggeram gusar.
"Keparat! Kulihat tadi Keranda Iblis terkejut.
Seharusnya dipergunakannya kerandanya itu! Bukan-
nya menghindar seperti kucing buduk!"
Apa yang terjadi kemudian memang cukup
mengejutkan. Karena berulangkali Keranda Iblis hanya menghindari serangan-
serangan ganas Ratu Tanah
Terbuang. Kalau tadi sinar merah yang dilepaskannya muncrat ke atas dan turun
laksana hujan, kali ini diiringi gemuruh angin lintang pukang.
Keranda Iblis yang seperti kehilangan sasaran
serangannya dan sejak tadi terus menghindar, sesaat menahan napas melihat
ganasnya serangan lawan. Dicobanya untuk menahan serangan itu seraya mundur
ke belakang! Jlegaaarrr! Sinar-sinar hitam itu menghantam tanah yang
membuat tempat itu bergetar beberapa lama. Mun-
cratnya tanah dibarengi dengan tumbangnya beberapa
pepohonan, membuat suasana di tempat itu semakin
tak menentu. Ratu Tanah Terbuang tak mau membuang wak-
tu, dia kembali mencelat. Pada saat itulah Keranda Iblis berseru keras,
"Tahan!!"
Mendadak sontak Ratu Tanah Terbuang men-
gurungkan serangannya, bersalto di udara tiga kali sebelum kemudian hinggap
kembali di atas tanah. Bibirnya langsung menyunggingkan seringaian lebar.
"Kini kau sudah mengetahui kehebatanku, Ma-
nusia Keparat! Menyembah dan jilati kakiku, maka
aku tak akan mencabut nyawamu kecuali mematah-
kan kedua kakimu!!"
Ejekan orang tak disahuti oleh Keranda Iblis.
Sepasang matanya masih tajam pada Ratu Tanah Ter-
buang. Nafasnya sedikit memburu. Diliriknya Pulung Jelaga yang sedang menahan
napas tegang. "Ratu Tanah Terbuang! Di dunia ini, hanya ada
dua orang yang memiliki ilmu 'Tebaran Sinar Merah'!
Yang seorang berjuluk Raja Para Iblis yang entah berada di mana! Dan yang
seorang lagi berjuluk Ratu Seju-ta Setan yang merupakan salah seorang muridnya!
Jawab pertanyaanku... dari mana kau mendapatkan
ilmu 'Tebaran Sinar Merah'"!"
Ratu Tanah Terbuang tak menjawab. Diam-
diam dia berkata dalam hati, "Hemm... pantas dia tidak membalas seranganku.
Rupanya dia mengetahui
ilmu yang kuperlihatkan. Huh! Agar nyalinya ciut,
akan kukatakan siapa yang mengajarkan ilmu
'Tebaran Sinar Merah'!"
Memutuskan demikian, gadis jelita yang kejam
ini mendesis dingin, "Kau mengetahui ilmuku! Itu artinya, kau sadar sedang
berhadapan dengan siapa! Ketahui-lah... Ratu Sejuta Setan yang mengajarkan ilmu
itu padaku!"
"Mustahil! Seingatku, perempuan kontet itu tak mempunyai seorang murid!"
"Huh! Sebelumnya, aku adalah murid Dadung
Bongkok, yang telah kudengar kabar kalau dia telah
tewas di tangan Raja Naga! Dengan bimbingan Ratu
Sejuta Setan yang kemudian mengangkat ku sebagai
murid, aku muncul untuk mencabut nyawa Raja Na-
ga!" "Pantas kau memiliki ilmu tinggi. Kehebatan
Dadung Bongkok pernah kudengar! Dan satu hal yang
perlu kau ketahui...." Keranda iblis memutus seruannya. Diliriknya Pulung Jelaga
yang mendadak semakin memucat. Kemudian diarahkan pandangannya lagi
pada Ratu Tanah Terbuang, "Ratu Sejuta Setan adalah kakak seperguruanku!!"
Mendengar kata-kata orang, Ratu Tanah Ter-
buang menegakkan kepala. Pandangannya tak berke-
dip pada Keranda Iblis.
"Jangan berlaku bodoh dengan mengaku-ngaku
sebagai adik seperguruan guruku!"
"Kau percaya atau tidak, itulah kenyataannya!
Sekarang, katakan padaku, apa maksudmu mencari
Raja Naga?"
"Tadi sudah kukatakan, Raja Naga telah mem-
bunuh guruku yang bernama Dadung Bongkok dengan
menyebar fitnah kalau guruku itu adalah orang dari
golongan hitam! Huh! Sampai kapan pun juga aku
akan tetap mencari Raja Naga!"
