Pencarian

Memburu Nyawa Pendekar 1

Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Bab 2 GADIS jelita berpakaian hijau muda dengan kedua
lengan dipenuhi renda warna putih itu terkesiap men-
dapati serangan perempuan bertopeng perak yang ga-
nas. Si gadis yang berjuluk Putri Lebah segera mem-
buang tubuh ke kiri, bersamaan dengan itu dia me-
lompat ke samping kanan kembali. Kedua tangannya
digerakkan ke depan. Angin deras mendahului joto-
sannya. "Mampuslah kau!!" geramnya sengit.
Kalau tadi si gadis yang cukup dibuat terkejut oleh
serangan Dewi Topeng Perak, kali ini perempuan ber-
pakaian kuning cemerlang itu yang keluarkan pekikan
tertahan. "Keparat!!"
Tubuhnya segera dienjot ke atas, hingga sambaran
angin yang dilepaskan si gadis lolos. Saat berada di
udara Dewi Topeng Perak segera meluruk ke arah Putri
Lebah yang dengan sigap memutar tubuh dan men-
gangkat kedua tangannya.
Des! Des! Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbentu-
ran keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung me-
lenting ke belakang dan hinggap kembali di tanah, te-
gak, dengan kedua kaki dipentangkan Dari balik to-
peng perak yang dikenakannya, sepasang mata perem-
puan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk da-
lam. Sementara itu, si gadis terhuyung ke belakang tiga
tindak. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan
yang terasa remuk.
Dari balik ranggasan semak belukar, sepasang ma-
ta tajam milik Rajawali Emas berputar galau.
"Tepat dugaanku! Gadis itu bukanlah tandingan
Dewi Topeng Perak! Berarti, aku harus menampakkan
diri sekarang!"
Seperti dituturkan dalam episode: "Seruling Haus
Darah", saat ini Rajawali Emas sedang mengikuti Dewi
Topeng Perak yang hendak menjumpai kambratnya.
Rasa penasaran untuk mengetahui siapa gerangan
orang yang akan ditemui oleh Dewi Topeng Perak,
membuat Rajawali Emas terpaksa rela menunggu se-
perti yang dilakukan perempuan itu. Dan tanpa dis-
angka muncul seorang gadis yang mengaku berjuluk
Putri Lebah. Sikap gadis itu membuat Dewi Topeng Pe-
rak menggeram jengkel dan langsung lancarkan seran-
gan. Rajawali Emas mendesah pendek melihat sikap ne-
kat Putri Lebah.
Namun sebelum pemuda dari Gunung Rajawali ini
melakukan maksudnya, mendadak saja terdengar tawa
yang sangat nyaring dan sesekali diiringi desahan,
"Dewi Topeng Perak! Maaf aku terlambat datang! Tetapi
kau beruntung punya lawan untuk melemaskan otot
dan menghilangkan kejemuan!!"
Dari sebuah jalan setapak yang ada di sebelah ka-
nan, satu sosok tubuh tua namun masih kelihatan
cantik muncul. Bibir perempuan tua ini memerah ba-
sah. Kerlingan matanya nampak genit sekali. Dan dia
mengenakan pakaian panjang berwarna kuning kebi-
ruan yang terbuka di dada, hingga memperlihatkan
bungkahan payudaranya yang besar namun sudah
mengendor. Sementara Dewi Topeng Perak mendengus dan Pu-
tri Lebah mundur dua tindak dengan wajah pucat, Ra-
jawali Emas terkesiap dengan kedua mata terbuka.
Pemuda ini seperti tersedak melihat siapa orang yang
ditunggu oleh Dewi Topeng Perak.
"Nenek Cabul," desisnya pelan. "Perempuan celaka guru dari Pangeran Merah yang
menghendaki Anting
Mustika Ratu! Mungkin, itulah teka-teki yang ada di
otakku mengapa perempuan cabul ini tidak muncul di
Lembah Karang Hantu?"
Perempuan genit yang bersuara sesekali diiringi de-
sahan dan memang Nenek Cabul adanya, memandang
bergantian pada Dewi Topeng Perak dan Putri Lebah.
"Urusan ternyata baru bisa kita lakukan sekarang!
Maafkan aku yang datang terlambat memenuhi janji!"
Sepasang mata Dewi Topeng Perak menyipit. Di lain
kejap dia sudah berkata, "Sudahlah! Kita bisa bicara-
kan urusan yang akan kita lakukan sekarang!"
"Lalu bagaimana dengan gadis sialan ini?" tanya
Nenek Cabul sambil melirik Putri Lebah yang nampak
tegang. Seketika Dewi Topeng Perak mengalihkan pandan-
gan pada Putri Lebah.
"Dia telah bersikap lancang! Dan satu-satunya jalan
adalah membunuhnya!"
"Kalau sudah tahu harus persingkat waktu, meng-
apa tak segera menurunkan tangan"!"
Dari balik topeng perak yang dikenakannya, wajah
perempuan ini mengkelap. Pandangannya makin me-
nusuk mengerikan.
"Bila dia tak bersikap lancang, mungkin tenaganya
masih bisa kupergunakan! Orang yang baru turun gu-
nung biasanya mudah dipengaruhi," batin perempuan
ini sesaat. Lalu menyambung, "Tetapi sikapnya telah
bikin darahku mendidih! Menghabisinya pun tak sulit
kulakukan!!"
Seraya maju dua tindak, Dewi Topeng Perak ber-
kata dingin, "Bersiaplah untuk menerima kematian-
mu!" Dari tempat persembunyiannya, Rajawali Emas da-
pat melihat betapa pucat wajah Putri Lebah. Sikapnya
yang congkak tadi langsung pupus.
"Ini sebenarnya kesalahan gadis itu sendiri. Tetapi,
aku tak bisa berdiam diri sekarang!!"
Dewi Topeng Perak segera mengangkat kedua ta-
ngannya dan mendorong ke arah Putri Lebah. Namun
dengan gerakan luar biasa cepat Rajawali Emas me-
lompat ke muka seraya menggerakkan tangan kanan-
nya. Wuuttt! Seketika terdengar letupan yang cukup keras saat
gebrakan Dewi Topeng Perak tertahan hajaran samba-
ran angin yang dilepaskan Rajawali Emas.
Blaaam! Dalam keadaan melompat seperti itu, sebenarnya
gerakan Rajawali Emas lebih banyak terhambat. Na-
mun pemuda yang telah terlatih ilmu peringan tubuh-
nya, dengan segera berputar dan menyambar tubuh
Putri Lebah yang memekik kaget.
Sejenak Dewi Topeng Perak terkesiap melihat ge-
rakan si pemuda. Namun kejap lain, sebelum Rajawali
Emas hinggap kembali di tanah, dia sudah keluarkan
bentakan, "Rupanya kau, Rajawali Emas! Bagus! Be-
rarti tak terlalu lama aku mencarimu!!"
Bukan hanya Dewi Topeng Perak yang terkejut me-
lihat kemunculan Rajawali Emas yang tiba-tiba, Nenek
Cabul pun segera membentak diiringi desahannya,
"Bagus, bagus sekali! Pemuda keparat yang mengga-
galkan seluruh rencanaku muncul di sini! Nyawamu
tinggal seujung kuku, Rajawali Emas!!"
Rajawali Emas yang telah berdiri tegak dengan kaki
dipentangkan melepaskan rangkulannya pada Putri
Lebah yang menatapnya gusar.
"Selamat bertemu kembali, Perempuan-perempuan
Celaka! Kasihan, rupanya aku sudah terlalu hebat ya
hingga kalian merasa patut bergabung untuk menga-
lahkan aku"!" seloroh Tirta kemudian sambil nyengir.
Tersentak kepala Dewi Topeng Perak mendengar
kata-kata itu. Dengan langkah kaku, perempuan ber-
pakaian kuning cemerlang ini maju tiga tindak ke mu-
ka. Pandangannya menusuk tajam, suaranya dingin,
"Kau terlalu sesumbar hingga tak pandang siapa kami
berdua! Apakah...."
"Lho, bagaimana aku bisa memandangmu?" putus
Tirta dengan senyuman makin lebar. "Buka dululah to-
peng perak yang kau pergunakan untuk menutupi ku-
dis di wajahmu, baru aku bisa melihatnya!"
Membuncah sudah kemarahan perempuan berto-
peng perak ini. Tak lagi menghiraukan Putri Lebah
yang berdiri di samping kanan Tirta, dia sudah mener-
jang dengan kedua tangan didorong ke depan.
