Hijaunya Lembah Hijaunya 37
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 37
telah dipanggil. Ketika perintah itu diberikan, maka Kebo
Wanter bertanya "Bukankah hanya ada dua orang dari
Kabuyutan Talang Alun y ang harus kami selesaikan ?"
"Ya. Hanya dua orang."
"Kenapa kami berdua harus membawa ampat orang lagi "
Seorang saja diantara kami akan dapat meny elesaikan mereka.
Apalagi dua orang. Karena itu, ampat orang itu tidak perlu
sama sekali. "Kalian tidak usah membantah. Pergilah bersama ampat
orang. Kalian dengar ?"
Kebo Wanter dan Lembu Pangambah mengangguk-angguk.
Sementara itu orang y ang mendapat perintah dari mPu
Renapati itu berkata "Kita tidak ingin rencana ini gagal,
sehingga akibatnya akan m enjadi semakin buruk. Karena itu,
maka kedua orang itu tidak boleh melarikan diri. Meskipun
kalian berdua saja yakin akan dapat mengalahkan mereka,
bahkan seorang saja diantara kalian, tetapi kemungkinan
melarikan diri harus diperhitungkan."
Kebo Wanter dan Lembu Pangambah masih m enganggukangguk.
Sementara orang itu memberitahukan ciri -ciri dari
orang y ang harus mereka cari itu.
"Pergunakan jalur para pengungsi. Mungkin kedua orang
itu ada diantara mereka."
Demikianlah, maka sejenak kemudian enam orang telah
berpacu menuju ke hutan yang meny ekat Kabuyutan Sendang
Apit dengan Kabuyutan Talang Alun. Bersama mereka ikut
pula tiga orang yang akan membawa kuda-kuda itu kembali ke
padepokan Renapati. Sebenarnyalah bahwa Mahisa Murti dan Kiai Wijangyang
kemudian telah bertemu kembali dengan bebahu Sendang Apit
itu telah memutuskan untuk kembali ke Talang Alun.
Nampaknya tidak mungkin dapat berbicara terbuka dengan Ki
Buyut Pudaklamatan yang selalu dibay angi oleh seseorang
yang agaknya sengaja ditempatkan di rumah Ki Buyut oleh
mPu Renapati. Sementara itu, anak Ki Buyut sendiri agaknya
telah menjadi mabok oleh mimpi tentang m asa depan yang
besar. Tetapi bebahu itu sendiri telah menyatakan diri untuk
tinggal. Ia merasa akan mendapat kesempatan bertemu
dengan Ki Buyut Sendang Apit yang masih berada di
Kabuyutannya- "Aku tentu dapat bertemu, dengan Ki Buyut meskipun tidak
segera. Aku akan mengajak Ki Buyut menemui Ki Buyut
Talang Alun dan membawanya ke Padepokan Bajra Seta."
"Kami menunggu " berkata Mahisa Murti.
"Mudah-mudahan Ki Buyut bersedia meninggalkan
Kabuyutan Sendang Apit barang dua tiga hari untuk keperluan
itu." berkata bebahu itu.
"Berhati-hatilah" pesan Kiai Wijang.
"Terima kasih. Kiai berduapun harus berhati-hati dijalan."
berkata bebahu itu. "Jika kau gagal menemui Ki Buyut, kau harus segera,
menghubungi kami" berkata Mahisa Murti kemudian.
"Baik. Tetapi nampaknya aku sudah mendapatkan jalur
untuk sampai kepadanya. Ternyata aku masih dipercaya
meskipun aku sudah pernah lari dari medan. " berkata bebahu
itu. Dengan demikian, maka Mahisa Murti dan Kiai Wijang
telah meninggalkan bebahu itu di Kabuyutannya. Mereka
memang telah menempuh perjalanan melalui jalur para
pengungsi y ang masih saja mengalir dari Kabuyutan Sendang
Apit meny eberangi hutan. Mereka berharap bahwa diseberang
hutan, mereka akan mendapatkan ketenangan setidaktidaknya
untuk sementara sambil menunggu perkembangan
keadaan di Kabuyutan 'mereka.
Sekelompok pengungsi y ang meny eberangi hutan itu
memang tertarik melihat kehadiran dua orang yang
sebelumnya belum mereka kenal. Orang-orang Kabuyutan
Sendang Apit m emang melihat kelainan pada Mahisa Murti
dan Kiai Wijang dari kebiasaan orang-orang Kabuyutan itu.
Namun sekelompok pengungsi itupun merasa bahwa
mereka memang tidak dapat mengenali semua penghuni
Kabuyutan Sendang Apit y ang termasuk luas itu. Apalagi
kemungkinan hadirnya orang-orang baru y ang datang dari
Kabuyutan lain untuk menetap di Kabuyutan Sendang Apit.
Apalagi nampaknya kedua orang itu bukan orang yang jahat
yang akan dapat mengganggu mereka diperjalanan.
Meskipun demikian, seorang laki -laki diantara para
pengungsi itu telah bertanya kepada Mahisa Murti dan Kiai
Wijang "Apakah kalian juga pengungsi seperti kami?"
Ternyata Mahisa Murti menjawab apa adanya "Tidak Ki
Sanak. Kami adalah orang-orang dari Kabuyutan Talang Alun
diseberang hutan. Di Kabuyutan kami terdapat banyak sekali
pengungsi y ang mengalir dari Kabuyutan Sendang Apit.
Karena itu, kami sengajaa pergi ke Sendang Apit untuk
melihat keadaan. " Laki-laki itu mengangguk-angguk. Katanya "Jadi kalian
adalah orang-oranga Talang Alun."
"Ya " jawab Mahisa Murti.
Laki-laki itu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
bertanya "Bagaimana keadaan saudara-saudara kami yang
telah berada di Talang Alun?"
"Kami di Talang Alun telah mencoba berbuat sebaikbaiknya.
T etapi sudah tentu sesuai dengan kemampuan yang
ada pada kam i." Orang itu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya
lebih lanjut. Perjalanan di hutan y ang lebat itu memang bukan
perjalanan y ang mudah. Apalagi diantara mereka terdapat
perempuan dan anak-anak. Karena itu, m aka perjalananpun
menjadi lambat dan sekali-sekali harus beri stirahat.
Beberapa orang laki -laki yang ada diantara mereka telah
merambah jalan y ang akan dilalui. Namun merekapun bersiap
pula jika tiba-tiba mereka bertemu dengan binatang buas yang
akan mengganggu. . Tetapi binatang buas di hutan itu justru menyingkir jika
mereka melihat sekelompok orang yang lewat. Apalagi jika
mereka membawa obor dimalam hari.
Namun ditengah hutan m ereka telah bertemu dengan tiga
orang y ang nampaknya sedang beri stirahat.
Tetapi ketiga orang itu sama sekali tidak menegur
sekelompok orang y ang sedang mengungsi itu. Mereka hanya
memperhatikan seorang demi seorang. Namun kemudian
sekelompok pengungsi itupun kemudian telah lewat.
"Apakah kita akan menggabungkan diri dengan mereka?"
bertanya lembu Pangambah.
"Tidak perlu." jawab Kebo Wanter "hanya akan
mengganggu saja. Mungkin satu orang diantara mereka akan
bertanya kepada kita. Bahkan mungkin kedua orang yang
harus kita selesaikan itu. Kita harus berpikir bagaimanakita
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka itu."
"Dua orang yang dimaksud mPu Renapati tentu dua orang
yang ada diantara para pengungsi itu " berkata Lembu
Pangambah. "Ya. Aku sudah pasti." jawab Kebo Wanter.
