Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 26

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 26


Sementara itu, ternyata sedikit demi sedikit usaha Agung Sedayu mulai berhasil. Ia benar-benar telah mampu menembus perisai yang dibangunkan tanpa kasat mata oleh empu yang sakti yang telah membuat pintu gerbang itu.
Karena itulah, maka pintu gerbang itu benar-benar mulai terguncang. Semakin lama semakin keras.
Ketika orang-orang yang berada dipintu gerbang itu menjadi semakin cemas dan gelisah, maka Ki Tumenggung-pun dengan tergesa-gesa telah tiba.Ia langsung menuju ke-pintu gerbang dan melihat apa yang telah terjadi.
" Gila " geram Ki Tumenggung " aku harus berbuat sesuatu.
Dengan serta merta maka Ki Tumenggung itupun segera memanjat dinding istana. Ketika ia berada diatas dinding, maka dilihatnya seseorang berdiri tegak dengan tangan bersilang di dada.
" Tentu orang itu " katanya didalam hati.
Sejenak ia mengamati Agung Sedayu. Ia mencoba un"tuk menilai, apakah lawannya itu benar-benar orang yang memiliki kemampuan luar biasa dan tidak terlawan.
Namun dalam pada itu, selagi ia termangu-mangu, maka Sabungsari telah melihatnya. Karena itu, maka iapun menjadi berdebar-debar. Ia sadar, bahwa Ki Tumenggung Wiladipa tentu orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Karena itu, maka iapun telah bersiaga untuk mengha"dapinya. Jika orang itu akan menyerang Agung Sedayu, maka ia harus berusaha untuk menghalanginya.
" Orang itu berilmu iblis " berkata Ki Wiladipa. Lalu katanya " Beri aku anak panah dan busur. "
Seseorangpun kemudian telah menyerahkan anak panah dan busur. Dengan wajah yang tegang, maka Ki Tumenggung Wiladipa itupun telah melepaskan anak panahnya pada busurnya.
Namun Ki Tumenggung Wiladipa tidak sempat mem"bidik. Selagi ia mulai mengangkat busurnya, maka Ki Tumenggung itu tiba-tiba telah menyeringai menahan sakit didadanya. rasa-rasanya isi dadanya telah diremas oleh satu kekuatan yang luar biasa besarnya.
Ki Tumenggung Wiladipa mengumpat. Sementara itu, ia tidak melihat Agung Sedayu merubah sikap dan
pandangannya. Karena itu maka Ki Wiladipapun telah mengambil kesimpulan, tentu ada orang lain yang telah melindungi orang yang berdiri tegak dengan menyilangkan tangannya didadanya.
Dengan cepat Ki Tumenggung melihat Sabungsari yang duduk dibelakang perisai. Karena itu, maka iapun kemudian bertekad untuk lebih dahulu menyerang Sabung"sari.
Tetapi Ki Tumenggung sabar, bahwa Sabungsaripun ternyata mampu menyerangnya dari jarak jauh, sehingga ia harus menjadi sangat berhati-hati.
"Tetapi orang itu tidak kebal. Bidiklah kepalanya. Aku akan mempersiapkann sebuah serangan " berkata Ki Tumenggung Wiladipa. Dua orang perwira telah berusaha membidik kepala Sabungsari. Namun mereka tidak dapat melakukannya tanpa perlawanan. Ternyata bahwa Glagah Putih dan Sekar Mirahpun berada diantara mereka yang telah mempergunakan anak panah dan busur untuk menye"rang orang-orang yang berada diatas dinding. Lontaran anak panah Sekar Mirah memang agak lain dari lontaran anak panah para prajurit kebanyakan. Bagaimanapun juga dorongan ilmunya berpengaruh pula atas kekuatan anak panah yang diluncurkannya.
Dengan demikian, baik yang menyerang dari atas din"ding, maupun yang dari luar dinding harus berhati-hati menghadapi lawan yang semakin mapan. Pasukan Matarampun telah menempatkan pemanah-pemanah ter"baiknya disamping orang-orang yang memiliki kelebihan.
Namun akhirnya Ki Wiladipa memang mendapat kesempatan. Ketika ia bergeser dari tempatnya ditempat yang terlindung, ia dapat mengelabui Sabungsari. Dengan cepat ia muncul dengan busur yang telah merentang. Ia sempat membidik sekilas. Ketika Sabungsari melihatnya maka Ki Tumenggung Wiladipa telah sempat melepaskan anak panahnya.
Anak panah itu meluncur dengan derasnya. Namun Ki Tumenggung Wiladipa tidak sempat membidik kepala
Sabungsari. Karena itu, maka anak panahnya telah meluncur mengenai perisainya.
Akibatnya memang mengejutkan. Rasa-rasanya perisai di tangan Sabungsari itu bagaikan terbakar dan menjadi panas.
Sabungsari menggeretakkan giginya. Ia berusaha un"tuk mengatasi perasaan sakitnya, sementara orang yang menyerangnya telah hilang dibalik dinding.
Sabungsari sadar, bahwa orang itu tentu akan muncul lagi ditempat lain dan akan menyerangnya dengan tiba-tiba. Sebelum Sabungsari sempat melihatnya, maka orang itu tentu sudah melepaskan anak panahnya dan menghilang lagi dibalik dinding.
" Licik " geram Sabungsari. Tetapi ia tidak dapat ber"buat apa-apa.
Karena itu, maka Sabungsaripun tiba-tiba telah menen"tukan satu langkah lain. Ia tidak menghiraukan lagi orang yang akan menyerangnya. Jika sekidi lagi orang itu menge"nainya dan perisainya menjadi semakin panas, maka ia akan membiarkan tangannya mengalami luka bakar.
Tetapi ia sudah mengambil satu keputusan.
Sabungsari tiba-tiba tidak memperhatikan lagi orang-orang yang sedang, berdiri diatas dinding dan gerbang. Iapun telah memusatkan pandangan matanya kepintu ger"bang.
" Aku harus membantu Agung Sedayu mempercepat usahanya memecahkan pintu gerbang itu " berkata Sabungsari didalam hatinya.
Sejenak kemudian, maka Sabungsaripun telah ber"sama-sama dengan Agung Sedayu berusaha memecahkan pintu gerbang dengan cara yang hampir sama. Sementara itu, ilmu Sabungsari sudah tidak dihalangi lagi oleh perisai yang tidak kasat mata yang melindungi pintu gerbang itu, karena telah dikoyakkan oleh Agung Sedayu.
Ternyata dua kekuatan yang dahsyat telah menggun"cang pintu gerbang. Meskipun ilmu Sabungsari masih belum setingkat dengan ilmu Agung Sedayu, namun yang dilakukan ternyata benar-benar telah mempercepat usaha Agung Sedayu untuk memecahkan pintu gerbang itu.
Ketika sebuah anak panah mengenai perisai Sabungsari dan panas perisainya semakin meningkat, Sabungsari tidak menghiraukannya. Ia justru merenggangkan perisai itu dari tubuhnya. Namun lengannya yang menjadi tumpuan perisai itu benar-benar bagaikan terkelupas oleh panasnya perisainya yang bagaikan membara.
Dalam pada itu, dua kekuatan telah bergabung. Agung Sedayu sendiri telah mampu mengguncang pintu gerbang itu. Ketika ia meningkatkan ilmunya, maka Sabungsaripun telah ikut pula bersamanya. Karena itulah maka pintu ger"bang itupun kemudian bagaikan didera oleh kekuatan yang tidak tertahankan. Jauh diatas kemungkinan sekelompok orang yang berusaha memecahkan pintu gerbang itu dengan balok kayu yang panjang. Apalagi dibawah hujan anak panah dan lembing.
Perlahan-lahan maka orang-orang yang berada didalam pintu gerbang itu menyaksikan, bahwa selarak pintu ger"bang itu mulai retak.
" Selarak itu retak " teriak seseorang.
" Tahan. Jangan sampai terbuka " teriak yang lain.
Beberapa orang telah berusaha untuk menahan agar pintu itu tidak terbuka.
Tetapi mereka tidak menyadari, bahwa kekuatan yang terpancar dari mata Agung Sedayu dan Sabungsari bukan"lah terutama kekuatan mendorong pintu gerbang itu. Te"tapi kekuatan itu bagaikan menyusup disela-sela setiap lubang yang betapapun lembutnya dari papan dan keping-keping besi pada pintu gerbang itu. Kemudian meremasnya dan menamatkannya.
Karena itu, maka sejenak kemudian, yang terjadi pada pintu gerbang itu benar-benar mengejutkan. Perlahan-lahan tetapi pasti, maka telah terjadi keretakan dan kemudian selapis-demi selapis keping kayu yang tebal itupun mulai geripis bagaikan dimakan rengat. Semakin lama semakin dalam, sementara goncangan-goncangan telah terjadi pula, karena kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi benturan yang keras antara kekuatan kayu itu serta lapisan pelin"dungnya yang tidak kasat mata dengan kekuatan sorot mata Agung Sedayu dan yang kemudian dibantu oleh Sabungsari. Goncangan-goncangan itulah yang telah meretakkan selarak pintu gerbang itu.
Sabungsari yang kemudian mengetahui tepat sasaran ilmu Agung Sedayupun telah menerapkan ilmunya pada sasaran yang sama, sehingga kedua kekuatan ilmu itu telah saling mendorong, sehingga keausan terjadi semakin cepat.
Seperti yang diperhitungkan, maka ketika keping-ke"ping papan yang tebal dan kuat itu telah berlubang, maka dibalik pintu itu nampak selarak yang menyilang.
Tidak terlalu lama bagi Agung Sedayu dan Sabungsari bersama-sama untuk mematahkan selarak yang sudah retak karena goncangan-goncangan yang dahyat itu.
Sementara didalam pintu gerbang telah terjadi keribu"tan. Para perwira telah melaporkan hal itu kepada Ki Tumenggung Wiladipa. Ternyata Ki Tumenggung Wiladipa tidak mampu mengusir Agung Sedayu. Ketika Ki Wiladipa menyerang Agung Sedayu maka kekuatan ilmunya memang dapat menembus ilmu kebal Agung Sedayu. Teta"pi sudah menjadi demikian lemahnya sehingga sama sekali tidak melukainya. Meskipun demikian. Agung Sedayu sebenarnya juga merasa sakit sengatan rasa panas. Namun tidak berhasil menyakitinya. Perwira yang memiliki kekua"tan yang luar biasa itu, tidak mampu lagi mengguncang ketika Agung Sedayu benar-benar sudah sampai kepuncak ilmunya.
Karena itu, maka tidak ada apapun lagi yang dihirau"kan oleh Agung Sedayu dan Sabungsari, karena semua pemusatan nalar budinya tertuju pada pintu gerbang itu.
Sementara itu, para prajurit Matarampun telah melihat apa yang terjadi. Ki Lurah Branjangan yang menjadi yakin, bahwa pintu itu memang akan pecah, segera mempersiap"kan pasukannya. Pasukan khusus dan pasukan berkudanya berada dipaling depan. Kemudian pasukan Mataram yang lain mengiringinya. Beberapa orang yang memiliki ilmu yang tinggi harus berada diantara mereka, karena mereka akan bertemu dengan para prajurit dan pasukan pengawal khusus Pajang yang dianggap tidak terkalahkan disegala medan.
Bahkan ternyata Ki Lurah Branjangan juga telah memerintahkan untuk memanggil sekelompok pasukan Mataram yang mendapat tugas untuk menyiapkan pedati dengan perisai-perisai raksasa.
" Pedati-pedati itu tidak kita perlukan lagi " berkata Ki Lurah Branjangan " gerbang telah dipecahkan. "
Para penghubung telah menyampaikan perintah itu pula. Seorang prajurit Mataram sempat bertanya " Bagai"mana kita mampu memecahkan pintu gerbang. "
" Agung Sedayu dan Sabungsari " jawab penghubung
itu. Para prajurit itupun mengangguk-angguk. Mereka segera meninggalkan pekerjaan mereka dan dengan ke-siagaan seorang prajurit mereka telah menuju ke medan.
Dalam pada itu, pintu gerbang yang terbuat dari keping-keping papan yang kuat dan tebal, serta diperkuat oleh batang-batang besi telah dipecahkan. Sebuah lubang telah terjadi. Semakin lama semakin besar. Bahkan ter"nyata bahwa kekuatan Agung Sedayu dan Sabungsari telah menembus dan mengenai pula orang-orang yang berada dibelakang pintu gerbang yang berlubang itu.
Dengan demikian, maka dibelakang pintu gerbang itu benar-benar telah menjadi kegelisahan. Beberapa orang telah mendesak mundur dan menghindarkan diri dari lubang yang telah menganga itu.
Sementara itu, maka Ki Lurah Branjangan telah ber"siap pula. Selapis pasukan Mataram telah membalas setiap serangan dengan anak panah dan lembing untuk melin-
dungi pasukannya yang akan segera membuka pintu ger"bang.
Demikianlah, ketika Agung Sedayu sudah meyakini bahwa pintu gerbang itu sudah terbuka, maka iapun telah mengakhiri serangannya. Perlahan-lahan ia bergeser surut, sementara Sabungsaripun telah selesai pula.
Tetapi ternyata bahwa Sabungsari harus melepas peris"tiwa yang ternyata telah membakar tangannya dan mem"buat bekas luka bakar yang parah.
Dengan cepat seseorang telah merawat tangan Sabung"sari yang terluka bakar. Namun setelah dioleskan obat pada luka itu, Sabungsari berkata " Aku tidak apa-apa. Yang penting tanganku kanan masih mampu menggenggam pedang. "
Namun dalam pada itu, Agung Sedayu yang merasakan bantuan Sabungsari pada serangannya menepuk pundak"nya sambil berkata " Terima kasih. Sekarang terserah kepada Ki Lurah Branjangan. "
Dalam pada itu, maka pasukan berperisai telah bersiap. Ketika Ki Lurah memberikan isyarat, maka pasukan itupun dengan serta merta telah menyerbu menuju kepintu ger"bang yang telah berhasil ditembus oleh Agung Sedayu dan Sabungsari, dibawah perlindungan anak panah dan lembing yang mengimbangi serangan-serangan dari atas dinding.
- Namun pasukan yang ada didalam halaman istana, tidak lagi berusaha menahan laju pasukan Mataram. Tetapi dengan kebanggaan pasukan pengawal khusus yang tidak terkalahkan, mereka siap menunggu pasukan Mataram didalam pintu gerbang, bersama prajurit Pajang dan Demak yang lain.
