Pencarian

Dewi Tangan Jerangkong 1

Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong Bagian 1


Dewi Tangan Jerangkong
Bastian Tito Seri MIMBA PURANA Satria Lonceng Dewa
1 MANUSIA JATUH DARI LANGIT
CAHAYA merah sang surya yang tengah menggelincir
ke ufuk tenggelamnya membuat pemandangan diatas
bukit kecil itu indah sekali. Segala sesuatu diselimuti
warna merah kekuningan. Keadaan bertambah menarik
sewaktu dari arah barat seorang berkuda putih
memacu tunggangannya menuju keatas bukit. Hanya
beberapa saat lagi kuda dan penunggang akan tepat
sampai di puncak bukit, tiba-tiba di langit terdengar
suara ledakan disusul bertaburnya cahaya hitam,
merah dan biru. Pada saat taburan tiga cahaya lenyap,
dari atas langit terlihat melesat jatuh sebuah benda.
Penunggang kuda putih sertamerta hentikan lari
kudanya. Kepala mendongak, mata menatap tak berkesip.
Dada berdebar tapi sikap tetap tenang. Namun
ketika dia telah melihat jelas benda yang jatuh itu,
mulutnya keluarkan pekik terkejut. Suara perempuan!
"Dewa Bathara Agung! Kalau bukan Kau yang menghendaki
mana mungkin ada manusia jatuh dari langit!"
Setelah berteriak, sekejapan orang di atas kuda putih
terkesiap tak bergerak. Tetapi ketika sosok yang melayang
hanya tinggal satu tombak lagi akan jatuh menghantam
tanah di puncak bukit, orang ini segera melompat
dari atas punggung kuda. Gerakannya cepat dan
ringan seolah terbang. Dua tangan diulur ke depan. Di
saat yang tepat dia berhasil menahan dan menangkap
sosok orang yang jatuh. Untuk menolak daya dorong
yang luar biasa orang yang menangkap tubuh jatuh
dengan cepat gulingkan diri di tanah. Hebatnya sesaat
kemudian dia sudah mendudukkan tubuh orang yang
ditangkapnya ditanah, malah sekaligus menyandarkan
di sebatang pohon yang bagian atasnya telah ditebang.
Ketika melihat keadaan orang, perempuan yang
menolong keluarkan seruan tercekat.
"Nasib diriku malang penuh derita. Tapi orang Ini
agaknya jauh lebih sengsara dari aku. Jika aku bisa
menolong berarti aku akan membuat satu kebajikan
dari tiga kebajikan yang menjadi kewajiban. Apakah
dia masih hidup" Mudah-mudahan Para Dewa masih
mau memberi jalan padaku..."
Keadaan orang yang terduduk bersandar ke batang
pohon itu memang luar biasa. Muka, sebagian dada
yang tersingkap, serta pakaian yang dikenakan berwarna
belang tiga yaitu merah, hitam dan biru. Sekujur
tubuh dari kepala sampai ke kaki mengepulkan asap.
Mata tertutup. Tubuh tidak ada gerakan sama sekali.
"Seorang pemuda..." ucap perempuan yang mengenakan
pakaian serba putih, termasuk penutup kepala
menyerupai selendang. Ternyata diapun seorang yang
masih sangat muda, berwajah cantik jelita, memiliki
sepasang alis tebal dan hitam. Perlahan-lahan dia
arahkan telinga kirinya ke dada orang yang tersandar
tak bergerak di batang pohon. Daun telinga gadis ini
bergerak-gerak. "Aku mendengar detak jantung walau
perlahan sekali. Dia masih bernafas...." Mengetahui si
pemuda masih hidup dengan cepat si gadis berdiri.
Punggung diarahkan menghadap sang surya yang akan
tenggelam hingga sekujur tubuh termasuk pakaiannya
disaput cahaya merah kekuningan.
"Cahaya mentari kekuatan alam yang berasal dari
Yang Maha Kuasa, pembawa segala macam kesembuhan,
masuklah ke dalam tubuhku, mengalirlah ke
dalam tubuh orang ini. Wahai Para Dewa, berikan
kesembuhan padanya." Lalu dengan suara yang lebih
perlahan si gadis merapal beberapa mantera. Kepulan
asap yang keluar dari tubuh si pemuda semakin keras
hingga tubuh itu bergetar bahkan batang pohon yang
disandari ikut menggelegar lalu kraak! Batang pohon
terbelah. Kepulan asap di tubuh si pemuda lenyap,
berpindah ke batang pohon. Ketika kepulan asap di
pohon juga lenyap maka kini batang pohon yang
terbelah itu tampak berwarna merah, hitam dan biru
sementara tiga warna yang tadi menyelubungi tubuh
si pemuda sirna!
Gadis berpakaian putih tarik nafas lega. Dia
pergunakan selendang untuk menyeka wajah dan
lehernya yang basah oleh keringat. Sambil memperhatikan
dia bertanya-tanya dalam hati. 'Aneh,
mengapa masih belum siuman" Tiga warna yang tadi
menyelimuti dirinya pasti satu kekuatan sakti sangat
luar biasa!" Lalu matanya melihat luka di tenggorokan
si pemuda dan satu luka lagi yang lebih besar di bagian
dada. Berlainan dengan bentuk luka di leher, luka di
dada dimana ada bagian daging yang tersembul keluar
membuat gadis ini segera maklum, luka itu bukan luka
bekas tusukan atau bacokan benda tajam. Tapi ada
sesuatu yang justru keluar dari dalam tubuh si pemuda.
Dikeluarkan dengan paksa, mem-pergunakan kekuatan
ilmu kesaktian luar biasa hebat.
"Luka aneh, melayang jatuh dari langit secara aneh.
Lalu ada tiga warna aneh. Siapa pemuda ini....?"
Sepasang mata belum terbuka namun mulut si
pemuda tiba-tiba terbatuk-batuk. Dari semburan batuk
mengucur keluar darah kental berwarna hitam,
menyusul kucuran darah merah segar, lalu berhenti.
"Terima kasih Dewa, kau telah menyelamatkan
orang ini!" Ucap si gadis cantik berpakaian serba
putih. Walau ingin tahu siapa adanya pemuda itu dan
apa yang telah terjadi atas dirinya, namun si gadis
agaknya tidak berkehendak berada di tempat itu lebih
lama. Dia telah menolong orang, telah berbuat
kebajikan dan tidak ingin orang berterima kasih,
apalagi sampai mengetahui siapa dirinya. Namun
ketika dia bangkit berdiri hendak tinggalkan tempat
itu tiba-tiba mulut pemuda yang tersandar ke pohon
tiga warna bergerak. Suaranya agak parau sewaktu
keluarkan ucapan.
"Dewa memberkati dirimu. Siapapun kau adanya,
mohon jangan pergi dulu. Paling tidak beri kesempatan
pada diriku untuk mengucapkan terimakasih
serta berdoa bagi dirimu untuk perlindungan Yang
Maha Kuasa dan kebahagiaan masa depanmu."
Gerakan si gadis tertahan. Ucapan si pemuda yang
berkata dengan mata masih terpejam sangat
menyentuh hatinya. "....Paling tidak beri kesempatan
pada diriku untuk mengucapkan terima kasih serta
berdoa bagi dirimu untuk perlindungan Yang Maha
Kuasa dan kebahagiaan masa depanmu."
"Dewa Agung, apakah aku ini masih mempunyai
masa depan...?" Tidak sadar si gadis keluarkan katakata
itu. Walau perlahan tapi sempat terdengar oleh
si pemuda dan ini yang membuat dia lebih cepat
menyalangkan sepasang mata.
Ketika melihat wajah cantik di hadapannya si
pemuda keluarkan ucapan. "Dewa di Swargaloka, Kau
masih mengasihi diriku. Kau menurunkan seorang
bidadari untuk menolongku..."
Si gadis terkesima, lalu cepat-cepat menekap
mulut menahan ketawa. Ketika dia membuat gerakan
menutup mulut dengan tangan kirinya ini si pemuda
melihat bagaimana jari-jari sampai ke pergelangan si
gadis hanya merupakan tulang belulang alias
tengkorak jerangkong! Tengkuk si pemuda langsung
dingin. Wajahnya mendadak sontak pucat pasi.
"Aku bukan bidadari. Juga bukan setan. Jadi kau
tak perlu takut..."
Mendengar ucapan si gadis, pemuda itu timbul
keberaniannya. Dia ulurkan tangan menyingkap lengan
jubah kiri si gadis. Ternyata tangan gadis itu berbentuk
jerangkong tulang belulang sampai sebatas siku.
"Dewa Jagat Bathara, mengapa tanganmu seperti
ini?" Tanya si pemuda. Dia melirik ke tangan kanan
si gadis. Ketika pemuda ini ulurkan tangan kembali
menyingkapkan lengan jubah putihnya, si gadis tidak
berusaha menghindar. Begitu lengan jubah kanan
tersingkap ternyata keadaan tangan kanan si gadis
sama dengan tangan kiri, hanya tinggal tulang tanps
kulit tanpa daging!
"Sahabat penolong, apa yang terjadi dengan kedua
tanganmu?" tanya si pemuda dengan pandangan tak
berkesip menunjukkan rasa tidak percaya akan apa
yang barusan dilihat.
"Harap maafkan diriku. Aku harus cepat-cepat pergi."
Kata si gadis pula sengaja mengelak namun pemuda itu
sudah berdiri dan memegang lengan kanannya eraterat
"Aku juga minta maaf. Aku tidak bermaksud
menghinamu. Aku juga tidak ingin tahu riwayat orang.
Bagaimanapun juga kau adalah orang yang telah
menolong menyelamatkan jiwaku. Dengar, namaku
Sebayang Kaligantha. Aku pemelihara semua
bangunan candi di Bhumi Mataram. Seseorang
memiliki kesaktian sangat tinggi mencuri sesuatu dari
dalam tubuhku. Raga dan jiwaku kemudian digandakan
untuk direncanakan berbuat kejahatan yaitu
menghancurkan Kerajaan Mataram. Namun Para
Dewa masih menolongku melalui uluran tanganmu."
"Terima kasih kau telah memberi tahu nama..."
"Kau sendiri siapa namamu?" tanya Sebayang
Kaligantha. Seperti diketahui pemuda jni adalah
kekasih Ratu Dhika Gelang Gelang yang saat itu oleh
Roh Agung ditugaskan menjaga Sumur Api yang
terletak di sebuah kawasan antara Candi Prambanan
dan Kali Dengkeng.
"Harap dimaafkan, aku tidak bisa berada lebih lama
di tempat ini..." Si gadis tidak mau memberi tahu nama
dan ingin segera tinggalkan tempat itu.
"Kalau begitu kata-katamu aku tidak bisa menahan
dirimu. Aku sangat berterima kasih tapi aku juga
sangat sedih karena kau pergi begitu saja. Aku berjanji
setiap ada kesempatan pada setiap hari aku akan
mendatangi sebuah candi dan di situ aku akan
mendoakan dirimu! Perlindungan dan berkat Para
Dewa akan melimpah menyertai dirimu..."
Gadis berpakaian dan berkerudung putih menatap
wajah pemuda itu. Dua pasang mata saling beradu
pandang. "Pemuda ini orang baik. Bagaimana orang sebaik
dia ada yang mencelakai....?"
Sebayang Kaligantha berpaling ke arah kuda putih
yang tegak tak bergerak di atas bukit. Buntutnya
mengibas-ngibas kian kemari.
