Pencarian

Pendekar Gunung Naga 2

Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga Bagian 2


pemuda berpakaian gombrang mengaitkan kaki kirinya pada cabang sebuah pohon yang
tinggi hingga dia tergantung-gantung dengan kaki ke atas kepala ke bawah. Sambil
ber gantung dia meniup seruling dan ayun-ayunkan tubuhnya mengikuti irama
seruling itu. Lagu yang dimainkannya adalah lagu ketika 12 tahun yang lalu Kiat
Bo Hosiang hampir menerima kematian waktu bertempur melawan Pak-san Kwi-ong!
Meskipun kini telah berlalu demikian lama namun Kiai Bo Hosiang tak bisa
pangling. Pasti inilah bocah penggembala yang tempo hari telah menolongnya dan
yang telah dibawanya ke puncak Liongsan untuk diserahkan pada suhengnya.
Ternyata kini dia telah dewasa.
Tapi tingkahnya yang muncul secara aneh itu diam-diam membuat Kiat Bo Hosiang
merasa kurang enak.
Ah, pastilah dia telah pula mewariskan sifat gila suhengku! Demikian Kiat Bo
Hosiang membathin lalu dia berseru :
"Thian Ong Kau! Ayo lekas turun!'
Pemuda berpakaian gornbrong yang berayun-ayun di cabang pohon sambil meniup
suling itu memang adalah Song Thian Ong, bocah penggembala yang 12 tahun yang
lalu dibawa oleh Kiat Bo kepada suhengnya di puncak Liongsan! Selama bertahun-
tahun menerima pelajaran ilmu silat dari seorang sinting seperti Ik Bo Hosiang
dan berada diantara pembantu-pembantunya yang berotak miring pula yakni Toa Si
Hosiang dan Lo Sam Hosiang, maka selain telah memiliki ilmu kepandaian PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 41
Tiraikasih-Kangzusi
yang hebat luar biasa, ternyata pemuda itu juga mewarisi sifat-sifat keblinger
suhu serta dua pembantu suhunya itu!
"Hai Thlan Ong. Turunlah! Apa kau tak kenal aku lagi" Aku Kiat Bo Hosiang yang
dulu membawamu ke puncak Liongsan. Kau boleh panggil aku susiok!'
Tapi anehnya Thian Ong bukannya turun malah terus saja mainkan serulingnya.
Seolah-olah dia tidak mendengar suruan susioknya itu. Sementara Itu Li Bwe Hun
yang begitu mendengar bahwa pemuda aneh di atas pohon yang tentunya
berkepandaian tinggi adalah murid keponakan dari Kiat Bo Hosiang, menyadari
betapa makin sulit keduduk-annya. Barusan dia hampir menemui kematian menghadapi
Kiat Bo Hosiang seorang diri. Kini ditambah munculnya murid keponakan suhunya,
pastilah tak ada harapan baginya untuk selamatkan diri. Karenanya selagi kakek
itu lengah berseru seru memanggil Thian Ong. tanpa tunggu lebih lama lagi Li Bwe
Hun segera berkelebat kabur. Tapi dari atas pohon tiba-tiba terdengar seruan:
"Nona baju hijau kau mau ke mana" Kenapa buru-buru" Aku belurn puas melihat
kecantikan wajahmu!' hampir tak kelihatan Thian Ong jentikkan jari telunjuk
tangan kirinya secara acuh tak acuh.
Inilah satu ilmu menotok jarak jauh yang amat lihay dan jarang terlihat dalam
dunia persilatan di Tiongkok selama 40 tahun belakangan ini! Dan di bawah sana
tahu-tahu Li Bwe Hun merasakan kedua kakinya Kaku tak sanggup untuk dibawa lari.
Sekujur tubuhnya menjadi kaku tak bisa digerakkan barang sedikit pun. Malah
bersuara pun dia tak sanggup!
Kiat Bo Hosiang yang menyaksikan ha! itu diam-diam merasa terkejut. Dia sudah
mengetahui kelihay an suhengnya. Tetapi adalah hampir tak dapat dipercaya kaiau
murid suhengnya sehebat ini; karena dia sendiri pun telah meyakini ilmu menotok
jarak jauh itu selama 10 tahun dan tak kunjung berhasil mencapai
kesempurnaannya.
"Thian Ong!" Kenapa kau masih belum mau memberi hormat padaku"!"
Sebagai jawaban tiba-tiba terdengarlah nyanyian dari atas pohon :
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 42
Tiraikasih-Kangzusi
Menghormati memang satu kewajiban,
Dari vang muda kepada yang tua.
Kehormatan adalah satu yang berharga.
Terkadang lebih berharga dari nyawa,
Tetapi menghormat harus melihat orang dan tempat, Karena terkadang si penghormat
bisa jadi penjilat, Apakah wajib menghormat seorang pengkhianat, Apakah wajib
menghormat seorang sesat,
Apakah wajib menghormat penindas dan pembunuh rakyat"
Ataukah penghormatan itu satu hal yang bisa dipaksakan"
Siapakah orangnya yang bisa membendung arus sungai Yangtse menuju laut"
Siapakah orangnya yang bisa memindahkah puncak gunung Thaysan"
Sekaiipun, seorang Kaisar yang gila hormat"
Mendengar nyanyian itu berubahlah paras Kiat Bo Hosiang. Jelas semua syair dalam
nyanyian yang dibawakan oleh Thian Onq tadi merupakan sindiran langsung atas
dirinya. Tetapi dengan berpura-pura tidak tahu, Kiat Bo Hosiang tertawa geiak-
gelak lalu berkata; "Bagua sekali nyanyianmu itu, Thian Ong!
Rupanya kau betul-betul telah mewarisi kepandaian suhumu, lahir dan bathin!"
Baru saja Kiat Bo Hosiang habis berkata demikian, kembali terdengar Song Thian
Ong bernyanyi: Lahir dan bathin dua hal yang berbeda,
Karenanya sering tidak sama dan serupa,
Malah kerap bertolak belakang,
Yang satu memalsukan yang lainnya,
lahir bagus belum tentu batinnya baik,
Bathin baik belum tentu lahirnya bagus,
Di luar kebijaksanaan di dalam mungkin culas, Di luar culas di dalam mungkin
bijaksana. Menipu diri sendiri berarti tolol,
Menipu orang lain berarti jahat,
Menghormat orang lain adalah wajib,
Minta keliwat dihormat adalah otak rengat!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 43
Tiraikasih-Kangzusi
Kalau tadi Kiat 3o Hosiang masih bisa menahan rasa dongkolnya maka kini sesudah
sindiran Thian Ong berterang-terangan begitu rupa, marahlah kakek-kakek ini.
Langsung dia membentak:
"Thian Ong! Apakah kau begitu berani bicara lancang dan menghina terhadap
susiokmu sendiri"!"
Dan jawaban Thian Ong lagi lagi berupa nyanyian yang membuat hati Kiat Bo
Hosiang laksana bara panas.
Lancang adalah perbuatan salah,
Tetapi masih bisa diperbaiki.
Tak ada yang terhina kalau semua bersih, Kekotoran itulah yang perlu diperbaiki,
Hinanya si miskin hal yang lumrah.
Tapi hinanya mereka yang tersesat harus cepat diperbaiki,
Sudah tiba saatnya bertobat,
Sudah tiba saatnya mengambil pikiran sehat, Atau apakah mau menunggu hari
kiamat" Tiba-tiba Kiat Bo Hosiang lepaskan satu pukulan tangan kosong ke arah batang
pohon di mana Thian bergelantungan seenaknya Brak! Batang pohon besar itu patah,
lalu tumbang dengan suara gemuruh.
Suara gemuruh ini disertai gelak tertawanya Thian Ong. Tubuhnya sesaat terlihat
membuat beberapa kali putaran mengelilingi cabang pohon, lalu lenyap dan tahu-
tahu sudah berada di hadapan Kiai Bo Hosiang. Di depan susioknya ini, Thian Ong
memandang dengan kening berkernyit dan salah satu tangan diletakkan di atas
alis, seolah-olah dia tengah memperhatikan sesuatu yang jauh dikesilauan sinar
matahari. Ditambah dencan bajunya serta celananya yang gombrang sekali, maka
sikap pemuda ini betul menggelikan. Anggota-anggota pasukan kerajaan dan pasukan
rakyat yang masih ada di situ meskipun tercekat tegang namun tak dapat menahan
suara tertawa masing-masing. Bwe Hun sendiri pun kalau saja tidak dalam keadaan
tertotok pastilah akan tertawa pula cekikikan.
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 44
Tiraikasih-Kangzusi
"Ah, Susiok! Kau rupanya! Kukira siapa!" tiba-tiba Thian Ong berkata begitu,
seolah-olah baru tahu kalau orang di depannya adalah susioknya! Tentu saja Kiat
Bo Hosiang jengkel setengah mati diper-lakukan seperti itu.
"Anak setan! Kalau kau tidak berlutut minta ampun atas semua kekurang ajaranmu
ini, niscaya aku akan menjatuhkan hukuman berat padamu!"
Air muka Song Thian Ong mendadak berubah pucat dan sikapnya seolah-olah orang
yang ketakutan setengah mati mendengar ancaman susioknya itu. Tiba-tiba dia
jatuhkan diri berlutut.
Anehnya begitu kedua lututnya menyentuh tanah itu jadi melesak dan merupakan
lubang besar. Dan tubuh Thian Ong lantas roboh jatuh. Tapi dia bangun kembali, melangkah ke
bagian tanah yang rata lalu jatuhkan berlutut lagi. Namun begitu kedua lututnya
mencium tanah hal seperti tadi terjadi lagi.
Tanah itu melesak dalam, tubuhnya kembali jatuh.
Hal ini berkali-kali dilakukan Thian Ong dan pada akhirnya dia berdiri
terbungkuk-bungkuk di hadapan susioknya seraya berkata:
"Mohon maafmu, Susiok. Semua tanah di sini tak ada yang rata. Hingga setiap aku
berlutut terus jatuh. Aku tak dapat menghormatimu secara sempurna!"
Paras Kiat Bo Hosiang berubah mengejam. Dia tahu betul semua yang dilakukan
Thian Ong itu bukanlah penghormatan melainkan kesengajaan untuk mengejek
mempermainkannya. Dan sekaligus hendak menyombongkan kehebatan tenaga dalamnya
karena saat itu semua tanah di tempat itu telah penuh dengan lobang-lobang dalam
bekas hantaman lutut Thian Ong! Tadipun Kiat Bo Hosiang merasakan betapa setiap
kedua lutut pemuda itu menyentuh tanah, tanah jadi bergetar keras!
