Pencarian

Pasukan Kumbang Neraka 1

Siluman Ular Putih 16 Pasukan Kumbang Neraka Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
1 "Bagus, Meruya! Tidak percuma bertahun-
tahun aku memeliharamu. Rupanya kau tahu
budi juga. Kalau tidak, sudah pasti aku tewas di tangan Siluman Ular Putih."
Keheningan puncak Gunung Sindoro ter-
pecah oleh suara serak seorang kakek tua renta.
Usianya sulit sekali ditaksir. Pakaiannya hitam-
hitam kumal. Wajahnya mengerikan, penuh ber-
cak-bercak hitam.
Sewaktu bicara tadi, bandul kalung ber-
bentuk tengkorak manusia kecil yang menggelan-
tung di depan dada si tua renta ini bergoyang-
goyang. Sementara, angin terus saja memper-
mainkan rambutnya yang putih sebatas bahu.
Kini kakek tua yang tak lain Pengasuh Se-
tan segera membuka kelopak matanya yang amat
cekung. Saking cekungnya, membuat kedua bola
mata itu menjorok ke dalam. Hanya kilatan-
kilatan yang mencorong tajam sajalah tanda ka-
lau dia memiliki mata.
"Kuuukkk! Kuuukkk!"
Berkali-kali burung hantu raksasa yang di-
panggil Meruya mengangguk-angguk sebagai ja-
waban pertanyaan majikannya tadi. Kedua
sayapnya digerak-gerakkan demikian rupa, seolah
ingin mengeluarkan isi hatinya.
"Apa" Kau menginginkan aku menuntut
balas"!" sentak Pengasuh Setan menanggapi suara burung peliharaannya. "Bodoh!
Sudah pasti aku akan menuntut balas. Siluman Ular Putih
harus mampus di tanganku!"
Burung hantu raksasa berbulu kuning tua
itu sesaat terpekur di tempatnya. Seolah, menger-ti betul, dengan kata-kata
Pengasuh Setan. Kedua bola matanya bulat besar berwarna hitam pekat
berkilat-kilat mendengar makian majikannya ba-
rusan. Namun, hanya sebentar. Setelah itu Me-
ruya yang memiliki paruh kuat kembali mengang-
guk-angguk. "Kuuuk! Kuuukkk!"
"Sudahlah, Meruya! Jangan banyak cin-
cong. Aku memang patut berterima kasih pada-
mu. Tapi bukan berarti kau harus mengguruiku,
tahu"!" hardik Pengasuh Setan. Dari suara Meruya, lelaki tua ini tahu kalau
burung hantu itu menyebut-nyebut pertolongannya. Dan itu yang
paling tidak disukai Pengasuh Setan.
Burung hantu raksasa itu memang pernah
menyelamatkan Pengasuh Setan dari tangan Si-
luman Ular Putih. Jika tidak ada Meruya, sudah
pasti nyawa si tua ini sudah melayang di tangan
Siluman Ular Putih. Namun sayang, Pengasuh Se-
tan tidak pernah menghormati pertolongan pihak
lain. Ia malah memaki-maki burung peliharaan-
nya. (Untuk mengetahui sepak terjang Pengasuh
Setan dan Meruya, silakan baca, "Pengasuh Setan"). Pengasuh Setan bersungut-
sungut, merasa malas meladeni ocehan burung peliharaannya.
Dan, sekali menghentakkan tangannya ke bawah,
tubuhnya telah membuat salto dua kali di udara,
lalu mendarat di hadapan Meruya. Tubuhnya kini
terasa segar setelah hampir setengah harian ber-
semadi. Luka dalamnya pun berangsur pulih se-
perti sedia kala.
Meruya sempat mengeluarkan pekikan be-
berapa kali sewaktu melihat tangan majikannya
menghentak ke bawah. Dikira, majikannya akan
menyerang dirinya. Karena bukan mustahil, da-
lam keadaan gusar seperti itu, Pengasuh Setan
suka ringan tangan. Malah terkadang dengan
seenaknya burung peliharaannya suka dipukul
tanpa sebab. Maka melihat kegusaran majikan-
nya Meruya telah terbang tinggi ke udara.
Saat Pengasuh Setan memaki-maki, Me-
ruya masih terbang berputar-putar di sekitar ma-
jikannya. Ia tidak berani terbang lebih jauh sebelum diperintah.
"Ikut aku, Meruya!" perintah Pengasuh Setan tiba-tiba.
"Kukkk...!" Disertai pekikan panjang, Meruya segera melesat mendahului
majikannya. Pengasuh Setan tidak mau ketinggalan.
Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah
mencapai tingkat tinggi, segera disusulnya Me-
ruya ke suatu tempat.
*** Di puncak Gunung Sindoro sebelah timur,
sebuah padang luas berpasir menghampar. Ke
mana mata memandang, selalu saja gundukan
pasir yang terlihat. Gundukan pasir yang tertata
halus bak hamparan sutera, menghiasi puncak
gunung. Bulan bulat penuh di angkasa makin
memperjelas tempat yang dinamakan Segoro Pa-
sir. Bukan itu saja. Ternyata tempat itu pun di-warnai suara riuh rendah tanpa
wujud. Konon, suara-suara aneh itu berasal dari makhluk-
makhluk halus penghuni puncak Gunung Sindo-
ro. Benar atau tidak, masih sulit dicari buk-
tinya. Dan konon beberapa orang penduduk kam-
pung di sekitar lereng menamakan padang pasir
itu sebagai Pasar Setan. Betapa tidak" Suara-
suara riuh rendah itu yang amat aneh benar-
benar tak memperlihatkan adanya kegiatan satu
pun di sana. Hanya orang-orang sakti saja yang
tahu, apa yang terjadi di tempat itu.
"Kuuukkk!"
Suara pekikan burung hantu raksasa peli-
haraan Pengasuh Setan terdengar dari kejauhan,
menindih suara-suara gaib di Pasar Setan. Aneh!
Mendadak suara-suara gaib itu berhenti. Keadaan
kini berganti sepi. Hanya sesekali terdengar sua-ra-suara binatang malam yang
mengusik kehe- ningan malam. Itu pun tidak begitu nyaring.
Mungkin ngeri menyaksikan apa yang akan terja-
di di puncak gunung.
Keadaan sunyi ini kian bertambah, ketika
Pengasuh Setan muncul dari sebelah barat. Mak-
hluk-makhluk halus penghuni puncak Gunung
Sindoro itu kini bagai dirundung duka. Memang,
bertahun-tahun sejak Pengasuh Setan bermukim
di puncak Gunung Sindoro, mereka merasakan
ketakutan luar biasa.
Sebenarnya ini memang suatu kejadian
langka. Bagaimana mungkin makhluk-makhluk
halus penghuni puncak Gunung Sindoro takut
terhadap seseorang" Namun kenyataannya me-
mang demikian. Dengan ilmu yang dipelajari dari
Kitab Paguyuban Setan, ternyata Pengasuh Setan
mampu menguasai makhluk-makhluk halus
penghuni puncak Gunung Sindoro. Meski sebe-
narnya, kitab itu belum tuntas dipelajarinya.
"Sayang sekali aku belum tuntas mempela-
jari Kitab Paguyuban Setan. Kalau sudah,
hmmmh! Pasti aku dapat membunuh Siluman
Ular Putih! Lagi pula, kemarin aku belum sempat
mengeluarkan aji 'Panglipur Setan'. Aku yakin
dengan aji itu pun Siluman Ular Putih akan tewas di tanganku," gumam Pengasuh
Setan nyaris tak kentara.
Kini, lelaki tua itu telah berdiri tegak di
atas sebongkah batu besar di tengah-tengah lau-
tan pasir. Sembari bertolak pinggang terus diperhatikannya keadaan sekitarnya.
Sepasang ma- tanya betapa mengerikan. Berkilat-kilat seolah-
olah tak kuasa menahan bara dendam dalam da-
da. Dan dendamnya ingin sekali dilampiaskan
saat ini juga, tanpa menunggu selesai mempelaja-
ri ilmu yang terkandung dalam Kitab Paguyuban
Setan secara tuntas. Hanya saja kali ini ia sangat membutuhkan bantuan anak-anak
asuhnya. Yakni, makhluk-makhluk halus penghuni puncak
Gunung Sindoro. Dengan begitu ia ingin sekali
membentuk sebuah pasukan tangguh. Pasukan
Kumbang Neraka!
