Pencarian

Rahasia Bukit Iblis 1

Rahasia Bukit Iblis Pit Mo Gay Karya Kauw Tan Seng Bagian 1


RAHASIA BUKIT IBLIS (PIT MO GAY) Diterjemahkan oleh: KAUW TAN SENG Sebuah pedati yang beroda tunggal di tengah2, didorong seorang pemuda, dengan menerbitkan suara "kikuk, ki-kok" tengah menjusur jalan yang me-lingkar2 bagaikan ular merangkak yang berada di daerah pegunungan Ngo Tay San.
Nampaknya dengan susah payah pedati itu sejengkal demi sejengkal terus menuju ke muka.
Cuaca nampak gelap, karena mendung meliputi seluruh angkasa, sinar matahari tak dapat menembusinya.
Kala itu bukanlah waktunya orang berziarah kerumah berhala, lagi pula jang mengherankan orang ialah, meskipun didaerah pegunungan Ngo Tay San banyak terdapat bangunan rumah berhala atau klenteng, namun tempat yang dituju oleh pedati itu bukanlah klenteng ataupun rumah berhala.
Keadaan menunjukan bahwa tempat itu sangat sunyi, sehingga suara "ki-kok, ki"kok" yang diperdengarkan oleh pedati itu, menggema, meluas, dan terdengar dari tempat yang jauh jaraknya, se"akan2 menerbitkan rasa aneh serta mengandung penuh rahasia.
Waktu itu hari sudah lewat lohor, ditambah pula dengan suasana mendung, maka nampaknya begitu gelap.
Tampak gelagat digunung akan turun hujan, tidak saja awan atau halimun ber-gulung2, angin kencangpun men-deru2.
Makin masuk kedalam gunung itu, jalan makin mendaki dan menanjak, menurut pantasnya akan sukarlah rasanya pedati yang beroda satu itu menempuh jalan gunung semacam itu.
Akan tetapi pemuda pendorong pedati itu nampaknya sangat mantap sehingga seorang nenek yang sudah tua yang duduk bersila diat as pedati itu dapat memejamkan matanya dengan tenang melewati jalan yang mendaki dan menanjak itu.
Melihat nenek yang duduk di dalam pedati itu, maka nampaklah bahwa pada bagian kepalanya ia mengenakan ikat kepala yang berwarna hitam, bajunya pun hitam seluruhnya, selain rambut putih yang tiada tertutup oleh ikat kepalanya itu, sehingga nampaknya terlebih putih dan mengkilap.
Kulit mukanya sudah keriput bagaikan kulit ayam, dilihat dari roman mukanya pasti tidak kurang dari tujuh puluh tahun usianya.
Melihat akan pendorong pedati itu, rupanya tidak lebih tiga puluh tahun usianya.
Matanya ia lebar dan alisnya tebal, di lihat sepintas lalu saja sudah dapat diketahui bahwa orang itu mestinya orang yang jujur.
Setindak demi Setindak dengan mantap ia berjalan di jalan pegunungan Sambil di dalam hatinya penuh dengan pertanyaan yang olehnya tidak dapat dimengerti, yakni semenjak memasuki daerah pegunungan Ngo Tay San, ibunya sepatah katapun tidak hendak mengatakan, selain dari pada menunjukan jalan yang harus dilewati, kebanyakan ia selalu melegut Sambil memejamkan matanya.
Mengapa begitu " Inilah ia tak dapat mengetahui maksudnya.
Meneliti akan kelakuan ibunya, didalam masa setahun itu yang nampaknya bersemangat adalah dibulan Go-gwee (bulan lima), selewatnya akhir bulan Si-gwee (bulan empat) seperti ia bersiap sedia, ber-kemas2 akan berkunjung ke Ngo Tay San.
Umpama kata hendak bersembahyang kerumah berhala, rumah klenteng yang dekat banyak sekali dijumlahnya, mengapa harus menempuh jalan beribu lie jauhnya tidak lain tidak bukan harus pergi ke Ngo Tay San " Di"hari2 Peh Cun ia sudah harus bertolak, tiap kali selalu pagi2 sebelum matahari terbit, lagi pula selalu menyuruh orang menolak pedati yang didudukinya.
Inipun membuatnya ia tidak dapat menyelami apa artinya kesemuanya itu.
Ia masih ingat bahwa pertama kali ibunya bepergian, disuruh kakaknya yang sulung membawa pedati, tetapi setelah sebulan kemudian, yang kembali pulang kerumah hanya ibunya seorang, kakaknya yang sulung tidak ada kabar beritanya.
Ibunya pun bungkam mulut, sepatahpun tidak mengatakanya.
Sampai pada tahun yang lampau barulah ia kembali pulih akan semangat hidupnya.
Tahun yang lalu disuruhnya kakaknya yang kedua membawa pedati menghantarnya pergi, kali inipun setelah lewat satu bulan, ibunya pun pulang seorang diri saja, apa yang menjadi sebabnya, iapun tidak dapat mengetahuinya.
Tahun ini, tugas membawa pedati mengantar ibunya itu menjadi gilirannya.
Terus ia terpikir Ibu pergi kegunung Ngo Tay San Sebenarnya apa maksud tujuannya.
Ia tidak bermaksud untuk bersembahyang ke klenteng memuja Buddha, pula tidak bertujuan bertamasya dan pesiar untuk me-lihat2 keindahan alam, tapi mengapa tiap tahun harus mengunjunginya sekali Pernah ia memperbincangkan hal ini dengan adiknya yang keempat.
Berempat mereka kakak beradik, yang terakhir atau Si bungsu ini yang paling cerdas, tetapi Si bungsu inipun tak berhasil menemukan sebab musababnya, hanya dikiranya pasti disebabkan untuk kepentingan pembalasan sakit hati ayahnya.
Namun, bagaimana kematian ayahnya, Si nenek itupun tak pernah menceritakanya.
Keempat kakak beradik itu, ilmu silatnyapun sudah dapat dikatakan lumayan, andaikata mereka kandung rasa sakit hati yang besar, maka keempat kakak beradik itu dengan bersatu padu pasti tak akan mengalami kekalahan, tetapi, Si nenek tetap tidak me-nyebut2 mengenai hal itu, sehingga betapa pun pandainya Si cerdik, ia hanya dapat me-nerka2 saja.
Tak dapat mengetahui seluk beluknya.
Sambil mendorong pedati, maka pemuda itu tidak henti2nya bekerja otaknya.
Mendadak Si nenek itu membuka matanya lebar2, nampaknya angker dan bertenaga, tetapi tak lama kemudian, ia memejamkan pula matanya, seraya berkata: "Belok kekiri !" Pemuda itu menjulurkan tenaganya keseluruh lengannya, hampir2 pedati dengan orang yang duduk didalamnya terangkat seluruh"nya, dengan begitu ia membelok kekiri.
Jalan gunung itu makin menyempit.
Kedua tepi jalan itu semua bukit2 tinggi yang menjulang ke langit, sehingga membuat keadaan disitu makin menggelap.
Tak lama kemudian Si nenek menyuruh anaknya pula membelok kekiri.
Kala itu air hujan sudah mulai turun rintik2, batu gunung yang terkena air hujan menjadi basah serta licin, dan jalanan makin sukar ditempuh.
Akan tetapi nampaknya keadaan ini tidak menjadi halangan bagi pemuda itu, masih terus ia mendorong pedatinya, berbuat sedapat- dapatnya agar supaja Si nenek enak duduknya.
Tidak antara lama, disebelah depan nampak ada tiga orang mendatangi Si nenek, walaupun nampaknjya memejamkan matanya, lagipun ketiga orang itu masih jauh jaraknya, tetapi ia sudah dapat mengetahui serta membuka matanya lebar2, nampak dandanan ketiga orang itu sebagai orang pencari kayu, maka diketahuinya bahwa mereka itu adalah penduduk pribumi gunung Ngo Tay San, maka iapun tidak lagi memperhatikannya.
Walaupun ia tidak memperhatikan sebaliknya dipihak pencari kayu itu timbul rasa herannya.
Mereka lahir dan dibesarkan didaerah pegunungan itu, dengan sendirinya tentu sangat paham akan keadaan jalan di situ, nampak di hadapannya ada pedati mendatangi, maka mereka saling ber-bisik2 dan ber-kata2 untuk kemudian menunggu Sampai dekat, maka seorang tua yang kumisnya sudah memutih diantara mereka itu menatap kepada Si nenek berdua anaknya, seraya berkata: "Kakak kecil, kalian berdua hendak kemana ?" Mendengar pertanyaan itu, si pemudapun melengak seraya menyawabnya: "Akupun tidak mengetahui !" Ketiga orang pencari kayu itu ber-gelak2 semuanya.
Si orang tua itu berkata pula: "Berjalan terus menuruti jalan ini, tidak seberapa jauh akan menemui jalan buntu, selain daripada itu terpisahkan sebuah lembah yang lebarnya tiga puluh kaki, sehingga dapat memandang kearah bukit Pit Mo Gay, maka seekor kelinci pun tak nampak, kalian hendak naik kegunung memuja Buddha, kiranya telah salah jalan." Si nenek yang duduk didalam pedati itu, dengan suara lemah katanya: "Tong Jie, lekaslah jalan, jangan berayal lagi !" Ketiga pencari kayu itu melengak, satu diantaranya berkata: "Nyonya, kami bermaksud baik, hari ini nampaknya akan turun hujan besar, digunung seorangpun tidak ada, jalan didepan pun buntu, juga tiada rumah penginapan, jika kalian bertemu srigala atau binatang buas lain, akan bagaimana nanti jadinya ?" Si nenek itu tertawa, suaranya bukan lagu orang ketawa melainkan se"akan2 orang menangis, sehingga ketiga orang pencari kaju itu terperanjat karenanya.
Terdengar Si nenek itu berkata: "Soal itu kami tak perlu perhatian kalian, srigala liar kami tak takut.
Sebaliknya kalian bertiga, lekaslah berjalan, Cuaca sudah petang, tak boleh dibuat mainan !" Ketiga orang itu menjadi kasihan, pada jaman dahulu, adat kebiasaan rakjat jelata senantiasa bersahaja, sederhana, maka ketiga orang itu walaupun sudah menemui batunya, masih saja hendak menganjurkan Si nenek berdua anaknya membalikkan arah tujuannya.
Yang tua diantaranya membuka mulut pula seraya katanya: "Nyonya .
. . . . . .. tapi belum lagi habis perkataannya, Si nenek itu sudah marah seraja katanya: "Masing2 ambil jalannya sendiri2, bukankah sudah beres " Masih mau berkata apa lagi ?" sambil berkata ia mengangkat per-lahan2 lengannya serta di goyang2kan sehingga lengan bajunya turun, tertampak lengan II kecilnya yang kurus kering bagaikan kayu yang sudah kering dan tangannya se-olah2 cakar burung.
Dengan sekenanya saja ia mencengkeram Sebuah pohon Siong (Semacam pohon pinuh), maka segera nampak pada batang pohon Siong yang sebesar mangkuk itu berbekas lima lobang yang dalamnya kira2 setengah dim, patahan dahannya itu, jatuh turun kebawah lereng gunung.
Sementara itu Si nenek dengan tiada berubah wajah mukanya berkata: "Tong Jie, lekas jalan !" Pemuda itu menurut, segera terdengar suara "ki"kok, ki-kok", dengan tiada henti-hentinya.
Dan tak lama kemudian telah jauhlah sudah jaraknya.
Ketiga orang pencari kayu yang melihat pohon Siong patah batangnya itu, untuk beberapa saat lamanya tidak dapat ber-kata"kata karena kagetnya, barulah kemudian yang tua menekuk lututnya dan manggut"manggut tiga kali seraya dalam mulutnya mengucapkan maaf katanya: "Koan Im Nio-nio, kami rakyat jelata, tak tahu bahwa tubuh penitisanmu pesiar digunung.
