Pencarian

Tumbal Nyawa Perawan 1

Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh Isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Bab l MALAM menghampar dalam dengan menebarkan kecerahan yang mempesona. Di jalan
setapak yang dihiasi
oleh sinar rembulan, Rajawali Emas masih memandang
tak berkedip ke depan, pada sosok tua yang duduk bersila tanpa pakaian. Kening
pemuda dari Gunung Rajawali ini dikernyitkan berulangkali.
"Tak salah! Kakek berkulit hitam legam itu kini
memang tak lagi menyentuh tanah. Tubuhnya yang selalu bersila, berada sejengkal
di atas tanah!"
Sementara itu perempuan berpakaian kuning
cemerlang yang berdiri di samping si kakek, diam-diam
membatin kagum, "Sejak semula kusadari kalau Buang
Totang Samudero semakin tinggi ilmunya! Bagus! Keinginanku melihat pemuda dari
Gunung Rajawali itu
mampus, akan terlaksana!"
Seperti diceritakan dalam episode "Rahasia
Bwana", Rajawali Emas yang saat ini dipusingkan oleh
urusan-urusan panjang yang belum satu juga diselesaikannya, harus dihadang oleh
Dewi Topeng Perak dan
Buang Totang Samudero. Kakek berkulit hitam legam
yang kendati tubuhnya bungkuk namun kepalanya tegak lurus pada langit, memaksa
Rajawali Emas untuk
menyerahkan Kitab Pemanggil Mayat. Kitab yang sesungguhnya berada di tangan Raja
Lihai Langit Bumi
itu, sudah tentu tak akan diserahkan oleh Rajawali
Emas bila berada di tangannya. Buang Totang Samudero menjadi gusar. Dan
pemandangan yang membuat
Tirta menahan napas, tatkala dilihatnya tubuh si kakek
yang selalu duduk bersila dengan kedua tangan bersedekap di dada ini, tahu-tahu
telah naik sejengkal di atas
tanah! Kejap berikutnya, mendadak saja tubuh Buang
Totang Samudero melesat ke arah Tirta, tetap dengan
posisi bersila. Mendahului lesatan tubuhnya, telah
menggebrak angin dahsyat.
Rajawali Emas yang memang sudah persiapkan
diri dengan tenaga surya, tak mau bertindak ayal. Semua ini disebabkan karena
dia hendak mencari Ayu
Wulan dan memanggil Bwana yang menurut Wong Hadiguna tengah mendapatkan ancaman
maut dari orang
bernama Rantak Ganggang.
Begitu tubuh si kakek berkulit hitam legam melesat, segera Tirta lepaskan
pukulan 'Lima Kepakan Pemusnah Jiwa' yang dipadu dengan tenaga surya. Seketika
menggebah lima gelombang angin raksasa yang juga diiringi hawa panas menyengat.
Blaaamm! Blaaammm!
Bumi laksana diguncang gempa dahsyat tatkala
benturan keras terjadi. Tanah tampak bergetar dan terbongkar, sementara semak
belukar tercabut dari akarnya dan mengangkasa.
Tubuh pemuda dari Gunung Rajawali terseret
deras ke belakang disertai pekikan tertahan. Dan sebelum pemuda ini dapat kuasai
keseimbangannya, telah
menggebrak dari kanan dan kirinya deru angin kencang
yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada
kedua pundaknya!
Serentak malam yang cerah diterangi sinar
warna kuning dan merah.
Rajawali Emas tersentak kaget. Masih untung
dia dapat memiringkan tubuh dan cepat bergulingan di
atas tanah hingga dua buah sinar kuning dan merah itu
lewat berjarak hanya sebesar ibu jari belaka!
Selagi Rajawali Emas terkesima kaget mendapati
serangan aneh dan ganas dari Buang Totang Samudero,
mendadak dari arah samping satu bayangan kuning cemerlang berkelebat!
Tetapi sebelum bayangan kuning yang tak lain
Dewi Topeng Perak adanya melepaskan serangan, terdengar bentakan sengit, "Jangan
campuri urusanku!"
Seketika perempuan ini menghentikan gerakan
dengan cara menjejakkan kaki kanannya dan memutar
tubuh ke belakang. Begitu kedua kakinya kembali berdiri tegak di atas tanah,
segera dipentangkan kedua matanya lebar-lebar pada Buang Totang Samudero yang
tadi membentak.
Sebelum dia membuka mulut, si kakek berkulit
hitam legam yang kini berada sejengkal di atas tanah
sudah menghardik kembali, "Diam di tempatmu! Dan
jangan kau pikir aku tidak tahu apa yang ada di benakmu, hah"!"
Dewi Topeng Perak kertakkan rahang menyadari
kalau maksudnya diketahui Buang Totang Samudero.
Kendati dia selalu berjanji akan memberikan tubuhnya
bila Buang Totang Samudero berhasil membunuh Rajawali Emas, tetapi perempuan
bertopeng perak ini gusar
bukan buatan. Ini disebabkan karena dia baru me-
ngetahui, kalau sesungguhnya dialah yang diperalat
oleh Buang Totang Samudero. Baru diketahui pula kalau sesungguhnya kakek
berkulit hitam legam ini memang punya niatan mencari Rajawali Emas untuk
mendapatkan petunjuk tentang Kitab Pamungkas. Jadi sekarang, bukan Dewi Topeng
Perak yang memperalat
Buang Totang Samudero dengan cara menjanjikan tubuhnya agar si kakek membunuh
Rajawali Emas, melainkan dirinyalah yang diperalat si kakek! ( Untuk lebih
jelasnya, silakan baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Dayang-dayang Dasar
Neraka"). Di depan, Rajawali Emas telah kembali berdiri.
Kedua matanya dibuka lebar-lebar tak percaya mendapati serangan aneh sekaligus
ganas dari Buang Totang
Samudero. "Berbahaya! Serangan si kakek sungguh mengerikan. Sebaiknya aku...."
Belum habis kata-kata itu terucap, tanpa memperdengarkan suara bentakan, tubuh
Buang Totang Samudero sudah kembali melesat ke depan. Dan tahutahu tubuhnya sudah berada di
atas tubuh Rajawali
Emas, dengan sepasang kaki yang bersila kini agak merenggang sedikit. Rupanya,
Buang Totang Samudero
bermaksud menjepit masuk kepala Tirta!
Bersamaan dengan itu, sinar kuning dan merah
sudah membersit keras.
Rajawali Emas terperangah, hingga tanpa sadar
dia kembali keluarkan teriakan. Dan tak ada lagi kesempatan untuk menghindar
sekarang. Sinar kuning
dan merah memang berhasil dihindarinya, tetapi renggangan kaki Buang Totang
Samudero yang bersila itu
telah masuk ke kepala Rajawali Emas. Menyusul satu
bantingan yang keras hingga pemuda dari Gunung Rajawali ini jatuh terbanting
dengan pitingan kedua kaki
bersila Buang Totang Samudero. Hebatnya, kalau tadi
kedua kakinya yang bersila berada sejengkal di atas tanah, kali ini badannya
yang agak miring tak menyentuh
tanah! Saat itu juga Tirta merasakan napasnya tercekik. Kedua tangannya mengepal kuat
menahan rasa sakit.
Dewi Topeng Perak yang melihat kalau nampaknya sebentar lagi pemuda yang
dibencinya mati dengan
cara mengerikan, tersenyum puas. Perempuan ini seolah melupakan kejengkelannya
karena dibentak tadi.
"Kau akan mendapatkan janjiku, Buang Totang
Samudero!" serunya.
"Diaaammm!" mengguntur suara si kakek sedemikian keras yang membuat wajah di
balik topeng perak seketika mengelam. Tetapi dia tak menampakkan
kejengkelannya sekarang. Hardikan yang terdengar tadi
seolah tertindih melihat keadaan Rajawali Emas.
Lalu terdengar suara Buang Totang Samudero
laksana malaikat penebar maut pada Rajawali Emas,
"Nyawamu tinggal tiga kejapan mata! Berikan padaku
Kitab Pemanggil Mayat sebelum semuanya terlambat!"
Jangankan untuk menyahuti kata-kata orang,
bernapas saja sudah sulit dilakukan Tirta. Wajahnya
kini memerah karena darah yang menggumpal di bagian
kepala. Napasnya bertambah sesak dan seolah cepat
menekan dilehernya.
Tak mendapatkan jawaban yang diinginkannya,
jepitan kedua kaki Buang Totang Samudero yang tetap
bersila itu makin mengerat. Ibarat dua buah bukit yang
menjadi satu dalam sentakan marahnya alam.
"Cepat katakan sebelum terlambat!"
Napas Rajawali Emas semakin terputus. Tubuhnya mulai dirasakan lemas. Akan
tetapi, dalam keadaan
seperti itu ternyata dia masih memiliki ketabahan dalam. Kendati agak jeri, dia
tetap berusaha bertahan.
"Celaka! Aku tak mungkin bisa bertahan lebih
lama dari jepitan kedua kaki kakek kurang asem ini!"
maki Tirta dalam hati. Dikerahkan seluruh tenaganya
untuk melepaskan jepitan kedua kaki Buang Totang
Samudero. Akan tetapi, dalam keadaan sukar bernapas,
siapa pun akan sulit untuk keluarkan tenaga dalam.
Namun mendadak saja terlihat dengan susah
payah Tirta menggerakkan kedua tangannya pada arah
yang berlawanan di depan dada. Menyusul tangan kanannya dimasukkan ke tangan
kiri; kemudian tangan
kirinya dimasukkan ke tangan kanan. Kejap kemudian
ditahan napasnya kuat-kuat. Dan sungguh, dalam keadaan sesak semacam itu, sangat
sulit untuk menahan
napas. Tetapi dia berhasil pula melakukannya.
Bukan hanya Dewi Topeng Perak yang tertegun
melihat apa yang dilakukan pemuda dari Gunung Rajawali itu. Buang Totang
Samudero sendiri terlihat mengernyitkan keningnya.
Bahkan mendadak saja keluar teriakan mengaduh dari mulut si kakek berkulit hitam
ini tatkala dirasakan panas membara membakar kedua kakinya. Diusahakan untuk
menahan jepitan kedua kakinya agar
tidak terlepas. Tetapi, tenaga panas dahsyat yang juga
membuat kering pepohonan di sekitarnya tak kuasa ditahan lebih lama.
Dengan mengaduh keras, jepitan kedua kakinya
dilepaskan dan saat itu pula tubuhnya berputar ke
atas, Tatkala jatuh kembali, tetap tak menyentuh tanah!
Akan tetapi, dari kedua kakinya kini mengeluarkan
asap. Tetapi tak tercium bau daging dibakar.
