Pencarian

Lembah Karang Hantu 3

Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu Bagian 3


Malah serangannya semakin menjadi-jadi dengan
nafsu untuk membunuh Rajawali Emas yang makin
meninggi. Tak tanggung lagi, kedua tangannya yang te-
lah berubah menjadi warna merah digerakkan. Ru-
panya dia telah menggabungkan ilmu yang dipelaja-
rinya dari Nenek Cabul dengan ilmu milik Datuk
Bayangan. Wuuuttt! Wuuuttt!
Menghampar sinar merah yang mengeluarkan sua-
ra menggidikkan ke arah Tirta yang segera menghindar
dengan jurus 'Rajawali Lingkar Bumi'
Akibatnya dalam waktu yang singkat tempat itu te-
lah porak poranda seperti diamuk oleh puluhan gajah
liar. Kendati demikian, Tirta tak mau mengalah begitu
saja. Kali ini segera dikerahkan tenaga surya dalam
tubuhnya yang digabungkan dengan jurus 'Lima Kepa-
kan Pemusnah Jiwa'.
Saat itu pula tempat itu berubah menjadi panas
yang tinggi. Untuk sesaat Pangeran Merah kelihatan
terkesiap, namun dia tak pedulikan semuanya. Bah-
kan dengan tertawa-tawa dia menerjang seakan me-
nyongsong gempuran Rajawali Emas.
Dan lagi-lagi justru Tirta yang terlempar ke bela-
kang sementara Pangeran Merah tetap tak kurang sua-
tu apa. "Luar biasa!" desis pemuda dari Gunung Rajawali
ini sambil mengusap darah yang merembas di kedua
ujung bibirnya dengan pandangan kagum. "Khasiat
Anting Mustika Ratu memang tiada banding. Seluruh
jurus yang diajarkan Bwana di Gunung Rajawali bah-
kan telah dipadukan dengan tenaga surya tetap tak
membawa akibat apa-apa. Rasanya... ya, ya... akan
kucoba dengan Pedang Batu Bintang."
Berpikir demikian, pemuda berikat kepala dan ber-
pakaian lengan pendek warna keemasan ini memutar
tubuh ke belakang. Saat memutar tadi dia telah men-
cabut pedang yang berwarangka dan dipenuhi untaian
benang keemasan.
Sraaattt! Seketika menghampar sinar terang berwarna kee-
masan dari Pedang Batu Bintang. Sebuah pedang yang
ditempa dari benda langka yang bernama Batu Bin-
tang. Pedang yang di ujung hulunya terdapat sebuah
relief bintang dan di kedua pangkal hulunya terdapat
ukiran kepala burung rajawali tolak belakang, kini ter-
pegang kukuh di tangan kanan Rajawali Emas.
Berjarak tiga tombak di hadapannya, Pangeran Me-
rah menghentikan gerakan. Sepasang matanya tak
berkedip memandang pada pedang yang memancarkan
sinar keemasan yang menerangi tempat itu.
"Menilik dari cahayanya aku yakin pedang itulah
yang disebut Pedang Batu Bintang. Hmmm... sang-
gupkah kekebalan yang kumiliki dari khasiat Anting
Mustika Ratu ini menahan gempuran Pedang Batu
Bintang?" sesaat pemuda sesat ini ragu-ragu. Perla-
han-lahan dia meneruskan gumamannya, "Bila tak
kucoba memang tak membuktikan apa-apa. Tetapi ba-
gaimana kalau dugaanku salah" Bisa-bisa diriku yang
akan celaka! . 'Hanya saja... peduli setan! Aku harus
mencobanya!!" Memutuskan demikian, pemuda sesat
ini lipat gandakan seluruh tenaga dalamnya. Kembali
digabungkan ilmu yang dipelajarinya dari Nenek Cabul
dan Datuk Bayangan.
"Kerahkan seluruh ilmu yang kau miliki, Rajawali
Emas! Karena, itu adalah kebisaan terakhir yang akan
kau lakukan!!"
Tirta hanya balas memandang tajam dengan wajah
tenang. Kendati demikian, hatinya bergetar juga.
"Aku hanya bisa berharap Pedang Batu Bintang
mampu menahan setiap serangan pemuda ini Bila
memang...."
Kata batin Rajawali Emas terputus tatkala dengan ,
teriakan mengguntur Pangeran Merah telah mener-
jang. Tak mau menunggu, Rajawali Emas pun bergerak
seraya menggerakkan Pedang Batu Bintang di tangan-
nya. Sraaattt! Wutt!! Cahaya terang keemasan semakin berpendar dan
menerangi tempat itu.
Dari gerakan yang diperlihatkan oleh Pangeran Me-
rah, jelas sekali pemuda sesat itu tak mau menghin-
dar. Semua dilakukan untuk membuktikan dugaan-
nya. Sedangkan Tirta sendiri tak mau bertindak ayal.
Pedang Batu Bintang tepat menghantam dada Pange-
ran Merah. Namun... astaga!
Crookkk! Pedang sakti itu ternyata tak mampu melukai tubuh
Pangeran Merah kendati pemuda berkumis tipis itu
terhuyung tiga tindak ke belakang.
Sementara Tirta terkesiap tak percaya, Pangeran
Merah yang telah berdiri tegak terbahak-bahak lebar.
"Kau hanya mengunci dirimu dalam kesia-siaan be-
laka, Rajawali Emas! Berarti, ajal memang akan datang
kepadamu melalui kedua tanganku!"
Habis membentak demikian, Pangeran Merah seke-
tika menerjang ke arah Rajawali Emas yang masih
memandang pada Pedang Batu Bintang dengan tata-
pan tak percaya.
Kejap lain, pemuda dari Gunung Rajawali ini segera
menghindar ke belakang dan masih mengayunkan
kembali Pedang Batu Bintang sebagai hambatan.
Namun Pangeran Merah yang benar-benar berada
di atas angin, tak mempedulikan semuanya. Kendati
dia sempat terhalang beberapa kali namun satu joto-
sannya telah menghantam dada Rajawali Emas hingga
pemuda itu tersungkur ke belakang.
Saat berdiri kembali, kedua kaki Tirta agak goyah.
Darah bukan hanya keluar dari mulut sekarang, tetapi
juga mengalir dari hidungnya.
Napas Rajawali Emas memburu keras. Wajahnya
cukup tegang dan aliran darahnya dirasakan begitu
kacau. Kendati demikian dia berusaha untuk menjaga
keseimbangannya, terutama saat dilihatnya Pangeran
Merah sudah siap menggebrak kembali.
"Aku tahu kau masih sanggup bertarung beberapa
jurus, Rajawali Emas! Tetapi nampaknya, apa pun
yang akan kau buat tak akan berarti banyak! Seka-
rang... terimalah kematianmu!" seru Pangeran Merah
seraya mencelat ke muka. Namun....
'Tunggu!.'"
Satu seruan bernada keras terdengar dan bersa-
maan dengan itu terdengar suara tanah berderak.
Seketika Pangeran Merah tolehkan kepala dengan
pandangan gusar. Untuk beberapa saat dia kernyitkan
keningnya mendapati orang yang bersuara tadi muncul
dari dalam tanah, Kejap lain, segera saja terdengar
makiannya kalap, "Manusia berkepala licin! Lancang
sekali kau menahan keinginanku, hah"!!"
Sementara Tirta yang melihat siapa orang itu men-
desis dalam hati, "Beruang Mambang...."
*** Orang yang baru muncul dari dalam tanah dan
menepiskan tanah-tanah yang masih melekat di tu-
buhnya, berwujud tinggi besar. Kepalanya plontos
mengkilat terkena cahaya matahari. Mata kirinya ter-
tutup kulit warna putih yang diikat ke belakang kepa-
lanya. Dan segera Saja lelaki tinggi besar berpakaian war-
na putih terbuat dari kulit beruang yang memang Be-
ruang Mambang adanya rangkapkan kedua tangan di
depan dada dengan sikap hormat.
"Maafkan kalau aku ternyata telah berlaku lancang.