"Thian Ong keparat! Yang tak tahu membalas budi! Kalau bukan aku yang membawamu
pada Ik Bo Hosiang mana mungkin kau berkepandaian sakti mandraguna dan berilmu
silat tinggi! Dan sekarang ilmu itu yang hendak kau obral di depanku!"
"Ah, Susiok, budi yang bagaimanakah yang kau bicarakan ini" Apakah orang menanam
budi untuk mengharap suatu pamrih dikemudian hari seperti PENDEKAR DARI GUNUNG
NAGA 45 Tiraikasih-Kangzusi
yang kau lakukan saat ini dalam kesempatanmu?"
Thian Ong tertawa gelak dan sampai saat itu masih saja tegak terbungkuk-bungkuk.
Susiok sekarang ini zaman edan, banyak orang-orang sinting macam aku ini, tapi
tidak berbahaya. Yang berbahaya ialah orang-orang pandai tapi yang mempergunakan
kepandaiannya untuk berbuat segala kesesatan yang gila! Karenanya jika kau tidak
buru-buru keluar dari kesesatan itu, kau pasti akan dicap gila! Ketahuilah, aku
diminta oleh suhu untuk membawamu ke jalan yang benar!"
"Bangsat rendah! Kau rupanya sudah lupa asal.
Anak gembala jembel hina dina hendak memberi nasihat pelajaran kepadaku!
Ingusmupun kau belum mampu menyekanya!"
"Ah, kau salah susiok! Apakah kau lihat saat ini aku sedang ingusan" Celaka,
matamu rupanya sudah mulai buram!"
Saat itu Kiat Bo Hosiang sudah tak dapat lagi membendung kemarahannya. Dia
berteriak dahsyat dan gerakan tangan kanannya ke pinggang. Dilain kejap
berkiblatlah sinar putih menyilaukan ke arah Thian Ong.
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 46
Tiraikasih-Kangzusi
TERNYATA Kiat Bo Hosiang telah menyerang murid suhengnya itu dengan senjatanya
yang paling dahsyat yakni tongkat baja yang ujung-ujungnya bercagak dua.
Sebelumnya 12 tahun yang lewat Thian Ong telah menyaksikan kehebatan tongkat
tersebut, bahkan tadi pun Kiat Bo Hosiang telah mempergunakannya melawan musuh-
musuh tangguh serta hendak dipakai membunuh muridnya sendiri. Dan kini senjata
yang sama dipergunakan pula untuk menghadapi Thian Ong. Dalam waktu singkat
pemuda itu telah terkurung sinar tongkat namun dasar gendeng dia masih saja
tertawa-tawa. Penasaran Kiat Bo Hosiang segera robah permainan tongkatnya. Kini senjata itu
bergerak lebih cepat dan suaranya menderu dahsyat. Selama 10
jurus dimuka Thian Ong masih melayani serangan-serangan susioknya dengan tangan
kosong dan melancarkan serangan balasan dengan mengandalkan kebutan-kebutan
ujung lengan pakaiannya yang gombrangi Karena tenaga dalamnya yang luar biasa
angin yang keluar dari ujung-ujung lengan pakaiannya itu sanggup membuat mental
tongkat di tangan Kiat Bo setiap senjata itu mendekati Thian Ong.
Namun selewatnya 10 jurus pemuda itu mulai kerepotan. Saat ini Kiat Bo Hosiang
telah keluarkan ilmu tongkatnya yang terhebat dan bernama "sin eng-thunghoat"
atau ilmu tongkat garuda sakti.
Serangan tongkat datang bertubi-tubi dan tidak beda seperti burung garuda yang
menyambar-nyambar keseluruh bagian tubuh Thian Ong. Kadang-kadang menukik
seperti hendak mematuk kepalanya, kadang-kadang pula menusuk tajam ke perut atau
dada dan tak jarang berkelebat menggempur tubuhnya sebelah bawah!
Diam-diam dalam marah dan penasarannya Kiat Bo Hosiang mengagumi pemuda ganteng
itu. Selama ini jarang sekali dia mengeluarkan ilmu tongkatnya dalam jurus-jurus
yang lihay itu, bahkan ketika menghadapi dua pembantu-pembantu suhengnya di
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 47
Tiraikasih-Kangzusi
puncak Liongsan 12 tahun silam dia sama. sekali tidak mengeluarkannya. Kini
menghadapi murid dari suhengnya ternyata dia terpaksa harus keluarkan
kepandaiannya yang paling diandalkan itu! Meskipun Thian Ong kelihatan terdesak
tapi nyatanya si pemuda masih sanggup melayani sin-eng thonghoat sampai sepuluh
jurus. Padahal tokoh-tokoh silat ternama yang pernah dihadapinya, paling bantar
dua jurus sudah pasti konyol di tangannya!
Mendapati kenyataan bahwa susioknya kini berhasil mendesaknya dengan ilmu
tongkatnya yang amat lihay, Song Thian Ong anehnya malah per-dengarkan suara
tertawa gelak-gelak.
"Bret!" ujung tongkat menyambar robek dada pakaian Thian Ong. Sedikit saja
tongkat itu lebih ke depan dengan pasti dada pemuda ini akan kena dilabrak
hancur! "Tertawalah terus pemuda sedeng!" teriak Kiat Bo Hosiang. "Sebentar jagi perutmu
yang akan ku-robek!"
"Enak betul! Kamu musti ganti dulu bajuku yang robek Tua bangka sesat!" balas
berteriak Thian Ong.
Lalu sambil tertawa gelak-gelak dia jungkir balik di udara tiga kali berturut-
turut. Bagi orang yang tidak berpengalaman, saat lawan berjungkir balik seperti
itu amat empuk untuk dijadikan sasaran serangan mematikan. Tapi Kiat Bo Hosiang
yang sudah berilmu amat tinggi dan berpengalaman luas, serta mengetahui pula
sedikit seluk beluk ilmu suhengnya, mengerti betul adalah bahaya besar jika dia
melancarkan serangan saat itu.
Setelah jungkir balik Thian Ong melayang turun dengan kemudian kedua tangan
menuju tanah lebih dahulu. Sedetik kemudian dia sudah tegak lurus dengan kepala
menempel tanah sedang kedua kaki dikeataskan. Kakinya yang di ke ataskan ini
membuat gerakan aneh dan mendatangkan siuran angin keras. Kadang-kadang turun
naik seperti orang me-ngayuh. Sesekali menendang-nendang dengan dahsyatnya, lalu
berganti pula berputar-putar. Dan lebih keblingernya lagi, sambil membuat
gerakan aneh dengan kedua kakinya itu, Thian Ong keluarkan serulingnya lalu
mulai meniup lagu-lagu yang tak karuan. Terkadang merdu lembut, terkadang me-
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 48
Tiraikasih-Kangzusi
lengking-lengking menyakitkan telinga.
Melihat bagaimana tingkah Thian Ong dalam pertempuran itu yang seolah-olah
mengejek mem permainkannya, semakin mendidihlah amarah Kiat Bo Hosiang. Dia
teringat pada masa 12 tahun yang lalu ketika dia membawa Thian Ong ke puncak
Liongsan lalu suhengnya dan dua orang pembantu-pembantunya membuat Thian Ong
seperti bola, ditendang kian kemari dari satu kaki ke kaki lain sedang main-main
mereka tegak dengan kepala di bawah kaki ke atas!
"Pemuda keparat! Asalmu jembel tukang angon kerbau! Kenapa kini keliwat
sombong"!" teriak Kiat Bo Hosiang. Lalu menyerbu dengan tongkatnya. Tapi serta
merta saja dia tersurut kembali. Ternyata gerakan-gerakan kedua kaki Thian Ong
yang aneh itu merupakan benteng pertahanan yang kokoh dan sekaligus dapat
menjalankan serangan berbahaya!
Tapi Kiat Bo Hosiang masih jauh dari rasa gentar.
Meski dia tak dapat menyerang lawan dari sebelah atas namun matanya yang tajam
segera melihat bahwa ilmu silat aneh Thian Ong itu memiliki kelemahan di sebelah
bawah. Jika dia melancarkan serangan yang hebat antara pinggang sampai ke bagian
kepala lawan yang saat itu menempel di tanah pastilah dia akan berhasil
merobohkan Thian Ong, sekurang-kurangnya membuat cidera pemuda itu!
Maka setelah menunggu kesempatan yang baik, tiba-tiba Kiat Bo Hosiang membuat
gerakan yang bernama "sin-eng-tian-ci" atau garuda sakti pentang sayap. Kaki
kirinya melesat menghantam ke arah selangkangan Thian Ong sedang dalam detik
yang sama tongkat bajanya menunjuk deras ke arah tenggorokan si pemuda. Memang
dua serangan yang dilancarkan oleh Kiat Bo Hosiang sekali ini betul-betul luar
biasa. Dua-duanya sulit dikelit saking cepatnya dan disamping itu merupakan
serangan maut total! Kiat Bo Hosiang yakin salah satu dari serangan itu pasti
akan mengenai sasarannya, ter utama tusukan tongkat ke arah leher.
Tetapi adalah kecele kalau Kiat Bo berpikir demikian. Didahului oleh lengkingan
seruling yang ditiup gila-gilaan kerasnya tiba-tiba tubuh Thian Ong sebatas


Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinggang ke kaki melejit ke samping. Ini PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 49
Tiraikasih-Kangzusi
membuat serangan kaki kiri Kiat Bo hanya mengenai tempat kosong.
Disaat yang sama suling di tangan Thian Ong tiba-tiba membeset laksana kilat dan
bret! Robeklah pakaian putih kakek-kakek itu di sebelah dada.
Kiat Bo Hosiang kaget sekali. Dia cepat membuat gerakan untuk menjatuhkan
tubuhnya yang setengah melayang itu dari lawan. Namun masih kurang lekas karena
saat itu tubuh Thian Ong sudah melejit lurus kembali dan tahu-tahu satu
tendangan sudah mendepak pantat si kekek! Tak ampun Kiat Bo Hosiang mencelat
mental sampai satu tombak. Untung saja meskipun otaknya agak keblinger Song
Thian Ong tidak bermaksud jahat terhadap paman gurunya itu, kalau tidak pastilah
tendangan tadi akan membuat Kiat Bo Hosiang celaka, sekurang-kurangnya cacat
seumur hidup. Dilain pihak sambil tertawa haha hihi, Thian Ong bergerak jungkir balik dan
berdiri di atas kedua kakinya kembali.
"Susiok! Harap maafkan aku. Kalau saja aku tahu pantatmu itu sudah tak ada lagi
dagingnya alias tulang melulu, pastilah aku tak akan menendang pantatmu itu!"
"Anjing jadah!" maki Kiat Bo Hosiang meng-geledek. "Aku mengadu jiwa denganmu!"
