Pencarian

Hantu Seribu Tangan 3

Rajawali Emas 12 Hantu Seribu Tangan Bagian 3


kepalanya dan siap terlontar keluar. Lalu katanya se-
makin terputus-putus, "Siapa pun dia... balaskan sakit hatiku karena dia telah
membunuh istriku!!"
Habis kata-katanya, mendadak saja tangan kiri
Cakar Setan menekan pergelangan tangan Rajawali
Emas yang terjingkat kaget. Rangkulannya terlepas.
Bersamaan dengan itu, tubuh Cakar Setan meluncur
deras ke dalam keranda maut!
Begitu tubuhnya rebah di sana, pintu keranda
itu tertutup. Rajawali Emas berteriak mengguntur, "Ti-
daaaakkk!!"
Dengan kelebatan cepat Tirta berusaha meno-
long Cakar Setan yang sedang kelojotan dengan teria-
kan-teriakan yang menyayat. Tetapi seperti ada satu
tenaga yang tak terlihat, tubuh pemuda dari Gunung
Rajawali ini terlempar ke belakang dan jatuh terduduk.
Dadanya terasa nyeri luar biasa. Mulutnya mengem-
bung, kejap lain dia muntah darah berkali-kali.
Begitu pandangannya dialihkan kembali pada
keranda maut, terdengar suara ledakan yang sangat
keras. Blaaammm!
Tubuh Cakar Setan pecah, lebur menjadi serpi-
han. Namun pecahan tubuh orang itu tak ada yang
terpental keluar kendati keranda maut itu berbesi ja-
rang. Kejap lain, serpihan tubuh Cakar Setan lenyap
perlahan-lahan dan menghilang sama sekali.
Rajawali Emas terduduk dengan memukulkan
tangannya berkali-kah ke tanah hingga tanah itu reng-
kah dan membentuk lubang sebesar kepalan.
Iblis Seribu Muka yang pertama kali melihat
Cakar Setan tersedot masuk hanya tersenyum, kali ini
terperangah dengan mulut menganga. Beberapa kejap
matanya terbeliak.
"Mengerikan. Sangat mengerikan," desisnya
dengan pandangan tak putus pada benda panjang hi-
tam pekat itu. Mendadak kepalanya ditolehkan ke kanan. Di-
lihatnya Rajawali Emas sudah mencelat dengan teria-
kan keras. Kedua tangannya yang terangkum tenaga
'Selaksa Surya' digerakkan!
Tetapi lagi-lagi tubuh pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini terhentak dahsyat ke belakang, seolah dihan-
tam oleh puluhan tenaga raksasa yang digabung men-
jadi satu. Semakin kuat penderitaan yang dialami oleh
Rajawali Emas. Dia berusaha bangkit, tetapi terhuyung dan ambruk lagi. Ketabahan
yang diwarisi dari ayah-nya, terlihat sekarang. Dihapusnya darah yang menga-
lir dari hidungnya. Rasa sakit di seluruh tubuhnya tak bisa ditahan lagi
sebenarnya. Tetapi pemuda ini menunjukkan kekerasannya. Kendati agak
sempoyongan, dia berdiri. Dan belum lagi pemuda tampan ini melakukan
apa-apa, terdengar suara keras, "Srang!"
Pintu keranda yang baru saja merenggut nyawa
Cakar Setan membuka. Kejap lain, sebuah tenaga dah-
syat menyedot Rajawali Emas!
*** "Celaka! Aku tak kuasa lagi untuk menahan
sekarang!!" desis Tirta dengan tubuh semakin dibanjiri keringat. Kedua kakinya
yang menahan, masuk kembali ke tanah hingga lutut.
Iblis Seribu Muka yang masih belum pulih ke-
terkejutannya melihat tubuh Cakar Setan yang menja-
di serpihan tersentak kaget. Kejap lain, terlihat senyuman di bibirnya.
"Nama besarmu akan terkubur hari ini, Rajawa-
li Emas. Ternyata tak perlu turun tangan untuk meng-
habisi nyawamu bila aku sudah bergabung dengan
Hantu Seribu Tangan. Tetapi permainan ini rasanya
akan bertambah menarik. Hmm... biar dia semakin ya-
kin akan penyamaran ku, sebaiknya aku berlaku
membantu. Setelah itu, akan kulepas!!"
Memikir sampai di sana, Iblis Seribu Muka
yang menyamar sebagai Pendekar Judi melompat dan
merangkul erat tubuh Rajawali Emas.
"Bertahan, Tirta! Jangan sampai konyol seperti
Cakar Setan!!"
"Cakra... kau hanya membuang tenagamu be-
laka. Lebih baik menyingkir!!" sahut Rajawali Emas dengan suara tertahan.
"Tidak! Kalaupun kita harus mati sekarang aku
rela! Kita mati bersama-sama!!" seru Iblis Seribu Muka yang juga merasakan
sedotan dahsyat itu. Kedua tangannya yang merangkul tubuh Tirta seperti disengat
petir! Karena begitu dipegangnya beberapa kejap, tera-sa hawa panas yang luar
biasa. "Jangan berlaku bodoh! Menyingkir, Cakra! Kau
bukan hanya bisa mati tersedot keranda celaka itu! Tetapi tubuhmu bisa hangus
karena tenaga dalammu
berbenturan dengan tenaga panas dalam tubuhku!
Menyingkir, Cakra!!"
"Tidak!"
"Jangan bertindak bodoh! Menyingkir!!" Iblis Seribu Muka semakin memainkan
peranannya dalam-dalam kendati dia sebenarnya tak kuasa
lagi merangkul tubuh Rajawali Emas. Selain bertahan
agar tidak tersedot tenaga dari Keranda Maut Pereng-
gut Nyawa, dia juga sudah tak kuasa untuk menahan
hawa panas yang mengalir di tubuh Rajawali Emas
dan melabrak dirinya. Tetapi untuk saat ini, Iblis Seribu Muka merasa harus
memainkan semua yang diin-
ginkannya. "Jangan berkata seperti itu! Kita sudah berga-
bung! Suka duka kita tanggung bersama!!"
Rajawali Emas yang bertambah berkeringat dan
wajah memucat, mengatupkan kedua rahangnya se-
makin kuat. Gigi-gigi yang beradu sudah berbunyi. Ali-
ran darahnya bertambah kacau.
Selagi Rajawali Emas menahan dan Iblis Seribu
Muka memainkan peranannya, satu sosok tubuh di
atas pohon menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya
yang kelabu dan agak masuk ke dalam bersinar pedih.
"Berita yang kudengar membawa kabar buruk.
Murid murtad telah berlaku biadab. Keranda Maut Pe-
renggut Nyawa siap cari mangsa. Sayang, aku datang
bukan untuk menghukum."
Orang tua berusia lanjut yang agak bongkok
tanpa pakaian ini kembali menggeleng-gelengkan kepa-
lanya. Saat menggeleng-geleng itu rambut putihnya
yang di kepang bergerak-gerak. Di lehernya tergantung sebuah oyot pohon yang
dirajut berbentuk kalung. Sekujur tubuhnya dilapisi kulit tipis dan dipenuhi
tonjo-lan tulang. Orang tua yang tak lain Pendekar Bijaksa-
na adanya ini menarik napas panjang.
Sebenarnya Pendekar Bijaksana menempuh
waktu yang melebihi waktu yang ditempuh oleh orang-
orang yang menuju ke Goa Seratus Laknat, tetapi den-
gan ilmu yang dimilikinya dia berhasil melampaui be-
berapa orang. Saat pertarungan Iblis Seribu Muka
dengan Cakar Setan tadi, Pendekar Bijaksana sudah
tiba di sana dan melompat ke sebuah pohon. Tatkala
dia hendak memisahkan pertarungan itulah terdengar
orang bersuara yang membuatnya terdiam. Menyusul
munculnya Keranda Maut Perenggut Nyawa yang telah
merenggut nyawa Cakar Setan.
Seperti niatnya semula, Pendekar Bijaksana
muncul hanya untuk mencari kebenaran kabar ten-
tang Hantu Seribu Tangan yang membelot dari jalan
lurus, bukan untuk hendak menghukum.
Di bawah, jarak Rajawali Emas dengan Keranda
Maut itu bertambah dekat. Tinggal dua tombak lagi.
Iblis Seribu Muka yang sebenarnya sudah tak mampu
menahan tetapi sekaligus menginginkan kematian Ra-
jawali Emas berkata menyesali, "Kita siap untuk mati, Rajawali Emas...."