"Wahai anak-anakku penghuni Gunung
Sindoro! Dengarlah! Buka telinga kalian lebar-
lebar! Seperti yang telah kalian ketahui, beberapa hari lalu aku memang
bermaksud membunuh
orang yang telah menewaskan muridku, Penguasa
Alam. Tapi, sayang! Aku dapat dikalahkan oleh
Siluman Ular Putih. Untuk itu, kali ini aku ingin meminta bantuan kalian. Dan
seharusnya kalian
memang harus tunduk dan taat padaku. Kalau
tidak, tahu sendiri akibatnya. Apa di antara ka-
lian ada yang ingin membangkang?" kata Pengasuh Setan dengan suara nyaring,
memenuhi pun- cak gunung. Tak ada jawaban. Hanya saja saat itu kem-
bali suara riuh rendah di puncak Gunung Sindo-
ro. Malah lebih riuh dari semula. Mungkin mere-
ka merasa keberatan dengan permintaan Penga-
suh Setan. Namun, mereka tak berani mengung-
kapkannya. Maka mereka hanya mengeluarkan
suara riuh. "Bagaimana" Apa kalian keberatan?" lanjut Pengasuh Setan.
Tetap sama saja. Tak ada jawaban.
"Baik! Pokoknya keberatan atau tidak, ka-
lian harus taat kepadaku. Kalian harus memban-
tuku untuk membunuh Siluman Ular Putih. Juga
tokoh-tokoh dunia persilatan yang bermaksud
merintangi maksudku!" tandas Pengasuh Setan.
Titah penguasa puncak Gunung Sindoro
telah terucap. Tak ada kata lain, kecuali memang
harus dilaksanakan. Walau sebenarnya para
makhluk halus penghuni puncak Gunung Sindo-
ro merasa keberatan, tetapi mereka tidak ingin celaka di tangan tokoh sesat satu
ini. "Sekarang aku ingin pergi sebentar. Jangan
ke mana-mana! Awas kalau minggat! Jangan diki-
ra aku tak dapat menghukum kalian!" ancam
Pengasuh Setan, penuh tekanan.
Suara riuh rendah di puncak Gunung Sin-
doro makin ramai. Namun Pengasuh Setan tidak
mempedulikannya. Malah tanpa banyak cakap la-
gi kakinya segera menutul di bongkahan batu. La-
lu dengan ilmu meringankan tubuhnya yang su-
dah mencapai tingkat tinggi, segera ditinggalkan tempat itu. Gerakan kedua
kakinya ringan sekali.
Bahkan gundukan-gundukan pasir di bawahnya
sedikit pun tidak membekas. Hingga dalam bebe-
rapa kelebatan saja, sosok Pengasuh Setan telah
lenyap dalam kegelapan membawa satu niat!
2 Malam makin merayap, menjarah alam
semesta. Dibalut hawa dingin yang menusuk se-
sosok bayangan hitam terus berkelebat ke timur.
Gerakannya ringan laksana terbang. Terkadang
sosok bayangan hitam itu menghilang di kegela-
pan, di antara rapatnya batang pohon. Sebentar
kemudian, sosoknya muncul kembali dari kerapa-
tan pohon di Hutan Krajan.
Di sebuah hamparan tanah luas berumpu-
tan sosok bayangan hitam itu berhenti, tegak
berdiri. Cahaya bulan terang di angkasa makin
memperjelas, siapa sosok bayangan hitam itu. Dia adalah seorang kakek tua
berpakaian hitam-hitam kumal. Parasnya mengerikan. Kedua bola
matanya melesak ke dalam, be-warna merah sa-
ga. Sebuah bandul berbentuk tengkorak manusia
kecil tampak menggelantung di depan dada. Siapa
lagi tokoh satu ini kalau bukan Pengasuh Setan"!
Untuk sesaat Pengasuh Setan tetap diam
tak bergerak. Sepasang matanya mencorong
memperhatikan bangunan gedung yang berada
lima tombak di hadapannya. Dengan sinar mata
mengerikan niat hatinya yang bengis tersirat jelas dari tarikan senyumnya. Mau
apa dia sebenarnya" Apa maksud kedatangannya di markas Per-
guruan Telapak Gajah yang dikenal sebagai per-
guruan silat beraliran putih.
Melihat tamu tak diundang datang berdiri
mencurigakan, lima orang penjaga Perguruan Te-
lapak Gajah segera menghampiri dan mengurung
Pengasuh Setan. Pedang di tangan kanan mereka
berkilauan tertimpa sinar bulan dengan tatapan
orang penuh selidik atas kehadiran Pengasuh Se-
tan. "Siapa kau"! Mau apa datang malam-
malam begini di perguruan kami"!" tegur seorang murid Perguruan Telapak Gajah,
membentak. Sikapnya terlihat hati-hati, takut kesalahan tangan.
Pengasuh Setan mengangguk-angguk. Ra-
hangnya mengeras. Kilatan sepasang matanya te-
rus menjilati kelima orang murid Perguruan Tela-
pak Gajah yang mengurungnya.
"Orang Tua! Sebenarnya apa maksudmu
menyambangi perguruan kami malam-malam be-
gini" Seandainya kau ingin bertemu Guru, me-
nyesal sekali kami tak bisa mengizinkan. Baiknya, besok saja kau datang kemari.


Siluman Ular Putih 16 Pasukan Kumbang Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pasti kami mene-rimamu baik-baik," timpal salah seorang murid lainnya, lebih
halus. Tak seperti saudara seperguruannya di sebelahnya yang berwatak kasar.
"Kalian berlima, juga semua yang berada di
perguruan ini, harus ikut aku ke puncak Gunung
Sindoro. Malam ini juga! Cepat panggil teman-
teman kalian lainnya. Semuanya!"
Saat Pengasuh Setan mulai membuka sua-
ra, nada bicaranya sama sekali tidak ramah. Dan
ini sudah diduga murid-murid Perguruan Telapak
Gajah. "Menyesal sekali kami tak dapat menuruti permintaanmu, Orang Tua. Kami
tak mengenal-mu. Buat apa harus menuruti permintaanmu?"
tukas murid Perguruan Telapak Gajah yang tadi
berbicara halus.
"Bagus! Aku memang menyukai kekerasan.
Dan aku akan lebih senang kalau harus memaksa
dengan kekerasan."
"Respati! Buat apa kita bermanis muka
dengan pengacau satu ini! Kalau memang ber-
maksud baik, sudah pasti ia tahu kalau kita tak
mengizinkan. Tapi, tua bangka ini malah memak-
sa kita dengan kekerasan, Ayo, teman-teman! Kita usir pengacau satu ini!" teriak
murid yang berwatak kasar tadi, garang.
"Benar! Kau benar, Kakang. Hayo, kita usir
pengacau satu ini!" sahut murid-murid yang lain serempak.
"Manusia-manusia bodoh! Apa kalian tidak
tahu tengah berhadapan dengan siapa, he"! Sebe-
lum kalian mengusirku, terlebih dahulu nyawa
kalianlah yang akan kubuat mampus! Hea...!"
Berbareng bentakan keras, tubuh tinggi
kurus Pengasuh Setan telah berkelebat cepat me-
nyerang kelima murid penjaga Perguruan Telapak
Gajah. Saking cepatnya gerakan tangannya,
membuat kelima orang murid penjaga itu hanya
bisa melongo sebelum akhirnya.....
Dukkk! Dukkk! Crakkk! Lima kali tangan Pengasuh Setan bergerak,
tahu-tahu sudah meminta korban. Kelima tubuh
orang murid Perguruan Telapak Gajah itu kontan
terjungkal ke tanah tanpa dapat bergerak-gerak
lagi. Dua orang murid dengan kepalanya pecah.
Dua orang dengan perut robek hingga ususnya
terburai keluar.
Sisanya dengan dada berlubang tanpa-
jantung lagi. Mengerikan! Semua kejadian menge-
rikan ini hanya dalam waktu amat singkat saja.
Tanpa ampun, Pengasuh Setan membantai mu-
rid-murid Perguruan Telapak Gajah secara keji.
Pengasuh Setan tertawa bergelak. Sua-
ranya membahana di angkasa, seolah ingin me-
mamerkan pada Sang Penguasa bahwa dialah
yang terhebat di kolong jagat raya ini!.
"Telapak Gajah! Keluar! Lihat! Apa yang
kulakukan ini!"
Pengasuh Setan bertolak pinggang dengan
tangan kiri. Sementara jantung salah seorang
murid Perguruan Telapak Gajah yang tergenggam
di tangan kanannya diacung-acungkan tinggi ke
udara. Baru saja kata-kata Pengasuh Setan tun-
tas, dari dalam bangunan meluncur satu bayan-
gan yang langsung mendarat di depannya.
"Gusti Allah! Apa yang terjadi di sini" Apa yang kau lakukan di tempat ini,
Pengasuh Setan?"
