Pencarian

Iblis Iblis Kota Hantu 1

Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu Bagian 1


SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
1 SANG surya belum lama muncul di
ufuk timur. Malam yang hitam
menggelap di teluk kini digantikan
oleh pagi cerah. Air laut yang tadinya
seperti berwarna hitam pekat kini
kelihatan lagi aslinya, biru kehijauan
dengan pantulan sinar matahari pagi
merah kekuningan. Setiap pagi seperti
itu biasanya teluk ramal dengan
nelayan yang baru pulang melaut.
Perahu berjejer di mana-mana dan para
pembeli ikan ramai menawar ikan yang
dibelinya. Namun pagi ini suasana lain
sekali. Belasan perahu memang
nampak berjejer di tepi pasir, tapi tak seorang nelayanpun yang nampak. Pembeli-
pembeli ikan tidak kelihatan. Teluk itu sepi. Dan ada sesuatu keanehan
menggantung di situ.
Seorang kakek-kakek berpakaian compang-camping muncul dari balik bukit kacil di
ujung selatan teluk. Dia melangkah tarseok-seok. Rambutnya telah putih semua,
panjang sampai ke punggung, kotor awut-awutan. Di tangan kirinya ada sebatang
tongkat kayu sedang di tangan kanan dia membawa sebuah batok kelapa.
Mendadak kakek ini hentikan langkahnya dan mendongak ke langit.
"Pagi cerah . . . . " katanya perlahan. "Tapi udara teluk sekali ini terasa
lain." Orang tua itu memandang ke arah deretan perahu di tepi pantai. Kemudian dia
melangkah lebar-lebar manuju daratan perahu itu dan berhenti tepat di hadapan
sesosok tubuh yang KARYA
1 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
tergelimpang di pasir. Tubuh itu diketuk-ketuknya dengan ujung tongkat. Tak ada
gerakan apa-apa.
"Mati!" desis si orang tua. "Oo ladalah Gusti Allah. Pembunuhan lagi!" Mulut
kakek ini tampak komat-kamit beberapa lama. Berpaling ke arah perahu lain di
sebelah kanannya kembali dia terkejut. Di situ terkapar pula sesosok tubuh.
Segera didatangi dan diperiksanya. Lalu kembali dia mendongak ke langit.
"Oo ladalah! Semurah inikah nyawa manusia" Lebih murah dari nyawa anjing jalanan
..."! Eh... itu! Di sana ada satu lagi!"
Kembali si kakek melangkah lebar-lebar mendatangi sosok tubuh yang ketiga,
tergeletak antara pasir dan air laut.
"Ya Allah! Yang satu ini masih anak-anak! Kasihan . . . Kasihan sekali! Apa
dosanya"!" Si kakek membungkuk dan ketuk-ketukkan tongkatnya ke sekujur tubuh
anak yang berusia sekitar sepuluh tahun itu. Wajahnya kemudian tampak sedikit
cerah. "Hai! Yang satu ini masih hidup!" Cepat si kakek berjongkok. Tubuh anak itu
ditariknya dari air laut lalu dibaringkannya di atas pasir yang lebih kering.
"Hemm... ada bekas pukulan di tubuhnya. Ia menderita luka dalam. Edan! Manusia
mana yang tega-teganya memukul demikian kejam"!"
Meskipun tubuhnya sudah reyot, jalanpun tampak susah, namun disaksikan oleh
langit dan laut di pantai itu si kakak perlihatkan satu kehebatan.
Dengan ujung tongkatnya dia mengait leher pakaian anak itu. Lalu hup! Tubuh si
anak tahu-tahu melayang ke atas dan hup! Tubuh itu dinantinya dengan bahu
kirinya. Setelah memandang berkeliling sebentar, orang tua ini lantas tinggalkan
tempat itu. Dari caranya mengangkat tubuh anak tadi, jelas kakek ini memiliki kepandaian
luar biasa. Siapakah gerangan dia"'
Pada masa itu di Jawa Barat terdapat banyak tokoh silat dari berbagai aliran
yang terbagi jadi dua golongan yakni mereka dari golongan putih dan lainnya yang
disebut golongan hitam.
Tokoh-tokoh silat golongan putih seperti tenggelam pamornya oleh gebrakan-
gebrakan yang dibuat oleh para manusia jahat yang dibantu oleh tokoh-tokoh silat
golongan hitam. Tampaknya KARYA
2 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
sampai sebegitu jauh tak banyak yang diperbuat golongan putih untuk
menanggulangi hal itu.
Dengan sendirinya ini menimbulkan rasa risau di kalangan rimba persilatan, baik
di Jawa Barat maupun sampai ke bagian tengah dan ujung timur pulau Jawa.
Salah seorang dari tokoh silat golongan putih Jaws Barat adalah kakek tadi.
Usianya hampir 80 tahun. Dia hanya dikenal dengan julukan Pengemis Batok
Tongkat. Kemana-mana dia tak pernah ketinggalan dua benda itu, yakni batok
kelapa dan tongkat kayu.
Pengemis tua ini membawa anak tadi ke tempat kediamannya, di sebuah rimba
belantara yang terletak antara pantai selatan dan kaki gunung Halimun.
Ketika sadar si anak merasakan dadanya sakit sekali hingga sulit baginya untuk
bernafas. Dari mulutnya terdengar suara mengerang. Dia coba membuka mata.
Ternyata dia berada dalam pondok kayu jati yang diterangi oleh sebuah lampu
minyak, yang apinya berkelap-kelip tertiup angin. Memandang ke samping kiri
disadarinya dirinya terbaring di atas sabuah balai-balai beralaskan tikar
jerami. "Ayah . . . . " si anak memanggil ayahnya. Suaranya memelas. Di samping kanan,
sudut matanya menangkap sosok sesorang duduk di tepi balai-balai.
Diperhatikannya. Ternvata orang itu bukan ayahnya. Ayahnya tidak setua itu,
tidak berambut putih dan tidak berpakaian compang-camping walau dia seorang
nelayan miskin. Otaknya bekerja. Ayah! Bukankah ayahnya sudah mati" Mati dibunuh
oleh manusia-manusia jahat yang menunggang kuda itu ...."
"Anak, kau sudah sadar .... !" si kakek menegur.
Anak itu tak menjawab.
"Dadamu masih sakit ... ?"
"Ayah . . . ayah . . .?" Anak ini seperti tidak dapat mempercayai jalan
pikirannya sendiri.
Hatinya seperti membantah kenyataan bahwa ayahnya sudah mati.
"Ah, satu kejadian besar telah menimpanya," membantin si kakek. "Salah seorang
yang mati di pantai itu mungkin sekali ayahnya. Kasihan ..."
Kakek itu mengambil sebuah tempurung berisi godokan obat yang sejak sore tadi
disediakannya. Kepala si anak diangkatnya sedikit.
"Minum obat ini, nak. Kau pasti lekas sembuh..."
KARYA 3 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Mula-mula anak itu gelengkan kepalanya hendak menolak. Namun pandangan mata
orang tua itu yang demikian lembut serta mulutnya yang tersenyum membuat anak
ini mau juga membuka mulutnya dan meneguk obat dalam tempurung. Tenggorokannya
terasa hangat. Rasa hangat torus menjalar ke dada, perut, terus ke ujung
kakinya. Bersamaan dengan itu rasa sakit di dadanya terasa agak berkurang.
Kakek itu kemudian urut-urut dada si anak. Gerakan tangannya perlahan sekali.
Anak ini merasakan ada hawa dingin keluar dari jari-jari tangan orang tua itu.
Selesai mengurut-urut kini kakek itu tampak sibuk menjengkal-jengkalkan
tangannya pada beberapa bagian tubuh anak itu.
Tulang bahu, tulang-tulang iga dan tulang pinggul diketuknya berulang-ulang.
"Orang tua . . . kau siapakah?" anak kacil itu bertanya. "Aku ini berada di
mana?" Yang ditanya tak menjawab. Masih terus sibuk menjengkal dan mengetuk.
"Ah, susunan tulangmu bagus sekali bocah. Siapa namamu?"
"Handaka ..." jawab anak itu. Lalu dia ganti tanya. "Kau sendiri siapakah, kek"
Apa ini rumahmu. Mengapa sepi sekali di sini. Tapi di luar sana ada suara-suara
aneh." Pengemis Batok Tongkat tertawa.
"Telingamu tajam juga," katanya. "Dalam pondok kayu jati butut ini memang sepi.
Hanya ada kau dan aku, tambah lampu minyak itu. Hik .., hik .. hik. Tapi di luar
sana, di malam gelap begini rupa seratus macam suara bisa kau dengar. Mulai dari
suara jangkrik sampai suara kodok.
Mulai dari suara burung yang ketakutan sampai lenguh banteng liar. Mulai dari
suara monyet sampai auman harimau dan singa!
"Harimau dan singa"! Apakah kita berada dalam hutan?" tanya anak usia sepuluh
tahun itu. Kakek itu mengangguk.
"Apa kau takut?" dia bertanya kemudian.
Handaka menggeleng.
"Bagus kalau kau tidak takut. Sekarang tidurlah! Kau harus banyak istirahat.
Besok pagi aku akan buatkan bubur untukmu . . . "
"Kenapa tidak sekarang saja ... " Perutku lapar."
Pengemis Batok Tongkat tertawa.
