Pencarian

Dayang Dayang Dasar Neraka 1

Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab I HAMPARAN bumi telah dibungkus oleh kegelapan malam. Angkasa raya rapat tertutup
arakan awan hitam, hingga cahaya rembulan dan taburan bin-
tang laksana lenyap.
Dalam keremangan malam yang merentak,
dan udara yang sedemikian dingin menusuk tu-
lang, satu bayangan hitam berkelebat sangat ce-
pat, laksana dikejar setan. Gerakan yang sedemi-
kian cepat itu membuat sosok hitam itu hanya
merupakan bayang-bayang belaka. Dengan kelin-
cahan yang tinggi, bayangan itu melewati jajaran
satu pohon ke pohon lain dan lakukan lompatan
demi lompatan yang demikian cepatnya. Dan
nampaknya dia tak menginginkan untuk beristi-
rahat barang sejenak.
Tak lama kemudian di sebuah tempat yang
agak terbuka, bayangan hitam yang ternyata seo-
rang pemuda ini menghentikan larinya. Di kejau-
han, nampak sebuah gunung yang digenangi ke-
pekatan malam. Kokoh berdiri laksana raksasa.
Sekujur tubuh si pemuda dipenuhi kerin-
gat yang membanjir. Napasnya agak terengah-
engah dengan dada naik turun. Dari raut wajah-
nya yang gelisah, nampaknya pemuda berambut
panjang ini mencemaskan sesuatu.
Malam kian merangkak dalam kegelapan.
Kendati tempat itu agak terbuka, dikarenakan
rembulan terhalang oleh awan hitam, tempat itu
tetap saja gelap.
"Celaka! Apakah dia sudah datang ke sini"!
Bila sudah, urusan bisa jadi kapiran! Bisa jadi
kedua gendang telingaku akan pecah mendengar
kemarahannya! Bisa jadi pula tubuhku kembali
dihajarnya!" gumam si pemuda sambil edarkan
pandangan ke berbagai penjuru dengan tatapan
liar dan gelisah.
Berjarak dua tombak di hadapannya, ter-
dapat ranggasan semak belukar yang bergerak-
gerak ditiup angin. Di sanalah mata si pemuda
lekat memandang dengan hati berdebar. Tatkala
semak itu terkuak dan berlarian dua ekor kelinci, si pemuda menarik napas
panjang. Kejap lain, diarahkan pandangannya kembali ke berbagai tem-
pat. "Menilik keadaan, nampaknya dia belum
datang ke sini...," gumamnya lagi. "Berarti, aku tak bakalan kena marah atau
mendengar makian-makiannya! Huh! Satu saat, akan kubalas semua
perlakuannya ini! Bila saja kepandaian yang ku-
miliki bisa menandingi kesaktiannya, sudah sejak
dulu-dulu kutinggalkan dia! Tetapi aku yakin, tak semua guru akan memberikan
kepandaian kepada muridnya! Huh! Kalau begitu, lebih baik aku
bersemadi dulu guna memulihkan rasa letihku."
Namun belum lagi si pemuda memutuskan
melakukan niatnya, mendadak saja terdengar sa-
tu suara bernada keras, "Kau terlambat datang, Handaka!"
Serentak pemuda ini mengangkat kepa-
lanya. Wajahnya yang tadi sudah kelihatan te-
nang kendati dibaluri kemarahan, kembali tegang
dengan kepala tegak. Kepucatan tampak terbias
di wajahnya. Segera dia rangkapkan kedua tan-
gannya di depan dada begitu mengenali suara
orang yang barusan berkata-kata tadi. Kepalanya
agak ditundukkan.
"Maafkan aku. Guru...."
"Bila saja aku tidak sedang menunggu se-
suatu yang membuatku penasaran, sudah kuro-
bek mulutmu yang berani menjawab! Untuk kali
ini, aku memaafkanmu!"
Pemuda yang bernama Handaka itu meng-
geram dalam hati, "Setan alas! Di mana dia sekarang" Menilik gelagat, berarti
dia sudah sejak tadi berada di sini!" Dengan suara agak parau kemudian dia
berkata, "Terima kasih. Guru...."
"Bagus! Aku menyukai murid yang tidak
taat pada perintah sebenarnya! Tetapi kali ini, hatiku sedang tak ingin untuk
menghajarmu!"
Belum lagi habis suara itu terdengar, satu
bayangan coklat sudah mencelat ke depan. Sak-
ing cepat gerakan bayangan itu, angin berhembus
dingin menerpa tubuh si pemuda berpakaian hi-
tam yang bernama Handaka. Kendati si pemuda
yakin kalau orang yang baru muncul itu berdiri
tak jauh darinya, namun dia tak berani mengang-
kat kepala. Orang yang baru muncul itu ternyata seo-
rang laki-laki berusia lanjut. Rambutnya yang pu-
tih memanjang dibiarkan jatuh tergerai menutupi
sebagian bahu dan wajahnya yang pucat dan ber-
kulit tipis. Sepasang kelopak matanya yang ma-
suk ke rongga yang dalam tampak terbuka lebar.
Mulutnya keriput. Kakek yang mengenakan pa-
kaian gombrang warna coklat kusam inilah yang
dikenal dengan nama Lumbang Pandidi atau yang
berjuluk Iblis Tanpa Jiwa!
"Apa yang hendak kusampaikan ini bukan-
lah urusan mudah! Melainkan satu tugas yang
maha berat!"
Sesaat tak ada yang bersuara. Lalu terden-
gar kata-kata si kakek dengan pandangan tajam
pada muridnya, "Apa pun yang ada di hatimu saat ini, aku
tak perduli! Kini duduklah! Dengar baik-baik apa
yang hendak kukatakan! Karena, aku tak akan
mengulanginya lagi!"
Setelah melihat muridnya duduk dengan
kedua lutut menekuk dijadikan sebagai bantalan
pinggul, Iblis Tanpa Jiwa berkata, "Sudah lama sebenarnya kupikirkan soal ini.
Sesuatu yang membuatku tertarik. Namun aku tak mau menja-
jaki sebelum kuyakini kebenaran ini. Dan berita
yang kudengar ini sangat kuharapkan sekali bisa
kudapatkan...."
Handaka masih tak berani membuka mu-
lut. Kembali didengar suara gurunya, "Sekian tahun berdiam diri dalam satu
impian untuk memi-
liki, kemungkinan besar akan terwujud. Dan aku
tak ingin semua ini luput!"
Handaka hanya mendengarkan dengan
seksama. Ditunggunya gurunya berkata-kata lagi.
Namun karena tak segera terdengar suara gu-
runya, untuk pertama kalinya Handaka berkata.
Dan pertama kali pula dia berani menatap wajah
gurunya yang berdiri tiga langkah di hadapannya.
"Maafkan aku, Guru. Persoalan apakah yang
Guru maksud?"
Karena, pemuda ini tahu, bila dia hanya
membisu, sikap itu justru memancing kemarahan
gurunya! Bibir si kakek menyeringai.
"Kitab Pamungkas!" sahutnya dingin. "Aku telah menangkap kabar tentang Kitab
Pamungkas yang mulai ramai dibicarakan orang! Aku men-
ginginkan kitab itu! Dan sebagai muridku satu-
satunya, kau kuutus untuk menyelidiki kebena-
ran berita tentang Kitab Pamungkas! Sebagai pe-
tunjuk, kau harus mencari Kitab Pemanggil
Mayat yang dipegang oleh seorang pemuda berju-
luk Rajawali Emas! Dengan kata lain, kau harus
memaksa atau membunuh pemuda itu bila dia
menolak memberikan Kitab Pemanggil Mayat!"
"Guru... mengapa aku harus mendapatkan
Kitab Pemanggil Mayat" Bukankah yang Guru
hendaki adalah Kitab Pamungkas?" tanya Handa-ka dengan kening dikernyitkan.
"Tak kusangka kau ternyata memiliki otak
juga! Pada Kitab Pemanggil Mayat-lah terdapat
petunjuk tentang Kitab Pamungkas! Ingat, aku
tak ingin kau membuang waktu terlalu lama un-
tuk urusan ini!"
"Lantas... apakah keistimewaan dari Kitab
Pamungkas itu, Guru?"
"Kitab Pamungkas adalah sebuah kitab
yang sangat langka sekali. Hanya berbeda satu
tahun dari kitab pendahulunya. Kesaktian Kitab
Pemanggil Mayat sebagai kitab pendahulu Kitab
Pamungkas, sudah terbukti tatkala Dewi Karang
Samudera mempergunakannya untuk
membangkitkan seorang tokoh berjuluk Iblis Ku-
bur! Saat itu, aku sebenarnya sudah memu-
tuskan keinginan untuk ikut memperebutkan Ki-
tab Pemanggil Mayat! Namun karena satu urusan
yang tak bisa kutinggalkan, akhirnya kubiarkan
saja! Tetapi kemudian kudengar kalau Kitab Pe-
manggil Mayat berada di tangan Rajawali Emas!
Dan telah lama pula sebenarnya kuketahui satu
kitab lagi sebagai kitab kedua dari Kitab Pemang-
gil Mayat! Makanya, kau kuharuskan untuk men-
cari Rajawali Emas untuk mendapatkan Kitab
Pemanggil Mayat sebagai petunjuk!"
Handaka terdiam dan berkata dalam hati,
"Cukup menarik apa yang kudengar sekarang.
Dan sungguh keparat dia tak mau mengatakan
keistimewaan Kitab Pamungkas." Lalu sambil
rangkapkan kedua tangannya di depan dada den-
gan tubuh agak dibungkukkan sedikit, si pemuda
berpakaian hitam ini berkata, "Baiklah, Guru...
aku akan menjalankan apa yang Guru perintah-
kan." "Bagus! Kau kutunggu kembali di tempat ini satu bulan mendatang! Dan
ingat, aku tak ingin mendengar berita yang tak pernah kuha-
rapkan! Dan bila kau ternyata gagal menjalankan
tugas, jangan coba-coba melarikan diri! Karena,
ke mana pun kau pergi, nyawamu sudah berada
di tanganku!"
Habis berkata demikian, seperti kedatan-
gannya tadi, Iblis Tanpa Jiwa sudah lenyap dari
pandangan. Handaka menunggu beberapa saat
sebelum berani mengangkat kepalanya.
Diedarkan pandangannya dengan cemas,
khawatir kalau gurunya masih berada di sana.
Setelah diyakini gurunya tak berada di sekitar-
nya, perlahan-lahan pemuda ini berdiri. Namun
masih kelihatan ragu-ragu.
Kepalanya diangkat dengan mata dipen-
tangkan. Kejap lain terdengar suara rahangnya
dikertakkan dengan kedua tinju dikepal erat-erat.
"Keparat! Manusia satu itu selalu memper-
budakku! Bila aku terlambat datang ataupun
gagal menjalankan keinginannya, marahnya luar
biasa besar! Jahanam betul! Kali ini, perintah
yang diberikannya tak akan pernah kupenuhi! Ki-
tab Pamungkas harus kudapatkan! Bila aku su-
dah selesai mempelajarinya, akan kubunuh siapa
saja yang menghalangi keinginanku! Terutama,
kakek keparat. berjuluk Iblis Tanpa Jiwa itu!"
