Pencarian

Geger Batu Bintang 3

Rajawali Emas 01 Geger Batu Bintang Bagian 3


mendadak saja dia merasakan . hawa panas meluruk dahsyat ke arahnya.
Cepat tubuhnya dibuang ke samping.
Dan.... Blarrr! Hawa panas yang ditimbulkan dari
tiga sinar kuning itu melesat,
langsung menghantam pohon manggis hutan hingga hangus mengering.
Cepat si nenek bangkit, seraya
menatap ke arah datangnya serangan.
"Setan keparat yang cari mati!
Kugebah penjuru tempat ini hingga tubuhmu rencah!"
Begitu habis kata-katanya, Ratu
Tengkorak Hitam mengibaskan tangannya berkali-kali keempat penjuru angin.
Saat ini pula terdengar ledakan dahsyat bersamaan muncratnya tanah di beberapa
tempat. "Ha ha ha...!"
Justru dari tempat yang berbeda,
satu tawa keras telah membedah
angkasa, disusul berkelebatnya satu sosok bayangan. Dan tahu-tahu di
hadapan si nenek telah mendarat ringan hingga tak ubahnya bagai sebuah kapas
satu sosok tubuh yang sudah sangat dikenalnya.
"Entah berapa puluh kali penanakan nasi kulewatkan percuma untuk mencarimu, Ratu
Tengkorak Hitam! Kini ada di hadapan! Serahkan Batu Bintang padaku!" kata sosok
itu, dingin penuh ancaman.
Sungguh, Ratu Tengkorak Hitam tak menyangka akan bertemu sosok berwajah kuning
yang beku seperti mayat. Sesaat perasaannya tak tenang. Namun segera ditindihnya
dengan menampakkan wajah gusar.
"Manusia Mayat Muka Kuning... Kudengar kau ada urusan dengan Bidadari Hati
Kejam. Mengapa hanya buang waktu dengan berada disini"!" seru Ratu Tengkorak
Hitam. Wajah mayat di hadapan si nenek
makin membeku. "Dari mana kau tahu tentang
urusan itu, hah"!" kata sosok yang ternyata Manusia Mayat Muka Kuning.
Ratu Tengkorak Hitam menyeringai
tak sedap. Matanya dipicingkan tanda kegusaran makiri melanda."
"Dunia sangat sempit. Jatuhnya jarum pun akan terdengar. Apalagi, berita yang
berkaitan dengan dirimu.
Bila kau hendak mendapatkan Bidadari Hati Kejam, dia sudah muncul dari tempat
kediamannya."
"Dia pasti sudah muncul. Berarti pancinganku telah mengena. Tetapi, nenek peot
ini akan jadi duri dalam daging bila tidak diselesaikan
sekarang," kata batin Manusia Mayat Muka Kuning. Lalu dengan wajah tak berubah,
Manusia Mayat Muka Kuning menatap tajam Ratu Tengkorak Hitam.
"Ratu Tengkorak Hitam.... Kita satu golongan, namun tak pernah sejalan dan
bersahabat. Hingga peduli setan bila nyawa busukmu kucabut! Serahkan Batu
Bintang kepadaku, hingga aku bisa memaafkan nyawa busukmu!"
Sejenak Ratu Tengkorak Hitam
terdiam. Otaknya berpikir keras.
"Apakah manusia yang satu ini juga mengintip seperti si Kaki Gledek"
Tetapi kalau mengintip, tentunya dia tahu kalau aku belum mendapatkan Batu
Bintang. Dan batu yang bisa ditempa menjadi senjata ampuh itu masih berada di
tangan bocah bernama Tirta. Ingin kutahu, apa yang ada di benak manusia mayat
ini sebenarnya," gumam Ratu Tengkorak Hitam dalam hati.
Lalu dengan tatapan tak kalah
tajam, Ratu Tengkorak Hitam memandang
Manusia Mayat Muka Kuning.
"Bicara boleh saja. Tetapi,
bicara kosong melompong tidak tahu rimba, hanya menebar bibit penyakit.
Manusia,Mayat Muka Kuning.... Apa maksud kalimat berbisamu itu?"
"Orang .yang mau mampus memang suka berbicara ngawur! Aku tak ulangi lagi
pertanyaanku! Serahkan Batu
Bintang kepadaku!" makin dingin suara Manusia Mayat Muka Kuning.
Ratu Tengkorak Hitam mulai
menangkap satu keyakinan, kalau lelaki berwajah kuning itu menyangka Batu
Bintang ada padanya. Dengan demikian jelaslah kalau orang yang berjarak tiga
tombak di hadapannya tidak tahu menahu soal pertemuannya barusan
dengan Tirta. "Hhh! Siapa yang menyebarkan fitnah busuk itu?" tanya Ratu Tengkorak Hitam.
"Tak perlu kau ketahui siapa orangnya! Yang pasti, dia berjasa bila memang benar
Batu Bitang itu ada
padamu!" "Kau salah menilai orang! Tak ada Batu Bintang padaku! Orang yang
menyebar fitnah busuk itu harus mampus karena telah buat badan celaka!"
"Bila kau menolak, aku tak segan-segan untuk menurunkan tangan," desis Manusia
Mayat Muka Kuning. Mata yang bersinar kuning menyipit.
Mendengar ancaman orang, Ratu
Tengkorak Hitam diam-diam segera
menyiapkan jurus 'Jalan Hitam
Kematian'. "Hanya satu dugaan terlintas, siapa orang yang berani mempertaruhkan nyawa untuk
fitnah busuk ini," dengus Ratu Tengkorak Hitam. "Tentunya dia adalah orang yang
berjuiuk Kaki Gledek. Dan sekarang dia sudah melesat ke arah timur mengejar rajawali
keemasan."
"Bosan rasanya mendengar
pembicaraan tak guna! Keputusan telah kau ucapkan! Dengan kata lain, kau menolak
memberikan Batu Bintang!
Agaknya, garis kematianmu ada di
tanganku, Ratu Tengkorak Hitam."
Meskipun telah mengukur.
kesaktian orang di hadapannya, namun Ratu Tengkorak Hitam tak memasang wajah
tegang. Justru hatinya mengkelap mendengarnya.
"Kalau tak bisa diselesaikan, mengapa tidak mencoba?"
"Kita lihat kebenaran ucapanmu itu, Ratu Tengkorak Hitam!"
Habis membentak begitu, masih
berdiri agak mencangkung dari
tempatnya, lelaki tua berjuluk Manusia Mayat Muka Kuning menggerakkan tangan
kanannya ke depan.
Wusss! Seketika asap tebal berwarna
kuning menderu ke depan, menutupi pandangan lawan sejenak.
Ratu Tengkorak Hitam tak mau
mengalah. Jurus 'Jalan Hitam Kematian'
ditebarkan pula. Lima larik sinar hitam menderu, menggebah dan menerobos asap
tebal kuning yang memancar dari tangan kanan lawan.
Begitu melihat lima larik sinar
hitam yang dilepaskan mampu menerobos serangan, Ratu Tengkorak Hitam sudah
merasa berada di alas angin. Namun pada kenyataannya....
"Aaahhh...!"
Justru Ratu Tengkorak Hitam yang
memekik tertahan, karena lima larik sinar hitam itu berbalik arah padanya.
Bahkan kemudian asap kuning telah menggulung tubuhnya.
Sebelum semuanya terjadi, Ratu
Tengkorak Hitam sudah mencelat ke samping. Wajahnya sekarang tak bisa lagi
menyembunyikan ketegangan yang berlipat ganda. Salah satu jurus
andalannya dengan mudah dapat
dipatahkan lawan.
Penuh kegeraman Ratu Tengkorak
Hitam mengendalikan diri agar bisa tenang. Jurus 'Undang Maut Sedot
Darah' kini siap dilepaskan pula.
"Rupanya kau telah menjadi sekutu Raja Lihai Langit Bumi. Bagus! Orang tua
keparat itu pun akan kumusnahkan.
