Pencarian

Iblis Iblis Kota Hantu 2

Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu Bagian 2


itu hampir setiap malam berkumpul di situ, menikmati minuman dan makanan lezat,
menghibur diri dengan perempuan-perempuan cantik mereka ambil secara paksa atau
culik dari desa-desa sekitar kota.
Pinta Manik tengah menggeluti tubuh seorang gadis desa yang diculik tiga hari
lalu ketika pengawal dari pintu gerbang selatan ditemani pengawal rumah besar.
Melihat kehadiran kedua KARYA
32 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
pengawal ini Pinta Manik membentak marah.
"Pengawal-pengawal keparat! Kau minta mati berani kurang ajar datang kemari
tanpa dipanggil"!"
Rangga, Rah Tongga, Wiracula danTembesi yang sedang di ruangan itu sama-sama
berpaling ketika mendengar bentakan kawan mereka tadi. Singkil Alit saat itu
berada di ruangan dalam.
Pengawal rumah besar menjura ketakutan dan buru-buru berkata.
"Mohon maafmu pimpinan. Pengawal pintu gerbang selatan datang membawa kabar
penting." "Kabar penting! Kabar penting apa"!" Pinta Manik memandang pada pengawal pintu
gerbang. Pengawal pintu gerbang segera membuka mulut.
"Seorang bernama Sirat Gambir mengaku datang dari pantai barat ingin menemui
pimpinan di sini. Menurut dia ada urusan sangat penting yang akan
dibicarakannya. Katanya menyangkut keselamatan para pimpinan bahkan seluruh
kota!" "Hebat sekali!" kata Pinta Manik lalu memandang pada empat kawannya. Kelima
manusia iblis itu kembali tertawa gelak-gelak.
Pinta Manik memandang ke luar. Di pekarangan depan rumah besar memang dilihatnya
ada seora penunggang kuda berpakaian warna gelap, berambut gondrong dan memakai
ikat kepala, didampingi seorang pengawal yang juga menunggang kuda dan senjata
terhunus. "Orang yang memakai ikat kepala itu yang bernama Sirat Gambir?" tanya Pinta
Manik. Due pengawal mengiyakan.
"Hemm ... suruh dia datang kemari! Jika dia ternyata kucing dapur yang membuang-
buang waktuku saja, akan kupatahkan batang Iehernya!"
Maka Sirat Gambirpun dibawa menghadap Pinta Manik sementara empat pimpinan Kota
Hantu lainnya tinggalkan tempat masing-masing dan melangkah mengelilingi Sirat
Gambir. "Katakan apa keperluanmu!" ujar Pinta Manik.
Sirat Gambir menghitung. Hanya ada lima orang di hadapannya. Setahunya pimpinan
Kota Hantu berjumlah enam orang.
KARYA 33 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Ada kabar panting yang akan kusampaikan. Tapi hanya akan kukatakan atas dasar
dua syarat. Pertama, kalian harus lengkap enam orang. Aku harus tahu yang mane
pimpinan tertinggi di antara kalian. Lalu, untuk berita yang kubawa ini aku
minta imbalan paling tidak sepuluh tail uang emas!"
Sepasang alis Pinta Manik naik ke atas, keningnya menggerenyit. Tiba-tiba dia
tertawa membahak. Empat kawannya ikut tertawa. Saat itu dari ruang dalam -
mendengar suara ramai -
keluarlah Singkil Alit.
"Pesta kalian ramai sekali. Ada perempuan baru atau ada yang lucu"!" tanya
Singkil Alit sambil betulkan celana hitamnya.
"Singkil! Kita kedatangan seekor monyet yang bicara besar. Kau lihat sendirilah
kemari!" kata Pinta Manik,
Singkil Alit melangkah ke hadapan Sirat Gambir sementara Pinta Manik menerangkan
nama dan maksud kedatangan orang yang dikatakannya seekor monyet itu.
"Hemmm ... Sirat Gambir, coba kau terangkan urusan yang katamu sangat panting
itu. Menyangkut keselamatan kami dan seluruh kota! Jika berita itu cukup berharga
mungkin kami bisa memberi imbaian. Tapi apapun imbalannya kami yang menentukan,
bukan kau!"
"Sepuluh uang emas! Kalau kalian tidak bisa menerima, lebih baik tak kukatakan
dan aku akan pergi seat ini juga!" kata Sirat Gambir.
Singkil Alit tampak berubah wajahnya.
Sekian lama menjadi pimpinan di Kota Hantu itu tak ada seorang pun yang berani
bicara seperti itu padanya, apalagi orang luar. Maka pimpinan Kota Hantu itupun
bertanya, "Sirat Gambir, apakah kau sadar berada di mans saat ini" Dan
berhadapan dengan siapa"!"
Sirat Gambir memang bukan seorang pengecut. Dia tahu jika terjadi ape-apa tak
akan mampu baginya, menghadapi enam manusia iblis itu. Namun mengingat berita
yang dibawanya luar biasa pentingnya bagi enam orang itu, maka dia merasa berada
di atas angin. "Aku cukup maklum berada di mana dan berhadapan dengan siapa. Aku
menghormati kalian dan menganggap sebagai sahabat. Namuh mengingat berita yang
kubawa sangat penting, dan aku tidak main-main maka adalah wajar jika aku
mendapatkan imbalan!"
KARYA 34 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Bagus! Aku senang pada manusia-manusia yang berani bicara terus terang. Tapi
aku tidak suka pada orang yang bicara bertele-tele! Katakan apa berita panting
yang ingin kau sampaikan itu! Soal imbalan kita bicara belakangan! Sepuluh tail
emas tidak ada artinya bagi kami! Tapi jika beritamu ternyata kentuk busuk
belaka maka kau harus pergi dari sini dengan meninggalkan lidahmu!"
"Nah ... nah ... nah!" ujar Wiracula. "Pemimpi kami malam ini sangat berbaik
hati hanya minta kau meninggalkan lidahmu, dan bukan jantungmu!"
Singkil Alit tersenyum.
"Aku tahu. Soal nyawa manusia bagi kalian lebih sepele dari kotoran kerbau.
Setiap saat kalian bias membunuhku. Namun itu berarti tabir rahasia berita yang
akan kusampaikan tak akan pernah kalian ketahui. Kalaupun kalian akhirnya
mengetahui maka sudah terlambat. Kota ini mungkin sudah jadi lautan api. Kalian
sendiri mungkin sudah menemui ajal atau cacat seumur hidup!"
"Hebat! Ceritamu hebat! Tapi gila!" tukas Singkil Alit.
"Betul!" menyahuti Tembesi. "Aku kepingin tahu siapa yang mau membuat kota ini
menjadi lautan pi dan mampu membunuh kami Enam Iblis Kota Hantu"!"
"Jika kalian tidak tertarik dengan urusan ini, lebih baik aku pergi!" kata Sirat
Gambir jadi jengkel. Tapi diam-diam dia sudah mencium bahwa bagaimanapun enam
manusia Iblis itu ingin mengetehui apa sebenarnya berita yang hendak disampalkan
Sirat Gambir. "Baik! Kami tertarik. Nah katakanlah!" ujar Singkit Alit.
"Bayarannya dulu!" sahut Sirat Gambir.
"Keparat sialan!" maki Singkil Alit dengan mata mendelik. Tapi Sirat Gambir
hanya ganda tertawa. "Berikan uang yang diminta bangsat ini!" teriak Singkil
Alit kemudian. Rangga keruk pinggang pakaiannya. Lalu lemparan sebuah kentong kain ke hadapan
kaki Sirat Gambir. Orang ini membungkuk untuk mengambil kantong itu. Namun
sebelum ujung-ujung jarinya menyentuh kantong, dari samping Rah Tongga melompat
kirimkan satu tendangan ke kepala Sirat Gambir. Terjadilah hal yang mengejutkan
keenam manusia iblis Kota Hantu itu.
Sirat Gambir sejak semula sudah mengetahui manusia-manusia bagaimana adanya enam
KARYA 35 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
orang yang dihadapinya itu. Selain bengis ganas mereka juga rata-rata licik.
Karenanya sewaktu membungkuk mengambil kantong kain yang waktu jatuh
mengeluarkan suara bergemerincing, ekor matanya melirik ke kiri dan kanan.
Begitu dilihatnya Rah Tongga membuat gerakan, secepat kilat Sirat Gambir
melompat ke kiri, menyelamatkan kepala sambil ujung jari kaki kirinya menjepit
kantong uang. Kantong itu melesat ke atas, dan ketika dia berdiri di sudut
ruangan, kantong sudah ada dalam genggamannya.
Sambil menyeringai Sirat Gambir berkata.
"Aku datang dengan maksud baik. Antaaa kita tak ada silang sengketa. Tapi jika
kalian bertindak licik dan ganas, kalian akan rasakan sendiri akibatnya!"
Baik Singkil Alit maupun lima manusia iblis lainnya kaget bukan kepalang.
Tendangan yang tadi dilepaskan Rah Tongga bukan tendangan sembarangan. Merupakan
tendangan maut yang sulit untuk dikelit! Jika orang bernama Sirat Gambir itu
sanggup selamatkan diri nyatalah dia memiliki kepandaian tinggi. Menimbang di situ Singkil Alit buru-buru berkata.
"Sirat Gambir, jangan kau salah sangka! Kawanku yang satu ini memang suka
usilan. Dia hanya tak sabar untuk membuktikan bahwa kau bukan orang sembarangan.
