Pencarian

Rahasia Pesan Serigala 1

Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
Penerbit di bawah lindungan
Undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab l ORANG berkepala plontos tinggi besar yang mengenakan pakaian putih dari kulit
beruang itu terus berlari.
Tak hiraukan segala lelah yang sebenarnya mulai men-
dera. Kendati seperti itu, bibirnya yang tebal menyunggingkan senyum. Tangan
kanannya yang kasar dan
ter-dapat gelang terbuat dari untaian taring yang dira-jut, menepuk pinggul
seorang gadis berpakaian biru
kehitaman yang tergolek pingsan di pundaknya.
Kejap lain, terdengar tawanya yang panjang
berderai. Seiring tubuhnya terus berlari, tawanya se-
perti jadi sangat panjang.
"Bagus! Tak sia-sia pencarian ku selama berta-
hun-tahun. Hmm... gadis yang berada dalam bopon-
ganku ini akan kujadikan sandera. Kalau bertahun-
tahun aku yang memburunya, tetapi kali ini biar aku
memasang umpan. Nenek berkonde sialan itu harus
mampus!!" Orang ini terus melesat dengan cepat.
Seperti diceritakan dalam episode: "Hantu Seri-
bu Tangan", orang berkepala plontos yang tak lain Beruang Mambang adanya telah
menyambar tubuh Angin
Racun Barat. Lalu dengan kecepatan yang membuat
siapa pun terpana karena bobotnya yang nampak be-
rat, orang berkepala plontos yang sebenarnya sudah
berada di sekitar Goa Seratus Laknat dan mempergu-
nakan ilmu 'Mati Tanah' hingga tubuhnya bisa terpen-
dam dalam tanah tanpa diketahui siapa pun juga, me-
larikan Angin Racun Barat yang pingsan.
Orang ini telah melewati Padang Seratus Dosa
yang angker dan Hutan Seratus Kematian yang menge-
rikan. Di sebuah jalan setapak yang dipenuhi rangga-
san semak, Beruang Mambang menghentikan larinya.
Sepasang matanya yang membiaskan sinar kejam me-
mandang sekelilingnya. Setelah diyakini tempat itu dapat dijadikan sebagai
tempat beristirahat sementara,
diletakkannya tubuh Angin Racun Barat yang pingsan.
Sebenarnya, murid Iblis Cadas Siluman itu sudah me-
lebihi waktu siuman dari pingsannya. Hanya saja, Be-
ruang Mambang tak mau mengambil risiko di saat me-
larikan tubuh Angin Racun Barat, gadis jelita berpa-
kaian biru kehitaman itu siuman. Makanya, saat ber-
lari, orang berkepala plontos ini menotok urat di ba-
wah kedua ketiak Angin Racun Barat.
Diliriknya murid Iblis Cadas Siluman yang
pingsan. "Hmmm... menggiurkan," desis orang berkepala plontos sambil menjilat bibirnya.
"Bertahun-tahun aku tak pernah tahu bagaimana bagian dalam dari tubuh
perempuan jelita seperti ini. Semua gara-gara, Kunti!
Termasuk Manusia Pemarah! Hhh! Sebentar lagi se-
mua urusan akan selesai! Baiknya, ku pulihkan saja
keadaan diriku sekarang."
Lalu perlahan-lahan orang tinggi besar ini me-
rangkapkan kedua tangannya di dada. Perlahan-lahan
pula dibawa tubuhnya untuk duduk berlutut dengan
kedua mata terpejam.
Sunyi mengerjap.
Selang beberapa saat, orang ini telah membuka
kembali kedua matanya. Dihembuskan napas perla-
han, lalu ditariknya udara segar yang segera mengisi
seluruh rongga dalam dadanya.
"Keadaanku telah pulih sekarang. Tinggal ja-
lankan seluruh rencana yang mendadak kudapat saat
ku tahu apa yang terjadi di sekitar gugusan batu ka-
pur. Hmm... aku tak sabar lagi menunggu saatnya tiba
yang berpuluh tahun kutunggu."
Dialihkan kepalanya pada Angin Racun Barat.
"Aku tak punya urusan dengan gadis ini sebe-
narnya. Urusanku hanya dengan Bidadari Hati Kejam.
Tetapi aku yakin, dengan gadis ini berada di tanganku segala urusanku dengan si
nenek berkonde akan lebih
mudah Dan...."
Orang ini memutus kata-katanya sendiri. Pan-
dangannya bulat pada sosok Angin Racun Barat. Di
lain kejap, otaknya yang kotor mengisyaratkan sesua-
tu. Lan-tas terlihat kepalanya mengangguk-angguk
dengan bibir menyunggingkan senyum aneh.
"Bodoh! Mengapa tak ku buang segala lelah
dengan cara meniduri gadis manis ini" Sebenarnya du-
lu tak pernah aku menggeluti seorang perempuan sia-
pa pun dia dalam keadaan pingsan. Tetapi rasanya un-
tuk saat ini kebiasaan itu boleh dihilangkan. Dalam
keadaan pingsan gadis ini sangat menggairahkan seka-
li. Bibirnya... ah, memerah basah. Tubuhnya... kepa-
rat! Untuk apa aku membuang waktu...."
Memikir sampai di sana, orang berkepala plon-
tos ini beringsut. Tangan kanannya yang kekar dipe-
nuhi bulu itu terjulur. Semakin merekah senyuman
aneh di bibirnya dengan napas memburu, tangannya
mulai meraba-raba tubuh Angin Racun Barat. Dari ra-
baannya berubah menjadi remasan gemas dengan
pancaran mata semakin dipenuhi kilatan birahi.
"Menyenangkan. Sangat menyenangkan."
Untuk beberapa saat lamanya, Beruang Mam-
bang meraba dan meremas sekujur tubuh Angin Ra-
cun Barat. Bisa dibayangkan bagaimana panik dan
marahnya bila saat ini murid Iblis Cadas Siluman itu dalam keadaan sadar.
Kejap lain, dengan napas yang kali ini terdengar
agak terengah karena dorongan gairah besar dalam
dadanya, terlihat tangan kanan kekar yang di perge-
langannya terdapat dari taring yang dijadikan satu,
siap merobek pakaian di bagian dada Angin Racun Ba-
rat yang masih pingsan. Namun....
Sraaakkk!! Terdengar suara semak menguak dengan gera-
kan cepat dan menimbulkan suara cukup keras. Angin
di tempat itu berhembus semilir, tak mungkin men-
guak-kan ranggasan semak itu demikian keras
Seketika Beruang Mambang cepat tolehkan ke-
pala dan berdiri sambil menggeram. Seketika itu pula
dia terhenyak dengan kening berkerut. Kedua bola ma-
tanya membesar dengan kening dikernyitkan. Mulut-
nya terbuka membiaskan keterkejutan.
Di hadapannya, telah ada seorang lelaki yang
dipenuhi bulu-bulu hitam dengan kedua bola mata bu-
lat memerah berkilat-kilat. Gigi-giginya runcing dan
meneteskan air liur. Orang yang berada dalam kea-
daan me-rangkak itu mengeluarkan gerengan pelan,
dingin dan mengerikan.
"Grrhhhhh!!"
*** "Berita pernah kudengar, tentang orang yang
berjuluk Manusia Serigala. Orang yang berada dalam
kegelapan tanpa diketahui siapa dia adanya. Tetapi
sungguh tak kusangka kalau aku akan bertemu den-
gan orang aneh itu," batin Beruang Mambang dengan pandangan tak berkedip. Untuk
beberapa saat dia masih larut dalam keterkejutannya. Tetapi di lain kejap,
mendadak wajahnya berubah geram. Lalu terdengar
seruannya, "Setan keparat! Aku tak tahu siapa kau adanya" Aku tak tahu kau benar
manusia atau hanya
binatang belaka! Aku juga tidak tahu kau mengerti
atau tidak ucapan manusia! Tinggalkan tempat ini!!"
Orang yang dipenuhi bulu hitam tebal dan dari
sela-sela bibirnya meneteskan air liur, mengeluarkan
geraman pendek. Pandangannya berkilat-kilat penuh.
kemarahan. Dengan cara bergerak laksana seekor seri-
gala, orang ini melangkah perlahan ke arah Beruang
Mambang. Mengkelap orang berkepala plontos menyadari
keasyikannya terganggu. Lebih jengkel lagi mendapati
kalau sikap orang penuh bulu itu seperti menantang-
nya. Dan mendadak saja tangan kanannya dikibaskan
sambil keluarkan makian keras, "Mengganggu urusan-ku, berarti minta mampus"
Menghampar angin bergulung dengan kelua-
rkan suara menggidikkan ke arah orang berbulu hitam
yang sejenak mendongak dan langsung mencelat se-
perti menerkam ke arah samping.
