Tikam Samurai 23
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 23
dahulu. Mandor turunan Yahudi yang tak pernah ramah padanya, pada orang turunan Indian, Mexico atau
Negro. Mandor yang amat berkuasa. Dari namanya yang "Itzak" itu saja sudah tercium Yahudinya. Yahudi yang
amat merasa super dan berkuasa di Amerika. "Tanganmu sebaiknya dipotong hingga pergelangan, tuan
mandor. Kalau tidak bisa infeksi?" Yoshua berkata datar.
Tanpa menunggu persetujuan si mandor, dia seret orang itu. Kemudian menekankan tangan kanannya
yang belah itu kesebuah kayu besar. Si mandor meraung-raung. Namun Yoshua menetakan kampaknya.
Dan"trass! tangan itu putus sampai pergelangan! "Nah, keadaanmu kini jauh lebih baik dari pada tadi,
mandor?" ujar Yoshua.
Si mandor sudah basah celananya menahan sakit dan melihat darah yang menyembur dari bekas
lukanya. "Kedua tanganmua ini sering membikin celaka dan meaniaya kami para buruh perkebunan. Kini
keduanya harus dipotong, mandor?" ujar Yoshua dengan nada datar.
Dan selagi orang Yahudi yang sadis itu menghiba-hiba memohon ampun, giliran tangan kirinya pula yang
dapat giliran kena tebas putus! Kini kedua tangannya putus hingga pergelangan! "Kakimu sering menendang
kami para buruh, kau masih ingat nasib Miguel. Orang mexico yang tendang kemaluannya itu mandor"
Kemudian setelah kemaluannya tak berfungsi kau setubuhi istrinya berkali-kali" Kau ingat?"
Si Yahudi telah tertunduk lemah. Lemah karena takut dan lemah karena kehabisan darah. Wajahnya
amat pucat. Celananya telah basah karena kencingnya. Namun Yoshua masih bercerita sambil ikut-ikutan
duduk dekatnya. "Setelah kau puas dengan isteri miguel yang malang itu, kau nodai pula anak gadisnya yang
bernama Tertila. Gadis cantik berumur lima belas tahun, kau perkosa berkali-kali hingga gadis itu mati bunuh
diri. Kau ingat itu itzak?"" Itzak menggeleng dan mengangguk berkali-kali. Dia memohon ampun. "Ah, kau pasti
bergurau mandor. Mana ada orang Yahudi, Mandor dan Anggota Klu Klux Klan pula yang mengenal rasa takut,
apalagi minta ampun. Kau pasti bergurau mandorr".."
Itzak menangis tersedu-sedu ingat anak dan istrinya. Ingat harta dan gundiknya. Ingat dunia kenikmatan
yang akan ditinggalkannya. Kalau saja dia bisa tetap hidup meski kedua tangannya buntung, dia tetap bisa
menikmati hidup ini. Soal tangannya adalah soal gampang, dengan uang sekian ratus dollar, kedua tangannya
bisa utuh dengan tangan palsu. Tapi yoshua tidak memberikan jalan sedikitpun. Sambil duduk itu dia pegang
kepala Itzak. "Dalam kepalamu ini, bersarang otak yang cemerlang untuk menyebar aniaya di tengah orang-orang
berkulit berwarna. Saya ingin melihat otakmu, Itzak. Kau pernah dengar betapa orang Indian menguliti kepala
musuhnya.." ujar Yoshua dengan nada suara dingin dan dengan tangan yang ramah mengusap-usap rambut
Itzak. "Rambutmu ini amat indah, Itzak. Bagi suku kami adalah merupakan kebanggaan jika dapat membawa
kulit kepala musuh kami pulang ke rumah. Untuk ditaruh sebagai hiasan.." "Tapi..tapi kita tak pernah
bermusuhan Yoshua.. saya bukan musuhmu?" "Oh, tidak. Kita tak pernah bermusuhan. Kau menganiaya kami
dulu di perkebunan semata-mata karena kasih sayangmu pada kami. Hari ini kau juga datang kerumahku,
dengan topeng mainanmu ini, dengan bedil ditanganmu, dengan membawa anak buah setengah lusin, juga
bukan karena kita bermusuhan. Kau pastilah datang mencariku untuk memberikan sebuah ciuman dan
memelukku serta membawaku minum sebagai rasa persahabatan, bukan" Begitu, bukan".bukan?""
Dan sambil berkata tangannya menjambak rambut Yahudi itu kuat-kuat. Itzak sudah tak ada daya lagi.
"Mandor, tanganku sudah sangat tua. Tanganku sudah tak lagi begitu ahli mengulitti kulit manusia, sudah tak
begitu mantap. Tapi ponakanku itu, yang tadi yang akan kau tembak pelipisnya, amat mahir. Dia punya pisau
yang amat tajam. Yang tak begitu menyakitimu bila dia mengelupas kulit kepalamu. Hei Pipa Panjang".Mari
sini".!" Indian muda itu bangkit. Ditangannya ada pisau besar lagi mengkilat tajam. Si Yahudi bernama Itzak
yang terkenal sadis di perkebunan itu, dan terkenal sadis sebagai algojo Klu Klux Klan, kini hanya menatap
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 510
dengan diam dengan mata basah pada Indian yang mendatanginya. Kemudian terdengar pekik menggema.
Pekik itu terdengar oleh dua orang anggota Klu Klux Klan di tempat mereka. Kebetulan keduanya bertemu
dibahagian selatan, seratus meter dari rumah. "Kita terus saja. Kita bakar dinamit dan kita ledakan rumah
itu?"bisik yang satu.
Kemudian mereka mendekat setapak demi setapak. Kemudian berputar kebahagian samping kanan.
Tapi tiba-tiba mereka terhenti. Di bahagian depan rumah itu, dibawah cucuran atap, mereka melihat sesosok
tubuh menggantung-gantung. Di gantung pas lehernya, kepala orang yang digantung itu mengkilap.
Jubah putihnya berlumuran darah. Kedua tangannya putus hingga pergelangan tangan. Jelas itu adalah
pimpinan regu mereka, Itzak!. Dan jelas bahwa kulit kepalanya telah di kelupas dengan cara yang amat mahir.
Kedua orang itu menggigil saking takutnya melihat mayat di gantung itu, mereka tertegak lemah ditempat
mereka. "Cepat, hutan ini penuh iblis. Bakar dinamit itu dan ledakan rumah jahanam itu. Kita harus segera
hambus dari sini?" bisik yang seorang.
Mereka lalu mengeluarkan dua bongkah dinamit dengan ukuran besar dari jubah mereka. mereka
menyalakan geretan. Beberapa geretan itu berkali-kali mati karena apinya tak pernah dekat sumbu dinamit
tersebut. Tangan mereka menggigil. Ada beberapa menit, barulah sumbunya terbakar, tapi mereka tidak segera
melemparkannya, soalnya api di sumbunya bisa mati.
Dan saat itulah mereka mendengar suara desiran dibelakang. Mereka melihat kebelakang, lalu keduanya
tak dapat menahan pekik. Di belakang mereka berdiri tiga orang Indian yang badannya penuh dengan gambargambar dan kampak ditangan. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, sebab bedil mereka sudah ada ditanah.
Dengan amat cepat mereka kena ringkus. Mereka diikat kepohon kayu besar tak jauh dari tempat
mereka diringkus. Lalu dinamit yang masih menyala sumbunya dimasukan kedalam jubah mereka. "Kalian
berusahalah untuk bebas. Kalau kalian bisa melepaskan diri sebelum dinamit itu meledak, maka kalian tak akan
kami ganggu. Kami akan pulang kerumah itu. Berusahalah.
Kata Yoshua sambil berjalan dengan diikuti Pipa Panjang dan Elang Merah. Kali ini kedua anggota Ku itu
tak bisa lagi tahan tangis dan lolongan. Dinamit yang dimasukan dan diselipkan didalam jubah mereka,
sumbunya tinggal sedikit, kalau Dinamit itu meletus, Ya Tuhan!
Mereka menangis minta ampun, minta tolong dan minta dikasihani. Namun tak ada yang menyahuti
Kemudian ketiga Indian itu benar-benar pergi. Dan"hutan itu tiba-tiba bergemuruh oleh gelegar dinamit. Si
Bungsu tertegun mendengar ledakan tersebut. Ada apa" Di sebelah utara, diarah bunyi ledakan dinamit
tersebut. Di lihatnya sebuah pohon sebesar dua kali dekapan manusia dewasa, terpental beberapa meter ke
udara. Dan pucuknya naik meninggi, kemudian jatuh melosoh kebawah turun dan tumbang! Sipongang
ledakannnya bersahutan. Segala isi hutan itu kaget. Elizabeth sendiri kaget terbangun, Angela berusaha
menenangkannya walau juga berdebar. "Dimana Yoshua?" tanyanya begitu bangun.
Angela yang juga sangat mengkhawatirkan Si Bungsu, coba jelaskan akan kedatangan beberapa orang
itu. Elizabeth bangun dan terdorong oleh rasa ingin tahu, Angela juga berlari keluar. Yoshua sudah bertindak
cepat. Mayat di gantung itu sudah diturunkan dan di letakkan ke dalam hutan. Kini ketiga Indian itu tegak di
halaman seperti tak terjadi apa-apa. Angela pucat wajahnya begitu tak adanya Si Bungsu di antara mereka,
Indian itu diam menatap kesekitar rumah itu. Mereka juga merasa cemas pada orang yang mereka hormati itu.
Kini dimana dia" "Bersebar! Kita cari dia?" ujar Yoshua setelah mencari beberapa saat. Angela berlari masuk,
mengambil bedil. Kemudian mengisinya dengan peluru. Lalu berlari keluar. Begitu tiba di luar dia terpekik,
melihat Si Bungsu berlumuran darah.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-497-498
Dia memekik gembira karena lelaki dari Indonesia itu masih hidup. Memekik terharu dan kaget melihat
darah di tubuhnya. Dia berlari dan memeluk lelaki yang bertongkat itu. Mencium wajah dan bibirnya, Si Bungsu
hanya diam tak berkutik. "Hei, kau masih hidup. Masih ada yang lain disana?" ujar Yoshua sambil menepuk bahu Si Bungsu. Si
Bungsu tersenyum dan menggeleng. "Anda masuklah, dan obati lukanya. Kami akan mengatur semua sisa yang
tertinggal. Sebentar lagi tempat ini akan di penuhi polisi. Tentu kita tak ingin di buat sibuk dengan segala
macam pertanyaan. Apalagi kalau harus di tahan di kantor polisi?"
Angela dan Elizabeth membawa Si Bungsu masuk kedalam. Si Bungsu dibaringkan di sebuah balai-balai.
Angela membuka bajunya. Mencuci darah yang mengalir di dada Si Bungsu. Sementara Elizabeth mengambil
kotak obat-obatan. Si Bungsu sedikit beruntung, sebab peluru yang mengenai bahunya tidak tertinggal didalam,
melainkan tembus kebelakang. Untung saja jarak tembaknya tak begitu jauh, sehingga peluru tak merobek
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 511
daging bagian belakangnya dengan hebat. Lobang yang ditinggalkan peluru di punggungnya hanya sebesar
benggol, tiga kali lobang yang ada didepan.
Tak lama kemudian Si Bungsu dan kedua perempuan yang ada dirumah terkejut oleh beberapa ledakan
dinamit. Kemudian bunyi sirene mobil polisi. Empat buah mobil polisi. Empat mobil patroli polisi merengsek
masuk ke halaman rumah di tengah hutan itu. Sesuai dengan petunjuk yang tadi yang disampaikan Yoshua, Si
Bungsu dan Angela tak menampakkan diri keluar. Mereka hanya mengintip lewat jendela yang tak terlihat dari
luar. Si Bungsu melihat polisi-polisi di sambut oleh Yoshua dihalaman. Tubuhnya kini sudah bersih dari coretcoret berwarna perang itu. Di tangannya terpegang sebuah kampak. Kemudian dari dalam hutan terdengar lagi
sebuah ledakan. Di susul dengan rubuhnya sebuah pohon kayu.
"Well..Kami kemari ingin tahu apa yang kalian perbuat dengan ledakan-ledakan itu?"ujar salah satu
perwira polisi patroli jalan raya itu sambil menatap kearah bunyi ledakan didalam hutan. "Seperti perang
Vietnam"."ujar polisi yang lain.
Tiga polisi yang lain menuju hutan kiri, tiga lagi kehutan-hutan kanan. Si Bungsu dan Angela menatap
dengan tegang, polisi pasti menemukan mayat-mayat anggota Klu Klux Klan tersebut. Meskipun mayat bandit,
namun tetap saja menimbulkan masalah ruwet. Namun Yoshua kelihatan tenang-tenang saja. Lewat kisi jendela
mereka mendengar Indian itu berkata.
"Kami tak punya izin memiliki dinamit itu. Kami menemukannya enam bulan yang lalu dekat belukar
sana. Kami sudah melaporkannya pada polisi. Namun pihak polisi tidak menanggapi. Maka hari ini kami
mencoba, apakah dinamit itu masih berfungsi atau tidak?" "Anda punya surat polisi yang tidak di gubris
tersebut?" Yoshua mengeluarkan sebuah kertas yang sudah usang dari kantongnya. Si polisi mengamati
kemudian mengangguk. "Well. Kenapa kepohon itu anda ledakan..?" "Sekalian memudahkan pekerjaan.
Mencoba dinamit dan kalau meletus berguna untuk menebang pohon. Dari pada membuang tenaga?" "Kami
terpaksa menyita sisa dinamit yang ada?" "Silahkan. Itu di bawah kotak dekat tong itu.."
Polisi itu melangkah kearah dinamit yang memang terletak dibawah kotak di luar rumah Yoshua.
Kemudian si polisi meniup pluit. Ke enam polisi yang lain bermunculan dari rimba tersebut. Tidak hanya polisi
saja yang muncul juga Pipa Panjang dan Elang Merah. Semua dalam keadaan berpakaian rapi.
Padahal baru saja Si Bungsu melihat mereka bercoreng-moreng, ketika akan menyergap keenam polisi
anggota Klu Klux Klan tersebut. Polisi-polisi itu membawa sisa dinamit yang ada di luar rumah Yoshua,
kemudian membawa semacam surat tanda terima. "Kalian menemukan sesuatu?" tanya polisi itu pada enam
anak buahnya yang tadi masuk ke rimba itu. Yang di tanya hanya menggeleng.
"Baik, kita tinggalkan rumah ini. Yoshua, suatu hari nanti kami akan memanggil anda untuk minta
penjelasan tentang dinamit ini.." "Dengan segala senang hati, Letnan?" Mobil-mobil polisi itupun bergerak
pergi. "Anda memang menemukan dinamit itu disini?" tanya Si Bungsu ketika mereka makan malam. Yoshua
mengangguk. "Dinamit itu kutemukan ketika menggali pondasi, barangkali sisa latihan tentara saat perang
utara-selatan. Pernah kulaporkan tapi tak digubris?" "Lalu kenapa mereka tidak menemukan mayat atau
serpisan daging akibat ledakan tadi?" "Cara mudah melenyapkan mayat adalah dengan meledakkannya.." "Ya,
tapi serpihan dagingnya pasti ditemukan?" "Benar, kalau dinamitnya sedikit. Kau tahu berapa banyak dinamit
yang kami pergunakan" Untuk meledakkan mayat dan pohon itu kami pergunakan cukup banyak, cukup untuk
menghancurkan kota Dallas. Tak kau dengar gelegarnya. Tubuh mereka tak bersepihan karena diikat kedinamit
itu. Tidak ada serpihan malah menjadi lumat seperti tepung?"
Ketika mengobati punggung Si Bungsu yang luka, Angela merasa kaget dan ngeri. Punggung lelaki dari
Indonesia itu penuh dengan barut-barut luka. Memanjang dari bahu kiri ke pinggang kanan. Atau sebaliknya.
Belum lagi sayatan-sayatan melintang yang banyak jumlahnya. "Ya Tuhan, apakah ini bekas dicencang?"
tanyanya sambil meraba punggung Si Bungsu dengan jari-jarinya yang halus dan lentik. "Ya, memang bekas di
cencang?" jawab Si Bungsu datar. "Nampaknya bekas disayat senjata yang amat tajam?" "Namanya Samurai.."
kata Si Bungsu pula. "Samuarai" Itu senjata khas Jepang.." "Ya, senjata yang saya bawa itu, yang mirip dengan
tongkat kayu.." Dan Angela tiba-tiba teringat pada tongkat yang dipergunakan oleh lelaki asia ini untuk
membabat Macmillan di perusahaan bangunan beberapa hari yang lalu.
"Nampaknya senjata itu punya cerita dan kisah yang amat mendalam dalam hidupmu Bungsu"."
"Panjang, dalam dan takkan pernah hilang seumur hidup. Seperti bekas luka yang ditimbulkannya di
tubuhku?" "Maukah kau ceritakan padaku?" ujar Angela yang berbaring menghadap Si Bungsu. Si Bungsu yang
juga berbaring miring menghadap gadis itu tak segera menjawab. Dia menatap pada gadis itu. "Kau mau
mendengarkan?" Angela mengangguk sambil memegang pipi Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 512
"Ketika masih berusia enam belas tahun. Aku adalah seorang penjudi kawakan. Kedengarannya aneh,
tapi itulah faktanya. Tak ada pejudi yang tak betekuk lutut kubuat. Tapi hampir selalu saja uang kemenangan
itu disikat lagi oleh orang yang aku kalahkan itu. Di kampungku yang bernama Minangkabau, judi merupakan
penyakit lelaki yang tak pernah bisa di obati. Meskipun agama kami melarangnya dengan keras. Para pejudi itu
umumnya adalah jago berkelahi. Sebab mereka harus mempertahankan kemenangan nya agar tak dirampas
orang lain. Kepandaian berkelahi itu dinamakan silat?" Dia berhenti sebentar.
"Aku selalu menang, tapi selalu juga diakhiri lenyapnya uang dan remuknya tubuhku disikat lawanlawanku yang kalah. Sampai suatu hari Jepang yang menjajah negeri kami membunuh ayah dan ibu dan
kakakku didepan mataku. Kau tahu apa yang kuperbuat" Aku lari karena takut,namun perwira yang memimpin
penyerangan pagi itu menyabet punggungku dengan samurainya. Aku jatuh dengan punggung belah, Jepang
itu menduga aku sudah mati.
Tapi aku masih hidup dan bertekad untuk terus hidup untuk menuntut balas ke matian keluargaku.
Kuambil samurai yang tertinggal dan tertancap diperut ayahku, kemudian hidup hutan disebuah gunung.
Belajar secara alami bagaimana mempergunakan samurai. Ternyata penderitaanku tidak hanya sampai disana,
dalam proses kemerdekaan aku banyak terlibat dalam perkelahian dengan tentara Jepang, suatu hari aku
tertangkap dan dikurung dalam terowongan dalam kota, dan disana kembali tubuhku disayat-sayat. Jari
dipatahkan dan kuku dicabut?" Si Bungsu berhenti bercerita karena melihat mata Angela basah.
"Hei, kenapa?" "Alangkah menyakitkan masa lalumu dear"." "Itu sudah lama berlalu?" "Ya, tapi aku tak
tahan membayangkan betapa menderita nya dirimu?" "Nah, kita akhiri cerita itu?" Angela menggeleng. "Jangan
hentikan. Saya akan dengar?" "Kau takkan menangis lagi?" Angela menggeleng sambil mencium pipi Si Bungsu.
"Akhirnya aku dilepaskan oleh pejuang-pejuang Indonesia. Ku tinggalkan negeri itu menuju Jepang.
Bertemu dengan pembunuh ayahku yang ternyata masih berusaha bersembunyi dari dosa-dosanya dengan
mengabdikan diri disebuah kuil jadi biarawan. Kami bertarung, dia kukalahkan. Tapi tidak kubunuh. Kehadiran
anak gadisnya yang aku kenal sebelum pertarungan itu, telah menyelamatkan nyawanya. Dia ku tinggalkan,
tetapi itu melakukan seppuku, harakiri. Bunuh diri cara Jepang. Kusangka aku akan mengakhiri petualangan
disana, sebagaimana pernah kurencanakan.
Tapi banyak hal, banyak peristiwa dan kejadian yang memaksaku untuk tak berpisah dengan samurai
itu. Tiap saat orang yang mati karena samurai itu bertambah jua, kata orang samurai itu haus darah. Dan aku
adalah pembunuh berdarah dingin. Itulah semuanya?" SEPI.
Angela mencium Si Bungsu, kemudian menyembunyikan wajahnya didada lelaki itu. Sementara Si
Bungsu sudah tertidur lelap dan lelah. Seorang lelaki yang berasal dari desa yang tak tercatat dalam peta, dari
dusun kaki Gunung Sago bernama Situjuh ladang Laweh, tertidur di suatu belahan dunia entah dimana, jauh
dari negerinya. Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-499-500
Berkat pertolongan Angela yang juga minta tolong pada teman-temannya di kepolisian, akhirnya Si
Bungsu mendapatkan alamat orang yang dia cari-cari. Yaitu alamat Kapten Thomas MacKenzie. Veteran
pasukan Udara Amerika. Lelaki yang membawa lari Michiko dari belantara di pinggang Gunung Singgalang
tatkala terjadi pergolakan PRRI.
"Namanya Thomas MacKenzie. Terakhir dikenal sebagai suplayer senjata gelap ke berbagai negeri yang
sedang bergejolak. Kini sudah meletakan pekerjaan terlarangnya itu. Dia menanamkan uangnya di berbagai
industri. Namun diduga masih menjadi otak penyelundupan senjata ke Afrika.." Angela menjelaskan informasi
yang dia dapat pada Si Bungsu.
Si Bungsu merasa hidup kembali. Harapan untuk mendapat melacak jejak Michiko tumbuh lagi.
Begitulah, malam itu mereka pergi ke sebuah klub malam mewah yang berada di jantung kota Dallas. Duduk
disuatu pojok dimana mereka dapat mengawasi semua orang yang masuk dan keluar ruangan itu. Memesan
minuman dan makanan. Si Bungsu tak banyak bicara, Angela melihat betapa lelaki didepannya ini berpeluh
dan tegang. "Tenanglah, sebentar lagi kita akan melihat orangnya. Engkau akan bertemu dengan gadismu itu?" bisik
Angela sambil menggenggam tangan Si Bungsu. Si Bungsu yang memang tak bisa menyembunyikan resahnya
itu mencoba untuk tersenyum. "Terimakasih Angela, kau baik sekali. saya tak tahu harus berbuat apa sebelum
bertemu dengan kamu, saya?" "Sssst, barangkali itu orangnya?" ujar Angela sambil memberi isyarat ke pintu.
Jantung Si Bungsu seperti berhenti berdenyut. Empat orang, tiga orang lelaki dan seorang perempuan
kelihatan mereka sedang berjalan kearah meja VIP di kanan mereka. Dua orang lelaki yang berjalan di belakang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 513
mereka pastilah para pengawal. Lelaki bekas Anggota Angkatan Udara itu terlihat gagah dan berbadan kekar,
wajahnya tersenyum selalu. Dialah Thomas MacKenzie! Tapi yang membuat jantung Si Bungsu berhenti
berdetak adalah perempuan yang berjalan disisi MacKenzie. Perempuan itu amat dia kenal. Michiko! Ya,
Mcihiko! Dia hampir saja berdiri kalau tangannya tidak di genggam erat Angela. "Duduklah dengan tenang dear,
masih banyak waktu. Tunggu sampai mereka juga duduk?" Si Bungsu menahan hatinya. Dia lihat lelaki yang
berjalan di belakang bergegas menarik kursi untuk kedua orang itu. Thomas tegak didepan kursinya,
menunggu sampai Michiko duduk. Kedua pengawalnya tetap tegak tak jauh dari mereka. Begitu mereka duduk
muncul pasangan dua perempuan dua lelaki.
Pertemuan ini nampaknya pertemuan orang-orang tingkat atas yang lazim di sebut kaum atau kalangan
jetset. Mereka saling bersalaman. Seorang perempuan berbisik pada Michiko, kemudian dua perempuan itu
berdiri, berbicara pada lelaki disana dan berjalan keruangan lain. Kini waktunya pikir Si Bungsu. Dia berjalan
dengan tenang tapi dengan hati yang berdebar, kemeja yang di penuhi gelak tawa itu.Tiba-tiba langkahnya
dihentikan oleh pengawal Thomas.
"Maaf, Tuan tidak bisa mendekat?" ujar Bodyguard itu perlahan. Tubuhnya terasa mendingin. Dari jarak
lima depa, dimana langkahnya tertahan oleh bodyguard Thomas, dia memanggil. "Tuan Thomas?" Lelaki yang
dipanggil itu masih tertawa dengan perempuan di seberangnya, seperti tak mendengar panggilan Si Bungsu.
"Tuan Thomas.." ulang Si Bungsu.
Thomas mendengar, namun menatap tajam pada bodyguardnya, itu sudah isyarat bagi si pengawal. Dia
mencekal baju Bungsu dan berusaha menariknya. Namun sekali sentak, cekalan pengawal itu lepas. "Tuan
Thomas, ijinkan saya bicara baik-baik?" ujarnya masih berusaha dengan suara pelan, karena dia maklum
berhadapan dengan siapa. Lelaki itu menatapnya, diantara suara senyap di ruangan yang kelihatan terhormat
itu, lelaki itu berkata diantara senyumnya.
"Anda memanggil saya, stranger?" "Ya, Anda yang bernama Thomas MacKenzie, bukan?" "Benar, Anda
hafal nama saya, ada yang bisa saya perbuat untuk anda?" "Ada.." "Apa itu?" Si Bungsu berusaha
menghindarkan keributan. "Maaf, bisa kita bicara empat mata?" ujarnya sopan. Thomas menatap Si Bungsu
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tatapanya jelas pandangan yang memandang rendah. "Anda siapa, dan
dari mana?" Si Bungsu paham sudah, dia tak dipandang sebelah mata. Permintaannya untuk bicara baik-baik secara
empat mata tidak dianggap sama sekali. Dia menarik nafas. Namun dengan berusaha menyabarkan hati dia
berusaha sekali lagi. "Saya bukan siapa-siapa dalam strata kehidupan tuan. Namun saya datang dari negeri yang
amat?" "Antarkan tuan ini keluar"!" putus thomas pada pengawalnya.
Dua bodyguardnya itu tak perlu menanti, mereka segera mendekat dan mencekal tengkuk Si Bungsu dan
menariknya dengan kasar. Dan..cukuplah sudah! Entah bagaimana, kedua orang pengawal itu malang
melintang setelah kena pukulan dan tendangan Si Bungsu. Heboh pun pecah! Dua pengawal itu segera
mencabut pistol. Dan Si Bungsu berkata. "Saya datang dengan baik-baik. Jika tuan mencabut pistol berarti
menghendaki nyawa saya. Kita tidak bermusuhan, saya hanya ingin bicara. Karena itu?"
Namun Bodyguard itu sama dengan Thomas, tidak menganggap Si Bungsu dan harus di singkirkan
segera. Ketika tangan mereka keluar dari jas dipinggang, mereka sudah menggenggam pistol. Tapi hanya
sampai disitu, tak satupun letusan terdengar. Kedua mereka tetap tegak dengan muka meringis dan menatap
heran. Di leher mereka tertancap sebilah samurai kecil memutus urat nadi di leher itu! Kemudian tanpa sempat
mengetahui apa yang terjadi, mereka rubuh dan mati! Orang pada menatap diam. Benar-benar diam dan
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tegang. Kini Si Bungsu mendekati meja Thomas. "Anda tampaknya masih liar, stranger. Masih belum beradab.
Saya dapat menebak, Anda pastilah datang dari negeri yang juga belum beradab. Nafsu anda untuk membunuh
sama dengan orang-orang zaman purba.." ujar nya masih dengan kesombongan luar biasa sambil tegak dan
langsung menyerang! Harusnya dia maklum, lelaki yang dia serang ini datang dengan maksud damai. Tapi kesombongan
menutup mata hatinya. Apa boleh buat serangan sudah dia lancarkan dalam bentuk sebuah tendangan. Dengan
mudah Si Bungsu mengelak kesamping. Tendangan kedua dan ketiga juga tak ada artinya bagi anak muda dari
Gunung Sago itu. Dia hanya mengelak kekiri dan kekanan. Persoalan baru datang ketika seorang lelaki
bertubuh besar kekar, yang entah datang dari mana, tiba-tiba menyekapnya dari belakang. Dia nyaris tak bisa
berbuat apa-apa. Dan saat itu pukulan MacKenzie menghajar wajah dan perutnya, berkali-kali! Buah
kesabarannya ternyata mencelakai dirinya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 514
Thomas menyerang dan masih melanjutkan pukulannya. Tapi lawannya kini adalah lelaki yang sudah
kenyang dengan perkelahian. Dengan leher masih dipiting dari belakang, Si Bungsu menghantam lelaki itu
dengan sebuah tendangan kearah sudu hatinya. Thomas mengelak namun tendangan berikutnya datang amat
cepat. Yang pertama menghantam selangkangannya yang kedua menghantam pelipisnya, yang ketiga
menghantam perutnya. Thomas terdongak-dongak. Terhuyung-huyung. Saat itu Si Bungsu berhasil melepaskan pitingan
lehernya dari lelaki bertubuh tinggi besar itu. Kemudian dengan sebuah bantingan yang telak tubuh lelaki itu
mencium lantai! Pukulan berikutnya menghajar MacKenzie membuat bekas perwira itu terjerambab di lantai
Si Bungsu kini berada di atasnya, mencekiknya dengan ganas.
"Saya datang baik-baik dan minta bicara baik-baik, Tuan. Tapi kesombongan Tuan menganggap semua
orang bisa tuan celakai?" desis Si Bungsu. Di bawah banyak tatapan orang, Thomas tidak bisa bicara
sepatahpun. Saat itu Michiko muncul. Melihat Thomas tergeletak dengan wajah berdarah-darah dan seorang
lelaki mendudukinya, mencekiknya. "Thomas, my dear...!" pekik gadis Jepang itu sambil berlari menghampiri.
Si Bungsu tertegak, Kepalanya masih menunduk menatap lelaki dibawahnya. Michiko sedikitpun tak
menoleh kelelaki yang mencekik suaminya. Dia memeluk Thomas dan menangis. Betapa melihat mulut dan
hidung Thomas berdarah, Michiko jadi kalap. Dia bangkit dan tegak memukul lelaki yang tadi menghantam
suaminya. Tangannya terayun. Secara naluriah dia mengerahkan tenaga dan memukul dengan pukulan karate
yang pernah dikuasainya amat mahir.
Selintas sepertinya dia seperti mengenal lelaki yang tegak didepannya, yang tadi menyerang suaminya.
