Pencarian

Iblis Cadas Siluman 2

Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman Bagian 2


orang yang tahu tempat itu hanyalah Nenek Cabul dan
tentunya Pangeran Merah sendiri. Ah, apakah aku ha-
rus menyesali mengapa Manusia Pemarah sampai tak
bisa menjaga muridku" Tidak, itu perbuatan bodoh.
Tak ada yang pantas disalahkan...."
Kembali sunyi merejam. Hawa dingin di tempat itu
mulai terasa. Namun sama sekali tak dirasakan oleh
Dewi Bulan. "Yang bisa kulakukan sekarang ini adalah mencari
Ngarai Jala Kematian dan orang yang mengetahui tem-
pat itu. Tetapi hanya Nenek Cabul yang... hei!!"
Dewi Bulan memutus kata-katanya sendiri, tatkala
sepasang mata jernihnya menangkap kelebatan tubuh
di. hadapannya. Kendati agak tersamar oleh pepoho-
nan yang tumbuh di Sana tetapi pandangannya tak bi-
sa ditipu. Seketika perempuan ini mengernyitkan kening.
"Hmmm... siapa orang yang berkelebat dalam ma-
lam di tempat sepi seperti ini" Gerakannya begitu ce-
pat. Apakah sebaiknya kuikuti saja atau... oh! Menga-
pa aku menjadi dungu seperti ini" Jelas aku mengenal
orang itu. Baiknya, kukejar sebelum dia menjauh."
Memutuskan demikian, perempuan bertudung ke-
rucut ini berkelebat ke arah perginya sosok tubuh
yang dilihatnya tadi. Dia tak terlalu lama untuk bisa
mendekati orang yang berkelebat itu, karena seper-
tinya orang itu sedang kebingungan. Entah apa yang
dicarinya karena dua tarikan napas berikutnya orang
itu menghentikan larinya dan memperhatikan sekeli-
lingnya. Dewi Bulan membatin seraya mendekat, "Tepat du-
gaanku," desisnya dalam hati. Lalu berujar ramah, "Nyi Randa Barong alias Iblis
Cadas Siluman... tak kusangka kita bertemu di tempat seperti ini."
*** Orang yang berkelebat tadi itu segera memutar ke-
pala. Sejenak sepasang matanya yang celong ke dalam
menatap perempuan setengah baya di hadapannya.
Kejap lain, sosok yang memang Iblis Cadas Siluman ini
mendengus seraya berucap.
"Benar-benar tak kusangka kalau akan berjumpa
denganmu di sini, Dewi Bulan. Bagus! Kebetulan aku
sedang bingung! Apakah kau tahu jalan keluar dari
tempat sialan ini"!"
Dewi Bulan tersenyum dan membatin, "Pantas ge-
rakan tubuhnya agak ragu-ragu dan dia berhenti tadi.
Rupanya dia tersesat." Lalu katanya tetap tersenyum,
"Aku tak tahu jalan keluar kemana yang akan kau
tempuh. Aku datang dari arah barat, melintasi sebuah
perdataran luas. Bila memang bukan itu yang kau
maksud, aku tak tahu jalan keluar lainnya dari tempat
ini." Perempuan tua berhidung bulat dengan bibir tebal
ini memandang ke arah barat. Sambil mengalihkan
pandangannya lagi pada Dewi Bulan dia berkata, "Ja-
lan mana pun yang kau tunjukkan akan tetap kutem-
puh. Sudah hampir tiga kali penanakan nasi aku be-
rada di tempat keparat semacam ini. Tetapi, urusan
apa hingga kau tiba di tempat sialan ini?"
Dewi Bulan lagi-lagi tersenyum. Sungguh, sangat
sulit menduga kalau perempuan setengah baya berpa-
kaian biru kehitaman ini sebenarnya sedang gundah.
Lalu dikatakannya apa yang sedang dilakukan seka-
rang. Nyi Randa Barong alias Iblis Cadas Siluman ter-
diam beberapa saat sambil pandangi lawan bicaranya.
"Apa yang kau alami pun kualami pula. Sampai ha-
ri ini aku belum tahu tentang muridku yang dibawa la-
ri oleh Beruang Mambang di Goa Seratus Laknat. Dan
tanpa diduga, muridmu juga mengalami kesialan se-
macam itu. Kita tak tahu apa yang mereka alami.
Membayangkannya terlalu menakutkan."
"Tahukah kau di mana Ngarai Jala Kematian bera-
da?" tanya Dewi Bulan.
Perempuan tua yang hanya memiliki telinga sebelah
kiri saja dan dicanteli tiga buah anting ini menggeleng-
kan kepala. "Nama tempat itu baru kali ini kudengar. Dewi Bu-
lan, apakah kau mendengar jejak kabar tentang mu-
ridku?" Ganti Dewi Bulan yang menggelengkan kepala.
"Aku juga tidak tahu soal itu. Berarti, jejak yang harus
kita cari masih tertutup oleh tirai-tirai."
Kedua perempuan ini terdiam beberapa lama. Ma-
sing-masing orang dibuncah berbagai perasaan. Di
angkasa rambatan awan hitam mulai memasuki la-
pangan jagat. Sampai kesunyian itu dipecahkan oleh suara Dewi
Bulan, "Bukan maksudku lancang untuk bertanya,
bukan pula lancang untuk mengetahui urusan orang.
Terutama urusanmu sendiri. Nyi Randa Barong... ada
sesuatu yang ingin kutanyakan."
Perempuan tua berpakaian panjang warna jingga
itu sesaat mengerutkan kening. Pandangannya lekat
pada Dewi Bulan. Sebenarnya nenek bertelinga sebelah
ini hendak meneruskan langkah kembali untuk men-
cari muridnya, tetapi Dewi Bulan telah keluarkan satu
pernyataan yang membuatnya rela mengurungkan
maksud. "Apa yang hendak kau tanyakan, Perempuan Ber-
tudung Kerucut?" tanya Nyi Randa Barong kemudian.
Dewi Bulan segera menceritakan tentang perte-
muannya tak sengajanya dengan Bidadari Hati Kejam
dan Mata Malaikat. Saat itu masing-masing orang se-
benarnya punya urusan sendiri-sendiri. Hanya dikare-
nakan beberapa tokoh golongan sesat sedang membu-
ru Nyi Randa Barong yang dikatakan memiliki sebuah
benda sakti, maka ketiga tokoh golongan lurus itu
memutuskan untuk mencari Nyi Randa Barong alias
Iblis Cadas Siluman sekaligus menuntaskan urusan
masing-masing. (Baca serial Rajawali Emas dalam epi-
sode : "Tapak Asmara")
Kepala Iblis Cadas Siluman yang dihiasi rambut hi-
tam awut-awutan melengak sesaat. Di saat lain dia ter-
tegun dengan pandangan tajam.
"Nenek. Cabul, Hantu Kali Berantas dan Sindung
Ruwit mengatakan aku mempunyai benda sakti" Kepa-
rat! Apa maksud ketiga manusia sialan itu"!"
"Mendapati gelagat nampaknya Iblis Cadas Siluman
sendiri tidak tahu menahu benda apa yang diinginkan
oleh ketiga orang sesat itu. Tetapi orang-orang itu begi-
tu yakin. Dan ini bukanlah omong kosong bila mereka
hanya melakukan tindakan bodoh." Habis membatin
demikian, Dewi Bulan berkata, "Jadi kau sendiri tidak
tahu benda apa yang diinginkan oleh mereka?"
"Dasar orang-orang dungu! Aku sama sekali tak
memiliki benda atau senjata sakti seperti yang mereka
katakan. Entah mengapa mereka beranggapan seperti
itu?" "Apakah kau punya silang sengketa dengan salah
seorang dari mereka?" tanya Dewi Bulan tanpa disang-
ka-sangka. Iblis Cadas Siluman pentangkan kedua matanya.
Keningnya dikernyitkan. Lalu terdengar kata-katanya
setelah terdiam beberapa kejap.
"Sudan lama aku mengundurkan diri dari rimba
persilatan ini! Sudah lama aku kembali menutup diri
di Cadas Siluman. Hanya dikarenakan muridku yang
tiba-tiba menghilang, aku terpaksa keluar lagi dan ter-
libat segala urusan sialan semacam ini! Nama Nenek
Cabul, Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit cukup
lekat dan lama kudengar. Bahkan aku pernah bebera-
pa kali berjumpa tak sengaja kendati tak pernah terja-
di bentrokan. Dan sungguh sulit bagiku untuk menga-
takan... hei! Dewi Bulan.., apa maksudmu menanya-
kan aku punya silang-sengketa dengan salah seorang
dari ketiganya atau tidak?"
