Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 9

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 9


mulai dengan persiapan-persiapan yang tidak terbuka. Baik di-barak pasukan khusus,
maupun di Tanah Perdikan sendiri. Agaknya persiapan yang demikian lebih mudah
dilakukan di barak pasukan khusus, karena tempatnya memang tertutup bagi
kebanyakan orang. Tetapi Agung Sedayu berusaha untuk tidak menggelisahkan rakyat Tanah Perdikan
dan anak-anak muda itu sendiri. Karena itu, maka yang kemudian diajaknya berbicara
mula-mula adalah para pemimpin pasukan pengawal saja.
" Sulit untuk melakukannya " berkata salah seorang pemimpin pengawal " jika kita
bersiap-siap, maka setidak-tidaknya kita akan berkumpul dalam jumlah yang le-bih
besar dan bersenjata, di malam hari hal seperti itu dapat dihamburkan dengan
berkumpulnya anak-anak muda di gardu-gardu. Tetapi bagaimana disiang hari ?"
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Memang sulit untuk melakukannya tanpa
memberikan kesan persiapan. Namun demikian ia mencoba menjelaskan " Kita dapat
mengadakan kerja di tempat-tempat yang menjadi pintu keluar dan masuk Tanah
Perdikan. Setidak-tidaknya sekelompok pengawal telah berkumpul dan dapat bertindak
dalam waktu yang cepat, sementara yang lain akan dapat segera dipanggil dengan
isyarat." " Kerja apa saja" " bertanya pemimpin kelompok itu " kita belum tahu, kapan
serangan itu akan terjadi.
Jika serangan itu akan terjadi sebulan lagi. maka apa saja yang dapat kita lakukan
dalam sebulan Sementara itu, justru pada saat-saat kita menjadi jemu menunggu,
barulah mereka datang. "
Karena itu, maka katanya" Dalam beberapa hari ini kita akan merencanakan tempattempat
yang akan menjadi sasaran kerja. Mungkin bendungan, mungkin jalan-jalan yang
sudah mulai rusak, mungkin memperbaiki gardu di regol padukuhan yang menjadi pintu
masuk Tanah Perdikan ini dari arah yang dimungkinkan. Dengar rencana itu kita mulai
bergerak. Kita harus memanaskan kegiatan para pengawal tanpa menggelisahkan
rakyat. Pemanasan itulah yang penting, sehingga pada saat-saat yang diperlukan, kita dapat
bertindak cepat. Sementara pasukan khusus itu akan memberikan dukungan yang
memastikan gerak kita berikutnya. Pasukan berkuda yang ada di barak pasukan khusus
itu akan dapat bergerak " Aku sependapat " desis seorang pemimpin kelompok yang lain
yang penting, kita melakukan sesuatu. Para pengawal akan mendapatkan penjelasan
apa yang sebenarnya kita hadapi. Mereka dapat dipercaya, bahwa mereka tidak akan
menggelisahkan rakyat Tanah Perdikan ini. Sebagian dari tanggung jawab itu memang
terletak diatas pundak kita, para pemimpin kelompok. Pada saat-saat tertentu anak-anak
muda yang bukan termasuk pasukan pengawalpun sedikit demi sedikit harus mendapat
penjelasan tentang masalahnya, agar pada saatnya mereka tidak menjadi bingung."
" Ya " sahut pemimpin kelompok yang lain " yang penting, kita harus merencanakan
kerja yang akan kita lakukan itu sebaik baiknya. Yang nampak adalah kesibukan kerja.
Bukan persiapan untuk bertempur melawan siapapun juga. Dimalam hari, kita mendapat
kesempatan dengan cepat."
untuk mengulang latihan-latihan mempergunakan senjata di ladang-ladang yang tidak
akan banyak mengganggu dan menimbulkan kecurigaan. Yang penting, selain
persiapan ini tidak menggelisahkan rakyat Tanah Perdikan ini, kita sudah dapat
mengerti, maksud Ki Gede untuk menjebak mereka. "
" Baiklah " berkata Agung Sedayu yang kemudian menugaskan beberapa orang,
dibawah pimpinan Prasta-wa untuk merencanakan daerah kerja yang akan dilakukan
untuk waktu yang cukup lama. Namun kemudian Agung Sedayupun menunjuk beberapa
orang yang dianggap memiliki ketajaman pengamatan untuk melihat kemungkinan
pengamatan dari pihak Ki Tumenggung atas Tanah Perdikan Menoreh.
" Sementara ini kita tidak akan ikut berbicara tentang kemelut di daerah
Madiun"berkata Ki Gede kepada Agung Sedayu setiap kali.
Agung Sedayu mengerti maksud Ki Gede. Ia tidak perlu terlalu banyak merenungi
persoalan yang mungkin timbul di daerah Madiun. Sebagai daerah yang baru saja
membenahi diri, Tanah Perdikan Menoreh memang harus lebih banyak melihat kepada
dirinya sendiri. Apalagi dengan berita yang dibawa oleh Kiai Bagaswara tentang rencana Ki
Tumenggung Purbarana. Meskipun demikian, Agung Sedayu yang ikut berjuang bahkan hampir saja
merenggut jiwanya di Prambanan untuk menegakkan Mataram, maka berita tentang
kemelut di daerah Timur itu akan selalu mempengaruhi pikirannya.
" Apa saja yang mereka kehendaki sebenarnya" " pertanyaan itu rasa-rasanya tidak
dapat disingkirkan dari hatinya " apakah mereka tidak menerima kehadiran Raden
Sutawijaya yang kemudian bergelar Panembahan senopati sebagai pimpinan tertinggi di
Mataram, atau karena mereka telah didorong oleh satu keinginan untuk mencapai
kemukten yang lebih besar lagi dengan mengangkat
diri mereka sendiri menjadi seorang raja yang sejajar dengan Mataram, atau
mimpi gila kakang Panji dan Ki Tumenggung Prabadaru, dan yang sekarang disandang
oleh orang yang bernama Purbarana tentang kejayaan masa lampau telah menjangkiti
mereka pula" - Tetapi sebenarnyalah, tidak banyak yang diketahui oleh Ki Gede yang dapat diberitahukan kepada Agung Sedayu tentang peristiwa di daerah Timur sebagaimana yang dikatakan oleh Kiai Bagaswara, karena Ki Gede sendiri memang tidak banyak berhubungan dengan daerah itu sebetulnya-
Dalam pada itu. maka perhatian para pemimpin Tanah Perdikan Menoreh sebagian besar ditujukan kepada usaha mempertahankan diri apabila satu kekuasaan benarbenar akan melawan mereka. Di padukuhan yang merupakan pintu masuk ke Tanah Perdikan, anak-anak muda yang sebagian besar terdiri dari para pengawal tengah bekerja memperbaiki jalan yang memang sudah mulai geripis-geripis di bagian pinggirnya. Mereka dengan gembira mengerjakan tugas mereka. Namun dalam pada itu, para pemimpin pengawal itu menyadari, bahwa yang penting anak-anak muda terutama para pengawal itu mendapatkan kesempatan untuk mengadakan pemanasan.
Mereka yang sudah jarang sekali melakukan kegiatan dalam kelompok-kelompok yang besar, tiba-tiba telah berkumpul kembali dalam suasana yang gembira.
Meskipun demikian, para pemimpin dari. para pengawal itu tidak lengah. Pada jarak beberapa puluh langkah dari tempat itu, di beberapa arah, dua tiga orang anak muda sedang bekerja di sawah atau menelusuri parit.
Dua orang yang sedang duduk beristirahat dibawah sebuah gubug berdesis " Untuk berapa hari kita melakukan pekerjaan seperti ini" "
" Untuk waktu yang tidak terbatas " jawab kawannya " tetapi aku kira, ada macam pekerjaan lain yang harus dikerjakan besok atau lusa, setelah kita sempat berkumpul dalam kerja ini.
Rasa-rasanya kita diingatkan," bahwa kita adalah para pengawal Tanah Perdikan ini.
Selama ini kuta hanya sempat melakukan tugas-tugas kecil oleh kelompok-kelompok
kecil pula. Seakan-akan kita hampir melupakan, bahwa kita terdiri dari satu kesatuan
yang besar yang mampu menyusun gelar di medan perang. Namun dengan berkumpul
seperti ini, maka rasa-rasanya jiwa kesatuan kita dalam pasukan telah tergugah.
" Itulah maksudnya " jawab yang pertama " dengan demikian, jika sesuatu terjadi, kita
akan dapat digerakkan dengan mudah."
" Dua tiga hari sudah cukup untuk memanaskan jiwa kita " jawab kawannya "
kemudian, maksud yang sesungguhnya yang harus kita lakukan. "
Sebenarnyalah, para pengawal itu rasa-rasanya menemukan sesuatu yang di saatsaat
terakhir terasa me-ngendor. Dengan bekerja bersama dalam suasana yang
gemuruh, maka para pengawal itu seakan-akan teringat akan diri mereka dalam satu
kesatuan. Sementara itu, beberapa orang khusus yang dipandang memiliki pengamatan yang tajam, tengah mengawasi jika di Tanah Perdikan itu telah menyusup beberapa orang pengamat yang dikirim oleh Ki Tumenggung Purbarana. Siang dan malam.
Dalam pada itu, enam orang memang tengah mendekati Tanah Perdikan Menoreh.
Mereka mendapat tugas untuk mengamati keadaan Tanah Perdikan itu. Mereka harus mengetahui dan memperhitungkan kekuatan yang ada di Tanah Perdikan itu. Juga harus membagi Tanah Perdikan itu menjadi tiga daerah kekayaan yang isinya akan menjadi hak setiap unsur yang ikut memasuki dan kemudian menguasai Tanah Perdikan itu.
Tetapi enam orang itu sama sekali tidak menyangka bahwa sebelum mereka sampai ke Tanah Perdikan Menoreh, Kiai Bagaswara telah mendahului mereka dan mengabarkan rencana akan hadirnya sebuah kekuatan yang akan menduduki Tanah Perdikan Menoreh.
Sementara itu, selagi para pengawal sibuk memanaskan diri dengan kerja di ujung padukuhan yang menjadi pintu masuk ke Tanah Perdikan Menoreh dari arah yang diduga akan dipergunakan oleh kekuatan yang akan menyerang Tanah Perdikan itu, dibarak pasukan khusus Ki Lurah Branjangan juga sedang mengadakan persiapanpersiapan.
Tetapi yang dilakukan oleh Ki Lurah Branjangan sama sekali tidak mempengaruhi keadaan diluar barak pasukan khususnya.
Namun demikian. Ki Lurah berusaha untuk meningkatkan ketrampilan pasukan berkudanya yang mungkin setiap saat akan diperlukan di sudut-sudut Tanah Perdikan.
Sementara itu, tanpa ada kesempatan yang menggelisahkan rakyat Tanah Perdikan, Ki Lurah dapat memberitahukan kepada pasukannya, bahwa setiap saat mereka akan dapat digerakkan untuk menghadapi serangan yang mungkin akan datang. Mungkin siang, mungkin malam. Menilik keterangan yang pernah didengar oleh Ki Lurah Branjangan, maka justru barak itu akan menjadi sasaran utama penghancuran Tanah Perdikan Menoreh, karena setelah pasukan khusus itu hancur, Tanah Perdikan Menoreh, dianggap tidak memiliki kekuatan yang memadai.
Dalam pada itu, yang nampak pada rakyat Tanah Perdikan Menoreh justru kerja dari anak-anak muda. Orang-orang yang pergi ke pasar dan bekerja di sawah menyapa mereka dengan ramah. Dengan kerja itu jalan yang semakin rata dan parit-paritpun akan menjadi bersih. Air dapat mengalir lebih lancar, sementara tanggul-tanggul parit itupun menjadi lebih kuat, dilapisi dengan gebal yang akan tumbuh rerumputan yang akar-akarnya akan mencengkam.
Demikianlah ketika keenam orang itu mendekati Tanah Perdikan Menoreh, maka mereka telah membagi diri, masing-masing berdua. Dalam saat-saat tertentu mereka akan bertemu ditempat yang akan ditentukan kemudian untuk membicarakan hasil pengamatan mereka.
Karena itulah, maka keenam orang itu telah memasuki Tanah Perdikan Menoreh lewat jalan yang berbeda-beda. Namun dua orang diantara mereka ternyata telah melewati jalan yang sedang diperbaiki itu.
Kedua orang itu mula-mula terkejut melihat dari kejauhan, orang-orang yang banyak berkerumun di sepanjang jalan. Namun kemudian merekapun melihat, bahwa orangorang itu sedang sibuk memperbaiki jalan yang cukup panjang serta parit dipinggir jalan itu, yang mengairi sawah di sebelah menyebelah.
Kedua orang itu lewat diantara orang-orang yang bekerja dengan hati yang sedikit berdebaran. Namun agaknya orang-orang yang bekerja itu sama sekali tidak menghiraukan mereka. Prastawa yang memimpin kerja itupun tidak memperhatikan secara khusus dua orang yang lewat diantara anak-anak muda yang sedang bekerja itu.
Karena jalan itu memang banyak dilalui orang hilir mudik.
Demikian kedua orang itu lewat dari anak-anak muda yang sedang bekerja itu, keduanya tersenyum. Salah seorang diantara mereka berkata - Mereka sama sekali tidak bermimpi buruk. Mereka justru sedang sibuk mempercantik Tanah Perdikan mereka yang sebentar lagi akan menjadi neraka. "
Kawannya justru tertawa kecil. Katanya " Kita akan melihat seluruh Tanah Perdikan ini. Kemudian dengan hati-hati kita akan melihat barak pasukan khusus Mataram yang menurut pendenagaran kita ada di Tanah Perdikan ini. "
" Memang ada di Tanah Perdikan ini " jawab yang lain.
Keduanyapun meneruskan perjalanan mereka. Mereka sama sekali tidak melihat sesuatu yang dapat diartikan sebagai satu persiapan yang khusus. Yang mereka lihat adalah anak-anak muda yang sedang bekerja. Selain sekelompok besar anak anak muda yang bekerja memperbaiki jalan, mereka masih juga melihat di padu-kuhan-padukuhan beberapa anak muda memperbaiki gardu dan juga tanggul-tanggul parit.
" Nampaknya Tanah Perdikan ini sedang dengan serentak membenahi diri " berkata salah seorang dari kedua orang itu.
" Setelah perang berakhir " jawab kawannya. Namun sambil tertawa ia berkata "
Tanpa memikirkan akan datangnya perang baru yang justru mempergunakan Tanah ini sebagai medan. Tidak di Prambanan atau daerah-daerah lain. "
Kawannya mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab. Sementara itu keduanya memasuki Tanah Perdikan semakin dalam.
Hari itu, ketiga kelompok yang masing-masing terdiri dari dua orang itu telah berusaha melihat keadaan Tanah Perdikan itu dalam keseluruhan. Mereka melihat-lihat tempat yang paling baik yang dapat mereka pergunakan untuk bersembunyi selama beberapa hari. Sementara itu, merekapun berusaha untuk mengenali lorong-lorong dan jalan jalan diseluruh Tanah Perdikan.
