Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 7

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 7


Mahisa Amping selain meningkatkan ilmu kanuragannya,
maka oleh Mahendra telah diusahakan pula untuk mengasah
ketajaman penglihatan batinnya disamping m emelihara budi
pekertinya. Sementara itu, Mahisa Semu y ang lebih tua dari Mahisa
Amping telah mendapatkan kemungkinan yang lain bagi
ilmunya. Pada umurnya, Mahisa Semu mulai mendapat
tuntunan khusus untuk membangunnya tenaga dalamnya.
Ju stru disaat wadagnya berkembang, maka ilmu itu m enjadi
sangat berarti baginya. Mahisa Semu seakan-akan telah
mampu membangunkan tenaga berlipat ganda dari tenaga
wadagnya karena kemampuannya mengangkat tenaga
cadangan didalam dirinya.
Sekali-sekali Mahendra telah m embawa Mahisa Semu ke
lereng -lereng pegunungan. Dengan k eras Mahisa Semu telah
melatih tangannya untuk menghantam batu-batu padas.
Dengan tenaga cadangan didalam dirinya, maka Mahisa Semu
mulai dapat memecahkan batu-batu padas y ang masih muda.
"Pada suatu saat, anak itu akan mendapat warisan ilmu
yang jarang ada duanya. Bajra Geni," berkata Mahendra
didalam hatinya. Namun Mahendra sendiri tidak akan
mewariskan ilmu itu kepada Mahisa Semu dan Mahisa
Amping. Ia hanya akan mempersiapkannya. Semuanya
terserah kepada Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, karena
mungkin ada beberapa hal yang mencegahnya untuk
menurunkan ilmu itu. N"mun sebenarnyalah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
masih belum berniat untuk sampai kepada satu keputusan
untuk menjadikan Mahisa Amping dan juga Mahisa Semu
pewaris ilmu Bajra Geni. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
masih m enunggu kesempatan lain bagi m ereka dimasa -masa
mendatang, karena mereka menyadari, bahwa pada suatu saat
mereka akan berkeluarga dan mempunyai anak. Anak-anak
mereka itu adalah pewaris y ang paling baik dan paling berhak
menerima ilmu puncak perguruan mereka, Bajra Geni.
Tetapi keduanya tidak akan ingkar, bahwa Mahisa Amping
dan Mahisa Semu telah dibentuk oleh Mahendra atas
persetujuan m ereka untuk dapat ikut memimpin padepokan
itu. Mereka diharapkan memiliki kelebihan ilmu dari y ang lain
karena kemampuan dasar y ang ada didalam diri mereka.
Sehingga dengan demikian, maka keduanya akan menjadi
orang-orang kuat dimasa datang bagi padepokannya itu.
Pa da saat-saat tertentu Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah menilai peningkatan kemampuan Mahisa Amping dan
Mahisa Semu yang meniti ke tingkat yang tinggi melalui jalan
yang memang berbeda m eski pun dengan landasan ilmu yang
sama. Mahendra berusaha untuk meny esuaikan tingkat umur
dan kemampuan dasar, y ang ada pada anak-anak itu sendiri.
Sementara padepokan Bajra Seta berkembang pesat, m aka
Singasari pun menjadi semakin melejit diatas cakrawala. Para
pemimpin di Singasari benar -benar mampu m empergunakan
landasan modal y ang ada bagi pengembangan masa
mendatang. Apa yang pernah dilakukan oleh Mahisa Agni dan Witantra
ternyata menjadi sangat berarti bagi pertumbuhan Singasari
selanjutnya. Para pemimpinnya, termasuk Sri Maharaja
Singasari ternyata masih m empergunakan beberapa gagasan
Mahisa Agni dan Witantra y ang terpenting.
Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat Singasari telah
membuat Singasari menjadi semakin tenang dan damai.
Jarang sekali terjadi benturan kekerasan dan kejahatan. Setiap
orang m endapat kesempatan untuk bekerja dengan tenang di
bidang y ang dikuasainya. Sawah-sawah y ang terbentang
sampai ke kaki pegunungan nampak hijau subur. Di bagian
lain, hutan yang luas meliputi ngarai dan kaki bukit.
Meny elimuti gunung dan lembah.
Namun dalam pada itu, api y ang sudah padam di Kediri
mulai menjilat kembali. Justru keadaan y ang menjadi semakin
tenang, telah memberi kesempatan beberapa orang
memikirkan hubungan antara Kediri dan Singasari.
Beberapa orang justru mulai merasa, betapa tidak m ampu
lagi untuk m enyatakan diri sebagai satu negara y ang besar.
Beberapa orang yang m emiliki pengaruh di Kediri terlanjur
berpendapat, bahwa orang-orang Kediri mempunyai beberapa
kelebihan dari Tumapel y ang kemudian menyatakan diri
sebagai satu kerajaan y ang bernama Singasari dan menelan
kekuasaan Kediri ke dalamnya, sehingga Kediri kemudian
berada dibawah kuasa Singasari.
Dalam gejolak yang terjadi sebelumnya, ketika Singasari
bekerja keras mengangkat derajat kesejahteraan hidup
rakyatnya, persoalan hubungan antara Kediri dan Singasari
telah dilupakan. Tetapi setelah masa sulit terlampaui,
persoalan itu kembali muncul.
Tetapi gejolak itu justru terjadi di lapisan di bawah
permukaan. Secara resmi Kediri tidak merubah sikapnya.
Pimpinan pemerintahan di Kediri masih tetap berpegang pada
perjanjian dan ikatan y ang ada.
Setelah luka -luka di tubuh para pewaris pemerintahan di
Kediri terasa mulai sembuh, setelah terjadi perselisihan
pendapat antara mereka yang tetap berpegang kepada ikatan
yang ada di antara Kediri dan Singasari dengan m ereka yang
ingin mengembalikan masa-masa kejay aan Kediri sebelum
Tumapel bangkit, ternyata persoalan y ang sama mulai timbul
kembali. Dengan demikian, m aka ketenangan y ang m eliputi Singasari
termasuk Kediri, mulai nampak gelisah. Sekali-sekali
mulai terjadi keributan antara orang-orang yang merindukan
masa kejayaan Kediri dengan orang-orang Singasari. Orangorang
Kediri y ang masih saja m erasa derajatnya lebih tinggi,
kadang-kadang telah melakukan tindakan y ang tidak
sewajarnya atas orang -orang Singasari.
Tetapi orang-orang Singasari yang kemudian merasa lebih
berhak memerintah berdasarkan kekuasaan Singasari yang
meliputi Kediri, tidak mau direndahkan. Sehingga dengan
demikian maka kadang-kadang benturan kekerasan tidak
dapat dihindarkan lagi. Pimpinan pemerintahan di Singasari dan Kediri m emang
sudah berusaha untuk meredakan pertentangan yang timbul
itu. Tetapi ternyata bahwa sangat sulit untuk merubah sikap
dan pandangan hidup kedua belah pihak, sehingga benturanbenturan
kekerasan itu masih saja sering terjadi.
Namun y ang-lebih parah adalah usaha orang-orang y ang
justru ingin memanfaatkan perselisihan yang sering timbul
itu. Mereka yang semula tidak lagi tertarik kepada
pekerjaannya, bagaikan harimau tidur yang dikejutkan oleh
seekor kijang y ang berlari disisiny a.
Tiba-tiba saja timbul niat mereka untuk menyelinap
diantara perselisihan y ang timbul di beberapa tempat itu.
Mereka y ang bagaikan harimau terbangun itu mulai mengaum
dan menerkam kesaha-kemari untuk mendapatkan mangsa
sebanyak-banyaknya. Seperti sekelompok orang yang mencari
harta karun y ang bertebaran di Kediri dan Singasari, m ereka
menyapu orang -orang y ang berhasil mengumpulkan kekayaan
di saat-saat y ang tenang. Para pedagang y ang m elintas hilir
mudik diantara Kediri dan daerah Singasari lainnya diluar
Kediri, bagaikan dihempaskan ke dalam m impi buruk ketika
mereka menghadapi keny ataan, kelompok-kelompok
penyamun telah tumbuh di beberapa tempat.
Setiap kali terdengar ungkapan kebencian dari orang-orang
Singasari terhadap orang-orang Kediri. Tetapi sebaliknya satu
saat mereka meneriakkan kutuk dan umpatan kepada orangorang
Singasari. Orang-orang itu ternyata telah mempertajam kebencian
orang-orang Kediri dan Singasari. Orang-orang Singasari
mulai menuduh orang-orang Kediri membuat kerusuhan,
sementara orang-orang Kediri menganggap orang-orang
Singasari diluar Kediri telah membuat keonaran.
Bagaimana pun juga para pemimpin Singasari dan Kediri
mengusahakan agar hal tersebut tidak menjalar, namun yang
terjadi justru sebaliknya.
Dengan demikian maka baik Singasari dan Kediri harus
menurunkan prajurit-prajuritnya untuk mengawasi keadaan
yang menjadi semakin buruk itu.
Suasana di Singasari dan Kediri bagaikan saat-saat senja
yang menjadi semakin gelap. Setelah matahari memanjat
langit sampai ke puncak kecerahan, maka matahari itu telah
menjadi semakin menurun sehingga akhirnya telah
menjenguk ke balik pegunungan. Dan senja pun menjadi
semakin suram. Demikian pula langit di Singasari.
Benturan-benturan kekerasan terjadi di beberapa tempat
yang berada justru di batas kekuasaan Kediri y ang telah
menjadi bagian dari kekuasaan Singasari. Bahkan kadangkadang
terjadi jauh di luar batas lingkungan kekuasaan Kediri.
Para prajurit Singasari dan Kediri memang banyak
mendapat kesulitan karena peri stiwa-peri stiwa y ang terasa
su sul m enyusul. Setiap kali terjadi benturan kekerasan, maka
yang terasa adalah benturan antara Kediri dan Singasari.
Namun setiap kali tentu diikuti dengan peristiwa lain.
Perampokan, peny amun dan kejahatan-kejahatan y ang lain.
Para pemimpin Singasari dan Kediri ternyata tanggap akan
keadaan itu. Mereka segera m enyatakan kepada orang-orang
yang terutama berada di perbatasan, bahwa mereka telah
menjadi korban tingkah laku para penjahat yang ingin
mendapat kesempatan justru pada saat-saat y ang menjadi
semakin keruh. Tetapi mereka adalah bagian dari mereka yang
justru dengan sengaja membuat kekeruhan itu.
Mahisa Bungalan yang berkuasa di Pakuwon Sangling tidak
dapat membiarkan hal seperti itu terjadi. Bahkan Mahisa
Bungalan telah bersikap keras terhadap para penjahat yang
menyelubungi tingkah laku mereka dengan kemelut yang
justru sedang terjadi antara Kediri dan Singasari.
Namun tindakan keras Mahisa Bungalan itu mempunyai
akibat yang luas. Ketika Mahisa Bungalan berhasil
menghancurkan sekelompok perampok yang mengacaukan
lingkungan Pakuwon Sangling, maka sisa-sisa perampok yang
sempat melarikan diri telah mendendam Akuwu Sangling yang
bernama Mahisa Bungalan itu.
"Kita tidak akan dapat menghancurkan Sangling," berkata
salah seorang dari para pemimpin perampok y ang sudah
hampir musna itu. "Memang," jawab kawannya, "kita harus menerima
keny ataan ini. Kelompok kita sudah dilumatkan."
"Apakah kita m enerima hal ini dengan tanpa berbuat apaapa","
bertanya seorang y ang lain.
"Apa yang dapat kita lakukan"," bertanya kawan-kawannya.
"Aku tahu kita tidak m empunyai kekuatan lagi. Tetapi kita
dapat menghubungi beberapa orang kawan yang lain.
Beberapa kelompok yang sejalan dengan kita, akan bersedia
membantu kita dengan senang hati," geram orang yang
berusaha membakar dendam kawan-kawannya.
"Beberapa kelompok y ang dapat kita kumpulkan. Berapa
kuatnya kelompok kita y ang baru itu untuk menghadapi
Pakuwon Sangling," bertanya seorang diantara mereka.
"Kita tidak akan menggempur Sangling," jawab orang yang
mendendam itu. "Lalu apa yang akan kita lakukan"," bertanya seorang
kawannya. "Aku tahu, Akuwu Sangling mempunyai dua orang saudara
muda yang berada di sebuah padepokan," jawab orang itu,
"padepokan y ang meny ebut dirinya Bajra Seta."
"Maksudmu"," bertanya kawannya.
"Kita membalas sakit hati kita. Kita tidak mungkin
menggempur Sangling. Tetapi kita akan mampu
menghancurkan padepokan itu. Akuwu Sangling tentu akan
merasa sakit pula hatinya, jika kedua orang adiknya kita
binasakan," jawab orang-itu.
Para perampok itu termangu-mangu sejenak. Tetapi
seorang diantara kawan-kawannya bertanya: "Apa keuntungan
kita dengan meny erang padepokan itu" Apakah padepokan itu
mempunyai harta benda y ang cukup banyak" "
"Aku tidak tahu," jawab orang itu, "tetapi y ang penting kita
membalas dendam karena hati kita sudah disakiti. Beberapa
orang kawan kita telah terbunuh. Kita akan membalas dendam
dengan membunuh saudara-saudara Akuwu Sangling itu."
Kawan-kawannya termangu-mangu sejenak. Namun
seorang diantara m ereka tiba-tiba berkata: "Aku setuju. Kita
harus membalas sakit hati kita."
Ternyata y ang lain pun kemudian telah menyetujui pula
rencana itu. Mereka akan mengumpulkan kawan-kawan
mereka sebanyak-banyaknya untuk menghancurkan sebuah
padepokan yang bernama Padepokan Bajra Seta. Padepokan
yang dipimpin oleh dua orang saudara muda Mahisa
Bungalan, Akuwu S"ngling.
Para perampok y ang tersisa dan menjadi sakit hati itu telah
menghubungi beberapa kelompok y ang lain. Ada diantara
kelompok-kelompok itu y ang sudah turun lagi ke arena
pekerjaan mereka y ang sudah beberapa lama mereka
tinggalkan. Tetapi ada pula kelompok y ang m asih ragu-ragu
untuk memulainya. Namun ternyata bahwa hubungan diantara mereka telah
membangkitkan niat mereka untuk terjun kembali ke dalam
dunia mereka yang kelam itu.
"Kita memerlukan pemanasan," berkata salah seorang
pemimpin kelompok y ang dihubungi oleh para perampok yang
sakit hati itu. Karena itu, ket ika datang ajakan untuk menyerang sebuah
padepokan y ang kurang dikenal, maka para perampok itu
merasa mendapat sa saran untuk memanaskan darah mereka.