KARYA 4 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Malam ini kau belum boleh makan. Kau masih dalam pengobatan tingkat
pertama. . . "
"Lalu bagaimana aku bisa berada di tempatmu ini" Di mana ayah" Kau belum
mengatakan kau ini siapa..."
"Siapa diriku, sejak kecil aku memang tak punya."
"Aneh, masakan ada orang tidak punya nama. Lalu bagaimana aku harus memanggilmu
..." "Panggil saja aku kakek pengemis. Dan aku akan panggil kau cucu, bukan anak ...."
"Kakek pengemis" Memangnya kau ...?"
"Betul! Aku memang pengemis. Lihat saja pakaianku butut compang-camping. Aku
jarang mandi. Lihat tongkat dari batok kelapa di atas meja itu" Itu benda-benda
yang kupergunakan untuk minta-minta. . ."
Handaka seperti tidak percaya. Namun dia lebih ingin mengetahui di mana ayahnya.
"Di mana ayahmu, itulah yang aku tidak tahu. Kau sampai ke mari karena aku yang
membawamu. Kau kutemukan pingsan di teluk, kemarin pagi ..."
"Jadi kau telah menolongku. Ah, aku harus mengucapkan terima kasih padamu ..."
Handaka berusaha untuk bangun. Namun kakek pengemis menahan bahunya dari
menyuruhnya berbaring kembali.
"Segala kejadian di dunia ini sudah ada yang mengatur, Handaka," katanya. "Semua
kodrat Tuhan di luar maunya manusia. Karena itu hanya pada Dia manusia layak
berterima kasih."
"Ayahku juga bilang begitu kek," ujar Handaka. "Namun ayah juga mengatakan walau
Tuhan punya kuasa, manusia harus berupaya. . ."
Si kakek tertawa lobar. "Betul! Betul sekali cucuku. Memang begitu adanya. Nah
sekarang kau harus tidur. Besok sehabis makan kau boleh menceritakan padaku apa
yang terjadi di teluk pagi kemarin."
Si anak terdiam. Dia coba mengingat-ingat. "Kenapa menunggu sampai besok"
Sekarangpun aku bisa menceritakannya kek. Aku mulai ingat semua yar terjadi di
teluk. Orang-orang jahat itu... para nelayan, ayahku . . ."
"Dadamu tidak sakit?"
"Rasanya sudah sembuh kek. Obatmu pasti manjur sekali."
KARYA 5 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Pengemis Batok Tongkat tertawa lebar. "Baiklah," katanya. "Kelau kau bisa
menceritakan sekarang, akupun kepingin mendengar."
Maka Handaka pun menuturkan apa yang terjadi.
*** PAGI itu para nelayan baru saja merapatkan perahu masing-masing di teluk
Cikandang, siap memunggah hasil tangkapan ikan yang mereka peroleh malam tadi.
Para pembeli termasuk tengkulak-tengkulak yang sudah lama menunggu segera
mendatangi. Di antara orang banyak yang mendatangi para nelayan itu, terlihat
seorang lelaki yang segera menjadi perhatian. Lelaki ini melangkah terhuyung-
huyung. Wajahnya penuh luka dan babak belur. Ditubuhnya juga kalihatan luka-luka
yang masih menganga. Dia berjalan sambil pegangi dadanya, di mana terdapat
sebuah luka besar yang masih mengucurkan darah.
"Astaga! Apa yang terjadi dengan Tugiman!" seru seorang nelayan tua seraya
melompat dari perahunya. Namanya Argakumbara. Oleh kelompok nelayan teluk
Cikandang dia dianggap sebagai pimpinan karena usianya dan juga pengglamannya.
Seorang anak lelaki yang ikut melaut dengan Argakumbara melompat pula dari
perahu, berlari ke arah orang yang luka-luka. Para nelayan lainnya pun segera
pula mendatangi.
Tugimen roboh ke pasir saat para nelayan sampai di hadapannya, langsung
mengerubunginya.
"Tugiman! Apa yang terjadi" Siapa yang menganiayamu"!" tanya Argakumbara sambil
berlutut di samping orang yang terkapar di pasir itu.
"Lari . . . lari. Tinggalkan tempat ini cepat ..."
Tugiman bicara dengan susah payah.
"Lari" Kenapa musti lari ...?" tanya Argakumbara heran, begitu juga nelayan-
nelayan lainnya.
"Jangan bertanya. Larilah selagi kesempatan ada. Selamatkan nyawa kalian.
Serombongan manusia-manusia durjana telah mengganas di kampung, Membunuh,
merampok dan menculik.
Kepala kampung mereka gantung. Mereka akan segera datang kemari..."
KARYA 6 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Kagetlah semua nelayan yang ada di situ. Si kecil Handaka walau juga menunjukkan
rasa tarkejut namun tidak ada bayangan rasa takut.
"Siapa manusia-manusia durjana itu Tugiman?" tanya Argakumbara. "Kampung kita
dan daerah sekitar sini sejak dulu selalu aman tenteram."
Tugiman tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Kedua matanya yang terbuka lebar
memandang tak berkesip lagi ke langit.
"Mati! Dia mati!" terlompat ucapan itu dari mulut Handaka.
Semua orang tersentak.
"Handaka," kata Argakumbara pada anaknya, "Kau pergilah ke kampung Cikuray.
Langsung ke rumah bibimu. Tunggu di sana sampai ayah datang. Kami akan mengurus
mayat Tugiman."
Akan tetapi belum sempat bocah sepuluh tahun itu melakukan perintah ayahnya,
enam orang penunggang kuda muncul memacu kuda masing-masing, bargerak sepanjang
tepi pantai ke arah nelayan-nelayan yang mengelilingi mayat Tugiman. Dua di
antara mereka memboyong seorang gadis yang terkulai di pangkuan masing-masing,
entah pingsan entah keletihan kehabisan tenaga karena meronta-ronta sepanjang
jalan. Atau mungkin juga ditotok!
"Ayah! Pasti ini manusia-manusia durjana itu ..." bisik Handaka seraya pegangi
lengan Argakumbara.
Penunggang kuda terdepan hentikan kudanya. Sambil menyeringai dia memandangi
tubuh Tugiman. Keenam orang ini rata-rata berbadan tegap besar, bermuka garang
dihias kumis melintang dan cambang bawuk, memiliki mata merah, berpakaian dan
berikat kepala serba hitam.


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ternyata anjing satu ini lari kemari! Tapi kulihat nafasnya sudah putus.
Sialan! Susah-susah kita mengejarnya!"
"Hai!" kawan di sampingnya berseru. "Orang itu bicara apa saja pada kalian
sebelum dia mampus"!"
Tak ada yang bergerak. Tak ada yang berani menjawab.
"Setan! Apakah aku berhadapan dengan patung-patung!" bentak orang tadi. Lalu
kaki kaki kanannya enak saja menendang kepala seorang nelayan yang ada di
dekatnya. Tak ampun nelayan ini jatuh tergelimpang dengan bibir pecah dan gigi
rontok! KARYA 7 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Serta merta para nelayan lainnya menjadi kecut, semua bersurut mundur kecuali
Argakumbara dan anaknya.
Penunggang kuda yang barusan menendang den memboyong seorang gadis di
pangkuannya memandang berkeliling, tertawa sebentar lalu berkata, "Nelayan-
nelayan busuk! Kalian dengar baik-baik apa yang aku katakana! Aku Singkil Alit,
bergelar Harimau Hitam, pemimpin dalam rombongan ini! Kami baru saja membakar
kampung kalian, membunuh orang-orang yang tak mau mendengar. Menculik dua gadis
ini karena tidak mau ikut secara suka rela padahal mau diberi kenikmatan dan
hidup mewah! Kami bahkan telah menggantung kepala kampung kalian yang berani
menatang! Jika kalian di sini ingin mampus semua, mudah saja! Yaitu membangkang
atas apa-apa yang kami katakan! Nah, aku bertanya lagi. Apa yang dikatakan
manusia itu sebelum mampus"!"
Karena tak ada seorangpun di antara para nelayan, yang berani menjawab maka
Argakumbara akhirnya membuka mulut, "Orang itu keburu mati sebelum sempat
mengatakan apa-apa. . ."
"Bagus! Ada juga yang mau bicara!" kata Singkil Alit. "Coba tadi-tadi ada yang
mau menjawab. Tak perlu kami menurunkan tangan keras, memukul atau menendang.
Dasar nelayan-nelayan picik! Tolol semua!"
Setelah memuntir kumisnya yang melintang Singkil Alit lanjutkan ucapannya.
"Dengar baik-baik. Mulai hari ini semua hasil kalian melaut, sawah atau ladang,
termasuk ternak yang kalian punyai di kampung di balik bukit itu berada di bawah
kekuasaan kami berenam. Semua hasil panen harus diserahkan pada kami. Semua ikan
yang kalian dapat harus diberikan kepada kami hasil penjualannya. Nanti kami
yang akan mengatur seperberapa bagian yang boleh kalian ambill Nah, aku mau tahu
ada yang berani membangkang"!"
Sunyi sesaat. Kemudian terdengar suara Argakumbara.
"Boleh aku bicara?"
Singkil Alit memandang sejurus pada nelayan tua itu lalu berkata, "Monyet tua,
apa yang hendak kau katakan ucapkan cepat!"
Walaupun orang tua ini tetap tenang namun wajahnya jelas berubah dipanggil
dengan KARYA 8 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
makian monyet tua itu.