*** Pengasuh Setan makin melipatgandakan
tawanya. Sepasang matanya yang mencorong ta-
jam kini tertuju lurus pada sosok bayangan di
hadapannya, seorang lelaki gagah bertubuh tinggi besar. Tak seperti tubuh
manusia kebanyakan,
tingginya hampir mencapai dua tombak!
Lelaki berbadan kekar itu memiliki otot-
otot bertonjolan. Pakaiannya dari kulit ular. Lelaki ini memiliki kaki yang amat
besar. Hampir se-
besar batang pohon kelapa. Bukan main! Maka
tak heran kalau dunia persilatan menjulukinya
Telapak Gajah! Tak lama Telapak Gajah mendarat di luar
bangunan perguruan, dua lusin murid Perguruan
Telapak Gajah telah bermunculan dengan pedang
di tangan kanan. Walau sudah mengurung, mere-
ka belum berani bertindak dan hanya tinggal me-
nunggu perintah. Sekali perintah itu turun, su-
dah pasti mereka akan menyerang si pembuat
onar itu. "Bagus-bagus! Rupanya kali ini aku tak
perlu susah-susah mencari beberapa orang yang
akan kujadikan pasukanku. Kau dengar, Telapak
Gajah! Aku, ingin menjadikanmu, juga murid-
muridmu, sebuah pasukan. Yah, Pasukan Kum-
bang Neraka!" kata Pengasuh Setan disertai tawa berderai.
"Bedebah! Di antara kita tak pernah ada si-
lang sengketa! Tapi, mengapa malam ini kau me-
nyatroni perguruanku, Pengasuh Setan?" hardik Telapak Gajah menahan sabar.
Kalau menurutkan perasaan, ingin rasanya
ketua Perguruan Telapak Gajah segera menerjang
manusia pengacau di hadapannya. Apalagi sete-
lah melirik salah satu mayat muridnya yang da-
danya bolong. Jelas, jantung di tangan Pengasuh
Setan itu adalah milik muridnya yang kini terbu-
jur kaku. "Jangan banyak berdalih, Telapak Gajah.
Ada sengketa maupun tidak, aku memang ingin
menyatroni perguruanmu. Dan mau atau tidak,
kalian semua harus kubawa ke puncak Gunung
Sindoro!" tegas lelaki tua sesat itu.
"Haram jadah! Siapa sudi menuruti mak-
sud kejimu"! Lagi pula, aku tak akan membiar-
kanmu menebar maut di perguruanku. Hm....
Baiklah. Aku masih sedikit berbaik hati padamu.
Kesalahanmu kumaafkan, asal kau mau memo-
tong sebelah lenganmu. Dan urusan kita berakhir
sampai di sini!"
Telapak Gajah masih bersikap santun. Wa-
lau amarah dalam dada bergelora, namun tetap
berusaha bersikap tenang. Sebagai tokoh persila-
tan, ia cukup tahu siapa Pengasuh Setan yang
merupakan momoknya dunia persilatan. Bukan,
bukannya ia takut menghadapi lelaki berhati iblis itu. Kalau hanya nyawanya yang
melayang, itu bukan soal. Yang jelas Telapak Gajah justru ten-
gah menghindarkan adanya korban dari murid-
muridnya yang lain. Ia tak ingin nyawa murid-
muridnya terancam.
"Apa"! Kau menyuruhku memotong sebe-
lah lengan?" tukas Pengasuh Setan, terus mengumbar tawanya.
"Kau keberatan, Pengasuh Setan?"
"Kau terlalu banyak bacot, Telapak Gajah!
Kau pikir, kau ini siapa, he"! Berani kau menga-
tur Pengasuh Setan"! Apa matamu buta" Lihat
apa yang kupegang ini" Jantung muridmu! Apa
tidak sebaiknya kau menyerah secara baik-baik?"
"Keparat! Kau terlalu merendahkanku,
Pengasuh Setan! Kalau tadi tawaranku kau re-
mehkan, maka kini aku akan menuntut balas
atas tewasnya kelima orang muridku. Juga atas
jantung muridku itu!" dengus Telapak Gajah, menggeram penuh kemarahan yang
menggelegak. "Bagus! Memang itulah yang kuinginkan!"
sambut Pengasuh Setan seraya membuang jan-
tung murid Perguruan Telapak Gajah seenaknya.
"Sekarang aku ingin memaksa semua yang berada di tempat ini untuk kubawa ke
puncak Gunung Sindoro! Hea...!"
Dikawal bentakan nyaring, Pengasuh Setan
segera menerjang Telapak Gajah hebat. Tidak
tanggung-tanggung segera dikeluarkannya aji
'Tangkal Petir'. Maka begitu kedua telapak tan-
gannya mendorong ke depan, melesat cepat dua
larik sinar merah menyala ke arah Telapak Gajah.
"Cepat tinggalkan tempat ini, Murid-
muridku!" teriak Telapak Gajah, memperingatkan murid-muridnya.
"Tidak, Guru! Tak mungkin kami mening-
galkan guru seorang diri dalam bahaya!" tolak seorang murid, gagah.
Sebenarnya Telapak Gajah ingin menyahut,
namun saat ini serangan aji 'Tangkal Petir' mulai mendekati sasaran. Maka, tak
ada pilihan lain
kecuali harus segera membuang tubuhnya ke
samping. Akibatnya, dua larik sinar merah me-
nyala dari kedua telapak tangan Pengasuh Setan
terus menerabas ke belakang. Maka tanpa ampun
lagi.... Bukkk! Bukkk!
Saat itu juga, tubuh beberapa orang murid
Perguruan Telapak Gajah kontan terkena samba-
ran aji 'Tangkal Petir'. Mereka kontan terlempar jauh ke belakang. Begitu ambruk
di tanah tubuh mereka melejang-lejang sebentar, lalu diam tak
bergerak-gerak lagi dalam keadaan hangus terba-
kar! Mati! Bukan main marahnya Telapak Gajah me-
lihat hampir selusin muridnya tewas di tangan
Pengasuh Setan hanya dalam satu gebrakan saja.
Sebagai seorang gagah sudah pasti hatinya amat
murka melihat kekejaman yang dilakukan tokoh
sesat itu. Apa lagi, kekejaman itu menimpa diri
murid-muridnya.
"Jangan buang nyawa kalian percuma, Mu-
rid-muridku! Cepat tinggalkan tempat ini!" teriak Telapak Gajah kalang, cemas
juga hatinya. "Tidak, Guru. Tidak mungkin kami me-
ninggalkan Guru seorang diri dalam bahaya. Biar
pun nyawa taruhannya, kami tetap akan mem-
bantu Guru!" teriak salah seorang murid Telapak Gajah, membandel.
Penegasan itu membuat hati Telapak Gajah
makin gusar. Namun karena memang tidak ada
pilihan lain, terpaksa pilihan murid-muridnya di-ikhlaskan. Hatinya yakin, apa
yang terjadi telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Semua ini dilakukan hanya demi
menegakkan kebenaran. Demi
memberantas keangkaramurkaan yang merajalela
di muka bumi, walau nyawa taruhannya.
Sementara melihat serangan-serangan
Pengasuh Setan yang diarahkan kepadanya ma-
kin menggila, Telapak Gajah kini mulai balas me-
nyerang. Tak percuma ia dijuluki Telapak Gajah.
Maka segera dikeluarkannya jurus 'Telapak Ga-
jah'. Saling berganti kedua kakinya menghentak
bumi. Seketika bumi berguncang hebat!
Bummm! Bummm...!
Setapak demi setapak Telapak Gajah men-
dekati Pengasuh Setan. Satu lusin sisa murid
Perguruan Telapak Gajah turut pula membantu
serangan. Namun ibarat laron bertemu api, tubuh
mereka kontan berhamburan ke samping kanan
kiri terkena tendangan dan tamparan Pengasuh
Setan. Agak aneh memang. Entah kenapa, kali
ini lelaki sesat itu tidak menurunkan tangan
mautnya. Meski demikian, tetap saja tubuh kedua
belas murid Telapak Gajah roboh dan tak dapat
bangun lagi. Entah tewas entah pingsan!
"Bajingan! Demi Tuhan aku akan mengadu
nyawa denganmu, Pengasuh Setan!" teriak Telapak Gajah mengguntur.
Habis berteriak, tiba-tiba Telapak Gajah
berkelebat cepat sekali. Tubuhnya yang tinggi besar bergerak-gerak lincah
menyerang Pengasuh
Setan. Sampai-sampai, sambaran tendangan ka-
kinya mampu menghasilkan angin berkesiur ken-
cang sekali. Belum lagi totokan-totokan jari-jari tangannya. Sulit dibayangkan,
betapa tubuh kurus kering Pengasuh Setan akan hancur berkep-
ing-keping jika terkena tendangan Telapak Gajah.