"Sungguh mengherankan sebenarnya bila ternyata
kau tidak tahu benda apa yang sedang diincar oleh
orang-orang sesat itu. Nampaknya suatu hal yang tak
mungkin," sahut Dewi Bulan. Dan dilihatnya Iblis Ca-
das Siluman nampak sedang menindih geramnya
mendengar kata-katanya yang terakhir. Tanpa menghi-
raukan perubahan wajah Iblis Cadas Siluman, perem-
puan bertudung kerucut ini melanjutkan, "Kalau me-
mang demikian adanya, berarti semua ini hanya ti-
puan." "Jangan berbelit-belit kalau bicara!!"
Dewi Bulan tersenyum.
"Maksudku... berita tentang benda sakti yang kau
miliki tetapi kau tak pernah tahu benda apa itu, bisa
jadi hanya berita bohong belaka. Entah siapa yang
meniupkan berita itu bila dugaan ini benar. Yang pasti
tentunya ada orang yang akan memetik keuntungan.
Tetapi... justru aku menduga kebalikannya."
Iblis Cadas Siluman sudah keluarkan makian ke-
ras. "Sudah kukatakan tadi, jangan bertele-tele!"
Dewi Bulan menatapnya dengan pandangan teduh.
"Aku menduga benda yang orang-orang sesat itu
inginkan memang ada padamu, Nyi Randa Barong.
Hanya saja, aku tetap tak bisa menduga benda apakah
itu." Nyi Randa Barong menggeram, "Dengan kata lain
kau hendak mengatakan kalau aku berpura-pura,
hah" Kurobek mulutmu bila kau memang menduga
begitu!!" Dewi Bulan menggeleng lembut.
"Tidak sama sekali. Tak ada dugaan itu padaku.
Memang mengherankan sebenarnya. Tetapi inilah ke-
nyataannya, kalau kau memang tak tahu benda apa-
kah itu." Iblis Cadas Siluman hanya menggeram. Dewi Bulan
melanjutkan kata-katanya, "Banyak tanya yang harus
ditemukan jawaban sebenarnya, karena persoalan ini
cukup pelik dan penuh liku. Tetapi rasanya, kita tak
bisa meneruskan cakap sementara kita tak tahu nasib
murid masing-masing...."
"Jangan menjadi orang yang suka menunda uru-
san!" "Tak ada rencana menjadi orang yang seperti kau
katakan. Terlalu lama bicara pun saat ini tak ada gu-
na, karena pokok urusan sudah kita ketahui, kalau
beberapa prang golongan sesat sedang memburumu
dan tentunya akan mencelakakanmu. Benda sakti apa
yang mereka hendaki kita tak tahu sama sekali. Berar-
ti yang tepat saat ini adalah, membiarkan mereka me-
nemukan dirimu. Tetapi, persoalan tentang murid kita
masing-masing belum tertuntaskan. Entah yang mana
yang hendak kau dulukan, itu terserah padamu."
Kendati kelihatan tak puas dengan pembicaraan
yang terputus, Iblis Cadas Siluman bisa menerima ala-
san yang dikemukakan Dewi Bulan itu. Diam-diam dia
merasa bersyukur karena sedikit banyaknya mengeta-
hui kalau dirinya diburu oleh orang-orang golongan
sesat. Tetapi benda sakti semacam apakah yang dike-
hendaki mereka" Inilah yang menyulitkan.
Lalu dianggukkan kepalanya, "Baik. Kita memang
harus menemukan murid masing-masing. Dan aku
berharap bisa bertemu dengan salah seorang dari keti-
ga manusia keparat yang memburuku, bahkan kalau
bisa langsung bertemu ketiganya, sehingga aku puas
menanyakan apa yang mereka kehendaki!"
"Semula kukatakan, jalan keluar yang kuketahui
hanyalah ke arah barat, itu berarti kau akan kembali
ke jalan semula. Nyi Randa... kulihat di bagian kiri dari
gunung ini ada sebuah celah, yang nampaknya sebuah
jalan. Mungkin itu jalan lain yang kita cari."
Iblis Cadas Siluman hanya keluarkan dengusan.
Tanpa berbicara apa-apa dia mengalihkan pandangan
pada jalan yang dikatakan Dewi Bulan.
Lalu dengan hanya memandang sekilas pada Dewi
Bulan, perempuan tua berpakaian panjang warna jing-
ga ini sudah berkelebat ke arah celah di sisi kiri Gu-
nung Lintang. Dewi Bulan hanya tersenyum. Setelah bayangan
tubuh Iblis Cadas Siluman lenyap, perempuan bertu-
dung kerucut ini menghembuskan napas panjang.
"Keadaan cukup membuat pusing kepala. Tetapi bi-
la tak dijalani dengan kepala dingin dan dada lapang
terbuka, justru akan jadi sebuah belenggu yang me-
nyakitkan."
Sesaat Dewi Bulan memandangi sekelilingnya. Ara-
kan awan hitam di angkasa semakin tertimbun. Angin
bertambah dingin menghembus. Bahkan satu dua
ranting terpapas patah dan terlempar dengan perden-
garkan suara kesiuran cukup keras.
Kejap lain, Dewi Bulan sudah melangkah menuju
celah di sebelah kiri Gunung Lintang.
*** Bab 5 IBLIS Cadas Siluman terus berkelebat melalui celah
pada bagian kiri Gunung Lintang. Sepasang kakinya
terus merambah jalan yang cukup sulit di hadapan-
nya, dipenuhi jajaran pepohonan dan bebatuan. Lima
belas kejap berikutnya, dia telah menginjak sebuah
hutan yang cukup lebat. Jajaran pepohonan besar
dengan rimbunnya dedaunan di sekelilingnya, tak
ubahnya bagai raksasa yang berdiri angkuh siap men-
caplok. Berada dalam hutan angker ini dengan dibaluti ke-


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelapan malam, bukan suatu keadaan yang menye-
nangkan. Cukup membuat orang berpikir lebih lama
untuk meneruskan langkah. Bahkan merasa sudah
berada dalam lingkaran yang mengerikan. Tetapi bagi
perempuan bertelinga sebelah ini keadaan itu bukan-
lah masalah besar. Dia terus berkelebat dibuncah ber-
bagai pikiran. Pikiran Nyi Randa Barong alias Iblis Cadas Siluman
kali ini bukan hanya dipenuhi dengan kecemasannya
untuk mengetahui keadaan muridnya, melainkan juga
dikarenakan berita yang disampaikan Dewi Bulan ten-
tang orang-orang golongan sesat yang tak bisa dipan-
dang remeh sedang mencarinya.
Sambil berkelebat perempuan tua berpakaian pan-
jang warna jingga ini menggumam, "Keparat betul!
Benda apa yang diinginkan Orang-orang sebangsa Ne-
nek Cabul dariku" Jahanam! Mengapa aku justru ti-
dak tahu benda apa yang ada pada diriku" Sinting!
Ada benda sakti dalam tubuhku" Benar-benar ucapan
dan keinginan tak pada tempatnya! Jangan-jangan...
yang diinginkan perempuan cabul celaka itu, hendak
adu besar payudaranya dengan payudaraku" Sialan!
Sudah tentu aku tak bisa menang!"
Malam terus merambat menggelapi persada. Sosok
Iblis Cadas Siluman terus berkelebat. Tetapi sampai
kedua kakinya mulai terasa pegal, dia belum juga ber-
hasil melewati hutan belantara ini.
"Setan laknat dasar neraka! Apakah aku melaku-
kan tindakan bodoh lagi" Mengapa sejak tadi aku ma-
sih berada di dalam hutan celaka ini"! Jangan-jangan
aku justru semakin tersesat! Sinting! Mengapa harus
kuturuti ucapan Dewi Bulan"!" dengusnya seraya ber-
henti dan mengedarkan pandangan. Hanya kegelapan
yang nampak. Kendati demikian, sepasang mata kela-
bu milik si nenek ini mampu menembus kegelapan itu.
Makanya sejak tadi dia tak merasa mendapatkan
gangguan apa-apa saat berkelebat, kecuali belum da-
pat menemukan jalan keluar dari hutan itu.
Sepasang matanya yang tajam kembali diedarkan.
Sesaat dirinya direjam sepi menyengat. Kejap lain, si
nenek sudah keluarkan dengusan kembali, "Huuhh!!
Aku harus segera keluar dari tempat terkutuk ini!!"
Namun belum lagi si nenek mengayunkan kedua
kakinya, mendadak saja sepasang mata tajamnya me-
nangkap satu kelebatan tubuh di hadapannya.