Tetapi prajurit Mataram telah memperhitungkannya. Karena itu, maka yang harus berada dipalingdepan adalah pasukan khusus Mataram yang ditempa di Tanah Perdikan Menoreh bersama pasukan berkuda dari Pajang sendiri yang dipimpin oleh Ki Pranawangsa. Sementara itu pasukan Mataram yang ada di Jati Anom, yang dipinpin oleh Untara sebagian telah berada di depan pintu gerbang itu pula. Seke"lompok dari pasukan itu, yang diserahkan kepada Sabung"sari memiliki kemampuan pasukan khusus yang berpe"ngalaman. Sedangkan Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Glagah Putih telah memperkuat pasukan yang memasuki halaman lewat pintu gerbang utama itu pula.
Berita tentang pecahnya pintu gerbang utama itu telah sampai kesemua pasukan yang mengepung istana Pajang. Bahkan para penghubung khusus telah pergi ke Mataram untuk menyampaikan berita tentang pecahnya pintu ger"bang itu, sebagaimana pernah dipesankan oleh Panem"bahan Senapati. Bahwa jika pintu gerbang istana itu dapat dibuka, maka persoalannya dengan Pajang akan diselesai"kannya sendiri dengan Adipati Pajang yang sebenarnya adalah keluarga sendiri.
Benturan antara kedua pasukan itu benar-benar meru"pakan benturan yang dahsyat. Kedua belah pihak memiliki kebanggaan ata: kesatuan masing-masing, sehingga dengan demikian maka kedua belah pihak mereka tidak akan terkalahkan Pasukan berkuda yang dalam benturan itu sama sekali tidak mempergunakan kuda mereka, meru"pakan satu pasukan yang pernah mengalami latihan-latihan yang sangat berat badani dan jiwani, sebagaimana pasukan khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh. Namun seke"lompok prajurit Mataram yang berada di Jati Anom yang berada dibawah pimpinan Sabungsari merupakan seke"lompok pasukan yang memiliki pengalaman khusus pula.
Pertempuran yang terjadi memang merupakan pertem"puran yang sangat dahsyat. Pasukan yang memiliki kele"bihan dari pasukan-pasukan yang lain telah saling bertemu dan bertempur desak mendesak, sorak yang gemuruh seakan-akan memecahkan dinding-dinding istana yang membeku.
Didalam istana Kangjeng Adipati yang dikawani oleh tiga pengawal terpilihnya duduk diatas singgasana Kadi"paten dengan tombak siap ditangan. Sementara permai"surinya diperintahkannya berada didalam biliknya.
" Aku akan mati diatas singgasana ini " berkata
Kangjeng Adipati " tidak seorangpun akan dapat meng"usir aku dari tempat ini. "
Para pengawalnya tidak menjawab. Namun meskipun telah bersiap untuk mati sebagaimana Kangjeng Adipati.
Namun tiba-tiba saja Kangjeng Adipati bertanya " Dimana Wiladipa" "
" Hamba kurang tahu Kangjeng " jawab seorang pengawalnya.
" Ya. Kau tentu tidak mengetahui. Tetapi menurut laporan yang aku terima. Tumenggung Wiladipa sedang mengatur para prajurit yang berada diluar " desis Kang"jeng Adipati.
Para pengawal tidak menjawab. Namun mereka benar-benar dicengkam oleh suasana yang tegang. Sementara sorak yang gemuruh terdengar di halaman istana.
Pertempuran antara dua kekuatan yang memiliki kele"bihan dari prajurit kebanyakan itu benar-benar telah mengguncangkan medan. Prajurit dari pasukan khusus Mataram, pasukan berkuda Pajang yang berpihak kepada Mataram, serta sekelompok prajurit pilihan dari Jati Anom yang dipimpin oleh Sabungsari ternyata merupakan pasukan mengejutkan pasukan pengawal khusus dari Pa"jang dan Demak. Mereka merasa bahwa mereka tidak akan terkalahkan disegala medan. Namun ketika senjata mereka berbenturan dengan pasukan terpilih dari Mataram, maka mereka merasa bahwa ternyata ada juga sepasukan prajurit yang memiliki tataran sebagaimana mereka sendiri.
Karena itu, maka para prajurit dari pasukan pengawal khusus Pajang dan .Demak itu harus mengerahkan kemampuan mereka untuk menahan pasukan Mataram yang menyusup.
Namun arus pasukan Mataram benar-benar sulit untuk dibendung. Ketika pasukan khusus sudah berhasil men"dorong pertahanan pasukan pengawal khusus Pajang dan Demak, maka para prajurit dari segala unsur yang ada diluarpun telah mendesak masuk pula. Meskipun mereka tidak memiliki kemampuan pasukan khusus, tetapi prajurit-prajurit Mataram adalah prajurit yang berpengala"man. Mereka telah berada dibanyak medan yang keras dan bahkan kasar. Karena itu, maka mereka sama sekali tidak gentar melihat benturan pasukan khusus yang saling me"miliki kelebihan itu.
Beberapa kelompok pasukan Mataram berusaha untuk dapat mencapai pintu gerbang disebelah menyebelah yang di hadapi oleh pasukan dari Tanah Perdikan Menoreh dan yang lain pasukan pengawal Kademangan Sangkal Putung, sementara di pintu gerbang belakang pasukan Mataram yang ditarik dari beberapa daerah pengamanan telah siap pula untuk menggempurnya.
Ketika berita bahwa pintu gerbang utama telah dipe"cahkan, maka semua pasukanpun segera bersiap. Mereka menyerang dengan sengitnya dari luar dinding, dengan harapan bahwa akan datangpasukan Mataram yang akan membantu mereka dari dalam dinding dan membuka sela"rak pintu gerbang.
Namun pasukan pengawal khusus yang memencar itu telah mempertahankan pintu gerbang dari dalam-, Karena itu, maka pasukan Mataram yang mengalir kepintu ger bang samping tidak segera dapat membantu membuka selaraknya dari dalam.
Tetapi kehadiran pasukan Mataram dipintu gerbang itu telah membuat pertahanan pasukan Pajang dan Demak menjadi kisruh. Para prajurit Mataram itu telah memper"gunakan anak panah pula untuk menyerang para prajurit Pajang dan Demak yang berada diatas dinding sehingga dengan demikian, maka perhatian pasukan Pajang dan Demak benar-benar telah terbagi.
Dalam pada itu, pasukan dari Kademangan Sangkal Putung yang memang tidak mengendorkan serangannya, masih juga menyediakan peralatan mereka. Ketika mereka menyadari, bahwa pasukan Mataram yang memasuki pintu gerbang utama telah mengalir sampai kebalik dinding dihadapan mereka, maka Swandaru memutuskan untuk mempergunakan alat-alat itu kembali.
Sekelompok orangpun kemudian telah mengangkat sebatang balok yang besar dan panjang. Dengan dilindungi oleh selapis pasukan beranak panah dana busur serta lembing, maka sekelompok orang itu berusaha untuk memben"turkan baloknya kearah pintu gerbang.
Kekuatan pasukan Pajang dan Demak memang sudah terbagi. Karena itu, maka mereka tidak dapat sepenuhnya berusaha menghambat usaha Swandaru. Mereka harus melawan pasukan Mataram yang telah sampai ke balik pin"tu gerbang itu pula.
Karena itulah, maka usaha Swandaru tidak banyak lagi mendapat hambatan.
Ketika balok panjangnya itu membentur pintu gerbang, maka terasa sebuah kekuatan justru bagaikan mendera balok itu sehingga memental mundur. Beberapa kali Swan"daru mencobanya. Namun beberapa kali pula ia gagal.
Tetapi murid Kiai Gringsing itu tidak pernah berputus asa. Meskipun ia tidak sadar, bahwa ada sesuatu yang tidak dapat dilihatnya. Namun kemauannya yang tidak pernah mereda dan justru bagaikan menyala semakin besar didalam dadanya, ternyata mempunyai pengaruh pula. Kepribadian Swandaru yang sangat kuat telah menum"buhkan kekuatan khusus untuk melawan kekuatan yang ti"dak kasat mata yang seakan-akan melapisi pintu gerbang itu.
Karena itu, ketika Swandaru menghentakkan kekuatannya dan iapun kemudian membantu usaha memecahkan pintu gerbang itu dengan ledakan cambuknya yang bagaikan menimbulkan gempa itu, maka selarak pintu gerbang itu mulai retak dibagian dalam.
Karena usaha itu diulang beberapa kali, maka keretakan di selarak pintu itupun semakin lama menjadi semakin dalam sehingga akhirnya, Swandaru dan para pengawalnya berhasil memecahkan pintu gerbang samping itu.
Demikian pintu gerbang itu pecah, maka mengalirlah pasukan pengawal Kademangan Sangkal Putung memasuki pintu gerbang. Namun ternyata benturan itu memang sangat mengejutkan. Yang mereka hadapi adalah pasukan pengawal khusus yang sudah siap berada dipintu.
Swandaru sendiri bersama Pandan Wangi telah memimpin pasukan Kademangan Sangkal Putung. Ke"duanya memang memiliki kelebihan dari orang keba"nyakan. Dan keduanyapun memiliki kelebihan dari pasukan pengawal khusus sekalipun.
Seorang perwira dari pasukan pengawal khusus itu telah berusaha untuk menahan Swandaru. Namun ia benar-benar telah membentur satu kekuatan yang luar biasa. Ketika cambuk Swandaru meledak, maka perwira itu terke"jut. Ia tidak mengira bahwa dilingkungan para pengawal itu terdapat seorang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Karena menilik pakaian dan kelengkapannya, maka pasukan yang menerobos masuk itu bukan prajurit Ma"taram yang sebenarnya.
Namun pasukan pengawal Kademangan Sangkal Pu-tungpun telah memiliki pengalaman yang sangat luas. Se"jak bagian terakhir dari sisa-sisa pasukan Jipang yang ber"ada disekitar Kademangannya, maka para pengawal Kade"mangan sudah ditempa dengan keras, meskipun sebagian dari mereka telah disusul dengan tataran anak-anak muda berikutnya. Namun anak-anak muda itupun telah memiliki pengalaman yang cukup pula.
Karena itu, maka pasukan pengawal Kademangan Sangkal Putung itupun telah melanda kekuatan pasukan pengawal khusus Pajang dan Demak.
Tetapi bagaimanapun juga, secara pribadi kemampuan pasukan pengawal khusus itu memang lebih baik dari para pengawal dari Kademangan Sangkal Putung, sehingga pa"sukan pengawal Sangkal Putung itu tidak dapat maju dengan cepat.
Namun jumlah pasukan pengawal Sangkal Putung agaknya memang lebih banyak, sehingga jumlah itu dapat mengisi kelemahan dibandingkan dengan para prajurit dari pasukan pengawal khusus di Pajang. Sementara itu para prajurit Mataram yang mengalir dari pintu gerbang utama sempat juga membantu para pengawal Kademangan Sang"kal Putung sehingga mereka sempat memasuki pintu ger"bang.
Kehadiran pasukan pengawal Sangkal Putung itu me"mang memperberat beban pasukan pengawal khusus di Pa"jang. Tetapi sebagaimana kepercayaan mereka atas kemam"puan mereka, maka para prajurit dari pasukan pengawal itu justru bertempur semakin garang.
Swandaru yang berhadapan dengan seorang perwira dari pasukan khusus itu telah mengerahkan kemampu"annya. Ia tidak mau dikalahkan oleh prajurit Pajang siapa-pun mereka.
Namun para perwira dari pasukan khusus memang mempunyai kelebihan, sehingga karena itu, maka Swan-darupun telah bertemu dengan lawan yang mampu mena"hannya dalam satu pertempuran yang sengit.
Namun usaha Swandaru memperdalam ilmunya dengan kemurahan hati gurunya, yang telah meminjamkan kitab"nya berganti-ganti antara Swandaru dan Agung Sedayu, telah membuat ilmu Swandaru menjadi semakin mapan. Meskipun ia cenderung untuk menunjukkan kekuatan wadagnya. Namun bagaimanapun juga, tersirat juga kekuatan cadangan didalam pancatan ilmunya.
Dengan demikian, maka perwira dari pasukan pengawal khusus itupun harus mengerahkan segenap ilmunya untuk melawan cambuk Swandaru dari yang nggegirisi.
Meskipun para prajurit dari pasukan pengawal itu mempunyai kelebihan dari para pengawal Kademangan, namun ternyata bahwa perwira yang memegang pimpinan kelompok pasukan pengawal khusus yang berhadapan dengan Swandaru itu tidak mampu melawan kemampuan il"mu Swandaru. Ledakan cambuknya, benturan ilmu dan kecepatan gerak karena dorongan tenaga cadangan, menya"takan bahwa perwira itu benar-benar berada dibawah tatar"an kemampuan Swandaru. Karena itulah, maka perwira itupun kemudian telah bergeser surut. Sementara dua orang prajurit telah berusaha untuk membantunya.
Namun dalam pada itu, para pengawal Kademangan-pun telah mendesak pula semakin maju.
Dalam pada itu, Pandan Wangi ternyata tidak lang"sung terlibat kedalam pertempuran sebagaimana dialami oleh Swandaru. Karena itu, maka Pandan Wangi sempat memperhatikan para pengawal Kademangan. Dengan suara yang melengking tinggi, Pandan Wangi memberikan aba-aba.
" Berhati-hatilah " berkata Pandan Wangi dengan nada tinggi " jangan salah menilai lawan. Jangan ber"tempur sendiri-sendiri. Tetapi pasukan ini harus tetap merupakan satu kesatuan. "
Para pengawal menyadari, kemampuan para prajurit Pajang memang luar biasa. Itulah sebabnya, maka mereka berusaha untuk dapat bertempur berpasangan.
Ternyata bahwa pengalaman yang luas para pengawal Kademangan Sangkal Putung telah memberikan arti dida-lam pertempuran yang berat itu. Mereka memang tidak menghadapi lawannya seorang dengan seorang. Apalagi jumlah pasukan pengawal Sangkal Putung memungkinkan"nya, sementara pasukan Mataram yang lain telah ikut ber"tempur di medan itu pula.
Dengan demikian maka perlahan-lahan sekali pasukan Sangkal Putung itu dapat mendesak maju. Para pemimpin kelompok berusaha agar para pengawal dari Kademangan Sangkal Putung tetap berada dalam satu kesatuan, semen"tara pasukan Mataram yang lain telah menyesuaikan diri"nya. Sebagian dari mereka adalah pasukan khusus Mata"ram yang berada di Tanah Perdikan, yang mengalir dari pin"tu gerbang utama.
