Pencarian

Sumur Kematian 3

Siluman Ular Putih 03 Sumur Kematian Bagian 3


tadi dikejar-kejar Aryani!
Mata Aryani terbelalak lebar begitu melihat
ke arah yang ditunjuk pemuda itu. Seolah-olah ia tak percaya dengan apa yang
dilihat. Gadis itu segera mengucek-ngucek kedua bola matanya. Na-
mun tetap saja apa yang dilihatnya adalah sosok ibunya.
"Kenapa bengong saja, Gadis galak" Bu-
kankah itu ibumu" Tapi, kok tubuhnya semakin
membesar" Coba deh perhatikan baik-baik!"
Bukan main kagetnya hati gadis cantik itu.
Apa yang dilihatnya kali ini benar-benar membuat hatinya makin ciut. Seperti
yang dikatakan pemuda sinting di sampingnya, sosok tubuh Bida-
dari Putih entah mengapa perlahan-lahan menja-
di berubah sesosok raksasa putih berwajah men-
gerikan. Dua taringnya yang sebesar tanduk ker-
bau tampak berkilauan tertimpa sinar matahari.
"Kau... kau...! Sil... siluman...!" pekik Aryani penuh rasa takut.
Dan tanpa banyak pikir lagi, gadis itu sege-
ra mengambil langkah seribu meninggalkan tem-
pat itu. "Hey... hey! Tunggu! Kau belum menjawab
pertanyaan-pertanyaanku!" teriak Siluman Ular Putih tetap dengan suara bergetar-
getar aneh menyerang jalan pikiran Aryani.
Si gadis semakin membelalakkan matanya
liar. Entah kenapa, kedua kakinya sulit sekali digerakkan. Ilmu meringankan
tubuhnya dicoba
untuk dikerahkan. Namun tetap saja sia-sia.
"Hehehe...!Bagaimana perasaanmu kali ini,
Gadis cantik?" tanya Siluman Ular Putih tahu-tahu telah berdiri tegak di depan
Aryani. Aryani semakin ketakutan. Wajahnya pias.
Bibirnya bergetar-getar hebat. Dan saking tidak tahannya, tak terasa pakaian
bagian bawahnya
mulai basah! Siluman Ular Putih tertawa terpingkal-
pingkal. Tangan kanannya menunjuk-nunjuk pa-
kaian bawah Aryani.
"Eh eh he...! Lihat, Gadis galak. Pakaian
bawahmu basah. Kau... kau terkencing-kencing.
Ha ha ha...!"
Bukan main kagetnya hati Aryani! Ketika
matanya melirik, pakaian bawahnya memang ba-
sah dan terasa hangat.
Aryani kembali memandang Soma dengan
wajah pias. Ingin rasanya ia menangis saat itu ju-ga. Dan kalau bisa berlari
sekencang-kencangnya meninggalkan pemuda sinting di depannya. Namun sayang,
kedua kakinya tak dapat digerak-
kan! "Oh...!" keluh gadis berpakaian putih-putih memelas.
"Aduuuh...! Kasihan! Kalau aku melihatmu
dalam keadaan seperti ini aku jadi tidak tega. Ta-pi, sudahlah! Sekarang jawab
pertanyaanku baik-
baik! Dan, jangan takut!" ujar Soma seperti biasa.
Kini baru si gadis dapat menghela napas
lega. Dilihatnya rambut Soma tidak lagi berupa
puluhan ular-ular putih yang mengerikan, me-
lainkan sudah berbentuk seperti rambut biasa.
Namun, tetap saja Aryani masih khawatir kalau
tiba-tiba saja pemuda itu kembali mengeluarkan
ilmu sihirnya. "Kau sudah siap menjawab pertanyaanku,
Gadis galak?" tanya Siluman Ular Putih kalem.
Senyum nakalnya nampak masih terkembang di
bibir. "Sud... sudah!" jawab Aryani, bergetar suaranya. "Hik hik hik...! Mengapa
masih takut saja padaku" Ayo, sekarang jawab pertanyaanku! Pertama, sebutkan
siapa namamu" Cepat!" bentak Soma, pura-pura galak.
"I... iya! Na..., namaku Aryani!" jawab si gadis gugup.
"Aryani" Bagus! Satu nama yang indah, se-
suai orangnya," puji Soma seraya mengangguk-angguk.
Aryani tak menyahuti ucapan pemuda
tampan di hadapannya. Hanya matanya saja yang
terbelalak liar.
"Sekarang jawab pertanyaanku yang ke-
dua! Apakah kau tahu, di mana letak Sumur Ke-
matian"!" lanjut Siluman Ular Putih tetap berpu-ra-pura galak.
"Ta... tahu. Di..., di lereng sebelah barat Gunung Sumbing. Te..., tepatnya di
Pekarangan Terlarang tak jauh dari Perguruan Kelelawar Pu-
tih," jawab Aryani sedikit lebih lancar daripada yang pertama.
"Ya ya ya...! Sekarang pertanyaan yang be-
rikutnya. Apakah kau juga tahu, siapa orang yang berjuluk Kelelawar Hutan?"
"Di..., dia ayah kandungku!"
"Apa"! Kelelawar Hutan ayah kandungmu?"
sentak Siluman Ular Putih tak percaya.
"Iya," jawab si gadis seraya mengangguk.
"Ah...! Mungkinkah ini yang dinamakan
pucuk dicinta ulam tiba...," desah Soma lucu.
Entah mengapa tiba-tiba saja pemuda itu
telah menggaruk-garuk rambut kepalanya. Pa-
dahal ia tahu, rambutnya tidak gatal. Sementara hidungnya cengar-cengir mirip
kucing kejepit.
Melihat tingkah pemuda di depannya,
Aryani jadi tidak dapat menahan senyumnya.
Namun mendadak saja sikapnya jadi tegang kem-
bali ketika....
"Siapa yang suruh senyum-senyum begitu,
he"! Ayo sekarang jelaskan, apa hubungan Kele-
lawar Hutan dan Sumur Kematian yang kata
orang menyimpan teka-teki itu! Sekalian juga jelaskan, mengapa kau mengejar-
ngejar ibumu yang kabur itu! Jelas!" bentak Siluman Ular Putih. Aryani menelan ludahnya
sebentar. Seje-
nak dipandanginya pemuda itu. Dan kini ia tahu, sebenarnya pemuda di depannya
hanya pura-pura bersikap galak saja. Maka setelah menghela napas panjang-
panjang, mulai diceritakannya
tentang maut di Sumur Kematian. Juga tentang
keanehan-keanehan sikap Kelelawar Hutan yang
menyebabkan ibunya lari dari Perguruan Kelela-
war Putih. Soma mendengarkan cerita gadis cantik di
hadapannya dengan seksama. Sesekali kepalanya
mengangguk-angguk.
"Yayaya...! Sekarang aku mulai samar-
samar dapat menangkap ceritamu itu. Terus te-
rang, aku agak mencurigai Kelelawar Hutan yang
menurutmu beberapa minggu ini berkelakuan
aneh. Tapi aku juga belum berani mengatakan
kalau Kelelawar Hutan itulah yang telah menebar maut di perguruan yang
dipimpinnya. Ayo, sekarang antarkan aku ke gua yang kau maksudkan
itu, Aryani! Aku ingin sekali menyelidiki keempat mayat kakak seperguruanmu
itu." "Ba... baik!"
9 Soma palingkan kepala ke kiri dan ke ka-
nan mencari-cari Gua Kematian yang dimaksud-
kan Aryani begitu mereka berhenti berkelebat cepat. Matanya yang agak kebiruan
beredar ke sekitar lembah yang membentang luas di depannya.
Soma heran sekali, karena tidak menemukan gua
yang dimaksudkan Aryani.
