Pencarian

Tumbal Nyawa Perawan 2

Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan Bagian 2


dia terbahak-bahak.
"Rupanya kau benar, Ayu. Kita tak boleh membiarkan
gadis itu seorang diri."
"Ya! Sebaiknya, kita kembali lagi menemuinya!
Aku khawatir dia akan mengalami nasib sial kembali."
Kali ini Handaka menganggukkan kepalanya. Karena
dia yakin, Dewi Awan Putih sudah sadar sepenuhnya.
Kemungkinan besar pula kalau gadis itu sudah meninggalkan tempat.
Apa yang diduganya memang benar. Karena begitu keduanya tiba di tempat semula,
sosok gadis berpakaian jingga sudah tak ada di tempatnya.
Kalau Handaka diam-diam menarik napas lega,
justru Ayu Wulan yang merasa tidak tenang.
"Handaka! Apakah orang itu kembali lagi ke
tempat ini dan membawa gadis berpakaian jingga tadi?"
Handaka terdiam, seolah tak tahu jawabannya.
Lalu dengan suara dibuat ragu-ragu dia berkata, "Aku
tidak tahu. Tetapi... barangkali saja dia sudah siuman
lalu segera meninggalkan tempat ini...."
Jawaban Handaka membuat Ayu Wulan agak
tenang. Kendati demikian dia nampak masih mencemaskan gadis itu, Sambil pandangi
Handaka dia berkata, "Handaka... sekarang juga kita lanjutkan perjalanan
mencari Kang Tirta. Sambil lalu, kita juga mencari tahu
bagaimana keadaan gadis itu."
Handaka mengangkat tangan kirinya yang memegang dua ekor kelinci gemuk.
"Apakah kita tidak mengisi perut dulu?"
"Tidak usah! Laparku mendadak hilang begitu
gadis itu lenyap. Aku benar-benar tidak tenang memikirkan apa yang terjadi
dengannya," sahut Ayu Wulan,
lalu melanjutkan setelah melihat wajah Handaka nampak berubah, "Kita bisa
mencari buah-buahan sambil
lalu. Bagaimana?"
"Benar-benar gadis yang memiliki ketabahan.
Ah, keinginanku untuk menidurinya pupus lagi. Aku
menginginkan dia menjadi istriku. Tetapi biar bagaimanapun juga, dia adalah
tumbal yang bisa kutukarkan
dengan Kitab Pamungkas."
Habis membatin begitu, Handaka menganggukkan kepala. Ayu Wulan segera berkelebat
mendahului dengan perasaan tidak enak. Handaka sendiri, setelah
melemparkan dua ekor kelinci itu, segera berkelebat
menyusul. *** Bab 7 BUTIRAN embun masih menggenang di dedaunan. Sinar surya mulai merambah persada.
Langit pagi cerah
tanpa timbunan awan. Belum lagi butiran embun mengering, nampak satu bayangan
keemasan berkelebat
lincah dari satu tempat ke tempat lagi. Di jalan setapak
yang dipenuhi ranggasan semak, pemuda itu menghentikan langkahnya.
Sepasang mata bayangan keemasan yang tak
lain Rajawali Emas adanya, tajam memandang ke de-
pan. Kejap lain terdengar desisannya pelan,
"Bulak Batu Bulan... di mana tempat itu" Menurut Bwana... aku hanya punya waktu
sekitar lima hari
lagi untuk tiba di sana. Guru telah menunggu di Bulak
Batu Bulan. Dan untuk menemukan tempat yang belum kuketahui di mana, sama saja
aku mencoba mengubah arah mata angin."
Pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat
rajahan burung rajawali berwarna keemasan yang memandang kejauhan, kini alihkan
pandangan ke arah
kanan. "Jalan mana lagi yang harus kutempuh. Ayu
Wulan belum kutemukan. Sementara Bwana yang mendapat ancaman dari orang bernama
Rantak Ganggang
kuminta agar berhati-hati. Aku tak tahu dia hendak ke
mana. Apakah kepergiannya yang begitu saja juga salah
satu rahasia yang dipendamnya" Sebaiknya, kuteruskan
langkah sekarang."
Belum lagi pemuda ini bergerak, mendadak saja
indera pendengaran nya menangkap kelebatan tubuh
ke arah tempatnya berdiri.
"Siapa orang yang berkelebat ini" Menilik kelebatannya, dia hanya seorang.
Apakah aku harus bersembunyi agar tidak ada masalah hingga waktuku jadi terbuang" Tetapi tidak, biar kutunggu saja
siapa orang itu?" Berpikir demikian, Tirta membalikkan tubuh ke
arah kanan. Kedua kakinya dibuka agak lebar bersiaga
bila ada serangan yang mendadak muncul. Pandangannya tak berkedip ke depan.
Selang lima kali kejapan mata, nampak berkelebat satu sosok tubuh berambut
panjang yang diikat pita
warna biru. Gadis yang juga mengenakan jubah warna
biru pekat ini, segera menghentikan larinya begitu meli-
hat satu sosok tubuh berpakaian keemasan seperti telah menunggunya.
Sejenak gadis ini memperhatikan Rajawali Emas
tanpa kedip. Kejap lain terlihat seringaiannya mengembang. Diam-diam dia berkata
dalam hati, "Hmm... tatkala diputuskan untuk tidak mencari, aku bertemu lagi
dengan pemuda yang mengaku bernama Lolo Bodong
ini. Peduli setan! Bila ternyata dia memang Rajawali
Emas adanya, akan kubunuh dia! Kendati menurut
Guru, dia tak memegang Kitab Pemanggil Mayat!"
Tirta sendiri tak kalah terkejutnya melihat siapa
yang muncul di hadapannya. Masih tak berkedip, pemuda ini berkata dalam hati,
"Salah seorang Dayangdayang Dasar Neraka. Kalau tak salah, menilik cirinya
dia adalah gadis yang bernama Dayang Harum. Hmm...
kenapa dia hanya seorang diri" Ke mana dua gadis
lainnya?" Lalu dengan senyuman bertengger di bibirnya
dia berkata, "Selamat bertemu lagi... Dayang Harum.
Oh! Apakah aku salah menyebutkan namamu?"
Gadis berjubah biru pekat yang memang Dayang
Harum adanya merandek dingin, "Pemuda mengaku
bernama Lolo Bodong! Katakan siapa kau sebenarnya?"
Tirta tersenyum.
"Bukankah kau sudah tahu siapa namaku" Barusan ku sebutkan!"
"Jangan menjual lagak!" hardik Dayang Harum
sengit. Kedua tangannya mengepal kuat. Dan dia tak
ingin membuang waktu sekarang.
"Kau masih tak percaya juga, ya" Kalau memang
begitu, ya tidak apa-apa. O ya, apakah kau masih menginginkan nyawaku juga" Atau
sesungguhnya, kau sedang memburu Kitab Pamungkas?" sahut Tirta masih
tersenyum. "Kau sudah tahu apa maksudku! Lebih baik bi-
cara yang jujur sebelum kucabut nyawamu!"
"Sulit bagiku sekarang untuk membedakan mana yang harus jujur dan mana yang
harus tidak jujur.
Kau sendiri nampaknya juga sulit untuk membedakan
mana yang jujur dan mana yang tidak jujur, karena kau
jelas masih kelihatan bimbang. Tetapi bila kau memaksa juga, baiklah...
kukatakan siapa aku sebenarnya."
Tak menyangka akan mendapat jawaban seperti
itu, Dayang Harum menjadi tegang pula. Diam-diam dikerahkan tenaga dalam pada
kedua tangannya bila pemuda di hadapannya memang orang yang dicarinya.
"Katakan!"
Tirta pandangi sejenak gadis berjubah biru pekat itu. "Dia sebenarnya cukup enak
dipandang. Belum
pula dengan kedua temannya yang bernama Dayang
Kemilau dan Dayang Pandan. Tetapi sayang, mereka
begitu kejam sekali kendati aku yakin mereka sebenarnya hanya dikendalikan oleh
seseorang yang tidak tahu
siapa. Kalau begitu, akan kucoba mengorek siapa yang
menyuruh mereka sebenarnya."
Memutuskan demikian, Tirta berkata, "Sebelum
kukatakan siapa aku sebenarnya, aku ingin tahu siapa
yang berada di belakang kau dan kedua temanmu itu?"
Lagi-lagi tak menyangka akan mendapatkan
perkataan seperti itu, Dayang Harum menjadi makin tegang. Tetapi wajahnya
mengkelap tanda tak suka mendengar pertanyaan orang. Kendati demikian, dia
berkata juga dengan nada dingin, "Apa maksudmu"!"
"Aku yakin kalau kalian sebenarnya gadis baikbaik. Tetapi sesuatu atau seseorang
telah mengubah kalian menjadi kejam seperti ini. Apakah salah bila kutanyakan
tentang hal itu tadi kepadamu?"
Wajah Dayang Harum nampak berubah. Tirta
bisa melihat kalau gadis itu menjadi resah. Terutama
dari kedua bola matanya yang bergerak-gerak cepat.
"Benar dugaanku," katanya dalam hati. "Gadis
ini sebenarnya memang memiliki hati bersih. Tetapi seseorang telah mengubah
hatinya menjadi demikian kejam."
Berjarak lima langkah dari hadapannya, Dayang
Harum masih tak membuka mulut. Tirta mencoba menekannya lagi, "Aku tak tahu
apakah kau sesungguhnya tertekan oleh perasaanmu sendiri karena paksaan
orang lain atau tidak. Tetapi apakah tak terpikir olehmu
bila kau seharusnya berada di jalan lurus?"
Wajah jelita gadis berjubah biru pekat semakin
gelisah. Tanpa sadar dia telah kembalikan tenaga dalamnya kembali ke pusatnya.
Matanya kian mengerjap.
Namun mendadak saja wajahnya kembali garang disertai teriakan gusar, "Pemuda
setan! Katakan siapa kau
sebenarnya"! Jangan coba-coba mengorek siapa aku
dan mencampuri urusan pribadiku"! Yang ada sekarang, bersiaplah untuk mampus!"