"Jika demikian, kenapa tidak kita selesaikan sekarang saja
disini?" bertanya seorang yang ikut bersama Kebo Wanter dan
Lembu Pangambah. "Tiga orang kawan kita y ang lain ada di ujung hutan" jawab
Kebo Wanter "selebihnya, perintah itu mengatakan bahwa kita
harus membunuh m ereka di daerah Kabuyutan Talang Alun
sendiri. " "Kenapa" Bukankah lebih baik kita bunuh di hutan ini?"
"Jika mereka mati di Talang Alun, maka itu adalah
persoalan Talang Alun sendiri. Tetapi jika di hutan ini atau di
Sendang Apit, maka persoalannya akan dapat m enjadi lain.
Orang-orang Talang Alun akan dapat menyangkutkan
Kabuyutan Sendang Apit atas kematian orang-orangnya itu."
Orang itu tidak bertanya lagi, sementara itu kelompok
pengungsi itu sudah menjadi semakin jauh.
Baru beberapa saat kemudian maka ketiga orang itupun
bangkit dan melangkah mengikuti arah para pengungsi itu.
Ketika kemudian para pengungsi itu melihat tiga orang
yang lam duduk-duduk diatas sebatang pohon y ang rebah
dihutan itu, maka mereka mulai merasa curiga. Mungkin
enam orang itu berniat buruk terhadap para pengungsi itu.
Mungkin mereka perampok yang mengira bahwa para
pengungsi itu membawa barang-barang mereka y ang paling
berharga. Tetapi ketiga orang y ang ditemuinya kemudian itu juga
tidak m engganggu m ereka. Ketiganya hanya memperhatikan
sa ja iring-iringan sekelompok pengungsi yang lewat.
Namun dalam pada itu, setiap laki -laki diantara para
pengungsi itu sudah bersiap-siap menghadapi segala
kemungkinan. Mereka telah mempersiapkan senjata mereka
untuk melindungi keluarga mereka serta m ilik mereka yang
sempat mereka bawa. Ketika para pengungsi itu kemudian keluar dari hutan y ang
lebat, yang menyekat Kabuyutan Sendang Apit dengan
Kabuyutan Talang Alun, maka rasa-rasanya mereka mulai
dapat bernafas lega. Beberapa saat kemudian, mereka akan
meninggalkan padang perdu dan turun ke daerah per sawahan.
Kemudian merekapun akan segera sampai ke padukuhanpadukuhan
terdekat dari Kabuyutan Talang Alun, yang akan
menjadi tempat mereka untuk menetap sementara.
"Kami sudah sampai ke Talang Alun, Ki Sanak" berkata
laki -laki y ang sejak semula berbincang dengan Mahisa Murti
dan Kiai Wijang. "Ya. Kalian telah berada di Talang Alun" jawab Mahisa
Murti. "Dimana kami dapat tinggal?" bertanya laki-laki itu.
"Datang saja ke padukuhan yang mana saja. Di banjar telah
ditugaskan orang-orang yang akan m engatur dimana kalian
akan ditempatkan, " jawab Mahisa Murti.
Laki-laki itu m engangguk-angguk. Katanya "Terima kasih.
Kami tidak akan melupakan jasa orang-orang Talang Alun."
Demikianlah iring-iringan itu berjalan dengan wajah y ang
memancarkan harapan untuk mendapatkan tempat y ang lebih
tenang. Mereka seakan-akan telah melupakan perjalanan yang
panjang menelu suri hutan dan padang perdu.
Sementara itu, malam y ang turunpun semakin lama
menjadi semakin gelap. Perempuan dan anak-anak yang
merasa sangat letih, terpaksa harus berhenti lagi untuk
beristirahat sebagaimana mereka lakukan beberapa kali
sepanjang perjalanan. Namun rasa-rasanya mereka sudah tidak diburu oleh
kecemasan, bahwa m ereka akan mengalami perlakuan kasar.
Seakan-akan mereka sudah berada diambang pintu regol
rumah mereka sendiri. Namun ketenangan m ereka ternyata telah terusik. Enam
orang yang mereka temui di hutan itupun telah menyusul
mereka. Dua orang yang berjalan dipaling depan langsung
berdiri dekat ditempat para pengungsi itu beristirahat.
"Kami tidak akan mengganggu kalian " berkata salah
seorang dari mereka. Para pengungsi itu termangu-mangu sejenak. Tetapi setiap
laki -laki yang ada diantara mereka m emang sudah bersiap.
Meski pun melihat ujudnya, keenam orang itu tentu orang
yang memiliki kelebihan, tetapi para pengungsi itu t idak akan
membiarkan mereka dirampok atau mengalami perlakuan
buruk. Mereka sudah bersusah payah menempuh perjalanan
yang panjang dan sulit. Sehingga karena itu, maka merekapun
rasa-rasanya tidak akan mau berkorban lebih banyak lagi.
Tetapi salah seorang dari keenam orang itu berkata "Aku
justru sedang mencari saudaraku sendiri dari Talang Alun.
Diluar sadarnya orang-orang itu berpaling kepada Mahisa
Murti dan Kiai Wijang. Ternyata orang-orang itupun telah memandang kearah
keduanya pula. Sebelum Mahisa Murti dan Kiai Wijang berkata sesuatti,
maka orang yang mengaku mencari saudaranya itu berkata
"Ternyata kau benar-benar ada di sana. Ketika kami m elihat
iring-iringan pengungsi ini lewat, kau berusaha untuk
menyembuny ikan dirimu diantara mereka. Tetapi ada
diantara kami y ang berhasil melihat kalian berdua. "
Mahisa Murti dan Kiai Wijang segera tanggap apa y ang
sedang mereka hadapi. Karena itu, maka Kiai Wijangpun
segera menyahut "Ki Sanak. Kalian tidak u sah berputar-putar
lagi. Katakan saja apa m aksud kalian. Kami memang orangorang
Talang Alun. Tetapi kalian bukan."
"Jangan memutar balikkan persoalan. Beberapa hari kau
telah m enghilang dari Talang Alun. Sekarang kau kembali ke
Talang Alun bersama para pengungsi. Ki Buyut yang
menugaskan kami mencarimu, hampir berputus-a sa.
Untunglah kami melihat kau yang mencoba menyusup
diantara para pengungsi itu. "
"Sudahlah, katakan apa yang kau maui?" berkata Mahisa
Murti. Salah seorang diantara mereka y ang mencegat Mahisa
Murti dan Kiai Wijang itupun berkata kepada para pengungsi
"Nah Ki Sanak. Aku persilahkan kalian melanjutkan
perjalanan. Di Talang Alun telah disediakan tempat bagi
kalian. Biarlah aku meny elesaikan kedua orang y ang telah
banyak m elakukan kejahatan di Kabuyutan kami. Untunglah
mereka berdua belum melakukan kejahatan atas kalian,
karena agaknya kalian tidak menjadi ketakutan karenanya.
Bahkan nampaknya setiap laki-laki dalam iring-iringan
pengungsi ini sudah siap untuk melawan. "
Para pengungsi itu memang menjadi bingung. Namun
orang itu berkata selanjutnya "Silahkan meninggalkan tempat
ini. Kami akan m enangkap mereka dan m embawanya kepada
Ki Buyut. Jika kedua orang ini melawan, maka kami terpaksa
mengakhirinya. " Para pengungsi itu memang menjadi cemas. Karena itu,
maka m ereka memang merasa lebih baik tidak ikut campur.
Apalagi orang itu mengatakan bahwa ia dan kawan-kawannya
mendapat tugas dari Ki Buyut Talang Alun.