Namun satu hal yang tidak mereka perhitungkan, ternyata bahwa dua diantara mereka telah bertemu dengan Agung Sedayu yang berjalan bersama Sekar Mirah.
Keduanya memang tidak menarik perhatian. Jika Agung Sedayu memperhatikan keduanya, karena agaknya kedua orang itu bukan orang Tanah perdikan yang pernah dikenalnya. Sementara itu kedua orang itupun tidak banyak memperhatikan Agung Sedayu dan Sekar Mirah. Selain keduanya memang belum mengenal wajah Agung Sedayu, mereka mengira bahwa dua orang suami isteri itu adalah dua orang diantara mereka yang akan pergi ke pasar.
Tetapi demikian mereka berpapasan, maka Agung Sedayu tidak memikirkan lagi kedua orang itu, karena sebagaimana biasa, banyak orang dari luar Tanah Perdikan Menoreh yang pergi ke Tanah Perdikan itu di hari-hari pasaran atau untuk kepentingankepentingan yang bermacam-macam.
Karena itu, maka pada hari itu ketiga kelompok itu seakan-akan dengan leluasa sempat melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan Menoreh. Bahkan akhirnya dua diantara mereka telah memilih jalan yang akan melewati padukuhan induk. Keduanya ingin melihat rumah Kepala Tanah Perdikan Menoreh yang terkenal itu.
Tetapi adalah diluar pertimbangan nalar mereka, bahwa sekali lagi ia bertemu
dengan orang yang bernama Agung Sedayu itu. Bagi kedua orang itu, mereka hanya
melihat seseorang yang sedang membersihkan regol halaman rumahnya, tidak terlalu
jauh dari rumah Ki Gede. Keduanya sama sekali tidak mengira, bahwa orang itu telah
memperhatikannya, karena orang itu adalah orang yang sebelumnya dijumpai berjalan
bersama is -terinya. Ternyata Agung Sedayu masih tetap mengenali kedua orang itu. Orang yang telah dijumpainya sebelum tengah hari, yang ternyata sampai sore masih berada di Tanah Perdikan itu. Apalagi menurut pengamatan Agung Sedyu, orang itu berjalan dengan seenaknya. Tidak ada kesan ketergesa-gesaan atau kesan bahwa mereka sedang melakukan satu kewajiban atau bahkan kesan bahwa keduanya sedang mengunjungi sanak kadangnya di Tanah Perdikan itu.
" Sehari mereka berada di Tanah Perdikan ini " Berkata Agung Sedayu. Namun katanya kemudian " mungkin mereka mengunjungi seseorang . Tetapi ketika aku bertemu sebelum tengah hari, arah perjalanan mereka tidak menuju ke padukuhan induk. Tetapi mungkin mereka memang belum mengenal Tanah Perdikan ini, sehingga mereka mengambil jalan yang salah. "
Tetapi dalam pada itu, Agung Sedayupun telah dibekali pesan yang dibawa oleh Kiai Bagaswara tentang banyak memungkinan yang dapat terjadi di Tanah Perdikan itu.
Karena itu maka Agung Sedayu tidak dapat menyingkirkan perasaan curiganya kepada kedua orang itu.
Tiba-tiba saja Agung Sedayu telah menghentikan kerjanya. Dengan tergesa-gesa ia masuk kedalam rumahnya mencari Sekar Mirah yang ternyata sedang mencuci alat-alat dapur.
" Aku akan pergi sebentar Mirah " berkata Agung Sedayu.
" Kemana" " bertanya isterinya.
" Aku melihat kedua orang yang pagi tadi kita temui diperjalanan, lewat dimuka rumah kita " jawab Agung Sedayu.
" Yang mana" " bertanya Sekar Mirah pula.
" Mungkin kau tidak memperhatikan. Agaknya aku-pun hanya secara kebetulan saja memperhatikan orang itu." jawab Agung Sedayu. Namun sebenarnyalah ketajaman ingatan Agung Sedayu tetap dapat mengenali wajah yang hanya dilihatnya sekali saja.
Lalu katanya " Ada keinginanku untuk melihat apakah kerjanya di Tanah Perdikan ini." Sekar Mirah mengangguk. Katanya " Hati-hatilah kakang."
" Dimana Glagah Putih. Apakkah masih berada di sanggar" " bertanya Agung Sedayu kemudian.
" Ya. Ada yang tersisa untuk hari ini, yang agaknya akan diselesaikannya "jawab Sekar Mirah.
Agung Sedayu tidak bertanya lagi. Iapun kemudian membenahi pakaiannya dan kemudian turun ke halaman.
Ketika ia sampai di jalan dilihatnya beberapa orang anak muda pulang dari kerja mereka di ujung Tanah Perdikan. Sambil tersenyum Agung Sedayu menyapa "
Sudah selesai untuk hari ini ?"
" Ya" jawab anak-anak muda itu " sejak kau tadi meninggalkan tempat itu, kerja kami telah kami hentikan. Kami lebih banyak tertarik kepada menyiapkan jalur baru untuk pengadaan air pada tanah kering yag se-lamaini hanya dapat kita jadikkan pategalan diujung Tanah Perdikan ini. Ternyata gagasan untuk menaikkan air dari sungai kecil di sebelah Barat padukuhan itu memungkinkan."
" Bagaimana pendapat Prastawa" bertanya Agung Sedayu.
" Jadi" " bertanya Agung Sedayu pula " besok kita membuat bendungan ?"
" Ya. Tetapi tidak kita semuanya, sebagian masih akan tetap bekerja memperbaiki jalan itu sehingga mencapai padukuhan berikutnya jawab anak muda itu.
Agung Sedayu mengagguk-anggukk. Katanya " Bagus. Aku setuju saja jika hal itu akan bermanfaat."
Demikianlah, ketika anak-anak muda itu melanjutkan perjalanan, maka Agung Sedayupun dengan cepat menyusul kedua orang yang dicurigainya. Sementara itu langit-pun menjadi semakin buram karenamentari menjadi semakin rendah.
Ketika Agung Sedayu sampai di regol padukuhan induk, ia masih sempat melihat dua orang yang disusulnya itu berjalan di bulak menyusuri jalur jalan persawahan. Mereka memang tidak tergesa-gesa. Nampaknya mereka memang sedang memperhatikan keadaan disekitar mereka.
Agung sedayu mengikuti keduanya dari jarak yang cukup jauh. Namun ketajaman penglihatan Agung Sedayu sampai memperhatikan keduanya.
Dalam pada itu, maka mataharipun menjadi semakin rendah. Agung Sedayu memang mengharap agarsenja segera turun.Dengan demikian ia akan dapat mengikuti kedua orang itu dari jarak yang lebih dekat.
Agung Sedayu terpaksa berhenti dibelakang sebatang pohon mahoni yang tumbuh dipinggir jalan ketika ia melihat kedua orang itu justru berhenti disebuah simpang ampat ditengah-tengah bulak. Untuk beberapa saat keduanya nampaknya sedang berbicara tentang daerah disekeliling simpang ampat itu.
Sementara itu, maka mataharipun mulai menyelinap di balik pegunungan. Langitpun menjadi semakin suram dan senjapun berlahan-lahan telah turun diatas Tanah Perdikan Menoreh.
Dengan ketajaman penglihatanya, Agung Sedayu kemudian melihat kedua orang itu mulai melanjutkkan perjalanan mereka. Agung Sedayupun mengikutinya pula. Bahkan ketika gelap mulai merata, Agung Sedayu sempat mendekati kedua orang itu, meskipun masih tetap berjarak beberapa puluh langkah.
Ternyata kedua orang itu kemudian menuju keluar Tanah Perdikan. Mereka berusaha untuk menghindari pa-dukuhan-padukuhan. Meskipun demikian mereka nampaknya memang sedang mengamati padukuhan-paduku-han itu.
Dengan hati-hati Agung Sedayu masih selalu mengikutinya Agung Sedayupun kemudian mengerti bahwa kedua orang itu berusaha untuk melihat gardu-gardu yang sudah mulai diterangi dengan obor-obor. Tetapi masih belum terisi oleh anak-anak muda yang meronda.
Namun sebenarnyalah, bahwa di gardu itu telah ada setidak-tidaknya dua orang yang duduk merenungi ma-lam setidak-tidahlnya dua orang yang duduk merenungi malam yang sedag turun. Bahkan mungkin mereka tengah mengawasi jalan yang memasuki padukuhan mereka karena para pengawal sudah mendapat perintah untuk bersiaga.
Bahkan di padukuhan-padukuhan yang merupakan pintu masuk Tanah Perdikan, persiapan itu nampak lebih ketat meskipun tersembunyi.
Yang nampak adalah anak-anak muda yang duduk-duduk di pematang dengan cangkulnya mengamati a-liran air. Namun sebenarnyalah bahwa mereka sedang mengamati pintu masuk padukuhan mereka untuk menghindari kemungkinankemungkinan yang dapat menjebak padukuhan mereka kedalam satu kesulitan yang tidak teratasi.
Meskipun demikian, tetapi orang-orang yang dikirim oleh Ki Tumenggung Purbarana, Ki Linduk dan Ki Warak Ireng cukup berhati-hati juga. Mereka memang berusaha untuk melalui jalan-jalan yang jauh dari padukuhan. Jika mereka sengaja mendekati padukuhan, maka mereka me-lakukannya, dengan hati-hati. Mereka dengan kemampuan mereka yang tinggi, selalu berhasil menghindarkan diri dari pengamatan siapapun juga, termasuk anak- anak muda yang duduk dipengamatan siapapun juga terma-sukanak anak muda yang duduk dipematang karena o-rang-orang itu memang memiliki kelebihan beberapa lapis dari mereka.
Namun demikian, meskipun mereka mampu lolos dari pengamatan para pengawal, tetapi ternyata bahwa mereka tidak dapat lolos dari pengamatan Agung Sedayu. Betapa tinggi ilmu orang-orang yang dipilih untuk pergi ke Tanah Perdikan Menoreh sebelum pasukan yang sebenarnya datang, namun mereka merupakan butir-butir kecil yang sama sekali tidak dapat diperbandingkan dengan Agung Sedayu.
Dengan demikian maka Agung Sedayu berhasil mengikuti mereka sampai mereka keluar dari Tanah Perdikan. Ternyata pada malam yang pertama dari tugas mereka, keenam orang itu berjanji untuk bertemu lagi diluar Tanah Perdikan. Mereka memilih sebuah hutan yang tidak terlalu lebat bagi tempat persembunyian mereka.
Justru karena itu, maka tempat itu telah memberikan kesempatan bagi Agung Sedayu untuk dapat mendekat dan mendengar pembicaraan mereka.
Dari hasil pembicaraan yang dapat didengar oleh Agung Sedayu, maka iapun dapat memastikan, siapakah keenam orang yang bersembunyi di hutan itu.
Iapun mengetahui, bahwa keenam orang itu ternyata terdiri dari orang-orang Ki Tumenggung, Ki Linduk dan Ki Warak Ireng. Serba sedikit Agung Sedayupun dapat mengerti apa saja tugas mereka di Tanah Perdikan Menoreh, karena keenam orang itu sudah mulai berbicara serba sedikit tentang pembagian Tanah Perdikan itu menjadi tiga daerah yang masing-masing akan menjadi hak setiap unsur yang ikut dalam rencana penyerbuan ke Tanah Perdikan itu.
" Satu rencana yang gila " berkata Agung Sedayu didalam hatinya.
Namun yang didengar Agung Sedayu belum cukup banyak, karena keenam orang itu baru mulai dengan pengamatan mereka atas Tanah Perdikan. Keenam orang itu masih belum dapat berbicara banyak tentang barak pasukan khusus, yang pada umumnya telah mereka lihat tempatnya.
Tetapi satu hal yang menarik, bahwa pada umumnya orang-orang itu menganggap bahwa Tanah Perdikan Menoreh sama sekali tidak mengetahui bahaya yang mengancam. Mereka menganggap bahwa Tanah Perdikan Menoreh sedang sibuk mempercantik diri, setelah untuk beberapa lamanya orang-orang Tanah Perdikan itu sibuk mempersoalkan perang di Prambanan.
" Kita akan datang pada saat yang tepat " berkata salah seorang diantara mereka.
" Kita harus dapat menghitung jumlah padukuhan dan kemungkinan yang terkandung
didalamnya, agar kita dapat membagi daerah ini menjadi tiga bagian yang adil " sahut yang lain
" Kita memerlukan waktu yang agak lama"berkata seorang diantara mereka dengan suara berat " sekurang-kurangnya sepekan. "
" Ya. Kita memang diberi waktu sepekan. "jawab yang lain kemudian kita akan kembali dengan pasukan yang akan menggilas Tanah Perdikan yang sedang sibuk dipercantik ini. "
Tidak ada jawaban. Namun seorang diantara mereka berkata " Aku ternyata merasa letih sekali. Aku akan tidur. Kita bergantian mengadakan pengamatan atas keadaan disekitar kita. "
Demikianlah maka merekapun telah membagi diri, sementara Agung Sedayu merasa sudah cukup untuk hari itu. Ia tidak melihat tanda-tanda bahwa orang-orang itu akan berpindah tempat dimalam berikutnya meskipun hal itu mungkin saja terjadi.
" Jika demikian, maka aku harus menemukan kembali orang-orang itu disiang hari dan mengikutinya sampai mereka pergi ketempat persembunyian mereka. " berkata Agung Sedayu kepada diri sendiri.
Dalam pada itu, maka Agung Sedayupun kemudian telah kembali ke padukuhan induk. Bersama isterinya dan Kiai Jayaraga iapun kemudian memperbincangkan orangorang yang diikutinya sampai kepersembunyian-nya.
" Aku sependapat, bahwa Ki Tumenggung itu harus dipatahkan perjuangannya yang dianggapnya akan membawa kebesaran bagi dirinya " berkata Kiai Jayaraga " karena itu, daripada ia akan datang ketempat lain, maka lebih baik ia datang ke Tanah Perdikan ini, yang ditunggui oleh sepasukan prajurit dari Pasukan Khusus yang akan ikut menentukan. Seandainya Ki Purbarana mempunyai perhitungan yang tepat tentang kekuatan di Tanah Perdikan ini, maka ia tentu tidak akan dapat memperhitungkan kekuatan yang sesungguhnya karena kemampuan para pengawal Tanah Perdikan ini, yang mereka anggap tidak lebih dari kekuatan anak-anak muda kebanyakan. "
" Ki Tumenggung Purbarana nampaknya mengetahui apa yang terjadi di Prambanan,
sehingga iapun menyadari kemampuan para pengawal Tanah Perdikan ini. " jawab
Agung Sedayu. " Tetapi adanya beberapa orang yang memiliki ilmu yang tinggi tentu akan ikut
menentukan. Disini ada Ki Gede. Kau sendiri, Sekar Mirah, Ki Waskita yang akan dapat
dipanggil setiap saat dan apabila tidak berkeberatan adalah Bagaswara sendiri. Mungkin
aku juga akan dapat membantu, sehingga aku berpendapat, bahwa kita disini akan
mampu mengatasi kesulitan. " berkata Kiai Jayaraga.
