Pencarian

Gajah Kencana 5

01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana Bagian 5


kenal akan Indu "tunggu sajalah kalau perahu kembali lagi.
Perahu ini sudah disewa oleh kedua penumpang ini" kata
tukang perahu sambil menunjuk kepada dua orang lelaki yang
membawa dua ekor kuda. Indu terkejut. Kalau menunggu perahu itu kembali tentu
lama sekali. Mungkin sampai sejam lagi. Hari itu hari pasaran,
banyak orang yang menyeberang keutara tetapi sedikit yang
menyeberang ke selatan. Siang nanti barulah ramai orang
menyeberang ke selatan, pulang kerumah masing2.
"Paman, tolonglah. Rumahku jauh, aku takut kalau pulang
sampai malam" seru Indu.
"Maaf anak perempuan. Tetapi aku tak berhak menerima
penumpang lagi karena perahu ini sudah disewa penuh oleh
kedua tuan ini " Namun Indu seorang anak perempuan yang lincah. Ia tetap
tak mau mundur karena penolakan itu. Sekali lagi ia berseru
"paman, t olong hilangkan kepada dua penumpangmu itu. Aku
hanya seorang saja, masakan memenuhi tempat. Dan berapa
bayarnya aku sanggup memberi"
Rupanya kedua penumpang itu tertarik akan kelincahan
Indu, katanya "Penambang, biarlah anak perempuan itu ikut .
Ketika disampaikan pada Indu, bukan, kepalang girang anak
perempuan itu. Ia menghaturkan terima kasih kepada
penumpang itu. Seorang lelaki bertubuh pendek dan seorang
bertubuh kurus. Rupanya keduanya datang dari lain daerah.
Pakaiannya bagus dan membawa dua ekor kuda tegar.
"Hendak kemana engkau bocah ayu?" lelaki kurus menegur
Indu karena heran mengapa anak perempuan sekecil itu
berani pergi seorang diri.
"Ke pasar membeli rempah2 dan celana" karena merasa
ditolong, Indu bersikap ramah kepada mereka.
"Mengapa bukan ibumu sendiri yang pergi" Apakah ibumu
sakit" Dan apa sebab ayahmu suruh engkau membelikan
celana?" lelaki kurus itu menghujani pertanyaan.
Indu kicupkan mata lalu menyahut "Aku sendiri yang ingin
ke pasar. Dan celana itu bukan ayah ..."
"Lalu kemanakah ibumu" Dan untuk siapakah celana itu?"
lelaki kurus makin heran.
Mengingat pertolongan kedua penumpang itu dan karena
sikap mereka amat ramah, Indu sianak perempuan kecil itu
tanpa curiga apa2, menceritakan terus terang keadaan dirinya
yang tinggal bersama kakeknya yang sudah tua "Ayah dan
ibuku sudah meninggal, aku hidup bersama kakek ..."
"Ah, kasihan" kata lelaki kurus pula "siapakah nama
kakekmu itu" Dimana engkau t inggal?" lelaki kurus itu makin
terpikat. Samar2 ia membayangkan suatu kemungkinan.
"Oh, bukankah engkau tinggal bersama kakekmu yang
sudih amat tua itu?" tiba2 lelaki pendek membuka mulut.
Sesungguhnya ia hanya ngawur saja dengan harapan apa
yang diharapkan itu akan terjadi sesungguhnya. Indupun
terkejut, serunya "Eh, mengapa paman tahu . . . ?"
Orang itu tertawa merenyah "Sudah tentu tahu karena kami
adalah sahabat kakekmu itu. Memang kala itu engkau masih
belum lahir. Apakah ki demang Surya tak pernah bercerita
kepadamu?" "Demang Surya" Siapakah demang Surya itu?" Indu makin
terbelalak heran Lelaki pendek itu bersangsi. Ia hampir kecew a karena
dugaannya meleset. Namun dicobanya lagi untuk menyelidiki
"Apakah engkau tak tahu nama kakekmu?"
"Y a, kakek memang tak pernah mengatakan namanya"
Lelaki bertubuh pendek terpukau putus asa. Ah, baiklah
sekali lagi ia mencoba, serunya "Bukankah ujung jari
kelingking tangan kiri kakekmu kutung?" ia menantikan
jawaban dengan tegang regang.
Indu berdiam seperti menggali ingatan. Tiba2 ia berseru
"Benar ..." "Oh, anak manis" sekonyong-konyong orang pendek itu
memeluk Indu dengan mesra dan berkata gembira "Akhirnya
bertemu juga yang kucari bertahun-tahun itu" orang itu
merenung sambil pejamkan mata. Semua pertanyaan tadi
hanya memancing, setengahnya seperti orang yang mencari
benda berharga dalam dasar laut . Siapa tahu, ternyata ia telah
menemukan yang dicarinya selama bertahun-tahun.
Indu terperanjat karena secara tiba2 dipeluk oleh seorang
yang tak dikenal. Ia t ak menyangka apa2 kecuali menganggap
kedua lelaki itu memang sahabat lama dari kakeknya. Tetapi ia
cepat meronta karena engap.
Tepat pada saat itu, perahupun mencapai tepi. Mereka
bertiga segera turun. Dengan bujukan manis, sipendek
berhasil merebut hati Indu. Indu mau diajak naik kuda siorang
pendek. Mereka ke pasar membeli rempah2 dan celana yang
diperlukan. Setelah itu mereka kembali pula ke tepi
penyeberangan. Saat itu kebetulan perahupun berlabuh.
Kedua orang itu menyewanya lagi dan ajak Indu bersama
naik. Turun kedarat, Indu dinaikkan lagi d i atas kuda orang
pendek. Sedang lelaki kurus membayar uang sewa, bahkan
lebih dari yang dijanjikan "Kelebihan uang in i sekedar hadiah
hiburan untuk kakang penambang. Tetapi aku hendak titip
sebuah bungkusan di sini. Apabila kakek dari anak perempuan
itu datang, tolong berikan bungkusan itu kepadanya "
Setelah menitipkan bungkusan, orang itupun segera
menyusul kawannya yang sudah naik kuda bersama Indu.
Mereka menuju ketimur, kearah pura Majapahit. Jajar,
situkang perahu, sibuk dengan pekerjaannya sehingga tak
memperhatikan kedua orang itu lagi.
Saat itu menjelang petang. Kakek tua dan Dipa tak sabar
menunggu kedatangan Indu "Aneh . . aneh . . . mengapa
sampai saat ini anak itu beium pulang?" tak henti-hentinya
kakek itu berkata seorang diri sambil mondar mandir
mendukung kedua tangan. Sebentar2 ia memandang keluar
halaman. "Kakek, mari kita susul adik Indu ke penyeberangan"
akhirnya Dipa t ak kuat menahan kegelisahan hatinya.
"Y a," sahut kakek ringkas "aku akan kesana dan engkau
jaga rumah" Dipa t ercengang. Ia mengajak karena ingin ikut t etapi yang
diperoleh hanya perint ah suruh jaga rumah. Namun ia tak
dapat membantah karena saat itu juga kakek tua sudah
melangkah keluar dan sudah tiba di ujung halaman. Sesaat
kemudian kakek itu sudah lenyap.
Menjelang magrib, tibalah ia di penyeberangan sungai.
Tetapi perahu sudah ditambatkan di pangkalan. Rupanya
penyeberangan hanya dilakukan pada siang hari, malam tak
ada. Kakek tua bertanya pada seorang penduduk, letak rumah
tukang perahu. Kemudian ia mengunjunginya.
"Ah, paman datang juga" sambut Jajar situkang perahu
gembira dan mempersilahkan masuk.
Kakek itu kerutkan dahi. Dari nada sambutan situkang
perahu, ia mendapat kesan seolah-olah sudah tahu kalau ia
akan datang "Rupanya engkau tahu kalau aku akan datang?"
tegur sikakek. "Y a" jawab tukang perahu "orang kurus itu mengatakan
kepadaku. Dia titip sebuah bungkusan supaya diberikan
kepada paman apabila datang kesini. Sebentar akan
kuambilnya" ia terus berbangkit dan masuk ke dalam bilik. Tak
lama ia keluar membawa sebuah bungkusan "Inilah paman. .
." Kakek itu terlongong "Siapakah orang itu " Kedatanganku
kemari hendak mencari cucuku perempuan. Bukankah pagi
tadi ia naik perahumu?"
"Benar, apakah ia belum pulang" tukang perahu mengerut
heran. "Jika sudah pulang, aku tentu tak mencari kesini" sahut
kakek tua agak mengkal "apakah engkau melihat ia sudah
pulang?" "Sudah" seru tukang perahu serentak "ia naik kuda
bersama seorang lelaki pendek dan seorang lelaki kurus.
Orang kurus itu yang menitipkan bungkusan ini kepadaku"
Kakek tua itu melonjak dari kursi "Naik kuda dengan
seorang lelaki pendek " Siapa " Anak itu berangkat dari rumah
hanya seorang diri!" .
"Oh .... " tukang perahupun terbeliak heran "kedua lelaki
itu menyewa perahuku ketika cucu paman datang. Karena
kasihan, mereka mengidinkan cucu paman ikut naik. Kemudian
mereka bersama-sama menuju kepasar dan siangnya kembali
naik perahuku. Kulihat cucu paman naik kuda bersama lelaki
yang bertubuh pendek ...."
"Kemanakah mereka menuju ?" tukas kakek tua dengan
gopoh. "Entahlah, aku tak sempat memperhatikan karena sibuk
mengatur penumpang yang hendak menyeberang. Tetapi
kuingat semua pembicaraan yang mereka lakukan dalam
perahu" kemudian tukang perahu it u menuturkan apa yang
didengarnya percakapan Indu dengan kedua lelaki tak dikenal
itu. "Dan inilah barang yang ditit ipkan untuk paman itu"
Ketika kakek itu membuka bungkusan, ia terbelalak kaget,
wajah pucat dan tubuh menggigil. Bungkusan itu berisi sebuah
kutungan jari dari kayu "Ah, mereka ...." ia menghela napas
panjang. Tukang perahu makin heran. Setelah meragu sejenak,
diberanikan juga untuk bertanya "Paman, siapakah kedua
lelaki itu" Apakah paman kenal mereka" Kata mereka, paman
ini bernama demang Surya"
Kakek itu menghela napas. Lama sekali ia terbenam dalam
kemenungan sunyi "Memang manusia seringkah lebih buas
dari serigala .... " beberapa saat kemudian terluncur kata2 dari
mulut kakek itu lalu berbangkit. Tanpa berkata sepatahpun
kepada tuan rumah ia terus melangkah keluar. T ukang perahu
terlongong-longong heran . . .
"Kakek! . . . mana adik Indu?" Dipa lari menyongsong
kedatangan kakek tua yang baru melangkah ke halaman.
Tetapi Dipa segera terkesiap. Kakek itu bermuram durja
seperti orang yang kehilangan semangat. Dengan langkah
tertatih-tatih, ia terus menuju ke pandok t anpa mengacuhkan
Dipa. Dipa gelisah. Ia duga tentu terjadi sesuatu pada Indu.
Cepat ia menyusul ke dalam pondok. Kakek itu berada dalam
biliknya. Setelah menunggu beberapa saat, ka>kek it u keluar
dengan menyanggul sebuah kantong kulit di punggungnya.
Dipa terbeliak kaget pada saat memperhatikan wajah kakek
itu. Janggut sikakek yang memanjang sampai kedada, saat itu
dipangkas pendek. Kepalanyapun tertutup oleh kain kepala.
Dipa memberanikan diri hendak bertanya. Tetapi kakek itu
mendahuluinya memberi isyarat tangan "Duduklah, aku
hendak bicara kepadamu" iapun mendahului duduk.
Sejenak kakek itu menatap Dipa tajam2, tiba2 mulutnya
meluncur kata2 "Dipa, Indu diculik orang ke pura kerajaan ..."
"Apa . . . ?" Dipa melonjak dan menjerit bagai tersengat
kala. "Duduklah, dengarkan ceritaku" kakek itu menenangkan
"penculik2 itu memang menghendaki supaya aku menyusul ke
pura kerajaan. Engkau tentu ingin tahu apa sebabnya,
bukan?" Dipa mengangguk tak berani berkata.
"Sesungguhnya peristiwa it u takkan kuceritakan kepada
siapa juga. Bahkan kepada Indu sekalipun. Anak itu sampai
saat ini tak tahu siapakah diriku yang sebenarnya. Tetapi nasib
menentukan lain. Rupanya Hyang Widdhi tak mengidinkan
tulang2ku tua ini hidup tenang dalam sisa2 umurku. Umurku
yang tinggal dihitung dengan jari itu, harus sekali lagi keluar
dalam gelanggang percaturan mangsakala ....
Kakek terhenti pula, lalu melanjutkan "Sedianya rahasia
diriku in i akan kubawa kedalam liang kubur. T etapi ah, Hyang
Jagadnata tak mengabulkan. Dibayang kekuatiran bahwa
mungkin kita tak berjumpa lagi .... eh, jangan menukas dulu,
nak" kakek itu cepat2 mendahului ketika dilihatnya Dipa
terbeliak kaget "bertemu dan berpisah itu sudah jamak dalam
kehidupan kita manusia. Maka tak perlu engkau t erkejut dan
bersedih. Dipa, kuminta jangan engkau ceritakan rahasia
diriku ini kepada siapapun juga, maukah?"
"Y a, kakek" sahut Dipa tersekat.
"Engkau seorang anak baik, Dipa" kata kakek itu dengan
nada cerah "ketahuilah, sebenarnya aku in i bukan seorang
desa tetapi seorang narapraja kerajaan. Aku adalah demang
Suryanata, salah seorang kadehan atau orang kepercayaan
raden Wijaya yang kemudian menjadi raja Majapahit yang
pertama. Beliaulah ayahanda dari raja Jayanagara yang
sekarang bertahta ini ... ."
Dipa makin terbelalak. Setitikpun tak pernah ia
membayangkan bahwa kakek yang hidup mengasingkan diri d i
tengah hutan belantara itu, seorang demang kerajaan. Ia
curahkan perhatiannya. "Brahmana Anuraga yang engkau katakan itupun pernah
menceritakan kapadamu bahwa keadaan dalam pura kerajaan
Majapah it, ibarat api dalam sekam. Tenang tetapi set iap saat
akan meletus pemberontakan yang menumpahkan darah ...."
Dipa makin tegang. "Dara Petak puteri Malayu yang melahirkan putera lelaki
yang diangkat sebagai pengganti. Ketiga permaisuri yang lain
yalah puteri2 dari S ingosari, hanya melahirkan puteri. Sejak
Jayanagara diangkat sebagai putera mahkota, timbullah rasa
tak puas dikalangan permaisuri2 itu dan pembesar2 kerajaan.
Kemudian setelah Jayanagara menggantikan kedudukan
ayahandanya, perpecahan it u makin tajam, terbagi dua
golongan. Yang mendukung baginda Jayanagara dan yang
berfihak puteri2 dari Singosari. Golongan yang membela
puteri2 asal dari Singosari itu, cukup luas dan besar
jumlahnya. Terdiri dari orang2 kepercayaan almarhum raja
Kertarajasa dahulu. Golongan ini tak suka pada Jayanagara
karena baginda putera dari Dyah Dara Petak puteri Malayu.
Dara Petak atau Indreswari sesungguhnya merupakan
permaisuri yang terakhir, kedudukannya seharusnya kalah
dengan ketiga permaisuri puteri2 dari S ingosari. Tetapi karena
Dyah Dara Petak melahirkan putera lelaki, maka putera itulah
yang diangkat sebagai pengganti raja. Hal itu dirasakan tak
adil oleh golongan mentri yang mendukung puteri2 dari
Singosari. Sedang golongan yang setya pada raja Jayanagara,
mendasarkan pada pendirian bahw a baginda itu adalah putera


01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari almarhum baginda Kertarajasa. Majapahit harus
diperint ah oleh seorang raja putera."
