Pendekar Gunung Naga 1
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga Bagian 1
Tiraikasih-Kangzusi
Episode : ke 019
Ebook by : Tiraikasih-Kang Zusi
Scan book by : Huybee
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 1
Tiraikasih-Kangzusi
LEMBAH MERAK HIJAU yang terletak di propinsi Ciat-kang merupakan sebuah lembah
subur dengan pemandangan yang indah. Lebih-lebih
karena di sebelah timur lembah ini terdapat daerah persawahan yang luas dan pada
saat itu padi yang ditanam telah masak menguning hingga kemanapun mata
memandang, seolah-olah hamparan permadani emaslah yang kelihatan. Bila angin
bertiup, padi-padi masak menguning itu bergoyang melambai-lambai mengalun lemah
gemulai Dipagi yang cerah ini diantara desau tiupan angin lembah yang segar terdengarlah
suara tiupan seruling yang merdu sekali. Barang siapa yang mendengarnya,
pastilah akan tertegun dan mema-sang telinga baik-baik menikmati suara seruling
itu. Siapakah gerangan yang meniup seruling tersebut"
Tentunya seorang seniman pandai yang dapat meng-gambarkan keindahan pemandangan
alam sekitarnya lewat hembusan napas yang disalurkannya ke dalam lobang
seruling. Tetapi adalah diiuar dugaan karena kenyataannya si peniup seruling bukanlah
seorang seniman, bukan pula seorang dewasa. Melainkan seorang anak gembala yang
baru berusia tujuh tahun dan duduk di atas punggung seekor kerbau besar tegap
berbulu bersih dan berkilat.
Perlahan-lahan kerbau besar itu melangkah me-nyusur tepi sawah, memasuki lembah
Merak Hijau, kemudian mendaki bibir lembah di sebelah selatan.
Di atas punggungnya bocah berusia tujuh tahun itu demikian asyiknya meniup
seruling hingga dia tidak perduli lagi ke mana pun kerbaunya membawanya.
Akan tetapi ketika binatang itu sampai di atas lembah sebelah selatan serta
rnerta si bocah menghentikan permainan serulingnya. Mulutnya ternganga dan
sepasang matanya yang bening melotot begitu dia menyaksikan pemandangan di
hadapannya. Dua sosok tubuh yang hanya merupakan bayang-bayang hitam dan putih
dilihatnya berkelebat hebat, terlibat dalam suatu perkelahian yang gencar dan
seru. Adalah aneh... memikir anak itu... di tempat yang PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 2
Tiraikasih-Kangzusi
begini indah dan segar, ada orang berkelahi. Memperhatikan dengan mata tak
berkesip lama-lama membuat si bocah menjadi pusing sendiri. Beberapa kali dia
memejamkan matanya, dibuka kembali, dipejamkan lagi, dibuka lagi. Ketika dia
membuka sepasang matanya untuk yang kesekian kalinya, dilihatnya bayangan hitam
mendesak bayangan putih dan tahu-tahu satu tendangan dahsyat dilancarkan oleh
sosok tubuh bayangan hitam. Tapi bayangan putih dapat mengelak. Tendangan maut
itu tak sengaja terus melabrak kepala kerbau yang ditung-gangi anak tadi.
Terdengar lenguhan keras. Kerbau besar itu mencelat sampai beberapa tombak,
angsrok di tanah, mati dengan kepala pecah. Anak lelaki tadi terpelanting dan
nyangsrang dalam semak-semak.
Pakaiannya habis koyak-koyak dan kulitnya baret luka-luka. Tapi suling
Kesayangannya masih ter-genggam di tangan kanannya. Dengan susah payah dia
keluar dari semak-semak itu sambil mengomel marah ketika mengetahui apa yang
terjadi dengan kerbau tunggangannya.
Di depan sana akibat kejadian yang tak disangka-sangka itu, dua orang yang tadi
berkelahi mati-matian sama melompat mundur. Perkelahian terhenti dan keduanya
memandang ke arah si bocah dan kerbaunya.
Kini barulah anak lelaki itu dapat melihat dengan jelas sosok tubuh dan tampak
kedua bayangan hitam dan putih tadi.
Di depan sebelah kanan tegak seorang kakek-kakek berjubah hitam berkepala botak
plontos yang kilat-kilat ditimpa sinar matahari. Sepasang alisnya tebal,
kumisnya jarang tapi tebal-tebal dan panjang.
Tampangnya persis seperti anjing air!
Di sebelah kiri berdiri pula seorang kakek-kakek berpakaian putih. Rambutnya
panjang putih meriap bahu. Dia memelihara kumis serta janggut lebat yang juga
berwana putih. Sepasang matanya memandang tajam pada bocah yang memegang suling
sedang kulit keningnya berkerut seolah-olah dia tengah memikirkan sesuatu.
Meskipun tadi hanya melihat bayangannya saja.
namun bocah pengembara itu yakin kakek berjubah PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 3
Tiraikasih-Kangzusi
hitam itulah yang telah melepaskan tendangan hingga mematikan kerbaunya. Bocah
ini memang mempunyai dasar watak yang berani. Dengan mata melotot dan air muka
menunjukkan kemarahan dia membentak pada kakek jubah hitam :
"Tua bangka botak! Kau telah membunuh kerbauku! Aku pasti akan dirajam oleh
majikanku! Kau harus menggantinya kalau tidak...."
Seumur hidupnya baru kali itu kakek berjubah hitam dimaki begitu rupa oleh
seorang lain. apalagi anak-anak yang masih ingusan pula! Tentu saja darahnya
naik ke kepala "Pergi kau dari sini. kalau tidak kepalamu akan kupecahkan seperti binatang
itu!" "Tidak! Kau harus ganti dulu kerbau yang mati itu!'
"Bocah sundal! Kau mampuslah!' teriak kakek jubah hitam marah sekali. Tangan
kanannya dipukul-kan ke depan. Serangkum angin menderu dahsyat.
Jangankan seorang anak kecil seperti pengembala itu, batu karang atos sekalipun
kalau sampai dilabrak pukulan jarak jauh yang berkekuatan tenaga dalam Suar
biasa itu pasti akan hancur lebur.
Tapi sebelum pukulan tangan kosong itu menghantam anak gembala, dari samping
menderu angin pukulan lain, menggempur angin pukulan yang pertama hingga
berantakan dan punah!
Ternyata kakek berpakaian putihlah yang telah menolong bocah itu!
Si anak yang tidak sadar kalau dirinya baru saja terlepas dari bahaya maut.
dengan marah mengangkat sulingnya tinggi-tinggi dan lari ke arah kakek berjubah
hitam. "Tua bangka botak! Kugebuk kau dengan suling-ku kalau kau tak mau ganti kerbau
yang mati!"
Anak yang berani ini tidak menyadari sama sekali kalau perbuatannya itu bakal
merenggut nyawa sendiri karena dalam kemarahannya kakek jubah hitam memang sudah
berniat membunuh anak itu.
Tapi lagi-lagi orang tua berpakaian putih menye-lamatkannya Sekali bergerak,
kakek yang satu ini tahu-tahu sudah telah mencengkram kerah pakaian bocah itu
dan menariknya ke tempat yang aman!
"Budak! Keberanianmu luar biasa dan menga-gumkanku! Tapi si kepala botak itu
bukan lawanmu! PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 4
Tiraikasih-Kangzusi
Biar aku yang mewakilimu untuk menggebuknya!'
Sesaat anak gembala itu terdiam. Kemudian dengan merengut dia berkata : "Kalian
tua-tua bangka tak tahu diri.-Berkelahi macam anak-anak!"
Kakek berjanggut putih tertawa gelak gelak. Tapi sebaliknya si jubah hitam
kepala botak membentak garang dan menyerbu. Kembali kedua orang ini bertempur
hebat Kembali tubuh mereka menjadi bayang-bayang hitam putih dan kembali pula si
bocah menjadi sakit mata dan pening kepalanya menyaksikan. Namun dia memaksakan
untuk memperhatikan kejadian hebat itu sambi! tiada hentinya berteriak : Janggut
putih, ayo kau hajar kepala botak pembunuh kerbauku itu! Sikat!
Pecahkan kepalanya seperti dia memecahkan kepala binatang gembalaanku!"
Teriakan-teriakan anak ini seolah-olah memberi semangat pada kakek berpakaian
pulih, sebaliknya membuat si botak jadi penasaran setengah mati!
Dari batik jubah hitamnya si botak ini keluarkan senjatanya berupa tongkat kayu
berwarna hitam legam dan memancarkan sinar menggidikkan. Setelah bertempur
hampir dua ratus jurus ternyata dia tak dapat merubuhkan lawan dengan iangan
kosong maka kini dengan senjata itu dia berharap bakai dapat mengalihkan kakek
janggut putih. Diiain pihak lawannya begitu melihat musuh pegang senjata tidak pula menunggu
lebih lama, segera keluarkan senjatanya yakni sebatang tombak pendek terbuat
dari baja putih yang kedua ujungnya bercagak.