" Tetapi yang kita belum mengetahui, apakah Ki Lin-duk dan Ki Warak Ireng itu
benar-benar telah berdiri sendiri. Maksudku, mereka tidak lagi dibayangi oleh kekuatan
yang lebih tinggi. Guru mereka misalnya" " bertanya Agung Sedayu.
Kiai Jayaraga "menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian " Aku kurang tahu
ngger. Tetapi hal yang demikian memang mungkin sekali. Justru pada saat Kiai
Gringsing telah meninggalkan Tanah Perdikan ini. "
" Tetapi kita sudah mempunyai gantinya " berkata Agung Sedayu.
" Angger sendiri" "Kiai Jayaraga bertanya.
" Ah, bukan aku Kiai. Tetapi agaknya Kiai Jayaraga pernah mendapat kesempatan
untuk mempelajari jenis-jenis ilmu yang kini tidak lagi terdapat di dalam petualangan
dunia kanuragan. " berkata Agung Sedayu.
" Hanya sejenis ilmu yang tercecer. Tentu tidak sebagaimana diajarkan oleh perguruan Windujati " jawab Kiai Jayaraga.
Namun sementara itu, tiba-tiba saja Agung Sedayu teringat kepada Glagah Putih.
Tiba-tiba saja ia bertanya "Dimana Glagah Putih Kiai" "
KI JAYARAGA memandang Sekar Mirah sejenak.
" Ya - javab Sekar Mirah " Glagah Putih telah pergi ke sungai. Ia masih sempat juga
membuka pliridan. Namun kemudian ia berkata " Bukankah tadi Glagah Putih telah minta ijin untuk pergi
sebentar" " Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Malam ni agaknya orangorang
ini masih belum akan berkeliaran. Tetapi aku ingin berpesan kepadanya, agar
besok malam dan beberapa malam berikutnya, ia tidak usah pergi ke sungai saja
dahulu. " " Aku akan mengatakannya"berkata Sekar mirah.
Meskipun demikian, ada semacam kecemasan dihati Agung Sedayu. Karena itu,
maka katanya "Aku akan menengoknya ke sungai. Besok kita akan menghadap Ki Gede
dan mengatakan apa yang telah aku lihat hari ini untuk menyesuaikan pendapatku. Juga
dengan Kiai Bagaswara. "
Demikianlah, maka Agung Sedayupun telah menyusul Glagah Putih ke sungai.
Ternyata Glagah Putih memang sedang sibuk membuka pliridan untuk menangkap ikan.
Agaknya menangkap ikan telah menjadi kegemarannya, bersama anak laki-laki
pembantu di rumah Agung Sedayu.
Glagah Putih memang agak terkejut bahwa Agung Sedayu sudah menyusulnya.
Tetapi nampaknya tidak ada masalah yang penting yang akan disampaikan. Bahkan
untuk beberapa lama Agung Sedayu sempat membantunya membuka pliridan.
Baru ketika mereka sudah pulang, maka Agung Sedayu telah memberitahukan
bahwa pada hari-hari itu di Tanah Perdikan telah berkeliaran enam orang yang sedang
mengamati Tanah Perdikan itu.
" Tidur saja di rumah atau lebih baik kau berada di gardu. Tetapi jangan pergi ke
manapun. Jangan menimbulkan persoalan apa-apa dengan ke enam orang itu,
seandainya kau menjumpai mereka mengamati padukuhan-
padukuhan asal mereka tidak berbuat apa-apa, " pesan Agung Sedayu.
Bagaimana dengan malam ini" Menjelang dini hari, aku seharusnya membuka
pliriden itu. Biasanya aku mendapat banyak ikan. " bertanya Glagah Putih.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Ambillah untuk malam ini. Tetapi sejak besok,
jangan pergi ke sungai. "
Glagah Putih memang agak kecewa. Tetapi ia mengerti, bahwa jika ia bertemu
dengan ke enam orang itu, mungkin memang akan dapat timbul persoalan, sementara
Glagah Putihpun tahu, bahwa Agung Sedayu dan para pemimpin di Tanah Perdikan
Menoreh menghen-daki agar Ki Tumenggung Purbarana benar-benar datang di tanah
Perdikan itu bersama pasukannya.
Di hari-hari berikutnya, tanpa disadari oleh ke enam orang itu, ternyata mereka
tengah diamati oleh Agung Sedayu sendiri. Ia telah memerintahkan semua orang untuk
tidak menghiraukan seandainya ada orang-orang yang dicurigai. Segalanya akan
dilakukan oleh Agung Sedayu sendiri untuk menjaga agar tidak menumbuhkan
persoalan tersendiri. Sementara itu, segala sesuatunya telah diketahui bersama oleh para pemimpin
Tanah Perdikan menoreh, termasuk Ki Lurah Branjangan. Segala sesuatunya yang
diketahui oleh Agung Sedayu telah dilaporkannya.
Pada hari ketiga, ternyata bahwa Agung Sedayu kehilangan ke enam orang yang
sedang diawasinya. Ternyata mereka tidak berada di tempat mereka bersembunyi
sebagaimana di hari-hari sebelumnya.
Karena itu, maka di siang hari Agung Sedayu terpaksa mencari mereka dengan
berjalan menyusuri jalan-jalan di Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi banyak alasan yang
dapat dibuatnya untuk melakukan hal itu.
Untuk menghilangkan perhatian orang-orang yang sedang di awasinya, maka Agung


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedayu tidak berjalan sendiri.
Ia telah mengajak Glagah Putih untuk ikut bersamanya. Kadang-kadang keduanya
berhenti dan duduk diatas tanggul sambil menjulurkan kaki mereka ke dalam parit,
sebagaimana dilakukan oleh anak-anak muda yang sedang menunggui air di parit
sementara mereka menggenangi sawah mereka.
" Kemana saja mereka ini " desis Agung Sedayu ketika sampai lewat tengah hari ia
masih belum bertemu dengan seorangpun diantara ke enam orang itu. "
" Mungkin mereka tidak berbuat apa-apa hari ini" " desis Glagah Putih.
" Menurut pembicaraan mereka, yang mereka lakukan tinggal melihat lihat
padukuhan padukuhan agar pembagian mereka dapat dilakukan seadil-adilnya. " jawab Agung Sedayu.
" Orang-orang gila " geram Glagah Putih " rasa-rasanya aku ingin mematahkan leher mereka itu. "
" Karena itu jangan pergi sendiri " berkata Adung Sedayu " seandainya kau melakukannya, maka rencana kita dalam keseluruhan mungkin akan gagal. "
Glagah Putih tidak menyahut. Tetapi ia mengerti maksud Agung Sedayu.
Namun dalam pada itu, ketika keduanya menjadi jemu, maka mereka telah melihat
dua orang yang berjalan ke arah mereka. Karena itu, maka Agung Sedayu dan Glagah
Putihpun telah memperbaiki letak duduk mereka, agar tidak menimbulkan kecurigaan
atau menarik perhatian kedua orang yang lewat itu.
Sebenarnyalah, kedua orang itu tidak menghiraukan Agung Sedayu dan Glagah
Putih yang duduk dipinggir jalan. Namun Agung Sedayu lah yang diluar pengetahuan
kedua orang itu tengah memperhatikan mereka.
" Ternyata kita masih akan mendapat kesempatan " berkata Agung Sedayu "
keduanya adalah dua diantara enam orang itu, "
" Kita akan mengikuti mereka" " bertanya Glagah Putih.
" Kau pulang sajalah. Tetapi jika kau bertemu dengan yang lain, yang membuat
persoalan. Aku akan mengikuti kedua orang itu untuk mengetahui dimana
persembunyian mereka. Justru sebentar lagi mata hari akan semakin rendah dan hilang
dibelakang pegunungan, berkata Agung Sedayu.
Senarnya Glagah Putih ingin mengikuti Agung Sedayu. Tetapi bagi Agung Sedayu,
Glagah Putih akan dapat mempersulit tugasnya. Mengikuti kedua orang itu bersama
Glagah Putih akan cepat menarik perhatian. Karena itu, maka Agung Sedayu lebih
senang melakukannya sendiri.
Karena itu, maka meskipun Glagah Putih menjadi kecewa, tetapi apa boleh buat.
Dengan demikian, maka yang dilakukan oleh Agung Sedayu kemudian adalah
mengikuti orang itu sampai ketempat persembunyiannya sebagai mana pernah
dilakukan. Seperti yang terdahulu, maka orang-orang itu sama sekali tidak menyadari, bahwa
Agung Sedayu telah mengikuti mereka dan menemukan tempat persembunyian mereka.
Bahkan mendengarkan pembicaraan diantara mereka untuk beberapa lama.
Menilik pembicaraan mereka, maka tugas orang-orang itu di Tanah Perdikan sudah
tidak akan terlalu lama lagi. Namun Agung Sedayupun mengetahui pula, bahwa mereka
akan mulai dengan pengamatan mereka di malam hari.
"Kita akan dapat lebih dekat dengan rumah-rumah yang kita anggap memiliki
simpanan yang besar"berkata salah seorang dari mereka -jika kita melakukan pekerjaan
ini dengan cermat maka kelompok kita masing-masing tidak akan menyesal kelak. Kita
tidak akan merasa bahwa pembagian ini tidak adil."
Agung Sedayu hanya dapat menggeram. Tetapi ia harus menahan diri agar
rencananya bersama para pemimpin Tanah Perdikan dan Ki Lurah Branjangan tidak
gagal. Meskipun ada juga semacam kecemasan, bahwa apabila kekuatan orang-orang yang
akan menyerang Tanah Perdikan itu melampaui kekuatan Tanah Perdikan itu sendiri
bersama pasukan khusus, maka akibatnya akan menjadi parah.
Namun dalam pada itu, agaknya orang-orang itu tidak mencemaskan kehadiran
pasukan khusus di Tanah Perdikan. Setelah mereka mengamati barak pasukan itu,
maka rasa-rasanya bagi mereka, barak itu bukannya barak yang besar, memang para
prajurit yang ada di barak itu adalah prajurit pilihan.Tetapi jumlah mereka memang tidak
terlalu banyak. Tidak sebanyak pasukan yang dibawa oleh Ki Tumenggung Purbarana.
Dengan pengamatannya atas orang-orang itu, maka Agung Sedayu mengerti, bahwa
dalam waktu itu, masih belum akan datang pasukan yang akan menyerang. Tanah
Perdikan Menoreh. Karena itu, maka kerja yang dilakukan oleh para pengawal Tanah
Perdikan dapat disusut sebagian agar pekerjaan itu akan menjadi lebih lama sehingga
sampai saatnya pasukan itu datang. Menurut perhitungan Agung Sedayu, setelah
orang-orang itu meninggalkan Tanah Perdikan, baru secepatnya sepekan kemudian
serangan itu akan datang dan benar-benar memasukiTanah Perdikan Menoreh.
Karena itulah, maka hari-hari berikutnya terasa bahwa kerja di Tanah Perdikan itu
menjadi susut. Yang melanjutkan kerja di bendungan dan memperbaiki jalan telah
dikurangi dengan hampir separo. Mereka akan dapat bekerja bergantian, meskipun
alasan yang diberikan kepada mereka bukan alasan yang sebenarnya. Hanya para
pemimpin kelompok dan beberapa orang sajalah yang mengetahuinya.
Tetapi dengan tidak sengaja, maka hal itu telah menumbuhkan kesan tersendiri bagi
orang-orang yang sedang mengamati Tanah Perdikan itu. Rasa-rasanya anak-anak muda Tanah Perdikan itu tidak dapat bertahan bekerja untuk kepentingan Tanah Perdikan mereka, sehingga sebagian dari mereka telah menjadi jemu.
"Ini adalah satu pertanda - berkata salah seorang dari keenam orang yang berada di
Tanah Perdikan itu"a-nak-anak muda Tanah Perdikan ini tidak dapat dipercaya untuk
melakukan satu kerja yang besar. Mereka cepat menjadi jemu dan meninggalkan tugas
mereka. Apalagi bahwa tugas itu akan dapat berakibat maut."
"Ya. Ternyata Tanah Perdikan Menoreh adalah Tanah Perdikin yang besar tetapi
rapuh. Agaknya tidak terlalu sulit untuk menghancurkan Tanah Perdikan ini."sahut yang
lain.Demikianlah, tanpa terlepas dari pengamatan Agung Sedayu, maka keenam orang
itupun telah mengakhiri tugasnya Tanah Perdikan itu. Di malam sebelum mereka
meninggalkan Tanah Perdikan, maka Agung Sedayu sempat mendengarkan kesankesan
mereka hampir dalam keseluruhan. Karena itu, maka Agung Sedayupun dapat
membuat perhitungan-perhitungan, disesuaikan dengan keterangan Kiai Bagaswara
sebelumnya, untuk menghadapi orang-orang yang akan menyerang Tanah Perdikan itu.
Karena itulah, maka sepeninggal orang-orang itu. A-gung Sedayu telah mohon
kepada Ki Gede untuk mengadakan pertemuan antara beberapa orang pemimpin dan
tertua yang ada di Tanah Perdikan itu.
Dalam pertemuan yang terbatas itulah, maka segala sesuatunya telah diuraikan oleh
Agung Sedayu. Sehingga akhirnya mereka mendapat satu kesimpulan, bahwa orangorang
itu akan datang dan menyerang Tanah Perdikan ini sebagaimana sepasukan
prajurit yang menyerang daerah lawannya. Mereka tidak akan datang dengan diamdiam
dan memasuki padukuhan demi padukuhan, untuk kemudian menghilang. Tetapi
rasa-rasanya, mereka merasa kuat untuk datang berhadapan dengan seluruh isi Tanah
Perdikan itu, termasuk pasukan khususnya.
Hal yang serupa telah disampaikan pula kepada Ki Lurah Branjangan yang telah
membuat kesimpulan yang sama pula, meskipun menurut Ki Lurah, kemungki-nankemungkinan
lain dapat saja terjadi. "Pikiran keenam orang itu belum tentu sama dengan pikkiran Tumenggung Purnama
yang memiliki pengalaman yang luas dalam peperangan. Mungkin juga tidak sama
dengan kelicikan Ki Linduk dan Warak Ireng yang mempunyai pendapat yang berbeda.
Karena itu, kita harus berhati-hati dan bersiap menghadapi segala kemungkinan. Aku
sudah mempersiapkan pasukan berkuda meskipun jumlahnya tidak begitu banyak.
Tetapi untuk mengambil langkah pertama, agaknya akan cukup memadai."
