Pencarian

Rahasia Bwana 2

Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana Bagian 2


Segera ditahan napas dan tenaga surya yang
berpusat di bawah pusarnya naik. Langsung diangkat
kedua tangannya dan didorong ke depan pula.
Blarrr! Terdengar suara ledakan dahsyat begitu kedua
pukulan yang sama-sama dialiri tenaga dalam itu
bertemu. Tanah di mana bertemunya dua pukulan
terbongkar dengan membumbungkan bongkarannya di
udara. Tubuh Rajawali Emas nampak terseret beberapa
langkah ke belakang. Untung saja pemuda dari Gunung
Rajawali ini cepat kerahkan tenaga untuk menahan
goyahan tubuhnya. Bila saja dia terlambat melakukan,
tanpa ampun lagi tubuhnya akan terjengkang dan
terkapar di tanah!
Sementara itu, Iblis Tanpa Jiwa hanya surut dua
tindak, tetap dengan kedua kaki dipentangkan. Kendati
demikian, nampak kedua bola matanya membuka lebar.
"Luar biasa! Anak ini tak bisa dipandang sebelah
mata! Seharusnya dia langsung terkapar dengan
keluarkan darah terhantam pukulanku kendati berhasil
dipapakinya!" katanya dalam hati. Lalu dengan agak
menengadah dia berkata, "Nyawamu masih kuampuni
bila kau mau mengatakan di mana Kitab Pemanggil Mayat
berada!" Di seberang, kendati dadanya terasa nyeri, Tirta
tersenyum dalam hati. "Hmm... kini rupanya dia telah
sadar kalau tadi kupermainkan."
Lalu dengan suara gagah dia berkata, "Apakah
kau berkata seperti itu karena merasa tak sanggup untuk
menghadapiku" Wah! Lebih baik kau katakan saja siapa
kau sebenarnya!"
"Kurang ajar! Anak ini memang harus dicabut
nyawanya!" maki si kakek berpakaian coklat gombrang
dalam hati. Seraya keluarkan suara keras, dia mendorong
kedua tangannya kembali. "Kau akan menyesali mengapa
kau dilahirkan!"
Wuuuuttt! Seberkas sinar hitam melesat cepat dari kedua
tangan kurus Iblis Tanpa Jiwa. Namun sebelum berkas
sinar hitam berkelebat, serangkum angin ganas
menggebrak mendahului!
Rajawali Emas yang tahu keadaan bahaya, segera
saja melompat ke samping. Bersamaan dengan itu
dicabutnya Pedang Batu Bintang yang berada di
punggungnya. Sraaakkk! Begitu pedang yang di bawah gagangnya terdapat
ukiran bintang dan di kedua pangkal hulunya terdapat
ukiran kepala burung rajawali berlawanan arah itu
dicabut, segera menghampar sinar keemasan yang terang.
Lantas segera dikibaskannya ke depan. Serangkum sinar
keemasan meluncur didahului gemuruh angin yang
melesat cepat. Blaaarr! Untuk kedua kalinya benturan terjadi. Kali ini
tubuh Iblis Tanpa Jiwa terdorong lima tindak ke
belakang. Kepalanya digeleng-gelengkan disertai hardikan
keras. Di seberang, Rajawali Emas yang terpental ke
belakang namun masih bisa kuasai keseimbangan,
meringis nyeri menahan rasa panas di dadanya.
"Lebih hebat lagi! Pedang di tangan pemuda itu
sangat sakti! Gempurannya cukup membuat nyali ciut!
Tak sia-sia banyak yang membicarakannya! Huh! Dia
jelas bukan tandingan muridku, Handaka! Entah di mana
murid keparat itu berada sekarang!" membatin Iblis
Tanpa Jiwa seraya memutar kedua tangannya.
Sinar hitam berkilat-kilat segera saja menebar di
tempat itu bersamaan dengan Iblis Tanpa Jiwa memutar
kedua tangannya.
Kendati agak jeri, Rajawali Emas tak tinggal diam.
Begitu kedua tangan si kakek diputar-putar dan
menebarkan sinar hitam berkilat-kilat, diputarnya pula
Pedang Batu Bintang. Serta-merta sinar keemasan
bertebaran disertai menderunya suara angin yang
dahsyat! Dua buah sinar yang berlainan warna segera saja
menerangi tempat itu.
Iblis Tanpa Jiwa sedikit terkejut merasakan apa
yang terjadi. Tetapi dia tak mau hentikan serangan.
Justru segera saja dipercepat putaran kedua tangannya.
Blaaammm! Blaammm!
Beberapa kali letupan terdengar begitu sinar hitam
bentrok dengan sinar keemasan. Namun yang terjadi
kemudian, tubuh Rajawali Emas bergetar hebat dan
terseret ke belakang di sertai pekikan tertahan!
Saat itulah Iblis Tanpa Jiwa yang sempat surut
dua tindak, sudah menghempos tubuh melesat ke depan.
Wuuuttt!Serangkum
angin dahsyat menggebrak mendahului lesatan tubuh Iblis Tanpa Jiwa.
Rajawali Emas yang sedang menahan tubuhnya
agar tidak terseret makin ke belakang, terkesiap dengan
kedua mata terbeliak. Segera saja direbahkan tubuh sejajar dengan tanah seraya
bergulingan. Hingga lesatan
angin dan jotosan Iblis Tanpa Jiwa menerabas di atas
tubuhnya. Namun gulingan tubuh yang dilakukan Tirta
membuat gerakan memutar Pedang Batu Bintang terhenti.
Seperti mendapat kesempatan yang langka, kakek
berpakaian coklat gombrang kusam ini, memutar tubuh
dan berbalik. Segera saja sepasang kakinya menyapu
menyusur sejengkal di atas tanah, sementara kedua
tangannya diangkat ke atas!
Lagi-lagi Tirta terkesiap mendapati dirinya
terkurung oleh dua serangan maut dari atas dan bawah.
Segera ditambah tenaganya hingga gulingan tubuhnya
semakin cepat. Sebisanya digerakkan Pedang Batu
Bintang untuk menghindari terjangan kaki Iblis Tanpa
Jiwa. Tetapi kedua tangan Iblis Tanpa Jiwa yang
terangkat, segera digerakkan dengan cepat. Sinar hitam
segera melesat memapaki sinar keemasan yang bertebaran dari Pedang Batu Bintang.
Tubuh si kakek sejenak goyah. Tetapi ia tak putuskan niat untuk
menginjak kepala dan dada Rajawali Emas.
Blaass! Blaasss!
Kedua kaki yang dialirkan tenaga dalam penuh itu
amblas hingga lutut karena Tirta cepat menggulingkan
tubuh. Bersamaan dengan itu, sekonyong-konyong kakek
sesat berpakaian gombrang coklat ini sudah kembali
menggerakkan kedua tangannya.
Tirta yang sedang mencoba bangkit melengak
terkejut. Sulit baginya untuk menghindar atau memapaki
walaupun dengan Pedang Batu Bintang. Maka tanpa
ampun, teriakan keras terdengar tertahan dari mulut
pemuda ini. Menyusul tubuhnya yang terdorong deras ke
belakang dan terhempas keras di atas tanah!
Iblis Tanpa Jiwa yang sudah marah bukan alang
kepalang, berkelebat mendekat. Berjarak dua langkah
dari sosok Tirta yang terkapar, dia berseru geram,
"Apakah kau sekarang masih tak mau mengatakan di
mana Kitab Pemanggil Mayat berada"!"
Rajawali Emas benar-benar terkapar. Tangan
kanannya yang memegang Pedang Batu Bintang bergetar.
Dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar. Tetapi
sikap gagah yang dimilikinya tetap ada. Dia cuma
menyeringai menyahuti kata-kata Iblis Tanpa Jiwa.
Bahkan meleletkan lidah!
Makin meledak kemarahan Iblis Tanpa Jiwa.
Dengan rahang mengembung dia berteriak mengguntur,
"Kau harus kubuat lumpuh dulu rupanya!"
Habis kata-katanya segera saja kakek ini
mengangkat tangan kanannya yang berubah jadi sangat
hitam. Lalu segera diayunkannya ke arah kedua kaki
Tirta yang berusaha untuk menggerakkan Pedang Batu
Bintang! Bersamaan dengan gerakan tangan kanan si
kakek sesat yang hendak menghantam kedua kaki Tirta,
mendadak dua bongkah awan warna hijau menderu
dengan suara bergemuruh. Memapak serangan Iblis
Tanpa Jiwa! Blaaarrrr! *** Bab 7 DUA bongkah asap hijau itu bukan hanya memukul
pecah jotosan yang akan diterima Tirta, tetapi membuat si
pemilik jotosan terperangah kaget disertai teriakan
tertahan. Benturan kuat itu membuat tubuhnya agak limbung ke kanan. Sambil
hentakkan kaki kanan hingga dia
berjungkir balik dan mengusahakan keseimbangannya
agar tubuhnya yang limbung tidak ambruk, terdengar
makiannya sangat keras, "Jahanam!"
Namun kendati demikian, Iblis Tanpa Jiwa yang
kini telah berdiri tegak menjadi agak bergetar. Karena
orang yang tadi memapaki serangannya tak bisa
dipandang sebelah mata. Terbukti di samping serangan
orang itu memukul ambyar pukulannya, juga membuat
tubuhnya limbung!
Tirta yang urung menggerakkan Pedang Batu
Bintang tak kalah kagetnya. Tubuhnya sempat terdorong
ke belakang hingga berguling tatkala benturan keras tadi
terjadi. Dengan susah payah dia pergunakan kesempatan
itu untuk berdiri. Sepasang matanya diedarkan dan
berhenti pada sosok Iblis Tanpa Jiwa yang bergetar tanda
amarah memuncak.
"Aneh! Siapakah orang yang tadi menghalangi
serangan Iblis Tanpa Jiwa" Dan kelihatan kalau wajah
Iblis Tanpa Jiwa .seperti berubah?"
Kejap berikutnya terdengar bentakan si kakek
berpakaian gombrang coklat kusam ini, "Manusia keparat
yang ingin mampus! Segera tampakkan batang
hidungmu"!"
Sunyi mengerjap, hanya tarikan napas Iblis Tanpa
Jiwa yang terdengar keras. Tetapi, sosok orang yang tadi
menghalau .serangannya belum muncul juga.
