Pencarian

Iblis Cadas Siluman 1

Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin dari penerbit
Bab l DENGAN segera Bidadari Hati Kejam memalingkan
kepala. Sejenak si nenek berkonde ini terkejut men-
dengar kata-kata orang yang cukup keras. Rasa terke-
jut si nenek berkonde berubah menjadi gelagapan. Dan
tanpa sadar kakinya surut satu langkah mendapati
kemunculan satu sosok tubuh dari balik ranggasan
semak Tetapi kejap lain dia sudah keluarkan dengu-
san. "Lelaki tua keparat! Sejak kapan kau berada di sini,
hah" Dasar kapiran! Rupanya kau mengintip dan men-
curi dengar apa yang kulakukan!" bentak si nenek
berkonde keras. Sambil menindih kegeramannya, dia
membentak lagi, "Apa maksudmu berkata sialan seper-
ti tadi, hah"!"
Tanpa menunggu sahutan lelaki tua berpakaian pu-
tih kusam dengan rambut dikuncir ekor kuda yang se-
dang melotot di hadapannya, si nenek berkonde segera
palingkan kepalanya ke kanan. Kedua matanya makin
membesar mendapati Rajawali Emas yang sedang me-
manggul Angin Racun Barat dan Manusia Serigala te-
lah berdiri tegak berjarak dua tombak di samping ka-
nannya tersenyum-senyum. "Bocah Kebluk! Jangan
campuri urusanku! Apakah kau sudah mengobati ke-
dua manusia itu, hah"!"
Pemuda berpakaian keemasan itu tersenyum den-
gan kedua alis hitam legamnya yang diangkat.
"Wah! Tidak usah berlaku aneh, Guru. Bukankah
sudah jelas, kalau ternyata kau mencintai Kakek Ma-
nusia Pemarah" Ini kan... eiitt! Jangan marah dulu!
Jadi selama ini kau memang mencintai Manusia Pema-
rah, kan" Baguslah kalau begitu! Berarti kemunculan
orang celaka berkepala plontos yang berjuluk Beruang
Mambang dan yang sudah melarikan diri ada berkah-
nya juga. Menyibakan cinta yang terpendam puluhan tahun.
Dan rasanya, kau tak perlu berpura-pura menanyakan
keadaan Angin Racun Barat dan Manusia Serigala
yang tentunya kau tahu aku sudah menolong mereka."
"Kurobek mulutmu yang lancang itu!!" sentak Bida-
dari Hati Kejam makin melotot. Tangannya siap dige-
rakkan, tetapi urung tatkala mendengar suara lelaki
tua berkuncir yang tak lain Manusia Pemarah adanya.
"Sontoloyo! Benar-benar sontoloyo! Kunti... urusan kau
mau merobek mulut muridmu itu atau tidak urusan
belakangan! Sekarang yang terpenting aku tahu kau
mencintaiku! Dan kau tahu Kunti, kalau sejak dulu
aku juga mencintaimu!"
"Jaga mulutmu, Orang Tua Bau Tanah! Siapa yang
mencintaimu, hah"!" bentak si nenek berkonde seraya
memalingkan kepalanya lagi. Kendati dia membentak,
namun tak urung dadanya bergetar hebat. Diam-diam
dia membatin resah, "Celaka! Malu sekali aku saat ini!
Beruang Mambang keparat! Dia secara tak langsung
telah membuka rahasia perasaanku selama ini pada le-
laki tua berkuncir itu! Benar-benar kapiran!"
Seperti diceritakan pada episode: "Tapak Asmara"
saat itu Beruang Mambang tengah bersiap menghabisi
nyawa Manusia Serigala yang membawa kabur Angin
Racun Barat. Tetapi terganggu karena kemunculan
Bwana, rajawali raksasa keemasan milik Rajawali
Emas. Setelah Bwana pergi yang ternyata memberita-
hukan keadaan itu pada majikannya, Beruang Mam-
bang meneruskan maksudnya semula. Tetapi gagal ka-
rena munculnya Bidadari Hati Kejam.
Sementara itu dari punggung Bwana, Rajawali
Emas yang menunggangi Bwana bersama Manusia
Pemarah melihat satu sosok tubuh yang bukan lain
Bidadari Hati Kejam. Dia memerintahkan Bwana un-
tuk ter-bang merendah dan bersama Manusia Pemarah
yang harus sedikit dipaksa, keduanya bersembunyi
dan melihat apa yang terjadi. Ternyata urusan Bidada-
ri Hati Kejam dan Beruang Mambang adalah urusan
cinta masa lalu yang sampai sekarang masih dipendam
dalam. Beruang Mambang marah besar karena Bida-
dari Hati Kejam menolak cintanya dengan alasan dia
mencintai Manusia Pemarah, yang selama ini perasaan
itu selalu ditutupi. Dan Manusia Pemarah yang ber-
sembunyi dan mencuri dengar sangat terkejut menge-
tahui hal itu. Setelah Beruang Mambang melarikan diri
karena tak sanggup menghadapi Bidadari Hati Kejam,
lelaki pemarah berbaju putih kusam itu segera bersua-
ra tetap dengan kebiasaannya yang selalu marah-
marah. Menyusul Rajawali Emas yang setelah mengo-
bati Angin Racun Barat dan Manusia Serigala juga su-
dah kembali ke sana.
Manusia Pemarah mendengus seraya maju selang-
kah. Dengan suara yang selalu keras dan kedua mata
selalu melotot dia berseru, "Urusan kau mencintaiku
atau tidak urusan belakangan! Tetapi yang jelas, kau
tak bisa melarikan diri dari kenyataan itu, Kunti! Aku
sudah mendengar semuanya! Apakah kau masih me-
nyangsikan pendengaranku ini, hah"! Sontoloyo! Mu-
ridmu itu menjadi saksi!"
"Lalu urusan apa yang harus kulakukan bila kau
sudah mendengar semua itu, hah"!" sentak Bidadari
Hati Kejam sambil menindih perasaan geloranya
"Jangan membentak sontoloyo begitu! Kau tahu, se-
jak dulu aku selalu mencintaimu! Dan kau ternyata
mencintaiku! Kita masih punya waktu untuk saling
mencintai Kalau kau menolak juga, benar-benar sonto-
loyo!" Rajawali Emas nyengir mendengar kata-kata Manu-
sia Pemarah. "Aneh! Mengucapkan isi hati kok dengan
cara marah-marah seperti itu" Dasar tidak ada otak-
nya!" "Setan pemarah bau tanah! Apakah kau pikir ken-
dati aku memang mencintaimu lalu aku mau meneri-
ma cintamu, hah"!" seru Bidadari Hati Kejam keras.
"Sontoloyo! Apakah sekarang kita masih saling me-
nutupi perasaan"!" balas lelaki tua berkuncir tak kalah
kerasnya. Kedua matanya melotot gusar.
"Apakah kau pikir aku mau menerima cintamu
yang sudah pernah tidur dengan si Nenek Cabul,
hah"!" geram si nenek berkonde dengan mata melotot
pula. "Jangan bermimpi di siang bolong! Lelaki keparat
bau tanah! Ternyata di balik semua sikapmu itu, kau
seorang yang cabul! Yang menerima tawaran perem-
puan untuk tidur denganmu!"
"Dasar sontoloyo! Apa otakmu sudah mulai pikun,
hah" Kau kan tahu sendiri kalau aku selalu menolak
tawaran itu" Dari mana pikiran sontoloyo itu datang,
hah"!" balas Manusia Pemarah gemas.
"Siapa pun tentunya ingin berlaku sopan dan me-
nutupi segala perbuatan sialannya! Dan sudah tentu di
hatimu yang kotor itu kau sebenarnya menyukai tawa-
ran itu Jangan berpura-pura alim di depanku!!"
"Benar-benar sontoloyo! Dasar sontoloyo! Kau be-
nar-benar tak punya otak, Kunti"!"
"Jangan memaksakan soal cinta kepadaku!!"
Manusia Pemarah mendengus keras.
"Dasar nenek pembentak!"
"Kupatahkan seluruh tulang peotmu itu, hah"!"
"Urusan mematahkan tulang atau tidak urusan be-
lakangan! Kalau kau memang tak mau menerima cin-
taku juga, tidak apa-apa! Mungkin itu bukan urusan
yang paling tepat! Tetapi kau tentunya tahu aku men-
cintaimu, Kunti!"
"Jangan bicara soal tetek bengek keparat itu!"
Manusia Pemarah mendengus. "Sontoloyo! Aku juga
masih ada urusan sekarang! Murid Dewi Bulan yang
dibawa kabur oleh Pangeran Merah adalah tanggung
jawabku!" "Dan akan kubeset mulutmu bila kudengar gadis
itu dipermalukan Pangeran Merah!!"