Sesaat kemudian keduanya sudah bertempur kembali dengan hebatnya. Kini bayangan
pakaian mereka yang putih dan hitam dibuntali oleh sinar dari senjata masing-
masing dan menderu-deru dengan dahsyatnya.
Bocah gembala yang berdiri jauh dari tempat itu merasakan bagaimana sambaran
kedua senjata tersebut membuat lututnya guyah dan tubuhnya bergetar menggigil
Terpaksa dia menjauh sampai satu tombak dari kalangan pertempuran sementara mata
dan kepalanya semakin sakit menyaksikan.
Dalam satu gebrakan hebat kakek janggut putih berhasil mendesak lawan dan
setelah mengirimkan tusukan-tusukan gencar ke arah tawan tiba-tiba ro-PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 5
Tiraikasih-Kangzusi
bah gerakan tongkatnya dengan satu kemplangan yang tidak terduga.
Kakek botak berseru kaget. Buru-buru dia melintangkan senjatanya di atas kepala.
Tombak baja dan tongkat kayu mustika beradu dengan keras, me ngeluarkan suara
nyaring. Tongkat kayu mental patah dua sedang tombak baja terlepas dari tangan
kakek janggut putih! Nyatalah kedua kakek-kakek itu sama tangguh meskipun si
janggut putih unggul sedikit dari lawannya.
Selagi kakek janggut putih melompat mengambil tongkatnya, si kepala botak
rangkapkan dua tangan di depan dada, kaki terkembang dan kedua matanya
dipejamkan. Mulutnya komat-kamit. Dari ubun-ubun kepalanya mengepul asap hitam.
Kemudian terdengar kekehannya.
"Manusia keparat! Jangan harap kali ini kau bisa bernapas lebih lama!"
Kepulan-kepulan asap hitam itu sedetik kemudian berobah menjadi delapan buah
tangan yang amat besar, berbulu dan berkuku-kuku panjang laksana cakar burung
garuda dan mulai menggapai-gapai ke arah kakek janggut putih.
"Ilmu hoatsut!" teriak si janggut putih dengan wajah berobah. (Hoatsut ilmu
sihir hitam). Hatinya tercekat. Segala macam senjata sakti dan ilmu silat hebat
bagaimana pun dia tidak gentar. Tapi menghadapi ilmu siluman mau tak mau hatinya
berdebar juga. Dia mengambil keputusan nekad. Menghajar si kepala botak itu
lebih dulu sebelum ilmu hitamnya melancarkan serangan. Dengan memutar tombak
bajanya sekeliling tubuh, dia menyusup diantara kepulan asap hitam!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 6
Tiraikasih-Kangzusi
AKAN TETAPI SEBELUM tongkat baja berkepala dua itu mampu mendekati kakek jubah
hitam sampai jarak tiga jengkal, tiba-tiba delapan buah tangan mengerikan telah
berserabutan menyerang kakek janggut putih!
Si kakek tersentak dan buru-buru menghindarkan diri. Tapi empat tangan berkuku
panjang itu masih memburunya dengan ganas. Si kakek kiblatkan tombak bajanya,
sekaligus melabrak empat buah tangan yang menyerang. Aneh, meskipun jelas dia
berhasil menghantam empat tangan mengerikan itu namun tombaknya lewat begitu
saja seolah-olah menghantam udara kosong! Dan dalam pada itu salah satu tangan
tersebut telah berkelebat dengan cepat dan bret!
Pakaian dibagian dada si kakek robek besar.
Kuku-kuku yang panjang masih sempat membuat
baret daging dadanya dan kontan orang tua ini merasakan tubuhnya panas dingin.
Buru-buru dia salurkan tenaga dalamnya kebagian dada yang cedera dan rasa sakit
panas dingin berangsur-angsur berkurang.
Dalam pada itu di depan sana kakek jubah hitam kembali keluarkan suara tawa
mengekeh dan delapan tangan siluman kembali menyerbu!
Kakek janggut putih maklum bahwa segala pukulan sakti dan tombaknya tak akan
mampu meng hadapi ilmu sihir yang ganas itu. Dia hanya sanggup bertahan dengan
mengandalkan ginkangnya yang sudah amat tinggi. Tapi sampai berapa lama dia bisa
berbuat begitu" Seratus, dua ratus atau katakanlah sampai tiga ratus jurus di
muka" Dalam umurnya yang sudah demikian lanjut, apakah dia mampu
melaksanakannya" Cepat atau lambat dia bakal celaka juga! Hal ini membuat dia
nekad dan mengamuk dengan hebat. Tapi ilmu siluman musuh betul-betul luar biasa.
Dalam tempo beberapa jurus saja dia sudah didesak habis-habisan!
Bocah penggembala yang mengharapkan agar kakek janggut putih bisa menghajar si
botak yang telah membunuh kerbaunya itu, jadi kecewa dan penasaran ketika
menyaksikan bagaimana justru PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 7
Tiraikasih-Kangzusi
kakek janggut putih itu terdesak hebat bahkan terancam jiwanya karena saat itu
beberapa kali tangan-tangan iblis berkuku panjang telah memukul dan mencakar
tubuhnya hingga dalam tempo singkat kakek ini mandi darah akibat luka-luka yang
diderita-nya! Dengan marah anak laki-laki itu mulai mengumpulkan batu-batu sebesar kepalan dan
melempari kakek jubah hitam dari belakang. Tapi semua batu-batu yang dilemparkan
jangankan mengenai, mendekati tubuhnya saja pun tidak karena batu-batu itu
mental kembali akibat hawa sakti yang keluar dari tubuh si jubah hitam kepala
botak! Hebatnya kakek janggut putih itu meskipun sadar bahwa dirinya bakal celaka dan
kematiannya sudah ditentukan saat itu, namun dia masih saja bertahan dan melawan
mati-matian, sama sekali tidak mau menyerah apalagi lari selamatkan dirinya!
Melihat keadaan kakek berjanggut putih itu dan khawatir kalau tangan-tangan
siluman itu bakal menyerangnya pula, timbullah rasa takut dalam diri anak
penggembala. Tetapi anehnya dia sama sekali tidak pula melarikan diri dari
tempat ini. Malah untuk menghilangkan rasa takut itu, anak ini ambil serulingnya
dan mulai meniup. Lagu yang dimainkannya sama sekali tak menentu. Rasa takut dan
khawatir melihat keselamatan si kakek janggut putih terancam membuat tiupan
serulingnya melengking-lengking tak karuan. Tetapi justru tiupan seruling inilah
yang mendadak sontak merubah keadaan di dalam kalangan perkelahian hidup mati
itu! Delapan tangan iblis yang mengerikan kini kelihatan berserabutan dalam gerakan-
gerakan kacau. semakin lama semakin mengecil akhirnya berubah menjadi asap hitam. Kakek jubah
hitam tersentak kaget. Dia berkeras memusatkan pikirannya guna mengumpulkan
kekuatan bathin yang tercerai berai namun tak berhasil bahkan tangan-tangan
siluman itu telah berubah jadi kepulan asap hitam dan lenyap.
"Celaka!" seru kakek botak ini. Dia buka kedua matanya justru disaat itu
musuhnya yang telah luka parah laksana banteng terluka mengamuk melihat
perubahan yang mendadak dan adanya kesempatan untuk menyerang, tanpa tunggu
lebih lama lancar-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 8
Tiraikasih-Kangzusi
kan gerakan mematikan yang bernama "Joan hun-ki-gwat" atau "menyusup awan
mengambil rembu-lan."
Tongkat baja bermata dua itu menusuk laksana kilat ke dada si jubah hitam dan
tanpa dapat dielak-kan lagi tepat menembus jantungnya hingga tanpa suara sedikit
pun kakek berkepala botak itu minggat nyawanya ketika itu juga!
Melihat si pembunuh kerbaunya mati, anak gembala tadi bersorak gembira dan
jingkrak-jingkrakan.
"Syukur! Mampuslah pembunuh kerbau! Baru aku puas sekarang!" Tapi bila ingat apa
yang akan dikatakannya nanti pada majikannya akan ini lantas jadi termenung
murung. Sementara itu si janggut putih yang tubuhnya penuh luka-luka, dalam keadaan
megap-megap segera bersila di tanah. Atur jalan darah dan napas serta salurkan
hawa sakti tenaga dalam keseluruh bagian tubuhnya. Beberapa saat kemudian dia
keluarkan dua macam obat yakni beberapa butir pel dan sebungkus obat bubuk. Pel
itu ditelannya sampai habis sedang obat bubuk dituangkannya pada luka-luka
sekujur tubuhnya. Kemudian kembali dia bersila. Sekitar seperminuman teh
berlalu. Perlahan-lahan orang tua ini membuka kedua matanya dan berdiri. Meski
kini dia telah selamat dari kematian namun kesehatannya belum pulih
keseluruhannya.
ternyata cakar dari jari-jari tangan siluman yang telah membuat dia cedera itu
mengandung racun yang berbahaya. Untung saja dia membawa per-sediaan obat, kalau
tidak meskipun dia berhasil membunuh musuh namun racun, yang mengendap
bukan mustahil bakal membuat dia menemui ajalnya pula dalam satu dua hari
dimuka. Orang tua ini kemudian ingat pada anak gembala itu yang kini tengah duduk
termangu-mangu di bawah sebatang pohon. Meskipun kerbau gembala-annya mati bukan
karena kesalahannya dan si pembunuh sudah pula menemui ajal namun majikannya
pasti tak mau perduli. Masih mending kalau dia diberhentikan dari pekerjaan,
kalau disuruh ganti"
Selagi dia termenung sudah begitu rupa tiba-tiba satu bayangan putih berkelebat.