Sunyi kembali mengerjap. Keadaan sepi ke-
rontang ini membuat hati Handaka justru sema-
kin dibuncah kemarahan.
"Apa pun yang terjadi... aku tak akan per-
nah memberikan Kitab Pamungkas pada kakek
keparat itu bila berhasil kudapatkan! Sikapnya telah membuat seluruh kemarahanku
harus ku- tumpahkan! Dan aku bersumpah... tak akan per-
nah kulakukan lagi setiap perintah yang diberi-
kannya! Ini perintahnya yang terakhir dan akan
kujalankan sebaik-baiknya demi kepentinganku!"
Habis kata-katanya, pemuda berpakaian
hitam yang sedang kesal akibat tekanan demi te-
kanan dari gurunya sendiri, segera berkelebat
meninggalkan tempat itu.
*** Bab 2 PAGI kembali menghampar dengan pesona dalam yang memikat. Di dedaunan dan
ranggasan semak belukar masih menggantung manja butiran
embun. Lalu bergulir lembut ke tanah dan pecah
seperti permata.
Selang beberapa saat, nampak satu rang-
gasan semak belukar menyibak dan menerbang-
kan burung-burung yang bermain di sana. Me-
nyusul kemudian satu sosok tubuh berpakaian
keemasan muncul dari balik semak itu.
Sepasang mata tajam yang dihiasi sepasang alis
hitam legam ini memandangi sekitarnya. Lalu ter-
dengar kata-kata dari pemuda yang di keningnya
terdapat ikat kepala yang berwarna sama dengan
pakaiannya. "Wah! Di mana lagi aku harus mencari
Dayang-dayang Dasar Neraka" Kendati Bwana te-
lah menceritakan semuanya ditambah lagi dengan
cerita Guru, Raja Lihai Langit Bumi, aku masih
ingin membuktikan kebenaran lain. Kehadiran
Dayang-dayang Dasar Neraka yang ingin membu-
nuhku sungguh mengejutkan. Dan menurut
Guru, kehadiran mereka ada hubungannya den-
gan Kitab Pemanggil Mayat. Hm... rupanya kitab
itu ada lanjutannya. Kitab Pamungkas. Ah, per-
soalan mengapa datang begitu bertubi-tubi?"


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda ini mencabut sebatang rumput.
Saat rumput itu dibawa ke mulutnya, terlihat ra-
jahan burung rajawali keemasan di lengan ka-
nannya. Rajahan yang sama pun terdapat di len-
gan kirinya pula. Jelas sudah siapa pemuda ini
sebenarnya. Pemuda yang tak lain Rajawali Emas ini
kembali berkata, "Mungkin... keadaan semacam ini tak akan pernah habis hingga
dunia kiamat. Apakah...."
"Telah lama kudengar julukan Rajawali
Emas! Dan aku yakin, engkaulah orangnya yang
memiliki julukan itu!" Tiba-tiba satu suara terdengar, memotong kata-kata Tirta
dan membuat- nya terkesiap. Segera dipentangkan kedua matanya ke
depan. Namun matanya belum bisa menangkap
sosok orang yang keluarkan suara. Karena di
samping suara itu datang laksana dari segala
penjuru tempat, tak satu orang pun yang muncul
di hadapannya. Merasa tak enak mendengar ucapan orang,
Tirta segera membuka. mulut dengan pandangan
diedarkan, "Hei! Siapa kau orang yang barusan berbicara"!"
Sesaat tak ada sahutan. Namun tatkala Tirta
hendak mengulangi lagi teriakannya, terdengar
orang berseru keras,
"Sebelum kita saling membuka diri... aku
ingin tahu kehebatan Rajawali Emas!"
Suara orang belum habis terdengar, satu
gelombang angin luar biasa dahsyat sudah meng-
gebrak deras ke arah pemuda dari Gunung Raja-
wali itu! Sesaat Rajawali Emas terkesiap mendapat betapa
ganasnya labrakan angin yang mengarah pa-
danya. Hingga tak ada jalan lain baginya kecuali
memapaki. Segera saja diangkat kedua tangannya
ke depan lantas disentak-kan kuat-kuat.
Suasana lengang saat itu juga dibuncah
dengan terdengarnya ledakan keras tatkala ge-
lombang angin yang datang dari arah depan
membentur keras dengan angin yang keluar dari
dorongan kedua tangan Tirta.
Blaaaammm! Tempat itu seperti dilanda gempa yang
kuat. Tanah di mana bentrokan itu terjadi, seke-
tika berhamburan ke udara menghalangi pandan-
gan. Tatkala semuanya sirap kembali ke bumi,
terlihat sosok Rajawali Emas terpental tiga langkah ke belakang. Diusahakan
untuk tidak sampai
terbanting jatuh. Kendati dapat kuasai keseim-
bangannya, namun untuk sesaat kedua kakinya
agak goyah berdiri.
Saat itu pula wajahnya berubah. Kedua
tangannya bergetar dan terasa ngilu disertai pa-
nas yang membakar.
Suara orang terdengar kembali, penuh
dengan ejekan, "Hanya beginikah kesaktian Rajawali Emas yang nama dan julukannya
digembar- gemborkan orang"!-"
Bersamaan dengan itu, terdengar kembali
suara menderu menggidikkan. Kejap lain suasana
berubah panas menyengat dahsyat hingga mem-
buat Rajawali Emas terpekik tertahan. Menyusul
sapuan gelombang angin yang mengerikan.
Tak mau mendapat risiko yang lebih ber-
bahaya, Tirta segera alirkan tenaga surya yang
dipadukan dengan jurus 'Lima Kepakan Pemus-
nah Jiwa'. Kejap lain, sebelum tubuhnya terdo-
rong akibat sapuan angin lebih jauh, sudah dige-
rakkan kedua tangannya ke depan dengan tela-
pak membuka. Wuuusss! Wusss!
Lima gelombang angin raksasa yang juga
menebarkan hawa panas menderu luar biasa ke
arah sapuan gelombang angin yang menderu dari
hadapannya. Blaammm! Untuk kedua kalinya tempat itu seperti di-
guncang dengan timbulnya suara ledakan yang
keras. Beberapa pepohonan langsung bertumban-
gan. Ranting dan dahannya yang patah berderak,
beterbangan dan bertabrakan satu sama lain.
Sosok Rajawali Emas mencelat mental dan
terjengking di atas tanah berumput setelah me-
nabrak ranggasan semak belukar yang langsung
terpapas. Dadanya terasa sesak dengan aliran da-
rah yang kian kacau. Mulutnya berkemik-kemik
entah apa yang disuarakan. Wajahnya pucat lak-
sana tanpa darah. Dengan menahan seluruh rasa
sakit, Rajawali Emas cepat berdiri karena dalam
keadaan telentang seperti itu, akan sulit baginya untuk menghindari bila
serangan datang kembali.
Terdengar lagi suara orang yang sarat eje-
kan, "Ternyata tak seberapa kehebatan Rajawali Emas! Dengan kepandaian yang
hanya pantas di-tunjukkan kepada anak kecil, bagaimana mung-
kin bisa menghadapi Dayang-dayang Dasar Nera-
ka dan mempertahankan sebuah kitab yang bila
jatuh ke tangan manusia sesat akan menggeger-
kan rimba persilatan"!"
Mendengar kata-kata orang itu, kemudian
Rajawali Emas menegakkan kepala. Diam-diam
dia telah alirkan kembali tenaga dalam pada se-
kujur tubuhnya.
"Aneh! Dari serangan yang dilakukannya,
orang yang kuyakini seorang perempuan adanya
ini sepertinya memang benar-benar hendak men-
cabut nyawaku! Tetapi kata-katanya barusan,
seolah dia hanya menguji kemampuanku belaka!"
Habis memikir demikian, dengan masih
menahan nyeri di dada Rajawali Emas berseru
lantang, 'Tak sopan bila berbicara tak berani me-
nampakkan wajah! Bila memang ada urusan,
mengapa tak segera muncul?"
Belum habis kata-katanya terdengar, sa-
mar-samar Tirta melihat satu bayangan putih
menyeruak dari balik ranggasan semak belukar.
Yang membuatnya terkejut, karena ranggasan
semak belukar itu hanya berjarak satu tombak
dari tempatnya berdiri!
Sosok putih yang baru keluar dari balik
ranggasan semak itu berdiri dengan kaki agak di-
pentangkan. Dia adalah seorang nenek berpa-
kaian warna putih kusam. Di kedua pergelangan
tangannya yang kurus terdapat gelang warna pu-
tih terang. Sulit menduga seperti apa wajah si nenek,
karena kepalanya ditutupi sebuah caping lebar
hingga menenggelamkan sebagian wajahnya dan
menampakkan rambutnya yang putih panjang
hingga pinggang. Yang mengejutkan, karena cap-
ing itu terbuat dari baja! Dan nampaknya si ne-
nek tak terpengaruh sedikit juga dengan beratnya
caping baja yang dikenakan.
Sesaat Rajawali Emas terdiam dengan pan-
dangan tak berkedip ke depan. Hatinya diliputi
berbagai tanya siapakah gerangan si nenek yang
wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja
itu. Selagi Rajawali Emas mencoba menebak
siapa gerangan si nenek, mendadak dilihatnya
tangan kanan si nenek terangkat. Saat itu pula
berkelebat sinar putih yang akhirnya menggum-
pal menjadi kabut, menderu dengan dorongan ke-
ras dan suara menggidikkan ke arah Rajawali
Emas! Belum lagi pemuda ini mengetahui siapa
gerangan si nenek adanya, dia sudah dibuat ter-
sentak kaget mendapati serangan seperti itu. Se-
gera saja dibuang tubuhnya ke belakang. Bersa-
maan dengan itu tangan kanan dan kirinya dige-
rakkan pada arah yang berlawanan di depan da-
da. Menyusul tangan kanannya dimasukkan ke
kiri. Begitu pula sebaliknya. Saat melakukan itu napasnya ditahan didada dan
semuanya begitu
cepat dilakukan!
Mendadak tubuh pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini menjadi begitu terang sekali. Hawa panas yang luar biasa segera
memancar dari tubuh-
nya. Begitu kedua tangannya didorong ke depan,
ranggasan semak belukar di kanan-kirinya telah
hangus berantakan. Rupanya dia telah keluarkan
jurus 'Matahari Rangkul Jagat' jurus langka wari-
san dari Manusia Agung Setengah Dewa.
Di seberang, si nenek bercaping lebar ter-
buat dari baja nampak melengak. Sosoknya mun-
dur dua tindak dengan mulut membuka perden-
garkan suara tak jelas. Kalau tadi dia hanya
menggerakkan tangan kanannya saja, kali ini se-
gera disusul dengan gerakan tangan kiri. Hingga
saat itu juga terdengar deruan angin yang luar biasa mengerikan.
Tanpa ampun lagi, satu benturan sangat
dahsyat terjadi. Kembali pepohonan banyak yang
tumbang dan langsung mengering akibat panas
yang tinggi dari serangan yang dilancarkan Tirta.