Tirta sendiri segera edarkan pandangan begitu
bentakan marah Iblis Tanpa Jiwa terdengar.
"Menilik serangan orang yang tak tahu berada di
mana ini dan perubahan wajah Iblis Tanpa Jiwa, jelas dia
mampu menandingi kakek berpakaian gombrang warna
coklat kusam itu. Aku jadi penasaran sekarang," kata
Tirta dalam hati.
Sementara itu, Iblis Tanpa Jiwa kembali
membentak-bentak keras hingga dedaunan berguguran
dan debu-debu di tanah beterbangan. Beberapa saat
lamanya dia lakukan seperti itu, tetap tak satu sosok
tubuh pun yang muncul. Mendadak kakek sesat ini
arahkan pandangan tajam pada Tirta.
"Persoalan Kitab Pemanggil Mayat sebagai
penunjuk mendapatkan Kitab Pamungkas, bisa ku
kesampingkan dulu. Ingin kutahu siapa orang sialan yang
berani lancang ini. Tetapi... rasa-rasanya aku mengenali
serangannya tadi. Jangan-jangan... ah! Diakah orangnya"
Kalau memang dia, berabe!" Iblis Tanpa Jiwa memutus
kata-kata hatinya sendiri. Pandangannya tetap tajam
penuh tebaran hawa maut pada Rajawali Emas.
Lalu disambungnya kata-katanya lagi, "Aku tak
boleh mengambil kesimpulan seperti itu sebelum kulihat
betul siapa orang yang menyerangku. Siapa tahu ternyata
bukan dia. Kalau memang bukan dia, akan kuhajar saat
ini juga! Hmmm... bila kupaksa dia keluar tentunya sulit
karena aku tak tahu dia berada di mana. Tetapi, pemuda
keparat yang keras kepala tak mau mengatakan di mana
Kitab Pemanggil Mayat disimpan, bisa kujadikan tumbal.
Akan kuserang kembali pemuda sialan ini!"
Memutuskan demikian, Iblis Tanpa Jiwa segera
kerahkan tenaga dalamnya penuh-penuh, hingga terlihat
kedua tangannya sebatas siku berwarna hitam legam.
Tirta yang melihat gelagat tak menguntungkan,
mencoba menenangkan diri. Tangan kanannya yang
memegang Pedang Batu Bintang masih bergetar. Kendati
demikian, dikerahkan tenaga surya untuk memapaki
serangan yang nampaknya akan segera dilepaskan oleh
Iblis Tanpa Jiwa.
Apa yang diduganya benar. Karena kakek sesat itu
sudah berkelebat dengan tangan kanan terangkat
sementara tangan kiri berada di samping pinggang.
Begitu tangan kanannya digerakkan, segera
melesat sinar hitam yang ganas ke arah Tirta. Tirta
sendiri segera menggerakkan Pedang Batu Bintang.
Dalam keadaan terluka dalam seperti itu, ternyata
Tirta tak kuasa untuk menahan gempuran Iblis Tanpa
Jiwa. Setelah terdengar letupan yang sangat keras,
tubuhnya kembali terlempar deras ke belakang!
Iblis Tanpa Jiwa tak mau membuang waktu. Dia
segera melesat untuk menghantamkan tangan kanannya
kembali. Pada saat itulah, menderu dua bongkah awan
berwarna hijau ke arahnya lagi!
Iblis Tanpa Jiwa yang memang sedang menunggu,
tak mengurungkan niat menyerang Rajawali Emas.
Bersamaan dengan itu, tangan kirinya yang berada di
samping pinggang, digerakkan ke depan dengan posisi
miring. Blaaarr! Blaarrr!

Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua letupan keras terdengar secara bersamaan.
Yang satu adalah terbongkarnya tanah terhantam
pukulan tangan kanan Iblis Tanpa Jiwa, di mana dengan
susah payah Rajawali Emas berhasil meloloskan diri
dengan cara berguling. Sementara letupan yang satu lagi,
membenturnya dua bongkah awan hijau dengan pukulan
yang dilepaskan tangan kirinya.
Lagi-lagi sosok Iblis Tanpa Jiwa surut lima tindak
ke belakang. Tangan kirinya yang membentur dua
bongkah awan berwarna hijau dirasakan seperti mau
patah. Napasnya kian memburu sementara kali ini kedua
matanya terbeliak lebar.
"Kali ini tak kusangsikan lagi! Memang dia yang
muncul! Gila! Mengapa sekian tahun tak jumpa akhirnya
harus bersua kembali"! Urusan bisa kapiran sekarang!"
desis Iblis Tanpa Jiwa dengan dada berdebar keras.
Sementara itu, untuk kedua kalinya Rajawali
Emas lolos dari maut. Tetapi sekarang dia sudah tak
mampu lagi untuk bangkit. Bahkan, untuk duduk dengan
kedua kaki selonjor saja tak mampu dilakukan.
Napasnya mulai tersengal-sengal dengan wajah
pucat tanpa darah. Sekujur tubuhnya bergetar tanda
menahan sakit yang luar biasa.
Di seberang, Iblis Tanpa Jiwa sedang berseru
setelah kertakkan rahangnya, "Bila kau ingin bermainmain denganku, silakan
keluar, Wong Hadiguna!"
Sebagai sahutan, terasa sekali perubahan arah
angin yang kini menderu cukup kencang, seperti
melingkari tempat itu. Menyusul suara cukup keras,
"Lumbang Pandidi! Rupanya kau masih mengenaliku!"
Menggeram Iblis Tanpa Jiwa mengenali suara
orang yang memang dikenalnya, "Siapa orangnya yang
memiliki pukulan 'Bejana Kabut Hijau' selain dirimu,
hah"!"
"Ah! Tak enak hatiku sekarang! Rupanya kau
masih mengenali pukulan yang tak seberapa itu" Tetapi,
siapa lagi orangnya yang mengenali pukulan itu kalau
bukan kau?"
"Sekarang, ada urusan apa kau lancang
mencampuri urusanku ini"!"
"Aku hanya merasa tidak enak melihat ada orang
yang hendak menghabisi orang yang tak mampu
melawan!" Kendati agak ngeri, Iblis Tanpa Jiwa membentak
geram, "Itu urusanku!"
"Ya, ya... kau benar! Jadi aku salah, bukan"
Tetapi... kau tak pernah berubah rupanya! Kau hanya
terus mengikuti nafsumu belaka untuk mendapatkan apa
yang kau inginkan!"
"Jangan pancing kemarahanku! Tindakanmu itu
sudah sangat memuakkan!"
"Apakah tak lebih memuakkan lagi tindakanmu"!
Sekarang ini, kau masih saja seperti anak kecil yang
memperebutkan mainan! Perlu kau ketahui, tindakan apa
pun yang kau lakukan, kau tak akan mendapatkan Kitab
Pamungkas!"
"Tutup mulutmu, Wong Hadiguna!" sengat Iblis
Tanpa Jiwa dengan pelipis bergerak-gerak cepat.
"Aku dikaruniai mulut dan pita suara oleh Yang
Maha Agung, untuk berbicara. Kau salah besar bila kau
memintaku seperti itu! Lebih baik, tinggalkan tempat ini
sebelum semuanya justru akan membuatmu malu!"
Iblis Tanpa Jiwa rapatkan mulutnya. Dadanya
bergetar. Separo dibuncah kemarahan, separo digalau
ketegangan. Diam-diam kakek sesat ini membatin, "Sejak
dulu aku memang belum dapat menandingi Wong
Hadiguna, kakak seperguruanku sendiri. Kalau dia
memang turun tangan, urusan bisa berabe! Aku tahu
sifat kakek keparat ini yang angin-anginan. Sekali waktu
dia bisa berubah menjadi bijak, dan sekali waktu dia bisa
berubah menjadi konyol! Huh! Bila saja telah kudapatkan
Kitab Pamungkas dan kupelajari isinya, akan kubunuh
manusia keparat itu! Tetapi untuk saat ini, sebaiknya
kutinggalkan saja tempat ini, selagi masih ada
kesempatan!"
Lalu sambil dongakkan kepala dan pentangkan
kedua matanya lebar- lebar, Iblis Tanpa Jiwa berkata,
"Wong Hadiguna! Kali ini kuturuti permintaanmu! Tetapi
ingat hanya sekali ini kau mencampuri urusanku! Bila
kau lakukan lagi macam ini kelak, aku akan membuat
perhitungan denganmu"!"
"Sayangnya, aku tak menyukai segala perhitungan
di kemudian hari!"
Urung Iblis Tanpa Jiwa untuk segera meninggalkan tempat itu. Dia berbalik dan menjejakkan
kedua kakinya tegak di atas tanah. Pandangannya lurus
ke depan dengan rahang mengembung. Kata-kata orang
barusan berkait di ujung. Dengan kata lain, orang itu
menantangnya! Tetapi Iblis Tanpa Jiwa bukan orang bodoh
kendati dia tak kuasa untuk menahan amarahnya
mendengar ejekan orang. Dia tahu, orang yang bersuara
itu adalah kakak seperguruannya, Wong Hadiguna. Dan
perbedaan jalan yang ditempuh, membuatnya sering
bertarung dengan Wong Hadiguna. Selama pertarungan
itu, dia belum pernah menang sekali juga. Inilah yangmembuat Iblis Tanpa Jiwa
berpikir lain. Lebih baik
memang menghindar ketimbang akan menyesali keadaan.
Dengan tindih kemarahannya dia berkata dingin,
"Kau nampaknya sudah tidak sabar untuk bertarung
kembali denganku, Wong Hadiguna! Baik! Kelak, akan
kusambut tantanganmu"! Dan kau akan terkejut melihat
kenyataan!"
"Mengapa tidak sekarang" Bukankah kita masih
bermain petak umpat"!"
Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang terkejut
mendengar kata-kata, Rajawali Emas yang mencoba
menebak di manakah orang yang bernama Wong
Hadiguna berada diam-diam membatin, "Aneh! Kalau tadi
suaranya begitu berwibawa, sekarang mengapa terdengar
seperti konyol?"
Iblis Tanpa Jiwa sendiri berkata dalam hati, "Aku
sangat paham akan sikap manusia satu ini. Bila dia
berbicara berwibawa, berarti dia tak ingin urusan
dilanjutkan. Tetapi bila sudah konyol seperti itu, dia tak
akan segan-segan untuk bertarung! Celaka kalau begini!
Aku sama sekali tak menghendaki keadaan seperti ini!"
