Pencarian

Siasat Berdarah 2

Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah Bagian 2


Cralaap...l Tapi bertepatan dengan itu, Pendekar Mabuk sedang melesat dari atas pohon dan berhasil menerjang
tangan si Pocong Kidul. Brruus...l Sinar biru petir akhirnya melesat ke arah lain.
Jegaaar...l Sebatang pohon menjadi sasaran slnar
yang melesat arah itu. Pohon tersebut langsung menjadi hangus dari akar sampai daunnya yang paling pucuk sendiri.
"Bangsat!" geram Pocong Kidul begitu melihat ke
hadiran Pendekar Mabuk. Sementara itu, si jubah kuning buru-buru Ingin menolong pemuda pengikutnya
yang sedang sekarat. Tetapi ia segera diterjang oleh
Pocong Wetan dari samping kkl.
'Heeaaaat...l" Weees...l Kedua tangan Pocong Wetan dalam keadaan memerolan sinar-sinar biru berkelok-kelok,
berlompatan dari jari yang satu ke jari lainnya. Si jubah
kuning tak punya kesempatan untuk menghindar. ia
terpaksa sentakkan kakinya hingga melambung ke
atas, lalu di atas ia mengadu telapak tangannya dengan
telapak tangan sl Pocong Wetan. Telapak tangan jubah
kuning sendiri mengeluarkan cahaya merah pijar seperti besi membara.
Biegaaarmr...i Wuuuurrss...l Tubuh sl jubah kuning terlempar sejauh delapan langkah, jatuh terbanting di sana dengan
menyedihkan. Tetapi si Pocong Wetan juga terhempas
mundur, hanya saja Ia tak sampai jatuh terhempas. ia
masih mampu menapakkan kedua kakinya dengan sigap dan tangkas.
Jleeg...l Begitu kaki Pocong Wetan menapak di tanah, Pocong Kidul sedang melompat menerjang Pendekar Mabuk.
"Bocah dungul Mau cari mampus juga, nah..."!
Heeeaaahh...i" Wuuut, bruuuss...l Pendekar Mabuk juga maju menyerang sehingga
mereka beradu tubuh di udara. Tapi karena Pocong
Kidul terkena sodokan bambu tuak dalam keadaan
miring ke kiri, maka tubuhnya yang mengandung tenaga dalam cukUp tinggi itu terlempar ke belakang dengan sangat cepat dan kuat. Lemparan itu membuat Pooong Kidul melayang"layang seperti boneka kertas ter-
tiup angin. Gubraas... bruuuk, guzrrak, guzraak.r.!
'Aaaaoow...t' ia mengerang kesakitan didalam semak-semak berduri.
Pocong Wetan terkejut melihat temannya bisa dilemparkan sampai sejauh sepuluh langkah lebih. ia memandang Suto dengan mendeiik. Tapi Sutojustru memperhatikan pemuda yang sekarat itu. ia ingin menolong
pemuda tersebut. Namun begitu baru mendekat, si pemuda telah menghembuskan napas terakhir dalam keadaan sekujur kulit tubuhnya membiru memar.
"Sial! Terlambat akui" geram Suto dalam hati.
"Bocah gendeng! Apa maksudmu mencampuri
urusan kami ini, hah?"
"Kau tidak manusiawi, Paman! Kau menggunakan
ilmu yang tidak sebanding dalam pertarungan ini!"
"itu urusanku, Bangsat! Apakah kau ingin minta
dikirim ke neraka juga, hah"i Pergilah sana dengan
jurus "Petir Murka' ini, heeaaat...l"
Craiaap...l Sinar biru berkelok-kelok dilepaskan kearah Pendekar Mabuk. Kecepatan sinar yang akan
menghanguskan tubuh itu berhasil dihindari dengan
jurus 'Gerak Siiuman' yang bergerak ke arah kanan.
Ziaaaa_p...i Jegaaar, blaaaarrr...l Dua batang pohon besar pecah menjadi serpihan
arang yang masih berasap. Pendekar Mabuk tak mau
terpukau melihat kehebatan ilmu Pocong Wetan itu. ia
segera bergerak maju dengan rnenggeloyor ke sana"
sini seperti orang mabuk mau tumbang. Jurus mabuknya itu sempat membingungkan Pocong Wetan.
Akhirnya orang itu memutar badannya dengan kaki
menyambar ke arah Suto Sinting. Wuuuuss...l Sambaran kaki tidak dihindari melainkan ditangkls dengan
menggunakan bumbung tuak. Trak, praaak...l
'Aaaoow...l" Pocong Wetan langsung jatuh terbantlng sambil memegangi mata kakinya yang pecah akibat benturan dengan bumbung tuak. la mengerang dan
kelojotan menahan rasa sakitnya. Sementara itu, PoCong Kidul pun meraung-mung kesakitan di balik semak-semak seberang sana.
Pendekar Mabuk segera memandang sl jubah kuning. Perempuan ltu juga sedang dalam keadaan sekarat. la merintih dengan suara lirih. Kedua tangannya
menjadi biru memar dan mengepulkan asap. la terluka
akibat adu kekuatan tenaga dalam tadi.
"Gawatl Bisa-bisa nyawanya tak tertolong lagi. seperti pemuda itu tadi!" pikir Suto Sinting.
Tanpa berpikir panjang lagi, jubah kuning disambamya. Ziaaap, wuuut...! Suto menyambar rencong gading. Lalu berkelebat meninggalkan tempat itu sambil
memanggul sl jubah kuning.
Ziaaaap, zlaaap...l ' TEMPAT aman diperoleh Suto. Sebuah goa di tepi
sungai, beberapa langkah dari curah air terjun
yang tak seberapa tinggi. Begitu dekatnya jarak
goa dengan air terjun, sampai"sampai rnuiut goa selalu
basah dan berembun. Licin dan berlumut. Tapi kesigapan Pendekar Mabuk dalam menapak di tempat licin
berhasil membawa masuk si jubah kuning ke goa tersebut
"Rupanya goa ini juga sering dipakai persinggahan
bagi para pengembara," pikir Suto. "Buktinya. banyak
sisa kayu bakar dan kulit buah kering di sekitar sini.
Hmmm... kurasa tempat ini memang layak untuk berteduh sekaligus bersembunyi."
Perempuan cantik berjubah kuning itu pingsan pada saat dibawa lari oleh Suto. Kini ia dibaringkan di atas
tanah cadas yang datar dan keras, berlapis rumput"
rumput kering..8ukan Suto yang membawa rurnput-
rumput kering ' itu. Mungkin bekas tempat tidur seorang
pengembara yang ditinggaikan begitu saja setelah bermalam di goa tfrsebut.
"Wah, repot juga meminumkantuak kepada perempuan ini" Dia pingsan, mulutnya terkatup rapat. Jika kutunggu ia siuman, lukanya dapat merenggut nyawa
karena terlalu lama tidak terobati. Jangan-jangan ia
juga terluka bagian dalamnya. Mana kutahu"i Mau tak
mau ia harus menelan tuak saktlku Inil"
Di luar goa, matahari senja makin merosot ke cakrawala.
Sebentar lagi bumi akan menjadi gelap. Tapi Pendekar Mabuk tidak khawatir, sebab di situ banyak sisa
kayu bakar, bekas api unggun. Ada tiga tempat y ang
meninggalkan bekas api unggun. Dalam Sekejap bisa
dinyalakan kembali. Yang terpenting bagi Suto adalah
mengobati perempuan itu dengan tuak saktinya.
"Yaah, terpaksa cara lama kugunakan lagi. Habis
mulutnya tidak dalam keadaan terbuka"i Yaaa, maaf"
maaf saja, ya Mbakyu...," celoteh Suto dalam hatinya.
la menenggak tuak. Sebagian disimpan di mulut.
Kemudian mulutnya ditempelkan di mulut perempuan
itu. Lidahnya coba coba merenggangkan gigi sl perempuan cantik. Sedikit ada lubang terbuka, tuak dari mulut
disemburkan pelan pelan hingga pindah ke mulut perempuan itu.
Tapi karena lubang yang terbuka terlalu sempit,
maka tuak pun meluber ke mana-mana. Suto Sintlng
merasa sayang, lalu segera mencucup cairan tuak yang
mengalir di sekitar bibir sl perempuan.
Kecupan bibir membawa kesan indah tersendiri di
hati Pendekar Mabuk. Bibir perempuan itu terasa legit,
kenyal dan hangat. Hati pun berdebar-debar. Bibir akhimya dilumat beberapa saat, sambil beralasan mangerlngkan air tuak di sekitar mulut itu.
"Aduh, gawat...l Gairahku terbakar kalau begini caranya"l" pikir Suto Slnting sambil meredakan napasnya
yang mulai hampir ngos-ngosan.
Tapi ia harus mengulangnya lagi. Tuak harus bisa
ditelan oleh perempuan itu. Kali ini Suto menghilangkan bayangan mesranya, membulatkan niatnya untuk
memasukkan tuak ke tenggorokan perempuan tersebut. Lama"Iama hal itu berhasil dilakukan.
Kepala si jubah kuning diangkat sedikit agar tuak
yang sudah ada di mulut bisa mengali ke tenggorokan.
Ia mengulangnya sampai tiga kali. Setelah merasa sl
jubah kuning sudah cukUp kemasukan tuak, bayangan
aslinya tumbuh kembali dan membuat hatinya berdebar"debar indah. Bibir itu dikecupnya pelan-pelan, tapi
buru-buru dilepaskan karena takut ketahuan. Suto menjauhi perempuan itu sambil cengar-cengir sendiri.
Ketlka siuman, jubah kuning menyadari bahwa dirinya sudah berada di dalam goa. Tapi siapa yang mernbawanya, ia masih belum ingat. Saat itu, Suto Slnting
sedang mandi di bawah guyuran air terjun. Alam mulai
remang-remang, karenanya Suto tak tanggung-tanggung mandi di situ dengan melepas seluruh pakaiannya.
Si jubah kuning awalnya terkejut dan merasa heran
melihat tangannya yang terluka menjadi bersih tanpa
bekas luka sedikit pun. Ia juga merasakan badannya
terasa segar dan tak mempunyai rasa lelah secuil pun.