Lalu kakek ini secara menerjang ke depan. Namun gerakannya terhenti karena saat
itu mendadak terdengar suara tawa bergelak :
"Kiat Bo Hosiangl Ada berapa nyawakah kau punya hingga hendak mengadu jiwa
dengan pemuda itu"! Apa kau tak malu sudah dipermainkan begitu rupa"!"
Kiat Bo Hosiang mengeram macam harimau
menggerang. Di sekitarnya tiba-tiba saja sisa-sisa pasukan Kaisar dan pasukan
rakyat yang tadi asyik menonton pertempuran hebat luar biasa yang tak pernah
mereka saksikan sebelumnya, pada lari berserabutan, ketakutan seolah-olah
melihat setan kepala sebelas!
Li Bwe Hun dan Thian Ong jadi terheran-heran sementara Kiat Bo Hosiang cepat
memutar kepala ke arah datangnya seruan dan suara tertawa bergelak tadi.
Memandang ke jurusan itu mendadak wajahnya PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 50
Tiraikasih-Kangzusi
yang beringas gemas kelihatan gembira dan dia tertawa lebar. Kakek ini lalu
menjura. "Ah, kiranya Pengho lo-enghiong. Kukira siapal Bagus sekali kau datang dan dapat
membantu aku meringkus pemuda pengacau ini!"
"Cuma meringkusnya?"
"Eh... tidak! Membunuhi" sahut Kiat Bo Hosiang pula. "Aku tidak malu-malu
meminta bantuanmu untuk mengirimnya ke akhirat!"
Terdengar suara tertawa kembali. "Ahoi! Seorang tokoh ternama yang katanya
paling lihay di seluruh Tionggoan hari ini tidak mampu untuk menghadapi seorang
pemuda otak miring! Percuma saja kami orang-orang Mongol memeliharamu,
memberikan uang dan harta berlimpah, gedung mewah serta perempuan cantik.
Nyatanya kau sama sekali tidak berguna bagi kami!"
Merahlah paras Kiat Bo Hosiang mendengar kata-kata itu. Namun kali ini
kenyataannya dia mati kutu!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 51
Tiraikasih-Kangzusi
SAAT itu di hadapannya Kiat Bo Hosiang berdiri seorang kakek kakek berambut
pirang dan bermuka merah macam kepiting rebus. Tubuhnya kurus tinggi dan dia
mengenakan jubah biru gelap. Dialah tokoh kelas wahid dari Mongol yang dikenal
dengan nama Pengho. Dibandingkan dengan Kiat Bo Hosiang ilmunya memang jauh
lebih tinggi. Di samping Pengho tegak pula seorang berpakaian rombeng dekil, kurus kering dan
bungkuk. Dia memegang sebuah tongkat di tangan kiri untuk menopang tubuhnya yang
bungkuk tak seimbang itu. Orang kedua ini adalah kawan kental Pengho, bernama
Wanglie dan bergelar Pengemis Sakti Tangan Kidal, dan merupakan salah seorang
tokoh-tokoh ternama berasal dari Tibet.
Orang ketiga yang datang bersama dua tokoh terdahulu itu ialah seorang pendek
bermata juling yang mukanya tembam selalu berkeringat. Yang hebat dari menusia
ini ialah sepasang lengannya yang panjang sekali, hampir menyentuh ke tanah.
Dia juga seorang tokoh lihay dari Mongol, yang kepandaiannya masih satu tingkat
di atas Kiat Bo Hosiang. Nama aslinya tak ada yang tahu. Dia dikenal dengan
gelar Sepasang Tangan Perenggut Jiwa!
Dengan hadirnya gembong-gembong besar pihak Mongol ini, tak heranlah kenapa sisa
pasukan Pemerintah dan rakyat kontan ambil langkah seribu begitu melihat dan
mengenali mereka!
Li Bwe Hun yang saat itu masih tertegak me-matung dan tak bisa bersuara karena
masih tertotok, yang juga mengenali siapa adanya ketiga manusia itu, diam-diam
terkejut dan mengeluh. Dia sudah dapat menduga walau betapapun lihaynya pemuda
berpakaian gombrong itu pastilah akan kalah jika menghadapi Pengho, apalagi jika
dikeroyok bersama-sama!
Sambil rangkapkan tangan di muka dada, Pengho berpaling pada Thian Ong dan
geleng-geleng kepala.
Hanya seorang pemuda gendeng begini kau tak PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 52
Tiraikasih-Kangzusi
sanggup menghadapinya" Betul" Memalukan, Kiat Bo!"
"Dia memang sedeng, Pengho Loenghiong,"
sahut Kiat Bo Hosiang dengan muka merah. "Tapi kunasihatkan jangan terlalu
dianggap remeh. Dia adalah murid suhengku Ik Bo Hosiang dari Liongsan!"
"Cuma muridnya saja" Itu toh lebih memalukan, Kiat Bo! Bagaimana lagi kalau
suhunya yang jadi pengacau. Tentu kau sudah modar!" ejek Pengho pula. Memang
pada masa itu bukan rahasia lagi kalau orang-orang asli Mongol kurang menyenangi
bangsa Han yang dipelihara oleh Kaisar Mongol secara mewah berlebih-lebihan
untuk mengharapkan imbal kepandaiannya dalam mencengkeram Tiongkok. Seolah-olah
pada kalangan orang-orang Mongol sendiri tidak ada tokoh-tokohnya yang lihay.
Dalam pada Itu perlakuan Kaisar Mongol terhadap orang-orang Han (Tiongkok)
kelihatan menyolok berlebih-lebihan.
Ejekan Pengho tadi membuat dada Kiat Bo Hosiang panas dingin bergetar. Tapi dia
tak bisa berbuat lain dari pada berdiam diri.
Pengho berpaling pada Sepasang Tangan Perenggut Jiwa. Diantara mereka bertiga
memang yang satu ini paling rendah ilmunya tapi dibandingkan dengan Kiat Bo
Hosiang masih lebih tinggi satu tingkat.
"Sobatku Perenggut Jiwa, apakah kau bersedia mengotorkan tanganmu membunuh
monyet baju gombrang yang katanya adalah murid dari Ik Bo Hosiang"!"
Si muka tembam Sepasang Tangan Parenggut Jiwa menyeringai dan basahkan bibir
dengan ujung lidah. Dia melirik dengan matanya yang juling ke arah Li Bwe Hun,
kemudian berpaling pada Kiat Bo Hosiang.
"Kiat Bo-Lo Jianpwe, apakah aku ingin aku membunuh murid suhengmu ini?" bertanya
si Perenggut Jiwa.
"Betul, lakukanlah cepat!" sahut Kiat Bo Hosiang.
Si Perenggut Jiwa goyangkan kepalanya ke arah Kiat Bo Hosiang dan berkata lagi:
"Nona cantik ini kalau aku tak salah adalah muridmu, bukan?"
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 53
Tiraikasih-Kangzusi
Kiat Bo Hosiang mengangguk.
"Ada satu syarat, Lotjianpwe. Jika aku ingin aku turun tangan, upahnya kau harus
hadiahkan nona muridmu itu padaku!" Sepasang Tangan Perenggut Jiwa memang
seorang tokoh silat Mongol yang terkenal hidung belang. Habis berkata demikian
dia melirik pada Bwe Hun, leletkan lidah lalu tertawa mengekeh.
Tiba-tiba suara tawanya itu ditimpali lebih hebat oleh suara seorang lainnya
ternyata adalah Song Thian Ong! Dan mendengar suara pemuda itu, Pengho
kernyitkan kening, Pengemis Sakti Tangan Kidal mendongak ke langit sedang si
Perenggut Jiwa tertegun! Mereka sama terkesiap mendapatkan bagaimana suara
tertawa Thian Ong itu mereka rasakan membuat tanah bergetar.
Masing-masing saling pandang sesaat, kemudian Pengho berbisik: "Hanya pemuda
edan macam dia apa pula artinya tak perlu ditakutkan!"
Sepasang Tangan Perenggut Jiwa menggaruk lalu berpaling pada Kiat Bo Hosiang.
"Bagaimana Lotjianpwe?"
Kiat Bo Hosiang memang sudah miring jalan pikirannya, ditambah pula saat itu dia
disungkup amarah serta malu luar biasa. Karenanya menceplos saja jawabannya:
"Terserah padamu kau mau buat apa atas diri gadis laknat itu! Tadipun aku hendak
membunuhnya!"
Mendengar jawaban ini si Perenggut Jiwa ternyata puas.
"Ah rejekimu besar nian hari ini, Sobat," berkata Pengho seraya menepuk bahu
hambratnya itu.
Si Perenggut Jiwa basahi bibirnya dengan ujung lidah. Sambil mengedipkan matanya
yang juling pada Li Bwe Hun dia berkata : "Nonaku, kau tung-gulah sebentar.
Saksikanlah bagaimana aku menghajar pemuda gila itu. Kemudian kita berdua
tinggalkan tempat ini, pergi bersenang-senang di atas ranjang."
Li Bwe Hun benar-benar tak menyangka kalau hati gurunya demikian bejatnya. Tapi
apakah daya-nya" Harapannya satu-satunya kini terletak pada Song Thian Ong.
Dapatkah pemuda berotak miring ini mengalahkan si Perenggut Jiwa" Kalaupun dapat
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 54
Tiraikasih-Kangzusi
lantas apakah dia mampu pula melawan Pengemis Sakti Tangan Kidal serta Pengho"
Bagaimana kalau orang-orang itu kemudian mengeroyoknya" Betapapun lihaynya
pemuda murid Ik Bo Hosiang itu namun adalah mustahil dia akan sanggup menghadapi
musuh-musuh tangguh demikian rupa. Dan ini berarti celakalah dirinya sendiri!
"Ah, mengapa Tuhan tidak mencabut saja nyawaku saat ini!" keluh Li Bwe Hun dalam
hati dan air mata mulai menggenangi pelupuk-pelupuk matanya.
Dalam pada itu dengan mengumbar suara tertawa mengekeh si Perenggut Jiwa
melangkah mendekati Thian Ong. Sebaliknya Thian Ong tampak acuh tak acuh, malah
membelakangi musuh yang datang mendekat itu, berpaling menghadap Kiat Bo Hosiang
dan dengan jari telunjuk tangan kirinya diacungkannya tepat ke hidung orang tua
ini. "Tua bangka sedengl Kau betul lebih sinting dari manusia edan manapun di dunia
ini. Hatimu bejat dan keji. Bukannya memberi hajaran malah menye-rahkan bulat-
bulat tubuh dan kehormatan murid sendiri pada si pendek juling ini!"
Paras Kiat Bo Hosiang jadi merah saga. Dia membentak: "Tutup mulutmu Bwe Hun
bukan murid-ku lagi! Kau hadapi saja musuh si Pendekar Perenggut Jiwa untuk
menerima mampusmu!"