Namun dalam pada itu, Pandan Wangi tidak terlalu lama dapat membebaskan diri dari pertempuran yang akan dapat mengikatnya. Ketika ia melihat perlawanan para pengawal dikacaukan oleh seorang Senapati Pajang, maka dengan penuh tanggung jawab, ia telah menyusup diantara pasukannya dan menghadapi Senapati itu.
" Kau seorang perempuan " desis Senapati itu. Pandan Wangi memandanginya dengan tajamnya. Ter"dengar jawabnya singkat " Ya. "
Senapati itu termangu-mangu sejenak. Namun melihat pedang rangkap yang bersilang didada Pandan Wangi, maka Senapati itu menyadari bahwa perempuan itu bukan perempuan kebanyakan.
Meskipun demikian, namun Senapati itu masih juga berkata " Minggirlah. Aku adalah salah seorang Senapati dari pasukan pengawal khusus. Aku datang dari Demak dengan bekal yang tidak akan terguncangkan oleh pasukan Mataram yang manapun juga. Apalagi dengan sekelompok pengawal pembantu prajurit seperti pasukanmu ini. Karena itu, tolonglah aku, jangan kotori tanganku dengan darah seorang perempuan. "
Gigi Pandan Wangi tiba-tiba saja telah gemeretak. Namun ia selalu ingat pesan ayahnya yang juga gurunya. Bahkan ia tidak boleh hanyut kedalam arus perasaannya jika ia berhadapan dengan lawan.
Karena itu, maka betapapun dadanya bergejolak, namun Pandan Wangi tetap berusaha untuk menguasai perasaannya. Apalagi ia agaknya telah berhadapan dengan seorang perwira dari pasukan pengawal khusus yang memang memiliki kelebihan.
Karena itu, dalam hiruk pikuk pertempuran itu, Pandan Wangi telah mempersiapkan diri menghadapi Senapati Pa"jang itu. Pedangnya masih tetap bersilang didepan dada"nya, sementara ia bergeser selangkah maju mendekati Senapati yang telah menghinanya itu.
Senapati itu memang menjadi heran. Perempuan itu sama sekali tidak menunjukkan kecemasannya. Bahkan ia telah melangkah mendekat.
" Agaknya perempuan ini memang harus mendapat se"dikit peringatan " berkata Senapati itu didalam hatinya.
Senapati yang bersenjata tombak pendek itupun telah mengacukan ujung tombaknya kelambung Pandan Wangi sambil berkata " Sebenarnya aku merasa sayang melukaimu perempuan cantik, apalagi secantik kau. Tetapi jika kau tidak menyingkir dari medan, maka kau tetap aku anggap sebagai lawan yang tidak berbeda dengan para pengawalmu. "
" Aku adalah Senapati dari pasukanku " jawab Pan"dan Wangi " karena itu, maka bersiaplah. Perang Senapati kadang-kadang memang sangat menarik. Meskipun tidak berjanji, tetapi Senapati yang tahu diri akan berlaku jantan tanpa melibatkan para prajuritnya dalam perang Senapati.
Wajah Senapati Pajang itu menjadi tegang. Dengan nada dalam ia bertanya " Kau menantang perang tanding"
" Menantang atau tidak menantang, kita akan terlibat dalam perang tanding " jawab Pandan Wangi.
Senapati Pajang itu menjadi semakin berhati-hati menghadapi Pandan Wangi. Sikapnya yang meyakinkan itu menunjukkan, bahwa perempuan itu memang benar-benar berbekal ilmu. "
Namun demikian Senpati itu masih bertanya " Baik"lah. Tetapi apakah aku masih diperbolehkan untuk berta"nya sekali lagi" Siapapun yang akan mati di pertempuran ini, rasa-rasanya aku ingin mengetahui namamu. Jika kau yang mati, aku masih akan dapat menyebut namamu se"bagai seorang perempuan yang sangat cantik. Tetapi jika aku mati, aku tidak akan lagi menyesal, karena aku belum mendengar nama perempuan cantik yang membunuhku. "
Sesuatu telah mencengkam perasaan Pandan Wangi, sehingga ia tidak mampu menolaknya. Karena itu, maka dengan nada ragu ia menjawab " Namaku Pandan Wangi.
" Nama yang bagus sekali " desis Senapati itu. Namun dengan serta merta Pandan Wangi menjelaskan
" Aku adalah menantu Ki Demang Sangkal Putung. Aku adalah isteri Swandaru yang memimpin pasukan di sayap ini. "
Senapati itu mengerutkan keningnya. Namun kemu"dian ia berkata " Terserah kepadamu, apakah kau akan minggir dari medan, atau kau tetap akan mengorbankan nyawamu. "
" Aku adalah seorang Senapati " jawab Pandan Wa"ngi.
Senapati dari Pajang itu tidak menjawab lagi. Tetapi ia mulai menggerakkan ujung tombak pendeknya. Sementara itu, Pandan Wangipun mulai bergeser pula. Sepasang pedangnya telah bergetar ditangannya.
Ketika Senapati Pajang itu mulai mematuk dengan ujung tombaknya Pandan Wangipun mulai bertempur pula. Sambil meloncat kesamping tangannya telah terjulur sehingga pedangnya hampir saja menyentuh tubuh lawan"nya.
Senapati itu terkejut. Ia memang sudah mengira bahwa perempuan itu memiliki bekal yang cukup untuk maju kemedan, tetapi ia tidak menduga bahwa perempuan itu me"miliki kecepatan gerak yang tinggi sehingga hampir saja ia tergores oleh ujung pedangnya.
Bahkan sekejap kemudian, maka Pandan Wangilah yang mulai dengan serangan-serangannya. Perempuan itu memang mampu bergerak cepat sekali. Pedang rangkapnya berputaran dan mematuk berganti-ganti.
" Bukan main " desis Senapati itu " berapa jumlah"nya perempuan yang memiliki ilmu seperti perempuan ini.
Namun Senapati itu tidak sempat menilai lebih lama. justru karena serangan-serangan Pandan Wangi yang men"jadi semakin cepat.
Tetapi Senapati itupun kemudian menyadari, bahwa ia tidak sedang berperang tanding. Ia berada dimedan yang hiruk pikuk.
Disebelah-menyebelahnya, para prajurit dari pasukan pengawal khusus sedang bertempur melawan para penga"wal dari Kademangan Sangkal Putung yang jumlahnya memang lebih banyak. Sementara dibagian lain, justru
pasukan khusus Mataramlah yang menghadapi pasukan pengawal yang merasa tidak terkalahkan disegala medan.
Senapati Pajang itupun memiliki perasaan yang sama dengan para prajuritnya. Ia merasa bahwa ia tidak akan terkalahkan, apalagi melawan seorang perempuan. Namun ketika pertempuran diantara mereka menjadi semakin sengit, Senapati itu mulai melihat kenyataan, bahwa perem"puan yang bernama Pandan Wangi itu bukannya perem"puan kebanyakan. Bahkan ia bukan sekedar memiliki kemampuan seorang prajurit.
Untuk beberapa saat, pertempuran itu nampaknya memang seimbang. Keduanyapun saling mendesak dan sal"ing menyerang. Namun semakin lama semakin ternyata bahwa pedang rangkap Pandan Wangi mempunyai keun"tungan lebih besar daripada tombak pendek lawannya, atas landasan kemampuan ilmu Pandan Wangi. Karena itu, maka Senapati itupun mulai menggeram karena kemarahan yang menggelitik jantungnya.
" Perempuan tidak tahu diri " geramnya " jadi kau benar-benar ingin mati. "
Pandan Wangi sama sekali tidak menjawab. Tetapi pedangnya bergerak semakin cepat.
" Aku tidak boleh terikat pada seorang ini saja " berkata Senapati itu didalam hatinya " tugasku masih sangat luas. Karena itu, apaboleh buat. Aku terpaksa menghancurkannya betapapun cantiknya perempuan ini. "
Dengan keputusannya itu, maka Senapati Pajang itupun telah meningkatkan kemampuannya melanda Pan"dan Wangi dengan dahsyatnya.
Tetapi Pandan Wangi sama sekali tidak menjadi gen"tar. Ketika perwira itu meningkatkan kemampuannya, maka Pandan Wangipun telah meniti ketataran ilmunya yang lebih tinggi.
Dengan demikian, maka pertempuran antara keduanya"pun menjadi semakin seru. Namun dengan demikian Senapa ti Pajang itu menjadi semakin gelisah, bahwa ia tidak segera dapat mengalahkan lawannya, seorang perempuan.
Namun adalah satu kenyataan bahwa Pandan Wangi memang mampu mengimbangi kemampuan Senapati Pa"jang yang merasa tidak terkalahkan itu.
Sementara itu pertempuran dihalaman seputar istana itu menjadi semakin sengit. Kedua belah pihak telah menge"rahkan segenap kekuatan pasukan mereka. Namun semen"tara itu, ternyata bahwa pasukan pengawal khusus yang merasa tidak terkalahkan itu perlahan-lahan mampu menahan pasukan Mataram. Meskipun pasukan Sangkal Putung kemudian telah memasuki halaman istana itu pula dan jumlahnya melampaui jumlah pasukan Pajang di pintu gerbang samping, namun sekelompok pasukan pengawal khusus telah datang membantu, sehingga keseimbangan-pun kemudian telah berubah.
Dengan demikian, maka Ki Lurah Branjangan telah mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan serangannya pada pasukan Pajang yang berada dipintu gerbang yang masih belum dipecahkan. Ki Lurah memperhitungkan, bahwa merebut pintu gerbang itu dan kemudian mem"bukanya akan lebih cepat daripada menarik pasukan dari Tanah Perdikan Menoreh untuk melingkar dan memasuki pintu gerbang utama.
" Tetapi pintu gerbang itu dipertahankan mati-matian " berkata Agung Sedayu.
" Untuk sementara, semua kekuatan akan kita tarik untuk merebut pintu gerbang itu. " berkata Ki Lurah.
" Korban akan terlalu banyak. Akan lebih baik jika Ki Lurah memerintahkan pasukan itu melingkari dinding ista"na dan masuk lewat pintu gerbang utama yang sudah kita rebut. " Agung Sedayu mencoba menjelaskan.
Tetapi Ki Lurah Branjangan tetap pada sikapnya. Katanya " Kita akan bekerja lebih cepat. "
Agung Sedayu tidak membantah. Perintah itu adalah perintah Panglima Pasukan Mataram di medan pertem"puran itu.
Untara tidak begitu banyak membuat pertimbangan.
Tetapi gejolak jiwa prajuritnya, mendorongnya untuk dengan cepat menguasai medan. Sehingga dengan demikian ia sependapat dengan Ki Lurah Branjangan.
Karena itulah, maka pasukan Matarampun untuk sementara telah dikerahkan untuk membuka pintu gerbang yang masih tertutup itu. Untara, Ki Pranawangsa, Sabung"sari yang terluka bakar ditangan kirinya, Sekar Mirah dan Glagah Putih telah berada di ujung pasukan itu, sehingga dengan demikian maka seakan-akan inti kekuatan pasukan Mataram telah berkumpul, kecuali pada pemimpin dari Sangkal Putung yang berada di medan yang lain.
Dengan mengerahkan segenap kekuatan yang ada, maka Ki Lurah berniat untuk memecahkan pintu gerbang itu dengan segera. Sementara ia berharap bahwa sesuatu akan dilakukan oleh Ki Gede yang berada diluar pintu ger"bang
Namun sebenarnyalah yang dapat dilakukan oleh Ki Gede adalah sekedar menyerang para prajurit Pajang dan Demak yang berada diatas dinding. Sekelompok pasukan Tanah Perdikan Menoreh itu masih juga menyerang para prajurit Pajang dan Demak sebagaimana yang mereka lakukan.
Tetapi ketika terasa oleh Ki Gede, bahwa perhatian pasukan itu terpecah, maka Ki Gedepun telah memerin"tahkan untuk mempertinggi arus serangan-serangan anak panah dan lembing itu.
" Siapkan tangga " Ki Gedepun kemudian menja"tuhkan perintah.
Sebenarnyalah bahwa pasukan Tanah Perdikan itu seba"gaimana rencana Ki Lurah, pada hari itu tidak akan berusa"ha memecahkan pintu gerbang. Karena itu, mereka tidak membawa peralatan secukupnya. Namun tiba-tiba pintu gerbang utama telah dipecahkan oleh pasukan induk, se"hingga pasukan Tanah Perdikan itu harus menyesuaikan.
Namun mengambil tangga memerlukan waktu. Semen"tara itu, pertempuran menjadi semakin meningkat. Rasa-rasanya kekuatan pasukan Mataram didalam dinding men"jadi semakin besar, sehingga para prajurit Pajang dan Demak yang berada diatas dindingpun menjadi susut.
Meskipun pasukan Tanah Perdikan harus menunggu, namun tangga yang pernah dipergunakan dan yang baru akan disiapkan lagi dihari esok, telah dibawa kemedan. Be"berapa orang berlari-lari sambil membawa tangga-tangga bambu itu mendekati dinding istana.
Serangan dari atas dinding tidak lagi sederas sebelum"nya. Kekuatan pasukan Mataram yang ada didalam ger"bang memang mempengaruhinya sehingga pasukan Pajang dan Demak tidak dapat memusatkan perhatiannya kepada orang-orang Tanah Perdikan Menoreh yang berusaha untuk memanjat dinding.
Dibawah perlindungan serangan anak panah, maka be"berapa tanggapun telah terpasang. Para pengawal yang ter"baik telah mengenakan perisainya dan mulai memanjat tangga-tangga yang sudah terpasang.
Beberapa tangga memang berhasil dirobohkan oleh orang-orang Pajang dan Demak, meskipun diantara mereka terpaksa menjadi korban anak panah orang-orang Tanah Perdikan Menoreh. Namun beberapa orang pengawal berhasil mencapai bibir dinding istana dan dengan mengerahkan kemampuannya telah bertempur dengan para prajurit dari pasukan pengawal khusus.
Didalam dinding istana Agung Sedayu menyaksikan"nya dengan cemas. Ia sadar, bahwa pasukan pengawal khusus memiliki beberapa kelebihan, sehingga karena itu, maka ia tidak dapat membiarkan para pengawal Tanah Per"dikan Menoreh bertempur tanpa perlindungan.
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian telah menggabungkan diri dengan pasukan yang bersenjata panah didalam dinding halaman. Dengan busur dan anak panah, Agung Sedayu telah membantu orang-orang Tanah Perdikan Menoreh yang memanjat keatas dinding.