Tirta menarik napas pendek. "Gadis ini kelihatan
begitu ketakutan sekarang hingga dia mencoba menindih semua rasa gelisahnya, Dan
dia mencoba untuk melupakannya. Hmm... tadi disaat aku hendak mengatakan siapa
diriku ini, aku sebenarnya hendak mempermainkannya, Tetapi, apakah bila
kukatakan kalau aku
memang orang yang dicarinya dia akan mengubah sikap" Atau... justru akan
menyerangku" Hm... kalau begitu, untuk sementara biar kupancing dia dulu."
Habis memutuskan demikian, sambil mencabut
sebatang rumput dan mulai dihisap-hisapnya, Tirta
berkata, "Di dunia ini kehidupan bermacam ragam. Ada
kebaikan dan ada kejahatan yang ditampakkan secara
wajar. Tetapi, ada pula kebaikan hanya untuk menutupi
kejahatan dan begitu pula sebaliknya. Kemunafikan
adalah musuh utama dalam kehidupan ini, hingga rasanya terlalu sulit untuk dapat
menilai orang sekali li-
hat, atau bahkan setelah bertahun-tahun lamanya. Ada
kalanya pula kebaikan menjadi kejahatan bila si pemilik
kebaikan mendapatkan tekanan dari seseorang atau
beberapa orang yang ditakutinya. Hingga kebaikannya
ini dipoles dengan kejahatan yang sebenarnya enggan
dilakukan," Tirta menarik napasnya sebelum melanjutkan.
"Dalam ilmu silat, bila seseorang merasa tak
sanggup untuk melawan, lebih baik menghindar. Menghindar di sini bukan berarti
pengecut, tetapi menyadari
kekurangannya karena tak ingin mati konyol. Kalaupun
sanggup melawan, harus bisa menahan diri agar tidak
terperosok pada kekejaman. Jadi, seseorang yang selama ini ditekap nuraninya
untuk berubah menjadi jahat,
sebaiknya mulai mengikis setiap persoalan yang datang
dan berusaha untuk tidak terus terjerumus dalam kubangan yang menyesatkan.
Karena, rasa ketakutan
yang terus berpendar akan membuat nurani seseorang
berubah...."
Rajawali Emas sengaja menghentikan katakatanya. Dia ingin melihat apa yang
terjadi pada gadis
berjubah biru pekat. Setelah dilihatnya gadis itu perlahan-lahan menundukkan
kepalanya, lamat dilanjutkan
kata-katanya, "Nurani manusia adalah yang membentuk kepribadian dan jiwa
seseorang. Tetapi begitu banyak yang berusaha melupakan atau mematikan nuraninya
sendiri. Karena seperti yang kukatakan tadi, ada
yang terjadi akibat pemaksaan, ada pula yang terjadi...."
"Cukup!" sentak Dayang Harum tiba-tiba seraya
mengangkat kepala.
Tirta dapat melihat betapa sepasang mata si gadis digenangi air mata. Dan gadis
itu berusaha mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Jangan teruskan lagi kata-kata itu!" benta
Dayang Harum dan kali ini ada getar lembut dalam sua-
ranya. Lalu dengan susah payah dia berkata, "Katakan
siapakah dirimu yang sebenarnya" Dan bersiaplah untuk mati!"
"Aku bertambah yakin kalau sesungguhnya gadis ini adalah gadis baik-baik.
Siapakah yang telah memaksakan kehendaknya hingga dia berubah menjadi
jahat seperti itu?"
Habis membatin demikian, perlahan-lahan pemuda dari Gunung Rajawali ini
melangkah. "Berhenti di tempatmu!" seru Dayang Harum keras namun kali ini tak berani
menatap seperti biasanya
pada Tirta. Melihat gelagat .seperti itu, Tirta tak menghentikan langkahnya. Dia terus
mendekat sementara gadis
itu terus berteriak tetapi tak surutkan langkah.
"Tenanglah... tenanglah...," kata Rajawali Emas
dan tiba-tiba saja dengan lembut dirangkulnya Dayang
Harum yang kejap itu pula menangis di dadanya yang
bidang. Tirta menghela napas seraya berkata, "Tak perlu
kau sesali apa yang terjadi. Lupakanlah... dengan cara
itu kau tak akan larut dalam duka panjang yang menyakitkan..,."
Seperti anak kecil yang telah lama kehilangan
kasih sayang, Dayang Harum masih menangis di dada
bidang Rajawali Emas yang merasakan dadanya mulai
basah. "Kau sesungguhnya gadis baik-baik, Dayang Harum. Katakan kepadaku, siapakah
orang yang telah
membuatmu menjadi kejam begini?"
Kepala Dayang Harum menggeleng-geleng tetapi
tak keluar suaranya selain isakan dalam. Tirta merasa
belum saatnya untuk memaksa. Didekapnya tubuh gadis itu erat-erat.
Dan tanpa keduanya sadari sepasang mata kelabu pekat, dari balik ranggasan semak
melebar melihat
keduanya berdekapan seperti itu. Sepasang tangan
orang ini mengepal kuat,
"Jahanam! Murid keparat itu rupanya berhasil
disadarkan oleh Rajawali Emas! Huh! Ingin kukepruk
pecah kepala pemuda sialan itu! Tetapi, akan kuhajar
dulu murid jahanam itu!" maki si pemilik sepasang mata kelabu pekat,
Sementara itu, berjarak sepuluh langkah dari si
pemilik mata kelabu pekat, cukup lama Tirta mendekap
si gadis yang perasaannya bertambah galau. Sampai
kemudian mendadak saja Tirta merasa tubuhnya disentakkan dengan kuat ke


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang, menyusul suara keras
terdengar, "Pemuda keparat! Kau mencoba mempengaruhi ku, hah"!"
Dilihatnya Dayang Harum sedang berseru-seru
kalap. Dapat dilihatnya juga kalau gadis itu masih
ditaburi kegalauan yang dalam.
Tirta mencoba tersenyum lalu berkata lembut,
"Aku tidak mencoba mempengaruhimu. Tetapi aku
mencoba agar kau kembali ke jalan yang benar...."
"Diam!" bergetar suara Dayang Harum. "Katakan
kepadaku, siapakah kau sebenarnya"!"
"Seseorang yang telah masuk ke dalam lubang
kejahatan, belum tertutup baginya untuk kembali ke jalan yang benar. Dayang
Harum... kesempatanmu masih
terbuka. Sebaiknya kau pikirkan saja apa yang...."
'Tutup mulutmu!"
Habis bentakannya, dengan kasar Dayang Harum mendorong kedua tangannya ke depan.
Seketika dua rangkum angin berkelebat angker dan perdengarkan suara menderu keras.
Wuuttt! Wuutttt!
Tirta yang yakin kalau si gadis mulai terombangambing perasaannya, cepat
menghindari serangan itu.
Blaaammm! Terdengar ledakan keras saat dua gelombang
angin itu melabrak ranggasan semak di belakang Rajawali Emas hingga berpental ke
udara. Di tempatnya, pemilik sepasang mata kelabu
pekat bersorak dalam hati, "Bagus! Kau memang muridku yang setia, Dayang Harum!
Beri pelajaran pemuda
itu!" Rupanya gadis yang tengah galau itu tak mau
terdiam. Dengan diiringi teriak-teriakan yang terdengar
mengharukan, membabi buta Dayang Harum lepaskan
serangannya. Tak seperti biasanya kalau dia lepaskan
serangan, kali ini nampak begitu kacau.
Sembari menghindar Tirta berusaha menenangkan gadis itu. Namun .semakin dia
berusaha, gadis itu
semakin menggila serangannya.
"Kau harus mati! Kau harus mati!" serunya berulang-ulang.
"Dayang Harum... kau adalah gadis baik-baik!
Seharusnya kau sadar kalau apa yang telah kau lakukan...."
"Tutup mulutmu, Pemuda Jahanam!" isak
Dayang Harum dan terus lancarkan serangan ganasnya.
Namun tatkala disadarinya setiap serangan yang
dilepaskan tak menemui sasaran sementara dirasakan
hatinya bertambah galau, mendadak saja gadis itu berkelebat meninggalkan tempat
itu. Bersamaan dengan itu, pemilik mata kelabu pekat menggeram dalam hati. "Jahanam!
Akan kubunuh kau, Murid Murtad!"
Lalu dengan gerakan yang sangat ringan, orang
ini berkelebat menyusul perginya Dayang Harum.
Sementara itu, Tirta yang masih sempat mendengar isakan si gadis, sejenak
terdiam. Perlahan-lahan
terlihat dia sedang mendesah.
"Ternyata begitu banyaknya orang yang berada
di bawah kaki orang lain hingga mau tak mau orang itu
menurut seperti kerbau dicocok hidungnya. Aku jadi
penasaran ingin mengetahui siapakah orang yang telah
memaksa gadis itu untuk berbuat jahat. Kemungkinan
besar, kedua gadis lainnya juga mengalami hal yang
sama. Sebelum terjadi apa-apa, dengan gadis itu, sebaiknya kususul saja dia...."
Berpikir demikian, pemuda dari Gunung Rajawali ini segera berkelebat ke arah
perginya Dayang Harum. Namun sebelum dilakukannya, mendadak saja satu sosok
tubuh berpakaian merah dan berselubung
kain merah yang menutupi wajahnya, melayang dari
sebuah tempat dan telah berdiri berjarak delapan langkah dari hadapan Tirta
dengan kedua kaki dibuka agak
lebar! *** Bab 8 SEBELUM kita teruskan untuk melihat apa yang akan
terjadi dengan Rajawali Emas, sebaiknya kita tengok kepergian Dayang Harum.
Gadis berjubah biru pekat yang
kali ini perasaannya teraduk-aduk akibat ucapan Rajawali Emas, terus berlari
sekencang-kencangnya. Mungkin karena perasaannya yang galau, saat berlari dia
tak mempergunakan ilmu peringan tubuhnya, hingga kemudian dia ambruk tatkala kakinya
tersangkut sebatang akar yang melingkar.
Cepat gadis ini membalikkan tubuhnya dengan
sepasang mata menatap langit. Pijaran bola matanya redup, digenangi oleh air
mata pedih. Gadis yang sesungguhnya berhati baik ini menyesali apa yang terjadi.