Sementara wajah pemuda ini nampak begitu ber-
wibawa. Tubuh Tirta tampak bergetar keras saat
terdorong tiga tindak ke belakang. Dari mulutnya
keluar darah segar dengan rasa pusing yang
mendadak menyerang. Keadaan si nenek sendiri
tak kalah parahnya. Tubuhnya juga bergetar he-
bat dan dari sela-sela bibirnya mengalir darah segar. Yang membuat siapa pun
akan berdecak kagum, dalam keadaan terluka dalam, si nenek
segera bangkit lalu duduk berlutut dengan kedua
tangan dirangkapkan di depan dada. Dari balik
caping baja lebar yang dikenakannya, sepasang
matanya terpejam rapat. Kejap lain, dia membuka
kedua matanya. Dan dari balik caping lebar itu,
dilihatnya bagaimana Rajawali Emas sedang ber-
diri perlahan-lahan dengan tubuh bergetar hebat.
"Luar biasa! Sungguh luar biasa! Kali ini
puas hatiku untuk membuktikan kebenaran yang
pernah kudengar!" seru si nenek dengan tawa keras. Rajawali Emas hanya terdiam
dengan mu- lut merapat. Diam-diam dia berkata dalam hati,
"Gila! Apakah perempuan tua ini sudah sinting"
Nampaknya dia memang hanya ingin mengujiku
saja! Tetapi cara yang dilakukannya, bukan
hanya bisa membuatku terluka, tetapi juga mam-
pus mendadak!"
Lalu sambil tindih kegusarannya, pemuda
yang di punggungnya terdapat sebilah pedang
berwarangka dipenuhi untaian benang keemasan
ini berkata, "Nek! Apakah kau selalu bertindak seperti ini bila bertemu dengan
seseorang" Selalu mengujinya untuk mengetahui kekuatan orang"!
Ataukah dikarenakan kau justru ingin menguji
kepandaianmu sendiri"!"
Si nenek mengangkat kepalanya. Kendati
saat itu Tirta berdiri sementara si nenek dalam
keadaan berlutut, tetap saja Tirta tak dapat melihat seperti apa rupa si nenek.
Caping lebar yang
terbuat dari baja yang dikenakan si nenek benar-
benar menenggelamkan wajahnya.
"Tak sekali pun aku pernah melakukan
tindakan seperti ini! Malah nampak agak mema-
lukan! Apalagi belum kenal satu sama lain secara
dalam dan tak punya urusan yang memaksa un-
tuk menyerang! Hanya sedikit rasa penasaran sa-
ja mengingat begitu banyak orang yang meng-
gembar-gemborkan dirimu!"
"Jadi kau melakukan semua ini hanya ka-
rena rasa penasaran?" belalak Tirta gusar.
"Salah satunya iya!"
Tirta keluarkan dengusan keras. Lalu den-
gan menekan jengkel di dadanya dia berucap,
"Lantas kalau sudah begini, apa lagi yang hendak kau lakukan?"
"Pernahkah kau mendengar julukan
Dayang-dayang Dasar Neraka?" Mendadak si ne-
nek bertanya seperti itu.
Tirta tak segera menjawab pertanyaan.
Pandangannya diarahkan lekat-lekat pada si ne-
nek seolah hendak menembus lingkaran caping
baja lebar yang dikenakannya. Diam-diam dia
berkata dalam hati, "Aneh! Mengapa tahu-tahu dia menanyakan tentang Dayang-
dayang Dasar Neraka" Ada apa sebenarnya?"
Lalu Tirta berkata, "Aku bukan hanya per-
nah mendengar, bahkan pernah bentrok dengan
mereka!" "Bagaimana tanggapanmu tentang mere-
ka?" "Mereka memiliki ilmu yang cukup tinggi.
Dan masing-masing gadis memiliki kepandaian
yang sama!" sahut Tirta setelah terdiam beberapa jenak. "Tahukah kau apa yang
mereka kehendaki?" Kali ini Tirta memang lama dulu sebelum berucap. Sedikit
banyaknya, dia masih curiga
mengapa si nenek yang tadi menyerangnya habis-
habisan kali ini menanyakan soal itu. Dia masih
tak bisa menerima tindakan si nenek tadi yang
hampir mencelakakannya hanya dengan maksud
untuk menguji.

Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu, "Dari mulut mereka, aku tidak tahu
sama sekali apa yang mereka kehendaki! Tetapi,
kini aku mulai bisa meraba apa yang terjadi!"
"Bagaimana hasilnya?"
"Apakah harus kukatakan apa yang kuke-
tahui dari Guru, Raja Lihai Langit Bumi" Hm...
biarlah kukatakan saja, karena aku ingin tahu
apa maksud si nenek sebenarnya." Habis memikir begitu, pemuda berpakaian
keemasan ini berkata,
"Mereka datang... karena menginginkan Kitab
Pemanggil Mayat!"
"Kau benar sekali! Kemunculan Dayang-
dayang Dasar Neraka yang tak pernah kuketahui
dari mana mereka berasal, memang untuk men-
dapatkan Kitab Pemanggil Mayat! Tetapi, bukan
kitab itu yang mereka hendaki! Melainkan, Kitab
Pamungkas! Kitab lanjutan dari Kitab Pemanggil
Mayat! Karena, di lembaran terakhir Kitab Pe-
manggil Mayatlah terdapat petunjuk di mana Ki-
tab Pamungkas berada!"
"Kau tahu siapa mereka sebenarnya?"
tanya Tirta lagi yang merasa tak sia-sia memu-
tuskan untuk mengatakan sedikit yang diketa-
huinya. Kepala yang tertutup caping lebar terbuat dari ba-ja itu menggeleng.
"Tidak! Aku hanya kebetulan saja pernah
mendengar mereka berunding sepuluh hari yang
lalu! Dari apa yang kudengar mereka menghen-
daki nyawamu! Dan apa yang kukatakan tadi!" si nenek terdiam sejenak sebelum
melanjutkan ka-ta, "Rajawali Emas! Aku ingin tahu satu kebenaran dari sebagian
rangkai percakapan Dayang-
dayang Dasar Neraka yang kudengar.... Apakah
Kitab Pemanggil Mayat berada di tanganmu?"
Tirta kembali tak segera menjawab. Diam-
diam dia membatin, "Tentang di mana Kitab Pemanggil Mayat yang merupakan kitab
pertama dari Kitab Pamungkas, hanya aku seorang yang
tahu! Kitab itu telah kuberikan pada Guru, Raja
Lihai Langit Bumi, di Gunung Siguntang! Karena
menurutku, di tangan Gurulah Kitab Pemanggil
Mayat akan aman! Apakah akan kukatakan pa
da nenek ini di mana kitab itu berada?" Tirta memutus kata batinnya sejenak.
Lalu melanjutkan,
"Tidak! Aku tak ingin Guru mendapatkan urusan seperti ini, kendati Guru
mengatakan apa yang
akan terjadi padaku waktu itu!"
Memutuskan demikian, Rajawali Emas
berkata, "Kitab Pemanggil Mayat memang berada di tanganku!"
Mendadak meledak tawa si nenek hingga
tubuh kurusnya berguncang. Kendati guncangan
itu cukup keras, tetapi caping lebar yang ada di kepalanya tidak terlepas.
Padahal, tak ada tali
yang terkait pada dagunya!
"Bagus sekali! Di mana kitab itu seka-
rang"!"
"Maafkan aku! Aku belum bisa mengata-
kannya!" "Itu pun lebih bagus! Karena tandanya kau
merasa yakin dengan kemampuanmu untuk me-
lindungi Kitab Pemanggil Mayat! Usahakan agar
jangan jatuh ke tangan orang-orang seperti
Dayang-dayang Dasar Neraka!"
Tirta cuma menganggukkan kepalanya. Se-
telah menghembuskan napas dia berkata, "Nek!
Aku belum tahu siapa kau adanya sementara kau
tahu siapa diriku! Sudikah kiranya kau mengata-
kan siapa dirimu yang sebenarnya?"
Si nenek kembali tergelak lalu berkata,
"Pantang bagiku untuk menyebutkan nama dan
julukan sebenarnya! Karena, itu menandakan aku
belum cukup dikenal! Tetapi cukup dikenal atau
tidak, untukmu, julukanku akan kusebutkan!
Orang-orang memangilku Hantu Caping Baja!"
"Julukannya benar-benar membawa bukti
dengan gerakan demi gerakan yang diperli-
hatkannya! Bahkan aku tidak tahu kalau sebe-
narnya orang ini tak jauh berada di dekatku," ka-ta Tirta dalam hati. Seraya
maju satu tindak dia
berkata, "Sebenarnya, apa yang hendak kau lakukan"!"
"Aku keluar dari Kawah Hidup, hanya ingin
menjaga Kitab Pamungkas yang kudengar akan
muncul di rimba persilatan ini! Bila Kitab Pa-
mungkas jatuh ke tangan orang yang berhak, tak
ada masalah bagiku! Tetapi, aku tak mengha-
rapkan kitab itu akan jatuh ke tangan orang sesat
semacam Dayang-dayang Dasar Neraka! Sebelum
kita berpisah, satu pesanku! Jaga Kitab Pemang-
gil Mayat agar jangan jatuh ke tangan orang lain, karena dari Kitab Pemanggil
Mayat-lah petunjuk
di mana Kitab Pamungkas berada! Di samping
itu... kau juga harus mempertahankan selembar
nyawamu! Karena aku yakin, orang-orang sera-
kah seperti Dayang-dayang Dasar Neraka akan
bermunculan dan memburumu!"
Habis kata-katanya, sosok Hantu Caping
Baja yang tadi berlutut mendadak sudah berdiri.
Dan sebelum Rajawali Emas berkata, sosok si ne-
nek berpakaian putih kusam itu telah lenyap dari
pandangan! Tirta menggeleng-gelengkan kepalanya
sambil menarik napas. "Luar biasa! Julukan
'hantu' untuknya sangat tepat! Gerakannya mirip
hantu belaka!"
Pemuda yang di lengan kanan dan kirinya
terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini
terdiam. Diperhatikannya kejauhan dengan sek-
sama. "Untuk memperjelas semua ini, sebenarnya aku harus menemui Guru, Raja
Lihai Langit Bu-mi! Kitab Pemanggil Mayat berada di tangannya!
Dan satu-satunya petunjuk di mana Kitab Pa-
mungkas berada, ada di lembaran terakhir Kitab
Pemanggil Mayat! Tetapi, bagaimana caranya aku
menemui Guru" Sangat sukar ditebak di mana
dia berada?"
Mendadak dirasakan dadanya begitu nyeri.
Baru disadarinya kalau dia terluka dalam akibat
gempuran dari Hantu Caping Baja tadi.
"Brengsek!" maki Tirta sambil duduk berlutut. "Tak seharusnya si nenek
menyerangku seperti ini hanya untuk mengujiku saja?"
Lalu diputuskan untuk segera bersemadi
memulihkan tenaga dalamnya. Namun baru saja
dia hendak rangkapkan kedua tangan di depan
dada, mendadak saja satu deruan angin ganas
melabrak ke arahnya!