Pukulan itu mendarat telak di bibir Si Bungsu. Darah mengucur. Dan.. Michiko tertegak dengan mata terbelalak
begitu mengenali lelaki yang dia hantam. Bibirnya bergerak. Ingin sekali bicara, matanya tiba-tiba basah. Si
Bungsu menatapnya, hampir tak percaya. Bahwa perempuan yang tegak didepannya ini perempuan cantik dari
Jepang itu. Adalah Michiko kekasihnya.
Perempuan yang tak dapat dia lupakan. Perempuan yang di cari menyebrangi lautan luas. Melintasi jarak
puluhan ribu kilometer. Perempuan yang menurut sangkanya adalah perempuan yang memerlukan
bantuannya. Tapi.. Mereka masih bertatapan. Bibir Michiko bergerak. Ada niat untuk menghapus darah di bibir
Si Bungsu. Namun tangannya tak kuasa dia angkat. Ada niat untuk memeluk dengan segenap rasa rindu.
Namun kakinya tak kuasa dia langkahkan. Akhirnya, hanya terdengar sebuah keluhan. Dan perempuan
Jepang cantik itu. Yang dandanannya sudah jauh berubah, yang kini kelihatan seperti perempuan-perempuan
kelas atas Amerika, rubuh tak sadarkan diri. Si Bungsu nyaris memeluknya, menyambut tubuhnya yang
terkulai. Namun tangan lain lebih cepat. Tangan Thomas MacKenzie! Semua yang melihat tertegak diam.
"Kau telah membuat shock istriku, stranger. Kau akan menyesali perbuatanmu ini.." ujar bekas Kapten
angkatan udara Amerika itu kepada Si Bungsu. Kemudian perempuan itu dipangkunya. Ketika akan beranjak,
dia berkata lagi. "Jika istriku keguguran karena hal ini, stranger, kau takkan selamat.." Dan orang itupun pergi. Si Bungsu
nyaris tak percaya atas apa yang terjadi dan apa yang dia dengar serta apa yang dia lihat. Benarkah semua
peristiwa ini" "Kau telah membuat shock istriku, stranger. Kau akan menyesali perbuatanmu ini. Jika istriku keguguran
karena hal ini, stranger, kau takkan selamat.."
Ucapan MacKenzie seperti mengiang lagi di telinganya. Perempuan itu, Michiko, ternyata telah menjadi
istri orang itu. Mungkinkah itu, Mungkinkah" Dia teringat ucapan Michiko saat di padang akan berangkat ke
bukittinggi. "Hati dan jiwaku milikmu kekasihku, milikmu selama-lamanya".!" Itu kata michiko dahulu,
Dahulu! Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-501
Apakah benar perempuan itu memang Michiko bisik hatinya seperti kepada diri sendiri. Namun dia tak
sendiri. Dia kini ada dikamarnya, di rumah Yoshua. Berbaring bersama Angela.
"Dia benar Michiko. Dia memang gadis Jepang yang kau cari itu, Bungsu?" ujar Angela pelan seperti
menjawab pertanyaan hati Si Bungsu. "Kenapa kau begitu pasti, Angela" Sedangkan aku yang mengenalnya tak
merasa pasti?" Angela tak menjawab. Dia tahu kalau pertanyaan itu tak mungkin dia jawab. Dan memang tidak
untuk dijawab. Si Bungsu menarik napas. "Maafkan saya Angela. Saya tak bermaksud melukai hatimu. Kau
terlalu banyak berbuat baik pada ku.." Angela memeluk Si Bungsu.
"Dia sudah menikah. Menikah dengan lelaki yang melarikannya. Dan dia"telah memukulku dengan
tangan yang pernah memelukku?" "Jangan cepat berprasangka dear.. Barangkali ada alasan yang amat kuat
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 515
untuk akhirnya memutuskan menikah dengan lelaki itu.." "Alasan yang kuat?" "Ya, Barangkali?" "Saya tahu.
Kini dia jadi orang yang terhormat. Bukankah tadi siang kau jelaskan lelaki itu pemilik Industri yang kaya raya"
Itu alasannya Angel?" "Tak semua wanita menikah karena alasan harta, my dear.." "Ya, tak semua. Namun ada
bukan?" "Jangan berprasangka, sayang. Sebaiknya kau temui dia dan dengar ceritanya.." "Saya sudah
menemuinya dan itu cukup.." Angela terdiam. Dia mengerti betapa terpukulnya lelaki yang disampingnya ini
atas peristiwa tadi. "Kau ingat ceritaku kemaren malam tentang perwira Jepang yang membunuh keluargaku, Angel?" "Yang
bernama Saburo Matsuyama?" "Ya,ingat?" "Ingat. Dia bunuh diri, bukan engkau yang membunuhnya bukan?"
"Benar, Dia bunuh diri. Dan adakah aku ceritakan padamu, dia di selamatkan oleh kemunculan anak gadisnya
yang telah kukenal sebelumnya?" "Ada, tapi kau tidak ceritakan apa-apa tentang gadis itu.."
Si Bungsu menarik nafas, matanya menatap langit-langit rumah, dan terdengar suara pelan. "Gadis yang
tak kuceritakan itu, yang ayahnya telah membunuh ayah-ibuku, telah memperkosa kakakku dan
membunuhnya pula, kemudian membabat punggung ku dengan samurainya, adalah gadis yang tadi telah
memukulku?" Ada beberapa saat Angela tertegun, kini dia pula yang nyaris tidak percaya akan apa yang dia
dengar. "Oh, my dear! Ya Tuhan, ya Tuhan"!" desisnya beberapa kali. Si Bungsu tertawa getir namun matanya
basah. "Dengarkan, sayang. Kau tak berhak berprasangka buruk, selalu padanya. Kau belum mendengar
kisahnya. Berilah dia kesempatan untuk menyampaikan kenapa sampai begini jadinya. Saya yakin ada
sesuatu?" "Kau tahu dari mana, Angel?" "Saya juga seorang perempuan, Bungsu. Saya juga pernah jatuh hati,
kecewa dan ditinggal lelaki atau meninggalkan lelaki. Tapi pasti ada penyebabnya dear.." Sepi sesaat.
"Baik, Baik.. Saya akan menemuinya. Akan bertanya, tapi bagaimana kalau dia tak mau?" "Dia pasti akan
bercerita?" "Bagaimana kalau suaminya tak mengizinkan.." "Saya rasa suaminya seorang lelaki yang jentelmen.
Saya melihat itu dari sikapnya?" "Dari sikapnya merampas kekasih orang?" "Penyebab yang sebenarnya akan
kita ketahui dear.." "Baik, dan bagaimana kalau dia tak mau atau suaminya tak mengizinkan?" "Itu terserah
padamu selanjutnya. Tapi sebelum itu jangan rusak hatimu dengan perasaan yang tidak-tidak.." "Saya tak
menduga Angel. Dia telah menikah dan jadi istri orang?" "Kalau itu benar. Apakah hanya dia perempuan yang
ada di permukaan bumi ini?" "Ada kau bukan, Angel?" tiba-tiba Angela bangkit dan matanya menatap tajam.
"Dengar baik-baik orang asing. Sebelumnya saya tak tahu siapa engkau. Saya akui terus terang, saya
mencintaimu. Itu tak saya sembunyikan. Tapi saya bukanlah perempuan yang suka merebut laki-laki dengan
menjelekkan perempuan lain. Saya ingin mengatakan padamu, bahwa kalau perempuan itu sudah menikah,
dan engkau sudah tahu dengan pasti alasannya, maka kau harus berani menerima kenyataan"!"
Si Bungsu terperangah. Dan gadis itu tetap melanjutkan tetap dengan nada tinggi. "Jika hanya sekian
mentalmu, seperti bubur, menangis ditinggalkan perempuan, lebih baik kau jadi banci saja"!" Si Bungsu
menatap wajah Angela yang merah padam. Kemudian tersenyum.
"Apa yang kau senyumkan. Kau sangka aku tertarik dengan senyummu itu?" Si Bungsu masih tersenyum.
"Aku tak menyesal bertemu denganmu Angel.." "Barangkali aku yang menyesal bertemu denganmu lelaki kelas
bebek?" Si Bungsu tersenyum dan meraih tangan gadis itu. Dia tak tahu harus bagaimana tanpa Angela.
Kematian Tongky mula datang di kota Dallas nyaris membuat dia kehilangan akal.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-502
Pagi-pagi sekali mereka dikejutkan oleh ketukan pintu dikamar. Kemudian terdengar panggilan suara
Yoshua bertanya. "Apakah anda mempunyai musuh sehingga mereka perlu mencari anda kemari, Bungsu?" Si
Bungsu membuka pintu dan melihat Indian itu siap dengan bedil ditangannya.
"Ada apa?" Yoshua menunjuk kehalaman. Dari jendela mereka melihat sebuah mobil mercy nongkrong
tak jauh dari rumah. Dua orang lelaki kelihatan berdiri di luar. Yang seorang tengah menelpon. Barangkali
bicara dengan seseorang di suatu tempat. "Kau kenal mereka?" Si Bungsu menggeleng. Angela yang sudah
bangun muncul diruang tengah ikut mengintip. Dia tak kenal siapa orang itu. Yoshua segera keluar dengan bedil
tetap ditangan. "Hei guy! Ada sesuatu yang tak beres?" sapanya dengan keras.
Salah seorang diantara keduanya mengangkat tangan keatas, seperti memberitahu kalau mereka datang
bukan untuk mencari masalah. Kemudian menurunkan tangannya kembali sambil mendekati rumah. "Kami
memerlukan teman anda.." "Temanku yang mana guy?" "Orang Indonesia itu?" Si Bungsu heran.
"Anda siapa, dan untuk apa menemui orang Indonesia itu..?" "Kami disuruh Tuan Thomas MacKenzie.
Katakan itu padanya, dia pasti kenal dengan nama itu"." tiba-tiba Si Bungsu muncul dipintu. "Anda mencari
saya?" "Tuan Thomas MacKenzie. Menyuruh anda datang kerumahnya?" Si Bungsu bertukar pandang dengan
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 516
Yoshua. "Dia ingin mengundang saya makan siang?"" tanya Si Bungsu menyindir. "Tidak,stranger. Dia perlu
bertemu dengan anda karena desakan istrinya?" Si Bungsu tertegun.
Kini di luar telah berada pula Angela yang dalam pakaian kimono tidur yang belum dia ganti. Dia berdiri
di sisi Si Bungsu. "Istrinya mendesak?" tanya Si Bungsu pelan. "Ya. Istrinya sakit. Dia ingin bertemu dengan
anda?" "Pergilah. Kau harus mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi.." bisik Angela pelan. Si Bungsu
menatapnya. "Barangkali dia menikah karena cinta, bagimu itu sudah resiko mencintai seorang perempuan.
Tak semua percintaan harus di akhiri dengan pernikahan, atau sebaliknya dia membutuhkan pertolonganmu,
maka meskipun dia telah menikah, kau bisa saja membawa dia lari"." lanjut Angela.
"Terima kasih Angel, aku akan pergi atas petunjukmu?" kemudian menoleh pada lelaki yang menjadi
utusan itu dan berujar. "Baik, saya akan bersiap"." Kemudian dia masuk. Demikian juga Angela. Tetapi Yoshua
tetap disana, dan bedilnya tetap dikepit diketiak, sembari mengisap pipa tembakau. Ketika akan pergi Si
Bungsu melihat Angela tengah memperhatikannya, Gadis itu tersenyum. Namun ada rahasia yang tak
terpecahkan di balik senyumnya.
Gadis itu mendekat dan membetulkan krah baju Si Bungsu, serta mematut baju dibagian pinggangnya.
"Kau pergi dengan ku Angel?" Gadis itu menggeleng. "Ada saatnya kau kutemani dear. Tapi ada saatnya aku tak
boleh pergi, kali ini aku tak boleh pergi.. Jika ternyata dia menderita bersama suaminya,maka kau jangan ragu
membawa dia pulang ke negerimu. Tapi jika dia bahagia maka biarlah dia bersama suaminya?"
Si Bungsu merasa sangat terharu atas sikap Angela padanya. Dia tak hanya seorang perempuan yang
patut di jadikan kekasih, juga seorang sahabat yang penuh pengertian. Dipegangnya kedua pipi gadis itu dengan
tangannya. Kemudian dikecupnya bibirnya dengan lembut. "Apapun yang terjadi aku takkan lupa budimu
angel"." bisik Si Bungsu.
Kemudian diapun pergi. Yoshua menatap kepergiannya dengan diam sambil mengepit bedil. Si Bungsu
masuk mobil dan duduk dibelakang dan mobil itu berjalan meninggalkan halaman rumah itu. Angela mengintip
dari jendela, entah mengapa dia merasa akan kehilangan sesuatu, air mata membasahi pipinya. Tanpa dia
sadari, Elizabeth dari tadi memperhatikannya. Perlahan dia dekati Gadis itu, yang masih saja menatap keluar
meski mobil yang di tumpangi Si Bungsu telah hilang dari pandangan. Dipegangnya bahu Angela.
"Dia memang lelaki yang patut dicintai,.." kata Elizabeth perlahan. Angela kaget dan begitu dia dengar
perkataan itu, tangisnya pun tak dapat dia bendung lagi. "Tenanglah, Angel. Dia akan kembali?" "Tidak. Dia tak
pernah mencintaiku"." "Dia mencintaimu, aku tahu lewat tatapan matanya.." "No, Mam! Dia mencintai gadis
Jepang itu. Aku tahu itu" Aku tahu. Aku merasakannya, walau dia berada dalam pelukanku. Barangkali dia
menyangiku tapi tak mencintai?" "Itu tandanya dia lelaki setia. Yang tidak begitu saja mengobral cintanya pada
setiap perempuan.." ujar elizabeth perlahan. "Ya, dia lelaki yang amat setia. Kalau saja?"Angela tak
melanjutkan. Dia menangis dalam pelukan Nyonya separuh baya itu.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 503-504
Ketika mobil yang membawa dia sampai di jalan raya, Si Bungsu melihat sebuah mobil mengikutinya.
Dia mengenali mobil itu adalah mobil Elang Merah. Dia yakin, didalamnya tidak hanya Elang Merah, tetapi juga
Pipa Panjang. Diam-diam dia amat berterimakasih pada Yoshua. Indian itu amat memperhatikan
keselamatannya. Ketika diputuskan Si Bungsu akan pergi sendirian ke rumah MacKenzie, dia memberi isyarat
pada keponakan dan adiknya yang ada dalam rumah.
Kedua orang tua itu segera arif isyarat itu. Mereka harus mengikuti dan mengawasi Si Bungsu. Diamdiam mereka menaiki mobil yang di parkir di belakang dirumah. Kemudian mengambil jalan pintas di belakang
yang amat sulit karena memamng tidak ada jalan. Yang ada hanya dataran diantara hutan belukar. Namun
mereka telah sering kesana, mereka menanti dijalan raya. Begitu melihat mobil yang ditumpangi Si Bungsu
lewat, lalu mereka mengikuti dalam jarak yang tidak mencurigakan.
Dalam mobil itu Si Bungsu memikirkan apa yang akan diucapkan nanti pada Michiko. Tapi dia juga
teringat pertemuan dan perkelahiannya dengan Thomas MacKenzie. Kapten Penerbang yang membawa lari
Michiko itu. Teringat pada kata-kata pedas tentang negerinya yang dikatakan "tidak beradab". Ucapan itulah
yang membuat dia menghantam lelaki itu.
Berani-beraninya dia menghina tumpah darahnya sebagai negeri tak beradab, negeri biadab, Padahal
berapa banyak darah para pahlawan telah dikorbankan untuk membebaskan negeri itu dari penjajah"
Kehormatannya sebagai anak bangsa benar-benar tersinggung atas ucapan itu. Apakah dia pikir sikapnya
menjual atau memberi senjata pada PRRI, atau barangkali pada para pemberontak di Afrika cukup terhormat"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 517
Kalau dalam pertemuan nanti, lelaki itu masih saja menghina negerinya, bangsanya, maka dia sudah
bertekad menghajar habis-habisan. Apa yang harus dia takuti" Dia sendiri dinegeri orang, lebih baik mati
terhormat daripada hidup dihina orang.
Rumah itu ternyata cukup jauh letaknya dari pusat kota. Terletak didaerah paling selatan dari wilayah
country. Perkarangannya amat luas, demikian luasnya sehingga dari jalan, rumah itu kelihatan hanya sebagai
titik putih. Rumah itu sendiri alangkah besarnya dan mewah. Ketika turun dari mobil dia merasa sunyi yang
mencekam. Namun firasatnya mengatakan bahwa Elang Merah dan Pipa panjang pasti berada di sekitarnya.
Kedua Indian itu, entah dengan cara bagaimana, namun pasti, bisa menyelusup kerumah itu. Dia
menoleh kejalan raya. Tak ada sebuah mobilpun kelihatan. Rumah ini punya jalan sendiri yang terpisah dengan
jalan raya. Namun Si Bungsu dapat merasakan kehadiran kedua Indian itu disekitarnya. Sebuah suara mirip
suara burung dipepohonan terdengar lembut.
Sekitar rumah itu memang dipenuhi pepohonan. Salah satu dari tanda itu dapat diketahui Si Bungsu
isyarat dari Elang Merah atau Pipa Panjang. Hatinya jadi tentram. Dia mengikuti salah seorang dari
penjemputnya masuk keruang depan. Disitu, diruang tengah, yang dicat serba putih itu, dia tertegun. Rumah
depan itu jelas ditata secara ruangan rumah-rumah Jepang.!
Dia segera teringat Michiko. Ya, ini pastilah yang menata ruangan itu adalah Michiko. "Ya, Michiko
menghendaki ruangan itu diatur begini?" tiba-tiba saja sebuah suara terdengar. Si Bungsu menoleh darimana
suara itu terdengar. Disana berdiri Thomas MacKenzie! Lelaki itu masih memar mukanya bekas dihantam Si
Bungsu kemarin mereka bertatapan.
SUNYI. Tiba-tiba lelaki yang bekas penerbang yang gagah itu melangkah panjang kearah Si Bungsu.
Setiba dekat Si Bungsu dia mengulurkan tangan! Si Bungsu tertegun sejenak, namun amat tak sopan untuk
tidak menyambut uluran tangan itu. Mereka berjabatan tangan, erat sekali. Seperti dua sahabat yang lama tak
bertemu. "Maafkan atas peristiwa kemaren malam. Saya benar-benar tak menduga, bahwa anda memang kekasih
michiko. Saya menduga anda hanya salah seorang yang berasal dari Vietnam atau philipina, yang selalu
membuat perkara?" ujar MacKenzie ramah. Si Bungsu hanya diam. Belum dapat mencari kalimat apa yang
harus dia ucapkan. "Mari, saya bawa anda keliling?" MacKenzie membawa Si Bungsu berkeliling rumah dua tingkat itu. Tak
layak rasanya menyebut rumah itu sebagai "rumah" lebih layak disebut sebagai istana. Ruang tengah juga
dihias dengan gaya Jepang yang indah. Disana cahaya matahari masuk lewat dinding kaca sebelah atas. "Anda
akan saya bawa kesebuah ruangan dimana anda pasti mengenalnya dengan baik?" ujar MacKenzie pada
tamunya yang masih saja berdiam diri.
Tak lama kemudian mereka sampai diruangan yang dimaksud oleh orang itu. Si Bungsu merasa dirinya
dipaku kelantai. Ditengah ruangan itu ada kolam ikan yang indah dan bukit-bukit kecil. Dilereng perbukitan,
terletak beberapa buah miniatur rumah adat Minangkabau! Lengkap dengan lumbung padi dengan ukuran
mini, dan disudut lumbung, lewat sebuah sungai buatan yang selalu mengalirkan air, terdapat sebuah kincir
yang senantiasa berputar!
"Ya, ini adalah tiruan tanah Minangkabau. Michiko memintanya. Saya telah mencari kemana-kemana.
Lewat seorang teman yang pernah bertugas di Indonesia, saya memperoleh foto dokumentasi tentang negeri
anda. Selanjutnya adalah urusan para tukang untuk mewujudkan foto itu kedalam bentuk miniatur ini. Saya
mengabulkan hampir semua permintaannya. Saya mencintainya. Saya sangat mencintainya, itu harus anda
ingat baik-baik. Saya menunggu bertahun-tahun baru akhirnya dia menerima lamaran saya?" Si Bungsu
menatap lelaki didepannya. Thomas MacKenzie juga menatapnya.
"Saya tahu, kalian saling mengasihi dan akan menikah di Bukittinggi. Namun sesuatu terjadi di Lembah
Anai. Hal itu dia ceritakan sendiri. Dia tetap mencintai anda. Hanya keadaanlah yang menyatukan kami sebagai
suami istri. Saya beritahukan ini pada anda, hanya semata-mata untuk menghindarkan salah mengerti antara
anda dengan dia. Dia gadis yang baik, Tulus dan Ikhlas. Dan amat setia pada anda. Namun ada jarak yang amat
jauh memisahkan kalian. Saya tidak melarikan dia kesini seperti sangkaan anda. Tidak! Saya bukan tipe lelaki
yang demikian. Dalam puluhan peperangan di puluhan negara di dunia ini. Saya bisa memperoleh wanita yang
bagaimanapun cantiknya. Itu hanyalah masalah biologis. Ketika seseorang menitipkan Michiko kepesawat
saya, Gadis itu telah luka dalam penyerangan oleh pasukan yang saya tidak ingat lagi. Semula saya menolak.
Tapi keadaan sangat kritis, kami akan celaka kalau tidak segera berangkat. Tak ada kesempatan lagi
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 518
menurunkan Michiko yang sudah diikatkan di sabuk heli saya. Kami mendarat disebuah lapangan udara
rahasia di singgapura. Gadis itu diobati secara darurat disana. Karena kesulitan berbagai keimigrasian.
Saya akhirnya memutuskan membawa dia menyebrangi laut menuju Amerika ini. Itu semua tanpa jalur
resmi. Seperti anda ketahui saya bisa dengan mudah mengaturnya. Maka dengan pesawat Jet khusus, yang
biasa kami muati dengan senjata, Michiko saya bawa kemari. Saya obati, dalam proses itu saya jatuh cinta
padanya. Cukup lama, tetapi saya menemukan perempuan yang saya impikan selama ini"." Sepi.
Tak seorangpun bicara setelah itu. Si Bungsu yang duduk didepan MacKenzie, menatap kesamping. Ke
kolam buatan yang diatasnya berputar kincir angin mini. Tiba-tiba MacKenzie berdiri. Kembali mengulurkan
tangan pada Si Bungsu. Si Bungsu bangkit. Nampaknya inilah wujud dari pertemuan itu. Dia tak diminta
bertemu dengan Michiko. Yang disembunyikan entah dimana. Tapi dia di minta datang hanya sekedar
penjelasan bagaimana mereka bisa menikah. Dia sambut uluran tangan MacKenzie. Dan berniat untuk tak
pernah lagi bertemu dengan Michiko. Tidak, pertemuan yang sekali itu cukuplah sudah. Namun MacKenzie
berkata lain. "Saya hanya memberi penjelasan pengantar. Cerita lengkapnya anda bisa dengar dari Michiko. Tuan,
saya tahu Tuan amat mencintainya dan saya juga tahu dia amat mencintai Anda. Jika dia mau kembali pada
tuan, saya dengan senang hati melepaskannya. Demi Tuhan, Saya takkan memaksanya. Dan saya takkan sakit
hati. Kini terserah padanya. Saya telah pikirkan itu masak-masak. Dan saya telah sampaikan itu padanya.
Pertemuan ini dia yang meminta. Saya akan pergi sampai sore atau malam. Saya berharap kalau kembali nanti,
persoalan antara anda dengan dia telah selesai dalam artian yang sesungguhnya?""
Kemudian lelaki itu melangkah pergi. Sampai detik itu sejak dia datang dirumah itu setengah jam lalu.
Tak sebuah bunyi pun yang keluar dari mulutnya. Usahkan kata, apalagi kalimat. Bunyi saja tak sempat atau
tak sanggup dia keluarkan.
MacKenzie lenyap diruang depan. Lalu terdengar suara mobilnya menjauh. Dia masih tegak disana, sepi.!
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ada suara gericik air terjun dari sungai buatan, menerpa daun-daun kincir. Memutar rodanya dan jatuh
kekolam buatan yang dipenuhi ikan berwarna-warni. Kesana dia kembali melabuhkan pandangannya. Mentap
airnya kehilir, tak bisa berbalik kehulu. Seperti suratan nasib manusia. Apa yang telah terjadi, tak mungkin di
hela untuk diperbaiki atau di rubah.
Yang telah terjadi, terjadilah. Yang akan terjadi di masa depan, barangkali bisa direncanakan. Dia masih
tegak mematung, ketika firasatnya mengatakan ada orang lain diruangan yang membangkitkan kenangan akan
kampung halamannya itu. Secara naluriah dia menoleh, dan" tubuhnya seperti tak tahan menahan gigilan. Di dekat arah
perbukitan di dalam taman itu, di jalan setapak dekat dinding,berdiri seorang perempuan dengan pakaian
serba putih. Agak pucat, namun secara keseluruhannya, dia adalah perempuan yang amat cantik. Michiko!
Perempuan itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian melangkah seperti melayang.
"Bungsu-san?" "Michiko-san?" ujar Si Bungsu, namun suaranya tak terdengar, hanya bergema didalam hati.
"Bungsu-san?" himbau michiko yang kini telah berlari kearahnya. "Michiko.. kekasihku.." himbau Si Bungsu.
Namun sedesahpun suaranya tak keluar.
Himbauan itu hanya bergema dalam hatinya yang luka, hatinya yang hiba. Lalu tiba-tiba michiko telah
memeluknya. Perlahan, antara ragu-ragu dan rindu yang alangkah tak tertahankannya, tangannya hampir
memeluk tubuh michiko. Namun itu tak dia lakukan. Gadis itu menangis, terisak-isak.
"Bungsu-san.. Oh, Tuhan kenapa semua ini bisa terjadi?" dan gadis itu menangis. Si Bungsu merasa
jantungnya tertikam. Merasa hatinya disayat-sayat sembilu. Dia lelaki yang telah membunuh tak sedikit
manusia. Yang telah banyak mengalami siksa dan cobaan. Namun airmatanya jadi kering, tapi kali ini, matanya
basah. Sebasah hatinya yang seakan terluka berlumur darah. "Bungsu-san, bicaralah. Mengapa kau membisu
begini. Engkau menghukumku. Jangan menghukum begitu. Bicaralah.. Bunggsu-san?" Michiko memohon
diantara tangisnya. Gadis itu menengadahkan kepala, meraba dengan jarinya yang lentik wajah Si Bungsu, dan ketika
melihat mata Si Bungsu basah, dan air mata lelaki itu tiba-tiba jatuh menimpa pipinya, Michiko benar-benar
luluh. Si Bungsu tak sepatahpun mampu bicara. Tak sepatahpun. Padahal banyak sekali yang ingin dia katakan,
yang ingin dia tanyakan, sampaikan. Namun sepatahpun terucapkan. "Jika Istriku sampai keguguran karena
peristiwa ini, kau akan menangung akibatnya?"
Ucapan MacKenzie di restoran beberapa hari yang lalu tiba-tiba seperti terngiang di telinganya.
Perempuan yang memeluknya ini, bukan lagi kekasihnya. Kini dia istri orang lain dan dia lagi hamil! perlahan
dia papah perempuan itu duduk dikursi. "Kau bahagia bersama suamimu, Michiko?" itulah pertanyaan
pertamanya. Pertanyaan yang tumbuh tatkala dia mengingat pesan Angela ketika akan berangkat tadi. "Bila dia
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 519
tak bahagia, maka jangan ragu-ragu, bawalah dia pulang ke Indonesia atau kemana saja.Tapi kalau memang dia
bahagia bersama lelaki itu, biarkanlah dia menempuh hidup bersama suaminya..."
Ucapan Angela terngiang ditelinganya. Namun Michiko tak menjawab pertanyaan itu. Dia kembali
memeluk Si Bungsu. Perlahan dan hati-hati sekali, agar gadis itu tak merasa tersinggung, dia lepaskan pelukan
itu. Mendudukkannya kembali kekursi. Menggenggam tangannya, dan menatap matanya. Lalu tiba-tiba dia
dapat jalan untuk mengalihkan pembicaraan.
"Rumah Gadang yang kau buat berikut kincir dan Gunung-gunung itu, Indah dan mengingatkan aku pada
kampungku.." katanya mencoba tersenyum. Namun Michiko tak peduli. Dia masih menatap Si Bungsu. "Di
ruang depan, kuil dan rumah-rumah mini seperti diJepang, mengingatkan aku ketika naik kereta api menuju
Nagoya?" Michiko masih menatapnya. Dia kehabisan bahan untuk bicara. Akibatnya sepi. "Bila kau sampai di
Dallas Bungsu-san..?"
Si Bungsu menarik Nafas. Lega karena akhirnya Michiko mau bicara. Tidak hanya menangis dan
memeluknya. "Sudah cukup lama. Aku datang dengan seorang teman?" "Dari siapa kau ketahui bahwa aku ada
dikota ini?" Ku sangka kita tak akan pernah bertemu lagi Bungsu-san.. Tak akan pernah lagi. Tempat ini
alangkah jauhnya memisahkan kita?" "Itu sebabnya kau memilih menikah saja dengan MacKenzie, bukan?"
tanya Si Bungsu, tapi didalam hati. Untung saja kalimat itu tak pernah keluar. Yang keluar adalah.
"Saya juga menyangka takkan pernah bersua lagi, Michiko-san?" "Saat pencegatan di lembah Anai itu
aku diselamatkan perwira PRRI yang mengenalmu. Atau paling tidak mengenalmu dari cerita kawankawannya. Mereka tahu, ada Gadis Jepang mencarimu, dan aku diselamatkan karena itu Bungsu-san"." Michiko
lalu menceritakan perjalanannya sejak dia terluka dirumah darurat di pinggang Gunung singgalang. Ceritanya
persis seperti cerita MacKenzie.
Dari Kecamuk Perang Saudara Ke Dallas Menuntut Balas episode II 505-506
Dia luka parah. Komandan pasukan PRRI itu, yang kenal nama Si Bungsu lewat teman-temannya, segera
mengambil alternatif cepat dan darurat. Pada saat penyergapan APRI atas pasukannya itu terjadi, sebuah
helikopter baru saja mendarat. Helikopter itu barangkali sewaan dari sebuah perusahaan swasta yang banyak
terdapat di Singapura dan Vietnam.
Namun yang jelas,senjata yang diturunkan dari heli itu adalah buatan Amerika Serikat. Pilotnya juga
berkebangsaan Amerika yaitu Thomas MacKenzie. Bekas pasukan udara Amerika. Perwira PRRI itu meminta
MacKenzie membawa Michiko. Tak peduli kemana, pokoknya dibawa. Barangkali bisa ke Singapura atau
Hongkong. Kalau sudah disana, Gadis Jepang itu tentu akan mudah pulang ke negerinya.
