Pencarian

Selubung Tabir Hitam 2

Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam Bagian 2


tu sosok tubuh berpakaian putih melompat dari atas
sebuah pohon. Gerakan kakek bertubuh sedikit bong-
kok ini sungguh ringan, tak ada suara yang terdengar.
Bahkan di saat kedua kakinya hinggap, tak ada debu
yang membuyar sedikit pun juga.
Angin senja menggerakkan jubahnya yang juga
berwarna putih dan rambutnya yang tak beraturan.
Wajah si kakek sedikit bergetar-getar saat dia berkata,
"Dari ciri yang ada pada diri pemuda itu, aku
yakin, dialah murid Dewa Naga. Tindakan pemuda be-
rompi ungu itu memang benar. Dia sengaja tak mau
mengatakan siapakah dirinya sebenarnya, karena dia
tahu kalau gadis yang ternyata murid Pendekar Ken-
cana itu sedang gusar. Ah, tak kusangka kalau Pende-
kar Kencana akan tewas di tangan perempuan yang te-
lah dikuasai oleh ilmu hitam milik mendiang Sangga
Langit...."
Untuk beberapa lamanya si kakek yang bukan
lain Kiai Gede Arum ini terdiam. Wajahnya menyi-
ratkan keresahan dalam. Sepasang matanya menger-
jap-ngerjap dipenuhi kegelisahan.
"Biar bagaimanapun juga, aku yang harus ber-
tanggung jawab dalam urusan ini. Aku harus lebih du-
lu menemukan perempuan bernama Marinah sebelum
perempuan yang dikuasai ilmu hitam itu akan semakin
jauh bertindak...."
Habis mendesis demikian, Kiai Gede Arum me-
lirik makam Pendekar Kencana sejenak. Saat lain dia
sudah meninggalkan tempat itu.
* * * Larinya Raja Naga yang menyusuri malam yang
baru datang itu, tertahan karena satu gelombang an-
gin sudah menerjang ganas ke arahnya.
Wuuutttt!! Serta-merta anak muda tampan ini membuang
tubuh ke samping kanan.
Blaaammm!! Tanah di mana dia sebelumnya hendak me-
langkah tadi seketika rengkah, bermuncratan ke uda-
ra. Baru saja dia hinggap kembali di atas tanah, sudah menderu gelombang angin
lainnya, yang lebih ganas
dan lebih dahsyat!
Sepasang mata angker itu meradang gusar. Ke-
palanya menegak kaku. Lalu....
"Ehm!" terdengar dehemannya yang disusul
dengan letupan keras,
Blaaarrr!! Gelombang angin yang kembali menderu itu
putus di tengah jalan terhantam kekuatan tak nampak
yang terpancar dari deheman Raja Naga. Di lain saat, Raja Naga sudah menjejakkan
kaki kanannya di atas
tanah. Begitu kaki kanannya dijejakkan, mendadak sa-
ja tanah itu bergerak membujur ke arah kanannya.
Blaam! Blaaammm!!
Ranggasan semak yang diarahkan serangannya
membuyar ke udara.
Raja Naga menunggu beberapa saat sambil
memicingkan matanya. Tetapi tak ada satu sosok tu-
buh pun yang keluar dari balik semak yang telah lebur itu.
"Hemmm... orang yang menyerangku ini jelas-
jelas memiliki ilmu peringan tubuh yang tinggi. Semula aku yakin dia berada di
balik ranggasan semak itu, tetapi pada akhirnya aku tak melihat siapa pun keluar
dari sana. Siapakah dia" Dan mengapa dia menye-
rangku?" desisnya sambil bersiaga penuh. Sepasang mata angkernya diedarkan
berkeliling. "Tak ada tanda-tanda penyerang ku ini berada di mana. Bisa jadi dia
adalah perempuan bertelanjang dada, atau Ratu Tanah
Terbuang" Tetapi menurut Kirana, kehadiran Ratu Ta-
nah Terbuang akan didahului oleh aroma wangi yang
menyengat. Tak ku cium adanya aroma wangi pertan-
da kemunculan Ratu Tanah Terbuang."
Kembali pemuda berompi ungu dan bermata
angker terdiam. Kesiagaannya tetap terjadi. Tiba-tiba terlintas satu pikiran di
benaknya. "Hemm... jangan-jangan... dia adalah Setan
Pemetik Bunga, cucu Hantu Menara Berkabut yang
menurut Junjung Tala hendak membalas dendam pa-
daku" Atau..."
Wuussss!! Mendadak dua buah gelombang angin mener-
jang kembali dengan keganasan tinggi. Raja Naga sege-ra mendehem kembali yang
membuat dua bokongan
itu putus mendadak. Tetapi di saat lain dia sudah
menggerakkan tangan kanan kirinya.
Karena secara tiba-tiba gelombang angin itu
mencuat ke atas dan turun laksana hujan anak panah.
Gerakan tangan kanan kiri Raja Naga berhasil
memutus serangan aneh itu. Menyusul dia melesat ke
depan, ke balik sebuah ranggasan semak. Tetapi sam-
pai di sana, dia tak melihat adanya orang.
"Hemm... orang ini mengajakku main kucing-
kucingan! Baik! Bila dia menginginkan seperti itu, aku akan mengikuti apa yang
diinginkannya!"
Memutuskan demikian, seolah tanpa adanya
kejadian yang menjengkelkan sekaligus dapat mereng-
gut jiwanya, Raja Naga melangkah seperti hendak me-
ninggalkan tempat itu. Dia yakin kalau orang yang entah berada di mana akan
melancarkan serangannya
lagi. Apa yang diperkirakannya memang benar, ka-
rena mendadak saja dua gelombang angin melesat dari
arah belakang dan siap menghantam punggungnya!
Raja Naga belum timbul kemarahannya, dia
hanya jengkel saja. Segera dia bersalto ke belakang la-lu memutar tubuhnya dalam
keadaan berdiri beberapa
kali untuk kemudian tiba di balik semak di mana dua
gelombang angin tadi melesat.
Tetapi lagi-lagi pemuda yang sebatas sikunya
terdapat sisik-sisik coklat ini kecele, karena dia tak
melihat siapa pun di sana.
Tiga kejapan mata kemudian, terdengar suara,
"Keparat! Aku gagal mengejarnya! Aku gagal!"
Segera Boma Paksi memutar tubuhnya. Dili-
hatnya Dewi Kerudung Jingga sedang berlari mendeka-
tinya. Sebelum perempuan jelita berkerudung jingga
itu tiba di hadapannya, Raja Naga mengerutkan ke-
ningnya. "Siapa orang yang kau maksudkan gagal kau
kejar?" tanyanya kemudian setelah Dewi Kerudung Jingga tiba di hadapannya.
Perempuan itu menggeram.
"Siapa lagi orangnya kalau bukan orang yang
hendak mencabut nyawamu"!"
"Maksudmu... Setan Pemetik Bunga?"
Dewi Kerudung Jingga mengangguk-anggukkan
kepalanya. Wajah jelitanya menampakkan kejengkelan
luar biasa. "Sayang aku terlambat datang ke sini! Kalau ti-
dak, aku sudah lebih dulu menangkapnya sebelum dia
mencelakakanmu!! Dan sungguh sial, dia dapat berge-
rak sedemikian cepat!"
Raja Naga mengerutkan keningnya sejenak, se-
belum kemudian tersenyum.
"Sudahlah. Toh pada kenyataannya aku tak ku-
rang suatu apa, meskipun aku merasa penasaran un-
tuk mengetahui siapakah orang yang membokongku."
"Dari gelagat yang kau perlihatkan, nampaknya
kau tak menghiraukan apa yang kukatakan!" dengus Dewi Kerudung Jingga keras.
Tatapannya tajam memandang Raja Naga, tetapi segera diarahkannya ke
tempat lain. Karena sorot mata itu begitu angker ke
arahnya. Raja Naga menggeleng.
"Sama sekali aku tak melakukan apa yang kau
katakan. Biar bagaimanapun juga aku harus berhati-
hati terhadap Setan Pemetik Bunga. Manusia itu telah memperlihatkan kelasnya
yang tak bisa dipandang sebelah mata."
"Huh! Kau sudah meninggikan orang yang hen-
dak membunuhmu! Tak sepatutnya kau melakukan
hal itu!" dengus Dewi Kerudung Jingga untuk kesekian kalinya. Lagi-lagi Raja
Naga tersenyum.
"Aku memang ingin berjumpa dengan Setan
Pemetik Bunga. Tetapi bukan untuk mencari urusan,
melainkan menjelaskan apa yang sesungguhnya terja-
di." "Kau hanya datang menerima undangan kema-
tiannya belaka! Seharusnya manusia seperti itu kau
bunuh saja!"
"Aku tak berhak melakukan, dan siapa pun
orangnya tak berhak melakukan tindakan itu."
Perempuan cantik berkerudung jingga itu
menggeram. Tetapi dia tidak lagi membicarakan ten-
tang Setan Pemetik Bunga.
Kemudian katanya, "Bagaimana dengan perem-
puan bernama Marinah itu?"
"Sampai saat ini aku belum berhasil menemu-
kannya. Tetapi kekejamannya telah terjadi lagi! Belum lama ini dia telah
membunuh Pendekar Kencana. Ah,
entah berapa banyak lagi jumlah orang-orang yang
akan dibunuhinya itu sebelum dia menemukan Kiai
Gede Arum! Tetapi menemukan Kiai Gede Arum jelas
tak mungkin dilakukannya mengingat Kiai Gede Arum
telah tewas. Dan ini berarti, sepak terjang perempuan yang telah dimasuki ilmu
hitam itu akan semakin
mengganas."
"Lantas... kau masih akan tetap mencarinya?"
Boma Paksi menganggukkan kepala.