"Selama ini kalau kami membayar pajak, itu kami berikan pada Adipati melalui
kepala kampung. Pajak yang kami bayar tidak ditentukan, sesuai kemampuan. Kami
di sini adalah nelayan-nelayan miskin. Di antara kami memang ada yang punya
sawah atau ladang, tapi dengan petak-petak yang kecil. Kalaupun kami punya
ternak itu hanya ayam, itik atau kambing. Jika kalian hendak menguasai semua
milik kami yang hanya cukup untuk modal hidup, itu sama saja kalian membunuh
kami...!" Singgil Alit alias Harimau Hitam mendelikkan mata, usap-usap janggutnya yang
meranggas lalu tertawa gelak-gelak.
"Monyet tua ... !" katanya.
"Ayahku bukan monyet!" teriak Handaka tiba-tiba.
"Kalian semua dengar!" bentak Singkil Alit. "Mulai hari ini kalian tak perlu
tahu lagi apa itu kepala kampung, kepala desa ataupun Adipati. Yang harus kalian
patuhi bukan mereka, tapi kami!
Aku dan kawah-kawan akan membangun sebuah kota di daerah ini. Kalian harus
tinggal bersama kami, bekerja untuk kami! Siapa berani membangkang atau mencoba
lari berarti mati!"
Mendengar kata-kata Singkil Alit, Argakumbara kembali membuka mulut.
"Singkil Alit; siapapun adanya kau. Aku dan semua nelayan di sini tidak mengerti
mengapa kau dan kawan-kawanmu tega melakukan pererasan. Merampas bahkan membunuh
kami orangorang tak berdosa. Menculik gadis-gadis kampung kami. Apakah kalian
tidak takut pada petugas-petugas Bupati?"
"Justru petugas-petugas itu yang harus takut pada kami!" sahut Singkil Alit lalu
tertawa gelak-gelak diikuti lima anak buahnya.
"Kami tidak mungkin melakukan apa yang kalian minta!" kata Argakumbara tandas.
"Begitu" Majulah lebih dekat kemari! Ada sesuatu yang perlu aku katakan padamu
nelayan tua. Orang lain tak boleh mendengarnya ...." kata Singkil Alit.
Tak mengerti kalau orang bermaksud jahat, nelayan tua berhati polos ini
melangkah maju.
Baru saja dia bertindak dua langkah, kaki kanan Singkil Alit tiba-tiba menderu
ke dadanya. Argakumbara keluarkan jeritan menyayat hati. Tubuhnya terlempar dan tergelimpang
di pinggir KARYA
9 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
pantai. Darah tampak mengucur dari sela bibirnya. Dia mengerang beberapa ketika
lalu diam tak bergerak lagi. Mati!
"Ayah....!" jerit Mandaka dan jatuhkan diri menubruk tubuh ayahnya. Anak ini
menangis keras. Tiba-tiba dia hentikan tangisnya. Matanya membentur sebuah pisau
besar yang terselip di pinggang ayahnya. Pisau ini biasa dipergunakan untuk
memotong ikan. Tak berpikir panjang lagi Handaka ambil pisau itu lalu menerjang
ke arah Singkil Alit, menusuk ke perut lelaki ini!
"Budak! Nyalimu besar juga!" salah seorang anak buah Singkil Alit, menghalangi
gerakan Handaka sambil hendak menggebuk.
"Biar saja Rangga!" kata, Singkil Alit mencegah.
Pisau besar di tangan Handaka mencucuk, ke perut kepala penjahat itu. Yang
diserang tertawa mengekeh. Sekali tangannya bergerak dia sudah menjambak rambut
anak itu sementara tangannya yang satu lagi memuntir lengan kanan Handaka.
Anak itu berteriak kesakitan dan terpaksa lemparkan pisau besarnya. Dengan,
tangan kirinya dia berusaha mencakar muka Singkil Alit. Namun satu, jotosan
lebih dulu menghantam dadanya.
Handaka keluarkan keluhan pendek lalu terkulai pingsan. Seperti melemparkan
sampah, Singkil Alit hempaskan tubuh Handaka ke pasir.
*** MENDENGAR penuturan Handaka, lama Pengemis Batok Tongkat termenung.
"Aneh . . ." katanya kemudian dalam hati. "Bagaimana dunia yang katanya didiami
manusia-manusia beradab ini masih saja ada orang-orang durjana seperti Singkil
Alit dan kawan-kawennya itu. Singkil Alit, tak pernah kudengar nama itu
sebelumnya. Iblis dari mana yang satu ini ... ?"
"Handaka, apakah ibumu masih ada?" si kakek tiba-tiba bertanya.
Anak itu menggeleng.
"Kata ayah, ibu meninggal tak lama setelah melahirkanku. Aku seperti merasa
berdosa ... "
"Eh, merasa berdosa bagaimana?" tanya kakek Pengemis itu.
"Kalau beliau tidak melahirkanku, beliau tak akan meninggal."
KARYA 10 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Orang tua itu termenung sejurus, lalu tertawa mengekeh.
"Cucu, jalan pikiranmu terlalu jauh. Nyawa manusia bukan diatur oleh manusia
lainnya. Tapi Tuhan yang menentukan hidup mati seseorang!"
"Kalau begitu orang-orang seperti Singkil Alit dan kawan-kawannya itu bisa
dianggap tidak berdosa walau dia membunuh. Bukankah itu sebenarnya tangan atau
kehendak Tuhan yang berlaku..?"
"Ah, sepintas lalu jalan pikiranmu bisa dianggap benar. Tapi kalau direnungkan
Iagi kau salah besar cucuku. Tuhan memang yang menentukan. Tapi hak apa manusia
merampas nyawa orang lain" Hak apa manusia boleh mencuri dan merampok, boleh
menculik" Segala segi kehidupan ini sudah diatur dalam kitab Suci dan hadis
nabi. Dan manusia harus mempergunakan akal sehat bukan ikut hasutan setan atau
iblis!" Di usia seperti itu agak sulit bagi Handaka mengerti kata-kata si kakek. Maka
diapun berkata: "Mengapa kau tanyakan tentang ibuku, kek!"
"Kurasa lebih baik bagimu untuk tidak kembali ke kampung. Manusia-manusia iblis
itu pasti tidak berhenti pada kematian ayahmu saja. Maukah kau tinggal bersamaku
di sini?" "Apa enaknya tinggal dalam hutan belantara ini" Tak ada teman ada kawan.... Jauh
dari laut yang kucintai.... " ujar Handaka. Wajah si kakek jelas menunjukkan rasa
kecewa "Tapi mengingat kau sudah menolong jiwaku, kek. Maka aku tentu seja mau tinggal
bersamamu di sini."
"Ah! Kau pandai mengganggu orang tua ini!" kata Pengemis Batok Tongkat dan
tertawa gelak-gelak.
"Apakah aku tak akan menyusahkanmu kek?" bertanya Handaka.
"Kau takut aku akan menyuruhmu jadi pengemis, pergi meminta-minta"'
"Ih, tak ada pikiranku begitu. Mengemis itu apa salahnya. Pekerjaan halal yang
jauh lebih baik dari mencuri!" jawab Handaka.
"Bagus... bagus!" kata Pengemis Batok Tongkat dan usap-usap rambut Handaka.
"Cucu, jika kau mau tinggal di sini, aku akan ajarkan ilmu silat padamu!"
Handaka bangkit danduduk di ujung balai-balai. Menatap si kakek.
KARYA 11 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Kau sungguhan mau mengajarkari ilmu silat padaku, kek?"
Orang tua itu mengangguk.
"Ah, jika aku jadi jago silat, aku akan cari Singkil Alit dan komplotan
iblisnya. Aku akan basmi mereka!" kata Handaka bersemangat.
"Cucu baik... cucuku baik. Sekarang kau tidur. Kau belum sehat betul."
Handaka menurut. Dia baringkan tubuhnya kembali di atas balai-balai dan pejamkan
mata. Namun dua mata anak ini terpentang lebar kambali ketika di luar sana terdengar
bentakan keras.
"Pengemis tua! Lekas kau serahkan surat yang titipkan pangeran Tanuma pada
kami!" "Kek," ujar Handaka kaget, berpaling pada kakek pengemis. "Siapa orang di luar
sana yang malam-malam begini berteriak tak tahu sopan?"
Si kakek letakkan telunjuknya di atas bibir, memberi isyarat agar cucunya itu
tidak bicara dan terus berbaring. Tubuh Handaka ditutupnya dengan kain sampai
sebatas kepala. Handaks turunkan ujung kain agar dapat mengintai. Dilihatnya si
kakek mendongak ke atap pondok.
Rupanya orang yang berteriak ada di atas atap bangunan jati itu.
"Tamu dari mana malam-malam begini ke sasar ke pondokku"!" Terdengar Pengemis
Batok Tongkat bertanya. Suaranya tanang-tenang saja.
KARYA 12 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
2 DARI atas atap terdengar bentakan.
"Kurang ajar! Diperintah malah berani bertanya."
"Aku bertanya agar kau tidak salah datang tempat yang dituju!" jawab si
pengemis. "Jangan coba berdalih Di hutan ini hanya satu pondok. Milikmu. Kami tidak datang
ke tempat yang salah. Lekas kau berikan barang yang dititip pangeran Taruma
itu!" kata orang di atas atap.
"Bagaimana kalau aku tidak mau memberikannya"!" tanya Pengemis Batok Tongkat.
"Kami akan membakar pondokmu ini dan membunuh kau. Juga bocah itu!"
"Kek ...!" Handaka julurkan kepalanya. "Orang itu hendak membunuh kita ..."