Menggebu angin dahsyat mendahului gebrakan kedua
tangannya. Sebelum Tirta melakukan apa-apa, gadis
berpakaian hijau muda yang di kedua lengannya ter-
dapat renda warna putih ini sudah menerjang seraya
berseru, "Aku tidak tahu siapa kau adanya, Kawan! Tetapi
manusia ini adalah lawanku!!"
Blaam! Blaam!! Terjadi dua letupan keras saat Putri Lebah mengha-
langi serangan Dewi Topeng Perak. Menyusul kedua
kaki si gadis berkelebat laksana sungut lebah!
Mengarah pada dada dan kening Dewi Topeng Pe-
rak. Mengkelap Dewi Topeng Perak mendapati seran-
gannya diputuskan oleh gadis berpakaian hijau muda
itu. Segera saja dia menggerakkan kedua tangannya.
Duk! Duk! Seharusnya, tubuh Putri Lebah bisa langsung ter-
balik ambruk terhantam tenaga dalam tinggi itu. Akan
tetapi, begitu tendangan kaki kanan dan kirinya dapat
diatasi oleh Dewi Topeng Perak, masih berada di udara
gadis ini memutar tubuh dengan kedua kaki digerak-
kan. Wutt! Wutt!! "Tendangan 'Tanpa Bayangan'!" seru Dewi Topeng
Perak dalam hati. Kepalanya kelihatan tertarik ke be-
lakang tanda dia terkejut. "Bukankah tendangan itu
milik..." Kata batin perempuan bertopeng perak ini terputus
tatkala dengan ganasnya Putri Lebah yang sudah me-
rasa berada di atas angin - terus mencecar melalui
tendangan kedua kakinya yang ganas melabrak.
Namun Dewi Topeng Perak bukanlah orang yang
baru terjun ke rimba persilatan. Dengan mengandal-
kan kecepatannya hingga yang nampak hanya bayan-
gan kuning belaka, perempuan ini berhasil menghin-
dari setiap sergapan kedua kaki Putri Lebah. Bahkan
kini dia mulai membalas.
Sementara itu, Nenek Cabul yang mendendam pula
pada Rajawali Emas berkata dingin, "Kalau waktu itu
kau berhasil mengalahkan muridku si Pangeran Me-
rah, kali ini kau akan kubuat bertekuk lutut, Rajawali
Emas! Dan... hik... hik... hik... kau akan kujadikan
pemuas nafsuku!!"
"Kita memang belum pernah bertarung! Tetapi...
apakah hajaran Iblis Cadas Siluman sudah membuat
kau lupa, betapa kosong sebenarnya ilmu yang kau
miliki"!" sahut Rajawali Emas enteng. (Untuk menge-
tahui pertarungan itu, silakan baca: "Anting Mustika
Ratu"). Mengelam wajah Nenek Cabul seraya kertakkan ra-
hang. Kejap lain dia sudah menderu dahsyat ke arah
Rajawali Emas. Seketika menghampar angin dahsyat
berhawa panas diiringi suara bergemuruh.
"Tirta mendongak sejenak seraya menahan napas.
Kejap itu pula di bagian bawah perutnya bergolak ha-
wa panas. Bertepatan dengan tubuh Nenek Cabul
mendekat, pemuda dari Gunung Rajawali ini mener-
jang dengan kedua tangan dikembangkan ke atas. Pu-
kulan 'Sentakan Ekor Pecahkan Gunung' yang dipadu-
kan dengan tenaga surya dilepaskan.
Wuusss! Saat itu pula gelombang panas yang keluar dari se-
rangan Rajawali Emas menggebah, melingkari hawa
panas yang dilepaskan Nenek Cabul.
Terkesiap perempuan yang memiliki payudara be-
sar namun sudah kendor itu mendapati gelombang pa-
nas yang menderu. Segera dia mengurungkan seran-
gannya seraya membuang tubuh ke samping karena
tak ingin terbakar.
"Pemuda ini memang luar biasa! Apakah harus ku-
pergunakan Trisula Mata Empat yang sudah kudapat-
kan dari Ratu Iblis. Perempuan tua celaka musuh be-
buyutan Raja Dewa yang telah kukirim nyawanya ke
neraka?" Di seberang, Tirta berdiri tegak dengan kedua kaki
dipentangkan. Dilihatnya bagaimana Putri Lebah se-
dang terdesak hebat oleh gebrakan-gebrakan menge-
rikan dari Dewi Topeng Perak. Bahkan, darah sudah
mengalir dari hidung dan mulut gadis berpakaian hijau
muda itu. "Bila kubiarkan, Putri Lebah akan jadi sasaran em-
puk Dewi Topeng Perak! Tetapi aku yakin, Nenek Ca-
bul tak akan memberikan kesempatan kepadaku!"
Apa yang diduga pemuda dari Gunung Rajawali ini
memang benar. Karena dengan pergunakan ilmu


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

'Penyanggah Tubuh Kuatkan Jiwa' perempuan berpa-
kaian kuning kebiruan yang terbuka di bagian dada,
sudah melabrak kembali.
Rajawali Emas dapat merasakan perubahan serang-
an lawan. Segera saja dilipatgandakan tenaga surya
dalam tubuhnya.
Blaaarr! Blaarrr!
Tempat itu bergetar hebat. Pepohonan kembali ber-
jatuhan dan menimbulkan suara berdebam berkali-
kali. Beberapa ranting dan dahannya beterbangan.
Tirta keluarkan seruan tertahan sambil mendekap
dadanya dengan tubuh bergetar. Kedua tangannya di-
rasakan ngilu luar biasa.
"Sialan! Dia rupanya telah pergunakan ilmu
'Penyangga Tubuh Kuatkan Jiwa' yang pernah dikelua-
rkan Pangeran Merah saat menyerangku! Huh! Aku te-
lah tahu kelemahan ilmu itu!"
Di seberang, Nenek Cabul telah berdiri tegak de-
ngan sorot mata tajam pada Rajawali Emas. Di sela-
sela bibirnya merembas darah segar.
Rajawali Emas yang hendak melabrak kedua lutut
Nenek Cabul yang merupakan kelemahan dari ilmu
'Penyangga Tubuh Kuatkan Jiwa' urung melakukan.
karena dilihatnya Putri Lebah makin tunggang lang-
gang dengan teriakan-teriakan tertahan dan wajah se-
makin terkesiap menghindari hajaran Dewi Topeng Pe-
rak. "Gadis itu harus kuselamatkan lebih dulu!" desis
pemuda yang di kedua lengan kanan dan kirinya ini
terdapat rajahan burung rajawali keemasan.
Memutuskan demikian, segera saja Tirta melompat,
memotong serangan Dewi Topeng Perak. Namun tat-
kala dia hendak menyambar tubuh Putri Lebah, dira-
sakan hamparan hawa panas menderu ke arahnya.
Serangan yang ternyata dilancarkan oleh Nenek Cabul,
mau tak mau membuat Tirta memekik tertahan. Dia
hanya bisa mendorong tubuh Putri Lebah sementara
dengan meliukkan tubuhnya, kaki kanannya siap di-
hantamkan ke kedua lutut si nenek.
"Gila!!"
Ganti Nenek Cabul yang memekik keras sambil
membuang tubuh dengan cara bergulingan. Sementara
itu, Dewi Topeng Perak melanjutkan hajarannya pada
Putri Lebah yang sudah sulit untuk bangkit.
Dan keadaan ini membuat Rajawali Emas harus
bertindak cepat. Begitu kedua kakinya menginjak ta-
nah, segera dia lepaskan pukulan 'Lima Kepakan Pe-
musnah Rajawali'.
Blaaarr! Gebrakan Dewi Topeng Perak tertahan.
Merasa harus menyelamatkan Putri Lebah, Rajawali
Emas segera memutar tubuh menyambar tubuh si ga-
dis dan berlalu dari sana.
Menggeram keras Dewi Topeng Perak melihat hal
itu. Dengan segera dia melompat hendak menyusul.
Namun seruan Nenek Cabul membuat perempuan ini
mengurungkan niatnya. Pandangannya tajam diarah-
kan pada Nenek Cabul.
"Mengapa kau menahanku, hah"! Keinginanku un-
tuk membunuh pemuda keparat itu tak bisa ditunda
lagi!!" geramnya sengit.
Perempuan cabul berpayudara besar itu melangkah
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku punya sebuah rencana yang bagus!" sahut-
nya. "Persetan dengan rencanamu! Pemuda keparat ta-
di...." "Aku yakin, bila kau tahu rencanaku, maka kau
akan setuju! Bahkan, dengan mudahnya kita dapat
melihat kematian Rajawali Emas!!"