Rencong gading ada di sampingnya dalam keadaan
bersih dan bersarung. "Seingatku ada pemuda tampan yang rnenolongku
saat berhadapan dengan si Pocong Kidul. Rasa"rasanya pemuda itu membawa bumbung tuak"! Apakah dia
bemama Suto Sinting, si Pendekar Mabuk?" pikir sl
jubah kuning. Karena di dalam goa tak ada orang selain dirinya.
ia pun segera ke mulut goa. ia masih punya kesempatan
memandang alam yang remang-remang. Pandangan
matanya tertuju ke bawah curah air terjun.
"Ooh... itu dia orangnya"!" sentak hati sl jubah
kuning dengan sedikit kaget. Hati itu pun berubah menjadi berdebar-debar dengan denyut jantung lebih cepat
dari biasanya. Debar"debar itu bukan saja hadir karena menemukan orang yang telah menolong nya, tapi juga karena
ia melihat Su'to Sinting dalam keadaan tanpa pakaian.
Suto Sinting berdiri memunggungi mulut goa, membiarkan tubuhnya yang kekar dan gagah itu diguyur air
terjun. Keadaan tubuh Suto yang polos dan basah itu
membuat si jubah kuning deg"degan sekali, bahkan
jari-jari tangannya terasa bergetar.
"Badannya bagus sekali untuk badan seorang lelaki. Kekar, gagah, berkulit sawo matang, tampak jantan
dan... ooh, sayang sekali ia menghadap ke sana. Mengapa tidak berbalik menghadap ke sini saja"! iilh... apa-apaan hatiku ini"! Mengapa jadi punya harapan seperti
itu" Memalukan sekali. Tidak, tidak...! Dia memang '
lebih baik menghadap ke sana, jadi aku tak melihat... "
tak melihat... yaa, ampuuun...i!"
Jubah kuning jadi gemetar. Letaknya di samping
mulut goa memang tersembunyi dan tidak bisa dilihat
dengan jelas, sebab keadaan dalam goa masih gelap.
Hal itu memungkinkan si jubah kuning tetap di tempat
dan memandang ke arah Suto. ia menjadi gemetar karena ternyata Suto berbalik arah dan menghadap ke
mulut goa. Tentu saja jubah kuning menjadi sangat gelisah
dan salah tingkah, sebab dalam posisi berdiri tanpa penutup apa pun kecuali kebeningan air terjun, keadaan
bagian depan Suto dapat dilihat dengan jelas oleh si
jubah kuning- Suto Sinting cuek sekaii. Merasa tak ada yang
melihatnya di tempat yang sesepi itu, Suto Sinting rnenikmati kesejukan air terjun dengan bebas. ia tak menyangka sama sekali kalau ada sepasang mata yang
memperhatikan 'perabotnya' dengan tak berkedip.
"Terlalu gegabah pemuda itu. Seenaknya saja mandi tanpa busana menghadap kemari! Uh"... batinku
merasa tersiksa sekali kalau begini. Sebaiknya aku
kembali berbaring saja. Tak perlu memandanginya terlalu lama. itu sama saja menyiksa batin sendiri terlalu
lama juga!" pikir si jubah kuning, kemudian ia kembali
ke tempat semula. Tapi bukan berbaring, melainkan
duduk termenung membayangkan sesuatu keempat
orangnya yang tewas di tangan Pocong Kidul dan Pocong Wetan.
"Sialan! Kenapa yang muncul dalam benakku adalah st pemuda itu dalam keadaan mandi tanpa busana"!
Aaah... dasar pikiran kotor! Baru sekarang pikiranku
menjadi sekotor ini. Kenapa, ya"!" gemtu si jubah kuning dalam hati.
ia menyusun kayu bakar untuk bikin api unggun.
Dengan menyibukkan d'ri begitu, diharapkan bayangan
pemuda mandi bisa cepat pergi dari benaknya.
Jubah kuning menjentikkan jarinya, seperti memanggil seekor ayam. Treek...! Ada nyala api di ujung
jarinya. Nyala api itu bagaikan disentilkan ke arah kayu
bakar. Wuub, biaab...! Kayu bakar pun menyala. api
unggun kecil membuat terang isi goa yang tak teriaiu
dalam itu. Pendekar Mabuk sedikit terkejut melihat goa sudah
menjadi terang. Ketika ia masuk ke dalam goa tersebut
dalam keadaan rambut masih basah, ia disambut oleh
senyuman lembut dari si jubah kuning. Perempuan itu
berdiri di dekat api unggun, sehingga wajah dan tatapan
matanya terlihat jelas dari tempat Suto Sinting muncul
sambil menenteng bumbung tuaknya.
"Sudah lama siuman?" sapa Suto Sinting dengan
keramahannya. Senyum cantik berkesan wibawa mengiringi gerakan bibir si jubah kuning.
"Sudah cukup lama aku menunggumu di sini.'
"Ooh, kenapa tak memanggilku?"
"Aku tak tahu kalau kau mandi di gerojokan air
terjun itu." "Hmmm..!" Suto Sinting tertawa pendek dalam gumam. "Kalau kau tak tahu mengapa kau sebutkan bah
wa aku mandi di sana?"
Wajah cantik berkharlsma itu tampak sedikit kebingungan menyimpan rasa malu. Ucapan Suto membuat
apa yang mau disembunyikan menjadi ketahuan. Suto
Sinting sendiri sebenarnya menyimpan rasa malu dan
tak enak hati, sebab ia yakin saat ia mandi tadi mata
indah milik si jubah kuning itu pasti ikut menikmati pemandangan polos di bawah gerojokan air terjun itu.
Untuk menghilangkan sikap kikuk dan kaku, Suto Sinting buru-biru mengalihkan pembicaraan seraya dud uk di batu dekat api unggun.
"Aku terpaksa membawamu kemari untuk menghindari serangan kedua pocong ganas itu. Aku tak tahu
harus membawamu ke mana lagi selain kemari." ,
"Terima kasih atas penyelamatanmu. Kuakui. iimuku memang lebih rendah dari kedua orang Dasar
Kubur itu. Kalau kau tak muncul, mungkin aku akan
mengadu nyawa dengan saiah satu dari mereka, walaupun pada akhirnya nanti aku akan mati juga.'
"Mati dan hidUp bukan kita yang menentukan."
Setelah berkata begitu, Pendekar Mabuk menenggak luaknya sedikit. Tindakan itu diperhatikan oleh si
jubah kuning dengan tenang dan kalem.
"Kalau boieh kutahu," kata si jubah kuning. "Apakah
kau yang bernama Suto Sinting dan bergelar Pendekar
Mabuk" Sebab ciri-ciri yang ada pada dirimu memrutku seperti ciri-ciri yang dimiliki Pendekar Mabuk."
"Kau bicara dengan orang yang punya ciri-ctrl itu,"
jawab Suto Slnting sambil bangkit, lalu meiangka
mendekati jubah kuning. "Kau mau minum tuak lagi?"
"Tidak. Apakah kau menyembuhkan lukaku dengan
tuakmu juga. Pendekar Mabuk?"
"Kira-kira begitu. Sedikit tuak kuminurnkan dalam
muiutmu." "Dengan cara bagaimana kau meminumkan tuak ke
mulutku?" "Hmmm, eeh...," Suto agak bingung menjawabnya.
"Hmmm... dengan cara... dengan cara kutuangkan peian-pelan ke dalam muiutmu. Kebetulan keadaan muiutmu tadi sedikit merenggang, jadi bisa dituangi tuak."
Jubah kuning tersenyum tipis, seakan menandakan bahwa dirinya tak percaya dengan penjelasan itu.
Matanya memandang penuh goda saat ia melangkah
dan duduk di tempatnya berbaring tadi. Tempat itu agak
tinggi dari tanah yang dipijaknya. Ia seperti duduk di tepl ranjang.
"Kau sudah tahu diriku adalah Pendekar Mabuk,
tapi aku belum tahu persis apakah dirimu yang bernama
Watumenak atau bukan?"
Jubah kuning tampak sedikit tersentak. Pandangan matanya berubah tajam dan keceriaannya terasa
berkurang. Suto Sinting segera sadar ada ucapan katanya yang tak berkenan di hati jubah kuning, atau salah
tanggap. Maka ia buru"buru meraiatnya dengan menjelaskan maksudnya.
"Maksudku... apakah kau lbu dari Rokatama yang
bernama Watumanak"!"
'Bicaramu makin melantur saja, Pendekar Mabuk!"
jubah kuning berkata dengan nada ketus. Suto Sinting
menjadi tambah bingung. ia mendekati jubah kuning
dan duduk di samping perempuan itu. '
'Sejujumya aku belum tahu siapa dirimu. Kuharap
kau tidak tersinggung dalam pertanyaanku tadi."
Jubah kuning berdiri menjauh sambil berkata ketus, "Rupanya kau ada di pihak orang"orang Dasar Kubur"!"
"Buk... bukan...! Aku bukan ada di pihak orang"orang Dasar Kubur?"
"Buktinya kau mengenai Rokatama dan bisa menyebutkan na ma Watumemk, si ketua Dasar Kubur itu!"
"Karana aku kenal baik dengan Rokatama. Dia sahabat baruku. Dia dalam keadaan bahaya. sedang dikejar-kejar orangnya Ratu Kamasuta. Bahkan aku tadi
juga sempat melumpuhkan orangnya Ratu Kamas ula,
tapi hampir mati di tangan Pijar Dewi!'
"00, jadi kau habis bertarung dengan Pijar Dewi?"
"Ya, benari Aku juga melumpuhkan si kembar Harya Simpang dan Harya Siur yang ingin membunuh Rokatama."


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jubah kuning memandang makin sinis. Kesannya
tidak bersahabat lagi dengan Suto.
"Hampir tak percaya, seorang pendekar yang namanya kondang dan harum, dikenang banyak orang,
ternyata sekarang berpihak kepada Rokatama!
Hmmmh...l' 'Rokatama menemuiku dan meminta bantuan padaku. Negerinya dirampas oleh si perempuan iblis yang
menamakan diri Ratu Kamasuta. Ibunya yang bernama
Watumenak ditawan oleh Ratu Kamasuta. Tak ada salahnya jika aku membantu Rokatama menyingkirkan
Ratu Kamasuta yang serakah dan rakus itu!"