"Sampai kapan pun juga aku akan menca-
rinya." "Aku juga sudah tidak sabar untuk mencari perempuan itu! Raja Naga...
kesaktian perempuan itu
tentunya sangat tinggi! Aku mengemukakan usulku la-
gi yang telah ku kemukakan beberapa hari lalu...."
Raja Naga tak menjawab. Sorot matanya yang
angker memandang pada Dewi Kerudung Jingga. Un-
tuk beberapa lama dia terdiam sebelum mengangguk-
kan kepala. "Ya... sebaiknya kita memang bersama-sama...."
"Hemmm... kalau sebelumnya dia menolak
usulku, tetapi sekarang dia justru menyetujuinya. Apa yang menyebabkannya
berubah seperti ini?" desis Dewi Kerudung Jingga dalam hati. Tetapi dia tak
mengung-kapkannya.
Kemudian katanya, "Sekarang juga kita be-
rangkat! Aku khawatir kalau perempuan itu akan se-
makin menelan korban yang entah berapa banyak
jumlahnya...."
Raja Naga menganggukkan kepala. Sekilas ter-
lihat kalau dia sedang berpikir. Tak lama kemudian
keduanya sudah melangkah bersama-sama.
ENAM MENJELANG pagi, nampak dua sosok tubuh
tergesa-gesa keluar dari balik ranggasan semak. Sepasang anak manusia itu nampak
terburu-buru pula me-
rapikan pakaiannya. Si perempuan yang berkulit hitam manis sedang merapikan
rambutnya yang acak-
acakan, sementara si pemuda sedang mengikat celana
pangsinya. Melihat paras masing-masing orang, jelas
kalau si perempuan lebih tua usianya daripada si pe-
muda. Setelah mengikat celana pangsinya, si pemuda
meraih pinggang ramping si perempuan diiringi suara
penuh gairah, "Nyi... aku masih ingin lagi...."
"Gila!" seru si perempuan sambil tertawa, tetapi tidak berusaha melepaskan
tangan si pemuda yang
melingkar pada pinggang rampingnya. "Aku harus cepat kembali ke rumah. Kalau
tidak suamiku bisa curi-
ga...." "Ah, kan dia tahu kalau kau semalam berjualan di kotapraja!" sahut si
pemuda sambil mencium pipi halus si perempuan. Tangan kanannya menggelitik
pinggang ramping si perempuan hingga menggelinjang.
"Iya, iya! Tetapi jarak tempat ini dari tempat
tinggal kita cukup jauh. Lagi pula, jajanan yang ku da-gangkan di kotapraja
belum habis. Brengsek betul!
Kupikir akan ada pesta besar di sana, tidak tahu tidak sama sekali! Apa yang
harus kukatakan pada suamiku
nanti?" "Katakan saja... kalau kau tidak berani pulang malam. Toh, dia kan tidak
tahu kalau sebelumnya aku
sudah menunggu di ujung jalan?"
"Iya! Tetapi terkadang dia suka banyak tanya!"
"Biarkan saja! Salahnya sendiri, mengapa harus
sakit-sakitan" Yang mengherankan ku, kok orang sakit pakai banyak tanya segala!"
Perempuan itu tersenyum.
"Karena dia sakit itulah kau mendapatkan ba-
gian yang sebenarnya bukan milikmu...."
"Tetapi kau menyukainya, bukan" Lagi pula
kau mengatakan, kalau bersamanya kau tidak menda-
pat kan kepuasan. Ayo, Nyi! Kau akan kuberikan ke-
puasan lagi...."
"Sudah, sudah... aku harus pulang. Ayo, kau
juga harus pulang, kan"!"
"Sekali lagi saja, Nyi..."
Si perempuan terkikik. Tangannya membelai
pipi si pemuda yang menyeringai lebar.
"Besok masih ada kesempatan untuk kita. Dan
masih akan banyak lagi kesempatan yang akan kita
dapatkan...."
"Aku masih ingin sekarang...," sahut si pemuda sambil membukai pakaian atas si
perempuan yang hanya tertawa-tawa. Dibiarkan tangan si pemuda me-
megang, meremas dan memilin buah dadanya yang se-
gar dan cukup besar itu.
Ketika si pemuda hendak menghujamkan ci-
umannya pada dada besarnya, si perempuan mundur.
"Sudahlah, Angga... besok masih ada waktu...."
"Aku tak sabar menunggu besok...."


Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tubuhku sudah pegal-pegal."
Tetapi si pemuda tak peduli. Dia terus menyu-
supkan ciumannya pada bukit kembar yang kini ter-
buka lebar itu. Diciuminya penuh nafsu membara.
Tindakan yang dilakukan si pemuda membuat
si perempuan menggelinjang sambil terkikik-kikik. Si pemuda begitu pandai
memainkan peranannya untuk
membangkitkan gairah si perempuan. Dia tahu kalau
perempuan itu sebenarnya memiliki nafsu yang besar.
Dan dia harus membangkitkannya.
Perempuan itu terus tertawa-tawa, sesekali
menolak tetapi tak ada tindakan yang mengarah pada
penolakannya. Si pemuda semakin ganas melakukan
tindakannya. Meremas apa saja yang bisa diremasnya
agar dapat membangkitkan gairah si perempuan lagi.
Tindakannya itu berhasil, karena si perempuan telah
pasrah tatkala dia mengangkat tubuh bahenol itu
kembali ke balik ranggasan semak di belakang mereka.
Bahkan perempuan itu hanya mendesah-desah
tatkala tangan si pemuda dengan kasar menyusuri se-
luruh tubuhnya. Membukai kembali pakaiannya satu
persatu dan membiarkan si pemuda kemudian mema-
suki tubuhnya. Kedua orang yang sedang bermesraan itu sama
sekali tidak mengetahui, kalau satu sosok tubuh telah berada di sana. Dan
memandangi keduanya dengan
sorot mata bengis.
"Ah... ayo, Angga! Lebih cepat! Lebih cepat!" suara si perempuan meracau.
Di udara pagi yang masih dingin ini, tubuh ke-
duanya sudah berkeringat. Orang yang telah berada
tak jauh dari mereka, memperhatikan dengan sorot
mata bengis. Yang pertama kali melihat keberadaan orang
itu, adalah si perempuan yang saat ini sedang meringis keenakan. Tanpa sadar dia
membuka matanya untuk
melihat paras si pemuda yang sedang sibuk di atas tubuhnya. Dia tertawa senang
dalam hati karena dapat
memberikan sekaligus mendapatkan kepuasan. Saat
itulah si perempuan melihat sosok orang yang telah
berdiri tak jauh dari tempat mereka,
"Oh!!"
Seruan tertahan itu dianggap oleh Angga kalau
perempuan yang berada di bawah tubuhnya merasa
puas. Dia terus bergerak-gerak memacu tubuh. Tetapi
mendadak saja dirasakan satu dorongan pada da-
danya. "Heiiii!!" serunya dan tubuhnya terlepas dari
tubuh si perempuan, "Mengapa, Nyi" Ada apa?" tanyanya heran dengan napas masih
mendengus- dengus. Nyi Rukmini menunjuk-nunjuk ke belakang.
Seketika Angga menoleh. Dilihatnya seorang perem-
puan berwajah jelita telah berdiri di hadapannya. Kalau Nyi Rukmini kelihatan
malu dan kecut, Angga ju-
stru tersenyum.
Terutama melihat si perempuan yang berdiri di
hadapannya memamerkan buah dada mengkal yang
menggiurkan! "Nyi... mengapa harus terkejut seperti itu" Kita ajak sekalian perempuan
ini...." Seketika Nyi Rukmini merengut.
"Apa-apaan yang kau bicarakan itu, hah"! Pu-
kul dia! Usir!!" seru Nyi Rukmini sambil mengenakan pakaiannya kembali.
Angga cuma tertawa-tawa. Sambil merapikan
pakaiannya dia berkata, "Mengapa harus diusir perempuan seperti ini, Nyi"! Biar
dia kuajak dalam permainan yang kita lakukan!"
Perempuan bertelanjang dada itu tak bergem-
ing. Sorot matanya tetap bengis.
"Perempuan bahenol... mengapa kau diam saja"
Ayo, ikutlah bersama-sama kami menikmati keindahan
ini! Jangan khawatir, aku mampu membuatmu me-
layang sampai ke langit tujuh!" seru Angga sambil ter-bahak-bahak.
Perempuan bertelanjang dada yang bukan lain
Marinah menggeram, "Kalian adalah bagian dari hidupku!" Angga tertawa-tawa
senang. "Ya, ya! Aku adalah bagian dari hidupmu!!" serunya. Dan gairah yang tak
tertuntaskan tadi naik
kembali. Dipandanginya perempuan di hadapannya
sambil menyeringai. Dijilat bibirnya saat pandangan-
nya memandang tak berkedip pada sepasang bukit
kembar yang menggantung manja.
Tiba-tiba pemuda ini sudah menubruk Mari-
nah! Dia langsung merangkulnya. Tangan kanannya
sibuk meremas buah dada Marinah sementara mulut-
nya menciumi sekujur wajah Marinah.
Melihat hal itu, Nyi Rukmini menjadi gusar.
"Brengsek! Brengsek!" makinya jengkel. "Angga!
Apa-apaan yang kau lakukan ini, hah"!"
Tetapi Angga tak mempedulikan ucapannya.
Dia seperti menemukan durian runtuh. Apalagi pe-
rempuan itu tak melakukan tindakan apa-apa. Mem-
biarkan sepasang bukit mengkalnya diremas-remas.
Nyi Rukmini menjadi jengkel. Saat itulah dia
sadar kalau apa yang telah dilakukan adalah sebuah
kesalahan besar. Pengkhianatan terhadap suaminya
ini membuatnya merasa malu.
Dengan mencoba untuk tidak lagi melihat apa
yang dilakukan oleh Angga, Nyi Rukmini mengambil
bakul jajanan yang sedianya akan dijual di kotapraja.