"Kaulah yang lebih dulu layak mampus!" teriak Thian Ong, lalu menggebrak tanah
dengan kaki kirinya hingga tanah itu tenggelam sampai satu jengkal. Tubuhnya
berkelebat ke depan melancarkan hantaman satu pukulan tangan kosong yang hebat
namun saat itu belakangnya terdengar deru yang deras. Ternyata Sepasang Tangan
Perenggut Jiwa telah ulurkan kedua tangannya dan dalam gerakan kilat siap untuk
menangkap batang leher Thian Ong yang telah lengah membelakangi. Sekali leher
itu kena tertangkap nyawa murid Ik Bo Hosiang yang agak berotak miring itu
pastilah tak akan tertolong!
Memang sesuai dengan gelarnya yaitu Sepasang Tangan Perenggut Jiwa maka tokoh
silat Mongol bermata juling itu memang memiliki sepasang tangan yang luar biasa
hebatnya. Selain cepat dalam gerakan juga memiliki kekuatan atos PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 55 Tiraikasih-Kangzusi
dan ampuh. Baik Kiat Bo Hosiang maupun Wanglie (Pe-
ngemis Sakti Tangan Kidal) serta Pengho sudah dapat memastikan bahwa dengan
sekali gerakan kilat saja dan saat lawan dalam keadaan lengah, si Perenggut Jiwa
betul-betul akan dapat merenggut lepas nyawa Thian Ong.
Pada saat itu, ketika merasakan sambaran angin di belakangnya, Song Thian Ong
maklum kalau dirinya tengah diserang orang secara pengecut. Dia menggerendeng
dan rundukkan tubuh sedikit sambil memutar dan serentak dengan itu tangan
kirinya yang tadi dipergunakan untuk menuding hidung Kiat Bo Hosiang kini
dipakainya sebagai kemplangan menebas ke arah datangnya serangan!
Buk! Terdengar suara bergedebukan yang keras ketika lengan kiri Thian Ong beradu
dengan lengan kanan si Perenggut Jiwa.
Tokoh lihay dari Mongol ini merasakan tubuhnya terbanting ke kiri sampai empat
langkah tapi lengannya sama sekali tidak cedera bahkan terasa sakit pun tidak!
Inilah kehebatan ilmu kebal sepasang tangan yang dimilikinya. Padahal jangankan
manusia, batang pohon pun kalau sampai kena digebuk lengan Thian Ong yang berisi
kekuatan tanaga-dalam luar biasa itu, pastilah akan remuk berantakan!
Kini Pengho dan Pengemis Sakti Tangan Kidal, lebih-lebih si Perenggut Jiwa
sendiri baru terbuka matanya. Meskipun jago silat dari Mongol ini tidak cidera
namun tubuhnya yang terlempar sampai se-jauh empat langkah itu cukup membuktikan
bahwa Thian Ong meskipun gendeng tapi betul-betul tak bisa dibuat main. Padahal
sesungguhnya murid Ik Bo Hosiang dari Gunung Naga itu hanya membuat gerakan acuh
tak acuh dan tidak pula disertai kekuatan tenaga dalam yang berarti)
Walau dia tidak apa-apa, namun Perenggut Jiwa merasa malu sekali karena lawan
gila yang dianggapnya remeh dan gila itu ternyata tak dapat diberes-kannya dalam
satu gebrakan saja.
Didahului dengan bentakan galak dia sengaja keluarkan jurus silatnya yang
terlihay untuk menebus rasa malunya yakni jurus yang bernama PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 56 Tiraikasih-Kangzusi
siang-lui-guisan' atau sepasang petir membelah gunung!
Kehebatan jurus ini memang luar biasa. Sepasang tangan si Perenggut Jiwa kini
hanya merupakan bayangan sinar putih dan mengeluarkan suara keras setiap
serangan dilancarkan. Tampaknya Thian Ong kerepotan dibuatnya meskipun dia sudah
lancarkan serangan balasan dengan kebutan ujung lengan pakaiannya yang gombrong.
Semakin lama pertempuran semakin seru. Tiba-tiba Thian Ong membentak nyaring dan
tahu-tahu tubuhnya melayang ke atas, turun lagi dengan kaki ke atas kepala ke
bawah. Pemuda ini agaknya merobah permainan silatnya dan mengeluarkan ilmu yang tadi
telah diper-gunakannya dalam menghadapi Kiat Bo. Namun
setiap tendangan yang dilancarkannya selalu dapat dikelit atau ditangkis oleh
tangan si Perenggut Jiwa.
Thian Ong jadi penasaran. Dia jungkir balik kembali dan kini mainkan jurus silat
baru. Memang, si Siperenggut Jiwa jadi terdesak hebat namun sekalipun tubuhnya
terbanting atau tercelat mental selama dia masih sanggup mempergunakan sepasang
tangannya yang benar-benar ampuh untuk menangkis maka dia sama sekali tak
mengalami cidera. Lama-lama Thian Ong jadi beringas.
Murid Ik Bo Hosiang ini mencak-mencak macam orang kemasukan setan. Tapi setiap
tangannya digerakkan, menghamburlah pukulan-pukulan ganas yang dialiri tenaga
dalam tinggi. Berkali-kali si Perenggut Jiwa jatuh bangun dihantam pukulan
tangan kosong itu. Akan tetapi karena dia selalu mempergunakan kedua lengannya
untuk menangkap maka setiap jatuh dia cepat bangun kembali dan balas menyerang!
20 jurus berlalu. Si Perenggut Jiwa kelihatan mandi keringat, pakaian kusut
masai dan muka celemongan karena berulang kali jatuh atau terguling-guling di
tanah. Sebaliknya Thian Ong masih biasa saja, hanya suara menggerendeng tak
hentinya keluar dari mulutnya. Selagi dia berpikir-pikir bagaimana dapat
merobohkan lawan yang memiliki sepasang tangan laksana benteng baja itu, tibat-
tiba terdengarlah siulan nyaring menusuk telinga yang disusul dengan suara orang
menyanyi. PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 57
Tiraikasih-Kangzusi
20 jurus berlalu percuma
Hanya karena serangan membabi buta
Dua tangan memang laksana benteng baja
Untuk apa diserang menghabiskan tenaga"
Semua orang yang ada di situ terkejut, termasuk Thian Ong. Pemuda ini melompat
mundur dan mendongak ke atas pohon, dari arah mana suara orang menyanyi itu
datang. Pada cabang sebuah pohon tampak duduk seorang pemuda asing tak dikenal,
rambutnya gondrong dan mulutnya penuh berisi buah apel yang digerogotinya.
Melihat pemuda di atas pohon, Thian Ong tiba-tiba tertawa bergelak.
"Gondrong! Tampangmu tolol dan lagakmu juga edan seperti aku! Jika kau merasa
berkawan dengan aku, silahkan turun beri petunjuk!"
Tapi orang di atas pohon tidak mau turun, malah kembali bersiul-siul lalu
menyanyi lagi: Segala sesuatunya tidak sempurna
Otakmu tidak seluruhnya gila
Pergunakan bagian yang tidak gila
Untuk menduga dan mereka
Bahwa tidak seluruhnya sekeras baja
Diantara yang keras ada yang lemah
Pada kelemahan terdapat kelembutan
Dan kelembutan pangkal celaka.
Orang di atas pohon kunyah terus buah apel dalam mulutnya lalu garuk-garuk
kepala. Thian Ong ikut-ikutan garuk-garuk kepalanya. Dia memandang lagi pada si
gondrong di atas pohon, lalu tertawa.


Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mengerti... aku mengerti sekarang cihuy terima kasih! Kau memang kawanku,
memang sobat ku! Cihuyl" Thian Ong kelihatan girang sekali dan sampai-sampai dia
membuat gebrakan jungkir balik di udara beberapa kali. Begitu kakinya menginjak
tanah kembali, langsung dia menuding si pendek Perenggut Jiwa dan berkata keras.
"Mata juling, ayo kita bertempur lagi." Lalu dia PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 58
Tiraikasih-Kangzusi
berpaling pada Pengho, Pengemis Sakti Tangan Kidal dan Kiat Bo Hosiang.
"Manusia-manusia penjajah, sekarang kalian lihat bagaimana aku akan merobohkan
jagomu ini dalam satu jurus!'
Thian Ong tertawa lagi gelak-geiak. Selagi dia tertawa begini si Perenggut Jiwa
menyerbunya dengan hebat. Serangannya datang bertubi-tubi selama lima jurus. Di
jurus keenam, Thian Ong melakukan pembalasan. Dia lancarkan serangan ganas
dengan tangan kiri ke arah batok kepala Thian Ong demikian rupa hingga tak bisa
dikelit dan mau tak mau si Perenggut Jiwa harus pergunakan lengannya untuk
menangkis. "Buk!"
Lagi-lagi sepasang lengan mereka beradu.
Namun disaat yang sama Thian Ong kirimkan jotosan selusupan ke arah perut lawan.
Dan perut si Perenggut Jiwa tidaklah mempunyai ilmu kebal seperti yang dimiliki
kedua lengannya. Manusia ini menjerit se-tinggi langit ketika tubuhnya terlempar
empat meter, menggeletak tak berkutik lagi, mati dengan perut bobol!
"Terima kasih! Terima kasih! Terima kasih saha-batku?" teriak Thian Ong berulang
kali sambil jingkrak-jingkrakan lalu melesat ke cabang pohon di mana pemuda
gondrong yang makan buah apel itu nongkrong.
"Eh, apakah kau doyan apel, Sahabatku!" berkata si gondrong.
"Thian Ong manggut-manggut, lantas saja di keruk saku pakaian si gondrong dan
sambar dua buah apel. Keduanya sambil tertawa-tawa kemudian asyik mengunyah
buah-buah apel itu seolah-oleh tidak perduli di mana mereka berada, seolah-oleh
tidak ada terjadi apa-apa di situ!"
"Manusia-manusia sinting! Gila!" maki Pengho dengan mata mendelik dan meludah ke
tanah. "Kalau tidak karena diberi tahu oleh si gondrong itu kambrat kita si Perenggut
Jiwa tak bakal mati di tangannya 'Pengho Lo enghiong, apakah kau kenal siapa
bangsat gila yang berambut gondrong itu?"
"Tak pernah kuketahui siapa dia adanya. Mungkin sute atau suheng dari keparat
bernama Thian Ong itu?"
Kiat Bo Hosiang gelengkan kepala. Ik Bo PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 59
Tiraikasih-Kangzusi
Hosiang tak pernah mengambil murid lain dari pada Thian Ong bocah penggembala
hina dina itu. Pemuda yang gondrong ini jelas bukan orang Han!"
