Pencarian

Tapak Asmara 1

Rajawali Emas 14 Tapak Asmara Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab l Seketika terdengar suara berdebam diiringi dengan
makian Manusia Pemarah. Sementara Dewi Berlian
membalikkan tubuh dengan pandangan bertambah ge-
ram. Kedua tangannya seketika mengepal. Dadanya
naik turun dibuncah kemuakan yang sangat kentara.
Pemuda tampan berpakaian merah dengan kumis
tipis yang barusan melakukan serangan menahan
langkah Manusia Pemarah dan melompat dari dahan
pohon yang sebelumnya diduduki, tertawa berderai.
Hingga bahunya berguncang. Lalu dengan suara pe-
nuh tekanan memuakkan dia berucap.
Tak mudah berlalu dari hadapan Pangeran Merah
kecuali bersedia menyerahkan diri atau menjadi
mayat!" "Sontoloyo! Main serang tanpa bertanya lagi! Be-
nar-benar kapiran!!" seketika terdengar bentakan Ma-
nusia Pemarah dengan mata melotot.
Dewi Berlian yang berdiri lima tindak di sisi ka-
nan Manusia Pemarah, melihat pemuda yang di pung-
gung-nya terdapat dua bilah pedang bersilangan terta-
wa kembali. Sungguh, betapa gusarnya murid Dewi
Bulan ini. Tetapi sebelum dia melakukan sesuatu guna
melampiaskan rasa kesalnya, Manusia Pemarah sudah
mengeluarkan makian seraya maju satu langkah.
"Orang muda kapiran! Akan kupotek-potek ba-
tang leher sontoloyomu itu!"
Pemuda yang mengaku berjuluk Pangeran Merah
hanya melipat kedua tangannya di dada. Sepasang ma-
tanya yang tajam menatap penuh sinar meremehkan
pada lelaki tua berkuncir yang berdiri tiga tombak dari
hadapannya. Bibirnya yang merah menyunggingkan
senyuman aneh. Kejap lain dia sudah membuka mulut. Bukan pa-
da Manusia Pemarah kata-katanya ditujukan, justru
pemuda itu mengalihkan pandangan pada Dewi Ber-
lian yang sedang geram.
"Gadis manis.... Aku telah turun sekarang. Dan
tentunya kau senang bukan karena hidup Lelaki tua
bau tanah itu akan kuakhiri hingga kau tak akan sela-
lu sewot dan terganggu di dekatnya. Yang terpenting
lagi, kau dan Lelaki tua itu tak akan bisa meninggal-
kan tempat ini sebelum berurusan denganku! Bagai-
mana" Kau sudah mau mengatakan, kalau kau mem-
butuhkan bantuanku untuk menyingkirkan orang tua
jelek itu"!"
Membesi wajah Dewi Berlian mendapati kata-kata
yang membuatnya bertambah muak. Diam-diam dis-
adarinya kalau pemuda berpakaian merah yang men-
dadak saja muncul di saat dia dan Manusia Pemarah
hendak meninggalkan tempat itu, bukan orang semba-
rangan. Dua kali dia menyerangnya, namun serangan-
serangannya itu dengan mudah dapat dihalau oleh si
pemuda. Dan yang cukup mengherankannya, karena
sikap. Manusia Pemarah seolah tak mau ambil pusing den-
gan ejekan dan sikap memuakkan dari Pangeran Me-
rah. Lelaki tua berkuncir itu justru mengajak Dewi
Berlian berlalu dari sana. Tetapi Dewi Berlian melihat
kalau Manusia Pemarah seperti memikirkan sesuatu.
(Untuk lebih jelasnya, silakan baca: "Rahasia Pesan
Serigala"),
Kendati demikian, gadis berpakaian merah muda
ini tak mau bersikap ayal. Dia tak peduli betapa ting-
ginya ilmu Pangeran Merah.
"Pemuda keparat! Sikapmu benar-benar tak bisa
dimaafkan! Jangan salahkan aku bila bersikap ke-
jam!!" Bukannya keder mendengar ancaman orang,
Pangeran Merah justru terbahak-bahak. Sementara
Manusia Pemarah yang kedua matanya selalu melotot,
mulutnya nampak berkomat-kamit tanpa mengelua-
rkan suara. Keningnya dikernyitkan, hingga kulitnya
yang tipis semakin dipenuhi kerutan. Semakin ber-
tambah jelas sekarang kalau memang ada yang dipi-
kirkan oleh Lelaki tua berkuncir itu.
Tawa penuh ejekan dari Pangeran Merah menda-
dak terputus, karena Dewi Berlian yang sudah tak ku-
asa menahan amarahnya sudah mencelat ke muka
dengan pukulan 'Pusaran Kilau Berlian'.
Dan seperti yang sudah-sudah dilakukan, dengan
mudahnya pemuda berambut seleher itu mengatasi
Serangan Dewi Berlian, bahkan dengan tertawa-tawa.
Dewi Berlian bertambah kalap. Hatinya sudah telanjur
muak melihat sikap Pangeran Merah. Dia melipat gan-
dakan tenaga dalamnya, namun tetap tak membawa
hasil apa-apa. Setiap serangannya selalu putus di ten-
gah jalan sementara orang yang diserangnya tak ber-
geser sedikit juga dari tempatnya!
Dewi Berlian mundur lima tindak dengan wajah
berubah. Nafasnya agak terengah.
"Gila! Pemuda sialan ini lagi-lagi berhasil meng-
halangi maksudku! Siapa dia sebenarnya" Begitu mu-
da namun kesaktiannya sudah begitu tinggi. Bila saja
Kang Tirta ada di sini, tentunya sudah dihajar pemuda
keparat ini!"
Selagi Dewi Berlian menggeram dengan wajah
memerah, terdengar suara Manusia Pemarah, tetap
dengan nada marah-marah, "Bocah ayu! Pemuda ini
memang harus diajar adat! Bahkan kalau perlu dibu-
nuh sekalian hingga tak bikin pusing orang lain! Si-
kapnya sudah sangat keterlaluan dan tak bisa dimaaf-
kan! Aku teringat sesuatu sekarang! Ya, ya... mudah-
mudahan ingatanku itu tak salah. Tetapi untuk mem-
buktikannya, kau harus menyerang kedua lututnya.
Mulai! Jangan gentar! Kumpulkan seluruh tenaga da-
lammu!! Sekali lagi ingat, yang harus kau serang seka-
rang adalah kedua lututnya!"
Dewi Berlian tersenyum tipis pada Manusia Pe-
marah Lalu mengalihkan pandangannya pada Pange-
ran Merah yang entah mengapa tertangkap oleh kedua
mata Dewi Berlian kalau wajah pemuda itu berubah
setelah mendengar kata-kata Manusia Pemarah.
Murid Dewi Bulan ini membatin, "Hm... benar
dugaanku sekarang, kalau si kakek kelihatan tidak
acuh saja karena dia memang memikirkan sesuatu.
Entah apa yang dipikirkannya. Tetapi dia nampaknya
mulai teringat sesuatu. Sebaiknya, ku coba apa yang
dikatakannya barusan!"
Memikir sampai di sana, gadis yang di kepalanya
terdapat seuntai kalung dan tepat di tengah keningnya
terdapat sebuah bandul bermatakan berlian, mengum-
pulkan segenap tenaga dalamnya. Sebelum si gadis
sempat melakukan serangan, dilihatnya wajah pemuda
berpakaian merah berambut seleher itu mendadak te-
gang. Dan semakin tegang tatkala serangan sudah di-
lancarkan. Dewi Berlian tak mempedulikan perubahan wajah
Pangeran Merah. Dengan suara mengguntur, kembali
dilepaskan pukulan 'Pusaran Kilau Berlian' tetapi kali
ini mengarah kepada kedua lutut si pemuda.
Saat itu pula menghampar sinar berkilauan indah
dengan diiringi gelombang angin keras. Kalau tadi
Pangeran Merah memupuskan serangan Dewi Berlian
tanpa bergeser dari tempatnya, kali ini dia bukan
hanya bergeser, bahkan melompat! Terlihat sesuatu
bergerak di punggung si pemuda.
Blaaarrrr!! Sinar berkilauan yang menerangi tempat itu
menghantam ranggasan semak belukar hingga beran-
takan seketika dan muncrat setinggi satu tombak. De-
wi Berlian langsung surut dua tindak dengan pandan-
gan waspada. Tatkala semuanya sirap, dilihatnya Pangeran Merah te-
lah berdiri dengan tatapan garang.