"Jika senjata kami telah basah oleh darah, maka kami tidak
akan ragu-ragu lagi. Senjata kami akan sekali lagi dan sekali
lagi minum darah yang hangat," berkata salah seorang pemimpin
kelompok perampok y ang sudah cukup lama tidak
turun medan perburuan. Karena itulah, maka para-perampok itu dalam waktu
singkat telah mendapat banyak kawan untuk melakukan
rencana mereka itu. Membalas dendam sakit hati yang
ditimbulkan oleh Akuwu Sangling.
"Saudara laki -laki Akuwu Sangling itu harus dibunuh. Kita


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan membawa mayatnya dan akan kita lemparkan ke
halaman Pakuwon Sangling agar Akuwu melihatnya dan
merasa bersalah. Untuk selanjutnya ia tidak akan m elakukan
kesombongan itu sekali lagi," berkata seseorang y ang m erasa
kehilangan beberapa orang kawannya yang terbunuh.
Para perampok y ang telah bergabung itu kemudian mulai
mengadakan pengamatan atas-sebuah padepokan yang
memang agak jauh dari Sangling. Mereka mulai mengamati
kekuatan yang ada di padepokan itu. Beberapa orang yang
memiliki kelebihan dari orang-orang kebanyakan.
Tetapi karena orang-orang padepokan itu bukan orang y ang
sombong, maka mereka lebih banyak merendahkan dirinya.
Ketika ada diantara mereka y ang pergi ke pasar dan
berbicara dengan para perampok dalam tugas sandinya, maka
orang-orang padepokan itu selalu merendahkan diri.
Namun sikap merendah itu telah menumbuhkan gambaran
yang salah dari antara para perampok itu atas kekuatan yang
ada di padepokan. Meski pun jumlah orang yang mereka
ketahui hampir mendekati jumlah yang sebenarnya, namun
perkiraan mereka tentang kemampuan orang-orang
padepokan itulah yang salah.
Sebenarnyalah sejak Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
kembali, maka latihan-latihan selalu dilakukan pada saat-saat
yang sudah ditentukan. Orang-orang yang sudah terlalu lama
tidak menempa diri, karena Mahendra yang sudah menjadi
semakin tua dan tidak lagi m empunyai banyak waktu untuk
melakukan latihan-latihan bagi para penghuni padepokan itu,
telah membangkitkan kemauan mereka kembali. Dengan
tekun mereka selalu mengikuti latihan-latihan yang diberikan
oleh Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, bahkan y ang diberikan
oleh saudara-saudara seperguruan yang lebih tua yang telah
mendapat latihan-latihan khusus untuk itu.
Dengan demikian, maka hampir setiap orang di padepokan
itu telah berhasil m eningkatkan kemampuan mereka. Apalagi
orang-orang khusus y ang akan mendapat tugas membantu
kepemimpinan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sebelum
orang y ang benar-benar akan m endapat tugas untuk itu hadir
di tengah-tengah mereka. Bahkan Mahisa Amping yang masih kanak-kanak itu pun
telah m emiliki ilmu yang memadai untuk melindungi dirinya
sendiri. Demikian pula Mahisa Semu. Mereka juga telah
memiliki kemampuan untuk membangunkan tenaga cadangan
didalam dirinya mereka sehingga kekuatan mereka seakanakan
telah menjadi berlipat ganda.
Sementara itu, para perampok y ang telah mengenali
kekuatan di padepokan itu telah memperhitungkan, bahwa
kekuatan mereka telah berlebihan. Mereka yakin bahwa
mereka bersama dengan kelompok-kelompok perampok dan
penyamun serta perguruan yang berlandaskan ajaran ilmu
hitam akan dapat menggulung padepokan Bajra Seta.
Membunuh dua orang saudara Mahisa Bungalan dan
membawa mayat mereka ke Pakuwon Sangling agar Akuwu
Sangling m enyadari, bahwa apa y ang telah dilakukannya atas
para penjahat, telah membuat para penjahat itu sakit hati.
Dari hari ke hari, maka persiapan pun menjadi semakin
matang. Beberapa orang y ang ditugaskan, telah mulai
mengamati tingkah laku dan kebia saan-kebiasaan yang ada di
padepokan itu dan sekitarnya. Mengamati orang-orangnya dan
kebiasaan yang mereka lakukan.
Akhirnya, para penjahat itu telah sampai pada satu
keputusan untuk benar-benar meny erang padepokan itu.
"Tiga hari lagi, kita akan meny erang dan m enghancurkan
padepokan itu. Kedua saudara Mahisa Bungalan itu jangan
sampai sempat meloloskan diri. Mereka berdua harus dibunuh
dan mayatnya harus dibawa ke Sangling. Baru jika Akuwu
Sangling terpukul oleh kematian kedua orang saudaranya itu,
maka apa y ang kita lakukan itu dapat dianggap berhasil.
Sebaliknya meski pun kita mampu membunuh saudarasaudara
Akuwu Sangling, namun Akuwu itu tidak tahu bahwa
kedua adiknya itu mati dalam hubungan dengan langkahlangkah
yang diambilnya terhadap para penjahat, maka
pekerjaan mereka itu sia-sia."
"Yang terpenting buat kita adalah, bahwa Mahisa Bungalan
menjadi tersiksa oleh kematian kedua adiknya. Dalam keadaan
yang demikian, kita akan mendapat kesempatan untuk
berbuat sesuatu," desis pemimpin perampok yang
mendendam itu. Dengan demikian, maka padepokan Bajra Seta itu telah
mendapat pengamatan y ang sangat ketat. Hampir setiap orang
yang keluar dari padepokan, mendapat pengamatan ketat.
Orang-orang y ang merasa sakit hati dan mendendam
kepada Mahisa Bungalan selaku Akuwu Sangling benar-benar
tidak ingin melepaskan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Karena itu ketika Mahisa Murti pergi ke padukuhan sebelah
untuk satu keperluan, maka beberapa orang telah
mengikutinya dari kejauhan dan mengawasiny a, apakah ia
kembali ke padepokannya atau tidak. Namun ternyata tidak
lama kemudian, Mahisa Murti telah kembali m emasuki regol
halaman padepokannya. "Sebaiknya kita tidak terlalu lama menunggu," berkata
salah seorang diantara mereka yang mengamati padepokan
itu. "Ya," sahut y ang lain, "jika m ereka mengetahuinya, maka
mungkin sekali kedua orang anak muda itu melarikan diri."
" Itu adalah tugas kita," berkata orang yang pertama. "Jika
keduanya berusaha melarikan diri karena mereka mengetahui
bahwa kita telah siap untuk m eny erang padepokan mereka,
maka mereka berdua harus kita tangkap hidup atau mati."
"Lebih baik jika hidup. Kita akan dapat m embuat Mahisa
Bungalan itu semakin sakit hati," desis kawannya.
"Tetapi tentu tidak mudah dapat menangkap mereka
hidup-hidup karena mereka tentu akan tetap melawan," jawab
orang y ang pertama. Kawanya hanya mengangguk-angguk saja.
Namun dalam pada itu, dua orang cantrik telah menjadi
curiga atas kehadiran beberapa orang yang dengan diam-diam
se-lalu mengawasi padepokan mereka. Karena itu, maka
seperti orang-orang itu m engawasi padepokan dengan diamdiam,
m aka para cantrik itu pun m elakukan hal y ang sama
atas mereka. Ternyata para cantrik itu menjadi curiga. Sikap orangorang
itu benar-benar tidak wajar.
Ketika hal itu dilaporkan kepada Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat, maka ia pun segera teringkat kepada orang-orang yang
memusuhinya. Padepokan palsu, yang dipimpin oleh orangorang-
yang mengaku dari padepokan Nagateleng. Bahkan
seorang di-antara mereka telah mengaku sebagai Kiai
Nagateleng itu sendiri, sementara Kiai Nagateleng telah tidak
ada. Selain itu maka mungkin sekali orang y ang meny ebut
dirinya mPu Kanthi itu pun tentu mendendam m ereka pula.
Selain mPu Rangkut telah terbunuh, maka ia seolah-olah telah
mampu menghancurkan keberanian delapan orang
pengikutnya. Tetapi banyak hal dapat terjadi. Namun yang dilihat oleh
para cantrik itu hanya beberapa orang yang mengamati
padepokan mereka dengan sikap y ang-sangat m encurigakan.
Karena itu pula maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
mengundang para pemimpin padepokan Bajra Seta untuk
membicarakan kemungkinan-kemungkinan y ang dapat
terjadi. "Tidak ada tanda-tanda akan ada serangan lagi," berkata
salah seorang diantara para cantrik y ang telah mendapat
latihan-latihan khusus. "Kita tidak merasa bermusuhan
dengan siapapun. mPu Kanthi telah tidak mempunyai
kekuatan lagi setelah kegagalannya. Orang -orangnya banyak
yang menjadi korban, sementara itu, sekelompok y ang lain,
justru telah bertemu dan dikalahkan oleh Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Bahkan orang yang disebut bernama mPu
Rangkut telah terbunuh pula.
"Mungkin ia berhubungan dengan orang lain," berkata
cantrik y ang lain lagi, "ia telah meny eret sebuah atau lebih
padepokan lain untuk ikut serta membalaskan dendamnya."
Cantrik yang pertama itu pun mengangguk-angguk.
Katanya: "Memang mungkin. Tetapi siapa pun yang telah
melakukannya, kita harus tetap berhati-hati. Mungkin kita
tidak m erasa mempunyai lawan. Tetapi orang lain mungkin
mempunyai sikap y ang tidak dapat kita mengerti telah
memusuhi kita. Mungkin justru karena sikap iri hati atau sikap
lain yang tidak terungkap sebagai sikap bermusuhan. Namun
tiba -tiba saja mereka telah mengambil sikap y ang lebih kasar.
Meny erang padepokan kita seperti y ang pernah terjadi."
Yang lain mengangguk-angguk. Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat pun sependapat. Bahkan Mahendra yang ikut
mendengarkan pembicaraan itu pun mengiakannya pula.
"Jika demikian, awasi orang-orang y ang mencurigakan itu.
Selanjutnya kita harus bersiaga menghadapi segala
kemungkinan. Kita sama sekali tidak mempunyai keterangan
tentang orang-orang itu, juga seandainya ada sekelompok
orang y ang memusuhi kita," berkata Mahisa Murti pula.
Para cantrik itu pun mengangguk-angguk. Mereka telah
mendapat isyarat, bahwa mereka harus bersiap untuk
menghadapi segala kemungkinan y ang dapat terjadi atas
padepokan itu. Di hari berikutnya, ketiga orang cantrik berusaha dengan
sengaja untuk melihat sendiri orang -orang y ang mengamati
padepokannya itu, memang telah melihat tiga orang yang
duduk dibawah sebatang pohon y ang rindang memandang ke
arah padepokannya di tempat y ang agak jauh dan lebih
rendah. Dari percakapan mereka, maka cantrik itu sempat
mendengar bahwa besok padepokan itu akan dihancurkan.
"Sebenarnya say ang juga," berkata seorang diantara ketiga
orang itu, "tetapi apa boleh buat. Padepokan itu memang tidak
mempunyai arti apa-apa bagi kita. Yang harus kita ingat
adalah pesan para pemimpin kita, dua orang adik Mahisa
Bungalan itu tidak boleh meloloskan diri. Apa pun yang
terjadi, keduanya harus jatuh ke tangan kita. Hidup atau
mati." Cantrik itu memang menjadi berdebar-debar. Namun ia
sempat mendengar, bahwa besok padepokan itu akan
diserang. Bagi cantrik itu, keterangan itu sudah cukup m emberikan
peringatan, bahwa padepokan Bajra Seta memang harus
bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan.
Tanpa m engetahui alasannya yang pasti, m aka cantrik itu
pun segera m elaporkannya kepada Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. "Untunglah kau tidak tertangkap oleh mereka," berkata
Mahisa Murti. "Kenapa kau hanya seorang diri"," bertanya Mahisa Pukat.
"Lebih aman seorang diri," jawab cantrik itu, "jika
tertangkap, aku tidak m embawa orang lain dalam malapetaka
itu. Tetapi apakah dengan bekal ilmuku, aku tidak mampu
melarikan diri dari ketiga orang itu" Aku tidak berbicara
tentang kemampuanku untuk mengalahkan mereka, karena
aku tidak tahu landasan kemampuan mereka bertiga."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tertawa. Sementara orang
itu berkata: "Tidak ada alasan yang dapat aku tangkap dari
pembicaraan mereka. Namun mereka mengatakan bahwa yang
terpenting bukan untuk menghancurkan padepokan itu.
Tetapi dendam mereka kepada adik Mahisa Bungalan."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu-mangu sejenak.
Sementara cantrik itu menirukan apa y ang didengarnya
dari ketiga orang dibawah pohon y ang rindang itu.
Kedua anak muda itu mengangguk-angguk. Katanya:
"Baiklah. Ternyata ada sangkut pautnya dengan kakang
Mahisa Bungalan. Tetapi sudah tentu tidak ada waktu untuk
berbicara dengan kakang Akuwu Sangling. Jika kita
menghubunginya, maka kita akan terlambat jika benar mereka
akan menyerang besok."
"Menurut pendengaranku memang demikian," jawab
cantrik itu. Memang satu per soalan yang rumit. Para pemimpin
padepokan Bajra Seta tidak mendapat keterangan sama sekali
tentang kekuatan lawan. Sementara itu, lawan mereka tentu
sudah sempat mengukur kekuatan padepokan Bajra Seta,
sehingga mereka akan dapat memperhitungkan kekuatan yang
akan mereka bawa. "Agaknya bukan kekuatan mPu Kanthi," desis Mahisa
Murti. "Agaknya bukan, karena mereka mengkaitkan gerakan
mereka dengan kakang Mahisa Bungalan," sahut Mahisa
Pukat. Mahisa Murti mengangguk-angguk. Namun katanya
kemudian: "Kita harus bersiap-siap sejak sekarang. Kita akan
bertahan di dalam dinding padepokan justru karena kita tidak
mengetahui kekuatan mereka."
Ternyata Mahisa Pukat juga sependapat. Adalah sangat
berbahaya jika mereka turun keluar dinding halaman
padepokan. Mereka akan dapat terhisap oleh kekuatan yang
tidak mereka ketahui sebelumnya.
Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
memanggil para cantrik y ang telah dianggap cukup dewasa
ilmunya. Dengan jelas Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
menguraikan rencana mereka justru karena para cantrik telah
melihat sikap yang mencurigakan dari orang-orang y ang tidak
dikenal. Sedangkan seorang cantrik yang secara khusus
sempat mengikuti pembicaraan pendek tiga orang yang
mencurigakan mendapat keterangan bahwa besok akan datang
serangan atas padepokan itu.