Di seberang, Dewi Topeng Perak yang juga tersengat oleh hawa panas yang
terpancar dari tubuh Rajawali Emas terkesiap. "Gila! ilmu apa yang dikeluarkan
pemuda keparat itu" Tubuhnya seperti menyala terang
dan panas yang keluar... sepertinya tak bisa ditahan la-
gi." Sementara itu, Tirta yang baru saja keluarkan
ilmu 'Matahari Rangkul Jagat' cepat berdiri. Lehernya
terasa nyeri, tetapi napasnya kini normal kembali. Tubuhnya makin menyala dalam.
Sementara wajahnya begitu berwibawa.
Suaranya tegas saat berkata pada Buang Totang
Samudero, "Aku tak ingin menurunkan tangan! Sebaiknya, tinggalkan tempat ini
sebelum kuubah keputusan!
"Sudah tentu kata-kata Tirta masuk ke telinga
kanan dan melesat ke telinga kiri Buang Totang Samudero. Si kakek berkulit hitam
legam yang tadi merasakan kedua kakinya seperti terbakar hanya keluarkan
dengusan. "Niatku tetap utuh! Nyawamu harus putus hari
ini juga!" bentaknya dingin.
"Aku tak ingin mengulangi kata!" sahut Tirta tegas dengan wajah makin berwibawa.
"Huh! Kau boleh keluarkan seluruh kemampuan
yang kau miliki, Rajawali Emas! Semua tekad telah bulat dan aku tak akan
mundur!" sahut Buang Totang
Samudero dingin. Jelas dia tak akan mundur. Karena
inilah kesempatan yang ditunggunya. Dengan kata lain,
bila dia berhasil membunuh Rajawali Emas, dia akan
dapat menggeluti tubuh montok Dewi Topeng Perak.
Tekad telah dicanangkan. Dia telah lakukan satu pikiran yang waktu itu membuat
Dewi Topeng Perak
tercengang. Karena, kakek berkulit hitam legam ini tak
begitu memperdulikan Kitab Pamungkas. Menurutnya,
siapa saja yang mendapatkan Kitab Pamungkas, kelak
akan berhadapan dengannya! (Baca serial Rajawali
Emas dalam episode: "Dayang-dayang Dasar Neraka").
Yang terpenting baginya sekarang, memuaskan
nafsu terpendam pada Dewi Topeng Perak. Keinginan
lama yang pernah membuatnya muak karena Dewi To-
peng Perak lebih mencintai Mata Malaikat ketimbang dirinya. Dan keinginan itu
harus berhasil dituntaskannya!
Rajawali Emas yang enggan untuk menurunkan
tangan, memandang tajam. "Rasanya... tak ada jalan
lain sekarang. Dia harus diberi pelajaran."
Sementara itu, Buang Totang Samudero sendiri
segera mempersiapkan serangan lagi. Dari tubuhnya
kembali terlihat pancaran sinar kuning dan merah.
Akan tetapi, bukan kakek tanpa pakaian yang
akhirnya melancarkan serangan. Dewi Topeng Perak
yang tadi sudah tersenyum puas melihat keadaan Rajawali Emas dan mendadak
terputus melihat apa yang
terjadi kemudian, tak kuasa lagi untuk menahan diri.
Dengan kerahkan tenaga dalam tinggi, perempuan berpakaian kuning cemerlang ini
menggebrak ke depan untuk menghajar punggung Rajawali Emas yang berdiri
membelakanginya.
Sejenak Dewi Topeng Perak terkejut tatkala tubuhnya merasakan hawa panas tinggi
mcnyergapnya. Namun dendam dalam yang harus dituntaskan, membuat perempuan ini tak perduli.
Ditambah kekuatan
dan kecepatannya.
Rajawali Emas yang merasakan lesatan angin
mengarah padanya segera membalikkan tubuh. Tangan
kanannya segera diangkat yang serta-merta terdorong
hawa panas luar biasa ke arah Dewi Topeng Perak.
Seketika terdengar teriakan perempuan berpakaian kuning cemerlang itu. Tubuhnya
langsung terdorong ke belakang dengan deras dan baru berhenti tatkala tubuhnya
membentur sebatang pohon! Namun dengan cepat dia jejakkan kakinya ke batang
pohon itu. Tubuhnya melesat ke atas dan setelah membuat gerakan berputar dua kali, dia
mendarat di atas tanah dengan senyuman tersungging di bibir kendati keringat ke-
luar dari topeng perak yang dikenakannya.


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan sebelum dia keluarkan bentakan, dilihatnya
Rajawali Emas melengos ke depan sementara sepasang
mata Buang Totang Samudero terpentang lebih lebar.
"Keparat! Penghinaan dua kali kualami! Pemuda
dari Gunung Rajawali itu bersikap kurang ajar! Dengan
kata lain dia menganggap enteng! Dan pandangan kakek keparat itu seolah
melecehkan, kendati kulihat dia
seperti hendak menelanku bulat- bulat! Keparat! Akan
kubunuh keduanya!"
Tetapi sebelum perempuan ini menjalankan
maksud, tiba-tiba saja dadanya dirasakan dingin tatkala angin berhembus ke
arahnya. Cepat dia turunkan
pandangan ke arah dada. Dan alangkah terkejutnya
Dewi Topeng Perak, ketika melihat pakaian di bagian
dadanya robek besar hingga buah dadanya yang putih
mulus dan kencang itu menggantung indah dan seperti
menantang siapa saja untuk menjamahnya!
Saat itu pula ditekap buah dadanya dengan kedua tangan. Tubuhnya bergetar
menahan marah dan
malu. Bola matanya mengerjap liar. Kejap berikutnya
terdengar bentakan keras, "Kau akan mampus di tanganku, Rajawali Emas!"
Tetapi dia tak lakukan apa yang dikatakannya.
Rupanya perempuan ini juga memiliki rasa malu. Segera saja dia melompat ke balik
ranggasan semak dengan
hati dibuncah kemarahan dalam. Terutama melihat
pandangan penuh nafsu dari Buang Totang Samudero!
Lebih-lebih tatkala mendengar kata-kata Buang
Totang Samudero, "Sangat menyenangkan! Sungguh
menyenangkan! Tunggulah aku di sana, Sunarsasi! Karena sebentar lagi, pemuda ini
akan mampus di tanganku!"
Habis seruannya, Buang Totang Samudero menderu dengan lesatan cepat. Dari
tubuhnya, mencelat
dua buah sinar kuning dan merah!
*** BAB 2 TIRTA yang memutuskan untuk memberi pelajaran pada Buang Totang Samudero, tegak
kaku dengan kedua
kaki terpancang di atas tanah. Tubuhnya semakin memancarkan sinar dan raut
wajahnya begitu berwibawa.
Seolah kekonyolannya yang terkadang muncul, lenyap
entah kemana. Begitu dua buah sinar kuning dan merah yang
mendahului lesatan tubuh Buang Totang Samudero
mendekat, segera saja didorong kedua tangannya ke
depan. Wussss! Gelombang angin raksasa yang menebarkan panas luar biasa menggebrak kencang.
Blaaammm! Dua buah sinar kuning dan merah itu pecah
dan ambyar terhantam gelombang angin yang dilepaskan Tirta. Namun lesatan hawa
panas yang dilepaskan Rajawali Emas tak berhenti sampai di sana. Terus
menggebrak dahsyat!
Buang Totang Samudero terhenyak. Kepalanya
yang tegak lurus dengan langit seolah bergoyang. Namun kakek ganjil ini
memperlihatkan kelasnya kalau
dia bukanlah orang yang bisa dipandang sebelah mata.
Dengan kecepatan luar biasa, sosok bersila itu
melayang mundur. Berjarak delapan langkah di belakangnya terdapat sebatang pohon
tinggi besar. Tubuhnya yang melayang deras ke belakang dan seperti hen-
dak menabrak pohon itu mendadak membalik dengan
posisi sejajar dengan bumi dengan pandangan ke tanah.
Kedua kakinya yang tetap bersila membentur pelan pohon besar itu yang kendati
pelan mampu membuat dedaunannya berguguran.
Kejap berikutnya, tubuh si kakek berkulit hitam
ini sudah mencelat ke samping dengan tubuh tetap tak
menyentuh tanah. Tetapi tempat di mana tubuhnya berada sejengkal di atas tanah,
memuncratkan debu-debu
ke udara. Sementara itu, pohon di mana tadi secara tak.
langsung dijadikan sebagai tumpuan membuang tubuh,
seketika mengering tersambar gelombang panas yang
dilepaskan Tirta. Menyusul pohon itu menghitam. Dan
bagian atasnya mendadak luruh menjadi serpihan.
Buang Totang Samudero mau tak mau bergetar
pula melihat akibat serangan yang dilancarkan Rajawali
Emas. Perasaannya sekarang menjadi tak menentu. Terutama mengingat keinginannya
untuk menggeluti tubuh montok Dewi Topeng Perak yang seperti siput berada di
balik ranggasan semak.
Sudah tentu Dewi Topeng Perak tak akan berani
muncul karena payudaranya ngablak akibat tenaga panas yang dilepaskan Rajawali
Emas tadi, "Berabe kalau begini," desis si kakek bungkuk
yang kepalanya tegak lurus dengan langit dengan pandangan mengkelap. "Sudah
tentu perempuan bertopeng
perak itu tak akan mau memberikan tubuhnya kepadaku bila aku tak berhasil
membunuh Rajawali Emas.
Huh! Peduli setan pemuda itu telah memperlihatkan
kemampuannya! Akan kucecar dia sekarang!"
Memikir demikian, diiringi teriakan mengguntur
Buang Totang Samudero melancarkan serangan ganas.
Kejam, dingin dan mengerikan. Akan tetapi, jangankan
serangan itu mengenai Rajawali Emas, sampai saja ti-
dak. Karena, Tirta tak mau membuang waktu sekarang
mengingat urusan demi urusan yang harus diselesaikannya. Bahkan dalam dua
gebrakan berikutnya,
Buang Totang Samudero sudah tak berani lagi melancarkan serangan.
Tubuhnya yang tadi berada sejengkal di alas tanah, kali ini menyentuh tanah
kembali dengan wajah
pias! Rajawali Emas mendengus dan berkata, "Sebenarnya, manusia seperti kau tak perlu
diberi hati atau
dikasihani! Karena hidupmu hanya akan menambah
luka dan darah di persada! Tetapi aku masih mencoba
untuk bermurah hati dan tak berminat untuk menurunkan tangan!"
Habis kata-katanya, sosok pemuda dari Gunung
Rajawali ini sudah berkelebat meninggalkan tempat itu.
Mendadak dari balik ranggasan semak melesat gelombang angin dahsyat ke arahnya.
Sambil terus berkelebat, Tirta menggerakkan tangan kanannya ke belakang
tanpa berpaling.