Jika kami bersalah, minta beribu ampun !" Kedua kawannya pun satu persatu bertekuk lutut juga.
Setelah masing"masing mengucap doa, barulah mereka jalan turun kegunung sebelah bawah.
Pemuda yang disebut "Tong Jie" itu, setelah mengetahui bahwa didepan jalan buntu, tapi ibunya masih juga menyuruhnya berjalan terus, maka di dalam hati nya tidak habis sangsinya.
Beberapa kali hendak ia menanyakan, tapi mengingat akan tabiat ibunya, terpaksa ia mengurungkan niatnya bertanya dan terus mendorong pedati nya dengan sangat berhati"hati.
Yang merasa menaruh curiga terhadap sepak terjang Si nenek itu, bukan hanya si pemuda pendorong pedati itu seorang saja.
Jauh terpisah ribuan lie dari Ngo Tay San, ada Sebuah dusun yang dinamai dusun Lao Cui Kauw yang termasuk lingkungan daerah Gie Sia Koan propinsi Ouw Pak pun ada seorang pemuda yang tengah merenung seorang diri.
Pemuda ini tiga tahun lebih muda daripada pemuda pendorong pedati itu, diantara mata, alisnya sedikit mirip, hanya kedua biji matanya besar lagi terang, menandakan bahwa pemuda ini pasti seorang cerdik dan cerdas, tidak sama dengan pemuda pendorong pedati yang jujur itu.
Tatkala itu, ia sedang berada didalam Sebuah taman yang sekelilingnya dikitari pagar bambu yang tingginya lebih daripada sepuluh kaki, ia sedang berjalan kian kemari serta berkata seorang diri, katanya: "Setengah bulan kemudian, ibu mestinya sudah pulang.
Samko ikut kembali atau tidak" Sebenarnya ibu pergi kemana " Twa-ko bersama Jiko, apa sebab sekali pergi tidak pulang kembali ?" Dibelakang halaman itu terdapat tiga buah rumah petak yang terbuat dari rumah gubuk, sama bangunan"nya dengan rumah dusun pada lazimnya.
Tetapi ketiga buah petak rumah gubuk ini, selain terletak diujung dusun, lagi pula jauh terpisah dengan rumah-rumah dusun lainnya, yang terdekat jaraknya tidak kurang dari tiga atau empat puluh kaki jauhnya, ditambah pada luar pagar bambu itu, masih terdapat hutan bambu yang lebat yang melingkari rumah itu, sehingga jika ada orang lewat diluar hutan bambu itu, kalau tidak mencarinya dengan teliti, akan tidak dapat mengetahui bahwa didalam hutan bambu itu ada orang tinggal.
Setelah jalan mondar-mandir kian kemari sekian lamanya, maka pemuda itu mengangkat kepalanya memandang cuaca yang sudah menjadi petang, lalu ia lari kedalam rumah.
Sesaat kemudian, tangannya memegang Sebuah pedang panjang, ia kembali kehalaman untuk berlatih ilmu pedang sejurus demi sejurus.
Melihat akan keadaannya, seakan-akan nyawanya tidak terkandung dibadan, pikirannya terbang melayang, perhatiannya tidak berada dalam ilmu pedangnya.
Semacam Kiam Hoat di jalankan dengan tidak sungguh-sungguh, tiba pada jurus terakhir, semestinya lengan menggetar, dengan menggunakan tenaga dalam membuang pedangnya keangkasa, agar pedang itu melayang diudara dan meluncur turun kembali, setelah mana di tanggapinya dengan tangan kembali.
Menurut istilah Kiam Hoat pemuda itu, jurus ini disebut tipu pukulan Wan Pek Kui Thio (Kumala semula kembali kenegeri Thio), dipandang dari peyakinannya, pemuda ini sudah sangat paham sekali dengan ilmu pedangnya yang disebut Cit Mo Kiam Hoat itu.
Ilmu pedang itu membutuhkan persatuan semangat.
Kali ini oleh karena didalam hatinya penuh dengan segala soal yang ia tidak
Ilmu pedang itu membutuhkan persatuan semangat.
Kali ini oleh karena didalam hatinya penuh dengan segala soal yang ia tidak dapat memecahkannya, maka sewaktu pedangnya dilontarkan keatas tiada tenaga yang diperlukan, sehingga jalannya pedang miring2 tidak sebagaimana mestinya.
Rupanya pemuda itupun merasakan nya, setelah tertawa maka berkatalah ia seorang diri, katanya: "Mengapa senantiasa memikirkannya untuk apa " Bagaimana hal yang sebenarnya, jika Shako benar"benar tidak kembali, bukankah lain tahun aku akan dapat mengetahuinya ?" Demikianlah Setelah hatinya tetap, kedua kakinya tidak mendoyong, tidak membuka lengan tangannya memanjang, batang pedang itu menurun dari atas, kelima jari pemuda itu sekali dimengkeratkan membuka sedianya hendak menanggapi pedang itu, atau mendadak terdengar suara "set", sejurus sinar emas menyorot datang dari luar pagar, kemudian terdengar suara "treng", tidak miring sana tidak miring sini, tepat mengenai ujung pedang itu, III I sehingga miring sebelah.
Dengan berseru: "Bagus pemuda itu melangkah keluar satu tindak, diulurkannya tangan kanannya, menangkap gagang pedang itu, lalu kemudian meloncat, tubuhnya melesat kesamping sehingga tiga kaki, ditangkapnya senjata rahasia itu, berbareng membentak: "Bangsa tikus, masih tidak hendak mengunjukkan diri?" Baru saja habis perkataannya itu, dari luar pagar sudah terdengar "kikk"kikk" suara tertawanya seorang perempuan dan katanya, |"I 0 "Kaulah yang menjadi Bangsa tikus Dan segera di atas pagar bambu itu telah tampak seorang perempuan, ujung baj unya berkibar"kibar karena tiupan angin, kepalanya yang berambut hitam nampak sepasang konde Cioda, konde berunding.
Sang pemuda nampak seseorang mengunjukan diri, pergelangan tangannya mengencang, Sebuah Kim Lian Cie (Biji Teratai Emas) meluncur pergi, nampak tangan pemudi yang halus itu melayang maka Kim Lian Cie yang lain pun melesat, kedua buah Kim Lian Cie beradu dan bersama menjulang ke atas, pemudi itu menotolkan kakinya, tubuhnya membubung ke angkasa di julurkan tangannya maka tahu2 kedua buah Kim Lian Cie itu sudah berada di tangannya.
Setelah mana barulah ia berdiri di tanah dengan manisnya.
Ia tertawa dan berkata "Lim Lam, begitu bertemu muka lantas kau menggunakan Am Jing Cie, beginikah melayani seorang tetangga ?" Sang pemuda tersenyum dan berkata: "Bukan seharusnya mengintai orang berlatih pedang, ditambah menyerang secara sembunyi dengan Am Gie, begini pulakah seharusnya cara melayani sebelah tetangga 9!! Tersenyum pula pemudi itu, seraya katanya: "Lagi-lagi aku tak dapat menang berdebat denganmu !" "Kau sendiri yang kurang aturan, sudah selayaknya begitu III berkata pemuda itu.
"Tak usah berkata lagi, Pek-bo sudah kembali belum ?" kata pula gadis itu.
Pemuda itu mengkerutkan alisnya sambil berkata: "Masih juga kau menanya, aku harus terlebih dahulu menanya kepadamu, Pek-hu bergelar Bu Lim Tong, ayahku Twat Beng Tui Hun Cit Sie Kiam Lim Pek Sin, seharusnya bagaimana ajalnya, ia tahu atau tidak ?" Alis gadis yang indah itu dikerutkan sedikit serta berkatalah gadis itu: "Tak usah dibicarakkan lagi, ia memikiri setengah harian masih juga tidak dapat mendapatkannya.
Kita bertetangga lima enam tahun lamanya, tidak dapat" mengetahui, bahwa orang yang.
tinggal di sebelah tetangga adalah keluarga Cit So Kiam Lim Pek Sin.
Lim Lam, kalau begitu, Pek"bo tentunya dulu yang tersohor didunia Kang"ouw sebagai Lie Eng Hiong Tiat Pie Sian Ko Teng Ie, bukan ?" Lim Lam tersenyum dan berkata: "Sedikitpun tidak salah.
Hanya se-kali2 tak dapat kau siarkan diluar, tabiat ibuku sangat aneh, semenjak ia mengajak kami bersembunyi tinggal disini pernah berpesan me-wanti2 dengan mengatakan bahwa siapa saja yang membocorkan rahasia sepak terjangnya, sekalipun anak sendiri, tak akan diberi ampun !" Mendengar perkataan itu, maka gadis itu mengulurkan lidahnya.
Belum lagi gadis itu ber"kata2 pula, atau sudah terdengar ada orang berkata diluar pagar, katanya: "Sie-heng, tetapkanlah hatimu, anak perempuanku ini masih dapat dikatakan bukan orang yang begitu banyak mulut !" Berbareng dengan suara perkataan itu, maka segera nampak seorang tua yang pipinya penuh dengan jenggot yang sudah seperti salju melompat lewat pagar bambu yang lebih dari sepuluh kaki tingginya.
Setelah Lim Lam nampak orang itu, dengan segera ia membungkukkan badan se-dalam2nya seraya berkata: "Lo-pek jangan menyebut aku dengan Cara demikian, aku yang dari generasi muda takkan dapat menerima nya!" orang itu tertawa gelak2 seraya katanya: "jangan banyak peradatan, sebenarnya malu jika dikatakan, bahwa sudah sekian tahun lamanya sama sekali tidak mengetahui tetangga sendiri adalah tokoh yang terkenal dikalangan Bu Lim.
Ayah harimau pasti takkan beranakkan seekor anak anjing, Sie-heng pasti bukan orang yang sembarangan, aku harap saja Sie-heng suka memberikan petunjuk bagi anak perempuanku ini !" Tergeraklah hati sanubari Lim Lam, setelah mendengar perkataan itu, ia menatap gadis itu, maka keempat mata saling bentrok, keduanya tersenyum dengan mempunyai arti.
Berkata pula Lim Lam demikian: "Lie Lo-pek, bukannya How"pwee tidak menurut perkataan, soal ibuku ini terlampau mengherankan orang, dahulu Lie Lo-pek mempunyai hubungan dengan kedua golongan Hek-to dan Pek-to, ternama sebagai Bu Lim Tong, karenanya aku minta tolong puteri Lopek menanyakan hal-nya kepada Lo-pek, apakah Lopek mengetahui akan hal ihwalnya kematian ayahku, tak aku sangka telah membuat kagetnya Lo-pek !" Belum juga mendengar sampai separuh, gadis itu sudah tidak tertahan ketawanya dan berkata: "Lim Lam, betapa engkau seharus sesopan ini ?" Si orang tua itu mendelik sambil berkata: "Betapa sopan santunnya orang berlaku, bukan sebagai kau, yang seperti orang hutan !" Pemudi itu moncongkan bibirnya, mengambek tak ber-kata2 pula.
Si orang tua melanjutkan katanya: "Sie-heng, hal ini sebenarnya menjadi teka-teki dalam kalangan Kang-ouw.
Bukannya aku omong besar, hal yang aku Lie Tay Heng tidak tahu, maka didunia takkan ada jang mengetahuinya lagi." Lim Lam merasa putus asa agaknya, maka katanya: "Mustahil sedikit tanda2 atau endusanpun tidak ada "'" Lalu di ceriterakannya bahwa ibunya, yaitu Tiat Pie Sian Pek Cun, selalu menyuruh salah seorang anaknya membawa pergi pedati yang ia naiki, telah dua kali selalu pulang seorang diri, kali ini kakaknya yang ketiga yaitu Lim Tong yang membawa ibunya pergi, bagaimana kesudahannya belumlah dapat dikatakan.