"Kita sama sekali t idak mempunyai gambaran tentang
orang-orang yang akan datang meny erang. Baik jumlahnya
mau pun tingkat kemampuan mereka," berkata Mahisa Murti,
"karena itu, kita harus meny iapkan kemampuan tertinggi yang
dapat kita bangunkan disini."
"Kita siapkan pertahanan pada dinding padepokan kita,"
Mahisa Pukat meneruskan keterangan Mahisa Murti, "kita
siapkan senjata jarak jauh. Kemudian, kita harus membagi
kekuatan. Kita tidak tahu apakah mereka akan meny erang
dengan pengepung seluruh padepokan ini, atau mereka akan


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang dari satu dua arah saja. Kita harus membut rencana
yang ter susun. Apa y ang akan kita kerjakan jika mereka
datang dan mengepung seluruh padepokan, dan apa y ang akan
kita lakukan jika mereka datang dari satu atau dua arah.
Para cantrik itu mengangguk-angguk.
Ternyata Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah m enunjuk
sepuluh orang cantik untuk bersama-sama menyusun rencana
pertahanan dan kemudian sekaligus memimpin para cantrik
yang lain. Menj elang malam, rencana sudah tersu sun rapi. Kepada
para cantrik y ang dianggap cukup berbekal ilmu, telah
diperintahkan untuk berkumpul. Mereka m enerima tanggung
jawab masing-masing. Berapa orang cantrik y ang harus
mereka pimpin. Setiap orang tahu pasti apa yang harus
dikerjakan. Namun mereka pun harus dengan cepat
mengambil keputusan didalam setiap perubahan keadaan.
"Jika m alam turun, semua harus sudah berada di tempat
mereka masing-masing," berkata Mahisa Murti. Lalu katanya
pula: "beberapa orang khusus akan m elihat keadaan di luar
padepokan. Mereka akan masuk kembali dengan isy arat sandi
tertentu, tidak m elalui regol padepokan. Tetapi m ereka akan
memanjat tali dari belakang. Mudah2an dari mereka kita
mendapatkan sedikit gambaran, apa yang sedang kita hadapi
sekarang. Demikianlah, ketika pertemuan itu dibubarkan, maka para
cantrik pun telah sibuk dengan tugas m ereka masing-masing.
Sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
menemui ayahnya pula. Mahendra mendengarkan keterangan kedua orang anaknya
sambil mengangguk-angguk. Dengan nada rendah ia pun
kemudian berkata: "Agaknya mereka bukan orang -orang yang
pernah meny erang padepokan ini. Tetapi mereka agaknya
mempunyai hubungan dengan kakak kalian, Mahisa Bungalan.
Ternyata ketiga orang itu telah meny ebut-ny ebut namanya.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sementara Mahendra berkata selanjutnya: "Memang tidak ada
pilihan lain bagi kalian selain meny iapkan kekuatan dan
kemampuan setinggi-tingginya karena kita tidak tahu,
seberapa besar kekuatan dan kemampuan lawan. Agaknya
para cantrik harus berusaha menahan kekuatan itu sebelum
mereka mencapai dinding padepokan."
"Dengan senjata jarak jauh maksud ayah"," bertanya
Mahisa Pukat. "Ya," jawab Mahendra, "panah dan lembing."
"Kami sudah berusaha mempersiapkan sebanyakbanyaknya.
Bahkan bandil dan bebatuan di atas panggungan
di belakang dinding padepokan. Kita memperhitungkan,
bahwa orang -orang itu tentu akan berusaha memanjat
dinding. Mungkin dengan tali, mungkin dengan tanggatangga,
bambu. Mungkin pula mereka membawa alat yang
cukup besar untuk m emecahkan dinding atau pintu gerbang
padepokan," berkata Mahisa Pukat selanjutnya.
"Menurut pendapatku, kalian sudah benar. Dengan
demikian jika kekuatan yang ada di padepokan ini, maka para
cantrik harus memanfaatkan senjata jarak jauh itu sebaikbaiknya,"
berkata Mahendra. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk pula.
"Nah," berkata Mahendra: "kau harus melihat persiapan
para cantrik sekarang."
"Baik ay ah," jawab Mahisa Murti.
"Bawa Mahisa Semu dan Mahisa Amping bersamamu,"
berkata Mahendra pula, "mereka harus melihat persiapan itu.
Satu pengalaman y ang tentu sangat menarik bagi mereka."
Seperti yang dikatakan oleh ayahnya, m aka Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat telah mengelilingi dinding padepokan.
Bukan saja Mahisa Semu dan Mahisa Amping yang dibawanya,
tetapi dua orang cantrik yang terpilih bersama Wantilan pula.
"Kita tidak tahu apakah kekuatan kita cukup memadai
paman," berkata Mahisa Murti kepada Wantilan.
"Aku belum pernah melihat sebuah padepokan y ang
memiliki kekuatan sebesar ini. Dengan jumlah cantrik yang
sangat besar," desis Wantilan.
"Tetapi bukankah paman tahu, bukan semuanya yang ada
di padepokan ini menyatakan diri menjadi cantrik. Mereka
sebagian adalah anak-anak padukuhan di sekitar tempat ini
yang ikut belajar disini. Bahkan ada diantara mereka yang
sengaja dikirim oleh orang tuanya atau oleh Ki Bekel di
padukuhannya untuk menyadap pengetahuan bukan saja
kanuragan, tetapi juga mengenal pertanian, pemeliharaan
ternak, pande besi dan kemampuan-kemampuan lain yang
kami miliki." "Meski pun mereka tidak menyatakan diri sebagai cantrik
di padepokan ini, tetapi ada ikatan antara padepokan ini
dengan mereka. Bahkan dengan padukuhan mereka," berkata
Wantilan. Lalu katanya: "Hal itu tampak jelas seperti sekarang
ini. Ternyata tanpa diminta mereka telah menyatakan diri
untuk ikut mempertahankan padepokan ini dari kemungkinan
yang paling buruk." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk kecil.
Sebenarnyalah anak-anak muda y ang telah dikirimkan oleh
beberapa padukuhan dan y ang lain atas kehendak mereka atau
keluarga m ereka telah bersedia untuk dengan suka rela ikut
mempertahankan padepokan itu ketika mereka mendengar
kemungkinan buruk bakal terjadi. Mereka ju stru telah
memasuki padepokan itu dan tidak keluar kembali sehari sejak
berita tentang kehadiran orang -orang yang tidak dikenal itu
terdengar di padepokan. Namun dengan demikian, anak-anak muda itu sebagian
sempat dilihat oleh orang-orang y ang m endapat tugas untuk
mengamati padepokan itu, sehingga telah diperhitungkan
sebagai kekuatan yang ada di padepokan itu.
Ketika malam menjadi semakin larut, maka Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat bersama beberapa orang yang
mengiringinya telah sempat menyaksikan seluruh kekuatan
yang ada di padepokan itu dalam kesiagaan penuh. Namun
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat juga menganjurkan, agar
mereka meny empatkan diri untuk beristirahat bergantian,
karena besok agaknya mereka harus bekerja keras untuk
mempertahankan padepokan mereka.
Apalagi ketika lewat tengah m alam, dua orang pengamat
telah datang untuk melaporkan. Kekuatan y ang besar telah
berada di pategalan di sebelah padukuhan yang terletak di
arah depan padepokan. Sedang kekuatan yang lain, memencar
dalam k elompok-kelompok kecil di arah sisi sebelah kiri dan
kanan dari padepokan mereka.
"Apakah-mereka akan meny erang dari tiga arah," desis
Mahisa Pukat. "Apakah kalian tidak melihat kesatuan diarah belakang
padepokan ini"," bertanya Mahisa Murti.
Para cantrik yang bertugas mengamati keadaan itu
menggeleng sambil menjawab: "Tidak. Kami tidak melihat ada
pasukan diarah belakang padepokan. Kami sudah memutari
padepokan ini dengan hati-hati."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat pun mengangguk-angguk.
Namun mereka pun kemudian telah membagi diri untuk
memberikan petunjuk-petunjuk bagi seluruh pasukan yang
ada di belakang dinding padepokan itu. Sementara itu mereka
telah minta agar Mahisa Amping, Mahisa Semu dan Wantilan
untuk beristirahat. "Besok kalian akan terlibat langsung," berkata Mahisa
Murti. Demikianlah, selain yang bertugas, maka seluruh kekuatan
yang ada di padepokan itu telah beristirahat sebaik-baiknya.
Namun dalam pada itu, berpuluh-puluh ikat anak panah telah
berada diatas panggungan. Demikian pula lembing dan
senjata-senjata jarak jauh yang lain pun telah disediakan.
Pa ser, bandil dan bahkan tombak-tombak panjang untuk
menyambut lawan y ang berhasil memanjat dinding.
Namun dalam pada itu, diatas pintu gerbang pun telah
bersiap kelompok khusus. Meski pun mereka masih juga
sempat beristirahat, tetapi mereka siap menghadapi
kemungkinan y ang paling buruk sekalipun.
Hanya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sajalah y ang
hampir semalam suntuk tidak tidur sama sekali. Menjelang
dini keduanya sempat memejamkan mata sejenak. Namun
mereka pun segera terbangun ketika mereka mendapat
laporan, bahwa di depan padepokan terdapat pasukan yang
telah bersiap. Mereka telah menyalakan obor -obor minyak dan
onc or jarak. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat pun segera pergi ke
panggungan di atas regol padepokan. Sementara itu,
diperintahkannya semua cantrik untuk segera makan, minum
dan memeriksa senjata-senjata mereka.
Dari atas panggungan di atas reg ol padepokan, Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat memang melihat beberapa puluh
obor. Tetapi tidak terlalu dekat di hadapan regol padepokan
mereka. "Masih ada waktu," berkata Mahisa Murti kepada seorang
cantrik yang ada di sebelahnya: "biarlah mereka makan dan
minum secukupnya. Jika obor -obor itu mulai bergerak, kita
akan memberi tanda."
Ternyata seperti yang dikatakan oleh Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, pa sukan itu tidak segera bergerak. Nampaknya
mereka masih mengatur diri dan pemimpinnya masih
memberikan beberapa perintah untuk mereka.
Sementara itu, para cantrik yang telah selesai makan,
minum dan berbenah diri, telah menempatkan dirinya sesuai
dengan rencana. Mereka telah bersiap di atas panggungan
dengan busur di tangan. Sementara yang lain telah bersiapsiap
untuk m elontarkan lembing, memutar bandil dan yang
lain lagi menggenggam tangkai tombak panjang. Sementara
itu di lambung mereka tergantung pedang yang masih ada di
dalam sarungnya. Beberapa saat kemudian, maka obor -obor itu pun mulai
bergerak. Namun sama sekali tidak nampak obor yang berada
di arah kiri dan kanan padepokan itu. Agaknya mereka
memang tidak mempergunakan obor atau onc or-onc or biji
jarak. Mereka dengan diam-diam merangkak mendekati
dinding padepokan. Namun para cantrik telah siap bertahan dari seranganserangan
y ang datang dari manapun. Bahkan dibagian
belakang padepokan pun m endapat pengawasan cukup ketat
oleh beberapa orang cantrik, m eski pun m enurut keterangan
para pengawas, tidak ada pasukan lawan di belakang
padepokan. Tidak ada tanda-tanda apa pun y ang dapat didengar oleh
para cantrik di panggungan, di belakang dinding padepokan.
Mereka hanya melihat obor -obor yang mulai bergerak. Namun
mereka pun y akin, bahwa pasukan di sisi sebelah kiri dan
kanan juga mulai bergerak pula.
Beberapa saat kemudian, maka langit pun mulai dibay angi
sinar matahari pagi. Keremangan fajar pun tetali menguak dan
pagi menjadi semakin terang.
Pa da saat y ang demikian itulah, maka para cantrik mulai
melihat pasukan y ang bergerak mendekati padepokan.
Memang dari tiga arah sebagaimana dilaporkan oleh para
pengawas. Sedangkan para cantrik yang berjaga-jaga di bagian
belakang padepokan memang tidak melihat pasukan yang
datang mendekat. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang berada di
panggungan diatas regol halaman padepokan pun segera
memberikan beberapa isy arat kepada para cantrik yang telah
bersiap sepenuhnya. Sementara itu Mahendra pun telah
berada di panggungan itu pula bersama Mahisa Amping dan
Mahisa Semu. Sedangkan Wantilan telah menyatu dengan
para cantrik y ang bertugas di atas reg ol itu.
"Kami akan berada di sebelah meny ebelah regol ini ayah,"
berkata Mahisa Murti: "kami mohon ayah memegang
pimpinan di sini." Mahendra tidak menolak. Ia pun telah bersiap untuk
bertempur. Meski pun ia sudah terhitung tua, tetapi ia masih
memiliki tenaga dan kemampuan untuk berbuat sesuatu.
Mahisa Amping dan Mahisa Semu memang menjadi
berdebar-debar. Mereka akan benar -benar berada di medan
perang. Beberapa saat kemudian, maka pasukan lawan y ang
menjadi semakin dekat itu telah berhenti. Menurut
pengamatan mereka y ang ada di padepokan, jumlah mereka
memang lebih banyak dari para cantrik yang bertahan.
Tetapi para cantrik sama sekali tidak menjadi gentar.
Mereka m emiliki beberapa kesempatan y ang lebih baik dari
lawan mereka y ang lebih banyak itu. Para cantrik itu berada di
belakang dinding padepokan, sehingga mereka terlindung.
Sementara itu mereka hanya bertahan dan tidak meny erang
dengan berusaha meloncati dinding.
Dengan demikian, maka m ereka akan dapat lebih leluasa
menyerang lawan-lawan mereka dengan senjata jarak jauh
dari pada mereka yang berada diluar padepokan.
Sementara itu, ketika pa sukan yang berada diluar dinding
padepokan itu berhenti, maka lima orang telah berjalan ke
arah dinding padepokan dan berhenti pula beberapa langkah
dari reg ol. Mahendra y ang berada di atas regol menyadari, bahwa
kelima orang itu adalah pemimpin dari pasukan y ang datang
menyerang padepokan itu. Karena Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat masing-masing berada di sebelah-meny ebelah regol,
maka Mahendralah y ang telah menerima para pemimpin
pasukan yang menyerang itu.
Dengan lantang salah seorang diantara kelima orang itu
telah berteriak: "He, siapakah pemimpin padepokan ini" "
Mahendra termangu-mangu sejenak. Ia bukan pemimpin
yang sebenarnya. Tetapi karena Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat tidak berada di atas regol, maka akhirnya Mahendralah
yang menjawab: "Akulah pemimpin padepokan ini "
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang ada disebelah meny ebelah
regol mendengar pula pertanyaan itu. Mereka sama
sekali tidak berkeberatan mendengar jawaban ayahnya yang
mengaku sebagai pimpinan padepokan itu, karena ayahnya
tentu tidak akan melakukan sesuatu y ang dapat m enyulitkan
keadaan padepokan itu.