Dada Dewi Topeng Perak yang naik turun berang-
sur normal. Namun dari topeng perak yang dike-
nakannya, pandangannya masih tajam pada Nenek
Cabul. "Katakan... apa rencanamu itu?"
Sambil menyeringai lebar, Nenek Cabul mengata-
kan rencananya. Terlihat sepasang mata dari topeng
perak pertama-tama terbeliak tak percaya. Lalu be-
rangsur menjadi cerah.
"Sebuah rencana yang matang!" katanya kemudi
an. "Jadi kau sudah tahu kalau sebelumnya Rajawali
Emas bersembunyi di balik ranggasan semak"!"
"Tepat! Dan rencana itu pun kususun sedemikian
cepat! Kita tinggal menunggu hasilnya!"
Bibir bergincu milik Dewi Topeng Perak tersenyum
puas. "Tak sabar rasanya aku menunggu kematian Raja
Wali Emas"
"Begitu pula denganku! Satu hal yang terpenting la-
gi, Trisula Mala Empat milik Raja Dewa yang berhasil
direbut oleh Ratu Iblis, sudah kudapatkan!"
"Bagaimana dengan Ratu Iblis sendiri?"
"Aku sudah mengakhiri penderitaan panjangnya
yang hidup tidak, mati pun tidak."
"Bagus! Lalu, apa rencana kita selanjutnya"'
"Aku ingin bergabung dengan Seruling Haus Da-
rah!" "Hei!" Kali ini sepasang mata Dewi Topeng Perak
terbeliak lebar. Lalu berkata dalam hati, "Apa-apaan
perempuan cabul ini berkata demikian" Aku menga-
jaknya bergabung bukan untuk bersatu dengan Serul-
ing Haus Darah, melainkan untuk membunuh Rajawa-
li Emas!" Masih tak kuasa menindih keheranannya, perem-
puan bertopeng perak ini berkata, "Apa maksudmu
bergabung dengan Seruling Haus Darah?"
"Kesaktian Seruling Haus Darah sebenarnya tak se-
berapa tinggi bila dia tak memiliki Seruling Gading mi-
lik Raja Seruling. Dan aku... menginginkan Seruling
Gading yang telah diubah namanya menjadi Seruling
Haus Darah sekaligus dipakai sebagai julukan lelaki
keparat itu!"
Dewi Topeng Perak terdiam seraya membatin, "Ru-
panya perempuan celaka ini juga punya maksud men-
guasai rimba persilatan! Bagus! Untuk saat ini biarlah
aku menyetujui keinginannya! Karena, dia akan mem-
bantuku untuk membunuh Rajawali Emas!"
Lalu Dewi Topeng Perak menceritakan kalau dia akan
menemui Seruling Haus Darah satu bulan kemudian
di Bukit Watu Hatur sesuai dengan perintah Seruling
Haus Darah sendiri.
"Tak jadi masalah! Urusan yang kuinginkan cukup
akan memakan waktu banyak! Dan waktu yang sebu-
lan itu bukan masalah yang terlalu memusingkan! Se-
benarnya aku mempunyai keinginan untuk mencari
Manusia Pemarah, satu-satunya lelaki yang menolak
kuajak bercinta! Tetapi untuk saat ini, biar kulupakan
urusan itu! Dan kau sendiri, apakah kau setuju den-
gan semua rencanaku?"
"Sialan! Apakah dia tidak puas dengan kata-kataku
tadi?" geram Dewi Topeng Perak dalam hati. Seraya
menganggukkan kepala, perempuan ini mengangguk,
"Ya. Aku pun sebenarnya hendak mencari Mata Malai-
kat, lelaki yang telah bikin hancur hatiku! Tetapi un-
tuk saat ini, aku rela melupakan urusan itu!"
"Bagus! Kalau begitu... kita coba mengikuti Rajawali
Emas dan Putri Lebah sekarang!"
Setelah mendapat anggukan dari Dewi Topeng Pe-
rak, Nenek Cabul sudah berkelebat mendahului yang
segera disusul oleh perempuan berpakaian kuning ce-
merlang itu. Dalam sekejapan mata saja, Hutan Kalimati telah
kembali dibungkus sepi.
*** Bab 2 SATU sosok tubuh berpakaian hitam sambung me-
nyambung itu terus berlari. Dari gerakan larinya yang
semakin bertambah sempoyongan dan wajahnya yang
nampak pucat, menandakan kalau sosok tubuh yang
ternyata seorang lelaki tua ini sudah sangat kelelahan
sekali. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya hingga
pakaian yang dikenakannya seperti melekat ke badan.
Dan berkali-kali dia muntah darah. Rupanya lelaki
yang berambut kaku berdiri laksana iblis ini sedang
terluka dalam. Sepasang alisnya yang menukik dan
seperti bertemu di atas pangkal hidungnya mengerut
tanda dia menahan sakit.
Akan tetapi, orang yang baju lengan kirinya kosong
karena tak memiliki lengan itu, nampaknya tak pedu-
likan keadaan dirinya. Dia terus berlari seperti kuatir
dikejar ratusan serigala lapar.
Tepat matahari mulai memasuki peraduannya,
orang ini tersungkur di balik ranggasan semak belu-
kar. Bukan disebabkan terantuk akar pohon melintang
atau bebatuan, melainkan karena tenaganya benar-
benar sudah terkuras.
Orang ini mengeluarkan keluhan tertahan. Wajah-
nya deras menerpa tanah. Masih untung tak ada sebu-
tir kerikil pun di tanah yang mengenai wajahnya. Bila
saja ada, tak mustahil wajahnya akan dipenuhi luka.
Kendati demikian beberapa duri dari ranggasan semak
belukar itu, menghiasi wajahnya.
Mengembung pipi lelaki berpakaian hitam sambung
menyambung ini yang tak lain Maut Tangan Satu
adanya. Kejap berikutnya kembungannya pecah den-
gan suara tak enak didengar dan memuntahkan darah
kembali. ' "Celaka! Rasa-rasanya... aku tak bisa bertahan se-
karang...." keluhnya lemah.
Dengan kerahkan sisa-sisa tenaganya, Maut Ta-
ngan Satu berupaya membalikkan tubuhnya. Lalu ter-
lihat sepasang matanya terpejam dengan napas mem-
buru dan dada naik turun. Dari hidungnya mengalir
darah segar. Rupanya darah itu keluar karena wajah-
nya menghantam tanah tadi.
Sedangkan di mulutnya, masih terdapat sisa-sisa
darah yang dimuntahkannya tadi. Rasa sakitnya tak
terkira. Setelah berusaha menyelamatkan diri dari Peri Ge-
lang Rantai, Maut Tangan Satu terus berlari dengan
susah payah. Sebelumnya lelaki berpakaian hitam
sambung menyambung ini, melihat Peri Gelang Rantai
bersama Raja Dewa yang sedang menuju ke Lembah
Iblis. Dan diam-diam Maut Tangan Satu, yang sebe-
narnya mendapat tugas dari Seruling Haus Darah un-
tuk membawa Rajawali Emas kepadanya, mengikuti
kedua orang itu. Namun tanpa disangkanya. Raja De-
wa mengetahui gerak-geriknya dan bersama Peri Ge-
lang Rantai keduanya mempermainkan dirinya.
Maut Tangan Satu segera keluar dari tempat per-
sembunyiannya dan pertarungan terjadi dengan Peri
Gelang Rantai. Ternyata Maut Tangan Satu bukanlah
tandingan Peri Gelang Rantai. Lelaki berambut berdiri
tegak itu pun dibuat lintang pukang. Dan satu hal
yang mengejutkannya, karena di saat Peri Gelang Ran-
tai menyerangnya terakhir kali, yang dirasakan hanya-
lah tepukan belaka. Saat itu Maut Tangan Satu berpi-
kir kalau Peri Gelang Rantai tak mampu melakukan-
nya. Namun, lelaki ini tidak tahu kalau Peri Gelang
Rantai telah memasukkan setangkai bunga kecil warna
hitam yang dinamakan Kuntum Bunga Malam (Untuk
lebih jelasnya, silakan baca: "Seruling Haus Darah").
Napas lelaki ini makin terengah-engah.
"Gila! Aku tak sanggup untuk memulihkan kea-
daanku sekarang...," desahnya tetap dengan mata ter-
pejam. "Peri Gelang Rantai... bila aku masih hidup... ke
ujung neraka pun akan kucari kau, Nenek keparat!!"