Lalu bergegas dia meninggalkan tempat itu dengan
kemarahan yang besar terhadap Angga dan penyesalan
dalam pada suaminya.
"Aaaakhhhhh!!!"
Teriakan yang keras itu membuat Nyi Rukmini
menghentikan langkahnya. Dia mencoba melihat kem-
bali ke belakang, tetapi terhalang ranggasan semak.
"Huh! Pemuda brengsek itu tentunya sedang
keenakan!" dengusnya gusar dan melangkah lagi.
Tapi lagi-lagi dihentikannya tatkala terdengar
teriakan untuk kedua kalinya. Kali ini Nyi Rukmini
terdiam dengan kening berkerut.
"Teriakan itu... itu... itu teriakan kesakitan! Oh!
Kesakitan"!" desis Nyi Rukmini bingung.
Selagi dia kebingungan, mendadak saja satu
sosok tubuh terlempar dan jatuh tepat di hadapannya.
Brukkkk!! Seketika terdengar jeritan Nyi Rukmini lintang
pukang seraya mundur. Bakul jajanannya terlepas,
isinya bertumpahan. Nyi Rukmini mundur dengan wa-
jah pucat. "Tidak! Tidak! Tidaaaakkkk!!"
Kejap itu pula dia berteriak keras seraya berlari
kencang. Tubuh yang terlempar tadi adalah tubuh
Angga yang telah menjadi mayat dengan luka yang
menganga lebar pada leher yang masih mengeluarkan
darah! Teriakan Nyi Rukmini didengar oleh kakek ber-
jubah putih yang kebetulan lewat di tempat itu. Segera saja kakek berjubah putih
ini yang bukan lain Kiai
Gede Arum adanya, memutuskan untuk mencari orang
yang berteriak itu. Begitu melihat siapa yang berteriak, Kiai Gede Arum berdiri
menghadang. "Perempuan... ada apa"!"
"Huaaaa!!" Nyi Rukmini berteriak keras. Dia berbalik dan siap berlari dengan
wajah pucat luar biasa. Merasa ada sesuatu yang terjadi Kiai Gede
Arum segera menyambar perempuan itu. Nyi Rukmini
meronta-ronta diiringi teriakan tertahan.
"Lepaskan! Lepaskan! Toloong! Tolooonggg!!"
Kiai Gede Arum berusaha menenangkan pe-
rempuan itu. Sempat dilihatnya wajahnya menunjuk-
kan ketakutan yang luar biasa. Sepasang matanya
memancarkan kepanikan tinggi.
Kiai Gede Arum memutuskan untuk menotok si
perempuan yang sesaat tubuhnya mengejut untuk
kemudian menggelosoh pingsan seolah tak memiliki
tulang. Perlahan-lahan Kiai Gede Arum meletakkan tu-
buh Nyi Rukmini di atas tanah. Diperhatikannya se-
saat Nyi Rukmini dengan kening berkerut.
"Perempuan ini seperti melihat setan di siang
bolong. Ah, apa yang menyebabkannya seperti ini" Apa iya ada setan di pagi
seperti ini"!"
Kemudian diperiksanya tubuh Nyi Rukmini.
Tak ditemukannya tanda-tanda luka atau lainnya yang
membuat si perempuan sedemikian paniknya. Kiai
Gede Arum bertambah yakin kalau sesuatu yang san-
gat mengerikanlah yang membuat perempuan berke-
baya ini menjadi sangat ketakutan.
Belum lagi dia mengetahui apa yang terjadi, sa-
tu suara terdengar, "Sekian lama kucari, baru kali ini kujumpai! Kiai Gede Arum,
kau adalah bagian dari hidupku! Dan sekaranglah saatnya untuk menuntaskan
segala urusan lama!!"
Serta-merta Kiai Gede Arum mengangkat kepa-
lanya. Masih memandangi orang yang berdiri di hada-
pannya, kakek berjubah putih ini perlahan-lahan ber-
diri. Ketegangan perlahan-lahan merambati hatinya.
Tetapi segera ditindihnya dengan cara menarik lalu
menghembuskannya lambat-lambat.
Perempuan bertelanjang dada itu mendesis lagi,
sorot matanya bengis mengerikan, "Berpuluh tahun lamanya aku tak kuasa melakukan
apa-apa, terkubur
pada jasad kaku Patung Darah Dewa! Berpuluh tahun
lamanya pula aku hidup dalam kungkungan sepi men-
gerikan! Dan sekarang semuanya sudah berakhir! Sa-
ma dengan akan berakhirnya perjalanan hidupmu!!"
Kiai Gede Arum menahan napas sejenak sebe-
lum bersuara, "Sangga Langit! Ilmu yang kau miliki adalah ilmu setan! Sebagai
penganut setan kau masih
dapat hidup melalui ilmumu yang terkumpul pada si-
nar hitam! Sebaiknya... tinggalkan perempuan malang
itu!" Marinah yang tertitisi ilmu hitam milik Sangga Langit, tertawa keras.
"Begitu bodoh bila aku mau melakukannya!
Kau tahu kalau aku tak bisa melakukan tindakan apa-
apa tanpa sebuah jasad sebagai perantara! Gede Arum!
Kini tiba saatnya untuk membalas semua perlakuan-
mu dulu!" "Kau terlalu gegabah, Sangga Langit!" desis Kiai Gede Arum tenang, tetapi
sesungguhnya hatinya tidak
tenang. Rasa khawatir semakin kuat mengikatnya.
"Jangan katakan aku terlalu gegabah! Keingi-
nanku adalah membunuhmu! Dan aku sudah memu-
tuskan untuk menjadikan perempuan ini sebagai pe-
rantara kehidupanku! Seharusnya dia bersyukur kare-
na aku telah memilihnya!"
Kiai Gede Arum tak menjawab.
"Perempuan itu memang bernasib malang, dia
telah dipilih untuk dijadikan sebagai perantara oleh Sangga Langit yang masih
hidup dalam ilmu hitamnya.
Dan bila aku menyerangnya, itu artinya aku menye-
rang perempuan malang itu...."
Lalu dengan ketenangan tinggi, Kiai Gede Arum
berkata, "Sangga Langit... zaman sudah berubah! Lain dulu lain sekarang! Dan tak
seharusnya kau menitis
pada perempuan itu untuk menjalankan apa yang kau
inginkan! Kau masih beruntung hidup di dalam ilmu-
mu!" "Grrrrhhh!! Ucapanmu hampir sama dengan yang kau katakan puluhan tahun
lalu, di saat aku ma-
sih hidup dalam jasad ku! Gede Arum! Zaman memang
telah berubah, tetapi dendam ku padamu tak akan
pernah berubah!"
"Padahal bila kau mau membenarkan apa yang
kulakukan, kau seharusnya bersyukur karena...."
"Grrrhhhh! Tutup mulutmu!!" Kiai Gede Arum bersiaga.
"Sangga Langit... bila kau memang memaksa,
aku bukan hanya menghabisi jasad mu! Tetapi juga
kehidupanmu yang berada dalam lingkaran ilmu hi-
tam!" "Bagus kau berani berucap demikian! Sekarang, bersiaplah untuk mampus!!"
Habis kata-kata itu terdengar, kedua tangan
Marinah terangkat, lalu disilangkan perlahan-lahan.
Kejap lain silangan kedua tangannya sudah didorong
ke depan. Serta-merta menghampar gelombang angin
hitam yang bersilangan dan semakin lama bertambah
membesar. Kiai Gede Arum menahan napas, untuk kemu-
dian disemburkan dengan cepat ke depan.
Wrrrrr!! Semburan napas itu melesat pelan, tetapi se-
makin lama semakin melebar dan....
Jlegaaar! Bjaaarrr!!!
Benturan dahsyat itu terjadi hingga tempat itu
seperti bergoyang. Beberapa buah pohon langsung
tumbang. Sosok Nyi Rukmini yang jatuh pingsan ter-
lempar ke belakang dan jatuh kembali di atas tanah
dalam keadaan telungkup.
Masing-masing orang yang sama-sama mele-
paskan serangan mundur tiga langkah ke belakang.
Perempuan bertelanjang dada yang tertitisi ilmu
hitam milik mendiang Sangga Langit menggeram keras
yang merentakkan kesunyian tempat itu. Di saat lain, dia sudah kembali menerjang
dengan ganas"
TUJUH KIAI GEDE ARUM menjerengkan sepasang ma-
tanya. Jubah putihnya sudah berkibar-kibar terkena
terpaan angin yang keluar dari lesatan tubuh Marinah.
Bersamaan dengan itu, kaki kanannya digeser ke mu-
ka setengah lingkaran. Tanah segera terangkat naik
akibat geseran kakinya.
Marinah menggeram keras sambil menggerak-
kan tangan kanannya. Tanah yang menghambur ke
arahnya beterbangan tertepis angin yang keluar dari
gerakan tangannya. Menyusul tubuhnya meluruk den-
gan gerakan yang sukar diikuti mata. Bersamaan den-
gan itu, kaki kanannya mendadak mencuat. Gerakan
yang diperlihatkan sungguh menakjubkan.


Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiai Gede Arum mau tak mau mundur dengan
cepat. Wuuuttt!!
Cuatan kaki kanan lawan menderu ke atas.
Masih dengan kaki kanan berada di atas, mendadak
tubuh Marinah terangkat pula. Naik seraya mengge-
rakkan kaki kirinya.
Wrrrrr!! Gelombang angin menghempas dari tendangan
kaki kirinya. Kiai Gede Arum menggeser tubuhnya
dan.... Plak! Tangannya sudah membentur tendangan kaki
kiri Marinah. Kejap itu pula dia mundur sambil men-
dorong tangan kanan kirinya. Suara letupan keras ter-
dengar tatkala perempuan bertelanjang dada yang di-
kuasai ilmu hitam itu memutus serangannya.