"Sekarang kau adalah murid kakak seperguru-
anku, dan sudah tentu kau harus memanggilku Pa-
man! Dan sebagai paman, aku akan membantumu un-
tuk menemukan Raja Naga! Itu juga berarti, aku akan menghukum siapa saja yang
berani menghalangi segala niatan mu!"
Sambil mengucapkan kata-kata terakhirnya,
Keranda iblis memutar tubuh ke arah Pulung Jelaga
dan menatapnya dalam-dalam. Yang ditatap semakin
memucat, bahkan keringat sudah deras mengalir.
"Pulung Jelaga! Kau telah melakukan satu ke-
salahan besar! Ratu Tanah Terbuang adalah murid ka-
kak seperguruanku! Dan kau telah mengecohnya! Itu
berarti...."
"Astaga! Keranda Iblis! Kita adalah sahabat!
Mengapa harus jadi seperti ini?" seru Pulung Jelaga dengan dada berdebar keras.
Keranda Iblis menyeringai penuh ancaman.
"Sekarang telah ku putuskan, untuk menghabi-
si persahabatan kita! Biar bagaimanapun juga, aku tidak terima murid kakak
seperguruanku dipermainkan
oleh orang sepertimu!"
Sudah tentu perubahan yang terjadi itu menge-
jutkan Pulung Jelaga. Lelaki bertelanjang dada yang sedianya berharap agar
Keranda Iblis mau memban-tunya dan sekarang kenyataannya justru berbalik
mengancamnya, mundur perlahan-lahan dengan mata
liar seperti seekor kelinci masuk perangkap serigala.
Dia masih mencoba untuk membujuk Keranda
Iblis. "Sekian puluh tahun kita bersahabat, dan kini persahabatan itu akan kau
putuskan! Apakah ini satu tindakan yang baik"! Keranda Iblis... aku sama sekali
tidak tahu siapakah Ratu Tanah Terbuang...."
"Kau seharusnya ingat, kalau kakak sepergu-
ruanku yang berjuluk Ratu Sejuta Setan tinggal di Tanah Terbuang!" bentak
Keranda Iblis gusar. "Huh! Terlalu banyak omong dengan manusia sepertimu adalah
satu tindakan percuma! Bersiaplah untuk melakukan
perjalanan ke neraka!!"
Belum habis ucapannya, Keranda Iblis sudah
mencelat ke depan dengan tangan kanan siap mence-
kik leher Pulung Jelaga. Pulung Jelaga sendiri tidak mau mati begitu saja. Dia
menghindar dan membalas
Tetapi satu gebrakan berikutnya, dia sudah
menjerit keras.
"Kraaakk!"
Suara tulang patah terdengar cukup keras,
menyusul tubuhnya meluncur terdorong oleh keranda
yang tiba-tiba melesat dan menghantam punggungnya
tadi. Braaakkk!
Wajah serta dadanya kontan remuk begitu
menghantam sebuah pohon.
Wuuungg!! Keranda itu melesat berbalik dan jatuh lagi di
hadapan Keranda Iblis setelah menyusur tanah.
Di lain pihak, Ratu Tanah Terbuang tersenyum
puas. Dia juga tidak menyangka akan berjumpa den-
gan adik seperguruan gurunya. Ini merupakan satu
kesenangan tersendiri.
"Paman...," panggilnya sambil merangkapkan kedua tangannya di depan dada.
Meskipun suaranya
sopan, tetapi tatapannya tetap mengandung kecuri-
gaan. Keranda Iblis tersenyum.
"Kau boleh memanggilku 'Paman' atau tidak!
Ratu Tanah Terbuang... aku akan membantumu untuk
mencari Raja Naga!"
"Terima kasih, Paman. Sudah tentu aku senang
kau bantu! Dan mengingat waktuku yang telah banyak
terbuang, sebaiknya kita berangkat sekarang!"
Keranda Iblis mengangguk-anggukkan kepa-
lanya. "Sebelum berangkat, siapakah namamu sebe-
narnya" Dan julukan apa yang diberikan Dadung
Bongkok sebelum kau berjuluk Ratu Tanah Terbuang
yang tentunya diberikan oleh kakak seperguruanku?"
Ratu Tanah Terbuang tersenyum.
"Namaku.... Diah Harum. Sebelum aku me-
nyandang julukan Ratu Tanah Terbuang, julukanku
adalah.... Dewi Bunga Mawar...."