"Mana gua yang kau maksudkan itu, Arya-
ni?" tanya pemuda murid Eyang Begawan Kamasetyo bingung.
Aryani tidak menyahut. Saat itu, gadis ini
sedang termenung memikirkan mulut pintu gua
yang tertutup. Bukannya bingung cara menggeser
batu sebesar kerbau yang menutupi mulut gua,
melainkan heran melihat mulut gua yang telah
tertutup kembali. Karena ia yakin, kemarin siang belum menutupkan pintunya
kembali. "Pasti ayahku telah menyuruh murid-
muridnya untuk menyelidiki gua ini, begitu aku memberitahu kalau telah
menyelidiki tempat ini.
Dan kemungkinan besar murid-murid suruhan
Ayah itulah yang telah menutupnya," gumam
Aryani dalam hati.
"Aryani! Sedang apa kau di situ" Mana gua
yang kau maksudkan" Apa kau tidak mendengar
ucapanku tadi, he?" teriak Siluman Ular Putih kesal. "Inilah gua yang
kumaksudkan!" teriak Aryani jengkel.
"Mana?" Soma melototkan matanya lebar-lebar. "Ini! Yang tertutup batu ini!"
Soma mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Lantas, bagaimana cara membukanya" Apa kau bisa membukanya, Aryani?"
Mungkin karena masih merasa jengkel
dengan ulah Soma tadi, si gadis hanya mem-
bungkam. Tangannya yang mungil segera meraih
tonjolan batu kecil di samping batu sebesar kerbau yang menutupi mulut gua.
Begitu tangan mungil Aryani menyentak
turun batu kecil itu, mendadak terdengar suara
gemuruh dari batu sebesar kerbau yang bergeser
ke kiri. Dan kini, tampaklah mulut gua itu. Na-
mun bersamaan dengan bergesernya batu penu-
tup gua, mendadak menyeruak keluar bau amis
yang luar biasa.
Semula Soma melongo begitu melihat batu
sebesar kerbau itu bergeser menampakkan mulut
gua. Namun begitu mencium bau amis langsung
memencet hidungnya rapat-rapat.
"Jangkrik! Kenapa, baunya amis begini"!"
Aryani hanya tersenyum-senyum saja. Ia
yang sudah merasakan tajamnya bau amis yang
menusuk hidung sudah terlebih dahulu memen-
cet hidungnya rapat-rapat.
"Ayo, masuk!" ajak Aryani dengan suara sengau karena hidungnya masih dipencet
rapat-rapat. Dan sehabis berkata begitu, si gadis pun bergegas masuk ke dalam
gua. Soma mengikutinya dari belakang. Kini ia
tidak memencet hidungnya lagi, tapi menahan
napas agar tidak mencium bau itu.
Sebentar saja, mereka telah berada di da-
lam, dan bau amis mulai sedikit berkurang. Na-
mun apa yang dilihat dalam gua itu sungguh
mengerikan. Malah Soma membelalakkan ma-
tanya tanpa mampu berkata-kata. Tumpukan-
tumpukan tengkorak manusia dan darah-darah
merah yang mengering, mewarnai suasana dalam
Gua Kematian. Tak jauh dari tumpukan-
tumpukan tengkorak, terlihat empat buah peti
mati yang terbuka tutupnya.
Soma berjalan mendekati keempat peti
mayat itu. "Inikah keempat mayat kakak sepergu-
ruanmu yang kau maksudkan itu, Aryani?"
"Iya."
Soma memperhatikan seksama keempat
mayat itu. Sesekali kepalanya digeleng-gelengkan cepat seperti orang paling ahli
saja! "Hm...! Yang manakah pacarmu itu, Arya-
ni?" tanya Soma seraya mengangguk-angguk.
Aryani kernyitkan jidatnya dalam-dalam.
Sungguh tidak disangka kalau pemuda sableng di
depannya akan bertanya demikian.
"Aku harap, kau jangan mempermainkan
aku!" kata Aryani ketus.
"Ya ya ya...! Tapi kau harus katakan dulu
dong, siapa nama pacarmu! Nanti baru kuberita-
hu siapa namaku. Barangkali saja kau dapat be-
rubah pikiran," olok Siluman Ular Putih tetap membandel.
"Berubah pikiran apa"!" Aryani melotot lebar. Soma cengar-cengir. Sejurus
matanya mem- perhatikan gadis cantik di hadapannya dengan
sinar mata nakal.
"Yah...! Barangkali saja kau mau menerima
tawaranku. Menerimaku sebagai pacarmu. He he
he...!" "Sekali lagi kau mempermainkanku, aku akan segera pergi dari sini dan
menguncinya dari luar!" ancam Aryani saking kesalnya.
Entah mengapa Soma membelalakkan ma-
tanya liar. "Jangan! Aku tak sudi menemani mayat-
mayat busuk ini!" ujar Soma, seolah-olah ketakutan. Mau tidak mau Aryani
tersenyum. Dalam
hatinya merasa geli sekali melihat sikap pemuda sinting di hadapannya.
"Kalau begitu, cepatlah periksa keempat
mayat ini! Katanya ingin memeriksanya"!"
"Ya ya ya...! Tapi apa aku tidak boleh tahu, siapa nama mayat pemuda ini" Namaku
Soma," kata Siluman Ular Putih kalem.
Aryani tersenyum. Entah mengapa, ia me-
rasa dekat dengan Soma yang baru saja dikenal-
nya. Dan ini membuatnya jadi senang sekali. Seolah-olah kesedihannya telah dapat
dilupakan se- telah ditinggal kekasihnya, dan juga ibunya.
"Namanya, Kakang Jalu.... Hm... jadi kau
sendiri bernama Soma?" kata Aryani mulai mengagumi pemuda tampan di hadapannya.
"Iya. Naksir, ya?" goda Soma.
Si gadis tersenyum malu. Kedua pipinya
kontan memerah seperti kepiting rebus
"Oh, ya. Tadi kau mengeluarkan ilmu apa"
Mengapa kau tega sekali mengerjai aku seperti
itu?" lanjut Aryani penasaran. Tadi pun si gadis sempat mampir ke Curug untuk
membersihkan diri, setelah terkencing-kencing melihat kedahsya-tan ilmu Siluman Ular Putih.
Setelah pakaiannya kering, ia segera melanjutkan perjalanan menuju tempat ini
bersama Siluman Ular Putih.
"Ah... sudahlah! Aku ingin segera memerik-
sa keempat mayat seperguruanmu ini," ujar Siluman Ular Putih, mengalihkan
pertanyaan si ga-
dis. Sehabis berkata begitu, Siluman Ular Putih langsung memeriksa keempat mayat
murid-murid Perguruan Kelelawar Putih dengan seksama. Ter-
lihat pula sesekali kepalanya menggeleng-geleng heran. "Kau.... Kau mulai
menemukan apa, So-ma?" tanya Aryani tidak canggung lagi seperti ta-di. Hatinya
merasa penasaran melihat sikap So-


Siluman Ular Putih 03 Sumur Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ma. "Hm...!"
Soma kini mengangguk-angguk
"Tidak banyak yang kuketahui sebenarnya.
Aku hanya tahu kalau yang membunuh keempat
mayat ini adalah seseorang yang berkepandaian
tinggi sekali. Apalagi menurut keteranganmu, mereka adalah empat murid utama di
perguruan ayahmu. Coba perhatikan baik-baik, Aryani! Aku
yakin, wajah mereka pasti terkena cakaran-
cakaran maut yang mengandung racun keji. Ka-
lau tidak percaya, coba perhatikan wajah mereka baik-baik. Memang wajah keempat
mayat ini tidak matang biru seperti terkena racun pada
umumnya. Ini saja sudah membuktikan kalau ca-
ra kerja racun itu keji sekali, dengan menyerang urat-urat saraf si korban.
