Pencarian

Siasat Berdarah 1

Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah Bagian 1


PEMUDA tampan berambut sepundak tanpa ikat
kepala itu terpaksa hentikan langkahnya secara
mendadak. ia cepat pasang kuda-kuda dengan
kedua tangan kekamya menggenggam kuat, satu di dekat telinga, satu lagi di depan dada.
Sesuatu yang berkelebat bagaikan terbang melintasl kepalanya itu kini telah menjelma dalam sosok berwajah cantik, berdiri dl depan dengan sebilah pedang
ditangan. Pedang itu belum dicabut dari sarungnya, tapi tangan kanannya sudah memegangi gagang pedang,
siap mencabutnya kapan saja.
"Pedang emas..."l' gunem pemuda berambut lurus sepundak tanpa ikat kepala itu. Dengan baju buntung warna coklat dan celana putih kusam. siapa pun
akan mengenalnya bahwa pemuda yang menyilangkan
bumbung tuak di punggung itu tak lain adalah murid
sintingnya si Gila Tuak yang bernama Suto Sinting,
alias Pendekar Mabuk. Tetapi siapa pemuda yang usianya sebaya dengan
Suto Sinting itu" Sungguh hati Suto diliputi tanda tanya
besar sekali melihat pemuda yang tadi seperti terbang
dengan cepat ingin menyambar kepalanya dengan tendangan kakl maut itu. Suto Siming merasa belum pernah bertemu dengan pemuda berbaju ungu dan berpedang emas itu.
"Melihat dandanannya yang rapi dan berkesan bagus itu. kurasa dia bukan pemuda kampungan. Wajahnya cukup tampan, pantas menjadi seorang pangeran
dari sebuah negeri. Tapi tindakannya yang seenaknya
saja mau sambar kepalaku tadi membuatnya seperti
pemuda gendeng! Belum kenal belum apa sudah mau
main sambar sala. Hmmm... gerakan matanya cukUp
tajam. Kurasa aku harus hati-hati berhadapan dengannya," pikir Suto Sinting seraya mengendurkan kuda-kudanya. Ia ingin tampil tenang di hadapan lawan yang
baru kali ini dijumpainya itu.
Senyum keramahan sengaja dipamerkan oleh Suto
Sinting untuk memberikan kesan bahwa ia tak mau
dialek ribut oleh pemuda itu. Tapi senyum keramahan
itu tidak mendapat sambutan senada dari si pemegang
pedang emas. Wajah tampan pemuda berpadang emas
Itu tetap memancarkan rona permusuhan yang dianggap aneh oleh Suto Sinting.
_ "Maal. Sobat... rasa-rasanya kita belum pernah bertemu, tapi mengapa kau menyerangku?" sapa Suto Sinting dengan kalem. "Kalau saja aku tadi tidak segera
merundukkan kepala, mungkin kepalaku sudah pecah
karena tendangan kakimu. Kulihat kakimu sangat kekar
dibandingkan kaki bayi yang baru lahir, Sobat."
"Tak perlu banyak mulut kau, Pendekar Mabuki'
"Deh..."! Kau telah mengenalku" Aneh. Padahal
aku belum mengenalmu. Maukah kau sebutkan slapa
dirimu, Sobat"l' "Akan kusebutkan siapa diriku kalau kau mampu
menahan pukulanku inll Heeahhh...t"
Tangan kanan yang memegang gagang pedang itu
tak jadi mencabut pedang tersebut. Tangan tersebut
justru menyentak ke depan dengan telapak tangan terbuka. Dari telapak tangan itu keluar sinar putih perak
yang bundar seperti bola pingpong. Clap, wees...i
Pendekar Mabuk diterjang sinar perak bundar itu.
Tapi dengan gesit dan tangkas Pendekar Mabuk hanya
membalikkan badannya ke arah yang berlawanan. Seolah"olah ia menyodorkan punggungnya agar dijadikan
sasaran sinar putih tersebut.
Ternyata sinar putih perak itu menghantam bumbung tuak yang masih menyilang di punggung Suto.
Duuubs, wuuiis...! Sinar itu berbalik arah kepada pemiliknya. Bumbung dari bambu sakti itu membuat sinar
pukulan lawan memantul dengan lebih cepat dan lebih
besar lagi dari ukuran aslinya. Tentu saja si pemuda tak
dikenal itu terkejut dan segera melompat ke arah samping. Wees...l Lompatannya cukup tinggi. Ia bersalto
satu kali di udara. Sinar putih perak itu tak jadi menerjang dirinya melainkan menghantam pohon besar yang
ada di seberang sana. Blegaaarrrr..." Lebih dari delapan pohon lainnya Ikut bergetar dan
daunnya berguguran. Tapi pohon yang diterjang sinar
perak bundar itu menjadi hancur terpotong-potong lebih dari seratus potong jumlahnya. Pemuda tak dikenalnya
membelalakkan matanya, terkejut melihat sinar pukulannya bisa membuat pohon sebesar itu menjadi hancur
terpotong-potong sebegitu banyak jumlahnya.
"Mestinya pukulanku itu hanya akan membuat pohon terbelah menjadi dua bagian. Mengapa sekarang
membuat pohon itu terpotong-potong seperti kayu bakar yang mau dijual ke pasar"! Edanl ilmu apa yang dipakai orang itu" Hanya dengan memunggungiku Ia bisa
mengembalikan pukulanku sedahsyat itu"! Ooh, pantas dia disebut "sinting" karena ilmunya memang ilmu
sinting alias edan-edananl Pantas ia berani menyandang gelar pendekar, karena memang kesaktiannya
cukup layak untuk disebut sebagai pendekar. Hmmm...
aku tak boleh gegabah lagi dalam menghadapi si gendeng itul"
Pendekar Mabuk melangkah kalem mendekati pemuda tak dikenal itu. Bumbung tuak di pundak sudah
diambil dan kini ia menenggak tuak itu beberapa teguk.
Napasnya terhembus lepas setelah selesai meneguk
tuaknya, menandakan ia cukUp puas dengan tegukan
tuak tadi. "Kau ingin mlnum, Sobat?" sambil Suto menyodorkan bumbung tuak yang masih dibuka tutupnya:
"Bukan aku yang haus, tapi pedangku inll Hlaat...l"
Sraang...l Pemuda tak dikenal itu cepat cabut pedangnya. Pendekar Mabuk mundur selangkah sambil
menutup bumbung tuaknya. Kreep...l Ketika pedang Itu
ditebaskan ke arah leher Pendekar Mabuk, lalu dengan
cekatan bumbung tuak itu dlhadangkan ke samplng
kiri. Traang...l Pedang itu bagaikan membentur besi baja. Padahal
bumbung tuak !" terbuat dari bambu. Jika bukan karena kekuatan tenaga sakti tersaiur dalam bumbung tersebut tak mungkin bambu itu bisa sekeras baja. Pemuda tak dikenai itu pun menyadari hai tersebut- Tetapi
rasa penasarannya masih membuatnya tetap menyerang Suto Sinting dengan jurus pedangnya yang punya
kecepatan patut dipuji itu.
Wliiz. wiiz. wiiz... traang...l
Pemuda itu berlutut satu kaki dan pedangnya dihuiamkan ke perut Suto Sinting. Wuuut...! Dengan lincah
Suto memutar badan satu kali sambil maju ke depan.
Wees...l Hujaman pedang mengenai udara kosong. Tapl kaki Suto Sinting segera menendang kepala lawannya. Beet...l Dees...! Tangan kiri pemuda tak dikenal itu
berhasil menangkis tendangan Suto. sedangkan tangan kanan yang memegang pedang mengayun ke
samping kiri. Beet...! Suto terpaksa meloncat ke atas
untuk hindari tebasan pedang tersebut.
Kaki Suto menapak pada sebatang pohon lurus.
Kedua kaki itu pun segera berjalan cepat menempel
batang pohon seperti sedang berlari dalam posisi miring. Sekitar iima langkah Suto bagaikan berlari dengan
menapakkan' kaki pada batang pohon Itu, lalu kedua
kaki menyentak dan tubuhnya melambung ke belakang
dalam gerakan beriungkir balik cepat. Wuuuk, wuuuk...l
Jleeg...! Pendekar Mabuk sudah berdiri tegak dan
kokoh. Pemuda tak dikenalnya tadi ingin menyabetkan pedangnya lagi itu menjadi terbengong melihat Suto berjalan merayapi batang pohon yang tumbuh tegak
lurus tadi. Saat Itu berpaling ke arah Suto, senyum tipls
Suto mekar kembali, seakan melecehkan jurus pedang
si pemuda tak dikenal itu.
"Jurus pedangmu cukup hebat, Kawan. Tapi jangan
harap bisa melukai tubuhku!" ujar Suto Sinting dengan
kalem. "Aku belum menggunakan juus pedang yang sebenarnyai"
"Mengapa tak kau gunakan sekarang saja"!"
Pemuda itu tersenyum sinis. Pedangnya justru'disarungkan kembali. Sraak. srak...! Ia melangkah ke
samping dengan gagah, menatap Suto tajam"tajam.
Salu kakinya ditumpangkan pada sebongkah batu. Iengan kiri yang menenteng pedang diletakkan di paha
kaki itu. "Aku hanya menguji keyakinanku sendiri."
"Keyakinan tentang apa?" tanya Suto Sinting semakin lebih kalem Iagl, karena lawannya sudah tidak seganas tadi.
"Temyata kau memang Pendekar Mabuk. Bukan
manusia yang mirip Pendekar Mabuk. Jurus"]urusmu
yang hebat menandakan bahwa kau memang orang
yang kucari." Dahi si murid sinting Gila Tuak Itu berkerut pertanda sedang merasa heran mendengar ucapan pemuda
tak dikenal Itu. Ia melangkah semakin dekat hingga jaraknya tinggal tiga langkah lagi dari pemuda berbaju
ungu itu. "Jadi kau memang mencariku"! Hmmm, rasa-rasa"
nya kita belum saling kenal, belum pernah saling bertemu, tapi mengapa kau mencarlku, Sobat" Dapatkah
kau menjelaskan alasannya?"
Pemuda berpedang emas itu melangkah ke satu
sisi. Kini ia berada tepat di bawah pohon. Lengan kiri
nya sediklt bersandar pada pohon tersebut. Tapi ketegasan dan kegagahannya masih tampak jelas.
"Aku adalah Rokatama, dari Gapura Jagat."
'Gapura Jagat..."l" gumam Suto. "Aku belum pernah mendengar nama Gapura Jagat. Di mana letak Gapura Jagat itu?"
"Di kaki perbukitan sebelah selatan Tanah Jawa ini.
Tempatnya memang terpencil, tapi termasuk negeri
yang subur, makmur, gemah ripah loh jinawL'
"Ooo...," Suto Sinting manggut-manggut. "Lalu, apa
perlumu mencariku, Rokatama"l"
"Terus terang saja, nama Pendekar Mabuk sudah
bukan nama asing lagi bagi rakyat negeri Gapura Jagat.
