Pencarian

Dayang Dayang Dasar Neraka 2

Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka Bagian 2


munculan kalian ke sini tetap mencari Rajawali
Emas, atau hendak membuktikan kebenaran
udelku yang bodong?"
Dayang Kemilau yang pernah dipecundangi
Tirta yang saat itu mengaku bernama Lolo Bo-
dong, maju selangkah sambil kertakkan rahang
yang cukup keras terdengar. Sepasang matanya
menyipit saat berkata, "Sekarang bukan wak-
tunya untuk bermain-main! Katakan, siapa kau
sesungguhnya"!"
Tirta mengangkat kedua bahunya. Lalu
sambil palingkan kepala pada Ayu Wulan yang
memandang ketiga gadis itu tanpa kedip dia ber-
kata, "Gadis-gadis ini sungguh aneh! Mereka tak
percaya kalau namaku Lolo Bodong" Apakah ha-
rus kuhadirkan para saksi kalau namaku me-
mang Lolo Bodong"! Huh! Mereka juga tidak mau
tatkala hendak kuperlihatkan kalau udelku me-
mang bodong! Dasar tidak punya otak!"
"Jangan sembarang berucap!" hardik
Dayang Kemilau keras. Tubuhnya bergetar tanda
kemarahan mulai melanda dirinya. "Kendati aku tak mempercayai ucapanmu, tetapi
tak salah bila kutanyakan sesuatu padamu"!"
Tirta alihkan pandangan lagi ke depan.
"Tentang Rajawali Emas" Wah! Kalian penasaran
sekali" Kalau kau hendak bertanya di mana Ra-
jawali Emas berada, maafkan aku, karena aku tak
bisa menjawab pertanyaan!"
"Karena... kaulah si Rajawali Emas sebe-
narnya!" sambar Dayang Harum dengan tangan
dikepalkan. Ayu Wulan yang mulai mengerti apa yang
dimainkan Rajawali Emas berkata dengan kening
dikernyitkan, "Kang Lolo... mengapa mereka me-nyangkamu Rajawali Emas" Apakah
pendekar itu sangat mirip wajahnya denganmu?"
"Wah! Sudah tentu tidak!" sahut Tirta tertawa. "Mana sudi wajahku disamakan
dengan pemuda itu! Kalaupun memang mirip, pasti aku
lebih tampan darinya, kan"!"
"Sudah tentu kau lebih tampan, bahkan
dari seorang pangeran sekalipun! Ayolah! Kita tak usah perpanjang ucapan lagi!
Bukankah tadi kau
mengatakan hendak melepas rindu padaku, Kang
Lolo?" Kali ini Tirta benar-benar ngakak sejadi-jadinya. Dia sama sekali tak
menyangka kalau
Ayu Wulan pandai pula mengubah sikap. Ma-
kanya dia berkata, "Apakah kita bisa tenang bercumbu rayu sementara ketiga gadis
ini berada di sini" Wah! Sudah tentu tidak!"
Lalu sambil tolehkan kepala pada Dayang-
dayang Dasar Neraka yang sama-sama mengem-
bungkan rahang, dengan mimik lucu Tirta berka-
ta, "Aku yakin kalian tidak pernah bercumbu
rayu! Tetapi maaf ya, sudah tentu aku tidak mau
kalian intip!"
"Jahanam!" maki Dayang Harum keras.
Gadis berjubah biru pekat ini hampir saja le-
paskan pukulan bila tangannya tak dipegang oleh
Dayang Kemilau.
Sementara itu, dengan santainya Tirta
menggandeng pundak Ayu Wulan. Dan sambil
tertawa-tawa disertai pembicaraan ngalor ngidul
keduanya melangkah meninggalkan tempat itu.
Tak seorang pun dari ketiga gadis yang
mengenakan jubah berlainan warna yang menge-
jar. Wajah masing-masing orang dibaluri kejeng-
kelan yang dalam.
"Jahanam!" memaki Dayang Harimi. "Aku tetap berkeyakinan kalau pemuda itulah si
Rajawali Emas adanya!"
"Begitu pula denganku!" sahut Dayang Kemilau dengan kepala terangguk keras.
"Kalau memang masing-masing orang
menduga pemuda itulah yang kita cari, mengapa
kita tak segera menurunkan tangan?" seru
Dayang Pandan tak puas. "Apakah kalian ingin pemuda keparat itu menertawakan
kita"!"
Kata-kata Dayang Pandan membuat
Dayang Kemilau dan Dayang Harum saling ber-
pandangan. "Sudah tentu tidak!"
"Lalu mengapa kita hanya berdiam?" sahut Dayang Pandan tidak puas.
Dayang Kemilau berkata, "Bila pemuda itu
sedang memainkan peranannya, kita juga harus
memainkan peranan kita."
Dayang Pandan memandang tajam. "Apa
maksud mu?"
"Kalau selama ini kita berkeinginan untuk
memperjelas segala dugaan tentang pemuda yang
mengaku bernama Lolo Bodong, kali ini kita
ubah! Tetap mempercayainya sementara satu ke-
tika kita bunuh dia setelah mengatakan di mana
Kitab Pemanggil Mayat berada!"
"Menilik kecerdikannya hingga membuat
kita bertanya-tanya, aku khawatir kita akan ter-
jebak oleh permainan yang kita ciptakan sendiri,"
kata Dayang Pandan. "Dan sungguh sialan, kare-na kita gagal mengikuti ke mana
perginya perem-
puan bertopeng perak dan kakek yang selalu du-
duk bersila itu! Diam-diam... aku mulai diliputi rasa bimbang tentang pemuda
yang mengaku bernama Lolo Bodong! Bisa jadi kebetulan saja
dia memiliki ciri yang sama dengan Rajawali
Emas!" "Tidak! Pedang Batu Bintang dan rajahan burung rajawali keemasan di
lengan kanan dan
kirinya sudah membuktikan kalau dia adalah Ra-
jawali Emas!" seru Dayang Harum. "Kali ini peduli setan! Kita sudah banyak
menurunkan tangan!
Membunuh pemuda yang bernama Lolo Bodong
kendati dia adalah Rajawali Emas atau bukan,
hanya sebuah urusan kecil!"
"Aku pun sudah tak sabar untuk membu-
nuhnya! Tetapi Guru melarang kita melakukan
hal itu sebelum Kitab Pemanggil Mayat berada di
tangan!" sahut Dayang Kemilau yang teringat
akan pesan gurunya.
"Lantas, apa yang mesti kita lakukan"
Membiarkan pemuda bernama Lolo Bodong yang
ternyata Rajawali Emas adanya mempermainkan
kita, ataukah kita harus mutar-mutar tak karuan
padahal orang yang kita cari berada di depan ma-
ta?" seru Dayang Harum mulai kesal.
Kali ini, tak ada yang bersuara. Masing-
masing gadis menutup mulut rapat-rapat dengan
dibuncah berbagai perasaan. Di lain kejap,
Dayang Kemilau berkata memecah kesunyian,
"Kita ikuti pemuda bernama Lolo Bodong itu! Kalaupun dia masih bertingkah dan
tak mau menga- takan kalau dirinya adalah Rajawali Emas, kita
habisi nyawanya! Persetan dengan perintah
Guru!" "Mengapa harus tergesa-gesa" Aku juga menginginkan nyawa Rajawali Emas!
Bila kalian mau mengatakannya, aku tak akan menurunkan
tangan!" satu suara terdengar dari atas tatkala ketiga gadis itu hendak
berkelebat *** Bab 7 SEKETIKA masing-masing gadis mengangkat kepalanya. Serentak tiga pasang mata
menatap tak berkedip ke se-buah pohon yang berjarak dua
tombak dari tempat mereka berdiri. Di atas pohon
itu, duduk bertengger seorang pemuda berpa-
kaian hitam. Sikapnya demikian santai dengan
sepasang kaki menguncang-uncang. Yang bikin
ketiga gadis yang semula terkejut tapi kini menja-di muak, di bibir pemuda
berambut gondrong itu
tersungging seringaian mengejek.
"Keparat berpakaian hitam! Siapa kau"!"
segera terdengar bentakan Dayang Kemilau den-
gan tangan kanan menuding.
Pemuda yang duduk di sebatang ranting
itu makin melebarkan seringaian. Setelah men-
gamati gadis-gadis itu satu persatu dia berkata,
"Aku mencari Rajawali Emas! Dan kudengar ka-
lian mencarinya pula"!"
"Keparat! Dia tak menjawab pertanyaanku!
Apa pula maksudnya dengan mencari orang yang
sedang kami buru" Menilik ucapannya, jelas dia
baru bertengger di pohon itu setelah kepergian
Lolo Bodong dan gadis yang bernama Ayu Wulan!"
maki Dayang Kemilau dalam hati. Lalu menghar-
dik kembali, "Yang kutanyakan tadi, siapa kau"!"
Lagi-lagi bukannya menjawab pertanyaan
orang. pemuda berpakaian hitam itu berkata, "Ki-ta punya tujuan sama,
berkeinginan mencari Ra-
jawali Emas! Nah! Mengapa tidak salah seorang
dari kalian ikut denganku dan sambil mencari
pemuda itu, kita bisa saling memuaskan, bu-
kan"!" Mengkelap wajah Dayang Kemilau men-
dengar sahutan orang. Tanpa banyak ucap lagi
tangan kanannya yang tadi menuding, kini di-
kembangkan dan dihentakkan kearah si pemuda
yang kini tertawa berderai.
Seketika terdengar suara letupan yang ke-
ras. Di kejap lain, ranting pohon yang tadi didu-duki pemuda berambut gondrong
berpakaian hi- tam itu langsung pecah berhamburan. Menyusul
tumbangnya pohon itu, yang menimpa ranggasan
semak belukar! "Hhhh! Berani menjual lagak di hadapan-
ku!" seru Dayang Kemilau puas dan diyakini kalau pemuda itu sudah terlempar
entah kemana. Lalu dipalingkan kepalanya pada Dayang Pandan
dan Dayang Harum, "Sesuai dengan rencana, kita ikuti pemuda yang mengaku bernama
Lolo Bodong dengan gadis yang di bagian dada sebelah
kanan terdapat sulaman bunga mawar itu. Dan
kuharap apa yang kita lakukan ini tidak seper-
ti...." Kata-kata Dayang Kemilau terputus tatkala
terdengar suara dari sebelah kanan mereka bera-
da, "Jadi kalian sudah bersepakat untuk menga-jakku serta" Sudah tentu aku akan
ikut! Tetapi...
cukuplah salah seorang di antara kalian yang
menemaniku!"
Bukan hanya Dayang Kemilau yang segera
arahkan pandangan ke sebelah kanan dengan wa-
jah berubah kaget. Begitu pula dengan Dayang
Pandan dan Dayang Harum. Ketiga gadis berju-
bah berlainan warna itu seolah tak mempercayai
apa yang mereka lihat!
