Pencarian

Dewi Karang Samudera 3

Rajawali Emas 05 Dewi Karang Samudera Bagian 3


rena terhalang oleh pekatnya debu yang berpentalan.
Saat penghalang pandangan luruh, nampak pemu-
da berajah burung rajawali pada lengan kanan-kirinya terhuyung ke belakang.
Wajahnya tampak pias dengan
ketegangan yang nyata. Lengan kanannya sedikit
membiru. Dia cepat duduk bersemadi dengan menga-
tupkan kedua tangan pada dadanya.
Sementara itu, Ratu Tengkorak Hitam terlempar
dua tombak ke tanah. Dari mulutnya keluar darah
yang bercampur cairan susurnya. Wajahnya mengeras,
tanda menahan sakit luar biasa. Sesaat napasnya ter-
dengar mendengus-dengus. Begitu melihat si Rajawali
Emas tengah duduk bersemadi, keinginan mempergu-
nakan kesempatan untuk menghabisi lawannya mem-
besar. Segera tenaga dalamnya dialirkan kembali. Na-
mun.... "Aaakh.,.!" "
Belum lagi Ratu Tengkorak Hitam melakukannya
mendadak saja tubuhnya terhuyung ke depan dan
ambruk. Terdengar raungannya yang tinggi, sekaligus menggidikkan, mengiringi
kematiannya. Rupanya kekuatan tenaga surya yang dikerahkan
Tirta lebih tinggi dari jurus 'Undang Maut Sedot Darah'
yang dipergunakan oleh Ratu Tengkorak Hitam. Hal itu tidak mengherankan, karena
jurus itu memang tidak
begitu sempurna dimiliki oleh Ratu Tengkorak Hitam,
mengingat Dewi Karang Samudera memilikinya dengan
cara mencuri. Setelah ambruk dan bergulingan ke sana kemari,
mendadak tubuh si nenek membiru. Dua tarikan na-
pas kemudian, tubuhnya terdiam sama sekali. Darah
mengalir dari seluruh pori-porinya.
Tirta menarik napas panjang setelah selesai men-
galirkan tenaga dalam pada tubuhnya. Kendati demi-
kian jurus 'Undang Maut Sedot Darah' yang dilepaskan Ratu Tengkorak Hitam telah
membuat setiap jalan darahnya terasa nyeri.
"Celaka! Kenapa tubuhku jadi sedikit kaku seperti ini" Hhh! Jurus tadi sangat
mengerikan. Bila saja tak kupapaki dengan tenaga surya, tak urung seluruh jalan
darahku akan punah tersedot dan pecah beranta-
kan. Tetapi sekarang jalan darahku terasa tersendat,"
rutuk batin si Rajawali Emas sambil memandang Ratu
Tengkorak Hitam yang telah menjadi mayat. 'Tak ku-
sangka kalau tenaga surya ini benar-benar dahsyat.
Terpaksa hal itu kulakukan, karena bila tidak, justru aku yang mati konyol.
Meskipun aku tak menghendaki
mencabut nyawa si nenek."
Lalu perlahan-lahan si pemuda dari Gunung Raja-
wali itu berdiri. Pandangannya diedarkan ke seantero tempat
"Hmnm.... Aku yakin Bwana akan menjaga Andini
dan gadis yang ditolongnya. Tentu dia sudah siuman
sekarang. Entah, siapa gadis itu. Bwana hanya mence-
ritakan kalau dia tengah dihadang kematian oleh pe-
rempuan berbaju hijau lumut. Perempuan itu pasti
Dewi Karang Samudera. Keparat busuk! Di mana pe-
rempuan itu sekarang" Bila aku bertemu lagi dengan-
nya, akan kupaksa untuk menyerahkan Kitab Pe-
manggil Mayat. Kemunculan Iblis Kubur telah memu-
singkan kepala orang-orang rimba persilatan. Ini tak boleh dibiarkan terlalu
lama. Karena menurut pesan
Guru, aku harus menuntaskan masalah ini. Lalu di
manakah Guru yang tiba-tiba dicari Ratu Tengkorak
Hitam" Ada urusan apa wanita pengunyah susur itu
sebenarnya."
Si Rajawali Emas menarik napas sekali lagi. Ketika
hendak meninggalkan tempat itu, mendadak jalan da-
rah di seluruh tubuhnya terasa makin liar dan kacau.
Rasa pusing yang menyengat menyerang kepalanya.
"Celaka! Kenapa jadi begini" Gila! Apa yang harus kulakukan" Padahal tenaga
surya sudah kualirkan untuk menghilangkan getaran di tubuhku! Ohhh!"
Saat ini Tirta merasakan panas yang mendadak
berkobar dalam tubuhnya yang dibuat limbung tak ka-
ruan. Menyusul, rasa pusing yang melingkari seluruh
isi kepalanya. Napasnya mendadak sesak tak menentu.
Isi perutnya bagai teraduk-aduk, hendak keluar secara paksa.
"Sinting! Kenapa jadi begini" Mengapa tenaga surya seakan tak mampu meredam
pukulan yang dilepaskan
si nenek tadi" Oh... aku... aku....!"
Tubuh si Rajawali Emas semakin limbung. Dan
dua kejap kemudian, dia tak mampu bertahan lagi.
Tubuhnya pun ambruk begitu saja dan mendadak
membiru. Tak tahu apa yang terjadi, saat itu pula si Rajawali Emas pun pingsan.
*** Sepenanakan nasi telah berlalu, melewati segenap
sunyi mencekam yang mendera tempat Tirta pingsan.
Tahu-tahu saja, di tempat itu satu sosok tubuh telah berdiri di samping si
Rajawali Emas yang masih pingsan. '
Sosok ini sangat aneh. Dia adalah seorang lelaki
bertubuh begitu bulat. Dan bila dia tidak memiliki kepala, kaki, dan tangan,
sudah pasti wujudnya tak
ubahnya seperti bola. Tingginya saja hanya sepundak
dari ukuran manusia dewasa. Dan dengan kalung be-
sar di lehernya yang berayun-ayun membuat penampi-
lannya terlihat menggelikan. Dari balik pakaian batik yang terbuka di dada,
entah karena tak bisa dikancing akibat perutnya yang besar atau memang tak punya
pakaian lagi, terlihat bungkahan dada yang tak ubah-
nya dada seorang wanita. Di tangan kanannya terdapat sebuah cangklong besar. Tak
mengeluarkan asap. Tetapi ketika dihisap dan dihembuskannya, mengepul
asap wangi dari mulutnya!
Lelaki buntal itu menggeleng-geleng sambil meng-
hembuskan asap dari cangklongnya yang aneh, Ma-
tanya terus menatap tubuh Tirta yang pingsan dan
makin membiru. "Rupanya dunia telah berubah arah. Setiap lang-
kah berarti petaka. Wujud dari kehidupan ini hanya sengsara belaka, yang tak
akan pernah sirna sepan-jang masa. Sekujur tubuh pemuda berbaju keemasan
ini membiru. Tentu dia terkena pukulan dahsyat. Dan
di sebelah sana, perempuan tua berbaju hitam panjang itu telah jadi mayat. Aku
yakin, perempuan itulah yang berjuluk Ratu Tengkorak Hitam bila memperhatikan
ciri-cirinya. Apakah dia tewas di tangan si pemuda?"
kata batin lelaki buntal yang tak lain tokoh silat aneh berjuluk Dewa Bumi.
"Dalam pandanganku ketika Andini tak ditemukan, aku merasa pasti kalau pemuda
ini yang telah menolong muridku yang ceriwis itu.
Wisnu dan Nandari pasti heran, karena aku tak me-
nampakkan kecemasan, dikarenakan aku telah meli-
hat semuanya."
Dewa Bumi kembali menggeleng-geleng. "Nyawa
nampak murah harganya. Manusia hidup hanya jadi
petaka. Melihat pukulannya, pemuda ini terkena pu-
kulan 'Undang Maut Sedot Darah'. Pukulan yang
menggegerkan rimba persilatan puluhan tahun lalu.