"Sstt.... Cucu, kau tidur saja!" sahut si kakek itu menutupi muka Handaka dengan
selimut tapi anak itu menurunkannya kembali.
"Hai Pengemis! Kau tunggu apa lagi ...?"
Kakek itu memang sudah melihat ada bayangan nyala api di atas atap. Orang-orang
di atas sana mungkin membawa obor.
Tiba-tiba si kakek tertawa. Orang di atas atap membentak.
"Tua bangka edan! Kami minta kau menyerahkan surat itu. Bukan tertawa macam
orang gila!"
"Aku tertawa karena kalian kuanggap manusia-manusia bodohl Ada sangkut paut apa
aku dengan pangeran Taruma" Mana mungkin dia menyerahkan soesuatu kepadaku.
Sepucuk surat katamu" Surat Cinta" Untuk diserahkan pada siapa" Ha ... ha ...
ha... !" "Kau berani berdusta dan coba mengelabui kami!" kata orang di atas atap. "Orang-
orang kami tahu betul, satu bulan lalu kau bertemu dengan pangeran Taruma di
istananya di tikungan kali Citarum. Kau berpura-pura datang sebagai seorang
pengemis. Pangeran memasukkan sesuatu ke dalam batok kelapamu. Sepintas seperti
lembaran uang kertas. Tapi itu adalah sepucuk surat.
KARYA 13 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Surat dengan gambar peta tempat penyimpanan emas milik sang pangeran. Kau masih
mau mungkir"!"
Sebelum menjawab kembali Pengemis Batok Tongkat tertawa gelak-gelak.
"Orang-orangmu itu matanya tentu tajam sekali! Tapi mungkin juga mereka handak
berbuat lelucon terhadap kalian! Hampir selama tiga purnama aku tak pernah
meninggalkan pondok ini.
Kecuali kemarin pagi! Bagaimana mungkin aku bisa gentayangan sejauh itu sampai
di kali Citarum" Atau mungkin setan atau rohku yang menjelma dan datang di
istana pangeran Taruma"!"
Sesaat tak ada jawaban dari atas atap. Pengemis Batok Tongkat tahu bahwa ada dua
orang di atas sana dan keduanya tengah bicara berbisik-bisik seperti berunding
singkat. "Sudah selesaikah kalian berunding" Jika sudah lekas pergi dari tempat ini!"
kata pengemis. "Pengemis licik! Jangan sangka kau bisa menipu kami dengan keterangan dustamu.
Sekali lagi aku beri kesempatan! Jika peta itu tidak kau serahkan, rumahmu akan
kami bakar dan kau beserta bocah itu akan kami bunuh!"
"Oo ladala...! Malangnya nasibku kalau begitu!" ujar si kakek tetap tenang.
"Maukah kalian memberi tahu siapa kalian berdua"!"
"Aku Soka Panaran, bergelar Golok Emas!" menyahut orang di atas atap yang sejak
tadi menjadi jura bicara.
"Aku Sindang Tambra, berjuluk Raja Lanun Pantai Selatan!"
"Ha... he ... he . . .!" tanya si pengemis tua begitu mendengar jawaban dua
orang di atas atap.
"Soka Panasaran, kalau kau sudah mendapat gelar Golok Emas, pasti kau punya
sebilah golok terbuat dari emas. Mengapa masih temahok mau dapatkan emas milik


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain. Dan kau Sindang Tambra, aku tidak heran kalau bajak laut sepertimu
haus harta! Tapi kalian salah alamat!
Peta atau surat apapun tak ada padaku!"
Golok Emas dan Raja Lanun Pantai Selatan merupakan nama-nama yang cukup
menggetarkan dunia persilatan pada masa itu. Keduanya adalah manusia-manusia
berkepandaian tinggi yang masuk dalam kelompok golongan hitam. Mandengar ucapan
si kakek jelas meraka dianggap enteng. Ini membuat keduanya menjadi marah. Raja
Lanun sudah siap untuk menjebol KARYA
14 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
atap tapi Golok Emas memberi isyarat lalu berteriak.
"Pengemis Batok Tongkat! Kami memberi kesempatan terakhir. Kau mau serahkan peta
itu atau tidak?"
Pengamis tua itu dilihat Handaka mengambil batok kelapa dan tongkat kayunya dari
atap meja lalu menjawab, "Kalian mengancamku?"
"Kami akan membuktikan ancaman itu!" jawab Soka Panaran.
"Kalian akan menyesal sampai ke liang kubur!" sahut si kakek.
"Keparat!" maki Raja Lanun Sindang Tambra yang sejak tadi sudah tidak sabaran.
Kaki kanannya dihantamkan ke atap bangunan.
Brak! Atap itu jebol.
Sesaat kemudian bernama Soka Panaran dan melayang turun memasuki pondok kayu
jati yang sempit. Masing-masing memegang obor di tangan kiri!
"Ah, jadi inilah tampang-tampang manusia yang inginkan harta orang itu" Apakah
tidak lebih baik kalian pergi saja clari sini. Salah-salah nanti aku mengemis
pada kalian, minta uang minta beras!" kata pengemis Batok Tongkat.
Dari bawah selimut Handaka menjadi heran lihat sikap si kakek. Jelas orang
datang dengan maksud jahat tapi orang tua itu masih saja bicara seenaknya
seperti mau melucu!
"Soka!" kata Raja Lanun Sindang Tambra. "Kau bakar pondok, aku akan patahkan
batang leher tua bangka ini!"
"Kecuali untuk terakhir kalinya dia mau serahkan peta itu!" kata Soka Panaran
alias Golok Emas yang masih berusaha mencapai tujuan tanpa kekerasan.
"Kambing-kambing busuk!" maka Pengemis Batok Tongkat. "Kalian telah merusak atap
pondokku kini mengancam mau membakar dan minta benda yang aku tidak miliki!"
"Kau betul-betul tua bangka keparat!" Sindan Tambra marah sekali. Dia melompat
ke muka sambil sorongkan api obor untuk menyulut muka si kakek.
"Dua ekor kambing. Kalian mencari penyakit!" kertak orang tua itu dan sambut
serangan Sinda Tambra dengan melompat ke samping. Api obor lewat di sebelah
kanannya. Serentak KARYA
15 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
dengan itu si kakek tusukkan tongkat kayunya ke arah iga lawan. Tapi serangannya
luput karena tiba-tiba sekali bajak laut ini sudah berkelebat ke kiri lalu
kembali sorongkan obor ke muka si kakek sedang dari bawah kakinya datang menyapu
mencari sasaran pada tulang kering kaki.
"Hup!" Pengemis Patok Tongkat melompat. Tangan kanannya yang memegang batok
kelapa dipukulkan ke bawah ke arah api obor. Begitu obor keno tersungkup
tempurung kelapa itu, serta merta apinyapun padam. Raja Lanun Sindang Tambra
tersentak kaget. Penuh geram dia pukulkan tangan kiri namun tarpaksa tarik
pulang serangannya karena ujung tongkat di tangan kiri si kakek lebih dulu
menusuk ke arah lehernya.
"Kakeki Kambing satu itu hendak membakar pondoki" teriak Handaka ketika
dilihatnya Soka Panaran menyuiut ujung tikar jerami yang menjadi alas balai-
balai. Mau tak mau Pengemis Batok Tongkat terpaksa tinggalkan Raja Lanun,dan melompat
ke arah Soka Panaran. Mulut si kakek tampak menggembung. Tiba-tiba dia
menghembus ke arah ujung obor. Serangkum angin keras bertiup. Blep! Api obor
padam! "Keparat!" maki Soka Panaran lalu kemplangkan bambu obor ke kepala si kakek.
"Kek! Awas di belakangmu." teriak Handaka.
Orang tua itu tampak seperti kerepotan dan bingung. Dari depan dia dikemplang
dengan bambu sedang dari belakang Raja Lanun mamukul ke arah punggungnya. Karena
dua serangan itu dilakukan oleh orang berkepandaian tinggi, kalau saja mengenai
si kakek pasti akan membuat die cidera berat.
"Ah, bagaimana kakak tua ini bisa menyelamatkan diri dikeroyok begitu rupa."
keluh Handaka. Dia memandang berkeliling mencari-cari. Dilihatnya sebuah cangkir kaleng
tergantung di atas kepala balai-balai. Cepat diambilnya benda itu dan
dilemparkannya ke arah Raja Lanun yang membokong dari belakang.
Gerakan kakek pengemia yang seperti repot bingung itu sebenarnya hanyalah hal
yang dibuat-buat saja. Untuk menghadapi dua lawan yang mengeroyok itu sebenarnya
dia tidak perlu bantuan siapapun. Memang baik Soka Panaran alias Golok Emas
maupun Raja Lanun Pantai Selatan bukan manusia-manusia sembarangan. Keduanya
memiliki kepandaian tinggi, tapi si KARYA
16 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
kakek sendiri adalah tokoh tua yang jauh lebih lihay. Sebenarnya jika kedua
orang tadi menyadari kepandaian si kakek meniup api obor dari jauh hingga mati
begitu rupa, keduanya harus menyadari bahwa lawan memiliki tenaga dalam yang
tinggi dan bukan tandingan mereka. Namun rasa amarah ditambah keinginan untuk
mendapatkan benda yang mereka cari membuat keduanya melupakan kenyataan itu.
