Pencarian

Lembah Karang Hantu 2

Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu Bagian 2


satu sosok tubuh berpakaian putih kusam dengan
rambut dikuncir ekor kuda telah berdiri di hadapan-
nya. Kejap lain, Iblis Cadas Siluman sudah menggeram,
"Lelaki tua pemarah! Mau apa kau berada di sini,
hah"!!"
Orang yang tadi mengeluarkan bentakan menden-
gus, "Jangan banyak omong! Bila aku tidak tiba di sini,
kau sudah mampus tahu!! Benar-benar sontoloyo!"
"Jangan sembarangan bicara! Kau sekarang sudah
berada di sini! Apakah kau lihat aku sudah mampus
sekarang, hah"!"
"Dasar sontoloyo! Kau tak akan mampu mengobati
dirimu sendiri, tahu!"
"Kalau kau tahu aku tak mampu mengobati luka
dalamku dengan cara bersemadi, apakah kau pikir aku
harus meminta bantuanmu, hah"!"
"Urusan minta bantuanku atau tidak urusan bela-
kangan! Yang pasti...."
"Dan mengapa kau masih berdiam diri sambil ma-
rah-marah tak karuan, hah"!" bentak Iblis Cadas Si-
luman keras. "Kalau kau tak ada keperluan di sini, si-
lakan tinggalkan tempat ini!!"
Lelaki tua berkuncir yang tak lain Manusia Pema-
rah adanya, memaki-maki tak karuan. Masih memaki-
maki dia berjalan ke belakang tubuh Iblis Cadas Silu-
man. "Tutup seluruh saluran tenaga dalammu! Bila ku-
katakan kau tahan napas, maka lakukan! Ingat, akan
terjadi sesuatu yang cukup menyakitkanmu!"
"Jangan bicara kurang ajar!"
"Sontoloyo! Kau mau kubantu atau tidak, hah"!"
Kendati Iblis Cadas Siluman mendengus, tetapi di-
lakukan juga apa yang dikatakan oleh Manusia Pema-
rah. Lalu dirasakan kedua telapak tangan lelaki ber-
kuncir itu menempel di punggungnya. Berangsur-
angsur pula dirasakan hawa hangat yang menjelma
menjadi hawa panas masuk ke dalam tubuhnya.
"Tahan nafasmu!!"
Dalam keadaan terluka dalam seperti itu cukup
menyulitkan bagi perempuan bertelinga sebelah ini un-
tuk menahan napas. Makanya dengan susah payah Ib-
lis Cadas Siluman baru berhasil melakukannya.
Keringat semakin membanjiri tubuh perempuan tua
berpakaian panjang warna jingga itu. Demikian pula
halnya dengan Manusia Pemarah.
Mendadak saja si nenek merasakan sesuatu yang
bergolak hebat di perutnya. Semakin lama terasa se-
makin hebat. Dan melesat naik ke atas. Lalu....
"Huaaakkk!!"
Dua kali Iblis Cadas Siluman muntah darah. Se-
mentara sambil masih bersikap marah-marah dan ke-
dua mata selalu melotot, lelaki tua berkuncir itu meno-
tok salah sebuah urat di bagian kanan yang ada di ke-
dua bahu si nenek.
Muntah darah yang diderita si nenek tertahan se-
jenak. Kejap lain Manusia Pemarah telah membuka to-
tokan itu hingga si nenek terjingkat dan keluarkan ke-
luhan tertahan. Kejap itu pula dia kembali muntah da-
rah. "Segera kau bersemadi, Sontoloyo!" seru Manusia
Pemarah tetap dengan suara keras
Iblis Cadas Siluman sejenak melotot, namun tak
mau keadaannya makin tersiksa, dia segera menjalan-
kan perintah Manusia Pemarah.
Dan tanpa setahu keduanya, sepasang mata ber-
warna kelabu sejak tadi memperhatikan dari balik
ranggasan semak dengan pandangan berbinar tak me-
nentu. Berkali-kali pula sepasang mata milik seorang
nenek berkain batik kusam dan terdapat sebuah konde
kecil di kepalanya memejam dan terbuka.
"Ah... aku tak tahu apa yang kurasakan akhir-akhir
ini. Mengapa setiap kali melihat lelaki bangkotan bau
tanah itu bersama seorang perempuan perasaanku ju-
stru makin tak menentu. Jahanam betul! Apakah kau
sudah sinting, Kunti?" desisnya pada dirinya sendiri.
"Aku harus menindih semua perasaan cinta yang
tiba-tiba muncul kembali dan semakin membesar ini.
Tak seharusnya aku menolak cinta kasih dari lelaki
pemarah itu. Tetapi... mana mungkin aku bisa mene-
rimanya bila ternyata dia ditawarkan untuk tidur ber-
sama oleh Nenek Cabul. Dalam kehidupan ini, lelaki
ibarat kucing yang tak mau menolak daging mentah.
Huh!! Ketimbang terlalu larut dalam pikiran sinting ini, lebih
baik aku memutar saja dan meneruskan langkah ke
Lembah Karang Hantu!"
Dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, si
nenek berkonde yang tak lain Bidadari Hati Kejam se-
gera memutar dan berlalu dari sana dengan perasaan
tak menentu. Setelah bersemadi hampir setengah peminuman
teh, Iblis Cadas Siluman membuka kedua matanya.
Tubuhnya mulai dirasakan segar seperti sediakala.
Dan tatkala dilihatnya Manusia Pemarah melangkah
mondar - mandir seperti mandor kurang kerjaan, bu-
kannya ucapkan terima kasih, si nenek justru mem-
bentak, "Lelaki pemarah celaka! Kenapa kau mondar-man-
dir tak karuan seperti itu, hah"!"
Sejenak Manusia Pemarah menghentikan langkah-
nya. Sepasang mata kelabunya yang selalu melotot ter-
beliak lebar. Kejap lain dia kembali melangkah sambil
bersungut-sungut, "Urusan tak karuan atau karuan
urusan belakangan! Randa Barong, apakah kau sudah
enakan, sekarang"!"
"Dan kau pikir kalau aku sudah enakan aku harus
ucapkan terima kasih?" hardik Iblis Cadas Siluman
sambil berdiri.
"Sontoloyo!" Manusia Pemarah menghentikan gera-
kannya. Sambil melotot dia berkata keras, "Ada urusan
apa lelaki hitam sialan itu denganmu, hah" Seingatku,
dia tak pernah muncul lagi di rimba persilatan ini"!"
"Aku tak tahu apa yang diinginkan orang itu sebe-
narnya. Tetapi dia menanyakan tentang Dewi Segala
Impian!" "Urusan apa dia menanyakan perempuan yang te-
lah bikin hati Mata Malaikat jatuh bangun?"
"Sinting! Apakah tadi kau tak dengar kata-kataku,
hah" Biar apa pun yang ditanyakannya, aku tetap ya-
kin itu hanya untuk menutupi yang sebenarnya! Dan
aku yakin yang dituju tetap Anting Mustika Ratu yang
kumiliki!"
"Bagaimana kau bisa tahu, hah"!"
"Dia menanyakan dan memaksaku untuk memberi-
kan anting yang telah disambar oleh Datuk Bayan-
gan!!" Manusia Pemarah mendengus. "Sontoloyo! Huh!
Urusan sontoloyo atau tidak, urusan belakangan! Apa-
kah kau sudah tahu ke mana perginya Datuk Bayan-
gan?" "Jangan coba buat percakapan tak berguna!" maki
Iblis Cadas Siluman keras. "Kalau aku tahu untuk apa
aku berada di sini, hah"!"
"Benar-benar perempuan sontoloyo! Mengapa di
dunia ini tak ada seorang perempuan pun yang bisa
bersikap lembut" Seperti si Kunti Pelangi sontoloyo itu
saja!" maki Manusia Pemarah gusar. Lalu melanjutkan
tetap dengan nada marah-marah, "Aku punya satu pi-
kiran dari otakku yang sontoloyo ini! Kau tentunya in-
gat kalau Datuk Bayangan punya urusan dengan Raja
Arak" Aku menduga kalau lelaki berjubah putih itu
sedang mengejar Raja Arak yang kuketahui menuju ke
Lembah Karang Hantu. Dan...."
"Jadi maksudmu.... Datuk Bayangan berada di sa-
na?" tanya Iblis Cadas Siluman sambil sipitkan kedua
matanya. "Dasar sontoloyo! Apakah kau tak menyimak kata
kataku tadi"! Ini hanya dugaan! Dan tak ada salahnya
bila mengecek ke sana!!"
Sejenak perempuan tua berhidung bulat ini ter-
diam. Keningnya berkali-kali dikernyitkan sebelum be-
rucap, "Baik! Aku tertarik dengan saranmu itu! Dan
se-bagai ucapan terima kasihku, kau kuizinkan berja-
lan bersamaku!"