Di saat tanah muncrat menghalangi pandan-
gan, tubuhnya sudah melesat. Kiai Gede Arum masih
dapat menghalangi serangan ganasnya itu. Namun...
Desss!! Entah dengan cara bagaimana, tahu-tahu Ma-
rinah sudah berhasil menjotos dada kurus Kiai Gede
Arum, yang membuat si kakek mundur beberapa lang-
kah dengan dada yang saat itu juga dirasakan nyeri.
Jalan nafasnya terasa sesak. Belum lagi dia dapat
menguasai keseimbangannya, gelombang angin hitam
sudah menghempas bersilangan, semakin lama ber-
tambah membesar. Menyeret tanah dan semak belu-
kar. "Astaga!!" desis Kiai Gede Arum. Segera dia bergulingan ke belakang, sedikit
menyusup untuk meng-
hindari labrakan angin yang bersilangan!
Blaaam! Blaaaammm!!
Ranggasan semak di belakangnya rengkah ber-
hamburan. Menyusul dua buah pohon berderak lalu
ambruk terbanting di atas tanah dengan suara meng-
gidikkan. Kiai Gede Arum yang sudah berdiri tegak men-
desis dengan wajah agak sedikit tegang, "Astaga! Mengapa ilmunya jadi sedemikian
hebat"! Seingatku dulu, Sangga Langit tak memiliki kekuatan seperti ini."
Tetapi serangan yang datang kemudian mem-
buat Kiai Gede Arum tak sempat berpikir lebih lama.
Kakek ini segera menghindarinya dengan gerakan ce-
pat. Dan serangan yang datang ke arahnya semakin
beruntun, ganas dan brutal! Dalam waktu singkat saja tempat itu sudah porak
poranda. Bahkan....
Breettt!! Jubah putih Kiai Gede Arum sudah sobek ter-
sambar gelombang angin hitam yang keluar dari kedua
tangan lawan! "Jubah mu telah sobek, Gede Arum! Tak lama
lagi tubuhmu yang bukan hanya akan sobek laksana
sebuah kain, tetapi akan hancur berantakan!!"
"Kalau ku diamkan terus menerus, bisa jadi
aku akan celaka! Tetapi bila kubalas serangannya, justru nasib perempuan itu
akan bertambah malang!"
desis Kiai Gede Arum dengan pandangan tak berkedip.
Untuk beberapa lama kakek berjubah putih ini
terdiam. Dia terus memikirkan kemungkinan untuk
menyerang. Tetapi tak ada cara lain untuk menghenti-
kan tindakan brutal dari Marinah yang telah tertitis ilmu hitam milik Sangga
Langit, kecuali memang harus menyerangnya.
Kiai Gede Arum tak bisa lagi meneruskan piki-
rannya, karena serangan berikut sudah datang. Kali
ini beberapa gelombang angin beruntun melesat ganas
dengan suara bergemuruh. Sebagian meluncur deras,
sebagian naik ke atas disusul dengan meluruk jatuh,
sebagian lagi berdiri dan menyilang!
"Aku tak akan membiarkannya merenggut nya-
waku!" kata Kiai Gede Arum memutuskan. Habis memutuskan demikian, kepalanya
ditegakkan. Sepasang
matanya dijerengkan hingga cahaya bening seperti
berpendar-pendar di sekeliling kedua matanya.
Kejap lain, dari kedua matanya melesat cahaya
bening yang berputar-putar ganas. Menderunya ca-
haya bening yang mengeluarkan angin besar itu mela-
brak tanah dan membuatnya membubung naik. Me-
nyusul letupan-letupan yang membuat tempat itu ber-
goncang. Kiai Gede Arum mempertahankan keseimban-
gannya sambil terus melancarkan serangannya yang
berbahaya. Di pihak lain, Marinah semakin mengga-
nas. Terus menerus dia mendorong kedua tangannya
dengan gerakan yang semakin liar dan kacau. Bahkan
suatu ketika dia sudah melesat ke depan!
"Astaga!" justru Kiai Gede Arum yang berteriak tertahan. Karena biar
bagaimanapun juga, dengan tubuh si perempuan bertelanjang dada melesat ke depan,
itu artinya menyongsong kematian! Karena saat ini
Kiai Gede Arum sedang terus melancarkan serangan-
nya. Saat itu pula Kiai Gede Arum memutuskan un-
tuk menghentikan serangannya. Tetapi justru nasib
malang berpihak padanya. Karena begitu dihentikan
serangannya, mendadak saja menggebah gelombang
angin hitam yang ganas!
"Heiiii!!"
Kiai Gede Arum berusaha untuk menghindari
ganasnya serangan yang datang. Tetapi satu jotosan
yang serasa meremukkan tulang paha kanannya,
membuatnya terhuyung ke belakang. Selagi tubuhnya
tergontai-gontai, sosok perempuan bertelanjang dada
itu sudah menyerbu ke arahnya.
"Astaga!" seru Kiai Gede Arum tercekat. Dia berusaha untuk merunduk, tetapi
sapuan kaki kanan
lawan membuatnya terbanting di atas tanah.
Saat itu pula diiringi gerengan keras, Marinah
mumbul ke atas dan siap meluncur dengan kaki kanan
mengarah pada kepala. Gelombang angin kaki kanan-
nya mendahului.
Dengan mata terbeliak, kakek yang jubah pu-
tihnya telah robek itu masih berhasil menghindari
sambaran angin yang mendahului injakan kaki kanan
Marinah. Blaaarrrt! Tanah itu membuyar. Kiai Gede Arum bergulin-
gan seraya merapatkan kedua matanya. Tetapi bila dia terus memejamkan matanya
untuk menghindari buyaran tanah, bisa jadi kalau nyawanya akan putus saat
itu juga. Makanya Kiai Gede Arum segera membuka
matanya. Justru ini yang mengakibatkan kefatalan ber-
pihak padanya. Karena tanah yang membuyar itu se-
bagian menerpa ke dua matanya. Kontan terdengar te-
riakannya. Gulingan tubuhnya semakin liar, membuat
tanah membuyar tatkala tubuhnya terus bergulingan
sambil menahan sakit.
"Kau adalah bagian dari hidupku!!"
Gelombang angin hitam mencecar ganas ke
arah Kiai Gede Arum yang tak bisa membuka kedua
matanya. Perih tak terkira. Bahkan kedua matanya
sudah mengeluarkan air. Hanya karena naluri saja
Kiai Gede Arum masih bisa menyelamatkan diri.
Tetapi dalam keadaan tak bisa melihat, siapa
pun orangnya akan sulit menghadapi serangan bertu-
bi-tubi itu. Hingga satu ketika, satu jotosan telak
menghantam punggungnya, yang membuatnya melen-
gak diiringi teriakan keras.
"Aaaakhhhh!!"
Tubuhnya terasa terpantek di tanah. Pakaian
putihnya sudah kotor. Marinah mencelat ke atas dan
meluruk dengan kedua kaki di atas, sementara kedua
jotosannya siap menghantam punggung Kiai Gede
Arum yang sekaligus akan mengakhiri hidupnya!
Tetapi rupanya maut berkehendak lain. Karena
tiba-tiba saja terdengar satu deheman cukup keras.
"Ehhhmmmm!!"
Menyusul sosok Marinah terlempar ke samping
kanan dan terbanting di atas tanah. Perempuan berte-
lanjang dada ini cepat berdiri. Bukit kembarnya agak kotor. Gerengannya
terdengar sangat keras.
"Manusia terkutuk!" makinya gusar.
Berjarak dua belas langkah, Kiai Gede Arum
sudah berdiri dipapah seorang pemuda berompi ungu.
Sambil memapah, si pemuda berbisik dengan mata te-
rarah pada perempuan bertelanjang dada, "Orang
tua... sebaiknya kau mundur dulu...."
Kiai Gede Arum mengangguk-anggukkan kepa-
la. Dia bersyukur karena seseorang yang tak bisa dilihatnya karena kedua matanya
masih kemasukan ta-
nah, telah menyelamatkannya.
Kemudian didengarnya suara itu berkata, "Dewi
Kerudung Jingga! Tolong kau jagai orang tua ini! Ban-tu dia untuk menghilangkan
tanah pada kedua ma-
tanya!" Perempuan berparas cantik yang mengenakan kerudung jingga itu
menganggukkan kepala, lalu mendekati si pemuda yang bukan lain Raja Naga.
Berhati- hati dan penuh kesiagaan Dewi Kerudung Jingga me-
mapah Kiai Gede Arum.
Raja Naga memandang tajam pada perempuan
bertelanjang dada yang bengis menatapnya.
* * * "Kita berjumpa lagi, Pemuda Keparat! Kau ada-
lah bagian dari hidupku!!" seruan dingin itu terdengar mengerikan.
Raja Naga menahan napas. Dadanya tiba-tiba
bergolak lebih hebat. Rasa kecut nampak di wajahnya.
Tetapi di saat lain, yang tersisa hanyalah ketenangan dan sorot mata angker yang
terpancar! Dengan kema-
rahan yang perlahan-lahan merambat naik.
"Lama kucari akhirnya berjumpa juga!" desisnya sambil memperhitungkan keadaan.
Diliriknya De- wi Kerudung Jingga yang sedang mengalirkan tenaga
dalam pada kakek berjubah putih melalui punggung.
"Kau adalah bagian dari hidupku!" desis Marinah dingin dengan tatapan bengisnya
yang menghujam tajam. Raja Naga terdiam tak berkedip. Mulutnya me-
rapat tanpa ada suara yang keluar.
"Aku harus berhati-hati menghadapinya! Aku
pernah terkena pengaruh gaib dari kata-katanya itu
yang jelas-jelas terpancar dari kedua matanya. Biar
bagaimanapun juga, aku harus menghadapinya...."