Ketika para pengungsi itu bersiap untuk melanjutkan
perjalanan, maka Mahisa Murti justru berkata "Silahkan Ki
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sanak. Jangan ragu-ragu. Tinggalkan tempat ini dan
sampaikan kepada Ki Buyut apa yang telah terjadi disini."
Para pengungsi yang masih baru saja mencoba untuk
beristirahat itu telah bersiap untuk m elanjutkan perjalanan.
Sementara Mahisa Murti berkata "Padukuhan yang pertama
sudah tidak jauh lagi. Lampu-lampunya telah nampak dari
tempat ini. Yang nampak terang itu tentu obor diregol
padukuhan.- Para pengungsi itupun segera melanjutkan perjalanan.
Mereka m emang menjadi berdebar-debar dan bahkan merasa
cemas melihat gelagat yang tidak baik antara keenam orang
yang m engikuti mereka dari dalam hutan dengan dua orang
yang bersama-sama mereka sejak dari seberang hutan.
Tetapi para pengungsi itu memang tidak ingin ikut campur
jika persoalannya adalah persoalan orang-orang Talang Alun
sendiri. Mereka memang merasa tidak berhak untuk
melibatkan diri kedalamnya.
Namun y ang m enggelisahkan mereka, bahwa Talang Alun
yang dikiranya tenang dan damai itu masih juga diguncang
oleh peri stiwa-peristiwa kekerasan y ang mencemaskan.
Sementara itu, ketika para pengungsi itu sudah menjadi
semakin jauh, maka Kebo Wengker itupun berkata "Ki Sanak.
Kami memang mendapat perintah untuk meny elesaikan Ki
Sanak berdua, karena kalian akan dapat membuat suasana
menjadi semakin Kalut. Kabuyutan Talang Alun tidak ingin
terlibat dalam pertikaian yang terjadi di Pudaklamatan dan
Sendang Apit. Karena itu, m aka bahwa kalian telah m encoba
mencampuri persoalan mereka maka kalian harus dilenyapkan
dari bumi Talang Alun."
Tetapi Mahisa Murti itu justru
bertanya "Bukankah tidak ada
pertikaian apa-apa di Pudaklamatan" Bukankah y ang
terjadi itu satu hal y ang sangat
wajar, bahwa Ki Buyut Pudaklamatan mengambil kembali
miliknya dari tangan adik
sepupunya" Kelak anak Ki Buyut
itu akan menjadi seorang pemimpin y ang besar y ang
memimpin sebuah Kabuyutan
besar y ang terdiri dari gabungan
dua Kabuyutan. He, apakah kau
tidak setuju" Jika sikapmu itu diketahui oleh Ki Buyut
Pudaklamatan, anak laki-lakiny a atau bahkan m Pu Renapati,
maka kalian akan meny esal. Apalagi karena kalian sudah
menganggap bahwa y ang terjadi di Kabuyutan Pudaklamatan
adalah satu pertikaian."
Wajah Kebo Wanter menjadi merah. Sementara Lembu
Pangambah membentak "Gila kau. Apapun y ang kau katakan,
kami akan membunuh kalian. "
"Nah, bukankah sudah aku katakan, sebaiknya kalian
katakan langsung, apa maksud kalian. Kalian memang tidak
usah berbelit-belit dan berputar-putar."
"Baik" geram Lembu Pangambah "tundukkan kepalamu.
Aku akan memanggalnya. Kematian yang demikian adalah
kematian yang paling terhormat bagi kalian daripada kalian
akan mati seperti seekor tikus didalam genggaman sekor
kucing." Mahisa Murti sama sekali tidak menjadi ketakutan. Anak
muda itu justru tertawa "Satu tantangan yang sudah t erlalu
sering diucapkan orang. Sudahlah. Kita tidak usah banyak
berbicara. Marilah, kita akan bertempur. Tetapi maaf, bahwa
kami memang tidak m embawa senjata, karena senjata akan
menyulitkan perjalanan kami di Kabuyutan Pudaklamatan."
Kebo Wanter menggeram. Sambil melangkah surut
mengambil jarak ia berkata "Kau memang terlalu sombong.
Tetapi jangan takut bahwa aku akan membunuhmu dengan
senjata. Jari-jariku cukup kuat untuk mematahkan lehermu,
sementara itu kawanku itu akan mencekik kakek tua itu
dengan jari-jarinya pula.
"Lalu, apa yang akan dilakukan oleh keempat kawanmu itu
?" bertanya Kiai Wijang tiba-tiba. "
Telinga Kebo Wanter menjadi panas bagaikan disentuh api.
Dengan geram ia menjawab "Mereka akan menjaga kalian,
agar kalian tidak sempat melarikan diri."
"Apakah kalian menduga bahwa kami akan m elarikan diri
?" bertanya Kiai Wijang pula.
"Ya." jawab Kebo Wanter "aku melihat kelicikan disorot
mata kalian. Kalian tidak akan merasa malu untuk melarikan
diri karena kalian memang tidak mempunyai harga diri sama
sekali. " Kiai Wijang tertawa. Katanya "Satu dugaan y ang tepat.
Karena k etika aku muda, maka aku adalah pelari tercepat di
padukuhanku. Setiap ada lomba memburu itik, maka aku
tentu menjadi pemenangnya. "
"Cukup" bentak Kebo Wanter y ang tidak dapat m enahan
marahnya. Kepada keempat kawannya ia berkata "Jaga agar
mereka tidak sempat melarikan diri. "
Keempat kawannya itupun segera memencar diseputar
keempat orang yang nampaknya sudah siap untuk bertempur
itu. Kebo Wanter yang marah itu segera menghadapi Mahisa
Murti, sementara Lembu Pangambah melangkah mendekati
Kiai Wijang y ang telah mengambil jarak dari Mahisa Murti.
"Pandanglah Kabuyutan Talang Alun untuk yang terakhir.
Kau akan segera mati, sebelum kawan para pengawal
padukuhan terdekat itu datang kemari. Para pengungsi itu
tentu m enceriterakan apa yang mereka lihat. Para pengawal
tentu ingin mengetahui apa y ang sebenarnya terjadi disini. "
geram Kebo Wanter. "Ya. Sebentar lagi mereka tentu akan datang" sahut Mahisa
Murti. "Tetapi kau tidak akan memiliki waktu yang sebentar itu."
geram Kebo Wanter pula. Mahisa Murti m emang tidak menjawab lagi. Kebo Wanter
telah mulai bergerak. Bahkan Lembu Pangambahlah yang
justru telah meloncat menyerang Kiai Wijang. Lembu
Pangambah ingin dalam waktu yang singkat, orang tua itu
sudah dapat dibunuhnya. Tetapi Kiai Wijang cukup berhati-hati. Dengan tangkasnya
ia bergeser kesamping. Tidak sebagaimana seorang tua yang
bergerak dengan lam ban. Tetapi orang tua itu melenting
dengan kecepatan yang justru mendahului serangan lawannya.
Lembu Pangambah memang agak terkejut melihat
ketangkasan orang itu itu. Apalagi ketika ia masih mendengar
orang tua itu justru tertawa. Bahkan sambil berkata "Jangan
tergesa -gesa, karena kau tidak dapat membidik sasaran
dengan baik. " Lembu Pangambah mengumpat ka sar. Namun
serangannyapun segera meluncur kembali.
Tetapi seperti yang terdahulu, serangannya itu tidak
menyentuh sasaran. Lembu Pangambah y ang geram itupun berteriak "Jangan
lari. Kau tidak akan lepas dari tanganku."