"Tutup mdutmu, Pendekar Mabuk!" bentak si jubah
kuning, wajah cantiknya berubah menjadi garang. Suto
semakin bingung menghadapi perempuan itu.
"Sejak kapan Rokatama mempunyai negeri"! Sejak
kapan"!" "Hmm, eeh... bukankah negeri Gapura Jagat adalah
negerinya"! Bukankah Gapura Jagat adalah wilayah
kekuasaan ibunya, si Watumenak itu"l"
Wajah piion Suto dipandang si jubah kuning dengan gigl menggeletuk. Rencong yang diselipkan di
depan perutya mulai digenggam. siap untuk dicabut.
Suto menjadi bertambah salah tingkah.
Jubah kuning berucap kata dengan tegas dan ketus.
"Gapura Jagat adalah wilayah kekuasaankui"
"Ooo..." Suto berlagak kalem dan mengangguk-angguk kan kepala. "Kalau begitu, kau adalah si Waturnenak itu , bukan?"
"Aku adalah Ratu Kamasutal Akulah penguasa negeri Capua Jagat yang diserang oleh orang"orang Dasar Kubur!"
"Lho... jadi kau..."' ".
"Akulah yang sempat ditawan oleh Watumenak.
dan berhasil melarikan diri bersama keempat pengawalku. Tapi pelarian kami terkejar oleh kedua pocong
tadil' *Lalu... lalu... Watumenak itu siapa?"
"Watumenak adalah ketua Dasar Kubur! Dia dan
anaknya yang bernama Rokatama bermaksud menguasai negeriku dengan kekuatan tak seimbang. Kami
memang kalah kuat, sehingga sekarang Gapura Jagat
benar"benar dikuasai oleh Watumenak!"
"Membingungkan sekali..."!" gumam Suto sambil
garuk-garuk kepala. "Aku justru baru merencanakan untuk mencari bantuan. Aku sempat mengutus beberapa orangku untuk
mencari Pendekar Mabuk dan memohon bantuan padanya! Tapi rupanya Rokatama sudah lebih dulu menemukan dirimu dan memutarbalikkan kenyataan yang
ada. Gapura Jagat adalah negeriku, wilayahku, dan
tempatku bertahta sebagai ratu di sana."
Jubah kuning makin mendekati Suto Slnting dengan pandangan mata berkesan dingin tapi tajam.
"Akulah Ratu Kamasuta!" tandasnya dengan suara
menggeram, membuat Suto Sinting ah"ah uh"uh seperti
orang gagu. "Lal... lai... lalu... Pijar Dewi itu adalah... adalah...."
"Dia adalah pengawaiku yang sempat selamat dari
kekejaman orang"orangnya Watumenakl Dia juga kuutus mencari bala bantuan ke mana saja!"
Pendekar Mabuk termenung sebentar. lalu men-
denguskan napas menahan rasa jengkel dalam hatinya.
"Edan!" geramnya seperti bicara pada diri sendiri.
"Kalau begitu aku sudah ditipu mentah-mentah oleh
Rokatamal" 'Rokatama adalah orang cerdik, licik dan pandai
bermain siasat!" "Agaknya kau tahu persis tentang sifat pemuda
tampan berpadang emas itu"
"Watumenak adalah saudara tidku. Tapi tanah Gapura Jagat bukan tanah warisan leluhur, melainkan
merupakan tanah warisan mantan suamiku yang tewas
beberapa tahun yang lalu. Watumenak 'iri dengan kejayaanku, lalu d berusaha menguasai Gapura Jagat bersama orang"orang Dasar Kubur. ia dibantu oleh gurunya, si tokoh sesat dari Rawa Geni yang bernama Lepak
Legongl' "Apakah... apakah Lepak Legong itu berkepala gundul dan wajahnya bertonjoian"i Mengenakan pakaian
putih kusam dan mengenakan anting sebelah"'
"Benar! Kapan kau bertemu dengannya?"
"Saat aku dilumpuhkan oleh kipas mautnya Pijar
Dewi, kulihat sosok lelaki tua melintasi di atasku. Ketika
kekuatanku kuperoleh kembali, temyata Rokatama
yang semula juga lunpuh seperti diriku, sudah tidak
ada di tempatnya!" .
"Pasti si Lepak Legong yang membawanya pergi!"
"Sial!" gerutu Suto Sinting jengkel sekali. "Berarti
saat kau merencanakan untuk mencari bantuan, termasuk mencariku, Rokatama menduga langkahmu dan
ia berhasil bertemu denganku. Lalu ia memutarbalikkan
kenyataan yang ada, sehingga aku menjadi bermusuhan dengan pihakmu. Menurut pengakuannya, Ratu
Kamasuta adalah pemimpin orang"orang Dasar Kubur'
"itu memang keahlian Rokatama, menyiasati siapa
saja yang dianggap perlu disiasati. Dia memang jago
bersiasat. Keahliannya itulah yang membuat Watumenak, ibunya, selalu berhasil menaklukkan lawan dari
mana pun!" Ratu Kamasuta mulai bicara dengan nada rendah,
karena ia pun segera sadar Pendekar Mabuk ternyata
memang tidak tahu menahu tentang siapa dirinya dan
siapa Watumenak sebenamya. ia kembali duduk di
tepian tempatnya berbaring tadi.
"Di mana aku bisa bertemu dengan Rokatama7l"
tanya Suto Sintlng setelah berpikir beberapa saat.
"Jika kau berhadapan dengan Rokatama, kau harus
siap berhadapan dengan Watumenak dan gurunya. Lepak Legong!"
"Berhadapan dengan siapa pun aku siapl' tegas
Suto Sinting. ia segera mendekati Ratu Kamasuta, duduk di samping perempuan itu. _
"Apakah mereka ada di istanamu?"
'Mereka memang menguasai isianaku."
"Kau mau membawaku ke sana"!"
Ratu Kamasuta dlam sesaat, tapi matanya yang tadi
tajam dan galak sekarang sudah berubah menjadi te-
duh dan berwibawa. "Aku bisa saia membawamu ke sana. Tapi kuingatkan padamu. mereka rata-rata berilmu tinggi. Kau sudah tahu Sendiri ilmunya si Pocong Wetan dan Pocong
Kidul, bukan?" "Ya, aku tahu! Tapi aku tak peduli, mereka berilmu
tinggi atau rendah, bagiku sama saja. Mereka harus
tinggalkan Gapura Jagat. karena mereka tidak berhak
menguasai wilayah itu!"
"Kau... kau benar-benar mau membantuku, Suto
Sinting?" "Ada dua kepentingan bagiku sekarang. Pertama.
aku ingin memberi pelajaran kepada Rokatama yang
telah berhasil menyiasati diriku dan hampir aku menyerang orang tak bersalah. Kedua, aku hanya ingin
menghancurkan keserakahan dan kekejian mereka.
Kudengar mereka juga suka memperkosa gadis-gadis
yang tak berdaya. Apa benar?"
"itu kebejatan anak buah Watumenak, dan Watumenak selalu menyangkal tindakan anak buahnya
yang merusak tata susiia itu."
Suto manggut-manggut seraya berkata makin
mantap lagi, "ltu yang harus dihancurkan!" '
Ratu Kamasuta menatap tanpa berkedip. Tatapannya begitu lembut, selembut pandangan mata Pendekar Mabuk kepadanya. Terdengar lagi suara Suto
yang kali ini diucapkan dengan nada setengah berbisik.
"Kau harus memperoleh hakmu kemballl Jangan
biarkan dirampas oleh manusia-manusia serakah macam mereka."
"Aku tak punya kekuatan yang bisa menandingi
mereka. Suto." "Sekarang kau telah memiliki kekuatan yang sebanding dengan mereka. Antarkan aku bertemu mereka"
'Sekarangkah..."l"
"Sekarang sudah malam. Aku takut keluar malam.
Takut ada hantu gentayangan.'
"Hantu perempuan maksudmu?" Ratu Kamasuta
tersenyum manis. "Bukan hantu perempuan yang kutakuti, tapi perernpuan hantu itulah yang membuatku takut. Sebab
puempuan hantu lebih galak jika bertemu seorang
lelaki ketimbang hantu perempuan."
"Apakah kau piklr aku adalah perempuan hantu?"
"Apakah kau galak terhadap lelaki?"
Ratu Kamasuta menggeleng. "Aku tidak akan galak
kalau tidak digalaki lebih dulu."
Keduanya sama-sama melebarkan senyum. Pandangan mata mereka semakin tembus ke hati. Wajah
Suto lebih mendekat agar suaranya yang memblsik dapat didengar oleh si ratu cantik itu.
"Apakah aku boleh menggalaki lebih dulu, Kamasuta"
"Apakah kau punya keberanian untuk itu"
Pendekar Mabuk merasa ditantang oleh Ratu Kamasuta. Sebagai seorang pendekar, akan merasa malu
sekali jika tak berani melayani tantangan itu.
Maka tangan Suto pun mulai merapikan anak rambut yang meriap dl kening Ratu Kamasuta. Sang ratu
diam saja. Ketika jari tangan Suto merayap pelan dari
kening ke pelipis dan dari pelipis ke pipi, sang ratu juga
masih diam saja. Jemari itu akhirnya turun ke bawah
dan menyentuh bibir sedikit tebal tapi berbentuk indah
dan menantang sekali. Bibir yang merapat itu segera
merekah ketika disentuh jari"jari tangan Suto.
Senyum si murid sinting Gila Tuak bertambah lebar. Du duknya makin merapat. Jari tangannya bergerak
turun ke dagu, lalu ke leher. Dari leher jari itu menyusuri
ke bawah dengan pelan-pelan sekali. Detak jantung
Ratu Kamasuta menyentak-nyentak akibat jamahan
lembut dari sang Pendekar Mabuk.