Tetapi tak sekalipun punya niatan dalam diriku untuk
mengganggu keinginanmu. Hanya saja sebelum kau .
membunuh pemuda itu, perkenankan aku bertanya
dulu padanya tentang satu hal."
Sesaat Pangeran Merah terdiam dengan pandangan
tak berkedip. Lalu terdengar bentakannya yang keras'
tanda dia tak suka dengan apa yang diperlihatkan oleh
orang di hadapannya.
"Setan berkepala plontos! Ilmu apa yang kau miliki
hingga berani berlaku demikian, hah"!"
Lelaki tinggi besar berkepala plontos menyipitkan
mata kanannya tanda tak suka mendengar kata-kata
orang itu. Namun, Beruang Mambang yang sebelum-
nya mengikuti ke mana perginya Pangeran Merah,
Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit, tahu apa
yang telah terjadi. Karena dengan mempergunakan il-
mu 'Mati Tanah'-nya, sejak pertama kali pertarungan
dahsyat itu terjadi, Beruang Mambang sudah berada di
sana dan mengetahui semuanya.
Sebenarnya dia tak mau ambil risiko bersikap de-
mikian. Hanya saja lelaki berkepala plontos yang tahu
kalau Rajawali Emas adalah murid Bidadari Hati Ke-
jam, si nenek berkonde yang membuatnya mendendam
dalam, mencoba untuk mengambil kesempatan dengan
mengorek keterangan dari Rajawali Emas tentang ke-
beradaan Bidadari Hati Kejam.
Namun dia pun tak mau mengambil risiko dari ke-
marahan Pangeran Merah. Makanya dia segera berka-
ta, "Jelas aku tak memiliki ilmu apa-apa dibandingkan
dengan kesaktianmu, Pangeran Merah. Aku hanya in-
gin mengetahui di mana Bidadari Hati Kejam, guru
pemuda . yang siap kau bunuh itu berada"!"
"Ada urusan apa kau dengan Bidadari Hati Ke-
jam"!"
Segera saja Beruang Mambang menceritakan apa
yang terjadi selama ini. "Dan aku tak akan pernah me-
nutup diri sebelum melihat ajal Bidadari Hati Kejam.
Pangeran Merah... bila kau kabulkan kesempatan ini
kepadaku, aku akan mengabdi kepadamu seumur hi-
dupku!" Tertawa panjang Pangeran Merah mendengar kata-
kata orang itu.
"Bagus! Aku senang mendengar kata-kata yang kau
ucapkan itu! Silakan kau menanyainya!!"
Sementara Beruang Mambang mengucapkan terima
kasih dan mendekati Rajawali Emas, Pangeran Merah
diam-diam membatin, "Hmmm... kau sebenarnya me-
miliki kelicikan yang cukup lumayan, Beruang Mam-
bang. Tetapi orang semacammu yang kupikir cukup
punya ilmu, akan menjadi orang suruhan yang sangat
berguna." "Nyawamu nampaknya tak akan memakan waktu
lama lagi hinggap di jasadmu, Rajawali Emas," kata
Beruang Mambang satu tombak di hadapan pemuda
dari Gunung Rajawali yang telah mengatur napas. "Ke-
timbang kau akan membuang nyawa sia-sia, lebih baik
katakan dimana Bidadari Hati Kejam berada!"
Tirta tersenyum seraya masukkan kembali Pedang
Batu Bintang ke warangkanya. Lalu masih tersenyum
dia berkata, "Orang yang hanya bias pergunakan ke-
sempatan adalah orang yang pengecut. Lelaki yang tak
pernah ke tukang cukur, apakah kau memang seorang
yang pengecut"!"
Mengkelap wajah lelaki tinggi besar yang di perge-
langan kedua kaki dan tangannya terdapat untaian
taring yang dirajut menjadi gelang. Namun dia masih
berusaha tindih kemarahannya. Pikirnya, menghadapi
Rajawali Emas yang kelihatannya sudah menjadi bu-
lan-bulanan serangan Pangeran Merah, sudah tentu
urusan yang mudah.
Tetapi orang berkepala plontos ini berpikir lain. Dia
justru tak ingin membuang tenaga percuma. Bahkan
yang diharapkan, kalau akhirnya Pangeran Merah
yang tetap membunuh pemuda berpakaian keemasan
di hadapannya sementara dia akan menggebrak untuk
menyambar Anting Mustika Ratu yang berada di balik
pakaian Pangeran Merah.
"Jangan mencoba untuk menguji kesabaranku, Ra-
jawali Emas! Untuk saat ini, kau tak memiliki daya un-
tuk menghadapiku!"
Tirta nyengir. Lalu berkata mengejek, "Wah! Aku ja-
di ketakutan, nih! Cuma ya... juga jadi penasaran Me-
mangnya kau sanggup, Orang Pengecut?"
Beruang Mambang benar-benar menindih kegera-
mannya. Dia berpaling pada Pangeran Merah, "Pange-
ran Merah... kupikir tak ada gunanya berlama-lama
lagi. Bila kau menghendaki nyawa pemuda ini, silakan
kau lakukan!"
"Kau pikir aku tak tahu apa yang ada di benakmu,
Manusia Plontos?" batin Pangeran Merah sambil terse-
nyum Lalu katanya seraya maju dua tindak, "Bila me-
mang demikian, sudah barang tentu aku akan men-
gambil apa yang menjadi milikku."
Beruang Mambang hanya anggukkan kepala. Di-
am-diam dia tersenyum dalam hati.
Namun membunuh Rajawali Emas yang kendati
sebelumnya menjadi bulan-bulanan, bukankah semu-
dah membalikkan telapak tangan. Bahkan Pangeran
Merah harus kembali mengeluarkan seluruh ilmunya
karena dengan gigih Rajawali Emas menghadapinya.
Ada satu pikiran di benak pemuda dari Gunung Ra-
jawali itu, "Sebenarnya masih ada dua ilmu simpanan-
ku warisan dari Eyang Malaikat Dewa dan Manusia
Agung Setengah Dewa. Tetapi kupikir, Pangeran Merah


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendapatkan kesaktian itu berkat Anting Mustika Ra-
tu. Rasanya terlalu riskan. Bila saja waktu tiga hari
berlalu dan Anting Mustika Ratu kudapatkan, dia
hanya akan menjadi tikus got belaka! Dan bila kuper-
gunakan ilmu 'Matahari Rangkul Jagat' warisan dari
Manusia Agung Setengah Dewa, ku khawatirkan Ant-
ing Mustika Ratu akan lebur terkena hawa panas ber-
kekuatan hampir setengah panas matahari."
Sementara Pangeran Merah harus bekerja keras
untuk mewujudkan apa yang diinginkannya, Beruang
mambang yang memperhatikan berpikir, "Ini kesempa-
tanku untuk menghajar Rajawali Emas. Baiknya ku-
persingkat saja biar Pangeran Merah tak terlalu lama
bertindak."
Memutuskan demikian, orang tinggi besar ini sege-
ra berkelebat ke muka. Namun mendadak saja satu
perubahan angin yang luar biasa kerasnya mengge-
brak ke arahnya.
Wrrrrrr! Membuat orang berkepala plontos itu melengak dan
tanpa bisa kuasai keseimbangannya, tubuhnya ter-
bawa gelombang angin dahsyat itu.
Menyusul satu suara membedah seantero tempat,
"Kraaagghhhh!!"
Pangeran Merah yang sedang menggempur Rajawali
Emas tanpa menghiraukan serangan balasan Rajawali
Emas, seketika melompat lima tindak ke belakang. Se-
gera saja pemuda berkumis tipis ini mendongak.
Dilihatnya seekor burung rajawali raksasa berwar-
na keemasan terbang dengan mengeluarkan koakan
keras di angkasa, yang cukup membuat telinga menja-
di pekak. Lalu menukik ke arah Beruang Mambang
yang segera bergulingan.
Crak! Crak! Blaaarrr! Sebuah batu karang besar langsung hancur terkena
cengkeraman kedua kaki Bwana yang besar. Kepakan
kedua sayapnya yang menimbulkan angin raksasa
menggebrak dua buah batu karang yang bergeser tiga
tombak dan menumbangkan sebuah pohon.