"Setan keparat! Siapa kau sebenarnya"!"
maki Dayang Kemilau dengan tubuh bergetar
tanda dirinya diliputi marah dalam. Dan diam-
diam dia membatin, "Sungguh hebat bila dia berhasil menyelamatkan diri dari
seranganku!"
Pemuda berpakaian hitam pekat yang ber-
diri berjarak tujuh langkah dari Dayang-dayang
Dasar Neraka menyeringai. Tetapi tak segera
menjawab pertanyaan orang. Masih pentangkan
mata memandang ketiga gadis itu, pemuda yang
tak lain Handaka murid Iblis Tanpa Jiwa ini di-
am-diam membatin, "Bila hanya kuucapkan na-
maku belaka, tak akan membawa arti apa-apa.
Hm... biarlah kuciptakan sebuah julukan yang
mengkederkan orang!"
Berpikir demikian, tetap dengan bibir me-
nyeringai, dia berkata, "Namaku Handaka! Tetapi kalian boleh mengingatku sebagai
Pangeran Pencabut Nyawa!"
Ketiga gadis yang mengenakan jubah ber-
lainan warna itu tak ada yang membuka mulut.
Mata masing-masing orang menatap tajam pada
pemuda yang mengaku berjuluk Pangeran Penca-
but Nyawa. Lalu terdengar lagi suara si pemuda, "Aku
tak ingin membuka urusan dengan gadis-gadis
Jelita menggiurkan seperti kalian! Lebih baik ikuti saranku tadi! Salah seorang
dari kalian ikut denganku sebagai penunjuk jalan menemukan Raja-
wali Emas! Juga... ha ha ha... sebagai pemuas
nafsuku!" Membesi wajah masing-masing gadis men-
dengar kata-kata orang yang membuat telinga
memerah. Dengan tinju dikepalkan Dayang Kemilau
berkata "Apa maksudmu mencari Rajawali
Emas"!"
"Mengapa kau tak menjawab pertanyaan-
mu sendiri" Bukankah kau juga bermaksud men-
carinya"!"
"Setan jahanam! Akan kuhajar dia sam-
pai...," Makian dalam hati Dayang Kemilau terputus tatkala terdengar bisikan
Dayang Pandan, "Pemuda seperti ini tak perlu dikasihani! Aku juga ingin mengambil bagian untuk
membunuhnya!"
Terdengar suara geraman Dayang Harum,
"Begitu pula denganku! Kemunculan pemuda sialan ini menggagalkan rencana kita
untuk mengi- kuti pemuda yang bernama Lolo Bodong! Berarti,
kematian memang sesuatu yang tepat untuk pe-
muda sialan ini!"
Habis kata-katanya, segera didorong kedua


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya ke depan. Seketika terdengar deruan
luar biasa keras. Kejap itu juga melabrak satu gelombang angin laksana badai,
Menyusul serangan
Dayang Harum, Dayang Pandan, dan Dayang Ke-
milau sudah melepaskan serangan pula,
Di seberang, mendapati betapa ganasnya
serangan gadis berjubah hitam, murid Iblis Tanpa
Jiwa yang sedang menjalankan tugas ini menden-
gus keras. Menyusul segera diangkat kedua tan-
gannya. Wuuuttt! Wuuutttt!
Dua gumpalan angin hitam berkelebat
angker dan perdengarkan suara menderu keras.
Blaaammm! Terdengar ledakan keras saat dua serangan
itu bentrok di udara. Sosok Dayang Harum terli-
hat surut tiga langkah dengan wajah berubah pu-
cat pasi dan dada bergetar. Di depan sana, Han-
daka yang menjuluki dirinya sendiri dengan sebu-
tan Pangeran Pencabut Nyawa, langsung mem-
buang tubuh ke belakang tatkala dua gelombang
angin menggempur ke arahnya.
Blaaam! Ranggasan semak belukar langsung pecah
dan tanah berhamburan di udara.
Belum lagi Pangeran Pencabut Nyawa hing-
gap dengan kedua kaki tegak di atas tanah, men-
dadak saja sosok Dayang Pandan sudah berkele-
bat ke depan diiringi teriakan keras seraya men-
dorong kedua tangannya.
Saat itu pula suasana di tempat itu mere-
dup. Angin yang tadi keras bertiup seperti ber-
henti. Menyusul deruan keras yang menggelegar,
sebongkah kabut hitam melesat dan mengelua-
rkan hawa dingin yang luar biasa. Rupanya,
Dayang Pandan sudah keluarkan pukulan 'Kabut
Gurun Es'! Terdengar pekikan Pangeran Pencabut
Nyawa tertahan. Mendadak saja tubuh pemuda
berpakaian hitam ini berputar. Sangat keras
hingga angin yang keluar dari putaran tubuhnya
seperti ribuan jarum. Inilah jurus 'Menembus
Ujung Bumi', salah satu jurus yang diciptakan
oleh Iblis Tanpa Jiwa.
Blaarrr! Untuk kedua kalinya tempat itu diguncang
hebat, tatkala pukulan 'Kabut Gurun Es' yang di-
lepaskan Dayang Pandan melabrak putaran tu-
buh Handaka alias Pangeran Pencabut Nyawa.
Beberapa batang pohon ambruk berdebam. Tanah
rengkah dan menerbangkan debu-debunya ke
udara. Sementara itu, danau yang tadi berair te-
nang, kini bergolak hebat.
Tatkala semuanya sirap, terlihat sosok
Dayang Pandan yang terhuyung ke belakang den-
gan dada terasa nyeri luar biasa. Bila saja Dayang Harum tak segera menyambar
tubuhnya, bisa dipastikan Dayang Pandan akan terbanting di atas
tanah! Sementara itu, sosok Pangeran Pencabut
Nyawa yang berputar tadi terlempar ke belakang
dan menabrak sebuah pohon hingga bergetar dan
daun-daunnya berguguran. Tetapi tubuh pemuda
ini ternyata kedot juga. Kendati saat berdiri tampak kedua kakinya goyah, dia
masih tertawa-tawa
melecehkan. Tetapi di kejap lain, tawanya terse-
dak. Menyusul dia muntah darah.
Mendapati keadaan itu, Dayang Harum su-
dah mencelat ke depan dengan lepaskan pula pu-
kulan 'Kabut Gurun Es'!
Terkesiap Pangeran Pencabut Nyawa men-
dapati serangan yang serupa datang. Kali ini dia
bisa membayangkan, kalau dia tak akan mampu
menahan pukulan itu. Karena, keadaannya sudah
terluka dalam sementara sosok Dayang Harum
masih segar bugar.
Memikir seperti itu, Pangeran Pencabut
Nyawa segera membuang tubuh ke belakang. Saat
kedua kakinya, hinggap ke tanah, mendadak tu-
buhnya berputar kembali. Kali ini, putaran tu-
buhnya lebih cepat dari yang pertama.
Tatkala pukulan 'Kabut Gurun Es' yang di-
lepaskan Dayang Harum siap melabrak ke arah-
nya, mendadak saja dari pusaran tubuh Pangeran
Pencabut Nyawa mencelat dua gelombang angin
yang menimbulkan suara angker.
Blaaammm! Bentrokan tenaga dahsyat itu terjadi.
Dayang Harum yang sudah melihat akibat yang
ditimbulkan bentrokan itu pada diri Dayang Pan-
dan, segera membuang tubuh ke belakang hingga
dia hinggap di atas tanah dengan kedua kaki
goyah. Sementara itu, pusaran tubuh Pangeran
Pencabut Nyawa terhenti dan sosoknya surut lima
tindak ke belakang. Tubuhnya nampak bergetar
dengan dada terasa nyeri luar biasa. Dari hidung
dan sudut-sudut bibirnya mengalir darah segar.
Tetapi dia tak menampakkan kesakitannya.
Tugas yang diberikan Iblis Tanpa Jiwa ada-
lah tugas yang terpenting. Tugas yang akan dija-
lankan namun kali ini sesuai dengan apa yang
dihendakinya. Handaka telah memutuskan untuk
mendapatkan Kitab Pamungkas untuk dirinya
sendiri. Makanya, kendati dia merasa cukup berat
menghadapi ketiga gadis itu dia tetap tak mundur
selangkah juga. Yang dikhawatirkannya saat ini
bila ketiga gadis itu bergabung untuk menyerang
dengan pukulan yang mengerikan tadi.
Dengan tampilkan wajah segar dia berseru, "Urusan sudah terbuka, mungkin akan
menjadi silang sengketa yang berkepanjangan! Tetapi sekarang,
mengapa kita tidak saling membuka diri menge-
nai urusan ini"!"
Dayang Harum menyeringai. Lalu dengan
suara penuh ejekan dia berkata, "Aku tahu apa yang ada di hatimu sekarang,
Pemuda Keparat!
Kau kini tak bisa lagi memandang sebelah mata
kepada kami rupanya, hingga kau dengan nyali
seekor tikus memutuskan untuk bercakap-cakap!
Padahal... kau sebenarnya mencoba memulihkan
tenagamu!"
Memerah wajah Pangeran Pencabut Nyawa
mendengar ejekan itu. Tetapi dia nampak berusa-
ha untuk tetap tenang.
"Peduli setan apa yang kau katakan! Lebih
baik jelaskan setiap urusan yang ada!"
"Kami menginginkan nyawa Rajawali Emas!
Dan tak seorang pun yang berhak mencabut nya-
wanya mendahului kami!" sahut Dayang Harum
setelah terdiam beberapa saat.
"Kalau itu aku sudah tahu!" hardik Pangeran Pencabut Nyawa dengan wajah berubah
gu- sar. "Katakan ada urusan apa kau menghendaki nyawanya"!"
Gusar bukan buatan Dayang Harum men-
dengar bentakan orang. Seraya maju selangkah
dia berkata, "Nyawamu sudah berada di tangan kami! Jadi jangan bertingkah lebih
lama!" ' "Setan keparat! Tak kusangka kalau ketiga
gadis ini memiliki kesaktian yang berimbang! Bila aku menghadapi mereka satu
persatu, kemungkinan besar aku bisa menandinginya! Tetapi me-
reka begitu kompak sekali!" maki Pangeran Pencabut Nyawa dalam hati. Lalu dengan
pentangkan mata lebar dia berseru, "Aku menginginkan Rajawali Emas karena menghendaki
sebuah petun- juk!" "Petunjuk" Petunjuk apa yang kau mak-sudkan?"
"Kitab Pamungkas!"