Dengan dasar perhitungan-perhitungan itulah, maka Tanah Perdikan Menoreh telah
mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya.
Bagaimanapun juga para pemimpin Tanah Perdikan Menoreh berusaha untuk tidak
menggelisahkan rakyatnya, namun akhirnya mulai tersebar juga berita tentang
kemungkinan hadirnya kekuatan asing di Tanah Perdikan itu. Bahkan karena berita itu
tersebar dari mulut kemulut, maka akibatnya justru telah membuat keresahan yang
menjalar dari satu orang ke orang yang lain. Sehingga akhirnya, maka Ki Gedepun telah
mendapat laporan tentang keresahan yang timbul karena desas-desus yang tersebar itu.
Ki Gede yang kemudian mengumpulkan para pemimpin Tanah Perdikan itu kemudian
berkata " Kita memang tidak akan dapat menutup mulut kita untuk lebih lama lagi. Pada
saatnya merekapun akan tahu, bahkan terkejut sekali, jika kekuatan itu pada satu saat
benar-benar akan datang ke Tanah Perdikan ini. Karena itu, maka adalah menjadi
kewajiban kita untuk memberitahukan hal itu dengan hati-hati kepada mereka, agar
mereka sempat mengatur diri lahir dan batin. Jika saat itu memang tiba, maka biarlah
mereka tidak menjadi terkejut sekali dan kebingungan apa yang harus mereka lakukan.
Seorang babahu yang sudah berambut putih menyahut " Aku sependapat Ki Gede.
Tetapi kita harus mempunyai cara yang baik untuk memberitahukan hal ini. Jika kita
salah langkah, maka akibatnya akan benar-benar membuat Tanah Perdikan ini menjadi
bingung dan tidak terkendali. "
" Itu adalah tugas kita semua " jawab Ki Gede " karena itu, maka marilah, kita melakukan tugas ini sebaik-baiknya. "
Dengan demikian, maka Ki Gede telah memanggil semua bebahu padukuhan untuk
mendapat penjelasan apa yang seharusnya mereka lakukan.
" Kita menunggu kedatangan mereka"kata Ki Gede " mungkin dalam waktu sepekan
ini. Sementara itu, mereka telah mencari bahan keterangan tentang keadaan kita. "
Para bebahu itupun mengerti apa yang sebaiknya mereka lakukan. Karena itu,
demikian mereka kembali dari rumah Ki Gede, maka merekapun mulai mengatur diri untuk memberitahukan
persoalan yang sedang mereka hadapi kepada rakyat Tanah Perdikan Menoreh.
Sementara itu, di padukuhan-padukuhan yang berada di pintu masuk Tanah Perdikan
dari arah Utara dan beberapa penyeberangan Kali Praga disisi Utara, para bebahu
padukuhan telah memberikan petunjuk, bahwa ada kemungkinan mereka harus
meninggalkan rumah dan halaman mereka untuk mengungsi. Namun padukuhanpadukuhan
lainpun tidak menutup kemungkinan yang demikian, terutama yang berada
dekat dengan barak pasukan khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan
Menoreh. Betapa para bebahu bertindak dengan hati-hati, namun mereka memang tidak dapat
menghindarkan sama sekali kegelisahan rakyat Tanah Perdikan. Namun kegelisahan itu
masih dapat dibatasi dengan pengarahan-pengarahan yang sedikit memberikan
ketenangan kepada rakyat yang kebingungan itu.
Pada saat yang demikian, maka para pengawal tidak lagi melakukan tugas mereka
dengan diam-diam. Tetapi mereka menjadi lebih terbuka dengan kegiatan mereka.
Bahkan kesiagaan mereka membuat rakyat Tanah Perdikan itu menjadi agak tenang.
Sementara itu menurut perhitungan Agung Sedayu, Ki Tumenggung Purbarana dan
kawan-kawannya sudah merasa cukup mengamati Tanah Perdikan itu, sehingga pada
saat mendatang, mereka akan datang dengan sikap yang sudah jelas.
Meskipun demikian, para pengawal Tanah Perdikan Menoreh masih tetap membatasi
gerak mereka. Namun para pengawal itu benar-benar- telah dipersiapkan menghadapi
satu keadaan yang garang mengingat unsur-unsur yang akan datang memasuki Tanah
Perdikan itu. Ki Tumenggung Purbarana adalah seorang prajurit pilihan yang sedang
kecewa, bahkan yang telah sampai hati membunuh gurunya sendiri. Warak Ireng dan
Sambi-jaya adalah orang-orang yang memang berada dalam gelimang kehidupan yang
buram. " Kita harus mempersiapkan diri bukan saja wadag kita. Tetapi jiwa kita " berkata para
pemimpin kelompok kepada para pengawal.
Dengan sedikit contoh dan gambaran tentang lawan yang bakal datang itu, maka
merekapun dapat mempersiapkan diri mereka sebaik-baiknya menjelang kedatangan
lawan yang keras itu. Selain para pengawal, maka anak-anak muda Tanah Perdikan pada umumnyapun
telah dipersiapkan. Apabila diperlukan, maka merekapun harus turun di medan.
Meskipun mereka bukan pengawal dalam kedudukan yang resmi, namun merekapun
telah mengalami latihan-latihan yang berat dan mempunyai tanggung jawab yang besar
pula terhadap ketenangan Tanah Perdikan mereka. Meskipun mereka mendapat tugas
melindungi rakyat yang akan terpaksa mengungsi dari padukuhan-nya, namun
merekapun akan mungkin harus tampil di peperangan.
Dalam pada itu. pasukan khusus di baraknya telah bersiap sepenuhnya. Mereka
dapat bergerak setiap saat. Siang atau malam. Bahkan diantara mereka terdapat
pasukan berkuda yang akan bergerak cepat untuk mengatasi persoalan-persoalan yang
datang dengan tiba-tiba. Ketika Tanah Perdikan Menoreh sibuk mempersiapkan diri, maka keenam orang yang bertugas mengamati Tanah Perdikan itu telah memberikan laporan tentang hasil kerja mereka. Tentang apa yang mereka lihat dan tentang apa yang mereka dengar.
" Rasa-rasanya Tanah Perdikan belum menyadari apa yang akan terjadi " berkata salah seorang dari keenam orang itu.
" Mungkin mereka telah mendengar juga desas-desus tentang hal itu. Tetapi mereka agaknya tidak yakin. " berkata Ki Tumenggung Purbarana " para cantrik dan mungkin paman Bagaswara sendiri akan dapat menjadi orang yang berkhianat terhadap rencana kita. "
" Tetapi tidak banyak yang mereka ketahui tentang rencana kita " desis salah seorang perwiranya.
" Tetapi mungkin beberapa orang kita yang sudah berkhianat pula akan dapat berbahaya bagi kita " berkata Tumenggung itu.
" Namun agaknya Tanah Perdikan itu masih belum mempersiapkan diri. Seandainya
mereka telah mendengar, maka mereka menganggap kita tidak berarti apa-apa. "
berkata salah seorang dari keenam orang yang telah mengamati Tanah Perdikan itu.
Darah Ki Tumenggung menjadi semakin panas. Baginya Tanah Perdikan harus di
kalahkannya, tetapi Tanah Perdikan itu tidak boleh menjadi hancur sama sekali. Ia
memerlukan anak-anak mudanya untuk memperkuat barisannya. Dengan ancaman
terhadap keluarganya, maka anak-anak muda itu tidak akan dapat mengelakkan diri dari
keharusan untuk berpihak kepadanya.
Karena itu, maka bersama Warak Ireng dan Sambi-jaya, Ki Tumenggung segera
menyusun rencana mereka. Keenam orang itupun telah berhasil menyusun batas
tentang pembagian daerah di Tanah Perdikan itu, khusus untuk memiliki harta kekayaan
yang tersimpan didalam-nya. Tetapi anak-anak mudanya diseluruh Tanah Perdikan itu
kelak akan tetap dikuasai oleh Ki Tumenggung Purbarana.
Ternyata bahwa tiga unsur yang melibatkan diri dalam rencana untuk menguasai
Tanah Perdikan itu, telah menyusun satu kekuatan yang besar. Jumlah prajurit Ki
Tumenggung Purbarana cukup banyak, sementara para pengikut Ki Linduk yang juga
disebut Sambijaya dan pengikut Ki Warak Ireng jumlahnya tidak sebanyak prajurit Ki
Tumenggung, namun mereka mampu berbuat melampaui kemungkinan kemampuan
orang kebanyakan. Namun dalam pada itu, Ki Tumenggung Purbarana telah berpesan kepada mereka,
jangan terlalu banyak menimbulkan kematian.
" Aku memerlukan anak-anak muda dan semua laki-laki di Tanah Perdikan itu untuk
menduduki Mangir dan Pasantenan. Kemudian aku akan mengepung Mataram dari
banyak jurusan, kecuali dari arah Pajang. Aku harus mampu mengalahkan Jati Anom
dan Sangkal Putung lebih dahulu. Atau aku akan melakukannya pada saat yang bersamaan dengan langkah yang akan diambil oleh Madiun. "berkata Ki Tumenggung Purbarana.
Warak Ireng dan Sambijaya sama sekali tidak menghiraukan apa saja yang akan dilakukan oleh Ki Tumenggung itu kemudian. Yang penting baginya adalah merampas sepertiga dari kekayaan yang terdapat diselu-ruh Tanah Perdikan Menoreh. Apabila kerja sama yang demikian masih akan diteruskan, maka tuntutan serupa itu masih akan tetap berlaku.
Demikianlah, maka Ki Tumenggungpun segera mempersiapkan diri. Pasukannya
akan berangkat bersama pasukan Ki Linduk dari padepokannya. Mereka telah
menentukan tempat untuk bertemu dengan pasukan Warak Ireng disebuah ujung hutan.
Kemudian mereka akan menelusuri bukit dari arah Utara.
Tetapi ketiga orang itu telah sependapat, bahwa mereka akan tetap berjalan di lereng
bukit yang terjal. Mereka tidak akan menuruni lereng dan memasuki Tanah1 Perdikan
dari Utara. Tetapi mereka akan langsung mendekati barak pasukan khusus Mataram
yang ada di Tanah Perdikan. Mereka akan menghancurkan barak itu lebih dahulu
sebelum mereka akan menguasai Tanah Perdikan dalam keseluruhan.
" Jika pasukan khusus itu sudah hancur, maka kekuatan Tanah Perdikan itu tidak
akan banyak menghambat rencana pasukan kita " berkata Ki Tumenggung Purbarana.
Sementara itu keterangan keenam orang yang telah memasuki Tanah Perdikan
Menoreh, telah menguatkan pendapatnya itu.
" Aku setuju " berkata Ki Warak Ireng. Jika kita memasuki Tanah Perdikan, maka kita
akan bertempur melawan anak-anak muda Tanah Perdikan yang kemudian tentu akan
dibantu oleh pasukan khusus Mataram yang terkenal itu. Tetapi jika kita dengan serta
merta menghancurkan pasukan khusus itu, keadaannya berbeda."
Karena itu, maka merekapun telah menentukan langkah-langkah yang akan mereka
ambil kemudian. Ketika pasukan Ki Tumenggung dan Ki Linduk sudah siap, maka merekapun telah
memenuhi halaman padepokan. Sementara itu Ki Linduk dan Ki Tumenggung masih
berada di pendapa. Mereka masih berbincang tentang beberapa kemungkinan yang
bakal datang. " Perhitungannya akan aku berikan kemudian. Baiklah kita berangkat
sekarang"berkata Ki Linduk.
" Perhitungan apa" " bertanya Ki Tumenggung.
" Makan dan minum kalian selama kalian berada di padepokan ini jawab Ki Linduk.
" Gila. Apakah itu akan kau perhitungkan sebagai hutangku kepadamu" " bertanya Ki
Tumenggung. " Ya. Kenapa tidak " Apakah kau sangka aku kakekmu yang membelimu makan
dengan cuma-cuma Itupun sekedar kau sendiri. Tetapi sekian banyak orang" Beras
siapa he" Setidak tidaknya kau harus mengganti beberapa pikul padi yang telah kau
habiskan selama kau berada ditempat ini. Nah. kekayaan yang akan kau dapatkan di
Tanah Perdikan ilu lidak akan terganggu jumlahnya jika hanya diperhitungkan dengan
beberapa pikul padi. "
" Orang gila-geram Ki Tumenggung. Tetapi ia tidak dapat membantah.
Sebenarnyalah bahwa sudah sewajarnya jika Ki Linduk yang bukan apa-apanya minta
ganti atas semua pengeluaran bagi pasukannya.
Karena itu, maka katanya " Baiklah. Kita akan berbicara tentang hal itu kelak. "
Dengan demikian, maka tidak ada lagi persoalan yang masih harus diperbincangkan.
Sejenak kemudian iring-iringan yang cukup panjang itu mulai bergerak. Ki Linduk yang
sudah memahami jalan yang harus mereka tempuh sehingga tidak terasa terganggung
oleh padukuh-an-padukuhan, berada didepan dengan beberapa orang pengawal
khususnya. Dibelakangnya adalah para pengikutnya. Para cantrik, manguyu dan
jejanggan. Dua orang putut terpilih, sementara seorang jejanggan tinggal di padepokan
bersama beberapa orang cantrik untuk men-jaga harta benda yang telah mereka
kumpulkan beberapa lama. Sebagaimana diperhitungkan oleh Agung Sedayu, maka pasukan yang akan datang
ke Tanah Perdikan itu secepatnya akan berjarak waktu sepekan dari saat para
pengamatnya meninggalkan Tanah Perdikan itu. Bahkan ternyata kenyataannya,


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasukan itu baru akan datang setelah enam hari sejak keenam orang itu meninggalkan
Tanah Perdikan Menoreh. Pada saat-saat yang demikian, Tanah Perdikan Menoreh benar-benar sudah bersiap
lahir dan batin, termasuk barak pasukan khususnya. Di tempat-tempat tertentu telah
dipasang para pengawas yang akan melaporkan, apabila mereka melihat tanda-tanda
yang mencurigakan. Beberapa di antara para pengawas memang berlaku sebagai pengawas. Mereka
berada di lereng bukit yang mampu menebarkan pandangan sampai ketempat yang
jauh. Orang-orang Menoreh berpendapat bahwa jika pasukan Tumenggung Purbarana
itu datang, maka pasukan yang besar itu akan segera nampak dari kejauhan.
Tetapi disamping petugas-petugas itu, maka orang-orang yang pergi ke sawahnya
telah mendapat pesan. Jika mereka melihat pasukan itu datang, maka mereka harus
segera memberikan isyarat.
" Kalian harus berusaha mencapai padukuhan terdekat " pesan para pemimpin Tanah
Perdikan - lalu bunyi kan isyarat. Kentongan atau isyarat-isyarat yang lain. Para
pengawal telah dibekali pula dengan panah sendaren.