Rajawali Emas yang kembali mengatur napas terse-
nyum. "Hmmm... dia memang sahabat sejati. Mungkin na-
lurinya mengatakan kalau aku sedang dalam bahaya,"
desisnya dalam hati. Lalu arahkan pandangannya pa-
da Pangeran Merah yang masih tak percaya dengan
apa yang dilihatnya. "Kalau memang keadaannya se-
perti ini, rasa-rasanya... terpaksa aku mengeluarkan
ilmu 'Inti Roh Rajawali' atau 'Matahari Rangkul Jagat'.
Kendati terlambat, masih untung aku bisa mempergo-
kinya sebelum dia malang melintang dengan ilmu keb-
al tiada bandingnya."
Dari rasa terkejutnya, Pangeran Merah mendelik
gusar melihat apa yang dilakukan oleh burung rajawali
raksasa itu. Beruang Mambang yang sudah bersiap
dan melepaskan pukulannya, harus lintang pukang
menghindari sambaran angin dari kepakan kedua
sayap Bwana. Kejap lain, dengan pandangan makin liar pemuda
berkumis tipis itu merandek dingin pada Rajawali
Emas, "Aku tahu burung rajawali raksasa celaka itu
adalah peliharaanmu! Suruh dia hentikan serangan-
nya!!" "Wah! Biasanya Bwana tak mau diperintah seperti
itu! Tetapi kan lumayan, daripada Beruang Mambang
nganggur," sahut Tirta nyengir.
Mendidih darah Pangeran Merah. Pertama, keingi-
nannya untuk segera mendesak dan menghabisi Raja-
wali Emas jadi tertahan dengan kemunculan Beruang
Mambang. Kedua, selagi dia berusaha mendesak, Tirta
masih mampu menghadapinya. Ketiga, mendadak saja
muncul burung rajawali raksasa itu.
Tak kuasa menahan seluruh kemarahan dalam darah-
nya dia berseru keras,
"Setan! Akan kurobek-robek tubuhmu!!" '
"Terpaksa... ya terpaksa akan kupergunakan ilmu
'Matahari Rangkul Jagat'," kata Tirta dan diam-diam
mulai mempersiapkan ilmu langka warisan dari Eyang
Sampurno Pamungkas - guru Manusia Pemarah - di
Gunung Siguntang. ,
Namun sebelum Pangeran Merah menyerang dan
Rajawali Emas membalas, dua sosok tubuh berkelebat
ke arah mereka. Dan salah seorang sudah berucap,
"Pangeran! Beristirahatlah! Biar pemuda ini kami yang
menghadapi!!"
Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit muncul
Keduanya langsung menatap tajam Rajawali Emas
dengan kaki dipentangkan.
Namun belum lagi ada yang membuka mulut kecu-
ali terdengar gempuran dahsyat Bwana pada Beruang
Mambang yang kini pakaian dari kulit beruangnya te-
lah robek karena berulang kali tubuhnya membentur
batu karang, terdengar satu suara membentak keras,
"Bocah kebluk! Urusan kedua manusia itu biar aku
yang hadapi! Panggil Bwana, biar orang berkepala
plontos itu bisa kukepruk sekalian!!"
"Apakah kau tak mengundang kami untuk bergem-
bira bersama-sama, Bidadari Hati Kejam?" menyusul
seruan itu dan munculnya dua sosok tubuh yang tak
lain Dewi Bulan dan Mata Malaikat.
*** Bab 10 MASING-MASING orang, baik yang sejak tadi sudah
berada di sana maupun yang baru muncul, saling
pandang. Seolah menjajaki kekuatan satu sama lain.
Dan pandangan tajam terdapat dari beberapa orang
yang melihat orang yang dibencinya berada di sana.
Suasana terasa cukup angker. Yang terdengar hanya
gebrakan dahsyat Bwana pada Beruang Mambang
yang mencoba menahan dengan jurus 'Perisai Sejuta
Baja' dan sesekali menyerang.
Sementara itu tanpa mereka sadari, sepasang mata
yang sejak tadi memperhatikan dari balik sebuah batu
karang besar berjarak lima belas tombak dari mereka,
bergumam pelan, "Ternyata Mata Malaikat hadir pula
di sini. Ah, perasaan malu dan menyesal sebenarnya
masih menyiksaku. Rasanya aku... peduli setan! Aku
akan tetap membunuh Manusia Serigala! Tetapi di
mana dia berada" Baiknya, kulihat saja apa yang akan
terjadi. Dan... hei! Tak salahkah penglihatanku, orang
yang berkelebat di kejauhan itu adalah Resi Hitam"
Dan sepertinya kulihat pula dua sosok tubuh di sebe-
lah kanan sana. Dan mereka.... Manusia Pemarah dan
Iblis Cadas Siluman. Benar-benar kejadian yang san-
gat langka. Kurasa... keparat!! Bukankah sosok tubuh
yang bergerak di antara tiga orang lainnya itu adalah
Manusia Serigala?"
Sepasang mata jernih yang ternyata milik Dewi Se-
gala Impian berputar. Jelas sekali kalau dia tengah
berpikir. Seperti diketahui, setelah meloloskan diri dan tak
mau meladeni keinginan busuk Resi Hitam, perem-
puan yang memiliki sejuta pesona ini meneruskan
langkah setelah membaca kembali gulungan daun lon-
tar yang dikenalinya miliknya sendiri dari pinggang Ra-
jawali Emas untuk mencari Manusia Serigala. Kendati
Manusia Serigala adalah putranya sendiri hasil hu-
bungannya dengan Hantu Seribu Tangan, Dewi Segala
Impian tak mau peduli. Dia hendak mengubur semua
masa lalunya, termasuk membunuh Manusia Serigala.
Dan keinginan itu semakin kuat tatkala dilihatnya
Manusia Serigala berada di sini pula. Kejap lain dia
sudah melompat keluar dari persembunyiannya.
Lagi-lagi mereka saling pandang. Pandangan Dewi
Segala Impian berulang kali beralih dari Resi Hitam,
Mata Malaikat dan Manusia Serigala yang semakin
mendekat. Perasaannya sempat dibuncah oleh berba-
gai perasaan tak menentu.
Suasana angker itu dipecahkan oleh seruan Pange-
ran Merah tatkala melihat Dewi Berlian yang muncul
kemudian. "Sudah kuduga, kalau kau akhirnya tak tahan un-
tuk bertemu denganku, Dewi! Mari! Dihadapan guru-
mu itu kita ikat diri dalam tali pernikahan!!"
Si gadis yang tengah mengatur napas dan mengha-
pus keringat di wajahnya, mengkelap mendengar kata-
kata kotor itu. Tetapi segera ditindihnya sambil men-
ganggukkan kepalanya hormat pada gurunya yang
berdiri di sebelah Mata Malaikat.
Terdengar suara Raja Arak yang datang bersama
Naga Selatan, Angin Racun Barat dan Manusia Seriga-
la setelah menenggak araknya, "Polong! Sebenarnya
kau memang mengundang orang-orang ini, atau mere-
ka yang tak ada kerjaan datang ke sini?"
Si nenek lanjut usia bertongkat hitam yang ujung-
nya terdapat ukiran kepala naga, terkikik, "Hik... hik...
hik... aku tidak tahu. Mungkin aku lupa. Tetapi... rasa-
rasanya... aku yakin aku tak sedang mengadakan pes-
ta sekarang!!"
Tak ada yang bersuara lagi. Masing-masing keliha-
tan berwaspada tinggi dan saling tatap dengan pan-
dangan geram. Keheningan itu dipecahkan oleh suara
Bidadari Hati Kejam,
"Tirta! Panggil pulang Bwana! Biar Beruang Mam-
bang menghadapiku!!"
Rajawali Emas diam-diam membatin, "Semua uru-
san saat ini adalah persoalan dendam dan masa lalu.