Kehebatan ilmumu merambah masuk ke telinga kami,
terbawa oleh tiupan angin menuju selatan."
"Kau tak perlu memujlku. Langsung katakan saja
apa maumu, Rokatamal" potong Pendekar Mabuk yang
merasa risi jika mendengar namanya disanjung-sanjung.
"Aku ingin meminta bantuanmu, Pendekar Mabuk."
"Nah, begitul
Singkat saja kalau menjawab pertanyaanku. Setelah itu baru jelaskan bantuan yang seperti apa yang kau kehendaki"!"
"Negeriku diserang oieh orang-orang Dasar Kubur,
dipimpin oleh perempuan iblis yang menamakan diri
Ratu Kamasuta...." Suto memotong, "Siapa penguasa Gapua Jagat?"
"Ibuku sendiri, yang dikenal dengan nama Gusti
Watumenak. Ibuku sekarang ditawan oleh orang-orang
Dasar Kubur. Rakyat dibantai nyaris habis. Tapi aku
berhasil meloloskan diri untuk mencari bantuan. Aku
ingat namamu, lalu kucari dirimu sesuai dengan ciri-ciri
yang pernah kudengar, di antaranya bumbung tuak.
; baju coklat. celana putih, tampan, gagah dan...." 1
"CukUp! Pujian itu hanya kuizinkan dilontarkan
oleh seorang gadis," potong Suto Sinting.
Rokatama pun hentikan ucapan dan menghela napas dalam-dalam. Pendekar Mabuk pandangi Rokatama sesaat sambil merenungkan penjelasan tadi. Sebeium Suto bicara, Rokatama sudah lebih dulu berkata
dengan nada tegas. "Aku ingin mendengar jawabanmu, Pendekar Mabuk, Suto Sinting. Apakah kau bersedia membantuku
atau tidak"l" .
Suto tersenyum. "Kau bersitat mendesakku. Rokatama" Mengapa harus begitu?"
"Aku hanya ingin kepastian!"
"Jika aku tak bersedia membantumu, bagaimana?"
"Aku akan mencari bantuan lain! Mungkin orang
lainlah yang mampu membantuku menyingkirka
orang"orang Dasar Kubur itu!"
"Kau tidak akan memaksaku dengan cara kasar
agar aku membantumu?"
Rokatama gelengkan kepala. "Bantuan yang berdasarkan paksaan tidak akan memperoleh keberhasilan. Jadi kupilih mencari orang lain dan meminta
bantuan darinya." Pendekar Mabuk manggut-manggut dengan senyum makin melebar. "Kau memang tegas dan sedikit
kaku. Tapi sebetuinya kau punya tatakrama sendiri.
Kawan. Aku suka dengan siiatmu seperti itu, tak mau
memaksa kehendak orang lain, yang berani bisa menghargai hak pribadi orang lain." *
' "Aku tak punya waktu untuk mendengarkan wejanganmu, Pendekar Mabuk. Jawab saja, kau bersedia
atau tidaki" Belum sempat Pendekar Mabuk melontarkan jal
wabannya, tiba-tiba Ia meiihat dua mata kapak terbang
ke arah Rokatama. Kedua mata kapak tanpa gagang itu
melayang berputar seperti cakram. Pada mulanya kedua mata kapak yang dilemparkan dari dua tempat itu
meluncur lurus sehingga terlihat bentuknya. Tapi beberapa kejap kemudian kedua mata kapak itu berputar
cepat seperti alat pemotong pohon. Zuiiizz..!
'Rokatamal Tundukkan kepala!" semak Suto Sinting dengan mengejutkan Rokatama. Suto Sinting tidak
hanya berseru dari tempatnya, namun juga melompat
bagai mau menerjang kepala Rokatama. Mau tak mau
pemuda berbaju ungu itu melompat ke depan sambil
berguling cepat di rerumputan. Wuuut...l
Kedua mata kapak yang berputar itu kini menerjang
pinggang Suto Sinting dari kanan-kiri. Tapr gerakan
lompat Suto disertai badan yang memutar, sehingga
bumbung tuaknya berhasil menyapu kedua mata kapak
berwarna putih mengkilap itu. Traang, trrang...!
Wrrsss..-l Craab, ]ruub...i
Kedua mata kapak itu menancap pada kedua pohon. Masing-masing berseberangan arah. Keadaan itu
segera diausul dengan kemunculan dua orang y ang
masing"masing segera menyambar mata kapak tersebut sambil kaki mereka menjeiak pohon. Begitu mata
kapak tercabut, tubuh mereka mental ke salah satu sisi
dan bersalto dua kali, kemudian sama-gama daratkan
kaki mereka di tanah dengan tegap. Jleeg, ileeg...!
'Gerakan lurus yang sama dan senjata yang sama
' pula...! Hmmm, aku yakin mereka dari satu perguruan!"
pikir Suto Sinting setelah berhasil hinggap di atas sebongkah batu setinggi pahanya.

Rokatama bersiap mencabut pedangnya. Tapi tangan Suto memberi isyarat agar pedang iangan dicabut
dulu. Suto Sinting melompat turun dan bersebelahan
dengan Rokatama. Dua orang yang mempunyai iurus
dan seniata sama itu berada di depan, agak berjauhan
satu dengan yang satunya.
Dua orang itu adalah dua pemuda berperawakan
tinggi, kekar dan gagah. Usianya sebaya dengan Suto
dan Rokatama. Tapi masing"masing dari mereka herambut ikal dan berkumis tipis, punya waiah yang serupa dengan pakaian sama. Rupanya mereka adalah pe"
muda kembar yang sama-sama mengenakan rompi merah celana merah dengan hiasan benang emas di tepian
kainnya. Mereka juga sama-sa ma mengenakan ikat kepala lempengan tembaga berukir. Rambut mereka yang
ikal sama-sama panjang sebatas punggung.
Yang membedakan mereka adalah gelang lengan
dan tembaga yang hanya satu buah itu. Pemuda yang
satu mengenakannya di lengan kiri, pemuda yang satunya iagi di lengan kanan.
"Melihat gelagatnya yang menyerangmu, kurasa
mereka adalah orangnya Ratu Kamasuta dari Dasar
Kubur Apa benar?" bisik Suto Sinting kepada Rokatama.
"Sepertinya memang begitu. Tapi aku tak mengenalinya dengan ielas."
Kedua pemuda kembar itu terlihat sedang saling
memberi isyarat untuk menyerang lagi. Tapi Suto Sinting buruburu mengangkat tangan kirinya, menahan
qerakan mereka dengan isyarat. Ia maju satu langkah
dan segera menegur dengan nada ramah.
"Maal, Sobat kembarku.... Apakah kalian orangnya
Ratu Kamasuia?" "Dugaanmu memang benar, Keparat busuk! Kami
rdaiah pengawal Ratu Kamasuta yang ingin menumpas
habis setan-setan rakus seperti kaliani"
"Tunggu dulu"!" potong Suto Sinting dengan tersenyum kalem. "Musuh kalian adalah Rokatama ini. Aku
iangan kalian ikut sertakan duiu."
Sraang...! Rokatama mencabut pedangnya seraya
berseru, "Benar! Kalian berhadapan denganku dulu, iangan melibatkan Pendekar Mabuk inii Kecuaii jik a kalian bisa melangkahi mayatku, kalian boleh berhad apan
dengan Pendekar Mabuk!"
Kedua pemuda kembar itu tampak terp'eraniat walau disembunyikan. Tapi dari gerak-genk matanya. mereka berdua tampai mulai gusar dan gelisah. Arah pandangan mata mereka dituiukan kepada Suto Sinting.
Pemuda yang mengenakan gelang di lengan kirinya berkata, "Harya Simpang, rupanya dia pikir kita
akan ieri jika mendengar nama Pendekar Mabuk!"
"Hmmmh...i' Harya Simpang yang bergelang di lengan kanan itu mencibir sinis. ia berkata kepada saudara kembarnya.
"Sekali pun nama itu sudah cukup kondang, tapi
aku tak akan mundur: setapak pm melawan seratus
Pendekar Mabuk, Harya Siur.. Kekuatan kita tak akan
bisa ditumbangkan oleh siapa punl"
Suio Sinting tertawa pelan. sambil manggut-manggut kalem.
"Ooo... rupanya kalian adalah saudara kembar yang
bernama Harya Simpang Siur"l Waah... nama kalian cukup kacau, ya"!"
"Tutup mulutmu, Jahanam!" bentak Harya Simpang
yang bergelang di lengan kanan.
"Wow...! Galak sekali, Cing...l' gumam Suto bercanda sendiri. Kata-kata itu tak ada yang menanggapi,
karena Rokatama sendiri segera berseru kepada Harya
Simpang"Siar, yang selain bersenjata kapak terbang


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mirip baling"baling juga mernpunyai sepasang pisau
kembar di pinggang mereka masing"masing.
"Hei, kalian juga tak perlu banyak mulut! Kalian
ingin mati sekarang, bukan"i Nah, terimalah jurus pedangku inii Hiaaat...l"
Wees"l Trang, trilng...i
Rokatama menyerang secara cepat. Pedangnya
diteba skan ke kanan kiri. Tapi Harya Simpang-Siur berhasil menangkisnya dengan senjatanya yang aneh itu.
Mereka Segera berjumpalitan ke belakang dengan cepat. saling berjauhan.
'Kelihatannya Rokatama ingin pamer ilmu di depanku. ia ingin menunjukkan kemampuannya melawan
dua orang ini. Sebaiknya jangan kucampuri dulu, nanti
dia kecewa kalau kedua lawannya tumbang karena tanganku!" pikir Suto Sinting. Ia segera melompat ke atas
yang tak' seberapa tinggi. Wuuut...i Dalam sekejap ia
sudah berdiri di atas dahan besar yang tumbuh melengkung ke bawah.
Harya Simpang dan Harya Siur segera melepaskan
senjata terbangnya itu ke arah Rokatama. Ziiing,
ziiing...i Kedua senjata itu menerjang Rokatama dengan
cepat. Yang satu mengarah ke pinggang yang satu lagi
mengarah ke leher. Rokatama sempat sedikit panik
menghadapinya. Jarak dan kecepatan benda terbang
itu sama, sehingga membingungkan untuk hindari atau
ditangkis. _. Tak ada pilihan lain bagi Rokatama kecuali dengan
segera berguling ke tanah sebelum senjata yang mengarah ke pinggang itu mendekatinya. Brruuk...i
Wiiiuuz... wiiuzz...l Kedua senjata Itu bersimpangan di satu titik, kemudian tertangkap kembali di tangan si kembar. Senjata
milik Harya Simpang ditangkap oleh Harya Siur, dan
senjata milik Harya Siur ditangkap oleh Harya Simpang.