Demikian pula para petugas dilereng bukit. Mereka telah membawa panah sendaren
yang akan dapat mereka lontarkan ke padukuhan terdekat yang menang sudah
mendapat pesan untuk menangkap isyarat itu dan meneruskannya ke padukuhan induk
dengan pertanda sandi, dari mana arah pasukan lawan itu datang.
Sebenarnyalah bahwa pasukan Ki Tumenggung Purbarana adalah pasukan yang
kuat. Bersama dengan kekuatan Ki Linduk yang juga disebut Ki Sambijaya dan Ki
Warak Ireng, maka pasukan itu akan benar-benar menjadi pasukan yang nggegirisi.
Perlahan-lahan pasukan yang berada dalam iring-iringan yang panjang merambat di
jalan sempit yang agak jarang dilalui orang. Mereka menuju ke sebuah hutan yang telah
menjadi kesepakatan mereka untuk bertemu dengan pasukan Warak Ireng.
Sebagaimana telah mereka bicarakan bersama, maka ternyata pasukan Warak Ireng
telah menunggu beberapa saat lebih dahulu dari waktu yang mereka sepakati. Pasukan
Warak Ireng sempat beristirahat beberapa saat. Para Pengiktnya bertebaran diantara
pepohonan hutan dan bahkan sebagian dari mereka telah berserakan berbaring diatas
rerumputan. Satu dua diantara mereka telah tertidur nyenyak ketika seseorang datang
melapor kepada Ki Warak Ireng"Pasukan itu telah mendekat. "
Wartak Ireng menarik nafas dalam-dalam. Kemudian sambil mengangguk-angguk ia
berkata " Siapkan o-rang-orang kita. Kita akan menghabiskan sisa hari ini sampai ke
hutan Mara Alun. Kita akan bermalam disana.
Sejenak kemudian, maka pasukan Warak Ireng itupun telah dipersiapkan untuk
melanjutkan perjalanan. Orang-orang yang sedang tidur nyenyak telah mengumpat.
Namun mereka tidak dapat membantah, bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan.
Sementara itu, seorang yang berambut putih bertubuh tinggi besar dan berjambang
lebat mendekati Warak Ireng sambil berdesis " Kita akan berangkat sekarang "
" Ya guru "jawab Warak Ireng " kita akan bermalam di hutan Mara Alun. Besok kita
teruskan perjalanan kita menuju ke Tanah Perdikan dan bermalam diluar Tanah
Perdikan itu sambil beristirahat. "
Orang berambut putih itu mengangguk-angguk. Katanya " Bagus. Di hari berikutnya
kita hancurkan Tanah Perdikan itu. " orang itu berhenti sejenak, lalu"Apakah Linduk juga
pergi bersama gurunya" Dan bagaimana dengan Purbarana " "
" Linduk berangkat sendiri. Tetapi gurunya akan berada di Tanah Perdikan Menoreh
pada saat kita datang. Sedangkan Purbarana tidak akan pergi bersama gurunya, karena
gurunya telah dibunuhnya " jawab Warak Ireng.
" Anak durhaka " geram orang berambut putih itu" jadi benar Purbarana membunuh
gurunya" " " Bagaimanapun juga ia berniat untuk menyembunyikan persoalan itu, tetapi akhirnya
ia tidak akan dapat ingkar. Ia memang membunuh gurunya untuk mempertahankan
sikapnya. Gurunya tidak sependapat dengan rencana petualangannya " jawab Warak Ireng.
" Ia akan mendapat kutukan dari gurunya itu " berkata orang berambut putih itu.
" Purbarana juga berminat atas pusaka gurunya, keris yang disebut Kiai Santak "
berkata Warak Ireng kemudian.
Oang berambut putih itu mengangguk-angguk. Katanya " Aku mengerti. Kiai Santak
adalah keris yang jarang ada duanya. Jika keris itu dipergunakan, maka Gunung akan
runtuh dan lautan akan menjadi kering tersentuh seujung rambut saja. "
" Keris itu sudah ada ditangan Ki Tumenggung Purbarana " berkata Warak Ireng
" Ia benar-benar seorang yang sangat berbahaya " berkata gurunya " dendam dan
keris itu bersama-sama akan dapat menghancurkan isi bumi ini. "
" Tetapi itu bukan persoalan kita guru " berkata Warak Ireng.
" Siapa tahu. Jika Tanah Perdikan itu sudah kitakalahkan, maka mungkin sekali
Tumenggung itu mengambil sikap lain terhadap kita. Karena itu, kau dan Linduk harus
selalu berhubungan dan menilai sikap Purbarana. Aku dan guru Linduk akan tetap
mengawasinya. Keris itu memang sulit dilawan. Tetapi aku dan guru Linduk akan
mampu mengimbangi kemampuan Purbarana bersama Kiai Santak. "
Warak Ireng mengangguk-angguk. Sebenarnya ia tidak sependapat dengan gurunya
yang menilai Tumenggung itu terlalu tinggi meskipun ia membawa Kiai Santak. Bukan
dua orang yang berilmu tinggi itulah yang harus menghadapinya bersama-sama, tetapi
Warak Ireng sendiri merasa sanggup untuk melawannya.
" Orang tua memang terlalu berhati-hati " berkata Warak Ireng didalam hatinya "
betapapun besar tuah sebilah keris, segala sesuatunya tentu tergantung kepada
orangnya. Jika Purbarana tidak dapat memanfaatkan keris itu dengan baik, maka keris
itu tidak akan berarti apa-apa. Tetapi agaknya guru sangat terpengaruh oleh nama Kiai
Santak. " Tetapi keduanya tidak sempat berbincang lebih lama. Sejenak kemudian maka
pasukan Ki Linduk dan Ki Tumenggung Purbarana telah menjadi semakin dekat,
sehingga Warak Irengpun segera menyiapkan pasukannya.
Sejenak kemudian, maka Ki Linduk telah memasuki lingkaran tempat yang telah
mereka sepakati itu. Beberapa orang petugas yang ditunjuk oleh Warak Ireng kemudian menyongsong
mereka dan menunjukkan tempat dimana mereka dapat beristirahat barang sejenak
untdk minum dan makan yang telah dipersiapkan oleh orang-orang Ki Warak Ireng
sebagaimana memang telah dibicarakan.
Demikianlah Ki Linduk dan orang-orangnya telah mendapat tempat tersendiri,
sedangkan di bagian lain, Ki Tumenggung Purbarana dan prajuritnya dipersilahkan
untuk beristirahat. Sambil duduk bertebaran maka para pengikut Ki Linduk dan Ki Tumenggung
Purbarana itupun telah meneguk minuman mereka dan makan dengan lahapnya,
karena mereka memang sudah sangat haus dan lapar.
Tetapi mereka tidak beristirahat terlalu lama. Setelah duduk-duduk sejenak sehabis
makan dan minum, maka mereka telah mendengar aba-aba untuk segera melanjut kan
perjalanan. " Kita akan bermalam di hutan Mara Alun berkata Warak Ireng kepada Ki
Tumenggung Purbarana dan Ki Linduk " disana kita akan mendapat tempat yang baik.
Esok hari kita akan melanjutkan perjalanan. "
Sejenak kemudian pasukan itu dalam keseluruhan telah bersiap. Di paling depan
adalah pasukan Ki Warak Ireng. Kemudian Ki Linduk dan para pengikutnya. Baru di
paling belakang Ki Tumenggung Purbarana dan para prajuritnya.
Tidak ada persoalan di perjalanan. Mereka sampai di hutan Mara Alun sebelum
gelap. Mereka masih sempat mengatur diri. Ternyata bahwa hutan itu adalah hutan
yang tidak terlalu lebat, meskipun hutan itu masih dihuni oleh binatang-binatang buas.
Tetapi binatang buas itu tidak berarti apa apa bagi orang orang yang ada didalam
pasukan itu. Bahkan seandainya ada seekor atau dua ekor binatang buas yang tersesat
ketengah-tengah pasukan itu, maka binatang buas itulah yang akan mengalami nasib
yang sangat buruk. Orang-orang dalam pasukan itupun segera mencari tempat masing-masing. Namun
seperti sebelumnya, orang-orang Ki Warak Irenglah yang mendapat tugas untuk
menyediakan makan dan minum. Bahannya dan sekaligus memasaknya sehingga siap
untuk dimakan dan diminum.
Namun seperti Ki Linduk, ternyata Ki Warak Ireng-pun kemudian berkata Kepada Ki
Linduk dan Ki Tumenggung Purbarana " Aku akan membuat perhitungan kemudian.
Berapa kalian harus membayar aku untuk makan dan minum kalian. Bahkan termasuk
penyediaannya." Ki Linduk tersenyum. Ia mengerti, bahwa hal itu akan dilakuKan oleh Ki Warak Ireng
sebagaimana dilakukannya. Namun Ki Tumenggunglah yang kemudian mengum pat
didalam hati " Orang-orang gila ini sama sekali tidak mengerti, perjuangan yang berat ini
memerlukan banyak pengorbanan. "
Namun Ki Tumenggungpun kemudian menyadari, bahwa bagi Ki Linduk dan Ki
Warak Ireng, perjuangan nya itu tida akan ada artinya sama sekali. Yang penting
mereka mendapatkan rampasan harta kekayaan yang akan dapat mereka timbun.
Apapun yang terjadi atas Pajang dan Mataram.
Karena itu, maka setiap kali Ki Tumenggung Purbarana menguraikan nilai-nilai
perjuangannya, maka Ki Linduk dan Ki Warak Ireng tidak terlalu banyak menaruh
perhatian. Malam itu, pasukan yang lelah itu sempat beristirahat dengan tenang. Meskipun
demikian, ketiga unsur yang ada didalam pasukan itu telah mengatur orang-orangnya
untuk berjaga-jaga. Ketika cahaya faiar mulai meraba langit, maka pasukan itu mulai mempersiapkan diri.
Mereka bergantian telah pergi ke sebatang sungai yang tidak begitu besar dipinggir
hutan itu untuk membasahi wajah-wajah mereka atau untuk keperluan-keperluan lain.
Tetapi jarang diantara mereka yang mandi seutuh badannya.
Demikian matahari terbit, maka pasukan itu mulai bergerak. Mereka akan mendekati
Tanah Perdikan Menoreh dengan dada tengadah. Mereka tidak akan datang sambil
bersembunyi-sembunyi. Mereka akan bermalam satu malam di luar Perdikan. Dan di
hari berikut nya, pasukan itu akan memasang gelar dan menyerang barak pasukan
khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan itu.
Ternyata bahwa rencana itu dapat mereka lakukan sebaik-baiknya. Hari itu mereka
memang dapat mencapai Tanah Perdikan Menoreh. Merekapun kemudian memanjat
lereng pegunungan dan menyusuri lereng itu lewat diantara pepohonan hutan yang
cukup lebat diluar daerah berpenghuni Tanah Perdikan Menoreh, meskipun hutan itu
juga masih termasuk daerah Tanah Perdikan itu. Tetapi hutan dilereng pegunungan
yang mereka lewati seakan-akan berada diluar lingkungan penghuni Tanah Perdikan itu,
karena daerah itu memang jarang sekali di jamah oleh seseorang.
Tetapi keenam orang yang telah mendahului melihat keadaan Tanah Perdikan itu
ternyata telah menemukan tempat yang paling baik bagi pasukan itu. Bukan saja hutan
ditempat itu agak longgar dan tidak terlalu pepat. Tetapi tempat itu terletak diatas daerah
yang dipergunakan oleh Mataram untuk membangun sebuah lingkungan bagi pasukan
khususnya. Dari tempat itu mereka tinggal menuruni tebing. Begitu mereka sampai di lembah,
maka mereka sudah menghadap ke arah barak pasukan khusus.
Dalam pada itu para pengawas di Tanah Perdikan Menorehpun telah melihat
kehadiran pasukan itu. Merekapun segera melaporkan kedatangan itu kepada para
pemimpin pengawal. " Menilik arah yang mereka ambil, maka mereka akan langsung menuju ke barak
pasukan khusus itu -berkata salah seorang pengawas.
Laporan itupun dalam waktu yang sangat singkat telah sampai kepada Ki Gede
Menoreh. Setelah membicarakan sejenak bersama para pemimpin Tanah Perdi kan itu,
maka ampat orang penghubung berkuda telah mendapat perintah untuk datang ke
barak pasukan khusus memberikan laporan serupa.
Tetapi ternyata para petugas di barak itupun telah mengetahui kehadiran pasukan itu.
Dan merekapun telah memperhitungkan, bahwa sasaran utama dari pasukan yang
besar itu adalah menghancurkan isi barak pasukan khusus itu. Baru kemudian mereka
akan menduduki Tanah Perdikan Menoreh.
Karena itu, maka para prajurit di barak itupun telah mempersiapkan diri sebaikbaiknya.
Mereka menyadari, bahwa jumlah pasukan yang datang jauh lebih banyak dari
jumlah pasukan khusus yang ada di barak itu. Namun sebagai prajurit pilihan, maka isi
barak itu sama sekali tidak menjadi gentar karenanya.
Dua orang penghubung telah pergi ke Mataram untuk menyampaikan laporan
tentang kedatangan pasukan di Tanah Perdikan itu. Tetapi Ki Lurah Branjangan tidak
memohon untuk mendapat bantuan prajurit. Ki Lurah dan Ki Gede di Tanah Perdikan
Menoreh akan berusaha untuk mengatasi dengan kekuatan yang ada di Tanah Perdikan
itu. Kecuali jika keadaan memaksa.
Dalam pada itu, maka Tanah Perdikan Menoreh telah mempersiapkan para
pengawalnya. Pemanasan yang dilakukan sebelumnya ternyata memberikan manfaat
bagi para pengawal itu. Dengan cepat mereka berkumpul di setiap padukuhan
menunggu perintah lebih lanjut.
Di rumah Ki Gede, para pemimpin Tanah Perdikan telah berkumpul. Seorang perwira
dari barak pasukan khusus hadir pula mewakili Ki Lurah yang tidak dapat meninggalkan
baraknya karena keadaan yang gawat.
Perwira itu secara terperinci dapat memberikan keterangan tentang pasukan yang
datang itu berdasarkan laporan para petugas sandi yang sudah terlatih baik.
" Esok pagi menurut perhitungan kami, mereka akan turun dan langsung menghadapi
barak pasukan khusus. Nampaknya mereka akan memasang gelar menghadap ke
Timur, memanjang disepanjang lereng pegunungan. Mereka mempergunakan ladang di
sebelah barak untuk dijadikan medan yang terbuka, sementara mereka membelakangi
hutan di lereng bukit. Jika mereka terdesak, maka mereka akan memasuki hutan
dilereng itu, sementara yang lain sempat melontarkan senjata jarak jauh dari balik
pepohonan dan bebatuan. " berkata perwira itu.