Tapi, tunggu dulu! Karena....
Bukkk! Bukkk...!
Memang telak sekali tendangan berantai
Telapak Gajah mendarat di dada Pengasuh Setan.
Namun anehnya, jangankan akan hancur berkep-
ing-keping seperti yang dibayangkan Telapak Ga-
jah. Tubuh Pengasuh Setan bergoyang sedikit pun
tidak. Malah begitu tendangan kaki Telapak Ga-
jah mendarat di tubuhnya, seketika tubuh Penga-
suh Setan memancarkan sinar merah menyala!
"Aughhh...!"
Telapak Gajah meraung setinggi langit. Ti-
ba-tiba sekujur tubuhnya merasakan satu hawa
panas yang bukan kepalang menyerang balik tu-
buhnya lelaki kekar tidak tahan. Tubuhnya yang
masih melayang di udara kontan terbanting keras
dengan kaki melepuh!
Melihat musuhnya terkapar, Pengasuh Se-
tan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Den-
gan sekali meloncat, tahu-tahu kaki kanannya te-
lah menghajar tubuh Telapak Gajah keras sekali.
Desss! "Aaakh...!"
Telapak Gajah memekik tertahan. Tanpa
ampun, tubuhnya menghantam batang pohon di
samping, begitu terkena tendangan Pengasuh Se-
tan. Lelaki kekar ini coba bangkit. Tangannya
menjulur-julur ke atas, namun sayang tubuhnya
luruh dan tak bergerak-gerak lagi!
Bukan main gembiranya Pengasuh Setan.
Suara tawanya langsung meledak, menggema
memenuhi Hutan Krajan. Kini apa yang direnca-


Siluman Ular Putih 16 Pasukan Kumbang Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nakan telah terlaksana. Tinggal saat-saat terakhir membentuk Pasukan Kumbang
Neraka. Itulah keinginan gilanya untuk membunuh Siluman
Ular Putih! Atau siapa pun yang menghalanginya
untuk membunuh orang yang telah menewaskan
muridnya, Penguasa Alam!
"Tunggulah pembalasanku, Siluman Ular
Putih! Sebentar lagi pasti kau akan modar di tanganku!"
Kepala Pengasuh Setan mendongak ke
atas. Bulan purnama di angkasa bermuram durja
dengan senyum hambar. Tak ada kegairahan di
sana. Tak ada semangat di balik sinarnya yang
berkilauan. Petaka apakah ini"
3 Ketegangan demi ketegangan boleh saja
mewarnai dunia persilatan. Namun tidak untuk
matahari di atas sana. Sang raja siang malah ngotot membanggakan sinar kuning
keemasannya, menerangi apa saja yang ada di muka bumi.
Membuat suasana pagi itu terasa riang, seperti
kegembiraan bocah kecil.
Keadaan ini rupanya tak jauh berbeda
dengan Soma. Dengan berbantalkan akar pohon
di bawahnya, murid Eyang Begawan Kamasetyo
itu terlihat nyaman sekali dibuai mimpi. Kedua
telapak tangannya ditelangkupkan di depan dada.
Senyumnya tersungging manis di bibir. Sikapnya
sarat dengan ketenangan. Padahal, sebenarnya
tugas berat masih membebani pundaknya setiap
kakinya melangkah.
Di sebelah Soma, seorang gadis cantik se-
sekali mencuri perhatiannya. Gadis itu masih
sangat muda, kira-kira tujuh belas tahun. Ram-
butnya dikuncir dua ke belakang, dihiasi pita be-raneka warna. Pakaiannya pun
juga berwarna- warna, merah, kuning, dan hijau. Belum lagi dua
anting bundar besar yang menghiasi lubang telin-
ganya. Sementara sikapnya manja meng-
gemaskan. Melihat ciri-cirinya, gadis manja satu ini
tak lain dari Mawangi yang lebih terkenal dengan julukan Putri Manja. Memang,
sejak Siluman Ular
Putih mengalahkan Pengasuh Setan, Putri Manja
kemudian diizinkan gurunya untuk berpetualang.
Meski hanya diberi kesempatan beberapa pekan,
tapi kesempatan itu tak disia-siakannya. Namun
anehnya kali ini ia senang sekali melakukan per-
jalanan bersama Soma. (Baca dalam episode:
"Pengasuh Setan").
Hal inilah yang sebenarnya membuat hati
Putri Manja heran. Betapa ia kini senang melaku-
kan perjalanan bersama Siluman Ular Putih. Pa-
dahal tadinya ia amat membenci pada murid
Eyang Begawan Kamasetyo. Apakah ini yang di-
namakan cinta"
Bisa jadi! Kalau tidak, mana mungkin si gadis betah
bersama Soma. Lebih dari itu, diam-diam Putri
Manja pun makin mengagumi ketampanan Silu-
man Ular Putih. Lantas, apa itu kalau bukan yang dinamakan cinta" Namun sebagai
seorang gadis, jelas perasaannya tak mungkin diungkapkan ter-
lebih dulu. Maka ia hanya bisa berharap Siluman
Ular Putihlah yang mendahuluinya.
Tapi sayang, Siluman Ular Putih tampak
angin-anginan. Meski sikapnya baik, namun Putri
Manja ragu kalau Soma juga mencintainya. Inilah
yang sebenarnya mengganggu pikiran murid Bayi
Kawak dari puncak Gunung Merapi.
Putri Manja mengeluh. Sekilas ekor ma-
tanya melirik ke arah Siluman Ular Putih. Pemu-
da itu tampak masih terbuai mimpi. Sederet se-
nyum manis tersungging di sana. Entah mimpi
apa" Mungkin tengah mimpi indah dikerumuni
puluhan bidadari.
"Soma! Kau ini tidur apa mati, sih"! Hayo,
lekas bangun!" hardik Putri Manja.
Soma tersentak kaget. Mulutnya manyun
berat, karena merasa belum puas menikmati
buaian puluhan bidadari dalam mimpinya.
"Kau..." Mengapa kau ganggu tidurku"
Aku..., ah! Sayang benar! Bidadari-bidadari cantik itu kabur. Kau sih!" gerutu
Soma kesal, disusul mulutnya yang menguap lebar. Nikmat sekali ke-lihatannya.
Putri Manja tak menanggapi kekesalan
Soma. Ia pun wajib membesengut dengan mulut
membentuk kerucut. Bukan saja kesal melihat
sikap Soma, melainkan juga kesal dengan pera-
saan hatinya sendiri.
"Kalau kau mau tidur, teruskan saja! Aku
tak sudi menemanimu di sini!" ancam Mawangi.
Putri Manja meloncat bangun. Daging ke-
linci panggang sisa semalam dilemparkannya be-
gitu saja. Soma melongo, tidak menyangka kalau Pu-
tri Manja akan jadi gusar seperti itu. Buru-buru pemuda ini meloncat bangun.
Direngkuhnya ba-hu Putri Manja lembut.
Terpaksa Putri Manja menahan langkah.
Rengkuhan lembut di bahunya terasa benar me-
nyelusup dalam kalbu. Dan si gadis menikma-
tinya malu-malu. Kepalanya ditekuk dalam-
dalam. Entah ke mana sikap manjanya yang ter-
kadang amat menggemaskan hati Soma.
"Maaf, kalau tadi aku berlaku kasar. Kau
tidak marah, kan?" bujuk Siluman Ular Putih.
Mendengar ucapan si pemuda yang berna-
da lembut, akhirnya runtuh juga kekesalan hati
Putri Manja. Tanpa disadari gelora cinta dalam
dadanya makin berkobar. Dibiarkannya perasaan
hatinya terbuai dalam pelukan Siluman Ular Pu-
tih. Hatinya bernyanyi, walau hanya untuk se-
saat. Putri Manja tidak menyesalinya. Malah ia
menikmati kehangatan yang baru kali ini dirasa-
kan. "Kau tampak segar sekali hari ini, Putri.
Tentu kau sudah mandi, bukan?" kata Siluman Ular Putih seraya memamerkan deretan
giginya yang putih bersih.
Putri Manja tersenyum. Sempat matanya
membalas tatapan Siluman Ular Putih sesaat.
Namun entah kenapa, buru-buru kepalanya dite-
kuk dalam-dalam. Diam-diam senyum manisnya
pun tersungging di sana.
"Sayang sekali daging kelinci panggang itu
tadi kau buang, Tapi, tak apa! Masih ada sepo-
tong paha tersisa. Hayo, kita bagi berdua!"