*** Bab 3 RAJAWALI Emas terkesiap dan cepat berdiri. Serta-merta digerakkan kedua
tangannya untuk
memapak pukulan yang mengarah padanya.
Wuuttt! Terdengar dentuman menggelegar menyen-
tak tempat itu.
Di depan sana, dari mana tadi pukulan ge-
lap berasal, terdengar satu seruan tertahan. Lalu satu sosok tubuh tampak
bergerak lincah dengan
cara berjumpalitan di udara sebelum akhirnya
menjejak tanah dengan kaki dibuka agak lebar
berjarak dua tombak dari hadapan Tirta.
Sosok itu seorang gadis berparas jelita
mengenakan pakaian ringkas warna jingga. Di
pinggangnya yang ramping melilit sebuah tali
warna putih. Rambut gadis ini panjang tergerai
hingga punggung. Menghiasi hidung bangir, bibir
tipis yang basah, dan sepasang mata jernih, ter-
dapat sebuah tahi lalat kecil di atas bibir sebelah kanan.
Sepasang mata gadis ini terpentang lebih
lebar saat memandang ke arah Tirta diiringi sua-
ranya yang cukup keras, "Mana dia"!"
Tirta memandang dengan kening diker-
nyitkan pada gadis yang baru datang dan le-
paskan serangan ke arahnya tadi. Sejenak dia
terdiam tak mengerti siapa gerangan yang dimak-
sud si gadis. Belum lagi pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini membuka mulut, si gadis sudah kembali
membentak, "Cepat katakan! Jangan sampai kurobek
mulutmu!" Tirta yang kembali merasakan dadanya
bertambah sesak, ini juga diakibatkan benturan
yang terjadi barusan, berkata dengan pandangan
tajam, "Aku tak mengerti apa yang kau maksudkan"! Lebih tak mengerti lagi
mengapa kau lan-
carkan serangan kepadaku"!"
Si gadis menatap lekat-lekat pada Tirta.
Tak menghiraukan pertanyaan orang, gadis itu
sudah edarkan pandangan ke sekelilingnya. Da-
lam hati dia berkata, "Tak mungkin aku salah mendengar! Suaranya sangat kuhafal!
Pasti si nenek yang bercakap-cakap dengan pemuda ini tadi
adalah orang yang kucari! Pemuda keparat itu
pasti tahu ke mana dia pergi"!"
Memikir demikian, gadis berpakaian warna
jingga ini kembali arahkan pandangan pada Tirta.
"Aku tak punya waktu banyak! Lekas kata-
kan sebelum kuputuskan nyawamu!"
"Yang kutemui di sini hanya Hantu Caping
Baja belaka. Apakah gadis ini bermaksud menca-
rinya" Jangan-jangan, dia juga merupakan salah
seorang yang sedang memburu Kitab Pamungkas!
Dia mungkin belum mendengar kalau petunjuk di
mana adanya Kitab Pamungkas berada di tangan
Guru. Paling tidak, dia belum tahu keadaan yang
sebenarnya."
Habis membatin begitu, Tirta berkata, "Aku
belum jelas dengan pertanyaan yang kau maksud!
Bila kau mau bersikap santun sedikit, tentunya
urusan tak akan jadi tergesa-gesa semacam ini!"
Pandangan si gadis menyipit. Dadanya
yang membusung bergerak turun naik tanda dia
sangat gusar. Dengan suara lantang dia berkata,
"Bersikap santun terhadap orang seperti kau, hanyalah sebuah tindakan bodoh!
Mungkin... kau salah satu kaki-tangan si nenek keparat itu!"
"Makin tak kumengerti apa yang diinginkan
oleh gadis ini. Entah siapa dia sebenarnya. Meni-
lik sikapnya, dia benar-benar sanggup menerjang
lautan api sekalipun demi tujuannya!" kata Tirta dalam hati dan berkata,
"Mungkin... yang kau cari adalah si nenek berjuluk Hantu Caping Baja.
Mungkin pula...."
"Dialah orang yang kucari! Katakan, di ma-
na dia berada"!" putus si gadis dengan rahang dikertakkan.
Tirta terdiam sejenak Dalam hati dia berka-
ta, "Bisa jadi dugaanku benar. Kalau gadis ini ju-ga menghendaki Kitab
Pamungkas. Dan dia
hanya tahu satu petunjuk untuk saat ini. Hantu
Caping Baja. Hmm... kalau dia berani memburu
Hantu Caping Baja, bisa kupastikan kalau gadis
ini memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi biar lebih jelas, akan kupancing dia."
Memutuskan demikian, Tirta berkata, "Per-
jumpaanku dengan Hantu Caping Baja terjadi se-
cara tak sengaja. Sebelumnya aku tak mengenal
nenek itu. Terus terang, kalau memang dialah
orang yang kau cari, kau sangat salah alamat bila meminta petunjuk dariku. Lagi
pula...." "Diaaammm!" hardik si gadis keras. Kesa-barannya mulai putus. Seraya maju
selangkah dia berseru, Pemuda tak tahu diri! Jangan kau ki-
ra aku tidak tahu keadaanmu yang sebenarnya!
Kau sedang terluka dalam! Kendati aku pantang
memilih lawan yang terluka, tetapi karena keke-
ras kepalaanmu, kau akan merasakan akibatnya!"
"Hebat! Dia tahu kalau aku terluka dalam,"
desis Tirta dalam hati. "Hmm... bila saja gadis ini tidak seberingas sekarang,
sudah tentu kecanti-kannya akan membawa pesona yang sukar dite-
piskan." Sementara itu, kesabaran si gadis benar-
benar putus. Disangkanya keterdiaman Tirta ka-
rena sengaja tak mau menjawab. Dan ini mem-
buatnya makin mengkelap.
"Baik! Kau telah membuatku gelap mata!"
Habis bentakannya, si gadis sentakkan ke-
dua tangannya ke depan. Seketika mencelat awan
putih yang timbulkan hawa panas luar biasa ke
arah Tirta. Menyusul satu gelombang angin kuat
yang keluarkan suara gemuruh.
Kendati Tirta masih merasakan sakit pada
dadanya, namun dia tak mau dirinya dijadikan
sasaran serangan lawan. Saat itu pula kedua tan-
gannya diangkat dengan cara mendorong, le-
paskan jurus 'lima Kepakan Pemusnah Rajawali'!
Segera terdengar ledakan yang keras tatka-
la kedua pukulan itu berbenturan. Dan masing-
masing orang keluarkan pekikan tertahan. Sosok
Rajawali Emas tampak terhuyung-huyung ke be-
lakang dengan tubuh bergetar hebat. Dia berusa-
ha untuk tidak jatuh. Kendati masih dapat berdiri namun kedua kakinya goyah
bukan alang kepa-lang. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah
segar. Di seberang, sosok gadis berpakaian jingga itu juga mengalami hal yang
sama. Hanya be-danya, dia tetap berdiri tegak. Pandangannya ma-
kin menikam dingin saat memandang ke arah Tir-
ta. Dengan punggung tangan kirinya dia mengu-
sap darah yang keluar dari hidungnya.


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pantas kau berani menjual lagak! Dalam
keadaan terluka dalam pun kau masih memiliki
kehebatan! Huh! Karena kekeras kepalaanmu,
kau akan mendapat upah yang tak akan pernah
kau lupakan seumur hidupmu!"
"Tahan!" suara Tirta serak saat berucap. Si
gadis merandek dingin. "Rupanya kau sudah
memutuskan untuk mengatakan ke mana per-
ginya nenek keparat itu, hah"!"
Tirta menggelengkan kepalanya.
"Aku tak pernah mengerti dengan kemaua-
nmu! Sangat bijaksana bila kau mengatakan ada
urusan apa kau mencarinya!"
"Pemuda keras kepala! Urusan masing-
masing orang berbeda! Dan sudah tentu urusan
hanya diselesaikan oleh masing-masing!" sahut si gadis dengan seringaian lebar.
"Paling tidak... aku tahu apa yang akan ter-
jadi...." Seketika seringai si gadis lenyap. Menyusul
hardikannya yang keras,
"Kau pasti sudah tahu! Bahwa... nyawamu
akan putus hari ini juga!"
Habis hardikannya, mendadak si gadis
rangkapkan kedua tangan di depan dada. Sepa-
sang matanya lebar terpentang dengan bibir ber-
kemik-kemik entah berkata apa. Mendadak son-
tak terlihat satu keanehan. Tubuh si gadis berge-
tar dan dari ubun-ubun kepalanya mengepul
asap putih. Menyusul keluar asap putih dari se-
kujur tubuhnya.
"Celaka! Ilmu apa yang sedang diper-
siapkan gadis ini!" seru Tirta tertahan dalam hati.
"Dalam keadaan terluka dalam seperti ini, tak mungkin aku bisa menahan
serangannya. Apakah
harus kupergunakan Pedang Batu Bintang"
Atau... ilmu 'Matahari Rangkul Jagat' yang tadi
kukeluarkan untuk menahan gempuran Hantu
Caping Baja?"
Di seberang, kedua tangan si gadis yang
merangkap di depan dada mulai dikembangkan
ke samping kanan dan kiri.
"Ini peringatan terakhir! Bila kau tak mau
mengatakannya juga, maka nyawamu akan putus
hari ini!"
"Tunggu!" seru Tirta sambil mengangkat
tangan kanannya. Tatkala dilihatnya bibir si gadis tersenyum yang berpikir kalau
akhirnya Tirta menyerah, mendadak terdengar Tirta berkata,
"Aku telah katakan tadi, aku tidak tahu ke mana perginya Hantu Caping Baja! Dan
satu pintaku...
perkenalkan siapa dirimu sebenarnya"!"
"Bagus! Sebelum kau mati, ingatlah siapa
diriku! Namaku Ratna Sari! Julukanku Dewi
Awan Putih!"
"Ratna Sari.... Dewi Awan Putih... nama
dan julukan yang sangat bagus sekali. Tetapi
sayang... kau terlalu kejam...."
"Peduli setan! Kau yang terlalu memaksaku
berbuat seperti ini! Terimalah kematian!"
Habis kata-katanya, kedua tangan Dewi
Awan Putih yang tadi mengembang ke samping
kanan dan kiri, digerakkan menyatu ke depan!
Tidak sampai bertemu, namun suara yang keluar
begitu menggelegar keras.
Saat itu pula membujur lurus sinar putih
yang sangat terang lebih cepat dari luncuran anak panah!
Tirta yang sudah memutuskan untuk
mempergunakan Pedang Batu Bintang, urung
mencabut senjata pusakanya itu tatkala terden-
gar gumaman jelas di telinganya.
"Keadaanmu terlalu parah. Bahkan kau tak
akan memiliki kekuatan untuk mempergunakan
Pedang Batu Bintang. Lebih baik menyingkir...."
Kendati tak tahu siapa orang yang sua-
ranya terdengar di telinganya, Tirta menuruti apa yang dikatakan orang itu.
Serta-merta dia mencelat ke samping lalu bergulingan menjauh.