"Bodoh! Menyingkir! Kau bisa mengabarkan
semua ini pada yang lainnya, Cakra! Jangan bodoh!!"
Seperti orang sedang merenungi kata-kata itu,
terdengar suara Iblis Seribu Muka kemudian, "Jangan berkata begitu!"
"Kau tak punya banyak waktu untuk menyela-
matkan diri, Cakra! Jangan berlaku konyol!!"
Iblis Seribu Muka tersenyum. Lalu katanya se-
perti menyesali, "Maafkan aku, Tirta...."
"Tak ada yang perlu dimaafkan!!"
Begitu Iblis Seribu Muka melepaskan rangku-
lannya, tubuh Rajawali Emas lebih cepat tersedot. Iblis Seribu Muka yang
terguling ke belakang dan kini jatuh terduduk tersenyum.
"Selamat jalan, Rajawali Emas."
Di pohon, Pendekar Bijaksana mengerutkan
keningnya. "Yang aneh tertangkap di mata. Yang ditutupi
tertangkap di jiwa. Baiknya, kuselamatkan pemuda
yang pernah bertemu denganku."
Di saat tubuh Rajawali Emas semakin dekat, di
saat Iblis Seribu Muka makin tersenyum, di saat Pen-
dekar Bijaksana siap menggerakkan tangan kanannya,
mendadak saja terdengar suara yang sangat keras
membedah angkasa. Menyusul gemuruh angin dahsyat
yang menggugurkan kapur-kapur!
*** Bab 10 Angin yang datang bergulung dahsyat itu me-
nerpa ke bawah. Kali ini pepohonan bukan hanya ber-
getar, melainkan tumbang dan terpental sejauh tiga
tombak. Kapur-kapur putih yang mampu memedihkan
mata beterbangan. Bersamaan dengan itu, keselama-
tan Rajawali Emas yang hanya tinggal beberapa kejap
saja tertolong. Sedotan dari Keranda Maut Perenggut
Nyawa, bagai di tarik paksa. Tubuhnya terlempar ke
belakang dan membuat si pemuda bergulingan dengan
tenaga yang seolah lenyap karena lelahnya, terhantam
angin yang menderu dahsyat itu dari angkasa.
Pendekar Bijaksana mendongak dan mengge-
leng-gelengkan kepalanya. "Bwana. Burung rajawali raksasa kesayangan Mahisa Agni
yang tentunya sekarang menjadi milik Rajawali Emas."
Sementara itu, Iblis Seribu Muka yang tadi ter-
senyum panjang karena merasa nyawa Rajawali Emas
akan putus saat itu juga, mendongak tersentak.
"Keparat! Burung sialan itu memupus hara-
panku!!" Burung rajawali berwarna keemasan dengan
cakar-cakar kedua kaki yang kukuh dan tajam, ter-
bang kembali ke angkasa dan mengeluarkan teriakan
keras seperti kesakitan.
"Kraaaaggghhh!!"
Di penghujung Padang Seratus Kematian, Bi-
dadari Hati Kejam yang sedang berkelebat berseru,
"Bwana! Hmm... kalau dia berada di sana, sudah tentu Rajawali Emas berada di
tempat itu pula!"
"Kunti... aku merasa kita telah bertambah de-
kat dengan pencarian."
"Aku juga sudah tahu!" geram Bidadari Hati Kejam sambil menambah kecepatan
larinya Mata Malai-
kat hanya tersenyum saja dan menyusul.
Di sebelah selatan, perempuan berpakaian pan-
jang warna jingga dengan telinga hanya sebelah meng-
geram, "Ada sesuatu di kejauhan. Pandanganku tak mungkin bisa dikelabui. Aku
merasa yakin, sudah ada
orang yang tiba di gugusan batu kapur itu. Mungkin di sana Goa Seratus Laknat
berada. Keparat! Kalau memang iya, aku berharap Pendekar Judi yang telah me-
nolak cinta muridku berada di sana! Hhh! Mengenai
Manusia Serigala yang dikatakan Malaikat Judi atau si Peramal Sakti akan
berjodoh dengan muridku, suatu
saat akan kubunuh. Gara-gara kehadiran Dewi Bulan,
orang aneh berwujud serigala itu lolos dari kematian.
Benar-benar kapiran! Hei...."
Orang yang tak lain Iblis Cadas Siluman ini
menghentikan makiannya. Pandangannya tajam ke
depan. Seluruh tubuhnya dibasahi keringat. "Keparat!
Berjarak sekitar lima puluh tombak, kulihat sosok
berpakaian dan berjubah putih dengan rambut beriap-
riap! Rupanya Malaikat Judi juga sudah tiba di sini!
Hmmm... kudengar suara kelebatan di belakangku!"
Perempuan yang hanya memiliki telinga kiri sa-
ja dan dicanteli anting sebanyak tiba buah, menoleh
tanpa menghentikan larinya.
"Dewi Bulan! Perempuan sialan yang mengha-
langi niatku untuk membunuh Manusia Serigala!"
Kembali ke gugusan batu-batu kapur itu, Raja-
wali Emas perlahan-lahan bangkit. Seluruh tulang pe-
nyangga dalam tubuhnya terasa patah. Dia agak ter-
huyung sesaat. Dilihatnya Bwana yang berputaran ter-
bang berjarak dua puluh tombak di atas kepalanya.
Sejenak si pemuda tersenyum.
Iblis Seribu Muka yang geram karena keingi-
nannya melihat Rajawali Emas tewas, berkelebat ke
arah Rajawali Emas. Dengan suara dibuat cemas, dia
bertanya sambil memegang tubuh Rajawali Emas yang
agak sempoyongan, "Bagaimana keadaanmu, Tirta?"
Kendati tubuhnya benar-benar lemah, pemuda
dari Gunung Rajawali ini menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak apa-apa. Cakra... berhati-hati terhadap Keranda Maut itu."
Iblis Seribu Muka menganggukkan kepalanya.
Lalu berkata dengan sangat terpaksa, "Sebaiknya...
kau bersemadi sejenak untuk memulihkan tenagamu."
Rajawali Emas hanya menganggukkan kepa-
lanya dan segera duduk bersila.
Di atas pohon Pendekar Bijaksana mendesis,
"Luar biasa! Ternyata benda itu bukanlah sebuah le-genda turun menurun dari
eyang buyut ku. Aku harus
memusnahkannya. Sayang, aku datang bukan untuk
menghukum murid murtad celaka itu!! Hei! Apa yang
hendak dilakukan pemuda berpakaian putih itu?"
Iblis Seribu Muka yang sebenarnya mempunyai


Rajawali Emas 12 Hantu Seribu Tangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

niat busuk menyuruh Rajawali Emas bersemadi itu
mengangkat tangannya siap dihantamkan pada kepala
Rajawali Emas. "Ini kesempatan baik untuk menghabi-sinya dan bergabung dengan
Hantu Seribu Tangan."
Namun mendadak saja orang ini mengurung-
kan maksud, tatkala dilihatnya satu sosok tubuh ber-
pakaian biru tua panjang terbelah empat bagian hing-
ga ke pinggang tiba di tempat itu. Wajah orang yang
baru muncul ini sangat cantik luar biasa, sebuah pe-
sona yang sukar ditepiskan bagi siapa saja yang meli-
hatnya. Iblis Seribu Muka yang geram karena keingi-
nannya pupus, terbelalak dan mendesis dalam hati,
"Luar biasa. Seumur hidupku, baru kali ini kulihat perempuan jelita yang
memiliki pesona sangat kuat. Sea-
kan melambungkan sukma ke alam impian."
Perempuan jelita yang tak lain Dewi Segala Im-
pian adanya ini mengedarkan pandangan dan berhenti
pada Rajawali Emas yang sedang bersemadi dan Iblis
Seribu Muka yang berdiri di sisi pemuda berpakaian
keemasan itu. Lalu pandangannya tertuju pada benda
hitam panjang yang menebarkan hawa mistis mengeri-
kan. "Hmmm... aku yakin, benda itulah yang disebut Keranda Maut Perenggut Nyawa.
Berarti, manusia keparat berjuluk Hantu Seribu Tangan berada di sekitar
sini!!" Perempuan jelita ini maju satu langkah tanpa mempedulikan Iblis Seribu
Muka yang sedang terpeso-na. Lalu terdengar suaranya, "Hantu Seribu Tangan!
Aku Dewi Segala Impian! Jangan menyembunyikan
wajah celaka mu saat ini! Keluar kau!!"
