Pendekar Cengeng 2
Rajawali Emas 53. Pendekar Cengeng Bagian 2
Kali ini Dewi Neraka tak segera tersenyum puas, mengingat dia sempat diperdaya pada gebrakannya yang pertama tadi. Sepasang matanya ditajamkan dan dia tak bergeser dari tempatnya berdiri. Tatkala semuanya sirap, dia memang tak melihat sosok pemuda berpakaian putih itu disana. Segera diedarkan pandangannya.
"Jahanam! Di mana dia" Gerakannya sangat cepat sekali"!"hardiknya keras. Selagi Dewi Neraka celingukan, terdengar suara di belakangnya,
"Huhuhu... mengapa kau menyerangku" Padahal aku tidak punya salah... huhuhu... padahal aku sedang sedih... aku cengeng... makanya jangan menyerangku, nanti aku bisa menangis terus menerus...." Segera Dewi Neraka putar tubuh. Tatkala melihat sosoksi pemuda dibelakangnya yang kali ini berdiri, tak mau membuang waktu lagi, Dewi Neraka sudah lancarkan serangan kembali seraya kertakkan rahangnya. Kalau sejak tadi gerakan pemuda yang di pinggangnya melilit kain warna hitam tak kelihatan, kali ini gerakannya begitu nyata saat membuang tubuh hindari serangan Dewi Neraka. Terdengar suara letupan tatkala serangan yang dilepaskan Dewi Neraka luput pada sasarannya. Bersamaan dengan itu, masih mengisak, Pendekar Cengeng langsung menghempos tubuh ke depan seraya mendorong kedua tangannya.
"Huhuhu... kenapa menyerangku" Kenapa menyerangku"!"serunya menuntut dengan suara terisak. Dua gelombang angin ganas yang memercikkan sinar putih menderu ke arah Dewi Neraka yang sedang bersiap untuk lancarkan serangan kembali. Memekik tertahan Dewi Neraka mendapati serangan yang dilakukan pemuda seperti asal saja. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Pendekar Cengeng disertai makiannya. Sinar putih yang memercik tadi menghajar ranggasan semak yang seketika menghangus. Sementara itu masih berada di udara, perempuan ini segera putar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah | meluruk ke arah Pendekar Cengeng. Gerakannya sungguh cepat. Bahkan sepertinya pemuda berpakaian putih itu tak akan dapat menghindari serangan itu. Kalaupun memapaki juga percuma. Karena serangan yang datang dari atas, selain menambah kecepatan meluncur juga "menambah bobot serangan. Akan tetapi, Murid Dewa Langit itu tanpa bergeser dari tempatnya segera mengangkat kedua tangannya untuk papaki serangan ganas Dewi Neraka. Des! Des! Dua pukulan bertenaga dalam tinggi i tu berbenturan keras. Akibat yang terjadi cukup mengh erankan. Karena sosok Dewi Neraka langsung melentin g kebelakang dan hinggap kembali di atas tanah denga n kedua kaki agak goyah. Dirasakan dadanya begitu ny eri sekali. Sepasang matanya menyipit dengan kening d ikernyitkan tanda menahan sakit.
- Diseberang, sosok Pendekar Cengeng tetap tegak ditempatnya tampa kurang satu apa.bahkan dia mengisak sambil mengusap kedua matanya yang tak mengeluarkan apa apa.
"Jahanam"maki Dewi Neraka gemas dengan napas memburu
"baru kali ini kudapati lawan sedemikian mudah menghindari setiap serangan ku.Bahkan caranya membalas tadi seolah tak memperhitungkan gerakan sama sekali ..gila ,ingin kulihat kemampuannya sekarang
" habis berpikir begitu ,perempuan sesat ini menggeser kaki kanannya kekiri. .Menyusul kedua tangannya digentakkan ke depan. Seketika dua gelombang angin | dahsyat yang keluar dari tangan kanan dan kirinya melabrak kearah pendekar cengeng yang masih mengisak . Masih mengisak pendekar cengeng gerakkan tangannya .Lagi-lagi gerakan yang dilakukan seperti asal saja.tapi hasilnya sungguh luar biasa. gebrakan dua gelombang angin dahsyat yang dilepaskan dewi neraka putus di tengah jalan, blaaaammm: .Tempat dimana bertemunya dua pukulan itu! seketika terbongkar. Tatkala semua sirap, nampak sosok Dewi Neraka
( maaf dua halaman rusak tak dapat di tampilkan)
kali ini menghindar dengan cara melompat. Tetap dengan masih mengisak. Tempat yang tadi tenang kini semakin diusik keramaian. Di beberapa bagian tanah, pecah dan membentuk lubang yang keluarkan asap. Debu debu dan ranggasan semak belukar berhamburan di udara dan luruh kembali. Namun sampai sejauh itu, tak satu serangan pun yang dilancarkan Dewi Neraka mengenai sasarannya. Dan mendadak saja perempuan berpakaian kuning cemeriang ini terkesiap, tatkala secara tiba-tiba Pendekar Cengeng tidak lagi menghindariserangannya. Justru melenting ke atas dan buat gerakan meluruk. Sementara kedua tangannya berbuat seolah mengusap air mata, kaki kanannya bergerak seperti berputar. Gelombang angin deras mendahului gerakannya.
"Jahanam betul!" Dewi Neraka yang kini justru harus tunggang langgang hindari serangan lawan. Sebelum perempuan ini bertindak lebih lanjut, satu gelombang angin mendahului melabrak, menyusul pukulan tangan kanan yang seperti tiga buah batu besar melabrak ke arahnya. Makin terkesiap Dewi Neraka mendapati serangan susulan yang dilancarkan si pemuda. Untuk menghindari serangan itu sudah sangat sulit dilakukan. Hingga tak ada jalan lain kecuali memapaki. Segera dirangkum seluruh tenaga dalamnya. Bersamaan makin mendekatnya serangan Pendekar Cengeng, segera digerakkan kedua tangannya ke depan. Wussss!!
Blaaammm! Kembali tempat itu bergetar hebat. Saat itu juga terlihat tubuh Dewi Neraka mencelat dua tombak kebelakang. Masih untung perempuan ini dapat kuasai keseimbangannya hingga tidak sampai jatuh, kendati saat berdiri kedua kakinya nampak goyah. Wajah perempuan ini pucat pasi laksana tanpa darah. Dadanya naik turun dengan cepat. Kalau tadi hanya dari mulutnya saja mengalir darah segar, kali ini juga dari hidungnya. Sedangkan di seberang, Pendekar Cengeng hanya surut tiga tindak ke belakang. Dan langsung berdiri tegak kembali dengan isakan yang masih terdengar. Sebenarnya, dalam kesempatan seperti itu sangat mudah bagi Pendekar Cengeng untuk segera lancarkan serangan. Namun murid Dewa Langit ini tak berbuat apa-apa. Justru Dewi Neraka yang sudah tak mampu kuasai kemarahannya, sudah mencelat ke depan begitu menjejakkan kaki kirinya di atas tanah. Tangan kanannya yang telah dialiri tenaga dalam penuh siap dihantamkan pada kepala Pendekar Cengeng. Blaaammm!! Pukulan yang dilepaskan Dewi Neraka menghantam tanah yang langsung bolong dan memuncratkan debu-debu ke udara, sementara sosok pemuda berpakaian putih itu telah berdiri sejarak tiga tindak dari tempat semula. Sebelum Dewi Neraka buka mulut atau lanjutkan serangannya, terdengar suara Pendekar Cengeng,
"Huhuhu... kau tak bisa kujadikan sahabat... kau galak...
kau selalu menyerangku - lebih baik aku mencari Guru saja-" Habis kata-katanya, dengan masih mengisak pemuda berpakaian putih ini sudah membalikkan tubuh dan melangkah. Sikapnya benar-benarbegitu meremehkan Dewi Neraka"Setan keparat"geram perempuan berpakaian kuning cemerlangitu seraya dorongkan kedua tangannya, Wuuussssil Masih melangkah dan tanpa menoleh, Pendekar Cengeng gerakkan tangannya kebelakang, Wuuuut! Blaaammm! Benturan keras terjadi dan menerbangkan debu debu keudara. Sosok Dewi Neraka bergetar dan makin bergetar tatkala semua sirap tak lagi mendapati sosok pemuda berpakaian putih itu di hadapannya.
"Jahanam keparat!!"hardik perempuan ini dengan suara setinggi langit hingga beberapa dedaunan berguguran. Rahangnya dikertakkan berkali-kali. Pelipisnya bergerak-gerak cepat."Kau harus membayar semua perlakuan busukmu ini kepadaku, Pemuda cengeng!!" Dengan menyimpan dendam dan amarah dalam, perempuan berpakaian kuning cemerlang ini sudah berkelebat ke arah perginya Pendekar Cengeng.
*
Bab 7 PADAsaat yang bersamaan, disebuah tempat yang dipenuhi pepohonan dan rimbunnyasemak belukar, nampak satu sosok tubuh berpakaian ringkas warna biru yang begitu ketat hingga mencetak tubuhnya, melompat turun dari sebuah pohon. Gerakan yang diperlihatkan gadisini begituringan. Saat menjejakkan kedua kakinya di atas tanah, rambutnya yang panjang tergerai. Sepasang mata indah gadis ini memperhatikan sekelilingnya. Dia baru saja menikmati manggis-manggis hutan sebagai pengganjal perut.
"Ke mana lagi aku harus mencari Dewa Langit?" desis gadis yang saking ketatnya pakaian yang dikenakan, mencetak busungan payudara dan pingggulnya.
"Berita tentang pengunduran diri Dewa Langit sudah semakin santer kudengar. Hmmm... biar bagaimanapun juga aku harus bisa menjadi orang pertama yang menemukannya...." Sesaat murid Dewi Segala Impian ini hentikan kata katanya. Mendadak saja sorot matanya menjadi tajam. Rahangnya mengembung dengan pelipis bergerak-gerak.
"Jahanam! Perbuatan Rajawali Emas tak akan pernah kumaafkan!"desis gadis ini keras. Diingatnya bagaimana dia ditaklukkan oleh pemuda dari Gunung Rajawali itu dengan cara merangkulnya dari belakang. Bukan main gusarnya gadis berpakaian biru ketat ini menyadari dia dirangkul oleh pemuda yang sangat dibencinya (Untuk lebih jelasnya, silakan baca :
"Titah Negeri Langit").
"Memalukan! Noda ini tak akan pernah terhapus bila aku belum melihat pemuda itu mati di tanganku!!" geramnya sengit. Lalu sambil kepalkan tinju kanannya, gadisini kembali keluarkan suara,
"Huh! Kesaktian pemuda itu begitu tinggi! Mungkin dia hanya bisa dihadapi oleh Guru!!" Tatkala teringat akan gurunya, Dewi Kembang Maut menjadi makin membenci. Dia teringat bagaimana beberapa bulan lalu dia diperintahkan oleh gurunya untuk membunuh Mata Malaikat, tanpa mengetahui sebab-sebab dan urusan yang pasti. Dan tanpa disangkanya, gurunya muncul dengan menyamar sebagai seorang lelaki berpupur putih yang bernama Sandang Kuntung. Dia makin terkejut tatkala mengetahui ada urusan apa gurunya dengan Mata Malaikat. Karena ternyata, dulu gurunya pernah menjalin hubungan dengan Mata Malaikat, tetapi dia mengkhianati lelaki itu untuk bercumbu rayu dengan kakak seperguruan Mata Malaikat sendiri yang berjuluk Hantu Seribu Tangan. Bahkan dari hubungan itu melahirkan seorang anak. Yang tak disangka oleh Dewi Kembang Maut, kalau gurunya mengusirnya di antara orang banyak. Bukan hal itu yang membuatnya kecewa, melainkan karena gurunya pernah mengkhianati cinta kasih Mata Malaikat (Untuk mengetahui scmua ini, silakan baca :
"Keranda Maut Perenggut Nyawa" sampai
"Hantu Seribu Tangan").
"Huh! Sungguh tak kusangka perbuatan Guru di masa mudanya! Sungguh memalukan! Takakan pernah aku mau menjumpainya lagi kendati aku harus menindih rindu yang dalam!" Scjenak gadis ini terdiam. Kebencian yang tadi dirasakannya lamat-lamat mulai lenyap.
"Aku tak tahu... apakah tindakanku ini salah atau benar...."desisnya masygul. Dan untuk beberapa lama Dewi Kembang Maut katupkan mulut rapat-rapat. Tatkala ingatannya kembali pada Rajawali Emas, kebenciannya kembali datang.
"Jalan satu-satunya untuk membalas semua perbuatan keparat pemuda dari Gunung Rajawali itu, aku harus mencari Dewa Langit! Keberuntungan harus kucoba! Barangkali saja aku menjadi orang pertama yang menemukan di mana dia berada" Bila sudah kuwarisi ilmu-ilmu Dewa Langit dan mendapatkan senjata mustika Gading Tunggul Dewa. maka akan kutaklukkan pemuda itu!" Memikirkan kemungkinan yang akan didapatkannya, nampak sekali senyuman menggantung di bibir si gadis. Untuk beberapa lama dia masih tersenyum. Dan seperti teringat sesuatu, gadis ini kerutkan keningnya. Lalu terdengar suaranya,
"Masih ada ilmu simpananku yang diajarkan Guru. Jurus
"Terobos Bumi Tumbangkan Langit'. Aku yakin, dengan jurus itu aku mampu menghadapi serta mengalahkan Rajawali Emas! Tapi...tak akan pernah kupergunakanjurus itu... kecuali keadaan sangat mendesak sekali dan membahayakan nyawaku!"
Kembali gadis ini rapatkan mulutnya. Kejap kemudian terdengar kata-katanya,
"Biar bagaimanapunjuga... nyawamu sudah berada di tanganku, Rajawali Emas! Tetapi... ke mana aku harus mencari Dewa Langit?"
Kali ini si gadis kerutkan keningnya. Dan sebelum dia melakukan tindakan apa-apa, tahu-tahu mendesir angin yang cukup kuat. Seketika Dewi Kembang Maut angkat kepala. Tahu-tahu dilihatnya seorang gadis berpakaian merah menyala telah berdiri sejarak dua tombak dari hadapannya.
* "Hmmm... menilikcara kemunculannya, bisa kupastikan kalau gadis di hadapanku ini bukanlah orang sembarangan.... Dan pancaran matanya itu begitu menusuk sekali," kata Dewi Kembang Maut dalam hati tanpa kedip.
Gadis berpakaian merah menyala itu untuk sejenak tak keluarkan suara. Hanya berdiri tegak dengan kedua kaki dipentangkan. Hidungnya yang mancung nampak bergerak-gerak.
"Tak kusangka kalau akan kujumpai seorang gadis yang dari kejauhan tadi kudengar menyebut-nyebut Dewa Langit. Apakah dia tahu tentang orang yang telah
menebarkan teka-teki itu?" desis si gadis yang tak lain Lajani adanya, salah seorang anak buah dari Dewi Murah Senyum. Kejap kemudian, dengan mata masih terpentang lebar, Lajani buka mulut,
"Kudengar kau menyebut nyebut tentang Dewa Langit! Katakan, apa yang kau ketahui tentangnya"!" Berubah paras Dewi Kembang Maui mendapati suara menekan dan mengandung tantangan di dalamnya. Gadis yang sedang menyimpan rasa amarah ini, seketika menjadi murka. Seraya maju satu tindak dia berseru lantang,
"Apa yang kau dengar tadi mungkin hanya desiran angin belaka! Dan jangan berlaku lancang dihadapanku!" Mendengar sahutan gadis yang sebaya dengannya itu, seketika Lajani kepalkan kedua tangannya. Dengan mata disipitkan dia berucap lagi, lebih keras dari yang pertama,
"Justru kaulah yang jangan berlaku lancan g dan bodoh! Cepat katakan, apa yang kau ketahui ten tang Dewa Langit"!" Dewi Kembang Maut keluarkan de ngusan mengejek.
"Yang kutahu tentang Dewa Langit, dia bukanlah kakekmu! Bukan pula ayahmu! Itu saja!"
"Jahanam! Kau mencari mampus rupanya!" Mendengar ucapan itu, segera Dewi Kembang Maut alirkan tenaga dalam pada kedua tangannya. Dengan seringaian lebardia berkatalagi,"Justru kau yang datang ke hadapanku untuk mencari mampus!"
"Lajani segera kertakkan rahangnya dengan dada naik turun tanda amarah sudah menggelombang dalam dadanya. Tetapi gadis ini tak segera menyerang guna lampiaskan kemarahannya. Dia berkata dalam hati,
"Sulit kupastikan apakah gadis ini memang tahu di mana Dewa Langit berada. Tetapi dari kata-katanya tadi jelas kalau dia memang sengaja menyembunyikan apa yang diketahuinya! Keparat! Bila dia tetap tak mau mengatakannya, akan kurobek mulutnya!" Sambil tindih kegeraman yang telah meraja, Lajani berucap kembali, dingin,
"Kali ini... kulontarkan pertanyaan untuk yang terakhir kalinya! Katakan, apa yang kau ketahui tentang Dewa Langit"!"
"Kali ini... kulontarkan jawaban untuk yang terakhir kalinya! Dia... bukanlah ibumu!!"sahut Dewi Kembang Maut yang juga tak kuasa menahan gejolak amarahnya. Menggigil tubuh Lajani mendengar jawaban itu. Sambil geser kaki kanannya kesamping dia menghardik keras,
"Terimalah kematianmu!!" Menyusul digerakkan tangan kanannya dengan tangancara mendorong. Serta-merta melesat sinar merah yang mengandung hawa panas. Gelombang angin deras mendahului melabrak. Mendapati serangan ganas itu, sejenak wajah Dewi Kembang Maut berubah terkesiap. Di lain saat dia sudan membuang tubuhnya ke kanan. Blaaamm!! Gclombang angin yang mendahului lesatan sinar
merah itu menghajar rengkah ranggasan semak belukar yang berada di belakang tubuh Dewi Kembang Maut. Menyusul muncratnya sinar merah tatkala menghantam sebatang pohon yang langsung meranggas. Di lain kejap, pohon itu sudah tumbang dengan suara menggemuruh.
"Jahanam! Dia nampaknya tidak main-main! Huh! Menilik pertanyaannya, jelas dia juga sedang mencari Dewa Langit! Kini kuketahui satu orang yang memiliki niat sama dengankul Dan sudah bisa dipastikan akan banyak lagi orang lain yang sedang mencari Dewa Langit! Jahanam kepa...." Kata batin gadis berpakaian biru ketat ini terputus, tatkala gelombang angin yang disusul dengan lesatan | sinar merah menggebrak ke arahnya. Tak mau menghindar seperti pertama, murid Dewi Segala Impian ini sudah mendorong kedua tangannya. Blaaarr!! Gelombang angin deras yang menggebrak ke arahnya tertahan, begitu pula dengan sinar merah yang langsung ambyar ke atas. Akibat dari bentrokan itu, masing masing gadis nampak surut tiga tindak ke belakang. Dan wajah keduanya sama-sama geram.