Yang berarti apapun berita yang bakal kau sampaikan, pasti akan kami percayai!"
"Hemm begitu" Baik! Tapi untuk tendangan tadi kalian haus mengeluarkan bayaran
tambahan sepuluh mata uang emas lagi!" kata Sirat Gambir.
"Kurang ajar! Jadi kau hendak mempermainkan kami"!" sentak Tembesi.
"Bukan aku! Tapi kalian yang mau mempermainkan aku!" sahut Sirat Gambir pula.
"Nah, kalian berikan apa yang kuminta. Atau aku akan tinggalkan tempat ini!"
"Singkil!" berkata Wiracula dengan tampang menunjukkan keberingasan. "Anjing
jalanan seperti dia kenapa tidak kita gorok saja batang lehernya"!"
"Tenang Wira; " bisik Singkil Alit. "Monyet satu ini di samping punya sedikit
ilmu juga licik. Biar aku yang melayaninya." Lalu pada Sirat Gambir pimpinan
Kota Hantu itu berkata,
"Sobatku, jika maksudmu datang adalah baik, mengapa buru-buru pergi. Jangan
khawatir. Tambahan uang yang aku minta akan kuberikan. Bukan cuma sepuluh tapi lima bola
mata uang emas!"
KARYA 36 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Singkil Alit memberi isyarat pada salah seorang anak buahnya. Orang ini masuk ke
dalam, ketika keluar dia membawa sebuah kantong kain. Kantong isi uang ini
diserahkan Singkil Alit pada Sirat Gambir.
"Nah, kau sudah menerima apa yang kau minta. Sekarang katakan berita penting apa
yang hendak kau sampaikan pada kami"!"
Setelah menghitung terlebih dulu uang dari kantong kain dan memasukkannya ke
balik pakaianya, Sirat Gambir melangkah mundur ke dekat pintu. Dia sengaja
mencari tempat yang baik agar jika terjadi apa-apa dapat tinggalkan tempat itu
dengan cepat. Namun Singkil Alit yang bergelar Harimau Hitam juga tidak bodoh.
Selagi Sirat Gambir sibuk menghitung uang emas dalam kantong, dia memberi
isyarat lima anak buahnya. Kelima orang ini segera menyusul kedudukan sementara
di luar rumah besar, cepat sekali dua puluh pengawal bersenjata mengurung jalan
keluar. "Singkil Alit, kau dan kawan-kawanmu ingat peristiwa tiga bulan lalu" Ketika
kalian mangadakan jamuan makan minum. Mengundang puluhan tokoh silat di kawasan
barat ini!"
berkata Sirat Gambir.
"Oh, itu.... " Apa hubungannya dengan berita yang hendak kau sampaikan"!"
"Kalian mungkin menyangka bahwa pembunuhan keji yang kalian lakukan terhadap
semua undangan itu tidak bocor keluar. Banyak tokoh silat di luar kini sudah
mengetahuinya...."
"Lalu?"
"Mereka kini menyusun rencana untuk menyerbu Kota Hantu. Menyama-ratakan dengan
tanah danmembunuh kalian berenam!"
Mendengar keterangan Sirat Gambir itu Singkil Alit memandang pada kawan-
kawannya. Keenamnya lalu tertawa gelak-gelak.
"Masih saja ada manusia-manusia bodoh ingin melakukan ketololan!" kata Singkil
Alit. "Kota ini bernama Kota Hantu. Siapa yang berani masuk akan berhadapan dengan
hantu-hantu! Akan mampus!"
"Aku hanya memberitahukan. Orang-orang ini bukan kelompok sembarangan," kata
Sirat Gambir pula.
KARYA 37 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
''Hem.... Katakan kalau kau tahu siapa mereka!" Pinta Manik berkata sambil tolak
pinggang. "Yang menjadi pengatur rencana adalah seorang tokoh bemama Gitasula. Dia saudara
sepupu Ki Matrayasa, ketua perguruan silat Elang Putih yang ikut jadi korban
pembunuhan tiga bulan lalu. Pucuk pimpinan perguruan itu sekarang dipegang oleh
murid terpandai bernama Indrajit. Tiga puluh anak buah perguruan siap menyerbu
ke sini...."
"Jangankan tiga puluh, tiga ratuspun mereka boleh datang kemari jika memang mau
mati konyol!" Yang bicara adalah Rah Tongga.
"Nama Gitasula ataupun Indrajit dengan perguruan silat Elang Putihnya mungkin
bukan apa-apa bagi kalian. Namun dengan mereka juga bergabung beberapa tokoh
silat tingkat tinggi.
Yang pertama Ingar Gandra, tokoh silat dari Ujung Kulon yang bergelar Sultan
Maut...." Singkil Alit dan kawan-kawannya saling pandang, menekan rasa kaget. Meskipun
mereka berenam tidak takut namun mereka tahu betul Ingar Gandra memang bukan
tokoh silat sembarangan.
"Siapa lagi lainnya"!" tanya Singkil Alit.
"Datuk Hijau!" jawab Sirat Gambir.
"Jadi tua bangka keropos itu juga ikut berkomplot melawan kami!" ujar Singkil
Alit sambil puntir kumis tebalnya. "Ada lagi yang lain?"
"Ada. Tapi mereka tidak kukenal. Di antaranya seorang bertopeng...." Lalu Sirat
Gambir menyambung. "Nah keteranganku tentang orang-orang itu sudah lengkap. Aku
sudah menerima imbalan dari kalian, saatnya aku pergi. Namun..."
"Namun apa lagi"!" Rah Tongga tampak tak sabaran.
"Jika kalian mau memberikan lagi dua puluh lima uang emas, aku akan berikan
keterangan di mana dan dari mana kelompok orang-orang itu akan mengatur
serangan."
"Manusia temahak haram jadah!" maki Tembesi sambil melangkah menghampiri Sirat
Gambir, siap untuk menghajarnya. Namun Singkil Alit cepat memegang bahu kawannya
ini. Pada Sirat Gambir manusia bergelar Harimau Hitam ini berkata, "Uang bagi kami
bukan apa-apa. Katakan di mana mereka mengatur serangan."
"Uangnya dulu!" kata Sirat Gambir seraya ulurkan tangan dan menyeringai.
KARYA 38 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Ambil uang!" seru Singkil Alit.
Sesaat kemudian sebuah kantong berisi dua puluh lima keping uang emas sudah
berpindah ke tangan Sirat Gambir. Dengan demikian dia sudah mendapatkan lima
puluh keping uang emas.
Satu jumlah yang luar biasa. Seorang Adipati sekalipun di masa itu belum tentu
memiliki uang sebanyak itu.


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dengar, mereka mengatur serangan dari sebuah pondok di lembah Cilendak.
Setengah hari perjalanan dari sini ke arah barat laut!"
Singkil Alit manggut-manggut.
"Sirat Gambir, keteranganmu memang cukup pantas dihargai lima puluh uang emas
itu. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih. Jika saja kau suka, kau boleh
tinggal disini bersama kami. Kita menyambut komplotan orang-orang tolol itu. Kau
akan mendapat sebuah rumah dalam kota ini, semua keperluanmu terjamin. Termasuk
perempuan cantik!"
Sirat Gambir tersenyum mendengar kata-kata pemimpin Kota Hantu itu dan menjawab,
"Terima kasih. Tidak disangka manusia-manusia iblis Kota Hantu berhati polos
seperti itu. Hanya sayang aku tidak begitu suka tinggal di sini dan berkumpul dengan kalian.
Urusan sudah selesai, aku tak butuh berada lebih lama di sini!"
Sirat Gambir putar tubuhnya namun dia jadi terkejut ketika mendapatkan pintu
keluar telah dihadang rapat oleh puluhan pengawal bersenjata. Lelaki ini sudah
mengetahui bahwa para pengawal itu rata-rata memiliki kepandaian silat cukup
tinggi, walaupun cuma ilmu silat kasar.
Mereka dilatih langsung oleh enam iblis Kota Hantu.
Sirat Gambir berpaling pada Singkil Alit dan berkata, "Singkirkan cacing-cacing
busuk ini! Atau mereka akan kubikin amblas ke dalam tanah!"
Singkil Alit tertawa gelak-gelak.
"Kau singkirkanlah sendiri!" katanya lalu dia memberi isyarat pada lima
kawannya. Keenam orang itu kemudian membentuk setengah lingkaran dan melangkah
mendekati Sirat Gambir.
Melihat keadaan ini Sirat Gambir segera menghantam ke kiri. Dua pengawal roboh.
Dari pengawal yang ketiga dia merampas sebilah golok lalu menghantam dengan
sebat. Dua pengawal lagi roboh. Namun yang datang malah tambah banyak. Dari
belakang Singkil Alit dan kawan-KARYA
39 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
kawannya mulai menyerang.
Sirat Gambir ternyata memang bukan orang sembarangan. Setelah membunuh delapan
pengawal, melukai empat lainnya bahkan berhasil menendang Rah Tongga dia
berusaha melarikan diri dengan melompat ke atas atap bangunan. Maksudnya hendak
membobol atap itu lalu kabur di kegelapan malam. Namun sebuah senjata rahasia
yang dilemparkan Wiracula dan tapat mengenai punggung kirinya membuat lelaki ini
kehilangan keseimbangan. Sebelum dia sempat bergayut pada kayu kaso atap, dua
dari enam iblis Kota Hantu sudah melompat. pula ke atas mengejarnya. Satu
jotosan menghantam pelipis kiri Sirat Gambir. Satu sodokan sikut mematahkan dua
tulang iganya. Tubuh Sirat Gambir melayang jatuh ke bawah. Hebatnya selagi jatuh ini dia masih
sempat kirimkan satu tendangan ke dada salah seorang penyerangnya.
