Pencarian

Samurai Pengembara 4 2

Shugyosa Samurai Pengembara 4 Bagian 2


duk di atas hamparan tatami warna merah, sehingga
tubuhnya yang putih tampak seperti patung porselen menyeruak dari tanah. Di
depannya duduk seorang la-ki-laki berumur sekitar lima puluh tahun bernama
Daisuke Togakure.
Delapan tahun lalu, Daisuke adalah seorang pangli-
ma perang Yoshimasa. Tetapi dalam sebuah pertempu-
ran di Mikawa, pasukannya berhasil dihancurkan mu-
suh. Hampir tiga ribu tentara Suruga terbantai dalam suatu pertempuran yang
sangat mengerikan.
Daisuke dianggap gagal menjalankan tugas, se-
hingga ia diusir oleh Yoshimasa. Dengan membawa kepedihan, akhirnya Daisuke
bersembunyi di pegunu-
ngan. Di sana ia bertemu dengan pendekar-pendekar
Kain Doshi. Di lereng Gunung Fuji, Daisuke mempelajari dengan tekun seni
berkelahi yang baru. Termasuk cara-cara memanfaatkan tubuh dan meningkatkan
semangat. Dari ajaran mistik ini, Daisuke belajar bagaimana
bergerak bebas tanpa terlihat, dan bagaimana menyerang musuh tanpa bergerak
mendekat. Dengan me-
nguasai rahasia-rahasia ini, akhirnya ia keluar dari se-lubung kabut sebagai
orang yang menemukan konsep
ilmu bela diri baru, yakni ninjutsu, seni rahasia. Inilah awal kelahiran legenda
para ninja Togakure.
Ninjutsu berkembang di tengah kancah perang sau-
dara yang tak ada habis-habisnya di Jepang. Dalam
periode ini, seni ninjutsu dikembangkan menjadi ilmu pembunuh, yang
menggabungkan teknik-teknik berkelahi, kegiatan mata-mata, dan pengembangan
spiritual. Dibekali kemahirannya memata-matai atau bahkan
membunuh, ninja yang biasa berseragam hitam-hitam
dapat melakukan pekerjaan rumit, yang biasanya me-
merlukan ratusan pasukan bersenjata.
Filosofi yang dianut ninja menuntun mereka memi-
lih cara berperang dalam persembunyian, diam-diam, dan penuh tipu muslihat.
Mereka lebih menyukai membunuh musuh tanpa dikenali dibanding cara kaum
samurai yang perkasa. Dengan cara ini, mereka selalu berusaha menghindari resiko
sekecil mungkin. Sugesti menggantikan kekuatan. Muslihat lebih dipilih daripa-
da konfrontasi. Musuh tanpa sadar digiring melakukan sesuatu yang diinginkan
dibanding dihancurkannya
secara total. Filosofi ini memungkinkan ninja meraih hasil maksimum dengan
tenaga sekecil mungkin.
Ninja menganggap ninjutsu merupakan seni bela di-
ri yang ampuh. Meskipun mereka hanya dari kalangan rakyat jelata, jauh di bawah
status tinggi para samurai, namun kehebatan para ninja kadang mengalahkan
kehebatan kaum samurai.
Bila para samurai harus selalu bersikap seimbang
antara mencapai tujuan serta mempertahankan kehor-
matan keluarganya, para ninja dapat memusatkan te-
naganya untuk mencapai sasaran, mereka tak me-
miliki kehormatan atau nama untuk dipertaruhkan.
Karena itu dengan filosofi tersebut, kaum ninja dapat memberikan jasa secara
maksimal. Para wanita ninja, sebagaimana prianya, dilatih di suatu tempat seni bela diri
ninjutsu. Ninja wanita disebut kunoichi, mereka dapat menyamar sebagai penari,
geisha, atau pelayan dalam menjalankan tugasnya.
Menurut legenda yang berkembang di masyarakat,
kelahiran ninjutsu sering dikaitkan dengan pasukan Cina yang melarikan diri
setelah ambruknya dinasti T'ang sekitar tahun 900 Masehi.
Ketika itu kerajaan-kerajaan di Tanah Daratan, pa-
ra jenderal dan panglimanya seperti Ikai, Cho Busho, dan Cho Gyokko menjadi
buronan. Mereka akhirnya
lari menyeberangi laut sempit kepulauan Jepang.
Keahlian mereka berkelahi dan berperang rupanya
sangat dihargai penduduk Jepang. Pada sejumlah
penduduk mereka mengajarkan berbagai cara melatih
tubuh dan pikiran berdasarkan hubungan tubuh de-
ngan alam. Pengetahuan ini dengan cepat diserap oleh yamabushi (para pendekar
pegunungan). Demikian pu-la para sennin dan gyoja (pendekar pertapa).
Para pendeta mistik Tiongkok, seperti Kain Doshi,
Gamon Doshi, dan Kasumikage Doshi, konon menjadi
guru para keluarga ninja asli. Ninjutsu menyatu perlahan-lahan dari unsur ilmu
beladiri Cina dan Jepang asli. Ryu (aliran) ninjutsu Daisuke Togakure telah
berusia tiga generasi, sampai Daisuke yang kini duduk di depan Tazumi.
Daisuke belajar tentang penerapan praktis keseim-
bangan unsur-unsur diet, pertempuran, memberi su-
gesti, muslihat, dan penggunaan senjata rahasia. Maka jauh dari berbagai aturan
kaum samurai, Daisuke telah menemukan cara terbaik mencapai keinginannya
(yakni mereka mengabaikan cara-cara terhormat kaum samurai). Daisuke Togakure
selama bertahun-tahun
mengembangkan dan meningkatkan seni beladiri nin-
jutsu Togakure yang kini disebut ninja.
Sebagian besar ryu ninjutsu berkembang di pegu-
nungan-pegunungan tengah utara Pulau Honshu. Ter-
masuk dua yang paling besar: Iga-ryu, Togakure-ryu, dan Koga-ryu. Iga-ryu yang
beroperasi di propinsi Iga, berada di bawah kendali suku Momochi, Hattori, dan
Fujibayashi. Sedang Togakure-ryu beroperasi di propinsi Suruga, Mikawa, dan Kai.
Dan Koga-ryu beroperasi di wilayah Owari, Shinano, hingga Honshu.
Kehebatan Togakure-ryu ada pada shuko (sejenis sarung tangan berpaku-paku tajam)
yang memungkinkan mereka menghentikan serangan shuriken (lempeng baja tipis
berbentuk bintang yang dilempar ke arah sasaran) atau mendaki pohon dan dinding
bagaikan kucing. Togakure juga mengembangkan tetsubishi, sejenis paku-paku kecil
yang ditebarkan di jalan-jalan untuk memperlambat pengejaran musuh. Mata pakunya
me-runcing ke segala arah, sehingga sangat efektif untuk menghalangi musuh.
Daisuke Togakure kini duduk bersimpuh di depan
Tazumi mendengarkan tawaran wanita itu. Secara ringkas Tazumi menceritakan
rencananya. "Minggu depan Imagawa akan mengunjungi Oda No-
bunaga, di dalam kunjungan itu akan terjadi penyergapan di sebuah hutan di luar
Kamakura. Mayeda To-
yotomi sudah mengirim tiga puluh samurai pilihan untuk menghadang iring-iringan
Imagawa. Menurut pikiran Mayeda, penyergapan itu pasti berhasil."
Daisuke bertanya, "Apakah Tuanku Imagawa tidak
membawa pengawal?"
"Dia dikawal seratus tentara, tetapi Mayeda merasa pasti dapat menghancurkannya.
Dia telah menyusupkan sejumlah mata-mata dalam pasukan tersebut."
"Apakah semuanya?"
"Tidak."
"Kalau begitu masih belum dapat dipastikan keber-
hasilannya. Bagaimanapun para pengawal setia Tuan-
ku Imagawa pasti akan mengadakan perlawanan. Bila
hal itu terjadi, rasanya terlalu dini saat ini Tuanku Mayeda memastikan
kemenangannya."
"Jadi bagaimana menurut pemikiranmu?"
"Kita tidak dapat memastikannya. Ingatkah Anda
tentang kekalahan Yoshimasa dari Oda Nobunaga di
Dengakuhazama" Pada waktu itu Yoshimasa memim-
pin tiga puluh ribu tentara yang sangat terlatih, sementara Nobunaga hanya
memiliki tiga ribu tentara.
Tetapi kenyataannya, dalam pertempuran tersebut,
Nobunaga memiliki taktik yang lebih baik dibanding Yoshimasa, sehingga dia
berhasil menaklukkan musuhnya. Apakah sejarah marga Imagawa ini akan di-
ulang kembali?"
"Apa maksudmu?"
"Maksud saya, sebaiknya Tuanku Mayeda jangan
terlalu yakin akan kemenangannya. Kita semua belum mengetahui bagaimana jalannya
penyergapan itu."
Tazumi mengangguk halus. Dengan tenang ia meng-
aduk sake di dalam cangkir, kemudian menyodorkan
pada lelaki di depannya. Daisuke meletakkan kedua
belah tangannya di lantai, lalu membungkukkan k-
epala untuk memberi penghormatan. Dengan tenang,
lelaki itu mengambil cangkir kemudian menenggak isi-nya.
Tazumi berkata, "Aku memanggilmu kemari justru
untuk menghadapi hal-hal buruk yang mengganggu
pikiranku."