"Apa yang dikatakan Kakek Manusia Pemarah
ternyata benar. Pemuda sialan yang sejak tadi berhasil
mematahkan seranganku kali ini kelihatan ketakutan
tatkala kuserang kedua lututnya. Mungkin di kedua
lututnya terletak kelemahannya. Hmm... mengenai si-
kap Kakek Pemarah yang sejak semula bersikap tak
acuh, rupanya hendak memancing siapa sesungguh-
nya Pangeran Merah. Aku yakin, sedikit banyaknya
Kakek Manusia Pemarah mengetahui siapa pemuda ini
sesungguhnya. Paling tidak, dia tahu latar belakang
pemuda keparat ini."
Saat itu terdengar bentakan Pangeran Merah
dengan wajah geram pada Manusia Pemarah.
"Keparat! Siapa kau sebenarnya, Orang Tua Sia-
lan"!"
Manusia Pemarah mendelik. "Hhh Ternyata du-
gaanku benar. Tatkala si Bocah Ayu menyerang pemu-
da ini selagi si pemuda berada di atas pohon, aku se-
perti teringat sesuatu. Dan ternyata apa yang kuingat
itu benar." Habis membatin demikian, lelaki tua ber-
kuncir itu menggeram dengan suara keras dan kedua
mata melotot garang, "Sontoloyo! Urusan sialan atau
tidak urusan belakangan! Sekarang jawab pertanyaan-
ku. Ada hubungan apa kau dengan Nenek Cabul"!"
Jelas sekali keterkejutan yang mendera wajah
Pangeran Merah. Kepalanya melengak ke belakang
dengan mata mengerjap berkali-kali.
"Setan keparat! Rupanya dia mengetahui siapa
aku" Siapa dia sebenarnya" Dan mengapa dia tahu
soal Nenek Cabul yang telah lama kutinggalkan! Kepa-
rat betul!" maki si pemuda dalam hati. Lalu bentaknya
dengan suara keras, "Kau tak perlu tahu siapa aku se-
benarnya dan ada hubungan apa dengan Nenek Cabul!
Kau harus mampus, Orang Tua!!"
"Tunggu!!" bentak Manusia Pemarah seraya men-
gibaskan tangan kanannya. Ada hamparan angin yang
melesat cepat dan membuat si pemuda menyingkir.
Saat melompat itu terlihat sesuatu bergerak kembali di
belakangnya. Rupanya di belakang punggungnya se-
lain terdapat dua buah pedang bersilangan, juga ter-
dapat rambut panjang yang berbentuk buntut semen-
tara rambut lainnya hanya sebatas leher belaka. "Ilmu
'Penyangga Tubuh Kuatkan Jiwa' setahuku hanya di-
miliki oleh Nenek Cabul kapiran! Nenek busuk yang
kerap kali kerjanya hanya menculik para jejaka tam-
pan. Aku yakin, ilmu itulah yang kau pergunakan
hingga kau mampu menahan serangan sesakti apa
pun tanpa bergeser dari tempatmu, bahkan kau bisa
melakukannya Sambil terbahak-bahak! Tetapi, dengan
cara menyerang bagian lutut dari orang yang memiliki
ilmu itu maka dia tak akan bisa banyak berbuat! Kata-
kan sebelum urusan menjadi panjang! Bukankah kau
murid si Nenek Cabul", hah" Kalau pun tidak, seyo-
gyanya kau pernah menyirap ilmu dari nenek genit ce-
laka itu!"
Tak tahan orang lain akhirnya tahu siapa dirinya,
Pangeran Merah sudah mengeluarkan bentakan den-
gan lesatan tubuh yang begitu cepat ke arah Manusia
Pemarah hingga yang nampak hanya bayangan merah
belaka Dewi Berlian yang kini tahu apa yang menyebab-
kan Manusia Pemarah sebelumnya bersikap tak mau
ambil pusing, menggebrak maju. Sekarang tibalah ba-
ginya untuk membalas perbuatan menjengkelkan dari
Pangeran Merah.
Pangeran Merah memekik tertahan tatkala men-
dapati kilauan sinar yang terang mengarah kepada lu-
tutnya. Dengan cepat dia membuang tubuh ke kanan.
Tetapi Dewi Berlian tetap tak mau bertindak ayal. Dia
terus memburu si pemuda dengan serangan yang sela-
lu mengarah pada lutut.
Manusia Pemarah yang memperhatikan dengan
kedua mata melotot berseru, "Bocah Ayu! Seranganmu
memang tepat yang mau mengikuti saranku untuk
menyerang bagian lutut pemuda keparat ini! Tetapi in-
gat, bila dia tidak mempergunakan ilmu 'Penyangga
Tubuh Kuatkan Jiwa', maka seranganmu pada kedua
lututnya akan sia-sia belaka! Berarti bisa jadi kau
akan celaka bila tak segera tanggap perubahan seran-
gannya!" "Keparat!" geram si pemuda sambil menghindari
serangan Dewi Berlian mendengar kata-kata Manusia
Pemarah. "Kakek jelek itu benar-benar bikin aku tak
bisa berkutik sekarang! Huh! Tak kusangka kalau ilmu
Penyangga Tubuh Kuatkan Jiwa' akan dikenal' oleh le-
laki tua berkuncir keparat itu! Tetapi aku yakin, dia tidak
tahu kalau aku sudah tak ada hubungan lagi dengan
Nenek Cabul, bekas guruku itu! Sekarang akan kuper-
lihatkan siapa aku sebenarnya!!"
Berpikir geram sampai di sana, si pemuda tiba-
tiba saja memutar tubuh ke atas, seraya menghindari
sambaran serangan Dewi Berlian. Bersamaan dengan
itu, kedua kakinya diputar, hingga menimbulkan sua-
ra bergemuruh keras.
Dewi Berlian memekik tertahan seraya mengang-
kat kedua tangannya tatkala putaran kedua kaki la-
wan-nya itu justru sebagai pancingan belaka. Karena


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cepat pemuda itu hinggap kembali ke tanah
dan dengan pencalan kaki kirinya, kaki kanannya di-
gebrak, lurus ke wajah murid Dewi Bulan ini.
Cepat si gadis mengangkat tangan kanannya.
Des! Tendangan kaki kanan si pemuda berambut ber-
buntut itu menghantam tangan kanan si gadis. Karena
kerasnya, sampai Dewi Berlian terhuyung tiga tindak.
Lalu dengan kecepatan sukar diikuti mata, si pemuda
meluruk cepat. Kali ini jelas sekali Dewi Berlian tak akan mampu
menghindari serangan susulan lawan yang ganas dan
mengandung kekuatan penuh. Kendati demikian, su-
dah tentu gadis berpakaian merah muda ini tak ingin
dirinya dijadikan sasaran serangan lawan. Dengan ke-
dua mata terpentang dia menunggu dan siap mele-
paskan pukulan.
Namun sebelum serangan si pemuda mengenai
sasaran, mendadak saja angin panas membeset me-
nimbulkan suara bergemuruh.
Kali ini Pangeran Merah yang memekik tertahan
dan cepat membuang tubuh ke belakang. Angin panas
yang menderu ke arahnya tadi, menghajar semak be-
lukar yang langsung hangus.
Bersamaan dengan membuang tubuh ke belakang
tadi, Pangeran Merah mencelat ke depan dengan teria-
kan mengguntur. Kali ini serangannya mengarah pada
Manusia Pemarah yang tadi menghalangi serangannya.
"Kau harus mampus, Orang Tua!!"
"Sontoloyo! Bicara seenak saja!!"
Bersamaan datangnya serangan dahsyat, Manu-
sia Pemarah mencelat pula ke depan.
Blaam! Blaaamm!!
Terdengar dua letupan yang cukup keras. Tempat
di mana bertemunya dua pukulan bertenaga dalam
tinggi tadi, bergetar. Nampak tanah bercampur dengan
ranggasan semak belukar muncrat satu tombak dan
menghalangi pandangan untuk sesaat.
Manusia Pemarah mundur tiga tindak dengan me-
maki-maki, "Sontoloyo! Tenaga dalam yang dimiliki
pemuda itu sungguh tinggi sekali. Dan melihat setiap
serangan yang dilakukannya jelas kalau dia ada hu-
bungan dengan Nenek Cabul. Paling tidak dia pernah
menjadi muridnya. Tetapi mendapati serangan baru-
san, aku belum pernah melihat si Nenek Cabul mela-
kukannya. Apakah nenek keparat pesolek yang setiap berbicara
pasti mengeluarkan kata-kata kotor itu telah memper-
dalam ilmunya" Hmm... puluhan tahun lalu aku per-
nah bentrok dengan Nenek Cabul dan nampaknya se-
karang aku harus membuka urusan dengan muridnya.