Buk! Tendangan itu tepat, mengenai dada Pinta Manik. Darah menyembur dari mulutnya.
Manusia iblis satu ini terhampar jatuh duduk di lantai, cepat ditolong oleh
kawan-kawannya.
Sementara itu lebih dari selusin macam senjata para pengawal dihunjamkan ke
tubuh Sirat Gambir yang jatuh dan terkapar tak berdaya.
"Manusia setan alas!" maki Singkil Alit. "Bawa mayatnya keluar, lemparkan keluar
pagar kota!"
Setelah mayat Sirat Gambir diseret keluar para pimpinan Kota Hantu ittu kecuali
Pinta Manik segera mengadakan perundingan.
"Siapapun komplotan yang hendak menyerbu itu aku tidak takut," kata Singkil
Alit. "Namun yang bergelar Sultan Maut meskipun kita tak akan kalah menghadapinya,
perlu diperhitungkan. Dia dekat dengan Istana Banten..."
"Kalau kita bisa menyusun rencana kenapa musti khawatir. Aku ada usul." kata
Tembesi pula. *** KARYA 40 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
6 HARI MASIH terang-terang tanah ketika lima sosok tubuh berpakaian serba hitam
berkelebat laksana hantu malam, bergerak mengelilingi pondok kayu.
Tiba-tiba di dalam pondok terdengar seruan. "Semua bangun! Ada orang datang."
Serentak pintu depan terpentang, jandela samping terbuka. Tiga orang tegak di
halaman samping, menghadapi lima lainnya yang berpakaian serba hitam yang bukan
lain dalah Singkil Alit, Rah Tongga, Tembesi, Wiracula dan Rangga.
Tiga orang yang barusan menghambur dari dalam pondok adalah pemuda Indrajit anak
murid Ki Mlatrayasa dari perguruan siiat Elang Putih, lalu kakek bermuka hijau
yang dikenal dongan sabutan Datuk Hijau. Sedang yang ketiga adalah Gitasula,
saudara sepupu mendiang Ki Matrayasa.
"Hamm,.. kulihat cuma tiga ekor monyet! Mustinya lebih banyak dari ini. Mana
monyet-monyet lainnya"!" Singkil Alit alias Harimau Hitam buka suara.
Kakek bermuka hijau perdengarkan suara tartawa. Sambil kucak-kucak mata dia
berkata. "Jauh-jauh menyusun rencana, tahu-tahu yang dicari datang sendiri unjukkan
tampang! Manusia-manusia iblis Kota Hantu. Mana kambratmu yang satu lagi"
Mengapa cuma muncul berlima"!"
Mendengar sebutan iblis Kota Hantu itu kagetlah Indrajit. Sebelumnya dia memang
tak pernah melihat atau mengenal manusia-manusia ini. Begitu mengetahui kalau
lima orang berpakaian serba hitam bertampang ganas itu adaiah manusia-manuaia
durjana yang telah membunuh gurunya serta merta Indrajit melompat dan membentak.
"Kelian telah membunuh ketuaku! Sebelum matahari terbit kalian berlima harus
mampus di tanganku!"
"Anak muda!" ujar Rah Tongga. "Ucapanmu karen amat! Apa ingin buru-buru menyusul
ketuamu"!"
Panaslah hati Indrajit. Mendidih amarahnya. Dia menghantam ke arah Rah Tongga.
KARYA 41 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Cacing ingusan! Berani bermulut besar berani menerima bagian!" kata Rah Tongga
dan sambut pukulan Indrajit dengen tangkisan lengan kiri. Semula manusia iblis
ini tidak memandang sebelah mata pada anak murid perguruan silat Elang Putih
itu. Tapi begitu lengan mereka saling beradu, tampak jelas Rah Tongga
mengerenyit menahan sakit. Sebaliknya Indrajit tersurut satu langkah. Meski
tangannya tidak sakit namun pemuda ini menyadari kalau lawan memiliki tenaga
lebih besar. Karenanya dengan mengerahkan tenaga dalam dia kembali menyerang.
Singkil Alit danWiracuia tak tinggal diam. Keduanya menyerbu kakek bermuka
hijau. Sementara Tambesi dan Rangga menerjang Gitasula.
Datuk hijau adalah tokoh tua yang sudah lama tidak muncul dalam dunia
persilatan. Sebetulnya kakek ini tidak berminat lagi mencampuri segala macam urusan dunia
persilatan. Dia lebih banyak menyepi diri. Namun kemunculan enam manusia iblis
di bawah pimpinan Singkil Alit alias Harimau Hitam dan berdirinya Kota Hantu mau
tidak mau membangkitkan semangat muda sang datuk yang ingin melihat tegaknya
kebinaran dan hancurnya kejahatan. Namun niat sang datuk untuk berbuat kebajikan
sekali ini rupanya tak bakal kesampaian karena ternyata dua lawan yang
dihadapinya memiliki kepandaian tinggi.
Korban pertama yang jatuh dalam pertempuran itu adalah Gitasula. Pengeroyokan
atas dirinya berlangsung sembilan jurus ketika Rangga dan Tembesi keluarkan
senjata yakni berupa best hitam yang ujungnya diganduli bola besi penuh duri
tajam. Setiap pimpinan Kota Hantu memiliki senjata seperti itu danselalu mereka
keluarkan bilamana lawan yang dihadapi dianggap cukup kuat tak mungkin
dikalahkan dengan ilmu silat tangan kosong.
Gitasula yang mempertahankan diri dengan sebilah pedang keluarkan seluruh
kepandaiannya. Pedang saatnya menyabet kian kemari membentuk bayang-bayang
masuk. Puncak kehebatan Gitasula hanya sampai pada kesanggupan merobek perut pakaian
Rangga. Di lain saat bola besi berduri di ujung rantai Tembesi melabrak bahu
kanannya hingga lelaki ini terbanting sempoyongan ke kiri. Daging dantulang
bahunya hancur. Darah membasahi sisi kanan tubuhnya. Dalam keadaan seperti itu
Rangga datang menyerbu. Rantai hitam di tangan kanannya berdesing berputar-
putar. Bola berAri tiba-tiba melesat ke muka Gitasula. Gitasula yang tidak mampu
membuat gerakan mengelak terpaksa angkat tangan kiri untuk menangkis. Dia
memilih KARYA 42 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
memukul rantai besi dari pada memukul bola berduri.
Krak! Terdengar suara patahnya tulang lengan Gitasula ketika tangannya beradu dengan
rantai besi. ban nyatanya dia tidak pula berhasil menyelamatkan mukanya karena
akibat pukulan pada rantai besi, bola besi justru melentur melejit menghantam
mukanya lebih cepat dan lebih keras!
Gitasula terlontar beberapa langkah. Terkapar di tanah dengan muka hancur
mengerikan. Melihat kematian Gitasula, Indrajit berteriak marah. Seperti orang kemasukan
setan dia menyerang Rah Tongga dengan jurus-jurus terhebat dari ilmu silat Elang
Putih. Tubuhnya berkelebat kian kemari. Sepasang tangannya laksana dua sayap
burung elong, mengembang mengirimkan serangan yang tiada henti.
Sedang kakinya kiri kanan pada waktu-waktu tertentu lancarkan tendangan yang
tidak terduga Rah Tongga jadi kaget ketika dapatkan dirinya terkurung rapat dan
tak mampu membalas. Dia mundur terus sampai akhirnya satu pukulan mengenai rusuk
kanannya. Dadanya terasa sesak, tak dapat dipastikan apakah ada tulangnya yang
patah. Yang jelas amarahnya menggelegak. Terlebih ketika didengarnya ejekan
Tembesi. "Tongga! Ternyata kau tak sanggup menghadap pemuda yang kau anggap cacing
ingusan itu! Sarahkan dia pada kami!"
"Tutup mulutmu Tembesi! Sebentar lagi kutekuk batang lehernya!" sahut Rah Tongga
dengan muka marah. Habis berkata begitu manusia iblis ini loloskan rantai hitam
yang ujungnya bola-bola berduri lalu mengamuk menggempur Indrajit. Mendapat
serangan ganas begini rupa, yang tak mungkin dihadapi dengan tangan kosong,
murid mendiang Ki Matrayasa itu segera keluarkan pula senjatanya, sebilah pedang
yang memiliki ketajaman pada kedua sisinya.
Di bagian lain walaupun sudah mengurung rapat namun Singkil Alit dan Wiracula
masih belum sanggup merubuhkan si kakek muka hijau yang gerakannya ternyata
ringan sekali dan pukulan-pukulannya terarah ke bagian-bagian tubuh berbahaya
kedua lawannya. Namun kematian Gitasula mempengaruhi diri kakek ini, hingga
gerakan-gerakannya menjadi sedikit lamban.
Walaupun begitu tetap sulit bagi dua lawannya untuk menerobos, susupkan pukulan
atau KARYA 43 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
tendangan. "Setelah menunggu lagi tiga jurus dan tetap tak mampu berbuat lebih banyak,
Singkil Alit berikan isyarat pada Wiracula. "Dari mulut Singkil Alit keluar
suara mengaum separti auman harimau. Tubuhnya miring ke depan, kedua kakinya
menjejak tanah. Sesaat kemudian tubuhnya melesat ke depan, kedua tangan
menggapai mencengkeram, persis seperti harimau yang hendak melahap mangsanya.