"Sinting!" geramnya cukup keras, menggema di
tempat sepi itu. "Siapa orang yang berkelebat barusan"
Bila melihat keadaan semula, aku yakin Dewi Bulan
mengikutiku tadi! Kalau memang dia berhasil melam-
paui langkahku, sudah seharusnya dia berhenti atau
paling tidak menyapa! Sialan! Kenapa dia terus saja
berkelebat"! Dasar kapiran!"
Sejenak Iblis Cadas Siluman memaki-maki orang
yang disangkanya Dewi Bulan itu. Tetapi kejap lain dia
segera memutus makiannya sendiri dengan kening di-
kernyitkan. "Gila! Apakah aku benar-benar sudah menjadi bo-
doh" Benar-benar bikin kepalaku menjadi mau pecah
dan otakku menjadi dungu! Mana mungkin sosok Dewi
Bulan begitu berbeda dari yang sebelumnya kulihat"
Orang yang barusan berkelebat itu berbeda jauh den-
gan sosok Dewi Bulan! Samar orang itu kulihat bertu-
buh tinggi besar dengan pakaian berwarna putih! Da-
sar goblok!"
Sambil memaki-maki, Iblis Cadas Siluman segera
berkelebat menyusul orang yang dilihatnya tadi. Tetapi
sampai setengah penanakan nasi, orang yang dilihat-
nya itu tak nampak batang hidungnya.
Keadaan itu membuat si nenek berhidung bulat ini
yang sudah berhenti berkelebat kembali menjadi ma-
kin jengkel. "Lebih dungu lagi apa yang kubuat ini! Orang tadi
tidak ketemu, justru aku semakin tersesat! Sinting! Te-
tapi..." Si nenek terdiam dengan kening dikernyitkan. Lalu
terdengar desisannya pelan, "Mengapa kucium peru-
bahan hawa di sini" Kalau sejak tadi yang tercium
hanya bau bunga, pepohonan dan tanah, sekarang
mengapa kucium sesuatu bau darah... Seperti terha-
lang oleh sebuah... Hmm... aku tahu, aku tahu!!"
Sambil pandangi sekitar tempatnya berdiri, si ne-
nek bersuara keras, menggema karena suasana di sa-
na begitu sunyi, "Kau mungkin pandai menyembunyi-
kan diri! Tetapi siapa pun dan apa yang telah kau la-
kukan, kau tak bisa sembunyikan bau darah dari hi-
dungku! Aku tak tahu apakah kau terluka ataukah
kau membawa sesuatu yang berdarah! Tetapi... jelas
sekali, ya... sangat jelas kalau kau terluka dalam. Ka-
rena darah yang kucium itu seperti terhalang sesua-
tu...." Sepi menggigit dalam. Angin berhembus memati-
kan. Tak ada sahutan apa-apa kecuali dengusan Iblis
Cadas Siluman yang tak sabar menunggu.
Lalu mendadak saja perempuan tua ini menggerak-
kan kedua tangannya. Seketika menggebah angin be-
sar menumbangkan pepohonan, mencabut ranggasan
semak belukar dan memuncratkan tanah. Suara- sua-
ra keras seperti amukan gajah-gajah liar terjadi.
Dan di antara suara-suara keras itu terdengar pe-
kikan tertahan dari belakang si nenek. Segera saja si
nenek berpakaian panjang warna jingga ini membalik-
kan tubuh. Dilihatnya satu sosok tubuh berdiri dalam
keadaan terhuyung.
Tak berkedip sepasang mata Iblis Cadas Siluman
melihat orang di hadapannya. Diam-diam si nenek
membatin, "Sosoknya tinggi besar. Pakaiannya berwarna putih
terbuat dari kulit binatang terbuka dibahu sebelah ka-
nan. Mata kirinya tertutup sebuah kulit warna putih
yang dikaitkan di belakang kepala. Di leher orang ber-
kepala plontos ini menggantung sebuah kalung ber-
bandul taring sebesar pergelangan lengan. Keparat!
Menilik ciri-cirinya aku yakin dia adalah manusia sia-
lan yang menculik muridku!!"
Kejap lain, terdengar bentakan si nenek keras,
"Manusia celaka! Kucari sekian lama tak dapat kute-
mui. Tetapi justru bertemu di tempat ini! Beruang
Mambang yang ingin cari mampus, di mana muridku,
hah"!"
Orang yang berdiri dalam keadaan terhuyung yang
memang Beruang Mambang adanya menyipitkan mata
sebelah kirinya. Wajahnya direjam ketegangan yang
dalam. "Celaka! Mengapa aku harus berjumpa dengan Iblis
Cadas Siluman dalam keadaan seperti ini" Sialan be-
tul! Aku benar-benar tak menyangka kalau tadi ada
orang di sekitar hutan ini yang melihat kelebatanku!
Padahal aku sudah mempergunakan ilmu 'Mati Tanah'
yang membuatku bisa bersatu dengan tanah tanpa ter-
lihat oleh siapa pun. Tetapi perempuan bertelinga se-
belah ini rupanya punya penciuman dalam pada da-
rah. Saat ini aku memang terluka dalam. Benar-benar
perjumpaan tak menyenangkan!!"
Setelah dikalahkan oleh Bidadari Hati Kejam, pe-
rempuan yang dicintainya tetapi menolak cintanya dan
membuatnya mendendam, Beruang Mambang berkele-
bat pergi karena tak kuasa menahan gempuran Bida-
dari Hati Kejam. Seluruh rencananya, yang dimulai da-
ri menculik Angin Racun Barat sampai berjumpa den-
gan Bidadari Hati Kejam perempuan yang dicintai se-
kaligus dan ingin dibunuhnya, menjadi berantakan
(Baca: "Rahasia Pesan Serigala" dan "Tapak Asmara") Tak mendapati seruannya
disahuti orang di hadapannya, Iblis Cadas Siluman bertambah mengkelap.
Tanpa ucapkan kata apa-apa, perempuan tua yang se-
dang direjam kekesalan sekaligus kecemasan tentang
nasib muridnya, sudah menyerang dengan kedua tan-
gan dikembangkan.
Beruang Mambang terkesiap dengan mata melebar,
mendapati hamparan angin menderu dahsyat ke arah-
nya. Segera saja orang tinggi besar ini miringkan tu-
buh, lantas mengangkat kedua tangannya.
Buk! Bukk! Serangan penuh tenaga dalam yang dilancarkan
oleh Iblis Cadas Siluman berbenturan dengan pertaha-
nan kedua tangan Beruang Mambang. Sejenak perem-
puan bertelinga sebelah ini terkesiap merasakan kedua
tangannya seperti menghantam batu karang. Sementa-
ra, sosok tinggi besar di hadapannya terhuyung tiga
tindak dengan keluarkan suara keluhan.
Si nenek yang dalam keadaan marah besar tak mau
bertindak ayal. Kembali dia berkelebat diiringi dengan
teriakan keras. Kedua tangannya yang dikembangkan
tadi dirapatkan jadi tinju yang dipenuhi tenaga dalam.
"Heaaaal!"
Beruang Mambang melengak mendapati serangan
cepat itu. Untuk menghindar jelas tak mungkin. Se-
mentara mendapati lawannya seperti kebingungan, Ib-
lis Cadas Siluman melipatgandakan tenaga dalamnya.
Desss!! Pukulan mengandung tenaga dalam kuat itu telak
menghantam dada Beruang Mambang yang kali ini
terhuyung satu tombak ke belakang.
Mendapati lawannya terhuyung mundur seperti itu
si nenek bertelinga sebelah seharusnya meneruskan
serangan. Tetapi dia justru tertegun tanpa meneruskan
serangannya. "Keparat! Seharusnya dia bukan hanya terhuyung,
tetapi bisa mampus saat itu juga! Apakah dia memiliki
ilmu kebal?" batinnya dengan kening dikernyitkan.
Sementara itu Beruang Mambang keluarkan gera-
man dingin seraya membatin murka, "Keparat! Kea-
daanku saat ini benar-benar tak menguntungkan. Lu-
ka dalam yang ku derita akibat hajaran si Kunti Pelan-
gi keparat belum pulih benar! Bila saja keadaanku ti-
dak seperti ini, pukulan perempuan tua celaka ini tak
akan mampu menggedor! Keparat! Ilmu kebalku justru
tak banyak berguna saat ini. Aku harus menghindari
pertarungan ini lebih lanjut kalau masih ingin selamat
dan memiliki kesempatan untuk membunuh Bidadari
Hati Kejam."
Memikir sampai di sana, orang berkepala plontos
ini mendongak. Kejap lain terdengar suaranya.