"Itu kudamu?"
Si gadis mengangguk.
"Kuda bagus." Memuji Sebayang Kaligantha. "Tapi
apakah kau tidak memperhatikan" Binatang itu tidak
bisa bergerak. Ke empat kakinya tertancap ke dalam
tanah!" 2. LINGKARAN BUDI SI GADIS terkejut mendengar ucapan Sebayang
Kaligantha. Cepat-cepat dia palingkan kepala ke arah
kuda dan seruan tertahan serta merta keluar dari
mulutnya sewaktu melihat keadaan kuda putih
miliknya. Seperti yang dikatakan pemuda itu, kuda
putih berdiri di atas tanah bukit dengan empat kaki
tenggelam masuk ke dalam tanah hampir sebatas lutut.
Binatang ini bukan saja tidak mampu mengeluarkan
empat kaki dari dalam tanah, tapi sekujur tubuhnya
juga tidak bisa digerakkan kecuali ekor yang mengibasngibas.
Sigadis cepat mendatangi lalu mengelus
tengkuk binatang itu.
"Kudaku Jambul Putih, apa yang terjadi dengan
dirimu?" Si gadis menoleh ke arah Sebayang Kaligantha.
Lalu bertanya. "Apakah bukan kau yang melakukan ini" Agar aku
tidak bisa pergi dari sini?"
"Aku bersumpah! Aku tidak punya ilmu kepandaian
apa-apa! Aku tidak sejahat itu! Apalagi kau adalah
penolong penyelamat jiwaku! Masakan aku tega
berlaku culas! Para Dewa sesungguhnya lebih
mengetahui apa yang terjadi!" Jawab Sebayang
Kaligantha dengan suara keras.
- Si gadis kembali mengusap tengkuk kuda putih.
Walau kepala tidak bisa bergerak namun binatang ini
mampu meringkik keras. Tiba-tiba batang pohon yang
terbelah dimana tadi Sebayang Kaligantha duduk
tersandar, memancarkan cahaya terang tiga warna.
Cahaya ini melesat ke atas lalu menyambar ke arah
gadis dan kuda putih.
"Sahabat penolong awasi" Sebayang Kaligantha
berteriak keras. Secepat kilat pemuda ini melompat,
lalu mendorong bahu si gadis hingga yang didorong
terguling di tanah.
Si gadis selamat dari hantaman cahaya tiga warna
tapi kuda putih miliknya mengalami nasib mengerikan.
Cahaya tiga warna melanda tubuh besar binatang itu
hingga terbelah menjadi empat potongan yang
mencelat ke udara, jatuh bergelimpangan di tanah lalu
leleh dengan mengepulkan asap! Gadis pemilik kuda
menjerit keras. Dia menghambur tapi tidak tahu mau
melakukan apa. Akhirnya gadis ini jatuhkan diri, duduk
bersimpuh di tanah, kucurkan air mata di hadapan
asap yang mengepul. Dia baru palingkan kepala ketika
mendengar suara orang batuk berulang kali. Sebayang


Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kaligantha dilihatnya melangkah terbungkuk-bungkuk
menuruni bukit sambil pegangi dada. Sisi kanan
pakaiannya tampak kemerah-merahan tanda dia telah
terserempet sambaran salah satu cahaya tiga warna.
"Pemuda itu, dia terluka di dalam...." Ucap si gadis.
Lalu dengan cepat berdiri dan mengejar.
"Sebayang! Tunggu! Jangan pergi dulu!" teriak si
gadis memanggil.
Si pemuda batuk dua kali, muntahkan ludah
bercampur darah lalu hentikan langkah. Mukanya
tampak pucat. Walau hanya pakaiannya yang tampak
merah namun si gadis tahu kalau pemuda itu
menderita cidera di sebelah dalam.
"Sebayang, kau terluka di dalam. Meski tidak
berbahaya tapi kau..."
"Aku tidak apa-apa. Terima kasih kau telah
memperhatikan diriku..." Sebayang Kaligantha lanjutkan
langkah menuruni lereng bukit sementara di ufuk
barat sang surya kelihatan hanya tinggal merupakan
bola besar setengah lingkaran merah menyala.
"Aku tidak akan membiarkan kau pergi sebelum
mengobati luka dalammu!"
"Sudah aku bilang, aku tidak apa-apa...."
Sebayang Kaligantha hentikan ucapan karena saat itu
si gadis berpakaian dan berkerudung putih telah
melompat ke hadapannya. Dalam keadaan tubuh
melayang di udara si gadis angkat tangan kanan.
Tangan yang hanya merupakan tulang belulang sebatas
siku ke bawah itu diletakkan di atas kepala Sebayang
Kaligantha. "Dess! Desss!"
Si pemuda merasa ada hawa dingin mengalir masuk
ke dalam kepala terus menjalar ke bagian dada Yang
terluka di sebelah dalam. Dirinya seperti ditimpa batu
besar. Tak sanggup menahan pemuda ini akhirnya jatuh
terduduk di tanah. Namun saat itu dia merasa
tubuhnya sangat segar, pemandangan terang, wajah
yang tadi pucat kini kembali berdarah.
"Kau sudah sembuh! Sekarang kalau mau kau boleh
pergi." Berucap si gadis.
"Gadis hebat! Dua kali kau menyelamatkan jiwaku,"
ucap Sebayang Kaligantha tanpa beranjak dari
tempatnya terduduk.
"Kalau kita menghitung segala budi, akupun
sebenarnya sudah menemui ajal jika tadi kau tidak
mendorongku menyelamatkan diriku dari serangan
cahaya tiga warna..."
Sebayang Kaligantha tersenyum dan berucap
perlahan. "Sangat jelas bagiku kini, hidup ini
sebenarnya adalah lingkaran budi dimana manusia
tidak bisa berlaku sombong karena dia tidak mungkin
hidup seorang diri di muka bumi."
Si gadis terdiam mendengar ucapan pemuda itu.
Lalu perlahan-lahan dia berkata. "Aku harap kau
jangan bersalah duga. Aku bukan tidak mau memberi
tahu nama, aku juga tidak bermaksud sombong
meninggalkan dirimu begitu saja. Aku terikat pada
kutuk dan sumpah orang tuaku...."
"Apapun yang kau katakan aku percaya dan aku
bisa mengerti...." Jawab Sebayang Kaligantha. Karena
dia tidak berminat lagi untuk bicara banyak, perlahanlahan
pemuda ini bangun berdiri. Lalu dia membungkuk
dalam-dalam seraya berkata. "Aku sekali lagi
mengucapkan terima kasih atas budi besarmu telah
menolong diriku. Selamat tinggal sahabat. Jaga
dirimu baik-baik. Bhumi Mataram saat ini tidak berada
dalam keadaan aman. Banyak orang jahat berkeliaran.
Diantara mereka ada orang berilmu kesaktian tinggi
dan mempergunakan ilmu untuk kejahatan..."
"Tidak, jangan pergi!" Kata si gadis lalu melompat
dan menghadang langkah si pemuda, membuat
Sebayang Kaligantha menatap terheran-heran.
"Sebayang, dengar baik-baik...."
"Aku mendengarkan. Apa yang hendak kau ucapkan?"
"Aku tidak bisa memberi tahu namaku. Karena aku
harus merahasiakan diri demi menjaga kehormatan
nama ayahku. Tapi jika kau ingin mendengar nasib
diriku, aku bersedia menceritakan..."
Sebayang Kaligantha terdiam beberapa ketika.
Berpikir-pikir apakah dia perlu mendengar cerita si
gadis. Mengingat budi orang akhirnya pemuda ini
berucap. "Kalau begitu katamu mari kita mencari
tempat yang baik. Di lereng bukit sebelah timur ada
dangau, di pinggir sebuah telaga kecil. Kita bisa
sampai di sana sebelum matahari tenggelam...."
"Terlalu lama. Kau tunjukkan jalani Aku bisa
membawamu lebih cepat!" Kata si gadis pula. Lalu
dengan jari-jari tangan jerangkongnya dia memegang
lengan Sebayang Kaligantha. Aneh, walau jelas jarijari
tangan gadis itu hanya merupakan tulang tidak
berdaging tidak berkulit namun dia merasa seperti
disentuh tangan biasa. Di lain saat si pemuda dapatkan
tubuhnya seperti ditarik ke udara. Si gadis berlari
laksana terbang karena hanya sesekali menjejakkan
kaki di tanah! Kembali Sebayang berpikir.
"Bagaimana gadis semuda ini bisa memiliki ilmu
kepandaian begini tinggi. Dia tidak mungkin telah
melakukan tapa selama bertahun-tahun. Satu-satunya
aku menduga dia mungkin mahluk jejadian..." Memikir
sampai di sini Sebayang Kaligantha jadi ngeri sendiri
dan berlaku waspada. Sepasang matanya tidak
lepas dari mengawasi gerak gerik si gadis. Tidak mustahil
tiba-tiba dirinya dibokong hingga dia bisa mati
konyol!" Jangan-jangan dia yang telah menjebol
dadaku, mencuri Jimat Mutiara Mahakam dari dalam
tubuhku...."
3. GOLOK SINGO WILIS
PAGI itu udara cerah sekali. Kadiri dan sekitarnya
yang semula diselimuti suasana segar tenang tenteram
tiba-tiba dilanda kegegeran. Pangkal sebabnya dua
anak lelaki penggembala kambing secara tidak sengaja
menemukan mayat perempuan tergantung di cabang
pohon, di tempat terpencil, tak jauh dari tikungan Kali
Brantas. Dari keadaan tubuh serta pakaian yang
sebagian tersingkap jelas kelihatan kalau perempuan
yang masih muda itu tengah berada dalam keadaan
mengandung. Begitu penduduk Kadiri berdatangan,
segera saja mereka mengenali kalau perempuan muda
berbadan dua yang mati tergantung di cabang pohon
itu adaiah Mundi Wardhani, janda muda yang tinggal
bersama orang tuanya di Desa Gampingrejo, tak jauh
agak ke utara Kadiri.
Ketika kabar mengenaskan dan menyedihkan itu
disampaikan orang kepada Sangga Wikerthi, ayah
Mundi Wardhani, lelaki berusia enam puluh tahun ini
bukannya segera mendatangi tempat kejadian tapi
mengambil sebilah golok pusaka dari dalam sebuah
peti kayu. Senjata ini memiliki gagang besi berupa
ukiran kepala singa, dengan sepasang daun telinga
panjang mencuat ke atas. Inilah golok sakti bernama
Singo Wilis. Konon besi pembuat golok ini berasal
dari kepundan Gunung Wilis. Senjata ini telah
tersimpan lebih dari dua puluh tahun di dalam peti,
tidak pernah disentuh. Walau senjata itu tajam
berkilat namun di beberapa bagian tampak noda hitam.
Itulah bekas noda darah yang tak sempat dibersihkan
dan telah berubah menjadi karat yang kemudian
menyatu dengan badan golok, membentuk racun
berbahaya. Noda darah merupakan pertanda bahwa
senjata ini dimasa lalu telah menelan banyak korban.
Sangga Wikerthi tanpa dapat dicegah segera
berangkat menuju Kadiri dengan menunggang kuda.
Jeritan sang istri memohon agar dia tidak pergi ke
Kadiri tidak diperdulikan. Sebelum pergi Sangga
Wikerthi meninggalkan pesan pada beberapa orang
teman dan tetangga agar membantu mengurus
jenazah anaknya.