Begitulah, si kakek sambut kemplangan bambu obor dengan lebih dulu selinapkan
tusukan ke ketiak Soka Panaran. Melihat serangan lawan datang lebih cepat dari
kemplangan bambunya, Soka Panaran tidak teruskan kemplangannya melainkan
bababatkan bambu itu ke arah bahu si kakek.
"Jurus silatmu sudah kuno Soka! Tidak laku untuk dunia silat masa kini!" ejek si
kakek. Lalu tongkat di tangan kirinya berputar ke samping. Sesaat kemudian
terdengar pekik Soka Panaran.
Telinga kanannya mongucurkan darah. Ujung tongkat si kakek yang kecil runcing
telah membuat daun telinga sebelah kanan orang ini luka besar dan berlubang!
Walaupun kawannya mendapat cidera tapi Sindang Tambra yang menyerang dari
belakang merasa punya peluang besar untuk mendaratkan pukulan tangan kanannya.
Tenaga kasar bajak laut ini sanggup meremukkan kepala kerbau, apalagi saat itu
disertai dengan pengerahan tenaga dalam. Hingga kalau sampai mengenai tubuh
kakek pengemis yang sudah tua kurus itu, pastilah si kakek akan celaka.
Namun satu kehebatan diperlihatkan lagi oleh orang tua itu. Tanpa menoleh ke
belakang dia telikungkan tangan kanannya ke punggung dengan batok kelapa
membelintang demikian rupa.
Ketika tinju kanan Raja Lanun sampai, batok kelapa itu menyambutnya dengan
tepat. Raja Lanun Sindang Tambra mengeluh kesakitan sambil pegangi jari tangan
kanannya. Jari-jarinya ternyata, tampak merah, dagingnya langsung membengkak. Di
saat kesakitan seperti itu cangkir kaleng yang dilemparkan Handaka melayang
deras, dan mendarat tepat di keningnya hingga kepala bajak ini terluka dan
kucurkan darah.
"Bagus Handaka! Lemparanmu tepat sekali!" ujar Pengemis Batok Tongkat. "Nah,
nah! Dua ekor kambing. Apakah kalian masih belum sadar sudah diberi pelajaran
oleh tua bangka ini dan cucuku itu" Ayo kenapa tidak lekas pergi"!"
KARYA 17 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Kami baru pergi kalau kalian berdua sudah kugorok dengan ini!" sahut Soka
Panaran dengan mata berapi-api. Dari pinggangnya dia cabut golok besar berwarna
kuning. Senjata inilah yang membuat dia mendapat julukan Golok Emas. Walaupun
tidak terbuat dari emas sungguhan, namun warnanya memang kuning seperti emas.
Sudah banyak korban menemui kematiannya oleh senjata ini.
"Ah, golok emas! Hai, bolehkah kulihat apakah golokmu itu terbuat dari emas
sungguhan"
Atau hanya emas palsu?" ejek Pengemis Batok Tongkat sambil merobah kedudukan
kuda-kudanya hingga sekaligus dia dapat mengawasi dua lawan yang dihadapinya.
Melihat kawannya keluarkan senjata andalannya, Sindang Tambra jadi tidak
sungkan-sungkan untuk keluarkan pula sanjatanya yakni sebuah clurit besar yang
badan dan hulunya berwarna hitam gelap.
Cemaslah Handaka melihat si kakek bukan seja hanya dikeroyok tapi juga dikurung
lawan dengan senjata terhunus. Apakah si kakek tidak akan keluarkan senjata,
pikir anak ini. Nyatanya memang demikian. Pengemis tua itu hanya tegak tenang-
tenang saja, malah sambil menyeringai.
Dalam hidupnya sebagai tokoh silat aneh dia tak pernah memiliki senjata. Apapun
yang terjadi dia selalu menghadapi lawan dengan tongkat kayu kecil dan batok
kelapa itu! "Kalian tunggu apa lagi" Majulah biar lekas aku memberi pelajaran pada kalian!"
kata si kakek. Ini tambah membakar kemarahan Soka Panaran dan Raja Lanun. Masing-masing
keluarkan suara menggembor lalu menyerbu. Soka dari samping kiri sedang Raja
Lanun melabrak dari sebelah kanan. Golok Soka menderu keluarkan sinar kuning
terang sedang clurit di tangan Sindang Tambra berdesing dengan memancarkan sinar
hitam pekat! "Ah, celakahlah kakekku! Bagaimana aku harus membantu!" keluh Handaka yang tak
mau berpangku tangan tapi tidak tahu harus menolong bagaimana. Tapi dasar anak
cerdik dapat saja satu akal olehnya. Maka perlahan-lahan dia bangkit dari balai-
balai itu sambil menggulung selimut.
Sementara itu pengemi tua yang mendapat dua serangan sekaligus berkelebat gesit.
Tongkat di tangan kirinya memukul ke perut Soka Panaran, batok kelapa di tangan
kanan menyelinap KARYA
18 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
mencari sasaran disambungan siku kanan Sindang Tambra.
Melihat tangan kiri si kakek menyorong ke depan, Soka Panaran mengambil
keputusan untuk membabat tangan itu, lebih dulu dengan golok kuningnya. Namun
orang ini salah perhitungan. Dia tidak menyadari kalau gerakan lawan jauh lebih
cepat. Hingga sebelm golak besarnya berhasil membacok lengan Pengemis Batok
Tongkat, tongkat kayu si kakek yang menderu menggeletar, menghantam bagian
lengan kanannya di bawah ketiak.
Krak! Terdengar suara patahan tulang. Disusul pekik si Golok Emas Soka Panaran. Dia
melompat mundur, menggerang kesakitan sementara goloknya yang jatuh ditempel
demikian rupa oleh si kakek dengan tongkat kayunya. Golok ini melorot turun
mengikuti batangan tongkat lalu dengan mudah ditangkap oleh si kakek.
Pada saat itu pula Raja Lanun Sindang Tambra yang tengah menyerbu si kakek
dengan clurit hitam angkernya menjadi terkejut ketika tiba-tiba selembar kain
berkelebat menebar dan menutupi kepala serta tubuhnya. Kain ini bukan lain
adalah selimut yang dilemparkan Handaka.
Dalam keadaan ditelikung seperti itu tentu saja Raja Lanun Pantai Selatan ini
tidak dapat lagi melihat di mana lawannya berada. Serangan cluritnya menjadi
mentah. Dan dia memaki panjang pendek. Suara makiannya berubah menjadi jeritan
kesakitan ketika pengemis tua pukulkan batok kelapanya berulang kali, lalu
mengetok dengan tongkat kayu. Terdengar suara krak berulang kali tanda ada
tiliang-tuiang bajak itu yang patah.
Ketika Raja Lanun Pantai Selatan berhasil keluar dari kungkungan selimut, tulang
belikatnya sebelah kiri patah hingga tubuhnya miring. Lalu beberapa tulang
iganya juga remuk. Dan yang paling parah adalah tulang kering kaki kanannya,
juga patah hingga terpincang-pincang dia bersurut ke pintu pondok.
Kakek pengemis tegak sambil mengekeh. "Bagaimana"!" ujarnya. "Sudah kapok atau
masih minta digebuk lagi!"
"Tua bangka keparat! Terima ini!"
Golok Emas berteriak marah. Dia pukulkan tangan kirinya. Serangkum angin
menyambar ke arah pengemis tua. Dengan tertawa kakek ini lentingkan tongkat
kayunya dari bawah ke atas.
KARYA 19 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Angin serangan yang dilepaskanSoka Panaran musnah. Sebaliknya ujung tongkat yang
runcing kembali melenting dan kali ini memukul ke arah mata kanan Soka Panaran.
Orang ini meraung ketika matanya pecah dan darah mengucur.
"Soka! Sebaiknya kita pergi saja! Lain kali kita buat perhitungan dengan tua
bangka keparat ini!" kata Raja Lanun Sindang Tambra. Lalu tanpa menunggu dia
melompat ke pintu pondok.
Soka Panaran sambil pegangi matanya yang kini jadi buta sebelah, terhuyung-
huyung lari pula ke arah pintu.
"Hai! Golok emasmu apa tidak dibawa"!" seru Pengemis Batok Tongkat.
Tapi Soka Panaran terus saja lari dan menghilang dalam kegelapan. Mana dia punya
nyali lagi untuk mengambil goloknya itu. Si kakek pungut senjata itu lalu enak
saja kedua tangannya mematahkan golok. Ketika diteliti bagian dalamnya, ternyata
golok itu hanya bagian luarnya saja yang disepuh emas. Sebelah dalam hanya besi
hitam campur baja.
"Emas butut!" kata si kakek lalu tertawa dan berpaling pada Handaka. "Cucuku!
Kau bukan saja berani, tapi juga cerdik. Tidak percuma aku mengambilmu jadi
murid!" *** KARYA 20 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
3 DI PANTAI selatan yang dibatasi oleh teluk Cikandang dan kaki gunung Halimun di
sebelah utara, kali Cirampang di sebelah barat dan bukit Gondal di sebelah timur
kelihatan satu pemandangan baru. Selama enam bulan ratusan manusia menancapkan
batangan-batangan kayu jati setinggi lebih dari tiga tombak dengan ujung-ujung
dipotong runcing. Deretan kayu jati ini berubah menjadi satu pager kukuh yang
membatasi deerah sangat luas, terdiri dari beberapa desa danbelasan kampurrg.
Ada dua pintu gerbang yang selalu dijaga ketat yakni di sebelah selatan
menghadap ke pantai dan di sebelah utara menghadap gunung Halimun.