"Iblis Cadas Siluman! Aku tak tahu kalau gadis
yang kuculik itu adalah muridmu! Yang kulakukan
hanyalah untuk memancing Bidadari Hati Kejam!"
Sambil menindih keheranannya karena serangan-
nya tadi tak membawa hasil, Iblis Cadas Siluman
mem-bentak, "Aku tak perduli urusanmu dengan si
nenek berkonde! Tetapi kau telah berlaku lancang
dengan menculik muridku!"
"Jelas sekali kalau saat ini aku sulit untuk meng-
hindarinya. Tetapi biar bagaimana pun juga aku harus
mencoba sambil menunggu waktu yang tepat." Habis
membatin begitu, Beruang Mambang berkata, "Tadi
kukatakan, aku tak tahu kalau gadis itu muridmu. Bi-
la kau ingin tahu apa yang terjadi, muridmu aman se-
benarnya berada di tanganku. Tak kuganggu sekejap
juga. Tetapi, orang yang berjuluk Manusia Serigala te-
lah menculik dan membawanya kabur. Seharusnya di-
alah yang kau buru! Mungkin... muridmu itu telah di-
rusak olehnya!"
"Sinting! Jangan bicara ngaco! Aku tak mau tahu
segala ucapan sialanmu itu! Karena kau yang telah
membuat keadaan jadi sesulit ini! Berarti kematian
yang harus kau terima!"
"Tunggu..."
Seruan Beruang Mambang terputus karena perem-
puan tua bertelinga satu ini sudah menggerakkan ke-
palanya ke arah kanan. Dari tiga buah anting yang
mencantel di telinga satu-satunya mendadak saja me-
lesat tiga sinar hitam yang menggidikan.
Mendapati serangan yang tidak terduga ini, Be-
ruang Mambang tersentak Sambil keluarkan seruan
terkejut, orang berkepala plontos ini cepat melompat
ke samping. Blaaar! Tiga larik sinar hitam yang melesat dari tiga buah
anting di telinga kiri si nenek itu menghantam seba-
tang pohon di belakang Beruang Mambang tadi. Seke-
tika terdengar letupan keras bersamaan hangusnya
pohon itu. Dedaunannya saat itu pula meranggas, ja-
tuh luruh menjadi serpihan.
Mendapati keadaan itu, Iblis Cadas Siluman tak
mau bertindak ayal. Penculikan yang dilakukan orang
tinggi besar bermata satu ini cukup menyakitkan hati-
nya. Apalagi mengingat kalau sampai saat ini murid-
nya belum juga ditemukan. Terlebih-lebih mengingat
ucapan Beruang Mambang tadi kalau muridnya berada
di tangan Manusia Serigala. Semuanya membuat si
nenek tak menentu.
Dengan gerakan yang sangat cepat si nenek menge-
jar seraya mendorong kedua tangannya ke depan. Dua
gelombang angin deras menimbulkan suara bergemu-
ruh menggebah ke arah Beruang Mambang.
Wajah Beruang Mambang semakin pucat. Keringat
mendadak keluar. Sebisanya dia berusaha menghindar
seraya menggerakkan kedua tangannya.
Wuuuttt! Terdengar suara angin berkesiur cepat. Menyusul
hamparan angin dingin yang memupus serangan Nyi


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Randa Barong. Namun yang terjadi justru tubuh Be-
ruang Mambang surut tiga tindak ke belakang dengan
wajah tegang. Sambil berteriak mengguntur, si nenek mencelat ke
muka. Kali ini kedua tangannya dikembangkan dan di-
sentak dari atas ke bawah, lalu didorong ke muka.
Bersamaan dengan itu kepalanya kembali digoyangkan
ke arah kiri dan melesat tiga buah sinar hitam yang
menimbulkan suara bergemuruh ke arah Beruang
Mambang. Beruang Mambang benar-benar kalang kabut seka-
rang. Bila saja saat ini dia tidak terluka dalam, setiap
serangan Iblis Cadas Siluman akan ditahannya dengan
ilmu 'Perisai Sejuta Baja'nya. Dengan berulang kali
memekik tertahan, orang berkepala plontos ini melom-
pat ke sana kemari.
Tiga tarikan napas berikutnya, tubuhnya benar-
benar sudah terjajar ke belakang. Di tangan kanannya
menganga luka lebar akibat hantaman sinar hitam dari
salah sebuah anting Nyi Randa Barong.
Cepat si nenek mencelat. Dan tap...
"Heiiggkh!"
Kaki kanannya tepat menginjak leher orang berke-
pala plontos itu.
"Melihat kau mampu menahan setiap seranganku,
jelas kau memiliki ilmu kebal, Orang keparat! Tetapi,
kita lihat apakah ilmu kebal yang kau miliki benar-
benar mampu menolongmu dari kematian?"
Wajah Beruang Mambang terkesiap tegang. Kerin-
gat dingin mengaliri sekujur tubuh orang ini. Dengan
suara tersendat sarat kesakitan, dia bersuara,
"Iblis Cadas Siluman... sekali lagi kukatakan kita
tak punya silang sengketa. Apa yang kulakukan itu
semata hanya untuk memancing Bidadari Hati Kejam.
Dan aku tidak tahu kalau gadis itu adalah murid-
mu...." "Jangan jual omongan di hadapanku! Gara-gara
tindakan setanmu itu semuanya jadi berantakan! Uru-
san jadi makin berkembang! Dan upah dari setiap per-
buatan yang kau lakukan, hanya kematian yang pan-
tas!" Beruang Mambang yang merasa ajalnya sudah di
ambang pintu, berusaha untuk melunakkan hati Iblis
Cadas Siluman. Sementara dirasakan jalan napasnya
semakin tersumbat akibat tekanan kaki kanan si ne-
nek. "Mencabut nyawaku saat ini memang mudah. Teta-
pi... kau tak berlaku jantan menghadapiku. Saat ini
aku terluka dalam setelah bertarung dengan Bidadari
Hati Kejam. Dan kau mempergunakan kesempatan un-
tuk mengalahkanku...."
"Setan kepala botak!" geram Iblis Cadas Siluman
sambil menekan kembali kakinya dengan kegeraman
tinggi. Wajah Beruang Mambang semakin pucat, na-
pasnya sudah terputus-putus. Lehernya terasa patah.
Iblis Cadas Siluman menyambung, "Persetan dengan
semua yang kau katakan. Apakah..."
"Iblis... Cadas... Siluman...." desis Beruang Mam-
bang tersendat. "Bila... kau... berani... tunggu... kea-
daanku... pulih...."
"Setan keparat!!" maki Iblis Cadas Siluman gusar
sambil mengangkat kaki kanannya dari leher orang
berkepala plontos itu. Lalu dengan kegeraman tinggi
dia membentak, "Baik! Apa yang kau minta tadi kute-
rima! Kuberi kesempatan dua puluh hari dari sekarang
bagimu untuk menyiapkan diri!"
Mendapati rencananya membawa hasil, Beruang
Mambang terburu-buru berdiri. Agak terhuyung dan
sambil menahan sakit di tangan kanannya.
Lalu dia mendongak dan berkata, "Kuterima semua
ini! Dan kau akan kubuat... Heeeaaaa!!"
Mendadak saja Beruang Mambang melancarkan sa-
tu serangan bokongan ke kepala Iblis Cadas Siluman.
Memekik perempuan tua bertelinga sebelah itu sambil
membuang tubuh ke kanan. Tetapi Beruang Mambang
sudah susulkan serangan berikutnya.
"Mampuslah kau!!"
Dalam keadaan cukup terjepit, Iblis Cadas Siluman
hanya bisa menggerakkan kedua tangannya.
Buk! Buk!! Benturan keras terjadi. Beruang Mambang yang di-
am-diam melipatgandakan tenaga dalamnya, sudah
memutar tubuh. Dan kaki kanannya menderu deras ke
dada si nenek. Desss!! Terhantam telak Iblis Cadas Siluman hingga dia
terjajar ke belakang. Melihat kesempatan yang datang,
Beruang Mambang yang berakal licik itu meneruskan
serangan. Tetapi...
Wusss! Wuss! Wusss!
Serangannya tertahan tatkala tiga sinar hitam yang
melesat dari tiga buah anting di telinga kiri Iblis Cadas
Siluman menderu keras.
"Setan keparat!!" maki Beruang Mambang dan kali
ini dia tak hendak meneruskan serangannya. Dia su-
dah cukup puas bisa membalas serangan si nenek.
Dan dia tak mau bila keadaan kembali berbalik pa-
danya. Makanya, Beruang Mambang memutuskan untuk
segera melarikan diri. Tinggal Iblis Cadas Siluman
yang menggeram hebat. Kejap berikutnya, dia sudah
menyusul ke arah perginya Beruang Mambang dengan
kemarahan membuncah.