Siluman Ular Putih menuntun Putri Manja
duduk di tempatnya semula. Di sebelahnya si ga-
dis. Soma membagi paha kelinci panggang. Sepo-
tong diserahkan pada Putri Manja, sepotong lain-
nya untuk dirinya.
"Hayo...! Kenapa jadi malu-malu begini"
Ayo dong, senyum!" bujuk Siluman Ular Putih.
Putri Manja jadi tambah merah wajahnya.
Dengan senyum malu mulai dinikmatinya daging
kelinci pemberian Soma.
Soma tertawa senang.
Aneh! Suara tawa itu amat ringan. Bahkan
ringan sekali. Tak ada beban sedikit pun dalam
hatinya. Putri Manja pun turut menikmatinya.
Hatinya terus saja bernyanyi merdu.
Siluman Ular Putih terkekeh. Apa yang ha-
rus dilakukannya sekarang" Hatinya tiba-tiba
bertanya. Pemuda ini tergugu sejenak. Mulutnya
melongo, persis orang telat buang hajat.
Kini malah Putri Manja yang kebingungan.
Matanya yang indah mengerjap-ngerjap penuh
keheranan. "Kau..., kau" Kenapa kau Soma" Jangan
melongo begitu saja, dong" Ada apa?" tanya Putri Manja.
"Aku..., aku tidak tahu. Tiba-tiba saja aku ingin sekali buang hajat. Ada apa,
ya" Heran?"
sahut Soma seraya menggeleng-geleng kepala ke-
heranan. "Ah...! Kau ini ada-ada saja. Tadi dalam
mimpimu kau bilang dikerubuti puluhan bidada-
ri. Kini, kau bilang mau buang hajat. Yang benar, ah! Kau ini mimpi atau
ngigau!" desah Putri Manja. Sebaris senyum manis tersungging di sana.
Siluman Ular Putih senang sekali menda-
pat perhatian besar dari gadis manja di samping-
nya. Satu kejadian langka sebenarnya memang.
Bagaimana mungkin pemuda gembel macam Si-
luman Ular Putih mendapat anugerah besar se-
perti itu" Cinta Putri Manja! Hm..., bagaimana,
ya" Mungkinkah itu karena sebuah anugerah,
atau justru memang ketampanan Siluman Ular
Putih" Mendadak di saat sepasang anak muda itu
tengah asyik masyuk dalam diam, dikejutkan oleh
datangnya suara-suara halus yang entah dari
mana. Putri Manja sendiri kurang menyadari se-
benarnya. Tapi, tidak dengan Siluman Ular Putih.
Begitu telinganya yang tajam menangkap gera-
kan-gerakan halus, pandangan matanya segera
beredar ke segenap penjuru. Tapi sayang di sana
tidak ditemukannya sebentuk manusia pun.
Aneh, gumam hati Siluman Ular Putih. Ini
suatu kejadian langka. Sikapnya harus waspada.
Sedikit pun tak boleh menyepelekan firasat di telinga. "Pasti di balik semak
belukar depan sana, seseorang tengah memperhatikan aku dan Putri
Manja!" desisnya.
"Ada apa Soma" Kau..., kau seperti melihat
sesuatu?" tanya Putri Manja. Kepalanya dipalingkan ke kanan kiri, namun tidak
menemukan apa- apa. Putri Manja jadi makin heran dibuatnya.
"Soma! Ada apa"! Kenapa kau diam saja, Soma!
Cepat katakan!"
Soma masih tetap tenang di tempatnya. Si
pemuda hanya sempat tersenyum manis saat me-
lihat sepasang mata indah Putri Manja berbinar-
binar penuh keheranan. Ia tahu, gadis manja ini
ingin sekali tahu apa yang tengah terjadi.
"Tidak ada apa-apa," jawab Soma, kalem.
"Tapi...."
"Sudahlah!" potong Soma. "Sebaiknya sekarang habiskan saja daging kelinci
panggangmu. Aku juga ingin menghabiskannya, kok. Ayo!"
Putri Manja mengerti. Memang itu satu-
satunya jalan yang terbaik kalau ingin mengeta-
hui apa yang terjadi. Sedikit demi sedikit daging kelinci panggang semalam
dikunyahnya dengan
lahap. Kendati merasa senang melihat Putri Manja mau mengerti, namun hatinya
tetap saja merasa
risau sekali. Siapa sebenarnya sosok bayangan
yang tengah bersembunyi di balik semak itu"
Orang atau hewan. Inilah yang membuat Soma
penasaran. Sulit sekali rasa penasarannya dile-
nyapkan. Satu-satunya jalan ia harus cepat ber-
tindak. "Hm...!"
Baru saja Soma bersiap-siap menyergap ke
balik semak, tiba-tiba melompat satu sosok
bayangan ke hadapannya. Dengan gumaman tak
jelas, pemuda itu menatap tajam sosok yang baru
saja mendarat. Sementara itu, Putri Manja jadi terkesiap.
Jadi inikah yang menyebabkan Soma bersikap
aneh tadi. Hm...! Siapa sosok lelaki berpenampi-
lan aneh ini" Tubuhnya tinggi sekali, hampir
mencapai satu setengah tombak. Sepasang ma-
tanya berkilat-kilat penuh selidik. Seluruh tu-
buhnya tertutup jubah hitam yang disambung
penutup kepala, berujung lancip.
Wajah lelaki ini bukan saja mengerikan.
Wajahnya yang tirus itu memiliki mata sipit yang bersinar hijau, seperti
mengandung tenaga dalam
dahsyat. Mungkin itulah letak kekuatan tokoh sa-
tu ini" Siapa dia"
"Kaukah yang bergelar Siluman Ular Pu-
tih"!" tanya sosok berwajah mengerikan itu, membentak. Sepasang matanya tak
berkedip terus memperhatikan Siluman Ular Putih. Pada ba-
gian matanya yang berwarna hijau memancarkan
sinar aneh yang amat mempengaruhi batin murid
Eyang Begawan Kamasetyo ini.
Soma mengeluh. Entah kenapa tubuhnya
tiba-tiba terasa lemas. Mulutnya pun begitu. Tadi ia ingin sekali berkata dusta.
Namun ketika pandang matanya bertumbuk dengan mata hijau tua
bangka di hadapannya, Siluman Ular Putih jadi
bersikap lain. "I..., iya. Banyak orang yang menyebutku
Siluman Ular Putih. Ada apa" Kenapa kau ber-
tanya begitu?" kata Soma. Sama sekali Siluman Ular Putih tak berpura-pura tolol,
walaupun tetap saja tampak konyol. Padahal ini tak disengaja.
"Hm...! Bagus! Rupanya ini yang bergelar
Siluman Ular Putih. Benar sekali dugaanku. Ru-
panya kau yang telah membunuh muridku Raja
Maling. Pantas! Sekaranglah saatnya aku menun-
tut balas, Bocah! Bersiap-siaplah menerima ke-
matianmu!"
Langsung merenggang kaki dan menekuk
kedua lututnya. Dilihat dari kuda-kudanya, jelas kalau lelaki yang secara tidak
langsung mengaku
sebagai guru dari Raja Maling itu sudah bersiap-


Siluman Ular Putih 16 Pasukan Kumbang Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siap untuk melabrak. Tubuhnya meliuk-liuk ke
kanan kiri. Matanya yang berwarna hijau sebelah
memancarkan hawa membunuh yang amat dah-
syat. Soma bergidik, ngeri. Namun kesadarannya
segera bangkit. Langsung dikerahkannya kekua-
tan batin untuk mengusir perasaan yang menda-
dak tak menentu itu.
"Putri! Kau lihat apa yang ingin dilakukan
orang satu ini?" tanya Soma pada gadis manja di sampingnya. Nada suaranya kini
ganti melecehkan lelaki tua di hadapannya.
Kening Putri Manja sejenak berkerut.
"Kok bertanya begitu" Sudah pasti orang
satu ini ingin membunuhmu. Soma. Kau ini ba-
gaimana, sih"!" bibir merah Putri Manja membesengut indah, membuat pemuda
terpesona. "Oh...! Jadi, manusia jangkung satu ini in-
gin membunuhku?" Soma melirik guru dari Raja Maling lewat ekor matanya saja.
Lelaki tua bangka itu geram bukan main.
Belum pernah rasanya ia direndahkan demikian
rupa oleh tokoh sakti dunia persilatan mana pun.
Apalagi hanya oleh seorang bocah kemarin sore.
Disertai gerengan sarat ancaman, selangkah demi
selangkah didekatinya Siluman Ular Putih.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa. Kau
telah membunuh muridku, maka nyawamulah
tebusannya, Bocah!"