Wiracula keluarkan suara tak kalah seramnya. Dia menggereng macam harimau
terluka. Kalau Singkil Alit menerjang dari depan maka dia melesat dari samping kiri.
Datuk Hijau maklum kalau dua lawan telah keluarkan jurus-jurus silat mereka yang
terhebat. Karananya diapun tak mau berbuat lalai. Kedua tangannya bergerak ke pinggang.
Sesaat kemudian tangannya kiri kanan telah memegang sehelai sapu tangan putih.
Sapu tangan itu disapukannya ke mukanya yang hijau. Aneh, begitu disapukan
saputangan yang tadi berwarna putih itu kini berubah jadi hijau. Dan begitu
lawan mendekat, Datuk Hijau kebutkan dua helai sapu tangan itu menyongsong
serangan. Angin keras menderu disertai membersitnya sinar hijau yang jelas
kelihatan karena saat itu hari telah mulai pagi dan terang.
Kehebatan ilmu si kakek mau tak mau membuat kaget dua manusia iblis itu.
"Keparat tua ini ternyata masih punya kuku. Kalau tak lekas dihabisi bisa
berabe!" pikir Singki Alit. Maka sebelum dua tangannya yang menggapai
mencengkeram ke depan bergerak lebih jauh, tiba-tiba pemimpin Kota Hantu ini
berputar berjumpalitan ke kanan. Di saat itu pula terdengar suara berdesing dan
sambaran benda hitam! Ternyata Singkil Alit telah loloskan rantai hitam yang
ujungnya diganduli bola berduri.
Bret! Sapu tangan di tangan kiri Datuk Hijau robek Singkil Alit melompat mundur dengan
wajah berubah meski dia berhasil menghancurkan senjata lawan, namun tonjolan
runcing pada bola besi hitamnya tampak rontok! Benar-benar tak masuk akal
baginya. Kain yang begitu lunak sanggup menghancurkan duri besi. Dapat
dibayangkan kalau yang kena dihantam adalah daging atau tulang manusia!
Kehebatan sapu tangan hijau sang datuk rupanya, dirasakan juga oleh Wiracula.
Angin yang KARYA
44 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
keluar dari sapu tangan di tangan kanan Datuk Hijau seolah-olah badai besar yang
datang menggulungnya hingga gerakannya tertahan. Ketika dicobanya mendobrak ke
depan dengan melipatgandakan tenaga dalam dan lawannya kebutkan sapu tangan
hijau, Wiracula terpental.
Hampir saja dia kena terserempet serangan susulan Datuk Hijau kalau sang datuk
tidak cepat-cepat tarik serangannya karena dari lain jurusan kembali menderu
bola besi yang dihantamkan Singkil Alit!
Kegesitan dan kecepatan gerakan mambuat Indrajit berkali-kali hampir mencelakai
lawannya. Sebaliknya Rah Tongga, iblis yang berbadan paling gendut itu makin
lama makin lamban gerakannya. Tenaganya terkuras karena serangan rantai dan bola
besinya selalu mengenai tempat kosong. Karena tidak berhasil menghantam tubuh
atau kapala lawan dengan senjatanya maka, Rah Tongga kini arahkan serangannya
untuk memukul tangan atau pedang Indrajit. Si pemuda yang nengetahui maksud
lawan pergunakan kecerdikan untuk menghindari bentrokan senjata. Akibatnya
serangan-serangan Rah Tongga semakin kacau balau. Memang patut diketahui sabagai
murid tertua dari perguruan silat Elang Putih, dalam ilmu padang Indrajit telah
mewarisi seluruh kapandaian gurunya. Apalagi dia berkelahi dengan semangat
tinggi demi untuk membalas kematian sang guru. Setelah bertempur lebih dari dua
puluh lima jurus, mulai terdengar suara bret... bret! Robeknya pakaian hitam yang
dikenakan Rah Tongga, dicabik ujung padang si pemuda. Menusia iblis ini
keluarkan keringat dingin dan putar rantai besinyamya lebih sebat!
Melihat dua kawannya yaitu Tembesi dan Rangga hanya tegak cengar cengir
sementara dia dan yang lain-lainnya masih terus bertempur menghadapi lawan
tangguh, Singkil Alit jadi berang dan berteriak.
"Tembesi! Bantu Rah Tongga! Dan kau Rangga, bantu aku menghadapi tua bangka muka
hijau ini!" Mendengar perintah itu Tembesi segera melompat ke samping Rah
Tongga, langsung menyerang Indrajit dengan rantai hitam bola besi. Rangga juga
sudah menerjang Datuk Hijau dengan senjata yang sama dari arah belakang.
Dengan ketambahan satu lawan masing-masing, Indrajit dan Datuk Hijau kini berada


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam keadaan terancam. Bagaimanapun mereka kerahkan kepandaian namun dikeroyok
begitu rupanya jurus demi jurus keduanya semakin terdesak. Datuk Hijau yang
dikeroyok tiga mengalami nasib KARYA
45 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
buruk lebih dahulu. Rantai hitam Wiracula berhasil melibat lengan kanan kakek
muka hijau itu.
Meskipun dengan cepat dia mampu meloloskan libatan rantai namun dua
pengaroyoknya yang lain pergunakan kesempatan untuk menyerang. Singkil Alit
datang dari sebelah kanan, sehingga dari sebelah belakang. Keduanya dengan
hantaman bola-bola besi. Datuk Hijau jatuhkan diri ke tanahnya terus bergulingan
dan memukul ke arah lawan terdekat yaitu Wiracula. Namun gerakannya hanya ke
sia-siaan belaka. Karena begitu tubuhnya miring ke depan, cepat sekali bola besi
di tangan Singkil Alit membalik menggebuk punggungnya.
Datuk Hijau mengeluh tinggi. Tubuhnya terhambus ke tanah. Di saat itu pula bola
berduri di tangan Rangga membabat ke bawah, menghantam tengkuk si kakek.
Nyawanya putus detik itu juga!
"Tua bangka edan!" rutuk Singkil Alit. Dia berpaling pada Tembesi dan Rah Tongga
yang masih menempur Indrajit. Dan berteriak. "Hanya seorang pemuda yang kalian
anggap cacing busuk. Kalian tak sanggup menghajannya. Tolol!"
Saat itu sebenamya Indrajit berada dalam keadaan ginting. Melayani Rah Tongga
dia masih sanggup bahkan dalam beberapa jurus di muka pemuda ini segera akan
dapat menghabisi lawannya. Namun setelah Rah Tongga dibantu oleh Tembesi,
keadaan jadi berbalik. Kini Indrajit yang terdesak hebat. Di satu jurus di mana
dua bola besi melesat ganas mencari sasaran di tubuh dan kepala si pemuda,
Indrajit putar pedangnya sambil melompat. Sambaran bola besi yang mengarah ke
dada dapat dielakkan, namun dia terpaksa pergunakan pedang untuk menangkis
sambaran bola besi yang menghantam ke kepalanya.
Treng! Pedang di tangan lndrajit patah dua. Sementara bola besi terus menyambar ke
kepalanya. Dalam keadaan tak mungkin untuk mengelak lagi, pemuda ini lemparkan patahan
pedangnya ke arah Tembesi.
"Pemuda gila!" maki Tembesi. Dia harus membuat gerakan mengelak jika tak ingin
terluka oleh patahan pedang. Tapi gerakan mengelak tak mungkin dilakukannya jika
dia masih terus memegang rantai hitamnya. Kerena ingin melihat kematian si
pemuda maka ia memilih melepas pegangannya pada rantai hitam. Toh bola besi
hanya tinggal setengah jengkai saja dari kepala KARYA
46 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
lawannya dan Indrajit tak mungkin selamatkan kepalanya.
"Ah, matilah aku!" ujar Indrajit dalam hati.
Trak! Sepotong kayu kecil tiba-tiba entah dari mana datangnya menyusup menahan
hantaman bola berduri. Ujung kayu itu patah tapi kepala Indrajit selamat. Selagi
pemuda ini tidak mengetahui jelas apa yang telah terjadi tiba-tiba dia merasakan
tubuhnya dipanggul orang dan dilarikan laksana terbang. Di belakangnya terdengar
bentakan-bentakan marah.
"Bangsat rendah! Siapa yang berani ikut campur urusan kami iblis-iblis Kota
Hantu!" "Tembesi! Kejar orang itu!" perintah Singkil Alit.
Namun Indrajit tidak melihat ada yang mengejar. Orang yang melarikannya memiliki
ilmu lari luar biasa. Tak mungkin dikejar. Pemuda ini berusaha untuk melihat
wajah orang yang memanggulnya itu. Tapi tidak bisa karena rambut panjang putih
orang itu, yang tertiup angin, menutupi wajahnya.
*** KARYA 47 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
7 "DUA PULUH pemuda menunggang kuda menuruni lembah dengan cepat mengiringi dua
orang di sebelah depan. Orang ini adalah seorang lelaki berjubah putih dan
mengenakan topi berbentuk sorban tinggi juga berwarna putih. Yang kedua seorang
pemuda bertubuh ramping yang secara aneh menutupi wajahnya dengan sehelai kain
biru hingga sepasang alis dan matanya saja yang kelihatan.
Rombongan itu bergerak cepat menuju pondok kayu di lembah Cilendak. Dari jauh
pondok tampak sepi. Pintu dan jendela tertutup.