Kendati berpikir seperti itu, Iblis Tanpa Jiwa
berkata sengit dan berjumawa, "Aku tak sabar menunggu
saat-saat yang mengasyikkan itu! Tetapi sayang, hari ini
aku tak sedang berminat!"
Habis kata-katanya, segera saja Iblis Tanpa Jiwa
palingkan pandangan tajam pada Tirta yang cuma
mengangkat kedua alisnya saja.
Lalu terdengar suara si kakek geram, "Nyawamu tak akan
kulepaskan, Pemuda Keparat!"
"Terserah!"
Sahutan Tirta tak terdengar lagi oleh Iblis Tanpa
Jiwa, karena sosoknya sudah
berkelebat cepat
meninggalkan tempat itu. Yang terdengar kemudian
justru suara keras diiringi tawa bersamaan satu
bayangan muncul di tempat itu, "Pegang! Pegang! Potong
saja buntutnya!"
Seketika Tirta palingkan pandangan pada
bayangan yang baru muncul itu. Dia seorang kakek
berusia lebih tua dari Iblis Tanpa Jiwa. Tubuhnya
membungkuk dengan pakaian biru compang-camping.
Jenggot, kumis, dan rambutnya bergerak-gerak saat
tawanya pecah. Di tangan si kakek terdapat sebatang
rotan sepanjang lengan manusia dewasa!
*** Bab 8 SEJENAK Tirta arahkan pandangan tak berkedip pada
kakek yang baru muncul itu yang masih tertawa keras.
Dengan masih menahan nyeri didada akibat gempuran
Iblis Tanpa Jiwa, pemuda berpakaian keemasan ini
berkata dalam hati, "Dunia persilatan .selalu dipenuhi
orang-orang aneh yang tak kumengerti sifat-sifat mereka.
Kadang-kadang mereka bersifat sinting hingga tak tahu
bahaya yang mengancam. Terkadang terlihat bersifat
dungu layaknya orang tolol. Masih banyak sifat-sifat aneh
yang mereka miliki. Sedangkan kakek ini nampaknya
memiliki sifat angin-anginan yang kuat. Ah, siapa dia
sebenarnya yang membikin Iblis Tanpa Jiwa jadi memiliki
nyali tikus?"
Di depan, tahu-tahu si kakek yang bernama Wong
Hadiguna ini memutus tawa kerasnya. Pandangannya
dialihkan pada Tirta. "Kau sedang terluka dalam! Tak
perlu banyak bicara dulu! Buang pikiran di otakmu
sementara waktu untuk mengetahui siapa aku! Yang
perlu kau tahu sekarang, aku dipanggil dengan sebutan
Wong Hadiguna! Ingat, Wong Hadiguna! Jangan salah
memanggil menjadi Wong Guna-guna!" Kembali disusul
dengan tawanya yang keras.
Tirta yang memang merasakan nyeri di dadanya
makin menjadi, tak banyak bicara kendati heran melihat
si kakek tertawa yang seolah merasa lucu dengan
guyonannya sendiri. Setelah pandangi sejenak si kakek,
tanpa sadar Tirta menganggukkan kepala. Karena,
kendati si kakek akhirnya tertawa-tawa, dirasakan nada
penuh wibawa dalam suara itu. Menyusul didengarnya
kata-kata si kakek yang di tangan kanannya terpegang
rotan sepanjang lengan manusia dewasa setelah memutus
tawanya sendiri, "Bersilalah!"
Kembali pemuda dari Gunung Rajawali ini
mengangguk dan segera dilakukan perintah Wong
Hadiguna sembari memasukkan kembali Pedang Batu
Bintang pada warangkanya.
"Pejamkan kedua matamu! Ingat, selagi aku
mencoba membantumu untuk menyembuhkan luka
dalam yang kau derita, jangan sekali-sekali mengalirkan
tenaga surya! Bahkan boleh dikatakan, bila kau merasa
tenaga surya dalam tubuhmu hendak mengalir, kau
harus menahannya sekuat tenaga."
Bukan masalah dia harus menahannya atau tidak
yang membuat Tirta terkejut. Melainkan, si kakek tahu
kalau dia memiliki tenaga surya dalam tubuhnya. Tenaga
panas luar biasa yang berasal dari Rumput Selaksa Surya
yang tak sengaja dihisapnya lima tahun lalu tatkala dia
masih menjadi seorang pengembala ternak. (Untuk
mengetahui bagaimana Tirta mendapatkan tenaga surya
itu, silakan baca serial Rajawali Emas dalam episode:
"Geger Batu Bintang").
"Sekarang,
kosongkan dirimu dari segala persoalan yang menghadang! Bila saja ada sedikit ingatan
di benakmu, kau akan rasakan sendiri akibatnya! Dan
aku tak mau menanggung segala akibatnya!"
"Busyet! Pengobatan dengan cara apa yang akan
dilakukan kakek ini" Kok kayaknya seram banget?" desis
Tirta dalam hati. Kejap kemudian ditariknya napas dan
dihembuskannya perlahan-lahan. Menyusul dia mulai
mengosongkan diri. Diusahakan guna menghilangkan
segala pikiran-pikiran yang ada di benaknya.
Di seberang, Wong Hadiguna terdiam sesaat
dengan pandangan tak berkedip pada Rajawali Emas.
Tahu-tahu bibirnya tersenyum. "Hmm... barang siapa
yang terkena pukulan 'Penghujung Akhirat' milik Iblis
Tanpa Jiwa, tak seorang pun yang akan bisa mengobati
luka-luka itu kecuali yang terluka. Dengan cara
memunahkan untuk sementara tenaga dalam dan
seluruh kesaktian yang dimiliki serta mengosongkan
pikiran, itu adalah cara yang tepat untuk memunahkan
pukulan 'Penghujung Akhirat'."
Apa yang dikatakan Wong Hadiguna dalam hati itu
memang benar. Dengan cara mengosongkan diri,
seseorang akan melupakan rasa sakit yang dideritanya.
Tanpa mengalirkan tenaga dalam yang justru akan
menambah parah luka yang diderita, berarti menutupi
jalan luka itu sendiri. Memang seperti itulah cara yang
paling tepat guna mengobati luka akibat pukulan Iblis
Tanpa Jiwa. Jadi secara tidak langsung, Tirta sendirilah
yang mengobati luka dalamnya itu.
Sementara itu, sosok pemuda dari Gunung
Rajawali yang khusyuk terdiam, seperti melayang ke
dunia lain yang begitu kosong. Dirasakan kalau dirinya
melayang-layang di angkasa luas tanpa melihat apa-apa
kecuali warna biru yang jernih. Cukup lama dia merasa
seperti berada di awang-awang.
Sampai kemudian sesuatu yang menekannya dari
belakang membuat tubuhnya terdorong sedemikian cepat.
Begitu cepatnya sampai dia kehilangan keseimbangan,
dicobanya untuk bertahan dan tak keluarkan suara.
Gerakan tubuhnya yang tak terarah seperti menarik dan
melepas dirinya dengan kuat. Sampai dirasakan perutnya
begitu mual dengan dada yang sesak. Tak sanggup lagi
bertahan, mulutnya terbuka lebar disertai satu
sentakan.... "Aaaakhhhh!"
Darah hitam yang kental keluar menyentak. Sosok
Tirta yang duduk bersila khusyuk itu terlempar ke


Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang dan seketika ambruk terkapar. Kejap itu pula
kedua matanya terbuka lalu mengatup rapat. Sejenak
pemuda berpakaian keemasan ini dilanda bingung yang
cukup dalam merasakan apa yang baru saja terjadi.
Tetapi dia belum bangkit juga dari berbaringnya.
Hanya yang dirasakan, napasnya yang tadi terasa sesak
mulai teratur. Menyusul suara keras yang didengarnya,
"Bagus, bagus! Darah hitam itu telah keluar! Berarti sebentar lagi, kau sudah
pulih seperti biasa!"
Mendengar kata-kata itu, seolah baru sadar kalau
ada orang lain di sana, Tirta cepat-cepat bangkit dengan
kedua kaki masih berselonjor. Tubuhnya tak dirasakan
sakit seperti tadi. Dilihatnya Wong Hadiguna sedang
tersenyum. "Dalam lima belas tarikan napas kau sudah
normal kembali," kata si kakek yang di tangan kanannya
terdapat rotan sepanjang lengan manusia dewasa.
"Sekarang, dengar baik-baik apa yang akan kukatakan."
Mendengar kata-kata orang, Tirta duduk dengan
kedua lutut menekuk dijadikan sebagai bantalan pinggul.
Lalu dirangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Terima kasih atas bantuanmu, Kek."
"Kurang asem! Siapa yang telah menolongmu,
hah"!" seru si kakek yang mendadak membentak.
"Jangan berbicara dan bersikap seenak perutmu saja!"
Sejenak Tirta terkejut mendengar bentakan orang.
Dan sebelum dia mencernakan apa maksud si kakek yang
memiliki sifat angin-anginan ini, dilihatnya Wong
Hadiguna sudah mengulapkan tangan kanannya seraya
berkata, "Sudahlah! Anak muda berjuluk Rajawali Emas,
mungkin kau bertanya siapa Lumbang Pandidi atau yang
menjuluki diri Iblis Tanpa Jiwa" Dia adalah adik
seperguruanku yang dulu begitu baik dan selalu
menolong sesama. Tetapi hawa nafsu telah melingkupi
dirinya hingga dia mulai dibutakan oleh segala apa yang
dilakukannya selama itu. Aku tak bisa membicarakan
banyak orang lain. Yang dapat kuduga sekarang, dia
menginginkan Kitab Pamungkas. Itulah sebabnya dia
nampaknya begitu menginginkan nyawamu. Tetapi bukan
persoalan Kitab Pamungkas yang hendak kuceritakan."
"Soal apa, Kek?" tanya Tirta yang kini benar-benar
merasakan normal di seluruh tubuhnya.
Wong Hadiguno yang memiliki kepandaian melihat
sesuatu yang sudah maupun akan terjadi, terdiam
sebelum akhirnya berkata,
"Persoalan burung rajawali keemasan peliharaan
mu itu." "Oh!" Tirta terjingkat sejenak tak menyangka akan
mendapat sahutan seperti itu. Dengan pandangan tak
mengerti, dia berkata dalam hati, "Apakah Bwana belum
menemukan Raja Lihai Langit Bumi" Apakah terjadi
sesuatu dengannya" Kalau memang begitu, bagaimana
nasib Wulung Seta dan Sri Kunting?"