Sementara itu di atas pohon saking girangnya Thian Ong begitu tenggak habis dua
buah apel lantas keluarkan serulingnya dan tiup benda itu keras membawakan lagu
gembira. "Ah Sobat! Kau ternyata pandai sekali main suling. Boleh aku ikut menimpali"!"
bertanya si gondrong.
"Tentu, tentu saja!" sahut Thian Ong gembira sambil ongkang-ongkang kaki.
"Silahkan! Silahkan!"
Si gondrong merogoh pinggang pakaiannya sesaat kemudian terlihatlah sinar
menyilaukan. Ternyata pemuda ini keluarkan sebuah senjata ber-bentuk kapak
bermata dua yang pada mata-matanya yang menyilaukan itu tertera angka 212. Kapak
aneh ini gagangnya terbuat dari gading dengan ukiran kepala naga pada sebelah
bawahnya, sedangkan pada batang gagang terdapat lobang-lobang. Dan ketika pemuda
ini tempelkan bibirnya ke bibir naga-nagaan lantas meniup, maka membersitlah
suara lengkingan seperti tiupan seruling, dahsyat luar biasa.
Kiat Bo Hosiang, Pengho dan Pengemis Sakti Tangan Kidal merasakan telinga
masing-masing bergetar sakit. Buru-buru mereka tutup indera pen-dengaran. Tapi
dada masing-masing masih saja terasa bergetar. Hebat sekali. Sungguh belum
pernah mereka menyaksikan dan mendengar tiupan-tiupan suling yang demikian luar
biasa hingga. Menggetar-kan tanah yang mereka pijak dan mempengaruhi mereka.
Pengho, sebagai orang yang paling tinggi ilmunya tahu betul kalau saja dia dan
kawan-kawannya masih merupakan jago silat kelas rendah pastilah telinga masing-
masing telah rusak berdarah mendengar tiupan suling yang luar biasa karena
disertai aliran tenaga dalam dahsyat itu!
"Merdu sekali! Merdu sekali!" teriak Thian Ong.
Lalu tiup sulingnya lebih keras.
Pengho tokoh silat kelas wahid dari Mongol tak dapat lagi menahan
kejengkelannya. Amarahnya meluap karena dia merasa seolah dipermainkan . Di
samping itu Thian Ong harus mati untuk menebus PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 60
Tiraikasih-Kangzusi
nyawa si Perenggut Jiwa yang telah dibunuhnya!
"Thian Ong pemuda keparat! Turunlah untuk menerima kematian!" teriak Pengho
menggelegar diantara hiruk-pikuknya tiupan-tiupan suling.
Tapi Thian Ong dan juga si gondrong tidak ambil perduli malah kini ongkang-
ongkang kaki dan terus meniup suling masing-masing dalam lagu tanpa nada tak
karuan! Mendidihlah amarah Pengho tokoh dari Mongol ini angkat tangan kanannya dan
menghantam ke atas pohon!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 61
Tiraikasih-Kangzusi
SATU gelombang sinar hitam menggebu ke arah cabang pohon di mana Thian Ong dan
pemuda gondrong yang bukan lain adalah Wiro Sableng si Pendekar 212 tengah duduk
ongkang-ongkang kaki enak-enakan sambil tiup suling.
Terdengar suara keras hancurnya cabang pohon serta rontoknya dedaunan yang
kemudian disusul oleh tumbangnya pohon besar itu.
Tapi suara tiupan dua suling sama sekali tidak berhenti dan baik Wiro maupun
Thian Ong tidaklah menemui celaka dihantam pukulan sakti tadi karena sebagai
orang-orang berkepandaian tinggi tentu saja mereka tahu bahaya dan siang-siang
sudah berkelebat turun ke tanah. Begitu sampai di tanah enak saja mereka duduk
menjelepok dan terus memainkan suling!
Kiat Bo Hosiang melengak, Pengemis Sakti Tangan Kidal naik turun tenggorokannya
sedang Pengho Lio Bwe Hun yang saat itu masih berada dalam keadaan tertotok
meskipun hatinya cemas setengah mati namun melihat tingkah dua pemuda yang
agaknya sama-sama keblinger itu dalam hati jadi tertawa geli. Menghadapi tiga
tokoh silat begitu lihay keduanya masih saja gila-gilaan, padahal maut sudah di
depan mata! "Thian Ong manusia keparat. Lekas ke sini untuk menerima kematian!" teriak
Pengho. "Ah, di sini banyak pengganggu. Bagaimana kalau kita main suling di tempat lain
saja?" ujar Thian Ong seraya hentikan permainannya dan masukkan sulingnya ke
balik pinggang pakaiannya yang gom brong. Wiro pun hentikan permainannya,
masukkan Kapak Naga Geni 212 ke balik pakaiannya.
"Mari!" kata Wiro pula seraya berdiri mengikuti Thian Ong.
"Bangsa!, kau mau pergi ke mana"'" teriak Pengho lalu berpaling pada Pengemis
Sakti Tangan kidal dan memerintah : "Bunuh dia!"
Pengemis Sakti Tangan Kidal mendongak ke PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 62
Tiraikasih-Kangzusi
langit lalu tertawa melengking" Terima kasih Pengho - twako, memang aku sudah
lama tak membunuh orang. Hari ini tanganku yang sudah gatai akan dapat bagian!"
Sambil melintangkan tongkat kayu yang dipe-gangnya di tangan kiri, Pengemis
Sakti Tangan Kidal maju mendekati Thian Ong.
"Thian Ong, kaum ditakdirkan mampus di tanganku. Nah, bersiaplah untuk mati!"
"Eh, Sobat," ujar Thian Ong sambil menepuk bahu Wiro. "Lagak kakek-kakek bungkuk
itu seperti malaikat maut saja. Apakah begini tampangnya malaikat maut!"
Wiro garuk-garuk kepala.
"Entahlah, aku pun belum pernah melihat. Tapi aku yakin malaikat maut tampangnya
lebih cakepan dari tua bangka keriputan ini' sahut Wiro pula sambil cengar-
cengir. Kedua anak geblek itu lantas tertawa terpingkal-pingkal.
Wut! Entah kapan dia bergerak tahu-tahu tongkat di tangan kiri Pengemis Sakti Tangan
Kidal sudah membabat ganas ke batok kepala Thian Ong. Meskipun tadi kelihatannya
acuh tak acuh namun begitu diserang murid Kiat Bo Hosiang ini ternyata waspada
sekali. Secepat kilat dia jatuhkan diri, kedua tangan lebih dulu mencapai tanah.
Sesaat kemudian kedua kakinya telah melancarkan serangan balasan. Satu mendepak
ke arah perut sedang lainnya menendang ke tenggorokan lawan. Namun tingkat
kepandaian si kakek bungkuk ini lebih tinggi dari si Perenggut Jiwa. Ilmu
tongkatnya lebih lihay dari Kiat Bo Hosiang. Dua serangan itu dikelitkannya
dengan mudah, bahkan kini tongkat di tangan kirinya me-nyapu-nyapu dahsyat
sekali. Song Thian Ong dalam tingkahnya yang gila-gilaan itu beberapa kali hampir kena
dihantam senjata lawan. Dan masih saja dia bertingkah aneh yang bukan-bukan
sambil tak lupa mengejek dan mencaci maki lawannya sehingga Wanglie alias
Pengemis Sakti Tangan Kidal penasaran setengah mati.
Dengan matanya yang tajam dan pengalaman luas, Pengho si tokoh utama di Mongol
segera PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 63
Tiraikasih-Kangzusi
melihat bahwa sesungguhnya Thian Ong memiliki dasar ilmu silat yang iebih hebat
dari Pengemis Sakti Tangan Kidal. Buktinya sampai 20 jurus di muka pemuda ini
masih melayani tokoh lihay yang berasal dari Tibet itu dengan tangan kosong!
Cuma karena tingkahnya yang aneh dan gila-gilaan itulah yang membuat dia seolan-
olah tak mau menurunkan tangan jahat dan hanya ingin mempermainkan musuh.
"Kiat Bo Hosiang! Kau bantulah Pengemis Sakti!'
berseru Pengho setelah 20 jurus lagi berlalu tanpa kambratnya itu bisa melakukan
sesuatu terhadap Thian Ong.
Kiat Bo Hosiang cabut tongkat bajanya dan menyerbu ke dalam kalangan
pertempuran. "Curangi" teriak Wiro marah.
"Orang asingi Tutup mulutmu!' sentak Pengho.
"Kau tak ada hak mencampuri urusan orang lain!
Lekas angkat kaki dari sini kaiau tidak ingin ku-gebuk!"
"Eit enak betui memerintah orang. Kau kira aku ini kacungmukah"! Makan ini!"
teriak Wiro sambil keluarkan sisa satu buah apel dari dalam sakunya.
buah ini dilemparkannya dengan sebat. Pengho bergerak cepat tapi dia kecele
karena Wiro sama sekali tidak menyerangnya, melainkan melemparkan buah apel itu
ke arah Li Bwe Hun yang masih tegak tak berdaya karena ditotok.
"Buk!"
Buah apel itu mencerai tepat di tengkuk Li Bwe Hun. Totokan yang sejak tadi
menguasai si gadis serta merta buyar karena memang disitulah sebelumnya Thian
Ong teiah menotok Bwe Hun yakni sewaktu gadis ini hendak melarikan diri dari
Kiat Bo Hosiang yang hendak membunuhnya.
"Nona, tadi kau telah diselamatkan oleh pemuda itu. Sekarang bantulah dia!" seru
Wiro. Li Bwe Hun katupkan bibirnya rapat-rapat. Kemudian seolah-olah patuh, dia
memungut sebilah golok milik bekas seorang prajurit Kerajaan dan tanpa banyak
bicara terus ke kalangan pertempuran!
Sebenarnya Wiro merasa yakin kalau Thian Ong tak akan mudah dikalahkan sekalipun
dikeroyok dua orang oleh Pengemis Sakti Tangan Kidal dan susioknya sendiri.
Namun Pendekar 212 ini yang sudah PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 64
Tiraikasih-Kangzusi
gatal tangan ingin ikut bertempur, diam diam mendapat akal Maka dilepaskannya
totokan Bwe Hun lalu disuruhnya gadis ini membantu Thian Ong.
Mendapat bantuan ini dengan sendirinya Thian Ong semakin sulit untuk dirobohkan
malah kebalikannya dua lawannyalah kini yang berada dalam kedudukan sulit!
Dan hal ini diketahui oleh Pengho si tokoh lihay dari Mongol. Sebenarnya dia
tidak perlu mengkha-watirkan keselamatan Kiat Bo Hosiang. bahkan dia ingin
sekali kakek-kakek bangsa Han yang sejak lama dibencinya itu mampus saat itu
juga. Namun dia sama sekali tak ingin kalau kambratnya dari Tibet yakni Pengemis
Sakti Tangan Kidal sampai celaka.