Kalau tinggal bersama mereka, dalam perang yang berkecamuk begitu, maka bahaya besar mengancam.
Barangkali akan mati kehabisan darah. Sebab luka di bahunya amat parah dan mereka tak mempunyai alat atau
dokter. Letaklah dia selamat, maka gadis secantik dan menggiurkan seperti dia, pasti akan memancing selera
buruk pasukan yang menemuinya.
Barangkali dia diperkosa oleh pasukan PRRI sendiri, atau barangkali juga oleh pasukan APRI. Ah, dalam
negeri yang diamuk perang, tak ada yang mustahil untuk terjadi. Dalam perang, sebahagian orang berobah jadi
serigala. Di Minangkabau sendiri contoh itu sudah terlalu banyak untuk disebut satu demi satu.
Begitulah, Michiko kemudian tidak hanya dibawa ke Singapura, tetapi karena lukanya yang parah,
ditambah MacKenzie memang bergegas pulang ke Dallas untuk transaksi pembelian senjata gelap yang akan
dikirim kesalah satu negara bergolak di Afrika, maka gadis yang luka itupun dia bawa terus ke Amerika. Dia
bawa gadis itu di samping akan mengobatinya, juga karena tiba-tiba dia jatuh hati pada gadis Jepang yang
dalam keadaan koma itu. Di Dallas, Michiko dia masukkan ke rumah sakit paling mewah.
"Sembuhkan dia dengan segenap keahlianmu! Jika perlu, kumpulkan dokter yang pandai di Amerika ini,
obati dia sampai sembuh. Jangan pikirkan soal biaya?" begitu instruksi MacKenzie pada dokter kepala, yang
juga sahabatnya, di rumah sakit itu. Uang bagi MacKenzie tak jadi soal. Dia merupakan seorang "baron"
penyelundupan senjata gelap yang dikehendaki oleh siapa saja dan dimana saja. Dia telah mengirim senjata
dalam jumlah jutaan pucuk, berikut bom, dinamit, dan pesawat terbang keberbagai negara.
Tak peduli negara itu tengah bergolak atau tidak. Untuk membeli bedil, orang tak harus menunggu
pergolakan. Irlandia misalnya, sepuluh tahun sebelum memulai pemberontakan terhadap Inggris, mereka telah
membeli bedil. Demikian juga Mauratania, Aljazair, Angola, Namibia dan Chad. Negeri-negeri yang pernah jadi
neraka di Afrika. Sebagian besar dari senjata yang digunakan mereka beli dari MacKenzie.
Begitu juga negara-negara kepulauan kecil seperti Cape verdex yang dijajah Portugis, Kepulauan
Mauritius, termasuk Indonesia. Semua kebagian bedil dan peralatan perang lainnya dari senjata gelap ini.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 520
Michiko akhirnya sembuh. Dia tahu bahwa keadaannya amat kritis. Dan dia juga tahu bahwa ongkos untuk
penyembuhannya amatlah besar. Dia merasa berhutang budi pada orang yang membiayai pengobatannya.
MacKenzie saat itu amat jarang di Dallas, dia lebih banyak di atas pesawat terbang. Memuat senjata dan
menerbangkannya kesegenap penjuru dunia.
Dia amat ulet dan licin bagai belut. Kendati pengiriman senjata ke negeri-negeri bergolak itu didanai
Amerika, namun bila terjadi sesuatu, Pemerintah Amerika akan cuci tangan. Karena itu dia harus hati-hati
menghadapi pasukan resmi dari negeri-negeri yang membeli senjatanya untuk memberontak.
Dia bekerja diantara dua kekuasaan yang saling bertentangan, sementara dia juga harus pandai-pandai,
jangan sampai bedil sudah didrop tapi duitnya tidak dibayar Pemerintah Amerika. Namun setiap dia ada di
Dallas, dia terus kerumah sakit dimana Michiko dirawat. Dia menunggui dan menghiburnya. Mula-mula mereka
menjadi sahabat. Keinginan Michiko satu-satunya adalah dikirim kembali ke Indonesia jika telah sembuh dan
Thomas MacKenzie berjanji untuk mengirimkannya pulang.
Namun, MacKenzie diam-diam jatuh hati pada Michiko. Dia benar-benar mencintai gadis itu sepenuh
hati. Dia berusaha membujuknya. Dia cukup sportif, tidak mau memaksa. Sebaliknya, Michiko menceritakan
terus terang padanya, bahwa dia sudah bertunangan dengan seorang pemuda Indonesia. Dikatakannya juga,
kehadirannya dihutan ketika terluka dalam penyergapan APRI itu, adalah karena mereka akan ke Bukittinggi,
dimana dia akan dilamar oleh sahabat Si Bungsu sebagai mewakili kerabatnya.
MacKenzie bukannya menyerah mendengar itu. Sebagai lelaki yang selama ini tak pernah tidak
memperoleh apa yang dia ingini, kini pun ingin agar perempuan yang diidami itu didapatnya. Tapi kali ini dia
tak ingin mendapatkan dengan kekerasan atau dengan tipuan. Jika mau, dia bisa saja membius gadis itu, atau
memberinya obat perangsang. Gadis itu pasti diperolehnya. Namun MacKenzie sudah jera dengan hal-hal yang
serupa itu, yang sudah ratusan kali dia lakukan pada perempuan dari berbagai negeri.
Terhadap Michiko dia tak ingin melakukannya. Dia tak ingin meminum air yang telah dikotorinya.
Karena itu dia berusaha meningkatkan persahabatan mereka menjadi lebih baik. Bukan rahasia lagi,
perempuan adalah makhluk lemah, yang butuh kasih sayang. Butuh perhatian, dan biasanya yang dekat api jua
yang akan panas. Michiko memang gadis yang teguh.
Dia mencintai Si Bungsu dengan sepenuh jiwanya. Tentang hal itu tak usah pula disangsikan, bahwa dia
sepenuhnya perempuan. Yang terdiri dari tulang belulang dan daging sebagai manusia biasa. Selagi namanya
manusia,pasti punya kelemahan dan kekurangan. Michiko tidak lemah dalam menghadapi godaan. Namun
godaan yang datang terus menerus, berhari-hari, berbulan-bulan dan bahkan berganti tahun, hatinya yang
kukuh mulai goyah. Lagipula MacKenzie adalah lelaki yang memang amat patut digilai oleh perempuan. Berwajah gagah,
jantan, kaya, simpatik, dan terhormat serta penuh saayang pada Michiko. Semuanya lebih dari pada cukup
untuk menaklukan hati perempuan manapun jua. Michiko terkadang memenuhi ajakan MacKenzie, untuk pergi
ke resepsi kenalan, atau tamasya. Yaitu menjelang kesehatannya benar-benar pulih. Dia memenuhi ajakan
MacKenzie sebagai penghormatan dan tak mau orang yang telah berbudi padanya itu kecewa bila berkali-kali
ajakannya di tolak. Namun, harus diakuinya terus terang bahwa beberapa kali bergetar atas sikap dan rayuan MacKenzie.
Suatu malam ketika mereka berlibur untuk terakhir kalinya di air terjun Niagara, terjadilah hal yang tak
diiingini. Disebut "terakhir kali" karena Michiko telah bertekad, bahwa setelah itu dia ingin pulang keIndonesia.
Mereka berlibur selama sepekan. Berkeliling dengan mobil dari wilayah paling utara dan paling atas Mount Pas,
sampai ke daerah paling selatan tiga puluh kilometer di bawah sana yang disebut sebagai base water.
Puas berkeliling dengan mobil, mereka mencarter helikopter. Thomas MacKenzie menerbangkan heli
itu rendah diatas permukaan air, kemudian perlahan-lahan turun mengikuti curahan air terjun dalam jarak
sepuluh meter. Tak bisa dekat dari itu. Air itu berkabut saking besarnya. Bianglala kelihatan seperti
menjembatani antara air terjun yang besar dengan beberapa anaknya, air-air terjun yang lebih kecil.
Di hari keempat mereka menaiki kapal pesiar yang membawa mereka dekat sekali kejeram dimana air
terjun itu menghujam. Michiko benar-benar terkesima dengan keindahannya. Malamnya mereka menonton
teater, lalu pulang menjelang subuh. Michiko yang lelah dan mengantuk, diantarkan MacKenzie kekamarnya.
Tubuhnya di bopong oleh MacKenzie. Dibaringkan perlahan di pembaringan. Ketika membaringkan di
pembaringan itu, MacKenzie mengecup dengan lembut bibir Michiko. Secara naluriah, gadis itu membalasnya,
antara sadar dan tidak. Ciuman yang makin lama makin memanas.
Lalu, terjadilah segalanya. Michiko sendiri tertidur pulas setelah peristiwa itu. Dia baru terkejut dan
seperti di sambar petir, tatkala bangun kesiangan esoknya. Dia dapati dirinya tengah memeluk tubuh
MacKenzie. Di bawah selimut kedua tubuh mereka tak memakai apa-apa.!
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 521
Dia menjerit. Jeritannya menyentakkan MacKenzie dari tidur. Gadis itu jadi histeris. MacKenzie jadi
kalang kabut. Sesungguhnyalah, lelaki itu menyesal. Dia benar-benar tak akan melakukannya kalau malam tadi
michiko tidak bersedia. Padahal segalanya terjadi tanpa ada paksaan, tanpa ada penipuan.segalanya terjadi
secara wajar dan alamiah sekali.
Berhari-hari setelah itu, MacKenzie berusaha membujuk, mengatakan bahwa Michiko bisa meminum
obat pemunah, kemudian akan diantarkan ke Indonesia. Namun Michiko sudah amat menyesal. Dia telah
merasa menghianati cintanya pada Si Bungsu. Dia akan merasa berdosa seumur hidup pada anak muda dari
Gunung sago itu kalau kelak mereka menikah.
"Apakah anda benar-benar mencintaiku, MacKenzie?" tanya Michiko setelah sepuluh hari dari peristiwa
di Niagara itu. Tentu saja MacKenzie kaget mendengarkan pertanyaan itu. Buat sesaat bekas penerbang dan
maharaja penyelundup itu terpana. "Katakanlah, apakah kau benar-benar mencintaiku MacKenzie?" "Ya Tuhan,
tentang hal itu tak perlu kau tanyakan Michiko?" "Jawablah dengan pasti bahwa kau mencintaiku?" "Demi
Yesus kristus tak ada seorang perempuan selama ini yang kucintai seperti aku mencintaimu, Michiko?"
"Apakah kau mau mengambil aku sebagai satu-satunya istrimu dan berjanji akan setia padaku?" Bibir
MacKenzie jadi pucat. "Ya Tuhan Jangan tanya begitu. Michiko, saya amat mencintaimu, tapi"saya tak mau
engkau menikah dengan ku hanya karena penyesalan. Apa yang telah terjadi diantara kita, barangkali sesuatu
yang amat luar biasa, tapi bisa juga sesuatu yang sangat sepele. Kau bisa meminum obat, maaf aku tak
bermaksud menghinamu. Saya tau kau amat mencintai pemuda itu?" Michiko menangis. Namun dia telah
teguh pada pendiriannya. Dengan menggigit bibir dia bertanya lagi.
"MacKenzie, aku tak bisa datang padanya dengan tubuh yang sudah kuberikan padamu. Aku
mencintainya, tapi yang telah kita lakukan..oh.. Kau harus berusaha agar aku juga mencintaimu?" MacKenzie
memeluk gadis itu. Dan terjadilah apa yang harus terjadi. Nasib manusia memang bisa dirobah menurut usaha
manusia itu. Namun tak seorangpun yang mampu merubah jalannya takdir. Si Bungsu dan Michiko, dua anak
manusia yang berlain bangsa, di pertemukan oleh permusuhan antara keluarga, dan ditautkan hati mereka oleh
darah dan pembunuhan-pembunuhan yang tak kenal perikemanusiaan.
Mereka telah menjalani hidup ini dengan segala pahit getirnya. Berjanji untuk sehidup semati. Siapa
sangka, yang terjadi justru yang diluar rencana dan usaha mereka. Mereka telah berkelana di bawah kolong
langit ini, mencari nilai-nilai keadilan dan mencari diri mereka sendiri. Berjuang untuk tetap bisa hidup, namun
Tuhan jua yang menentukan segalanya.
Di bawah langit, Hidup adalah laut. Sejuta rahasia terpendam didalamnya. Di bawah langit. Takdir adalah
gunung karang. Tak seorang kuasa mengungkitnya di bawah langit. Hidup adalah perang tanpa akhir.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-507-508
Michiko menceritakan semuanya. Ya semua yang telah terjadi itu pada Si Bungsu. Dia ceritakan di antara
air matanya yang mengalir turun. Di antara isaknya yang pecah, di antara desah air terjun buatan yang
menimpa daun-daun miniatur kincir diruang tengah rumahnya.
Ada dua hal mengapa dia menikah dengan MacKenzie, pertama karena peristiwa di air terjun Niagara
itu, kedua karena hutang budi. MacKenzie, menurut Michiko, telah begitu banyak berbuat untuknya dalam
usaha penyembuhannya akibat tertembak saat konvoi APRI disergap di Lembah Anai. Setelah dia bercerita
suasana sepi diruangan itu. Michiko menatapnya. Si Bungsu juga menatap Michiko.
"Kau mengerti perasaanku Bungsu-san?" Si Bungsu mengangguk. "Kau dapat mengerti betapa situasi
yang menyebabkan aku menikah dengan MacKenzie?" Si Bungsu mengangguk. "Kau tidak marah padaku,
bukan?" Si Bungsu menggeleng. Michiko tiba-tiba memeluknya, menangis di dadanya. "Jangan siksa aku dengan
sikapmu yang hanya mengaangguk dan menggeleng, Bungsu-san. Jangan siksa aku dengan berbuat begitu.
Bicaralah agak sepatah, betapa bencinya kau padaku, namun bicara jualah. Aku masih tetap Michikomu yang
dahulu. Michiko yang kau tolong di Asakusa, tatkala akan di perkosa tentara Amerika. Michiko yang kau tolong
dalam kereta api tatkala menuju Kyoto. Michiko yang masih tetap mencintaimu. Bicaralah agak sepatah, lelaki
yang aku cintai?" Si Bungsu ingin memeluk gadis itu. Tapi rasa panas seperti menjalari tubuhnya, tatkala merasakan perut
Michiko yang berisi terdekap ke tubuhnya. Ingin dia menolakkan gadis itu, namun tak sampai hatinya. Tibatiba Si Bungsu kembali di kagetkan dari lamunannya oleh ucapan Michiko. "Bicaralah Bungsu-san". kenapa
kau diam saja?" Dia tatap perempuan Jepang yang dikasihinya itu. Ingin dia bicara. Tapi apa yang akan dia
katakan" Perempuan dalam pelukannya ini tengah hamil. Di dalam perutnya ada janin Thomas MacKenzie.
Dalam situasi seperti itu dia teringat Angela. Letnan polisi Dallas yang kini ada di rumah Yoshua.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 522
"Jika dia tidak bahagia, artinya perkawinannya dengan MacKenzie hanya karena terpaksa, maka jangan
ragu-ragu. Bawalah tunanganmu itu pergi. Kembali ke Indonesia atau kemana saja. Tetapi jika ternyata dia
bahagia, maka janganlah egois. Relakan dia bersama lelaki itu"." Lalu, dia teringat pada pembicaraan mereka
di Padang, beberapa hari sebelum berangkat ke Bukittinggi. "Di negeri kami ini yang melamar perempuan
adalah pihak ibu dan keluarga pihak lelaki. Tapi saya tak lagi punya keluarga. Kita sama-sama sebatang kara.
Kalau nanti kita di Bukittinggi, saya akan meminta Salma dan Nurdin melamar kamu. Engkau tempat aku
mengabar sakit dan senang, aku tempat mengabarkan sakit dan senang pula. Maukah kau menjadi Istriku,
Michiko-san?" Michiko menatapnya dan berdiri. Lalu menghambur kedalam pelukannya. Gadis itu menangis
terisak-isak, tenggelam oleh rasa haru dan bahagia yang tak bertepi. Lalu berkata di antara tangisnya. "Hati dan
jiwaku milikmu, kekasihku. Milikmu selama-lamanya"!"
Tapi ketika dalam perjalanan ke Bukittinggi, konvoi yang mereka tumpangi dicegat PRRI di lembah Anai.
Sehingga terjadi malapetaka tak bertepi ini. Si Bungsu tak tahu apa yang diperbuat. Dia sudah mendengar kisah
Michiko. Kenapa dia menikah dengan lelaki Amerika itu. Dari cerita itu dia menarik kesimpulan, bahwa michiko
juga mencintai MacKenzie. Itu pasti! Dan akhirnya michiko arif, bahwa Si Bungsu bukannya tak mau bicara.
Namun sebenarnya tak bisa bersuara. Begitu menyadari hal itu, dia lantas memeluk Si Bungsu. Menangis di
dada anak muda yang dicintai sepenuh hatinya itu. "Aku mencintaimu Bungsu-san. Aku mencintaimu. Kau ingat
kata-kataku di padang dahulu?"Hati dan jiwaku milikmu, kekasihku. Milikmu selama-lamanya"!" kini dan
seterusnya pun kasihku, hal itu tak berobah, kendati tubuh milik orang lain. Namun, bagaimana aku datang
padamu, setelah kehormatanku kuberikan pada orang lain" Aku tak pantas menjadi istrimu. Engkau seorang
lelaki mulia. Aku tahu, banyak tempat telah kau datangi, untuk membela orang yang tertindas. Semuanya kau
lakukan tanpa memikirkan dirimu. Ada seorang gadis yang mengharapkanmu dan kau juga harapkan, tapi"
gadis itu ternyata lemah imannya" maukah engkau memaafkanku, kekasihku?""
Si Bungsu ingin mengangguk. Namun kalau pun dia mengangguk Michiko tak dapat melihatnya. Sebab
gadis itu tengah membenamkan kepalanya kedadanya. Ketika akhirnya Michiko menengadahkan kepala,
menatapnya, Si Bungsu mencoba untuk tersenyum. Lalu mengangguk. Michiko memegang wajah Si Bungsu
dengan kedua tangannya, kemudian mendekatkan kewajahnya. Lalu mengecup bibir Si Bungsu. Si Bungsu
menggigil. "Ciumlah aku, Bungsu-san. Ciumlah" betapun bencinya kau padaku?" ujar gadis itu bermohon diantara
tangisnya. Si Bungsu memegang pipi Michiko, kemudian mencium perempuan Jepang itu dengan lembut. Dia
bersumpah, inilah ciuman terakhir. Gadis ini telah bersuami, dia tengah hamil. Alangkah tak layaknya
perbuatannya ini. Berciuman dengan istri orang lain! Barangkali karena pukulan batin yang amat mendera,
karena mencintai lelaki lain. Tapi menikah dengan lelaki lain pula, Michiko terkulai di pelukan Si Bungsu. Si
Bungsu memahami betapa beratnya tekanan perasaan yang dialami Michiko yang membuat perempuan itu tak
sadar diri. Dia bopong perempuan itu. Kemudian membawanya kearah dari mana dia datang tadi. Tak jauh dari air
terjun buatan itu dia melihat sebuah pintu dan di balik pintu terdapat sebuah kamar yang alangkah besarnya
dan mewahnya. Semua lantainya dialas dengan beludru putih. Di tengah kamar tidur yang luas itu terdapat
sebuah pembaringan yang antik. Di letakkannya tubuh michiko disana. Diselimutinya dengan selimut berwarna
merah jambu. Ditatapnya wajah perempuan itu beberapa saat, barangkali untuk kali terakhir.
"Dari negeri yang jauh kucari engkau, kini kita telah berjumpa. Apa yang telah dan akan kau peroleh dari
suamimu, terutama hidup dalam kemewahan, takkan pernah kau peroleh dari diriku michiko-san. Takkan
pernah. Aku anak gunung yang tak bersekolah. Betapun juga, kau dan anak-anakmu membutuhkan semuanya
ini. Kini aku harus pergi tanpa dirimu, Michiko-san. Kudoakan kau bahagia.." ujarnya dalam hati! Dia melangkah
meninggalkan kamar itu. Tapi dipintu berdiri seseorang. Thomas MacKenzie!
Lelaki itu sudah tegak di sana sejak Si Bungsu membaringkan Michiko di tempat tidur. Mereka
bertatapan. "Terima kasih Bungsu. Jika kau butuh bantuanku, sekarang atau bila saja, kau sampaikanlah
padaku, apapun jenisnya bantuan itu, saya akan melakukannya.." "Sebagai tukaran dari Michiko?" tanya Si
Bungsu dingin. "Sebagai persahabatan.." katanya pelan. Mereka bertatapan. Akhirnya Si Bungsu menyadari,
kalau tidak karena lelaki didepannya ini. Dia takkan pernah bertemu lagi dengan Michiko. Betapun pahitnya
pertemuan ini, namun MacKenzie telah menyelamatkan nyawa gadis yang dicintainya. "MacKenzie,
terimakasih engkau telah menyelamatkan perempuan yang aku cintai. Itu dulu, kini dia istrimu. Jaga dia baikbaik, aku yakin dia bahagia dengan mu?" ujar Si Bungsu perlahan sambil mengulurkan tangan. MacKenzie tidak
hanya menerima salam Si Bungsu tapi memeluknya dengan penuh haru, orang yang kemaren di sebutnya
stranger, yang datang dari "negeri tak beradab" itu. "Maafkan aku atas segala-galanya sahabat.." ujarnya dengan
suara bergetar. "Maafkan juga atas segala-galanya sahabat.." balas Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 523
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di luar dia menolak naik mobil yang menjemputnya di rumah Yoshua. Dia berjalan kaki meninggalkan
rumah besar di tengah lapangan yang amat luas itu. Dia berjalan terus menyongsong matahari. Seorang lelaki
dari Situjuh Ladang Laweh, dari kaki Gunung sago di Minangkabau sana, terdampar sendiri di Dallas, salah satu
kota texas yang ganas. Dia tak menyadari sebuah mobil masih mengikuti kemana pun dia pergi sejak meninggalkan rumah itu
tadi. Di dalamnya duduk Elang Merah dan Pipa Panjang, ponakan dan adik Yoshua. Mereka mengikuti sejak
tadi. Sejak Si Bungsu dijemput dari rumah mereka di tengah rimba di pinggir kota Dallas. Dan begitu Si Bungsu
masuk kerumah itu, mereka juga masuk tanpa diketahui oleh para penjaga, mereka sudah terlatih untuk hal
itu. Mereka adalah turunan Indian yang amat disegani mencari jejak dan menyamar serta menyelinap jika
terjadi pertempuran. Begitu Si Bungsu keluar rumah itu, mereka segera pula menghindar dengan cepat.
Menyusup pergi menuju mobil yang mereka parkir jauh dari areal pekarangan rumah tersebut.
"Kita dekati dia.?" tanya Pipa Panjang yang pegang stir. Elang Merah yang memegang bedil menggeleng.
"Saat ini dia tak ingin didekati siapapun?" jawabnya pelan. Mereka mengikuti saja Si Bungsu dari kejauhan.
Berjalan dengan kepala tertunduk di trotoar. Seperti menyongsong matahari terbenam. Lalu, dia terduduk
diam di sebuah taman yang sunyi, entah dimana. Dia menatap kearah kolam yang di penuhi oleh bunga teratai.
"Kita pulang?" kata pipa panjang. "Kita tinggalkan dia..?" "Ya?" "Sendiri?" "Ya.." "Tidak. Paman menyuruh
mengawalnya. Bagaimana terjadi apa-apa padanya. Kalau ada seseorang yang berniat membunuhnya. Dalam
keadaan sekarang dia takkan tahu kalau ada orang yang berniat jahat padanya. Seluruh inderanya seperti
mati?" "Kalau begitu kita jemput Angela. Hanya dia yang bisa mengajak lelaki ini pulang"." "Kalau begitu
engkau pulang sendirian menjemput Angela. Aku menjaga disini.." "Ya, begitu yang baik?"
Elang Merah segera turun. Bedil panjang yang tadi dia pegang dia letakan di kursi depan. Di bajunya ada
sebuah pistol dan kampak kecil. Pipa panjang segera menyetir mobilnya pulang. Angela berlari keluar rumah
saat mobil pipa panjang memasuki pekarangan. Dengan cemas dilihatnya di mobil itu hanya pipa Panjang
sendirian. "Dimana dia?"tanya gadis itu cemas. Pipa Panjang tak segera menjawab. Dia membuka pintu mobil dan
segera turun. Yoshua serta istrinya Elizabeth muncul pula. "Dimana dia.." ujar Angela. "Di Taman Cemara?" "Di
Taman cemara?" "Ya, dia duduk disana sejak beberapa waktu yang lalu?" "Sendirian?" "Bersama Elang Merah,
tapi dengan jarak berjauhan?" "Dia tak apa-apa?"" "Tak kurang satu apapun, kecuali pikiran warasnya?"
Angela menatap Pipa Panjang, dan Indian itu sadar bahwa bukan saatnya bergurau.
"Maaf Mam, Dia memang bukan seperti orang waras sejak keluar dari rumah itu. Kami melihat dia bicara,
atau katakanlah melihat dia mendengar perempuan Jepang yang cantik itu berbicara, lama sekali. Dia hanya
duduk membisu seperti patung batu. Kemudian perempuan itu tertidur di pelukannya, dia letakkan di
pembaringan, lalu keluar"." "Lalu kenapa engkau tinggalkan dia di Taman itu?" sela Yoshua. "Karena aku yakin
dia takkan mau di ajak pulang. Dia menolak ketika pengawal didepan rumah itu ingin mengantarkannya dengan
mobil begitu dia keluar. Dia lebih suka jalan kaki. Aku pulang ingin menjemput senorita Angela. Karena hanya
dia yang bisa mengajak lelaki itu pulang?" Yoshua menarik napas, kemudian menatap Angela. Sementara
Angela sudah bergerak memasuki mobil itu. Pipa panjang menyusul dan segera melarikan mobilnya ke arah
Taman Cemara, dimana Si Bungsu tadi dia tinggalkan di bawah pengawasan Elang Merah.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 509-510
Matahari hampir terbenam di Taman cemara. Tadi masih banyak anak-anak yang bermain disana. Kini
sudah pada pulang, di bimbing oleh para orang tua mereka. Taman itu kembali sepi. Lampu-lampu taman yang
aneka warna sudah kembali menyala. Membiaskan cahayanya yang Indah kededaunan dan padang rumput
sekitarnya. Selebihnya sepi.
Hanya ada dua manusia disana, yang satu duduk di sebuah kursi batu. Menyandarkan tubuhnya kepohon
cemara yang tumbuh dekat kursi batu itu. Sejak tadi dia diam mematung. Tak tahu apakah dia tidur atau
melamun. Yang seorang lagi duduk sekitar dua puluh meter dari yang pertama. Terkadang tegak, menatap kearah
yang pertama yang tak lain dari pada Si Bungsu. Lalu berjalan mondar-mandir. Mengitari Si Bungsu dalam
radius dua puluh atau tiga puluh meter. Melihat kalau-kalau ada orang lain atau hal-hal yang mencurigakan
disekitar taman itu. Terkadang dia duduk di rumput disebelah utara Si Bungsu. Bosan duduk disana, dia pindah
keselatan dengan memutari Si Bungsu dalam jarak tiga puluh meter. Lalu di sebelah selatan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 524
Dia adalah si Elang Merah, ponakan yoshua. Yang ditugaskan untuk menjaga Si Bungsu, kesetian orangorang keturunan Indian itu dalam persahabatan amatlah kentalnya. Dan disaat sepi itulah Angela sampai di
taman itu. Dia turun dari mobil yang dihentikan sejauh lima puluh meter dari tempat Si Bungsu. Dia tatap lelaki
dari Indonesia itu, yang dari tempatnya seperti bayang-bayang samar di bawah cahaya lampu yang teramtemaram. Lelaki itu menatap ke atas langit sembari menyandarkan kepalanya ke pohon.
Samar-samar, Si Bungsu mendengar seseorang memanggilnya. Kepalanya masih menengadah, namun
matanya terpejam. Dia buka matanya, kemudian kembali mendengar suara memanggil namanya. Dia segera
kenal suara itu. Suara Angela Letnan polisi Kota Dallas. Gadis Amerika yang cantik, yang sangat mengasihinya.
"Engkau itu Angela?" tanyanya pelan sekali seperti berbisik. Namun Angela mendengarnya. Dan menjawab
"Ya?". Si Bungsu tak bereaksi. Kepalanya tetap tengadah dengan tubuh separoh bersandar kepohon cemara di
belakangnya. "Aku ingin sendiri, Angela?" Sepi. Angela tegak disana. "Kami khawatir tentang dirimu, Bungsu?"
"Aku ingin sendiri"." Sepi. Angela menarik nafas. "Baik, aku akan pulang. Kau akan disini sepanjang malam?""
"Aku akan menunggumu di rumah, Bungsu?" "Sebaiknya kau jangan pergi Angela.." "Tapi?" "Maaf aku tak
bermaksud menyuruhmu pergi"."Si Bungsu berkata perlahan, menyesali ucapannya tadi.
Perlahan Angela mendekat. Angela duduk dan menggenggam tangan Si Bungsu. Mencium dengan lembut
jari-jari tangan lelaki itu. Si Bungsu memeluk bahu Angela. "Angela?" "Ya..?" "Aku ingin pergi dari sini..
"Kemanapun engkau akan pergi, maukah kau membawa aku?" Sepi. Si Bungsu seperti tak mendengar ucapan
Si Bungsu Angela terakhir. Namun gadis itu tidak merasa tersinggung. "Kita pulang?" ujar Angela perlahan.
"Pulang..?" "Ya?" "Aku tak punya rumah dimanapun. Kemana aku harus menyebutkan diriku pulang, Angela?"
Angela merasakan kegetiran dalam ucapan anak Indonesia ini. "Kita ke rumah Yoshua.." "Yoshua?"" "Ya, kau
tak lupakan padanya bukan?" "Ya. Indian itu..?" "Ya. Indian itu!" "Aku ingat. Indian yang baik hati itu?" "Kita
pulang kerumahnya?" "Tidak. Bawalah aku dari sini, ke suatu tempat dimana aku tidak mengingat masa
laluku.." Angela jadi luluh. Di raihnya wajah Si Bungsu dengan kedua tangannya. Diciumnya wajah anak muda itu
dengan lembut. Seorang lelaki, betapa kukuh dan teguhnya, namun dia tetap saja seorang manusia. Ada saat
dimana seseorang manusia tegar terhadap hempasan badai cobaan hidup yang dahsyat.
Namun ada pula saat-saat dimana dia akhirnya kembali ke fitrahnya yang hakiki, yaitu sebagai manusia!
Tak ada manusia yang hati maupun jantungnya terbuat dari baja. Kini Si Bungsu mengalami saat-saat yang
manusiawi itu. Dia sangat terguncang. Jika dia mau, banyak perempuan yang bisa dia jadikan istri.