Daerah terkungkung ini merupakan satu kota besar tak bernama. Namun orang telah
menyebutnya sebagai Kota Hantu. Di sinilah Singkil Alit alias Harimau Hitam dan
lima kawannya menjadi penguasa durjana. Secara paksa mereka mengumpulkan hampir
tiga ratus penduduk di daerah itu untuk membangun pager kayu jati. Lalu
membangun rumah-rumah besar untuk mereka. Orang banyak itu dijadikan budak,
dipaksa tinggal dalam kungkungan pagar jati dan dipaksa melakukan dan jadi
nelayan. Semua hasil harus diserahkan pada Singkil Alit. Siapa berani
membangkang atau coba melarikan diri maka tak ada ampun. Mereka akan dipancung.
Mayatnya dipertontonkan agar semua orang takut dan tak mau meniru perbuatan
kawannya itu. Singkil Alit dan kawan-kawannya juga melatih para pemuda untuk dijadikan
pengawal-pengawal mereka. Pemuda-pemuda ini berjumlah sekitar enam puluh orang.
Mereka mengawal enam rumah pimpinan kota hantu itu, yang merupakan rumah-rumah
besar mewah, dilengkapi dengan beberapa orang perempuan atau gadis cantik hasil
culikan dari desa atau perkampungan penduduk.
Di antara keenam manusia durjana itu adalah orang yang bernama Tembesi memiliki
lebih dan lima perempuan peliharaan di rumahnya. Dari luar Kota Hantu ini tampak


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tenang. Tapi di dalam, kehidupan penduduk yang berjumlah lebih dari tiga ratus
orang itu merupakan dunia penderitaan yang tiada taranya. Mereka dipaksa untuk
bekerja dan dicambuk bila dianggap malas KARYA
21 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
atau tidak mengbasilkan apa-apa. Lelaki atau perempuan yang kelihatan seperti
sakit-sakitan lenyap secara aneh. Entah dibunuh entah dibuang, mayatnya tak
pernah ditemukan. Setiap hari selain saja ada orang-orang dari luar yang diculik
dan dipaksa tinggal di Kota Hantu untuk jadi budak kerja paksa.
Hanya dalam waktu dua belas bulan saja nama Kota Hantu ini telah dikenal di
kawasan Jawa Barat sebelah selatan. Siapa saja yang mendengar nama kota ini akan
merinding bulu kuduknya karena ngeri membayangkan kehidupan penuh siksa di sana.
Apakah sebenarnya tujuan Singkil Alit dan kawan-kawannya mendirikan kota
tertutup itu"
Sebagai seorang tokoh silat golongan hitam yang punya nama angker Singkil Alit
sejak lama bercita-cita ingin menguasai rimba persilatan di Jawa Barat. Paling
tidak di daerah selatan yang penduduknya rata-rata mempunyai tingkat penghidupan
tinggi karena tanahnya subur dan lautnya kaya dengan ikan. Setelah dia merasa
cukup modal harta kekayaan maka satu demi satu tokoh-tokoh akan diundangnya
datang, lalu dibunuh secara keji.
Singkil Alit tidak mau bekerja sendiri. Untuk itu maka dikumpulkannya beberapa
orang kawannya sealiran. Mereka adalah Rangga, Pinto Manik, Rah Tongga, Wiracula
dan tembesi. Begitulah, sejak enam bulan terakhir ini dunia persilatan di daerah itu ditandai
oleh beberapa kejadian aneh, yakni lenyapnya tiga tokoh silat berkepandaian
tinggi. Dua dari golongan putih, satu lagi dari golongan hitam. Tak satu orang
luarpun yang tahu kalau ketiga tokoh tersebut telah menemui ajal dibunuh oleh
Singkil Alit dan kawan-kawannya di dalam Kota Hantu.
"Suatu hari ketika keenam iblis-iblis Kota Hantu itu berkumpul sambil meneguk
tuak keras dan bergelut-gelut dengan perempuan-perempuan culikan mereka,
berkatalah Rah Tongga.
"Singkil, kalau kita hanya menyingkirkan satu persatu tokoh-tokoh silat itu,
kurasa dalam waktu dua tahun di muka pekerjaan dan tujuan kita belum selesai.
Mungkin pula rahasia kita bocor. Tokoh-tokoh silat putih dan hitam bergabung
lalu menyerbu kota kita ini..."
Singkil Alit turunkan cangkir bambunya. Sekl bibir dan kumis serta janggutnya
yang basah oleh tuak lalu bertanya, "Kau ada rencana spa, Rah Tongga! Coba
katakan. Mataku mulai mengantuk. Aku ingin bersenang-senang dengan kekasih-
kekasihku di dalam..."
Empat kawannya yang lain ikut mendangarkan dengan seksama.
KARYA 22 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Bagaimana kalau kita adakan perjamuan besar. Kita undang orang-orang dunia
persilatan di daerah ini. Kita beri racun makanan atau minuman mereka! Nah,
sekali bertindak semuanya beres!"
Singkil Alit tegak dari kursinya. Sesaat dia berkacak pinggang memandang Rah
Tongga, lalu maju dan tepuk-tepuk bahu kawannya itu.
"Karena hal itu tidak aku pikirkan sebelumnya!" kata manusia berjuluk Harimau
Hitam ini, "Rah Tongga! Usulmu aku puji dan aku terima. Kau dan kawan-kawan aturlah
perjamuan, kirim undangan! Dan ingat itu harus kita lakukan secepatnya!"
"Jangan kawatir Singkil. Serahkan semua pada aku dan kawan-kawan!" kata Rah
Tongga pula penuh senang karena usulnya diterima.
Begitulah, pada bulan pumama sebulan kemudian di Kota Hantu tampak dilangsungkan
satu pasta betar. Obor dipasang di sepanjang pager dan di bagian-bagian tertentu
hingga kota yang Was itu terang benderang. Di sebuah lapangan, di mana pesta
dipusatkan, didirikan sebuah panggung besar. Di sekeliling panggung tampak
deretan meja dan kursi khusus disediakan untuk tuan rumah dan para undangan.
Hiasan dan gaba-gaba tersebar di mana-mana menambah semaraknya pesta.
Makanan dan minuman berlimpah ruah.
Para tamu tamu berjumlah sekitar dua puluh orang. Rata-rata mereka adalah tokoh-
tokoh silat yang punya nama, terdiri dari golongan hitam dan golongan putih.
"Para tamu yang kami hormati!" kata Singkil Alit ''Walau kita ada yang berbeda
golongan, tapi dalam pesta ini lupakan semua itu. Kita satu dalam kegembiraan!"
Menjelang tengah malam, di atas panggung yang sejak tadi diperdengarkan alunan
karawitan beserta pesinden-pesinden yang cantik genit dan bersuara merdu
menggairahkan, kini tiba-tiba saja acara berobah dengan satu pertunjukan tari-
tarian yang melanggar susila. Enam perempuan muda berpakaian sangat tipis
melenggang-lenggok mengikuti alunan terompet bambu dan tabuhan gendang. Semakin
cepat tabuhan gendang, semakin binal gerakan mereka. Tiba-tiba ke enam pesinden
itu tanggalkan seluruh pakaian yang mereka kenakan. Para tamu dari golongan
hitam berteriak-teriak bersuit-suit. Mereka yang dari golongan putih tersentak
kaget. Ini adalah KARYA
23 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
satu hal yang tidak mereka duga. Rasa jengah membuat mereka seharusnya serta
merta hendak tinggalkan pesta perjamuan itu. Namun rata-rata mereka semua sudah
terlalu banyak meneguk tuak keras, hingga hal itu tidak mereka lakukan. Bahkan
mereka menyaksikan tarian telanjang itu dengan mata tak berkesip dan tenggorokan
turun naik. "Sahabat-sahabat para tamu!" tiba-tiba Tembesi berdiri dan berseru. "Jika ada di
antara para sahabat yang ingin turut menari silahkan naik ke panggung! Lalu jika
para sahabat berkenan boleh cari pasangan. Di rumah besar sebelah kiri telah
tersedia kamar dimana para sahabat boleh bersenang-senang sampa pagi ...!"
Mendengar ucapan Tembesi itu delapan orang lelaki melompat ke atas panggung.
Dari tampang dal pakaian mereka jelas mereka bukan tokoh silat baik-baik.
Keenamnya menari seradak-seruduk dalam mabuk, lalu turun dari panggung menarik
pasangan lelaki yang dua, yang tidak kebagian pasangan terus saja menari.
"Jangan kawatir!" seru Tembesi kembali. "Persediaan penari cukup banyak!" Dia
bertepuk tangan. Enam perempuan muda muncul pula dalam pakaian sangat tipis. Dua
lelaki tadi tampak bingung mau mencari pasangan yang mana karana rata-rata
penari itu berwajah cantik. Sementara itu empat lelaki lainnya melompat pula ke
atas panggung. Seperti dikatakan Tembesi, di rumah besar di sebelah kiri panggung terdapat
sekitar lima belas kamar. Dua belas tokoh silat golongan hitam itu masuk ke
dalam kamar dengan hasrat berkobar-kobar tanpa mengetahui bahwa bukan kesenangan
yang bakal mereka dapatkan, tetapi maut!