Demang Surya berhenti sejenak lalu meneruskan
centeranya "Golongan pertama yang menentang raja
Jayanagara itu, membentuk suatu persekutuan rahasia yang
dipimpin rakryan Kut i dan memutuskan untuk menyingkirkan
baginda dari tahta. Karena mendapat undangan, akupun
datang pada pertemuan rahasia yang dipimpin rakryan Kut i
dan Semi. Baru saat it u kuketahui bahwa pertemuan itu
hendak merundingkan rencana menurunkan raja dari
singgasana. Jika kut ahu hal itu sebelumnya, aku pasti t ak mau
hadir. Tetapi hal itu sudah terlambat. Aku harus memilih satu
diant ara dua. "Demang Surya" seru rakryan Kut i "raden Wijaya telah
mengingkari janji kepada baginda Kertanagara. Bahwa putera
puteri dari puteri raja Kertanagara itulah yang kelak akan
mengganti raden Wijaya apabila ia dapat menjadi raja. Tetapi
ternyata, yang menggantikan baginda Kertarajasa atau raden
Wijaya itu, bukan puteri Tribuanatunggadewi atau puteri Haji
Rajadewi Maharajasa, melainkan Jayanagara putera dari Dyah
Dara Petak, puteri dari Malayu. Dan ternyata pula raja
Jayanagara itu seorang junjungan yang lemah dan
berpenyakitan serta gemar akan paras cantik . . ."
Rakryan Kut i berhenti memperhatikan kesepuluh orang
yang hadir yan i Semi, Tanca, Pangsa, Wedeng, Yuyu, Banyak,
demang Suryanata, Panji Gagak Sumiring dan Derpana.
"Sebagai kadehan raden Wijaya dan sebagai mentri
narapraja yang mengemban tugas menjaga keselamatan dan
kewibawaan kerajaan Majapah it, kita tak boleh berpeluk
tangan bersikap masa bodoh t erhadap keganjilan yang terjadi
di kerajaan. Kita harus meluruskan yang bengkok,
membenarkan yang salah dan mendudukkan yang berhak.
Sudah tiba saatnya kit a harus bertindak agar puteri
Tribuanatunggadewilali yang duduk di singgasana ... " kata
Kut i seraya memperhatikan t anggapan yang hadir.
"Benar, kakang Kuti " tiba2 rakryan Semi berseru "memang
pura kerajaan Majapahit diselubungi kabut hitam. Sejak
baginda Jayanagara naik tahta, negara selalu dirundung
kekacauan. Sesungguhnya sumber kekacauan itu bertolak
pada diri baginda Jayanagara sendiri sebagai penguasa negara
yang paling tinggi. Kelemahannya memimpin pemerint ahan,
menyebabkan pura kerajaan menjadi sarang penyusupan
musuh2 gelap. Asal keturunan baginda, menjadi sumber
pertentangan dan pertikaian kerabat dan waris keraton.
Keadaan ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut tanpa
kesudahan. Harus lekas diakh iri apabila kita ingin melihat
Majapah it tegak menjulang di atas persada kewibawaan"
"Tepat sekali ucapanmu rakryan Semi" sambut Tanca
"sudah kerap kali baginda mengirim ut usan untuk meminta
obat kepadaku. Bahkan pernah aku dititahkan masuk keraton
untuk memeriksa penyakit baginda. Ah, ternyata baginda
mengidap penyakit semacam lemah syaraf. Kuduga penyakit
itu berasal dari pembawaan keturunan"
"Kalau begitu jelas dari ibunda baginda" seru Wedeng dan
Yuyu serempak "puteri Indreswari atau Dyah Dara Petak itu
memang mengidap suatu penyakit yang aneh. Tetapi hal itu
dirahasiakan sedemikian rupa sehingga t iada seorangpun yang
tahu" "Tetapi mengapa kalian tahu?" tegur rakryan Kuti dengan
nada heran. "Hal itu karena tak disengaja" jawab Wedeng "ketika pada
suatu malam kami berdua jalan2 meronda, tiba2 kami lihat
seorang berpakaian serba h itam tergopoh-gopoh hendak
masuk ke dalam keraton. Sikap dan gerak geriknya yang
mencurigakan itu mendorong kami untuk mengejar. Orang itu
jelas hendak masuk ke dalam puri keraton. Cepat kami sergap.
Ternyata ia seorang dayang dari puteri Indreswari. Karena
takut ancaman kami untuk melaporkan pada baginda, dayang
itu mengaku terus terang. Bahwa ia habis diutus sang puteri
untuk mengambil darah binatang trenggiling dari seorang
dukun. Darah itu untuk obat tuan puteri yang sejak kecil
menderita penyakit lemah jasmani dan syaraf"
"Oh . , . oh . . . " desus berhamburan dari mulut orang2
yang hadir dalam pertemuan rahasia itu. Rakryan Kut i makin
berseri wajahnya "hal itu makin mempertebal tekad kita
terhadap baginda. Majapahit adalah sebuah kerajaan besar.
Tak layak diperint ah raja yang berpenyakitan! Bukankah
saudara2 seia-sekata dalam rencana kita ini?"
Hampir semua hadirin menyambut dengan persetujuan
kecuali demang Suryanata seorang yang berdiam diri. Demang
itu mempunyai pendirian lain.
"Demang Surya, rupanya engkau tak setuju, bukan" Apakah
alasanmu?" tegur rakryan Kut i yang memperhatikan sikap
demang itu. Demang Surya terkesiap. Tetapi cepat ia dapat menguasai
diri "Soal ini menyangkut diri raja junjungan kita. Soal gawat
dengan akibat besar. Salah langkah akan mendatangkan
bencana bagi negara. Maka kita harus memikirkan masak2
dan mempertimbangkan dalam2. Soal diri baginda yang
berpenyakitan dan bahkan menurut kakang Tanca mengindap
penyakit lemah syaraf itu, masih harus kita selidiki lebih lanjut.
Karena nyatanya, baginda dapat bertindak tegas dalam
menghadapi peristiwa2 pemberontakan dari pengikut2 Juru
Demung dan Gajah biru. Soal kegemaran baginda akan paras
cant ik, mungkin terbawa oleh perkembangan berahi dalam
usia kedewasaannya. Tentang asal keturunannya, yang
penting dan nyata, baginda adalah putera syah dari bibit
keturunan almarhum baginda Kertarajasa. Jika kita tak set uju,
mengapa pada saat itu kita diam saja dan baru sekarang kita
hendak mengutik-ngutik soal itu. Bukankah tindakan kita ini
berarti menghianati amanat junjungan kita almarhum baginda
Kertarajasa" Maka kum int a saudara2 jangan
tergesa-gesa, tetapi mempertimbangkan lagi
masaknya" bertindak semasak- Ucapan demang it u bagai set iup angin segar dalam hawa
udara yang panas. Wajah rakryan Kut i tampak tegang
"Demang Surya, alasanmu itu sudah usang. Apa yang terjadi
dulu, t idaklah harus berlangsung selama-lamanya. Pada masa
penobatan baginda Jayanagara, kita belum melihat ciri2
kelemahannya. Kala itu sebagai narapraja k ita terpaksa tunduk
pada junjungan. Tetapi apabila ternyata baginda Jayanagara
itu bukan seorang raja seperti yang kita harapkan, wajiblah
kita bertindak. Bahkan justeru kita harus bertindak, apabila
kita benar2 hendak menjaga kewibawaan kerajaan Majapah it.
Bukankah putera puteri baginda Kertarajasa itu bukan hanya
Jayanagara seorang" Bukankah masih
ada puteri2 Tribuanatunggadewi dan Haji Rajadewi Maharajasa" Walaupun
mereka puteri tetapi mereka keturunan darah raja Singosari.
Cakap, sehat dan cerdas. Dengan mendudukkan puteri
Tribuanatunggadewi di atas singgasana, se luruh rakyat tentu
puas. Demang Surya, engkau masih meragukan penyakit yang
diidap baginda" Bukankah, engkau tahu juga, betapa gempar
dan terkejut seluruh rakyat Majapahit ketika mendengar
baginda hendak memperisteri kedua puteri saudara seayah
lain ibu itu" Adakah perbuatan segila itu pernah dilakukan oleh
manusia yang waras pikirannya" Lebih pula seorang raja besar
yang menjadi sesembahan seluruh kawula Majapahit ! Kakang
Tanca sudah termasyhur sebagai seorang tabib yang tiada
tandingnya. Apakah engkau tak percaya pada keterangannya"
Atau, ah, mungkin engkau masih meragukan kekuatan kita,
lihatlah .... " tiba2 rakryan Kuti bertepuk tangan dua kali.
Kesembilan orang yang menghadiri pertemuan rahasia itu
terbeliak ketika melihat dinding ruang rahasia itu berobah
menjadi dinding manusia2 berpakaian seragam h itam dengan
membekal senjata lengkap ....
Rakryan Kut i t ertawa renyah "Inilah int i kekuatan kita yang
akan melaksanakan rencana itu. Semisal tak mungkin in san
manusia bahkan seekor nyamukpun, yang mampu menerobos
masuk kedalam ruang sin i karena penjagaan seketat jaring
harimau, pun tak mungkin orang dapat meninggalkan ruang
ini tanpa persetujuanku!"
Kut i berhenti sejenak melontarkan wawasannya kepada
sekalian orang. Khusus ke arah demang Suryanata. Dilihatnya
wajah demang itu berobah pucat. Tetapi pada lain kejab pun
merah, seperti biasa pula.
Diantar tertawa cercah, rakryan Kut i berseru lagi
"Saudara2, kuanggap saudara2 yang hadir d i sin i sudah
menyetujui pendirian kita in i. Kita tepat berjumlah sepuluh
orang maka kunamakan persekut uan ini sebagai Dasaputera.
Sepuluh putera utama Majapahit yang akan berjuang untuk
mengembalikan kewibawaan kerajaan dalam singgasananya
semula. Nah, kuminta saudara suka memberi pernyataan
sebagai landasan jiwa perserekatan kit a ini. Aku yang mulai
lebih dulu: " Majapahit pasti jaya sampai akh ir jaman !"
"Kita bhayangkara Majapahit yang setya" seru rakryan
Semi. "Mati membela Majapah it, mati suci!" seru Pangsa.
"Rawe-rawe rant as, malang-malang putung. Barang siapa
berani mengganggu Majapahit, pasti lebur tanpa dadi" teriak
Wedeng. "Kita jaya bersama Majapahit, hancur bersama Majapahit"
Yuyu menggelora pekik. "Lenyapkan Baginda Jayanagara ...." tiba2 meluncurlah
ucapan yang menggeledek dari mulut tabib sakti Tanca. Tetapi
belum ucapan it u selesai, tiba2 rakryan Kuti sudah memutus
dengan tepuk tangan "Hebat!... kakang Tanca,
kita bersepuluh..ini ibarat jari
tangan. Apabila bersatu padu
digenggamkan, gunungpun pasti dapat kita hancur leburkan. Jaya bersepuluh,
hancurpun bersepuluh!"
"SeIamat Majapah it..." buryanata. sejahteralah seru demang Ucapan itu bernada tenang
dan bermakna luas. Dapat ditafsirkan menurut pandangan dan kepentingan
masing2 orang. Tetapi dalam
hati, demang it u lebih cenderung mengatakan agar Majapahit
selamat dan sejahtera dari huru hara yang akan ditimbulkan
komplotan Kuti itu. Demang Suryanata pandai menyadari
suasana saat itu. Jika ia menentang, rakryan Kut i pasti
membunuhnya karena takut ia membocorkan rahasia
Untung saat itu sekalian orang terutama rakryan Kut i
sedang dicengkam kesan dari pernyataan Tanca yang hebat
sehingga mereka tak meneliti arah tujuan Kata2 demang
Surya. "Turunkan raja yang tak Senonoh itu!" teriak Banyak
"Dhirgahayu raja puteri T ribuanatunggadewi' "sambut Panji
Gagak Sumiring sebagai orang terakhir yang memberi
pernyataan. Demikian secara rahasia dan dibawah tekanan rakryan
Kut i, telah lahir suatu persekutuan yang akan menggeser raja
Jayanagara dari tahta dan diganti dengan raja puteri
Tribuanatunggadewi. Mereka menghimpun kekuatan dan
menunggu kesempatan untuk bergerak.
Rupanya rakryan Kuti t ahu akan keraguanku Maka diam2 ia
telah menugaskan orang untuk mengawasi gerak gerikku"
kata kakek tua atau demang Surya kepada Dipa yang terpukau
mendengarkan. "Lalu bagaimana kakek dapat lolos dari pura kerajaan"
tanya Dipa. ?"ntuk menutup kecurigaan rakryan Kut i, aku pura2
bertindak mentaati segala perint ah dan petunjuknya. Sikap
dan ucapanku seolah-olah bagai seorang yang amat
membenci raja Jayanagara. Aku mempunyai seorang anak
perempuan yang menikah dengan buyut desa Banyu Mredu.
Pada suatu hari datanglah seorang suruhan buyut menantu
itu, mengundang aku supaya menjenguk isterinya yang telah
melahirkan anak. Kupikir hal itu sebagai suatu kesempatan
bagus untuk lolos dari cengkeraman rakryan Kut i. Segera aku
menghadapnya dan memberitahukan niatku menjenguk anak
anak perempuanku itu. Karena kecurigaannya kepadaku sudah
menipis maka iapun meluluskan dengan pesan supaya aku
segera kembali ke pura"
Tetapi aku tak mau kembali ke Majapahit lagi. Rakryan Kut i
mengirim pengawal peribadinya untuk mencari aku ke desa
Banyu Mredu. Tetapi aku tak mau menjumpai mereka dan
bersembunyi. Buyut menantuku mengatakan kepada kedua
utusan itu bahwa aku sudah pulang ke pura kerajaan. Kedua
utusan itu tak percaya dan hendak menggeledah seisi rumah
tetapi ditolak menantuku. Akhirnya terjadi perkelahian. Buyut
menantuku mati ditikam mereka. Isterinya yang hendak
membela, pun diakhiri jiwanya ..."
Demang Surya berhenti. Ia termenung-menung mengenangkan peristiwa yang menyedihkan itu. Dua butir
airmata menitik turun dari kelopak matanya. Kemudian ia
melanjutkan "Karena tak tahan melihat kekejaman mereka,
aku segera keluar dari persembunyianku dan kubunuh juga
kedua utusan itu. Kubawa Indu yang masih bayi itu lolos dari
Banyu Mredu. Sejak itu aku berkelana menjelajahi hutan dan
rimba belantara dan akhirnya menetap disini ..."
Dipa mencucurkan airmata mendengar nasib yang diderita
kakek demang it u.

01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ternyata rakryan Kut i tak pernah menghentikan usahanya
untuk mencari aku. Dia t akut kalau aku membocorkan rahasia
itu kepada baginda. Dia tentu hendak membunuhku. Kedua
lelaki yang membawa Indu itu, tentu orang suruhan rakryan
Kut i. Yang nyata, kedua orang it u telah meninggalkan
bungkusan berisi jari kut ung terbuat dari kayu. Oh, aku lupa
menceritakan. Dalam rapat rahasia itu, rakryan Kuti mint a
sumpah-darah. Setiap orang harus mengucurkan darah dan
mengucap sumpah. Untuk mengaburkan kecurigaannya,
terpaksa kupotong ujung jari kelingkingku yang kiri in i"
demang Surya menunjukkan tangan kirinya.