Terbayang di mana sebelumnya dia dipermainkan
oleh Peri Gelang Rantai dan Raja Dewa. Dan ini sema-
kin membuat dendamnya bertambah lebar, menusuk
hingga relung hati terdalam. Siap membuncah keluar
hentakkan raungan dahsyat!
Namun dikarenakan rasa sakit yang menyiksanya,
lelaki berlengan satu ini tak sanggup untuk bertahan
lebih lama. Dua kejapan berikutnya, setelah keluarkan
erangan tertahan, lelaki berpakaian hitam sambung
menyambung ini jatuh pingsan.
Waktu sepenanakan nasi telah lewat. Jalan setapak
itu telah dibungkus sepi. Lintasan malam mulai meraja
ditimpali suara-suara hewan yang mulai unjuk gigi. Di
angkasa luas, hamparan langit biru mulai terhalang
oleh timbunan awan hitam yang terus berarak perla-
han. Lima tarikan napas berikutnya, tibalah satu sosok
tubuh di tempat itu. Si pendatang ini ternyata seorang
lelaki yang bertubuh kurus dengan wajah cekung dan
kedua mata masuk ke rongga agak dalam. Saking ku-
rusnya, bila si pendatang ini tak mengenakan pakaian
agak gombrang yang berwarna hitam bergaris merah,
sudah tentu yang nampak di mata hanyalah onggokan
tulang yang berangkai saja!
Lelaki yang memiliki kepala lonjong dan rambut
yang dapat dihitung ini memperhatikan sekelilingnya
dengan sepasang mata dijerengkan. Dia belum me-
nangkap sosok Maut Tangan Satu yang agak terhalang
semak belukar. Kejap lain si pendatang ini keluarkan suara yang
cempreng, "Keparat betul! Di mana bisa kutemui pe-
muda berjuluk Rajawali Emas"! Setan alas! Hadiah


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang diberikan Seruling Haus Darah sudah mulai me-
nipis karena habis kupergunakan untuk menggeluti
para pelacur dengan imbalan uang ini! Benar-benar
keparat!!"
Kembali lelaki berkepala agak lonjong ini perhati-
kan sekelilingnya.
"Apakah sudah ada yang menemukan Rajawali
Emas" Celaka betul kalau begini! Bisa jadi Dewi To-
peng Perak yang mendahului! Aku tahu perempuan
berpakaian kuning cemerlang itu mempunyai dendam
dalam pada Rajawali Emas! Dan tak tertutup kemung-
kinan Maut Tangan Satu, Datuk Jubah Merah, atau
Dua Iblis Hitam atau Sudra Jalang dan Lodra Jalang
yang telah mendahului"! Setan! Berarti aku harus ce-
pat!!" Sesaat lelaki berpakaian agak gombrang berwarna
hitam bergaris merah itu mengunci mulutnya rapat-
rapat. Sepasang matanya tajam menatap sekelilingnya.
Kejap lain terlihat cuping hidungnya yang agak men-
cuat ke atas itu bergerak-gerak.
"Gila! Aku seperti mencium bau amis darah! Dari
baunya yang agak anyir, jelas bukan darah hewan! Me-
lainkan darah.... Setan keparat!" Lelaki ini memutus
kata-katanya sendiri dengan kening berkernyit. Pan-
dangannya tertumbuk pada ranggasan semak berjarak
dua tombak dari hadapannya. "Bukankah itu tubuh
manusia" Sinting! siapa dia"!"
Dengan langkah yang seperti tak menginjak tanah,
lelaki ini mendekati sosok Maut Tangan Satu yang
pingsan. Dan begitu melihat sosok di hadapannya, le-
laki ini mendengus, "Maut Tangan Satu! Kenapa bisa
jadi begini"!"
Perlahan-lahan orang ini berlutut untuk memerik-
sa. Karena sosoknya yang tinggi, saat berlutut pun dia
masih kelihatan tinggi.
Tangannya yang kurus terjulur.
"Busyet! Manusia ini bisa mampus sekarang"! Apa-
kah akan kubiarkan saja dia mampus"! Bukankah ini
mengurangi lawanku untuk mendapatkan hadiah dari
Seruling Haus Darah saat memburu Rajawali Emas"!"
Berpikir demikian, lelaki ini berdiri kembali. Bibir
nya menyeringai lebar saat memandang sosok Maut
Tangan Satu dan berkata penuh ejekan,
"Selamat menempuh perjalananmu ke neraka, Ka-
wan!! Kau akan berteman dengan setan-setan neraka!"
Di lain kejap, masih menyeringai lebar lelaki ini
mulai beranjak. Namun baru tiga tindak, dia sudah
menghentikan langkah. Tanpa membalikkan tubuhnya
dia mendesis, "Bodoh! Bukankah bila kutolong manu-
sia celaka itu berarti aku telah menanam budi" Dan
manusia ini... Hmm, baik, baik!!"
Lelaki ini kembali membalikkan tubuh dan men-
dekati sosok Maut Tangan Satu. Kejap berikutnya, dia
sudah sibuk memeriksa tubuh Maut Tangan Satu.
Sekitar setengah waktu peminuman teh, lelaki ber-
wajah cekung ini menarik napas panjang.
"Dalam perkiraanku, besok pagi dia sudah siuman.
Apakah aku meneruskan perjalanan sekarang untuk
memburu Rajawali Emas" Atau kutunggui manusia ce-
laka ini?"
Kembali lelaki ini terdiam. Lalu terlihat kepalanya
mengangguk-angguk tanda dia memutuskan pikiran
yang kedua. Dan perlahan-lahan terlihat lelaki ini me-
rebahkan tubuhnya. Lalu dengan cara yang aneh, tu-
buhnya menekuk dan berangsur melingkar seperti ular
bila sedang tidur!
*** Tatkala sinar surya menampakkan biasnya di ufuk
timur, sosok lelaki yang melingkar itu menggeliat de-
ngan merentangkan kedua kaki dan tangannya hingga
nampak seperti semakin panjang saja. Perlahan-lahan
terdengar desisannya laksana ular.
Lalu dengan cara mengejut, tubuh lelaki itu telah
berdiri. Diperhatikannya sosok Maut Tangan Satu yang
sedang menggeliat dan keluarkan suara pelan.
Lelaki berkepala agak lonjong itu menyeringai sera-
ya berucap, "Bagus! Kau sudah siuman sekarang! Kau
harus ingat budi yang kutanam, Maut Tangan Satu!"
Sepasang mata Maut Tangan Satu perlahan-lahan
membuka yang saat itu pula mengatup kembali. Ken-
dati hanya sesaat, lelaki tanpa lengan kiri yang telah
merasakan keadaannya mulai membaik mendesis da-
lam hati, "Iblis Lembah Ular. Mengapa dia berada di
sini" Dan apa maksudnya dengan budi yang telah di-
tanamnya" Apakah dia... oh! Aku tahu sekarang. Lela-
ki berhati ular ini tentunya yang mengobatiku.... Cela-
ka! Kalau tahu begini, biar saja aku mampus!"
Lelaki berkepala agak lonjong dengan rambut yang
meranggas itu tertawa kembali.
"Tak usah berlagak! Aku tahu kau sudah siuman!
Kini tiba saatnya aku mendengar kau akan membalas
budi baikku!"
Karena memang keadaannya sudah membaik, Maut
Tangan Satu segera membuka kedua matanya. Dan
perlahan-lahan dia duduk. Pandangannya lekat pada
lelaki di hadapannya yang berjuluk Iblis Lembah Ular.
"Benar-benar celaka sekarang! Bila aku tak men-
giyakan apa yang diinginkan, bias jadi manusia kepa-
rat ini akan mencabut nyawaku! Sekarang, dalam kea-
daan yang cukup membaik kendati aku harus berse-
madi dulu, kesempatan ini memang harus kuperguna-
kan. Sebaiknya, kuturuti saja apa yang diinginkan-
nya." Memutuskan demikian, Maut Tangan Satu terse-
nyum. "Terima kasih atas pertolonganmu. Ada ubi pasti
ada talas. Ada budi pasti ada balas."
Meledaklah tawa Iblis Lembah Ular. Keras, hingga
dedaunan berguguran. Setelah beberapa kejap, lelaki
berkepala lonjong ini memutus tawanya sendiri seraya
membatin, "Manusia ini sudah berada di tanganku se-
karang! Ini memudahkan untuk mendapatkan Rajawali
Emas." Lalu segera diarahkan pandangannya pada Maut
Tangan Satu yang sedang memandang tak berkedip
kepadanya. "Ceritakan mengapa kau jadi seonggok tubuh yang
tak berguna tetapi masih bernyawa"!"