Meledaklah suara Manusia Pemarah. "Benar-benar
sontoloyo! Kesudian amat berjalan bersamamu, hah"!
Aku tak pernah suka berjalan bersama-sama dengan
orang keras kepala dan pembentak seperti Kunti Pe-
langi!" "Tetapi nyatanya kau mencintai dia!!" sambar Iblis
Cadas Siluman sengit.
"Sama saja"! Toh dia tetap menolak cintaku!!" "Bagus! Hingga kau bisa mengerti
kalau tak seorang pe-
rempuan pun di dunia ini yang mau berlaku bodoh
bersanding denganmu!!"
"Dasar sontoloyo! Semuanya sontoloyo! Di mana-
mana sontoloyo!" maki Manusia Pemarah sambil me
langkah mendahului.
Iblis Cadas Siluman menggeram. Kejap lain dia segera
menyusul dan menjajari langkah Manusia Pemarah
yang terus memaki-maki tak karuan.
*** Bab 6 GEMPURAN dahsyat yang dilancarkan Datuk Bayan-
gan ke arah Naga Selatan benar-benar ibarat topan
melanda pesisir. Dengan mengandalkan ilmu kebal
yang dimilikinya setelah meminum air rendaman dari
Anting Mustika Ratu, lelaki yang bergerak dengan ke-
cepatan angin mampu unjuk gigi tanpa kuatir akan se-
rangan balasan lawan.
Kendati mendapat gempuran hebat, Naga Selatan
yang masih membopong tubuh Naga Kecil terus terki-
kik sambil menghindar. Dan setiap kali dia bergerak,
terdengar suara bergemerincing keras yang berasal da-
ri dua buah gelang kerincing yang melingkar di kedua
kakinya. Sejak tadi sebenarnya serangan balasan Naga Sela-
tan sudah berkali-kali mengenai sasaran, namun Da-
tuk Bayangan tetap tak kurang suatu apa.
Sementara Raja Arak kelihatannya tak mau peduli
dan masih tetap asyik menenggak araknya, justru An-
gin Racun Barat yang menjadi ngeri sendiri. Dia kha-
watir bila gempuran Datuk Bayangan mengenai sosok
Naga Kecil. Karena rasa khawatirnya itulah Angin Racun Barat
jadi bertindak gegabah. Dia langsung mencelat ke arah
Naga Selatan seraya berteriak, "Nenek! Berikan Naga
Kecil kepadaku!!"
Wuuuut! Des...! Tendangan kaki kanan Datuk Bayangan yang se-
benarnya diarahkan pada Naga Selatan telak meng-
hantam dada murid Iblis Cadas Siluman. Terdengar je-
ritan! si gadis keras. Tubuhnya mencelat ke belakang
dan muntah darah.
Manusia Serigala segera melompat menangkap tu-
buh Angin Racun Barat. Dan begitu jatuh dalam tang
kapan Manusia Serigala, sosok Angin Racun Barat ja-
tuh pingsan! Melolong layaknya seekor serigala pemuda berbulu
hitam itu. Saat melolong dengan menggerakkan kepa-
lanya ke atas terlihat ada sebuah kalung yang rupanya
tersembunyi di balik bulu-bulu tebalnya.
Kejap lain dengan kedua mata nyalang memerah
Manusia Serigala menerkam ke arah Datuk Bayangan.
Naga Selatan yang masih tetap terkikik mendadak!
saja kibaskan tangan kanannya ke arah Manusia Seri-
gala sambil menghindari gempuran Datuk Bayangan.
Saat itu juga terkaman Manusia Serigala berbalik dan
ia terlempar ke belakang.
"Hik... hik... hik... aku tak tahu apakah kau men-
gerti atau tidak kata-kataku. Bukan maksudku untuk
menyerang, tetapi bawalah tubuh gadis itu agak men-
jauh. Dan jaga dia!"
Manusia Serigala segera bergerak mendekati Angin Ra-
cun Barat. Membopong dan membawanya agak men
jauh dari sana.
"Polong! Sudah puaskah kau bermain-main den-
gannya" Sekarang giliranku!!" seru Raja Arak sambil
menenggak araknya.
Terdengar suara bergemerincing saat Naga Selatan
melompat ke belakang seraya berseru, "Kalau kau
memang sudah tak sabaran, silakan lakukan!!"
Habis kata-kata Naga Selatan terdengar, Raja Arak
menyemburkan arak dalam mulutnya ke arah Datuk
Bayangan. Sementara itu Naga Selatan segera berkelebat men-
dekati Manusia Serigala dan si gadis yang pingsan. Di-
baringkannya tubuh Naga Kecil di sebelah tubuh Angin
Racun Barat. Lalu diperiksanya tubuh Angin Racun
Barat. Setelah dialirkan tenaga dalamnya, dia berkata
pada Manusia Serigala,
"Jaga keduanya."
Dan dengan langkah yang menimbulkan suara ber-
gemerincing keras, perempuan lanjut usia berkain ba-
tik warna ungu ini sudah melangkah mendekati perta-
rungan. "Lelaki tambun! Apakah salah bila aku hendak am-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bil bagian sekarang"!"
"Keterlaluan! Tak bisa lihat orang senang! Tapi... he
he he... boleh juga!!"
"Bagus! Majulah kalian bersama-sama biar aku cepat
menyelesaikannya!" sambar Datuk Bayangan sambil
menggebrak dahsyat.
Memang sungguh beruntung lelaki berjubah putih
itu setelah meminum air rendaman Anting Mustika Ra-
tu. Tak satu pun pukulan sakti dari Raja Arak dan Na-
ga Selatan kendati telak menghantamnya membuatnya
mundur atau pingsan atau mampus saat itu juga.
Pertarungan yang sebenarnya hanya berjalan sing-
kat bila Datuk Bayangan belum memiliki ilmu kebal
khasiat dari Anting Mustika Ratu, nampaknya akan
membawa petaka bagi kedua tokoh persilatan itu.
Dalam dua puluh kali tarikan napas, tubuh Raj
Arak terlempar ke belakang setelah dadanya telak me-
nerima tendangan keras Datuk Bayangan.
Bum! Ambruknya tubuh gemuk itu ternyata menimbul
kan suara lebih keras dari tumbangnya sebuah pohon
Tanah di mana sosok Raja Arak jatuh amblas.
Sedangkan nasib Naga Selatan yang setiap kali ber-
gerak selalu terdengar suara bergemerincing ternyata
lebih sial dari keadaan Raja Arak. Tubuhnya bukan ha
nya terlempar deras, tetapi juga menabrak batu karang
yang berada di sana hingga batu karang itu pecah.
Sosok Naga Selatan jatuh terduduk. Dari bibir di
hidungnya mengalir darah hitam tanda dia terluka da
lam. Kendati keadaannya sudah di ambang maut, ne-
nek berkain batik warna ungu ini masih tetap terkikik
saja "Hik... hik... hik.... Tambun! Apakah kau pikir kita
akan mampus hari ini?"
Raja Arak yang telah bangkit dengan susah payah
menenggak araknya sebelum menyahut, "Kalaupun
mampus tak mengapa! Malah kita bisa berdua-dua
dan memadu kasih yang tertunda! Bukankah begitu,
polong"!"
"Hik... hik... hik... ternyata otakmu tak sedungu
yang kuduga!"
Datuk Bayangan yang sengaja menghentikan se-
rangannya untuk mengatur napas, pandangi kedua
lawannya dengan tatapan angker.
"Khasiat dari air rendaman Anting Mustika Ratu ini
benar-benar luar biasa! Hmm... aku harus segera me-
minumnya lagi! Karena besok pagi khasiat air ini su-
dah melewati batas! Biar kubunuh saja kedua manusia
ini selagi khasiat air rendaman Anting Mustika Ratu
masih berguna!"
Berpikir demikian, lelaki berwajah cekung ini maju
Ratu langkah. Kedua tangannya telah terangkum ilmu
'Tenaga Inti Bumi'. Pandangannya angker dan sua-
ranya dingin, "Kalian memang lebih pantas bersenang-senang di
akhirat sana!!"
Segera saja kedua tangannya diangkat dan siap di-
gerakkan ke arah Naga Selatan dan Raja Arak. Na-
mun.... *** "Kraaagghhhh!!"
Wrrrrr! Suara koakan yang sangat keras terdengar, menyu-
sul gelombang angin dahsyat mengarah pada Datuk
Bayangan yang seketika mendongak dan untuk bebe-
rapa saat terpana sebelum melompat menghindar.