Akhirnya bibir Suto ditempelkan di kening Ratu
Kamasuta. Plek...l Hangat dan lembut sekali kecupan
itu. Ratu Kamasuta membiarkannya. Bahkan ketika kecupan itu merayap ke batang hidungnya yang mancung, ia sengaja sedikit mendongakkan wajah. Ke"
CUpan bibir Suto merayapi batang hidung pelan-pelan
hingga sampai ujung kemancungannya. Pada saat itu,
jari tangan Suto sudah menyusup masuk ke belahan
dada. Ratu Kamastrta sedikit memiringkan wajah. agar
hidungnya yang mancung tak menjadi penghalang adegan berikutnya. Dengan wajah sedikit miring, maka
bih'r Suto pUn akhirnya jatuh ke bibirnya. Bibir itu mengecup dengan lembut, memagut pelan-pelan bibir
sensual yang ranum dan sedikit tebal itu.
Kecupan bibir Suto memancing lidah Ratu Kamasuta untuk terjulur sedikit. Lidah itu pun dipagut pelan-pelan oleh bibir Suto. Tak ayal lagi, bibir mereka akhirnya saling melumat dalam kenikmatan yang menjalar
ke sekujur tubuh. Tangan Suto dibiarkan menyusup semakin dalam.
Bahkan sang ratu membuka kancing penutup gaun
sehingga menjadi lebar. Tangan Suto menjadi bebas
berkeliaran. ia menemukan dua gumpalan hangat yang
montok. Gairah sang ratu pun semakin berkobar. Ketika
kecupan bibir Suto merayap ke dagu lalu ke leher, terdengar suara sang ratu mengeluh panjang dan llrlh.
"Ooohhh... Sutooohhh...l*
_ Tangan sang ratu akhirnya merayap pula di sekitar
punggung Sintlng. "_Sutooo, ooouuh...ll"
Kini tangan Suto pindah ke tempat lain. Dada si
cantik Kamasuta sudah tidak dijamah oleh jari jemari
tangan lagi, melainkan oleh bibir dan lidah Suto. Lidah
itu nakal. Menggelitik dengan lincah, menebarkan kehangatan, menjerat hati dalam kobaran api gairah yang
sukar padam. ' "Ooh, kau galak juga rUpanya, Suto. Ooohh... tanganmu, lidahmu, bibirmu, oouuh... semuanya menjadi
nakal dan galak, Suto.... Uuuhil...l'
"Kau menyukainya, Kamasuta?"
"Oooh, yaah... yaaah... aku menyukainya, Sutooo...
uuubk, huk, huk, huuukkk...l' Kamasuta seperti anak
kecil yang merengek manja.
Semakin tangan Suto menjamah, semakin menggelinjang keberanian Kamasuta. la biarkan pelapls tubuhnya membentang lebar dijadikan arena kenakalan
tangan Suto Sinting. Bahkan saat itu, jiwa dan batin Kamasuta semakin menuntut kemesraan yang lebih dahsyat lagi, sehingga ia pun akhirnya menampakkan kegalakannya. Suto Sinting menerima balasan asmara
yang membuat pemuda itu akhimya nyaris kewalahan
menghadapi kecupan dan kelincahan lidah Kamasuta.
"Oooh. Kamasuta... kau mulai galak juga, Kamasuta. Ouuh...!"
Malam yang dingin menjadi hangat. Suasana di
dalam goa terasa panas. Keringat sang ratu mengucur
dari pori-pori tubuhnya yang putih mulus
seperti kulit bayi itu. Rupanya Suto Sinting unjuk kebolehan di depan
Ratu Kamasuta. Tangan dan mulutnya berhasil melambungkan sang ratu hingga mencapai puncak kemesman yang tertinggi. Tetapi ketika sang ratu ingin membalas jasa kenikmatan itu, Suto Slnting buru-buru hentikan emosinya. Di dalam benak sang pendekar tampan
itu muncul seraut wajah yang lebih cantik dan lebih menawan hati. Wajah cantik berlesung pipit itu adalah
wajah calon istrinya yang menjadi penguasa di negeri
Puri Gerbang Surgawi. di Pulau Serindu.
Dyah Sariningrum, yang bergelar Gusti Mahkota
Sejati adalah calon istri Pendekar Mabuk yang amat
dicintai. Kemunculan wajah Ningrum membuat semangat bercinta Suto menjadi kendur. Hatl kecilnya tak
mau menodai kesetlaan cintanya terhadap Dyah Sarinlngrum. Betapa pun indahnya malam itu bersama
Ratu Kamasuta, tetapi Suto tetap harus menghentikannya dan cukup sampel di situ saja.
"Mengapa..."! Mengapa kau tak mau melanjutkannya, Suto..."l" suara sang ratu bernada merengek.
"Aku harus buktikan dulu kesanggupanku menyingkirkan orang"orang Dasar Kubur,' jawab Suto
mengalihkan perhatian. "Jika aku sudah berhasil menyingkkkan mereka dari wilayahmu, mungkin kemesraan ini akan berlanjut lagi. Kamasuta. Rasa-rasanya
aku tak akan bisa menemukan puncak kebahagiaan
bercinta jika belum menylngkirkan Watumenak dan para begundalnya itul"
"Oooh, Suto... lupakan saja dulu tentang mereka.
Toh kita akan berangkat menemui mereka esok pagi.
Malam ini jangan kau lewatkan begitu saja. Aku sudah
terlanjur melambung ke langi langit asmaramu, Suto.
Slnting sambil mengusap-usap baglan lain.
"Kuharap kau bisa memahaml makna tindakanku
ini, Kamasuta. Kupaksakan bertlndak begin! agar aku
bisa memaksa mereka keluar dari wilayahmu, dan negerlmu akan menjadl mllikmu kemball, Kamasuta."
'Ooh, Sutoo... jarang sekali kutemukan pria seperti
dirimu, Sula...." ucap sang ratu bernada blsik. "Tapi...
tapi jika hanya satu kall dan sebentar saja tak apa,
bukan" Pendekar Mabuk diam tak berucap kata. Ia didesak,
sementara hatinya menderu kemball karena tangan
Ratu Kamasuta memanclng"manclng gairahnya agar
berkobar lagi. Suto Sinting menjadi gelisah. merasa tak
tega mendengar rengekan dan bujukan Ratu Kamasuta,
namun juga tak Ingin menodal kesetlaannya terhadap
Dyah Sariningrum. "Apa yang harus kulakukan jlka beglni?" tanya Suto *
pada dirinya sendiri. Pada saat seperti ini aku harus bisa mengendalikan diriku, mengalahkan nalsuku sendiri. Jika aku bisa
mengalahkan nalsuku, maka aku pasti bisa mengalahkan nalsu orang lain, termasuk nafsu serakah si Watumenak, Rokatama dan yang lalnnya. Aku harus
menghentikan kehendakku sendiri. supaya aku bisa
menghentlkan kehendak Watumenak dan bala kurawanyal"
"Doh, Sutooo...." sang ratu merebak di dada Suto.
MATAHARl belum seberapa tinggi. Ibarat perawan baru saja habis mandi dan belum gosok
gigi. Tapi sinarnya yang cerah sudah mampu
menerobos kelebatan hutan berpohon pinus.
Seorang gadls sedang melanjutkan keblngungannya. Citra Bisu, ltulah gadis yang melanjutkan keblngungannya. Bagaimana ia tidak melanjutkan keblngungannya, karena Ia telah kehilangan arah saat ingin
kembali termii Pendekar Mabuk yang saat itu terkapar
dalam keadaan luka. Gadis yang dihajarnya telah melarikan dlri. Pljar
Dewi berhasxl lenyap dari pengejaran Citra Bisu. Padahal kedongkolan Citra Bisu masih belum tuntas. la masih merasa tak rela melihat Pendekar Mabuk dilumpuhkan oleh Pljar Dewi dengan angin badainya. Namun
karena Pijar Dewi tak ditemukan lagi, Citra Bisu bermaksud kembali ke tempat di mana Suto berada.
Kedongkolan dan kemarahan telah menutup ingatan Citra Bisu, sehingga ia tak menemukan tempat Suto
berada. Akhlrnya ia mencari dan mencari terus hlngga
melintasl malam. la terpaksa bermalam di atas pohon.
sambil berharap mudah-mudahan sang dewa mempertemukan pria yang dikaguminya ltu di atas pohon. Tapi
ternyata sang dewa tidak mau aneh"aneh mempertemukan dla dengan Suto di atas pohon. Mau tak mau


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Citra Bisu melanjutkan kebingungannya pada awal pagi
berikutnya. "Kucoba menyusuri jalan pertamaku, yang membuat aku melihat gadis itu memainkan kipasnyal Mungkin dari sana aku bisa ingat kembali di mana Suto berada," pikir Citra Bisu, lalu ia melakukan apa yang diplkirkannya itu.
Eeh... tak sengaja justru ia bertemu dengan Pijar
Dewi lagi. Gadis berpakaian hijau itu sedang melesat di
sebuah lereng berhutan cemara. Bayangan hijau yang
bergerak itu ditangkap oleh pandangan mata Citra Bisu.
Kegeraman Citra Bisu kembali mengusik hatinya, maka
ia pun mengejar Pijar Dewi yang semalaman nyaris tak
tidur karena melakukan meditasi untuk sembuhkan
luka-lukanya- Kini Pijar Dewi sudah merasa sehat, tinggal luka-
luka kecil yang tak perlu dipikirkan, termasuk lecet-
lecet pada bagian lututnya. Pada saat ia sedang bergegas menumni lereng itulah. tiba-tiba langkahnya terhenti kembali karena temyata Citra Bisu sudah berdiri
dengan angkernya di depan sana.
"Sialan! Gadis itu lagi yang menghadangkul' geram ?
Pijar Dewl dengan mengencangkan genggaman tangannya.
"Haruskah aku lari' lagi"! Ooh... tldakl Kali ini aku
punya kesempatan membalas serangannya kemarin!
Badanku cukup segar dan pandanganku dapat dipakai
melihat dengan jelasl Saatnya balas dendam sudah
tlbal Aku tak boleh lari iagii'
Pijar Dewi melangkah maju pelan-pelan. Kipas sudah dlgenggam di tangan kiri, tapi masih dalam keadaan dlkatUpkan. Citra Bisu pun melangkah maju pelan-pelan. Pedang kristalnya yang bernama Pedang Lidah Dewa masih ada di pinggang, siap dicabut kapan
saja. Mereka beradu pandangan mata, sama"sama tajam, sama-sama sinis, dan sama-sama tidak pakai kacamata.