Dan yang paling disesalinya", mengapa dia membiarkan pe-
muda berpakaian keemasan tadi berkata-kata. Seharusnya dia langsung lancarkan
serangan peduli siapa
pun pemuda itu!
Mengingat semua itu, tanpa disadari Dayang
Harum menangis pilu. Dan entah bagaimana mulanya,
terbayang peristiwa empat belas tahun lalu di pelupuk
matanya. Dayang Harum sesungguhnya adalah anak
seorang terkemuka di sebuah desa. Ayahnya seorang lelaki cakap bernama Kantang
Murai, sementara ibunya
bernama Ratmi Tandur. Pasangan muda itu hidup rukun dan damai. Apalagi setelah
lahir buah hati dari
pernikahan mereka.
Kantang Murai adalah anak seorang kaya di desa itu. Sejak muda dia tak pernah
mengandalkan harta
kekayaan atau kedudukan orang tuanya. Itulah sebabnya, semenjak putrinya
terlahir dia memutuskan untuk
pindah dari kedua orangtuanya. Sementara itu, Ratmi
Tandur sangat bersukacita melihat suaminya memutuskan demikian. Karena, dia
menyukai suami yang gigih berusaha. Tanpa banyak komentar lagi dia menyetujui
apa yang diputuskan suaminya.
Di sebuah desa yang terdapat di lereng bukit
yang permai, Kantang Murai bersama istri dan putrinya
tinggal di Sana. Mereka rukun sesama tetangga lainnya.
Semakin hari, bayi mereka pun semakin tumbuh. Bayi
yang diberi nama Mega Mahligai itu sudah menunjukkan kecerdasannya. Berusia enam
bulan dia sudah bisa
berjalan. Berusia sembilan bulan dia sudah bisa berlari
bahkan berbicara. Berusia sekitar satu tahun, bicaranya lancar kendati masih
cukup harus bersabar untuk mengerti apa yang dikatakannya. Keadaan itu semakin
membuat Kantang Murai dan Ratmi Tandur bertambah bahagia.
Namun, kebahagiaan tak selamanya selalu berpihak pada seseorang. Karena ibarat
roda, kehidupan
ini terus berputar mengikuti arahnya. Tatkala putrinya
berusia empat tahun, datanglah musibah yang dibilang
sangat mengerikan. Pada satu malam yang sepi, seorang perempuan tua yang mengaku
berjuluk Ratu Jagat
Raya datang dengan cara membuka paksa pintu depan
rumah Kantang Murai. Dia membutuhkan tiga orang
gadis kecil untuk dididik menjadi pesuruhnya.
Di tangan si nenek telah terdapat dua sosok gadis cilik yang pingsan dan entah
diculik dari mana. Sudah tentu keinginan gila itu ditolak mentah-mentah
oleh Kantang Murai. Dengan gagah berani dia mempertahankan putrinya. Namun
pemuda itu tak akan sanggup menghadapi Ratu Jagat Raya. Bukan hanya Kantang
Murai yang tewas, istrinya pun mati secara mengerikan!
Lalu dibawanya putri kecil Kantang Murai dan
Ratmi Tandur yang sedang tidur dan bernama Mega
Mahligai. Kematian Kantang Murai dan Ratmi Tandur
sangat mengejutkan para penduduk desa yang baru
mengetahui hal itu keesokan paginya. Gemparlah desa
itu menyusul berita yang lebih mengerikan lagi. Dua keluarga lainnya tewas
mengenaskan sementara putriputri mereka yang masih kecil lenyap dari tempatnya.
Para penduduk desa mencoba melakukan pencarian namun gagal. Mereka pun
memutuskan untuk
mengabarkan pada orangtua Kantang Murai yang terkejut luar biasa.
Kini, empat belas tahun telah berlalu.
Dayang Harum menarik napas panjang mengingat semua itu. Diusap air matanya
dengan punggung
tangan kanannya. Kepiluan masih menyelinap di hatinya. Dan selama empat belas
tahun dia didik oleh Ratu Jagat Raya dengan bermacam ilmu kesaktian yang
kejam. Lambat laun, Mega Mahligai yang kini dikenal
dengan nama Dayang Harum bersama dengan dua
orang gadis lainnya menjadi sangat kejam dan patuh.
Kepatuhan yang mereka perlihatkan lebih banyak didorong oleh rasa takut yang
menyiksa! Dan selama empat
belas tahun Dayang Harum, Dayang Kemilau, dan
Dayang Pandan mencoba mengorek asal-usul mereka.
Selama itu pula Ratu Jagat Raya hanya mengatakan kalau orangtua gadis-gadis itu
dibunuh oleh seseorang
yang gagal dihadangnya dan dia lalu menyelamatkan
ketiganya. "Ayah... Ibu... apa yang telah kulakukan selama
ini" Mulai terbayang di benakku sekarang, siapakah
yang telah membunuh kalian.... Bisa jadi... dia adalah
guruku sendiri...."
Gadis itu masih terbelenggu oleh rasa penyesalannya yang dalam. Tiba-tiba dia
mengangkat kepalanya. Pandangannya tajam ke depan.
"Aku harus menghentikan semua ini! Aku tak
ingin diperbudak lagi dan melakukan kekejaman demi
kekejaman ini...."
Lalu ditariknya napas dalam-dalam hingga mengisi paru-parunya. Lamat-lamat
dihembuskan napasnya
perlahan. Perlahan pula gadis jelita berjubah biru pekat
ini berdiri. Kepalanya ditengadahkan menatap langit yang
cerah. "Kebusukan ini... harus kuhentikan! Aku harus
berontak dari semua ini!"
"Bagus! Dengan kata lain, kau telah siap untuk
mampus!" sahut suara yang dingin dan kejam menyeruak ke telinga Dayang Harum.
Serentak gadis ini menoleh. Kejap itu pula kedua
kakinya surut dua tindak ke belakang. Wajahnya pias
dengan sepasang mata terbeliak lebar.
Berjarak lima langkah dari tempatnya, telah
berdiri satu sosok tubuh berpakaian hitam gombrang.
Rambutnya yang putih panjang bergerai dimainkan angin. di atas kepalanya
terdapat sebuah konde kecil. Dari
wujudnya yang menyeramkan, lebih mengerikan lagi
pancaran kedua mata kelabunya yang tajam ke arah
Dayang Harum! *** "Guru!" tanpa sadar gadis itu menjatuhkan tubuh berlutut dengan kepala agak
tertunduk. Si nenek berpakaian gombrang warna hitam ini
menggeram, "Dayang Harum! Rupanya kau telah punya
niatan busuk untuk mengkhianatiku!"
Kalau sejak tadi hati gadis ini dibuncah rasa pilu
yang dalam, kali ini tubuhnya bergetar hebat. Ketakutan menyelinap cepat ke
relung hatinya.
"Aku... aku..."
"Kau kuberi kesempatan sekali untuk mencabut
semua niat busukmu itu!"
"Tetapi, Guru...."
"Keparat! Aku tak mengulangi lagi perintah! Lakukan sekarang juga! Atau...
kupisahkan nyawamu dari
jasad!" Rasa takut makin dalam masuk ke hatinya. Tubuh gadis ini kian bergetar. Hatinya
dibuncah perasaan
tak menentu sekarang. Lalu dengan keberanian yang
membuat si nenek yang tak lain Ratu Jagat Raya
adanya kertakkan rahang. diucapkan kata-katanya
kendati agak gemetar, "Guru... ceritakanlah siapa yang
telah membunuh kedua orang tuaku?"
"Gadis hina! Lancang sekali mulutmu bicara!"
mengguntur suara Ratu Jagat Raya.
Meski semakin ngeri akan hardikan si nenek tetapi Dayang Harum mencoba menindih
semuanya. Bahkan perlahan-lahan, dia berani mengangkat kedua
kepalanya. Dibalasnya pandangan Ratu Jagat Raya
yang tajam padanya.
Kengerian itu masih menyelimuti dalam, tetapi
Dayang Harum yang telah bertekad untuk meninggalkan semua tindakan keji yang
selama ini dilakukannya
dengan berani berkata, "Guru... selama empat belas tahun aku, Dayang Kemilau,
dan Dayang Pandan ikut
bersamamu. Tak kurang rasa terima kasih kamikhususnya aku atas bimbinganmu
hingga kami masih
hidup sampai sekarang. Tetapi, aku tak bisa...."
"Tutup mulutmu, Gadis hina! Cepat tarik seluruh ucapan dan niatan busukmu itu!
Sembah aku tiga
kali sebagai bukti kalau kau akan melupakan semua
itu!" Tetapi dengan beraninya Dayang Harum yang telah bulatkan tekad menggelengkan
kepala. "Aku hendak meninggalkan semua ini. Guru."
"Jahanam!"
"Baru kusadari kalau selama ini aku melakukan
banyak kesalahan dan dosa. Telah cukup pula kujalankan setiap perintah Guru. Dan
aku tak bisa lagi terlalu
lama melakukan semua ini...," kata Dayang Harum yakin. Lalu dengan sikap pasrah
dia menundukkan kepalanya kembali.
Bergetar seluruh tubuh Ratu Jagat Raya tanda
amarah sudah membludak Setelah kertakkan rahang
yang timbulkan suara cukup keras, dia berkata, "Kau
telah memilih jalanmu sendiri! Dan barang siapa yang
berani mengkhianatiku, maka jalan yang harus ditempuh adalah kematian!"
Di luar dugaannya, Dayang Harum justru berkata, "Bila Guru menghendaki demikian,
aku akan mcnerimanya tanpa melawan dan menyesal."
"Murid murtad! Kau berani-beraninya berkata
demikian"!"
"Itulah kenyataannya, Guru. Sampai hari ini,
aku belum tahu siapakah yang telah membunuh kedua
orang tuaku" Selama ini Guru hanya mengatakan seseorang telah membunuh keduanya,
tanpa menjelaskan
lebih rinci...."
"Karena orang itu keburu lari!"
"Guru memiliki kesaktian yang tinggi. Bahkan,
aku, Dayang Kemilau, dan Dayang Pandan, bila bersama-sama pun tak akan bisa


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi Guru walaupun hanya sepuluh jurus. Tak mungkin orang itu bisa
melarikan diri dari tangan Guru."
