Pencarian

Tapak Asmara 2

Rajawali Emas 14 Tapak Asmara Bagian 2


sesuatu berubah dalam dirinya. Ini dikarenakan dia
memiliki ilmu langka 'Penolak Sejuta Racun' yang di-
warisi dari Manusia Agung Setengah Dewa tatkala be-
rada di Gunung Siguntang. Makanya, Rajawali Emas
hanya tenang-tenang saja. Justru saat itu Mata Malai-
kat yang kelabakan.
Dan sekarang pertanyaan si nenek berpakaian
batik warna ungu itu sudah terlontar. Lalu sambil
nyengir Tirta berucap, "Kau benar, Nek Aku memang
mewarisi ilmu itu."
"Hik... hik.. hik.. benar-benar keparat! Kau mem-
bohongiku, ya" Bagus, bagus kalau begitu! Raja Arak
aku setuju kita mengembankan tugas pada bocah gen-
deng ini untuk mencari sekaligus memberi tahu Randa
Barong tentang benda keramat dan orang-orang yang
memburunya."
Raja Arak menenggak araknya sebelum menja-
wab, "Boleh saja... asal dia jangan mencoba untuk
menjadi sainganku memilikimu, Polong."
Rajawali Emas mendengus.
Lalu sambil terkikik dan sulit menebak apa yang
ada di otak si nenek peot tanpa gigi itu, Naga Selatan
men-ceritakan sesuatu yang membuat Rajawali Emas
terkejut. Tetapi sebelum dia mencernanya, Raja Arak su-
dah berkata, "Nah! Sana kau tinggalkan tempat ini!!
Awas! Kalau kau berani mencuri arak-arakku!"
Naga Selatan menyambung, "Kami akan selalu me
mantaumu. Tetapi paling tidak, dua puluh hari mulai
sekarang kau harus menemui kami di Lembah Karang
Hantu." Sebelum Rajawali Emas menyahut untuk me-
nanya Kan di mana letak Lembah Karang Hantu berada, Raja
Arak, sudah menggandeng tangan Naga Selatan dan
mengajaknya berlalu dengan tubuh limbung. Yang sa-
tu gemuk luar biasa, yang satunya kurus bongkok.
Yang satu melangkah terhuyung, yang satunya me-
langkah dengan menimbulkan suara bergemerincing.
Sungguh sebuah pemandangan yang sebenarnya bisa
memancing tawa.
Rajawali Emas hanya memandang kepergian dua
tokoh aneh rimba persilatan itu sambil menghela na-
pas. "Satu tugas telah kuemban kembali Urusan be-
nar-benar tak mudah sekarang, saling bertumpuk dan
tumpang tindih. Ah, mudah-mudahan segala urusan
dan tugas yang kuemban ini dapat kujalankan dengan
baik. Lebih baik, kuteruskan perjalanan saja. Hmm...
karena begitu banyaknya yang kuemban sekarang, se-
baiknya kupanggil saja Bwana. Kulihat di depan sana
ada tanah lapang yang cukup luas."
Memikir sampai di sana, pemuda dari Gunung
Rajawali ini segera melesat. Dalam lima belas tarikan
napas saja, si pemuda sudah tiba di tempat yang di-
maksudnya. Di perhatikannya sejenak sekelilingnya. Tanah
luas itu hanya ditumbuhi oleh rerumputan belaka.
Di kejap lain, si pemuda sudah menepuk tangannya ti-
ga kali. Di sela-sela tepukannya itu digerakkan kedua
tangannya ke atas yang memancarkan sinar merah
yang berpendar. Tepukan dan isyarat itu hanya di-
mengerti oleh Bwana.
Setelah menunggu selama lima tarikan napas,
mendadak di angkasa terdengar suara menggebah
yang sangat keras. Menyusul suara koakan yang be-
nar-benar menggidikkan.
Tirta yang mendongak tersenyum. Dilihatnya
bayangan raksasa berwarna keemasan sedang me-
layang dengan mengeluarkan koakan yang sangat ke-
ras. Dua kejap berikutnya, burung rajawali yang be-
sar- nya empat kali gajah dewasa itu menukik dan hinggap
berjarak dua puluh tombak dari majikannya.
Dengan segera Tirta berlari menemui burung ra-
jawali raksasa itu.
"Apa kabarmu, Bwana?" tanyanya sambil menge-
lus-elus leher Bwana yang dipenuhi bulu tebal namun
halus. Bwana mengkirik sambil menggerak-gerakkan le-
hernya. Tirta membatin. "Beruntung aku yang bisa me-
mahami maksud Bwana, hingga kendati agak susah
payah aku bisa memahami maksud Manusia Serigala."
Lalu katanya, "Bagus. Memang kuharapkan kau selalu
baik-baik saja."
Bwana mengkirik lagi. Tirta merangkulnya den-
gan penuh kasih sayang.
"Maafkan aku, Bwana... bukan maksudku untuk
tidak terlalu sering menjumpaimu. Tetapi, banyak uru-
san yang harus kuselesaikan. Apakah kau tidak tahu
kalau aku memanggilmu karena aku rindu" Aku rindu
sekali padamu. Baiklah, kita hadapi segala urusan
bersama-sama."
Bwana mengkirik cukup keras. Tirta tertawa.
"Kau senang, ya" Bagus! Aku senang bila kau
gembira!" Tirta melompat dan duduk di leher Bwana.
Ditepuk-tepuknya leher burung itu dengan penuh ka-
sih sayang. "Kita mengangkasa, Bwana!!"
Burung rajawali raksasa keemasan itu segera
mengepakkan kedua sayapnya yang seketika menim-
bulkan angin bergulung-gulung yang sangat kuat. Re-
remputan yang tumbuh di sekitar Bwana tercabut.
Dan berjarak dua puluh tombak dari sana, rerumpu-
tan rebah dan terpapas ujungnya. Koakan yang diper-
dengarkan Bwana seperti menggema di tempat itu.
Di kejap lain, dengan hentakan kedua kakinya
yang keras kuku-kuku tajam melengkung, burung ra-
jawali raksasa itu segera melesat terbang Meninggal-
kan tempat yang kembali didera sepi
*** Bab 5 "Keparat!!" suara makian itu begitu keras terdengar bersamaan dengan satu sosok
tubuh keluar dari balik
rimbunnya pohon. Sosok tubuh yang ternyata seorang
nenek ini menggeram dengan pandangan dingin. Tan-
gannya siap digerakkan pada orang yang didengar sua-
ra langkahnya tadi dan mengganggu keasyikannya
membuang hajat. Tetapi si nenek yang benar-benar
merasa terganggu ini urung melakukannya tatkala me-
lihat siapa orang yang berdiri berjarak dua tombak di
hadapannya yang sedang memandangnya dengan mata
melotot dan kening dikernyitkan.
Sesaat sepi mengerjap. Tetapi saat lain, perem-
puan tua yang keluar dari balik semak tadi memben-
tak, "Orang tua pemarah bau tanah! Mau apa kau be-
rada di sekitar sini, hah" Melangkah perlahan seperti
maling, rupanya ingin mengintipku! Keparat betul! Un-
tung aku sudah selesai!!"
Lelaki tua berpakaian putih kusam dengan ram-
but dikuncir masih terbeliak seolah tak percaya meli-
hat siapa orang yang berdiri di hadapannya. Kejap lain
terdengar dengusannya yang sangat keras. Menyusul
suaranya yang bernada marah-marah.
"Sontoloyo! Siapa yang berniat mengintip tubuh
peot kurus kerempeng seperti itu, hah"! Jangan bicara
sembarangan!" Dengan pandangan melotot lebar, lelaki
berkuncir ini melanjutkan, "Sedang apa kau berada di
sini, Kunti"!"
Perempuan yang membentak pertama tadi dan
tak lain Bidadari Hati Kejam adanya membatin dengan
wajah garang, "Keparat betul! Apa dia tidak tahu kalau
aku sedang kencing" Jahanam! Tidak mungkin dia ti-
dak tahu! Di balik tubuh rentanya ternyata juga ter-
simpan otak yang busuk! Tak kusangka kalau aku
akan berjumpa lagi dengan Lelaki tua pemarah ini! Se-
tan keparat! Mengapa aku harus berjumpa lagi dengan
Lelaki celaka ini" Apakah... hei! Gila! Mengapa murid
Dewi Bulan tidak bersamanya ?" Dengan pandangan
masih tajam si nenek berkonde berujar, "Manusia Pe-
marah! Kulihat kau datang seorang diri! Di mana Dewi
Berlian berada"! Apakah kau meninggalkannya di satu
tempat, atau gadis itu yang justru berlalu karena tak
tahan melihat kau yang selalu marah-marah"!"