"Jahanam!Ternyata dia bukan gadis sembarangan!" maki Lajani dengan kedua tinju makin dikepalkan.
"Hebat! Tetapi dia harus diajar adat karena telah berlaku lancang di hadapanku!"geram Dewi Kembang Maut dalam hati. Kejap berikutnya, gadis ini sudah harus menghindari labrakan maut yang dilancarkan Lajani. Menyusul dia sendiri melakukan serangan. Serangan demi serangan yang dilancarkan masing-masing gadis telah bikin tempat itu menjadi porakporanda. Beberapa kali terdengar suara letupan keras yang memekakkan telinga. Disusul beberapa kali terbongkarnya tanah dan ranggasan semak belukar ke udara. Hanya dalam waktu singkat, delapan jurus telah berlalu. Namun masing-masing gadis tak ada yang kalah maupun menang. Keduanya sama-sama ngotot untuk mengalahkan lawan. Tiga jurus kemudian, nampak Dewi Kembang Maut putar tubuh ke belakang. Begitu pula dengan Lajani yang hentikan serangannya. Masing-masing berpandangan tajam. Keringat nampak membanjiri wajah dan sekujur tubuh mereka.
"Gadis celaka ini barus mendapatkan ganjaran atas sikapnya!"maki Dewi Kembang Maut dalam hati seraya lipat gandakan tenaga dalamnya. Diseberang, Lajani kertakkan rahangnya,
"Tingkah keparatmu ini akan kau bayar mahal!" Habis kata-katanya, mendadak saja gadis berhidung mancung ini geser kedua kakinya, agak merenggang. Menyusul dirangkapkan kedua tangannya di depan dada. Lamat-lamat ditarik kedua tangannya hingga satu sama lain menjauh. Kejap itu pula nampak telapak tangannya pancarkan sinar merah yang begitu angker. Inilah jurus'Petik Bulan Tabur Matahari', salah satu jurus yang diajarkan Dewi Murah Senyum. Terkesiap murid Dewi Segala Impian melihat apayang dilakukan gadis berpakaian merah.
"Rasanya memang tak mungkin main-main lagi. Terpaksa aku harus pergunakan jurus Terobos Bumi Tumbangkan Langit". Jurus andalan yang pernah diajarkan Guru. Huh! Berulang kali Guru melarangku mempergunakan jurus ini. Tetapi sekarang, aku tak peduli! Karena aku benci Guru!" Sejenak dipandanginya gadis berpakaian merah yang kini dari telapak tangan kanan kirinya memancar sinar merah. Di kejap lain, gadis berpakaian biru ketat ini sudah katupkan kedua tangannya didepan dada. Kaki kanannya digeser setengah lingkaran ke belakang. Kaki kirinya ditekuksiku-siku. Kejap lain, terlihat kedua telapak tangannya mulai memerah dan tubuhnya bergetar sedikit. Tangannya yang memerah itu bukan hanya pada telapak tangannya, melainkan hingga ke pergelangan tangan. Hanya karena tertutup pakaiannya yang berlengan panjang saja sehingga tidak nampak. Dan mendadak saja dari kedua tangannya yang memerah itu mengeluarkan asap yang sangat wangi sekali. Kalau tadi Dewi Kembang Maut terkesiap melihat jurus yang dikeluarkan Lajani, kali ini ganti Lajani yang harus melengak. Sepasang matanya dibuka lebar-lebar.
"Hminm... aroma wangi yang keluar dari jurus yang diperlihatkan gadis itu sungguh aneh. Seperti menusuk nusuk dan melingkari indera penciuman," katanya dalam hati. Kemudian sambungnya,
"Peduli setan! Dia telah banyak buang waktuku! Dan aku yakin, dia menyembunyikan sesuatu tentang Dewa Langit!"Berpikir demikian, Lajani sudah menggebrak dengan cara mendorong kedua tangannya ke depan. Serta merta melesat dua cahaya merah yang menebarkan hawa panas. Mendapati serangan itu, Dewi Kembang Maut membuangtubuh ke kanan. Gadis yang memang sedang gusar kemudian ditambah lagi dengan munculnya gadis berpakaian merah ini yang justru berlaku lancang dibadapannya, tak mau bertindak ayal. Begitu berhasil hindari serangan Lajani, sosoknya sudah menggebah dengan teriakan mengguntur ke arah Lajani. Gerakan yang diperlihatkan sungguh aneh, seperti orang meluncur ke dalam sungai. Lebih aneh lagi, tatkala tubuhnya masuk ke dalam tanah yang serta merta muncrat hingga setengah tombak! Lajani yang hendak susulkan serangan berikutnya tercekat kaget. Dia sampai terjingkat ke belakang diiringi teriakan tertahan. Dan mendadak saja kedua kakinya yang menginjak tanah tergetar. Seraya kembali keluarkan pekikan tertahan, gadis berpakaian merah ini terjingkat dan berguling ke belakang. Menyusul terdengar suara cukup keras. BrooolIl!! Tanah dimana kedua kaki Lajani tadi memijak, kini terangkat naik. Bersamaan dengan munculnya tubuh Dewi Kembang Maut dengan gerakan tegak lurus pada langit. Aroma wangi dari asap putih yang keluar dari kedua tangannya yang memerah itu semakin kuat menyebar.
"Gila! Ilmu apa yang dipergunakan gadis berpakaian biru itu"!" maki Lajani dalam hati. Dia mencoba untuk membalas, namun gebrakan demi gebrakan yang dilancarkan Dewi Kembang Maut sangat menyulitkannya.Terutama karena tubuh gadis berpakaian biru ketat itu berulang kali masuk ke dalam bumi dan muncul kembali pada tempat yang tak terduga.
Sadarlah Lajani siapa gadis ini sebenarnya. Wajahnya kini benar-benar memucat laksana tanpa darah. Napasnya memburu dengan dada turun naik cepat. Aliran darahnya bertambah kacau seiring dengan keringat yang semakin banyak membanjir.
"Tak mungkin aku sanggup untuk menghadapinya lebih lama... Apakah harus kupanggil Ketua dengan isyarat yang diajarkannya kepadaku" Tidak! Ketua pasti menganggap urusan ini hanya kecil saja! Bisa jadi justru aku yang akan celaka! Tetapi menghadapi gadis ini.... Ah! Aku harus mencari kesempatan untuk menghindarinya!!"
Namun mendapatkan kesempatan untuk menghindari Dewi Kembang Maut yang bertambah gusar, sangatlah tidak mudah. Bahkan kaki kanan Lajani harus terserempet sambaran angin yang dilepaskan oleh gadis itu.
Scketika sosok Lajani terhuyung-huyung ke belakang. Menyusul tubuhnya ambruk terjengkang karena tak mampu kuasai keseimbangannya. Kedua matanya mengerjap-ngerjap dengan rasa takut kian dalam. Dia merasa tak akan mampu lagi untuk menghindari maut
- "yang nampaknya sebentar lagi akan dikirimkan si gadis. Namun di luar dugaannya, justru Dewi Kembang Maut hentikan gerakannya. Pandangannya membuka lebar dengan seringaian dalam."Huh! Sebenarnya... gadis lancang seperti kau ini tak perlu dikasihani!Tetapi... kau masih kuampuni sekarang! Ingat... jangan sampai berjumpa lagi denganku! Karena... nyawamu sudah ada dibawah kakiku!" Habis keluarkan ancaman demikian, murid Dewi Segala Impian ini segera balikkan tubuh. Kejap kemudian dia sudah berkelebat cepat. Tinggal Lajani yang kini perlahan-lahan rebahkan tubuhnya. Napasnya megap-megap. Amarahnya tak bisa dikendalikan lagi sebenarnya. Namun dia sadar, bila gadis berpakaian biru ketat tadi meneruskan serangannya, maka saat itu juga nyawanya sudah melayang keakhcrat. Lalu dirasakan perih pada kaki kanannya....
Bab 8 LANGKAH seekor kuda terhenti di jalan setapak tatkala penunggangnya menarik tali kendali. Kedua kaki kuda itu terangkat diiringi ringkikan yang sedemikian keras. Menyusul kuda hitam itu, seekor kuda lainnya yang lebih pendek berhenti. Tanpa keluarkan suara apa-apa.
"Guru! Ke mana lagi kita akan pergi" Lelaki aneh yang duduk selalu bersila itu sudah tidak tahu lagi ke mana"!" terdengar suara si penunggang kuda yang ternyata seorang gadis berpakaian hijau agak ketat. Penunggang kuda yang datang belakangan, ternyata seorang lelaki yang bertubuh gempal. Mengenakan pakaian warna yang sama dengan si gadis, terbuka di dada dan menampakkan bungkahan dadanyayang besar dan bulat mirip dada seorang perempuan layaknya. Kakek yang berwajah bulat ini mengenakan celana pangsi warna hitam yang kesempitan. Anehnya, kuda kecil yang ditungganginya tak merasa keberatan sedikit pun juga. Bahkan, napasnya saja tidak terengah-engah!
"Sulit menemukan Dewa Langit dalam keadaan seperti ini! Mengenai lelaki tua hitam legam berwajah cekung yang duduk bersila itu, biarkansaja!"sahutsi kakek yang tak lain Daeng Gempal adanya. Sejurus kemudian dipandanginya sigadis berambut dikuncir ekor kuda itu. Menyusul dia berkata sambil tertawa
"Jangan-jangan... kau jatuh cinta padanya, ya"!" Sementara si gadis kontan cemberut, dua ekor kuda yang tadi mereka tunggangi angkat kepala sejenak. Kemudian teruskan memakan rumput.
"Gurauan tidak lucu! Norak! Kampungan!" Lelaki tua gempal itu makin keras terbahak-bahak.
"Ambar!" serunya di sela-sela tawanya.
"Bukankah sebelumnya aku pernah mengatakan kau sudah pantas mendapat jodoh" Nah! Bukankah lelaki bungkuk yang kepalanya tegak lurus dengan langit itu bisa kau pertimbapgkan"!" Mendengar kata-kata gurunya, si gadis melompat dari kudanya dengan wajah ditekuk.
"Enaknya ngomong! Masa sih aku harus berjodoh dengan lelaki macam begituan?" "Kan yang penting laki-laki!" sambar Daeng Gempal sambil terbahak-babak.
"Sudah, sudah! Tidak lucu!" sahut Ambar dengan wajah makin ditekuk. Terbayang bagaimana sebelumnya selagi dia asyik bercakap-cakap dengan gurunya, seseorang yang kemudian diketahui Buang Totang Samudero adanya mengintip dan membawa titah dari negeri langit. Yang pertama kali mengetahui kehadiran Buang Totang Samudero itu sudah tentu Daeng Gempal. Ambar yang berotak cerdik, dapat mencernakan apa yang dimaksud gurunya saat berkata-kata. Melalui percakapan yang terdengar konyol dan simpang siur, akhirnya Ambar lakukan satu gebrakan hingga Buang Totang Samudero
terpaksa keluar dari persembunyiannya. Pertarungan terjadi. Buang Totang Samudero sudah jelas bukanlah tandingan Ambar. Tetapi berkat bantuan Daeng Gempal yang melakukannya sambil tidur, Buang Totang Samudero dapat dipukul mundur. Terlebih lagi karena itu memang keinginan Buang Totang Samudero sendiri yang merasa tak mampu menghadapi Daeng Gempal (Untuk lebih jelasnya, silakan baca :
"Titah Negeri Langit").
"Guru! Ke arah mana lagi jalan yang harus kita tempuh"!" seru Ambar kemudian sambil menahan dongkolnya mendengar ucapan gurunya.
"Busyet! Pintar sekali kau alihkan pembicaraan, hah"!" maki Daeng Gempal sambil terbahak-bahak.
"Tetapi biar bagaimanapun juga, aku tahu kau sebenarnya sedang memikirkan lelaki berkulit hitam itu, bukan"!"
"Sudah, sudah! Tidaklucu!"
"Lucu tidak lucu, pokoknya asyooooyyy!!" Wajah Ambar kali ini benar-benarcemberut. Untuk sesa at dia tak berkata apa-apa. Melihat sikap muridnya, Da eng Gempal semakin terbahak-babak.
"Kenapa wajahmu jadi kayak dompet lagi tanggung bulan, bah"!"
"Sudah, sudah! Tidak usah bicarakan soal itu lagi! Ke mana kita akan pergi sekarang"!"
"Tidak usah terburu-buru!"
"Kenapa?" Sejenak Daeng Gempal pandangi muridnya. Kejap
kemudian dia keluarkan dengusannya tatkala mendapati sepasang mata muridnya melotot.
"Huh! Melotot lagi! Tidak usah tanya kenapa! Aku tidak tahu! Tahu-tahu otak tuaku ini mengatakan akan ada orang yang akan melewati tempat ini!" Mendengar kata-kata gurunya, sejenak Ambar terdiam. Kali ini dia tak segera keluarkan ucapan. Lamat lamat rasa jengkel di hatinya mulai lenyap. Kemudian tanyanya,
"Siapa orang itu, Guru?"
"Wah! Kalau aku tahu, sudah tentu aku tidak akan tinggal di sini! Kau ini punya otak, tapi kayaknya tidak dipakai!" Serta merta wajah Ambar cemberut lagi.
"Aku heran! Kenapa sih kalau ngomong Guru selalu seenaknya saja"!"
"Busyet! Kenapa kau bilang begitu" Mana bisa aku ngomong seenaknya" Eh! Ngomong-ngomong... memangnya aku bilang apa ya?"kata Daeng Gempal tiba-tiba sambil mengusap-usap rambutnya. Sikapnya yang rada lugu itu memancing tawa sigadis. Tetapi sudah tentu dia tak mau memperlihatkannya. Bukankah saat ini dia sedang jengkel" Karena muridnya tak berkata apa-apa, Daeng Gempal berkata lagi,"Hei! Cepat bilang padaku! Kenapa kau mengatakan aku bicara seenaknya"!"
"Bila kukatakan, tujuh bakuljuga tidak bisa menampungnya!!"sahut Ambar cemberut. Tertawa berderai Daeng Gempai mendengar jawaban muridnya. Sebenarnya, apa yang barusan terjadi itu tidak aneh sama sekali. Antara guru dan murid, bisa bersikap seperti apapun asalkan tidak lewat dari norma norma yang ditentukan.
"Mengapa kau tidak mengatakan tujuh buah gentong"!" Seperti melihat kesempatan untuk membalas gurauan gurunya, Ambar segera menyahut,
"Apakau tidak akan tersinggung kalau aku mengatakan tentang gentong?" Makin berderai tawa Daeng Gempal. Lalu di sela sela tawanya dia berkata,
"Aku tidak tahu siapa yang akan melewati tempat ini! Kalau kau mau menunggu silakan, aku mau tidur!"
"Huh! Tidur melulu!"
"Pokoknya aku mau tidur!" sahut Daeng Gempal sambil melangkah ke bawah pohon. Lalu dengan enak saja tubuhnya disandarkan ke batang pohon yang rindang itu. Tubuhnya nampak agak kegerahan. Dia mengipas-ngipas dengan tangan kanannya yang gempal. Tinggal Ambar yang cemberut.
"Brengsek! Aku tak mengerti mengapa Guru bersikap begitu" Huh! Tetapi pada dasarnya dia memang begitu! Mau diapakan lagi"!"desisnya sambil pandangi gurunya. Kejap kemudian dia menarik napas panjang,
"Biar bagaimanapun juga, aku sangat menyayanginya... ah, menurut Guru, kedua orangtuaku tewas dibunuh orang. Tetapi berkali-kali aku menanyakan siapa yang membunuh kedua orangtuaku, Guru tak pernah menjawab. Bahkan dia bilang, lebih baik aku tidak tahu, karena bila tahu akan mendendam. Dan dendam tak baik dipupuk." Si gadis terdiam kembali, pandangannya masih mengarah pada Daeng Gempal yang nampak sudah nyenyak.
"Guru... di dasar hatiku yang paling dalam, aku sangat menyayangimu. Kau tak membatasi setiap perkataan maupun perbuatanku, asalkan tidak menyimpang dari adab kesopanan. Dan aku yakin, kaupun pasti sangat menyayangiku kendati dengan cara yang sukar diterima...." Beberapa helai daun melayang mengenai wajah si gadis.
"Selagi Guru tertidur... sebaiknya kucari makanan saja untuknya. Lagipula, orang yang dikatakan Guru akan melalui tempat ini, akan tiba dalam waktu yang agak lama. Tetapi... sebaiknya aku mandi dulu biar segar." Memutuskan demikian, gadis berpakaian hijau agak ketat ini sudah melangkah ke arah kanan.
Setelah selesai mandi di sebuah sungai yang terdapat tak jauh dari sana, dalam waktu yang singkat saja, Ambar berhasil memburu tiga ekor kelinci gemuk. Sebenarnya ada perasaan tak tega tatkala melihat kerjapan mata kelinci-kelinci itu. Tetapi segera ditindihnya perasaan itu.
Dengan hati senang, diangkat ketiga kelinci yang tadi diburunya.
"Maafkan aku... bukan maksudku untuk membunuh kalian... tetapi, ya... karena perutku lapar saja. Lagipula, kau makhluk yang halal untuk dimakan.... Hmmm... tentunya kalian mengerti, bukan?" Kalau sejak tadi ketiga kelinci itu bergerak-gerak, kali ini terdiam. Hanya matanya saja yang mengerjap ngerjap. Murid Daeng Gempal ini tersenyum melihatnya. Lalu dibayangkannya kelinci panggang yang lezat. Dibayangkan pula bagaimana gurunya akan menikmati kelinci-kelinci panggang itu dengan rasa terima kasih. "Hmm... sebaiknya aku cepat kembali dan segera memanggangnya. Barangkali saja nanti Guru sudah keburu bangun. Tidak kejutan lagi namanya...." Memutuskan demikian, gadis ini segera melangkah kembali ke tempat semula. Namun baru tiga tindak kakinya melangkah, mendadak saja telinganya menangkap suara berdengung. Menyusul suara bergemuruh yang sangat keras.
"Hei!! Apa itu"!" desisnya tatkala melihat sebuah benda besar melayang ke arahnya.