Sebelum Tirta mengutarakan apa yang ada dalam
pikirannya, mendadak didengarnya kata-kata Wong
Hadiguna yang membuatnya terkejut kembali, "Tidak!
Burung rajawali peliharaanmu itu tidak apa-apa. Begitu
pula dengan pemuda dan gadis yang menungganginya...."
Masih merasa takjub kalau kakek di hadapannya
dapat membaca pikirannya, Tirta berkata, "Lantas,
persoalan apa yang hendak kau kemukakan, Kek?"
"Mungkin kau belum pernah mendengar nama
Rantak Ganggang. Baiknya, kuceritakan dulu tentang dia.
Rantak Ganggang seorang manusia kejam yang memiliki
ilmu tinggi, ini dikarenakan dia memiliki atau gemar
mengumpulkan bermacam senjata atau benda pusaka.
Bahkan ada beberapa benda pusaka kecil yang ditelannya
hingga dia memiliki kesaktian tinggi. Hanya beberapa
orang yang dapat menandingi nya. Tetapi bukan masalah
itu pula yang hendak kusampaikan kepadamu.
Melainkan, tentang rahasia yang ada pada burung
peliharaanmu itu."
"Rahasia apa, Kek?" tanya Tirta tak mengerti.
Kalau sebelumnya dia masih dibingungkan dengan
rahasia terpendam dari Pedang Batu Bintang dan
diyakininya kalau dia belum menemukan seluruh rahasia
yang ada pada Pedang Batu Bintang, kini telah ada
rahasia lain dari Bwana. (Untuk mengetahui sedikit
rahasia lain pada Pedang Batu Bintang, silakan baca
serial Rajawali Emas dalam episode: "Rahasia Pedang
Pusaka"). "Kuku-kuku di kedua kaki burung peliharaanmu
itu dapat menjadi senjata sakti tiada banding."
Untuk sesaat Tirta tak segera berkata. Dia
memandang si kakek berpakaian compang-camping
warna biru dengan seksama. Lalu tanyanya, "Aku belum
mengerti sepenuhnya, Kek."
"Kau memang tak perlu mengerti dari apa yang
kukatakan. Bila kau mau mempergunakan sedikit
otakmu, berarti kau paham kalau kau harus
menyelamatkan burung rajawali raksasa itu."
"Kembali ke permasalahan Rantak Ganggang,
apakah dia sudah melakukan niatnya itu?" tanya Tirta
pula. "Jangan tanyakan aku."
"Lantas...."
"Semua pertanyaan itu kau simpan saja dulu.
Yang terpenting kau lakukan, menyelamatkan burung
rajawali raksasa itu. Kau paham, bukan?"
Tirta tak jadi membuka mulut. Dia hanya
menganggukkan kepalanya saja.
Wong Hadiguna berkata lagi, "Tak ada lagi yang
dapat kuberitahukan kepadamu. Hanya yang perlu kau
ketahui, pada hari ke delapan belas dari sekarang, kau
akan tiba di sebuah tempat yang bernama Bulak Batu
Bulan. Di Sana... telah menunggu persoalan lainnya.
Berarti yang kau hadapi sekarang, mencari dan
menyelamatkan Kitab Pamungkas dari orang-orang
serakah. Kedua, menyelamatkan Bwana dari incaran
Rantak Ganggang. Ketiga, mencari gadis yang bernama
Ayu Wulan. Dan terakhir, melihat misteri apa yang ada di
Bulak Batu Bulan. Aku tidak tahu yang mana yang lebih
dulu kau lakukan, karena semuanya bisa berubah tak
terbentuk rangkaian lagi...."
Kembali Tirta terdiam dengan hati dibuncah
berbagai perasaan. Mendadak saja dia teringat suara di
telinganya di saat dia diserang oleh Dewi Awan Putih. Dan
suara itu baru disadarinya mirip dengan suara Wong
Hadiguna. Namun sebelum dia berkata, Wong Hadiguna
sudah mendahului, "Urusan Dewi Awan Putih pun akan
menghadangmu...."
"Benar-benar menakjubkan!" desis Tirta dalam
hati. "Dia tahu apa yang kupikirkan. Dari kata-katanya
barusan, dengan kata lain, memang dialah orang yang
menyuruhku menghindar dari serangan Dewi Awan Putih.
Ah... ternyata urusan yang kuhadapi memang panjang
membentang...."
Lalu katanya, "Apa yang kau katakan tadi, akan
kuingat-ingat dan kucoba jalankan dengan baik."
Si kakek mendadak mendengus. "Itu urusanmu!
Hendak kau jalankan atau tidak, bukan urusanku!"
"Busyet! Nongol lagi sifat angin-anginannya ini!"
gemas Tirta dalam hati. Sejenak dia merasakan sesuatu
menyentuh bahu kanannya. Kepalanya segera ditolehkan. Setelah mendapati hanya
sehelai daun belaka, dia
kembali berkata, "Kek! Apakah semuanya... oh!" kata-kata
pemuda dari Gunung Rajawali ini terputus, tatkala dia
memandang kembali ke depan sosok Wong Hadiguna
sudah tak ada di tempatnya.
"Busyet! Hanya sekejap aku memalingkan kepala,
dan sekejap itu pula sosok Wong Hadiguna sudah tak
nampak di mata," kata Tirta kagum seraya menarik napas
panjang. "Kehidupan ini memang benar-benar di-warnai
berbagai kejadian-kejadian aneh. Misteri alam hingga saat
ini belum juga terpecahkan oleh pikiran manusia. Bahkan
petualangan manusia itu sendiri untuk memecahkan
misteri alam, hanya sebagian kecil saja yang bisa
terpecahkan. Begitu pula dengan orang-orang yang
kutemui. Semakin banyak kutemui orang-orang aneh
semacam Kakek Wong Hadiguna, semakin banyak
pengalaman yang sebenarnya kudapatkan. Tetapi,
semakin membuatku bertambah yakin, kalau kelak aku
akan bertemu dengan orang-orang semacamnya...."
Pemuda ini terdiam sejenak. "Apa yang dikatakan
oleh Wong Hadiguna sedikit banyaknya mengejutkan
sekaligus membingungkan. Tetapi, dia tak memperbolehkan aku untuk bertanya. Dengan kata lain,
perkara-perkara yang harus kuselesaikan tak mungkin
bisa kujalani sekaligus. Kalau begitu... biarlah kulacak
dulu jejak Ayu Wulan...."
Memutuskan demikian, pemuda dari Gunung
Rajawali ini bangkit berdiri. Tubuhnya dirasakan ringan
dan seperti tak pernah mengalami luka dalam akibat
gempuran Iblis Tanpa Jiwa.
"Aku juga masih heran, mengapa tatkala
kuucapkan terima kasih pada Wong Hadiguna karena
telah sembuhkan aku dari luka dalam yang kuderita ini,
dia justru mengatakan bukan dialah yang melakukannya.
Kalau memang bukan dia, siapa yang melakukannya
karena hanya aku dan dirinya yang berada di sini" Benarbenar membingungkan...."
Setelah menarik napas panjang dan pandangi
sekelilingnya, Tirta pun mulai berkelebat meninggalkan
tempat itu. *** Bab 9 LIMA hari telah berlalu sedemikian cepat. Memang,
perjalanan sang waktu sangat sulit dihindari dari
kehidupan ini. Tanpa tahu apa dan bagaimana berlalunya
sang waktu, tahu-tahu orang sudah berada beberapa hari
di muka. Misteri tentang waktu hingga saat ini belum
terpecahkan oleh alam pikiran maupun tindakan
manusia. Konon, ada beberapa buah benda yang dapat
membalikkan waktu. Tetapi itu pun masih terasa dalam
khayalan. Di sebuah lembah yang dipenuhi dengan bebatuan
dan pepohonan, nampak tiga sosok tubuh ramping
mengenakan jubah berlainan warna tiba di tempat itu.
Tiga sosok tubuh berpakaian coklat yang ternyata tiga
orang dara jelita yang tak lain Dayang-dayang Dasar
Neraka, edarkan pandangan ke sekelilingnya.
Sepi menggigit. Angin siang cukup panas
berhembus, namun agak terhalau oleh pepohonan. Dan
ketiga gadis jelita itu belum ada juga yang membuka
mulut. Seolah hendak mengetahui dulu misteri apa yang
ada di lembah itu.
Selang beberapa saat, barulah gadis yang
berwajah bulat telur dengan rambut dikuncir pita warna
biru membuka mulut, "Hmmm... tak .seorang pun yang
berada di lembah ini kecuali kita. Apa yang kita hadapi
ini, benar-benar urusan yang tidak ringan! Hingga hari ini
kita masih dibingungkan tentang siapakah Rajawali Emas
adanya! Kendati kita yakin pemuda bernama Lolo Bodong
yang berjuluk Rajawali Emas, tetapi nampaknya sekarang
sulit untuk menemukannya! Selagi kita tak cari, tak
sengaja berjumpa dengannya! Tetapi selagi kita berusaha
menemukan, ibarat mencari jarum di tumpukan ilalang!
Dan ini gara-gara pemuda berjuluk Pangeran Pencabut
Nyawa yang bikin urusan kita menjadi panjang! Aku
bersumpah, akan kucabut nyawanya bila bertemu
kembali!" "Pada pokoknya, kita harus tetap mencari Rajawali
Emas! Dialah satu-satunya orang yang memegang Kitab
Pemanggil Mayat sesuai petunjuk Guru!" kata yang
mengenakan jubah warna putih. Lalu melanjutkan
dengan pandangan ke kanan pada gadis yang
mengenakan jubah warna biru pekat, yang pertama
berbicara tadi, "Mudah-mudahan saja pemuda berjuluk
Pangeran Pencabut Nyawa yang menggagalkan niat kita
untuk membuntuti termakan ucapanmu, Dayang Harum.
Ingin kulihat bagaimana bila dia bentrok dengan
perempuan keparat berjuluk Dewi Topeng Perak yang
bersama-sama dengan kakek cacat bernama Buang
Totang Samudero."
"Aku pun tak sabar untuk melihat keadaan itu!"
sahut Dayang Harum. Kepalanya digerakkan sedikit,
hingga rambutnya yang diikat pita warna biru bergerak.