Sahutan Pangeran Pencabut Nyawa mem-
buat wajah Dayang Harum melengak. Begitu pula
dengan Dayang Kemilau yang telah mengalirkan
tenaga dalamnya pada Dayang Pandan. Tanpa
mereka sadari, masing-masing orang saling pan-
dang sebelum akhirnya Dayang Harum membuka
mulut kembali. "Apa maksudmu dengan Kitab Pamung-
kas?" Menyipit sepasang mata Pangeran Pencabut Nyawa dan berkata dalam hati,
"Gila! Apakah keinginan gadis-gadis ini memburu Rajawali
Emas bukan dikarenakan Kitab Pamungkas" Ka-
lau bukan, lantas ada urusan apa?"
Dengan kening dikernyitkan murid Iblis
Tanpa Jiwa ini berkata "Aku telah mengatakan
apa yang menjadi tujuanku! Sekarang, katakan
apa tujuan kalian"!"
"Kau tak perlu tahu urusan kami!" seru
Dayang Harum keras. Dan mendadak dia ka-
tupkan mulut untuk meneruskan kata tatkala sa-
tu pikiran menyelinap dibenaknya. Lalu dengan
memasang wajah serius dia berkata, "Aku tahu sedikit tentang Kitab Pamungkas
yang kini ramai
dibicarakan oleh orang-orang rimba persilatan"
Bukankah sebenarnya yang kau hendaki dari Ra-
jawali Emas adalah Kitab Pemanggil Mayat?"
Kendati keningnya masih mengernyit, Pan-
geran Pencabut Nyawa berkata juga, "Kau sudah tahu soal itu"!"
"Hanya sedikit! Tetapi kami tak menghen-
daki apa yang menjadi tujuanmu dengan Rajawali
Emas!" "Katakan!"
"Kitab Pemanggil Mayat yang kau cari pada
Rajawali Emas, kini berada di tangan seorang pe-
rempuan berpakaian kuning cemerlang yang ber-
juluk Dewi Topeng Perak dan seorang kakek yang
selalu duduk bersila yang bernama Buang Totang
Samudero! Kau salah bila kau memburu Rajawali
Emas sekarang!"
"Peduli setan apa yang kau katakan! Aku
telah bersumpah untuk mencabut nyawa Rajawali
Emas!" "Bagus! Sumpah tak bisa kau batalkan! Di samping kau berniat untuk
membunuhnya, lebih
baik ikuti kata-kataku tadi! Karena di tangan De-
wi Topeng Perak dan Buang Totang Samudero
benda yang kau inginkan berada! Sekarang, ting-
galkan tempat ini sebelum nyawamu putus!"
Pangeran Pencabut Nyawa mendengus dan
berkata dalam hati, "Mereka tetap tak mau mengatakan tujuan apa memburu Rajawali
Emas, kendati gadis itu mengatakan pada siapa Kitab
Pemanggil Mayat berada sekarang! Keparat betul!
Bila aku tak terluka dalam seperti ini, akan ku-
paksa salah seorang dari mereka untuk menjawab
pertanyaan!"
Dengan pelipis bergerak-gerak, murid Iblis
Tanpa Jiwa ini berkata, "Aku akan meninggalkan tempat ini! Tetapi ingat, kita
akan bertemu lagi!
Dan salah seorang dari kalian akan kupaksa un-
tuk mengatakan tujuan yang sesungguhnya! Satu
hal yang paling penting, salah seorang dari kalian
akan kujadikan sebagai budak nafsuku!"
Sebelum Dayang Harum lepaskan pukulan
karena gusar mendengar kata-kata pemuda ber-
pakaian hitam, sosok Handaka sudah berkelebat
menjauh dari sana.
Dayang Kemilau berkata tak mengerti,
"Dayang Harum! Mengapa kau memutuskan un-
tuk melepaskannya"!"
Dayang Harum tak segera menjawab. Pan-
dangannya masih diarahkan ke arah perginya so-
sok Pangeran Pencabut Nyawa. Di lain kejap dia
melangkah mendekati Dayang Kemilau.
"Aku punya gagasan setelah kita gagal
mengikuti Dewi Topeng Perak, Buang Totang Sa-
mudero, gadis bernama Ayu Wulan dan pemuda
yang mengaku bernama Lolo Bodong. Kini kita
tahu apa yang dihendaki Pangeran Pencabut
Nyawa" Dia memburu Rajawali Emas karena
hendak mendapatkan petunjuk dari Kitab Pa-
mungkas! Kuharapkan sekali kalau pemuda ke-
parat itu bisa bertemu dengan Rajawali Emas
yang kita yakini adalah Lolo Bodong adanya. Den-
gan kata lain, dia dapat menguras tenaga Rajawa-
li Emas. Atau paling tidak, bila dia berhasil mengalahkan Rajawali Emas, kita
akan tahu padanya-
lah Kitab Pemanggil Mayat yang menjadi petunjuk
dari Kitab Pamungkas berada!"
"Bagaimana bila dia gagal?"
"Berarti, kita tak perlu membuang tenaga
untuk mencabut nyawanya!" sahut Dayang Ha-
rum dan mendadak dia tertawa. "Seharusnya...
kitalah yang dijuluki orang dengan julukan Gadis-
gadis Jelita Pencabut Nyawa!"
Kata-kata Dayang Harum memancing tawa
dari Dayang Kemilau dan Dayang Pandan. Kete-
gangan yang ada di antara mereka secara tidak
langsung mencair.
Sampai kemudian terdengar kata-kata
Dayang Pandan, "Apa yang kita lakukan seka-
rang?" "Kita tetap mencoba mengikuti pemuda bernama Lolo Bodong dan Ayu Wulan,"
kata Dayang Harum. "Kita telah gagal mengikuti Dewi Topeng Perak dan Buang Totang
Samudero yang entah karena mereka tahu kita buntuti atau ti-
dak, menghilang begitu saja! Aku yakin, kendati
mulut pemuda itu berkata seolah tak peduli, dia


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan mencari Dewi Topeng Perak dan Buang To-
tang Samudero! Secara tidak langsung, tindakan
Dewi Topeng Perak yang melecehkan kita akan
dibalaskan oleh Pangeran Pencabut Nyawa!"
Ketiga gadis itu terdiam. Lalu seolah dis-
epakati, kepala masing-masing orang saling men-
gangguk. Kejap berikutnya, mereka sudah berke-
lebat meninggalkan tempat itu.
*** Bab 8 PEREMPUAN bertopeng perak itu hentikan langkahnya di sebuah tanah luas yang
dipenuhi den- gan gugusan bebatuan. Dari balik topeng perak
yang dikenakannya, sepasang matanya yang jer-
nih memperhatikan sekelilingnya. Lalu diarahkan
ke kejauhan Di mana sebuah gunung berdiri da-
lam hamparan hijau yang menakjubkan. Kejap
lain dipalingkan kepala pada satu sosok tubuh
yang duduk bersila di samping kanannya.
Dengan kepala agak ditundukkan, perem-
puan berpakaian kuning cemerlang yang tak lain
Dewi Topeng Perak ini bertanya, "Menurutmu,
apakah ketiga gadis yang mengaku berjuluk
Dayang-dayang Dasar Neraka masih mengikuti
kita?"' Si kakek berkulit hitam legam yang selalu duduk bersila dengan kedua
tangan bersedekap
itu menggeleng. Bibirnya yang keriput sungging-
kan seringaian.
"Aku yakin, mereka tak akan mengejar ki-
ta." Dewi Topeng Perak alihkan pandangannya lagi. "Kesaktian kakek bungkuk yang
selalu duduk bersila tetapi kepalanya tegak lurus dengan
langit ini memang hebat! Terbukti dia tahu saat
Dayang-dayang Dasar Neraka mengikuti! Dan aku
tahu keinginan gadis-gadis berjubah itu untuk
membunuh Rajawali Emas, hingga kuputuskan
untuk menghindari mereka. Hanya yang masih
membuatku jengkel, gara-gara kakek sialan inilah
aku jadi terlambat datang ke Bukit Watu Hatur!"
Lalu dia berkata lagi pada si kakek yang
tak lain Buang Totang Samudero adanya, "Apa-
kah kau tahu, di manakah Rajawali Emas bera-
da?" Masih sunggingkan seringaian Buang To-
tang Samudero berkata, "Apakah kau pikir aku pandai meramal" Atau... aku
memiliki kelebihan
untuk mengetahui di mana adanya orang" Bila
kau mengganggapku seperti itu, sungguh kuu-
capkan terima kasih. Karena, apa yang kau kata-
kan barusan memang bisa kubuktikan!"
"Katakan!"
"Bukan tentang di mana Rajawali Emas be-
rada. Melainkan, tentang apa-apa yang ada di ba-
lik pakaian yang kau kenakan. Aku tahu apa yang
terdapat di...."
'Tutup mulutmu!" sengat Dewi Topeng Pe-
rak memutus kata-kata si kakek dengan tangan
menuding. Tetapi Buang Totang Samudero tidak
mempedulikan. Dia tetap meneruskan kata,"...
balik pakaianmu itu benda-benda yang sangat
kuinginkan untuk kulihat, kuraba, dan kurasa-
kan. Betapa nikmat semua yang...."
"Diaaammm!"
Kali ini Buang Totang Samudero mengatupkan
mulutnya. Tetapi bibirnya tetap menyeringai.
Sementara itu sambil keluarkan dengusan
keras, Dewi Topeng Perak arahkan pandangan ke
kejauhan. Dalam hati perempuan berpakaian
kuning cemerlang ini memaki, "Benar-benar jahanam sikap kakek keparat ini! Huh!
Mengapa aku sampai berjumpa dengannya kembali" Setan
laknat! Bila saja tak kubutuhkan kesaktiannya
untuk menghadapi Rajawali Emas, sudah ku-
tinggalkan dia sejak pertama bertemu lagi! Teta-
pi... sekarang semuanya sudah terlambat! Tak
mungkin dia akan melepaskan diriku begitu saja!
Dasar kapiran!"
Lalu tanpa alihkan pandangan pada Buang
Totang Samudero, Dewi Topeng Perak berkata
dingin, "Apakah kau bisa menduga mengapa
Dayang-dayang Dasar Neraka menginginkan nya-
wa Rajawali Emas?"
"Pemuda itu kudengar memiliki wajah tam-
pan dan perawakan gagah! Kemungkinan, salah
seorang dari ketiga gadis itu telah disakiti olehnya! Atau juga hamil akibat
perbuatannya, yang
kemudian tak mau bertanggung jawab! Sehingga
mereka akhirnya menjadi dendam dan bermaksud
menuntut balas perbuatannya dengan kematian!"
"Omongan busuk!"
"Kau mengatakan tentang dugaanku, bu-
kan" Itulah dugaanku!" sahut Buang Totang Samudero, kali ini suaranya terdengar
agak geram. "Pikirkan tentang dugaan lain!" bentak De-wi Topeng Perak sengit.