"Saya merasa diberi kehormatan untuk mendengar-
kannya." Tazumi menghela napas panjang. Wajahnya yang
mulai dijalari kerut ketuaan seakan menjadi sedikit tegang. Ia seperti sedang
mengumpulkan kekuatan un-
tuk mengucapkan kata-katanya.
"Aku ingin kau mengikuti sepak terjang Mayeda
Toyotomi."
"Bolehkah saya tahu tujuannya?""Kau sudah tahu, sebenarnya aku yang memiliki ren-
cana dan tujuan menyingkirkan Imagawa. Aku ingin
kembali tinggal di istana Suruga. Mayeda Toyotomi sesungguhnya hanya mengerjakan
perintahku. Dia ber-
sedia melakukannya karena mencintaiku. Tetapi apa-
lah arti cinta seorang laki-laki muda untukku" Mayeda terlalu muda, aku tidak
yakin dia akan tetap mencintaiku sesudah menjadi penguasa Suruga. Bukan mus-
tahil dia pun ingin menyingkirkan diriku. Karena itu, sebelum semua terjadi
lebih buruk, aku ingin kau
memata-matai sepak terjangnya. Dan bila kelak dia
berniat mengkhianatiku, aku ingin kau membunuh-
nya." "Itukah yang Anda harapkan dariku?"
"Benar."
"Saya akan melakukannya."
"Terima kasih."
"Saya bersedia melakukannya, mengingat suami
Anda dulu adalah pelindung perguruan Daisuke Toga-
kure. Saya amat menghormatinya."
"Aku pun sangat menghormatinya. Karena itu aku
tidak rela propinsi yang pernah menjadi kekuasaan-
nya, kini jatuh ke tangan Imagawa yang hanya tahu
bedak dan gincu. Dia lebih pantas jadi penari kabuki dibanding menjadi seorang
penguasa propinsi."
"Kalau begitu kapan saya harus mulai bekerja?"
"Hari ini."
"Itukah yang Anda inginkan?"
"Ya."
"Baiklah. Saya akan mengerjakan mulai malam ini
juga." "Jangan seorang pun mengetahui pertemuan kita
malam ini."
"Saya seorang ninja. Saya akan memegang rahasia
sampai mati."
*** KEMBALI KE KAMAKURA
MIKAWA adalah propinsi yang menghubungkan Su-
ruga dengan Owari. Wilayah kekuasaan Tokugawa
Ieyasu. Dahulu Tokugawa sebenarnya merupakan musuh
Imagawa, mereka berperang dari tahun ke tahun un-
tuk mempertahankan wilayah kekuasaannya masing-
masing. Ribuan pasukan di antara kedua belah pihak tewas, namun tak seorang pun
berhasil memenangkan
pertarungan itu. Sampai akhirnya muncul gagasan per-damaian yang tak pernah
diduga siapa pun. Pada saat Tokugawa Ieyasu berusia enam belas tahun, Imagawa
menawarkan anak perempuan saudaranya untuk dini-
kahi Ieyasu. Perkawinan pun dilangsungkan secara besar-besaran. Kedua belah
pihak menyelenggarakan
pesta dengan perayaan menurut tradisi masing-ma-
sing. Perkawinan politik ini kenyataannya berhasil me-redam peperangan antara
Imagawa dengan Mikawa.
Hubungan persaudaraan antara keduanya telah mem-
perkuat pertahanan mereka. Karena itu ketika Nobu-
naga menyerang Kamakura, Ieyasu segera memper-
siapkan diri untuk menghadapi penyerang itu. Demi-
kian pula dengan Imagawa. Mereka mulai memperhi-
tungkan kemungkinan Nobunaga akan menyerbu ke
Mikawa maupun Suruga. Bila hal itu terjadi, keduanya menyiapkan tentara masing-
masing untuk menggilas
Nobunaga. Tetapi kenyataannya, Nobunaga tidak melakukan
penyerbuan. Kecuali sejumlah pasukan di tepi perbatasan Mikawa maupun Suruga
yang tengah mengejar
Saburo dan Yoshioka. Sesungguhnya keduanya tidak
peduli dengan pengejaran itu, tetapi ketika pasukan Nobunaga hilir mudik di
Mikawa, Tokugawa tak dapat lagi tinggal diam. Ia mulai mempertimbangkan
kemungkinan penyerbuan Nobunaga. Karena itu secara
diam-diam ia segera memerintahkan tentaranya mem-
persiapkan diri. Karena itu, sejak kejatuhan Ashikaga, tentara Tokugawa sudah
mulai diaktifkan. Selain di benteng kediaman Tokugawa diperkuat penjagaannya,
di desa-desa di wilayah Mikawa, tentara Tokugawa melakukan patroli secara rutin.
Di mana-mana tampak
samurai yang di lengan bajunya terlukis lambang Tokugawa Ieyasu. Mereka terkenal
sebagai samurai-sa-
murai yang dapat diandalkan.
Melalui Mikawa, Mayeda Toyotomi mulai menyebar-
kan mata-mata ke wilayah Owari. Hampir dua ratus
samurai menyamar sebagai penjual keramik, pedagang
tatami, zabuton, pengamen, penjual pedang, dan ronin.
Mereka bergentayangan di Owari seperti lalat-lalat di dekat bangkai. Keadaan di
Kamakura yang dipenuhi
para samurai dari berbagai wilayah membuat penya-
maran pasukan Imagawa tersembunyi dengan rapi.
Mereka berbaur dengan samurai pendatang yang juga
berkeliaran di luar benteng istana seperti belalang.
Saburo Mishima telah memasuki Kamakura sebagai
shugyosa. Wajahnya yang dihias cambang lebat dan
disembunyikan di balik caping pandan membuat
orang-orang tak mengenalinya. Ia berjalan seorang diri dengan sikap waspada.
Dalam hati Saburo merasa heran, apa sebenarnya yang direncanakan Nobunaga.
Sekarang Saburo melihat Kamakura menjadi kota ra-
mai penuh kaum samurai. Bahkan beberapa kali ia
berpapasan dengan petani atau penjual keramik yang menyembunyikan pedang di
dalam keranjangnya. Bagi
Saburo, itu merupakan pemandangan yang tidak bia-
sa. Nalurinya segera memperhitungkan segala kemungkinan.
Saburo berjalan ke sebuah warung untuk makan. Ia
sengaja memilih duduk di sudut agar dapat mengawasi orang-orang di sekitarnya.
Ketika ia duduk, di warung tersebut sudah ada delapan orang samurai yang sedang
minum sambil berbincang-bincang.
Seorang samurai bertanya pada temannya, "Apakah
kunjungan Shogun Imagawa jadi dilaksanakan awal
bulan nanti?"
"Kudengar begitu," jawab samurai yang duduk di
sebelahnya. "Karena itu Tuanku Oda Nobunaga saat


Shugyosa Samurai Pengembara 4 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini sedang belajar melakukan upacara minum teh."
"Untuk apa?"
"Semua orang tahu, Imagawa merupakan orang
yang sangat ahli menyelenggarakan upacara itu. Da-
lam pertemuan nanti, Nobunaga ingin menjamu tamu-
nya dengan upacara serupa, dan dia tak ingin diper-malukan oleh tamunya."
"Tampaknya dia sedang berusaha memikat hati Im-
agawa." "Benar. Bahkan kudengar, Hosokawa telah diminta
mendatangkan sejumlah geisha yang cantik-cantik dari Fujiwara. Oda Nobunaga
kelihatannya ingin memberikan penyambutan terbaik untuk orang-orang Suruga."
Samurai bertubuh gemuk, bermata satu, bertanya,
"Bagaimana dengan para penari yang dipenggal kepa-
lanya itu" Bukankah mereka adalah mata-mata Suru-
ga?" Samurai yang bertubuh pendek menjawab, "Tidak
seorang pun meyakini hal itu. Mereka adalah orang-
orang sial yang berada di tempat salah pada waktu
yang salah."
"Jadi mereka bukan mata-mata Imagawa?"
"Aku yakin bukan. Mungkin saja mereka memang
benar-benar penari. Tak seorang pun peduli."
"Kasihan mereka."
"Ketika hendak dipenggal kepalanya, salah seorang
penari itu memohon ampun sambil bersumpah bahwa
dia bukan mata-mata. Tetapi keputusan telah dijatuhkan. Tak sesuatu pun dapat
menyelamatkan kepala-
nya." Para samurai itu terus berbincang-bincang sambil
makan dan minum. Mereka kelihatan sangat antusias
membicarakan kenyataan sehari-hari di Kamakura.
Salah seorang samurai itu menenggak bir terlalu banyak dan mulai mabuk.
"Bagaimana dengan pengejaran Yoshioka?" samurai
gemuk tadi bertanya.
Saburo langsung memasang telinga. Ingin men-
dengar lebih banyak lagi pembicaraan mereka.
"Konishiwa memang sudah ditakdirkan menjadi o-
rang gagal," kata samurai yang mulai mabuk itu. "Dia telah mengerahkan dua puluh
samurai terbaiknya untuk mengepung kuil itu. Tetapi mereka hanya men-
jumpai sisa api unggun tanpa jejak. Rupanya Yoshioka dan pendeta Budha itu telah
mengetahui kehadiran
mereka." Yoshioka" Siapa yang mereka bicarakan" Apakah
Kojiro" Kalau begitu di mana dia sekarang" Mereka mengatakan Yoshioka
diselamatkan pendeta Budha"
Siapa pendeta itu" Di mana mereka sekarang" Di kuil"
Di kuil apa"
"Mereka tak mengejarnya?"