"Kutungan jari dari kayu yang ditinggalkan kedua orang itu
berarti panggilan dari Kut i untuk meminta pertanggungan
jawabku ... " demang Surya t engadahkan kepala memandang
jalur2 pasak ruang pondok. Pikirannya jauh melayang akan
peristiwa beberapa tahun yang lampau dan yang akan
dihadapi di pura kerajaan.
"Dipa, kut ahu panggilan itu berarti mati atau ikut pada
gerakan Kuti. Aku sudah tua, sesungguhnya lebih suka mati
daripada ikut mereka. Tetapi pertimbangan pikiranku,
mengharuskan lain. Pertama, kematianku itu takkan menolong
keadaan baginda. Kedua, Indu pasti akan lebih sengsara
hidupnya. Maka aku tak mau mati dan tetap akan berjuang,
demi Indu. W alaupun ikut dalam gerakan mereka, tetapi aku
akan berusaha menolong baginda secara bersembunyi. Dipa,
kuminta engkau tinggal disin i. Jika dalam waktu tiga candra
sampai setengah tahun, aku tak kembali, engkau bebas.
Hendak tinggal terus disin i atau hendak mencari nenekmu di
Mada" "Baik ... " sahut Dipa dengan nada sedih.
"Malam ini juga aku hendak berangkat. Jagalah dirimu
baik2 dan giatlah berlatih ilmu bela-diri yang kuajarkan
kepadamu" demang itu terus berbangkit dan ayunkan langkah.
Tetapi sampai diambang pint u, tiba2 ia berhenti dan berpaling
"Dipa, kelak kut itip Indu padamu ... "
"Kakek .... " Dipa lari memburu kepint u. Tetapi demang itu
sudah lenyap dalam kepekatan malam.
Dipa menangis tersedu-sedu ....
o)oo0dw0oo(o II TANGGAL satu bulan Caitra. Malam kelam, langitpun sunyi.
Bint ang kemint ang tampil dalam jumlah bersahaja. Sekedar
mewarnai cakrawala malam dengan sinar cahaya yang redup2
kemilau. Keraton Majapahit yang dilingkari oleh tembok batu merah
yang tebal dan tinggi, seolah-olah hanyut dalam kelelapan
malam nan bisu. Sunyi senyap diseluruh penjuru ....
Tiba2 dari pintu taman sari, muncul sesosok tubuh
berselimut kain panjang menyerupai jubah hitam, Dengan
langkah yang tenang sunyi, ia berjalan menujuke barat.
Ia berhenti ketika tiba sebelah barat. Dihadapan sebuah lapangan luas brahmastana atau beringin,
Sepintas pandang bagai keselamatan keraton. di Purawaktra atau pintu besar
pintu Purawaktra itu terbentang
yang dikelilingi parit Pohon2
tumbuh memanjang di tepi parit.
barisan bhayangkara penjaga
Orang itu tertegun. Ia menyadari, jika lanjutkan langkah ke
lapangan, tentu akan diketahui perwira yang bertugas
meronda pada malam itu. Ia segera memutar langkah ke utara.
Pandang matanya segera tertumbuk pada sebuah gapura
berpintu besi. Ia lanjut kan langkah, melint asi pint u gapura lalu
membiluk ke timur. Ia tertegun sejenak memandang sebuah
panggung tinggi yang berlantai lapisan batu putih mengkilat.
Di belakang panggung itu, terdapat berderet-deret bangunan
gedung yang membujur ke selatan. Ujung bangunan gedung
itu berakhir dengan sebuah jalan yang membatasi lingkungan
keraton dengan alun2. Ia menghela napas penuh kelesuan
"Ah, sungguh meletihkan sekali upacara di alun-alun pagi t adi..."
Terbayang dalam pelupuknya, musyawarah besar yang
berlangsung di balai pertemuan di alun2 pagi tadi. Para rnentri
tanda, gusti, pembantu raja, juru, buyut, akuwu dari luar kota
maupun dalam pura kerajaan, para arya, para pendeta, dari
tiga aliran agama, sama had ir lengkap. Upacara itu diadakan
tiap tanggal satu bulan Caitra dengan tujuan utama, untuk
meresapkan ajaran Rajakapakapa yang menjadi pegangan
sebagai haluan negara. Agar para narapraja diseluruh telatah
kerajaan, benar2 mencamkan rasa pengabdian mereka kepada
negara dan rasa tanggung jawab akan tugas2nya dalam
pemerint ahan. Orang itu mengangkat muka memandang ke muka.
Walaupun teraling oleh gunduk2 bangunan yang menjulang
tinggi, namun ia faham akan keadaan disekeliling tempat itu
... . Di sebelah selatan balai pertemuan itu terdapat balai agung
Manguntur yang mempunyai lapangan luas d i belakangnya. Di
tengah balai agung Manguntur, ada balai Witana. Sedang
dibagian ut ara dari Manguntur, adalah ruang Panangkilan
yalah tempat duduk para pujangga dan para ment ri. Sedang
disebelah timur, merupakan tempat berkumpul para pendeta
Syiwa-Buda. Bagian selatan yang bersekat pintu2, merupakan
sebuah paseban yang teratur rapi sekali.
Sebelah selatan dari paseban itu merupakan sebuah jalan
simpang empat yang menuju ke barat daya balai Manguntur
didirikan sebuah balai tempat berkumpul para prajurit. Balai
prajurit itu mempunyai halaman yang luas sekali. Di tengah
lapangan tersebut diberi sebuah Mandapa atau tempat
memelihara burung2. Pada pintu kedua dari keraton di belakangnya juga sebuah
lapangan yang luas dan datar. Di sebelah Timur lapangan itu
didirikan sebuah bangunan yang indah menjulang tinggi
dengan megahnya. Dalam gedung itulah pagi tadi raja
Jayanagara menerima para nayapraja dari seluruh telatah
kerajaan. Membayangkan keadaan bangunan2 dalam keraton
Majapah it yang indah dan kokoh serta ketat bagai sebuah
benteng, orang itu menarik napas panjang "Ah, sibuk juga
menjadi seorang raja itu. Segala gerak geriknya selalu diamati
orang, segala tindakan dan ulah laku senantiasa d isorot
rakyat. Apakah guna segala kekuasaan dan kekayaan yang
berlimpah-limpah apabila tak dapat hidup bebas" Burung2
lebih bebas dan bahagia dapat mengenyam kesegaran hawa
udara dan keindahan alam semesta ...."
Kembali ia menghela napas lalu melangkah tanpa tujuan
tertentu. Ia membiarkan diri dibawa sang kaki. Unt uk
melonggarkan kesesakan perasaan dan melepaskan keletihan
semangat. Setelah melint asi gapura berpint u besi, tibalah ia
dijalan yang menjadi batas antara alun dengan lingkungan
keraton. Ia tertegun Jika melanjutkan kemuka, tentulah akan
mencapai alun2. Tengah ia menimang arah yang hendak dituju sekonyongkonyong dari balik deret bangunan gedung2 itu, muncul
sesosok tubuh. Cepat sekali orang itu menghampirinya.
"Celaka, mereka memergoki aku .. . . " orang tadi mengeluh
dalam hati terus berputar diri hendak masuk kembali kedalam
gapura pintu besi. "Baginda...!" orang itu cepat memburu dan serta rnerta
berlutut menyembah. "O, engkau paman Aluyuda, bangunlah!" seru orang yang
berjubah hitam itu "mengapa engkau berani mengganggu
perjalananku ?" "Ampun beribu ampun, gusti" kata orang yang disebut
Aluyuda seraya menyembah pula "sekali-kali hamba tak berani
mengganggu cengkerama gusti. Malam in i hamba sedang
melakukan pengawasan kepada prajurit2 yang bertugas
menjaga malam. Malam in i seluruh prajurit Jagabaya
berkumpul di Balai Prajurit pasukan Bhayangkarapun berjaga
lengkap. Karena malam mi para bupati, demang, buyut dan
para kepala desa dan luar telatah pura, menginap di paseban
sebelah balai agung Manguntur. Besok mereka baru pulang ke
daerah masing2. Hamba sebagai patih yang bertanggung
jawab akan keamanan pura kerajaan, terpaksa mengerahkan
seluruh pasukan keamanan untuk menjaga keselamatan
mereka" "Hm, bagus paman patih" kata orang yang disebut baginda
oleh patih Aluyuda itu. Karena orang itu bukan lain memang
raja Jayanagara sendiri. Karena sejak pag i baginda harus
menghadiri upacara besar dan memberi amanat kepada
seluruh narapraja kerajaan dan malam menghadiri perjamuan
dari para narapraja seluruh daerah yang datang dari seluruh
penjuru telatah Majapahit. Suatu musyawarah besar yang
diadakan pada set iap tahun bulan Caitra atau bulan satu
tanggal satu. Maka baginda merasa penat. Selesai upacara2
dan perjamuan menerima sembah bhakti dari para kepala2
daerah itu, baginda tak dapat tidur. Maka ia keluar
bercengkerama untuk menenangkan diri dalam kesejukan
malam. "Bukankah yang datang it u para kepala daerah dan kepala
desa dari seluruh telatah Majapahit" Menapa engkau
menguatirkan keselamatan pura kerajaan ?" tanya raja
Jayanagara pula. "Mohon gusti melimpahkan ampun apabila persembahan
kata2 hamba ini tak berkenan dalam hati gusti" patih Aluyuda
menyembah pula. "Katakanlah, paman patih"
"Sejak avahanda baginda Kertarajasa mendirikan kerajaan
Majapah it, kerajaan selalu dilanda angin taufan yang berupa
pemberontakan2. Misalnya, pemberontakan Adipati Rangga
Lawe dari Tuban, Lembu Sora lalu Juru Deinung dan Gajah
Biru. Kemudian setelah gusti menggantikan ayahanda baginda
Kertarajasa, pun badai pemberontakan dan kekacauan bukan
mereda bahkan kebalikannya malah menjadi-jadi...."
Raja Jayanagara terkesiap, namun tenang pula ia bertanya
"Engkau maksudkan pemberontakan dan kekacauan yang
mana" Karena selama aku naik tahta, belumlah terjadi
peristiwa suatu apa"
Aluyuda menyembah "Ampun gusti. Sekiranya gusti
berkenan meluluskan hamba untuk menguraikan keadaan
yang sebenarnya, hamba tentu dapat menghaturkan
gambaran2 dari keadaan yang berbahaya itu"
"Perlukah kuulang lagi titahku tadi, paman patih" Bukankah
tadi sudah kuminta engkau mengatakan dengan terus
terang?" "Ampun gusti" serta merta Aluyuda memberi hormat pula
"sekalipun hal itu sudah menjadi rahasia umum dan maaf,
mungkin paduka sendiri juga sudah mengetahui, namun
hamba dapat menghaturkan keterangan2 yang lebih jelas.
Memang soal pemberontakan dan kekacauan belum terjadi.
Tetapi hal itu bukan berarti tidak akan terjadi. Mereka hanya
menunggu kesempatan untuk melaksanakan rencana mereka
...." Aluyuda berhenti sejenak untuk menyelidik tanggapan
junjungannya. Tampak raja Jayanagara yang masih muda
belia itu berdiam saja. "Y ang jelas kin i dikalangan ment ri dan narapraja telah
terpecah menjadi dua golongan. Golongan yang berfihak
kepada gusti puteri Tribuanatunggadewi itu, pada umumnya
yalah ment ri2 tua bekas kadehan baginda Kertarajasa
almarhum. Mereka merasa berjasa dan ingin tetap
mempertahankan kedudukan itu dan pengaruhnya dalam
kerajaan. Dengan dalih puteri Tribuanatunggadewi itu
keturunan permaisuri yang berasal dan Singosari, mereka
berusaha untuk mendudukkan puteri Tribuanatunggadewi itu
di atas t ahta singgasana. Agar dengan demikian mereka t etap
dapat menguasai puteri itu dalam menjalankan pemerint ahan.
Kebalikannya apabila paduka tetap duduk disinggasana
mereka tak dapat mengembangkan pengaruhnya karena
paduka mempunyai pendirian yang tegas. Jadi golongan yang
mendukung puteri Tribuanatunggadewi itu sesungguhnya
hanya demi mempertahankan kedudukan dan kepentingan
mereka Karena maklum, seorang raja puteri yang masih muda
tentu mudah dikuasai"
"Hm . . " Jayanagara mendesuh "benar juga penilaianmu
itu paman patih. Kukira mereka tak menyukai diriku karena
aku berasal dari ibunda puteri Malayu"
"Maaf gusti itu hanya suatu dalih untuk menutupi tujuan
mereka yang sesungguhnya. Karena paduka adalah darah
keturunan asli dari baginda Kertarajasa yang lahir sebagai
seorang putera. Sudah selayaknya putera yang mengantikan
kedudukan baginda Kertarajasa, bukan puteri"
"Hm, jadi begitukah maksud tujuan mereka ?"
"Ampun gusti ,Bukan sekali-kali maksud hamba hendak
menabur fitnah beracun. Tetapi memang suatu kenyataan
bahw a golongan yang mendukung puteri Tribuanatunggadewi
itu kebanyakan adalah bekas kadehan ayahanda gusti.
Demikianlah memang sudah menjadi sifat dan orang-orang
yang merasa dirinya berjasa. Tentu menuntut penghargaan
set inggi-tingginya. Jadi pengabdian mereka itu bukanlah
terdorong kesadaran untuk membela negara. Melainkan
hendak mendirikan jasa agar mendapat balas jasa kedudukan
dan pangkat tinggi" "Hm" kembali Jayanagara mendesus
"lalu menurut pendapatmu, bagaimanakah sebaiknya kita harus bertindak?"
Aluyuda tak lekas menjawab. Ia termenung. Diam2 ia
girang karena jarum beracun yang ditusukkan ke dalam
pikiran raja itu, mulai berjalan lancar. Dan untuk menjawab
pertanyaan raja itu, ia memang sudah siap. Katanya "Ampun
gusti. Sekali-kali bukan hamba hendak memfitnah, tetapi
hamba hanya berpegang pada kepentingan kerajaan yang
baginda kuasai. Mengingat tak sedikit jumlah ment ri2 tua
bekas kadehan almarhum baginda Kertarajasa, pengaruh dan
kekuasaan mereka dikalangan narapraja dan rakyat tentu
besar. Kalau gusti hendak melenyapkan mereka secara


01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serempak, rasanya tentu akan menimbulkan ekor yang
panjang. Mereka tentu bersatu padu untuk menghadapi
tindakan gusti. Maka hamba berpendapat, cara penyingkiran
mereka itu baiklah diatur secara bergilir sampai seluruhnya
dapat disingkirkan. Dan untuk mencegah terbentuknya
persekutuan atau kerja-sama diant ara mereka, baiklah
dilakukan suatu rencana untuk mencerai-beraikan mereka,
mengadu domba mereka dengan mereka, sehingga mereka
menaruh kecurigaan satu sama lain"
"Bagus" puji Jayanagara "cara yang engkau usulkan itu
memang tepat dilaksanakan. Eh, bagaimana pendapatmu
tentang rakryan Kuti dan Semi itu ?"
Aluyuda berdiam diri sejenak, lalu berkata
"Menurut wawasan hamba, sampai saat ini mereka t ak mengunjuk sikap
yang menentang gusti. Tetapi..ah.. hati manusia siapa yang
tahu... maka hamba rasa, lebib baik paduka tugaskan
seseorang untuk mengawasi gerak gerik mereka ...."
"Ah, terlambat paman" kata baginda jayanagara "Kut i dan
Semi serta kelima kawannya, telah kulant ik sebagai Sapta
Dharma-putera. Bertugas untuk menjaga keselamatanku
peribadi" Aluyuda terkesiap Diam2 ia terkejut atas pengangkatan itu.