"Yang ada lagi di pikiranku, kalau ketiga
gadis itu memang punya urusan dalam dengan
Rajawali Emas! Perlu kau ketahui, kemunculanku
kembali ke rimba persilatan bukan hanya dikare-
nakan untuk mencarimu dan menuntaskan selu-
ruh rindu! Bila mengingat perbuatanmu yang la-
lu, kau tak menerima cintaku dikarenakan cin-
tamu yang dalam dengan Mata Malaikat, yang
ada dibenakku hanyalah untuk membunuhmu,
Sunarsasi!"
Mengkelap wajah di balik topeng perak
mendengar kata-kata orang.
"Huh! Jangan terlalu menganggap remeh
orang!" serunya keras, tetapi diam-diam dia agak jeri saat mengatakannya. Lalu
sambungnya dalam hati, "Menghadapi manusia sialan ini, sudah tentu aku tak akan
pernah menang'"
Wajah di balik topeng perak itu makin
mengkelap tatkala terdengar jawaban Buang To-
tang Samudero, "Aku tahu apa yang kau pikirkan.
Dengan cara berkata seperti itu, kau hanya men-
coba untuk menutupi kekecutan hatimu, bukan"
Kau tahu, menghadapi dan mencabut nyawamu
dapat kulakukan dengan mudah. Sementara
menghadapiku, kendati kau kerahkan seluruh il-
mu yang kau punyai kau tak akan pernah me-
nang! Tetapi ini bukan urusan seperti itu. Ke-
munculanku kembali ke rimba persilatan, sebe-
narnya karena aku menyirap sebuah kabar."
Kendati jengkel mendengar kata-kata orang
tadi, Dewi Topeng Perak bertanya juga, "Tentang apa?" "Akan munculnya sebuah
kitab pusaka yang isinya dipenuhi dengan ilmu-ilmu pamung-kas. Kitab kedua dari
Kitab Pemanggil Mayat."
Dewi Topeng Perak tak segera berkata.
Hanya sepasang matanya yang nampak menco-
rong dalam. Kejap lain terdengar kata-katanya,
"Jangan bicara seenak perutmu saja!"
"Kau selalu tak percaya dengan yang kuka-
takan." "Jelaskan!"
"Kitab yang akan muncul dan ramai dipe-
rebutkan orang, bernama Kitab Pamungkas. Bila
seseorang mendapatkan Kitab Pamungkas, bisa
dipastikan akan sulit mengalahkannya. Bahkan,
orang bodoh yang baru mempelajarinya, akan
menjadi sakti dan sukar ditemui lawan sepadan."
"Bagaimana kau bisa tahu tentang Kitab
Pamungkas?" tanya Dewi Topeng Perak dan di
sudut hatinya, perempuan ini nampak mulai
mempercayai yang dikatakan si kakek.
"Dimulai ketika aku sedang bertapa guna
memendam rindu sialan padamu. Di satu hari da-
lam tapaku, tergambar bentuk Kitab Pamungkas.
Saat itu aku hanya berpikir, kalau yang terlihat
itu semuanya berupa fata-morgana belaka. Tetapi
tiga kali aku mendapatkan gambaran yang sama.
Hingga mulai kuyakini kalau yang kulihat itu
akan menjadi kenyataan. Tatkala kuputuskan un-
tuk mulai mencari, tetapi semua ini lebih berat
pada kerinduanku untuk menggeluti tubuhmu,
aku berjumpa dengan seorang kawan lama berju-
luk Ratu Jagat Raya. Kuceritakan tentang apa
yang kudapatkan dari tapaku. Dan darinyalah
kudapatkan kabar kepastian tentang Kitab Pa-
mungkas. Juga satu-satunya petunjuk yang ku-
dapatkan kemudian, kalau Rajawali Emas-lah
orang yang seharusnya dicari."
"Mengapa"!"
"Petunjuk di mana adanya Kitab Pamung-
kas, berada pada lembaran terakhir Kitab Pe-
manggil Mayat! Dan aku tahu, Kitab Pemanggil Mayat berada pa-
da pemuda itu!"
"Kalau memang benar, mengapa kau me-
nunda di saat aku ingin ke Watu Hatur?" Dewi Topeng Perak menggeram lagi.
"Padahal kau tahu, kalau Rajawali Emas berada di sana!"
Bibir Buang Totang Samudero kembali
sunggingkan seringaian, "Di samping aku tak
mau membuka persoalan tentang Kitab Pamung-
kas karena kemungkinan besar akan bertambah
banyak sainganku untuk mendapatkannya.... ju-
ga dikarenakan, aku sudah tak tahan untuk
menggeluti tubuhmu!"
"Omong kosong! Kau sebenarnya juga ber-
niat untuk mencari Rajawali Emas! Dan kau jadi-
kan sebuah alasan yang kuat apa yang kau kata-
kan tadi, karena toh aku juga menginginkannya!"
seru Dewi Topeng Perak gusar tatkala mulai me-
nyadari apa yang terjadi.
"Kau betul sekali! Tetapi sayangnya, kau
belum juga menyerahkan tubuhmu untuk ku-
nikmati!" "Jahanam keparat! Aku masih beruntung
karena tak segera menyerahkan tubuhku pada
manusia setan satu ini! Karena apa yang kuha-
rapkan agar dia membunuh Rajawali Emas, juga
menjadi niatannya!"
Habis membatin begitu Dewi Topeng Perak
berkata, "Lantas... apa hubungannya ceritamu ini dengan kemunculan Dayang-dayang
Dasar Neraka?" "Hanya satu yang bisa kukatakan. Mereka juga menghendaki Kitab
Pamungkas. Dan mereka
tahu, kalau petunjuk di mana Kitab Pamungkas
berada, hanya ada di tangan Rajawali Emas."
Dewi Topeng Perak terdiam dan berkata da-
lam hati, "Jahanam betul kakek sialan ini! Ternyata bukan aku yang
memperalatnya, tetapi ju-
stru kebalikannya! Benar-benar kapiran!" Lalu katanya, "Apakah kau sekarang
masih berlama-lama untuk mencari Rajawali Emas?"
"Tadi kukatakan, aku muncul kembali di
rimba persilatan ini lebih banyak dikarenakan tak sabar untuk menggeluti
tubuhmu! Urusan Rajawali Emas bisa kutunda sementara waktu! Kenda-
ti ada orang yang akan mendahului, sudah tentu
dia akan berhadapan denganku! Nah, bukankah
lebih mengasyikkan bila aku menggeluti tubuhmu
dulu"!" Terdengar suara rahang dikertakkan. Kedua tinju Dewi Topeng Perak
mengepal. Dia masih
gusar karena tahu justru dialah yang dipermain-
kan oleh Buang Totang Samudero.
"Hmmm... bila yang dikatakan manusia
sialan ini ternyata benar, aku juga menghendaki
Kitab Pamungkas. Untuk saat ini, biarlah aku
mengalah. Tetapi tak akan pernah kuberikan tu-
buhku. Bisa saja aku berlaku pasrah dan di saat
dia menggeluti tubuhku, maka akan kubunuh!
Tetapi, tenaganya masih kuperlukan! Bisa jadi ka-
lau bukan hanya Dayang-dayang Dasar Neraka
yang menghendaki Kitab Pamungkas. Dengan ka-
ta lain, di saat kakek keparat ini masih ada, aku bisa terus berjalan dengan
mudah," kata Dewi Topeng Perak dalam hati.
Lalu berkata, "Keinginanku tetap membu-
nuh Rajawali Emas dan bila kau telah melaku-
kannya, akan kuberikan bulat-bulat tubuhku ke-
padamu!" Terdengar suara penuh ejekan dari Buang
Totang Samudero, "Bagaimana dengan Kitab Pa-
mungkas" Apakah kau tertarik hendak memili-
kinya" Atau... kau berlaku bodoh dengan pura-
pura tidak tertarik untuk memilikinya?"
Dewi Topeng Perak tak pedulikan ejekan
orang. Kali ini dia sudah mantap untuk menda-
patkan pula Kitab Pamungkas. Lalu dengan suara
dibuat yakin dia berkata, "Dendamku selama ini hanyalah pada Mata Malaikat. Dan
di saat aku hampir berhasil membunuhnya, pemuda keparat
itu menggagalkan seluruh rencanaku! Dialah
yang akan menjadi tumbal agar hidupku tenang
dan bebas melakukan apa saja."
"Kau masih tidak tertarik dengan Kitab
Pamungkas?" terdengar lagi kata-kata Buang Totang Samudero yang membuat telinga
Dewi To- peng Perak makin memerah.
Dengan gelengan kepala kuat, perempuan
berpakaian kuning cemerlang ini berkata, "Tidak!"
Buang Totang Samudero hanya sunggingkan se-
nyum. "Kita lihat nanti kebenaran dari kata-
katamu itu!" katanya penuh ejekan.
"Dan satu saat, kau akan kubunuh setelah
kudapatkan Kitab Pamungkas," kata Dewi Topeng Perak dalam hati.
Kejap berikutnya, sosoknya sudah berkele-


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bat cepat hingga yang nampak hanya bayangan
kuning belaka. Buang Totang Samudero sendiri,
dengan gerakan yang aneh, mengikutinya. Tetap
duduk bersila dan kedua tangan bersedekap di
dada. *** Bab 9 PADA saat yang bersamaan, dua sosok bayangan berkelebat cepat melewati jajaran
pepohonan dan ranggasan semak belukar. Seraya berkelebat,
orang yang berkelebat di sebelah kanan, melirik
orang yang berkelebat di sebelah kiri. Dan diam-
diam orang yang ternyata Rajawali Emas ini diam-
diam membatin, "Tak seharusnya Ayu Wulan ikut denganku. Urusan yang kuhadapi ini
masih samar meski aku mulai bisa meraba keadaan yang
terjadi. Hmm, sebaiknya biar kuterangkan saja
dulu. Karena aku tak mau dia mendapatkan se-
suatu yang tak bagus."
Memikir ke sana, pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini hentikan kelebatannya pada sebuah
tempat yang agak terbuka dan dipenuhi pepoho-
nan. Gadis berpakaian putih yang di bagian da-
da atas sebelah kanan terdapat sulaman bunga
ini juga menghentikan larinya. Napasnya agak
memburu. Dadanya yang mengkal dan agak
membusung naik turun. Rambut di bagian kedua
pelipisnya basah oleh keringat.
Rajawali Emas yang memperhatikan kem-
bali berkata dalam hati, "Seumur hidupku... belum pernah kulihat seorang gadis
atau wanita yang bisa mengalahkan kecantikan murid Manu-
sia Pemarah ini. Kecantikannya sangat alami, ha-
sil tempaan alam padanya. Aku tahu gadis ini
mencintaiku. Bila mau jujur, benih-benih cinta
pun mulai bersemi di dadaku. Hanya saja...."