Lelaki tua yang berada di hadapannya dan tak
lain Manusia Pemarah, memaki-maki tanpa mengelua-
rkan suara. Lalu dengan suara yang tetap keras dan
mata yang selalu melotot, diceritakan apa yang telah
terjadi "Pangeran Merah! Baru kali ini kudengar julukan
itu! Yakinkah kau kalau dia murid dari si perempuan
cabul?" seru Bidadari Hati Kejam kemudian.
Manusia Pemarah mengangguk. Dengan suara se-
lalu marah-marah dia berujar, "Ilmu yang diperli-
hatkannya mengingatkanku pada Nenek Cabul! Dan.
aku tak mungkin lupa dengan ilmu-ilmu keparat yang
dimiliki perempuan sialan itu!!"
Bidadari Hati Kejam menggeram. Lalu dengan
mulut mencang-mencong dia berkata penuh ejekan,
"Jelas saja kau ingat, karena kau pernah bersama-
samanya bukan?"
"Sontoloyo! Kurobek mulutmu yang lancang itu,
Kunti!" "Setan tua bau tanah!" balas Bidadari Hati Kejam
dengan suara yang tak kalah garangnya. "Mengapa
hanya berani berucap, hah" Lakukan! Sejak dulu aku
memang ingin menghajarmu! Ayo, lakukan apa yang
kau inginkan!"
"Perempuan tua ini benar-benar sontoloyo! Apa-
kah aku salah kalau selama ini aku mencintai perem-
puan semacam ini" Dasar dungu! Jelas saja aku salah!
Mana bisa aku hidup tenang dengan perempuan yang
punya kegemaran membentak"!" maki Manusia Pema-
rah dalam hati. Lalu berseru, "Urusan menghajar atau
tidak urusan belakangan! Ceritakan soal Hantu Seribu
Tangan"! Aku yakin tentunya kau telah tiba di Goa Se-
ratus Laknat bukan?"
Nenek berkonde menekuk wajahnya. "Jelas saja
Lelaki keparat ini tidak tahu soal Hantu Seribu Tan-
gan. Menurut ceritanya tadi, dia hampir tiba di Goa
Seratus Laknat bersama murid Dewi Bulan itu. Tetapi
gara-gara dilihatnya dua bayangan rajawali raksasa
yang membawa Keranda Maut dia justru mengurung-
kan diri menuju Goa Seratus Laknat. Dan akhirnya
berjumpa dengan
Pangeran Merah yang membawa lari Dewi Berlian. Da-
sar Lelaki tua bodoh! Menjaga murid Dewi Bulan itu
saja tidak bisa! Benar-benar kapiran!"
Lalu si nenek berkonde menceritakan apa yang
terjadi di gugusan batu kapur.
"Sontoloyo! Jadi Sandang Kutung adalah Dewi
Segala Impian"! Benar-benar sontoloyo! Tetapi urusan
sontoloyo atau tidak urusan belakangan! Kunti... seta-
huku kau pernah punya urusan dengan Beruang
Mambang yang tadi kau katakan membawa lari murid
Iblis Cadas Siluman. Katakan, urusan apa sebenarnya
yang terjadi antara kau dengan orang berkepala plon-
tos itu hingga murid Iblis Cadas Siluman menjadi kor-
ban"!"
Pertanyaan inilah yang dikhawatirkan oleh si ne-
nek berkonde. Untuk saat ini dia tak ingin segala raha-
sia yang ada dalam dirinya diketahui orang. Terutama
yang menyangkut persoalan dengan Beruang Mam-
bang. Makanya dia menjawab, "Mau apa kau mengeta-
hui urusanku dengan orang itu, hah"! Yang perlu kau
ketahui, dia akan mampus di tanganku! Dan perlu kau
ingat baik-baik, jangan ucapkan lagi kalimat sialanmu
yang bilang murid Iblis Cadas Siluman menjadi kor-
ban"! Mana aku tahu kalau justru dirinya yang berna-
sib sial seperti itu!"
"Kau nampaknya menyembunyikan sesuatu," ka-
ta Lelaki tua berkuncir dengan suara tetap keras tanpa
mempedulikan kata-kata si nenek berkonde. "Tetapi
urusan kau menyembunyikan sesuatu atau tidak uru-
san belakangan! Sekarang aku hendak melanjutkan
perjalanan untuk menyelamatkan Dewi Berlian! Sebe-
lum kulanjutkan perjalanan, aku hendak bertanya pa-
damu! Tahukah kau di mana Ngarai Jala Kematian be-
rada?" "Untuk apa kau menanyakan soal itu?"
"Pemuda keparat yang membawa Dewi Berlian
menungguku di sana pada purnama mendatang!"
Bidadari Hati Kejam menggeleng.
"Sontoloyo! Siapa yang tahu tentang tempat itu"!"
Kesunyian merajai sekitar tempat yang dipenuhi
ranggasan semak belukar dan pepohonan. Di kejauhan
samar-samar nampak berdiri sebuah gunung.
Dan kesunyian itu terpecah oleh suara Manusia
Pemarah, "Kalau begitu, aku akan terus mencarinya!"
"Bagus! Karena murid Dewi Bulan adalah tang-
gung jawabmu!!" sentak Bidadari Hati Kejam penuh
ejekan. "Dan aku tak ingin mendengar berita buruk
yang dialaminya!"
Manusia Pemarah memandangnya tak berkedip.
Di kejap lain dia berkata, "Tak akan kubiarkan pemu-
da keparat itu mencelakakan murid Dewi Bulan! Son-
toloyo! Di mana Ngarai Jala Kematian, tempat Pange-


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ran Merah membawa si Bocah Ayu! Benar-benar sonto-
loyo! Akan kucari dia! Akan kucari!"
Lalu dengan memaki-maki panjang pendek, Lela-
ki tua berkuncir itu melangkah. Tetapi baru beberapa
tindak, terdengar suara nyaring yang sesekali diiringi
desahan. "Kudengar ada yang menyebut julukan muridku
yang kabur itu. Kudengar pula ada yang bertanya soal
Ngarai Jala Kematian! Aku bisa menjawab bila orang
yang mempunyai tanya bisa menjawab pula perta-
nyaan ku!!"
*** Dua pasang mata yang tajam beralih ke arah ka-
nan Dan masing-masing orang terbeliak tatkala meli-
hat satu sosok tubuh keluar dari balik ranggasan se-
mak Sosok seorang perempuan yang lebih tua dari Bi-
dadari Hati Kejam dan Manusia Pemarah ini, menge-
nakan pakaian panjang warna kuning kebiruan. Ter-
buka di bagian dadanya yang cukup besar dan sudah
kendor, tetapi kelihatan mumbul karena pakaian yang
dikenakannya begitu ketat. Wajahnya yang dipenuhi
kerutan nampak diliputi bedak putih yang cukup teb-
al. Bibirnya diberi pemoles yang tebal. Sepasang ma-
tanya tajam dan bersinar genit. Perempuan tua yang
kelihatan genit ini berhenti pada jarak dua tombak di
hadapan Bidadari Hati Kejam dan Manusia Pemarah.
Manusia Pemarah yang mengurungkan langkah
dan tersadar dari terbeliaknya, berseru dengan nada
marah-marah, "Nenek Cabul! Rupanya engkau yang
hadir di sini! Sontoloyo! Apa maksudmu berbicara se-
perti tadi"!"
Perempuan tua genit yang berjuluk Nenek Cabul
itu tersenyum. Sungguh, senyumannya jadi kelihatan
begitu menakutkan karena di sekitar wajahnya dipe-
nuhi kerutan dan bibirnya begitu tebal sekali diberi
pemoles. "Tak kusangka tak kuduga. Kalau yang kujumpa
sekarang ini adalah manusia sinting yang pemarah!"
serunya dengan sesekali mendesah, membuat Manusia
Pemarah bertambah muak. Sementara Bidadari Hati
Kejam hanya memperhatikan perempuan tua genit itu
tanpa berkedip.
"Sontoloyo! Bukan jawab pertanyaan, malah ber-
bicara busuk! Kupotek-potek seluruh tubuhmu, Pe-
rempuan Celaka!!" geram Manusia Pemarah keras.