Sayang sekali aku bukan ahli racun. Sehingga, aku tidak mengetahui
jenis racun apa yang menyerang mereka."
Aryani menghela napasnya resah. Entah
mengapa, tiba-tiba saja ia jadi teringat akan penderitaan ibunya yang juga
terkena racun keji.
"Mungkinkah racun-racun keji yang men-
geram dalam tubuh Ibu juga digunakan untuk
menyerang keempat mayat kakak sepergurua-
nku" Kalau iya, berarti pembunuh itu tidak lain adalah Kelelawar Hutan, ayah
kandungku! Tapi..., mungkinkah ayah kandungku yang melakukan
perbuatan keji ini" Bisa jadi! Buktinya saja,
ayahku tega meracuni ibuku!" gumam Aryani dalam hati gelisah sekali
Si gadis lalu menatap Siluman Ular Putih
dengan wajah penasaran.
"Lantas..., lantas bagaimana dengan jan-
tung-jantung para korban yang hilang ini, Soma?"
"Hm, sebentar...."
Soma sejenak menghentikan bicaranya.
Pandangan matanya ditujukan kembali ke arah
dada salah seorang mayat korban yang berlu-
bang. "Ketahuilah, Aryani! Raja Penyihir pernah berkata padaku, Seseorang yang
mempunyai ke-biasaan mengambil jantung si korban dan mema-
kannya, sudah pasti memiliki satu ilmu keji. Ilmu sesat! Mungkin itu sebagai
syarat dari ilmu yang dipegangnya, atau apa.... Aku tidak tahu. Yang jelas
pembunuh keji itu juga memakan jantung
korbannya. Kalau tidak, buat apa mengambil jan-
tung korbannya?"
"Lalu apakah kau juga masih mencurigai
Kelelawar Hutan, ayah kandungku sebagai pem-
bunuh keji itu?" tanya Aryani mengambang. Ra-gu-ragu dalam kecurigaannya dalam
hati tadi, "Bisa saja aku mencurigai Kelelawar Hu-
tan. Atau kau sekalipun!"
"Tapi Kelelawar Hutan dan aku tidak memi-
liki jurus-jurus yang mengandung hawa racun,
Soma!" sergah Aryani.
"Begitu?" tanya Soma tajam. "Mungkin kau benar tidak memiliki jurus-jurus yang
mengandung hawa racun. Tapi entah mengapa, aku ragu-
ragu dengan ayahmu!"
Sejenak Aryani tersentak. Tiba-tiba ia kem-
bali diingatkan tentang racun-racun yang menge-
ram dalam tubuh ibunya. Dan ia tahu, siapa pe-
lakunya. Siapa lagi kalau bukan ayah kandung-
nya, Kelelawar Hutan"!
"Beberapa minggu ini watak ayahku me-
mang berubah aneh. Bahkan aku sendiri hampir
celaka di tangan ayahku. Tapi, aku rasa-rasanya masih ragu kalau ayah
kandungkulah yang membunuhi murid-murid perguruan Kelelawar Putih.
Untuk apa?"
"Aku belum mencurigai ayah kandungmu
sejauh itu, Aryani. Aku belum mempunyai alasan
kuat." "Kalau begitu apa yang akan kau lakukan, Soma?" tanya Aryani ingin tahu.
"Aku belum tahu. Mungkin aku akan me-
nyelidiki Sumur Kematian. Atau mungkin, malah
akan menyelidiki Kelelawar Hutan terlebih dahu-
lu." "Harap kau berhati-hati kalau mau menyelidiki Sumur Kematian maupun
Kelelawar Hutan.
Keduanya sama-sama berbahaya. Apalagi Kelela-
war Hutan. Kau bisa celaka di tangannya, meski
tanpa sebab-sebab yang jelas, Soma!" ingat Aryani, entah mengapa tiba-tiba saja
jadi sangat mengkhawatirkan keselamatan pemuda tampan
di hadapannya. "Terima kasih atas peringatanmu, Aryani.
Aku pasti akan lebih berhati-hati."
"Oh, ya. Sampai aku lupa! Kau tadi menye-
but-nyebut nama Raja Penyihir. Apa kau murid
orang tua gagah itu, Soma?" tanya Aryani.
"Yah...! Bisa dibilang begitu, bisa juga tidak. Aku hanya pernah diberi
pelajaran sedikit
oleh orang tua itu."
"Oh...! Pantas saja ilmu sihirmu tinggi sekali...."
"Yah...! Yang jelas belum seperti yang kau duga, Aryani."
Soma tersenyum senang. Matanya menger-
jap-ngerjap nakal memperhatikan wajah Aryani
yang cantik jelita.
"Tapi sudahlah! Sebaiknya cepat kita ting-
galkan tempat ini! Kulihat di luar sinar matahari sudah mulai meredup, pertanda
sebentar lagi malam akan tiba. Ayo, cepat kita keluar!"
"Baik."
Soma dan Aryani cepat berkelebat keluar.
Si gadis sempat menarik tonjolan batu kecil di
samping batu besar yang digunakan menutup
mulut gua, ketika tiba di luar. Sebentar kemudian terdengarlah suara menggemuruh
dari batu sebesar kerbau yang bergeser ke kanan. Dan bersa-
maan dengan itu, maka mulut pintu gua tertutup.
Sedang bayangan Soma dan Aryani sendiri pun
juga telah lenyap di antara rimbunnya pepohonan di hutan depan sana.
10 Matahari baru saja tenggelam di kaki langit
sebelah barat. Angkasa raya dihiasi rona merah
tembaga. Diiringi kicauan burung-burung jalak
yang pulang ke sarang masing-masing, perlahan-
lahan rona merah yang mewarnai angkasa raya
pun menghilang. Dan kini alam mayapada sepe-
nuhnya dikuasai kegelapan.
Kegelapan ini terlihat makin pekat di hutan
belantara jauh dari Perguruan Kelelawar Putih.
Karena selain dirambahi semak belukar tinggi-
tinggi, hutan belantara itu ditumbuhi pula pohon-pohon pinus berusia puluhan
tahun. Dan mung-
kin karena tak ada angin yang berhembus, mem-
buat suasana hutan jadi sunyi.
Dalam kesunyian mencekam itulah tampak
dua sosok tubuh tengah duduk berhadap-
hadapan. Hanya nyala api unggun yang tidak ter-
lalu besar sajalah yang membatasi mereka. Dan
dalam remangnya nyala api unggun tampak pula
wajah-wajah mereka. Yang satu seorang gadis
cantik berpakaian putih-putih. Sedang di sebe-
rang lainnya seorang pemuda tampan berambut
gondrong dengan mengenakan pakaian rompi dan
celana bersisik warna keperakan. Mereka tidak
lain tidak bukan adalah Soma dan Aryani.
"Mengapa kau tidak mau pulang, Aryani?"
tanya murid Eyang Begawan Kamasetyo membu-
ka suara. "Aku tidak sudi pulang ke rumah lagi So-
ma! Aku benci! Benci sekali!" sahut Aryani bersungut-sungut.
"Mengapa?"
"Ibu sudah pergi. Buat apa pulang ke sa-
na?" "Kan masih ada ayah kandungmu?"
Kini mata Aryani terbelalak lebar. Dipan-
danginya Soma tajam
"Apa maksudmu sebenarnya, Soma" Kau
kedengarannya tak suka kalau aku di sini?"
"Ya, sudahlah! Kalau kau memang tak mau
pulang, tak apa-apa. Sekarang, sebaiknya tidur
saja duluan! Biar aku yang menjagamu di sini,"
kata Soma alias Siluman Ular Putih malas berde-
bat dengan gadis itu.