"Mudah-mudahan kita tidak terlambat!" kata orang tua bersorban putih. Dia adalah
Sultan Maut. Pemuda di sebelahnya, yang bercadar kain biru hanya dikenal dengan
nama Pandu. Dua puluh anak muda penunggang kuda merupakan murid-murid perguruan
silat Elang Putih. Sesuai dengan perjanjian, pagi itu mereka berkumpul dan
bergabung di lembah Cilendak. Menjelang malam, setelah lebih dulu beristirahat
dan mematangkan siasat baru mereka bergerak menuju Kota Hantu. Di tengah jalan
diharapkan beberapa orang pandai lainnya akan ikut bergabung.
"Sahabat-sahabat! Kami datang!" seru Sultan Maut. Mulutnya hanya bergerak
sedikit tetapi suaranya keras menggetarkan seantero lembah.
Dari dalam pondok tak ada jawaban.
"Aneh," kata Pandu. "Apakah sesiang ini mereka masih ketiduran! Kalau musuh
datang membokong bisa habis mereka semua!"
"Indrajit! Datuk Hijau! Gitasula!" kembali Sultan Maut memanggil. "Kalian ada di
dalam"!"
Tiba-tiba jendela di samping kanan pondok terpentang. Sesosok tubuh melesat
keluar dan tarkapar di tanah, di hadapan rombongan yang baru datang. Serta merta
semua orang itu menjadi terkejut. Sepasang mata Sultan Maut sampai mendelik. Dia
melompat dari kudanya, diikuti Pandu serta belasan pemuda lainnya.
"Astaga! Ini Gitasula!" seru Sultan Maut. Meskipun wajah orang itu hancur namun
dia masih bisa mengenali sahabatnya ini.
KARYA 48 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Dia korban pembunuhan!" desis Pandu dan memandang berkeliling. Lalu memberi
perintah pada puluhan pemuda. "Kurung pondok!" Maka dua puluh murid perguruan
Elang Putih segera mengurung pondok kayu di tengah lembah itu. Masing-masing
siap dengan senjata.
Sultan Maut tak dapat memastikan dengan botol apa Gitasula dihantam hingga
mukanya hancur begitu rupa. Perlahan-lahan orang tua ini berdiri dan memandang
tajam itu arah pondok.
"Siapa di dalam pondok" Lekas keluar!" orang tua ini membentak. Baru saja
bentakan sirap mendadak pintu pondok terbuka, lebar dan sesosok tubuh
dilemparkan keluar.
Sultan Maut dan Pandu melengak kaget dan sama-sama berseru kaget tegang. Tubuh
yang menggeletak di hadapan mereka adalah tubuh Datuk Hijau. Kakek ini juga mati
serba mengenaskan. Tubuhnya hancur di beberapa bagian.
"Pandu, siapapun yang membunuh para sahabat kita ini, pembunuhnya pasti ada di
dalam pondok itu. Bersiap untuk menghancurkan bangunan itu!" kata Sultan Maut.
Pendu memberi isyarat pada dua puluh anak murid perguruan. Namun dia ingat
sesuatu lalu berbisik pada Sultan Maut. "Saya belum melihat Indrajit. Apakah dia
juga telah jadi korban dan akan dilemparkan ke hadapan kita kali berikutnya"!"
Tiba-tiba dari dalam pondok terdengar tertawa bergelak. Lima sosok tubuh
berpakaian serba hitam, bertampang ganas dan masing-masing mencekal rantai hitam
yang ujungnya diganduli bola besi barduri, berkelebat, tegak menyebar. Mereka
bukan lain adalah lima dari enam iblis Kota Hantu.
Singkil Alit angkat tangan kirinya serta merta kawan-kawannya hentikan tertawa.
"Sultan Maut! Selamat datang di pondok maut ini!" kata Singkil Alit.
"Iblis terkutuk! Jadi kalian yang punya pekerjaan ini"!" ujar Sultan Maut geram.
Singkil Alit menyeringai.
"Kami sengaja datang kemari agar kau dan kawan-kawanmu tidak usah capaikan diri
jauh-jauh ke Kota Hantu. Kami kawatir kalau-kalau tidak dapat menyuguhkan
sambutan yang layak di Kota Hantu. Karenanya kami menunggu di sini. Ketika kami
datang ternyata sahabat-sahabat kalian yang sudah lebih dulu berada di sini,
begitu ingin cepat-cepat mampus. Maka kami membukakan pintu maut baginya." Habis
berkata begitu Singkil Alit dan keempat anak buahnya KARYA
49 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
kembali tertawa gelak-gelak.
"Setahuku kalian berjumlah enam manusia. Manusia-manusia iblis puntung neraka.
Mana koncomu yang satu lagi!" membentak Pandu.
"Anak muda, sikapmu boleh juga. Kau akan jadi korbanku pertama!" sahut Singkil
Alit "Dimana ka wanku yang satu berada kau tak usah tahu...."
"Lalu di mana Indrajit?"
"Itupun kau tak perlu tahu!"
"Kalau begitu makan tanganku!" Pandu jadi marah. Tubuhnya berkelebat ke depan.
Tangannya menghantarn. Ganda tertawa Singkil Alit angkat tangan kirirtya.
Maksudnya sekali bergerak aja dia hendak menangkap tangan pemuda bertubuh
ramping itu. Apalagi gerak-geriknya yang kelihatan lembut maka si Harimau Hitam
menganggap enteng serangan lawan.
Tetapi alangkah kagetnya Singkil Alit ketika tiba-tiba serangan tangan itu
ditarik pulang, dengan memiringkan tubuhnya Pandu kini ganti menghantam dengan
satu tendangan.
Buk! Singkil Alit terpekik.
Tulang lengannya seperti patah dan persendian tangan kirinya laksana tanggal.
"Edan!" teriaknya marah. Dia memeriksa dengan cepat dan hatinya jadi lega ketika
mengetahui bahwa hanya bagian luar lengannya saja yang cidera. "Pemuda keparat!
Buka cadarmu! Aku tidak suka membunuh orang tanpa melihat tampangnya lebih
dulu!" Pandu tartawa sinis. "Kalau kau sudah mampus dan berkumpul dengan hantu-hantu
liang kubur, baru nanti kau bisa melihat tampangku!" kata pemuda ini.
"Kau betul-betul minta mampus!" Singkil Alit marah sekali lalu putar rantai
hitamnya. Empat kawannya tidak tinggal diam. Dua melompat menghadang gerakan Sultan Maut
sedang dua lagi menyerbu menghadapi dua puluh murid perguruan Elang Putih yang
telah pula mulai bergerak menyerbu.
Pertempuran sangat hebat berlangsung di lembah Cilendak itu. Tembesi dan Rah
Tongga mengeroyok Sultan Maut, Singkil Alit menghadapi Pandu sedang Wiracula dan
Rangga membendung gempuran dua puluh pemuda bersenjata. Meskipun lawan yang
dihadapi dua iblis KARYA
50 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
terakhir ini jauh lebih banyak namun pemuda-pemuda tersebut belum memiliki
tingkat kepandaian yang bisa diandalkan. Akibatnya terjadilah hal yang
mengerikan. Di mana-mana terdengar jerit kematian. Kedua puluh pemuda murid
perguruan Elang Putih menemui ajal atau luka parah dihantam dan digebuk rantai
hitam atau gandulan besi. Sosok tubuh mereka berkaparan di mana-mana. Erangan
mereka yang luka-luka dan yang meregang nyawa mendirikan bulu roma!
Sultan Maut merasakan darahnya mendidih. Namun dia tak mau berlaku nekad. Dua
lawan yang dihadapinya memiliki kepandaian tinggi. Jika dia terpengaruh hawa
amarah, akan mudah bagi lawan untuk mencelakainya. Di samping itu dia
mencemaskan pula keadaan Pandu yang bertempur mati-matian dengan Singkil Alit.
Pemuda itu, walau memiliki kegesitan serta kecepatanatan dan tingkat tenaga
dalam yang tidak rendah, namun sulit baginya untuk mengalahkan manusia bergelar
Harimau Hitam itu. Apalagi Pandu sampai saat itu hanya mengandalkan tangan
kosong sedang lawan menggempur tiada henti dengan rantai hitam bola besi
berduri. Di satu kesempatan Sultan Maut ambil sebilah keris dari balik jubahnya
dan melemparkan senjata ini ke arah Pandu. Dengan sigap si pemuda menangkap
keris itu. Langsung mengeluarkannya dari sarungnya. Sarung di tangan kiri, keris
di tangan kanan, Pandu menghadapi lawannya dengan penuh percaya diri. Apalagi
dia tahu betul keris berluk sembilan milik Sultan Maut merupakan senjata sakti.
Ketika dua kali dia sempat bentrokan senjata dengan lawan, bunga api memercik.
Tangannya yang memegyang keris bergetar hebat tetapi dilihatnya Singkil Alit
juga seperti kesemutan. Dengan mengandalkan kegesitannya, Pandu menyelusup di
antara taburan serangan rantai hitam lawan. Namun untuk menumbangkan Singkil
Alit tentu saja bukan satu hal yang mudah bagi pemuda ini. Dan dadanya bergetar
ketika dilihatnya Wiracula dan Rangga yang baru saja membantai dua puluh murid
perguruan silat Elang Putih, kini tampak siap bergabung dengan pimpinn mereka.
Kesulitan yang bakal dihadapi Pandu diketahui pula oleh Sultan Maut. Maka orang
tua ini membuat gebrakan-gebrakan aneh. Setiap menyerang dari mulutnya selalu
terdengar suara tertawa nyaring yang hampir menyerupai suara kuda meringkik.