Blaaarrr! Angin yang melesat tadi menghantam semak
belukar yang langsung terpapas rata ujungnya! Se-
mentara Beruang Mambang sendiri keluarkan makian
keras tatkala kedua tangan orang penuh bulu yang di-
penuhi kuku-kuku runcing itu siap mencakar wajah-
nya. Rupanya, begitu menghindari pukulan lelaki ber-
kepala plontos, orang berbulu hitam yang sejak dari
gugusan batu kapur telah mengikuti Beruang Mam-
bang yang membawa tubuh Angin Racun Barat, telah
bergerak dengan cepat dan siap mencabik wajah Be-
ruang Mambang dengan kuku-kukunya yang tajam se-
raya keluarkan gerengan keras.
Orang berpakaian putih terbuat dari bulu be-
ruang itu mengangkat kedua tangannya.
Plak! Tetapi entah bagaimana melakukannya, kuku-
kuku tajam dari Manusia Serigala telah menghujam di
pergelangan tangannya. Anehnya, tak ada darah yang
ke-luar. Tak ada daging yang sobek. Justru yang terlihat kemudian, tubuh orang
penuh bulu itu yang ter-
lempar ke belakang tatkala kedua tangan Beruang
Mambang menyentaknya!
Kendati demikian, orang berkepala plontos ini
menggeram keras. Bukan geram kesakitan, melainkan
kemarahan yang bertambah meluap.
"Setan busuk berbulu! Kau belum mengenal
aku yang kebal terhadap senjata apa pun juga dan
memiliki tenaga kuat laksana beruang!!"
Lalu tanpa merasakan betapa bobot tubuhnya
sangat besar, Beruang Mambang sudah bergerak men-
dekati Manusia Serigala dengan cepatnya. Kedua tan-
gannya siap mencengkeram leher Manusia Serigala.
Tetapi tak seperti dugaannya, karena orang penuh bu-
lu hitam itu berhasil mengelakkannya. Bahkan kedua
kakinya berputar dan menerpa dada bidang Beruang
Mambang. Tetapi lagi-lagi tak ada goresan apa-apa
kendati kuku-kuku di kedua kaki Manusia Serigala
begitu tajam. Makin tinggi kemarahan Beruang Mambang.
Kali ini kedua tangannya dikibaskan berulang kali.
Suara angin bergemuruh terdengar berulang-ulang,
menyusul suara letupan berkali-kali Dalam beberapa
kejap saja jalan setapak itu sudah membentuk sebuah
tanah lapang yang cukup luas, karena banyaknya
ranggasan semak yang tercabut hingga akarnya.
Tetapi, sosok Manusia Serigala masih utuh
tanpa kurang suatu apa. Malah kedua matanya yang
memancarkan sinar merah semakin bertambah nya-
lang. Geramannya terdengar berulang-ulang. Orang itu
berada dalam keadaan merangkak dengan kepala te-
rangkat. "Jahanam! Manusia bertingkah laku mirip seri-
gala ini tak memiliki apa-apa sebenarnya. Setiap kali dia menyerang dan
menghindar laksana seekor serigala tentunya hanya berdasarkan naluri belaka.
Apakah dia mempunyai nurani atau tidak aku tidak tahu! Se-
tan! Seperti apa pun orang sialan ini, dia harus mam-
pus!!" Kembali orang berkepala plontos mencecar Manusia Serigala yang menghindar
dengan gerakan cepat
dan sesekali terdengar suara gerengannya. Namun su-
atu ketika, mendadak saja Beruang Mambang menca-
but sebuah pohon yang cukup besar dan mengibaskan
batang pohon itu tak ubahnya memainkan sebatang
ranting! Angin yang ditimbulkan dari setiap kibasan pohon besar itu menderu-deru
dan terdengar suara keras
beberapa kali tatkala menghantam pohon-pohon lain
yang masih tegak berdiri. Tempat itu kini dipenuhi
dengan taburan dedaunan yang ketika luruh ke tanah
terbang lagi terkena sambaran angin dari kibasan po-
hon yang dimainkan oleh Beruang Mambang.
Rupanya cara seperti itu lebih mengena, karena
nampak sekarang orang penuh bulu kesulitan untuk
menghindar. Karena, setiap gerakannya telah terku-
rung rapat. Beruang Mambang terus mencecar dengan
mengibaskan pohon itu berulang kali.
"Kau boleh menguji kekuatanmu dengan keku-
atanku, Manusia Aneh! Lima puluh orang seperti kau
tak akan mampu menandingi tenagaku!!"
Kalau tadi sinar mata orang berbulu hitam itu
hanya dipenuhi bias kemarahan, kali ini nampak kega-
lauan yang dalam. Gerengannya sudah menunjukkan
kengerian sekaligus ketakutan. Keadaan ini membuat
Beruang Mambang semakin beringas dan berulang kali
tertawa pendek.
Lalu setelah menggerakkan batang pohon itu
dari kanan ke kiri yang menimbulkan suara bergemu-
ruh, mendadak saja orang berkepala plontos ini me-
lemparkannya. Wuuungggg!! Desss!!! Pohon besar yang dicabut, dimainkan dan di-
lempar itu menghantam orang berbulu hitam yang
langsung mencelat. Bersamaan dengan itu terdengar
kaingan yang bernada ketakutan.
Sosok orang berbulu hitam tengah meringkuk


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di tanah dengan kepala mendongak dan bibir yang ma-
sih meneteskan air liur.
Mendapati keadaan orang berbulu hitam sudah
tak mampu lagi berbuat apa-apa, Beruang Mambang
cepat bertindak, Dengan terburu-buru orang tinggi be-
sar ini mengangkat kaki kanannya dan siap diinjakkan
ke kepala Manusia Serigala yang kendati pasrah na-
mun segera membuka mulutnya.
Plak! Tangan kiri Beruang Mambang sudah menda-
hului menampar wajahnya hingga kali ini air liur yang menetes telah bercampur
dengan darah diiringi dengan
kaingan kesakitan. Saat itu pula orang berkepala plontos meneruskan gerakan kaki
kanannya! Tetapi.... Wuuussss! Des! Satu tenaga tak nampak mendadak saja berde-
sir kuat dari arah kanan dan menghantam kaki Be-
ruang Mambang yang siap menginjak hancur kepala
Manusia Serigala. Kalau sejak tadi orang bertubuh
tinggi besar ini tak mengeluarkan teriakan apa-apa
terkena serangan Manusia Serigala, kali ini dia meme-
kik tertahan dengan tubuh yang agak terhuyung.
"Manusia sinting mana yang berani ikut cam-
pur urusan Beruang Mambang"!" sengatnya seketika tatkala dia sudah dalam keadaan
tegak. Kedua mata
besarnya dipentangkan dengan wajah membesi.
Namun mendadak saja lelaki berkepala plontos
ini surut satu tindak dengan suara tertahan tatkala
melihat satu sosok tubuh melenggang santai keluar
dari ranggasan semak yang berjarak lima belas tombak
dari hadapannya. Dan setiap kali si orang itu melang-
kah, terdengar suara gemerincing yang ternyata beras-
al dari gelang-gelang yang melingkar di kedua kakinya yang kurus.
*** "Rupanya ada manusia botak yang sedang jual
maut. Hik hik hik... di hadapanku lagi! Sungguh suatu pemandangan yang sangat
menggetarkan! Sekaligus
menjijikkan dan memuakkan!" Orang yang baru da-
tang mengeluarkan suara bernada nyaring seraya me-
langkah. Berjarak lima tombak dari hadapan Beruang
Mambang yang sekarang sedang menindih geramnya,
orang yang ternyata seorang nenek mengenakan ke-
baya kusam berwarna ungu berhenti. Si nenek bertu-
buh bongkok ini tersenyum. Mengerikan! Karena ke-
dua pipinya yang ditumbuhi keriput seperti masuk ke
dalam. Ini disebabkan karena si nenek tak memiliki gi-gi sama sekali.