Iblis Seribu Muka yang sesaat terpana melihat
kecantikan perempuan yang baru datang ini memba-
tin, "Dewi Segala Impian. Namanya pernah aku dengar.
Dia datang juga untuk mencari Hantu Seribu Tangan
yang belum kelihatan batang hidungnya pula! Hmm...
kulihat Tirta sudah bergerak. Niatku gagal untuk
membunuhnya. Keparat! Mengapa tadi aku memban-
tunya menahan sedotan tenaga dari Keranda Maut itu"
Jahanam!! Mengenai Keranda Maut itu, sungguh aneh.
Karena seperti tak bereaksi apa-apa sekarang."
Teriakan Dewi Segala Impian tadi tak mendapat
sahutan apa-apa. Dengan wajah memerah geram San
suara keras, guru dari Dewi Kembang Maut yang sebe-
lumnya menyamar sebagai orang yang bernama San-
dang Kutung, kembali berteriak keras.
Beberapa kejap kemudian terdengar sahutan
keras diiringi tawa, "Permata! Sama sekali tak kusangka kalau kau akan datang ke
sini! Tetapi aku tahu,
kau menyimpan rindu yang dalam kepadaku?"
Menggeram perempuan jelita ini mendengar ka-
ta-kata orang. "Manusia keparat!! Jangan hanya berani bicara
di balik bayangan! Tampakkan batang hidungmu!!"
"Permata... kita pernah menjalin kasih yang tak
seorang pun mengetahuinya, bukan" Mengapa harus
mencari sengketa" Bukankah kita bisa bersama-sama
lagi dan memadu kasih seperti dulu?" sahutan itu terdengar bersamaan tawa
pendek. "Manusia kurang ajar! Aku datang justru untuk
membunuhmu!!" Dewi Segala Impian berteriak seraya mengertakkan rahangnya.
"Mengapa ucapanmu jadi tak enak terdengar"
Apakah kau melupakan semua yang telah kita lalui"
Apakah kau lupa kalau...."
"Tutup mulutmu!!" potong Dewi Segala Impian seraya menggerakkan tangannya.
Menghampar angin berkekuatan ganda yang
seolah memupus aroma wangi kemenyan yang berasal
dari Keranda Maut.
Blaar! Blaaar!!
Gugusan batu kapur berjarak lima belas tom-
bak di muka, berguguran. Kapur-kapur putih beter-
bangan. Rajawali Emas yang telah berdiri mengerutkan
keningnya. "Ada sesuatu yang terjadi. Aku memang belum mengenal Dewi Segala
Impian. Tetapi Guru dan
Manusia Pemarah pernah menceritakan tentangnya.
Kalau dialah perempuan yang sangat dicintai oleh Ma-
ta Malaikat dan meninggalkannya hingga Mata Malai-
kat bersumpah untuk selalu memejamkan kedua ma-
tanya sebelum mendengar alasan dari Dewi Segala Im-
pian mengapa memutuskan hubungan mereka."
Terdengar suara angker yang diiringi tawa ke-
ras. "Permata! Lama kelamaan kau membangkitkan
pula kemarahanku! Jangan menjual lagak di hadapan-
ku!!" "Setan keparat! Mengapa kau tidak keluar juga, hah"! Apakah kau ingin
seluruh gugusan batu kapur
ini kumusnahkan!!"
"Bergeraklah ke arah kanan. Pada gugusan ba-
tu kapur... hei! Kulihat banyak orang yang semakin
mendatangi tempat ini. Bagus! Biar mereka tahu siapa
aku sebenarnya!!"
Orang-orang yang berada di sana menunggu
siapa yang datang. Yang muncul kemudian adalah Ma-
ta Malaikat dan Bidadari Hati Kejam yang berteriak
marah-marah pada Rajawali Emas yang cuma men-
dengus. Lalu muncul Malaikat Judi alias si Peramal
Sakti. Dia tersenyum pada Iblis Seribu Muka yang ter-
henyak ke belakang. Orang yang diinginkan kematian-
nya muncul di hadapannya.
Menyusul munculnya Iblis Cadas Siluman. Lalu
Dewi Bulan dengan wajah selalu tenang. Masing-
masing orang berdiri berjarak satu tombak dari yang
lainnya. Dan mata masing-masing kecuali Mata Malai-
kat tentunya, memandang ke arah benda angker men-
gerikan yang mengeluarkan aroma wangi kemenyan.
Tetapi hanya sesaat, karena pandangan segera
mereka alihkan pada Dewi Segala Impian yang telah
berseru tanpa mempedulikan kehadiran orang-orang
itu, "Hantu Seribu Tangan! Hanya sekali kukatakan, tampakkan batang hidungmu!!"
Terdengar tawa yang keras, menggema di sean-
tero tempat. Masing-masing orang terperangah.
"Dewi Segala Impian! Tiba saatnya untuk me-
nampakkan diri! Aku sangat bersuka cita sekali atas
kehadiran orang-orang yang sudah tak sabar untuk
mampus! Tetapi syaratnya harus ada, bukan?"
"Keparat!!" geram Dewi Segala Impian dalam
hati. Lalu berseru keras, "Katakan!!"
"Yang kuinginkan pertama adalah Mata Malai-
kat! Bukankah dulu kita pernah...." "Setan alas!!" '
Perempuan berpakaian biru tua itu kali ini
menggerakkan kedua tangannya. Hamparan angin
dahsyat membeset hebat, menghantam gugusan batu
kapur di hadapannya yang seketika bergetar keras.
"Kau tak akan bisa menemukan ku, Permata!
Goa Seratus Laknat sangat rapat tertutup!"
Sebelum Dewi Segala Impian menyahut, Mata
Malaikat berseru sambil menelengkan kepalanya.
"Jalaseta! Puluhan tahun tak berjumpa, apakah
saat ini kau pun hendak menyembunyikan diri" Bila
akulah orang pertama yang menjadi pilihan, silakan
keluar!" "Upasara! Kau selalu bersikap tenang! Sayangnya, kau terlalu dibutakan
oleh cinta! Tak tahukah
kau, siapa orang yang telah mengkhianati seluruh cin-
ta mu"!"
"Tak usah membicarakan urusan itu sekarang!
Keluarlah!!" seru Mata Malaikat kendati hatinya bergetar.
"Bagus! Sebelum aku keluar, hadapi dulu Ke-
randa Maut Perenggut Nyawa!"
Habis kata-kata Hantu Seribu Tangan yang en-
tah berada di mana terdengar suara....
"Sraaanggg!!" '
Masing-masing orang terbelalak melihat pintu
depan Keranda Maut itu terbuka. Mata Malaikat mene-
lengkan kepalanya.
"Kesaktian dan kekejaman benda itu sudah ku-
dengar, Jalaseta! Permainan apa yang akan kau laku-
kan"!" "Kuinginkan nyawamu! Nyawa Malaikat Judi!
Dan nyawa Iblis Cadas Siluman yang tak pernah ku
pikirkan akan hadir di sini untuk menikmati kesaktian Keranda Maut!"
"Sinting!!" terdengar seruan Bidadari Hati Kejam dengan nada menyentak geram.
"Manusia setan
yang mau mampus! Mengapa kau tak muncul juga,
hah"!" Sahutan tawa pendek terdengar. "Bidadari Hati Kejam! Sebentar lagi akan
tiba kematian bagimu!"
Membesi wajah si nenek berkonde. Seraya maju
tiga langkah, tangan kanannya siap digerakkan. Na-
mun.... Mendadak saja terdengar suara tercekat dari
Rajawali Emas, "Jangan bergerak, Guru!!"
Tetapi terlambat. Sebuah tenaga berkekuatan
ganda yang berasal dari Keranda Maut telah menyedot
tubuh si nenek berkonde yang memekik tertahan!
*** Seiring dengan satu tarikan dahsyat pada Bi-
dadari Hati Kejam, meledak tawa yang sangat keras
sekali. Rajawali Emas cepat melompat menahan tubuh
gurunya. Seketika kembali dirasakan tarikan dahsyat
yang membuatnya hampir celaka sebelumnya. Bersa-
maan dengan itu, Dewi Segala Impian masuk ke dalam
tanah. Rupanya, perempuan jelita yang memiliki peso-
na sukar ditepiskan ini telah mempergunakan ilmu
anehnya. "Terobos Bumi Tumbangkan Langit'!" terdengar seruan keras dari Hantu Seribu
Tangan yang tak diketahui di mana orang itu berada. Kejap lain terdengar
tawanya yang keras, "Hebat! Kau hebat sekali, Permata! Dengan ilmu yang kau
miliki itu kau memang bisa
menemukan di mana aku berada! Tetapi sebaiknya,
biar aku yang keluar dari tempat nyaman ku ini untuk
mencabut nyawa kalian satu persatu!"