Suara tawa ini bukan saja menyakitkan telinga kedua pengaroyotcnya tapi juga
mempengaruhi gerakan-gerakan mereka.
KARYA 51 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Singkil Alit yang punya lebih banvak pengalaman dari pada empat kawannya segera
maklum kalau Sultan Maut tengah mengeluarkan ilmu andalannya. Maka, cepat dia
berteriak memberi ingat pada Tembesi dan Rah Tongga agar keduanya menutup jalan
suara. Namun terlambat. Saat itu Sultan Maut berhasil menyusupkan tendangannya
ke bawah perut Rah Torrgga. Lelaki ini menjerit setinggi langit. Tubuhnya
terpental dan jatuh tarkapar di tanah tak berkutik, pingsan.
Seumur hidup kalau dia hidup kelak dia akan menjadi cacat, tidak lagi memiliki
kemampuan kelelakiannya!
Singkil Alit menggereng marah. Dia putar-putar rantai hitamnya. Bola besi
berduri di ujung rantai menderu sebat. Sesaat ketika dia siap menyerbu ke arah
Sultan Maut, tiba-tiba didengarnya seruan Wiracula.
"Singkil! Lihat! Pemuda ini ternyata seorang gadis jelita..."
Semua orang terkejut. Terutama Singkil Alit sedang Sultan Maut diam-diam
mengeluh dalam hati. Apakah yang telah terjadi!
Ketika berlangsung perkelahian seru antara Pandu dan dua pengeroyoknya, di saat
Singkil hendak menerjang ke arah Sultan Maut, Wiracula berhasil, menjambret
cadar biru yang menutupi wajah Pandu. Begitu kain penutup muka si pemuda
tersingkap, kelihatanlah satu wajah yang tidak terduga. Ternyata pemuda itu
adalah seorang gadis berparas cantik. Singkil Alit sendiri sampai terbelalak.
Tak pernah dia melihat dara secantik itu. Sedang Tembesi yang memang paling buas
dengan perempuan tampak menyeringai. Tenggorokannya turun naik.
"Tangkap dia hidup-hidup! Dia milikku!" teriak Tembesi.
Selintas akal licik muncul di benak Singkil Alit. Berempat mereka pasti bakal
dapat mengalahkan Sultan Maut. Namun jika mereka bisa melumpuhkan orang tua
berkepandaian tinggi itu mengapa tidak dilakukan" Maka pimpinan manusia-manusia
iblis ini segera berteriak beri perintah.
"Kelian bertiga tangkap gadis itu hidup-hidup!"
Tembesi melompat lebih dulu. Wiracula dan Rangga menyusul.
Sultan Maut yang maklum bahaya yang bakal dihadapi Piranti alias Pandu cepat
melompat guna bergabung dengan si gadis. Namun gerakannya dihadang oleh Singkil
Alit. KARYA 52 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Iblis laknat! Mampuslah!" kertak Sultan Maut. Dari mulutnya keluar suara
tertawa meringkik Singkil Alit cepat tutup pendengarannya dan sebatkan rantainya
ke arah kepala lawan.
Sultan Maut merunduk seraya balas menghantam dengan pukulen tangan kosong yang
didahului siuran angin tanda orang tua ini memukul dengan pengerahan tenaga
dalam. Untuk elakkan serangan lawan Singkil Alit bergerak cepat satu langkah ke
kiri. Dari kedudukannya yang baru dia ayunkan rantai hitam di tangan kanannya.
Rantai ini seperti sebilah pedang yang menyinarkan warna hitam membabat tangan
Sultan Maut sedang bagian ujungnya yang berbentuk bola berduri menghujam ke arah
bahu orang tua itu. Terpaksa Sultan Maut tarik pulang serangannya dan ganti
dengan tendangan ke arah bawah perut lawan. Tendangan seperti inilah yang tadi
menghantam dan membuat pingsan Rah Tongga.
Namun sekali ini bukan saja tendangan maut tersebut dapat dielakkan lawan, malah
orang tua itu dibikin kaget oleh seruan salah seorang manusia iblis Kota Hantu
yang mengeroyok Piranti.
"Singkil! Kami telah meringkus gadis ini!"
Sultan Maut melompat mundur. Berpaling ke kiri dilihatnya Piranti tegak tak
bergerak. Jelas gadis ini telah ditotok hingga tak bisa bergerak ataupun
bersuara. "Tembesi!" seru Singkil Alit. "Aku masih belum percaya dia seorang perempuan.
Coba buktikan padaku!"
"Manusia iblis! Jika kalian berani menjamah tubuhnya kuhancurkan kepala kalian!"
mengancam Sultan Maut.
Tapi Singkil Alit, Wiracula dan Rangga sudah mengurungnya, membuat orang tua ini
tak bisa bergerak. Sementara itu dengan menyeringai penuh nafsu Tembesi gerakkan
tangan kanannya ke dada Piranti.
Bret! Dada pakaian gadis itu robek besar. Dadanya yang putih tersingkap. Sepasang
payudaranya jelas terlihat membusung kencang.
"Ha... ha... ha.!" tawa Singkil Alit. "Sekarang aku percaya. Lalu dia berpaling
pada Sultan Maut dan berkata, "Orang tua, memandang mukamu dan menimbang
hubunganmu dengan KARYA
53 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Istana Banten, aku masih suka membuat perjanjian denganmu...."
"Perjanjian apa"!" tanya Sultan Maut dengan mata melotot.
"Gadis itu tidak akan kami apa-apakan. Tapi kau ikut dengan kami ke Kota Hantu.
Tinggal di sana dan bekerja untuk kami!"
"'Kau lebih baik bunuh aku detik ini juga dari pada menjadi budak tawanan!"
sahut Sultan Maut tegas.
"Begitu ....?" Singkil Alit lambaikan tangannya pada Tembesi. "Bawa gadis itu ke
dalam pondok. Kau boleh memperkosanya sampai puas!"
Kegirangan, tanpa tunggu lebih lama Tembesi segera panggul tubuh Piranti.
"Tunggu!" seru Sultan Maut.
"Eh, kau merubah pikiranmu"!" tanya Singkil Alit. "Kenapa mau jadi orang tolol.
Kau tak bakal menang menghadapi kami. Kau bakal mati percuma dan gadis itu tetap
saja tidak tertolong!"
Sultan Maut merasakan darahnya seperti mendidih dan dadanya seolah-olah mau
meledak oleh amarah. Namun memang dia tak bisa berbuat banyak. Kalaupun dia
melanjutkan pertempuran dengan nekad, satu atau dua lawannya mungkin sanggup
dibunuhnya, namun dia sendiri tak akan lolos dari kematian. Dan Piranti akan
menjadi korban kebuasan manusia-manusia iblis itu.
"Baiklah " kata Sultan Maut dengan suara tersendat. "Aku ikut bersama kalian.
Tapi pegang janji kalian. Jangan ganggu cucuku itu...."
"Ah, jadi dia cucumu. Apalagi cucumu. Masakan kami akan mengganggunya!" ujar
Singkil Alit. "Tembesi, tutup pakaian gadis itu kembali. Biarkan dia tertotok.
Kita harus segera tinggalkan tempat ini!"
"Ah, rejekiku belum kesampaian. Sayang... sayang...." kata Tembesi agak kesal.
Tapi dia tahu, sesampainya di Kota Hantu perjanjian yang dibuat dengan Sultan
Maut saat itu pasti akan berubah.
*** KARYA 54 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
8 UNTUK mempercepat perjalanan Singkil Alit dan rombongan mengambil jalan pintas
lalu menyusuri kali Cikajang. Di satu tempat di mana air kali mendangkal mereka
menyeberang. Sebelum senja diharapkan mereka sudah sampai di Kota Hantu.
Di sebelah barat langit tampak menguning tanda matahari segera akan tenggelam.
Selagi rombongan menyusuri hutan kecil di sebelah barat kaki gunung Halimun
mendadak terdengar suara bebunyian.
"Ada yang meniup seruling!" kata Wiracula sambil mencari-cari kian kemari dari
mana datangnya tiupan seruling itu.
Singkil Alit mengangkat tangan kiri, memberi tanda. Seluruh rombongan berhenti.
"Itu bukan tiupan suling biasa!" kata pimpinan Kota Hantu ini. "Jelas menusuk
telinga, menggetarkan gendang-gendang. Lagunya aneh, naik turun, tinggi rendah
tak menentu. Tak pernah kudengar nyanyian seperti itu. Kita lanjutkan perjalanan
tapi bersiaplah. Bukan tidak mungkin ada orang pandai yang bermaksud menghadang
kita. Perhatikan kedua tawanan ..."
Yang dimaksudkan dua tawanan bukan lain adalah Piranti dan Ingar Candra alias
Sultan Maut. Si gadis berada dalam keadaan tertotok den menggeletak di pangkuan
Tembesi. Sultan Maut menunggang kuda dbngan tangan terikat dan diapit oleh
Wiracula serta Rangga. Rah Tongga yang dalam keadaan sakit menunggangi kuda
setengah tiduran. Keadaan manusia iblis satu inilah yang membuat rombongan tak
bisa bergerak lebih cepat.
Suara tiupan suling semakin santar tanda makin dekat.
"Lihat di atas sana!" tiba-tiba Rangga berseru sambil menunjuk ke sebuah pohon
nangka hutan yang tinggi dengan cabang-cabangnya yang besar-besar.