Maka tak menunggu lebih lama lagi, Pengho segera menyerbu pula ke dalam kancah
pertempuran. Justru inilah yang dikehendaki Wiro!
"Tua bangka bermuka kepiting rebus!" teriak Wiro memaki Pengho yang memang
memiliki tampang merah seperti kepiting rebus. "Aku lawanmu, jangan main
keroyok! Mendengar makian itu dan melihat Wiro berkelebat ke arahnya serta merta Pengho
lepaskan pukulan saktinya yang tadi telah dikeluarkannya waktu menyerang Wiro
dan Thian Ong di atas pohon.
Sinar hitam menderu ganas ke arah Pendekar 212. Wiro kaget juga karena tak
menyangka begitu mulai berkelahi lawan sudah lancarkan serangan pukulan sakti
itu. Memang Pengho tak mau kepalang tanggung menghadapi lawan yang sudah
diduganya tidak berkepandaian rendah itu. Apalagi karena petunjuk Wirolah sampai
Thian Ong berhasil membunuh si Perenggut Jiwa. Dengan sendirinya dendam serta
kebencian bertumpuk jadi kemarahan yang bukan alang kepalang.
Wiro keluarkan siulan melengking lalu lepaskan pukulan sinar matahari ke depan.
Sedangkan sinar putih panas dan menyilaukan bergemuruh memapas sinar hitam
serangan Pengho.
Bumi terasa bergetar ketika dua pukulan sakti itu bentrokan di udara dengan
mengeluarkan suara yang hebat! Tubuh Pengho terhuyung sampai lima langkah ke
belakang sedang tangan kanannya sampai sebatas pangkal bahu terasa sakit
berdenyut-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 65
Tiraikasih-Kangzusi
denyut. Diiain pihak sepasang kaki Pendekar 212
Wiro Sableng melesak sampai setengah jengkal dan tubuhnya bergetar.
Paras Pengho berubah pucat. Sebagai tokoh kelas satu di seluruh Mongol baru kali
ini dia mengalami bentrokan pukulan sakti yang hebat. Jelas sudah bahwa pemuda
rambut gondrong itu memiliki kepandaian luar biasa dan agaknya tidak berada di
sebelah bawah sobatnva si orang Han yaitu Song Thian Ong.
"Celaka! Naga-naganya aku bakal mendapat kesulitan!" membathin Pengho dengan
hati tidak enak.
Dan dia semakin tak enak lagi ketika melihat bagaimana kambratnya Pengemis Sakti
lengan Kidal yang membantu Kiat Bo Hosiang berada dalam keadaan terdesak, bahkan
sesaat kemudian Thian Ong yang mempergunakan serulingnya sebagai senjata dan
mainkan jurus-jurus silat aneh berhasil memukul mental tongkat kayu Pengemis
Sakti! "Tahan, seru Pengho tiba-tiba seraya melompat menjauhi Wiro. "Sobatku Pengemis
Sakti, kurasa cukup sudah kita main-main dengan orang-orang ini. Kita masih ada
urusan lain yang lebih penting harus diselesaikan. Iain hari saja kita layani
mereka kembali. Mari!"
Pengemis Sakti Tangar? Kidal yang maklum apa arti kata-kata Pengho itu dsn
menyadari pula keadaan mereka yang sulit bahkan bakal celaka jika bicara lagi
segera meninggalkan tempat itu menyusu!
Pengho yang telah berkelahi pergi lebih dulu tanpa memperdulikan Kiat Bo
Hosiang. Kiat Bo Hosiang yang ditinggal sendirian, sesaat jadi tertegun. Hendak menyusul
kabur keadaannya terjepit antara Thian Ong dan Bwe Hun. Dan saat itu sambil
menyeringai Thian Ong datang mendekati.
Kasihan kau tak mempunyai kesempatan kabur, susiok ku yang sesat. Dan lebih
kasihan lagi karena suhu telah berpesan bahwa jika seseorang sesat tak mau insaf
dan tobat adalah layak untuk dibunuh'"
Sebagai penutup kata-katanya Thian Ong lantas kirimkan tusukan dengan
serulingnya ke arah dada Kiat Bo Hosiang. Orang tua ini agak gugup. Meskipun dia
sempat berkelit tapi tak urung bahunya masih kena keserempet hingga dagingnya
terkelupas. De-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 66
Tiraikasih-Kangzusi
ngan menggembor marah Kiat Bo Hosiang mengirimkan serangan balasan. Tongkat
bajanya bersuit suit mengeluarkan sinar putih.
Tapi bagaimana pun juga tingkat kepandaian Kiat Bo Hosiang tidak mampu
menghadapi murid keponakannya itu. Kalau dalam pertempuran sebelumnya Thian Ong
banyak mengejek dan main-main, maka kini jurus silat yang dikeluarkannya betul-
betu! aneh dan tidak main-main lagi. Setelah perkelahian berlangsung empat jurus tiba-
tiba pendekar aneh berbaju gombiong dari Gunung Naga ini berteriak:
"Awas tongkat!"
Baru saja kata-katanya itu berakhir, tahu-tahu tongkat baja di tangan Kiat Bo
Hosiang sudah terlepas kena dirampas.
"Lihat suling/' terdengar lagi seruan Thian Ong.
Dan detik Itu pula suling di tangannya telah menyambar ke arah leher si kakek
tanpa sempat berkelit lagi.
Kiat Bo Hcsfanu hanya bisa mendelik kaget melihat datangnya maut.
Sedetik lagi suling itu akan menusuk amblas leher Kiat Bo Hosieng tiba-tiba


Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar teriakan Bwe Hun :
"Tahan! Jangan bunuh dia!"
Thian Ong tersentak heran. Masih untung dia sempat ubah arah tusukan sulingnya
hingga benda ini hanya menyambar robek bahu pakaian Kiat Bo Hosiang.
"Eh, apa-apaan kau Nona Li"!" bertanya Thian Ong. Sedang Wiro juga heran sambil
garuk-garuk kepala.
Yang paling heran tentu saja Kiat Bo Hosiang.
Seharusnya dia sudah menemui ajal saat itu.
"Nona, tadi kau hendak dibunuhnya dan malah mencoba pula untuk menamatkan
riwayatnya. Sekarang kenapa kau mencegah aku membuat dia ko-
nyol"!" bertanya kembali Thian Ong. "Ingat, manusia sesat pengkhianat semacam
ini amat berbahaya.
Ular berkepala dua seperti dia harus dibunuh!"
"Betapa pun sesat dan jahatnya, dia tetap adalah suhuku," jawab Bwe Hun dengan
suara bergetar.
Kiat Bo Hosiang terkesiap. Dadanya berdebar dan wajahnya pucat. Apakah
sebenarnya kehendak Bwe Hun bekas muridnya itu" Hendak membalasnya PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 67 Tiraikasih-Kangzusi
atau hendak turun tangan sendiri membunuhnya"
"Suhu!" tiba-tiba Bwe Hun melangkah ke depan gurunya. "Kurasa kau masih bisa
diperbaiki. Kurasa kau masih bisa keluar dari segala macam comberan busuk yang
kau renangi selama ini. Jika kau sadar dan berjanji untuk kembali ke jalan yang
benar, kurasa murid suhengmu ini pasti akan mengampuni-mu. Bagaimana...."
Semakin pucat wajah Kiat Bo Hosiang. Tiba-tiba saja sepasang matanya berkaca-
kaca. "Tak mungkin," desisnya. "Aku telah terlalu jauh dalam kesesatan. Aku
pengkhianat paling terkutuk. Kau bu-nuhlah aku sekarang. Aku.tak akan melawan.
Thian Ongl Bwe Hun! Bunuh aku sekarang juga!" Si kakek lalu jatuhkan diri dan
buang tongkat bajanya, me-nangis tersedu-sedu.
"Suhu, tak ada dosa yang tak berampun. Kalaupun kau merasa telah berbuat dosa
dan kesalahan besar kurasa masih ada jalan untuk menebusnya.
Yaitu bersama-sama kami memusnahkan kaum penjajah Mongol yang selama ini
mendatangkan malapetaka."
"Itu betul!" seru Thian Ong yang tiba-tiba saja kasihan melihat susioknya itu.
"Tapi syaratnya satu," menyelinap Wiro. "Asal jangan dia menipu kita. Kalau
tidak bisa berabe seumur-umur!"
"Kalau... kalau kalian memang bersedia memberikan pengampunan dan ingin berjuang
bersama, aku rasa memang inilah kesempatan bagiku untuk menebus dosa...."
"Berdirilah suhu, mari kita atur rencana," kata Bwe Hun pula seraya memegang
bahu Kiat Bo Hosiang dan memungut senjata kakek ini.
Menurut Kiat Bo Hosiang yang paling tahu seluk beluk kekuatan pasukan Mongol,
adalah sulit untuk menumpas habis pasukan-pasukan Mongol yang
kuat dan banyak disekitar perbatasan. Sebenarnya bala tentara Mongol bukanlah
apa-apa jika saja mereka bisa memusnahkan pusat dan orang-orang yang mengatur
semua kekuatan itu, yang sekaligus menjadi pengatur dari segala kegiatan
penjajahan. Pusat kekuatan dan pengaturan ini terletak di kota PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 68
Tiraikasih-Kangzusi
Ansi, tak berapa jauh dari perbatasan. Di sini terdapat sebuah gedung besar yang
merupakan markas dari pada tokoh-tokoh Mongol, terdiri dari "arsitek" dan
"pelaksana" pejajahan. Mereka adalah orang-orang yang berkepandaian silat
tinggi, diantaranya Pengho sebagai kepala dan wakil Raja Mongol, lalu seorang
jenderal bernama Karfi Khan, kemudian Penghu, sute dari Pengho, ditambah dengan
Pengemis Sakti Tangan Kidal dan kira-kira selusin perwira-perwira tinggi yang
lihay. "Terus terang saja, sebelumnya aku pun menjadi salah seorang diantara mereka di
sana. Namun syukur kalian telah membuka kedua mataku. Jika kita sanggup
mengobrak-abrik markas mereka itu dan membunuh semua tokoh yang ada di situ
kukira hancurlah induk kekuatan kaum penjajah Mongol.
Balatentara Mongol yang banyak tak ada artinya. Tak lebih dari serombongan anak
ayam yang kehilangan induk. Dalam pada itu aku tahu betul bahwa prajurit-
prajurit Mongol telah muak dengan peperangan apalagi kekejaman-kekejaman yang
lewat batas ke-manusiaan yang selama ini diperlihatkan oleh pimpinan mereka.