"Aku bersumpah, bila Pangeran Merah melakukan
hal-hal di luar batas pada murid Dewi Bulan itu, akan
kulumat tubuhnya! Setelah itu... aku akan membunuh
diri!!" Lalu dalam hati, lelaki tua berkuncir ini me-
nyambung, "Sontoloyo! Kalau yang terakhir ini aku
cuma iseng saja!"
"Lelaki tua bau tanah! Jangan bicara sembaran-
gan!!" seru Bidadari Hati Kejam tersentak.
"Ini urusanku!!" sahut Manusia Pemarah keras. Da-
lam hati dia mendengus, "Sontoloyo! Rupanya dia
khawatir aku melakukan tindakan bodoh seperti itu!"
"Persetan dengan segala urusan! Jangan berlaku
bodoh!" Manusia Pemarah sudah tak mendengar bentakan
itu, karena orangnya sudah melangkah dengan makian
panjang pendek. Wajahnya yang diliputi kulit tipis
nampak semakin dipenuhi kerutan. Rambut putihnya
yang dikuncir ekor kuda berlompatan, seiring dengan
kumis tanpa jenggotnya. Tetapi hatinya panas, sangat
panas sekali. Bidadari Hati Kejam menggeram keras. Lalu paling-
kan kepala ke arah Rajawali Emas tatkala mendengar
pemuda itu berkata, "Guru! Mengapa kau berlaku se-
perti itu, mengapa mencoba menutupi segala yang te-
lah terbuka" Bukankah kau memang mencintainya"
Begitu pula dengan Kakek Manusia Pemarah. Bukan-
kah ini sebuah kesempatan setelah menunggu sekian
puluh tahun?"
"Bocah Kebluk! Siapa yang bilang aku menunggu
lelaki bau tanah itu, hah" Jangan mengada-ngada!"
Tirta yang sudah menurunkan tubuh Angin Racun
Barat dan Manusia Serigala berkata lagi, "Bukankah
sekarang memang seperti itu kenyataannya?"
"Kalau iya, sudah tentu kuterima lelaki keparat itu!"
dengus gurunya keras.
"Kau tak mau menerimanya, apakah karena kau
merasa malu atau...."
"Dia telah tidur dengan si Nenek Cabul!!"
Pemuda dari Gunung Rajawali yang di lengan ka-
nan dan kirinya terdapat rajahan burung rajawali ber-
warna keemasan ini seperti tersentak. Sesaat dia me-
longo. Dua tarikan napas kemudian, terlihat di bibir-
nya tersungging senyuman.
"Kenapa senyam-senyum begitu, hah"!" sentak Bi-
dadari Hati Kejam keras. Lagi-lagi dia merasa dadanya
bergetar. Ada keinginan sebenarnya untuk menghenti-
kan langkah Manusia Pemarah tadi. Tetapi dia tak
mau melakukannya. Terutama. tatkala mengetahui ka-
lau Nenek Cabul berulang kali mengajak Manusia Pe-
marah melayani nafsunya.
Bagi Bidadari Hati Kejam, seorang lelaki tak lebih
dari kucing yang tak pernah menolak daging. Apalagi
milik seorang perempuan! Inilah sebenarnya yang
membuatnya marah. Dan kegundahan yang diala-
minya saat ini, tatkala mendengar kata-kata Manusia
Pemarah hendak membunuh diri bila gagal menyela-
matkan Dewi Berlian dari tangan Pangeran Merah. Se-
dikit banyaknya, si nenek berkonde tak menyalahkan
Manusia Pemarah yang gagal menyelamatkan Dewi
Berlian. Ini semua terjadi begitu saja. Bahkan terlalu
cepat. Tetapi bagaimana dengan keinginan Manusia
Pemarah yang gila itu" Bunuh diri! Oh, tidak!
"Guru... kalau kau cemburu, bilang saja kenapa
sih?" Tirta berkata enteng sambil memeriksa tubuh
Angin Racun Barat yang nampak sudah siuman. Tan-
pa menghiraukan kediaman gurunya yang sejenak tadi
kelihatan melengak kaget mendengar kata-katanya, di-
alirkan tenaga dalamnya lagi pada murid Iblis Cadas
Siluman itu. Lalu didengarnya keluhan Angin Racun
Barat pelan. "Bersemadilah, Diah.... Tenagamu akan
pulih seperti sedia kala."
Gadis berpakaian biru kehitaman itu mengeluh.
Mendadak dia bangkit sambil berseru, "Di mana Baru-
na?" Rajawali Emas tersenyum. Dia bisa merasakan be-
tapa saratnya kecemasan dalam suara Angin Racun
Barat. Lalu katanya, "Dia berada di depanmu, Diah. Kea-
daannya tidak terlalu parah. Dia hanya keletihan saja.
Nah, kau lihat bukan" Dia tersenyum padamu."
Segera Angin Racun Barat mengalihkan pandan-
gannya. Lalu gadis berambut dikepang dua ini menarik
napas panjang setelah melihat keadaan Manusia Seri-
gala. Entah mengapa ada sesuatu yang mengusik hati
murid Iblis Cadas Siluman ini. Sesuatu yang selama
ini memang dimiliki namun hanya diperuntukkan oleh
Pendekar Judi. Pemuda tampan yang justru tak bisa
mencintainya dan hanya mampu menganggapnya se-
bagai seorang adik Teringat Pendekar Judi, Angin Ra-
cun Barat mendesah masygul.
Lamat murid Iblis Cadas Siluman ini membekas se-
nyum Manusia Serigala yang bernama Baruna.
Saat itu si nenek berkonde sedang membentak pa-
da Rajawali Emas, "Bocah Kebluk! Jangan sembaran-
gan omong!!"
Tirta mengalihkan pandangannya seraya mencabut
sebatang rumput. Sambil menghisap sari rumput itu
dia menyahut dengan cengiran jelek di bibirnya, "Guru!


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang cemburu itu tandanya cinta! Aku yakin, kau se-
benarnya suaaanggaaat mencintai Kakek Manusia Pe-
marah. Tetapi ya gara-gara si Nenek Cabul kau jadi ke-
limpungan sendiri. Padahal kan kau tahu kalau Kakek
Manusia Pemarah tak pernah meladeni permintaan
edan si Nenek Cabul?" Lalu dengan senyuman yang
hanya dimengertinya sendiri, Rajawali Emas menyam-
bung, "Tapi ya... siapa tahu kalau dia sebenarnya su-
dah pernah memenuhi permintaan si Nenek Cabul. Ba-
rangkali saja dia merasa...."
Wrrrr! Serangkum angin keras sudah menderu ke arah
Tirta yang dengan segera memiringkan tubuhnya.
Blaaarr! Hamparan angin yang dilepaskan oleh Bidadari Ha-
ti Kejam yang tak tahan mendengar ejekan muridnya
itu menghantam sebatang pohon yang seketika meng-
hangus. "Busyet! Jadi aku nih yang kena sasaran?" gerutu
Tirta. "Kan seharusnya kau menerima gagasanku ini?"
"Bocah kebluk! Jangan berlaku usil! Urusanku ada-
lah urusanku. Kau...."
"Sebagai murid yang baik, kan sudah sepantasnya
bila aku mengusulkan sesuatu yang bagus" Itu na-
manya aku berbakti padamu, Guru!"
"Sekali lagi bicara ngaco, kutampar kau sampai
pusing tujuh hari!!"
Rajawali Emas cuma tersenyum saja mendengar
ancaman gurunya. Sementara Angin Racun Barat yang
tadi sedikit keheranan melihat sikap Bidadari Hati Ke-
jam yang keras dan kasar pada muridnya sendiri, tak
lagi menghiraukan si nenek berkonde. Dia justru ber-
tanya pada Rajawali Emas, "Sudahkah kau bertemu
dengan Pendekar Judi, Tirta?"
Tirta mengalihkan pandangannya. "Maafkan aku.
Aku belum bertemu dengannya."
"Guruku?"
"Aku juga belum bertemu dengan gurumu. Terus
terang, saat ini aku memang sedang mencarinya. Ka-
rena, ada dua tokoh aneh rimba persilatan ini yang
mengembankan tugas kepadaku untuk mencarinya. O
ya, Diah. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada-
mu." "Tentang apa?" tanya Angin Racun Barat yang ber-
nama asli Diah Srinti dengan kedua mata teduhnya
yang menatap dalam pada Rajawali Emas.
Sementara Bidadari Hati Kejam yang masih mema-
ki-maki panjang pendek diam-diam memasang telinga.