Tanpa bantuan orang lain, maka orang-orang Tanah Perdikan Menoreh secara pribadi tidak akan dapat meng"imbangi para prajurit dari pasukan Pengawal Khusus Pa"jang. Jika mereka bertempur diatas dinding, maka sudah dapat dipastikan, bahwa para pengawal Tanah Perdikan Menorehlah yang akan terlempar jatuh. Sedangkan para pemanah dibawah merasa bimbang untuk melepaskan anak panah, karena memungkinkan untuk mengenai kawan sen"diri, apabila mereka telah terlibat dalam pertempuran diatas dinding.
Karena itu, maka Agung Sedayu merasa berkewajiban untuk berbuat sesuatu. Jika tidak, maka seorang demi se"orang, para pengawal Tanah Perdikan yang tidak mengenal gentar dimedan yang manapun juga itu, akan membentur kenyataan, bahwa para prajurit dari pasukan Pengawal Khusus memang mempunyai kelebihan.
Dengan busur dan anak panah, maka Agung Sedayu-pun telah menyerang para prajurit Pajang diatas dinding. Tidak seperti orang-orang lain yang cemas bahwa ujung anak panahnya akan mengenai sasaran yang salah, maka Agung Sedayu dengan kemampuan bidiknya yang sulit dicari duanya akan dapat mengenai sasarannya dengan telpat.
Karena itu, maka seorang demi seorang, Agung Sedayu telah melukai para prajurit dari Pasukan Khusus itu, se"hingga kemampuan mereka tidak berada dipuncaknya. Dengan demikian mereka bukan lagi orang yang tidak terkalahkan.
Maka semakin lama, semakin banyak para pengawal Tanah Perdikan Menoreh yang sempat naik keatas dinding. Kemudian, beberapa diantara mereka telah sempat melon"cat turun, menggabungkan diri dengan pasukan Mataram yang telah berada didalam.
Meskipun tidak terlalu cepat, tetapi aliran pasukan dari luar dinding kedalam dinding itu berlangsung. Kemampuan bidik Agung Sedayu yang luar biasa itu ternyata dapat dimanfaatkannya untuk melindungi pasukan Tanah Per"dikan. Cara yang tidak dapat dilakukan oleh para pemanah yang lain karena mereka tidak yakin bahwa anak panah mereka akan benar-benar mengenai lawan.
Dengan) demikian maka pasukan Mataram yang berada
didalam dinding itupun semakin lama menjadi semakin ber"tambah, sehingga kekuatannyapun telah bertambah-tam-bah pula.
Dalam pada itu, dengan ujung kekuatan para pemimpin dari Mataram, maka pasukan Matarampun semakin lama semakin mendesak maju. Meskipun para pengawal khusus Pajang itu juga telah memanggil hampir semua kekuatan"nya untuk mempertahankan pintu gerbang yang akan di"buka itu, namun karena para pengawal Tanah Perdikanpun mengalir masuk lewat tangga-tangga yang bersandar pada dinding istana, maka keseimbanganpun telah berubah.
Meskipun demikian pasukan Mataram tidak mampu untuk dengan cepat menembus pertahanan para pengawal dari Pajang dan Demak.
Namun yang diluar perhitungan adalah justru pasukan Mataram yang tidak terlalu kuat, yang berada dipintu ger"bang yang lain lagi. Ketika mereka mendapat pembe"ritahuan bahwa pintu gerbang dihadapan pasukan penga"wal Kademangan Sangkal Putung telah terbuka, sementara itu mereka merasa bahwa mereka tidak siap untuk meme"cahkan pintu gerbang dihadapan mereka, karena memang tidak direncanakan untuk dilakukan pada hari itu, mereka-pun telah mengambil sikap.
Karena itu, maka Senapati yang memimpin pasukan di hadapan pintu gerbang itupun telah mengambil satu kebijaksanaan, bahwa sebagian dari pasukannya akan mengitari dinding istana dan memasuki halaman lewat pin"tu gerbang yang sudah terbuka itu.
" Jangan lebih dari separo " perintah Senapatinya yang menyerahkan pimpinan pasukan yang akan melingkar masuk itu kepada perwira pembantunya " cari kesempatan menerobos kepintu gerbang ini. Atau mungkin ada kebi"jaksanaan lain. "
" Bagaimana jika sebagian besar dari pasukan ini aku bawa masuk" " bertanya perwira pembantunya itu.
" Kita tidak boleh lengah. Jika sebagian dari kita meninggalkan tempat ini, maka pasukan Pengawal Khusus
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi itulah yang akan keluar dari pintu gerbang dan menghancurkan kita semua yang berada disini. "
Perwira pembantunya itu mengangguk-angguk. Kata"nya -" Aku mengerti. Nah, biarlah aku membawa, tidak lebih dari separo diantara pasukan yang ada disini "
Dengan demikian maka para prajurit Mataram yang se"mula berada ditempat-tempat yang tersebar, yang kemu"dian ditarik untuk ikut pasukan Mataram mengepung Pa"jang itu segera mempersiapkan diri. Beberapa kelompok di-antara mereka telah melingkari dinding dan mendekati pin"tu gerbang yang telah dibuka oleh pasukan Sangkal Pu"tung.
Kedatangan pasukan itu ternyata memberikan per"ubahan keseimbangan dimedari yang sulit itu. Pasukan Sangkal Putung merasa sulit untuk bergeser maju. Setiap gerak yang hanya sejengkal harus dilakukannya dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada meskipun jumlah pasukannya lebih banyak
Dalam pada itu, pasukan Mataram yang datang itu, telah memberikan kekuatan baru. Meskipun para prajurit itu bukannya dari pasukan khusus yang mendapat tempaan yang khusus pula, tetapi sebagai seorang prajurit mereka memang memiliki kemampuan dasar dan kemudian telah dibajakan oleh pengalaman mereka yang luas.
Karena itu, maka kekuatan mereka mampu mendorong gerak maju pasukan pengawal dari Kademangan Sangkal Putung.
Perwira yang memimpin pasukan itu ternyata mem"buat kebijaksanaan yang tidak tergesa-gesa menerobos medan dan menuju ke pintu gerbang yang belum terbuka.
" Tekanan atas pasukan pengawal Sangkal Putung ini harus dikendorkan " berkata Senapati itu didalam hatinya.
Namun iapun kemudian tertegun ketika ia melihat se"orang Senapati dari pasukan pengawal Khusus Pajang, ber"tempur melawan seorang perempuan, Pandan wangi.
" Isteri Swandaru itu memang memiliki ilmu yang tinggi " desis perwira yang menyaksikan pertempuran itu dengan jantung yang berdebar-debar.
Sebenarnyalah bahwa Pandan Wangi tengah bertempur dengan sengitnya melawan perwira Pajang yang keheranan. Betapapun perwira itu meningkatkan ilmunya, namun ter"nyata bahwa ia tidak dapat dengan segera mengalahkan Pandan Wangi.
" Perempuan ini memang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Karena itu maka tidak ada pilihan lain daripada membinasakannya dengan ilmu puncak yang tidak akan terlawan " berkata perwira itu.
Dengan demikian, maka tidak ada pilihan lain bagi Senapati itu untuk sesaat ia justru meloncat surut. Namun ternyata bahwa perwira itu telah mengetrapkan ilmu puncaknya. Ilmu yang mampu meningkatkan kecepatan geraknya sehingga sulit diikuti oleh mata wadag. Bukan sa"ja kecepatannya, tetapi ternyata bahwa ilmu itu mampu meningkatkan kekuatan Senapati itu berlipat.
Ketika Senapati itu mulai mengetrapkan ilmunya, pertahanan Pandan Wangi benar-benar terguncang kare"nanya. Ia terdorong beberapa langkah surut ketika ujung tombak lawannya mematuknya beruntun dengan kecepatan yang sangat tinggi. Sedangkan ketika pedangnya mem"bentur landean tombak itu, terasa kekuatan Senapati itu telah berlipat, sehingga hampir saja pedang Pandan Wangi yang membentur tombak itu terlempar.
Untunglah bahwa Pandan Wangi masih berhasil me"nguasai pedangnya dan dirinya. Bahkan ia masih sempat berdesis Rog-rog Asem. "
" Kau mengenal ilmuku " desis perwira itu.
" Salah satu diantara sekian banyak ilmu yang dimiliki oleh Mas Karebet yang kemudian bergelar Sultan Hadi-wijaya " berkata Pandan Wangi.
" Tepat " jawab perwira itu " karena itu, maka kau tidak akan mampu melawannya.
" Tetapi sayang " berkata Pandan Wangi " ilmu Rog"rog Asemmu masih terlalu muda. "
Wajah perwira itu menjadi merah. Dengan geramnya ia telah mengerahkan ilmunya menyerang Pandan Wangi de"ngan kecepatan dan kekuatan yang semakin tinggi.
Tetapi Pandan Wangipun ternyata telah sempat sam"pai kepuncak ilmunya pula. Setelah menempuh latihan-latihan yang berat, maka Pandan Wangi telah berhasil me"nguasai yang semu a baru merupakan gejala dari satu ke"kuatan yang kurang dikenalinya. Namun ternyata bahwa akhirnya Pandan Wangi mampu dengan sadar memilikinya, dan mempergunakannya jika diperlukannya
Ketika ia mendapat tekanan dari perwira Pajang yang ternyata memiliki dasar-dasar ilmu yang luar biasa dan sudah jarang sekali dipelajari. Rog-rog asem, maka Pandan Wangipun telah membangunkan puncak ilmunya yang se"mula tidak dikenalinya itu. Dengan demikian, maka ujung pedang Pandan Wangi seakan-akan mampu bergerak lebih cepat dari ujudnya. Sentuhan wadag yang mendahului wadag itu sendiri benar-benar merupakan satu keberha"silan Pandan wangi menyerap kekuatan yang ada diseputar-nya yang tersimpan didalam alam.
Perwira yang memiliki ilmu Rog-rog Asem itu terkejut ketika tiba-tiba saja terasa ujung pedang Pandan Wangi menyentuhnya. Justru ketika ia sudah mulai memperguna"kan ilmunya. Meskipun sentuhan itu tidak terlalu dalam, tetapi ternyata dari goresan tipis itu telah menitik darah.
" Gila " geram perwira itu " kau benar-benar tidak tahu diri. "
Pandan Wangi tidak menjawab Tetapi ia sudah menge"rahkan segenap ilmunya. Tenaga cadangannya yang mendukung kekuatannya telah membuatnya menjadi sese"orang yang luar biasa, sehingga mampu mengimbangi ke"kuatan ilmu Rog-rog Asem yang belum sempurna itu. Sementara kemampuannya memainkan pedangnya dengan ilmu yang tidak dapat disebut namanya itu justru melam"paui kecepatan gerak perwira yang keheranan itu.
Dengan demikian maka pertempuran itupun menjadi
semakin sengit. Dengan kemarahan yang menghentak-hen"tak perwira itu telah mengerahkan ilmu Rog-rog Asem yang dikuasainya, sementara itu, Pandan Wangipun telah mele"paskan ilmunya yang sangat mengejutkan.
Beberapa kali perwira yang melawan ilmu pedang Pan"dan Wangi itu terkejut. Penglihatannya ternyata telah membingungkannya. Menurut penglihatan mata wadag-nya, pedang Pandan Wangi masih sejengkal dari kulitnya ketika ia menangkis serangan itu. Namun tiba-tiba saja ujung pedang itu sudah terasa tergores dikulitnya.
" Perempuan ini mampu memperlambat tangkapan mataku atas senjatanya " berkata perwira itu " atau pedangnya yang mendahului ujud sebenarnya yang nampak oleh mataku.
Dengan demikian perwira itu harus menjadi sangat ber"hati-hati melawan ilmu pedang, Pandan wangi. Ia tidak dapat mengandal kan ilmu Rog-rog Asemnya. Tetapi disamping ilmunya ia harus mempunyai perhitungan yang cermat atas serangan-serangan Pandan wangi. Ia harus menganggap bahwa senjata lawannya itu menjadi lebih panjang atau ayunannya lebih cepat sejengkal dari peng"lihatannya.
Beberapa kali perwira itu sempat menyelamatkan diri Bahkan menyerang dengan ilmunya yang garang. Namun dalam keadaan yang rumit dan terlalu cepat, maka kadang-kadang ia menjadi salah hitung, sehingga senjata lawannya telah menggores kulitnya pula.
Pertempuran itu merupakan pertempuran yang sangat menegangkan bagi Perwira itu. Apalagi ditubuhnya sema"kin lama semakin banyak goresan-goresan luka yang mengalirkan darah meskipun tidak terlalu dalam.
Dengar demikian, maka perwira itu akhirnya tidak akan dapat ingkar dari satu kenyataan, bahwa ia bukannya prajurit yang tidak terkalahkan dimedan itu. Bahkan yang dihadapinya adalah seorang perempuan.
Meskipun demikian sebagai seorang prajurit pilihan, maka perwira itu tidak menghindar dari arena. Ia masih
juga berusaha untuk mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengimbangi ilmu pedang Pandan Wangi yang ng-gegirisi.
Disisi lain Swandarupun bertempur dengan dahsyat"nya. Cambuknya meledak-ledak bagaikan meretakkan dada. Namun bukan hanya sekedar suaranya saja yang menggetarkan lawannya, tetapi ketika serambut dari ujung cambuk itu menyentuh kulit lawannya, maka terasa kulit itu bagaikan terkekupas.
Namun sebagaimana lawan Pandang Wangi, maka perwira itupun menjadi heran, bahwa diluar lingkungan keprajuritan, ia menjumpai seorang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Namun seorang prajurit Pajang yang bertempur disam-ping perwira dari Demak itu sempat berkata kepada diri sendiri " Anak Demang Sangkal Putung itu memang luar biasa. "
Sementara itu, sekelompok prajurit Mataram dari sisi yang lain telah memasuki arena pula, sehingga pasukan Pengawal Khusus dari Pajang itupun merasa bahwa mereka mendapat tekanan yang semakin berat. Meskipun mereka merasa diri mereka adalah prajurit-prajurit yang tidak terkalahkan disegala medan, tetapi mereka tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa perlahan-lahan mereka mulai terdesak, sementara itu sebagian besar pasukan Pengawal Khusus telah ditarik kepintu gerbang yang lain untuk bertahan karena Mataram ingin membuka pintu ger"bang itu dan membiarkan pasukan Tanah Perdikan Meno"reh masuk kedalam halaman istana.
Bahkan pasukan Pengawal Khusus yang bertahan agar pintu gerbang yang sebelah itu tidak terbuka, telah mempertaruhkan segenap kemampuan mereka. Namun pasukan Tanah Perdikan justru mengalir melalui tangga dan meloncati dinding.