Tetapi jawaban Kiai Wijang memang menyakitkan
telinganya. Katanya "Bukankah aku tidak akan dapat
melarikan diri karena kawan-kawanmu telah mengepungku ?"
"Per setan kau setan tua. Kau akan menyesal tingkah
lakumu itu." geram Lembu Pangambah.
Kiai Wijang tidak 'menjawab. Ia melihat dalam keremangan
malam, m ata Lembu Pangambah itu seakan-akan m embara.
Kemarahannya telah membakar ubun-ubunnya.
Dengan garangnya Lembu Pangambah itu meny erang
lawannya. Ia sama sekali tidak berusaha untuk menjajagi
kemampuan orang tua itu. Lembu Pangambah ingin pekerjaan
itu segera selesai sehingga bersama kawan-kawannya ia akan
segera meninggalkan daerah Talang Alun y ang banyak dihuni
oleh para pengungsi dari Sendang Apit.
Tetapi ternyata tidak mudah untuk menundukkan orang
tua itu. Ketika orang tua itu mulai bertempur, maka ia sama
sekali tidak menunjukkan ketuaannya lagi.
Sementara itu, Kebo Wanterpun telah mengerahkan
kemampuannya pula. Anak muda y ang sombong itu harus
dihancurkan dalam waktu y ang pendek. Sebelum mati anak
muda itu harus mengakui, bahwa ia bukan apa-apa bagi Kebo
Wanter. Tetapi ternyata bahwa perhitungan Kebo Wanter itu keliru.
Anak muda itu tidak segera dapat ditundukkannya. Seranganserangannya
sama sekali tidak mampu meny entuh sasaran.
Bahkan sekali-sekali, anak muda itu justru dengan sengaja
memb entur serangannya. Kebo Wanter adalah seorang y ang memiliki pengalaman
yang luas. Sebagai seorang y ang ditempa di sebuah
padepokan, maka Kebo Wanterpun m emiliki landasan ilmu
yang cukup tinggi. Namun yang dihadapinya adalah Mahisa Murti, pemimpin
sebuah padepokan yang cukup besar dan bahkan telah
mendapat perhatian khusus dari Singasari.
Karena itu, m aka Kebo Wanter mulai m erasa dihadapkan
pada sebuah teka-t eki, bahwa anak muda dari Talang Alun itu
tidak segera dapat ditundukkannya.
Dengan, demikian, maka Kebo Wanter, seorang murid dari
perguruan mPu Renapati y ang terpilih itu, menjadi semakin
marah. Tidak seharusny a anak dari Talang Alun itu dapat
bertahan terlalu lama menghadapinya.
Tetapi ia tidak dapat m engingkari kenyataan. Anak muda
itu m asih mampu bertahan. Bahkan serangan-serangan Kebo
Wanter itu masih belum berhasil meny entuh kulitnya.
Karena itu, maka Kebo Wanter tidak lagi mengekang
dirinya. Ia berniat segera mengakhiri pertempuran. Karena
itu, maka iapun segera meningkat ketataran ilmunya yang
lebih tinggi. Yang sebelumnya sama sekali tidak diduganya,
bahkan ia akan sampai ketataran itu untuk menghadapi anak
muda Talang Alun itu. Dengan demikian, maka serangan2 Kebo Wanterpun
menjadi semakin keras dan cepat. Kakinya berloncatan
diseputar Mahisa Murti y ang berusaha tidak terlalu banyak
bergerak. Namun setiap geraknya seakan-akan telah
menimbulkan getar udara y ang menerpa kulit lawannya.
Mula-mula Kebo Wanter tidak mau menghiraukan hal itu.
Namun kemudian ia menyadari, bahwa hal itu memang
terjadi. "Kau sadap ilmumu itu dari iblis mana, anak muda?"
bertanya Kebo Wanter kemudian.
"Aku tidak bersahabat dengan iblis Ki Sanak" jawab Mahisa
Murti. "Per setan dengan kesombonganmu" geram Kebo Wanter.
Namun Kebo Wanter itupun kemudian harus mengakui,
bahwa lawannya yang masih muda itu memang berilmu tinggi.
Seperti Kebo Wanter masih belum ingin mempergunakan
senjata. Ia tahu bahwa lawannya y ang m asih muda itu tidak
bersenjata. Iapun telah berkata bahwa ia akan membunuh
anak muda itu tanpa senjata. Karena itu, betapapun ia
menghadapi keny ataan bahwa lawannya itu berilmu tinggi,
maka Kebo Wanter masih belum mempergunakan senjatanya.
Tetapi benturan-benturan y ang kemudian terjadi,
memaksaKebo Wanter berpikir ulang. Ia tidak dapat sekedar
menjunjung harga dirinya, tetapi semakin mengalami
kesulitan untuk mempertahankan diri.
Apalagi ketika kemudian, Mahisa Murti mulai menembus
pertahanan Kebo Wanter dengan serangan-serangannya.
Ju stru saat Kebo Wanter menggapai tataran ilmu yang
dikuasainya, maka Mahisa Murti mulai menguak
pertahanannya. Ketika Kebo Wanter meloncat meny erang
dengan garangnya, dengan menjulurkan tangannya kearah
pelipis Mahisa Murti, maka Mahisa Murti justru m erendah.
Sambil memutar tubuhnya, maka Mahisa Murti telah
menjulurkan sebelah kakinya mengarah kedada Kebo Wanter.
Tetapi Kebo Wanter sempat menghindar. Dengan cepat
Kebo Wantaer memiringkan tubuhnya.
Serangan kaki Mahisa Murti itu m emang tidak mengenai
sa sarannya. Namun Mahisa Murti tidak berhenti. Dengan
loncatan kecil, tubuhnya berputar. Kakinyalah y ang dengan
derasnya terayun menggapai kening.
Ternyata Kebo Wanter tidak mampu bergerak secepat
Mahisa Murti. Meskipun ia tanggap akan serangan kaki
berikutnya, namun Kebo Wanter ternyata telah terlambat
menghindar. Kaki Mahisa Murti yang terayun mendatar itu
menyambar keningnya. Demikian derasnya, sehingga Kebo
Wanterpun telah terdorong beberapa langkah dan bahkan
kemudian telah kehilangan keseimbangannya pula.
Kebo Wanter itu jatuh terbanting di tanah. Satu kejadian
yang tidak pernah diperkirakan sejak ia berangkat dari
padepokan Renapati. Yang diangan-angankan adalah
bagaimana membunuh anak Talang Alun itu dengan
tangannya, membiarkan mayatnya terbujur di bulak itu.
Jika kemudian mayat itu oleh orang-orang Talang Alun
maka m ereka akan menjadi bingung. Mungkin mereka dapat
menduga bahwa anak muda dan seorang kawannya telah
dibunuh oleh orang seberang hutan, tetapi karena
kematiannya terjadi di Kabuyutan Talang Alun, maka orangorang
Talang Alun tidak dapat m enuduh, bahwa orang-orang
seberang hutan itulah y ang telah membunuhnya.
?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"
Para pembaca sekalian, cerita Hijaunya Lembah
Hijaunya Lereng Pegunungan HANYA SAMPAI
DISINI saja?" Karena Pengarangnya Bpk SH Mintardja tidak
sempat menyelesaikannya sebab beliau dipanggil
menghadap Sang Maha Kuasa..
Terserah para pembaca untuk menafsirkan sendiri
ending dari cerita ini Trims (TAMAT) DONT FORGET VISIT : (Ebook Novel, Teenlit) http://www.zheraf.net/
(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kisah Si Pedang Kilat 11 Pendekar Mabuk 023 Rahasia Pedang Emas Pendekar Pedang Sakti 22
telah dipanggil. Ketika perintah itu diberikan, maka Kebo
Wanter bertanya "Bukankah hanya ada dua orang dari
Kabuyutan Talang Alun y ang harus kami selesaikan ?"