Memutus kata batinnya sendiri, Tirta ber-
kata, "Bagaimana, Ayu Wulan" Lelahkah kau?"
Murid Manusia Pemarah itu mengangkat
kepalanya, lalu menggeleng. Hampir saja terlontar kata, "Bersamamu, bagaimana
lelahnya diriku, aku akan tetap gembira dan tak merasakan semua itu,"
Lalu katanya, "Kang Tirta, meski aku bisa
menebak apa yang terjadi antara kau dengan tiga
gadis berjuluk Dayang-dayang Dasar Neraka
hingga kau mengubah namamu menjadi Lolo Bo-
dong, aku ingin tahu kejadian yang sebenarnya."
Gadis itu terdiam beberapa saat, "Atau... kau tetap tak mau mengatakan seperti
kau menutupi luka dalammu sebelumnya?"
Tirta nyengir karena merasa di 'tembak'.
Lalu diputuskan untuk menjawab pertanyaan
Ayu Wulan, "Beberapa hari yang lalu, gadis-gadis itu muncul begitu saja. Dan
tahu-tahu berkeinginan untuk membunuhku. Terus terang, aku tidak
tahu apa yang mereka hendaki sebenarnya. Sete-
lah kudapatkan berita dari Bwana dan guruku.
Raja Lihai Langit Bumi, sedikit banyaknya aku
mulai jelas. Mereka menghendaki Kitab Pemanggil
Mayat, di mana di lembaran terakhir kitab itu
terdapat petunjuk tentang di mana Kitab Pa-
mungkas-kitab lanjutan dari Kitab Pemanggil
Mayat berada."
Ayu Wulan terdiam sejenak. Lalu katanya,
"Seingatku, kau telah menyerahkan Kitab Pe-
manggil Mayat kepada gurumu yang berjuluk Ra-
ja Lihai Langit Bumi, bukan?"
"Kau benar. Dan orang-orang itu tidak tahu
keadaan yang sebenarnya. Aku pun saat ini, me-
mutuskan untuk mencari Guru. Tetapi sulitnya,
aku tidak tahu di mana dia berada."
"Atau... ada persoalan lain sebenarnya?"
"Tidak. Yang baru kutahu, kalau mereka
menginginkan Kitab Pemanggil Mayat untuk
mendapatkan Kitab Pamungkas."
"Bagaimana dengan luka dalammu itu?"
Kali ini Tirta mau tak mau menceritakan
keadaan yang sebenarnya. Dia berpikir, setelah
menceritakan betapa sulitnya perjalanan yang
akan dilaluinya, Ayu Wulan mau mengerti bila
dimintanya untuk tidak bersama-sama dengan-
nya. "Bila menurutmu Dewi Awan Putih mencari Hantu Gaping Baja yang juga tahu
mengenai persoalan ini, bisa jadi sesungguhnya dia menghen-
daki petunjuk dari Hantu Caping Baja. Karena,
dia tidak tahu kalau sesungguhnya Kitab Pe-
manggil Mayat berada di tanganmu," kata Ayu
Wulan kemudian.
"Kemungkinannya seperti itu. Bisa pula
kubayangkan, selain orang-orang itu, masih ba-
nyak pula yang mengharapkan Kitab Pamung-
kas." Sesaat Tirta menghentikan ucapannya. Lalu berkata, kali ini berhati-hati,
Ayu Wulan... bukan maksudku untuk menjauh darimu, bukan pula
maksudku tidak merasa senang dengan per-
temuan ini. Tetapi bila kau mengikuti perjalanan-
ku, bisa-bisa kau akan celaka...."
Gadis itu mengernyitkan keningnya dan
berkata dalam hati, "Mengapa Kang Tirta berkata begitu" apakah dengan kata lain
dia tak suka bila aku ikut dengannya?" Masih dengan kening dikernyitkan gadis
ini berkata, "Mengapa" Kau tak suka bila bersama-sama denganku?"
"Sama sekali tidak, Tetapi bukankah kau
bisa menilai sendiri apa yang terjadi" Sudah be-
berapa kali nyawaku diburu oleh orang-orang se-
rakah. Beberapa kali pula aku berhasil lolos dari maut yang hendak mereka
turunkan. Terus terang, kau sebenarnya sudah aman dan tenang
berada di tempat asalmu. Mengikutiku, berarti
menantang bahaya,,.."
"Aku tidak peduli!"
Diam-diam Tirta mendesah pendek dan
berkata dalam hati, "Waktu lalu, Manusia Pemarah sangat menginginkan kalau
muridnya berjo-
doh denganku, Dan aku tahu kalau gadis ini be-
tul-betul mencintaiku, Bila menuruti kata hatiku, rasanya... aku pun mulai
mencintainya, Tetapi
biar bagaimanapun juga, hidupku selalu diburu
oleh orang-orang sesat. Dan aku tak ingin gadis
ini mengalami nasib yang sama denganku...." , Karena Tirta belum menyahuti kata-
katanya, Ayu Wulan berkata, "Mengapa kau terdiam, Kang Tirta?"
Tirta tersenyum. "Sekali lagi kukatakan,
aku bukannya menolak kehadiranmu di sisiku.
Percayalah, tidak sama sekali. Hanya saja, aku tidak ingin kau mendapatkan..."
"Tadi sudah kukatakan, aku tidak peduli!"
potong Ayu Wulan dengan suara parau. Sepasang
matanya tak berkedip memandang Tirta. Namun
Tirta dapat merasakan getar cinta di kedua mata
gadis itu. Sejenak pemuda dari Gunung Rajawali ini
gelagapan. Untuk sesaat pula tak ada yang mem-
buka mulut. Sampai terdengar kata-kata Ayu Wu-
lan parau dan agak ragu, "Aku yakin... kalau kau... tahu aku mencintaimu....
Kang Tirta... setelah pertemuan kita yang terakhir di Gunung Si-
guntang, aku seolah tak sanggup untuk melupa-
kan dirimu. Bahkan boleh dikatakan, aku tak bi-
sa melupakanmu. Semua kenangan itu masih
membekas di hatiku. Kucoba untuk memadam-
kan rasa cintaku ini, tetapi sangat, bahkan terlalu sulit dilakukan...
Mungkin...."
Tirta tak mau lagi mendengar kata-kata
gadis itu. Di samping dia tak ingin membuat gadis itu malu dan merasa
merendahkan harga dirinya
sendiri sebagai seorang perempuan, dia juga tak
ingin mengecewakan gadis itu. Makanya, segera
saja dirangkulnya Ayu Wulan.
"Kau tak perlu mengatakannya lagi...."
"Tapi...."
"Sudahlah. Aku mengerti semuanya. Cuma
juga kuminta pengertianmu, kalau perjalanan
yang akan kutempuh ini sangat berbahaya. Ken-
dati aku tahu apa yang akan terjadi. tetapi aku
belum tahu apa yang terjadi dengan diriku. Kau
tentunya mengerti maksudku, bukan?"
Tetapi gadis itu justru menggelengkan ke-
palanya kuat-kuat.
'Tidak! Apa pun yang terjadi, aku akan te-
tap bersama-samamu, Kang Tirta." -
Tirta menarik napas pendek. Dia untuk
saat ini bukanlah saat yang tepat mempersoalkan se-
mua itu. Dan entah mengapa dia teringat pada
Andini, salah seorang murid Dewa Bumi. Karena
ingatannya yang dia sendiri tidak tahu apa pe-
nyebabnya, tanpa sadar pemuda ini mengguman-
kan sesuatu. Ayu Wulan yang mulai tenggelam. dalam
rangkulan pemuda dari Gunung Rajawali ini me-
narik kepalanya dari dada bidang Tirta dan berka-
ta, "Kau... kau berbicara apa, Kang Tirta?"
Tirta tersentak. Bayangan Andini lenyap begitu
saja. Tak segera menjawab dia justru membatin,
"Aneh! Mengapa justru bayangan Andini yang datang" Gila! Apakah otakku sudah
menjadi sint- ing?" Ayu Wulan yang kali ini merasa dadanya berdebar lebih cepat berkata lagi,
"Apakah...
kau... kau tak mencintaiku?"
Tirta cuma tersenyum saja. Dan sebelum
dia berkata, Ayu Wulan sudah mendahului, "Ka-takanlah Kang Tirta... agar aku
tidak terlalu ba-
nyak berharap bila ternyata kau tak membalas
cintaku. Katakan saja dan jangan menganggapku
sebagai anak kecil yang akan menangis dan me-
nyesali diri dari apa pun yang kau katakan meski
akan membuatku kecewa...."
Tirta merasakan kedua tangan Ayu Wulan
yang masih memeluk pinggangnya bergetar. Dili-
hatnya sepasang mata Ayu Wulan menunggu sa-
hutannya dengan tak sabar. Bahkan bergerak-
gerak cepat. "Aku tak tahu harus menjawab apa," de-
sisnya dalam hati. Dan entah dorongan apa yang
ada di dalam dadanya, pemuda ini mengecup
kening Ayu Wulan dengan sikap lembut luar bi-
asa. Kendati Ayu Wulan cukup tersentak dan
tak berani mengharap terlalu banyak dari perbua-
tan Tirta barusan, namun hatinya cukup berbun-
ga-bunga. Entah siapa yang memulai lebih dulu,
terlihat kemudian keduanya saling berdekapan
erat. Tak ada yang mengeluarkan suara. Bebe-
rapa burung yang beterbangan di sana seolah
bernyanyi riang. Mereka hinggap dari satu pohon
ke pohon lain. Tiga tarikan napas berikutnya, terdengar
suara Tirta, "Kau tentunya lapar, bukan" Bagaimana bila aku mencari buah-buahan
atau men- dapatkan kelinci-kelinci gemuk?"
Ayu Wulan cuma menganggukkan kepa-
lanya. Tirta bisa melihat betapa wajah gadis itu
bersemu merah. Tetapi dia tak mempedulikannya.
"Kau tunggu saja di sini."
Setelah mendapati si gadis menganggukkan kepa-
lanya sekali lagi, barulah Tirta meninggalkan
tempat itu. Sepeninggalnya, gadis itu justru
menghela napas dalam-dalam.
*** "Keparat! Ke mana lagi aku harus mencari
Hantu Caping Baja"!" makian itu terdengar bersamaan satu sosok tubuh keluar dari
balik rang- gasan semak belukar. "Apa pun yang terjadi, nenek keparat itu harus mati
ditanganku!" .
Sosok yang. keluarkan bentakan itu ter-
nyata seorang gadis berparas jelita mengenakan
pakaian ringkas warna jingga. Sepasang mata si
gadis yang tak lain adalah Ratna Sari alias Dewi
Awan Putih dipentangkan ke sekelilingnya.