Cuma satu hal yang diperhatikan, markas tokoh-tokoh Mongol banyak alat
rahasianya!"
Sesaat semua orang terdiam setelah mendengar keterangan Kiat Bo Hosjang itu.
"Bagaimana...?" Bwe Hun bertanya.
"Kita menyerbu ke sana!" Thian Ong menyahut.
"Betul, kita menyerbu ke sana! ujar Wiro pula.
'Bagus! Sebaiknya kita berangkat sekarang juga!" kata Kiat Bo Hosiang dan
disetujui oleh semua orang. Maka keempat menusia berkepandaian tinggi itu pun
berkelebat meninggalkan tempat itu. Kalau tadi di tempat itu suasananya hiruk-
pikuk maka kini jadi sunyi tapi tetap saja mengerikan karena di sana sini
bertebaran puluhan mayat.
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 69
Tiraikasih-Kangzusi
SETELAH melakukan perjalanan yang cukup sulit hampir selama dua minggu akhirnya
mereka sampai juga diluar kota Ansi. Kota ini adalah kota Kerajaan Tiongkok
pertama yang direbut oleh bangsa Mongol sewaktu pecah perang. Karena terletak di
daerah yang kini dikuasai bangsa Mongol maka suasananya tenang dan aman, tak
banyak prajurit-prajurit yang kelihatan berkeliaran. Namun adalah berbahaya bagi
Thian Ong, Wiro dan Bwe Hun untuk memperlihatkan diri dan memasuki kota pada
siang hari sekalipun mereka bersama Kiat Bo Hosiang yang oleh penduduk
setempat dianggap sebagai salah satu tokoh pimpinan bangsa Mongol. Maka mereka
mengatur rencana dan baru pada malam hari rencana itu akan dijalankan.
Bila senja berganti dengan malam, gedung besar yang menjadi markas para tokoh
Mongol kelihatan terang dan tenang. Di pintu depan lima orang pengawal asyik
bercakap-cakap sedang lainnya melakukan perondaan sekeliling tembok halaman.
Tadi sudah dikatakan bahwa keadaan kota Ansi aman, namun untuk gedung penting
seperti markas itu tentu saja harus mendapat pengawal yang cukup terjamin.
Di dalam gedung, pada sebuah ruangan besar empat belas orang kelihatan duduk
mengelilingi meja. Mereka adalah Pengho di kepala meja, Jenderal Karfi Khan di
kepala meja yang lain, lalu Penghu sutenya Pengho, Wanglie alias Pengemis Sakti
Tangan Kidal ditambah 10 orang perwira tinggi bangsa Mongol.
Satu jam yang lalu Pengho dan Pengemis Sakti baru saja kembali dan langsung
mengumpulkan orang-orang itu untuk mengadakan pembicaraan.
Yang jelas tentu saja Pengho menuturkan apa yang telah terjadi dua minggu lalu
antara dia dan murid Ik Bo Hosiang.
"Pemuda itu lihay sekali dan yang lebih bahaya adalah konconya, seorang pemuda
asing berambut gondrong," berkata Pengho.
"Bagaimana dengan Kiat Bo Hosiang?" bertanya Jenderal Karfl Khan.
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 70
Tiraikasih-Kangzusi
"Entahlah, kami tinggalkan saja dia sendirian.
Mungkin sudah mampus di tangan muridnya sendiri atau si keparat Thian Ong itu,"
menyahuti Pengemis Sakti.
"Bagiku lebih baik dia mampus. Aku tak begitu senang padanya," kata Pengho pula
blak-blakan. Setelah membicarakan susunan dan keadaan pasukan Mongol di beberapa tempat di
selatan, Pengho kemudian berkata: "Dengan adanya pengacau-pengacau seperti Thian
Ong dan pemuda asing serta gadis murid Kiat Bo Hosiang itu pasti akan banyak
mempengaruhi keadaan kita. Dalam perjalanan kemari aku dan Pengemis Sakti telah
membicarakan rencana untuk mendatangkan beberapa tokoh utama Tibet guna membantu
kita. Kalau sampai Ik Bo Hosiang sendiri turun tangan keadaan kita akan semakin
sulit. Kita basmi dulu tiga kurcaci itu, soal Ik Bo baru kita urus kemudian.
Dengan ratusan pasukan dan dipimpin oieh tokoh-tokoh lihay seperti kita masakan
Ik Bo Hosiang tak dapat kita gusur dan puncak Longsan"! AKU hanya menunggu
persetuju-an dari para hohan di sini saja.' (Hohan = orang gagah).
Kurasa semua kita di sini dengan menyetujui rencana Pengho lo enghiong dan
Wanglie lo enghiong." menjawab Jenderal Karfi Khan.
"Terima kasih kalau begitu aku dan Pengemis Sakti akan berangkat bes....
Pengho tak meneruskan kata-katanya karena saat itu matanya melihat alat rahasia
yang terletak di dinding bergerak-gerak.
Ada orang di atas genteng! Semua siap!" seru Pengho.
Orang-orang yang ada dalam ruangan pertemu-an itu serta merta melompat dari
kursi masing-masing dan hunus senjata Pada saat itu pintu ruangan tiba-tiba
terbuka dan muncullah Kiat Bo Hosiang.
"Eh, bukankah kau sudah mampus di tangan murid keponakanmu!" Pengho berseru
kaget. "Belum, masih belum Pengho lo enghiong,"
sahut Kiat Bo Hosiang.
"Jadi kau berhasil lolos dari kepungan tiga orang muda lihay itu"!" Pengemis
Sakti kini yang ajukan PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 71
Tiraikasih-Kangzusi
pertanyaan. Sebelum Kiat Bo Hosiang sempat menjawab Pengho kembali buka mulut: "Apakah kau
masih punya muka untuk kembali kemari"!"
"Ah soal muka tak perlu kita bicarakan. Mukamu atau muka siapapun di ruangan ini
tidak lebih baik dari mukaku!"
"Wah kau bicara keren amat Kiat Bo Hosiang!"
tukas Jenderal Karfi Khan. Sementara Pengho melirik pada alat rahasia di dinding
yang sampai saat itu masih kelihatan bergerak sedikit.
"Ketahuilah aku datang bukan sebagai Kiat Bo Hosiang yang dulu. Selama ini
kalian orang-orang Mongol telah memperdayaiku, membujuk dan me-rayu hingga aku
lupa daratan dan menindas, memusnahkan bangsa sendiri!"
"Kiat Bo Hosiang! Kau bicara apakah! Dan apa maumu sebenarnya," membentak
Pengho. "Kalian kaum penjajah terkutuk hari ini harus bertanggung jawab atas kejahatan
dan kekejian apa yang telah kalian lakukan terhadap tanah air dan bangsaku!"
Habis berkata begitu Kiat bo Hosiang lantas cabut tongkat bajanya lalu berseru:
"Kawan-kawan silahkan turuni"
Serentak dengan itu terdengar suara ribut di atas atap. Loteng ruangan tiba-tiba
bobol dan tiga sosok tubuh melayang turun dalam gerakan yang sebat luar biasa!
"Kurang ajar!' teriak Pengho. Dia sudah maklum siapa-siapa adanya tiga manusia
yang masuk me-nerobos itu karenanya segera saja dia hantamkan kedua tangannya ke
atas. Dua larik sinar hitam menderu memapaki Thian Ong, Bwe Hun dan Wiro Sableng
yang tengah melayang di udara.
Terdengar suara tertawa Thian Ong disusul dengan berjumpalitannya tubuh pemuda
Ini ke kiri dan laksana seekor naga dia menukik ke arah Pengho sambil lancarkan
satu jotosan. Tokoh dari Mongol ini cepat membuang diri ke samping hingga
serangan lawan mengenai tempat kosong.
Di atas sana pukulan sinar hitam Pengho telah menghancur leburkan atap ruangan
sementara Pendekar 212 Wiro Sableng yang membalas dengan pukulan sinar matahari
telah membuat lantai ruangan PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 72
Tiraikasih-Kangzusi
hangus retak-retak, ubinnya pecah bermentalan!
"Bangsat!" memaki Pengho. "Penghu! Kau dan Jenderal Karfi Khan hadapi murid gila
Ik Bo Hosiang itu. Wanglie locianpwe kau pimpin lima perwira tinggi menghadapi
bangsat berambut gondrong. Aku sendiri akan mencincang bangsat pengkhianat ular
kepala dua Kiat Bo Hosiang. Yang lain-lainnya lekas kepung gadis binal baju
hijau itu!"
Pengho sengaja mencari lawan dan menghadapi Kiat Bo Hosiang karena dia merasa
jerih terhadap Thian Ong apalagi Wiro Sableng.
Di dalam ruangan besar yang sudah porak poranda itu maka terjadilah pertempuran
yang amat seru!
Dengan sebilah pedang berwarna ungu, Pengho mengamuk yang dilayani oleh Kiat Bo
Hosiang dengan tongkat bajanya. Namun hanya lima jurus saja Kiat Bo Hosiang
segera terdesak hebat!
Li Bwe Hun yang menghadapi lima pengeroyok tidak mendapat kesulitan. Meski
pengeroyok-penge-royoknya terdiri dari perwira-perwira berkepandaian tinggi
namun dengan mainkan jurus-jurus ilmu tongkat yang dikuasainya dengan sempurna
dalam tempo enam jurus saja sudah membuat lima pengeroyok bergeletakan mandi
darah. Pada saat gadis ini hendak menolong suhunya yang tengah didesak hebat oleh
Pengho, tiba-tiba dari pintu menyerbulah selusin pengawal dipimpin oleh seorang
perwira tinggi. Terpaksa Bwe Hun menghadapi mereka lebih dahulu. Setelah
mengamuk hampir sepuluh jurus dan membuat lawan
roboh satu demi satu, sisa yang masih hidup ambil langkah seribu, maka Bwe Hun
menerjang ke depan membantu suhunya.
Dalam keadaan terdesak tadi, Kiat Bo Hosiang telah keluarkan ilmu tongkat yang
paling hebat yaitu ilmu tongkat garuda sakti atau "sin-eng thunghoat".
Namun Pengho yang jauh lebih tinggi tingkat kepandaiannya hanya dua tiga jurus
saja dibikin repot oleh ilmu tongkat itu. Dilain saat pedangnya sudah menggebu-
gebu kembali melabrak ke arah lawan dan di satu kesempatan berhasil membabat
bahu kiri Kiat Bo Hosiang hingga putus buntung dan darah me-PENDEKAR DARI GUNUNG
NAGA 73 Tiraikasih-Kangzusi
nyerbu! "Suhu!" seru Bwe Hun. Dengan kalap gadis ini menyerbu ke arah Pengho sementara
Kiat Bo Hosiang menotok bahunya di beberapa tempat hingga darah berhenti
memancur kemudian dengan gagah berani kembali dia menghadapi Pengho, bahu
membahu dengan muridnya.