"Aku tahu. Aku memang yang telah mem-
bunuh Raja Maling. Tapi, aku tidak tahu kalau
Raja Maling adalah muridmu. Jadi, maafkanlah.
Aku tak sengaja membunuhnya. Mungkin Raja
Maling saja yang sudah bosan hidup. Kenapa ia
mesti terjun ke jurang. Tapi ngomong-ngomong,
kaukah yang bergelar Maling Tanpa Bayangan?"
tebak Soma. Memang sebenarnya jarang sekali Maling
Tanpa Bayang menampakkan diri ke dunia ramai.
Sebelumnya, ia lebih senang menyembunyikan di-
ri di tempatnya. Itu sebabnya, jarang sekali orang mendengar julukannya. Namun
beberapa puluh tahun silam, beberapa tokoh sakti golongan lurus sempat mendengar adanya tokoh
hitam berjuluk Maling Tanpa Bayangan. Dialah yang sebenarnya
menjadi guru dari Raja Maling yang pernah dite-
waskan Siluman Ular Putih. Soma sendiri men-
dengar-julukan itu dari gurunya.
"Bagus! Rupanya nama besarku sampai ju-
ga di telingamu, Bocah!" jawab lelaki tua itu, sombong.
"Orang satu ini lagaknya congkak sekali,
Soma. Daripada mengganggu pandangan mata,
hajar saja! Aku tak senang melihat tampangnya.
Dan aku juga yakin kalau memedi sawah satu ini
bukanlah orang baik-baik. Lihat saja matanya!
Hi..., ngeri...!" timpal Putri Manja. Putri Manja langsung menyembunyikan
kepalanya dalam pelukan Siluman Ular Putih. Sepasang matanya.
yang indah mengerjap-ngerjap liar sebentar, lalu kemudian kembali bersembunyi
dalam pelukan Soma. "Bocah Manis! Kau akan menyesal dengan ucapanmu tadi! Nanti sehabis kunyuk
gondrong satu ini kubereskan pasti kau akan mendapat gi-
liran. Tunggulah, Bocah Ayu!" desis lelaki yang memang berjuluk Maling Tanpa
Bayangan. Maling Tanpa Bayangan melangkah setin-
dak demi setindak ke hadapan Siluman Ular Pu-
tih. Kedua telapak tangannya terkepal erat. Pan-
dangan matanya makin menggiriskan.
Soma mendorong pundak Putri Manja lem-
but ke samping. Sayang Putri Manja tak mau
mengerti. Wajahnya langsung merengut dengan
bibir membentuk kerucut. Tapi tak sepatah kata
pun keluar dari kedua bibirnya yang berwarna
merah. Hanya diturutinya kemauan Soma.
"Soma, hati-hati! Aku tak ingin kau babak
belur," cegah Putri Manja khawatir. Nada bicaranya amat menggemaskan. Sehingga,
mau tidak mau hal ini sempat mengundang senyum Siluman
Ular Putih. "Tentu, Putri. Siapa sudi yang ingin babak
belur" Lihat saja. Aku atau tua bangka satu ini
yang babak belur!"
"Jahanam! Kau banyak berlagak, Bocah
Gondrong! Apa kau belum merasakan panasnya
api neraka, heh"!" hardik Maling Tanpa Bayangan sarat kemarahan.
Maka tanpa banyak cakap lagi Maling Tan-
pa Bayangan segera meloncat ke depan. Kedua te-
lapak tangannya membuat gerakan tipuan dari
samping ke kiri.
Wesss! Wesss! Siluman Ular Putih dapat mengenali seran-
gan tipuan Maling Tanpa Bayangan dengan mu-
dah. Sekali lihat saja dapat diketahui ke arah
mana serangan ditujukan.
"Aku tahu, kau amat murka sekali padaku,
Maling Kesiangan! Tapi sayang, seranganmu amat
lamban. Kau tak pantas jadi tukang tipu. Sebaik-
nya, bertobat saja sebelum terlambat!" ejek Soma seraya bergeser ke samping dan
meliuk-liukkan tubuhnya menghindari serangan.
Maling Tanpa Bayangan menggeram mur-
ka. Serangannya tadi memang hanya sekadar un-
tuk menjajagi lawan. Namun bagaimanapun juga
ia sempat melongo manakala serangannya dapat
dihindari Siluman Ular Putih hanya dengan sedi-
kit menggeser dan meliuk-liukkan tubuhnya ke
samping. "Heaaah...!"
Bahkan tanpa diduga Siluman Ular Putih
memutar tubuhnya dengan kaki menyapu wajah
Maling Tanpa Bayangan.
"Bah! Tak sia-sia rupanya kau bergelar Si-
luman Ular Putih, Bocah! Tapi sayang, nama be-
sarmu hanya akan tertulis di batu nisan. Hari ini juga kau akan kubuat melayang
sampai dasar neraka. Bersiap-siaplah, Bocah! Hea...!"
Sehabis merunduk menghindari serangan,
Maling Tanpa Bayangan mengebutkan jubahnya
sekali. Seketika serangkum angin dingin meluruk
cepat, siap menghajar tubuh Siluman Ular Putih.
Siluman Ular Putih ternganga kaget. Se-
rangan Maling Tanpa Bayangan ini belum sempat
dihindari. Dan akibatnya angin berkesiur dari kebutan jubah yang mampu membuat
pohon-pohon di sekitar tempat pertarungan berderak membuat
Soma oleng ke samping.
"Hiah!"
Siluman Ular Putih berusaha tegak seperti
semula disertai pengerahan tenaga dalam ke ke-
dua kakinya. Namun sayang, angin kasat mata
dari kebutan jubah Maling Tanpa Bayangan terus
menyerang hebat. Akibatnya, Soma harus berlon-
catan ke sana kemari.
Maling Tanpa Bayangan terkekeh senang
melihat Siluman Ular Putih pontang-panting
menghadapi serangannya. Keadaan ini tentu saja
tak disia-siakannya. Cepat diloloskannya senjata andalan yang berupa cemeti
berekor sembilan.
"Hiah!"
Melihat musuh mudanya masih kewalahan
menghadapi kebutan jubahnya, Maling Tanpa
Bayangan segera meloncat ke depan. Cemeti be-
rekor sembilan yang telah terpegang di tangan
kanan segera dilecutkan ke arah tubuh Siluman
Ular Putih. Ctaaar! Ctaaar...!
"Sial!"
Bukan main kewalahannya Siluman Ular
Putih menghadapi serangan-serangan Maling
Tanpa Bayangan. Bukan hanya karena serangan-
serangan cemeti, tapi juga gerakan tubuh Maling
Tanpa Bayangan yang cepat luar biasa. Sehingga
benar-benar membuat Siluman Ular Putih mati
kutu. Rupanya, tak percuma tua bangka itu men-
dapat gelar Maling Tanpa Bayangan. Mungkin ka-
rena gerakannya yang cepat luar biasa inilah se-
hingga ia digelari Maling Tanpa Bayangan.
Ctaaar! Ctaaar...!
"Akh...!"
Dua kali cemeti di tangan Maling Tanpa
Bayangan membelah udara, dua kali pula tubuh
Siluman Ular Putih terkena lecutan. Pakaiannya
robek memanjang. Darah segar dari luka tubuh-
nya mulai merembes. Geraham Soma bergemele-
tuk, menahan kesal.
"Hati-hati, Soma! Jangan terlalu gegabah!
Seranglah dari jarak dekat. Ayo, Soma!" teriak Putri Manja dari luar tempat
pertarungan. Saat itu Siluman Ular Putih memang ten-
gah hebat-hebatnya menghadapi gempuran-
gempuran Maling Tanpa Bayangan. Kemana saja
tubuhnya menghindar, selalu saja kilatan cemeti
di tangan lawan selalu mengejar. Kendati begitu
diam-diam pun segera dikerahkannya juru anda-
lan 'Terjangan Maut Ular Putih'.
Sepuluh jurus setelah mengeluarkan jurus
'Terjangan Maut Ular Putih', perlahan-lahan Soma mulai dapat mengatasi kecepatan
gerak lawan. Malah beberapa kali patukan-patukan kedua te-
lapak tangannya mengancam tubuh Maling Tanpa
Bayangan. Pada jurus kelima belas. Soma membuat
liukan ke kanan. Tubuhnya merendah dengan
tangan kanan mencecar pinggang kiri lawan.
"Uts!"
Maling Tanpa Bayangan menggeser tubuh-
nya ke kanan, untuk menghindar. Tapi tanpa di-
nyana, tangan kiri Siluman Ular Putih bergerak
dari atas dengan kecepatan mengagumkan. Se-
hingga.... Desss...! Satu patukan tangan kiri Siluman Ular Pu-
tih mendadak menghantam dada Maling Tanpa
Bayangan telak sekali hingga memekik nyaring.