Sinar putih yang membujur tadi menghantam li-
ma buah pohon sekaligus yang pecah menjadi
serpihan dan menebarkan bau sangit menyesak-
kan! Menyusul membuncahnya tanah ke udara.
Sosok Rajawali Emas yang berguling ter-
pental sekejap ke atas lalu jatuh kembali dalam
keadaan terguling pula.
"Bila kau mau mendapatkan nasib sial...
bolehlah kau tetap berada di sini. Tetapi bila kau ingin selamat, lebih baik
segera menyingkir karena keadaanmu tak memungkinkan untuk meng-
hadapinya...." Lagi-lagi terdengar suara di telinga Rajawali Emas.
Segera Tirta berdiri dengan kedua mata
terbuka lebih lebar. Sulit baginya untuk menem-
bus hamburan tanah yang masih menutupi pan-
dangan. Tatkala didengarnya gemuruh angin dan
lesatan sinar putih ke arahnya, serta-merta Tirta melompat ke samping. Dan
segera dia berkelebat
meninggalkan tempat itu dengan hati yang sebe-
narnya masih diliputi rasa penasaran.
Sementara itu, tatkala hamburan tanah lu-
ruh kembali, terlihat sosok Dewi Awan Putih
mengkelap marah. Apalagi ketika tak dilihatnya
sosok pemuda yang diburunya tadi berada di sa-
na. Dengan kemarahan meluap, gadis ini hen-
takkan kaki kanannya ke tanah.'
Blaasss! Kaki kanannya hingga lutut amblas ke da-
lam tanah. Dengan geraman keras ditariknya ke-
luar hingga tanah itu berhamburan.
"Keparat! Ke mana perginya pemuda itu"
Dialah satu-satunya orang yang bisa memberi pe-
tunjuk bagiku untuk mengetahui di mana Hantu
Caping Baja berada! Jahanam betul! Kalaupun
tak kutemukan juga Hantu Caping Baja, akan
kucari pemuda keparat itu! Akan kupatah patah-
kan seluruh tulang dalam tubuhnya!"
Lalu dengan kegeraman yang kian meraja, si ga-
dis segera menghempos tubuh meninggalkan
tempat itu. Selang beberapa saat, di tempat itu telah
berdiri satu sosok tubuh yang agak membung-
kuk. Sosok seorang lelaki tua renta berpakaian
warna biru compang-camping ini menggeleng-
gelengkan kepalanya. Rambut, kumis, dan jeng-
gotnya yang putih bergerak-gerak saat kepalanya
digelengkan. Di tangan si kakek terdapat seba-
tang rotan yang panjangnya sepanjang lengan ka-
nan orang dewasa.
"Keadaan akan menjadi bertambah kacau.
Kitab Pamungkas akan muncul purnama menda-
tang. Bila dugaanku ini salah, berarti kian kacau keadaan di rimba
persilatan...."
Habis bergumam demikian, si kakek ini mulai
melangkah meninggalkan tempat itu.
*** Bab 4 Di sebuah tempat yang sangat jauh dari tempat di mana Rajawali Emas harus
menghadapi Dewi
Awan Putih, nampak hujan turun mendera bumi
dengan hebatnya. Gemuruh angin yang timbul
seperti lintang pukang menabrak pepohonan
hingga timbulkan suara berderak.
Tiga sosok tubuh tampak berkelebat cepat
seperti setan gentayangan. Gerakan ketiganya di
samping hendak menghindari derasnya hujan, ju-
ga nampak begitu tergesa sekali. Seperti ada ma-
salah yang mengganggu pikiran masing-masing
orang yang berkeinginan untuk segera ditun-
taskan. Memasuki sebuah hutan yang lebat, ketiga
sosok tubuh ini memperlambat kelebatannya. La-
lu menyelinap ke sebatang pohon. Kepala masing-
masing orang bergerak ke sana kemari, seolah
khawatir diikuti. Padahal, tak seorang pun yang
mengikuti ketiganya.
Saat guntur keras menyalak dan hamparan
kilat yang bertebaran, terlihat wajah ketiga orang itu yang ternyata gadis-gadis
jelita. Gadis yang berdiri dengan kedua kaki se-
dikit dipentangkan paling kiri, berparas jelita
dengan rambut lurus tergerai hingga punggung.
Matanya jernih dengan sorot tajam dan dingin.
Lekukan bibirnya sebenarnya bagus dan cukup
mengundang perhatian, bila saja dia tidak mera-
patkannya seperti itu. Gadis ini mengenakan ju-
bah panjang berwarna putih. Sementara di sebe-
lah kanannya, gadis yang mengenakan jubah
warna biru pekat pun tak kalah jelitanya. Wajah-
nya berbentuk bulat telur dengan hidung bangur.
Rambut panjangnya diikat, diberi pita yang ber-
warna sama dengan jubah yang dikenakannya Te-
tapi raut wajahnya dingin dan tak bersahabat.
Sementara yang berdiri paling kanan, berparas je-
lita pula mengenakan jubah warna hitam. Sosok-
nya lebih tinggi dari kedua gadis lainnya. Hidungnya mancung dengan pipi yang
agak merona me-
rah. Masing-masing gadis itu berkulit putih dan
mengenakan pakaian berwarna coklat dengan ce-
lana pangsi warna hitam.
Ketiga gadis itulah yang berjuluk Dayang-
dayang Dasar Neraka!
Dalam naungan hujan deras dan udara
dingin tak terkira, tak seorang pun dari ketiga gadis ini yang menggigil Itu
menandakan masing-
masing orang memiliki tenaga dalam yang tinggi
hingga dapat alirkan hawa panas dalam tubuh.
Gadis yang berjubah biru pekat berkata
sambil pandangi kedua temannya, "Dayang Kemilau dan Dayang Pandan! Cukup lama
kita berke- liaran di tempat ini, namun belum juga menda-
patkan berita yang berarti tentang Rajawali Emas.
Menurut Guru, pemuda itulah satu-satunya yang
mengetahui tentang keberadaan Kitab Pamung-
kas. Karena, dialah yang memiliki Kitab Pemang-
gil Mayat!"
Gadis berjubah hitam yang bernama
Dayang Kemilau menggeram. Dengan kertakkan
rahang dia berkata,
"Keyakinanku masih kuat, kalau pemuda yang
mengaku bernama Lolo Bodong adalah orang
yang sebenarnya kita cari!"
"Kau benar!" sahut gadis berjubah putih yang bernama Dayang Pandan. "Guru
mengatakan ciri-ciri orang yang kita cari! Dan yang kita temukan hanyalah pemuda
yang mengaku bernama Lolo Bodong! Seharusnya, kita paksa pe-
muda itu agar mengaku siapa dia sebenarnya!"
"Tetapi, dia memiliki kesaktian yang tinggi,"
sahut Dayang Harum. Lalu menyambung dengan
suara geram, "Biar bagaimanapun juga keadaannya, kita harus tetap mencari pemuda
itu! Ingat! Guru hanya memberi waktu empat puluh hari
bagi kita untuk menjalankan perintahnya!",
Masing-masing gadis itu mengunci mulut
mereka rapat-rapat dengan hati dibuncah berba-
gai perasaan. Sementara itu hujan bertambah de-
ras. Gemuruh petir dan sambaran kilat saling
sambung-menyambung dan berulangkali mene-
rangi tempat itu. Entah sudah kali berapa kea-
daan itu berlangsung.
Seperti pernah disinggung kehadiran
Dayang-dayang Dasar Neraka pada episode "Pendekar Bijaksana", ketiga gadis ini
sesungguhnya memang pernah bertemu dengan Rajawali Emas
yang saat itu sebenarnya keheranan mendapati
sikap ketiga gadis ini yang menginginkan kema-
tiannya. Dengan maksud untuk mengorek ke-
terangan lebih lanjut, pemuda dari Gunung Raja-
wali itu memutuskan untuk mengaku bernama
Lolo Bodong. Namun apa yang diinginkannya
gagal. Pertarungan sengit segera terjadi dan Ra-
jawali Emas memutuskan untuk meninggalkan
mereka. Dalam beberapa tarikan napas, ketiga ga-
dis itu masih dibungkam sepi. Sampai kemudian
Dayang Kemilau berkata, "Bila kita berada di tempat ini terus-menerus, kita tak
akan bisa menemukan jejak orang yang kita cari! Seberapa pun
jauh dan kendala yang kita hadapi, kita harus
membawa kabar gembira untuk Guru!"
Bukannya menyetujui atau menolak ajakan
itu, gadis berjubah biru pekat berkata, "Dayang Kemilau... tahukah kau tentang
istimewanya dari
Kitab Pamungkas?"
Sesaat Dayang Kemilau tak menjawab. La-
lu sambil pandangi gadis berambut panjang yang
diikat pita warna biru pekat itu, dia berkata, "Secara pasti aku tidak tahu.
Karena Guru memang
tidak pernah menceritakan tentang kehebatan Ki-
tab Pamungkas secara tuntas. Hanya yang kuke-
tahui... kalau Kitab Pamungkas merupakan kitab
lanjutan dari Kitab Pemanggil Mayat. Kitab Pe-
manggil Mayat pernah dipergunakan oleh Dewi
Karang Samudera untuk membangkitkan mayat
Iblis Kubur guna membalas sakit hatinya pada
Raja Lihai Langit Bumi. Dan menurut cerita
Guru, Kitab Pemanggil Mayat berhasil didapatkan


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh Rajawali Emas."
(Untuk mengetahui kisah itu secara lengkap, sila-
kan baca episode: "Iblis Kubur" hingga "Gerhana Gunung Siguntang").
"Lantas... di sisi mana letak kehebatan Ki-
tab Pamungkas, bila kudengar Kitab Pemanggil
Mayat sudah begitu mengerikan?" Kali ini Dayang Pandan yang ajukan tanya.
Dayang Kemilau menggelengkan kepala.
"Tadi kukatakan, aku tidak tahu. Hanya
bisa kutaksir, kalau Kitab Pamungkas lebih men-
gerikan dari Kitab, Pemanggil Mayat. Kita sama-
sama tahu kalau Guru mengatakan, petunjuk di
mana Kitab Pamungkas berada, ada di lembaran
terakhir Kitab Pemanggil Mayat. Dan kitab itu be-
rada di tangan Rajawali Emas...."
Kembali kesunyian meraja dan hati mas-
ing-masing gadis kembali pula dibuncah berbagai
perasaan. Di lain kejap, mendadak saja ketiga gadis
itu menegakkan kepala. Mereka saling pandang
sejenak sebelum akhirnya Dayang Kemilau ber-
kata, "Ada orang yang datang ke sini! Suara ke-
duanya cukup jelas terdengar!
Kita bersembunyi dulu untuk mengetahui siapa
mereka!" Mengikuti kata-kata Dayang Kemilau,
Dayang Pandan dan Dayang Harum segera men-
ganggukkan kepala. Kejap lain, ketiga gadis itu
sudah melompat ke balik ranggasan semak belu-
kar. *** Selang beberapa saat, nampak dua sosok
tubuh berkelebat ke tempat di mana Dayang-
dayang Dasar Neraka berada tadi. Dari mulut
yang seorang dan menandakan dia adalah seo-
rang perempuan, terdengar makian-makian keras,
"Ini salahmu! Perjalananku akan semakin pan-
jang untuk membunuh Rajawali Emas!"