Kedua wajah yang sama"sama cantik tapi juga
sama-sama ketus itu kini berhadapan dalam jarak empat langkah. Pijar Dewi berjalan ke samping k iri, Citra
Bisu juga berjalan ke samping kiri. Mereka sama"sama
melangkah membentuk gerakan melingkar. Pelan-pelan sekali lanndangan mata tetap
saling waspada. Keduanya sama"sama menunggu kesempatan menyerang, dan sama"sama mencari kelengahan lawan.
"Rupanya kau juga pengikutnya si Watumenak"!"
geram Pijar Dewi. Citra Bisu hanya diam saja. Ia tak punya minat untuk membantah anggapan itu. Pijar Dewi terpaksa berkata lagi dengan nada ketusnya.
"Kali ini kau tak akan kuberi kesempatan untuk
menyentuh tubuhku, Keparati Kipasku akan mengakhiri riwayat hidupmu hari Ini juga!"
Citra Bisu tetap membisu. Oleh sebab itulah ia
bernama Citra Bisu, karena jarang mau bicara, terlebih
jika berhadapan dengan perempuan. Tetapi kehebatan
Citra Bisu adalah jurus Tutur Selayang'"nya itu. Ia mengirimkan suara batinnya pada Pijar Dewi.
"Kau memang tidak akan kusentuh. Cukup dari
jarak empat langkah ini kau akan hancur oleh kekuatanku'
Pijar Dewi sembunyikan rasa herannya. Ia hanya
membatin, "Sepertinya kudengar dia bicara padaku,
tapi tak kulihat bibirnya bergerak-gerak mengucapkan
kata"kata itu"l"
Bahasa batin oleh Citra Bisu,
sehingga ia kirimkan kembali suara hatinya kepada
Pijar Dewi. "Memang aku yang bicara denganmu, Gadis bodoh! Aku hanya ingin memberimu pelajaran yang mahal, karena aku tampak jumawa sekali menggunakan
ilmu kacanganmu itu di depan Pendekar Mabuk! Kau
belum tahu siapa Pendekar Mabuk dan siapa diriku, Gadis bodoh"!"
Pijar Dewi kini sadar bahwa ia mendengar suara
batin lawannya. Tapi ia membatin heran juga, seakan
bertanya pada diinya sendiri.
"Benarkah orang yang kuiawan tadi adalah Pendekar Mabuk?"
"Dasar dungul Apakah kau tak mengenali ciri-ciri
Pendekar Mabuk yang tampan, gagah, tanpa ikat kepala, membawa bumbung tuak, berbaju buntung coklat,
bercelana putih kusam, dan... punya pandangan mata
yang sendu mempesona"! Hmmm...! Jika kau tidak
engetahuinya. berarti kau orang baru di rimba persitan lnil Kau perlu belajar dari pengalaman. Dan searang aku akan memberimu pelajaran yang amat berharga bagi hidupmu, Gadis bodoh!"
Seet...l Pijar Dewi hentikan langkahnya yang sejak
tadi memutar itu. Citra Bisu pun ikut berhenti.
Namun tiba-tiba Citra Bisu memandang ke arah
semak-semak di sebelah kanan Pijar Dewi. Tiba-tiba tangan kanannya menyentak ke sana, lalu seberkas sinar
putih perak yang berbentuk lurus seperti sinar laser
melesat dari pergelangan tangan Citra Bisu. Claap...!
Pijar Dewi yang merasa heran serentak palingkan
pandangan ke arah kanannya. Ternyata ada sinar biru
petir berkelok.kelok menuju ke arahnya. Sinar biru petir
itu dihantam oleh sinar putih lurus milik Citra Bisu.
.legaarr...l Ledakan dahsyat terjadi atas tabrakan dua sinar itu.
Ledakan tersebut menimbulkan gelombang angin cukup besar. Pijar Dewi terhempas bagaikan kapas. Terbang ke belakang dan jatuh berguling-guling dalam
jarak enam langkah. Citra Bisu pun demikian, tetapi
tidak sampai berguling-guling. Gadis bertubuh tinggi
kekar itu hanya jatuh berlutut satu kaki, kemudian segera tegak kembali.
Gelombang ledakan itu menghempas ke arah semak-semak juga, membuat seseorang teriempar keluar
dari semak-semak itu. Arah lemparan tubuh orang tersebut justru ke arah semak"semak yang lebih dalam
lagi. Dalam sepintas Pijar Dewi cepat kenali siapa orang
berpakaian serba merah tadi.
"Dia orang Dasar Kubur..."l Aku kenal betul dengan
orang itu. Kalau tak salah dia adalah si Pocong Kidul,
atau Pocong Wetan, entahlah...l Tapi jelas dia orang
Dasar Kubur. Kenapa gadis edan itu mematahkan serangan si Pocong Kidul"! Bukankah mereka satu aliran"!"
Baru saia Citra Bisu berdiri tegak dan memandang
ke arah Pijar Dewi dengan rasa takut kehilangan lawannya itu, tiba-tiba dari arah belakang Citra Bisu muncul _
seberkas sinar kuning lurus yang Ingin menghantam
kepalanya. Sinar itu datang dart atas pohon berdaun
lebat. Pijar Dewi menyabetkan dua jarinya seperti melempar pisau. Claap...l Sinar hijaunya keluar dari ujung dua
jari itu. Sinar hijau itu berbentuk seperti mata tombak
yang melesat dengan sangat cepat. Sinar hijau itu okhirnya menghantam sinar kuning dari atas pohon. Jegaar'...ll
Citra Bisu melompat bersalto satu kali ke arah
depan. Pada saat itu ledakan yang menebarkan daya
sentak kuat hampir saja membuatnya tersungkur, sehingga ia terpaksa bersalto.
Tetapi daya sentak itu membuat seseorang jatuh
dari atas pohon. Orang yang jatuh dari atas pohon Itu
berpakaian serba biru. Pijar Dewi segera mengenali
siapa lelaki brewok yang berpakaian biru itu.
"Sudah kuduga, kedua brewok ltulah pelakunya.
Tapi kenapa dia menyerang si gadis gendeng ltu"l" pikir
Pijar Dewi. Pocong Kidul dan Pocong Wetan sama"sama muncul dari persembunyiannya. Secara nalurlah, Pijar Dewi
dan Citra Bisu berdiri bersebelahan, karena mereka
berdua sama"sama diserang oleh kedua lelaki brewok
itu. Sekalipun Citra Bisu melirik Pijar Dewi dengan ketUS, demikian pula sebaliknya, tapi keduanya sama-s ama bersiaga untuk hadapi serangan Pocong Wetan
dan Pocong Kidul. "Mengapa mereka menyerangmu" Bukankah mereka temanmu"l" blslk Pijar Dewi dalam nada menggeram ketus.
Pandangan mata Citra Bisu mengarah pada Pocong Kidul, tapi kali ini ia bicara seperti orang menggumam ditujukan pada Pijar Dewi.
"Otakmu berisi lempung! Aku sama sekali tak kenal
kedua tong sampah itu!"
"Lalu, mengapa kau menyerangku?"
"Karena kau mencelakai Pendekar Mabuk! Dia pangeran dalam hatiku!"
"Ooo..-," gumam Pijar Dewi pelan. Lalu, perhatiannya diarahkan sepenuhnya kepada kedua pria gemuk
itu. "Kalau tak salah kau adalah cecunguknya si Kamasuta yang bernama Pijar Dewi"!"
"Napas busukmu tak salah ucap, Babi gembur!"
jawab Pijar Dewi dengan lantang dan ketus.
Pocong Kidul menimpali, "Kalian berdua akan kam'
bebaskan pergi jika mau tunlukkan di mana Kamasuta
bersembunyi"!" "Benarl Kami akan bebaskan kalian. Sebab kemarin Kamasuta lari dibawa oleh pemuda bersenlata
bumbung tuak! Mungkin pri'a simpanan ratu kalian!"
"Bumbung tuak..."!' gumam hati Citra Bisu. "Ooh...
berarti suto Sinting itulah yang kumaksud. Rupanya dia
sudah sehat dan bisa selamatkan seorang ratu"l
Hmm... dasar pemuda ganienl Yang diselamatkan hanya wanita saja" geram hati Citra Bisu.
Pocong Wetan berkata lagi, "Jika kalian tak mau
tuniukkan di mana Kamasuta berada bersama pemuda
itu, maka kalian akan kehilangan nyawa saat ini juga.
Menyusul kemudian Kamasuta dan pria bersenlata
bumbung tuak itu akan kucincang habis buat makanan
buaya di rawa sebelah sana"
"Keparat orang inii Dia mau lukai Suto Sintingl"
geram Citra Bisu dalam hatinya. Ia segera kirimkan
suara batin kepada Pijar Dewi.
"Biar kuhadapi mereka berdua! Mundurlahl'
Pilar Dewi membatln, "Aku ingin tahu seberapa
tinggi ilmunya, sehingga berani mau melawan Pocong
Kidul dan Pocong Wetan sendirian. Hmmm"!" Piiar Dewi pun mundur beberapa langkah. Citra Bisu maiu dua
langkah, kedua kakinya sedikit merenggang.
"oo, rupanya kau ingin mencoba 'kehangatan'
kami berdua lebih dulu, ya"! Hmmm... POCong Kidul.
biar kuhadapi sendiri gadis walang sengit inll
Heeaaah"l" Pocong Wetan melayang dengan tubuh berputar.
Kakinya berkelebat menendang kepala Citra Bisu. Tapi
gadis mantan prajurit tangguh dari negeri Hastamanyiana itu juga ikut melompat ke atas dan berputar dengan kaki menyambar pula- Beet, plaak...l
Kedua kaki beradu di udara. Keduanya sama"sama
bertenaga dalam. Tapi agaknya tenaga dalam Citra Bisu
lebih besar, sehingga tubuh gemuk Pocong Wetan terpelanling dan jatuh berdebam kehilangan keseimbangan badan. Bluuk...l
Sriing...l Pedang kristal dicabut. Pada saat itu, Pocong Kidul melepaskan pukulan bersinar geledek.