Tetapi, ilmu yang dikeluarkan muridnya yang mengaku
berjuluk Pangeran Merah ini sungguh lain dengan
yang pernah kulihat dari ilmu Nenek Cabul. Apakah
pemuda ini berguru lagi pada orang lain" Aku harus
membuktikan soal itu... hei!!"
Kata-kata Lelaki tua berkuncir yang pemarah ini
mendadak saja terputus tatkala kedua matanya yang
selalu melotot melihat keadaan di depannya tatkala ta-
nah dan ranggasan semak belukar sudah luruh kem-
bali ke tanah. Dengan kedua mata lebih membesar, Lelaki tua
ini melompat ke depan seraya celingukan. Untuk se-
saat dia merasa keheranan. Namun kejap lain terden-
gar makiannya keras.
"Keparat busuk! Ke mana perginya pemuda sonto-
loyo itu" Hmm... murid Dewi Bulan juga tak berada di
sini. Benar-benar sontoloyo! Aku yakin, Pangeran Me-
rah telah menculiknya di saat pandangan tertutup
muncratnya tanah dan ranggasan semak belukar. Son-
toloyo! Sontoloyo!!"
" Selagi si kakek memaki-maki geram, mendadak
saja terdengar satu suara dari kejauhan diiringi tawa
mengejek, "Orang tua pemarah! Permainan nampaknya
memang harus kita lanjutkan! Biarlah sekarang kuba-
wa gadis ini untuk sementara waktu! Bila kau mengin-
ginkan gadis ini selamat dan tak kurang suatu apa,
datanglah ke Ngarai Jala Kematian pada purnama
mendatang! Ingat, tepat tengah malam! Terlambat se-
dikit kau datang, akan kunikmati tubuh montok gadis
yang kutotok ini! Hahahaha!!"
Menggeram setinggi langit Manusia Pemarah se-
raya mencelat ke arah suara tadi. Tetapi sudah tentu
dia terlambat, karena pemuda berpakaian merah yang
tadi mempergunakan kesempatan selagi tanah dan
ranggasan semak muncrat dan menghalangi pandan-
gan bergerak menotok Dewi Berlian dan membawanya
kabur, sudah menjauh.
"Benar-benar sontoloyo! Huhh! Apa yang kulaku-
kan sekarang" Apakah aku harus tetap kembali menu-
ju Goa Seratus Laknat, ataukah kucari dan kusela-
matkan murid Dewi Bulan itu" Sontoloyo! Murid Nenek
Cabul telah membuka kembali urusan lama! Apakah
dia sengaja muncul dan melakukan tindakan busuk
semata-mata dikarenakan perintah si Nenek Cabul
yang sudah tentu mendendam kepadaku" Tetapi meli-
hat jurus-jurus yang dilakukan berikutnya tadi, ra-
sanya aku sulit mengenalinya sebagai jurus milik Ne-
nek Cabul! Huh! Urusan ke Goa Seratus Laknat bisa
kutunda, karena mungkin aku memang sudah terlam-
bat! Sebaiknya kucari saja pemuda keparat yang
membawa lari Bocah Ayu! Akan kupotek-potek tulang
dalam tubuhnya bila dia berani berbuat keparat pada
gadis itu!"
Memutuskan demikian, dengan kegeraman yang
semakin kentara, Lelaki berpakaian putih kusam itu
segera mencelat ke arah timur, berusaha menemukan
jejak Pangeran Merah yang membawa Dewi Berlian.
Beberapa kejap kemudian, tempat itu kembali dirasuki
sepi menikam *** Bab 2 Matahari sudah naik sepenggalah. Suasana di lembah
yang dipenuhi bebatuan dan pepohonan itu, kini te-
rang benderang. Namun bila memandangnya dari atas,
maka hanya kegelapan yang nampak. Angin di lembah
itu berhembus sejuk, mempermainkan ranggasan se-
mak belukar. Di lembah itulah Rajawali Emas berhasil menye-
lamatkan Angin Racun Barat dari totokan yang dilaku-
kan Beruang Mambang. Ini berkat kecerdikannya yang
berhasil memecahkan rahasia pesan Manusia Serigala
yang membawa kabur Angin Racun Barat dari tangan
Beruang Mambang selagi orang tinggi besar berkepala
plontos itu disibukkan dengan kehadiran Naga Selatan
(Silakan baca: "Rahasia Pesan Serigala").
Rajawali Emas yang cukup dibuat terkejut tatkala
menyadari kalau bulu-bulu tebal yang melingkupi tu-
buh Manusia Serigala hanyalah sejenis pakaian yang
dibuat dari bulu serigala, segera menolehkan kepala
tatkala mendengar suara pelan dari Angin Racun Barat
yang tertidur setelah dilepaskan totokannya oleh Raja-
wali Emas. Tubuh gadis itu memang sangat lemah se-
kali, dikarenakan berhari-hari dia berada dalam toto-
kan yang membuatnya tak mampu melakukan apa-
apa. Manusia Serigala yang diduga keras oleh Rajawali
Emas sebagai anak dari hasil hubungan gelap antara
Dewi Segala Impian dengan Hantu Seribu Tangan, jelas
tak tahu segala persoalan totokan saat melarikan An-
gin Racun Barat dari cengkeraman tangan Beruang
Mambang. Dengan cepat dipegangnya tangan murid Iblis Ca-
das Siluman itu. Terasa hangat. Kembali dialirkan te-
naga dalamnya lagi. Terdengar lagi suara pelan dari
mulut Angin Racun Barat. Dan perlahan-lahan kedua
mata gadis berpakaian biru kehitaman yang kini dis-
elimuti oleh pakaian Manusia Serigala yang terbuat da-
ri kulit serigala terbuka.
Untuk sesaat si gadis memejamkan matanya
kembali. "Jangan bergerak dulu, kau masih lemah.
" Si gadis mengeluarkan suara pelan.
"Di mana aku sekarang?"
"Kau aman, Diah. Kau aman sekarang," kata pe-
muda dari Gunung Rajawali sambil mengangkat kulit
serigala dari tubuh si gadis. Lalu sambil nyengir dibe-
rikannya benda itu pada Manusia Serigala. "Aku tak
tahu apakah kau malu atau tidak bila gadis ini bangun
dan melihatmu hanya mengenakan cawat dari serat
kayu itu. Rasanya lebih baik kau segera memakai pa-
kaianmu ini kembali, bukan?"
Manusia Serigala mengeluarkan gerengan pelan.
Lalu dengan cekatan sekali dipakainya pakaian yang
terbuat dari kulit serigala itu.
Tirta menggeleng-gelengkan kepala melihatnya.
"Begitu banyak yang baru terungkap dari Manusia Se-
rigala yang kuyakini bernama Baruna, seperti yang
disebutkan Dewi Segala Impian saat berada di Bukit
Wampar Pupu. Entah rahasia apa lagi yang masih ter-
sisa padanya," desisnya dalam hati. Lalu dialihkan
pandangannya lagi pada Angin Racun Barat yang telah
membuka kedua matanya. Untuk sekejap pemuda
yang di lengan kanan dan kirinya terdapat rajahan bu-
rung rajawali warna keemasan melihat pandangan ter-
kejut dari si gadis. Si pemuda segera membatin, "Jelas
kalau dia kelihatan kaget mendapati Manusia Serigala
berada di sisinya. Bila saja dia tahu orang penuh bulu
ini yang menyelamatkannya, sudah tentu dia tak akan
sekaget tadi. Tetapi aku yakin, kekagetannya tadi
hanya perasaan sesaat belaka."
Apa yang diduga Rajawali Emas memang benar
adanya. Karena tatkala gadis itu kini benar-benar
membuka kedua matanya, kelihatan dia tak begitu
terkejut seperti tadi. Perlahan-lahan murid Iblis Cadas
Siluman ini bangkit dari berbaringnya, duduk dengan
kedua kaki masih berselonjor.
Sementara itu, mendadak saja Manusia Serigala
yang sejak tadi memperlihatkan kegembiraannya kare-
na mendapati si gadis sudah terbangun, dengan cepat
meninggalkan tempat itu. Tirta sejenak terkejut, tetapi
dia mendiamkan saja.