"Wikerthi, kemanapun kau pergi jangan sendirian.
Aku akan menemanimu." Seorang teman dekat
bernama Katu Jingga yang juga tetangga Sangga
Wikerthi berkata.
"Aku akan mencari pembunuh anakku! Aku tidak
tolol! Anakku tidak mati bunuh diri! Mana mungkinl
Dia digantung orang! Dan aku sudah tahu siapa
pelakunya! Untuk membunuh manusia durjana itu aku
tidak perlu bantuan siapapun!"
Katu Jingga tahu betul siapa sahabatnya itu. Selain
ilmunya memang tinggi, jika satu kali Sangga
Wikerthi mengucapkan sesuatu maka dia tidak akan
melakukan hal lain kecuali melaksanakan niatnya.
Kalau dia ingin membunuh seseorang maka dia tidak
akan berhenti sebelum orang dimaksud menemui ajal
di tangannya! Katu Jingga juga tahu riwayat golok
Singo Wilis. Selama puluhan tahun senjata itu tidak
pernah keluar dari dalam peti penyimpanan. Kalau
hari itu Sangga Wikerthi menghunusnya, berarti paling
tidak ada satu korban akan menemui ajal! Namun
Katu Jingga merasa was-was. Dia telah bisa menduga
siapa yang akan dihabisi Sangga Wikerthi. Sang
sahabat merasa kawatir karena orang yang akan
dibunuh bukan orang sembarangan. Dalam ilmu silat
serta kesaktian orang itu jauh berada di atas tingkat
kepandaian sahabatnya Sangga Wikerthi.
"Hati-hatil Wikerthi!" Menasehati Katu Jingga.
"Selagi hatimu panas jangan mudah menuduh orang!
Siapa menurutmu orang yang telah menggantung
anakmu?" "Orang yang melakukan perbuatan keji durjana itu
adalah manusia jahanam yang telah menghamili
anakku!" Setelah keluarkan ucapan itu Sangga
Wikerthi segera membedal kuda tunggangannya.
Orang banyak di depan rumah jadi geger.
"Aku tahu dia pergi kemana dan mencari siapa!"
Kata Katu Jingga pada orang-orang yang mengelilinginya.
"Kalian semua lekas ke Kali Brantas. Ambil
dan bawa jenazah Mundi Wardhani. Siapkan upacara
perabuan. Aku akan menyusul Wikerthi! Aku kawatir,
kalau tidak dicegah akan terjadi pertumpahan darah!"
Katu Jingga lalu lari ke kandang kuda.
*** BEBERAPA orang lelaki tampak sibuk di halaman
rumah besar kediaman Giring Mangkureja di Kadiri.
Salah seorang dari mereka menuntun seekor kuda
lalu menunggu di depan tangga bersama dua
temannya yang juga telah menyiapkan kuda masingmasing.
Ketiganya adalah pembantu sekaligus
pengawal Giring Mangkureja. Tak lama kemudian dari
dalam rumah melangkah keluar seorang lelaki usia
sekitar enam puluh tahun, berpakaian bagus namun
berambut dan berwajah kusut. Inilah Giring Mangkureja,
saudagar pedagang yang juga memiliki tanah
pertanian sangat luas, merupakan orang kaya dan
terpandang di Kadiri. Dia berjalan diikuti dua orang
perempuan, satu berusia sudah agak lanjut satunya lagi
masih muda. Wajah dua perempuan ini tampak rebak
menahan cemas dan tangis.
Perempuan yang tua adalah Suri Dhurani, istri tua
Giring Mangkureja. Perempuan yang masih muda,
bernama Liris Pramawari, gadis yang merupakan anak
satu-satunya dari Giring Mangkureja. Seperti dikatakan
tadi lelaki ini dikenal sebagai seorang pedagang dan
petani kaya terpandang. Selain itu diketahui pula kalau
dia memiliki ilmu silat serta kesaktian tinggi. Ada
kabar bahwa jika orang-orang dari satu kerajaan besar
di barat akan mendirikan Kerajaan di Kadiri maka
Giring Mangkureja akan dipercayakan jabatan Patih
Kerajaan. Namun sebegitu jauh riwayat kehidupannya
dimata penduduk setempat dianggap kurang baik. Ini
disebabkan karena dia banyak mempunyai istri. Baik
yang dikawin secara syah maupun yang diam-diam
menjadi peliharaannya. Konon salah seorang
perempuan yang jadi peliharaannya itu adalah Mundi
Wardhani, janda muda puteri Sangga Wikerthi, yang
pagi itu ditemui orang mati tergantung di cabang
pohon. Baru saja Giring Mangkureja duduk di atas punggung
kuda, tiba-tiba dari pintu halaman rumah besar
menerobos masuk seorang penunggang kuda yang
langsung berteriakl
"Giring Mangkureja! Kau mau pergi kemana"!
Setelah membunuh anakku apa kau kira masih bisa
hidup lebih lama"!"
Sementara kudanya masih berlari kencang, si
penunggang kuda yang bukan lain adalah Sangga
Wikerthi, ayah Mundi melesat d i udara. Tangan kanan
sudah mencekal golok Singo Wilis, putih berkilat
bernoda darah kering hitam. Semua gerakan yang
dibuat oleh lelaki yang hampir seumur dengan Giring
Mangkureja ini merupakan bukti bahwa dia memiliki
ilmu silat tinggi.
"Sangga Wikerthi! Tahan serangan. Kita bicara dulu!
Aku tadinya memang hendak ke Gampingrejo
menemuimul" Teriak Giring Mangkureja sementara
anak istrinya berpekikan ketakutan.
"Manusia terkutuk Giring Mangkureja! Kau tak perlu
jauh-jauh pergi ke Gampingrejo. Aku sudah datang ke
sini untuk menagih nyawamu!"
Sangga Wikerthi balas berteriak lalu lelaki yang
sudah kalap Ini mana mau menahan serangan. Dia


Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat gerakan jungkir balik di udara, tubuh
melesat lebih deras, melayang ke bawah menebar
serangan golok yang ganas dalam jurus bernama
Hantu Dari Langit Menebar Petaka.
Giring Mangkureja sudah lama kenal dengan Sangga
Wikerthi. Malah sebenarnya mereka berdua adalah
saling bersahabat Melihat jurus serangan yang
dilancarkan orang Giring Mangkureja segera maklum
kalau Sangga Wikerthi tidak main-main dan memang
benar-benar ingin membunuhnya! Hal ini juga
diketahui oleh dua orang pengawal. Dengan cepat
keduanya mencabut golok masing-masing lalu
menerjang menghadapi serangan.
"Traangg! Traangg!"
Dua kali terdengar suara dentrang senjata beradu
dan dua kali bunga api memercik di udara. Dua bilah
golok mencelat mental. Dua pengawal Giring
Mangkureja berteriak kaget. Mereka dengan cepat
melompat mundur. Salah seorang di antaranya
terbungkuk-bungkuk pegangi tangan yang mengucurkan
darah. Dua jari tangan kanannya ternyata telah
dibabat putus oleh golok Sangga Wikerthi sewaktu
terjadi bentrokan senjata!
Pengawal ke tiga tidak tinggal diam. Dia segera
mencabut senjata menyerupai clurityang terselip di
pinggang lalu menghadang gerakan Sangga Wikerthi
yang kembali hendak menerjang ke arah Giring
Mangkureja. Tapi nasib pengawal yang satu ini lebih
buruk dari dua temannya. Setelah cluritnya dibuat
patah dua dan mental oleh hantaman golok Singo
Wilis, senjata ini terus bersiur deras, berkelebat ganas
dan crasssl Darah menyembur. Leher sang pengawal nyaris
putus! Tubuhnya tak ampun tergelimpang roboh
bergelimang darah. Suri Dhurani, istri Giring
Mangkureja dan puteri Liris Pramawari sama-sama
terpekik. "Sangga!" teriak Giring Mangkureja. "Buang
amarahmu, tenangkan hati! Simpan senjatamu! Aku
tahu kau menjadi kalap seperti ini karena kematian
puterimu! Kalap boleh saja tapi jangan jadi seperti
kemasukan setan! Mundi anakmu tidak mati bunuh
diri tapi dibunuh orang!"
"Betul sekali!" teriak Sangga Wikerthi sambil
melintangkan golok berlumuran darah di depan dada.
Mata mendelik berkilat, rahang menggembung. "Kau
berani bicara! Tapi pengecut mengakui kalau kaulah
yang telah membunuh puteriku! Kau tidak mau
bertanggung jawab atas perbuatanmu menghamili
anakku!" "Tunggu dulu Sangga! Itu cerita tidak betul! Aku dan
puterimu sudah merencanakan untuk menikah...."
"Pembunuh terkutuk! Kalau begitu kau nikahi anakku
di alam arwahl" Tenak Sangga Wikerthi. Tanpa banyak
bicara lagi Sangga Wlkorthi segera menyerbu Giring
Mangkureja dengan golok berlumur darah!
Untuk beberapa jurus lamanya Giring Mangkureja
masih mampu menghadapi serangan lawan yang bersenjata
golok sementara dia masih mengandalkan
tangan kosong. Sambil terus mengelak lelaki ini tiada
henti berteriak agar Sangga Wikerthi hentikan serangan
dan menyimpan senjatanya. Namun serangan lawan
semakin hebat. Satu kali ujung golok di tangan Sangga
Wikerthi berhasil merobek baju dan menggores luka di
dada Giring Mangkureja. Pedagang dan petani kaya ini
langsung merasa dadanya menjadi panas tanda ada
hawa jahat masuk ke dalam tubuhnya. Dengan cepat
dia kerahkan tenaga dalam untuk memusnahkan.
Sambil mengusap goresan luka di dada Giring
Mangkureja berkata.
"Sangga! Aku mohon untuk terakhir kali! Hentikan
seranganmu! Ada orang lain memancing di air keruh!"
Sangga Wikerthi menyeringai sinis.
"Nyawa sudah di depan mata! Masih berusaha
mengelabui diriku!"
Golok besar di tangan Sangga Wikerthi disentakkan
lurus ke atas. Lalu perlahan-lahan senjata ini ditukikkan
ke bawah. Di saat yang bersamaan golok keluarkan
cahaya berpijar. Sesaat kemudian golok itu pancarkan
cahaya merah yang berubah menjadi nyala api!
"Hantu Api Menyulut Bumil" Ucap Giring Mangkureja
mengenali jurus ilmu kesaktian yang hendak dikeluarkan
Sangga Wikerthi. Dan dia tahu, paling tidak lima
orang berkepandaian tinggi pernah menjadi korban
oleh jurus serangan ini! Dengan cepat Giring
Mangkureja geser dua kaki, dikembangkan begitu rupa
sementara dua telapak tangan disatukan dan
diletakkan di atas kepala.
"Ayah! Jangan keluarkan Ilmu Itu!" Tiba-tiba Liris
Pramawari berteriak ketika melihat gorokan yang
dilakukan Giring Mangkureja. Rupanya si gadis tahu
betul kehebatan ilmu kesaktian sang ayah yang bisa
mencelakai lawan. Walau dia sadar ayahnya dalam
bahaya namun gadis ini juga tidak ingin orang lain
menemui celaka. Namun dua orang yang sedang
bertarung sudah disusupi hawa amarah yang
membuat hati mereka berubah menjadi sebuas setan!
"Wuttt!"