Namun dorongan angin yang mendadak muncul, lebih
dahulu menggebrak dahsyat hingga tubuh lelaki ber-
wajah cekung itu terlempar ke belakang bersama den-
gan tiga buah batu karang yang mencelat jauh dan ja-
tuh mengeluarkan suara berdebam mengerikan.
Menyusul satu sosok tubuh raksasa melesat ke
atas dengan suara besetan yang luar biasa kerasnya.
Dan begitu gelombang angin raksasa tadi menyambar
tubuh Datuk Bayangan, satu sosok tubuh berpakaian
keemasan melompat di keremangan malam dan hing-
gap dengan ringannya berjarak lima langkah di hada-
pan Naga Selatan dan Raja Arak.
Suaranya langsung terdengar diiringi tawa pendek.
"Wah! Sedang mengapa kalian" Kau Kakek Raja
Arak... apakah tanah yang melesak itu bekas jatuhnya
seekor gajah dari langit" Dan kau Nenek Naga Selatan
Warna merah di bibirmu itu susur atau pemoles bibir"!
"Bocah sialan!!" memaki Raja Arak dengan gerakan
limbungnya. "Mengapa kau datang ke sini, hah"!"
Gluk... gluk... gluk....
Pemuda yang melompat dari sosok burung raksasa!
tadi dan tak lain Rajawali Emas adanya nyengir, "Wah!
Bukankah kau dan Nenek Naga Selatan yang mengun-
dangku ke sini" Kalau penerimaan kalian seperti ini
sebaiknya...."
"Banyak omong! Ayo, kau tenggak dulu arak-arak
ku ini biar tubuhmu jadi sehat!"
Tirta memiringkan kepalanya tatkala tangan kanan
Raja Arak yang memegang pundi araknya mengangsur
ke mulutnya. Dan tanpa memperdulikan pelototan gu-
sar lelaki bertubuh gemuk luar biasa itu, Tirta berkata
"Maaf, Kek. Perutku sudah kembung dan aku me-
rasa cukup sehat!"
"Keparat! Kurang ajar! Berani-beraninya kau meno-
lak sikap baikku, hah"! Jangan-jangan... kau sudah
ketularan si Polong itu! Tetapi bagus, daripada aku ke-
habisan arak-arakku!" sahut lelaki bertubuh gemuk
luar biasa itu seraya menenggak arak-araknya.
Terdengar suara gemerincing dan terkikik cukup
keras, "Akhirnya kau tiba juga di sini, Anak Muda! Ku-
pikir, kau sudah mampus menghadapi segala urusan
yang membentang di depanmu! Hik... hik... hik... ra-
sanya, kau tak perlu menceritakan apa yang terjadi.
Karena Anting Mustika Ratu telah dimiliki oleh Datuk
Bayangan!"
"Hmmm... menilik keadaan kedua orang tua aneh
ini, aku yakin sebenarnya mereka menderita luka da-
lam yang cukup hebat. Aku yakin, seseorang macam
Datuk Bayangan tak akan banyak berbuat menghadapi
kedua tokoh ini. Kalaupun keduanya bisa dibikin
payah seperti ini, Datuk Bayangan pasti telah merasa-
kan khasiat dari Anting Mustika Ratu," batin Tirta da-
lam hati sambil memandang kedua tokoh aneh itu. La-
lu ditengadahkan kepala dan dilihatnya Bwana terbang
mengitari tempat itu. "Hmmm... mengapa Bwana
hanya terbang belaka tanpa menggebrak lagi pada Da-
tuk Bayangan" Apakah... hei, dia keluarkan suara.
Brengsek! Rupanya Datuk Bayangan sudah berlalu en-
tah ke mana. Sungguh luar biasa kalau lelaki itu yang
tadi terhantam gulungan angin dari kepakan kedua
sayap Bwana ternyata tidak jatuh pingsan. Dan ini
semakin menguatkan dugaanku kalau dia telah mera-
sakan khasiat Anting Mustika Ratu
Lalu sambil memandangi dua tokoh aneh di hada-
pannya secara bergantian, Tirta berkata, "Maaf, bukan
maksudku untuk bersikap lancang. Tetapi kulihat ka-
lian berdua terluka dalam."
"Sok tahu! Tanpa kau beri tahu kami juga sudah
tahu!" dengus Raja Arak. "Polong! Apakah kau tak me-
rasakan kalau dirimu juga terluka dalam?"
"Hik... hik... hik... siapa bilang begitu, hah"! Sejak
tadi aku sebenarnya sudah tak sanggup untuk berdiri
lebih lama! Karena khasiat Anting Mustika Ratu, Da-
tuk Bayangan benar-benar jadi sosok manusia sakti
tiada banding!!" sahut Naga Selatan yang lagi-lagi tetap
terkikik. "Kalau kau tahu begitu, ayo bantu aku memulihkan
tenaga dalamku!" bentak Raja Arak keras.
"Bicaramu semakin ngaco saja! Apakah kau tak ta-
hu apa akibatnya bila ada orang yang nekat memban-
tumu memulihkan tenaga dalammu?"
Selagi Raja Arak mendengus, Rajawali Emas yang
sejenak mengerutkan keningnya mendengar kata-kata
Naga Selatan berkata, "Bukan maksudku untuk bersi-
kap lancang. Biar aku coba untuk memulihkan tenaga
kalian!" 'Tadi sok tahu sekarang bersikap sombong! Apakah
kau benar-benar mampu atau sekadar ingin pamer
hah"!" sambar Raja Arak keras. "Dengan meminum
arak-arakku ini aku bisa mengatasinya! Tetapi... hei,
polong" Bagaimana dengan kau" Apakah kau juga
hendak meminum arak-arakku ini biar kau merasa se-
gar?" Kendati Raja Arak bersikap seperti itu, tetapi men-
dadak saja dia muntah darah dan limbung. Bila saja
Rajawali Emas tak bertindak sigap menahan, sudah
bisa dipastikan tubuh lelaki gemuk itu akan ambruk
kembali. "Busyet! Bila tak kupergunakan tenaga dalamku,
bisa mejret aku ditindih manusia gajah ini!" batin Tirta
nakal dalam hati.
Lalu perlahan-lahan dibimbingnya tubuh limbung
Raja Arak ke sebuah batu karang. Dan dengan susah
payah disandarkannya tubuh gemuk luar biasa itu ke
batu karang. Naga Selatan melangkah mendekat dengan suara
bergemerincing ramai.
"Hik... hik... hik... bukannya aku tak yakin kau
mampu mengobati luka dalam lelaki tambun ini, Anak
Muda. Tetapi pengaruh arak-arak yang diminumnya
dan sebagian telah bersatu dengan isi perutnya, justru
akan membalikkan tenaga dalammu bila kau menga-
lirkan kepadanya."
Segera Tirta mengangkat kepalanya dengan tatapan
terbuka lebih lebar.
"Busyet! Apakah memang benar keadaannya sudah
seperti itu?" desisnya dalam hati. Lalu berkata, "Nenek Naga Selatan, bila orang
tua ini tak segera dibantu
memulihkan luka dalamnya, dalam waktu tak berapa
lama keadaannya akan bertambah parah. Dan aku tak
yakin bila...." *
"Pemuda gendeng brengsek! Jangan bicara semba-
rangan! Aku masih kuat... huaakkk!!"
Lelaki bertubuh gemuk itu kembali muntah darah.
Tirta berkata lagi, "Nenek, kalau begitu apa yang mesti
kulakukan?"
Naga Selatan terkikik. "Aku sendiri tidak mampu
melakukannya, Anak muda. Tetapi bila kau memiliki
sebuah tenaga panas yang mampu menahan gejolak
arak-arak dalam perut lelaki tambun itu, aku yakin dia
akan bisa disembuhkan."
Rajawali Emas mengernyitkan keningnya.
'Tenaga panas" Apakah tenaga surya yang kumiliki
karena tak sengaja menghisap sari 'Rumput Selaksa
Surya' lima tahun yang lalu mampu mengendalikan
arak-arak dalam perut Raja Arak" Ah, biar bagaima-
napun juga ada baiknya bila kucoba," batinnya sesaat.
Lalu berkata, "Nenek Naga Selatan, kebetulan aku
memiliki hawa panas dari tenaga surya. Mampukah
tenaga itu menahan arak-arak dalam perut Raja Arak
hingga aku bisa membantunya memulihkan keadaan-
nya?" "Aku tak tahu mampu atau tidak. Tetapi... hik...
hik... hik... bila kau gagal, aku yakin dia akan jadi bes-
er terus menerus. Nah, coba kau pikir, Anak Muda"
Dalam waktu singkat saja dia bisa habiskan lima buah
pundi berisi arak, tetapi herannya dia jarang beser!
Benar-benar manusia konyol yang tak diketahui ba-
gaimana isi perut-nya!"