Begitu masuk ke dalam kamar, para penari segera mengunci pintu dan
mempersilahkan setiap tokoh duduk di tepi tempat tidur sambil memijit-mijit
bahunya. Semua ini sesuai dengan yang diatur dan diperintahkan oleh Singkil
Alit. Setelah itu setiap penari menyuguhkan secangkir tuak pada tamunya. Hanya
beberapa saat setelah meneguk habis minuman itu dua belas tokoh silat yang ada
dalam kamar tersungkur muntah darah dan mengerang nyawa. Mereka mati oleh racun
jahat yang dicampurkan dalam minuman!
Kita kembali ke tempat pesta di sekitar panggung. Empat tokoh silat golongan
hitam dan hampir selusin dari golongan putih duduk sambil mengobrol. Sesekali
mata mereka melirik ke KARYA
24 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
panggung, mengharap ada lagi penari telanjang yang bakal muncul.
Saat itu Singkil Alit memberi isyarat pada Tembesi. Tembesi bertepuk tangan.
Tepuk tangannya yang sekali ini bukan tepuk tangan biasa, melainkan merupakan
satu isyarat pada dua puluh orang pelayan perempuan yang menyuguhkan tuak. Kedua
puluh pelayan itu segera mendatangi setiap tamu sambil membawa kendi besar
berisi tuak yang sudah dicampur dengan racun. Tuak itu dituangkan ke dalam
tempat minum para tamu.
Empat tokoh golongan hitam segera meneguknya sampai habis. Sepuluh tamu dari
golongan putih melakukan hal yang sama. Hanya seorang yang dalam keadaan mabuk
tidak menyentuh minumannya, tapi berdiri. Sambil meracau tak karuan dia
melangkah menari-nari dan naik ke atas panggung.
"Mana penari untukku ... Mana penari untukku!" katanya berulang kali. Lelaki ini
berusia sekitar setengah abad, merupakan ketua sebuah perguruan silat di
Karangbolong. Semua tamu yang meneguk tuak beracun itu serta merta menemui ajal dengan cara
yang sama, muntah darah, rubuh dan mati! Sementara lelaki dari Karangbolong
masih terus menari, tidak sadar apa yang telah terjadi karena mabuknya.
Singkil Alit mendekati panggung dan berkata pada Tembesi. "Lekas suruh Pinta
Manik membereskan yang satu ini. Aku sudah sebal melihatnya. Hari hampir pagi.
Kita semua harus melenyapkan belasan mayat itu lalu butuh istirahat!"
Anggota komplotan iblis yang bernama Tembesi segera memberi isyarat pada Pinta
Manik. Begitu Pinta Manik mendatangi dia lalu memberi tahu apa yang diperintahkan
Singkil Alit. Maka Pinta Manik naik ke atas panggung sambil menghunus sebilah
pedang. Dengan pedang ini ditembusnya perut tokoh silat yang mabuk dan menari-
nari di atas panggung! Dua puluh satu tokoh silat menemui ajalnya di Kota Hantu
pada malam bulan pumama itu. Kelak lenyapnya orang-orang itu baru diketahui
selang beberapa bulan kemudian.
*** KARYA 25 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
4 TIDAK seperti biasanya, sajak dua minggu terakhir laut di pantai barat selalu
diselimuti deru angin kencang serta gulungan ombak besar dan tinggi. Para
nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil laut terpaksa tinggal di rumah
masing-masing, tak berani turun ke laut.
Di sebuah teluk sempit agak ke selatan Karangbolong terdapat sebuah perkampungan
kecil. Di sini hanya ada sebuah rumah bambu besar dikelilingi lima rumah yang lebih
kecil. Ini bukanlah sebuah perkampungan nelayan. Melainkan daerah kediaman dan
tempat latihan orangorang dari perguruan silat Elang Putih.
Pagi itu seperti biasanya, sebelum latihan dimulai tiga puluh orang anak murid
parguruan duduk bersila di tepi pantai, bartelanjang dada, menghadap ke laut.
Tangan masing-masing diletakkan di atas pangkuan, mata dipejamkan. Mereka
mengheningkan cita rasa indera sambil berlatih mengatur jalan nafas serta
peredaran darah.
Anak murid paling tua, yang manjadi wakil dari ketua parguruan, bernama Indrajit
melangkah mundar-mandir mengawasi latihan yang dilakukan tiga puluh saudara
sepeguruannya itu. Jika ada yang kurang sempurna atau melakukan kekeliruan dalam
hening cita rasa indera itu, dia memberitahu dan menyuruh mamperbaikinya.
Ketika matahari pagi mulai naik dan udara terasa memanas, Indrajit siap
memerintahkan anak murid seperguruan untuk rnenghentikan latihan itu, dan
seperti biasa akan dilanjutkan dengan latihan gerakan-gerakan silat.
Baru saja Indrajit memberi aba-aba dan para murid perguruan Elang Putih melompat
sambil mengeluarkan suara keras, di kejauhan terlihat seorang penunggang kuda
bergerak cepat ke arah perkampungan.
"Ketua pulang . . . !" seru salah seorang murid.
lndrajit terus memperhatikan penunggang kuda itu. Kemudian berkata, "Itu bukan
ketua kita."
KARYA 26 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Memang yang datang bukanlah Ki Mantrayasa sang katua perguruan silat Elang
Putih. Penunggang kuda coklat itu sampai di hadapan Indrajit. Tubuh, muka dan
pakaiannya kotor oleh debu tenda dia telah menempuh perjalanan jauh. Bibirnyapun
tampak kering. Jelas penunggang kuda berusia hampir setengah abad ini kelihatan
letih. "Pamen Gitasula, kedatanganmu setelah hampir setahun tak pernah muncul sangat
menggembirakan kami. Kau tentunya haus. Biar kusuguhkan minuman segar untukmu!"
Selesai berkata begitu Indrajit cabut sebilah golok pendek dari pinggangnya.
Senjata ini dilemparkannya ke atas pohon kelapa. Sebutir kelapa yang tertebas
oleh golok ini bukan saja terbabat putus dan jatuh ke bawah, tapi sekaligus
ujungnya ikut terpotong hingga membuat lubang di tengahnya. Dengan tangan kiri
Indrajit menengkap goloknya, sedang tangan kanan menjangkau kelapa yang jatuh
lalu menyodorkannya pada orang bernama Gitasula.
"Silahkan minum paman!"
Gitasula yang memang sangat haus dan letih segera meneguk air kelapa muda yang
segar dan manis itu sampai habis, lalu membuang buah kelapanya ke pasir. Ombak
menyapu pantai, butiran kelapa itu terseret laut, terapung-apung dipermainkan
ombak. "Paman Gita, sayang kau datang pada saat ketua kami tidak di sini. Gerangan
apakah yang membawa paman tiba-tiba ingat kami dan datang ke sini ...?"
Gitasula memandang wajah Indrajit sesaat, ia menatap ke arah puluhan murid-murid
perguruan. Melihat sikap orang ini Indrajit merasa tidak enak. Terlabih ketika
Gitasula berkata:
"Indrajit, mari kita bicara di dalam sana."' Lelaki ini lalu turun dari kudanya.
Seorang anak murid perguruan segera menggiring kuda tunggangannya den
menambatkannya ke batang pohon kelapa.
Setelah memberitahukan pada saudara seperguruannya agar mereka melanjutkan
latihan, Indrajit dan Gitasula melangkah menuju rumah besar, langsung masuk ke
ruang dalam dan duduk berhadap-hadapan.
"Nah, paman. Katakanlah apa maksud kedatanganmu kemari," kata Indrajit pula.
"Aku datang membawa kabar buruk Indrajit..."
"Kabar buruk apa paman?" tanya Indrajit. Wajahnya menunjukkan rasa terkejut tapi
sikapnya tetap tenang.
KARYA 27 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"'Kabar buruk bagi perguruan Elang Putih."
"Ada yang tidak suka dengan perguruan kami lalu handak menjajal kekuatan kami.
Atau langsung ingin menyerbu kemari" Seperti yang kejadian dua tahun lalu dengan
orang-orang dari pantai utara itu?"
Gitasula gelengkapan kepalanya.
"Bukan itu Indrajit. Sejak kalian menyapu orangorang dari utara tempo hari,
sejak itu pula nama perguruan kaiian menjadi terkenal, dihormati dan disegani.
Kabar buruk yang kumaksudkan adalah mengenai guru atau ketua kalian."
"Kami memang sedang menunggu-nunggu ketua. Janji beliau paling lambat akan
meninggalkan perguruan satu kali bulan pumama. Tapi ini sudah lewat dua kali
pumama ..."
"Kau tahu ke mana ketuamu Ki Mantrayasa pergi!"
Indrajit mengangguk. "Beliau menerima undangan dari seseorang di pantai selatan
..." "Kau kenal siapa pengundang itu?"
Indrajit menggeleng. "Jika beliau tidak kenal, tak akan mungkin pergi memenuhi
undangan. Beliau tak banyak memberi keterangan mengenai undangan, hanya katanya ada
pertemuan tokoh-tokoh silat Jawa Barat di selatan. Memangnya apa yang telah


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terjadi paman?"
Gitasula tak segera menjawab. Sejurus kemudian baru dia membuka mulut berkata:
"Kuharap kau menerima kenyataan ini dengan tabah, Indrajit ..."
"Paman! Katakan apa yang terjadi!" Indrajit tak sabaran lagi.
"Ketua perguruan Elang Putih, yang juga merupakan gurumu telah menemui kematian.
Dibunuh orang!"