"Jahanam! Gadis ini rupanya sudah terpengaruh
oleh kata-kata Rajawali Emas! Keparat! Seharusnya
pemuda itu kubunuh! Sayang, aku masih punya rencana lain yang harus kujalankan!"
maki Ratu Jagat Raya
dalam hati. Lalu katanya dengan suara tinggi, "Kau carilah pembunuh kedua orang
tuamu di akhirat sana!"
Habis kata-katanya, tangan kanan si nenek berpakaian hitam gombrang ini diangkat
tanda siap menghabisi Dayang Harum. Dayang Harum menyadari akan
hal itu. Tetapi dia tak melakukan gerakan sedikit juga.
Keadaan ini makin membuat Ratu Jagat Raya yang sesungguhnya masih mengharapkan
Dayang Harum untuk mencabut kata-katanya lagi bertambah muak.
Dengan teriakan mengguntur diayunkan tangan
kanannya ke kepala Dayang Harum yang tertunduk.
Namun belum lagi tangan kanan si nenek yang
mengandung tenaga dalam tinggi itu menghantam pecah kepala Dayang Harum,
mendadak saja satu sosok
tubuh melesat laksana angin.
Menyusul hawa panas yang mencelat begitu cepat, menjentik buyar hantaman yang
dilepaskan oleh
Ratu Jagat Raya pada Dayang Harum. Sementara tangan kiri bayangan yang muncul
itu secepat angin menyambar tubuh Dayang Harum.
Belum lagi si nenek menyadari apa yang terjadi,
bayangan itu telah melesat cepat.
"Manusia jahanam!" maki Ratu Jagat Raya sambil lepaskan pukulan.
Blaammm! Gelombang angin yang dilepaskannya menghantam sebatang pohon yang langsung
meranggas lalu jatuh menggemuruh. Sementara orang yang berkelebat
secepat angin itu dan menyelamatkan Dayang Harum,
telah lenyap dari pandangan.
Begitu cepatnya hingga Ratu Jagat Raya tak
sempat mengenalinya. Bahkan, dia tak tahu pakaian
apa yang dikenakan orang itu.
Terdengar si nenek menggeram panjang pendek.
Dengan gusarnya dia mencoba menyusul. Tetapi orang
yang menyambar tubuh Dayang Harum benar-benar
sudah lenyap seolah ditelan bumi. Mengelam wajah si
nenek dengan kemarahan tinggi.
"Manusia hina! Akan kubunuh kau bila satu
saat bertemu!" geramnya sengit. Menyusul makiannya
keras, "Kau pun tak akan Iuput dari kematian, Dayang
Harum!" *** Bab 9 RAJAWALI Emas memicingkan kedua matanya lekatlekat pada orang tinggi besar
berpakaian merah yang
berdiri di hadapannya. Dapat dilihatnya betapa sepasang mata orang itu begitu
kejam dari dua buah bolongan yang terdapat di kain merah yang menyelubungi
wajahnya. Untuk sesaat pemuda dari Gunung Rajawali ini
mengurungkan niat untuk mengikuti Dayang Harum
tatkala teringat sesuatu. Masih pandangi lelaki tinggi
besar berpakaian merah yang wajahnya ditutupi oleh
kain merah, Rajawali Emas membatin,
"Melihat ciri yang ada pada orang ini... aku teringat akan cerita Wulung Seta
dan Sri Kunting. Diakah
orang yang bernama Rantak Ganggang yang menginginkan kuku-kuku kedua kaki Bwana
untuk dijadikan
sebagai senjata" Orang yang juga dikatakan Wong Hadiguna beberapa waktu lalu"
Hmm... kalau orang ini berani punya niatan nekat seperti itu, jelas dia bukan
orang sembarangan. Menghadapi Bwana harus berbekal
ilmu yang tidak sedikit. Dan tentunya dia telah mempersiapkan segala sesuatunya
untuk mendapatkan apa
yang diinginkannya."
Orang tinggi besar yang wajahnya' diselubungi
kain warna merah mendengus. Menyusul keluarkan
bentakan, "Aku tahu siapa kau adanya, Orang Muda!
Tentunya engkaulah yang berjuluk Rajawali Emas! Aku
tak banyak punya waktu! Panggil burung rajawali raksasamu itu ke sini agar aku
dapat memotek kuku-kuku
pada kedua kakinya."
"Tepat dugaanku. Dialah orang kurang ajar yang
bernama Rantak Ganggang," kata Tirta dalam hati. Setelah menenangkan gemuruh
hatinya yang mulai dipauti kesal mengingat orang ini pernah menyerang Wulung
Seta, Sri Kunting, dan Bwana, Rajawali Emas berkata,
"Ucapanmu memang sangat menggetarkan! Tetapi
sayang, tak pantas kau tampakkan di hadapanku!"
"Dengan kata lain, kau menolak perintah"!"
sambar Rantak Ganggang geram.
Tirta menyahut sambil mencibirkan mulut.
"Yang kudengar bukanlah perintah, tetapi satu
permintaan konyol yang jelas tak bisa kupenuhi!"
"Rupanya kau sudah merasa besar dengan apa
yang melekat di dirimu, Rajawali Emas! Hari ini, untuk
yang pertama dan terakhir, kau berjumpa dengan Rantak Ganggang!"
Belum selesai ucapan itu terdengar, sosok berselubung kain merah itu sudah
mendorong tangan kanannya. Satu hamparan angin lembut tanpa keluarkan
suara melesat. Tetapi di kejap lain, mendadak saja angin lembut itu berubah
menjadi gelombang angin yang
sangat ganas! Tirta yang memang sudah bersiaga, segera surutkan langkah satu tindak ke
belakang. Saat itu juga
disentakkan kedua tangannya ke depan.
Wussss! Blaaarrrr! Suara letupan keras terdengar tatkala dua pukulan tadi bertemu di udara. Di
tempat bertemunya pukulan itu, segera menerbangkan debu-debu ke udara.
Tatkala debu-debu itu sirap, terlihat masing-masing
orang mundur dua tindak.
Rantak Ganggang yang telah diliputi nafsu untuk mendapatkan kuku-kuku kedua kaki
Bwana, tak mau membuang waktu. Segera saja dia kembali lancarkan serangan berikut.
Dua gelombang angin dahsyat mencelat dari
tangan kanan dan kirinya.
Melihat hal itu Tirta mendengus dan segera
membuang tubuh ke samping kanan. Dua serangan
Rantak Ganggang luput dan menghantam beberapa semak belukar yang langsung pecah
berantakan. Di depan, orang berselubung kain merah merandek dingin dengan kedua tangan
bergetar tanda kemarahan semakin dalam merasuki hatinya.
"Keparat! Ternyata pemuda ini tak bisa dipandang sebelah mata! Dua kali
seranganku luput dari sasaran! Baik! Akan kuperlihatkan siapa aku sebenarnya!"
Habis memaki geram dalam hati, orang tinggi
besar ini mundur satu tindak. Diiringi teriakan mengguntur, didorong kedua
tangannya ke depan. Segera saja satu gelombang angin melabrak ke arah Tirta.
Begitu dahsyatnya labrakan angin itu hingga suara yang ditimbulkan gebahan angin itu
laksana badai yang menghantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah yang segera
menebarkan debu-debu dan terpentalnya rerumputan!
Rajawali Emas kertakkan rahangnya kuat-kuat.
Seraya lepaskan pukulan 'Sentakan Ekor Pecahkan
Gunung' tubuhnya melesat ke depan.
Blarrr! Pukulan yang dilepaskan Rantak Ganggang, tersambar pecah. Orang berselubung kain
merah itu menggeram keras. Serentak kedua tangannya diangkat.
Saat itu pula meluncur sinar hitam pekat namun memercikkan warna merah ke arah
Tirta yang luncuran
tubuhnya tak dihentikan dan siap lancarkan jotosan ke
kepala Rantak Ganggang.
Dan mau tak mau pemuda dari Gunung Rajawali ini terkesiap tatkala mendapati
Rantak Ganggang sudah lepaskan pukulan ganas. Dengan keluarkan tenaga
surya, Rajawali Emas tak hentikan maksud. Begitu sinar hitam yang memercikkan
warna merah siap menghantamnya, dengan gerakan yang luar biasa Tirta melenting
ke atas. Gempuran Rantak Ganggang lolos. Bersamaan dengan itu, kedua tangannya
yang telah terangkum tenaga surya siap dihantamkan pada kepala
lawan! Rantak Ganggang keluarkan pekikan kaget. Segera tubuhnya dijatuhkan, lalu
berguling. Masih berguling dia lepaskan lagi pukulannya.
Blaaamm! Sinar hitam yang memercikkan warna merah itu
putus di tengah jalan terhantam dua pukulan Tirta,
yang seketika memutar tubuh. Tatkala hinggap di tanah, pemuda dari Gunung
Rajawali ini nampak bergetar. Dadanya cukup sesak dan lamat-lamat dari
sudutsudut bibirnya tersembul darah segar.
Sedangkan sosok Rantak Ganggang makin deras
berguling. Tujuh kali tubuhnya berguling, dia langsung
hempos tubuhnya. Setelah berputar di udara, kedua
kakinya segera menjejak tanah. Agak goyah, namun sorot matanya tajam ke depan!
"Manusia semacam Rantak Ganggang memang
tak bisa dimaafkan. Tindakannya yang menginginkan
kuku-kuku kedua kaki Bwana, akan menambah segala
urusan! Berarti, urusan ini harus segera kuselesaikan!"
Berpikir demikian, Rajawali Emas segera mengalirkan tenaga surya tingkat
pamungkas pada seluruh
tubuhnya yang nampak bergetar.
Di depan, Rantak Ganggang terkejut sesaat merasakan perubahan udara di
sekitarnya. "Pemuda ini sangat tangguh. Dalam beberapa
gebrakan saja dia bisa menandingiku. Tetapi aku tak
akan mundur dalam keinginan yang sudah kucanangkan," batin orang berselubung
kain merah ini sambil
surutkan kaki kiri ke belakang. Kaki kanannya ditekuk.
Kedua tangannya yang mengepal disilangkan di depan
dada. Mendadak dari kedua tangannya yang bersilangan itu mendadak bercahaya yang
semakin lama semakin memperlihatkan warna aslinya. Merah. Semerah darah! Inilah
jurus pamungkas yang dimiliki Rantak
Ganggang. 'Mengelupas Kulit Kepala'!