Menyusul terdengar dengusan si gadis
yang di pinggangnya melilit sebuah tali warna pu-
tih, "Pemuda berpakaian keemasan itulah satu-satunya petunjuk bagiku untuk
menemukan Hantu Caping Baja! Dasar kapiran! Seharusnya
tak kuberi kesempatan pemuda kurang ajar itu
lolos dari seranganku! Huh! Peduli setan! Kalau
aku berjumpa dengannya lagi, tak akan pernah
kuampni selembar nyawanya!"
Di saat gadis yang di bibir atas sebelah ka-
nannya ini terdapat sebuah tahi lalat kecil kem-
bali edarkan pandangan, mendadak saja. terden-
gar satu deruan keras. Menyusul satu gelombang
angin melabrak ke arahnya.
Sambil memekik gusar, Dewi Awan Putih
berkelebat ke samping selamatkan diri. Belum la-
gi dia menjejakkan kedua kakinya dengan sem-
purna di atas tanah, kembali satu gelombang an-
gin menderu ganas padanya!
Kali ini sulit bagi Dewi Awan Putih untuk
menghindar. Dalam keadaan kedua kaki yang be-
lum sempurna betul menjejak tanah, Dewi Awan
Putih memperlihatkan kelasnya sebagai tokoh
muda yang patut diperhitungkan.
Dengan teriakan penambah semangat, se-
gera saja disentakkan kedua tangannya ke depan.
Seketika bergulung awan putih yang menebarkan
hawa panas. Kejap lain satu gelombang angin
kuat yang keluarkan suara gemuruh menggebrak.
Blaaamm! Segera terdengar ledakan yang keras tatka-


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

la gebrakan Dewi Awan Putih melabrak serangan
gelap yang dilepaskan entah dari mana. Karena
kedudukannya agak goyah, gadis ini tersurut dua
tindak ke belakang.
"Manusia keparat yang ingin mampus "!
Tampakkan wajahmu di hadapanku bila kau
punya nyali!"
Bukan sahutan yang terdengar, justru satu
hamparan angin yang menggebrak kembali. Me-
nyusul gumpalan kabut putih menderu ke arah
Dewi Awan Putih.
Untuk kedua kalinya, gadis ini berhasil
memapaki serangan ganas itu. Namun mendadak
saja dari arah belakangnya, serangan yang sama
melanda dirinya.
Dengan gerakan cepat dan keluarkan peki-
kan tertahan, Dewi Awan Putih jejakkan kaki ka-
nannya di tanah. Seketika tubuhnya mumbul ke
udara. Masih berada di udara, kedua tangannya
disentakkan lagi ke depan.
Blaaam! Serangan gelap yang datang dari belakang-
nya pupus, tetapi tubuh Dewi Awan Putih terdo-
rong cukup kuat hingga dia terpental ke bela-
kang. Diusahakan agar tidak sampai ambruk.
Namun saat berdiri tegak, wajahnya nam-
pak pucat dengan dada turun naik.
"Keparat! Siapa orang gelap yang lancang
menyerangku" Apakah mereka berjumlah dua
orang" Yang seorang menyerangku dari depan
dan yang seorang lagi menyerangku dari bela-
kang" Atau... justru hanya seorang yang menye-
rangku tetapi memiliki kecepatan yang luar bi-
asa" Jahanam betul! Kalau memang begini, sulit
bagiku menentukan di mana orang keparat ini be-
rada! Dan tentunya dia akan tertawa-tawa meli-
hat kebingunganku!"
Habis memaki-maki dalam hati, gadis ini
edarkan pandangan dengan kedua kaki dibuka
agak lebar. "Orang sialan yang bernyali tikus! Mengapa
kau tak segera muncul di hadapanku, hah"!" ben-taknya gusar. Dan di kedua
tangannya telah te-
rangkum tenaga dalam tinggi.
Tetapi tak ada sahutan yang terdengar.
Keadaan ini membuat Dewi Awan Putih bertam-
bah gusar bukan buatan. Kembali dia memben-
tak-bentak keras dengan amarah yang tak bisa
lagi dibendung.
Dan bentakannya kali ini berubah menjadi
teriakan tertahan, tatkala dirasakan satu gelom-
bang angin ganas melabrak dari arah belakang-
nya. Wuuuttt! Serentak Dewi Awan Putih berbalik. Na-
mun baru saja dia hendak hentakkan kedua tan-
gannya, tubuhnya sudah terdorong ke belakang.
Menyusul kedua kakinya seperti disapu keras.
Maka tanpa ampun lagi tubuh gadis bertahi lalat
kecil di atas bibir sebelah kanannya ini langsung
terbanting. Bersamaan dengan itu, gumpalan kabut
putih langsung menyeruak menyerbu dan siap ki-
rim nyawanya ke akhirat. Teriakan tertahan Dewi
Awan Putih makin menjadi-jadi. Sebisanya dia
membalikkan tubuh dan mencoba mengangkat
kedua tangannya untuk menahan serangan ganas
itu. Namun baru setengah jalan serangan gelap
itu melabrak ke arahnya, mendadak dari arah
samping melesat lima gelombang angin raksasa
yang bukan hanya menahan melainkan, memu-
nahkan kabut hitam yang mengarah pada Dewi
Awan Putih! Blaarrr! *** Bab 10 HEI! " seru Dewi Awan Putih yang kendati heran namun karena merasa diselamatkan
langsung bangkit berdiri penuh siaga penuh. Di lain kejap, dilihatnya satu sosok tubuh
berpakaian keemasan melompat dari balik semak di sebelah kirinya
dan berdiri lima langkah dari hadapannya.
"Dia rupanya...," desis Dewi Awan Putih setelah mengenali siapa pemuda yang tadi
memo- tong serangan gelap ke arahnya. Kendati dia me-
rasa tertolong, namun rasanya tak sudi ditolong
oleh pemuda yang telah dicanangkan niat untuk
dibunuhnya. Dan ini membuatnya tak bisa me-
nahan dengusan.
Si penolong yang ternyata adalah Rajawali
Emas ini berkata tanpa menoleh, "Tetap di tem-patmu! Dan bersiaga penuh bila
serangan gelap itu datang lagi"!"
Seolah melupakan apa yang diniatkannya,
si gadis menuruti apa yang dikatakan pemuda
berpakaian keemasan itu. Diliriknya Rajawali
Emas yang nampak begitu waspada dengan pan-
dangan diedarkan ke sekelilingnya. Menyusul di-
dengar teriakan pemuda itu, "Aku ' paling tak su-ka mendapati orang yang
menyerang lawan den-
gan cara bersembunyi! Bila memang memiliki
nyali, silakan keluar!"
Tak ada sahutan apa-apa yang terdengar.
Hanya desir angin yang menggesek dedaunan dan
ranggasan semak belukar. Masing-masing orang
justru bertambah waspada.
Rajawali Emas berseru kembali. Tetapi te-
tap tak ada yang keluar.
"Hmm... rasa penasaranku makin menjadi-
jadi pada orang yang melakukan serangan gelap
pada Dewi Awan Putih. Kendati gadis bertahi lalat kecil di bibir bagian atasnya
itu pernah membuatku cukup gusar karena serangan-serangannya
waktu itu, tetapi tak akan kubiarkan orang yang
telah melakukan serangan gelap ini berlalu," kata Tirta dalam hati. Di lain
kejap, dipalingkan kepalanya pada Dewi Awan Putih seraya berkata,
"Jangan ke mana-mana!"
Belum lagi terdengar sahutan Dewi Awan
Putih yang mendelik gusar, tanda tak suka men-
dengar perintah dari pemuda yang diinginkan
nyawanya karena tak mau menjawab perta-
nyaannya waktu itu, Rajawali Emas sudah me-
lompat ke depan dengan kewaspadaan penuh.
Rupanya, dia menjelajahi setiap tempat itu untuk
menemukan orang yang melakukan serangan ge-
lap pada Dewi Awan Putih. Tak lama kemudian,
sosoknya sudah muncul kembali dan berdiri ber-
jarak satu tombak dari hadapan Dewi Awan Pu-
tih. "Aku tak menemukan siapa pun di sini,"
katanya kemudian.
Sebagai sahutan, Dewi Awan Putih cuma
keluarkan dengusan berat.
Rajawali Emas yang sebenarnya masih dibuat ke-
heranan mengingat gadis ini pernah menyerang-
nya hanya dikarenakan dia pernah berbicara den-
gan Hantu Caping Baja dan dijadikan sebagai pa-
tokan kalau Tirta mengetahui ke mana perginya
nenek itu, berkata, "Sebenarnya... aku tak mau campuri urusan orang. Tetapi,
sudah tentu aku
tak bisa berdiam diri bila mendapati keadaan se-
perti ini. Dan kuminta kau bisa sedikit bersikap
lebih lembut dan bekerja sama denganku.
Atau...." "Dengan kata lain, kau memaksaku untuk
berterima kasih"!" potong Dewi Awan Putih sengit.
Dari raut wajahnya dia nampak berada di persim-
pangan jalan. Di samping masih geram untuk
mengetahui siapa orang yang telah menyerang-
nya, dia juga memiliki niat untuk membunuh Ra-
jawali Emas bila tak mau mengatakan ke mana
perginya Hantu Caping Baja. Justru yang tak dis-
angkanya, kalau pemuda itulah yang telah me-
nyelamatkannya!
Tirta menggelengkan kepala.
"Aku tak pernah berniat atau mengharapkan seperti itu. Sedikit pun tak pernah
ada di hatiku. Tetapi, ada yang ingin kutanyakan!" katanya dan menyambung dalam hati, "Aku tak
menyangka akan menjumpai gadis ini lagi. Rasa penasaranku
karena waktu itu dia menyerangku, kuharap da-
pat terjawab sekarang. Biarlah Ayu Wulan me-
nunggu beberapa saat lagi. Ah, padahal sudah
kudapatkan dua ekor kelinci gemuk yang tadi ku-
lempar begitu saja saat kupapaki serangan gelap
yang tertuju pada gadis bertahi lalat ini."
Sementara itu, terdengar sahutan Dewi
Awan Putih agak terpaksa, "Huh! Karena kau telah menolongku, aku bersedia
menjawabnya!"
Mendapati kesempatan itu, Tirta segera
berkata, "Aku tidak tahu apa sebabnya kau berkeinginan mencari Hantu Caping Baja
dan berniat membunuhnya. Kemungkinan besar, begitu pula
kebalikannya. Dia juga menginginkan nyawamu.
Kita tunda sejenak membicarakan tentang Hantu
Caping Baja yang sebelumnya tidak kukenal, te-
tapi sudah menyerangku. Lalu, adakah orang lain
yang menginginkan nyawamu"!"
Mendapat pertanyaan yang tak disangka-
sangka itu, Dewi Awan Putih terdiam dengan ken-
ing dikernyitkan. Lalu terdengar ucapannya, "Aku tidak bisa menjawab
pertanyaanmu itu. Bisa jadi
masih ada, bisa pula tidak."