Menyusul sahutan lain terdengar, agak pa-
rau, "Jangan membuatku gusar! Kita memang terlambat datang ke Bukit Watu Hatur!
Lantas, apa lagi yang digusarkan.
hah"!" "Keinginanku tetap membunuh Rajawali Emas!"sahutan si perempuan terdengar
lagi "Siapa sangka kalau akhirnya yang kulihat hanya
mayat Maut Tangan Satu, Maung Kumayang, De-
wi Kematian, Siluman Kawah Api dan Seruling
Haus Darah! Dasar kapiran! Ke mana perginya
Rajawali Emas"! Ini gara-gara kau, Buang Totang
Samudero!"
Sementara itu, di balik ranggasan semak
belukar, Dayang-dayang Dasar Neraka saling ber-
pandangan mendengar kata-kata kedua orang
yang kini berhenti di sebatang pohon yang tadi
mereka tempati.
Dari sela ranggasan semak belukar itu,
masing-masing gadis dapat melihat siapa kedua
orang yang datang dan nampak satu sama lain
sedang jengkel Mereka melihat perempuan yang memben-
tak-bentak gusar tadi tinggi semampai dengan
rambut hitam tergerai basah terkena air hujan.
Pakaian yang dikenakan perempuan itu berwarna
kuning cemerlang. Namun sayang, wajahnya tak
bisa dilukiskan. Karena, perempuan itu menge-
nakan topeng berwarna perak!
Sementara yang seorang lagi, yang berada
di sebelah kanan perempuan bertopeng perak
sungguh aneh. Dia Seorang lelaki tua berwajah
cekung dan hanya dibalut kulit ari yang tipis se-
dang duduk bersila. Tubuhnya agak membung-
kuk tanpa pakaian, kendati demikian kepalanya
tegak lurus pada langit. Sepasang matanya me-
merah dengan wajah dipenuhi keriput.-Kulitnya
hitam legam dengan kedua tangan bersedekap di
dada. Bibirnya dihiasi seringaian sementara ram-
butnya hitam memanjang
hingga mengenai tanah.
Menilik ciri yang melekat pada keduanya,
sudah bisa dipastikan kalau si perempuan adalah
Dewi Topeng Perak sementara si kakek aneh yang
selalu duduk bersila itu adalah Buang Totang
Samudero. Dewi Topeng Perak yang semula sama se-
kali tidak menyangka akan bertemu dengan
Buang Totang Samudero, akhirnya memutuskan
untuk bergabung dengan kakek yang selalu du-
duk bersila itu. Dengan tawaran tubuhnya,
Buang Totang Samudero akhirnya menerima se-
mua itu. Dewi Topeng Perak yang mempunyai den-
dam se-tinggi langit pada Rajawali Emas karena
pemuda itu pernah menggagalkan niatnya untuk
membunuh Mata Malaikat, harus menyumpah-
nyumpah setinggi langit. Karena begitu mereka
tiba di Bukit Watu Hatur, yang terlihat hanyalah
gelimangan mayat-mayat! Dan tak ada mayat Ra-
jawali Emas di sana!
Bukan main gusarnya Dewi Topeng Perak.
Kemarahannya segera ditumpahkan pada Buang
Totang Samudero yang dianggapnya sebagai
penghambat jalan menuju ke Bukit Watu Hatur.
Karena, si kakek selalu memaksanya untuk tidur
dengannya sementara Dewi Topeng Perak meno-
lak. Dengan hati dibuncah kemarahan tinggi, De-
wi Topeng Perak memutuskan untuk meninggal-
kan Bukit Watu Hatur. Dan di sepanjang jalan dia
selalu menyumpah-nyumpah pada Buang Totang
Samudero yang mengikuti namun kedua kakinya
tetap bersila! Sepasang mata si kakek bertambah meme-
rah garang. Rahangnya dikertakkan karena terus-
menerus harus mendengar makian Dewi Topeng
Perak. Lalu dengan menindih rasa gusarnya dia
berkata, "Jangan berlaku bodoh! Dan jangan co-ba-coba memancing kemarahanku!"
Dewi Topeng Perak mengalihkan pandan-
gannya. Dari balik topeng perak yang dikenakan-
nya, dapat dilihatnya bagaimana tatapan Buang
Totang Samudero begitu sengit. Diam-diam hati
perempuan berpakaian kuning cemerlang ini ke-
cut juga melihatnya. Dia tahu kesaktian yang di-
miliki oleh Buang Totang Samudero bukanlah
tandingannya. Kendati demikian, suaranya masih terden-
gar sengit, "Bila saja kau tak berlaku konyol, sudah bisa dipastikan aku akan
tiba tepat waktu di
Bukit Watu Hatur!"
"Tak usah menyesali keadaan! Akan kute-
bus semua yang telah kulakukan! Akan kubunuh
Rajawali Emas untukmu!" sahut Buang Totang
Samudero dengan pelipis bergerak-gerak.
Dewi Topeng Perak tak menyahut. Pandan-
gannya dialihkan ke kejauhan. Sesaat sunyi me-
raja. Di saat lain, tanpa alihkan pandangan pada
Buang Totang Samudero dia berkata, "Bila kau membuktikan kata-katamu itu, akan
lepas segala kejengkelan di hatiku!"
Buang Totang Samudero yang setiap kali
berkata-kata harus menengadah itu berkata ya-
kin, "Apa pun akan kulakukan untukmu, Sunar-
sasi! Asalkan kau ingat... imbalan yang akan kau
berikan kepadaku...."
"Jangan ucapkan kata-kata itu lagi!" hardik Dewi Topeng Perak sambil mengarahkan
pandangan pada Buang Totang Samudero, "Bukankah
semua sudah kukatakan"! Tetapi, kau hanya bisa
berucap belaka tanpa ada hasil yang terlihat!"
"Kau akan melihatnya kelak!"
Kembali Dewi Topeng Perak arahkan pan-
dangan ke tempat yang diinginkannya tanpa tahu
harus melihat apa. Diam-diam perempuan berpa-
kaian kuning cemerlang ini membatin, "Manusia keparat satu ini suatu saat harus
diajar adat! Karena semua ulahnyalah aku jadi terlambat tiba di
Bukit Watu Hatur! Tetapi, biarlah kulupakan per-
soalan ini! Karena, aku tetap mengharapkan ban-
tuannya untuk membunuh Rajawali Emas! Belum
puas rasa hatiku sebelum semuanya ini berak-
hir!" Lalu kembali dia palingkan kepala pada Buang Totang Samudero yang sedang
menggeram, "Kupegang setiap kata-kata yang kau
ucapkan! Dan aku tak mau kau gagal menjalan-
kan semua yang kuinginkan!"
"Kau akan mendapat bukti!"
"Diucapan, mungkin aku sudah menda-
patkan bukti! Tetapi, kenyataannya belum sama
sekali!" "Akan kubunuh Rajawali Emas untukmu!"
seru Buang Totang Samudero keras.
Sebelum Dewi Topeng Perak menyahuti ka-
ta-kata Buang Totang Samudero, terdengar satu
suara cukup keras, mengalahkan gemuruh air
hujan. "Dan sebelum kalian membunuh Rajawali Emas, kalian harus berhadapan dulu
dengan Dayang-dayang Dasar Neraka!"
*** Bab 5 SERENTAK masing-masing orang arahkan pan-
dangan pada tiga bayangan yang berkelebat dari
balik semak belukar di sebelah kanan. Tiga orang
gadis yang mengenakan jubah bersulaman warna
sudah berdiri berjajar dengan pandangan tak ber-
kedip. "Siapa kalian"!" membentak Dewi Topeng Perak setelah memperhatikan ketiga
gadis itu sesaat. Dayang Kemilau berkata dingin, "Tadi sudah kukatakan, kami
adalah Dayang-dayang Da-
sar Neraka! Sekarang, sebutkan nama dan jangan
membuang waktu!"
"Dayang-dayang Dasar Neraka" Baru kali
ini kudengar julukan itu" Menilik sikap mereka,
nampaknya mereka tengah gusar" Apakah... Ja-
hanam! Sudah tentu mereka sejak tadi berada di
sini dan mendengar percakapanku dengan kakek
keparat ini! Hmmm... bila aku dan Buang Totang
Samudero tidak tahu kehadiran ketiganya di sini,
bisa dipastikan kalau ketiganya bukan orang
sembarangan," kata Dewi Topeng Perak dalam ha-
ti. Seraya maju satu tindak dia berkata, "Ka-
lian telah memperkenalkan diri! Baik! Orang-
orang menjulukiku Dewi Topeng Perak! Dan te-
manku yang selalu duduk bersila ini bernama
Buang Totang Samudero! Sekarang bila sudah
memperkenalkan diri, mengapa masih berada di
sini"! Apakah ada urusan yang harus diselesai-
kan"!" "Kami tak akan muncul bila tak ada urusan!" sahut Dayang Kemilau tak
kalah dinginnya.
"Jadi... jangan coba-coba asal berucap bila ingin selamat!"
"Keparat! Ucapan gadis berjubah hitam ini
sungguh menyakitkan gendang telinga! Rasanya
ingin kurobek mulutnya sekarang! Tetapi, aku ju-
ga ingin tahu persoalan apa yang dibawa oleh ke-
tiga gadis yang mengaku berjuluk Dayang-dayang
Dasar Neraka!"
Habis membatin demikian, perempuan ber-
topeng perak ini berkata, "Aku tak mau buka urusan sebenarnya! Tetapi
kelancangan kalian
sudah cukup memancing kemarahan! Hanya saja,
aku ingin tahu apa maksud kemunculan kalian di
hadapanku!"
Dayang Kemilau sipitkan kedua matanya
sementara Dayang Pandan dan Dayang Harum
bersiaga penuh dengan pandangan tak berkedip
dan kedua kaki dipentangkan.
"Siapa pun yang hendak membunuh Raja-
wali Emas, harus melangkahi mayat kami terlebih
dulu!" "Benar dugaanku, kalau mereka telah mendengar percakapanku dengan Buang
Totang Samudero," batin Dewi Topeng Perak. Lalu dengan seringaian lebar dilanjutkan
kata, "Urusan apa yang sebenarnya kalian bawa hingga begitu
marah mendengar kami hendak membunuh Ra-
jawali Emas"!"
'Tak usah banyak tanya dan jangan berla-
ku bodoh! Jawab pertanyaanku!" bentak Dayang Kemilau keras.
"Katakan, di mana Rajawali Emas berada"!"
"Kau bersama kedua temanmu itu ten-
tunya telah mendengar percakapanku tadi! Ten-
tunya pula kalian tahu kalau aku tidak tahu di
mana Rajawali Emas berada!"
"Jangan dusta!"