Habis kata-kata angker itu terdengar, angin
yang berhembus seolah berhenti bertiup. Kapur-kapur
beterbangan. Sementara sekarang, bukan hanya Raja-
wali Emas yang menahan tubuh Bidadari Hati Kejam.
Iblis Cadas Siluman yang geram alang kepalang men-
dengar kata-kata melecehkan dari Hantu Seribu Tan-
gan, segera mencelat dan membantu menahan. Kejap
lain dia sudah memaki-maki dalam hati, karena tari-
kan tenaga aneh dari benda yang menyebarkan aroma
wangi kemenyan itu sangat kuat!
Sementara itu, satu sosok tubuh bongkok dipe-
nuhi bulu-bulu berwarna kemerahan telah berdiri di
hadapan orang-orang itu berjarak delapan tombak.
Orang yang hanya mengenakan cawat hitam dengan
sepasang kaki kurus yang panjang terbahak-bahak.
Hidungnya besar dengan sebuah daging sebesar ibu ja-
ri di pipi kanannya. Kedua matanya turun ke bawah
dengan sinar merah yang nyalang. Kedua telinganya
kecil. Di bibir bawahnya nampak sebuah luka. Ram-
butnya berdiri jarang, berwarna kemerahan pula.
Dewi Segala Impian yang sudah muncul kem-
bali dari dalam tanah, mundur satu langkah dengan
wajah tegang. "Aneh! Benarkah orang yang berdiri di hada-
panku ini Jalaseta" Tetapi, mengapa wajahnya sede-
mikian buruk?"
Di atas sebuah pohon, Pendekar Bijaksana
yang kehadirannya tak diketahui karena tingginya il-
mu peringan tubuh yang dimilikinya, menggeleng-
gelengkan kepala.
"Kesaktian sekaligus kekejaman Keranda Maut
Perenggut Nyawa rupanya telah menyatu dengan Jala-
seta. Wajahnya yang tampan sekarang begitu mengeri-
kan sekali. Ini jelas disebabkan Keranda Maut itu. Betapa geram hatiku melihat
kepongahannya. Sayang,
aku datang hanya untuk melihat kebenaran, bukan
menghukum."
Orang yang baru muncul yang tak lain memang
Hantu Seribu Tangan adanya masih terbahak. Sepa-
sang matanya yang turun itu melirik ke arah Rajawali
Emas dan Iblis Cadas Siluman yang tengah berusaha
menyelamatkan Bidadari Hati Kejam dari sedotan Ke-
randa Maut yang tak bergerak dari tempatnya. Di lain
kejap dipalingkan kepalanya pada Dewi Segala Impian
yang masih terbelalak menyaksikan orang yang berdiri
di hadapannya. "Lama tak jumpa, kurasa kau terkejut dengan
apa yang kau lihat, Permata. Tetapi kendati wajahku
jadi rusak seperti ini, kita pernah memadu kasih dan
sama-sama mengkhianati Upasara. Kau berbakat un-
tuk menjadi orang yang memainkan peranan dalam
urusan cinta. Kita sama-sama berhubungan di bela-
kang Upasara. Dan karena kau memutuskan untuk
mengikutiku kau membebaskan diri dari Upasara.
Sungguh, suatu kenangan yang tak terlupakan. Bah-
kan, ingatkah kau Permata, kalau kau melahirkan seo-
rang anak dari hubungan denganku" Tetapi sayang-
nya, aku bosan! Tugas dari Guru harus kulaksanakan
hingga aku meninggalkanmu. Pengalaman cinta yang
tak pernah kulupakan."
Dewi Segala Impian yang masih dalam, keadaan
terkejut melihat wujud Hantu Seribu Tangan tersadar.
Tetapi terlambat. Orang di hadapannya telah membuka
seluruh rahasia yang dipendamnya. Diliriknya Mata
Malaikat yang tengah mengernyitkan kening. Dilihat-
nya Malaikat Judi alias si Peramal Sakti yang hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kepalang basah sekarang!" maki perempuan
berpakaian biru tua ini. Lalu dengan wajah ditekuk keras dia bersuara dingin,
"Seperti apa pun wujud manusia busuk di hadapanku sekarang ini, aku akan te-
tap mencabut nyawanya!!"
Hantu Seribu Tangan terbahak-bahak. "Perma-
ta! Dari setiap ucapanmu, jelas kau mendendam kepa-
daku! Bukan maksudku untuk meninggalkanmu yang
saat itu tengah hamil muda. Aku yakin, sekian bulan


Rajawali Emas 12 Hantu Seribu Tangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau terombang-ambing dalam keputusasaan karena
bayi dalam kandungan mu dan aku yang menghilang
mendadak. Tetapi sekarang, kita sudah saling tatap
muka. Mengapa kita tak kembali bersatu saja" O ya, di mana anak hasil dari
hubungan gelap yang kita lakukan?" Dewi Segala Impian benar-benar tak kuasa
menahan malu, geram, dendam, dan amarah. Dengan
mempergunakan ilmu 'Terobos Bumi Tumbangkan
Langit' tubuh perempuan ini sudah masuk ke dalam
tanah dan muncul kembali tegak lurus pada langit te-
pat di mana Hantu Seribu Tangan berdiri.
Orang bercawat hitam itu terbahak-bahak.
"Kau benar-benar membuatku marah, Permata! Jan-
gan sesali kalau ku cabut nyawamu!"
"Manusia hina, justru kau yang akan mampus
di tanganku!!"
"Di mana anak kita, Permata"!" Dewi Segala Impian tak menjawab. Dia terus
menggebah dahsyat.
Sementara itu. Mata Malaikat menarik napas panjang.
"Rasanya sekarang tak perlu menunggu dan
mengorek keterangan sebab-sebab Dewi Segala Impian
meninggalkan ku. Ternyata dia berkhianat dan berhu-
bungan dengan kakak seperguruanku sendiri. Bahkan
dari hubungan yang tak pernah kusadari karena sela-
ma itu Permata bersikap penuh kasih kepadaku, su-
dah menghasilkan seorang anak yang entah di mana
berada sekarang. Rasanya, urusanku telah tuntas.
Aku hanya bertekad untuk mencari Dewi Segala Im-
pian. Kalaupun aku tiba di sini, karena aku penasaran setelah sekian banyak
orang yang mendesak ku menanyakan di mana Hantu Seribu Tangan berada. Terma-
suk Dewi Segala Impian yang menyamar sebagai San-
dang Kutung sendiri."
Dewi Bulan maju selangkah. Perempuan berpa-
kaian biru kehitaman panjang dan mengenakan tu-
dung kepala berbentuk kerucut ini berujar sambil me-
natap Mata Malaikat, "Perjalanan mencari kepastian hidup masih panjang
sebenarnya. Jangan sampai urusan ini bikin hati susah."
Orang berpakaian hijau penuh tambalan dan
selalu memejamkan kedua matanya ini menelengkan
kepalanya. "Kau benar, Dewi Bulan. Tetapi rasanya, untuk
saat ini lebih baik mengundurkan diri dulu."
"Kau terlalu dibutakan oleh cinta, Mata Malai-
kat. Dan sekarang, kau terlalu dimatikan oleh cinta
yang sangat dalam kau rasakan."
"Semua bukan disebabkan karena aku terlalu
mengagungkan cinta. Penasaranlah yang membuatku
seperti sekarang, kendati tak ku pungkiri betapa la-
ranya aku selama ini, Dewi Bulan. Tetapi walaupun
begitu. Tak ada dendam di hatiku atas pengkhianatan
Dewi Segala Impian. Juga perbuatan hina yang dilaku-
kannya bersama Hantu Seribu Tangan. Berarti, segala
urusanku selesai. Karena aku memang tak punya si-
lang sengketa dengan kakak seperguruanku dan aku
tak ingin membuka urusan dengarnya."
"Kalau memang seperti itu, untuk apa kau ha-
dir di sini?" tanya Dewi Bulan tanpa bermaksud me-nyalahkan Mata Malaikat.
"Karena dorongan hati." "Dan hatimu telah mati sekarang." "Ya." Kendati suaranya
gemetar, Mata Malaikat masih menunjukkan sikap tegar.
"Tak ada yang disalahkan sekarang. Semuanya
menjadi keputusanmu, Mata Malaikat."