Tirta sendiri diam-diam terkesiap merasakan
cahaya merah pekat itu menyilaukan pandangannya.
"Ini tak main-main lagi. Akan kugabungkan pukulan 'Sentakan Ekor Pecahkan
Gunung' dengan jurus
'Lima Kepakan Pemusnah Jiwa'."
Begitu tubuh Rantak Ganggang meluncur disertai teriakan mengguntur, Rajawali
Emas pun menghempos tubuhnya. Dari masing-masing luncuran keduanya, menggemuruh
angin panas yang luar biasa.
Namun yang mengejutkan, dari silangan kedua
tangan Rantak Ganggang, mendadak melesat sinar merah sepekat darah yang
bersilangan. Semakin lama lesatan sinar merah itu bertambah besar.
Sejenak Tirta seperti termangu, namun dijenak
lain dia sudah tak pedulikan semuanya. Ditambah tenaga surya dalam tubuhnya dan
segera menyongsong
ke depan. Blaammm! Blaaam! Silangan sinar merah itu segera dipapaki dengan
hawa panas yang keluar dari tenaga surya. Menyusul
benturan telak terjadi hingga letupan yang sangat keras
Seperti memecah keheningan tempat.
Masing-masing orang terpental ke belakang dengan dada bergetar dan kedua tangan
yang terasa ngilu.
Kendati demikian, keadaan Rajawali Emas nampak
agak payah. Karena, sinar merah bersilangan yang semakin lama bertambah besar
dan pekat itu ternyata tak
mampu dipapakinya dengan tenaga surya. Hingga benturan yang terjadi kemudian
telah membuat tubuhnya
menjadi goyah. Makanya dia tak segera bisa kuasai keseimbangan saat benturan tadi terjadi.
Tubuhnya deras terseret
ke belakang sementara Rantak Ganggang kendati agak
goyah telah berdiri tegak di atas tanah.
Mendapati pemuda berpakaian keemasan masih
terseret ke belakang, lelaki yang wajahnya diselubungi
kain merah ini tak mau membuang waktu. Kegembiraan
menggayuti hatinya melihat apa yang diharapkannya
akan segera di depan.
Kembali dia menggebah ke depan tetap dengan
kedua tangan bersilangan di depan dada. Dan cahaya
yang kemudian berpendar menjadi warna merah bersilangan bertambah membesar,
telah melabrak mengerikan ke arah Rajawali Emas.
Terkesiap bukan alang kepalang Tirta mendapati
serangan itu. Diusahakan untuk kendalikan keseimbangannya. Namun gagal
dilakukan. Tak ada jalan lain
lagi selain mencoba memapaki. Dengan pergunakan jurus 'Lima Kepakan Pemusnah
Jiwa' yang dipadu dengan
tenaga surya, Tirta mencoba menahan.
Dalam keadaan seperti itu, mendadak terdengar
suara menggelegar lalu meluncurnya sinar putih yang
sangat terang ke arah sinar merah bersilangan yang
membesar. Blaammm! Blaaamm!
Sinar merah bersilangan yang dilepaskan oleh
Rantak Ganggang, secara bersamaan dibentur oleh gelombang angin dahsyat yang
dilepaskan oleh Rajawali
Emas dan sinar putih membujur terang yang dilepaskan
seseorang. Akibat yang terjadi sungguh mengerikan. Tempat itu seakan bergoyang. Pepohonan
bertumbangan dan tanah rengkah terbongkar yang serta-merta menerbangkan debu-debunya di
udara. Tatkala semuanya sirap, terlihat sosok Rajawali
Emas yang telah berdiri dengan kedua lutut bergetar.
Kali ini darah bukan hanya merembas di sela-sela bibirnya, melain mengalir dari
hidungnya. Berjarak delapan langkah di depan, sosok Rantak Ganggang jatuh terduduk dengan
napas memburu. Kejap lain lelaki tinggi besar ini sudah berdiri kembali
dengan kedua tangan disilangkan di depan dada.
Berada di samping kanan Rajawali Emas dan di
samping kiri Rantak Ganggang, telah berdiri satu sosok
tubuh ramping berparas jelita dengan rambut hitam ter-
gerai. Sosok gadis yang diatas bibir sebelah kanannya
terdapat sebuah tahi lalat kecil ini mengenakan pakaian
ringkas warna jingga. Dan di pinggangnya yang ramping
melilit seutas tali.
*** Rajawali Emas yang mengenali siapa gadis itu
mendesis, "Dewi Awan Putih.... Bagaimana tahu-tahu
dia bisa muncul di sini" Dan mengapa dia membantuku?"
Sementara Rantak Ganggang sudah kertakkan
rahangnya sambil palingkan kepala pada gadis bertahi


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalat di sebelah bibir atas bagian kanan. Menyusul hardikannya yang sangat
keras, "Anak gadis! Jangan cobacoba campuri urusanku!"
Si gadis yang tadi lepaskan sinar putih terang
itu merandek dengan pandangan tajam. Menyusul suaranya yang terdengar dingin,
"Aku tak suka campuri
urusan orang! Tetapi aku punya budi yang harus kubalas!"
Di tempatnya Tirta yang sedang mencoba memulihkan keadaan tubuhnya diam-diam
mendesah dan berkata dalam hati, "Nampaknya gadis ini masih menaruh urusan denganku. Urusan
yang seharusnya tak terjadi hanya gara-gara tak kujawab pertanyaannya ke
mana perginya Hantu Gaping Baja. Sampai saat ini aku
memang tak tahu urusan apa yang dipunyainya terhadap Hantu Gaping Baja. Dan
ternyata dia memang gadis
yang perasa, hingga hutang budi di saat aku menyelamatkannya dari serangan gelap
yang entah dilakukan
oleh siapa. harus dibalasnya."
Di depan Rantak Ganggang berseru kembali,
"Sebutkan nama sebelum nyawamu putus!"
"Huh! Bicara memang mudah! Padahal kau tak
tahu betapa tingginya langit dan dalamnya samudera!"
"Jahanam! Rupanya kau ditakdirkan untuk mati
muda!" Sebelum Dewi Awan Putih yang hampir saja dipermalukan oleh Pangeran Pencabut
Nyawa dan setelah
siuman segera meninggalkan tempat dengan kepala
pusing menyahut, Rajawali Emas sudah keluarkan suara, "Ratna Sari! Terima kasih
atas bantuan! Tetapi, apa
yang ada di hadapanmu ini adalah urusanku! Kuminta,
kau jangan menambah perselisihan dengan orang lain,
mengingat kau tak ada urusan dengan orang berselubung kain merah ini!"
Dewi Awan Putih palingkan kepala. Pandangannya tajam ke arah Tirta. Diam-diam,
gadis jelita ini
membatin, "Apa yang kulakukan barusan hanyalah untuk membalas budinya saja.
Tetapi aku masih punya
urusan dengan pemuda ini. Biar bagaimanapun juga,
dialah satu-satunya orang yang tahu ke mana perginya
Hantu Caping Baja. Nenek keparat itu harus mati di
tanganku!"
Lalu katanya, "Kalau memang kau menghendaki
seperti itu, lakukan! Karena, kini aku tak punya lagi hutang budi padamu!"
"Terima kasih atas pengertianmu!"
"Keparat! Siapa sebenarnya pemuda yang terkadang memiliki sifat konyol ini"
Dan... ah, mengapa perasaanku seperti berdebar-debar sekarang" Keparat! Aku
tak boleh larut dalam keadaan. Biar bagaimanapun juga, dia petunjuk yang berarti
untuk menemukan di mana Hantu Caping Baja berada. Biarlah kutunggu dulu
dia tuntaskan urusannya dengan manusia keparat itu!"
Dewi Awan Putih yang memang tidak tahu siapa Tirta
adanya, surutkan langkah lima tindak ke belakang. Kedua tangannya bersedekap di
depan dada. Dan alangkah terkejutnya dia tatkala mendengar Rantak Gang-
gang berseru dingin, "Kau masih bernasib baik tadi! Tetapi sekarang... kematian
sudah membentang di hadapanmu, Rajawali Emas!"
"Oh!" desis Dewi Awan Putih terkesiap. Segera
pandangannya diarahkan pada Tirta. "Pemuda inikah
yang berjuluk Rajawali Emas" Gila! Beberapa kali aku
berjumpa dengannya, baru kali ini kutahu siapa dia"
Tetapi, mengapa pemuda yang namanya akhir-akhir ini
bikin gempar rimba persilatan justru menyembunyikan
orang semacam Hantu Caping Baja" Gila! Ada apa ini"
Apakah dia sebenarnya sudah membelot dari jalan lurus" Baiknya, akan kutanyakan
saja lebih lanjut nanti.
Bila dia ternyata telah membelot, akan kubunuh dia
kendati aku tahu betapa tinggi ilmunya. Baru kusadari
sekarang, tatkala pertama kali aku berjumpa dengannya dan dia kuserang, dia
kalah hanya karena sedang
terluka dalam."
(Untuk mengetahui serangan yang dilakukan
Dewi Awan Putih pertama kali pada Rajawali Emas, silakan baca serial Rajawali
Emas dalam episode:
"Dayang-dayang Dasar Neraka").
Di hadapan Dewi Awan Putih, Rajawali Emas
maju tiga tindak ke muka dengan pandangan dipentangkan. Setelah terdiam beberapa
saat dia berkata,
"Rantak Ganggang! Keinginan busukmu itu jelas tak bisa kupenuhi! Apakah tidak
lebih baik kita sudahi urusan ini"!"
"Telah lama kudambakan kuku-kuku kedua kaki burung rajawali peliharaanmu itu
sebagai penambah koleksi benda-benda pusaka yang kudapatkan! Dan aku
pantang mengundurkan niat untuk mendapatkan apa
yang kuinginkan!"
"Dengan kata lain, kau punya kebiasaan merebut benda-benda milik orang lain!"
"Benar! Bahkan aku punya kebiasaan untuk
mencabut nyawa orang Jain! Seperti... nyawamu!"