Ki Gede mengangguk-angguk. Kemudian iapun bertanya " Jadi bagaimana menurut
pendapat Ki Sanak tentang pasukan pengawal Tanah Perdikan " Apakah mereka akan
memasuki barak dan bersama sama memasang gelar "
" Kami tidak dapat memperhitungkan, apakah pasukan Ki Tumenggung akan berada
di induk pasukan, sementara pasukan Warak Ireng dan Linduk akan berada di sayap,
atau mereka akan membaurkan pasukan mereka. " jawab perwira itu. Lalu " Namun,
bagaimanapun juga bentak gelar mereka, maka kita akan tetap berpegangan kepada
pola yang pernah dirancangkan oleh Ki Lurah Branjangan. Pasukan khusus itu akan
menebar sampai keujung sayap, karena kamilah yang memang mempunyai kewajiban
utama menghadapi orang orang yang datang menyerang barak itu. Sementara itu, juga
menebar dari ujung sayap sampai keujung sayap. Dengan demikian, maka kekuatan
akan terbagi rata. Bukan berarti bahwa pasukan khusus itu mempunyai kelebihan dari
para pengawal Tanah Perdikan, tetapi menghadapi lawan agaknya memang merupakan
kewajiban utama kami, para prajurit. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Ketika ia berpaling kepada Agung Sedayu, maka
agaknya Agung Sedayu juga mengisyaratkan, bahwa ia sependapat.
" Baiklah Ki Sanak " berkata Ki Gede Menoreh " pasukan kami akan segera berada di
sekitar barak. Kami siap melakukan tugas sebagaimana direncanakan oleh Ki Lurah.
Disamping para pengawal, maka anak-anak muda pada umumnya, terutama yang
sudah mempunyai pengalaman di Prambanan akan ikut bersama kami. Mungkin
pengaruhnya tidak terlalu banyak, tetapi pada ujud gelar yang jumlahnya mampu
mengimbangi jumlah lawan, agaknya akan berarti juga. "
" Terima kasih Ki Gede " berkata perwira itu " segalanya akan aku laporkan kepada Ki
Lurah. " ?"Baiklah. Kami datang sebelum tengah malam. Kami akan sempat mengatur
pasukan sebentar dan kemudian beristirahat, agar di pagi harinya kami mendapatkan
kesempatan tenaga baru. " berkata Ki Gede kemudian.
Demikilah, maka ketika perwira itu meninggalkan rumah Ki Gede, maka Agung
Sedayupun dengan cepat bergerak bersama dengan para pemimpin Tanah Perdikan
yang lain. Prastawapun ikut sibuk pula mengatur para pengawal. Mereka mendapat
perintah untuk berada di sekitar barak sebelum tengah malam. Namun dalam pada itu,
di setiap padukuhan masih harus ada beberapa orang laki-laki yang ada di
padukuhannya. Dalam pada itu, maka dua padukuhan yang terletak terlalu dekat dengan barak
pasukan khusus itupun harus dikosongkan. Mungkin kedua padukuhan itu akan dapat
menjadi sasaran orang-orang yang datang menyerang Tanah Perdikan itu.
Demikianlah, sebagaimana direncanakan, maka sebelum tengah malam, para
pengawal Tanah Perdikan Menoreh beserta anak-anak muda yang cukup
berpengalaman telah berada disekitar barak Agung Sedayupun kemudian memanggil
setiap pemimpin kelompok dan membagi kelompok-kelompok itu dalam tiga bagian.
Satu bagian akan berada di induk gelar, sementara yang dua akan berada disayap
sebelah menyebelah. Dengan mengingat kekuatan lawan, maka Ki Lurah telah mengambil keputusan
bahwa pada induk gelar, kekuatannya diperhitungkan berlipat dari kekuatan yang ada di
sayap, sehingga jumlah kekuatan pasukan di induk gelar sama dengan jumlah kekuatan
pada sayap-sayap pasukan, sementara kekuatan terbesar dari sayap-sayap pasukan
akan berada di ujung sayap.
Namun demikian, apabnila setelah pertempuran berlangsung perlu ada peninjauan
kembali atas imbangan kekuatan, maka pasukan akan dapat bergeser dari induk
pasukan ke sayap atau sebaliknya.
Setelah semua pesan dimengerti, maka Agung Seda-yupun telah mempersilahkan
para pengawal dan anak-anak muda yang akan terlibat untuk beristirahat pada sisa
kesempatan yang ada. Tetapi justru pada saat itu, orang-orang yang bertugas menyediakan makan dan
minum bagi pasukan yang akan bertempur- itu telah terbangun dan mulai sibuk
mengerjakan tugasnya. Tetapi mereka tidak bekerja di gu-bug gubug darurat dengan
kajang ilalang, karena mereka dapat mempergunakan dapur dari pasukan khusus yang
ada di Tanah Perdikan itu bersama sama dengan para petugas dari pasukan khusus itu


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri. Karena itu, maka asap justru mulai mengepul dari perapian.
Namun dalam pada itu, petugas yang mengawasi gerak pasukan lawan tidak menjadi
lengah karenanya, meskipun nampaknya pasukan Ki Tumenggung Purbarana dan
kawan kawannya sedang tidur lelap.
Dalam keadaan yang demikian, seseorang telah melangkah diantara pepohonan
hutan mendekati ladang yang memang dikehendaki oleh pasukan yang datang ke
Tanah Perdikan itu untuk menjadi arena terbuka.
Dengan cermat orang itu mengamati pepohonan, bebatuan dan tanaman yang ada
dibawah hutan di lereng bukit. Sambil berdiri diatas batu padas di lereng bukit di tepi
hutan ia memandang keladang di dataran yang ada di hadapannya. Ladang yang luas
itu terbentang sampai pada batas yang jauh, hampir digaris cakrawala.
Orang itu berpaling ketika ia mendengar desir lembut di belakangnya. Ternyata
seorang yang lain telah muncul dari balik pepohonan pula.
" Kapan kau datang Kumbang Talangkas " " bertanya seorang laki-laki berambut
putih. " Belum lama. Setelah aku mendapat penjelasan dari muridku, maka ada keinginanku
melihat tempat yang bakal menjadi medan. " jawab orang pertama. Lalu iapun bertanya
" Apakah kau datang bersama muridmu " "
" Ya. Aku mengikuti Warak Ireng dari padepokan. Ketika aku mendengar rencananya
untuk datang ke Tanah Perdikan ini, aku berusaha untuk mencegahnya. Teta pi ia
menjelaskan, bahwa ia akan datang ke Tanah Perdikan ini bersama para pengikut
Linduk dan para prajurit dibawah pimpinan Ki Tumenggung Purbarana. " jawab orang
berambut putih itu " karena itu, akupun kemudian tidak berkeberatan lagi. Menurut
Warak Ireng pasukan cukup besar untuk menghadapi pasukan khusus Mataram yang
ada di Tanah Perdikan ini. Jika demikian maka untuk menghancurkan para pengawal
bukan lagi persoalan yang sulit meskipun mereka sudah mendapat pengalaman
bertempur di Prambanan. "
" Tetapi bukankah Warak Ireng memberitahukan kepada Ki Punta Gembong, bahwa
Purbarana mengharap anak-anak muda di Tanah Perdikan itu dapat ditundukkan tanpa
banyak korban " Purbarana memerlukan anak-anak itu untuk menyusun kekuatan baru
menghadapi Mataram. Ia akan menanamkan pengaruhnya di Tanah Perdikan dan
daerah disekitarnya. "
Orang yang disebut Punta Gembong itu mengangguk-angguk. Katanya " Aku
mengerti. Tetapi melakukannya tidak semudah mengatakannya. Jika anak-anak muda
itu mengancam dengan ujung pedang kearah jantung kita, maka apakah kita tidak
berusaha untuk menusuknya lebih dahulu. "
Kumbang Talangkas mengangguk angguk. Tetapi katanya " Kita akan dapat
menakut-nakuti mereka. Jika pasukan khusus itu sudah kita hancurkan, maka dengan
sedikit kasar kita akan dapat memaksa anak-anak muda itu menyerah.
" Mudah-mudahan. Tetapi jika anak-anak itu berbuat lain, maka tentu bukan salah
kita " berkata Punta Gembong.
Yang lain tidak menyahut. Tetapi ia menebarkan pandangan matanya ke pategalan di
hadapan mereka. Pa-tegalan yang hanya mendapat air pada musim hujan, se hingga
pada musim kering, pategalan itu hanya dapat ditanami palawija. Namun palawija yang
sudah mulai tumbuh semakin besar itu, akan segera terinjak-injak oleh kaki para prajurit
dan pengawal yang bertempur.
Di sana-sini di pategalan itu sudah terdapat pepohonan yang cukup besar. Sebatang
pohon keluwih mulai nampak berbuah. Pohon nangka yang subur dan beberapa batang
pohon buah-buahan bertebaran tidak teratur di persilangan pematang.
" Ki Punta Gembong " berkata Kumbang Talangkas kemudian " apakah kau sudah
melihat persiapan pasukan Tanah Perdikan dan pasukan khusus di barak itu " "
" Aku justru telah melihat kehadiran anak-anak muda disekitar barak. Tetapi tentu
tidak keseluruhan, karena mereka datang dari segala arah, sedangkan aku hanya dapat
melihat dari satu arah saja. " berkata Punta Gembong " tetapi menilik kedatangan anakanak
muda dari satu arah itu, maka agaknya jumlah anak-anak muda itu cukup banyak.
Itulah sebabnya maka aku mengatakan, apakah mungkin kita berbuat sebagaimana
dikehendaki oleh Ki Tumenggung. "
Ki Kumbang Talangkas mengangguk-angguk.
Namun kemudian ia berdesis " Ada keinginanku un tuk melihat-lihat, apakah
mereka benar-benar siap meng hadapi pasukan kita. "
" Sebagian mereka ada didalam barak"jawab Punta Gembong " apakah kita akan
dapat masuk kedalam barak itu " "
" Kita akan dapat melihat suasana " berkata Kumbang Talangkas.
Punta Gembong merenung sejenak. Namun kemudian katanya " Marilah. Biarlah kita
melihat sekilas. Tetapi mungkin sekali kita akan bertemu dengan orang-orang berilmu
tinggi dari Tanah Perdikan. "
" Agung Sedayu barangkali, yang merasa dirinya berkemampuan setinggi tangit, setelah ia membunuh Pra-badaru di Prambanan " " bertanya Kumbang Talangkas.
" Bukan hanya Agung Sedayu " jawab Punta Gembong " apalagi jika gurunya ada disini, yang menurut pendengaranku sempat membunuh orang yang menyebut dirinya kakang Panji, yang mempunyai pengaruh kuat di Pajang pada waktu itu. "
Tetapi Kumbangh Talangkas tersenyum. Katanya "Sebuah dongeng yang mengasikkan tentang orang bercambuk itu. Tetapi biarlah kita membuktikannya sendiri.
"Mungkin Ki Tumenggung Purbarana ingin membuktikan tuah keris gurunya yang dinamai Kiai Santak itu "jawab Tunta Gembong.
Kubang Talangkas tersenyum. Namun kemudian iapun berkata Pemimpin itu memang harus dibangunkan. Tetapi rasa-rasanya tidak sampai hati juga melepaskan Purbarana menghadapi orang yang dapat membunuh kakang Panji. "
" Kalau hal itu memang sudah dikehendaki " " desis Punta Gembong.
" Terserahlah jika demikian " jawab Kumbang Telangkas.
Demikianlah maka kedua orang itupun telah menuruni bongkah-bongkah batu di lereng bukit.
Dengan hati-hati mereka telah mendekati barak pasukan khusus Mataram. Namun mereka sadar, bahwa diluar barak itupun tentu terdapat para pengawal dan anak-anak muda Tanah Perdikan.
" Dapur barak itu agaknya sudah mulai berasap " desis Kumbang Talangkas.
" Memang sudah waktunya. Bukankah orang-orang kita juga sudah mulai menyiapkan makan dan minum" Sebelum kita turun kemedan, maka kita sebaiknya makan dan minum lebih dahulu. Baru kita akan bertempur. Mungkin sebentar, tetapi mungkin sehari penuh. Bahkan mungkin lebih dari dua tiga hari. " jawab Punta Gembong.
Kumbang Talangkas tidak menjawab. Namun mereka telah berusaha untuk menyusup semakin dekat. Penglihatan dan pendengaran mereka yang tajam dapat menuntun mereka menyusup di celah-celah para penjaga.
" Biarkan mereka " desis Punta Gembong ketika mereka melewati dua orang penjaga yang tidak melihat kedatangan mereka.
Kedua penjaga itu memang tidak diganggu. Namun mereka menyusup semakin dalam ke lingkungan pasukan Tanah Perdikan Menoreh.
Tetapi mereka tidak menemukan pertanda apapun. Para pengawal dan anak-anak
muda Tanah Perdikan masih tertidur lelap. Nampaknya mereka benar-benar mempergunakan waktu yang tersisa untuk beristirahat sebaik-baiknya.
"Mereka benar-benar telah terbentuk sebagai pasukan pengawal yang mapan.
Setidak-tidaknya mereka telah mendapatkan pengalaman yang paling berkesan di Prambanan. " berkata Kumbang Talangkas.
" Bukan satu-satunya pengalaman bagi mereka " jawab Punta Gembong " tetapi
menurut pendengaranku, Tanah Perdikan ini mempunyai pengalaman sejak bertahuntahun.
Bahkan mungkin puluhan tahun. Pertentangan diantara keluarga Tanah Perdikan
ini pernah juga terjadi dengan sengitnya. Kemudian beberapa benturan kekerasan telah terjadi. Yang terakhir adalah perang di Prambanan. Semuanya itu telah menempa anak-anak Tanah Perdikan ini menjadi anak-anak muda yang kuat dan tabah.
Kumbang Talangkas mengangguk-angguk. Namun yang mereka lihat tidak lebih anak-anak muda yang sedang tidur dan beberapa orang diantara mereka bertugas berjaga-jaga.
" Kita tidak dapat memasuki barak " berkata Kumbang Talangkas.
" Tidak perlu " jawab Punta Gembong " didalam barak itu tentu terdapat orang-orang berilmu tinggi, sehingga jika kita memasukinya, maka perang akan terjadi sekarang.
Tidak besok. " Kumbang Talangkas mengangguk-ngangguk, sementara itu mereka dengan cermat berusaha untuk mengetahui keadaan anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi yang mereka lihat ternyata bernada sama. Orang-orang tidur dan beberapa orang penjaga, tersebar disekitar barak. Sementara itu, dari jarak yang agak jauh, penglihatan mereka yang tajam melihat penjaga di regol barak dengan senjata telanjang.
"Kita tidak menemukan apa-apa yang menarik " berkata Kumbang Talangkas.
Punta Gembong riengerutkan keningnya. Namun didorongnya Kumbang Talangkas kesamping sambil berdesis " Peronda itu. "
"Kenapa" Mereka tidak akan melihat kita " Desis Kumbang Talangkas.