Nenek Cabul tertawa panjang. Kembali dia bersu-
ara, tetap sesekali diiringi desahan, "Lain dulu lain se-
karang. Kalau dulu kau berhasil mempecundangiku,
kali ini justru nyawamu yang akan melayang!"
"Urusan nyawa melayang atau tidak urusan bela-
kangan! Katakan sekarang, di mana Ngarai Jala Kema-
tian" Murid celakamu yang berjuluk Pangeran Merah
itu akan menerima hukuman dariku!"
"Murid gila murid durjana! Dia sudah berlalu ka-
rena tak tahan melayani nafsuku! Entah di mana dia
sekarang! Sudah mampus atau belum aku tidak tahu!
Kau menanyakan tentang Ngarai Jala Kematian! Ada
urusan apa kau di tempat itu, hah"!"
Manusia Pemarah menggeram keras. Wajahnya
menekuk dengan kemarahan tinggi. Hatinya sungguh
tidak tenang bila memikirkan nasib murid Dewi Bulan.
"Urusan Pangeran Merah masih menjadi murid-
mu atau tidak urusan belakangan! Katakan di mana
Ngarai Jala Kematian"!"
Nenek Cabul tersenyum genit sambil menggerak-
kan dadanya yang cukup besar dan nampak jelas ka-
rena pakaiannya di bagian dada begitu rendah.
"Pertanyaan itu sangat mudah kujawab! Tetapi
aku mengajukan dua syarat untukmu!"
"Sontoloyo! Aku tak membutuhkan persyaratan
apa pun! Bila kau tak mau menjawab pertanyaan, ma-
ka tak segan-segan kucabut nyawamu sekarang!"
'Tadi kukatakan, lain dulu lain sekarang! Kau tak
akan mudah mengalahkanku! Bila kau menghendaki
jawaban, aku pun siap mengajukan syarat!"
"Sontoloyo! Katakan!!" sentak Manusia Pemarah
dengan kedua tangan terkepal. Sementara Bidadari
Hati Kejam lagi-lagi hanya memperhatikan tak berke-
dip. "Apakah kau mengetahui di mana Iblis Cadas Si-
luman berada"!" tanya Nenek Cabul tanpa mempeduli-
kan geraman Manusia Pemarah.
"Pertanyaan sontoloyo! Tak mungkin bisa kuja-
wab pertanyaan sialanmu itu!"
Tak bisa menjawab tak jadi masalah. Syarat yang
kedua kau bisa dengar baik-baik! Dari dulu aku men-
ginginkan sekali tidur denganmu! Hik... hik... hik.. se-
karang pun aku masih menginginkannya kendati aku
tak yakin apakah kau masih bisa bangun atau tidak?"
"Jahanam!" justru Bidadari Hati Kejam yang
mengeluarkan bentakan. Wajahnya memerah menge-
tahui urusan apa yang pernah terjadi dulu antara Ma-
nusia Pemarah dengan si Nenek Cabul. "Bicaramu be-
nar-benar menjijikkan!!"
Nenek Cabul mengalihkan pandangannya pada
Bidadari Hati Kejam. Sinar matanya memancarkan ke-
cemburuan dan keinginan membunuh si nenek ber-
konde. Tetapi kejap lain terdengar tawanya yang pan-
jang. "Bidadari Hati Kejam Tak kusangka kita bisa ber-
temu. Mengapa kau harus sewot, hah" Urusanku den-
gan Manusia Pemarah bukan urusanmu! Lebih baik
tinggalkan tempat ini sebelum kuputuskan untuk me-
robek-robek mulutmu!"
Hampir saja si nenek berkonde menggebrak men-
dengar kata-kata yang menyakitkan itu. Tetapi diam-
diam dia membatin, "Apa yang dikatakan perempuan
cabul celaka ini memang benar. Aku tak perlu ambil
pusing pada setiap urusannya, juga urusan Manusia
Pemarah. Keparat betul Lelaki berkuncir bau tanah ini!
Untungnya dulu aku tak pernah mau menerima perha-
tiannya!!"
Lalu dialihkan kepalanya pada Manusia Pemarah
yang sedang melotot gusar pada Nenek Cabul.
"Aku tak mau tahu urusan apa yang membentang
di hadapanmu, Orang Tua Pemarah! Tetapi ingat, na-
sib murid Dewi Bulan harus kau selamatkan! Aku tak
ingin gadis itu mengalami nasib buruk! Ingat, akan
kucabut nyawa tuamu bila ada selembar rambut gadis
itu yang rontok akibat perbuatan Pangeran Merah!!"
Lalu dialihkan pandangannya pada perempuan berbe-
dak tebal yang sedang menjilat bibirnya. "Bila urusan
yang kuhadapi selesai, kau akan kucari, Perempuan
Keparat!!"
"Hik... hik.. hik.. mengapa tak kau lakukan seka-
rang di saat kita bertemu" Manusia Pemarah, apakah
kau masih mencintai perempuan jelek ini hingga kau
dulu menolak menemaniku tidur?" seru Nenek Cabul
sambil mengerling manja.
Manusia Pemarah hanya menggeram. Sementara
Bidadari Hati Kejam benar-benar sudah tak mampu
menahan kemarahannya. Tetapi tetap ditindihnya den-
gan susah payah.
"Bicaramu begitu busuk! Sebusuk tubuhmu yang
tak terhitung berapa banyak Lelaki yang berada di atas
tubuhmu! Ingat ucapanku itu!!"
Habis keluarkan bentakan, Bidadari Hati Kejam
segera berlalu sambil menggerutu panjang pendek.
Manusia Pemarah ingin menahan kepergian Bi-
dadari Hati Kejam, karena dia seperti menangkap gela-
gat yang tidak enak. Tetapi diurungkan niatnya. Di-
alihkan pandangan dan seketika meledak kemarahan-
nya pada Nenek Cabul yang memandangnya sambil
menjilat bibirnya yang diberi pemerah tebal, "Perem-
puan celaka! Kau tetap tak bisa mengekang nafsu bu-
sukmu itu! Pantas bila muridmu berlalu! Aku yakin,
dulu dia bisa melayani nafsu sialanmu karena kau
masih montok dan dia melakukannya demi ilmu yang
akan kau ajarkan! Rupanya muridmu berotak cerdas
tapi licik! Segera berlalu setelah semuanya tuntas!!"
Wajah perempuan berbedak itu berubah. Lalu ka-
tanya dengan garang, "Perlu kau ketahui, kalau mu-
ridku itu sangat menyukai perempuan-perempuan
muda! Tadi kudengar, murid Dewi Bulan berada di
tangannya! Hik.. hik.. hik.. bisa kubayangkan, kalau
dia tak akan melewatkan waktu sekejap pun untuk
menggeluti murid Dewi Bulan itu!"
"Bicaramu benar-benar sontoloyo! Katakan, di
mana Ngarai Jala Kematian berada"!" geram Manusia
Pemarah dengan wajah mengkelap.
"Tadi kukatakan pula, layani nafsuku maka kau
akan kuberikan jawaban yang sangat memuaskan!"
Manusia Pemarah terdiam dengan dibuncah ke-
marahan. Dalam hati dia berkata, "Satu-satunya orang
yang saat ini kutemui dan tahu di mana Ngarai Jala
Kematian berada hanya perempuan haus birahi ini!
Dulu aku bentrok dengannya karena dia memaksaku
untuk melayani nafsunya! Sontoloyo! Di usia senja se-
perti ini ternyata dia masih memiliki nafsu keparat-
nya!" Lalu katanya dengan mata melotot, "Urusan me-
layani nafsumu atau tidak urusan belakangan! Aku ti-
dak yakin kau sebenarnya mengetahui tempat itu!"
"Sinting! Sudah jelas aku mengetahuinya! Karena
di sanalah aku selalu membawa Lelaki yang mau tidur
secara sukarela atau kupaksa denganku! Juga di sana-
lah kubawa Pangeran Merah untuk bersatu dalam se-
juta kenikmatan yang mendebarkan! Hik... hik... hik...
Manusia Pemarah! Aku tak yakin kalau seumur hi-
dupmu kau mengetahui sela tubuh seorang perem-
puan! Nah mengapa kau tak mau menikmati tawaran-
ku sekarang ini" Sejak dulu aku menginginkanmu!
Bahkan sampai sekarang!"
"Sontoloyo! Sulit bagiku untuk menghindari sya-
rat itu! Dia tetap tak akan menunjukkan di mana Nga-
rai Jala Kematian bila aku tak mau memenuhi permin-
taan-nya! Tetapi bila kukabulkan, belum tentu dia
akan mau mengatakannya! Huh! Pikiran apa yang ba-
rusan singgah di otakku! Dasar sudah pikun! Biar ba-
gaimanapun juga, aku tak akan mau melayaninya!