Claap...l Citra Bisu menangkis sinar itu dengan pedang
kacanya. Claap, craa!ap...l Sinar tersebut memantul
balik dan tepat kenal dada Pocong Kidul. Jgeaaar...l
"Hahhh...?"l" Pocong Wetan terbelalak kaget meli-
hat tubuh Pocong Kidul retak dan terbakar hangus tanpa nyawa lagi.
'Bangsaaat...li" Pocong Wetan memekik murka. Ia
segera mencabut senjata rantainya. Craak...! Rantai
yang ujungnya runcing itu diputar-putar di kepala.
Wuuung, wuuung, wuuung...l
Citra Bisu tak mau buang waktu. Rantai itu ditebas
dengan pedangnya dalam satu kali lompatan. Craak,
tring...! Rantai itu putus. Pocong Wetan terbelalak terheran"heran.
Pada saat itulah, pedang kristal itu disentakkan dan
berubah menjadi panjang. Wuuut...l lalu menyabet perut Pocong Wetan dengan cepat. Beet, crass...l
"Aaahkk...l" Pocong Wetan memekik keras, mengejang tubuhnya, limbung ke kiri, kemudian jatuh berdebam dengan tersentak-sentak.
"Gila! Jurus pedangnya dahsyat sekali?" gumam
Pijar Dewi. Citra Bisu masih kurang puas. Pedang ingin diayunkan untuk membelah tubuh Pocong Wetan. Tapi
baru saja pedang itu diangkat, sebuah suara terdengar
dari arah kiri mereka. "tahan.?" Piiar Dewi ikut memandang ke pemillk suara itu. ia
terkejut, karena ternyata si pemilik suara Itu adalah
Pendekar Mabuk yang datang bersama Ratu Kamasuta.
Citra Bisu pun tak jadi ayunkan pedangnya. la memandang sinis kedatangan Suto Sinting' yang berdampingan dengan Ratu Kamasula.
'Uuhk...l" Pocong Wetan hembuskan napas terakhir dengan kepala terkulai. Ia tak barnyawa lagi.
'Citra Bisu, tenagamu kubutuhkan untuk merebut
istana Gapura Jagat milik Ratu Kamasula ini! 0, ya...
perlu kau ketahui, Ratu Kamasuta adalah penguasa
Gapura Jagat yang kini sedang dirampas oleh orang"orang Dasar Kubur di bawah pimpinan Watumenak.
Kami tadi sempat salah paham. Pijar Dewi itu bukan
musuh kita, tapi sahabat kita!"
Ratu Kamasuta kepada gadis berbaiu hijau Itu,
"Pijar Dewi. pemuda ini adalah Pendekar Mabuk. Dia
bersedia membantu kita untuk mengusir para penjarah
rakus itu! Kuharap kau mau bersahabat dengannya,
juga dengan... teman gadisnya itu," seraya sang ratu
memandang Citra Bisu. Dalam perjalanan menuju ke Gapura Jagat, Suto
dan Ratu Kamasuta tertarik dengan suara ledakan tadi.
Mereka mendatangi tempat itu, dan ternyata mereka
temukan keganasan Citra Bisu dalam melawan dua
orang Dasar Kubur itu. Penjelasan Suto dan sang ratu
membuat Pijar Dewi dan Citra Bisu akhirnya berdamai.
"Jika begitu halnya," k'ata Citra Bisu dengan suara
datar berkesan angker. "Untuk apa kita lebih lama di
sini. Sekarang juga kita harus temui si Watumenak
bersama orang"orangnya! Tapi dengan satu syarat...!"
Suto berkerut dahi. "Syarat apa maksudmu"'
"Pilar Dewi berianji tidak akan melukaimu lagi. Jika
hal itu sampai terjadi lagi, kubuntungi kepalanya saat
itu juga. Dan iangan salahkan aku jika ia hidup tanpa
kepalai" Dengan ketus Pijar Dewi menjawab, "Kalau aku
tahu dia adalah Pendekar Mabuk, tak akan berani aku
bertingkah di depannya!"
Sang ratu berujar, 'hari masih pagi. Kita berangkat
sekarang!" istana gapura jagat dibangun di atas tanah tinggi
di kaki perbukitan. Bangunan itu tampak megah dari
kejauhan. Atapnya yang terbuat dari lapisan tembaga _tampak bersinar memantulkan cahaya matahari.
Ratu Kamasuta sengaja menghentikan langkahnya
sebentar, diikuti oleh berhentinya langkah Pendekar
Mabuk, Pijar Dewi dan Citra Bisu. Mereka sama-sama
memandang istana Gapura Jagat dengan rasa bangga,
namun iuga penuh waspada.
"Pendekar Mabuk, itulah istanaku, warisan dari
mendiang suamiku!" ular Ratu Kamasuta tanpa memandang Suto Sinting.
"Sebuah wartsan yang perlu diperebutkan, Kamasutal Jangan sekali"kali kau tinggalkan demi ketentraman arwah suamlmu di alam kelanggengan sanal"
"Seharusnya memang begitu. Tapi untuk sementara lni, apa boleh buat, terpaksa aku dan orang"orangku meninggalkan warisan cinta yang sudah berlumur
darah itu karena kekuatan mereka jauh lebih tinggi dari
kekuatanku. Tetapi aku bertekad untuk kembali,
bukan lari untuk mati!"
"Kalau begitu, sekaranglah saatnya merebut kembali warisan cintamu itu, Kamasutal'
Suara batin Citra Bisu terdengar oleh Suto Sinting,
"Jangan buang"buang waktu. Kita serang sekarang juga!"
Ternyata bukan hanya Suto yang memandang Citra
Bisu, tetapi Pijar Dewi dan Ratu Kamasuta iuga menatap
Citra Bisu dengan semangat pertarungan yang semakin
terbakar. Rupanya suara batin itu dikirimkan oleh Citra
Bisu bukan hanya kepada Suto, melainkan juga kepada
Piiar Dewi dan Ratu Kamasuta. Maka tanpa banyak bicara lagi.. mereka bergegas menyerang Istana tersebut.
Tetapi sewaktu mereka ingin memasuki perbatasan, tiba-tiba orang"orang Dasar Kubur telah mengepung mereka dalarn jumlah lebih dari sepuluh orang.
Citra Bisu mulai cabut pedangnya. Pijar Dewi membentangkan kipas mautnya, dan Ratu Kamasuta sendiri
juga mencabut rencong pusakanya. Tetap! Pendekar
Mabuk memberi isyarat dengan merentangkan kedua
tangannya agar pihaknya tidak melakukan tindakan apa
pun. "Tenang, biar kuatasi sendiri merekai" uiar Suto
dengan suara pelan. hanya ketiga wanita itu yang mendengarnya.
Pendekar Mabuk segera berseru kepada mereka
yang telah mengurungnya. "Kaiian hanya akan menjadi
tumbal keserakahan Watumenakl Sebaiknya urungkan
niat kalian menyergap kamil"
Salah seorang darl mereka berseru. 'Jangan dengarkan omongan bocah kopio itui Serang mereka. l"
'Heeaaat...il'

Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggu, tungguuuu"i' teriak Suto Sinting menggunakan ilmu "Sentak Bidadari' yang bisa bikin lawan
berilmu rendah ciut nyali. Terbukti mereka segera
menghentikan gerakan menyerang. Mereka mundur
perlahan-lahan. Ratu Kamasuta dan yang lainnya memendam perasaan kagum terhadap suara bentakan
Pendekar Mabuk yang diakui mempunyai getaran aneh
dalam hati mereka masing"masing. ilmu 'Sentak Bidadari' memang sudah lama tidak digunakan oleh Pendekar Mabuk. Kali Ini pun ia menggunakannya tanpa
disengaja. Bahkan Suto sendiri menjadi heran melihat
mereka mundur dan berwajah takut.
"Ooo... rupanya tak sengaja aku telah menggunakan ilmu 'Sentak Bidadari' pemberian Bibi Guru Bidadari Jalang. Ya, ampuun... kenapa aku sampai lupa kalau punya ilmu seperti ini, ya"! Ooh, sungguh konyol
dan bodohnya kau, Suto Sintingl" ujar Suto sendiri dalam hatinya.
Saat itu segera muncul dua orang penunggang
kuda yang tampak memacu kudanya ke arah mereka.
'Ooh. itu dia si Rokatama!" ujar Ratu Kamasuta.
"Benar. Yang berpakaian ungu itu, bukan?" timpal
Suto. "Ya, dialah yang nyaris membuatmu bermusuhan
denganku, Sutoi" Citra Bisu diam-diam pandangi sl penunggang kuda berpakaian Ungu. Rupanya Rokatama sudah disembuhkan oleh eyang gurunya secara ajaib. Tubuhnya telah menjadi sehat dan segar tanpa luka sedikit pun.
Suto memuji kehebatan Lepak Legong dalam menyembuhkan Rukatama.
"Berarti Lepak Legong memang berilmu tinggi:
ujar Suto membatin. Rokatama datang bersama seorang lelaki berusia
sekitar empat puiuhtahun, berpakaian serba hitam,
berkumis lebat dan bermata lebar. Ketika kuda mereka
berhenti, Rokatama segera mengumbar senyum berlagak ramah kepada Pendekar Mabuk.
"Aha...l Baru saja aku akan mencarimu, Pendekar
Mabuk... ternyata kau sudah ada di batas wilayah inil'
"Rokatama, kau punya urusan pribadi dengankul
Mari kita selesaikan secara jantani'
"Has, baa, haa...t Paman Ganda Mayit... itulah pemuda yang akan membantu kita menyingkirkan sisa-sisa pengikut perempuan iblis itu. Paman harus menyambutnya penuh hormati" ujar Rokatama kepada si
penunggang kuda berpakaian serba hitam itu. Rupanya
orang itu bemama Ganda Mayit, yang menurut bisik-bisiknya Ratu Kamasuta, Ganda Mayit adalah salah
satu orang kepercayaan Watumenak.
Ganda Mayit hanya tersenyum dan melintir kumisnya dengan pandangan sinis.