Habis bentakannya, tubuh tinggi besar itu sudah mencelat ke depan dengan cahaya
merah yang melesat mendahului berbentuk silang dan semakin lama
membesar. Rajawali Emas masih tegak di tempatnya. "Rasanya... aku tak perlu mengasihi lagi
orang ini!"
Begitu sosok Rantak Ganggang mendekat, segera saja dicabutnya Pedang Batu
Bintang dari warangkanya yang begitu dicabut segera menghampar sinar
keemasan yang sangat terang. Menyusul gemuruh angin dahsyat yang melabrak
tatkala digerakkannya Pedang Batu Bintang.
Sinar keemasan yang sangat terang itu segera
menghantam dan menindih sinar merah bersilangan
yang keluar dari silangan kedua tangan Rantak Ganggang. Tirta yang kali ini tak
mau bertindak ayal, segera
menghempos tubuh ke depan. Tangan kirinya digerakkan dengan cara menjotos.
Rantak Ganggang yang tak menyangka kalau serangannya berhasil dipatahkan oleh
Rajawali Emas terkesiap. Tanpa sadar dia keluarkan pekikan tertahan seraya
mundur. Sambil surutkan langkah dua tindak ke
belakang, cepat tangannya ditekuk untuk menangkis jotosan tangan kiri Tirta.
Des! Dalam keadaan pertahanan lawan terbuka seperti itu, seharusnya Rajawali Emas
dapat menghabisi
nyawa Rantak Ganggang dengan meneruskan sabetan
Pedang Batu Bintang. Tetapi pemuda ini tak melakukannya. Justru tangan kanannya
ditekuk Lalu digedor
dada Rantak Ganggang dengan hulu Pedang Batu Bintang yang terdapat sebuah ukiran
bintang! Bukkkk! Yang terjadi kemudian memang mengejutkan.
Karena begitu dadanya digedor, tubuh tinggi besar itu
melayang deras ke belakang. Dan baru berhenti setelah
menabrak sebatang pohon besar!
Tubuhnya ambruk ke depan dengan wajah
menghantam tanah. Sedangkan pohon yang tadi tertabrak oleh punggungnya, segera
menggugurkan dedaunan.
Apa yang dirasakan oleh lelaki tinggi besar ini
sungguh menyakitkan. Rasa nyeri yang luar biasa mendera dadanya. Dengan susah
payah dia bangkit sambil
memegangi dadanya dengan tangan kiri. Tangan kanannya menuding ke arah Tirta
yang tegak berdiri masih memegang Pedang Batu Bintang. Selubung kain merah yang
menutupi wajahnya nampak basah. Berarti
ada darah yang keluar entah dari mulut atau hidung!
"Keparaattt!"
"Tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah
menjadi kejam! Karena, orang seperti kau memang tak
layak untuk hidup!" sahut Tirta dengan pandangan tajam.
Bergetar Rantak Ganggang mendengar ucapan
orang. Sejenak dia terdiam dengan dada yang makin
bertambah nyeri. Lalu dengan suara kejam dia berkata,
"Untuk saat ini aku mengaku kalah! Tetapi urusan dan
keinginanku tak berhenti sampai di sini! Kelak... kita
akan buat perhitungan lagi!"
Habis lontarkan ancaman, dengan langkah terhuyung orang berselubung kain merah
itu berbalik dan
melangkah meninggalkan tempat itu.
Tirta menarik napas panjang. Perlahan-lahan
dimasukkan kembali Pedang Batu Bintang ke warangkanya seraya membatin, "Satu
urusan telah kuselesaikan. Sementara urusan lain masih menghadang...."
Lalu dipalingkan pandangannya pada Dewi
Awan Putih. Setelah pandangi gadis itu sejenak, pemu-
da yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini
berkata, "Aku tak tahu apakah kau masih merasa punya urusan denganku. Tetapi,
baiknya kita tunda urusan itu."
Habis kata-katanya, Tirta segera berkelebat. Namun urung dilakukan tatkala
terdengar suara Dewi
Awan Putih menahan, "Tunggu! Ada beberapa pertanyaan yang hendak kuajukan!"
*** Bab 10 TIRTA segera membalikkan tubuhnya. Sejenak dipandanginya gadis berpakaian
ringkas warna jingga yang
berdiri dengan kedua kaki dipentangkan. Perasaannya
mengatakan sesuatu yang tidak enak akan terjadi. Tetapi tatkala mendapatkan
pandangan jernih dari sepasang
mata gadis berpakaian ringkas warna jingga yang telah
melangkah maju tiga tindak ke hadapannya, Tirta mencoba untuk berpikir lain.
"Apa yang hendak kau tanyakan?" tanyanya
lembut. Diam-diam pemuda ini merasakan sakit di dadanya akibat benturan yang
terjadi dengan Rantak
Ganggang. Terlihat Dewi Awan Putih menghela napas dulu
sebelum berkata, "Pertama-tama, siapakah kau sebenarnya?"
Tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Tirta mengerutkan keningnya.
Kemudian baru disadarinya kalau gadis ini memang belum tahu siapa
dirinya. Merasa pertanyaan itu memang harus dijawab,
Tirta segera berkata, "Namaku Tirta. Aku datang dari
Gunung Rajawali. Dan orang-orang menjulukiku Rajawali Emas. Apakah jawaban itu
sudah cukup hingga
kau tak punya pertanyaan lain?"
Entah mengapa Tirta melihat gadis itu seperti
mendesah lembut, seolah merasa lega karena apa yang
tersimpan di benaknya bisa terjawab sesuai dengan
yang diharapkannya. Melihat sikap si gadis, Tirta memutuskan untuk tidak segera
meninggalkan tempat itu.
Lalu didengarnya kata-kata Dewi Awan Putih berikutnya, "Berarti, memang tak
salah. Kaulah pendekar
yang julukannya ramai dibicarakan orang. Sekarang
pertanyaanku, ada hubungan apakah kau dengan Hantu Caping Baja?"
Tirta tak segera menjawab. Justru dia perhatikan gadis di hadapannya lekat-
lekat. "Hmm... benar dugaanku kalau dia akan menanyakan soal Hantu Caping Baja," kata
pemuda ini dalam hati. Karena tak ingin memperpanjang urusan Tirta
berkata, "Waktu lalu telah kukatakan kepadamu, kalau
aku baru mengenal si nenek yang berjuluk Hantu Caping Baja. Tak ada hubungan
apa-apa kecuali sesama
orang golongan putih."
Kali ini tampak Dewi Awan Putih mengerutkan
keningnya hingga matanya yang jernih menyipit dalam.
Lalu dengan suara yang terdengar heran, dia kembali
ajukan pertanyaan, "Mengapa kau menganggapnya seperti itu?"
Tirta sendiri tak kalah heran mendengar pertanyaan si gadis. Kembali dia
membatin, "Waktu lalu aku
menduga kalau munculnya gadis ini mencari Hantu
Caping Baja sehubungan dengan ramainya berita tentang Kitab Pamungkas. Bahkan
saat aku bertemu dengan Hantu Gaping Baja dugaanku itu diperkuat olehnya.
Tetapi, mengapa dia seperti keheranan tatkala ku-
katakan Hantu Caping Baja adalah orang golongan lurus" Apakah ada sesuatu yang
salah di sini hingga dia
nampaknya bingung" Atau... dia berlagak bingung" Tetapi... menilik sikapnya, dia
begitu serius sekali dan tak
ada tanda-tanda dia berpura-pura."
Masih tak dapat sembunyikan keheranannya,
Tirta berkata, "Mengapa kau bertanya seperti itu?"
Ganti Dewi Awan Putih tak segera menjawab.
Lalu katanya seperti teringat sesuatu, "Karena... orang
itulah yang membunuh guruku."
Jawaban Dewi Awan Putih benar-benar membuat Tirta sampai melengak. Tanpa sadar
dia mundur satu langkah. Sejenak dipandanginya lekat-lekat Dewi
Awan Putih yang kemudian terlihat mengangguk serta
berkata, "Guruku berjuluk Dewi Pesisir Utara. Guru banyak bercerita tentang
kitab-kitab sakti yang akan bermunculan dan diperebutkan banyak orang. Salah
satunya Kitab Pamungkas. Beliau mengatakan, petunjuk Kitab Pamungkas berada pada
lembaran terakhir Kitab
Pemanggil Mayat. Karena, beliau adalah salah seorang
anak cucu dari orang yang menciptakan Kitab Pamungkas, hingga sedikit banyaknya,
tanpa petunjuk dari Kitab Pemanggil Mayat, dia tahu di mana Kitab Pamungkas
berada. Selagi aku berlatih di sebelah timur pantai,
ternyata Guru didatangi oleh seseorang yang berjuluk
Hantu Caping Baja, Guru menceritakan semua itu
tatkala aku kembali. Guru mengatakan, kalau Hantu
Caping Baja meminta agar diceritakan tentang di mana
Kitab Pamungkas berada. Saat itu Guru menyuruhku
untuk berhati-hati." Dewi Awan Putih menghentikan kata-katanya seolah teringat
kembali apa yang ada di benaknya.
Setelah pandangi Tirta, kembali gadis ini berkata, "Sampai beberapa hari
kemudian, di saat aku kembali berlatih, kulihat Guru dalam keadaan terluka. Se-
mentara tempat yang kami tinggali sudah porakporanda. Sebelum ajalnya, Guru
menceritakan kepadaku di mana Kitab Pamungkas berada. Hanya yang sebenarnya
membuatku bingung, tatkala Guru menceritakan siapa yang telah melakukan semua
ini. Dia menyebutkan dua buah julukan... Hantu Caping Baja dan
Ratu Jagat Raya.... Hanya itu, karena ajal telah keburu
menjemputnya."
"Tak kusangka. Jadi bukan urusan Kitab Pamungkas," kata Tirta dalam hati.
Kemudian dia berkata,
"Lalu kau menafsirkan kalau yang membunuh gurumu
itu salah seorang dari mereka?"
Dewi Awan Putih mengangguk. ?
"Bagaimana bila kedua-duanya?" tanya Tirta
yang segera berpikir cepat.
"Bisa jadi kedua-duanya. Dan aku akan terus
memburu mereka satu persatu!"
"Bagaimana bila yang membunuh gurumu itu
orang yang berjuluk Ratu Jagat Raya?"