Ketika itu cuaca sudah gelap, Lie Tay Heng berkata: "Sie-heng, kita masuk kedalam, aku akan ceriterakan apa yang aku tahu, bagaimana pendapatmu ?" Besarlah rasa hatinya Lim Lam, maka buru2 memimpin Lie Tay Heng berdua puterinya masuk kedalam rumah, dipasangnya pelita.
Dalam rumah itu hanya Lim Lam seorang, maka ketiganya mengambil tempat duduk masing2, orang tua itu melihat kumisnya sambil berkata: "Kie Jie, waktu Twat Beng Tui Hun Cit So Kiam Lim Pek Sin mendadak menghilang, hingga kini delapan belas tahun telah berselang, waktu itu kau belum lahir!" Mendengar perkataan itu, maka gadis she Lie yang hanya bernama satu suara Kie itu berkata: "Ayah, katakanlah terus, membawa-bawa aku untuk apa ?" Sebaliknya Lim Lam meneruskan perkataan orang tua itu katanya: "Waktu itu akupun baharu berusia dua tahun !" Lie Tay Heng berkata: "Kiranya Sie-heng tahun ini sudah berusia duapuluh tahun !" Lie Kie tak sabaran mendengarkannya, maka menyelaklah ia, katanya: "Ayah, lekaslah tuturkan, untuk apa membicarakan usia orang ?" Lie Tay Heng menatap puterinya sambil tersenyum katanya: "Siapa tahu kalau2 ada gunanya !" Lie Kie dengan Lim Lam tinggal sebelah menyebelah, keduanya senantiasa berhubungan, sudah sekian lamanya dalam hatinya tumbuh bibit rasa cinta, tetapi selama itu belum pernah ia mengatakan kepada ayahnya, maka mendengar perkataan itu ia merasa jengah dalam hatinya, dan pada roman mukanya nampak berubah warna ke merah-merahan, lalu ia menggerutu, katanya: "Entah ada gunanya apa !" Lie Tay Heng tersenyum, lalu berkata: "Sie-heng, sahabat2 dikalangan Hek"to bila mendengar nama ayahmu, mereka tak ada yang tidak ciut nyalinya, sekalipun pendekar dikalangan Pek"to merasa takut terhadapnya.
Karena ilmunya Cit So Kiam Hwat itu selain nomor satu dikolong langit ini, juga bagus peryakinan dalam dan luarnya.
Melihat sikap roman Sie-heng sekarang ini, rupanya juga mewarisi sifat keturunan ayahmu, kakakmu pernah beberapa kali aku melihatnya, semua kuduga tentu keturunan orang pandai, tapi tak kusangka sedikit pun, bahwa kalian justru keturunan Cit So Kiam Lim Pek Sin !" Setelah menyatakan rasa kagum dan sayangnya lalu ia meneruskan: "Dahulu golongan Khong Teng Pay pernah mengedarkan Bu Lim Thiap (Semacam surat untuk mengundang jago"jago kalangan persilatan) untuk membikin susah pada ayahmu, apa Sie-heng tahu akan hal itu ?" Lim Lam berkata: "Pernah aku mendengarnya dari ibu." Lie Tay Heng berkata: "Ayahmu mungkin karena memandang persahabatan, setelah menerima surat Bu Lim Thiap itu terpaksa harus memenuhi undangan.
Tetapi aku yang menamakan diri sendiri Seratus Delapan Buah Kim Lian Cie sebagai kepandaianku yang istimewa, berada di tengah2 banyak jago2, tak berani mempertunjukkan keburukan.
Belakangan ayahmu dengan telapak tunggal membinasakan murid Khong Tong Pay Leng In Tiang Loo, sebuah pedang panjangnya melukai dan membinasakan Khong Tong Cit Kiat (Tujuh orang gagah dari golongan Khong Tong Pay).
Ibumu dengan ilmu lengan besinya, melukai beberapa orang gagah dari Ngo Tay Pay.
Ilmu silat yang demikian itu, siapa berani membuat atau menimbulkan amarahnya.
Pertemuan Bu Lim Tay Hwee itupun lalu dibikin sudah begitu saja, sebaliknya aku dapat membuka mataku untuk satu kali." Setelah mendengar penuturan itu, Lim Lam lalu berkata : "Lo-pek tak usah sangsi2 dengan ilmu menimpuk Seratus delapan buah Kim Lian Cie yang dipelajari Lopek betapa hebatnya, waktu itu Lopek tidak turun tangan tentu ada sebabnya." Lie Tay Heng melengak dan menatapnya Lim Lam beberapa kali seraya berkata: "Sie-heng benar2 cerdas, tidak salah, waktu itu aku tidak turun tangan, sesungguhnya ada sebab lainnya." Lie Kie dengan Lim Lam saling pandang, mereka merasa nada perkataan yang mengandung rasa terharu daripada apa yang diutarakan oleh Kim Lian Cie Lie Tay Heng itu, seperti juga mengandung apa2 didalamnya.
Maka dengan menahan napas mereka mendengarkan lebih jauh dengan penuh perhatian.
Setelah berhenti sebentar, Lie Tay Heng lalu meneruskan katanya: "Bu Lim Tay Hwee yang diadakan sekali itu, mengambil tempat dipuncak gunung Thay San.
Orang2 yang berilmu silat tinggi, yang dapat menyamai kemasyuran nama Cit So Kiam Lim Pek Sin ada juga tiga atau empat orang, misalnya Pee Lek Chiu In Liong dari Ngo Bie Pay di propinsi Su Coan, Liauw Tim Thay Su dari Klenteng Goan Hwa Sie di bukit Siong San di propinsi Holam, dan sebagainya.
Akan tetapi apa yang mengherankan orang ialah: Sewaktu tiba pada saat benar2 bergebrak pada pagi hari itu, semua orang2 yang berkepandaian tinggi itu sudah pergi kelain tempat dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu.
Aku sendiripun memang ingin pergi, tetapi akhirnya ikut menghadiri Bu Lim Tay Hwee melihat setengah harian keramaian dengan tidak turun tangan." Lim Lam merasa heran dan berkata: "Sesudah Lopek menerima Surat Bu Lim Thiap, mengapa tidak turun tangan ?" Lie Tay Heng menghela napas panjang dan akhirnya berkata: "Sie-heng, sesama pendekar saling sayang-menyayangi, apa kau tidak mengerti akan hal ini" Semenjak beberapa turunan Khong Tong Pay tidak ada orang yang berkepandaian tinggi, di dalam kalangan murid2 nya pun makin lama makin tidak tahu diri, bagaimana dapat dibandingkan dengan ayah bundamu yang namanya menggemparkan seluruh dunia persilatan " Pada malam hari sebelum bergebrak dengan resmi, ayahanda mu pernah menemui aku untuk bicara.
Maka berkatalah ia, bahwa hari esoknya waktu bergebrak, ia mengharapkan aku tidak campur tangan.
Katanya jika hendak turun tangan pun tak usah ambil kesempatan dalam gelanggang itu,
Maka berkatalah ia, bahwa hari esoknya waktu bergebrak, ia mengharapkan aku tidak campur tangan.
Katanya jika hendak turun tangan pun tak usah ambil kesempatan dalam gelanggang itu, dapat membuat perjanjian lain untuk menetapkan hari dan tempatnya.
Waktu itu aku menyetujui dan menjanjikan pada lain tahun bulan dan hari yang sama, tempatnya tetap pada puncak gunung Thay San, ayahandamu mengucap terima kasih dan pergi sendirian.
Aku kira, Liauw Tim Thay Su dan lain2 pergi dengan tiada memberitahukan orang lebih dahulu, kiranya ia pun sama." Lie Kie berkata: "ketahuilah saja, Cit So Kiam kuatir ba hwa orang yang berkepandaian tinggi berbareng menantangnya, sehingga ia tak bisa dapat kemenangan." Lie Tay Heng meng-geleng2kan kepalanya, seraya berkata : "Akupun berpendapat demikian, tetapi berbicara tentang ilmu silatnya Cit So Kiam berdua Tiat Pie Siali Ko, jika beberapa orang yang berkepandaian tinggi itu maju berbareng, paling nempil juga kedua belah pihak sama2 mendapat luka.
Bagaimana katanya dengan Liauw Tim Thay Su dan Pee Lek Chiu dari Ngo Bie Pay dan lain2, aku tidak terang, denganku maka perkataannya saling mencocoki.
Hai, Lim Pek Sin sungguh jago yang berkumandang namanya !" Lim Lam buru2 bertanya pula," katanya: "Pertemuan digunung Thay San tahun kedua bagaimana ?" Lie Tay Heng berkata: "Dalam tahun itu aku berlatih seratus delapan buah Kim Lian Cie dengan rajin nya, bukannya aku menyombongkan diri, pada masa itu dikalangan Kangouw betul2 sudah jarang terdapat orang yang dapat menandingi aku.
Apa yang mengherankan ialah, bahwa Cit so Kiam Lim Pek Sin dan Tiat Pie Sian Ko Teng Ie selama tahun itu sedikitpun tiada kabar beritanya.
Menurut biasanya, tak lebih satu bulan, tentu sudah tersiar kabar didalam kalangan Hekto, siapa2 yang binasa didalam tangan mereka berdua.
Aku menduganya mungkin Setelah pertemuan dipuncak gunung Thay San itu, mereka mencari tempat untuk menyembunyikan diri dan melatih ilmu silat dengan rajin nya, maka akupun tidak merasa aneh.
Masa itu Sie-heng ada di-mana ?" Lim Lam berkata: "Aku sendiri sudah tidak ingat lagi.
Menurut penuturan kakakku yang sulung, kami tinggal di rumah Gwa Kong (nenek lelaki ayah ibu) kami.
Dua tahun kemudian, mendadak ibu pulang, ia tidak menceritakan soal ayah, tidak Sekalipun kepada Gwa Kong." Demikianlah semakin bercakap semakin lancar, perkenalan makin akrab, dan makin sedikit bahasa tata krama yang dipergunakan.
Maka berkatalah Lie Tay Heng seterusnya: "Benar, didalam dua tahun itu dimanakah adanya Cit So Kiam dan Tiat Pie Sian Ko " Apakah yang mereka perbuat " Dunia selebar ini, dapat dikatakan hanya mereka berdua yang tahu.
Tahun kedua Liauw Tim Thay Su dari Siong San, Poe Lek Chiu dari Ngo Bie Pay, Eng Jiauw Ong dari Siauw Lim Sie dan lain2 orang yang pandai ilmu silatnya telah datang di puncak Thav San dalam waktu yang sudah ditentukan.
Tetapi mereka menunggu selama setengah bulan tidak juga menemukan Lim Pek Sin.
Semua mengatakan Lim Pek Sin bukanlah orang yang dapat dipercaya, mereka menunggu lagi setengah bulan sehingga satu bulan lama nya, Lim Pek Sin masih juga tidak datang, maka akhirnya mereka lalu pulang kedaerahnya masing2." Makin lama Lim Lam mendengar makin merasa heran, maka berkatalah ia: "Tentulah ayahku mempunyai urusan yang sangat penting, sehingga terhambat dan tak dapat datang, kalau tidak demikian, pasti ia tak akan ingkar janji !" Lie Tav Heng meng"angguk2kan kepala, se-akan2 membenarkan.
"Waktu itu siapapun berpikir demikian.
Aku yang paling luas pergaulanku dikalangan Bu Lim (Dunia persilatan), sebegitu turun dari Thay San segera pergi ke"mana2 untuk menyelidiki dimana tinggalnya Cit So Kiam Lim Pek Sin, tetapi usahaku itu sia2 belaka, begitulah dengan tidak terasa telah lampau delapan belas tahun lamanya." Sesaat ketiga orang itu terdiam, akhirnya Lim Lam dengan Lie Kie berbareng berkata karena herannya: "Entah mereka berbuat apa !" Lie Tay Heng berkata: "Begitulah, Sie-heng, setelah ibumu pulang, maka bagaimana sepak terjangnya " Apakah boleh aku mengetahuinya ?" Lim Lam berkata: "Sewaktu ibuku pulang seorang diri, aku baru berusia empat tahun, aku tak tahu sepak terjangnya.