*** Bab 6 "SINTING! Urusan sinting! Bikin kita jadi ikut-ikutan sinting! Sampai hari ini
kita belum juga menemukan
Iblis Cadas Siluman! Terlebih-lebih lagi si Nenek Ca-
bul! Benar-benar kapiran!!" makian itu terdengar di
sebuah lembah yang cukup indah. Pagi sudah me-
rangkak kembali dan sinar sang surya telah menerangi
segenap persada.
Habis makian itu, menyusul satu sahutan,
"Yang bisa kita lakukan adalah terus mencari, ba-
gaimana pun sulitnya dan di mana pun berada! Hanya
saja, untuk saat ini aku sudah tidak sabar untuk men-
jalankan rencana yang telah kita susun!"
Dua orang yang bercakap-cakap itu tak lain adalah
Sindung Ruwit dan Hantu Kali Berantas, yang selain
sedang mencari Iblis Cadas Siluman juga mempunyai
rencana untuk mengkhianati Nenek Cabul, perempuan
lanjut usia yang memerintahkan mereka untuk menca-
ri Iblis Cadas Siluman.
Lelaki berwajah lonjong itu mengalihkan pandan-
gannya pada Hantu Kali Berantas.
"Aku pun sudah tidak sabar untuk melakukan se-
gala rencana! Tetapi sebelum kita menemukan Iblis
Cadas Siluman dan mengetahui apakah benar benda
yang kita cari itu sebuah benda yang teramat sakti, ki-
ta tak akan bisa melakukan rencana itu."
Mendengar kata-kata kambratnya itu, Hantu Kali
Berantas mendengus gusar.
Dan tanpa sepengetahuan mereka, sepasang mata
tajam memperhatikan dari atas sebuah pohon. Sosok
orang yang sedang memperhatikan itu terhalang oleh
rimbunnya dedaunan.
"Dua orang datang dan membicarakan soal benda
sakti milik Iblis Cadas Siluman. Apakah mereka orang-
orang yang dimaksud Raja Arak dan Naga Selatan"
Hmm... baiknya kuperhatikan saja dulu, karena aku
sendiri gagal mengikuti ke mana perginya Dewi Segala
Impian yang membawa gulungan daun lontar yang di-
amanatkan Mata Malaikat kepadaku."
Sepasang mata tajam milik seorang pemuda berpa-
kaian keemasan itu kembali memperhatikan orang-
orang di bawahnya. Telinganya dipasang lebar-lebar.
Sindung Ruwit berkata, "Bila kita berhasil menda-
patkan benda sakti itu, aku yakin kita akan menjadi
raja diraja di rimba persilatan ini. Dan dengan mudah
kita bisa berlalu dari si Nenek Cabul. Bahkan membu-
nuh perempuan celaka itu!"
"Sebuah kepastian yang sudah sangat jelas akan ki-
ta dapatkan," sahut orang berkulit putih terang dengan
kedua tangan lebih panjang dari layaknya tangan ma-
nusia lainnya. "Bukan hanya kematian Nenek Cabul
saja yang aku inginkan, Bidadari Hati Kejam pasti
akan kubuat mampus!! Si nenek berkonde itu telah
membikin hatiku mendendam dalam. Mungkin den-
dam yang kumiliki saat ini sama dengan dendam yang
dimiliki oleh adik seperguruanku, si Manusia Mayat
Muka Kuning yang sekarang entah berada di mana
dan selalu berhasil dikalahkannya."
(Untuk mengetahui tentang Manusia Mayat Muka Kun-
ing, silahkan baca episode : "Geger Batu Bintang sam-
pai "Gerhana Gunung Siguntang").
Pemuda yang berada di balik rimbunnya dedaunan
membatin lagi, "Aku bertambah yakin kalau orang-
orang ini yang dipanggil dengan sebutan Sindung Ru-
wit dan Hantu Kali Berantas. Tetapi menurut Raja
Arak dan Naga Selatan, Nenek Cabul juga sedang men-
gejar guru Angin Racun Barat itu. Apakah mereka tak
bersekutu" Karena terbukti keduanya mempunyai nia-
tan hendak membunuh Nenek Cabul. Jangan-jangan...
hei! Kulihat ada satu sosok tubuh di balik ranggasan
semak belukar berjarak tiga tombak dari tempat ini.
Mengenakan pakaian panjang warna kuning kebiruan
dengan wajah dibaluri bedak namun masih kelihatan
cantik. Dan... ya ampun! Itu dada, kok ngablak begitu,
ya?" Perempuan tua yang dilihat si pemuda itu tak Iain
adalah Nenek Cabul, yang sebelumnya tak sengaja
mengetahui kalau kedua orang yang berada di bawah
kekuasaannya tengah merencanakan untuk mengkhia-
natinya. Wajah si nenek betul-betul geram, "Manusia-ma-
nusia keparat! Kalian akan tahu rasa berani mencoba
mengkhianatiku! Hmm... sebaiknya aku berlagak tidak
tahu apa rencana manusia-manusia celaka itu. Ingin
kulihat seperti apa wajah mereka mendapati aku mun-
cul." Memutuskan demikian, perempuan tua berpakaian
kuning kebiruan dan memiliki payudara besar namun
agak kendor ini keluar dari balik ranggasan semak. Dia
sengaja bersuara dari tempatnya, "Menyenangkan! Sa-
ngat menyenangkan sekali! Rupanya kalian berada di
sini!" Seketika dua orang yang dipanggil tadi menolehkan
kepala. Dan tanpa sadar masing-masing orang mundur
satu langkah dengan wajah tegang. Kejap lain, masing-
masing orang segera menindih ketegangan yang men-
dadak terjadi. Sindung Ruwit sudah tertawa-tawa seolah gembira
karena bertemu dengan perempuan tua itu, "Nenek
Cabul. Kami baru saja membicarakan dirimu! Agaknya
kau ditakdirkan panjang umur!"
"Orang busuk yang pandai membaluti diri dengan
senyuman! Suatu saat kalian akan terkejut karena
ternyata aku mengetahui apa yang sedang kalian ren-
canakan," maki Nenek Cabul dalam hati seraya men-
dekat. Dan menghentikan langkah berjarak lima tindak
dari keduanya. Dengan senyuman di bibir, perempuan
tua genit yang masih memiliki tubuh indah ini ber-
tanya, "Apakah kalian sudah menemukan Iblis Cadas
Siluman?" Seperti disepakati kedua orang yang ditanya meng-
gelengkan kepala. Masing-masing orang sebenarnya di-
liputi pertanyaan, apakah perempuan tua celaka ini
mengetahui rencana mereka" Bila benar, ini sangat
menakutkan sekali. Kepandaian yang mereka miliki
kendati digabung, belum tentu mampu mengalahkan
Nenek Cabul. Sindung Ruwit kembali mencoba menenangkan
gemuruh hatinya. Dia berkata, "Sampai saat ini kami
masih melacak jejak perempuan tua bertelinga sebelah
itu." Nenek Cabul pandangi lelaki berwajah lonjong itu
seraya membatin, "Hmmm... kedua manusia ini siap
berlaku lancang. Sebelum semuanya terjadi, biar ku-
nikmati dulu apa yang kuinginkan." Lalu sambil terse-
nyum perempuan berpakaian terbuka di dada ini ber-
kata, "Biarlah urusan Iblis Cadas Siluman dan benda
sakti itu kita tunda untuk sementara. Sudahkah ka-
lian mendengar kabar, kalau Naga Selatan dan Raja
Arak sedang mencari perempuan celaka itu pula?"
Melengak kedua lelaki di hadapan si Nenek Cabul
mendengar kata-kata si nenek. Wajah mereka nampak
tegang saat saling pandang. Kejap lain, Hantu Kali Be-
rantas sudah membuka mulut, "Benarkah apa yang
kau katakan itu?"
"Bila tak ada guna dan ini hanya kabar burung, un-
tuk apa aku mengatakannya?" membentak Nenek Ca-
bul dengan kedua mata terpentang lebar.
Bukannya terkejut mendengar bentakan itu, Hantu
Kali Berantas justru memicingkan kedua matanya.
Mencoba menebak ke arah mana perubahan suara pe-
rempuan tua di hadapannya. "Hmm... tentunya dia
jengkel karena kata-katanya tak kupercaya. Berarti
bukan urusan dia mengetahui apa yang kurencanakan
dengan Sindung Ruwit." Sambil memasang wajah ce-
rah, lelaki berkulit putih terang ini berkata, "Bukan


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maksudku berkata seperti itu. Tetapi, bila memang
Naga Selatan dan Raja Arak mencampuri urusan ini,
keadaan bisa gawat."