Beruang Mambang untuk sesaat kelihatan agak
bimbang. "Nyi Polong. Nenek keparat yang berjuluk Naga Selatan. Mau apa dia
hadir di tempat ini" Jahanam betul! Keinginanku untuk meniduri Angin Racun
Barat tadi terhalangi dengan munculnya Manusia Seri-
gala yang masih mendekam tak berdaya. Dan seka-
rang, nenek peot bertongkat kepala naga ini yang
muncul. Aku tak punya urusan dengannya. Tetapi aku
tahu, setiap kali dia muncul pasti ada yang tewas. Aku harus berlaku hati-hati
sekarang."
Lalu dengan menindih hawa marah dalam tu-
buhnya, Beruang Mambang berkata, "Nyi Polong! Urusan yang kulakukan ini adalah
urusanku! Tak ada
sangkut paut dengan dirimu! Dan aku tak bermaksud
pamer ilmu di hadapanmu!"
Saat mengucapkan kalimat yang terakhir, wa-
jah Beruang Mambang membesi dengan tinju terkepal
erat. "Hik hik hik... orang yang sudah mau mampus memang selalu ketakutan dan
menjilat seperti itu. Aku senang! Sangat senang sekali mendengar kalimat yang
bernada sampah itu! Orang berkepala plontos! Urusan
kau ingin membunuh orang aneh tak ubahnya seperti
serigala ini bukan urusanku! Itu ku benarkan! Tetapi kau telah berlaku pamer di
hadapanku! Kedua tanganku sangat gatal bila tak mencabut nyawa orang
yang pamer kekuatan di hadapanku! Tetapi niat bisa
dibatalkan bila kau jawab satu pertanyaan!!"
"Kesaktian nenek peot ini beberapa puluh ta-
hun lalu begitu santer. Lalu menghilang begitu saja
tanpa seorang pun tahu sebabnya. Aku tak yakin bisa
menang bila bertarung dengannya. Tetapi, ilmu kebal
yang kumiliki rasanya mampu untuk menandinginya.
Hanya saja, tujuanku tetap Bidadari Hati Kejam. Baik-
nya akan kujawab pertanyaan yang datang." Memikir begitu, dengan tetap menindih
rasa marahnya Beruang
Mambang berkata, "Tak tahu ke mana perginya angin, ke utara atau ke selatan. Tak
tahu pula harus menjawab apa dari pertanyaan. Tetapi, bisa dicoba biar segalanya
lancar!" "Hik hik hik... bicaramu seperti seorang penyair yang kemalaman. Aku jadi ingat
kakek keparat berjuluk Pendekar Bijaksana yang setiap kali berbicara sela-lu
mengalun dan mengeluarkan syair-syair. Orang je-
lek kepala licin! Katakan kepadaku, di mana Iblis Cadas Siluman berada"!"
Sejenak Beruang Mambang tergugu mendapati
pertanyaan orang. "Hmm... nenek jelek ini mencari Iblis Cadas Siluman. Urusan
apa dia dengan perempuan
bertelinga sebelah itu yang kuhajar tatkala ku pu-
tuskan untuk menculik gadis yang masih pingsan itu"
Apakah...."
"Hik hik hik... aku tak suka buang waktu! Ke-
terdiaman mu kuanggap kau tak tahu harus menjawab
apa. Berarti, niatku tetap sama. Kau harus mampus!"
Nyi Polong atau yang berjuluk Naga Selatan
yang memutus kata-kata dalam hati Beruang Mam-
bang, siap menggerakkan tangan kanannya yang me-
megang tongkat hitam berkepala naga. Beruang Mam-
bang tersentak dan berseru cepat, "Tunggu! Aku bisa
jawab pertanyaanmu itu!!"
"Hik hik hik... sekejap saja kau terlambat, ma-
ka nyawamu akan menjadi penghuni alam neraka yang
terendah!!"
"Keparat! Aku jadi penasaran ingin bertarung
dengannya! Ingin kulihat seperti apa wajahnya bila dia kukalahkan. Tak sabar
rasanya ingin melihatnya seperti itu. Tetapi, urusanku tetap pada Bidadari Hati
Kejam!" maki Beruang Mambang dalam hati. Lalu dengan mementangkan kedua matanya
orang ini berkata,
"Orang yang kau tanyakan, pernah kulihat di sekitar gugusan batu kapur di mana
Goa Seratus Laknat berada! Tetapi aku tak yakin dia masih berada di sana
atau tidak setelah ku tinggalkan tempat itu!"
"Goa Seratus Laknat! Hik hik hik... kupikir goa
itu hanya dongeng belaka! Bagus! Bagus! Kalau begitu, Iblis Cadas Siluman telah
siap menjemput ajal. Kau
masih bisa menghirup udara segar, Beruang Mam-
bang!" Habis kata-katanya, Naga Selatan melenggang santai meninggalkan Beruang
Mambang yang menggeram. Gemerincing dari kedua kakinya terdengar cukup
ramai. "Jahanam! Aku bersumpah! Suatu saat akan
ku-bunuh perempuan tua jahanam itu!!" geramnya dingin. Dan tatkala kepalanya
dialihkan pada sosok
Manusia Serigala, Beruang Mambang tersedak kaget
hingga mundur satu langkah. Kejap lain terdengar su-
aranya menggelegar hingga menggugurkan dedaunan.
"Setan laknat! Ke mana manusia sialan itu
menghilang"! Apakah.... Bangsat seribu bangsat!!" Suaranya lebih keras tatkala
mengalihkan pandangan
pada tempat di mana Angin Racun Barat tadi tergele-
tak. "Ke mana pula perginya gadis yang pingsan tadi"
Sungguh laknat! Ini gara-gara nenek jahanam berpa-
kaian ungu itu! Akan kubunuh perempuan itu seka-
rang juga!!"
Dengan kemarahan tinggi, orang berkepala
plontos ini segera mengempos tubuh dengan cepatnya.
Tubuhnya yang tinggi besar dan seakan sulit untuk
dibawa melangkah, bukan merupakan suatu halangan
baginya untuk bergerak cepat.
Bab 2 PEMUDA berparas tampan berpakaian putih-
putih itu menghentikan larinya di sebuah tempat yang
dipenuhi pepohonan cukup lebat. Kemunculannya
yang tiba-tiba itu, mengejutkan beberapa ekor kelinci yang tadi banyak
berkeliaran dan sekarang berlarian
masuk kembali ke sarangnya. Dari kejauhan terdengar
suara air yang bergemuruh. Tanda ada sebuah sungai
yang tentunya mengalirkan air deras di sekitar sana.
Wajah tampan si pemuda nampak berkeringat
Kepalanya yang berambut panjang bergerak ke kanan
dan kiri. Sepasang matanya yang tajam dengan sek-
sama memperhatikan tempat di sekelilingnya. Setelah
beberapa saat, si pemuda menarik napas kuat-kuat
dan dihembuskan dengan cara yang sama.
"Sudah cukup lama kukira aku mengejar orang
keparat yang membawa tubuh Diah. Tetapi orang ber-
pakaian putih yang sepertinya terbuat dari kulit binatang itu seolah lenyap
ditelan setan! Diah... apa yang tengah kau hadapi sekarang?" Pemuda ini
mengeluarkan suara keluhan, sarat dengan duka yang selama
ini tak pernah dirasakannya dan kemarahan yang
menggelora di dada. Berpilin jadi gumpalan. Setelah menarik napas, kembali
pemuda yang tak lain Pendekar Judi adanya ini keluarkan desisan, "Maafkan aku,
Diah. Aku sungguh tak menyangka akan terjadi seperti
ini. Sesuatu yang justru menimpa dirimu. Tak seha-
rusnya aku lengah setelah berhasil membunuh Iblis
Seribu Muka yang menyamar sebagai diriku."
Murid Malaikat Judi ini justru lebih masygul
tatkala mengingat kalau gadis berpakaian biru kehita-
man dengan rambut dikepang dua itu menaruh cinta
yang dalam pada dirinya. Sementara dia tak bisa men-
gubah rasa cintanya kecuali sebagai seorang kakak
terhadap adiknya.
Lebih-lebih, mengingat kalau dirinya pernah di-
tolong oleh Angin Racun Barat tatkala sudah tak ber-
daya setelah dikalahkan secara licik oleh Iblis Seribu Muka sebelum menyamar
sebagai dirinya.
Pemuda ini menengadah. Menatap arakan awan
putih yang nampak bergumpal di langit yang cukup
cerah. Hari tak begitu terik seperti tadi. Di kejauhan, nampak biasan sang surya
mulai menjingga. Tanda sebentar lagi senja akan datang.