"Lalu kau sendiri bagaimana, Nek?" tanya Tirta ke-
mudian. "Kupikir, aku bisa bersemadi untuk sementara. Te-
tapi kalau kau memang memiliki tenaga surya, aku
mau juga kau alirkan sedikit hawa panas itu ke dalam
tubuh-ku."
Rajawali Emas menganggukkan kepala.
Saat itu, dari ufuk timur terlihat bias-bias cahaya
matahari. *** Bab 7 SEJENAK Tirta terdiam untuk memusatkan pikiran.
Lalu perlahan-lahan ditariknya napas dan ditahan di
dada. Perlahan-lahan pula dirasakan perutnya bergo-
lak hebat. Kejap lain terasa hawa panas yang menda-
dak mendera tempat itu.
Dengan hati-hati Tirta meletakkan kedua tangan-
nya pada dada Raja Arak yang memaki-maki.
"Memalukan! Mengapa justru laki-laki yang meme-
gang dadaku, hah" Polong! Seharusnya kau yang me-
lakukannya, bukan pemuda brengsek ini"!"
"Hik... hik... hik... kau nikmati saja apa yang akan
dilakukan oleh pemuda ini, Tambun! Dan tutup mu-
lutmu yang bawel itu!"
Kedua tangan Tirta yang menempel pada dada Raja
Arak perlahan-lahan kelihatan bergetar. Dan sebisanya
dia menahan untuk terus mencoba mengalirkan hawa
panas ke tubuh lelaki gemuk itu.
Astaga! Bila selama ini pemuda dari Gunung Raja-
wali itu berkeringat langsung mengering, tetapi seka-
rang justru sekujur tubuhnya dibanjiri keringat.
Lima tarikan napas berikutnya, berangsur-angsur
terlihat tubuh si pemuda yang di kedua lengannya ter
dapat rajahan burung rajawali keemasan ini memerah


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti di panggang. Namun yang mengherankan, Raja
Arak kelihatan tetap tenang saja. Tak terjadi getaran
apa-apa pada tubuhnya dan tak terdengar suara lain
kecuali berseru-seru pada Nyi Polong untuk meneng-
gak arak yang diangsurkannya.
"Celaka! Aliran tenaga surya yang kukerahkan ini
seperti tertahan di dada! Gila! Aku yakin akibat yang
dikatakan oleh Naga Selatan tadi bila kau hentikan ali-
ran tenaga surya akan membuat Raja Arak kencing te-
rus menerus. Tetapi justru akan mencelakakannya.
Aku harus terus mencobanya."
Dengan sekuat tenaga pemuda dari Gunung Raja-
wali ini terus mengerahkan tenaga surya. Hawa panas
makin menebar dahsyat. Udara dingin di Lembah Ka-
rang Hantu tertindih seketika. Bahkan beberapa re-
rumputan dan ranggasan semak belukar mengering!
Dan tatkala dia merasa aliran hawa panas dari tu-
buhnya dapat menerobos sesuatu yang jadi pengha-
lang, getaran tubuh si pemuda semakin kuat. Dan ke-
ringat semakin banyak mengalir.
"Aku harus bertahan, aku hams bertahan," katanya
menguatkan diri dalam hati.
Selagi Tirta hampir tak kuasa menahan diri, ter-
dengar teriakan Naga Selatan tetap dengan terkikik.
"Kau mulai berhasil, Anak Muda!"
Mendengar kata-kata itu Tirta semakin berseman-
gat. Dan ganjalan yang dirasakannya tadi benar-benar
lenyap hingga dia mulai leluasa mengalirkan hawa pa-
nas ke tubuh Raja Arak yang tetap tenang-tenang saja.
Warna kemerahan pada tubuh Rajawali Emas be-
rangsur menghilang bersamaan keringat yang menger-
ing. "Hik... hik... hik... lumayan, lumayan. Kini tinggal gili-
ranku, bukan"*' ,
Naga Selatan langsung bersemadi. Hampir setengah
peminuman teh dia membuka kedua matanya.
"Anak muda... apakah kau masih rela mengalirkan
sedikit hawa panasmu ke tubuhku?"
Tirta yang juga baru selesai bersemadi guna memu-
lihkan tenaganya menganggukkan kepalanya sementa-
ra Raja Arak seperti tanpa beban dan tak tahu kalau
tadi Rajawali Emas sekuat tenaga mengalirkan hawa
panas ke tubuhnya, dengan nikmat menenggak arak-
nya. Setelah beberapa saat berlalu, Rajawali Emas pun se-
lesai mengalirkan hawa panas ke tubuh perempuan
lanjut usia berkain kebaya ungu.
Sunyi merejam. Matahari sudah sepenggalah, sinarnya cukup me-
nyengat, namun karena terhalang beberapa buah batu
karang besar, sinarnya tak terlalu mengena pada
orang-orang itu.
Dari kejauhan, terlihat tiga sosok tubuh berlari
mendekat. Dan belum apa-apa salah seorang dari keti-
ga sosok tubuh itu sudah bersuara, "Nenek! Bagaima-
na keadaanmu?"
Naga Selatan terkikik dan menerima rangkulan Ha-
rum Sari alias si Naga Kecil yang sudah siuman dari
pingsannya. "Kau sendiri bagaimana, Bocah Nakal?"
"Aku sehat-sehat saja. Tetapi... ke mana perginya
orang jelek berjubah putih itu, Nek" Enak-enakan saja
dia main injak punggungku! Dipikirnya apa tidak sakit,
hah"!"
"Hik... hik... hik... kalau saja kau tak memiliki te-
naga dalam yang cukup lumayan, bukan hanya tanah
di mana tubuhmu yang melesak, tetapi tulang belu-
langmu akan ringsek dibuatnya!"
Sementara itu Angin Racun Barat yang juga sudah
siuman dan memulihkan tenaganya menyapa Rajawali
Emas, "Kita berjumpa lagi, Tirta."
Tirta mencabut sebatang rumput dan mulai menghi-
sap-hisapnya. "Betul. Bagaimana keadaanmu, Diah?"
"Aku baik - baik saja."
"Kau sendiri bagaimana, Baruna?".
Pemuda berbulu hitam tebal itu tersenyum dan
dengan susah payah bersuara pelan, "Aku... baik...
baik saja...."
"Bagus! Memang seperti itu yang kuharapkan."
"Bagaimana dengan Dewi Segala Impian, Tirta?"
tanya Angin Racun Barat kemudian.
Tirta segera menceritakan pertemuan terakhirnya
dengan Dewi Segala Impian. "Dan aku yakin, perem-
puan jelita itu masih menghendaki nyawa putranya
sendiri Angin Racun Barat mengangguk-angguk sambil me-
lirik Manusia Serigala yang juga sedang meliriknya.
"Brengsek! Mengapa tak ada yang menyapaku,
hah"!" terdengar suara Raja Arak yang telah berdiri
dengan tubuh limbung. Wajahnya nampak kesal. "Ku-
rang ajar semuanya! Apakah aku hanya dianggap
seonggok tubuh tak bernyawa"! Polong! Mengapa kau
juga berbuat seperti itu, hah"!"
Naga Kecil sudah melompat merangkul Raja Arak.
Dan lingkaran kedua lengannya tak mampu merangkul
penuh tubuh luar biasa gemuk itu.
"Ih, Kakek Gemuk! Kau jangan merasa tersisihkan
dong" Kan masih ada aku" Cuma... bagaimana awal
mulanya kau bisa gemuk seperti ini sih, Kek?"
Raja Arak terkekeh-kekeh.
"Ternyata kau bukan bocah nakal, Gadis Kecil. Kau
bocah manis.... Polong! Kau salah bila menduga murid-
mu ini seperti itu! Awas, kalau kau berani menyebut-
nya lagi bocah nakal!!"
"Kakek Gemuk... kau belum jawab pertanyaanku?"
aju Naga Kecil.
"Hua... ha... ha... kalau kau mau tahu jawabannya,
aku sendiri juga tidak tahu mengapa tubuhku jadi me-
lar seperti ini Kau tahu, Bocah Manis... berapa berat
badanku?" "Beratkah, Kek?" Sepasang mata mungil milik bo-
cah berpita biru itu terbuka dan tak sabar menunggu
jawaban Raja Arak.
"Sangat berat mungkin. Tetapi... ha... ha... ha... aku
tak tahu berapa berat tubuhku ini."
Naga Kecil ganti tertawa.
"Kau menyenangkan sekali, Kakek Gemuk."
Sementara itu Rajawali Emas sedang berpikir,
"Urusan Anting Mustika Ratu ternyata cukup berba-
haya. Dan lebih berbahaya lagi Datuk Bayangan yang
telah meminum air rendaman dari anting sakti itu.