Tirta terdiam sebelum berkata, "Apakah
kau punya gagasan siapa yang telah menyerang-
mu ini?" Kali ini cukup lama Dewi Awan Putih ter-
diam sebelum akhirnya menjawab dengan dengu-
san keras, "Siapa lagi orangnya kalau bukan Hantu Caping Baja!"
"Hmm... lagi-lagi dia nampak begitu dipe-
nuhi dendam tinggi. Mungkin, inilah kesempatan
bagiku untuk mengorek keterangan mengapa dia
begitu mendendam pada Hantu Caping Baja," ka-ta Tirta dalam hati. Lalu katanya,
"Masih ada rasa penasaran yang mengganjal di hatiku, tentang
penyeranganmu kepadaku. Nah! Maukah kau
mengatakan, mengapa kau begitu bernafsu me-
maksaku mengatakan ke mana perginya Hantu
Caping Baja, orang yang nampaknya ingin kau
bunuh?" Sepasang mata Dewi Awan Putih membuka
lebih lebar. Kegusarannya kentara sekali.
"Biarpun pemuda ini telah menolongku, tak
akan pernah kukatakan urusanku dengan Hantu
Gaping Baja. Untuk saat ini, mungkin aku tidak
akan mencabut nyawanya, karena biar bagaima-
napun juga budi baik harus dibalas. Tetapi men-
ceritakan mengapa aku mencari nenek keparat
itu, nanti dulu!"
Habis memutuskan demikian, Dewi Awan
Putih berkata, "Jangan dikarenakan kau telah menolongku maka aku sudi mengatakan
apa yang kau minta! Tetapi, aku masih menghargai budi
baik orang! Lebih baik kau tinggalkan tempat ini
sebelum kuubah keputusanku untuk mene-
ruskan niat membunuhmu bila kau tak mau
mengatakan ke mana perginya nenek keparat
itu"!" Mendengar kata-kata orang, Tirta nampak agak jengkel. Tetapi segera
ditindihnya saat dia
berkata, 'Tadi kukatakan, aku tak mengharapkan
terima kasih atau balas budi atas perbuatanku.
Yang kuinginkan, adalah sebuah penjelasan hing-
ga di antara kita tak ada salah paham."
Dewi Awan Putih merandek seraya berkata
dingin, "Jangan coba-coba mempengaruhiku!"
"Sedikit pun juga, tak ada niatan seperti
yang kau katakan barusan singgah di hatiku,"
sahut Tirta. "Yang kuinginkan, kejelasan mengapa kau menginginkan nyawa Hantu
Caping Baja"!
Setahuku, nenek itu adalah orang baik-baik.
Apakah kau sebenarnya menghendaki Ki...."
Kata-kata Tirta terpotong ketika si gadis
berkata, 'Hentikan ucapanmu! Sekarang, dengar
baik-baik! Hari ini kuputuskan untuk tidak men-
cabut nyawamu! Tetapi bila kita bertemu lagi,
jangan harap aku akan melakukan hal yang sa-
ma!" Habis kata-katanya, sosok gadis berpa-
kaian ringkas warna jingga itu sudah membalik-
kan tubuh. Lalu tanpa keluarkan suara apa pun
dia sudah berkelebat meninggalkan Rajawali
Emas yang menarik napas.
"Benar-benar gadis misterius yang penuh
rahasia. Kendati aku punya dugaan kalau dia
mencari Hantu Gaping Baja dikarenakan Kitab
Pamungkas... tetapi bisa jadi ada urusan lain.
Sayang, gadis itu terlalu keras kepala. Dan anca-
man yang dikatakannya tadi, sudah tentu bukan
ancaman kosong belaka! Ah, benar-benar mem-
buatku penasaran!"
Pemuda dari Gunung Rajawali ini terdiam.
Lalu seperti tanpa sadar dicabutnya sebatang
rumput dan mulai dihisap-hisapnya. Tatkala in-
gatannya kembali pada Ayu Wulan yang tentunya
sedang menunggu, masih dengan menghisap
rumput, Tirta berkelebat pula meninggalkan tem-


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pat itu. *** "Maafkan aku, Ayu! Mungkin kau menung-
gu terlalu lama, ya"!" seru Tirta dari kejauhan sambil tertawa-tawa. Di tangan
kanannya terpegang dua ekor kelinci gemuk yang tadi dilempar-
nya saat membantu Dewi Awan Putih dan dike-
temukannya kembali. "Ayo! Kita segera saja me-nikmati... oh!"
Seruan Tirta terputus bersamaan dengan
langkahnya terhenti. Keningnya segera diker-
nyitkan tatkala tak mendapati sosok Ayu Wulan
di tempat semula.
"Wah! Ke mana dia" Apakah dia ngambek
karena aku tinggal cukup lama?" desisnya heran.
Lalu mulailah dipanggilnya nama Ayu Wulan cu-
kup keras. Tetapi setelah beberapa saat, gadis itu tidak muncul juga. Perasaan
Rajawali Emas mulai
diliputi rasa gelisah.
"Aneh! Apakah sesungguhnya dia justru
sengaja meninggalkanku karena aku tak menja-
wab pernyataan isi hatinya?" gumamnya mene-
bak. "Tetapi... menurutnya tadi dia bukanlah anak kecil lagi yang akan menangisi
Apa pun yang akan terjadi. Kalau begitu... ke mana dia sekarang?"
Tirta terdiam sejenak sebelum memu-
tuskan, "Biarlah kutunggu saja dia. Sembari menunggu biar kupang-gang dulu
kelinci-kelinci
ini...." Lalu segera saja dia lakukan apa yang di-putuskannya. Tetapi sampai
aroma kelinci pang-
gang itu tercium begitu harum dan hampir ma-
tang, sosok Ayu Wulan belum muncul juga.
Perlahan-lahan Rajawali Emas bangkit
berdiri. Pandangannya diedarkan ke sekeliling-
nya. Kegelisahan mulai nampak kembali di wa-
jahnya. "Ayu! Ayolah! Ini bukannya saat untuk
bermain-main!" serunya cukup keras. "Daging kelinci panggang ini mulai matang!
Ayo kau keluar!"
Tak ada sahutan apa-apa, juga sosok Ayu Wulan
tidak muncul juga.
"Ayo! Apakah kau marah karena aku mela-
rangmu untuk ikut denganku"! Kalau memang
begitu, baiklah! Aku bersedia mengajakmu asal-
kan urusan cinta ini kita tunda sementara wak-
tu!" seru Tirta lagi dan menunggu dengan tak sabar. Setelah kembali tak ada
sahutan apa-apa
dan tak ada bayangan Ayu Wulan yang muncul,
kali ini dia terdiam. Keningnya nampak berkerut.
"Benarkah dugaanku kalau Ayu Wulan
meninggalkan tempat ini karena sikap dan jawa-
banku" Atau... hei! Bisa jadi dia sebenarnya tidak suka aku rangkul" Wah! Kalau
begitu, berabe nih!
Tidak gampang untuk membaikkannya kembali!
Aku harus...."
Mendadak saja pemuda dari Gunung Raja-
wali ini terdiam. Satu pikiran yang tak menge-
nakkannya singgah di benaknya. Dan ini mem-
buatnya terdiam cukup lama.
"Apakah... ada seseorang yang datang ke
sini kemudian membawa Ayu Wulan pergi" Bila
memang demikian, pasti dia mengenal orang yang
datang itu" Lantas bagaimana bila dia tak men-
genalinya tetapi orang itu tetap membawanya per-
gi" Hmmm... tak kulihat tanda-tanda pertarungan
di sini. Apakah...."
Tirta memutus gumamannya sendiri.
"Aku tak boleh membuang waktu. Aku ha-
rus mengetahui keadaan Ayu Wulan sebelum ku-
teruskan perjalanan mencari Raja Lihai Langit
Bumi." Memutuskan demikian, pemuda yang di
lengan kanan dan kirinya terdapat rajahan bu-
rung rajawali keemasan ini sudah berkelebat un-
tuk mencari Ayu Wulan. Dilupakan soal perutnya
yang sudah nagih minta di isi.
Dilupakan soal daging kelinci panggang
yang harum dan tentunya gurih dimakan.
Yang ada di benaknya, menemukan Ayu
Wulan selekasnya!
*** Bab 11 HAMPARAN langit mulai dibentangi kegelapan.
Angin berhembus cukup dingin di sekitar perda-
taran luas itu. Rembulan nampaknya malam ini
enggan untuk bersinar. Mungkin sudah berupaya
untuk menembus rangkaian awan hitam, namun
tak kuasa dilakukannya hingga akhirnya pasrah
mendekam di balik timbunan awan-awan hitam.
Tetapi di kejap lain, dalam kesenyapan
yang meraja itu, mendadak saja terdengar suara
keras dari angkasa, seolah hendak merentak ma-
lam pekat, "Kraaaagghhhh!"
Menyusul angin yang tadi berdesir lembut,
berubah menjadi bergulung-gulung. Dahsyat dan
menimbulkan suara menggemuruh. Hamparan
rumput hijau yang bila pagi hari biasa didatangi
para gembala untuk santapan empuk ternak-
ternak mereka, langsung merebah.
Samar di angkasa luas nampak satu
bayangan raksasa bergerak sangat cepat. Bayan-
gan yang ternyata seekor burung rajawali raksasa
itu tiba-tiba saja menukik dengan suaranya yang
menggelegar. Kedua sayapnya yang berkepak, makin
menimbulkan gemuruh angin yang berdesir-desir
kuat. Kali ini bukan hanya rerumputan yang ter-
cabut, tetapi tanah di mana rumput-rumput itu
tumbuh rengkah dan kepulkan debu di udara.
Hanya dalam dua tarikan napas berikut-
nya, burung rajawali raksasa itu telah mendekam
di tanah. Dari mulutnya keluar kirikan cukup
kuat. Dan dia masih menggerakkan kedua sayap-
nya sebelum akhirnya mendekam dengan bola
mata besar warna merah yang bergerak-gerak.
Rupanya, burung rajawali raksasa itu ada
yang menunggangi. Karena begitu burung itu ter-
diam, dua sosok tubuh langsung melompat den-
gan lincah dan berdiri di dekat ekor burung raja-
wali raksasa itu.
Satu sosok tubuh yang berpakaian biru
muda dengan mengenakan ikat kepala berwarna
sama, yang ternyata seorang gadis jelita berambut panjang, memandang
sekelilingnya sebelum akhirnya berkata pada sosok yang berdiri di sebelah
kanannya, "Mengapa Bwana hinggap di sini, Kakang Wulung?"