"Diah... maafkan aku. Aku menyesali semua ini
terjadi. Aku sangat menyesal! Aku bersumpah atas
nama. langit dan bumi! Bila terjadi sesuatu pada diri-mu, akan kubunuh siapa pun
yang melakukannya!!"
seru Pendekar Judi sambil mengepalkan kedua tan-
gannya. Dan mendadak saja seperti orang kehabisan
tenaga, pemuda ini jatuh berlutut.
Dirangkapkan kedua tangannya pada wajah-
nya. Lalu terdengar tarikan nafasnya berulang-ulang dan suara sarat penuh
penyesalan, "Maafkan aku, Di-ah!.. aku bersumpah! Ya, aku bersumpah!!"
"Jahanam! Pemuda keparat tak tahu diuntung!
Setelah muridku mendapat celaka dan tak diketahui
bagaimana nasibnya sekarang, kau berani bersumpah
busuk yang tak ada artinya!!" satu suara memecah ke-laraan sekaligus penyesal
yang melanda diri Pendekar
Judi. Pemuda itu segera mengalihkan pandangan ke
belakang. Dilihatnya seorang nenek berambut hitam
panjang awut-awutan mengenakan pakaian berwarna
jingga telah berdiri di belakangnya dan menatapnya
dengan pandangan geram. Untuk sesaat Pendekar Judi
tergugup. Lalu perlahan-lahan dia berdiri dan berucap.
"Orang tua...."
"Kau harus bertanggung jawab atas semua ini,
Cakra! Bila saja tak kau tolak cinta Diah Srinti sebelumnya, dia tak akan pernah
meninggalkan tempat!
Tetapi gara-gara kau tolak cintanya, dia meninggalkan ku! Dan tak kusangka kalau
akhirnya akan jadi begini!" putus si nenek yang hanya memiliki telinga kiri sa-
ja yang dicanteli anting sebanyak tiga buah. Wajahnya yang dipenuhi keriput itu
nampak geram bukan buatan.
"Maafkan aku, Nek. Sungguh, aku tak pernah
menyangka kalau pada akhirnya akan jadi begini," ka-ta Pendekar Judi dengan
suara perlahan.
Si nenek berhidung bulat dengan bibir tebal
yang tak lain Iblis Cadas Siluman adanya menggeram.
Dengan mata disipitkan dia berucap dingin dan tegas,
"Kau temukan jejak di mana orang berkepala
plontos yang menyerangku dan menyambar tubuh mu-
ridku?" Pendekar Judi menggelengkan kepalanya.
"Aku kehilangan jejaknya, Nek. Tetapi...."
"Bila jahanam keparat itu kutemukan, akan
kupuntir batang lehernya hingga patah berlipat!" ge-
ram Iblis Cadas Siluman seraya menggerakkan tangan
kanannya ke samping.
wuusss! Angin deras menderu menimbulkan suara se-
perti besetan. Berjarak lima tombak dari sana, dua batang pohon langsung patah
bagian tengahnya dan ja-
tuh dengan suara berdebam. Tanah dan ranggasan
semak yang kejatuhan dua batang pohon itu muncrat
beberapa kejap.
Puas melampiaskan sedikit kemarahannya, si
nenek palingkan kepala lagi pada Pendekar Judi yang
hanya terdiam. "Kau tahu di mana orang berbulu hitam lebat
yang bergerak seperti seekor serigala"! serunya kemu-
dian "Aku tidak melihatnya, Nek. Entah siapa orang bertingkah laku aneh itu."
"Sekarang semuanya menjadi urusanku! Aku
tak mau melihat kau mencoba menolong atau berada
di sisi muridku! Seharusnya, kemunculanku ke dunia
ramai ini selain mencari muridku itu juga untuk
menghukum mu! Bahkan untuk meminta pertang-
gungjawaban gurumu yang tak bisa menguasai dirimu!
Tetapi aku membenarkan kata-katanya, kalau cinta
tak bisa dipaksakan! Makanya, jangan lagi kulihat kau bersama-sama dengan
muridku!! Kau paham, Cakra"!
Dan jangan sampai aku membuka urusan dengan gu-
rumu!! Perlu kau tahu, ini semua gara-gara dirimu!
Jahanam! Tak seharusnya aku mengurungkan niat
untuk memberimu pelajaran!!"
Pendekar Judi kelihatan serba salah. Sedikit
banyaknya dia membenarkan kata-kata Iblis Cadas Si-


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luman. Bahkan dia tak merasa sakit hati diancam se-
perti itu; "Jawab ucapanku kalau tidak ingin kubuat tu-
buhmu seperti kedua batang pohon itu!!" bentakan si nenek terdengar keras.
Pendekar Judi gelagapan sejenak. Hatinya me-
rasa tak enak mendapati tatapan tajam si nenek berte-
linga sebelah ini. Lalu perlahan dianggukkan kepa-
lanya. "Tetapi, sumpah telah kuucapkan. Aku akan...."
"Kalau kau lakukan sumpah sialan mu yang
tak berguna itu, akan kukirim nyawamu ke neraka!!"
Tak ada yang bisa diperbuat pemuda berpa-
kaian putih bersih ini kecuali terdiam dan mengang-
gukkan kepala. Terpaksa karena tatapan mata si ne-
nek bertelinga sebelah itu begitu tajam.
Di kejap lain, Iblis Cadas Siluman sudah me-
langkah meninggalkannya dengan geraman tinggi.
Tinggal Pendekar Judi yang semakin diliputi ra-
sa bersalah mengingat keadaan Angin Racun, Barat
yang sampai saat ini belum diketahuinya.
"Aku tak bisa berpangku tangan. Aku harus
menemukan Diah biar bagaimanapun akibatnya. Teta-
pi sebaiknya, aku mengambil arah yang berlainan den-
gan Iblis Cadas Siluman."
Habis membatin seperti itu, Pendekar Judi
mengambil arah ke kanan dan mulai berlari.
*** Waktu terus melangkah. Gumpalan awan putih
di langit semakin tergeser perlahan-lahan. Sang surya pun mulai memasuki
peraduannya. Beberapa ekor burung nampak beterbangan di kejauhan dan memben-
tuk siluet yang cukup menawan.
Beberapa kejap kemudian, satu sosok tubuh ti-
ba di tempat di mana Pendekar Judi bertemu dengan
Iblis Cadas Siluman. Orang yang baru datang ini
memperhatikan sekelilingnya yang direjam kesunyian
barang sejenak. Lalu mendesis, "Aku ingin tahu ada apa di balik semua ini"
Kemunculan orang berkepala
plontos yang ku yakini Beruang Mambang cukup men-
gejutkan. Seingatku, orang itu memiliki urusan dengan Bidadari Hati Kejam. Entah
urusan apa. Dan entah
mengapa pula Beruang Mambang menculik murid Iblis
Cadas Siluman. Apakah sesungguhnya dia memiliki
urusan dengan perempuan berpakaian jingga itu" Dan
sebuah rahasia lama yang terpendam antara Mata Ma-
laikat, Dewi Segala Impian dengan Hantu Seribu Tan-
gan kini terkuak dengan persoalan yang sungguh-
sungguh mengejutkan." Perempuan yang baru muncul menghentikan desisannya.
Lalu menyambung, "Urusan memang banyak di
muka bumi ini. Urusan hati dan jiwa yang terkadang
terlalu sering melingkupi jiwa manusia. Dan yang
membuatku sekarang tidak enak, ke mana perginya
muridku yang berjalan bersama Manusia Pemarah se-
telah perjumpaan di Hutan Seratus Kematian" Menga-
pa keduanya belum tiba di Goa Seratus Laknat" Apa-
kah ada sesuatu yang menimpa mereka" Sebenarnya,
ada sebuah persoalan yang masih ku tutupi sampai
hari ini. Persoalan yang nampaknya belum terbuka.
Dan kuharap tak, seorang pun yang mengetahuinya
sebelum teka-teki tentang Beruang Mambang dan Ma-
nusia Serigala yang kulihat mendadak melompat dan
mengikuti orang berkepala plontos itu terbuka.
Hmmm... di mana orang tinggi besar itu sekarang?"
Perempuan setengah baya berwajah jelita yang
menampakkan ketenangan dan mengenakan pakaian
panjang biru kehitaman ini terdiam. Di kepalanya ter-
dapat sebuah tudung berbentuk kerucut. Di pergelan-
gan kedua tangannya terdapat gelang bermatakan ber-
lian. Begitu pula dengan jari jemarinya yang lentik,
terdapat cincin bermatakan berlian.