Sungguh mengherankan sebenarnya karena kedua to-
koh tingkat tinggi ini seperti tak berdaya menghadapi
lelaki berjubah putih itu. Apakah mereka tak tahu ja-
lan keluarnya" Hmm... sebaiknya kutanyakan saja soal
itu. Karena entah mengapa aku menangkap isyarat ka-
lau Datuk Bayangan yang punya dendam pada Raja
Arak akan muncul kembali ke sini. Baiknya, kusuruh
Bwana untuk berjaga-jaga!"
Berpikir begitu, Tirta mendongak dan berseru dengan
pergunakan tenaga dalamnya pada Bwana, "Bwana!
Kau tetap di sana! Bila ada sesuatu yang mencuriga-
kan, kau beritahu kami!"
"Kraaagghhhh!" seru Bwana sebagai sahutan.
Naga Kecil yang sedang mendongak menggeleng-
gelengkan kepalanya.
"Kakak berbaju keemasan... apakah burung rajawa-
li raksasa itu peliharaanmu?"
Tirta menganggukkan kepalanya.
"Bolehkah suatu saat aku menunggangmya?"
"Bwana tentunya sangat suka bila kau memang
menginginkannya."
Naga Kecil bersorak gembira. "Janji ya, Kakak. Jan-
ji, ya?" Tirta mengangguk.
Naga Selatan terkikik, lalu berkata pada muridnya,
"Kau belum menunaikan janjimu, bukan"
Naga Kecil menoleh. "Tetapi Nenek... bukankah se-
belumnya aku sudah...."
"Hik... hik... hik..kau tahu hukumannya bila kau
langgar janji itu, bukan?"
Naga Kecil menghentakkan kaki kanannya. Dia
mencoba membantah, namun urung dilakukan tatkala
dilihatnya kepala Naga Selatan menggeleng.
Lalu dengan sikap merajuk, gadis kecil bercelana
hitam gombrang yang semula kedodoran namun kini
kencang di pinggangnya setelah diikat dengan oyot se-
buah pohon oleh Angin Racun Barat, melangkah seki-
tar lima puluh tindak. Dan mulai berlatih ilmu silat
yang dipelajarinya dari Naga Selatan.
Tirta tersenyum melihat kelakuan Naga Kecil. Lalu
dia berkata pada Naga Selatan, "Nek... apakah ada ca-
ra yang tepat untuk mengatasi ilmu kebal yang dimiliki
Datuk Bayangan setelah dia meminum air rendaman
Anting Mustika Ratu?"
Naga Selatan menggeleng sambil terkikik. "Aku be-
lum pernah mendengar tentang hal itu. Kemungkinan
yang tahu hanya Ratu Iblis atau Raja Dewa mengenai
ilmu kebal yang hanya mampu bertahan selama tiga
hari bagi orang yang telah meminum air rendaman
anting sakti itu. Anting Mustika Ratu sebelumnya ada-
lah milik Ratu Iblis. Sedangkan Iblis Cadas Siluman
adalah murid sekaligus pesuruh Ratu Iblis yang kejam.
Untunglah Randa Barong sadar atas semua perbuatan
salah yang dilakukannya hingga dia tak mau lagi me-
menuhi perintah laknat gurunya itu. Dan kalaupun
Randa Barong tak tahu khasiat anting di bagian ten-
gah dari ketiganya, dikarenakan Raja Dewa yang telah
merebut Anting Mustika Ratu dan memberikannya pada Randa
Barong tak mengatakan padanya. Anak muda. tahu-
kah' kau bagaimana Anting Mustika Ratu itu bisa pin-
dah ke tangan Datuk Bayangan?"
Tirta segera menceritakan apa yang diketahuinya
(Silakan baca serial Rajawali Emas dalam episode:
"Anting Mustika Ratu").
"Dan selesai aku mengobatinya, aku tak tahu lagi
bagaimana keadaannya karena aku langsung membu-
ru orang itu. Di tengah jalan aku berjumpa dengan
Dewi Bulan yang ternyata baru saja bertarung dengan
orang itu yang akhirnya kuketahui berjuluk Datuk
Bayangan."
Angin Racun Barat yang mendengarkan diam-diam
menghela napas lega.
Rajawali Emas berkata lagi, "Kalau memang kita ti-
dak tahu bagaimana cara mengatasi ilmu kebal yang
dimiliki oleh Datuk Bayangan berkat Anting Mustika
Ratu, kita akan jadi bulan-bulanannya saja. Tetapi ini
tak boleh dibiarkan. Nek, apakah kau tahu di mana
Ratu Iblis berada?"
"Hik... hik... hik... sudah tentu aku tidak tahu di
mana dia berada. Tetapi... barangkali saja Randa Ba-
rong tahu di mana Gurunya itu berada."
"Anak muda... kalau kau tahu di mana Ratu Iblis
berada, apakah kau hendak mencarinya?"
Tirta menganggukkan kepala menjawab pertanyaan
Raja Arak yang sedang menenggak araknya.
"Membuang waktu! Bila kau takut menghadapinya,
masih ada aku dan Polong yang mau berkorban! Huh!"
Gluk... gluk... gluk....
"Hmmm... tak sekalipun aku merasa takut meng-
hadapi Datuk Bayangan. Bila memang sulit mengata-
sinya, kemungkinan hanya membuang nyawa percu-
ma. Bisa jadi... hei!"
Pemuda dari Gunung Rajawali ini terdiam dengan
kening berkerut tanda dia berpikir keras.
Lalu katanya, "Sejak kapan Datuk Bayangan tiba di si-
ni?" "Kalau tidak salah kemarin siang," sahut Naga Sela-
tan sambil terkikik.
"Bila dihitung-hitung dari mulai aku menolong Dewi
Bulan dan menurut guru Dewi Berlian itu Datuk
Bayangan telah menjadi kebal, sudah satu hari seten-
gah. Kalau begitu... ilmu kebal yang dimiliki oleh Da-
tuk Bayangan rasanya sudah mulai berakhir. Apa-
kah...." Tirta memutus kata batinnya sendiri seperti
menemukan sesuatu. Segera pandangannya diarahkan
pada Naga Selatan dan bertanya, "Nek! Di manakah
sumber air di sini?"
"Hik... hik... hik... apakah kau ingin mandi mena-
nyakan sumber air?"
"Di mana, Nek?" tanya Tirta agak memburu.
"Satu-satunya sumber air di Lembah Karang Hantu
berada di sebelah barat sana. Terhalang oleh rangga-
san semak belukar. Bila belum mengetahui tempatnya
secara pasti, kemungkinan besar tak akan menemu-
kannya." "Aku tak peduli! Aku harus mencobanya!" kata Tirta ti-ba-tiba.
"Hei! Kau mau apa, hah"!" bentak Raja Arak tatkala
melihat Tirta siap berkelebat.
"Maaf, aku harus memburu waktu! Mudah-
mudahan yang kuduga ini tepat!!"
Habis berkata begitu, pemuda dari gunung Rajawali
ini segera melesat ke arah barat tanpa memperdulikan
seruan-seruan Raja Arak yang jengkel karena perta-
nyaannya belum mendapat jawaban yang diharapkan-
nya. "Polong! Dia mau ke mana?"
"Apakah kau sudah menjadi tuli hingga tak men-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengar kalau dia hendak mencari sumber air, Tam-
bun?" sahut Naga Selatan sambil terkikik.
"Enaknya bicara! Dan mau apa dia ke sana?"
"Mana aku tahu" Barangkali saja mau mandi
atau... hik... hik... hik... barangkali sudah kebelet un-
tuk buang hajat!"
"Sialan! Mengapa kalau dia hendak mandi tidak
mengajak-ngajak aku" Polong! Apakah tubuhku sudah
menebarkan bau kecut karena selama seminggu tidak
mandi?" "Biarpun kau mandi sehari sepuluh kali tetap saja
bau tubuhmu seperti orang yang tak mandi selama se-
tahun!!" "Brengsek! Sudah, sudah! Ayo, kita minum arak ini
bersama-sama, Polong!!"
"Sejak semula aku menolak, tetapi bolehlah sedikit
untuk menghangatkan badan," kata Naga Selatan
sambil menerima pundi arak yang diberikan Raja Arak.
Setelah menenggaknya dua teguk diberikannya lagi
pada Raja Arak yang berkata dengan wajah cerah, "Ba-
gaimana" Sudah segar tubuhmu sekarang?"
"Hik... hik... hik... malah aku sudah tak sabar un-
tuk kencing!" sahut Naga Selatan sambil melangkah ke
balik sebuah batu karang besar.
Raja Arak tertawa berderai.