Blaaarr! Gelombang angin tadi putus terhantam hawa
panas yang dilepaskan Tirta. Pecah dan membuat ranggasan semak belukar
mengering. Terdengar makian penuh amarah, "Pemuda keparat! Kelak kau tak akan bisa
meloloskan diri dari tanganku!"
Tetapi Tirta sudah tak mendengar makian itu.
Menyusul sumpah serapah yang ditujukan pada Buang
Totang Samudero yang sedang megap-megap, "Ternyata
kau hanya memiliki bualan tinggi dan omong kosong
belaka! Kakek berkulit hitam! Karena kau tak mampu
menjalankan keinginanku, rasanya tiba saatnya untuk
berpisah!"
"Tunggu!" seru Buang Totang Samudero seten-
gah tersedak. Ini disebabkan napasnya makin terasa
kacau. Setelah mencoba mengatur napas, dengan suara
memburu tak sabar dia melanjutkan, "Aku berjanji
akan memenuhi permintaanmu itu!"
"Waktu itu kau bukan hanya berjanji, tetapi juga
bersumpah! Tetapi kenyataannya, kau dipecundangi
dengan mudah oleh pemuda sialan itu!" sahut Dewi Topeng Perak dari balik
ranggasan semak belukar.
Mengkelap Buang Totang Samudero mendengar
kata-kata yang menyakitkan. Dadanya turun naik tak
beraturan. Pancaran matanya tajam ke arah ranggasan
semak belukar. Kendati dia tak melihat sosok Dewi Topeng Perak, tetapi
diyakininya kalau perempuan itu masih berada di sana.
"Ucapannya tadi jelas tidak main-main. Berarti
aku gagal dua kali. Dan ini tak boleh terjadi. Sekarang
dia mau menyerahkan tubuhnya atau tidak, aku harus
tetap mendapatkannya. Akan kuperkosa dia."
Berpikir demikian, tiba-tiba saja dari tubuh si
kakek mencuat sinar kuning dan merah. Melesat cepat
ke arah ranggasan semak belukar yang seketika pecah
berantakan. Dengan keyakinan kuat kalau Dewi Topeng Perak terkapar terkena hantaman
serangannya tadi,
Buang Totang Samudero melayang ke balik ranggasan
semak belukar itu disertai seruan keras, "Kali ini kau
tak akan bisa melepaskan diri dari tanganku, Sunarsasi! Kau telah ditakdirkan
untuk menjadi pemuas nafsuku!"
Dan begitu tubuhnya berada di balik ranggasan
semak belukar di mana Dewi Topeng Perak tadi bersembunyi di sana, kedua mata si
kakek terbeliak terkejut.
Menyusul makiannya yang keras, "Keparat! Sungguh
keparat!" Dewi Topeng Perak sudah tak berada di sana!
Menggeram panjang pendek si kakek berkulit hitam legam ini. Dan mendadak saja
dari tubuhnya melesat sinar kuning dan merah yang menghantam apa saja
di sekitarnya. Dalam waktu dua tarikan napas, tempat
itu makin porak poranda.
Lalu dia terdiam dengan napas bergelombang.
Sepasang matanya menyipit tajam. Menyusul suaranya
dingin dan kejam, "Kau tak akan bisa menghindarkan
diri dariku, Sunarsasi! Aku harus mendapatkan tubuhmu! Sekalipun kau sudah
menjadi mayat!"
Kejap kemudian, Buang Totang Samudero sudah
berkelebat meninggalkan tempat itu dengan cara yang
aneh. Kedua kakinya tetap melipat bersila dengan kedua tangan bersedekap.
Bergerak sungguh cepat dan
mental ke depan setelah kakinya yang bersila menyentuh tanah.
*** Dalam lintasan malam yang semakin larut itu,
tiba tiga sosok tubuh mengenakan jubah berlainan
warna di Sana. Masing-masing orang yang tak lain
Dayang-dayang Dasar Neraka memandangi sekitarnya
dengan kening berkerut.
"Nampaknya baru saja terjadi pertarungan di sini," kata yang berhidung mancung
dengan pipi yang selalu merona. Gadis yang lebih tinggi dari kedua gadis
lainnya ini tak lain Dayang Kemilau.
"Sungguh aneh. Sejak tadi kita rasakan udara
begitu dingin. Tetapi di sini masih terasa sisa-sisa panas
yang berubah menjadi. hangat," sahut Dayang Harum
seraya melangkah. Diperhatikannya pepohonan dan dedaunan yang menghangus. "Aku
tak tahu siapa orang
yang memiliki tenaga panas luar biasa ini."
"Menilik sisa-sisa panas itu, tentunya pertarungan belum lama usai," kata yang
berjubah putih. "Se-
baiknya, kita lacak saja sekarang. Siapa tahu orang itu
akan membawa kita pada Rajawali Emas. Lebih untung
lagi kalau memang Rajawali Emas yang baru saja bertarung."
Mendengar ucapan Dayang Pandan, Dayang Harum, dan Dayang Kemilau saling pandang.
Dayang Kemilau berkata,' "Usulmu sangat tepat.
Tetapi menurutku, kita tak bisa terus bersama-sama.
Mengingat perjalanan panjang yang harus kita lintasi."
"Dayang Kemilau, apakah kau mengusulkan
agar kita berpencar untuk mencari Rajawali Emas?"
tanya Dayang Pandan.
Dayang Kemilau mengangguk. "Tepat! Aku tak
mau bertemu kembali dengan Guru seperti waktu lalu.
Kendati aku heran mengapa Guru tidak marah dan justru memberikan petunjuk pada
kita, kalau ternyata Kitab Pemanggil Mayat, kitab petunjuk di mana Kitab
Pamungkas berada, sebenarnya tak dipegang oleh Rajawali Emas. Jadi menurutku
yang terbaik, kita berpencar
untuk mencari gadis yang bernama Ayu Wulan."
Seperti pernah disinggung dalam episode "Rahasia Bwana", Dayang-dayang Dasar
Neraka bertemu dengan guru mereka yang berjuluk Ratu Jagat kaya di sebuah
lembah. Ketiga gadis itu semula sudah ketakutan
luar biasa, tetapi Ratu Jagat Raya justru tidak bersikap
seperti biasa bila mereka gagal atau belum berhasil
menjalankan tugas. Ratu Jagat Raya memberi petunjuk
agar mereka mencari Ayu Wulan yang akan dipakai sebagai jaminan untuk
mendapatkan Kitab Pamungkas
(Untuk jelasnya, silakan baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Rahasia
Bwana"). Mendengar kata-kata Dayang Kemilau, Dayang
Pandan, dan Dayang Harum menganggukkan kepala.
"Baiklah. Usul itu bisa kuterima," kata Dayang
Harum. "Tetapi... tentunya kalian ingat bukan, tentang
seorang gadis yang bersama pemuda bernama Lolo Bodong?"
"Ya," kata Dayang Pandan. "Semenjak Guru mengatakan tentang gadis itu,
sebenarnya aku teringat
pada gadis yang bersama Lolo Bodong. Tetapi aku tak
berani membuka mulut waktu itu, karena khawatir
Guru akan berubah pikiran lagi. Gadis yang bersama
Lolo Bodong juga bernama Ayu Wulan. Bisa jadi gadis
itulah yang dimaksud oleh Guru. Tetapi... sampai hari
ini kita belum pasti apakah pemuda yang bernama Lolo
Bodong itu memang Rajawali Emas adanya."
"Maksudmu... kau tetap yakin kalau gadis yang
bersama Lolo Bodong itu adalah Ayu Wulan, bukan?"
tekan Dayang Harum sambil tersenyum.
"Ciri dan nama yang dikatakan Guru mengarah
pada gadis itu. Aku yakin, dugaan kita tak salah sedikit
pun," kata Dayang Pandan sambil menganggukkan kepalanya.
"Baiklah. Berarti, kita yakin kalau gadis itulah
yang harus kita cari."
"Bagus! Berarti untuk sementara, kita tetap
punya pegangan yang berarti," kata Dayang Kemilau.
"Kita berpencar sekarang. Sepuluh hari mendatang, kita
bertemu lagi di tempat ini. Barang siapa yang lebih dulu
mendapatkan jejak gadis bernama Ayu Wulan dan berhasil membujuk atau memaksanya
untuk ikut, sudah
lebih dulu tiba di sini."
'Masing-masing gadis berpandangan. Setelah
sama-sama anggukkan kepala, mereka segera berkelebat. Dayang Kemilau menuju ke
arah utara. Dayang
Pandan menuju ke barat. Sementara Dayang Harum
menuju ke arah timur. Karena, mereka tadi datang dari
arah selatan. " ,

Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** Bab 3 BERJARAK sekitar seratus tombak dari tempat semula,
Rajawali Emas menghentikan kelebatannya di bawah
sebuah pohon rindang. Pagi mulai datang dan sinar matahari seperti biasa mulai
menerangi persada.
Diaturnya napas perlahan-lahan hingga dadanya
kini diisi oleh udara segar.
"Urusan yang kudapati ini memang bukan urusan kecil lagi. Begitu banyaknya
tokoh-tokoh tingkat
tinggi yang ternyata menghendaki Kitab Pamungkas.
Aku tak boleh membuang waktu. Seperti niatku semula,
akan kupanggil Bwana untuk menanyakan kejelasan
dari yang selama ini kudengar."
Memikir demikian, Tirta edarkan pandangan.
Samar dilihatnya sebuah tanah yang lapang berjarak
sekitar lima puluh langkah. Tak mau membuang waktu,
pemuda berpakaian keemasan ini segera berkelebat ke
sana. Kembali dipandangi sekelilingnya. Setelah dirasakan aman, kepalanya
ditengadahkan. Langit begitu
cerah dengan naungan warna biru yang menghampar.
Setelah menarik napas panjang dan menghembuskannya, perlahan-lahan pemuda dari
Gunung Rajawali ini menepukkan tangannya sebanyak tiga kali. Menyusul di sela-
sela tepukannya disentakkan kedua tangannya ke atas. Lalu nampaklah sinar warna
merah yang muncrat! Itu adalah isyarat panggilan untuk Bwana, yang
hanya bisa dilakukan oleh Tirta dan dipahami oleh
Bwana. Pendengaran Bwana yang tajam, akan mendengar tepukan yang dilakukan
Tirta. Karena tepukan itu
disertai gelombang tenaga dalam yang bergerak mengikuti angin dan menebar ke
segala penjuru. Sementara
percikan sinar merah di angkasa, tanda bagi Bwana untuk menentukan di mana
majikannya berada.
Untuk sesaat Tirta menunggu. Kali ini agak tegang. Karena, pernah dia memanggil
Bwana tetapi Bwana tidak muncul. Baru kemudian diketahui sebabnya,
kalau ternyata Bwana bertemu dengan Raja Lihai Langit
Bumi. Kali ini, Tirta sendiri yang belum merasa pasti
apakah Bwana sudah menjalankan perintahnya atau
belum, merasa tak tenang.