"Oh! Sebuah tandu hijau yang indah bersulamkan benang kemerahan"! Gila! Bagaimana mungkin tandu itu bisa bergerak sedemikian cepat padahal tak ada yang mengheia atau menggotongnya"!" Tandu warna hijau yang penuhi sulaman benang kemerahan itu kini berhenti. Tak ada lagi suara dengungan dan tak ada lagi suara menggemuruh. Tetapi yang menakjubkan, tandu itu tidak hinggap di atas tanah. Melainkan berada dua jengkal di atas tanah! Untuk sejenak murid Daeng Gempal ini memandang tak berkedip. Saking takjubnya, tanpa sadar tiga ekor kelinci yang tadi diburunya terlepas. Segera saja ketiga ekor kelinci itu berhamburan.
"Anak gadis... kau beruntung berjumpa denganku...," terdengar suara dari balik tandu itu. Surut satu langkah si gadis mendengar suara orang. "Oh! Rupanya ada orang di dalam tandu itu! Siapa dia" Apakah orang itu yang menggerakkan tandu ini?" desisnya dalam hati bertanya-tanya. Sebelum Ambar lakukan tindakan apa-apa mendadak bagian depan tandu itu menguak. Lalu nampaklah satu sosok berparas jelita yang tersenyum padanya. "Seorang perempuan. Senyumannya nampak begitu bersahabat. Tetapi sinar matanya... sungguh mengerikan, seperti hendak menerkam," kata Ambar dalam hati. Untuk sesaat gadis berpakaian hijau agak ketat ini tetap tak keluarkan suara, hanya pandangi perempuan yang di kepalanya terdapat mahkota dipenuhi berlian tanpa kedip. Dan semakin lama diperhatikan, dia menyalahi kata batinnya tadi,
"Tidak... matanya begitu teduh, sejuk dan aku seperti berada dalarn awan putih yang indah...." Perempuan yang tak lain Dewi Murah Senyum adanya memasang senyum.
"Himmin... baru saja kuperintahkan keempat gadis
yang selalu bersamaku, kini telah muncul gadis yang bisa kujadikan sebagai pemuas nafsuku," desis perempuan ini yang ternyata seorang laki-laki.
"Sungguh, memang sangat menyenangkan hidup ini. Siapa pun yang kuinginkan, tak akan pernah lepas dari tanganku. Termasuk gadis ini...." Kemudian masih tersenyum, sosok berpakaian merah menyala ini berkata dengan suara mendayu-dayu,
"Anak gadis... aku hendak bertanya kepadamu...." Terpana murid Daeng Gcimpal mendengar suara yang lembut merdu itu menerpa telinganya. Tanpa sadar dia balas tersenyum serta anggukkan kepala. "Apakah yang hendak kau tanyakan?"tanyanya pelan. Sosok itu semakin kembangkan senyumnya.
"Ikan ini telah masuk ke dalam jala yang kutebarkan. Tinggal mengangkat dan menikmatinya." Setelah membatin begitu dia berkata,
"Panggil aku dengan Dewi Murah Senyum. Siapakah gerangan namamu, Anak gadis?" Lagi seperti masih terpana Ambar mengatakan namanya.
"Hmmm... nama yang sangat bagus sekali. Kau begitu cantik dan pantas menyandang nama yang indah itu...."
"Dewi... apakah yang hendak kau tanyakan?" tanya gadis berpakaian hijau agak ketat ini pelan. Dia seperti terpesona melihat kecantikan sosok dihadapannya yang masih berada di dalam tandu.
itu dapat timbul kapan saja...." Seperti orang dungu Ambar hanya anggukkan kepala. Rupanya dia benar-benar telah terkena ilmu Asmara Harum yang dikeluarkan Dewi Murah Senyum.
"Lebih mendekatlah padaku, Ambar.... Ayo, jangan takut dan malu... aku akan mengajarimu tentang sebuah gairah yang tentunya belum pernah kau dapatkan...." Lagi-lagi seperti tanpa sadar, gadis berpakaian hijau ketat itu menganggukkan kepalanya. Dia beringsut mendekati sosok bermahkota. Bahkan seperti tak tahu mengapa dia melakukannya, kepalanya ditundukkan. Sementara itu, begitu tubuh si gadis lebih mendekat, dengan lembut Dewi Murah Senyum merangkulnya.
"Pejamkan kedua matamu...." Segera Ambar memejamkan kedua matanya. Dirasakan perlahan-lahan tubuhnya direbahkan ke dasar tandu yang berada dua jengkal di atas tanah. Dirasakan pula bagaimana kedua tangan Dewi Murah Senyum membelai-belai tubuhnya, bahkan pada anggota tubuh yang terlarang. Tetapi Ambar tak berusaha untuk menghalaunya. Bahkan dia merasa tak sabar untuk segera mendapatkan yang lebih dari semua itu. Menda pati si gadis sudah berada dalam gejolak gairahnya sen diri dan itu berarti ada dalam genggamannya, lelaki yan g menyamar sebagai perempuan itu makin menyeringa i. Sepasang matanya kini menyorotkan sinar birahi yan g dalam saat pandangi wajah dan sekujur tubuh gadis yang seksi itu.
"Sekarang tiba saatnya...."
Habis desisannya, perlahan-lahan kedua tangannya hendak membukai pakaian yang dikenakan Ambar. Namun baru saja dia akan melakukannya, mendadak terdengar suara orang menangis.
"Huhuhu. Guru dimana kauberada"sudah bosan aku mencarimu...huhuhu.... Kepalaku pusing... aku malu... malu.... Tetapi... huhuhu... mengapa pula ada tandu disini" Huhuhu... bila aku tidak ingin lekas-lekas bertemu denganmu...akan kujadikan tandu itu sebagai tempat tidurku siang dan malam...."
"Bab 9 Kita tinggalkan dulu apa yang akan terjadi ditempatitu. Sebaiknya kita ikuti dulu perjalanan Rajawali Emas yang sedang mengikuti Buang Totang Samudero. Gerakan lelaki berkulit hitam yang selalu duduk bersila itu begitu cepat. Sekali tubuhnya bergerak, dua tombak langsung terlampaui. Dalam keadaan kedua kaki yang terlipat begitu, tak nampak sekali pun dia merasa terganggu. Dan tak sekali pun dia menghentikan gerakannya.
"Hmmm... mau kemana lelaki yang dulu selalu bersama-sama dengan Dewi Topeng Perak" Menilik gelagatnya nampak dia seperti begitu terburu-buru. Untuk sementara, biarlah kulupakan dulu tentang perginya Manusia Angin dan lainnya dari Lembah Merpati. Akan kuikuti ke mana maunya BuangTotang Samudero,"kata Tirta dalam hati.
Dengan cara menjaga jarak dan kerahkan ilmu peringan tubuhnya, pemuda dari Gunung Rajawali ini mengikuti lelaki yang karena kedua kakinya selalu duduk bersila, hingga rambutnya yang panjang sesekali menyentuh tanah saat pinggulnya hinggap di tanah sejenak untuk keinudian bergerak lagi.
Setelah satu peminuman teh terlampaui dan di saat matahari tepat berada di atas kepala, lelaki berkulit hitam itu hentikan gerakannya di sebuah tempat yang
ditumbuhi ilalang setinggi dada. Sejarak delapan tom bak, Rajawali Emas segera menyelinap ke balik ilalang.
"Busyet! Mau apa sebenarnya kuikuti lelaki tua itu?" desisnya kemudian sambil mengintip dari balik ilalang yang agak disibakkan.
"Seharusnya aku segera melacak di mana Dewa Langit berada. Huh! Urusan ini bisa bikin mumet kepalaku!" Di tempatnya, lelaki berambut panjang tergerai hingga tanah dengan kepala tegak lurus pada langit itu terdiam. Sepasang matanya dibuka lebih leba r. Mendadak saja dia keluarkan seruan,
"Aku datang membawa titah dari negeri langit! Lebih baik dengarkan apa yang hendak kusampaikan! Mengabaikan semua ini berarti kematian yang akan diterima!" Melengak Rajawali Emas mendengar kata-kata Orang.
"Oh! Kini aku tahu... siapa lagi orang yang selain Dewi Neraka dan Tengkorak Berbisa yang membawa titah dari negeri langit! Lelaki berkulit hitam itu juga membawa titah yang sama! Tetapi... pada siapa dia menujukannya kali ini" Atau jangan-jangan... dia tahu aku buntuti?" Sebelum Tirta berpikir lebih jauh, mendadak terdengar suara seorang perempuan dari sebelah kiri,
"Titah dari negeri langit tak perlu disampaikan lagi, karena aku sudah mendengarnya! Justru engkaulah yang akan menerima kematian bila tak mengatakan dimana Dewa Langit berada"!" Kembali Tirta melengak. "Suaranya itu. seperti
pernah kudengar." Diusahakan untuk melihat siapa orang yang keluarkan suara. Samar-samar tatkala angin bertiup agak kencang dan merebahkan ilalang sejarak tiga belas tombak dari tem pat Tirta, pemuda ini melihat satu sosok tubuh berpakai an merah menyala sedang berdiri membelakangi. Pada leher perempuan itu, nampak kibaran dua buah selenda ng ke belakang. Bebatan selendang warna merah itu n ampak menutupi hidung dan mulutnya.
"Hmmm... aku yakin orang itu adalah Swarga Jatih...," desis Tirta dalam hati.
"Ingin kulihat apa yang akan terjadi sekarang...." Sementara itu, Buang Totang Samudero keluarkan suara menggeram. Menyusul kata-katanya,
"Bila kau sudah mendengar tentang titah dari negerilangit, mengapa kau masih berada di sini"! Apakah kau memang sedang menanti dan menjemput kematian yang akan kutebarkan"!" "Jahanam terkutuki Ucapanmu begitu tinggi sekali! Tidakkah kau sadar kalau kau hanyalah orang bodoh"! Pesuruh dungu yang mau menjalankan titah dari negeri langit, padahal kau bisa melacak jejak Dewa Langit untuk mendapatkan apa yang dikatakannya" Tetapi sekarang... semuanya terlambat! Berjumpa denganku, berarti hanya akan mendapatkan kematian belaka!" Sepasang mata Buang Totang Samudero lamat-lamat menyipit. Bibirnya menekuk ke dalam. Kedua pelipisnya bergerak-gerak cepat tanda kemarahan mulai
merajai hatinya. "Berkata-kata... siapapun yang melakukannya akan enak dilakukan dan mudah! Tetapi... membuktikan apa yang dibicarakan, tak semudah dugaan!" Terdengar suara dengusan si percmpuan yang berdiri sejarak lima tombak dari hadapan Buang Totang Samudero dengan cara membe lakangi.
"Kuberi kesempatan kau bernafas sekarang... asalkan kau katakan di mana Dewa Langit berada"!"
"Huh! Bila ternyata titah sudah kau dengar, berarti tak ada lagi jawaban!"
"Bagus! Dengan kata lain kau siap untuk mampus!" Mendengar kata-kata orang, lelaki berkulit hitam legam itu kertakkan rahang. Tahu-tahu, pinggulnya dengan kedua kaki terlipat bersila, kini sudah berada sejengkal diatas tanah. Tanda dia bersiaga bila ada sesuatu yang tak diinginkan. Sementara itu, begitu kata-katanya selesai terdengar, perempuan yang sebagian wajahnya tertutup selendang warna merah ini balikkan tubuh. Bersamaan dengan itu, sosoknya sudah mencelat ke depan dengan tangan kanan siap diayunkan. Ditempatnya, Buang Totang Samuder bersiap untuk segera lepaskan serangan pula. Akan tetapi... masing-masing orang justru melengak dengan kedua mata lebih terbuka. Sosok si perempuan berpakaian merah terhenti. Begitu pula dengan Buang Totang Samudero yang segera turunkan kedua tangannya kembali dengan pinggul yang hinggap kembali di atas tanah. Untuk sesaat tak ada yang buka suara, kejap kemudian masing-masing orang keluarkan suara bersamaan,
"Buang Totang Samudero!"
"Swarga Jatih!!" Kembali untuk sejenak masing-masing orang membisu kecuali saling pandang. Kejap kemudian, secara bersamaan keduanya tertawa berderai. Di tempatnya, Rajawali Emas menarik napas panjang. -
"Menilik gelagat, keduanya sudah saling kenal. Dan... bersahabat. Berabe. Kalau begitu niatku harus kuubah. Bila keduanya memang bersahabat, sudah tentu keduanya merupakan gabungan serangan dahsyat." Perempuan berpakaian merah dan menutupi sebagian wajahnya dengan selendang warna sama, memutus tawanya sendiri. Dengan perlihatkan seringaian lebar dia berkata,
"Gila! Puluhan tahun tak berjumpa, baru kali ini bertemu kembali! Rasanya sangat tidak mungkin! Kupikir kau sudah mampus, semenjak Sunarsasi menolak cintamu karena tergila-gila pada Mata Malaikat!"
"Begitu pula denganmu!" sahut Buang Totang Samudero dingin. Dia paling tidak suka bila diingatkan kegagalannya untuk meraih cinta Sunarsasi atau Dewi Topeng Perak yang kini dikenal dengan julukan Dewi Neraka-Bahkan disaat dia bertemu kembali, dia pun gagal untuk mendapatkan cinta yang didambakannya. Lalu sambungnya dengan suara ditekan,
"Kukira kau sudah mampus karena telah lama tak berkeliaran lagi di rimba persilatan ini!"
"Huh! Nampaknya kau berharap aku sudah mati"!"
"Harapan itu tak pernah ada!" sahut Buang Totang Samudero keras.
"Bagus! Aku memang masih hidup hingga hari ini. Tetapi, nasib sial menimpa adik kandungku. Dia telah tewas!" Mendengar kata-kata si perempuan, kepala Buang Totang Samudero agak lebih mendongak karena terkejut. Kemudian tanyanya,
"Gila! Siapa yang melakukannya?" Perempuan yang sebagian wajahnya ditutupi selendang warna merah itu tak segera keluarkan suara. Justru lamat-lamat sepasang matanya menyipit, ada binar bahaya di sana. Lalu sahutnya dengan suara yang seperti terdengar dari dalam sumur,
"Rajawali Emas...." Melengak Buang Totang Samudero mendengarjulukan itu disebutkan orang. Tanpa sadar seluruh ingatannya pada Rajawali Emas naik.
"Jahanam! Lagi-lagi pemuda dari Gunung Rajawali itu yang membuat onar!"serunya bengis.
"Hei! Nampaknya kau punya masalah berat dengan Rajawali Emas"!" tanya Swarga Jatih.
"Bukan masalah lagi! Bahkan aku ingin membunuhnya!" sahut Buang Totang Samudero tegas.
"Mengapa"!" Dengan suara menggembor Buang Totang Samudero mengatakan tentang dendamnya pada Rajawali Emas (Untuk mengetahui semua itu, silakan baca:
"Dayang-dayang Dasar Neraka" hingga
"Petaka Kitab Pamungkas"). Menggeram Swarga Jatih mendengarnya. Lalu dia berkata dingin,
"Sebelum bertemu denganmu... aku sudah bertemu dengan Rajawali Emas! Yang akan mampus setelah terkena Racun Swargaloka' milikku!" Lalu diceritakannya apa yang telah terjadi. (Untuk mengetahui kapan Swarga Jatih bertemu dengan Rajawali Emas dan terjadi pertarungan, silakan baca:
"Titah Negeri Langit").
"Jahanam terkutuk!"menggembor suara Buang Totang Samudero keras.
"Pemuda celaka itu memang selalu mencampuri urusan orang! Huh!" Sesaat Buang Totang Samudero memutus kata-katanya sendiri. Sambil pandangi perempuan yang sebagian wajahnya tertutup selendang warna merah itu, dia berkata,
"Lantas... mengapa kau menghendaki menemukan Dewa Langit?"
"Aku menginginkan ilmu-ilmu dan senjata mustika yang dimilikinya! Buang! Darikata-katamu sebelumnya, kau memang mengetahui tentang Dewa Langit! Katakan padaku, dimana sebenarnya dia berada?" Tubuh agak membungkuk dengan kepala tegak lu
rus pada langit itu, menggeleng.
"Aku tidak tahu dimana dia berada...."
Di luar dugaan Buang Totang Samudero, Swarga Jatih menggeramkeras,"Jangan dusta! Dan jangan bikin persahabatan di antara kita menjadi putus!" Sejenak wajah lelaki yang selalu duduk bersila itu berubah mendengar hardikan orang. Tetapi dia buruburu tindih rasa jengkelnya. Kemudian katanya,
"Tak ada niatan sama sekali untuk berlaku dusta dan memutuskan hubungan! Apa yang kukatakan ini memang benar adanya!"
"Keparat! Sejak dulu aku tahu kalau manusia ini tergolong licik! Tetapi... menilik pandangannya, dia nampak bicarajujur. Namun hal itu belum tentu menjadi jaminan urusan ini begitu saja bisa disudahi." - Habis membatin demikian, perempuan ini berkata,
"Bolehlah kau berkata begitu. Sekarang katakan padaku, siapakah orang yang berada di balik semua ini!" Buang Totang Samudero tak segera menjawab, dia justru berkata dalam hati,"Huh! Sejak dulu dia memang selalu menekan dan tak pernah puas sebelum mendapat jawaban yang diinginkan! Jahanam! Aku paling tidak suka diperlakukan seperti ini! Tetapi... dia juga punya urusan dengan Rajawali Emas sehubungan kematian Ratu Api. Bagus! Dengan kata lain, urusanku dengan pemuda dari Gunung Rajawali itu akan lebih mudah. Hanya saja... pilracun yang ditelankan paksa oleh Tengkorak Berbisa ini masih mengganggu ketenanganku."
Sambil hela napas pendek, lelaki ini berkata dengan suara agak geram,
"Aku tak tahu siapakah orang yang berada dibalik semua ini!Tetapi... orang yang memerintahkan aku untuk menyebarkan titah dari negeri langit adalah.... Tengkorak Berbisa!"
Bab 10 BUKAN hanya Swarga Jatih yang kelihatan terkejut. Pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan yang sejak tadi mendengarkan percakapan itu, melengak kaget.
"Busyet! Jadi dugaanku selama ini salah! Kupikir, ada orang lain yang memerintahkan Dewi Neraka dan Tengkorak Berbisa guna menyebarkan titah dari negeri langit" Tetapi menurut pengakuan lelaki berkulit hitam itu, Tengkorak Berbisa-lah yang memerintahkannya. Jangan-jangan.... Dewi Neraka pun diperintahkan olehnya" Tetapi... siapa orang yang berada di balik semua ini" Dan jelas sekarang, kalau Dewi Neraka dan Buang Totang Samudero berada di bawah kekuasaan Tengkorak Berbisa. Baiknya, kudengar lagi percakapan mereka." Sementara Rajawali Emas kembali membuka i ndera pendengarannya lebar-lebar dan kerahkan tenaga surya yang dialihfungsikan sebagai penambah ilmu peringan tubuh, Swarga Jatih membuka mulut kembali,"Bagaimana caranya kau bisa berada di bawah kekuasaan manusia itu?" Buang Totang Samudero kembali sejenak terdiam sebelum kemudian dia menceritakan apa yang terjadi (Untuk mengetahui halini, silakan baca:"Petaka Kitab
Pamungkas" dan "Titah Negeri Langit").