Siapa yang berhubungan dengannya,
harus menemui ajal di tanganku!" desis Manusia Mayat Muka Kuning.
Mendengar kata-kata itu barusan,
Ratu Tengkorak Hitam yang merasa yakin tak akan mampu menandingi manusia Mayat
Muka Kuning, makin sengaja
mempergunakan jurus milik Raja Lihai Langit Bumi. Karena pada Raja Lihai Langit
Bumi. Satu siasat licik telah terpatri di hatinya.
"Heaaah...!"
Maka dengan gerengan keras, jurus
'Undang Maut Sedot Darah' dilepaskan Ratu Tengkorak Hitam. Begitu gempuran aneh
sekaligus dahsyat terjadi,
Manusia Mayat Muka Kuning
menghembuskan angin dari mulutnya.
Angin pelan yang tak terasa menggebah cepat, mengusir serangan si nenek.
Dan.... Blarrr...! Satu ledakan terjadi, akibat
benturan barusan. Ratu Tengkorak Hitam tersungkur dengan napas turun naik.
"Rupanya kau belum menguasai penuh. jurus 'Undang Maut Sedot Darah'
milik Raja Lihai Langit Bumi. Berarti, kau tak berguna mempergunakan ilmu itu.
Sekarang, katakan! Di mana Batu Bintang berada"!"
"Manusia bodoh!" maki Ratu Tengkorak Hitam sambil bangkit menahan sakit. "Kaki
Gledek telah membuat fitnah padaku. Manusia bangsat itulah
yang harus diburu. Aku yakin, Batu Bintang sudah berada di tangannya."
"Aku tak punya urusan berarti denganmu, Ratu Tengkorak
Hitam. Karena, masih ada anak manusia yang kutunggu untuk kuhabisi nyawanya! Bisa
kuterima kata-katamu itu, karena aku belum mendapatkan penjelasan berarti.
Kulepas nyawamu sekarang, dan kucari Kaki Gledek. Bila kalian berdua
berdusta, tak ada jalan lain kecuali kukirim keneraka!"
Habis berkata begitu, tubuh
Manusia Mayat Muka Kuning mencelat meninggalkan Ratu Tengkorak Hitam.
"Bisa putus nyawaku percuma tadi.
Manusia aneh itu memang memiliki ilmu tinggi dan sulit untuk dijajaki.
Keparat! Satu saat, akan kubuat dia tunduk di hadapanku! Satu saat...
setelah Batu Bintang kudapatkan.
Baiknya, kukejar bocah yang membawa Batu Bintang sebelum didahului Kaki Gledek."
* * * 108 Tirta terus berlari, berusaha
mengejar Rajawali raksasa sambil
mendekap erat-erat batu keemasan di tangan kirinya yang ditempelkan di dada.
Dihantui penasaran ingin
mengembalikan Batu Bintang pada burung Rajawali Emas itu, sehingga sama
sekali tak disadari ada sesuatu yang sebenarnya berubah dalam dirinya.
Kalau biasanya bocah ini berlari
seperti orang kebanyakan, kini setiap kali melangkab, iibuhnya bagai terbang
saja. Bahkan anehnya, hingga tengah malam tiba Tirta tak merasakan
kelelahan sama sekali. Tekadnya Batu Bintang harus dikembalikannya pada Rajawali
Emas itu. Tetapi
biar bagaimanapun juga, burung yang terbang di angkasa tetap lebih cepat. Dan tepat
rembulan agak menyingkir dari ubun-ubun kepala, bayangan raksasa di angkasa
sudah tak terlihat lagi.
"Uh! Kenapa sih, burung itu tidak mau mendengar teriakanku tadi"
Padahal, aku harus mencari kambing-kambing Juragan Lanang," keluh Tirta.
Suaranya enteng saja, tak menyiratkan kelelahan. Bahkan tak mengeluarkan
keringat sedikit pun.
Bocah ini mendongak kembali pada
jutaan bintang yang menghampar di permadani langit. Rembulan cukup
terang, meskipun merupakan potongan cahaya belaka. Karena tak menemukan apa yang
dicarinya, Tirta
memperhatikan benda yang dipegangnya.
"Batu Bintang! Nenek jelek yang galak itu menyebutnya demikian. Sepertinya, dia
ingin sekah memiliki batu
ini. Bila saja aku tidak tahu asalnya batu ini, sudah tentu akan kuberikan
padanya. Barangkali saja memang
kepunyaannya. Tetapi kan jelas Batu Bintang itu kepunyaan burung rajawali tadi.
Uhh...! Mana burung itu
sekarang?"
Kembali Tirta memandang ke atas.
Namun, lagi-lagi bayangan raksasa itu tak tampak di matanya.
Akhirnya bocah ini memutuskan
untuk tidur saja. Karena pikirnya, toh tak akan menemukan burung itu lagi.
Maka dengan langkah perlahan, bocah yang masih membawa batu sebesar kepala itu
mulai meninggalkan tempat ini.
Dilihatnya pepohonan yang berjarak tiga puluh tombak dari hadapannya.
Tirtapun mengarahkan langkahnya
ke sana sambil sesekali masih
mendongak ke atas. Berada dalam
rimbunnya pepohonan yang berjarak satu tombak dari pohon yang lain, bocah ini
tak mampu lagi melihat ke atas. Tetapi kekeraskepalaannya benar-benar tampak.
Masih melangkah demikian, dia berusaha mendongak, menembus rimbunnya
pepohonan hingga tak memperhatikan apa yang ada di hadapannya.
Buk! "Aduhh...!"
Tubuh si bocah langsung
terguling, dan meluncur ke bawah.
Mengiring luncuran tubuhnya, gumpalan
tanah ikut runtuh ke bawah pula akibat sen-takan kakinya yang terpeleset. .
"Wuaaa!"
Tirta menjerit ketakutan, keras
dan membahana menghantam dinding-
dinding tanah. Saat tubuhnya meluncur deras. Jelas sekali kalau dia terjatuh ke
dalam sebuah jurang yang tersamar oleh tingginya rumput-rumput di
sekitar tempat itu Dalam keadaan ngeri yang membias dan membuatnya menggigil,
dia hanya mendekap erat-erat Batu Bintang di tangannya. Sementara,
tubuhnya terus meluncur deras ke
bawah. Pada saat yang sama, mendadak
sebuah bayangan raksasa menukik dari angkasa. Diterobosnya jurang besar yang
siap menelan tubuh Tirta....
Bidadari Hati Kejam melongo
ketika"di hadapannya membentang sebuah jurang sangat lebar. Sejenak kening nenek
berkonde itu berkerut hingga menampakkan kengerian bagi yang
melihatnya. "Edan! Sejauh aku melangkah, yang kudapati hanya jurang sialan ini! Dan
pepohonan yang seperti pasukan siap tempur ini benar-benar membuat suasana agak
menjengkelkan. Ke mana lagi harus kutemukan bocah itu" Seharusnya si bocah sudah
berhasil kulampaui.
Tetapi, larinya membuatku sulit," omel nenek yang menginginkan Tirta menjadi
muridnya. Mulutnya yang keriput
menyang-menyong. "Bocah kebluk!
Ratusan orang susah payah ingin
menjadi muridku, eee... dia malah menolak ketika kutawari. Aku benar-benar telah
jatuh hati padanya.
Hmm.... Bocah itu sedang mencari
kambing-kambing gembalanya yang
hilang. Apakah bila aku menemukan kambing-kambing itu dia mau menjadi muridku"
Tetapi, di mana aku harus menemukannya" Si bocah memang sangat luar biasa. Dia
memiliki keberanian dan kekerasan hati mengagumkan."
Tiba-tiba bibir berkerut si nenek tersenyum.