Ia cukup menyadari siapa rakryan Kut i itu. Baginya, untuk
menjatuhkan Nambi dalam kedudukannya sebagai mahapatih,
tidaklah sukar. Tetapi untuk menggeser kedudukan Kuti Sukar
sekali. Ia anggap Kuti lebih berbahaya dan lebih berat sebagai
lawan. Pengangkatan baginda kepada Kut i, Semi, Tanca,
Pangsa, Wedeng, Yuyu dan Banyak ke tujuh orang sebagai
SAPTA DHARMAPUTERA, membuktikan bagaimana licin dan
cerdiknya rakryan Kut i itu untuk mengambil kepercayaan
baginda. Padahal ia mendapat kabar selentingan bahwa Kuti
telah membentuk sebuah persekutuan untuk menjatuhkan
baginda Jayanagara. Dan dengan pengangkatan it u, jelas
kekuasaan Kut i menjulang naik. Sukar untuk menjatuhkan
mereka. Namun sebagai Seorang yang licin dan julig. Patih Aluyuda
tak mengunjuk sikap t ak senang atas pengangkatan itu. Yang
penting sekarang ini mengatur siasat unuk menjatuhkan
Nambi, penguasa pepeiint ahan yang tertinggi di bawah
baginda raja. Setelah Nambi baru ia akan mengatur langkah
lagi untuk menghadapi Kut i bertujuh. Takkan lari gunung
dikejar. Demikian semboyan
"Dalam saat2 seperti sekarang, pengangkatan rakryan
bertujuh sebagai Sapt a Dharmaputera memang tepat" cepat2
Aluyuda berganti nada menurut angin "setidak-tidaknya
paduka dapat menggunakan mereka untuk menghantam
kawan mereka sendiri"
"Apa maksudmu ?" t anya raja Jayanagara.
"Bahw a mentri2 dan narapraja yang dahulu bekas Kadehan
dan ayahanda baginda, besar sekali jumlahnya. Pengangkatan
rakryan Kut i sebagai Sapt a Dharmaputera pasti akan
menimbulkan rasa tak puas dikalangan bekas kadehankadehan itu. Mereka tentu menganggap rakryan Kut i dan
kawan2, berfihak pada paduka. Rasa tak puas itu harus
dikembangkan agar diantara mereka terjadi curiga-mencurigai
sehingga tak mungkin mereka dapat bersatu. Dalam hal itu,
yang perlu mendapat perhatian yalah mahapatih Nambi. Dia
memegang kekuasaan t inggi yang menentukan hitam putihnya
pemerint ahan. Jika beliau set ya pada paduka, golongan yang
menentang paduka itu pasti dapat dibasmi. Tetapi apabila
beliau juga ikut menentang paduka, kedudukan paduka tentu
berbahaya" Raja Jayanagara mendengus "Hm, memang kedudukan
paman Nambi dalam pemerint ahan itu, penting sekali.
Kedudukan mahapatih harus dijabat oleh orang yang benar2
set ya kepadaku. Eh, paman Aluyuda, bagaimana pribadi dan
sikap paman Nambi menurut pandanganmu?"
Diam2 Aluyuda bersorak dalam hati. Namun sebagai
seorang ahli siasat mengatur t ipu muslihat, ia tak mau lekas2
menyatakan isi hatinya dan melainkan berdatang sembah
"Gusti junjungan hamba, selama ini baik pribadi maupun sikap
mahapatih Nambi cukup baik dan setya kepada paduka. Tetapi
hamba masih menguatirkan bahw a beliau akan dipengaruhi
oleh kawan2 seperjuangannya dahulu. Memang ikatan batin
dari kawan seperjuangan it u, ada kalanya sukar terhapus dari
sanubari seseorang. Misalnya dalam peristiwa Lembu Sora
dahulu, jelas menurut hukum, karena Lembu Sora membunuh
Kebo Anabrang, maka sudah selayaknya ia harus dihukum
mati. Tetapi pada kala itu, mahapatih Nambi tak mau
bertindak tegas. Adalah setelah hamba berusaha untuk
menghadap baginda Kertarajasa guna memint akan keadilan
kepada Kebo Taruna, putera dari Kebo Anabrang, baginda
baru berkenan menjatuhkan hukuman kepada Lembu Sora.
Tetapi bukan hukuman mati melainkan hukuman buang ke
Tulembang. Rakryan Nambi yang berat akan ikatan batin
kawan seperjuangan, pun setuju atas keputusan itu. Tetapi
lagi2 hamba yang memperjuangkan supaya keadilan dalam
hukum negara, dilaksanakan sesuai dengan isinya. Jikalau
tidak, dikuatirkan rakyat t ak puas dan t ak mau mengindahkan
undang2 lagi. Hukum harus berlaku pada siapapun, tanpa
pandang bulu. Akhirnya, usaha hamba itu berhasil dan Lembu
Sora rupanya hendak menentang keputusan itu hingga
akhirnya dibinasakan oleh pasukan kerajaan ...."
Aluyuda berhenti sejenak lalu cepat2 menyusuli kata2 lagi
"bukan hamba membenci rakryan demang Lembu Sora.
Kebalikannya, hamba menaruh hormat sekali kepadanya
sebagai seorang pejuang yang berjasa besar kepada kerajaan
Majapah it. Tetapi sebesar-besar rasa hormat hamba kepada
rakryan demang Lembu Sora, masih lebih besarlah hormat
hamba kepada keagungan hukum dan undang-negara. Hukum
dan undang2 itu merupakan kewibawaan negara. Demi
tegaknya hukum dan kewibawaan undang negara, siapapun
yang bersalah, sekalipun ia besar sekali jasanya, harus
ditindak sesuai dengan dosanya. Hukuman terhadap rakryan
Lembu Sora itu suatu peringatan halus pada ment ri2 bekas
kadehan baginda Kertarajasa. bahw a mereka jangan
mengandalkan jasa untuk berbuat sekehendak hati yang
melanggar undang2 ...."
"Hm benar Aluyuda" gumam raja Jayanagara "terbentuknya golongan yang menentang diriku itu merupakan
duri dalam dag ing. Dan kenyataannya mereka kepercayaan
mendiang ayahanda baginda Kertarajasa"
Aluyuda diam2 girang sekali karena raja mu lai menaruh
perhatian. Namun tak mau ia tergesa-gesa menyulut api.
Katanya gopoh "Ampun, gusti, apabila hamba yang rendah ini
mengunjuk hal2 yang t ak berkenan dalam hati paduka. Hamba
mohon, paduka jangan lekas percaya akan mulut Aluyuda
yang lancung ini. Hamba hanya seorang patih yang tak
berkuasa untuk menilai tindakan dan para mentri yang lebih
tinggi kekuasaannya, hambapun kalah berjasa dengan para
rakryan ment ri2. satu-satunya yang hamba miliki yalah hanya
rasa set ya kepada paduka dan rasa pengabdian kepada
kerajaan" Jayanagara t erdiam sejenak untuk mengunyah ucapan patih
yang saat itu berada dihadapannya "Aluyuda" tiba2 ia berseru
"rupanya ada sesuatu dalam kandungan hatimu yang hendak
engkau katakan. Jika benar demihan, katakanlah. Tetapi ingat,
Aluyuda, semua keterangan yang hendak engkau unjukkan
itu, harus berdasar kenyataan. Jika tidak, engkaulah yang
akan kujatuhi hukuman sendiri!"
Aluyuda tersipu-sipu menyembah "A mpun, gusti junjungan
hamba. Aluyuda sudah berhamba pada kerajaan selama
berpultih tahun. Hamba selalu berhati-hati dalam ucapan dan
tindakan. Tetapi perasaan hati hamba selalu gelisah. Seberat
berat mata memandang, masih berat hati mengenyam. Gusti,
sebentar lagi prajurit peronda tentu akan tiba kemari. Apabila
gusti berkenan, marilah gusti berkunjung ke paseban tempat
hamba berjaga" Jayanagara menyetujui. Ia ikut patih it u menuju ke sebuah
paseban yang sepi. Setelah mempersilahkan raja duduk dan ia
sendiri bersila dihadapannya, maka patih it u segera memulai
pembicaraannya. "Gusti junjungan hamba" A luyuda mulai berdatang sembah
"mentri2 nayaka dan para kawula di dalam dan di luar pura
kerajaan konon gempar mendengar berita bahwa paduka
hendak mempersunting puteri Tribuanatunggadewi dan puteri
Haji Rajadewi Maharajasa ..."
Serentak Jayanagara berbangkit dan membentak gusar
"Aluyuda, berani benar engkau menghina raja! Besok
kut it ahkan supaya engkau ditangkap dan dihukum!"
"Duh, gusti junjungan hamba. Bukan sekali-kali maksud
hamba hendak menghina paduka. Hamba hanya mempersembahkan berita2 yang tersiar di dalam dan di luar
pura. Sekiranya berita itu tak ada dan hanya buatan hamba
sendiri, hamba bersedia dipancung kepala! Dan set iap kali
bertemu dengan mereka yang memperbincangkan hal itu,
hamba tentu segera menghapusnya dengan keterangan
bahw a tak mungkin baginda Jayanagara yang agung berkuasa
dan masih muda belia, akan berbuat sedemikian. Wanita yang
lebih cant ik dari kedua puteri itu, pun baginda tentu sanggup
memperoleh. Puteri manakah yang sanggup menolak
pinangan baginda, seorang rajadiraja yang besar kuasa, cakap
dan muda belia?" "Hm, mengapa Jayanagara. kaubicarakan hal itu lagi?" tegur "Begini gusti" sembah Aluyuda "memang sudah selayaknya
seorang raja diraja seperti paduka ini mempersunting puteri2
cant ik. Demikianlah seperti yang telah dilakukan oleh
mendiang ayahanda baginda. Dahulu mendiang baginda
Kertarajasa mempunyai empat orang permaisuri yang cantik2.
Disamping lain2 garwa ampil dan wanit a2 cantik yang
dinikmatinya. Maaf gusti, jangankan baginda Kertarajasa,
bahkan hamba sendiri yang begini jelek, dikala mudapun telah
kenyang menikmati kembangnya dunia. Karena hal itu sudah
jamak bahw a seorang pria harus menikmati banyak wanita.
Karena w anita itu adalah muslika kehidupan kita. Ibarat taman
tanpa bunga, demikian apabila dunia in i tanpa wanita. Sunyi
hambar, tiada gelora hidup. Hidup seakan-akan hampa"
Aluyuda berhenti sejenak seraya diam2 mencuri pandang
kearah wajah raja Jayanagara. Dilihat wajah raja yang masih
muda itu menyerbak cahaya menyala. Diam2 patih itu makin
mendapat hati. "W anit a memang mahluk yang ajaib. Ia merupakan sumber
ilham, kekuatan, kecerdasan, semangat dan gelora hidup.
Iapun lambang dari kejant anan dan keperkasaan kaum pria.
Raja2 yang sakti, senopati2 yang gagah perkasa, semua tentu
mempunyai isteri dan selir yang tak sedikit. Karena sumber
daripada kecerdasan untuk menguasai pemerint ahan,
kegagahan untuk menanggulangi musuh dan semangat juang
untuk mencapai cita2 tak lain karena meneguk air Kamandanu
dari zat w anita yang syahdu . . . ."
"Cukup Aluyuda !" t iba2 Jayanagara menukas dengan nada
gemetar "katakanlah apa maksudmu"
"Ampun gusti" sembah patih Aluyuda "kesimpulan dari
pada kata2 yang hamba hendak persembahkan kepada , gusti
yalah, bahw a sudah selayaknya pabila paduka sebagai
seorang junjungan dari sebuah kerajaan besar, apabila paduka
masih muda usia, memilih w anita2 cantik, wanit a yang benar2
mustikanya wanit a, kembang dari segala kembang di
permukaan bumi" Jayanagara mendeham pelahan "Hm, mudah untuk
mengatakan tetapi sukar untuk mencari. Karena selera kita
berbeda-beda" "Benar, gusti" diam2 hati Aluyuda sudah dapat bersorak.
Umpannya telah termakan. Ia cukup mengetahui akan
kegemaran baginda terhadap w anita ayu "tetapi adakalanya
kembang yang cantik itu tidak tumbuh ditaman yang indah
tetapi tumbuh di hutan, di tepi saluran air".
Baginda mengangkat sepasang alis "Engkau maksudkan
puteri2 dalam keraton dan w anita2 di pura kerajaan ini, tidak
ada yang cantik" Adakah kedua ayundaku puteri
Tribuanatunggadewi dan puteri Haji Rajadewi Maharajasa itu
kurang cantik" ".
Patih Aluyuda serta merta menyembah duli bag inda
"Ampun beribu ampun gusti apabila kata2 hamba tak
berkenan dalam hati paduka. Adakah paduka ldinkan hamba
untuk menyatakan pendapat hamba?"
"Katakanlah !"..
"Kedua puteri Tribuanatunggadewi dan Haji .Rajadewi
Maharajasa memang puteri2 cant ik pilih tanding. Kedua puteri
itu hamba ibaratkan bagaikan bunga mawar dalam taman
bunga yang indah. Cant ik cemerlang, semerbak harum
baunya. Tetapi hamba telah melihat sekuntum bunga teratai
yang putih suci, cantik berseri. Walaupun tempatnya hanya
diempang yang kotor. Dalam pandangan hamba, bunga itu
sedang mekar-mekarnya sehingga kecantikannya benar2
menakjubkan, tetapi sayang gusti, bunga yang hamba sanjung
itu secara diam2 telah dipetik orang ...."
"Aluyuda!" serentak baginda Jayanagara menghardik keras
"jangan bermain madu dimulut , kalau madu itu hanya engkau
telan sendiri! Katakanlah terus terang siapakah bunga it u dan
siapakah yang berani memetiknya !".
Kembali dengan tingkah ulah yang pandai untuk mengambil
hati, patih Aluyuda lebih dahulu mencium kaki baginda dan
kemudian mengunjuk sembah "Duh, gusti junjungan hamba.


01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesungguhnya hambalah yang wajib menerima hukuman
karena kelengahan hamba. Demi paduka, selama ini hamba
selalu me lepas orang untuk mencari cari wanita2 ayu. Tetapi
kesemuanya it u, menurut wawasan hamba, kurang memadai
bagi paduka. Yang hamba inginkan yalah wanita2 yang lebih
cant ik dari puteri Tribuanatunggadewi dan puteri Haji
Rajadewi. Maka selama ini belum ada yang hamba
persembahkan karena mereka tak memenuhi syarat."
Aluyuda berhenti pula untuk meneguk perhatian kearah
junjungannya. Baginda Jayanagara termenung sepasang
bibirnya saling berhapus.
"Namun hamba tak pernah jemu berusaha. Dan akhirnya
jerih payah hamba itupun berbuah juga. Hamba menemukan
seorang kenya yang benar2 memenuhi persyaratan hamba itu.
Bahkan hamba berani mengatakan melebihi dari syarat yang
hamba tentukan itu. Tetapi duli gusti" tiba2 patih itu
tundukkan kepala mencium duh baginda "mohon paduka
melimpahkan hukuman kepada diri hamba yang tolol dan
lengah ini" "Mengapa Aluyuda?" Jayanagara kerutkan alis "bicaralah
yang jelas. Soal engkau bersalah atau tidak nant i aku yang
mempertimbangkan" "Kembang cantik yang hamba pandang layak untuk hamba
persembahkan kepada paduka itu, ternyata... ternyata telah
dipetik oleh mahapatih Nambi" kata Aluyuda seraya
mcnghunjuk sembah. Jayanagara terhenyak. Dahinya mengernyit keheranan
"Engkau maksudkan kenya itu diambil selir oleh paman Nambi
sendiri?" "Bukan" sahut Aluyuda "gusti mahapatih sudah sepuh dan
sibuk dengan tugas2 pekerjaannya yang berat"
"Lalu?" Jayanagara makin heran.