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus," Orang y ang berada didepan regol itu berteriak:
"jika demikian, aku minta kau serahkan dua orang anak muda
yang mengaku diantara mereka para pemimpin padepokan ini
bernama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, adik Akuwu
Sangling y ang bernama Mahisa Bungalan."
Mahendra termangu-mangu sejenak. Namun ia pun
bertanya: "Apa salah mereka " Mereka tidak pernah berbuat
jahat kepada siapa pun juga."
"Mungkin. Tetapi nasibnyalah yang buruk. Serahkan
keduanya kepada kami, atau padepokan ini akan kami
lumatkan menjadi debu," jawab orang itu.
"Ya. Tetapi apa salah mereka terhadap kalian dan apa
hubungan mereka, meski pun mereka adiknya, dengan Akuwu
Sangling dalam hal ini," bertanya Mahendra.
"Ketahuilah, Akuwu Sangling telah melakukan kejahatan
besar terhadap kawan-kawan kami. Adalah kebetulan bahwa
kawan-kawan kami tinggal di Sangling. Dengan sewenangwenang
Akuwu Sangling telah m emperlakukan kawan-kawan
kami dengan tidak adil. Bahkan lebih jatuh banyak korban
diantara kawan-kawan kami," berkata orang itu.
"Jika demikian kenapa kalian tidak menuntut Akuwu
Sangling. Kenapa kalian tidak pergi ke Sangling dan minta
keadilan. Kenapa kalian justru pergi ke padepokan ini","
bertanya Mahendra. "Kami akan menangkap adik Akuwu Sangling itu. Kami
akan membawanya ke Sangling, hidup atau mati. Kami ingin
membalas sakit hati kami terhadap Akuwu Sangling itu,"
jawab orang itu. Mahendra mengangguk-angguk. Katanya: "Jadi
persoalannya bukan persoalan kalian dengan kedua adik
Akuwu Sangling itu. Tetapi per soalan kalian dengan Akuwu
Sangling itu sendiri," berkata Mahendra.
"Ya. Tetapi kedua orang anak muda itu akan menjadi satu
alat untuk membalas sakit hati kami. Karena itu, serahkan saja
kedua orang anak muda itu. Padepokanmu akan selamat. Aku
akan melupakan padepokan ini untuk selama-lamanya dan
tidak akan datang lagi mengganggu," berkata orang itu.
"Ki Sanak," berkata Mahendra, "padepokan ini akan
melindungi setiap anggotanya dari kebengisan siapa pun juga,
termasuk kalian semuanya. Sudah tentu bahwa kami tidak
akan menyerahkan kedua orang anggota padepokan kami.
Keduanya adalah orang-orang yang justru sangat berarti bagi
kami. Keduanya sudah melewati masa pendadaran mereka
sebagai cantrik werda di padepokan ini, sehingga keduanya
berhak menyandang gelar Putut. Karena itu, sudah tentu
bahwa kami tidak akan meny erahkan mereka."
"Ki Sanak," berkata orang di depan regol itu, "dengan
demikian kau hanya kehilangan dua orang Putut. Tetapi jika
kau tidak mau mendengarkan aku dan melakukan perlawanan,
maka kau tidak hanya akan kehilangan dua orang Putut.
Tetapi kau akan kehilangan semuanya. Kedua Putut itu akan
mati, para jejanggan dan cantrik pun akan mati. Demikian
pula kau dan seluruh padepokanmu akan lumat menjadi abu."
"Menarik sekali. Bukankah itu lebih baik daripada aku telah
berkhianat kepada kedua orang Pututku sendiri"," desis
Mahendra. "Kau memang bodoh. Kau korbankan nyawamu untuk
kedua orang adik Mahisa Bungalan dari Sangling itu. Mereka
tidak akan berarti apa-apa bagimu," teriak orang yang berdiri
didepan reg ol itu. Tetapi jawaban Mahendra mengejutkan: "Aku adalah ay ah
mereka " Orang-orang yang berada di depan regol itu pun m enjadi
termangu-mangu sejenak. Tetapi seorang diantara mereka
berkata lantang: "Kebetulan sekali. Jika kau ayah anak-anak
muda itu, maka berarti kau juga ayah Akuwu Sangling."
"Ya "jawab Mahendra, "aku adalah ayah Mahisa Bungalan."
"Jika demikian, kami akan meny eret mayatmu dan mayat
kedua anakmu itu di sepanjang jalan-jalan di Pakuwon
Sangling. Seluruh rakyat Sangling akan melihat apa y ang telah
terjadi. Akuwu Sangling akan pingsan karenanya dan akhirnya
ia akan mati penuh peny esalan," geram orang itu.
"Kau kira anakku itu cengeng" Jika ia tahu ayah dan
saudara-saudaranya mati membela kebenaran, maka ia tidak
akan menitikkan air mata, apalagi pingsan dan m ati karena
sedih dan menyesal. Tetapi anakku itu akan merasa bangga
karenanya. Ia akan membuat candi untuk m emperingati dan
menghormati ay ahnya dan saudara-saudaranya y ang terbunuh
oleh orang-orang jahat."
Mahendra berhenti sejenak. Lalu ia telah bertanya:
"Siapakah kalian, he" Semakin tinggi matahari, semakin
nampak tampang-tampang kalian. Memang tidak selamanya,
ujud lahiriah mewakili sikap batin. Tetapi karena kalian
semuanya memberikan kesan kasar dan l iar, maka aku dapat
menduga, bahwa kalian adalah sekelompok perampok,
penyamun, penjahat dan barangkali orang-orang yang
melarikan diri dari kejaran para prajurit Sangling."
"Tutup mulutmu," teriak dua orang yang berdiri diregol itu
hampir bersamaan, sementara yang lain telah menggeretakkan
giginya dengan marah. "Bagus," berkata seorang diantara m ereka, "jika demikian
maka kau memang harus mati. Kedua anakmu harus mati.
Pa depokan ini akan menjadi karang abang. Semua cantrik dan
orang-orang yang ada di padepokan ini akan mati. Tetapi jika
kalian bertiga meny erahkan diri, maka y ang lain akan selamat.
Atau karena kesadaran para cantrik, dengan suka rela
menangkap dan m enyerahkan kepada kami k etiga orang itu,
yang lain akan diampuni."
Mahendra tertawa. Katanya: "Begitu mudahnya kalian
menyelesaikan persoalan kalian Ki Sanak. Sekarang, lakukan
apa yang ingin kalian lakukan. Kami sudah siap. Siapakah di
antara kita yang akan hancur menjadi debu lebih dahulu. Kami
atau kalian." "Setan tua y ang tidak tahu diri. Kau kira kau siapa he"
berapa jumlah cantrik-cantrikmu " Kau adalah seorang
pemimpin padepokan y ang mementingkan diri sendiri. Kau
sama sekali bukan seorang pemimpin y ang bersedia berkorban
untuk murid-muridmu. Jika kau menyerah, maka namamu
akan tetap diingat oleh para muridmu, karena kau sudah
mengorbankan diri untuk keselamatan mereka. Dengan
pengorbananmu, maka murid-muridku akan terlepas dari
maut dan kehancuran."
"Biarlah aku tidak mendapatkan pujian dari siapa pun juga.
Biarlah aku segera dilupakan. Kalian tidak usaha menganggap
kami y ang ada di padepokan ini kanak-kanak yang dapat
ditakut-takuti, dan dibujuk dengan janji-janji dan dapat
dikelabui dengan puji-pujian," jawab Mahendra, "bersiaplah
dan lakukan apa yang akan kau lakukan, atau kalian memang
hanya ingin menggertak kami tanpa berani berbuat apa-apa."
" Iblis pikun," teriak seorang diantara m ereka: "bersiaplah
untuk mati. Biarlah padepokanmu menjadi abu."
Mahendra tidak menjawab lagi. Dipandanginya orangorang
itu yang kemudian dengan marah m eninggalkan regol
dan kembali ke pasukan mereka.
Beberapa saat orang-orang itu berbicara dengan para
pemimpin y ang lain. Nampaknya mereka memang
menemukan kesepakatan. Menghancurkan padepokan itu
sampai lumat. Dengan demikian, maka pemimpin tertinggi pasukan y ang
siap meny erang itu telah memberikan isyarat. Kemudian
sebuah kentongan kecil telah berbuny i disambut oleh
kentongan kecil y ang lain dari para pemimpin yang ada
disebelah kiri dan kanan padepokan. Nampaknya aba-aba
terakhir telah diberikan, sehingga orang-orang dalam pasukan
itu telah benar-benar bersiap untuk meny erang.
Mereka memang membawa beberapa buah tangga. Tali
berkait dan beberapa perlengkapan lain, seperti senjatasenjata
jarak jauh untuk melindungi orang-orang mereka yang
akan memanjat tali atau tangga yang akan m ereka sandarkan
pada dinding padepokan itu.
Namun tidak ada diantara mereka y ang membawa alat
untuk dengan paksa membuka regol halaman. Namun
beberapa orang y ang telah dipersiapkan untuk merusak regol
adalah beberapa orang pilihan dengan ber senjatakan kapak.
Demikian aba-aba itu merata, maka pasukan itu dengan
langkah pasti telah bergerak maju. Beberapa orang diantara
mereka telah bersiap dengan busur dan anak panah. Mereka
didampingi oleh orang -orang bersenjata pedang dan perisai.
Mereka siap melindungi kawan-kawan mereka yang akan
melontarkan anak panah mereka. Dengan peri sai dan pedang,
mereka akan dapat menangkis serangan-serangan anak panah
dari atas panggung dibelakang dinding padepokan.
Demikian pasukan peny erang itu m endekat, maka tali -tali
busur diatas panggungan pun mulai ditarik. Busur-busur yang
besar dengan anak panah y ang besar-besar pula, yang
sebelumnya jarang dipergunakan.
Namun dalam pada itu, orang-orang y ang meny erang
padepokan itupun telah bersiap dengan perisai-perisai
mereka. Dengan hati-hati mereka melangkah maju dibaris
paling depan. Demikian mereka menjadi semakin dekat maka di atas
pang-gungan terdengar aba-aba.
Sejenak kemudian, maka anak panah pun mulai
berhamburan. Beberapa orang y ang berperisai dengan cepat
telah m elindungi diriny a dengan perisai -perisai itu. Bahkan
bukan hanya dirinya, tetapi kawan-kawannya yang ada di
belakangnya, telah berlindung pula. Beberapa orang dengan
trampil telah menangkis serangan anak panah itu tanpa
mempergunakan perisai. Tetapi dengan memutar pedangnya
melindungi tubuhnya. Namun orang-orang y ang berada diatas panggungan pun
bukannya sekedar membabi-buta melemparkan anah panah.
Satu dua orang memang dengan sengaja memancing agar
orang-orang yang datang m enyerang itu m engangkat perisaiperisai
mereka. Namun orang yang lain telah m embidikkan
anak panahnya dengan sungguh-sungguh selagi orang itu
berusaha menghalaukan anak panah y ang lain.
Meski pun demikian ternyata bahwa orang-orang y ang
menyerang padepokan itu cukup trampil. Mereka dengan
cepat mampu mengatasi kesulitan karena anak panah yang
terhambur. Tetapi demikian banyak anak panah y ang dilontarkan dari
atas dinding padepokan, sehingga gerak pasukan yang
menyerang padepokan itu memang terhambat. Bahkan satu
dua orang benar-benar telah terluka karena ujung anak panah
itu. Namun arus pasukan itu benar-benar telah m enggetarkan
dinding padepokan. Derap langkah mereka terasa seakan-akan
mengguncang dinding itu. Sedangkan beberapa orang yang
khusus telah bergerak menuju ke regol dengan kapak di
tangan. Mereka ternyata benar-benar orang-orang pilihan. Dengan
kapak mereka mampu m enangkis anah panah y ang meluncur
dari atas regol halaman itu.
Beberapa saat kemudian m aka pasukan yang m eny erang
padepokan dari tiga arah itu m emang telah m enjadi semakin
dekat. Mereka telah bersiap-siap mempergunakan tali dan
tangga-tangga, bambu y ang mereka bawa. Sementara itu,
beberapa orang y ang lain telah melindungi kawan-kawan
mereka y ang ber siap-siap untuk memanjat dengan anak panah
pula. Namun, kedudukan mereka yang berada di belakang
dinding padepokan memang lebih baik. Mereka mempunyai
kesempatan untuk berlindung saat-saat mereka memasang
anak panah dan merentang busur.
Dengan demikian, maka sebelum terjadi benturan antara
kedua belah pihak, maka orang-orang yang meny erang
padepokan itu memang telah berkurang meski pun tidak
terlalu banyak. Beberapa orang telah terluka dan harus dibawa
keluar dari jangkauan anak panah orang-orang padepokan.
Dalam pada itu, ternyata beberapa orang pilihan telah
berada di depan regol. Justru karena m ereka telah berada di
regol, maka sulit bagi orang-orang yang berada di panggungan
untuk meny erangnya dengan anak panah.
Sementara itu, orang-orang itu telah berusaha merusak
pintu regol dengan kapak-kapak mereka y ang besar. Mereka
telah memotong tali-tali pengikat kayu pada regol halaman itu.
Memecah dan berusaha memotong bagian-bagian dari pintu
regol yang tertutup rapat.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah bersiap dengan beberapa orang cantrik pilihan di
belakang pintu regol. Mereka memang memperhitungkan
kemungkinan seperti itu terjadi. Karena itu, maka demikian
mereka melihat beberapa orang mampu menembus hujan
anak panah dari atas regol padepokan, maka Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat telah bergerak turun untuk menghadapi
mereka demikian mereka berhasil memecahkankan regol itu.
Tetapi di bagian lain, para cantrik masih saja
mempergunakan busur dan anak panah. Satu-satu masih jatuh
korban karena anak panah y ang besar telah rnenusuk tubuh
mereka. Namun ketika orang-orang itu menjadi demikian dekat
dengan dinding padepokan, maka para cantrik telah
mempergunakan lembing-lembing bambu yang mereka
lontarkan dari atas panggungan. Bahkan ketika satu dua orang
diantara mereka y ang menyerang itu mencapai dinding
padepokan, maka batu-batu y ang telah mereka persiapkan
telah mereka lemparkan pula.
Ternyata usaha para cantrik itu benar-benar mampu
menghambat serangan lawan dan bahkan korban pun semakin
banyak berjatuhan. Tetapi serangan itu bagaikan gelombang
yang beruntun menerjang dinding pantai.
Namun akhirnya, orang-orang y ang meny erang padepokan
itu benar-benar telah berhasil merusak pintu gerbang.