"Bagus! Kalian datang berdua! Hingga aku tak susah-susah membunuh guru dan murid
sekaligus!"
seru Pengho dengan seringai maut lalu kiblatkan pedang ungunya menghadapi dua
lawan yang dia yakin dapat dirobohkan dalam waktu singkat.
Thian Ong yang dikeroyok oleh jago-jago lihay yakni Penghu (adik dari Pengho)
dan Jenderal Kaili Khan untuk beberapa lamanya dibikin repot. Hal ini terutama
karena dia sesekali masih saja kejangkitan penyakit keblingernya hingga
menghadapi lawan lebih banyak mempermainkan dan mengejek. Tetapi ketika satu
hantaman dari Penghu mendarat di dadanya dan membuat dia kesakitan, pemuda
sinting aneh ini baru sadar. Serta merta dia cabut sulingnya dan keluarkan
jurus-jurus ilmu silat aneh dari Liongsan yang dipelajarinya selama 12 tahun
dari Ik Bo Hosiang!
Menghadapi ilmu silat yang tak pernah dilihatnya sebelumnya, dengan sendirinya
Penghu serta Jenderal Karfi Khan kebingungan. Betapapun lihaynya mereka namun
jurus demi jurus keduanya mulai terdesak. Dalam hebatnya kecamuk pertempuran itu
tiba-tiba Thian Ong keluarkan pekik nyaring. Serentak dengan itu tubuhnya
berkelebat lenyap dan tahu-tahu terdengarlah pekik Penghu.
Tubuhnya mencelat lima langkah. Keningnya kelihatan berlubang dan mengucurkan
darah. Sekali lagi adik dari Pengho ini berteriak mengerikan lalu roboh. Thian
Ong telah menghantam keningnya dengan suling hingga berlobang dan membuat
nyawanya lepas.
Melihat adiknya mati Pengho menggembor marah. Tubuhnya berkelebat dalam amukan
yang hebat dan sesaat kemudian dia berhasil merobohkan Kiat Bo Hosiang. Kakek
ini terjungkal dihantam ten-dangannya dan selagi sempoyongan pedang Pengho cepat
menebas lehernya hingga Kiat Bo mati PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 74
Tiraikasih-Kangzusi
dengan kepala menggelinding!
Li Bwe Hun terpekik ngeri melihat kematian suhunya itu. Dengan kalap tanpa
mempertimbang-kan lagi kemampuan sendiri dia menyerbu Pengho seorang diri. Tapi
sekali Pengho gerakkan pedangnya maka patah mentallah pedang di tangan si nona.
Dilain saat senjata Pengho membacok ganas ke kepala si nona tanpa dapat dikelit
lagi ataupun ditangkis oleh Bwe Hun.
Disaat yang kritis itu tahu-tahu melesat sesosok tubuh antara kepala Bwe Hun dan
pedang Pengho yang tengah turun dengan deras. Pengho melengak kaget. Dia tidak
tahu tubuh siapa yang dilemparkan karena saking cepatnya lemparan dan di samping
itu dia tak dapat pula menahan turunnya pedangnya.
"Cras!"
Pedang Pengho membacok tepat di pertengah-an tubuh yang terlempar. Terdengar
jeritan, tubuh itu terhampar ke lantai tak berkutik lagi dengan pinggang
terbabat putus. Ketika diperhatikan ternyata dia bukan lain adalah Wanglie alias
Pengemis Sakti Tangan Kidal! Bwe Hun sendiri selamat dan tertegun sedang Pengho
dengan muka pucat berpaling ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu
asyik "menggebuki" perwira-perwira Mongol yang tengah mengeroyoknya!
Apakah sebenarnya yang telah terjadi"
Seperti diketahui sebelumnya Pengemis Sakti Tangan Kidal bersama dengan lima
perwira tinggi Mongol telah mengeroyok Wiro. Kenyataannya lima perwira ini
adalah lebih lihay dari lima perwira lain yang mengeroyok Bwe Hun hingga
dipimpin oleh Pengemis Sakti mereka sempat membuat Wiro kalang kabut. Namun


Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah keluarkan jurus-jurus silat yang dipelajarinya dari Pendekar Pedang
Akhirat Long-sam-kun maka dalam satu gebrakan saja dia berhasil merobohkan dua
perwira tinggi. Ketika dia menendang mental perwira yang ketiga matanya yang
tajam menyaksikan bagaimana Pengho tengah melancarkan satu bacokan ganas ke arah
kepala Bwe Hun tanpa si gadis bisa berkata apa-apa.
Di saat yang sama Pengemis Sakti Tangan Kidal kirimkan satu sodokan dengan
tongkat kayunya ke arah ulu hati Wiro. Dengan mainkan jurus bernama PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 75
Tiraikasih-Kangzusi
"lo-han-ciang-yau" atau malaikat menundukkan siluman, Wiro sambar lengan kiri
Pengemis Sakti dan tarik demikian rupa hingga tubuh kakek itu berputar di atas
kepalanya lalu dilempar ke arah Pengho.
Seperti yang diperhitungkan oleh Wiro dan malang bagi Pengemis Sakti, tubuh
kakek-kakek itu terlempar tepat antara kepala dan bacokan pedang hingga tak
ampun lagi pedang di tangan Pengho menghantamnya tepat di pinggang I
Wiro tertawa gelak-gelak. "Pengho! Apakah kau sudah gila membacok mati kawan
sendiri"!" ejek pendekar sableng ini lalu tertawa gelak-gelak. Sementara Thian
Ong mendengar suara tertawa kambratnya itu ikut-ikutan pula tertawa dan membuat
gerakan yang bernama "koay-liong-hoan-in" atau naga aneh berjumpalitan. Tubuhnya
seperti terjungkal kaki ke atas kepala ke bawah. Kaki menendang ke muka lawan
dan begitu lawan mengelak tahu-tahu suling di tangan kanan memburu dengan cepat.
Terdengarlah jerit kematian Jenderal Karfi Khan sewaktu perutnya kena dikoyak
oleh Suling Thian Ong hingga ususnya berbusaian keluar!
Dengan matinya Jenderal Karfi Khan maka kini Pengho jadi tinggal sendirian. Dan
mau tak mau ini membuat nyalinya lumer. Tanpa tunggu lebih lama dia segera
melompat ke pintu.
Wiro memburu disusul oleh Thian Ong.
"Biang racun anjing penjajah kau mau kabur ke mana!" teriak Thian Ong.
Saat itu, sebelum keluar ruangan menghambur lari, Pengho masih sempat pergunakan
tangannya untuk memutar sebuah tapel (ukiran kayu) kepala manusia di dinding
dekat pintu. Serta merta terdengarlah suara mendesir di Seantero ruangan.
"Awas senjata rahasia!" teriak Wiro memper-ingatkan.
"Lekas tiarap!" seru Thian Ong.
Wiro, Thian Ong dan Bwe Hun segera jatuhkan diri di lantai ruangan. Detik itu
pula dari empat tembok ruangan yang dilapisi kayu melesatlah seratus pisau
terbang berwarna hijau gelap. Bagai-manapun lihaynya seseorang, jika berdiri di
tengah ruangan pastilah tak bakal dapat menyelamatkan jiwanya!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 76
Tiraikasih-Kangzusi
Begitu serangan pisau terbang berhenti, Wiro cepat melompat ke atas atap yang
bobol. Dia sampai di sana dalam waktu yang tepat karena masih sempat melihat
bayangan Pengho berkelebat di balik atap gedung sebelah kiri. Wiro segera
memburu dan dalam waktu singkat berhasil menyusul pentolan kelas wahid gembong
penjahat itu. Pengho sadar dia tak akan bisa menang menghadapi Pendekar 212, tapi lari pun tak
mungkin. Apalagi waktu itu berkelebat pula dua bayangan di atas genteng yakni Thian Ong
dan Bwe Hun. Dan si nona belum apa-apa lantas saja sudah menyerangnya dengan
sebuah golok besar yang diketahuinya adalah milik Jenderal Karfi Khan.
Tak ada hal lain yang bisa dilakukan Pengho daripada melawan mati-matian.
Sebenarnya dalam tingkat ilmu kepandaian jelas sekali Bwe Hun jauh tertinggal
dari tokoh kelas satu Mongol itu. Namun saat itu Pengho bertempur dalam pikiran
kacau balau takut dan gugup. Pikirannya tak terpusat karena dia senantiasa
mengintai kelengahan lawan untuk melarikan diri. Dalam pada itu Thian Ong dan
Wiro meskipun tidak langsung turut pula ambil bagian dalam pertempuran.
Setiap Pengho mendesak Bwe Hun atau lancarkan serangan berbahaya maka tahu-tahu
pantatnya ditendang oleh Thian Ong dari belakang. Terkadang Wiro menjambak
rambutnya atau menarik turun celananya. Sambil berbuat begitu kedua pemuda
sableng itu tertawa-tawa tiada henti.
Akhirnya dalam keadaan penasaran, Pengho pergunakan pedangnya untuk tusuk
dadanya sendiri! Tokoh utama dari Mongol ini roboh, terguling dari atas genteng,
jatuh ke tanah dengan pedang masih menancap di dadanya!
Penyerbuan Thian Ong, Wiro Sableng, Li Bwe Hun serta Kiat Bo Hosiang ke markas
besar pentolan-pentolan tertinggi penjajah di Ansi itu betul-betul menggemparkan
baik empat kalangan Pemerintah Mongol maupun Pemerintah Tiongkok.
Kalau orang Mongol merasa sangat terpukul maka pihak Tiongkok jadi mendapat
semangat. Ribu-an tentara Tiongkok dua minggu kemudian menyerbu ke perbatasan.
Dan betullah seperti kata-kata PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 77
Tiraikasih-Kangzusi
mendiang Kiat Bo Hosiang. Jika markas sumber kekuatan penjajah itu dihancurkan
maka balatentara Mongol meskipun berjumlah besar namun tak lebih dari anak-anak
ayam yang kehilangan induknya.
Seluruh kekuatan Mongol disapu bersih dan bumi Tiongkok bebas lepas dari kaum
penjajah yang selama ini telah mendatangkan 1001 macam keseng-saraan di kalangan
rakyat. Namun agaknya tugas Song Thian Ong dan Li Bwee Hun masih belum
selesai karena di selatan masih banyak pemimpin-pemimpin yang tak tahu diri yang
perlu disingkirkan.
Sementara Pendekar 212 Wiro Sableng terus pula melakukan petualangannya.
TAMAT PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 78
Nurseta Satria Karang Tirta 10 Pendekar Gila 15 Durjana Berparas Dewa Pengadilan Rimba Persilatan 1
^