Pertukaran senjata itu dilakukan dengan cepat dan
tepat. Keduanya segera sama-sama memainkan jurus
aneh, menyerang sisi kosong di kanan"kiri mereka. Tapi
ketika Rokatama bangkit berdiri, si kembar sama-sama
meiemparkan senjatanya ke arah Rokatama. Lemparan
itu dilakukan setelah Harya Simpang berseru bagal
memberi isyarat kepada saudara kembarnya.
"Kumbang Ente...!"
Ziiing, ziiiing...i Wuuus, wuuus, wuuus, wuuus, wuus...i
Senjata kapak terbang itu bergerak liar. Arah gerakannya sukar ditebak. Sepertinya senjata itu mempunyai
nyawa dan bisa bergerak ke mana-mana dengan gerakan patah-patah. Sementara kedua senjata ltu terbang ke
mana"mana bagai mencari kesempatan menerjang iawan, kedua pemiliknya berdiri dengan tangan kiri menopeng tangan kanan yang bertelapak tangan tegak.
Mereka memusatkan konsentrasi dan menggunakan
pandangan matanya untuk mengatur gerakan terbang
senjata masing"masing.
Traang, traang, wuuus...l ()
Triing, wuuus, traang, wees, wees...i
Rokatama melompat ke sana-sini dengan cepat
sambil menebaskan pedangnya untuk menangkis dan
menghindari kedua senjata itu. Tetapi gerakan senjata
yang bersimpang siur membingungkan itu akhirnya
berhasil merobek paha pemuda bercelana ungu itu.
Craas..-i "Aaaow...!l" pekik Rokatama yang segera jatuh berlutut. Paha kirinya koyak lebar karena diterjang salah
satu senjata aneh itu. Namun karena senjata yang satunya segera datang
menyerang dari arah kanannya, maka Rokatama terpaksa memainkan pedangnya dalam keadaan berlutut
satu kaki. Wiiz, wiiz, wiiz, traang...i
Weesss...l Senjata yang tadi merobek paha kirinya
datang lagi menyerang dari arah depan. Rokatama terpaksa menjatuhkan tubuh hingga terkapar di rerumputan. Tapi ia harus segera berguling karena senjata berikutnya bagaikan menyisir rumput dengan terbang sangat rendah. Jika Rokatama tidak berguling dua kali
batang hidungnya pasti akan terpotong habis oleh senjata yang terbang rendah itu. Weesss...i
"Gawat! Kekuatan batin mereka dapat mengendalikan senjata itu"l' gumam Suto Sinting dalam hati. "Rokatama bisa mati terpenggal kalau dicecar terus denga
gerakan senjata yang bersimpang slur membingungkan begitu"!"
Rokatama memang tampak terdesak. Gerakan
kapak terbang itu menjadi liar dan ganas. Sukar ditangkis
lagi. Hanya bisa dihindari dengan cara jungkir balik tak
tentu arah. Pendekar Mabuk segera kirimkan jurus "Jari guntur-nya. Dua sentiian tangan bertenaga dalam cukup
besar dilepaskan ke arah Harya Simpang dan Harya
Siur. Dees, deas.-.! "Heegk...i Uuhkk...i"
Kedua pemuda kembar itu terjungkal karena tubuh
mereka seperti ditendang seekor kuda jaman Hawa
padat dari jurus "Jari Guntur"-nya Pendekar Mabuk
membuat konsentrasi mereka buyar. Akibatnya gerakan kedua kapak terbang itu pun melemah dan m enjadi
kacau. Akhirnya senjata itu menancap pada sebatang
akar pohon, yang satu lagi jatuh di semak belukar dekat
Harya Simpang jatuh terjungkal.
Bruusk...i Bnuuk...l Harya Simpang menggeliat sambil matanya 'mendelik mulutnya ternganga. Rupanya sentilan jurus "Jari
Gmtur' mengenai ulu hatinya, membuatnya sukar bernapas dan sulit berteriak. Sementara itu, Harya Siur rnenyeringal dengan mata terpejam kuat"kuat. Tulang iganya terasa patah karena diterjang hawa padat kiriman
Pendekar Mabuk. la merayap-rayap mendekati senjatanya yang menancap di bagian bawah pohon.
Wuuut, jleeg...l Pendekar Mabuk turun dari atas pohon. Pada waktu itu, Ia melihat Rokatama melompat dengan kaki kanannya sambil menghujamkan pedang ke
dada Harya Simpang. "Modar kau. Jahanam...l Hiaaat...l"
"Tahan"!" seru Suto. lalu melepaskan pukulan jarak janh yang bertenaga dorong besar tapi tidak membahayakan lawan. Wuuut, buuhkk...i
"Eeehk...!" Rokatama jatuh ke semak"semak.
Bruuusk...l Gusraaak...! Suto Sintlng segera menghampirinya. Menangkap
tangan kiri Rokatama dan menariknya agar pemuda itu
berdiri. "lilaat...!" Selan kau! Mengapa kau menyerangku jUga"l"
"Kau ingin menyerang lawan yang sudah tak berdaya. Rokatama! Kurasa tindakartmu kurang tepat.'
"Mereka ingin membunuh kita, Pendekar Mabuk!"
"Memang. Tapi kita coba memberi pelajaran dulu
pada mereka. Kalau mereka menjadi sadar, mengapa
harus dibunuh"l"
"Lihat. pahaku robek begini"! Lihat...l" hentak Rokatama dengan berangnya. "Apakah aku tak boleh
membalas luka ini"!"
"Kalau mau membalas, tadi sewaktu mereka beium
lemah! Kurasa jurus pedangmu tak mampu imbangi
JUlUS aneh mereka, Rokatamal"
"Aku sedang memancing tenaga mereka agar lerkuras habis, baru kugunakan jurus pedang andalankul'
"Sudahlah, kita...."
Wiiiz. juurb...i "Aaahk...l" Rokatama terpekik dengan mata mendelik. Sebilah pisau menancap di lambungnya.
Suto kaget. Segera sadar bahwa Harya Siur berhasil kerahkan tenaga simpanan untuk lemparkan pisau dan menancap di lambung Rokatama. Pisau itu segera dicabut dengan cepat oleh Suto, lalu dilemparkan
balik dalam kelebatan tangan cepat. Wees...!
Jeeb "Aaaahk...!" Harya Siur memekik karena pisau itu
menancap di dada kirinya.
'Siur..."l" Harya Simpang terkejut, lalu buruoburu
hampki adik kembarnya. Harya Simpang menjadi tegang, Suto Sinting juga
ikut tegang. Ketegangan Suto dikarenakan rasa cemas
melihat darah yang mengucur dari luka Rokatama itu
berwarna hitam. Ini menandakan darah itu sudah bercampur dengan racun dari pisau yang menancap tadi.
Ternyata racun itu mampu bekerja cepat dan sangat membahayakan lawannya. Terbuktl Harya Slmpang sendiri menjadi panik melihat saudara kembarnya
mengucilkan darah hitam dari luka di dada kirinya. ia
segera mengambil senjata kapak terbang baik miliknya
maupun miik Harya Slur. Dengan cepat ia mengangkat
tubuh saudara kembarnya itu dengan celoteh kepanikan yang sempat didengar Sulo Siming.
"Setan jahanam! Kau tidak boleh mati karena racun
ini, adikku...! Kau harus cepat kubawa ke pesanggrahan
Eyang Guru! Bertahanlah, Harya Siur Bertahanlah
adikku...l" 8laass...! Harya Simpang membawa lari adik kem-
barnya. Suto Sinting menjadi lebih tegang lagi menghadapi Rokatama yang mulai mengejang dan menge-luarkan busa biru di mulutnya.
"Celakai Racun pada pisau itu tadi benar-benar ganas"l"
Pendekar Mabuk buru"buru menuangkan tuak
saktinya. Diharapkan tuak saktinya dapat menangkal
keganasan racun tersebut. Tetapi ketika ia ingin membuka bumbung tuak, tiba-tiba tubuhnya terjungkal ke
depan karena terjangan sesosok bayangan berkaki berat. Bruuusk...i
"Heehgk...l" Suto Sinting berguling-guling setelah
melompati tubuh Rokatama. Pandangan matanya menjadi gelap akibat terjangan yang mengenai punggungnya itu membuat sekujurtubuh terasa panas, peredaran
darah bagaikan berhenti beberapa saat.
"Kutu monyet...t! Siapa yang menyerangku dari
belakang ini"!" geram hati Pendekar Mabuk sambil berusaha bangkit kembali dengan mata dikedip-kedipkan
agar dapat melihat dengan jelas.
Z PANDANGAN mata yang masih saja gelap membuat Suto Sinting cemas akan dirinya. ia takut
. menjadi buta. Oleh sebab itu, ia buru-buru menenggak tuaknya dengan sedikit menggeragap, Tetapi
ketika tuak baru terteguk sedikit. kepalanya terasa dihajar dengan tendangan telapak kaki yang cukup berat.
Prook...! Tendangan itu sebenarnya sudah ditangkis dengan
tangan kiri. Tapi justru tangan kirinya itulah yang didorong oleh tendangan lawan sehingga mengenai rahang
kirinya sendiri. Mau tak mau Suto pun terlempar ke
samping, hampir saja jatuh menimpa tubuh Rokatama.
Tuak pun tumpah, karena daiam keadaan tutupnya
terbuka. Tumpahnya tuak itu mengguyur wajah Rakatama hingga sebagian tuak ada yang mengalir masuk kemulut Rokatama secara tak disengaja.
Pendekar Mabuk menggeragap sambil berusaha
cepat"cepat meraih bumbung tuaknya. ia merasakan
ada hawa padat datang dari arah belakang. Maka serta
merta Suto Sinting melompat rendah dan berguling ke
depan sambil menyambar dan lalu memeluk bumbung
tuaknya. Wuuut...l Wees"!
Tendangan maut dari arah belakangnya berhasil
dihindari. Tutup tuak dari tempurung yang dipegang
tangan kanannya segera ditutupkan ke mulut buma
bung. Cukup banyak tuak yang tumpah tadi, tapi Suto
tidak menghiraukannya. ia buru"bum melesat ke arah
lain menggunakan jurus 'Gerak Siluman'"nya. Zlaaap...i
Di seberang sana Pendekar Mabuk mulai bersiaga
pasang kuda"kuda. Pengilhatannya yang gelap sekarang mulai memburam, makin lama semakin samar-samar dan setelah beberapa kali kerdipan mata, pan-dangannya menjadi normal kembali.
Tapi pada waktu itu, sesosok tubuh sedang melayang ke arahnya. Sebuah benda yang diarahkan ke wajahnya. Suto takut benda itu adalah pisau, maka dengan
cepat tangan kirinya menangkis tangan si penyerang.
Tubuhnya meliuk ke belakang, lalu memutar ke samping seperti orang mabuk. Serta merta sikunya menyodok ke belakang setelah tubuh itu berpbtar arah.