"Ternyata yang dikatakan Pendekar Bijaksana
saat meninggalkan gugusan batu kapur memang be-
nar. Tetapi, tak seluruhnya benar. Dia datang memang
bukan untuk menghukum murid laknat yang berjuluk
Hantu Seribu Tangan. Tetapi, sisi gelap dalam kehidu-
pan yang tak mudah diselami ini tak bisa diajak ber-
sahabat. Urusan selalu datang membentang. Begitu
panjang dan seperti berupa rangkaian demi rangkaian.
Sebaiknya, ku tinggalkan tempat ini sekarang...."
Kembali perempuan yang tak lain Dewi Bulan
adanya ini memandang tempat di sekelilingnya. Sete-
lah beberapa saat dia mulai hendak meninggalkan
tempat itu. Namun sebelum perempuan ini beranjak, men-
dadak saja kepalanya ditolehkan ke belakang. Wajah-
nya yang tenang semakin memancarkan ketenangan.
Di lain kejap, terlihat bibirnya tersenyum, "Hmm... si nenek berkonde. Jelas
sekali dia mempunyai kepentingan dalam urusan ini. Bagus! Aku akan menanyakan
urusan apa dia dengan Beruang Mambang yang nam-
paknya terbuka kembali. Tetapi yang lagi-lagi membu-
atku bingung, mengapa justru murid Iblis Cadas Silu-
man yang dilarikan oleh lelaki tinggi besar berkepala plontos itu?"
Sosok tubuh yang berkelebat di kejauhan kini
mulai mendekat dan berhenti berjarak tiga tombak di
hadapan Dewi Bulan. Sosok berpakaian kebaya batik
dengan rambut dikonde yang baru datang itu seolah
tak hiraukan siapa adanya orang di hadapannya. Dia
langsung keluarkan dengusan tatkala mendapati pan-
dangan perempuan bertudung kerucut yang lekat pada
matanya. "Apa-apaan kau menatap ku seperti itu, hah"!
Apa kau pikir bisa menandingi kecantikanku"!"
Dewi Bulan yang berpenampilan tenang terse-
nyum. "Tak ada maksud apa-apa melakukan hal itu.
Tetapi, ada pertanyaan yang mengganjal."
Bidadari Hati Kejam kembali keluarkan dengu-
san. "Aku bukan tempat orang yang bisa kau jadikan sumber jawaban! Justru aku
yang hendak ber-
tanya! Kau tiba di sini, tentunya hendak mencari orang berkepala licin tandas
itu, bukan" Katakan, apakah
kau telah menemukannya?"
Dewi Bulan menggelengkan kepalanya.
Bidadari Hati Kejam menggeram, "Tak mungkin
dia bisa bergerak secepat itu! Tetapi bisa saja bila ternyata sekian tahun
manusia keparat itu memperdalam
ilmunya lagi...." Lalu dialihkan pandangannya pada Dewi Bulan, "Mengapa kau
masih berada di sini,
hah"!" Dewi Bulan tak menghiraukan bentakan si nenek berkonde. Masih tersenyum
dia bertanya, "Kunti...
puluhan tahun pernah kudengar kau bentrok dengan
Beruang Mambang. Dan tak pernah disangka orang itu
kini muncul kembali. Bisakah kau jawab urusan apa
yang...." "Tadi kukatakan, jangan campuri urusanku!!"
bentak si nenek berkonde dengan kedua mata melotot.
"Kau perlu tahu Dewi Bulan, manusia itu akan mati di tanganku!!"
"Tak ku paksa kau untuk menjawabnya. Dan
tak bisa ku tahan apa yang hendak kau lakukan pa-
danya. Lalu bagaimana dengan nasib murid Iblis Ca-
das Siluman?"
"Bila nasibnya buruk dia akan sengsara. Bila
nasibnya baik dia akan selamat!"
"Tidakkah kau merasa ini semua karena mu?"
"Perasaan itu hanya sedikit saja dan segera ku
tepiskan. Kalaupun orang keparat berjuluk Beruang
Mambang itu membawanya, jelas bukan urusanku! Te-
tapi, orang itu sendiri adalah urusanku!!" ucap si nenek berkonde keras. Kendati
berucap demikian, Dewi
Bulan dapat melihat pancaran kecemasan di sepasang
mata kelabu yang celong ke dalam milik si nenek ber-
konde. Dicobanya untuk membuka tabir urusan lalu
yang nampaknya disembunyikan dan dipertahankan
untuk tak diketahui orang lain oleh Bidadari Hati Ke-
jam. "Masihkah kau tak mau mengatakan urusan
apa yang terjadi antara kau dengan Beruang Mambang
yang nampaknya mulai terbuka lagi sekarang?"
"Jangan memaksaku untuk berbuat yang tidak
enak, Dewi Bulan! Dan jangan memancingku untuk
menurunkan tangan!"
"Aku tak yakin kau akan melakukannya seperti
itu." Bidadari Hati Kejam memaki dalam hati, "Keparat betul perempuan bertudung
kerucut ini! Dia benar-
benar mampu menekan ku. Sudah tentu aku tak akan
melakukan apa yang barusan kukatakan! Tetapi aku
tak ingin urusan ini terbuka sekarang! Kalau bisa,
urusan ini akan tetap terpendam selamanya, sementa-
ra Beruang Mambang terkapar!!"
Memikir demikian, dengan suara yang tetap di-
baluri bentakan keras, si nenek berkonde membuka
mulut, "Dewi Bulan! Aku tak bisa menjawab perta-
nyaanmu itu! Sekarang jangan halangi langkahku!"
Dewi Bulan hanya tersenyum dan menyingkir.
'Tak pernah ku halangi langkahmu!!"
Si nenek berkonde kembali keluarkan dengu-
san. Lalu melangkah. Dan berjarak dua tombak dari
Dewi Bulan dia segera berlari. Sambil berlari dia mendesis, "Maafkan aku, Dewi
Bulan. Urusan itu hanya aku dan Beruang Mambang yang tahu. Urusan yang
lama sekali. Urusan yang tak bisa ku pungkiri betapa
beratnya menghadapi semua ini. Kelak, kau akan tahu
segala urusan yang ada padaku."
Sementara itu Dewi Bulan masih tersenyum
menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau tak pernah berubah, Kunti. Tetapi aku bi-
sa mengerti karena memang begitulah sifatmu. Mung-
kin kau merasa belum tiba saatnya kau membuka
urusan itu. Tetapi kelak, aku yakin semuanya akan
terbuka. Hmm... sambil lalu menemukan di mana An-
gin Racun Barat, aku juga ingin tahu apa yang terjadi dengan muridku yang
berjalan bersama Manusia Pemarah. Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan mere-
ka?" Perempuan bertudung kerucut itu terdiam sejenak. Kejap lain, dia sudah
berlalu meninggalkan
tempat itu yang kembali dibungkus sunyi.
*** Bab 3 GUMPALAN awan hitam pekat berarak. Sinar rembulan tak bisa tembusi gumpalan awan
hitam itu. Namun
beberapa kejap saja, arakan awan hitam itu perlahan-
lahan bergerak. Kini langit terang benderang dalam se-pi yang menggigit.
Ternyata malam ini bulan bersinar
penuh, bulan purnama.
Di saat angkasa merebak sepi, mendadak satu
suara keras terdengar di kejauhan seiring angin yang
datang bergulung dahsyat.
"Kraaaaghhhh!!"
Kejap lain nampaklah satu bayangan raksasa terbang
di angkasa yang ternyata adalah seekor burung raja-
wali raksasa. Begitu besarnya seolah menghalangi si-
nar purnama. Pemuda yang duduk di punggung burung raja-
wali itu berkata, "Bwana! Aku menangkap kelebatan tubuh yang sangat cepat di
bawah sana! Bisakah kau
terbang merendah?"
Burung rajawali raksasa itu mengkirik. Dan
mendadak saja menukik, hingga gerakan tubuhnya
menimbulkan angin yang cukup kencang. Si pemuda
menahan napas dari pacuan angin yang menerpa wa-
jahnya. Lalu mendadak saja pemuda ini berdiri.
"Sekarang, Bwana!!"
Habis kata-katanya, pemuda berpakaian kee-
masan itu langsung melompat. Sungguh suatu perbua-
tan yang sangat nekat. sekaligus menakjubkan. Begitu
melompat si pemuda memutar tubuh dua kali dan
hinggap di dedaunan sebuah pohon. Hanya sekejap.
Karena daun-daun pohon itu hanya dijadikan sebagai
alas untuk memicu tubuh melompat ke bawah.