"Gadis ayu diambil menant u oleh gusti mahapatih"
Sekonyong-konyong baginda Jayanagara mencengkeram
rambut patih Aluyuda dan menghardiknya bengis "Mulut mu
lancung, Aluyuda! Putera puteri paman Nambi sudah menikah
semua. Mengapa kamu berani berbohong ?"
Patih Aluyuda diam2 girang sekali karena raja yang masih
muda itu akhirnya dapat dibakar nafsunya. Namun sebagai
manusia yang licin bagai belut , ia pura2 menggigil ketakutan
"Ampun gusti ... . hamba belum selesai menghaturkan
keterangan selengkapnya. Apabila dalam keterangan hamba
itu terdapat sepatah yang tak sesuai dengan kenyataan,
hamba bersedia serahkan batang kepala hamba kebawah duli
paduka. . ." "Hm" dengus baginda seraya lepaskan cengkeramannya
"ingat Aluyuda, apa sabdaku pada seluruh mentri dan
narapraja pada saat penobatanku sebagai raja pengganti
almarhum ayahanda baginda Kertarajasa?"
"Hamba ukir sabda paduka itu dalam sanubari. Tak
mungkin hamba akan lupa, gusti"
"Hm, dan engkau harus dapat mencamkan apa arti dari
pada pendirian yang kucanangkan sebagai pedomanku
memerint ah kerajaan Majapahit! Jika ayahanda baginda
Kertarajasa dahulu memerint ah dengan cara Gitiksada tetapi
aku Jayanagara akan menjalankan kekuasaan dengan cara
Gitikpentung. Siapa yang salah melanggar undang-undang,
siapa yang membangkang kepada perint ahku, siapa vang
berani menentang aku, pasti kuhunjam dengan Gitik-pentung,
kutumpas seluruh keluarganya. Tetapi barang siapa yang
set ya menjalankan perint ahku dengan sungguh2, akan
kuanugerahi dengan ganjaran besar"
"Hamba junjung amanat paduka itu di ubun kepala. Hamba
setuju sekali dan hamba mengucap syukur kepada para
Dewata bahwa kerajaan Majapah it yang besar, dikaruniai
seorang junjungan yang muda usia tetapi tegas menjalankan
tampuk pimpinan pemerint ahan"
Jayanagara mendesuh "Hm, sekarang kumint a pertanggungan atas keteranganmu tentang paman Nambi"
Sejenak mengemasi sikap duduknya, berkatalah Aluyuda
"Memang gusti rakryan Nambi mengambil menantu gadis itu
bukan untuk putera2nya sendiri melainkan untuk putera
kemanakannya yang bernama Kuda Lampeyan. Dan kenya ayu
yang hamba maksudkan itu berasal dari desa Mandana, anak
buyut desa itu " "Tetapi mengapa tak pernah kudengar paman Nambi
mengadakan peralatan nikah?" tegur baginda.
"Memang pernikahan itu tidak dirayakan secara ramai2 d i
tempat kediaman gusti Nambi, melainkan d i desa Mandana.
Pertama, karena rakryan mahapatih merasa tersinggung
kewibawaannya karena putera kemanakannva menikah
dengan seorang gadis anak buyut desa. Kedua, beliau kuatir,
kecantikan anak menantu kemanakannya itu tersiar menjadi
buah tutur orang. Dan ketiga, maaf gusti apabila kata2 hamba
menyinggung perasaan paduka, bukan suatu hal yang
mustahil kalau gusti mahapatih menjaga hal2 yang tak
diinginkan dari paduka . . . ."
"Engkau maksudkan, paman Nambi kuatir kalau aku akan
berminat merebut isteri kemanakannya gadis desa itu" Hm,
Aluyuda, kuperingatkan sekali lagi kepadamu. Jangan engkau
sekali-kali berani menghina raja. Masakan di pura Majapahit
tak ada wanita yang lebih cantik dari anak desa itu!"
Aluyuda gopoh menyembah "Ampun gusti. Jauh dari
maksud hamba untuk menghina paduka. Tetapi dalam
penilaian hamba kenya dari Mandana itu, hamba berani
pertaruhkan kepala hamba. Rasanya tiada wanita dan puteri
dalam pura kerajaan yang menang cantik dari kenya Mandan
itu. Hamba melihat sendiri, ketika hamba mengunjungi gedung
rakryan Nambi. Dan hamba benar2 terpesona melihat
kecantikan menantu kemanakan gusti Nambi yang demikian
cemerlang ba bidadari itu ..."
Melihat kesungguhan ucapan patih Aluyuda dan bahkan
berani mempertaruhkan batang kepalanya sebagai hukuman
apabiJa tak benar, mulailah perhatian raja Jayanagara tertarik
"Siapakah namanya?"
"Rara Sindura, gusti"
"Hm" Jayanagara mcndesus "lalu bagaimana caramu agar
aku dapat membuktikannya, paman?"
Bagai air bah bengawan Brantas, demikian pula meluap
luaplah hati patih Aluyuda karena siasatnya berhasil. Dan apa
yang dikehendaki junjungannya itu sudah tentu telah ia
mempersiapkannya "Bila paduka berkenan, baiklah paduka
mengutus seorang mentri ketempat kediaman rakryan Nambi.
Bahwa paduka ikut gembira karena rakryan Nambi telah
menikahkan anak kemanakannya. Kemudian paduka titahkan
supaya kedua mempelai itu menghadap baginda ke keraton
karena paduka berkenan akan menganugerahi hadiah
berharga" "Bagaimana kalau kut itahkan engkau menyampaikan hal itu kepada paman Nambi?"
saja yang "Setiap tit ah paduka, pasti akan hamba laksanakan"
Aluyuda cepat menanggapi "tetapi hamba rasa baiklah paduka
titahkan lain mentri agar jangan menimbulkan kecurigaan
gusti mahapatih" "Mengapa?" tanya raja Jayanagara.
"Apabila hamba yang menghadap gusti mahapatih, tentu
jatuhlah kecurigaan beliau pada diri hamba. Karena hambalah
yang pernah berkunjung kegedung mahapatih. Kemudian
walaupun karena takut atas titah paduka, gusti mahapatih
akan menyuruh putera kemanakan dan isterinya menghadap
ke keraton, namun kepergian itu tentu akan diperlengkapi
dengan perlindungan yang perlu. Setidak-tidaknya tentu
menyertakan pengawasan ..."
Jayanagara terdiam menimang. Persembahan kata patih itu
memang beralasan "Baiklah, besok aku akan mengutus patih
Emban untuk menyampaikan tit ahku it u. Tetapi sekali lagi
kuperingatkan kepadamu, paman Aluyuda. Gitik Pentung
adalah pedomanku memegang pemerintahan. Tiada ainpun
bagi yang bersalah. Keadilan bagi yang benar. Ganjaran bag i
yang berjasa. Mati bagi vang hianat. Dalam utusan kenya yang
menjadi menantu paman Nambi itu, peraturan Gitik-pentung
akan berlaku kepadamu. Karena paman Nambi adalah seorang
mahapatih, mentri kerajaan yang paling tinggi kedudukannya.
Memfitnah beliau, berarti menghina kewibawaan seorang wakil
raja. Dan kiranya engkau tentu sudah tahu bagaimana
hukumannya!" "Hamba sudah maklum, gusti" sembah patih Aluyuda
"namun hamba mohon limpahan kebijaksanaan paduka.
Apabila hal itu benar seperti yang hamba haturkan kepada
paduka, bagaimanakah tindakan gusti kepada diri hamba?"
"Ganjaran bagi yang berjasa. Sabda pandita ratu" sahut
baginda. Tiba2 terdengar kentongan bertalu tiga kali dan sayup2
ayam hutan yang dipelihara di Mandapa yang terletak di
lapangan sebelah barat daya balai agung Manguntur,
terdengar berkokok. "Gusti, saat ini sudah hampir menjelang fajar. Angin malam
makin menggigit tulang. Perkenankanlah hamba mengiring
paduka kembali ke dalam keraton" kata patih Aluyuda.
Jayanagara mengangguk. 0oo^^dw^^oo0 III MAHAPATIH NAMBI terkejut ketika menerima kunjungan
patih Emban, patih yang mengurus urusan dalam keraton. Dan
rasa kejut itu menjulang kepuncak keheranan tatkala
mendengar maksud kedatangan patihdalam itu.
Dalam tafsir mimpi, apabila orang bermimpi menelan
rembulan, dia bakal menjadi orang besar. Dan apabila
kejatuhan rembulan, bakal menemui rejeki besar atau
memperoleh pangkat tinggi. Tetapi mahapatih Nambi tak
merasa pernah bermimpi menelan rembulan atau kejatuhan
rembulan. Bahkan karena kesibukan pekerjaannya sehari-hari
sebagai pimpinan roda pemerint ahan kerajaan Majapahit, ia
tak sempat bermimpi. Larut malam baru tidur dan pagi sudah
memikirkan kembali urusan pemerintahan.
Maka heranlah ia mengapa baginda raja Jayanagara
memerlukan mengirim ut usan untuk 'ngunduh temanten"
putera kemanakannya, ke keraton. Padahal ia sendiri
menganggap pernikahan putera kemanakannya Kuda
Lampeyan dengan Rara Sindura anak buyut perdikan Mandana
itu, urusan kecil dalam lingkungan keluarganya. Cukup
dilangsungkan serba sederhana saja.
Lama sekali Nambi terbenam dalam lingkaran per tanyaan
yang tak kunjung bertemu jawabnya. Dan akhirnya ia
lepaskan perburuan dalam ladang hatinya
"Adi Emban, sampaikan pada baginda bahw a besok si Lampeyan dan
isterinya akan kuhadapkan kekeraton "
Patih Emban adalah salah seorang diant ara bekas kadehan
almarhum baginda Kertarajasa. Ia teman seperjuangan yang
akrab dengan Nambi. Maka dalam percakapan dengan Nambi,
ia tak terpancang akan perbedaan kedudukan dan pangkat
"Kakang Nambi, memang aku sendiri juga heran mengapa
baginda mempunyai hasrat demikian. Apakah kemungkinan
tiada maksud t ersembunyi dalam hal itu " Apakah tindakan itu
.." "Adi" tukas Nambi "kiranya tak perlu adi mengatakan,
pikirankupun sudah menjangkau jauh. Rasanya kita
mempunyai titik persamaan dugaan. Tetapi kita tak dapat
menolak titah raja. Apapun yang terjadi, harus kita terima
sebagai kenyataan. Andaikata kekuatiran kita itu benar2
terjadi, yang menderita kerugian paling besar bukan lain orang
kecuali baginda sendiri. Kewibawaan baginda pasti tercemar
dimata para ment ri dan kawula Majapahit. Maka adi, akan
kuhadapi kesemuanya itu dengan dada lapang ...."
Patih Emban termenung untuk mengunyah ucapan maha
patih itu. Dan dapatlah ia mengenyam sari kebenaran ucapan
Nambi itu. Menunggalnya kawula dan gusti, merupakan
perpaduan yang menjadi int i kekuatau negara. Namun
kesatuan it u, menuntut sikap dan t indakan dari sang gusti dan
kawula. Dituntut satunya kata dengan tindakan dari fihak
gusti. Dan dituntut pula menunggalnya kepatuhan dan
pengabdian dari fihak kawula. Dalam hal in i, apabila baginda
Jayanagara benar bermaksud baik dalam perint ahnya untuk
memanggil kedua mempelai itu ke keraton, maka raja itu
benar melaksanakan satunya kata dengan tindakan. Namun
apabila panggilan itu berselubung tujuan tertentu, berarti
merusak kepercayaan sang kawula.
Demikian ujung akhir yang dicapai kemenungan patih
Emban. Maka berkatalah ia "Kawula hanya sakderma saja,
kakang" katanya memint a diri.
Malam itu Rara Sindura menyambut kedatangan suaminya
dengan tegur sapa yang lembut "Kakangmas Lampeyan,
rupanya ada sesuatu yang menggembirakan hatimu maka
wajahmu tampak berseri-seri sekali"
Kuda Lampeyan mendekap isterinya yang jelita itu lalu
memeluknya dengan mesra "Duh, mustikaningrat yang
menjadi surya alam jasad kakang ...." dikecupnya bibir
semerah delima sang isteri. Dihisapnya keras2 sehingga Rara
Sindura mengerang manja "Ih, mengapa kakang begitu
bernafsu" Apakah kakang kuatir kehilangan Sindura"
Bukankah Rara Sindura ini sudah menjadi milikmu lahir bathin,
didunia sampai diakhirat?"
"Duh, wong ayu mustika jiwaku ...." Kuda Lampeyan
tertawa "walaupun set iap malam kut eguk air madu dari
bibirmu, namun rasanya dahaga cintaku tak kunjung puas
meneguk sari madu kasihmu, wong ayu . . . " ia menutup
kata2nya dengan ciuman sederas hujan mencurah. Semesra
seorang ibu yang menciumi puteranya yang mungil. Namun
beda getaran rasa antara cium Kuda Lampeyan kepada
isterinya dengan seorang ibu kepada bayinya.
Rara Sindura benar2 kewalahan menghadapi curahan kasih
dari suaminya "Sudahlah, kakangmas, nanti masih ada w aktu


01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melanjutkan keinginan kakang .... " memerahlah wajah
Sindura ketika mengucapkan kata2 terakhir itu. Walaupun
sudah menjadi suami isteri namun karena masih mempelai
baru, iapun masih merasa malu "Kakangmas, apakah yang
menjadikan engkau begitu gembira malam ini?" tanyanya
setelah Kuda Lampeyan mau melepaskan pelukannya.
"Begini, Sindura" Kuda Lampeyan mulai menerangkan
"sore tadi aku dipanggil paman Nambi dan diberi perint ah
yang luar biasa. Cobalah engkau terka, manis, apakah
perint ah paman itu?"
Rara S indura kerutkan kening. Bagaimana mungkin ia dapat
menerka perint ah itu. Namun agar jangan mengecewakan hati
sang suami, ia turut i permint aannya itu. Sejenak merenung,
berkatalah ia "Baiklah, kakang, akan kucoba menerka. Hmmm
.... bukankah permohonan kakang untuk menjadi tamtama
prajurit kerajaan diterima ?"
"Bukan urusan pekerjaan manis. T etapi menyangkut urusan
kita berdua" jawab Kuda Lampeyan.
"Urusan kita berdua" Hm, apa saja" O, aku t ahu kakang!"
tiba2 Rara S indura berteriak "paman mapatih tentu
mengidinkan kita menjenguk ibu kakang di Lumajang"
Kuda Lampeyan tertawa "Salah, manis. Kita tak disuruh
kemana-mana" "Ah, kakang, aku tak dapat. Katakanlah, apa itu" Rara
Sindura agak merajuk karena kesal hatinya
"Y a baiklah, manis, akan kuberitahukan berita hebat itu.
Tetapi engkau jangan terkejut ketakutan" kata Kuda
Lampeyan sedikit menggoda isterinya supaya tertawa "begini,
Sindura. Tadi paman memberitahu kepadaku bahwa besok
pagi kita akan dibawa paman menghadap Baginda di keraton
...." "Kita" Maksud kakang, akupun serta?"
"Siapa lagi kalau bukan engkau, wong ayu" kata Kuda
Lampeyan tertawa seraya ulurkan tangan untuk menjamah
dagu isterinya. Tetapi Rara Sindura surutkan muka
kebelakang, serunya "Kakangmas, benarkah itu" Apa maksud
paman hendak membawa kita kekeraton ?"