"Ya. Bila urusan Dewi Segala Impian dan Hantu
Seribu Tangan yang tak mau ku campuri selesai, aku
juga hendak meminta segala pertanggungjawaban dari
keduanya. Bila mereka masih hidup...." Orang tua berpakaian hijau penuh tambalan
yang selalu memejam-
kan kedua matanya ini menarik napas panjang. "Bagaimana dengan sumpahmu?" "Aku
akan tetap memejamkan kedua mataku, Dewi Bulan. Karena sumpah-
ku; bila aku telah mendengar alasan mengapa Dewi
Segala Impian memutuskan hubungannya denganku,
aku akan membuka kembali kedua mataku. Tetapi
yang kudengar tadi, justru dari mulut Jalaseta."
Habis kata-katanya, Mata Malaikat melangkah
perlahan kembali ke Padang Seratus Dosa. Tongkat
putihnya seolah menjadi penuntun sekarang.
Sementara itu, Malaikat Judi sedang meng-
hampiri Iblis Seribu Muka yang menyamar sebagai
Pendekar Judi dan memiliki dendam padanya.
"Mengapa kau baru tiba di sini, Cakra?"
Iblis Seribu Muka menindih geramnya. Padahal,
dia sudah tak mampu untuk melampiaskan dendam-
nya pada orang yang telah mengalahkan dan mem-
buatnya sakit hati ini. Tetapi dia tahu, menghadapi
Malaikat Judi sekarang berarti hanya membuang nya-
wa. Jalan satu-satunya dia harus memperlihatkan
keinginan untuk bergabung dengan Hantu Seribu Tan-
gan yang saat ini sedang mencecar balik Dewi Segala
Impian, dengan harapan orang bercawat hitam itu
akan membantunya menghadapi Malaikat Judi.
Hanya saja, dia berpikir lain.
"Maafkan aku. Guru. Aku menghadapi satu
masalah yang berat sekali," katanya penuh rasa hor-mat dan berharap Malaikat
Judi dapat dikelabuinya.
Untuk sesaat dilihatnya Malaikat Judi menge-
rutkan kening. Lalu tersenyum.
"Itu bukan sebuah masalah yang besar, Cakra.
Yang pasti kau telah tiba di sini dan tentunya akan segera menjalankan apa yang
ku perintah. Tetapi... apa-
kah kau masih memiliki dendam padaku, Iblis Seribu
Muka?" Terkejut bukan alang kepalang Iblis Seribu Muka mendengar kata-kata orang
di hadapannya. Sak-ing terkejutnya dia mundur tiga tindak.
"Keparat!!"
Malaikat Judi tersenyum. "Kau jelas tidak tahu
akan kebiasaan muridku, Iblis Seribu Muka. Muridku
tak pernah memanggilku dengan sebutan 'Guru', kare-
na aku memang tak menghendakinya. Tetapi dia boleh
menyebutku 'Guru' bila aku tak ada di hadapannya.
Satu hal lain, aku sangat mengenali pandangan kedua
matamu, Iblis Seribu Muka."
Sebelum Iblis Seribu Muka menyahut, terden-
gar satu suara keras, "Rupanya benar dugaanku kalau kau berada di sini, Iblis
Seribu Muka! Penyamaranmu
sudah berakhir!!" Orang yang baru datang yang ternyata seorang pemuda berpakaian
putih bersih mengang-
gukkan kepala pada Malaikat Judi. "Apa kabarmu,
Eyang" Maafkan kalau perjalananku terhambat."
Malaikat Judi justru tersenyum pada Iblis Seri-
bu Muka yang bertambah tegang, "Sebutan itulah yang biasa dilakukan muridku,
Iblis Seribu Muka."
*** Bab 11 Iblis Seribu Muka menggeram dingin. "Keparat!
Malaikat Judi, sekian lama kupendam dendam ku! Te-
tapi saat ini, tak perlu lagi meminta bantuan Hantu
Seribu Tangan untuk membalas dendam ku itu!"
Malaikat Judi hanya tersenyum saja. Pendekar
Judi berseru, "Eyang! Biar urusan ini aku yang menghadapinya!! Aku tak suka
orang yang... heeiii!!"
Iblis Seribu Muka yang merasa seluruh renca-
nanya gagal sudah menyerang dengan tenaga penuh.
Pendekar Judi yang geram karena hampir saja celaka
gara-gara Iblis Seribu Muka menyamar sebagai dirinya, tak mau bertindak ayal.
Pertarungan sengit terjadi.
Sementara itu gadis berkepang dua yang da-
tang bersama Pendekar Judi berteriak keras tatkala
melihat Iblis Cadas Siluman sedang kepayahan bersa-
ma seorang pemuda berpakaian keemasan menyela-
matkan seorang nenek berkonde. Gadis yang tak lain
Angin Racun Barat adanya ini, segera membantu.
Tetapi tarikan dahsyat yang dibaluri hawa pa-
nas luar biasa dari Keranda Maut itu bertambah men-
gerikan. Terutama tatkala terlihat benda hitam pan-
jang dengan bagian atas melengkung itu bergerak se-
perti menyeret ke belakang.
"Keparat!!" maki Bidadari Hati Kejam dengan susah payah. Tiba-tiba dia berseru
keras, "Bocah kebluk! Lepaskan diriku!" "Tidak, Guru!"
"Bocah kebluk brengsek! Kau justru membuat
napas ku sesak! Sialnya, kedua tanganmu tepat mene-
kan dadaku!!"
Rajawali Emas cuma mendengus dan berusaha
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Diliriknya per-
tarungan yang terjadi antara dua pemuda yang berpa-
kaian putih bersih dengan wajah serupa. Dia tidak ke-
lihatan terkejut sama sekali. Malah sambil menahan
tubuh Bidadari Hati Kejam dia mendesis, "Tepat seperti sangkaan ku semula. Sejak
di Padang Seratus Dosa,
aku sudah melihat getah yang mencair di wajah Pen-
dekar Judi yang baru muncul saat aku hendak me-
nunggangi Bwana. Itulah sebabnya kusuruh Bwana
pergi dan kuciptakan segala permainan judi untuk tiba di gugusan batu kapur ini.
Juga kumainkan permainan judi lainnya untuk menentukan di mana letak Goa
Seratus Laknat. Kalau memang orang yang bersamaku
Pendekar Judi yang asli, sudah tentu permainan judi
picisan dari orang seperti aku yang buta akan permai-
nan judi, dapat menebaknya dengan mudah! Hmmm...
siapa orang yang menyamar sebagai Pendekar Judi itu
sebenarnya" Dan masalah tarikan tenaga gaib berke-
kuatan tinggi dan mengandung hawa panas ini, benar-
benar celaka! Aku bisa saja meminta bantuan Bwana
seperti tadi. Tetapi tatkala dia berhasil membebaskan-ku, kudengar teriakannya
yang keras saat mengangka-
sa. Jelas kalau dia kesakitan. Bisa celaka Bwana sekarang. Rasanya aku... hei!!
Mengapa aku tidak menco-
banya" Inilah saat yang tepat. Kulihat
seorang gadis berkepang membantu nenek ber-
telinga sebelah yang berjuluk Iblis Cadas Siluman! Sebaiknya...."
"Bocah kebluk! Kau makin menekan dadaku!!"
"Wah! Dada peot seperti itu saja masih diri-
butkan!" sahut Rajawali Emas gemas. Lalu melepaskan pegangannya.
Seketika saja tarikan dari Keranda Maut itu
semakin kuat. "Bocah keparat! Kenapa kau melepaskan aku,
hah" Kau ingin aku mampus"!"
Tirta tak mempedulikan diteriakkan gurunya.
Di perhatikannya sesaat Dewi Segala Impian yang telah terdesak oleh Hantu Seribu
Tangan. Dilihatnya pula
Malaikat Judi bergerak membantu. Dialihkan pandan-
gan pada dua pemuda berpakaian putih-putih. Sepin-
tas memang sulit melihat yang mana yang Pendekar
Judi asli dan bukan. Tetapi dia tahu Pendekar Judi
yang baru datang terdesak.
Kejap lain, pemuda dari Gunung Rajawali ini te-
lah memutar kedua tangannya ke atas. Lalu ke bawah
dan kembali ke atas. Perlahan-lahan diusapnya kedua
tangannya satu sama lain. Lalu menyusul diusapkan
telapak tangan kanannya pada rajahan burung rajawa-
li berwarna keemasan pada lengan kirinya. Begitu pula sebaliknya.