Namun khusus tentang Michiko, kekasih yang ternyata kawin dengan lelaki dari Texas itu, benar-benar
meluluhkan hatinya. Mereka berkenalan dengan jalan yang amat pelik, jatuh cinta juga dengan cara yang ruwet.
Masing-masing pada mulanya memendam dendam turunan yang berlumuran darah.
Angela membawa Si Bungsu pergi dari taman itu. Dengan mobil yang dikendarai oleh Pipa Panjang,
mereka menuju ke kota. Di depan sederet flat Angela menyuruh Pipa Panjang menghentikan mobil. Lewat kaca
dia memperhatikan keadaan jalan raya di depannya. Memperhatikan situasi disekitar tempat mereka berhenti.
Mereka harus hati-hati. Permusuhan mereka dengan Klu Klux Klan pasti belum dianggap selesai oleh organisasi
tersebut. Dia turun sendirian, meninggalkan Si Bungsu di mobil. Pipa Panjang yang menyimpan pistol di balik
bajunya, tak mau membiarkan gadis itu sendiri.
Dia ikut turun, dalam jarak yang tak mencurigakan dia tetap mengikuti dan mengawasi gadis itu masuk
kebagian bawah flat tersebut. Sebuah gedung tua namun terawat dengan baik. Bicara beberapa saat dengan
petugas di bawah. Kemudian dia kembali kemobil. "Kita turun dan menginp disini.." katanya pada Si Bungsu. Si
Bungsu turun dan mengikuti Angela. Dipintu dia bertemu Pipa Panjang yang tetap mengawasi mereka.
"Pulanglah, sampaikan pada yoshua dan Elizabeth, bahwa kami menginap disini. Sampaikan terimakasih
kami?" kata Angela. Pipa panjang mengangguk. Dia menyuruh Elang Merah untuk kembali kerumah, memberi
tahu Yoshua. "Saya akan tetap disini, menjaga mereka.." ujar pipa Panjang.
Elang Merah mengangguk dan menjalankan mobilnya. Angela Si Bungsu ke tingkat empat. Memasuki
sebuah kamar yang bersih menghadap kejalan raya yang tadi mereka lewati. Angela membuka kain-kain
jendela, dan dari bangunan bertingkat di seberang kanan apartemen itu membias cahaya lampu. Kemudian
Angela membuka buku telepon. Lalu memesan makan malam. Dari restoran yang terletak dua blok dari
apartemen mereka. Tapi pemilik restoran itu ternyata tak punya petugas mengantarkan pesanan tersebut.
Angela terpaksa harus menjemputnya sendiri. Dilihatnya Si Bungsu tegak dekat jendela menatap keluar. "Saya
akan pergi mengambil makanan, kerestoran yang hanya dua blok dari sini.." katanya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 525
Si Bungsu menoleh. Kemudian mengangguk. Angela keluar dari kamar tersebut. Dan terkejut
mendapatkan pipa Panjang berdiri sekitar dua bilik dari kamar mereka. "Pipa Panjang?" "Ya, Mam?" "Anda tak
pulang?" "Elang Merah yang pulang mam.."
Angela jadi terharu atas kesetiaan orang-orang Indian ini. Setia kawan yang luar biasa. Padahal mereka,
dia dan Si Bungsu serta orang-orang Indian ini, merupakan tiga puak suku yang berbeda dan tak punya kaitan
apa-apa. Tapi lihatlah rasa setia kawan yang mereka tunjukkan. Sesuatu yang mungkin tak tersua dari orangorang kulit putih. "Saya akan menggambil makan malam dari restoran yang berada dua blok dari sini, dapatkah
anda menggantikan saya kesana?" "Tentu, mam. Tentu! dengan senang hati saya akan membantu apa saja yang
anda atau Bungsu kehendaki?" "Terimakasih. Anda bisa memesan sekalian makan malam untuk anda?"
Angela menyerahkan uang kepada Pipa Panjang. Indian itu segera turun, namun separoh jalan dia
berhenti, menoleh pada Angela. "Mam, saya yakin anda tahu mengapa saya ada disini. Orang-orang dari Klu
Klux Klan itu takkan berdiam diri.." "Saya tahu, Pipa Panjang.." "Saya yakin anda akan waspada, mam.." "Tentu,
Pipa Panjang.." Dan Pipa Panjang pun segera turun. Berjalan ke blok dimana restoran seperti disebutkan Angela
berada. Angela sendiri segera memesan sebuah kamar yang terdapat diseberang kamar mereka untuk Pipa
Panjang. Tak lama kemudian Pipa Panjang datang membawa makanan. Lalu mereka makan bersama di kamar
itu. Ketika Indian itu akan keluar, Angela mengatakan kalau dia telah memesan kamar diseberang untuknya.
Pipa Panjang pertama keberatan, namun setelah didesak akhirnya dia menerima. Dia lalu pergi kekamar
sebelah. Si Bungsu kembali dilihat Angela menghadap jendela. Menatap keluar, kemalam yang gelap.
Didekatnya lelaki itu, memeluknya dari belakang. Dan menyandarkan kepalanya kebahu Si Bungsu yang
bidang. "Rasanya aku kenal dengan gedung didepan sana.." kata Si Bungsu perlahan. Lewat bahu Si Bungsu,
Angela melihat gedung yang berada di depan gedung yang mereka tempati. "itu adalah gedung tua, yang lantai
dua dan tiganya dipakai untuk pustaka.." "Ya, saya ingat sekarang, pustaka. Saya sudah pernah kesana,
membaca beberapa buku tentang organisasi Klu Klux Klan?" kata Si Bungsu. "Ya, itu adalah satu dari beberapa
pustaka yang ada dikota ini, pustaka itu sudah akan ditutup. Akan dipindahkan ketempat yang baru?"
"Angela.." "Ya?" "Saya ingin kesuatu tempat, misalnya menonton film, atau ke teater, atau apa saja?" "Malam
ini?" "Ya, apakah ada?" "Dallas menyediakan segalanya waktu malam. Siang kota ini adalah kota pegawai dan
pedagang. Tapi malam adalah kota seluruh penduduk. Baik, saya akan bersiap?" ujar Angela melepaskan
pelukannya dari tubuh Si Bungsu.
Kemudian ke kamar mandi. Ketika dia selesai bersisir dan sekedar berbedak tipis serta melekatkan
gincu bibir. Dia lihat Si Bungsu masih tegak didepan jendela. Dia berjalan mendekati lelaki itu dan memeluknya
kembali dari belakang sambil berbisik. "Oke, kita pergi kini?"" "Kemana?" "Bukankah kau ingin menonton, film,
teater atau hiburan lainnya?" Si Bungsu tak menjawab. Sepi. "Kita pergi?" tanya Angela. "Tidak.." "Tidak?"
"Tidak saya mengantuk.." Angela tersenyum. Dia memahami perubahan-perubahan sikap lelaki itu. Dia
membalikkan tubuh Si Bungsu. Mereka saling tatap. "Baiklah, kalau mengantuk. Ayo kita tukar pakaianmu. Di
lemari ada kain dan kimono disediakan pengelola flat bagi orang-orang yang tak sempat membelinya?"
Saat malam berangkat larut, mereka berbaring di satu tempat tidur, dibawah satu selimut. Si Bungsu
menelantang, menatap loteng. Angela yang ada dikanannya memeluknya. Dalam situasi begitulah pintu
diketuk. Sekali, dua kali. Ketukan itu tak begitu keras. Sebelum mereka sempat bangkit di luar terdengar orang
bicara. Mereka sudah bangkit dan saling pandang. "Seperti suara pipa panjang.." kata Angela. Ketukan di pintu
kembali terdengar. "Angela, buka.." terdengar suara Pipa Pinjang. "Ada sesuatu?" tanya Angela yang khawatir
kalau-kalau Indian itu bicara di bawah ancaman. "Tidak, bukalah"!" Angela mengintip lewat kristal pengintai
sebesar kepala korek api yang menempel dipintu. Di luar lewat kaca kristal yang berfungsi sebagai pembesar
disebelah luar itu dilihatnya dua lelaki. Dan mereka kelihatan tidak mencurigakan.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 511-512
Angela membuka pintu. Kedua lelaki itu mengangguk hormat. Satu diantaranya mengeluarkan kartu dari
kantongnya. "Kami mohon maaf karena menganggu. Kami dari FBI boleh kami masuk?" "Silahkan..!" ujar
Angela. Kedua lelaki itu masuk dan Pipa Panjang juga ikut masuk. Kedua lelaki itu menatap Si Bungsu dengan
cermat. "Maaf, kami diperintahkan memeriksa seluruh rumah, toko, kantor, penginapan atau segala tempat
yang terletak di pinggir jalan yang akan di lewati Presiden Kennedy dalam kunjungannya dua hari lagi kekota
ini?" Angela mengambil rokok dari tas. Salah satu dari anggota FBI yaitu polisi federal Amerika itu, dengan
sopan menyalakan geretan. "Boleh kami melihat kartu identitas anda berdua, dan juga anda, Tuan?" katanya
pada Angela, Pipa Panjang dan Si Bungsu. Sementara ketiga orang itu memperlihatkan kartu identitas mereka,
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 526
petugas yang seorang lagi memeriksa setiap sudut kamar itu. Jendela, kamar mandi, bawah kolong, loteng,
semua diamati dengan cermat dan teliti. Yang memeriksa identitas itu menatap Angela, ketika diketahuinya
gadis itu adalah seorang perwira kepolisian Dallas.
"Anda, pastilah dalam masa cuti, letnan.." katanya. "Ya, cuti tahunan, sebulan. Masih tersisa sepekan
lagi?" "Anda tidak mendapat panggilan?" "Panggilan" Dari mana?" "Jika anda tidak keberatan, anda bisa
menelpon kemarkas Anda, Letnan. Anggota kepolisian yang cuti, sementara. Presiden Kennedy akan
berkunjung kesini.." Angela segera menuju ketelepon. Memutar nomor markasnya. "Hallo.." "Yes, Mam. Markas
Polisi Dallas Utara disini, dengan Sersan.." "Hofner.." potong Angela. "Yes Mam.. Anda..hei! Anda pastilah Letnan
Angela! Dimana Anda Letnan" Markas telah menelpon apartemen anda puluhan kali, tapi tak ada sahutan. Kata
petugas disana, anda nampaknya mendapatkan kesulitan. Kami sudah menyebar anggota, namun jejak anda
tak kami temukan. Cuti anda, termasuk semua cuti polisi Dallas di batalkan. Anda tahu Presiden akan kemari
bukan" Dan.." "Ya, ya..Saya tahu Hofner. Kini berhentilah bicara. Sekarang jelaskan, kemana saya harus melapor
dan apakah ada nomor kode buat saya?" "Ya, sebentar Letnan. Saya bisa hubungkan anda dengan Inspektur
Noris, Anda ingat bukan" Dia baru dipindahkan lagi kekota ini setelah dua tahun di New york. Dia.." Angela
merasa detak jantungnya mengencang mendengar nama Noris disebutkan.
"Halo.. halo..Angela.. Anda masih disana?" Terdengar suara memanggilnya dari telepon, bukan Sersan
tadi. Lama Angela terdiam. "Ya, saya masih disini Inspektur"!" "Angela, senang mendengar suaramu kembali.
Hei, ada kesulitan?" "Tidak, Inpsektur.." "Angela, kemana saja kamu hampir sebulan ini" Jejakmu lenyap sama
sekali. Kami sangat mengkhawatirkanmu"." Angela tidak berusaha menjelaskan. Dia diam. "Angela, kamu
masih disana?" Ya. Inspektur?" "Baiklah, barangkali suasananya kurang memungkinkan untuk bicara panjang
lebar lewat telepon. Saya akan jemput engkau sekarang. Dimana Engkau kini?" "Tidak, saya tak perlu dijemput.
Saya ingin tahu kemana saya harus melaporkan diri, wilayah tugas dan nomor kode saya?" "Baiklah?"
Inspektur itu segera memberikan arahan dan rincian yang diminta Angela. Setelah rincian itu dia terima
kemudian meletakkan telepon. "Anda membawa senjata api?" anggota FBI itu bertanya pada Angela. Angela
mengangguk dan menyerahkan pistolnya pada mereka. Kedua anggota FBI itu mencatat nomor dan suratnya.
Kemudian menyerahkannya kembali.
"Anda Tuan, apakah anda mempunyai senjata api?" pertanyaan yang diajukan pada Si Bungsu itu,
dijawab gelengan oleh Si Bungsu. "Anda masih berada disini dalam dua hari ini?" "Saya tak bisa
memastikannya"." "Baiklah, tapi kalau kami boleh menyarankan, tetaplah disini dalam dua hari ini, agar
memudahkan checking?" Si Bungsu tak menjawab. Anggota FBI itu menoleh pada Angela. "Letnan, jalur jalan
ini akan dilewati oleh Presiden dua hari lagi. Anda mengerti apa yang kami maksud, bukan?" Angela
mengangguk. Kemudian kedua petugas itu memeriksa senjata milik Pipa Panjang. Dia jelas tak memiliki izin
memegang senjata itu. Namun Angela memberikan jaminan. Petugas FBI itu hanya tinggal mencatat nomor dan
jenis senjata genggam itu.
Kemudian mereka pamit. Sepanjang malam itu, secara maraton sejak sepekan yang lalu, para petugas
FBI ini, dalam jumlah yang sulit diperkirakan, telah mengetuk ribuan pintu rumah. Telah memeriksa ratusan
ribu orang, mendatangi banyak sekali gedung-gedung. Setelah petugas itu pergi, Angela tak segera berbaring.
Demikian juga Si Bungsu. Angela duduk dikursi, mengisap rokok dan dia tampak gelisah. Si Bungsu melihat hal
itu. "Nampaknya kota ini tengah dipersiapkan benar untuk menyambut Presidenmu, Angela"." kata Si Bungsu
perlahan. Angela menolehkan kepala, kemudian mengisap rokoknya. "Maksudmu, Presidenmu itu?" "Ya,
Dahulu dia sudah berniat datang, dan setelah dibicarakan, disarankan untuk membatalkan kedatangannya
waktu itu. Kota ini adalah kota yang paling keras, kota para bandit di seluruh Amerika. Kota ini adalah kota
yang kalah dalam perang saudara dahulu. Texas adalah daerah selatan yang dikalahkan. Disini berdiam para
tuan dan budak-budak yang masih merasakan pedihnya kalah dan penghapusan perbudakan"."
"Apakah kedatangannya dibatalkan?"" "Dahulu ya. Ternyata kini dia datang lagi. Dan seluruh aparat
keamanan harus memeras keringat mengawasi para pembunuh di sepanjang jalan, di persimpangan, di
pohon,di kamar-kamar gedung yang tersembunyi. Siapa yang bisa mengawasi jutaan manusia di kota ini" Tak
ada cara yang efektif. Bahkan kalau pun dia datang dengan berbaju besi sekalipun. Kemungkinan untuk
terbunuh tetap saja ada. Jika itu terjadi, polisi Dallas akan dicatat dalam lembaran hitam sejarah?" "Kenapa tak
suruh batalkan lagi?" "Seingat saya, Kepala polisi Dallas telah menyarankan untuk membatalkan atau menunda
kedatangan itu?" "Lalu kenapa kini dia datang juga?" "Ini barangkali soal prestise..." "prestise?"
"Ya, Walikota Dallas dan Gubernur Negara Bagian Texas pastilah tak mau malu muka, menolak
kunjungan presiden sampai dua kali. Mereka pastilah menjamin bahwa mereka bisa mengamankan kunjungan
ini?" "Kalau aparat keamanan tak menyanggupi keamanan, apakah walikota dan gubernur masih ngotot?""
Kemungkinan FBI atau CIA juga menyatakan aman, hingga kunjungan ini dilanjutkan.." "FBI, CIA, apa itu?"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 527
"Kalau kau mau membacanya dalam buku-buku, kau akan menemukan dua kata itu banyak sekali di pustaka di
seberang sana. Seperti dulu kau membaca tentang Klu Klux Klan. Namun sebagai garis besarnya dapatku
jelaskan, bahwa FBI adalah satuan intelijen dalam negeri Amerika. Sementara CIA adalah pasukan atau badan
intelijen Amerika untuk masalah-masalah luar negeri.." "Kalau begitu, dimana kedudukan polisi Dallas seperti
kamu" Apakah di bawah FBI?"
"Tidak, di Amerika. Ditiap negara bagian ada polisi tersendiri yang menangani kasus-kasus lokal.
Pakaian seragamnya juga berbeda di tiap negara bagian yang lain. Tapi polisi Dallas atau Texas. Tak bisa
memburu penjahat sampai ke New York atau negara bagian lainnya. Jika terjadi kejahatan sampai antar negara
bagian, maka wewenangnya jatuh ke FBI untuk menanganinya. Jika kejahatannya antar negara, maka CIA lah
yang menanganinya. Itulah secara garis besar tugas dan wewenang Polisi, FBI dan CIA?"
Si Bungsu membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Matanya menatap loteng, namun sesekali mencuri
pandang pada Angela yang masih saja duduk dengan gelisah. Dia punya firasat, kegelisan gadis itu erat
kaitannya dengan Inspektur yang tadi berbicara dengannya di telpon. Kalau dia tak salah dengar,inspektur itu
bernama Noris. Seperti ada benang yang mengikat kedua orang ini dahulunya, kemudian benang itu putus dan
kini.. Si Bungsu memejamkan mata. Berusaha untuk melupakan dan tidur.
Namun matanya tak mau di pejamkan. Pikirannya menerawang dan pidah dari satu peristiwa ke
peristiwa lainnya. Kennedy atau siapapun presiden akan datang ke Dallas ini bukanlah urusannya. Lalu dia
teringat Michiko. Sedang mengapa dia kini" Perempuan itu tengah hamil. Dia teringat kemewahan yang di
berikan MacKenzie kepada Michiko, yang mungkin tak didapat gadis itu darinya. Sekolahnya hanya tamat
sekolah rakyat. Kini dia berada di Dallas. Alangkah banyaknya keajaban yang terjadi di permukaan bumi ini.
Kalau dulu Jepang tak menjajah, negerinya akan terus menerus dijajah Belanda. Kalau Jepang tak datang, Ayah,
Ibu dan kakaknya pasti masih hidup. Mereka tentu hidup tentram di kampung. Bersawah, berladang atau
manggaleh. Kakaknya tentu menikah dengan Syarif yang pedagang itu, atau dengan Muslim, guru mengaji di
kampung mereka dulu. Kalau Jepang tak datang, tidak terjadi huru-hara yang membunuh seluruh keluarganya,
telah jadi apakah dia" Dengan hanya ijazah Sekolah Rakyat dan kemahiran berjudi, apakah dia jadi orang kaya
atau meringkuk dalam penjara" Lamunannya terputus, ketika dia rasakan seseorang berbaring disisinya. Dia
pura-pura memejamkan mata. Bau harum dari tubuh Angela yang kini tengah membentang selimut
menyelusup kehidungnya. Gadis itu menutupkan selimut ke tubuh mereka berdua, kemudian rasakan gadis itu
memeluknya dengan lembut.
"Engkau belum tidur bukan?" bisik gadis itu. Si Bungsu membuka mata, kembali menatap ke loteng.
Angela melihatnya, kemudian memejamkan mata. Mengangkat kepala dan merebahkannya didada Si Bungsu.
Tangannya memain-mainkan ujung kimono di bahagian leher Si Bungsu. "Engkau gelisah Angela?" gadis itu tak
menyahut. "Engkau gelisah bukan karena kedatangan presidenmu itu bukan?" Angela masih diam. "Engkau
gelisah karena Noris.." Si Bungsu dapat merasakan betapa degup jantung gadis itu mengencang. Angela
mengangkat kepala.menatap wajah Si Bungsu. Si Bungsu juga menatapnya. Kemudian meletakkan lagi
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wajahnya didada lelaki dari Indonesia itu. "Bungsu?" "Ya?" "Jauhkah Indonesia itu?" "Jauh?" "Disana, tentu
engkau punya sanak famili bukan?" "Tak seorangpun.." "Masa..?" "Ya, semua sudah punah.." "Kalau begitu,
engkau masih kenal orang-orang sekampung.." "Juga tidak. Aku adalah lelaki yang terbuang dari kampungku.."
"Masa?" "Ya. Dulu aku adalah seorang anak lelaki yang senang berjudi. Kau sudah lihat bagaimana aku main rolet
beberapa waktu yang lalu bukan" Kemahiran itu aku bawa dari kecil. Dikampungku, anak sebaya masa waktu
itu, haruslah pandai mengaji, bersilat dan patuh pada orang tua. Kesemua keharusan itu tak satupun yang aku
miliki. Aku tak pandai mengaji, karena malas kesurau untuk belajar. Aku bisa sembahyang tapi malas
melakukannya, karena saat itu tak melihat manfaatnya. Aku juga tak patuh pada orang tuaku. Karena aku
memang di lahirkan sebagai anak pendurhaka. Dan sebab itulah aku dibenci orang kampungku?" "Tak ada
niatmu untuk pulang?" "Ah, soal pulang, siapapun tentu suatu saat ingin kembali ketanah tumpahnya. Setinggitinggi bangau terbang, suratnya kekubang jua"." "Apa artinya itu?" "Sejauh-jauh orang merantau, pastilah
suatu saat pulang ke asalnya.." "Bagaimana, kalau dia mati di rantau?"
"Dimana pun dia mati, dia pasti kekampung asalnya. Bukankah kampung semua kita ada dua. Di dunia
adalah kampung dimana ayah dan ibu kita berasal. Kampung asal kita sendiri adalah akhirat. Tempat itu adalah
kampung semua umat. Semua umat yang ada di dunia ini adalah perantau, yang suatu saat harus kembali ke
kampung asal. Tentang kampungku, tentu aku ingin pulang. Kalaupun aku tak bisa pulang ke Situjuh Ladang
Laweh, karena disana tak seorangpun mau menerimaku. Maka aku bisa tinggal di Payakumbuh, atau bisa di
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 528
Bukittinggi, di Jakarta, bisa dimana saja karena Indonesia itu sangat luas dan negara itu adalah kampungku.."
Sepi sesaat. Angela masih meletakkan kepalanya. Di dada Si Bungsu. "Indonesia, apakah jauh dari Jepang?" "Apakah
kalian tak pernah menemukan negeriku itu di pelajaran sekolah?" "Tidak, maaf. Mungkin negerimu terlalu kecil
Bungsu. Kecil dan mungkin tak terlalu penting, sehingga guru-guru kami merasa tak perlu untuk memberikan
pelajaran di sekolah. Kami hanya mengenal Jepang dan Philipina di kawasan laut pasifik. Jepang, karena telah
membom pearl Harbor.." "Negeriku tak jauh dari Jepang, hanya berbatas dengan laut kecil dengan Philipina.
Juga dijajah Jepang selama Tiga tahunan, bersama-sama Philipina.." Sepi.
Malam makin larut. Dan dalam keadaan demikian, kepala Angela di dada Si Bungsu dan tangan Si Bungsu
memeluk Angela, kedua mereka tertidur karena lelah. Dikamar yang terletak di depan kamar mereka, Pipa
Panjang berbaring di tempat tidurnya, Matanya terpejam, namun pendengarannya dia pasang baik-baik. Setiap
yang bergerak diluar kamarnya dia ikuti dengan seksama.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 529
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 513-514
Pagi harinya Angela tengah bersiap untuk pergi melapor ke markas, telepon terdengar berdering. Dia
sesaat jadi heran, siapa yang menelpon" Si Bungsu yang kebetulan masih berbaring ditempat tidur, dan telepon
justru berada di tempat di dekatnya, perlahan meraih telpon tersebut.
"Halo..?" Di seberang sana terdengar suara lelaki ragu-ragu. "Maaf apakah ini flat.." Lelaki yang menelpon
itu menyebutkan nama dan alamat tempat mereka kini menginap. Kini Si Bungsu yang ragu. Apakah yang
menelpon ini orang-orang Klu Klux Klan yang tengah mencari mereka" Keraguan nya di putus oleh suara lelaki
diseberang sana. "Saya Norris, Jhon Norris. Perwira Intelijen Polisi Dallas. Maafkan kalau saya salah sambung. Saya ingin
menelpon?" "Angela?"" ujar Si Bungsu perlahan. "Ya, ya.. Letnan Angela. Apakah dia memang menginap di
kamar ini?" "Ya, Saya panggilkan sebentar?" Si Bungsu menoleh pada Angela yang memang sejak tadi tengah
menatap padanya. "Norris, yang menelponmu tadi malam?" ujar Si Bungsu perlahan.
Angela menatap Si Bungsu yang masih saja berbaring dan mengulurkan telpon padanya. Perlahan gadis
itu bangkit dari tempat duduknya, mengambil telpon tersebut, dan duduk disisi pembaringan. Si Bungsu
bangkit menuju kamar mandi. Tak lama kemudian dia sudah berpakaian dan menuangkan kopi yang
diantarkan Pipa Panjang ke gelas. Angela tengah menyelesaikan riasannya. Si Bungsu menuangkan kopi
untuknya. Memasukan dua bungkah gula batu bersegi empat kedalam masing-masing gelas. Kemudian
mengaduknya perlahan. Yang satu diantarkan pada Angela. Gadis itu menerimanya setelah memasukkan lipstik
kedalam tas tangannya. "Terimakasih.." kata Angela pelan. Si Bungsu menghirup kopinya, Angela juga. "Sejak malam tadi, sejak
menerima telepon itu, Kau kulihat gelisah Angel. Maaf, bukan maksudku mencampuri urusanmu. Tapi"saya
gembira kalau engkau juga menemukan kebahagiaan. Cukup satu saja diantara kita yang tak bahagia, bukan?"
Angela tak bersuara. Mereka bertatapan. Dan akhirnya, gadis itu memeluk Si Bungsu. Airmatanya mengalir,
meski diusahakannya untuk menahan sekuat daya. "Hei, kenapa kau menangis..?" Angela tak menjawab. "Nah,
jangan menangis. Kau harusnya gembira ketemu dia lagi?" "Tidak. Dia meninggalkan saya begitu saja. Saya
akhirnya memutuskan untuk bertunangan dengan pemuda lain, yang akhirnya mati dalam suatu kecelakaan.."
Sepi. "Kurasa kau harus pergi melapor ke markasmu, Angela?" "Engkau akan tetap disini bukan" Saya hanya
sebentar, saya akan kembali.." ujar Angela sambil menatap Si Bungsu. "Ya, ya.. Saya akan tetap disini. Saya akan
menantimu. Kemana lagi saya akan pergi di Kota yang asing ini?" Angela memperbaiki rambutnya. Kemudian
mencium Si Bungsu. Ketika dia akan keluar, dia membalik lagi, menatap pada Si Bungsu. "Engkau akan
menantiku, Bukan?" Si Bungsu mengangguk. Angela berjalan keluar dan menutup pintu di belakang nya. Si Bungsu masih
tegak disana, menatap pintu yang sudah ditutup itu. Kemudian perlahan berjalan kearah jendela. Lewat jendela
dia menatap kearah jalan di bawah sana. Tak lama dia melihat Angela tegak di trotoar. Tegak sejenak, menatap
kearah pustaka tua itu, kemudian tangannya teracung. Sebuah taksi tua kelihatan berhenti dekatnya. Dia
masuk, duduk di belakang, dan taksi itu meluncur maju. Lalu lintas didepan flat yang mereka tempati itu cukup
ramai. Jalan itu kelihatannya jalan satu arah. Kendaraan datang dari arah kanan, yaitu dari arah pustaka itu,
menuju kekiri. Dia kembali menatap gedung tua dikanan itu, ke pustaka dimana dia pernah membaca majalah dan buku
tentang Klu Klux Klan. Dia ingin kesana. Malam tadi Angela bicara tentang FBI dan CIA, dia ingin tahu tentang
kedua organisasi itu. Soalnya akan mengapa dia seharian ini" Daripada duduk bermenung, menjelang Angela
kembali, lebih baik dia membaca di pustaka itu. Dan setelah itu, barang kali dia bisa memikir-mikir bagaimana
rencana selanjutnya. Apakah dia akan ke Indonesia" Pulang! Ingatan itu tiba-tiba melintas dikepalanya. Pulang
sendirian. Ya, ketika dia datang kemari berdua dengan Tongky. Kini dia harus pulang sendirian. Kepalanya
berdenyut mengingat kepulangan sendirian itu. Dia memutuskan akan ke pustaka.
Dia segera turun dari flat berlantai lima itu. Dia tak mau naik lift, untuk kesehatan dia lebih senang
menggunakan tangga naik turun. Di belakang dia mendengar pintu ditutup dan langkah mengikutinya. Dia
menoleh, dan segera melihat Elang Merah di belakangnya. Nampaknya dia telah bergantian dengan pipa
Panjang yang berjaga tadi malam. Indian yang setia itu melangkah dengan perlahan. Timbul niatnya untuk
berjalan bersama anak muda itu. Dia tegak menanti, namun Indian itu berhenti juga empat atau lima depa
darinya. "Hei, Elang Merah mari kita bersama-sama.." ujarnya. Elang Merah menggeleng. "Saya ditugaskan
mengawal anda, Tuan. Kalau saya berjalan bersama tuan, saling bicara, bagaimana saya bisa mengetahui ada
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 530
orang berniat jahat di depan atau belakang, tuan?" Si Bungsu ingin membantah. Tapi dia melihat tak ada
gunanya berbantahan dengan lelaki Indian yang teguh pendiriannya itu. Dia memutuskan untuk terus berjalan.
Sesampai dibawah, dia berbelok kekanan. Melangkah kaki disepanjang lima apartemen tersebut. Tak
lama kemudian dia sudah berada di pustaka di gedung gaya lama itu. Dia masuk kedalam. Dilantai satu ada
portir tua yang bertugas untuk sebagian gedung tua itu. Barangkali gedung itu tidak hanya untuk pustaka. Ada
kegunaan lain, karena gedung itu lumayan besarnya. Ketika akan masuk, dia sempat iseng menghitung jendela
disebelah kiri gedung itu ada tujuh jendela untuk masing-masing tingkat. Jendela pertama dan ketujuh, masingmasing dipinggir yang paling berlainan di tingkat enam modelnya persegi. Sementara jendela yang lima buah
lainnya, yang diapit dua jendela itu masing-masing sisi itu, modelnya melengkung di bahagian atas, seperti
model jendela atau pintu banguanan timur tengah.
Dia melewati lelaki tua yang menjaga di bawah itu. Dan saat itu seorang lelaki agak bergegas
mendahuluinya. Lelaki itu memakai jas hitam gelap menenteng sebuah tas persegi ukuran sedang. Dia persis
di belakang lelaki itu ketika menaiki tangga. Nampak lelaki itu menuju tingkat atas seperti dia. Ada tiga atau
Jingga Dan Senja 2 Fear Street - Cheerleaders Musibah Pertama The First Evil Memanah Burung Rajawali 9
dahulu. Mandor turunan Yahudi yang tak pernah ramah padanya, pada orang turunan Indian, Mexico atau
Negro. Mandor yang amat berkuasa. Dari namanya yang "Itzak" itu saja sudah tercium Yahudinya. Yahudi yang
amat merasa super dan berkuasa di Amerika. "Tanganmu sebaiknya dipotong hingga pergelangan, tuan
mandor. Kalau tidak bisa infeksi?" Yoshua berkata datar.