Beberapa kejap kemudian, pemuda ini sudah
hinggap di tanah tanpa kurang suatu apa. Dihembus-
nya napas yang saat melompat tadi ditahan. Lalu di-
dongakkannya kepala. Dilihatnya burung rajawali rak-
sasa tadi sudah mengangkasa dan terbang menjauh
dalam arungan malam cerah. Hanya suara koakannya
yang masih terdengar.
Pemuda yang kini hinggap di tanah dan tak lain
Rajawali Emas adanya memperhatikan sekitarnya yang
dipenuhi jajaran pohon.
"Hmm... orang yang berkelebat tadi kulihat ber-
gerak ke arah timur. Sebaiknya kuikuti saja ke mana
dia pergi."
Dengan mempergunakan ilmu peringan tubuh
yang dipadukan dengan tenaga surya yang membuat
tubuhnya bisa bergerak laksana angin, pemuda dari
Gunung Rajawali ini melesat cepat melewati ranggasan
semak dan jajaran pohon dibantu sinar rembulan yang
penuh. Dalam beberapa tarikan napas saja Rajawali
Emas sudah melihat orang yang berkelebat tadi.
"Hmmm... melihat cirinya, aku yakin aku men-
genal-nya. Tetapi mau apa dia ke tempat sunyi ini"
Nampaknya, dia hendak mendatangi bukit di ujung
sana. Aku ingin tahu apa yang terjadi. Apakah ini me-
rupakan jawaban dari perubahan wajah orang itu saat
melihat Manusia Serigala yang mendadak muncul
mengikuti larinya Beruang Mambang yang membawa
kabur Angin Racun Barat" Aku tidak tahu. Sebaiknya
kuikuti saja."
Orang yang berjarak sekitar dua puluh tombak
di depan Tirta terus berkelebat dengan cepatnya. Pa-
kaian-nya yang berwarna biru tua panjang dan terbe-
lah empat bagian nampak berkebyar. Begitu pula den-
gan rambutnya yang panjang. Orang itu mengenakan
celana warna hitam.
"Aku tak boleh salah," gumam orang di depan itu. "Tetapi, aku tak mengharapkan
itu terjadi. Hanya saja, ciri-cirinya hampir sama. Jangan-jangan... tidak!


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku tidak boleh memutuskan lebih dulu sebelum ku-
jumpai Nyi Putiloka. Orang yang kuberikan bayiku
saat ku lahirkan."
Sosok yang ternyata seorang perempuan ini ke-
lihatan tegang alang kepalang. Dadanya yang agak
membusung naik turun saat berlari. Tubuhnya sudah
dibaluri keringat. Tetapi tak dipedulikannya, begitu
pula dengan rasa pegal pada kedua kakinya. Dia mera-
sa harus memburu waktu.
Tepat rembulan berada di atas kepala, perem-
puan berpakaian biru tua ini tiba di lereng bukit Wampar Pupu. Dihentikan
larinya dan ditariknya napas be-
rulang-ulang dengan pandangan diedarkan.
"Tempat ini sudah berubah. Dua puluh lima
tahun aku tak pernah menginjaknya. Apakah Nyi Puti-
loka masih hidup" Tetapi, kalau memang dugaanku itu
benar, mengapa dia tak mengasuh anakku" Tak
mungkin! Tak mungkin dia mengasuh anak yang se-
mula kuharapkan lahir tetapi kemudian sangat ku se-
sali! Hampir saja bayi yang baru ku lahirkan itu kubunuh dua puluh lima tahun
silam bila tak berjumpa
dengan perempuan tua yang bernama Nyi Putiloka.
Kepada perempuan itulah kuberikan anak yang akhir-
nya tak pernah kuharapkan ada setelah dia membujuk
dan memintanya."
Perempuan ini kembali menarik napas panjang.
Kejap lain dia sudah melesat ke arah kanan.
Rajawali Emas yang membuntuti dengan sejuta
keheranan dan memperhatikan dari balik sebuah batu
besar, mengernyitkan kening.
"Ada urusan apa dia datang ke tempat ini"
Apakah di sini tempat tinggalnya" Tidak, aku yakin dia bukan berasal dari tempat
ini. Hmm... baru ku tahu
kalau perempuan itu berkhianat pada Mata Malaikat
dan menjalin hubungan dengan Hantu Seribu Tangan
yang telah tewas. Bahkan dari hubungan itu telah ter-
lahir seorang anak. Jangan-jangan...."
Rajawali Emas memutus kata-katanya sendiri
tatkala mendengar perempuan itu berteriak keras dan
suaranya dipantulkan oleh dinding-dinding bukit, "Nyi Putiloka! Di mana kau
berada"! Aku Permata!!"
Tak ada sahutan apa-apa. Angin dingin ber-
hembus. Rajawali Emas mendesis lagi, "Nyi Putiloka"
Siapa orang itu?"
Sementara itu perempuan berpakaian panjang
biru tua yang terbelah empat hingga ke pinggul mem-
batin, "Aku yakin, di sinilah gubuk kecil milik Nyi Putiloka, Dua batu besar di
belakang itu adalah tanda
yang masih kuingat. Tetapi, di mana gubuk itu seka-
rang" Sebaiknya, kupanggil lagi!" Lalu dengan suara keras yang kembali
dipantulkan dinding-dinding bukit, perempuan ini berseru, "Nyi Putiloka!
Keluarlah! Aku datang ingin tahu tentang.... Oh!"
Perempuan yang memiliki wajah sangat jelita
dan memancarkan segala pesona yang sukar dite-
piskan bagi siapa pun yang melihatnya menghentikan
ucapannya. Pandangannya lekat pada beberapa buah
batu yang bertumpuk membujur. Dan di bagian
ujungnya terdapat dua buah batu yang bertumpuk
menjadi satu. "Selama ini aku tak pernah melihat ada batu
bertumpuk yang membujur dan batu bertumpuk ke
atas di ujungnya. Bentuknya seperti makam. Apa-
kah...." Dengan perasaan tegang dan terburu-buru, perempuan ini mulai
mengangkati batu-batu yang Cukup
besar itu satu persatu; Bila dia bukan orang yang me-
miliki kesaktian, sudah tentu hanya mengangkat dua
batu saja dia sudah kelelahan. Dan ternyata batu yang bertumpuk itu cukup dalam.
Tatkala perempuan ini selesai mengangkati ba-
tu-batu itu, dia terhenyak seraya surut satu langkah
ke belakang. Lalu dengan wajah tegang kembali dia
longok tempat di hadapannya yang membentuk lubang mem-
bujur. "Kerangka. Oh! Kerangka siapakah ini?" desisnya galau. "Setahuku tak
seorang pun yang hidup di tempat ini kecuali Nyi Putiloka. Jangan-jangan,
kerangka milik perempuan tua itu."
Dan mendadak sekali perempuan ini nampak
menjadi bertambah tegang. Dengan terburu-buru dia
melompat masuk ke lubang membujur dan diperik-
sanya bagian-bagian dari kuburan itu seksama.
"Tak kutemukan kerangka milik seorang bayi,"
ka-tanya setelah kembali ke tempatnya semula. Wa-
jahnya sedikit lega. Tetapi kejap lain, dia menjadi mu-rung. "Kalau memang
bayiku itu ternyata belum mati, di mana dia sekarang" Apakah Nyi Putiloka baru
meninggal akhir-akhir ini sementara bayiku tumbuh men-
jadi dewasa dan menguburkannya" Kalau memang be-
nar, Manusia Serigala itu jelas bukan bayiku. Tetapi
bagaimana dengan sebuah tanda yang kendati hanya
sekelebatan sempat kulihat" Saat Ratu Api menyerang
Manusia Serigala yang mencuri dengar percakapan ku
dengan Dewi Topeng Perak, aku memang tak Sempat
menangkap tanda itu. Tetapi sewaktu orang berbulu
itu tiba-tiba muncul entah dari mana dan mengikuti
orang tinggi besar berkepala plontos, jelas sekali kulihat tanda yang sangat
kuingat itu...."
Perempuan ini kembali terdiam. Lalu mendesis
lagi, "Bisa jadi benda sebagai tanda itu sama. Lalu ke mana bayiku bila dia
memang sudah tumbuh dewasa"
Kalaupun Nyi Putiloka mati saat bayiku masih kecil,
siapa yang telah menguburnya dengan batu-batu ini"
Mungkinkah sekian tahun alam telah menempanya
dan... oh! Bayiku!!"