"Aku belum ingin tidur. Justru aku sedang
mencari jalan keluar, bagaimana aku harus me-
nyelidiki peristiwa-peristiwa maut di Sumur Ke-
matian yang telah meminta banyak korban itu,"
sahut Aryani bersikeras.
"Ah...!" keluh Soma kesal.
Padahal diam-diam pemuda ini telah mem-
punyai rencana untuk menyelidiki Sumur Kema-
tian tanpa melibatkan gadis ini. Tapi melihat ke-kerasan hati Aryani, tak urung
membuat Siluman
Ular Putih jadi kesal juga.
"Mengapa kau tidak mau tidur sekarang,
Aryani" Kulihat matamu sudah ngantuk. Lekas-
lah tidur duluan!" ujar pemuda ini diam-diam telah mengerahkan kekuatan
batinnya. Suaranya
yang mengundang perintah terdengar bergetar-
getar aneh, mempengaruhi jalan pikiran Aryani
Aryani terkejut. Tiba-tiba saja matanya jadi
ngantuk sekali. Tubuhnya limbung, sulit dikendalikan. Dan akhirnya ia rebah di
atas tanah re- rumputan. "Me..., mengapa mataku jadi ngantuk begi-
ni.." Ah...! Kau... kau pasti mengerjaiku lagi, So-ma...," ucap Aryani makin
melemah, sebelum akhirnya tertidur pulas.
Soma tertawa perlahan. Sejenak dipandan-
ginya Aryani yang sudah terlelap dengan begitu
manisnya. Lalu, ia pun segera beranjak dari tempat duduknya.
"Baik-baik bobo di sini, ya! Jangan ke ma-
na-mana! Awas, kalau ke mana-mana! Nanti ku-
sentil kupingmu, lho!" ujar pemuda murid Eyang Begawan Kamasetyo itu, persis
seseorang yang sedang menggoda anak kecil.
Dan sehabis berkata begitu, Siluman Ular
Putih segera mengangkat kedua kakinya ke ta-
nah, lalu berkelebat meninggalkan tempat itu.
Siluman Ular Putih telah mengendap-
endap di atas atap bangunan Perguruan Kelela-
war Putih. Matanya jelalatan ke sana kemari,
mencari-cari di mana letak Pekarangan Terlarang.
Meski telah berada di bangunan Perguruan Kele-
lawar Putih yang dimaksudkan, namun belum ju-
ga menemukan letak Pekarangan Terlarang.
Soma jadi menggaruk-garukkan kepalanya
jengkel. "Ah...! Di mana sih, letaknya Pekarangan
Terlarang" Padahal aku sudah mencari-carinya ke sana kemari. Tapi, kenapa belum
juga menemukan letaknya" Ah...! Kenapa aku tadi tidak menanyakannya pada Aryani"
Bodohnya aku!"
Soma menepuk jidatnya sendiri dua kali.
Plakkk! Plakkk! Empat orang murid Perguruan Kelelawar
Putih yang sedang berjaga-jaga di bawah kontan
berbalik. Serentak keempat pasang mata mereka
terpasang tajam dengan kepala mendongak ke
arah datangnya suara tadi. Ke atas atap.
"Siapa yang bersembunyi di atas atap"!"
bentak salah seorang murid itu galak. Suaranya
membahana, memecahkan kesunyian malam.
"Celaka! Kedatanganku sudah ketahuan
mereka," gumam Soma alias Siluman Ular Putih dalam hati, seraya merebahkan diri.
"Hei...! Siapa yang bersembunyi di atas
wuwungan" Cepat turun! Atau kupontes batang
lehermu, he"!" bentak orang yang tadi garang.
Mana sudi Soma menuruti perintah murid
penjaga itu. Malah pandangannya dialihkan ke
tembok, jauh memutar di belakang bangunan
Perguruan Kelelawar Putih.
"Lho..." Di sana kok masih ada bangunan
tembok" Apakah di sana letaknya Pekarangan
Terlarang?" gumam Soma lagi dalam hati.
"Keparat! Apa kau benar-benar ingin ku-
pontes , kepalamu, he?" teriak penjaga itu lagi garang.
"Kakang Sembodo! Buat apa buang-buang
waktu segala"! Cepat ringkus orang itu!" kata yang lain, menimpali.
"Baik! Ayo kita kejar tikus itu!"
Sehabis berkata begitu, seorang pemuda
berperawakan tinggi kekar segera menghentakkan
kakinya ke atas atap, yang diikuti ketiga orang kawannya.
"Runyam! Runyam! Mengapa urusannya
jadi begini" Ah.. Tak ada pilihan lain. Aku harus cepat menyingkir, mumpung
keempat orang itu
belum memanggil teman-temannya," rutuk Siluman Ular Putih.
Berpikir demikian, tanpa membuang-buang
waktu lagi Siluman Ular Putih segera bangkit
berdiri. Begitu kedua kakinya menjejak atap, tubuhnya telah berkelebat ke arah
tembok memutar di depan sana. "Kejar, Kang! Tikus itu menuju ke Pekaran-
gan Terlarang!" teriak Salah seorang murid penjaga ketika melihat berkelebatnya
bayangan Soma. Siluman Ular Putih yang mendengar teria-
kan murid penjaga itu malah tersenyum girang.
"Aku sedang berlari menuju ke Pekarangan
Terlarang yang kucari-cari itu" Ah masa' sih"
Jangan-jangan di dalam tembok memutar itulah
letaknya pekarangan itu?" gumam Soma sambil terus berlari kencang menuju ke arah
tembok memutar. Dan sesampainya di tembok memutar, So-
ma pun segera melompat ke atas tembok. Seketi-
ka itu juga hatinya jadi tersenyum girang, saat dilihatnya ke arah dua buah
pohon asam tua di
tengah-tengah Pekarangan Terlarang. Di bawah
kedua pohon itu terdapat pagar memutar terbuat


Siluman Ular Putih 03 Sumur Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari bambu. "Ah...! Pasti itulah Sumur Kematian yang
dimaksudkan Aryani dan Lelaki Berkumis Kucing
itu! Habis mana lagi kalau bukan itu?" pikir Siluman Ular Putih girang bukan
main. "Kang...! Benar, Kang! Tikus itu lari menu-ju Pekarangan Terlarang. Ayo Kita
cincang ramai-ramai, Kang!" teriak salah seorang sembari menunjuk-nunjuk ke arah
tembok Pekarangan Ter-
larang. Siluman Ular Putih tidak lagi mempedulikan teriakan-teriakan keempat
murid penjaga itu, melainkan sudah melompat dan melesat ke arah
Sumur Kematian.
Sebentar saja pemuda itu telah sampai di
sana. Sejenak diamatinya keadaan Sumur Kema-
tian yang dipagari dengan kayu bambu. Lubang
Sumur Kematian tidak terlalu besar.
Soma melongokkan kepalanya ke dalam
lubang Sumur Kematian. Namun mendadak saja
hawa anyir yang bukan alang kepalang menyere-
bak keluar! Dan ini membuat si pemuda tidak ta-
han lagi. "Hoekkk...!"
Seketika itu juga cairan kuning dari mulut
Siluman Ular Putih berhamburan keluar.
"Jangkrik budik! Lagi-lagi bau bangkai! La-gi-lagi bau bangkai! Bikin mual
perutku saja! Ih...!" omel Soma panjang pendek.
Mulut si pemuda tak henti-hentinya melu-
dah ke sana kemari. Dan tiba-tiba saja matanya
melihat sesosok bayangan putih-putih yang baru
saja meloncat ke atas tembok Pekarangan Terla-
rang. "Kunyuk-kunyuk itu lagi! Bikin runyam urusanku saja!"