"Paman, izinkan aku untuk menemui sahabatku
itu!" "T'emuilah secara jantan, Rokatamai" ujar Ganda
Mayit dengan angkuhnya. Rokatama melompat dari punggung kuda.
Wuuut...l Jleeg...! ia tiba di depan Pendekar Mabuk
dalam jarak sekitar enam langkah. Semua pengepung
mundur melebarkan kepungannya. "
"Rupanya kau sudah kenal dengan Ratu Kamasuta.
Pendekar Mabuk. itulah perempuan yang perlu kau
bantai sekarang juga!"
'Rokatama, aku tak akan terpedaya lagi oleh siasatmu! Sekarang juga kuperintahkan padamu, bawa pergi
semua orang Dasar Kubur dari wilayah Gapura Jagat" _
'Haa, haa, haa...t Rupanya kau telah lepas dari
siasatku, Pendekar Mabuk. Tapi ketahuilah, sekali pun
kau lepas dari siasatku, kau tetap tak akan mampu mengusir kami dari Gapura Jagat! Kau tak akan mampu memaksa ibuku untuk menarik diri dan membawa pulang
orang-orang Dasar Kuburi Kami sudah terlanjur betah
tinggal di negeri yang subur makmur ini, Pendekar
Mabukl" _ 'Pertarungan berdarah terpaksa harus terjadi jika
kau bertekad seperti itu, Rokatamai'
"Dengan senang hati akan kuiayani lebih dulu, Pendekar Mabukl" .
Sraang...i Rokatama mencabut pedangnya. Tapi
belum sempat ia bertindak lebih dari itu, tiba-tiba Citra
Bisu telah berkelebat menerjangnya sangat di luar dugaan. Wees"i Traang...i .
Pedang kristal Citra Bisu menebas kepala Rokata" "
ma. Tetapi Rokatama cepat sentakkan kaki mundur
sambil menghadangkan pedangnya. Pedang bergagang emas itu ternyata terpotong oleh pedang kristalnya Citra Bisu.
"Hahh..."!' Rokatama dan beberapa orangnya tercengang melihat pedang itu dengan mudab terpotong
menjadi dua bagian oleh pedang kristal. Ganda Mayit
pun terbelalak kaget dan segera melompat turun dari
atas punggung kuda. ia segera mencabut cambuknya
untuk membantu Rokatama. Ctaaar...l Cambuk itu dilecutkan ke arah Citra Bisu.
Tetapi dengan gerakan secepat cahaya Pendekar Mabuk lebih dulu menerjang tubuh Ganda Mayit. Zlaap...l
Bruuuss...l Lecutan cambuk itu hanya mengeluarkan
cahaya api di udara kosong tanpa sasaran. Ganda Mayit
terlempar ke belakang danjatuh berguling"guling. Suto
Slnting menerjangnya lagi sebelum Ganda Mayit berdiri
tegak. Zlaaap...l Bruuus...!
'Aaahkk...l' Sementara itu, Rokatama terdesak mundur oleh
serangan Citra Bisu yang terkesan ganas itu. Beberapa
orang yang mengepung mereka segera ikut menyerang. Mereka terbagi dua kelompok, satu kelompok
berhadapan dengan Pijar Dewi, satu kelompok lagl
dihadapi oleh Ratu Ka masuta sendiri.
Citra Bisu sempat menghentikan gerakannya karona terkejut melihat pedang Rokatama yang telah terpotong itu menjadi panjang kembali. sedangkan potongan pedang yang jatuh ke tanah itu lenyap bagaikan
ditelan bumi. Dengan pedang itu, Rokatama mulai berani bertahan dan bahkan memberikan perlawanan cukup
tangguh kepada Citra Bisu-
Tetapi jurus pedang Citra Bisu bukan jurus pedang
murahan. Pedang kristal yang bernama "Pedang Lidah
Dewa' itu akhirnya menampakkan kesaktiannya. Dalam
jarak tujuh langkah, Citra Bisu menebaskan pedangnya
ke arah Rokatama. Ternyata ketika pedang itu ditebaskan, mata pedang bisa menjadi panjang sendiri dan
berkelebat menyambar dada Bokatama. Wees.
craass...l 'Aaahkk...!" rokatama memekik sambil terbungkuk
mundur. Dadanya robek, darahnya menyembur.
Wees, wwess, cras, crass, craas...l Pedang kristal
itu makin membabibuta. Tubuh Rokatama akhirnya
nyaris terpotong menjadi dua bagian. Perutnya robek
sangat parah, dan ia menggelepar-getepar di tanah
sampai tak mampu lagi bernapas. Nyawa pun melayang
hilang dalam pertarungan tersebut.
Salah seorang dari mereka meloloskan diri dengan
kuda milik Rokatama. Hai itu dilakukan setelah orang
tersebut melihat Rokatama tak bernyawa lagi. Rupanya
orang itu melarikan diri ke arah istana untuk melaporkan kematian Rokatama kepada Watumenak.
Beberapa dari mereka yang mencoba mengalahkan Pijar Dewi pun terpaksa tumbang tanpa nyawa oleh
kipas maut berwarna ungu. Pijar Dewi tak berani keluarkan badai beracun dari kipasnya, karena takut meracuni teman sendiri, sehingga ia menggunakan iurus-jurus maut lainnya. Sedikitnya tiga orang tewas di
ujung kipas maut si gadis berpakaian hijau'itu.
Ratu Kamasuta sendiri berhasil menewaskan tiga
orang juga dengan rencong pusakanya. Kilatan cahaya
ungu menyambar-nyambar dari ujung rencong dan melukai beberapa lawannya. Tubuhnya yang mampu melompat cepat seperti terbang melayang-iayang itu sempat terkena pukuian tenaga dalam dari salah seorang
lawan. ralu Kamasuta jatuh terbanling akibat pukulan
itu. Pada saat sebuah tombak berujung sepasang mata
kapak ingin membelah tubuhnya, tiba-tiba si pemegang
senjata itu terpekik dan mengejang. Rupanya pedang
si Citra Bisu membabat punggung orang tersebut dari
jarak enam langkah. Craas.-.t
"Aaahkkk...t" Salah satu orang yang paling tangguh di situ adalah
si Ganda Mayit. Pukulan Suto beberapa kail berhasil
ditahannya. Bahkan pergelangan kaki Suto sempat berdarah karena luka cambukan yang memancarkan tenaga api itu. Namun pada akhimya, bumbung tuak Suto
berhasil menyodok perut Ganda Mayit dengan gerakan
tipuannya yang mirip orang mabuk itu. Buuhk...l
"Aaahbk...l' Ganda Mayit terpekik pendek. Badannya berasap setelah tersodok bumbung tuak bagian
perutnya. Jurus 'Mabuk Lebur Gunung' membuat ganda Mayit menjadi kering, rambutnya rontok. menghitam
hangus dan akhirnya tunbang tak bernyawa dalam
keadaan keropos. Melihat Ganda Mayit dan rokatama berhasil dilumpuhkan, beberapa orang pengepung yang masih tersisa segera melarikan diri menyebar arah. Suto Sinting
melarang Citra Bisu dan Pijar Dewi yang Ingin mengejar
mereka. "Kita menuju ke istana saja. Jangan buang-buang
waktu!" seru Suto Sinting, lalu mereka pun segera menuju ke istana.
'Bagaimana lukamu, Ratu?" tanya Citra Bisu.
'Hanya luka kecil. Bisa kuatasil" jawab Kamasuta
seakan mempunyai semangat yang jauh lebih besar
dari sebelumnya. Watumenak adalah perempuan berusia sekitar tiga
puluh lima tahun. ia bertubuh kurus dan bermata cekung. Tak punya daya tarik sedikit pun bagi seorang ielaki.
Ketika mendengar anaknya tewas dalam pertarungan melawan pengikut Ratu Kamasuta, Watumenak
menjadi murka. Ia segera meninggalkan istana dan
bergegas meraup ke pertarungan tersebut. Tapi ketika
ia baru saja keluar dari gerbang istana, ternyata Pendekar Mabuk sudah berdiri di depannya. Saat itu Pendekar Mabuk sendirian, dan sedang dikepung oleh
orang-orangnya Watumenak. Rupanya Suto datang lebih dulu menggunakan jurus 'Gerak Siluman'"nya, sehingga yang lain masih tertinggal di belakangnya.
Seorang penjaga gerbang berkata kepada Watumanak, "Pemuda itu mendesak ingin bertemu dengan Ketuai"
"Siapa pemuda itu?"
"ia mengaku bemama Suto Sintingl'
'Hmmmn...l Tak salah lagi, dialah yang bergelar
Pendekar Mabukl Akan kuhadapi dial Singkirkan semua orang yang mengepungnya! 'Wuuut, jieeg...i
Watumenak yang kurus itu bagaikan ierbang dari
punggmg kuda. Jaraknya dari tempat Suto berdiri terhitung cukup jauh untuk sebuah lompatan. Tapi dalam
waktu singkat ia sudah berada di depan Pendekar Mabuk dan memandang dengan mata cekungnya yang
tajam dan angker. 'Apa maksudmu ingin bertemu denganku, Pendekar Mabuk"l"
"Kau yang bernama Watumenak?"
"Buka matamu lebar lebarl Aku inilah ketua Dasar
Kubur yang bernama Watumenakl'
"Kalau begitu kau harus segera angkat kaki dari
tanah inii Kau tidak berhak menguasai negeri warisan
mendiang suami Ratu Kamasuta inii"
"Biadab! Keberanianmu mengusirku harus kau te-
bus dengan nyawamu, Bocah gendeng! Hewaat...l"
' Watumenak menyentakkan kedua tangannya setelah bertepuk satu kali. Blaaarr...i Cahaya biru menyebar seketika bersama bunyi ledakan keras yang mengejutkan Suto Sinting. Cahaya biru itu menerjang Pendekar Mabuk tanpa bisa dihindari lagi. Blaaab...i
Pendekar Mabuk terkurung daiam lingkaran cahaya biru. Ia seperti berada dalam tabung yang membuatnya berierlak keras-keras karena seperti berada dalam
lorong kawah berapi. 'Aaaaaahkkk...ir' Teriakan Pendbkar Mabuk menggetarkan bumi.