Dia tahu apa yang hendak ditanyakan oleh Rajawali
Emas. Tirta menceritakan tentang orang-orang yang se-
dang mencari Iblis Cadas Siluman. Lalu, "Tahukah kau
Diah, apa yang dimiliki oleh gurumu hingga menarik
perhatian orang-orang yang tentunya tahu apa yang di
miliki gurumu itu?" Rajawali Emas yang sudah diberi
tahu oleh Naga Selatan mengenai sesuatu yang dimiliki
Iblis Cadas Siluman hanya ingin menegaskan apakah
Angin Racun Barat mengetahui benda yang dimiliki
gurunya! Untuk sesaat Angin Racun Barat terdiam. Sementa-
ra itu Manusia Serigala sudah bangkit dan duduk ber-
sila. Rajawali Emas tersenyum melihatnya. "Aku yakin,
Angin Racun Barat yang mengajarkannya," batinnya.
Lalu terdengar suara Angin Racun Barat, dipenuhi
dengan keheranan, "Selama ini, Guru tak pernah men-
gatakan apa-apa padaku, Tirta. Aku tahu tak ada yang
dirahasiakan Guru. Kalau memang ada sesuatu yang
dimilikinya dan diinginkan oleh orang-orang yang
memburunya, jelas aku tidak tahu. Dan kalau ternyata
Guru tak mengatakan kepadaku, kemungkinan besar
dia memang sengaja menyembunyikannya. Atau...."
"Gurumu justru tidak tahu apa yang sedang dicari
oleh orang-orang yang memburunya?" tebak Rajawali
Emas. Angin Racun Barat menganggukkan kepala. Sebe-
lum ada yang berucap, terdengar suara Bidadari Hati
Kejam tetap dengan nada membentak, "Bocah Kebluk!
Aku minta kau urus persoalan Iblis Cadas Siluman
dan mencari tahu mengapa Nenek Cabul, Hantu Kali
Berantas dan Sindung Ruwit mencarinya. Aku hendak
mencari kembali Beruang Mambang!!"
Tirta mengalihkan pandangannya. Kejap lain dia
tersenyum. "Beruang Mambang sudah tak mungkin la-
gi berani menjual lagak di depanmu, Guru. Lagi pula...
apakah kau sebenarnya bukan hendak mencari Kakek
Manusia Pemarah?"
Bidadari Hati Kejam tak menjawab, hanya pelotot-
an matanya yang terlihat geram. Tanpa mengeluarkan
suara apa-apa, perempuan berpakaian batik kusam
dengan sebuah konde kecil di kepalanya ini berbalik
dan berlalu. Rajawali Emas tak bermaksud menahan. Kembali
dipalingkan kepalanya pada Angin Racun Barat yang
nampak sedang berpikir keras.
Lalu katanya, "Tak usah memikirkan soal itu, Diah.
Karena...."
Kata-kata Rajawali Emas terputus tatkala terdengar
suara angin menderu kencang ke arahnya. Pemuda
dari Gunung Rajawali ini memekik tertahan. Kesiagaan
yang telah terlatih membuatnya mampu bergerak ce-
pat. Blaaamm! Hamparan angin deras tadi menghantam tanah di
mana sebelumnya Tirta berpijak. Tanah itu muncrat
dan membentuk sebuah lubang cukup besar dengan
mengepulkan asap.
Rajawali Emas bersiaga, begitu pula dengan Angin
Racun Barat. Sejurus kemudian, terdengar seruan An-
gin Racun Barat dengan kedua mata terbeliak, "Ooh-
hhh!!" Di hadapan mereka, seorang perempuan berparas
luar biasa jelita dan memiliki pesona yang sangat da-
lam telah berdiri tegak dengan kepala mendongak. Bu-
kan hal itu yang membuat Angin Racun Barat meme-
kik. Bukan karena kehadiran perempuan berpakaian
panjang warna biru tua yang terbelah empat bagian
dari bawah hingga ke pinggang. Melainkan, kaki kiri
perempuan itu menginjak tanah, sementara kaki ka-
nannya menginjak kepala Manusia Serigala yang nam-
pak melengak kesakitan!
*** Bab 2 "Dewi Segala Impian," desis Rajawali Emas dengan pandangan tak berkedip. Sesuatu
yang selama ini di-am-diam dicemaskan si pemuda nampak naik ke per-
mukaan. Mengingat hal itu, wajahnya sedikit berubah.
"Hmm... sejak aku melihatnya di Bukit Wampar Pupu,
aku sudah menduga kalau Baruna ada hubungannya
dengan perempuan jelita yang telah membuat hati Ma-
ta Malaikat luka karena ulahnya. Diam-diam aku
menduga pula kalau perempuan ini mencari Manusia
Serigala karena ingin membunuh orang penuh bulu
itu, orang yang kuyakini adalah bayi dari hasil hubun-
gannya dengan Hantu Seribu Tangan. Hmm... dia da-
tang tentunya untuk membunuh Manusia Serigala se-
mata untuk melupakan seluruh luka hati akibat per-
buatan Hantu Seribu Tangan. Dan aku yakin, orang
seperti Dewi Segala Impian ini tak akan merasa ragu
untuk menurunkan tangan telengas kendati yang hen-
dak dibunuhnya adalah darah dagingnya sendiri."
Perlahan-lahan pemuda dari Gunung Rajawali ini
mengatur jarak, maju dua tindak dengan pandangan
lurus ke muka. Sementara Angin Racun Barat yang
sudah hendak menolong Manusia Serigala, yang wa-
jahnya tertekan keras ke tanah, menjadi urung tatkala
melihat Tirta menggerakkan tangannya seolah mena-
han seraya berkata, "Dewi Segala Impian. Selamat ber-
jumpa kembali denganku...."
Perempuan jelita berpakaian panjang biru kehita-
man itu yang memang Dewi Segala Impian adanya
mengeluarkan dengusan. Sungguh, dalam keadaan
marah seperti itu pesonanya sulit untuk ditepiskan.
Setelah berjumpa dengan Raja Ular Baja Putih di Bukit
Wampar Pupu, sesungguhnya Dewi Segala Impian cu-
kup terkejut mengetahui Raja Ular Baja Putih tahu
tentang dirinya. Dan tahu pula siapa orang yang se-
dang dicarinya. Dewi Segala Impian pun berlalu pa-
dahal dia justru kembali lagi ke Bukit Wampar Pupu
setelah Raja Ular Baja Putih berlalu.
Apa yang dikatakan oleh Raja Ular Baja Putih ten-
tang kebiasaan Manusia Serigala memang benar.
Orang penuh bulu itu muncul pula di Bukit Wampar
Pupu. Tatkala Dewi Segala Impian berniat hendak
membunuh Manusia Serigala, muncullah Ratu Api
hingga pertarungan tak terelakkan. Setelah berhasil
mengalahkan Ratu Api, Dewi Segala Impian mene-
ruskan langkah mencari jejak Manusia Serigala (Untuk
lebih jelasnya silakan baca: "Rahasia Pesan Serigala").
"Rajawali Emas, pemuda lancang yang banyak cam-
puri urusan orang! Lebih baik hentikan segala omon-
gan dan segera angkat kaki dari sini!" bentak Dewi Se-
gala Impian keras.
Rajawali Emas terdiam dengan kening dikernyitkan
tanda dia tengah berpikir. "Keadaan Manusia Serigala
gawat. Luka yang dideritanya akibat serangan Beruang
Mambang belum pulih benar. Juga Angin Racun Barat
yang nampaknya sudah tak sanggup tindih rasa ma-
rahnya. Sungguh celaka bila Angin Racun Barat beru-
saha membebaskan Manusia Serigala. Dia jelas bukan
tandingan Dewi Segala Impian, apalagi keadaannya be-
lum pulih benar. Aku harus melakukan sesuatu hing-
ga yang tak diharapkan tak pernah terjadi...."
Lalu seraya maju satu langkah, pemuda yang ber-
senjatakan Pedang Batu Bintang ini berujar, "Apa pun
yang kulakukan semata mengarah pada kebenaran.
Dewi Segala Impian, tak ada maksud lancang men-
campuri urusan orang. Tetapi, segala petaka nampak-
nya berawal darimu!"
Mengkelap wajah penuh pesona itu. Kaki kanannya
semakin kuat diinjakkan pada kepala Manusia Pema-
rah yang keluarkan gerengan kesakitan. Nampak kalau
orang yang ternyata bulu-bulu di tubuhnya hanya se-
jenis pakaian belaka itu berusaha berontak. Tetapi tak
kuasa melepaskan diri.