Dia merasakan tengkuk pakaiannya dicekal orang dan kemudian PENDEKAR DARI GUNUNG
NAGA 9 Tiraikasih-Kangzusi
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dirasakannya tubuhnya laksana terbang. Memandang ke samping ternyata dia telah
dipanggul oleh kakek berjanggut putih dan membawa lari dengan kecepatan yang
luar biasa, membuat dia gamang dan ngeri.
"Orang tua kau mau bawa aku ke mana"!" seru si bocah dengan suara gemetar.
"Budak... kau diam sajalah. Tak usah banyak tanya!"
"Tapi aku harus kembali pada majikanku. Memberi tahu tentang kerbau yang mati
itu...." Si kakek tertawa.
Kau anak baik yang tahu apa artinya tanggung jawab. Tapi lupakan saja majikanmu
dan kerbaumu itu! Persetan! Potongan tubuh dan ruas tulangmu kulihat bagus
sekali! Sayang... sayang kalau disia-siakan! Aku akan bawa kau ke puncak
Liongsan! Kau dengar" Puncak Liongsan!"
"Aku... aku...."
Si kakek mempercepat larinya dan kerena ngeri si bocah tak berani lagi banyak
bicara, malah kini dia pejamkan kedua matanya. Tanpa sadar akhirnya dia tertidur
di atas pundak kakek yang membawanya
"terbang" itu!
Siapakah adanya kakek berambut putih ini"
Siapa pula musuh berjubah hitam itu dan apa tuju-annya sampai anak gembala
tersebut hendak dibawanya ke puncak Gunung Naga yang selama ini dianggap angker
dan jarang didatangi oleh manusia"
Kakek-kakek jubah hitam yang menemui ajalnya itu dalam dunia persilatan di
daratan Tongkok dikenal dengan julukan angker Raja Setan Gunung Utara atau Pak-
san Kwi-ong. Pada masa itu diantara tokoh-tokoh silat golongan hitam yang sesat
Pak-san Kwi-ong dianggap tokoh terlihay dan secara tidak resmi dijadikan sebagai
pimpinan. Dengan sendirinya dia menjadi musuh nomor wahid dari orang persilatan
golongan putih.
Sekitar tiga tahun yang lalu antara Pak-san Kwi-ong dengan kakek-kakek janggut
putih yang membawa lari anak gembala tadi, telah terjadi bentrokan. Dalam
perkelahian satu lawan satu yang seru dan berlangsung seratus jurus, kakek
janggut putih berhasil mengalahkan Pak-san Kwi-ong. Kekalahan PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 10 Tiraikasih-Kangzusi
bibit pangkal dendam kesumat sakit hati. Selama tlya tahun Pak-san Kwi-ong
melatih diri memper-dalam ilmu silat, tenaga dalam dan gingkangnya.
Disamping itu dia meyakini pula satu ilmu baru yakni ilmu hitam atau sihir.
Setelah dia merasa cukup sanggup untuk melakukan penuntutan balas, maka
dicarinyalah kakek janggut putih tadi. Ternyata Paksa n Kwi-ong memang berhasil
menghadapi musuh besarnya itu, bahkan ilmu hitamnya dia hampir saja dapat
membunuh lawan. Namun tiada disangka-sangka, ilmu sihirnya musnah berantakan
hanya karena tiupan seruling bocah penggembala kerbau.
Dan akhirnya secara penasaran dia terpaksa serahkan jiwanya pada musuh!
Lalu siapa pulakah kakek janggut putih itu"
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 11
Tiraikasih-Kangzusi
KALAU SEBELUMNYA telah dijelaskan bahwa Pak-san Kwi-ong merupakan tokoh silat
golongan hitam yang paling tinggi ilmu silat dan kesetiaannya pada masa itu,
maka dari golongan putih boleh dikatakan kakek janggut putih itulah yang menjadi
tokoh kelas wahidnya. Dia dikena! dengan nama Kiat Bo Hosiang, berusia 70 tahun
dan bergelar Sin-jiu Thung ong atau Raja Tongkat Tangan Sakti.
Meskipun Kiat Bo Hosiang teiah dianggap sebagai jago nomor satu pada masa itu,
namun tokoh-tokoh persilatan bukan tidak mengetahui bahwa sesungguhnya masih ada
seorang tokoh yang luar biasa kesaktiannya, yang sukar bahkan tak ada tandingnya
diseluruh Tiongkok. Namun sudah sejak lama orang ini mengundurkan diri dari
urusan dunia-wi dan di mana beradanya sekarang tak seorang pun yang mengetahui.
Cuma diketahui bahwa tokoh luar biasa itu adalah Suheng atau kakak seperguruan
dari Kiat Bo Hosiang. Namanya Ik Bo Hosiang dan sudah berusia lebih dari 80
tahun, bergelar Kim-Bong-Kiam-Khek atau Pendekar Pedang Pelangi Emas. Diduga
hanya Kiat Bo Hosiang sendirilah yang mengetahui di mana suhengnya itu berada.
Sementara itu diketahui pula bahwa Ik Bo Hosiang mempunyai dua orang pembantu
rnasing-masing berusia 60 tahun yang kepandaiannya hanya satu tingkat saja di
bawah kepandaian Kiat Bo Hosiang. Jika baru pembantunya saja sudah memiliki
kepandaian tinggi demikian rupa, maka dapat dibayangkan betapa luar biasanya Ik
Bo Hosiang sendiri.
Sebagaimana lazimnya yang terjadi dikalangan kangouw, tokoh silat berkepandaian
tinggi itu biasa mempunyai sifat sifat yang aneh. Sifat ini tidak pula terlepas
dari diri Ik Bo Hosiang. Namun keanehannya ini sudah melampaui batas-batas yang
dianggapnya wajar hingga banyak orang yang berpendapat bahwa kakek sakti itu
tidak sehat pikirannya alias berotak miring atau setengah gila! Cuma untuk
menyatakan pendapat atau anggapan itu secara terang-terangan PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 12 Tiraikasih-Kangzusi
tentu saja tak satu pun yang berani karena kalau sampai terdengar oleh Ik Bo
Hosiang, maka itu sama saja dengan mengundang "penyakit".
Setelah lari hampir seratus iie dan siang telah berganti dengan malam, Kiat Bo
Hosiang baru berhenti. Anak kecil yang didukungnya ternyata telah tertidur.
Perlahan-lahan bocah ini dibaringkannya di tanah. Dia sendiri kemudian menelan
beberapa pil obat lalu duduk bersila di tanah. Mengatur jalan nafas dan
peredaran darah serta mengalirkan tenaga dalam ke bagian tubuh yang baru saja
sembuh dari pada racun jahat ilmu siluman Pak-san Kwi-ong.
Beberapa saat kemudian kembali dia melanjutkan perjalanan, lari dalam gelapnya
malam persis seperti setan yang berkelebat gentanyangan.
Menjelang pagi Kiat Bo Hosiang istirahat dan tidur sebentar dan bila matahari
terbit dia meneruskan perjalanan kembali.'
Seringai gembira tersungging di mulutnya ketika di hadapannya terlihat Gunung
Naga (Liongsan) yang menjulang tinggi. Penduduk disekitar tempat itu menganggap
gunung itu angker, tak satu orang pun berani mendekati kaki gunung. Tapi Kiat Bo
Hosiang seperti orang tak perduli, dan terus mendaki gunung yang menjulang ini.
Sampai pertengahan lereng jalan yang menuju puncak gunung masih mudah ditempuh
dan tidak berbahaya. Tapi selewatnya pertengahan lereng, pepohonan dan semak
belukar mulai rapat. Ular-ular pohon kelihatan membelit dan bergelantungan di
mana-mana. Sekali seseorang kena dipatuk, pasti dalam waktu dua atau tiga menit
nkan mati akibat bisanya yang jahat!
Kiat Bo Hosiang nampaknya tidak perduli akan binatang-binatang itu. Bahkan ular-
ular itu sendirilah yang menjauh ketakutan karena dengan kesaktiannya yang
tinggi tubuh kakek ini mengeluarkan hawa panas yang membuat takut ular-ular
dalam hutan, sama sekali tidak mengganggu bocah penggembala yang sampai saat ini
masih tertidur nyenyak di atas pundak kirinya!