Dess...l "Uuhk...l" Tangan yang sikunya menyodok itu segera menghantam ke belakang dalam posisi tersentak tegak.
8e_et...l Prook...l 'Ouhhf...l" Genggaman tangannya berhasil kenai rahang
orang tersebut, sementara lengannya berhasil mendorong tubuh orang itu_hingga terlempar sejauh tiga langkah. 8ruuuk...l Orang itu jatuh terbant!ng, lalu berguling
cepat dan buru-buru bangkit walaupun harus dengan
menahan rasa sakit di rahangnya.
"Oooh..."l" Suto Sinting terperanjat kaget setelah
memandang jelasojelas, ternyata penyerangnya adalah
seorang gadis cantik berhidung bangir dan bermata
membelalak indah. Gadis itu mempunyai bibir yang ranum, tapi sayang sudut bibirnya berdarah akibat pukulan Suto tadi.
Menyadari lawannya adalah gadis berusia sekitar
dua puluh tiga tahun, mengenakan pakaian serba hijau
terang dan memegang kipas warna ungu, Suto Sinting
undurkan langkah beberapa kali hingga berada didekat
Hokatama lagi. Rupanya benda yang tadi disangkanya
pisau adalah kipas yang dikatupkan dan ujungnya dapat keluarkan mata pisau tak terlalu panjang tapi tajam
dan runcing. Si gadis segera pasang kuda"kuda dengan membentangkan kipasnya yang diangkat hingga melebihi
kepalanya, tangan kirinya menggenggam kuat di depan
dada kiri. Matanya memandang dengan tajam dan berkesan galak. Tapi Suto Sinting tidak melayani kuda-kuda itu. ia hanya menarik napas, lalu menghembuskannya lepas-lepas.
"Tak kusangka penyerangku sekarang adalah seorang gadis cantik jelita yang penuh keberanian"!" ujar
Suto Sinting mulai melontarkan kata-kata manisnya.
"Tutup muiutmu dan hadapilah akui" gertak gadis
berambut ekor kuda itu. (7
ia berkata lagi dengan sesumbarnya, "Pijar Dewi tak
akan lari seperti si kembar Harya Slmpang"Siur jika hanya menghadapi begundal sepertimu! Ayo, majulah kalau kau memang merasa mampu kalahkan Pijar Dewi!"
Pendekar Mabuk yang merasa telah sehat dan segar kembali walau menelan tuak sedikit tadi, hanya
berkerut dahi sedikit sambil mengembangkan senyumnya yang sungguh menawan bagi seorang pemuda gagah seperti dirinya itu. Suaranya yang bening terdengar
menggumam pelan, dilanjutkan dengan pertanyaan
bersuara jelas. "Pijar Dewi..."! Apakah itu namamu. Nona?"
"Persetan itu namaku atau bukan, sebaiknya terimalah pembalasanku atas luka di dada Harya Siur tadi!"
Wuuus...l Pijar Dewi melompat menerjang Suto
Sinting sambil tebarkan kipasnya. Suto tersentak mundur sengaja menghindar. Tapi kibasan kipas ungu itu
terasa menghadirkan udara panas yang menyengat kulit. Suto terpekik kaget dan semakin melompat mundur.
"Gila! Angin kibasan kipasnya membuatku seperti
terkena uap panas dari air mendidih"! Wah, gawat juga
gadis inil Tak bisa dianggap remeh rupanya," ujar Pendekar Mabuk dalam hatinya. Pengaruh tuak yang tadi
sempat diminumnya masih bekerja dengan baik. Pengaruh hawa sakti dari tuak itulah yang membuat kulit
tubuhnya segera menjadi dingin kembali, tak sampai
melepuh karena hawa panas kipas lawan.
"Jangan !ari kau, Begundall Hadapilah aku...!" Pijar
Dewi memainkan jurus kipasnya yang mirip seorang
penari Bali. Tiba"tiba kipas itu diklbaskan ke depan. Wuuus...l
Kali ini daun"daun kering ditanah beterbangan ke arah
Suto Sinting. Daun-daun kering itu berubah menjadi
kaku dan keras, melesat cepat menyergap lawan di
depannya. Zraaaakk...l Werrsss...!
"8ahaya...!" sentak Suto kaget. Bumbung tuak segera digenggam taiinya, lalu diputar di atas kepala satu
kali. Wuuungg...! Putaran bumbung tuak dari jurus 'Kipas Malaikat' itu hadirkan angin. Angin itu berbusa
salju. Maka daun"daun yang mengarah ke arah Suto
pun berhenti di pertengahan jarak. mengambang di
udara. Dalam beberapa kejap sudah mulai tampak memutih dilapisi busa-busa salju.
Kejap kemudian, daun-daun itu jatuh ka tanah dengan sendirinya. Terkulai lemas tanpa tenaga yang menopangnya. Bruuubb...l Gadis itu terkesip melihat kekuatan kipasnya dapat dipatahkan oleh lawan.
"Untung bisa kuatasi. Kalau tidak, daun"daun kerlng'itu dapat merobek sekujur tubuhku, karena sudah
berubah setajam dan sekeras lempengan hajat" pikir
Pendekar Mabuk sambil menghembuskan napas lega.
Rokatama yang tadi mengeluarkan busa, kini mulai
menggellat. Rupanya tuak yang tadi tumpah dan ada
yang masuk ke mulut Rokatama itu talah berhasil me!umpuhkan keganasan racun dari pisau Harya Slur.
Bahkan luka di paha Rokatama pun mulai tampak me-
ngering, berasap tipis. bergerak-gerak tanda mau menutup kembali. Tapi kekuatan Rokatama masih belum
pulih. sehingga ia hanya bisa menggeliat lambat dan
mengerang dengan suara sangat pelan.
Pijar Dewi melirik sekejap, merasa tak ada bahaya
yang mengkhawatirkan dari gerakan lemah Rokatama.
Kini pandangan mata gaiaknya kembali tertuju pada
Pendekar Mabuk. ia menggeram dengan mata sedikit
mengecil menandakan menyimpan dendam dan kebencian kepada Pendekar Mabuk.
"Majulah. Keparat!" sentak Pijar Dewi sambil siaga
menyerang kembali. "Tunggu! Aku merasa tidak bermusuhan denganmu. Piiar Dewi."
'Hmmmh-..t Kulihat kau melemparkan pisau ke dada Harya Siur! Sayang kehadiranku terlambat, sehingga
tak bisa menggagalkan tindakan kejimu itu! Apakah itu
berarti kau tidak bermusuhan denganku"!"
'O. kalau begitu... kau adalah orangnya Ratu Karnasuta juga. Pijar Dewi"!"
"benar.. Dan kau pasti orangnya si Watumenak! Kau


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

patut mendekati aial seperti temanmu yang pongah itul"
"Hei, dengar dulu penieiasanku, Piiar Dewi. Aku...."
Suto Sinting tak sempat lanjutkan bicaranya, karena Pijar Dewi tak mau diaiak berunding lagi. Tubuhnya
tiba-tiba melesat ke depan bagaikan kilat. Kipas ungunya dibentangkan, lalu mengibas bagaikan mata pedang yang ingin merobek dada Suto Sinting. Wuuut...!
Wees...l Suto menghindar dengan melompat mundur
satu langkah. "Jangan lari kau, Pengecuti Hiaaah...i"
Pijar Dewi kirimkan tendangan kaki menyamping.
Suto Sinting menangkis tendangan itu dengan tangan
kirinya. Deess...i Tubuhnya segera menggeloyor seperti orang mabuk mau tumbang. Tahu-tahu dia dalam
posisi setengah tegak, kaki kanannya menyambar kaki
Pijar Dewi. Wuuut, prook...l Pliar Dewi mengadu tulang kakinya dengan tulang kaki Pendekar Mabuk. Seketika itu
pula si pendekar tampan terpekik kesakitan sambil melompat mundur dengan satu-kaki.
"Aaoww...i Uuuhhh, uuuh...i" Suto Sinting menyeringai kesakitan. Tulang kakinya bagaikan dihantam
dengan sebatang besi baja. Tapk merasakan sakit sedikit pun. ia justru menyerang Suto dengan lompatan cepat dan mengarahkan kipasnya yang
terkatup ke leher Suto Sinting.
Weese...i Suuut...! Traang...i
' Ujung kipas mengeluarkan mata pisau. Seharusnya menghujam di leher Suto. tapi bambu bumbung
tuak berhasil menahan huiaman mata pisau tersebut.
Benturan mata pisau dengan bambu tuak membuat
Pijar Dewi terlempar ke belakang dan jatuh terhempas
ke tanah. Brruk...| Rupanya kekuatan tenaga dalam
yang disalurkan melalui kipas telah memantul balik dan
mendorong tubuhnya sendiri.
Suto Sinting sengaja menyingkir agak menjauh
sambil terplncang-pincang. Batinnya menggerutu tiada
habisnya. ia masih ragu-ragu untuk melumpuhkan gadis cantik itu. Bukan hanya karena gadis itu berparas
cantik dan mempunyai dada yang tampak seksi menggairahkan, tapi juga karena ia masih belum yakin dengan tindakan pembelaannya terhadap Rokatama.
"Bagaimana ini"! Haruskah aku membela pemuda
segagah Rokatama dan melumpuhkan gadis secantik
Piiar Dewl"l rasa-rasanya tak pantas aku melumpuhkan Piiar Dewi dengan pertarungan yang sesungguhnya. Sama saja satu gadis dikeroyok dua pemuda bertubuh kekar seperti aku dan Bokatama. Hmmm... tapi
Pijar Dewi ada di pihak pengacau, yang ingin merebut
kekuasaan orang lain dengan cara brutal. ia dan orang-orangnya harus dilumpuhkan!"
Pendekar Mabuk baru berpikir begitu, tiba-tiba Pijar
Dewi melayang bagaikan terbang dan tubuhnya memutar di udara sambil mengibaskan kipas ungunya
beberapa kali. Weese...! Wuuut, wuuuut, wuuuut, wuuut...l
_Badai besar datang. Badai itu berputar ke arah tak
tentu. Beberapa pohon menjadi patah dan tumbang
diterjang angin badai tersebut. Pendekar Mabuk terLempar membentur pohon dengan kerasnya. Tubuh Rokatama menggelinding bagaikan bola. Batu sebesar
anak sapi pun menggelinding ke sana"sini bagaikan
dipermainkan oleh sang badai.
"Hiaaaaaatt...li"
Wuuus. wuuuus, WUUUS, wuuuus...!
Krraaak...! Bruuuk...l "Aaahhk...!" Suto Sinting tertimpa dahan pohon
yang patah. Dahan itu cukup besar dan panjangnya sekitar dua tombak. Pendekar _Mabuk tertindih bagian dadanya. Ia menyeringai kesakitan, tulang dadanya bagaikan patah.