Rajawali Emas nampak geram bukan main. Dia ter-
ingat akan tugas yang diberikan oleh Mata Malaikat, di
mana lelaki tua yang selalu memejamkan kedua ma-
tanya itu memberikan gulungan daun lontar padanya
untuk diberikan kepada Dewi Segala Impian (Silakan
baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Rahasia Pe-
san Serigala").
"Jangan berlaku bodoh! Tak akan ku ulangi lagi se-
gala perintah!!" sentak Dewi Segala Impian memecah
kegeraman Rajawali Emas.
Perempuan ini nampaknya benar-benar marah. So-
rot matanya penuh kebencian saat melirik Manusia Se-
rigala. Rajawali Emas yang telah menemukan cara yang
menurutnya tepat berkata, "Manusia dilahirkan dari
rahim seorang perempuan. Siapa pun perempuan itu,
bagaimanapun keadaan perempuan itu, dan seperti
apa pun asal muasal orang yang dilahirkan, dia patut
menyebutnya dengan panggilan Ibu. Terkadang cinta
dan nafsu berjalan berlawanan arah, dan agak terpi-
sah. Tetapi terkadang cinta dan nafsu berjalan seiring
dan menggumpal jadi satu. Entah didasari sebuah ika-
tan atau tidak, entah didasari oleh cinta kasih atau bi-
rahi, orang yang telah dilahirkan dari rahim seorang
perempuan tetap harus bersyukur. Begitu pula dengan
perempuan yang melahirkannya. Dia harus merawat
dan menjaganya dengan penuh kasih sayang. Kendati
keadaan sebenarnya...."
"Tutup mulutmu!!" bentak Dewi Segala Impian sete-
lah mengerti ke mana arah ucapan Tirta dengan wajah
memerah. "Segala yang terbentang di hadapanku ada-
lah urusanku!"
"Hmm... secara tidak langsung dia telah mengata-
kan kalau Manusia Serigala memang putra yang terla-
hir dari rahimnya akibat hubungannya dengan Hantu
Seribu Tangan," kata Tirta dalam hati.
Lalu tanpa menghiraukan kemarahan Dewi Segala
Impian, pemuda tampan berpakaian dan berikat kepa-
la warna keemasan ini melanjutkan," Alam telah me-
nempa sesuatu atau seseorang menjadi kuat atau le-
mah. Tergantung pada keadaan orang itu sendiri. Ini
bukan kodrat, karena setiap kodrat berarti digariskan
Yang Maha Tahu. Tetapi ini adalah ulah manusia itu
sendiri. Karena setiap langkah salah dan benar diten-
tukan oleh manusianya sendiri. Sehingga boleh dika-
takan, betapapun bencinya, sukanya, cintanya seseo-
rang pada orang lain, ini berasal dari dirinya sendiri.
Boleh dikatakan sebuah kesalahan yang telah menje-
rumuskannya atau sebuah kebenaran yang...."
"Hentikan semua ocehan keparatmu itu!!" terdengar
seruan mengguntur keras, bersamaan dengan sosok
Dewi Segala Impian sudah mencelat ke muka. Dua jo-
tosan langsung digerakkan, didahului oleh dorongan
angin yang sangat kuat mengarah pada Rajawali
Emas. Wuuuttt! Wuuttt!


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rajawali Emas segera memiringkan tubuh, dan
menggerakkan kedua tangannya pula.
Buk! Buukk! Pemuda dari Gunung Rajawali ini terjajar tiga tin-
dak ke belakang seraya membatin. "Dugaanku benar.
Dan aku yakin semakin benar."
Dewi Segala Impian menghentikan serangannya.
Dia berdiri dengan kedua kaki dipentangkan dan sepa-
sang mata memandang lebar pada Rajawali Emas yang
sedang tersenyum.
Sementara itu, begitu tubuh Dewi Segala Impian
mencelat, Angin Racun Barat segera berkelebat menye-
lamatkan Manusia Serigala.
"Bangun, Baruna.... Aku menangkap ada sesuatu
yang harus kau ketahui. Ayo, bangun...."
Mendengar suara Angin Racun Barat, Dewi Segala
Impian memalingkan kepalanya. Kejap lain dia sudah
menggerakkan tangannya ke arah Angin Racun Barat.
Murid Iblis Cadas Siluman yang sedang mencoba
membangkitkan Manusia Serigala tersentak kaget. Ke-
dua matanya terbeliak. Mulutnya terbuka dan dadanya
dibuncah ketegangan.
Bila gadis berkepang dua ini menghindar, kemung-
kinan besar tubuh Manusia Serigala yang terhantam
serangan Dewi Segala Impian. Bila dia diam saja, be-
rarti terhajar keras sementara untuk memapaki jelas
tak mungkin. Tetapi....
Blaaarrr! Satu tenaga dahsyat mematahkan serangan Dewi
Segala Impian pada Angin Racun Barat. Bukan kepa-
lang marahnya perempuan berpakaian panjang biru
kehitaman terbelah empat bagian hingga pinggang.
Kepalanya segera ditolehkan kembali pada Rajawali
Emas yang memupuskan serangannya..
Kejap lain suaranya terdengar keras, "Kau benar-
benar mencari mati, Rajawali Emas!!"
"Tahan! Ada sesuatu yang harus kita bicarakan!!"
seru Tirta dengan kedua tangan terpentang ke depan,
bersiaga bila Dewi Segala Impian melancarkan seran-
gan. Tatkala dilihatnya Dewi Segala Impian menghenti-
kan gerakannya, segera Tirta berkata, "Dewi Segala
Impian... urusan ini memang bukan urusanku. Tetapi
aku tak kuasa membebaskan diriku dari penglihatan.
Betapa kau menginginkan mencabut nyawa Manusia
Serigala. Segala rahasia telah terbuka. Urusan sakit
hati dan amarahmu pada Hantu Seribu Tangan hanya
kaulah yang tanggung sendiri! Bukan Manusia Serigala
yang kuyakini adalah anak hasil hubunganmu dengan
Hantu Seribu Tangan. Tidakkah trenyuh perasaan ke-
wanitaanmu, selama bertahun-tahun Manusia Serigala
yang bernama Baruna hidup tanpa pegangan yang
pasti dan akhirnya diasuh oleh beberapa ekor serigala"
Hingga dia melupakan segala keadaannya sebagaima-
na layaknya manusia" Ini jelas bukan urusanku! Teta-
pi... aku tak akan membiarkan kau yang akan mem-
bunuh Manusia Serigala untuk melupakan segenap
perasaan malu dan marah!"
"Pemuda jahanam! Kubunuh kau!!" seru Dewi Sega-
la Impian dengan suara menggelegar. Tubuhnya sudah
berkelebat kembali dengan kemarahan puncak.
Rajawali Emas mencelat mundur tiga tindak seraya
berseru, "Seharusnya kau memikirkan ucapanku tadi,
Dewi Segala Impian!!" Lalu segera digerakkan tangan
kanannya Wuuuttt! Blaaarr! Dewi Segala Impian cepat memutar tubuh dan
hinggap dengan ringannya di tanah.
"Jangan mengajariku! Kau harus diajar adat!" sen-
gat perempuan jelita ini kemudian seraya menggerak-
kan kedua tangannya lagi.
Rajawali Emas kembali menghindar. Tatkala dili-
hatnya gebrakan pertama tadi sempat mengguncang
Manusia Serigala yang masih agak lemah, terutama
kelihatan sekali kalau orang penuh bulu itu pusing
akibat injakan kaki Dewi Segala Impian, Tirta segera
berseru, "Diah! Bawalah Manusia Serigala menjauh da-
ri sini!!"
Mendengar teriakan Rajawali Emas, Dewi Segala
Impian mengurungkan serangannya. Kejap lain pe-
rempuan berpakaian panjang biru kehitaman ini ber-
balik dan melompat ke arah Angin Racun Barat yang
sedang menarik tangan Manusia Serigala.
Melihat keadaan tak menguntungkan bagi kedua-
nya, dengan mengerahkan ilmu peringan tubuhnya,
Rajawali Emas berkelebat ke depan seraya melepaskan
pukulan keras. Wussss! Seketika Perempuan berbaju panjang biru kehita-
man ini membuang tubuh ke kanan bila tak ingin ter-
hantam serangan dahsyat itu. Kejap lain dia sudah te-
gak dengan sepasang mata dipentangkan lebar. Se-
mentara Angin Racun Barat sudah berlalu dengan se-
tengah menyeret Manusia Serigala.