Tanpa menunggu persetujuan si mandor, dia seret orang itu. Kemudian menekankan tangan kanannya
yang belah itu kesebuah kayu besar. Si mandor meraung-raung. Namun Yoshua menetakan kampaknya.
Dan"trass! tangan itu putus sampai pergelangan! "Nah, keadaanmu kini jauh lebih baik dari pada tadi,
mandor?" ujar Yoshua.
Si mandor sudah basah celananya menahan sakit dan melihat darah yang menyembur dari bekas
lukanya. "Kedua tanganmua ini sering membikin celaka dan meaniaya kami para buruh perkebunan. Kini
keduanya harus dipotong, mandor?" ujar Yoshua dengan nada datar.
Dan selagi orang Yahudi yang sadis itu menghiba-hiba memohon ampun, giliran tangan kirinya pula yang
dapat giliran kena tebas putus! Kini kedua tangannya putus hingga pergelangan! "Kakimu sering menendang
kami para buruh, kau masih ingat nasib Miguel. Orang mexico yang tendang kemaluannya itu mandor"
Kemudian setelah kemaluannya tak berfungsi kau setubuhi istrinya berkali-kali" Kau ingat?"
Si Yahudi telah tertunduk lemah. Lemah karena takut dan lemah karena kehabisan darah. Wajahnya
amat pucat. Celananya telah basah karena kencingnya. Namun Yoshua masih bercerita sambil ikut-ikutan
duduk dekatnya. "Setelah kau puas dengan isteri miguel yang malang itu, kau nodai pula anak gadisnya yang
bernama Tertila. Gadis cantik berumur lima belas tahun, kau perkosa berkali-kali hingga gadis itu mati bunuh
diri. Kau ingat itu itzak?"" Itzak menggeleng dan mengangguk berkali-kali. Dia memohon ampun. "Ah, kau pasti
bergurau mandor. Mana ada orang Yahudi, Mandor dan Anggota Klu Klux Klan pula yang mengenal rasa takut,
apalagi minta ampun. Kau pasti bergurau mandorr".."
Itzak menangis tersedu-sedu ingat anak dan istrinya. Ingat harta dan gundiknya. Ingat dunia kenikmatan
yang akan ditinggalkannya. Kalau saja dia bisa tetap hidup meski kedua tangannya buntung, dia tetap bisa
menikmati hidup ini. Soal tangannya adalah soal gampang, dengan uang sekian ratus dollar, kedua tangannya
bisa utuh dengan tangan palsu. Tapi yoshua tidak memberikan jalan sedikitpun. Sambil duduk itu dia pegang
kepala Itzak. "Dalam kepalamu ini, bersarang otak yang cemerlang untuk menyebar aniaya di tengah orang-orang
berkulit berwarna. Saya ingin melihat otakmu, Itzak. Kau pernah dengar betapa orang Indian menguliti kepala
musuhnya.." ujar Yoshua dengan nada suara dingin dan dengan tangan yang ramah mengusap-usap rambut
Itzak. "Rambutmu ini amat indah, Itzak. Bagi suku kami adalah merupakan kebanggaan jika dapat membawa
kulit kepala musuh kami pulang ke rumah. Untuk ditaruh sebagai hiasan.." "Tapi..tapi kita tak pernah
bermusuhan Yoshua.. saya bukan musuhmu?" "Oh, tidak. Kita tak pernah bermusuhan. Kau menganiaya kami
dulu di perkebunan semata-mata karena kasih sayangmu pada kami. Hari ini kau juga datang kerumahku,
dengan topeng mainanmu ini, dengan bedil ditanganmu, dengan membawa anak buah setengah lusin, juga
bukan karena kita bermusuhan. Kau pastilah datang mencariku untuk memberikan sebuah ciuman dan
memelukku serta membawaku minum sebagai rasa persahabatan, bukan" Begitu, bukan".bukan?""
Dan sambil berkata tangannya menjambak rambut Yahudi itu kuat-kuat. Itzak sudah tak ada daya lagi.
"Mandor, tanganku sudah sangat tua. Tanganku sudah tak lagi begitu ahli mengulitti kulit manusia, sudah tak
begitu mantap. Tapi ponakanku itu, yang tadi yang akan kau tembak pelipisnya, amat mahir. Dia punya pisau
yang amat tajam. Yang tak begitu menyakitimu bila dia mengelupas kulit kepalamu. Hei Pipa Panjang".Mari
sini".!" Indian muda itu bangkit. Ditangannya ada pisau besar lagi mengkilat tajam. Si Yahudi bernama Itzak
yang terkenal sadis di perkebunan itu, dan terkenal sadis sebagai algojo Klu Klux Klan, kini hanya menatap
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 510
dengan diam dengan mata basah pada Indian yang mendatanginya. Kemudian terdengar pekik menggema.
Pekik itu terdengar oleh dua orang anggota Klu Klux Klan di tempat mereka. Kebetulan keduanya bertemu
dibahagian selatan, seratus meter dari rumah. "Kita terus saja. Kita bakar dinamit dan kita ledakan rumah
itu?"bisik yang satu.
Kemudian mereka mendekat setapak demi setapak. Kemudian berputar kebahagian samping kanan.
Tapi tiba-tiba mereka terhenti. Di bahagian depan rumah itu, dibawah cucuran atap, mereka melihat sesosok
tubuh menggantung-gantung. Di gantung pas lehernya, kepala orang yang digantung itu mengkilap.
Jubah putihnya berlumuran darah. Kedua tangannya putus hingga pergelangan tangan. Jelas itu adalah
pimpinan regu mereka, Itzak!. Dan jelas bahwa kulit kepalanya telah di kelupas dengan cara yang amat mahir.
Kedua orang itu menggigil saking takutnya melihat mayat di gantung itu, mereka tertegak lemah ditempat
mereka. "Cepat, hutan ini penuh iblis. Bakar dinamit itu dan ledakan rumah jahanam itu. Kita harus segera
hambus dari sini?" bisik yang seorang.
Mereka lalu mengeluarkan dua bongkah dinamit dengan ukuran besar dari jubah mereka. mereka
menyalakan geretan. Beberapa geretan itu berkali-kali mati karena apinya tak pernah dekat sumbu dinamit
tersebut. Tangan mereka menggigil. Ada beberapa menit, barulah sumbunya terbakar, tapi mereka tidak segera
melemparkannya, soalnya api di sumbunya bisa mati.
Dan saat itulah mereka mendengar suara desiran dibelakang. Mereka melihat kebelakang, lalu keduanya
tak dapat menahan pekik. Di belakang mereka berdiri tiga orang Indian yang badannya penuh dengan gambargambar dan kampak ditangan. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, sebab bedil mereka sudah ada ditanah.
Dengan amat cepat mereka kena ringkus. Mereka diikat kepohon kayu besar tak jauh dari tempat
mereka diringkus. Lalu dinamit yang masih menyala sumbunya dimasukan kedalam jubah mereka. "Kalian
berusahalah untuk bebas. Kalau kalian bisa melepaskan diri sebelum dinamit itu meledak, maka kalian tak akan
kami ganggu. Kami akan pulang kerumah itu. Berusahalah.
Kata Yoshua sambil berjalan dengan diikuti Pipa Panjang dan Elang Merah. Kali ini kedua anggota Ku itu
tak bisa lagi tahan tangis dan lolongan. Dinamit yang dimasukan dan diselipkan didalam jubah mereka,
sumbunya tinggal sedikit, kalau Dinamit itu meletus, Ya Tuhan!
Mereka menangis minta ampun, minta tolong dan minta dikasihani. Namun tak ada yang menyahuti
Kemudian ketiga Indian itu benar-benar pergi. Dan"hutan itu tiba-tiba bergemuruh oleh gelegar dinamit. Si
Bungsu tertegun mendengar ledakan tersebut. Ada apa" Di sebelah utara, diarah bunyi ledakan dinamit
tersebut. Di lihatnya sebuah pohon sebesar dua kali dekapan manusia dewasa, terpental beberapa meter ke
udara. Dan pucuknya naik meninggi, kemudian jatuh melosoh kebawah turun dan tumbang! Sipongang
ledakannnya bersahutan. Segala isi hutan itu kaget. Elizabeth sendiri kaget terbangun, Angela berusaha
menenangkannya walau juga berdebar. "Dimana Yoshua?" tanyanya begitu bangun.
Angela yang juga sangat mengkhawatirkan Si Bungsu, coba jelaskan akan kedatangan beberapa orang
itu. Elizabeth bangun dan terdorong oleh rasa ingin tahu, Angela juga berlari keluar. Yoshua sudah bertindak
cepat. Mayat di gantung itu sudah diturunkan dan di letakkan ke dalam hutan. Kini ketiga Indian itu tegak di
halaman seperti tak terjadi apa-apa. Angela pucat wajahnya begitu tak adanya Si Bungsu di antara mereka,
Indian itu diam menatap kesekitar rumah itu. Mereka juga merasa cemas pada orang yang mereka hormati itu.
Kini dimana dia" "Bersebar! Kita cari dia?" ujar Yoshua setelah mencari beberapa saat. Angela berlari masuk,
mengambil bedil. Kemudian mengisinya dengan peluru. Lalu berlari keluar. Begitu tiba di luar dia terpekik,
melihat Si Bungsu berlumuran darah.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-497-498
Dia memekik gembira karena lelaki dari Indonesia itu masih hidup. Memekik terharu dan kaget melihat
darah di tubuhnya. Dia berlari dan memeluk lelaki yang bertongkat itu. Mencium wajah dan bibirnya, Si Bungsu
hanya diam tak berkutik. "Hei, kau masih hidup. Masih ada yang lain disana?" ujar Yoshua sambil menepuk bahu Si Bungsu. Si
Bungsu tersenyum dan menggeleng. "Anda masuklah, dan obati lukanya. Kami akan mengatur semua sisa yang
tertinggal. Sebentar lagi tempat ini akan di penuhi polisi. Tentu kita tak ingin di buat sibuk dengan segala
macam pertanyaan. Apalagi kalau harus di tahan di kantor polisi?"
Angela dan Elizabeth membawa Si Bungsu masuk kedalam. Si Bungsu dibaringkan di sebuah balai-balai.
Angela membuka bajunya. Mencuci darah yang mengalir di dada Si Bungsu. Sementara Elizabeth mengambil
kotak obat-obatan. Si Bungsu sedikit beruntung, sebab peluru yang mengenai bahunya tidak tertinggal didalam,
melainkan tembus kebelakang. Untung saja jarak tembaknya tak begitu jauh, sehingga peluru tak merobek
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 511
daging bagian belakangnya dengan hebat. Lobang yang ditinggalkan peluru di punggungnya hanya sebesar
benggol, tiga kali lobang yang ada didepan.
Tak lama kemudian Si Bungsu dan kedua perempuan yang ada dirumah terkejut oleh beberapa ledakan
dinamit. Kemudian bunyi sirene mobil polisi. Empat buah mobil polisi. Empat mobil patroli polisi merengsek
masuk ke halaman rumah di tengah hutan itu. Sesuai dengan petunjuk yang tadi yang disampaikan Yoshua, Si
Bungsu dan Angela tak menampakkan diri keluar. Mereka hanya mengintip lewat jendela yang tak terlihat dari
luar. Si Bungsu melihat polisi-polisi di sambut oleh Yoshua dihalaman. Tubuhnya kini sudah bersih dari coretcoret berwarna perang itu. Di tangannya terpegang sebuah kampak. Kemudian dari dalam hutan terdengar lagi
sebuah ledakan. Di susul dengan rubuhnya sebuah pohon kayu.
"Well..Kami kemari ingin tahu apa yang kalian perbuat dengan ledakan-ledakan itu?"ujar salah satu
perwira polisi patroli jalan raya itu sambil menatap kearah bunyi ledakan didalam hutan. "Seperti perang
Vietnam"."ujar polisi yang lain.
Tiga polisi yang lain menuju hutan kiri, tiga lagi kehutan-hutan kanan. Si Bungsu dan Angela menatap
dengan tegang, polisi pasti menemukan mayat-mayat anggota Klu Klux Klan tersebut. Meskipun mayat bandit,
namun tetap saja menimbulkan masalah ruwet. Namun Yoshua kelihatan tenang-tenang saja. Lewat kisi jendela
mereka mendengar Indian itu berkata.
"Kami tak punya izin memiliki dinamit itu. Kami menemukannya enam bulan yang lalu dekat belukar
sana. Kami sudah melaporkannya pada polisi. Namun pihak polisi tidak menanggapi. Maka hari ini kami
mencoba, apakah dinamit itu masih berfungsi atau tidak?" "Anda punya surat polisi yang tidak di gubris
tersebut?" Yoshua mengeluarkan sebuah kertas yang sudah usang dari kantongnya. Si polisi mengamati
kemudian mengangguk. "Well. Kenapa kepohon itu anda ledakan..?" "Sekalian memudahkan pekerjaan.
Mencoba dinamit dan kalau meletus berguna untuk menebang pohon. Dari pada membuang tenaga?" "Kami
terpaksa menyita sisa dinamit yang ada?" "Silahkan. Itu di bawah kotak dekat tong itu.."
Polisi itu melangkah kearah dinamit yang memang terletak dibawah kotak di luar rumah Yoshua.
Kemudian si polisi meniup pluit. Ke enam polisi yang lain bermunculan dari rimba tersebut. Tidak hanya polisi
saja yang muncul juga Pipa Panjang dan Elang Merah. Semua dalam keadaan berpakaian rapi.
Padahal baru saja Si Bungsu melihat mereka bercoreng-moreng, ketika akan menyergap keenam polisi
anggota Klu Klux Klan tersebut. Polisi-polisi itu membawa sisa dinamit yang ada di luar rumah Yoshua,
kemudian membawa semacam surat tanda terima. "Kalian menemukan sesuatu?" tanya polisi itu pada enam
anak buahnya yang tadi masuk ke rimba itu. Yang di tanya hanya menggeleng.
"Baik, kita tinggalkan rumah ini. Yoshua, suatu hari nanti kami akan memanggil anda untuk minta
penjelasan tentang dinamit ini.." "Dengan segala senang hati, Letnan?" Mobil-mobil polisi itupun bergerak
pergi. "Anda memang menemukan dinamit itu disini?" tanya Si Bungsu ketika mereka makan malam. Yoshua
mengangguk. "Dinamit itu kutemukan ketika menggali pondasi, barangkali sisa latihan tentara saat perang
utara-selatan. Pernah kulaporkan tapi tak digubris?" "Lalu kenapa mereka tidak menemukan mayat atau
serpisan daging akibat ledakan tadi?" "Cara mudah melenyapkan mayat adalah dengan meledakkannya.." "Ya,
tapi serpihan dagingnya pasti ditemukan?" "Benar, kalau dinamitnya sedikit. Kau tahu berapa banyak dinamit
yang kami pergunakan" Untuk meledakkan mayat dan pohon itu kami pergunakan cukup banyak, cukup untuk
menghancurkan kota Dallas. Tak kau dengar gelegarnya. Tubuh mereka tak bersepihan karena diikat kedinamit
itu. Tidak ada serpihan malah menjadi lumat seperti tepung?"
Ketika mengobati punggung Si Bungsu yang luka, Angela merasa kaget dan ngeri. Punggung lelaki dari
Indonesia itu penuh dengan barut-barut luka. Memanjang dari bahu kiri ke pinggang kanan. Atau sebaliknya.
Belum lagi sayatan-sayatan melintang yang banyak jumlahnya. "Ya Tuhan, apakah ini bekas dicencang?"
tanyanya sambil meraba punggung Si Bungsu dengan jari-jarinya yang halus dan lentik. "Ya, memang bekas di
cencang?" jawab Si Bungsu datar. "Nampaknya bekas disayat senjata yang amat tajam?" "Namanya Samurai.."
kata Si Bungsu pula. "Samuarai" Itu senjata khas Jepang.." "Ya, senjata yang saya bawa itu, yang mirip dengan
tongkat kayu.." Dan Angela tiba-tiba teringat pada tongkat yang dipergunakan oleh lelaki asia ini untuk
membabat Macmillan di perusahaan bangunan beberapa hari yang lalu.
"Nampaknya senjata itu punya cerita dan kisah yang amat mendalam dalam hidupmu Bungsu"."
"Panjang, dalam dan takkan pernah hilang seumur hidup. Seperti bekas luka yang ditimbulkannya di
tubuhku?" "Maukah kau ceritakan padaku?" ujar Angela yang berbaring menghadap Si Bungsu. Si Bungsu yang
juga berbaring miring menghadap gadis itu tak segera menjawab. Dia menatap pada gadis itu. "Kau mau
mendengarkan?" Angela mengangguk sambil memegang pipi Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 512
"Ketika masih berusia enam belas tahun. Aku adalah seorang penjudi kawakan. Kedengarannya aneh,
tapi itulah faktanya. Tak ada pejudi yang tak betekuk lutut kubuat. Tapi hampir selalu saja uang kemenangan
itu disikat lagi oleh orang yang aku kalahkan itu. Di kampungku yang bernama Minangkabau, judi merupakan
penyakit lelaki yang tak pernah bisa di obati. Meskipun agama kami melarangnya dengan keras. Para pejudi itu
umumnya adalah jago berkelahi. Sebab mereka harus mempertahankan kemenangan nya agar tak dirampas
orang lain. Kepandaian berkelahi itu dinamakan silat?" Dia berhenti sebentar.
"Aku selalu menang, tapi selalu juga diakhiri lenyapnya uang dan remuknya tubuhku disikat lawanlawanku yang kalah. Sampai suatu hari Jepang yang menjajah negeri kami membunuh ayah dan ibu dan
kakakku didepan mataku. Kau tahu apa yang kuperbuat" Aku lari karena takut,namun perwira yang memimpin
penyerangan pagi itu menyabet punggungku dengan samurainya. Aku jatuh dengan punggung belah, Jepang
itu menduga aku sudah mati.
Tapi aku masih hidup dan bertekad untuk terus hidup untuk menuntut balas ke matian keluargaku.
Kuambil samurai yang tertinggal dan tertancap diperut ayahku, kemudian hidup hutan disebuah gunung.
Belajar secara alami bagaimana mempergunakan samurai. Ternyata penderitaanku tidak hanya sampai disana,
dalam proses kemerdekaan aku banyak terlibat dalam perkelahian dengan tentara Jepang, suatu hari aku
tertangkap dan dikurung dalam terowongan dalam kota, dan disana kembali tubuhku disayat-sayat. Jari
dipatahkan dan kuku dicabut?" Si Bungsu berhenti bercerita karena melihat mata Angela basah.
"Hei, kenapa?" "Alangkah menyakitkan masa lalumu dear"." "Itu sudah lama berlalu?" "Ya, tapi aku tak
tahan membayangkan betapa menderita nya dirimu?" "Nah, kita akhiri cerita itu?" Angela menggeleng. "Jangan
hentikan. Saya akan dengar?" "Kau takkan menangis lagi?" Angela menggeleng sambil mencium pipi Si Bungsu.
"Akhirnya aku dilepaskan oleh pejuang-pejuang Indonesia. Ku tinggalkan negeri itu menuju Jepang.
Bertemu dengan pembunuh ayahku yang ternyata masih berusaha bersembunyi dari dosa-dosanya dengan
mengabdikan diri disebuah kuil jadi biarawan. Kami bertarung, dia kukalahkan. Tapi tidak kubunuh. Kehadiran
anak gadisnya yang aku kenal sebelum pertarungan itu, telah menyelamatkan nyawanya. Dia ku tinggalkan,
tetapi itu melakukan seppuku, harakiri. Bunuh diri cara Jepang. Kusangka aku akan mengakhiri petualangan
disana, sebagaimana pernah kurencanakan.
Tapi banyak hal, banyak peristiwa dan kejadian yang memaksaku untuk tak berpisah dengan samurai
itu. Tiap saat orang yang mati karena samurai itu bertambah jua, kata orang samurai itu haus darah. Dan aku
adalah pembunuh berdarah dingin. Itulah semuanya?" SEPI.
Angela mencium Si Bungsu, kemudian menyembunyikan wajahnya didada lelaki itu. Sementara Si
Bungsu sudah tertidur lelap dan lelah. Seorang lelaki yang berasal dari desa yang tak tercatat dalam peta, dari
dusun kaki Gunung Sago bernama Situjuh ladang Laweh, tertidur di suatu belahan dunia entah dimana, jauh
dari negerinya. Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-499-500
Berkat pertolongan Angela yang juga minta tolong pada teman-temannya di kepolisian, akhirnya Si
Bungsu mendapatkan alamat orang yang dia cari-cari. Yaitu alamat Kapten Thomas MacKenzie. Veteran
pasukan Udara Amerika. Lelaki yang membawa lari Michiko dari belantara di pinggang Gunung Singgalang
tatkala terjadi pergolakan PRRI.
"Namanya Thomas MacKenzie. Terakhir dikenal sebagai suplayer senjata gelap ke berbagai negeri yang
sedang bergejolak. Kini sudah meletakan pekerjaan terlarangnya itu. Dia menanamkan uangnya di berbagai
industri. Namun diduga masih menjadi otak penyelundupan senjata ke Afrika.." Angela menjelaskan informasi
yang dia dapat pada Si Bungsu.
Si Bungsu merasa hidup kembali. Harapan untuk mendapat melacak jejak Michiko tumbuh lagi.
Begitulah, malam itu mereka pergi ke sebuah klub malam mewah yang berada di jantung kota Dallas. Duduk
disuatu pojok dimana mereka dapat mengawasi semua orang yang masuk dan keluar ruangan itu. Memesan
minuman dan makanan. Si Bungsu tak banyak bicara, Angela melihat betapa lelaki didepannya ini berpeluh
dan tegang. "Tenanglah, sebentar lagi kita akan melihat orangnya. Engkau akan bertemu dengan gadismu itu?" bisik
Angela sambil menggenggam tangan Si Bungsu. Si Bungsu yang memang tak bisa menyembunyikan resahnya
itu mencoba untuk tersenyum. "Terimakasih Angela, kau baik sekali. saya tak tahu harus berbuat apa sebelum
bertemu dengan kamu, saya?" "Sssst, barangkali itu orangnya?" ujar Angela sambil memberi isyarat ke pintu.
Jantung Si Bungsu seperti berhenti berdenyut. Empat orang, tiga orang lelaki dan seorang perempuan
kelihatan mereka sedang berjalan kearah meja VIP di kanan mereka. Dua orang lelaki yang berjalan di belakang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 513
mereka pastilah para pengawal. Lelaki bekas Anggota Angkatan Udara itu terlihat gagah dan berbadan kekar,
wajahnya tersenyum selalu. Dialah Thomas MacKenzie! Tapi yang membuat jantung Si Bungsu berhenti
berdetak adalah perempuan yang berjalan disisi MacKenzie. Perempuan itu amat dia kenal. Michiko! Ya,
Mcihiko! Dia hampir saja berdiri kalau tangannya tidak di genggam erat Angela. "Duduklah dengan tenang dear,
masih banyak waktu. Tunggu sampai mereka juga duduk?" Si Bungsu menahan hatinya. Dia lihat lelaki yang
berjalan di belakang bergegas menarik kursi untuk kedua orang itu. Thomas tegak didepan kursinya,
menunggu sampai Michiko duduk. Kedua pengawalnya tetap tegak tak jauh dari mereka. Begitu mereka duduk
muncul pasangan dua perempuan dua lelaki.
Pertemuan ini nampaknya pertemuan orang-orang tingkat atas yang lazim di sebut kaum atau kalangan
jetset. Mereka saling bersalaman. Seorang perempuan berbisik pada Michiko, kemudian dua perempuan itu
berdiri, berbicara pada lelaki disana dan berjalan keruangan lain. Kini waktunya pikir Si Bungsu. Dia berjalan
dengan tenang tapi dengan hati yang berdebar, kemeja yang di penuhi gelak tawa itu.Tiba-tiba langkahnya
dihentikan oleh pengawal Thomas.
"Maaf, Tuan tidak bisa mendekat?" ujar Bodyguard itu perlahan. Tubuhnya terasa mendingin. Dari jarak
lima depa, dimana langkahnya tertahan oleh bodyguard Thomas, dia memanggil. "Tuan Thomas?" Lelaki yang
dipanggil itu masih tertawa dengan perempuan di seberangnya, seperti tak mendengar panggilan Si Bungsu.
"Tuan Thomas.." ulang Si Bungsu.
Thomas mendengar, namun menatap tajam pada bodyguardnya, itu sudah isyarat bagi si pengawal. Dia
mencekal baju Bungsu dan berusaha menariknya. Namun sekali sentak, cekalan pengawal itu lepas. "Tuan
Thomas, ijinkan saya bicara baik-baik?" ujarnya masih berusaha dengan suara pelan, karena dia maklum
berhadapan dengan siapa. Lelaki itu menatapnya, diantara suara senyap di ruangan yang kelihatan terhormat
itu, lelaki itu berkata diantara senyumnya.
"Anda memanggil saya, stranger?" "Ya, Anda yang bernama Thomas MacKenzie, bukan?" "Benar, Anda
hafal nama saya, ada yang bisa saya perbuat untuk anda?" "Ada.." "Apa itu?" Si Bungsu berusaha
menghindarkan keributan. "Maaf, bisa kita bicara empat mata?" ujarnya sopan. Thomas menatap Si Bungsu
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tatapanya jelas pandangan yang memandang rendah. "Anda siapa, dan
dari mana?" Si Bungsu paham sudah, dia tak dipandang sebelah mata. Permintaannya untuk bicara baik-baik secara
empat mata tidak dianggap sama sekali. Dia menarik nafas. Namun dengan berusaha menyabarkan hati dia
berusaha sekali lagi. "Saya bukan siapa-siapa dalam strata kehidupan tuan. Namun saya datang dari negeri yang
amat?" "Antarkan tuan ini keluar"!" putus thomas pada pengawalnya.
Dua bodyguardnya itu tak perlu menanti, mereka segera mendekat dan mencekal tengkuk Si Bungsu dan
menariknya dengan kasar. Dan..cukuplah sudah! Entah bagaimana, kedua orang pengawal itu malang
melintang setelah kena pukulan dan tendangan Si Bungsu. Heboh pun pecah! Dua pengawal itu segera
mencabut pistol. Dan Si Bungsu berkata. "Saya datang dengan baik-baik. Jika tuan mencabut pistol berarti
menghendaki nyawa saya. Kita tidak bermusuhan, saya hanya ingin bicara. Karena itu?"
Namun Bodyguard itu sama dengan Thomas, tidak menganggap Si Bungsu dan harus di singkirkan
segera. Ketika tangan mereka keluar dari jas dipinggang, mereka sudah menggenggam pistol. Tapi hanya
sampai disitu, tak satupun letusan terdengar. Kedua mereka tetap tegak dengan muka meringis dan menatap
heran. Di leher mereka tertancap sebilah samurai kecil memutus urat nadi di leher itu! Kemudian tanpa sempat
mengetahui apa yang terjadi, mereka rubuh dan mati! Orang pada menatap diam. Benar-benar diam dan
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tegang. Kini Si Bungsu mendekati meja Thomas. "Anda tampaknya masih liar, stranger. Masih belum beradab.
Saya dapat menebak, Anda pastilah datang dari negeri yang juga belum beradab. Nafsu anda untuk membunuh
sama dengan orang-orang zaman purba.." ujar nya masih dengan kesombongan luar biasa sambil tegak dan
langsung menyerang! Harusnya dia maklum, lelaki yang dia serang ini datang dengan maksud damai. Tapi kesombongan
menutup mata hatinya. Apa boleh buat serangan sudah dia lancarkan dalam bentuk sebuah tendangan. Dengan
mudah Si Bungsu mengelak kesamping. Tendangan kedua dan ketiga juga tak ada artinya bagi anak muda dari
Gunung Sago itu. Dia hanya mengelak kekiri dan kekanan. Persoalan baru datang ketika seorang lelaki
bertubuh besar kekar, yang entah datang dari mana, tiba-tiba menyekapnya dari belakang. Dia nyaris tak bisa
berbuat apa-apa. Dan saat itu pukulan MacKenzie menghajar wajah dan perutnya, berkali-kali! Buah
kesabarannya ternyata mencelakai dirinya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 514
Thomas menyerang dan masih melanjutkan pukulannya. Tapi lawannya kini adalah lelaki yang sudah
kenyang dengan perkelahian. Dengan leher masih dipiting dari belakang, Si Bungsu menghantam lelaki itu
dengan sebuah tendangan kearah sudu hatinya. Thomas mengelak namun tendangan berikutnya datang amat
cepat. Yang pertama menghantam selangkangannya yang kedua menghantam pelipisnya, yang ketiga
menghantam perutnya. Thomas terdongak-dongak. Terhuyung-huyung. Saat itu Si Bungsu berhasil melepaskan pitingan
lehernya dari lelaki bertubuh tinggi besar itu. Kemudian dengan sebuah bantingan yang telak tubuh lelaki itu
mencium lantai! Pukulan berikutnya menghajar MacKenzie membuat bekas perwira itu terjerambab di lantai
Si Bungsu kini berada di atasnya, mencekiknya dengan ganas.
"Saya datang baik-baik dan minta bicara baik-baik, Tuan. Tapi kesombongan Tuan menganggap semua
orang bisa tuan celakai?" desis Si Bungsu. Di bawah banyak tatapan orang, Thomas tidak bisa bicara
sepatahpun. Saat itu Michiko muncul. Melihat Thomas tergeletak dengan wajah berdarah-darah dan seorang
lelaki mendudukinya, mencekiknya. "Thomas, my dear...!" pekik gadis Jepang itu sambil berlari menghampiri.
Si Bungsu tertegak, Kepalanya masih menunduk menatap lelaki dibawahnya. Michiko sedikitpun tak
menoleh kelelaki yang mencekik suaminya. Dia memeluk Thomas dan menangis. Betapa melihat mulut dan
hidung Thomas berdarah, Michiko jadi kalap. Dia bangkit dan tegak memukul lelaki yang tadi menghantam
suaminya. Tangannya terayun. Secara naluriah dia mengerahkan tenaga dan memukul dengan pukulan karate
yang pernah dikuasainya amat mahir.
Selintas sepertinya dia seperti mengenal lelaki yang tegak didepannya, yang tadi menyerang suaminya.