"Lagi jatuh cinta kali...," selorohnya dalam hati.
Angin Racun Barat ingat siapa pemuda yang berada di
hadapannya. Pemuda yang dilihatnya sedang berusaha
menyelamatkan seorang nenek berkonde mengenakan
pakaian batik warna kusam dan dibantu oleh gurunya
di Goa Seratus Laknat. Dia pun tahu kalau pemuda in-
ilah yang berjuluk Rajawali Emas.
Lalu katanya seraya memandang pemuda di ha-
dapannya. "Terima kasih atas bantuanmu, Rajawali
Emas," Tirta tersenyum. "Kau harus mengucapkan terima
kasih pada Manusia Serigala. Dialah yang menyela-
matkanmu sebenarnya, Diah."
"Tetapi... aku agak heran. Bukankah saat itu aku
dibawa lari oleh orang berkepala plontos?"
"Aku tahu soal itu. Aku pun sedang mencarimu
yang dibawa oleh orang berjuluk Beruang Mambang.
Tetapi aku tidak tahu bagaimana kau tahu-tahu bera-
da dalam bopongan Manusia Serigala yang sebelumnya
kulihat di Bukit Wampar Pupu. Hanya yang kuketahui
kemudian, kalau Manusia Serigala itu muncul kembali
dan memberikan pesannya kepadaku. Aku bersyukur
karena bisa memecahkan rahasia pesan yang disam-
paikannya."
Murid Iblis Cadas Siluman ini terdiam. Diusaha-
kan untuk mengingat apa yang terjadi. Tetapi yang di-
ingatnya hanyalah bagaimana orang berkepala plontos
itu tahu-tahu membawanya. Diingatnya pula kalau dia
ditotok. Ingatannya lalu beralih pada Pendekar Judi. Pe-
muda tampan yang sangat dicintainya tetapi tak bisa
membalas cintanya karena hanya menganggap dirinya
sebagai seorang adik. Dan mendadak saja kerinduan
pada pemuda itu menyelimuti hatinya. Tak kuasa me-
nahan terlalu lama, dia bertanya, "Rajawali Emas... tahukah
kau di mana Kang Cakra berada?"
"Maksudmu Pendekar Judi" Aku tidak tahu. Yang
ku tahu kalau dia mengejar Beruang Mambang yang
membawa dirimu," sahut Tirta tersenyum lalu me-
nyambung dalam hati, "Melihat binar matanya dan
mendengar suaranya, aku yakin kalau gadis ini men-
cintai Pendekar Judi. Apakah...."
Mendadak Tirta mengalihkan pandangan pada
suara yang baru datang. Tatkala dilihatnya siapa yang
datang dia tersenyum lalu tertawa.
"Hebat! Rupanya kau memburu kelinci lagi, hah"
Kau benar, Baruna.' Daging kelinci yang ku panggang
semalam itu tentu sudah dingin. Baik, aku akan me-
manggangnya lagi. Kebetulan perutku juga sudah la-
par. Tetapi ingat, kau harus memakan kelinci yang te-
lah kupanggang ini."
Manusia Serigala mengeluarkan gerengan pelan.
Rajawali Emas mendengus, "Brengsek! Rupanya kau
sudah makan kelinci yang kau buru, hah" Baruna...
kau anak manusia. Ingat, kau anak manusia! Kau ha-
rus belajar untuk menikmati makanan selayaknya
manusia." Entah benar atau tidak, yang pasti Rajawali Emas


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat Manusia Serigala tersenyum "Busyet! Dia bisa
tersenyum juga. Tetapi senyumnya itu seperti meledek-
ku. Hei, apakah dia masih takut dengan api?"
Memutuskan untuk menguji dugaannya, Rajawali
Emas segera membuat api dan memanggang daging
kelinci. Dilihatnya Manusia Serigala hanya terdiam
kendati dia mundur dua tindak sementara pandan-
gannya lekat pada Angin Racun Barat. Tirta jelas me-
nangkap sinar mata penuh kasih sayang dari Manusia
Serigala. Lalu pemuda dari Gunung Rajawali ini mulai
memanggang daging-daging kelinci sementara diden-
garnya suara Angin Racun Barat pada Manusia Seriga-
la. "Terima kasih atas pertolonganmu...,
" Manusia Serigala mengeluarkan gerengan sam-
bil melompat-lompat. Tirta hampir terjengkang karena
lonjakan tubuh Manusia Serigala seperti hendak me-
nabraknya. "Busyet! Jangan norak begitu kenapa sih" Bisa
jadi perempuan yang kau sukai akan ketakutan kalau
kau bersikap norak seperti itu!"
Sebenarnya selorohan Tirta itu keluar asal saja,
tetapi dilihatnya wajah murid Iblis Cadas Siluman be-
rubah tak suka. Di kejap lain, gadis berpakaian biru
kehitaman yang kelihatan sudah agak segar kendati
masih lemah tertawa.
"Kau ini lucu sekali. O ya, siapa namamu?"
Mendadak saja Manusia Serigala menghentikan
lompatannya. Kedua matanya yang memerah menatap
lurus pada Angin Racun Barat yang sedang tersenyum.
Rajawali Emas menghentikan memanggang daging-
daging kelinci itu.
"Hmmm... melihat sikapnya, nampaknya dia me-
mahami maksud Angin Racun Barat. Apakah dia ten-
gah mengingat-ingat" Atau teringat pada sesuatu" Ah,
inilah kesempatan yang paling tepat untuk membiasa-
kan orang penuh bulu ini dengan memanggilnya Baru-
na." Memikir sampai di sana, sambil meneruskan pe-
kerjaannya, Rajawali Emas berseru, "Diah! Dia berna-
ma Baruna! Kau harus memanggilnya seperti itu!"
"Nama yang bagus. Kau menyukai sebutan itu,
bukan?" ujar Angin Racun Barat sambil tersenyum.
Manusia Serigala masih terdiam, lalu mengang-
gukkan kepalanya. Dan tanpa disangka, dia berucap
kendati sangat lamban dan pelan, "Ba... ru... na...."
Rajawali Emas sampai melonjak mendengarnya.
Untuk sesaat keningnya berkerut. Kejap lain dia terba-
hak-bahak. "Bagus, bagus sekali! Bagus, Baruna! Ayo,
kita belajar lagi bercakap-cakap seperti yang pernah
kau lakukan pada Nyi Putiloka!"
Kali ini Manusia Serigala mengalihkan pandangan
pada Rajawali Emas. Kedua matanya mendadak saja
berubah menjadi sendu. Di lain kejap, dia menggereng
sangat keras sekali, panjang dan bertalu-talu. Mem-
buat Rajawali Emas dan Angin Racun Barat saling
pandang. Gerengannya yang keras itu terdengar oleh orang
bertubuh tinggi besar berkepala plontos. Untuk seje-
nak orang yang tak lain Beruang Mambang adanya ini
menghentikan langkahnya.
"Gerengan itu mengingatkanku pada Manusia Se-
rigala! Keparat! Aku yakin, orang penuh bulu itulah
yang membawa lari gadis yang kuculik! Keparat! Men-
dengar gerengannya itu, kemungkinan besar dia bera-
da tak jauh di sekitar sini. Huh! Sebenarnya aku tak
ingin mencari masalah dengan Naga Selatan yang se-
dang mencari Iblis Cadas Siluman, entah dengan mak-
sud apa. Lebih baik, kucari dulu Manusia Serigala
yang kuyakini besar membawa kabur gadis yang dicu-
lik!!" Orang tinggi besar mengenakan pakaian warna
putih dari kulit beruang itu segera mempercepat lang-
kahnya. Kembali ke lembah, Rajawali Emas sedang berka-
ta, "Mengapa, Baruna" Kau begitu risau sekarang?" La-
lu sambungnya dalam hati, "Mungkin tatkala kuse-
butkan nama Nyi Putiloka itu ingatannya mulai beker-
ja kembali. Mudah-mudahan dalam waktu yang tak
terlalu lama dia sudah bisa bersikap seperti seorang
manusia." Manusia Serigala menundukkan kepalanya. Kali
ini dia kelihatan tak menghiraukan kedua orang yang
berada di dekatnya, yang masing-masing orang sedang
memandangnya. Pandangan Rajawali Emas jelas gem-
bira menyadari kalau Manusia Serigala telah kembali
pada ingatannya masa lalu. Sedangkan pandangan
Angin Racun Barat, dibaluri dengan keharuan yang
sangat dalam. Gadis itu seolah mendengar kalau Ma-
nusia Serigala meneriakkan segala rindu dalam da-
danya. Seperti dirinya yang sedang didera rindu pada
Pendekar Judi. Dengan hati-hati dia mengulurkan tangannya. Di
pegangnya lengan yang kini dibaluti kembali bulu-bulu
tebal itu. "Ada apa, Baruna?"