Golok pusaka di tangan Sangga Wikerthi menyambar
ke arah Giring Mangkureja.
"Wusss!"
Yang menyerang bukan cuma golok tapi juga nyala
kobaran api! Bagian depan kobaran api membentuk
sosok kepala singa dengan mulut terbuka! Inilah
kehebatan golok Singo Wilis. Lawan akan menghadapi
tiga serangan sekaligus. Pertama terkaman singa api
jejadian, kedua sambaran kobaran api dan ketiga
babatan golok. Melihat serangan lawan yang luar biasa ganas dan
menakutkan. Suri Dhuranl dan Liris Pramawari
menjerit keras.
"Sangga Wikerthi! Aku mohon hentikan perkelahian
ini!" teriak Suri Dhurani. Istri Giring Mangkureja ini
bukan cuma berteriak tapi juga melompat menghadang
datangnya tiga serangan.
"Suri! Lekas menyingkir!" Giring Mangkureja berteriak
memberi ingat. Namun terlambat. Tiga serangan
Sangga Wikerthi datang luar biasa cepat. Singa jejadian
telah lebih dulu menerkam kepala perempuan itu.
"Kreeekkk!"
Lalu wussss! Menyusul sambaran api dan yang
terakhir babatan golok di bagian pinggang!
"Ibu" Jeritan Liris Pramawari seolah tembus sampai
ke langit. Giring Mangkureja menggembor keras.
Sangga Wikerthi meski tersentak tidak menyangka
serangannya mencelakai Suri Dhurani namun
kemudian menyeringai. Mulutnya berucap lantang.
"Giring Mangkureja! Itu pembalasan dari Mundi
Wardhani anakku yang telah kau hamili dan kau
bunuh! Sekarang terima pembalasan dariku!"
Saat itu tubuh Suri Dhurani telah tergelimpang di
tanah. Kepala yang diterkam singa jejadian tampak tidak
berbentuk lagi. Sebagian tubuh hangus sementara di
pinggang tampak koyakan luka besar mengerikan.
Didahului teriakan menyayat hati Liris Pramawari
jatuhkan diri ke tanah, menubruk mayat ibunya.
Giring Mangkureja juga segera hendak merangkul
tubuh istrinya namun saat itu Sangga Wikerthi putar
pergelangan tangannya yang memegang golok Singo
Wilis. Kepala singa jejadian dan kobaran api lenyap.
Kini yang kelihatan hanya batangan golok berlumuran
darah. Senjata itu keluarkan cahaya berpijar, dibabatkan
tiga kali, ke kiri dan ke kanan lalu menyambar ke
arah leher Giring Mangkureja. Cahaya berpijar yang
keluar dari golok Singo Wilis menyilaukan pandangan
mata Giring Mangkureja. Namun lelaki ini tidak
bergerak dari tempatnya. Dua kaki merenggang. Dua
tangan di atas kepala yang tadi saling dirapatkan tibatiba
dibuka lalu ditepukkan satu dengan lainnya.
Bersamaan dengan itu Giring Mangkureja berteriak.
"Dua Gunung Menutup Pintu Akhirat!"
4. HUKUMAN PARA DEWA
HANYA sejengkal lagi golok sakti akan membabat
putus leher Giring Mangkureja mendadak blaarr..
blaarr! Di tempat itu secara tiba-tiba muncul dua
dinding batu besar berwarna hijau pekat. Saat yang
bersamaan terdengar suara menggemuruh hingga tanah
bergetar hebat, bangunan dan pepohonan berderakderak.
Sangga Wikerthi berseru terkejut melihat dua dinding
batu hijau pekat muncul di kiri kanannya. Mukanya
seputih kapas. "Dewa Bathara Jagatl Jadi manusia terkutuk itu
benar-benar memiliki ilmu Dua Gunung Menutup
Pintu Akhiratl"
Dengan cepat Sangga Wikerthi melompat ke
belakang. Tapi dua kakinya terkunci, laksana dipantek
ketanahl Dalam ketakutan yang amat sangat Sangga
Wikerthi berteriak keras lalu lemparkan golok Singo
Wilis ke arah Giring Mangkureja. Walau dia dapat
melukai bahu kiri lawan namun dia tidak mampu
selamatkan diri dari serangan Dua Gunung Api Menutup
Pintu Akhirat. Dua dinding batu hijau menjepit
tubuhnya secepat kilat menyambar.
"Kraaakkkk!"
Sekujur tubuh Sangga Wikerthi tenggelam amblas
masuk dalam jepitan dua dinding hijau. Suara
jeritannya terdengar sayup-sayup seolah datang dari
dalam tanah! Giring Mangkureja geser dua kaki. Tangan di atas
kepala perlahan-lahan diturunkan ke samping. Dua
dinding batu bercahaya hijau pekat lenyap dari
pandangan mata. Kini di tanah terbujur sosok Sangga
Wikerthi dalam ujud mengerikan. Sekujur tubuh lelaki
itu hancur sepipih daun pisang! Saat itulah Kutu Jingga
sampai di tempat kejadian.
Kerabat dari Gampingrejo Ini melompat dari
punggung kuda sambil berteriak berulang kali. Dia
berdiri di hadapan tubuh Sangga Wikerthi tapi begitu
ngerinya dia tidak berani memandang ujud jenazah
sahabatnya itu.
"Aku terlambat, aku tak kuasa mencegah!" Ucap
Katu Jingga sambil gelengkan kepala dan menarik nafas
berulang kali. Perlahan-lahan Katu Jingga berpaling ke
arah Giring Mangkureja yang saat itu berdiri terhuyunghuyung,
luka di bahu masih mengucurkan darah
sementara anak perempuan dan seorang pengawal
berdiri memegangi tubuhnya.
"Raden Mas Giring Mangkureja, kalian bersahabat.
Mengapa tega membunuh Sangga Wikerthi" Apa
benar kau telah membunuh pula puterinya Mundi
Wardhani?"
Giring Mangkureja menatap sayu ke arah Katu Jingga.
Suaranya perlahan ketika berkata.
"Kau adalah juga sahabatnya. Selidiki kejadian ini.
Mudah-mudahan Para Dewa memberi petunjuk dan
kau akan mendapatkan kebenaran." Lalu Giring
Mangkureja berpaling pada puterinya. "Bawa aku
masuk ke dalam rumah. Tubuhku terasa panas. Luka
di dada dan bahuku mengandung racun. Tolong urus
cepat jenazah ibumu..."
Sang puteri Liris Pramawari dan pengawal segera
memapah Giring Mangkureja masuk ke dalam rumah.
Namun baru dua langkah menindak, tiba-tiba ada satu
cahaya putih menerangi bagian depan rumah besar.
Setelah itu terdengar suara seseorang yang ujudnya
tidak kelihatan. Suara itu memiliki gema penuh
wibawa. "Giring Mangkureja, kau baru saja berbuat dosa
besar. Mengapa tidak mencari jalan terbaik dalam
menyelesaikan perkara. Tetapi malah membunuh
Sangga Wikerthi, sahabatmu yang sebenarnya saat
ini sudah menjadi ayah mertuamu sendiri. Karena
bukankah kau telah menghamili puterinya yang
bernama Mundi Wardhani?"
Semua orang yang ada di tempat itu sama-sama
terkejut. Yang paling kaget adalah Giring Mangkureja.
"Aku mohon bertanya. Siapa yang barusan bicara
menegur diriku?" Suara Giring Mangkureja terdengar
bergetar. "Aku Roh Agung, utusan Para Dewa dari Swargaloka."
Mendengar jawaban itu Giring Mangkureja terbelalak.
Lalu cepat-cepat jatuhkan diri. Liris Pramawari
anak gadisnya ikut pula berlutut di tanah. Katu Jingga
yang masih ada di tempat itu serta para penghuni
rumah besar yang tadinya hendak mengangkat jenazah
Suri Dhurani cepat-cepat melakukan hal yang sama.
"Roh Agung utusan Para Dewa. Aku mengaku telah
menghamili Mundi Wardhani, puteri Sangga Wikerthi.
Aku juga mengakui telah membunuh sahabatku Sangga
Wikerti. Namun Roh Agung, kau tentu mengetahui
bahwa aku membunuh lelaki itu dalam keadaan
terpaksa. Ketika aku harus menyelamatkan jiwaku dari
maksudnya yang hendak membunuh diriku. Dan kau
wahai Roh Agung, apakah tidak melihat mayat istriku
yang jadi korban keganasan Sangga Wikerthi" Mengapa
hal itu tidak menjadi pertanyaan bagimu?"
"Itu adalah jawaban dan alasan yang sangat dicaricari.


Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apakah kau tidak menyadari kalau semua
kejadian ini berpangkal pada sebab kau menghamili
Mundi Wardhani?"
"Aku tahu dan aku sadar. Semua aku lakukan bukan
karena niat tidak baik atau pelampiasan nafsu semata.
Tapi aku inginkan seorang keturunan lagi. Seorang anak
laki-laki. Puluhan tahun memiliki istri bukan hanya satu
orang, tapi aku hanya dikaruniai seorang anak
perempuan. Yaitu anak perempuan yang saat ini telah
remaja gadis bernama Liris Pramawari. Aku
mendambakan akan kehadiran seorang anak laki-laki.
Ketika Mundi Wardhani hamil, kami sangat berbahagia.
Karena kami punya firasat anak yang dikandungnya
adalah seorang anak laki-laki. Kami sudah sepakat
untuk melangsungkan pernikahan. Hanya saja aku yakin
ada pihak ketiga yang memanfaatkan keadaan.
Memancing di air keruh. Sengaja membunuh Mundi
Wardhani agar diriku yang menjadi korban tuduhan.
Aku tidak membunuh perempuan itu. Aku tidak gila
membunuh calon istri yang di dalam tubuhnya ada
jabang bayi darah dagingku sendiril Untuk itu aku
bersedia bersumpah di hadapan Para Dewa..."
"Giring Mangkureja. Apu kau tidak sadar kalau
sumpahmu itu hanya memperkuat pertanda akan
ketololan dirimu sendiri" Apa kau kira peristiwa
mengerikan itu akan terjadi jika kau mampu menahan
nafsu terhadap perempuan" Sudah berapa banyak
perempuan yang kau kawini secara syah dan berapa
banyak pula yang kau kawini hanya sebagai
peliharaan. Giring Mangkureja, jangan berani
mempermainkan Para Dewa dengan mencari-cari
alasan." "Roh Agung, aku tidak mempermainkan Para Dewa
Para Junjungan, juga tidak sengaja mencari alasan.
Aku sudah menerangkan mengapa aku punya banyak
istri dan juga perempuan peliharaan. Apakah kau tidak
mendengar atau sengaja mengabaikan" Aku mohon
kalau diriku memang salah maka agar kesalahan itu
dipertimbangkan secara adili"
Suara tanpa ujud tertawa bergema.
"Giring Mangkureja, apa kau kira selama ini Para
Dewa tidak berlaku adil" Justru aku diutus untuk
melaksanakan keadilan itul Para Dewa telah memutuskan
menghukum dirimu. Selama tujuh tahun kau
akan dilempar ke satu tempat terpencil, dan ujudmu
akan dirubah menjadi manusia tengkorak alias
jerangkong hidup"
Suri Dhurani dan Liris Pramawari terpekik mendengar
ucapan Roh Agung itu. Sebaliknya Giring Mangkureja
terkulai lemas dan jatuh terduduk di tanah.