Untuk sesaat ketiga gadis itu tersenyum, sebelum
akhirnya terdengar kata-kata Dayang Pandan yang
mengejutkan kedua saudaranya, "Tetapi... yang menjadi
pikiranku sekarang ini adalah, bila Guru muncul di saat
kita belum berhasil menemukan Rajawali Emas!"
Sunyi menggigit kembali.
"Kau benar, Dayang Pandan...," kata yang
berhidung mancung dengan kedua pipi yang selalu
merona. Dia mengenakan jubah warna hitam. "Aku juga
memikirkan kemungkinan itu, dan aku sama sekali tak
mengharapkan kehadirannya pada saat kita belum
menyelesaikan tugas yang diberikan!"
Mendengar segala kemungkinan itu, masingmasing gadis tak ada yang membuka mulut.
Pikiran mereka dipenuhi dengan rasa khawatir yang dalam.
Setelah bertemu dengan Rajawali Emas yang saat
itu bersama-sama Ayu Wulan, Dayang-dayang Dasar
Neraka memaksa Rajawali Emas yang mengaku bernama
Lolo Bodong untuk mengatakan dirinya yang sebenarnya.


Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan mereka gagal melakukan. Bahkan gagal tatkala
hendak membuntuti ke mana perginya Rajawali Emas
bersama Ayu Wulan karena satu suara yang kemudian
diketahui berasal dari pemuda berpakaian hitam yang
mengaku berjuluk Pangeran Pencabut Nyawa.
Sudah tentu kemunculan Pangeran Pencabut
Nyawa membuat Dayang-dayang Dasar Neraka menjadi
gusar alang kepalang. Terutama mendengar kata-kata
kotor yang diucapkan murid Iblis Tanpa Jiwa itu.
Pertarungan hebat pun terjadi dan Dayang Pandan
mengalami luka dalam, sementara Pangeran Pencabut
Nyawa melarikan diri. Setelah itu, Dayang-dayang Dasar
Neraka pun menjalankan maksud semula (Untuk lebih
jelas-nya, silakan baca serial Rajawali Emas dalam
episode: "Dayang-dayang Dasar Neraka"),
Dan yang membuat mereka jengkel, karena
sampai hari ini mereka belum menemukan jejak Rajawali
Emas atau yang mereka yakini adalah pemuda yang
mengaku bernama Lolo Bodong. Sekarang yang membuat
ketiga gadis yang mengenakan jubah berlainan warna ini
terdiam dengan pikiran resah, memikirkan kemungkinan
kalau guru mereka akan muncul.
Gadis berjubah biru pekat berkata, "Kita tahu apa yang
akan dilakukan Guru bila kita gagal menjalankan
perintahnya. Dan aku tak ingin mendapatkan kemarahan
darinya." "Kau benar," sahut Dayang Kemilau seraya
anggukkan kepala. "Dunia akan terasa kiamat bila Guru
sudah marah. Kita tak boleh membuang waktu. Sekarang
juga kita teruskan perjalanan mencari Rajawali Emas!"
"Ya! Juga mencari pemuda keparat berjuluk
Pangeran Pencabut Nyawa!" sahut Dayang Pandan.
Ketiga gadis itu satu sama lain menganggukkan
kepala. Memang lebih baik segera bergerak kembali untuk
meneruskan mencari Rajawali Emas ketimbang harus
bertemu dengan guru mereka. Bahkan boleh dikatakan,
mereka lebih rela masuk dan menyeberangi lautan api
ketimbang menerima amarah guru mereka.
Namun belum lagi ketiganya melangkah meninggalkan tempat itu, mendadak saja angin yang
datang dari arah depan ketiganya, seperti menyentak
keras. Masing-masing orang segera surutkan langkah
satu tindak ke belakang dan mengangkat kepala dengan
tatapan waspada. Belum lagi ada yang membuka mulut,
berjarak satu tombak dari hadapan mereka, satu sosok
tubuh berpakaian hitam gombrang telah berdiri dengan
kedua kaki dibuka.
Seketika terdengar seruan kaget dengan mata
terbelalak dari ketiga gadis itu, "Guru!"
Menyusul tanpa disepakati lagi, masing-masing
gadis menjatuhkan tubuh dengan cara kaki kiri ditekuk
dan menyentuh tanah, kaki kanan ditekuk siku-siku
dengan dengkul ke atas. Kepala ketiganya agak
tertunduk. Kejap itu pula rasa ketakutan dalam begitu
mendera. *** Perempuan berusia lanjut yang memiliki wajah
keriput yang berdiri di hadapan ketiga gadis berwajah
jelita itu keluarkan dengusan. Matanya kelabu pekat,
tajam dan kejam pandangi ketiga gadis itu satu persatu.
Hidungnya bangir namun sudah peot. Rambutnya putih
panjang dan di atas kepalanya terdapat konde kecil yang
mencuat. Kejap kemudian menyusul kata-katanya, "Menilik
sikap kalian, tugas jelas belum diselesaikan! Apakah
salah apa yang barusan kukatakan"!"
Masing-masing gadis tak ada yang berani
membuka mulut, bahkan mengangkat kepala. Perasaan
mereka dibuncah kengerian yang dalam. Diam-diam
mereka dapat membayangkan apa yang akan mereka
terima beberapa saat lagi. Dan dalam keadaan seperti ini,
mereka berharap sekali kalau tiba-tiba lenyap dari
pandangan. Tetapi itu jelas sesuatu yang tak mungkin.
Dan nampaknya, petaka yang mengerikan akan menimpa
mereka. Kembali terdengar seruan si nenek, semakin
dingin dengan pandangan tajam mengawasi mereka satu
persatu, "Tak berani membuka mulut jelas menunjukkan
kesalahan yang fatal! Dayang Kemilau... kau yang tertua
di antara kalian! Apa pertanggungjawaban mu"!"
Yang dipanggil saat itu juga menyesali diri
mengapa lebih dulu lahir ke dunia ini ketimbang kedua
saudaranya. Gadis berjubah hitam ini tak berani segera
menjawab. Tanpa disadarinya tubuhnya menggigil dan
butir-butir keringat sebesar biji kedele mulai keluar.
Tetapi dia pun sadar akibatnya bila tak segera
menjawab. Lalu dengan terbata dia berkata, "Maafkan
kami, Guru.... Tugas yang Guru berikan... memang belum
kami tuntaskan. Kendati demikian... kami akan tetap
berusaha."
"Sesuatu yang tidak menyenangkan!"
Dayang Kemilau melanjutkan perlahan, "Kami
juga berharap... agar diberi waktu untuk menuntaskan
segalanya...."
Si nenek kertakkan rahangnya. Suaranya kejam,
"Apakah ucapanmu itu sungguh-sungguh?"
Makin banyak keringat yang keluar dari tubuh
ketiga gadis itu. Terutama dari tubuh Dayang Kemilau.
Dia hampir saja memukul mulutnya sendiri yang lancang
bicara barusan. Dengan ketakutan yang makin kentara
dia berkata; "Maaf... maafkan aku, Guru. Aku... aku telah
lancang berkata tadi. Tidak... kami... kami tak
membutuhkan tambahan waktu...."
Selagi Dayang-dayang Dasar Neraka dibuncah
kengerian, terutama Dayang Kemilau, di luar dugaan
mereka terdengar tawa keras dan suara, "Bangkitlah
kalian!" Tak berani segera melakukan perintah, kedua
gadis itu masih dalam keadaan tertunduk berpandangan.
Dayang Kemilau membatin, "Celaka! Biasanya kalau dia
sudah bersikap seperti itu, tanda kesalahan tak bisa
diampuni."
Dayang Pandan membatin resah, "Apakah tak
salah pendengaranku barusan" Tetapi, sikap seperti itu
sangat kuhafal sekali...."
Dayang Harum membatin cemas, "Kalau begini,
rasanya lebih baik mati mendadak. Bisa berabe bila dia
marah." Selagi ketiga gadis itu dibuncah perasaan tak
menentu, si nenek berpakaian hitam gombrang yang
seolah menutupi bentuk tubuhnya, berkata lagi, "Saat ini
hatiku sedang senang. Jadi tak perlu tampakkan
ketakutan. Kesalahan kalian kali ini kuampuni.
Sekarang, bangkit. Jangan sampai kucabut lagi apa yang
barusan kukatakan."
Kendati masih cemas, Dayang-dayang Dasar
Neraka berdiri tegak tetap dengan kepala tertunduk.
"Jangan menjadi gadis-gadis dungu di hadapanku," kata si nenek yang berjuluk Ratu Jagat Raya
pada ketiga muridnya. "Tadi kukatakan, kuampuni setiap
kesalahan, yang berhubungan dengan pelacakan kalian
pada Rajawali Emas. Malah kalian akan kuberi petunjuk
yang berarti."
Setelah ragu untuk beberapa saat, perlahan-lahan
ketiga gadis itu baru berani mengangkat kepala. Tetapi
tak berani menatap sepasang mata kelabu milik si nenek.
"Buka mulut kalian! Jangan membisu seperti
arca!" mendadak menggelegar bentakan Ratu Jagat Raya
yang membuat ketiga gadis itu berjingkat.
Kejap lain mereka segera memperbaiki sikap.
Dayang Kemilau mencoba berkata, "Maafkan kami,
Guru...." "Bagus! Kau dapat mewakili kedua saudaramu itu
sebelum kuturunkan tangan! Dengar baik-baik sekarang!
Tanpa sepengetahuan kalian, aku juga turun untuk
mencari Rajawali Emas guna mendapatkan Kitab
Pemanggil Mayat! Dan banyak hal-hal yang kuketahui
sekarang ini! Yang perlu kalian ketahui juga, ternyata
Kitab Pemanggil Mayat sebagai petunjuk di mana Kitab
Pamungkas berada, bukan di tangan Rajawali Emas!"
"Oh!" serentak ketiga gadis yang mengenakan
jubah berlainan warna itu mengangkat kepala.
Dayang Kemilau yang mulai merasa yakin kalau
Ratu Jagat Raya tak sedang marah, berkata pelan, "Kalau
begitu, berada di tangan siapakah Kitab Pemanggil Mayat,
Guru?" "Aku tidak tahu. Satu-satunya orang yang tahu
adalah Rajawali Emas sendiri!"
"Baik, Guru...," kata Dayang Kemilau tak berani
untuk berkata lebih panjang.