Sekali lagi mulut nyinyir pemuda murid
Eyang Begawan Kamasetyo mengeluarkan geru-
tuan kesal. Namun, toh akhirnya menyingkir juga ke balik batang pohon asam yang
berukuran hampir sepuluh kali lipat dari tubuhnya. Kemu-
dian tanpa banyak cincong lagi, mulutnya pun
berkemik-kemik membacakan mantera ajian 'Titi-
san Siluman Ular Putih'.
Seketika itu juga asap putih tipis memenu-
hi sekujur tubuh Soma, dan akhirnya bayangan
tubuh pemuda itu tidak kelihatan sama sekali.
Dan begitu uap putih itu sirna tertiup angin,
bayangan tubuhnya pun telah menjelma menjadi
seekor ular putih sebesar ibu jari kaki manusia dewasa! Ini pun merupakan
keistimewaan ajian
'Titisan Siluman Ular Putih' yang mampu menga-
tur besar kecilnya jelmaan ular putih sesuai ke-hendak Soma.
"Ssssst...!!!"
Ular putih kecil itu cepat merayap mende-
kati Sumur Kematian. Kepalanya melongok-
longok ke dalam lubang. Kemudian tepat ketika
keempat murid penjaga Sumur Kematian muncul,
ular putih kecil itu pun telah menyemplungkan
diri "Ke mana kunyuk itu" Kok, tak ada" Tadi aku benar-benar melihat kalau ia
menyelinap ke balik pohon ini. Tapi, sekarang kok tak terlihat?"
tanya murid penjaga yang berada paling depan
seraya menunjuk ke batang pohon asam tua di
depannya. "Oh...! Jangan-jangan kunyuk itu setan
gentayangan penunggu Sumur Kematian ini"!
Ih...! Ngeri...!" duga salah seorang murid yang lain ketakutan. Wajahnya
seketika itu juga pucat pasi.
Matanya memandang ngeri ke arah lubang Sumur
Kematian. "Maaf, Kawan-Kawan! Aku pergi dulu. Aku
tak sudi jadi tumbal...!" teriak yang lain langsung mengambil langkah seribu.
Tiga orang murid lain sejenak hanya bisa
saling pandang. Kemudian entah siapa yang me-
mulai, tahu-tahu mereka telah lari meninggalkan
Sumur Kematian.
11 Tubuh kecil memanjang ular putih jelmaan
Soma terus melesat ke dalam lubang Sumur Ke-
matian. Kecepatan merayapnya sungguh menga-
gumkan. Padahal dinding yang dilaluinya sangat
curam. Dan sambil mendesis-desis khas, sosok
kecil memanjang sebesar ibu jari kaki manusia
dewasa itu pun sampai di dasar Sumur Kematian.
Begitu menyentuh tanah di dasar Sumur
Kematian, mendadak tubuh kecil itu tampak
menggeliat-geliat. Lalu....
Sssttt...! Sekujur tubuh ular putih kecil itu kini di-
penuhi uap tipis. Dan akhirnya, bayangan tubuh
kecil memanjang ular putih itu perlahan-lahan
sirna, tampak sesosok pemuda gondrong berpa-
kaian rompi dan celana bersisik warna putih ke-
perakan! Itulah sosok Soma alias Siluman Ular Pu-
tih. Samar-samar, Soma kini mulai terbiasa
dengan keadaan gelap di sekitarnya. Dan ia melihat kalau dasar Sumur Kematian
itu, ternyata cukup luas. Kira-kira hampir enam atau tujuh
tombak. Ini jelas di luar perkiraannya semula.
Dan di samping memiliki dasar yang cukup luas,
juga memiliki banyak lorong!
Soma bergidik ngeri. Suasana dalam Su-
mur Kematian benar-benar mengerikan.
Bau anyir darah menyeruak, menyergap
hidungnya. Tumpukan-tumpukan tulang manu-
sia yang berserakan, serta mayat-mayat bergelim-pangan yang kulit dan dagingnya
masih membu- suk, menjadi pemandangan di sekitarnya. Mayat-
mayat busuk inilah yang menebarkan hawa anyir
dan bau bangkai.
Sambil memencet hidungnya rapat-rapat,
perlahan-lahan Soma melangkah ke depan. Kepa-
lanya dia palingkan ke kanan kiri. Tiba di salah satu lorong, pemuda murid Eyang
Begawan Kamasetyo itu samar-samar melihat satu titik nyala api. Cahayanya samar
menerabas masuk ke dalam dasar Sumur Kematian. Dan kini dibantu
nyala api yang berkerlip-kerlip itu, Siluman Ular Putih dapat melihat dasar
Sumur Kematian dengan lebih jelas.
Kening Soma berkerut dalam-dalam. Entah
mengapa hatinya merasa heran sekali melihat
keadaan Sumur Kematian. Bagaimana di tempat
ini terdapat banyak sekali mayat berserakan"
Namun belum sempat pemuda ini berpikir lebih
lanjut, mendadak....
"Keparat! Siapa yang berani mencari mati
lagi di tempat ini"!"
Siluman Ular Putih tersentak kaget ketika
mendengar bentakan keras menggelegar.
Belum hilang rasa kagetnya, mendadak ia
terasa angin dingin berkesiur kencang datang dari arah depan.
"Hup!"
Soma cepat berkelit ke samping. Namun
bersamaan dengan itu, kembali datang angin din-
gin yang datangnya dari sesuatu yang berjuntai-
juntai! Wesss! Soma terkejut, namun cepat mengangkat
tangan kanannya mencoba menangkis angin ber-
kesiur dari bayangan hitam yang berjuntai-juntai.
Namun Siluman Ular Putih kontan membelalak-
kan matanya liar. Karena tiba-tiba bayangan hi-
tam-hitam yang berjuntai-juntai itu tiba-tiba saja merubah serangannya. Kemudian
si pemuda ta-hu-tahu merasakan sesuatu yang menghantam
dadanya. Buk! Seketika itu juga dada Soma serasa mau
jebol. Tubuhnya limbung beberapa langkah ke be-
lakang. Untung saja tubuhnya cepat membuat
salto beberapa kali di udara, sehingga terhindar dari serangan berikutnya.
"Bedebah! Rupanya kau punya sedikit ke-
pandaian juga, ya" Pantas saja kau berani masuk ke dalam Sumur Kematian!" bentak
bayangan hitam-hitam itu garang.
Sekali lagi mata Soma terbelalak lebar, seo-
lah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
*** Bayangan hitam-hitam yang menyerang Si-
luman Ular Putih tadi ternyata Seorang lelaki tua yang buntung kaki dan
tangannya. Wajahnya ti-rus. Kedua pipinya cekung dengan rahang yang
bertonjolan. Kerut-kerut di keningnya tajam, menyiratkan penderitaan batin yang
dalam. Sedang tubuh buntungnya dibalut pakaian putih-putih
yang sudah compang-camping tidak karuan.
Rambutnya panjang tergerai ke tanah. Dan kini
lelaki berusia enam puluh tahunan itu tengah
'berdiri' menggunakan ujung-ujung rambutnya
yang tegak menancap di tanah!
"Bukan main!" diam-diam Soma mendesah penuh kagum. Rupanya rambut panjang itulah
yang menyerangnya tadi!
"Orang Tua! Aku kemari bukannya mencari
mati! Buat apa susah-susah ke tempat ini kalau
cuma mau mati"!" kata Soma seenak dengkulnya.
"Apa pun alasanmu! Aku tetap akan mem-
bunuhmu!" dengus orang tua buntung itu penuh kemarahan.
Mendadak, lelaki ini menekan rambutnya
yang menjuntai ke tanah disertai pengerahan te-
naga dalam tingkat tinggi. Sehingga rambut itu
kini melengkung mirip sapu lidi yang ditekan.