Yang pasti pukulan itu hanya dimiliki Raja Lihai Langit Bumi. Bila melihat hanya
ada dua sosok tubuh di sini, jelas pukulan yang menimpa si pemuda di lakukan Ra-
tu Tengkorak Hitam yang telah jadi mayat. Tetapi,
mengapa jurus 'Undang Maut Sedot Darah' bisa dikua-
sai olehnya" Benar-benar dunia telah berwajah dua
dalam kehidupan."
Dewa Bumi menghisap lagi cangklong yang dipe-
gangnya yang tak mengeluarkan asap. Tetapi saat di-
hembuskan asap wangi menebar keluar.
"Tak tahu urusan apa yang terjadi. Aku harus cepat menemukan Iblis Kubur dan
Dewi Karang Samu-
dera. Kitab Pemanggil Mayat akan jadi sumber malape-
taka. Baiknya, kuselamatkan nyawa pemuda ini yang
pernah menolong muridku si Andini."
Habis membatin seperti itu, Dewa Bumi berjong-
kok. Nampak susah sekali gerakannya. Saat kedua ka-
ki-nya berjongkok, bila dipandang dari jauh orang
akan menyangka ada sebuah bola raksasa.
Dewa Bumi kembali menghisap dalam-dalam
cangklong yang tak mengeluarkan asap. Saat dihem-
buskan, muncul asap berbentuk menjadi lingkaran
menuju ke arah si Rajawali Emas. Asap berbentuk bu-
latan yang wangi itu melingkari sekujur tubuh Tirta.
Bersamaan dengan itu, Dewa Bumi memegang da-
da Tirta. Tampak tubuh lelaki buntal ini bergetar. Keringat sebesar biji jagung
mendadak muncul. Cukup
lama Dewa Bumi melakukan hal itu, sampai tubuh
membiru di hadapannya berubah memerah. Dan kini
tubuh Dewa Bumi yang membiru.
Setelah beberapa saat, lelaki buntal ini mengangkat
kedua tangannya. Lalu didorongkannya ke depan.
Seketika menghampar angin dahsyat panas yang
luar biasa diiringi deru angin bergemuruh dahsyat,
menghantam beberapa batang pohon sekaligus. Pohon-
pohon itu bukan hanya hangus, melainkan pecah jadi
serpihan setelah menimbulkan suara ledakan cukup
keras. "Nyawamu tertolong, Anak Muda. Bila saja kau tak punya tenaga panas yang kurasa
cukup aneh, niscaya
kau akan mati secara mengerikan."
Dewa Bumi berdiri kembali. Lalu tanpa meman-
dangi lagi tubuh Tirta atau Ratu Tengkorak Hitam,
dengan langkah tak acuh ditinggalkannya tempat itu
Sesekali dihisapnya cangklong yang tak mengeluarkan
asap. Namun saat dihembuskan, menguar aroma wan-
gi yang menyejukkan.
Bab 10 Seorang wanita cantik berbaju hijau lumut tipis
dengan rambut menyala seolah dihiasi pernik perak
menghentikan langkahnya di sebuah pematang. Ma-
tanya beredar ke sekeliling tempat. Namun yang tam-
pak hanya padi menguning.
"Setan! Ke mana aku harus menemukan Iblis Ku-
bur! Bila dalam waktu sepuluh hari manusia sialan itu tak bisa kutemukan, bisa-
bisa pengaruh ilmu dari Kitab Pemanggil Mayat tak akan ada gunanya lagi. Berar-
ti sia-sia saja usahaku untuk berjumpa dengan Raja
Lihai Langit Bumi! Urusan dengannya harus tetap ku-
jalankan. Tak akan pernah kutinggalkan rimba persilatan sebelum urusan dengan
Raja Lihai Langit Bumi
tuntas!" Lalu wanita yang tak lain Dewi Karang Samudera
segera meninggalkan tempat itu. Dalam waktu hanya
dua puluh tarikan napas, tubuhnya sudah bagaikan
sebuah titik yang makin mengecil.
Saat ini hari sudah memasuki senja. Dan angin
berhembus semilir, saat perempuan berambut bagai
dihiasi pernik perak itu tiba di sebuah ngarai yang indah namun penuh pepohonan
tinggi. Kembali pandan-
gannya beredar namun tersimpan berjuta kelicikan
yang dalam. "Raja Lihai Langit Bumi.... Ke mana pun kau pergi, aku akan tetap mencarimu!
Hingga seluruh dendam
dan sakit hati yang selama ini menderaku sirna. Hhh!
Baiknya kutinggalkan ngarai ini, sebelum malam da-
tang." Namun belum lagi Dewi Karang Samudera berge-
rak, mendadak sepasang matanya sudah melihat se-
suatu yang membuatnya tersentak kaget. Bahkan
sampai surut satu tindak ke belakang.
"Gila! Bagaimana dia bisa berada di sini"! Sama sekali aku tak merasakan
kehadirannya" Atau "dia baru datang" Setan baju putih keparat! Rupanya dia
memang ditakdirkan untuk mati di tanganku!" desis batin Dewi Karang Samudera
dengan tatapan melebar dan
mulut agak terbuka.
Di hadapan Dewi Karang Samudera pada jarak tiga
tombak, telah berdiri seorang lelaki tua berbaju putih berselempang kain
selendang berwarna putih pula di
bahu kanan sampai pinggang kiri. Seluruh bulu yang
ada di tubuhnya sudah memutih. Lelaki tua berwajah
bijaksana dengan tatapan teduh itu mengusap jenggot
putihnya. "Kita bertemu lagi, Cempaka. Bagaimana kabarmu
saat ini setelah sekian lama tak berjumpa?" sapa lelaki itu. Suaranya terdengar
mendesis dan agak bergetar.
"Setan tua ini masih menggetarkan hatiku. Tetapi biar bagaimanapun juga, dia
pernah menyakiti dan
mempermainkan cintaku. Maka aku harus membu-
nuhnya." Habis membatin begitu, Dewi Karang Samudera
tersenyum dingin. Dibalik senyumnya, terbias sifat li-ciknya.
"Lama kucari kau, Raja Lihai Langit Bumi! Dan kini muncul untuk terima
kematian!" sahut Dewi Karang Samudera, penuh tekanan.
Lelaki yang tiba-tiba ada di hadapan Dewi Karang
Samudera tersenyum. Seolah tak menyadari kelicikan
dalam benak Dewi Karang Samudera.
"Soal mati dan hidup ada di tangan Yang Maha Kuasa, Cempaka. Kalau Dia inginkan
aku mati saat ini,
pasti mati Bila belum ada tulisan tentang kematianku,
sampai kapan pun aku tak akan pernah mati."
"Orang tua busuk! Jangan jual khotbah di depan-
ku!" maki Dewi Karang Samudera yang memiliki nama asli Cempaka dengan wajah
garang. Wanita tua yang wajah dan tubuhnya masih seperti
seorang gadis itu kini benar-benar marah. Pandangan-
nya dingin, memerah, dan penuh kandungan kemara-
han tinggi Namun Raja Lihai Langit Bumi tetap tenang sekali,
seperti biasanya.
"Cempaka.... Mengapa tak bisa kau sudahi urusan yang telah bertahun-tahun ini
terjadi" Bukankah semuanya telah jelas?"
"Tidak! Kau telah menyakiti hatiku, Sirat! Tak akan pernah kubiarkan orang yang
telah menyakiti hatiku
hidup lebih lama! Orang yang telah membuatku malu
menjalani kehidupan ini! Apakah tidak seharusnya sa-
kit hati ini kubalaskan padamu, hah"!" suara Dewi Karang Samudera tajam menusuk.
"Cempaka...... Cinta tak bisa dipaksakan. Bolehlah
bila kau katakan kau mencintaiku. Tetapi..., yang ada di dasar hatiku, kau hanya


Rajawali Emas 05 Dewi Karang Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuanggap sebagai seorang
adik. Dulu pun kukatakan seperti itu," sahut Raja lihai Langit Bumi penuh
wibawa. "Karena kau mencintai Kunti Pelangi, Sirat!" bentak Dewi Karang Samudera.
Raja Lihai Langit Bumi yang bernama asli Sirat
Perkasa menggeleng sambil tetap tersenyum.
"Kau salah menduga, Cempaka. Hubunganku den-
gan Kunti hanya sebatas saudara seperguruan saja."
"Jangan dusta!"