Sementara itu Angin Racun Barat tengah memikir-
kan sesuatu yang kemudian segera ditepisnya. Tanpa
disadarinya, tangan kanannya menggenggam tangan
Manusia Serigala yang seketika itu terjingkat.
Hampir saja pemuda yang bulu-bulu hitam di seku-
jur tubuhnya adalah sebuah pakaian terbuat dari bulu
serigala yang pernah membuat Rajawali Emas terkejut,
melepaskan tangannya. Tetapi kejap lain dia sudah
memandang si gadis berkepang dua yang tersenyum.
Dan perlahan-lahan senyuman mengembang pula
di bibir Manusia Serigala yang kemudian menunduk
dengan wajah memerah.
*** Bab8 APA yang diduga oleh Rajawali Emas tentang Datuk
Bayangan memang benar. Karena setelah tergulung
akibat angin dahsyat yang keluar dari kepakan kedua
sayap Bwana, lelaki berwajah cekung itu terus berlari
dengan cara mengendap guna menghindari intaian
Bwana. Kendati dia tidak terluka, namun hatinya cu-
kup kebat-kebit.
"Gila! Baru kali ini kulihat ada burung rajawali se-
demikian besar! Rasanya... aku juga melihat satu so-
sok tubuh berpakaian keemasan melompat dari pung-
gung burung rajawali itu," gumam lelaki berjubah pu-
tih itu sambil terus berlari. "Persetan siapa orang yang
kulihat itu! Aku harus mencari air untuk meminum
kembali rendaman Anting Mustika Ratu. Kekuatan il-
mu kebal yang kudapatkan ini hanya bertahan selama
tiga hari. Dan kupikir, tak sampai sepenanakan nasi
semuanya akan sirna. Aku tak mau celaka! Hmm...
aku yakin di sekitar sini ada sumber air!"
Dengan gerakan tak ubahnya bayangan belaka, le-
laki berwajah cekung itu terus berkelebat. Jubah pu-
tihnya berkibar dipermainkan angin.
Namun sampai sejauh ini dia belum juga menemu-
kan sumber air yang dicarinya.
"Celaka! Perubahan tubuhku mulai terasa! Aku ha-
rus mendapatkan air sebelum orang-orang itu memu-
tuskan mencariku!" batin lelaki berwajah cekung itu
gelisah sambil terus berkelebat cepat.
Dan mendadak saja sepasang matanya menangkap
tiga sosok tubuh berkelebat ke arahnya. Dengan gera-
kan laksana setan, Datuk Bayangan melompat ke sela
yang ada di antara dua batu karang besar.
"Hmmm... siapa gerangan orang-orang itu" Apakah
kehadiran mereka ke sini untuk mencari Raja Arak
atau Naga Selatan" Tetapi... bisa saja berita tentang
Anting Mustika Ratu yang sudah kudapatkan telah
menyebar. Berbahaya! Aku tak mungkin sanggup
menghadapi ketiga orang itu yang belum bisa kukenali
tanpa kuminum air rendaman Anting Mustika Ratu.
Tetapi bisa jadi kalau tak ada yang tahu tentang Ant-
ing Mustika Ratu ini kecuali Dewi Bulan."
Dalam waktu yang sama, Rajawali Emas sedang be-
rusaha mengalihkan tenaga surya pada diri Raja Arak.
Sementara itu Datuk Bayangan mengunci mulutnya
rapat-rapat. Dadanya berdebar menunggu ketiga sosok
tubuh itu. Dan tatkala tiga kelebatan tubuh melewati
persembunyiannya, kepala lelaki berjubah putih ini
melengak. "Pangeran Merah!" desisnya pelan. "Gila! Mengapa dia berada di Sini" Setahuku
dia melarikan diri bersama Nenek Cabul setelah dikalahkan oleh Rajawali
Emas dan Iblis Cadas Siluman. Hmmm... aku ingin ta-
hu apa yang membuatnya tiba di sini."
Berpikir demikian, lelaki berjubah putih ini segera
melompat keluar tanpa menimbulkan suara. Dipan-
danginya salah satu dari ketiga orang itu yang berkele-
bat membelakanginya.
Kejap lain kepalanya mengangguk-angguk dan ber-
seru, "Pangeran Merah!!"
Mendengar seruan itu, bukan hanya orang yang di-
maksud Datuk Bayangan yang menghentikan langkah,
dua orang lainnya pun berhenti dan segera membalik-
kan tubuh. Saat itu pula terdengar suara dari salah seorang
yang berpakaian merah, "Guru!!"
Datuk Bayangan tertawa berderai seraya membatin,
"Benar dugaanku. Murid sialan yang kulihat sebelum-
nya bersama Nenek Cabul di Ngarai Jala Kematian.
Hmm... melihat ciri dari kedua orang yang bersa-
manya, aku bisa menebak kalau mereka tak lain ada-
lah Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit."
Seraya mendekat, Datuk Bayangan berkata, "Ada
angin apa kau menuju ke tempat ini, Pangeran Me-
rah?" Pemuda tampan berkumis tipis dan berambut se-
bahu dengan diberi buntut panjang hingga pinggang
tersenyum. Sebelum menjawab dia membatin, "Kau
sendiri mengapa berada di tempat ini" Apakah kau ju-
ga mendengar kalau Iblis Cadas Siluman bersama Ra-
jawali Emas kemungkinan besar berada di tempat ini
pula" Hmm... tak akan kukatakan kalau aku sedang
mencari Anting Mustika Ratu."
Lalu katanya, "Aku hanya mendengar kabar angin
kalau di Lembah Karang Hantu ini akan terjadi satu
peristiwa besar, Guru. Itulah yang membawaku tiba di
sini karena aku tertarik untuk mengetahuinya."
Datuk Bayangan menyeringai, "Semenjak kau mela-
rikan diri dari Nenek Cabul, aku tahu kalau kau ada-
lah murid yang licik, Maraka. Sedikit banyaknya aku
menyesal telah menurunkan ilmuku kepadamu dengan
imbalan gadis-gadis yang kau culik. Dan aku tahu kau
menyembunyikan sesuatu yang entah mengapa du-
gaanku mengarah pada Anting Mustika Ratu. Cuma
kelihatannya kau tak tahu pada siapa Anting Mustika
Ratu berada. Hmmm... biar saja kucoba untuk meya-
kinkan.' Habis membatin begitu dia tersenyum, lalu
berkata pasti, "Apakah bukan karena Anting Mustika
Ratu kau tiba di sini, Maraka?"
Melengak Pangeran Merah mendengar kalimat itu
orang. Untuk sesaat dia gelagapan tak tahu harus
menjawab apa Hanya kedua matanya yang tak berke-
dip memandang pada lelaki berjubah putih itu yang
masih menyeringai. Namun pemuda sesat yang berotak
licik ini segera dapat menguasai diri.
"Aku memang mendengar tentang Anting Mustika
Ratu, Guru. Tetapi... kehadiranku di sini...."
Sudahlah!"potong Datuk Bayangan. "Aku juga baru
tiba di sini," lanjutnya berbohong. "Dan aku tahu, kalau perempuan tua
bertelinga sebelah itu sedang me-
nuju ke tempat ini bersama Rajawali Emas. Terus te-
rang... aku ingin memiliki Anting Mustika Ratu. Ba-
gaimana dengan kau sendiri, Pangeran Merah?"
Pangeran Merah yang memang belum tahu kalau
Anting Mustika Ratu sudah berada di tangan Datuk
Bayangan terdiam. Setelah bersama Nenek Cabul - gu-
runya yang pertama pemuda sesat berkumis tipis ini
yang sebelumnya menanti kedatangan Manusia Pema-
rah dan menyekap Dewi Berlian di Ngarai Jala Kema-
tian, dikalahkan oleh Iblis Cadas Siluman dan Rajawali
Emas. Tak sanggup menghadapi kesaktian Rajawali Emas
dan gempuran dahsyat Iblis Cadas Siluman, Pangeran
Merah menyelamatkan Nenek Cabul yang sudah ham-
pir menemui ajal. Dan mereka tak tahu apa yang terja-
di setelah itu, kalau ternyata Datuk Bayangan berkele-
bat dan menyambar Anting Mustika Ratu. Di tengah
jalan Pangeran Merah yang menghendaki benda sakti
itu ngotot untuk meneruskan langkah mencari Iblis
Cadas Siluman. Namun Nenek Cabul lebih berat untuk
menemui Ratu Iblis guna mendapatkan Trisula Mata
Empat milik Raja Dewa. Dan keputusan itu pun dis-
epakati oleh keduanya. Pangeran Merah meneruskan
langkah mencari Iblis Cadas Siluman sementara Nenek
Cabul hendak menemui Ratu Iblis untuk mendapatkan
Trisula Mata Empat Sebelum keduanya bergerak,
muncullah Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit
yang sebelumnya juga dikalahkan oleh Rajawali Emas
dan Iblis Cadas Siluman. Dari keduanyalah diketahui
kalau kemungkinan besar Rajawali Emas dan Iblis Ca-
das Siluman menuju Lembah Karang Hantu (Silakan
baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Anting Mus-
tika Ratu").