Nenek Cabul mengulapkan tangannya seraya ber-
kata dengan nada jemu, "Jangan kalian ambil pusing
dengan urusan kedua manusia itu. Kita tetap mene-
ruskan untuk mendapatkan benda sakti dari Nyi Ran-
da Barong. Bila benda itu sudah kita dapatkan, siapa
pun tak akan mampu mengatasi apa yang kita henda-
ki. Kalian mengerti?"
Hantu Kali Berantas cuma menganggukkan kepa-
lanya. Sindung Ruwit tersenyum. "Dasar perempuan tua
tolol! Kau tidak tahu rupanya apa yang kami rencana-
kan"!" tawanya dalam hati.
Tetapi hanya sekejap saja. Karena di kejap lain dia
sudah melongo tatkala mendengar kata-kata Nenek
Cabul, "Sindung Ruwit! Aku butuh kehangatan! Kebe-
tulan tempat ini sepi! Ayo, layani apa yang kuingin-
kan!" "Tetapi...."
"Sejak kapan kau menolak kutawarkan kenikma-
tan, hah"!" putus Nenek Cabul dengan kedua mata
mendelik Betapa geram sebenarnya Sindung Ruwit. Tetapi
dia tak bisa melakukan apa-apa. Dalam hatinya dia
berkata, "Suatu saat nanti. Ya, bila saatnya tiba."
Sementara itu Hantu Kali Berantas hanya terse-
nyum-senyum saja. Tetapi senyumannya putus tatkala
mendengar suara Nenek Cabul yang sudah menarik
tangan Sindung Ruwit ke balik ranggasan semak belu-
kar, "Kau tunggu di situ! Karena setelah lelaki keparat
ini, kau harus melanjutkan yang tersisa!!"
Hantu Kali Berantas menekuk wajahnya dengan
kemarahan dalam. Sementara itu, pemuda berpakaian
keemasan yang berada di atas sebuah pohon dan bu-
kan lain Tirta alias si Rajawali Emas adanya, menden-
gus. "Sialan! Kalau melihat tubuh gadis sih aku mau!
Tetapi nenek-nenek peot yang punya birahi segudang"
Benar-benar konyol! Tetapi aku tak boleh melepaskan
ketiganya! Hanya saja bila aku berada di sini terus,
mau tak mau akan kulihat pemandangan kotor yang
tak mengasyikkan itu! Baiknya, aku menyingkir dulu
dari sini!"
Berpikir demikian, dengan mengandalkan ilmu pe-
ringan tubuh yang dipadu dengan tenaga surya, pe-
muda dari Gunung Rajawali ini melompat dari satu
pohon ke pohon lain tanpa menimbulkan suara.
Sementara itu, dari balik ranggasan semak segera
terdengar cekikikan disertai kata-kata kotor. Dan den-
gusan bernada geram. Hanya karena cekikikan si Ne-
nek Cabul lebih keras, dengusan Sindung Ruwit tak
begitu jelas terdengar.
*** "Kita berpencar di sini!" suara Nenek Cabul terdengar keras di sebuah perdataran
luas. Sepasang ma-
tanya memperhatikan sekelilingnya. Matahari mulai
melangkah menjauh dari siang. Bias-bias senjanya
nampak memerah di kejauhan. "Kalau tak salah ingat,
gunung yang menjulang di hadapan kita itu, adalah
Gunung Lintang. Aku tahu ada celah di bagian kiri gu-
nung itu! Kalian menuju ke sana dan meneruskan
langkah mencari Iblis Cadas Siluman! Sementara aku
berjaga-jaga di gunung itu."
Sindung Ruwit dan Hantu Kali Berantas hanya
menganggukkan kepala dengan wajah dipasang patuh.
Padahal dalam hati masing-masing orang, tak sabar
untuk segera membunuh perempuan tua berbedak pu-
tih itu: Tetapi sudah tentu keduanya tak mau berlaku
bodoh untuk melakukannya sekarang.
Nenek Cabul tersenyum, lalu berkata penuh ejek-
an, "Kalian hanya memiliki postur besar dan gagah! Te-
tapi menghadapiku, kalian hanya bertahan beberapa
kejap! Hik... hik... hik.. tetapi lumayan juga sebagai
pengusir dingin!"
Habis ejekannya, perempuan tua berpakaian kun-
ing kebiruan itu segera melesat mendahului, diantar
pandangan geram dari Sindung Ruwit dan Hantu Kali
Berantas. "Sudah tentu aku tak mau berlaku bodoh," desis
Nenek Cabul dalam hati seraya terus berkelebat. "Ka-
lian boleh mencari dan membunuh Iblis Cadas Silu-
man. Dan kalian boleh merencanakan apa yang hen-
dak kalian lakukan. Tetapi... kalian akan kena ba-
tunya. Sekarang, aku hendak menuju Ngarai Jala Ke-
matian. Ingin kulihat apa yang dilakukan murid sialan
yang membawa lari murid Dewi Bulan dan kabur begi-
tu saja dariku."
Sementara itu dengan penuh kegeraman Sindung
Ruwit berkata, "Perempuan tua keparat! Rasanya aku
sudah tidak tahan untuk mencabik-cabik tubuhnya!!"
"Begitu pula denganku! Nenek sialan itu bisa berla-
ku semena-mena terhadap kita! Tetapi bila kita tak
mau melayani birahinya, sudah tentu kita yang akan
dibikin mampus! Ke mana pun kita pergi, nenek celaka
itu pasti bisa menemukan!" sahut Hantu Kali Berantas
sambil kepalkan kedua tangannya. Lalu mengalihkan
pandangannya pada Sindung Ruwit, "Hari sudah se-
makin senja. Kita tak boleh membuang waktu."
Sindung Ruwit menganggukkan kepala.
"Baik! Kita lakukan apa yang dihendaki perempuan
celaka itu! Kuharap kita bisa segera menemukan Iblis
Cadas Siluman dan mendapatkan benda sakti itu!"
Kejap lain, keduanya segera berkelebat dengan pe-
rasaan geram bertambah dalam pada Nenek Cabul.
Sepeninggal keduanya, berjarak sekitar delapan tom-
bak, satu sosok tubuh berpakaian keemasan bangkit
dari merebahkan tubuhnya di rerumputan. Pemuda ini
mengibas-ngibaskan rumput yang menempel di pakai-
annya. Di bibirnya tergigit sebatang rumput.
"Hmm... siapa yang akan kuikuti sekarang" Nenek
Cabul atau kedua lelaki itu?" desis si pemuda yang tak
lain Rajawali Emas adanya. Pemuda ini berpikir-pikir
sambil terus menghisap-hisap rumput di bibirnya.
Tangan kanannya menggaruk tangan kirinya yang
agak gatal karena rerumputan. Terlihat rajahan bu-
rung rajawali berwarna keemasan di kedua lengannya.
Lalu katanya setelah berpikir, "Sebaiknya, kuikuti saja
Sindung Ruwit dan Hantu Kali Berantas. Menurut si
nenek tadi, dia hendak berjaga-jaga di Gunung Lin-
tang. Mungkin dia menduga, Iblis Cadas Siluman akan
muncul atau melewati tempat itu."
Sepasang mata tajam Rajawali Emas menatap dua
sosok tubuh yang semakin lama semakin mengecil di
kejauhan. "Kurasa sudah cukup jaraknya. Biar kukejar seka-
rang!" Dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, pe-
muda bersenjata Pedang Batu Bintang ini segera ber-
kelebat. *** Bab 7 "TUNGGU!!" seruan itu terdengar keras dari mulut Hantu Kali Berantas sambil
hentikan larinya. Sindung
Ruwit pun berbuat yang sama kendati dia keluarkan
dengusan. Lelaki berwajah lonjong itu juga mengedarkan pan-
dangannya di hutan yang telah mereka injak. Malam
semakin beranjak turun. Tanpa diberi tahu lagi, Sin-
dung Ruwit paham mengapa Hantu Kali Berantas
menghentikan larinya.
Berjarak tiga tombak dari tempat mereka, terlihat
banyak pepohonan yang tumbang dan ranggasan se-
mak belukar yang rebah atau tercabut.
"Seperti telah terjadi pertarungan," duga Sindung
Ruwit. Hantu Kali Berantas menganggukkan kepala. "Bi-
sakah kau menebak siapa yang telah melakukan-nya?"
"Sinting!" dengus Sindung Ruwit. "Hanya seorang
yang memiliki ilmu yang dapat mengetahui apa yang
telah terjadi kendati orang itu tak berada di tempat ke-
jadian. Orang itu berjuluk Dewi Topeng Perak."