"Giring Mangkureja" Apa jawabmu?" Suara tanpa ujud
bertanya. Susah payah Giring Mangkureja tegakkan kepala.
"Kalau memang itu menjadi keputusan Para Dewa,
aku mana berani menampik. Cuma ada suara di lubuk
hatiku saat ini bertanya. Kepada siapa lagi aku akan
merunduk atau beteriak minta keadilan" Roh Agung,
agaknya akupun tidak bisa bertiarap banyak padamu!
Silahkan hukuman dijatuhkan atas diriku saat ini jugal
Aku sungguh merasa bahagia menjadi insan contoh dari
satu ketidak adilan!"
Roh Agung keluarkan suara bergumam pertanda
merasa tidak senang mendengar ucapan Giring
Mangkureja itu.
Satu cahaya terang kebiru-biruan mendadak
berkiblat di tempat itu. Siap menerpa ke arah Giring
Mangkureja. Itulah cahaya jatuhnya hukuman!
Liris Pramawari bertindak cepat. Dia melompat
memeluk ayahnya.
"Siapa saja yang hendak menghukum ayahku,
hukum juga diriku! Siapa saja boleh membunuh kami
berdua saat ini!" Teriak Liris Pramawari.
5. BAKTI SEORANG ANAK
CAHAYA biru mendadak tertahan menggantung di
udara. Sambil terus memeluk ayahnya si gadis berucap
dengan suara lantang.
"Roh Agung utusan Para Dewal Para Dewa di Swargaloka!
Keadilan bukanlah segala-galanya! Ayah saya
memang bersalah. Tapi kadar kesalahannya tidak
seperti yang dituduhkan. Ayah tidak pernah membunuh
perempuan bernama Mundi Wardhani itu. Dia
membunuh Sangga Wikerthi karena berusaha
menyelamatkan nyawa sendiri dari serangan orang.
Banyak mata menyaksikan kejadian itu! Juga banyak
mata menyaksikan ketika bagaimana Sangga Wikerthi
membunuh ibul Tetapi mengapa ada yang sengaja
memicing mata menutup mulut atas kejadian ini.
Sebaliknya memperbesar kesalahan hanya pada diri
ayah saya! Apakah itu yang dinamakan keadilan!" Apa
di jagat ini tidak ada lagi yang namanya kebijaksanaan
dalam menilai kesalahan ayahku" Penjatuhan hukuman
hanya dari atas ke bawah tanpa yang dibawah boleh
membela diril?"
Baru saja Liris Pramawari mengeluarkan ucapan
itu tiba-tiba tanah bergetar seperti dilanda gempa.
Entah dari mana datangnya tahu-tahu angin bertiup
sangat kencang. Tanpa merasa gentar sama sekali
Liris Pramawari melompat berdiri. Dua tangan di
angkat tinggi-tinggi ke atas. Lalu gadis ini keluarkan
ucapan lantang.
"Alam boleh marahi Para Dewa ingin menunjukkan
kekuasaanl Saya tidak bermaksud membangkang apa
lagi berani menantang! Ayah saya sudah siap menerima
hukuman! Tetapi sebagai anaknya saya punya hak dan
harus diberi kesempatan untuk membela ayah saya!
Kalau tidak diberi kesempatan maka saya akan
melakukan tapa seribu hari di puncak Semeru, biar
bumi terbalik langit runtuh laut meluap"
Diam, tak ada yang bicara. Akhirnya terdengar suara
Roh Agung. Kali ini agak lembut dari sebelumnya tapi
tetap penuh wibawa.
"Liris Pramawari, sebelum Para Dewa menjadi murka
atas sikap dan ucapanmu, katakan apa yang ada dalam
benak dan hati sanubarimu"
"Roh Agung, saya mohon agar ayah saya diampuni
atas segala dosanya. Untuk itu saya bersedia
menanggung dosa dan menjalani hukuman beliau
yang telah diputuskan Para Dewa atas diri ayah!"
"Byaarr!"
Cahaya kebiruan yang sejak tadi menggantung di
udara hilang! Saat itu juga tiba-tiba getaran di tanah lenyap,
tiupan angin sirna. Tempat itu sesunyi malam buta di
pekuburan. Dalam keadaan seperti itu Liris Pramawari
jatuhkan diri, bersujud dengan kening diletakkan di
tanah. Sepasang mata Giring Mangkureja berkaca-kaca,
suaranya terbata-bata ketika berkata.
"Liris anakku, jangan herani menentang kehendak
Yang Maha Kuasa. Aku sudah siap menjalani hukuman
karena aku memang orang berdosa. Kau tidak pantas
membela diriku..."
"Ayah, saya tidak akan beranjak dari tempat ini
sebelum Para Dewa mengabulkan permohonan saya!"
Ucap si gadis. Lalu keningnya ditekan keras- keras ke
tanah. Demikian kerasnya dia menekankan kening
hingga kulit keningnya mulai pecah dan mengucurkan
darah. "Liris Pramawari," tiba-tiba terdengar suara Roh
Agung. "Para Dewa sangat kecewa dengan ucapan dan
tindakanmu! Namun dari sisi kenyataan bagaimana kau
telah memperlihatkan bakti terhadap orang tua maka
Para Dewa mengabulkan permintaanmu."
Liris Pramawari tidak bergerak dari tempatnya
bersujud. Gadis ini keluarkan ucapan.
"Roh Agung, saya akan tetap di sini, dalam keadaan
seperti ini sampai saya mendengar apa keputusan Para
Dewa." "Wahai anak gadis pembela orang tua. Dengar baikbaik.
Inilah keputusan Para Dewa. Ayahmu tidak akan
dikucilkan. Ayahmu tidak akan dirobah menjadi mahluk
jerangkong. Tapi mulai hari ini kau diperintahkan harus
melakukan tiga kebajikan besar. Tiga kebajikan itu
harus terlaksana dalam jangka waktu dua belas bulan
purnama. Sebelum kau mampu melaksanakan tiga
kebajikan Itu maka secara perlahan-lahan dirimu akan
berubah menjadi jerangkong. Kejadian itu akan
dimulai dari lima ujung jari tanganmu. Setiap hari,
sedikit demi sedikit bagian tubuhmu itu akan berubah
menjadi tulang belulang yang akan terus menjalar naik
sampai ke telapak tangan, lengan, bahu terus ke
seluruh bagian tubuhmu yang lain termasuk kepala.
Bilamana kau tidak pernah mampu melakukan satupun
dari tiga kebajikan besar maka selama tujuh tahun kau
akan hidup sebagai mahluk jerangkong! Keputusan Para
Dewa telah diambil. Ini merupakan sumpah perjanjian!
Dan kau tidak bisa menolak!"
Liris Pramawari perlahan-lahan bangkit berdiri.
Sambil perhatikan sepuluh jari tangannya dia berkata.
Suara dan ucapannya benar-benar tegar.
"Terima kasih Roh Agung. Terima kasih wahai Para
Dewa. Saya menerima sumpah perjanjian inil"
"Janji telah diucapkan. Sumpah telah diangkat! Liris
Pramawari, berkat Para Dewa menjadi bagianmu.
Semoga kau berhasil. Aku pergi sekarang!"
Cahaya putih menyinari tempat itu lalu lenyap
bersamaan dengan sirnanya gaung suara Roh Agung.
"Liris anakku, apakah kau sadar kalau mulai saat
ini kau telah menempatkan dirimu dalam kehidupan
sangat berbahaya...?" Giring Mangkureja berkata
dengan air mata berlinangan.
"Ayah," jawab sang puteri. "Tidak ada yang paling
saya takutkan kecuali tidak bisa berbakti pada ayah
dan ibu. Saya sangat sedih, manusia sesat bernama
Sangga Wikerthi itu telah membunuh ibu. Kalau saja
ibu masih hidup..."
Perlahan-lahan Giring Mangkureja yang masih
terduduk di tanah beringsut mendekati puteri. Tibatiba
dia peluk tubuh Liris Pramawari kencangkencang.
Bersamaan dengan itu dari tubuhnya memancar
cahaya hijau. Cahaya Ini dengan cepat masuk ke
dalam badan si gadis. Ketika cahaya hijau lenyap,
Giring Mangkureja roboh pingsan ke tanah.
"Ayah, apa yang kau lakukan....?" tanya Liris
Pramawari. Dia merasa tubuhnya enteng sekali.
Pemandangan jernih dan sangat terang.
Sang ayah diam tidak bergerak, tidak menjawab.
Lelaki ini baru saja memindahkan semua ilmu
kepandaian dan ilmu kesaktiannya ke dalam diri
anaknya! Orang banyak yang sejak tadi terpana
berdiam diri menyaksikan apa yang terjadi kini seolah
sadar. Sebagian menolong Giring Mangkureja
memapah lelaki ini masuk ke dalam rumah. Sebagian
lagi mengangkat jenazah Suri Dhurani.
*** DI ATAS dangau Sebayang Kaligantha menatap paras
cantik gadis di hadapannya Itu beberapa ketika lalu
berkata. "Kisah dirimu sungguh luar biasa. Hanya
sayang, kau seperti tidak percaya pada diriku. Kau
sengaja merahasiakan sesuatu...."
"Maksudmu?" tanya gadis berpakaian putih yang
barusan menuturkan riwayat dirinya.
"Sahabat, dalam riwayat yang kau ceritakan, kau
sama sekali tidak menyebut nama dirimu, tidak
menjelaskan nama kedua orang tuamu, juga nama
orang yang telah membunuh ayahmu. Termasuk juga
nama perempuan yang mati digantung itu. Lalu kau
tidak puia mengatakan tempat kejadian..."
Si gadis menghela nafas dalam.
"Selama aku menjalani sumpah yang disertai
kewajiban melaksanakan tiga kebajikan besar, aku
tidak mungkin menerangkan siapa diriku, siapa kedua
orang tuaku. Juga mengenai tempat asal usulku. Aku
tetap harus menjaga nama dan kehormatan ayah dan
keluarga."
"Apa ayahmu tidak pernah menceritakan siapa orang
yang dikatakannya sebagai pembunuh perempuan yang
mengandung itu?"
Gadis cantik berpakaian dan berkerudung putih
gelengkan kepala.
"Ayah tidak pernah menceritakan. Selain itu aku
tidak pernah berkesempatan untuk bertanya. Sehari
setelah jenazah itu diperabukan, ayah menghilang
dari rumah besar. Dia meninggalkan sepucuk surat.
Memberi tahu agar dirinya tidak perlu dicari. Dia akan
bersunyi diri selama dua belas purnama di satu tempat
dan akan kembali bilamana aku telah selesai
menjalankan sumpah perjanjian...."
"Kau harus berusaha mencari siapa orang yang
telah membunuh perempuan yang mengandung itu.
Jika kau berhasil maka berarti kau membongkar
kejahatan besar. Ini berarti kau akan membuat satu
kebajikan lagi..."
"Kau benar. Mudah-mudahan begitu. Aku akan
mengingat baik-baik ucapanmu itu," kata si gadis pula.
Sebayang Kaligantha perhatikan dua tangan yang
terlindung di balik Jubah lengan panjang putih.
"Sahabat, kau barusan telah berbuat satu
kebajikan besar. Menolong diriku. Apakah itu bukan


Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berarti sumpah yang kau jalani sekarang telah
berkurang" Maksudku, coba kau singkapkan dua
lengan jubah. Aku punya perasaan..."