Manusia Serigala tak segera mengangkat kepa-
lanya. Tatkala kepalanya diangkat, bukan hanya Angin
Racun Barat yang keheranan, Rajawali Emas pun
mengalami hal yang sama. Karena, sepasang mata
yang memerah itu mengalirkan air.
"Baruna...," desis Angin Racun Barat dengan sua-
ra bagai tersedak di tenggorokan.
"Ne... nek.... Ne... nek...."
Suara Manusia Serigala lamat dan sangat susah
sekali diucapkan.
Rajawali Emas menarik napas panjang.
"Bagus! Dia benar-benar bisa kembali pada sifat
dan tindak-tanduk sebagai manusia. Hanya aku tidak
yakin, apakah dia bisa melakukannya dalam waktu
dekat atau tidak." Lalu pemuda berpakaian warna
keemasan dengan celana kebiruan ini berkata, "Baru-
na... Nyi Putiloka telah meninggal. Aku tidak tahu apa-
kah kau mengerti atau tidak dengan kata itu. Tetapi
yang perlu kau ketahui, karena kau masih mempunyai
ibu...." "I... bu...."
"Ya. Ibu. Ibumu seorang wanita yang sangat jelita
sekali. Dari wujudnya yang jelita itu, seperti terpancar
sebuah pesona yang tak bisa ditepiskan. Ibumu berju-
luk Dewi Segala Impian dan bernama Permata. Baru-
na... suatu saat, kau akan kupertemukan dengan
ibumu itu yang kelihatan juga sedang mencarimu. Te-
tapi entah mengapa aku seperti menangkap gelagat
yang tidak enak apa maksudnya mencarimu."
Manusia Serigala hanya menelengkan kepala, se-
olah hendak mendengar lebih jelas lagi kata-kata Ra-
jawali Emas. Rajawali Emas tak meneruskan ucapan
karena dia tahu kalau gadis berpakaian biru kehita-
man itu sudah sangat lapar.
Lalu diberinya sepotong daging kelinci. Angin Ra-
cun Barat tak malu-malu untuk melahap sampai tan-
das daging kelinci panggang itu. Tetapi setelah habis
dia tertawa, "Aku jadi malu. Seperti orang yang sudah
bertahun-tahun tak bertemu makanan, ya?"
"Kau boleh menikmatinya lagi. Tetapi kau harus
membayar sekarang," seloroh Tirta.
Sementara itu Manusia Serigala sedang mende-
kam di tanah layaknya seekor serigala. Sejak keduanya
me-nikmati daging kelinci panggang, orang penuh bulu
yang kini diketahui bulu-bulu itu hanya semacam pa-
kaian belaka, tak mengeluarkan suara apa-apa. Seper-
tinya dia berusaha untuk mengingat peristiwa lalu
yang pernah dialaminya, begitu dugaan Rajawali Emas.
Tetapi tepat atau tidaknya, hanya Manusia Seri-
gala itu yang tahu. Angin Racun Barat menanyakan di
mana dia bisa membersihkan tubuh. Rajawali Emas
menunjuk ke arah barat, di sana ada sebuah mata air
yang jernih. Setelah Angin Racun Barat kembali den-
gan keadaan segar dan rambut masih setengah basah,
Rajawali Emas yang selagi Angin Racun Barat mandi
berpikir untuk segera meninggalkan tempat ini berka-
ta, "Diah..keadaanmu sudah pulih, bukan" Kau hanya
membutuhkan sekali bersemadi guna memulihkan se-
luruh tenagamu. Rasanya, aku sudah terlalu lama be-
rada di sini. Maksudku, masih banyak urusan yang
harus kuselesaikan.
Diah Srinti alias Angin Racun Barat terdiam seje-
nak. Lalu katanya, "Tirta... aku juga hendak mencari
Beruang Mambang, manusia keparat yang membuatku
jadi menderita seperti ini. Juga aku ingin bertemu
kembali dengan Pendekar Judi dan guruku."
"Tadi kukatakan, kau harus bersemadi dulu
hingga tubuhmu pulih total. Sementara, kupikir wak-
tuku sangat mendesak sekali. Kau tentunya mengerti,
bukan?" Angin Racun Barat terdiam sejenak sebelum
mengangguk. "O ya, kulihat Manusia Serigala sangat memper-
hatikanmu. Dengar baik-baik, Diah... bila memang kau
bermaksud hendak meninggalkan tempat ini dan Ba-
runa ikut bersamamu, usahakan jangan sampai ber-
temu dengan Dewi Segala Impian. Aku yakin kau ma-
sih mengingat wajahnya."
"Mengapa?"
"Seperti yang kuyakini sekarang kalau Baruna
adalah anak hasil hubungan Dewi Segala Impian dan
Hantu Seribu Tangan. Dewi Segala Impian sangat
membenci Hantu Seribu Tangan. Aku khawatir, dia
akan melampiaskan kemarahannya pada Baruna.
Mungkin untuk mengubur kenangan pahit tentang
Hantu Seribu Tangan, atau tak ingin aib kembali lekat
pada dirinya. Sudah terlalu banyak rahasia yang di-
pendam perempuan dengan sejuta pesona itu yang
terbuka sekarang. Kau paham?"
Angin Racun Barat menganggukkan kepalanya.
"Aku mengerti, Tirta. Akan kuusahakan apa yang kau
pesankan itu. O ya, bila bertemu dengan Pendekar Ju-
di, katakan aku baik-baik saja."
"Akan kuusahakan untuk menyampaikannya,"
kata Tirta sambil melirik Baruna yang masih mende-
kam di tanah tanpa bergerak dan mengeluarkan suara.
"Kau terlahir dari sebuah cinta sebenarnya, Baruna.
Cinta yang ternyata bernoda darah. Aku tak tahu apa-
kah mesti menyesali kelahiranmu atau tidak. Hmm...
di samping itu, aku memang bermaksud untuk menca-
ri Dewi Segala Impian. Amanat yang diberikan Mata
Malaikat harus kusampaikan padanya. Mengingat Ma-
ta Malaikat, aku semakin bertambah kagum dengan
pribadinya yang begitu tenang kendati menurutnya dia
begitu sedih mengetahui semua yang telah puluhan
tahun ditunggunya guna dicari jawabannya."
Lalu dialihkan pandangannya lagi pada Angin Racun
Barat. "Jaga dirimu baik-baik, Diah."
Diah Srinti mengangguk.
Rajawali Emas menepuk punggung Baruna, "Ja-
ga pula dirimu baik-baik."
Habis kata-katanya pemuda ini pun berdiri, lalu
melangkah perlahan. Dalam dua kejap berikutnya,
pemuda berpakaian keemasan ini sudah berkelebat
cepat. *** Bab 3 SENJA sudah menurun tatkala Rajawali Emas tiba di
sebuah jalan setapak yang dipenuhi ranggasan semak
belukar. Untuk sesaat si pemuda memperhatikan seke-
lilingnya dengan pandangan tajam dan waspada. Kea-
daan bertambah genting, lengah sedikit berarti mene-
rima kematian. "Urusan yang ada di hadapanku rasanya semakin
berkembang panjang. Mencari Beruang Mambang yang
mempunyai urusan dengan Guru. Mencari Dewi Segala
Impian untuk kusampaikan gulungan daun lontar dari
Mata Malaikat. Dan menemukan apa yang ada di balik
pencarian Naga Selatan terhadap Iblis Cadas Siluman.
Juga untuk mengetahui di mana sebenarnya Kakek
Manusia Pemarah yang menurut Guru, berjalan ber-
sama Dewi Berlian. Ah, Guru tak mau mengatakan ada
urusan" apa sebenarnya dia dengan Beruang Mam-
bang di waktu lalu. Ada apa di balik semua ini?"
Si pemuda berusaha untuk menemukan jawaban
atas pertanyaan demi pertanyaan yang melingkar di
benaknya. Namun sampai sejauh itu dia tak menda-
patkan jawaban yang memuaskan.