Tetapi perasaan itu kemudian lenyap, tatkala didengarnya teriakan keras yang
seperti hendak memecah
langit. Dirasakan pula perubahan angin yang menjadi
lebih dahsyat dari semula. Dua tarikan napas berikutnya, nampaklah satu bayangan
raksasa di angkasa dan
suara mengguntur keras,
"Kraaaaggghhh!"
Rajawali Emas tersenyum dan mendesis, "Bagus. Rasanya dia tak seperti mendapat
halangan. Kendati demikian, aku tak bisa menebak secara pasti apakah dia sudah
bertemu dengan Guru atau belum. Untuk lebih jelasnya, biar kutanyakan saja bila
dia sudah mendarat...."
Lalu dikerahkan tenaga dalamnya yang dialirkan
pada kedua kakinya hingga terpancang tegak tatkala
Bwana meluncur dan kepakan kedua sayapnya yang
dahsyat itu menimbulkan gemuruh angin yang bergulung-gulung.
Tirta merasa sedikit seperti ditampar. Rambutnya berkibar deras. Tetapi sosoknya
tetap tegak. Dilihatnya dua sosok tubuh yang berada di
punggung Bwana. Yang duduk di sebelah depan nampak mencoba memanggil namanya,
namun kabur akibat kencangnya gemuruh kepakan kedua sayap Bwana.
Sementara yang seorang lagi hanya melambaikan tangan.
Satu kejap berikutnya, sosok besar burung rajawali raksasa itu telah mendekam
berjarak lima tombak dari tempat Tirta berdiri. Masih keluarkan teriakan
keras, "Kraaagghhh!"
Menyusul orang yang duduk di sebelah depan
tadi melompat turun dan bergegas menghampiri Tirta
disertai seruan, "Apa kabarmu, Kang Tirta"!"
Sementara yang seorang lagi, pemuda berpakaian abu-abu yang terbuka di bagian
dada hingga memperlihatkan dadanya yang bidang, setelah meloncat
segera mendekati Tirta dengan senyuman tak putus.
Tirta tertawa melihat keduanya. Lalu katanya,
"Bagaimana" Apakah kalian senang diajak berjalanjalan oleh Bwana selama berhari-
hari?" Yang tadi menanyakan keadaan Tirta, tertawa
renyah. "Sudah tentu kami senang. Ini pengalaman
yang sungguh luar biasa." Kepalanya lalu dipalingkan
pada pemuda berpakaian abu-abu yang kini sudah berdiri di sebelah kanannya,
"Bukankah demikian, Kakang
Wulung?" Pemuda yang berdiri di sebelah si gadis berpakaian biru itu, menganggukkan
kepalanya. Dan berkata, "Yang dikatakan Sri Kunting benar. Di samping
menyenangkan, juga ada masalah yang sangat mengejutkan."
Tirta memandang pemuda yang barusan bicara
yang tak lain Wulung Seta adanya.
"Apa maksudmu?"
Segera saja Wulung Seta menceritakan tentang
seorang lelaki berpakaian dan berkain selubung warna
merah yang menutupi wajahnya yang menginginkan kuku-kuku kedua kaki Bwana.
(Untuk lebih jelasnya mengetahui tentang cerita Wulung Seta, silakan baca serial
Rajawali Emas dalam episode: "Rahasia Bwana").
Tirta terdiam sejenak sebelum berkata, "Apakah... orang itu bernama Rantak
Ganggang?"
Wulung Seta mengernyitkan keningnya. "Bagaimana kau bisa tahu?"
Ganti Tirta yang menceritakan apa yang dikatakan Wong Hadiguna. (Baca serial
Rajawali Emas dalam
episode: "Rahasia Bwana").
"Tetapi sayangnya, Wong Hadiguna tak mau
menceritakan lebih lanjut tentang orang yang bernama
Rantak Ganggang," kata Tirta kemudian.
Wulung Seta mengangguk-anggukkan kepalanya. "Aku tahu tentang orang itu dari
gurumu, Tirta."
"Oh! Kau sudah bertemu dengan Raja Lihai Langit Bumi?" ulang Tirta.
"Ya." Wulung Seta menceritakan apa yang diketahuinya tentang Rantak Ganggang
dari Raja Lihai Langit Bumi. Lalu katanya, "Gurumu, Raja Lihai Langit
Bumi, meminta agar kau menemuinya di Bulak Batu
Bulan...."
"Luar biasa," desis Tirta dalam hati. "Apa yang
dikatakan Wong Hadiguna seperti menjadi kenyataan.
Wong Hadiguna tak mengatakan kepadaku di mana Bulak Batu Bulan berada. Apakah
Wulung Seta diberi tahu
di mana tempat itu oleh Guru" Baiknya, kutanyakan
saja" Lalu ditanyakannya tentang itu pada Wulung
Seta yang menggelengkan kepala, "Raja Lihai Langit
Bumi hanya mengatakan, kalau kau akan menemuinya
di Bulak Batu Bulan. Bahkan dia juga mengatakan, kalau aku dan Rayi Sri Kunting
akan juga berada di sana."
"Yang dikatakan Kakang Wulung memang demikian adanya. Gurumu penuh misteri, Kang
Tirta," kata
Sri Kunting yang sejak tadi mendengarkan saja.
Tirta mengangguk-anggukkan
kepalanya. Hmmm... misteri apa yang ada di Bulak Batu Bulan.
Karena bukan hanya Wong Hadiguna yang memintaku
untuk datang ke sana, tetapi Guru juga memintaku
demikian."
Lamat-lamat ditariknya napas, "Kalau begitu...
aku akan datang ke sana."
"Kami pun penasaran ingin mengetahui peristiwa apa yang akan terjadi di sana.
Dan sudah tentu,
kami menginginkan kau mengajak serta," kata Wulung
Seta. Sri Kunting yang mencintai Rajawali Emas dan
semenjak melihat sosok pemuda gagah di hadapannya
ini hatinya menjadi berdebar- debar berkata, "Begitu
pula denganku, Kang Tirta. Karena kami akan berada di
sana seperti yang dikatakan oleh Raja Lihai Langit Bumi. Kendati, sesungguhnya
kami tak mengerti sama sekali...." Diam-diam murid mendiang Pendekar Pedang
ini membatin, "Kang Tirta... aku sungguh-sungguh tak
ingin berpisah denganmu lagi. Kuharapkan sekali agar
kau mengajakku ke Bulak Batu Bulan."
Tirta tak menjawab. Tak menggeleng atau mengangguk. Wulung Seta tahu kalau
pemuda di hadapannya sedang mempertimbangkan kemungkinan itu. Murid mendiang Ki
Alam Gempita ini teringat akan Seruling Haus Darah. Ditanyakannya tentang
manusia sesat yang banyak membunuh para tokoh rimba persilatan
termasuk gurunya dan guru Sri Kunting.
Tirta segera menceritakan peristiwa berdarah
yang terjadi beberapa minggu lalu di Bukit Watu Hatur.
(Untuk mengetahui hal ini, silakan baca serial Rajawali
Emas dalam episode: "Rahasia Pedang Pusaka").
Wulung Seta dan Sri Kunting tersenyum puas
mendengar berita tentang tewasnya manusia sesat itu.
Wulung Seta membatin, "Guru... semoga kau tenang di
alam sana...."
Sri Kunting membatin, "Kendati aku tak memba-
laskan kematianmu, tetapi tentunya kau senang bila
mengetahui manusia sesat yang membunuhmu telah
tewas. Guru.... Hari ini aku merasakan segala beban
yang kupikul untuk membalaskan kematian lenyap.
kendati aku yakin... kau tak mengharapkan aku menjadi pendendam seperti itu."
Selagi keduanya membatin, Rajawali Emas berkata, "Aku hendak menyapa Bwana
sebentar."
Setelah mendapati anggukan dari Wulung Seta
dan Sri Kunting, Tirta segera berjalan menghampiri
Bwana yang sejak tadi mendekam dengan bola mata
berputar. Dari tempatnya melangkah, dilihatnya Bwana
menggerak-gerakkan lehernya disertai kirikan pelan
tanda gembira. *** "Apa kabarmu, Bwana?" sapa Tirta setiap kali
dia bertemu Bwana kembali.
Burung rajawali berwarna keemasan itu keluarkan kirikan gembira.
Tirta tertawa. Seraya membelai bulu Bwana dia
berkata, "Aku senang bila mendengar kabar kau selalu
gembira. Hmm... kau tentunya sudah bertemu dengan
Raja Lihai Langit Bumi. Apakah ada kabar dari beliau?"
Bwana menganggukkan kepalanya.
"Katakan kepadaku, apa yang dikatakan beliau."
Bwana keluarkan kirikan pelan. Tirta tersenyum, "Ah, sikap Guru memang sejak
dulu seperti itu.
Tidak, aku tidak marah karena Guru memanggilmu dua
kali dan menyuruhmu mendatangi Bulak Batu Bulan.
Lantas, apa yang dikatakan Guru tentang misteri yang
terjadi di Bulak Batu Bulan?"
Kali ini Bwana terdiam. Hanya bola matanya
yang berputar. Tirta mengernyitkan keningnya. "Hmm...
mengapa Bwana terdiam begitu" Dan sepertinya dia
enggan untuk mengatakan kembali apa yang dikatakan
Guru." Tirta yang sangat paham bahasa Bwana berkata
lagi, "Mengapa kau sepertinya merahasiakan semua itu,
Bwana?" Bola mata Bwana melirik. Tirta bisa merasakan
kalau Bwana tak suka dia bertanya begitu.
"Apakah Guru tak memperbolehkan kau mengatakannya kepadaku?" tanya Tirta
berhati-hati. Karena
dia tahu, Bwana bisa marah bila dia memaksa.
Lagi Bwana tak keluarkan suara maupun isyarat. Tirta menarik napas pendek.
"Aneh. Bwana seperti
menyimpan rahasia yang dalam. Mungkin juga ini
perintah Guru. Aku tahu, Bwana juga menghormati
Guru. Dan bila dia sudah berjanji, tak akan mungkin
diingkari. Kendati aku penasaran, aku tak bisa memaksa Bwana untuk mengatakan
tentang misteri di Bulak
Batu Bulan yang masih menggantung."
Mendadak terdengar kirikan Bwana. Tirta menganggukkan kepala, "Guru mengatakan
aku harus selekasnya tiba di sana" Ya, ya... Wulung Seta tadi juga
mengatakan seperti itu. Tetapi Bwana, kau tentunya
masih ingat pada Ayu Wulan, bukan" Nah! Aku telah
bertemu dengannya. Cuma sayangnya, dia menghilang
begitu saja. Sungguh aku cemas memikirkan tentang
gadis itu. Dan sulit bagiku untuk menentukan urusan
apa yang mesti kuselesaikan."