"Murid keparat ini terdiam. Sikapnya makin mem-
perkuat dugaanku kalau dia menginginkan Anting
Mustika Ratu," batin Datuk Bayangan tatkala belum
mendapati jawaban Pangeran Merah.
Pangeran Merah sendiri segera tersadar dari keter-
diamannya. Buru-buru dia tersenyum setelah menda-
patkan jawaban yang tepat, "Guru... bila Guru meng-
hendaki Anting Mustika Ratu, sudah tentu aku akan
membantu Guru untuk mendapatkannya. Dan persoa-
lan aku menginginkannya atau tidak, itu bukan masa-
lah yang penting saat ini. Yang kuinginkan adalah
nyawa Rajawali Emas karena dia menggagalkan niatku
untuk menggeluti murid Dewi Bulan yang kuculik."
"Dia benar-benar cerdik dan licik," batin Datuk
Bayangan sambil menyeringai. Lalu berkata, "Kau me-
mang murid yang menghormati gurumu. Bagus! Ba-
gaimana kalau kau segera melacak tempat ini bersama
kedua kawanmu itu?"
Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit menden-
gus tatkala menyadari suara mengejek dari Datuk
Bayangan. Dan sebenarnya kedua tokoh sesat yang
bergabung dengan Nenek Cabul dan pernah memiliki
niatan untuk mengkhianati perempuan cabul itu, di-
buat cukup heran mengetahui Pangeran Merah bergu-
ru dengan Datuk Bayangan. Sebenarnya ini adalah sa-
tu masukan yang bisa membuat mereka untuk mene-
kan Pangeran Merah dengan mengancam akan menga-
dukan pada Nenek Cabul. Namun keduanya berpikir
lain, kalau saat ini masing-masing orang merasa su-
dah semakin dekat pada benda sakti yang mereka in-
ginkan. Pangeran Merah tersenyum, "Baiklah kalau begitu,
Guru. Aku akan melakukannya."
"Hmm...! Di balik otak liciknya ternyata dia me-
nyimpan kebodohan hingga tidak bertanya aku hendak
ke mana atau apa yang hendak kulakukan. Dan ini
kesempatan ku untuk mengadu domba murid keparat
ini dengan Rajawali Emas, yang kuyakini dialah orang
yang melompat dari punggung burung Rajawali raksa-
sa itu," kata Datuk Bayangan dalam hati. Lalu berkata,
"Pangeran Merah... sebenarnya sejak kemarin aku su-
dah berada di sini. Dan aku tahu kalau Rajawali Emas
sudah berada di sini pula. Bila kau menghendaki nya-
wanya, bunuh dia!"
"Oh! Di manakah pemuda sialan itu, Guru?" geram
Pangeran Merah sambil kepalkan kedua tinjunya.
"Aku kurang jelas. Tetapi yang ku tahu, kalau di
lembah inilah Naga Selatan tinggal. Barangkali saja dia
sudah bertemu dengan Naga Selatan. Dan kalau me-
mang yang kau katakan tadi benar, Rajawali Emas
bersama-sama dengan Iblis Cadas Siluman, bisa jadi
Iblis Cadas Siluman pun berada di sini," sahut Datuk
Bayangan memainkan peranannya.
"Pangeran Merah! Kita tak boleh membuang waktu!"
kata lelaki berkulit putih terang dengan ikat kepala
bergambar ikan pari. Kedua tangan lelaki ini lebih pan-
jang dari ukuran tangan manusia dewasa.
Pangeran Merah alihkan pandangan pada Hantu
Kali Berantas yang barusan berkata. Setelah mengang-
gukkan kepalanya dia berkata pada Datuk Bayangan,
"Guru! Aku akan segera membunuh pemuda sialan
itu!" "Bagus! Lakukanlah!" sahut Datuk Bayangan den-
gan tersenyum senang.
Tanpa keluarkan ucapan apa-apa, Pangeran Merah
segera berkelebat bersama Hantu Kali Berantas dan
Sindung Ruwit. Setelah ketiga orang itu lenyap dari pandangan, Da-
tuk Bayangan tertawa pelan, "Ya... bunuhlah orang-
orang itu, Pangeran Merah! Atau kau sendiri yang


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan mampus" Huh! Aku tak boleh membuang waktu!
Aku harus menemukan air untuk merendam Anting
Mustika Ratu ini!"
Berpikiran demikian, kembali lelaki berjubah putih
ini berkelebat ke sana kemari. Setelah cukup lama dia
melakukannya barulah dia menemukan apa yang dica-
rinya. Tertawa gembira lelaki berwajah cekung ini
sambil memotek sehelai daun pisang yang tumbuh di
sana. Setelah air didapatkan dan memperhatikan sekeli-
lingnya, terburu-buru dimasukkan tangan kanannya
ke balik pakaiannya. Saat ditarik dan telapak tangan-
nya dibuka, terlihat sebuah anting yang memancarkan
sinar terang warna merah dan biru.
"Dengan air rendaman ini, aku akan menjadi kebal
tak terkalahkan lagi selama tiga hari."
Dengan perasaan tak sabar terburu-buru pula dia
hendak memasukkan Anting Mustika Ratu ke air di
dalam daun pisang. Namun....
Satu bayangan merah telah menerjang ke arahnya.
Menghajar dadanya hingga terhuyung ke belakang.
Bukan kejadian itu yang membuat lelaki berjubah pu-
tih ini tegang dan gusar. Melainkan, tatkala menyadari
kalau Anting Mustika Ratu di tangannya telah lenyap.
Tanpa hiraukan rasa sakit di dadanya, orang ini
maju dua tindak dengan suara lantang, "Manusia Ke-
parat mana yang sudah bosan hidup!!"
*** "Maafkan aku, Guru. Dalam kehidupan ini, seseo-
rang tak boleh mempercayai orang lain secara utuh
kendati dia adalah orang yang paling dekat dengannya.
Dan kupikir, yang kulakukan ini adalah benar," ter-
dengar satu sahutan berada mengejek dari samping
kanan lelaki berjubah putih itu.
Terkesiap dengan kedua mata terbuka lebih lebar
Datuk Bayangan melihat siapa orang yang bicara tadi.
"Murid celaka! Serahkan Anting Mustika Ratu itu
kepadaku!!" geramnya dengan kemarahan selangit tu-
juh. Orang yang barusan bersuara dan menyambar Ant-
ing Mustika Ratu yang tak lain adalah Pangeran Merah
tersenyum. "Benda sakti yang diperebutkan oleh orang-orang
rimba persilatan sudah berada di tanganku. Mengapa
aku harus berlaku bodoh menyerahkannya kepada-
mu"!" serunya penuh ejekan.
"Murid celaka! Kau boleh memiliki Anting Mustika
Ratu, tetapi tanggalkan dulu nyawamu!"
Dengan penuh kemarahan, Datuk Bayangan sudah
menerjang dengan pukulan Tenaga Inti Bumi'. Saat itu
juga menggebah angin luar biasa ke arah Pangeran
Merah. Pangeran Merah yang sebelumnya juga sudah
mempelajari semua ilmu yang dimiliki oleh Datuk
Bayangan termasuk yang sedang dilakukan lelaki ber-
jubah putih itu sekarang, sudah tentu tahu di mana
kelemahan ilmu itu.
Makanya dengan mudah dia berhasil menghinda-
rinya sambil memasukkan Anting Mustika Ratu ke ba-
lik pakaiannya.
"Guru! Jangan memaksaku untuk berlaku durjana!
Lebih baik kau tinggalkan tempat ini ketimbang kau
mampus di tanganku!"
Datuk Bayangan yang benar-benar tak menyangka
kalau dia tak mudah mengelabui Pangeran Merah tak
ambil perduli. Dengan gencar dia terus menyerang
Pangeran Merah yang lama kelamaan menjadi muak.
Rupanya, di saat Pangeran Merah menyetujui perin-
tah gurunya itu untuk melacak jejak orang-orang yang
diinginkannya, diam-diam dia menaruh curiga yang
dalam. Terutama tatkala mendengar ucapan Datuk
Bayangan yang mengatakan orang itu baru tiba di sini
lalu mengubahnya dengan mengatakan, kalau sejak
semalam dia sudah tiba di Lembah Karang Hantu ini.