"Aku yakin... kalian cukup kesulitan untuk
mencari pemuda dari Gunung Rajawali itu. Sekarang ada
jalan yang sangat mudah yang kuketahui. Bila kalian
ingin memancing kemunculan Rajawali Emas sekaligus
mendapatkan Kitab Pemanggil Mayat secara mudah...
kalian harus mencari gadis yang bernama Ayu Wulan.
Saat ini Rajawali Emas sedang kebingungan sekaligus
mencemaskan nasib gadis itu yang pergi tanpa berita.
Bila kalian berhasil mendapatkan gadis bernama Ayu
Wulan, sandera dia dan jadikan sebagai imbalan dari
Kitab Pemanggil Mayat!"
Tak ada yang bersuara. Sebenarnya, ketiga gadis
itu sekarang ini .senang bukan kepalang. Senang bukan
dikarenakan petunjuk yang barusan dikatakan guru
mereka. Melainkan karena tak menerima marah yang
sangat mengerikan. Diam-diam ketiganya saling pandang.
Mereka teringat tentang seorang pemuda yang bernama
Lolo Bodong dan seorang gadis yang bernama Ayu Wulan.
Dayang Pandan membuka mulut, "Guru...
sebenarnya, kami pernah bertemu dengan pemuda yang
mempunyai ciri yang sama dengan apa yang pernah
dikatakan Guru tentang Rajawali Emas. Tetapi herannya,
pemuda itu mengaku bernama Lolo Bodong. Berulangkali
kami mencoba untuk membuktikan kebenaran dugaan
kami kalau pemuda yang bernama Lolo Bodong itu adalah
Rajawali Emas. Tetapi niat kami waktu itu, harus
tertunda dengan kemunculan seorang pemuda yang
bernama Handaka dan mengaku berjuluk Pangeran
Pencabut Nyawa. Pemuda itu ternyata juga menginginkan
Kitab Pamungkas."
Sepasang mata kelabu milik si nenek berkonde
kecil ini menyipit. Keningnya dikernyitkan. Sungguh,
wajahnya menjadi bertambah mengerikan saja.
"Aku belum pernah mendengar pemuda berjuluk
Pangeran Pencabut Nyawa," katanya kemudian. "Apakah
dia mengatakan asal-usulnya?"
Dayang Pandan yang merasa pertanyaan itu
dituju-kan padanya menggelengkan kepala.
Kali ini tak ada yang bersuara. Ratu Jagat Raya
nampak berpikir keras. Setelah kertakkan rahangnya dia
berkata, "Peduli setan dengan orang-orang yang
menginginkan kitab itu pula. Tak peduli Pangeran
Pencabut Nyawa atau dewa sekali pun, siapa saja yang
berani menghalangi dan mencoba mendahului untuk
mendapatkan Kitab Pamungkas, kalian bunuh! Mengerti"!"
Serentak tiga buah kepala mengangguk patuh.
"Bagus!" Ratu Jagat Raya tersenyum puas. "Dan
aku tak ingin berjumpa dengan pemuda itu!"
Kata-kata terakhir Ratu Jagat Raya berarti
perintah yang tak bisa dibantah. Segera saja kepala ketiga
gadis berjubah berlainan warna itu mengangguk.
Bibir Ratu Jagat Raya yang keriput sekaligus
mengerikan, sunggingkan seringaian lebar, "Sekarang
juga kalian harus melacak jejak gadis bernama Ayu
Wulan. Gadis itu mengenakan pakaian putih dengan
sulaman bunga mawar di bagian atas dada sebelah
kanan. Di pinggangnya terdapat sebuah cambuk. Bila
kalian berhasil menemukannya, bujuk dia hingga tak
sadar kalau dirinya diperalat! Jadikan dia tumbal
keberuntungan. Dan kumandangkan berita kalau gadis
itu berada di tangan kalian hingga Rajawali Emas
muncul. Kalian paham"!"
Kembali ketiga gadis itu menganggukkan kepala.
"Aku ingin sahutan!" mengguntur suara Ratu Jagat Raya
yang membuat jantung ketiga gadis itu seperti berhenti
berdetak. Dan terburu-buru mereka berkata,
"Kami paham!"
"Bagus!" Ratu Jagat Raya tersenyum puas. "Dan
aku tak ingin kalian membuang tempo lagi sekarang!
Cepat tinggalkan tempat ini sebelum akhirnya

Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kutempeleng kalian hingga tak bisa nengok selama lima
hari lima malam!"
Tak ada yang membuka mulut dan mau
membuang waktu lagi. Begitu kata-kata si nenek habis
terdengar, masing-masing gadis segera rangkapkan kedua
tangan di depan dada. Menunduk sejenak, lalu berkelebat
cepat ke arah selatan.
Sepeninggal ketiga gadis itu, Ratu Jagat Raya
menarik napas panjang.
"Huh! Pangeran Pencabut Nyawa" Pemuda mana
yang berani menyandang gelar begitu mengerikan" Bila
kutemukan, akan kupatah-patahkan tulangnya karena
berani-beraninya punya niatan yang sama denganku!"
Sejenak diedarkan pandangan ke sekelilingnya. Nenek ini
terdiam beberapa saat sebelum terdengar lagi katakatanya, "Sebaiknya... kuikuti
kembali jejak Rajawali
Emas sebelum menjauh dan akhirnya lenyap sama sekali"
Memutuskan demikian, sosok nenek berpakaian
gombrang hitam ini segera berkelebat ke arah utara.
Gerakannya begitu cepat sekali. Hanya dalam dua tarikan
napas saja, sosoknya telah lenyap dari pandangan.
*** Bab 10 "HANDAKA! Sudah lebih dari seminggu kita melacak jejak
Kang Tirta, tetapi sampai hari ini belum juga
mendapatkan jejak yang berarti," kata-kata yang sarat
dengan nada masygul itu terdengar di sebuah hutan kecil,
di kala senja semakin menurun dalam naungan alam
yang temaram. .
Gemerisik dedaunan yang dihembus angin senja
seperti alunan musik di tengah malam. Cukup syahdu
kendati terkadang menggiriskan. Beberapa daun yang
kering berguguran, layaknya manusia yang satu persatu
akan meninggalkan dunia.
Orang yang barusan bicara tadi seorang gadis
berwajah bulat telur dengan dagu agak menjuntai.
Berkali-kali gadis berbulu mata lentik dengan rambut
sebahu yang tak lain Ayu Wulan ini mendesah. Hatinya
tak tenang memikirkan Rajawali Emas yang menurut
pemuda berpakaian hitam yang duduk di hadapannya ini
diseret oleh Dayang-dayang Dasar Neraka.
Sementara itu, pemuda berpakaian hitam yang tak
lain Handaka atau yang menjuluki dirinya Pangeran
Pencabut Nyawa, hanya menganggukkan kepala. Sesungguhnya, di dalam hati pemuda ini, dia terbahakbahak keras dengan pandangan
penuh gairah bila melihat
gadis bertubuh sintal di hadapannya.
Seperti kita ketahui, saat ini Ayu Wulan
sebenarnya berada dalam jebakan yang dijalankan oleh
Pangeran Pencabut Nyawa yang mengatakan berita
bohong ten-tang Rajawali Emas. Tatkala Ayu Wulan
sedang menyesali diri dan mencoba keluar dari lingkupan
cinta pada Rajawali Emas, Pangeran Pencabut Nyawa
muncul dengan tubuh terhuyung. Ayu Wulan yang
memiliki jiwa welas asih pada sesama segera menolong
Pangeran Pencabut Nyawa, yang sebenarnya hanya
berlagak terluka. Padahal sesungguhnya, dia menginginkan tubuh gadis itu.
Dan di luar dugaan Pangeran Pencabut Nyawa,
kalau ternyata Ayu Wulan sedang menunggu Rajawali
Emas. Pemuda yang memang sedang mencari Rajawali
Emas ini seperti mendapat durian runtuh. Dikaranglah
cerita yang mengejutkan Ayu Wulan, kalau dia terluka
karena membantu Rajawali Emas menghadapi Dayangdayang Dasar Neraka. Sudah tentu
Ayu Wulan menjadi
cemas. Dia memaksa Pangeran Pencabut Nyawa untuk
mengantarnya mencari Rajawali Emas. Yang ada di hati
Pangeran Pencabut Nyawa, dia akan menukar nyawa Ayu
Wulan dengan Kitab Pemanggil Mayat sebagai pe-tunjuk
dari Kitab Pamungkas (Baca serial Rajawali Emas dalam
episode: "Dayang-dayang Dasar Neraka").
"Aku sendiri jadi tidak enak, Ayu...," sahut murid
Iblis Tanpa Jiwa ini dengan suara dibuat prihatin padahal
hatinya menyeringai menikmati permainan yang diciptakannya ini. "Seharusnya, aku tak melarikan diri.
Seharusnya, aku menolong Rajawali Emas. Seharusnya...."
Ayu Wulan mengangkat kepalanya.
"Kau tidak perlu berkata demikian. Ini bukanlah
kesalahanmu, Handaka. Bila Kang Tirta berhasil
dikalahkan oleh Dayang-dayang Dasar Neraka, bisa jadi
memang kesaktian ketiga gadis itu sungguh tinggi...."
"Tapi pada kenyataannya, aku merasa seperti itu.
Baru kusadari kalau aku penge...."
"Sudahlah," kata Ayu Wulan memotong kata-kata
Handaka. Murid Manusia Pemarah ini menjadi tidak enak
mendengar kata-kata penyesalan pemuda di hadapannya.
"Aku tak mau kau justru merasa berada dalam lingkaran
kesalahan. Padahal, bila aku tidak bertemu denganmu,
aku tidak tahu bagaimana keadaan Kang Tirta.
Kemungkinan besar, aku masih tetap akan menunggu
kedatangannya...."
Ayu Wulan yang tidak tahu apa yang
sesungguhnya direncanakan oleh Pangeran Pencabut
Nyawa, tak tahu kalau di balik senyum prihatin itu
terdapat niat busuk yang sangat mengerikan.
"Lantas... apa yang akan kita perbuat?" tanya
Handaka kemudian, seolah dengan berkata begitu dia tak
tahu lagi apa yang harus dilakukan. Lalu berkata dalam
hati, "Dengan cara membuat diriku menyesal, aku yakin
dia justru menaruh simpati. Dan saat itulah akan
kunikmati tubuhnya. Aku tak ingin memaksanya
melayani nafsuku. Yang kuinginkan, dia pasrah dan rela
menyerahkan tubuhnya kepadaku."