Pukulan itu mendarat telak di bibir Si Bungsu. Darah mengucur. Dan.. Michiko tertegak dengan mata terbelalak
begitu mengenali lelaki yang dia hantam. Bibirnya bergerak. Ingin sekali bicara, matanya tiba-tiba basah. Si
Bungsu menatapnya, hampir tak percaya. Bahwa perempuan yang tegak didepannya ini perempuan cantik dari
Jepang itu. Adalah Michiko kekasihnya.
Perempuan yang tak dapat dia lupakan. Perempuan yang di cari menyebrangi lautan luas. Melintasi jarak
puluhan ribu kilometer. Perempuan yang menurut sangkanya adalah perempuan yang memerlukan
bantuannya. Tapi.. Mereka masih bertatapan. Bibir Michiko bergerak. Ada niat untuk menghapus darah di bibir
Si Bungsu. Namun tangannya tak kuasa dia angkat. Ada niat untuk memeluk dengan segenap rasa rindu.
Namun kakinya tak kuasa dia langkahkan. Akhirnya, hanya terdengar sebuah keluhan. Dan perempuan
Jepang cantik itu. Yang dandanannya sudah jauh berubah, yang kini kelihatan seperti perempuan-perempuan
kelas atas Amerika, rubuh tak sadarkan diri. Si Bungsu nyaris memeluknya, menyambut tubuhnya yang
terkulai. Namun tangan lain lebih cepat. Tangan Thomas MacKenzie! Semua yang melihat tertegak diam.
"Kau telah membuat shock istriku, stranger. Kau akan menyesali perbuatanmu ini.." ujar bekas Kapten
angkatan udara Amerika itu kepada Si Bungsu. Kemudian perempuan itu dipangkunya. Ketika akan beranjak,
dia berkata lagi. "Jika istriku keguguran karena hal ini, stranger, kau takkan selamat.." Dan orang itupun pergi. Si Bungsu
nyaris tak percaya atas apa yang terjadi dan apa yang dia dengar serta apa yang dia lihat. Benarkah semua
peristiwa ini" "Kau telah membuat shock istriku, stranger. Kau akan menyesali perbuatanmu ini. Jika istriku keguguran
karena hal ini, stranger, kau takkan selamat.."
Ucapan MacKenzie seperti mengiang lagi di telinganya. Perempuan itu, Michiko, ternyata telah menjadi
istri orang itu. Mungkinkah itu, Mungkinkah" Dia teringat ucapan Michiko saat di padang akan berangkat ke
bukittinggi. "Hati dan jiwaku milikmu kekasihku, milikmu selama-lamanya".!" Itu kata michiko dahulu,
Dahulu! Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-501
Apakah benar perempuan itu memang Michiko bisik hatinya seperti kepada diri sendiri. Namun dia tak
sendiri. Dia kini ada dikamarnya, di rumah Yoshua. Berbaring bersama Angela.
"Dia benar Michiko. Dia memang gadis Jepang yang kau cari itu, Bungsu?" ujar Angela pelan seperti
menjawab pertanyaan hati Si Bungsu. "Kenapa kau begitu pasti, Angela" Sedangkan aku yang mengenalnya tak
merasa pasti?" Angela tak menjawab. Dia tahu kalau pertanyaan itu tak mungkin dia jawab. Dan memang tidak
untuk dijawab. Si Bungsu menarik napas. "Maafkan saya Angela. Saya tak bermaksud melukai hatimu. Kau
terlalu banyak berbuat baik pada ku.." Angela memeluk Si Bungsu.
"Dia sudah menikah. Menikah dengan lelaki yang melarikannya. Dan dia"telah memukulku dengan
tangan yang pernah memelukku?" "Jangan cepat berprasangka dear.. Barangkali ada alasan yang amat kuat
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 515
untuk akhirnya memutuskan menikah dengan lelaki itu.." "Alasan yang kuat?" "Ya, Barangkali?" "Saya tahu.
Kini dia jadi orang yang terhormat. Bukankah tadi siang kau jelaskan lelaki itu pemilik Industri yang kaya raya"
Itu alasannya Angel?" "Tak semua wanita menikah karena alasan harta, my dear.." "Ya, tak semua. Namun ada
bukan?" "Jangan berprasangka, sayang. Sebaiknya kau temui dia dan dengar ceritanya.." "Saya sudah
menemuinya dan itu cukup.." Angela terdiam. Dia mengerti betapa terpukulnya lelaki yang disampingnya ini
atas peristiwa tadi. "Kau ingat ceritaku kemaren malam tentang perwira Jepang yang membunuh keluargaku, Angel?" "Yang
bernama Saburo Matsuyama?" "Ya,ingat?" "Ingat. Dia bunuh diri, bukan engkau yang membunuhnya bukan?"
"Benar, Dia bunuh diri. Dan adakah aku ceritakan padamu, dia di selamatkan oleh kemunculan anak gadisnya
yang telah kukenal sebelumnya?" "Ada, tapi kau tidak ceritakan apa-apa tentang gadis itu.."
Si Bungsu menarik nafas, matanya menatap langit-langit rumah, dan terdengar suara pelan. "Gadis yang
tak kuceritakan itu, yang ayahnya telah membunuh ayah-ibuku, telah memperkosa kakakku dan
membunuhnya pula, kemudian membabat punggung ku dengan samurainya, adalah gadis yang tadi telah
memukulku?" Ada beberapa saat Angela tertegun, kini dia pula yang nyaris tidak percaya akan apa yang dia
dengar. "Oh, my dear! Ya Tuhan, ya Tuhan"!" desisnya beberapa kali. Si Bungsu tertawa getir namun matanya
basah. "Dengarkan, sayang. Kau tak berhak berprasangka buruk, selalu padanya. Kau belum mendengar
kisahnya. Berilah dia kesempatan untuk menyampaikan kenapa sampai begini jadinya. Saya yakin ada
sesuatu?" "Kau tahu dari mana, Angel?" "Saya juga seorang perempuan, Bungsu. Saya juga pernah jatuh hati,
kecewa dan ditinggal lelaki atau meninggalkan lelaki. Tapi pasti ada penyebabnya dear.." Sepi sesaat.
"Baik, Baik.. Saya akan menemuinya. Akan bertanya, tapi bagaimana kalau dia tak mau?" "Dia pasti akan
bercerita?" "Bagaimana kalau suaminya tak mengizinkan.." "Saya rasa suaminya seorang lelaki yang jentelmen.
Saya melihat itu dari sikapnya?" "Dari sikapnya merampas kekasih orang?" "Penyebab yang sebenarnya akan
kita ketahui dear.." "Baik, dan bagaimana kalau dia tak mau atau suaminya tak mengizinkan?" "Itu terserah
padamu selanjutnya. Tapi sebelum itu jangan rusak hatimu dengan perasaan yang tidak-tidak.." "Saya tak
menduga Angel. Dia telah menikah dan jadi istri orang?" "Kalau itu benar. Apakah hanya dia perempuan yang
ada di permukaan bumi ini?" "Ada kau bukan, Angel?" tiba-tiba Angela bangkit dan matanya menatap tajam.
"Dengar baik-baik orang asing. Sebelumnya saya tak tahu siapa engkau. Saya akui terus terang, saya
mencintaimu. Itu tak saya sembunyikan. Tapi saya bukanlah perempuan yang suka merebut laki-laki dengan
menjelekkan perempuan lain. Saya ingin mengatakan padamu, bahwa kalau perempuan itu sudah menikah,
dan engkau sudah tahu dengan pasti alasannya, maka kau harus berani menerima kenyataan"!"
Si Bungsu terperangah. Dan gadis itu tetap melanjutkan tetap dengan nada tinggi. "Jika hanya sekian
mentalmu, seperti bubur, menangis ditinggalkan perempuan, lebih baik kau jadi banci saja"!" Si Bungsu
menatap wajah Angela yang merah padam. Kemudian tersenyum.
"Apa yang kau senyumkan. Kau sangka aku tertarik dengan senyummu itu?" Si Bungsu masih tersenyum.
"Aku tak menyesal bertemu denganmu Angel.." "Barangkali aku yang menyesal bertemu denganmu lelaki kelas
bebek?" Si Bungsu tersenyum dan meraih tangan gadis itu. Dia tak tahu harus bagaimana tanpa Angela.
Kematian Tongky mula datang di kota Dallas nyaris membuat dia kehilangan akal.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-502
Pagi-pagi sekali mereka dikejutkan oleh ketukan pintu dikamar. Kemudian terdengar panggilan suara
Yoshua bertanya. "Apakah anda mempunyai musuh sehingga mereka perlu mencari anda kemari, Bungsu?" Si
Bungsu membuka pintu dan melihat Indian itu siap dengan bedil ditangannya.
"Ada apa?" Yoshua menunjuk kehalaman. Dari jendela mereka melihat sebuah mobil mercy nongkrong
tak jauh dari rumah. Dua orang lelaki kelihatan berdiri di luar. Yang seorang tengah menelpon. Barangkali
bicara dengan seseorang di suatu tempat. "Kau kenal mereka?" Si Bungsu menggeleng. Angela yang sudah
bangun muncul diruang tengah ikut mengintip. Dia tak kenal siapa orang itu. Yoshua segera keluar dengan bedil
tetap ditangan. "Hei guy! Ada sesuatu yang tak beres?" sapanya dengan keras.
Salah seorang diantara keduanya mengangkat tangan keatas, seperti memberitahu kalau mereka datang
bukan untuk mencari masalah. Kemudian menurunkan tangannya kembali sambil mendekati rumah. "Kami
memerlukan teman anda.." "Temanku yang mana guy?" "Orang Indonesia itu?" Si Bungsu heran.
"Anda siapa, dan untuk apa menemui orang Indonesia itu..?" "Kami disuruh Tuan Thomas MacKenzie.
Katakan itu padanya, dia pasti kenal dengan nama itu"." tiba-tiba Si Bungsu muncul dipintu. "Anda mencari
saya?" "Tuan Thomas MacKenzie. Menyuruh anda datang kerumahnya?" Si Bungsu bertukar pandang dengan
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 516
Yoshua. "Dia ingin mengundang saya makan siang?"" tanya Si Bungsu menyindir. "Tidak,stranger. Dia perlu
bertemu dengan anda karena desakan istrinya?" Si Bungsu tertegun.
Kini di luar telah berada pula Angela yang dalam pakaian kimono tidur yang belum dia ganti. Dia berdiri
di sisi Si Bungsu. "Istrinya mendesak?" tanya Si Bungsu pelan. "Ya. Istrinya sakit. Dia ingin bertemu dengan
anda?" "Pergilah. Kau harus mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi.." bisik Angela pelan. Si Bungsu
menatapnya. "Barangkali dia menikah karena cinta, bagimu itu sudah resiko mencintai seorang perempuan.
Tak semua percintaan harus di akhiri dengan pernikahan, atau sebaliknya dia membutuhkan pertolonganmu,
maka meskipun dia telah menikah, kau bisa saja membawa dia lari"." lanjut Angela.
"Terima kasih Angel, aku akan pergi atas petunjukmu?" kemudian menoleh pada lelaki yang menjadi
utusan itu dan berujar. "Baik, saya akan bersiap"." Kemudian dia masuk. Demikian juga Angela. Tetapi Yoshua
tetap disana, dan bedilnya tetap dikepit diketiak, sembari mengisap pipa tembakau. Ketika akan pergi Si
Bungsu melihat Angela tengah memperhatikannya, Gadis itu tersenyum. Namun ada rahasia yang tak
terpecahkan di balik senyumnya.
Gadis itu mendekat dan membetulkan krah baju Si Bungsu, serta mematut baju dibagian pinggangnya.
"Kau pergi dengan ku Angel?" Gadis itu menggeleng. "Ada saatnya kau kutemani dear. Tapi ada saatnya aku tak
boleh pergi, kali ini aku tak boleh pergi.. Jika ternyata dia menderita bersama suaminya,maka kau jangan ragu
membawa dia pulang ke negerimu. Tapi jika dia bahagia maka biarlah dia bersama suaminya?"
Si Bungsu merasa sangat terharu atas sikap Angela padanya. Dia tak hanya seorang perempuan yang
patut di jadikan kekasih, juga seorang sahabat yang penuh pengertian. Dipegangnya kedua pipi gadis itu dengan
tangannya. Kemudian dikecupnya bibirnya dengan lembut. "Apapun yang terjadi aku takkan lupa budimu
angel"." bisik Si Bungsu.
Kemudian diapun pergi. Yoshua menatap kepergiannya dengan diam sambil mengepit bedil. Si Bungsu
masuk mobil dan duduk dibelakang dan mobil itu berjalan meninggalkan halaman rumah itu. Angela mengintip
dari jendela, entah mengapa dia merasa akan kehilangan sesuatu, air mata membasahi pipinya. Tanpa dia
sadari, Elizabeth dari tadi memperhatikannya. Perlahan dia dekati Gadis itu, yang masih saja menatap keluar
meski mobil yang di tumpangi Si Bungsu telah hilang dari pandangan. Dipegangnya bahu Angela.
"Dia memang lelaki yang patut dicintai,.." kata Elizabeth perlahan. Angela kaget dan begitu dia dengar
perkataan itu, tangisnya pun tak dapat dia bendung lagi. "Tenanglah, Angel. Dia akan kembali?" "Tidak. Dia tak
pernah mencintaiku"." "Dia mencintaimu, aku tahu lewat tatapan matanya.." "No, Mam! Dia mencintai gadis
Jepang itu. Aku tahu itu" Aku tahu. Aku merasakannya, walau dia berada dalam pelukanku. Barangkali dia
menyangiku tapi tak mencintai?" "Itu tandanya dia lelaki setia. Yang tidak begitu saja mengobral cintanya pada
setiap perempuan.." ujar elizabeth perlahan. "Ya, dia lelaki yang amat setia. Kalau saja?"Angela tak
melanjutkan. Dia menangis dalam pelukan Nyonya separuh baya itu.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 503-504
Ketika mobil yang membawa dia sampai di jalan raya, Si Bungsu melihat sebuah mobil mengikutinya.
Dia mengenali mobil itu adalah mobil Elang Merah. Dia yakin, didalamnya tidak hanya Elang Merah, tetapi juga
Pipa Panjang. Diam-diam dia amat berterimakasih pada Yoshua. Indian itu amat memperhatikan
keselamatannya. Ketika diputuskan Si Bungsu akan pergi sendirian ke rumah MacKenzie, dia memberi isyarat
pada keponakan dan adiknya yang ada dalam rumah.
Kedua orang tua itu segera arif isyarat itu. Mereka harus mengikuti dan mengawasi Si Bungsu. Diamdiam mereka menaiki mobil yang di parkir di belakang dirumah. Kemudian mengambil jalan pintas di belakang
yang amat sulit karena memamng tidak ada jalan. Yang ada hanya dataran diantara hutan belukar. Namun
mereka telah sering kesana, mereka menanti dijalan raya. Begitu melihat mobil yang ditumpangi Si Bungsu
lewat, lalu mereka mengikuti dalam jarak yang tidak mencurigakan.
Dalam mobil itu Si Bungsu memikirkan apa yang akan diucapkan nanti pada Michiko. Tapi dia juga
teringat pertemuan dan perkelahiannya dengan Thomas MacKenzie. Kapten Penerbang yang membawa lari
Michiko itu. Teringat pada kata-kata pedas tentang negerinya yang dikatakan "tidak beradab". Ucapan itulah
yang membuat dia menghantam lelaki itu.
Berani-beraninya dia menghina tumpah darahnya sebagai negeri tak beradab, negeri biadab, Padahal
berapa banyak darah para pahlawan telah dikorbankan untuk membebaskan negeri itu dari penjajah"
Kehormatannya sebagai anak bangsa benar-benar tersinggung atas ucapan itu. Apakah dia pikir sikapnya
menjual atau memberi senjata pada PRRI, atau barangkali pada para pemberontak di Afrika cukup terhormat"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 517
Kalau dalam pertemuan nanti, lelaki itu masih saja menghina negerinya, bangsanya, maka dia sudah
bertekad menghajar habis-habisan. Apa yang harus dia takuti" Dia sendiri dinegeri orang, lebih baik mati
terhormat daripada hidup dihina orang.
Rumah itu ternyata cukup jauh letaknya dari pusat kota. Terletak didaerah paling selatan dari wilayah
country. Perkarangannya amat luas, demikian luasnya sehingga dari jalan, rumah itu kelihatan hanya sebagai
titik putih. Rumah itu sendiri alangkah besarnya dan mewah. Ketika turun dari mobil dia merasa sunyi yang
mencekam. Namun firasatnya mengatakan bahwa Elang Merah dan Pipa panjang pasti berada di sekitarnya.
Kedua Indian itu, entah dengan cara bagaimana, namun pasti, bisa menyelusup kerumah itu. Dia
menoleh kejalan raya. Tak ada sebuah mobilpun kelihatan. Rumah ini punya jalan sendiri yang terpisah dengan
jalan raya. Namun Si Bungsu dapat merasakan kehadiran kedua Indian itu disekitarnya. Sebuah suara mirip
suara burung dipepohonan terdengar lembut.
Sekitar rumah itu memang dipenuhi pepohonan. Salah satu dari tanda itu dapat diketahui Si Bungsu
isyarat dari Elang Merah atau Pipa Panjang. Hatinya jadi tentram. Dia mengikuti salah seorang dari
penjemputnya masuk keruang depan. Disitu, diruang tengah, yang dicat serba putih itu, dia tertegun. Rumah
depan itu jelas ditata secara ruangan rumah-rumah Jepang.!
Dia segera teringat Michiko. Ya, ini pastilah yang menata ruangan itu adalah Michiko. "Ya, Michiko
menghendaki ruangan itu diatur begini?" tiba-tiba saja sebuah suara terdengar. Si Bungsu menoleh darimana
suara itu terdengar. Disana berdiri Thomas MacKenzie! Lelaki itu masih memar mukanya bekas dihantam Si
Bungsu kemarin mereka bertatapan.
SUNYI. Tiba-tiba lelaki yang bekas penerbang yang gagah itu melangkah panjang kearah Si Bungsu.
Setiba dekat Si Bungsu dia mengulurkan tangan! Si Bungsu tertegun sejenak, namun amat tak sopan untuk
tidak menyambut uluran tangan itu. Mereka berjabatan tangan, erat sekali. Seperti dua sahabat yang lama tak
bertemu. "Maafkan atas peristiwa kemaren malam. Saya benar-benar tak menduga, bahwa anda memang kekasih
michiko. Saya menduga anda hanya salah seorang yang berasal dari Vietnam atau philipina, yang selalu
membuat perkara?" ujar MacKenzie ramah. Si Bungsu hanya diam. Belum dapat mencari kalimat apa yang
harus dia ucapkan. "Mari, saya bawa anda keliling?" MacKenzie membawa Si Bungsu berkeliling rumah dua tingkat itu. Tak
layak rasanya menyebut rumah itu sebagai "rumah" lebih layak disebut sebagai istana. Ruang tengah juga
dihias dengan gaya Jepang yang indah. Disana cahaya matahari masuk lewat dinding kaca sebelah atas. "Anda
akan saya bawa kesebuah ruangan dimana anda pasti mengenalnya dengan baik?" ujar MacKenzie pada
tamunya yang masih saja berdiam diri.
Tak lama kemudian mereka sampai diruangan yang dimaksud oleh orang itu. Si Bungsu merasa dirinya
dipaku kelantai. Ditengah ruangan itu ada kolam ikan yang indah dan bukit-bukit kecil. Dilereng perbukitan,
terletak beberapa buah miniatur rumah adat Minangkabau! Lengkap dengan lumbung padi dengan ukuran
mini, dan disudut lumbung, lewat sebuah sungai buatan yang selalu mengalirkan air, terdapat sebuah kincir
yang senantiasa berputar!
"Ya, ini adalah tiruan tanah Minangkabau. Michiko memintanya. Saya telah mencari kemana-kemana.
Lewat seorang teman yang pernah bertugas di Indonesia, saya memperoleh foto dokumentasi tentang negeri
anda. Selanjutnya adalah urusan para tukang untuk mewujudkan foto itu kedalam bentuk miniatur ini. Saya
mengabulkan hampir semua permintaannya. Saya mencintainya. Saya sangat mencintainya, itu harus anda
ingat baik-baik. Saya menunggu bertahun-tahun baru akhirnya dia menerima lamaran saya?" Si Bungsu
menatap lelaki didepannya. Thomas MacKenzie juga menatapnya.
"Saya tahu, kalian saling mengasihi dan akan menikah di Bukittinggi. Namun sesuatu terjadi di Lembah
Anai. Hal itu dia ceritakan sendiri. Dia tetap mencintai anda. Hanya keadaanlah yang menyatukan kami sebagai
suami istri. Saya beritahukan ini pada anda, hanya semata-mata untuk menghindarkan salah mengerti antara
anda dengan dia. Dia gadis yang baik, Tulus dan Ikhlas. Dan amat setia pada anda. Namun ada jarak yang amat
jauh memisahkan kalian. Saya tidak melarikan dia kesini seperti sangkaan anda. Tidak! Saya bukan tipe lelaki
yang demikian. Dalam puluhan peperangan di puluhan negara di dunia ini. Saya bisa memperoleh wanita yang
bagaimanapun cantiknya. Itu hanyalah masalah biologis. Ketika seseorang menitipkan Michiko kepesawat
saya, Gadis itu telah luka dalam penyerangan oleh pasukan yang saya tidak ingat lagi. Semula saya menolak.
Tapi keadaan sangat kritis, kami akan celaka kalau tidak segera berangkat. Tak ada kesempatan lagi
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 518
menurunkan Michiko yang sudah diikatkan di sabuk heli saya. Kami mendarat disebuah lapangan udara
rahasia di singgapura. Gadis itu diobati secara darurat disana. Karena kesulitan berbagai keimigrasian.
Saya akhirnya memutuskan membawa dia menyebrangi laut menuju Amerika ini. Itu semua tanpa jalur
resmi. Seperti anda ketahui saya bisa dengan mudah mengaturnya. Maka dengan pesawat Jet khusus, yang
biasa kami muati dengan senjata, Michiko saya bawa kemari. Saya obati, dalam proses itu saya jatuh cinta
padanya. Cukup lama, tetapi saya menemukan perempuan yang saya impikan selama ini"." Sepi.
Tak seorangpun bicara setelah itu. Si Bungsu yang duduk didepan MacKenzie, menatap kesamping. Ke
kolam buatan yang diatasnya berputar kincir angin mini. Tiba-tiba MacKenzie berdiri. Kembali mengulurkan
tangan pada Si Bungsu. Si Bungsu bangkit. Nampaknya inilah wujud dari pertemuan itu. Dia tak diminta
bertemu dengan Michiko. Yang disembunyikan entah dimana. Tapi dia di minta datang hanya sekedar
penjelasan bagaimana mereka bisa menikah. Dia sambut uluran tangan MacKenzie. Dan berniat untuk tak
pernah lagi bertemu dengan Michiko. Tidak, pertemuan yang sekali itu cukuplah sudah. Namun MacKenzie
berkata lain. "Saya hanya memberi penjelasan pengantar. Cerita lengkapnya anda bisa dengar dari Michiko. Tuan,
saya tahu Tuan amat mencintainya dan saya juga tahu dia amat mencintai Anda. Jika dia mau kembali pada
tuan, saya dengan senang hati melepaskannya. Demi Tuhan, Saya takkan memaksanya. Dan saya takkan sakit
hati. Kini terserah padanya. Saya telah pikirkan itu masak-masak. Dan saya telah sampaikan itu padanya.
Pertemuan ini dia yang meminta. Saya akan pergi sampai sore atau malam. Saya berharap kalau kembali nanti,
persoalan antara anda dengan dia telah selesai dalam artian yang sesungguhnya?""
Kemudian lelaki itu melangkah pergi. Sampai detik itu sejak dia datang dirumah itu setengah jam lalu.
Tak sebuah bunyi pun yang keluar dari mulutnya. Usahkan kata, apalagi kalimat. Bunyi saja tak sempat atau
tak sanggup dia keluarkan.
MacKenzie lenyap diruang depan. Lalu terdengar suara mobilnya menjauh. Dia masih tegak disana, sepi.!
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ada suara gericik air terjun dari sungai buatan, menerpa daun-daun kincir. Memutar rodanya dan jatuh
kekolam buatan yang dipenuhi ikan berwarna-warni. Kesana dia kembali melabuhkan pandangannya. Mentap
airnya kehilir, tak bisa berbalik kehulu. Seperti suratan nasib manusia. Apa yang telah terjadi, tak mungkin di
hela untuk diperbaiki atau di rubah.
Yang telah terjadi, terjadilah. Yang akan terjadi di masa depan, barangkali bisa direncanakan. Dia masih
tegak mematung, ketika firasatnya mengatakan ada orang lain diruangan yang membangkitkan kenangan akan
kampung halamannya itu. Secara naluriah dia menoleh, dan" tubuhnya seperti tak tahan menahan gigilan. Di dekat arah
perbukitan di dalam taman itu, di jalan setapak dekat dinding,berdiri seorang perempuan dengan pakaian
serba putih. Agak pucat, namun secara keseluruhannya, dia adalah perempuan yang amat cantik. Michiko!
Perempuan itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian melangkah seperti melayang.
"Bungsu-san?" "Michiko-san?" ujar Si Bungsu, namun suaranya tak terdengar, hanya bergema didalam hati.
"Bungsu-san?" himbau michiko yang kini telah berlari kearahnya. "Michiko.. kekasihku.." himbau Si Bungsu.
Namun sedesahpun suaranya tak keluar.
Himbauan itu hanya bergema dalam hatinya yang luka, hatinya yang hiba. Lalu tiba-tiba michiko telah
memeluknya. Perlahan, antara ragu-ragu dan rindu yang alangkah tak tertahankannya, tangannya hampir
memeluk tubuh michiko. Namun itu tak dia lakukan. Gadis itu menangis, terisak-isak.
"Bungsu-san.. Oh, Tuhan kenapa semua ini bisa terjadi?" dan gadis itu menangis. Si Bungsu merasa
jantungnya tertikam. Merasa hatinya disayat-sayat sembilu. Dia lelaki yang telah membunuh tak sedikit
manusia. Yang telah banyak mengalami siksa dan cobaan. Namun airmatanya jadi kering, tapi kali ini, matanya
basah. Sebasah hatinya yang seakan terluka berlumur darah. "Bungsu-san, bicaralah. Mengapa kau membisu
begini. Engkau menghukumku. Jangan menghukum begitu. Bicaralah.. Bunggsu-san?" Michiko memohon
diantara tangisnya. Gadis itu menengadahkan kepala, meraba dengan jarinya yang lentik wajah Si Bungsu, dan ketika
melihat mata Si Bungsu basah, dan air mata lelaki itu tiba-tiba jatuh menimpa pipinya, Michiko benar-benar
luluh. Si Bungsu tak sepatahpun mampu bicara. Tak sepatahpun. Padahal banyak sekali yang ingin dia katakan,
yang ingin dia tanyakan, sampaikan. Namun sepatahpun terucapkan. "Jika Istriku sampai keguguran karena
peristiwa ini, kau akan menangung akibatnya?"
Ucapan MacKenzie di restoran beberapa hari yang lalu tiba-tiba seperti terngiang di telinganya.
Perempuan yang memeluknya ini, bukan lagi kekasihnya. Kini dia istri orang lain dan dia lagi hamil! perlahan
dia papah perempuan itu duduk dikursi. "Kau bahagia bersama suamimu, Michiko?" itulah pertanyaan
pertamanya. Pertanyaan yang tumbuh tatkala dia mengingat pesan Angela ketika akan berangkat tadi. "Bila dia
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 519
tak bahagia, maka jangan ragu-ragu, bawalah dia pulang ke Indonesia atau kemana saja.Tapi kalau memang dia
bahagia bersama lelaki itu, biarkanlah dia menempuh hidup bersama suaminya..."
Ucapan Angela terngiang ditelinganya. Namun Michiko tak menjawab pertanyaan itu. Dia kembali
memeluk Si Bungsu. Perlahan dan hati-hati sekali, agar gadis itu tak merasa tersinggung, dia lepaskan pelukan
itu. Mendudukkannya kembali kekursi. Menggenggam tangannya, dan menatap matanya. Lalu tiba-tiba dia
dapat jalan untuk mengalihkan pembicaraan.
"Rumah Gadang yang kau buat berikut kincir dan Gunung-gunung itu, Indah dan mengingatkan aku pada
kampungku.." katanya mencoba tersenyum. Namun Michiko tak peduli. Dia masih menatap Si Bungsu. "Di
ruang depan, kuil dan rumah-rumah mini seperti diJepang, mengingatkan aku ketika naik kereta api menuju
Nagoya?" Michiko masih menatapnya. Dia kehabisan bahan untuk bicara. Akibatnya sepi. "Bila kau sampai di
Dallas Bungsu-san..?"
Si Bungsu menarik Nafas. Lega karena akhirnya Michiko mau bicara. Tidak hanya menangis dan
memeluknya. "Sudah cukup lama. Aku datang dengan seorang teman?" "Dari siapa kau ketahui bahwa aku ada
dikota ini?" Ku sangka kita tak akan pernah bertemu lagi Bungsu-san.. Tak akan pernah lagi. Tempat ini
alangkah jauhnya memisahkan kita?" "Itu sebabnya kau memilih menikah saja dengan MacKenzie, bukan?"
tanya Si Bungsu, tapi didalam hati. Untung saja kalimat itu tak pernah keluar. Yang keluar adalah.
"Saya juga menyangka takkan pernah bersua lagi, Michiko-san?" "Saat pencegatan di lembah Anai itu
aku diselamatkan perwira PRRI yang mengenalmu. Atau paling tidak mengenalmu dari cerita kawankawannya. Mereka tahu, ada Gadis Jepang mencarimu, dan aku diselamatkan karena itu Bungsu-san"." Michiko
lalu menceritakan perjalanannya sejak dia terluka dirumah darurat di pinggang Gunung singgalang. Ceritanya
persis seperti cerita MacKenzie.
Dari Kecamuk Perang Saudara Ke Dallas Menuntut Balas episode II 505-506
Dia luka parah. Komandan pasukan PRRI itu, yang kenal nama Si Bungsu lewat teman-temannya, segera
mengambil alternatif cepat dan darurat. Pada saat penyergapan APRI atas pasukannya itu terjadi, sebuah
helikopter baru saja mendarat. Helikopter itu barangkali sewaan dari sebuah perusahaan swasta yang banyak
terdapat di Singapura dan Vietnam.
Namun yang jelas,senjata yang diturunkan dari heli itu adalah buatan Amerika Serikat. Pilotnya juga
berkebangsaan Amerika yaitu Thomas MacKenzie. Bekas pasukan udara Amerika. Perwira PRRI itu meminta
MacKenzie membawa Michiko. Tak peduli kemana, pokoknya dibawa. Barangkali bisa ke Singapura atau
Hongkong. Kalau sudah disana, Gadis Jepang itu tentu akan mudah pulang ke negerinya.