"Hmm...ya, ya.... Siapa tahu semuanya bisa kuda-patkan dengan
sempurna. Lebih baik kucari segera saja dia lagi, daripada berada dalam


Rajawali Emas 01 Geger Batu Bintang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesunyian dan sikap dungu macam
ini...." Nenek berkonde ini siap mengempos tubuhnya ketika sayup-sayup terdengar suara
melolong dari dasar jurang yang sangat dalam dan gelap. Bahkan penuh pepohonan
tumbuh di dinding-dindingnya dan batu-batu besar tajam di bawahnya.
Orang biasa tentu tak akan mampu
menangkap suara itu bila tidak
memiliki kepandaian seperti Bidadari Hati Kejam.
"Gila! Apakah setan gentayangan sudah mulai berkeliaran menjelang
malam begini"! Kutu setan! Bikin aku jadi tegang tadi," maki Bidadari Hati Kejam
panjang pendek.
Namun si nenek tak segera
mengempos tubuhnya, seperti yang
hendakdirencanakan. Justru pendenga-rannya dipertajam. Dan mendadak
matanya terbelalak, mendengar suara yang mulai dikenalinya.
"Gila! Itu suara bocah yang
bernama Tirta! Apa-apaan ini" Mengapa dia bisa masuk ke dalam jurang laknat ini"
Gila! Gila!"
Nenek berkonde cepat melongok ke
dalam jurang. Tak ada sesuatu yang nampak, kecuali gelap yang menghiasi dua bola
mata kelabunya.
"Sinting!" makinya tiba-tiba, ketika sampai pada satu pikiran yang membuatnya
mendengus. "Kalau memang bocah itu terjatuh ke dalam jurang laknat ini, sudah
tentu tubuhnya akan hancur berantakan. Huh! Kepala atau badannya tentu akan
terpisah!"
"Tolooong...!"
Baru saja Bidadari Hati Kejam
hehdak meninggalkan tempat itu, sebuah jeritan minta tolong membuatnya
mengurungkan niat dengan wajah
tertegun. "Sinting! Benar-benar
sinting urusan ini! Apakah telingaku sudah kemasukan kecoa?" makinya lagi tak menentu.
"Suara itu jelas suara bocah
bernama Tirta. Tetapi...."
Si nenek tertegun sejenak.
Pikirannya dipenuhi hal-hal yang tak masuk akal dan tak bisa terjawab.
Tetapi sejenak kemudian diputuskannya untuk melihat keadaan di dalam jurang.
Seketika tubuhnya melangkah menyusuri atas jurang, mencari sela yang bisa
dipergunakan untuk turun.
Karena tak menemukan tempat yang
cocok, nenek berkonde ini memutuskan uhtuk melompat turun mempergunakan ilmu
meringankan tubuhnya.
"Urusan jadi benar-benar sinting!
Kalau aku tak menginginkannya untuk menjadikan murid, sudah tentu aku tak akan
nekat masuk ke dalam jurang
sialan ini!"
Namun sebelum rencana itu ber-
jalan, mendadak saja terdengar suara yang luar biasa kerasnya yang disusul suara
gemuruh dahsyat. Kontan nenek berkonde itu tanpa sadar mencelat ke belakang dua
tombak. Belum lagi keheranannya tuntas,
mendadak saja muncul bayangan raksasa bersama angin menderu kencang.
"Koooaaakkk!"
"Rajawali Emas!" sentak Bidadari Hati Kejam tak berkedip memandang bayangan
raksasa yang muncul dari dalam jurang.
Samar-samar sepasang mata kelabu
si nenek melihat satu sosok tubuh
terkulai di cengkeraman kedua kaki burung rajawali raksasa itu.
"Tirta"! Gila! Mengapa jadi
begini" Mengapa tahu-tahu muncul
Rajawali Emas itu"!" seru si nenek, keheranan.
Kalau,bukan nenek berkonde yang
berdiri di sana, sudah tentu akan terpental oleh angin dahsyat
ditimbulkan kepakansayap rajawali itu.
Namun Bidadari Hati Kejam sendiri tak urung mengerahkan tenaga dalam untuk
menahan sambaran angin dahsyat itu.
Dan belum lagi disadari apa yang
terjadi, burung rajawali raksasa itu telah membubung tinggi membawa tubuh Tirta.
Tersentak nenek berkonde ini dalam kekagumannya. Matanya menangkap sesuatu yang
bersinar keemasan yang dicengkeram kaki kiri burung rajawali raksasa itu.
"Batu Bintang! Gila! Ternyata berita itu benar! Lalu, apa hubungan bocah yang
kuinginkan menjadi muridku itu dengan burung peliharaan Sepuh Mahisa Agni"
Apakah Batu Bintang yang tengah dicari para tokoh kini sudah menjadi milik si
bocah" Luar biasa!
Baiknya kuikuti saja burung rajawali itu!"
Setelah mengambil keputusan,
Bidadari Hati Kejam berkelebat cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang
sudah sangat tinggi.
Sampai malam berubah siang dan
siap memasuki malam kembali, Bidadari Hati Kejam terus berlari mengikuti
bayangan raksasa yang mengangkasa.
Melewati sungai-sungai, melewati
pematang sawah, ladang, mendaki bukit, dan menuruni gunung. Semua dilakukannya,
karena tetap berkeinginan mendapatkan Tirta sebagai muridnya.
Tetapi lama kelamaan, bayangan
rajawali raksasa itu tak lagi nampak di matanya. Kini nenek berkonde itu
menghentikan langkahnya.
"Setan keparat! Dibawa ke mana calon
muridku itu, hah?" omelnya
jengkel. Kakinya menghentak berkali-kali. "Benar-benar sinting! Mengapa burung
rajawali itu membawanya" Apakah dikarenakan si bocah mencuri Batu Bintang
miliknya" Sepuh Mahisa Agni...
ada apa ini" Aku tak percaya kau telah mati seperti dikatakan banyak orang.
Aku yakin, kau masih hidup dan entah berada di mana sekarang. Hanya saja, aku
tak mengerti tentang semua ini.
Mengapa kau lepaskan Bwana yang... ah!
Entahlah, Aku tak bisa menduga, ada apa di balik semua ini" Tetapi
sekarang, di mana rajawali itu
berada." Bidadari Hati Kejam sekarang
melangkah menuju ke sebatang pohon.
Lalu pantatnya dihenyakkan, dan
bersandar di batang pohon. Sejuta
pikiran mengganggu benaknya, dan
sangat sulit ditemukan jawabannya.
Tak tahu harus berbuat apa,
Bidadari Hati Kejam akhirnya terielap.
Kini baru dirasakan kepenatan yang sangat mendera. Dengan jalan tidur, tenaga
akan terhimpun kembali.
* * * 9 Tirta yang berada dalam ceng-
keraman kaki rajawali raksasa masih dalam keadaan pingsan. Meskipun memiliki
keberanian cukup, namun tak urung begitu meluncur deras ke dasar jurang dia
pingsan. Entah, apa jadinya bila bayangan raksasa yang ternyata Rajawali Emas
itu tidak menolongnya.
Entah mengapa rajawali raksasa itu tiba-tiba muncul dan menolongnya.
Malam berganti pagi ketika burung rajawali raksasa itu meluncur turun ke sebuah
lereng gunung yang cukup aneh bentuknya. Julangannya sangat tinggi.
Dan dari kejauhan, jelas sekali gunung itu berbentuk kepala rajawali
menghadap ke kanan! Tak heran bila gunung yang terpencil itu disebut Gunung
Rajawali, tempat Sepuh Mahisa Agni pernah berdiam. Entah, berada dimana manusia
yang juga berjuluk Malaikat Dewa itu kini berada.
Sebelum mendaratkan kakinya di
lereng Gunung Rajawali, burung raksasa itu melemparkan tubuh Tirta dalam jarak
satu tombak dari tanah.
Bruk! Tubuh kecil yang masih pingsan
itu tergolek tak berdaya. Berarti, hampir satu setengah hari Tirta
pingsan. Dan dia tak tahu
perjalananyang telah dilakukan.
Sementara itu, rajawali raksasa
mendekam tak jauh dari Tirta. Batu Bintang yang dicengkeramnya telah diletakkan
di sisi bocah itu.