Selewatnya pertengahan lereng, perjalanan betul betul sulit dan berbahaya. Di
mana-mana menghilang batu-batu karang raksasa runcing menjulang langit, licin
berlumut lembab. Disela batu-batu ka-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 13
Tiraikasih-Kangzusi
rang Ini membentang jurang-jurang terjal yang gelap sedang kabut bertebar
menutupi pemandangan!
Akan tetapi hebatnya, seolah-olah dia berlari di jalan yang rata dan seperti
sepasang matanya dapat menembus tebalnya kabut, kakek sakti Kiat Bo Hosiang
terus saja lari seenaknya. Melompat dari atas batu karang yang satu ke batu
karang yang lainnya; melayang di atas jurang-jurang maut hingga akhirnya sampai
di puncak Uongsan!
Saat itu di salah satu puncak Liongsan yang dingin, dua orang tua berpakaian
putih-putih asyik bermain tioki (catur). Yang pertama berambut putih berbadan
pendek. Usianya sekitar 60 tahun dan dikenal dengan nama Toa Sin Hosiang. Yang
seorang lagi kurus tinggi, bermuka hitam juga berusia sekitar 60 tahun. Keduanya
bukan lain adalah pembantu-pembantu Ik Bo Hosiaig yang berkepandaian tinggi itu.
Sementara orang menyebut mereka sebagai pembantu Ik Bo Hosiang karena memang
sebegitu jauh tokoh berkepandaian luar biasa itu tak pernah mengangkat mereka
sebagai murid, sekalipun se gala kepandaian silat yang diperdapat dari Ik Bo
Hosiang sendiri. Disamping itu mereka dari sejak dulu memang bertugas melayani
dan memenuhi apa apa keperluan Ik Bo Hosiang.
Seperti telah diterangkan sebelumnya Ik Bo Hosiang mempunyai sifat-sifat aneh
yang boleh diKatakan seperti kurang sehat pikiran. Keanehan ini dengan
sendirinya menular pula pada kedua
pembantunya, meskipun tidak segawat Ik Bo Hosiang sendiri.
Demikianlah, selagi asyik main tioki dan ketika Toa Sin Hosiang baru saja hendak
membunuh salah satu bidak lawan, tiba-tiba Lo Sam Hosiang meng-goyangkan
kepalanya dan berkata : "Heh ada orang datang!"
Toa Sin Hosiang juga sudah mendengar. Sesaat keduanya saling memandang heran.
Memang sudah sejak lama sekali tak pernah ada orang luar yang naik ke puncak
Liongsan. Jika hari itu ada orang yang datang ini merupakan suatu yang luar
biasa. Baru saja Lo Sam Hosiang bicara maka berke-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 14
Tiraikasih-Kangzusi
lebat satu bayangan putih dan tahu-tahu di depan mereka sudah tegak seorang
kakek-kakek berpakaian, janggut, kumis dan rambut serba putih. Di pun-daknya
kirinya tidur nyenyak seorang bocah lelaki berusia 7 tahun.
Begitu melihat siapa adanya kakek ini, secepat kilat kedua pembantu Ik Bo
Hosiang jatuhkan diri dan berlutut hormat.
"Ah sungguh tak dinyana kalau puncak Liongsan hari ini akan kedatangan tetamu
yang bukan lain adalah susiok kami sendiri!" (Susiok - paman guru).
Yang berkata ini adalah Lo Sam Hosiang.
Sang tetamu yang tentu saja sudah dapat diduga yakni Kiat Bo Hosiang adanya
menyeringai. Apakah saudaraku Ik Bo Hosiang ada"'
"Tentu saja ada. Sudah sejak 20 tahun beliau tak pernah meninggalkan puncak
Liongsan ini " menjawab Lo Sam Hosiang.
Sementara itu Toa Sin Hosiang bertanya dengan hormat: "Apakah susiok baik-baik
saja selama ini?"
"Tentu... tentu saja."
Eh. susiok. Siapakah bocah yang kau bawa ini?"
kembali Toa Sin Hosia-ig bertanya. Lo Sarn Hosiang pun kepingin pula mengetahui.
"Siapa namanya pun aku tidak tahu, aku cuma kenal dia adalah anak gembala!
Selama belasan tahun Kiat Bo Hosiang tak pernah datang dan sekali muncul membawa
seorang anak lelaki tentu saja ini mengherankan kedua pembantu Ik Bo Hosiang
itu. "Sekarang lekas kalian beri tahu pada suhengku itu bahwa aku ingin bertemu
dengan dia untuk utusan penting!
Sekilas dua pembantu \k Bo Hosiang saling lirik.
Lalu memperhatikan bocah di atas bahu susiok mereka dan memperhatikan pula
pakaian Kiat Bo Hosiang yang robek-robek serta guratan-guratan panjang pada
kulit dadanya. "Hai kalian berdua tunggu apa lagi" Cepat beri tahu!"
Saat itu dua pembantu Ik Bo Hosiang sudah bangkit dan berdiri kembali.
"Maaf susiok," Toa Sin memberikan jawaban.
Sebelumnya suhu telah berpesan untuk tidak di-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 15
Tiraikasih-Kangzusi
ganggu. Jelasnya siapapun yang datang beliau se-kaii-kali tak boleh diganggu
karena saat ini sedang bersemedi."
"Sekalipun yang datang aku, sute-nya"!"
"Sekalipun susiok harap dimaafkan," sahut Toa Sin.
Kiat Bo Hosiang mendungak ke langit lalu tertawa gelak-gelak. Karena memiliki
tenaga dalam yang luar biasa, dengan sendirinya suara tawanya dahsyat sekali!
Dua pembantu Ik Bo Hosiang terheran-heran.
Keduanya saling pandang. Dan karena mereka memang kurang beres jalan pikirannya
maka lantas saja keduanya ikut tertawa gelak-gelak. Puncak Gunung Naga itu
seolah-olah bergetar dilanda gelombang suara tertawa tiga manusia sakti ini!
Tiba-tiba Kiat Bo Hosiang hentikan tawanya.
Parasnya berobah kelam membesi. Sepasang matanya membeiiak dan dari mulutnya
keluar bentakan garang.
"Kalian berdua kacung-kacung rendah berani melarang aku Sin-jiu Thung-ong untuk
menemui suheng-ku sendiri"!"
Serta meria dua pembantu ini hentikan pula tawa mereka. Toa Sin menyahut: "Bukan
kami melarang, susiok. Tapi suhu sendiri yang berpesan begitu.
Kami pembantu-pembantu yang rendah cuma me-
nuruti perintan."
Persetan dengan segala pesan dan perintah!
Aku tidak rnengenal segala aturan yang dibuat oleh suhumu yang berotak miring
itu!" "Ah, susiok keliwat menghina. Suhu sama sekali tidak miring otaknya. Cuma
sedikit kurang sehat pikirannya," kata Lo Sam Hosiang.
"Otak miring dan tidak sehat pikiran adalah sama saja, goblok! Dasar gurunya
gila, muridnya sinting.
Sekarang menyingkirlah kalian. Aku mau lewat."
"Mau lewat ke mana, susiok?" bertanya Toa Sin macam orang tolol.
"Pendek! Jangan bikin aku marah. Lekas menyingkir atau kau bakal menerima
gebukan dariku!"
Kiat Bo Hosiang sudah tak dapat lag! menahan marahnya.
"Ah, susiok. Kau tentu tahu kami ini bukan PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 16
Tiraikasih-Kangzusi
anak-anak yang harus digebuk. Kami sudah tua bangka dan menjalankan perintah
dengan segala tanggung jawab dan akibatnya."
Kiat Bo Hosiang menyeringai.
"Jadi kalian kacung-kacung geblek berani kurang ajar pada paman guru sendiri ya!
Bagus, mari kuberi sedikit pelajaran!"
Habis berkata begitu Kiat Bo Hosiang kebutkan ujung lengan bajunya yang lebar.
Satu gelombang angin menggebu dengari dahsyatnya. Toa Sin dan Lo Sam bagusnya
sudah berlaku waspada dan buru-buru menghindar ke samping. Namun tak urung
sambaran angin pukulan itu masih membuat mereka terhuyung-huyung ke belakang.
"Susiok, kau pun nyatanya sinting! Hendak menurunkan tangan jahat terhadap
pembantu-pembantu suhengmu. Tapi jangan kira kami takut! Demi tugas, setan
kepala seratus pun kami bakal hadapi!
Dan kau nyatanya cuma punya satu kepala!" Yang bicara begitu adalah si pendek
Toa Sin Hosiang yang memang lebih keblinger dari pada rekannya. Bahkan kemudian
dia tertawa-tawa seenaknya.