"Jahanam terkutuk!"maki Swarga Jatih begitu tahu kalau Buang Totang Samudero menelan pil beracun. Tetapi kendati mulutnya bicara demikian, hatinya terbahak-bahak,
"Bagus! Berarti kau akan mampus!" Sedangkan Buang Totang Samudero beranggapan lain. Dari makian yang dikeluarkan Swarga Jatih yang menurutnya tentu ditujukan pada Tengkorak Berbisa, segera berkata,
"Persoalan pil beracun yang ditelankan paksa oleh lelaki itulah yang membuatku terpaksa menyebarkan titah dari negeri langit!"
"Apakah kau tahu apa maksud lelaki keparat itu sebenarnya?" tanya Swarga Jatih dengan suara yang dibuat geram, padahal dia menginginkan untuk mengetahui lebih lanjut tentang keberadaan Dewa Langit. Lelaki yang selalu duduk bersila itu menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah tahu apa maksud semua ini. Bahkan aku tidak tahu siapakah orang yang berdiri di belakang semua ini."
"Bodoh! Kau mau melakukan semua ini tanpa tahu apa maksudnya!" maki Swarga Jatih. Untuk yang kedua kalinya paras Buang Totang Samudero berubah."Jahanam! Lama-lama akujadi curiga, jangan- jangan dia bukan prihatin akan nasib sial yang menimp aku ini! Dia justru merasa senang!" Kemudian dengan s uara ditekan dia menyahut,"Bila aku belum menelan pil beracun selagi aku masih setengahsadar dan pingsan, s udah tentu aku tak akan pernah menuruti apa kemaua nnya. Apakah kau pikir aku mau melakukan semua ini" "
Suara Swarga Jatih makin ketus menyahut,
"Itu urusanmu!" Lalu diam-diam dia menyambung dalam hati,
"Berarti... kemungkinan besar, Tengkorak Berbisalah yang mengetahui secara pasti semua ini." Di seberang, Buang Totang Samudero tak keluarkan suara. Mulutnya dikatupkan rapat-rapat. Matanya tak berkedip menatap Swarga Jatih. Sementara itu, Rajawali Emas semakin dapat mencernakan apa yang terjadi. Kendati demikian, dia masih belum dapat menebak ada apa di balik titah dari negeri langit" Dan siapakah orang yang paling bertanggung jawab di balik semua ini" Dewa Langit sendiri, atau masih ada orang lain lagi"
"Tetapi aku tahu, kalau lelaki yang selalu duduk bersila itu telah menelan pil racun. Tetapi nampaknya dia tak terpengaruh sama sekali. Atau... pil itu akan bekerja bila sudah dekat waktunya" Sungguh hebat bila memang demikian!" Kemudian didengarnya suara Swarga Jatih,"Buang! Apakah kau tak hendak mencoba menemukan Dewa Langit berada"!"
"Keinginan itu ada dalam hatiku, tetapi sulit bagiku untuk melakukannya."
"Hanya karena kau telah menelan pilracun"!"suara Swarga Jatih penuh ejekan.
"Bodoh! Seharusnya kau coba melacak jejak Dewa Langit! Dengan kata lain, bila kau berhasil mendapatkan ilmu-ilmu dan senjata mustika miliknya, kau bisa balas perlakuan jahanam Tengkorak Berbisa!" Mendengar kata-kata orang, hati Buang Totang Samudero seperti baru terbuka. Diam-diam dia membatin dalam hati,
"Apa yang dikatakan percmpuan ini benar adanya. Tak seharusnya aku terus menerus menyebarkan titah dari negeri langit atas perintah Tengkorak Berbisa. Sudah seharusnya aku memikirkan tentang keselamatanku. Bisa jadi Sunarsasi juga sudah memikirkan kemungkinan ini." Karena Buang Totang Samudero tidak segera menjawab, Swarga Jatih berkata lagi,
"Apakah sebenarnya kau memang menghendaki terus menerus berada di bawah kaki Tengkorak Berbisa" Bodoh! Sebuah kebodohan yang kau lakukan!"
"Lalu... apa yang harus kulakukan"!"
"Lacakjejak Dewa Langit! Atau bila gagaljuga, aku akan membantumu untuk membunuh Tengkorak Berbisa!"
"Sementara pil racun yang kutelan sudah bekerja! Dan aku akan mampus lebih dulu sebelum dapat berbuat apa-apa." Swarga Jatih terdiam lebih dulu sebelum bertanya,
"Berapa lama lagi pil racun itu akan bekerja?"
"Kira-kira... seminggu lagi. Karena, hanya sebulan waktu yang diberikan oleh Tengkorak Berbisa."
"Masih ada waktu! Ayo, lebih cepat lebih baik!"
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan mendatangisi Penujum Hitam di Lembah Janjatung. Barangkali saja orangtua itu dapat mem
bantu," sahut Swarga Jatih. Dan begitu melihat tatapan mata Buang Totang Samudero seperti tak percaya, perempuan yang sebagian wajahnya tertutup selendang warna merah itu melanjutkan dengan suara ditekan,
"Penujum Hitam adalah sahabatku. Aku yakin dia akan membantu!" - Setelah mendengarjawaban itu, barulah BuangTotang Samudero menganggukkan kepala.
"Kalau begitu... aku akan ikut denganmu...." Swarga Jatih sudah tak lagi mendengar kata-katanya, karena sosoknya sudah berkelebat. Sejenak Buang Totang Samudero keluarkan dengusan, sebelum akhirnya bergerak mengikuti kelebatan tubuh Swarga Jatih. Sepeninggal kedua orang itu, Tirta menarik napas panjang dan melangkah keluar dari balikilalang tingggi.
"Penujum Hitam di Lembah Janjatung.... Hmm... siapa pula orang itu?" desisnya sesaat. Kemudian dia menghela napas pendek.
"Sebenarnya aku masih ingin mencari Manusia Angin untuk mendapatkan kejelasan yang lebih meyakinkan. Tetapi, aku juga tertarik untuk mengikuti Swarga Jatih dan Buang Totang Samuderoke Lembah Janjatung. Kalau begitu... ya, ya... akan kupanggil Bwana untuk membagi tugas ini...." Memutuskan demikian, pemuda dari Gunung Rajawali ini celingukan sebentar. Setelah diyakini kalau Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero tak akan muncul kembali, dia mendesis,
"Tempat ini cukup luas untuk Bwana. Sebaiknya, kupanggil saja sekarang...." Didongakkan kepala keangkasa. Saat itu hari sudah mulai memasuki senja. Matahari mulai bergeser ke barat.
Kejap kemudian, mendadak saja pemuda berpakaian keemasan ini menepukkan kedua tangannya tiga kali. Disela-sela tepukannya, digerakkan kedua tangannya ke atas. Serta-merta meluncur sinar merah yang muncrat di angkasa. Apa yang dilakukannya itu adalah isyarat yang hanya bisa dimengerti oleh Bwana. Tepukan yang dilakukannya adalah isyarat memanggil, sementara muncratnya sinar merah di angkasa itu isyarat pada Bwana di mana dia berada. Untuk sesaat pemuda ini menunggu dengan perasaan tak sabar. Pandangannya terus diedarkan ke angkasa. Tiga tarikan napas kemudian, terdengar suara keras yang menggema di kejauhan,
"Kraaagghhh!" Satu kejapan mata berikutnya, mendadak saja terdengar suara menggemuruh yangkeras. Menyusul angin bergulung-gulung mengerikan. Lalu nampaklah satu sosok tubuh raksasa berwarna keemasan meluncur dengan cepat di angkasa. Rajawali Emas tersenyum, makin tersenyum tatkala dengan lincahnya burung rajawali raksasa itu berputar, lalu meluruk dengan kaki ditekuk dan kedua sayap dirapatkan ke sisi kanan kiri tubuhnya. Lurukan tubuhnya begitu cepat sekali. Masih berada sekitar seratus kaki, Rajawali Emas merasa wajahnya seperti ditampar, sementara ilalang langsung rebah
kemudian terhempas melayang dengan tanah terbongkar. Sedangkan Tirta segera alirkan tenaga surya ke kedua kakinya sebagai penambah bobot tubuh. Dua kejapan mata berikutnya, burung rajawali raksasa itu sudah hinggap di atas tanah, agak mendekam diiringi suara mengkirik,
"Kraaaghhh...." Tirta segera berkelebat mendekatinya. Masih sejarak dua tombak dia berseru,
"Apa kabarmu, Bwana?" Bwana keluarkan kirikan gembira.
"Bagus! Aku senang kalau kau baik-baiksaja,"sahut Tirta sambil membclai-belai bulu besar tetapi halus yang terdapat ditengkuk Bwana. Kemudian katanya,"Bwana... kita tak punya banyak waktu. Kau masih mengenal Manusia Angin tentunya, bukan?" Bwana mengangguk-angguk.
"Bagus! Sekarang, aku meminta bantuanmu untuk menemukan dimana Manusia Angin berada." Bwana mengkirik lagi. Tirta mengangguk-anggukkan kepala mengerti,
"Bila kau bertanya aku hendak ke mana, aku hendak mengikuti Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero ke Lembah Janjatung." Bwana keluarkan kirikan lagi.
"Aku masih harus berpikir lebih banyak lagi untuk menjawab pertanyaanmu itu, Bwana. Tetapi sedikit banyaknya, bisa kujawab. Mulai bisa kutebak apa sebenarnya yang dikatakan Guru melaluimu kepadaku. Mungkin, Guru hendak mengatakan tentang satu urusan yang
akan memancing pertumpahan darah di rimba persilatan ini. Seseorang yang berjuluk Dewa Langit telah mengundurkan diri dan menebarkan teka-teki, agar...." Kata-kata Rajawali Emas terputus tatkala Bwana keluarkan kirikan. Sejenak pemuda ini kerutkan keningnya.
"Kau mengenalnya?" Bwana mengangguk-angguk lagi seraya mengirik. Tirta terdiam dan berkata dalam hati,
"Menurut Bwana, Dewa Langit pernah menjumpai Eyang Guru Malaikat Dewa di Gunung Rajawali beberapa puluh tahun silam. Hmm... apakah mereka bersahabat" Atau... saat itu mereka dalam keadaan bermusuhan?" Sebelum Tirta berkata lagi, Bwana mengirik.
"Hei!Ternyata tidak. Mereka bersahabat. Hmmm... urusan ini nampak makin membingungkan." Setelah membatin begitu Tirta berkata,
"Sudahlah, Bwana. Untuk sementara kita kesampingkan dulu urusan itu. Tetapi yang aku tahu sekarang, kalau Dewa Langit adalah sahabat Eyang Guru. Oya, Bwana... kau tentunya mulai paham tentang urusan yang dikatakan oleh Guru, Raja Lihai Langit Bumi, bukan" Nah! Sekarang, kau segeralah berangkat untuk mencari Manusia Angin...." Bwana mengangguk-anggukkan kepala seraya keluarkan kirikan. Sepasang bola matanya yang bulat besar memerah, pandangi majikannya sebentar yang sedang melangkah mundur dua tombak ke belakang. Setelah itu, diiringi suara mengguntur, sosok
burung rajawali keemasan itu sudah mencelat ke angkasa,
"Kraaaghhh!!" Wussss!! Gerakannya begitu cepat sekali. Tanah di mana kedua kakinya berpijak, seketika membentuk cetakan yang cukup dalam. Ilalang sejarak lima tombak langsung tercabut hingga sepertinya saat itu juga telah tercipta sebuah tanah lapang.
Rajawali Emas sejenak pandangi Bwana yang mulai menghilang dibalik awan.Setelah perhatikan sekelilingnya sebentar, dia segera berkelebat ke arah yang ditempuh Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero.
Bab 11 BEGITU mendengar isakan di luar tandunya, Dewi Murah Senyum seketika angkat kepala. Sepasang matanya menyipit tajam. Lalu diliriknya Ambar yang pakaiannya sudah acak-acakan di dasar tandu hijau yang tak menyentuh tanah.
"Jahanam! Siapa orang cengeng yang kehadirannya justru mengganggu keasyikanku ini"!" makinya sambil rapikan kembali pakaiannya. Karena merasa jengkel alang kepalang, perempuan bermahkota yang ternyata seorang laki-laki ini, sibakkan tirai tandu hijau. Begitu melihat sosok orang yang menangis, untuk sejenak Dewi Murah Senyum kerutkan kening.
"Aneh! Seorang pemuda" Mengapa dia begitu cengeng sekali?"desisnya dalam hati sambil pandangi pemuda berpakaian putih dengan sehelai kain warna hitam yang melilit di pinggangnya. Kejap kemudian, kerutan di kening perempuan itu menghilang. Sebagai gantinya, dia kembali mengkelap,
"Terkutuk! Siapa pun dia adanya, dia telah menganggu keasyikanku!!" Masih duduk di pinggiran tandu hijau bersulamkan benang merah itu, Dewi Murah Senyum keluarkan hardikan,
"Pemuda keparat! Cepat menyingkir dari sini sebelum mampus di tanganku!"
Pemuda tampan yang sedang mengisak itu, sejenak angkat kepala dan menatap Dewi Murah Senyum. Kendati dia mengisak begitu sedih, tetapi tak ada air mata yang keluar. Kejap kemudian terdengar suaranya,
"Huhuhu... kenapa kau mengusirku" Kenapa kau mengancamku" Aku belum mau mati! Belum mau!" Berubah paras lelaki yang menyamar sebagai perempuan ini. Kedua tangannya mengepal keras.
"Aku tak mau banyak cakap! Turuti kata-kataku, atau... kau akan tetap mampus di tanganku"!"
"Huhuhu... jangan, jangan bunuh aku... aku belum bertemu dengan guruku.... Maaf, maaf... aku akan menyingkir saja dari sini...." Habis kata-katanya, masih mengisak pemuda yang tak lain Pendekar Cengeng ini putar tubuh dan melangkah. Di tempatnya, Dewi Murah Senyum menyeringai lebar.
"Huh! Bukan seorang pemuda yang terlalu merepotkan!" Lalu ditutupnya tirai tandu itu. Pandangannya kembali diarahkan pada Ambar yang masih tergolek didasar tandu yang tak menyentuh tanah. Seketika sepasang mata Dewi Murah Senyum kembali pancarkan kilat kilat birahi.
"Maafkan aku, Manis... ada gangguan yang tak terlalu merepotkan barusan. Ayo, kita lanjutkan kembali kesenangan kita yang tertunda...." Lalu tangan kanannya kembali membelai-belai tubuh Ambar yang manapakaiannya telah acak-acakan. Si gadis yang terkena ilmu Asmara Harum makin menggeliat dengan desisan-desisan merangsang. Dewi Murah Senyum makin diguncang gairah. Tetapi di saat dia hendak membuka pakaiannya kembali, mendadak lagi-lagi didengarnya suara isakan di luar,
"Huhuhu... aku tidak tahu jalan keluar dari tempat ini... huhuhu... tunjukkan segera padaku...."
"Jahanam terkutuk"geram Dewi Murah Senyum. Dengan kemarahan yang telah tiba diubun-ubun, dia langsung melesat dan melompat keluar dari dalam tandu. Kedua kakinya begitu ringan tatkala menginjak tanah dan berdiri sejarak lima langkah dari sosok Pendekar Cengeng!
"Pemuda cengeng, kau telah mengabaikan perintahku! Berarti, kematian yang akan kau terima!"
"Huhuhu... aku cuma bermaksud bertanya padamu...jangan ancam aku..."
"Keparat!" bergetar suara dan tubuh Dewi Murah Senyum.
"Lekas katakan apa yang hendak kau tanyakan!" Sambil bersikap seolah mengusap-usap air matanya padahal tak ada yang keluar, pemuda berpakaian putih ini berkata,
"Tunjukkan padaku jalan keluar dari tempat ini...."
Rajawali Emas 53. Pendekar Cengeng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dari mana kau datang tadi"!"bentak Dewi Murah Senyum penuh kegeraman.
"Dari arah timur...."
"Mengapa kau tak segera pergi ke arah timur"!"
?"Huhuhu... jangan bentak aku... aku tidak tahu di mana arah timur sekarang...."
"Terkutuk! Mengapa aku harus melayani percakapan sinting dengan pemuda cengeng ini"!" damprat Dewi Murah Senyum dalam hati. Kemudian katanya,
"Kau tengok ke arah kananmu.... Disanalah arah timur! Cepat menyingkir darisini!" Pendekar Cengeng sejenak arahkan pandangannya ke kanan. Lalu dengan masih mengisak dia berkata,
"Huhuhu... aku tak berani melangkah sendiri... maukah kau menemaniku?"
"Setan alas!!"maki Dewi Murah Senyum dalam hati dengan kemarahan yang sudah tak bisa ditahankan lagi. Sebelum dia berkata, Pendekar Cengeng sudah berkata,
"Huhuhu... kalau kau keberatan mengantarku tidak mengapa... tetapi, bagaimana dengan gadis di dalam tandumu itu" Barangkali saja dia mau mengantarku... huhuhu...." Mendengar kata-kata orang yang sama sekali tak disangkanya, sampai surut satu tindak kaki Dewi Murah Senyum.
"Setan! Siapa pemuda ini sebenarnya" Dia bisa tahu kalau ada orang lain di tanduku" Padahal aku merasa tak membiarkan pandangan siapapun masuk ke dalam tanduku ini" Bahkan tanduku terbuat dari bahan yang cukup tebal! Terkutuk. Lebih baik kubunuh saja dia sebelum akhirnya memang mengganggu keasyikanku!" Memutuskan demikian, seraya maju dua tindak ke depan, Dewi Murah Senyum berkata,
"Kau kesulitan menemukan arah yang harus kau tuju, dan kau ketakutan melangkah sendiri! Bagus! Kalau begitu... kutunjukkan jalan padamu yang lebih baik! Jalan ke neraka!!"
Belum habis bentakannya terdengar, sosoknya sudah mencelat ke arah Pendekar Cengeng. Hawa panas seketika menebar!