"Tidak seorang pun menemukan jejak mereka. Ke-
dua buronan itu seakan lenyap terbawa angin. Tidak ada jejak kaki atau tanda-
tanda sekecil apa pun yang dapat menunjukkan ke mana mereka pergi."
"Aku dapat mengerti," kata salah seorang samurai
yang bertubuh kekar. "Dulu aku pernah melihat ba-
gaimana pendeta Budha itu bergerak ketika menyela-
matkan Yoshioka. Dia bergerak seperti terbang. Kedua kakinya seakan tidak
menginjak tanah. Aku sendiri
bahkan hampir tidak mempercayainya."
"Secepat apa larinya?"
"Tak bisa kubedakan apa dia lari atau terbang."
"Secepat itu?"
"Benar-benar sukar dipercaya."
Para samurai itu menikmati sake dengan penuh ra-
sa puas. Saburo tetap diam, menunggu. Ia ingin mendengar orang-orang itu
menyebutkan di mana kuil persembunyian Kojiro, tetapi tidak seorang pun me-
ngatakannya. Padahal untuk menanyakan sangat ti-
dak mungkin, karena cara itu akan membuat orang-
orang tersebut curiga. Saburo menunggu, tetapi apa yang diharapkan tidak
terjadi. Para samurai itu justru bangkit kemudian pergi. Saburo merasa sangat
kesal. Saburo meninggalkan warung itu, lalu berjalan ke
pusat kota Kamakura. Sejak Oda Nobunaga berkuasa,
banyak terjadi perubahan di Kamakura. Kota yang dahulu tenang, tentram, sekarang
tampak hiruk-pikuk.
Selain para samurai bertebaran di mana-mana, di beberapa tempat Saburo melihat
dojo-dojo yang baru di-dirikan. Olah raga ilmu pedang tampaknya ditangani secara
intensif oleh Nobunaga. Ini membuktikan dua hal, pertama Nobunaga memang seorang
ahli perang sejati, dia sangat mempercayai kekuatan tentaranya hanya akan kuat bila
dilandasi latihan terus-menerus.
Ini akan memperkokoh daya bertahannya. Kedua, ada
kemungkinan Nobunaga sedang mempersiapkan pe-
nyerbuan militer ke wilayah-wilayah di sekitarnya. Karena itu dia mengumpulkan
dua ribu samurai di Ka-
makura. Belajar dari keadaan sekarang, dan belajar dari ke-kalahannya menghadapi pasukan
Nobunaga, Saburo
menyadari sebuah wilayah hanya dapat dipertahankan dengan kekuatan tentara yang
terlatih. Ia menyadari, dulu, ketika masih menjadi panglima Ashikaga, ia tidak
pernah melakukan latihan intensif untuk tenta-
ranya. Kesalahan itu tak akan terjadi bila suatu saat kelak ia kembali menjadi
panglima perang.
Apa pun kebusukan Nobunaga, banyak hal yang dapat kupelajari darinya.
Saburo berbelok ke tempat pemandian air panas
yang terdapat di pinggiran Kamakura. Ia melepas pakaiannya, kemudian masuk ke
dalam kolam. Saat ia
masuk, ada empat orang laki-laki dan tiga wanita di kolam itu. Mereka bersenda-
gurau sambil bermain-main dengan air. Salah seorang wanita tengah meng-
gosok punggung laki-laki bertubuh kurus, tetapi liat.
Meskipun hanya melihat sepintas lalu, Saburo mengetahui keempat orang itu adalah
samurai. Sambil mem-
bersihkan tubuh, Saburo memasang telinga.
"Apakah kau membawa berita dari Suruga?" samu-
rai yang tengah digosok punggungnya bertanya.
Samurai di depannya menjawab, "Ya. Tidak ada pe-
rubahan rencana."
"Jadi kita harus melakukan pencegatan saat me-
reka kembali?"
"Benar. Semua akan diatur sesuai jadwal yang kita
terima." "Mudah-mudahan tidak meleset dari rencana semu-
la." "Kurasa tidak. Kau tahu siapa Tuanku Mayeda."
Karena merasa telanjur menyebut nama Mayeda,
samurai bertubuh kurus itu segera menoleh pada Sa-
buro, tetapi ketika melihat Saburo memejamkan mata (seperti orang tertidur)
samurai itu merasa lega.
"Kalau semua berjalan sesuai rencana, aku akan
kembali ke Shinano setelah urusan ini selesai," kata seorang samurai berbibir
tebal. "Aku akan membeli se-bidang tanah untuk mendirikan dojo untuk sebuah
perguruan. Kurasa aku dapat mengajarkan ilmu pe-
dang pada orang-orang Shinano. Siapa tahu kelak dapat muncul aliran Shinano,
bukan?" "Itu cita-cita lamamu, Yakura?"
"Ya. Tetapi tak pernah terwujud karena aku tidak
punya uang. Karena itu aku tidak akan menyia-nyia-
kan kesempatan kali ini."
"Aku pun begitu," sahut samurai berwajah kurus
seperti monyet. "Sudah lama aku ingin menikahi seorang gadis di Suruga, tetapi
ayahnya meminta tanah sebesar tiga ratus meter sebagai emas kawinnya. Aku
berharap sesudah pekerjaan ini selesai, aku dapat segera mengawini gadis itu."
"Tiga ratus meter" Apakah gadis itu cukup cantik
sehingga kau mau menukarnya dengan tiga ratus me-
ter tanah?"
"Tidak begitu cantik, tapi aku sangat mencintainya."
"Uang untuk membeli tiga ratus meter tanah dapat
kaupakai membeli seratus pelacur di Suruga."
"Ah, kau selalu membandingkan semua wanita de-
ngan pelacur."
"Maaf. Itu satu-satunya kenyataan yang kuketahui."
"Bagaimana denganmu, Taro?"
Laki-laki berkumis melintang seperti ekor tikus
menjawab, "Aku ingin mengawinkan anakku. Dengan
uang hadiah yang bakal kuterima, aku dapat menga-
winkan anakku."
"Rupanya kau orang tua yang baik."
"Aku hanya menjalankan kewajibanku."
"Apakah kau juga akan mengawinkan anakmu, Sa-
to?" "Tidak," jawab Sato dingin. "Aku akan tetap meng-
abdi pada Tuanku Mayeda. Kalau dia menjadi shogun, aku berharap dia tak
melupakan jasaku."
Saburo sebenarnya kaget mendengar ucapan Sato,
namun ia mencoba tak menimbulkan kecurigaan para
samurai itu terhadap dirinya. Karena itu ia bersikap sewajar mungkin. Tapi
benaknya segera berpikir keras tentang pembicaraan itu. Kata-kata terakhir
samurai tersebut menyadarkan Saburo tentang adanya persekongkolan yang didalangi
Mayeda Toyotomi.
Mayeda telah menyediakan hadiah besar untuk para samurai itu melakukan sesuatu
yang besar. Kalau benar Mayeda menginginkan dirinya menjadi shogun, tak tak ada
kemungkinan lain kecuali dia akan mengkhianati Imagawa! Tetapi kenapa"
Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala Saburo,
namun tak satu jawaban pun dapat memecahkan te-
ka-teki itu. Bila benar persekongkolan itu terjadi, berarti Imaga-
wa menghadapi dua ancaman sekaligus. Pertama, ancaman Oda Nobunaga yang menurut
perkiraanku sedang memasang perangkap untuk Imagawa. Kedua, ancaman Mayeda
Toyotomi. Bila benar seperti dugaanku, rasanya kejatuhan Imagawa sudah di depan
mata. Tak mungkin dia dapat menyelamatkan diri.
*** Yoshioka menyamar sebagai penjual tatami. Ia berjalan menyusuri lorong-lorong di
Kamakura sambil menawarkan dagangannya. Pakaian yang dikenakan, hanya
kimono kumal terbuat dari kain katun, dan bertambal di sana-sini.
"Tatamiii! Tatamiii!" teriak Yoshioka sepanjang jalan.
Ketika tengah hari Yoshioka istirahat di sebuah kuil yang berada di pinggir
kota. Ia duduk sambil makan bekal yang ia bawa. Sejak memasuki wilayah Owari,
Saburo memang memutuskan agar mereka berpisah.
Hal ini terpaksa dilakukan untuk menghindari kecurigaan orang-orang Nobunaga.
Selama ini tentara Nobunaga mengejar seorang samurai dengan seorang anak, hal
itu menyebabkan bahaya lebih besar bila mereka berjalan berdua.
Yoshioka sedang menikmati makanan yang ia bawa
ketika dua orang pedagang duduk di dekatnya. Mereka adalah penjual keramik.
Keduanya istirahat sambil
mengeluarkan makanan bekal mereka.
"Bagaimana hari ini?" tanya salah seorang penjual
keramik itu pada temannya.
"Kelihatannya langit cerah."
"Ya, saya rasa begitu."
"Bagaimana dengan pesta mendatang?"
"Terus dilaksanakan. Tak ada perubahan."
Yoshioka mendengarkan percakapan itu. Pada mu-
lanya ia tak tahu apa yang diperbincangkan kedua
orang tersebut.
"Kalau rencana ini berhasil dilaksanakan, Mayeda
Toyotomi dapat menjadi penguasa Suruga."