Aku tetap mencintai Kunti Pelangi! Tetapi apakah yang
dipikirkannya setelah mendengar kata-kata perem-
puan celaka ini tadi"! Benar-benar sontoloyo!" geram
Manusia Pemarah dalam hati.
Perempuan berbedak dan berpoles tebal di bibir-
nya tahu kalau saat ini Lelaki yang sejak dulu diingi-
ninya tidur dengannya dalam keadaan bimbang. Pe-
rempuan ini sebenarnya tak menyangka kalau akan
bertemu kembali dengan Manusia Pemarah. Dan su-
dah tentu segala keinginannya karena satu-satunya
Lelaki yang menolak tidur dengannya hanya si Manu-
sia Pemarah akan bisa dicapai saat ini bila dia kembali
menekan. Berpikir demikian, Nenek Cabul berkata, "Murid-
ku selalu haus akan gadis-gadis bahenol! Aku yakin
murid Dewi Bulan itu memiliki tubuh yang luar biasa
montok dan sudah tentu masih segar! Manusia Pema-
rah, mungkin kau tak akan mempedulikannya, tetapi
bagaimana dengan Dewi Bulan bila mengetahui semua
ini" Bahkan si nenek berkonde sudah mengeluarkan
ancaman barusan!"
"Sontoloyo! Dia mencoba menekanku!" geram Ma-
nusia Pemarah dalam hati dengan kedua tangan ter-
kepal keras. "Aku tak akan masuk dalam perangkap-
nya! Purnama mendatang tinggal sepuluh hari lagi!
Sekarang aku yang justru memainkan perananku!"
Habis memikir sampai di situ, lelaki tua berpa-
kaian putih kusam ini melangkah dua tindak ke muka.
Lalu katanya, "Aku akan mengabulkan permintaanmu
itu! Tetapi tunjukkan dulu di mana Ngarai Jala Kema-
tian berada?"
"Hik.. hik.. hik.. setelah kau mengetahuinya kau
bukan hanya akan membohongiku, tetapi juga akan
membunuhku! Tetapi kemungkinan terakhir kau akan
terkejut mengetahui siapa aku sekarang ini!!"
Manusia Pemarah mendelik gusar.
"Katakan di mana Ngarai Jala Kematian, hah"!"
"Katakanlah kau mau melayaniku sekarang ju-
ga!!" "Sinting!!"
Manusia Pemarah tak kuasa lagi menahan ama-
rah-nya. Dengan gerakan sangat cepat dia menerjang
ke muka. Nenek Cabul yang sejak tadi merasa kalau Manu-
sia Pemarah sudah masuk perangkapnya mengelua-
rkan makian. Sambil menindih amarahnya, dia mener-
jang pula. *** Bab 6 Kita tinggalkan dulu pertarungan antara Manusia Pe-
marah dengan Nenek Cabul. Kita ikuti ke mana per-
ginya si nenek berkonde. Setelah mengetahui urusan
apa yang terjadi antara Manusia Pemarah dengan Ne-
nek Cabul, Bidadari Hati Kejam menggeram panjang
pendek sambil terus melesat.
"Keparat tua bau tanah! Rupanya urusan busuk
itu yang pernah terjadi! Benar-benar kapiran! Huh!
Berlagak alim menolak permintaan perempuan cabul


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu! Di mana-mana, Lelaki itu ibarat kucing yang tak
pernah menolak daging. Apalagi daging mentah milik
seorang perempuan! Dasar Lelaki tua celaka! Huh! Ka-
lau terjadi apa-apa dengan Dewi Berlian, akan kuhajar
dia sampai mampus! Entah apa yang dialami oleh mu-
rid Dewi Bulan sekarang ini" Ngarai Jala Kematian, di
mana tempat itu berada" Bila mendengar kata-kata
Nenek Cabul tentang perangai muridnya yang berjuluk
Pangeran Merah, sungguh sangat mengerikan. Tetapi
bila mendengar cerita Manusia Pemarah, rasanya ma-
sih bisa aman sekarang. Tetapi bisa jadi murid Nenek
Cabul yang berjuluk Pangeran Merah itu hanya asal
berucap, sekadar untuk memancing Manusia Pemarah
dan menjebaknya di Ngarai Jala Kematian! Benar-
benar kapiran!!"
Si nenek berkonde terus berkelebat sambil me-
maki panjang pendek. Gerakannya begitu cepat hing-
ga sukar diikuti mata. Kemarahan dalam dadanya se-
makin membuncah. Terutama bila mengingat tentang
Beruang Mambang.
Di sebuah sungai yang sangat sepi, si nenek
menghentikan larinya. Sejenak, dipandangi sekeliling-
nya yang dipenuhi jajaran pepohonan. Setelah diyakini
tak ada orang, si nenek membungkuk. Dengan kedua
tangannya yang keriput, diambilnya air sungai yang
mengalir cukup deras itu. Dibawanya ke mulut dan
diminumnya sampai dahaganya hilang.
Tatkala si nenek berkonde berdiri dan siap melan-
jutkan langkah, mendadak saja pandangannya menga-
rah pada bagian tengah-tengah sungai.
"Aneh! Tak ada batu tak ada pohon, tetapi gera-
kan air sungai yang deras ini seperti tertahan dan ber-
belok Pertanda apakah ini?" desisnya dengan pandan-
gan tak berkedip. "Hmm... kendati tak nampak sesua-
tu, tetapi aku yakin ada sesuatu yang menghalangi ge-
rakan air sungai itu. Hanya saja...."
Kata-kata si nenek berkonde terputus tatkala me-
lihat pada tempat di mana gerakan air yang tertahan
itu mendadak menyembur ke atas. Tanpa sadar si ne-
nek mengeluarkan seruan tertahan. Bukan gerakan air
yang mendadak muncrat itu yang membuatnya terke-
jut, melainkan tatkala matanya menangkap satu sosok
tubuh keluar dari sana.
Berputar dua kali dan hinggap di hadapannya ber
jarak satu tombak. Orang yang baru keluar dari air itu
seharusnya basah kuyup, tetapi tak nampak sama se-
kali tetesan air di sekujur tubuhnya. .
"Gila Aku pernah mendengar orang yang bisa
mendekam di dalam air berbulan-bulan lamanya. Apa-
kah orang ini yang pernah kudengar namanya dengan
julukan Hantu Kali Berantas" Kalau tidak salah ku-
dengar, dia punya hubungan dengan musuh bebuyu-
tanku, Manusia Mayat Muka Kuning. Entah benar
atau tidak yang pasti aku pernah mendengarnya,"
membatin si nenek dengan pandangan tak berkedip.
Orang yang berdiri di hadapannya seorang lelaki
bertubuh kurus. Wajahnya cekung dengan anggota tu-
buh di wajahnya seakan melesak ke dalam. Kedua
tangannya nampak lebih panjang dari ukuran lengan
manusia layaknya, menjuntai seakan tak memiliki te-
naga. Mengenakan pakaian putih-putih yang sangat
terang. Di keningnya terdapat sebuah ikat kepala dan
tepat di keningnya terdapat logam terang yang bermo-
tifkan ikan pari. Dari semua wujudnya yang cukup
aneh ini, sekujur tubuhnya berkulit putih tak ubahnya
dengan pakaiannya.
Orang ini mengeluarkan suara cempreng, "Ru-
panya ada yang iseng mengganggu aku mandi! Kalau
Lelaki jelas kubunuh! Tetapi yang datang seorang pe-
rempuan tua keparat! Sudah jelek peot lagi! Mana bisa
aku ber- nafsu! Tetapi melihat dirimu, sepertinya per-
nah kukenal!"
Seketika berubah wajah si nenek berkonde seraya
menggeram dalam hati. "Keparat! Enaknya dia bicara
enteng begitu! Tepat dugaanku kalau orang inilah yang
berjuluk Hantu Kali Berantas! Sebenarnya ini kesem-
patan untuk membuktikan kabar benar atau tidaknya
dia ada hubungan dengan Manusia Mayat Muka-
Kuning! Tetapi untuk saat ini, aku tak boleh mem-
buang waktu untuk memburu Beruang Mambang Se-
tan betul!" Lalu dengan kemarahan tinggi, Bidadari Ha-
ti-Kejam memaki, "Lelaki putih celaka! Jangan semba-
rangan berucap! Kita tak punya urusan apa-apa! Lebih
baik kuambil jalan singkat!!"