Tubuhnya terjajar beberapa langkah ke belakang.
Bagian dadanya yang terkena hantaman terasa
remuk dan nyeri bukan main.
"Juahhh...! Kau memang hebat, Siluman
Ular Putih. Tapi jangan bangga dulu. Bagaimana-
pun kau tetap masih jauh di bawahku. Jadi lebih
baik bunuh diri saja. Percuma kau melawanku!"
leceh Maling Tanpa Bayangan.
"Percuma tidak percuma, hajar saja. Soma!
Buat apa banyak cincong menghadapi memedi
sawah satu ini!" teriak Putri Manja, menyemanga-ti.
"Jangan khawatir Putri! Tidak percuma kau
punya sahabat seganteng ini, kalau tak dapat
menuruti perintahmu!" sambut Siluman Ular Putih seraya menepuk dadanya bangga.
Bukannya bermaksud sombong, melainkan ingin memanas-
manasi musuhnya.
"Lakukanlah, Soma."
"Tentu!"
Paras Maling Tanpa Bayangan sebentar
memerah, sebentar kemudian tampak pucat pasi
mendengar godaan lawan di hadapannya. Setelah
rasa nyeri di dadanya sedikit berkurang, perlahan lelaki tua ini kembali
memutar-mutar cemeti di
tangannya perlahan. Tapi mendadak, gerakan
cemeti itu berubah cepat laksana kilat siap me-
nyambar-nyambar tubuh Siluman Ular Putih.
Sementara telapak tangannya yang telah berubah
jadi kuning siap pula melontarkan pukulan maut.
"Terimalah pukulan 'Kincir Emas'-ku!
Heaaa...!"
Dengan teriakan nyaring, mendadak Mal-
ing Tanpa Bayangan berkelebat cepat sekali. Ce-
meti di tangan kanannya terus melecut udara.
Sementara telapak tangan kirinya didorongkan ke
depan melepas pukulan jarak jauh yang dinama-
kan 'Kincir Emas'!
Ctaaar! Ctaaar...! '
Wesss! Seleret sinar kuning keemasan yang diirin-
gi berkesiurnya angin dingin menderu-deru telah
menyambar-nyambar ganas, bersama lecutan-
lecutan cemeti di tangan Maling Tanpa Bayangan.
Kali ini amat terasa kalau Siluman Ular Pu-
tih kewalahan. Gempuran-gempuran Maling Tan-
pa Bayangan laksana air bandang yang tak terta-
hankan, terus mendesak bayangan putih kepera-
kan tubuh Soma. Lebih hebat lagi, saat seleret sinar kuning keemasan itu mulai
mendekati sasa-
ran mau tidak mau, Siluman Ular Putih harus
bertindak waspada.
Melihat kehebatan serangan ganda Maling
Tanpa Bayangan yang tak henti-hentinya meng-
gempur Siluman Ular Putih, tak urung Putri Man-
ja jadi gusar bukan main. Hatinya merasa ngeri
sekali, membayangkan tubuh Siluman Ular Putih
akan cerai-berai mendapati serangan sehebat itu.
"Hup! Heaaa...!"
Dengan satu perhitungan matang, Siluman


Siluman Ular Putih 16 Pasukan Kumbang Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ular Putih mendadak menggulingkan tubuhnya
ke samping. Sebelum tubuhnya menyentuh ta-
nah, kedua tangannya segera menghentak mele-
pas pukulan 'Inti Bumi'. untuk memapak pukulan
'Kincir Emas' milik Maling Tanpa Bayangan. La-
lu.... Blaaammm...!
Bumi kontan bergetar hebat saat kedua
pukulan dahsyat itu beradu di satu titik. Debu-
debu membumbung tinggi ke udara, menutupi
tubuh Siluman Ular Putih dan Maling Tanpa
Bayangan. Namun samar-samar tampak sosok
tubuh Maling Tanpa Bayangan mencelat ke bela-
kang, dan terbanting di luar tempat pertarungan!
Brakkk...! Tanpa ampun tubuh Maling Tanpa Bayan-
gan menghantam batang pohon di belakangnya
hingga tumbang. Suaranya berderak sebelum po-
hon itu jatuh berdebam ke tanah.
Siluman Ular Putih yang telah bangkit ber-
diri tersenyum tanpa makna. Ia tak menyangka
akibat pukulan 'Inti Bumi'-nya akan sehebat itu.
Dan pemuda ini sempat melihat paras Maling
Tanpa Bayangan pucat pasi. Darah segar menga-
lir di sela-sela bibirnya. Mulutnya mendesis-desis penuh kemarahan.
"Kau..., kau" Apa hubunganmu dengan tua
bangka dari Gunung Bucu, he"! Apa kau murid
dari Eyang Begawan Kamasetyo?" desis Maling Tanpa Bayangan, mengenali jenis
pukulan Siluman Ular Putih.
Siluman Ular Putih kembali tersenyum
simpul. Sedikit pun tidak ditanggapinya ocehan
Maling Tanpa Bayangan. Ia malah berjalan men-
dekati Putri Manja.
"Apa kubilang, Putri" Aku tidak apa-apa,
kan" Kau harus percaya. Biar begini, aku bisa sa-ja mengirim nyawa tua bangka
itu ke neraka!"
tunjuk Siluman Ular Putih ke arah Maling Tanpa
Bayangan yang masih luruh di tanah.
"Kau hebat. Soma. Aku benar-benar kagum
padamu," puji Putri Manja sarat kekaguman.
"Sudah pasti dong. Kan ada sahabatku
yang cantik ini," balas Siluman Ular Putih seraya mengerling nakal pada Putri
Manja. Putri Manja tersenyum senang. Rasanya
betah sekali kalau terus berlama-lama meman-
dangi senyum pemuda tampan itu.
"Ah...! Kau bisa saja. Soma!" ujar Putri Manja malu-malu kucing.
"Ya jelas dong," sahut Siluman Ular Putih bangga.
"Kau memang hebat, Siluman Ular Putih.
Tapi buka telingamu lebar-lebar, Bocah! Aku be-
lum kalah. Kalau kau sanggup menahan aji 'Sirep
Sukma'-ku, baru aku mengaku kalah," geram
Maling Tanpa Bayangan tiba-tiba sambil bergerak
duduk bersila. Suaranya membahana memendam
amarah menggelegak.
"Aha..." Benarkah?" tukas Siluman Ular Putih, memalingkan kepala ke arah Maling
Tanpa! Bayangan. "Apa kau masih belum mengaku ka-
lah?" "Keparat! Aku belum kalah, Bocah. Bersiap-siaplah kau menerima aji 'Sirep
Sukma'-ku!"
bentak Maling Tanpa Bayangan penuh kemara-
han. Habis membentak, Maling Tanpa Bayangan
segera memejamkan matanya rapat-rapat. Kedua
telapak tangannya disedekapkan di depan dada.
Selang beberapa saat, kedua bibirnya bergerak-
gerak seperti membaca mantera-mantera.
Namun Siluman Ular Putih sedikit pun ti-
dak gentar menghadapi ajian yang dikeluarkan
Maling Tanpa Bayangan. Sewaktu menghadapi
pemberontakan Pangeran Pemimpin, pendekar
satu ini memang pernah merasakan kehebatan aji
'Sirep Sukma' milik Raja Maling. Dan kini meng-
hadapi aji 'Sirep Sukma' milik Maling Tanpa
Bayangan, segera dikerahkannya kekuatan batin.
Maka begitu merasakan getaran-getaran halus
menyerang batinnya dan saat kedua kelopak ma-
tanya terasa berat terserang kantuk luar biasa,
Siluman Ular Putih tak segan-segan lagi merapal
mantera yang pernah diajarkan Raja Penyihir.
"Ah...!" desah Maling Tanpa Bayangan gusar bukan main. Mendadak parasnya pucat
pasi. Dari getaran-getaran mantera Siluman Ular Putih, jelas sekali terasa kalau
kekuatan aji 'Sirep Sukma'-nya mulai tertindih kekuatan aneh dari man-
tera Siluman Ular Putih.
Maling Tanpa Bayangan mengeluh. Kedua
bibirnya kian berkemik-kemik hebat pertanda
tengah melipatgandakan ajiannya.
"Orang Tua! Aku maklum kalau kau amat
marah padaku, karena muridmu tewas di tangan-
ku. Tapi, ingatlah! Apa kau tak tahu kalau se-
sungguhnya muridmu yang memaksaku untuk
membunuhnya! Ah, aku tak sudi lagi meladehi-
mu," kata Siluman Ular Putih dengan nada suara bergetar-getar aneh, menyerang
jalan pikiran Maling Tanpa Bayangan.