Beberapa potong kayu berpatahan dan terlepas dari ikatannya.
Dengan suara y ang berderak-derak, maka satu-satu kayu yang
menjadi bagian dari pintu gerbang itu pun terlepas dan jatuh
berserakan. Dengan demikian, maka orang-orang y ang terpilih itu pun
telah menghambur masuk ke halaman padepokan sambil


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berteriak-teriak mengerikan.
Tetapi demikian kaki mereka menginjak halaman, maka
mereka pun harus berloncatan menghindari serangan anak
panah y ang dimuntahkan dari busur-busurnya.
Ternyata serangan para cantrik yang bersiap di belakang itu
lebih berbahaya dari serangan-serangan yang datang dari atas
panggungan di belakang dinding. Para cantrik itu benar-benar
telah membidik sasaran dengan sungguh-sungguh. Sehingga
dengan demikian, maka anak panah yang terlepas sebagian
benar-benar telah menembus kulit dan daging.
Lubang-lubang disela-sela perisai telah dibidik dengan
tajamnya. Demikian anak panah terlepas, maka anak panah
itu benar-benar m enyusup di sela-sela perisai. T etapi karena
perisai itu seakan-akan selalu bergerak, maka kadang-kadang
anak panah itu telah tertahan dibibir perisai.
Meski pun demikian, korban pun telah berjatuhan. Para
cantrik benar-benar untuk mengurangi jumlah lawan
sebanyak-banyaknya tanpa niat membunuh dan m embantai
mereka. Tetapi jika kematian itu menerkam lawan-lawan para
cantrik, itu semata-mata adalah akibat dari kekejaman
peperangan. Namun orang-orang yang telah berhasil memasuki halaman
padepokan itu dengan cepat berusaha memencar. Mereka
berusaha untuk m emperluas garis benturan, sehingga orangorang
y ang lain akan dapat memasuki halaman itu pula.
Arus pasukan y ang datang dari luar memang tidak
terbendung lagi. Para cantrik yang mempergunakan busur dan
anak panah, harus meletakkan busur mereka. Sementara
mereka bersiap untuk menarik pedang-pedang mereka dari
sarungnya, maka para cantrik yang bersenjata tombak pendek,
telah meloncat meny ongsong pasukan yang datang meny erang
itu. Meski pun korban telah jatuh, namun jumlah para
peny erang itu masih lebih banyak daripada para cantrik yang
mempertahankan padepokan itu. Beberapa kelompok
penjahat, perampok dan penyamun telah bergabung dengan
segala kekuatan y ang ada pada mereka.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat bersama dengan para
cantrik y ang siap di belakang regol y ang pecah itu pun telah
terlibat langsung dalam pertempuran yang sengit. Sementara
itu Mahisa Semu dan Mahisa Amping telah diperintahkan
untuk berada di bangunan induk padepokan bersama
beberapa orang cantrik y ang m erupakan kekuatan cadangan
bila diperlukan. Mahendra masih berada diatas regol. Bersama beberapa
orang prajurit Mahendra telah mempergunakan busur dan
anak panah, meny erang para perampok, peny amun dan
penjahat-penjahat y ang lain itu dari panggungan dengan anak
panah. Ternyata Mahendra masih tetap seorang pembidik y ang
baik. Hampir setiap anak panahnya yang terlepas, dapat
mengenai sasarannya dengan tepat sebagaimana dikehendaki.
Sementara itu, ketika pintu gerbang sudah dipecahkan,
serta kelompok-kelompok yang ada di bagian depan
padepokan telah sebagian besar m emasuki padepokan, maka
pasukan y ang ada disisi kiri dan kanan pun mulai berusaha
untuk meny erang dan m emasuki padepokan dengan tanggatangga
dan tali. Mereka telah dengan sengaja m engikat para
cantrik itu dalam pertempuran, agar mereka tidak sempat
membantu para cantrik yang bertahan di sisi depan
padepokan itu. Namun usaha untuk memasuki padepokan itu memang
sulit. Beberapa buah tangga yang dipasang pada dinding
padepokan itu telah didor ong sehingga roboh. Tali-tali pun
telah diputus dengan pedang.
Tetapi meski pun m ereka tidak dengan mudah m emasuki
padepokan dengan meloncati dinding, namun mereka sudah
berhasil mengikat perhatian para cantrik untuk tidak turun ke
halaman dan ikut serta dalam pertempuran y ang semakin
sengit. Pertempuran di halaman padepokan itu pun telah mengalir
ke segala penjuru. Beberapa kelompok kecil para perampok
dan penyamun itu memang berusaha untuk mencapai
bangunan induk padepokan itu. Mereka mengira bahwa di
bangunan induk itu terdapat kekayaan padepokan itu.
Tetapi beberapa kelompok yang lain, yang telah m encapai
dinding di sisi kiri dan kanan, telah berusaha untuk membuka
pintu-pintu butulan. Gerbang y ang tidak begitu besar di
sebelah menyebelah telah terbuka pula, sehingga orang-orang
yang ada di luar dinding pun dapat dengan cepat memasuki
padepokan itu, meski pun harus jatuh korban y ang agak
banyak. Para cantrik yang masih berada diatas regol butulan
itu, meski pun jumlahnya tidak banyak, namun mereka
mampu membidikkan anak panah mereka ke punggung orangorang
y ang sedang berdesakan memasuki regol padepokan.
Tetapi serangan-serangan itu tidak membendung arus
pasukan yang meluap memasuki halaman.
Yang terjadi kemudian adalah pertempuran di halaman
padepokan itu. Para cantrik y ang jumlahnya lebih kecil itu
berusaha untuk memanfaatkan keadaan sebaik-baiknya. Saatsaat
kelemahan orang-orang yang meny erang padepokan itu
telah dipergunakan sebaik-baiknya.
Tetapi kemudian segera terasa bahwa para peny erang itu
adalah orang-orang y ang kasar, bahkan buas dan l iar. Bukan
sa ja karena mereka berteriak-teriak tidak menentu, namun
mereka juga melakukan tindakan y ang licik tanpa
menghormati harga diri mereka sendiri.
Namun para cantrik sama sekali tidak gentar menghadapi
mereka. Bahkan anak-anak muda dari padepokan-padepokan
yang sedang menyadap ilmu di padepokan itu pun telah
bertempur dengan berani. Karena itu, maka pertempuran di halaman padepokan itu
pun telah berlangsung pula dengan sengitnya. Para cantrik
yang berada di atas panggungan telah berloncatan turun.
Mereka langsung melibatkan diri ke dalam pertempuran.
Dalam perang brubuh yang terjadi kemudian, maka
kemampuan pribadi setiap orang menjadi sangat penting dan
bahkan menentukan. Untunglah bahwa para cantrik telah ditempa dalam olah
kanuragan. Meski pun para cantrik itu juga mampu untuk
bertempur dalam gelar karena serba sedikit mereka, sudah
mendapatkan tuntunan, namun mereka selalu ditilik pula
kemampuan mereka secara pribadi.
Bahkan anak-anak muda dari padukuhan tetangga y ang
menimba ilmu apa pun di padepokan itu, telah menerima pula
bimbingan olah kanuragan. Mereka telah berlatih untuk
menguasai beberapa unsur gerak y ang terpenting serta ilmu
olah senjata. Karena itu, maka ketika mereka harus berhadapan dengan
para perampok, peny amun dan penjahat-penjahat y ang lain,
para cantrik itu tidak segera terdesak. Para perampok,
penyamun dan penjahat-penjahat itu hanya sekedar
mengandalkan kekuatan dan keberanian saja tanpa
membekali diri dengan ilmu y ang cukup baik. Meski pun ada
juga diantara m ereka y ang m emiliki beberapa kelebihan dari
orang kebanyakan. Dalam pertempuran yang semakin seru itu, beberapa orang
cantrik masih tetap berada diatas panggungan dengan busur
dan anak panah. Mereka adalah justru para cantrik yang
memiliki kemampuan bidik yang tinggi. Dalam pertempuran
yang sengit itu, m ereka masih juga sempat membidik lawan
yang sedikit renggang dari para cantrik yang bertempur
melawan mereka. Ternyata bahwa satu dua bidikan mereka cukup berhasil.
Mereka masih juga mampu melukai para perampok,
penyamun dan penjahat y ang sama sekali tidak sempat
memperhatikan mereka karena pertempuran yang
dihadapinya. Tetapi para penjahat y ang ada di halaman itu segera
menyadari. Mereka pun telah berusaha untuk mengenyahkan
para cantrik itu. Beberapa diantara mereka masih juga
mempunyai busur dan anak panah. Namun kesempatan
mereka menjadi sangat terbatas karena pertempuran yang
riuh. Namun dalam pada itu, maka pertempuran pun seakanakan
telah mengalir keseluruh halaman padepokan. Orangorang
y ang meny erang padepokan itu telah mencari
kesempatan untuk menembus pertahanan para cantrik dan
menyerbu ke bangunan induk.
Tetapi tidak m udah bagi mereka untuk dapat m eny erang
halaman padepokan dan mencapai bangunan induk. Para
cantrik y ang bertahan tidak melepaskan mereka dan tidak
membiarkan mereka melepaskan diri dari arena pertempuran.
Namun dengan demikian, m aka pertempuran pun benarbenar
menjadi semakin garang. Orang-orang yang meny erang
padepokan itu justru semakin bernafsu untuk menggapai
bangunan induk padepokan itu. Tetapi sejalan dengan itu,
maka para cantrik pun menjadi semakin marah dan berusaha
bertahan sekuat-kuatnya. Beberapa orang perampok y ang m emiliki kelebihan telah
berusaha menembus pertahanan para cantrik dan memberi
jalan kepada kawan-kawan mereka. Namun para cantrik
terpilih serta mereka y ang dianggap memiliki ilmu tertinggi,
telah menempatkan diri untuk melawan orang-orang yang
memiliki ilmu yang lebih tinggi dari kawan-kawannya itu.
Tetapi jumlah y ang lebih banyak dari para perampok,
penyamun dan penjahat itu memang berpengaruh. Hentakanhentakan
yang keras memang mampu m endesak para cantrik
semakin jauh dari pintu gerbang y ang telah pecah itu,
mendekati bangunan induk padepokan. Meski pun sementara
itu, masih ada para cantrik y ang mempergunakan anak panah
dan busur, berusaha mengurangi jumlah orang-orang yang
datang meny erang. Mahendra sendiri masih berada diatas reg ol padepokan.
Dengan busur dan anak panah y ang khusus, Mahendra telah
menyerang orang-orang y ang berusaha mendesak para cantrik
ke arah bangunan induk. Setiap kali anak panahnya terlepas dari busurnya, maka
seorang diantara mereka y ang menyerang padepokan itu telah
jatuh. Tetapi Mahendra tidak dapat t erlalu sering melepaskan
anak panahnya. Setiap kali pertempuran menjadi kacau
sehingga Mahendra tidak berani m elepaskan anak panahnya
agar tidak ju stru mengenai para cantrik sendiri.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
terlibat dalam pertempuran pula. Ketika mereka melihat
bahwa para cantrik ternyata telah terdesak, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat pun telah membagi diri. Mereka
berusaha untuk membendung arus para penjahat yang
bergerak dari sisi k iri dan sisi kanan, sementara para cantrik
terpilih akan berada di tengah-tengah, membendung arus para
penjahat yang memasuki regol induk.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mempunyai perhitungan,
jika kekuatan y ang seakan-akan meny erang lambung itu
dilumpuhkan, maka pasukan induk para cantrik itu tidak akan
mengalami kesulitan membendung arus para peny erang.
Sebenarnyalah, kehadiran Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
di sisi sebelah kiri dan sisi sebelah kanan itu sangat
berpengaruh. Dalam waktu singkat, keduanya telah berhasil
mengacaukan pa sukan para peny erang.
Para penjahat y ang berhasil dihimpun dan meny erang
padepokan itu memang menjadi heran melihat anak muda
yang memiliki ilmu y ang sangat tinggi. Di sisi sebelah kiri
Mahisa Murti telah menimbulkan banyak kesulitan kepada
para penjahat. Jumlah mereka yang lebih banyak dari para
cantrik y ang bertahan ternyata tidak mampu menahan
desakan para cantrik y ang terasa semakin lama menjadi
semakin berat. Mahisa Murti sendiri telah menghisap
beberapa orang lawan bersama-sama. Bahkan meski pun lima
orang m engepungnya, namun kelima orang itu tidak berdaya
untuk membendung desakan Mahisa Murti.
Sementara itu, para cantrik pun telah mengerahkan
segenap kemampuan mereka untuk mengimbangi serangan
orang orang y ang telah meny erang dan memasuki padepokan
itu. Ternyata keberhasilan mereka memasuki halaman
padepokan y ang disambut dengan sorak yang bagaikan
meruntuhkan langit itu tidak m emberikan kemungkinan yang
lebih baik. Pasukan y ang ada disay ap kiri itu benar-benar sulit
untuk bergerak maju. Betapa pun orang-orang yang datang
menyerbu itu berusaha, namun mereka telah tertahan oleh
senjata para cantrik y ang berputaran mengerikan.
Para cantrik y ang merasa jumlahnya lebih sedikit itu,
benar-benar telah berusaha sejauh dapat mereka lakukan
untuk mengatasi kekuatan lawan. Mereka tidak lagi
mengekang diri sehingga ujung senjata mereka telah
menyentuh dan mengoy akkan tubuh lawan.
Namun bukan berarti bahwa tidak seorang pun diantara
para cantrik y ang menjadi korban. Beberapa orang telah
terluka. Dan bahkan ada y ang benar -benar telah gugur dalam
pertempuran itu. Disisi sebelah kanan Mahisa Pukat pun telah menggetarkan
jantung orang-orang y ang telah meny erang padepokan itu.
Mereka memang merasa heran, bahwa anak muda itu mampu
melakukan sesuatu diluar penalaran mereka.
Apalagi ketika seorang cantrik yang dikenal dengan baik
oleh Mahisa Pukat telah terdorong beberapa langkah surut.
Mahisa Pukat melihat sendiri, betapa ujung tombak pendek
seorang lawannya terhunjam di dada cantrik itu. Beberapa
langkah lawannya mendorong ujung tombaknya sehingga
tembus sampai ke punggung. Baru kemudian, sambil berteriak
nyaring orang itu telah m enghentakkan tombaknya dari dada
cantrik yang malang itu. Cantrik y ang terdorong beberapa langkah surut itu sama
sekali, tidak sempat mengeluh. Karena itu, maka demikian
ujung tombak itu lepa s dari dadanya, maka cantrik itu pun
telah terjatuh di tanah. Agaknya lawannya y ang telah membunuh cantrik itu masih
belum puas. Dengan biadab ia t elah mengangkat tombaknya.