Mata bulat besar kemerahan
rajawali keemasan memperhatikan Tirta.
Mata itu nampak memperlihatkan sinar gembira yang luar biasa. Entah, apa
maksudnya. Ketika matahari sepenggalah,
tubuh pingsan Tirta mulai bergerak.
Mata kecilnya mengerjap-ngerjap,
karena silau oleh sinar matahari.
Tetapi sesaat kemudian, dia sudah berdiri tegak dengan mata terbuka.
"Wah! Di mana ini?" desisnya sambil celingukan. Diingat-ingatnya di mana
sebelumnya berada. Tetapi
ingatannya lepas begitu saja ketika melihat rajawali keemasan berada di
hadapannya. "Nah! Bagus itu! Hei, Burung Besar! Aku hendak
mengembalikan... oh! Kenapa batu itu jatuh" Bukankah berada di dekapan
tanganku?"
Tirta memungut batu keemasan itu.
Dijulurkannya Batu Bintang pada burung raksasa yang mengkirik lirih, namun cukup
keras di telinga Tirta.
"Hei, Burung Besar. Nih, kukembalikan batu ini padamu." .
Tetapi Rajawali Emas itu
menggeleng-geleng
seperti menolak.
Tirta membutuhkan waktu beberapa kejap untuk mengerti maksudnya.
"Kenapa" Inikan punyamu" Ayo, terima. Aku harus mencari kambing-kambing Juragan
Lanang kembali."
Tetapi burung itu tetap
menggeleng. "Kalau kau tidak mau, ya sudah.
Untukku saja, ya?"
Kali ini burung raksasa itu
mengangguk-anggukkan kepala sambil mengkirik lirih.
"Jadi... kau setuju batu keemasan ini untukku" Baguslah kalau begitu.
Terima kasih banyak. Aku harus mencari kambing-kambingku lagi."
Tirta segera berbalik, namun jadi melongo.
"Lho" Bagaimana aku bisa keluar dari sini kalau di hadapanku hanya hutan
belantara?"
Si bocah berbalik lagi ke arah
rajawali raksasa keemasan itu.
"Apa yang harus kulakukan
sekarang" O, ya. Aku ingat sekarang,
Kalau tidak salah, tiba-tiba aku
terjatuh pada sebuah tempat yang
sangat dalam. Dan kau muncul
mencengkeram tubuhku. Sehingga, aku bukan hanya ketakutan tapi juga
kesakitan. Dan tahu-tahu aku berada di sini. Tentunya kau yang membawaku ke
sini, ya" Ayo, kembalikan aku ke
tempat semula. Aku harus mencari
kambing-kambing Juragan Lanang, tahu?"
oceh Tirta. Rajawali itu tak bergerak
sekarang. Hanya sepasang mata merahnya yang memperhatikan Tirta.
"Hei..." Jangan diam saja! Ayo, antar aku lagi! Biar kau cengkeram tubuh atau
leherku sekarang, aku tidak akan marah. Ayo...."
Belum lagi Tirta mendapatkan
jawaban dari keinginannya, mendadak saja meluncur angin yang luar biasa deras ke
arahnya. Seketika si bocah tertegun dengan kedua mala membuka lebih lebar.
Lalu.... Buk! Tubuh Tirta terpental ke bela-
kang. Akan tetapi keanehan terjadi.
Karena tubuh yang terhantam angin besar itu telah berdiri tegak, tanpa kurang
suatu apa sambil tetap
menggenggam erat batu keemasan.
Tirta mendumal, ketika mengetahui deras angin besar itu ditimbulkan oleh kepakan
sayap kalian Rajawali Emas.
"Kenapa kau menyerang aku, sin"!"
bentaknya jengkel. "Apa kau pikir angin yang kau timbulkan dari kepakan sayapmu
itu hanya seperti kentut
saja"!"
Tetapi burung raksasa itu kembali mengepakkan sayapnya ke arah Tirta.
Bahkan kali ini sayap kanan dan kiri, menciptakan angin deras lebih dahsyat dari
semula. Bergulung-gulung, siap melontarkan tubuh Tirta. Tetapi....
Werrr...! Tubuh si bocah tetap berdiri
tegar tanpa terhuyung sedikit pun.
Hanya wajahnya saja yang bagai
ditampar keras dengan rambut
bertebaran. Padahal, pohon besar di belakang
Tirta langsung tumbang sampai
terlempar jauh.
"Kooaaakkk!"
Begitu angin dahsyat berhenti,
mendadak burung raksasa itu berteriak keras. Lalu seketika meluruk deras ke arah
Tirta: Paruh tajamnya siap
mematuk kedua kakihya melehgkung
dengan kuku-kuku tajam mengarah pada Tirta.
Tirta melompat, namun lebih
banyak disebabkan oleh satu pikiran untuk menyelamatkan diri. Lompatannya itu
sungguh luar biasa. Tubuh kecilnya bagai melayang saat menghindari
serbuan burung raksasa itu.
Keanehan yang terjadi itu lagi-
lagi tak dirasakan Tirta, kecuali mendumal dan bcrharap serangan burung raksasa
itu tidak mengenai dirinya.
"Hei! Berhenti, dong! Kenapa kau menyerangku begini" Tadi kan aku sudah
mengembalikan batu ini padamu, tetapi kau menolak" Dan sekarang ketika
berada di tanganku, kau malah marah!"
seru Tirta, menyangka burung raksasa itu menyerangnya karena marah Batu Bintang
berada di tangannya,
Tetapi burung itu terus mengejar
si bocah berkali-kali. Dan berkali-kali pula Tirta menghindari. Sehingga setelah
sekian lamanya, tak satu pun serbuan burung raksasa itu mengenai dirinya.
Kini justru burung raksasa itu
yang menghentikan serangannya. Kini dia terdiam, menatap Tirta yang
mengoceh tak karuan. Mata besar
memerah itu seperti bangga, ketika serangannya justru tak mengenai
sasaran. "Menjengkelkan!" maki Tirta.
"Jangan main serang begitu dong! Apa kau pikir aku tidak takut" Sebentar lagi
kau lakukan itu, aku bisa
terkencing-kencing!"
Burung besar itu mengeluarkan
suara pelan. Kali ini bernada


Rajawali Emas 01 Geger Batu Bintang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyesal. "Uh! Kau menyesal sekarang, nanti
malah menyerangku lagi! Aku kan,..
oohhh!" Tiba-tiba Tirta mengeluh
tertahan. Dan tubuhnya mendadak
ambruk. Dirasakan hawa panas yang sangat luar biasa menderanya hingga tak
sanggup bertahan.
Si bocah melolong kesakitan
ketika ada sesuatu yang menyentak-nyentak dari dalam tubuhnya, bagai hendak
memutus seluruh anggota
tubuhnya. Penderitaan yang mendadak dialami bocah itu benar-benar
mengerikan. Dalam waktu singkat tubuhnya memerah seperti udang dibakar dengan
keringat menganak sungai.
Rajawali raksasa yang sejak tadi
memperhatikan, nampak menjadi kalap dan kebingungan. Sayapnya dikepakkan
berkali-kali. Sementara Tirta terus bergulingan kelojotan.
"Koaaak! Koaaak! Koaaak!"
Tiba-tiba terdengar pekikan
burung raksasa ilu tiga kali berturut-turut. Panjang, menggema keseantero Gunung
Rajawali. Bertalu-talu bagai satu hentakan kuat berkepanjangan.
Entah dari mana datangnya, tiba-
tiba meluncur angin bergulung-gulung.
Dan ketika angin itu lenyap, satu sosok tubuh kurus berwajah bijaksana telah
berdiri begitu saja bagai datang bersama hembusan angin tadi.
Begitu melihat seorang lelaki tua
bertubuh kurus terbungkus baju putih bergambar bunga-bunga api, burung rajawali
raksasa mengeluarkan pekikan gem-bira, seperti anak kecil.