Kalau tinggal bersama mereka, dalam perang yang berkecamuk begitu, maka bahaya besar mengancam.
Barangkali akan mati kehabisan darah. Sebab luka di bahunya amat parah dan mereka tak mempunyai alat atau
dokter. Letaklah dia selamat, maka gadis secantik dan menggiurkan seperti dia, pasti akan memancing selera
buruk pasukan yang menemuinya.
Barangkali dia diperkosa oleh pasukan PRRI sendiri, atau barangkali juga oleh pasukan APRI. Ah, dalam
negeri yang diamuk perang, tak ada yang mustahil untuk terjadi. Dalam perang, sebahagian orang berobah jadi
serigala. Di Minangkabau sendiri contoh itu sudah terlalu banyak untuk disebut satu demi satu.
Begitulah, Michiko kemudian tidak hanya dibawa ke Singapura, tetapi karena lukanya yang parah,
ditambah MacKenzie memang bergegas pulang ke Dallas untuk transaksi pembelian senjata gelap yang akan
dikirim kesalah satu negara bergolak di Afrika, maka gadis yang luka itupun dia bawa terus ke Amerika. Dia
bawa gadis itu di samping akan mengobatinya, juga karena tiba-tiba dia jatuh hati pada gadis Jepang yang
dalam keadaan koma itu. Di Dallas, Michiko dia masukkan ke rumah sakit paling mewah.
"Sembuhkan dia dengan segenap keahlianmu! Jika perlu, kumpulkan dokter yang pandai di Amerika ini,
obati dia sampai sembuh. Jangan pikirkan soal biaya?" begitu instruksi MacKenzie pada dokter kepala, yang
juga sahabatnya, di rumah sakit itu. Uang bagi MacKenzie tak jadi soal. Dia merupakan seorang "baron"
penyelundupan senjata gelap yang dikehendaki oleh siapa saja dan dimana saja. Dia telah mengirim senjata
dalam jumlah jutaan pucuk, berikut bom, dinamit, dan pesawat terbang keberbagai negara.
Tak peduli negara itu tengah bergolak atau tidak. Untuk membeli bedil, orang tak harus menunggu
pergolakan. Irlandia misalnya, sepuluh tahun sebelum memulai pemberontakan terhadap Inggris, mereka telah
membeli bedil. Demikian juga Mauratania, Aljazair, Angola, Namibia dan Chad. Negeri-negeri yang pernah jadi
neraka di Afrika. Sebagian besar dari senjata yang digunakan mereka beli dari MacKenzie.
Begitu juga negara-negara kepulauan kecil seperti Cape verdex yang dijajah Portugis, Kepulauan
Mauritius, termasuk Indonesia. Semua kebagian bedil dan peralatan perang lainnya dari senjata gelap ini.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 520
Michiko akhirnya sembuh. Dia tahu bahwa keadaannya amat kritis. Dan dia juga tahu bahwa ongkos untuk
penyembuhannya amatlah besar. Dia merasa berhutang budi pada orang yang membiayai pengobatannya.
MacKenzie saat itu amat jarang di Dallas, dia lebih banyak di atas pesawat terbang. Memuat senjata dan
menerbangkannya kesegenap penjuru dunia.
Dia amat ulet dan licin bagai belut. Kendati pengiriman senjata ke negeri-negeri bergolak itu didanai
Amerika, namun bila terjadi sesuatu, Pemerintah Amerika akan cuci tangan. Karena itu dia harus hati-hati
menghadapi pasukan resmi dari negeri-negeri yang membeli senjatanya untuk memberontak.
Dia bekerja diantara dua kekuasaan yang saling bertentangan, sementara dia juga harus pandai-pandai,
jangan sampai bedil sudah didrop tapi duitnya tidak dibayar Pemerintah Amerika. Namun setiap dia ada di
Dallas, dia terus kerumah sakit dimana Michiko dirawat. Dia menunggui dan menghiburnya. Mula-mula mereka
menjadi sahabat. Keinginan Michiko satu-satunya adalah dikirim kembali ke Indonesia jika telah sembuh dan
Thomas MacKenzie berjanji untuk mengirimkannya pulang.
Namun, MacKenzie diam-diam jatuh hati pada Michiko. Dia benar-benar mencintai gadis itu sepenuh
hati. Dia berusaha membujuknya. Dia cukup sportif, tidak mau memaksa. Sebaliknya, Michiko menceritakan
terus terang padanya, bahwa dia sudah bertunangan dengan seorang pemuda Indonesia. Dikatakannya juga,
kehadirannya dihutan ketika terluka dalam penyergapan APRI itu, adalah karena mereka akan ke Bukittinggi,
dimana dia akan dilamar oleh sahabat Si Bungsu sebagai mewakili kerabatnya.
MacKenzie bukannya menyerah mendengar itu. Sebagai lelaki yang selama ini tak pernah tidak
memperoleh apa yang dia ingini, kini pun ingin agar perempuan yang diidami itu didapatnya. Tapi kali ini dia
tak ingin mendapatkan dengan kekerasan atau dengan tipuan. Jika mau, dia bisa saja membius gadis itu, atau
memberinya obat perangsang. Gadis itu pasti diperolehnya. Namun MacKenzie sudah jera dengan hal-hal yang
serupa itu, yang sudah ratusan kali dia lakukan pada perempuan dari berbagai negeri.
Terhadap Michiko dia tak ingin melakukannya. Dia tak ingin meminum air yang telah dikotorinya.
Karena itu dia berusaha meningkatkan persahabatan mereka menjadi lebih baik. Bukan rahasia lagi,
perempuan adalah makhluk lemah, yang butuh kasih sayang. Butuh perhatian, dan biasanya yang dekat api jua
yang akan panas. Michiko memang gadis yang teguh.
Dia mencintai Si Bungsu dengan sepenuh jiwanya. Tentang hal itu tak usah pula disangsikan, bahwa dia
sepenuhnya perempuan. Yang terdiri dari tulang belulang dan daging sebagai manusia biasa. Selagi namanya
manusia,pasti punya kelemahan dan kekurangan. Michiko tidak lemah dalam menghadapi godaan. Namun
godaan yang datang terus menerus, berhari-hari, berbulan-bulan dan bahkan berganti tahun, hatinya yang
kukuh mulai goyah. Lagipula MacKenzie adalah lelaki yang memang amat patut digilai oleh perempuan. Berwajah gagah,
jantan, kaya, simpatik, dan terhormat serta penuh saayang pada Michiko. Semuanya lebih dari pada cukup
untuk menaklukan hati perempuan manapun jua. Michiko terkadang memenuhi ajakan MacKenzie, untuk pergi
ke resepsi kenalan, atau tamasya. Yaitu menjelang kesehatannya benar-benar pulih. Dia memenuhi ajakan
MacKenzie sebagai penghormatan dan tak mau orang yang telah berbudi padanya itu kecewa bila berkali-kali
ajakannya di tolak. Namun, harus diakuinya terus terang bahwa beberapa kali bergetar atas sikap dan rayuan MacKenzie.
Suatu malam ketika mereka berlibur untuk terakhir kalinya di air terjun Niagara, terjadilah hal yang tak
diiingini. Disebut "terakhir kali" karena Michiko telah bertekad, bahwa setelah itu dia ingin pulang keIndonesia.
Mereka berlibur selama sepekan. Berkeliling dengan mobil dari wilayah paling utara dan paling atas Mount Pas,
sampai ke daerah paling selatan tiga puluh kilometer di bawah sana yang disebut sebagai base water.
Puas berkeliling dengan mobil, mereka mencarter helikopter. Thomas MacKenzie menerbangkan heli
itu rendah diatas permukaan air, kemudian perlahan-lahan turun mengikuti curahan air terjun dalam jarak
sepuluh meter. Tak bisa dekat dari itu. Air itu berkabut saking besarnya. Bianglala kelihatan seperti
menjembatani antara air terjun yang besar dengan beberapa anaknya, air-air terjun yang lebih kecil.
Di hari keempat mereka menaiki kapal pesiar yang membawa mereka dekat sekali kejeram dimana air
terjun itu menghujam. Michiko benar-benar terkesima dengan keindahannya. Malamnya mereka menonton
teater, lalu pulang menjelang subuh. Michiko yang lelah dan mengantuk, diantarkan MacKenzie kekamarnya.
Tubuhnya di bopong oleh MacKenzie. Dibaringkan perlahan di pembaringan. Ketika membaringkan di
pembaringan itu, MacKenzie mengecup dengan lembut bibir Michiko. Secara naluriah, gadis itu membalasnya,
antara sadar dan tidak. Ciuman yang makin lama makin memanas.
Lalu, terjadilah segalanya. Michiko sendiri tertidur pulas setelah peristiwa itu. Dia baru terkejut dan
seperti di sambar petir, tatkala bangun kesiangan esoknya. Dia dapati dirinya tengah memeluk tubuh
MacKenzie. Di bawah selimut kedua tubuh mereka tak memakai apa-apa.!
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 521
Dia menjerit. Jeritannya menyentakkan MacKenzie dari tidur. Gadis itu jadi histeris. MacKenzie jadi
kalang kabut. Sesungguhnyalah, lelaki itu menyesal. Dia benar-benar tak akan melakukannya kalau malam tadi
michiko tidak bersedia. Padahal segalanya terjadi tanpa ada paksaan, tanpa ada penipuan.segalanya terjadi
secara wajar dan alamiah sekali.
Berhari-hari setelah itu, MacKenzie berusaha membujuk, mengatakan bahwa Michiko bisa meminum
obat pemunah, kemudian akan diantarkan ke Indonesia. Namun Michiko sudah amat menyesal. Dia telah
merasa menghianati cintanya pada Si Bungsu. Dia akan merasa berdosa seumur hidup pada anak muda dari
Gunung sago itu kalau kelak mereka menikah.
"Apakah anda benar-benar mencintaiku, MacKenzie?" tanya Michiko setelah sepuluh hari dari peristiwa
di Niagara itu. Tentu saja MacKenzie kaget mendengarkan pertanyaan itu. Buat sesaat bekas penerbang dan
maharaja penyelundup itu terpana. "Katakanlah, apakah kau benar-benar mencintaiku MacKenzie?" "Ya Tuhan,
tentang hal itu tak perlu kau tanyakan Michiko?" "Jawablah dengan pasti bahwa kau mencintaiku?" "Demi
Yesus kristus tak ada seorang perempuan selama ini yang kucintai seperti aku mencintaimu, Michiko?"
"Apakah kau mau mengambil aku sebagai satu-satunya istrimu dan berjanji akan setia padaku?" Bibir
MacKenzie jadi pucat. "Ya Tuhan Jangan tanya begitu. Michiko, saya amat mencintaimu, tapi"saya tak mau
engkau menikah dengan ku hanya karena penyesalan. Apa yang telah terjadi diantara kita, barangkali sesuatu
yang amat luar biasa, tapi bisa juga sesuatu yang sangat sepele. Kau bisa meminum obat, maaf aku tak
bermaksud menghinamu. Saya tau kau amat mencintai pemuda itu?" Michiko menangis. Namun dia telah
teguh pada pendiriannya. Dengan menggigit bibir dia bertanya lagi.
"MacKenzie, aku tak bisa datang padanya dengan tubuh yang sudah kuberikan padamu. Aku
mencintainya, tapi yang telah kita lakukan..oh.. Kau harus berusaha agar aku juga mencintaimu?" MacKenzie
memeluk gadis itu. Dan terjadilah apa yang harus terjadi. Nasib manusia memang bisa dirobah menurut usaha
manusia itu. Namun tak seorangpun yang mampu merubah jalannya takdir. Si Bungsu dan Michiko, dua anak
manusia yang berlain bangsa, di pertemukan oleh permusuhan antara keluarga, dan ditautkan hati mereka oleh
darah dan pembunuhan-pembunuhan yang tak kenal perikemanusiaan.
Mereka telah menjalani hidup ini dengan segala pahit getirnya. Berjanji untuk sehidup semati. Siapa
sangka, yang terjadi justru yang diluar rencana dan usaha mereka. Mereka telah berkelana di bawah kolong
langit ini, mencari nilai-nilai keadilan dan mencari diri mereka sendiri. Berjuang untuk tetap bisa hidup, namun
Tuhan jua yang menentukan segalanya.
Di bawah langit, Hidup adalah laut. Sejuta rahasia terpendam didalamnya. Di bawah langit. Takdir adalah
gunung karang. Tak seorang kuasa mengungkitnya di bawah langit. Hidup adalah perang tanpa akhir.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-507-508
Michiko menceritakan semuanya. Ya semua yang telah terjadi itu pada Si Bungsu. Dia ceritakan di antara
air matanya yang mengalir turun. Di antara isaknya yang pecah, di antara desah air terjun buatan yang
menimpa daun-daun miniatur kincir diruang tengah rumahnya.
Ada dua hal mengapa dia menikah dengan MacKenzie, pertama karena peristiwa di air terjun Niagara
itu, kedua karena hutang budi. MacKenzie, menurut Michiko, telah begitu banyak berbuat untuknya dalam
usaha penyembuhannya akibat tertembak saat konvoi APRI disergap di Lembah Anai. Setelah dia bercerita
suasana sepi diruangan itu. Michiko menatapnya. Si Bungsu juga menatap Michiko.
"Kau mengerti perasaanku Bungsu-san?" Si Bungsu mengangguk. "Kau dapat mengerti betapa situasi
yang menyebabkan aku menikah dengan MacKenzie?" Si Bungsu mengangguk. "Kau tidak marah padaku,
bukan?" Si Bungsu menggeleng. Michiko tiba-tiba memeluknya, menangis di dadanya. "Jangan siksa aku dengan
sikapmu yang hanya mengaangguk dan menggeleng, Bungsu-san. Jangan siksa aku dengan berbuat begitu.
Bicaralah agak sepatah, betapa bencinya kau padaku, namun bicara jualah. Aku masih tetap Michikomu yang
dahulu. Michiko yang kau tolong di Asakusa, tatkala akan di perkosa tentara Amerika. Michiko yang kau tolong
dalam kereta api tatkala menuju Kyoto. Michiko yang masih tetap mencintaimu. Bicaralah agak sepatah, lelaki
yang aku cintai?" Si Bungsu ingin memeluk gadis itu. Tapi rasa panas seperti menjalari tubuhnya, tatkala merasakan perut
Michiko yang berisi terdekap ke tubuhnya. Ingin dia menolakkan gadis itu, namun tak sampai hatinya. Tibatiba Si Bungsu kembali di kagetkan dari lamunannya oleh ucapan Michiko. "Bicaralah Bungsu-san". kenapa
kau diam saja?" Dia tatap perempuan Jepang yang dikasihinya itu. Ingin dia bicara. Tapi apa yang akan dia
katakan" Perempuan dalam pelukannya ini tengah hamil. Di dalam perutnya ada janin Thomas MacKenzie.
Dalam situasi seperti itu dia teringat Angela. Letnan polisi Dallas yang kini ada di rumah Yoshua.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 522
"Jika dia tidak bahagia, artinya perkawinannya dengan MacKenzie hanya karena terpaksa, maka jangan
ragu-ragu. Bawalah tunanganmu itu pergi. Kembali ke Indonesia atau kemana saja. Tetapi jika ternyata dia
bahagia, maka janganlah egois. Relakan dia bersama lelaki itu"." Lalu, dia teringat pada pembicaraan mereka
di Padang, beberapa hari sebelum berangkat ke Bukittinggi. "Di negeri kami ini yang melamar perempuan
adalah pihak ibu dan keluarga pihak lelaki. Tapi saya tak lagi punya keluarga. Kita sama-sama sebatang kara.
Kalau nanti kita di Bukittinggi, saya akan meminta Salma dan Nurdin melamar kamu. Engkau tempat aku
mengabar sakit dan senang, aku tempat mengabarkan sakit dan senang pula. Maukah kau menjadi Istriku,
Michiko-san?" Michiko menatapnya dan berdiri. Lalu menghambur kedalam pelukannya. Gadis itu menangis
terisak-isak, tenggelam oleh rasa haru dan bahagia yang tak bertepi. Lalu berkata di antara tangisnya. "Hati dan
jiwaku milikmu, kekasihku. Milikmu selama-lamanya"!"
Tapi ketika dalam perjalanan ke Bukittinggi, konvoi yang mereka tumpangi dicegat PRRI di lembah Anai.
Sehingga terjadi malapetaka tak bertepi ini. Si Bungsu tak tahu apa yang diperbuat. Dia sudah mendengar kisah
Michiko. Kenapa dia menikah dengan lelaki Amerika itu. Dari cerita itu dia menarik kesimpulan, bahwa michiko
juga mencintai MacKenzie. Itu pasti! Dan akhirnya michiko arif, bahwa Si Bungsu bukannya tak mau bicara.
Namun sebenarnya tak bisa bersuara. Begitu menyadari hal itu, dia lantas memeluk Si Bungsu. Menangis di
dada anak muda yang dicintai sepenuh hatinya itu. "Aku mencintaimu Bungsu-san. Aku mencintaimu. Kau ingat
kata-kataku di padang dahulu?"Hati dan jiwaku milikmu, kekasihku. Milikmu selama-lamanya"!" kini dan
seterusnya pun kasihku, hal itu tak berobah, kendati tubuh milik orang lain. Namun, bagaimana aku datang
padamu, setelah kehormatanku kuberikan pada orang lain" Aku tak pantas menjadi istrimu. Engkau seorang
lelaki mulia. Aku tahu, banyak tempat telah kau datangi, untuk membela orang yang tertindas. Semuanya kau
lakukan tanpa memikirkan dirimu. Ada seorang gadis yang mengharapkanmu dan kau juga harapkan, tapi"
gadis itu ternyata lemah imannya" maukah engkau memaafkanku, kekasihku?""
Si Bungsu ingin mengangguk. Namun kalau pun dia mengangguk Michiko tak dapat melihatnya. Sebab
gadis itu tengah membenamkan kepalanya kedadanya. Ketika akhirnya Michiko menengadahkan kepala,
menatapnya, Si Bungsu mencoba untuk tersenyum. Lalu mengangguk. Michiko memegang wajah Si Bungsu
dengan kedua tangannya, kemudian mendekatkan kewajahnya. Lalu mengecup bibir Si Bungsu. Si Bungsu
menggigil. "Ciumlah aku, Bungsu-san. Ciumlah" betapun bencinya kau padaku?" ujar gadis itu bermohon diantara
tangisnya. Si Bungsu memegang pipi Michiko, kemudian mencium perempuan Jepang itu dengan lembut. Dia
bersumpah, inilah ciuman terakhir. Gadis ini telah bersuami, dia tengah hamil. Alangkah tak layaknya
perbuatannya ini. Berciuman dengan istri orang lain! Barangkali karena pukulan batin yang amat mendera,
karena mencintai lelaki lain. Tapi menikah dengan lelaki lain pula, Michiko terkulai di pelukan Si Bungsu. Si
Bungsu memahami betapa beratnya tekanan perasaan yang dialami Michiko yang membuat perempuan itu tak
sadar diri. Dia bopong perempuan itu. Kemudian membawanya kearah dari mana dia datang tadi. Tak jauh dari air
terjun buatan itu dia melihat sebuah pintu dan di balik pintu terdapat sebuah kamar yang alangkah besarnya
dan mewahnya. Semua lantainya dialas dengan beludru putih. Di tengah kamar tidur yang luas itu terdapat
sebuah pembaringan yang antik. Di letakkannya tubuh michiko disana. Diselimutinya dengan selimut berwarna
merah jambu. Ditatapnya wajah perempuan itu beberapa saat, barangkali untuk kali terakhir.
"Dari negeri yang jauh kucari engkau, kini kita telah berjumpa. Apa yang telah dan akan kau peroleh dari
suamimu, terutama hidup dalam kemewahan, takkan pernah kau peroleh dari diriku michiko-san. Takkan
pernah. Aku anak gunung yang tak bersekolah. Betapun juga, kau dan anak-anakmu membutuhkan semuanya
ini. Kini aku harus pergi tanpa dirimu, Michiko-san. Kudoakan kau bahagia.." ujarnya dalam hati! Dia melangkah
meninggalkan kamar itu. Tapi dipintu berdiri seseorang. Thomas MacKenzie!
Lelaki itu sudah tegak di sana sejak Si Bungsu membaringkan Michiko di tempat tidur. Mereka
bertatapan. "Terima kasih Bungsu. Jika kau butuh bantuanku, sekarang atau bila saja, kau sampaikanlah
padaku, apapun jenisnya bantuan itu, saya akan melakukannya.." "Sebagai tukaran dari Michiko?" tanya Si
Bungsu dingin. "Sebagai persahabatan.." katanya pelan. Mereka bertatapan. Akhirnya Si Bungsu menyadari,
kalau tidak karena lelaki didepannya ini. Dia takkan pernah bertemu lagi dengan Michiko. Betapun pahitnya
pertemuan ini, namun MacKenzie telah menyelamatkan nyawa gadis yang dicintainya. "MacKenzie,
terimakasih engkau telah menyelamatkan perempuan yang aku cintai. Itu dulu, kini dia istrimu. Jaga dia baikbaik, aku yakin dia bahagia dengan mu?" ujar Si Bungsu perlahan sambil mengulurkan tangan. MacKenzie tidak
hanya menerima salam Si Bungsu tapi memeluknya dengan penuh haru, orang yang kemaren di sebutnya
stranger, yang datang dari "negeri tak beradab" itu. "Maafkan aku atas segala-galanya sahabat.." ujarnya dengan
suara bergetar. "Maafkan juga atas segala-galanya sahabat.." balas Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 523
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di luar dia menolak naik mobil yang menjemputnya di rumah Yoshua. Dia berjalan kaki meninggalkan
rumah besar di tengah lapangan yang amat luas itu. Dia berjalan terus menyongsong matahari. Seorang lelaki
dari Situjuh Ladang Laweh, dari kaki Gunung sago di Minangkabau sana, terdampar sendiri di Dallas, salah satu
kota texas yang ganas. Dia tak menyadari sebuah mobil masih mengikuti kemana pun dia pergi sejak meninggalkan rumah itu
tadi. Di dalamnya duduk Elang Merah dan Pipa Panjang, ponakan dan adik Yoshua. Mereka mengikuti sejak
tadi. Sejak Si Bungsu dijemput dari rumah mereka di tengah rimba di pinggir kota Dallas. Dan begitu Si Bungsu
masuk kerumah itu, mereka juga masuk tanpa diketahui oleh para penjaga, mereka sudah terlatih untuk hal
itu. Mereka adalah turunan Indian yang amat disegani mencari jejak dan menyamar serta menyelinap jika
terjadi pertempuran. Begitu Si Bungsu keluar rumah itu, mereka segera pula menghindar dengan cepat.
Menyusup pergi menuju mobil yang mereka parkir jauh dari areal pekarangan rumah tersebut.
"Kita dekati dia.?" tanya Pipa Panjang yang pegang stir. Elang Merah yang memegang bedil menggeleng.
"Saat ini dia tak ingin didekati siapapun?" jawabnya pelan. Mereka mengikuti saja Si Bungsu dari kejauhan.
Berjalan dengan kepala tertunduk di trotoar. Seperti menyongsong matahari terbenam. Lalu, dia terduduk
diam di sebuah taman yang sunyi, entah dimana. Dia menatap kearah kolam yang di penuhi oleh bunga teratai.
"Kita pulang?" kata pipa panjang. "Kita tinggalkan dia..?" "Ya?" "Sendiri?" "Ya.." "Tidak. Paman menyuruh
mengawalnya. Bagaimana terjadi apa-apa padanya. Kalau ada seseorang yang berniat membunuhnya. Dalam
keadaan sekarang dia takkan tahu kalau ada orang yang berniat jahat padanya. Seluruh inderanya seperti
mati?" "Kalau begitu kita jemput Angela. Hanya dia yang bisa mengajak lelaki ini pulang"." "Kalau begitu
engkau pulang sendirian menjemput Angela. Aku menjaga disini.." "Ya, begitu yang baik?"
Elang Merah segera turun. Bedil panjang yang tadi dia pegang dia letakan di kursi depan. Di bajunya ada
sebuah pistol dan kampak kecil. Pipa panjang segera menyetir mobilnya pulang. Angela berlari keluar rumah
saat mobil pipa panjang memasuki pekarangan. Dengan cemas dilihatnya di mobil itu hanya pipa Panjang
sendirian. "Dimana dia?"tanya gadis itu cemas. Pipa Panjang tak segera menjawab. Dia membuka pintu mobil dan
segera turun. Yoshua serta istrinya Elizabeth muncul pula. "Dimana dia.." ujar Angela. "Di Taman Cemara?" "Di
Taman cemara?" "Ya, dia duduk disana sejak beberapa waktu yang lalu?" "Sendirian?" "Bersama Elang Merah,
tapi dengan jarak berjauhan?" "Dia tak apa-apa?"" "Tak kurang satu apapun, kecuali pikiran warasnya?"
Angela menatap Pipa Panjang, dan Indian itu sadar bahwa bukan saatnya bergurau.
"Maaf Mam, Dia memang bukan seperti orang waras sejak keluar dari rumah itu. Kami melihat dia bicara,
atau katakanlah melihat dia mendengar perempuan Jepang yang cantik itu berbicara, lama sekali. Dia hanya
duduk membisu seperti patung batu. Kemudian perempuan itu tertidur di pelukannya, dia letakkan di
pembaringan, lalu keluar"." "Lalu kenapa engkau tinggalkan dia di Taman itu?" sela Yoshua. "Karena aku yakin
dia takkan mau di ajak pulang. Dia menolak ketika pengawal didepan rumah itu ingin mengantarkannya dengan
mobil begitu dia keluar. Dia lebih suka jalan kaki. Aku pulang ingin menjemput senorita Angela. Karena hanya
dia yang bisa mengajak lelaki itu pulang?" Yoshua menarik napas, kemudian menatap Angela. Sementara
Angela sudah bergerak memasuki mobil itu. Pipa panjang menyusul dan segera melarikan mobilnya ke arah
Taman Cemara, dimana Si Bungsu tadi dia tinggalkan di bawah pengawasan Elang Merah.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 509-510
Matahari hampir terbenam di Taman cemara. Tadi masih banyak anak-anak yang bermain disana. Kini
sudah pada pulang, di bimbing oleh para orang tua mereka. Taman itu kembali sepi. Lampu-lampu taman yang
aneka warna sudah kembali menyala. Membiaskan cahayanya yang Indah kededaunan dan padang rumput
sekitarnya. Selebihnya sepi.
Hanya ada dua manusia disana, yang satu duduk di sebuah kursi batu. Menyandarkan tubuhnya kepohon
cemara yang tumbuh dekat kursi batu itu. Sejak tadi dia diam mematung. Tak tahu apakah dia tidur atau
melamun. Yang seorang lagi duduk sekitar dua puluh meter dari yang pertama. Terkadang tegak, menatap kearah
yang pertama yang tak lain dari pada Si Bungsu. Lalu berjalan mondar-mandir. Mengitari Si Bungsu dalam
radius dua puluh atau tiga puluh meter. Melihat kalau-kalau ada orang lain atau hal-hal yang mencurigakan
disekitar taman itu. Terkadang dia duduk di rumput disebelah utara Si Bungsu. Bosan duduk disana, dia pindah
keselatan dengan memutari Si Bungsu dalam jarak tiga puluh meter. Lalu di sebelah selatan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 524
Dia adalah si Elang Merah, ponakan yoshua. Yang ditugaskan untuk menjaga Si Bungsu, kesetian orangorang keturunan Indian itu dalam persahabatan amatlah kentalnya. Dan disaat sepi itulah Angela sampai di
taman itu. Dia turun dari mobil yang dihentikan sejauh lima puluh meter dari tempat Si Bungsu. Dia tatap lelaki
dari Indonesia itu, yang dari tempatnya seperti bayang-bayang samar di bawah cahaya lampu yang teramtemaram. Lelaki itu menatap ke atas langit sembari menyandarkan kepalanya ke pohon.
Samar-samar, Si Bungsu mendengar seseorang memanggilnya. Kepalanya masih menengadah, namun
matanya terpejam. Dia buka matanya, kemudian kembali mendengar suara memanggil namanya. Dia segera
kenal suara itu. Suara Angela Letnan polisi Kota Dallas. Gadis Amerika yang cantik, yang sangat mengasihinya.
"Engkau itu Angela?" tanyanya pelan sekali seperti berbisik. Namun Angela mendengarnya. Dan menjawab
"Ya?". Si Bungsu tak bereaksi. Kepalanya tetap tengadah dengan tubuh separoh bersandar kepohon cemara di
belakangnya. "Aku ingin sendiri, Angela?" Sepi. Angela tegak disana. "Kami khawatir tentang dirimu, Bungsu?"
"Aku ingin sendiri"." Sepi. Angela menarik nafas. "Baik, aku akan pulang. Kau akan disini sepanjang malam?""
"Aku akan menunggumu di rumah, Bungsu?" "Sebaiknya kau jangan pergi Angela.." "Tapi?" "Maaf aku tak
bermaksud menyuruhmu pergi"."Si Bungsu berkata perlahan, menyesali ucapannya tadi.
Perlahan Angela mendekat. Angela duduk dan menggenggam tangan Si Bungsu. Mencium dengan lembut
jari-jari tangan lelaki itu. Si Bungsu memeluk bahu Angela. "Angela?" "Ya..?" "Aku ingin pergi dari sini..
"Kemanapun engkau akan pergi, maukah kau membawa aku?" Sepi. Si Bungsu seperti tak mendengar ucapan
Si Bungsu Angela terakhir. Namun gadis itu tidak merasa tersinggung. "Kita pulang?" ujar Angela perlahan.
"Pulang..?" "Ya?" "Aku tak punya rumah dimanapun. Kemana aku harus menyebutkan diriku pulang, Angela?"
Angela merasakan kegetiran dalam ucapan anak Indonesia ini. "Kita ke rumah Yoshua.." "Yoshua?"" "Ya, kau
tak lupakan padanya bukan?" "Ya. Indian itu..?" "Ya. Indian itu!" "Aku ingat. Indian yang baik hati itu?" "Kita
pulang kerumahnya?" "Tidak. Bawalah aku dari sini, ke suatu tempat dimana aku tidak mengingat masa
laluku.." Angela jadi luluh. Di raihnya wajah Si Bungsu dengan kedua tangannya. Diciumnya wajah anak muda itu
dengan lembut. Seorang lelaki, betapa kukuh dan teguhnya, namun dia tetap saja seorang manusia. Ada saat
dimana seseorang manusia tegar terhadap hempasan badai cobaan hidup yang dahsyat.
Namun ada pula saat-saat dimana dia akhirnya kembali ke fitrahnya yang hakiki, yaitu sebagai manusia!
Tak ada manusia yang hati maupun jantungnya terbuat dari baja. Kini Si Bungsu mengalami saat-saat yang
manusiawi itu. Dia sangat terguncang. Jika dia mau, banyak perempuan yang bisa dia jadikan istri.