"Jahanam betul! Aku benar-benar sudah
tak kuasa untuk tidak segera merobek-robek mu-
lutnya! Tetapi, aku ingin tahu dulu ada urusan
apa ketiga gadis ini dengan Rajawali Emas!" Sambil menindih amarah yang
menggayuti dadanya,
Dewi Topeng Perak berkata, "Yang kukatakan benar adanya! Aku dan kawanku ini
kehilangan je- jak pemuda keparat itu! Dan kalian nampaknya
benar-benar gusar pada Rajawali Emas!"
"Ada urusan apa hingga kalian ingin mem-
bunuhnya?" bentak Dayang Kemilau lagi.
"Tak perlu bertanya seperti itu! Kalian saja yang mengatakan ada urusan apa
sebenarnya"!"
Dayang Kemilau kepalkan tinju kanannya
mendengar sahutan perempuan bertopeng perak.
Kedua pelipisnya bergerak-gerak tanda kemara-
han mulai naik. Tak seorang pun akan diizinkan-


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya mendahului untuk membunuh Rajawali
Emas sebelum pemuda itu menyerahkan Kitab
Pemanggil Mayat pada mereka. Dan mengatakan
urusan apa yang sedang mereka hadapi, sudah
tentu tak akan pernah dilakukannya!
Dengan pandangan makin disipitkan dia
berkata lebih geram, "Rupanya kau ingin ber-
main-main dengan Dayang-dayang Dasar Nera-
ka!" Dewi Topeng Perak menyahut tak kalah
dingin, "Dan kalian pun nampaknya bersikap pu-la seperti itu! Di udara dingin
seperti ini, sudah tentu sangat baik untuk memanaskan tubuh!
Mengapa tidak segera dimulai"!"
Hampir saja Dayang Kemilau menerjang ke
depan bila tidak dirasakan tangan Dayang Pan-
dan menangkap tangan kanannya. Segera dito-
lehkan pandangannya pada Dayang Pandan yang
sedang berkata, "Kami tak ingin membuka silang sengketa! Karena urusan kami
dengan Rajawali
Emas! Baiknya, kuharap kau dan temanmu itu
juga mengambil sikap yang sama!"
"Gadis berjubah biru pekat ini rupanya
masih bisa kendalikan diri kendati aku juga me-
nangkap kemarahan dalam suaranya. Hmmm...
karena dia bersikap seperti itu, tak ada salahnya aku juga mengambil sikap yang
sama dengannya."
Habis memikir demikian, Dewi Topeng Pe-
rak berkata, "Usul yang baik sekali! Lantas... apa lagi yang harus
dipersoalkan?"
"Baiknya, kau katakan mengapa kau dan
temanmu menginginkan nyawa Rajawali Emas!"
"Dan baiknya pula, kau katakan terlebih
dulu urusanmu dengan Rajawali Emas!" balik
Dewi Topeng Perak dengan sunggingkan serin-
gaian. Membesi wajah Dayang Pandan mendengar
kata-kata orang. Tetapi ditahan kemarahan yang
menggelegak di dadanya. Lalu dengan suara dite-
kan dia berucap, "Pemuda dari Gunung Rajawali itu telah ditakdirkan untuk mati
di tangan Dayang-dayang Dasar Neraka! Hingga terlalu lan-
cang bila ada orang yang mendahului mencabut
nyawanya!"
"Cerdik! Dia berkata begitu dengan kata
lain untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.
Baiknya kuikuti saja apa yang dilakukannya," ka-ta Dewi Topeng Perak didalam
hati. Lalu masih
dengan menyeringai dia berkata, "Urusanku pun ingin mencabut nyawa Rajawali
Emas! Tetapi berlainan dengan keinginan kalian! Aku tak terlalu
berambisi untuk menahan orang lain membunuh-
nya, karena melihatnya mati aku sudah puas!"
"Keparat betul! Dia tahu apa maksudku!"
maki Dayang Pandan dalam hati. "Rasanya... ini tak bisa dibuat main-main! Hmm...
aku memikir-kan sesuatu...."
Mengikuti jalan pikirannya, Dayang Pan-
dan berkata, "Bila memang demikian adanya, kita tak perlu memperpanjang urusan!
Masing-masing orang tetap memburu Rajawali Emas!"
"Bagus! Bagaimana bila aku dan kawanku
yang mendahului membunuhnya?"
Di bibir Dayang Pandan tersungging se-
nyuman aneh. "Kita lihat nanti!"
Habis kata-katanya, sosok gadis berjubah
putih itu sudah berkelebat meninggalkan tempat
itu. Dayang Kemilau nampak tidak puas den-
gan hasil percakapan barusan. Dia sudah tak sa-
bar untuk menurunkan tangan pada perempuan
"berpakaian kuning cemerlang di hadapannya. Tetapi karena Dayang Harum juga
sudah berkelebat
meninggalkan tempat itu, mau tak mau Dayang
Kemilau pun menyusul setelah melempar tatapan
gusar pada Dewi Topeng Perak yang cuma menye-
ringai. Sepeninggal Dayang-dayang Dasar Neraka,
Dewi Topeng Perak berkata pada Buang Totang
Samudero yang sejak tadi berdiam diri namun
pandangannya tak berkedip memperhatikan keti-
ga gadis itu satu persatu, "Bagaimana menurut-mu?" Buang Totang Samudero
menjawab tanpa mengarahkan pandangan pada Dewi Topeng Pe-
rak, "Seumur hidupku... baru kali ini kulihat wajah-wajah jelita di
hadapanku...."
Dewi Topeng Perak mendengus. Dan den-
gusannya lebih keras terdengar tatkala mendapati
kata-kata Buang Totang Samudero yang sudah
menengadah menatapnya, "Jangan gusar! Di ma-
taku kau tetap yang paling cantik, Sunarsasi!
Kendati kau terus menutupi wajahmu dengan to-
peng perak yang kau pergunakan, tetap saja ter-
bayang bagaimana rupawannya wajahmu dua pu-
luh lima tahun yang lalu...."
"Keparat! Dia sudah mulai lagi! Tak sedikit
pun aku cemburu padanya! Benar-benar jaha-
nam!" maki Dewi Topeng Perak dalam hati. Lalu dengan menekan kedongkolannya dia
berkata, "Aku tak mau membuang waktu! Di mana pun
Rajawali Emas berada, aku tidak peduli! Dan aku
tak mau Dayang-dayang Dasar Neraka mendahu-
luiku untuk membunuh Rajawali Emas!"
"Lalu apa yang hendak kau lakukan?"
"Keparat bodoh!" maki Dewi Topeng Perak karena menangkap nada ejekan dalam
pertanyaan Buang Totang Samudero. Dengan kegera-
man yang kian menjadi dia berkata sengit, "Tak peduli hujan badai sekalipun, aku
akan tetap mencari Rajawali Emas! Terserah bagaimana den-
gan kau sendiri"!"
Buang Totang Samudero menyeringai dan
itu semakin membuat wajahnya nampak menge-
rikan. "Aku sudah mengatakan janjiku, bahkan boleh dikatakan aku telah bersumpah
untuk membunuh Rajawali Emas demi kepuasanmu! Te-
tapi yang perlu kau ingat... kau harus juga me-
muasiku dengan tubuh molekmu, Sunarsasi!"
Belum habis kata-kata itu, kendati masih sempat
mendengarnya, Dewi Topeng Perak sudah mem-
balikkan tubuh dan melangkah mendahului den-
gan dengusan dalam.
Buang Totang Samudero tertawa keras
tatkala melihat pinggul besar perempuan berpa-
kaian kuning cemerlang itu yang bergerak saat
melangkah menerobos hujan.
"Biar bagaimanapun juga tak lama lagi kau
akan menjadi budak birahiku, Sunarsasi!"
Habis seruannya terdengar yang menga-
lahkan derasnya gemuruh hujan, tetap dalam
keadaan duduk bersila dan kedua tangan berse-
dekap, sosok ganjil si kakek melompat. Sekali dia melompat, satu tombak
terlampaui. Dan begitu
kedua kakinya yang terlipat mengenai
tanah, seperti membal tubuhnya telah melompat
kembali tetap dengan kedua tangan bersedekap di
depan dada. *** Dua tarikan napas setelah Dewi Topeng Pe-
rak dan Buang Totang Samudero meninggalkan
tempat itu, berkelebat tiga sosok bayangan berju-
bah yang tak lain Dayang-dayang Dasar Neraka.
Dayang Kemilau berkata sambil palingkan
kepala pada Dayang Pandan, "Gagasanmu untuk
bersembunyi lebih dulu dan kemudian mengikuti
kedua manusia itu sungguh tepat sekali! Dengan
kata lain, kita tak perlu bersusah payah melacak
jejak Rajawali Emas! Mudah-mudahan kedua
orang itu berhasil menemukannya!"
Rupanya, pikiran yang ada di benak
Dayang Pandan adalah bersembunyi lebih dulu,
kemudian muncul lagi mengikuti Dewi Topeng Pe-
rak dan Buang Totang Samudero.
"Kendati keyakinanku tetap mengarah pa-
da pemuda yang mengaku bernama Lolo Bodong
adalah Rajawali Emas, memang tak ada salahnya
mengikuti kedua orang itu!" sahut Dayang Pandan dengan senyuman bertengger di
bibir. Dayang Harum berkata, "Lantas... apa lagi
yang kita tunggu sekarang?"
"Biarkan mereka agak menjauh dulu!" sa-
hut Dayang Pandan menahan. "Karena, aku tak
mau mereka mengetahui kita buntuti atau memi-
liki gagasan yang sama seperti yang kita lakukan
sekarang ini."
Masing-masing gadis tak ada yang membuka mu-
lut. Mereka membiarkan hujan menerpa tubuh
hingga pakaian coklat yang mereka kenakan su-
dah lekat pada tubuh dan menampakkan lekuk
tubuh yang sangat sempurna.
Di lain kejap, Dayang Pandan berkata, "Se-
karang!" Saat itu pula ketiga gadis berjubah berlai-
nan warna ini segera berkelebat ke arah perginya
Dewi Topeng Perak dan Buang Totang Samudero!
*** Bab 6 PEMUDA dari Gunung Rajawali itu menghentikan larinya di sebuah danau kecil
sambil tekap dadanya yang terasa nyeri. Saat itu senja mulai
memayungi dunia. Berada di tepi danau itu, uda-
ra begitu sejuk layaknya pagi hari. Sekali-sekali terlihat air danau itu beriak
terkena hembusan
angin. Setelah pandangi keadaan sekelilingnya
beberapa saat dan diyakininya Dewi Awan Putih
tak mengejarnya, mulailah pemuda dari Gunung
Rajawali ini duduk bersila. Perlahan-lahan kedua
tangannya dirangkapkan di depan dada. Ditarik-
nya napas lamat-lamat sebelum kedua matanya
dipejamkan tanda dia hendak mulai bersemadi.
Tubuhnya yang semula tenang dengan ta-
rikan napas yang semakin lama bertambah tera-
tur, mendadak bergetar. Semakin lama getaran-
nya semakin cepat. Dari sudut-sudut bibirnya
mengalir darah. Di lain kejap, mulutnya terbuka
dan seperti disentak, menghambur darah hitam
yang kental. Kendati demikian, kedua matanya te-
tap terpejam rapat.