Habis kata-katanya dengan menindih kegera-
mannya, si nenek berkonde melangkah.
"Kurang ajar! Kau boleh tinggalkan tempat ini, te-
tapi tanggalkan dulu nyawamu"
Wussss!! Satu dorongan tenaga mengandung hawa dingin
yang luar biasa, menderu ke arah Bidadari Hati Kejam
yang segera membalikkan tubuh seraya menggerakkan
kedua tangannya.
Blaaamm!! Saat itu juga terdengar suara ledakan yang keras.
Tempat itu sesaat seperti bergetar. Bidadari Hati Kejam
mundur satu tindak dengan pandangan tajam dan
tangan terasa ngilu. Sementara lelaki berkulit putih
cemerlang itu terlihat mengibas-ngibaskan tangannya
Se saat nampak warna merah yang segera berubah
menjadi warna putih seperti sediakala.
"Hebat! Aku yakin, yang ada di hadapanku adalah
Bidadari Hati Kejam! Bagus! Telah lama aku ingin
membunuhmu! Mungkin kau tak tahu siapa aku sebe-
narnya! Tetapi perlu kau ketahui, aku adalah kakak
seperguruan Manusia Mayat Muka Kuning!"
Si nenek berkonde menggeram dan membatin,
"Ternyata berita yang kudengar memang benar. Dia
bukan hanya punya hubungan dengan Manusia Mayat
Muka Kuning. Tetapi sebagai kakak seperguruannya!
Urusan bertambah saja!!"
Lalu dengan suara keras Bidadari Hati Kejam
berseru, "Bagus kalau kau mengakui kenyataan itu!
Karena aku tak segan-segan lagi untuk membunuh-
mu!" "Jangan bicara sesumbar! Memang Manusia
Mayat Muka Kuning kalah pamor denganmu, terutama
tatkala kau mengalahkannya di Lembah Maut! Dan
menggagalkan keinginannya untuk membalas dendam
dan membunuhmu! Aku tak akan bermaksud men-
campuri urusanmu dengannya! Sekarang jawab perta-
nyaanku, di mana Iblis Cadas Siluman berada"!"
"Hmm... dua orang yang sudah menanyakan soal
keberadaan Iblis Cadas Siluman. Mau apa orang jelek
ini menanyakan Nyi Randa Barong seperti yang dita-
nyakan Nenek Cabul pada Manusia Pemarah" Dari
nada suaranya, sepertinya dia sudah cukup lama
mencari perempuan bertelinga sebelah itu. Ada apa di
balik semua ini?" Habis menggeram dalam hati dan
mengurungkan niatnya untuk segera berlalu si nenek
berseru, "Aku bukan ibunya, bukan pula saudaranya!
Kau bertanya pada tempat yang salah!"
"Berarti, kematianlah yang akan kau terima!"
Habis bentakannya yang terdengar keras, Hantu
Kali Berantas mengibaskan kedua tangannya sekali-
gus. Gerakan kedua tangannya yang lebih panjang dari
ukuran tangan manusia layaknya seperti terlempar.
Dua dorongan angin dingin yang menimbulkan suara
bergemuruh menerjang.
Sudah tentu Bidadari Hati Kejam yang panasan
ini tak mau bertindak ayal. Salah seorang guru dari
Rajawali Emas ini menerjang diiringi makian keras.
Kembali suara letupan berkali-kali terdengar. Air
di sungai yang mengalir deras itu seolah bergolak
tatkala tanah di sekitarnya bergetar. Dedaunan bergu-
guran dan ranggasan semak tercabut.
Bidadari Hati Kejam benar-benar tak kuasa lagi
menahan amarahnya. Dengan terjangan yang sangat
cepat dia mencoba mendesak Hantu Kali Berantas. Te-
tapi lelaki yang berkulit putih terang itu tak mau ka-
lah. Serangannya begitu ganas. Dan setiap kali dia
bergerak, seperti menghembus angin yang luar biasa
dingin. Dan suatu ketika mendadak saja orang berikat
kepala bergambar ikan pari ini meluruk dengan kedua
tangan yang bergerak seperti dilempar-lempar.
Bukk! Bukkk! ' Bidadari Hati Kejam terjajar dua langkah tatkala
kedua tangannya menangkis sepasang tangan yang
seperti dilempar-lempar itu. Dan baru saja si nenek te-
gak, sambaran angin dingin berkelebat kembali. Kali
ini Hantu Kali Berantas sudah menggerakkan kedua
kaki- Nya Segera saja si nenek berkonde menyentakkan ke-
dua tangannya, membuat Hantu Kali Berantas mengu-
rungkan niatnya menghajar dengan kedua kakinya.
Lalu dengan gerakan yang sangat aneh, mendadak sa-
ja tubuhnya meliuk.
Sesaat si nenek berkonde terpana mendapati ju-
rus yang seperti baru kali ini dilihatnya. Tetapi dia se-
gera tanggap kalau gerakan memutar tubuh yang di-
perlihatkan lawan hanya pancingan belaka.
Karena kejap itu pula kaki kanan Hantu Kali Be-
rantas bergerak seperti ekor ikan pari yang menimbul-
kan suara besetan. Bila saja si nenek tak segera mem-
buang tubuh ke belakang tanpa ampun lagi kepalanya
yang dihiasi konde kecil akan mencelat dari lehernya.
"Jahanam betul! Rupanya dia tidak main-main!
Akan aku buat kedua matanya terbuka!!"
Namun belum sempat Bidadari Hati Kejam men-
jalankan maksud, Hantu Kali Berantas melakukan
gempuran yang sama, membuat si nenek harus pon-
tang-panting sekarang.
Tetapi tiga jurus berikutnya, si nenek berhasil
menghindarkan diri dari serangan aneh lelaki berkulit
putih terang itu. Dengan cepat dia mendongak. Kedua
tangannya di rangkapkan di depan dada. Kaki kanan-
nya ditarik mundur setengah lingkaran. Dan tatkala
Hantu Kali Berantas melakukan serangan, si nenek
cepat memutar kedua tangannya. Seketika hawa panas
mendera dan menindih gelombang dingin yang keluar
dari setiap gerakan Hantu Kali Berantas.
Memekik tertahan orang berkulit putih terang ini.
Dengan segera dia membuang tubuh ke kiri. Keadaan
semacam inilah yang ditunggu oleh Bidadari Hati Ke-
jam. Karena ilmu 'Bidadari Tebar Nyawa' ilmu yang ja-
rang sekali digunakan, memang hanya berkisar pada
pancingan belaka. Gebrakan sebenarnya tatkala lawan
tak berani melakukan bentrokan. Dan jarang sekali
yang nekat melakukan bentrokan, karena bisa hangus
seketika. Segera saja Bidadari Hati Kejam melesat ke mu-
ka, memburu Hantu Kali Berantas yang semakin ber-
teriak ngeri. Dan terlihat kalau sejak tadi lelaki berku-
lit putih terang itu berada di atas angin, kali ini dia
benar-benar sudah kalut.
Terlihat bagaimana dia berusaha menghindari se-
rangan si nenek berkonde dengan cara melompat ke
sungai. "Celaka!" desis Bidadari Hati Kejam dengan pan-
dangan melebar. "Aku juga pernah mendengar kalau
manusia sialan ini sangat sulit dikalahkan bila berada
di air! Ini tak boleh dibiarkan!!"
Dengan gerakan luar biasa cepatnya, si nenek
berkonde berulang kali mencecar dan melepaskan ilmu
'Bidadari Tebar Nyawa'. Beberapa kali terdengar suara
keras, Tanah yang terhajar serangan si nenek, mun-
crat berkali-kali dan membentuk lubang yang cukup
dalam, Ketakutan kali ini benar-bener melingkupi lelaki
berkulit putih terang. Wajahnya berubah pias. Da-
danya yang kurus terlihat naik turun dengan napas
memburu "Celaka! Aku tak akan bisa bertahan bila berada
di daratan terus! Serangan nenek keparat ini benar-
benar mengerikan! Pantas adik seperguruanku tak
mampu mengalahkannya!"
Sebisanya lelaki berkulit putih terang itu meng-
hindar dan mencoba menahan dengan cara membalas.
Te- tapi gebrakan cepat yang dilakukan si nenek berkonde
membuatnya mati langkah.