Bwana keluarkan kirikan pelan, keras, panjang,
dan pendek. Terlihat kepala Tirta mengangguk.
"Kalau kau mengusulkan demikian, baiklah.
Kau bisa mencari Ayu Wulan sementara aku mencari
tahu di manakah Bulak Batu Bulan berada."
Bwana mengangguk-anggukkan kepala dan keluarkan kirikan lagi. Kali ini Tirta
mengerutkan kening-
nya. "Hei, mengapa" Apakah Wulung Seta dan Sri Kunting tidak bersikap baik
hingga kau berkata tidak ingin
mem-bawa keduanya kembali?"
Bwana menggeleng-gelengkan kepala dan mengkirik.
"Bwana mengatakan agar aku tak menanyakan
soal itu. Jelas kalau ini ada hubungannya dengan rahasia yang dipendam Bwana
hingga dia tak mau mengatakannya. Kalau begitu, aku tak bisa memaksanya agar
dia mengatakan semua ini," kata Tirta dalam hati. Lalu
katanya, "Lantas kau sendiri hendak ke mana?"
Bwana tak memberikan isyarat atau keluarkan
kirikan. Tirta bertambah yakin kalau Bwana memang
tak akan menjawab apa yang ditanyakannya. Lalu ditepuknya sayap kanan Bwana.
"Kalau memang keinginanmu seperti itu, baiklah. Aku juga tidak bisa
membantahnya. Berhatihatilah, Bwana...."
Habis kata-kata Tirta terdengar, mendadak sontak Bwana melesat ke angkasa
disertai teriakan yang
keras. Tirta yang tak menyangka kalau Bwana akan
bersikap misterius seperti itu, agak terhuyung tatkala
terkena sambaran kepakan kedua sayap Bwana. Hanya
sekejap, karena kejap lain pemuda dari gunung Rajawali ini sudah bisa kuasai


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri. Dipandanginya Bwana yang terus menjauh disertai teriakannya yang mengguntur di
pagi cerah ini.
"Sikap Bwana penuh keanehan. Yang bisa kuduga cuma satu, kalau dia menuju ke
Bulak Batu Bulan."
Wulung Seta dan Sri Kunting yang tak mengerti
apa yang dibicarakan Tirta dan Bwana, segera mendekat. Sri Kunting segera ajukan
tanya, "Ke mana Bwana
pergi, Kang Tirta?"
"Aku tidak tahu. Bwana sepertinya tak mau
mengatakannya," sahut Tirta. Lalu sambil nyengir dia
berkata, "Ngomong-ngomong, bagaimana" Asyik kalian
berdua-dua di atas punggung Bwana" Sudah pasti
asyik, ya" Tapi sayang, untuk sementara keasyikan kalian terganggu karena Bwana
sudah terbang lagi."
Sementara Sri Kunting cemberut, Wulung Seta
cuma mesem-mesem saja. Murid mendiang Ki Alam
Gempita yang diam-diam mencintai Sri Kunting namun
tak berani menunjukkan rasa cintanya mengingat gadis
yang di punggungnya terdapat dua belah pedang bersilangan mencintai Rajawali
Emas. Sedangkan Sri Kunting diam-diam mendesah resah dalam hati, "Kang Tirta... apakah
kau belum sadar
juga kalau aku mencintaimu.... Bersama dengan Kakang Wulung memang menyenangkan.
Namun tak begitu menyenangkan bila bersama-sama denganmu, di
mana kurasakan jiwaku seperti melayang ke tempat
yang paling indah...." .
Tirta bukannya tidak tahu kalau gadis berpakaian biru muda ini mencintainya.
Namun dia tak mau
melibatkan diri dalam urusan cinta. Cinta kasih yang
diberikan oleh Ayu Wulan sudah cukup memusingkannya. Belum lagi sekarang ini dia
tak tahu di mana murid Manusia Pemarah itu berada.
Teringat akan Ayu Wulan, hati Tirta menjadi resah. Buru-buru dia berkata,
"Sekarang kalian sudah
mengerti bukan, betapa banyak hadangan dan halang
rintang di depan. Untuk menjaga keselamatan, kuminta
kalian selalu bersama-sama."
"Kau hendak ke mana?" tanya Sri Kunting cepat.
Matanya memandang gelisah. Gadis ini tak ingin lagi
berpisah dengan pemuda yang dicintainya.
Tirta berlagak tidak tahu arti tatapan Sri Kunting. Dia berkata, "Aku akan
mencari Bulak Batu Bulan."
"Kang Tirta... bukankah kita bisa bersama-sama
ke sana?" pinta Sri Kunting.
"Aku tahu," kata Tirta sambil menganggukkan
kepala. "Tetapi, kalian juga tahu kalau aku belum tahu
di mana Bulak Batu Bulan berada. Jadi kupikir, bila kita berpisah dan sama-sama
mencari, kemungkinan besar akan mudah kita temukan. Siapa pun yang tiba lebih
dulu di sana, harap berhati-hati."
Habis kata-katanya, pemuda dari Gunung Rajawali ini sudah berkelebat
meninggalkan keduanya. Sri
Kunting sudah hendak memanggil. tetapi ditahannya.
Dan gadis ini hanya bisa berdiri dengan pandangan ke
arah Tirta yang kemudian lenyap dari pandangan.
Wulung Seta yang melihat sikap gelisah dari Sri
Kunting, diam-diam menarik napas panjang. Dia tak ingin bermaksud mengusik gadis
itu. Seraya mendekati
dia berkata, "Rayi... sebaiknya kita berangkat sekarang....."
Tak ada sahutan dari Sri Kunting. Gadis ini masih terbelenggu oleh rasa cintanya
yang dalam. Wulung
Seta tak berkata-kata lagi. Dia akan menunggu sampai
Sri Kunting yang memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu.
Pagi berambang kelabu dirasakan Sri Kunting.
*** Bab 4 MALAM kembali datang. Kali ini langit tak menampakkan biasan cahayanya yang
indah. Rembulan seolah
enggan pancarkan sinarnya ke segenap penjuru Awanawan hitam bergelayutan dan tak
bergerak terhembus
angin. Di sebuah tempat yang agak terlindung oleh semak belukar, pemuda berpakaian
hitam dengan rambut
panjang, memandang tak berkedip pada gadis berpakaian putih yang tertidur pulas
berjarak lima langkah
dari tempatnya duduk. Sejak pertama kali si gadis tertidur akibat letih yang
mendera, pemuda yang tak lain
Handaka alias Pangeran Pencabut Nyawa, sudah dibuncah oleh gairah yang dalam.
"Sungguh saat yang tepat rasanya untuk menikmati kemontokan tubuh gadis bernama
Ayu Wulan itu. Hmm... menurutnya, Rajawali Emas bukanlah kekasihnya. Tetapi jelas-jelas
dalam beberapa hari ini Ayu
Wulan menampakkan kecemasannya. Juga rasa rindu
yang dalam pada Rajawali Emas. Sungguh, aku iri melihat cinta kasih tulus dari
gadis ini pada Rajawali Emas
pemuda yang sedang kucari untuk kudapatkan Kitab
Pemanggil Mayat."
Murid Iblis Tanpa Jiwa ini kembali arahkan
pandangan lekat-lekat pada Ayu Wulan. Sejenak ingatannya kembali pada perintah
gurunya yang membuatnya muak. Handaka yang telah menjuluki dirinya sebagai
Pangeran Pencabut Nyawa, telah bertekad untuk
membelot dari perintah Iblis Tanpa Jiwa. Yang dihendaki, dia akan mendapatkan
Kitab Pamungkas untuk dirinya sendiri!
Pemuda ini mendengus dan membuang ingatannya tadi jauh-jauh, "Setiap kali aku
teringat pada kakek keparat itu, semakin muak hatiku padanya!
Sayangnya aku yakin, kalau dia tak menurunkan seluruh kesaktiannya kepadaku!
Jahanam!" geramnya
kemudian dengan tangan terkepal.
Pandangannya kembali dialihkan pada Ayu Wulan yang tertidur lelap. "Gadis ini
dengan mudah berhasil kukelabui. Tetapi bila dia tidak mencintai Rajawali
Emas, sudah tentu sangat sulit membuatnya memper-
cayai kata-kataku."
Pangeran Pencabut Nyawa menahan napas saat
dalam tidurnya Ayu Wulan mengulat. Lalu telentang
dengan kedua tangan membujur di sisi kanan kiri pinggangnya. Saat napasnya yang
teratur dan terdengar
lembut terjadi, sepasang payudaranya yang indah
membusung dibalut pakaian putih bersulamkan bunga
mawar di bagian atas dadanya sebelah kanan, bergerak
turun naik. Membuat Pangeran Pencabut Nyawa semakin kuat dibuncah gairah.
"Sangat menyenangkan keadaan ini. Sekali juga
Ayu Wulan tak akan kulepaskan. Dia adalah tumbal
yang tepat untuk kutukarkan dengan Kitab Pamungkas.
Hmmm... sekian hari bersamanya, gairahku memuncak.
Tak sabar rasanya kunikmati tubuh gadis itu. Peduli setan apakah dia akan
menyerahkan tubuhnya atau tidak. Semula, kuinginkan dia pasrah menerimaku.
Tetapi sekarang... siapa tahan untuk mendiamkan gadis
bertubuh sekal ini?"
Berpikir demikian, pancaran mata Pangeran
Pencabut Nyawa yang licik berkilat-kilat. Perlahanlahan dia mendekati Ayu Wulan
dan berlutut di hadapan gadis itu.
Dari dekat, busungan dada si gadis yang turun
naik dengan lembut saat bernapas, semakin memperlihatkan pesona yang luar biasa.
"Gadis ini kelihatan sangat letih, karena kuajak
berputar-putar untuk mencari Rajawali Emas, yang kukatakan telah dikalahkan oleh
Dayang-dayang Dasar
Neraka hingga hanya sebentar bercakap-cakap dia sudah tertidur. Inilah
kesempatan milikku sekarang...."
Kembali diperhatikan sekujur tubuh Ayu Wulan
yang lelap itu. Pandangannya berhenti pada dada busung milik si gadis. Tak kuasa
menahan nafsunya lagi,
perlahan-lahan tangan murid Iblis Tanpa Jiwa ini terju-
lur hendak menjamah dada Ayu Wulan. Namun sebelum dilakukannya, mendadak saja
dia mendengar ranting berderak tanda diinjak.
Pangeran Pencabut Nyawa menggeram sejenak
sebelum kemudian berkelebat ke tempat di mana dia
tadi duduk memperhatikan Ayu Wulan. Dengan hatihati dan sedikit mengumpat karena
niatnya terhalang,
disibakkannya ranggasan semak belukar itu.