Karena didesak dorongan aneh maha he-
bat, entah kenapa mendadak Maling Tanpa
Bayangan mengendurkan aji 'Sirep Sukma'-nya.
Kedua telapak tangannya pun tidak lagi bersede-
kap di depan dada, melainkan malah ditumpang-
kan di atas paha. Sedang kelopak matanya mem-
beliak tak karuan. Mungkin sedang mengingat-
ingat, apa yang pernah dilakukan mendiang mu-
ridnya. Namun karena wataknya memang telen-
gas, maka yang terlintas di batok kepalanya ada-
lah bagaimana Raja Maling tewas di tangan Silu-
man Ular Putih. Hal ini tentu saja membuatnya
makin tersulut api dendam.
"Setan alas! Kau... kau telah membunuh
muridku! Kau harus tewas di tanganku, Bocah!"
bentak Maling Tanpa Bayangan tiba-tiba
Suaranya mengguntur seolah ingin menin-
dih kekuatan gaib yang keluar dari mulut Silu-
man Ular Putih.
"Ah...! Rupanya kau pun sama saja. Sama-
sama tak mau bertobat. Tapi, sudahlah. Kuberi
peringatan sekali lagi. Kalau kau masih tetap di jalan kebejatan dan tidak mau
mengakhiri silang
sengketa di antara kita, terpaksa aku akan mem-
buat perhitungan padamu. Lekas tinggalkan tem-
pat ini sebelum pikiranku berubah!" bentak Siluman Ular Putih, tak kalah garang.
Maling Tanpa Bayangan menggeretakkan
gerahamnya penuh kemarahan. Sulit sekali ra-
sanya membayangkan kemarahannya saat itu.
Kedua telapak tangannya pun mengepal-ngepal
penuh kemarahan. Lalu dengan kilatan mata be-
ringas, dari duduk bersilanya Maling Tanpa
Bayangan segera meloncat tinggi ke udara. Dan
begitu kedua telapak kakinya menjejak tanah, so-
sok tubuhnya segera berkelebat meninggalkan
tempat itu. "Ah...! Benar-benar hebat kau. Soma. Terus
terang aku kagum sekali padamu. Tapi, ngomong-
ngomong bagaimana caranya melumpuhkan aji
'Sirep Sukma' milik tua bangka itu" Kok tiba-tiba tua bangka itu jadi kaget
dengan mata membeliak
liar" Apa yang kau lakukan. Soma?" tanya Putri Marija sepeninggalnya Maling
Tanpa Bayangan.
Siluman Ular Putih tak menyahut, kecuali
mengumbar senyum manis saja.
"Kenapa, Soma" Kau jangan hanya terse-
nyum-senyum saja, dong! Apa yang kau lakukan
tadi?" desak Putri Manja.
"Aku tidak melakukan apa-apa, kecuali
hanya menyuruh mengingat-ingat tentang kela-
kuan muridnya. Itu saja," sahut Soma enteng.
Putri Manja masgul sekali. Bibirnya mem-
berengut. Gadis ini tak percaya kalau Soma
hanya melakukan seperti yang dikatakannya ba-
rusan. "Tampaknya kau belum puas dengan jawa-banku tadi, ya?" tebak Siluman Ular
Putih. "Iya," jawab Putri Manja, lugas.
"Kalau iya, ya sudah. Pokoknya sekarang
tua bangka itu sudah tak mengganggu kita lagi.
Ayo, kita teruskan perjalanan."
"Tapi..., tapi...."
Putri Manja tak dapat meneruskan uca-
pannya saat Siluman Ular Putih berkelebat me-
ninggalkan tempat itu. Dengan hati mendongkol
bukan main, terpaksa segera disusulnya Siluman
Ular Putih. Karena, memang tak ada pilihan lain.
4 Puncak Gunung Sindoro.
Puncak gunung yang kini dirundung duka.
Malam terjaga manakala suara-suara gaib yang
menjarah, membelah angkasa. Kini, alam seolah
mati. Seolah terpedaya oleh suasana aneh yang
amat menyeramkan.
Dalam kegelapan yang hanya diterangi bu-
lan sabit di angkasa, Pengasuh Setan berkelebat
cepat menuju puncak gunung. Di belakangnya,
hampir lima belas orang murid Perguruan Tela-
pak Gajah yang telah siuman dipaksa oleh Penga-
suh Setan untuk membawa mayat teman-teman
mereka ke puncak Gunung Sindoro. Termasuk,
mayat Telapak Gajah.
Srak! Srak! Langkah-langkah kaki murid-murid Pergu-
ruan Telapak Gajah bergerak serabutan mengiku-
ti langkah Pengasuh Setan di depannya. Ketika lelaki sesat ini berhenti dan
berdiri di atas sebongkah batu besar untuk beberapa saat, pandang
matanya beredar ke segenap penjuru. Di bela-
kangnya, lima belas murid Perguruan Telapak Ga-
jah ikut berhenti. Sementara itu, suara-suara gaib yang berasal dari makhluk-
makhluk halus penghuni puncak Gunung Sindoro makin riuh rendah.
"Diam...!" hardik Pengasuh Setan garang pada para mahkluk halus asuhannya.
Pandangan matanya bengis memperhatikan keadaan sekitar-
nya. Aneh bin ajaib. Suara-suara gaib dari para makhluk halus itu pun sirna
tanpa sedikit pun
membangkang. Kasak-kusukpun tidak. Bahkan
binatang-binatang malam pun malas memperden-
garkan suaranya. Inilah salah satu kehebatan
Pengasuh Setan yang mampu memerintah mak-
hluk-makhluk halus itu sesukanya.
"Kalian, murid-murid Perguruan Telapak
Gajah! Mendekatlah! Baringkan mayat teman-
teman kalian di atas pasir!" perintah Pengasuh Setan pada kelima belas murid
Perguruan Telapak Gajah yang masih memondong guru maupun
teman-teman mereka.
Tanpa banyak cakap, kelima belas orang
murid Perguruan Telapak Gajah segera meletak-
kan mayat-mayat itu di gundukan-gundukan pa-
sir. Dalam hati diliputi kengerian luar biasa, namun sedikit pun mereka tak
berani melarikan di-
ri. Mereka seperti tersirap oleh kekuatan batin
Pengasuh Setan. Kini, mereka hanya bisa pasrah
dan patuh pada perintah penguasa puncak Gu-
nung Sindoro itu.
"Bagus! Sekarang kalian rebahlah seperti
mayat-mayat itu! Cepat!" perintah Pengasuh Setan lagi, garang.
Kelima belas murid .Perguruan Telapak Ga-
jah kembali menuruti perintah Pengasuh Setan
dengan hati diliputi sejuta tanda tanya. Mereka
tak tahu apa yang akan menimpa. Mereka hanya
tahu kalau Pengasuh Setan ingin membentuk se-
buah pasukan yang diberi nama Pasukan Kum-
bang Neraka. Apakah itu" Inilah yang sebenarnya
membuat hati mereka resah.
Kalau saja mampu, sudah pasti mereka
akan memberontak. Bahkan menyerang Pengasuh
Setan. Tapi sayang, hati kelima belas murid Per-
guruan Telapak Gajah seperti telah membeku. Pe-
rasaan mereka pun seolah mati. Bahkan seperti
tak lagi mengenali satu nama lain.
Kalau saja tahu, sebenarnya hati dan pera-
saan mereka telah dipengaruhi kekuatan gaib
Pengasuh Setan. Dengan menggunakan semacam
aji sirep yang dipelajari dari Kitab Paguyuban Setan, rupanya Pengasuh Setan
telah membuat ke-
lima belas murid Perguruan Telapak Gajah itu ja-
di hilang sifat-sifat kemanusiaannya. Hilang ingatan dan hilang rasa belas
kasihan. Mereka kini
tak ubahnya seperti boneka-boneka hidup!
"Wahai, anak-anakku penghuni puncak
Gunung Sindoro. Seperti kalian ketahui, malam
ini aku ingin sekali membentuk sebuah pasukan
yang akan kuberi nama Pasukan Kumbang Nera-
ka. Di sini aku menyuruh kalian untuk memban-
tuku. Maka, lekaslah tampakkan diri kalian!" ujar Pengasuh Setan. Suaranya
menggema memenuhi
puncak Gunung Sindoro. Meski diucapkan kalem,
namun sebenarnya nada suara Pengasuh Setan
barusan terdengar sarat ancaman. Tentu saja hal
Neraka Hitam 5 Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen Pendekar Pedang Sakti 10
^