Dan mendadak saja, dua bayangan raksasa me-
lesat keluar dari kedua rajahan di lengan kanan ki-
rinya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara
sama sekali. Rajawali Emas menarik napas panjang.
"Inilah waktunya untuk meminta bantuan Roh
Rajawali yang berasal dari ilmu 'Inti Roh Rajawali'.
Hmmm... kedua bayangan rajawali itu nampaknya se-
perti mengajak Bwana bercanda. Waktu pertama kali
kudapatkan ilmu ini pertama kali, kulihat Bwana tak
merasa keheranan. Dan sekarang pun seperti itu.
Tatkala kutanyakan pada Eyang Sepuh Mahisa Agni,
Eyang Sepuh justru mengatakan aku yang harus men-
cari jawabnya. Untuk saat ini biarlah."
Lalu sambil mendongakkan kepalanya, pemuda
dari Gunung Rajawali ini berseru, "Dua Roh Rajawali!
Bantu guruku melepaskan diri dari sedotan Keranda
Maut!!" Dua bayangan rajawali raksasa yang tak mengeluarkan suara itu segera
menukik. Bwana masih
terbang di angkasa.
Bukan hanya Bidadari Hati Kejam yang saat ini
nampak sudah kepayahan yang terkejut. Orang-orang
yang berada di sana pun demikian. Terutama Hantu
Seribu Tangan yang menghentikan serangannya men-
desak Dewi Segala Impian dan Malaikat Judi.
"Celaka! Apakah Keranda Maut ku mampu me-
nandingi dua bayangan rajawali aneh itu! Aku salah
langkah! Kupikir pemuda itu tak terlalu berbahaya!
Seharusnya justru dia yang kubunuh lebih dulu!!"
Sementara itu Pendekar Bijaksana yang masih
berada di balik rimbunnya dedaunan menggelengkan
kepalanya. "Beruntung sekali pemuda itu. Dalam waktu yang singkat, aku yakin
namanya akan semakin
disegani orang. Hei! Dua roh rajawali raksasa itu berhasil membebaskan Bidadari
Hati Kejam, Iblis Cadas
Siluman, dan Angin Racun Barat. Bahkan, keduanya
mengangkat Keranda Maut Perenggut Nyawa tanpa ku-
rang suatu apa! Kesaktian keranda itu tak berarti ba-
nyak. Ya, ya... bisa dimengerti. Karena kedua makhluk
aneh itu berbentuk roh. Malaikat Dewa, suatu saat
akan ku jitak kepalamu yang dulu selalu menyembu-
nyikan ilmu langka yang dahsyat itu."
Begitu merasakan sambaran angin dahsyat, tu-
buh Bidadari Hati Kejam, Iblis Cadas Siluman, dan
Angin Racun Barat yang hanya tinggal beberapa tindak
saja masuk ke keranda itu, terpental ke samping. Dan
seketika terguling dengan derasnya. Si nenek berkonde dan Iblis Cadas Siluman
masih bisa mengendalikan di-ri kendati keduanya memuntahkan darah berkali-kali.
Tetapi Angin Racun Barat langsung jatuh pingsan!
Sementara itu, bersamaan diangkatnya Keran-
da Maut di bagian ujung kanan kiri oleh dua cengke-
raman kuat dari dua bayangan rajawali raksasa, Han-
tu Seribu Tangan melompat sambil keluarkan geren-
gan keras. Dengan kegeraman tinggi, orang bercawat hi-


Rajawali Emas 12 Hantu Seribu Tangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tam ini menggerakkan kedua tangannya ke angkasa.
Wussss!! Dua gulungan cahaya berpendar meluncur ke
atas disusul dengan angin yang bergemuruh, dedau-
nan dari dua pohon yang dilalui oleh gulungan cahaya
dan gemuruh angin itu langsung hangus. Di angkasa,
cahaya itu pecah berkebyar dan menerangi alam bebe-
rapa kejap, membuat orang bercawat yang mence-
maskan Keranda Maut yang dimilikinya dibawa dua
rajawali bayangan itu menggeram keras.
"Keparat! Pukulan 'Pesisir Bunga Merah' tak
ada gunanya! Apakah...."
"Hantu Seribu Tangan! Waktu lalu kita pernah
bertemu! Kini tiba saatnya untuk menyelesaikan segala urusan!!"
Hantu Seribu Tangan seketika menolehkan ke-
palanya. Sepasang matanya yang bersinar merah men-
gerikan itu, semakin nyalang. Kejap lain orang berca-
wat ini menggeram.
"Rajawali Emas! Nyawamu akan kukirim ke ak-
hirat!!" Habis kata-katanya, Hantu Seribu Tangan yang marah dan seperti
melupakan Dewi Segala Impian dan
keinginannya untuk membunuh orang-orang di sana,
sudah melabrak dengan pukulan 'Pesisir Bunga Me-
rah'. Rajawali Emas yang sudah menduga akan hal
itu, menghindar dengan cara bergulingan. Gugusan
batu kapur di belakangnya bukan hanya bergetar, me-
lainkan ambrol bergulung-gulung ke bawah terhantam
pukulan 'Pesisir Bunga Merah'. Dan langsung pecah
menebarkan butiran kapur putih yang bertaburan.
"Hmm... waktu itu aku pernah terhantam pu-
kulan dahsyat ini. Dan Pendekar Bijaksana-lah yang
menyembuhkan ku. Dia juga mengatakan, kalau pu-
kulan 'Pesisir Bunga Merah' yang diajarkannya pada
Hantu Seribu Tangan hanya bisa ditandingi dengan il-
mu 'Matahari Rangkul Jagat'. Kalau begitu, tibalah
saatnya mempergunakan ilmu warisan dari Manusia
Agung Setengah Dewa itu."
Berpikir demikian, pemuda dari Gunung Raja-
wali ini mundur tiga tindak. Kejap lain digerakkan kedua tangannya pada arah
yang berlawanan di depan
dada. Menyusul tangan kanannya dimasukkan ke kiri
begitu pula sebaliknya. Setelah si pemuda menahan
napas beberapa saat, mendadak saja tubuhnya seperti
menyala, terang benderang dan menebarkan hawa
yang sangat panas. Tumbuhan yang tumbuh di sana
langsung mengering.
"Tak ada jalan lain. Kata-kata Pendekar Bijak-
sana harus kubuktikan."
Segera pemuda ini menggebah ke arah Hantu
Seribu Tangan yang siap pula melepaskan pukulan
'Pesisir Bunga Merah'. Anehnya, tak ada angin yang
keluar sama sekali. Tetapi terlihat dorongan cahaya
panas yang sangat terang.
Dessss!! Orang-orang yang berada di sana hanya mem-
perhatikan dengan rasa terkejut. Di samping merasa-
kan perubahan hawa yang mendadak sangat panas
seperti neraka, mereka juga melihat Hantu Seribu
Tangan kelojotan ke belakang dengan rambut yang se-
ketika kering dan rontok seluruhnya. Iblis Cadas Siluman yang telah memindahkan
muridnya yang pingsan
menarik napas panjang. Lalu dialihkan pandangannya
pada dua pemuda berpakaian putih yang sedang ber-
tarung. "Sinting! Yang mana Pendekar Judi yang asli"!"
Rajawali Emas yang kali ini kelihatan lebih
berwibawa, tak mau bertindak ayal. Dengan memper-
gunakan jurus menghindar 'Rajawali Lingkar Bumi'
dan dipadu dengan ilmu 'Matahari Rangkul Jagat' pe-
muda ini terus mencecar.
Orang bercawat yang sedang berada dalam
puncak kemarahannya menggeram setinggi langit. Ha-
wa panas dahsyat yang dipadu dengan tenaga surya
yang memancar keluar dari tubuh Rajawali Emas se-
perti tak tertahankan Pukulan sakti 'Pesisir Bunga Merah' yang dilepaskan Hantu
Seribu Tangan langsung
pupus. Tubuh orang itu terpental ke belakang dan
muntah darah beberapa kali.
Sementara itu, Rajawali Emas sendiri ter-
huyung ke belakang karena tenaganya semakin terku-
ras. Di atas pohon, Pendekar Bijaksana menggeleng-
gelengkan kepalanya. "Luar biasa. Kini tiba saatnya."
Berpikir demikian, orang tua berkalung terbuat
dari oyot pohon yang dirajut melompat dan hinggap
dengan ringannya di tanah. Lagi-lagi orang-orang yang berada di sana terkejut.