"Ya. Hanya dua orang."
"Kenapa kami berdua harus membawa ampat orang lagi "
Seorang saja diantara kami akan dapat meny elesaikan mereka.
Apalagi dua orang. Karena itu, ampat orang itu tidak perlu
sama sekali. "Kalian tidak usah membantah. Pergilah bersama ampat
orang. Kalian dengar ?"
Kebo Wanter dan Lembu Pangambah mengangguk-angguk.
Sementara itu orang y ang mendapat perintah dari mPu
Renapati itu berkata "Kita tidak ingin rencana ini gagal,
sehingga akibatnya akan m enjadi semakin buruk. Karena itu,
maka kedua orang itu tidak boleh melarikan diri. Meskipun
kalian berdua saja yakin akan dapat mengalahkan mereka,
bahkan seorang saja diantara kalian, tetapi kemungkinan
melarikan diri harus diperhitungkan."
Kebo Wanter dan Lembu Pangambah masih m enganggukangguk.
Sementara orang itu memberitahukan ciri -ciri dari
orang y ang harus mereka cari itu.
"Pergunakan jalur para pengungsi. Mungkin kedua orang
itu ada diantara mereka."
Demikianlah, maka sejenak kemudian enam orang telah
berpacu menuju ke hutan yang meny ekat Kabuyutan Sendang
Apit dengan Kabuyutan Talang Alun. Bersama mereka ikut
pula tiga orang yang akan membawa kuda-kuda itu kembali ke
padepokan Renapati. Sebenarnyalah bahwa Mahisa Murti dan Kiai Wijangyang
kemudian telah bertemu kembali dengan bebahu Sendang Apit
itu telah memutuskan untuk kembali ke Talang Alun.
Nampaknya tidak mungkin dapat berbicara terbuka dengan Ki
Buyut Pudaklamatan yang selalu dibay angi oleh seseorang
yang agaknya sengaja ditempatkan di rumah Ki Buyut oleh
mPu Renapati. Sementara itu, anak Ki Buyut sendiri agaknya
telah menjadi mabok oleh mimpi tentang m asa depan yang
besar. Tetapi bebahu itu sendiri telah menyatakan diri untuk
tinggal. Ia merasa akan mendapat kesempatan bertemu
dengan Ki Buyut Sendang Apit yang masih berada di
Kabuyutannya- "Aku tentu dapat bertemu, dengan Ki Buyut meskipun tidak
segera. Aku akan mengajak Ki Buyut menemui Ki Buyut
Talang Alun dan membawanya ke Padepokan Bajra Seta."
"Kami menunggu " berkata Mahisa Murti.
"Mudah-mudahan Ki Buyut bersedia meninggalkan
Kabuyutan Sendang Apit barang dua tiga hari untuk keperluan
itu." berkata bebahu itu.
"Berhati-hatilah" pesan Kiai Wijang.
"Terima kasih. Kiai berduapun harus berhati-hati dijalan."
berkata bebahu itu. "Jika kau gagal menemui Ki Buyut, kau harus segera,
menghubungi kami" berkata Mahisa Murti kemudian.
"Baik. Tetapi nampaknya aku sudah mendapatkan jalur
untuk sampai kepadanya. Ternyata aku masih dipercaya
meskipun aku sudah pernah lari dari medan. " berkata bebahu
itu. Dengan demikian, maka Mahisa Murti dan Kiai Wijang
telah meninggalkan bebahu itu di Kabuyutannya. Mereka
memang telah menempuh perjalanan melalui jalur para
pengungsi y ang masih saja mengalir dari Kabuyutan Sendang
Apit meny eberangi hutan. Mereka berharap bahwa diseberang
hutan, mereka akan mendapatkan ketenangan setidaktidaknya
untuk sementara sambil menunggu perkembangan
keadaan di Kabuyutan 'mereka.
Sekelompok pengungsi y ang meny eberangi hutan itu
memang tertarik melihat kehadiran dua orang yang
sebelumnya belum mereka kenal. Orang-orang Kabuyutan
Sendang Apit m emang melihat kelainan pada Mahisa Murti
dan Kiai Wijang dari kebiasaan orang-orang Kabuyutan itu.
Namun sekelompok pengungsi itupun merasa bahwa
mereka memang tidak dapat mengenali semua penghuni
Kabuyutan Sendang Apit y ang termasuk luas itu. Apalagi
kemungkinan hadirnya orang-orang baru y ang datang dari
Kabuyutan lain untuk menetap di Kabuyutan Sendang Apit.
Apalagi nampaknya kedua orang itu bukan orang yang jahat
yang akan dapat mengganggu mereka diperjalanan.
Meskipun demikian, seorang laki -laki diantara para
pengungsi itu telah bertanya kepada Mahisa Murti dan Kiai
Wijang "Apakah kalian juga pengungsi seperti kami?"
Ternyata Mahisa Murti menjawab apa adanya "Tidak Ki
Sanak. Kami adalah orang-orang dari Kabuyutan Talang Alun
diseberang hutan. Di Kabuyutan kami terdapat banyak sekali
pengungsi y ang mengalir dari Kabuyutan Sendang Apit.
Karena itu, kami sengajaa pergi ke Sendang Apit untuk
melihat keadaan. " Laki-laki itu mengangguk-angguk. Katanya "Jadi kalian
adalah orang-oranga Talang Alun."
"Ya " jawab Mahisa Murti.
Laki-laki itu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
bertanya "Bagaimana keadaan saudara-saudara kami yang
telah berada di Talang Alun?"
"Kami di Talang Alun telah mencoba berbuat sebaikbaiknya.
T etapi sudah tentu sesuai dengan kemampuan yang
ada pada kam i." Orang itu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya
lebih lanjut. Perjalanan di hutan y ang lebat itu memang bukan
perjalanan y ang mudah. Apalagi diantara mereka terdapat
perempuan dan anak-anak. Karena itu, m aka perjalananpun
menjadi lambat dan sekali-sekali harus beri stirahat.
Beberapa orang laki -laki yang ada diantara mereka telah
merambah jalan y ang akan dilalui. Namun merekapun bersiap
pula jika tiba-tiba mereka bertemu dengan binatang buas yang
akan mengganggu. . Tetapi binatang buas di hutan itu justru menyingkir jika
mereka melihat sekelompok orang yang lewat. Apalagi jika
mereka membawa obor dimalam hari.
Namun ditengah hutan m ereka telah bertemu dengan tiga
orang y ang nampaknya sedang beri stirahat.
Tetapi ketiga orang itu sama sekali tidak menegur
sekelompok orang y ang sedang mengungsi itu. Mereka hanya
memperhatikan seorang demi seorang. Namun kemudian
sekelompok pengungsi itupun kemudian telah lewat.
"Apakah kita akan menggabungkan diri dengan mereka?"
bertanya lembu Pangambah.
"Tidak perlu." jawab Kebo Wanter "hanya akan
mengganggu saja. Mungkin satu orang diantara mereka akan
bertanya kepada kita. Bahkan mungkin kedua orang yang
harus kita selesaikan itu. Kita harus berpikir bagaimanakita
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka itu."
"Dua orang yang dimaksud mPu Renapati tentu dua orang
yang ada diantara para pengungsi itu " berkata Lembu
Pangambah. "Ya. Aku sudah pasti." jawab Kebo Wanter.