Sosok yang seorang lagi, yang ternyata seo-
rang pemuda tampan berpakaian abu-abu yang
terbuka di dada hingga menampakkan dada bi-
dangnya terdiam sebelum menjawab, "Aku tidak
tahu. Tetapi tak mungkin dia hinggap di tempat
ini bila tak ada maksud apa-apa. Masih ingatkah
kau apa yang dikatakan Tirta sebelum menyuruh
kita naik ke punggung Bwana" Dia tak mengata-
kan tujuan ke mana Bwana pergi, tetapi dia men-
gatakan kita harus mengikuti Bwana."
Si gadis jelita yang di punggungnya terda-
pat dua buah pedang bersilangan dan tak lain Sri
Kunting adanya, bergumam, "Bila saja kita bisa memahami kata-kata Bwana seperti
Kang Tirta, mungkin kita tak akan mengalami kesulitan se-
perti ini."
"Ya! Paling tidak, kita bisa paham mengapa
dia justru hinggap di tempat ini," sahut si pemuda yang tak lain Wulung Seta.
Seperti pernah diceritakan dalam episode:
"Rahasia Pedang Pusaka", Sri Kunting dan Wulung Seta yang sebelumnya terkejut
dengan ke- munculan Bwana lalu akhirnya naik ke punggung
burung rajawali raksasa berwarna keemasan itu,
diperintahkan oleh Rajawali Emas untuk memba-
talkan niat menuju Bukit Watu Hatur. Saat itu
Rajawali Emas menceritakan tentang kemunculan
Dayang-dayang Dasar Neraka.
Sebenarnya, murid mendiang Pendekar Pe-
dang dan murid mendiang Ki Alam Gempita eng-
gan melakukan semua ini. Karena, mereka tetap
berkeinginan untuk membalas dendam terhadap
Seruling Haus Darah. Lalu dengan berat hati, Sri
Kunting dan Wulung Seta mengikuti perintahnya
untuk naik ke punggung Bwana yang sedang
mencari Raja Lihai Langit Bumi.
Dan yang tak keduanya sangka-sangka,
ternyata Bwana justru hinggap di tempat yang
agak terbuka seperti ini.
Sri Kunting berkata lagi, kali ini ada nada
cemas dalam suaranya, "Kakang Wulung... menurutmu, apakah Kang Tirta berhasil
mengatasi se- pak terjang Seruling Haus Darah sekaligus mem-
balaskan dendam kita?"
Wulung Seta terdiam sejenak. Dia tahu ka-
lau gadis di hadapannya ini mencintai Rajawali
Emas. Sementara dia sendiri, justru mencintai Sri Kunting. Tetapi sebagai
seorang pemuda yang bi-sa mengendalikan diri, Wulung Seta mencoba
agar tidak terbawa arus emosi cintanya.
Lalu jawabnya, "Kendati aku tidak tahu
apa yang terjadi, tetapi kuharapkan kalau semu-
anya berhasil seperti yang direncanakan oleh Tir-
ta." Sri Kunting kembali terdiam. Kali ini diarahkan pandangannya pada Bwana
yang sedang mendekam dan sesekali keluarkan suara mengki-
rik. "Bila saja kita bisa memahami kata-kata Bwana, bisa dipastikan kita tidak
akan terlalu terkejut, juga khawatir dengan semua ini," katanya kemudian. Lalu menoleh lagi
pada Wulung Seta, "Bisakah kau menebak, perkara apa yang disembunyikan Kang Tirta
sebenarnya?"
Wulung Seta menggeleng.
"Aku tidak tahu. Bahkan tidak punya du-
gaan sama sekali. Tetapi menilik sikap Tirta wak-
tu itu, nampaknya dia memang mencoba untuk
merahasiakannya. Barang-kali, untuk saat ini.
Tetapi kau tentunya ingat, dia mengatakan kalau
semua ini adalah rahasia Bwana."
Mendengar jawaban itu, Sri Kunting kem-
bali berkata, "Justru karena mengingat itulah aku jadi penasaran untuk
mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya. Kakang Wulung, Kang Tirta te-
lah menceritakan kepada kita tentang Dayang-
dayang Dasar Neraka yang menyerangnya tanpa
sebab. Apakah kau punya gagasan mengapa me-
reka menyerangnya?"
Wulung Seta menggelengkan kepala. Tetapi
tak segera menjawab. Justru kedua matanya tak
berkedip memandang gadis yang diam-diam dicin-
tainya. Tanpa sadar dia berkata dalam hati, "Dapat kulihat betapa kecemasan yang
berbalur ke- rinduan di kedua mata jernih itu. Ah, bila saja
aku yang dipilih olehnya untuk menjadi pen-
damping, sudah tentu akan kuterima dengan se-
nang hati. Sayang, hatinya sudah terpaut pada
Rajawali Emas."
Di depannya, Sri Kunting mengernyitkan
kening-nya melihat tatapan Wulung Seta yang se-
perti kosong. Lebih heran lagi karena nampaknya
pemuda itu seperti tak mendengar apa yang dita-
nyakannya. "Kau kenapa?" tanyanya kemudian.
Wulung Seta tersentak kaget. Buru-buru
dia tersenyum dan berkata, "Apa yang tadi kau
tanyakan?"
Sri Kunting yang sama sekali tak punya
dugaan kalau pemuda di hadapannya ini mencin-
tai dirinya, tertawa renyah. Bwana sejenak meli-
riknya, lalu tak acuh lagi dengan bola mata bu-
latnya yang agak terkatup.
"Kau sedang ingat sesuatu ya" Atau seseorang"
Wah! Kau pasti sedang teringat pada kekasihmu
ya?" Wulung Seta cuma tersenyum dan berkata,
"Kau menanyakan apa tadi?"
"Yang kutanyakan, apakah kau punya ga-
gasan mengapa Dayang-dayang Dasar Neraka
menyerang Kang Tirta?" ulang Sri Kunting masih tertawa. Lalu sambungnya, "Kalau
kau tidak mau menjawabnya tidak apa-apa. Dan maaf ya, kalau
aku sempat bikin khayalanmu putus. Pantas kau
nampaknya tadi agak kikuk. Rupanya mengingat
pacarmu, ya" Cantik dia, Kakang Wulung"
Cantik mana dia denganku?"
"Ah, kau ini... menggodaku saja," sahut Wulung Seta tersipu. Lalu katanya,
"Tidak, aku sama sekali tidak punya gagasan untuk mengetahui sebab-sebab Dayang-
dayang Dasar Neraka
menyerang Tirta. Tirta sendiri mengatakan tidak
tahu sebabnya. Tetapi... entah mengapa aku
menduga kalau dia justru menyembunyikan se-
suatu." "Maksudmu?" kali ini Sri Kunting sudah bersikap tidak menggoda lagi.
"Aku menduga, Tirta sudah tahu apa pe-
nyebabnya mengapa Dayang-dayang Dasar Nera-
ka menyerangnya."
"Bagaimana kau bisa punya pikiran seperti
itu?" "Percakapannya dengan Bwana."
Sri Kunting terdiam dengan tangan men-
cubit-cubit bibir bagian bawahnya. Lalu katanya,
"Mengapa?"
"Justru itu yang aku tidak tahu."
"Wah! Aku jadi makin penasaran ingin


Rajawali Emas 24 Dayang Dayang Dasar Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengetahui apa yang terjadi sebenarnya! Waktu
itu, aku benar-benar tak habis mengerti mengapa
Kang Tirta seperti menyingkirkan kita untuk me-
nuju ke Bukit Watu Hatur. Padahal, di sanalah
manusia sesat yang telah membunuh guru-guru
kita akan datang! Lalu sekarang, Kang Tirta tak
mau mengatakan apa yang telah terjadi sebenar-
nya." "Mungkin dia punya rencana lain."
"Atau... justru dia tidak tahu bagaimana
mengatakannya?"
"Bisa jadi seperti itu! Yang menjadi pokok
persoalan sekarang, adalah Dayang-dayang Dasar
Neraka! Karena, sulit bagi kita untuk bercakap-
cakap dengan Bwana! Bisa jadi Bwana mengerti
ucapan kita, tetapi kita tak mengerti apa yang di-ucapkannya! Bila kita bertemu
dengan Dayang- dayang Dasar Neraka yang menurut Tirta terdiri
dari gadis-gadis jelita mengenakan jubah berlai-
nan warna, kemungkinan besar kita bisa tahu da-
ri mulut mereka!"
"Lantas... apa yang menjadi rahasia Bwa-
na?" Wulung Seta menggelengkan kepala.
"Kalau soal satu ini aku tidak punya gaga-
san yang menarik! Bisa jadi...."
Mendadak saja kata-kata Wulung Seta ter-
putus tatkala sosok Bwana yang tadi mendekam,
kini menegak. Kedua sayapnya digerakkan hingga
menimbulkan gelombang angin yang kuat. Me-
nyusul terseretnya tanah di mana rumput-
rumput tumbuh dan berpentalan jauh.
Masih untung Sri Kunting dan Wulung Se-
ta berada pada arah yang berlawanan dari gelom-
bang angin yang ditimbulkan kepakan kedua
sayap Bwana. Bila tidak, bisa dipastikan kedua-
nya akan berpentalan jauh.
"Kakang Wulung! Mengapa Bwana menda-
dak berubah seperti itu"!" seru Sri Kunting dalam teriakan.
Wulung Seta membalas berteriak, "Aku ti-
dak tahu!" Lalu dengan kedua tangan diletakkan di depan mulut membentuk corong,
Wulung Seta berseru keras, "Bwana! Mengapa kau mendadak
berubah seperti ini" Bwana"! Mengapa"!"
Burung rajawali raksasa berwarna keema-
san itu terus mengepakkan kedua sayapnya, se-
mentara mulutnya keluarkan kirikan yang sangat
keras. Sri Kunting berseru, "Kakang Wulung!
Apakah Bwana mengetahui sesuatu"!" "Apa maksudmu"!"
"Maksudku... ada seseorang yang datang
ke sini! Dan menilik sikap Bwana yang agak be-
ringas seperti itu, nampaknya dia tak mengenali
orang yang datang!"
"Bisa jadi begitu! Tetapi siapa"!"
Selagi kedua remaja itu berseru-seru satu
sama lain menduga-duga penyebab perubahan
Bwana, mendadak saja terdengar satu suara yang
sangat keras, "Akulah orangnya! Dan kalian ber-dua ditakdirkan untuk mati di
tanganku! Semen-
tara kuku-kuku yang terdapat di kedua kaki bu-
rung rajawali raksasa itu, akan menjadi senjata
yang paling sakti untukku!"
SELESAI Segera menyusul!!!
RAHASIA BWANA Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes Sugiro
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Pedang Kiri Pedang Kanan 14 Dewa Arak 62 Perempuan Pembawa Maut Kaki Tiga Menjangan 8
^