Mulai membuncah amarah di dada Maut Tangan
Satu mendengar ejekan itu. Tetapi untuk saat ini, lagi-
lagi dia menurut. Makanya, dia segera menceritakan
apa yang terjadi.
"Gila!" dengus Iblis Lembah Ular kemudian. Sepa-
sang matanya terbeliak tak percaya. "Jadi kau berjum-
pa dengan Peri Gelang Rantai dan Raja Dewa"!"
Maut Tangan Satu menganggukkan kepalanya. Da-
pat dilihatnya sepasang mata lelaki di hadapannya
yang terbeliak.
"Ada sesuatu yang disembunyikannya," desis Maut
Tangan Satu dalam hati.
Iblis Lembah Ular melangkah mondar-mandir de-
ngan kening yang sesekali berkerut.
"Celaka! Ini kabar buruk buatku!" desisnya dalam
hati. "Bertahun-tahun aku menyembunyikan diri dari
Peri Gelang Rantai setelah kubunuh adik seperguruan-
nya di Danau Mati! Bertahun-tahun pula aku berhasil
meloloskan diri sampai kurasa dia tak lagi mengingat-
ingat urusan itu! Dan sekarang... dia muncul kembali!
Apakah kemunculannya saat ini karena menghendaki
nyawaku, atau ada urusan lain?"
Maut Tangan Satu yang memperhatikan dengan
seksama membatin, "Perubahan wajah manusia kepa-
rat ini begitu nampak sekali! Apakah ada sesuatu yang
terjadi antara dirinya dengan salah seorang dari mere-
ka" Atau... malah kedua-duanya" Hmm... aku harus
mengorek keterangan! Dengan begitu, aku bisa tahu
apa yang membuatnya kelihatan tegang seperti itu!"
Seolah tak berpikir seperti itu, Maut Tangan Satu
berkata, "Iblis Lembah Ular! Adakah yang kau pikirkan
saat ini"!"
Lelaki berkepala lonjong itu menghentikan lang-
kahnya. Pandangannya tajam menghujam pada Maut
Tangan Satu. Namun beberapa kejap kemudian dia
tertawa lebar. "Apa maksud dari pertanyaanmu itu, hah"!" Maut
Tangan Satu yang hendak mengetahui apa
penyebab Iblis Lembah Ular jadi tegang seperti itu ber-
kata, "Aku tak punya maksud apa-apa! Tetapi kau se-
perti...."
"Tidak ada yang kupikirkan selain menemukan cara
untuk mendapatkan Rajawali Emas!" sahut Iblis Lem-
bah Ular memutus kata-kata Maut Tangan Satu, lalu
menyambung dalam hati, "Kalau manusia satu ini ta-
hu apa yang kupikirkan, bisa berabe! Dengan kata lain
dia...." "Kalau memang tak ada yang kau pikirkan, aku
hendak bersemadi dulu! Lalu kita sama-sama mencari
Rajawali Emas! Atau... kau menginginkan kita berpi-
sah"!"
"Itu pun lebih baik! Tetapi ingat, ada budi ada ba-
las!!" sahut Iblis Lembah Ular menyeringai.
"Katakan apa yang kau inginkan"!"
"Bila kau sudah menemukan sekaligus dapat me-
ngalahkan Rajawali Emas, serahkan pemuda itu kepa-
daku!" "Hmmm... jadi itu yang diinginkannya" Aku tahu
dia menghendaki hadiah dari Seruling Haus Darah,"
batin Maut Tangan Satu lalu perlahan-lahan mengang-
gukkan kepalanya.
"Bagus!" seru Iblis Lembah Ular begitu melihat ang-
gukan kepala Maut Tangan Satu. Lalu dengan suara
seperti telah berhasil menguasai lelaki berlengan bun-
tung itu dia melanjutkan kata, "Kau bisa bersemadi
sekarang, sementara aku meneruskan langkah menca-
ri pemuda sialan itu! Dan ingat! Jangan coba-coba
mengkhianatiku!!"
Habis seruannya yang sekaligus ancaman, tanpa
menunggu sahutan atau anggukan dari Maut Tangan
Satu, Iblis Lembah Ular sudah berkelebat dengan
langkah seperti tak memijak tanah.
Sepeninggal Iblis Lembah Ular, Maut Tangan Satu
membatin, "Jangan berlaku congkak di hadapanku!
Untuk saat ini aku bisa berlaku sopan di hadapanmu,
Manusia celaka! Tetapi siapa sudi menyerahkan Raja-
wali Emas kepadamu, hah"! Hadiah dari Seruling Haus
Darah akan menjadi milikku! Kelak, aku akan mencari
tahu apa yang membuat wajahmu tegang saat men-
dengar julukan Peri Gelang Rantai dan Raja Dewa ku-
sebutkan!"
Kejap berikutnya, lelaki berlengan satu ini mulai
bersemadi guna memulihkan seluruh tenaga dalam-
nya. *** Bab 3 "TERIMA kasih atas pertolonganmu, Sahabat," kata
Putri Lebah sambil memandang pemuda yang baru sa-
ja mengalirkan tenaga dalam padanya. Tubuhnya dira-
sakan jauh lebih segar dari sebelumnya. Wajahnya
memerah dadu dengan bibir yang selalu membasah.
Rajawali Emas yang berlutut di hadapannya ter-
senyum. "Kau terlalu nekat," katanya kemudian. "Kendati kau baru turun gunung, tetapi
jangan mengambil sikap seperti yang kau lakukan sebelumnya untuk men-
cari nama! Menantang tokoh-tokoh lain untuk mencari
nama adalah tindakan bodoh! Sombong dan juga keras
kepala!" Gadis jelita berpakaian hijau muda dengan renda
putih di sepanjang kedua lengannya terdiam. Tirta bisa
melihat penyesalan dari sepasang matanya.
Menurut Tirta, dia memang harus memperingatkan
sikap ugal-ugalan Putri Lebah, yang nekat menantang
Dewi Topeng Perak hanya untuk diakui julukannya.
Ketimbang si gadis melakukan kesalahan lagi, lebih
baik mengatasinya sekarang.
Merasa tidak enak membuat si gadis terdiam yang
tentunya menurut Tirta diliputi rasa bersalah, dia ber-
kata lagi, "Sudahlah. Lupakan soal itu. Tetapi kuharap
kau tidak lagi bersikap seperti yang pernah kau laku-
kan. Sekarang, ceritakan siapa dirimu sebenarnya."
Putri Lebah menarik napas pendek sambil meman-
dang pemuda tampan berpakaian keemasan di hada-
pannya. Dan tanpa setahu si pemuda, diam-diam dia
membatin, "Pemuda ini begitu tampan dan gagah. Su-
dah pasti dia tidak tahu siapa aku sebenarnya.
Hmmm.... Nenek Cabul yang mengajakku untuk ber-
gabung bersama Dewi Topeng Perak bisa kupenuhi.
Karena aku pun ingin tahu siapa pemuda berjuluk Ra-
jawali Emas sebenarnya. Dan sungguh cerdik perem-
puan cabul itu yang di saat bersamaku tiba di mana
Dewi Topeng Perak sedang menunggu, memintaku un-
tuk memainkan satu peranan yang sangat penting.
Dengan kepandaianku mengubah wajah, kujuluki diri-
ku sebagai Putri Lebah. Dewi Topeng Perak sudah ten-
tu tak mengenai siapa aku. Dan dugaan Nenek Cabul
ternyata benar. Pemuda yang dilihatnya di balik rang-
gasan semak belukar yang diyakininya Rajawali Emas,
pasti akan membantuku bila aku terdesak. Padahal
mengatasi Dewi Topeng Perak sangat mudah! Hmm...
sebelum kubunuh pemuda ini, aku harus bisa tidur
dengannya...."