Memutuskan demikian, Raja Naga mendesis,
"Marinah... sadarlah... apa yang terjadi sekarang ini, kau tidak tahu sama
sekali. Kau bukanlah dirimu yang sebenarnya. Kau mempunyai seorang suami,
Marinah...." Perempuan bertelanjang dada itu terdiam. Sorot matanya tetap
bengis. Pemuda yang kedua tangannya sebatas siku
dipenuhi sisik-sisik coklat berkata lagi, "Sadarlah, Marinah... Kau masih punya
kehidupan lain dari yang sekarang kau hadapi. Kau bukanlah dirimu, Marinah.
Ingatkah kau pada suamimu yang bernama Jaka" Saat
ini dia sedang menunggumu penuh kerinduan, Mari-
nah. Sadarlah..."
"Keparaaat!! Kau adalah bagian dari hidupku!!"
Sebelum Raja Naga berkata lagi, Kiai Gede
Arum sudah bersuara, "Anak muda! Tindakan yang
kau lakukan hanyalah sebuah kesia-siaan! Karena pe-
rempuan itu tak akan mengerti apa yang kau katakan!
Dia tak memiliki naluri atau nurani! Dia telah dikuasai
oleh ilmu hitam!"
Raja Naga mengangguk-anggukkan kepala.
"Nampaknya kau mengetahui apa yang terjadi
dengan perempuan ini, Orang Tua!"
"Aku sangat mengetahuinya!"
"Oh! Apakah kau sudah beberapa kali berta-
rung dengannya"!" tanya Raja Naga tetap memandang pada perempuan bertelanjang
dada yang sedang memandangnya dengan bengis!
"Untuk kali ini, adalah yang pertama bagiku!"
"Orang tua... kalau memang ini yang pertama
bagimu, bagaimana kau bisa mengetahui tentang pe-
rempuan ini"!"
Kiai Gede Arum yang masih belum dapat mem-
buka kedua matanya, menarik napas pendek. Hawa
hangat yang dialiri oleh Dewi Kerudung Jingga melalui aliran tenaga dalamnya,
terasa menyegarkan tubuhnya. Matanya tetap perih. Air yang keluar semakin
banyak. Dia tak lagi berusaha untuk mengucak-ngucak
matanya, karena justru akan membuat tanah yang
masuk pada kedua matanya semakin tak menentu.
Perlahan-lahan dia berkata, "Anak muda... se-
jak kau muncul dan bersuara tadi, aku tahu siapa kau adanya..."
Raja Naga sejenak melirik. Saat dia mengarah-
kan lagi pandangannya ke depan, mendadak satu ge-
lombang angin hitam telah menggebrak.
"Heiiii!!" serunya tertahan sambil mundur. Bersamaan dia mundur dia mendehem.
Gelombang angin hitam itu pecah di udara ter-
hantam satu tenaga tak nampak yang keluar dari
deheman Boma Paksi. Seraya menggeser kakinya ke
samping kiri, murid Dewa Naga ini berseru, "Orang tua! Baru kali ini aku
melihatmu, tetapi kau mengata-
kan sudah mengenalku! Bahkan hebatnya, kau men-
genalku dari suaraku!! Apakah kau tidak salah beru-
cap"!" Kiai Gede Arum terbatuk. Air dari matanya semakin banyak mengalir.
"Mungkin kau pernah mendengar cerita tentang
seorang lelaki yang pernah berhadapan dengan lawan
berilmu hitam bernama Sangga Langit!"
"Aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan!"
"Mungkin kau pernah mendengar tentang Kain
Pusaka Setan yang berhubungan dengan Patung Da-
rah Dewa! Kain Pusaka Setan yang merupakan nyawa
dari Patung Darah Dewa, yang sesungguhnya merupa-
kan titik kehidupan pada kumpulan ilmu hitam yang
bergabung dalam sebuah sinar hitam!"
Kepala Raja Naga menegak. Dia tak berani meli-
rik lagi khawatir serangan dari perempuan bertelan-
jang dada yang masih memandang bengis di hadapan-


Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya terjadi lagi.
Lalu dengan suara agak tersendat, dia berkata,
"Orang tua... apakah... apakah kau... kau yang
bernama Kiai Gede Arum" Guru dari kakek berjuluk
Peramal Sakti dan perempuan berjuluk Ratu Dayang-
dayang"!"
"Tak salah dugaanmu, Raja Naga!"
"Astaga! Mengapa jadi begini"!"
"Kau akan sulit memahaminya, Raja Naga!"
"Tapi... tapi... bukankah kau telah...."
Seruan Raja Naga terputus, karena gelombang
angin bersilangan telah menggebrak dahsyat ke arah-
nya! *** DELAPAN WUUUSSS!! Gelombang angin hitam bersilangan yang se-
makin lama semakin besar itu bergerak sangat cepat.
Suaranya membuat bulu roma berdiri.
Raja Naga pernah menghadapi kedahsyatan il-
mu dari lawan, makanya dia tak mau bertindak ayal.
Seketika dia menjejakkan kaki kanannya. Tanah yang
terjejak itu seketika bergerak. Membentuk gelombang
laksana di lautan. Memburu ke arah gelombang angin
hitam yang menggempur.
Mendadak tanah bergelombang itu meletup ke
udara. Tenaga kuat menggebrak ke atas, menghantam
gelombang angin hitam.
Jlegaaarrr!! Kontan tempat itu laksana diguncang badai
dahsyat. Dewi Kerudung Jingga langsung mengangkat
tubuh Kiai Gede Arum dan membawanya ke tempat
yang aman. "Orang tua... maafkan aku. Aku tak bisa mene-
ruskan mengobatimu. Aku harus membantu Raja Na-
ga," katanya agak terburu-buru.
Kiai Gede Arum menganggukkan kepalanya.
"Perempuan... kesaktian ilmu hitam milik men-
diang Sangga Langit sangat berbahaya dan tinggi. Ka-
takan pada pemuda itu, di saat membalas atau meng-
hindar usahakan untuk tidak menatap matanya. Ka-
rena dapat dipengaruhi jalan pikirannya dengan keku-
atan ilmu hitam yang masuk ke perempuan malang
itu...." Dewi Kerudung Jingga mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Terima kasih atas nasihatmu...."
Habis berkata demikian, perempuan jelita ini
sudah menggebrak ke depan dengan kekuatan tinggi.
Sambil menyerang dia menyerukan apa yang dikata-
kan oleh Kiai Gede Arum sebelumnya.
"Dewi! Sebaiknya kau menjaga Kiai Gede
Arum!" seru Raja Naga keras seraya mendorong kedua tangannya ke depan.
"Raja Naga! Kita telah sama-sama memutuskan
untuk menghadapi perempuan yang tertitisi ilmu hi-
tam itu! Biar bagaimanapun juga, aku akan memban-
tumu!" Raja Naga menarik napas pendek. Sorot matanya bertambah angker. Berulang
kali tangan kanan
kirinya berbenturan dengan kedua tangan Marinah.
Tangan Boma Paksi yang sebatas siku dipenuhi sisik
coklat, memiliki kekuatan tinggi. Senjata apa pun akan dengan mudah
dipatahkannya. Tetapi yang dihada-pinya ini adalah ilmu hitam milik orang
berilmu tinggi.
Berulang kali tangan kanan kirinya berbenturan, beru-langkali pula dia merasa
ngilu! Dewi Kerudung Jingga sudah menyusup masuk
dengan sinar-sinar jingganya yang menebarkan hawa
panas, yang membuat perempuan bertelanjang dada
itu berteriak penuh kegeraman.
Mendadak sontak gelombang angin hitam yang
dilepaskannya membuyar begitu saja. Tetapi justru
melesat laksana butiran air ke arah Dewi Kerudung
Jingga. Perempuan jelita itu memekik. Cepat dilo-
loskannya kerudung yang dikenakannya, lalu diki-
baskan! Cltaaarrr! Brrett! Brreeettt!
Angin hitam yang melesat laksana puluhan bu-
tiran air itu tertahan kekuatan kerudung jingga. Tetapi akibatnya, kerudung itu
bolong berjumlah lebih dari
sepuluh! Dan butiran angin hitam itu terus menerjang ke
arah Dewi Kerudung Jingga. Membuat si perempuan
memekik tertahan.
Melihat keadaan yang membahayakan si pe-
rempuan, Raja Naga segera meluruk ke depan seraya
melepaskan ilmu 'Kibasan Naga Mengurung Lautan'.
Sisik-sisik coklat yang terdapat pada tangan sebatas sikunya bersinar lebih
terang, menandakan kalau pemuda itu telah diliputi amarah.
Blaaarrr!! Serangan angin berputar dari Marinah, terhan-
tam serangan dahsyat Raja Naga. Dalam keadaan yang
kritis itu, Raja Naga cepat menyambar tubuh Dewi Ke-
rudung Jingga. Lalu berputar dua kali di udara.
Blaam! Blaaammm!!
Berhamburannya angin hitam disertai muncra-
tan tanah menambah kepekatan tempat itu hingga
sangat sukar ditembus oleh pandangan! Suara geren-
gan dari mulut Marinah terdengar sangat keras disusul dengan tanah yang
bergetar-getar hebat!
Rupanya perempuan bertelanjang dada itu su-
dah menjejakkan kaki kanan kirinya dengan kegusa-
ran tinggi di atas tanah. Secara tiba-tiba tubuhnya melayang ke depan.
Jotosannya meluncur cepat. Raja Na-
ga menggeram sengit. Dia masih bisa mengatasi seran-
gan itu. Tetapi dia mau tak mau harus menyelamatkan
Dewi Kerudung Jingga. Dengan jiwa ksatria yang ting-
gi, Raja Naga membalik dan mendekap tubuh si pe-
rempuan hingga dia membelakangi Marinah yang saat
ini sedang menyerang ganas!