Bangunan dan pohon"pohon bergetar hebat. Pada saat
itu yang keluar dari mulut Suto bukan hanya teriakan
biasa, tetapi juus 'Napas Tuak Setan' tersalur keluar
dengan sendirinya. Jurus itu dapat mendatangkan
hernpasan badan ganas yang lebih dahsyat dari badai
beracunnya kipas Pijar Dewi. Tetapi karena keadaan
Suto bagaikan terkurung baja. maka kekuatan
sakti 'Napas Tuak Setan' tak bisa menyebar ke mana-mana. Kesaktian itu sedang memberontak ingin
memecahkan cahaya biru yang mengurungnya sehingga menimbulkan getaran hebat pada alam sekitarnya.
Watumenak menggeram"geram sambil mengelilingi lawannya. Saat itu, Citra Bisu, Pijar Dewi dan Ratu
Kamasuta baru saja tiba. Mereka terperanjat melihat
Pendeka' Mabuk terkurung sinar biru yang tampaknya
sangat menyakitkan itu. Kulit tubuh Suto menjadi merah matang, bahkan sekarang 'melepuh karena menahan hawa panas yang mengurungnya itu.
"Huaaaakkkh...l" Suto Sinting mencoba melontarkan suara dan napas 'Tuak Setanknya. Kali ini ia menggunakan kekuatan penuh untuk menyentakkan napasnya. Citra Bisu ingin menerjang iaplsan sinar biru itu
dengan pedang kristalnya. Tapi sebelum Citra Bisu
bergerak, tiba-tiba sinar yang menguung Suto itu pecah menyebar ke mana"mana.
Blegaaarrr...!l Sinar biru itu menyebar kenai siapa saja yang ada
di dekatnya. Siapa yang terkena sinar itu menderita luka
hangus, bagaikan tersiam lahar mendidih. Tak heran
jika beberapa orang Dasar Kubu saling berteriak kesakitan dan berguling_gullng di rerumputan.
Pijar Dewi dan Citra Bisu hampir saja terkena percikan sinar biru. Tetapi Ratu Kamasuta yang mengetahui bahayanya sinar itu segera menerjang Pijar Dewi.
Gadis itu terpental menabrak Citra Bisu. Akibatnya mereka lolos dari percikan sinar biru tersebut.
Tetapi Watumenak yang berada tak jauh dari Suto
Sinting tersiram percikan sinar birunya sendiri dengan
luka bakar yang menghanguskan separoh tubuhnya.
Watumenak memekik keras"keras sambil melompat
menjauhi Pendekar Mabuk. ia tak menyangka lawannya
mampu memecahkan kekuatan sinar biru tersebu t.
Watumenak bertutut di suatu tempat. ia mengerahkan hawa salju yang keluar dari dalam tubuhnya untuk
melawan hawa panas yang menyiramnya. Dalam beberapa kejap, hawa salju itu berhasil membuat Watumenak tegak kembali.
Sementara ilu, tubuh Suto Sinting yang seharusnya
menjadi bubur karena kekuatan hawa panas itu, kini
hanya menjadi matang dan melepuh-melemh menyedihkan sekali. Hanya saja, sisa tuak dalam bumbung
bambu itu segera ditenggaknya. Tiga tegukan tuak
membuat badannya yang melepuh dan merah matang
itu menjadi sehat kembali. Tuak sakti ltu bagaikan
penyiram api membara. Tubuh Suto Sintlng mengepuikan asap saat menelan tuak dan terdengar pula suara mendesis seperti apl disiram air. Jooossss...l
'Gilal Baru sekarang kulihat ada orang bisa lolos
dari jurus "Pelukan Peri-nye sl Watumenak"!" gumam
Ratu Kamasuta di samping Citra Bisu. 'Padahal selama
ini, sinar biru yang mengurung Suto tadi selalu membuat tubuh lawan menjadi meleleh seperti bubur menjijikkan. Ternyata kini ada orang yang bisa melawan
kekuatan jurus "Pelukan Peri'"nya si Watumenak"l Benar"benar sinting ilmu anak muda itu"!"
Pendekar Mabuk yang telah kembali sehat seperti
tak pernah mengalami luka bakar sedikitpun itu segera
memutar bumbung tuaknya dl atas kepala. Watumenak
telah berdiri dan mencabut keris pusaka yang sejak tadi
terselip di balik jubah hitamnya. _
claap...l Keris itu menyebarkan sinar kunlng terang ke mana-mana. Berpijar tiada padam, seakan sedang menunggu mangsa. Pada saat itu. Pendekar Mabuk melepaskan bumbung tuaknya yang dinamakan
jurus 'Garuda Mudik' itu. Wuuung...l Bumbung tuak itu
melayang membentuk gerakan memutar. Tetapi ketika
hendak menyambar kepala Watumenak. kerls di tangan
Watumenak diadu dengan bumbung tuak itu. Beat,
jegaaarr...l Ledakan dahsyat kembali mengguncangkan bumi.
Bumbung tuak kehilangan arah gerakan putarnya.
Bumbung itu melayang ke tempat lain yang jauh dari
Suto Sinting. Bumbung itu akhirnya jatuh tepat di samping kaki Ratu Kamasuta.
Tetapi Pendekar Mabuk sempat menjadi terperanjat melihat keris itu mampu melemparkan bumbung
tuak saktinya. Pada saat ia terperanjat memandangi
bumbung tuaknya, Watumenak melayang bagaikan terbang ke arahnya.
'Modar kau, Bocah haramm...i Heeeaaaaahh...it"
Keris itu diacungkan lurus ke depan. Sinarnya melesat ke arah Suto Sinting. Serta merta Suto Sinting
menggunakan juus "Tangan Guntur"nya dengan
menyentakkan kedua tangan ke depan. Sentakan itu
membuat tangan Pendekar Mabuk keluarkan sinar biru
besar yang segera berbenturan dengan sinar kuning
lawan. .legaaarrr...l Watumenak terlempar akibat ledakan dahsyat tadi.
Suto Sinting juga terdorong ke belakang karena geiombang ledakan yang cukup besar itu. Tapi ia tak sampai
jatuh. Watumenak jatuh terbanting dan berguling-guling.
la buru-buru bangkit sambil masih memegangi keris
yang memancarkan sinar kming berpendar-pendar.
Pada saat itu juga, jurus "Gerak Siluman" Suto digunakan untuk menerjang perempuan kurus tersebut.
Ziaaap...i Tangan Suto Sinting memancarkan sinar hi-
jau. Sinar hijau itu adalah sinar dari jurus
"Pecah Raga' yang amat berbahaya. Kali ini jurus itu tidak dilepaskan dari jarak jauh, tapi dipakai menampar
kepala Watumanak saat perempuan itu diterjangnya
dari samping. Bruuus...l DUaaarr...
'Aaaaahkkk...ll" Watumenak memekik keras-keras.
Kepalanya menjadi hangus dan berasap. Rambutnya
terbakar seketika. Rontok dan menjadi gundul. ia berguling-guling di tanah dan kerisnya terlepas dari genggaman.
Dalam keadaan sekarat begitu, sekelebat bayangan berhasil menyambar tubuh Watumenak. Wuuut,
weesss...l Tahu"tahu Watumenak sudah berada di atas pohon, dipondong dengan dua tangan oleh seorang lelaki


Pendekar Mabuk 125. Siasat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua berkepala gundul juga. Lelaki tua itu tak lain adalah
Lepak Legong, yang baru saja tiba dari suatu tempat.
'Ooh, dia yang membawa lari Rokatama saat aku
dilumpuhkan oleh badai beracunnya Pijar Oewi..."l"
ujar Suto dalam hati. "Hmmm... tak salah iagi, dia pasti
si Lepak Legong!" Pendekar Mabuk memainkan jurusnya yang sempoyongan seperti orang mabuk mau tumbang itu. Lalu
diam memasang kuda-kuda siap serang.
Tapi Lepak Legong tidak lakukan serangan balasan
terhadap Suto Sinting. Dari atas pohon itu ia hanya
berseru dengan suara seraknya
"Aku tahu kau murid si Gila Tuak! Tapi kau teiah
membuat muridku terluka parah dan sekarat begini!
Tunggu saatnya tiba, Anak mudal Aku akan datang
padamu menuntut batas atas perlakuanmu terha dap
muritku inil' Bluuub-..l Suto Sinting tak jadi bicara, karena Lepak Legong tiba-tiba lenyap dengan meninggalkan letupan kecil yang berasap tipis. Suto Sinting tak tahu ke
mana perginya si tokoh tua itu. Tapi para pengikut Watumenak menjadi sangat ketakutan. Mereka berlari berpencar arah. menyelamatkan nyawa sendiri-sendiri.
Lenyapnya Lepak Legong pertanda kembalinya kekuasaan Ratu Kamasuta menjadi pengUasa negeri Gapura Jagat itu. Tak ada yang bisa terucap oleh sang ratu
pada saat itu. karena ia sangat terharu memperoleh
kembali negeri warisan mendiang suaminya itu. Tetapi
jatuh di lubuk hati sang ratu, tertanam rasa kagum yang
amat besar kepada Pendekar Mabuk, sehingga ia pun
mengajukan sebuah tawaran kepada murid si Gila fuak
itu. 'Bagaimana jika kau menetap di sini dan tinggal
bersamaku"' Suto Sinting bingung menjawab. Hanya tersenyum-senyum kikuk. Tapi Citra Bisu segera mewakili
Pendekar Mabuk" memberi jawaban yang bernada randah.
"Dia harus berkelana kembali bersamaku, ratu.
maafkan kami...." Suto Sinting justru tertegun bengong mendengar
kata"kata Citra Bisu. Hatinya menyimpan geli, dan juga
bertanya pada diri sendiri, 'Apa maksud ucapan Citra
Bisu ituu?" SELESAI PENDEKAR MABUK Segera terbit ! PEMBUNUH PEDANG NAGA Djvu : Novo Edit teks : Saiful B http://cerita-silat.mywapblog.com
Dendam Sejagad 8 Celebrity Wedding Karya Alia Zalea Layar Terkembang 3
^