"Aku berkata apa adanya. Tak pernah kucintai
Kunti selain sebagai adik seperguruan. Demikian pula kau, Cempaka. Aku sulit
untuk berusaha mencintai-
mu. Bukan karena...."
"Jangan jual lagak di hadapanku, Sirat! Kini, ber-siaplah untuk mampus!"
Begitu habis kata-katanya, Dewi Karang Samudera
mundur satu tindak. Dan mendadak saja di tangannya
terlihat sinar putih bening yang menggidikkan.
"Kau tak ingin tahu mengapa aku...."
"Diaaammm! Bersiaplah untuk mampus! Jangan
jual lagak di hadapanku. Dan jangan harap aku men-
gurungkan niat untuk membunuhmu. Raja Lihai Lan-
git Bumi! Lama kucari, lama kupendam dendam, tak
mungkin niatku kandas begitu saja!"
Raja Lihai Langit Bumi hanya menggeleng-geleng
saja. "Kau telah terbawa arus dendammu, Cempaka. Pa-
dahal bila mau mempergunakan sedikit akal sehat,
kau akan mengerti bahwa yang telah kau lakukan ada-
lah sebuah kesalahan besar. Terutama, kau telah
membangkitkan Iblis Kubur yang banyak menimbul-
kan keonaran. Cempaka.... Lebih baik kau serahkan
Kitab Pemanggil Mayat kepadaku, untuk kumusnah-
kan. Agar, semuanya berjalan sebagaimana mestinya,"
ujar Raja Lihai Langit Bumi, halus.
Perempuan berbaju hijau lumut tipis itu mengge-
leng tegas. Pancaran matanya kian tajam menusuk.
"Jangan coba-coba mengelabuiku dengan kata-kata manismu, Sirat. Aku tahu, kau
menginginkan pula kitab ini, bukan" Agar kau bisa mengendalikan setiap
manusia yang telah mampus untuk dibangkitkan
kembali." Raja Lihai Langit Bumi mengeluarkan keluhan
pendek. Dia tahu, perempuan di hadapannya yang se-
benarnya tak jauh berbeda usia dengan dirinya ini
sangat keras kepala. Dan cinta tak berbalas yang telah
puluhan tahun berlalu, nampaknya masih dan makin
mengikat Dewi Karang Samudera.
"Cempaka..... Bukankah kita tahu, kalau kenya-
taan semacam ini sebenarnya tak pernah kita ha-
rapkan" Lupakan semuanya. Berikan kitab itu kepa-
daku. Maka hidupmu akan tenteram," bujuk Raja Lihai Langit Bumi.
"Keparat! Rasanya terlalu banyak umbar omong tak guna! Bersiaplah untuk mampus,
Sirat! Agar urusan
cepat terselesaikan!"
Raja Lihai Langit Bumi masih bersikap tenang. Wa-
jahnya pun tak ada perubahan. Senyumnya tetap arif
dengan tatapan lembut nan bijak
"Hidup kita penuh liku yang terkadang mengan-
cam, menghadang, dan menggebah. Tetapi juga terka-
dang hanya merupakan rangkaian bayangan semu sa-
ja. Cempaka.... Aku tak bermaksud mempermainkan-
mu. Aku tak pernah menjual cinta dan lagak. Tetapi,
tak mungkin aku mengubah anggapan kalau kau ha-
nyalah adikku. Sekali lagi, bukan karena Kunti Pelan-gi. Tak ada hubungannya
sama sekali."
Kata-kata Raja Lihai Langit Bumi nampaknya begi-
tu menyentuh hati Dewi Karang Samudera. Sesaat, pe-
rempuan jelita yang telah menyiapkan salah satu pu-
kulan saktinya terdiam. Tanpa sadar tubuhnya berge-
tar. Air mata mendadak menggenang di pelupuk ma-
tanya. Biar bagaimanapun kerasnya perempuan itu,
namun di dasar hatinya masih tersimpan rasa cinta
pada Raja Lihai Langit Bumi.
"Benarkah yang dikatakannya itu" Benarkah dia
tak bisa mencintaiku karena telah menganggap aku
sebagai adiknya" Dan bukan karena Kunti Pelangi?"
Sesaat hati Dewi Karang Samudra bergetar. Lalu me-
neruskan, "Persetan dengan benar atau tidak! Yang ku
yakini, semua sakit hatiku bermula dari penolakannya!
Hingga aku pun mau mengikuti permintaan Guru un-
tuk mempersembahkan keperawananku. Apakah...."
Dewi Karang Samudera menghentikan kata hatinya
sendiri Sesaat dia terdiam tak melakukan apa-apa.
Dan perlahan-lahan tatapan yang telah memudar kini
menjadi garang kembali menusuk ke arah Raja lihai
Langit Bumi "Jangan jual segala ucapan di depanku, Sirat! Bersiaplah untuk mampus!" sentak
Dewi Karang Samude-ra. "Tahan!" seru Raja Lihai Langit Bumi, tegas. "Ada satu
pertanyaan yang mesti kulontarkan. Aku tahu,
kau telah memiliki ilmu 'Pengendali Mata' yang sangat tangguh. Dengan ilmu itu,
kau bisa mencuri setiap jurus lawan-lawanmu. Dan aku yakin, kau telah mencuri
jurus 'Undang Maut Sedot Darah' milikku. Benarkah
itu, Cempaka?"
Dewi Karang Samudera tersenyum aneh. Dagunya
terangkat penuh sinar mata mengejek
"Tak salah dugaanmu, Sirat. Segala ilmu apa pun akan dapat kucuri, meskipun tak
sehebat pemiliknya.
Yang kau katakan itu benar," sahut Dewi Karang Samudera, penuh kemenangan.
"Dan kau telah mengajarkan jurus milikku yang
kau curi itu pada Ratu Tengkorak Hitam?" terabas Ra-ja Lihai Langit Bumi.
"Tak salah!"
"Cempaka.... Dengan maksud apa kau lakukan
semua ini?" tanya Raja Lihai Langit Bumi dengan suara sabar dan bijak.
"Pertanyaan bodoh! Sudah tentu Ratu Tengkorak
Hitam akan kusuruh mempergunakan jurus itu untuk
membunuhi siapa saja! Sehingga orang-orang rimba
persilatan yang tahu jurus itu milikmu, akan menca-
rimu, Sirat! Tetapi nenek peot itu bodoh. Dia hanya sekali melakukan itu pada
Kunti Pelangi."
"Pantas kalau Kunti Pelangi seperti menodongku
dengan pertanyaan tentang jurus itu."
Sehabis membatin dengan kepala mengangguk-
angguk, Raja Lihai Langit Bumi menatap Dewi Karang
Samudera. "Jurus 'Pengendali Mata' yang kau miliki sangat berbahaya, Cempaka. Hanya karena
sebuah cinta yang
bertepuk sebelah tangan, membuat rimba persilatan
ini jadi kacau."
Wajah Dewi Karang Samudera kontan membesi
mendapati kata-kata lelaki yang dicintainya bernada
menekan. "Persetan dengan ucapanmu itu, Sirat! Terimalah kematianmu! Heat...!"
Disertai bentakan garang, tubuh Dewi Karang Sa-
mudera melesat dengan kecepatan tinggi. Angin deras, panas, kencang laksana
topan badai meluruk dahsyat.
Sinar putih bening yang dilepaskan mendahului lesa-
tan tubuhnya. Raja Lihai Langit Bumi hanya menarik napas. Dia
tak bergeser dan tempatnya sedikit juga. Namun, begi-tu tubuh Dewi Karang
Samudera mendekat, segera ke-
dua tangannya diangkat ke muka.
Wrrr! Seketika melesat gelombang angin dingin penuh
tekanan kuat. Dewi Karang Samudera tersentak kaget.
Dan mendadak saja, serangannya bagai tertahan. Te-
tapi perempuan berbaju hijau lumut tipis yang telah
dibakar dendam segera melipat gandakan tenaganya.
Tubuhnya segera diputar ke kanan. Segera ditahannya
dorongan angin dengan satu tangan, lalu tangan ki-
rinya digerakkan ke atas.
Srattt! Selarik sinar putih bening melesat tinggi. Dan bagai ada satu tenaga tarik yang
kuat, tubuh Dewi Karang
Samudera pun mencelat ke muka.