Dan mendadak sontak melesat dari punggung-
nya cahaya kehijauan yang kemudian tergambar see-
kor naga hijau!
Blaaaarrr!! Letupan yang membuat tempat itu kian porak
poranda membahana. Terdengar jeritan Marinah keras,
disusul tubuhnya yang terpental ke belakang.
Di pihak lain, Raja Naga sendiri terjerunuk ke
depan dan jatuh di atas tanah dengan mau tak mau
harus menindih tubuh Dewi Kerudung Jingga.
Secepat itu pula dia berdiri seraya berkata,
"Dewi... menyingkir! Keadaan ini akan membahayakan mu!" Dewi Kerudung Jingga
yang perlahan-lahan
berdiri, mengangguk-anggukkan kepalanya. Mendadak
dia berteriak keras,
"Awaassss!!"
Raja Naga mencoba berbalik. Tetapi serangan
yang datang itu lebih cepat dari gerakannya. Namun
yang terjadi, kembali bayangan naga hijau melesat dari punggungnya.
Blaaammm!! "Aaaakhhhh!!!"
Sosok Marinah yang dikuasai ilmu hitam milik
Sangga Langit terlempar deras dan terbanting di atas tanah. "Raja Naga! Apa yang
terjadi"!" desis Dewi Kerudung Jingga tersentak.
Pemuda tampan berompi ungu itu tak menja-
wab. Dia segera membalikkan tubuhnya. Dilihatnya
Marinah menggeliat-geliat seperti orang sekarat. Na-
mun lima tarikan napas berikut, dia sudah berdiri
kembali. Payudaranya semakin kotor.
Matanya bertambah bengis. Mulutnya merapat
dingin. Kedua tangannya mengepal.
"Kau adalah bagian dari hidupku!!" desisnya garang. Raja Naga menarik napas
pendek. Sorot matanya tetap angker. Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua
tangannya sebatas siku semakin terang.
"Sejak tadi kuhadapi dia dengan ilmu pembe-
rian Guru, aku tak mendapatkan satu keuntungan
apa-apa. Nampaknya dia hanya bisa kuhadapi dengan
mempergunakan tato naga hijau yang terdapat pada
punggungku. Tetapi bila dia menyerang dari depan
atau dari samping bisa jadi risiko yang harus kuhadapi akan semakin besar!
Berabe! Ini artinya...."
Mendadak saja kepala Raja Naga menegak. So-
rot matanya kian angker menikam.
"Astaga! Seingatku... seingatku... Guru pernah
menyerahkan gumpalan daun lontar milik mendiang
ayahku. Daun lontar yang dulu hendak direbut oleh
Ratu Sejuta Setan dan Dadung Bongkok! Apakah...
apakah gumpalan daun lontar itu dapat kupergunakan
sekarang?"
Sambil membatin, murid Dewa Naga ini meraba
pinggangnya. Dirasakan sesuatu yang menempel pada
tubuhnya. "Aku tak tahu apakah ini memang akan berha-
sil atau tidak. Tetapi aku harus mencobanya...."
Kemudian perlahan-lahan diambilnya benda
yang menempel pada pinggangnya. Benda itu berben-
tuk gepeng dan bersinar terang kehijauan. Tetapi begi-tu terpegang pada
tangannya, benda yang merupakan
gumpalan daun lontar yang sebelumnya berbentuk ge-
peng itu, mendadak menggumpal sebesar dua kali ke-
palan tangannya.
Dewi Kerudung Jingga yang sudah mengenakan
kerudungnya lagi tetapi sudah penuh dengan bolongan
kecil, memandang sambil mengerutkan keningnya.
"Aneh! Pemuda ini memiliki hal-hal yang aneh!
Dua kali tadi kulihat dari punggungnya keluar bayan-
gan seekor naga hijau. Dan sekarang di tangannya su-
dah terpegang gumpalan daun lontar yang segar dan
bersinar terang. Ah, kalau begini keadaannya... bisa jadi...." Kata-kata Dewi
Kerudung Jingga terputus, karena sudah terdengar gerengan keras dari perempuan
bertelanjang dada. Disusul dengan lesatan tubuh ke
arah Raja Naga.
Raja Naga terdiam dengan wajah kaku. Ma-
tanya tegang tak berkedip. Mendadak sontak dilem-
parnya gumpalan daun lontar itu ke arah Marinah
yang sedang menerjang ke arahnya!
Sinar terang kehijauan yang keluar dari gumpa-
lan daun lontar itu mendadak melesat cepat. Seperti
menerangi tempat itu laksana api unggun di malam
buta! Lesatan tubuh Marinah tertahan. Wajah ka-
kunya berubah. Mata bengisnya menjadi kecut. Secara
tiba-tiba dia berbalik ke belakang!
Blaaaammm!! Gumpalan daun lontar yang dilempar oleh Raja
Naga menghantam sebuah pohon, dan langsung berba-
lik! Lesatannya yang terdengar bergemuruh, sinar hi-
jaunya semakin terang. Pohon yang tertabrak tadi
mendadak menghangus layu!
Marinah yang tadi menghindari gempuran
mengerikan itu memekik tertahan. Dia berusaha untuk
menghindari datangnya gumpalan daun lontar itu.
Di pihak lain, Raja Naga menarik napas pan-
jang. "Mungkin inilah apa yang dimaksud oleh Guru
mengapa Ratu Sejuta Setan dan Dadung Bongkok
menginginkan gumpalan daun lontar milik mendiang
ayahku!" katanya dalam hati.
Lalu dilihatnya sosok Marinah menjadi tegang,
menyusul bergetar sangat hebat! Sebelum gumpalan
daun lontar itu menghantamnya, satu sinar hitam te-
lah keluar melalui kepalanya. Seperti terbetot keras hingga Marinah memekik
tertahan! "Aaaakhhhh!!"
Kejap lain dia menggelosoh pingsan!
Lesatan gumpalan daun lontar yang didahului
oleh sinar terang kehijauan itu langsung menyergap
sinar hitam yang melesat keluar dari ubun-ubun kepa-
la Marinah. Menabrak dan menelannya. Terlihat sesua-
tu yang menakjubkan.
Karena seperti memiliki mata, gumpalan daun
lontar itu berkutat hebat dengan sinar hitam. Masing-masing berusaha untuk
melepaskan diri. Gelombang
angin berubah mengerikan. Dedaunan berguguran.
Semak belukar tercabut dan beterbangan. Tanah
membuyar ke udara.
Melihat keadaan yang mengerikan itu, Raja Na-
ga cepat melesat untuk menyambar tubuh Marinah
yang pingsan dan membawanya ke dekat Dewi Keru-
dung Jingga yang berdiri dengan mata terbelalak.
Letupan-letupan kecil mulai terdengar di udara.
Berulang kali sinar hitam itu berusaha melepaskan di-ri, tetapi gumpalan daun
lontar milik Raja Naga terus mengejarnya, menabraknya lagi dan mencoba
menelannya lagi!
Untuk kemudian terlihat sesuatu yang menge-
jutkan. Karena sinar hitam itu semakin lama nampak
semakin mengecil. Terangnya sinar itu pun mulai
menghilang dan bertambah meredup untuk kemudian
lenyap sama sekali!
Tetapi gumpalan daun lontar itu terus berge-
rak-gerak sedemikian liar. Melesat ke sana kemari
dengan suara bergemuruh. Menabrak apa saja yang
berada di sekitarnya, yang begitu ditabrak langsung
hancur berantakan.
SEMBILAN "RAJA NAGA... apa yang terjadi?" terdengar seruan Kiai Gede Arum. Orangnya
sedang menelengkan
kepala, mempertajam pendengaran!
"Orang tua! Aku tak bisa menjelaskannya seka-
rang!" "Desingan itu... bukankah berasal dari benda pusaka berbentuk gumpalan
daun lontar" Kalau aku
tak salah ingat... benda itu adalah milik Pendekar Lontar yang kabarnya telah
tewas dibunuh Hantu Menara


Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berkabut"!"
"Kau benar, Orang Tua!" sahut Boma Paksi
sambil memperhatikan lesatan gumpalan daun lontar
itu. "Tapi bagaimana bisa berada di tanganmu?"
"Aku adalah putra dari mendiang Pendekar
Lontar dan Dewi Lontar!"
Kiai Gede Arum menggeleng-gelengkan kepa-
lanya. Matanya tetap tak bisa dibuka, karena rasa sakit yang menggigit.
"Ternyata banyak yang tidak kuketahui...."
Sementara hati Raja Naga menjadi waswas ka-
rena sampai sejauh ini gumpalan daun lontar itu ma-
sih terus melesat ke sana kemari.
"Aku harus merebutnya!"
Memutuskan demikian, anak muda dari Lem-
bah Naga ini segera melesat untuk menangkap gumpa-
lan daun lontar yang bergerak liar itu. Tetapi tak se-mudah yang diduganya,
karena gumpalan daun lontar
itu justru berbalik menyerang ke arahnya!
"Heiiii!!"
Raja Naga cepat berkelit. Begitu kakinya men-
ginjak tanah, tubuhnya sudah terlontar kembali dan....
Tap! Dengan melipatgandakan tenaga dalamnya,
gumpalan daun lontar itu berhasil ditangkap! Aneh-
nya, begitu terpegang olehnya liarnya gerakan gumpa-
lan daun lontar itu lenyap sama sekali!
Raja Naga menarik napas lega.
"Astaga! Sungguh sesuatu yang mengerikan...."
"Raja Naga... apakah sinar hitam itu telah le-
nyap tertelan oleh gumpalan daun lontar milikmu?"
Boma Paksi menganggukkan kepala.
"Kau benar, Orang Tua! Sinar hitam itu telah
hilang...."
Terdengar desahan Kiai Gede Arum, lega.
Orangnya perlahan-lahan berdiri. Kedua matanya te-
tap tak bisa dibuka.