Semua mata segera dipalingkan ke arah yang ditunjuk. Di sebuah cabang pohon
tampak duduk seorang pemuda berambut gondrong. Kepalanya diikat dengan kain
putih. Pakaian putihnya tampak kumal. Dia duduk di cabang pohon yang tinggi itu
sambil uncang-uncang kaki.
KARYA 55 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Ditangannya ada sebuah benda aneh. Berbentuk kapak bermata dua, memiliki gagang
berbentuk tubuh ular naga dan ada lobang-lobangnya.
Ujung gagang yang merupakan kepala seskor naga menempel ke bibir si pemuda.
Gagang senjata itulah yang ditiupnya seperti sebuah suling. Sepasang mata kapak
tampak berkilauan terkena sinar matahari yang hendak tenggelam.
"Orang gila dari mana itu"!" ujar Wiracula.
"Dia bukan orang gila! Tak ada orang gila yang pandai memanjat pohon setinggi
itu!" tukas Singkil Alit. "Tiupan sulingnya tak mungkin bisa menyakitkan telinga
kalau dia tidak memiliki tenaga dalam tinggi. Dan suling yang dipegangnya jelas
bukan sembarang suling."
"Lalu apa yang akan kita lakukan"!" ujar Tembesi sambil usap-usap tubuh Piranti.
Dia ingin cepat-cepat sampai di Kota Hantu dan langsung membawa gadis itu ke
rumahnya walau sudah ada perjanjian antara Singkil Alit dan Sultan Maut.
"Kita tetap lewat di bawah pohon. Jangan perdulikan orang di atas sana. Dan
jangan coba mengusik! Kalau dia yang lebih dulu mencari lantaran baru kita
habisi!" jawab Singkil Alit. Lalu dia memberi tanda agar rombongan segera
bergerak. Tapi gerakan rombongan tertahan ketika di atas pohon pemuda peniup
suling mendadak membuat gerakan aneh.
Tubuh pemuda itu tiba-tiba jatuh ke bawah, berputar memuntir pada cabang pohon
yang tadi didudukinya lalu hup! Tubuhnya jatuh dan berpindah ke cabang di
bawahnya. Di cabang ini si pemuda kembali duduk uncang-uncang kaki den tiup
sulingnya. Sesaat kemudian malah dia menyanyi membawakan senandung aneh,
Sang surya siap tenggelam
Serombongan setan berjalan pulang.
Pesta perkawinan telah lama dimulai.
Lihat kawan duduk bersanding jadi mempelai
Lima iblis bermuka bengis
Lima durjana ditunggu liang neraka
Lekas pergi lekas pulang
Terlambat datang sang pengantin keburu busuk
KARYA 56 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
Habis bernyanyi pemuda itu kembali tiup sulingnya.
Paras Singkil Alit dan kawan-kawannya tampak berubah. Jelas lima iblis lima
durjana dalam nyanyian itu yang dimaksudkan adalah dia dan kawan-kawannya. Tapi
apa arti kalimat "pesta perkawinan telah dimulai", "lihat kawan duduk bersanding
jadi mempelai", "terlambat datang sang pengantin keburu busuk".
"Hanya orang gila berkepandaian sejengkal tak perlu dihiraukan Singkil!" kata
Wiracula kembali. Dia tetap menganggap pemuda di atas pohon nangka itu orang
gila. "Hatiku tidak enak ...." desis Singkil Alit. Sementara itu Sultan Maut sejak
tadi memandang tak berkesip pada pemuda di atas pohon. Yang lalu pusat
perhatiannya adalah kapak bergagang tubuh dan kepala ular naga itu. Dia coba
mengingai-ingat. Tapi menyesali diri sendiri karena di usia setua itu ingatannya
tidak terang lagi. Walau bagaimanapun dia tetap yakin paling tidak pernah
mendengar tentang senjata yang dijadikan suling oleh pemuda tak dikenalnya itu.
"Kita lanjutkan perjalanan!" kata Singkil Alit akhirnya.
Rombongan kembali bergerak. Tapi-lagi-lagi tertahan ketika dari atas pohon
terdengar si pemuda berkata, "Memang kalian harus lekas-lekas berangkat. Aku
titip bungkusan ini. Sekedar hadiah pada pesta perkawinan..."
Dari balik punggungnya pemuda di atas pohon keluarkan sebuah benda sebesar
kepala yang dibungkus dengan sehelai kertas warna warni. Ujung kertas itu
dikuncir dan diikat dengan seutas benang. Ujung benang yang lain dipegang oleh
si pemuda. Perlahan-lahan bungkusan itu diturunkannya ke bawah, bau anyir busuk
menphampar. Bungkusan bulat terus turun den agaknya sengaja diarahkan kepangkuan
Singkil Alit sementara bau busuk tambah menjadi-jadi.
Saking marahnya karena dipermainkan begitu rupa Singkil Alit tak dapat menahan
diri lagi. Dia hantamkan tandangannya ke arah bungkusan. Tapi si pemuda di atas pohon cepat
menariknya tinggi-tinggi sehingga pukulan Singkil Alit hanya mengenai angin.
Tiba-tiba pemuda itu lepaskan ujung benang. Bungkusan bulat langsung jatuh ke
pangkuan Singkil Alit.
Ketika Singkil Alit hendak melemparkan bungkusan busuk itu si pemuda berkata,
"Kalau kau tak mau ketitipan bungkusen hadiah pesta perkawinan itu, mengapa tak
ingin melihat isinya"!"
KARYA 57 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Gila! Siapa sudi melihat isi bungkusan busuk itu!" bentak Singkil Alit. Lalu
lemparkan bungkusan ke tanah. Bersamaan dengan itu dia memberi isyarat pada
Rangga. Dari atas punggung kudanya Rangga melompat. Ditangannya telah tergenggam
rantai hitam berujung bola besi berduri. Senjata ini berdesing menghantam ke
arah pemuda yang duduk di cabang pohon!
Braak! Cabang pohon hancur berantakan. Tapi pemuda yang diserang telah lenyap. Hanya
terdengar seruannya, "Sampai jumpa di pesta perkawinan! Jangan lupa bawakan
bungkusan itu!"
"Keparat!" maki Singkit Alit. Dia tarik tali kekang kuda, siap untuk tinggalkan
tempat itu sementara hari mulai gelap. Namun hati kecilnya ingin juga melihat
apa sebenarnya isi bungkusan itu. Maka disuruhnya Rangga mengambil bungkusan
yang terjatuh di tanah.
"Buka!" perintah Singgil Alit.
Ketika dibuka kagetlah lima ibis Kota Hantu itu.
"Puranda!" seru mereka hampir berbarengan.
Begitu bungkusan terbuka yang kelihatan adalah kepala manusia. Kepala manusia
ini adalah kepala Puranda, orang yang dipercayakan menjadi kepala pengawal Kota
Hantu karena terkenal kekejamannya dan pandai menjilat pada enam pimpinan iblis
Kota Hantu. "Ada sebentuk tulisan di keningnya! Apa itu ...?" tanya Singkil ketika melihat
secleretan tulisan.
"Bukan tulisan Singkil..." menyahuti Rangga. "Tapi angka-angka..."
"Angka-angka apa?"
"Dua-Satu-Dua!" jawab Rangga.
212. Mendengar tiga angka itu barulah Sultan Maut ingat. Pemuda di atas pohon tadi
adalah Wiro Sableng. Senjata yang dijadikannya suling adalah Kapak Naga Geni
212. "Murid Sinto Gendeng ... Dia ada di sini ..." desis Sultan Maut. Ada kelegaan di
hatinya. Tapi mengapa pemuda itu melenyapkan diri begitu saja" Tidak berusaha
menyelamatkan Piranti atau dirinya, tidak pula berusaha menyerang lima iblis
Kota Hantu itu"
Rangga yang melihat wajah pimpinan mereka menjadi pucat segera bertanya.
"Singkil, kau KARYA
58 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
tahu arti tiga angka ini!"
"Singkil Alit tak menjawab. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering. Dia
hanya melambaikan tangan memberi tanda agar rombongan segera melanjutkan
perjalanan. "Aku hanya sering mendengar nama dan julukan pemuda itu. Apakah dia benar-benar
ada" Apakah tadi itu memang Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng" Kenapa
seperti pemuda gila tak karuan . . ." begitu Singkil Alit membatin sepanjang
jalan. Hatinya semakin terasa tidak enak.
*** KARYA 59 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
9 DI jalan yang menurun menuju pintu gerbang utara Kota Hantu ketika kegelapan
malam telah lama turun, Singkil Alit danrombongan hentikan kuda masing-masing.
Meskipun mereka berada di pedrr taran yang cukup tinggi namun pandangan mereka
terhalang oleh pagar batangan pohon jati yang mengelilingi dan membentengi kota.
Sesekali kelihatan kilapannyala lampu.
"Aneh," kata Sinakil Alit seraya memandang pada keempat kawannya. "Aku mendengar
suare alunan gamelan dari pusat kota ... !"
Tiba-tiba Singkil Alit ingat pada ucapan pemuda aneh di atas pohon. Pemuda itu
berulang kali menyebut pesta perkawinan. Apakah saat itu benar-benar ada pesta
di dalam kota" Seperti melupakan yang lain-lainnya Singkil Alit memacu kudanya


Wiro Sableng 026 Iblis-iblis Kota Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju pintu gerbang utara. Anak buahnya segera mengikuti sambil menggiring
Sultan Maut dan membawa piranti.