"Ya, kurasa dia memang lebih pantas dibanding Ima-
gawa yang hanya pandai bersyair dan main perem-
puan." "Menurut pikiranmu, apa yang menyebabkan dia
ingin merebut kekuasaan?"
"Entahlah. Aku sendiri merasa heran, kenapa Ma-
yeda Toyotomi ingin berkuasa. Padahal dulu, seta-
huku, dia seorang samurai yang sangat setia. Kude-
ngar semua karena dorongan ibu tiri Imagawa. Mereka saling mencintai. Perempuan
yang disingkirkan itu rupanya menaruh dendam pada Imagawa."
"Di mana pencegatan itu akan dilakukan?"
"Sampai sekarang aku belum memperoleh berita.
Katanya akan diberitahukan melalui kurir yang datang bersama mereka ke
Kamakura."
"Belum tahu kapan?"
"Hingga hari ini tidak seorang pun mengetahuinya."
Yoshioka diam sambil terus mencoba mendengar-
kan perbincangan itu. Dua kali penjual keramik tersebut menatap Yoshioka, tetapi
anak tersebut pura-pura menikmati makanan di tangannya.
Sesudah selesai istirahat, kedua penjual keramik
itu beranjak pergi. Setelah saling mengucapkan salam, mereka meninggalkan tempat
tersebut ke arah berla-wanan. Yoshioka menatap kedua penjual keramik ter-
sebut dengan berbagai pikiran di benaknya.
Benarkah mereka orang Suruga yang dikirimkan Mayeda Toyotomi untuk mencegat
iring-iringan Shogun Imagawa"
Yoshioka segera mengambil tatami di sampingnya,
lalu bergegas pergi. Ia berjalan cepat menuju ke pinggir kota. Di sebuah
tikungan yang menghubungkan Ka-
makura dan Mikawa, ia melihat Saburo duduk di ba-
wah sebatang pohon.
Yoshioka menceritakan pada Saburo semua yang di-
dengarnya dari pembicaraan kedua penjual keramik
itu. "Jadi benar ada persekongkolan di Suruga untuk melenyapkan Shogun Imagawa,"
kata Saburo tanpa tekanan. "Rasanya sulit untuk menyelamatkan putra Yoshimasa
itu." "Tetapi mereka akan datang melakukan kunjungan
ke Kamakura," sahut Yoshioka.
"Benar. Justru ketika dia berada di sini Mayeda Toyotomi akan mulai menyerang.
Rupanya lelaki itu akan menciptakan kesan bahwa pembunuhan itu dilakukan
oleh Nobunaga. Sebuah tipu muslihat yang keliha-
tannya akan berhasil baik."
"Apa yang dapat kita lakukan?"
"Tidak sesuatu pun."
"Apakah kita tidak berniat menyelamatkannya?"
"Apa yang bisa kita lakukan" Mayeda rupanya meng-
gunakan pembunuh bayaran untuk menghadang Im-
agawa ketika mereka meninggalkan Kamakura. Kuper-
kirakan ada seratus pengawal Imagawa waktu itu, tetapi kita tidak tahu berapa
kekuatan yang dikerahkan Mayeda Toyotomi. Tetapi menurut perkiraanku, jumlahnya
pasti lebih besar dari kekuatan pengawal shogun itu."
Yoshioka terdiam. Terbayang di benaknya wajah
kedua penjual keramik itu. Wajah mereka seram, tampaknya mereka dari kalangan
ronin pengembara.
Setelah diam beberapa saat, Yoshioka bertanya, "Apakah pantas kita diam saja
padahal kita mengetahui
rencana jahat itu?"
Saburo Mishima diam. Lelaki itu tampak mere-


Shugyosa Samurai Pengembara 4 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nungkan pertanyaan itu.
"Baiklah kalau itu pertanyaanmu," kata Saburo pe-
nuh tekanan. "Mari kita melakukan sesuatu."
*** NINJA DAISUKE meninggalkan Puri Tazumi dengan berba-
gai pikiran berkecamuk dalam dirinya. Sudah lewat ti-ga tahun ia tidak menjalani
kehidupan sebagai ninja, suatu kehidupan penuh konflik. Kaum ninja memang
hidup di tengah konflik. Sebagaimana lazimnya para pembunuh bayaran, mereka
banyak digunakan jasanya justru ketika keadaan negara tidak menentu. Ke-kacauan,
perang, dan persekongkolan merupakan la-
dang subur bagi kaum ninja, karena pada saat itu banyak orang membutuhkan
jasanya. Sebaliknya bila
keadaan negara tenang, damai, para ninja akan kehilangan peluang untuk menjual
jasa. Di dalam ninjutsu, ninja membangun suatu sistem
organisasi yang dirancang untuk memelihara unsur
penting kerahasiaan. Tiga peringkat berbeda dibentuk dalam ryu. Tiap peringkat
memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri.
Di pucuk setiap ryu duduk seorang komandan yang
dikenal dengan sebutan jonin (penguasa tertinggi). Jonin mengendalikan seluruh
kegiatan organisasi ninja, termasuk melakukan penugasan dan perundingan
yang menyangkut jumlah bayaran.
Dalam ryu yang lebih besar, jonin adalah orang bi-
jak yang mengetahui dengan baik setiap peristiwa di wilayahnya. Keputusan yang
diambilnya berdasarkan
pada pemahaman psikologis tentang seluruh rencana.
Jonin menangkal bahaya dan ancaman terhadap di-
rinya dengan tetap tak dikenal, bahkan oleh kebanya-
kan bawahannya. Akibatnya, sulit bagi anggotanya untuk mengungkapkan identitas
pimpinannya meskipun
di bawah siksaan. Di samping itu, jonin dapat menugaskan beberapa agennya tanpa
sepengetahuan yang
terdahulu, ini dilakukan untuk mencegah pengelabuan atau pengkhianatan. Dengan
memperoleh informasi
dari beberapa agennya, jonin menjadi satu-satunya
orang yang memiliki gambaran utuh dan menyeluruh
tentang keadaan musuh.
Di bawah jonin bekerja sekelompok chunin (perwira tengah) yang menjalankan tugas
dari jonin. Chunin
mengenal betul keistimewaan para anggotanya. Ia juga penyalur perintah jonin ke
medan tempur, dan menjadi penjaga keselamatan pimpinannya.
Sebagai perwira, chunin jarang bertugas aktif sebagai agen. Latihan baginya
termasuk teknik bertempur dan taktik spionase, tetapi yang utama adalah pena-
nganan strategi dan pengorganisasian operasi.
Agen lapangan disebut genin. Mereka bertanggung-jawab melaksanakan rencana
pimpinannya. Mereka in-
ilah ahli-ahli beladiri yang berlatih keras untuk membunuh.
Dalam kehidupan sehari-hari, genin tinggal bersa-
ma keluarganya di desa-desa terpencil dan rahasia.
Tempatnya selalu di wilayah pegunungan yang sukar
dicapai. Tampil sehari-hari sebagai petani.
Ninjutsu adalah jalan hidup yang diwariskan sejak
lahir. Sejak kanak-kanak. Anak-anak keluarga ninja dibiasakan menyadari
takdirnya. Begitu mereka mulai menginjak dewasa, secara bertahap mereka menerima
pendidikan menurut tradisi ryu. Pada usia lima atau enam tahun, kegiatan bermain
mereka mulai mengambil bentuk latihan ketangkasan.
Permainan yang menekankan pada keseimbangan
dan kegesitan mulai diperkenalkan. Anak-anak dibia-
sakan berjalan di atas tiang-tiang datar yang sempit, berlari di balok-balok
yang diletakkan miring, dan me-lompati semak-semak rendah. Pada usia delapan ta-
hun, penyesuaian tubuh untuk mencapai kelenturan
dan keluwesan mendapat penekanan.
Anak-anak berlatih berguling, melompat, dan mela-
kukan gerakan-gerakan menyerupai yoga. Ketika ninja muda mulai dewasa, teknik-
teknik pukulan dan ten-dangan dipraktekkan pada sasaran bantalan jerami.
Dari latihan ini anak-anak maju ke tingkat dasar teknik bela diri tangan kosong,
dan kemudian pada dasar-dasar pemakaian pedang serta tongkat kayu.
Memasuki usia sepuluh tahun, ninja muda belajar
menggunakan senjata khas ryu. Teknik pelemparan
shuriken, penyembunyian senjata, dan tali atau rantai diajarkan pula. Mereka
mulai dilatih melakukan taktik-taktik serangan di atas dan di bawah air, juga
belajar bagaimana memanfaatkan alam untuk menghim-
pun informasi dan cara menyembunyikan diri.
Berjam-jam mereka habiskan di ruang-ruang terba-
tas, atau menggelantung di pohon untuk menumbuh-
kan kesabaran, daya tahan, atau stamina. Ada latihan untuk gerakan diam-diam dan
lari jarak jauh, dan bagaimana melompat dari pohon yang satu ke pohon
yang lain, dari atap ke atap tanpa menimbulkan suara.
Dalam usia belasan, Daisuke sudah belajar menjadi
aktor dan psikolog praktis. Melalui pengamatan aksi mereka sendiri dan ninja
lainnya, ia berusaha memahami cara kerja urat syaraf dan bagaimana meman-
faatkan kelemahan dan keterbatasan mental lawannya bagi keuntungannya.