Wusss! Saat mencelat itu langsung dilepaskannya pukulan
dengan tangan kanan. Wrrr!
Raja Lihai Langit Bumi sadar kalau perempuan itu
menginginkan nyawanya. Maka begitu serangan Dewi
Karang Samudera datang, tubuhnya berputar. Segera
dilepaskannya tendangan dengan kaki kanan.
Wusss! Blarrr! Angin yang menderu dari tendangan Raja Lihai
Langit Bumi menghantam pukulan sinar bening Dewi
Karang Samudera, menciptakan ledakan keras. Se-
mentara tubuh Raja Lihai Langit Bumi terhuyung ke
belakang dua tindak Sedangkan Dewi Karang Samude-
ra memegang dadanya kuat-kuat. Dari bibirnya men-
galir darah kental.
"Keparat! Memang sulit bagiku untuk mengalahkan lelaki yang telah menyakiti
hatiku ini Tetapi peduli setan! Biarpun nyawa lepas dari badan, aku tak akan
mundur. Di mana saat ini Iblis Kubur berada" Padahal manusia laknat itu
kuinginkan untuk membantuku
menghabisi Raja Lihai Langit Bumi. Kunti Pelangi keparat! Padahal saat
kemunculannya beberapa waktu
lalu, aku ingin menghabisi nyawanya pula. Tetapi urusan dengan Kunti Pelangi
bisa kuselesaikan belakan-
gan, setelah nyawa orang tua sialan ini ku cabut!"
Di seberang, Raja Lihai Langit Bumi telah berdiri
tegak. Sorot matanya tetap jernih.
"Cempaka.... Apakah tak kita sudahi saja urusan ini" Kita hanya cari penyakit
saja. Akankah kau sadar
kalau tindakanmu ini salah" Panggil kembali Iblis Kubur. Dan biarkan dia
terpendam di tanah sampai du-
nia kiamat. Jangan sampai..."
"Hentikan khotbah busukmu, Raja Lihai Langit
Bumi!" potong Cempaka. "Iblis Kubur telah kubang-kitkan. Itu urusannya bila
ingin membalas dendam
dengan Ki Sampurno Pamungkas! Yang terbentang di
depan mata sekarang, adalah urusan kita! Kau harus
mampus!" Namun sebelum Dewi Karang Samudera melaku-
kan serangan....
"Kau benar, Dewi! Manusia berjuluk Raja Lihai
Langit Bumi itu memang harus mampus! Mengapa kita
tidak saling membahu untuk membunuhnya"!"
*** Bab 11 Dewi Karang Samudera dan Raja Lihai Langit Bumi
segera menoleh pada orang yang baru saja datang dan
langsung berbicara barusan.
"Hmmm... Siluman. Buta. Rupanya dia pun mun-
cul kembali ke dunia ramai. Urusan bisa jadi panjang sekarang. Padahal, aku tahu
Iblis Kuburlah yang harus dihentikan," gumam lelaki berbaju putih berwajah
bijaksana itu. "Bukan kedua orang ini yang justru cari celaka."
"Siluman Buta! Usil amat kau mencampuri uru-
sanku"! Lebih baik minggat dari sini sebelum nyawa-
mu kubuat minggat ke akhirat!" bentak Dewi Karang Samudera. .
Lelaki yang baru datang memang Siluman Buta.
Dia tertawa penuh ejekan sambil berdiri tegak dengan tongkat kusam sebagai
penopangnya. "Kita sama-sama memiliki dendam pada Raja Lihai Langit Bumi. Bila kau
menginginkan nyawanya, aku
pun demikian. Tapi bila kau larang aku untuk men-
gambil nyawanya, berarti kita pun punya persoalan."
Dewi Karang Samudera kontan mengkelap men-
dengar kata-kata yang meremehkannya. Kali ini kegu-
sarannya beralih pada lelaki tua berbaju compang-
camping dengan rambut putih kusut dan wajah cedok
ke dalam yang berdiri lima tombak di hadapannya.
Tinggalkan tempat ini bila tak ingin mampus, usir
perempuan cantik berbaju hijau lumut tipis itu dingin.
Penuh tekanan sekaligus ancaman.
"Ucapanmu pantasnya ditujukan untuk anak kecil.
Huh! Aku tak akan mundur setelah orang yang kucari
dan membuatku malu di Lembah Maut ada di hada-
panku! Dan..., apakah kau hanya memandang sebelah
mata kepadaku, Dewi" Bila aku tak mampu melaku-
kan apa yang kuinginkan, niscaya tak akan kutinggal-
kan kediamanku. Satu hal lagi yang ingin kukatakan,
aku telah mendengar kabar angin yang sangat menye-
jukkan telinga. Yakni, kaulah yang telah membang-
kitkan Iblis Kubur dengan mempergunakan Kitab Pe-
manggil Mayat. Dewi! Aku akan memberikan nyawa
Raja Lihai Langit Bumi kepadamu, bila kau menyerah-
kan Kitab Pemanggil Mayat itu kepadaku. Bukankah
ini usul yang sangat baik?"
"Orang buta hina! Sejak dulu kau hanya mencam-
puri setiap urusan! Dan kau selalu mempergunakan ke
sempatan dalam kesempitan. Tetapi sayangnya, sam-
pai saat ini kau belum berhasil mendapatkan apa yang kau inginkan!" desis Dewi
Karang Samudera.
Siluman Buta mendongakkan kepala. Bukan ke
arah Dewi Karang Samudera, melainkan ke arah lain.
"Apa yang kau katakan itu benar. Tetapi sekarang, apa yang kuinginkan akan
kudapatkan. Dendamku
pada Raja Lihai Langit Bumi harus terbalas. Dan Kitab Pemanggil Mayat harus
kudapatkan. Apakah aku akan
berdiam..., heeiittt!"
Telinga Siluman Buta yang lebih tajam daripada
mata seorang tokoh macam Dewi Karang Samudera,
menangkap desir angin bergelombang dengan cahaya
panas berpendar. Kakinya cepat surut dua tindak,
tangan 'Tinggalkan tempat ini bila tak ingin mampus!"
usirnya diangkat, dan tongkatnya digerakkan secara
melingkar. Wrrr! Angin bergulung pun meluncur, menerabas lingka-
ran angin yang dilepaskan Dewi Karang Samudera.
Pada saat yang singkat, tubuh Siluman Buta pun


Rajawali Emas 05 Dewi Karang Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencelat ke depan. Tongkatnya siap menghantam ke-
pala Dewi Karang Samudera.
Perempuan cantik berbaju hijau lumut itu terke-
siap mendapati serangan aneh sekaligus mematikan.
Segera kepalanya merunduk. Lalu tubuhnya bergerak
memutar dengan kaki mengibas.
Trak! Tongkat kusam Siluman Buta tertahan kaki Dewi
Karang Samudera. Lelaki sesat buta itu tergetar mun-
dur sejauh tiga tindak ke belakang dengan tangan bergetar. Perlahan-lahan
rambatan nyeri terasa pada
pangkal pahanya. Sementara kaki kanan Dewi Karang
Samudera yang mulus dan menggiurkan itu membiru.
Tiga tindak dia mundur ke belakang.
"Setan laknat! Julukan Siluman Buta ternyata bukan omong kosong! Tetapi, dia
telah berani muncul
dan membuat urusan berantakan. Nyawanya sudah
berada di tanganku!" desis Dewi Karang Samudera.
"Julukan Dewi Karang Samudera jelas bukan
hanya kabar angin belaka. Gebrakannya tadi mengin-
gatkan aku akan jurus dasar yang dimiliki oleh Raja
Lihai Langit Bumi," kata Siluman Buta, dalam hati.
Yang diduga Siluman Buta agaknya memang be-
nar. Karena, saat ini Raja Lihai Langit Bumi pun membuka kedua matanya lebih
lebar. 108 "Tendangan yang diperlihatkan Dewi Karang Sa-
mudera tadi adalah jurus dasar 'Undang Maut Sedot
Darah'. Bisa celaka kalau dia telah mempergunakan-
nya. Aku harus cepat menyelesaikan segala persoalan
ini." Usai membatin begitu, Raja Lihai Langit Bumi maju mendekat.