Ayu Wulan menggeleng-gelengkan kepalanya
bingung. Lalu berkata, "Sampai ke ujung dunia pun aku
akan tetap mencari Kang Tirta."
"Menilik dari sikapnya, gadis ini nampaknya
benar-benar mencintai Rajawali Emas. Hmmm... bila saja
aku yang mendapatkan simpati dan cinta dalam seperti
itu, sudah tentu tak akan kusia-siakan untuk segera
menggelutinya. Tetapi, yang ada sekarang ini sebuah
peruntungan yang baik untukku," kata Pangeran
Pencabut Nyawa dalam hati.
Lalu sambil pandangi wajah jelita yang dirundung
duka, dia berkata, "Kalau memang niatmu seperti itu,
sebaiknya kau tunggu saja di sini. Biar aku yang mencari
Dayang-dayang Dasar Neraka yang membawa...."
"Tidak," potong Ayu Wulan sambil menggeleng.
"Justru aku telah banyak merepotkanmu, Handaka.
Sebaiknya sekarang, tinggalkan aku saja."
"Mengapa?"
"Waktumu telah banyak tersita untukku."
Tidak!" sahut Handaka tegas dan berbisa di ujung.
"Aku senang membantumu, Ayu Wulan...."
Ayu Wulan terdiam beberapa saat sebelum
berkata, "Berarti penyamaran Kang Tirta yang mengubah
namanya menjadi Lolo Bodong, sudah diketahui oleh
Dayang-dayang Dasar Neraka. Menurut Kang Tirta, ketiga
gadis itu menghendaki Kitab Pemanggil Mayat yang ada
padanya guna mendapatkan Kitab Pamungkas. Ah, bila
saja aku dapat bertemu dengan mereka, akan kubuat
perhitungan kendati nyawaku akan melayang."
Handaka berkata, "Maksudmu... Tirta sebelumnya
pernah bertemu dengan Dayang-dayang Dasar Neraka?"
Ayu Wulan menganggukkan kepalanya. "Ya! Tetapi
dia lolos dari ketiga gadis itu karena sesungguhnya
mereka belum mengenal wajah Kang Tirta. Kalau
sekarang, nampaknya apa yang dirahasiakan Kang Tirta
yang mengaku bernama Lolo Bodong pada Dayangdayang Dasar Neraka, nampaknya sudah
terbongkar."
Ayu Wulan menghela napas. Lalu melanjutkan lelah,
"Ah... bagaimana keadaanmu sekarang, Kang Tirta"
Apakah kau baik-baik saja?"
"Benar-benar cinta tulus dan murni," kata
Handaka dalam hati melihat sikap masygul dari Ayu
Wulan. Sedikit banyaknya dia iri melihat ketulusan cinta
kasih gadis berpakaian putih bersih ini pada Rajawali
Emas yang ingin dibunuhnya. Dan karena rasa iri inilah
tanpa sadar murid Iblis Tanpa Jiwa ini mendengus.
Ayu Wulan mengangkat kepalanya dengan kening
dikernyitkan. Suaranya mengandung keheranan saat
berkata, "Ada apa, Handaka" Apakah ada sesuatu
yang...." Handaka tersentak kaget. Dan terburu-buru dia
menggeleng-gelengkan kepala. Sejurus kemudian dia
tersenyum, "Maafkan aku. Aku tak bisa menahan diri lagi
untuk segera bertemu dengan Dayang-dayang Dasar
Neraka, sekaligus untuk menebus kesalahanku yang
meninggalkan Rajawali Emas seorang diri hingga dia
berhasil dikalahkan oleh gadis-gadis itu."
Ayu Wulan tersenyum. "Tadi kukatakan, kau
jangan menyesali keadaan. Mungkin, memang harus
seperti ini takdir yang diterima Kang Tirta."
"Tetapi... sedikit banyaknya ini kesalahanku...."
Ayu Wulan merasa tidak enak karena sejak tadi
pembicaraan berkisar pada penyesalan Handaka terus.
Makanya dia segera berkata, "Untuk sejenak, kita lupakan soal kau menyesali
semua itu. Lebih baik yang perlu
kita pikirkan sekarang, bagaimana caranya untuk
menemukan Kang Tirta."
Handaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan
rasa irinya makin menjadi-jadi karena gadis ini terus
menerus mencemaskan Rajawali Emas.
"Keparat! Seumur hidupku belum pernah kurasakan cinta kasih dari seorang gadis yang begitu
tulus seperti cinta kasih Ayu Wulan terhadap Rajawali
Emas. Selama ini justru aku yang selalu memaksakan
cinta pada gadis-gadis yang kuinginkan. Bahkan bila
mereka menolak, tak segan-segan kuperkosa lalu
kubunuh. Dan tak seorang pun gadis yang kutinggalkan,
masih dalam keadaan suci. Aku benar-benar iri!"
"Kau belum menyahuti kata-kataku, Handaka...,"
kata Ayu Wulan tiba-tiba.
Kalau tadi Handaka sempat dibuat terkejut, kali
ini dia segera berkata, "Cara yang terbaik memang terus
mencarinya. Kemunculan Dayang-dayang Dasar Neraka
berhubungan dengan Kitab Pamungkas. Berarti...."
Handaka memutus kata-katanya sendiri dan
seperti menunggu apa yang dikatakan Ayu Wulan.
"Kita harus meniupkan isu kalau Kitab Pamungkas itu sudah berhasil kita dapatkan?"
"Tepat!" sahut Handaka sambil mengangguk.
"Jalan satu-satunya memang harus melakukan hal itu.
Karena Dayang-dayang Dasar Neraka akan merasa sia-sia
belaka menangkap dan memaksa Rajawali Emas untuk
mengatakan di mana Kitab Pamungkas berada. Ayu
Wulan... apakah sebelumnya Rajawali Emas pernah
menceritakan tentang Kitab Pamungkas?"
"Hanya sedikit. Dan aku sendiri tidak begitu
mengerti sebenarnya."
"Sayang, padahal kalau dia bisa memberi jawaban
yang pasti, segera kulacak kitab itu," kata Handaka dalam
hati. Lalu katanya, "Bagaimana dengan gagasan tadi?"
"Gagasan itu memang menarik. Tetapi aku
khawatir, kalau Dayang-dayang Dasar Neraka akan
membunuh Kang Tirta karena mereka merasa sia-sia
saja. Bukankah Kang Tirta bisa menjadi sasaran
kemarahan mereka?"
"Cerdik. Sungguh cerdik. Padahal bila isu itu
sudah ditebarkan, tak mustahil Rajawali Emas akan
muncul di hadapan," batin Pangeran Pencabut Nyawa.
Kemudian katanya, "Aku tak punya gagasan lain
sekarang."
Tak ada yang bersuara. Senja terus beranjak.
Dedaunan kering banyak yang berguguran. Ayu Wulan
saling meremas kedua tangannya dengan wajah gelisah.
Hatinya. sungguh tidak tenang memikirkan semua ini.
Mengapa dia tidak bersama-sama Kang Tirta
mencari makanan" Mengapa dia harus bersikap cengeng
karena Tirta tak menjawab tentang isi hatinya" Mengapa
dia tak menuruti permintaan Tirta untuk tidak
mengikutinya" Masih banyak 'mengapa' yang lain di hati
Ayu Wulan yang kali ini sangat sulit untuk didapatkan
jawaban yang tepat.


Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tahu-tahu gadis itu berdiri. Pandangannya lurus
pada Handaka. "Aku akan tetap mencari Kang Tirta. Handaka, bila
kau memutuskan untuk meninggalkanku seorang diri tak
jadi masalah. Seperti yang kukatakan padamu waktu itu."
Sambil berdiri Pangeran Pencabut Nyawa menggelengkan kepalanya tegas.
'Tidak! Aku akan tetap bersamamu!"
Sudah tentu dia akan berkata seperti itu. Karena
ini adalah rencana matang yang disusunnya.
"Kalau kau memang memutuskan seperti itu, aku
sangat berterima kasih. Sebaiknya, kita teruskan langkah
untuk mencari Kang Tirta."
Murid Iblis Tanpa Jiwa ini mengangguk. Setelah
mendapatkan anggukan, Ayu Wulan mendahului
berkelebat. Handaka menelan ludahnya tatkala melihat
pinggul Ayu Wulan yang bergerak indah itu.
"Suatu saat... akan kudapatkan tubuh yang molek
itu dalam kepuasan dalam. Yang penting sekarang,
memainkan peranan sampai dia pasrah dalam pelukan...."
Kejap berikutnya, pemuda berpakaian hitam ini
sudah berkelebat menyusul. Hutan itu kembali ditelan
sepi. Sebuah daun gugur dari pohon di mana tadi mereka
duduk bernaung. Gugurnya sebuah daun itu seolah
mengisyaratkan sesuatu yang mengerikan pada Ayu
Wulan. *** Bab 11 MALAM mulai merangkak penuh, dalam dan diam-diam.
Seolah hendak menyelinap jauh dari kehidupan bahkan
nurani manusia. Kendati demikian, malam itu udara
cerah. Langit seperti bebas merdeka dan sinar rembulan
lenggang lapang membiaskan sinarnya ke segenap
penjuru dunia tanpa terhalang oleh timbunan awan-awan
hitam. Di jalan setapak yang dipenuhi ranggasan semak,
satu sosok tubuh menghentikan langkahnya. Sosok
berpakaian keemasan yang tak lain Rajawali Emas ini
edarkan pandangan ke sekelilingnya dengan tatapan
waspada. Untuk sejenak pemuda dari Gunung Rajawali ini
tak beranjak dari tempatnya berdiri. Seekor kelinci le-wat
di depannya. Kendati dia saat ini merasa lapar, tetapi tak
ada minatnya untuk mengisi perut. Pikiran tentang
lenyapnya Ayu Wulan membuat dirinya terasa di-ombangambing dalam gelombang
ombak. Terutama mengingat
kata-kata Wong Hadiguna.
"Persoalan demi persoalan kian memanjang.
Belum juga satu persoalan berhasil kuselesaikan.
Menyelamatkan Kitab Pamungkas yang sebenarnya aku
sendiri tidak tahu berada di mana. Mencari Ayu Wulan.