"Jahanam!!" maki Dewi Segala Impian melihat apa
yang diinginkannya digagalkan Rajawali Emas. Kaki
kanannya disentakkan ke tanah hingga amblas hingga
lutut. Tirta tak menghiraukan apa yang dilakukan Dewi
Segala Impian. Dia segera berkata, "Manusia Serigala
tak bersalah, bahkan boleh dikatakan dia tak tahu
apa-apa segala urusan yang terjadi ini. Kau yang seha-
rusnya memikirkan keadaan dirimu sendiri, Dewi Se-
gala Impian! Sebagai seorang ibu yang telah melahir-
kannya, sudah sepatutnya kau menjaganya! Bukan
berkeinginan membunuhnya semata mengubur semua
kenangan pahit dan kesalahan yang telah kau buat!"
"Setan jahanam! Kurobek mulutmu!" dengan meng-
geram sangat keras, perempuan yang di saat marah ini
tetap menebarkan sejuta pesona yang sukar ditepiskan
melepaskan tendangan keras ke arah Rajawali Emas.
Rajawali Emas yang sebenarnya tak menginginkan ter-
jadinya pertarungan ini, karena yang diinginkannya
justru menyadarkan Dewi Segala Impian dari kesala-
hannya. Terutama mengingat dia harus menyerahkan
gulungan daun lontar sesuai amanat Mata Malaikat,
hanya memandang saja serangan yang datang. Di lain
kejap segera diangkat kedua tangannya dan dilintang-
kan di depan wajah. Saat tendangan keras yang dilan-
carkan Dewi Segala Impian tinggal sejengkal, pemuda
dari Gunung Rajawali ini segera menyentakkan kedua
tangannya. Dess! Dessss! Karena tenaga yang dikerahkan hanya separuh sa-
ja, mau tak mau Rajawali Emas terhuyung tiga tindak
saat berbenturan tadi dengan wajah terkesiap.
Mendapati keadaan yang menguntungkan, kendati
tadi Dewi Segala Impian cukup terkejut namun masih
mampu kuasai kcseimbangan, sudah menyerang kem-
bali. Tirta mendengus, "Hmm... dia jelas menginginkan
nyawaku. Bisa jadi karena hendak melampiaskan ama-
rahnya. Tetapi bisa jadi pula karena dia tak ingin ra-
hasia tentang siapa sesungguhnya Manusia Serigala
tersebar. Apa boleh buat, terpaksa harus kulayani ju-
ga." Memutuskan demikian, Rajawali Emas segera me-
mapaki dan membalas. Dua pertarungan sengit itu ter-
jadi begitu cepat. Dalam waktu singkat saja lembah itu
sudah porak poranda. Pepohonan banyak yang turn-
bang. Semak belukar tercabut. Berkali-kali terdengar
suara letupan bersamaan merengkahnya tanah di be-
berapa bagian. Delapan jurus berlalu, Dewi Segala Impian mundur
lima tindak. Pandangannya menusuk tajam.
"Julukan Rajawali Emas bukan omong kosong. Dia
murid dari Bidadari Hati Kejam dan Raja Lihai Langit
Bumi. Melihat gerakannya yang secepat rajawali, bisa
dipastikan kalau dia pernah diajarkan jurus-jurus oleh
Bwana Entah bagaimana melakukannya. Tetapi yang
pasti sekarang, aku tak ingin berita tentang Manusia
Serigala adalah putraku tersebar luas. Pemuda keparat
ini memang harus mampus. Begitu pula dengan Ma-
nusia Serigala!"
Sementara itu Tirta membatin, "Sulit menghadapi
perempuan jelita ini karena aku tak berkeinginan un-
tuk bertarung dengannya. Bila sepenuh hati, mungkin
aku bisa mengatasinya. Tetapi bila hal itu terjadi, ten-
tunya perempuan jelita ini akan semakin kuat men-
dendam padaku. Ini tak boleh terjadi."
Di saat kesunyian meraja, Dewi Segala Impian
membuka mulut dengan suara keras, "Kau telah lan-
cang mengganggu keinginanku, Rajawali Emas! Seka-
rang, aku tak segan-segan lagi mencabut nyawamu!"
"Sinting! Bagaimana mungkin aku bisa menyerah-
kan gulungan daun lontar yang diamanatkan oleh Ma-
ta Malaikat bila dia bersikap garang seperti itu?" geram
Tirta dalam hati "Apakah sebaiknya kulayani saja pe-
rempuan ini" Tetapi ini bukan saat yang tepat sebe-
narnya. Karena... heiii! Dia sudah membuka jurus lagi.
Kedua tangannya sebatas pergelangan tangan berubah
menjadi hitam. Aku yakin, yang akan dilepaskannya
bukanlah jurus sembarangan. Rasanya kali ini aku
terpaksa... ya terpaksa akan kulakukan juga."
Mendapati Dewi Segala Impian membuka jurusnya
lagi, Tirta segera membuka jurus 'Lima Kepakan Pe-
musnah Rajawali'.
Begitu Dewi Segala Impian menderu kencang, me-
nebar hawa panas yang segera menindih hawa dingin
di lembah itu. Tirta sendiri segera mengempos tubuh-
nya. "Heaaaa!!"
Blaamm! Blaam! Benturan seketika terjadi diiringi letupan keras ber-
kali-kali. Menyusul muncratnya tanah setinggi satu se-
tengah tombak di tempat dua pukulan bertenaga da-
lam tinggi itu bertemu. Tatkala semuanya sirap, terli-
hat Rajawali Emas terhuyung beberapa tindak ke bela-
kang seraya memegang dadanya. Di sudut-sudut bi-
birnya menggenang darah segar.
Sementara, perempuan jelita berpakaian panjang
biru kehitaman mencelat ke belakang dan jatuh terdu-
duk. Tanah di mana sosoknya jatuh, menebar. Seketi-
ka dia merangkapkan kedua tangannya di depan dada,
mengalirkan tenaga dalamnya guna menahan getaran
tubuh yang terjadi begitu saja. Dari sela-sela bibirnya
juga mengalirkan darah segar.
Kejap lain, dia sudah mendongak. Kedua matanya
menatap tajam. "Luar biasa. Sungguh luar biasa. Masih semuda ini
dia telah memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi aku belum
mengeluarkan ilmu 'Terobos Bumi Tumbangkan La-
ngit'. Akan kuhajar pemuda keparat itu seka... heiii!!"
Perempuan ini memutus kata-kata batinnya dengan
wajah bergoyang ke belakang tanda dia sangat terke-
jut. Kedua matanya dialihkan pada sesuatu yang bera-
da di tengah-tengah, di antara tempatnya dan berdi-
rinya Rajawali Emas. Si pemuda sendiri juga sedang
melihat apa yang dilihat Dewi Segala Impian. Segera
dia tekap pinggangnya.
"Oh! Gulungan daun lontar itu pasti terjatuh saat
terjadi bentrokan tadi. Hmmm... biarlah benda itu be-
rada di sana. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan
Dewi Segala Impian. Mendapati sikapnya dia nampak
begitu terkejut sekali."
Berpikir demikian, Tirta mendiamkan saja tatkala
Dewi Segala Impian berkelebat dan menyambar gulun-
gan daun lontar itu. Sejenak perempuan jelita ini mem-
perhatikan benda yang berada di tangannya. Wajahnya
menyiratkan berbagai ungkapan yang tak terucapkan.
Kejap lain kepalanya didongakkan ke arah Tirta,
menyusul suaranya yang keras, "Dari mana kau dapat-
kan benda ini, Pemuda Lancang"!"
"Hmmm... sudah tentu dia akan ingat pada gulun-
gan daun lontar itu yang memang dipunyainya," batin
Tirta. Lalu katanya, "Benda itu diberikan oleh Mata
Malaikat kepadaku, untuk disampaikan kepadamu."
"Jangan berbicara ngaco! Kau telah mencurinya da-
ri Mata Malaikat!"
Tak perlu kulakukan perbuatan itu. Karena aku tak
merasa punya kepentingan apa-apa dengan urusan
gulungan daun lontar yang sekarang berada di tangan-
mu!" "Keparat! Kurobek dadamu bila kau sudah membu-
ka dan membaca isi gulungan daun lontar ini!"
"Dia kelihatan begitu cemas sekali. Mengapa" Apa
isi gulungan daun lontar itu?" desis Tirta dalam hati.
Seraya menggelengkan kepalanya dia berkata, "Aku tak
pernah tahu isi gulungan daun lontar itu. Aku tak be-
rani berlaku lancang. Perlu kau ketahui, menurut Ma-
ta Malaikat, dia juga tidak pernah tahu apa isinya."
"Tidak mungkin!!" sentak Dewi Segala Impian keras
dengan pandangan tak puas.
"Mengapa tidak?"