"Sulit bagiku menduga-duga ada apa di balik se-
mua ini. Mengenai Manusia Serigala yang kuyakini
bernama Baruna dan putra dari Dewi Segala Impian dengan
Hantu Seribu Tangan, kupikir bisa kutunda. Karena
aku yakin dia bisa menjaga diri. Lagi pula, Angin Ra-
cun Barat bersedia memenuhi permintaanku...," si
pemuda terdiam, lalu menyambung.
"Aku tak yakin kalau Dewi Segala Impian ber-
maksud baik dan sekadar melepas rindu pada Baruna.
Aku yakin, di balik semua ini dia sebenarnya hendak
membunuh Baruna, untuk memupus semua ingatan
tentang Hantu Seribu Tangan. Urusan cinta ternyata
begitu rumit. Masing-masing orang dalam hidupnya
memang punya urusan. Ah, sebaiknya...."


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tirta memutus kata-katanya sendiri tatkala telin-
ganya menangkap suara nyanyian kacau balau yang
tumpang tindih dan benar-benar tidak merdu.
Ayo gandeng tangan, biar kita jangan salah jalan
Apakah yang kau inginkan selain berdua diranjang
Mengapa harus ragu untuk saling berdendang
Ranjang berderit dan jiwa terangsang
Mari ayo mari kasihku sayang
Kita berenang menikmati kehidupan
Lalalalala Rajawali Emas seketika mengalihkan pandangan
ke atas. Sepasang matanya melihat satu sosok tubuh
yang luar biasa gemuk berpakaian putih terbuka yang
memperlihatkan dada gempal. Orang yang barusan
menyanyi kacau balau itu dengan enaknya menenggak
isi pundi yang ada di tangannya. ' .
Gluk... gluk... gluk.
"Busyet! Orang apa raksasa" Kalau orang gemuk-
nya minta ampun, kalau raksasa masih kelihatan lebih
kecil" Jangan-jangan... dia sebangsa penunggu tempat
ini...," pikir si pemuda dengan pandangan berubah ka-
gum. Bagaimana tidak, karena orang bertubuh gemuk
yang sedang mabuk itu duduk di sebatang ranting po-
hon yang kecil!
Lebih unik lagi karena tubuhnya bergoyang-
goyang tetapi dia tidak sampai jatuh karenanya!
Rajawali Emas membatin lagi, "Menilik dari bau
isi pundi yang dipegangnya itu, aku yakin berisi arak.
Begitu pula dengan pundi-pundi lainnya yang meling-
kari perutnya yang besarnya dua kali tong." Orang
bertubuh gemuk dan berwajah bulat itu kembali men-
geluarkan nyanyian dengan suara yang masih lebih
bagus embikan kambing.
Ayo sayang mari sayang
Kita berdendang kita bersenang
Jangan gundah jangan bimbang
Ada Abang yang tersayang
Mari kasih mari sini
Kita bernyanyi kita menari
Jangan takut kau akan mati
Karena kita habisi hari
Tirta tertawa mendengarnya.
"Hebat, hebat sekali! Jelas dia bukan orang sem-
barangan. Melihat sikapnya aku yakin sejak tadi dia
sudah berada di sini, tetapi aku tak mendengarnya
sama sekali. Bahkan aku tak melihatnya. Bisa jadi se-
belum aku tiba di sini dia sudah nongkrong di pohon
itu. Heran! Dia nampaknya kuat sekali mabuk, sejak
tadi arak-araknya selalu ditenggak terus menerus. Bu-
syet! Pundi arak yang tadi dipegangnya yang tentunya
telah kosong itu, dicanteli di ikat pinggangnya yang
berwarna merah kehitaman. Dan diambilnya yang ba-
ru. Benar-benar busyet! Langsung ditenggaknya!!"
Lalu masih tertawa pemuda dari Gunung Rajawali
ini berseru, "Hei, Kek! Kau ini sebangsa monyet atau
orang utan" Nangkring di pohon dengan santai tanpa
memikirkan sesuatu!!"
Kepala orang bertubuh gemuk luar biasa itu mengarah
pada Tirta tetap dengan tubuh agak bergoyang-goyang.
Seraya menenggak araknya dia berseru sambil tertawa
ngakak, "Baru kali ini aku mendengar suara orang
sangat jelek! Hei! Kau ini sebangsa manusia apa se-
tan"!"
"Busyet! Aku disetan-setankan!" gerutu Rajawali
Emas sambil mengerutkan keningnya. "Siapa sebenar-
nya orang tua ini" Sepanjang aku meninggalkan Angin
Racun Barat dan Manusia Serigala, hanya orang ini
yang kujumpai. Padahal aku berharap agar ada orang
yang bisa kujadikan tempat bertanya. Tetapi untuk
bertanya pada orang gemuk pemabuk ini, sama juga
bohong." Dan mendadak saja orang bertubuh gemuk itu
terjatuh. Bukan ampun-ampunan lagi jatuhnya. Seper-
ti lima puluh buah nangka busuk yang jatuh bersa-
maan. Tanah di mana orang bertubuh gemuk luar bi-
asa itu jatuh muncrat dan melesak ke dalam karena
tertimpa bobot yang sangat berat.
Rajawali Emas sampai terpingkal-pingkal melihat-
nya. "Wah! Kalau mau memperlihatkan lelucon jangan
seperti ini, Kek! Kau bisa membuat perutku mulas!"
Orang yang bertubuh gemuk luar biasa dan tak
lain adalah Raja Arak adanya bukan menjerit kesaki-
tan justru berteriak kalap sambil mendekap pundi
araknya. "Oh! Pundiku!!" Lalu pandangannya yang telah
nanar diarahkan pada pinggangnya. "Oh, pundi-
pundiku! Betapa malang nasib kalian"!"
Terburu-buru Raja Arak bangkit, terhuyung dan
masih untung sekarang tidak jatuh. Kejap lain, dia su-
dah tertawa panjang sambil menenggak arak dalam
pundinya. "Aku sudah yakin, kalian tak akan pecah, pundi-
pundiku. Kalian harus terus menjaga kesehatanku."
Di depan, Rajawali Emas menggeleng-gelengkan
kepalanya dengan penuh keheranan.
"Dia bukan hanya doyan mabuk tetapi sudah di-
perbudak oleh arak-araknya yang berbau menyengat
itu. Aku yakin, sehari tanpa arak-arak itu dia sudah
merasa seperti di neraka! Rasanya, aku tak perlu terla-
lu lama di sini! Lebih baik kuteruskan perjalanan!"
Memikir sampai di sana, Rajawali Emas berkata,
"Orang bertubuh gemuk kayak tong! Silakan kau me-
nikmati arak-arakmu itu! Aku tidak tahu apakah kau
mengerti ucapanku karena arak-arak itu mempenga-
ruhi jalan pikiranmu atau tidak!"
"Apa sih yang sebenarnya hendak kau katakan?"
sahut orang bertubuh gemuk itu sambil menenggak
araknya lagi. "Eh! Dia seperti sadar! Cuma gerakan limbung
tubuhnya bikin orang jadi ragu-ragu," pikir Tirta. Lalu
katanya sambil tersenyum, "Yang hendak kukatakan,
aku tak bisa menikmati jatuhnya tubuhmu yang seper-
ti nangka busuk itu!"
Raja Arak mengulap-ulap tangan kirinya yang
gempal. "Kalau mau pergi, silakan pergi! Bikin kepalaku
pusing saja!"
Gluk... gluk... gluk.
Pemuda dari Gunung Rajawali ini tertawa sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Silakan kau isi perut buntalmu itu dengan arak-
arakmu!" serunya seraya melangkah ke kanan. Namun
baru lima tindak pemuda bersenjatakan Pedang Batu
Bintang ini melangkah, mendadak terdengar bentakan
yang sangat kuat,
"Kurang ajar Siapa suruh kau tinggalkan tempat
ini, hah!" Rupanya kau memang ingin dihajar!"
Bersamaan dengan suara yang menggelegar keras
dan menggugurkan dedaunan, terdengar deru angin
yang sangat kuat sekali.
Rajawali Emas seketika membalikkan tubuh dan
bersamaan dengan itu sudah menggerakkan tangan
kanannya. Blaaam! Deru angin kencang yang bukan hanya akan
membuatnya luka tetapi bisa membuat nyawanya me-
layang tertahan oleh tenaga yang sangat kuat sekali,
hingga menimbulkan suara letupan yang cukup keras.
Tirta terhuyung tiga tindak ke belakang sementa-
ra Raja Arak masih tetap di tempatnya semula sambil
menenggak arak dalam pundinya.