"Masakan kakang sampai hati untuk berbohong kepadamu,
Sindura" Bagindalah yang menitahkan paman untuk
menyowankan kami kekeraton karena baginda berkenan
hendak melimpahkan anugerah kepada kita"
Tiba2 wajah Rara Sindura tampak pucat, dadanya yang
padat itupun ikut bergelombang
"Mengapa engkau Sindura?" Kuda Lampeyan terkejut
melihat isterinya tiba2 kehilangan cahaya mukanya Cepat ia
mencekal tangan Sindura dan mendekap tubuhnya.
Didapatinya t angan Sindura dingin dan basah dengari keringat
"Sindura, mengapa engkau ...." Kuda Lampeyan makin gugup.
"Akutak kena apa2, kakang. Hanya hatiku terserang kejut
keheranan. Mengapa mengapa baginda raja mempunyai
keinginan demikian" Bukankah kakang ini bukan hamba
kerajaan dan akupun hanya anak buyut desa" Mengapa
baginda menaruh perhatian besar kepada kita?"
"Maka itulah yang kumaksud sebagai suatu berita yang luar
biasa bagi kita. Berbahagialah, manis, akan nasib kita yang
mujur itu" kata Kuda Lampeyan.
Rara S indura menghela napas "Ah . . kebalikannya hatiku
malah tak enak. Karena hal itu kuanggap tak sew ajarnya.
Sesuatu yang berlebih-lebihan..."
"Mengapa tak wajar" Aku adalah putera kemanakan dari
mahapatih Nambi. Mengingat jasa dan kesetiaan paman
Nambi, bukan mustahil kalau baginda hendak menggunakan
kesempatan ini untuk menghibur jasa paman. Sudahlah
Sindura, jangan berbanyak hati, manis. Marilah malam in i kita
rayakan kebahagiaan kita itu. ." sebelum Sindura sempat
menyatakan apa2, Kuda Lameyan sudah memondongnya terus
dibawa masuk ke dalam bilik peraduan.
Seketika suasana sunyi hening. Angin malam berhembus,
menyusup celah2 daun jendela ruang peraduan temanten baru
itu. Rupanya bukan manusia saja, pun angin juga jail karena
ingin mengetahui apa yang terjadi di atas pembaringan yang
berisi dua insan vang sedang berenang manja dalam laut
asmara. "Kakang. . ." tiba2 terdengar suara berbisik lirih dan lembut
sekali. Terdengar kecupan mesra atas jawaban suara yang lirih
merint ih itu. "Aku milikmu di dunia sampai akhirat, kakang. . . "
terdengar pula kata2 lembut. Tiada jawaban kecuali suara2
aneh yang menggelorakan gairah.
Unt aian bunga mdati berhamburan, ketika sanggul Rara
Sindura terurai lepas. Membaur harum semerbak, makin
membangkit gairah Kuda Lampeyan. Ia mengguman bagai
kumbang asyik menghisap madu. Dan sang bunga pun ikhlas
memberikan serbuk2 sarinya. Kumbang dan kembang, suatu
persenyawaan murni sepanjang jaman ...
Sejak pada esok harinya mengikut i Kuda Lampeyan dan
mahapatih Nambi menghadap baginda Jayanagara, hati Rara
Sindura terasa tak enak. Kelopak mata kiri bagian bawah
diserang rasa Kedut yang gencar. Dan jantungnyapun
mendebur keras. Dinding dan tiang besar keraton berukir
bunga-bungaan dan ular, dalam pandangan wanit a itu,
bagaikan bunga2 semboja yang tumbuh dipekuburan. Dan
ular2 itu, bagaikan kawanan ular hidup yang melilit tiang
besar. Setiap saat akan menyambar dirinya. Dampar kencana
yang beralaskan permadani merah menjulur panjang, t ampak
oleh Rara Sindura sebagai genangan darah yang
menyeramkan . .. Entah bagaimana dalam memasuki Balai W itana yang indah
asri dan bertitian t inggi, ketiga orang itu mempunyai perasaan
sendiri2. Walaupun sikapnya tenang tetapi hati mahapatih
Nambi gelisah resah. Tak tahu ia, apa gerangan maksud
baginda memanggil kedua mempelai kemanakannya itu. Kuda
Lampeyan tiada mengandung prasangka apa2 kecuali
berbesar hati karena mendapat kesempatan untuk menghadap
raja, Lain pula pikiran Rara Sindura. Nalurinya yang tajam
menggetar serabut hatinya, bahwa ada sesuatu yang akan
dialaminya di keraton itu.
"Hamba Nambi, mengaturkan sembah bhakti kebawah duli
tuanku, baginda Jayanagara yang mulia" kata mahapatih
seraya berdatang sembah pada saat menghadap baginda raja.
"Ah, paman Nambi, mengapa paman masih berlaku
sedemikian hormat kepadaku" kata raja Jayanagara "sejak
almarhum ayahanda baginda Kertarajasa, paman Nambilah
yang telah dipercayakan untuk memimpin tampuk pemerint ahan Majapahit dan aku peribadi, merasa berhut ang
jasa kepada paman" "Duh gusti junjungan hamba" kata Nambi tersipu "sungguh
berat nian hati hamba menerima ucapan baginda sedemikian
itu, Hamba, si tua Nambi, sudah merasa syukur t ak terhingga
bahw a paduka masih berkenan melimpahkan kepercayaan
paduka kepada hamba. Walaupun jasad Nambi yang sudah
rapuh ini hancur lebur, rasanya masih belum sepadan untuk
membalas anugerah kepercayaan paduka"
"Ah, sudahlah paman" baginda cepat menukas "aku masih
muda, banyak sekali hal2 dalam pemerint ahan yang
memerlukan petunjuk dan bimbingan paman. Eh, apakah yang
berada dibelakang paman itu putera kemanakan paman dan
isterinya?" Rara Sindura pucat seketika. Ia segera tundukkan kepala
memandang lantai. Tiba2 didengarnya Nambi berkata "Benar,
baginda, inilah anak kemanakan hamba bersama isterinya"
"O" desus baginda sambil memandang Sindura. Hati
baginda mendebur keras ketika melihat kecant ikan Rara
Sindura yang gilang gemilang. Darahnyapun memancar deras.
Namun cepat2 ia menguasai perasaannya dan berseru "Suruh
mereka tampil di hadapanku paman"
Nambi berpaling dan membisikkan beberapa patah kata
kepada Kuda Lampeyan. Kuda Lampeyan segera mengajak
Rara S indura berjalan jongkok kehadapan baginda. Kemudian
keduanya menyembah. Baginda termangu2 memandang
wajah Rara Sindura. Rupanya Rara Sindura merasakan sikap
baginda itu. Selebar wajah wanit a itu menebar warna merah.
Jayanagara makin terpesona ....
"Siapakah namamu anak muda" Benarkah engkau putera
kemanakan paman mahapatih Nambi" Dan siapa pula nama
isterimu itu" Dari manakah asalnya?" sesaat menyadari bahwa
Nambi memperhatikan gerak geriknya, baginda cepat2
mengajukan pertanyaan kepada Kuda Lampeyan.
Sembah Kuda Lampeyan "Hamba yang rendah ini bernama
Kuda Lampeyan, ibu hamba adalah adik paman rakryan
Nambi. Hamba berasal dari Pajarakan Lumajang, ikut pada
eyang Pranaraja. Kemudian eyang menyuruh hamba ikut pada
paman Nambi agar hamba dapat diterima menjadi prajurit
kerajaan paduka." "O" desus baginda Jayanagara.
Sejenak raja Jayanagara terhening. 'Secepat kilat beliau
sudah mencapai suatu rencana, ujarnya
"Paman Nambi, senang sekali hatiku akan putera kemanakanmu ini. Hari
Radite ini, aku agak senggang. Ingin aku melanjutkan
percakapan dengan Kuda Lampeyan. Akan kuanugerahinya
suatu tugas yang akan membawanya ketingkat kedudukan
yang luhur. Silahkan-paman menunaikan tugas paman dan
tinggalkan Kuda Lampeyan berdua di sini"
Nambi t erkesiap. Namun cepat ia menghapus rasa kejutnya
dengan mengunjuk sembah "Titah paduka, akan hamba
laksanakan" Rakryan Nambi segera mengundurkan diri. Namun diam2 ia
sudah merancang rencana bagaimana untuk menghadapi
kemungkinan2 yang akan menimpa kamanakannya.
"Kuda Lampeyan" ujar baginda beberapa saat setelah
mahapatih Nambi berlalu "tertarik hatiku akan cita2 mu tadi.
Cobalah engkau terangkan, apa sebab engkau ingin menjadi
prajurit kerajaan Majapahit"
Kuda Lampeyan mengunjuk sembah
"Gusti junjungan hamba yang mulia, eyang hamba Pranaraja dahulu adalah
mentri pakirakiran dari pemerint ahan baginda Kertarajasa.
Sedang paman rakryan Nambipun sekarang menjabat sebagai
mahapatih dari kerajaan paduka. Maka hambapun ingin
mengikuti jejak eyang dan paman untuk mengabdi pada
kerajaan Majapah it. Oleh karena sejak kecil hamba dididik
dalam ilmu kanuragan dan u lah keprajuritan oleh mendiang
ayah hamba, maka sesuai dengan pesan almarhum, hamba
ingin membaktikan bakat hamba untuk membela kerajaan"
Jayanagara mengangguk-angguk kepala "Bagus, Kuda
Lampeyan, memang seharusnya demikianlah cita hidup
seorang pemuda yang memiliki pambek ksatrya. Aku senang
mendengar keteranganmu itu, Lampeyan. Dan pengabdianmu
kuterima dengan gembira"
"Duh, gusti junjungan hamba" Kuda Lampeyan menyembah
duli baginda "hamba tak dapat menghaturkan kata2 betapa
besar rasa panalangsa dan syukur hati hamba atas
kepercayaan yang paduka limpahkan itu. Hanya saja, hamba
mohon ampun sebesar-besarnya apabila dalam permohonan
hamba ini. ada kata2 yang tak berkenan pada paduka"
"Tak apa Kuda Lampeyan, katakanlah isi hatimu"
"Hamba mohon, apapun yang paduka anugerahban kepada
hamba itu, pasti akan hamba terima dengan kepatuhan dan
pengabdian yang tulus. Namun anugerah kedudukan itu,
mohon paduka jangan mendasarkan atas kedudukan paman
mahapatih Nambi. Artinya, mohon gusti jangan menganugerahkan kedudukan itu karena hamba anak
kemanakan rakryan mahapatih, melainkan atas diri hamba
sendiri. Dan hambapun ingin menempuh pengabdian hamba
itu dari t ingkatan bawah, dari t ingkat prajurit rendah"
"Suatu pernyataan yang ksatrya, Kuda Lampeyan" puji
baginda "engkau t ak mau mengandalkan pada pengaruh dan
kedudukan pamanmu, itu memang suatu pendirian yang
perwira. Baiklah, Kuda Lampeyan, sekarang hendak kuuji
kedigdayaanmu, agar sesuai dengan tugas dan pangkat yang
hendak kuberikan kepadamu!"
Baginda bertepuk tangan dua kali dan serentak muncullah
seorang prajurit tinggi besar, menyanggul sebatang tombak.
Dia salah seorang bhayangkara yang menjaga keselamatan
baginda. Dengan serta merta bhayangkara itu menyembah
"Hamba, bekel Agra, siap menerima titah baginda"
"Kemarilah kedekatku, Agra!" seru Jayanagara. Kemudian
setelah bekel atau kepala bhayangkara keraton it u maju
mendekat, dengan bisik2 baginda berkata "Agra, lawanlah
anak muda itu. Tetapi..." baginda makin melirihkan suaranya
sehingga tak kedengaran oleh Kuda Lampeyan yang berada
beberapa belas langkah dan tempat baginda "engkau harus
mengalah!" Kemudian setelah memberi isyarat supaya bekel
bhayangkara itu mundur, baginda lalu berseru kepada Kuda
Lampeyan "Kuda Lampeyan, lawanlah bekel bhayangkara ini.
Jika engkau mampu mengalahkannya, engkau kuangkat
menjadi lurah prajurit!"
"Sendika, gusti" Kuda Lampeyan menyembah lalu
berbangkit, berhadapan dengan Agra, lurah bhayangkara yang
bertubuh tinggi besar, gagah perkasa.
Rara S indura pucat, jantungnya serasa berhenti mendebur.
Pertandingan it u tak seimbang. Suaminya bertubuh kurus
semampai. Sedang lawannya seperti raksasa. Bukankah
baginda sengaja hendak mencelakai suaminya. Luapan
kecemasan yang mengandung curahan kasih dari Rara
Sindura, menimbulkan nyala keberanian hatinya. Ia yang sejak
tadi hanya berdiam diri saja, saat itu tiba2 berseru "Kakang,
sudahlah, jangan dilanjutkan juga pertandingan itu. Mari kita
pulang saja, kakang. Aku lebih tenteram hidup sebagai
seorang petani ... ."
"Duh, gusti yang mulia" tanpa menunggu jawaban Kuda
Lampeyan, ia terus menghadap muka kearah raja Jayanagara


01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menyembah "hamba mohon agar pertandingan itu
ditiadakan saja" "Mengapa?" baginda agak terkejut.
"Karena .... karena tak seimbang, gusti ...."
Jayanagara tertawa "Baiklah, apapun yang engkau pinta,
pasti kukabulkan" kemudian ia berderu kepada Kuda
Lampeyan "Kuda Lampeyan, tak perlu engkau bertanding.
Isterimu mencemaskan keselamatanmu. Sekalipun tak
bertanding, engkau tetap kuangkat sebagai lurah prajurit!"
Merah padam selebar wajah Kuda Lampeyan ketika
mendengar ucapan baginda itu. Serentak ia menjawab "Gusti,
hamba Kuda Lampeyan keturunan Senopati kerajaan
Majapah it. Hamba merasa sebagai seorang lelaki, takkan
ingkar pada pernyataan hamba tadi. Bahwa hamba akan
mengabdi pada paduka atas dasar tenaga dan kecakapan
peribadi hamba. Hamba akan mulai dari bawah sebagai
prajurit rendah. Maka hamba mohon, akan perkenan gusti
agar melimpahkan keputusan yang luhur 'Sabda pandita ratu' .
.." Kemudian ia berpaling kearah Rara Sindura "Sindura,
ketahuilah, bahw a yang memangkumu it u adalah Kuda
Lampeyan, seorang jant an yang berketurunan darah prajurit.
Suatu kehormatan besar.. apabila seorang prajurit gugur
dimedan laga. Lebih baik aku mati daripada mundur dari
pertandingan ini. Adakah engkau t ak berbahagia bersuamikan
seorang pria semacam d iriku" Ataukah engkau rela
mempunyai seorang suami yang berjiwa pengecut?"
Rara S indura terkesiap mendengar ucapan yang tajam dari
suaminya itu. Sejak menjadi mempelai baru, baru kali itu ia
mendengar kata2 Kuda Lampeyan yang bernada keras. Ia
tersipu-sipu mengucap "Kakang.."
"Sudahlah Sindura, doakan saja!" kata Kuda Lampeyan lalu
berpaling menghadapi Agra, dan berseru "Ki lurah, silahkan
mulai lebih dulu !" Agra, bekel bhayangkara yang hari itu bertugas menjaga
keamanan keraton, terkesiap juga mendengar ucapan lantang
dari pemuda yang berada dihadapannya. Seketika timbullah
keinginannya untuk mencoba sampai dimana kedigdayaan
pemuda itu "Engkau sebagai tetamu, wajib mendapat
kehormatan untuk memulai lebih dahulu"
"Tidak, ki lurah" sahut Kuda Lampeyan "aku hanya seorang
kawula biasa dan andika lurah bhayangkara keraton. Maka
wajiblah aku menghormat kepada ki lurah"
"Hm, baiklah, harap engkau berhati-hati" Agra tak mau
berbantah lagi. Ia mengambil sikap lalu mulai maju
menyerang, melayangkan tinjunya untuk menghunjam dada
lawan. Pukulan itu merupakan penjajagan. Maka tak heranlah ia
ketika Kuda Lampeyan dapat menghindar. Hanya mau tak
mau ia agak terkejut juga melihat cara lawan menghindar itu.