"Bila kalian berdua menginginkan nyawaku, ten-
tunya aku akan mempertahankan. Dan aku bersedia
melakukan satu pertarungan, meskipun kurasa uru-
san ini bisa diselesaikan tanpa pertumpahan darah,"
kata Raja Lihai Langit Bumi dengan nada lembut
Dewi Karang Samudera menoleh seraya tersenyum
dingin. "Jangan menjual lagak di hadapanku, Sirat! Nya-
wamu menjadi milikku!" katanya.
"He he he... ucapanmu jumawa sekali, Dewi" Apa-
kah kau hanya memandang sebelah mata pada keingi-
nanku?" sambar Siluman Buta dengan tawa mengejek.
"Setan buta keparat! Kau akan kuurus setelah
urusanku selesai!"
"Kukatakan tadi, aku rela nyawa Raja Lihai Langit Bumi jadi milikmu! Tapi
serahkan Kitab Pemanggil
Mayat kepadaku!"
"Aku sudah tahu arah ucapanmu yang berbisa itu, Keparat Buta! Aku tahu, kau
mencoba menutupi rasa
takutmu pada orang tua keparat itu dengan keinginan
mendapatkan Kitab Pemanggil Mayat! Permainan bu-
suk yang sudah usang!" kata Dewi Karang Samudera, penuh sindiran.
Kepala Siluman Buta menegak. Wajahnya membe-
si. Tangannya lebih kuat memegang tongkat kusam-
nya. Bola matanya yang putih bergerak-gerak liar.
"Akan kubuktikan ucapanku, Dewi!"
Begitu habis kata-katanya, tubuh Siluman Buta
mencelat ke arah Dewi Karang Samudera. Tongkat ku-
samnya siap menghajar habis tubuh perempuan cantik
itu. Dewi Karang Samudera jelas tak mau tubuhnya di-
jadikan sasaran. Dia segera melompat. Langsung dipa-
pakinya serangan Siluman Buta.
Plak! Plak! Tak bisa dicegah lagi, pertarungan tingkat tinggi
pun terjadi. Hanya dalam waktu singkat saja, tempat
itu telah porak-poranda bagai dilanda gempa berkeku-
atan tinggi. Pepohonan banyak yang tumbang dan ter-
pental jauh. Tanah terbongkar dan berhamburan ber-
kali-kali, membentuk beberapa kubangan lebar.
Pada jurus ketujuh belas, Dewi Karang Samudera
mundur tiga tindak setelah melepaskan serangan pada
Siluman Buta. Untuk menyelamatkan diri, lelaki tua
berbaju compang-camping itu pun melompat ke samp-
ing beberapa langkah.
Kini Dewi Karang Samudera membuat kuda-kuda
kokoh. Kedua telapak tangannya yang telah berubah
membiru membuka di sisi pinggang.
"Merasakan panas dan cahaya yang berpendar
aneh di telapak tangan Dewi Karang Samudera, jelas
dia hendak melepaskan jurus 'Undang Maut Sedot Da-
rah'. Jurus milik Raja Lihai Langit Bumi yang pernah mengalahkan aku di Lembah
Maut. Rupanya mereka
tengah bermain sandiwara di hadapanku. Padahal,
mereka tengah bersatu untuk mengalahkan aku. Ti-
dak! Aku telah menyiapkan satu jurus yang kucipta-
kan sebagai penghalau jurus maut itu. Akan kuperli-
hatkan sekarang juga agar lebih terbuka mata kedua-
nya," kata Siluman Buta, langsung membuka jurusnya. Sementara itu, sepasang mata
Raja Lihai Langit
Bumi makin terbuka lebar:
"Berbahaya jika jurus itu dipakai. Aku tahu,
meskipun dia bisa mencuri jurus-jurus orang dengan
ilmu 'Pengendali Mata', namun tak akan bisa memili-
kinya dengan sempurna. Dan kurasakan udara men-
dadak menjadi dingin membeku. Dingin tajam yang be-
rasal dari tubuh Siluman Buta. Rupanya, dia telah
mempersiapkan diri untuk menangkal jurus 'Undang
Maut Sedot Darah' yang pernah kupergunakan untuk
mengalahkannya pada pertarungan di Lembah Maut.
Celaka...! Keduanya bisa mati! Dan, di tempat ini akan terjadi kematian sia-sia!
Meskipun keduanya tokoh sesat, tetapi aku tak ingin ada nyawa lepas di hadapan-
ku." Usai membatin begitu, Raja Lihai Langit Bumi mengerahkan tenaga dalam yang
dipadu hawa murni.
Sebagai pemilik jurus 'Undang Maut Sedot Darah', su-
dah tentu dia tahu kelemahan jurusnya sendiri. Na-
mun yang dicemaskannya sekarang, Siluman Buta ru-
panya sedikit banyaknya sudah bisa menemukan ke-
lemahan jurus itu, yang tak akan tahan menghadapi
hawa sedingin es.
Lelaki tua arif bijaksana yang tak menginginkan
adanya kematian di depan matanya ini tak sempat
berpikir panjang lagi. Karena bersamaan tubuh Dewi
Karang Samudera melesat disertai teriakan menggun-
tur, tubuh Siluman Buta pun sudah menderu dahsyat
dengan hawa yang bisa membekukan seluruh pereda-
ran darah. Tanpa pikir panjang lagi, Raja Lihai Langit Bumi
mencelat pula ke depan. Siap dipapakinya dua bentu-
ran yang akan terjadi tanpa memikirkan akibatnya....
*** Bab 12 "HlAAT...!"
"Heaaa...!"
"Shaaa...!"
Tiga sosok yang bagai berubah menjadi bayangan
berkelebat cepat, bagai anak panah yang dilepaskan
dari busur. Suara teriakan mereka menggebah hutan
kecil itu. Sementara angin panas melesat dari tubuh
Dewi Karang Samudera. Di lain pihak, udara beku se-
dingin gunung es menguar dari tubuh Siluman Buta.
Di sisi lain, Raja Lihai Langit Bumi yang berusaha
menghentikan dua gebrakan dahsyat yang dilakukan
dua tokoh sesat itu terus berkelebat dahsyat.
Bed! Bed! Lelaki tua berbaju putih yang memiliki hati bijak
itu menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke
kiri, tepat ketika tenaga panas yang dilepaskan Dewi Karang Samudera hendak
berbenturan dengan hawa
dingin yang digebah Siluman Buta.
Wusss! Wusss! Tenaga dahsyat yang dilepaskan Raja Lihai Langit
Bumi masuk ke dalam dua tenaga yang dilepaskan
Dewi Karang Samudera dan Siluman Buta.
Blarrr! Blarrr...! Suara ledakan keras terdengar berkali-kali, mem-
buat telinga seolah-olah tuli. Bahkan dedaunan seketi-ka berguguran. Beberapa
cabang pohon berderak pa-
tah akibat kerasnya tenaga benturan yang terjadi. Tanah di tempat itu pun
terbongkar setinggi satu tom-
bak, dan langsung luruh ke bumi.
Sesaat perbuatan nekat Raja Lihai Langit Bumi
berhasil menghentikan dua tokoh aneh tingkat tinggi
yang sebenarnya menginginkan nyawanya. Tubuh ke-
dua tokoh sesat itu terpental ke belakang, masing-
masing sepuluh tombak. Dari mulut keduanya menga-
lir darah segar dengan dada terasa remuk.
Sementara yang dialami Raja Lihai Langit Bumi se-
benarnya lebih parah lagi. Karena dia bukan hanya
menahan dua tenaga dahsyat dari kedua tokoh sesat
itu hingga tubuhnya terpental lima tombak, melainkan juga seolah membiarkan
dirinya menerima serangan!
Lelaki berbaju putih dan berselempang selendang
putih pula itu segera mengambil sikap semadi. Cepat
tenaga dalam dan hawa murni dialirkan ke seluruh
sendi-sendi di tubuhnya. Sesaat tubuhnya agak berge-
tar menahan gejolak hawa panas dan dingin yang me-
nyergap serta merambat jalan darahnya.