Lalu dengan agak tertatih dia mendekati Raja
Naga. "Kau masih tak bisa membuka matamu, Orang Tua?" tanya Raja Naga pelan.
Kiai Gede Arum tersenyum dan menggeleng.
"Mungkin, aku sudah ditakdirkan untuk tak lagi dapat mempergunakan indera
penglihatanku ini. Sudahlah...
aku sama sekali tak menyesalinya. Anak Muda, terima
kasih atas bantuanmu...."
"Aku sudah tak sanggup menghadapi ilmu hi-
tam yang mengerikan itu sebenarnya. Hanya keberun-
tunganlah yang berpihak padaku...."
"Kau terlalu merendah."
"Kiai Gede Arum, menurut kabar yang kuden-
gar, kau telah tewas akibat racun yang dilakukan oleh muridmu sendiri yang
berjuluk Ratu Dayang-dayang.
Dan hingga saat ini, muridmu yang berjuluk Peramal
Sakti menganggapmu telah tewas...."
"Cerita ini terlalu panjang. Aku tak bisa mengatakannya. Raja Naga, sudah
saatnya kita harus berpi-
sah...." Sesungguhnya pemuda berompi ungu itu masih penasaran ingin mengetahui
apa yang sebenarnya dialami oleh Kiai Gede Arum. Tetapi dia pun tak mau
memaksanya. "Aku akan mencoba mengobati kedua matamu,
Orang Tua. Khasiat lain dari gumpalan daun lontar ini, bila dimasukkan ke dalam
air akan berubah menjadi
air sakti yang dapat menyembuhkan penyakit apa pun.
Aku akan mencari air. Harap kau bersedia menunggu
sejenak...."
Kiai Gede Arum menggeleng-gelengkan kepa-
lanya. "Kau tak perlu melakukannya. Ini mungkin sudah garis hidupku. Bila kau
berjumpa dengan Peramal
Sakti, katakan padanya, kalau aku masih hidup...."
Raja Naga terdiam dulu sebelum berkata, "Ba-
gaimana bila Peramal Sakti menyatakan keheranannya
dan meminta padaku kejelasan sejelas-jelasnya?"
"Katakan padanya... ini adalah sebagian dari
rahasia hidup...." kata Kiai Gede Arum. Kemudian kakek yang jubah putihnya sudah
sobek, segera melang-
kah meninggalkan tempat itu. Tak ada kedukaan di
wajahnya. Tak ada kepedihan. Tak ada penyesalan wa-
laupun kedua matanya tak akan berfungsi lagi selama-
lamanya. Raja Naga memandang kepergian Kiai Gede
Arum dengan sejuta tanya yang masih melekat di di-
rinya. "Aku tak habis mengerti akan sikap kakek satu ini. Baru pertama kali
berjumpa, dan baru pertama
kali kuketahui kalau dia masih hidup, sebelum men-
dapat kejelasan semuanya sudah berakhir...." desisnya pelan. Cukup lama tak ada
suara yang terdengar. Ke-senyapan terjadi beberapa lama. Raja Naga menarik
napas pendek. Namun mendadak sontak menggebrak
gelombang angin berwarna keperakan ke arahnya!
* * * Raja Naga segera menegakkan kepala. Menyu-
sul dia mendehem cukup keras.
Blaaammm!! Tenaga yang keluar dari dehemannya itu me-
mutus pecah gelombang angin keperakan. Menyusul
terdengar suara,
"Kau telah membunuh kakekku! Kini tiba saat-
nya kau untuk menerima semuanya!!"
Kejap itu pula terlihat satu bayangan kepera-
kan menggebrak ke arah Raja Naga. Cepat anak muda
dari Lembah Naga ini surutkan langkah dua tindak.
Lalu.... Buk! Buk!
Jotosan yang tiba-tiba mengarah padanya ter-
tahan papakan kedua tangannya. Terdengar teriakan
tertahan, menyusul satu sosok tubuh yang tergontai-
gontai ke belakang.
"Setan Pemetik Bunga!!" terdengar seruan Dewi Kerudung Jingga yang terperanjat
melihat datangnya
serangan ganas ke arah Raja Naga.
Perempuan jelita ini segera melompat diiringi
teriakan, "Manusia jahanam! Kau adalah lawanku!!"
Segera dia melancarkan serangannya pada
orang yang tadi melancarkan serangan pada Raja Naga
yang ternyata adalah Setan Pemetik Bunga. Mendapati
datangnya serangan, Setan Pemetik Bunga segera
mendorong kedua tangannya.
Blaaamm! Blaaammm!!
Seketika bermuncratan sinar jingga dan kepe-
rakan ke udara. Dewi Kerudung Jingga langsung me-
mutar tubuh ke udara, dan melancarkan serangannya
lagi. Setan Pemetik Bunga mendongak. Mulutnya
membuka, "Kau"!"
"Tutup mulutmu! Kau adalah bagianku!!" seru si perempuan dan terus menyerang
ganas. Apa yang terjadi itu cukup mengejutkan Raja
Naga, karena dia belum sepenuhnya menyadari apa
yang terjadi. Dilihatnya dua sosok tubuh saling menerjang dengan ganas. Sesekali
terdengar teriakan Setan Pemetik Bunga, "Apa-apaan ini"!"
Tetapi Dewi Kerudung Jingga tak mempeduli-
kannya. Dia terus mencecar sampai kemudian berhasil
meringkus Setan Pemetik Bunga.
"Keparat! Kau...."
"Tutup mulutmu! Kau tak akan mampu meng-
hadapi Raja Naga! Kau hanya keroco busuk yang su-
dah berusaha membesarkan nyali!"
"Apa-apaan ini"!" geram Setan Pemetik Bunga sambil berusaha meronta.
"Kau hanya melakukan tindakan bodoh dengan
mencoba menantang sekaligus membunuh Raja Naga!
Kau tak akan mampu menghadapinya!!" bentak Dewi Kerudung Jingga bengis.
Setan Pemetik Bunga mengertakkan sepasang
rahangnya. "Apa-apaan perempuan ini"! Mengapa dia ju-
stru berbalik menyerangku"! Keparat!" makinya dalam hati. Dia hendak bersuara,
tetapi terpotong oleh seruan Dewi Kerudung Jingga,
"Menghadapiku saja kau tak mampu, apalagi
menghadapi Raja Naga! Ilmu Raja Naga sangat tinggi!
Ia memiliki senjata aneh berbentuk gumpalan daun
lontar! Juga memiliki ilmu yang dapat mengeluarkan
bayangan naga hijau!!"
"Mengapa dia berseru seperti itu" Begitu lan-
tang seolah berusaha agar aku mendengarnya, padah-
al aku tidak tuli! Atau jangan-jangan... perempuan
ini.... ah, aku mengerti sekarang... aku mengerti...."
kata Setan Pemetik Bunga dalam hati. Dan dia mera-
patkan mulutnya tetapi sorot matanya tajam pada Raja Naga yang sedang memasukkan
kembali gumpalan
daun lontar ke balik pakaiannya.
Serta-merta gumpalan daun lontar itu kembali
menjadi berbentuk lempeng.
Dewi Kerudung Jingga membawa tubuh Setan
Pemetik Bunga ke hadapan Raja Naga.
"Aku tak tahu apa yang akan kau lakukan ter-
hadap manusia terkutuk ini"! Membunuhnya adalah
sesuatu yang lebih baik! Tetapi... itu artinya kita memberikan kesenangan
tersendiri padanya! Dia harus disiksa terlebih dulu sebelum dibunuh!"
Raja Naga tersenyum. Lalu menggelengkan ke-
palanya. "Kita tak boleh menjadi orang yang kejam, De-
wi," katanya. Lalu sambungnya, "Setan Pemetik Bunga... mungkin kau tak
menyadari, betapa kakekmu
yang berjuluk Hantu Menara Berkabut bukanlah orang
yang patut kau bela! Dia telah membunuh ayahku!
Dan melakukan tindakan yang sangat mengerikan! Bi-
la dia dibiarkan hidup, keadaan akan semakin ber-
tambah kacau! Ada baiknya kau mau mengerti kata-
kataku ini!"
Setan Pemetik Bunga membuka kedua matanya
lebar-lebar. Kegusaran sangat nampak.
"Huh! Bila saja Dewi Kerudung Jingga tak
memberikan isyarat terlebih dulu, aku tak peduli! Dan rasanya, aku memang tak
boleh membuang tenaga
atau nyawa pemuda di sini! Aku harus menunggu saat
yang tepat untuk membalas kematian kakekku!!"
"Jawaaaabb!!" bentakan itu terdengar keras.
Dewi Kerudung Jingga menarik tangan kanan Setan
Pemetik Bunga yang ditelikungnya, yang seketika men-
jerit. "Iya, iya!" serunya keras. "Raja Naga! Nyawa harus dibayar nyawa! Itu
adalah prinsip hidupku!!"
"Bodoh! Kau hanya mengantar nyawa sia-sia
sekalipun kau dibantu oleh sobat-sobatmu!!" bentak Dewi Kerudung Jingga gusar.
Raja Naga mengangkat tangan kanannya.
"Dewi... jangan terlalu kejam terhadapnya!"
"Jangan terlalu kejam terhadapnya"! Raja Naga!
Dia menginginkan nyawamu! Dan manusia seperti ini
akan menjadi duri di dalam kehidupanmu! Bila kau
keberatan menghabisi nyawanya, biar aku yang mela-
kukan!" "Tunggu! Jangan gegabah! Biarkan dia! Malah lebih baik... kau
melepaskannya!"
"Melepaskan manusia jahanam seperti dia"!
Huh! Kau terlalu bermurah hati pada orang yang
menghendaki nyawamu!"
"Aku hanya tak ingin terjadi urusan yang lebih
panjang lagi! Urusan dendam bukanlah jalan keluar
dari setiap persoalan! Lepaskan dia!"