Juga keinginan untuk mendapatkan Anting Mustika
Ratu. Kata mendapatkan di sini ada beberapa arti. Per-
tama mendapatkan hendak menguasainya sendiri. Ke-
dua mendapatkan untuk mengembalikan pada pemi-
liknya yang sekarang diketahui milik Iblis Cadas Silu-
man. Dan ketiga mendapatkan untuk memusnahkan
benda yang kemungkinan besar akan menimbulkan
pertikaian berkelanjutan. Rasanya,,.."
"Bocah Kebluk! Apakah kau menjadi tuli, hah"!"
bentak si nenek berkonde lagi dengan mata mendelik
gusar. Rajawali Emas mengangkat kepalanya. Dari tem-
patnya dia melihat bagaimana Beruang Mambang lin-
tang pukang digebrak oleh Bwana.
"Guru... biarlah dia bermain-main dengan Bwana."
Lalu tanpa pedulikan pelototan gurunya, Rajawali
Emas berkata, "Masing-masing orang telah hadir den-
gan sendirinya ke tempat ini. Dan rasanya sulit meng-
hindari apa yang akan terjadi dengan berjuta urusan
dari masing-masing orang. Tetapi kuharap... jalan ber-
damai lebih baik ketimbang jalan kekerasan! Bukan-
kah ini sesuatu yang patut dipikirkan?"
"Tidak!" terdengar seruan pemuda sesat yang di
punggungnya terdapat dua buah pedang bersilangan
diiringi tawa mengejek. "Bila kau memang sudah tak
punya nyali lagi, silakan tinggalkan tempat ini!!"
Rajawali Emas menindih kegeramannya.
"Kekerasan bukan jalan terbaik dalam mengatasi
segala pertikaian. Berpikir jernih lebih baik ketimbang
saling bentrok hingga salah seorang bukan hanya
akan, mendapati luka-luka namun juga menemui ajal.
Apakah...."
"Kukatakan tadi, bila memang menjelma menjadi
tikus, silakan angkat kaki!" potong Pangeran Merah.
Lalu dengan kedua mata terpentang penuh ejekan dia
berkata, "Kendati demikian, tak mungkin saling ben-
trok tanpa persoalan yang jelas. Berarti, masing-
masing orang silakan memilih lawan"
Habis kata-kata pemuda sesat berkumis tipis itu,
Resi Hitam segera melompat menghadang Dewi Segala
Impian yang sebelumnya hendak melompat ke arah
Manusia Serigala. Dan ini membuat perempuan jelita
berpakaian panjang biru tua yang terbelah empat
hingga pinggang mendelik gusar, terutama setelah
mendengar kata-kata lelaki berkulit hitam legam.
"Mata Malaikat berada di sini, Permata. Tetapi aku
yakin, dia tak akan mengusik apa yang hendak kita la-
kukan! Bukankah ini suatu keberuntungan?"
"Tutup mulutmu, Jahanam!!" bentak Dewi Segala
Impian dengan kedua tangan terkepal.
Bidadari Hati Kejam yang sebenarnya hendak me-
nemui Bwana untuk menghentikan serangannya pada
Beruang Mambang urung melangkah tatkala Hantu
Kali Berantas sudah menghadang di hadapannya den-
gan pandangan geram.
Sementara itu Sindung Ruwit menghadang Iblis
Cadas Siluman yang mendengus,
"Jangan coba cari urusan denganku!" bentaknya
sengit. Lalu perempuan tua berpakaian panjang warna
jingga ini melanjutkan bentakan, "Kulihat sosok Datuk
Bayangan terkapar tak berdaya! Katakan, siapa yang
memiliki Anting Mustika Ratu"!"
Terdengar tawa panjang berderai dari Pangeran.
Merah, hingga berpasang mata tertuju ke arahnya.
Perempuan tua keparat! Akulah yang telah me-
miliki Anting Mustika Ratu itu!"
"Setan muda! Serahkan kembali kepadaku!" seru
Iblis Cadas Siluman dan menggebrak ke arah Pangeran
Merah. Namun Sindung Ruwit yang tangan kirinya te-
lah kutung menghadang dengan satu tendangan me-
lingkar hingga si nenek mundur.
"Akulah lawanmu!!" dingin suara Sindung Ruwit.
Dan bentrokan masing-masing orang, yang telah


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemukan lawan segera terjadi. Saling gempur den-
gan kesaktian tingkat tinggi diperlihatkan. Dalam wak-
tu dua kejap saja tempat itu kembali menjadi makin
porak poranda. "Hik... hik... hik... sayang sekali bila kediamanku
ini ditumpahi oleh darah. Tambun... apa yang akan
kau lakukan?" terdengar suara Naga Selatan diiringi
kikikannya. Raja Arak menenggak arak-araknya sebelum men-
jawab, "Kupikir... lebih asyik bila kita memadu kasih
sementara mereka mengadu jiwa, Polong. Rajawali
Emas telah hadir di sini. Biar ini jadi urusannya ken-
dati aku tak yakin apakah dia akan mampu menyela-
matkan nyawanya sendiri."
"Setuju, aku setuju sekali. Ayo, Tambun! Kita ke
gubukku!!" sahut Naga Selatan sambil melangkah
mendahului hingga menimbulkan suara bergemerinc-
ing Raja Arak terkekeh dan dengan langkah limbung
dia menyusul. "Kau mau ketindihan bobot tubuhku,
Polong?" "Sinting! Sudah jelas tidak! Apalagi memadu kasih
padamu! Tetapi kalau yang kecil-kecil saja... hik...
hik... hik... mengapa tidak?" Bukankah ini mengasyi-
kan?" Lalu kedua tokoh aneh segolongan dengan Malaikat
Dewa, Manusia Agung Setengah Dewa dan Pendekar
Bijaksana segera berlalu dari sana. Yang satu tetap
terkikik dengan perdengarkan suara gemerincing
dari gelang di kedua kakinya sementara yang satu lagi
terkekeh sambil menenggak araknya.
Sementara itu, setelah menghela napas Mata Ma-
laikat berkata pada Dewi Bulan, "Dewi... apakah kau
hendak turun tangan pula sekarang?"
Perempuan bertudung kerucut itu memandang me-
sra pada lelaki yang selalu memejamkan kedua ma-
tanya. kupikir tidak. Kulihat muridku tak kurang suatu
apa. Dan nampaknya dia memang harus belajar ba-
nyak dari pengalaman. Bagaimana dengan kau sendi-
ri?" "Sejak semula kukatakan aku hanya penasaran in-
gin mengetahui apa yang terjadi. Rasanya...."
Perempuan yang selalu berpenampilan tenang me-
mandang serius pada Mata Malaikat yang menghenti-
kan kata-katanya sendiri.
"Apakah kau masih memikirkan Dewi Segala Im-
pian"' tanyanya hati-hati. Ada satu perasaan tak enak
bagi Dewi Bulan bila ternyata yang di tanyanya itu be-
nar. Sesaat Mata Malaikat tetap terdiam. Sejurus kemu-
dian dia menghela napas kembali.
"Rasanya tidak perlu lagi. Segala urusan dengannya
sudah tuntas Keinginanku untuk meminta pertang-
gungjawabannya pupus dengan sendirinya. Dapat ku-
rasakan kalau perempuan itu telah banyak diliputi
persoalan. Cuma... mengapa sahabatku si Resi Hitam
menyerangnya?"
"Mengapa kau tidak bertanya?"
Sudah. Itu bukan urusanku. Ayo, Dewi... kita tinggal-
kan tempat ini."
Lalu keduanya segera melangkah dan berlalu dari
sana, yang diantar pandangan heran Dewi Berlian, te-
tapi segera ditepiskan keheranannya itu.
"Sontoloyo! Semuanya sontoloyo!" terdengar suara
Manusia Pemarah jengkel. Dan berseru pada Bidadari
Hati Kejam yang sedang mendesak hebat Hantu Kali'
Berantas, "Cepat kau selesaikan manusia berkulit te-
rang itu, Kunti! Dan kita coba untuk berjalan bersama
dalam garis lurus kasih sayang!!"