Sepasang matanya yang bergurat kesal karena
keinginannya untuk meniduri Ayu Wulan menjadi gagal,
kali ini berbinar cerah tatkala melihat seorang gadis
berpakaian ringkas warna jingga berdiri tak jauh dari
tempatnya bersembunyi.
"Hmmm... pucuk dicinta ulam pun tiba. Biarlah
kali ini kuhilangkan niat untuk meniduri Ayu Wulan.
Toh , dia tak akan ke mana-mana dan tetap akan kujadikan sebagai sandera. Gadis
berpakaian jingga yang di
pinggangnya terdapat seutas tali itu, bisa kujadikan sebagai pengganti Ayu
Wulan. Dan menilik sikapnya,
nampaknya dia sedang mencari seseorang."
Gadis berpakaian jingga yang di atas bibir sebelah kanannya terdapat tahi lalat
kecil penambah kecantikannya, keluarkan suara setelah edarkan pandangan
ke sekelilingnya.
"Seharusnya pemuda berpakaian keemasan itu
kubunuh, karena sebelumnya dia tak mau mengatakan
ke mana perginya nenek keparat berjuluk Hantu Gaping
Baja. Tetapi dia telah menyelamatkanku dari maut yang
diturunkan entah oleh siapa. Keparat! Ke mana lagi kucari Hantu Gaping Baja"!"
Di tempatnya Pangeran Pencabut Nyawa berkata
dalam hati, "Hantu Gaping Baja" Pemuda berpakaian
keemasan" Apakah pemuda yang dimaksudnya adalah
Rajawali Emas" Kalau memang demikian, ada urusan
apa gadis itu dengannya" Dan lagi... siapa Hantu Gap-
ing Baja yang sedang dicari gadis itu?"
Gadis yang di pinggang rampingnya melilit seutas tali dan tak lain Dewi Awan
Putih menarik napas
panjang. Memang, sebelumnya gadis ini baru saja diselamatkan oleh Rajawali Emas
dari serangan gelap yang
entah dilepaskan oleh siapa. Dewi Awan Putih yang sebelumnya geram pada Rajawali
Emas mengingat pemuda itu tak mau mengatakan ke mana perginya Hantu
Gaping Baja, tak bisa meneruskan niatnya untuk memaksa Rajawali Emas mengatakan
apa yang diinginkannya. Karena, dia merasa berhutang budi. Makanya
diputuskan untuk tidak mencabut nyawa Rajawali
Emas kendati sebelum meninggalkan pemuda itu dia
sempat lontarkan ancaman kejam. (Untuk mengetahui
kekesalan Dewi Awan Putih pada Rajawali Emas dan
pertolongan apa yang dilakukan Tirta terhadap Dewi
Awan Putih, silakan baca serial Rajawali Emas dalam
episode: "Dayang-dayang Dasar Neraka").
Kembali terdengar suara Dewi Awan Putih, "Biar
bagaimanapun juga, aku akan tetap mencari Hantu
Caping Baja. Dialah salah satu orang yang tak akan
pernah kulepaskan seumur hidupku sebelum kulihat
putus nyawanya."
Habis berkata demikian, gadis bertahi lalat ini
segera berkelebat ke depan.
Di tempatnya, Pangeran Pencabut Nyawa yang
telah dibuncah gairah tinggi tak mau melepaskan gadis
yang diinginkan sebagai pemuas sementara nafsunya.
Diarahkan pandangannya pada Ayu Wulan yang masih
terlelap. "Kau akan mendapat giliranmu, Ayu...."
Segera dihempos tubuhnya untuk menyusul
Dewi Awan Putih dengan rasa tak sabar. Di kejauhan,
dilihatnya gadis jelita berpakaian ringkas itu berkelebat
cepat. "Sekali tepuk, dua lalat akan kudapat," kata
Handaka terus mengejar. Dia telah memikirkan cara
yang paling baik dan mudah Akan ditotok dan disergapnya gadis itu. Dan ini
membuatnya makin tak sabar
untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Namun yang membuatnya tersentak dengan
kening berkerut, karena dua tarikan napas kemudian
sosok bayangan jingga itu lenyap dari pandangan.
"Hei!" tanpa sadar pemuda ini berseru dan hentikan langkah. Dengan waspada
pandangannya dibuka
lebih lebar. "Gila! Bagaimana dia bisa menghilang seperti ini padahal masih
sempat kulihat kelebatannya" Sialan! Ke mana dia pergi"!"
Serentak kepalanya diputar dan pandangan diedarkan. Tak ada tanda-tanda gadis
berpakaian jingga
itu berada. "Jahanam! Mungkin sudah ditakdirkan kalau
Ayu Wulan-lah yang menjadi sasaranku! Keparat betul!
Hanya membuang tenaga percuma belaka dan gagal untuk...."
"Untuk melakukan tindakan busuk kepadaku"!"
satu suara dari belakang menyambung kata-katanya
dan membuat murid Iblis Tanpa Jiwa ini segera membalikkan tubuh.
Berjarak delapan langkah dari hadapannya, dilihatnya satu sosok ramping
berpakaian ringkas warna
jingga telah berdiri dengan kedua kaki dibuka agak lebar dan pandangan mencorong
tajam! *** "Hebat! Rupanya dia tahu kalau kubuntuti. Dugaanku tepat kalau dia bukan gadis
sembarangan. Mengingat dia begitu cepat menyelinap dan lenyap dari
pandangan. Bahkan, tadi tak kulihat sosoknya berada
di sana. Hmm... aku tak ingin membuang tenaga banyak sekarang."
Habis membatin demikian Handaka tersenyum,
"Maafkan aku. Bukan maksudku untuk mengikutimu.
Tetapi, sejak semula aku sedang mencari jalan keluar
dari tempat ini."
"Jangan bicara dusta bila masih sayang nyawa!"
maki Dewi Awan Putih dengan suara keras.
Handaka makin kembangkan senyumnya. Dengan suara dibuat sopan dia berkata,
"Sudah tentu aku
tak berani lancang bersikap demikian kendati aku tak
mengenal siapa kau adanya. Dan sudah tentu apa yang
kukatakan tadi benar. Aku memang membutuhkan petunjuk untuk keluar dari tempat
ini." Dewi Awan Putih mengawasi sosok pemuda berpakaian hitam itu dari atas ke bawah.
Diam-diam dia membatin, "Pemuda ini tentunya bukan orang kebanyakan. Sejak pertama aku tak
tahu kalau dia mengikuti.
Baru kuketahui tatkala pendengaranku menangkap desis napas yang agak keras. Aku
tak boleh mempercayai
apa yang dikatakannya barusan."
Lalu dengan suara tinggi Dewi Awan Putih berkata, "Aku tak sedang mencari jalan
keluar dari tempat
ini! Bila kau hendak keluar dari sini, silakan menuju ke


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arah timur dari mana aku datang tadi!"
"Gadis ini sungguh cerdik. Rasanya tak mudah
untuk dikelabui. Tetapi, niatku kali ini sudah mantap.
Gairahku sudah memuncak. Tak akan kulepaskan dia.
Baiknya, kutunggu kesempatan untuk menotok dan
menyergapnya. Kalau pun gagal, akan kuserang dia
hingga tak berdaya dan jatuh di tanganku," kata Handaka dalam hati. Lalu
katanya, "Bila memang demikian
adanya, baiklah... akan kulakukan apa yang kau katakan barusan hingga tak
terjadi salah paham di antara
kita!" , "Bagus!"
"O ya, namaku Handaka. Bolehkah kuketahui
siapa kau adanya?" tanya Handaka sambil memperhitungkan
jarak. "Namaku Ratna Sari! Tetapi kau cukup mengingatku sebagai Dewi Awan Putih!" sahut
Dewi Awan Putih jemu.
Dengan pamerkan senyuman, pemuda berhati
busuk ini merangkapkan kedua tangannya di depan
dada seraya berkata, "Terima kasih atas petunjukmu.
Dan kuharap... kita bertemu kembali."
Dewi Awan Putih hanya mengangkat dagunya
saja dengan pandangan masih bersorot tajam. Dia berpikir akan membuang waktu
bila melayani pemuda ini.
Makanya dia segera berkata, "Teruskan niatmu sebelum
kuubah keputusanku!"
Pangeran Pencabut Nyawa tertawa dalam hati,
"Sudah tentu akan kuteruskan niatku, Ratna Sari." Lalu
dia berkata, "Sampai jumpa...."
Kedua rangkapan tangannya perlahan-lahan diturunkan. Dewi Awan Putih tersenyum
puas. Namun saat itu juga hatinya berubah menjadi kegeraman tinggi, karena mendadak saja
dilihatnya rangkapan kedua
tangan pemuda berpakaian hitam telah didorong ke depan dengan cepat.
Wuuusss! *** Bab 5 "HEI!" sambil memekik tertahan, Dewi Awan Putih
membuang tubuh ke kanan.
Gelombang angin yang dilepaskan oleh Handaka
tadi, melabrak semak belukar hingga pecah memburai.
Dewi Awan Putih yang telah berdiri tegak kembali di
atas tanah segera keluarkan bentakan, "Pemuda keparat ! Apa maksudmu dengan
semua ini"!"
Bukannya menjawab pertanyaan orang, Pangeran Pencabut Nyawa sudah gerakkan kedua
tangannya kembali. Kali ini Dewi Awan Putih tak mau tinggal diam.
Bersamaan dengan Handaka dorongkan kedua tangannya, digerakkan pula kedua
tangannya disertai makian
keras, "Manusia keparat!"
Wuuttt! Blaamm!
Serangan yang tadi langsung dilepaskan oleh
Pangeran Pencabut Nyawa putus terhantam papakan
Dewi Awan Putih. Masing-masing orang mundur dua
tindak ke belakang.
Segera terdengar hardikan Dewi Awan Putih,
"Pemuda keparat! Siapakah kau sebenarnya?"
Pangeran Pencabut Nyawa terbahak-bahak keras seraya berkata, "Kau boleh
mengenangku sebagai
Pangeran Pencabut Nyawa! Lebih baik serahkan tubuhmu untuk kunikmati ketimbang
kau akan kubuat
cacat seumur hidup!"
Mengkelap wajah Dewi Awan Putih mendengar
kata-kata orang yang kotor. Setelah keluarkan geraman
sengit, serta merta disentakkan kedua tangannya ke
depan. Seketika bergulung kabut putih yang timbulkan
hawa panas luar biasa ke arah Pangeran Pencabut
Nyawa. Menyusul satu gelombang angin kuat yang keluarkan suara gemuruh.
Pangeran Pencabut Nyawa mendengus pendek.