SELESAI RAJAWALI EMAS : Segera menyusul :
TENGKORAK BERBISA ebook by novo edit teks by SAIFUL B http://cerita-silat.mywapblog.com
Rahasia Harta Karun 2 Walet Emas Perak Karya Khu Lung Bocah Kembaran Setan 2
Kali ini Dewi Neraka tak segera tersenyum puas, mengingat dia sempat diperdaya pada gebrakannya yang pertama tadi. Sepasang matanya ditajamkan dan dia tak bergeser dari tempatnya berdiri. Tatkala semuanya sirap, dia memang tak melihat sosok pemuda berpakaian putih itu disana. Segera diedarkan pandangannya.
"Jahanam! Di mana dia" Gerakannya sangat cepat sekali"!"hardiknya keras. Selagi Dewi Neraka celingukan, terdengar suara di belakangnya,
"Huhuhu... mengapa kau menyerangku" Padahal aku tidak punya salah... huhuhu... padahal aku sedang sedih... aku cengeng... makanya jangan menyerangku, nanti aku bisa menangis terus menerus...." Segera Dewi Neraka putar tubuh. Tatkala melihat sosoksi pemuda dibelakangnya yang kali ini berdiri, tak mau membuang waktu lagi, Dewi Neraka sudah lancarkan serangan kembali seraya kertakkan rahangnya. Kalau sejak tadi gerakan pemuda yang di pinggangnya melilit kain warna hitam tak kelihatan, kali ini gerakannya begitu nyata saat membuang tubuh hindari serangan Dewi Neraka. Terdengar suara letupan tatkala serangan yang dilepaskan Dewi Neraka luput pada sasarannya. Bersamaan dengan itu, masih mengisak, Pendekar Cengeng langsung menghempos tubuh ke depan seraya mendorong kedua tangannya.
"Huhuhu... kenapa menyerangku" Kenapa menyerangku"!"serunya menuntut dengan suara terisak. Dua gelombang angin ganas yang memercikkan sinar putih menderu ke arah Dewi Neraka yang sedang bersiap untuk lancarkan serangan kembali. Memekik tertahan Dewi Neraka mendapati serangan yang dilakukan pemuda seperti asal saja. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Pendekar Cengeng disertai makiannya. Sinar putih yang memercik tadi menghajar ranggasan semak yang seketika menghangus. Sementara itu masih berada di udara, perempuan ini segera putar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah | meluruk ke arah Pendekar Cengeng. Gerakannya sungguh cepat. Bahkan sepertinya pemuda berpakaian putih itu tak akan dapat menghindari serangan itu. Kalaupun memapaki juga percuma. Karena serangan yang datang dari atas, selain menambah kecepatan meluncur juga "menambah bobot serangan. Akan tetapi, Murid Dewa Langit itu tanpa bergeser dari tempatnya segera mengangkat kedua tangannya untuk papaki serangan ganas Dewi Neraka. Des! Des! Dua pukulan bertenaga dalam tinggi i tu berbenturan keras. Akibat yang terjadi cukup mengh erankan. Karena sosok Dewi Neraka langsung melentin g kebelakang dan hinggap kembali di atas tanah denga n kedua kaki agak goyah. Dirasakan dadanya begitu ny eri sekali. Sepasang matanya menyipit dengan kening d ikernyitkan tanda menahan sakit.
- Diseberang, sosok Pendekar Cengeng tetap tegak ditempatnya tampa kurang satu apa.bahkan dia mengisak sambil mengusap kedua matanya yang tak mengeluarkan apa apa.
"Jahanam"maki Dewi Neraka gemas dengan napas memburu
"baru kali ini kudapati lawan sedemikian mudah menghindari setiap serangan ku.Bahkan caranya membalas tadi seolah tak memperhitungkan gerakan sama sekali ..gila ,ingin kulihat kemampuannya sekarang
" habis berpikir begitu ,perempuan sesat ini menggeser kaki kanannya kekiri. .Menyusul kedua tangannya digentakkan ke depan. Seketika dua gelombang angin | dahsyat yang keluar dari tangan kanan dan kirinya melabrak kearah pendekar cengeng yang masih mengisak . Masih mengisak pendekar cengeng gerakkan tangannya .Lagi-lagi gerakan yang dilakukan seperti asal saja.tapi hasilnya sungguh luar biasa. gebrakan dua gelombang angin dahsyat yang dilepaskan dewi neraka putus di tengah jalan, blaaaammm: .Tempat dimana bertemunya dua pukulan itu! seketika terbongkar. Tatkala semua sirap, nampak sosok Dewi Neraka
( maaf dua halaman rusak tak dapat di tampilkan)
kali ini menghindar dengan cara melompat. Tetap dengan masih mengisak. Tempat yang tadi tenang kini semakin diusik keramaian. Di beberapa bagian tanah, pecah dan membentuk lubang yang keluarkan asap. Debu debu dan ranggasan semak belukar berhamburan di udara dan luruh kembali. Namun sampai sejauh itu, tak satu serangan pun yang dilancarkan Dewi Neraka mengenai sasarannya. Dan mendadak saja perempuan berpakaian kuning cemeriang ini terkesiap, tatkala secara tiba-tiba Pendekar Cengeng tidak lagi menghindariserangannya. Justru melenting ke atas dan buat gerakan meluruk. Sementara kedua tangannya berbuat seolah mengusap air mata, kaki kanannya bergerak seperti berputar. Gelombang angin deras mendahului gerakannya.
"Jahanam betul!" Dewi Neraka yang kini justru harus tunggang langgang hindari serangan lawan. Sebelum perempuan ini bertindak lebih lanjut, satu gelombang angin mendahului melabrak, menyusul pukulan tangan kanan yang seperti tiga buah batu besar melabrak ke arahnya. Makin terkesiap Dewi Neraka mendapati serangan susulan yang dilancarkan si pemuda. Untuk menghindari serangan itu sudah sangat sulit dilakukan. Hingga tak ada jalan lain kecuali memapaki. Segera dirangkum seluruh tenaga dalamnya. Bersamaan makin mendekatnya serangan Pendekar Cengeng, segera digerakkan kedua tangannya ke depan. Wussss!!
Blaaammm! Kembali tempat itu bergetar hebat. Saat itu juga terlihat tubuh Dewi Neraka mencelat dua tombak kebelakang. Masih untung perempuan ini dapat kuasai keseimbangannya hingga tidak sampai jatuh, kendati saat berdiri kedua kakinya nampak goyah. Wajah perempuan ini pucat pasi laksana tanpa darah. Dadanya naik turun dengan cepat. Kalau tadi hanya dari mulutnya saja mengalir darah segar, kali ini juga dari hidungnya. Sedangkan di seberang, Pendekar Cengeng hanya surut tiga tindak ke belakang. Dan langsung berdiri tegak kembali dengan isakan yang masih terdengar. Sebenarnya, dalam kesempatan seperti itu sangat mudah bagi Pendekar Cengeng untuk segera lancarkan serangan. Namun murid Dewa Langit ini tak berbuat apa-apa. Justru Dewi Neraka yang sudah tak mampu kuasai kemarahannya, sudah mencelat ke depan begitu menjejakkan kaki kirinya di atas tanah. Tangan kanannya yang telah dialiri tenaga dalam penuh siap dihantamkan pada kepala Pendekar Cengeng. Blaaammm!! Pukulan yang dilepaskan Dewi Neraka menghantam tanah yang langsung bolong dan memuncratkan debu-debu ke udara, sementara sosok pemuda berpakaian putih itu telah berdiri sejarak tiga tindak dari tempat semula. Sebelum Dewi Neraka buka mulut atau lanjutkan serangannya, terdengar suara Pendekar Cengeng,
"Huhuhu... kau tak bisa kujadikan sahabat... kau galak...
kau selalu menyerangku - lebih baik aku mencari Guru saja-" Habis kata-katanya, dengan masih mengisak pemuda berpakaian putih ini sudah membalikkan tubuh dan melangkah. Sikapnya benar-benarbegitu meremehkan Dewi Neraka"Setan keparat"geram perempuan berpakaian kuning cemerlangitu seraya dorongkan kedua tangannya, Wuuussssil Masih melangkah dan tanpa menoleh, Pendekar Cengeng gerakkan tangannya kebelakang, Wuuuut! Blaaammm! Benturan keras terjadi dan menerbangkan debu debu keudara. Sosok Dewi Neraka bergetar dan makin bergetar tatkala semua sirap tak lagi mendapati sosok pemuda berpakaian putih itu di hadapannya.
"Jahanam keparat!!"hardik perempuan ini dengan suara setinggi langit hingga beberapa dedaunan berguguran. Rahangnya dikertakkan berkali-kali. Pelipisnya bergerak-gerak cepat."Kau harus membayar semua perlakuan busukmu ini kepadaku, Pemuda cengeng!!" Dengan menyimpan dendam dan amarah dalam, perempuan berpakaian kuning cemerlang ini sudah berkelebat ke arah perginya Pendekar Cengeng.
*
Bab 7 PADAsaat yang bersamaan, disebuah tempat yang dipenuhi pepohonan dan rimbunnyasemak belukar, nampak satu sosok tubuh berpakaian ringkas warna biru yang begitu ketat hingga mencetak tubuhnya, melompat turun dari sebuah pohon. Gerakan yang diperlihatkan gadisini begituringan. Saat menjejakkan kedua kakinya di atas tanah, rambutnya yang panjang tergerai. Sepasang mata indah gadis ini memperhatikan sekelilingnya. Dia baru saja menikmati manggis-manggis hutan sebagai pengganjal perut.
"Ke mana lagi aku harus mencari Dewa Langit?" desis gadis yang saking ketatnya pakaian yang dikenakan, mencetak busungan payudara dan pingggulnya.
"Berita tentang pengunduran diri Dewa Langit sudah semakin santer kudengar. Hmmm... biar bagaimanapun juga aku harus bisa menjadi orang pertama yang menemukannya...." Sesaat murid Dewi Segala Impian ini hentikan kata katanya. Mendadak saja sorot matanya menjadi tajam. Rahangnya mengembung dengan pelipis bergerak-gerak.
"Jahanam! Perbuatan Rajawali Emas tak akan pernah kumaafkan!"desis gadis ini keras. Diingatnya bagaimana dia ditaklukkan oleh pemuda dari Gunung Rajawali itu dengan cara merangkulnya dari belakang. Bukan main gusarnya gadis berpakaian biru ketat ini menyadari dia dirangkul oleh pemuda yang sangat dibencinya (Untuk lebih jelasnya, silakan baca :
"Titah Negeri Langit").
"Memalukan! Noda ini tak akan pernah terhapus bila aku belum melihat pemuda itu mati di tanganku!!" geramnya sengit. Lalu sambil kepalkan tinju kanannya, gadisini kembali keluarkan suara,
"Huh! Kesaktian pemuda itu begitu tinggi! Mungkin dia hanya bisa dihadapi oleh Guru!!" Tatkala teringat akan gurunya, Dewi Kembang Maut menjadi makin membenci. Dia teringat bagaimana beberapa bulan lalu dia diperintahkan oleh gurunya untuk membunuh Mata Malaikat, tanpa mengetahui sebab-sebab dan urusan yang pasti. Dan tanpa disangkanya, gurunya muncul dengan menyamar sebagai seorang lelaki berpupur putih yang bernama Sandang Kuntung. Dia makin terkejut tatkala mengetahui ada urusan apa gurunya dengan Mata Malaikat. Karena ternyata, dulu gurunya pernah menjalin hubungan dengan Mata Malaikat, tetapi dia mengkhianati lelaki itu untuk bercumbu rayu dengan kakak seperguruan Mata Malaikat sendiri yang berjuluk Hantu Seribu Tangan. Bahkan dari hubungan itu melahirkan seorang anak. Yang tak disangka oleh Dewi Kembang Maut, kalau gurunya mengusirnya di antara orang banyak. Bukan hal itu yang membuatnya kecewa, melainkan karena gurunya pernah mengkhianati cinta kasih Mata Malaikat (Untuk mengetahui scmua ini, silakan baca :
"Keranda Maut Perenggut Nyawa" sampai
"Hantu Seribu Tangan").
"Huh! Sungguh tak kusangka perbuatan Guru di masa mudanya! Sungguh memalukan! Takakan pernah aku mau menjumpainya lagi kendati aku harus menindih rindu yang dalam!" Scjenak gadis ini terdiam. Kebencian yang tadi dirasakannya lamat-lamat mulai lenyap.
"Aku tak tahu... apakah tindakanku ini salah atau benar...."desisnya masygul. Dan untuk beberapa lama Dewi Kembang Maut katupkan mulut rapat-rapat. Tatkala ingatannya kembali pada Rajawali Emas, kebenciannya kembali datang.
"Jalan satu-satunya untuk membalas semua perbuatan keparat pemuda dari Gunung Rajawali itu, aku harus mencari Dewa Langit! Keberuntungan harus kucoba! Barangkali saja aku menjadi orang pertama yang menemukan di mana dia berada" Bila sudah kuwarisi ilmu-ilmu Dewa Langit dan mendapatkan senjata mustika Gading Tunggul Dewa. maka akan kutaklukkan pemuda itu!" Memikirkan kemungkinan yang akan didapatkannya, nampak sekali senyuman menggantung di bibir si gadis. Untuk beberapa lama dia masih tersenyum. Dan seperti teringat sesuatu, gadis ini kerutkan keningnya. Lalu terdengar suaranya,
"Masih ada ilmu simpananku yang diajarkan Guru. Jurus
"Terobos Bumi Tumbangkan Langit'. Aku yakin, dengan jurus itu aku mampu menghadapi serta mengalahkan Rajawali Emas! Tapi...tak akan pernah kupergunakanjurus itu... kecuali keadaan sangat mendesak sekali dan membahayakan nyawaku!"
Kembali gadis ini rapatkan mulutnya. Kejap kemudian terdengar kata-katanya,
"Biar bagaimanapunjuga... nyawamu sudah berada di tanganku, Rajawali Emas! Tetapi... ke mana aku harus mencari Dewa Langit?"
Kali ini si gadis kerutkan keningnya. Dan sebelum dia melakukan tindakan apa-apa, tahu-tahu mendesir angin yang cukup kuat. Seketika Dewi Kembang Maut angkat kepala. Tahu-tahu dilihatnya seorang gadis berpakaian merah menyala telah berdiri sejarak dua tombak dari hadapannya.
* "Hmmm... menilikcara kemunculannya, bisa kupastikan kalau gadis di hadapanku ini bukanlah orang sembarangan.... Dan pancaran matanya itu begitu menusuk sekali," kata Dewi Kembang Maut dalam hati tanpa kedip.
Gadis berpakaian merah menyala itu untuk sejenak tak keluarkan suara. Hanya berdiri tegak dengan kedua kaki dipentangkan. Hidungnya yang mancung nampak bergerak-gerak.
"Tak kusangka kalau akan kujumpai seorang gadis yang dari kejauhan tadi kudengar menyebut-nyebut Dewa Langit. Apakah dia tahu tentang orang yang telah
menebarkan teka-teki itu?" desis si gadis yang tak lain Lajani adanya, salah seorang anak buah dari Dewi Murah Senyum. Kejap kemudian, dengan mata masih terpentang lebar, Lajani buka mulut,
"Kudengar kau menyebut nyebut tentang Dewa Langit! Katakan, apa yang kau ketahui tentangnya"!" Berubah paras Dewi Kembang Maui mendapati suara menekan dan mengandung tantangan di dalamnya. Gadis yang sedang menyimpan rasa amarah ini, seketika menjadi murka. Seraya maju satu tindak dia berseru lantang,
"Apa yang kau dengar tadi mungkin hanya desiran angin belaka! Dan jangan berlaku lancang dihadapanku!" Mendengar sahutan gadis yang sebaya dengannya itu, seketika Lajani kepalkan kedua tangannya. Dengan mata disipitkan dia berucap lagi, lebih keras dari yang pertama,
"Justru kaulah yang jangan berlaku lancan g dan bodoh! Cepat katakan, apa yang kau ketahui ten tang Dewa Langit"!" Dewi Kembang Maut keluarkan de ngusan mengejek.
"Yang kutahu tentang Dewa Langit, dia bukanlah kakekmu! Bukan pula ayahmu! Itu saja!"
"Jahanam! Kau mencari mampus rupanya!" Mendengar ucapan itu, segera Dewi Kembang Maut alirkan tenaga dalam pada kedua tangannya. Dengan seringaian lebardia berkatalagi,"Justru kau yang datang ke hadapanku untuk mencari mampus!"
"Lajani segera kertakkan rahangnya dengan dada naik turun tanda amarah sudah menggelombang dalam dadanya. Tetapi gadis ini tak segera menyerang guna lampiaskan kemarahannya. Dia berkata dalam hati,
"Sulit kupastikan apakah gadis ini memang tahu di mana Dewa Langit berada. Tetapi dari kata-katanya tadi jelas kalau dia memang sengaja menyembunyikan apa yang diketahuinya! Keparat! Bila dia tetap tak mau mengatakannya, akan kurobek mulutnya!" Sambil tindih kegeraman yang telah meraja, Lajani berucap kembali, dingin,
"Kali ini... kulontarkan pertanyaan untuk yang terakhir kalinya! Katakan, apa yang kau ketahui tentang Dewa Langit"!"
"Kali ini... kulontarkan jawaban untuk yang terakhir kalinya! Dia... bukanlah ibumu!!"sahut Dewi Kembang Maut yang juga tak kuasa menahan gejolak amarahnya. Menggigil tubuh Lajani mendengar jawaban itu. Sambil geser kaki kanannya kesamping dia menghardik keras,
"Terimalah kematianmu!!" Menyusul digerakkan tangan kanannya dengan tangancara mendorong. Serta-merta melesat sinar merah yang mengandung hawa panas. Gelombang angin deras mendahului melabrak. Mendapati serangan ganas itu, sejenak wajah Dewi Kembang Maut berubah terkesiap. Di lain saat dia sudan membuang tubuhnya ke kanan. Blaaamm!! Gclombang angin yang mendahului lesatan sinar
merah itu menghajar rengkah ranggasan semak belukar yang berada di belakang tubuh Dewi Kembang Maut. Menyusul muncratnya sinar merah tatkala menghantam sebatang pohon yang langsung meranggas. Di lain kejap, pohon itu sudah tumbang dengan suara menggemuruh.
"Jahanam! Dia nampaknya tidak main-main! Huh! Menilik pertanyaannya, jelas dia juga sedang mencari Dewa Langit! Kini kuketahui satu orang yang memiliki niat sama dengankul Dan sudah bisa dipastikan akan banyak lagi orang lain yang sedang mencari Dewa Langit! Jahanam kepa...." Kata batin gadis berpakaian biru ketat ini terputus, tatkala gelombang angin yang disusul dengan lesatan | sinar merah menggebrak ke arahnya. Tak mau menghindar seperti pertama, murid Dewi Segala Impian ini sudah mendorong kedua tangannya. Blaaarr!! Gelombang angin deras yang menggebrak ke arahnya tertahan, begitu pula dengan sinar merah yang langsung ambyar ke atas. Akibat dari bentrokan itu, masing masing gadis nampak surut tiga tindak ke belakang. Dan wajah keduanya sama-sama geram.