"Mengapa kau memanggilku, Bwana?"
sapa lelaki tua yang baru muncul.
Kepalanya mengenakan sorban putih.
Usianya kira-kira seratus dua puluh tahun. Wajahnya begitu tenang dengan
pancaran mata teduh penuh kearifan.
Ketika burung raksasa yang dipanggil Bwana tadi bergerak-gerak, si lelaki tua
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kemudian lelaki tua bersorban
putih itu melangkah mendekati Tirta yang masih kelojotan. Sikapnya tetap tenang.
Langkahnya begitu ringan, bagai tak memijak bumi.
Masih tegak berdiri, sepasang
mata teduh lelaki tua menatap Tirta yang masih bergulingan dengan sekujur tubuh
makin memerah. Sementara, Bwana memekik keras, bernada gelisah.
"Tenanglah,
Bwana. Aku akan
menolong bocah ini."
Si lelaki tua cukup lama menatap
Tirta. Dan perlahan-lahan, dia
berlutut. Lalu tangannya menepuk.
Seketika, gulingan dan kelojotan tubuh Tirta terhenti. Namun, tubuhnya yang
Sudah bertambah merah justru
mengeluarkan asap.
Si lelaki tua menggeleng-
gelengkan kepala. Terkejut bercampur
kagum. "Tenaga yang keluar dari dalam tubuh bocah ini rupanya akibat ribuan tenaga
surya yang masuk ke dalamnya.
Berarti... bocah ini secara tak
sengaja telah menghisap sari Rumput Selaksa Surya. Beruntung sekali dia.
Tetapi sayangnya, aku tak bisa
mengendalikan tenaga dalam itu. Hanya seorang yang bisa, Bwana," desah lelaki
tua itu perlahan.
Rajawali itu mengeluarkan suara
lagi. Seperti mengerti kata-kata
Bwana, si lelaki tua tersenyum tenang.
"Bwana... jangan menganggapku orang yang maha sakti di muka bumi ini.
Entahlah.... Mengapa orang-orang menjulukiku Malaikat Dewa. Padahal, menghadapi
keadaan seperti ini, aku tidak tahu. Aku hanya bisa membantu si bocah. Tetapi,
tak akan bisa mengajarkan cara mengendalikan tenaga surya yang bisa-bisa akan membuat seluruh
urat darah di tubuhnya pecah berantakan. Hanya seorang yang bisa melakukannya,
Bwana. Ya, ya.... Orang itu berjuluk Raja Lihai Langit Bumi.
Dialah yang tahu tentang rahasia
Rumput Selaksa Surya. Puluhan tahun lalu, memang pernah kukatakan tentang berita
adanya Rumput Selaksa Surya.
Dan aku berharap, dia bisa menemukan sekaligus memecahkan rahasianya.
Mungkin dia sudah menemukan rahasia
itu. Tetapi, bisa pula belum. Dan untuk sementara, biarlah kucoba untuk
menenangkannya.
Lelaki tua bersorban
yang menyebul dirinya Malaikat Dewa tadi mengusap kedua tangannya. Dan mendadak, hawa
dingin di lereng Gunung Rajawali semakin dingin. Kedua tangan kurus yang telah
beku sedingin es itu ditempelkan pada kening dan perut Tirta. Cukup lama lelaki
tua itu melakukannya. Sehingga, lama kelamaan warna merah di tubuh si bocah mulai
menghilang. Malaikat Dewa mendesah. "Hanya ini yang bisa kulakukan, Bwana."
Rajawali raksasa mengeluarkan
suara gembira. Malaikat Dewa ter-
senyum. "Aku tahu, kau telah menjatuhkan pilihan pada bocah ini, Bwana. Itu terserahmu.
Yang penting, aku telah memberikan Batu Bintang kepadamu. Batu yang memancarkan
sinar keemasan ini, kudapatkan ketika sedang
bertapa menyempurnakan ilmu penyerahan diri pada Sang Maha Pencipta di Gunung Rajawali
puluhan tahun yang lalu. Batu itu tiba-tiba meluncur dari langit, dan jatuh
beberapa tombak di hadapanku saat tapaku selesai. Penuh keheranan, kupungut batu
yang kemudian kusebut sebagai Batu Bintang. Dan kurasakan, betapa ringan batu
itu. Lebih mengherankan lagi, ketika kulihat ada gambar kepala Rajawali Emas. Dan dua puluh
tahun kemudian, kau muncul.
Lalu, kita menjadi sahabat. Maka
sesuai usulku, kau bisa mencari
majikan barumu dengan menjatuhkan pilihan pada orang yang kau inginkan.
Tentunya, dengan menjatuhkan Batu Bintang pada pilihanmu. Aku merestui ini
dengan baik. Ingatkan pada bocah ini, kalau Batu Bintang perlu dijaga.
Karena, banyak tokoh persilatan yang kini muncul untuk memperebutkannya."
Malaikat Dewa menatap penuh
pengharapan pada rajawali raksasa agar wejangannya dilaksanakan. Lalu perlahan-
lahan kepalanya mengangguk-
angguk. "Perlu kau ketahui, bocah itu sebenarnya sangat beruntung. Dengan menghisap sari
Rumput Selaksa Surya, dia telah memiliki sebuah tenaga dalam tinggi. Bahkan
tubuhnya bisa memancarkan hawa pahas luar biasa. Dan secara tidak langsung, hawa
panas dalam tubuhnya yang bila digabung dengan tenaga dalam, bisa membuatnya
bergerak selincah kau Bwana.
Rajawali mengeluarkan suara
kembali. "Maaf.... Bukan aku tidak ingin menurunkan ilmu kepadanya, Bwana. Ada dua orang
muridku yang memiliki sifat berlainan satu Sama lain, kupikir
cocok untuk menjadi guru bocah ini.
Yang perempuan rada-rada sinting.
Hatinya kejam, meskipun ditujukan hanya untuk orang-orang golongan
hitam. Yang lelaki justru memiliki sifat sebaliknya. Mereka adalah
Bidadari Hati Kejam dan Raja Lihai Langit Bumi yang sudah dua puluhan tahun tak
pernah kujumpai lagi. Bahkan tak pernah kupantau lagi, karena
keduanya sudah menempuh jalan masing-masing."
Rajawali keemasan itu berkoak-
koak lagi. "Tidak..,. Aku sama sekali tidak pernah membedakan kedua muridku yang berlainan
Sifat itu," kata si Malaikat Dewa sambil tersenyum. "Keduanya kuturunkan ilmu
berbeda. Namun, masing masing ilmu yang didapat tak akan mampu mengalahkan satu
sama lain. Meskipun keduanya saudara seperguruan, namun hanya bersikap laksana sahabat
belaka. Bahkan kadang-kadang
tak jarang bertengkar. Ini mungkin
disebabkan berlainannya sifat yang dimiliki. Raja Lihai Langit Bumi
selalu sering mengalah. Dan kebijak-sanaannya dalam mengambil keputusan agaknya
mewarisiku, Bwana. Itulah sebabnya kukatakan tentang Rumput Selaksa Surya
kepadanya. Ketika dia bertanya bagaimana cara mengendalikan tenaga yang terjadi
akibat sari rumput
itu, aku tidak tahu sama sekali. Dan kuharap, dia bisa memecahkan rahasia itu
sekaligus menemukan Rumput Selaksa Surya."
Rajawali raksasa itu berkoak-koak lagi.
"Boleh. Kau kuizinkan untuk
mengajarkan beberapa ilmu yang pernah kuajarkan kepadamu. Dan kuharap, kau bisa
mendidiknya lebih baik, Bwana.
Aku akan pergi lagi dari hadapanmu ini. Dan, perlu kau ketahui. Setelah
kuberikan sedikit hawa murni,
kemungkinan besar bocah itu akan
mengalami kejadian yang dialaminya tadi, setiap tiga bulan. Dan selama kau masih
mendidiknya, aku akan selalu datang menjenguk. Perlu kau jaga satu hal, Bwana.