Kutuk serapah menyembur dari mulut Kiat Bo Hosiang dan langsung saja menerjang
ke arah Toa Sin!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 17
Tiraikasih-Kangzusi
MESKIPUN cuma pembantu-pembantu dari Ik Bo Hosiang namun dua orang tua dari
Liongsan itu memiliki ilmu kepandaian yang sudah amat tinggi. Jika diukur maka
kepandaian mereka rata-rata hanya satu tingkat saja dibawah kepandaian Kiat Bo
Hosiang. Kalau saat itu mereka maju berbarengan dengan sendirinya Kiat Bo Hosiang akan
terdesak dan kalah.
Namun ada beberapa hal yang membuat Kiat Bo lebih unggul dari kedua lawannya.
Pertama sebagai pembantu-pembantu Ik Bo Hosiang kedua kakek itu boleh dikatakan
jarang sekali turun gunung hingga tidak banyak pengalaman dalam pertempuran.
Sekalipun memiliki kepandaian tinggi namun kurang pengalaman merupakan hal yang
ikut menentukan. Kedua, sepasang kakek-kakek dari Liongsan itu dikarenakan
otaknya yang miring menganggap bahwa mustahil sute dan suhu mereka sendiri akan
mau menurunkan tangan jahat terhadap mereka. Karenanya mereka bertempur seperti
main-main saja dan sambil tertawa-tawa haha-hihi! Ketiga, sampai saat itu Kiat
Bo Hosiang masih memanggul tubuh anak gembala di atas pundak kirinya hingga dua
kakek dari Liongsan tidak mau menyerang dengan terlalu buas karena khawatir akan
mencelakai bocah itu.
Pertempuran dua lawan satu itu berlangsung sampai seratus jurus. Pembantu-
pembantu Kiat Bo Hosiang mulai terdesak. Tiba-tiba salah seorang dari mereka
keluarkan satu teriakan keras dan serta merta permainan silat dua kakek ini
menjadi berobah. Kiat Bo Hosiang menjadi kaget. Sebagai sute dari Ik Bo Hosiang
dia tahu betul setiap jurus ilmu silat dari kakak seperguruannya. Namun
permainan silat yang dikeluarkan oleh dua lawannya saat itu aneh dan tidak
pernah dilihatnya sebelumnya. Apakah si Ik Bo Itu sudah menciptakan ilmu baru
tanpa setahuku, demikian Kiat Bo Hosiang membathin. Dan lebih terkejut lagi
begitu merasakan bagaimana permainan silat dua lawannya itu kini menekan setiap
gerakan yang dibuatnya!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 18
Tiraikasih-Kangzusi
"Tua bangka-tua bangka Liongsan, jadi kalian hendak pamer dan andalkan ilmu
silat kalian yang baru" Bagus! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan kalian!"
berseru Kiat Bo Hosiang dengan penasaran. Dari balik pinggang pakaiannya dia
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera keluarkan senjatanya yang ampuh yakni tongkat baja yang ujung-ujungnya
bercabang dua. Dengan tongkat di tangan kanan dan bahu kiri masih mendukung
bocah penggembala Kiat Bo Hosiang yang bergelar Hln jiu Tlmng-ong atau Raja
Tongkat Tangan Sakti Itu mengamuk hebat. Tubuhnya lenyap terbungkus muai
senjatanya dalam tempo singkat dia sudah mendesak lawannya dengan hebat!
Haik Toa Sin maupun Lo Sam Hosiang sama-sama kaget melihat serangan-serangan
ganas yang mematikan oleh susiok mereka itu. Permainan silat mereka mulai kacau.
"Susiok, kami ini kau anggap musuh-
musuhmukah"!" berseru keras Lo Sam Hosiang.
"Tutup mulutmu manusia muka pantat dandang!"
tukas Kiat Bo dan tongkatnya dengan ganas
menderu ke arah kakek muka hitam dari gunung Naga itu. Dan krak!
Lo Sam Hosiang menjerit. Dia melompat keluar dari kalangan pertempuran sambil
pegangi lengan kiri yang kuntal-kantil kerena tulangnya telah patah!
"Susiok, kau sudah gilakah," teriak Toa Sin namun kakek yang satu ini pun segera
pula mendapat bagiannya. Kalau kawannya patah tulang lengan maka dia sendiri
remuk tulang kakinya sebelah kanan dan berguling di tanah sambil merintih. Tapi
dasar gila, sekali dia masih bisa juga tertawa haha-hihi!
"Tua bangka-tua bangka tak tahu untung! Masih bagus tidak kepala kalian yang
kuremukkan! Lain kali suhu kalian harus memberi pelajaran sopan santun pada
kalian! Bagaimana menghormat seorang paman guru!"
"Paman guru sableng macammu mana patut dihormati!" teriak Toa Sin lalu
menunggingkan pantatnya dan kemudian kentut! Untung saja Kiat Bo Hosiang sudah
tidak lagi ada di tempat itu. Kalau tidak kakek ini pastilah akan marah setengah
mati dihina begitu rupa!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 19
Tiraikasih-Kangzusi
Dengan beberapa kali lompatan kilat Kiat Bo Hosiang telah sampai ke puncak
Liongsan. Anak pengembara yang ada di bahu kirinya masih tertidur nyenyak tanpa
sadar apa yang telah terjadi
sebelumnya! Kiat Bo melangkah menuju ke sebuah pondok kayu Dia tak perlu susah-susah masuk
ke dalam pondok mencari suhengnya karena Ik Bo Hosiang ditemuinya di halaman
samping tengah bersemedi dengan cara yang luar biasa!
Ik Bo Hosiang bersemedi di atas sebuah batu hitam, kaki lurus ke atas sedang
kepala di sebelah bawah, pada batu hitam itu. Tubuhnya tak sedikit pun bergerak
sedang dua tangannya dirangkapkan dldepan dada. Janggut dan kumis putihnya yang
panjang, menjulai menutup wajah dan sepasang matanya.
Diam-diam Kiat Bo menjadi kagum juga melihat nira bersemedi suhengnya ini. Dia
yakin betul di antara tokoh tokoh silat terkemuka di Tiongkok saat itu hanya
kakak seperguruannyalah yang sanggup melakukan hal itu.
Kalau tadi Kiat Bo ingin buru-buru menemui suhengnya, kini setelah bertemu dia
jadi serba salah bagaimana harus membangunkannya. Tiba-tiba anak yang
didukungnya menggeliat dan terbangun.
membuka matanya bocah ini terheran-heran melihat di mana dia berada. Dan lebih
heran lagi ketika menyaksikan Ik Bo Hosiang yang bersemedi kaki ke utas kepala
ke bawah. "Hai. patung atau manusiakah ini"!" si bocah berseru lantas turun dari pundak
Kiat Bo Hosiang.
"Aku sendiri tidak tahu, budak. Coba kau tarik keras-keras janggutnya. Jika dia
manusia tentu dia akan menjerit kesakitan. Tapi kalau patung pasti diam saja!"
Berkata Kiat Bo yang nyatanya telah mendapat akal bagaimana harus membangunkan
suhengnya. Bocah penggembala mendekati Ik Bo Hosiang yang disangkanya patung. Tangan
kanannya diulur-kan untuk menarik janggut orang tua itu. Tapi mendadak terjadi
hal yang mengejutkan si bocah, termasuk pula Kiat Bo Hosiang. Ketika tangan itu
hampir hendak menjenggut jenggot, tiba-tiba jang-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 20
Tiraikasih-Kangzusi
gut panjang putih itu bergerak dan sesaat kemudian tahu-tahu lengan anak itu
terlibat erat! "Hai!" si anak kaget. Dia gerakkan tangan kirinya, namun tangan yang satu ini
pun kemudian kena dilibat. Bagaimana pun kerasnya dia berusaha berontak untuk
melepaskan kedua tangannya tetapi sia-sia saja!
"Suheng! Kau bangunlah!" Kiat Bo Hosiang berseru. Jika janggut-janggutnya bisa
bergerak pasti Ik Bo Hosiang sudah jaga dari samadinya, demikian Kiat Bo
berpikir. Tiba-tiba si anak menjerit karena kedua lengannya terasa sakit dan dilain kejap
tahu-tahu tubuhnya telah terpental ke arah Kiat Bo Hosiang. Kakek ini melenggak
kaget, untung masih sempat dia menangkap tubuh si bocah, kalau tidak pasti akan
jatuh dengan keras di atas sebuah batu besar. Untuk sesaat Kiat Bo Hosiang
tertegun bengong. Membuat mental seseorang dengan menggerakkan janggut yang
tentunya dialiri tenaga dalam betul-betul merupakan satu hal yang amat luar
biasa. Dan itulah yang telah dilakukan oleh suhengnya!