Dan dengan sekali genjot, orang tua buntung itu segera mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya
yang sudah mencapai tingkat tinggi. Maka seketi-ka tubuhnya melesat cepat bagai
kilat. "Hyaaat...!"
Disertai teriakan membahana, tubuh bun-
tung itu melesat mengancam Siluman Ular Putih.
Rambut-rambutnya yang semula menancap ke
tanah, kini mendadak berubah menjadi gulun-
gan-gulungan hitam laksana ijuk baja yang men-
gincar beberapa jalan darah Soma.
Dan belum juga gulungan-gulungan ram-
but orang tua buntung itu mengenai sasaran,
Soma telah merasakan angin dingin berkesiur
menyerang beberapa jalan darah di tubuhnya!
Melihat serangan-serangan rambut yang
mengeras sekeras baja, Siluman Ular Putih tidak berani memandang ringan lagi.
Cepat tubuhnya dilempar beberapa kali ke samping. Rasanya ia
masih sungkan membalas serangan-serangan
aneh orang tua buntung itu.
"Sungguh aku patut mengagumimu, Orang
Tua! Dalam keadaan seperti ini saja kau dapat
menyerang demikian hebatnya. Apalagi kalau
memiliki kedua tangan dan kaki. Sungguh aku ti-
dak dapat membayangkannya!" decak Soma alias Siluman Ular Putih penuh kagum,
begitu mendarat di tanah.
"Tutup mulut, Bocah! Aku tidak pernah
membiarkan calon korbanku banyak mengelua-
rkan suara! Terima saja kematianmu hari ini!"
bentak lelaki tua itu garang setelah berbalik. Dan diam-diam sebenarnya dalam
hati ia mulai mengagumi kepandaian musuh mudanya.
Dan sehabis berkata begitu, tubuh lelaki
tua itu kembali melesat dengan kecepatan luar
biasa, bagai sebatang anak panah meluncur dari
busurnya. Rambutnya yang memencar bagai pu-
luhan ijuk baja menyerang tubuh Soma penuh
tenaga dalam tinggi.
Wesss! "Uts...!"
Soma cepat melenting ke atas, hingga se-
rangan-serangan orang tua buntung itu mengenai
tempat kosong. Hebatnya, begitu rambut-rambut
yang menjuntai-juntai itu menancap ke dinding
Sumur Kematian, maka seketika tubuh buntung
orang tua itu kembali melenting menyerang.
"Ya, ampun! Kalau begini terus caranya,
aku bisa modar!" gerutu Soma yang baru saja mendarat. Kesal juga hatinya. Diam-
diam kekuatan batinnya pun mulai dikerahkan untuk meng-
hadapi serangan. "Sabar sedikit, Orang Tua! Mengapa kau jadi beringas begini"
Ayo, lekas hentikan serangan-seranganmu!"
Suara Siluman Ular Putih bergetar-getar
aneh, menggema memenuhi ruangan. Bahkan te-
rus menyerang jalan pikiran orang tua buntung
aneh itu. Lelaki tua itu mengeluh panjang pendek.
Tubuhnya yang masih melayang-layang bergetar-
getar hebat. Dan serangan-serangannya pun jadi
kacau! Lalu, mendadak luncuran tubuhnya pun
terhenti. Tubuh buntungnya yang ditopang ram-
but hitam berjuntai-juntai, tergetar-getar hebat.
Matanya membelalak liar memandangi Soma!
"He he he...! Rupanya kau penurut juga,
Orang Tua!" kekeh Soma kegirangan.
Sejenak lelaki tua buntung itu memejam-
kan matanya rapat-rapat. Tubuhnya yang berge-
tar-getar perlahan-lahan mulai tenang. Kemudian matanya kembali dibuka.
"Kau dan Kelelawar Hutan sama saja! Sa-
ma-sama tukang sulap! Kau pikir Lowo Kuru ti-
dak mampu mencabut nyawamu, he"!"
Kini giliran Soma yang membelalakkan ma-
tanya. Sungguh tidak percaya kalau ilmu sihirnya yang dipelajari dari Raja
Penyihir tidak mampu
mengendalikan orang tua buntung yang ternyata
bernama Lowo Kuru. Dan lebih hebatnya lagi, tu-
buh buntung itu kembali menyerang ganas!
Soma penasaran sekali. Kembali kekuatan


Siluman Ular Putih 03 Sumur Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batinnya dilipatgandakan.
"Orang Tua! Hentikan seranganmu! Apa
kau tidak takut melihatku" Kau memiliki rambut
hebat. Tapi, aku juga memiliki rambut lebih he-
bat!" Lowo Kuru hanya sempat melihat betapa rambut pemuda musuhnya telah berubah
menjadi puluhan ekor ular putih yang menggeliat-geliat dengan kepala mendongak
tinggi-tinggi. Tapi hal itu hanya sebentar saja. Dengan pengalamannya,
ia jadi tidak terpengaruh dengan apa yang dili-
hatnya! Bahkan masih melayang-layang di udara,
terus melanjutkan serangannya yang cepat dan
tak tertahankan.
Wesss! Wosss! Bukkk! Bukkk! Soma yang sedang tertawa-tawa senang
melihat orang tua buntung itu kembali terpenga-
ruh ilmu sihirnya, mendadak memekik kaget. Se-
ketika itu juga tubuhnya terlempar beberapa
tombak ke belakang, membentur dinding Sumur
Kematian! Sedang dadanya yang terkena pukulan
rambut-rambut Lowo Kuril terasa nyeri bukan
main. Napasnya sesak. Cairan berwarna merah
nampak menyembul di bibirnya!
Siluman Ular Putih mengusap darah yang
mengalir di bibirnya dua kali. Kini baru disadari kalau orang tua buntung itu
tak mungkin dapat
dipengaruhi dengan ilmu sihirnya. Maka tanpa
banyak pikir panjang lagi, senjata pusakanya segera dicabut dari balik punggung,
Senjata Siluman Ular Putih berbentuk
anak panah. Ujungnya yang melengkung ke atas
berbentuk kepala ular, serta terdapat pisau kecil yang mencuat tajam. Dan batang
anak panah itu juga berbentuk badan ular yang memiliki dua lu-
bang mirip lubang suling. Sedang di kanan kiri
kepala ular ujung anak panah itu terdapat dua
buah cakra kembar terbuat dari lempengan baja.
Itulah senjata Siluman Ular Putih yang tidak lain Anak Panah Bercakra Kembar!
Seketika itu juga hawa dingin yang teramat
menusuk kulit memenuhi ruangan begitu senjata
pusaka Soma dikeluarkan dari balik punggung-
nya. Lelaki tua buntung itu sempat menggigil ke-dinginan, namun hanya sebentar.
Setelah tenaga dalamnya dikerahkan hawa dingin menusuk itu
mulai dapat dilawan.
Begitu dapat mengatasi pengaruh hawa
dingin dari senjata Soma, Lowo Kuru mencelat
tinggi ke udara. Gulungan-gulungan rambutnya
kali ini bergerak-gerak liar penuh jebakan-
jebakan maut. Dan gerakan-gerakannya pun sulit
sekali ditebak. Tidak seperti pada jurus-jurusnya yang pertama.
Siluman Ular Putih cepat mengeluarkan ju-
rus andalannya 'Terjangan Maut Ular Putih'. Tangan kirinya telah berubah menjadi
keputihan, siap melancarkan pukulan 'Inti Bumi'. Sedang
tangan kanannya yang memegang senjata pusaka
telah berubah menjadi merah darah, siap pula
melancarkan pukulan 'Inti Api'.
Maka pertarungan sengit yang menggelar
jurus-jurus ampuh dan berbahaya pun tak dapat
dielakkan lagi.