Dan seperti orang kalap, perempuan berpa-
kaian biru tua ini mengibaskan tangannya berkali-kali ke muka. Berkali-kali pula
menghampar angin dahsyat
yang segera memporak-porandakan tepat itu. Batu-
batu besar yang banyak terdapat di sekitar lereng bu-
kit Wampar Pupu beterbangan seperti layaknya sebuah
kerikil dilempar. Suara berdebam berulang kali terdengar keras seiring dengan
teriakan cemas dan kelebatan perempuan berpakaian biru tua ini sambil terus
mengibaskan kedua tangannya.
"Barunaaaa! Di mana kau, Baruna"! Baru-
naaaa"!!"
Rajawali Emas yang sejak tadi memperhatikan
terdiam dengan kening dikernyitkan.
"Tingkahnya begitu aneh. Dia seperti mence-
maskan seseorang yang bernama Baruna" Siapa orang
itu" Dan ada hubungan apa hingga dia begitu mence-
maskan-nya. Jangan-jangan... ah, tidak. Aku tak boleh mengambil kesimpulan
secepat itu."
Sementara perempuan berpakaian biru tua itu
sekarang sedang terdiam dengan dada bergerak cepat.
Wajahnya membiaskan ketegangan yang sangat kenta-
ra sekali. Selagi dia tengah mengatur napas seiring den-
gan kecemasan yang melanda, mendadak terdengar sa-
tu suara lembut, "Aku yakin, kau tentunya, Permata.
Perempuan yang melahirkan seorang bayi yang kemu-
dian diasuh oleh Nyi Putiloka. Bila melihat wajah dan
ciri yang melekat padamu, tentunya tak salah bila ku-
katakan engkaulah yang berjuluk Dewi Segala Impian."
Perempuan berpakaian biru tua yang memang
Dewi Segala Impian ini menolehkan kepalanya ke
samping kanan. Setelah keinginannya gagal untuk membunuh
Hantu Seribu Tangan, orang yang telah mengelabuinya
untuk bercinta dengannya hingga dia meninggalkan
Mata Malaikat, Dewi Segala Impian yang sebelumnya
menyamar sebagai orang berpupur putih yang mena-
makan dirinya Sandang Kutung, hanya memandang
geram pada Rajawali Emas dan Bidadari Hati Kejam
yang menghalangi keinginannya.
Perempuan ini bukan tak melihat tatkala Mata
Malaikat yang puluhan tahun mencoba mencari tahu
alasan apa yang menyebabkannya memutuskan hu-
bungan, berlalu setelah mendengar kata-kata Hantu
Seribu Tangan yang menyibakkan rahasia yang selama
ini dipendamnya. Dan yang tak pernah disangka oleh
Dewi Segala Impian, kalau Hantu Seribu Tangan yang
merayunya meninggalkannya dalam keadaan hamil.
Sungguh pedih sekaligus tertanam dendam yang da-
lam pada Hantu Seribu Tangan. Dan yang tak disang-
kanya, seluruh aib yang disimpannya rapat itu terbuka di hadapan banyak orang.
Tatkala dia tengah geram
pada Rajawali Emas dan Bidadari Hati Kejam yang
menghalangi keinginannya untuk menghabisi nyawa
Hantu Seribu Tangan yang tengah sekarat, saat itulah
seorang lelaki berkepala plontos muncul dan menyam-
bar Angin Racun Barat yang pingsan. Bukan orang itu
yang membuat Dewi Segala Impian tertegun, melain-
kan sosok orang penuh bulu yang melompat keluar en-
tah dari mana lantas menyusul orang berkepala plon-
tos. Kendati hanya sekejap, Dewi Segala Impian me-
nangkap sesuatu yang sangat dikenalnya (Untuk lebih
jelasnya, silakan baca episode: "Hantu Seribu Tangan"). Orang yang bersuara tadi
seorang lelaki berusia cukup lanjut. Rambutnya putih panjang dengan kumis
dan jenggot yang menjuntai. Sepasang alisnya yang
putih pula seperti saling bertaut. Seluruh tubuhnya di-lapisi kulit yang tipis.
Mengenakan pakaian ala seo-
rang imam berwarna abu-abu. Di pinggangnya terda-
pat sebuah baja putih yang melingkar dan berkepala
ular. Untuk sejenak Dewi Segala Impian terdiam. Di-
perhatikannya orang tua di hadapannya yang entah
muncul dari mana dengan pandangan tak berkedip.
"Sejak tadi aku tak melihat orang ini. Bahkan
suaranya belum habis seluruhnya terdengar, orang ini
sudah berada di sini. Jelas dia bukan orang semba-
rangan. Tetapi, aku tak suka urusanku dicampuri
orang!" Habis membatin seperti itu, perempuan berwajah jelita yang memiliki
suatu pesona yang sukar ditepiskan membuka mulut, "Melihat kedatanganmu yang
tiba-tiba sungguh mengejutkan. Ucapanmu tadi ku
benarkan. Akulah perempuan yang berjuluk Dewi Se-
gala Impian! Kau sudah mengenal siapa aku! Katakan,
siapa kau sebenarnya" Setelah itu, silakan tinggalkan tempat ini!"
Orang tua berpakaian ala seorang imam itu ter-
senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Wajah, tubuh, dan seluruh yang ada padamu
sungguh memberikan satu pesona yang sukar dite-
piskan. Bila kau ingin tahu, tak ada salahnya kukata-
kan, bukan" Terus terang, aku lupa siapa namaku se-
benarnya. Tetapi julukan yang diberikan orang pulu-
han tahun lalu, masih kuingat sampai sekarang. Pang-
gil aku dengan sebutan Raja Ular Baja Putih." Habis berkata begitu, orang tua
ini menyambung dalam hati,
"Mungkin inilah jawaban dari pertanyaan yang sekian tahun mengganjal. Baiknya,
akan ku pancing perempuan ini."
Kendati cukup terkejut mengetahui siapa
adanya orang, Dewi Segala Impian hanya keluarkan
dengusan pendek. Sebelum dia membuka mulut, orang
tua berjuluk Raja Ular Baja Putih itu telah berucap.
"Dewi Segala Impian, aku tahu mengapa kau
hadir di tempat sunyi dalam kelelapan malam ini. Tak
mungkin tak memiliki urusan penting yang membuat-
mu tiba di tempat ini. Dan kau mencari Nyi Putiloka
tentunya untuk menanyakan tentang bayi yang ber-
samanya, bukan?"
Mengkelap wajah Dewi Segala Impian. Lalu ter-
dengar suaranya keras dan dingin, "Jangan bicara ngaco kalau tak tahu keinginan
orang! Lebih baik tinggalkan, tempat ini!!"
Raja Ular Baja Putih hanya kembangkan se-
nyum. Tanpa menghiraukan kilatan marah dari sepa-
sang mata yang jernih namun memancarkan segenap pesona
yang sukar dihentikan, orang tua ini berkata, "Nyi Putiloka telah meninggal. Aku
yang menguburnya. Kalau
kau. "Urusan meninggalnya nenek itu bukan uru-
sanku. Bila kau tak mau tinggalkan tempat ini, aku
yang akan berlalu dari hadapanmu!" potong Dewi Segala Impian dan siap berbalik.
"Keingintahuan mu belum terlaksana, Dewi Se-
gala Impian. Bayi yang bersama dengan Nyi Putiloka
telah berusia sekitar lima tahun...."
Kata-kata Raja Ular Baja Putih itu mengurung-
kan langkah perempuan berpakaian biru tua. Sambil
mengeluarkan makian tertahan perempuan ini mem-
balikkan tubuh.
Dan tanpa menghiraukan tatapan sengit na-
mun dibaluri keingintahuan yang dalam, Raja Ular Ba-
ja Putih meneruskan kata, "Tak sengaja ku injak tempat ini dua puluh tahun yang
lalu, hanya dikarenakan
kudengar suara anak menangis. Tatkala aku tiba, ku-
lihat beberapa ekor serigala telah datang ke sini. Saat itu pikiranku mengatakan
hewan-hewan liar itu akan
memangsa si anak. Tak tahunya, hewan-hewan yang
berjumlah empat ekor itu melarikan si anak dengan
cara menyeretnya. Aku gagal mengejar mereka, karena
aku sungguh tak tahu jalan di sekitar tempat ini. Ak-
hirnya ku putuskan untuk mengubur mayat seorang
perempuan yang kelak kuketahui bernama Nyi Putilo-
ka." "Katakan! Di mana...," seperti disengat kala-jengking, Dewi Segala Impian
menghentikan ucapan-
nya. Raja Ular Baja Putih tersenyum.