"Jika demikian, kenapa tidak kita selesaikan sekarang saja
disini?" bertanya seorang yang ikut bersama Kebo Wanter dan
Lembu Pangambah. "Tiga orang kawan kita y ang lain ada di ujung hutan" jawab
Kebo Wanter "selebihnya, perintah itu mengatakan bahwa kita
harus membunuh m ereka di daerah Kabuyutan Talang Alun
sendiri. " "Kenapa" Bukankah lebih baik kita bunuh di hutan ini?"
"Jika mereka mati di Talang Alun, maka itu adalah
persoalan Talang Alun sendiri. Tetapi jika di hutan ini atau di
Sendang Apit, maka persoalannya akan dapat m enjadi lain.
Orang-orang Talang Alun akan dapat menyangkutkan
Kabuyutan Sendang Apit atas kematian orang-orangnya itu."
Orang itu tidak bertanya lagi, sementara itu kelompok
pengungsi itu sudah menjadi semakin jauh.
Baru beberapa saat kemudian maka ketiga orang itupun
bangkit dan melangkah mengikuti arah para pengungsi itu.
Ketika kemudian para pengungsi itu melihat tiga orang
yang lam duduk-duduk diatas sebatang pohon y ang rebah
dihutan itu, maka mereka mulai merasa curiga. Mungkin
enam orang itu berniat buruk terhadap para pengungsi itu.
Mungkin mereka perampok yang mengira bahwa para
pengungsi itu membawa barang-barang mereka y ang paling
berharga. Tetapi ketiga orang y ang ditemuinya kemudian itu juga
tidak m engganggu m ereka. Ketiganya hanya memperhatikan
sa ja iring-iringan sekelompok pengungsi yang lewat.
Namun dalam pada itu, setiap laki -laki diantara para
pengungsi itu sudah bersiap-siap menghadapi segala
kemungkinan. Mereka telah mempersiapkan senjata mereka
untuk melindungi keluarga mereka serta m ilik mereka yang
sempat mereka bawa. Ketika para pengungsi itu kemudian keluar dari hutan y ang
lebat, yang menyekat Kabuyutan Sendang Apit dengan
Kabuyutan Talang Alun, maka rasa-rasanya mereka mulai
dapat bernafas lega. Beberapa saat kemudian, mereka akan
meninggalkan padang perdu dan turun ke daerah per sawahan.
Kemudian merekapun akan segera sampai ke padukuhanpadukuhan
terdekat dari Kabuyutan Talang Alun, yang akan
menjadi tempat mereka untuk menetap sementara.
"Kami sudah sampai ke Talang Alun, Ki Sanak" berkata
laki -laki y ang sejak semula berbincang dengan Mahisa Murti
dan Kiai Wijang. "Ya. Kalian telah berada di Talang Alun" jawab Mahisa
Murti. "Dimana kami dapat tinggal?" bertanya laki-laki itu.
"Datang saja ke padukuhan yang mana saja. Di banjar telah
ditugaskan orang-orang yang akan m engatur dimana kalian
akan ditempatkan, " jawab Mahisa Murti.
Laki-laki itu m engangguk-angguk. Katanya "Terima kasih.
Kami tidak akan melupakan jasa orang-orang Talang Alun."
Demikianlah iring-iringan itu berjalan dengan wajah y ang
memancarkan harapan untuk mendapatkan tempat y ang lebih
tenang. Mereka seakan-akan telah melupakan perjalanan yang
panjang menelu suri hutan dan padang perdu.
Sementara itu, malam y ang turunpun semakin lama
menjadi semakin gelap. Perempuan dan anak-anak yang
merasa sangat letih, terpaksa harus berhenti lagi untuk
beristirahat sebagaimana mereka lakukan beberapa kali
sepanjang perjalanan. Namun rasa-rasanya mereka sudah tidak diburu oleh
kecemasan, bahwa m ereka akan mengalami perlakuan kasar.
Seakan-akan mereka sudah berada diambang pintu regol
rumah mereka sendiri. Namun ketenangan m ereka ternyata telah terusik. Enam
orang yang mereka temui di hutan itupun telah menyusul
mereka. Dua orang yang berjalan dipaling depan langsung
berdiri dekat ditempat para pengungsi itu beristirahat.
"Kami tidak akan mengganggu kalian " berkata salah
seorang dari mereka. Para pengungsi itu termangu-mangu sejenak. Tetapi setiap
laki -laki yang ada diantara mereka m emang sudah bersiap.
Meski pun melihat ujudnya, keenam orang itu tentu orang
yang memiliki kelebihan, tetapi para pengungsi itu t idak akan
membiarkan mereka dirampok atau mengalami perlakuan
buruk. Mereka sudah bersusah payah menempuh perjalanan
yang panjang dan sulit. Sehingga karena itu, maka merekapun
rasa-rasanya tidak akan mau berkorban lebih banyak lagi.
Tetapi salah seorang dari keenam orang itu berkata "Aku
justru sedang mencari saudaraku sendiri dari Talang Alun.
Diluar sadarnya orang-orang itu berpaling kepada Mahisa
Murti dan Kiai Wijang. Ternyata orang-orang itupun telah memandang kearah
keduanya pula. Sebelum Mahisa Murti dan Kiai Wijang berkata sesuatti,
maka orang yang mengaku mencari saudaranya itu berkata
"Ternyata kau benar-benar ada di sana. Ketika kami m elihat
iring-iringan pengungsi ini lewat, kau berusaha untuk
menyembuny ikan dirimu diantara mereka. Tetapi ada
diantara kami y ang berhasil melihat kalian berdua. "
Mahisa Murti dan Kiai Wijang segera tanggap apa y ang
sedang mereka hadapi. Karena itu, maka Kiai Wijangpun
segera menyahut "Ki Sanak. Kalian tidak u sah berputar-putar
lagi. Katakan saja apa m aksud kalian. Kami memang orangorang
Talang Alun. Tetapi kalian bukan."
"Jangan memutar balikkan persoalan. Beberapa hari kau
telah m enghilang dari Talang Alun. Sekarang kau kembali ke
Talang Alun bersama para pengungsi. Ki Buyut yang
menugaskan kami mencarimu, hampir berputus-a sa.
Untunglah kami melihat kau yang mencoba menyusup
diantara para pengungsi itu. "
"Sudahlah, katakan apa yang kau maui?" berkata Mahisa
Murti. Salah seorang diantara mereka y ang mencegat Mahisa
Murti dan Kiai Wijang itupun berkata kepada para pengungsi
"Nah Ki Sanak. Aku persilahkan kalian melanjutkan
perjalanan. Di Talang Alun telah disediakan tempat bagi
kalian. Biarlah aku meny elesaikan kedua orang y ang telah
banyak m elakukan kejahatan di Kabuyutan kami. Untunglah
mereka berdua belum melakukan kejahatan atas kalian,
karena agaknya kalian tidak menjadi ketakutan karenanya.
Bahkan nampaknya setiap laki-laki dalam iring-iringan
pengungsi ini sudah siap untuk melawan. "
Para pengungsi itu memang menjadi bingung. Namun
orang itu berkata selanjutnya "Silahkan meninggalkan tempat
ini. Kami akan m enangkap mereka dan m embawanya kepada
Ki Buyut. Jika kedua orang ini melawan, maka kami terpaksa
mengakhirinya. " Para pengungsi itu memang menjadi cemas. Karena itu,
maka m ereka memang merasa lebih baik tidak ikut campur.
Apalagi orang itu mengatakan bahwa ia dan kawan-kawannya
mendapat tugas dari Ki Buyut Talang Alun.