Begitulah ia tinggal selama sepuluh tahun dirumah nenek luarku dengan tidak mengerjakan apa2, selain daripada mengajar kami berempat saudara ilmu silat.
Dalam masa sepuluh tahun itu, sungguh lekas ia menjadi tua, setelah kemudian nenek luarku berpulang ke rahmatullah, ia lalu membawa kami tinggal disini.
Lopek pindah kesini dua tahun lebih belakang daripada kami.
Hari kedua Lo-pek pindah, ibu pernah sekali pergi diwaktu malam, setelah kembali maka berkatalah ia, bahwa tetangga yang pindah disebelah adalah ahli senjata rahasia dikalangan Bu Lim, seratus delapan buah Kim Lian Cie (Buah teratai emas), teristimewa menghantam jalan darah orang, siapa yang menentangnya maka rubuhlah ia .
. . . . . . . . . .." Lie Tay Heng menyeletuk katanya: "Tiat Pie Sian Ko terlampau memuji !" Lim Lam meneruskan katanya: "Selanjutnya roman mukanya berubah menjadi adem nampaknya.
Sekalipun kami berempat saudara yang menjadi anak kandungnya, siapa saja yang berani membuka rahasia bahwa ia adalah keturunan Twat Beng Tui Hun Cit So Kiam Lim Pek Sin, tak akan ia mengampuninya ! Ibu biasanya pendiam, jarang sekali bicara, kami melihatnya pun merasa takut, dengan sendirinya kami tidak berani membocorkan rahasia.
Kali ini oleh karena urusan luar biasa anehnya, aku kuatir ada sangkut pautnya dengan hilangnya ayah.
Telah Semenjak lama aku mendengar bahwa Lopek banyak mengetahui segala sesuatu seluk"beluk di kalangan Bu Lim, maka aku baharu memberanikan diri mengutarakannya kepada Kie Sim-bwee, minta tolong Lopek memberitahukan, kemana kiranya ibu pergi, kakak sulungku dan yang kedua kemana pula perginya.
Ibuku bepergian pada hari raja Peh Cun, kini sudah tanggal duapuluh bulan Go"wee, lagi setengah bulan ia akan kembali, maka jika Shako (kakak yang ketiga) tidak ikut pulang bagaimana pulalah kiranya ?" Lie Kie pun pernah melihat Tiat Pie Sian Ko beberapa kali, ia tampak sikapnya sangat menyeramkan, sekarang mendengar bahwa perilakunya juga bersifat rahasia, dengan tidak disengaja ia merasa takut sendiri, ia bersandar rapat2 kepada ayahnya, sepasang matanya yang jernih bagaikan air dimusim rontok itu membelalak lebar2.
Kim Lian Cie Lie Tay Heng Sambil meng"usap2nya merenung sebentar, akhirnya berkatalah ia: "Sie"heng, hal ini benar2 mengherankan orang.
Apakah diwaktu bercakap se-hari2 itu ibumupun tidak pernah menunjukkan sedikit tanda2 atau petunjuk2 yang dapat dibuat pegangan untuk pengusutan ?" Sambil tertawa getir Lim Lam berkata: "jangankan bercakap, sedangkan kamarnya saja ia tidak mengizinkan kami masuk selangkah Sekalipun !." Mendengar penuturan itu Kim Lian Cie Lie Tay Heng sambil berseru "Ha !" ia berdiri dan berkata: "Adakah hal yang semacam ini ?" "Usia ibu telah agak lanjut, tabiatnya aneh pun suatu hal yang lumrah." Lie Tay Heng berkata: "Kalau tiada demikian, Sie"heng jangan salahkan aku banyak usil urusan orang.
cobalah katakan Semenjak kapan ibumu tak memperkenankan kalian masuk kekamarnya ?" Lim Lam berkata: "Semasa tinggal dirumah nenek luar kami, ia sudah berlaku demikian." Lie Tay Heng per-lahan2 duduk pula, dan berkatalah ia: "Aku si orang tua sungguh banyak urusan." Mendengar itu buru2 Lim Lam berkata: "Mengapa Lopek mengatakan demikian " Umpama ibu ada urusan yang ia seorang diri tak dapat membereskannya, justru menghendaki bantuan yang maha besar dari Lopek !" Lie Tay Heng berkata: "Bagus ! Jika demikian, sebaiknya kita pergi kekamar Tiat Pie Sian Ko untuk mengetahui bagaimana keadaannya, hal yang lain2nya nanti kita bicarakan pula !" Lim Lam ragu2 agaknya, maka Lie Kie menghampiri nya seraya berkata: "Kau ragu2kah " Ke-ragu2anmu tak memungkinkan kau mengetahui akan hal2 yang aneh semacam ini ! Lekaslah pergi III I Lim Lam pun berpendapat, bahwa menurut biasa, ibunya akan baru pulang nanti setengah bulan lagi, meskipun ia masuk kekamarnya untuk me-lihat2 keadaannya, maka apakah halangannya " Setelah memikir demikian, ia dapat memantapkkan hatinya, akhirnya berkatalah ia: "Baiklah ! Hanya .
. . . . . . . . . .. jika Lopek dapat tidak membuat kalut barang2nya, itu akan lebih bagus lagi.
Kalau tidak demikian, pada waktu ibu pulang, aku tak dapat membayangkan bagaimana aku nanti akan menanggung akibatnya." Lie Tay Heng berpikir seorang diri, ia merasa bahwa, walaupun menurut sikap puterinya agaknya mempunyai soal cinta terhadap Lim Lam, tetapi hal ini sebenarnya tak ada sangkut paut dengannya.
Kepandaian ilmu silat Tiat Pie Sian Ko, serta tabiatnya, dikalangan Kangouw siapakah yang tidak mengetahuinya " Meski tidak usil perkara orang lain pun, dapat mengakibatkan juga suatu bencana baginya.
Maka Setelah Lim Lam menyetujui akan memeriksa kamar ibunya, sebaliknya ia sendiri jadi maju mundur tak dapat mengambil ketetapan.
Lie Kie nampak ayahnya bersangsi, maka dihampirinya juga.
Sambil menggedrukkan kakinya dilantai ia berkata : "Ayah, bagaimana kau pula " Dengan susah pajah orang memikul beban sebesar langit dan menyetujui maksudmu, sekarang kau sendiri tidak mau pergi, apa sebabnya ?" Lie Tay Heng terhadap puterinya sudah biasa memanyakannya, apa saja diturutinya, apa lagi mengingat pokok persoalannya itu sendiri, bukan saja mengenai di mana adanya seorang pendekar ternama dikalangan Bu Lim, tapi juga hal ini sangat aneh dan penuh dengan rahasia, maka terbersit akan perasaan ingin tahu akhir nya ia berkata: "Baiklah !" Lalu diikutinya Lim Lam jalan menyusur jalan pekarangan dan berhenti didepan sebuah pintu.
Setibanya disitu, meskipun Lim Lam mengetahui bahwa kamar itu kosong tiada orangnya, namun dalam hatinya tak dapat tidak menghindarkan rasa takutnya, ia berdiri terpaku untuk beberapa saat.
Pintu yang dicat dengan warna hitam itu, ditambah dengan keadaan cuaca yang gelap, dilangit tiada rembulan maupun bintang, suasananya makin bertambah sunyi dan angker agaknya.
Lie Kie nampak Lim Lam berdiri tanpa bergerak dihadapan pintu, dengan tidak disengaja ia sendiripun melangkah mundur satu tindak.
Lie Tay Heng adalah seorang tokoh ulung dan sudah berkecimpung ber-tahun2 dikalangan Kangouw, demi melihat kedua pemuda-pemudi menunjukkan sikap seperti orang yang hatinya keder lalu berkata: "Kalian berdua mundurlah kebelakang, biarlah aku yang maju lebih dahulu !" Ini justru apa yang diharap oleh Lim Lam, maka dengan lantas ia kesamping, berdiri berendeng dengan Lie Kie.
Lie Tay Heng maju dua langkah, tangan kanannya sudah hendak menekan gelangan pintu, tapi mendadak ia tarik kembali.
Karena kagetnya Lie Kie buru menanya : "Ayah, mengapa ?" Lie Tay Heng berkata: "Baru saja Sie"heng mengatakan bahwa Tiat Pie Sian Ko menamakan aku seorang ahli senjata rahasia, kupikir bahwa ayahnya disebut orang Pat Pek Lo Han (Lohan berlengan delapan), dialah baru dapat dikatakan ahli Am Gie yang tiada orang dikalangan Bu Lim yang tidak mengetahuinya ! Sesudah ia tidak memperkenankan orang memasuki kamarnya, mungkin didalam hal ini ada apa2nya, kali ini ia meninggalkan rumah, dirumah hanya ada seorang yang berdiam, perasaan ingin tahu dari tiap2 orang tak dapat dihindarkan, karena demikianlah apabila didalam kamar dipasangi perkakas yang dapat melepaskan senjata rahasia, apakah kita tak akan mengalami rugi oleh karenanya ?" Mendengar penuturan itu, bulu romanya Lim Lam dan Lie Kie bangun berdiri.
Lie Tay Heng berkata pula: "Kalian mundurlah sejauh tiga puluh kaki jaraknya!" Kedua orang melakukan apa jang diminta, lalu nampak Lie Tay Heng pun mundur sejauh sepuluh kaki lebih, telapak tangannya dihantamkan kedepan, sehingga memperdengarkan suara "Wut", terkena sambaran angin dari telapak tangan itu, dengan menerbitkan suara terbukalah pintu yang bercatkan warna hitam itu ! Dalam kamar itu gelap gulita.
Sedang ketiga orang merasa bersyukur tiada mengalami apa2, mereka hendak masuk kedalam memeriksa keadaan dalam kamar itu, atau terdengarlah suara gemeresak perlahan didalam kamar, benar saja, dari dalam melesat paku2 tiga persegi yang tak terhitung banyaknya, sambaran anginnya sangat kuat.
Kim Lian Cie Lie Tay Heng ketika mendengar suara itu segera mengangkat dan memainkan tangannya, tak antara lama berhentilah ia, dan membuka telapak tangannya, maka nampaklah didalamnya sudah ada segenggam paku tiga persegi.
Lie Tay Heng mengendus paku itu, dengan kaget ia berseru katanya: "Benar2 Tiat Pek Sian Ko, apa yang ia katakan, di wujudkan nya, paku itu mengandung bisa yang sangat hebat.
Mengingat bahwa didalam rumah, lain daripada anaknya sendiri, tiada orang lagi, mengapa mesti menurunkan tangan sejahat ini ?" Mendengar pada paku itu ditaruhkan bisa, wayahnya Lim Lam berubah laksana tanah hitamnya karena kagetnya.
Ia ternganga dan meleletkan lidahnya, untuk beberapa saat ia tak dapat ber-kata2.
Mengingat bahwa Setelah ibunya pergi, ia sendiri pernah beberapa kali hendak membuka pintu kamar dan melihat keadaan didalamnya, masih untung ia tidak berani dengan sembrono mewujudkan keinginannya, jika tidak entah bagaimana jadinya.
Mengingat akan hal ini, maka keringat dingin nya (peluh dinginnya) membasahi seluruh badannya, matanya menatap kearah Lie Kie.
Lie Kie pun tidak kurang kagetnya, berpikirlah dalam hatinya, andaikata ayahnya tidak berlaku hati2, mungkin jiwanya sudah melayang sedari tadi.
Tiga orang terjatuh kedalam pikiran masing2, dan ter-bengong2 jauh duapuluh kaki lebih diluar pintu kamar.
Setelah lewat beberapa saat tidak nampak apa2 lagi dan tengah mereka hendak masuk kekamar, atau mendadak terdengar suara mendebur, pintu itu tertutup sendirinya, waktu itu sedikit angin pun tiada, mengapa pintu dapat menutup sendiri" Akhirnya Lie Ki lah yang pertama2 berseru: "Ayah, tak usahlah kita lihat dalam kamar, ada saitan didalamnya".