Cantrik yang telah terbaring di halaman padepokan itu masih


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan dikenainya lagi, sehingga dadanya tentu akan terkoyakkoy
ak. Mahisa Pukat tidak m embiarkan ujung tombak itu sekali
lagi menembus dada cantrik y ang sudah terbaring diam.
Dengan loncatan panjang, maka ujung pedang Mahisa Pukat
telah memukul tombak pendek itu. Demikian kerasnya
sehingga tombak itu telah terlepas dan terpelanting dari
tangannya. MahisaPukat telah mengayunkan pedangnya. Tetapi ia pun
telah menahannya. Lawannya y ang sudah tidak bersenjata itu
seakan-akan tidak tahu apa yang telah terjadi dan yang
kemudian akan terjadi dengan dirinya.
Karena itu, maka Mahisa Pukat pun telah berteriak: "Ambil
tombakmu. Lawan aku."
Orang y ang kehilangan tombaknya itu merasa heran.
Namun dengan demikian ia merasa berpengharapan lagi.
Dengan tangkas ia telah meloncat untuk mengambil
tombaknya. Dengan wajah y ang merah membara ia telah meloncat
kembali mendekati anak muda yang sangat sombong itu.
"Kau akan meny esal, bahwa kau telah membiarkan aku
mengambil tombakku kembali. Dengan demikian maka kaulah
yang akan terbunuh di peperangan ini," geram orang itu.
Tetapi Mahisa Pukat sama sekali tidak menjawab. Dengan
wajah y ang tegang dan pandangan mata menyala Mahisa
Pukat telah mulai menggerakkan pedangnya.
Lawannya mulai ragu -ragu ketika ia sempat m elihat daun
pedang Mahisa Pukat. Daun pedang itu seakan-akan telah
bercahaya kehijau-hijauan.
Namun kemudian orang itu pun berteriak untuk
membangkitkan keberaniannya sendiri: "Berlututlah anak
yang sombong. Aku akan menusuk jantungmu lewat
tengkukmu." Mahisa Pukat masih tidak menjawab. Tetapi ujung
pedangnya telah bergetar. Bahkan beberapa kali mematuk ke
arah tubuh orang y ang telah membunuh seorang cantrik di
hadapan hidungnya. Beberapa saat kemudian orang itu telah m eloncat sambil
menyerang. Tangan kanannya m emegang hampir di pangkal
tangkai tombaknya, sedangkan tangan kiri memegang hampir
di tengah-tengah panjang tangkai tombak pendekny a itu.
Demikian ia meloncat, maka ujung tombaknya itu telah
terjulur dengan cepat mengarah ke jantung.
Namun Mahisa Pukat telah bersiap sepenuhnya. Ia tidak
berbuat banyak. Dengan tangkasnya ia memiringkan tubuhnya
sambil bergeser selangkah ke samping.
0oo0dw0oo0 (Bersambung ke jilid 92).
Conv er by Editing: MCH Pdf ebook : Dan HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN Jilid 92 Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Converter : Editor : MCH dan Pdf ebook : --ooo0dw0ooo- Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,
penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada y ang
berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih
Jilid 092 TETAPI kemarahannya kepada orang itu telah benar-benar
membakar jantung. Kematian seorang cantriknya dan
keganasan orang itu telah menentukan nasibnya sendiri.
Demikian ujung tombak itu lewat tanpa meny entuh
tubuhnya, maka Mahisa Pukat pun telah merendahkan
dirinya. Ujung pedangnya telah menggapai lambung orang
yang bergeser mengikuti arah ujung tombaknya.
Orang itu terkejut. Ia tidak mengira bahwa Mahisa Pukat
yang masih muda itu mampu bergerak demikian cepatnya.
Karena itu, maka ia tidak dapat berbuat banyak k etika ujung
pedang Mahisa Pukat meny entuhnya.
Orang itu m asih berusaha untuk meloncat surut. Namun
Iambungnya telah tergores oleh ujung pedang anak muda yang
garang itu. Meskipun lukanya tidak t erlalu dalam, tetapi
goresan pedang itu telah menguak kulitnya dan darahpun
mulai mengalir. Orang itupun menjadi semakin marah. Dengan garangnya
ia memutar tombaknya. Namun Mahisa Pukat tidak lagi
menunggu orang itu m eny erang. Dengan cepat Mahisa Pukat
meloncat sambil mengayunkan pedangnya mendatar.
Orang itu bergeser sambil menyilangkan tangkai
tombaknya untuk m enangkis serangan anak muda itu. Tetapi
Mahisa Pukat pun telah menggeliat. Pedangnya berputar
sekali di atas kepalanya. Dengan cepat sekali arah pedang
itupun berubah. Pedang itu tidak lagi bergerak dalam ayunan
mendatar, tetapi sebuah serangan y ang kuat telah terjulur
mematuk kearah dada lawannya.
Lawannya memang tidak sempat berbuat sesuatu. Ujung
pedang itu benar-benar telah menggapai dadanya
menghunjam sampai ke jantung.
Dalam waktu y ang pendek, setelah ia menikam seorang
cantrik dengan ujung tombaknya, maka ia sendiri telah
tertikam oleh ujung pedang.
Tubuhnya jatuh terbanting di tanah tanpa mampu
mengeluh lagi. Sementara itu pertempuran masih berkobar di mana-mana.
Para cantrik telah bertempur dengan sekuat tenaga serta
kemampuan mereka. Senjata mereka berputaran dan
berbenturan dengan serunya. Bunga api berloncatan di udara
menghambur ke segala arah.
Matahari memanjat semakin tinggi, sehingga ketika
matahari sampai ke puncak, maka pertemuran pun m enjadi
semakin keras. Tangan-tangan yang telah basah oleh keringat
menjadi semakin garang mengayun-ayunkan senjata.
Sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
semakin mendesak lawan-lawan mereka. Para cantrik yang
ada di sisi sebelah kiri dan di sisi sebelah kanan, semakin lama
semakin mapan sehingga orang-orang yang meny erang
padepokan itu justru semakin terdesak mundur.
Dengan demikian, maka orang-orang yang berada di sisi
sebelah kiri dan sebelah kanan itu tidak mampu sama sekali
membantu kawan-kawannya y ang datang dari regol induk
padepokan itu. Bahkan mereka yang semula menggapai regol
butulan untuk membuka dari dalam, justu telah terperangkap
dalam pertempuran di lambung itu.
Sementara itu, pasukan y ang berada di tengah-tengah telah
mengalami kesulitan pula untuk bergerak. Para cantrik terpilih
memimpin kawan-kawannya menghadang orang-orang yang
menyerang itu dengan beraninya. Beberapa orang cantrik
pilihan sempat membuat lawan-lawannya kebingungan.
Beberapa orang perampok dan peny amun yang ditakuti di
padang perburuan mereka, tidak terlalu banyak dapat berbuat
menghadapi cantrik-cantrik tertua. Kelebihan ilmu mereka,
masih dapat diimbangi oleh para cantrik itu.
Sementara itu, Mahendra di atas regol padepokan masih
sempat bermain-main dengan busurnya. Ia ternyata telah
mengambil tempat y ang dianggapnya paling baik untuk
membidik. Setiap kali seorang diantara mereka yang
menyerang padepokan itu telah jatuh oleh anak panah yang
menembus dari punggungnya sampai ke jantung.
Ternyata beberapa orang diantara para perampok dan
penyamun itu berpendapat, bahwa Mahendra dan para cantrik
yang berada di panggungan itu harus dihalau turun. Karena
itu, maka beberapa orang diantara mereka y ang merasa
memiliki ilmu melampaui kawan-kawannya telah bergeser
dari arena pertempuran mendekati tangga panggungan di atas
regol induk. Serangan-serangan anak panah dari atas panggungan itu
dengan tangkasnya telah ditangkis. Pedang, golok dan senjatasenjata
lainnya di tangan para perampok itu berputaran
melindungi tubuh mereka. Tetapi satu dari antara orang-orang yang mempergunakan
busur itu ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa.
Ju stru orang y ang tertua diantara mereka.
Orang y ang dimaksud adalah Mahendra.
Anak panah y ang meluncur dari busur Mahendra sama
sekali tidak dapat ditangkis. Anak panah itu seakah-akan
mampu menembus put"ran senjata lawan betapa pun
cepatnya. Bahkan jika terjadi benturan, maka senjata
lawannya seakan-akan telah terpcntal dan bahkan ada
diantara senjata mereka y ang justru terjatuh.
Namun, karena jumlah orang-orang itu cukup banyak,
maka mereka sempat berlari lari naik ke atas tangga
panggungan meskipun satu dua roboh di tanah.
Akhirnya Mahendra menyadari, bahwa ia tidak dapat
membunuh semua orang y ang m emanjat tangga panggungan
di atas reg ol itu dengan anak panahnya. Mereka akan
mendesak maju dan mereka akan segera menyerangnya.
Di saat -saat terakhir, seorang diantara orang-orang y ang
naik keatas tangga itu memang terpelanting jatuh. Tetapi
orang-orang yang ada di belakangnya telah mendesak maju
demikian dekatnya, sehingga senjatanya hampir menggapai
tubuh Mahendra. Mahendra sempat menangkis ujung senjata itu dengan
busurnya. Namun untuk m elawan beberapa ujung senjata ia
lebih baik mempergunakan pedangnya.
Tetapi Mahendra y ang sudah semakin tua itu tidak sendiri.
Ada beberapa orang cantrik y ang meny ertainya. Karena itu,
maka Mahendra pun tidak sendiri melawan orang -orang yang
menyerang padepokan itu. Sejenak kemudian, telah terjadi pertempuran diantara para
cantrik y ang ada di panggungan itu bersama dengan
Mahendra, melawan beberapa orang y ang berusaha
menghentikan serangan-serangan mereka dengan busur dan
anak panah. Beberapa saat lamanya, orang -orang y ang menyerang itu
mampu bertahan. Namun ternyata bahwa seorang demi
seorang diantara mereka telah t erluka dan bahkan terlempar
jatuh. Mahendra y ang tua itu sebagaimana dikatakannya, ia masih
mampu melindungi dirinya sendiri.
Dengan demikian, maka orang-orang yang meny erang
Mahendra dan para cantrik di panggungan itupun telah
terdesak turun. Mahendra sendiri dan para cantrik-memang
tidak ingin lebih lama lagi berada di panggungan. Mereka pun
telah m emburu orang-orang yang kemudian harus turun dari
panggungan itu. Mereka sadar, jika mereka masih saja
menyerang, maka mereka akan habis sampai orang yang
terakhir. Tetapi demikian mereka sampai di halaman, Mahendra dan
para cantrik telah berloncatan pula, sehingga pertempuran
pun telah terjadi lagi dengan sengitnya. Tetapi di halaman,
orang-orang yang menyerang padepokan itu sempat mendapat
bantuan dari beberapa orang kawannya.
Dengan demikian, maka para peny erang.itu tidak lagi
sempat maju. Beberapa orang diantara mereka mulai mencari
jalan untuk m encapai bangunan induk. Mereka agaknya tidak
ingin didahului oleh kawan-kawannya y ang lain yang ternyata
berasal dari kelompok yang berbeda. Meskipun mereka
bersama-sama meny erang padepokan itu dan berusaha
menghancurkannya, namun diantara mereka telah timbul pula
semacam pacuan untuk lebih dahulu menguasai bangunan
yang menjadi tempat peny impanan harta benda milik
padepokan itu. Yang mereka duga menjadi tempat peny impanan itu adalah
bangunan induk padepokan itu. Bangunan y ang terbesar dan
menghadap langsung ke halaman depan y ang luas serta pintu
gerbang induk y ang telah berhasil mereka pecahkan.
Namun agaknya tidak terlalu mudah untuk menembus
pertahanan para cantrik. Tetapi orang-orang itu masih juga m empunyai akal y ang
licik. Mereka tidak menghiraukan lagi kawan-kawannya
sendiri yang bertempur mempertaruhkan nyawa mereka.
Beberapa orang diantara mereka benar-benar telah menjadi
korban. Dengan saling memberikan isyarat, maka beberapa orang
diantara mereka telah berlari - keluar dari arena. Menyusup
diantara orang-orang yang sedang sibuk bertempur dan
dengan melingkari medan y ang garang, mereka berlari -lari
menuju ke bangunan induk padepokan itu.
Beberapa orang justru diantara kawan-kawan mereka
sendiri berteriak-teriak mengumpat. Tetapi mereka tidak
menghiraukannya, sementara kawan-kawannya yang lain
tidak lagi mampu m elepaskan diri dari tekanan para cantrik
yang menyadari, bahwa beberapa orang telah berhasil lolos.
Tetapi para cantrik itu tidak mengejar mereka. Seakan-akan
orang-orang itu mereka biarkan saja menyerang dan
menguasai bangunan induk padepokan, sementara kawankawan
mereka yang mereka akan kehilangan kesempatan
untuk ikut menguasai harta benda padepokan itu mengumpatumpat
kasar. Beberapa orang y ang bertempur di paling depan sempat
melihat dengan jelas, kawan-kawannya yang ternyata telah
berbuat licik. Sementara itu, orang-orang yang menyerang dari sisi kiri


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kanan pun benar-benar telah tertahan. Mereka tidak
dapat menembus pertahanan para cantrik dan bahkan
merekalah y ang telah terdesak mundur.
Dalam pada itu, beberapa orang yang kemudian hampir
mencapai pendapa bangunan induk itu telah terkejut. Dan
dalam bangunan itu berloncatan beberapa orang cantrik untuk
meny ongsong mereka. Dari dalam bangunan induk, mereka
telah melihat, beberapa orang berlari-lari langsung menuju ke
bangunan induk itu sehingga mereka tidak dapat tinggal diam.
Beberapa orang cantrik yang bertugas di bangunan induk
sekaligus merupakan tenaga cadangan itupun telah
meny ongsong para penjahat yang telah dengan licik
meninggalkan kawan-kawan m ereka. Namun ternyata bahwa
merekapun telah disongsong oleh ujung-ujung senjata.
Dengan demikian, maka mereka tidak akan dapat
menghindarkan diri lagi dari benturan kekerasan.
Para cantrik yang berada di bangunan induk itupun segera
menyerang orang-orang yang telah mendekati bangunan
induk. Dengan tenaga yang masih ada segara mereka
berloncatan dengan senjata yang terayun-ay un. Tetapi para
cantrik itu tidak kehilangan kewaspadaan. Tidak semua orang
telah turun meny ongsong orang-orang y ang datang
menyerang. Tetapi beberapa orang diantara mereka masih
tetap berada di ruang depan bangunan induk itu.