Sepasang mata si gadis yang bernama Liris
Pramawari ini membesar, menatap si pemuda
sebentar. "Kau benar...." katanya. Lalu cepat-cepat dia
singsingkan lengan jubah sebelah kiri.
"Dewa Penuh Asih!" seru si gadis ketika menyaksikan
bagaimana tangannya yang sebelumnya berupa tulang
belulang sampai sebatas siku kini telah turun hanya
sampai pergelangan tangan. Hal yang sama juga terjadi
dengan tangan kanannya.
"Yang Maha Kuasa tidak pernah berdusta, tidak
pernah ingkar janji. Kita harus Ingat hal itu baikbaik...."
Ucap Sebayang Kaligantha. "Sahabat, aku
harus meneruskan perjalanan. Ada urusan besar yang
harus aku lakukan. Mencari dan menemukan kembali
sebuah jimat milikku yang telah dicuri orang. Kita
berpisah di sini. Sekali lagi aku sangat berterima kasih
padamu..."
Si gadis terdiam sejenak. Wajahnya tampak agak
meredup. "Terus terang, aku ingin pergi bersamamu. Tapi
kita sama-sama punya urusan. Aku tidak mau
mengganggu dirimu. Apakah kita akan bertemu lagi?"
Sebayang Kaligantha tersenyum.
"Selama langit masih biru, selama gunung masih
hijau dan selama air sungai masih mengalir ke lautan
kita pasti akan bertemu lagi," jawab si pemuda.
"Sebayang, aku gembira mendengar ucapanmu itu.
Apalagi disampaikan dengan kata-kata yang begitu
indah." "Aku akan selalu mengingat dirimu. Karena kau
tidak mau memberi tahu nama, biarlah aku akan
menyebut dirimu sebagai Dewi...."
Si gadis tertawa.
"Dewi...." Nama yang terlalu bagus untuk diriku.
Dewi apa..." Dewi Tangan Jerangkong" Hik...hik...hik."
Si gadis masih tertawa. Matanya menatap ke arah
dada si pemuda dimana terdapat luka melintang.
"Bolehkah aku mengusap dadamu yang luka itu?"
si gadis bertanya.
Belum sempat Sebayang Kaligantha menjawab, si
gadis ulurkan tangan kanan, lalu tempelkan telapak
tangan yang hanya berupa tulang belulang di atas luka.
Ketika tangan itu mengusap satu kali maka wuss! Asap
putih mengepul. Sebayang Kaligantha merasakan ada
hawa sejuk memasuki tubuhnya. Begitu kepulan asap
sirna saat itu pula bekas luka di dada si pemuda lenyap
tak berbekas. "Luar biasa! Kau...I"
Sebayang Kaligantha sampai berseru saking kagum
sekaligus gembira. Dia ulurkan tangan hendak
menyentuh lengan si gadis. Namun gadis itu tidak
ada lagi di hadapannya. Memandang ke arah timur
Sebayang Kaligantha melihat noktah putih di kejauhan.
"Gadis luar biasai Gadis hebat!" Si pemuda
gelengkan kepala berulang kali. Dia gadis baik. Aku
merasa kasihan. Di usia semuda itu dia harus
menghadapi cobaan hidup begitu hebat. Untung saja
ayahnya berlaku arif. Memindahkan seluruh ilmu
kesaktian pada gadis itu. Dewi Tangan Jerangkong,
siapa namamu sebenarnya....?"
6. SUMUR API KEMBALI
MEMINTA KORBAN SEBELUMNYA telah diriwayatkan dalam
"Pangeran Bunga Bangkai". Pada suatu malam bulan
purnama yang telah ditunggu-tunggu, Ananthawuri
gadis desa pilihan Para Dewa, secara gaib telah
melahirkan dua orang bayi lelaki. Atas kehendak Para
Dewa yang disampaikan melalui Roh Agung, bayi sulung
yang beranting-anting emas di telinga kiri diberi nama
Dirga Purana. Bayi kedua yang merupakan si bungsu
dan beranting-anting emas di telinga kanan diberi
nama Mimba Purana.
Pada saat dua bayi lahir di kejauhan terdengar suara
genta lonceng. Ananthawuri bertanya pada Roh Agung
apa artinya suara lonceng itu. Dijawab oleh Roh Agung
bahwa suara genta lonceng datang dari Swargaloka
tempat kediaman Para Dewa. Merupakan satu pertanda
bahwa salah seorang dari dua putera Ananthawuri
kelak akan menerima ilmu kesaktian yang bersumber
pada Lonceng Gaib pemberian Para Dewa, terbuat dari
emas. Di malam yang sama ketika Dirga Purana dan Mimba
Purana lahir di Bhuml Mataram, di luar Sumur Api telah
berkumpul sembilan orang berkepandaian tinggi yang
semua memiliki satu tujuan yaitu berusaha masuk ke
dalam dasar sumur untuk mendapatkan dua bayi.
Roh Agung meialui ucapannya pada Ratu Dhika
Gelang Gelang setelah sang Ratu menyerang Pangeran
Bunga Bangkai di goa di Tegalrejo, sebelumnya sudah
mengetahui bahwa akan berkumpul banyak tokoh di
Sumur Api. Semua membekal niat jahat yang sama dan
berusaha menyusup ke dasar sumur untuk mendapatDewi
KZ di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kan dua bayi. Maka dia memerintahkan Ratu Dhika
Gelang Gelang untuk menjaga Sumur Api. Tidak boleh
satu orangpun lolos masuk ke dasar Sumur Api, apa lagi
sampai terjadi ada bayi yang berhasil diculik dilarikan!
Ratu Dhika Gelang Gelang dengan ilmu kesaktiannya
memang berhasil membunuh tiga orang berkepandaian
tinggi yang berusaha masuk ke dalam Sumur Api walau
dirinya terluka di dalam. Korban pertama Ratu Dhika
Gelang Gelang adalah seorang tokoh berjuluk Hantu
Mata Iblis bernama Kamara Tunggaibisma. Yang
berikutnya adalah sepasang kakek nenek sakti bernama
Ametung Warangtilis dan Kunti Jenggala. Namun kucing
sakti peliharaannya yaitu Ragil Abang menemui ajal di
tangan Ametung Warangtilis. Ketika Ratu Dhika Gelang
Gelang siap mengamuk, enam orang tokoh silat segera
mengurung, siap untuk menghabisinya. Kali ini sang
Ratu yang konon adalah puterl tertua Sri Maharaja
Rakai Pikatan Dyah Saladu dari Istri yang ke tiga itu
benar-benar terancam keselamatannya. Dia bisa
menghabisi semua musuh tapi apakah dia juga mampu
selamatkan diri"
Di saat yang sama Pangeran Bunga Bangkai Nalapraya
sampai pula di tempat itu diantar dua sahabatnya
yakni Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik. Niat sang
Pangeran hendak menolong tidak diperdulikan sang
Ratu karena dia telah sempat merasa curiga terhadap
manusia berkepala aneh itu.
"Dia muncul di sini pasti ada sangkut paut dengan
rahasia tersembunyi di dasar Sumur Api?" membatin
Ratu Dhika Gelang Gelang. Namun perempuan
bertubuh gemuk mengenakan kemben merah ini tidak
bisa berpikir lama. Saat itu enam orang yang
mengurungnya telah bergerak menyerbu. Enam larik
cahaya maut menyambar!
Ratu Dhika Gelang Gelang mendengus. Dia tahu
bahaya besar mengancam. Tapi dia tidak takut! Inilah
kehebatan jiwa seorang puteri Kerajaan Mataram! Dua
tangan diangkat ke atas, digoyang keras sementara
dua kaki dihentakkan ke tanah. Terdengar suara
berkerincing riuh sekali. Dua puluh cahaya kuning
menyilaukan melesat dari dua puluh kerincing emas
yang melingkar di dua pergeiangan tangan dan
pergelangan kaki Ratu Dhika Gelang Gelang.
Sesaat lagi akan terjadi bentrokan hebat di udara
antara dua puluh cahaya kuning dan enam cahaya
penyerang tiba-tiba tam...tam...taml Ada suara gema
tambur ditabuh membuat tanah bergetar, mengacau
aliran darah. Di saat bersamaan mendengung keras
membelah udara suara tiupan seruling, menutup liang
telinga, menyumbat jalan pernafasan!
Lalu terjadi satu peristiwa luar biasa hebat!
Enam orang yang menyerbu Ratu Dhika Gelang
Gelang terangkat ke udara. Seperti ada tangan-tangan
raksasa yang tidak kelihatan enam tubuh itu terbang
ke tanah. Beberapa orang menghantam gundukan
batu. Beberapa lainnya melabrak batang pohon besar.
Jerit pekik memenuhi udara. Enam tubuh berkaparan
di tanah. Tiga dengan kepala hancur. Dua patah leher,
satu lagi dada jebol remuk. Semuanya tentu saja tidak
bernyawa lagi! Untuk beberapa lama keadaan di tempat itu
diselimuti kesunyian menggidikkan sebelum
direrobek kembali oleh suara tambur dan tiupan
seruling. Ratu Dhika Gelang Gelang cepat palingkan
kepala kearah datangnya suara tambur dan suling.
Dia melihat dua bayangan orang bergerak keluar dari
balik bayangan gelap dua pohon besar.
Yang pertama adalah lelaki gemuk pendek bermuka
bopeng asyik menabuh tambur sambil tertawa cengarcengir.
Di sebelahnya berjalan lelaki tinggi kurus,
bermuka burik putih, termonyong-monyong meniup
seruling. "Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik," ucap Ratu
Dhika Gelang Gelang dalam hati. Dia tidak begitu suka
melihat kehadiran ke dua orang Ini. Perasaannya lebih
banyak dipenuhi rasa curiga. Dia juga telah menerima
pesan dari Arwah Ketua agar mengawasi gerak gerik
kedua orang ini.
"Tadi aku mendengar suara Pangeran Bunga Bangkai.
Dia bicara padaku. Mengatakan aku terluka di dalam.
Tapi sokarang mengapa orangnya tidak kelihatan?" Ratu
Dhika membatin.
Si Tambur bopeng hentikan menabuh tambur. Si
Suling Burik turunkan seruling yang ditiup.
"Ratu Dhika Gelang Gelang, mohon dimaafkan kalau
kehadiran kami mengganggu ketenteramanmu. Kami
bermaksud..."
Walau tidak senang tapi karena sadar orang telah
menolong dirinya maka sang Ratu memotong ucapan
Si Tambur Bopeng dan berkata sekedar berbasa-basi.
"Terima kasih kalian telah menolong diriku dari
keroyokan enam manusia tidak berguna itu. Walau
sebenarnya aku merasa tidak perlu ditolong..."
Si Tambur Bopeng dan Si Suling EJurik saling
pandang dan sama-sama menyeringai. Si Tambur
Bopeng tabuh gendangnya keras-keras hingga tubuh
gemuk Ratu Dhika Gelang Gelang bergoyang-goyang.
"Ratu Dhika Gelang Gelang. Jangan salah menduga.
Kami memang tidak bermaksud menolong dirimu!"
"Heh"l" Ratu Dhika Gelang Gelang jadi kerenyitkan
kening. Tadi dia sengaja menempelak. Tapi kini
sebaliknya tempelakan dibalas orang secara lebih
telak! "Kalian hanya datang berdua" Tadi aku
mendengar suara orang lain. Aku mengenali suara itu."