"Jahanam!Ternyata dia bukan gadis sembarangan!" maki Lajani dengan kedua tinju makin dikepalkan.
"Hebat! Tetapi dia harus diajar adat karena telah berlaku lancang di hadapanku!"geram Dewi Kembang Maut dalam hati. Kejap berikutnya, gadis ini sudah harus menghindari labrakan maut yang dilancarkan Lajani. Menyusul dia sendiri melakukan serangan. Serangan demi serangan yang dilancarkan masing-masing gadis telah bikin tempat itu menjadi porakporanda. Beberapa kali terdengar suara letupan keras yang memekakkan telinga. Disusul beberapa kali terbongkarnya tanah dan ranggasan semak belukar ke udara. Hanya dalam waktu singkat, delapan jurus telah berlalu. Namun masing-masing gadis tak ada yang kalah maupun menang. Keduanya sama-sama ngotot untuk mengalahkan lawan. Tiga jurus kemudian, nampak Dewi Kembang Maut putar tubuh ke belakang. Begitu pula dengan Lajani yang hentikan serangannya. Masing-masing berpandangan tajam. Keringat nampak membanjiri wajah dan sekujur tubuh mereka.
"Gadis celaka ini barus mendapatkan ganjaran atas sikapnya!"maki Dewi Kembang Maut dalam hati seraya lipat gandakan tenaga dalamnya. Diseberang, Lajani kertakkan rahangnya,
"Tingkah keparatmu ini akan kau bayar mahal!" Habis kata-katanya, mendadak saja gadis berhidung mancung ini geser kedua kakinya, agak merenggang. Menyusul dirangkapkan kedua tangannya di depan dada. Lamat-lamat ditarik kedua tangannya hingga satu sama lain menjauh. Kejap itu pula nampak telapak tangannya pancarkan sinar merah yang begitu angker. Inilah jurus'Petik Bulan Tabur Matahari', salah satu jurus yang diajarkan Dewi Murah Senyum. Terkesiap murid Dewi Segala Impian melihat apayang dilakukan gadis berpakaian merah.
"Rasanya memang tak mungkin main-main lagi. Terpaksa aku harus pergunakan jurus Terobos Bumi Tumbangkan Langit". Jurus andalan yang pernah diajarkan Guru. Huh! Berulang kali Guru melarangku mempergunakan jurus ini. Tetapi sekarang, aku tak peduli! Karena aku benci Guru!" Sejenak dipandanginya gadis berpakaian merah yang kini dari telapak tangan kanan kirinya memancar sinar merah. Di kejap lain, gadis berpakaian biru ketat ini sudah katupkan kedua tangannya didepan dada. Kaki kanannya digeser setengah lingkaran ke belakang. Kaki kirinya ditekuksiku-siku. Kejap lain, terlihat kedua telapak tangannya mulai memerah dan tubuhnya bergetar sedikit. Tangannya yang memerah itu bukan hanya pada telapak tangannya, melainkan hingga ke pergelangan tangan. Hanya karena tertutup pakaiannya yang berlengan panjang saja sehingga tidak nampak. Dan mendadak saja dari kedua tangannya yang memerah itu mengeluarkan asap yang sangat wangi sekali. Kalau tadi Dewi Kembang Maut terkesiap melihat jurus yang dikeluarkan Lajani, kali ini ganti Lajani yang harus melengak. Sepasang matanya dibuka lebar-lebar.
"Hminm... aroma wangi yang keluar dari jurus yang diperlihatkan gadis itu sungguh aneh. Seperti menusuk nusuk dan melingkari indera penciuman," katanya dalam hati. Kemudian sambungnya,
"Peduli setan! Dia telah banyak buang waktuku! Dan aku yakin, dia menyembunyikan sesuatu tentang Dewa Langit!"Berpikir demikian, Lajani sudah menggebrak dengan cara mendorong kedua tangannya ke depan. Serta merta melesat dua cahaya merah yang menebarkan hawa panas. Mendapati serangan itu, Dewi Kembang Maut membuangtubuh ke kanan. Gadis yang memang sedang gusar kemudian ditambah lagi dengan munculnya gadis berpakaian merah ini yang justru berlaku lancang dibadapannya, tak mau bertindak ayal. Begitu berhasil hindari serangan Lajani, sosoknya sudah menggebah dengan teriakan mengguntur ke arah Lajani. Gerakan yang diperlihatkan sungguh aneh, seperti orang meluncur ke dalam sungai. Lebih aneh lagi, tatkala tubuhnya masuk ke dalam tanah yang serta merta muncrat hingga setengah tombak! Lajani yang hendak susulkan serangan berikutnya tercekat kaget. Dia sampai terjingkat ke belakang diiringi teriakan tertahan. Dan mendadak saja kedua kakinya yang menginjak tanah tergetar. Seraya kembali keluarkan pekikan tertahan, gadis berpakaian merah ini terjingkat dan berguling ke belakang. Menyusul terdengar suara cukup keras. BrooolIl!! Tanah dimana kedua kaki Lajani tadi memijak, kini terangkat naik. Bersamaan dengan munculnya tubuh Dewi Kembang Maut dengan gerakan tegak lurus pada langit. Aroma wangi dari asap putih yang keluar dari kedua tangannya yang memerah itu semakin kuat menyebar.
"Gila! Ilmu apa yang dipergunakan gadis berpakaian biru itu"!" maki Lajani dalam hati. Dia mencoba untuk membalas, namun gebrakan demi gebrakan yang dilancarkan Dewi Kembang Maut sangat menyulitkannya.Terutama karena tubuh gadis berpakaian biru ketat itu berulang kali masuk ke dalam bumi dan muncul kembali pada tempat yang tak terduga.
Sadarlah Lajani siapa gadis ini sebenarnya. Wajahnya kini benar-benar memucat laksana tanpa darah. Napasnya memburu dengan dada turun naik cepat. Aliran darahnya bertambah kacau seiring dengan keringat yang semakin banyak membanjir.
"Tak mungkin aku sanggup untuk menghadapinya lebih lama... Apakah harus kupanggil Ketua dengan isyarat yang diajarkannya kepadaku" Tidak! Ketua pasti menganggap urusan ini hanya kecil saja! Bisa jadi justru aku yang akan celaka! Tetapi menghadapi gadis ini.... Ah! Aku harus mencari kesempatan untuk menghindarinya!!"
Namun mendapatkan kesempatan untuk menghindari Dewi Kembang Maut yang bertambah gusar, sangatlah tidak mudah. Bahkan kaki kanan Lajani harus terserempet sambaran angin yang dilepaskan oleh gadis itu.
Scketika sosok Lajani terhuyung-huyung ke belakang. Menyusul tubuhnya ambruk terjengkang karena tak mampu kuasai keseimbangannya. Kedua matanya mengerjap-ngerjap dengan rasa takut kian dalam. Dia merasa tak akan mampu lagi untuk menghindari maut
- "yang nampaknya sebentar lagi akan dikirimkan si gadis. Namun di luar dugaannya, justru Dewi Kembang Maut hentikan gerakannya. Pandangannya membuka lebar dengan seringaian dalam."Huh! Sebenarnya... gadis lancang seperti kau ini tak perlu dikasihani!Tetapi... kau masih kuampuni sekarang! Ingat... jangan sampai berjumpa lagi denganku! Karena... nyawamu sudah ada dibawah kakiku!" Habis keluarkan ancaman demikian, murid Dewi Segala Impian ini segera balikkan tubuh. Kejap kemudian dia sudah berkelebat cepat. Tinggal Lajani yang kini perlahan-lahan rebahkan tubuhnya. Napasnya megap-megap. Amarahnya tak bisa dikendalikan lagi sebenarnya. Namun dia sadar, bila gadis berpakaian biru ketat tadi meneruskan serangannya, maka saat itu juga nyawanya sudah melayang keakhcrat. Lalu dirasakan perih pada kaki kanannya....
Bab 8 LANGKAH seekor kuda terhenti di jalan setapak tatkala penunggangnya menarik tali kendali. Kedua kaki kuda itu terangkat diiringi ringkikan yang sedemikian keras. Menyusul kuda hitam itu, seekor kuda lainnya yang lebih pendek berhenti. Tanpa keluarkan suara apa-apa.
"Guru! Ke mana lagi kita akan pergi" Lelaki aneh yang duduk selalu bersila itu sudah tidak tahu lagi ke mana"!" terdengar suara si penunggang kuda yang ternyata seorang gadis berpakaian hijau agak ketat. Penunggang kuda yang datang belakangan, ternyata seorang lelaki yang bertubuh gempal. Mengenakan pakaian warna yang sama dengan si gadis, terbuka di dada dan menampakkan bungkahan dadanyayang besar dan bulat mirip dada seorang perempuan layaknya. Kakek yang berwajah bulat ini mengenakan celana pangsi warna hitam yang kesempitan. Anehnya, kuda kecil yang ditungganginya tak merasa keberatan sedikit pun juga. Bahkan, napasnya saja tidak terengah-engah!
"Sulit menemukan Dewa Langit dalam keadaan seperti ini! Mengenai lelaki tua hitam legam berwajah cekung yang duduk bersila itu, biarkansaja!"sahutsi kakek yang tak lain Daeng Gempal adanya. Sejurus kemudian dipandanginya sigadis berambut dikuncir ekor kuda itu. Menyusul dia berkata sambil tertawa
"Jangan-jangan... kau jatuh cinta padanya, ya"!" Sementara si gadis kontan cemberut, dua ekor kuda yang tadi mereka tunggangi angkat kepala sejenak. Kemudian teruskan memakan rumput.
"Gurauan tidak lucu! Norak! Kampungan!" Lelaki tua gempal itu makin keras terbahak-bahak.
"Ambar!" serunya di sela-sela tawanya.
"Bukankah sebelumnya aku pernah mengatakan kau sudah pantas mendapat jodoh" Nah! Bukankah lelaki bungkuk yang kepalanya tegak lurus dengan langit itu bisa kau pertimbapgkan"!" Mendengar kata-kata gurunya, si gadis melompat dari kudanya dengan wajah ditekuk.
"Enaknya ngomong! Masa sih aku harus berjodoh dengan lelaki macam begituan?" "Kan yang penting laki-laki!" sambar Daeng Gempal sambil terbahak-babak.
"Sudah, sudah! Tidak lucu!" sahut Ambar dengan wajah makin ditekuk. Terbayang bagaimana sebelumnya selagi dia asyik bercakap-cakap dengan gurunya, seseorang yang kemudian diketahui Buang Totang Samudero adanya mengintip dan membawa titah dari negeri langit. Yang pertama kali mengetahui kehadiran Buang Totang Samudero itu sudah tentu Daeng Gempal. Ambar yang berotak cerdik, dapat mencernakan apa yang dimaksud gurunya saat berkata-kata. Melalui percakapan yang terdengar konyol dan simpang siur, akhirnya Ambar lakukan satu gebrakan hingga Buang Totang Samudero
terpaksa keluar dari persembunyiannya. Pertarungan terjadi. Buang Totang Samudero sudah jelas bukanlah tandingan Ambar. Tetapi berkat bantuan Daeng Gempal yang melakukannya sambil tidur, Buang Totang Samudero dapat dipukul mundur. Terlebih lagi karena itu memang keinginan Buang Totang Samudero sendiri yang merasa tak mampu menghadapi Daeng Gempal (Untuk lebih jelasnya, silakan baca :
"Titah Negeri Langit").
"Guru! Ke arah mana lagi jalan yang harus kita tempuh"!" seru Ambar kemudian sambil menahan dongkolnya mendengar ucapan gurunya.
"Busyet! Pintar sekali kau alihkan pembicaraan, hah"!" maki Daeng Gempal sambil terbahak-bahak.
"Tetapi biar bagaimanapun juga, aku tahu kau sebenarnya sedang memikirkan lelaki berkulit hitam itu, bukan"!"
"Sudah, sudah! Tidaklucu!"
"Lucu tidak lucu, pokoknya asyooooyyy!!" Wajah Ambar kali ini benar-benarcemberut. Untuk sesa at dia tak berkata apa-apa. Melihat sikap muridnya, Da eng Gempal semakin terbahak-babak.
"Kenapa wajahmu jadi kayak dompet lagi tanggung bulan, bah"!"
"Sudah, sudah! Tidak usah bicarakan soal itu lagi! Ke mana kita akan pergi sekarang"!"
"Tidak usah terburu-buru!"
"Kenapa?" Sejenak Daeng Gempal pandangi muridnya. Kejap
kemudian dia keluarkan dengusannya tatkala mendapati sepasang mata muridnya melotot.
"Huh! Melotot lagi! Tidak usah tanya kenapa! Aku tidak tahu! Tahu-tahu otak tuaku ini mengatakan akan ada orang yang akan melewati tempat ini!" Mendengar kata-kata gurunya, sejenak Ambar terdiam. Kali ini dia tak segera keluarkan ucapan. Lamat lamat rasa jengkel di hatinya mulai lenyap. Kemudian tanyanya,
"Siapa orang itu, Guru?"
"Wah! Kalau aku tahu, sudah tentu aku tidak akan tinggal di sini! Kau ini punya otak, tapi kayaknya tidak dipakai!" Serta merta wajah Ambar cemberut lagi.
"Aku heran! Kenapa sih kalau ngomong Guru selalu seenaknya saja"!"
"Busyet! Kenapa kau bilang begitu" Mana bisa aku ngomong seenaknya" Eh! Ngomong-ngomong... memangnya aku bilang apa ya?"kata Daeng Gempal tiba-tiba sambil mengusap-usap rambutnya. Sikapnya yang rada lugu itu memancing tawa sigadis. Tetapi sudah tentu dia tak mau memperlihatkannya. Bukankah saat ini dia sedang jengkel" Karena muridnya tak berkata apa-apa, Daeng Gempal berkata lagi,"Hei! Cepat bilang padaku! Kenapa kau mengatakan aku bicara seenaknya"!"
"Bila kukatakan, tujuh bakuljuga tidak bisa menampungnya!!"sahut Ambar cemberut. Tertawa berderai Daeng Gempai mendengar jawaban muridnya. Sebenarnya, apa yang barusan terjadi itu tidak aneh sama sekali. Antara guru dan murid, bisa bersikap seperti apapun asalkan tidak lewat dari norma norma yang ditentukan.
"Mengapa kau tidak mengatakan tujuh buah gentong"!" Seperti melihat kesempatan untuk membalas gurauan gurunya, Ambar segera menyahut,
"Apakau tidak akan tersinggung kalau aku mengatakan tentang gentong?" Makin berderai tawa Daeng Gempal. Lalu di sela sela tawanya dia berkata,
"Aku tidak tahu siapa yang akan melewati tempat ini! Kalau kau mau menunggu silakan, aku mau tidur!"
"Huh! Tidur melulu!"
"Pokoknya aku mau tidur!" sahut Daeng Gempal sambil melangkah ke bawah pohon. Lalu dengan enak saja tubuhnya disandarkan ke batang pohon yang rindang itu. Tubuhnya nampak agak kegerahan. Dia mengipas-ngipas dengan tangan kanannya yang gempal. Tinggal Ambar yang cemberut.
"Brengsek! Aku tak mengerti mengapa Guru bersikap begitu" Huh! Tetapi pada dasarnya dia memang begitu! Mau diapakan lagi"!"desisnya sambil pandangi gurunya. Kejap kemudian dia menarik napas panjang,
"Biar bagaimanapun juga, aku sangat menyayanginya... ah, menurut Guru, kedua orangtuaku tewas dibunuh orang. Tetapi berkali-kali aku menanyakan siapa yang membunuh kedua orangtuaku, Guru tak pernah menjawab. Bahkan dia bilang, lebih baik aku tidak tahu, karena bila tahu akan mendendam. Dan dendam tak baik dipupuk." Si gadis terdiam kembali, pandangannya masih mengarah pada Daeng Gempal yang nampak sudah nyenyak.
"Guru... di dasar hatiku yang paling dalam, aku sangat menyayangimu. Kau tak membatasi setiap perkataan maupun perbuatanku, asalkan tidak menyimpang dari adab kesopanan. Dan aku yakin, kaupun pasti sangat menyayangiku kendati dengan cara yang sukar diterima...." Beberapa helai daun melayang mengenai wajah si gadis.
"Selagi Guru tertidur... sebaiknya kucari makanan saja untuknya. Lagipula, orang yang dikatakan Guru akan melalui tempat ini, akan tiba dalam waktu yang agak lama. Tetapi... sebaiknya aku mandi dulu biar segar." Memutuskan demikian, gadis berpakaian hijau agak ketat ini sudah melangkah ke arah kanan.
Setelah selesai mandi di sebuah sungai yang terdapat tak jauh dari sana, dalam waktu yang singkat saja, Ambar berhasil memburu tiga ekor kelinci gemuk. Sebenarnya ada perasaan tak tega tatkala melihat kerjapan mata kelinci-kelinci itu. Tetapi segera ditindihnya perasaan itu.
Dengan hati senang, diangkat ketiga kelinci yang tadi diburunya.
"Maafkan aku... bukan maksudku untuk membunuh kalian... tetapi, ya... karena perutku lapar saja. Lagipula, kau makhluk yang halal untuk dimakan.... Hmmm... tentunya kalian mengerti, bukan?" Kalau sejak tadi ketiga kelinci itu bergerak-gerak, kali ini terdiam. Hanya matanya saja yang mengerjap ngerjap. Murid Daeng Gempal ini tersenyum melihatnya. Lalu dibayangkannya kelinci panggang yang lezat. Dibayangkan pula bagaimana gurunya akan menikmati kelinci-kelinci panggang itu dengan rasa terima kasih. "Hmm... sebaiknya aku cepat kembali dan segera memanggangnya. Barangkali saja nanti Guru sudah keburu bangun. Tidak kejutan lagi namanya...." Memutuskan demikian, gadis ini segera melangkah kembali ke tempat semula. Namun baru tiga tindak kakinya melangkah, mendadak saja telinganya menangkap suara berdengung. Menyusul suara bergemuruh yang sangat keras.
"Hei!! Apa itu"!" desisnya tatkala melihat sebuah benda besar melayang ke arahnya.