"Aku tidak tahu di mana anak yang dibawa lari
oleh serigala-serigala itu. Tetapi perlu kau ketahui, setiap purnama keempat,
datang ke tempat ini seorang
laki-laki berbulu hitam yang bergerak laksana seekor
serigala. Kebiasaan itu tak sengaja kuketahui, tetapi sudah menjadi patokan bila
ingin melihatnya. Malam
ini adalah purnama keempat dari tahun ini. Makanya
aku tiba di sini. Namun anehnya, orang penuh bulu


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang selalu mengeluarkan geraman tak ubahnya see-
kor serigala belum tampak sosoknya."
"Oh!" desis Dewi Segala Impian dalam hati seraya surut satu langkah. Wajahnya
kembali dibaluri
tegang dan kecemasan. Namun kali ini tersirat rasa tak percaya. Kendati
demikian, hatinya berbisik, "Dugaanku sedikit menjadi kenyataan. Suatu kenyataan
yang sebenarnya tak kuharapkan. Apakah...."
Di kejap lain, Dewi Segala Impian telah berkata
sembari memupus perasaan tak menentu di hatinya,
"Kau tak tahu urusan apa yang kuhadapi. Sekali lagi kukatakan, jangan bicara
sembarangan bila kau tak
tahu apa keinginan orang!!"
Raja Ular Baja Putih tetap tersenyum. "Kendati
mulutmu berucap demikian, tetapi di hatimu lain yang
terucap. Dewi Segala Impian, bila kau sudah tahu Nyi
Putiloka telah meninggal, mengapa kau masih berada
di sini?" Bukan buatan geramnya perempuan yang per-
nah menyamar sebagai orang yang mengaku bernama
Sandang Kutung ini. Tetapi dia tetap tak mau rahasia
yang masih tersisa dalam dirinya terbuka di hadapan
orang. Lebih-lebih pada orang yang baru dikenalnya.
Makanya dia segera berkata, "Semua karena kehadiran langkahmu di sini, Orang
Tua!" 'Tak ku salahkan kau menyesali kehadiranku.
Kupikir, malam ini orang yang memiliki sifat seperti serigala itu tidak akan
muncul. Karena sebentar lagi
purnama akan berakhir. Hanya satu yang bisa kuka-
takan sekarang. Manusia Serigala itu, barangkali ada-
lah...." Dewi Segala Impian sudah melesat meninggalkan tempat itu. Dia tak ingin
mendengar apa yang di-
katakan oleh Raja Ular Baja Putih yang membuat ha-
tinya bertambah kacau.
"Ternyata dugaanku benar. Tanda itu tak per-
nah hilang dan kulupakan. Aku yakin, saat orang pe-
nuh bulu itu melompat menyusul perginya Beruang
Mambang, kulihat sebuah kilatan cahaya pada leher-
nya. Kilatan yang berasal dari bandul kalung bergam-
barkan matahari yang pernah diberikan guruku dan
ku pakaikan pada bayi yang akhirnya kuserahkan pa-
da Nyi Putiloka. Kalung itu tak terlihat karena tertutup bulu-bulu hitam' yang
lebat. Ah, perjalanan hidupku
semakin panjang dan dipenuhi kedukaan. Yang ku se-
sali sekarang, mengapa aku memutuskan hubungan
dengan Mata Malaikat hanya karena terbujuk rayuan
manusia laknat berjuluk Hantu Seribu Tangan" Ah....
Mata Malaikat, sekali waktu aku akan meminta maaf
padamu...."
Lalu dengan perasaan yang bertambah galau,
perempuan berpakaian biru tua ini terus melesat.
Di tempat semula, Raja Ular Baja Putih mena-
rik napas panjang sambil memandang ke arah per-
ginya Dewi Segala Impian. Diperhatikannya sejenak
sekelilingnya. Lalu berkata pelan, "Ada apa dengan orang berbulu hitam lebat
yang setiap purnama keempat dalam setiap tahun muncul ke tempat ini, tetapi
sekarang tidak" Ah, segalanya mulai menjadi jelas se-
karang." Beberapa kejap berlalu dalam keheningan. An-
gin semakin dingin berhembus. Di atas sana, sinar
rembulan perlahan mulai redup dan semakin lama
kian tenggelam.
Di lain saat, Raja Ular Baja Putih telah melesat
meninggalkan tempat itu.
Rajawali Emas yang sejak tadi mengintip dan
mendengar setiap ucapan dari kedua orang itu berdiri.
Di pandanginya arah ke mana orang tua berpakaian
imam tadi pergi.
"Benar dugaanku. Manusia Serigala itu masih
ada hubungan dengan Dewi Segala Impian. Sebuah
hubungan yang tak pernah terduga sama sekali. Dan
aku yakin, Manusia Serigala itulah bayi yang terlahir dari hasil hubungan Dewi
Segala Impian dengan Hantu
Seribu Tangan. Teka-teki mulai terkuak sekarang."
Di ufuk barat sana, bias-bias kemerahan sang
fajar mulai nampak.
Pemuda dari Gunung Rajawali ini menimbang-
nimbang. "Apakah sekarang aku harus mengikuti ke mana perginya Dewi Segala
Impian dan Raja Ular Baja
Putih" Atau... berusaha menemukan murid Iblis Cadas Silu-
man yang dibawa lari Beruang Mambang" Hmmm...
ada urusan apa antara orang berkepala plontos dengan
Guru sebenarnya" Apakah.... Oh! Sampai hari ini aku
belum melihat Manusia Pemarah yang menurut Guru
berjalan bersama Dewi Berlian. Ke mana mereka" Apa
yang mereka alami?"
Dan sebelum pemuda yang di punggungnya
terdapat sebilah pedang berwarangka dipenuhi jun-
taian benang emas ini memutuskan, mendadak ter-
dengar gerengan tinggi, pelan, lambat, dan cepat. Seperti berirama. Seperti
hendak menyampaikan sesua-
tu. *** Bab 4 SEKETIKA Rajawali Emas mengalihkan pandangan ke arah kanan. Dilihatnya, di
sebuah batu besar yang
terdapat di sebelah utara dari bukit Wampar Pupu sa-
tu sosok tubuh dipenuhi bulu hitam lebat berada da-
lam keadaan merangkak. Dan jelas sekali dalam bo-
pongannya nampak satu sosok tubuh berpakaian biru
kehitaman yang tergolek.
Sepasang mata tajam milik pemuda bersenjata-
kan Pedang Batu Bintang sebuah pedang yang berasal
dari benda sakti yang disebut Batu Bintang, dengan
hulu pedang bagian bawah terdapat sebuah bintang
dan di pangkal hulunya terdapat ukiran kepala burung
rajawali berlawanan arah terbuka lebih lebar dengan kening dikernyitkan. Untuk
sesaat, Rajawali Emas
nampak tertegun.
"Manusia Serigala!" desisnya kemudian dengan pandangan tak berkedip. "Gila!
Rupanya kebiasaan Manusia Serigala yang dikatakan orang tua berpakaian
ala seorang imam itu benar adanya. Entah mengapa
Manusia Serigala terlambat tiba di sini. Dan siapa
orang yang berada dalam bopongannya" Nampaknya
tak berdaya. Pingsan, ataukah terluka?"
Di batu besar berjarak sekitar tiga puluh tom-
bak itu, sosok orang penuh bulu yang di pundaknya
tergolek satu sosok tubuh berpakaian ringkas biru ke-
hitaman, kembali mengeluarkan suara seperti yang
pertama kali di-dengar oleh Rajawali Emas.
Rajawali Emas mendengarkan dengan seksama,
dengan dibuncah berbagai perasaan tak menentu.
"Aku jarang mendengar suara seekor serigala
seperti itu. Penuh irama. Dan sepertinya sebuah tanda.
Ataukah sebuah pesan" Tetapi, pada siapa tanda atau
pesan itu hendak disampaikan" Tak kulihat siapa pun
di sini. Jangan-jangan, Dewi Segala Impian atau Raja
Ular Baja Putih masih berada di sekitar sini dan pesan itu ditujukan pada
mereka" Tetapi tak mungkin. Karena Dewi Segala Impian datang ke sini justru
hendak mengetahui tentang Manusia Serigala, yang secara ti-
Hikmah Pedang Hijau 12 Pendekar Naga Putih 85 Setan Pantai Timur Memanah Burung Rajawali 14
^