"Syukur kalau kau masih mengenali suara sahabatku
itu...." "Tambur Bopeng..."
"Ah, kau tahu namaku!" Si Tambur Bopeng tertawa
gembira. "Tadi kau mengatakan agar aku tidak salah
menduga. Karena kalian memang tidak bermaksud
menolong diriku. Lalu apa perlunya kalian membunuh
enam orang tokoh berkepandaian tinggi yang hendak
menyerbu diriku" Hanya sekedar menyombong diri
memperlihatkan bahwa kalian berdua punya ilmu jauh
lebih tinggi dari enam orang yang kalian bunuh itu"!"
"Ratu Dhika," kini yang bicara Si Suling Burik.
"Jangan salah berucap di malam buta begini rupa.
Kalau menghabisi riwayat orang baik-baik yang tidak
punya salah tidak punya dosa memang itu namanya
membunuh. Tapi kalau menghabisi manusia-manusia
jahat itu namanya mencari kebenaran menegakkan
keadilan!" Si Suling Perak tiup sulingnya satu kali,
berpaling pada sahabatnya lalu bertanya. "Bukan
begitu sobatku Tambur Bopeng"!"
"Betul sekali! Memang betul!" Jawab Si Tambur
Bopeng lalu menabuh tamburnya tiga kali.
"Sudahi Kalau kalian memang tidak bermaksud
menolong diriku lalu mengapa membunuh enam
manusia yang menyerangku"! Bersombong diri
menegakkan kebenaran dan keadilan" Oala! Janganjangan
kalian membekal niat lebih jahat dari orangorang
itu!" "Ratu Dhika Gelang Gelang, kami membunuh ke
enam orang itu karena diperintah oleh Pangeran yang
jadi panutan dan junjungan kami...."
Di dalam gelap Ratu Dhika Gelang Gelang tatap
kedua orang dihadapannya itu. "Aku tahu siapa yang
kalian maksudkan dengan orang yang kalian panggil
Pangeran itu. Tadi aku mendengar suaranya. Tapi
sekarang dia tidak berani memperlihatkan diri. Perlu
apa bersembunyi?"
"Pangeran kami tidak bersembunyi. Dia hanya tahu
diri. Dia mungkin saja menduga Ratu tidak mau
bertemu dengan dia. Bukankah kau merasa ada
semacam ganjalan dalam dirimu gara-gara kau
berlaku keliru, berniat mencelakainya di Goa di
Tegalrejo" Bukankah kau merasa teguran Roh Agung
seperti menjatuhkan dan memperhina dirimu?"
Ratu Dhika Gelang Gelang terkejut.
"Bagaimana kalian tahu kejadian di Tegalrejo"
Bagaimana kalian tahu ada teguran dari Roh Agung


Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas diriku" Kalian berdua ini, siapa sebenarnya"!"
"Ratu Dhika, siapa kami berdua jelas kau sudah
tahu. Tapi tidak ada salahnya kami memberi tahu agar
lebih jelas. Aku yang gemuk bopeng ini dipanggil
dengan nama Si Tambur Bopeng. Dan sobatku yang
kurus jelek ini Si Suling Burik...."
"Siapa nama kalian aku sudah lama tahu!"
Memotong Ratu Dhika Gelang Gelang dengan suara
bernada kesal dan wajah cemberut jengkel. "Yang aku
ingin penjelasan apakah kalian berdua ini merupakan
utusan Roh Agung, kepercayaan Para Dewa atau..."
Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik tertawa
gelak-gelak. " Kami dua insan jelek begini rupa jadi utusan Roh
Agung kepercayaan Para Dewa....Ha...ha...ha! Ratu
Dhika, kita ini masih sama-sama manusia. Yang bisa
susah bisa senang. Yang bisa kelaparan dan kehausan
kalau satu hari saja tidak bertemu nasi tidak bertemu
air..." "Sudah, aku tidak butuh celotehanmu. Beritahu
sekarang dimana Pangeran yang kalian sebut sebagai
junjungan itu"!"
"Pangeran kami sedang duduk di balik pohon besar
sana." Jawab Si Suling Burik sambil menunjuk dengan
serulingnya ke arah pohon besar di arah kanan.
Tidak menunggu lebih lama Ratu Dhika Gelang
Gelang melompat ke balik pohon besar. Saat itulah
dia mendengar suara yang membuat dia ingin berteriak
gembira! "Meong....."
7. NENEK TUBUH SEPOTONG
MENEMBUS SUMUR API
RATU Dhika Gelang Gelang seperti tidak percaya pada
apa yang dilihatnya. Digigitnya bibirnya. Terasa sakit
tanda dia tidak bermimpi. Di bawah pohon sana, walau
keadaan agak gelap namun dia melihat Pangeran Bunga
Bangkai duduk bersandar kebatang pohon sambil
mengelus-elus tubuh seekor kucing merah yang
bergelung jinak di pangkuannya.
"Ragil Abang, benar kaukah itu yang aku lihat?" Sang
Ratu berucap dengan suara tersendat. Tubuh sedikit
dibungkukkan, kepala diulur ke depan.
"Meong..:." Kucing merah di atas pangkuan Pangeran
Bunga Bangkai angkat kepala dan kembali keluarkan
suara. Binatang ini jilati tangan kanan Pangeran Bunga
Bangkai lalu berdiri dan sekali melompat dia sudah
berada di atas bahu kiri Ratu Dhika Gelang Gelang.
Perempuan gemuk ini cepat menangkap kucing merah
itu, mengusapnya berulang kali bahkan mendekapnya
ke dada dan ke pipi.
"Ragil Abang, aku tidak bermimpi" Kau bukan roh
jejadian dari kucingku yang sudah menemui kematian
lalu hidup kembali?"
"Meong..." Kucing merah besar bernama Ragil Abang
jilati pipi Ratu Dhika Gelang Gelang.
"Dewa Jagat Batharal Ini benar-benar kau! Ragil
Abang....!" Kembali Ratu Dhika Gelang Gelang
mendekap kucing merah ke dadanya. "Bagaimana
mungkin...Aku lihat sendiri kau tergeletak di tanah.
Bukankah...bukankah kau sudah menemui ajal"
Tewas di tangan kakek jahat bernama Ametung
Warangtilis itu?"
"Meong...."
Ratu Dhika usap kepala kucing merah sambil
berpaling menatap ke arah Pangeran Sunga Bangkai
yang masih duduk di tanah, bersandar ke batang
pohon besar. Dia lalu melangkah mendekati sang
Pangeran. Setengah membungkuk dia bertanya.
"Apakah...apakah kau yang telah menyelamatkan
kucingku Ragil Abang?"
Kepala berbentuk bunga bangkai dengan kuncup
hijau menjulang ke atas bergerak menggeleng.
"Aku tidak percaya. Jangan kau membuat aku
menanggung hutang budi terus-terusan..."
"Sahabat, kita pernah bertemu. Dari dua sahabat
yang mengantar aku baru tahu kalau kau adalah
keturunan utama para Raja Bhumi Mataram. Aku
merasa beruntung bisa mengenal dirimu. Tapi soal
selamat menyelamatkan nyawa mahluk hidup kita
manusia tidak berdaya memberikan pertolongan
kepada sesama mahluk. Kecuali Yang Maha Kuasa
menghendaki. Aku tidak menolong menyelamatkan
Ragil Abang kucing merah peliharaanmu itu. Namun
aku sempat melihat sesuatu terjadi sebelum kakek
bernama Ametung Warangtilis menggebuk kepalanya
dengan pukulan sakti..."
"Manusia Bunga Bangkai, dua pengiringmu menyebut
dirimu Pangeran. Apakah kau seorang Pangeran berasal
dari Kerajaan Tarumanegara" Kau pernah menceritakan
asal usulmu padaku." Saat itu Ratu Dhika Gelang
Gelang ingat bagaimana dia telah berbuat keliru,
menyangka mahluk aneh itu telah menipunya dan
menjadi penyebab celaka besar yang dialami Sebayang
Kaligantha, pemuda kekasihnya. (baca serial
sebelumnya berjudul "Pangeran Bunga Bangkai")
Sebagai akibat kekeliruannya itu Roh Agung telah
menghukum memerintahkannya untuk segera pergi
ke Sumur Api dan berjaga-jaga hingga tidak satu
orangpun menerobos masuk.
Mahluk berkepala bunga bangkai berkuncup hijau
keluarkan suara tertawa. "Mereka sahabat-sahabat
yang baik. Tapi mereka cuma bicara mengada-ada...."
"Kalau kau tidak mau menjelaskan siapa dirimu
sebenarnya tidak jadi apa. Sekarang katakan apa yang
terjadi dengan kucing merahku hingga dia selamat
dari pukulan Ametung Warangtllls."
"Sesaat sebelum pukulan Ametung Warangtilis
mendarat di kepala Ragil Abang, aku melihat ada
selarik cahaya putih sangat tipis berkelebat melindungi
kepala kucingmu. Pukulan kakek itu memang
masih mengenai kepala Ragil Abang tapi hanya
membuat binatang itu terkapar pingsan, tidak sampai
membunuhnya. Dewa Agung sungguh Maha Pelindung,
Maha Asih."
Mendengar koterangan Pangeran Bunga Bangkai Ratu
Dhika Gelang Gelang segera membungkuk sambil
berulang kali berterima kasih menyebut nama Yang
Maha Kuasa. "Ratu Dhika, dua sahabatku ini telah mengantarkan
aku ke tempat ini. Aku tadi melihat satu cahaya merah
di kejauhan. Cahaya api yang keluar dari sebuah sumur
yang konon bernama Sumur Api. Kau masih ingat
ceritaku bahwa aku tengah berusaha mencari istriku,
yang aku tidak tahu siapa nama dan dimana
beradanya."
"Aku, aku masih ingat..." Jawab Ratu Dhika pula.
"Apakah saat ini kau sudah mengetahui dimana
keberadaan istrimu itu?"
"Belum dapat kupastikan. Namun aku mulai
menduga-duga." Jawab Pangeran Bunga Bangkai. Lalu
dia bertanya lagi. "Kau masih ingat ketika aku
mengatakan bahwa istriku tengah mengandung dan
akan segera melahirkan?"
Kini dada Ratu Dhika Gelang Gelang jadi berdebar
keras. Dia tidak bisa menjawab. Hatinya berulang kali
mengucap. "Dewa Jagat Bathara...Wahai Yang Maha
Kuasa. Petunjuk buruk atau petunjuk baik yang tengah
aku hadapi saat ini. Apakah manusia bunga bangkai
ini sudah menaruh syak wasangka kalau.....Melalui
Roh Agung kau telah memerintah diriku untuk menjaga
segala kerahasiaan di dalam Sumur Api. Apakah...."
Ratu Dhika tidak teruskan ucapan batin. Dia melihat
mahluk di depannya mengeluarkan satu gulungan kain
putih dari saku pakaian birunya.
"Kain ini aku dapat dari dua sahabatku Si Tambur
Bopeng dan SI Suling Burik," kata Pangeran Bunga
Bangkai menjelaskan.
"Kain apa ini....?" tanya sang Ratu.
"Salinan empat Gading Bersurat," jawab Pangeran
Bunga Bangkai. "Buka gulungan kain, baca apa yang
tertulis di situ..."