Disamping pasukan yang bertempur mati-matian dihalaman istana, maka sekelompok pasukan Pengawal Khusus terpilih telah bersiap mengelilingi istana itu sendiri.
Pintu-pintu istana telah tertutup dan dibalik pintu itupun selapis pasukan Pengawal Khusus telah bersiap pula. Sedangkan diruang dalam istana, Kangjeng Adipati dengan tiga orang pengawal terbaiknya menunggu dengan jantung yang berdegupan.
" Semakin cepat semakin baik " geram Kangjeng Adipati. " jika aku harus mati, biarlah cepat mati diatas singgasana Kadipaten ini. Tetapi jika aku berhasil membu"nuh Panembahan Senapati, biarlah darahnya menjadi pupuk dari kesejahtaraan Pajang dan Demak. "
Ketiga pengawalnya itupun telah siap menghadapi segala kemungkinan.
" Seharusnya Tumenggung Wiladipa memberikan laporan jika tidak mati di medan " berkata Kangjeng Adia-ti selanjutnya.
Tidak seorangpun yang menyahut. Sementara itu sorakyang gemuruh terdengar semakin dekat.
Dalam pada itu, pasukan Tanah Perdikan telah semakin banyak mengalir masuk. Sedangkan inti kekuatan Mata"ram yang berkumpul itu benar-benar merupakan kekuatan yang tidak tertahan. Perlahan-lahan mereka mendesak ma"ju, seakan-akan telah menyibakkan pasukan Pengawal Khu"sus yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Namun menghadapi puncak kekuatan Mataram, ternyata para prajurit dari pasukan khusus itu harus mengakui kelebihan para pemimpin dari Mataram itu.
Namun dalam pada itu, para perwira dari pasukan Pengawal Khusus itu menjadi gelisah. Tidak seorangpun diantara mereka yang melihat Ki Wiladipa, justru pada saat ia sangat dibutuhkan. Seharusnya ia hadir dimedan yang sangat berat itu untuk membantu mencegah orang-orang Mataram mencapai selarak pintu.
Tetapi setiap orang berpikir, mungkin Ki Tumenggung memang berada di medan yang lain atau berada disamping Kangjeng Adipati atas perintah Kangjeng Adipadi itu sendiri.
Dalam pada itu, arus pasukan Tanah Perdikan Menoreh memang tidak dapat dicegah lagi. Agung Sedayu yang memiliki kemampuan bidik yang aneh sejak masa kanak-ka"naknya memang menggetarkan hati orang-orang Pajang. Bidikannya tidak pernah meleset dari sasaran. Meskipun dua orang yang sedang bertempur desak-mendesak, namun Agung Sedayu dapat memilih diantara mereka dengan tepat.
Bahkan seandainya dua orang yang sedang bergulat sekalipun. Agung Sedayu akan dapat mengenai sasaran yang dikehendaki.
Dengan demikian, meskipun pintu gerbang itu masih belum terbuka namun ternyata sebagian dari para pengawal Tanah Perdikan telah berada didalam halaman. Sementara para pemimpin pasukan dari Mataram telah menjadi sema"kin dekat dengan selarak pintu.
Untaralah yang pertama-tama menggapai selarak itu. Pada saat perhatiannya terpusat kepada selarak pintu itu, maka sebuah ujung pedang telah mematuk kearah dadanya.
Untara terkejut. Tetapi ia sudah mengangkat selarak pintu yang berat, sehingga ia tidak sempat berbuat apa-apa.
Untunglah Sabungsari sempat berbuat cepat. Pedang"nya terjulur menangkis serangan pengawal khusus yang hampir membelah dada Untara itu.
Sabungsari sempat menyelamatkan nyawa Untara, tetapi ujung pedang itu tidak terlepas sama sekali dari sasa"rannya. Karena itu, maka pundak Untaralah yang tergores ujung pedang itu, dan sebuah luka telah menganga.
Sekar Mirah yang tidak jauh pula dari tempat itu telah mengerahkan kemampuannya pula. Tongkat baja putihnya menyambar-nyambar mengerikan. Beberapa orang Pajang dan Demak ternyata sempat mengenali tongkat Sekar Mirah, sehingga bagaimanapun juga mereka menjadi berde"bar-debar karenanya.
Meskipun pundak Untara terluka, tetapi ia masih berusaha untuk mengangkat selarak. Glagah Putih dan Ki Pranawangsalah yang kemudian datang membantunya.
Sementara Sabungsari dan Sekar Mirah dengan segenap kemampuannya berusaha melindungi mereka. Ki Lurah Branjangan sendiri sibuk mengibaskan serangan-serangan yang datang beruntun meskipun ia dikelilingi oleh para pengawalnya yang terpilih.
Dengan demikian, maka selarak pintu gerbang itu perlahan-lahan telah terbuka dari dalam.
Beberapa orang prajurit Mataram telah membantu mengangkat selarak itu sementara yang lain bertempur dengan mengerahkan segenap kemampuan mereka melin"dungi orang-orang yang tengah mengangkat selarak itu.
Dengan demikian, maka pintu gerbang samping itupun telah terbuka pula. Pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh yang dipimpin langsung oleh Ki Gede itupun telah mendesak maju memasuki pintu gerbang. Namun mereka harus berhati-hati untuk membedakan kawan yang baru sa"ja membuka pintu gerbang dan lawan yang menunggu mereka pula dibalik pintu yang terbuka itu.
Namun kehadiran pasukan pengawal Tanah Perdikan itu dengan cepat telah merubah keseimbangan. Meskipun secara pribadi setiap prajurit Pengawal Khusus dari Pajang memiliki kelebihan dari pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh, namun dalam keadaan yang demikian, pasukan pengawal Tanah Perdikan itu mempunyai arti yang sangat besar.
Karena itu, maka pasukan Pajangpun perlahan-lahan telah terdesak pula.
Namun para pemimpin dari Pajang dan Demak masih berusaha untuk menyusun agar pasukan mereka tidak menjadi bercerai berai. Apalagi mereka masih mempunyai satu garis pertahanan yang dapat menjadi tempat mereka bertumpu. Disekitar istana pasukan pengawal khusus telah siap menunggu lawan.
Para perwira dari Pajang dan Demak itu memang harus berpikir cepat untuk mengatasi keadaan. Sementara itu tidak seorangpun yang tahu, kemana Ki Tumenggung Wiladipa pergi. Dengan demikian, maka hanya karena kemampuan para perwiranya sajalah, maka pasukan Pa"jang dan Demak itu kemudian mampu menyusun diri.
Seorang Senapati yang berada didepan pintu istana telah mengambil alih kepemimpinan Ki Tumenggung. Diperintahkannya semua pasukan ditarik dari semua pintu gerbang. Mereka akan bertahan disekitar istana dan mempertahankan sampai orang yang terakhir.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kita adalah prajurit dari Pasukan Pengawal Khusus. Bahkan mereka yang bukan dari Pasukan Pengawal Khususpun harus menempatkan dirinya sebagaimana kami. Kami baru akan beringsut dari tempat ini setelah tubuh kami diseret karena tak lagi mengandung nyawa kami. " pesan Senapati itu.
Dengan demikian, maka pertempuran yang kemudian akan terjadi telah berpusar disekeliling istana. Semua pasukan Pajang dari segala kesatuan bersama para prajurit Demak telah bertahan digaris pertahanan mereka yang ter"akhir, mengelilingi istana. Bahkan pintu gerbang yang ter"akhir, yang masih belum terbuka itupun telah ditinggalkan oleh Pasukan Pengawal Khusus dari Pajang dan para pra"jurit Demak. Karena itu, maka sekelompok prajurit Mata"ram yang berada didalam dinding halaman istana telah membukanya sehingga para prajurit Mataram yang tersisa " diluarpun telah masuk pula.
Dengan demikian, maka kepungan prajurit Mataram menjadi semakin ketat dan menyempit. Para prajurit Pa"jang dan Demak hanya tinggal berada didalam dan diseki"tar istana Pajang saja.
Namun dengan demikian, maka kedua belah pihak telah menghadapi suatu keadaan yang sangat menegangkan. Keduanya akan bertempat dalam tahap terakhir.
Agung Sedayu yang kemudian berada disamping Unta"ra yang terluka menjadi termangu-mangu melihat suasana. Ketika kedua belah pihak telah berhasil menyusun kembali pasukan mereka pada garis pertempuran yang telah sempit, maka Agung Sedayu mulai membayangkan, apa yang dapat terjadi dalam pertempuran yang demikian.
Kedua belah pihak tentu akan mengerahkan segenap kemampuan. Para prajurit Pajang dan Demak akan berta"han mati-matian. Dalam keadaan putus asa, maka mereka justru tidak akan pernah sempat berpikir, berapa banyak"nya korban yang akan jatuh. Sementara itu, para prajurit Mataram dan pasukan pengawal yang ada didalam kesatu"an pasukan Mataram tentu akan terlalu bernafsu untuk dengan cepat menyelesaikan tugas mereka yang terakhir. Satu langkah lagi tugas mereka akan selesai.
Tetapi yang satu langkah itu ternyata adalah langkah yang sangat berat. Korban akan jatuh tanpa hitungan kare"na kedua belah pihak tidak lagi sempat membuat pertimbangan-pertimbangan.
Karena itu, maka Agung Sedayupun berbisik ditelinga Untara " Kakang, Matahari telah menjadi sangat rendah. Jika kita memaksa diri untuk menyelesaikan langkah terak"hir, maka aku kira kita akan kurang bijaksana. "
" Kita hanya memerlukan waktu sekejap " terdengar Ki Pranawangsa yang ada didekat Untara menyahut.
Namun Untara adalah seorang Senapati yang mempunyai pengalaman dan kemampuan menilai medan. Meskipun secara pribadi ia bukan bandingan Agung Seda"yu lagi, tetapi dalam perang gelar dan benturan pasukan, ia mempunyai pengamatan yang sangat tajam.
Karena itu, maka ia memang mempertimbangkan pendapat Agung Sedayu, sehingga akhirnya ia berkata " Kita bicara dengan Ki Lurah. "
Sebenarnyalah Ki Lurah Branjangan hampir saja menjatuhkan perintah. Setelah pasukannya tersusun pada tahap terakhir, maka tidak ada pikiran lain dari Ki Lurah kecuali memecahkan pertahanan Pajang.
Namun Ki Lurah yang mengenal Untara dan Agung Sedayu dengan baik, ternyata mau juga mendengarkan pendapat mereka. Isyarat yang hampir saja dibunyikan un"tuk melakukan langkah terakhir justru ditundanya. Persiapan untuk menyerang pada langkah terakhir itu jus"tru telah dihambatnya agar tidak lagi bergerak maju.
" Bagaimana pendapatmu " " bertanya Ki Lurah.
" Kita tunda sampai besok " berkata Untara.
" Apakah ada keuntungannya" " bertanya Ki Lurah.
" Mungkin malam nanti pikiran baru berkembang didalam hati Kangjeng AdipatiPajang. Mungkin Kangjeng Adipati tidak ingin melihat korban jatuh tanpa hitungan, sebagaimana kita menebas batang ilalang. " Agung Sedayulah yang menyahut.
Ki Lurah termangu-mengu sejenak. Pertempuran yang bagaikan terhenti karena masing-masing mengambil sikap itu, tidak segera meledak lagi.
Sementara itu, pasukan Pajang dan Demak lebih banyak bersikap menunggu pasukan Mataram yang sedang bersiap-siap. Isyarat yang terdengar justru belum perintah menyerang. Tetapi perintah untuk bersiap dalam kesiagaan tertinggi. Bunyi bende dalam irama yang datar, dua kali beruntun justru menahan pasukan Mataram yang sudah siap untuk meloncat.
Beberapa orang Senopati Mataram, termasuk dari Tanah Perdikan Menoreh dan Kademangan Sangkal Putung menjadi bingung menanggapi keadaan. Tetapi Ki Lurah Branjangan memang belum memerintahkan untuk membunyikan isyarat menyerang.
Bahkan akhirnya Ki Lurah Branjangan justru telah memberikan perintah untuk membunyikan isyarat, agar pasukan Mataram tetap berada ditempat.
" Apa yang salah " desis beberapa orang Senapati " kemenangan telah diambang pintu. Matahari masih cukup tinggi untuk mengambil langkah terakhir. "
Tetapi Senapati yang lain menyahut " Menurut perhi"tunganku, kita tidak cukup waktu untuk memecahkan pertahanan pasukan Pengawal Khusus Pajang dan Demak yang sudah menjadi putus asa itu. "
Kawan-kawannya termangu-mangu. Namun pikiran itu masuk akal juga.
Namun ternyata pasukan Mataram adalah pasukan yang memegang teguh paugeran. Betapapun juga jantung bergejolak, namun mereka telah mentaati perintah.
Ternyata para prajurit dari Pajang dan Demakpun menjadi heran bahwa Mataram tidak mengambil langkah terakhirnya. Bahkan yang terdengar adalah isyarat untuk tetap berada ditempat meskipun tetap dalam kesiagaan ter"tinggi.
" Apa yang terjadi dengan mereka " desis Senapati yang mengambil alih kepemimpinan Ki Tumenggung Wiladipa.
" Mungkin mereka mengambil ancang-ancang " sahut seorang Senapati yang lain.
" Tetapi agaknya mereka memperhitungkan waktu " berkata Senapati yang mengambil alih pimpinan itu " jika mereka tidak dapat memecahkan pertahanan kita sebelum matahari terbenam, maka kedudukan mereka justru akan goyah. "
Senapati yang lain mengangguk-angguk, sementara orang yang mengambil alih pimpinan itu berdesis " Tetapi sehari besokpun orang-orang Mataram tidak akan mampu memecahkan pertahanan kami"
Para perwira dari pasukan Pengawal Khususpun yakin, bahwa pertahanan terakhir mereka tidak akan dapat dipe"cahkan oleh orang-orang Mataram.
Dalam pada itu, Swandaru yang berada di antara pasu"kannya mengumpat-umpat tidak habis-habisnya. Ia meng"anggap sikap Ki Lurah itu sebagai satu sikap yang lemah.
" Kita sudah diambang pintu " berkata Swandaru dengan geram.
Namun dengan sareh Pandan Wangi menyahut " Mungkin ada perhitungan lain disisi yang tidak kita keta"hui. "
" Tentu tidak. Ini tentu satu kelemahan " jawab Swandaru.
Pandan Wangi tidak menyahut. Tetapi seakan-akan perasaannya dapat menanggapi keadaan itu. Jika pertem puran dilangsungkan, maka korban tentu tidak akan dapat dihitung lagi. Mayat akan bertumpuk dan istana itu akan terendam oleh darah para prajurit terpilih dan kedua belah pihak.