Dewi Kerudung Jingga nampak masih ngotot
dengan kata-kata Raja Naga. Dia tidak melepaskan Se-
tan Pemetik Bunga. Malah semakin kuat menelikung
tangan lelaki licik itu yang menjerit kesakitan
"Dengan caramu seperti itu, kau hanya akan
menambah bibit permusuhan saja...," desis Raja Naga.
Dewi Kerudung Jingga melotot gusar. Dia tidak
puas dengan apa yang dikatakan pemuda bersisik cok-
lat itu. Tiba-tiba saja dia mendorong tubuh Setan Pemetik Bunga hingga
terjerunuk di atas tanah.
Lalu berkata bengis, "Menyingkir dari sini! Jangan coba-coba lagi untuk
memperlihatkan wajah sialan mu di hadapanku! Bila kau masih nekat melakukannya,
aku tak segan-segan untuk mencabut nyawamu!!"
Setan Pemetik Bunga bangkit terburu-buru.
Wajahnya sedemikian gusar, terutama pandangannya
yang tajam mengarah pada Raja Naga. Dia berusaha
mempertahankan pandangan tajamnya itu, tetapi se-
gera dipalingkan kepalanya sejenak ke tempat lain karena tak kuasa menahan
keangkeran sorot mata si
pemuda. Kemudian dengusnya gusar, "Untuk saat ini
aku mengaku kalah! Raja Naga... kelak aku akan da-
tang lagi untuk membuat perhitungan yang belum tun-
tas ini!" "Setan keparat! Menyingkir dari sini!!" memben-tak Dewi Kerudung
Jingga dengan kemarahan tinggi.
Melihat tangan kanan Dewi Kerudung Jingga
sudah terangkat, Setan Pemetik Bunga menggeram.
Tanpa berkata apa-apa dia sudah meninggalkan tem-
pat itu. Raja Naga memperhatikannya dengan seksama.
Sesuatu yang aneh mulai dirasakannya. Tetapi dia tak berusaha untuk
mengutarakannya. Cukup dipendam
di hatinya. Dewi Kerudung Jingga berbalik dan menatap-
nya. "Tak seharusnya kau biarkan manusia keparat itu meloloskan diri! Dia harus
mampus!" Raja Naga tersenyum.
"Keadaan ini tak memaksa siapa pun juga un-
tuk mati. Apa yang dilakukan oleh Setan Pemetik Bun-
ga semata didorong oleh kemarahannya belaka karena
kematian kakeknya. Tetapi aku yakin, suatu saat dia
akan menyadari kalau tindakannya itu salah...."
"Huh! Kau terlalu lembut pada orang yang hen-
dak membunuhmu!! Dan tak akan mungkin manusia
seperti dia akan menganggap kalau apa yang diingin-
kannya adalah sebuah kesalahan! Raja Naga... dalam
hal ini, kaulah yang melakukan kesalahan besar den-
gan membiarkannya pergi begitu saja!"
"Kau telah membuatnya merasa tersiksa tadi"


Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bila ini urusanku, aku tak akan segan-segan
untuk membunuhnya!"
"Aku tak ingin urusan menjadi panjang!"
Dewi Kerudung Jingga tidak menyahut, tetapi
mulutnya berkemak-kemik. Kemudian diangkat kepa-
lanya menatap langit yang berubah menjadi senja. Cu-
kup lama tak ada yang membuka suara. Angin ber-
hembus sejuk. Beberapa helai dedaunan berguguran.
"Tak ada lagi yang bisa kuperbuat di sini...," desisnya sambil tetap memandang
ke atas. "Ya! Sebaiknya kita memang berpisah...," sahut
Raja Naga sambil menganggukkan kepalanya. Pelan-
pelan dibuka rompi ungunya. Lalu dipakaikannya pa-
da Marinah yang masih pingsan. Saat dia memakaikan
rompi itu, Dewi Kerudung Jingga melihat tato gambar
naga pada punggung Raja Naga.
"Astaga! Jangan-jangan... dari tato itulah
bayangan naga yang menghalangi serangan ganas pe-
rempuan bertelanjang dada itu tadi" Gila! Bila Setan Pemetik Bunga masih nekat
mau membunuh pemuda
ini juga, dia bisa mati konyol! Dengan bantuanku pun akan percuma saja!"
desisnya dalam hati. "Huh! Beruntung dia mengerti apa yang kukatakan tadi, kalau
tidak urusan akan jadi berabe! Sampai saat ini aku
yakin Raja Naga tidak tahu apa yang sebenarnya ku
kehendaki! Aku sudah tak sabar pula untuk membu-
nuhnya, agar apa yang kujanjikan pada Setan Pemetik
Bunga, setelah manusia itu membunuh Resi Kawula,
Gada Iblis, Junjung Tala dan Setan Gempal akan ter-
laksana.... Dengan cara seperti ini, aku bisa menyusun rencana baru bersama
Setan Pemetik Bunga untuk
membunuhnya. Ada dua hal yang sangat mengerikan
dari pemuda ini...."
Raja Naga yang sudah memanggul tubuh ping-
san Marinah berkata, "Dewi Kerudung Jingga... aku masih harus menunaikan janji
ku pada Kakang Jaka!
Aku akan membawa istrinya ini kembali padanya...."
Dewi Kerudung Jingga menganggukkan kepala.
"Pemuda ini jelas-jelas tidak mengetahui siapa
aku sebenarnya. Dan dia juga tidak mengetahui kalau
akulah yang pernah membokongnya beberapa saat la-
lu. Tetapi pemuda ini sungguh hebat. dia dapat meng-
hindari seranganku. Beruntung aku bisa mempergu-
nakan akal ku untuk mengatakan kalau Setan Pemetik
Bunga-lah yang telah menyerangnya. Dengan cara ber-
lagak memburu manusia itu, aku muncul di hadapan-
nya." Habis membatin demikian, Dewi Kerudung
Jingga berkata, "Ya! Mudah-mudahan tak ada halangan yang merintangimu di jalan!"
Raja Naga tersenyum.
"Kuharap... kita akan berjumpa lagi...."
Dewi Kerudung Jingga mengangguk.
"Pasti... pasti kita akan berjumpa lagi...."
Habis kata-katanya, Dewi Kerudung Jingga su-
dah berbalik meninggalkan tempat itu. Seperginya De-
wi Kerudung Jingga, pemuda tampan ini menghela na-
pas. Lalu berkata pelan, "Hemm... aku menangkap satu gelagat yang kau
sembunyikan, Dewi. Dan aku
tahu mengapa kau berulang kali meneriakkan kalau
Setan Pemetik Bunga tak mampu menghadapiku....
Aku juga tak percaya kalau Setan Pemetik Bunga per-
nah menyerangku waktu itu. Kau yang muncul men-
dadak dan bersikap seolah habis mengejar Setan Pe-
metik Bunga, adalah satu kesalahan besar. Karena se-
belumnya tak kutangkap siapa pun di sana kecuali
kau yang mendadak muncul. Ah, lebih baik aku me-
mang berlaku bodoh saja...."
Kemudian pemuda ini memandangi dulu sekeli-
lingnya. "Masih ada yang harus kulakukan. Setelah ku-serahkan Marinah pada
suaminya, aku akan mencari
gadis bernama Kirana yang sedang menuju ke Sungai
Matahari untuk menjumpai seorang kakek bernama
Kidang Gerhana.... Dan nampaknya, urusan Ratu Ta-
nah Terbuang yang mencariku tanpa kuketahui sebab-
sebabnya, sudah semakin dekat di depan mata...."
Setelah terdiam beberapa saat, pemuda dari
Lembah Naga ini melesat meninggalkan tempat itu
dengan membawa tubuh Marinah.
Sepuluh kali kejapan mata, satu sosok tubuh
berjubah biru telah melompat dari satu tempat. Berdiri tepat pada tanah di mana
sebelumnya Raja Naga berdiri. "Dewi Kerudung Jingga sudah melakukan satu
tindakan pengecut. Aku yakin, dia tak berani menghadapi pemuda itu. Dan
sandiwaranya tadi cukup berha-
sil. Dia begitu ngotot agar Setan Pemetik Bunga dibunuh. Padahal... huh! Akal
liciknya memang boleh juga!
Padahal dialah satu-satunya orang yang bersedia
membantu Setan Pemetik Bunga untuk membunuh
Raja Naga!" desis orang ini yang bukan lain Junjung Tala adanya.
Sejenak lelaki setengah baya ini terdiam, mem-
perhatikan tempat yang porak poranda.
"Huh! Jangan-jangan... tindakan yang dilaku-
kan Setan Pemetik Bunga dengan meracuni ku dan
yang lainnya, atas usulnya"! Keparat! Biar bagaimanapun juga, aku tak akan
pernah tinggal diam! Dewi Ke-
rudung Jingga berhasil membohongi Raja Naga! Dan
tentunya Raja Naga tidak tahu kalau sesungguhnya
Dewi Kerudung Jingga menghendaki nyawanya! Hebat!
Sungguh permainan yang hebat dilakukan oleh Dewi
Kerudung Jingga!!"
Junjung Tala tak bersuara lagi. Parasnya se-
makin lama semakin dipenuhi ketegangan. Dadanya
dibuncah amarah.
"Mungkin aku gagal mempergunakan tangan
Raja Naga untuk membalas perbuatan Setan Pemetik
Bunga! Tetapi, aku akan tetap mencarinya! Akan tetap membalas perbuatannya!!"
Habis mendesis demikian, kakek berjubah biru
ini. sudah berkelebat meninggalkan tempat itu. Ke
arah yang diambil oleh Dewi Kerudung Jingga!
SELESAI Segera menyusul:
RATU TANAH TERBUANG
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Tujuh Mata Dewa 2 Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Prahara Pulau Mayat 3
^