Dewi Awan Putih melengak. Mulutnya berkemikkemik tetapi tak ada kata-kata yang
keluar. Tirta melanjutkan kata-katanya lagi, "Lantas...
bagaimana bila ternyata Hantu Caping Baja justru datang pada saat Gurumu masih
hidup?"

Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar kata-kata Tirta, Dewi Awan Putih terdiam. Tirta berkata dalam hati,
Ternyata masih belum
jelas apa yang diduga oleh gadis ini."
Lalu katanya lagi, "Setelah Hantu Gaping Baja
berlalu, kemudian datang orang yang berjuluk Ratu Jagat Raya. Dan orang itulah
yang kemudian membunuh
gurumu." Dewi Awan Putih masih terdiam. Dia benarbenar tak menyangka apa yang dikatakan
pemuda di hadapannya. Tanpa sadar dia menunduk, lalu terdengar ucapannya, "Kau benar...
Ya, ya... mungkin memang
seperti itulah yang terjadi. Ah, aku terlalu menuruti
emosiku saja...."
Tirta tersenyum. Lalu dilanjutkan dengan katakata, "Bisa pula bukan itu yang
terjadi. Aku hanya melakukan satu dugaan saja sebelum tiba pada kesimpulan.
Mungkin yang hendak gurumu katakan, kedatangan Hantu Caping Baja, lantas
kedatangan Ratu Jagat
Raya yang akhirnya membunuhnya."
Untuk sesaat Dewi Awan Putih terdiam. Saat
mengangkat kepalanya, terlihat bola matanya berbinarbinar bingung. Sembari
menatap Tirta dia menggelenggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu."
"Kau masih emosi. Lebih baik, kau redakan dulu
emosimu itu hingga tak salah melangkah."
"Mungkin... orang yang berjuluk Ratu Jagat
Rayalah yang telah melakukannya...."
"Aku tak bisa mcngiyakan secara pasti. Tadi kukatakan, ini hanya dugaan. Bukan
kesimpulan. Tetapi
kuharap, kau tidak salah memutuskan dan mengambil
tindakan. Karena, apa yang hendak kau lakukan berhubungan dengan nyawa
seseorang. Bahkan... berhubungan erat dengan nyawamu sendiri."
Dewi Awan Putih mengangguk-anggukkan kepalanya. Sungguh, Tirta melihat perubahan
yang jauh sekali dari gadis ini. Kalau beberapa kali perjumpaan sebelumnya
terjadi sikapnya begitu berangas dan telengas, kali ini dia tak ubahnya seorang
gadis yang malumalu dan resah karena melakukan kesalahan.
Perlahan-lahan Tirta menghampiri. Berhadapan
dalam jarak dekat .seperti ini dapat dilihatnya kejelitaan
yang terpancar di wajah Dewi Awan Putih. Entah mengapa untuk sesaat Tirta merasa
dadanya bergetar. Dan
tanpa sadar dia membandingkannya dengan Ayu Wulan. Lalu dibandingkannya dengan
Andini, salah seo-
rang murid Dewa Bumi.
Karena dia masih memandangi Dewi Awan Putih
sedemikian rupa, gadis jelita itu yang juga sedang memandangnya menjadi jengah.
Tetapi dia seperti tak kuasa menolak pandangan Tirta yang semakin lama bertambah
lembut. "Guru... apakah aku sedang jatuh cinta?" desisnya resah. Dan untuk mengusir
segala pesona yang
ada, buru-buru Dewi Awan Putih berkata, "Tirta... terima kasih atas
penjelasanmu, hingga aku mulai dapat
melihat sisi lain dari apa yang selama ini kukejar...."
Tirta sendiri gelagapan mendengar kata-kata si
gadis. Buru-buru dia tersenyum, Ya... ya.... Dan sekali
lagi kuharap, agar kau tidak salah bertindak. Kalau begitu, kita berpisah saja
di sini." "Oh! Kau sendiri hendak ke mana?"
"Aku... hendak menuju Bulak Batu Bulan," kata
Tirta setengah ragu.
"Oh!" gadis itu terkejut.
Sejenak Tirta mengerutkan keningnya karena
tak menyangka akan melihat si gadis terkejut. "Apakah... gadis ini tahu sesuatu
mengenai Bulak Batu Bulan?" tanyanya dalam hati. Lalu segera diajukan
pertanyaan, "Mengapa kau nampaknya heran mendengar kata-kataku tadi?"
Dewi Awan Putih pandangi seksama pemuda di
hadapannya. Gemuruh di hatinya kini muncul kembali.
Dengan susah payah berusaha dia hilangkan.
"Tirta... menurut Guru, petunjuk kedua untuk
mengetahui di mana Kitab Pamungkas berada, ada di
tempat yang bernama Bulak Batu Bulan."
Ganti Tirta yang terkejut. "Ternyata benar dugaanku. Tak kusangka. Tak kusangka
sama sekali."
Habis membatin begitu, segera saja pemuda ini bertanya lagi, agak terburu-buru,
"Ratna Sari, tahukah kau
di mana Bulak Batu Bulan berada?"
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sepertinya, Tirta hendak menuju ke tempat itu. Tetapi
tidak tahu di mana Bulak Batu Bulan berada," katanya
dalam hati. Lalu segera menjawab pertanyaan Tirta, "Tempat
yang bernama Bulak Batu Bulan, berada pada sebuah
tempat yang sangat jauh. Sebagai tanda yang pasti, ada
dua bukit yang hampir berhimpitan dan membentuk
sebuah celah berjarak kira-kira tiga tombak dari bukit
satu ke bukit satunya lagi. Menelusuri jalan itu, kita
akan menemukan sebuah batu yang berbentuk bulan
sabit. Menurut Guru, dulu batu berbentuk bulan sabit
yang disebut Batu Bulan, jatuh dari gugusan batu yang
terdapat di bulan sana ratusan tahun yang lalu. Dan
barang siapa yang bisa menggulingkan batu itu, maka
dia akan mendapatkan petunjuk ketiga untuk mendapatkan Kitab Pamungkas. Tetapi
yang perlu diketahui,
bila berhasil menggeser Batu Bulan, maka akan ada
bahaya lain yang, mengancam."
"Bahaya apakah?"
Dewi Awan Putih menggelengkan kepalanya.
"Guru tak mengatakan padaku bahaya apa yang akan
terjadi setelah seseorang atau beberapa orang berhasil
menggeser Batu Bulan, karena dia memang tidak tahu."
Tirta terdiam dan berkata dalam hati, "Mungkin... misteri inilah yang dikatakan
oleh Wong Hadiguna. Juga yang diceritakan Wulung Seta dan Sri Kunting,
kalau Raja Lihai Langit Bumi menyuruhku untuk datang ke Bulak Batu Bulan.
Rupanya, di Bulak Batu Bulan terdapat petunjuk kedua dari Kitab Pamungkas.
Berarti, petunjuk pertama ada di Kitab Pemanggil Mayat.
Dengan demikian, Wong Hadiguna sudah mengetahui
semua itu. Sementara aku bisa menduga, kalau Guru
tahu soal itu dari Kitab Pemanggil Mayat yang tentu te-
lah dibacanya."
Rajawali Emas berkata lagi, "Dewi Awan Putih,
terima kasih atas petunjukmu itu."
"Apakah kau hendak ke sana?"
Tirta menganggukkan kepalanya dan berkata
dalam hati, "Sebenarnya... aku harus menemukan Ayu
Wulan dulu. Tetapi keadaan ini sangat mendesak. Baiklah... sambil lalu aku akan
mencarinya juga."
Dewi Awan Putih nampak hendak membuka
mulut, tetapi segera dikatupkan lagi.
Melihat gadis berpakaian ringkas warna jingga
itu seperti ragu-ragu, Tirta berkata, "Adakah yang hendak kau katakan, Ratna
Sari?" Setelah menghela napas dan menindih segenap
perasaannya, Dewi Awan Putih berkata, "Tirta... bisakah
kau mengajakku ke sana?"
Kali ini Tirta tak segera menjawab."Sejak semula
aku dibingungkan oleh sikap gadis ini. Juga dibingungkan oleh tempat yang
bernama Bulak Batu Bulan seperti yang diceritakan Wong Hadiguna. Menurut Wulung
Seta dan Sri Kunting, Guru telah menungguku di tempat itu. Dan tanpa kusangka
kalau akhirnya aku mendapat petunjuk dari gadis ini. Tak enak rasanya kalau
aku tak mengabulkan keinginannya, mengingat gadis
ini yang mengatakan semua itu."
Karena berpikir seperti itulah Rajawali Emas akhirnya menyetujui permintaan Dewi
Awan Putih. Dan
dilihatnya senyuman mengembang di bibir si gadis sementara pancaran matanya
begitu teduh. "Ah, dia seperti anak kecil yang keinginannya
dikabulkan. Dan aku berjanji, untuk membantunya
mencari siapakah pembunuh gurunya itu," kata Tirta
dalam hati. Lalu didengarnya suara Dewi Awan Putih, "Terima kasih atas kesediaanmu Tirta."
Rupanya sifat konyol Tirta muncul kembali. "Justru aku yang berterima kasih.
Berjalan bersama seorang gadis jelita seperti kau ini, sudah tentu sangat
mengasyikan! Ambboooiiii! Mana tahaaannnn!"
Dewi Awan Putih tersenyum kendati kedua pipinya merona. Lalu sepasang remaja
perkasa ini pun
segera meninggalkan tempat itu. Dan sambil berkelebat,
satu pikiran datang ke benak Tirta. Untuk sesaat dia
mencoba untuk mengartikan sendiri apa yang ada di
benaknya. Di saat lain, dia terus berkelebat bersama
gadis berpakaian jingga di sebelahnya.
"Ada yang salah dalam hal ini. Ada yang salah,"
desisnya berulang-ulang.
Dan tanpa mereka sadari, sepasang mata kelabu
pekat milik seorang nenek berpakaian hitam gombrang
yang sejak tadi mendengar percakapan mereka, membesar. Bibirnya yang keriput
mengembang seringaian.