Bidadari Hati Kejam menggeram. Tetapi bukan di-
karenakan ucapan Manusia Pemarah, melainkan sikap
Hantu Kali Berantas yang masih mencoba untuk tak.
mau mengalah. Si nenek berkonde sendiri tak mau membuang wak-
tu. Dalam tiga gebrak berikutnya, dia semakin mence-
car lelaki berkulit putih terang yang menyerang dengan
kedua tangan seperti dilempar.
Satu tarikan napas berikutnya, sosok Hantu Kali
Berantas sudah terkapar tanpa nyawa.
Seketika si nenek berkonde memalingkan kepala
pada Manusia Pemarah, "Lelaki bangkotan bau tanah!.
Apa-apaan kau bicara seperti itu, hah"!"
"Tidak usah berpura-pura lagi!" seru Manusia Pe-
marah tetap dengan suara keras dan mata selalu melo-
tot. "Apakah kau masih menutupi rahasia hati sonto-
loyomu itu, hah"!"
"Jangan sembarangan omong!!"
"Dasar sontoloyo! Ayo! Kau harus menganggukkan
kepala dan mengiyakan kalau kau menerima cintaku!"
"Sinting! Urusan aku mau menerima cintamu atau
tidak, urusan belakangan! Aku masih punya urusan
dengan Beruang Mambang...."
"Jangan berlaku bodoh! Urusan kau masih punya
urusan dengan Beruang Mambang atau tidak, urusan
belakangan! Yang jadi urusan sekarang adalah urusan
kita! Apakah...."
Kata-kata Manusia Pemarah terputus tatkala ter-
dengar lolongan dahsyat bernada kesakitan dari mulut
Beruang Mambang.
Rupanya orang berkepala plontos itu tak sanggup
menerima hajaran demi hajaran dari Bwana. Satu ke-
tika dia tergulung angin dari kepakan sayap kanan
Bwana. Dan tubuhnya untuk yang kesekian kali
menghajar batu karang. Kali ini ilmu kebalnya 'Perisai
Sejuta Baja' tak mampu lagi menahan, kepalanya
menghantam batu karang itu hingga remuk.
Bwana sendiri terbang berputaran sambil kelua-
rkan suara keras.
Manusia Pemarah melanjutkan ucapan tetap den-
gan nada marah-marah. "Apalagi yang menjadi uru-
sanmu, hah"! Apakah kau hendak mengepruk kepala
Beruang Mambang sekarang" Kalau memang iya, kau
bukan hanya sontoloyo! Tetapi luar biasa sontoloyo!"
"Setan tua!" seru Bidadari Hati Kejam yang bukan-
nya senang melihat Beruang Mambang mampus, tetapi
justru menjadi geram. "Apakah kau pikir...."
Seruan Bidadari Hati Kejam terputus karena tanpa
disangkanya, lelaki bangkotan berkuncir itu sudah
berkelebat dan merangkulnya erat-erat.
"Sontoloyo! Urusan aku memikir sesuatu atau ti-
dak, urusan belakangan! Aku mencintaimu! Dan aku
tahu kau mencintaiku! Apakah kau masih memungkiri
semua ini"!"
"Setan tua! Lepaskan aku! Lepaskan!!" sentak si
nenek berkonde kalap sambil memberontak.
"Benar-benar sontoloyo! Tak akan kulepaskan sebe-
lum kau membalas cintaku!"
"Mengapa tak kau katakan saja semua itu pada Ne-
nek Cabul, hah"!" seru Bidadari Hati Kejam keras na-
mun entah mengapa sekarang dia tidak memberontak.
"Perempuan peot pembentak! Sekali lagi kau kata-
kan itu, kujitak kepalamu!"
"Setan! Jangan berlagak bodoh! Apakah...."
"Sudah, sudah! Ayo kita berlalu dari sini!!"
Tanpa menghiraukan bentakan Bidadari Hati Kejam
namun tak memberontak Manusia Pemarah sudah me-
lepaskan rangkulannya. Lalu dengan cepat disambar-
nya tangan si nenek berkonde dan membawanya berla-
ri. "Lepaskan tanganku, Sinting! Lepaskan!!"
"Sampai kapan pun tak akan kulepaskan!!"
Keduanya terus berteriak-teriak dan semakin lama
semakin menjauh.
Rajawali Emas yang berdiri tegak tanpa mengalih-
kan pandangannya sedikit pun juga pada Pangeran
Merah diam-diam mendesah lega.
"Akhirnya kisah cinta Guru dengan Manusia Pema-
rah berakhir juga....
Pangeran Merah yang terdiam karena memikirkan
sesuatu membatin, "Mengapa Nenek Cabul belum tiba
disini" Apakah jauh perjalanan untuk menemui Ratu
iblis" Atau... jangan-jangan dia sudah mendapatkan
Trisula Mata Empat, pusaka sakti milik Raja Dewa dan
menghilang" Hmmm... kalau begitu bertambah jelas
jurang di antara aku dengannya. Biarlah dia menda-
patkan Trisula Mata Empat sementara aku menda-
patkan Anting Mustika Ratu."
Sementara itu Rajawali Emas membatin, "Untuk
saat ini yang membuatku agak waswas adalah Pange-
ran Merah yang telah meminum air rendaman Anting
Mustika Ratu. Dan aku yakin, mengapa sejak tadi dia
terdiam seperti tak menghiraukan keadaan di sekeli-
lingnya. Jelas kalau dia tengah memikirkan sesuatu.
Apakah... hei! Tak kulihat kehadiran Nenek Cabul di
sini" Bukankah perempuan cabul itu bersama-sama
dengan Pangeran Merah" Adakah sesuatu yang tengah
direncanakan dan dijalankan Nenek Cabul?"
Sementara kedua pemuda itu dibuncah berbagai
pikirannya, Iblis Cadas Siluman telah berhasil menja-
tuhkan Sindung Ruwit kendati tubuhnya berkali-kali
terkena hajaran lelaki berpakaian gombrang panjang
warna hitam terbuka di bahu kanan.
Dengan kemarahan tinggi, Iblis Cadas Siluman su-
dah menggebrak hebat. Dan tak sekali pun memberi
kesempatan pada lelaki yang sebelah tangannya telah
kutung itu untuk menghindar atau membalas, perem-
puan tua bertelinga sebelah ini menghajarnya sampai
tunggang langgang.
Dan satu tendangan memutar menghajar remuk
kepala Sindung Ruwit.
Praaak...! Terdengar suara berderak dan keluhan tertahan da-
ri Sindung Ruwit sebelum akhirnya ambruk dan nya-
wanya melayang.
Masih dengan napas terengah dan tubuh yang
agak sakit, si nenek berpakaian jingga ini alihkan pan-
dangan tajam pada Pangeran Merah, "Sekarang gili-
ranmu, Pemuda Sesat!!"
Seketika menyembur tawa Pangeran Merah yang
sangat keras. "Apakah kau pikir kau kembali mampu menghada-
piku" Nenek tua... lebih baik kau pulang untuk bersu-
sur! Aku masih bermurah hati untuk tidak mencabut
nyawamu! Tetapi sebagai gantinya, nyawa Rajawali
Emas yang akan menemani nyawa-nyawa manusia
yang telah mampus di sini!!"
Menggigil sekujur tubuh Iblis Cadas Siluman. Sam-
bil mengatur napasnya dia berkata, "Kau terlalu dibu-
takan oleh kesombongan padahal ilmu yang kau miliki
tak seberapa!"
Pangeran Merah merentangkan kedua tangannya.
"Mengapa kau tak mencobanya?"
Rajawali Emas yang menangkap gelagat tak men-
guntungkan yang diperlihatkan Iblis Cadas Siluman
segera berkelebat mendekati si nenek.
"Jangan gegabah. Berkat khasiat Anting Mustika
Ratu dia sulit dikalahkan."
"Peduli setan! Minggir kau!!" bentak Iblis Cadas Si-
luman geram. "Tahan kemarahanmu, Nek. Biar aku yang menga-
tasi semua ini...." ,s
"Diaaamm! Jangan coba menghalangiku!!"