Punta Gembong tidak menjawab. Tetapi mereka berkisar dibelakang sebuah gerumbul kecil. Agaknya yang lewat bukan sekedar peronda, tetapi mereka agaknya
dua orang pemimpin kelompok yang sedang ber tugas menghubungi seseorang.
Demikian keduanya lewat Punta Gembong berdesis " Mereka bukan peronda biasa. "
Kumbang Talangkas mengangguk-angguk. Namun jawabnya " Tetapi kemampuan mereka tidak lebih dari anak-anak muda yang sedang mendekur itu. "
Punta Gembong tidak menjawab. Diamatinya langit yang mulai disentuh warna kemerahan. Karena itu, maka katanya " Sebentar lagi fajar akan segera menyingsing.
Kita harus segera kembali. Pasukan kita harus kita atur sebaik-baiknya Ternyata dalam jumlah, pasukan Tanah Perdikan ini berusaha mengimbangi jumlah pasukan kita. "
" Mungkin dalam jumlah " jawab Kumbang Talangkas " tetapi mereka sebagian besar
hanya anak-anak yang biasanya membawa tongkat untuk menggembala, meskipun kita tidak boleh menutup mata, bahwa diantara mereka terdapat para pengawal yang berpengalaman. "
Demikianlah keduanya segera berkisar. Mereka masih tetap berhati hati untuk dapat menyusup diantara para penjaga. Namun demikian Kumbang Talangkas masih juga bergumam"Ternyata tidak seorangpun yang melihat kehadiran kita. He, apakah benar di Tanah Perdikan ini ada orang berilmu tinggi selain orang yang membunuh kakang Panji" Padahal belum tentu orang itu ada disini. "
" Ya. Agaknya orang-orang berilmu tinggi di Tanah Perdikan tidak lebih dari orang-orang malas yang lebih senang tidur di barak daripada mempersiapkan pertempuran besok. "desis Punta Gembong.
Namun tiba-tiba saja keduanya terkejut ketika mereka melihat sebuah bayangan dikejauhan, bertengger diatas sebongkah batu padas.
"Setan " geram Punta Gembong " ada juga orang yang melihat kita he " "
Kumbang Talangkas tidak sabar lagi. Ia langsung meloncat kearah bayangan itu.
Namun dalam sekejap bayangan itu bagaikan hilang dihisap bumi. Tanpa bekas, dan Kumbang Talangkas tidak melihat, kemana orang itu pergi.
Sejenak Kumbang Talangkas berdiri ter-mangu-mangu. Sementara itu Punta Gembongpun mendekatinya sambil berdesis " Ternyata dugaan kita salah. Kita yang merasa tidak di lihat oleh seorangpun, ternyata justru kitalah yang tidak melihat orang itu sebelumnya. "
"Setan " geram Kumbang Talangkas.
"Jangan mengumpat-umpat saja " desis Punta Gembong.
"Orang itu telah menghina kita " jawab Kumbang Talangkas.
"Tidak apa apa. Ia hanya berdiri saja memperhatikan kita " berkata Punta Gembong " kenapa kita menjadi kebingungan " "
"Aku ingin menangkapnya dan menyeretnya ketem pat kita beristirahat"geram Kumbang Talangkas pula.
"Untuk apa " "bertanya Punta Gembong.
- Ia akan dapat banyak memberikan keterangan " jawab Kumbang Talangkas.
" Atau kita yang telah dijebaknya. Kita yang mungkin telah diseretnya ke barak pasukan khusus. Dan kitalah yang akan dipaksa untuk memberikan keterangan itu. " berkata Punta Gembong. Lalu " Kita tidak usah terlalu merasa diri kita berilmu tinggi dan tidak terlawan. Karena dengan demikian, maka kita akan menjadi kurang berhati-hati. "
" Hatimu ternyata kecil sebesar biji kemangi. Kenapa kau tidak bersikap garang seperti biasanya " " bertanya Kumbang Talangkas.
Tetapi Punta Gembong tertawa. Katanya " Hatiku atau hatimu yang sekecil biji kemangi. Aku sama sekali tidak menjadi gelisah dan barangkali ketakutan meskipun ada seseorang yang melihat kehadiran kita didaerah orang-orang Tanah Perdikan Menoreh.
Sebaliknya, kau menjadi seakan-akan berdiri diatas api. "
"Persetan " geram Kembang Talangkas " mari kita kembali ke pasukan kita.
Sebentar lagi fajar akan menyingsing. Kita akan menghancurkan pasukan khusus di
barak itu. " Keduanyapun kemudian melanjutkan langkah mereka kembali ke lereng bukit.
Namun sekali lagi mereka melihat sesosok bayangan berdiri diatas batu padas, beberapa puluh langkah dari mereka.
"Jangan hiraukan " desis Punta Gembong " jika kau buru orang itu, maka kau hanya akan mendapatkan jejaknya saja. Orang itu akan hilang lagi sebagaimana pernah terjadi. "
-Aku tidak peduli " jawab Kumbang Talangkas " biar bayangan itu berbuat apa saja, aku tidak akan menghiraukannya lagi. "
Punta Gembong tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab sama sekali. Bahkan langkahnya sajalah yang menjadi semakin cepat, karena warna merah dilangit menjadi semakin jelas.
Ketika mereka berada di antara para pengikutnya, maka merekapun segera mempersiapkan mereka. Yang masih belum bangun telah dibangunkannya. Para pengikut Ki Tumenggung, Ki Linduk dan Ki Warak Ireng itupun kemudian mendapat perintah untuk makan dan minum, sebelum mereka akan maju kemedan perang, sebagaimana juga dilakukan oleh pasukan khusus Mataram dan para pengawal serta anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh.
Namun berbeda dengan cara orang-orang yang berada di lereng bukit itu, yang membangunkan orang-orangnya dengan mengguncang-guncang tubuh mereka, maka di barak pasukan khusus itu telah terdengar suara Sangkakala.
Ki Tumenggung Purbarana yang juga mendengar lamat-lamat dikejauhan suara sangkakala itu mengumpa.
Terpercik didalam ingatannya, pada saat ia masih berada di Pajang dalam tugas sebagai seorang Senapati. Ia akan dapat juga berbuat seperti orang-orang dalam pasukan khusus itu. Ia dapat juga membangunkan para prajuritnya dengan bunyi sangkakala yang kemudian tidak dipergunakannya lagi, karena bagi Ki Tumenggung, sangkakala itu tidak bermanfaat lagi bagi pasukannya.
Tetapi ketika ia mendengar sayup-sayup suara sangkakala di barak pasukan khusus Mataram, rasa-rasanya suara itu telah mengejeknya, bahwa ia seakan-akan telah terlempar dari kedudukannya sebagai seorang Senapati dan justru menjadi seorang petualang yang diburu oleh prajurit-prajurit Pajang dan Mataram.
" Persetan " geram Ki Tumenggung " aku akan datang untuk menghancurkan mereka dengan Kiai San-tak."
Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung Purbarana itu telah menyiapkan seluruh pasukannya. Menurut pembicaraan diantara mereka, maka pasukan Ki Tumenggung akan berada di pusat gelar, kemudian pasukan Ki Linduk dan Ki Warak Ireng, masing-masing akan berada di sayap sebelah menyebelah.
Demikian langit menjadi terang, maka pasukan dilereng bukit itupun sudah tersusun.
Mereka mempergunakan gelar yang sederhana. Mereka tidak berada dalam gelar lengkap selain pusat kekuatan yang berada di tengah, kemudian dua unsur kekuatan
yang lain disebelah menyebelah.
Namun demikian, karena yang berada di pusat gelar itu adalah para prajurit, maka diantara mereka telah tersusun dengan sendirinya kelengkapan sebuah gelar betapapun sederhananya.
Disebelah menyebelah Ki Tumenggung, dua orang perwira yang menempatkan diri sebagai Senapati pengapit, yang melindungi dan melanjutkan segala macam perintah dari Senapati yang menjadi Panglima dalam gelar itu secara keseluruhan Sementara itu pasukan terbaik telah berada disekitar Panglima dan kedua orang Senapati pengapit itu, sementara yang lain menebar dalam kelompok-kelompok yang, dipimpin oleh pemimpin kelompok masing-masing.
Sedangkan di sayap pasukan, Ki Linduk dan Ki Warak Ireng tidak begitu memperhatikan tatanan gelar Mereka melepaskan orang-orangnya dalam garis datar, namun yang ujungnya siap untuk membatasi gerak ujung gelar lawan.
"Yang penting bukan tatanan gelar yang teratur berkata Ki Linduk kepada orangorangnya - - tetapi kemantapan kemampuan kita masing-masing. Karena itu, maka kalian harus berbuat sebaik-baiknya. Menghan curkan musuh secepat-cepatnya, agar kita sendiri tidak terlalu banyak melepaskan korban.
Dalam pada itu, di barak pasukan khususpun para pengawal telah bersiap. Bahkan mereka telah berge ser keluar dan siap menyusun gelar.
Tetapi pada saat yang demikian, Ki Lurah Branj angan masih saja berada didalam baraknya. Didalam bilik khusus ia menerima dua orang utusannya yang melaporkan kedatangan pasukan yang dipimpin oleh Ki Tumenggung Purbarana ke Mataram. Tetapi ternyata disaat mereka kembali, mereka bukan saja melaporkan tugas mereka, tetapi ada sesuatu yang lelah mereka dengar selama mereka berada di Mataram meskipun hanya sebentar.
"Ki Lurah" berkata salah seorang dan keduanya ternyata yang menjadi panas justru bukannya Madiun Meskipun agaknya Madiun memang pantas mendapat perhatian, tetapi orang-orang yang dekat di Mataram dengan para pimpinan tertinggi, mengatakan, bahwa hubungan antara Mataram dan Pajang yang sekarangpun menjadi hangat.
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam dalam.
Dengan nada berat ia bertanya " Bagaimana sikap Mataram " "
" Ki Juru berusaha dengan sekuat tenaga untuk menenangkan kedua-duanya "
" Apakah ada persoalan yang penting, sehingga Pajang dan Mataram menjadi hangat, atau hanya karena Adipati Wirabumi merasa haknya dikurangi?"bertanya Ki Lurah.
Orang itu termangu-mangu. Namun yang seorang berkata " Nampaknya pasukan sudah siap Ki Lurah. "
" Ya. Biarlah mereka mengatur diri. Tetapi aku ingin mendengar, apa sebabnya "- desis Ki Lurah
"Agaknya ada beberapa buah pusaka yang oleh Adipati Wirabumi di Pajang tidak diserahkan kepada Mataram. Pajang merasa tetap berhak atas pusaka-pusaka itu " jawab petugas yang baru datang dari Mataram. Namun kemudian katanya"tetapi itu sekedar pendengaranku. Aku tidak tahu, bagaimana senyatanya."
"Ya Ki Lurah. Baru menurut kata orang. Tetapi sekarang kita benar-benar berhadapan dengan pasukan yang kuat dilereng bukit. Pasukan Tanah Perdikan sudah menebar disepanjang gelar sebagaimana direncanakan. " berkata yang lain.
"Baiklah " berkata Ki Lurah " agaknya karena itulah, maka Mataram tidak begitu menanggapi laporan kita dari Tanah Perdikan Menoreh "
"Bukan begitu " jawab utusan itu " Mataram menyiapkan apa saja yang kita perlukan.
Bukankah Ki Lurah memerintahkan kepada kami untuk menyampaikan pesan, bahwa Menoreh akan mengatasi persoalannya sendiri " "
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Kita akan bersiap. Tetapi persoalan Pajang sangat menarik perhatian. Seharusnya Pajang disiapkan untuk menghadapi Madiun jika Madiun benar-benar akan mengambil sikap terhadap Mataram Tetapi ternyata justru ada persoalan sendiri antara rajang dan Mataram
"Masih ada waktu untuk memikirkannya Ki Lurah berkata utusan yang seorang lagi.
"Ya" jawab Ki Lurah. Tetapi ia masih saja bergumam " Mudah-mudahan kita dapat mengatasi kesulitan di Tanah Perdikan ini. Jika Pajang kemudian nampak oleh Madiun sebagai satu kelemahan dan berhasil dibujuk untuk bergabung bersama mereka, maka tugas kita akan berat. Mungkin melampaui tugas kita saat kita berhadapan dengan Pajang sebelumnya. "
Tetapi utusan itu tidak menjawab lagi. Mereka kemudian bersama-sama meninggalkan bilik didalam barak itu dan keluar memasuki barisan yang sudah siap untuk menebar.
Bahwa Ki Lurah Branjangan tidak segera keluar dari dalam bilik khususnya ternyata telah membuat para perwiranya menjadi berdebar-debar. Mereka sudah melihat Ki Lurah hilir mudik sebelumnya, namun justru pada saatnya Ki Lurah masih berada didalam biliknya.
Karena itu, maka persiapan para prajurit dan pasukan khusus itu menjadi agak tergesa-gesa. Langit sudah mulai terang dan burung-burung liarpun mulai berkicau.
Pada saat yang demikian, pasukan lawanpun sudah mulai bergerak. Pasukan yang menebar itu turun perla han-lahan. Kemudian muncul dari antara pepohonan hutan dilereng bukit, menuju ke pategalau setelah menye berangi padang perdu beberapa puluh langkah
Pada saat yang bersamaan pasukan khusus Mata rampun telah selesai menebar.
Kemudian, dengan terge sa-gesa pula beberapa orang petugas teluh meniup sangkakala.
Sejenak kemudian, maka pasukan Mataram itupun mulai bergerak. Ditengah adalah pasukan khusus yang dipimpin oleh Ki Lurah sendiri dirangkai oleh anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh. Kemudian sebagian yang lain dari pasukan itupun telah menebar pula diantara para pengawal Tanah Perdikan.
Dari arah yang berlawanan pasukan Ki Tumenggung Purbaranapun telah bergerak pula semakin dekat. Mereka mulai merambah pategalan yang terbuka. Ditengah, pasukan Ki Tumenggung Purbarana merupakan induk pasukan yang kuat dipimpin oleh
Ki Tumenggung dengan pasukan andalannya, Kiai santak. Disebelah menyebelahnya, meskipun tidak tersusun rapi, terdapat para Senopati pengapitnya dengan prajurit-prajurit
terpilih. Dengan keyakinan yang membakar -isi dada mereka, Ki Tumenggung dan para prajurit itu menentukan langkah kemenangan mereka terhadap lawan yang mereka anggap tidak cukup kuat untuk menghadapi mereka. Meskipun jumlahnya cukup memadai, tetapi kemampuan mereka tidak akan dapat mengimbangi kemampuan pasukannya serta para pengikut Ki Sambi-jaya dan Ki Warak Ireng, yang berada di sayap pasukan.
Sebenarnyalah para pengikut Ki Sambijaya dan Ki Warak Ireng telah menghambur pula di pategalan dengan sengaja teracu. Mereka yang tidak terbiasa bertempur dengan
paugeran prajurit, sama sekali tidak menghiraukan apapun juga. Bagi mereka, bertempur adalah membunuh jika tidak ingin dibunuh.