Hempasan angin badai yang berputar-putar tak
tentu arah itu juga melemparkan tubuh Rokatama yang
sebenarnya sudah mulai punya tenaga lagi, karena racun di dalam tubuhnya telah ditangkal tuntas oleh kesaktian tuak Suto, serta luka di pahanya telah merapat
kembali. Hanya saja, ia belum bisa menjaga keseimbangan badannya sehingga terlempar ke sana-sini tanpa ampun lagi.
Giuuur, gluuur, gluuur...!
Sebongkah batu yang besarnya seukuran drum
minyak menggelinding ke sana-sini, akhirnya bezhenti
di bawah pohon dalam posisi menggenjet kaki kiri Rokatama. 8luuk"l
"Aaaooow...ll' Rokatama memekik kesakitan. !a
berusaha melepaskan kakinya, namun tak berhasil.
Piiar Dewi masih berputar-putar sambil mengibaskan kipasnya. Setiap kibasan kipas masih menghadirkan angin badai yang cukup dahsyat.
Tetapi tiba-tiba sekeiebat bayangan melesat dari
balik kerimbunan semak. Bayangan itu menerjang Pijar
Dewi tanpa ampun lagi. Wuuut, breess...l
"Aaahk...li' Pijar Dewi terlempar seiauh sepuluh
langkah. ia jatuh terbanting dengan sangat menyedihkan sekali.
Hembusan angin yang membadai berhenti. Tapi
daun-daun masih berguguran sebagai sisa dari hembusan badai tadi.
Di antara taburan daun-daun itu, tampak sesosok
tubuh berdiri dengan tegak dan kokoh. Dialah sl penerjang Piiar Dewi. Suto Sinting sempat memandang ke
arah orang yang baru datang itu. Hatinya tersentak kaget begitu mengenali orang tersebut adalah perempuan
yang masih tampak muda, seperti baru berusia dua
puluh lima tahun. Perempuan muda itu juga berparas cantik, bertubuh lebih tinggi sedikit darl Suto. ia mengenakan baiu
buntung berseda tembaga warna coklat kehitaman,
penutup bagian bawahnya juga berwarna sama dalam
mpel dari serat tembaga. Meiihat perawakannya yang layak sebagai prajurit
wanita berani mati dengan pedang kristai di pinggangnya. Suto Sinting yakln sekali bahwa perempuan yang
menerjang Piiar Dewi itu adalah Citra Bisu, mantan
prajurit Hastamanylana yang ditemukan Suto dalam
goa penyimpanan harta karun, (Baca serial Pendekar
Mabuk dalam episode: "Kencan" Dl Lorong Maut").
'Citra bisu... tahan amarahmul" ujar Suto dalam
hati. ' Tapi karena Citra bisu menguasai ilmu 'Tutur Selayang', maka ia bisa mendengar suara batin seseorang,
juga bisa mengirimkan suara batinnya sendiri kepada
orang yang dituju. Dalam keadaan mulut terbungkam,
mata memandang tajam ke arah Pijar Dewi, perempuan
bertubuh padat, kekar, berisi dan berdada montok itu
segera menggeram dalam hati. Suara geramannya dituiukan kepada Suto, sehingga hanya Suto"lah yang mendengar suara batin tersebut.
"Keparat gadis ltu! Dia perlu dihajar sampai babak
belur biar tak berani pamer ilmu seenak perutnya sendirl"
' B!asss...l Citra bisu berkelebat hampiri Piiar Dewi.
Waktu itu Pijar Dewi baru saja bangkit dan belum sampal berdiri tegak. Tapi tubuhnya sudah harus terlempar
lagi akibat diteriang Citra Bisu.
Bruuuss...l "Aaaaahk...l" 8ruuuss...! "Aooow...l" Bruuus...l Makin lama makin jauh. Suto Sinting tak bisa melihat lagi separah apakah keadaan Pijar Dewi dalam hajaran Citra Bisu. Dengan kekuatan yang ada, Suto berhasil menyingkirkan dahan yang menimpanya. Tapi tubuhnya menjadi lemas, tulang di sekitar dadanya terasa
sakit jika untuk bergerak.
"Pendekar Mabuuuuk... tolong kakikuuu...!"
Suto mendengar suara rintihan Rokatama, tapi ia
hanya bisa menyeringai menahan rasa sakitnya. Ternyata kipas ungu itu bukan hanya bisa mendatangkan
badai ganas, tapi juga menyebarkan uap yang dapat
melumpuhkan urat syaraf. Hai itu disadari Suto setelah
ia merasakan makin lama tubuhnya semakin lemas dan
seperti tidak mempunyai urat lagi.
"Pendekar Mabuuukk...l Kakikuuuu... tolooong...."
"Eehhmm...!" Suto hanya mengerang pelan, memberi tanda bahwa ia sendiri dalam keadaan tak berdaya.
"Mabuuukk...! Buuuuuukk...!"
"Cere... weeett...!"
Kepala Suto mencoba menengok ke arah kiri. Bumbung tuaknya ada di sana, tapi tak terjangkau oleh tangannya. Bumbung tuak itu tergeletak dalam jarak sekitar satu setengah jangkauan tangan. ia harus bergeser ke kiri jika ingin menjangkau bumbung itu. Tapi ternyata ia tak mampu bergeser sedikit pun.
Harapan satu-satunya ada pada Citra Bisu. Gadis
itu tahu bahwa kekuatan Suto ada pada tuaknya. Pasti
ia akan segera memberi minum Suto tuak jika melihat
keadaan Suto tak berdaya begitu.
Hanya saja. sampai beberapa saat lamanya Citra
Bisu be!um kembali ke tempat tersebut. Suto Slnting
menjadi cemas dan bertanya-tanya dalam hati, "Ada apa
dengan Citra Bisu" Mengapa ia tak segera kembali"!
Apakah ia bertarung lebih seru !agi melawan Pilar Dewi"
Apakah Citra Bisu berhasil dibuat lumpuh juga ole
Pijar Dewi"l" Pertanyaan demi pertanyaan dibiarkan mengalir
dari benak ke batinnya. Makin lama makin menciptakan
kejengkelan yang membaur dengan kecemasan. Padahal keadaan Suto makin lama semakin lemah. Kini ia
tak bisa bersuara lagi, demikian pu!a Rokatama. Pita
suaranya bagaikan ikut dibuat lumpuh oieh badai beracun tadi.
DALAM ingatan Suto, sebelum terpejam matanya
sempat melihat seseorang berkelebat melompatlnya dengan cepat. Sepintas kilas benak Suto
mencatat sosok si orang tua berusia sekitar delapan
puluh tahun yang segera hampirl Rokatama.
Si tokoh tua itu berkepala gundul, kurus, tulang
wajahnya bertonjoin, pakaiannya putih kusam agak kecoklatan.
Tokoh tua yang belum dikenal Suto itu sempat melongok Suto sebentar, sebelum akhirnya menghampiri
Rokatama. Tapi sejak itu si tokoh tua tidak muncul lagi dalam
penglihatan Suto Slntlng. Sebelum mata Suto tak bisa
dipakai untuk melek karena urat-uratnya lumpuh, ia
sempat mendengar suara batu besar dilemparkan ke
semak-semak. Guzraak...! Setelah itu tak ada lagi suara
apa-apa, kecuali suara orang berkelebat pergi meninggalkan tempat itu.
"Sialanl Pak tua itu pergi begitu saja. Apakah dia
tak berminat menolong orang yang sedang sekarat sepertl Ini?" gerutu hati Suto Sinting dalam kepasrahannya. ia berharap Pak tua yang melongoknya tadi mau
menghabiskan bumbung tuak dan menuangkan tuak ke
mulutnya, tapi harapan itu ternyata seperti sebuah mlmpl. Suto makin lemas. makin tak bisa membuka kelopak
matanya. Entah berapa lama Pendekar Mabuk akhimya tak
sadarkan diri. Ketika ia mulai sadar, ia merasa ada cairan yang memba sah di mulutnya. Aroma tuaknya mulai
tercium dan membekas di lidah dan tenggorokan. Rupanya ada orang yang telah menuangkan tuak sakti itu
ke dalam mulutnya. Perlahan-lahan Suto merasakan darahnya mulai
mengalir dengan lancar. Perlahan"lahan pula ia mulai
membuka kedua matanya yang berbulu lentik .untuk
ukuran bulu mata seorang lelaki.
Byaak...i Begitu mata terbuka, seraut wajah tampak
nyengir di atasnya. Suto hampir saja terpekik kaget memandang wajah berkumis tipis kelelawar itu.
Sungguh menyedihkan nasib Suto, begitu melek
mata yang dipandang adalah wajah berkumis dan berambut botak tengah seperti parit membelah Ilalang.
Wajah berusia sekitar emmt puluh tahun itu milik seorang lelaki yang bertubuh pendek. Tapi Suto sangat
kenal dengan wajah yang tak lain milik si Sawung Kun-
lei itu. "Ooh... kenapa dia yang menolongku"l Tapi aku
wajib bersyukur, untung ada dia. Kalau tidak, kelamaan
lumpuh bisa amblas nyawaku,' pikir Suto Slnting. "Ka- lau begini, aku harus siap-slap mengartikan kata 'anu'l ;
yang akan selalu dipakai dalam tiap ucapan si Kuniet
inll' Sawung Kuntet adalah pelayan Eyang Cakraduya
dari Bukit Sutera. Dulu ia adalah orang Gunung Pare
yang sering menjadi orang bayaran bagi siapa pun yang
menyewanya. Tapi karena kenal dengan Suto Sintlng,
kenai dengan Candu Asmara dan Mirah Cendani, maka
ia sekarang bergabung dengan kedua gadis kakak-
beradik yang sebagai cucu dari Eyang Cakraduya, tokoh tua aliran putih itu. Dengan menjadi pelayan Ey ang
Cakraduya, Sawung Kuntet berharap mendapat warisan ilmu dari si tokoh tua yang dikagumi itu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Kematian Sang
Durjana"). Sawung Kuntet mempunyai gaya bicara.
ia selalu menggunakan kata 'anu' untuk mengganti kata
yang dimaksud. Tak heran jika kata-katanya sering
mendatangkan praduga aneh bagi orang yang baru
pertama kali mendengar pembicaraan Sawung Kuntet.
Orang berpakaian serba hitam itu nyengir kegirangan melihat Suto Sinting telah sadar. Keberhasilan usahanya yang bisa menolong sang pendekar perkasa
membuatnya merasa bangga pada diri sendiri. Karena
itulah ia tersenyum-senyum saat memandangi Suto
Slnting bangkit dari keadaan rebahnya.
'Bagaimana rasa anumu..."l Segar kembali"!"
"Rasa anuku..."i Oo, anuku baik"baik saja," jawab
Suto dengan dahi sedikit berkerut.