Bukannya berkelit, melainkan menyurut mundur selangkah.
Dan cara itu cukup membuat tinju A gra menerpa angin,
Agra loncat maju, mengejarkan tinjunya ke tubuh lawan
tetapi untuk yang kedua kalinya hanya angin yang diterjang.
Karena saat itu Kuda Lampeyan, menyelinap ke samping. Agra
terkejut melihat ketenangan dan ketepatan gerak lawan.
Karena dua kali menerpa angin, mulailah nafsu Agra menyala.
Dengan lincah tubuhnya yang tinggi besar itu berputar ke
samping kiri, lalu dengan sebuah gerak-cepat, ia menerkam
lawan. "Huh" ia mendesus kejut2 geram ketika Kuda Lampeyan
dapat menghindar. Tiga kali menyerang t iga kali pula ia haru s
menggigit jari, benar membuat lurah bhayangkara itu lupa
akan pesan raja, Tgar ia mengalah. Serunya keras "Kuda
Lampeyan, hayo, balaslah menyerang. Akupun akan mengalah
sampai t iga kali!" Sebagai lurah bhayangkara keraton, sudah tentu ia malu
karena tak mampu menyerang lawannya, seorang anakmuda
yang tak ternama. Maka iapun tak mau kalah hati dan
memberi pernyataan. "Baik ki lurah maafkan jika aku berlaku kurang adat" Kuda
Lampeyan menutup kata2nya dengan sebuah gerakan
menyerang lambung lawan Tetapi walaupun bertubuh tinggi
besar, ternyata Agra amatlah tangkas dan lincahnya, Sambil
berputar tubuh, ia dapat membebaskan diri dari serangan
lawan. Diam-diam Kuda Lampeyan memuji ketangkasan lawan. Ia
mencobanya lagi. Kali in i dengan sebuah gerakan yang sulit.
Serempak dengan meninju dada kakinyapun bergerak untuk
menyapu kaki lawan. Kedua gerakan itu hampir serempak dan
dilancarkan dalam kecepatan yang tinggi. Namun untuk yang
kedua kalinya, ia harus memuji ketangkasan lurah
bhayangkara itu. Secara tak ter-duga2, Agra loncat ke
belakang lawan. Kuda Lampeyan memberingas.
Berputar tubuh ke belakang, ia
membuat sebuah gerakan yang
istimewa. Ia menerkam ke samping
kanan, sebelum lawan sempat
bergerak, tubuh Kuda Lampeyan
berputar-putar laksana angin kisaran dan tahu2 sudah menyambar lengan kiri Agra, terus
diput ar ke belakang. Serempak
dengan itu tangan kanannyapun
mencengkeram bahu kanan lawan
sekeras-kerasnya. Agra benar2 bingung menghadapi gerak yang luar b iasa anehnya dari pemuda itu.
Tiba2 ia terkejut karena t angan kirinya d icekal terus dipelint ir
ke belakang punggung. Ia hendak kerahkan tenaga meronta
tetapi tiba2 bahunya serasa dijepit jari jemari baja. Seketika
lumpuhlah tenaganya dan hilanglah daya perlawanannya
"Huh .... "ia mengerang tertahan.
"Cukup Kuda Lampeyan, lepaskanlah!" cepat baginda
Jayanagara berseru seraya memberi isyarat. Selekas Kuda
Lampeyan lepaskan telikungannya, baginda berseru pula
"Kuda Lampeyan, nyata engkau amat digdaya, tangkas
berlaga!" "Gusti junjungan hamba "Kuda Lampeyan menyembah
"kemenangan hamba itu hanya secara kebetulan belaka. Ki
lurah Agra, sesungguhnya lebih sakti!"
"Benarkah begitu, Agra" tegur baginda.
Bekel bhayangkara itu tersipu-sipu merah mukanya dan
menyembah "Tidak paduka, pemuda itu memang pemuda
gemblengan. Hamba mengaku kalah" secara perwira, Agra
mengakui keunggulan lawan. Titah baginda agar ia mengalah
ternyata tak dapat ia laksanakan karena ia benar2 kalah.
Setelah menitahkan bekel bhayangkara itu keluar,
berkatalah Jayanagara kepada Kuda Lampeyan "Jelas sudah
bahw a engkau memang layak menerima anugerah pangkat
yang sepadan. Kuda Lampeyan, kuangkat engkau sebagai
lurah prajurit pilihan. Dan engkau kuberi tugas untuk
berkeliling keseluruh desa, baik desa perdikan maupun
swatantra yang berada ditelatah Majapahit. Tinjau dan
periksalah keadaan pemeritahann dan kehidupan rakyat di
daerah2 itu. Engkau kuberi purba dan wisesa. berhak
menangkap para akuwu, buyut dan kepala desa yang
nyeleweng. Tinjaulah desa2 Temon, Parajengan, Pakatekan,
Wunglu, Rabutri, Banyu Mredu, Bocor, Tambak, Pujut, Mireng,
Demak, Kelung, Pegedangan, Mabuwur Godong, Rumasan,
Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Panumbangan, Jeruk,
Kembang Sari. Demikian pula desa2 di pinggir sungai tempat
penyeberangan antara lain Madan Teda, Gesang, Bukul dan
Surabaya. Kusertakan padamu sedomas prajurit sphataka dan
kulengkapi kewibawaanmu dengan lencana Minadvaya,
lambang yang berlukis sepasang ikan sebagai tanda wakil
peribadiku. Yang penting, selid ikilah keset yaan mereka
kepadaku!" Kuda Lampeyan merangkapkan kesepuluh jari menyembah
duli baginda "Duh, gusti junjungan hamba, betapa berat nian
kepercayaan yang paduka limpahkan kepada diri hamba. T iada
lain persembahan terima kasih yang lebih ut ama dari pada
penyerahan atma dan raga hamba untuk menunaikan tugas
itu sebaik-baiknya. Gusti, bilakah tuanku hendak menitahkan
hamba memulai t ugas itu?"
"Besok pagi juga, Kuda Lampeyan" ujar baginda dengan
nada ramah "dan takkan kepalang tanggung pula, akan
kusempurnakan anugerahku it u kepadamu. Dikala engkau
berangkat menunaikan tugas, baiklah isterimu tinggal di
keraton. Akan kutitahkan Nyi lurah dayang keraton untuk
mengajarnya tata istiadat keraton. Agar kelak setelah engkau
pulang dan kuserentakkan engkau sebagai priagung,
isterimupun sudah dapat menyesuaikan diri dengan
kedudukanmu" Kuda Lampeyan tertegun. Tak pernah ia menyangka akan
hal itu. Ditatapnya wajah Rara S indura dengan pandang
menyelami pendapatnya. Rupanya Rara Sindura dapat
menangkap isyarat pandang suaminya. Cepat ia berseru
"Kakang, baiklah aku tinggal bersama paman mahapatih
sajalah ..." "Kuda Lampeyan, mengapa isterimu tak selapang hati
seperti engkau?" cepat baginda berseru "jarang orang yang
mendapat anugerah seperti engkau. Aku tak mempunyai
maksud lain kecuali hendak menyempurnakan cita-citamu
mencapai kedudukan luhur dan pangkat yang tinggi!"
Sesungguhnya Kuda Lampeyan menyetujui kehendak Rara
Sindura. Tetapi demi mendengar sabda raja yang terakhir itu,
goyahlah hatinya. Sejak kecil ia dikudang2 orang t uanya, agar
kelak dapat menjadi nayaka kerajaan yang berpangkat t inggi.
Dan kini kesempatan it u telah tiba. Ia tak mau kehilangan
rembulan yang sudah jatuh di pangkuannya itu. Maka
dibujuknyalah isterinya "Sindura, engkau wajib mempersembahkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
anugerah yang dilimpahkan baginda kepadamu. Lepaskanlah
aku untuk menjenjang tangga kehidupan yang gemilang. Dan
engkau t inggallah di keraton untuk mempelajari tata cara dan
adat istiadat kehidupan keraton. Jer basuki mawa beya. Y ang
penting adalah kesetyaanmu kepadaku, Sindura ...."
"Kakang ... " seru Rara Sindura tersekat.
"Berdoalah kepada Dewata, Sindura, agar cita2 kita berhasil
dan aku dapat membahagiakan engkau!" secepat Kuda
Lampeyan menukas, ia terus berpaling menghadap kearah
baginda "Gusti, hamba siap melakukan t itah paduka"
Demikian keesokan harinya, Kuda Lampeyanpun segera
berangkat dengan sedomas spataka atau prajurit pengawal
keraton, untuk melakukan tugas yang dibebankan baginda
raja. Memeriksa keadaan pemerint ahan dan rakyat pedesaanpedesaan diseluruh telatah Majapahit dan menyelidiki
kesetyaan para penguasa daerah terhadap baginda
Jayanagara. Perjalanan itu tentu memakan waktu berbulan
bulan. Namun ia berangkat dengan hati terbuka. Pikirannya
tak tercurah kepada keadaan isterinya yang ditinggal di dalam
keraton, melainkan merekah lamunan indah akan pangkat dan
kedudukan yang akan diterimanya kelak.
Haripun berlalu pesat sekali. Sudah sepekan lamanya Rara
Sindura t inggal dalam keraton. Tiap hari ia mendapat petunjuk
dari nyi Lurah tentang tata cara dan adat istiadat keraton.
Namun pikirannya t ak tertuju pada hal itu melainkan pada diri
suaminya. Ia lebih suka berada seorang diri untuk melamun
dan berdoa. Ada dua buah hal yang tak kunjung dimengerti.
Pertama, mengapa baginda sedemikian murah hati memberi
anugerah yang luar biasa. Dan kedua, mengapa suaminya
yang sebelum dan sesudah menikah begitu besar cintanya
sehingga sekejabpun tak mau berpisah dengan dirinya. Tetapi
kini d ikala menghadapi anugerah pangkat dari baginda, telah
silau dan rela meninggalkan isterinya seorang diri dalam
keraton .... Malam itu bulan purnama raya. Karena mata tak mau
dibawa tidur, Sindurapun keluar menghibur diri d i t aman yang
sunyi tenang. Tengah ia melamun memandang rembulan,
tiba2 ia terkejut karena melihat sesosok bayangan hitam yang
merentang panjang disampingnya. Cepat ia berpaling tubuh
dan ah, hampir saja ia menjerit kaget.
"Gusti, mengapa paduka berkunjung kemari ?" serunya
memberanikan diri. "Aku tak dapat tidur,
membayang di kalbuku ...."
wong ayu. Wajahmu selalu Rara Sindura pucat, sahutnya gemetar "Duh, gusti, paduka
seorang raja, hamba hanya wanita desa..."
"Sejak pertama kali melihatmu, Sindura, hatiku sudah
engkau renggut. Makan tak enak, tidur gelisah, duduk salah,
berdiripun resah. Apakah engkau tak merasa betapa besar
kasihku kepadamu, wong ayu" Ah, Sindura, cinta tak
mengenal kawula dan gusti, raja dan wanita desa. Bagiku
Sindura, engkau adalah permata hatiku, surya kehidupanku"
"Duh, gusti, mohon gusti suka menyadari bahw a hamba ini
wanita yang sudah bersuami ..."
Jayanagara t ertawa renyah "Ah, tak apa Sindura. Suamimu
hanya orang biasa tetapi aku adalah raja sebuah kerajaan
besar. Tidakkah engkau lebih berbahagia menjadi permaisuriku?"

01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ampun, gusti, kebahagiaan seorang isteri
itu bukan karena tinggi rendahnya pangkat suaminya, melainkan kesetyaan cintanya yang setuhu ...." "Ho, Sindura, betapa tipislah kecintaan suamimu
yang lebih mementingkan pangkat, dibanding dengan
keagungan cintaku yang hendak mempersunting engkau sebagai permaisuri..."
Sindura terpukau. Pikirannya membubung keangkasa agar dapat menjangkau dimanakah gerangan
suaminya saat itu. Tiba2 ia tersentak kaget ketika tubuhnya
didekap orang dan telinganya dihembus bisik rayuan . . .
"Sindura, belum pernah sepanjang hidup, hatiku mengidap
asmara seperti kali ini. Dikala aku duduk, bibirmu merekah
senyum madu. Disaat aku berdiri, wajahmu mengiwi-iwi.
Waktu aku bersantap, engkau rebut hidanganku. Saat aku
beradu, jari jemarimu mencubit "cubit pelapukku. Dan dikala
aku berjaga, wong ayu, engkau senantiasa berenjut-enjutan di
bulu-mata ku . . . . "
0oood-wooo0 Jilid 5 I ASMARA merupakan salah satu derita batin. Tetapipun
merupakan bahana rasa bahagia dalam kalbu. Tiada derita
yang lebih menyiksa dariprda siksa asmara yang merana.
Namun kebalikannya, pun tiada keindahan duniawi yang
seindah cinta. Dari jeman purbakala sampai kin i, Asmara lahir bersama
dengan terciptanya manusia. Setua kelahiran manusia
pertama. Namun tetap remaja sepanjang masa. Menyiksa
tetapi dipuja senantiasa .....
Asmara adalah perpaduan dari seluruh getaran cita dan
rasa. Dari getaran rasa halus jiwa dan pikiran, sampai pada
deburan Nafsu alami yang bergolak-golak.
Persenyawaan antara rasa halus dengan rasa gejolak nafsu
itu, menyebabkan si pengidap asmara bagai terayun-ayun
dalam gelombang yang pasang surut tiada menentu. Ada
kalanya seperti dilontar menembus dirgantara, menyusup ke
Nirwana lapis ketujuh. Sesaat serrasa dihempaskan pada batu
karang tajam sehingga semangat dan jiwa hancur porak
poranda bagai bingkai kaca terbanting pada batu.
Sesaat seperti diangkat gelombang menjulang tinggi. Tak
ubah seperti raksasa yang tengah mengunjuk keperkasaan
murka ..... Asmara membuat orang bertingkah seribu satu ulah. Yang
baik, yang jahat, yang rela, yang lembut, yang kasar, yang
angkara, yang wajar dan yang gila.
Dapat menyebabkan perasaan hati manusia gelap gulita,
segelap orang buta berjalan dimalam yang pekat. Pun dapat
membuat perasaan hati terang benderang, seterang orang
berjalan disiang hari dengan bersuluh obor.
Demikian dengan Jayanagara, raja Majapahit yang masih
muda belia itu. Raja itu merasa seperti tenggelam dalam dasar
laut Asmara yang airnya pah it2 madu. Raja yang sedang
dibuai jari jemari dewi Asmara yang sehalus beludru itu,
benar2 telah kehilangan semangat dan kesadarannya. Tak
ubah seperti Batara Kamajaya yang kehilangan Dewi Ratih
sehingga merana di mayapada dan tak mau kembali ke
kahyangan Cakrakembang. Jayanagara adalah raja yang kedua dari kerajaan Majapahit.
Beliau dinobatkan dengan nama Abhiseka Isywara Sundarapan
dyadew a, artinya yang dimuliakan seperti dewa tentang
keberanian. Oleh kaum brahmana Syiwa, baginda diagungkan
sebagai penjelmaan Wisnu. Dan oleh kaum agama Budha,
didambakan sebagai Amogasidi.