"Gila!" desis Tirta kagum. "Yang kulepaskan un-
tuk menahan deru angin itu adalah jurus 'Sentakan
Ekor Pecahkan Gunung'. Tetapi orang bertubuh gemuk
luar biasa ini tak bergeming dari tempatnya, justru
aku yang terhuyung. Aku yakin, dia jelas bukan orang
sembarangan. Hanya yang mengherankan, bagaimana
arak-arak yang bisa bikin otaknya menjadi sinting itu
tak mempengaruhi serangannya barusan?"
Terdengar suara Raja Arak dengan tubuh lim-
bung. "Nah, nah! Mengapa kau masih berada di sini"
Bukankah tadi kau katakan hendak meninggalkan
tempat ini" Ayo pergi sana! Tampangmu bikin aku
muak! Jangan-jangan kau hendak mencuri arak-
arakku, ya" Heeegggh!!"
Tirta meringis mendengar dahak yang keras dan
jelek itu. Tetapi pandangannya lekat pada orang bertu-
buh gemuk. "Kacau! Tadi aku sudah pamitan dia menahan.
Sekarang dia merasa heran aku masih berada di sini
padahal ditahan oleh serangannya! Lebih kacau lagi
aku dituduh hendak mencuri arak-araknya! Kurang
asem! Siapa sudi mencuri araknya! Mencium baunya
saja sudah bikin orang mau muntah! Benar-benar bisa
jadi sinting aku di sini!"
Lalu katanya sambil menindih jengkelnya, "Orang
tua bertubuh gemuk! Tadi kau sendiri yang, menahan
langkahku dengan serangan brengsekmu itu, mengapa
sekarang kau bertanya aku masih berada di sini" Jan-
gan-jangan, kau yang hendak minta uang padaku gu-
na membeli arak-arak itu lagi!"
Raja Arak terkekeh-kekeh. Sepasang matanya
yang bulat memerah berputar-putar karena pengaruh
arak-araknya. Dengan tubuh tetap limbung dia beru-
cap dengan tangan bergerak-gerak kacau, "Kau boleh
ucap begitu, tetapi aku tahu apa yang ada di otak bu-
sukmu itu! Awas! Berani mendekatiku berarti kau bu-
kan hanya akan mati, tetapi jasadmu akan kukencin-
gi!!" Tirta mendengus jengkel mendengar ucapan
orang. Lalu pikirnya, "Benar-benar cuma membuang
waktu saja. Lebih baik aku segera berkelebat saja biar
orang gemuk ini tidak bisa menghalangi langkahku!!"
Memutuskan demikian, Tirta mengerahkan ilmu
peringan tubuhnya. Bahkan tak tanggung lagi, dialir-
kan tenaga surya dalam tubuhnya ke kedua kakinya
yang mampu membuatnya bergerak secepat angin.
Tetapi sebelum si pemuda melakukan maksud-
nya, tiba-tiba terdengar suara bergemerincing di ke-
jauhan. Untuk sejenak si pemuda tertegun. Kejap lain
terdengar dengusannya yang keras.
"Celaka! Siapa lagi kalau bukan si nenek peot itu.
yang datang"! Urusanku bisa jadi panjang!!" seru Tirta
sambil mendengus.
Di hadapannya, mendengar atau tidak suara ge-
merincing itu, Raja Arak dengan penuh kenikmatan
menenggak arak-araknya, lalu mengusap mulutnya
dengan punggung tangan kiri seraya keluarkan desa-
han nikmat yang panjang.
"Nikmat... nikmat sekali.... Hgggh!"
*** Bab 4 Suara bergemerincing itu semakin keras terdengar di-
iringi dengan suara kikikan yang sangat nyaring.
"Hik.. hik.. hik... rupanya aku berjumpa lagi den-
gan bocah gendeng yang pemberani! Sayang, nyawanya
hanya tinggal beberapa hari lagi melekat di badan!!"
Apa yang dikatakan orang yang belum nampak
batang hidungnya tetapi sudah terdengar suaranya
memang benar. Orang yang mempunyai ciri khas itu
yang sudah bisa ditebak Naga Selatan adanya, me-
mang telah memasukkan sebuah pil racun yang mem-
buat Rajawali Emas hanya bisa bertahan hidup selama
tiga puluh hari. Keadaan itulah yang membuat Mata
Malaikat, yang sebelumnya bertemu dengan Rajawali
Emas menjadi gundah, hingga lelaki berpakaian hijau
tambalan itu yang selalu memejamkan kedua matanya
memutuskan untuk mencari Naga Selatan guna me-
minta obat pemunah racun yang tertelan paksa oleh
Rajawali Emas (Baca serial Rajawali Emas dalam epi-
sode ("Rahasia Pesan Serigala"). Tetapi nampaknya
sampai saat ini Rajawali Emas masih dalam keadaan
segar bugar. Raja Arak bersuara keras sambil melangkah den-
gan tubuh limbung. Lehernya yang pendek dan gempal
itu berputar ke sana kemari seraya memanggilnya, "Po-
long! Kaukah itu, Polong" Bagus, bagus! Mari sini kita ma-
buk bersama! Ya, ya...aku akan mabuk duluan!"
Gluk.. gluk... gluk.
Rajawali Emas berpikir, "Tentu Nyi Polong atau
Naga Selatan marah besar karena kubohongi tentang
Iblis Cadas Siluman. Tetapi aku yakin sangat sulit me-
nilai apakah dia sedang marah atau tidak. Karena...
Hmm... ya, ya.. akan kulakukan permainan yang me-
narik" Suara bergemerincing itu semakin ramai dan ber-
tambah keras. Dua tarikan napas berikutnya, satu so-
sok tubuh berpakaian batik warna ungu muncul dari
arah kanan. Langsung mengeluarkan kikikan yang ke-
ras. "Hebat, hebat sekali! Berjumpa lagi denganmu,
Bocah Pembohong!!"
Rajawali Emas meringis. Dan terkejut tatkala Ra-
ja Arak mendekatinya dan merangkulnya dengan erat.
"Oh, Polong! Aku rindu sekali padamu, kasihku,
sayangku, cintaku, mainanku...."
Sudah tentu dirangkul kedua tangan gempal yang


Rajawali Emas 14 Tapak Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat kuat itu membuat Tirta melengak dan sesak
napas. Segera saja dia berusaha berontak. Tetapi se-
makin dia berusaha melepaskan diri semakin kuat
rangkulan Raja Arak. Lebih gila lagi, hanya dirangkuh
dengan tangan kiri Tirta juga tak bisa melepaskan diri
sementara tangan kanan yang gempal milik Raja Arak
mengangsurkan pundi arak ke mulutnya.
"Polong sayang... ayo, kita minum seperti dulu la-
gi! Kita mabuk biar sampai ke sorga!"
Sudah tentu Tirta bertambah gelagapan. Tubuh-
nya seperti digencet oleh sebuah bukit! Lebih kacau la-
gi karena bau tubuh orang bertubuh gemuk luar biasa
ini sangat bau arak
"Hei, Kek! Sadar! Aku laki-laki! Apa kau sebenar-
nya memang doyan sama laki-laki"!" seru Tirta dengan
suara tersedak.
Raja Arak tertawa berderai.
"Aneh! Apa kau sedang sakit gigi hingga suaramu
sengau begitu, Polong Sayang" Tetapi... bukankah kau
tidak punya gigi" Hayo, ngaku! Kau sudah memasang.
gigi palsu dari kotoran kambing, bukan"!"
Sementara Tirta bertambah gelagapan, nenek ber-
tongkat putih dengan ukiran kepala naga di ujungnya
terkekeh. "Lucu, lucu sekali kau, Raja Arak! Jangan-jangan
kau tidak sedang berpura-pura salah orang! Padahal
kau memang ingin memeluk pemuda itu! Hik... hik..
hik.. memalukan! Bagaimana bisa kau berbuat den-
gannya" Paling-paling beradu!!"
Seperti orang linglung Raja Arak memutar kepa-
lanya ke belakang. "Lho, lho... mengapa kau ada dua,
Polong" Apakah aku sudah menjadi sinting! Apakah...
minum dulu, ah!!"
Lalu dengan penuh kenikmatan Raja Arak kem-
bali menenggak arak dalam pundinya sementara tan-
gan kirinya masih mendekap Tirta yang merasa tergen-
cet dan sesak napas. Kejap lain terdengar tawanya
berderai. "Bagaimana ini" Mengapa kau ada dua orang, Po-
long" Jangan-jangan kau kembar ya" Kembar dengan
jerangkong!!"