Belum lagi keringat dinginnya mengering, maka kembali ia dibikin III kaget pula.
Ia pun berkatalah: "Lopek, mari kita kembali.
Lie Tay Heng tersenyum, seraya katanya: "Dikolong langit dimanakah kita melihat setan " Tiat Pie Sian Ko dapat meletakkan pesawat rahasia diatas pintu, sehingga menembakkan paku bersegi tiga, apakah tidak dapat ia memasang pesawat rahasia pula, agar supaya pintu menutup sendiri " Kali ini pasti tak akan mudah dibuka pula.
Karena jika paku bersegi tiga yang mengandung bisa belum juga dapat mencegah orang pendatang, maka pintu yang menutup sendiri niscaya tak akan mudah dibuka, dan dapat menutup orang pendatang itu didalam kamar.
Sie"heng, ibumu tinggal didalam kamar pasti tiada jendelanya.
Benerkah begitu ?" Lim Lam merasa heran dan berkatalah ia: "Lopek belum pernah datang disini, bagaimana mengetahuinya?" Lie Tay Heng tersenyum dan berkata: "Di kira2 menurut logikanya III a Lim Lam merasa kagum, tetapi masih merasa sedikit tidak mau tunduk, maka berkatalah ia: "Cobalah Lopek menghantamnya dengan telapak tangan pula !"
"Baiklah !" jawab Lie Tay Heng, yang lantas mengangkat lengannya, suara mendesir keluar dari telapak tangannya, dan menyerang pintu kamar dengan santarnya.
Ilmu silat Lim Lam pun sudah ada dasarnya yang kuat, mendengar suara telapak tangan mendesir, maka tahulah ia, bahwa nama Kim Lian Cie Lie Tay Heng benar2 bukan nama yang kosong.
Ia tahu bahwa dengan mendesirnya angin telapak tangan yang dapat didengar orang itu, berarti tenaga yang dikerahkan itu, paling sedikit mestinya ada berapa ratus kati beratnya, dan walaupun singa batu yang mengalami serangan itu, kiranyapun akan dirubuhkannya.
Tetapi kali ini, pintu itu sedikitpun tidak bergeming setelah menerima pukulan itu.
Lie Tay Heng mengeluarkan suara ke"heran2annya.
Lie Kie berdua Lim Lam tidak dapat mengerti apa sebabnya, hanya mereka nampak Lie Tay Heng memasukkan tangannya ke dalam saku, belum juga melihat jelas gerakan tangannya, tahu2 sebuah biji teratai dari emas sudah melesat dan menyentuh pintu itu sehingga menerbitkan suara gemerincing, se"akan2 suara beradunya dua benda logam.
Maka tahulah mereka apa sebab Lie Tay Heng jadi ter"heran2 kiranya tadi ia mengetahui serangan telapak tangan yang ia lakukan tadi, walaupun tak dapat membuka pesawat rahasia yang dipasang pada pintu itu, tetapi kalau pintu itu terbuat daripada kayu, mestinya pintu itu akan retak oleh tenaga serangan yang dahsyat itu.
Tapi keadaan adalah sebaliknya, pintu itu tidak terusakkan, maka mengertilah ia tentunya ada apa2 yang mengherankan orang, dan begitulah ia mencoba dengan biji teratai emasnya, dan akhirnya dapat diketahui bahwa pintu itu terbuat daripada logam.
Selama sesaat kemudian, Lie Tay Heng membalikkan tangannya pula, lagi tiga buah biji teratai emas melesat, dan memisah ditengah jalan, masing2 menyentuh pada tempat yang berlainan diatas tembok itu.
Maka terdengar pula suara gemerincing tiga kali, kapur yang melekat pada tembok itu pada jatuh kebawah, dan nampaklah tembok yang hitam.warnanya, kiranya tembok itu pun terbuat daripada besi.
Maka berserulah Lie Kie karenanya: "Untuk apa Tiat Pie Sian Ko, Si Bidadari Berlengan Besi itu mengurung dirinya sendiri di dalam sangkar besi ini ?" Meskipun Lim Lam adalah puteranya Tiat Pie Sian Ko Si Bidadari Berlengan Besi, tapi ketika nampak keadaan yang demikian itu, matanya membelalak, tak dapat ia ber"kata2 karena rasa herannya.
Hal"ha1 yang mereka alami itu memang makin bertambah mengherankan orang ! Lewat beberapa saat, mendadak Lie Tay Heng berseru katanya: "Ha ! Ini tak dapat tidak harus dibikin terang !" Sambil berkata begitu, ia mendekati pintu dan mengamat-amatinya dengan teliti dan cermatnya.
Sampai disini Lim Lam jadi merasa gegetun sudah telanjur bercampur rasa takut.
Nampak bahwa Lie Tay Heng jalan mendekati pintu, maka terlepaslah serunya: "Lopek !" Lie Tay Heng menoleh kebelakang dan menanya: "Sie"heng, ada apa 0?" Jawab Lim Lam katanya: "Lopek, kini kita akan mengetahui apa yang tersembunyi di dalam.kamar, soa1"nya malah kecil sekali, yang menjadi soal pokok ialah, bagaimana tanggung jawabnya, bilamana ibu pulang ?" Lie Tay Heng berdehem be-runtun2, kemudian berkata : "Hal ini mudah saja, membohong kepadanya pun dapat .
. . . . . . . . . .. Nah, ada ide !" "Ide apakah ?" tanya Lim Lam Lie Tay Heng berkata: "Pat Pie Lo Han Teng Khong Jin yang bergelar Lohan yang berlengan delapan, tiada banyak muridnya.
Lagi pula setelah ia berusia setengah tua, tak terkecuali yang baik maupun yang buruk, kesemuanya diusir dari rumah perguruannya.
Pat Pie Lo"han bukan saja paham akan membuat senjata rahasia, pun pula sangat luas pengetahuannya tentang pesawat2 rahasia.
Diantara murid2nya, yang dapat melebihi paham dari gurunya itu hanya seorang .
. . . . . . . . . .." Mendengar akan penuturan ayahnya itu, Lie Kie segera menyeletuk katanya: "Ayah, bukankah orang itu Hwat Louw Pan Lo Gek namanya "Il Lim Lam pun mengeluarkan seruan "Oh !", kiranya iapun pernah mendengar akan nama orang ini.
Lie Tay Heng menyawabz, "Benar !" Lim.Lam meneruskan katanya: "Meskipun demikian, apakah gunanya akan dia ?" Lie Tay Heng berkata: "Jika ia berada disini bukan saja memudahkan kita dapat memasuki kamar ini, dan juga dengan mudah kita dapat meninggalkan kamar dengan tiada meninggalkan bekas apa2 !" Mendengar akan hal itu, Lim Lam jadi riang sekali, katanya: "Dimanakah Si Louw Pan Hidup itu sekarang berada ?" Lie Tay Heng berkata: "Menurut cerita orang, ia berdiam di kota Siang Yang.
Kota itu jaraknya dari sini tidak terlampau jauh, tak usah dua hari perjalanan sudah dapat tiba kembali di sini.
Esok pagi2 aku segera berangkat kesana, malam ini cukup begini saja." Lim.Lam mengantarkan mereka berdua, kemudian iapun kembali kekamarnya untuk beristirahat.
Tapi bagaimana pun ia tak dapat memejamkan matanya, ia berbolak"balik, balik sana balik kesini, tapi senantiasa tidak dapat tidur.
Begitulah dengan susah payah ia dapat menantikan sampai fajar menyingsing, dengan sembarang ia makan sedikit barang makanan, ia pun lantas meninggalkan rumahnya.
Lewat hutan bambu itu tidak jauh sudah tiba di jalan besar.
Ujung jalan besar itu terletak rumah tinggal Kim.Lian Cie Lie Tay Heng berdua puterinya.
Pagi hari di jalan tiada orang satupun, di tambah pula Lim Lam yang sangat ter-buru2, maka digunakannya ilmu mengentengkan tubuh untuk berjalan cepat, Yang Cu Sam Tiauw Sui atau burung walet tiga kali menyambar air, tiga kali naik dan turun maka tibalah sudah ia di ambang pintu keluarga Lie Tay Heng, sambil berseru katanya: "Apa Lopek ada dirumah ?" Terdengarlah suara lagu yang empuk menyahutinya: "Hari sebelum fajar ayah sudah berangkat, masuklah kau ke dalam !" "Mengapa kau tak juga membuka pintu " Apakah kau menghendaki aku menjadi tamu yang melangkahi pagar ?" kata Si Lim Lam.
Dengan dikeluarkannya kata2: "melangkahi pagar" ini, mendadak ia jadi merasa jengah sendiri.
Maka terdengarlah suara orang membuka pintu, pada wayahnya walaupun rupanya orang mengambek, tapi sebaliknya tak dapat ia ber"kata2.
Segera suara tawa tertahan keluar dari mulut si manis itu, di sambung dengan katanya: "Angsa tolol, masih juga kau tak mau masuk ke dalam.?" Makin merah wajah Lim Lam nampaknya, terpaksa sambil tersenyum bercampur jengah ia berkata: "Entah mengapa semalam suntuk aku tak dapat tidur", sambil berkata begitu ia masuk kedalam.
Lie Kie pun berkata: "Siapapun tak dapat tidur, aku bersama ayah semalam suntuk me-nebak2, dan menerka, tak dapat juga kami mengetahui apa kiranya yang berada di dalam kamar itu.
Eh, mengapa selama beberapa tahun kau tinggal dalam rumah itu, kau tidak ketahui juga bahwa kamar ibumu itu terbuat dari besi ?" Lim.Lam menjawab: "Kamar bagian luar dikapuri dengan kapur putih, akupun belum pernah memasuki kamar itu, bagaimana aku dapat mengetahuinya ?" Lie Kie tersenyum seraya katanya: "Nampaknya sangat logis katazmu ini !" Senyumnya itu sangat menarik sehingga tergeraklah hati Lim Lam, dan berkatalah ia: "Adik Lie, kelak kau paham mempelajari ilmu silat Cit So Kiam Hoat (ilmu pedang tujuh tambang) dan aku paham mempelajari senjata biji teratai emas, kita berdua bersama menjelajah dunia Kang"ouw." Wajah muka Lie Kie berubah ke merah2an dan berkatalah ia: "Masih kau membicarakan urusan hal kemudian hari, be1um.tahu lagi, kalau kakakmu yang ketiga tahun ini tidak kembali, lain tahun kau harus mengantar ibumu pergi, dikuatirkan kau juga seperti perkedel daging di sambitkan kemulut anjing, ada pergi tiada kembali." Lim Lam berkata: "Jangan melantur ! Belajar dengan sembunyi2 senantiasa tidak enak rasanya, mulai hari ini, pagi hari ku ajarkan kau ilmu pedang, sore hari kau ajarkan aku Kim Lian Cie, kau setuju atau tidak ?" "Baiklah !" jawabnya Lie Kie.
Rupanya mereka semenjak berkenalan sudah saling mengajarkah ilmu kepandaian leluhurnya satu kepada lainnya.
Demikianlah dua hari telah lampau.
Keesokan sore hari"nya tengah mereka berlatih ilmu silat, terdengarlah oleh mereka suara derap kaki kuda mendatangi.
Dibukanya pintu, maka tertampaklah Lie Tay Heng bersama seorang yang berusia kira2 lima puluh tahun sudah turun dari tunggangannya.
Lim.Lam merasa bahwa roman orang itu tidak asing baginya.
Dan orang itu tersenyum terhadap"nya seraya berkata: "Apakah kau Si anak keempat " Ah sudah begini besar!" Lie Tay Heng berkata: "Lo Heng masuklah beristirahat sebentar, nanti baru kita bercakap2 lagi.
Sie"heng, keadaan justru kebetulan sekali, rumah ibumu itu justru Lo Heng yang membangunnya !" Demi kata2 ini Lim Lam baru teringat bahwa setelah rumah itu selesai di bangun barulah ia dengan ibu dan kakakznya pindah tinggal disitu.