Setelah condongkan tubuh ke belakang, segera saja didorong kedua tangannya ke
depan. Wuuuttt! Menghampar angin yang keluarkan suara meng-
gidikkan. Segera terdengar ledakan yang keras tatkala kedua pukulan itu berbenturan. Dan
masing-masing orang surut lima tindak ke belakang dengan kedua kaki
terpacak gagah di atas tanah.
"Hebat!" seru Dewi Awan Putih dengan kedua
tinju mengepal.
"Kalau sudah tahu begitu, apakah kau masih tetap tak mau menyerahkan tubuhmu
untuk kunikmati?"
sahut Handaka sambil terbahak-bahak.
"Kurobek mulutmu, Pemuda Setan!"
Habis bentakannya, sekonyong-konyong Dewi
Awan Putih rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Sepasang matanya yang tajam
terpentang lebar
dengan bibir berkemik-kemik entah berkata apa. Mendadak .sontak terlihat satu
keanehan. Tubuh si gadis
bergetar dan dari ubun-ubun kepalanya mengepul asap
putih. Menyusul keluar asap putih dari sekujur tubuhnya.
Sepasang mata Pangeran Pencabut Nyawa terbelalak. Keningnya makin dikernyitkan.
"Hmm... menilik
apa yang terjadi nampaknya gadis ini hendak mempersiapkan serangan mengerikan.
Biar kupapaki saja sebelum kugunakan jurus 'Menembus Ujung Bumi'."
Di seberang, kedua tangan si gadis yang merangkap di depan dada mulai
dikembangkan ke samping kanan dan kiri. Bibirnya tersenyum aneh saat dia
membentak, "Terimalah kematianmu, Pemuda Keparat!"
Segera saja Dewi Awan Putih menyatukan kedua
tangannya yang tadi mengembang ke samping kanan
dan kiri. Hebatnya, kedua tangan itu satu sama lain tidak sampai bertemu, namun
suara yang keluar keras
mengguntur. Saat itu pula membujur lurus sinar putih yang
sangat terang lebih cepat dari luncuran anak panah!
Handaka yang sebelumnya memutuskan untuk
tidak mempergunakan jurus 'Menembus Ujung Bumi'
segera menggebrak ke depan. Namun baru setengah jalan dilakukannya, dia sudah
membuang tubuh ke kanan.
Sinar putih yang membujur tadi menghantam
delapan buah pohon besar sekaligus, yang pecah menjadi serpihan dan menebarkan
bau sangit menyesakkan! Menyusul membuncahnya tanah ke udara.
Handaka yang telah tegak berdiri kembali mendesis kaget, "Gila! Dari sambarannya
saja sinar putih
itu seperti ribuan mata panah menjadi satu!"
Hanya sekejap saja keterkejutannya, karena kejap itu pula Dewi Awan Putih sudah
tepukkan kembali
kedua tangannya yang satu sama lain tak bertemu tapi
perdengarkan suara menggelegar. Menyusul membujur
sinar putih dahsyat ke arahnya!
Di seberang, mendapati betapa ganasnya serangan gadis berpakaian jingga murid
Iblis Tanpa Jiwa ini
segera mengangkat kedua tangannya.
Wuuuttt! Wuuutttt!
Dua gumpalan angin hitam berkelebat angker
dan perdengarkan suara menderu keras. Menyusul tubuh Handaka yang mendadak saja
berputar. Putaran
tubuhnya sangat cepat hingga angin yang ditimbulkan
begitu bergemuruh. Rupanya dia sudah pergunakan jurus 'Menembus Ujung Bumi'!
Blaarrr! Dua gumpalan angin hitam yang dilepaskan
Handaka pecah berantakan. Menyusul terjadinya benturan yang keras tatkala sinar
putih yang dilepaskan
Dewi Awan Putih masuk ke dalam pusaran tubuh Handaka.
Lima buah pohon langsung tumbang menggemuruh. Tanah rengkah dan menerbangkan
debu- debunya ke udara.
Tatkala semuanya sirap, terlihat Dewi Awan Putih terhuyung ke belakang dengan
dada terasa nyeri
luar biasa sebelum akhirnya jatuh terduduk.
Sementara itu, sosok Pangeran Pencabut Nyawa
yang berputar tadi, setelah terlempar segera bisa kuasai
keseimbangannya. Terlihat dari hidung dan mulutnya
mengalirkan darah. Begitu mendapati sosok Dewi Awan
Putih jatuh terduduk, tak mau membuang waktu Handaka telah pergunakan kembali
jurus 'Menembus Ujung
Bumi'! Kali ini Dewi Awan Putih yang terkesiap. Masih
dalam keadaan terduduk, kembali ditepukkan kedua
tangannya yang satu sama lain tak menyentuh tetapi
menimbulkan suara keras.
Sinar putih segera membujur dahsyat. Handaka
yang diam-diam telah memperhitungkan hal itu tertawa
dalam hati. Dan mendadak saja dari pusaran tubuhnya
mencelat dua gelombang angin yang menimbulkan suara angker.
Blaaammm! Bentrokan tenaga dahsyat itu terjadi. Mendadak
sontak tubuh Dewi Awan Putih tergetar. Dan tanpa sadar dia keluarkan suara keras
tatkala pusaran tubuh
Pangeran Pencabut Nyawa sudah mendekat.
Belum lagi dia mampu mengatasi apa yang terjadi, serta-merta dirasakan tubuhnya
masuk dalam pusaran gelombang angin yang diakibatkan dari berputarnya tubuh
Handaka. Dia berusaha untuk melepaskan
diri. Tetapi kedua tangan Handaka telah merangkul
pinggangnya dengan ketat. Kejap itu pula dirasakan
oleh Dewi Awan Putih kalau tubuhnya berputar deras.
Dirasakan pula bagaimana tangan kanan Handaka
mencengkeram erat dan meremas buah dadanya sementara tangan kirinya rapat di
pinggang disertai se-
nyuman lebar dan suara kejam,
"Kita akan mengarungi indahnya sorga dunia
yang penuh kenikmatan ini, Ratna Sari!"
Berputarnya tubuh Dewi Awan Putih yang semakin lama menguat itu, akhirnya
membuat si gadis
tak kuasa menahan pusing. Lima tarikan napas berikutnya, dia sudah terkulai
dengan wajah pucat tanpa
darah. Kejap itu pula putaran tubuh Pangeran Pencabut Nyawa berhenti. Dirangkulnya
erat-erat dengan senyuman lebar tubuh Dewi Awan Putih yang bernapas
megap-megap dengan kepala terkulai. Gadis ini merasa
pasti kalau bahaya yang paling mengerikan dalam hidup seorang perempuan akan
menimpanya. Namun dia tak kuasa untuk melawan sekarang,
bahkan tak kuasa memberontak saat dengan tertawatawa Pangeran Pencabut Nyawa
membawanya ke balik
semak belukar! *** Dengan nafsu yang berpendar-pendar, perlahanlahan Pangeran Pencabut Nyawa
merebahkan tubuh
sintal Dewi Awan Putih. Gadis berpakaian ringkas warna jingga ini mengeluh
tertahan. Tubuhnya dirasakan
begitu lunglai. Pusing memendari kepalanya dan dirasakan aliran darahnya yang
kacau balau. Kendati disadarinya bahaya yang mengancam,
namun gadis ini benar-benar sudah tak mampu berbuat
banyak. Bahkan bersuara pun sulit dilakukannya.
"Kau benar-benar menggiurkan, Ratna Sari. Kuharap, kau merasa bahagia karena
akulah yang pertama kali menidurimu. Tetapi... ha ha ha... segera kita
buktikan saja apakah benar-benar aku yang pertama
kali menidurimu atau tidak...."
Dengan napas kian terengah dan dada turun
naik, Pangeran Pencabut Nyawa pandangi sekujur tubuh Dewi Awan Putih. Dalam
keadaan si gadis yang tak
berdaya seperti itu, dia tak perlu berbuat susah payah.
Dicobanya untuk menikmati apa yang akan dilakukan.
Perlahan-lahan sekali Handaka membukai satu
persatu kancing pakaian Dewi Awan Putih yang mengerang pelan namun tak bisa
berbuat banyak. Bahkan
untuk menggerakkan tangannya saja gadis itu sudah
tak mampu melakukan.
Lalu perlahan-lahan disingkapnya pakaian yang
telah terbuka itu. Pandangannya lekat pada dua buah
benda menggantung putih mulus di dada Dewi Awan
Putih. Dengan nafsu yang membludak, diremasnya
payudara si gadis. Namun sebelum Handaka melakukan tindakan lebih jauh,
terdengar seruan keras,
"Handaka! Apa yang tengah kau lakukan"!"
Sejenak Handaka tertegun mengenali suara
orang yang membentak barusan. Lalu dengan kecepatan luar biasa dirapatkan lagi
pakaian Dewi Awan Putih.
Segera saja dia berbalik berdiri. Dilihatnya Ayu Wulan
berdiri dengan kening dikernyitkan.
"Jangan salah sangka. Aku menemukan gadis
ini dalam keadaan terluka di sini," sahut Handaka segera. Otaknya yang licik
begitu cepat bekerja.
Gadis yang membentak tadi yang memang Ayu
Wulan segera mendekat. Dipandanginya Dewi Awan Putih yang hanya keluarkan
keluhan pendek. Sesaat gadis
ini terdiam sebelum palingkan kepala pada pemuda
berpakaian hitam di sebelahnya dan bertanya, "Siapa
gadis ini, Handaka?"
Handaka menggelengkan kepalanya sementara
dalam hati mengumpat keras, "Setan alas! Mengapa dia
sudah bangun dan tiba di tempat ini sebelum kutuntaskan segala keinginanku"!"
Lalu jawabnya, "Aku tidak tahu. Tadi, baru saja
kedua mataku mulai terpejam, kudengar suara orang
berkelebat. Karena aku curiga, kuikuti orang itu yang
ternyata sedang memanggul seorang gadis. Semula aku
tidak tahu siapa gadis yang dipanggulnya. Setelah terjadi pertarungan tetapi
orang keparat itu berhasil meloloskan diri, barulah kuketahui kalau gadis ini
yang tadi dipanggul orang itu."
"Jahanam betul! Apakah kau mengenali orang
itu?" seru Ayu Wulan jengkel. Nalurinya sebagai wanita
menggeram hebat memikirkan nasib yang akan menimpa gadis itu. Murid Manusia
Pemarah yang tidak tahu
apa yang sedang dimainkan Pangeran Pencabut Nyawa
berkata dalam hati, "Sangat menakutkan sekali bila
orang itu sampai... ah, apakah orang telah melakukannya


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak. Malam begitu gelap sehingga aku sulit
mengenalinya. Juga, karena dia begitu cepat melarikan
diri." "Untunglah kau mendengar orang itu berkelebat.