"Lelaki tua keparat itu sudah tentu telah memba-
canya! Puluhan tahun lalu gulungan daun lontar ini
kuberikan kepadanya!!"
"Tetapi dia mengatakan tak pernah membacanya."
"Mengapa?"


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Melihat perubahan sikapnya, nampaknya dia sa-
ngat menyesali kalau Mata Malaikat tak pernah mem-
baca isi gulungan daun lontar itu. Aku jadi penasaran
ingin mengetahui apa isinya?" Habis membatin begitu,
dengan menindih rasa jengkel yang mulai menggenang
di hatinya, Rajawali Emas berkata, "Bila kau tak per-
caya, kau bisa menanyakan soal itu langsung pada
Mata Malaikat."
Sesaat terlihat Dewi Segala Impian terdiam dengan
kening dikernyitkan. Kelihatan sekali kalau dia memi-
kirkan sesuatu. Dari sorot kedua matanya, Tirta me-
nangkap isyarat penyesalan yang dalam.
"Apakah penyesalannya itu disebabkan karena Ma-
ta Malaikat tak pernah membaca isi gulungan daun
lontar itu" Ataukah dia menyesali karena telah meng-
khianati Mata Malaikat" Sebaiknya biar kutunggu
apa...." "Rajawali Emas! Untuk saat ini kulepaskan nyawa-
mu! Tetapi ingat, nyawamu tak akan pernah lepas dari
tanganku! Di samping itu, keinginanku untuk mem-
bunuh putraku sendiri semakin terpatri dalam!"
"Apakah tidak...."
Sosok Dewi Segala Impian sudah berbalik dan ber-
kelebat cepat. Rajawali Emas menghentikan kata-kata-
nya sendiri. Dipandanginya kepergian perempuan ber-
pakaian biru kehitaman itu yang sudah menjauh.
"Aku yakin, ada sesuatu yang sangat penting sekali
di dalam gulungan daun lontar itu. Tetapi apa yang
penting itu" Ah, secara tidak langsung amanat Mata
Malaikat telah kusampaikan pada Dewi Segala Impian.
Urusan Angin Racun Barat dan Manusia Serigala se-
dikit banyaknya juga telah terselesaikan. Hmm... ma-
sih ada beberapa tugas yang ku emban. Mencari Iblis
Cadas Siluman untuk menyampaikan amanat Raja
Arak dan Naga Selatan kalau saat ini ada beberapa
orang tokoh hitam yang sedang memburunya. Juga
mencari tahu di mana Ngarai Jala Kematian berada"
Tempat di mana Pangeran Merah membawa Dewi Berlian. Ah, kendati
sudah berkurang segala urusanku, tetapi nampaknya
justru semakin berkembang panjang...."
Si pemuda menarik napas panjang. Lalu didongak-
kan kepala. Ditatapnya langit yang telah menghitam.
Tanpa terasa, hari sudah berada dalam lingkupan ma-
lam. "Aku yakin, untuk saat ini Manusia Serigala akan
aman dari rongrongan Dewi Segala Impian, ibu kan-
dungnya sendiri. Kupikir, dia juga aman bersama An-
gin Racun Barat. Kalau begitu, kumulai saja lagi uru-
san yang belum terselesaikan...."
Memutuskan demikian, pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini segera berkelebat ke arah perginya Dewi Se-
gala Impian. Kejap lain, lembah itu direjam kesunyian
yang dalam. *** Bab 3 Pagi kembali menyelimuti seluruh alam. Cahaya lem-
but matahari seolah undakan-undakan yang siap me-
nuju puncak dan kembali turun menjelang senja nanti.
Jalan setapak yang dipenuhi dengan ranggasan semak
dan beberapa pohon itu sepi. Hanya dibaluri oleh sua-
ra-suara serangga yang hidup di sana.
Dua kejap berikutnya, beberapa ekor burung yang
hinggap di dahan pohon beterbangan tatkala muncul-
nya satu sosok tubuh berpakaian putih bersih. Sosok
yang ternyata seorang pemuda berwajah tampan itu
memperhatikan sekitarnya.
"Sudah berhari-hari aku mencari jejak Diah yang
dibawa lari oleh Beruang Mambang. Tetapi sampai hari
ini belum kutemui jejaknya. Ah, perasaanku semakin
tak enak mengingat Diah pernah menolongku dari luka
yang ku derita akibat bertarung dengan Iblis Seribu
Muka. Terlebih lagi, mengingat dia begitu mencintaimu
dan aku tak bisa membalas cintanya. Diah... apa yang
sedang kau alami sekarang?" desis si pemuda resah.
Kembali diedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Pemuda yang tak lain Pendekar Judi adanya ini mena-
rik napas panjang.
"Ke mana lagi aku harus mencarimu, Diah."
Di saat murid Malaikat Judi ini sedang resah, men-
dadak saja terdengar satu suara "Kegundahan me-
mang selalu membuat seseorang berada dalam titik
kebingungan tinggi. Tetapi bila seluruh kegundahan
dihadapi dengan tabah, niscaya kita tak akan terlalu
terbelenggu."
Serentak Cakra alias Pendekar Judi memalingkan
kepala pada asal suara. Tetapi tak nampak siapa pun
juga di matanya.
"Menilik keadaan seperti ini, suaranya sudah ter-
dengar tetapi orangnya belum kelihatan, jelas kalau
orang yang bersuara itu bukan orang sembarangan.
Mudah-mudahan yang muncul bukan orang yang bi-
asa mencari masalah."
Pendekar Judi menunggu dengan perasaan tak sa-
bar bercampur tegang. Tiga tarikan napas berikutnya,
muncul seorang lelaki berpakaian ala seorang imam
berwarna abu-abu. Orang yang baru muncul ini beru-
sia sangat lanjut. Seluruh rambut yang tumbuh di tu-
buhnya berwarna putih. Sepasang alisnya yang putih
pula saling bertaut. Di pinggangnya terdapat sebuah
ikat pinggang terbuat dari baja putih dan di satu
ujungnya terdapat ukiran kepala ular.
Pendekar Judi memperhatikan sosok lelaki lanjut
usia di hadapannya. Diam-diam pemuda tampan ini
membatin, "Hmmm... siapa dia sebenarnya" Kawan
atau lawan?"
"Anak muda. Nampaknya saat ini kau diguncang
suatu prahara yang nampaknya sukar kau atasi sendi-
ri. Bila kau bermaksud membagi urusan, aku bersedia
melakukannya," terdengar suara lelaki tua yang berdiri
berjarak lima tombak dengan Pendekar Judi. Dan bila
melihat ciri lelaki tua ini, bisa dipastikan kalau dia bu-
kan lain adalah Raja Ular Baja Putih.
Masih memandang pada lelaki berpakaian ala seo-
rang imam itu, Pendekar Judi berkata, "Aku tak men-
genalmu, Orang Tua. Tetapi apa yang kau katakan tadi
bisa kubenarkan. Memang, saat ini ada persoalan yang
membingungkanku."
"Aku tak pernah memaksa siapa pun untuk mem-
bagi persoalan. Tetapi nyatanya, setiap persoalan yang
pelik sekali pun bila dipikirkan bersama akan ditemu-
kan jalan keluar yang tak terlalu sulit. Benarkah apa
yang kukatakan ini?"
"Mendapati sikapnya, jelas kalau orang ini bukan
orang jahat. Tetapi bisa jadi dia berpura-pura. Tetapi
kalau memang begitu adanya, untuk apa dia laku-
kan?" Untuk sesaat Pendekar Judi memikirkan ke-
mungkinan itu. Lalu dilihatnya wajah lelaki tua di ha-
dapannya tersenyum.
"Bila kau ragu, aku tak pernah memaksa. Tetapi
ada satu tanya yang kuharap kau bisa menjawab."
"Pertanyaan apakah itu, Orang Tua?"
Seperti diceritakan pada episode "Rahasia Pesan
Serigala", Raja Ular Baja Putih mendatangi Bukit
Wampar Pupu, tempat di mana Manusia Serigala di-
asuh oleh Nyi Putiloka. Sudah lama sebenarnya Raja
Ular Baja Putih ingin mengetahui siapa gerangan Ma-
nusia Serigala. Dia hanya bisa menduga-duga, sampai
akhirnya dia bertemu dengan Dewi Segala Impian yang
lebih dulu tiba di Bukit Wampar Pupu. Dugaan lelaki
tua itu sedikit banyaknya membawa kenyataan, ken-
dati dia masih harus membuktikan beberapa hal.
"Pernahkah kau bertemu orang yang berjuluk Ma-
nusia Serigala?"