Debar jantung Ratu Dhika Gelang Gelang semakin
keras. Dalam hati dia berkata. "Aku telah membaca
Gading Bersurat pertama, kedua dan ketiga. Tapi
Gading Bersurat yang keempat memang belum pernah
kuketahui isinya. Kalau Pangeran dari Tarumanegara
ini sudah mengetahui secara lengkap, bisa jadi. Aku
harus membaca, harus mengetahui. Kalau tidak bisabisa.....
Tapi!" Sesaat perempuan gemuk keturunan Maharaja
Mataram ini tertegun terkesima. Namun akhirnya dia
ulurkan tangan kanan untuk mengambil gulungan
kain. Hanya saja, sebelum jari-jarinya menyentuh
gulungan kain tiba-tiba di kedua telinganya terdengar
ngiangan suara Roh Agung!
"Ratu Dhika Gelang Gelang. Kau telah meninggalkan
Sumur Api lebih dari seratus langkah. Kau telah
melanggar perjanjian! Lekas kembali ke Sumur Api!
Sesuatu tengah terjadi di sana!"
Perempuan gemuk berkemben merah itu cepat-cepat
tarik tangannya.
"Ada apa?" tanya Pangeran Bunga Bangkai.
"Aku harus pergi."
Kuncup hijau di kepala Pangeran Bunga Bangkai
bergerak-gerak.
"Tapi ambil dan baca dulu apa yang tertulis di
gulungan kain ini." Kata Pangeran Bunga Bangkai
pula, setengah memaksa.
"Tidak usah." Sang Ratu menggeleng lalu cepat
bersurut mundur. Dua kali melompat dia sudah berada
di dekat Sumur Api.
Seperti yang dikatakan suara mengiang di telinga
Ratu Dhika Gelang Gelang, saat itu sesuatu telah
terjadi di Sumur Api. Tiga cahaya hitam, merah dan
biru membentuk dinding tebal melingkari Sumur Api.
Jangankan menembus, tiga langkah saja dari
hadapan dinding tiga cahaya itu tubuh gemuk Ratu
Dhika Gelang Gelang langsung terpental.
"Celaka! Dari mana munculnya lingkaran tiga cahaya
ini"!" Ratu Dhika memandang berkeliling. Dia tidak
melihat siapapun di sekitar tempat itu. Penasaran
dia kembali maju mendekati lingkaran dinding tiga
warna. Kali ini sambil dorongkan dua tangan dengan
pengerahan tenaga dalam penuh. Dengan kekuatan
ilmu kesaktian seperti itu, gunung karang sekalipun
bisa dijebol oleh Ratu Dhika Gelang Gelang. Namun
yang terjadi justru kembali tubuhnya mencelat mental,
terkapar di tanah, keluarkan suara mengerang
sementara darah tampak meleleh keluar dari sela
bibir! Ragil Abang si kucing merah mengeong keras.
Agaknya binatang ini juga mengalami cidera di
dalam. Setengah sadar setengah pingsan Ratu Dhika
Gelang Gelang tiba-tiba melihat ada sosok aneh
seorang nenek berjubah hitam, memiliki sepasang
mata hijau bercahaya, melayang terbalik di udara
rambut menjulai ke bawah riap-riapan. Yang
hebatnya, tubuh nenek ini hanya sepotong. Yaitu, yang
ada dan kelihatan hanya dari pinggang ke kepala
sedang pinggang ke bawah kosong tidak ada apaapanya!
Dan yang mengerikan, tubuh yang buntung
di bagian pinggang itu laksana baru ditabas senjata
tajam, tulang putih terpentang, daging merah
membusai serta menyipratkan darah! Tubuh sepotong
yang terbalik ini melayang cepat menembus lingkaran
dinding tiga cahaya laksana menembus angin lalu
mencebur masuk ke dalam Sumur Api!
Ratu Dhika Gelang Gelang berteriak keras. Coba
berdiri mencegah si jubah hitam. Namun tubuhnya
tak bisa berkutik. Dia hanya mampu menunjuk-nunjuk.
Saat itulah Pangeran Bunga Bangkai, Si Tambur
Bopeng dan Si Suling Burik mendatangi.
"Ratu Dhika....ada apa?" tanya Pangeran Bunga
Bangkai. Ratu Dhika Gelang Gelang menunjuk ke arah
Sumur Api. Terbata-bata dia berkata.
"Ada...ada perempuan tua berjubah hitam bermata
hijau menyala masuk ke dalam Sumur Api. Tubuhnya
hanya sepotong. Dia melayang kepala ke bawah.
Celakai Tolong! Perempuan tua itu masuk ke dalam
Sumur Api! Lekas cegah sebelum dia masuk ke dasar
sumuri" Perempuan gemuk ini berusaha berdiri
namun rubuh kembali! Ragil Abang si kucing merah
mengeong keras lalu jilati dua kaki Ratu Dhika Gelang
Gelang. Jilatan kucing sakti pada dua kakinya
membuat Ratu Dhika Gelang Gelang mampu bergerak
dan bangkit berdiri walau agak terhuyung.
Si Tambur Bopeng segera tabuh tambur berdentamdentam.
SI Suling Burik tiup seruling dengan keras.
Bumi bergetar. Langit seolah terkuak. Batu-batu di
sekitar Sumur Api berderak. Sumur Api bergoncang
keras. Nyala api di dalam sumur bergerak turun naik.
Asap hitam sesekali mencuat ke atas! Di kejauhan
terdengar suara raungan srigala hutan. Namun dinding
tiga cahaya tidak bergeming sedikitpun. Malah tibatiba
dua kayu penabuh tambur di tangan Si Tambur
Bopeng terlepas mental. Suling yang dipegang Si
Suling Burik melesat ke udara! Kedua orang ini
kemudian sama-sama jatuh ke tanah sambil menjerit
karena dapatkan tangan masing-masing melepuh


Satria Lonceng Dewa 4 Dewi Tangan Jerangkong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti disulut api!
Melihat apa yang terjadi Pangeran Bunga Bangkai
serta merta menerjang ke depan.
"Dess! Desssl"
"Rrrrttttttl Blaaarl"
Pangeran Bunga Bangkai berhasil menembus masuk
melalui dinding bercahaya merah. Namun hanya
sampai di situ kemampuannya karena sesaat kemudian
tubuhnya terpental. Dia seperti menumbuk gunung!
Lalu dinding cahaya tiga warna memancarkan sinar
terang. Cahaya biru, hitam dan merah menderu
menyambar ke arah Pangeran Bunga Bangkai! Secepat
kilat sang Pangeran jatuhkan diri di tanah, bergulingan
menjauhi Sumur Api sambil tangan kanan dipukulkan ke
arah dinding cahaya berwarna biru.
"Wuuttt"
"Blasss!"
Cahaya tiga wama melesat di atas tubuh Pangeran
Bunga Bangkai. Di lain kejap pohon besar tempat tadi
dia duduk bersandar telah berubah menjadi kepulan
asap merah, biru dan hitam. Lalu rrttttl Pohon ini
runtuh ke tanah, berubah menjadi tumpukan debu!
Sementara itu satu pukulan sakti bersinar kelabu
yang dilepas Pangeran Bunga Bangkai menghantam
dasar dinding lingkaran cahaya berwarna biru yang
menutupi Sumur Api. Satu dentuman keras menggelegar.
Sebuah lobang besar mengoyak bagian bawah
dinding berwarna biru. Dari lobang ini menyembur
angin luar biasa panas yang berasal dari Sumur Api.
Pada saat itu pula sayup-sayup terdengar suara bayi
menangisi Pangeran Bunga Bangkai dengan cepat
gulingkan diri mendekati Ratu Dhika Gelang Gelang
yang saat itu telah mampu berdiri akibat jilatan kucing
sakti pada dua kakinya. Namun kucing merah Ragil
Abang mengeluarkan suara mengeong terus menerus
dan berputar-putar mengelilingi majikannya. Binatang
ini tampak geiisah.
"Ratu Dhika Gelang Gelang!" Pangeran Bunga Bangkai
berkata. "Aku mendengar suari dua bayi menangis!
Datangnya dari arah Sumur Api. Aku ingat salinan
tulisan Empat Gading Bersurat. Aku yakin kau
mengetahui sesuatul Katakan padaku!"
Ratu Dhika tak menjawab. Pangeran Bunga Bangkai
mendekati. Setengah dia mengulang ucapannya tadi.
Perempuan gemuk itu tetap tidak bersuara.
"Ratu Dhika! Mengapa kau tidak menjawab! Kau
menyembunyikan sesuatu padaku. Agaknya kau
berserikat dengan orang-orang jahat. Aku tidak suka!
Aku...." Mendadak kata-kata Pangeran Bunga Bangkai
terputus. Entah kapan dan entah bagaimana
kejadiannya di kening Ratu Phlka Gelang Gelang saat
itu tahu-tahu menancap sebuah benda berbentuk bulat
pipih berwarna biru. Mulut perempuan ini terkancing
sementara dua mata terpentang membeliak.
"Dewa Jagat Bathara! Siapa melakukan perbuatan
jahat ini"!" Teriak Pangeran Bunga Bangkai. Dia segera
hendak merangkul tubuh Ratu Dhika Gelang Gelang.
Namun saat itu Ragil Abang didahului suara mengeong
keras melompat ke atas kepala Ratu Dhika. Dengan
gigi-giginya binatang ini mencabut besi bulat pipih
bergerigi yang menancap sampai setengahnya di kening
Ratu Dhika lalu melompat turun ke tanah, berlari
berputar-putar. Pangeran Bunga Bangkai cepat ambil
benda itu. Tanpa memperhatikan lebih dulu
benda dimasukkan ke dalam saku pakaian.
Anehnya pada lubang bekas tancapan senjata rahasia
di kening Ratu Dhika Gelang Gelang sama sekali tidak
mengucur darah. Tubuh perempuan gemuk itu mulai
bergetar. Kedua mata hanya tinggal putihnya saja.
Ketika Pangeran Bunga Bangkai memeluknya tubuh itu
terasa panas luar biasa.
"Ratu Dhika....Kau....."
Mulut Ratu Dhika yang sejak tadi tertutup mendadak
terbuka. Dan dari dalam mulut itu menyembur keluar
cairan berwarna biru.
"Racun jahatl Ratu Dhikal Aku bersumpah akan
mencari dan membunuh manusia yang mencelakai
dirimu..."
"Manusia Bunga Bangkai...." Suara yang meluncur
keluar dari mulut Ratu Dhika Gelang Gelang seolah
mendekatkan telinga untuk mendengar lebih jelas.
"Ajalku sudah di depan mata Aku akan mengatakan
satu rahasia besar menyangkut dirimu. Rahasia besar
yang jika terungkap mungkin bisa mengembalikan
keadaan dirimu menjadi manusia wajar seutuhnya. Aku
|uqa mohon agar kau menyampaikan salamku padu
Sabayang Kaligantha. Jika kau bertemu pemuda itu
katakan walau aku dan dia tidak berjodoh di dunia fana
ini. tapi di alam akhirat aku dan dia pasti akan bersatu
dan hidup bahagia. Manusia bunga bangkai. Dengar
baik-baik. Aku akan mengatakan satu hal sangat
penting bagi diri dan masa depanmu...."
Tiba-tiba tnrdengar suara mengorok keras. Satu
tangan luar biasa besar penuh bulu mencuat keluar
dari dalam tanah. Tangan ini mengusap wajah Ratu
Putri Ular Putih 1 Pendekar Naga Putih 73 Rase Perak Romantika Sebilah Pedang 4
^