Aku tak ingin kehadiranku di sini diketahui olehnya. Ya, ya....
Belum saatnya kukatakan sebabnya.
Baik-baiklah kau menjaga, melatih,dan membimbingnya, Bwana.
Rajawali Emas itu mengangguk-
angguk pada lelaki
baju putih bergambar percikan api.
Malaikat Dewa tersenyum. Dan
tiba-tiba, sosoknya lenyap begitu saja.
Sepeninggal Malaikat Dewa, Bwana
menunggu sampai Tirta siuman. Burung itu
benar-benar gembira sekarang.
Sungguh luar biasa sebenarnya, kalau burung rajawali itu bisa mengetahui
kata-kata orang.
Sejak saat itu, tinggallah Tirta
di Gunung Rajawali. Bukannya bocah itu menjadi betah dan melupakan soal
tanggung jawabnya untuk mencari kambing-kambing milik Juragan Lanang, melainkan
karena tak tahu jalan
keluar. Apalagi burung Rajawali Emas itu tak mau menunjukkan jalan keluar.
* * * 10 Kabut menutupi puncak dan lereng
Gunung Rajawali. Udara dingin menusUk, membuat aliran darah bagai terhenti.
Namun satu sentakan terdengar
membahana, memecah kabut dan mengusir dingin.
"Heaaa...!"
Sungguh sebuah pemandangan
menakjubkan. Karena dalam kabut tebal dan dingin seperti ini, seorang pemuda
bertelanjang dada justru sedang
melakukan gerakan-gerakan luar biasa cepat dan dahsyat. Dari mulutnya
berkali-kali terdengar bentakan-
bentakan kuat penambah semangat.
Sungguh luar biasa. Karena,
ratusan gerakan telah dilakukan pemuda gondrong berwajah tampan. Otot-otot
dadanya nampak menonjol keluar,
menandakan susunan tulang dan bentuk
tubuhnya amat bagus.
Sampai pada puncaknya, si pemuda
mengatupkan kedua tangan di dada. Saat kedua tangannya mengatup, nampak di
bagian lengan kanan dan kirinya
rajahan berbentuk burung rajawali.
Sesaat tubuhnya bergetar. Bukan karena menahan hawa dingin, melainkan ter-tanda
siap melepaskan satu pukulan.
"Heaaa...!"
Dikawal satu teriakan keras, si
pemuda berjumpalitan laksana seekor rajawali menyambar. Bersamaan dengan itu
kedua tangannya menggedor kedepan, disusul lima kali gerakan tangan kanan dan
kiri. Wusss...! Dalam kabut tebal yang tak pengaruhi pandangan, si pemuda telah lancarkan satu gerakan dahsyat. Angin
meluruk keras membuat kabut terpecah.
Dan dari sentakan kedua tangannya, menderu asap putih yang bergulung dalam
kabut. Brakkk...! Akibatnya sungguh menakjubkan.
Pepohonan yang berjarak lima belas tombak dari si pemuda mendadak saja
berpentalan disertai suara bergemuruh.
Untuk sejenak si pemuda tertegun. Dan tahu-tahu, dia berloncatan seperti anak
kecil yang mendapatkan sesuatu yang lama diinginkannya.
"Bwana! Aku telah berhasil
memecahkan jurus 'Lima Kepakan
Pemusnah Jiwa'!" seru si pemuda keras sambil terus berloncatan.
Werrr...! Entah dari mana datangnya,
mendadak terdengar gemuruh angin luar biasa yang mengusir gumpalan kabut.
Sesekali terdengar suara berkoakan memekakkan telinga. Lalu tahu-tahu, seekor
burung rajawali raksasa telah menukik turun, dan hinggap di sisi si pemuda yang
tengah gembira itu.
Rajawali raksasa itu berkoak-koak keras. Si pemuda agaknya sangat paham dengan
maksud si rajawali.
"Ya! Kau sangat baik, Bwana. Kau telah banyak mengajarkan ilmu-ilmu aneh
padaku," kata si pemuda seraya berlari. Langsung dirangkulnya leher rajawali
raksasa bernama Bwana ini.
Si pemuda yang tak lain Tirta
tertawa-tawa. Waktu memang telah
mengalir bagai derasnya air. Tak
pernah berhenti melibas setiap makhluk hidup di alam semesta ini. Bahkan tak
pernah man menunggu siapa pun, terus melangkah entah sampai kapan.
Tak terasa, lima tahun telah
berlalu sejak Tirta diselamatkan Bwana ke Gunung Rajawali. Tak sengaja memang
Tirta bisa mengetahui nama burung itu.
Waktu itu dia sedang berlatih di sisi sebelah kanan Gunung Rajawali. Di sana,
dia melihat sebuah pahatan pada
dinding gunung. Pahatan seekor burung rajawali yang cukup besar. Dan
tentunya, dibuat oleh orang yang
sangat ahli. Di bawah pahatan pada dinding itulah ditemukannya sebaris nama,
BWANA. Otak cerdik Tirta langsung
menduga, kalau Bwana adalah nama
burung Rajawali Emas yang kini menjadi sahabat, sekaligus gurunya. Kendati
demikian, bocah yang telah menjelma menjadi pemuda perkasa itu tetap
merasa heran. Tak mungkin Bwana bisa memahat bentuknya sendiri pada dinding
gunung. Kalaupun bisa, tak mungkin bisa menuliskan namanya di sana.


Rajawali Emas 01 Geger Batu Bintang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang mengherankan lagi, setelah
dua tahun Tirta bersama Bwana. Di saat terbangun dari pingsan karena sebuah
sentakan tenaga panas dalam tubuhnya, tahu-tahu di lengan kanan kirinya terdapat rajahan
berbentuk burung rajawali berwarna emas. Meskipun coba bertanya, namun Bwana,
tak memberikan jawaban apa-apa. Padahal selama lima tahun bersama Bwana, Tirta
banyak paham dengan setiap suara yang
dikeluarkan Bwana. Bahkan dari gerakan burung itu, dia bisa mengerti apa yang
dimaksudkan. Dan Tirta tidak pernah tahu
sebenarnya, kalau setiap tiga bulan sekali selalu diobati oleh seorang lelaki
tua bersorban putih. Lama
kelamaan, pemuda ini memang tahu kalau ada sesuatu yang aneh telah bergejolak di
tubuhnya. Bahkan menyentak-
nyentaknya, seolah hendak menghancurkan seluruh jalan darah dalam
tubuhnya. Hanya saja, setiap kali hal itu terjadi, dia selalu pingsan. Dan
ketika siuman, tubuhnya sudah segar kembali.
Tirta yang telah tumbuh menjadi
pemuda tampan berusia tujuh belas tahun, selalu diajarkan oleh Bwana gerakan-
gerakan aneh yang sangat sulit dilakukan. Namun otaknya yang cerdik bisa
menangkap kalau Bwana memang bersungguh-sungguh agar setiap
gerakannya bisa diikuti.
Puluhan jurus telah dipelajari
Tirta secara tidak langsung. Setiap jurus diberi nama oleh pemuda itu sendiri.
Bahkan terakhir, dia baru saja berhasil memecahkan jurus yang diberi nama 'Lima
Kepakan Pemusnah Jiwa'. Sebuah jurus dahsyat, yang sebenarnya tercipta begitu
saja. Tirta melepaskan rahgkulannya
pada burung Rajawali Emas itu.
"Bwana.... Dari mana saja kau"
Sudah tiga hari ini aku tidak bertemu denganmu?" tanyanya sambil menatap penuh
kasih sayang pada Bwana.
Bwana mengeluarkan suara pelan.
Terlihat kening si pemuda berkerut.
"Kau sedang membuat sesuatu"
Apakah itu, Bwana?" tanya Tirta.
Bwana mengepakkan kedua sayapnya.
Mendadak saja, sesuatu terjatuh dari sayap kanannya.