Sejenak Cakra mengernyitkan keningnya. Lalu
menggelengkan kepala, "Aku belum pernah bertemu,
bahkan mengenalnya. Tetapi, aku pernah mendengar
namanya." "Hmm... kalau begitu sudah tentu kau tidak tahu di
mana Manusia. Serigala berada. Baiklah, kita bisa ber-
pisah disini. Tetapi sebelumnya, apakah kau hendak
membagi persoalan yang kau alami denganku?"
Sejenak Cakra terdiam, memikirkan kata-kata lela-
ki berpakaian abu-abu itu. Kejap lain murid Malaikat
Judi ini berkata, "Maafkan aku, Kek. Bukan maksudku
untuk menolak permintaanmu. Tetapi biarlah persoa-
lan ini aku yang jalani sendiri."
"Bila memang maumu seperti itu, aku tak memak-
sa. O ya, sebagai ingatan, orang-orang rimba persilatan
menyebutku Raja Ular Baja Putih. Anak muda, aku bi-
sa menduga isi hatimu. Seorang gadis yang sedang kau
cemaskan, namun kau melakukannya karena pernah
ditolongnya dan bukan karena kau mencintainya,
sungguh persoalan yang sangat pelik. Kau harus bisa
menjaga dan membatasi perasaanmu sendiri, Anak
muda...." "Oh! Kau"!" Pendekar Judi terbelalak dengan mulut
menganga lebar. Tetapi urung melanjutkan kata kare-
na orangtua berpakaian abu-abu ala seorang imam itu
sudah melangkah. Dalam dua tarikan napas saja so-
soknya sudah tak nampak.
Tinggal Pendekar Judi yang termangu takjub.
"Luar biasa! Orang tua itu bisa tahu apa yang ku-
pendam dan kucemaskan selama ini. Dia mengaku
berjuluk Raja Ular Baja Putih. Ah, rasanya aku ingin
membagi persoalan sekarang. Tetapi... sudahlah! Aku
memang harus melanjutkan perjalanan."
Kembali pemuda berpakaian putih bersih ini me-
mandang ke arah ienyapnya sosok Raja Ular Baja Pu-
tih. Kejap lain, dia sudah berkelebat ke arah timur,
meninggalkan jalan setapak yang segera dibelenggu
sepi. *** Berjarak ratusan tombak dari tempat itu, dua orang
anak manusia menghentikan langkah di sebuah hutan
yang cukup lebat. Pagi terus beranjak menuju siang.
Suasana di sekitar hutan itu tak terkena pengaruh pa-
nasnya matahari karena tingginya jajaran pohon hing-
ga sinar matahari tak mampu menerobos.
Masing-masing orang memandang sekelilingnya
dengan pandangan tajam dan waspada. Sesaat sepi
merejam, sebelum terdengar ucapan salah seorang dari
keduanya yang memiliki wajah lonjong dan mengena-
kan pakaian hitam gombrang terbuka pada kedua ba-
hunya, "Hantu Kali Berantas... sampai hari ini kita be-
lum menjumpai Iblis Cadas Siluman. Aku kuatir, su-
dah banyak orang yang memburunya dan kita keting-
galan untuk mendapatkan benda sakti yang dimili-
kinya." Lelaki yang berdiri lima langkah dari yang pertama
bicara, mengalihkan pandangan. Dia seorang lelaki tua
kurus bcrwajah cekung, yang diliputi oleh kerutan.
Pakaiannya putih terang dan mengenakan ikat kepala
yang di tengahnya bergambar ikan pari. Dari wujudnya
yang cukup menggetarkan nampak ada dua keanehan.
Pertama, kulit lelaki berwajah cekung itu putih terang
tak seperti kulit orang kebanyakan. Kedua, sepasang
tangannya nampak lebih panjang dari ukuran manusia
biasa. "Kendati aku membenarkan perkataanmu, tetapi
untuk saat ini rasanya aku tak bisa mempedulikan
soal itu. Bidadari Hati Kejam telah membuka urusan
denganku. Keparat! Ternyata musuh bebuyutan adik
seperguruanku si Manusia Mayat Muka Kuning, me-
mang tergolong orang yang cukup ditakuti."
Lelaki yang pertama bicara tadi yang di punggung-
nya terdapat sebilah pedang tipis, keluarkan dengu-
san. Bibirnya yang memerah tanpa polesan seperti bi-
bir seorang darah perawan menekuk. Kejap lain, sepa-
sang matanya yang tajam dialihkan pada kawannya
yang ternyata Hantu Kali Berantas adanya.
"Bila saja saat itu tak kupikirkan keadaan dirimu,
aku sudah menyerang Bidadari Hati Kejam!" serunya
geram. "Dan nenek berkonde celaka itu tentunya su-
dah tewas! Tetapi aku masih punya rasa setia kawan
padamu! Sudah tentu aku tak ingin kau celaka di tan-
gannya!" Menggeram Hantu Kali Berantas mendengar kata-
kata lelaki berwajah lonjong. Dengan suara ditekan dia
berujar, "Jangan bicara tinggi, Sindung Ruwit! Kesak-
tian yang kau miliki seimbang dengan milikku. Nenek
Cabullah yang paling tinggi di antara kita. Rasanya ter-
lalu banyak omong bila kau bisa mengatasi Bidadari
Hati Kejam seorang diri!"
"Setan putih keparat! Bicaranya membuat dadaku
dibuncah kemarahan!" geram orang yang bernama Sin-
dung Ruwit itu dalam hati. Sambil tindih kegeraman-
nya dia berkata, "Lantas apa yang hendak kau laku-
kan" Apakah kau akan melupakan soal Iblis Cadas Si-
luman karena kau hendak membalas dendam pada Bi-
dadari Hati Kejam" Itu tandanya kau memancing ama-
rah si Nenek Cabul."
Hantu Kali Berantas tak menjawab untuk beberapa
saat. Sambil menatap kejauhan dia berkata dengan
nada dipaksakan, "Untuk sementara ini biarlah kulu-
pakan persoalan Bidadari Hati Kejam dan kuharapkan
suatu saat aku bisa membalas tindakan celakanya! Tu-
juan kita bergabung bersama Nenek Cabul adalah un-
tuk mencari dan mendapatkan benda sakti yang dimi-
liki Iblis Cadas Siluman! Berarti, kita tak boleh kehi-


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langan waktu sedikit juga sebelum yang kau kuatirkan
tadi benar-benar terjadi."
Sindung Ruwit menggeram. Dialah orang yang me-
nyelamatkan Hantu Kali Berantas tatkala dikalahkan
oleh Bidadari Hati Kejam dalam satu pertarungan se-
ngit. Bila saja saat itu Sindung Ruwit tidak muncul,
mungkin julukan Hantu Kali Berantas hanya sampai di
sana saja. (Baca serial Rajawali Emas dalam episode :
"Tapak Asmara").
Di sebuah tempat yang cukup sepi, Sindung Ruwit
segera mengobati Hantu Kali Berantas sebuah tempat
yang sepi. Setelah keadaan lelaki berkulit putih terang
itu pulih seperti sediakala, keduanya yang memang
berkawan dan mempunyai tujuan yang sama, segera
melanjutkan perjalanan.
Lelaki berwajah lonjong yang di pinggangnya melilit
angkin berwarna kuning kehijauan ini berkata lagi,
"Kau tahu, bagaimana asal mulanya benda yang dika-
takan Nenek Cabul adalah sebuah benda sakti yang
dimiliki oleh Iblis Cadas Siluman?"
"Aku tidak tahu. Bukankah saat kutanyakan soal
itu aku dibentak olehnya" Benar-benar keparat pe-
rempuan celaka itu!!" rutuk Hantu Kali Berantas den-
gan sepasang mata pancarkan kegeraman. Dendamnya
pada Bidadari Hati Kejam, lenyap untuk sementara.
"Aku menduga lain dari kata-kata Nenek Cabul ten-
tang ketidaktahuan Iblis Cadas Siluman akan benda
sakti itu. Karena, bisa jadi kalau Iblis Cadas Siluman
mengetahuinya, tetapi sampai saat ini belum pernah
digunakan seperti alasan yang dikatakan Nenek Cabul.
Mustahil bila dia tidak tahu soal itu."
"Aku tak tahu harus mempercayai kata-kata Nenek
Cabul atau tidak. Tetapi yang pasti, benda itu nam-
paknya sangat diinginkan sekali olehnya."
"Lalu di mana perempuan celaka itu sekarang?"
"Aku tidak tahu. Mungkin dia telah menemukan Ib-
lis Cadas Siluman atau bisa jadi belum sama sekali."
"Jadi apa yang harus kita perbuat sekarang?" ge-
ram Sindung Ruwit.