Tetapi ia tidak dapat mengatakannya kepada suami"nya, justru karena Pandan Wangi mengenali sifat Swan"daru.
Dalam pada itu matahari memang dengan cepat turun. Rasa-rasanya waktu dengan cepat pula melintas, sehingga Ki Lurah yang merenungi medan itupun mengangguk-angguk sambil bergumam " Memang kita akan keku"rangan waktu jika kita menyerang. Jika pertempuran harus berhenti sebelum kita berhasil memasuki istana, maka kor"ban yang jatuh itu akan menjadi sia-sia. Korban yang sama akan jatuh pula dihari berikutnya karena kita harus mulai dari permulaan lagi. "
Untara yang masih mendapat perawatan karena luka-lukanya mengangguk-angguk. Katanya " Malam nanti kita sempat membuat perhitungan-perhitungan baru, atau Kangjeng Adipatilah yang menilai keadaan dengan sewa"jarnya. "
Beberapa saat kemudian, maka justru terdengar isyarat yang sambung bersambung, bahwa pasukan Mata"ram telah menghentikan pertempuran pada hari itu. Namun terdengar pula isyarat, bahwa pasukan Mataram tidak dibe"narkan meninggalkan tempat.
Karena itu, maka yang dilakukan oleh para prajurit Mataram kemudian adalah pembagian waktu untuk ber"benah diri. Sementara itu beberapa orang petugas sebagai"mana biasa, telah berusaha mengumpulkan kawan-kawan mereka yang terluka dan terbunuh di medan. Bahkan para prajurit Pajang dan Demakpun telah mengirimkan petugas-petugas mereka pula sampai kebelakang garis kepungan pasukan Mataram. Namun para pemimpin dari Mataram tidak mengganggu tugas mereka. Bahkan dalam keadaan yang khusus, orang-orang Mataram telah memberikan ban"tuan pula.
Sementara itu maka para pemimpin dari Matarampun telah bertemu dan berbicara tentang langkah terakhir mereka. Sebagian besar dari mereka berpendirian, bahwa pasukan Pajang dan Demak memang harus dihancurkan.
Ki Lurah Branjangan yang mendapat limpahan tugas untuk memimpin pasukan itupun termangu-mangu. Sebagai seorang prajurit ia memang cenderung untuk menyelesaikan tugas yang tinggal selangkah itu. Namun pendapat Agung Sedayu ternyata telah membelit pera"saannya dan sulit untuk dilepaskan.
Jika pasukan Mataram menggempur pasukan Pajang dan Demak, maka kematian benar-benar akan sangat mengerikan.
" Kita adalah prajurit-prajurit yang mengemban beban bagi kebesaran dan wibawa Tanah ini " berkata seorang Senapati.
" Jadi apakah kita akan melepaskan kesempatan ter"akhir ini dan menarik pasukan kita kembali ke Mataram" " bertanya Swandaru dengan nada sumbang.
Ki Lurah Branjangan termangu-mangu. Rasa-rasanya ia memang berdiri disimpang jalan yang sulit untuk memilih arah.
Namun dalam pada itu, Untaralah yang menjawab " Aku akan bertemu dengan Kangjeng Adipati dalam ke"adaan seperti ini. Segala sesuatu terserah kepada Kangjeng Adipati. Kita memiliki peluang jauh lebih baik dari Pajang. Karena itu, maka tanggung jawab apakah perang akan ber"langsung dengan sangat mengerikan atau urung, terletak pada Kangjeng Adipati. Jika Kangjeng Adipati memenuhi tuntutan Mataram, menyerahkan Ki Tumenggung Wiladipa dan pusaka-pusaka Pajang yang diperlukan oleh Mataram, maka perang tidak akan terjadi. Tidak akan ada kematian yang tidak terhitung jumlahnya, sementara segala se"suatunya dapat dilakukan dengan cara yang baik. Karena sebenarnyalah pusaka-pusaka itu seluruhnya adalah hak Panembahan Senapati yang memegang pimpinan atas Tanah ini setelah Sultan Hadiwijaya.
Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam. Agaknya itu satu pemecahan yang baik.
Tetapi sementara itu Swandaru telah bertanya " Jika Kangjeng Adipati menolak" "
Untara menarik nafas dalam-dalam. Katanya " apa-boleh buat. Kita sampai pada satu keadaan, bahwa kita tidak dapat memilih. "
" Hanya akan membuang waktu " berkata Swandaru " kita sebenarnya sudah tahu, apakah jawab Kangjeng Adipati yang keras hati itu. "
Agung Sedayulah yang berusaha untuk menjawab " Kita wajib mencoba Swandaru. Kita sebaiknya berusaha menempuh jalan yang paling baik. Jika usaha itu gagal, maka kita akan melalui jalan yang keras dan barangkali akan menelan korban yang tidak terhitung jumlahnya. "
Swandaru memandang Agung Sedayu dengan tajam"nya. Bahkan didalam hati ia mulai menduga, bahwa yang mengusulkan cara itu tentu Agung Sedayu.
" Kakang Agung Sedayu memang seorang yang ber"hati lemah. Tetapi jika Ki Lurah dan Untara tidak lemah hati sebagaimana kakang Agung Sedayu, maka sebelum gelap, Pajang tentu sudah pecah. " berkata Swandaru dida"lam hatinya.
Sementara itu, ternyata Ki Gede kemudian berkata " Sebaiknya angger Untara segera berusaha bertemu dengan Kangjeng Adipati. Aku sependapat dengan usaha itu. Teta"pi jika usaha itu gagal, maka kita mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi langkah kita yang terakhir. Bagaimanapun juga, kita memang tidak dapat menutup mata, bahwa korban yang akan jatuh tentu tidak terhitung lagi. Kita akan menghadapi sepasukan prajurit pilihan yang sedang putus asa.
Untara mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Aku dan Ki Lurah akan pergi. Satu hal yang perlu kalian ingat, jika sampai menjelang fajar kami belum kembali, maka pasukan Mataram akan bergerak dengan satu tambahan beban, menuntut kematianku dan Ki Lurah Branjangan. "
" Tetapi siapa yang harus memegang pimpinan ter"tinggi" " bertanya seorang Senapati.
Ki Lurah merenung sejenak. Dipandanginya beberapa orang yang berada didalam ruang pembicaraan itu. Namun Ki Lurahpun kemudian berkata " Ada dua orang Senapati yang dapat melakukannya. Yang tertua dari para Senapati dari pasukan khusus atau Senapati muda yang memiliki pengalaman yang cukup. Sabungsari. Meskipun disini ada orang-orang yang berpengalaman, namun agaknya pim"pinan pasukan yang besar ini harus berada ditangan pra"jurit Mataram. Namun jika perlu, pertimbangan Ki Gede sangat dibutuhkan. "
" Aku kira segalanya sudah jelas. Siapapun yang akan memegang pimpinan akan dapat melanjutkan kebi"jaksanaan yang sudah diletakkan oleh Ki Lurah. " berkata Untara.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayu menyela " Tetapi satu hal yang harus ditekankan sebelum Ki Lurah Branjangan berangkat, pengendalian terhadap para pra"jurit justru dalam pertempuran yang akan sangat dahsyat itu. "
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Aku con"dong untuk memberikan beban kepemimpinan kepada Sabungsari yang akan mendapat petunjuk dari Ki Gede Menoreh dan Agung Sedayu. " Ki Lurah itu berhenti seje"nak, lalu " mudah-mudahan aku dapat kembali ketengah-tengah kalian, sehingga aku tidak perlu meninggalkan tugasku. "
Tidak ada yang merasa berkeberatan, meskipun Agung Sedayu bagi Swandaru adalah seorang yang lemah hati. Namun jika benturan itu telah terjadi, maka tidak akan ada pilihan lain di medan perang yang garang itu.
Sejenak kemudian, maka Untara dan Ki Lurahpun telah meninggalkan ruangan itu. Meskipun luka Untara masih terasa pedih, tetapi dari luka itu sudah tidak keluar darah. Dengan pengobatan yang baik, maka luka itu tidak lagi terasa banyak mengganggu.
Ketika Untara dan Ki Lurah turun ke daerah bekas pertempuran, masih ada beberapa kelompok petugas yang mengumpulkan kawan-kawan mereka yang terbunuh dan terluka dari kedua belah pihak. Sementara itu Untara lang"sung menuju ke gerbang paseban yang dijaga dengan sangat kuat.
Dua orang prajurit Pajang telah mengacukan ujung tombak mereka ketika Untara dan Ki Lurah mendekati pin"tu gerbang paseban itu. Dengan nada keras ia bertanya " Siapakah kalian" Menurut kelengkapan pakaian kalian, maka kalian adalah prajurit Mataram. "
" Aku Panglima pasukan Mataram " jawab Ki Lurah Branjangan " aku datang khusus untuk bertemu dengan Kangjeng Adipati. -
Para prajurit Pajang itu termangu-mangu. Namun kemudian seorang perwira telah datang mendekat. Adalah kebetulan sekali bahwa perwira Pajang itu telah mengenali kedua orang yang datang itu.
" Ki Lurah Branjangan dan Ki Untara " sapa perwira
itu. " Ya " jawab Ki Lurah " Panglima pasukan Mata"ram. Kami ingin bertemu dengan Kangjeng Adipati. -
Perwira itu termangu-mangu sejenak. Namun kemu"dian katanya " Segala sesuatunya tergantung kepada Kangjeng Adipati. Biarlah seorang Pengawal Dalam menyampaikannya. "
Ki Lurah Branjangan dan Untara mengangguk-angguk. Mereka mengerti bahwa hal itu tergantung sekali kepada Kangjeng Adipati. Karena itu maka Ki Lurahpun berkata " Aku akan menunggu. "
Perwira itupun kemudian telah memerintahkan seorang penghubung untuk menyampaikan pesan Ki Lurah itu kepada seorang perwira yang bertugas sebagai Pengawal Dalam.
Sebenarnyalah bahwa untuk menghadap Kangjeng Adipati dalam keadaan seperti Pajang pada saat itu harus melalui penjagaan-penjagaan yang sangat ketat. Namun perwira dari pasukan Pengawal Dalam itu akhirnya sampai juga keluar pintu ruang dalam, ruang yang khusus bagi
Kangjeng Adipati dan ketiga pengawal terpilihnya menunggu.
Dengan ketukan sandi, maka Kangjeng Adipatipun telah memerintahkan seorang diantara para pengawalnya untuk membuka pintu.
" Bawa orang itu masuk " berkata Kangjeng Adipati yang memang sedang menunggu terjadi sesuatu yang tidak dimengertinya sendiri.
Ketika pintu terbuka maka perwira itupun kemudian memasuki ruangan yang terasa sangat lengang.
" Ada apa" " bertanya Kangjeng Adipati.
" Ampun Kangjeng Adipati " jawab perwira itu " hamba menerima pesan untuk disampaikan kepada Kang"jeng Adipati, bahwa Panglima pasukan Mataram ingin menghadap. "
Wajah Kangjeng Adipati menegang sejenak. Ia telah menerima laporan terakhir dari pemimpin pasukannya ten"tang kedudukan dari kedua belah pihak. Namun para pemimpin Pajang masih membayangkan kemungkinan yang cerah bagi pasukan Pengawal Khusus, yang meng"anggap bahwa kekuatan Mataram tidak akan dapat mema"tahkan kekuatan pasukan Pengawal Khusus.
Namun dalam pada itu, Kangjeng Adipati justru telah bertanya " Dimana Tumenggung Wiladipa" "
Perwira dari pasukan Pengawal Dalam itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian jawabnya " Hamba tidak melihatnya Kangjeng Adipati. Hamba dan beberapa orang mengira bahwa Ki Tumenggung ada didekat Kang"jeng Adipati. "
Kangjeng Adipati menarik nafas dalam-dalam. Tetapi yang ditanyakan kemudian adalah " Siapakah Panglima pasukan Mataram itu" "
" Ki Lurah Branjangan. Panglima pasukan khusus Mataram Kangjeng Adipati " jawab perwira itu.
" Lurah Branjangan" " bertanya Kangjeng Adipati dengan wajah tegang karena hatinya yang bergejolak.
" Hamba Kangjeng Adipati " jawab perwira itu.
Kangjeng Adipati menggeretakkan giginya. Katanya " Orang itu telah menghina aku. "
" Bersama Ki Lurah adalah Untara, Kangjeng Adi"pati. " berkata perwira itu.
" Suruh mereka kembali ke pasukannya. Aku hanya menerima jika yang datang menemui aku adalah Panem"bahan Senapati sendiri " geram Adipati Pajang itu.
Perwira itu termangu-mangu. Namun kemudian dibera-nikannya berkata " Ampun Kangjeng. Mungkin mereka in"gin berbicara tentang perang yang telah hampir mencapai satu titik yang tidak terkendali ini, karena kedua pasukan telah berhadapan pada satu garis yang semakin sempit dan menentukan. "
" Apapun yang akan mereka bicarakan, biarlah Panembahan Senapati sendiri yang datang " jawab Kang"jeng Adipati " jika Mataram ingin menarik diri maka Panembahan Senapati harus membayar semua kerugian yang telah diderita oleh Pajang karena kelancangannya. "
Perwira itu menarik nafas dalam-dalam, agaknya pasukan Mataram dan Pajang memang harus bertempur dengan menyerahkan korban yang tidak terhitung jumlahnya.
Perwira dari Pengawal Dalam itu adalah seorang per"wira dari kesatuan yang termasuk kesatuan terpilih. Ia ada"lah seorang perwira yang telah ditempa untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga dari medan yang paling garang. Karena itu perwira itu sama sekali tidak merasa gentar menghadapi pertempuran yang betapapun kerasnya. Namun agaknya perwira itu juga dibayangi oleh angan-angan tentang mayat yang bertimbun tidak terhitung jumlahnya hanya karena Kangjeng Adipati tidak mau menyerahkan Ki Tumenggung Wiladipa. Apalagi memang terbukti bahwa Ki Tumenggung Wiladipa telah melakukan kesalahan.
Tetapi perwira itu tidak berani mengatakannya kepada Kangjeng Adipati. Sebagaimana perintah Kangjeng Adi"pati, maka perwira itu akan melakukannya
Ketika perwira itu sudah keluar, maka pintu ruang itupun telah ditutup lagi dari dalam. Sementara perwira itu telah menghubungi jalur semula dengan arah yang berke"balikan, sehingga akhirnya pesan Kangjeng Adipati itu disampaikan oleh perwira yang bertugas " Sayang Ki Lurah. Kangjeng Adipati hanya dapat menerima Panem"bahan Senapati sendiri. "
" Aku datang dengan limpahan kuasa Panembahan Senapati " berkata Ki Lurah.