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu dengan suara disarati duka, Putri Lebah men-
ceritakan siapa dirinya yang sudah tentu hanyalah ha-
sil karangannya belaka, "Namaku Ken Zuraidah. Aku
berasal dari Dusun Bojong Sawo. Di saat usiaku lima
tahun, gerombolan pembegal datang memporakporan-
dakan dusun di mana aku tinggal. Dalam waktu hanya
tiga hari saja, dusunku sudah dikuasai oleh orang-
orang serakah itu. Banyak tindakan keji yang mereka
lakukan. Seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Na-
mun tak seorang pun yang bisa mengatasi semua itu
kecuali menerima nasib malang. Hingga tiga bulan
keangkaramurkaan itu berlangsung. Ayahku mati di-
bunuh secara keji. Sementara ibuku setelah diperkosa
selama lima hari lima malam, akhirnya pun mati dibu-
nuh. Di saat keputusasaan menimpa diriku, muncul-
lah seorang Nenek yang mengaku berjuluk Dewi Le-
bah. Dengan bantuannyalah para pembegal itu berha-
sil dibantai dan sebagian diusir. Lalu entah mengapa -
mungkin karena aku sebatangkara Dewi Lebah me-
mungutku sebagai muridnya. Dan setelah dua belas
tahun berguru dengannya, aku pun mulai menjejaki
dunia lain dan diberi julukan Putri Lebah oleh guruku.
Mungkin, karena aku masih teringat akan pembegalan
yang terjadi di dusunku, makanya aku bersikap som-
bong. Aku ingin diakui sebagai orang rimba persilatan
yang patut diperhitungkan, di samping aku memiliki
dendam yang sangat tinggi pada pembegal-pembegal
keparat itu! Tetapi... ah, ya, ya... aku paham sekarang.
Mungkin tindakanku itu salah dan tak bisa dibenar-
kan. Maafkan aku...."
Rajawali Emas ganti yang terdiam .sejenak. Dipan-
danginya gadis jelita di hadapannya yang sedang me-
nundukkan kepala.
"Nasibnya sungguh malang. Bisa kuterima alasan
yang dikemukakannya mengapa dia bersikap seperti
itu. Tetapi tetap saja sikapnya lebih cenderung untuk
menguji ilmu yang pernah dipelajarinya dari Dewi Le-
bah. Hmm, suatu saat aku berharap bisa bertemu
dengan perempuan berjuluk Dewi Lebah," kata Tirta
dalam hati. Lalu katanya, "Maafkan aku yang telah mengin-
gatkanmu kembali pada tragedi berdarah yang menim-
pa dirimu."
Putri Lebah nampak berusaha untuk tegar. Lalu dia
berkata, "Tidak apa-apa. Karena biar bagaimanapun
aku berusaha untuk menghilangkan urusan masa la-
luku itu, tetap saja aku tak bisa melupakannya. Tirta...
tadi kudengar, kalau Dewi Topeng Perak mempunyai
dendam padamu. Begitu pula dengan perempuan tua
yang berdandan memalukan itu mempunyai dendam
pula denganmu. Apakah aku boleh mengetahuinya?"
Lalu sambungnya dalam hati, "Sialan! Gairahku makin
menggebu melihat ketampanannya!"
Sesaat pemuda dari Gunung Rajawali ini terdiam
sebelum menganggukkan kepalanya. Lalu diceritakan
tentang dendam Dewi Topeng Perak dan dendam Ne-
nek Cabul. "Dari sepak terjang yang mereka lakukan, nam-
paknya kedua perempuan itu bukan orang sembaran-
gan," kata Putri Lebah kemudian.
"Kau betul. Ilmu yang mereka miliki cukup tinggi.
Dan keduanya merupakan tokoh sesat rimba persila-
tan yang patut diperhitungkan. Sudah tentu mengha-
dapi...." "Ilmuku ternyata tak seberapa," potong Putri Lebah
tiba-tiba. Lagi-lagi dalam hati dia menyambung, "Gila!
Kau hebat sekali Ratu dari Kegelapan! Sandiwaramu
cukup mengesankan!"
"Busyet! Sepertinya gadis ini mempunyai sifat yang
cepat berubah," Tirta melengak dalam hati. Berpikir
karena si gadis berada dalam kegalauan, Rajawali
Emas yang tidak tahu siapa sesungguhnya gadis ini,
menggenggam kedua tangan gadis di hadapannya se-
raya berkata, "Aku bukan mencoba menasihati. Karena
aku juga memiliki rangkaian sifat konyol dan terka-
dang ugal-ugalan. Tetapi, bila kita mempunyai sedikit
ilmu atau kepandaian, janganlah dipergunakan untuk
memancing kerusuhan, atau untuk kesombongan,
bahkan untuk menantang orang-orang semata menguji
kepandaian yang kita miliki. Sebagai seorang pesilat
hal itu sebenarnya sangat riskan dan bertentangan
dengan nurani kita sendiri. Lain halnya bila memang
memiliki hati busuk. Seperti seorang tokoh sesat yang
berjuluk Seruling Haus Darah dan banyak menantang
para tokoh rimba persilatan untuk menguasai rimba
persilatan ini. Kupikir, kau sebenarnya gadis baik-
baik. Ken Zuraidah."
Ratu dari Kegelapan yang menyamar sebagai Putri
Lebah menundukkan kepalanya sambil menarik na-
pas. "Ini kesempatan yang tak boleh kulewatkan."
Lalu perlahan-lahan dia mengangkat kepalanya
kembali. Pandangannya lekat pada Rajawali Emas
yang mendadak terkesiap. Karena dilihatnya pancaran
mata si gadis membiaskan kerinduan yang begitu da-
lam. "Busyet! Apa-apaan dia memandangku seperti itu"
Hiii... di matanya kok ada semacam gairah yang seperti
pernah diperlihatkan Nenek Cabul?" batin Rajawali
Emas dalam hati.
Belum lagi pemuda dari Gunung Rajawali ini me-
ngerti apa maksud tatapan.si gadis, mendadak saja dia
agak terjingkat tatkala perlahan-lahan tangan kanan
gadis itu memegang tangannya. Meremas sedikit dan
lagi-lagi membuat Tirta tak mengerti.
Tetapi diam-diam dia berkata dalam hati - semata
untuk menenangkan dirinya, "Mungkin gadis ini me-
mang membutuhkan kasih sayang, mengingat selama
ini dia tak lagi merasakan kasih sayang dari kedua
orang-tuanya...."
Maka perlahan-lahan Rajawali Emas mulai mem-
balas meremas tangan si gadis yang semakin lekat
memandangnya. Dan di luar dugaannya, justru Putri
Lebah mendadak menjatuhkan diri dalam pelukannya.
"Oh!" desis Tirta tertahan.
"Mengapa, Tirta?" tanya gadis itu dalam bisikan
tanpa mengangkat kepalanya dari dada bidang Raja-
wali Emas. Malah dia semakin menyusup lebih dalam.
"Keparat! Kelihatannya dia begitu bisa menjaga diri.
Biar kurangsang dia dengan 'Uap Kembang Surga'."
"Tidak, tidak apa-apa," sahut Tirta yang mendadak
merasa dadanya bergemuruh hebat. Dan entah meng-
apa dia seperti mencium aroma wangi yang menguar
dari tubuh si gadis. Napasnya mendadak sesak dengan
kepala yang mulai berpendar.
Apalagi tatkala Ratu dari Kegelapan yang menya-
mar sebagai Putri Lebah dengan sengaja menggesek-
gesekkan kepalanya ke dada bidang pemuda dari Gu-
nung Rajawali ini, hingga perasaan si pemuda semakin
tak menentu. Belum lagi dia memutuskan untuk bersikap apa,
tahu-tahu dirasakan sebuah gumpulan kecil, halus
dan agak membasah menempel di bibirnya.
Dan menekan perlahan-lahan, lembut dan mengge-
tarkan. "Ayo, Tirta! Kau balas tindakanku ini! Ayo!" seru
Putri Lebah dalam hati.
Kalau tadi napas si pemuda agak sesak, kali ini te-
rasa demikian longgar. Dan perlahan-lahan Rajawali
Emas mulai membalas di samping aroma wangi yang
menyeruak itu semakin melingkupi indera penciuman-
nya. Namun tatkala dirasakan kedua tangan si gadis
mulai bertambah erat merangkul, Rajawali Emas se-
perti disadarkan oleh sesuatu yang membuatnya den-
gan gugup segera menarik kepalanya ke belakang.
"Maafkan aku...," desisnya dengan sepasang mata
memerah sambil menindih gejolak muda yang menda-
dak naik ke permukaan.
Putri Lebah sesaat menatap pemuda di hadapannya
dengan mata mengerjap-ngerjap. Ada pancaran malu
di sana. Di lain saat buru-buru gadis ini menunduk,
menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah.