Bidadari Hati Kejam mendesis sambil menahan
sakit, "Pendekar Bijaksana. Melihat gelagatnya dia sejak tadi berada di sini.
Luar biasa! Aku sama sekali tak mengetahuinya!"
Sementara itu, Hantu Seribu Tangan yang se-
dang berusaha untuk berdiri tegak mementangkan ke-
dua matanya. Ada binar ketakutan yang sangat nam-
pak di matanya yang memerah. Tetapi segera ditindih-
nya. "Jalan panjang telah terlampaui sudah. Hantu Seribu Tangan murid murtad.
Pedih hati dan jiwa
mengetahui semua ini. Tugas yang diberikan memang
telah kau jalankan. Sayangnya, kau berbelok arah!"
Hantu Seribu Tangan mendesis ciut, "Sulit kea-
daanku sekarang ini. Jelas tak mungkin bisa bergerak
tanpa Keranda Maut Perenggut Nyawa yang dibawa
terbang oleh dua rajawali yang seperti bayangan itu."
Pandangannya dialihkan pada Rajawali Emas yang se-
dang mengatur napas. "Tak kusangka, kalau pemuda itu sanggup mengalahkanku."
"Murid murtad yang menginginkan bulan. Se-
muanya sudah selesai. Lebih baik pulang dan alihkan
jiwa pada kebaikan. Kesalahan terlalu besar. Ingin
menghukum sebenarnya. Tetapi tekad tak pernah be-
rubah." Habis kata-katanya, orang tua bongkok tanpa pakaian itu berbalik dan
melangkah. Sungguh, sebenarnya dia sangat sedih sekali melihat kenyataan di
hadapannya. Hantu Seribu Tangan terdiam sesaat. Kejap
lain, matanya yang tadi membinarkan bias ketakutan
terpentang. Mendadak saja dengan teriakan menggun-
tur, orang bercawat ini menerjang dengan kedua tan-
gan memerah hingga pangkal lengan ke arah Pendekar
Bijaksana! Rajawali Emas yang dalam keadaan letih ken-
dati terlihat lebih berwibawa, terhenyak. Segera saja dengan pencalan satu kaki
tubuhnya meluruk ke arah
orang bercawat yang siap mengirimkan pukulan maut
pada gurunya sendiri.
Desss!! Bentrokan dua tenaga sakti bertemu. Hawa pa-
nas yang memancar dari tubuh Rajawali Emas sema-
kin menggigit. Tempat itu terasa bergetar. Gugusan ba-tu kapur banyak yang
berguguran. Bahkan dua buah
gugusan batu kapur di sebelah timur ambrol. Tempat
di mana bertemunya dua tenaga sakti tadi, rengkah.
Dan memuncratkan tanah setinggi tiga tombak.
Iblis Seribu Muka yang berhasil mendesak Pen-
dekar Judi, terpental dua tombak ke belakang. Begitu
pula dengan Pendekar Judi sendiri tatkala getaran he-
bat terjadi. Iblis Cadas Siluman mendekap erat murid-
nya yang masih pingsan. Bidadari Hati Kejam mengge-
ram tinggi. Dewi Bulan - seperti biasa penuh ketenan-
gan - hanya menarik napas pendek. Dewi Segala Im-
pian yang geram karena seluruh rahasianya terbong-
kar dan tak mampu membalas semua kemarahannya,
tertunduk sambil mengerahkan tenaga dalamnya. Pe-
rempuan jelita ini sangat malu sekali pada keadaan dirinya. Sementara Malaikat
Judi yang didahului Raja-
wali Emas untuk menahan bokongan Hantu Seribu
Tangan, memandang takjub.
Pendekar Bijaksana menghentikan langkahnya.
Tanpa menoleh dia geleng-gelengkan kepala. "Bila murid celaka itu harus
meninggalkan dunia ini, aku pun
rela. Sayang, aku datang bukan untuk menghukum."
Orang tua itu kembali meneruskan langkahnya. Tak
lama berselang tubuhnya sudah tidak nampak di sana.
Tatkala semuanya sirap, terlihat Rajawali Emas
terhuyung ke belakang. Wajahnya yang lebih berwiba-
wa nampak tegang. Tubuhnya justru semakin meman-
carkan cahaya terang. Di seberang, orang bercawat
terkapar di tanah dengan napas terputus-putus.
Dalam kesunyian yang mendadak terjadi, ter-
dengar satu suara keras menyusul bayangan biru ke-
hitaman berkelebat cepat.
"Jalaseta! Ku kubur kau bersama seluruh dosa-
dosamu!!" Tubuh Dewi Segala Impian sudah masuk kem-
bali ke dalam tanah dan siap muncul untuk mencabut
nyawa Hantu Seribu Tangan!
Broooll! Tanah di mana Hantu Seribu Tangan terkapar
tanpa daya, muncrat seiring dengan munculnya Dewi
Segala Impian. Namun yang terdengar justru pekikan
tertahan dari perempuan jelita itu.
"Keparat!!"
Kepalanya ditolehkan ke kanan. Dilihatnya Ra-
jawali Emas dalam keadaan terhuyung tengah membo-
pong orang yang sangat dibencinya. Seketika meledak-
lah kemarahannya. Seraya maju selangkah dia mem-
bentak, "Rajawali Emas! Serahkan manusia celaka itu kepadaku!!"
Tirta hanya tersenyum sambil menahan letih-
nya. "Setan alas! Manusia busuk itu harus kulumat habis!!" bentak Dewi Segala
Impian dan melompat den-
gan kedua tangan siap menyambar Hantu Seribu Tan-
gan yang berada dalam bopongan Tirta.
Tetapi mendadak saja tubuh perempuan jelita
ini terhuyung ke belakang. Si nenek berkonde telah
menyentak tubuhnya dengan pukulan jarak jauh.
"Dewi Segala Impian! Apa kau pikir dengan
mencabut nyawa Hantu Seribu Tangan yang sudah tak
berdaya kau bisa mengubur seluruh dosa dan
pengkhianatan mu pada Mata Malaikat"!"
Dewi Segala Impian yang telah berdiri tegak
mementangkan kedua matanya.
"Bidadari Hati Kejam! Jangan campuri urusan-
ku!!" "Apa kau pikir tanpa kehadiran kami di sini kau mampu mengatasi seluruh
dendammu, hah"! Aku
orang yang kejam terhadap manusia-manusia busuk
seperti Hantu Seribu Tangan! Tetapi pantang bagi ku untuk menurunkan tangan
telengas pada lawan yang
sudah tak berdaya!!"
Dewi Segala Impian menggeram keras. Tetapi
tak melakukan apa-apa. Malaikat Judi menghampiri
Rajawali Emas, lalu mengambil tubuh Hantu Seribu
Tangan. "Anak muda... lebih baik kau beristirahat dulu.
Pulihkan seluruh tenagamu."
Rajawali Emas cuma mengangguk. Kejap lain
dia sudah jatuh terduduk. Malaikat Judi menoleh pada
muridnya yang sedang bertarung ketat dengan Iblis
Seribu Muka. "Cakra! Kau boleh mempergunakan ilmu
'Pewaris Leluhur'!"
Pendekar Judi yang sudah dalam keadaan ter-
desak mendadak saja melompat ke belakang. Hanya
sekejap. Dan mendadak saja tubuhnya berkelebat de-
mikian cepat ke depan. Iblis Seribu Muka menggeram
dan siap menyerang. Tetapi dia terhenyak kaget.
Tatkala dilihatnya tubuh Pendekar Judi mendadak
menjadi besar. Menjerit tertahan Iblis Seribu Muka
tatkala dua kepalan Pendekar Judi yang mendadak
menjadi besar itu meluncur dan menghantamnya den-
gan telak! Des! Desss! Tubuh orang yang menyamar sebagai Pendekar
Judi ini terlempar delapan tombak ke belakang dengan
teriakan mengerikan. Tubuhnya ambruk dengan kepa-
la menghantam tanah lebih dulu. Terdengar jeritannya
tertahan dan kejap Iain, orang itu telah tewas!
Pendekar Judi menarik napas panjang. "Ilmu
Pewaris Leluhur' mampu membuat mata lawan melihat
orang yang memilikinya menjadi tiga kali lebih besar.
Padahal tidak sama sekali. Kendati demikian, tenaga
yang keluar menjadi tiga kali lebih besar. Biasanya
Eyang selalu melarangku mengeluarkan ilmu 'Pewaris
Leluhur'."