Rajawali Emas menindih rasa jengkelnya yang men
dadak muncul melihat sikap Iblis Cadas Siluman. Na-
mun siapa pun orangnya, tak akan tahan mendengar
ucapan dan melihat sikap Pangeran Merah. Apalagi
saat dia berkata,
"Siapa pun yang ingin mampus, silakan maju! Aku
akan memberi jalan keluar tanpa biaya menuju kema-
tian...." Hampir tak kuasa Iblis Cadas Siluman menahan di-
ri Namun Angin Racun Barat yang setelah melihat so-
sok Datuk Bayangan terkapar pingsan dan segera
menduga apa yang terjadi, segera mendekat diikuti
Manusia Serigala.
"Guru... apa yang dikatakan Tirta memang benar
Air rendaman Anting Mustika Ratu yang pernah dimi-
num oleh Datuk Bayangan sempat membuat Kakek
Raja Arak dan Nenek Naga Selatan hampir-hampir tak
berdaya. Dan aku yakin kalau pemuda berjuluk Pange-
ran Merah itu telah melakukannya."
Iblis Cadas Siluman mendelik lebar pada muridnya
"Jangan turut campur urusanku!!"
"Benar!" sambar Pangeran Merah sambil menyerin-
gai. "Jangan campuri urusannya! Tetapi aku masih
berbaik hati untuk melepas nyawa siapa pun, kecua-
li... nyawa Rajawali Emas. Karena... aku masih punya
kesempatan untuk membunuh kalian satu persatu.
Hari ini atau di lain hari. Termasuk tokoh-tokoh seper-
ti Malaikat Dewa, Manusia Agung Setengah Dewa dan
Pendekar Bijaksana!"
Bukannya Iblis Cadas Siluman maupun Angin Ra-
cun Barat yang mengkelap, justru Tirta yang seketika
menoleh. Pandangannya tajam menusuk. Darah men-
didih dalam tubuhnya.
Dia tak suka mendengar kata-kata Pangeran Merah
yang melecehkan Eyang Malaikat Dewa yang sangat
dihormatinya. Dengan langkah sarat kemarahan, pemuda dari


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gunung Rajawali ini melangkah maju. Suaranya ang-
ker, dan tak terlihat sikap konyolnya.
"Kau sudah keterlaluan bicara, Pangeran Merah!
Sebelumnya aku mencoba agar tidak terjadi pertum-
pahan darah! Tetapi mulutmu memang keterlaluan!
Sekarang... jangan harap aku mengasihanimu lagi"!"
"Bagus! Aku suka sekali mendengarnya!"
Habis menyahut seperti itu, dengan menggabung-
kan ilmu yang dipelajarinya dari Nenek Cabul dan Da-
tuk Bayangan, pemuda yang merasa dirinya tak akan
terkalahkan karena telah meminum air rendaman Ant-
ing Mustika Ratu, sudah menggebah ke arah Rajawali
Emas! *** Bab 11 KEMBALI Rajawali Emas dengan pergunakan jurus
menghindar 'Rajawali Lingkar Bumi' melompat. Dia
menahan diri untuk tidak membalas kendati hatinya
sudah dibuncah kemarahan dalam, mengingat Pange-
ran Merah telah melecehkan orang yang sangat dijun-
jung tinggi. Dalam hatinya dia masih berharap agar pertikaian
ini dapat diselesaikan dengan jalan damai.
Gempuran dahsyat itu membuat Iblis Cadas Silu-
man, Angin Racun Barat, Manusia Serigala dan Dewi
Berlian mundur beberapa tindak.
Hati Dewi Berlian berkebat-kebit tak menentu. Ga-
dis yang diam-diam mencintai Rajawali Emas ini sudah
tak sabar untuk membantu. Namun ditahan keingi-
nannya itu mengingat kata-kata Rajawali Emas pada
Iblis Cadas Siluman tadi.
Sementara itu Pangeran Merah bertambah geram
karena sejak tadi tak satu pun serangannya yang men-
genai sasaran. Dikawal teriakan keras penuh kemara-
han dia terus mendesak Rajawali Emas. Bahkan kedua
pedangnya yang bersilangan di punggung segera dica-
but dan digebrakkan ke arah Tirta.
Setiap kali kedua pedang itu berkelebat, angin din-
gin membeset mengerikan. Dia terus mencecar dengan
kekalapan yang semakin nampak dan lama kelamaan
akhirnya membuat Tirta berpikir untuk melancarkan
serangan. Dengan sigap pemuda dari Gunung Rajawali ini me-
lompat ke belakang, menjaga jarak. Bersamaan kedua
kakinya menginjak tanah kembali, segera saja Tirta
memutar kedua tangannya ke atas. Lalu ke bawah dan
kembali ke atas. Setelah itu diusapkan kedua tangan-
nya satu sama lain. Menyusul tangan kanannya di-
usapkan pada lengan kirinya yang terdapat rajahan
burung rajawali raksasa, begitu pula sebaliknya.
Saat itu pula melesat dua bayangan rajawali raksa-
sa dari kedua rajahan di lengan kanan dan kiri Tirta,
yang segera melayang-layang tanpa mengeluarkan su-
ara. Bwana yang masih berputaran di angkasa berkoak
keras seperti gembira.
Tersentak Pangeran Merah melihat apa yang terjadi.
Begitu pula dengan Dewi Berlian dan Manusia Seriga-
la. Namun Iblis Cadas Siluman dan Angin Racun Barat
yang sebelumnya pernah melihat ilmu 'Inti Roh Raja-
wali' yang barusan dikeluarkan Tirta, sama-sama me-
nahan napas takjub (Untuk mengetahui di mana Iblis
Cadas Siluman dan Angin Racun Barat pernah melihat
Tirta mengeluarkan ilmu langka itu, silakan baca:
"Hantu Seribu Tangan").
Sementara dua roh rajawali raksasa yang terbang
tanpa keluarkan suara itu berputaran, Rajawali Emas
berkata pada Pangeran Merah, "Aku masih menghen-
daki jalan damai. Serahkan Anting Mustika Ratu pada
pemiliknya dan kita hentikan pertikaian ini!"
Seketika Pangeran Merah mengarahkan pandangan
pada pemuda berpakaian keemasan itu. Suaranya
angker saat bicara, "Biar kau kerahkan seluruh ilmu
aneh yang kau miliki, aku tak akan berlaku bodoh!
Bahkan... keinginanku untuk mencabut nyawamu se-
makin besar, Rajawali Emas!!"
Bersamaan teriakan mengguntur itu, sosok Pange-
ran Merah menggebrak lagi ke arah Tirta yang segera
melompat. "Tak ada jalan lain!" desisnya. Lalu sambil meng-
hindar dia berseru, "Dua Roh Rajawali! Beri pelajaran
pada pemuda ini!!"
Mendengar seruan itu, dua roh rajawali raksasa se-
gera menukik tanpa menimbulkan suara. Namun ge-
rakan keduanya mengeluarkan angin yang menggidik-
kan. Pangeran Merah tersentak. Segera dia putar tubuh
dan menggerakkan kedua pedangnya.
Bet! Bet! Plosss! Plosss! *
Di luar dugaannya, kedua pedangnya itu nyeplos
sementara kedua roh rajawali itu terus menukik ke
arahnya. Dengan pekikan tertahan Pangeran Merah berjum-
palitan menghindari terjangan itu.
Blaarrr! Blaarrr!!
Dua buah batu karang yang terhantam terjangan
dua roh rajawali berantakan menjadi serpihan. Dan
kedua makhluk gaib yang bersemayam di kedua raja-
han burung rajawali keemasan di kedua lengan Tirta,
kembali menerjang.
Lintang pukang Pangeran Merah dibuatnya. Kenda-
ti demikian, tubuhnya tak terluka terkena patukan,
sambaran kedua sayap maupun cengkeraman dua roh
rajawali itu. Dan dilemparnya kedua pedangnya. Dia
berusaha menerjang dengan pukulan "Tenaga, Inti
Bumi'. Lagi-lagi pukulan dahsyat ini nyeplos begitu saja.
Bertambah pias Pangeran Merah sementara tenaganya
mulai terkuras.