"Kita tetap mencari Iblis Cadas Siluman. Aku ingin
tahu seperti apa benda yang diidamkan Nenek Cabul"
Benar-benar keparat! Bila kita sudah mendapatkan
benda itu, kita harus menyerahkannya pada perem-
puan celaka itu!"
Sindung Ruwit terdiam mendengar kata-kata lelaki
yang memiliki lengan panjang menjuntai. Dia juga ge-
ram membayangkan apa yang akan mereka lakukan
bila sudah mendapatkan benda yang diinginkan Nenek
Cabul. Tetapi di kejap lain, mendadak saja kedua matanya
berbinar aneh. "Kita tak usah berlaku dungu dan penurut seperti
itu. Yang kita ketahui saat ini, kalau anting di bagian
tengah yang dimiliki Iblis Cadas Siluman adalah se-
buah benda sakti yang langka. Tetapi sulit dipercaya
bila belum dibuktikan."
Hantu Kali Berantas memandang dengan kening
berkernyit. "Apa maksudmu?"
"Kita tetap berusaha mendapatkan dan menyerah-
kan benda sakti itu pada Nenek Cabul, tentunya bila
kita belum bisa menduga kesaktian apa yang dimiliki
benda itu. Tetapi bila kita sudah mengetahuinya, kita
bunuh perempuan celaka yang memaksakan birahinya
sebanyak lima belas kali padaku!!"
"Dua puluh kali dia melakukannya kepadaku!" ge-
ram Hantu Kali Berantas dingin. Lalu sambungnya pe-
nuh dendam yang tiba-tiba muncul pada Nenek Cabul,
"Usulmu lumayan bagus, Sindung Ruwit! Kita lakukan
seperti yang kau rencanakan! Masa kita berdua tak bi-
sa mengalahkannya" Sudah tak sabar rasanya ingin
kulihat bagaimana wajah perempuan celaka itu bila
tahu kita tengah bersiap-siap untuk membunuhnya."
"Bila ternyata benda itu memiliki kesaktian tinggi,
bukankah kau dengan mudah akan dapat mengalah-
kan Bidadari Hati Kejam?" kata Sindung Ruwit sambil
tertawa berderai.
Sesaat Hantu Kali Berantas terdiam. Kejap lain ta-
wanya pun mengiringi tawa lelaki berpakaian hitam
gombrang terbuka di bahu layaknya pakaian seorang
perempuan genit. ,
"Kau benar, kau benar sekali, Sindung Ruwit! Seka-
li kayuh, dua atau tiga pulau terlampaui...."
Tawa kedua tokoh sesat itu menggema dan meng-
gugurkan dedaunan. Dan tanpa sepengetahuan kedua-
nya, dari balik rimbunnya semak belukar, sepasang
mata mencorong berwarna kelabu memandang gusar.
"Setan laknat! Kalian berdua manusia-manusia ke-
parat yang berani menjalankan siasat busuk padaku!
Untungnya, aku tidak terlambat tiba di sini dan berada
pada saat yang tepat ketika kedua manusia keparat itu
merencanakan hendak membokongku dari belakang!
Bagus! Akan kuikuti permainan celaka kalian!" geram
si pemilik mata kelabu itu.
Dua orang yang terbahak-bahak itu menghentikan
tawa masing-masing. Seolah tak sengaja keduanya sal-
ing pandang. Sejurus kemudian, keduanya meninggal-
kan tempat itu diiringi tawa keras kembali.
Dua tarikan napas berikutnya, orang yang mengin-
tip tadi keluar. Ternyata orang itu seorang nenek ber-
bedak putih dengan bibir dipoles warna merah cukup
tebal. Pakaiannya kuning kebiruan, terbuka di bagian
dadanya yang kendati cukup besar namun sudah ken-
dor. Orang yang tak lain Nenek Cabul ini menggeram di-
ngin. Kejap lain terlihat bibirnya menyungging senyu-
man yang menakutkan.
"Akan kuikuti apa mau kalian. Dan kalian akan
mendapatkan sesuatu yang tak pernah kalian sang-
ka...." Dengan mempergunakan ilmu peringan tubuhnya,
si perempuan genit yang kerjanya selalu memuaskan
birahi pada siapa saja yang dihendakinya, segera ber-
kelebat mengikuti kedua kambratnya yang telah me-
mutuskan untuk mengkhianatinya dengan menindih
timbunan amarah.
*** Bab 4 PEREMPUAN setengah baya yang mengenakan pa-
kaian panjang biru kehitaman itu menghentikan lang-
kahnya di sebuah perdataran luas. Di kejauhan nam-
pak Gunung Lintang menjulang tersaput bayang-
bayang senja. Beberapa ekor burung terbang memben-
tuk bayangan indah.
Perempuan yang memiliki paras jelita dengan ke-
tenangan yang sangat kentara ini memandang kejau-
han. Dari pergelangan tangan dan jari jemarinya sea-
kan terdapat pantulan cahaya yang berkilauan. Ter-
nyata kilau cahaya itu berasal dari sinar matahari
yang memantul pada gelang dan cincin berlian yang
terdapat di pergelangan dan jari-jari tangannya.
Perempuan bertudung kepala berbentuk kerucut ini
menarik napas. Setelah ditelan kesunyian beberapa
kejap, dia membuka mulut, "Sudah cukup lama kuca-
ri, sudah cukup banyak orang yang kutanyai. Namun
tak seorang pun yang tahu di mana Ngarai Jala Kema-
tian berada.... Perasaanku semakin tidak tenang. Ah...
muridku berada di tangan pemuda sesat berjuluk Pan-
geran Merah, yang menurut Manusia Pemarah adalah
murid Nenek Cabul. Semua memang sudah terjadi dan
tak perlu disesali. Tak perlu pula menyalahkan siapa.
Hmmm.... Apa yang dialami muridku itu sekarang?"
Perempuan berbaju panjang biru kehitaman yang
tak lain Dewi Bulan adanya ini terdiam kembali. Be-
laian angin lembut mendesir di tubuhnya. Cicit burung
sejenak memancing senyumnya. Kendati demikian, pe-
rempuan yang pandai menyembunyikan segala kegun-
dahan ini, tetap merasakan hatinya tidak tenang.
"Sri Kedaton...," desisnya menyebutkan nama asli
muridnya yang berjuluk Dewi Berlian, julukan yang
pertama kali diberikannya. "Sejak kecil kau sebenar-
nya berada dalam kenestapaan. Bila saja orangtuamu
yang berjuluk Sepasang Pengantin Abadi tidak tewas di
tangan manusia sesat berjuluk Hantu Seribu Tangan,
tentunya kau tak akan mengalami setiap urusan ma-
cam begini. Tetapi tulisan Yang Maha Tahu rupanya
berkehendak lain. Kau memang dijodohkan untuk
menjadi murid sekaligus anakku, yang berhasil menye-
lamatkanmu dari tangan manusia sesat itu di saat kau
masih bayi. Sayangnya... kau tak sempat melihat se-
perti apa manusia keparat yang membunuh kedua
orangtuamu itu karena kau tak pernah sampai ke Goa
Seratus Laknat. Apakah kau sudah mendengar kalau
Hantu Seribu Tangan telah tewas" Dan sekarang... ah!
Aku tak boleh mengeluh seperti ini. Ini bukan sifatku.
Karena mengeluh hanya membuat beban bertambah
berat saja."
Perempuan yang wajah dan sikapnya selalu tenang
ini menarik napas pendek. Kejap lain, dia sudah berke-
lebat melintasi pedataran luas itu. Senja semakin ber-
angsur merendah dan menenggelamkan bayang-
bayang rona merah matahari. Tatkala sepasang ka-
kinya menjejak tanah berjarak lima puluh meter dari
Gunung Lintang, malam telah merangkup segenap
persada. Perempuan setengah baya ini edarkan pandangan
ke sekelilingnya. Beberapa kelinci yang hidup disana
keluar dan berlarian. Hewan malam lainnya telah un-
juk gigi timbulkan suara yang cukup ramai, hingga
suasana tak begitu sepi menggigit. Namun terasa cu-
kup angker. "Ngarai Jala Kematian... di manakah tempat itu be-
rada?" desis Dewi Bulan setelah beberapa saat larut
dalam sepi. Sepasang mata indahnya memandangi ko-
kohnya Gunung Lintang yang tersaput kegelapan ma-
lam. Sambil pandangi gunung di hadapannya, perem-
puan yang tengah gundah ini menyambung, "Siapa lagi
yang bisa kutanyakan. Menurut Bidadari Hati Kejam,
Naga Naga Kecil 3 Pendekar Naga Putih 41 Hantu Laut Pajang Pedang Ular Mas 17
^