Naga Selatan terkikik
"Kau selalu bikin orang susah, Raja Arak. Le-
paskan bocah yang sudah mau mati itu?"
"Bocah" Lepaskan" Mau mati" Wah, yang benar
saja Seperti tak sengaja melakukannya, Raja Arak me-
lepaskan dekapannya dan mendorong tubuh Tirta.
Wusssss! Braaakk! Tubuh Tirta seperti terdorong oleh angin raksasa
yang sangat kuat sekali hingga dia bukan hanya terke-
jut tetapi tak bisa mengendalikan diri. Akibatnya, tu-
buhnya menabrak pohon di belakangnya.
Tak mempedulikan keadaan Rajawali Emas yang
telah berdiri sambil memaki-maki, Raja Arak melang-
kah terhuyung pada Naga Selatan yang terkikik
"Kau sudah bertemu dengan Randa Barong?"
tanya Naga Selatan.
"Randa Barong" Siapa dia" Mengapa aku harus
bertemu" Apakah... hei! Bukankah dia yang bergelar
Iblis Cadas Siluman?" seru Raja Arak linglung.
Naga Selatan terkikik lagi.
"Arak-arak busukmu itu sudah mempengaruhi
otakmu rupanya. Tetapi tanpa arak-arak itu otakmu
memang sudah sinting dan pikun!"
Raja Arak menenggak araknya lagi. Lalu mencan-
teli di pinggangnya dan mengambil pundi yang masih
penuh. "Ya, ya... aku yakin sekarang. Aku belum bertemu
dengan Iblis Cadas Siluman. Justru aku bertemu den-
gan perempuan yang sangat jelek sekali. Hehehe... di
kepalanya yang lonjong ada sebuah konde kecil. Pa-
kaiannya batik warna kusam. Kalau tak salah ingat,
sepertinya aku yakin kalau dia adalah murid Malaikat
Dewa...." "Kau semakin bertambah pikun, Raja Arak. Bu-
kan dia yang kutanyakan. Tetapi Iblis Cadas Siluman."
"Wah, kau yang pikun sekarang. Tadi kukatakan
aku belum bertemu dengannya. Polong sayang, ayo ki-
ta minum bersama-sama sekarang! Kita mabuk sampai
pagi" Kalau Nyi Polong alias Naga Selatan tak menghi-
raukan kata-kata yang diucapkan dengan tubuh lim-
bung oleh Raja Arak, lain halnya yang ada di otak Ra-
jawali Emas. "Mendengar ciri orang yang disebutkan Raja Arak
tadi, aku yakin dia Guru adanya. Hmm... kalau begitu
di mana Guru berada sekarang?"
Naga Selatan berkata lagi sambil terkikik "Kau
benar-benar gampang marah sekarang, Raja Arak.
Huh! Di mana Randa Barong berada sebenarnya" Aku
yakin, dia memang tidak tahu kalau di dalam dirinya
ada sebuah benda yang sedang diincar oleh orang ba-
nyak Salah seorang, si Nenek Cabul yang sejak lama
menginginkan benda itu. Aku juga menyirap kabar ka-
lau Hantu Kali Brantas menghendaki benda itu pula.
Bahkan Sindung Ruwit pun muncul pula menghendaki
benda yang sama. Kalau Iblis Cadas Siluman tak men-
getahui tentang benda itu, berarti dia bisa sedikit se-
lamat. Tetapi aku juga tidak yakin, karena sekali lihat
saja benda itu sudah nampak"
Raja Arak menenggak araknya.
"Lalu ke mana lagi kau harus mencarinya, Po-
long" Hei! Kau belum mengiyakan tawaranku tadi! Ayo,
kita nikmati arak-arak ini! Jangan sampai kehabisan!"
Naga Selatan cuma terkikik "Aku sudah lama
menyusuri jejaknya. Tetapi belum nampak batang hi-
dungnya." "Jangan-jangan... dia sudah mampus?"
"Kalau memang begitu, kita tak perlu lagi pusing
memikirkannya. Tinggal mencari tahu siapa orang
yang telah membunuh dan memiliki benda keramat
itu." Rajawali Emas yang sedikit banyaknya menang-
kap apa yang dibicarakan kedua orang berperangai
aneh ini, menjadi penasaran. Dia segera mendekat.
"Benda apa sih yang kalian bicarakan?"
Raja Arak memutar tubuh dan berkata, "Hayo!
Jangan dekat-dekat! Kau ingin mencuri hati Polong,
bukan" Kulumat tubuhmu bila kau melakukannya!"
Gluk... gluk... gluk.
"Sinting! Siapa sudi mencuri hati nenek peot om-
pong itu!" geram Tirta dalam hati. Sambil menindih ke-
geramannya, pemuda yang di kepalanya melilit sebuah
ikat kepala warna keemasan berkata, "Sumpah jangan
disambar petir aku juga mau, kalau aku tidak punya
niatan untuk mencuri hati nenek Naga Selatan! Aku
cuma penasaran hendak..."
Kata-kata Rajawali Emas terputus tatkala Raja
Arak sudah berkata lagi dengan suara meracau pada
Naga Selatan, "Bodohnya aku ini! Polong... mengapa
kita harus bersusah payah mencari Randa Barong" Ki-
ta suruh saja pemuda sialan ini untuk mencarinya
sementara kita bisa berbulan madu lagi"!"
Kali ini Tirta tertawa keras. Bulan madu" Bagi
pasangan yang sudah bau tanah"
Tak ada yang menggubris tawanya. Naga Selatan
berkata, "Usul itu sebenarnya juga ada dalam pikiran-
ku. Hik.. hik... hik.. boleh juga! Tetapi dia sudah mau
mampus!" "Oh! Siapa yang bikin seperti itu" Mengapa hanya
'mau' saja" Mengapa tidak langsung dibunuh?"
Kali ini Tirta menghentikan tawanya dengan pan-
dangan melotot. Lagi-lagi tak ada yang menggubris.
"Dia sudah menelan racun yang kumiliki! Karena
aku tak ingin dia lari setelah membohongiku! Hik..
hik.. hik.. dia ternyata pemberani! Dia benar-benar be-
rani membohongiku!!"
"Kau berikan pemunahnya! Kita bisa bersenang-
senang! Aku tak sabar untuk berbulan madu kembali!
Kulihat wajahmu bertambah jelita! Tubuhmu bertam-
bah montok! Luar biasa, luar biasa sekali!!"
Tirta mengerutkan keningnya mendengar kata-
kata Raja Arak "Apa orang tua gemuk ini sudah lamur
matanya?" Naga Selatan terkikik "Aku cuma heran! Sedikit
heran! Mengapa dia sepertinya tak mengalami gang-
guan apa-apa karena racunku" Tetapi...!
Mendadak saja terdengar keluhan Tirta sambil
memegang perutnya. Tubuhnya tiba-tiba jatuh. Bergul-
ing-an dengan suara kesakitan. Kedua matanya melo-
tot. Kedua kakinya dihentakkan.
Raja Arak membentak, "Bocah sialan! Mau apa
kau, hah" Hayo, kau berpura-pura kejang karena hen-
dak mencuri arak-arakku, kan"!"
Tirta tak peduli. Dia terus bersikap seperti itu. Te-
tapi apa yang sebenarnya diharapkan dari sikapnya
seperti itu tidak nampak karena Naga Selatan sudah
berucap, "Pengaruh racunku tidak seperti itu. Hanya
seorang yang bisa mengatasi sekaligus mengalahkan
racun-racunku. Dia adalah Sampurno Pamungkas,
atau yang dikenal dengan julukan Manusia Agung Se-
tengah Dewa. Hm... kini aku mengerti. Bocah gendeng!
Kau tak usah berpura-pura! Sekarang katakan, apa-
kah kau memiliki ilmu 'Penolak Sejuta Racun' yang se-
tahuku hanya dimiliki oleh Manusia Agung Setengah
Dewa?" Mendengar pertanyaan si nenek bongkok yang di
kedua pergelangan kakinya terdapat gelang kerincing,
Rajawali Emas menghentikan kelojotannya. Lalu dia
bangkit dalam keadaan seperti sediakala.
Memang, semenjak Nyi Polong memasukkan seca-
ra paksa racun 'Naga Merah', Rajawali Emas tak merasa
Terbang Harum Pedang Hujan 1 Pendekar Naga Putih 02 Dedemit Bukit Iblis Hantu Laut Pajang 1
^