"Oh! Sebuah tandu hijau yang indah bersulamkan benang kemerahan"! Gila! Bagaimana mungkin tandu itu bisa bergerak sedemikian cepat padahal tak ada yang mengheia atau menggotongnya"!" Tandu warna hijau yang penuhi sulaman benang kemerahan itu kini berhenti. Tak ada lagi suara dengungan dan tak ada lagi suara menggemuruh. Tetapi yang menakjubkan, tandu itu tidak hinggap di atas tanah. Melainkan berada dua jengkal di atas tanah! Untuk sejenak murid Daeng Gempal ini memandang tak berkedip. Saking takjubnya, tanpa sadar tiga ekor kelinci yang tadi diburunya terlepas. Segera saja ketiga ekor kelinci itu berhamburan.
"Anak gadis... kau beruntung berjumpa denganku...," terdengar suara dari balik tandu itu. Surut satu langkah si gadis mendengar suara orang. "Oh! Rupanya ada orang di dalam tandu itu! Siapa dia" Apakah orang itu yang menggerakkan tandu ini?" desisnya dalam hati bertanya-tanya. Sebelum Ambar lakukan tindakan apa-apa mendadak bagian depan tandu itu menguak. Lalu nampaklah satu sosok berparas jelita yang tersenyum padanya. "Seorang perempuan. Senyumannya nampak begitu bersahabat. Tetapi sinar matanya... sungguh mengerikan, seperti hendak menerkam," kata Ambar dalam hati. Untuk sesaat gadis berpakaian hijau agak ketat ini tetap tak keluarkan suara, hanya pandangi perempuan yang di kepalanya terdapat mahkota dipenuhi berlian tanpa kedip. Dan semakin lama diperhatikan, dia menyalahi kata batinnya tadi,
"Tidak... matanya begitu teduh, sejuk dan aku seperti berada dalarn awan putih yang indah...." Perempuan yang tak lain Dewi Murah Senyum adanya memasang senyum.
"Himmin... baru saja kuperintahkan keempat gadis
yang selalu bersamaku, kini telah muncul gadis yang bisa kujadikan sebagai pemuas nafsuku," desis perempuan ini yang ternyata seorang laki-laki.
"Sungguh, memang sangat menyenangkan hidup ini. Siapa pun yang kuinginkan, tak akan pernah lepas dari tanganku. Termasuk gadis ini...." Kemudian masih tersenyum, sosok berpakaian merah menyala ini berkata dengan suara mendayu-dayu,
"Anak gadis... aku hendak bertanya kepadamu...." Terpana murid Daeng Gcimpal mendengar suara yang lembut merdu itu menerpa telinganya. Tanpa sadar dia balas tersenyum serta anggukkan kepala. "Apakah yang hendak kau tanyakan?"tanyanya pelan. Sosok itu semakin kembangkan senyumnya.
"Ikan ini telah masuk ke dalam jala yang kutebarkan. Tinggal mengangkat dan menikmatinya." Setelah membatin begitu dia berkata,
"Panggil aku dengan Dewi Murah Senyum. Siapakah gerangan namamu, Anak gadis?" Lagi seperti masih terpana Ambar mengatakan namanya.
"Hmmm... nama yang sangat bagus sekali. Kau begitu cantik dan pantas menyandang nama yang indah itu...."
"Dewi... apakah yang hendak kau tanyakan?" tanya gadis berpakaian hijau agak ketat ini pelan. Dia seperti terpesona melihat kecantikan sosok dihadapannya yang masih berada di dalam tandu.
itu dapat timbul kapan saja...." Seperti orang dungu Ambar hanya anggukkan kepala. Rupanya dia benar-benar telah terkena ilmu Asmara Harum yang dikeluarkan Dewi Murah Senyum.
"Lebih mendekatlah padaku, Ambar.... Ayo, jangan takut dan malu... aku akan mengajarimu tentang sebuah gairah yang tentunya belum pernah kau dapatkan...." Lagi-lagi seperti tanpa sadar, gadis berpakaian hijau ketat itu menganggukkan kepalanya. Dia beringsut mendekati sosok bermahkota. Bahkan seperti tak tahu mengapa dia melakukannya, kepalanya ditundukkan. Sementara itu, begitu tubuh si gadis lebih mendekat, dengan lembut Dewi Murah Senyum merangkulnya.
"Pejamkan kedua matamu...." Segera Ambar memejamkan kedua matanya. Dirasakan perlahan-lahan tubuhnya direbahkan ke dasar tandu yang berada dua jengkal di atas tanah. Dirasakan pula bagaimana kedua tangan Dewi Murah Senyum membelai-belai tubuhnya, bahkan pada anggota tubuh yang terlarang. Tetapi Ambar tak berusaha untuk menghalaunya. Bahkan dia merasa tak sabar untuk segera mendapatkan yang lebih dari semua itu. Menda pati si gadis sudah berada dalam gejolak gairahnya sen diri dan itu berarti ada dalam genggamannya, lelaki yan g menyamar sebagai perempuan itu makin menyeringa i. Sepasang matanya kini menyorotkan sinar birahi yan g dalam saat pandangi wajah dan sekujur tubuh gadis yang seksi itu.
"Sekarang tiba saatnya...."
Habis desisannya, perlahan-lahan kedua tangannya hendak membukai pakaian yang dikenakan Ambar. Namun baru saja dia akan melakukannya, mendadak terdengar suara orang menangis.
"Huhuhu. Guru dimana kauberada"sudah bosan aku mencarimu...huhuhu.... Kepalaku pusing... aku malu... malu.... Tetapi... huhuhu... mengapa pula ada tandu disini" Huhuhu... bila aku tidak ingin lekas-lekas bertemu denganmu...akan kujadikan tandu itu sebagai tempat tidurku siang dan malam...."
"Bab 9 Kita tinggalkan dulu apa yang akan terjadi ditempatitu. Sebaiknya kita ikuti dulu perjalanan Rajawali Emas yang sedang mengikuti Buang Totang Samudero. Gerakan lelaki berkulit hitam yang selalu duduk bersila itu begitu cepat. Sekali tubuhnya bergerak, dua tombak langsung terlampaui. Dalam keadaan kedua kaki yang terlipat begitu, tak nampak sekali pun dia merasa terganggu. Dan tak sekali pun dia menghentikan gerakannya.
"Hmmm... mau kemana lelaki yang dulu selalu bersama-sama dengan Dewi Topeng Perak" Menilik gelagatnya nampak dia seperti begitu terburu-buru. Untuk sementara, biarlah kulupakan dulu tentang perginya Manusia Angin dan lainnya dari Lembah Merpati. Akan kuikuti ke mana maunya BuangTotang Samudero,"kata Tirta dalam hati.
Dengan cara menjaga jarak dan kerahkan ilmu peringan tubuhnya, pemuda dari Gunung Rajawali ini mengikuti lelaki yang karena kedua kakinya selalu duduk bersila, hingga rambutnya yang panjang sesekali menyentuh tanah saat pinggulnya hinggap di tanah sejenak untuk keinudian bergerak lagi.
Setelah satu peminuman teh terlampaui dan di saat matahari tepat berada di atas kepala, lelaki berkulit hitam itu hentikan gerakannya di sebuah tempat yang
ditumbuhi ilalang setinggi dada. Sejarak delapan tom bak, Rajawali Emas segera menyelinap ke balik ilalang.
"Busyet! Mau apa sebenarnya kuikuti lelaki tua itu?" desisnya kemudian sambil mengintip dari balik ilalang yang agak disibakkan.
"Seharusnya aku segera melacak di mana Dewa Langit berada. Huh! Urusan ini bisa bikin mumet kepalaku!" Di tempatnya, lelaki berambut panjang tergerai hingga tanah dengan kepala tegak lurus pada langit itu terdiam. Sepasang matanya dibuka lebih leba r. Mendadak saja dia keluarkan seruan,
"Aku datang membawa titah dari negeri langit! Lebih baik dengarkan apa yang hendak kusampaikan! Mengabaikan semua ini berarti kematian yang akan diterima!" Melengak Rajawali Emas mendengar kata-kata Orang.
"Oh! Kini aku tahu... siapa lagi orang yang selain Dewi Neraka dan Tengkorak Berbisa yang membawa titah dari negeri langit! Lelaki berkulit hitam itu juga membawa titah yang sama! Tetapi... pada siapa dia menujukannya kali ini" Atau jangan-jangan... dia tahu aku buntuti?" Sebelum Tirta berpikir lebih jauh, mendadak terdengar suara seorang perempuan dari sebelah kiri,
"Titah dari negeri langit tak perlu disampaikan lagi, karena aku sudah mendengarnya! Justru engkaulah yang akan menerima kematian bila tak mengatakan dimana Dewa Langit berada"!" Kembali Tirta melengak. "Suaranya itu. seperti
pernah kudengar." Diusahakan untuk melihat siapa orang yang keluarkan suara. Samar-samar tatkala angin bertiup agak kencang dan merebahkan ilalang sejarak tiga belas tombak dari tem pat Tirta, pemuda ini melihat satu sosok tubuh berpakai an merah menyala sedang berdiri membelakangi. Pada leher perempuan itu, nampak kibaran dua buah selenda ng ke belakang. Bebatan selendang warna merah itu n ampak menutupi hidung dan mulutnya.
"Hmmm... aku yakin orang itu adalah Swarga Jatih...," desis Tirta dalam hati.
"Ingin kulihat apa yang akan terjadi sekarang...." Sementara itu, Buang Totang Samudero keluarkan suara menggeram. Menyusul kata-katanya,
"Bila kau sudah mendengar tentang titah dari negerilangit, mengapa kau masih berada di sini"! Apakah kau memang sedang menanti dan menjemput kematian yang akan kutebarkan"!" "Jahanam terkutuki Ucapanmu begitu tinggi sekali! Tidakkah kau sadar kalau kau hanyalah orang bodoh"! Pesuruh dungu yang mau menjalankan titah dari negeri langit, padahal kau bisa melacak jejak Dewa Langit untuk mendapatkan apa yang dikatakannya" Tetapi sekarang... semuanya terlambat! Berjumpa denganku, berarti hanya akan mendapatkan kematian belaka!" Sepasang mata Buang Totang Samudero lamat-lamat menyipit. Bibirnya menekuk ke dalam. Kedua pelipisnya bergerak-gerak cepat tanda kemarahan mulai
merajai hatinya. "Berkata-kata... siapapun yang melakukannya akan enak dilakukan dan mudah! Tetapi... membuktikan apa yang dibicarakan, tak semudah dugaan!" Terdengar suara dengusan si percmpuan yang berdiri sejarak lima tombak dari hadapan Buang Totang Samudero dengan cara membe lakangi.
"Kuberi kesempatan kau bernafas sekarang... asalkan kau katakan di mana Dewa Langit berada"!"
"Huh! Bila ternyata titah sudah kau dengar, berarti tak ada lagi jawaban!"
"Bagus! Dengan kata lain kau siap untuk mampus!" Mendengar kata-kata orang, lelaki berkulit hitam legam itu kertakkan rahang. Tahu-tahu, pinggulnya dengan kedua kaki terlipat bersila, kini sudah berada sejengkal diatas tanah. Tanda dia bersiaga bila ada sesuatu yang tak diinginkan. Sementara itu, begitu kata-katanya selesai terdengar, perempuan yang sebagian wajahnya tertutup selendang warna merah ini balikkan tubuh. Bersamaan dengan itu, sosoknya sudah mencelat ke depan dengan tangan kanan siap diayunkan. Ditempatnya, Buang Totang Samuder bersiap untuk segera lepaskan serangan pula. Akan tetapi... masing-masing orang justru melengak dengan kedua mata lebih terbuka. Sosok si perempuan berpakaian merah terhenti. Begitu pula dengan Buang Totang Samudero yang segera turunkan kedua tangannya kembali dengan pinggul yang hinggap kembali di atas tanah. Untuk sesaat tak ada yang buka suara, kejap kemudian masing-masing orang keluarkan suara bersamaan,
"Buang Totang Samudero!"
"Swarga Jatih!!" Kembali untuk sejenak masing-masing orang membisu kecuali saling pandang. Kejap kemudian, secara bersamaan keduanya tertawa berderai. Di tempatnya, Rajawali Emas menarik napas panjang. -
"Menilik gelagat, keduanya sudah saling kenal. Dan... bersahabat. Berabe. Kalau begitu niatku harus kuubah. Bila keduanya memang bersahabat, sudah tentu keduanya merupakan gabungan serangan dahsyat." Perempuan berpakaian merah dan menutupi sebagian wajahnya dengan selendang warna sama, memutus tawanya sendiri. Dengan perlihatkan seringaian lebar dia berkata,
"Gila! Puluhan tahun tak berjumpa, baru kali ini bertemu kembali! Rasanya sangat tidak mungkin! Kupikir kau sudah mampus, semenjak Sunarsasi menolak cintamu karena tergila-gila pada Mata Malaikat!"
"Begitu pula denganmu!" sahut Buang Totang Samudero dingin. Dia paling tidak suka bila diingatkan kegagalannya untuk meraih cinta Sunarsasi atau Dewi Topeng Perak yang kini dikenal dengan julukan Dewi Neraka-Bahkan disaat dia bertemu kembali, dia pun gagal untuk mendapatkan cinta yang didambakannya. Lalu sambungnya dengan suara ditekan,
"Kukira kau sudah mampus karena telah lama tak berkeliaran lagi di rimba persilatan ini!"
"Huh! Nampaknya kau berharap aku sudah mati"!"
"Harapan itu tak pernah ada!" sahut Buang Totang Samudero keras.
"Bagus! Aku memang masih hidup hingga hari ini. Tetapi, nasib sial menimpa adik kandungku. Dia telah tewas!" Mendengar kata-kata si perempuan, kepala Buang Totang Samudero agak lebih mendongak karena terkejut. Kemudian tanyanya,
"Gila! Siapa yang melakukannya?" Perempuan yang sebagian wajahnya ditutupi selendang warna merah itu tak segera keluarkan suara. Justru lamat-lamat sepasang matanya menyipit, ada binar bahaya di sana. Lalu sahutnya dengan suara yang seperti terdengar dari dalam sumur,
"Rajawali Emas...." Melengak Buang Totang Samudero mendengarjulukan itu disebutkan orang. Tanpa sadar seluruh ingatannya pada Rajawali Emas naik.
"Jahanam! Lagi-lagi pemuda dari Gunung Rajawali itu yang membuat onar!"serunya bengis.
"Hei! Nampaknya kau punya masalah berat dengan Rajawali Emas"!" tanya Swarga Jatih.
"Bukan masalah lagi! Bahkan aku ingin membunuhnya!" sahut Buang Totang Samudero tegas.
"Mengapa"!" Dengan suara menggembor Buang Totang Samudero mengatakan tentang dendamnya pada Rajawali Emas (Untuk mengetahui semua itu, silakan baca:
"Dayang-dayang Dasar Neraka" hingga
"Petaka Kitab Pamungkas"). Menggeram Swarga Jatih mendengarnya. Lalu dia berkata dingin,
"Sebelum bertemu denganmu... aku sudah bertemu dengan Rajawali Emas! Yang akan mampus setelah terkena Racun Swargaloka' milikku!" Lalu diceritakannya apa yang telah terjadi. (Untuk mengetahui kapan Swarga Jatih bertemu dengan Rajawali Emas dan terjadi pertarungan, silakan baca:
"Titah Negeri Langit").
"Jahanam terkutuk!"menggembor suara Buang Totang Samudero keras.
"Pemuda celaka itu memang selalu mencampuri urusan orang! Huh!" Sesaat Buang Totang Samudero memutus kata-katanya sendiri. Sambil pandangi perempuan yang sebagian wajahnya tertutup selendang warna merah itu, dia berkata,
"Lantas... mengapa kau menghendaki menemukan Dewa Langit?"
"Aku menginginkan ilmu-ilmu dan senjata mustika yang dimilikinya! Buang! Darikata-katamu sebelumnya, kau memang mengetahui tentang Dewa Langit! Katakan padaku, dimana sebenarnya dia berada?" Tubuh agak membungkuk dengan kepala tegak lu
rus pada langit itu, menggeleng.
"Aku tidak tahu dimana dia berada...."
Di luar dugaan Buang Totang Samudero, Swarga Jatih menggeramkeras,"Jangan dusta! Dan jangan bikin persahabatan di antara kita menjadi putus!" Sejenak wajah lelaki yang selalu duduk bersila itu berubah mendengar hardikan orang. Tetapi dia buruburu tindih rasa jengkelnya. Kemudian katanya,
"Tak ada niatan sama sekali untuk berlaku dusta dan memutuskan hubungan! Apa yang kukatakan ini memang benar adanya!"
"Keparat! Sejak dulu aku tahu kalau manusia ini tergolong licik! Tetapi... menilik pandangannya, dia nampak bicarajujur. Namun hal itu belum tentu menjadi jaminan urusan ini begitu saja bisa disudahi." - Habis membatin demikian, perempuan ini berkata,
"Bolehlah kau berkata begitu. Sekarang katakan padaku, siapakah orang yang berada di balik semua ini!" Buang Totang Samudero tak segera menjawab, dia justru berkata dalam hati,"Huh! Sejak dulu dia memang selalu menekan dan tak pernah puas sebelum mendapat jawaban yang diinginkan! Jahanam! Aku paling tidak suka diperlakukan seperti ini! Tetapi... dia juga punya urusan dengan Rajawali Emas sehubungan kematian Ratu Api. Bagus! Dengan kata lain, urusanku dengan pemuda dari Gunung Rajawali itu akan lebih mudah. Hanya saja... pilracun yang ditelankan paksa oleh Tengkorak Berbisa ini masih mengganggu ketenanganku."
Sambil hela napas pendek, lelaki ini berkata dengan suara agak geram,
"Aku tak tahu siapakah orang yang berada dibalik semua ini!Tetapi... orang yang memerintahkan aku untuk menyebarkan titah dari negeri langit adalah.... Tengkorak Berbisa!"
Bab 10 BUKAN hanya Swarga Jatih yang kelihatan terkejut. Pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan yang sejak tadi mendengarkan percakapan itu, melengak kaget.
"Busyet! Jadi dugaanku selama ini salah! Kupikir, ada orang lain yang memerintahkan Dewi Neraka dan Tengkorak Berbisa guna menyebarkan titah dari negeri langit" Tetapi menurut pengakuan lelaki berkulit hitam itu, Tengkorak Berbisa-lah yang memerintahkannya. Jangan-jangan.... Dewi Neraka pun diperintahkan olehnya" Tetapi... siapa orang yang berada di balik semua ini" Dan jelas sekarang, kalau Dewi Neraka dan Buang Totang Samudero berada di bawah kekuasaan Tengkorak Berbisa. Baiknya, kudengar lagi percakapan mereka." Sementara Rajawali Emas kembali membuka i ndera pendengarannya lebar-lebar dan kerahkan tenaga surya yang dialihfungsikan sebagai penambah ilmu peringan tubuh, Swarga Jatih membuka mulut kembali,"Bagaimana caranya kau bisa berada di bawah kekuasaan manusia itu?" Buang Totang Samudero kembali sejenak terdiam sebelum kemudian dia menceritakan apa yang terjadi (Untuk mengetahui halini, silakan baca:"Petaka Kitab
Pamungkas" dan "Titah Negeri Langit").