Tirta menatap tak
berkedip sejenak. Segera dihampiri dan
dipungutnya benda yang memancarkan sinar keemasan itu.
"Hei! Sebilah pedang! Bagus
sekali sinar keemasan yang memancar dari pedang mi, Bwana. Tetapi
nampaknya belum sempurna. Milik
siapakah pedang ini, Bwana" Oh,
milikku" Bagaimana mungkin" Selama ini, aku tak punya sebilah pedang apa pun.
Dan, hei...?"
Tirta tertegun ketika melihat
dengan seksama pada bagian atas dan bawah hulu pedang.
"Di kiri kanan hulu pedang ini ada dua kepala rajawali menghadap arah yang
berlawanan. Dan di hulu bagian bawah terdapat sebuah bintang keemasan. Apakah...
aku ingat! Aku ingat sekarang. Bwana... kau telah menempa Batu Bintang menjadi
sebilah pedang, bukan" Di dalam Batu Bintang, aku pernah melihat ada sebuah
bayangan bintang dan dua kepala rajawali. Luar biasa kau bisa melakukannya,
Bwana." Bwana berkoak-koak lagi.
"Ya, ya.... Tentunya aku akan menempa pedang ini menjadi lebih
sempurna lagi. Oh! Ini akan menjadi
sebuah senjata tangguh" Ya, ya....
Terima kasih, Bwana."
* * * Tirta mulai menempa pedang
pemberian Bwana yang berasal dari tempaan Batu Bintang. Namun setiap kali batu
gunung yang cukup besar dikeprukkan pada pedang belum jadi yang diletakkan di
atas sebuah batu, batu pengepruk itu selalu pecah. Hal itu terjadi berkali-kali,
hingga Tirta selalu terheran-heran.
"Gila"! Pedang ini kuat sekali"
Dengan apa aku bisa menempanya lagi?"
Selagi Tirta kebingungan, ter-
dengar suara Bwana pelan. Tirta
menoleh dengan kening berkernyit.
"Maksudmu... harus kutempa dengan tanganku" Gila! Batu saja pecah,
apakah kau ingin tanganku pecah pula?"
Kepala Bwana menggeleng-geleng,
membuat Tirta tertegun.
"Baiklah.... Aku akan
melakukannya. Meskipun masih heran, mengapa aku seperti memiliki satu kekuatan
aneh yang sangat panas dan terkadang sukar dikendalikan."
Perlahan-lahan Tirta memusatkan
pikiran pada pedang yang belum
sempurna. Lalu ditariknya napas.
Sekali menarik napas, mendadak gelora panas luar biasa terasa memenuhi
dadanya. Hal ini cukup membuatnya tersentak. Maka segera dicobanya untuk
mengendalikan tenaga panas itu.
Lalu.... Plak! Tangan Tirta menghantam pedang
yang masih berada di atas batu. Apa yang dikatakan Bwana tadi memang
benar, Tangannya tak kurang suatu apa.
Sementara, lekukan pedang di bagian atas yang belum sempurna mulai
melurus. Dengan penuh semangat,
akhirnya Tirta melakukan apa yang hendak diinginkan.
Setelah lima hari berlalu,
barulah Tula melihat hasil yang
dicapainya. Sebilah pedang memancar kan sinar keemasan. Ditatapnya pedang itu
berkali-kali dengan decak penuh kekaguman.
Selagi Tirta menatap hasil
kerjanya, tiba-tiba Bwana menukik
turun, tetap dengan kepakan sayap yang menimbulkan angin kencang dan suara
memekakkan telinga.
Cepat kepala Tirta menoleh pada
Bwana yang telah hinggap di bumi. Si pemuda yang hendak menunjukkan hasil
tempaannya jadi urung, ketika melihat sesuatu di paruh Bwana dan telah
dijatuhkan ke bumi.
"Apa itu, Bwana?" tanya Tirta.
Bwana berkoak-koak lagi.
"Kau menyuruhku untuk membukanya"
Baik... aku akan membukanya," sahut Tirta. Dihampirinya bungkusan itu, lalu.
mulai dibukanya. "Hei..." Dari mana kau curi pakaian ini, hah"!"
Bukannya menjawab, Bwana justru
mengibaskan sayapnya, Bukan buatan sapuan kepakan sayap itu. Bila saja Tirta
tidak melompat, tentunya akan terpental ke belakang.
"Maaf.... Bukan maksudku untuk menyinggung perasaanmu," ucap si pemuda dengan
wajah menyesal. "Tetapi aku masih heran. Pakaian siapakah yang kau bawa ini."
Bwana keluarkan suara keras,
bagai bentakan.
"Baik, baik.... Aku akan
memakainya."
Lalu perlahan-lahan, Tirta mulai
memakai baju lengan pendek berwarna keemasan. Sungguh pas dengan tubuhnya.
Diperhatikannya pakaian warna keemasan dengan celana kebiruan. Tampak sebuah
ikat kepala keemasan yang kini telah dikenakannya. Lalu, diambilnya sebuah kain
panjang warna merah mirip
selendang, yang diikatkan pada
pinggangnya. Bwana bersuara menunjukkan
kepuasan. "Cocok, ya" Wah.... Gagah juga aku sekarang. Dan aku... hei..."! Kau mau ke
mana?" Tahu-tahu Bwana sudah terbang
meninggalkan Tirta.
"Benar-benar suatu kejadian aneh.
Sudah lima tahun aku hidup bersama seekor rajawali raksasa, tanpa tahu harus
melewati jalan mana bila ingin kembali ke dusunku," desah Tirta.
Mendadak di benak pemuda itu
terpampang keadaan dusunnya yang telah lima tahun ditinggalkannya. Kerinduan
pada kedua orangtuanya kini mulai mendesaknya.
"Ah.... Bagaimana kabar mereka sekarang" Apakah Ayah dan Ibu dalam keadaan baik-
baik" Hm... mereka pasti menyatakan aku telah hilang"
Entahlah.... Yang pasti, aku akan mcmbujuk Bwana untuk meninggalkan tempat ini
dari kembali ke desaku...."
"Koaaakkk...!"
Dari balik julangan Gunung
Rajawali terdengar suara Bwana yang keras. Lalu, tubuh besar itu meluruk kembali
dan berdiarri di hadapan
Tirta. Dari paruhnya, dijatuhkan
sebuah benda. Segera Tirta
memungutnya. "Luar biasa! Kau memang burung aneh yang pintar, Bwana. Tidak! Aku tidak akan
bertanya, dari mana kau mendapatkan warangka yang bagus
beruntai benang emas."
Tirta memungut pedang yang baru
saja disempurnakannya. Lalu
dimasukkannya ke dalam warangka yang
diberikan Bwana.
"Cocok sekali. Ukurannya pun sangat tepat Oh.... Terima kasih, Bwana.... Terima
kasih..." Dirangkulnya leher Bwana yang nampak senang itu.
Tetapi sejenak kemudian Tirta
yang telah hafal perangainya, terkejut ketika mendengar suara Bwana.
"Hei..."!"
Si pemuda melepaskan rangkulannya pada leher Bwana. Langsung di tatapnya kepala
burung raksasa yang sebesar tubuhnya.
"Mengapa kau bersedih, Bwana"
Adakah sesuatu yang menggelisahkanmu?"
tanya Tirta. Bwana mengeluarkan suara pelan.
"Apa maksud dengan saat per-
pisahan kita sudah di ambang pintu"
Apakah aku harus meninggalkan tempat ini" Apa ada yang memerintahkanmu untuk
mengatakan semua ini kepadaku"
Siapa dia, Bwana" Selama ini, aku tidak melihat ada orang lain di sini selain
diriku dari kau. Aku juga merasa heran, bagaimana tahu-tahu dilengan kanan dan
kiriku ada rajahan burung rajawali warna keemasan ini, Bwana. Katakan, Bwana"
Siapakah orang yang telah melakukan semua ini?"