Ia teringat pernah melihat orang itu berada di rumah nenek luarnya.
Maka ia bersama Lie Kie lalu memberi hormat terhadapnya selaku orang tingkatan muda.
Si Louw Pan Hidup itu berkata: "Hal hilangnya Lim Heng, aku pun tidak mengetahui seluk"be1uknya.
Sewaktu Suci meminta aku membangun rumah itu, karena aku tahu tabiatnya, maka bagaimanapun aku tak berani menanyanya.
Menurut penuturannya Lie Heng, setelah paku tiga persegi sudah meleset maka pintu itu menutup sendiri, inilah memang sudah semestinya begitu.
Jika hendak dibuka kembali pun tidak sukar, hanya setelah itu aku harap kelak jangan mengatakan bahwa ini perbuatanku !" Lie Tay Heng berkata: "Mengenai ini Lo Heng boleh tetapkan hatimu." Lo Gek berkata: "Malam panjang banyak bermimpi, maka sebaiknya sekarang saja kita pergi kesana !" Begitulah mereka berempat ber"sama2 meninggalkan rumah keluarga Lie menuju kerumah Lim Lam.
Lo Gek berjalan didepan, dibukanya pintu pagar, tiga orang lainnya mengikutinya dari belakang, dan terus menuju sampai di sekitar pintu besi itu.


Rahasia Bukit Iblis Pit Mo Gay Karya Kauw Tan Seng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lo Gek mengambil beberapa pahat dari kantong kulit yang terikat di pinggangnya, ia mem"buka2 dari celah2 pintu untuk herannya berkata: "Eh, mengapa tidak juga terbuka ?" Ketiga orang lainnya jadi bergelisah semuanya.
"Kiranya Suci tidak sepenuhnya mempercayai aku, ia menambahkan sendiri suatu pesawat rahasia." Menerangkan Lo Gek sambil berkata begitu, ia mengutik"ngutik keatas dan kebawah untuk beberapa saat lamanya.
Hari makin menggelap, dipasangnya obor oleh Lim Lam untuk meneranginya.
Kira2 lagi lewat setengah jam, air peluh memenuhi kepala Lo Gek, tengah hendak meletakkan pahatnya, tiba2 terdengar suara " Krek " dan pintu besi itu perlahan2 terbuka sendirinya.
Lo Gek buru2 berkelit kesamping seraa berkata: "Hati-hatil ah !" Lie Tay Heng bertiga mengerti apa maksudnya, maka segera merekapun berkelit masing2 kesamping.
Pintu telah terbuka lebar, tetapi tidak ada senjata rahasia menyambar, Lim Lam tak sabar menanti, dengan terang"nya obor ia menengok kedalam.
Akan tetapi segera juga ia menjadi kaget dan seluruh badannya lemas, mulutnya ternganga, lidahnya membeku, sepatah katapun tak dapat ia mengatakannya.
Lie Tay Heng bertiga lainnya ikut menengok kedalam, juga semuanya terkesima.
Lo Gek paling waspada, dengan tidak membalikkan tubuhnya ia menotolkan kakinya melompat mundur hingga sepuluh kaki lebih, setelah mana ia memutar badannya segera lari tunggang langgang, Lie Kie menyandar kepada ayahnya, kedua mata"nya membelalak lebar2, mengawasi Lim Lam yang lengan-nya gemetaran, sinar obor di tangannya pun ber"goyang2.
Mengingat akan ilmu kepandaian Hwat Louw Pan Lo Gek yang tidak dapat di bilang biasa saja, telah terlintang"pukang lari bukanmain kagetnya, apa lagi Lim Lam dan Lie Kie, ter"lebih2 lagi ketakutannya.
Diantara beberapa orang ini, masih terhitung Kim.Lian Cie Lie Tay Heng yang pengalaman serta nyalinya jauh lebih besar, maka setelah kaget untuk sesaat, karena ia kuatir akan terjadi sesuatu atas diri Lie Kie dan Lim Lam, maka kedua lengannya memanjang, di jambaknya belakang baju kedua pemuda pemudi itu, berbareng dengan itu ia melompat ke belakang kira2 tiga kaki jauhnya dan berlindung di sudut tembok.
Baru sesudah itu ia dapat berkata: "Tiat Pie Sian K0 Si Bidadari Berlengan Besi, aku si orang tua bangka tidak mengetahui bahwa kau berada didalam.rumah, aku telah berlaku sembrono.
Kuharap kau suka memaafkan akan kesalahanku ini !"
"Tiat Pie Sian K0 Si Bidadari Berlengan Besi, aku si orang tua bangka tidak mengetahui bahwa kau berada didalam rumah, aku telah berlaku sembrono.
Kuharap kau suka memaafkan akan kesalahanku ini !" Kiranya sewaktu Lim Lam.memegang obor menyuluhi kedalam kamar itu, nampak di dalam sinar obor yang ber-goyang2 itu, ibunya yaitu Tiat Pie Sian Ko Teng le, tengah berdiri di daiam kamar, dengan kepalanya di kerudungi kain hitam, tubuhnya mengenakan baju hitam, serupa dengan dandanannya sewaktu ia meninggalkan rumah, memandang dengan sinar matanya orang marah! Lim.Lam berani melanggar perintah ibunya, masuk kamar untuk mencuri lihat keadaannya, ini semua di sebabkan ibunya tiada di rumah.
Dan sekarang diluar dugaan"nya, ibunya ada di dalam kamar, maka siapakah jang tidak ketakutan hingga menjadi lemas tak berdaya " Si Louw Pan Hidup memangnya sudah mempunyai rasa takut terhadap kakak seperguruannya, maka begitu nampak wajah suci-nya, se"akan2 di telapak kakinya di polesi minyak begitu licinnya, lari jauh2 paling selamat.
Lie Tay Heng pun merasa soalnya sukar di bereskan, maka baru menyeret kedua orang pemuda-pemudi itu kepinggir.
Ia benar2 tahu akan tabiat Tiat Pie Sian K0, dengan perkataannya tadi, akan tidak ada gunanya sama sekali.
Mengingat akan nama dan pengaruh yang besar dari Twat Beng Tui Hun Cit So Kiam (yaitu Si pedang bertambang tujuh yang merampas jiwa mengejar roh) Lim Pek Sin suami"isteri, maka di dalam hatinya pun dak"dik-duk naik turun tidak dapat di tenangkannya.
Tetapi ia mengetahui bahwa ia tak akan dapat berbuat seperti apa yang diperbuat oleh Lo Gek, artinya ia tidak boleh pergi begitu saja.
Ber"turut2 Lie Tay Heng mengulangi apa yang dikatakan tadi sampai dua kali, tetapi Tiat Pie Sian K0 yang berada didalam kamar itu, sama sekali tidak menyawabnya.
Sementara itu, Lim Lam semenjak tadi sudah hilang kecerdasannya karena takutnya, ia bergelisah dan men"jejak2kan kakinya seraya berkata: "Ini bagaimana baiknya ! Ini bagaimana baiknya !" Lie Kie jang nampak keadaan Lim Lam yang demikian itu, lalu berkata: "Biasanya kau menamakan dirimu sangat cerdik dan cerdas, mengapa sekarang kau ketakutan sampai begini rupa " Kelakuan ibumu begitu sembunyiz seakan"akan takut orang mengetahui akan rahasianya.
Perasaan ingin tahu, tiap orang mempunyainya.
Andaikan kau membuka pintu secara paksa untuk menge-tahuinya, paling banyak juga kau hanya akan digusari, mustahil anak kandung sendiri akan dibunuhnya ?" Lim Lam hanya menghela napas, tak dapat ia ber"kata2.
Ia memang cerdik dan besar nyalinya, semestinya tak akan sampai jadi begitu, hanya oleh karena kejadian itu datangnya demikian mendadak, lagipula dari semula ia sudah bersangsi.
Didalam bergoyangnya sinar obor itu, kedua mata ibunya mendelik terhadapnya, maka meskipun ia seorang yang cerdik dan bernyali bagaimana besarpun, menghadapi keadaan jang serupa ini, karena hatinya sudah mengaku salah, tentulah pemandangan yang ditampaknya itu membikin hatinya akan merasa keder.
Mendengar perkataan Lie Kie itu, sedikit banyak ia agak menjadi tenang.
Dengan menelan ludahnya ia berkata dengan suara nyaring: "Ibu, kapan kau telah kembali ?" Demikian juga sama halnya Lie Tay Heng tadi, beruntun ia berkata beberapa kali, namun tetap dari dalam kamar tiada penyahutan.
Lie Kie dan Lie Tay Heng ter"heran2, berkatalah mereka serentak: "Eh, mungkinkah kita silau mata ?" Lim.Lam yang mengenal akan tabiat ibunya berkatalah ia: "Lie Lopek seorang bisa jadi silau mata, tapi masa kita berempat semuanya silau mata " Sewaktu ibu sangat marah, sedikitpun ia tidak mau mengeluarkan kata2." Lie Tay Heng tidak bisa berbuat lain daripada menunggu perubahan gelagatnya.
obor yang terpegang ditangan Lim Lam, sudah padam sendirinya waktu ia diseret Lie Tay Heng.
Maka kini keadaan sekitarnya menjadi gelap gulita, dan suasana menjadi sunyi-senyap, tak terdengar suara apapun.
Benar2 ketiga orang itu menunggu sampai se-jam 1ama"nya, masih juga tiada perubahan apa2, maka berkatalah Lie Tay Heng: "Kie Jie, sediakanlah Kim.Lian Cie, kucoba lihat bagaimana sebenarnya." Memang sedari semula Lie Kie terhadap Tiat Pie Sian K0 Teng Ie sudah tidak berkesan baik, mendengar akan perkataan ayahnya, maka tahulah ia bahwasa ayahnya menghendaki, kalau sampai Tiat Pie Sian Ko turun tangan, dan suatu pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, agar supaya ia membantu ayahnya.
Ia semenjak kecil sudah bersama ayahnya berkelana didunia Kangouw.
Ia mengetahui bahwa pada uumnya, didalam kalangan Hekto maupun di kalangan Pekto tak ada orang yang tidak menghormati dan menghargai nama ayahnya.
Kini nampak ayahnya begitu segan terhadap Tiat Pie Sian Ko Teng Ie, sebagai anak perempuan yang biasanya kurang lapang dada, dengan sendirinya ia merasa tidak puas, diambilnya segenggam biji teratai emas untuk berjaga"jaga bilamana perlu, akan dihamburkannya semua biji teratai emas itu lebih dahulu, perkara belakangan.
Lim Lam sudah lama bergaul dengan Lie Kie, ia mempunyai rasa hati2, maka buru2 ia menyodorkan tangan dan menyentuhnya, seraya berkata dengan berbisik: "Hati2lah adik Kie terhadap ilmu lengan besi ibuku." Mulut Lie Kie menjebik seraya berkata: "Bagaimana ?" Lim Lam berkata: "Ilmu lengan besi bagus sekali akan memantulkan senjata rahasia, jika kau makin banyak menghamburkannya, dan ibuku balik menyerang, maka hal itu akan sukar di jaganya !" Lie Kie terkejut, akan tetapi ia tidak mau unjuk kelemahannya, ia hanya mengeluarkan suara hidung, "Hng", selanjutny a tidak mengatakan apa2 lagi.
Diwaktu mereka berdua ber"cakap2 itu Kim.Lian Cie Lie Tay Heng sudah tampak berdiri, melihat akan ketangkasan gerakannya itu, yang jarang orang dapat menyamai"nya, nampak sangat bagus tubuhnya bergerak ke"kanan kekiri, sikapnya begitu lambat, tapi pada hakekat"nya sangat cepatnya sukar ada bandingannya, sekejap saja ia sudah berada diatas rumah, sedikitpun tiada suaranya.