Raja yang masih muda itu duduk di tahta pada sebuah
singgasana ratna. Dan memerint ah sebuah kerajaan yang
wilayahnya meliputi Sajawadwipamandala atau seluruh Jawadw ipa dan sebelah timur pulau Madura sampai ke Kalimantan.
Namun kewibawaan, keagungan, kekuasaan dan kekayaan
yang sedemikian besarnya itu, hancur luluh bagai anai2
terpanggang api. Api pancaran dari wajah Rara Sindura yang
gilang gemilang. Jayanagara sang raja d iraja itu harus bersimpuh di hadapan
si jelita, meratap dan merayu-rayu. Tak ubah seperti
brahmana yang sedang duduk bersimpuh memohon berkah
kepada Dewata .... Dahulu Ken Arok atau Sri Rajasa batara sang Amurwabumi,
raja pertama dari kerajaan Singosari mencint ai dan merebut
Ken Dedes isteri dari Tunggul Ametung akuwu Tumapel.
Adalah karena Ken Arok mengandung pamrih atau keinginan
menjadi raja. Ketika itu Tunggul Ametung mengetahui bahw a isterinya
mulai mengandung. Maka sang akuwu segera mengajak Ken
Dedes bercengkerama ke t aman Boboji. Pada saat Ken Dedes
turun dari keret a, tak terduga-duga anginpun jahil. Kain
wanita itu tersingkap dan tersiaklah betisnya hingga tampak
juga rah im kewanitaannya. Kebetulan pula saat itu Ken Arok
berada di tempat itu. Dan secara kebetulan pula ia dapat
melihat rahim Ken Dedes memancarkan cahaya yang menyala.
Ken Arok terpukau. "Bapak Dang hyang, bagaimanakah sifat dari seorang
wanita yang rahimnya memancarkan sinar?" ketika pulang Ken
Arok menanyakan hal itu kepada ayah-angkatnya, brahmana
Lohgawe. Ia menceritakan apa yang dilihatnya siang tadi di
taman Boboji. Brahmana Lohgawe menerangkan bahwa wanita yang
sedemikian itu disebut a r d a n a reswari. Barang siapa yang
beruntung memperisterinya, tentu akan dapat menjadi raja. .
Terdorong oleh keinginan menjadi raja itulah maka Ken
Arok berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh Ken Dedes.
Akhirnya ia berhasil membunuh Tunggul Ametung lalu
mengawini Ken Dedes dan kemudian menjadi raja pertama
dari kerajaan Singosari. Baginda Jayanagarapun menderita luka parah karena
hatinya terpanah Asmara ketika melihat Rara Sindura bersama
Kuda Lampeyan dibawa mahapatih Nambi menghadap di balai
witana. Walaupun kedua raja itu sama2 jatuh cinta pada wanita
yang sudah diperisteri orang namun berlainan sebab
muabahnya dan berbeda pula tujuannya.
Ken Arok tertegun karena melihat rahim Ken De-des
memancarkan sinar. Jayanagara terpukau karena melihat
kecantikan Rara Sindura yang menyala gilang gemilang. Ken
Arok mencintai Ken Dedes karena terisi pengetahuan bahwa
dengan mendapatkan w anita itu, kelak ia dapat menjadi raja.
Jayanagara jatuh hati kepada Rara Sindura tanpa suatu
pamrih kecuali hanya ingin mempersunting bunga cantik dari
tanah perdikan Mandana. Ken Arok seorang pemuda dari
kalangan rakyat yang ingin memperisteri seorang wanita, isteri
seorang akuwu yang luhur kedudukannya. Jayanagara
seorang raja diraja yang ingin memperisteri wanita desa yang
menjadi isteri seorang pemuda biasa.
Dilain fihak, pun terdapat perbedaan antara Ken Dedes
dengan Rara Sindura. Jika Ken Dedes menyambut cinta Ken
Arok walaupun tahu bahwa pemuda itu yang membunuh
suaminya. Tetapi Rara S indura menolak rayuan baginda
Jayanagara w alaupun tahu bahwa Jayanagara itu seorang raja
yang jauh lebih luhur dan berkuasa dari suaminya. Ken Dedes,
puteri dari mpu Purwa, seorang empu yang luhur budi dan
tinggi akhlak. Namun ternyata puterinya masih kalah tinggi imannya
dengan Rara S indura, seorang gadis anak buyut tanah
Mandana. Rara Sindura hendak menetapi keutamaan seorang w anita
sejati. Walaupun ia dikasihi para dewata dengan berkah
kecantikan yang gemilang, namun ia tak mau memanfaatkan
kecantikannya itu untuk mencari kemanjaan kesenangan
hidup. Ia tetap cinta setuhu kepada guru lakinya. Bagai dewi
Anggraini yang menolak rayuan sang Arjuna yang jauh lebih
cakap wajahnya dan lebih digdaya dari suaminya Palgunadi.
Demikianpun Rara Sindura tak terkecuh hatinya dijenjang
rayuan baginda Jayanagara yang lebih luhur dan berkuasa dari
pada Kuda Lampeyan. Demikian keanehan mahluk ciptaan Hyang Widi Wisesa
yang disebut wanita. Hatinya sukar diduga, pikirannya tak
mudah diraba. Namun makhluk jenis lawannya, yalah kaum pria pun
memiliki sifat2 yang aneh juga. Makin ditolak, makin nekad.
Tetapi makin d irapat, makin menyelimpat. Semisal prabu
Rahw anaraja yang pant ang mundur ditolak dewi Shint a,
demikianpun Jayanagara segan menyurut setapak karena
ditolak Rara Sindura. Batara Kamajaya telah menciptakan senjata anak-panah
dengan hikmah kesaktian yang mujijat. Maka barang siapa
yang terkena panah sang Kamajaya itu tentu akan lumpuh
daya kekuatan dan kesadaran pikirannya. Hilangnya kesadaran
pikiran akan menimbulkan apa yang disebut 'hardaning tyas'
yalah suatu kekuatan gaib atau pendorong perasaan yang
nekad. Maka tak kuasa lagi baginda Jayanagara untuk
mengekang perasaan hatinya. Serta merta didekapnya sang
jelita Rara Sindura dan dihembusnya dengari bahana isi
kalbunya ....... Saat itu menggigillah Rara S indura. Buluromanya meregang
tegang, peluh dinginpun berhamburan memandikan tubuhnya.
Seumur hidup belum pernah tubuhnya dijamah lain lelaki
kecuali suaminya. Rasa kejut dan seram yang menjalari
perasaan hatinya, membuat tubuhnya t erdiam seperti sebuah
patung. "Sindura, wong ayu, jangan bimbang, usah takut. Mari
kujenjang engkau ke puncak kehidupan yang mukti wibawa.
Akan kugenangi dirimu dengan lautan kasih, kumanjakan
engkau dalam kemuliaan dan kusanjungmu dalam limpahan
kebahagiaan. ..." bisik baginda Jayanagara pula.
Ucapan baginda itu menghentakkan perasaan Sindura dari
cengkaman pesona. Serentak tersadarlah ia apa yang sedang
terjadi pada d irinya, saat itu "Duh, gusti junjungan hamba"
serunya dengan dada berombak keras karena menahan
gejolak debur jantungnya "ingatlah gusti, paduka seorang raja
gung binatara dan hamba seorang wanita desa yang sudah
bersuami. Bukankah hamba akan dikutuk oleh seluruh kawula
Majapah it apabila hamba menerima keinginan paduka ?"
"Ho, siapakah yang berani menghinamu, Sindura" Mereka
tentu akan kujatuhi hukuman tumpas kelor! Seluruh
keluarganya dibunuh semua" ucap baginda "dan rnengapa
mereka mengutukmu " "
Sambil menggeliat untuk melepaskan diri dari dekapan
tangan baginda, Rara S indura menjawab "Mereka t entu akan
mengutuk hamba sebagai seorang wanita nista, menghianati
suami ... " "Ah, mereka hanya mengiri atas rejekimu yang besar itu"
tukas baginda "Sindura, apa salahnya seorang w anit a memilih
tempat yang sesuai bagi tempat peneduh kehidupannya" Oh,
Sindura, engkau bagai sekuntum bunga teratai yang indah
suci. Bukan di paya atau di rawa2 tempat tumbuhmu
melainkan seharusnya engkau tumbuh megah menjadi
penghias dalam kolam taman sari keraton. Lihatlah Sindura,
bukankah taman sari ini penuh dengan aneka warna bunga"
Tetapi wong ayu, bunga2 it u tampak suram dan menunduk
ketika engkau berkunjung kemari ... "
"Duh gusti, hambapun tentu akan dicerca orang sebagai
wanita yang menghancurkan kewibawaan kerajaan Majapah it!" "Mengapa?" Jayanagara kerutkan dahi.
"Hamba seorang wanita yang sudah bersuami dan berasal
dari anak seorang buyut desa. Bila hamba duduk bersanding
di samp ing paduka, tentulah paduka akan dicemoh para
narapraja dan kawula. Dengan demikian kewibawaan kerajaan
tentu akan merosot "
"Heh, heh" baginda tertawa mengekeh "aku adalah yang
dipertuan dari kerajaan Majapahit Dan aku berkuasa penuh,
dapat menentukan hitam putihnya nasib seseorang. Barang
siapa berani menentang perint ahku dan menghina
kewibawaan kerajaan, tentu kuhukum mati. Sudahlah,
Sindura, jangan mencemaskan hal itu. Aku yang bertanggung
jawab semuanya. Yang kuminta darimu, Sindura, hanyalah
pernyataanmu. Bahwa engkau bersedia menjadi permaisuriku.
.Dan hal itu bukan merosotkan kewibawaan kerajaan tetapi
kebalikannya bahkan akan menambah gemilang pamor tahta
kerajaan. Tetapi jika engkau menolak, barulah engkau benar2
merosotkan kewibawaan kerajaan !"
Rara S indura kerutkan alisnya yang melengkung bak bulan
tanggal satu "Mohon paduka suka memberi keterangan,
mengapa hamba akan dikata begitu "
Jayanagara tertawa cerah "Karena hatiku tentu tersiksa,
pikiranku kacau dan tampuk pimpinan pemerint ahan tentu
menderita kekalut an. Dan akibatnya kewibawaan kerajaan
tentu merosot. Maka janganlah engkau biarkan aku bertepuk
sebelah tangan "

01 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rara Sindura tertegun. Ia benar2 kewalahan menghadapi
raja yang sudah dimabuk kepayang asmara itu. Diam2 ia
menyesali nasibnya, mengapa ia d ikaruniai w ajah yang cantik.
Tak pernah ia menyangka bahw a kecantikannya itu akan
membawa kesulitan pada dirinya. Dahulu semasa ia
menjenjang masa remaja puteri, ia merasa bangga dan
bahagia pada dirinya. Setiap bibir tentu akan menghambur
sanjung pujian atas kecantikannya. Dicintai oleh kedua ibu
bapak dan disanjung seluruh
kembangnya tanah perdikan itu.
rakyat Mandana sebagai Dan sejak ia menginjak masa remaja itu, mulailah timbul
beberapa peristiwa. Walaupun peristiwa2 itu tak langsung
menimbulkan kesulitan kepada dirinya tetapi cukup buat
perasaan hati tak enak dan tak tenang. Laksana kawanan
kumbang mengerumuni kuntum bunga yang tengah mekar,
maka banyaklah pemuda2 di tanah Mandana bahkan dari luar
daerah, yang berlomba-lomba untuk merebut hati Sindura.
Bahkan perlombaan itu sering meningkat pada persaingan dan
diakhiri dengan perkela-hian.
Dan kini set elah ia dipersunting oleh Kuda Lampeyan,
peristiwa tak sedap itu timbul pula. Bahkan lebih meningkat
menjadi suatu kesulitan yang berbahaya. Ka-rena yang
mengganggunya saat it u, bukanlah kaum muda tanah
Mandana atau desa2 lainnya, tetapi baginda Jayanagara, raja
yang menguasai negara Majapahit.
Kini baru ia menyadari benar2 bahw a kecantikannya itu
bukan merupakan suatu berkah tetapi lebih ba-nyak
merupakan kesulitan. Dan mulailah rasa kebanggaan atas
kecantikannya itu berganti dengan keluhan.
"Sindura, mengapa engkau diam saja " Apakah engkau
masih bersangsi, takut dan cemas" " tiba2 baginda menegur.
Sindura tersentak dari pengembaraannya kealam kenangan
masa lampau. Ia menyadari bahw a saat itu ia berhadapan
dengan seorang raja yang tiada terbatas wewenangnya. Maka
ia harus berhati2 menghadapinya. Sekali salah ucap, tentu
akan menimbulkan kemurkaan baginda. Iapun menyadari
pula, bahwa sia2 jualah ia akan menolak kehendak raja itu.
Namun untuk menerimanya, iapun tak mau dan lebih baik
mati. Mati membela kesucian martabat sebagai wanita utama
adalah kematian yang luhur.
Dan iapun bersedia untuk menghadapi kematian sedemikian
itu. Sebelum mati berpantang ajal, sudah merupakan kodrat
hidup dari mahluk manusia sampai pada bangsa khewan.
Demikian dengan Sindura. Ia segera menetapkan langkah. Ia
harus berdaya sedapat mungkin untuk menghindari desakan
baginda, tanpa membangkitkan kemurkaan raja itu. Namun
kalau gagal, keputusan yang terakhir hanyalah dengan cara '
suduk selira ' atau bunuh diri.
Cepat Sindura memperoleh rencana yang akan digunakan
untuk menghadap raja Jayanagara. Ujarnya. beriba "Duh,
gusti, persoalan ini memang amat menekan batin hamba.
Pertama, hamba masih seorang mempelai baru. Kehangatan
kasih dari suami hamba itu masih melekat pada tulang sunsum
hamba .... " "Huk huk ..." tiba2 Jayanagara batuk2 sehingga kata2
Sindura terhenti. Lalu terdengar baginda meneguk air liurnya.
Rupanya baginda tersinggung mendengar ucapan sijelita. Hati
baginda serasa merint ih-rint ih, mengiri akan kebahagiaan yang
telah dikenyam Kuda Lampeyan.
"Dan kedua" Sindura melanjutkan pula "hamba benar2
amat terkejut sekali menerima ucapan baginda tadi. Rasa
kejut itu seperti gempa yang menggoncangkan bumi kalbu
hamba. Hamba bingung gusti, benar-benar bingung dan
kesima seperti orang buta yang' mendadak dapat melihat sinar
matahari " Jayanagara tertawa "Ah, mengapa sibuta harus bingung,
Sindura " Batara Surya adalah pembawa sinar berkah
kehidupan .... " "Belum tentu, gusti" bant ah Sindura "apabila ia tetap
berada dalam kegelapan buta mata, mungkin hatinya tenang
dan tenteram. Tetapi setelah ia dapat melihat surya, ia akan
melihat dan menikmati segala benda di dunia. Justeru
penglihatan dan kenikmatan itu akan menimbulkan rasa
Keinginan dalam hatinya. Keinginan itulah yang akan
membuat pikirannya gelisah, hati tak tentram. Bukankah
ubah-usiknya kehiduprn manusia itu bersumber pada
dorongan rasa Keinginannya" "
Jayanagara berdeham beberapa kali "Eh. eh, tak kira kalau
orang secantik engkau ini dapat juga menguraikan falsafah
hidup yang bernilai. Memang apa yang engkau katakan itu,
benar sekali. Tetapi apakah jadi-nya kita manusia ini, apabila
hidup tanpa Keinginan" "
"Benar Gusti memang manusia hidup tentu memiliki
Keinginan. Hanya saja Keinginan itu terbagi dua jenis,
Pedang 3 Dimensi 1 Gento Guyon 13 Dedel Duel Setan Harpa 15
^