"Dua Roh Rajawali! Beri dia sedikit pelajaran!" seru
Rajawali Emas keras.
Mendadak saja salah satu bayangan rajawali raksa-
sa itu menyambar dan mencengkeram erat tubuh Pan-
geran Merah dengan kedua kakinya yang seketika ber-
teriak-teriak minta dilepaskan. Namun bayangan raja-
wali yang membawanya tak menghiraukan. Yang sa-
tunya menyusul diikuti oleh Bwana yang berkoak-koak
keras seperti mencerminkan kegembiraan.
Dan mendadak saja sesuatu yang mengeluarkan
warna berkilau merah dan biru meluncur jatuh. Segera
Rajawali Emas melompat untuk menyambarnya.
Tatkala dibuka telapak tangannya, dilihatnya benda
itu adalah Anting Mustika Ratu. Rupanya benda sakti
itu terjatuh dari balik pakaian Pangeran Merah.
Sementara itu, pertarungan antara Dewi Segala Im-
pian dengan Resi Hitam terus berjalan sengit kendati
keduanya tadi sempat terkejut melihat dua bayangan
roh rajawali raksasa.
Resi Hitam yang berniat untuk meniduri Dewi Sega-
la Impian rupanya harus bekerja keras. bahkan justru
dirinya yang terkena hajaran perempuan jelita berpa-
kaian biru tua. Dengan pergunakan ilmu 'Terobos Bu-
mi Tumbangkan Gunung' Dewi Segala Impian berhasil
menguasai pertarungan.
Dalam tiga gebrak berikutnya, jotosannya telak
menghantam dada lelaki berkulit hitam legam yang se-
gera muntah darah dan terhuyung ke belakang. Tan-
gan kanannya seketika menekap dadanya sementara
kedua matanya menyipit menahan nyeri
Perempuan penuh pesona yang tak mampu mena-
han diri lagi segera menggebrak dengan satu pukulan
dahsyat. Resi Hitam terkesiap. Dengan kerahkan sisa-sisa
tenaganya, lelaki berkulit hitam ini bergulingan ke be-
lakang dan melarikan diri dengan susah payah.
Dewi Segala Impian gagal mengejar dan dia pun
memutuskan untuk tidak mengejar lebih lanjut. Segera
saja dibalikkan tubuhnya.
Matanya berbinar angker memandang pada Manu-
sia Serigala yang bersama-sama dengan yang lainnya
tengah berkumpul. Saat itu Rajawali Emas sedang me-
nyerahkan kembali Anting Mustika Ratu pada Iblis
Cadas Siluman yang segera memakainya.
"Jaga baik-baik benda sakti yang berbahaya ini,
Nek. Bahkan kalau bisa, serahkan saja Anting Mustika
Ratu ini pada Raja Dewa. Mengingat Trisula Mata Em-
pat milik Raja Dewa berada di tangan Ratu Iblis si pe-
milik pertama Anting Mustika Ratu," kata Tirta kemu-
dian. Iblis Cadas Siluman menganggukkan kepala.
"Kupikir itu sebuah usul yang baik, Tirta."
"Barangkali memang iya. Hanya saja...
awaaaassss!!"
Mendadak saja pemuda dari Gunung Rajawali ini
berkelebat ke arah Manusia Serigala. Tangan kanan-
nya! mendorong tubuh pemuda berbulu hitam itu yang
segera terguling sementara tangan kirinya menangkis
serangan yang dilancarkan oleh Dewi Segala Impian.'
Mengkelap perempuan penuh pesona itu sambil
melompat mundur, Tatapannya gusar pada Rajawali
Emas tatkala kedua kakinya kembali menginjak tanah.
"Jangan campuri urusanku, Rajawali Emas" ben-
taknya angker dengan kedua tangan terkepal. Napas-
nya memburu sementara dadanya naik turun.
Tirta menarik napas panjang sementara Angin Ra-
cun Barat sudah memburu ke arah Manusia Serigala.
"Gila! Rupanya keinginan perempuan ini untuk
mengubur semua masa lalunya benar-benar bukan
omong kosong! Baruna alias Manusia Serigala adalah
putranya sendiri, darah dagingnya sendiri. Namun
manusia semacam Dewi Segala Impian ini tetap tak
akan memperdulikan keadaan macam apa pun juga,"
batin Tirta dengan pandangan waspada. Kejap lain dia
sudah berkata, "Dewi... Manusia Serigala terlahir karena perbua-
tanmu sendiri dengan Hantu Seribu Tangan! Seharus-
nya kau berpikir, kalau kau tak patut menurunkan"
tangan telengas padanya! Padahal kau tahu, Manusia
Serigala telah banyak mengalami kesengsaraan dalam
kehidupan yang dijalaninya! Ini adalah kesalahamnu
sendiri, Dewi! Bukan...."
Dewi Segala Impian maju dua tindak. Matanya ma-
kin mendelik gusar.
"Kukatakan tadi, jangan campuri urusanku! Apa
yang hendak kulakukan adalah kehendakku! Jangan
sampai...."
"I... bu...," terdengar suara terbatas namun sarat
dengan kerinduan itu.
Bukan hanya Dewi Segala Impian yang seketika
mengalihkan pandangannya ke arah kanan. Orang-
orang yang berada di sana pun memandang pada Ma-
nusia Serigala yang sedang berjalan mendekat dengan
dituntun oleh Angin Racun Barat.
Untuk sekejap perempuan jelita ini dibuncah kegu-
gupan. Baru disadarinya betapa selama ini tak sekali-
pun dia pernah mendengar ucapan 'ibu' dari darah da-
gingnya sendiri dan ini membuatnya sangat gelisah.
Namun kejap lain, Dewi Segala Impian sudah mem-
bentak, "Jangan panggil aku Ibu! Kau harus mati, Ba-
runa!!" "I... bu... a... pa... ke... sa... lahanku?" suara Manusia Serigala terbata-
bata. Kata-kata itu semakin membuat Dewi Segala Im-
pian menjadi tegang sendiri. Kelihatan sekali kalau dia
seperti tak tahu harus melakukan apa. Wajahnya se-
makin gelisah dengan tubuh yang mendadak gelisah.
Rajawali Emas diam-diam membatin, "Luar biasa...
apakah Angin Racun Barat yang mengajarkan Baruna
untuk berkata-kata seperti itu" Atau... semua ini ter-
jadi karena semata-mata nalurinya sebagai seorang
anak" Rasa-rasanya...ini kesempatan yang baik untuk
membujuk Dewi Segala Impian mengurungkan niat-
nya...." Sementara Dewi Segala Impian semakin nampak
gugup, Rajawali Emas maju selangkah seraya berucap
"Dewi... tak kau dengarkah kata-kata putramu sendiri"
Tak tertangkapkah oleh kedua telingamu betapa dia
merindukan dirimu" Atau... kau masih tetap dibuta-
kan oleh seluruh perbuatan masa lalumu hingga kau
tak sanggup menerima kenyataan sekarang ini" Jalan
yang ditempuh oleh setiap anak manusia memang
sangat panjang, namun suatu ketika perjalanan pan-
jang itu akan tiba pula di penghujung. Tergantung di
mana orang itu akan menghentikan perjalanannya.
Dewi... masih terbuka kesempatan untuk merenungi
dan menyesali segala apa yang pernah kau buat. Kare-
na..." "Tutup mulutmu, Rajawali Emas!" bentak Dewi Se-
gala Impian, namun kali ini suaranya bergetar. Entah
disadari atau tidak, kedua mata jernihnya seperti ter-
genang air. Dan dengan suara bertambah gemetar, pe-
rempuan jelita penuh pesona.ini berkata, "Kau terlalu
lancang berbicara seperti itu. Tetapi...."
Wuuutttt! Hanya itulah kata-kata terakhir dari Dewi Segala
Impian, karena perempuan itu sudah berkelebat ke be-
lakang dan berlalu. Masing-masing orang yang berada
di sana yakin kalau mereka mendengar isakannya.
Sementara itu Manusia Serigala melompat ke de-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pan, "Ibu!!"