Bergerak ia menotolkan kaki-nya diatas atap rumah, maka dilain saat, ia sudah turun di lain tempat.
Tidak antara lama kemudian berklebatlah sinar api, maka di ketahuilah bahwa ia menggunakan tukasan api.
Maka menggentinglah rasa hatinya Lim Lam dan Lie Kie.
Tangan Lie Kie memegang kencang2 tangan Lim Lam, dan saling bersandaran menjadi satu.
Waktu yang sesingkat itu, dirasakannya laksana beberapa tahun lamanya.
Lama sekali rasanya baru terdengar suara panggilan Lie Tay Heng, didalam suara panggilan itu mengandung rasa yang sangat ter"heran2.
Maka terdengar katanya begini: "Eh ! Kie Jie, Lim Sie"heng, kalian lekaslah datang melihat !" Mendengar seruan itu, kedua pemuda"pemudi itu menjadi agak tetap semangatnya.
Lie Kie sadar bahwa hampir seluruh tubuhnya menyandar kepada tubuh Lim.Lam, maka tidak dapat di cegah ia merasa jengah sendiri dan merah wajah mukanya, seraya mengambek katanya : "Kalau ayah melihatnya pemandangan kita ini, betapa malu rasanya ?" Tapi ia lupa bahwa justru ia sendiri yang tadi mendekatinya.
Dengan terkandung penuh rasa asmara didalam kedua matanya, Lim Lam.menatapnya seraya berkata: "Tuh, Lopek memanggil kita, entah ada apa ?" Baru saja habis perkataannya, atau bayangan orang yang tinggi besar berklebat, Lie Tay Heng sudah jalan kembali dengan gelak tertawa ia berkata: "Betapa ketakutannya sehingga kalian ter-bengong2 " Si Louw Pan Hidup Lo Gek, didalam kalangan Kang-ouw bukan seorang yang tidak mempunyai nama harum.
Jika Tiat Pie Sian Ko mengetahui bahwa dengan secara begini ia dapat menyebabkan Lo Gek lari lintang pukang, maka ia pun dapat membanggakan dirinya selama hidupnya !" Lim Lam.mengetahui bahwa diantara perkataan itu menandung suatu sebab, maka segera mengajukan pertanyaan: "Apa kata Lo-pek, apakah ibu tiada didalam kamar ?" Lie Tay Heng menjawab: "Benar begitu, sedikitpun tidak salah." Berkatalah Lim Lam tiada kurang sangsinya: "Masakah kita tadi benar2 silau mata ?" Lie Tay Heng berkata: "Juga bukan silau mata." Lie Kie justru menjadi bingung dan tak mengerti akan kata2 ayahnya itu, maka buru2 mengajukan pertanyaan: "Sebenarnya apa yang telah terjadi ?" "Budak, tabiatmu begini berangasan, hati2 kau jangan sampai tak dapat mencari rumah mertua !" Jawab sang ayah dengan gelak ketawanya.
Maka bersemu merahlah wajah mukanya Lie Kie karena merasa malu, dan berkatalah ia: "Ayah, engkau masih saja mencari kesenangan dengan menggoda aku!" Lie Tay Heng masih ber"gelak2, kedua matanya menatap Lim Lam.
Lim Lam terlampau intim (akrap) dengan Lie Kie, dalam hatinya timbul apa2 yang kurang wajar, maka pandangan matanya diarahkan kelain jurusan, mulutnya merapat.
Lie Tay Heng masih tertawa untuk sesaat kemudian baru berkata: "Kalian ikutlah aku, sedikitpun tak perlu takut." Setelah mana ia membelok kesudut tembok dengan langkah lebar.
Lim Lam pandang memandang dengan Lie Kie, ma"sing2 merenungkan kata2 Lie Tay Heng, dan dalam hatinya masing2 ada perasaan manis meresap kedalam, tetapi mengingat akan halnya Tiat Pie Sian Ko yang berada didalam kamar, tidak sempat mereka berpikir dengan teliti, maka mereka pun lalu jalan mengikuti diambang pintu, menyalakan pelita api, dari sinar pelita api itu, nampak bahwa Tiat Pie Sian K0 Teng Ie, terang2 masih berdiri disitu dengan matanya yang beringas, kedua lengannya dibuka se"akan2 hendak menerkam ! Menampak pemandangan itu, Lim Lam berkelit ke"pinggir diluar kemauannya sendiri, tapi Lie Tay Heng menariknya berhenti dan berkata: "Jangan takut, itu bukan ibundamu !" Berkatalah Lim Lam : "Siapakah jika bukan ibuku ?" "Itulah hanya sebuah patung dari tanah liat", menerangkan Lie Tay Heng.
Lim.Lam masih juga merasa sangsi.
Tetapi Lie Kie sudah melangkah masuk kekamar, tangannya meraba dan diluar kemauannya sendiri ia berseru: "Benar, patung tanah liat, tapi buatannya demikian bagus sehingga seperti juga orang hidup." Lim.Lam menghembuskan napas lega, pikirnya ia sendiri membuka pintu dengan paksa, maksudnya tak lain dan tak bukan ialah ingin mengetahui rahasia apa yang ada didalam.kamar ibunya, serta hendak mengetahui kemana perginya ketiga kakaknya.
Selain dari itu ia pun hendak mengetahui apa perkataan Lie Tay Heng dan dimana ayahnya berada.
Setelah mengetahui hanya cuma sebuah patung tanah liat, maka di nyalakannya obor, dan diperiksanya sekitar keadaan disitu.
Ia jadi tercengang oleh karenanya, di kiranya semula bahwa sewaktu Tiat Pie Sian Ko Teng Ie dirumah, kamar ini di jaga begitu teliti dan cermat, walaupun anak sendiri juga tidak diperkenankan mendekat, mestinya mengandung banyak rahasia, tidak tahunya pada hakekatnya kecuali sebuat patung terbuat dari tanah liat yang begitu bagus se"akan2 orang hidup, hanya sebuah kamar yang bersih tiada debu sedikitpun dan kosong melompong tiada barang lainnya.
Ketika orang saling memandang untuk keheranannya.
Lie Kie yang pertama2 membuka mulut: "Apakah arti"nya semua ini " Lim Lam, apakah ibumu selamanya tidak tidur ?" Lie Tay Heng berkata: "orang yang pandai ilmu silat, di waktu tidur ada tempat tidur atau tidak, tidak menjadikan soal.
Hanya mengenai ia mengurung diri didalam kamar ini seorang diri, apakah yang ia kerjakan " Andaikata ia berlatih ilmu silat, juga seharusnya membutuhkan istirahat." Lim Lam sendiri terlebih tidak dapat mengerti akan halnya.
Ia mencoba meng"etok2 dinding dengan jari tangannya, dinding itu bersuara gemerincing, ia meng-etuk2 seluruh dinding serta lantainya, suaranya serupa saja, maka demikian dapat dikatakan bahwa kamar itu kosong sama sekali tiada barang lain2nya.
Lie Tay Heng mengeluarkan suara pelahan, dan berpikir didalam hatinya: dengan susah payah ia mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya, dan memerlukan pergi jauh2 minta pertolongan Si Louw Pan Hidup Lo Gek, siapa nyana sedikitpun tidak mendapatkan suatu apa yang terahasia.
Menurut pantas dengan kedudukan dan nama-nya didalam kalangan rimba persilatan, semestinya tak dapat alasan untuk ia membuka kamar orang lain sewaktu tidak ada penghuninya didalamnya.
Akan tetapi karena ia telah mengetahui dengan jelas mengenai perhubungan puterinya dengan Lim Lam, dan Lim Lam.mengatakannya bahwa apabila kakaknya yang ketiga tahun ini tidak kembali dan
Akan tetapi karena ia telah mengetahui dengan jelas mengenai perhubungan puterinya dengan Lim Lam, dan Lim Lam.mengatakannya bahwa apabila kakaknya yang ketiga tahun ini tidak kembali dan menghilang tanpa karena, maka pada tahun yang akan datang, giliran dialah yang menjadi tugas mengantar ibunya pergi.
Hal ini menyangkut soal penghidupan puterinya kelak kemudian hari, maka dengan tidak memperdulikan akan dicela orang, ia terpaksa harus membuka pintu kamar itu, untuk mengetahui apa yang tersembunyi didalam"nya.
Sama sekali tidak diduganya bahwa kesudahannya nihil.
Maka dengan menghela napas panjang ia berkata pada Lim Lam: "Sie"heng, kemana sebenarnya ibumu pergi, dan apa yang dikerjakannya, hanya ia seorang yang mengetahuinya !" Lim Lam berkata : "Kiranya tidak akan hanya seorang yang mengetahui.
Aku sudah terlebih dahulu berunding dengan kakakku yang ketiga." Lie Kie buru2 menyelakz "Ada siapa lagi " Mari kita lekas2 menemuinya !" "Kakakku yang sulung dan yang kedua.
Kini kukira kakakku yang ketiga pun sudah dapat mengetahuinya.
Lain tahun aku sendiri pun akan mengetahui-nya juga!" Tak terhingga kegirangan Lie Kie, mendengar akan keterangan itu.
Tengah mereka bertiga berdiri dikamar dengan termenung dan ingin meninggalkan kamar itu guna memikirkan lain daya yang harus diambil, mendadak Lie Kie menunjuk kepada patung itu seraya katanya: "Eh, apakah itu ?" Ketika Lie Tay Heng dan Lo Gek memandangnya, kiranya pada ce1ah2 baju asli yang dikenakan kepada patung itu nampak terkulai sehelai kertas putih.
Lie Tay Heng segera menghampiri serta dicabut saja kertas itu, nampak bahwa kertas itu hanya sebesar telapak tangan dan pinggirnya ada bekas terbakar.
Diketahuilah bahwa semula kertas itu tidak sekecil itu, tapi karena terbakar dan terbang tertiup angin ber"sama2 abu kertas dan melekat pada celah2 jahitan baju.
Lim Lam berkata: "Kira2 dua bulan yang lampau, aku berdua kakakku ketiga sudah merasa curiga atas tingkah laku ibuku, maka dengan diam2 kami memperhatikan-nya.
Pada suatu pagi, pernah nampak ibu mendukung abu kertas, dan dihamburkan keudara, setelah mana masih ia memandangnya untuk beberapa saat, baru ia kembali kedalam kamar !" Lie Tay Heng berkata: "Kertas ini masih tertampak tulisannya !" Bertiga mereka sama melihat, nampak ada tiga deretan tulisan, tetapi sudah tidak mengandung maksud yang sempu rna, tulisan itu sebagai berikut: " .
. . . . . . .. dibawah bukit Mo Gay . . . . . . . .. puluhan tahun hati . . . . . . . .. tahun sembahyang . . . . . . . .. lima... II masih ada setengah baris tulisan yang telah terbakar separuh, hanya merupakan huruf Tionghoa "kati", dan beberapa coretan yang sudah tidak merupakan tulisan pula.
coretan itu bagus sekali bentuknya.
Lie Tay Heng berkata dengan hela"an napasnya: "orang mengatakan bahwa Tiat Pie Sian K0 mempunyai kepandaian ilmu surat berbareng ilmu silat yang sempurna, sungguh suatu perempuan yang jarang terdapat pada jaman ini, kebenarannya akan perkataan ini dapat kita percayai"nya !" Sebaliknya Lie Kie yang membacanya berulang kali, masih tidak mengerti apa maksud"nya.
Maka diteruskannya sekalian meneliti keadaan patung itu, setelah diperiksanya seluruh tubuh patung itu.
apapun tidak diketemukan lagi.
Akhirnya Lie Tay Heng berkata: "Nampaknya sudah tiada apa2 lagi, mari kita pergi !" Lim Lam berkata : "Apa kita hanya begini saja sudah dapat pergi " Jika ibu kembali dan mengetahuinya, apa nanti akan jadinya ?" Lie Tay Heng berkata: "Sie"heng legakanlah hatimu.
Aku tentu dapat mencari Si Louw Pan Hidup Lo Gek.