Diantara pasukan di sayap itu, ternyata terdapat orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi dan nggegi-risi.
Dalam jarak yang semakin dekat dipategalan yang terbukka, maka kedua pasukan itu benar-benar telah bersiap untuk bertempur. Di induk pasukan khusus yang berbeda diparuh pasukan. Ki Lurah Branjangan dengan beberapa orang pengawal terpilih telah bersiap-siap menghadapi Ki Tumenggung Purbarana dengan para Senapati pengapitnya.
Namun dalam pada itu, tiba tiba seseorang telah bergeser geser mendekatinya sambil berdesis Ki Lurah Aku minta maaf, bahwa dengan deksura aku telah memberani kan diri mengajukan satu permintaan kepada Ki Lurah "Apa" " bertanya Ki Lurah yang perhatiannya se bagian besar telah tertuju kepada pasukan lawan.
"Di induk pasukan lawan, terdapat seseorang yang mempunyai persoalan pribadi dengan aku " jawab orang itu.
"Siapa " bertanya Ki Lurah pula.
"Tumenggung Purbarana - jawab orang itu.
"Ia adalah Senopati pasukan lawan. Aku mempunyai kewajiban untuk melawannya jawab Ki Lurah.
" Ki Lurah berkata orang itu aku mohon kemurahan hati Ki Lurah. Persoalan pribadi ini harus aku sele saikan dengan tuntas. Aku atau Purbarana yang harus di singkirkan dari muka bumi. Karena tidak mungkin di mu ka bumi ini hidup dua orang yang tidak akan dapat ber sentuhan satu sama lain. Aku dan Tumenggung Purbara na.
"Persoalan apa yang ada antara Ki Sanak dan Tu menggung Purbarana " bertanya Ki Lurah.
" Persoalan yang sangat pribadi jawab orang itu Ki Lurah menjadi bimbang. Namun agaknya orang itu benar-benar ingin mempergunakan kesempatan itu untuk membuat perhitungan dengan Ki Tumenggung Purbarana.
Dalam kebimbangan itu orang itupun berkata Bu kankah Ki Lurah adalah Panglima dari seluruh pasukan ini " Aku ingin mempersilahkan Ki Lurah Memimpin selu ruh pasukan dari ujung sayap keujung sayap yang lain Sementara itu, biarlah orang yang bernama Purbarana itu membuat perhitungan dengan aku Ki Lurah berpaling kepada para perwira yang ada di sisinya. Namun mereka agaknya
tidak memberikan kesan apapun juga. Sehingga akhirnya Ki Lurah itu berkata " Tetapi Ki Sanak bertanggung jawab atas keselamatan Ki Sanak sendiri. Jika terjadi sesuatu dengan Ki Sanak, adalah karena Ki Sanak telah menempuh jalan penyelesaian persoalan pribadi." -
" Ya Ki Lurah. Jika aku gagal dan harus menebus dengan nyawaku maka persoalan itu adalah persoalan dan tanggung jawabku sendiri. Kemudian terserah kepada Ki Lurah, apa yang akan Ki Lurah lakukan."
Ki Lurah mengangguk-angguk. Sementara itu kedua pasukan itupun telah menjadi semakin dekat.
Sebenarnyalah atas ijin Ki Lurah Branjangan, namun dalam batas tanggung jawab sendiri jika terjadi sesuatu, maka orang itu telah mengambil alih lawan Ki Lurah Branjangan yang bernama Ki Tumenggung Purbarana.
Demikian, jarak kedua pasukan itu semakin lama menjadi semakin dekat, sehingga akhirnya, jarak itupun terasa sangat mengganggu oleh para prajurit di kedua belah pihak. Rasa-rasanya mereka tidak sabar lagi menunggu. Karena itu, maka merekapun seakan-akan telah berlari-lari kecil menyongsong lawan mereka dengan senjata telanjang.
Namun getar didada merekapunrasa-rasanya tidak tertahan lagi, sehingga meledak membahana. Sorak sorai yang bagaikan membelah langit mengiringi gerak pasukan dari kedua belah pihak yang semakin lama menjadi semakin cepat.
Ki Lurah Branjangan yang telah menyerahkan pimpinan pasukan lawan kepada seseorang atas permintaan o-rang itu sendiri, justru telah menarik diri kedalam barisan bersama pengapitnya. Namun para pengawal terpilih masih tetap berada diujung pasukan induk untuk menahan maju gerak pasukan lawan.
Sejenak kemudian, maka benturanpun segera akan terjadi. Ki Tumenggung telah memberikan aba aba terakhir sementra itu iapun telah berlari menyongsong orang yang berdiri di paling depan dari pasukan khusus Mataram itu Namun tiba-tiba langkahnya tertegun. Ia melihat seo rang yang membuat jantungnya semakin cepat berdetak Tetapi dengan cepat Ki Tumenggung mengatasi gejo lak perasaannya. Bahkan tiba-tiba saja ia telah meneriakkan kan aba-aba untuk menghancurkan lawan secepat cepat nya.
"Ternyata kita bertemu disini Purbarana cetus orang yang telah berusaha menghadapan diri sebagai la wannya.
"Persetan"geram Ki Tumenggung kenapa paman ada disini?"
Orang itu tersenyum. Katanya Aku menung menunggu satu kesempatan yang paling baik untuk menemuimu."
"Kenapa paman meninggalkan padepokan. Bukan kah aku sudah datang menghadap sehingga kita akan dapat bertemu pada waktu itu jika paman tidak dengan sengaja menghindar"berkata Purbarana
"Aku sudah mendengar apa yang telah kau lakukan Kau telah membunuh gurumu sendiri Apalagi aku seke dar paman gurumu. Bukankah kau akan menggilas kami sepadepokan melampaui kekejamanmu yang Kau lakukan terhadap gurumu."
"Cukup. Paman tidak usah mengumput umpat, se karang apakah paman akan berpihak kepadaku, atau kepada orang-orang Menoreh" bertanya Purbarana "Jangan licik Beri aku kesempatan menyelesaikan per soalanku dengan orang-orang Menoreh Nanti, kita akan dapat membuat perhitungan tersendiri geram Purbarana.
"Bagiku, sekarang adalah waktu yang paling haik Karena itu bersiaplah Purbarana."
Wajah Ki Purbarana menjadi merah seperti bara. Sejenak ia masih sempat memperhatikan pasukannya yang membentur Pasukan Khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan Menoreh. Namun kemudian iapun menggeram"Aku kira bahwa dibelakang nama besar Bagas-wara terdapat seorang yang berjiwa besar. Tetapi ternyata Bagaswara adalah seorang yang licik yang mencari kesempatan untuk membalas dendam dalam keaadan yang tidak sewajarnya."
"Justru wajar sekali Purbarana"berkata Kiai Bagaswara"disini kita dapat berhadapan seorang melawan seorang. Tetapi dalam kesempatan lain, mungkin sangat sulit bagiku untuk mecari kemungkinan seperti ini, karena kau tentu akan mengerahkan orang-orangmu untuk membunuhku beramai-ramai, atau pada paat-saat aku lengah kau akan membunuhku dengan racun, atau".
"Diam"Purbarana berteriak"baiklah Kiai Bagaswara. Jika kau memang ingin cepat mati, biarlah aku membunuhmu, sementara orang-orangku akan menyapu orang-orang
Mataram dan orang-orang Tanah Perdikan Menoreh.
Kiai Bagaswara tersenyum. Katanya"Marilah. Kenapa kau nampak terlalu gelisah menghadapi aku."
"Bukan karena aku menghadapi kau maka aku menjadi gelisah. Tetapi kelicikanmu itu terasa sangat mengganggu tugasku sebagai panglima sekarang ini" jawab Purbarana"tetapi apaboleh buat. bahwa aku tidak boleh segan-segan lagi membunuhmu. Kau memang harus mati sekarang."
Kiai Bagaswara tidak menjawab. Tetapi iapun segera mempersiapkan diri menghadapi Purbarana yang marah.
Sebenarnyalah dalam pada itu, Ki Tumenggung Purbarana ternyata ingin dengan cepat menyelesaikan paman gurunya. Karena itu, maka iapun segera menarik kerisnya yang besar, yang dirampasnya dari gurunya, setelah gurunya dibunuhnya dengan licik. Kiai Santak.
Kiai Bagaswara mengerutkan keningnya ia sadar, bahwa keris itu adalah keris yang nggegirisi Keris yang, memiliki kekuatan yang luar biasa, yang seakan akan dapat mempengaruhi orang yang mempergunakan sehingga ilmunya seakan-akan menjadi berlipat ganda Selebihnya, warangan keris itu adalah warangan yang sa ngat keras.
Setiap sentuhan dari keris itu dan tergores pada kulit seseorang, akan berarti maut telah datang menjemputnya.
Karena itu, maka Kiai Bagaswara harus sangat berhati-hati. Ia tidak boleh lengah, meskipun ia adalah a dik seperguruan dari guru Purbarana. Menurut pendenga rannya, Purbarana telah menyelesaikan dan memahami ilmu yang diturunkan kepadanya sampai tuntas, meskipun ia masih harus mengembangkannya. Tetapi dalam tataran yang demikian dan Kiai Santak di tangan, maka Purbarana tentu merupakan orang yang sangat berbahaya.
Dengar, demikian, maka Kiai Bagaswara merasa bah wa ia harus sangat berhati-hati menghadapi murid sauda ra seperguruannya itu.
Sementara itu, pertempuran antara pasukan Ki Tu menggung Purbarana dan kawan kawannya melawan pasukan khusus Mataram dan anak-anak muda Tanah Perdikan telah menjadi semakin seru.
Dalam pada itu, di sayap-sayap pasukan, beberapa orang berilmu tinggi telah bersiap menghadapi lawan lawan mereka. Disatu sisi, Ki Warak Ireng dengan gurunya yang memiliki kemampuan yang sulit dicari bandingnya telah bersiap untuk menggilas lawannya Sedangkan di sayap yang lain, Ki Lindukpun telah mulai mengayun kan senjatanya dibayangi oleh gurunya pula, yang ternya ta telah menyusul ke Tanah Perdikan Menoreh.
Tetapi ternyata di sayap-sayap pasukan itu terdapat pemimpin-pemimpin Tanah Perdikan Menoreh Disatu sisi, Kiai Jayaraga telah bersiap-siap bersama KI Gede yang meskipun kadang kadang merasa terganggu oleh kakinya, tetapi dengan tekun Ki Gede telah mengembangkan kemampuan ilmunya yang tidak terlalu banyak mempergunakan gerak kakinya, sehingga sebagian besar dari tata geraknya dipercayakannya pada ketrampilan tangannya menggerakkan tombaknya. Sedangkan di sayap yang lain, Agung Sedayu telah siap menghadapi lawannya bersama isterinya Sekar Mirah.
Namun dalam pada itu, ketika Gede sudah siap untuk menghadapi lawannya, maka Kiai Jayaragapun berkata "Ki Gede. Biarlah anak-anak kita mencoba kemampuan mereka. Aku ingin melihat Glagah Putih berdiri berhadapan dengan orang yang bernama Warak Ireng atau Linduk. Tetapi aku sudah memberitahukan kepadanya, bahwa anak itu tidak boleh terlalu sombong untuk menempatkan dirinya dalam perang tanding. Warak I-reng atau Linduk adalah seorang yang memiliki pengalaman petualangan yang sangat luas. Karenaitu, maka dalam saat-saat tertentu ia harus mampu menilai dirinya. Untuk itu. aku mohon Ki Gede mengawasinya, sementara itu, aku akan menghadapi guru salah seorang dari mereka, karena aku memang sudah mengenalnya."
Ki Gede mengerutkan keninnya. Namun ia tidak membantah. Ia tidak berkeberatan unuk memberi kesempatan kepada Glagah Putih untuk menguji diri. Namun demikian ia bertanya "Kiai Jayaraga, apakah kita sudah dapat melepaskan Glagah Putih memasuki gelanggang menghadapi orang yang disebut Warak Ireng atau Linduk itu.?"
"Satu ujian baginya. Tetapi aku mohon Ki Gede membayanginya jawab Kiai Jayaraga"
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Tetapi kemudian iapun mengangguk"Baiklah.
Mudah-mudahan aku tidak lengah mengamati anak itu. Tetapi bukankah Glagah Putih masih harus mencari orang yang bernama Warak I-rengntuu Lindukitu?"
Setelah benturan terjadi seperti ini, maka mencarinya tidak akan terlalu sulit.
Sementara itu, aku memang sudah mengenal gurunya, dan aku akan dapat menemukannya jika ia memang berada di medan ini. Kecuali jika dua orang yang dilihat angger Agung Sedaya semalam itu bukan guru Warak Ireng dan guru Linduk yang keduanya telah aku kenal."
Ki Gedepun mengangguk-angguk, sementara itu, Kiai Jayaragapun segera mempersiapkan Glagah Putih untuk memasuki medan dan menemukan orang yang bernama Warak Ireng atau Linduk."
Dibayangi oleh Ki Gede, maka Glagah Putih telah memasuki arena dengan garangnya untuk bertemu de ngan pemimpin pasukan lawan yang bernama Warak Ireng atau Linduk.
Dalam pada itu, Kiai Jayaraga yang menyusup di antara mereka yang sedang bertempur telah melihat sese orang yang memang pernah dikenalnya "Punta Gembong" desis Kiai Jayaraga Dengan de mikian, maka kemungkinan terbesar bahwa Glagah Putih yang dibayangi oleh Ki Gede akan bertemu dengan Warak Ireng, karena Warak Ireng akan bertempur dekat dengan gurunya, sementara disisi lain.
Agung Sedayu dan Sekar Mirah tentu akan bertemu dengan Ki Linduk serta guru nya.
Sebenarnyalah, bahwa Glagah Putih yang juga me masuki arena, telah melihat seseorang yang agaknya merupakan pemimpin dari pasukan disayap Itu Orang yang dengan suara garang memberikan aba aba dan perintah-perintah.
"Agaknya orang inilah yang harus aku cari berka ta Glagah Putih, sementara Ki Gede disamping memba yangi Glagah Putih juga memperhatikan anak anak muda Tanah Perdikan Menoreh yang menebar Namun anak-anak muda Tanah Perdikan itu, telah dipercayakan nya kepada pemimpinpemimpin kelompok sertabebera pa orang yang bertugas memadukan semua gerakan dari pasukan pengawal dan anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh, yang antara lain adalah Prastawa sendri.
Sementara itu, Warak Ireng yang terbiasa bertempur dengan keras dan tanpa menghiraukan pangeran apapun juga, telah mulai dengan keras pula. Beberapa orang prajurit dari pasukan khusus berusaha untuk menahannya.
Pendekar Elang Salju 8 Pendekar Slebor 39 Pulau Kera Pendekar Sakti Suling Pualam 13
^