" Hanya Panembahan Senapati secara pribadi " jawab perwira itu.
Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam. Namun kemu"dian katanya " apaboleh buat. Tetapi sebenarnya aku ingin berbicara tentang langkah terakhir pasukan Mataram. "
" Sayang sekali " desis perwira Pajang itu.
" Baiklah. Jika demikian maka segala usaha telah gagal untuk menghindari pertumpahan darah yang tidak ada taranya dalam sejarah perang bagi Mataram dan Pa"jang. Karena itu, maka Mataram akan mengambil langkah terakhir dengan cara yang paling tidak kita inginkan " ber"kata Ki Lurah Branjangan.
Perwira Pajang itu menarik nafas dalam-dalam. Namun sebenarnyalah ia dapat mengerti niat Ki Lurah sebagai Panglima pasukan Mataram. Betapapun tinggi kebanggaan pasukan Pengawal Khusus Pajang dan Demak namun jan"tung merekapun tergetar membayangkan pertempuran yang akan terjadi esok.
Beberapa orang Senapati Pajang yang sempat berpikir, menyesalkan sikap Kangjeng Adipati. Namun merekapun kemudian mulai menjadi curiga kepada Ki Tumenggung Wiladipa yang seakan-akan telah hilang. Beberapa orang perwira yang berada ditempat yang berbeda tidak ada yang melihat Ki Tumenggung Wiladipa. Bahkan perwira yang menghadap Kangjeng Adipatipun tidak melihat Ki Tu"menggung berada didekat Kangjeng Adipati. Malahan Kangjeng Adipati telah menanyakan dimana Ki Tumeng"gung Wiladipa berada.
Tetapi mereka adalah prajurit. Ketika mereka menya"dari, bahwa tidak ada penyelesaian lain kecuali perang, maka merekapun telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Apapun yang akan terjadi, maka mereka harus menjalani. Mungkin pasukan Pajang dan Mataram akan bersama-sama tumpas dimedan itu sampai orang yang terakhir. Mungkin istana Pajang akan menjadi karang-abang, karena orang-orang terakhir dari Mataram akan membakar istana itu.
Sementara itu, Ki Lurahpun dengan jantung yang ber"degup oleh kemarahan, bergegas kembali ke pasukannya. Bahkan ia telah bergumam " Ternyata Swandaru benar. Hanya membuang waktu saja. "
" Kita sudah berusaha Ki Lurah " jawab Untara " tanggung jawab dari kematian yang bertimbun besok tidak ada pada kita. Tetapi ada pada orang-orang Pajang, ter"utama Kangjeng Adipati. "
" Kangjeng Adipati memang tinggi hati " berkata Ki Lurah " ia merasa orang terpenting dan orang yang memi"liki kemampuan tertinggi di seluruh bumi ini. "
" Kita terpaksa menghancurkannya " berkata Untara " apaboleh buat, meskipun dengan demikian kita sendiri akan terluka parah sekali. "
Untara dan Ki Lurah telah menyeberangi jarak yang tidak begitu jauh antara pasukan Mataram dan Pajang. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, hampir semua prajurit tertidur nyenyak kecuali yang bertugas. Tetapi malam itu rasa-rasanya sulit bagi para prajurit untuk memejamkan matanya, meskipun ada juga prajurit yang tidur mendekur.
Ketika Ki Lurah dan Untara kemudian sampai ke-tempat para pimpinan Mataram berkumpul dan menyam"paikan hasil usahanya, maka hampir bersamaan para pemimpin itu menggeram. Swandarulah yang berkata pal"ing lantang " Aku sudah menduga. Karena itu, maka tidak ada jalan lain, kecuali menghancurkan Pajang dengan korban yang bagaimanapun besarnya. "
Ki Lurah sendiri memang sudah memutuskan demi"kian. Karena itu maka katanya " Kita harus bersiap-siap. Besok kita akan memberikan pukulan yang mematikan. Jika kita tidak mempergunakan saat-saat permulaan, maka kitalah yang akan terdesak dan hancur berkeping-keping di lingkungan istana Pajang ini. "
" Baik " berkata Swandaru " kami minta diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya. "
Ki Lurah sudah hampir mengiakannya. Tetapi tiba-tiba para penjaga diluar telah menyibak.
Orang- orang yang berada didalam ruang pembicaraan itu terkejut. Sementara itu seorang petugas telah memasuki ruangan sambil berkata " Panembahan Senapati telah datang. "
" Panembahan Senapati " desis beberapa orang ham"pir bersamaan.
Sebenarnyalah, sejenak kemudian Panembahan Sena"pati telah berdiri diambang pintu. Dengan demikian maka semua orang yang ada didalam ruangan itupun telah ber"diri.
Sejenak kemudian, maka Panembahan Senapatipun telah duduk pula diantara para pemimpin dari Mataram itu.
" Selamat datang Panembahan " Ki Lurahlah yang kemudian menyambutnya
" Terima kasih Ki Lurah " sahut Panembahan Sena"pati.
" Bagaimana dengan kalian disini, dan dengan pasu"kan Mataram seluruhnya" "
" Baik Panembahan. Kami dalam keadaan baik sampai hari ini " jawab Ki Lurah.
Panembahan Senapati itu mengangguk-angguk. Tiba-tiba ia menyahut " Kau telah mengatakannya dengan tepat. Sampai hari ini keadaan pasukan kita baik-baik saja. Tetapi entahlah besok. Mungkin dalam sehari besok, tidak ada lagi orang yang dapat memberikan laporan. "
Ki Lurah mengerutkan keningnya. Nampaknya Panem"bahan Senapati sudah mengetahui serba sedikit, apa yang telah terjadi.
Namun dalam pada itu, Swandarulah yang menyahut " Kedudukan kita cukup baik Panembahan Besok kita akan memberikan pukulan terakhir. Kemudian menyelesaikan semua persoalan dengan tuntas. "
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Tetapi ia berkata " Ki Lurah, aku minta kau memberikan laporan selengkapnya tentang apa yang pernah kau lakukan disini sampai saat ini. "
Ki Lurahpun kemudian telah memberikan laporan terperinci. Semua peristiwa, kejadian dan pikiran-pikiran yang berkembang selama perang terjadi antara Pajang dan Mataram telah dilaporkannya tanpa ada yang terlampaui.
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Dengan nada dalam ia kemudian bertanya " Jadi kedudukan kita sekarang sedikit lebih baik dari pasukan Pajang dan Demak" "
" Ya Panembahan " jawab Ki Lurah.
Tetap Swandaru menyahut " Bukan lebih sedikit. Tetapi kita menguasai mutlak garis pertempuran."
Buku 196 PANEMBAHAN Senapati masih juga mengangguk-angguk.Tetapi ternyata ia tidak menjawab kesan Swandaru itu. Bahkan iapun kemudian berkata sehingga semua yang mendengarnya terkejut karenanya " Baiklah. Jika Adimas Adipati hanya mau menerima aku saja, maka biarlah aku menemuinya."
" Panembahan " hampir diluar sadarnya Ki Lurah, memotong " Jika Panembahan ingin berbicara, sebaiknya Panembahan memanggil Adipati Pajang. Panembahan memiliki kedudukan lebih tinggi. Sebagai kadang, Panem"bahan lebih tua dari Adipati Pajang meskipun sekedar kakak ipar. "
Panembahan Senapati menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti jalan pikiran Ki Lurah Branjangan yang ingin menjaga kewibawaannya. Namun mengingat peristiwa yang akan terjadi esok pagi, maka Panembahan Senapati itu berkata " Ki Lurah. Mungkin aku harus berpegang kepada harga diri. Tetapi apa ar"ti harga diriku dibandingkan dengan nyawa yang tidak terhitung jumlahnya, yang mungkin akan dapat diselamatkan. "
" Tanggung jawab tidak terletak dibahu Panembahan Senapati, tetapi dibahu Kangjeng Adipati Pajang " jawab Ki Lurah " jika benar besok jumlah kematian itu tidak ter"kekang, maka Kangjeng Adipati akan dikutuk sampai tu"juh keturunan. Ia tidak mau menyerahkan hanya satu
orang, sementara itu kematian tidak terhitung. "
" Tidak hanya seorang Ki Lurah. Tetapi pusaka-pusaka itupun harus diperhitungkan. Sementara itu, pemimpin yang bertanggung jawab, tetapi bukankah setiap orang wajib berusaha untuk mencegah, atau setidak tidaknya membatasi kematian, bertanggung jawab atau tidak bertanggung jawab atas kematian itu, apabila memungkin"kan" " berkata Panembahan Senapati.
Ki Lurah Branj angan menarik nafas dalam-dalam. Jika hal itu yang dikehendaki, maka apaboleh buat.
Ternyata Panembahan Senapati kemudian berkata " Aku ingin pergi menemui adimas Adipati. Aku ingin pergi bersama Agung Sedayu. "
Hampir semua orang yang berpaling kepada Agung Se"dayu. Mereka menghubungkan perintah itu dengan sikap Agung Sedayu sendiri, sehingga beberapa orang meng"anggap bahwa Panembahan Senapati bukannya tidak tahu, pembicaraan apakah yang telah berkembang diruang itu sebelumnya.
Demikianlah, maka Panembahan Senapati, tanpa dika"wal oleh seorang pengawalpun kecuali Agung Sedayu, telah berusaha untuk menemui Adipati Pajang. Ketika Panem"bahan Senapati itu memasuki daerah pertahanan orang-orang Pajang dan Demak, maka merekapun menjadi heran. Yang ada dihadapan mereka benar-benar Panembahan Senapati dari Mataram.
Ketika hal itu kemudian disampaikan kepada Adipati Pajang, maka Kangjeng Adipati memang menjadi gugup. Namun hanya sejenak. Karena iapun dengan cepat telah menguasai dirinya.
Adipati Pajang itu tidak dapat menolak kehadiran Panembahan Senapati karena ia sendirilah yang telah mengatakan, bahwa jika Panembahan Senapati sendiri yang datang, maka ia akan dapat menerima.
Karena itu, betapapun beratnya, maka Panembahan Senapati pun kemudian dipersilahkannya memasuki ruang"an itu bersama dengan Agung Sedayu.
" Aku berkeberatan jika ada orang lain ikut bersama kakangmas Panembahan " berkata Adipati itu.
"Kenapa" " jawab Panembahan Senapati " aku juga tidak berkeberatan atas kehadiran pengawal-pengawalmu diruangan ini. Selebihnya mereka akan dapat menjadi saksi pembicaraan kita. "
Kangjeng Adipati Pajang ternyata tidak dapat meno"lak. Karena itu, maka dibiarkannya Agung Sedayu berada didalam ruangan itu pada saat Panembahan Senapati dan Adipati Pajang mengadakan pembicaraan.
" Adimas " berkata Panembahan Senapati " apakah adimas mudah mendapatkan gambaran apakah yang akan terjadi besok" "
" Sudah kakangmas " jawab Adipati Pajang " kema"tian. Istana ini akan tenggelam kedalam genangan darah prajurit Mataram dan Pajang. "
" Apakah hal itu tidak dapat dicegah" " bertanya Panembahan Senapati.
" Tentu dapat kakangmas " jawab Adipati Pajang.
" Apakah adimas mempunyai gambaran, cara untuk mencegah kematian itu" " bertanya Panembahan Senapati.
" Tentu. Jika kakaangmas menarik pasukan Mataram dari Pajang dan tidak mengganggu kami lagi, maKa tidak akan terjadi pertumpahan darah di Pajang ini " awab Kangjeng Adipati.
" Adimas " berkata Panembahan Senapati " bukan"kah permintaanku kepada Pajang wajar sekali. Pertama, pusaka-pusaka yang menjadi hak Keraton Pajang yang kemudian berpindah ke Mataram. Yang menjadi pimpinan tertinggi sekarang berkedudukan di Mataram. Karena itu maka semua pertanda kebesaran sudah sewajarnya dipin"dahkan ke Mataram. Bukankah hal itu tidak berlebih-lebihan. Aku tidak minta harta benda di Gudang Purben-daharaan. Aku hanya minta ini Gedung Pusaka. Itupun tidak seluruhnya. Aku tidak menginginkan keris, tombak atau pedang yang mempunyai wrangka dari emas dengan tretes berlian. Akupun tidak ingin nilai kewadagan pusaka-pusaka itu. Tetapi yang aku butuhkan adalah sipat kandel dari Keraton yang harus berpindah ke Mataram. " Panembahan Senapati berhenti sejenak, lalu " sedangkan yang kedua adalah Ki Tumenggung Wiladipa. Orang itu sudah berusaha membunuh salah seorang utusanku. Itu adalah satu pelanggaran paugeran dalam hubungan antara para pemimpin didalam lingkungan Mataram, atas seorang utusan, ia adalah seorang utusan. Namun Ki Tumenggung Wiladipa sudah berusaha membunuh utusanku, yang kebe"tulan dilakukan oleh Untara. "
Kangjeng Adipati termangu-mangu. Keringat dingin telah mengalir diseluruh tubuhnya. Namun ia masih dapat menunggu sampai kata-kata terakhir Panembahan Sena"pati.
Baru kemudian ia menjawab " kakangmas, sudah beberapa kali aku katakan, bahwa aku berkeberatan untuk melepaskan satu saja dari pusaka-pusaka di Gedung Pu"saka. Pusaka itu adalah milik Pajang. Bukan milik siapa yang memegang pemerintahan. Karena itu, maka Mataram sama sekali tidak berhak atas pusaka-pusaka itu. Sedang"kan yang kedua, tentang Tumenggung Wiladipa, itu bukan tanggung jawabku. Jika kakangmas Panembahan dapat menangkapnya, silahkan. "
" Jangan berkeras seperti itu adimas " jawab Panem"bahan Senapati " Bukankah kita dapat mencari jalan keluar" "
Sorot mata Kangjeng Adipati Pajsng menjadi semakin tajam menusuk perasaan Panembahan Senupati. Namun Panembahan Senapati masih menunggu jawabnya.
" Kakangmas " Adipati Pajang itupun kemudian menjawab " hanya ada satu jalan keluar. Kakangmas harus menarik pasukan Mataram dari Pajang. Kemudian tidak mengusik lagi ketenangan Pajang. Tidak ada yang lain. "
" Kecuali perang " tiba-tiba Panembahan Senapati memotong.