LIMA RAJA Naga yang baru saja tiba di jalan setapak
itu tersentak kaget. Karena tahu-tahu telah muncul
seorang lelaki berparang besar yang berlari dengan tubuh sempoyongan. Di dada
lelaki berpakaian hitam
dengan kain putih berselempang, telah dibanjiri darah.
Gerakan tubuhnya semakin lama semakin goyah.
Dan tiba-tiba saja dia ambruk!
Raja Naga terburu-buru mendekati lelaki yang
luka parah itu. Dibalikkan tubuh si lelaki yang kemudian dipangkunya.
"Katakan padaku... apa yang terjadi...."
Lelaki itu membuka kedua matanya. Dari sela-
sela bibirnya merembas darah segar. Parang besar
yang dipegangnya terlepas.
"Orang muda... aku... aku..."
"Tenanglah...."
"Orang muda... seorang perempuan tua kon-
tet... sedang mengamuk hebat...."
"Jangan bicara dulu...."
"Dia... dia... mencari... seorang pemuda... berjuluk.... Raja Naga...."
Hanya itulah kata-kata terakhir dari lelaki ga-
gah yang kemudian terkulai. Nyawanya telah lepas dari jasadnya. Raja Naga


Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggerak-gerakkan tubuh lelaki itu, sebelum dihentikan tindakannya karena
merasa percuma. Perlahan-lahan dia berdiri. Sorot matanya yang
angker memandang arah dari mana datangnya lelaki
yang telah tewas itu.
"Perempuan tua kontet... siapakah dia" Menga-
pa dia mencariku?" desisnya dengan perasaan amarah yang mendadak bergolak.
Sisik-sisik coklat yang terdapat mulai dari jari jemari hingga batas siku kedua
lengannya, bersinar lebih terang. "Huh! Sebelum ini Ratu Tanah Terbuang yang
mencariku! Sekarang perempuan tua kontet yang... heiii!!!"
Memutus kata-katanya sendiri, kepala Raja Na-
ga menegak. Sorot matanya yang mampu membuat
ciut nyali yang melihatnya tak berkedip.
"Apakah... dia... dia orangnya?" desisnya terba-ta dengan kening berkerut.
"Kalau memang dia... berarti... berarti... astaga! Ini gila! Gila!!" serunya
setengah berteriak.
Cukup lama pemuda tampan berambut dikun-
cir kuda ini terdiam. Mulutnya merapat. Kedua tan-
gannya mengepal kuat. Tetapi perlahan-lahan dia me-
nunduk seolah kehilangan tenaga.
"Bila memang dia yang berjuluk Ratu Tanah
Terbuang... apakah ini ada urusannya dengan gurunya yang bernama Dadung Bongkok"
Seingatku... dia...
dia... ah, dia begitu gusar tatkala kukatakan... kalau Dadung Bongkok adalah
pembunuh ibuku. Dia begitu
marah hingga pernah menyerangku.... Lantas, lantas...
ya, ya... aku ingat. Kala itu dia jatuh pingsan karena mau tak mau aku harus
menghajarnya bila tidak ingin
mati, karena saat itu aku sedang menghadapi Dadung
Bongkok dan... ah, urusan ini semakin tidak enak. Karena aku... aku... ah, tak
tahukah dia kalau... kalau...
dia telah merebut hatiku?"
Perasaan pemuda berompi ungu ini semakin
gelisah. Digeleng-gelengkan kepalanya hingga rambut kuncirnya berlompatan.
"Tentunya... perempuan tua kontet itu yang te-
lah menanamkan dendam di dadanya terhadapku...,"
sambungnya lagi sambil menghela napas panjang. "Ah, aku harus cepat
menemukannya. Aku harus menjelaskan duduk perkaranya...."
Belum lagi Raja Naga memutuskan untuk sege-
ra meninggalkan tempat itu, seorang perempuan beru-
sia sekitar dua puluh tujuh tahun dengan tubuh pe-
nuh darah muncul tergontai-gontai. Pakaian perem-
puan ini acak-acakan dan robek di sana-sini, hingga memperlihatkan bagian-bagian
tubuhnya. Bahkan pakaian pada bagian bukit kembarnya sebelah kiri, robek besar.
Hingga tatkala angin iseng berhembus, terlihat gundukan salah satu bukit kembar
itu yang dihiasi
bulatan kecil warna coklat pada ujungnya.
Perempuan itu langsung menjerit begitu meli-
hat sosok lelaki yang telah menjadi mayat. Seperti
mendapatkan satu kekuatan, perempuan yang mau
tak mau memperlihatkan bukit kembarnya sebelah kiri itu, sudah menubruk mayat si
lelaki dengan teriakan keras, "Kakang Sugalaaa!!"