"Apakah Nenek Cabul...."
"Tidak! Bukankah kau juga mendengar kalau pe-
rempuan cabul itu hendak menunggu Iblis Cadas Si-
luman di Gunung Lintang?"
Hantu Kali Berantas terdiam beberapa saat. Lalu,
katanya, "Kalau memang demikian, berarti di tempat
sialan ini sebelumnya telah terjadi pertarungan. Sin-
dung Ruwit... ke mana jalan yang kita tempuh seka-
rang?" "Menilik keadaan, sangat sulit menentukan arah
mana yang kita tuju bila maksudmu untuk mencari
tahu siapa yang telah bertarung. Tetapi sebaiknya kita
terus melangkah, tapi ke arah Utara."
Hantu Kali Berantas terdiam. Dari wajahnya nam-
pak sekali kalau lelaki berlengan lebih panjang dari
lengan manusia layaknya berpikir. Kejap lain dia su-
dah berkata, "Kita teruskan langkah. Siapa tahu nasib
baik datang. Kita dapat menemukan Iblis Cadas Silu-
man." Kedua tokoh sesat itu segera melanjutkan langkah.
Setelah beberapa saat, Rajawali Emas yang bersem-
bunyi di balik ranggasan semak belukar muncul dan
berkelebat ke tempat di mana Hantu Kali Berantas dan
Sindung Ruwit sebelumnya berdiri.
Matanya memperhatikan tempat yang telah porak-
poranda, di mana sebelumnya telah terjadi pertarun-
gan antara Iblis Cadas Siluman dengan Beruang Mam-
bang. "Hmm... siapa yang telah bertarung dan bikin tem-
pat ini jadi berantakan?" desis si pemuda sambil pan-
dangi sekelilingnya. Tetapi kejap lain dia sudah tak
mempedulikan keadaan. Keningnya berkerut. "Apakah
si Nenek Cabul yang... oh! Aku baru ingat sekarang! Di
gunung itu si nenek tak kulihat sama sekali. Berada di
manakah dia" Bukankah sebelumnya dia punya ren-
cana untuk menunggu Iblis Cadas Siluman di sana"
Atau... ada sesuatu yang direncanakannya?"
Si pemuda kembali terdiam. Tetapi kemudian dia
segera putuskan untuk mengikuti Hantu Kali Berantas
dan Sindung Ruwit. Karena waktu yang telah terjedah
cukup lama, kali ini Rajawali Emas gagal menemukan
ke mana perginya Hantu Kali Berantas dan Sindung
Ruwit. Berulang kali dia berkelebat ke sana kemari dite-
mani malam yang terus beranjak, tetapi kedua orang
yang dicarinya tak ditemukan juga.
Sampai pendengaran tajam Rajawali Emas me-
nangkap suara teriakan yang membahana, "Orang-
orang celaka! Kini tibalah saatnya kalian mampus!"
Menyusul suara gebahan dan letupan yang cukup
keras. Tanpa berpikir lagi, pemuda dari Gunung Raja-
wali ini sudah berkelebat ke arah sumber suara.
Dari balik ranggasan semak, si pemuda melihat Hantu
Kali Berantas dan Sindung Ruwit sedang menggempur
seorang nenek berkebaya batik warna ungu yang ku-
sam, Iblis Cadas Siluman!
*** Bagaimana bisa terjadi hal seperti itu"
Seperti kita ketahui, saat ini Iblis Cadas Siluman
sedang mencari jalan keluar dari hutan yang luas dan
lebat ini. Tetapi sampai sejauh ini dia belum berhasil
melakukannya. Kelelahan yang cukup dalam membuatnya menjadi
gusar. Terutama mengingat Beruang Mambang yang
melarikan diri dengan licik.
"Setan laknat! Di mana orang berkepala plontos
itu" Apakah dia telah berhasil keluar dari tempat sia-
lan ini" Atau, dia bersembunyi mempergunakan il-
munya" Jahanam betul!!"
Selagi si nenek memaki-maki, pendengarannya me-
nangkap kelebatan ke arahnya. Sejenak guru Angin
Racun Barat ini membuka mata lebih lebar dengan
mulut merapat. "Dari kelebatan yang terdengar aku yakin ada dua
orang yang datang. Jelas bukan Beruang Mambang
ataupun Dewi Bulan yang entah berada di mana seka-
rang" Berada dalam keadaan kacau balau seperti ini
bisa jadi orang yang datang bukan membawa persaha-
batan. Sebaiknya...."
Si nenek memutus kata batinnya sendiri tatkala ke-
lebatan yang didengarnya itu semakin dekat. Segera
dia bergerak. Hanya dengan dua kali lompatan, tu-
buhnya sudah berada di atas sebuah pohon.
Beberapa kejap kemudian, nampaklah di matanya
dua sosok tubuh yang tak lain Hantu Kali Berantas
dan Sindung Ruwit. Seketika Nenek bertelinga sebelah
ini menggeram setelah mengenali kedua orang itu.
"Kesempatan ternyata datang sendiri. Dua manusia
celaka dari tiga orang yang dikatakan Dewi Bulan tiba
di sini tanpa dicari. Persetan dengan Beruang Mam-
bang sekarang. Hanya saja, bagaimana nasib muridku
yang menurut orang berkepala plontos itu, berada di
tangan Manusia Serigala?" batin si nenek bimbang.
Dan dia tersentak tatkala teringat sesuatu, "Celaka!
Apakah ramalan Malaikat Judi alias si Peramal Sakti
yang mengatakan kalau muridku akan berjodoh den-
gan Manusia Serigala membawa kenyataan?" si nenek


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makin dibuncah kebimbangan dalam. "Keparat! Ini tak
boleh terjadi! Aku tak sudi muridku berjodoh dengan
Manusia Serigala" Tetapi kedua orang celaka yang
hendak membunuhku ini... apakah harus kudiamkan"
Bodohnya!!"
Setelah berpikir keras, Nyi Randa Barong alias Iblis
Cadas Siluman melompat dari satu pohon ke pohon
lain tanpa menimbulkan suara. Karena dia berada di
atas, dia berhasil melampaui keduanya orang yang di-
ikutinya. Tanpa banyak ucapan, si nenek segera melompat
menghadang kedua orang itu yang memicingkan mata
dan kejap lain tersenyum lebar.
Sudah tentu Hantu Kali Berantas dan Sindung Ru-
wit tersenyum lebar, karena saat itu pula sudah ter-
bayang di benak keduanya kalau mereka akan berhasil
menjalankan segala rencana.
Iblis Cadas Siluman menanyakan benda apa yang
kedua orang itu hendaki. Tetapi keduanya tak menja-
wab. Dan keadaan ini membuat si nenek menjadi gu-
sar. Dia segera menyerang.
Pertarungan sengit tak bisa terelakkan. Saat itu pu-
la terdengar teriakan-teriakan geram dan letupan ber-
kali-kali. Rajawali Emas yang melihat keadaan itu mendesis,
"Semuanya begitu serba kebetulan. Sepertinya telah di-
atur. Kedua orang itu secara tak sengaja berhasil me-
nemukan orang yang mereka cari. Biarlah kulihat dulu
sebelum kucampuri urusan."
Berjarak lima tombak dari hadapan Rajawali Emas,
pertempuran itu bertambah sengit. Iblis Cadas Silu-
man berusaha menghalau setiap serangan yang da-
tang. Sinar-sinar hitam yang melesat dari tiga buah
anting di telinga kirinya berhasil membuat jarak dari
kedua lawannya. Dan ini sangat menguntungkan, ka-
rena kedua lawannya tak berani lancarkan serangan
dari dekat. Kendati demikian, kedua orang sesat itu tak mau
bertindak ayal. Serangan keduanya bertambah dahsyat
dan mengerikan. Hanya saja mereka harus benar-
benar menjaga jarak.
"Setan keparat!" maki Hantu Kali Berantas yang
menyerang dengan kedua tangan lenturnya yang se-
perti dilempar. Dan setiap serangan yang dilakukan,
hasilnya sungguh mengerikan. Dedaunan dari sebuah
pohon langsung berguguran. Lelaki berkulit putih te-
rang ini mundur tiga tindak seraya berseru, "Sindung
Ruwit! Anting-anting di telinga perempuan tua keparat
itu benar-benar dahsyat! Apakah memang benda-
benda itu yang kita cari?"
Sindung Ruwit yang mundur pula seraya mengatur
napas menyahut dengan sorot mata tajam pada Nyi
Randa Barong, "Rasanya memang benda-benda itu
yang dimaksudkan Nenek Cabul. Tetapi, yang diingin-
kan Nenek Cabul hanya anting yang berada di tengah.