Indrajit bangkit dari duduknya. Sekujur tubuh pemuda berusia tiga puluh lima
tahun ini bergetar. Kadua matanya memandang mendelik pada Gitasula penuh rasa
tak percaya. "Paman, kabar buruk apakah ini"! Ketua mati dibunuh orang"!"
"Benar Indrajit. Undangan yang disampaikan orang itu pada Ki Matrayasa adalah
undangan maut. Mereka sudah merencanakan maksud jahat dan keji. Yaitu melakukan
pembunuhan. Dan bukan hanya ketua saja yang mereka bunuh tapi lebih dari lima
belas tokoh-silat di Jawa Barat ini!"
KARYA 28 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Paman, jika kau datang membawa kabar musibah besar ini, berarti kau juga
mengetahui siapa pembunuh ketua kami!"
"Mereka adalah manusia-manusia iblis dari Kota Hantu!" sahut Gitasula.
"Kota Hantu" Tak pernah kudengar nama itu sebelumnya. Dan siapa iblis-iblis yang
kau maksudkan itu paman"!"
"Beberapa bulan lalu, satu komplotan yang ter'diri dari enam manusia durjana di
bawah pimpinan Singkil Alit membangun sebuah kota raksasa, terdiri dari beberapa
desa dan puluhan kampung. Seluruh kota dikelilingi pagar tinggi. Dua pintu
gerbang masuk dan keluar dikawal oleh penjaga-penjaga secara ketat .....
Selanjutnya Gitasula menuturkan apa yang diketahuinya tentang kehidupan
mengerikan di dalam kota itu. "Penduduk tak lebih dari pekerja-pekerja paksa.
Mereka disuruh melakukan apa saja. Mulai dari bercocok tanam, memelihara ternak
sampai menangkap ikan ke laut. Para pengawal kota kabarnya juga melakukan
perampokan di mana-mana. Mereka menculik perempuan-perempuan cantik untuk
diserahkan pada enam manusia iblis itu! "Siapa saja yang berani membangkang
perintah atau coba melarikan diri pasti dibunuh!"
Lalu Gitasula menceritakan malapetaka keji yang terjadi di malam bulan purnama
dua bulan lalu.
"Kabarnya hampir semua tamu menemui ajal karena diracun. Tapi ketua kalian,
sahabatku Ki Matrayasa mati ditusuk dengan pedang!"
"Singkil Alit ..." desis Indrajit dengan dua tangan terkepal dan mata berapi-
api. "Kau harus bayar nyawa ketua dengan nyawamu dan nyawa lima anggota
komplotanmu!" Lalu pemuda ini berpaling pada Gitasula. "Paman katakan siapa
sebenarnya manusia bernama Singkil Alit itu. Di mane letak Kota Hantu dan apa
sesungguhnya maksudnya hingga berbuat sekeji itu"!"
"Siapa sebenarnya Singkil Alit masih gelap bagiku. Dia bersama teman-temannya
muncul begitu seperti setan di siang bolong! Yang jelas mereka terutama Singkil
Alit memiliki kepandaian tinggi. Disamping itu mereka juga licik dan keji. Ganas
melebihi iblis! Kota Hantu yang mereka bangun dan kuasai terletak di tenggara,
enam hari perjalanan berkuda dari sini, di kaki gunung Halimun. Lalu apa maksud
mereka melakukan semua keganasan itu menurut para tokoh, ada KARYA
29 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
beberapa alasan: Pertama mereka ingin memiliki harta kekayaan. Kedua mungkin ada
rencana untuk menyerbu Kerajaan. Namun menurut pandanganku Singkil Alit ingin
memulai kehidupan hitamnya dengan pertama sekali menguasai dunia persilatan di
Jawa Barat ini. Itu sebabnya dia membunuh semua tokoh silat yang datang ke
perjamuannya!"
"Jika memang demikian Singkil Alit dan lima iblis lainnya itu harus
dimusnahkan!" kata Indrajit pula. "Dan aku sebagai murid ketua Ki Matraysa
bersumpah untuk menebas batang leher Singkil Alit!"
"Aku dan sisa-sisa tokoh silat di Jawa Barat ini juga punya pendapat demikian
Indra," kata Gitasula pula. "Namun apapun langkah yang kita susun, kita harus
merencanakan dengan hati-hati. Enam Iblis Kota Hantu itu bukan manusia-manusia
sembarangan. Belum lagi puluhan pengawal mengelilingi mereka, mulai dari pintu
gerbang sampai ke pintu tempat tidur mereka!"
"Aku mengerti paman," sahut Indrajit. "Jika kita bergabung masakan tidak mampu
menghancurkan mereka. Aku rela mati untuk membalaskan sakit hati guru!"
"Kalau begitu kau datanglah ke tempatku di Lemburawi di kaki gunung Malabar.
Pada hari dua belas bulan di muka. Aku telah mengatur pertemuan para tokoh di
sana. Jika rencana matang, menyerbu Kuta Hantu dari situ akan lebih cepat karena
lebih dekat."
Jika menurutkan hati amarahnya Indrajit ingin cepat-cepat menyerbu ke Kota
Hantu. Namun menyadari kekuatannya sendiri dan menghormati rencana yang rupanya sudah
disusun oleh paman Gitasula maka pemuda ini menyetujui rencana Gitasula itu.
*** KARYA 30 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
5 DUA ORANG penjaga pintu gerbang selatan Kota Hantu segera menghunus senjata
masing-masing ketika seorang penunggang kuda muncul dari kegelapan. Sementara
udara malam dingin menusuk tulang, apalagi angin juga bertiup kencang.
"Siapa dan mau ke mana"!" bentak salah seorang pengawal ketika mengetahui
pandatang bukan penduduk Kota Hantu.
"Namaku Sirat Gambir, datang dari pantai barat ingin memasuki kota guna menemui
pemimpin kalian!" jawab penunggang kuda dengan sikap keren.
"Kami tidak pernah mangenal namamu sebelumnya! Datang di malam buta begini untuk
menemui pimpinan kami! Kau boleh pergi dan datang besok pagi!"
"Kenal aku atau tidak itu bukan urusan. Aku tidak mau pergi dan harus menemui
pimpinan kalian malam ini juga. Aku membawa urusan penting!"
"Katakan apa urusanmu!" pengawai kedua buka suara.
"Ini satu urusan rahasia dan teramat penting. Hanya bisa kukatakan pada Singkil
Alit atau salah seorang anggota pimpinan Kota Hantu lainnya," kata penunggang
kuda bernama Sirat Gambir.
"Apapun urusanmu pimpinan kami tidak menerima tamu malam hari!"
"Begitut!" ujar Sirat Gambit sambil menatap tajam pada si pengawal. "Baik, aku
akan pergi. Tapi jika kelak terjadi apa-apa di kota kalian, dan pemimpin kalian mengetahui
bahwa aku datang membawa kabar tapi kalian tidak memberi izin, maka leher kalian
akan ditebas!" Sirat Gambir putar kudanya. Dua pengawal tampak saling pandang.
Salah seorang di antara mereka cepat-cepat berkata, "Baiklah, kamu kami izinkan
masuk kota. Tapi untuk bertemu dengan pimpinan harus menunggu sampai pagi!"
"Aku akan masuk kota. Dan kalian harus memberi tahu kedatanganku pada pimpinan
kalian. Jika menunggu sampai besok segala sesuatunya akan terlambat! Urusanku
bukan urusan KARYA
31 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
main-main. Tapi urusan keselamatan pimpinan dan seluruh isi Kota Hentu ini!"
"Kami harus menggeledahmu lebih dulu!"
"Sialan! Kalau aku bermaksud jahat, kenapa susah-susah minta izin segala"
Mempreteli kalian bardua bukan soal sulit bagiku. Lihat!"
Tubuh Sirat Gambir tiba-tiba melesat dari atas punggung kuda. Kakinya kiri kanan
tahu-tahu sudah memijak kepala kedua pengawal itu, lalu bersalto di utara, di
lain saat sudah tegak di depan pintu gerbang.
Dua pengawal pintu gerbang terkejut, mereka segera menyadari kalau mau orang
bernama Sirat Gambir itu tadi-tadi dapat menendang hancur kepala mereka!
"Nah, apakah kalian masih belum mau membuka pintu untukku"!" tanya Sirat Gambir.
Cepat-cepat salah seorang pengawal segera mengetuk pintu gerbang. Dua kali
berturut-turut, lalu tiga kali. Sebuah lobang empat persegi terbuka pada salah
satu bagian pintu gerbang. Satu kepala muncul dan bertanya, "Ada apa?"
"Buka pintu. Ada tamu penting untuk pimpinan!" jawab pengawal yang di luar.
"Tamu" Malam-malam begini?"
"Sudah, jangan banyak tanya. Dia membawa urusan penting!"
"Siapa namanya, datang dari mana dan apa urusannya?"
"Aku bertanggung jawab penuh di sini! Kau tak usah banyak tanya. Lekas buka
pintu!" Pengawal yang di dalam, yang rupanya berpangkat lebih rendah tak berani lagi
menjawab lalu cepat-cepat membuka palang besi pintu gerbang besar itu.
Dengan di antar oleh dua orang pengawal berkuda Sirat Gambir kemudian dibawa ke
tempat kediaman pimpinan Kota Hantu.
Walaupun saat itu sudah lewat tengah malam namun seperti biasa di rumah besar
kediaman Singkil Alit suasana selalu kelihatan ramai. Enam pimpinan Kota Hantu
Pulau Kera 1 Tusuk Kondai Pusaka Karya S D. Liong Naga Beracun 15
^