"Aku... aku... justru aku yang harus minta maaf pa-
damu, Tirta..." desisnya terbata-bata. Lalu membatin,
"Keparat! Dia ternyata benar-benar telah membentengi
dirinya dengan keyakinan yang tebal! Tetapi... menga-
pa 'Uap Kembang Surga', semacam uap racun yang
memabukkan, seperti tidak berguna padanya" Benar-
benar kapiran!"
Rajawali Emas yang tak mau membuat si gadis
gundah, segera merangkulnya.
"Jangan berkata begitu," katanya kemudian. la ti-
dak tahu siapa Putri Lebah sesungguhnya. "Aku yakin
tindakan yang kau lakukan barusan, bukanlah doron-
gan birahimu. Mungkin, hanyalah dorongan karena
kau membutuhkan kasih sayang...."
Kepala si gadis mengangguk-angguk.
"Ya! Kau benar, Tirta. Aku memang membutuhkan-
nya. Bisakah kau membayangkan bertahun-tahun aku
tak pernah mendapatkan kasih sayang yang hakiki da-
ri kedua orangtuaku selain dari guruku?" kata gadis
itu yang menindih kegeraman karena maksudnya un-
tuk tidur dengan Rajawali Emas gagal. Lalu membatin,
"Kau tidak tahu kalau yang kulakukan adalah doron-
gan birahi yang kuat. Suatu saat... kau harus kuda-
patkan, Bocah tampan...,"
Sementara itu, pemuda dari Gunung Rajawali ini
sedang menganggukkan kepala.
"Aku pun mengalami nasib yang tak jauh berbeda
denganmu. Ken Zuraidah. Tetapi, aku masih bisa me-
nindih semuanya hingga aku mulai dapat melupakan-
nya. Dan aku menerima perhatian serta kasih sayang
dan bimbingan dari Bwana yang bertahun-tahun
memperhatikanku," kata Tirta dalam hati.
Lalu katanya, "Sudahlah... jangan kau pikirkan soal
itu lagi. Karena mungkin semuanya telah diatur oleh
Yang Maha Tahu. Kita tak boleh menyesalinya terlalu
dalam. Sekarang... kau hendak ke mana?"
Menyenangi peranan yang dilakukannya, Putri Le-
bah menjauhkan kepalanya tetap masih menunduk.
Kedua tangannya saling meremas layaknya gadis lugu
yang malu dan kebingungan.
"Aku... aku tidak tahu...," desisnya lalu menyam-
bung dalam hati, "Sudah tentu ke mana pun kau pergi
akan kuikuti! Karena, hasratku sudah menggebu un-
tuk bermesraan denganmu!"
Tirta mendesah pendek seraya melanjutkan tanya,
"Mengapa kau tidak tahu?"
"Aku... mungkin... ah, aku masih malu dengan dua
tindakanku yang tidak pada tempatnya, Tirta. Pertama
aku terlalu lancang, sombong dan keras kepala untuk
membuktikan diriku, bahwa aku patut diperhitungkan
Kedua... tindakan... tindakanku... tadi padamu...."
Tirta mengulapkan tangannya.
"Sudahlah. Kau tak perlu memikirkannya. Aku ber-
syukur bila kau mengerti bahwa tindakanmu yang per-
tama tadi salah. Tetapi yang kedua...." Tirta nyengir.
"Lumayanlah untuk mencari kehangatan...."
Mendengar selorohan itu, sejenak Putri Lebah men-
gangkat kepalanya dengan pandangan tak berkedip.
"Kurang asem! Dia mempermainkan aku!"
Di lain kejap dengan tak lagi menampakkan sorot
malu di kedua matanya yang jernih, sambil tertawa
berlagak gemas dia mencubit pinggang si pemuda.
"Bandel!"
Tirta tetap nyengir sambil membatin, "Baguslah ka-
lau dia sudah kembali tertawa."
Lalu didengarnya si gadis melontarkan tanya, "Kau
sendiri hendak ke mana, Tirta?"
"Aku?" Tirta terdiam sejenak. lalu berkata dalam
hati, "Wah! Untuk saat ini aku tidak mau bila bersa-
ma-sama dengannya. Urusanku sekarang ini bukan
hanya mencari Seruling Haus Darah, tetapi juga me-
nuntaskan urusan dendam Dewi Topeng Perak dan
Nenek Cabul. Di samping itu... aku juga harus berhati-
hati dari para kaki tangan Seruling Haus Darah yang
hanya segelintir orang yang baru kukenal...."
Mendapati pertanyaannya belum mendapatkan ja-
waban, seperti layaknya seorang gadis yang tak patut
melontarkan pertanyaan itu, Putri Lebah mengulangi-
nya dan menambahkan, "Apakah aku tak patut melon-
tarkan pertanyaan semacam itu?"
"Jangan berkata begitu. Ya, ya... aku harus mencari
seorang manusia sesat yang berjuluk Seruling Haus
Darah. Di samping itu juga...."
"Bisakah aku turut denganmu, Tirta?" putus si ga-
dis dengan pancaran penuh harap. Dan sudah tentu
dia berharap. Karena, dia tak ingin jauh dari Rajawali
Emas. Dalam pikirannya, dia akan memaksa tidur pe-
muda ini lalu membunuhnya, seperti yang direncana-
kannya bersama Nenek Cabul.
"Inilah yang kukhawatirkan sekarang," batin Tirta
yang tidak tahu maksud gadis ini sebenarnya. "Untuk
saat ini, adalah saat yang tidak tepat sebenarnya. Te-
tapi aku khawatir bila gadis ini masih bersikap sembe-
rono seperti sebelumnya. Dapat kumaklumi tindakan
itu sebenarnya. Karena dia masih tergolong baru di
rimba persilatan ini...."
Melihat Tirta seperti bimbang untuk menjawab apa,
Putri Lebah berkata sambil berdiri, "Sudahlah. Kau ti-


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dak perlu memutuskan apa. Biar aku yang memutus-
kan." Tirta mengangkat kepalanya. Lalu berdiri pula.
"Apa yang kau putuskan?" tanyanya tak enak.
Sesaat si gadis memandangnya. "Ini permainan
yang sangat mengasyikkan sekali! Benar-benar luar
biasa! Akan kumainkan lagi peranan yang akan mem-
buat perasaan pemuda ini semakin tak menentu."
Lalu dengan suara dibuat sedih, dia berkata, "Biar-
lah aku pergi seorang diri. Ke mana saja kakiku me-
langkah." Ganti Tirta yang terdiam. "Keputusan itu sebenar-
nya memang kuharapkan. Tetapi... aku masih mence-
maskan keadaannya. Tak mustahil dalam keadaan
yang cukup terombang-ambing, justru membuatnya
akan salah melangkah. Ah, kalau begitu... biarlah un-
tuk sementara dia bersamaku dulu."
Memikir sampai di sana, Tirta berkata, "Lupakanlah
keputusanmu tadi. Kau boleh ikut bersamaku seka-
rang." "Benar dugaanku!" batin Putri Lebah. Lalu dipa-
sangnya wajah cerah dan kedua mata berbinar gembi-
ra, "Benarkah"!" tanyanya seperti tak sabar.
Tirta tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih, Tirta. Aku berjanji, tak akan mere-
potkanmu...," kata Putri Lebah seraya menyambung
dalam hati, "Justru kau akan kubuat pontang-panting,
Tirta." "Bagus! Kupegang janjimu itu! Kalau begitu, lebih
baik kita berangkat sekarang! Urusanku masih pan-
jang membentang...," sahut Tirta.
Tetap dengan wajah gembira, si gadis mengangguk-
kan kepalanya. Kejap lain, keduanya sudah mening-
galkan tempat yang kembali ditelan sepi kerontang.
"Kau akan terkejut bila tahu siapa aku sebenarnya,
Rajawali Emas...," kata si gadis dalam hati dan me-
langkah riang di samping si pemuda. "Dan ini berita
yang sangat menggembirakan untuk Nenek Cabul, di
samping... akan kudapatkan perjaka gagah sebagai
upahnya." *** Bab 4 "BERHENTI!"
Desisan itu terdengar di sebuah jalan setapak yang
dipenuhi ranggasan semak belukar. Sosok orang yang
keluarkan suara barusan mengenakan pakaian hitam
panjang yang kusut. Wajahnya persegi dengan panca-
ran mata bengis dan kejam.
Sesaat orang ini terdiam. Kejap lain, dia segera
alihkan pandangan pada orang yang berdiri di sebelah-
nya. "Apakah kau tak mendengar suara seorang gadis
bernyanyi?" tanyanya tetap dalam desisan.