Bila tidak... ah, aku tak tahu apa yang akan terjadi dengan gadis ini.
Handaka... apakah kau sudah memeriksa
keadaannya?"
"Ya. Lukanya tidak terlalu parah. Kelihatannya,
gadis ini sebelumnya pingsan. Atau sesungguhnya dia
tengah mabuk karena memakan atau meminum sesuatu yang disuguhkan tentunya secara
paksa oleh orang
itu" Aku tidak tahu pasti."
Ayu Wulan yang benar-benar tak tahu apa yang
terjadi, segera berlutut. Dilihatnya kancing pakaian gadis itu terbuka. Sebelum
dia bertanya, Handaka sudah
mendahului, "Ketika aku menemukannya, pakaiannya
sudah terbuka seperti itu. Tadi pun aku bermaksud merapatkannya kembali."
"Aku mengerti," sahut Ayu Wulan sambil meme-
riksa tubuh Dewi Awan Putih.
Sementara itu, Handaka berkata dalam hati,
"Keparat betul! Rupanya dia terbangun dan karena tak
menemukanku di sana dia menyusul! Benar-benar keparat! Apakah gadis ini
kuperkosa saja sekarang"! Setan alas! Aku harus cepat bertindak sebelum gadis
berbaju jingga itu tersadar sepenuhnya. Bisa berabe kalau
dia akhirnya mengatakan apa yang terjadi sebenarnya!"
Memutuskan demikian, Handaka berkata, "Aku
sudah mengobatinya, Ayu. Sebaiknya... kita meneruskan perjalanan untuk melacak
jejak Dayang-dayang
Dasar Neraka yang membawa Rajawali Emas."
Di luar dugaannya, Ayu Wulan justru menggelengkan kepala. "Tidak. Aku akan
menunggui gadis ini
sampai sadar betul. Kau tahu, dia baru saja mengalami
nasib sial. Aku khawatir orang yang membawanya tadi
dan dikalahkan olehmu, akan kembali lagi ke sini...."
"Tetapi, Ayu...."
"Tidak!" sahut Ayu Wulan tegas. Sebagai seorang
wanita dia tak akan bisa meninggalkan sesamanya yang
sedang menderita seperti itu. Di hati kecilnya, Ayu Wulan memang sangat
mencemaskan Rajawali Emas yang
dikatakan Handaka dibawa oleh Dayang-dayang Dasar
Neraka. Tetapi dia merasa, gadis berpakaian jingga ini
sangat membutuhkan pertolongan.
Handaka yang gagal menjalankan niat itu menggeram dingin. "Keparat! Gadis ini
bisa membuatku mata
gelap! Tetapi dia masih kubutuhkan sebagai tumbal Kitab Pamungkas! Aku harus
mencari akal agar dia menjauh dari tempat ini!" Pemuda sesat licik ini terdiam
beberapa saat. Lalu terlihat bibirnya tersenyum puas.
"Gagasan yang sangat menarik."
Kemudian katanya, "Ayu... kalau begitu kau
tunggu saja di sini. Jaga gadis itu hingga dia tersadar
betul." na?" Ayu Wulan menengadah. "Kau hendak ke ma-
"Sejak sore tadi kita belum mengisi perut. Kupikir, bila gadis itu sadar
tentunya dia juga lapar."
Ayu Wulan membenarkan kata-kata Handaka.
"Pergilah. Tetapi jangan terlalu lama."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Handaka segera
berkelebat. Diburunya dua ekor kelinci gemuk yang
dengan mudah berhasil didapatnya. Setelah itu, dia
memutar jalan yang ditempuh. Dari balik ranggasan
semak belukar, dilihatnya Ayu Wulan sedang berusaha
menyadarkan Dewi Awan Putih yang sepenuhnya masih
pusing akibat putaran tubuhnya yang dibawa Handaka.
"Aku harus menunggu beberapa saat agar Ayu
Wulan tak curiga."
Setelah beberapa tarikan napas berlalu, mendadak saja Handaka melepaskan pukulan
jarak jauh ke arah Ayu Wulan.
*** Bab 6 MURID Manusia Pemarah ini tersentak dan seketika
menolehkan kepala ke samping tatkala merasakan gelombang angin menderu ke
arahnya. Dengan kecepatan
luar biasa, disambarnya tubuh Dewi Awan Putih.
Dan.... Blaammm! Gelombang angin yang dilepaskan oleh Handaka
dari balik ranggasan semak belukar itu menghantam
sebatang pohon yang langsung tumbang menggemuruh.
Sementara itu, begitu kedua kakinya hinggap kembali di
tanah, dengan masih membopong tubuh Dewi Awan Putih, Ayu Wulan membentak,
"Manusia keparat! Keluar
kau!" Di tempatnya Handaka menyeringai melihat kelihaian gadis berbaju putih itu.
"Hebat! Gerakan yang diperlihatkannya tadi makin membuatku yakin kalau dia
bukanlah orang sembarangan. Biar aku mendekam dulu di sini untuk beberapa saat
sebelum menyerangnya kembali," katanya dalam hati.
Berjarak tiga tombak, Ayu Wulan membatin
dengan tatapan waspada, "Apakah orang yang diceritakan Handaka tadi kembali lagi
ke sini" Hmm... keselamatan gadis ini harus kujaga. Tetapi, orang itu tentunya
tak akan memberiku kesempatan."
Lalu dengan suara sengit murid Manusia Pemarah ini berseru lantang, "Jangan
membuat kemarahanku naik dan kau menyesali pernah hidup di dunia ini!
Keluar kau bila memang memiliki nyali!"
Handaka masih tetap tak membuka mulut. Gairah-nya kini mulai muncul kembali
melihat keberanian
Ayu Wulan. "Manusia setan! Apakah kau telah menjadi tuli
dan sesungguhnya kau pengecut hingga hanya berani
menyerang dari tempat tersembunyi"!" hardik Ayu Wulan lagi.
Tatkala disadarinya tak ada suara yang menyahut atau pun sosok tubuh yang
muncul, Ayu Wulan
membatin, "Orang sialan itu tak bisa kudiamkan. Bila
gadis berpakaian jingga ini masih kubopong, sulit bagiku untuk mencari orang
keparat itu. Sebaiknya... kuletakkan saja... heiii!"
Niat Ayu Wulan terputus karena satu gelombang
angin lainnya sudah menderu. Dengan perlihatkan kelihaiannya, murid Manusia
Pemarah ini mencelat ke
samping kanan seraya menggerakkan tangan kanannya
ke depan. Blaamm! Pecah gelombang angin yang dilepaskan Handaka.
"Hebat! Masih membopong tubuh Dewi Awan
Putih dia bisa menghindari seranganku sekaligus membalas. Kini tiba saatnya
membiarkan dia meletakkan
tubuh Dewi Awan Putih."
Handaka yang merasa tiba saatnya untuk menjalankan maksud segera melepaskan
serangan kembali
dan mencecar. Lalu dihentikan serangannya agar si gadis dapat leluasa meletakkan
tubuh Dewi Awan Putih.
Ayu Wulan yang memang berniat seperti itu, karena tak akan bebas bergerak bila
dia masih membopong Dewi Awan Putih segera meletakkan tubuh gadis
itu. Begitu tubuh gadis berpakaian jingga diletakkan di
atas rumput agak terhalang oleh pohon besar, Ayu Wulan segera lancarkan
serangannya. Rupanya gadis ini marah besar. Terutama mengingat cerita Handaka tentang orang
yang membawa gadis berpakaian jingga dan berhasil melarikan diri. Tak
tanggung lagi pukulan 'Sejuta Pesona Bunga' sudah dilepaskan. Asap hitam tebal
yang menebarkan aroma
bunga mawar melabrak dahsyat!
Di tempatnya, Handaka melengak sejenak karena pandangannya jadi terhalang.
Secepatnya dia bergulingan ke samping kanan menghindari ganasnya serangan si
gadis. Blaaammm! Asap hitam yang menebarkan aroma bunga mawar itu melabrak ranggasan semak
belukar di mana
Handaka tadi bersembunyi. Menyusul kelebatan Ayu
Wulan yang bermaksud menyergap seraya kembali melepaskan pukulan 'Sejuta Pesona
Bunga'. Berulang kali Handaka bergulingan dan berusaha agar sosoknya tidak kelihatan
oleh Ayu Wulan. Setelah berulangkali harus terus menghindar, tiba-tiba datang
kembali satu pikiran di benak Handaka.
"Hmm... aku harus berlagak kena. Dengan cara
seperti itu Ayu Wulan akan merasa lebih bernafsu untuk menyerangku. Dan
kupancing dia agar terus mengejarku hingga menjauh dari Dewi Awan Putih."
Berpikir demikian, saat asap hitam yang menebarkan aroma bunga itu kembali
menderu ke arahnya,
Handaka berteriak keras seiring tubuhnya menghindar.
"Aaaakhhh!"
Apa yang direncanakannya berhasil. Begitu
mendengar teriakan yang cukup keras, Ayu Wulan yang
geram menjadi bertambah bersemangat untuk mengejar. Apa-lagi dilihatnya samar-
samar bayangan hitam
yang berlari menjauh.
"Manusia keparat! Kau harus mampus!"
Dalam hal ilmu peringan tubuh, Handaka berada dua tingkat di atas Ayu Wulan.
Makanya dia berhasil
meloloskan diri dan menjauh dari kejaran si gadis.
Di sebuah tempat yang agak lapang, Ayu Wulan
menghentikan pengejarannya. Pandangannya diedarkan dengan membuka telinganya
lebih lebar. "Keparat! Ke mana manusia celaka itu"!" makinya gusar karena tak melihat lagi
orang yang dikejarnya. "Jahanam betul! Orang itu pasti orang yang diceritakan
Handaka yang berhasil meloloskan diri! Dan sialannya, dia juga berhasil lolos
dari pengejaranku! Gila!
Bila aku bertemu lagi dengannya, akan kuhajar dia
sampai tunggang-langgang!"
Karena merasa akan sia-sia saja mencari, terutama mengingat hampir sepenanakan
nasi dia meninggalkan gadis berpakaian jingga, Ayu Wulan pun memutuskan untuk
kembali. Tetapi urung tatkala Handaka
muncul dengan tangan kiri memegang dua ekor kelinci.
"Ayu! Mengapa kau berada di sini?" tanya pemuda itu untuk kesekian kalinya
memainkan peranannya.
Ayu Wulan yang tadi bersiaga kini menghela napas panjang.
"Handaka, orang yang kau ceritakan rupanya
muncul kembali," katanya segera.
"Gila! Ke mana orang itu sekarang?"
Dengan geram Ayu Wulan menceritakan apa
yang terjadi sementara Handaka berlagak menjadi geram pula padahal dalam hatinya
Hamukti Palapa 5 Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung Sekutu Iblis 1
^