"Beruntung. Sungguh beruntung nasibku. Tanpa susah payah akhirnya kudapatkan
petunjuk yang berarti. Bulak Batu Bulan. Di sanalah petunjuk akan
kudapatkan untuk membawaku pada Kitab Pamungkas. Biarlah Dayang Harum dibawa
pergi entah oleh
siapa. Dan satu saat, akan kubunuh dia berikut orang
yang telah menyelamatkannya. Kalau begitu, aku harus
bisa mendahului ke Bulak Batu Bulan."
Habis kata-katanya, sepasang mata kelabu pekat milik Ratu Jagat Raya bersinar-
sinar cerah. Kejap
lain, nenek yang di kepalanya terdapat konde kecil itu
segera berkelebat.
"Kesempatanku telah datang...."
*** Bab 11 DAYANG Kemilau menghentikan langkahnya di sebuah
ngarai yang berair jernih. Pipi si gadis yang selalu merona ini nampak
berkeringat. Dan begitu melihat betapa
jernihnya air yang mengalir di sungai di hadapannya,
ada keinginannya untuk segera mandi membersihkan
tubuh. Tetapi gadis berjubah hitam ini tak segera melakukan niat. Dipandanginya
sekelilingnya seraya membatin, "Hmmm... apakah Dayang Pandan dan Dayang
Harum sudah mendapatkan jejak gadis bernama Ayu
Wulan" Dasar urusan yang memusingkan kepala! Kehadiran Guru tak bisa dipungkiri
lagi kalau dia akan
muncul setiap saat di hadapanku atau di hadapan
Dayang Pandan dan Dayang Harum! Benar-benar celaka! Aku tak bisa membiarkan
.semua ini! Kendati Guru
waktu itu bersikap tak .seperti biasanya, namun itu bukan jaminan kalau dia akan
bersikap seperti itu terus!"
Dayang Kemilau mengepalkan kedua tinjunya
keras-keras. Hatinya bertambah galau memikirkan perintah gurunya yang belum
dilaksanakan. Kembali pandangannya dialihkan pada sungai
yang mengalirkan air jernih.
"Sebelum aku meneruskan langkah, baiknya
aku membersihkan tubuh dulu."
Akan tetapi, sebelum salah seorang dari Dayangdayang Neraka ini menjalankan
niat, mendadak pendengarannya menangkap kelebatan dua sosok tubuh menuju ke
arahnya. Tak mau mendapatkan urusan yang tak berarti,
Dayang Kemilau segera berkelebat ke balik ranggasan
semak yang ada di sana. Ditunggunya siapa yang datang dengan tak sabar. Dua
kejapan kemudian, nampak
dua sosok tubuh tiba di sana. Dan masing-masing
orang segera menghentikan langkah.
"Rasanya... kita tak mungkin mengejar atau menemukan orang celaka yang telah
melarikan diri, Handaka!" kata gadis berpakaian putih bersih yang di bagian dada
sebelah kanannya terdapat sulaman bunga
mawar. Pemuda berpakaian hitam yang tak lain Handaka alias Pangeran Pencabut Nyawa
hanya menganggukkan kepala. Dia memang berhasil menjalankan rencana
agar Ayu Wulan menjauh dari Dewi Awan Putih. Sesungguhnya pemuda ini sangat
geram mengingat niatnya gagal dijalankan.
"Dan kau yakin bukan, seperti yang kukatakan
semula kalau orang itu mampu melarikan diri?"
Ayu Wulan menganggukkan kepalanya. "Kendati
gagal menangkap manusia keparat itu, tetapi aku tak
akan pernah melupakan perbuatannya." ,
"Apakah kau mengenalinya?"
"Tidak."
"Kau melihat wajahnya?" , Ayu Wulan menggelengkan kepala.
Handaka mendesis lega. "Kalau memang demikian, bagaimana caranya kau bisa
mengenali orang
itu?" "Aku tidak tahu. Tetapi kuharap keadaan gadis
berpakaian jingga itu baik-baik saja."
Di balik ranggasan semak, Dayang Kemilau yang
semula memutuskan untuk segera melanjutkan langkah dan mengurungkan niatnya
untuk mandi, sekarang
menyipitkan sepasang matanya ke arah Pangeran Pencabut Nyawa.
"Keparat! Bukankah itu pemuda lancang yang
mengaku bernama Handaka alias Pangeran Pencabut
Nyawa" Jahanam! Beberapa waktu lalu dia memper-
mainkan Dayang-dayang Dasar Neraka" Huh! Akan
kuke-pruk dia sekarang!"
Tetapi gadis berjubah hitam ini justru segera
menindih niatnya. Kali ini pandangannya dialihkan pada Ayu Wulan. '
"Menurut guru, gadis yang sedang dicari Rajawali Emas berpakaian putih dengan
sulaman bunga mawar di atas dada sebelah kanan. Dan aku ingat... gadis yang waktu lalu
kujumpai bersama Rajawali Emas,
adalah gadis yang sekarang bersama pemuda keparat
itu. Kalau memang demikian adanya, sungguh aneh.
Bukankah Pangeran Pencabut Nyawa hendak mencari
Rajawali Emas" Lalu mengapa gadis itu bisa bersamanya" Jangan-jangan... gadis
itu sebangsa golongan
terkutuk yang coba mengelabui Rajawali Emas" Keparat! Biar kupastikan dulu siapa
adanya gadis itu!"
Di depan, Ayu Wulan berkata lagi, "Handaka...
bila sudah begini, lebih baik kita kembali pada niat pertama."
"Ya! Kau benar! Dengan semakin cepat kita menemukan sahabatmu itu, kemungkinan
besar segala sesuatunya akan menjadi lancar."
"Aku sudah tak sabar untuk bertemu dengan Kang Tirta."
Mendengar suara yang mengandung kecemasan


Rajawali Emas 26 Tumbal Nyawa Perawan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti itu, hati Handaka mulai diliputi rasa marah. Murid Iblis Tanpa Jiwa ini
memang iri melihat betapa Ayu
Wulan selalu mencemaskan Rajawali Emas. Selama hidupnya, belum sekali juga
Handaka mendapatkan cinta
kasih tulus dari seorang gadis.
"Kalau memang demikian adanya, sebaiknya kita bergegas, Ayu Wulan. Aku khawatir
Dayangdayang...."
"Pemuda keparat! Tak kusangka kita bertemu
kembali!" satu suara keras memotong kata-kata Handa-
ka. Menyusul berkelebatnya seorang gadis berjubah hitam. Langsung berdiri dengan
kedua kaki dibuka lebih
lebar dan mata yang mencorong tajam.
*** Bukan hanya Pangeran Pencabut Nyawa yang
terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya berjarak satu tombak. Ayu
Wulan yang memang pernah bertemu dengan Dayang-dayang Dasar Neraka, sudah tentu
mengenali siapa gadis yang berdiri di hadapannya.
Serta-merta dia maju dua tindak ke muka. Wajahnya
dingin mengandung amarah.
"Dayang Kemilau! Aku tak ingin berbicara banyak! Terus terang, di antara kita
tak ada silang sengketa! Tetapi sekarang, urusan telah dibuka! Ke mana kau
bawa Rajawali Emas"!"
Dayang Kemilau yang tadi tak sabar untuk melakukan balas dendam pada Pangeran
Pencabut Nyawa dan membawa lari Ayu Wulan, kali ini terdiam dengan
kening berkerut.
"Apa-apaan gadis itu bertanya demikian" Dia
nampaknya begitu gusar sekali. Sinting! Janganjangan... dia mencoba berlagak!
Akan kuhajar dia!" maki Dayang Kemilau dalam hati. Dan sebelum dia menyahuti
kata-kata Ayu Wulan, murid Manusia Pemarah
yang beberapa lamanya dibuncah perasaan tak menentu tentang lenyapnya pemuda
yang dicintainya dan menurut Handaka dibawa oleh Dayang-dayang Dasar Neraka
segera membuka mulut,
"Kukatakan tadi, aku tak mau berbicara banyak!
Katakan, di mana kau bawa Rajawali Emas"!"
Kali ini mengkelap wajah Dayang Kemilau mendengar bentakan orang. Segera saja
terucap hardikannya, "Jangan bicara sembarangan! Sampai hari ini aku
belum tahu pasti siapakah Rajawali Emas adanya!"
"Jangan berdusta! Kau dan kedua temanmu itu
telah mengalahkan Rajawali Emas serta membawanya
pergi! Bagaimana kau bisa berkata demikian, hah"!" seru Ayu Wulan sengit. Diam-
diam dia telah kerahkan
pukulan 'Sejuta Pesona Bunga'!
Dayang Kemilau tak segera membuka mulut.
Diam-diam dia membatin, "Aneh! Mengapa jadi begini"
Bagaimana bisa gadis ini menuduhku dan kedua saudaraku telah membawa Rajawali
Emas" Padahal, itu tidak benar sama sekali."
Mendadak saja wajah Dayang Kemilau menegang. Kedua tinjunya dikepalkan kuat-kuat
diiringi makian dalam hati kembali, "Keparat! Aku tak boleh terbawa oleh kata-
kata gadis ini" Biar bagaimanapun juga,
dia adalah tumbal yang lepat hingga Rajawali Emas
muncul! Kendati menurut Guru, Kitab Pemanggil Mayat
tak berada di tangan pemuda itu, tetapi dia telah
mempermainkan aku! Berarti, kematian memang tepat
untuknya!"
Lalu dengan suara geram gadis yang pipinya selalu merona merah ini berkata
dingin, "Ayu Wulan! Kau
harus ikut denganku! Kau hanya punya dua pilihan!
Ikut baik-baik denganku, atau kupaksa!" Kemudian dipalingkan kepalanya pada
Handaka yang sejak tadi kelihatan tegang, "Pemuda keparat berbaju hitam! Apakah
kau sudah melupakan niatmu untuk mencari dan
membunuh...."
"Tutup mulutmu, Gadis Hina!" potong Handaka
keras. Tak mau kalau kebohongannya selama ini terbongkar, dia sudah mencelat
lancarkan serangan disertai seruan, "Ayu Wulan! Jangan mempercayai apa yang
dikatakan gadis itu!!"
SELESAI https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes Sugiro
Pendekar Cacad 20 Joko Sableng Sekutu Iblis Tujuh Pedang Tiga Ruyung 11
^