Ketika para pengungsi itu bersiap untuk melanjutkan
perjalanan, maka Mahisa Murti justru berkata "Silahkan Ki
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sanak. Jangan ragu-ragu. Tinggalkan tempat ini dan
sampaikan kepada Ki Buyut apa yang telah terjadi disini."
Para pengungsi yang masih baru saja mencoba untuk
beristirahat itu telah bersiap untuk m elanjutkan perjalanan.
Sementara Mahisa Murti berkata "Padukuhan yang pertama
sudah tidak jauh lagi. Lampu-lampunya telah nampak dari
tempat ini. Yang nampak terang itu tentu obor diregol
padukuhan.- Para pengungsi itupun segera melanjutkan perjalanan.
Mereka m emang menjadi berdebar-debar dan bahkan merasa
cemas melihat gelagat yang tidak baik antara keenam orang
yang m engikuti mereka dari dalam hutan dengan dua orang
yang bersama-sama mereka sejak dari seberang hutan.
Tetapi para pengungsi itu memang tidak ingin ikut campur
jika persoalannya adalah persoalan orang-orang Talang Alun
sendiri. Mereka memang merasa tidak berhak untuk
melibatkan diri kedalamnya.
Namun y ang m enggelisahkan mereka, bahwa Talang Alun
yang dikiranya tenang dan damai itu masih juga diguncang
oleh peri stiwa-peristiwa kekerasan y ang mencemaskan.
Sementara itu, ketika para pengungsi itu sudah menjadi
semakin jauh, maka Kebo Wengker itupun berkata "Ki Sanak.
Kami memang mendapat perintah untuk meny elesaikan Ki
Sanak berdua, karena kalian akan dapat membuat suasana
menjadi semakin Kalut. Kabuyutan Talang Alun tidak ingin
terlibat dalam pertikaian yang terjadi di Pudaklamatan dan
Sendang Apit. Karena itu, m aka bahwa kalian telah m encoba
mencampuri persoalan mereka maka kalian harus dilenyapkan
dari bumi Talang Alun."
Tetapi Mahisa Murti itu justru
bertanya "Bukankah tidak ada
pertikaian apa-apa di Pudaklamatan" Bukankah y ang
terjadi itu satu hal y ang sangat
wajar, bahwa Ki Buyut Pudaklamatan mengambil kembali
miliknya dari tangan adik
sepupunya" Kelak anak Ki Buyut
itu akan menjadi seorang pemimpin y ang besar y ang
memimpin sebuah Kabuyutan
besar y ang terdiri dari gabungan
dua Kabuyutan. He, apakah kau
tidak setuju" Jika sikapmu itu diketahui oleh Ki Buyut
Pudaklamatan, anak laki-lakiny a atau bahkan m Pu Renapati,
maka kalian akan meny esal. Apalagi karena kalian sudah
menganggap bahwa y ang terjadi di Kabuyutan Pudaklamatan
adalah satu pertikaian."
Wajah Kebo Wanter menjadi merah. Sementara Lembu
Pangambah membentak "Gila kau. Apapun y ang kau katakan,
kami akan membunuh kalian. "
"Nah, bukankah sudah aku katakan, sebaiknya kalian
katakan langsung, apa maksud kalian. Kalian memang tidak
usah berbelit-belit dan berputar-putar."
"Baik" geram Lembu Pangambah "tundukkan kepalamu.
Aku akan memanggalnya. Kematian yang demikian adalah
kematian yang paling terhormat bagi kalian daripada kalian
akan mati seperti seekor tikus didalam genggaman sekor
kucing." Mahisa Murti sama sekali tidak menjadi ketakutan. Anak
muda itu justru tertawa "Satu tantangan yang sudah t erlalu
sering diucapkan orang. Sudahlah. Kita tidak usah banyak
berbicara. Marilah, kita akan bertempur. Tetapi maaf, bahwa
kami memang tidak m embawa senjata, karena senjata akan
menyulitkan perjalanan kami di Kabuyutan Pudaklamatan."
Kebo Wanter menggeram. Sambil melangkah surut
mengambil jarak ia berkata "Kau memang terlalu sombong.
Tetapi jangan takut bahwa aku akan membunuhmu dengan
senjata. Jari-jariku cukup kuat untuk mematahkan lehermu,
sementara itu kawanku itu akan mencekik kakek tua itu
dengan jari-jarinya pula.
"Lalu, apa yang akan dilakukan oleh keempat kawanmu itu
?" bertanya Kiai Wijang tiba-tiba. "
Telinga Kebo Wanter menjadi panas bagaikan disentuh api.
Dengan geram ia menjawab "Mereka akan menjaga kalian,
agar kalian tidak sempat melarikan diri."
"Apakah kalian menduga bahwa kami akan m elarikan diri
?" bertanya Kiai Wijang pula.
"Ya." jawab Kebo Wanter "aku melihat kelicikan disorot
mata kalian. Kalian tidak akan merasa malu untuk melarikan
diri karena kalian memang tidak mempunyai harga diri sama
sekali. " Kiai Wijang tertawa. Katanya "Satu dugaan y ang tepat.
Karena k etika aku muda, maka aku adalah pelari tercepat di
padukuhanku. Setiap ada lomba memburu itik, maka aku
tentu menjadi pemenangnya. "
"Cukup" bentak Kebo Wanter y ang tidak dapat m enahan
marahnya. Kepada keempat kawannya ia berkata "Jaga agar
mereka tidak sempat melarikan diri. "
Keempat kawannya itupun segera memencar diseputar
keempat orang yang nampaknya sudah siap untuk bertempur
itu. Kebo Wanter yang marah itu segera menghadapi Mahisa
Murti, sementara Lembu Pangambah melangkah mendekati
Kiai Wijang y ang telah mengambil jarak dari Mahisa Murti.
"Pandanglah Kabuyutan Talang Alun untuk yang terakhir.
Kau akan segera mati, sebelum kawan para pengawal
padukuhan terdekat itu datang kemari. Para pengungsi itu
tentu m enceriterakan apa yang mereka lihat. Para pengawal
tentu ingin mengetahui apa y ang sebenarnya terjadi disini. "
geram Kebo Wanter. "Ya. Sebentar lagi mereka tentu akan datang" sahut Mahisa
Murti. "Tetapi kau tidak akan memiliki waktu yang sebentar itu."
geram Kebo Wanter pula. Mahisa Murti m emang tidak menjawab lagi. Kebo Wanter
telah mulai bergerak. Bahkan Lembu Pangambahlah yang
justru telah meloncat menyerang Kiai Wijang. Lembu
Pangambah ingin dalam waktu yang singkat, orang tua itu
sudah dapat dibunuhnya. Tetapi Kiai Wijang cukup berhati-hati. Dengan tangkasnya
ia bergeser kesamping. Tidak sebagaimana seorang tua yang
bergerak dengan lam ban. Tetapi orang tua itu melenting
dengan kecepatan yang justru mendahului serangan lawannya.
Lembu Pangambah memang agak terkejut melihat
ketangkasan orang itu itu. Apalagi ketika ia masih mendengar
orang tua itu justru tertawa. Bahkan sambil berkata "Jangan
tergesa -gesa, karena kau tidak dapat membidik sasaran
dengan baik. " Lembu Pangambah mengumpat ka sar. Namun
serangannyapun segera meluncur kembali.
Tetapi seperti yang terdahulu, serangannya itu tidak
menyentuh sasaran. Lembu Pangambah y ang geram itupun berteriak "Jangan
lari. Kau tidak akan lepas dari tanganku."