Namun jumlah para cantrik yang turun itu ternyata sudah
cukup untuk menahan gerak maju beberapa orang yang
menyelinap dengan licik untuk menggapai bangunan induk
itu. Mahisa Amping yang juga ada di bangunan induk itu
hampir saja berlari keluar ikut meny ongsong lawan-lawan
mereka. Tetapi Mahisa Semu sempat menangkap tangannya
sambil bertanya: "Kau akan ke mana?"
"Bukankah bangunan induk ini mendapat serangan?"
bertanya Mahisa Amping. "Kau mendengar pesan yang diberikan kepada cantrik y ang
diserahi dan bertanggung jawab atas bangunan induk ini?"
Mahisa Semu bertanya pula.
"Ya," jawab Mahisa Am ping.
"Apa katanya?" bertanya Mahisa Semu selanjutnya.
"Hanya beberapa orang cantrik yang ditunjuk," jawab
Mahisa Amping. "Nah, kita tidak ditunjuk oleh pimpinan para cantrik itu.
Karena itu, kita harus tetap disini bersama beberapa orang
cantrik Iainnya y ang tidak ditunjuk," berkata Mahisa Semu.
"Tetapi diluar ada perang. Apakah kita sampai hati untuk
duduk berdiam diri disini?" bertanya anak itu.
"Amping," berkata Mahisa Semu, "kita harus membiasakan
diri sejak semula untuk patuh kepada perintah. Oleh kakang
Mahisa Murti dan kakang Mahisa Pukat kita diserahkan
kepada pimpinan para cantrik itu disini. Kita harus patuh.
Perintah pimpinan para cantrik itu sama dengan perintah
kakang Mahisa Murti dan kakang Mahisa Pukat."
Mahisa Amping m engangguk-angguk kecil. Tetapi hatinya
masih saja tetap bergejolak. Apalagi ketika ia mendengar
teriakan-teriakan yang bagaikan mengguncang langit. Ra sarasanya
ia ingin meloncat menghambur turun.
Tetapi Mahisa Semu mengamatinya dengan ketat.
Sementara itu, beberapa orang cantrik masih saja berjaga-jaga
di dalam ruangan itu. "Mereka dapat m emasuki ruangan ini lewat banyak jalan,"
berkata Mahisa Semu, "karena itu, maka kita harus berjagajaga
disini." Mahisa Amping m engangguk-angguk. Ia memang melihat
diantara para cantrik yang masih ada di bangunan induk itu
mengawasi butulan pintu samping. Mereka membiarkan pintu
itu sebagian terbuka untuk dapat melihat langsung, jika ada
orang y ang mendekati bangunan induk itu dari belakang.
Sementara itu satu dua orang cantrik dari pintu butulan
dibelakang dapur dapat melihat halaman di belakang
bangunan induk itu. Selain mereka y ang ada di bangunan induk, maka para
cantrik masih juga ada, meskipun hanya beberapa orang saja,
berada di panggungan yang menghadap ke arah belakang.
Namun pengawasan mereka tidak hanya keluar dinding
padepokan, tetapi ada diantara mereka y ang mengamati
halaman dan kebun dibagian belakang padepokan itu.
Namun nampaknya orang-orang yang meny erang
padepokan itu tidak mempunyai orang yang cukup untuk
memasuki padepokan itu dari empat arah. Sementara mereka
hanya memilih tiga arah itupun jumlah mereka masih belum
menggetarkan Jantung para cantrik meskipun terhitung jauh
lebih banyak dari para cantrik yang ada di padepokan itu.
Tetapi setelah kekuatan m ereka berbenturan, orang-orang
yang meny erang padepokan itu benar-benar tidak dapat
bergerak maju lebih jauh lebih. Mereka harus bertempur
dengan mengerahkan kekuatan dan kemampuan mereka di
halaman. Yang menyerang dari samping pun telah tertahan
pula. Demikian pula yang menyerang dari arah depan.
Mahendra y ang telah berada di halaman telah melibatkan diri
dalam pertempuran pula. Tetapi Mahendra justru berada di
belakang orang-orang y ang meny erang padepokan itu, yang
gerak majunya tertahan oleh para cantrik. Bersama beberapa
orang cantrik, Mahendra telah membuat satu medan
pertempuran tersendiri. Meskipun yang dilakukan oleh Mahendra itu bukan hasil
perenungannya setelah mengamati medan dengan saksama,
bahkan seakan-akan hanya sekedar membuat lawannya sedikit
kebingungan, namun akibatnya memang sangat parah bagi
lawannya. Orang-orang y ang meny erang padepokan itu benarbenar
menjadi bingung. Seakan-akan mereka telah ditikam
dari depan dan dari belakang. Rasa-rasanya bagaikan dua
ujung tombak telah melekat di dada dan di punggung.
Sementara itu pasukan yang datang dari sisi kiri.dan kanan
masing-masing sudah tidak berday a sama sekali. Mereka telah
mulai terdesak m undur menuju ke pintu butulan yang telah
berhasil mereka buka sehingga pasukan mereka sempat masuk
dengan cepat dari tiga arah.
Tetapi setelah bertempur di halaman padepokan itu, m aka
segala sesuatunya seakan-akan telah berubah.
Orang-orang y ang datang menyerbu itu ternyata sama
sekali tidak berhasil membawa Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat ke Pakuwon Sangling. Sementara itu, orang -orang yang
sangat tamak itupun tidak berhasil mendapatkan kekayaan
padepokan itu, yang mereka sangka disimpan di bangunan
induk, karena tidak seorangpun diantara para perampok dan
penjahat itu yang sempat memasuki bangunan induk
padepokan Bajra Seta itu.
Beberapa orang pemimpin dari kelompok-kelompok
perampok, peny amun dan penjahat-penjahat y ang merasa
sangat ditakuti orang di tempat-tempat lain, memang menjadi
sangat marah. Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Ternyata bukan hanya di Sangling mereka kehilangan
kesempatan untuk membalas dendam. Tetapi di padepokan
yang mereka anggap terpencil dan lemah itu, m ereka tidak
mampu melepaskan dendam mereka. Apalagi membuat
Akuwu Sangling m enjadi sakit hati karena kehilangan kedua
orang adiknya, sehingga meny esali perbuatannya atau bahkan
menjadi sakit dan meninggal.
Namun para pemimpin itu harus melihat kenyataan. Para
cantrik itu ternyata bukan hanya m ampu menggusur sawah
dan ladang mereka atau menanami pategalan y ang kering
sehingga dapat menghasilkan. Tetapi mereka mampu juga
bermain-main dengan senjata tanpa canggung sama sekali.
Yang masih saja gelisah adalah Mahisa Amping. Meskipun
masih kanak-kanak, tetapi ia merasa telah berlatih dengan
sungguh-sungguh di setiap hari, sehingga ia merasa bahwa ia
memiliki kemampuan yang cukup untuk turun ke medan.
Namun Mahisa Semu tetap pada pendiriannya. Mahisa
Amping tidak boleh turun ke medan.
Sebenarnyalah, bahwa Mahisa Amping memang tidak perlu
turun ke medan. Dalam waktu y ang pendek, orang-orang licik
yang ingin meny ergap bangunan induk padepokan Bajra Seta
itu telah terdesak. Tetapi kelicikan m ereka ternyata tidak tanggung-tanggung.
Mereka setelah merasa gagal sama sekali uratuk m emasuki
bangunan induk padepokan Bajra Seta, maka sekali lagi.
mereka tidak menghiraukan lagi kawan-kawan mereka.
Dengan serta merta, maka beberapa orang y ang masih hidup
diantara mereka, serta tidak terluka ditubuhnya, telah
meloncat berlari meninggalkan para cantrik. Tetapi mereka
tidak berlari kembali ke induk pasukannya, tetapi mereka
melarikan diri langsung ke pintu gerbang butulan.
Para cantrik memang mengejar mereka. Tetapi mereka
sempat untuk lobos lewat pintu gerbang butulan.
Para cantrik, yang mengejar m ereka, harus berpikir ulang
untuk mengejar terus. Orang-orang itu segera meloncat ke
pematang sawah, dan berlari memencar di atas pematang yang
membagi bulak y ang luas itu menjadi kotak-kotak kecil.
Dalam pada itu, melihat beberapa orang kawannya berlarilari,
maka jantung m ereka pun menjadi berdebaran. Semula
mereka menjadi gelisah, bahwa mereka tidak akan m endapat
bagian jika bangunan induk di padepokan itu berhasil dicapai
oleh beberapa orang diantara m ereka. Orang-orang itu t entu
akan dengan cepat merampok harta benda y ang ada di
bangunan induk itu. Namun ternyata mereka tidak dapat meny entuh lantai
bangunan induk itu. Beberapa korban jatuh dan orang-orang
tamak itupun yang tersisa telah berlari tunggang-langgang.
Untuk beberapa saat pertempuran masih berlangsung.
Namur kemudian ketidak-imbangan pun menjadi semakin
jelas. Para cantrik telah mendesak dengan seluruh
kemampuan yang ada sehingga orang-orang yang datang
menyerang itu semakin lama menjadi semakin menjauhi
bangunan-bangunan yang ada di barak itu.
Bangunan-bangunan y ang tentu tidak akan tertepas dari
pengawasan para cantrik. "Seandainya kami sempat mendekati tempat peny impanan
harta benda, maka tempat itupun tentu dijaga kuat-kuat,
sehingga kami tidak akan dapat menembusnya," berkata
beberapa orang yang semula juga berpendapat untuk sampai
ke bangunan induk. Tetapi mereka benar-benar tidak
mempunyai kemampuan untuk melakukannya.
Beberapa orang pemimpin kelompok memang telah
menyesal bahwa mereka telah melibatkan diri ke dalam
pasukan itu, sehingga dengan demikian mereka telah banyak
sekali kehilangan. Kehilangan waktu, kehilangan harga diri
dan kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri.
Tetapi hal itu sudah terlanjur terjadi. Mereka tidak akan
dapat m engulang lagi. Yang harus mereka pikirkan, apa yang
harus mereka lakukan dalam keadaan terjepit itu.
Beberapa orang y ang telah melarikan diri itu agaknya dapat
menjadi pancingan sikap kawan-kawannya. Karena itu ketika
orang-orang yang menyerang padepokan itu benar-benar telah
kehilangan kesempatan, maka beberapa orang pemimpin telah
memilih kesempatan sebagaimana telah dilakukan oleh
beberapa orang diantara mereka.
Dengan demikian, maka beberapa orang telah berlari -lari
menuju ke reg ol. Ya regol samping bahkan kemudian regol
induk, tentu menjadi berjejal kembali. Mereka bukan orangorang
yang meny erang padepokan itu dan berusaha memecah
pintu. Namun mereka tidak berhasil melakukannya.
Para cantrik tidak membiarkan orang-orang itu lari begitu
sa ja. Karena itu, m aka beberapa orang diantara mereka telah
meninggalkan pertempuran dan berlari -lari menuju ke pintu
gerbang untuk mencegah para perampok itu begitu saja
meninggalkan padepokan. Tetapi ternyata bahwa tidak mudah untuk mencegah u saha
untuk melarikan diri, sebagaimana tidak mudah bagi para
perampok untuk meninggalkan halaman.
Tetapi karena para perampok itu tidak mendengarkan
peringatan dari para cantrik, m aka para cantrik y ang tidak
dapat mencegah para penjahat itu melarikan diri, telah
berlari-lari ke panggungan.
"Jangan lari," teriak para cantrik sambil mengacukan busur
dan anak panah. Tetapi orang-orang y ang melarikan diri itu tidak
mempedulikan lagi. Dalam kebimbangan dan tidak tahu apa y ang sebaiknya
dilakukan maka para cantrik y ang berada di atas panggungan
itupun telah menyerang lagi lawan-lawan mereka dari atas
panggungan. Arus para penjahat y ang m elarikan diri itu m emang sulit
untuk dibendung. Satu dua orang diantara mereka telah jatuh
dengan luka di punggung. Namun anak panah y ang menancap
di punggung itu akan dapat menembus sampai ke jantung
pula. Demikianlah, maka akhirnya pertempuran itupun mereda.
Beberapa orang penjahat telah tertangkap hidup-hidup.
Sementara yang lain telah terbunuh di peperangan atau
terluka parah sehingga tidak mempunyai kesempatan lagi
untuk melarikan diri. Para cantrik m emang tidak mengejar lawan-lawan mereka
yang melarikan diri tercerai-cerai. Meskipun ada usaha untuk
menangkap mereka sebanyak-banyaknya, namun sudah tentu
dalam keterbatasannya. Demikianlah, m aka para cantrik itu justru menjadi sibuk
untuk mengumpulkan kawan-kawan mereka yang terbunuh
dan yang terluka. Ternyata jumlah korban diantara para cantik
terasa cukup banyak pula. Bahkan juga anak-anak muda yang
dikirim oleh padukuhan masing-masing untuk menambah
ilmu di padepokan itu tanpa menyatakan menjadi cantrik.
Namun kedudukan merasa tidak berbeda dari para cantrik.
Mahendra, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah berada di
bangunan induk pula. Dengan tegas Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat telah menjatuhkan perintah-perintah untuk
mengumpulkan kawan-kawan mereka, terutama yang terluka
di pendapa bangunan induk. Sementara itu, orang-orang yang
telah menyerbu padepokan itu y ang terluka dikumpulkan di
serambi gandok sebelah kiri.
Untuk mempercepat pekerjaan itu, maka orang -orang y ang


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerah dan tertangkap telah dipekerjakan pula di bawah
pengawasan yang ketat. "Kami terpaksa mengikat kaki-kaki kalian," berkata para
cantrik y ang mengikat kaki para tawanan dengan tambangtambang
sabut kalapa. Meskipun ikatan itu tidak terlalu
pendek, namun dengan demikian, mereka tidak leluasa lagi
bergerak dan berlari. Bahkan para cantrik pun telah mempekerjakan mereka pula
untuk membawa dan mengubur kawan-kawan mereka sendiri.
Beriringan tubuh-tubuh y ang telah m embeku itu dibawa ke
sebuah kuburan agak jauh dari padepokan. Kuburan yang
berada di lereng bukit kecil dan terpisah.
Para cantrik y ang m emiliki pengetahuan pengobatan pun
telah sibuk pula mengobati kawan-kawan mereka yang
terluka. Juga mengobati lawan-lawan mereka y ang terluka.
Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih belum tahu,
apa yang akan dilakukan oleh padepokan itu terhadap para
tawanan. Apakah mereka akan tetap ditawan, dihukum berat
atau dilepaskan saja dengan sebelumnya diberikan
pengarahan yang mapan kepada mereka.