Selang beberapa saat, terlihat getaran tu-
buhnya tidak lagi sekencang tadi dan berangsur
tenang seperti saat dimulainya bersemadi. Satu
tarikan napas berikut, perlahan-lahan pemuda
yang di lengan kanan dan kirinya terdapat raja-
han burung rajawali keemasan ini membuka ke-
dua matanya, bersamaan dengan rangkapan tan-
gan di depan dada diturunkan.
Ditariknya udara segar dalam-dalam hing-
ga memenuhi seluruh rongga paru-parunya.
"Benar-benar urusan jadi kapiran...," desisnya kemudian. "Pertama-tama muncul
Hantu Caping Baja yang langsung menyerangku dan
ternyata hanya bermaksud menguji kepandaian-
ku. Dari mulut Hantu Caping Baja, jelas perkara
yang harus kutangani sangat panjang. Menyusul
kemunculan gadis yang mengaku berjuluk Dewi
Awan Putih. Dari sikap si gadis yang begitu ber-
nafsu memburu Hantu Caping Baja, nampaknya
gadis itu juga menginginkan Kitab Pamungkas.
Mungkin, petunjuk yang didapatnya hanyalah da-
ri Hantu Caping Baja. Karena bisa jadi nenek
aneh yang menyerangku dengan hebat itu, secara
tak sengaja kelepasan bicara tentang Kitab Pa-
mungkas. Ah, kepalaku jadi pusing sekarang...."
Sejenak Tirta terdiam. Lalu terdengar gu-
mamannya, "Apakah saat ini Bwana yang mem-
bawa Wulung Seta dan Sri Kunting sudah berte-
mu dengan Raja Lihai Langit Bumi" Tatkala aku
bertemu dengan Guru, Guru mengatakan dia
yang akan menemui Bwana. Hmm... kalau begitu
yang terbaik kulakukan saat ini, adalah mencari
Guru. Sembari meminta petunjuk lebih lengkap
darinya, juga mencari tahu tentang Kitab Pa-
mungkas yang keberadaannya tertera di lembaran
terakhir Kitab Pemanggil Mayat. Namun seingatku
tatkala aku membuka Kitab Pemanggil Mayat, tak
kudapati keterangan tentang Kitab Pamungkas.
Apakah ada yang salah dalam hal ini?"
Kembali Rajawali Emas terdiam. Diperas
ingatannya saat dia membaca Kitab Pemanggil
Mayat. Namun ingatan yang ditujunya tak pernah
sampai. Dihembuskan napasnya perlahan. Lamat-
lamat dia bangkit tatkala perutnya mulai dirasa-
kan lapar. Diangkat kepalanya untuk melihat ke
atas. Kendati di sana banyak tumbuh pohon
manggis hutan, namun tak satu pun buahnya
yang nampak. Karena gagal untuk mengisi perut dengan
buah-buahan, Rajawali Emas memutuskan untuk
berburu. Masih berada di sekitar danau yang jer-
nih dan airnya memantulkan sinar senja mataha-
ri, Tirta akhirnya melihat seekor kelinci gemuk
yang sedang berlari menjauh darinya.
Segera dipungutnya sebuah kerikil
"Maafkan aku, Kelinci gemuk. Terpaksa
aku harus memburumu!" desisnya sambil melem-
par kerikil yang dipungutnya.
Bersamaan dengan kerikil itu melesat pada


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sasarannya, mendadak terdengar suara cukup
keras, Clataaarrr!
Suara yang keras itu cukup mengejutkan.
Sigap Tirta memasang kedua matanya dan meli-
hat kerikil yang dilemparkannya tadi pecah di
tengah jalan sementara kelinci gemuk itu berhenti sejenak lalu masuk ke balik
semak dan menghi-
lang dari pandangan. Menyusul terdengar suara
cukup nyaring, "Tidak tahu adat! Kelinci itu sudah menjadi hak milikku!"
Bersamaan dengan itu, satu sosok tubuh
sudah muncul di sana dengan wajah masam. So-
sok yang ternyata seorang gadis ini hendak mem-
buka mulut lontarkan kejengkelan. Namun urung
dilakukannya. Yang terlihat kemudian justru wa-
jah gadis itu yang melengak. Kedua matanya ter-
pentang lebih lebar tak percaya melihat siapa
yang berdiri di hadapannya.
"Oh! Kau... ?" hanya itu desisan yang keluar dari mulut si gadis.
Tirta sendiri yang tadi terkejut melihat ke-
munculan si gadis, terburu-buru tersenyum dan
berkata, "Tak kusangka kalau kita bertemu di si-ni. Bagaimana kabarmu, Ayu
Wulan?" Si gadis yang memiliki wajah berbentuk
bulat telur dengan dagu agak menjuntai, nampak
agak kikuk. Hidungnya mancung dengan bibir ti-
pis yang memerah indah. Sepasang alisnya hitam,
dihiasi dengan bulu mata lentik. Rambutnya pan-
jang hingga ke bahu, dibiarkan tergerai begitu sa-ja. Pakaian putih bersih yang
dikenakannya, di-
hiasi sulaman bunga mawar di bagian kanan. Se-
pasang matanya seakan masih tak percaya den-
gan orang yang dilihatnya. Di tangan kanan gadis
itu terpegang sebuah cambuk. Cambuk itulah
yang tadi menggagalkan kerikil yang dilempar Tir-
ta pada sasarannya.
"Apa... apa kabarmu, Kang Tirta?"
Tirta tertawa dan berkata dalam hati,
"Sungguh tak kusangka kalau akan bertemu
kembali dengan murid Manusia Pemarah ini. Ah,
beberapa bulan tak berjumpa, dia nampak sema-
kin jelita dan bersahaja."
Lalu katanya, "Seperti yang kau lihat. Te-
tapi cukup aneh sebenarnya. Mengapa kau sam-
pai berada di sini?"
Si gadis yang memang Ayu Wulan adanya,
murid Manusia Pemarah yang dikenal Tirta tatka-
la Iblis Kubur mengamuk, tak segera menjawab.
Kalau tadi kedua matanya memandang penuh ke-
terkejutan karena tak menyangka akan bertemu
dengan pemuda yang diam-diam pernah dan ma-
sih dicintainya itu, kali ini kedua matanya seolah meredup dan bermunculanlah
binar-binar cintanya yang dalam.
Tirta bukannya tidak tahu kalau sesung-
guhnya gadis ini mencintainya. Tetapi, dia merasa belum waktunya untuk
melibatkan diri dari urusan asmara. Kendati demikian, dia tak bisa me-
mungkiri betapa gembiranya dia bisa bertemu
kembali dengan Ayu Wulan.
"Mengapa kau jadi membisu" Adakah kata-
kataku yang salah?" tanya Tirta kemudian.
Buru-buru murid Manusia Pemarah ini
mengubah mimik wajahnya. Sambil melilitkan
kembali cambuknya ke pinggangnya yang ramp-
ing dia berkata, "Mungkin hanya kebetulan saja aku berada di sini dan bertemu
denganmu." Lalu seraya menghela napas masygul, gadis ini melan-
jutkan dalam hati, "Sudah tentu aku tak bisa mengatakannya kalau aku
sesungguhnya merin-dukanmu, Kang Tirta. Semenjak Guru menyu-
ruhku kembali sementara dia bersama Bidadari
Hati Kejam berangkat bersamamu untuk me-
nanggulangi Hantu Seribu Tangan, hatiku pun di-
rejam kerinduan dalam Bukan karena aku tak be-
tah di tempat asal, melainkan karena wajahmu
kian terbayang."
Tirta tersenyum. "Sungguh kebetulan yang
sangat menyenangkan. O ya, bagaimana kabar
Kakek Manusia Pemarah?"
"Semenjak dia pergi bersamamu dan Nenek
Bidadari Hati Kejam, sampai hari ini aku tidak
tahu di mana Guru berada. Karena dia belum
kembali." Tirta teringat kalau akhirnya Manusia Pe-
marah dapat menaklukkan hati Bidadari Hati Ke-
jam. "Mungkin saat ini dia tengah bersama-
sama guruku! Wah! Pasti asyik tuh!"
Ayu Wulan kembali arahkan pandangan
pada pemuda yang dicintainya.
"Melihat keadaanmu, kau nampaknya baru
saja menyembuhkan diri dari luka dalam yang
kau derita. Bolehkah kuketahui apakah sebab-
nya?" "Hmm... aku tahu kalau gadis ini memiliki ilmu yang cukup tinggi. Tetapi,
aku tak mau melibatkan dirinya lagi dalam urusan ini."
Memutuskan demikian, Tirta berkata, "Ti-
dak apa-apa. Hanya luka kecil saja."
Ayu Wulan tahu kalau luka yang dialami
pemuda berpakaian keemasan ini bukanlah luka
ringan. Tetapi karena Tirta sudah berkata demi-
kian, dia pun tak enak untuk bertanya lebih lan-
jut. Makanya dia berkata,
"Kau masih tetap seperti yang pertama kali
kutemui, Kang Tirta. Terkadang kau begitu terbu-
ka dan terkadang kau begitu tertutup."
Tirta tersenyum. "Kulakukan seperti yang
kau katakan tadi, karena memang ada hal-hal
penting yang harus kukatakan. Tetapi, ada juga
yang tak perlu dikatakan."
Sebagai jawaban, Ayu Wulan cuma terse-
nyum. Tirta berkata lagi, "Kuharap kau mengerti, bukan" Sekarang, apakah kau
tidak bermaksud
melanjutkan perja...."
Kata-kata Rajawali Emas terputus tatkala
terdengar satu suara cukup keras, "Kau tak mau mengatakan yang sebenarnya,
dikarenakan kau
ngeri dengan kehadiran kami ataukah kau me-
mang berlaku sok setia"!'
*** Serentak kedua remaja itu palingkan pan-
dangan ke kanan. Dan masing-masing orang me-
lihat tiga sosok tubuh mengenakan jubah berlai-
nan warna telah berdiri di hadapan mereka.
"Dayang-dayang Dasar Neraka...," desis Tirta da-
lam hati. "Berabe bila sampai bentrok! Kesaktian ketiga gadis ini sama rata!
Yang kucemaskan bila
Ayu Wulan mereka jadikan sebagai sasaran!"
Ketiga gadis yang berdiri berjarak lima
langkah dari hadapan Tirta dan Ayu Wulan, me-
mang Dayang-dayang Dasar Neraka. Mereka ter-
nyata gagal menjalankan gagasan Dayang Pan-
dan, karena Dewi Topeng Perak dan Buang To-
tang Samudero, orang-orang yang mereka kejar,
mendadak sontak lenyap entah ke mana. Kendati
demikian, ketiga gadis itu tak puas begitu saja.
Mereka masih berusaha mencari. Tetapi setelah
gagal menemukan, mereka memutuskan untuk
berlalu. Yang tak mereka sangka, kalau mereka
akan bertemu lagi dengan pemuda yang mengaku
bernama Lolo Bodong!
Tirta nyengir seraya berkata, "Apakah ke-
Pendekar Mata Keranjang 19 Dewa Arak 40 Gerombolan Singa Gurun Ratu Intan Kumala 2
^