"Kalau aku tidak memotong gerakan mereka, tak
mustahil keduanya akan jatuh pingsan. Tetapi karena
aku mencoba menahan gerakan keduanya, inilah aki-
batnya," keluh batin orang tua itu sambil meringis menahan nyeri.
Terbukti sudah kelembutan dan kebijakan hati le-
laki tua berbaju putih itu. Tak seharusnya sebenarnya dia menahan dua bentrokan
yang terjadi. Karena kedua tokoh sesat itu justru menginginkan nyawanya!
"Heaaa...!"
Selagi Raja Lihai Langit Bumi masih berusaha
mengusir dua hawa berbeda itu terdengar teriakan Si-
luman Buta. Menggebah ke seantero tempat dan men-
celat ke atas. Rupanya, lelaki tua sesat berbaju compang-
camping dengan kedua mata buta itu mempergunakan
kesempatan untuk meneruskan maksud dalam meng-
habisi nyawa Raja Lihai Langit Bumi.
Sungguh, lelaki tua sesat yang buta ini tak pernah
mempunyai welas asih. Padahal, orang yang hendak
dibunuhnya itu justru secara langsung telah menye-
lamatkan nyawanya, sekaligus nyawa Dewi Karang
Samudera dari bentrokan maut
Tetapi memang tokoh sesat semacam Siluman Buta
tak pernah berpikir untuk berterima kasih. Dendam
harus dibalas. Kekalahannya dulu di Lembah Maut da-
ri Raja Lihai Langit Bumi, harus dituntaskan sekarang.
Maka jurus maut yang diciptakan untuk membalas
sakit hatinya pada Raja Lihai Langit Bumi pun dile-
paskan ke depan.
Raja Lihai Langit Bumi bukannya tak menyadari.
Setelah mengalirkan tenaga dalam dan hawa murni,
dia cepat berdiri walaupun masih sempoyongan.
"Manusia-manusia ini sebenarnya tak perlu dikasi-hani. Aku hanya membuang tenaga
saja. Dan bisa-
bisa, nyawaku yang putus. Tetapi, aku tak ingin melihat orang mati di hadapanku.
Dan serangan Siluman
Buta, jelas sebuah serangan dahsyat. Rupanya dia te-
lah menemukan kelemahan dari jurus 'Undang Maut
Sedot Darah' milikku. Hmmm..., terpaksa aku harus
turun tangan juga. Padahal, tak ada gairahku untuk
bertarung kembali seperti dulu,"
Berpikir begitu, Raja Lihai Langit Bumi mundur ti-
ga tindak ke belakang. Bersamaan dengan deru lesatan Siluman Buta yang makin
mendekat, dia melompat ke
samping. Lalu tangan kanannya digerakkan ke bagian
pinggang Siluman Buta. Wusss!
Siluman Buta yang jelas-jelas telah mempersiapkan
diri segera mengubah jurusnya menjadi jurus 'Kabut
Inti Es' yang selama ini belum pernah dipergunakan.
Karena dia telah bersumpah, jurus yang diciptakan itu akan dipergunakan untuk
merampas nyawa Raja Lihai
Langit Bumi. Begitu Raja Lihai Langit Bumi melakukan gempu-
ran ke bagian pinggang, lelaki buta itu memutar tongkat kusamnya ke atas, sampai
menimbulkan deru an-
gin menggidikkan.
Wuuuttt! Saat lelaki tua berbaju putih itu menarik tangan-
nya ke belakang, Siluman Buta melepas satu hanta-
man tangan. Desss...! Raja Lihai Langit Bumi tergetar mundur beberapa
tindak. Seketika hawa dingin menyergap seluruh jalan darahnya. Sementara hawa
panas yang selalu mengaliri tubuhnya seolah mati mendadak.
"Luar biasa. Sangat tangguh jurus baru yang dimiliki manusia buta ini, Sayang,
terpaksa aku harus
memberi pelajaran lagi kepadanya," gumam lelaki tua bijaksana itu, seraya
membuat beberapa gerakan dengan kedua tangannya.
Hawa dingin milik Siluman Buta yang menyergap
dan mencoba mematikan jalan darah Raja Lihai Langit
Bumi hanya sesaat saja bertahan di tubuh lelaki tua
bijak itu. Karena dengan satu sentakan tenaga yang ditekan melalui bawah pusar,
hawa dingin itu lenyap begitu saja.
Siluman Buta jadi terkesima ketika telinganya tak
lagi menangkap detak nadi yang semakin lemah dari
Raja Lihai Langit Bumi. Bahkan dirasakan detak nadi
lawan bergerak seperti biasa.
"Hhh...!"
Dengan menindih rasa geram, lelaki tua buta itu
mengibaskan lagi tongkat kusamnya. Bahkan lebih
dahsyat dari yang pertama.
Wuttt...!

Rajawali Emas 05 Dewi Karang Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Uts...!"
Raja Lihai Langit Bumi yang memang hendak me-
nurunkan tangan pada lelaki buta itu bergerak cepat.
Begitu cepatnya, hingga perhatian Siluman Buta se-
saat dibuat kacau. Bahkan tahu-tahu dua gebrakan
Raja Lihai Langit Bumi meluruk cepat. lalu....
Buk! Buk! Dua pukulan Raja Lihai Langit Bumi mendarat te-
lak di pinggang Siluman Buta. Namun lelaki buta itu
hanya terjajar saja beberapa langkah.
"Hebat! Dia sudah banyak kemajuan. Jelas dia
mempersiapkan diri menghadapiku," puji Raja Lihai Langit Bumi melihat Siluman
Buta berusaha mengendalikan keseimbangan.
Kejap kemudian lelaki buta itu sudah berdiri man-
tap kembali kendati dari bibirnya mengalir darah se-
gar. Di seberang kiri, Dewi Karang Samudera hanya
memperhatikan dengan wajah mengkelap. Dia ber-
maksud akan mencabut nyawa Siluman Buta yang be-
rani lancang mencampuri urusannya. Bahkan dengan
pongahnya meminta Kitab Pemanggil Mayat miliknya.
"Lelaki tua sialan itu benar-benar mencari mam-
pus! Urusanku dengan Raja Lihai Langit Bumi harus
segera diselesaikan! Dan manusia keparat itu telah
mengejek serta membangkitkan kemarahanku! Bagus!
Keadaannya kini bertambah payah! Kesempatan bagi-
ku untuk mencabut nyawanya!"
Perempuan yang rambutnya dihiasi pernik perak
itu sudah berkelebat ke arah Siluman Buta yang jalan napasnya terasa sesak
akibat gempuran Raja Lihai
Langit Bumi. "Hmh..!"
Siluman Buta menggeram lirih saat telinganya yang
tajam menangkap kelebatan angin dahsyat di bela-
kang-nya. Cepat tubuhnya diputar sambil menggerak-
kan tongkatnya.
Wuuttt! "Heittt!"
Dewi Karang Samudera berhasil menghindari gem-
puran tongkat kusam Siluman Buta dengan cara
membuang tubuh ke samping. Gebrakan yang diperli-
hatkannya memang sangat luar biasa. Saat tubuhnya
dibuang ke samping, dia masih bisa merunduk ketika
tongkat kusam Siluman Buta menderu hendak me-
nyambar kepalanya. Ketika tongkat kusam Siluman
Buta berhasil dihindari, dengan gerakan aneh dikirimkannya satu tendangan ke
muka sebagai balasan.
Merasa ada angin menderu ke arahnya, Siluman
Buta cepat menarik kepala ke belakang. Tongkatnya
diangkat. Dan dari bawah, disentuhnya bagian terla-
rang milik perempuan itu dengan tongkatnya.
"Orang buta cabul!" maki Dewi Karang Samudera uring-uringan. Kedua kakinya cepat
dikatupkan saat
tongkat itu hampir menyentuh benda keramatnya. La-
lu... Tap! Kedua kaki Dewi Karang Samudera bergerak men-
jepit tongkat. Dan masih dengan kedua kaki yang
membuat tongkat Siluman Buta tak mampu digerak-
kan, tubuh Dewi Karang Samudera berputar ke bawah
dengan kepala mendahului. Lalu....
Des! "Aaakh...!"