Nanti kita pulihkan keadaannya seperti semula." Sehabis berkata begitu lalu ia selipkan kembali kertas itu di"celah2 jahitan baju.
Ketiga orang itu sudah dapat mengingat semua huruf2 yang terdapat dikertas itu, mereka diam2 meninggalkan kamar itu, pintunya dirapatkan begitu saja.
Lie Tay Heng berdua anak perempuannya kembali kerumahnya sendiri, Lim Lam tinggal dikamarnya sendiri, berbolak-balik tak dapat tidur.
Diulangnya tulisan2 diatas kertas tadi sampai beratus kali, tapi tidak juga dapat menebak apa arti maksudnya, hingga sampai hari sudah fajar baru ia dapat tidur.
Entah sudah tidur berapa lamanya, tiba2 ia rasakan ditelingannya agak gatal, dan agaknya ada orang disampingnya.
Ia terperanjat, dan hilanglah rasa gatalnya.
Ia bangun sambil melompat, belum juga berdiri tetap, sudah terdengar suara ketawa yang empuk dan katanya: "Matahari sudah naik tinggi, masih kau belum bangun dari tempat tidur, betapa malasnya orang ini !" Mendengar akan suara itu Lim Lam jadi lega hatinya dan berkatalah: "Adik Kie, kau benar nakal ! Dan dimana Lo-pek ?" Dengan menyingkap rambutnya yang bagus Lie Kie menyawab: "Ayah ma1am2 juga telah berangkat ke kota Siang Yang mencari Lo Gek.
Karena urusanmu, ia menjadi repot bukan main, siapa tahu kau enak2 tidur ?" Lim Lam jadi merah mukanya dan berkata: "Adik Kie, semalam Lo-pek mengatakan .
. . . . . . . . . . .." "Mengatakan apa ?" tanya Lie Kie tak sabaran.
Lim.Lam tersenyum tidak menyahut.
Lie Kie teringat perkataan ayahnya semalam yang tidak2, maka disabat"kannya tangannya dan lari keluar, Lim.Lam mengejar dari belakang, berdua mereka kejar"mengejar sampai dipinggir jalan baru Lie Kie tercandak dan dicekal lengannya, berdua rubuh ditanah kerumput.
Ketika itu hari raya Peh Cun baru saja berlalu, justru pada permulaan musim.panas.
Lie Kie hanya mengenakan sepotong baju rangkap kain berwarna hijau.
Walaupun sederhana nampaknya, tetapi tak dapat menutupi keelokannya yang menggiurkan orang.
Lim.Lam tergerak hatinya.
Maka berkatalah ia: "Adik Kie Lie Kie memotong perkataannya sambil balas menyebut: "Kakak Lam." Diwaktu ada kesempatan mereka berada berdua, Lie Kie selalu menggunakan sebutan ini memanggil Lim Lam.
Tetapi hari ini sebutan itu pada telinga Lim Lam didengarnya sangat luar biasa manisnya, ia kesengsam hingga lupa menyahut.
Lie Kie membelalakkan matanya kepada Lim Lam serta berseru : "Lim Lam!" Lim Lam tengah termenung, maka terkaget ia karena-nya, buru2 ia menanya: "Ada apa ?" Lie Kie berkata: "Beberapa huruf dalam halaman kertas itu sebenarnya apa maksudnya, apa kau sudah dapat menerangkannya ?" Lim.Lam berkata: "Belum, dan bagaimana dengan kau ?" Lie Kie berkata: "sudah tentu belum.
Jika sudah mengerti, perlu apa aku menanyakannya kepadamu." setelah berkata begitu ia lompat bangun, mematahkan sebuah ranting cabang pohon, ia duduk pada sebuah tonggak dan mencorat"coret tanah dengan ranting itu.
Lim Lam jalan mendekati, maka nampaklah apa yang dicoret itu, kiranya Lie Kie ingat bagian2 yang terputus pada kertas itu, maka di jajarkan-nya tulisan itu menjadi begini: Dibawah bukit Mogai Puluhan tahun hati Tahun sembahyang Lima Kati.
Lim Lam sendiri tadi malam semalam suntuk, pernah mengasah otaknya untuk memikirkan bagaimana kiranya yang dimaksudkan dengan sebelas huruf itu.
Maka setelah nampak tulisan itu ia berkata: "M0 GAY nama bukit, artinya dibawah bukit Mo Gay." Lie Kie berkata: "Ini sudah selayaknya, dibawah huruf "puluhan tahun hati" mungkin ada huruf "darah', yang artinya selama puluhan tahun telah memeras tenaga yang memerlukan hati pikiran darah dan daging.
Ini berarti bahwa selama puluhan tahun ini ibumu atau ayahmu dibawah bukit Mo Gay entah berbuat apa yang membutuhkan tenaga pikiran hati serta membuang darah daging dan keringat." Lim Lam berkata: "Ini tidak benar, andai kata mereka berbuat apa2 untuk suatu hal, mengapa ada itu huruf "sembahyang" " Apakah ayahku mengalami suatu tangan jahat dan mendapat bencana sehingga tiap tahun ibuku pergi menyembahyangi"nya " Dan kakakku yang sulung dan yang kedua, kemana pula perginya " Lagi pula itu huruf "lima" dan huruf "kati" apa pula artinya ?" Lie Kie berkata: "Bolehkah kau tak ber"gegas2 semacam ini ?" Setelah mana ia meneruskan coretannya, sehingga dapat dirangkaikan menjadi maksud yang berikut : "Dibawah bukit Mo Gay, kami pernah menguras tenaga yang memerlukan banyak cape hati dan pikiran serta tenaga yang membutuhkan banyak darah dan daging, menyelesaikan suatu perkara yang hari sembahyangnya jatuh pada tanggal lima bulan lima tiap tahun." masih tinggal satu huruf "kati" belum juga mendapat tempat yang sesuai dalam rangkaian kata- ;tu, Lim Lam.membanyol katanya: "Tulis terus, aku akan dapat menebaknya !" Lie Kie dapat mempercayai"nya dan dikiranya sungguhz, maka ia menengadah seraya menanya : "Apa " Coba lekas utarakan !" Lim.Lam menyawab dengan sedikitpun tiada berubah pada wajah mukanya, seraya katanya: "Masa sembahyang"nya tanggal lima.
Barang sembahyangnya daging babi sepuluh kati !" Kakinya Lie Kie menjejak, tangannya mendadak menggentakkan ranting cabang pohon, dengan cepat ia menyerang jalan darah Kian Cee Hiat dibagian bahu Lim Lam.
Dari siang2 Lim.Lam sudah menduga bahwa setelah Lie Kie mengetahui dirinya diperolok tentu akan turun tangan, maka ia sudah siap waspada, maka begitu nampak gerakan Lie Kie, ia segera lompat mundur.
Amarahnya Lie Kie belum juga reda, maka sekali lagi tangannya mengayun, melesatlah sebuah biji teratai emas, sehelai sinar kuning emas dibawah sinar matahari meluncur kearah dimana Lim Lam sedang melompat.
Tubuh Lim Lam sedang berada diangkasa, maka meskipun ia mengetahui Lie Kie tentu tidak dengan sepenuh tenaga menyerangnya, tetapi tubuhnya sedang mnmbul, tidak leluasa ia bergerak, jika sampai terkena Kim Lian Cie tentu mendapat malu, tengah ia mencabut pedang"nya yang panjang guna menyampok Kim Lian Cie itu, atau mendadak terdengar suara "S E R !" yang datang dari arah jalan, dan berbareng dengan itu nampak sehelai sinar hijau beradu dengan Kim Lian Cie dan ke"dua2nya meluncur jatuh kebawah.
Nampak akan hal itu, Lim Lam jadi terkejut, pikir"nya Kim Lian Cie itu meskipun ditimpukkan oleh Lie Kie secara main2, tetapi jalannya sangat pesat, ditambah pula benda ini sangat kecil bentuknya.
Sinar hijau yang datang belakangan itu kiranya adalah sinar Am Gie sebangsa paku segi"tiga, tapi toh dapat mengenai dengan tepat dan menyatuhkan Kim Lian Cie, maka ketepatan akan serangannya, serta iapun berdiri dan menunjuk-kan roman terkejut dan ke-heran2an.
Buru2 ia lari menghampiri dan berdiri berendeng, akan kemudian terdengarlah suara tindakan orang keluar dari hutan bambu dan nampak seorang Hweshio (padri) besar, kakinya mengenakan kasut dari rumput, jalan menuju kearah mereka.
Lim Lam berdua Lie Kie merasa heran, karena selama mereka tinggal disitu belu pernah ada orang beribadat berkunjung ketempatnya.
Kiranya ternyata Hweeshio itulah yang tadi menimpuk jatuh Kim Lian Cie ! Entah siapakah Hweeshio ini, dan apa maksudnya dia datang kesitu.
Tengah kedua orang itu berpikir, Hweeshio itu sudah mendatangi dengan per"1ahan2, sehingga membuatnya orang terperanjat, kiranya Hweeshio itu tubuhnya besar, tetapi roman mukanya luar biasa kurus keringnya, se"akan2 hanya tulang belaka, kedua alisnya sangat jarang dan kuning, begitupun matanya sangat celong dan kuning kering.
Bentuk badan dengan kepalanya begitu tidak seimbangnya sehingga tak sedap dipandang.
Pikirnya Lim Lam bahwa andai k ata mereka bersua diwaktu malam hari, tentu dikiranya dia seorang mayat hidup.
Berhubung selewatnya hutan bambu tiada jalan besar, hanya satu jalan kecil yang menuju kerumah Lim Lam, maka setelah Hweeshio itu melewati hutan bambu, tidak dapat tidak Lim Lam harus maju menghampiri serta menegur dengan suara nyaring katanya: "Twa Suhu datang kesini ada keperluan apa ?" Hweeshio itu mengambil jalannya sendiri, ia tidak menoleh juga tidak menyahut, hanya mengawasi beberapa kali kearah tiga buah rumah petak itu, dengan rupa wayahnya makin buruk dan aneh nampaknya.
Lim Lam sangat bercuriga dalam hatinya, ia memburu kesana dengan tangan memegang pegangan pedang seraya berkata: "Twa Hweeshio hendak mencari siapa?"
Padri itu menoleh kebelakang, biji matanya membalik keatas.
Masih juga ia tidak ber"kata2, tetapi tidak jalan maju lagi, sebaliknya ia duduk bersila ditanah, tangannya merogoh kedalam jubahnya, lalu dikeluarkannya sebuah gembreng atau Canang.
Setelah mana ia menggunakan palu penabuh Canang itu, lalu memukul"nya tiga kali sehingga menerbitkan suara tang, tang, tang.
Setelah itu, ia terus memalu Canang itu, makin lama makin cepat, sebentar saja seluruh tempat itu se"akan2 penuh dengan suara "tang " tang " tang" sehingga membisingkan telinga orang serta membuat risau orang yang mendengarnya.
Lie Kie benar2 tidak tahan lagi, dengan marah ia berkata : "Hei ! Bangsat botak, walaupun minta derma, bukan begini caranya !" Sehabis berkata begitu tangannya mengayun, maka tiga buah Kim Lian Cie melesat ke"arah si padri, nampaknya padri itu sedikitpun tidak meng"hiraukannya, maka Lim.Lam sebaliknya menjadi risau hatinya, karena menurut pikirannya, jika padri itu seorang baik2, bukankah itu berarti salah melukai orang yang tak berdosa " Tetapi siapa nyana padri itu bukan main sigapnya, pada waktu Kim Lian Cie sudah hampir mengenai belakang kepalanya, tahu2 tangan kanannya yang memegang palu Canang itu mengayun kebelakang, maka tiga buah sinar hijau melesat, dan terdengarlah suara "ting"ting-ting" tiga kali, dan ketiga buah Kim Lian Cie itu terserang jatuh semuanya.
Perkampungan Misterius 2 Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih Suramnya Bayang Bayang 13
^