"Kiat Bo! Belasan tahun kau tak muncul, begitu unjuk tampang kau hanya
mengganggu ketenteraman puncak Liongsan ini saja!" terdengar suara halus yang
bukan lain adalah suara Ik Bo Hosiang. Memandang ke depan Kiat Bo melihat
suhengnya itu sudah duduk tenang-tenang di atas batu hitam di atas mana
sebelumnya dia bersemedi.-Sepasang mata Ik Bo memandang tajam pada adik
seperguruannya. Pandangan ini terasa seolah-olah menembus dada dan jantung Kiat
Bo. "Ah suheng," menyahut Kiat Bo setelah terlebih dahulu menjura. "Bukan maksudku
untuk mengganggu ketenteraman di puncak Liongsan ini. Tapi aturan yang dibuat
oleh kacung-kacungmulah yang telah memaksaku berlaku keras...."
"Kekerasan itu memang harus ada. Tapi pada waktu-waktu tertentu dan pada orang-
orang tertentu.
Kekerasan yang dilakukan secara sembarangan adalah satu kejahatan. Lo Sam dan
Toa Sin memang kacung-kacung tak berharga. Tapi betapa pun di puncak Liongsan
ini mereka adalah tuan rumah yang harus dihormati oleh setiap tamu, siapa pun
dia PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 21
Tiraikasih-Kangzusi
adanya. Di sini, di puncak Liongsan ini tuan rumah yang membuat aturan, bukan
orang luar!"
Paras Kiat Bo kelihatan bersemu merah mendengar kata-kata keras suhengnya itu.
"Sekarang katakan apa keperluanmu datang ke mari."
"Budak itu, suheng...."
"Aku tidak tanya budak itu! Aku tanya keperluanmu!" menukas Ik Bo Hosiang tanpa
menoleh atau melirik pada penggembala yang tegak di samping sutenya.
"Begini suheng..." lalu Kiat Bo menerangkan peristiwa perkelahiannya dengan Pak-
san Kwi-ong (Raja Setan Gunung Utara). "Jelas sekali, jika tidak ada bocah
penggembala yang pandai meniup suling ini niscaya bukan saja aku kalah, malah
jiwaku akan melayang di tangan Pak-san Kwi-ong. Aku berhutang nyawa pada budak
ini dan wajib membalasnya!"
Memang betul apa yang dikatakan oleh Kiat Bo Hosiang. Ketika berkelahi melawan
Pak-san Kwi-ong yang mengeluarkan ilmu hoatsut (sihir), Kiat Bo Hosiang hampir-
hampir saja menemui ajal jika saat itu di tempat tersebut tidak ada anak
penggembala yang memainkan sulingnya. Padahal suara tiupan seruling itu
mengganggu pemusatan pikiran dan bathin yang menjadi dasar dari kehebatan ilmu
sihir Pak-san Kwi-ong.
"Aku tidak tertarik pada ceritamu." Tidak tertarik padamu ataupun budak tukang
angon kerbau itu!
Nah sekarang silahkan angkat kaki dari puncak Liongsan ini!"
"Suheng...I"
Tapi Ik Bo Hosiang tidak perdulikan lagi sutenya itu, malah seenaknya dia
membuka mulut dan menyanyi:
Puncak Liongsan tinggi sekali
Tapi lebih tinggi akal dan budi
Laut Selatan hijau dan dalam sekali
Namun lebih dalam perasaan hati sanubari Yang tinggi gampang jatuh
Yang dalam sukar diselam
Akal dan budi terkadang tak berguna
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 22
Tiraikasih-Kangzusi
Jika perasaan lebih menggelora.
Ik Bo Hosiang mengulang sekali lagi lagu itu.
Dilain pihak, bocah penggembala yang mendengar merasa nyanyian itu cukup merdu
dan terus saja keluarkan sulingnya, meniup benda itu mengiringi nyanyian si
kakek. Mengetahui nyanyiannya ada yang mengiringi Ik Bo Hosiang lantas saja
mengulang-ulang nyanyian sampai empat kali berturut-turutl
Tiba-tiba tokoh aneh dari Liongsan ini hentikan nyanyiannya, mendongak ke langit
dan tertawa gelak-gelak. Si bocah yang sedang asyik-asyiknya meniup suling
merasakan lututnya goyah oleh suara tertawa itu dan sesaat kemudian dia pun
terhuyung jatuh ke tanah. Kiat Bo Hosiang sendiri pun jika tidak lekas-lekas
mengerahkan tenaga dalamnya pasti akan menggeletar sekujur tubuhnya oleh
kehebatan suara tertawa suhengnya itu!
"Budak, siapakah namamu dan apa she-mu"!"
Ik Bo Hosiang tiba-tiba ajukan pertanyaan.
"kakek nyanyianmu bagus sekali. Kenapa berhenti"!"
"Budak kurang ajar! Ditanyai malah menyuruh orang menyanyi. Apa kau kira kau ini
biduan sandi-wara keliling"!" Ik Bo Hosiang membentak. Tiba-tiba berkelebat
jungkir-balik. Sedetik kemudian kepalanya sudah terletak di atas batu di mana
dia tadi bersemedi dan kaki lurus-lurus ke atas! "Hai budak!
Kenapa kau menghentikan tiupan sulingmu! Ayo lekas mainkan lagi!"
"Apa kau kira aku ini tukang tiup suling sandi-wara keliling"!" si bocah ngambek
dan balik me-nyindir Ik Bo Hosiang. Kiat Bo Sang khawatir kalau-kalau suhengnya
bakai kumat otak miringnya
marah mendengar kata-kata si bocah itu, buru-buru saja membuka mulut.
Suheng, kau tahu aku telah berhutang nyawa padanya! Hutang dalam bentuk apa pun
harus di-bayar. Kau saksikan sendiri keadaan budak ini.
Potongan tubuh dan susunan ruas-ruas tulangnya amat baik. Rasanya sulit mencari
bocah seperti dia di delapan penjuru angin Tiongkok. Sebetulnya aku berniat
untuk mengambilnya jadi murid. Tapi kau PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 23
Tiraikasih-Kangzusi
tahu sendiri. Sejak aku mengambil Li Bwe Hun jadi murid tunggalku, aku sudah
bersumpah untuk tidak akan mengambil murid lain lagi dalam keadaan atau alasan
apapun juga. Memikir sampai saat ini kau sendiri tidak pernah mempunyai murid
yarig sebenarnya bisa disebut murid, dan sekaligus untuk membalas hutang nyawaku
padanya, maka kuharap kau sudi mengambil bocah ini menjadi muridmu!'
"Enak betul bicaramu. Kiat Bo!" tukas Ik Bo Hosiang. "Anak penggembala yang
tidak tahu asal-usulnya, tak dikenal bapak moyangnya, tak tahu juntrungannya, eh
tahu-tahu kau minta aku mengambilnya jadi murid! Kau sudah gila atau otakmu
memang sudah rengat?"
"Suheng, kau bisa lihat sendiri. Anak ini lain dari yang lain...."
"Apanya yang lain" Dia bertangan, berkaki, punya mata dua, hidung satu, mulut
satu, telinga dua.... Itu kau bilang lain. Ah sute! Kau rupanya betul-betul
sudah gila! Kasihan...!"
"Suheng, aku memohon padamu...!"
"Kau keblinger, Kiat Bo. Bagaimana kalau kemudian hari bocah itu mengecewakan
aku"!"
"Kau boleh bunuh aku, suheng!"
"Buset! Dua tiga bulan di muka mungkin kau sudah lebih dulu mampus! Apakah aku
harus meng-gali kuburmu lalu membunuhmu" Gila kau sute!"
Lama-lama berdebat begitu rupa Kiat Bo Hosiang yang memang punya watak lekas
jengkel jadi penasaran juga. Dia berkata: "Sudahlah suheng, jika kau tak sudi
aku pun tak memaksa!"
"Dan aku pun tidak mengemis untuk jadi muridmu!" menimpali si bocah.
"Bocah kurang ajar! Aku tidak bicara denganmu!" hardik Ik Bo Hosiang. "Hai, kau
masih belum menerangkan nama dan she-mu!"
"Namaku Thian Ong, she Song. Dan sekarang aku akan angkat kaki dari sini!" Anak
penggembala itu berpaling pada Kiat Bo Hosiang dan berkata:
"Kakek, kau punya tanggung jawab membawaku ke mari. Sekarang kau punya kewajiban
membawaku turun dari tempat memuakkan ini!"
"Budak edan! Orang hendak membalas budi malah bersikap konyol!" bentak Kiat Bo
Hosiang. PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 24
Tiraikasih-Kangzusi
"Aku tak perlu segala balas budi. Kalaupun...."
"Thian Ong anak kurang ajar, kau mendekatlah ke mari," tiba-tiba Ik Bo Hosiang
memanggil. Tapi si bocah tak mau datang. Namun satu hawa aneh yang keluar dari
tubuh si kakek menyedotnya hingga tubuhnya terseret sampai ke hadapan orang itu.
Aku sudah lihat susunan tubuhmu dari luar, tapi belum pada bagian-bagian yang
tertutup. Sekarang tang-galkan seluruh pakaianmu. Telanjang!"