Daisuke juga mulai belajar menyiapkan obat-obatan
dan obat bius. Dia mulai belajar cara menyelinap ke bangunan, dan teknik-teknik
memanjat dinding, me-rangkaki loteng, dan mencuri di bawah lantai. Cara-
cara mengikat dan menjerat musuh, serta bagaimana
cara melarikan diri dengan kecepatan yang sulit dipercaya.
Pada abad ke-14, ninja memang muncul menjadi
kekuatan tangguh di daerah-daerah Iga dan Koga. Mereka berhasil memanfaatkan
kekuatan sebagai pelin-
dung kuil-kuil mikkyo, dan menjual jasanya pada pe-minat.
Tetapi, ketika kerusuhan politik dan peperangan
meningkat setelah pertempuran Onin no Ran pada ta-
hun 1467, tak ada lagi yang menganggap keahlian
membunuh ninja di seluruh Jepang. Mereka direkrut
oleh para penguasa tangguh seperti shogun, daimyo, dan para gubernur. Bahkan
Yoshihisa Ashikaga, penguasa Kamakura, memiliki lebih dari seribu tentara
tangguh yang terdiri dari para ninja.
Ketika itu mistik dari pegunungan mulai menekan
taktik militer, dan muncul sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan. Di bawah
perlindungan Yoshihisa Ashikaga, ninja bergerak menumpas para penjahat
yang bersembunyi di dalam hutan. Ninja tiba-tiba
menjadi suatu kekuatan yang menakjubkan. Kisah ke-
hidupan mereka menjadi legenda yang penuh mistik.
Para ninja dipandang dengan perasaan kagum. Mereka dianggap bisa terbang, jalan
di atas air, menembus dinding beton, membaca pikiran lawan, mengetahui
kejadian di masa depan, menghilang, atau mengubah
diri menjadi burung gagak, dan babi hutan. Ninja menjadi mimpi buruk bagi lawan-
lawannya. Tetapi pembangunan gereja Kristen, dengan kekua-
saan berjenjang dari para pendeta dan uskup Eropa
untuk mengendalikan para umat pada abad ke-14, te-
lah dimanfaatkan oleh Nobunaga untuk menghancur-
kan sendi-sendi kehidupan para ninja. Kepercayaan
ninja yang esoteris (yang menganggap setiap orang
adalah pendeta dirinya sendiri) dianggap menjadi peng-halang bagi rencana
ambisius Nobunaga untuk menja-
di shogun. Ketika suatu hari Nobunaga sedang berburu bersa-
ma pasukannya di Iga, untuk menghindari suatu pe-
rangkap binatang yang dipasang kaum ninja, ia ter-
lempar dari pelana. Kejadian ini membuat Nobunaga
sangat murka. Rimba Iga yang terpencil dan diselimuti kabut, dengan suasana yang
menyeramkan, ditambah
lagi dengan jatuhnya Nobunaga, membuat kemurka-
annya meledak. Ia segera memerintahkan Katsuyori
untuk menyerang sarang persembunyian para ninja.
Perang besar Tensho Iga no Ran terjadi dengan hebat.
Namun seluruh pasukan Nobunaga di bawah koman-
dan Katsuyori dihancur-luluhkan oleh ninja pimpinan Daisuke Tua. Karena amat
marah dan gusar, Nobunaga memimpin sendiri serbuan besar-besaran terhadap ninja
tiga tahun kemudian.
Kali ini, dengan kekuatan sepuluh berbanding satu, laki-laki, perempuan, anak-
anak ninja dibantai tanpa ampun. Ninja, yang didongengkan mampu menghilang
dari penglihatan, terganyang habis oleh kekuatan
brutal yang sebelumnya mereka remehkan.
Hanya beberapa ninja yang selamat, mereka lalu
menyebar dan bersembunyi di rimba yang lebih dalam.
Keluarga ninja seperti Taro, Hattori, Togakure, dan Momochi membawa sejumlah
anggota keluarganya ke
tempat-tempat persembunyian yang baru. Latihan nin-ja dimulai lagi, dan mereka
menjalani kehidupan baru lagi.
Daisuke Togakure yang ketika pembantaian itu ber-
usia tiga puluh tahun, berhasil lari ke dalam hutan.
Dengan sisa-sisa keluarganya, ia mulai berlatih dengan tekun sambil berpikir
untuk melakukan pembalasan
dendam. Namun bertahun-tahun kesempatan itu tak
pernah datang, sementara Nobunaga justru bertambah kuat. Maka ketika Tazumi
memanggil Daisuke untuk
memasuki wilayah kekuasaan Nobunaga, Daisuke me-
rasa memperoleh kesempatan melakukan pembalasan.
Ketika Daisuke sampai di tepi kuil Igakuri, ia ber-siul memanjang dalam nada
tinggi. Tiba-tiba dari puncak pohon pinus, persembunyian di bawah tanah, dan
semak belukar, bermunculan kaum ninja berpakaian
serba hitam. Mereka adalah para chunin. Dalam jarak sepuluh meter dari Daisuke,
mereka langsung bersujud di depan pemimpin tertinggi ninja Togakure itu.
"Besok pagi kita akan berangkat ke Kamakura," ka-
ta Daisuke. "Kita mempunyai dua tujuan, pertama untuk memata-matai gerakan
Mayeda Toyotomi. Kedua
untuk membunuh Nobunaga. Kukira sudah saatnya
kita melaksanakan pembalasan dendam pada pengu-
asa picik itu. Semua akan kita lakukan secara diam-diam, dan dalam penyamaran
penuh. Hanya dalam
keadaan terpaksa kalian boleh mengenakan pakaian
ninja. Pilihlah orang-orangmu yang terbaik, karena ki-ta akan menghadapi dua
kekuatan yang saling ber-
tentangan. Ada dua ribu pasukan saat ini berada di Kamakura, dua ratus pengawal
Imagawa, dan tiga puluh samurai pembunuh Mayeda Toyotomi. Kalian akan
berada di tengah mereka. Jadi sebaiknya berangkatlah dengan bekal keberanian
untuk mati."
*** RENCANA GILA PINTU kayu itu bergeser tanpa suara. Naoko mun-
cul di depan Nobunaga dengan pakaian sutera tipis, sehingga lekuk-lekuk tubuhnya
yang menggiurkan
tampak nyata. Lebih-lebih di balik kain tipis itu, Naoko
tidak mengenakan apa-apa. Kulitnya yang putih mulus membayang di balik sutera
tipis yang sangat menawan.
Nobunaga mulai memetik shamizen, suara denting
senarnya mulai terdengar memenuhi ruangan. Ira-
manya halus memantulkan kemahiran pemainnya.
"Cobalah kau memainkan Sukiyari," kata Nobunaga sambil tersenyum. "Nyanyian
Sukiyari selalu membu-atku tergila-gila padamu."
"Apakah engkau belum bosan?"
"Aku tidak akan pernah bosan. Bagaimana aku bisa
bosan kalau kau menyanyikannya sambil melepas pa-
kaianmu." Naoko tersenyum manja, kemudian dengan lang-
kahnya yang gemulai ia mulai menari sambil menyanyi seiring dengan irama
shamizen. Cinta manusia mempunyai wujud yang nyata
menuntut pengorbananjuga kesetiaan.
Tidak ada cinta bisa tumbuh
bila tak punya persemaian,
seperti juga benih manusia
punya rahim ibunya.
Naoko terus menari, gerakannya yang gemulai
membuat tubuhnya memancarkan daya pesona yang
memukau. Sambil tersenyum terpesona, Nobunaga terus me-
metik shamizen dengan kedua tangannya. Senyum la-
ki-laki itu terpaku dalam pesona seksual wanita di depannya.
Cinta manusia seperti secawan anggur
membangkitkan gelora
menumbuhkan harapan.
Selagi hidup masih panjang
nikmatilah api cinta
agar kau tahu kenikmatan dunia.
Nobunaga menatap Naoko yang terus bergerak me-
nari sambil membuka pakaiannya satu persatu. Setiap gerakan yang dilakukan
wanita itu, secara langsung membangkitkan gairah Nobunaga. Dalam hal ini, lelaki
tersebut mengakui, belum pernah ia menjumpai wanita yang lebih mempesona
dibanding Naoko ketika
menarikan Sukiyari.
Cinta manusia seperti awan di langit
tergantung angin ke mana ia bertiup.
Cinta dapat berubah rupa
meninggalkan kenangan indah
atau kepedihan.
Nobunaga kini memetik shamizen dengan nada le-
bih cepat. Naoko pun bergerak lebih cepat. Tariannya kini menjadi seperti tarian
seekor naga yang lincah dan memancarkan gairah.
Di atas awan, di atas gunung
tak ada rintangan untuk bercinta.
Sepasang kekasih yang saling mencinta
tak akan terhalang badai maupun hutan.
Cinta adalah cinta
kekuatan dahsyat tak tertaklukkan!
Nobunaga tersenyum ketika Naoko melemparkan
pakaian suteranya ke udara. Pakaian itu seperti seekor
kupu-kupu melayang rendah ke lantai.
Naoko berdiri di depan Nobunaga dengan tatapan
penuh gairah. Kemudian dengan gemulai, Naoko berputar, lalu
sambil menggeser pakaian suteranya, ia menghambur
ke pelukan Nobunaga. Laki-laki itu tersenyum gembira sembari memeluk wanita
tersebut. "Aku menyukai bagian ini," kata Nobunaga sambil
terkekeh. "Ini bagian yang paling menyenangkan."
"Benarkah?"
"Aku akan membuktikannya."