Belum lagi Bwana menyahut,
mendadak.... "Tirta.... Lima tahun sudah cukup
rasanya kau tinggal bersama Bwana...."
Mendadak terdengar suara lembut
penuh bijaksana.
Tirta memutar kepala ke penjuru
tempat, mencari orang yang bersuara itu. Tetapi dia tak menemukan, dari mana
asal suara yang berpindah-pindah.
Menyadari orang yang bersuara itu memiliki kesaktian tinggi, terburu-buru Tirta
berlutut. "Siapa kau adanya orang dalam gelap?" tanya Tirta.
"Belum saatnya kau mengetahui siapa aku, Tirta. Kau boleh
memanggilku dengan sebutan Eyang...."
"Eyang... terimalah salamku ini."
"Dengar baik-baik apa yang hendak kukatakan ini, Tirta. Bwana adalah burung
peliharaanku yang sangat
kusayang. Sekian puluh tahun dia
kupelihara dan hidup bersamaku. Hingga akhirnya, kuputuskan untuk mencari
majikan yang baru dengan menyelipkan Batu Bintang pada ekornya. Bwana akan
menentukan pilihan pada orang yang dijatuhkahnya Batu Bintang itu.
Ternyata, pilihannya jatuh kepadamu, Tirta. Siapa pun pilihannya, aku tak bisa
membantah. Tetapi terus terang, aku senang Bwana menjatuhkan pilihan kepadamu.
Perlu kau ketahui, Tirta....
Baju dan warangka yang kini kau
kenakan telah sangat lama kusimpan.
Dan benda-benda,itu akan kuberikan
pada orang yang dijatuhkan pilihan oleh Bwana. Perlu kau ketahui pula.
Akulah yang membuat rajahan burung Rajawali Emas pada lengan kanan dan kiri,
selagi kau pingsan akibat
dorongan tenaga panas dalam Iubiihmu, Tirta."
"Ya, Eyang...."
"Lima tahun kau telah hidup di Gunung Rajawali. Lima tahun kau telah ditempa
Bwana dengan ilmu-ilmu
rajawali yang dahsyat. Maka, cukup kira sudahnya kau berada di sini, Tirta."
"Aku mengerti, Eyang."
"Perlu kau ketahui... hidup di dalam dunia ini selalu memiliki bentuk yang rancu
meskipun selalu
berpasangan. Saat ini, dunia di luar sana sedang dalam keadaan
menggemparkan. Beberapa tokoh rimba persilatan tengah mengamuk,
dikarenakan men cari Batu Bintang yang kini telah menjadi senjatamu. Berhati-
hatilah menjaga Pedang Batu Bintang, Tirta," ingat suara itu.
"Aku mengerti, Eyang" sahut Tirta, mantap.
"Hal lain yang perlu kau
perhatikan, adalah tenaga ribuan surya yang ada pada tubuhmu. Kau secara tak
sengaja telah menghisap sari tumbuhan langka yang bernama Rumput Selaksa Surya.
Dan akibatnya, kau secara tak
sengaja pula telah memiliki tenaga dalam tinggi dan ilmu peringan tubuh yang
dahsyat." Tirta teringat akan rumput aneh
yang pernah dihisapnya lima tahun yang lalu.
"Tirta... Setiap tiga bulan
sekali... kau akan mengalami suatu kejadian yang bisa menghancurkan darah dan
akan meledakkan tubuhmu menjadi serpihan. Dan setiap tiga bulan pula, sampai
saat ini aku selalu mengobatimu agar akibatnya tidak sampai parah.
Sungguh, aku tidak tahu bagaimana cara mengajarkanmu untuk mengendalikan tenaga
surya dalam tubuhmu. Hanya seorang yang kemungkinan besar tahu semua itu. Dia
adalah muridku yang kini berjuiuk Raja Lihai Langit Bumi.
Carilah dia. Dan mintalah petunjuk darinya."
"Akan kulakukan pesan Eyang."
"Bagus! Di samping beberapa hal yang harus diingat itu, kau juga harus mencari
muridku yang seorang lagi. Dia berjuluk Bidadari Hati Kejam."
Saat itu pula, Tirta teringat
pada nenek berkonde berpakaian batik kusam. Nenek itu menginginkan Tirta menjadi
muridnya. "Apa yang harus kulakukan
padanya, Eyang?"
"Dia memiliki sebuah senjata pengebut yang sukar dicari tandingannya.
Mintalah petunjuk darinya, untuk
mempelajari ilmu pedang. Meskipun jurus-jurus yang kau pelajari dari Bwana bisa
dirangkai, tetapi jurus pengebut yang dimiliki muridku itu akan membuatmu
memiliki ilmu pedang yang sangat luar biasa."
"Baik, Eyang."
"Dan yang terakhir... beradalah di golongan lurus. Karena di dunia ini rambut


Rajawali Emas 01 Geger Batu Bintang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama hitamnya. Namun, hati tak sama putihnya. Apalagi, saat ini
terjadi bentrokan dahsyat dari
beberapa rimba persilatan tentang sebuah fitnah yang mengerikan. Kau harus
membantu menenteramkan isi dunia ini, Tirta...."
"Baik, Eyang. Semua pesan Eyang akan kulakukan...."
Kini, tak ada lagi suara yang
terdengar. Angin pun seperti mati begitu saja. Ketika Tirta berucap memanggil,
tak ada sahutan apa-apa.
Tirta menarik napas panjang, kini berdiri tegak. Ditatapnya Bwana yang juga
sedang menatapnya.
"Bwana.... Kau ternyata
peliharaan dari Eyang sebelumnya.
Tentunya kau mengenalnya, bukan"
Tolong ceritakan tentang Eyang
padaku?" Bwana menegakkan lehernya.
Tatapannya tajam pada Tirta. Maka sekali lihat saja, dapat ditebak kalau
Bwana tak menghendaki Tirta bertanya seperti itu. Dan berarti,
permintaannya tadi tak memerlukan jawabannya.
"Baiklah, Bwana. Maafkan aku.
Mungkin suatu saat, aku bisa mendapatkan keterangan tentang Eyang."
Ketika kepala Bwana mengangguk-angguk, Tirta mengangguk pula. "Ya, aku mengerti
apa maksudmu. Baiklah.,..
Sekarang, tunjukkan padaku jalan
keluar dari Gunung Rajawali ini.
Beberapa kali aku pernah mencoba
keluar dari sini. Tapi yang kudapatkan hanya jalan buntu, sehingga aku
kembali lagi ke sini."
Sebagai jawaban, Bwana merunduk.
Tirta tersenyum. "Luar biasa!
Entah bagaimana Eyang mengajarkannya pada Bwana hingga bisa mengerti maksud
orang. Beruntungnya, selama lima tahun bersama Bwana aku juga bisa mengerti apa
maksudnya."
Dan sekali loncat, Tirta sudah
berada di punggung Bwana. Kedua
tangannya memegang leher burung
raksasa itu. "Perpisahan itu hanya sementara bukan?" desis si pemuda pelan.
Bwana mengangguk-angguk, lalu
mengkirik pelan.
"Terima kasih atas petunjukmu padaku, untuk memanggilmu dengan cara yang kau
tunjukkan tadi. Sekarang
terbanglah, Bwana. Aku ingin
mengunjungi kedua orangtuaku dulu."
Semakin lama semakin kencang,
angin pun berhembus. Tubuh rajawali raksasa itu pun terangkat naik semakin
membubung tinggi.
Dari angkasa, sepasang mata Tirta dapat membedah seisi alam. Bibirnya
mcnyunggingkan senyum ketika tempatnya selama lima tahun mulai tak nampak di
mata lagi. Kelak, rimba persilatan akan
dikejutkan oleh munculnya seorang pemuda berjuluk Rajawali Emas.
SELESAI Segera terbit!!! Serial RAJAWALI EMAS
"WASIAT MALAIKAT DEWA"
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Berakhir Di Ujung Fajar 1 Dewi Ular 90 Misteri Surat Setan Pendekar Cacad 20
^