Tetapi jawaban Kiai Wijang memang menyakitkan
telinganya. Katanya "Bukankah aku tidak akan dapat
melarikan diri karena kawan-kawanmu telah mengepungku ?"
"Per setan kau setan tua. Kau akan menyesal tingkah
lakumu itu." geram Lembu Pangambah.
Kiai Wijang tidak 'menjawab. Ia melihat dalam keremangan
malam, m ata Lembu Pangambah itu seakan-akan m embara.
Kemarahannya telah membakar ubun-ubunnya.
Dengan garangnya Lembu Pangambah itu meny erang
lawannya. Ia sama sekali tidak berusaha untuk menjajagi
kemampuan orang tua itu. Lembu Pangambah ingin pekerjaan
itu segera selesai sehingga bersama kawan-kawannya ia akan
segera meninggalkan daerah Talang Alun y ang banyak dihuni
oleh para pengungsi dari Sendang Apit.
Tetapi ternyata tidak mudah untuk menundukkan orang
tua itu. Ketika orang tua itu mulai bertempur, maka ia sama
sekali tidak menunjukkan ketuaannya lagi.
Sementara itu, Kebo Wanterpun telah mengerahkan
kemampuannya pula. Anak muda y ang sombong itu harus
dihancurkan dalam waktu y ang pendek. Sebelum mati anak
muda itu harus mengakui, bahwa ia bukan apa-apa bagi Kebo
Wanter. Tetapi ternyata bahwa perhitungan Kebo Wanter itu keliru.
Anak muda itu tidak segera dapat ditundukkannya. Seranganserangannya
sama sekali tidak mampu meny entuh sasaran.
Bahkan sekali-sekali, anak muda itu justru dengan sengaja
memb entur serangannya. Kebo Wanter adalah seorang y ang memiliki pengalaman
yang luas. Sebagai seorang y ang ditempa di sebuah
padepokan, maka Kebo Wanterpun m emiliki landasan ilmu
yang cukup tinggi. Namun yang dihadapinya adalah Mahisa Murti, pemimpin
sebuah padepokan yang cukup besar dan bahkan telah
mendapat perhatian khusus dari Singasari.
Karena itu, m aka Kebo Wanter mulai m erasa dihadapkan
pada sebuah teka-t eki, bahwa anak muda dari Talang Alun itu
tidak segera dapat ditundukkannya.
Dengan, demikian, maka Kebo Wanter, seorang murid dari
perguruan mPu Renapati y ang terpilih itu, menjadi semakin
marah. Tidak seharusny a anak dari Talang Alun itu dapat
bertahan terlalu lama menghadapinya.
Tetapi ia tidak dapat m engingkari kenyataan. Anak muda
itu m asih mampu bertahan. Bahkan serangan-serangan Kebo
Wanter itu masih belum berhasil meny entuh kulitnya.
Karena itu, maka Kebo Wanter tidak lagi mengekang
dirinya. Ia berniat segera mengakhiri pertempuran. Karena
itu, maka iapun segera meningkat ketataran ilmunya yang
lebih tinggi. Yang sebelumnya sama sekali tidak diduganya,
bahkan ia akan sampai ketataran itu untuk menghadapi anak
muda Talang Alun itu. Dengan demikian, maka serangan2 Kebo Wanterpun
menjadi semakin keras dan cepat. Kakinya berloncatan
diseputar Mahisa Murti y ang berusaha tidak terlalu banyak
bergerak. Namun setiap geraknya seakan-akan telah
menimbulkan getar udara y ang menerpa kulit lawannya.
Mula-mula Kebo Wanter tidak mau menghiraukan hal itu.
Namun kemudian ia menyadari, bahwa hal itu memang
terjadi. "Kau sadap ilmumu itu dari iblis mana, anak muda?"
bertanya Kebo Wanter kemudian.
"Aku tidak bersahabat dengan iblis Ki Sanak" jawab Mahisa
Murti. "Per setan dengan kesombonganmu" geram Kebo Wanter.
Namun Kebo Wanter itupun kemudian harus mengakui,
bahwa lawannya yang masih muda itu memang berilmu tinggi.
Seperti Kebo Wanter masih belum ingin mempergunakan
senjata. Ia tahu bahwa lawannya y ang m asih muda itu tidak
bersenjata. Iapun telah berkata bahwa ia akan membunuh
anak muda itu tanpa senjata. Karena itu, betapapun ia
menghadapi keny ataan bahwa lawannya itu berilmu tinggi,
maka Kebo Wanter masih belum mempergunakan senjatanya.
Tetapi benturan-benturan y ang kemudian terjadi,
memaksaKebo Wanter berpikir ulang. Ia tidak dapat sekedar
menjunjung harga dirinya, tetapi semakin mengalami
kesulitan untuk mempertahankan diri.
Apalagi ketika kemudian, Mahisa Murti mulai menembus
pertahanan Kebo Wanter dengan serangan-serangannya.
Ju stru saat Kebo Wanter menggapai tataran ilmu yang
dikuasainya, maka Mahisa Murti mulai menguak
pertahanannya. Ketika Kebo Wanter meloncat meny erang
dengan garangnya, dengan menjulurkan tangannya kearah
pelipis Mahisa Murti, maka Mahisa Murti justru m erendah.
Sambil memutar tubuhnya, maka Mahisa Murti telah
menjulurkan sebelah kakinya mengarah kedada Kebo Wanter.
Tetapi Kebo Wanter sempat menghindar. Dengan cepat
Kebo Wantaer memiringkan tubuhnya.
Serangan kaki Mahisa Murti itu m emang tidak mengenai
sa sarannya. Namun Mahisa Murti tidak berhenti. Dengan
loncatan kecil, tubuhnya berputar. Kakinyalah y ang dengan
derasnya terayun menggapai kening.
Ternyata Kebo Wanter tidak mampu bergerak secepat
Mahisa Murti. Meskipun ia tanggap akan serangan kaki
berikutnya, namun Kebo Wanter ternyata telah terlambat
menghindar. Kaki Mahisa Murti yang terayun mendatar itu
menyambar keningnya. Demikian derasnya, sehingga Kebo
Wanterpun telah terdorong beberapa langkah dan bahkan
kemudian telah kehilangan keseimbangannya pula.
Kebo Wanter itu jatuh terbanting di tanah. Satu kejadian
yang tidak pernah diperkirakan sejak ia berangkat dari
padepokan Renapati. Yang diangan-angankan adalah
bagaimana membunuh anak Talang Alun itu dengan
tangannya, membiarkan mayatnya terbujur di bulak itu.
Jika kemudian mayat itu oleh orang-orang Talang Alun
maka m ereka akan menjadi bingung. Mungkin mereka dapat
menduga bahwa anak muda dan seorang kawannya telah
dibunuh oleh orang seberang hutan, tetapi karena
kematiannya terjadi di Kabuyutan Talang Alun, maka orangorang
Talang Alun tidak dapat m enuduh, bahwa orang-orang
seberang hutan itulah y ang telah membunuhnya.
?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"
Para pembaca sekalian, cerita Hijaunya Lembah
Hijaunya Lereng Pegunungan HANYA SAMPAI
DISINI saja?" Karena Pengarangnya Bpk SH Mintardja tidak
sempat menyelesaikannya sebab beliau dipanggil
menghadap Sang Maha Kuasa..
Terserah para pembaca untuk menafsirkan sendiri
ending dari cerita ini Trims (TAMAT) DONT FORGET VISIT : (Ebook Novel, Teenlit) http://www.zheraf.net/
(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kisah Si Pedang Kilat 11 Pendekar Mabuk 023 Rahasia Pedang Emas Pendekar Pedang Sakti 22