Namun setelah sekian jurus, Soma tetap
saja belum mampu menghadapi desakan-desakan
gulungan rambut Lowo Kuru. Bahkan kini Silu-
man Ular Putih tampak terdesak hebat. Padahal
jurus-jurus 'Ular Kembar Mengejar Mangsa' telah dikeluarkan. Diam-diam pemuda
ini mengeluh dalam hati. Rasa-rasanya sulit sekali keluar dari kepungan gulungan-gulungan
rambut orang tua
buntung itu. Tanpa ampun Lowo Kuru terus mendesak
hebat Soma dengan jurus-jurus sakti tingkat
tinggi. Perlahan-lahan, pertahanan Soma jadi ko-car-kacir. Entah sudah berapa
kali tubuhnya ha-
rus jumpalitan tidak karuan. Bahkan senjata pu-
sakanya yang sesekali melesat cepat laksana se-
buah anak panah pun seolah-olah tidak ada gu-
nanya lagi. Sementara gulungan-gulungan ram-
but orang tua buntung itu terus mendesaknya
hebat! Wesss! Wesss!
Soma terkejut bukan main. Kali ini rasa-
rasanya Siluman Ular Putih tak mungkin me-
nangkis maupun menghindari serangan. Apalagi
saat itu keadaannya sangat tidak menguntung-
kan. Dalam keadaan melayang-layang seperti itu, gulungan-gulungan rambut Lowo
Kuru tidak ter-duga-duga telah mengancam punggungnya. Dan
akibatnya,... Wesss! Bukkk! Bukkk! Tanpa ampun lagi punggung Siluman Ular
Putih pun terhantam telak gulungan rambut
orang tua buntung itu dua kali. Seketika itu juga, pemuda ini memekik tertahan.
Tubuhnya terlempar berputar-putar sebentar, dan akhirnya meng-
hantam dinding-dinding Sumur Kematian!
"Hoekkkk...!"
Siluman Ular Putih tidak tahan lagi, lang-
sung muntahkan darah segar. Punggungnya yang
terkena hajaran rambut orang tua buntung tadi
terasa remuk dari nyeri bukan alang kepalang.
Wajahnya pucat pasi. Bibirnya berkemak-kemik.
Dan dari bibirnya yang berkemak-kemik, diam-
diam si pemuda mulai merapalkan ajian 'Titisan
Siluman Ular Putih'-nya.
Sebentar kemudian tubuh Siluman Ular
Putih yang menggelosor di tanah telah dipenuhi asap putih tipis sehingga,
akhirnya bayangan tubuh pemuda murid Eyang Begawan Kamasetyo
itu tidak kelihatan sama sekali.
Sejenak Lowo Kuru menghentikan seran-
gan. Matanya membelalak lebar, tak tahu ilmu
apa yang akan dikeluarkan musuh mudanya. Dan
saat asap putih tipis yang menyelimuti tubuh
Soma pudar, maka seketika itu juga....
Gggeeerrr...! 12 Apa yang dilihat Lowo Kuru di hadapannya
itu benar-benar membuat hatinya ciut. Matanya
semakin terbelalak lebar. Mulutnya melongo tak-jub. Sosok yang menggeliat-geliat
di balik asap putih itu demikian menggiriskannya! Yakni, seekor ular raksasa
putih sebesar pohon kelapa! Dan kini mata biru ular raksasa putih itu tengah
memandang beringas ke arahnya. Kedua taringnya
yang sebesar tanduk kerbau mencuat keluar, siap menerkam mangsanya!
"Sil... Siluman Ular Putih..,!" desis Lowo Kuru tanpa sadai.
"Gggeeerrr...!"
Sekali lagi terdengar gerengan Siluman
Ular Putih itu hingga menggetar-getarkan dinding Sumur Kematian. Dan seketika
tubuh besar memanjang ular raksasa itu langsung menerjang ga-
rang Lowo Kuru.
Orang tua buntung itu cepat meloncat ke
samping menghindari terjangan dengan sekali
menghentakkan ujung-ujung rambutnya ke ta-
nah. Kemudian dengan mengerahkan jurus-jurus
saktinya dibalasnya serangan Siluman Ular Putih.
Siluman Ular Putih ini pun tidak kalah
cerdik. Melihat serangan-serangan orang tua buntung yang demikian hebatnya,
cepat dipapakinyadengan sabetan-sabetan ekor.
Wuttt! Prattt! Tentu saja hal ini sangat merepotkan Lowo
Kuru. Apalagi ketika disadari, pukulan-pukulan
rambutnya yang mengenai tubuh siluman ular
raksasa itu hanya seperti membentur lempengan
baja yang keras! Tak urung juga matanya me-
mandang penuh kagum. Rambutnya yang berben-
turan dengan tubuh raksasa Siluman Ular Putih
itu serasa pedih bukan main. Bahkan kepalanya
sampai berdenyut-denyut tidak karuan.
Namun Lowo Kuru tidak mau menyerah
begitu saja. Dengan mengeluarkan jurus-jurus
saktinya, kembali diterjangnya Siluman Ular Pu-
tih. "Gerrr...!"
Siluman Ular Putih menggereng penuh ke-
marahan. Kibasan-kibasan ekornya telah menye-
babkan debu-debu dalam Sumur Kematian beter-
bangan. Perlahan-lahan serangan-serangan Lowo
Kuru mulai terdesak hebat. Malah entah sudah
berapa kali tubuhnya yang buntung terpental ke
sana kemari terkena sabetan-sabetan Siluman
Ular Putih. Dan pada satu kesempatan yang tidak mungkin dihindari, tiba-tiba
saja ekor Siluman
Ular Putih itu kembali menyabet tubuh buntung
Lowo Kuru. Wesss! Bukkk! Bukkk! "Augh...!"
Lowo Kuru memekik tertahan. Tubuh bun-
tungnya yang terkena sabetan ekor Siluman Ular
Putih langsung terlempar ke samping, membentur
dinding Sumur Kematian. Seketika ia melorot ro-
boh ke tanah tak mampu bangun lagi. Pingsan!
Sejenak Siluman Ular Putih mengeluarkan
gerengannya. Dinding-dinding Sumur Kematian
kembali bergetar hebat. Tidak lama kemudian terlihat asap putih tipis kembali
menyelimuti Siluman Ular Putih. Sehingga, akhirnya bayangan tu-
buh memanjang ular raksasa putih itu pudar,
tampaklah sesosok pemuda gondrong berpakaian
rompi dan celana bersisik warna putih keperakan tengah tertawa renyah dengan
kedua tangan ber-kacak pinggang!
"Ha ha ha.,.! Apa yang kubilang tadi, Orang Tua" Untung saja rambut landakmu
tidak protol. He he he.... Kini kau tidak berani galak lagi," kata Soma gemas juga menghadapi
kelihaian rambut
orang tua buntung bergelar Lowo Kuru.
Dan sehabis berkata begitu,, Siluman Ular
Putih pun berjalan mendekati sosok buntung
yang menggeletak tak sadarkan diri. Sejenak di-
pandanginya Lowo Kuru penuh kagum. Tampak
olehnya darah segar membasahi bibir dan hidung
lelaki tua ini Entah mengapa si pemuda jadi terharu se-
kali melihat sosok buntung yang mengenaskan
itu. Lalu, diangkatnya sosok Lowo Kuru menuju
ke sebuah lorong yang terdapat nyala api di ke-
jauhan sana. Begitu sampai, Soma tidak percaya kalau
ternyata ujung lorong itu adalah sebuah ruangan yang luasnya kira-kira tiga atau
empat tombak. Dasarnya terbuat dari batu-batu kecil yang ditata rapi. Dan ketika pandangan
matanya tertumbuk
pada gambar-gambar di dinding-dinding sumur,
tak urung juga ia berdecak kagum. Ternyata
gambar-gambar di seputar dinding Sumur Kema-
tian adalah petunjuk ilmu silat tinggi!