Aku yakin, anting itu lebih dahsyat dari yang lainnya.
Hanya saja, Iblis Cadas Siluman seperti tak mengeta-
huinya. Karena sejak tadi dia terus-terusan menyerang
seperti itu."
"Berarti, kita memang harus nekat mencecarnya."
"Sebelum dia menyerang dengan sinar-sinar hitam-
nya itu, dia tak banyak bisa berbuat. Tetapi sekarang
dia berada di atas angin. Kita pancing perempuan ce-
laka itu!"
Di hadapan mereka, Iblis Cadas Siluman menyipit-
kan sepasang matanya. Hidungnya yang bulat kelua-
rkan dengusan seraya membatin,
"Sejak tadi bertarung kedua orang keparat ini be-
lum juga mengatakan benda apa yang diinginkan. Ju-
ga tak jelas bagian mana dari tubuhku yang mereka
jadikan sasaran. Bila ada yang dituju, jelas gerakan itu
seperti hendak mengambil benda yang mereka henda-
ki. Apakah mereka sengaja menutupinya" Atau... me-
reka tak melakukannya karena kubuat jarak dengan
hantaman sinar-sinar hitam dari ketiga antingku ini"
Kalau begitu akan kupancing saja...."
Memikir sampai di sana, nenek berpakaian panjang
warna jingga ini sudah mencelat dengan kedua tangan
dikembangkan. Dia tak bermaksud menjaga jarak lagi.
Wussss! Hamparan angin deras mendahului pukulan si ne-
nek. Hantu Kali Berantas mendadak saja membuang
tubuh ke kanan, lalu mencelat ke belakang si nenek.
Sementara Sindung Ruwit membuang tubuh ke kiri se-
raya mencabut pedangnya yang segera digerakkan.
Wuuut! Wuuuutt! Menerima dua serangan dari arah yang berlawanan,
Iblis Cadas Siluman cukup dibuat terkejut. Hampir sa-
ja dia menggerakkan kepalanya agar sinar-sinar hitam
dari ketiga antingnya menderu. Tetapi urung dilaku-
kan tatkala teringat dia hendak mencari tahu apa yang
kedua orang ini hendaki.
Makanya, dia hanya melompat ke belakang dengan
gerakan cepat. Di tempat persembunyiannya, Rajawali Emas mem-
batin, "Melihat gelagat, sepertinya Iblis Cadas Siluman
sengaja membiarkan serangan itu datang. Aku yakin,
dia hendak mencari tahu apa yang kedua orang itu
hendaki. Menurut Raja Arak dan Naga Selatan kedua
orang itu termasuk si Nenek Cabul, menghendaki ant-
ing di bagian tengah milik Iblis Cadas Siluman. Dan
sejak tadi kulihat bukan hanya anting itu saja yang
dapat mengeluarkan sinar berbahaya. Lalu di mana le-
tak kesaktiannya bila ternyata memiliki kekuatan yang
sama seperti kedua anting lainnya" Jangan-jangan:..
memang tersembunyi satu kekuatan yang tak diketa-
hui. Tetapi mengapa Nyi Randa Barong tak mengeta-
huinya?" Di depan sana, Iblis Cadas Siluman keteter hebat.
Tapi sampai tubuhnya berkali-kali dihajar, dia belum
juga mengetahui apa yang dihendaki kedua orang itu.
"Jahanam betul! Lama kelamaan justru aku yang
akan mampus sebelum mengetahui apa yang mereka
hendaki! Terutama pedang di tangan Sindung Ruwit
yang berubah seperti delapan. Aku yakin, itulah jurus
pedang 'Delapan Penjuru Angin'. Keparat!" makinya
gusar. Dan rupanya nenek satu ini tergolong orang
yang kuat mental. Dibiarkan tubuhnya terkena haja-
ran demi mengetahui apa yang dihendakinya.
Tetapi Rajawali Emas berpikir lain, "Bisa celaka
Iblis Cadas Siluman bila terus menerus membiarkan
dirinya dihajar kendati dia masih berusaha menghalau
atau membalas! Ini tak boleh dibiarkan!"
Berpikir demikian, pemuda dari Gunung Rajawali
ini segera mencelat dengan pencalan satu kaki. Tepat
tatkala Iblis Cadas Siluman benar-benar terdesak tan-
pa menjaga jarak.
"Heaaaa!!"
Des! Des! Tangan kanannya menghalau pukulan Hantu Kali
Berantas sementara kaki kirinya menahan gempuran
Sindung Ruwit. Bukan hanya kedua orang itu yang terkesiap mun-
dur dan berdiri dengan kedua mata dipentangkan, Iblis
Cadas Siluman sendiri untuk sesaat mengeryitkan ke-
ningnya. Kejap lain dia sudah mendengus, "Pemuda
brengsek! Jangan campuri urusanku!"
Tirta nyengir seraya berseloroh, "Apa tidak ber-
bahaya bila kubiarkan kau dihajar terus menerus,
Nek?" "Jangan usil! Aku punya rencana...."
"Bila kau ingin mengetahui benda apa yang mereka
hendaki, adalah anting-anting di telinga peotmu itu,
Nek! Anting di bagian tengah!"
Si nenek bertelinga sebelah ini tanpa sadar meraba
anting-antingnya. Wajahnya berkerut tanda dia merasa
heran. "Apa maksudmu?" serunya kemudian.
Tirta mengalihkan pandangan pada Hantu Kali Be-
rantas dan Sindung Ruwit.
"Mengapa tidak kau tanyakan pada kedua orang
itu, Nek" Nah, kau lihat sendiri kan kalau wajah jelek
keduanya tegang" Itu berarti...."
"Hhhh! Sungguh suatu keberuntungan berhasil
bertemu dengan kau, Rajawali Emas!" potong Hantu
Kali Berantas seraya maju selangkah. "Nama besarmu
sudah terdengar ke telingaku! Dan dengar baik-baik!
Tinggalkan tempat ini ketimbang kau akan celaka!!"
Mendengar seruan orang berkulit putih terang den-
gan ikat kepala bergambar ikan pari di keningnya, Tir-
ta cuma mengangkat kedua bahunya saja.
Sikapnya memancing kegusaran yang dalam pada
kedua orang itu. Tetapi sebelum keduanya membuka
mulut, Iblis Cadas Siluman sudah membentak, "Jadi
anting di bagian tengah ini yang kalian hendaki" Hhh!
Jelas sudah sekarang kendati aku tidak tahu apakah
anting ini punya kesaktian lain seperti kedua anting
lainnya! Berarti...."
"Nenek tua celaka! Kau harus memberikan anting
itu kepada kami!!" sentak Sindung Ruwit dan orangnya
sudah menderu dengan serangan pedang hebat men-
garah pada kepala Nyi Randa Barong. Gerakan pe-
dang-nya menimbulkan angin yang menggidikan dan
sesekali berkilau tertimpa cahaya rembulan.
Hantu Kali Berantas yang hendak menyerang kem-
bali harus terhalang oleh Rajawali Emas yang telah
berdiri di hadapannya.
"Biarkan mereka bermain-main sejenak. Bila kau
ingin melemaskan otot, biar kulayani!" seru si pemuda
berpakaian keemasan sambil tersenyum.
Semakin gusar Hantu Kali Berantas yang merasa
keinginannya bersama Sindung Ruwit untuk menda-
patkan benda sakti yang mereka inginkan sekaligus
nyawa Iblis Cadas Siluman gagal. Tak mau menunggu
lama, orang berkulit putih terang ini meluruk dengan
kedua tangan disatukan kepada Rajawali Emas.
Dari gerakan yang diperlihatkan lawan, Tirta yakin
kalau serangan itu bukan serangan sembarangan. Se-
gera saja dia menderu seraya mengalirkan tenaga
surya pada kedua tangannya. Seketika menghampar
udara panas yang menindih hawa dingin di tempat itu.
Blaarr! Benturan keras terjadi dan menimbulkan suara le-
tupan keras. Masing-masing orang mundur tiga tin-
dak. Kedua tangan Rajawali Emas bergetar. Sementara
Hantu Kali Berantas mengeluarkan darah di sela-sela
bibirnya. "Celaka! Masih semuda itu tenaganya begitu hebat!
Dan hawa panas yang keluar dari tubuhnya sungguh
mengerikan. Bisa-bisa urusan yang hampir terselesai-
Rahasia Suling Kematian 2 Pendekar Slebor 31 Iblis Penghela Kereta Asmara Pasak Dewa 2
^