Kiat Bo Hosiang diam-diam merasa gembira mendengar kata-kata suhengnya itu. Tapi
sebaliknya bocah yang bernama Song Thian Ong berkata
marah: "Kakek, kau betul-betul sudah gila, menyuruh orang telanjang! Kau saja
telanjang sendiri!"
"Anak kurang ajar! Kualat kau!" teriak Ik Bo Hosiang. Dia mengulurkan kedua
tangannya. Bret....
Bret.... Bret! Maka robeklah seluruh pakaian Thian Ong hingga dia kini telanjang
bulat. "Hem bagus....
Kau memang boleh!" Dan habis berkata begitu Ik Bo Hosiang mencekal tengkuk Thian
Ong, melempar-kannya ke udara, menyambutnya dengan kedua kakinya, lalu dengan
kaki-kaki itu tubuh Thian Ong dipentalkan kembali ke atas, disambut lagi,
dipentalkan lagi demikian seterusnya. Anehnya Thian Ong tidak merasa sakit
barang sedikit pun. Tapi rasa gamang membuat dia ngeri. Dan anak ini tak henti-
hentinya menjerit.
Selagi Ik Bo Hosiang mempermainkan Thian Ong seperti itu seolah-olah anak ini
adalah sebuah bola, tiba-tiba datanglah Lo Sam Hosiang dan Toa Sin Hosiang.
Masing-masing mereka telah membalut lengan dan kaki yang cidera serta
mengganjalnya dengan potongan kayu. Menyaksikan guru mereka
"bermain-main" begitu rupa keduanya tertawa gelak-gelak.
"Suhu," seru Toa Sin, "apakah kami berdua boleh Ikut main bersamamu?"
Sebagai jawaban Ik Bo Hosiang berseru: "Pendek, kau sambutlah!" Dan tahu-tahu
tubuh Thian Ong sudah melesat ke arah Toa Sin Hosiang. Dan kakek-kakek ini
dengan gembira menyambut tubuh yang terlempar itu dengan kaki kirinya. Tubuh
Thian Ong melayang ke arah Lo Sam Hosiang. Dengan gembira kakek yang seorang ini
menyambut pula dengan PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 25
Tiraikasih-Kangzusi
tendangan. Tubuh Thian Ong kembali lagi melayang ko arah Ik Bo Hosiang.
Begitulah seterusnya. Tiga kakek-kakek keblinger dari gunung Naga itu telah
asyik dengan permainan "bolanya". Tidak perduli lagi akan jerit ketakutan si
bocah. Apalagi terhadap Kiat Bo Hosiang.
Kiat Bo Hosiang yang menyaksikan hal itu cuma bisa geleng-geleng kepala. "Gila
dasar manusia manusia gila!" katanya dalam hati. Namun diam-diam dia gembira
sekalipun suhengnya tidak mengatakan apakah dia mau mengambil Song Thian Ong
menjadi muridnya, namun secara tidak langsung. Dengan cara main bola" seperti
itu, Ik Bo Hosiang telah menyatakan bahwa dia berkenan dengan bocah itu.
Dengan senyum puas Kiat Bo Hosiang ber-
kelebat pergi meninggalkan puncak Liongsan.
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 26
Tiraikasih-Kangzusi
DUA BELAS TAHUN kemudian.... Pada permulaan abad ke XV daratan Tiongkok sebelah
utara jatuh ke dalam cengkeraman bangsa mongol. Penjajahan oleh bangsa manapun
juga atas bangsa lain pastilah mendatangkan penderitaan. Dan yang paling
sengsara seperti biasanya ialah rakyat jelata.
Di mana-mana kaum penjajah yang berkuasa melakukan pemerasan, perkosaan,
penindasan dan seribu satu macam tindakan sewenang-wenang lainnya.
Pemerintah Tiongkok di selatan yang pada masa itu beribu kota di Nanking tidak
bisa berbuat apa-apa menghadapi kaum penjajah. Selain selatan memang memiliki
balatentara dan persenjataan lemah, roda pemerintahan pun sudah kacau-balau
centang-perentang. Mulai dari kaisar sampai pada pejabat-pejabat yang terendah
di desa-desa sibuk memupuk kekayaan, harta dan uang, tanah dan sawah. Dalam pada
itu mereka terlena pula dalam bujuk rayu perempuan-perempuan cantik hingga mana
pula akan terpikir untuk membebaskan negeri di utara dari tangan penjajah
Mongol. Pedih sakitnya penderitaan yang melanda, lambat laun merupakan cambuk bagi
rakyat jelata untuk bersatu dan secara diam-diam menyusun kekuatan.
Kekuatan tersebut dibagi dua. Yang pertama untuk menghantam kaum penjajah di
utara dan kedua untuk menyingkirkan pejabat-pejabat pemerintahan yang korup,
keji sewenang-wenang dan sebagainya.
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada masa itu bukan rahasia lagi kalau gerakan rakyat yang menderita ini secara
diam-diam dibantu oleh orang-orang kangouw sehingga akibat yang ditimbulkannya
makin hari makin hebat dan membuat kaum penjajah merasa terancam.
Namun tidak jarang pula rakyat yang berjuang itu menemui nasib malang. Yaitu
bilamana mereka dihantam oleh pasukan Mongol berjumlah besar atau diserang dan
ditangkap oleh balatentara Kaisar dari selatan. Pemimpin-Pemimpin mereka
digantung di tempat terbuka, prajurit-prajurit yang tak lain adalah PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 27
Tiraikasih-Kangzusi
rakyat jelata biasa dibunuh secara massal!
Gerakan rakyat yang ingin membebaskan negeri mereka dari penindasan bangsa
Mongol serta sekaligus mengikis para pejabat Pemerintah yang korup dan memeras,
dengan sendirinya menghadapi dua lawan berat. Korban dan kerugian lebih banyak
jatuh dikalangan mereka, namun demikian semangat perjuangan mereka tak kunjung
padam. Jangankan orang lelaki yang sudah dewasa, bahkan anak-anak belasan tahun
dan kaum wanita pun ikut turun ke dalam kancah peperangan tanpa rasa takut sama
sekali! Pada suatu hari di bulan kelima, malapetaka telah pula menimpa serombongan
pasukan rakyat yang berjumlah 50 orang yang pada saat itu berada di sebuah kaki
bukit. Tanpa setahu pemimpin pasu kan, salah seorang diantara anggotanya adalah
mata-mata. Pemerintah selatan yang berhasil menyusup. Selagi pasukan itu tengah
beristirahat di'
kaki bukit, diam-diam mata-mata tadi meninggalkan tempat tersebut, langsung
menuju tempat rahasia di mana telah menunggu satu kelompok pasukan Pemerintah
yang terdiri dari lebih seratus orang Dalam waktu singkat pasukan rakyat yang
tengah istirahat itu telah terkurung. Dan ketika mereka diserbu dengan
sendirinya mereka tidak berdaya.
Sedapat-dapatnya mereka mempertahankan diri dan berjuang mati-matian. Namun
jumlah lawan dua kali lipat disamping itu serangan datangnya mendadak sekali.
Dalam waktu sebentar saja dua puluh orang anggota pasukan rakyat gugur. Komandan
pasukan seorang lelaki separuh baya bernama Pouw Keng In berteriak kepada anak
buahnya untuk lari menyelamatkan diri dan membiarkan dia sendiri menghadapi
pasukan Pemerintah. Tekadnya biar dia mati asal sisa-sisa anak buahnya masih
bisa diselamatkan. Akan tetapi mana ada diantara mereka yang mau mengikuti
perintah Pouw Keng In. Malah pasukan rakyat itu bertempur makin hebat hingga 10
orang lagi diantara mereka menjadi korban.
"Bunuh semua anjing-anjing pemberontak ini.
Tangkap komandannya hidup-hidup!" teriak komandan pasukan Pemerintah. Dia
menyeringai puas PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 28
Tiraikasih-Kangzusi
melihat bagaimana musuh porak-poranda dan ber-guguran satu demi satu dalam waktu
yang cepat. Dan pandangan matanya rakyat yang berjuang itu tak lebih dari pada anjing, yang
dapat dibunuh secara sewenang-wenang,
Pada saat yang gawat bagi pasukan rakyat itu.
dimana Pauw Keng In sendiri sudah luka parah dan mandi darah, tiba-tiba
berkelebatah satu bayangan hijau disertai gulungan sinar coklat. Terdengar pekik
susul-menyusui. Dalam waktu amat cepat enam
anggota pasukan Pemerintah telah menjadi korban, ada yang pecah kepalanya, remuk
dada. bobol perut dan sebagainya.
Tentu saja pasukan Pemerintah terkejut sekali terutama Komandannya. PasuKan
rakyat pun tak kurang kagetnya. Namun karena menduga ada orang kangouw yang
telah turun tangan membantu mereka meskipun mereka beium melihat jelas siapa
adanya orang itu karena saking cepatnya gerakannya maka kembali mereka jadi
bersemangat dan menempur iawan berjumlah besar itu dengan hebatnya.