Seusai berkata begitu Nobunaga mulai menyerbu tu-
buh Naoko yang sudah polos ke dalam pelukannya. Ia menciumi Naoko dengan penuh
semangat. Ketika lelaki tersebut menyusuri leher Naoko dengan ciuman-ciu-mannya,
sesekali wanita tersebut tergial sambil mendesah-desah. Desah itu membuat


Shugyosa Samurai Pengembara 4 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nobunaga tambah ber-
gairah. Dengan tidak sabar ia membuka pakaiannya
sendiri, lalu membiarkan Naoko mencumbunya. Mereka bergumul seperti dua remaja
dimabuk cinta! Nobunaga merasakan tubuhnya mengarungi se-
buah pelayaran impian. Ia terayun-ayun di atas gelombang yang membuatnya nikmat.
Seperti seorang na-
khoda, ia berada di anjungan, menikmati pelayaran itu dalam rasa bangga yang
membuncah. Gairah yang sudah lama mengendap, kini menggeletar kembali ketika ia
melihat daratan di depannya. Kemudian saat kapal menyentuh dermaga, terjadi
ledakan yang sukar dilu-kiskan dengan kata-kata. Nobunaga mendekap erat
Naoko, seluruh tubuh mereka bergetar bersamaan da-
lam puncak penyatuan yang tiada tara.
Keduanya kemudian berbaring sembari berpelukan.
Naoko memandang langit-langit kamar dengan tatapan nanar. Sementara Nobunaga
mencoba meredakan na-pasnya. Ketika ia menoleh pada perempuan di sam-
pingnya, terlihat olehnya tatapan nanar Naoko.
"Apa yang kaupikirkan?" Nobunaga bertanya.
"Sesuatu yang indah," jawab Naoko tanpa tekanan.
"Apa itu?"
"Cinta."
"Cintaku?"
"Ya."
Nobunaga berbaring miring, lalu mulai membelai-
belai tubuh perempuan di sampingnya. Sejak dulu
hingga sekarang, ia sangat terpesona pada kehalusan kulit Naoko. Ketika tangan
lelaki itu membelai bagian yang paling sensitif, wanita itu mendesah perlahan.
Naoko menoleh pada Nobunaga, lalu bertanya, "Per-
nahkah engkau merasa takut karena kehilangan se-
seorang?" "Ya."
"Siapa?"
"Dirimu."
"Sama."
"Sama apanya?"
"Aku selalu merasa takut kehilangan dirimu."
Nobunaga tersenyum lalu mencium bibir Naoko.
"Kadang-kadang apabila engkau sedang berburu
atau berperang, aku merasa gemetar ketakutan, mem-
bayangkan sesuatu yang buruk terjadi pada dirimu. Tetapi perasaan itu selalu
kutekan dengan membayang-
kan keperkasaanmu di atas ranjang. Menurut pikiran-ku, kau pun pasti perkasa di
medan perang."
"Aku sudah membuktikannya, bukan?"
"Ya."
"Dan aku akan membuktikannya lagi."
Naoko tiba-tiba berbalik, ia pun sekarang membelai-belai tubuh Nobunaga. Dalam
saat-saat seperti itu, Nobunaga selalu merasa berterima kasih memiliki perempuan
itu. Enerji Naoko selalu membuatnya merasa
menjadi lelaki perkasa.
Tiba-tiba Naoko bertanya serius, "Apakah rencana
mengundang Imagawa sudah ditentukan waktunya?"
"Ya. Awal bulan depan. Kenapa?"
"Aku teringat ketika engkau bertempur di Dengaku-
hazama melawan orang tua Imagawa yang sekarang."
"Maksudmu Yoshimasa tua?"
"Benar."
"Kenapa dengan pertempuran itu?"
"Bukankah Yoshimasa memiliki kekuatan tentara
yang luar biasa besarnya?"
"Ya, pada waktu itu dia mengerahkan lebih dari tiga puluh ribu tentara."
"Dia membakar desa-desa di sepanjang wilayah ke-
kuasaanmu. Selain Chiryu dan Narumi, wilayah di sekitar perbatasan Owari pun dia
hancurkan. Bahkan
ratusan petani yang tak berdosa dipenggal kepalanya sekedar untuk menakut-nakuti
samurai yang mempertahankan benteng Kiyosu."
"Gerakannya memang luar biasa, sehingga para pang-
lima perangku pun merasa gentar. Katsui, Hosokawa, dan Hayashi bahkan mendesakku
untuk mundur. Mereka kehilangan keberanian ketika melihat jumlah tentara
Yoshimasa sepuluh kali lipat tentaraku."
"Itu memang sangat mengerikan. Aku pun tidak be-
rani membayangkannya lagi."
"Tetapi ada satu hal yang dilupakan oleh para panglima perangku, Yoshimasa
melakukan penyerbuan de-
ngan menempuh jarak ribuan kilometer. Mereka meng-
alami keletihan, kelaparan, dan keraguan akan kemenangannya. Ketika dia mulai
memasuki Chiryu, aku
telah memerintahkan semua petani mengungsi ke ben-
teng, dan kuperintahkan mereka membakar gudang
padi atau menghancurkan ladang mereka, sehingga
tentara Yoshimasa tak bakal memperoleh perbekalan
lagi. Dugaanku terbukti tak meleset. Tentara Yoshimasa, meskipun dapat merebut
wilayahku, tetapi semakin lama mereka semakin kehabisan bekal sehingga
melemahkan semangat tentaranya."
"Itu dulu tak pernah terpikirkan olehku."
"Ketika mereka sampai di Dengakuhazama, kekua-
tan mereka sebenarnya tinggal jumlah tentaranya yang besar, tetapi semangatnya
telah digerogoti keletihan.
Selain itu berbagai kemenangan yang mereka peroleh, membuat mereka lengah.
Itulah sebabnya aku berani
menyerbu tentara Yoshimasa meskipun jumlah mereka
sepuluh kali lipat tentaraku. Dalam suatu serangan mendadak yang tak pernah
diperhitungkan Yoshimasa, tentaranya kubuat kocar-kacir dan tak berdaya. Hanya
dalam waktu tiga puluh menit aku berhasil memenggal kepala Yoshimasa."
"Tak seorang pun pernah membayangkan engkau
akan memenangkan peperangan itu."
"Itu sebabnya aku menjadi seorang jenderal," kata
Nobunaga sambil tertawa berderai-derai.
Naoko menciumi dadanya yang bidang sehingga la-
ki-laki tersebut mendesah.
"Tidakkah engkau memikirkan apa yang ada di be-
nak anaknya?"
"Maksudmu Imagawa yang sekarang?"
"Benar."
"Dia bukan seorang panglima perang, kehidupannya
hanya dipenuhi perempuan dan kesenian. Tak ada
yang perlu ditakutkan."
"Bukankah itu pandangan Yoshimasa ketika meng-
hadapimu?"
"Apa maksudmu?"
"Ketika itu karena merasa kuat, Yoshimasa meman-
dang enteng dirimu. Dia mengabaikan musuhnya, ku-
rasa itu kesalahan utama sehingga dia terpaksa mene-
lan kekalahan. Demikian pula apabila engkau mere-
mehkan Imagawa, bukan mustahil dia saat ini tengah menyusun kekuatan untuk
melakukan pembalasan."
"Tidak ada tanda-tandanya."
"Demikian pula serbuanmu ke Dengakuhazama tak
ada tanda-tandanya bagi Yoshimasa."
Nobunaga terdiam. Pertama kali ia tersentak oleh
kesadaran baru terhadap kemungkinan itu. Dengan
matanya yang bersinar-sinar ia menatap wanita di depannya.
"Kau memang hebat!" puji Nobunaga sambil men-
cium bibir Naoko.
"Aku mencintaimu," kata Naoko lembut. "Aku tak
ingin kehilangan dirimu. Karena itu sudah menjadi
kewajibanku untuk selalu menjagamu. Mengingatkan
dirimu." "Kau benar-benar luar biasa!"
"Bila saat ini engkau lengah, setiap saat dapat terjadi sesuatu yang buruk. Kau
seharusnya tidak setengah-setengah menumpas musuhmu."
"Apa maksudmu?"
"Tumpas habis keluarga Imagawa."
Nobunaga kaget. Ia tak menduga akan mendengar
ucapan itu. Tak pernah terpikirkan ternyata wanita lembut yang menggiurkan ini
memiliki kekejaman tiada tara.
"Apa yang harus kulakukan?"
"Jangan lengah dan jangan setengah-setengah!"
"Lalu?"
"Bila Imagawa datang, kita jamu dia dengan berba-
gai pesta agar ia letih. Kita akan membuat dia tidak beristirahat dengan geisha-
geisha dari Yoshiwara. Mereka akan kuperintahkan membuat Imagawa tidak ti-
dur sepanjang hari. Pesta itu pasti akan membuatnya senang dan lengah. Mereka
akan memasuki perangkap
yang telah kita siapkan."
"Perangkap apa?"
"Pada malam ketiga, kita akan menyelenggarakan
pesta secara besar-besaran di tempat tertutup. Pada saat itulah rencana kita
laksanakan. Menjelang tengah malam, kita akan meninggalkan tempat pesta
berlangsung, seluruh pintu akan segera dikunci dari luar, dan dua ratus pasukan
panah akan membakar tempat itu.
Mereka akan musnah dalam sekejap."