Rajawali Emas yang telah pulih setelah berse-
madi berdiri tegak. Didongakkannya kepalanya. Dili-
hatnya Bwana masih berputaran di angkasa.
"Hmmm... ke mana perginya dua roh rajawali
yang membawa Keranda Maut Perenggut Nyawa itu.
Sebaiknya, aku panggil saja mereka."
Namun sebelum pemuda ini melakukannya,
mendadak terdengar jeritan keras dari Iblis Cadas Si-
luman. Menyusul tubuhnya terlempar ke belakang.
Kejap lain, terlihat satu sosok tubuh tinggi be-
sar berkepala plontos telah menyambar Angin Racun
Barat yang masih pingsan. Orang-orang di sana terpa-
na melihatnya. Menyusul melompat keluar dari balik
sebuah pohon, satu sosok tubuh penuh bulu ke arah
perginya orang berkepala plontos yang membawa mu-
rid Iblis Cadas Siluman.
Masih terdengar suara orang berbulu itu seperti
menggeram, "Grrgghhh!!"
*** Bab 12 "Diaaaahhh!!" terdengar teriakan keras dari Pendekar Judi seraya melompat
menyusul.

Rajawali Emas 12 Hantu Seribu Tangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iblis Cadas Siluman yang telah bangkit akibat
pukulan dari orang berkepala plontos yang mendadak
muncul dari dalam tanah membawa tubuh muridnya,
bergerak pula dengan cepat.
Dewi Bulan menarik napas pendek. Tanpa ber-
kata apa-apa, perempuan yang di pergelangan tangan
dan jari jemarinya terdapat gelang dan cincin bermatakan berlian, berkelebat
pula menyusul ke mana per-
ginya Iblis Cadas Siluman.
Rajawali Emas yang urung untuk memanggil
pulang kedua bayangan rajawali raksasa yang mem-
bawa Keranda Maut Perenggut Nyawa yang entah be-
rada di mana sekarang, melirik Dewi Segala Impian
yang nampak tegang.
Perempuan jelita berpakaian biru tua panjang
yang terbelah empat hingga ke pinggul itu nampak
mengerutkan keningnya.
"Gila" Apakah aku salah melihat tadi" Bukan
orang plontos itu yang membuatku heran. Tetapi sosok
berbulu yang tiba-tiba saja melompat keluar dari balik pohon" Oh! Mengapa aku
bergetar sekarang" Jangan-jangan...."
Perempuan berwajah cantik yang memiliki geta-
ran pesona yang sukar ditepiskan oleh siapa pun juga
yang melihatnya memutus kata-kata hatinya sendiri.
Di lain kejap, dia sudah berkelebat meninggalkan tem-
pat itu. "Aku menangkap sesuatu yang aneh. Urusan Hantu Seribu Tangan nampaknya
belum selesai hingga
di sini kendati orang celaka itu pingsan. Apakah...."
Rajawali Emas memutus kata-katanya sendiri dan
memalingkan kepalanya pada Bidadari Hati Kejam
yang tengah mengerutkan keningnya. Lalu berseru,
"Guru! Apakah...."
"Jangan putus pikiranku, Bocah Kebluk!!" maki si nenek berkonde keras. Lalu
terdengar suaranya penuh kepastian, "Aku mengenai orang itu! Aku mengenalnya?"
"Siapa, Guru?" tanya Rajawali Emas. "Beruang Mambang!"
Malaikat Judi yang masih membopong tubuh
Hantu Seribu Tangan melangkah mendekat.
"Aku pun memikirkan siapa orang itu tadi.
Kunti.. bukankah dia...."
"Ya, ya... aku pernah punya urusan dengan
manusia keparat itu. Rupanya dia belum mati! Kepa-
rat! Kenapa setiap kali satu urusan telah selesai masih ada urusan lain" Bocah
kebluk! Aku akan menyusul
manusia sialan itu!"
"Guru! Mengapa Kakek Manusia Pemarah tidak
berada di sini?"
Mendengar pertanyaan muridnya, si nenek ber-
konde mendengus dengan mata melotot. "Urusan apa aku dengannya, hah" Di mana dia
berada bukan urusan ku! Barangkali saja dia lagi kasmaran dengan mu-
rid Dewi Bulan! Huh! Lelaki pemarah bau tanah!!"
Habis mendumal seperti itu, Bidadari Hati Ke-
jam melesat meninggalkan tempat itu. Tetapi saat ber-
lari dia mendesah masygul, "Di mana lelaki tua keparat itu berada" Apakah dia
baik-baik saja" Ah, mengapa
aku jadi memikirkan lelaki sialan itu! Benar-benar kapiran!" Sepeninggal orang-
orang di sana, Rajawali Emas memalingkan kepala pada Malaikat Judi.
"Orang tua, aku jelas tak enak bila tak meli-
batkan diri dalam persoalan ini. Masih ada satu teka-
teki yang entah kenapa ku yakini aku tahu soal itu.
Tetapi sulit bagiku untuk membenarkan pikiranku se-
karang. Mengenai Hantu Seribu Tangan...."
Malaikat Judi memotong, "Dia sudah tewas,
Tirta." Tirta menarik napas panjang.
Malaikat Judi melanjutkan, "Rupanya dia tak
kuasa menghadapi ilmu langka yang kau miliki itu,
yang aku yakin, kau dapatkan dari Manusia Agung Se-
tengah Dewa."
Tirta cuma menganggukkan kepalanya saja.
"Kalau begitu, biar ku kubur mayatnya sekalian dengan mayat Iblis Seribu Muka
yang sejak bertemu den-
ganku di Padang Seratus Dosa telah kuduga bukan
Pendekar Judi yang asli."
Malaikat Judi menurunkan mayat Hantu Seri-
bu Tangan. Rajawali Emas dengan sebatang ranting
menggali dua buah lubang. Setelah itu, menguburkan
mayat Hantu Seribu Tangan dan Iblis Seribu Muka.
Tatkala dipalingkan kepalanya pada Malaikat
Judi, pemuda ini tak menemukan di mana si Kakek
berambut riap-riap dengan jubah dan pakaian putih
panjang. Yang terlihat justru tulisan di tanah.
Aku hanya keluar untuk mengetahui keadaan
muridku. Rajawali Emas, aku kembali ke Lembah Su-
mur Tua. Bila kau berjumpa lagi dengan Iblis Cadas Siluman, katakan padanya aku
minta maaf tentang ramalan ku yang akan menjadi kenyataan.
Rajawali Emas menarik napas panjang.
"Urusan jelas belum selesai. Ada apa di balik
semua ini" Lalu ke mana perginya dua roh rajawali
raksasa itu" Sebaiknya kupanggil saja mereka."
Lalu ditepukkan tangannya. Dan seperti perta-
ma tadi Rajawali Emas mengeluarkan ilmu 'Inti Roh
Rajawali', diusapnya kedua telapak tangannya. Lalu
didahului dengan yang kanan, diusapnya rajahan bu-
rung rajawali keemasan di lengan kirinya. Menyusul
yang bagian kanan.
Mendadak saja, entah dari mana datangnya
dua bayangan rajawali raksasa itu muncul dengan
mencengkeram Keranda Maut Perenggut Nyawa.
Tirta terhenyak tatkala kedua bayangan rajawa-
li ini menukik. Karena dirasakannya sedotan bertenaga dahsyat menyeret tubuhnya.
"Lemparkan benda jahanam itu ke gugusan ba-
tu kapur!!"
Dua bayangan rajawali itu melakukan perin-
tahnya. Kejap lain terdengar suara berdebam yang
sangat keras di gugusan batu kapur. Menyusul mun-
crat dan bergugurannya batu-batu kapur itu.
Tirta segera memanggil kembali kedua bayan-
gan rajawali itu yang segera masuk ke dalam rajahan
di kedua lengannya.
Sejenak pemuda ini menarik napas panjang.
Lalu berseru pada Bwana, "Bwana! Hancurkan gugu-
san batu kapur itu! Hingga benda celaka itu terkubur!
Aku akan menunggumu di Padang Seratus Dosa!"
Habis memerintah demikian, Rajawali Emas
yang kini tinggal sendirian di gugusan batu kapur itu segera berlari. Di
kejauhan, didengarnya suara yang
sangat keras bertalu-talu....
SELESAI Segera menyusul!!!
Serial Rajawali Emas dalam episode:
RAHASIA PESAN SERIGALA
E-Book by Abu Keisel Kasih Diantara Remaja 4 Pendekar Pulau Neraka 04 Cinta Berlumur Darah Bende Mataram 38
^