Namun khusus tentang Michiko, kekasih yang ternyata kawin dengan lelaki dari Texas itu, benar-benar
meluluhkan hatinya. Mereka berkenalan dengan jalan yang amat pelik, jatuh cinta juga dengan cara yang ruwet.
Masing-masing pada mulanya memendam dendam turunan yang berlumuran darah.
Angela membawa Si Bungsu pergi dari taman itu. Dengan mobil yang dikendarai oleh Pipa Panjang,
mereka menuju ke kota. Di depan sederet flat Angela menyuruh Pipa Panjang menghentikan mobil. Lewat kaca
dia memperhatikan keadaan jalan raya di depannya. Memperhatikan situasi disekitar tempat mereka berhenti.
Mereka harus hati-hati. Permusuhan mereka dengan Klu Klux Klan pasti belum dianggap selesai oleh organisasi
tersebut. Dia turun sendirian, meninggalkan Si Bungsu di mobil. Pipa Panjang yang menyimpan pistol di balik
bajunya, tak mau membiarkan gadis itu sendiri.
Dia ikut turun, dalam jarak yang tak mencurigakan dia tetap mengikuti dan mengawasi gadis itu masuk
kebagian bawah flat tersebut. Sebuah gedung tua namun terawat dengan baik. Bicara beberapa saat dengan
petugas di bawah. Kemudian dia kembali kemobil. "Kita turun dan menginp disini.." katanya pada Si Bungsu. Si
Bungsu turun dan mengikuti Angela. Dipintu dia bertemu Pipa Panjang yang tetap mengawasi mereka.
"Pulanglah, sampaikan pada yoshua dan Elizabeth, bahwa kami menginap disini. Sampaikan terimakasih
kami?" kata Angela. Pipa panjang mengangguk. Dia menyuruh Elang Merah untuk kembali kerumah, memberi
tahu Yoshua. "Saya akan tetap disini, menjaga mereka.." ujar pipa Panjang.
Elang Merah mengangguk dan menjalankan mobilnya. Angela Si Bungsu ke tingkat empat. Memasuki
sebuah kamar yang bersih menghadap kejalan raya yang tadi mereka lewati. Angela membuka kain-kain
jendela, dan dari bangunan bertingkat di seberang kanan apartemen itu membias cahaya lampu. Kemudian
Angela membuka buku telepon. Lalu memesan makan malam. Dari restoran yang terletak dua blok dari
apartemen mereka. Tapi pemilik restoran itu ternyata tak punya petugas mengantarkan pesanan tersebut.
Angela terpaksa harus menjemputnya sendiri. Dilihatnya Si Bungsu tegak dekat jendela menatap keluar. "Saya
akan pergi mengambil makanan, kerestoran yang hanya dua blok dari sini.." katanya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 525
Si Bungsu menoleh. Kemudian mengangguk. Angela keluar dari kamar tersebut. Dan terkejut
mendapatkan pipa Panjang berdiri sekitar dua bilik dari kamar mereka. "Pipa Panjang?" "Ya, Mam?" "Anda tak
pulang?" "Elang Merah yang pulang mam.."
Angela jadi terharu atas kesetiaan orang-orang Indian ini. Setia kawan yang luar biasa. Padahal mereka,
dia dan Si Bungsu serta orang-orang Indian ini, merupakan tiga puak suku yang berbeda dan tak punya kaitan
apa-apa. Tapi lihatlah rasa setia kawan yang mereka tunjukkan. Sesuatu yang mungkin tak tersua dari orangorang kulit putih. "Saya akan menggambil makan malam dari restoran yang berada dua blok dari sini, dapatkah
anda menggantikan saya kesana?" "Tentu, mam. Tentu! dengan senang hati saya akan membantu apa saja yang
anda atau Bungsu kehendaki?" "Terimakasih. Anda bisa memesan sekalian makan malam untuk anda?"
Angela menyerahkan uang kepada Pipa Panjang. Indian itu segera turun, namun separoh jalan dia
berhenti, menoleh pada Angela. "Mam, saya yakin anda tahu mengapa saya ada disini. Orang-orang dari Klu
Klux Klan itu takkan berdiam diri.." "Saya tahu, Pipa Panjang.." "Saya yakin anda akan waspada, mam.." "Tentu,
Pipa Panjang.." Dan Pipa Panjang pun segera turun. Berjalan ke blok dimana restoran seperti disebutkan Angela
berada. Angela sendiri segera memesan sebuah kamar yang terdapat diseberang kamar mereka untuk Pipa
Panjang. Tak lama kemudian Pipa Panjang datang membawa makanan. Lalu mereka makan bersama di kamar
itu. Ketika Indian itu akan keluar, Angela mengatakan kalau dia telah memesan kamar diseberang untuknya.
Pipa Panjang pertama keberatan, namun setelah didesak akhirnya dia menerima. Dia lalu pergi kekamar
sebelah. Si Bungsu kembali dilihat Angela menghadap jendela. Menatap keluar, kemalam yang gelap.
Didekatnya lelaki itu, memeluknya dari belakang. Dan menyandarkan kepalanya kebahu Si Bungsu yang
bidang. "Rasanya aku kenal dengan gedung didepan sana.." kata Si Bungsu perlahan. Lewat bahu Si Bungsu,
Angela melihat gedung yang berada di depan gedung yang mereka tempati. "itu adalah gedung tua, yang lantai
dua dan tiganya dipakai untuk pustaka.." "Ya, saya ingat sekarang, pustaka. Saya sudah pernah kesana,
membaca beberapa buku tentang organisasi Klu Klux Klan?" kata Si Bungsu. "Ya, itu adalah satu dari beberapa
pustaka yang ada dikota ini, pustaka itu sudah akan ditutup. Akan dipindahkan ketempat yang baru?"
"Angela.." "Ya?" "Saya ingin kesuatu tempat, misalnya menonton film, atau ke teater, atau apa saja?" "Malam
ini?" "Ya, apakah ada?" "Dallas menyediakan segalanya waktu malam. Siang kota ini adalah kota pegawai dan
pedagang. Tapi malam adalah kota seluruh penduduk. Baik, saya akan bersiap?" ujar Angela melepaskan
pelukannya dari tubuh Si Bungsu.
Kemudian ke kamar mandi. Ketika dia selesai bersisir dan sekedar berbedak tipis serta melekatkan
gincu bibir. Dia lihat Si Bungsu masih tegak didepan jendela. Dia berjalan mendekati lelaki itu dan memeluknya
kembali dari belakang sambil berbisik. "Oke, kita pergi kini?"" "Kemana?" "Bukankah kau ingin menonton, film,
teater atau hiburan lainnya?" Si Bungsu tak menjawab. Sepi. "Kita pergi?" tanya Angela. "Tidak.." "Tidak?"
"Tidak saya mengantuk.." Angela tersenyum. Dia memahami perubahan-perubahan sikap lelaki itu. Dia
membalikkan tubuh Si Bungsu. Mereka saling tatap. "Baiklah, kalau mengantuk. Ayo kita tukar pakaianmu. Di
lemari ada kain dan kimono disediakan pengelola flat bagi orang-orang yang tak sempat membelinya?"
Saat malam berangkat larut, mereka berbaring di satu tempat tidur, dibawah satu selimut. Si Bungsu
menelantang, menatap loteng. Angela yang ada dikanannya memeluknya. Dalam situasi begitulah pintu
diketuk. Sekali, dua kali. Ketukan itu tak begitu keras. Sebelum mereka sempat bangkit di luar terdengar orang
bicara. Mereka sudah bangkit dan saling pandang. "Seperti suara pipa panjang.." kata Angela. Ketukan di pintu
kembali terdengar. "Angela, buka.." terdengar suara Pipa Pinjang. "Ada sesuatu?" tanya Angela yang khawatir
kalau-kalau Indian itu bicara di bawah ancaman. "Tidak, bukalah"!" Angela mengintip lewat kristal pengintai
sebesar kepala korek api yang menempel dipintu. Di luar lewat kaca kristal yang berfungsi sebagai pembesar
disebelah luar itu dilihatnya dua lelaki. Dan mereka kelihatan tidak mencurigakan.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 511-512
Angela membuka pintu. Kedua lelaki itu mengangguk hormat. Satu diantaranya mengeluarkan kartu dari
kantongnya. "Kami mohon maaf karena menganggu. Kami dari FBI boleh kami masuk?" "Silahkan..!" ujar
Angela. Kedua lelaki itu masuk dan Pipa Panjang juga ikut masuk. Kedua lelaki itu menatap Si Bungsu dengan
cermat. "Maaf, kami diperintahkan memeriksa seluruh rumah, toko, kantor, penginapan atau segala tempat
yang terletak di pinggir jalan yang akan di lewati Presiden Kennedy dalam kunjungannya dua hari lagi kekota
ini?" Angela mengambil rokok dari tas. Salah satu dari anggota FBI yaitu polisi federal Amerika itu, dengan
sopan menyalakan geretan. "Boleh kami melihat kartu identitas anda berdua, dan juga anda, Tuan?" katanya
pada Angela, Pipa Panjang dan Si Bungsu. Sementara ketiga orang itu memperlihatkan kartu identitas mereka,
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 526
petugas yang seorang lagi memeriksa setiap sudut kamar itu. Jendela, kamar mandi, bawah kolong, loteng,
semua diamati dengan cermat dan teliti. Yang memeriksa identitas itu menatap Angela, ketika diketahuinya
gadis itu adalah seorang perwira kepolisian Dallas.
"Anda, pastilah dalam masa cuti, letnan.." katanya. "Ya, cuti tahunan, sebulan. Masih tersisa sepekan
lagi?" "Anda tidak mendapat panggilan?" "Panggilan" Dari mana?" "Jika anda tidak keberatan, anda bisa
menelpon kemarkas Anda, Letnan. Anggota kepolisian yang cuti, sementara. Presiden Kennedy akan
berkunjung kesini.." Angela segera menuju ketelepon. Memutar nomor markasnya. "Hallo.." "Yes, Mam. Markas
Polisi Dallas Utara disini, dengan Sersan.." "Hofner.." potong Angela. "Yes Mam.. Anda..hei! Anda pastilah Letnan
Angela! Dimana Anda Letnan" Markas telah menelpon apartemen anda puluhan kali, tapi tak ada sahutan. Kata
petugas disana, anda nampaknya mendapatkan kesulitan. Kami sudah menyebar anggota, namun jejak anda
tak kami temukan. Cuti anda, termasuk semua cuti polisi Dallas di batalkan. Anda tahu Presiden akan kemari
bukan" Dan.." "Ya, ya..Saya tahu Hofner. Kini berhentilah bicara. Sekarang jelaskan, kemana saya harus melapor
dan apakah ada nomor kode buat saya?" "Ya, sebentar Letnan. Saya bisa hubungkan anda dengan Inspektur
Noris, Anda ingat bukan" Dia baru dipindahkan lagi kekota ini setelah dua tahun di New york. Dia.." Angela
merasa detak jantungnya mengencang mendengar nama Noris disebutkan.
"Halo.. halo..Angela.. Anda masih disana?" Terdengar suara memanggilnya dari telepon, bukan Sersan
tadi. Lama Angela terdiam. "Ya, saya masih disini Inspektur"!" "Angela, senang mendengar suaramu kembali.
Hei, ada kesulitan?" "Tidak, Inpsektur.." "Angela, kemana saja kamu hampir sebulan ini" Jejakmu lenyap sama
sekali. Kami sangat mengkhawatirkanmu"." Angela tidak berusaha menjelaskan. Dia diam. "Angela, kamu
masih disana?" Ya. Inspektur?" "Baiklah, barangkali suasananya kurang memungkinkan untuk bicara panjang
lebar lewat telepon. Saya akan jemput engkau sekarang. Dimana Engkau kini?" "Tidak, saya tak perlu dijemput.
Saya ingin tahu kemana saya harus melaporkan diri, wilayah tugas dan nomor kode saya?" "Baiklah?"
Inspektur itu segera memberikan arahan dan rincian yang diminta Angela. Setelah rincian itu dia terima
kemudian meletakkan telepon. "Anda membawa senjata api?" anggota FBI itu bertanya pada Angela. Angela
mengangguk dan menyerahkan pistolnya pada mereka. Kedua anggota FBI itu mencatat nomor dan suratnya.
Kemudian menyerahkannya kembali.
"Anda Tuan, apakah anda mempunyai senjata api?" pertanyaan yang diajukan pada Si Bungsu itu,
dijawab gelengan oleh Si Bungsu. "Anda masih berada disini dalam dua hari ini?" "Saya tak bisa
memastikannya"." "Baiklah, tapi kalau kami boleh menyarankan, tetaplah disini dalam dua hari ini, agar
memudahkan checking?" Si Bungsu tak menjawab. Anggota FBI itu menoleh pada Angela. "Letnan, jalur jalan
ini akan dilewati oleh Presiden dua hari lagi. Anda mengerti apa yang kami maksud, bukan?" Angela
mengangguk. Kemudian kedua petugas itu memeriksa senjata milik Pipa Panjang. Dia jelas tak memiliki izin
memegang senjata itu. Namun Angela memberikan jaminan. Petugas FBI itu hanya tinggal mencatat nomor dan
jenis senjata genggam itu.
Kemudian mereka pamit. Sepanjang malam itu, secara maraton sejak sepekan yang lalu, para petugas
FBI ini, dalam jumlah yang sulit diperkirakan, telah mengetuk ribuan pintu rumah. Telah memeriksa ratusan
ribu orang, mendatangi banyak sekali gedung-gedung. Setelah petugas itu pergi, Angela tak segera berbaring.
Demikian juga Si Bungsu. Angela duduk dikursi, mengisap rokok dan dia tampak gelisah. Si Bungsu melihat hal
itu. "Nampaknya kota ini tengah dipersiapkan benar untuk menyambut Presidenmu, Angela"." kata Si Bungsu
perlahan. Angela menolehkan kepala, kemudian mengisap rokoknya. "Maksudmu, Presidenmu itu?" "Ya,
Dahulu dia sudah berniat datang, dan setelah dibicarakan, disarankan untuk membatalkan kedatangannya
waktu itu. Kota ini adalah kota yang paling keras, kota para bandit di seluruh Amerika. Kota ini adalah kota
yang kalah dalam perang saudara dahulu. Texas adalah daerah selatan yang dikalahkan. Disini berdiam para
tuan dan budak-budak yang masih merasakan pedihnya kalah dan penghapusan perbudakan"."
"Apakah kedatangannya dibatalkan?"" "Dahulu ya. Ternyata kini dia datang lagi. Dan seluruh aparat
keamanan harus memeras keringat mengawasi para pembunuh di sepanjang jalan, di persimpangan, di
pohon,di kamar-kamar gedung yang tersembunyi. Siapa yang bisa mengawasi jutaan manusia di kota ini" Tak
ada cara yang efektif. Bahkan kalau pun dia datang dengan berbaju besi sekalipun. Kemungkinan untuk
terbunuh tetap saja ada. Jika itu terjadi, polisi Dallas akan dicatat dalam lembaran hitam sejarah?" "Kenapa tak
suruh batalkan lagi?" "Seingat saya, Kepala polisi Dallas telah menyarankan untuk membatalkan atau menunda
kedatangan itu?" "Lalu kenapa kini dia datang juga?" "Ini barangkali soal prestise..." "prestise?"
"Ya, Walikota Dallas dan Gubernur Negara Bagian Texas pastilah tak mau malu muka, menolak
kunjungan presiden sampai dua kali. Mereka pastilah menjamin bahwa mereka bisa mengamankan kunjungan
ini?" "Kalau aparat keamanan tak menyanggupi keamanan, apakah walikota dan gubernur masih ngotot?""
Kemungkinan FBI atau CIA juga menyatakan aman, hingga kunjungan ini dilanjutkan.." "FBI, CIA, apa itu?"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 527
"Kalau kau mau membacanya dalam buku-buku, kau akan menemukan dua kata itu banyak sekali di pustaka di
seberang sana. Seperti dulu kau membaca tentang Klu Klux Klan. Namun sebagai garis besarnya dapatku
jelaskan, bahwa FBI adalah satuan intelijen dalam negeri Amerika. Sementara CIA adalah pasukan atau badan
intelijen Amerika untuk masalah-masalah luar negeri.." "Kalau begitu, dimana kedudukan polisi Dallas seperti
kamu" Apakah di bawah FBI?"
"Tidak, di Amerika. Ditiap negara bagian ada polisi tersendiri yang menangani kasus-kasus lokal.
Pakaian seragamnya juga berbeda di tiap negara bagian yang lain. Tapi polisi Dallas atau Texas. Tak bisa
memburu penjahat sampai ke New York atau negara bagian lainnya. Jika terjadi kejahatan sampai antar negara
bagian, maka wewenangnya jatuh ke FBI untuk menanganinya. Jika kejahatannya antar negara, maka CIA lah
yang menanganinya. Itulah secara garis besar tugas dan wewenang Polisi, FBI dan CIA?"
Si Bungsu membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Matanya menatap loteng, namun sesekali mencuri
pandang pada Angela yang masih saja duduk dengan gelisah. Dia punya firasat, kegelisan gadis itu erat
kaitannya dengan Inspektur yang tadi berbicara dengannya di telpon. Kalau dia tak salah dengar,inspektur itu
bernama Noris. Seperti ada benang yang mengikat kedua orang ini dahulunya, kemudian benang itu putus dan
kini.. Si Bungsu memejamkan mata. Berusaha untuk melupakan dan tidur.
Namun matanya tak mau di pejamkan. Pikirannya menerawang dan pidah dari satu peristiwa ke
peristiwa lainnya. Kennedy atau siapapun presiden akan datang ke Dallas ini bukanlah urusannya. Lalu dia
teringat Michiko. Sedang mengapa dia kini" Perempuan itu tengah hamil. Dia teringat kemewahan yang di
berikan MacKenzie kepada Michiko, yang mungkin tak didapat gadis itu darinya. Sekolahnya hanya tamat
sekolah rakyat. Kini dia berada di Dallas. Alangkah banyaknya keajaban yang terjadi di permukaan bumi ini.
Kalau dulu Jepang tak menjajah, negerinya akan terus menerus dijajah Belanda. Kalau Jepang tak datang, Ayah,
Ibu dan kakaknya pasti masih hidup. Mereka tentu hidup tentram di kampung. Bersawah, berladang atau
manggaleh. Kakaknya tentu menikah dengan Syarif yang pedagang itu, atau dengan Muslim, guru mengaji di
kampung mereka dulu. Kalau Jepang tak datang, tidak terjadi huru-hara yang membunuh seluruh keluarganya,
telah jadi apakah dia" Dengan hanya ijazah Sekolah Rakyat dan kemahiran berjudi, apakah dia jadi orang kaya
atau meringkuk dalam penjara" Lamunannya terputus, ketika dia rasakan seseorang berbaring disisinya. Dia
pura-pura memejamkan mata. Bau harum dari tubuh Angela yang kini tengah membentang selimut
menyelusup kehidungnya. Gadis itu menutupkan selimut ke tubuh mereka berdua, kemudian rasakan gadis itu
memeluknya dengan lembut.
"Engkau belum tidur bukan?" bisik gadis itu. Si Bungsu membuka mata, kembali menatap ke loteng.
Angela melihatnya, kemudian memejamkan mata. Mengangkat kepala dan merebahkannya didada Si Bungsu.
Tangannya memain-mainkan ujung kimono di bahagian leher Si Bungsu. "Engkau gelisah Angela?" gadis itu tak
menyahut. "Engkau gelisah bukan karena kedatangan presidenmu itu bukan?" Angela masih diam. "Engkau
gelisah karena Noris.." Si Bungsu dapat merasakan betapa degup jantung gadis itu mengencang. Angela
mengangkat kepala.menatap wajah Si Bungsu. Si Bungsu juga menatapnya. Kemudian meletakkan lagi
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wajahnya didada lelaki dari Indonesia itu. "Bungsu?" "Ya?" "Jauhkah Indonesia itu?" "Jauh?" "Disana, tentu
engkau punya sanak famili bukan?" "Tak seorangpun.." "Masa..?" "Ya, semua sudah punah.." "Kalau begitu,
engkau masih kenal orang-orang sekampung.." "Juga tidak. Aku adalah lelaki yang terbuang dari kampungku.."
"Masa?" "Ya. Dulu aku adalah seorang anak lelaki yang senang berjudi. Kau sudah lihat bagaimana aku main rolet
beberapa waktu yang lalu bukan" Kemahiran itu aku bawa dari kecil. Dikampungku, anak sebaya masa waktu
itu, haruslah pandai mengaji, bersilat dan patuh pada orang tua. Kesemua keharusan itu tak satupun yang aku
miliki. Aku tak pandai mengaji, karena malas kesurau untuk belajar. Aku bisa sembahyang tapi malas
melakukannya, karena saat itu tak melihat manfaatnya. Aku juga tak patuh pada orang tuaku. Karena aku
memang di lahirkan sebagai anak pendurhaka. Dan sebab itulah aku dibenci orang kampungku?" "Tak ada
niatmu untuk pulang?" "Ah, soal pulang, siapapun tentu suatu saat ingin kembali ketanah tumpahnya. Setinggitinggi bangau terbang, suratnya kekubang jua"." "Apa artinya itu?" "Sejauh-jauh orang merantau, pastilah
suatu saat pulang ke asalnya.." "Bagaimana, kalau dia mati di rantau?"
"Dimana pun dia mati, dia pasti kekampung asalnya. Bukankah kampung semua kita ada dua. Di dunia
adalah kampung dimana ayah dan ibu kita berasal. Kampung asal kita sendiri adalah akhirat. Tempat itu adalah
kampung semua umat. Semua umat yang ada di dunia ini adalah perantau, yang suatu saat harus kembali ke
kampung asal. Tentang kampungku, tentu aku ingin pulang. Kalaupun aku tak bisa pulang ke Situjuh Ladang
Laweh, karena disana tak seorangpun mau menerimaku. Maka aku bisa tinggal di Payakumbuh, atau bisa di
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 528
Bukittinggi, di Jakarta, bisa dimana saja karena Indonesia itu sangat luas dan negara itu adalah kampungku.."
Sepi sesaat. Angela masih meletakkan kepalanya. Di dada Si Bungsu. "Indonesia, apakah jauh dari Jepang?" "Apakah
kalian tak pernah menemukan negeriku itu di pelajaran sekolah?" "Tidak, maaf. Mungkin negerimu terlalu kecil
Bungsu. Kecil dan mungkin tak terlalu penting, sehingga guru-guru kami merasa tak perlu untuk memberikan
pelajaran di sekolah. Kami hanya mengenal Jepang dan Philipina di kawasan laut pasifik. Jepang, karena telah
membom pearl Harbor.." "Negeriku tak jauh dari Jepang, hanya berbatas dengan laut kecil dengan Philipina.
Juga dijajah Jepang selama Tiga tahunan, bersama-sama Philipina.." Sepi.
Malam makin larut. Dan dalam keadaan demikian, kepala Angela di dada Si Bungsu dan tangan Si Bungsu
memeluk Angela, kedua mereka tertidur karena lelah. Dikamar yang terletak di depan kamar mereka, Pipa
Panjang berbaring di tempat tidurnya, Matanya terpejam, namun pendengarannya dia pasang baik-baik. Setiap
yang bergerak diluar kamarnya dia ikuti dengan seksama.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 529
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 513-514
Pagi harinya Angela tengah bersiap untuk pergi melapor ke markas, telepon terdengar berdering. Dia
sesaat jadi heran, siapa yang menelpon" Si Bungsu yang kebetulan masih berbaring ditempat tidur, dan telepon
justru berada di tempat di dekatnya, perlahan meraih telpon tersebut.
"Halo..?" Di seberang sana terdengar suara lelaki ragu-ragu. "Maaf apakah ini flat.." Lelaki yang menelpon
itu menyebutkan nama dan alamat tempat mereka kini menginap. Kini Si Bungsu yang ragu. Apakah yang
menelpon ini orang-orang Klu Klux Klan yang tengah mencari mereka" Keraguan nya di putus oleh suara lelaki
diseberang sana. "Saya Norris, Jhon Norris. Perwira Intelijen Polisi Dallas. Maafkan kalau saya salah sambung. Saya ingin
menelpon?" "Angela?"" ujar Si Bungsu perlahan. "Ya, ya.. Letnan Angela. Apakah dia memang menginap di
kamar ini?" "Ya, Saya panggilkan sebentar?" Si Bungsu menoleh pada Angela yang memang sejak tadi tengah
menatap padanya. "Norris, yang menelponmu tadi malam?" ujar Si Bungsu perlahan.
Angela menatap Si Bungsu yang masih saja berbaring dan mengulurkan telpon padanya. Perlahan gadis
itu bangkit dari tempat duduknya, mengambil telpon tersebut, dan duduk disisi pembaringan. Si Bungsu
bangkit menuju kamar mandi. Tak lama kemudian dia sudah berpakaian dan menuangkan kopi yang
diantarkan Pipa Panjang ke gelas. Angela tengah menyelesaikan riasannya. Si Bungsu menuangkan kopi
untuknya. Memasukan dua bungkah gula batu bersegi empat kedalam masing-masing gelas. Kemudian
mengaduknya perlahan. Yang satu diantarkan pada Angela. Gadis itu menerimanya setelah memasukkan lipstik
kedalam tas tangannya. "Terimakasih.." kata Angela pelan. Si Bungsu menghirup kopinya, Angela juga. "Sejak malam tadi, sejak
menerima telepon itu, Kau kulihat gelisah Angel. Maaf, bukan maksudku mencampuri urusanmu. Tapi"saya
gembira kalau engkau juga menemukan kebahagiaan. Cukup satu saja diantara kita yang tak bahagia, bukan?"
Angela tak bersuara. Mereka bertatapan. Dan akhirnya, gadis itu memeluk Si Bungsu. Airmatanya mengalir,
meski diusahakannya untuk menahan sekuat daya. "Hei, kenapa kau menangis..?" Angela tak menjawab. "Nah,
jangan menangis. Kau harusnya gembira ketemu dia lagi?" "Tidak. Dia meninggalkan saya begitu saja. Saya
akhirnya memutuskan untuk bertunangan dengan pemuda lain, yang akhirnya mati dalam suatu kecelakaan.."
Sepi. "Kurasa kau harus pergi melapor ke markasmu, Angela?" "Engkau akan tetap disini bukan" Saya hanya
sebentar, saya akan kembali.." ujar Angela sambil menatap Si Bungsu. "Ya, ya.. Saya akan tetap disini. Saya akan
menantimu. Kemana lagi saya akan pergi di Kota yang asing ini?" Angela memperbaiki rambutnya. Kemudian
mencium Si Bungsu. Ketika dia akan keluar, dia membalik lagi, menatap pada Si Bungsu. "Engkau akan
menantiku, Bukan?" Si Bungsu mengangguk. Angela berjalan keluar dan menutup pintu di belakang nya. Si Bungsu masih
tegak disana, menatap pintu yang sudah ditutup itu. Kemudian perlahan berjalan kearah jendela. Lewat jendela
dia menatap kearah jalan di bawah sana. Tak lama dia melihat Angela tegak di trotoar. Tegak sejenak, menatap
kearah pustaka tua itu, kemudian tangannya teracung. Sebuah taksi tua kelihatan berhenti dekatnya. Dia
masuk, duduk di belakang, dan taksi itu meluncur maju. Lalu lintas didepan flat yang mereka tempati itu cukup
ramai. Jalan itu kelihatannya jalan satu arah. Kendaraan datang dari arah kanan, yaitu dari arah pustaka itu,
menuju kekiri. Dia kembali menatap gedung tua dikanan itu, ke pustaka dimana dia pernah membaca majalah dan buku
tentang Klu Klux Klan. Dia ingin kesana. Malam tadi Angela bicara tentang FBI dan CIA, dia ingin tahu tentang
kedua organisasi itu. Soalnya akan mengapa dia seharian ini" Daripada duduk bermenung, menjelang Angela
kembali, lebih baik dia membaca di pustaka itu. Dan setelah itu, barang kali dia bisa memikir-mikir bagaimana
rencana selanjutnya. Apakah dia akan ke Indonesia" Pulang! Ingatan itu tiba-tiba melintas dikepalanya. Pulang
sendirian. Ya, ketika dia datang kemari berdua dengan Tongky. Kini dia harus pulang sendirian. Kepalanya
berdenyut mengingat kepulangan sendirian itu. Dia memutuskan akan ke pustaka.
Dia segera turun dari flat berlantai lima itu. Dia tak mau naik lift, untuk kesehatan dia lebih senang
menggunakan tangga naik turun. Di belakang dia mendengar pintu ditutup dan langkah mengikutinya. Dia
menoleh, dan segera melihat Elang Merah di belakangnya. Nampaknya dia telah bergantian dengan pipa
Panjang yang berjaga tadi malam. Indian yang setia itu melangkah dengan perlahan. Timbul niatnya untuk
berjalan bersama anak muda itu. Dia tegak menanti, namun Indian itu berhenti juga empat atau lima depa
darinya. "Hei, Elang Merah mari kita bersama-sama.." ujarnya. Elang Merah menggeleng. "Saya ditugaskan
mengawal anda, Tuan. Kalau saya berjalan bersama tuan, saling bicara, bagaimana saya bisa mengetahui ada
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 530
orang berniat jahat di depan atau belakang, tuan?" Si Bungsu ingin membantah. Tapi dia melihat tak ada
gunanya berbantahan dengan lelaki Indian yang teguh pendiriannya itu. Dia memutuskan untuk terus berjalan.
Sesampai dibawah, dia berbelok kekanan. Melangkah kaki disepanjang lima apartemen tersebut. Tak
lama kemudian dia sudah berada di pustaka di gedung gaya lama itu. Dia masuk kedalam. Dilantai satu ada
portir tua yang bertugas untuk sebagian gedung tua itu. Barangkali gedung itu tidak hanya untuk pustaka. Ada
kegunaan lain, karena gedung itu lumayan besarnya. Ketika akan masuk, dia sempat iseng menghitung jendela
disebelah kiri gedung itu ada tujuh jendela untuk masing-masing tingkat. Jendela pertama dan ketujuh, masingmasing dipinggir yang paling berlainan di tingkat enam modelnya persegi. Sementara jendela yang lima buah
lainnya, yang diapit dua jendela itu masing-masing sisi itu, modelnya melengkung di bahagian atas, seperti
model jendela atau pintu banguanan timur tengah.
Dia melewati lelaki tua yang menjaga di bawah itu. Dan saat itu seorang lelaki agak bergegas
mendahuluinya. Lelaki itu memakai jas hitam gelap menenteng sebuah tas persegi ukuran sedang. Dia persis
di belakang lelaki itu ketika menaiki tangga. Nampak lelaki itu menuju tingkat atas seperti dia. Ada tiga atau
Jingga Dan Senja 2 Fear Street - Cheerleaders Musibah Pertama The First Evil Memanah Burung Rajawali 9