Nobunaga ternganga. Tak pernah terpikir olehnya
kekejaman yang demikian brutal. Ia masih diam ketika Naoko mulai mencumbunya
dengan penuh gairah. Ra-sa nikmat menjalar di tubuhnya dan membuat ia lupa
segala-galanya. Nobunaga memejamkan mata, menikmati belaian lembut dan ciuman-
ciuman wanita itu.
Beberapa saat Nobunaga merasakan kenikmatan
itu, tiba-tiba Naoko menghentikan cumbuannya.
"Kenapa berhenti?" Nobunaga penasaran.
Naoko berkata, "Engkau belum menyetujui renca-
naku." Nobunaga tersenyum lebar, lalu katanya, "Aku su-
dah menyetujuinya."
Naoko tersenyum, lalu berkata, "Bagus. Kalau begi-
tu sekarang mari kita bercinta.
*** PENYAMARAN TERBUKA
SENJA. Tak seekor burung pun terdengar berceri-
cau di bukit-bukit yang hening di pinggiran Kamakura.
Angin telah berhenti bertiup, dan matahari seperti si-put merambat ke balik
cakrawala. Daun-daun kripto-
meria tergulung hawa dingin seperti tembakau.
Saburo Mishima sedang menuruni lereng bukit me-
nuju Kamakura. Sejak mengetahui rencana persekong-
kolan Mayeda Toyotomi, Saburo berpikir keras mencari jalan keluar, tetapi
ternyata tidak mudah. Bahkan
mungkin ia bisa terbunuh. Padahal untuk memper-
ingatkan Imagawa, sulit dilakukan, karena Saburo
sendiri harus selalu menyembunyikan diri di Kamaku-ra. Bila penyamarannya
terbuka, keadaan pasti ber-
tambah buruk. Setelah dipertimbangkan dengan masak, akhirnya
Saburo memutuskan bahwa ia harus berada di Kama-
kura, untuk memperingatkan Imagawa. Ada yang mun-
cul dalam pikirannya, bila ia berhasil menyelamatkan nyawanya, bukan mustahil
Imagawa akan berpihak
padanya. Bila hal itu terjadi, Saburo dapat menggalang kekuatan di wilayah
Suruga. Tetapi bila usahanya
mengalami kegagalan, sesungguhnya ia tak mengalami kerugian apa-apa, selama ini
ia toh telah menjadi shugyosa.
Seperti biasa, Saburo mengenakan kimono kumal,
rambutnya diikat jerami. Ia menjadi samurai pengembara miskin agar tak banyak
menarik perhatian.
Di pinggir kota Kamakura sekarang berderet ba-
ngunan baru diperuntukkan bagi para pelacur. Nobu-
naga menyadari kedatangan para samurai yang mem-
perkuat pasukannya, membutuhkan tempat hiburan
agar mereka tak mengalami kerinduan pada rumah
atau kemerosotan semangat karena kebutuhan biolo-
gis. Karena itu ia mendatangkan pelacur-pelacur dari Yoshiwara untuk memenuhi
rumah pelacuran di Kamakura. Tempat itu menjadi ramai, terutama pada malam hari.
Ratusan pelacur berpakaian dan bersolek
untuk menunggu langganan. Mereka duduk-duduk di
teras rumah atau menemani orang-orang yang ingin
menghabiskan malam dengan minum sake. Di sepan-
jang jalan itu lampu-lampu dinyalakan, sehingga tem-
pat tersebut jadi terang benderang.
Saburo berjalan dengan diam-diam, mencari tempat
yang memungkinkan dirinya mendapatkan informasi
tentang rencana penyergapan terhadap Imagawa. Hing-ga ini ia masih bimbang,
apakah Mayeda Toyotomi
akan melakukan penyergapan itu atas buah pikiran-
nya sendiri, atau Nobunaga berada di balik pengkhianatan tersebut. Bila Nobunaga
terlibat, jelas Imagawa tak mungkin diselamatkan. Tetapi bila tidak, berarti
Mayeda ingin menciptakan kesan bahwa Nobunaga-lah
yang melakukan penyergapan itu. Dengan cara itu,
Mayeda akan tetap memiliki kehormatan untuk mere-
but kekuasaan di Suruga. Apabila Nobunaga memang
tak terlibat, Saburo memiliki peluang untuk bermain di tengah persekongkolan
itu. Maka satu-satunya cara
untuk mengetahui adanya persekongkolan atau tidak, ia harus berada di tengah
arena. Tidak bisa tidak.
"Hai, Samurai, mari mampir, saya beri sesuatu yang menyenangkan," teriak seorang
pelacur dengan genit.
"Saya beri layanan istimewa untukmu," teriak yang
lain. Seorang pelacur mendekati Saburo, "Hari ini aku
berulang tahun, aku ingin hanya melayani satu orang, kurasa kau cocok
untukku...."
Saburo hanya mendengus.
"Mari ke kamarku," ajak perempuan itu. "Kau tentu
capek. Nanti aku akan memijitmu."
"Aku hanya ingin minum," kata Saburo.
"Minum di kamarku."
"Tidak sekarang. Aku ingin minum di warung."
"Kenapa tidak istirahat di kamarku saja" Di sana
kau bisa berbaring...."
"Tidak."
"Huh. Kau samurai miskin!"
Dengan genit pelacur itu berlari ke teman-teman-
nya, lalu mereka tertawa cekikikan.
Saburo melihat keadaan sekelilingnya. Mulai tam-
pak sejumlah samurai mengunjungi kompleks pelacu-
ran itu sambil menyandang pedang mereka. Dari beberapa tempat mulai terdengar
gelak tawa laki-laki berbaur dengan kegenitan perempuan. Di salah satu su-
dut kompleks itu, ada sejumlah penari sedang meng-
amen. Mereka menari gemulai mengikuti irama musik
perkusi. Ingatan Saburo melayang pada Yuriko, orang yang pernah menolongnya.
Tiba-tiba seorang pelacur mendekati Saburo, "Apa-


Shugyosa Samurai Pengembara 4 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kah engkau juga dari Suruga?"
Saburo kaget mendengar pertanyaan itu.
"Kemarin malam aku juga menemani temanmu,"
lanjut pelacur itu. "Aku menyukai orang-orang Suru-ga."
"Kenapa?" Saburo bertanya.
"Kalian memberiku uang lebih banyak dari yang se-
harusnya. Kau benar-benar dari Suruga?"
"Ya," jawab Saburo berdusta.
"Kalau begitu mari ke kamarku."
"Aku hanya ingin beristirahat."
"Beristirahatlah di kamarku."
"Aku tidak bisa membayarmu lebih banyak dari yang
biasa kauterima."
"Aku tidak peduli. Hari ini aku belum memperoleh
tamu." "Memangnya kenapa?"
"Kalau hari ini aku juga tak mendapat tamu, besok
pagi aku harus meninggalkan tempat ini. Germoku tak sudi memelihara pelacur yang
tak dapat menghasilkan uang."
Jawaban itu membuat Saburo menatap pelacur di
depannya. Ia berani memastikan usianya sudah lewat tiga puluh tahun, tetapi
sebenarnya tubuhnya masih
menggairahkan. Rupanya dia kalah bersaing dengan
pelacur-pelacur yang lebih muda.
"Tolonglah saya, Tuan," kata pelacur itu menghiba.
"Berikan saya kesempatan menghiburmu. Kalau Tuan
tidak ingin bercinta, saya bisa memijat dengan sem-purna."
"Betulkah?"
"Betul. Sebelum menjadi pelacur, saya tukang pijat di istana Ashikaga."
Saburo menatapnya tak percaya.
"Tiga hari lalu saya melayani tiga samurai dari Suruga," celoteh perempuan itu
lagi. "Mereka tidak mau main cinta, tetapi mereka memberiku banyak persen
karena puas akan pijitanku."
Saburo tak ingin membuang kesempatan, "Kalau
begitu aku juga ingin merasakan pijatanmu."
Perempuan itu bersinar-sinar matanya. Ia merasa
terselamatkan dari kemungkinan diusir germonya.
Sambil mengangkat kimononya, ia berjalan menggamit lengan Saburo Mishima menuju
kamarnya. Kamar itu seluas tiga meter kali tiga meter, hanya berisi kasur jerami yang
diberi seprei warna putih. Di atas kasur terdapat sebuah bantal jerami yang juga
terbungkus sarung bantal putih. Ruangan hanya dite-rangi lampu minyak sehingga
kamar itu jadi remang-
remang. Di pojok kamar, terdapat handuk dan kimono yang dilipat rapi. Sebuah
hakama diletakkan di dekat pintu. Sepotong sabun dari buah klerak diletakkan
dekat gayung batok kelapa. Semua serba sederhana.
Begitu masuk kamar, perempuan itu mengunci pin-
tu, lalu mulai memeluk Saburo. Ia mencoba menciumi lelaki itu.
"Sudah kukatakan, aku hanya ingin merasakan pi-
jatanmu," Saburo berkata tanpa tekanan. "Aku baru
saja mengadakan perjalanan jauh, aku tak ingin ber-
cinta." "Oh, sayang sekali," kata perempuan itu. "Tetapi tak apa-apa, aku sudah merasa
senang Tuan mau memi-lihku."
Saburo meletakkan pedangnya di lantai, persis di
samping tempat tidur, kemudian berbaring. Perem-
puan itu membantu Saburo membuka sandal jerami
yang dikenakannya, lalu meletakkan dengan rapi di
dekat pintu. "Siapa namamu?" Saburo bertanya.