Satu pukulan dahsyat menghantam pinggang lelaki
tua buta itu. Seketika Siluman Buta memekik keras
bagai lolongan serigala. Bila saja keadaannya tidak parah akibat gempuran Raja
Lihai Langit Bumi tadi, tak akan semudah itu Dewi Karang Samudera berhasil
membuktikan tekadnya. Tubuh Siluman Buta terlem-
par tiga tombak ke belakang dengan tulang iga patah
dua buah. Tubuhnya bergulingan, kelojotan menahan
sakit tak terkira. Tanah tempat tubuhnya bergulingan berhamburan. Dua tarikan
napas kemudian, tubuhnya
terdiam. Rupanya dia jatuh pingsan.
Melihat hasil perbuatannya, Dewi Karang Samude-
ra mengusap wajah cantiknya.
"Ilmu baru sejengkal sudah coba membuat perhi-
tungan pada Dewi Karang Samudera. Cuhhh!" desis Dewi Karang Samudera seraya
meludahi tubuh pingsan Siluman Buta. Sungguh suatu penghinaan yang
amat menyakitkan.
Sementara itu, Raja Lihai Langit Bumi hanya
memperhatikan saja.
"Kau telah berubah menjadi sangat kejam, Cempa-
ka. Kau tak ubahnya iblis yang tengah menghancur-
kan iman yang dimiliki setiap insan," gumam lelaki tua bijaksana ini.
Kepala Dewi Karang Samudera tiba-tiba menoleh.
Pancaran matanya yang tajam, memerah mengerikan.
"Kini, tinggal kita berdua, Sirat! Tak ada lagi yang akan mengganggu! Bersiaplah
untuk menerima ajal!"
desis Dewi Karang Samudera, menggidikkan.
"Dia tetap menyimpan dendam tinggi padaku. Sulit untuk melunakkannya. Bila
kulayani perempuan ini,
mungkin urusan akan lebih cepat selesai. Tetapi, aku tak ingin menurunkan tangan
padanya," kata batin lelaki tua bijaksana itu sambil mengusap jenggot putihnya.
Diam-diam, Raja Lihai Langit Bumi memang masih
melihat bias rasa cinta dalam sinar mata Dewi Karang Samudera. Hanya karena hati
perempuan itu dipenuhi
dendam tinggi, pancaran cinta itu hanya samar belaka.
"Jelas, dia masih mencintaiku. Tetapi aku tak bisa mengubah pendirianku. Aku
hanya menganggapnya
sebagai adik, tak mungkin mengubahnya menjadi seo-
rang kekasih. Apalagi kini usia makin menggerogoti
tubuhku. Persoalan cinta sudah jauh berada di bela-
kang," lanjut hati Raja lihai Langit Bumi.
"Apakah kau sudah menjadi tuli, Sirat"! Atau..., kau telah jadi cacing
sekarang"!" usik Dewi Karang Samudera. Dia merasa diejek, karena orang di
hadapannya belum bersuara.
*** Bab 13 Raja Lihai Langit Bumi menyunggingkan senyum.
Ditatapnya Dewi Karang Samudera yang meradang
memperlihatkan wajah gusar.
"Cempaka.... Hanya karena cinta yang tak terbalas,
kau benar-benar telah menjadi orang keji. Pertama,
kau telah membangkitkan Iblis Kubur agar bisa men-
jadi pengikutmu. Kedua, dengan munculnya Iblis Ku-
bur, keadaan rimba persilatan semakin berantakan.
Sejumlah pembunuhan dan kematian telah datang.
Ketiga, meskipun kesaktianmu bertambah tinggi, na-
mun kau bukannya merunduk seperti ilmu padi. Teta-
pi, semakin bertambah pongah," kata Raja Lihai Langit Bumi dengan suara bijak.
"Setan keparat!" bentak Dewi Karang Samudera dengan suara menggelegar. "Kalau
manusia buta itu kubuat pingsan, justru kau akan kubuat mampus!
Heaaat...!"
Begitu habis kata-katanya, Dewi Karang Samudera
melesat ke depan. Kedua tangannya yang mengembang
menghentak ke depan. Seketika sinar biru pekat melu-
ruk ke arah Raja Lihai langit Bumi.
Gebrakan yang dilakukan Dewi Karang Samudera
membuat lelaki berbaju putih itu terkesiap.
"Undang Maut Sedot Darah'. Hebat Ilmu Pengendali Mata' yang dimiliki Dewi Karang
Samudera sungguh
luar biasa. Dengan mudahnya dia bisa mencuri ilmu
orang lain yang dikehendakinya. Aku belum bisa me-
nemukan, bagaimana cara kerjanya ilmu 'Pengendali
Mata' miliknya. Tetapi aku tahu bagaimana hebatnya
ilmu 'Pengendali Mata' itu," kata hati Raja Lihai Langit Bumi sambil melompat ke
kanan beberapa langkah.
Baru saja lelaki tua itu mendarat, jurus 'Undang
Maut Sedot Darah' yang dilepaskan Dewi Karang Sa-
mudera menggebah kembali. Namun bagaimanapun
dahsyatnya jurus itu, Raja Lihai Langit Bumi tetaplah sebagai pemiliknya. Dan
dia sudah tentu tahu, di ma-na letak kelemahan jurus itu. Maka begitu gebrakan
itu meluncur, dengan mudahnya Raja Lihai Langit
Bumi mampu menghindar dengan berlompatan ke sa-
na kemari. Perempuan berbaju hijau lumut tipis yang mem-
perlihatkan lekuk tubuhnya yang padat dan indah itu
meradang. "Setan keparat! Kau hanya cari penyakit, Sikat!"
bentaknya, kian meradang.
Mendadak wanita cantik itu memutar kedua tan-
gannya berkali-kali. Napasnya ditahan, lalu dialirkan pada kedua tangannya yang
masih diputar. Bagai ada
suatu sentakan, mendadak sinar biru yang mengalir
dari jurus 'Undang Maut Sedot Darah' kini berpadu
dengan sinar putih bening. Dan tanpa membuang wak-
tu lagi, begitu kedua tangannya terbuka, wanita ini
menyentakkannya ke depan.
Wrrr! Raja Lihai Langit Bumi tersentak melihatnya. Sege-
ra tubuhnya dibuang ke samping. Begitu kakinya me-
nyentuh tanah, tubuhnya langsung diempos ke bela-
kang. Berulang kali dengan gerakan yang sukar diikuti mata.
Blarrr...! Serangan Dewi Karang Samudera hanya menghan-
tam tempat Raja Lihai Langit Bumi tadi berdiri.
"Gila! Sungguh dahsyat jurus miliknya yang digabung dengan jurusku yang
dicurinya," puji Raja Lihai Langit Bumi tetap dengan ketenangan terkendali.
"Urusan memang makin panjang. Perempuan ini tak mau juga menghentikan seluruh
dendam yang terpatri
di hatinya. Dan juga tak mau mengerti, betapa pera-
saanku padanya tak bisa ku ubah lagi selain cinta seorang kakak pada seorang
adik." Pertarungan terus berlanjut. Setiap kali tubuh De-
wi Karang Samudera berkelebat, angin panas dan din-
gin menyambar dahsyat. Beberapa kali terdengar leda-
kan, membuat pepohonan hangus dan tumbang.
Raja Lihai Langit Bumi yang sejak tadi hanya
menghindar dan belum juga membalas, memutuskan
untuk bergerak sekarang juga. Gaya bertarungnya se-
gera diubah. Kalau tadi lebih banyak menghindar, kali ini kedua tangannya telah
berputar di depan dada begitu kedua kakinya menginjak tanah kembali.
Gerakan lelaki bijak ini semula perlahan. Namun,
semakin lama semakin bertambah cepat. Bahkan seke-
tika bergemuruh angin bagai topan. Begitu dahsyat-
nya, hingga bagai menghajar langsung ke jantung.
Dewi Karang Samudera tercekat begitu merasakan
gemuruh angin bergulung meluruk ke arahnya. Wajah
jelitanya tertarik ke dalam. Sepasang matanya yang
bagus namun memancarkan sinar licik terbuka lebih
lebar. Dan.... Prashhh.... "Aaakh...!"
Angin dahsyat itu menghantam tubuh wanita can-
tik ini. Dewi Karang Samudera mengeluarkan seruan
tertahan. Dan dia berusaha untuk bertahan. Baju hi-
jau lumutnya yang tipis seolah lengket pada tubuhnya terkena dorongan angin itu.