"Maksudku... bagaimana rasa badanmu" Sudah
segar kembali apa belum?"
"Ooo... itu maksudmu"i Yeah... kurasa memang
aku sudah segar kembali. Terima kasih atas pertolonganmu, Sawung Kuntet. Hari ini kau kucatat sebagai
orang paling berjasa dalam hidupku."
"Ah, itu hanya kebetulan saja! Kebetulan aku sedang anu dan melihatmu terkapar tanpa anu, jadi kuhampirl kemari."
"Jadi kau tadi sedang anu di sini?"
. "iya. Maksudku... sedang lewat di sini, lalu melihatmu sedang terkapar tanpa daya...!"
"Oooo...," Suto manggut-manggut, lalu menenggak
tuaknya lagi agar membuat tubuh lebih segar lagi. Isi
bumbung tuak itu tinggal separoh, Suto harue agak irit
menggunakan tuaknya, karena ia belum tahu apakah
hari itu akan mendapatkan kedai penjual tuak atau tidak.
"Agaknya kau habis ber"anu melawan musuh yang
anunya lebih besar, Suto. Hmmm... maksudku habis
bertarung melawan musuh yang tenaganya lebih besar,
sehingga kau sampai terkapar tanpa daya begitu. Untung saja dari Gunung Pare memotong jalan lewat sini,
jadi aku bisa melihat anumu terkapar seperti terong
rebus." "Melihat tubuhku, maksudmu?"
'iyal Memangnya melihat apamu kalau bukan tubuhmu"l"
"O, kau dari Gunung Pare?"
"Benar. Aku lubis menengok saudara sepupuku
yang habis melahirkan. Saat aku mau kembali ke Bukit
Sutera, anuku memerintahkan agar aku potong jala
iewat aini. Ee'hmm... yang kumaksud, hatiku memerintahkan agar aku lewat sini. Kalau anuku tidak memberi
perintah kemari, mungkin kita tak akan bertemu, Suto."
"Mungkin aku akan mati juga, Kuntet. itulah sebabnya penolonganmu kali ini benar-benar tercatat dalam
sejarah hidupku, walaupun esok telah terhapus dengan
kekonyolanmu sendiri!"
Tiba-tiba Suio Sinting ingat akan sahabat barunya,
Rokatama. ia terkejut meiihat Rokaiama tidak ada di
tempatnya terjepit. Batu besar itu pun sudah pindah di
semak-semak ilalang. Pandangan mata Suto yang mencari Rokatama menimbulkan rasa ingin tahu dl hati
Sawung Kuntet. "Apa yang kau cari, Suto?"
"Anuku hilang," jawab Suto ikut"ikutan latah menggunakan istiiah 'anu'. Tapi ia segera sadar dan buru"buru meraiatnya sendiri.
"Yang kumaksud, temanku hilang dari tempatnya.
Tadi ia terjepit batu di sanal'
"'l'eman..."l Ooh, aku tak melihat ada anu lain di
sekitar sini kecuali anumu. Eh, kecuali ragamul"
"Aneh..."l" gumam Suto sambil dahinya makin berkerut heran. "Tak mungkin sl Rokatama bisa pergi begitu saja. Ia lebih parah dari keadaanku. Hmmm... pasti
si orang tua tadi yang membawanya pergi. Mengapa ia
membawa pergi Rokatama"i Aduh... jangan-jangan
orang tua tadi adalah komplotannya Ratu Kamasuta"i
Ooh, kaiau begitu... Bokatama tertangkap oleh pihak
Ratu Kamasuta?" Suto bicara sendiri tanpa pedulikah Sawung Kuntet
yang mendengarkan dengan kepala miring"miring, seperti seekor burung betet sedang menyimak suara
aneh. Tiba-tiba lelaki pendek bersenjata golok di pinggangnya itu perdengarkan suaranya.
"Ratu Kamasuta..."! Apakah kau sedang berurusan
dengan pihak anu Kamasuta"l"


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, aku jadi terlibat urusan dengan orang-orang
Dasar Kubur gara-gara dimintai bantuan oleh teman
baruku yang bernama Rokatama. Saat ini, orang"orang
Dasar Kubur dibawah pimpinan Ratu Kamasuta sedang
menyerang sebuah negeri bernama Gapura Jagat!
"Apakah kau tak salah anu, Suto?"
'Maksudmu, anuku tertukar dengan anu milik temanku, begitu"l"
'Maksudku, apakah kau tak salah dengan"
'Ah, pendengaranku masih baik-baik saja, Kuntei.
Rokatama tadi jelaskan padaku, bahwa pihaknya sedang diserang oleh orang-orang Dasar Kubur di bawah
pimpinan Ratu Kamasuta. Bahkan ibunya Rokatama
yang menjadi penguasa di Gapura Jagat, yaitu yang
bernama Watumenak, sekarang sedang menjadi tawanan orang-orang Dasar Kubur. Dan tadi... dua orangnya Ratu Kamasuta menyerang Rokatama. Yang terakhir, seorang gadis bernama Pijar Dewi, juga mengaku
orangnya Ratu Kamasuta, menyerangku dengan kipas
mautnyai Mereka mengaku terus terang sebagai orang
kepercayaan Ratu Kamasuta. Bagaimana mungkin aku
akan salah dengar" !
Sawung Kuntet tertawa terkekeh"kekeh, kesan dari
tawanya adaiah menyindir penjelasan Suto Sinting
yang dianggapnya keliru. Tentu saja Pendekar Mabuk
menjadi terheran"heran pandangi Sawung Kuntet yang
bersikap begitu. "Kau pikir aku tak tahu tentang wilayah dan kekuasaan di Gapura Jagam' ujar Sawung Kuntet.
"Aku justru tak mengerti maksudmu, Sawung Kuntet."
"Aku tahu persis tentang wilayah dan kekuasaan
Gapura Jagat. Negeri itu ada di kaki perbukitan sebelah
selatan sana-" "Ya, menurut pengakuan Rokatama memang begitu."
"Tapi yang ber"anu di Gapura Jagat, maksudku.-.
yang berkuasa di Gapura Jagat, memang Ratu Kamasutal"
"Ooo... kaiau begitu kau baru saja dari sana" Buktinya kau tahu yang berkuasa di Gapura Jagat sekarang
ini adalah Ratu Kamasutal"
SaWung Kuntet terkekeh pelan sambil geleng"geieng kepala.
"Ratu Kamasuta menjadi anu di Gapwa Jagat sudah lama, Suto. Sudah lebih dari sepuluh tahun."
"000... kalau begitu persoalan ini sebenarnya persoalan lama. Tapi mengapa baru sekarang Rokatama
berusaha mencari bantuan untuk mengusir Ratu Kamasuta, ya"l Gobiok sekali anak itu. Mengapa pern
berontakan ini tidak dilakukan dari dulu saia"l"
Sekeiebat bayangan tampak melintas." hutan se
berang sana. SaWUng Kuniet yang ingin bicara segera
dipotong oleh gerakan tangan Suto yang memberi Isya-rat dengan menempelkan telmiuknya ke mulutnya sendiri. Sawung Kuntet ikut memandang ke arah yang dipandang Pendekar Mabuk.
"Sepertinya aku mengenai orang itu, Kuntct." bisik
Suio Sintlng. "Orang yang mana" Kulihat ada dua anu yang saling kejar"mengejar."
"Ya, ternyata memang ada dua orang yang saling
keiar"mengelar. Tapi... sepertinya aku kenal dengan
yang dikejar itu. Sebaiknya kuhadang mereka dari balik
gundukan cadas sebelah kiri itu!"
"Tapi,..." Zlaaap...i Sawung Kuntet tak sempat bicara. Pen"
dekar Mabuk sudah melesat lebih dulu. Gerakannya
sangat cepat, nyaris seperti menghilang dari tempatnya. la menggunakan junta 'Gerak Siluman' yang mem"
punyai kecepatan gerak seperti kecepatan sinar berpindah tempat. Tak heran like dalam sekelap Suto Sinting sudah ada di atas gundukan tanah cadas yang tak
seberapa tinggi itu. Sawung Kuntat terpaksa menyusulnya dengan menerabas semak-semak Iialang agar lebih
cepat mencapai tempat itu.
Dari atas gundukan cadas Pendekar Mabuk dapat
melihat dengan lehs dua orang yang saling kejar. Bahkan dibelakang orang kedua masih ada satu orang lagi
yang gerakannya agak lamban.
Dugaan Sulo memang benar, bahwa ia memang kenal dengan orang yang sedang dikejar. Orang yang berlari paling depan itu mengenakan pakaian serba jingga.
ia adalah seorang gadis lelita berusia sekitar dua puluh
dua tahun. Gadis bermata bulat indah itu menggenggam pedang yang dililit kain wama lingga juga.
Suto mengenalnya sebagai gadis centil dan lincah
yang bernama Manggar Jingga, adik dari Puting Selaksa. Keduanya adalah murid dari Rasi Parangkara yang
tinggal di Teluk Sendu, (Baca'seriai Pendekar Mabuk
dalam episode: "Wanita Keramat').
Tetapi dua pengelar di belakang Manggar Jingga
itu adalah dua lelaki yang tak dikenal Suto. Mereka
berusia sekitar tiga puluh tahun, dan tampaknya berupaya sekuat tenaga untuk bisa menangkap Manggar
Jingga. Mereka berpakaian baju putih celana hitam.
Yang di belakang sendiri mengenakan ikat kepala hijau,
sedangkan yang lebih dekat dengan Manggar Jingga
mengenakan ikat kepala merah.
Lelaki yang mengenakan ikat kepala merah itu
melepaskan pukulan jarak iauhnya, tapi tidak diarahkan
ke punggung Manggar Jingga, melainkan diarahkan ke
pohon dl depan gadis itu. Wuuui...l Claap...l Seberkas
sinar merah seperti cakram berputar datar itu melesat
dan menghantam pohon yang dituju. Jegaaar...l
Kraaakk... brruuk...l Pohon ltu tumbang, menghadang langkah Manggar Jingga. Gadis itu mernekik kaget, lalu mengambi
arah lain sambil menghindari dahan dan ranting pohon
yang dapat melukai kuliltubuhnya pada saat terhempas
tumbang. Tapi rupanya lelaki berikat kepala merah sudah
dapat menduga ke mana arah yang akan diambil Manggar Jingga. Dalam waktu singkat ia sudah menghadang
di depan gadis itu, lalu melepaskan pukulan jarak jauh
lagi menggunakan telapak tangan kirinya. Wuuui...
buuubnj Sebentuk hawa padat tanpa sinar dan tanpa suara
dilepaskan dari telapak tangan itu. Manggar Jingga
menahannya dengan pukulan sejenis, tapi agaknya
tenaga dalamnya kalah besar dengan lelaki itu. Akibatnya, Manggar Jingga terlempar ke belakang dan jatuh
terbanting'di semak"semak kering. Guzraak..."