"Okazaki."
"Hm, Okazaki. Nama yang bagus."
"Terima kasih, Tuan. Sudah lama saya tak men-
dengar pujian seperti itu."
"Benarkah?"
"Saya tidak pernah berbohong."
Saburo berbaring mencari jalan untuk mengorek
keterangan dari mulut wanita itu. Sejurus ia diam, sampai ia merasakan jemari
pelacur itu mulai memijat punggungnya. Sentuhannya lembut, namun tidak me-
ngurangi isyarat bahwa Okazaki memang pandai me-
mijat. "Tidak usah terlalu keras, dan tidak usah tergesa-
gesa," kata Saburo memperingatkan.
"Baiklah, Tuan."
Tangan Okazaki dengan cekatan mulai memijat ba-
hu Saburo. "Benarkah kau tiga hari lalu melayani teman-temanku dari Suruga?"
Saburo bertanya.
"Saya tidak pernah berdusta."
"Seharusnya mereka tidak boleh main wanita sebe-
lum pekerjaannya selesai."
"Mereka tidak bercinta," sahut Okazaki cepat. "Me-
reka hanya minta pijat seperti yang Tuan lakukan sekarang."
"Oh."
"Apakah mereka mengatakan akan pergi ke mana?"
"Mereka hanya mengatakan harus tinggal di sini se-
lama seminggu, menunggu kedatangan Shogun Imaga-
wa. Mereka hanya menjalankan perintah Mayeda Toyo-
tomi." "Mereka terlalu banyak bicara."
Okazaki menghela napas panjang.
"Tetapi Tuan jangan bicara pada mereka tentang
percakapan ini," kata Okazaki bersungguh-sungguh.
"Saya tidak mau kehilangan langganan kalau mereka
merasa dikhianati karena saya menceritakan pada
Tuan soal kedatangan mereka."
"Kau tak perlu takut, aku tidak akan bicara dengan mereka. Kecuali itu, aku toh
tidak tahu siapa mereka."
Okazaki bernapas lega. Kata-kata Saburo membuat
perempuan itu tenang.
"Apakah mereka mengatakan apa rencana Tuanku
Mayeda Toyotomi?"
"Sedikit."
"Katanya mereka diminta melakukan penyergapan
di dekat bukit Kindera."
"Bukit Kindera?"
"Benar."
"Astaga, aku justru belum diberitahu tentang peru-
bahan tempat itu. Dulu Tuanku Mayeda mengatakan
penyergapan akan dilakukan di hutan Innai. Kurang
ajar, rupanya kurir yang bertanggung-jawab mengirim informasi itu bekerja
ceroboh dan serampangan."
Okazaki merasa gembira karena dapat memberi in-
formasi lebih baik dari kurir Mayeda. Ia merasa Saburo pasti akan memberikan
persen untuknya, karena itu
untuk memikat hati Saburo, wanita itu melanjutkan
bicara, "Selain tempat itu, mereka juga mengatakan tentang rencana Mayeda
mengirim seratus bala bantuan dari Suruga dalam penyergapan itu."
"Apakah mereka mengatakan kapan penyergapan
itu akan dilaksanakan?"
"Pada hari Shogun Imagawa kembali menuju Suru-
ga." "Persis seperti yang kuduga."
Saburo merasakan tangan wanita itu menyusuri ke
celah pangkal pahanya. Ia memijat tempat itu tentu dengan harapan dapat
merangsang langganannya. Ta-pi Saburo segera memegang tangan itu.
"Jangan! Bukankah sudah kukatakan aku hanya
ingin pijat?"
"Oh, ya, maaf. Saya tak sengaja."
Saburo mendengus. Karena wanita itu takut telah
membuat langganannya kecewa, ia kemudian bekerja
lebih baik lagi. Ia memijat dengan segenap perasaan.
"Ketika aku berangkat, kami hanya bersepuluh.
Kupikir sebuah penyergapan dengan sepuluh samurai
tak mungkin berhasil baik karena Imagawa tentu
membawa sejumlah pengawal setia."
Okazaki mengerutkan kening, lalu berkata, "Kata
mereka, sekarang Mayeda telah mengirimkan tiga pu-
luh samurai. Dan ketika penyergapan dilakukan, dia akan mengirimkan seratus
samurai lagi. Tetapi bukan hanya itu, ketika berangkat kemari, Mayeda juga akan
menyusupkan orang-orangnya sebagai pasukan pengawal Imagawa."
Benar-benar luar biasa. Tidak ada celah sedikit pun untuk Imagawa meloloskan
diri. Dia seperti seekor tikus yang dimasukkan ke dalam kandang serigala.
"Apakah mereka mengatakan di mana tempat per-
temuan akan dilakukan sebelum hari penyergapan?"
"Katanya di dekat kuil Kindera, satu mil dari tempat penyergapan."
"Kapan?"
"Sehari sebelum waktu penyergapan."
"Saya hari ini telah berkeliling kota, tetapi tak kulihat seorang pun dari
mereka. Aku jadi curiga mereka telah mengganti kata sandi yang harus
kupergunakan. Aku kehilangan hubungan dengan kurir dari Suruga
karena selama dua hari menderita sakit. Apakah kau tahu kata sandi mereka?"
"Salah seorang dari mereka mengatakan, kata sandi
mereka adalah 'Awan gelap. Hari hendak hujan'."
"Persis seperti dugaanku. Mereka telah mengganti
kata sandi itu. Pantas aku tak bisa bicara dengan siapa pun."
"Tuan beruntung bertemu denganku."
"Benar. Aku sangat berterima kasih padamu. Kura-
sa aku tak akan menyesal memberimu persenan."
"Terima kasih, Tuan."
"Apakah engkau tahu orang-orang dari mana yang
tiga hari lalu datang kemari?"
"Tampaknya dari Mikawa atau Shinano. Saya tidak
tahu persis, tetapi hanya menebak berdasarkan dialek mereka."
"Tidak mungkinkah dari Owari?"
"Tidak. Saya tahu persis bagaimana orang Owari bi-
cara." Hampir satu jam Saburo dipijat sambil berbincang-
bincang dengan Okazaki. Ia kini mulai mendapat gambaran lengkap tentang rencana
Mayeda Toyotomi. Se-
lain saat pelaksanaan penyergapan, Saburo kini sudah tahu dengan pasti bagaimana
hal itu akan dilaksanakan. Ada seratus tiga puluh samurai, belum terhitung
samurai yang disusupkan dalam pasukan pengawal
Imagawa, yang akan menjadi tulang punggung sera-
ngan itu. Kecuali waktu dan tempat, Saburo memperoleh informasi tambahan, yakni
rencana Mayeda untuk menyingkirkan Tazumi sesudah berhasil membinasa-kan
Imagawa. Benar-benar manusia serakah yang mengerikan.
Sesudah memijat, Okazaki mengambil air hangat di
ember, lalu mulai membasuh tubuh Saburo menggu-
nakan spon. Dengan hati-hati perempuan itu member-
sihkan seluruh tubuh lelaki itu. Saburo sendiri merasakan kenikmatan yang luar
biasa. Sejak kematian istrinya, ia tak pernah merasakan kenikmatan diman-jakan
oleh perempuan. Maka pelayanan Okazaki men-
jadi sangat berarti baginya. Setiap kali wanita itu membasuh tubuhnya, ia
terkenang dulu istrinya hampir setiap hari melakukannya dengan penuh kelembutan.
Setelah semua terbasuh, Saburo duduk.
"Kurasa sudah cukup," kata Saburo akhirnya. Ia
membetulkan kimononya, kemudian memberikan uang
yang jauh lebih besar dari yang diduga Okazaki.
"Oh, terima kasih, Tuan," seru Okazaki. "Saya tidak menduganya."
"Terimalah. Aku sangat berterima kasih atas pela-
yananmu. Sangat memuaskan."
"Domo arigato. "
Saburo tersenyum lalu melangkah keluar sambil
memasukkan pedang ke ikat pinggangnya. Tubuhnya
terasa segar dan nyaman. Ia meninggalkan tempat itu dan berlenggang di jalanan.
Hari sudah malam, udara dingin dan angin berhem-
bus sepoi-sepoi. Lampu-lampu sudah dinyalakan, se-
hingga jalanan menjadi terang. Beberapa ekor kunang-kunang terbang rendah, ada
tiga anak kecil berlarian mencoba menangkap binatang itu.
Baru beberapa langkah meninggalkan tempat Oka-
zaki, tiba-tiba seseorang memanggil namanya.
"Hei, Samurai, berhenti! Bukankah engkau Saburo
Mishima?" Saburo berhenti, lalu menoleh, ia melihat dalam jarak sepuluh meter di depannya,
empat orang samurai
berdiri siap menantangnya.
(Bersambung ke buku kelima.)
*** Scan/Edit: Clickers
PDF: Abu Keisel
Document Outline
KEMENANGAN YANG MELELAHKAN
*** *** PERTEMUAN TAK TERDUGA
*** *** KEGELISAHAN NOBUNAGA
*** *** *** PERLINDUNGAN SANG BUDHA
*** *** PENYEBARAN MATA-MATA
*** *** KEMBALI KE KAMAKURA
*** *** NINJA *** RENCANA GILA *** PENYAMARAN TERBUKA
*** Pendekar Misterius 2 Pendekar Perisai Naga 3 Penguasa Gua Barong Pendekar Pedang Sakti 22
^