Terasa jantung Adipati Pajang tersentuh. Kata-kata yang tegas dan keras itu ternyata mempengaruhi pera"saannya pula.
Sementara itu, Panembahan Senapati meneruskan " Adimas.
Memang Mataram dapat memilih jalan perang. Aku yakin, bahwa Mataram akan dapat menghancurkan Pajang. Keda"tanganku menemui Adimas jangan diartikan, bahwa Mataram dalam kedudukan yang lemah sekarang ini. Teta"pi kami berpendapat, bahwa lebih baik persoalan kita dapat kita selesaikan tanpa korban yang tidak terhitung jumlah"nya. "
" Semuanya sudah aku perhitungkan " jawab Adipati Pajang " kami, para kesatria Pajang telah memutuskan un"tuk mempertahankan hak kami sampai orang yang tera"khir. -
" Tetapi jangan berpijak pada penalaran yang dangkal " berkata Panembahan Senapati " jika adimas berbicara tentang hak, maka sebenarnyalah bahwa Pajang sekarang tidak berhak lagi atas beberapa pusaka yang menjadi pertanda kekuasaan tertinggi di Tanah ini. "
" Kakangmas mengulangi persoalan yang sudah aku jawab " berkata Adipati Pajang. " sebaiknya kita tidak usah berbicara lagi. Aku berkeberatan untuk berbicara terlalu panjang tentang persoalan yang sudah aku tetapkan. "
Perasaan Panembahan Senapati benar-benar ter"singgung. Tetapi Panembahan Senapati mampu menunjuk"kan kedewasaan sikap, sehingga ia masih tetap duduk ditempatnya sambil mengangguk-angguk.
" Jadi, menurut Adimas tidak ada jalan lain untuk memecahkan persoalan ini kecuali dua pilihan, menarik pasukan Mataram atau perang" " bertanya Panembagan Senapati.
" Ya " hanya ada dua pilihan.
" Bagaimana jika aku mengusulkan pilihan ketiga" " bertanya Panembahan Senapati.
" Apa maksud kakangmas" " bertanya Adipati Pa"jang.
" Agar korban tidak terlalu banyak, maka kita berusaha untuk mengatasinya sekecil mungkin " Panembahan Senapati itu berhenti sejenak, lalu " maksud"ku, bagaimana jika kematian yang tidak terhitung itu kita wakili" "
Wajah Adipati Pajang menjadi tegang. Dengan geme"tar ia bertanya " Perang tanding" "
" Ya. Jika aku kalah, maka pasukan Mataram akan ditarik. Tetapi jika adimas Adipati kalah, maka Pajang akan tunduk kepada Mataram dengan segala macam akibatnya. " berkata Panembahan Senapati. Namun ke"mudian ditambahkannya " Tetapi ini tidak lebih dari satu tawaran. Jika adimas berkeberatan, maka akupun akan mengurungkannya. "
Jantung Adipati Pajang berdegup semakin keras. Ialah yang kemudian tersinggung. Namun dengan darah seorang prajurit, maka iapun berkata " Kakangmas, aku adalah prajurit sejak kanak-kanak. Jika yang dimaksud oleh kakangmas adalah satu tantangan, maka aku tidak akan-ingkar. "
" Bagus " jawab Panembahan Senapati " kau benar-benar menantu Sultan Hadiwijaya. Jika demikian, maka kitalah yang akan menebus kematian yang tidak akan ter"hitung jumlahnya itu dengan nyawa kita. Besuk kita berdua sajalah yang akan turun kemedan. Biarlah pasukan Mataram dan Pajang tetap berada ditempat mereka masing-masing dengan ketentuan seperti yang sudah aku katakan. "
" Kakangmas memang seorang laki-laki. Aku senang mendapat kehormatan melayani kakangmas dimedan perang " berkata Adipati Pajang.
" Baiklah kita menentukan syarat perang tanding itu adimas " berkata Panembahan Senapati.
" Syarat apa" " bertanya Adipati Pajang " kita bertempur. Siapa yang mati, ialah yang kalah. "
" Jangan terlalu garang " jawab Panembahan Senapati " kita masih harus memperhitungkan beberapa kemungkinan. Karena itu, maka aku berpendapat, bahwa kita akan turun kemedan tanpa senjata. Kita akan bertum"pu kepada ilmu kita masing-masing. "
" Kakangmas takut melihat tajamnya ujung tombak" " bertanya Adipati Pajang.
" Tidak, tentu tidak " jawab Panembahan Senapati " tetapi mati diujung senjata adalah kematian yang biasa, sebagaimana terjadi atas prajurit-prajurit yang bertempur dalam gelar. Tetapi kita lain Adimas. Kita memiliki kele"bihan dari mereka. "
" Kelebihan itu kita uji dengan senjata " jawab Adipati Pajang.
" Ah, jika kita membawa senjata, maka segalanya akan dengan cepat selesai. Tentu aku dan juga Adimas akan membawa senjata yang paling baik kita miliki. Dan aku ten"tu akan membawa pusaka Kangjeng Kiai Pleret. Dan itu tentu tidak akan memberikan ketegangan.
Jarang sekali orang yang akan dapat melawan Kiai Pleret dalam perang tanding yang demikian, apalagi Kiai Pleret itu berada ditangan seseorang yang menerima pusaka itu langsung dari ayahanda Sultan Hadiwijaya,, berkata Panembahan Senapati
Adipati Pajang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata " Bagus. Kita akan beradu ilmu. Kakangmas ingin menunjukkan bahwa kakangmas merupakan lumbung ilmu yang tidak ada duanya. Tetapi apapun yang akan terjadi, akupun bukannya tidak pernah berguru. "
" Aku mengerti Adimas " jawab Panembahan Senapati " kau pernah berguru kepada seorang pertapa di kaki Gunung Merbabu. Kau pernah pula berada dialas Lodaya sampai berbulan-bulan. Dan kaupun pernah hilang ditelan ombak Lautan Kidul dipantai Pandan Segegek dan kembali tanpa diketahui oleh siapapun. Masih banyak lagi yang kau lakukan dalam olah kanuragan dan itu akan menjadi sangat menarik.
Kangjeng Adipati Pajang memandang Panembahan Senapati dengan tajamnya. Yang dikatakan oleh Panem"bahan Senapati itu hanya sebagian dari laku yang pernah ditempuhnya. Tetapi Adipati Pajangpun mengetahui, bahwa Panembahan Senapati telah menjalani laku yang tidak terhitung jumlahnya sebagaimana pernah ditempuh oleh Pangeran Benawa.
Namun Kangjeng Adipati memang seorang prajurit. Ia tidak gentar menghadapi apapun juga. Karena itu, maka kesempatan yang diberikan oleh Panembahan Senapati itu merupakan satu kesempatan yang akan memberikan arti bagi hidupnya. Memang ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, mukti atau mati.
Demikianlah akhirnya kedua pemimpin itu memu"tuskan untuk melakukan perang tanding. Dengan demi"kian, maka jumlah kematian akan dapat dikurangi dan disusut menjadi kecil sekali. Seorang akan mati diarena. Kemudian segala sesuatunya akan selesai.
" Baiklah Adimas " berkata Panembahan Senapati kemudian " Agung Sedayu akan menjadi saksi dari pembi"caraan ini. Panglima pasukan Mataram akan menyebarkan keputusan ini sehingga pasukan Mataram tidak akan ber"gerak besok pagi. "
" Pasukan Pajangpun tidak akan bergerak besok kakangmas. " jawab Kangjeng Adipati " para pemimpin Pajang akan menyaksikan perang tanding yang akan kita lakukan dengan jujur, tanpa senjata apapun. "
Panembahan Senapati tersenyum. Katanya " Kita ada"lah murid-murid Sultan hadiwijaya. Mungkin adimas belum pernah menerima titik-titik tetesan ilmunya. Tetapi sebagai seorang menantu Adimas tentu pernah mendengar petuah dan petunjuknya. Akupun pernah mendengar nasehat-nasehatnya sebagai putera angkatnya. Sehingga dengan demi"kian, betapapun tipisnya, kita tentu mempunyai pegangan dalam kehidupan ini berdasarkan petunjuk-petunjuknya. Nah, besok akan kita tunjukkan, bahwa kita masing-ma"sing, siapapun yang menang, akan menjunjung tinggi nama Sultan Hadiwijaya. "
Adipati Pajang itupun mengangguk-angguk. Katanya " Aku sependapat kakangmas. Kita akan menjunjung tinggi nama Sultan Pajang. "
Panembahan Senapati Hadiwijaya memang Sultan Pa"jang pada waktu itu.
Sejenak kemudian, maka Panembahan Senapati itupun minta diri untuk kembali ke pasukannya. Dikuti oleh Agung Sedayu, maka Panembahan Senapati telah menye"berangi jarak antara pasukan Pajang dan pasukan Mata"ram yang tidak teralu panjang itu.
Keputusan Panembahan Senapati untuk mengadakan perang tanding telah menimbulkan tanggapan yang ber"macam-macam. Namun sebagian besar dari para Senapati termasuk Swandaru merasa kecewa, bahwa mereka tidak mendapat kesempatan untuk menghancurkan Pajang yang tinggal selangkah lagi.
" Segala sesuatunya akan tergantung kepada satu orang " berkata Swandaru didalam hatinya.
Bahkan para Senapati Mataram termasuk Ki Lurah Branjangan sendiri merasa cemas akan hasil dari perang tanding yang akan dilakukan besoK antara Panembahan Senapati dengan Adipati Pajang. Meskipun mereka yakin akan ketinggian ilmu dari Panembahan Senapati itu, namun merekapun mengerti bahwa Adipati Pajang juga memiliki ilmu yang sangat tinggi. Bagaimanapun juga, perang tan"ding akan dipengaruhi oleh beberapa hal yang kadang-ka"dang diluar dugaan.
Panembahan Senapati yang melihat kecemasan itupun kemudian berkata " Marilah, kita serahkan segala sesuatu"nya kepada Yang Maha Agung. Kita akan memohon agar Yang Maha Agung itu berkenan untuk menentukan, apa yang sebaiknya terjadi atas Mataram dan Pajang.
Ki Lurah Branjangan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian sambil menarik nafas dalam-dalam ia berkata " Ya. Kita serahkan segala sesuatunya kepada Yang Maha Agung. "
Dengan demikian, maka para pemimpin Mataram itu sebagian terbesar justru menjadi pasrah, sehingga mereka tidak terlalu gelisah menghadapi penyelesaian yang sudah dipilih oleh Panembahan Senapati dan Kangjeng Adipati Pajang. Karena dengan demikian, maka korban akan jauh berkurang.
Malam itu, kegelisahan telah mencengkam kedua belah pihak. Bahkan ketegangan telah membuat para prajurit dari kedua belah pihak yang kemudian mendengar berita tentang keputusan Panembahan Senapati dan Adipati Pa"jang itu sulit untuk dapat beristirahat dan memejamkan mata. Mereka dibayangi oleh angan-angan tentang apa yang akan terjadi esok. Dua orang raksasa dalam olah kanuragan, akan bertemu dalam arena perang tanding, yang akan menentukan akhir dari perang antara Mataram dan Pajang. Dua orang yang memiliki ilmu yang jarang ada bandingnya, yang akan menjadi pengganti perang yang akan dapat menelan korban yang tidak terhitung jumlah"nya.
Namun demikian, ada juga diantara mereka yang sem"pat beristirahat barang sejenak. Namun rasa-rasanya malam terlalu cepat berakhir.
Menjelang pagi, meskipun yang akan bertempur hanya"lah Panembahan Senapati sendiri, namun semua prajuritpun telah bersiap-siap. Mereka telah makan dan minum sebagaimana mereka akan maju kemedan.Karena bagai"manapun juga, kemungkinan-kemungkinan buruk akan dapat terjadi.
Ketika langit mulai dibayangi oleh cahaya matahari, maka semua prajurit dari kedua belah pihakpun telah siap. Tetapi beberapa orang pemimpin dari kedua belah pihak, telah menyiapkan arena yang akan dijadikan arena perang tanding dari dua kekuatan raksasa dari Mataram dan Pa"jang, yang akan menentukan akhir dari pertempuran yang telah terjadi.
Panembahan Senapati sendiri dan Adipati Pajang telah bersiap-siap pula ditempat masing-masing. Mereka telah mempersiapkan diri bukan saja kesiagaan lahiriah, tetapi juga kesiagaan batin, karena mereka masing-masing menyadari, siapakah yang akan mereka hadapi dalam perang tanding itu. Banyak kemungkinan dapat terjadi, se"hingga mereka harus benar-benar siap dalam segala hal.
Sejenak kemudian, ketika matahari mulai merayap dilangit, maka terdengar suara pertanda hadirnya dua orang pemimpin dari Mataram dan Pajang yang akan turun kedalam arena perang tanding.
Suara bende yang berdengung menggetarkan setiap jantung prajurit Mataram dan Pajang. Ternyata bahwa akhir dari perang antara Mataram dan Pajang akan sangat tergantung kepada perang tanding itu.
Dalam kegelisahan itu, ternyata bahwa Panembahan Senapati dengan wajah cerah berjalan menuju ke arena yang telah dipersiapkan. Ketika ia berdiri diantara para pemimpin Mataram dan siap melangkah ke arena, maka Ki Lurah Branjangan telah mencegahnya sambil berkata " Jangan memasuki arena lebih dahulu. Biarlah Adipati Pa"jang akan memasuki bersama-sama. "
Panembahan Senapati tersenyum Katanya " Kita tidak perlu menjunjung harga diri terlalu tinggi. "
" Hamba sependapat Panembahan " jawab Ki Lurah " tetapi kali ini hamba mohon. "
Panembahan Senapati menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Kali ini aku tidak datang ke Pajang mengikuti paman Juru Martani agar aku tidak terlalu banyak harus mengikuti pantangan.Tetapi ternyata ada juga orang yang membatasi gerak-gerikku dengan pantangan-pantangan. -
" Ampun Panembahan " jawab Ki Lurah " bukan maksud hamba. Tetapi hamba mohon. "
Panembahan Senapati mengangguk. Jawabnya " Baiklah. Aku akan berusaha untuk memasuki arena ber"sama-sama dengan Adipati. Menurut dugaanku, Adimas Adipatipun tidak akan memasuki arena itu lebih dahulu.
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu, para pemimpin dari Pajang dan Demakpun telah menyibak pula. Ternyata Kangjeng Adipati Pajang"pun telah menuju ke arena pula.
Pendekar Sadis 1 Boma Gendeng 1 Suka Suka Cinta Pendekar Sakti Im Yang 5
^