"Aauuh...l" pekik si centil bersuara lengking.
Melihat keadaan begitu, Pendekar Mabuk segera
melompat turun dari atas gundukan tanah cadas itu.
Lompatannya disertai sentilan maut yang membuat lelaki berikat kepala merah itu teriengkang ke belakang
dalam keadaan mata mendelik dan mulut temganga.
Tessa...l " ihk...!" ziaaap, ileeg...! Tahu"tahu Suto Sinting sudah berdiri di depan Manggar Jingga. Gadis itu segera sadar
siapa yang datang menolongnya. Ia langsung berteriak
dengan suara Iengkingnya.
"Maling nakal..."! Oooh, rupanya kau ada di sini
juga, Maling nakal..."i" _!
ltuiah panggilan khas dari Manggar Jingga kepada
Suto. Panggilan 'maling nakal' itu justru membuat Suto
Sinting merasa senang, karena dari sekian banyak gadis yang dikenalnya, hanya Manggar Jingga yang berani memanggilnya dengan sebutan 'maiing nakal'.
Panggilan itu terasa lebih akrab ketimbang penggilan
biasa. Lelaki berikat kepala hijau yang tadi tertinggal temannya kini tiba di tempat itu., ia segera pasang kudakuda melihat Manggar Jingga sudah mempunyai pelindung. Sebliah golok dicabut dari sarungnya. Lelaki
berikat kepala hijau itu memainkan golok tersebut sambli melangkah ke samping, seakan Ingin mengeliiing
Pendekar Mabuk. "Mau cari mampus kau, nah..."Il' bentak lelaki berikat kepala hijau itu.
"Sabar. Jangan berteriak begitu. Kupingku sedang
bisulan. Kalau dengar suara keras, sakit rasanya!" ujar
Suto Sinting dengan kalem.
Tapi lelaki itu justru sengaja berteriak lebih keras
lagi. "Pergi kau sebalum golokku menguliti bangkaimui
Pergi, cepaaat...l" 'Mana bisa'aku pergi dan membiarkan temanku
kalian buru seperti seekor rusa saja"!"
'Keparati Hlaaat...i"
Orang itu melambung ke atas, menyerang Sulo
Sinting dengan menebaskan goloknya. Ayunan golok
dari atas ke bawah ditangkis memakai bumbung tua
Traak...l Pluuk...l Golok itu patah menjadi dua, bagian
yang patah jatuh ke tanah dengan santainya malah masih sempat ucapkan selamat tinggal pada potongan yang dipegang lelaki itu.
"Hahh..."i" orang itu mendelik kaget melihat goloknya patah. Saat ia mendelik ltulah kaki Suto Sinting
menendang lurus dan tepat kenal ulu hatinya. Wuut,
dess...l 'Uuuhkk..."li" orang itu mendelik dengan badan
lerbungkuk dan melayang mundur. ia jatuh setelah
punggungnya membentur pohon. Ia tak bisa bernapas
tapi belum kehilangan nyawa.
Wajah si ikat kepala hijau itu menjadi merah karena
kerahkan tenaga untuk menahan rasa mualnya. Tetapi
rasa mual itu tidak bisa ditahan lagi, akhirnya orang itu
pun muntah dan mengeluarkan darah merah.
'Hooeek...i' "Sudah kubilang, jangan berteriak! itulah akibatnya
kalau tidak mau mengikuti saranku," kata Suto dengan
nada mengejek, membuat temannya yang berikat kepala merah menjadi semakin berang. Rasa saklmya
akibat terkena sentlian tadi sudah mulai reda. ia pun
segera bangkit dan menyerang Suto Sinting dengan
pukulan jarak jauhnya. 8eett...l Suto merasakan ada hawa panas mendekati dari arah kiri. Dengan cepat hawa panas itu diadu
dengan tenaga dalam dari jurus "Jari Guntur-nya yang
dilepaskan secara beruntun. Tes, tes, tes...l
Duuurrrb...l Bhaaak...l "Aaahkk...i' Orang itu terlempar ke belakang, seperti diterjang selembar papantebal berkekuatan besar
Wajahnya menjadi memar, hidungnya berdarah, bibirnya juga berdarah karena robek. Dadanya ikut menjadi
merah matang karena tersedak tenaga dalamnya sendiri yang membalik akibat dldorng tenaga dalam Pe ndekar Mabuk. Orang itu cengap-cengap seperti ikan
kekurangan air. Sawung Kunlet tiba di tempat itu. Melihat si ikat
hijau mau bangkit, kaki Sawung Kuntet segera menendang dagu orang tersebut dengan satu lompatan cepat.
Wuul, pr000k...l 'Aoooll.:.l" orang itu memekik kesakitan, gigi depannya rontok dua biji. Sawung Kuntet menghembuskan napas-berkesan sombong, merasa bisa membuat ,
lawan tumbang dengan hanya sekali tendang. :
Suto Slntlng hanya tersenyum kecil, kemudian rnelebarkan senyumnya sambli memandang ke arah
Manggar Jingga. "Kau terluka parah, Manggar Jingga"!"
"Tidak. Aku lukaku tidak parah. Hanya memar saja.
Ooh, untung kau ada di sini, Maling nakal! Kalau tidak,
kedua orang itu pasti akan menangkapku dan... dan
pasti akan dihadapkan ketuanya... lalu... lalu, oooh...
aku tak mau menjadi korban seperti Sayumi, temanku."
"Apa yang terjadi pada Sayumi temanmu itu?"
"Dia diperkosa oleh orang-orang Dasar Kubur
dan... dan akhirnya dibunuh karena mencoba melarikan
diri." "Jadi... kedua orang itu adalah orang Dasar Kubur"l"
"Benar, Maling nakai! Mereka menghadangku ketika aku melintasi kaki bukit sebelah selatan sana. Aku
mencoba melawan, tapi kurasakan ilmuku tidak sebanding dengan ilmunya, maka aku melarikan diri!"
Di belakang Suto terdengar pekikan Sawung KUntet. 'Heeaaaahh...!'
Proook...l Bruuk...l Rupanya si ikat kepala merah mencoba bangkit
untuk menyerang Suto dari belakang. Tapi Sawung
Kuntet segera melayang bagaikan terbang. Kakinya
berhasil menendang pelipis orang itu dengan kuat.
Orang llu langsung tumbang dengan telinga berdarah.
"Mengapa kau ada di sekitar sini, Manggar?"
"Aku mencari kakakku, Puting Selaksa. Aku diutus
kakek guru untuk memanggil Puting Selaksa. Tapi sudah dua hari aku mencarinya tidak berhasil kutemukan.
Maka aku akan pulang saja. Capek mencari dial" Manggar Jingga cemberut kesal.
"Kalau begitu...."
Tiba-tiba terdengar suara ledakan dahsyat dari arah
selatan. Blegaaarrrrrr...!l Ledakan itu sempat membuat tanah yang dipijak
Suro Sinting terguncang bagaikan dilanda gempa. Suara gemuruh seperti tanah longsor pun terdengar berkepanjangan. Pohon"pohon Ikut bergetar, bahkan sebagian daun"daunnya rontok bertaburan.
"Celaka! Jangan"jangan itu pertarungan Citra Bisu
dengan Pijar Dewi..."l" gumam Suto dalam hati. ia se
gera berkata kepada Sawung Kuntet.
"Kuntet... tolong kauantar gadis ini ke Teluk Sendu.
Kau tahu tempat itu. bukan?"
"Ya. aku tahu! Aku sering anu di sana. maksudku...
sering lewat sana." "Bagus. Manggar... kuharap kau tidak keberatan
dikawal oleh Sawung Kuntet Dia sahabatku. Wajahnya
memang hancur, alias jelek. Tapi hatinya selembut
salju." "Jeleknya jangan diucapkan, Sutol" bisik Sawung
Kuntet bernada geram. 'Mengapa bukan kau sendiri yang mengantarku
pulang. Maling nakal"l Kakek guru juga rindu padamu
dan ingin bertemu." "Sampaikan salamku kepada Eyang Resi Parangkara. Tak lama lagi aku akan bertandang ke. Teluk Sendu. Ak u sedang ada urusan sedikit yang harus kuseIesaikan, Manggar."
"Apakah aku tak boleh ikut membantu menyelesaikannya?"
"Ini urusan lelaki. Perempuan tak bisa menanganinya. Sebaiknya kau pulang saja dengan dikawal Sawung Kuntet. Jika nanti aku bertemu dengan kakakmu.
Puting Selaksa, akan kusampaikan pesan gurumu itu
agar dia lekas pulang menemui bellaul"
Blegaaarrrrr...l Suara ledakan yang dahsyat kembali terdengar.
kembali mengguncangkan bumi. kembaii membuat hati Suto Sinting menjadi semakin penasaran. Maka ketika
Manggar Jingga pergi bersama Sawung Kuntet, Pendekar Mabuk pun segera menuju ke arah datangnya
ledakan tersebut. Sementara itu. dua orang Dasar Kubur dibiarkan terkapar menunggu kepulihan tenaga inaslng-masing. :
"apa yang dilakukan Citra Blsu di sana"!" pikir Suto
Sinting. "Jangan-jangan dia dikepung oleh orangorangnya Ratu Kamasuta. hingga terpaksa mengeluarkan jurus"jurus mautnya"!"
Zlaap. zlaap...! Pendekar Mabuk berkelebat menggunakan jurus 'Gerak Siluman'. Ia menggunakan jalur
atas, artinya melompat dari pohon ke pohon seperti bayangan petir menyambar ke sana"sini. Kedua orang Dasar Kubur yang melihat gerakan secepat itu hanya bisa
terbengong kagum tanpa mampu berkomentar lagi.
PERTARUNGAN yang terjadi di kaki sebuah bukit
berhutan renggang itu ternyata bukan milik Citra
Bisu dan Pijar Dewi. Dari atas pohon yang daunnya tumbuh dengan rindang, Suto Slnting mengintai
pertarungan yang terjadi dl sana.
Ada dua orang lelaki yang masing-masing berusia
sekitar empat puluh tahun. Kedua lelaki itu berwajah
angker, semuanya sama-sama memelihara brewok Iebat. Tapi yang satu berambut pendek, yang satunya lagl
berambut panjang selewat pundak.
Yang berambut panjang mengenakan pakaian serba biru, sedangkan yang berambut pendek mengenakan celana dan rompi tebal warna merah saga. Marong
sekali. Mereka sama-sama bertubuh besar, bahkan yang
berpakaian merah marong itu tampak lebih gemuk dari
yang berpakaian biru. Mereka sarna"sama menggantungkan rantai di pinggangnya. Yang berpakaian serba
biru mempunyai rantai ujungnya seperti mata tombak,
sedangkan yang berpakaian merah saga mempunyal
rantai yang ujungnya berbentuk trisula kecil. Tapi saat
itu mereka belum menggunakan senjata tersebut.