Sesampainya di pintu gerbang semakin heranlah Singkil Alit dan kawan-kawannya.
Biasanya di situ selalu ada dua orang pengawal di sebelah luar dan pintu gerbang
seharusnya berada dalam keadaan terkunci dari dalam. Tapi saat itu sama sekali
tak ada pengawal dan daun pintu gerbang yang besar dan berat itu tampak
merenggang. Singkil Alit pergunakan kaki kirinya untuk mendorong pintu lalu
masuk diikuti yang lain-lainnya. Begitu sampai di dalampun mereka tidak melihat
ada penjaga. Seharusnya terdapat empat pengawal di sebelah belakang pintu
gerbang. Memandang ke tengah kota mereka melihat lampu-lampu terang benderang di salah
satu rumah besar. Juga tampak kerumunan orang banyak di sana. Dan suara pesinden
yang tidak merdu itu, diringi kerawitan yang juga terdengar agak kacau datang
dari rumah besar itu.
"Itu rumah Pinta Manik! Apa yang terjeadi di sana ... "!" kata Singkil Alit.
"Tampaknya seperti ads pesta," menyahuti Tembesi.
"Pesta"! Pesta apa"! Gila!" maki Singkil Alit. Dengan pelipis dan rahang
menggembung, dia memacu kudanya ke pusat kota. Di tengah jalan dia berpapasan
dengan seorang pemuda yang KARYA
60 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
diketahuinya adalah salah seorang pengawal khusus yang biasa bertugas di rumah
besar. Sekali tangannya bergerak Singkil Alit sudah mencekal leher pakaian
pemuda ini. "Lekas katakan! Ada apa di rumah Pinta Manik?"
Pemuda pengawal, yang biasanya takut melihat Singkil Alit, apalagi sampai
dicekal begitu rupa, anehnya kini hanya mengerenyit kesakitan dan menjawab, "Ada
pesta perkawinan! Pinta Manik jadi pengantin!"
"Keparat! Jangan kau berani bergurau kurang ajar padaku!" hardik Singkil Alit.
Tangan kirinya bergerak hendak menampar. Tapi tiba-tiba sebuah pisau meluncur ke
arah perutnya. Ditusukkan oleh pemuda itu.
"Singkil awas!" teriak Wiracula memberi peringatan.
Tanda diperingatkanpun pimpinan Kota Hantu telah malihat apa yang dilakukan si
pemuda. Maka gerakan tangannya yang tadi menampar kini berubah menjadi hantaman tepi
telapak tangan yang keras.
Praak! Kepala si pemuda pecah. Tak ampun lagi nyawanya melayang detik itu juga.
"Keparat!" maki Singkil Alit seraya meludah dan hempaskan tubuh tak bernyawa itu
ke tanah. "Ada yang tak beres di sini Singkil!" ujar Rangga.
Tiba-tiba terdengar tawa Sultan Maut.
"Jika salah seorang anak buahmu nekad hendak membunuhmu, memang ada yang tidak
beres di sini Singkil!" katanya. "Kuharap saja tidak terjadi pomberontakan di
Kota Hantu ini!"
"Kalau mereka berani berontak akan kucincang satu demi satu!" kata Singkil Alit.
Kembali Sultan Maut keluarkan suara tertawa seperti tadi.
"Tutup mulutmu! Kalau tidak kau pertama sekali yang akan kucincang!" bentak
Singkil Alit. lalu bersama kawan-kawannya dia memacu kuda menuju rumah besar milik Pinta
Manik. Orang banyak yang berkerumun di tempat itu, yang merupakan penduduk Kota
Hantu, anak buah atau kaki tangan enam iblis itu, menyeruak memberi jalan.
KARYA 61 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
"Mereka datang!" seseorang berseru.
Gerak-gerik dan sikap penduduk Kota Hantu jelas-jelas aneh di mata Singkil Alit
dan kawan-kawannya.
"Mana pengawal"!" teriak pimpinan Kota Hantu itu. Tak ada satu orangpun yang
muncul. Orang banyak yang ada di situ memandang mereka dengan dingin. "Kurang ajar!
Laknat semua!"
teriak Singkil Alit marah. Sambil bergerak maju kakinya menendang kian ke mari.
Tangannya memukul tiada henti. Hal yang sama dilakukan oleh empat iblis lainnya.
Akibatnya belasan orang terkapar roboh. Mati dan pingsan!
Di beranda depan rumah besar kediaman Pinta Manik, Singkil Alit don kawan-
kawannya berhenti dan seperti dipantek di atas kuda masing-masing. Sultan Maut
sendiri ternganga dan hampir tidak dapat memastikan apa sebenarnya yang terjadi.
Di sebelah kiri beranda, duduk menjelepok serombongan pemain karawitan yang
aneh. Memang ada gong dan klenengan serta kentongan, tetapi mereka juga memakai
tetabuhan seperti alu dan lesung, piring-piring kaleng, potongan-potongan kayu
api. Memang ada suling dan terompet bambu, tapi lebih banyak yang meniup batang-
batang padi. Keseluruhan musik itu mengeluarkan suara centang perenang. Lalu
sang pesinden yang suaranya tinggi rendah tidak menentu ternyata adalah seorang
perempunn yang mukanya juga dicoreng moreng. Rambutnya diikat dengan kertas
aneka warna. "Pesta gila haram jadah!" maki Singkil Alit.
"Kurasa wabah penyakit gila sudah melanda Kota kita Singkil!" kata Wiracula.
Singkil Alit tak menjawab. Sepasang matanya demikian juga semua mata anak
buahnya serta Sultan Maut tertuju ke bagian tengah beranda luas. Di situ
terdapat dua buah kursi besar penuh hiasan, diapit oleh dua janur besar. Dinding
sebelah belakang kursi ditutup dengan tirai dan kain warna warni, ditaburi gaba-
gaba yang kelihatannya dipasang asal jadi.
Di kursi besar sebelah kanan duduk Pinta Manik. Mengenakan pakaian pengantin
lengkap dengan topi yang kekecilan. Mukanya dirias seperti muka orang gila
berbedak tebal, bergincu yang berlepotan kian kemari. Pipinya juga diberi merah-
merah entah dengan apa, sepasang alis KARYA
62 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
dan matanya diberi warna hitam mencorong. Pinta Manik duduk tersandar antara
sadar den tidak. Sesekali dia tersenyum atau tertawa gelak-gelak. Kadang-kadang
dia bertariak, "Tuak ...
tuak!" Maka seorang anak lelaki kecil yang selalu tegak di sampingnya segera
mendekatkan bumbung bambu berisi tuak keras ke mulut Pinta Manik. Setelah
menyemburkan tegukan pertama baru dia meneguk lahap tuak dalam bumbung itu.
Minuman itu lebih banyak yang tumpah membasahi dada dan pakaiannya. Setelah puas
minum, dia duduk bersandar kembali dan tersenyum-senyum seorang diri. Jelas
pimpinan Kota Iblis ini berada dalam keadaan tidak sadar diri karena mabuk
berat! Di kursi sebelah kiri inilah satu pemandangan yang aneh tapi juga lucu duduk
seekor orang hutan betina. Tinggi besar berbulu hitam. Kedua kakinya diikat ke
kaki kursi. Sepasang tangannya diikat ke lengan kursi. Binatang ini diberi
sepotong pakaian yang hanya menutupi dada serta perutnya. Dilehernya tergantung
sebuah kalung besar. Rambutnya diikat dengan kertas dan kain-kain kecil aneka
warna. Kepalanya malah diberi beberapa potong sunting! Binatang ini tiada
hentinya mengeluarkan suara menguik, menyeringai memperlihatkan gigi-giginya
yang besar. Tapi tak kuasa melepaskan diri dari ikatannya pada kursi besar. Inilah "sang
pengantin perempuan". Dan seorang anak perempuan kecil yang bertindak seperti
dayang-dayang tegak di samping kursi "pengantin" perempuan sambil tiada hentinya
mengipasi "pengantin" itu!
Tidak tahan melihat apa yang berlangsung di depannya, Singkil Alit serta
Wiracula dan Rangga turun dari kuda masing-masing langsung melompat ke hadapan
Pinta Manik dan orang hutan yang duduk di atas kursi.
Tembesi tetap di kuda karena lebih senang mendekapi tubuh Piranti sedang Rah
Tongga yang luka parah bagian bawah perutnya tak mampu turun kalau tak ada yang
menolong. Saat itu untuk kesekian kalinya Sultan Maut coba melepaskan ikatan
tali pada kedua tangannya. Tapi aneh, tali kecil itu laksana gulungan baja yang
tak bisa diputusnya.
"Siapa yang punya pekerjaan ini"!" tiba-tiba Singkil Alit berteriak. Suaranya
menggelegar. Tubuhnya bergetar dan rahangnya tampak menggembung. Pelipisnya bergerak-gerak.
Sepasang KARYA 63 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Iblis Iblis Kota Hantu
matanya berkilat-kilat. Hembusan nafasnya seperti gerengan harimau lapar. Kedua
tangannya terpentang, siap untuk menghantam.
Tidak ada yang menjawab.
Hanya irama karawitan yang acak-acakan itu, mendadak berubah dan pesinden
bermuka hitam celemongan membuka mulutnya lebar-lebar membawakan sebuah tembang.
Tamu-tamu besar sudah datang
Pelayan lekas keluarkan hidangan
Pesta ini pesta luar biasa
Tusuk Kondai Pusaka 8 Gento Guyon 27 Sengkala Angin Darah Si Pedang Tumpul 1
^