Selain tembus pandang,
kini lekuk tubuhnya yang indah itu semakin nyata. Terutama di bagian dada dan
pinggul. "Keparat! Jurus apa yang dipergunakannya itu"!
Begitu dahsyat. Anehnya lelaki itu sepertinya tadi
mengeluarkan tenaga dalam. Namun, bagaimana bisa
terjadi pusaran angin yang mengerikan ini" Setan ke-
parat! Apakah dia sudah mengetahui ilmu 'Pengendali
Mata'" Tetapi ilmu 'Pengendali Mata' hanya bisa dilakukan bila lawan
mempergunakan jurus atau ilmu
yang mempergunakan tenaga dalam. Lalu apa yang di-
lakukan orang tua keparat ini"! Mengapa dia bisa me-
lakukan gebrakan dahsyat tanpa mengeluarkan tenaga
dalam" Setan busuk!" umpat Dewi Karang Samudera dalam hati dengan hati kebat-
kebit. Wanita sesat ini segera mengerahkan seluruh tena-
ga dalamnya untuk menahan dorongan dahsyat yang
ditimbulkan gerakan kedua tangan Raja Lihai Langit
Bumi. Di belakangnya, pepohonan langsung tercabut
dari akarnya dan terlempar. Tanah terbongkar, bagai
digebah hebat. Sementara itu, tubuh Dewi Karang Samudera yang
masih mencoba bertahan, semakin lama semakin me-
nurun. Karena, tanah yang dipijak semakin lama ter-
kikis oleh hantaman angin dahsyat itu.
Dewi Karang Samudera adalah seorang tokoh rim-
ba persilatan yang telah banyak menyaksikan jurus-
jurus aneh yang ada. Tetapi, baru kali ini dia melihat ada sebuah serangan tanpa
mempergunakan tenaga
dalam, namun menimbulkan gelombang dahsyat men-
gerikan. Ini benar-benar mengherankannya.
"Setan keparat! Rasanya aku tak mungkin bisa bertahan di sini! Lama-kelamaan,
aku tak akan kuasa lagi menahan gempuran angin dahsyat dari manusia sialan
ini! Bodoh bila aku tidak segera meninggalkan tempat ini!" umpat Dewi Karang
Samudera seraya mendengus keras. Wajah jelitanya bagai dipenuhi kerutan, karena
berusaha menahan gempuran angin itu. Kulitnya yang
putih kini berubah memerah.
Wanita sesat ini merasakan kedua kakinya makin
goyah. Kendati demikian, dia masih berusaha berta-
han. Namun lama-kelamaan, goyahan kedua kakinya
makin menguat. Hingga tubuhnya bergetar kuat.
Dadanya sendiri sudah terasa sesak. Akibat mena-
han napas sekaligus menahan tubuh agar jangan ter-
lempar, terlihat darah kental mengucur dari kedua lu-
bang hidungnya.
Mendapati apa yang dialami Dewi Karang Samude-
ra, Raja Lihai Langit Bumi menarik napas pendek. Biar bagaimanapun juga, dia tak
ingin menurunkan tangan
telengas. Lelaki bijak ini hanya ingin memberi pelajaran, sekaligus peringatan
agar Dewi Karang Samudera
melupakan seluruh dendam tak bertepi itu.
"Cukup rasanya pelajaran yang kuberikan pa-
danya. Mudah-mudahan dia mau menghilangkan selu-
ruh dendam kesumat dalam hatinya dan menyerahkan
Kitab Pemanggil Mayat untuk menghentikan sepak ter-
jang Iblis Kubur. Paling tidak, bila tak mau menyerahkan kitab itu, dia akan


Rajawali Emas 05 Dewi Karang Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghentikan Iblis Kubur."
Lelaki bijaksana itu hampir saja menghentikan
gempurannya bila saja tak melihat Dewi Karang Sa-
mudera menggerakkan kepalanya. Dan....
Zingngng! Zingngng!
Rambut panjang yang seperti dihiasi pernik perak
itu mendadak meluncur beberapa helai ke arahnya.
Luncurannya melebihi kecepatan anak panah yang ba-
ru dilepaskan dari busurnya. Mata tajam Raja Lihai
Langit Bumi bisa menangkap kilatan perak ke arah-
nya. Tanpa menghentikan gempurannya pada Dewi
Karang Samudera, kepalanya segera digerakkan ke ki-
ri. Trasss! Entah tenaga apa yang keluar, tahu-tahu sepuluh
helai rambut bersinar keperakan yang meluncur dah-
syat itu disentakkan ke kiri. Dan.....
Clep! Clep Cleppp!
Sepuluh helai rambut itu menancap di tiga buah
batang pohon, hingga bergetar sejenak dengan meng-
gugurkan dedaunan. Kejap kemudian, tiga pohon itu
mengering! Luar biasa," desis Raja Lihai Langit Bumi. "Rasanya, Cempaka memang terlalu
memaksa. Apa boleh
buat..." "Jelas aku tak bisa menandingi ilmu aneh manusia keparat ini," kata batin
Cempaka. "Kalau saja ilmu ini mempergunakan tenaga dalam, aku dengan mudah
mencurinya melalui 'Pengendali Mata'. Hmmm... Iblis
Kuburlah yang bisa membantuku. Lebih baik kucari
dia dulu. Entah ke mana dia dibawa Kunti Pelangi
alias Bidadari Hati Kejam."
Setelah mendapat keputusan demikian, Dewi Ka-
rang Samudera mengerahkan seluruh tenaga dalam-
nya. Kali ini dipusatkan pada kedua kakinya yang se-
makin goyah. Dan dikawal teriakan membedah angka-
sa, tubuhnya melompat cepat.
Tetapi lompatan yang dilakukan dengan sedikit
memaksa itu justru membuatnya berada dalam lingka-
ran angin yang masih dahsyat menderu. Akibatnya,
kali ini tubuhnya dipermainkan angin. Melihat Dewi
Karang Samudera berada dalam jalur maut, Raja Lihai
Langit Bumi segera menghentikan ilmu anehnya. Maka
seketika tubuh Dewi Karang Samudera yang masih te-
rombang-ambing ambruk ke tanah.
"Cempaka!" sebut Raja Lihai Langit Bumi.
Cepat lelaki bijaksana berselempang kain putih da-
ri bahu kanan ke pinggang kiri itu berkelebat ke arah jatuhnya Dewi Karang
Samudera. Tetapi ketika tiba di tempat yang diyakininya. Raja Lihai Langit Bumi
tak mendapati sosok Dewi Karang Samudera di sana.
"Celaka! Apakah pandanganku salah menentukan
tempat jatuhnya" Tidak mungkin! Aku yakin, tubuh-
nya pasti jatuh di sini. Kalau dia tak bisa kutemukan di sini, berarti.... Hmmm.
Rupanya dia masih kuat.
Luar biasa daya tahan tubuhnya. Entah ke mana dia
pergi! Tetapi aku yakin, dia tak akan menghentikan
dendam ini sebelum membunuhku. Untuk saat ini, se-
baiknya kucari dulu Iblis Kubur yang telah menjadi
mayat selama seratus tahun dan telah dibangkitkan
Dewi Karang Samudera dengan bantuan Kitab Pe-
manggil Mayat. Huh.... Urusan ini jadi panjang!" desah Raja Lihai Langit Bumi
Lelaki tua itu mengusap jenggot putihnya yang
panjang seraya menghela napas. Meskipun perasaan-
nya tidak enak diliputi segala bayang-bayang yang
mencemaskan, namun wajahnya tetap tenang. Pertan-
da dia telah berada dalam taraf yang sangat tinggi dalam mengendalikan perasaan
dan jiwanya. Kejap kemudian, entah ke mana perginya, tahu-
tahu tubuh Raja Lihai Langit Bumi tak tampak lagi di mata.....
SELESAI Ikuti kelanjutan kisah ini
Serial Rajawali Emas dalam episode:
KITAB PEMANGGIL MAYAT
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Rendra
Warisan Iblis 2 Pendekar Mabuk 065 Ratu Cendana Sutera Munculnya Jit Cu Kiong 1
^