Rupanya dengan kekuatan tenaga dalam yang cukup berbahaya. mereka sudah berhasil membunuh dua
orang pemuda betpakaian abueabu mengkilap. Mayat
kedua pemuda itu terkapar di tanah datar dalam keadaan hangus, seperti habis disambar petir.
Tak jauh dari kedua mayat itu masih ada tiga orang
lagi. Satu di antaranya seorang pemuda seusia Pendekar Mabuk yang juga mengenakan pakaian abu"abu
mengkilap. sama dengan seorang gadis berarnhut pendek yang bersenjata pedang bergagang perak.


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Satu perempuan lagi berusia sekitar tiga puluh
tahun. ia mengenakan jubah kuning dari kain yang bagus. Jubah kuning itu merangkapl pakaian dalam berwama coklat tua. Perempuan yang rambutnya disanggul itu selain berparas cantik jelita juga mengenakan
mahkota kecil pada rambutnya dan disanggul. Di perutnya terselip rencong bergagang dan bersarung gading
dengan hiasan emas berukir.
Perempuan cantik itu menjadi pusat perhatian Suto
Sinting agak lama. Sebab pakaian dalam sl perempuan
itu tampak terbuka di bagian belahan dadanya. Padahal
dada itu membusung kencang dan tampak montok
sekali, menggairahkan bagi lelaki manapun yang memandangnya. Pakaian itu sudah acak"acakan. menandakan bahwa perempuan berjubah kunlng itu juga telah
melakukan pertarungan, tapi ia belum sampai terluka
sedikit pun. 'Siapa mereka itu" Kedua belah pihak belum ada
yang kukenal," ujar Suto membatin. "Tapi agaknya dua
brewok itu berilmu tinggi dan sebagai pihak yang beraliran hitam. TapL.- ah, jangan buru buru menilai begitu. Orang jahat tidak selalu bertampang angker dan
menyeramkan- Sebaiknya kutonton saja dulu pertarungan ini. Agaknya cukup seru dan mendebarkan."
Si brewok berpakaian merah berkata kepada yang
berpakaian biru, "Habisi kedua cecurut itu, Pocong
Wetan! Aku akan mematahkan batang iehernya sl perempuan binal itu!"
"Sebaiknya kau istirahat saja, Pocong Kidul. Biar
ketiganya kuhadapi dengan dua jurus saja!"
Pendekar Mabuk menggumam dalam hati, 'Ooo...
yang berpakaian biru itu bernama Pocong Wetan, sedangkan yang berpakaian merah itu bernama Pocong
Kidui. Keduanya sama"sama pocong. Apakah mereka
orang dari Dasar Kubur"! Hmmm... kusangka memang
begitu. Kedua pocong itu pasti anak buahnya Ratu Kamasuta. Lalu, siapa perempuan cantik berhidung mancung itu" Apakah dia yang disebut Watumenak, penguasa Gapura Jagat"! Ah... belum tentu juga. Sebaiknya
aku tak periu menduga"duga dulu. Nanti juga akan tahu
sendiri dari percakapan mereka."
Gadis berpakaian abu-abu mengkilap itu berseru
kepada kedua Pocong sambil memainkan pedangnya
pelan"pelan, penanda siap menerima serangan kapan
saja. Sementara itu, pemuda berpakaian abu-abu
mengkilap itu juga tampak siaga menghadapi serangan
lawannya. ia memainkan tombaknya yang berujung
pedang lebar itu. "Kalian maju saja berdua! Akan kuhadapi kekuatan
kalian yang belum ada sekuku hitamnya dengan kekuatankui"
'Sesumbarmu cukup berani, Gadis jorokt' geram
Pocong Kidul. "Tidakkah kau jera melihat kedua temanmu menjadi arang oleh jurus kami tadi"!"
"Kedua temanku tadi memang lengah. Tapi jangan
harap kau bisa lakukan hal yang sama pada diriku.
Manusia iblisl" Tanpa banyak bicara pemuda bersenjata tombak
berujung pedang itu segera melesat menerjang Pocong
Kidul yang berdiri lebih ke depan daripada si Pocong
Wetan. Wees...l Mata pedang di ujung tombak itu menyambar kepala Pocong Kidul. Wuuut...i
Pocong Kidul justru melompat maju sekitar dua
langkah, lalu kedua kakinya merendah dan kedua iangannya menyilang di atas kepala. Dees...l Kedua tangan itu menahan gagang tombak sehingga mata pe
dang tak sampai ujung kenai kepalanya.
Begitu tombak tertahan tangan, Pocong Kidul segera menjejakkan kaki kanannya ke perut pemuda itu.
Buuuhk...l Jejakan itu jelas bertenaga dalam cukup
besar. Terbukti si pemuda segera teriempar mundur
sejauh tujuh langkah. Ia jatuh terhenting setelah membentur pohon.
Pocong Wetan segera melepaskan serangan mautnya sebelum Pocong Kidul melakukannya. Tangannya
berkelebat seperti membuang sesuatu ke arah depan.
Dari telapak tangan itu keluar empat larik sinar biru petir
berkelok-keiok yang segera menyambar pemuda malang itu. Craiaap...l
Melihat kilatan cahaya biru petir ingin menyambar
pemuda Itu, sl jubah kuning segera mencabut rencongnya. Rencong itu dikibaskan ke arah sinar biru tersebut. Rupanya rencong ltu mampu memancarkan sinar sakti berwarna ungu yang juga berkeiok-kelok bagaikan aliran listrik. Cralaap...l
Blegaaaarrr...l Dentuman dahsyat menggelegar. Sinar biru petir
tak jadi kenai pemuda bersenjata tombak karena diterjang oleh sinar ungu dari rencong gading tersebut. Tetapi akibatnya si pemuda terlempar ke atas akibat gelombang ledakan yang dahsyat itu. ia jatuh terhempas
di semak-semak berduri. Bruuusk...l
"Aaaow...ll" Di sana ia mengerang panjang, tapi
nyawanya masih bisa selamat, tidak mengalami nasib
seperti dua temannya yang telah tak bernyawa dan
menjadi arang hitam itu. "Janarti, menyingkirlahl Biar kuhadapi lagi mereka
berduet" seru si jubah kuning kepada gadis berpakaian
abu-abu mengkilap itu. Tapi gadis bernama Janarti itu tidak menghiraukan
perintah tersebut. Ia justru maju menyerang Pocong Kldul dengan lompatan bersalto dua kali. Ketika tubuhnya
bergerak turun, pedangnya ditebaskan dalam posisi
Ingin membelah kepala Pocong Kidul.
'Gadis bobrokl Heeaeh...ll'
Pocong Kidul menghantamkan tangannya dengan
cepat sebelum pedang sempat diayunkan. Hantaman
yang berjarak lima lengkai itu mengeluarkan sinar lurus
warna hijau. Claap...l Sinar itu menembut perut Janarii
dengan telak sekali. Deess...l
"Aauuhk...l" Janarti menjadi kejang seketika. Tubuhnya yang turun ke bawah melengkung ke belakang.
Ia tak sanggup menapakkan kakinya, maka terpuruklah
ia didepan Pocong Kidul. Bruuuk...l
Tubuh Janarti berasap, makin lama kulitnya makin
berkeripnt, kering, hitam. rambutnya rontok semua, dan
akhirnya menjadi seperti seonggok arang tanpa nyawa.
"Gilal Jurus mereka ganas ganasl Tak boleh dibiarkan kalau begini caranya...!" ujar Suto dalam hatinya,
lalu Ia bergegas turun dari atas pohon untuk menghentikan pertarungan tersebut.
Namun sebelum Ia bertindak mencampuri pertarungan itu, si jubah kuning sudah menyerang Pocong
Kidul lebih dulu dengan sinar ungu dari rencong saktinya. Sementara itu, pemuda yang tadi jatuh di semak"
semak segera melemparkan tombaknya ke arah Pocong Kidul juga, karena murkanya terhadap orang itu
yang telah membunuh Janartl dengan sinar hijaunya
tadi. "Jahanam busuk! Minggat kau ke neraka sanal
Heeaaat...l" Wweess...l Tombak 'yang dilemparkan belum sampai kenai
Pocong Kldul, tiba"tiba sinar birunya Pocong Wetan datang menerjang tombak itu. Cralaap, blaaar... Tombak itu hancur berkeping"keping, tepat pada saat jubah
kuning menerjang si Pocong Kidul. Sinar ungu dari rencongnya berkelebat menyambar wajah Pocong Kidul.
Craiaap...l Pocong Kidul menangkap sinar"sinar ungu itu dengan kedua tangan ditadahkan ke depan wajah.
Zeerb...l Sinar ungu bagaikan benda padat yang mampu ditangkap. Sementara tangan menangkap sinar
ungu, kaki Pocong Kidul menendang ke depan dalam
satu lompatan pendek. Beet, buuhk...l
"Aahk...l' Jubah kuning terlempar ke samping, jatuh terhempes di tanah tanpa ampun lagi. Rencong
gadingnya terlepas dari genggaman. Ketika ia merangkak ingin meraih rencongnya, Pocong Kidul melemparkan sinar-sinar ungu tadi ke tangan jubah kuning
yang meraih rencong itu. Claaap...! Blaaarrr...l
"Aauuu...l" Sl jubah kuning tersentak ke samping
menghindari semburan tanah yang memercik ke berbagai penjuru. Rencong gading itu teriemper jauh dari
pemliiknya. "Htmah, haaa, hasa, haaa...l"
Pocong Kidul tertawa terbahak"bahak.
"Hidup atau mati kau tetap akan kutangkap, Wanita
mesuml Haea, haaa, haa, haa...i"
Jubah kuning cepat bangkit berdiri tak peduli ikatan sanggulnya terlepas sebaglan. Tapi pada saat itu,
Pocong Wetan sedang beradu tenaga dalam dengan si
pemuda berpakaian abu-abu itu. Mereka sama"sama
melayang di udara dan saling hantamkan pukulan bertenaga dalam.
"Heeaaaat...l" 'Haaaaaaaat...l" Blaaar, kgaaarr...l Pukulan si Pocong Wetan beradu dengan pukulan
si pemuda. Kedua pukulan itu sama"sama memancarkan cahaya merah dan biru. Ledakan yang timbul bersamaan dengan membiasnya sinar ungu dalam sekejap. Pemuda itu jatuh terhempas tanpa ampun lagi. Sekujur tubuhnya berasap dan menjadi hangus.
Jubah kuning terbelalak tegang melihat sisa penglkutnya dalam keadaan sekarat. Dalam keadaan terperanjat tegang itulah, tiba"tiba Pocong Kidul melepaskan pukulan petirnya ke punggung si jubah kuning.
Jago Dari Seberang 3 Pendekar Mabuk 066 Hulubalang Iblis Hijaunya Lembah Hijaunya 10
^