Dessss! Tanpa ampun lagi, pukulan sakti si nenek ber-
konde menghantam telak pinggang Hantu Kali Beran-
tas, yang langsung mencelat tiga tombak ke belakang
dengan jeritan setinggi langit.
Seperti julukan yang melekat pada dirinya, si ne-
nek berkonde memang orang yang kejam terhadap
orang-orang golongan sesat yang kerjanya bikin onar.
Selagi Hantu Kali Berantas terbanting jatuh di tanah
dengan derasnya dan pakaian di bagian pinggangnya
hangus mengeluarkan asap, si nenek berkonde sudah
melesat dengan gerakan yang sangat cepat.
"Sebenarnya aku tak ingin mencabut nyawamu!
Tetapi bila orang seperti kau kudiamkan, maka aku ju-
stru telah bersalah tujuh turunan!!"
Berjarak tiga langkah dari Hantu Kali Berantas


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang hanya bisa memandang dipenuhi dengan sinar
ketakutan, si nenek berkonde menggerakkan tangan-
nya. Akan tetapi....
Buukkk! Bukkkk!
Satu tenaga kuat menyentak dan membuat si ne-
nek surut tiga tindak. Sementara tenaga sakti yang
sudah terlontar tadi dan tertahan satu tenaga kuat
menimbulkan letupan berulang-ulang yang sangat ke-
ras. Tanah di mana bertemunya dua pukulan sakti itu
muncrat satu tombak dipadu dengan ranggasan semak
belukar yang terpapas.
Tatkala semuanya luruh kembali ke tanah, si ne-
nek yang telah tegak berdiri masih sempat melihat sa-
tu sosok tubuh menyambar Hantu Kali Berantas. Den-
gan bentakan keras si nenek mencelat ke depan seraya
menggerakkan tangannya.
Wuusss! "Berhentiiii!!"
Orang yang menahan serangannya dan membawa
lari tubuh Hantu Kali Berantas hanya menggerakkan
tangan kirinya.
Blaaam! Sentakan tenaga dalam si nenek berkonde terta-
han dan lagi-lagi menimbulkan suara letupan keras.
Kejap berikutnya, Bidadari Hati Kejam hanya bisa
menggeram tinggi.
"Setan keparat! Siapa orang celaka yang menye-
lamatkan Hantu Kali Berantas"! Sukar kuduga siapa
orang itu! Terlebih-lebih wajahnya yang tak sempat ku-
lihat! Benar-benar kapiran!"
Untuk beberapa lama si nenek berkonde memaki-
maki dengan wajah tidak puas. Kejap berikutnya ter-
dengar suaranya, "Keparat betul! Kehadiran Hantu Kali
Berantas kembali ke rimba persilatan bukan hanya
akan menimbulkan urusan panjang! Tetapi dia sudah
membuka segala urusan! Apa maksudnya menanya-
kan di mana Iblis Cadas Siluman berada" Apakah ada
sesuatu yang sangat mendesak" Huh! Urusanku yang
lebih mendesak adalah memburu Beruang Mambang!
Bisa celaka kalau lelaki berkepala plontos itu membu-
ka tabir yang selama ini kusimpan! Aku tak ingin se-
muanya ini diketahui oleh Manusia Pemarah! Lebih-
lebih setelah ku ketahui kalau dia punya urusan gila
dengan Nenek Cabul!
Keparat!!"
Selagi si nenek berkonde memaki-maki, menda-
dak saja terdengar satu suara, "Apakah segala urusan
telah tuntas kau lakukan, Bidadari Hati Kejam" Atau...
kau sekarang menjadi dungu karena dibutakan den-
gan segala urusan yang menghadang?"
*** Bab 7 SEGERA saja Bidadari Hati Kejam mengalihkan pan-
dangan ke kanan. Dilihatnya satu sosok tubuh berbaju
biru kehitaman panjang dengan wajah jelita yang me-
nampakkan ketenangan telah berdiri di belakangnya.
" Dewi Bulan!!" serunya kemudian.
Perempuan yang baru datang yang ternyata Dewi
Bulan adanya, tersenyum. Lalu dengan suara yang te-
nang, perempuan yang mengenakan tudung kepala
berbentuk kerucut berkata, "Kau tentunya merasa he-
ran siapa orang yang telah menolong Hantu Kali Be-
rantas, bukan" Aku memang melihatnya saat dia
membawa lari Hantu Kali Berantas yang telah kau ka-
lahkan, tetapi aku tak sempat menahan. Lagi pula,
aku tak punya urusan apa-apa dengannya! Urusanku
hanya ingin mengetahui tentang keadaan muridku
yang mana kedua orangtuanya dibunuh oleh Hantu
Seribu Tangan yang kini sudah menjadi mayat. Urusan
Hantu Seribu Tangan memang sudah selesai kendati
Sampai saat ini aku belum bertemu
dengan muridku yang berjalan bersama manusia pe-
marah setelah perjumpaan kita di Hutan Seratus Ke-
matian. Dan aku tidak tahu apakah keadaannya baik-
baik saja atau tidak...."
"Setan!" geram Bidadari Hati Kejam yang masih
dibuncah kemarahan karena keinginannya untuk
menghabisi Hantu Kali Berantas gagal. "Bicara bertele-
tele! Katakan siapa orang yang telah menolong Hantu
Kali Berantas?"
Perempuan jelita yang di pergelangan dan di jari-
jari tangannya terdapat gelang dan cincin bertakhta-
kan berlian tersenyum.
"Kau memang selalu tak sabaran. Padahal me-
nunggu beberapa saat bukan pekerjaan yang mere-
potkan." "Selalu berbicara bertele-tele!" geram si nenek
berkonde yang sudah tak sabar hendak melanjutkan
perjalanan mencari Beruang Mambang.
Masih tersenyum perempuan berbaju panjang bi-
ru kehitaman menyahut, "Sindung Ruwit."
Untuk sesaat si nenek berkonde terdiam. Lalu ter
dengar suaranya penuh geram, "Keparat! Mau apa ma-
nusia celaka itu muncul kembali ke rimba persilatan,
hah"!"
"Berita yang kudengar, kalau ada sesuatu yang
dimiliki oleh Iblis Cadas Siluman. Sesuatu yang ten-
tunya sangat berharga sekali karena beberapa orang
tokoh utama golongan hitam telah muncul dan. ber-
maksud memburunya."
"Aku telah berjumpa dengan Nenek Cabul dan
manusia celaka yang diselamatkan Sindung Ruwit!
Nenek Cabul dan Hantu Kali Berantas memang mena-
nyakan keberadaan Nyi Randa Barong alias Iblis Cadas
Siluman. Tetapi aku tidak tahu apa yang diinginkan
Sindung Ruwit!"
"Yang diinginkan lelaki itu sama seperti yang di-
inginkan Nenek Cabul dan Hantu Kali Berantas."
"Benar-benar keparat! Apa yang mereka cari se-
benarnya, hingga begitu bernafsu memburu Nyi Randa
Barong"!"
"Sampai saat ini aku tidak tahu apa yang mereka
hendaki dari Iblis Cadas Siluman. Tetapi yang pasti,
sesuatu yang sangat berharga. Keselamatan Iblis Ca-
das Siluman sudah berada di ambang pintu. Dia tak
akan mungkin mampu menghadapi ketiga manusia itu
bila bergabung sekaligus! Berarti, dia harus disela-
matkan." "Nenek Cabul sedang berurusan dengan Manusia
Pemarah," kata Bidadari Hati Kejam.
Dewi Bulan tersenyum. "Aku tak tahu urusan apa
yang sedang mereka selesaikan. Apakah kau melihat
muridku bersama Manusia Pemarah?"
Bidadari Hati Kejam keluarkan dengusan. Sambil
memandang kejauhan dia menceritakan apa yang dike-
tahuinya. Dilihatnya wajah Dewi Bulan untuk sesaat
berubah tegang, Tetapi perempuan yang memiliki sifat
tenang ini tak kelihatan menjadi kalap. Bahkan den-
gan suara yang tetap tenang dia berkata, "Tahukah
kau di mana Ngarai Jala Kematian?".
"Aku tidak tahu tempat itu. Manusia Pemarah se-
dang berusaha untuk mendapatkan penjelasan dari
Nenek Cabul. Tetapi rasanya itu tak bisa terlalu diha-
rapkan. Berarti sampai saat ini, Ngarai Jala Kematian
masih merupakan tempat dalam kegelapan.