Menyelamatkan Bwana dari incaran orang bernama
Rantak Ganggang. Dan satu lagi, segera menuju ke Bulak
Batu Bulan, karena bahaya mengancam di sana.
Semuanya seperti berada dalam lingkaran yang bergulung
dan sulit untuk kuterobos. Tetapi untuk saat ini, aku
akan mencari Ayu Wulan lebih dulu. Tak akan pernah
kumaafkan diriku bila dia mendapatkan celaka. Tetapi...
apakah tak mungkin kalau dia sesungguhnya kembali ke
tempat asal" Hanya saja itu pun perlu pembuktian."
Kembali pemuda yang di lengan kanan dan kirinya
terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini terdiam.
Hatinya begitu masygul memikirkan masalah demi
masalah yang menghadang. Otaknya digunakan habishabisan
untuk memikirkan cara yang terbaik menuntaskan setiap masalah.
Lalu ditariknya napas yang digenangi aroma sejuk
yang ditaburkan pepohonan.
"Satu hal yang cukup membingungkanku dari
kata-kata Wong Hadiguna, tentang orang yang bernama
Rantak Ganggang yang hendak membunuh Bwana untuk
mendapatkan kuku-kuku kedua kaki Bwana yang dapat
dijadikan sebagai senjata sakti. Siapa orang yang
bernama Rantak Ganggang itu" Sayang, kakek Wong
Hadiguna tak mau menjelaskannya lebih rinci padaku."
Kembali dikatupkan mulutnya dengan kening dikernyitkan. "Hmmm... aku jadi ingin
tahu bagaimana keadaan Bwana yang membawa Wulung Seta dan Sri
Kunting untuk menemui Guru. Apakah dia sudah
berhasil bertemu" Atau... belum berhasil?"
Rajawali Emas mempertimbangkan satu segi yang
dirasakannya cukup
membuatnya galau. Setelah
menghembuskan napas dia berkata, "Sebaiknya...
kupanggil saja Bwana untuk menjelaskan "agar dia
berhati-hati. Mudah-mudahan orang yang bernama
Rantak Ganggang belum bertemu dengan Bwana. Bila dia
menginginkan kuku-kuku pada kedua kaki Bwana, jelas
dia bukan orang sembarangan. Baiknya, kucari tempat
yang agak lapang."
Memutuskan demikian, Rajawali Emas celingukan. Namun belum lagi dia bergerak, terdengar
seruan keras yang diiringi tawa panjang, "Mengapa harus
terburu-buru" Bukankah ada persoalan lain yang harus
kau hadapi" Kalau kau harus berhadapan kembali
dengan Dewi Topeng Perak!"
Menyusul kembali satu bayangan kuning cemerlang berkelebat dan tahu-tahu telah berdiri berjarak
delapan langkah dari hadapan Rajawali Emas.
*** Pemuda berpakaian keemasan ini segera keluarkan dengusan begitu mengenali siapa perempuan
berpakaian kuning cemerlang yang muncul. "Berabe! Kali
ini aku benar-benar tak mengharapkan bertemu dengan
orang-orang semacam Dewi Topeng Perak. Tetapi kalau
sudah begini, tak mungkin aku menghindar lagi."
Habis membatin begitu, pemuda dari Gunung
Rajawali ini berkata jemu, "Apa lagi yang harus
diselesaikan" Apakah ini masih urusan Mata Malaikat"
Wah! Bagaimana sih kau ini" Kakek yang selalu
memejamkan kedua matanya itu kan jelas-jelas
menolakmu karena dia tetap mencintai Dewi Segala
Impian" Kau seharusnya sadar akan hal itu, bukan" Jadi
lebih baik kau lupakan segala persoalan...."
Pemuda jahanam! Semua ini gara-gara ulahmu
hingga aku gagal membunuhnya!" sengat Dewi Topeng
Perak dengan sorot mata tajam dari balik topeng perak
yang dikenakannya.
"Mengapa harus menyalahkan aku" Kalau nyawa
Mata Malaikat belum putus juga, ya dia memang belum
ditakdirkan untuk mati. Tetapi, mana mungkin
perempuan sesat seperti kau ini mengenal Tuhan?"
Ejekan dari Rajawali Emas membuat perempuan
ini mengepalkan kedua tinjunya kuat-kuat,
Dan sebelum dia berkata, terdengar kata-kata
Tirta lagi, "Sayang ya... dua kali kau gagal untuk
membunuhku. Bahkan rencanamu yang matang untuk
bergabung dengan Seruling Haus Darah gagal total untuk
membunuhku. Ngomong-ngomong, kau ke mana saja
hingga tak tiba di Bukit Watu Hatur" Jelas kau takut
untuk datang ke sana, kan"!"
Bergetar tubuh Dewi Topeng Perak tanda
kemarahannya bertambah naik. Tetapi sebelum dia
lancarkan serangan, mendadak satu sosok tubuh
berkelebat dan duduk bersila di samping kanan Dewi
Topeng Perak. "Sudah kukatakan tadi, tak perlu berbasa-basi
dengan pemuda sialan ini! Kau tahu sendiri akibatnya,
bukan"!"
Dewi Topeng Perak keluarkan dengusan keras
tanpa melirik pada Kakek berkulit hitam legam yang
duduk bersila dengan kedua tangan bersedekap di dada.
Memang, di saat Rajawali Emas tiba di tempat itu,
sesungguhnya Dewi Topeng Perak dan Buang Totang
Samudero telah lebih dulu berada di sana. Buang Totang
Samudero sebenarnya sudah tak sabar untuk segera
menghadapi Rajawali Emas. Di samping Dewi Topeng
Perak menjanjikan akan memberikan tubuh montoknya
padanya, Buang Totang Samudero yang sekarang
diketahui mempunyai niatan untuk mendapatkan Kitab
Pamungkas, menghendaki agar semuanya cepat dilaksanakan. Tetapi Dewi Topeng Perak menahannya.
Dengan maksud, dia hendak mengorek keterangan lebih
dulu. Tetapi yang didapatkannya, justru kata-kata yang
menyakitkan gendang telinga.
Sementara itu, Rajawali Emas yang memandangi
sosok ganjil yang baru muncul itu mengernyitkan keningnya. "Busyet! Manusia apa
pantat kuali" Tubuhnya agak
membungkuk, tetapi kepalanya tegak dengan langit"!"
Si kakek berwajah cekung itu pandangi Rajawali Emas
tajam-tajam. Kejap kemudian terdengar suaranya dalam,
"Aku tak hendak banyak cakap! Berikan kepadaku Kitab
Pemanggil Mayat!"
Tirta balas memandang dengan sipitkan mata.
Diam-diam dia berkata dalam hati, "Hmm... kini
kutemukan lagi siapa orangnya yang menginginkan Kitab
Pamungkas. Bisa jadi dendam yang ada pada Dewi
Topeng Perak sekarang dikaitkan dengan Kitab
Pamungkas. Dan nampaknya kakek yang duduk bersila
ini bukanlah orang yang bisa dipandang sebelah mata."
Lalu dengan mengangkat kedua alisnya, pemuda
dari Gunung Rajawali ini berkata, "Kek! Aku tidak tahu
apa kau cacat hingga tidak bisa berdiri tegak, atau karena
apa! Yang pasti, apa yang kau minta itu jelas tak bisa
kuberikan!"
"Aku tak suka banyak cakap!"
"Begitu pula denganku" Eh! Tahukah kau kalau di
dunia ini ada hukum jual beli. Bukan hukum minta dan
memberi. Nah, kalau kau hendak meminta Kitab
Pemanggil Mayat jelas tidak kuberi. Bahkan kalau kau
berani membayar mahal pun jelas tidak kujual! Maaf ya"
Memangnya aku pedagang kelontongan"!"
Wajah hitam Buang Totang Samudero mengkelap.
Pancaran matanya kini berkilat-kilat.
"Jangan berlagak di hadapanku!"
"Wah! Kau ini bagaimana" Kan tadi sudah
kukatakan, kalau aku tidak...."
"Buang Totang Samudero!" potong Dewi Topeng
Perak memutus kata-kata Tirta. "Bunuh pemuda sialan
itu!" Buang Totang Samudero tak menyahuti kata-kata
Dewi Topeng Perak. Pandangannya makin tajam
diarahkan pada Tirta.
"Kematianmu
jelas sudah ditakdirkan di tanganku!" serunya dingin. Dengan kata-kata seperti itu,
dia telah memberikan isyarat kalau akan segera
menyerang. Diam-diam Tirta telah kerahkan tenaga surya
dalam tubuhnya. "Aku tak boleh main-main sekarang.
Jelas kalau Buang Totang Samudero tak akan
melepaskan nyawaku. Begitu pula dengan Dewi Topeng
Perak." Sebelum Buang Totang Samudero lancarkan
serangan, Dewi Topeng Perak yang geram karena katakatanya tak dianggap tadi,
berkata lagi, "Aku tak ingin
kau membuang waktu lagi! Bunuh dia! Atau...
kuurungkan niat untuk memberikan apa yang kau
minta"!"
Kali ini kepala kakek berkulit hitam legam itu
terangkat dan pandangannya tajam pada Dewi Topeng
Perak. Kejap lain, pandangannya dilemparkan kembali ke
arah Rajawali Emas, "Dengan membunuhmu, aku
mendapat dua keuntungan!"
Tirta menyahut tak mau kalah, "Dengan
membunuhmu, aku akan mendapat satu keuntungan!"
Lalu sambungnya dengan konyol, "Itu juga kalau aku
dapat membunuhmu. Kalau tidak ya...."


Rajawali Emas 25 Rahasia Bwana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ejekan Rajawali Emas terputus saat itu juga,
tatkala terlihat tubuh Buang Totang Samudero bergetar
hebat. Kejap kemudian, nampak asap hitam keluar dari
sekujur tubuhnya. Lamat-lamat Tirta melihat kalau
tubuh yang duduk bersila tadi menyentuh tanah, kini
mulai berada sejengkal di atas tanah!
"Gila!" batin pemuda ini tegang. "Apakah tak salah
pandanganku?"
Diperhatikan kembali dengan seksama. Dan yang
dilihatnya tak berubah sama sekali. Tubuh Buang Totang
Samudero memang telah berada satu jengkal di atas
tanah! SELESAI https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes Sugiro
Kemelut Kerajaan Mancu 8 Pendekar Slebor 04 Geger Ratu Racun Kemelut Di Majapahit 11
^