Ketika hal itu mereka tanyakan kepada Mahendra, maka
Mahendrapun berkata: "Kita pikirkan nanti. Beberapa saat
yang lalu ketika terjadi per selisihan antara padepokan, maka
aku tidak berbuat banyak ketika mereka melarikan diri. Tetapi
karena kali ini y ang menyerang adalah orang-orang yang
menilik ujudnya, adalah orang-orang yang kasar, bahkan satu
dua diantara mereka telah memberikan pengakuan bahwa
mereka adalah perampok-perampok, perlu ada pertimbangan
lain. Jika mereka dibiarkan saja, apakah itu bukan berarti
bahwa mereka mendapat kesempatan lagi untuk melakukan
kejahatan bahkan membalas dendam kepada orang-orang
yang tidak bersalah sama sekali?"
"Bagaimana jika kita memberikan laporan kepada Akuwu
Sangling. Menurut pendapatku, sesuai dengan yang mereka
katakan saat mereka mulai menyerang, maka apa y ang mereka
lakukan itu ada hubungannya dengan dendam mereka kepada
kakang Mahisa Bungalan," berkata Mahisa Murti.
"Ya," sahut Mahisa Pukat, "kita tidak perlu membawa
mereka ke Sangling. Kita dapat mengirimkan utusan ke
Sangling dan mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi
disini." Mahendra mengangguk-angguk. Katanya: "Baiklah. Aku
sependapat. Kita dapat mengirimkan empat cantrik berkuda
untuk pergi ke Sangling besok pagi."
Tetapi ampat orang cantrik itu tidak akan berangkat pada
hari itu. Langit sudah mulai m enjadi suram karena matahari
sudah bertengger di punggung bukit. Sesaat lagi, maka senja
pun akan segera turun. Para cantrik dari padepokan Bajra Seta itu telah
menyelesaikan tugas mereka dengan menyelenggarakan tubuh
saudara- saudara m ereka, demikian pula mayat orang-orang
yang m eny erbu padepokan itu pun telah selesai dikuburkan.
Namun masih juga ada satu dua orang yang terluka berat,
akhirnya tidak rrimpu untuk bertahan hidup.
Malam itu Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah menunjuk
empat orang cantrik yang akan pergi berkuda menghadap
Akuwu Sangling. Cantrik itu akan memberikan laporan
tentang apa yang telah terjadi di padepokan Bajra Seta.
Mungkin Akuwu Sang-ling akan dapat memberitahukan, apa
yang pernah terjadi di Sangling.
"Satu dua orang memberikan pengakuan, bahwa y ang
terjadi di padepokan Bajra Seta adalah dendam y ang tidak
dapat mereka salurkan atas Pakuwon Sangling. Karena itu,
mereka ingin m enangkap dan m embunuh Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, kemudian membuang mayat mereka di daerah
Sangling. Dengan demikian, Akuwu Sangling akan terkejut.
dan hatinya menjadi sangat pedih. Sementara para penjahat
itu akan memberitahukan, bahwa yang membunuh Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat adalah beberapa kelompok penjahat
yang pernah dihancurkan oleh prajurit Pakuwon Sangling atas
perintah Sang Akuwu," berkata Mahendra kepada keempat
orang utusan itu. "Tetapi mereka telah gagal."
Keempat orang yang akan pergi ke Sangling itu
mengangguk. Mereka mengerti apa y ang harus mereka
katakan selengkapnya. Cantrik itu harus menyampaikan kabar
keselamatan kepada Akuwu Sangling, kemudian mohon
pertimbangan apa yang sebaiknya dilakukan.
Malam itu, keempat orang itupun telah menyiapkan segalagalanya.
Merekapun telah memerlukan beristirahat
sepenuhnya, agar di keesokan harinya mereka dapat berangkat
sebelum fajar. Sementara itu, para tawanan pun telah ditempatkan di satu
tempat y ang mudah untuk diawasi. Pintu-pintu cukup kuat
untuk menahan mereka. Dinding, atap dan segala sisi
padepokan itu diawasi dengan saksama.
Meskipun tawanan itu tidak banyak, namun cukup untuk
disadap keterangannya tentang niat mereka meny erang
padepokan serta hubungan mereka dengan Pakuwon Sangling
yang masih harus dicari kebenarannya.
Mahendra memang berharap Mahisa Bungalan akan
bersedia datang. Tetapi ia tidak berpesan akan hal itu kepada
para cantrik. Terserah kepada Mahisa Bungalan sendiri,
karena Mahendra juga menyadari, betapa sibuknya Akuwu
Sangling dengan tugas-tugasnya.
Pagi-pagi b enar, keempat cantrik y ang m endapat perintah
untuk pergi ke Sangling itupun telah bersiap. Mahendra masih
berpesan sekali lagi, apa y ang harus mereka katakan k epada
Akuwu Sangling. Menj elang matahari terbit, maka keempat orang itupun
telah meluncur di atas punggung kuda mereka menuju ke
Sangling. Satu perjalanan yang cukup panjang.
Sementara itu, d i hari itu, masih juga ada seorang cantrik
yang tidak dapat bertahan lagi. Namun cantrik itu masih
sempat memberikan beberapa pesan y ang dimintanya
disampaikan kepada keluarganya.
"Kematianku tidak perlu ditangisi," berkata cantrik itu,
"aku telah berbuat sebaik-baiknya bagi padepokan ini. Aku
pun mereka bahwa hidupku telah berarti."
Mahisa Murti dan Marisa Pukat hanya dapat menundukkan
kepalanya. Cantrik itu masih sangat muda. Tetapi ia harus
meninggalkan semuanya y ang dika sihinya. Namun ia m erasa
cukup bahagia karena ia menganggap bahwa hidupnya telah
berarti. Kematiannya bukannya kematian yang sia-sia. Ia telah
mengorbankan nyawanya untuk sesuatu yang dijunjungnya di
atas dasar key akinannya.
Dalam pada itu, padepokan Bajra Seta memang benarbenar
berduka cita atas gugurnya beberapa orang cantrik.
Sementara yang lain masih juga berbaring karena lukalukanya.
Di hari berikutnya, maka padepokan Bajra Seta telah
berbenah diri. Pintu -pintu yang rusak telah diperbaiki,
terutama pintu gerbang induk. Para cantrik telah bekerja keras
untuk membuat pintu dan memasangnya sekaligus.
Sementara itu, Maliisa Amping setiap kali telah
menyatakan kekecewaannya bahwa tidak mengalami
pertempuran. Sebenarnya anak itu telah merasa bersiap untuk
turun ke medan. Tetapi Mahisa Semu selalu mencegahnya.
"Kakangmu Mahisa Semu benar," berkata Mahisa Murti,
"kau masih terlalu kecil. Kau tahu, bahwa diantara para
cantrik y ang benar-benar terbunuh. Kau tidak dapat
menganggap pertempuran seperti itu sebagi satu latihan.
Pertempuran itu adalah pertempuran yang keras, ganas dan
kasar. Jika kau kelak menjadi lebih besar, maka kau akan
dapat m ulai mengenal pertempuran yang sebenarnya. Itupun
sedikit demi sedikit."
"Tetapi bukankah aku sudah selalu berlatih"," bertanya
Mahisa Amping. "Betapapun banyaknya kau m enghirup ilmu, tetapi tenaga
dasarmu masih belum mendukung. Juga wadagmu."
Mahisa Amping termangu-mangu sejenak. Namun iapun
menyadari, bahwa ia m asih t erlalu kecil. Mahisa Amping ia
sempat memperbandingkan tubuhnya dengan tubuh orangorang
y ang berdiri di sekitarnya. Ia masih jauh lebih pendek.
Tangannya jauh lebih kecil. Jari-jarinya pun masih t erlalu
pendek. Sementara itu, karena tenaga dasarnya masih t erlalu
lemah, betapa pun ia mampu membangunkan tenaga
cadangan di dalam dirinya, tetapi batas kemampuan tenaga
dasarnya masih belum dapat memberikan tenaga yang besar
yang akan dapat dipergunakan untuk turun benar-benar ke
dalam pertempuran y ang sengit.
Sebenarnyalah, karena para penjahat y ang meny erbu ke
padepokan itu bukan orang-orang y ang berilmu sangat tinggi,
agaknya Mahisa Amping akan mampu melindungi dirinya
sendiri jika ia terjun ke medan. Tetapi bagaimanapun juga,
kemungkinan buruk itu akan lebih banyak dapat terjadi atas
dirinya. Karena itu, maka rasa-rasanya Mahisa Amping itu tidak
sabar lagi untuk menjadi besar. Seandainya mungkin, maka ia
ingin mempercepat pertumbuhan wadagnya, sehingga ia akan
segera mampu ikut serta berbuat sesuatu bagi padepokan itu.
Tetapi tidak seorangpun y ang mampu mempercepat
pertumbuhan dirinya secara wadag.
Namun dalam pada itu, peristiwa itu telah mendor ong
Mahisa Amping untuk lebih giat berlatih, agar pada suatu saat
ia tidak mengecewakan orang-orang yang telah membantu
mengembangkan ilmunya. Dalam pada itu, m aka padepokan Bajra Seta itupun telah
menjadi tenang kembali. Gejolak y ang pernah t erjadi, lambat
laun bagaikan hilang dihembus angin. Orang-orang tua dari
para cantrik y ang terpaksa menjadi korban telah datang
dengan hati yang pedih. Namun mereka sadari, bahwa maut
itu akan datang menjemput anaknya di m anapun anaknya itu
berada. Demikian pula orang tua anak-anak muda yang ikut
meningkatkan ilmu mereka di berbagai bidang dari
padukuhan di sekitarnya yang kehilangan anak-anak m ereka.
Semuanya yang harus terjadi memang harus terjadi.
Latihan-latihan pun telah dimulai kembali. Sementara
sawah dan kebun serta pategalan tetap mendapat perhatian
sepenuhnya. Para cantrik dan anak-anak muda dari
padukuhan di sebelah meny ebelah itu mulai bekerja keras
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup seisi padepokan itu.
Di sudut belakang padepokan itu, tiga tungku perapian
pande besipun telah menyala kembali.
Namun dalam pada itu, seisi padepokan itu telah
menunggu utusan y ang mereka kirimkan ke Sangling. Mereka
ingin mendengar tanggapan dari Mahisa Bungalan tentang
orang-orang yang telah mereka tangkap dan mereka simpan di
padepokan itu. Namun baru pada hari kelima, sebuah iring-iringan
berpacu mendekati padepokan Bajra Seta. Ternyata bahwa
laporan itu telah m enarik perhatian Mahisa Bungalan sebagai
Akuwu di Sangling. Tetapi ia masih harus meny erahkan
pimpinan Pakuwonnya kepada beberapa orang
kepercayaannya. Baru kemudian Akuwu Sangling itu dapat
meninggalkan istananya. Kedatangan Akuwu Sangling, di padepokan Bajra Seta
dengan sekelompok pengawal itu telah disambut dengan
gembira oleh Mahendra, kedua adiknya dan bahkan para
cantrik. Ada diantara para cantrik yang pernah mengenai
Mahisa Bungalan, tetapi ada pula para cantrik y ang belum
pernah melihatnya sama sekali.
Sejenak kemudian, maka Akuwu Sangling itupun telah
diterima oleh para pemimpin padepokan itu di pendapa
bangunan induk. Yang pertama-tama ditanyakan oleh Akuwu
Sangling adalah pengembaraan Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. "Jadi kalian belum lama kembali ke padepokan ini?"
bertanya Mahisa Bungalan.
"Ya kakang," jawab Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hampir
berbareng. "Jadi kalian biarkan ayah kita bekerja keras untuk
memimpin padepokan ini, dan bahkan harus
mempertahankan padepokan ini dari serangan-serangan yang
menaruh dengki"," bertanya Mahisa Bungalan pula.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak m enjawab. Tetapi
kepala mereka tertunduk dalam-dalam.
Namun, dari para cantrik y ang datang ke Sangling Mahisa
Bungalan pun telah mendengar pula, bahwa kedua anak muda
itu ilmunya menjadi semakin tinggi. Mereka datang bersama
dengan tiga orang yang semula tidak dikenal sama sekali.
Seorang diantaranya adalah kanak-kanak.
Tetapi ternyata Mahisa Bungalan tidak bertanya lebih
lanjut tentang perjalanan kedua adiknya. Yang ditanyakan
kemudian adalah keterangan yang lebih jelas tentang orangorang
y ang telah menyerang padepokan itu dan telah
menyebut-ny ebut namanya pula.
Mahendralah y ang memberikan keterangan tentang
mereka. Namun kemudian katanya: "Nanti, sebaiknya kau
dapat berbicara dengan mereka y ang tertangkap. Sebagian
dari mereka terluka parah."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya: "Baiklah
ay ah. Aku tidak tergesa-gesa. Aku mempunyai waktu yang
cukup. Tetapi aku akan mempergunakannya sepekan saja
disini. Rasa -rasanya sudah terlalu lama bagiku."
Mahendra menyadari, bahwa Mahisa Bungalan dapat saja
mengatur berapa hari ia akan pergi. Tetapi Mahendra pun
mengerti, bahwa tanggung jawabnya sebagai Akuwu lah yang
mendorongnya cepat kembali.
Karena itu, maka katanya: "Jika y ang sepekan itu sudah kau
anggap cukup, maka terserah sajalah kepadamu."
Sebagaimana dikatakannya kepada ay ah dan saudarasaudaranya
maka Mahisa Bungalan telah menyiapkan rencana
yang disusunnya sesuai dengan rencananya untuk tinggal di
padepokan itu sepekan saja, karena yang sepekan itu rasarasanya
memang sudah terlalu lama.
Dalam rencananya y ang sepekan, Mahisa Bungalan
memang ingin mempergunakan sedikit waktunya untuk
melihat tingkat kemampuan kedua adiknya.
Tetapi dihari -hari pertama, Mahisa Bungalan telah sibuk


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan orang-oran y ang tertawan. Mahisa Bungalan berbicara
dengan mereka berganti-ganti. Seorang demi seorang.
Sekali-kali suaranya lembut kebapaan. Namun kesempatan
lain Mahisa Bungalan telah membentak dan mengancam.
Tetapi pada hari y ang ketiga, semuanya sudah jelas. Mahisa
Bungalan telah mampu mengingat kembali apa y ang telah
terjadi sehingga orang-orang itu berusaha untuk melepaskan
dendamnya atas perguruan Bajra Seta itu.
"Mereka adalah orang-orang y ang terusir dari Sangling,"
berkata Mahisa Bungalan, "mereka masih beruntung, bahwa
lehernya tidak dipenggal disini. Mereka di Sangling telah
membuat banyak keresahan. Bahkan mereka benar-benar
Midnight Sun 4 Misteri Kain Kafan Jesus The Brotherhood Of The Holy Shroud Karya Julia Navarro Memanah Burung Rajawali 30
^