Yang diajak berbicara tadi mengenakan pakaian
yang sama namun bertubuh lebih gemuk dengan wa-
jah agak bulat dan dia menganggukkan kepala seraya
berkata, "Juga suara gemuruh air sungai!"
"Apa yang ada dalam pikiranmu sekarang?" tanya si
Kurus pula. "Ada gadis yang sedang mandi sambil berdendang,"
sahut si gemuk tanpa berpikir panjang lagi dengan se-
ringaian lebar di mulutnya.
Untuk sesaat kedua orang ini tak keluarkan suara,
Namun mata masing-masing orang terbuka lebih lebar.
Lelaki bertubuh kurus dengan wajah persegi dan tak
lain Sudra Jalang adanya berkata lagi, "Sebelum kita
meneruskan langkah untuk mencari Rajawali Emas
yang tak ketahuan di mana rimbanya, sebaiknya kita
menyenangkan diri dulu untuk menikmati tubuh gadis
yang sedang mandi itu!"
Si gemuk yang bukan lain Lodra Jalang mengang-
gukkan kepalanya.
Setelah disepakati, kedua manusia sesaat yang juga
termasuk anak buah Seruling Haus Darah - berkelebat
ke arah timur. Semakin keduanya bergerak, suara
nyanyian merdu yang ditimpali gemuruh air sungai itu
semakin keras terdengar.
Hati kedua orang berpakaian panjang hitam kusut
ini makin tak menentu. Mereka ingin secepatnya meli-
hat apa yang telah mereka duga.
Berjarak dua tombak dari hadapan mereka, seorang
gadis sedang asyik berendam air sedada di sungai yang
mengalir cukup deras sambil berdendang dengan posi-
si tubuh membelakangi. Karena agak terhalang oleh
batu besar, derasnya air sungai itu tak mengganggu
keasyikan si gadis yang sedang mandi.
Seketika berbinar-binar sepasang mata Sudra Ja-
lang dan Lodra Jalang. Napas keduanya mendadak
memburu. "Pucuk dicita ulam pun tiba. Hidangan ini tak boleh
disia-siakan!" desis Sudra Jalang seraya melangkah.
Dari tempatnya dia sudah berseru, "Mandilah sebersih
mungkin, Manis! Karena, kedua kakangmu ini masih
sabar, menunggu!!"
Mendengar seruan orang, seketika si gadis meno-
lehkan kepalanya.
"Oh!" serunya tertahan dengan kedua mata membe-
liak besar. Terburu-buru gadis yang tak lain Sri Kunt-
ing adanya ini makin merendam tubuhnya hingga ba-
tas leher. Kejap lain wajah gadis ini sudah memerah
tanda dia mulai geram, "Manusia-manusia durjana!
Mau apa kalian di sini, hah"! Lekas tinggalkan tempat
ini sebelum aku menurunkan tangan!!" Lalu dia me-
nyambung dalam hati, "Keparat! Gara-gara keasyikan
mandi aku sampai tak tahu kedatangan kedua orang
ini!" Masing-masing orang berpandangan mendengar
ancaman si gadis yang garang tadi. Lalu sama-sama
umbar tawa yang keras. Keduanya maju kembali. Ber-
jarak lima tindak dari tepian sungai itu, Sudra Jalang
berseru, "Boleh, boleh sekali! Kami pun sudah tak sabar me-
rasakan elusan tanganmu, Manis! Ayo! Bila kau masih
merasa belum bersih benar, kami bersedia menunggu!"
"Dan kau tahu sekali apa yang kami inginkan! Kami
selalu mengutamakan kebersihan dan kesegaran!"
sambung Lodra Jalang dengan lidah menjilat bibirnya.
Mendengar kata-kata kotor dari keduanya, wajah
murid mendiang Pendekar Pedang ini mengkelap. Na-
mun, dalam keadaan tak berpakaian sudah tentu dia
tak bisa berbuat apa-apa selain perlahan-lahan bere-
nang mundur dengan pandangan waspada ke depan.
Sudra Jalang yang melihat gelagat, menggerakkan
tangan kanannya dengan cara mendorong.
Wuuuusss! Byuurrr! Air sungai di belakang Sri Kunting muncrat terhan-
tam pukulan jarak jauh lelaki berparas persegi.
"Hei!" seru si gadis terkejut dan menghentikan ge-
rakan mundurnya. Wajahnya tegang dengan pandan-
gan menusuk, "Manusia-manusia laknat! Menyingkir
kalian dari sini!"
Lodra Jalang melihat seonggok pakaian berwarna
biru muda dengan ikat kepala yang sama di balik se-
buah batu. Di atas tumpukan pakaian itu terdapat se-
pasang pedang. Segera saja diambilnya pakaian itu. Lalu dikibar-
kibarkan ke arah Sri Kunting yang makin mengkelap
sambil tertawa-tawa. Dan tanpa diduga oleh Lodra Ja-
lang, mendadak saja si gadis menggerakkan tangan
kanannya, yang kejap itu pula segera menderu angin
berkekuatan tinggi.
Wajah Lodra Jalang terkesiap. Kejap lain dengan
pencalan satu kaki dia membuang tubuh ke samping
kanan. Blaaam!! Pohon yang berdiri tegak di belakangnya bergetar
sejenak sebelum akhirnya menggugurkan dedaunan.
Wajah lelaki gemuk yang telah berdiri tegak dengan
pentangkan kedua kaki, mengelam. Seketika terdengar
makiannya geram, "Gadis keparat! Kau akan kuperma-
lukan seumur hidup!!"
Dilemparnya pakaian Sri Kunting yang tadi dikibar-
kibarnya. Lalu dengan gerakan yang cepat dia masuk
ke sungai itu sementara Sudra Jalang tertawa keras
melihat kelakuan kambratnya.
"Lodra! Kau bisa menikmatinya lebih dulu kalau
begitu! Asalkan... kau sisakan sedikit untukku!!"
Wajah Sri Runting yang tadi garang, kali ini menja-
di tegang. Dalam keadaan bertelanjang seperti itu, tak
mungkin dia bisa menghadapi Lodra Jalang. Dan yang
bisa dilakukannya, hanyalah mundur dengan cepat.
Tetapi Lodra Jalang yang marah terus menerobos de-
rasnya air sungai tanpa mampu menggoyahkan tubuh
gemuknya. Tangannya yang gempal segera menyambar
kepala si gadis yang dengan cepat menyelam. Lalu be-
renang mencoba berputar.
Tetapi alangkah terkejutnya si gadis setelah ber-
pikir sudah agak jauh dari Lodra Jalang dan dia hen-
dak mengambil napas, justru yang nampak di hada-
pannya adalah seringaian Sudra Jalang. Rupanya, le-
laki kurus berwajah persegi itu sudah turun pula ke
sungai dan mencegat Sri Kunting!
"Oh!!" tersentak murid mendiang Pendekar Pedang
ini sambil kembali menyelam. Dari bawah dilihatnya
dua pasang kaki terus memburu ke arahnya. "Celaka!
Apa yang bisa kuperbuat sekarang" Tak seharusnya
Kakang Wulung Seta tadi kusuruh menjauh karena
aku ingin mandi" Di mana dia sekarang" Apakah
aku...." Kata batin si gadis terputus, tatkala dirasakan satu
dorongan angin meluncur dari belakangnya. Berada di
dalam air seperti itu, sulit baginya untuk menghindar
karena gerakannya jadi seperti tertahan.
Yang bisa dilakukan, hanyalah memiringkan tubuh
seraya menggerakkan tangannya.
Byurrr! Air itu bergolak sekejap. Di kejap lain, muncrat
dengan suara yang keras.
Lodra Jalang yang tadi mengirimkan serangan,
kembali menggerakkan tangannya.
Begitu melihat buih air menderu ke arahnya, terbu-
ru-buru Sri Kunting menekuk lutut hingga tubuhnya
agak membungkuk. Serangan Lodra Jalang menderu
beberapa senti di atas kepalanya.
Wajah Sri Kunting mulai pias. Napasnya mulai se-
sak. Dia membutuhkan udara segar sekaligus menda-
patkan tenaga baru. Namun yang dikhawatirkannya
bila dia muncul, serangan lain sudah siap menyam-
butnya. Namun tak ada jalan lain yang bisa dilakukan gadis
itu sekarang. Dengan persiapkan pukulannya, terbu-
ru-buru dia muncul'. Begitu kepalanya berada di atas
Geger Di Selat Bantai 1 Pendekar Gila 35 Cinta Pembawa Maut Perawan Lembah Wilis 22
^