Dewi Bulan terdiam lagi. Wajah tenangnya nam-
pak seperti sedang berpikir. Di kejap lain dia berkata, "Ba-
gaimana dengan murid Iblis Cadas Siluman yang di-
bawa lari oleh Beruang Mambang" Apakah kau sudah
menemukan jejak mereka?"
Bidadari Hati Kejam menggelengkan kepalanya.
Tidak, entah di mana manusia keparat itu berada."Lalu
sambungnya dengan pandangan tajam, "Jangan coba-
coba menanyakan lagi ada urusan apa antara aku
dengan Beruang Mambang seperti yang kau lakukan di
gugusan batu kapur"!"
Dewi Bulan Cuma tersenyum.
Sebenarnya keinginan itu ada. Biar semuanya le-
bih jelas terungkap. Untuk saat ini, aku bukan orang
yang lancang untuk menanyakan hal itu lagi."
"Bagus kalau kau mengerti! Sekarang kita berpi-
sah! Masing-masing orang punya urusan sendiri-
sendiri!" "Untuk apa terburu-buru, karena aku ingin men-
gatakan sesuatu,'" satu suara terdengar bersamaan sa-
tu sosok tubuh keluar dari balik pohon sebelah kiri.
Masing-masing orang mengalihkan pandangan ke
arah orang yang baru datang.
Dewi Bulan berseru, "Mata Malaikat!"
Sementara Bidadari Hati Kejam hanya mendengus.
"Sial! Waktuku bisa terbuang banyak untuk meladeni
Orang-orang ini. Bisa jadi Beruang Mambang telah
mempermalukan murid Iblis Cadas Siluman."
"Orang yang baru datang itu memang Mata Malai-
kat. Setelah berpisah dengan Pendekar Rajawali Emas
dan bermaksud mencari 'Naga Selatan untuk meminta
obat pemunah racun yang dipaksanya untuk ditelan
oleh Rajawali Emas. Saat itu Rajawali Emas memang
berlagak kalau hidupnya hanya tinggal tiga puluh hari
semenjak Naga Selatan memaksanya menelan racun
'Naga Merah'. Mata Malaikat tidak tahu kalau Rajawali
Emas memiliki ilmu 'Penolak Sejuta Racun' (Baca seri-
al Rajawali Emas dalam episode: "Rahasia Pesan Seri-
gala"). Dan dia tidak tahu kalau pemuda dari Gunung
Rajawali itu telah berjumpa dengan Naga Selatan, juga
Raja Arak Bahkan dia mengemban satu tugas berat
dari keduanya untuk mencari Iblis Cadas Siluman.
Sebelum lelaki tua yang selalu memejamkan ke-
dua matanya ini berucap, Bidadari Hati Kejam sudah
menyentak "Jangan bertele-tele! Katakan apa yang
hendak kau katakan!!."
Mata Malaikat tersenyum. "Kau memang selalu
tak sabaran, Kunti."
"Jangan membuatku jengkel, Upasara!"
Lelaki tua berbaju hijau penuh tambalan ini me-
nelengkan kepalanya. Lalu diceritakan tentang kea-
daan Rajawali Emas saat bertemu dengannya.
"Sinting! Mengapa Naga Selatan menanyakan ten-
tang Iblis Cadas Siluman"!" seru Bidadari Hati Kejam
kemudian. "Aku tidak tahu soal itu."
"Nenek Cabul dan Hantu Kali Berantas menanya-
kan persoalan yang sama,. Menurut Perempuan bertu-
dung kerucut yang berdiri disebelahmu itu, Sindung
Ruwit pun sedang mencari Iblis Cadas Siluman. Jelas
kalau ada sesuatu yang dicari mereka. Tetapi mengapa
Naga Selatan yang selama ini dikenal sebagai tokoh
angin-anginan mencari orang yang sama pula. Hm...
bagaimana keadaan muridku saat kau tinggalkan?"
"Dia masih bisa bernapas. Dan tampaknya dia te-
nang sekali menghadapi kejadian yang sungguh
mengkhawatirkan itu," sahut lelaki berambut putih
yang memiliki tongkat yang memancarkan sinar putih
cemerlang Dewi Bulan berkata, "Kau tadi mengatakan, per-
jumpaanmu yang tak sengaja dengan Rajawali Emas,
karena sama-sama mengejar orang berbulu hitam lebat
yang berjuluk Manusia Serigala. Apakah kalian sudah
menemukan orang itu?"
Mata Malaikat menelengkan kepala ke kiri. Lalu
katanya pelan, "Sampai aku berpisah dengan pemuda
itu, kami belum menemukannya. Entah kalau Rajawali
Emas sudah menemukannya sekarang."
"Kau bisa menebak siapa gadis yang berada da-
lam bopongan Manusia Serigala?"
Mata Malaikat menggelengkan kepala.
Untuk beberapa saat tak ada yang mengeluarkan
suara. Gemuruh air sungai terdengar keras, seolah
hendak meredam degup jantung. Sampai Dewi Bulan
berucap, "Aku menangkap sesuatu yang nampaknya
jelas di benakku. Sayangnya aku tak berani mengata-
kan sebelum ada bukti yang jelas."
"Bila kau tak punya bukti, jangan berbicara du-
lu!" seru Bidadari Hati Kejam.
Dewi Bulan tak mempedulikan bentakan itu. Te-
tap dengan ketenangan yang sama dan kelihatan tak
terguncang sama sekali mengingat nasib muridnya
yang berada di tangan Pangeran Merah, perempuan
yang di pergelangan dan jari-jari tangannya terdapat
gelang dan cincin bertakhtakan berlian ini berkata,
"Biarlah kukatakan kendati aku tidak tahu apakah ini
benar atau tidak. Aku yakin, Dewi Segala Impian
mempunyai hubungan dengan Manusia Serigala." '.
"Jangan asal bunyi!!"
"Kunti... tadi telah kukatakan aku tidak begitu
yakin." "
Bidadari Hati Kejam menggeram panjang pendek.
Mata Malaikat berkata, "Persoalan telah banyak
membentang. Mungkin terlalu rumit bila dilaksanakan
secara keseluruhan dan bersama-sama. Lebih baik
membagi persoalan. Yang paling pokok, ada beberapa
orang yang mencari Iblis Cadas Siluman. Ini perlu di-
tangani. Kendati masing-masing di antara kita tak be-
gitu dekat dengan Iblis Cadas Siluman, kita akan tetap
membantunya."
Wajah Bidadari Hati Kejam tertekuk. Dia teringat
bagaimana Iblis Cadas Siluman membantunya mele-
paskan diri dari sedotan hawa panas Keranda Maut
Perenggut Nyawa. Kendati dia bermaksud untuk mem-


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balas budi terutama mengetahui banyaknya orang-
orang yang boleh dibilang dari golongan atas menca-
rinya tetapi si nenek berkonde tetap hendak mencari
Beruang Mambang terlebih dahulu. Dia tak ingin rahasia yang
dipendamnya terbongkar.
"Kalau kita sudah sepakat dengan persoalan ini,
aku hendak meneruskan mencari Beruang Mambang."
"Apakah kau masih tetap tak mau mengata-
kan...." "Keparat!!." bentak si nenek berkonde memutus
kata-kata Dewi Bulan. "Kau telah berjanji untuk tidak
menanyakan soal itu lagi! Jangan membuatku kalap!!"
"Persoalan lama saat ini nampaknya memang ba-
nyak yang mulai terbuka. Maafkan aku."
Sementara itu Mata Malaikat menggerak-
gerakkan kepalanya dengan kening dikernyitkan.
Sambil menelengkan kepalanya lelaki tua yang selalu
memejamkan matanya ini berkata pada Bidadari Hati
Kejam, "Urusan apa sebenarnya yang terjadi, Kunti"
Aku juga pernah mendengar tentang pertikaianmu
dengan Beruang Mambang puluhan tahun lalu" Dan
kusirap kabar kalau.,.."
"Sekali lagi kukatakan, jangan campuri urusan-
ku! Setelah urusanku selesai, aku akan mencari Iblis
Cadas Siluman!" seru Bidadari Hati Kejam dibuncah
berbagai perasaan.
"Bagaimana dengan muridmu yang terkena racun
si Naga Selatan" Apakah kau akan membiarkan dia
mati begitu saja?" aju Mata Malaikat. ,
Kali ini Bidadari Hati Kejam terlihat agak galau.
sesaat dia tak berucap kendati wajahnya memperli-
hatkan kebingungan yang kentara.
Setelah menarik napas dia berkata, "Aku juga
mencemaskan keadaannya. Tetapi aku yakin dia bisa
mengatasi masalah."