Sekali lihat saja Siluman Ular Putih tahu
kalau gambar jurus-jurus di dinding-dinding su-
mur itu adalah yang tadi juga dikeluarkan orang tua buntung itu ketika bertarung
dengannya. Namun Soma hanya memperhatikannya sebentar.
Tidak ada keinginan di hatinya untuk mencuri il-mu silat tingkat tinggi itu,
walau sebenarnya
mampu melakukannya. Pemuda ini cepat mere-
bahkan tubuh buntung Lowo Kuru ke batu bun-
dar di tengah ruangan, dan cepat menotok bebe-
rapa jalan darahnya.
Tuk! Tuk! Tuk! Tiga kali telunjuk jari tangan Soma meno-
tok jalan darah di dada dan tengkuk Lowo Kuru.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan
Lowo Kuru pun mulai membuka kelopak ma-
tanya. Namun ketika melihat Soma masih berada
di hadapannya, cepat rambut kepalanya digerak-
kan untuk menyerang!
"Heit...! tunggu, Orang Tua!"
Soma cepat berguling-gulingan ke samping.
Namun rupanya kali ini Lowo Kuru tidak
lagi bernafsu menyerang anak muda itu. Hanya
dipandanginya Soma dengan mata terbelalak le-
bar. Lalu entah mengapa, tiba-tiba saja pandan-
gan matanya jadi berkaca-kaca!
"Anak Muda! Mengapa kau tidak membu-
nuhku?" tanya Lowo Kuru lirih.
Soma alias Siluman Ular Putih cepat ban-
gun. Melihat orang tua buntung itu menangis,
pemuda ini tidak merasa heran lagi. Namun ba-
gaimanapun juga, hatinya sempat terusik juga
dengan keadaan Lowo Kuru yang memelaskan.
"Sebenarnya aku tidak ada keinginan
membunuhmu, Orang Tua. Tapi kalau kau benar-
benar terbukti telah membunuhi murid-murid
Perguruan Kelelawar Putih, jangan harap aku ti-
dak tega menurunkan tangan mautku padamu."
"Percuma saja aku menjelaskan padamu,
Anak Muda! Kau tidak mungkin mempercayai
omonganku. Sebaiknya, lekaslah bunuh aku!
Buat apa kau menyiksaku dengan pertanyaan-
pertanyaanmu ini?" keluh Lowo Kuru, meme-
laskan. Mau tidak mau kening Soma jadi berkerut dalam. Ia tidak percaya kalau
orang tua buntung yang tadi bersikap garang ini, tiba-tiba saja berubah demikian
memelaskan. Bahkan rela menye-
rahkan selembar nyawanya begitu saja. Padahal
kalau mau, ia masih sanggup melawan Soma.
Kendati, tubuhnya masih belum sembuh benar
dari luka dalamnya.


Siluman Ular Putih 03 Sumur Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Soal membunuhmu itu gampang, Orang
Tua. Tapi sebelumnya aku harus mengajukan be-
berapa pertanyaan padamu. Maukah kau menja-
wabnya?" Lowo Kuru hanya menarik napasnya pan-
jang. Tak menggubris omongan Siluman Ular Pu-
tih. Malah pandangan matanya dialihkan ke tem-
pat lain. Soma tidak pedulikan sikap acuh Lowo Ku-
ru. "Dengar Orang Tua! Apa benar, kaukah
yang telah membunuhi murid-murid Perguruan
Kelelawar Putih?" tanya Soma.
Lowo Kuru masih memperhatikan ke arah
lorong di depannya dengan bibir berkemik-kemik.
"Baiklah, Bocah! Masalah percaya atau ti-
dak, itu terserahmu saja. Mau dibunuh sekarang
pun, aku rela. Tapi, dengar! Buka telingamu le-
bar-lebar! Aku belum pernah membunuh satu
orang murid pun dari Perguruan Kelelawar Putih.
Apa kau puas, Bocah?" tegas Lowo Kuru akhirnya. "Tapi, mengapa di dasar Sumur
Kematian ini banyak sekali kutemukan mayat murid-murid
Perguruan Kelelawar Putih?" tukas Siluman Ular Putih. "Memang. Tapi bukan aku
pelakunya. Aku hanya membunuh beberapa orang saja. Dan itu
semua bukan dari Perguruan Kelelawar Putih.
Kau paham?"
"Lantas" Siapa yang telah membunuhi mu-
rid-murid Perguruan Kelelawar Putih itu" Dan
siapa pula orang-orang yang telah kau bunuhi
itu...?" "Orang yang telah membunuhi murid-murid Perguruan Kelelawar Putih tidak
lain dari orang yang bergelar Kelelawar Hutan."
"Apa" Kelelawar Hutan...?" sentak Soma seraya menarik mundur dadanya, seolah-
olah tidak mempercayai keterangan Lowo Kuru.
Kali ini Lowo Kuru memandangi Siluman
Ular Putih seksama.
"Benar. Memang Kelelawar Hutan-lah pela-
kunya," tegas Lowo Kuru, seraya mengangguk.
"Tapi..., tapi, bukankah murid-murid Per-
guruan Kelelawar Putih itu adalah murid-murid
Kelelawar Hutan sendiri?" tukas si pemuda dengan kening berkerut.
"Tidak! Sebenarnya tidak demikian. Mung-
kin untuk sekarang ini, murid-murid Perguruan
Kelelawar Putih memang muridnya. Murid-murid
Kelelawar Hutan maksudku. Tapi, tidak untuk
sebelum masa delapan belas tahun lalu, Bocah!"
jelas Lowo Kuru.
"Aku belum mengerti maksudmu, Orang
Tua." Lowo Kuru menghela napasnya sebentar.
"Singkatnya begini, Bocah. Sebenarnya
Perguruan Kelelawar Putih bukanlah milik Kele-
lawar Hutan, melainkan, milik seseorang."
"Milik seseorang..." Siapakah dia, Orang
Tua?" tanya Soma heran.
Lowo Kuru menyunggingkan senyum. "Ten-
tu kau akan kaget kalau kukatakan bahwa orang
yang memiliki Perguruan Kelelawar Putih sebe-
narnya sedang duduk di hadapanmu, Anak Mu-
da." Mata Soma kontan terbelalak lebar, seolah-olah tidak mempercayai keterangan
orang di ha- dapannya. "Maksudmu..." Kau.... Kaukah, Orang
Tua?" Sekali lagi Lowo Kuru menyunggingkan senyum dengan kepala mengangguk
perlahan. "Lantas" Ba..., bagaimana kau bisa terku-
rung dalam Sumur Kematian ini?"
"Ceritanya panjang, Anak Muda!" sambar Lowo Kuru cepat. "Maukah kau mendengarkan
ceritaku, Anak Muda?"
Soma tidak menjawab pertanyaan Lowo
Kuru, kecuali hanya menganggukkan kepala tan-
da setuju. Sejenak Lowo Kuru menghela napasnya
panjang-panjang seraya memejamkan matanya
rapat-rapat. Seolah-olah, ia sedang mengingat
kembali kejadian delapan belas tahun lalu. Ke-
mudian dari bibirnya yang bergetar-getar itu suaranya mulai terdengar
menceritakan kejadian de-
lapan belas tahun lalu....
Ikuti kelanjutan kisah ini dalam episode:
PEDANG KELELAWAR PUTIH
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Sepasang Pedang Iblis 24 Pendekar Naga Putih 42 Terjebak Di Perut Bumi Iblis Berkabung 1
^