"Jahanam terkutuk!"maki Swarga Jatih begitu tahu kalau Buang Totang Samudero menelan pil beracun. Tetapi kendati mulutnya bicara demikian, hatinya terbahak-bahak,
"Bagus! Berarti kau akan mampus!" Sedangkan Buang Totang Samudero beranggapan lain. Dari makian yang dikeluarkan Swarga Jatih yang menurutnya tentu ditujukan pada Tengkorak Berbisa, segera berkata,
"Persoalan pil beracun yang ditelankan paksa oleh lelaki itulah yang membuatku terpaksa menyebarkan titah dari negeri langit!"
"Apakah kau tahu apa maksud lelaki keparat itu sebenarnya?" tanya Swarga Jatih dengan suara yang dibuat geram, padahal dia menginginkan untuk mengetahui lebih lanjut tentang keberadaan Dewa Langit. Lelaki yang selalu duduk bersila itu menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah tahu apa maksud semua ini. Bahkan aku tidak tahu siapakah orang yang berdiri di belakang semua ini."
"Bodoh! Kau mau melakukan semua ini tanpa tahu apa maksudnya!" maki Swarga Jatih. Untuk yang kedua kalinya paras Buang Totang Samudero berubah."Jahanam! Lama-lama akujadi curiga, jangan- jangan dia bukan prihatin akan nasib sial yang menimp aku ini! Dia justru merasa senang!" Kemudian dengan s uara ditekan dia menyahut,"Bila aku belum menelan pil beracun selagi aku masih setengahsadar dan pingsan, s udah tentu aku tak akan pernah menuruti apa kemaua nnya. Apakah kau pikir aku mau melakukan semua ini" "
Suara Swarga Jatih makin ketus menyahut,
"Itu urusanmu!" Lalu diam-diam dia menyambung dalam hati,
"Berarti... kemungkinan besar, Tengkorak Berbisalah yang mengetahui secara pasti semua ini." Di seberang, Buang Totang Samudero tak keluarkan suara. Mulutnya dikatupkan rapat-rapat. Matanya tak berkedip menatap Swarga Jatih. Sementara itu, Rajawali Emas semakin dapat mencernakan apa yang terjadi. Kendati demikian, dia masih belum dapat menebak ada apa di balik titah dari negeri langit" Dan siapakah orang yang paling bertanggung jawab di balik semua ini" Dewa Langit sendiri, atau masih ada orang lain lagi"
"Tetapi aku tahu, kalau lelaki yang selalu duduk bersila itu telah menelan pil racun. Tetapi nampaknya dia tak terpengaruh sama sekali. Atau... pil itu akan bekerja bila sudah dekat waktunya" Sungguh hebat bila memang demikian!" Kemudian didengarnya suara Swarga Jatih,"Buang! Apakah kau tak hendak mencoba menemukan Dewa Langit berada"!"
"Keinginan itu ada dalam hatiku, tetapi sulit bagiku untuk melakukannya."
"Hanya karena kau telah menelan pilracun"!"suara Swarga Jatih penuh ejekan.
"Bodoh! Seharusnya kau coba melacak jejak Dewa Langit! Dengan kata lain, bila kau berhasil mendapatkan ilmu-ilmu dan senjata mustika miliknya, kau bisa balas perlakuan jahanam Tengkorak Berbisa!" Mendengar kata-kata orang, hati Buang Totang Samudero seperti baru terbuka. Diam-diam dia membatin dalam hati,
"Apa yang dikatakan percmpuan ini benar adanya. Tak seharusnya aku terus menerus menyebarkan titah dari negeri langit atas perintah Tengkorak Berbisa. Sudah seharusnya aku memikirkan tentang keselamatanku. Bisa jadi Sunarsasi juga sudah memikirkan kemungkinan ini." Karena Buang Totang Samudero tidak segera menjawab, Swarga Jatih berkata lagi,
"Apakah sebenarnya kau memang menghendaki terus menerus berada di bawah kaki Tengkorak Berbisa" Bodoh! Sebuah kebodohan yang kau lakukan!"
"Lalu... apa yang harus kulakukan"!"
"Lacakjejak Dewa Langit! Atau bila gagaljuga, aku akan membantumu untuk membunuh Tengkorak Berbisa!"
"Sementara pil racun yang kutelan sudah bekerja! Dan aku akan mampus lebih dulu sebelum dapat berbuat apa-apa." Swarga Jatih terdiam lebih dulu sebelum bertanya,
"Berapa lama lagi pil racun itu akan bekerja?"
"Kira-kira... seminggu lagi. Karena, hanya sebulan waktu yang diberikan oleh Tengkorak Berbisa."
"Masih ada waktu! Ayo, lebih cepat lebih baik!"
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan mendatangisi Penujum Hitam di Lembah Janjatung. Barangkali saja orangtua itu dapat mem
bantu," sahut Swarga Jatih. Dan begitu melihat tatapan mata Buang Totang Samudero seperti tak percaya, perempuan yang sebagian wajahnya tertutup selendang warna merah itu melanjutkan dengan suara ditekan,
"Penujum Hitam adalah sahabatku. Aku yakin dia akan membantu!" - Setelah mendengarjawaban itu, barulah BuangTotang Samudero menganggukkan kepala.
"Kalau begitu... aku akan ikut denganmu...." Swarga Jatih sudah tak lagi mendengar kata-katanya, karena sosoknya sudah berkelebat. Sejenak Buang Totang Samudero keluarkan dengusan, sebelum akhirnya bergerak mengikuti kelebatan tubuh Swarga Jatih. Sepeninggal kedua orang itu, Tirta menarik napas panjang dan melangkah keluar dari balikilalang tingggi.
"Penujum Hitam di Lembah Janjatung.... Hmm... siapa pula orang itu?" desisnya sesaat. Kemudian dia menghela napas pendek.
"Sebenarnya aku masih ingin mencari Manusia Angin untuk mendapatkan kejelasan yang lebih meyakinkan. Tetapi, aku juga tertarik untuk mengikuti Swarga Jatih dan Buang Totang Samuderoke Lembah Janjatung. Kalau begitu... ya, ya... akan kupanggil Bwana untuk membagi tugas ini...." Memutuskan demikian, pemuda dari Gunung Rajawali ini celingukan sebentar. Setelah diyakini kalau Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero tak akan muncul kembali, dia mendesis,
"Tempat ini cukup luas untuk Bwana. Sebaiknya, kupanggil saja sekarang...." Didongakkan kepala keangkasa. Saat itu hari sudah mulai memasuki senja. Matahari mulai bergeser ke barat.
Kejap kemudian, mendadak saja pemuda berpakaian keemasan ini menepukkan kedua tangannya tiga kali. Disela-sela tepukannya, digerakkan kedua tangannya ke atas. Serta-merta meluncur sinar merah yang muncrat di angkasa. Apa yang dilakukannya itu adalah isyarat yang hanya bisa dimengerti oleh Bwana. Tepukan yang dilakukannya adalah isyarat memanggil, sementara muncratnya sinar merah di angkasa itu isyarat pada Bwana di mana dia berada. Untuk sesaat pemuda ini menunggu dengan perasaan tak sabar. Pandangannya terus diedarkan ke angkasa. Tiga tarikan napas kemudian, terdengar suara keras yang menggema di kejauhan,
"Kraaagghhh!" Satu kejapan mata berikutnya, mendadak saja terdengar suara menggemuruh yangkeras. Menyusul angin bergulung-gulung mengerikan. Lalu nampaklah satu sosok tubuh raksasa berwarna keemasan meluncur dengan cepat di angkasa. Rajawali Emas tersenyum, makin tersenyum tatkala dengan lincahnya burung rajawali raksasa itu berputar, lalu meluruk dengan kaki ditekuk dan kedua sayap dirapatkan ke sisi kanan kiri tubuhnya. Lurukan tubuhnya begitu cepat sekali. Masih berada sekitar seratus kaki, Rajawali Emas merasa wajahnya seperti ditampar, sementara ilalang langsung rebah
kemudian terhempas melayang dengan tanah terbongkar. Sedangkan Tirta segera alirkan tenaga surya ke kedua kakinya sebagai penambah bobot tubuh. Dua kejapan mata berikutnya, burung rajawali raksasa itu sudah hinggap di atas tanah, agak mendekam diiringi suara mengkirik,
"Kraaaghhh...." Tirta segera berkelebat mendekatinya. Masih sejarak dua tombak dia berseru,
"Apa kabarmu, Bwana?" Bwana keluarkan kirikan gembira.
"Bagus! Aku senang kalau kau baik-baiksaja,"sahut Tirta sambil membclai-belai bulu besar tetapi halus yang terdapat ditengkuk Bwana. Kemudian katanya,"Bwana... kita tak punya banyak waktu. Kau masih mengenal Manusia Angin tentunya, bukan?" Bwana mengangguk-angguk.
"Bagus! Sekarang, aku meminta bantuanmu untuk menemukan dimana Manusia Angin berada." Bwana mengkirik lagi. Tirta mengangguk-anggukkan kepala mengerti,
"Bila kau bertanya aku hendak ke mana, aku hendak mengikuti Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero ke Lembah Janjatung." Bwana keluarkan kirikan lagi.
"Aku masih harus berpikir lebih banyak lagi untuk menjawab pertanyaanmu itu, Bwana. Tetapi sedikit banyaknya, bisa kujawab. Mulai bisa kutebak apa sebenarnya yang dikatakan Guru melaluimu kepadaku. Mungkin, Guru hendak mengatakan tentang satu urusan yang
akan memancing pertumpahan darah di rimba persilatan ini. Seseorang yang berjuluk Dewa Langit telah mengundurkan diri dan menebarkan teka-teki, agar...." Kata-kata Rajawali Emas terputus tatkala Bwana keluarkan kirikan. Sejenak pemuda ini kerutkan keningnya.
"Kau mengenalnya?" Bwana mengangguk-angguk lagi seraya mengirik. Tirta terdiam dan berkata dalam hati,
"Menurut Bwana, Dewa Langit pernah menjumpai Eyang Guru Malaikat Dewa di Gunung Rajawali beberapa puluh tahun silam. Hmm... apakah mereka bersahabat" Atau... saat itu mereka dalam keadaan bermusuhan?" Sebelum Tirta berkata lagi, Bwana mengirik.
"Hei!Ternyata tidak. Mereka bersahabat. Hmmm... urusan ini nampak makin membingungkan." Setelah membatin begitu Tirta berkata,
"Sudahlah, Bwana. Untuk sementara kita kesampingkan dulu urusan itu. Tetapi yang aku tahu sekarang, kalau Dewa Langit adalah sahabat Eyang Guru. Oya, Bwana... kau tentunya mulai paham tentang urusan yang dikatakan oleh Guru, Raja Lihai Langit Bumi, bukan" Nah! Sekarang, kau segeralah berangkat untuk mencari Manusia Angin...." Bwana mengangguk-anggukkan kepala seraya keluarkan kirikan. Sepasang bola matanya yang bulat besar memerah, pandangi majikannya sebentar yang sedang melangkah mundur dua tombak ke belakang. Setelah itu, diiringi suara mengguntur, sosok
burung rajawali keemasan itu sudah mencelat ke angkasa,
"Kraaaghhh!!" Wussss!! Gerakannya begitu cepat sekali. Tanah di mana kedua kakinya berpijak, seketika membentuk cetakan yang cukup dalam. Ilalang sejarak lima tombak langsung tercabut hingga sepertinya saat itu juga telah tercipta sebuah tanah lapang.
Rajawali Emas sejenak pandangi Bwana yang mulai menghilang dibalik awan.Setelah perhatikan sekelilingnya sebentar, dia segera berkelebat ke arah yang ditempuh Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero.
Bab 11 BEGITU mendengar isakan di luar tandunya, Dewi Murah Senyum seketika angkat kepala. Sepasang matanya menyipit tajam. Lalu diliriknya Ambar yang pakaiannya sudah acak-acakan di dasar tandu hijau yang tak menyentuh tanah.
"Jahanam! Siapa orang cengeng yang kehadirannya justru mengganggu keasyikanku ini"!" makinya sambil rapikan kembali pakaiannya. Karena merasa jengkel alang kepalang, perempuan bermahkota yang ternyata seorang laki-laki ini, sibakkan tirai tandu hijau. Begitu melihat sosok orang yang menangis, untuk sejenak Dewi Murah Senyum kerutkan kening.
"Aneh! Seorang pemuda" Mengapa dia begitu cengeng sekali?"desisnya dalam hati sambil pandangi pemuda berpakaian putih dengan sehelai kain warna hitam yang melilit di pinggangnya. Kejap kemudian, kerutan di kening perempuan itu menghilang. Sebagai gantinya, dia kembali mengkelap,
"Terkutuk! Siapa pun dia adanya, dia telah menganggu keasyikanku!!" Masih duduk di pinggiran tandu hijau bersulamkan benang merah itu, Dewi Murah Senyum keluarkan hardikan,
"Pemuda keparat! Cepat menyingkir dari sini sebelum mampus di tanganku!"
Pemuda tampan yang sedang mengisak itu, sejenak angkat kepala dan menatap Dewi Murah Senyum. Kendati dia mengisak begitu sedih, tetapi tak ada air mata yang keluar. Kejap kemudian terdengar suaranya,
"Huhuhu... kenapa kau mengusirku" Kenapa kau mengancamku" Aku belum mau mati! Belum mau!" Berubah paras lelaki yang menyamar sebagai perempuan ini. Kedua tangannya mengepal keras.
"Aku tak mau banyak cakap! Turuti kata-kataku, atau... kau akan tetap mampus di tanganku"!"
"Huhuhu... jangan, jangan bunuh aku... aku belum bertemu dengan guruku.... Maaf, maaf... aku akan menyingkir saja dari sini...." Habis kata-katanya, masih mengisak pemuda yang tak lain Pendekar Cengeng ini putar tubuh dan melangkah. Di tempatnya, Dewi Murah Senyum menyeringai lebar.
"Huh! Bukan seorang pemuda yang terlalu merepotkan!" Lalu ditutupnya tirai tandu itu. Pandangannya kembali diarahkan pada Ambar yang masih tergolek didasar tandu yang tak menyentuh tanah. Seketika sepasang mata Dewi Murah Senyum kembali pancarkan kilat kilat birahi.
"Maafkan aku, Manis... ada gangguan yang tak terlalu merepotkan barusan. Ayo, kita lanjutkan kembali kesenangan kita yang tertunda...." Lalu tangan kanannya kembali membelai-belai tubuh Ambar yang manapakaiannya telah acak-acakan. Si gadis yang terkena ilmu Asmara Harum makin menggeliat dengan desisan-desisan merangsang. Dewi Murah Senyum makin diguncang gairah. Tetapi di saat dia hendak membuka pakaiannya kembali, mendadak lagi-lagi didengarnya suara isakan di luar,
"Huhuhu... aku tidak tahu jalan keluar dari tempat ini... huhuhu... tunjukkan segera padaku...."
"Jahanam terkutuk"geram Dewi Murah Senyum. Dengan kemarahan yang telah tiba diubun-ubun, dia langsung melesat dan melompat keluar dari dalam tandu. Kedua kakinya begitu ringan tatkala menginjak tanah dan berdiri sejarak lima langkah dari sosok Pendekar Cengeng!
"Pemuda cengeng, kau telah mengabaikan perintahku! Berarti, kematian yang akan kau terima!"
"Huhuhu... aku cuma bermaksud bertanya padamu...jangan ancam aku..."
"Keparat!" bergetar suara dan tubuh Dewi Murah Senyum.
"Lekas katakan apa yang hendak kau tanyakan!" Sambil bersikap seolah mengusap-usap air matanya padahal tak ada yang keluar, pemuda berpakaian putih ini berkata,
"Tunjukkan padaku jalan keluar dari tempat ini...."
Rajawali Emas 53. Pendekar Cengeng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dari mana kau datang tadi"!"bentak Dewi Murah Senyum penuh kegeraman.
"Dari arah timur...."
"Mengapa kau tak segera pergi ke arah timur"!"
?"Huhuhu... jangan bentak aku... aku tidak tahu di mana arah timur sekarang...."
"Terkutuk! Mengapa aku harus melayani percakapan sinting dengan pemuda cengeng ini"!" damprat Dewi Murah Senyum dalam hati. Kemudian katanya,
"Kau tengok ke arah kananmu.... Disanalah arah timur! Cepat menyingkir darisini!" Pendekar Cengeng sejenak arahkan pandangannya ke kanan. Lalu dengan masih mengisak dia berkata,
"Huhuhu... aku tak berani melangkah sendiri... maukah kau menemaniku?"
"Setan alas!!"maki Dewi Murah Senyum dalam hati dengan kemarahan yang sudah tak bisa ditahankan lagi. Sebelum dia berkata, Pendekar Cengeng sudah berkata,
"Huhuhu... kalau kau keberatan mengantarku tidak mengapa... tetapi, bagaimana dengan gadis di dalam tandumu itu" Barangkali saja dia mau mengantarku... huhuhu...." Mendengar kata-kata orang yang sama sekali tak disangkanya, sampai surut satu tindak kaki Dewi Murah Senyum.
"Setan! Siapa pemuda ini sebenarnya" Dia bisa tahu kalau ada orang lain di tanduku" Padahal aku merasa tak membiarkan pandangan siapapun masuk ke dalam tanduku ini" Bahkan tanduku terbuat dari bahan yang cukup tebal! Terkutuk. Lebih baik kubunuh saja dia sebelum akhirnya memang mengganggu keasyikanku!" Memutuskan demikian, seraya maju dua tindak ke depan, Dewi Murah Senyum berkata,
"Kau kesulitan menemukan arah yang harus kau tuju, dan kau ketakutan melangkah sendiri! Bagus! Kalau begitu... kutunjukkan jalan padamu yang lebih baik! Jalan ke neraka!!"
Belum habis bentakannya terdengar, sosoknya sudah mencelat ke arah Pendekar Cengeng. Hawa panas seketika menebar!
SELESAI RAJAWALI EMAS : Segera menyusul :
TENGKORAK BERBISA ebook by novo edit teks by SAIFUL B http://cerita-silat.mywapblog.com
Rahasia Harta Karun 2 Walet Emas Perak Karya Khu Lung Bocah Kembaran Setan 2