Tetapi Dewi Segala Impian terus berlari dengan pe-
rasaan semakin direjam oleh kepedihan. Hatinya ma-
kin gundah gagal untuk tidak mendengar panggilan
Baruna. Angin Racun Barat perlahan-lahan mendekati Ma-
nusia Serigala. Perasaan asing yang pernah dialaminya
kini semakin membesar. Dan gadis yang pernah men-
cintai Pendekar Judi kini yakin kalau cintanya telah
beralih pada Manusia Serigala.
"Sudahlah, Baruna. Untuk saat ini, mungkin kau
tak bisa bercakap-cakap atau bertatap muka lebih la-
ma dengan ibumu. Barangkali, suatu saat nanti ke-
sempatan itu ada...," katanya penuh kasih sayang.
Manusia Serigala tak menjawab. Hanya sepasang
matanya yang terus mengarah pada sosok ibunya yang
akhirnya lenyap dari pandangan.
Suasana hening. Angin berhembus dingin.
Iblis Cadas Siluman membatin, "Apa yang pernah
diramalkan oleh Peramal Sakti alias Malaikat Judi
nampaknya membawa kenyataan. Dan seperti yang di-
katakan oleh Rajawali Emas tempo hari, urusan jodoh
memang digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Kalau
memang ternyata muridku berjodoh dengan Manusia
Serigala, aku pun rela menerimanya."
Habis membatin seperti itu, Iblis Cadas Siluman
berkata pada Rajawali Emas, "Akan kau apakan Pan-
geran Merah yang dibawa terbang oleh roh rajawali
itu?" Rajawali Emas alihkan pandangan.
"Aku tidak akan berbuat apa-apa. Hanya menunggu
tiga hari saja sampai khasiat air rendaman Anting
Mustika Ratu yang diminumnya lenyap."
Iblis Cadas Siluman palingkan kepala pada murid-
nya, "Diah! Aku hendak kembali ke Cadas Siluman, la-
lu menemui Raja Dewa untuk menyerahkan Anting
Mustika Ratu Apakah kau akan turut serta dengan-
ku?" Angin Racun Barat tergagap dan tak tahu harus
menjawab apa. Dia hanya memandang pada Manusia j
Serigala dengan tatapan kasih.
Iblis Cadas Siluman mengulapkan tangannya, "Su-
dahlah. Bila kau memang mencintainya, aku menga-
bulkan." Habis kata-katanya, sosok perempuan bertelinga
sebelah itu sudah berkelebat meninggalkan Lembah
Karang Hantu yang diantar oleh tatapan Angin Racun
Barat. "Maafkan aku, Guru... aku mulai sadar kalau aku
mencintai Baruna...," desisnya dalam hati.
Rajawali Emas yang mengerti perasaan Angin Ra-
cun Barat berkata, "Hei, hei! Kau tak usah gundah la-
gi, Diah" Sudahlah... tinggalkan saja tempat ini...."
Angin Racun Barat tersenyum.
"Kau sendiri?"
"Lho, lho... mengapa membingungkanku" Bukan-
kah ada Dewi Berlian yang akan menemaniku?"
Dewi Berlian yang sejak tadi terdiam, tersentak
mendengar kata-kata Tirta. Wajahnya semakin meme-
rah. Dan ini membuat Tirta semakin senang menggo-
da, "Aku yakin... kalau Dewi Berlian suka berdekatan
denganku...."
Angin Racun Barat tersenyum. Setelah mengucap-
kan terima kasih, diajaknya Baruna berlalu dari sana.
Sepeninggal orang-orang itu, Dewi Berlian berkata ge-
mas, "Kang Tirta ini... kok bicara ngawur?"
Rajawali Emas nyengir.
"O... jadi kau tidak suka, ya" Kalau begitu...."
"Ih! Sudah tentu aku suka!" sahut Dewi Berlian
dengan hati berbunga-bunga.
Rajawali Emas tertawa dan siap merangkulnya.
Namun urung tatkala terdengar suara, "Anak muda...
kau terlambat. Gadis yang mulai kau cintai itu sudah
berlalu bersama Manusia Serigala."
Seketika Rajawali Emas dan Dewi Berlian menoleh.
Dilihatnya dua sosok tubuh yang tak lain Raja Ular
Baja Putih dan Pendekar Judi tiba di sana.
Wajah Pendekar Judi nampak kuyu. Lalu dia ber-
kata menyahuti kata-kata Raja Ular Baja Putih, "Kau
benar, Orang Tua. Tetapi aku tak perlu menyesali se-
mua ini.... Hanya yang kusadari sekarang, kalau aku
telah menyia-nyiakan satu kesempatan baik sebelum
kusadari kesempatan itu telah lenyap."
"Kau memang tak perlu menyesali apa yang telah
terjadi. Ini harus kau jadikan pelajaran bagimu," kata
orang tua berikat pinggang terbuat dari baja dan di
ujungnya terdapat ukiran kepala ular. "Kalau memang
begini, rasanya tak perlu berlama-lama lagi di sini, bu-
kan?" "Kau benar, Orang Tua...," sahut Pendekar Judi
yang tatkala masih berada di kejauhan bersama Raja
Ular Baja Putih melihat Iblis Cadas Siluman, lalu An-
gin Racun Barat dan Manusia Serigala meninggalkan
Lembah Karang Hantu. Lalu dipalingkan kepalanya
pada Rajawali Emas, "Kita berjumpa lagi, Rajawali
Emas. Mungkin... kau bisa menduga tentang apa yang
kualami ini, bukan?"
Tirta tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Setelah berbasa-basi sejenak, Pendekar Judi berkata
pada Raja Ular Baja Putih, "Orang tua.... Mari kita
tinggalkan tempat ini."
Lelaki tua berpakaian ala seorang imam warna abu-
abu dan memiliki alis putih yang bertaut mengangguk-
kan kepalanya. Lalu berkata pada Rajawali Emas,
"Pendekar muda... nama dan julukanmu harum
berkumandang. Dan kuharap... kau tetap berada pada
jalanmu untuk membela kebenaran."
"Terima kasih, Orang Tua. Aku senang bisa berke-
nalan denganmu," sahut Tirta sopan.
Raja Ular Baja Putih segera mengajak Pendekar Ju-
di untuk berlalu dari sana.
"Apa sih yang mereka bicarakan?" tanya Dewi Ber-
lian tak mengerti. "Dan sepertinya kau mengerti, Kang
Tirta." Tirta menganggukkan kepalanya dan sangat paham
apa yang terjadi. Rupanya Pendekar Judi yang pernah
menolak cinta kasih Angin Racun Barat mulai mencin-
tai gadis itu. Entahlah, perjalanan yang dilakukannya
untuk mencari Angin Racun Barat itu sebuah kesia-
siaan atau tidak. Yang pasti menurut Tirta, merupakan
sebuah pelajaran berharga.
Lalu katanya sambil nyengir, "Mengapa harus me-
mikirkan soal itu. Yang terpenting sekarang..."
Dewi Berlian menatapnya dan bertanya tak sabar,
"Apa, Kang?"
"Tempat ini sudah sepi, lho!" sahut Tirta tersenyum
menggoda. "Ah, kau ini...." Dewi Berlian mencubit pinggang
pemuda dari Gunung Rajawali itu yang tertawa-tawa.
Di angkasa, Bwana masih berkoak-koak keras ber-
sama salah satu roh bayangan rajawali raksasa. Se-
mentara keras dari Pangeran Merah yang berada di
cengkeraman kaki salah satu roh rajawali lainnya la-
ma-kelamaan lenyap. Rupanya pemuda itu sudah ke-
habisan suara. Sementara itu ada satu masalah lagi yang diam-
diam masih mengganggu pikiran Rajawali Emas yang
telah menggandeng Dewi Berlian menuju gubuk Naga
Selatan. Ke manakah Nenek Cabul pergi"
SELESAI Segera terbit!!!
Serial Rajawali Emas
dalam episode: SERULING HAUS DARAH
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Pendekar Sadis 15 Dewa Arak 26 Raja Tengkorak Para Ksatria Penjaga Majapahit 1
^