Lalu dia menangis tersedu-sedu di atas mayat
lelaki itu. Lama-lama tangisannya berubah menjadi teriakan-teriakan keras.
Raja Naga sesaat hanya memperhatikan sebe-
lum berkata, "Tenanglah... suamimu telah mati.
Kau...." Perempuan itu mengangkat wajahnya. Sorot matanya yang penuh duka kini
laksana bara api yang
menyala. Tajam menusuk!
"Pemuda celaka! Mengapa kau membiarkan su-
amiku mati, hah"! Mengapa"!" teriaknya kalap.
Raja Naga terdiam beberapa saat sebelum ber-
kata, "Aku tak bisa lagi menyelamatkan nyawanya. Dia muncul secara tiba-tiba dan
sebelum aku sempat
mengobatinya, dia sudah keburu tewas."
"Keparat! Ini gara-gara perempuan celaka itu!
Dia harus mampus! Dia harus mampus!!"
Laksana banteng luka, perempuan yang pa-
kaiannya telah robek-robek itu tiba-tiba berdiri. Meradang dan berlari kembali
ke arah dari mana dia datang sebelumnya. Tetapi....
Brruukkk!! Perempuan itu telah terhuyung dan ambruk di
atas tanah. Raja Naga buru-buru mendekatinya. Dipe-
riksanya tubuh si perempuan yang tak bergerak itu.
Sesaat pandangannya terbentur pada bukit kembar
sebelah kiri milik si perempuan. Benda itu cukup
menggiurkan dan mampu menggugah perasaan siapa
saja yang melihatnya.
Tetapi di lain saat, murid Dewa Naga sudah
kembali memeriksa tubuh si perempuan. Dia menarik
napas lega tatkala mengetahui kalau si perempuan
hanya pingsan. "Tindakan perempuan tua kontet itu tak bisa
dibiarkan terus menerus. Aku memang harus muncul,
karena akulah yang dicarinya. Termasuk oleh Ratu
Tanah Terbuang! Tetapi... sampai saat ini aku belum berhasil menemukan mereka!"
Untuk beberapa saat lamanya pemuda berompi
ungu ini terdiam memikirkan segala sesuatu yang se-
makin memusingkan kepalanya. Tatkala diingatnya la-
gi apa yang terjadi beberapa bulan lalu, dia menghela napas masygul.
"Ah... Ratu Tanah Terbuang. Kalau memang
benar dia adanya, sungguh ini masalah yang besar bagiku. Dia telah merebut
sebagian hatiku begitu perta-ma kali melihatnya...."
Diperhatikannya lagi perempuan yang pingsan
di hadapannya. "Pakaiannya telah robek. Aku harus mencari-
kan pakaian untuknya.... Dan mungkin juga dia kela-
paran." Perlahan-lahan diangkatnya tubuh perempuan yang pingsan itu, dibawanya
ke balik ranggasan semak, agak tersembunyi.
"Di tempat ini kau aman sebelum aku datang
kembali," katanya pelan. Kemudian dia segera keluar dari semak belukar itu.
Diperhatikan sekelilingnya
yang sepi. "Aku akan mencari makanan dan meninggalkan makanan itu di dekatnya.
Aku harus tetap
mencari Ratu Tanah Terbuang."
Tetapi sebelum Boma Paksi menjalankan mak-
sudnya, suara lirih sudah terdengar dari balik semak.
Cepat dia kembali ke sana. Dilihatnya perempuan itu sedang menggeliat-geliat
dengan wajah meringis seperti menahan sakit. Geliatan tubuhnya membuat
pakaiannya yang telah robek di sana sini semakin melebar.
Buah dadanya sebelah kiri bergerak-gerak menggiur-
kan. Raja Naga berlutut, "Tenanglah...."
Suara lembut itu tertangkap telinga si perem-
puan yang rupanya sudah mendekati siuman. Raja
Naga mengalirkan sedikit hawa panas ka tubuh si pe-
rempuan. Setelah beberapa saat, perempuan itu membu-
ka kedua matanya. Baru dibuka kedua matanya, kejap
itu pula dia berseru, "Mana suamiku"! Di mana dia"!"
"Tenanglah... suamimu sudah tewas...."
Laksana tak memiliki tenaga lagi, tubuh si pe-
Pertemuan Di Kotaraja 14 Pendekar Mabuk 011 Tumbal Tanpa Kepala Pendekar Kidal 8
^