"Jangan memandang sebelah mata pada Naga Se-
latan. Kesaktiannya hanya bisa ditandingi oleh guru-
guru kita.' Aku tak berlaku demikian. Hanya saja urusan be-
gitu banyak di hadapanku."
' Berarti kau membiarkan muridmu celaka semen-
tara kau hanya berusaha mencari Beruang Mambang
guna menutupi rahasia yang selama ini kau pendam?"
"Jangan menuduhku seperti itu!'
"Pada kenyataannya, kau sudah berlaku seperti
itu. Bukankah akan lebih jelas bila kau mengatakan
apa yang sebenarnya terjadi antara dirimu dengan Be-
ruang Mambang?"
Bidadari Hati Kejam merapatkan bibirnya, Lalu
dengan mata dipentangkan dia berucap "Mungkin ka-
lian, akan tahu dengan sendirinya. Tetapi untuk saat
ini maafkan aku. Biarlah kupendam segalanya untuk
sementara."
"Apakah...."
Waktuku tidak banyak! "seru Bidadari Hati Kejam
memotong kata-kata Mata Malaikat. Dikejap lain, dia
sudah berkelebat begitu cepat.
Tak ada yang menahan kepergiannya. Kembali
kesunyian meraja, yang terdengar hanya gemuruh air
sungai belaka. "Apa yang hendak kau lakukan sekarang, Upasa-
ra" tanya Dewi Bulan memecah kesunyian.
"Belum bisa kupastikan apa yang hendak kula-
kukan. Yang pasti, aku akan mencari Naga Selatan
dan mencari kejelasan urusan apa yang membuat Ne-
nek Cabul, Hantu Kali Berantas, dan Sindung Ruwit
mencari Iblis Cadas Siluman. Sementara, apa yang
hendak kau lakukan?"
"Muridku dalam bahaya. Dia berada di tangan
murid Nenek Cabul. Mata Malaikat, tahukah kau di
mana Ngarai Jala Kematian?"
Lelaki yang selalu memejamkan kedua matanya
ini terdiam dengan kening dikernyitkan.
Lalu katanya pelan, "Aku tak begitu yakin. Tetapi
aku pernah mendengar tentang tempat itu. Kalau tidak
salah, dia berada sekitar lima ratus tombak ke arah
utara dari Bukit Wampar Pupu. Tetapi bisa jadi aku
salah mengingat."
"Paling tidak itu bisa dijadikan pegangan. Baik-
lah, kita berpisah di sini. Sambil lalu, aku akan men-
cari Iblis Cadas Siluman."
Habis kata-katanya dan setelah melihat kepala
Mata Malaikat mengangguk, Dewi Bulan melangkah ke
arah utara. Mata Malaikat hanya menarik napas pan-
jang. Kejap lain dia mendesis, "Apakah Rajawali Emas
sudah bertemu dengan Permata dan menjalankan
amanat yang kuberikan?"
Lelaki tua yang sebenarnya dibuncah perasaan
cinta ini menarik napas panjang.
"Sungguh keterlaluan bila aku larut dalam segala
urusan cinta. Setelah gulungan daun lontar itu diteri-
ma kembali pada pemiliknya, tuntaslah segala urusan.
Hantu Seribu Tangan yang tak pernah kusangka ada-
lah kekasih gelap Dewi Segala Impian telah tewas. Dan
tak pernah kusangka pula kalau Dewi Segala Impian
telah lama berhubungan dengan kakak seperguruanku
itu di belakangku. Bahkan... dari hubungan mereka te-
lah terlahir seorang anak yang sekarang entah berada
di mana." Kembali orang tua yang selalu memejamkan ke-
dua matanya ini menarik napas, lebih panjang dari
yang pertama. "Baiknya... kucari Naga Selatan sekaligus mencari
Iblis Cadas Siluman. Persoalan apa yang tengah me-
nunggu perempuan bertelinga sebelah itu sehingga
orang-orang golongan sesat memburunya?"
Di kejap lain, lelaki tua berbaju hijau penuh tam-
balan ini sudah meninggalkan tempat itu. Hanya ge-
muruh air sungai yang menandai kalau di tempat itu
tersimpan sebuah kehidupan.
*** BAB 8 Pertarungan yang terjadi antara Manusia Pemarah
dengan Nenek Cabul sudah pada puncaknya. Di seki-
tar tempat pertarungan itu telah bertumbangan pepo-
honan dan hancurnya ranggasan semak belukar.
Hingga mendadak saja di tempat itu telah terbentuk
tanah lapang yang cukup luas.
Manusia Pemarah berulang kali mengeluarkan
makian, "Sontoloyo! Saat ini tak begitu mudah untuk
mengalahkannya! Jelas sesumbarnya tadi bukan
omong kosong!! Urusan tak mudah mengalahkannya
atau tidak urusan belakangan! Saat ini, Nenek Cabul
adalah satu-satunya orang yang mengetahui di mana
Ngarai Jala Kematian berada!"
Perempuan genit yang pakaiannya terbuka di ba-
gian dada dan memperlihatkan cuatan payudaranya
karena pakaiannya begitu ketat berulang kali pula
menggeram. Tetapi kerlingan genit kedua matanya dan
suaranya yang setiap kali berucap diiringi desahan se-
lalu terlihat "Mengapa kita harus bertarung terus, Manusia
Pemarah Layani aku sekali saja maka kau akan men-
getahui di mana Ngarai Jala kematian berada Bukan-
kah ini sebuah cara yang lebih enak" Akan kubuat kau
menjerit-jerit keenakan! Bahkan aku berani bertaruh,
kalau kau akan minta tambah karena ketagihan!!"
"Kurobek mulut kotor sontoloyomu!"
Dengan jurus 'Sinar Ungu'-nya, Manusia Pemarah
berusaha mencecar. Berulang kali sinar-sinar ungu
yang sesekali menerangi tempat itu mengerjap. Tetapi
Nenek Cabul dengan mudah nienghindarinya. . '
Suatu ketika mendadak saja perempuan genit itu
meloncat dengan teriakan keras. Tangan kanannya di-
gerakkan. Braaakk! Entah pohon yang ke berapa yang lagi-lagi tum-
bang dan ambruk menimbulkan suara berdebam ke-
ras. Nenek Cabul mengertakkan rahangnya karena la-
gi-lagi pula serangannya sia-sia. Dengan kemarahan
makin meninggi, dia menerjang kembali. Tak tanggung
lagi, kedua tangannya yang telah berubah menjadi
warna merah digerakkan.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Menghampar sinar merah yang mengeluarkan su-
ara menggidikkan.
Manusia Pemarah menggeram.
'Dia putar tubuhnya ke kiri setengah lingkaran. Ber-
samaan dengan itu, kaki kanannya disentakkan ke de-
pan. Serangkum angin keras menderu dan menahan
gempuran sinar merah yang dilepaskan si Nenek Ca-
bul. Blaaarr! Suara letupan terjadi Masing-masing orang surut
dua tindak. Tetapi si Nenek Cabul sudah kembali me-
lesat dengan kedua tangan disentakkan ke depan, Ma-
nusia Pemarah memaki panjang pendek dan menghen-
takkan kaki kirinya.
Bukkk! Memekik tertahan perempuan cabul ini. Kedua
tangannya yang tertendang kaki Manusia Pemarah ter-
angkat naik. Bersamaan dengan itu, Manusia Pemarah
sudah kiblatkan pukulan ke bagian dada perempuan
berbaju panjang kuning kebiruan ini
Bukkk! Pukulan itu tepat menghantam dada si nenek
hingga terjerembab di tanah yang langsung muncrat
begitu tubuhnya ambruk. Sambil memaki-maki pe-
rempuan tua yang wajahnya dibaluri bedak dengan bi-
bir diberi pemoles tebal ini segera bangkit. Dan dia
memekik tertahan tatkala dirasakan satu deru angin
mengarah pada batang lehernya.
Dengan gerakan cepat, perempuan cabul ini ber-
gulingan. Pakaiannya seketika kotor. Wajahnya sedikit
diliputi tanah.
Manusia Pemarah hentikan serangan dan mema-
ki dengan kedua mata melotot, Jangan sampai aku
mengubah niatan! Katakan, di mana Ngarai Jala Ke-
matian itu berada!!"
Nenek Cabul berdiri dengan wajah membesi. Lalu
Pendekar Sejagat 1 Pendekar Naga Putih 47 Bangkitnya Malaikat Petir Ilmu Ulat Sutera 1
^