Sambil berlaku patuh dan menutupi diri dari kecu-
rigaannya, bahkan tidak bertanya apa yang akan dila-
kukan oleh Datuk Bayangan sendiri, Pangeran Merah
sebenarnya berusaha memancing. Diapun patuh saja
meninggalkan Datuk Bayangan bersama Hantu Kali
Berantas dan Sindung Ruwit. Tetapi di tengah jalan dia
berkata pada keduanya untuk menjumpai Datuk
Bayangan kembali. Tanpa menunggu jawaban dari
Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit, pemuda sesat
berkumis tipis itu segera berkelebat dan memutar ja-
lan. Apa yang ada di pikirannya membawa kenyataan,
kalau dia memang patut mencurigai kata-kata Datuk
Bayangan. Dengan Kemarahan tinggi, Pangeran Merah mulai
lancarkan serangan balasan. Dan ini membuat lelaki
berwajah cekung jubah putih yang tengah murka dan
seolah baru menyadari kalau muridnya benar-benar li-
cik, merasa seperti menghadapi dirinya sendiri.
Karena setiap kali serangan dilancarkan olehnya,
maka Pangeran Merah melancarkan serangan yang
sama. "Keparat! Menyesal aku pernah menurunkan se-
luruh ilmuku kepadanya!" maki Datuk Bayangan dan
terus mencecar.
Pangeran Merah yang berhati busuk itu kini benar-
benar bertambah muak. Dengan menggabungkan ilmu
yang dipelajarinya dari Nenek Cabul, dalam lima ge-
brakan berikutnya dia bisa mendesak hebat Datuk
Bayangan. Tanpa khasiat dari air rendaman Anting Mustika
Ratu, Datuk Bayangan benar-benar dibuat tak ber-
daya. Berulang kali dia terhantam pukulan, jotosan
maupun tendangan keras dari Pangeran Merah.
"Aku tak suka membunuh guruku sendiri sebenar-
nya!" seru Pangeran Merah setelah kembali berhasil
menendang dada Datuk Bayangan. "Tetapi bila sudah
kuperingati untuk berlalu namun masih keras kepala,
berarti memang tak ada jalan lain kecuali mengantar
pada kematian!!"
"Setan keparat! Buktikan ucapanmu!" maki Datuk
Bayangan dengan kegusaran tinggi.
Dikerahkan seluruh tenaga dalam dan ilmunya un-
tuk mendesak Pangeran Merah. Namun karena Pange-
ran Merah memiliki pula ilmu yang dimilikinya, maka
gempurannya tak membawa arti apa-apa. Malah justru
dirinya yang semakin terdesak hebat karena gabungan
ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Merah dari dirinya
dan Nenek Cabul.
Dua gebrakan berikutnya, lelaki berwajah cekung
itu sudah terjajar ke belakang dan jatuh ke sumber air.
Dengan wajah mencerminkan kegeraman namun lang-
kahnya tertatih-tatih saat keluar dari sumber air yang
tak terlalu dalam itu, Datuk Bayangan ambruk lima
tindak dari sumber air itu. Karena rasa sakit dan lelah
yang mendera, lelaki berjubah putih itu pun jatuh
pingsan setelah mengeluh tertahan.
"Hhhh! Kau hanya cari penyakit saja, Orang Tua!!"
dengus Pangeran Merah sambil meludahi tubuh Datuk
Bayangan. Lalu diambilnya Anting Mustika Ratu dari
balik pakaiannya. "Tak kusangka kalau akhirnya ben-
da sakti ini akan jatuh ke tanganku. Ini bertanda se-
mua jalan yang kuinginkan akan tercapai dengan mu-
lus. Mumpung tak ada siapa pun di sini, akan kucoba
khasiat Anting Mustika Ratu."
Dengan tergesa-gesa dan tak menghiraukan sosok
Datuk Bayangan yang pingsan, Pangeran Merah men-
gambil air dengan tekor yang dibuat dari daun pisang.
Dan segera direndamnya Anting Mustika Ratu ke da-
lam air itu. Kedua matanya memandang takjub pada air yang
berubah menjadi warna biru.
"Menurut Nenek Cabul, bila air ini berubah menjadi
biru maka ilmu kebal tiada banding akan kumiliki se-
lama tiga hari. Bagus! Bagus sekali!" tawanya dan se-
gera meminumnya.
Setelah dia meminum habis air rendaman Anting
Mustika Ratu dan memasukkan kembali benda sakti
itu ke balik pakaiannya, terdengar suara kelebatan di
belakangnya. Cepat pemuda sesat ini menolehkan kepalanya. Dan
tawanya segera menggema panjang tatkala melihat
siapa orang yang muncul, "Inilah akhirnya pengejaran
yang akan berhasil pada kesempurnaan! Selamat ber-
jumpa kembali, Rajawali Emas!"
Orang yang muncul dan tak lain Rajawali Emas
adanya mendesah tatkala melihat sosok Datuk Bayan-
gan yang pingsan dan tekor yang masih berada di tan-
gan Pangeran Merah.
"Rasanya... aku terlambat...."
*** Bab 9 Dengan langkah angkuh dan kepala mendongak, pe-
muda berpakaian merah ini melangkah maju dan ber-
diri dua tombak di hadapan Rajawali Emas.
Wajahnya dingin dengan pandangan tajam. Seraya
menyeringai dia berkata,
"Rasanya aku tak perlu banyak cakap untuk men-
cabut nyawamu yang pernah menggagalkan seluruh
rencanaku!!"
Rajawali Emas yang merasa yakin kalau dia ter-
lambat diam-diam membatin, "Jelas aku tak bisa
menghindari urusan ini. Kendati aku tahu kalau dia
secara tak langsung telah menjadi kebal tiada banding
berkat khasiat Anting Mustika Ratu yang telah diren-
dam dan diminum airnya, aku akan tetap mencoba
mendapatkan benda itu. Sebelumnya Datuk Bayangan
telah mempergunakannya dan membuat Raja Arak ser-
ta Naga Selatan hampir-hampir tak berdaya. Dan du-
gaanku benar kalau waktu tiga hari dari batas ilmu
kebal yang dimilikinya mulai pupus. Tetapi nampak-
nya dia gagal mendapatkan air sehingga dapat diter-
jang oleh Pangeran Merah karena kekebalannya telah
lenyap bersamaan batas waktu yang telah ditentukan.
Peduli segala urusan! Kendati nyawaku akan me-
layang, akan kurebut Anting Mustika Ratu dari tangan
Pangeran Merah!"
Habis berpikir demikian, sambil tertawa Rajawali
Emas berkata, "Hebat sekali ucapanmu itu, Pangeran
Merah. Sebelumnya kau hanya menjadi seekor tikus!
Apakah karena kau telah meminum air rendaman Ant-
ing Mustika Ratu kau merasa dirimu telah menjadi
seekor naga?"
Mengkelap wajah Pangeran Merah mendengar kata-
kata Tirta. Tubuhnya menggigil tak kuasa menindih
amarah. "Keparat! Akan kubuktikan sekarang juga!!" seru-
nya keras dan tubuhnya sudah melesat dahsyat den-
gan pergunakan pukulan 'Tenaga Inti Bumi' yang dipe-
lajarinya dari Datuk Bayangan.
Seketika menggebah satu kekuatan dahsyat yang
menerbangkan tanah dan ranggasan semak belukar
saat si pemuda berpakaian merah itu melesat ke arah
Tirta. Sesaat Rajawali Emas melengak melihat serangan
hebat itu. Sambil melompat ke belakang dia segera le-
paskan pukulan 'Lima Kepakan Sayap Rajawali'.
Bummm!! Dua tenaga dahsyat itu berbenturan dan menim-
bulkan suara letupan cukup keras. Tanah terbongkar.
Tatkala seluruhnya sirap, terlihat sosok Rajawali Emas
terhuyung dua tindak ke belakang.
Sementara di seberang, Pangeran Merah terbahak-
bahak menyadari dirinya tak kurang suatu apa. Dan
ini semakin memperkuat keyakinannya kalau dia tak
akan mempan ditembus dengan segala jenis pukulan
apa pun. Tanpa banyak ucap, segera saja pemuda berkumis
tipis itu menggebah kembali. Kali ini sambil lipat gan-
dakan tenaganya. Lagi-lagi Rajawali Emas terkesiap
dan segera melepaskan dua pukulan gabungan sekali-
gus. 'Sentakan Ekor Pecahkan Gunung' dan 'Lima Kepakan
Pemusnah Jiwa'.
Letupan yang keras berulang kali terdengar dan
tanah rengkah semakin banyak terjadi Namun tubuh
pemuda sesat berambut seleher yang diberi buntut -
dan buntutnya itu berlompatan saat dia bergerak - te-
tap tak kurang suatu apa.
Kelana Buana 15 Pendekar Kelana Sakti 1 Tapis Ledok Membara Ilmu Ulat Sutera 16
^