"Iblis dari mana yang berani mencari mati di sini"!" berteriak Komandan prajurit
Pemerintan. Namanya Cu Lay Seng. Berbadan tinggi tegap bermata sedikit juling
dan punya tampang garang, lengkap dengan kumis melintang serta cambang bawuk.
Bayangan hijau yang mengamuk tidak menyahuti malah berkelebat makin cepat.
Delapan orang lagi pasukan Pemerintah berjungkalan mati! Kawan-Kawannya yang
lain jadi gentar dan tak berani didekati bayangan hijau itu. Sebaliknya
kelengahan mereka itu merupakan sasaran baik bagi prajurit-prajurit rakyat
hingga banyak diantara mereka berhasil ditewaskan
"Setan alas." maki Cu La i Seng marah sekali.
Saat itu dia masih duduk di atas punggung kudanya.
Dengan tangan kanan dirampasnya pedang anak buahnya yang terdekat. Perlu
diketahui Cu Lay Seng ini seorang yang amat lihay dalam ilmu menyam-bitkan
berbagai macam senjata. Sekali tangannya mencari sasaran pastilah tak akan
melesat! Begitu tangan kanannya memegang pedang segera senjata ini dilemparkan
dan melesat deras ke arah bayangan hijau yang tengah memporak-porandakan pasukan
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 29
Tiraikasih-Kangzusi
Pemerintah. Cu Lay Seng sudah dapat membayangkan ba-
gaimana tubuh bayangan hijau itu akan tertembus oleh pedang yang dilemparkannya.
Namun alangkah kagetnya Komandan pasukan ini sewaktu menyaksikan senjata yang
dilemparkannya itu malah ditangkap oleh lawan dengan tangan kirinya. Dan dengan
memegang senjata ini di tangan kirinya si bayangan hijau mempergunakannya untuk
membabat musuh kian kemari hingga dalam waktu singkat makin banyaklah anggota
pasukan Pemerintah yang tewas.
Cu Lay Seng maklum kini bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan yang
berkepandaian amat tinggi dan memiliki gingkang luar biasa hingga dia sendiri
sampai saat itu tidak dapat jelas melihat siapa adanya bayangan hijau itu.
"Mundur semua", teriak Cu Lay Seng.
Prajurit-Prajurit Pemerintah yang memang sudah sejak tadi-tadi merasa ngeri,
tanpa disuruh dua kali terus saja melompat mundur. Di pihak pasukan rakyat Pouw
Keng ln memberi isyarat agar anak buahnya tidak terus memburu musuh. Dia sendiri
yang saat itu terluka parah, amat kagum melihat kehebatan bayangan hijau. Dengan
dipapah oleh seorang anak buahnya dia menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya.
Saat itu Cu La y Seng telah melompat turun dari kudanya dengan satu gerakan
enteng tahu-tahu sudah berada lima langkah di hadapan bayangan hijau. Dan ketika
bayangan hijau ini menghentikan gerakannya yang luar biasa cepatnya itu, Cu Lay
Seng dan semua orang yang ada di situ jadi melotot dan ternganga. Mereka semua
melengak kaget! Betapa tidak! Si bayangan hijau yang kini tegak tak bergerak di
tengah kalangan pertempuran itu nyatanya adalah seorang gadis berparas elok
jelita. Rambutnya hitam panjang dan digelung di atas kepala dengan sepasang
cambang halus meliuk dikedua pipinya! Menurut perkiraan paling banyak gadis ini
baru berusia sekitar 17 tahun. Secantik dan semuda itu sudah memiliki kepandaian
yang hebat, siapa orang yang menyaksikan tak akan melengak kaget"
"Nona, kau telah menurunkan tangan ganas PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 30
Tiraikasih-Kangzusi
terhadap prajurit-prajurit Kaisar. Terpaksa aku harus menangkapmu dan membawamu
ke Kotaraja!" berkata Cu Lay Seng dengan nada keren dan keras.
"Aku"! Kau mau menangkap aku...?" si gadis menjawab lalu tertawa merdu sekali.
"Kuharap kau tidak mengadakan perlawanan dan menyerah dengan suka rela," berkata
lagi Cu Lay Seng.
"Begundal penjilat pantat kaisar!" tiba-tiba gadis hijau membentak marah.
Wajahnya merah dan justru dalam keadaan marah ini dia kelihatan tambah cantik.
Jika kau bilang aku menurunkan tangan jahat terhadap prajurit-prajurit Kaisar,
lantas kau yang telah membunuhi rakyat jelata pantas disebut apakah"! Dosamu
besar sekali Komandan! Sebaiknya kaulah yang lekas menyerah dan cepat berlutut
minta ampun di hadapan Thian. Karena kalau kau terlalu banyak mulut, aku tak
segan-segan mengirimmu ke akhirat!"
Cu Lay Seng tertawa sinis. Dia telah menyaksikan kehebatan gadis itu, tapi
jangan kira dia merasa takut.
Selain memiliki ilmu tinggi dia sudah berpengalaman luas. Kalau baru gadis binal
begini saja kenapa musti jerih" Demikian dia menganggap enteng.
"Jika kau tak mau menyerah secara baik-baik, jangan salahkan kalau aku
menurunkan tangan kasar," Cu Lay Seng mengeluarkan ancaman yang disambut oleh
sang nona dengan tertawa mengejek.
"Majulah! Aku mau lihat sampai dimana kehebatan segala manusia pepesan macam
kau!" Dimaki "pepesan kosong" begitu rupa di hadapan sekian banyak orang dan anak
buahnya sendiri betul-betul merupakan penghinaan luar biasa bagi Cu Lay Seng.
Dengan didahului bentakan dahsyat.
Komandan pasukan ini meloncat sebat ke arah nona berbaju hijau dan saat itu juga
berkiblatlah sinar putih menyilaukan. Inilah sinai senjata di tangan Cu Lay Seng
yaitu sebuah ruyung perak.
"Nona baju hijau!" Pouw Keng In Komandan pasukan rakyat berseru. Kau hati-
hatilah dia lihay sekali!"
Memang Pouw Keng In mengetahui betul kalau Cu Lay Seng berkepandaian tinggi.
Dibandingkan dengan dirinya masih ketinggalan jauh. Meskipun PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 31 Tiraikasih-Kangzusi
tadi dia sudah menyaksikan kehebatan si nona namun tetap saja dia khawatir.
Karena kalau sampai Cu Lay Seng menang bukan saja dia dan seluruh anggota
pasukannya akan dibunuh, tetapi nasib si nona pun akan jauh lebih buruk. Pouw
Keng In cukup mengenal kebejatan para anggota pasukan Kaisar pada masa itu,
apalagi Komandan-komandan mereka.
Tapi nona baju hijau justru malah tertawa mendengar peringatan itu. Dia menjura
pada Pouw Keng in dan berkata: "Terima kasih atas peringatanmu.
Kau lihat sajalah bagaimana aku menghajar manusia kecoak yang tidak berguna
ini." Sambil menjura tadi dengan tak acuh nona itu gerakkan tongkat kayu di tangan
kanannya ke atas Cu Lay Seng yang saat itu tengah melancarkan serangan hebat
menjadi amat terkejut ketika tiba-tiba dirasakannya ada sambaran angin dingin
menderu ke arah lengannya. Komandan yang berpengalaman ini segera maklum kalau
lawannya memiliki tenaga dalam yang jauh lebih lihay dari dia Karenanya secepat
kilat Cu Lay Seng robah gerakannya, batal-kan serangan pertama dan menyusul
dengan serangan ruyung ke arah kaki sang nona.
Tapi lawan ternyata sudah mengetahui lebih dulu gerakannya. Karena begitu ruyung
perak menyamber ke bawah si nona segera melintangkan tongkat kayunya ke arah
yang sama Selain tak menyangka kalau lawan akan menolong gerakannya seperti itu. Cu Lay
Seng pun kelewat yakin bahwa ruyung peraknya lebih ampuh.
Karenanya dia tidak berusaha menghindarkan bentrokan senjatanya dengan tongkat
lawan yang hanya terbuat dari kayu coklat.
Tapi apa yang terjadi kemudian membuat Cu Lay Seng berseru tegang dengan muka
pucat. Pada saat bentrokan senjata terjadi ruyung perak di tangan Komandan itu
patah dua dan mencelat mental!
Sedang tongkat kayu yang dianggap remeh oleh Cu Lay Seng ternyata tidak cacat
barang sedikit pun.
Dalam keadaan sang Komandan masih kaget
begitu rupa nona baju hijau yang sampai saat itu di tangan kirinya masih
memegang pedang yang tadi dilemparkan oleh Cu Lay Seng sudah memburu ke PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 32
Tiraikasih-Kangzusi
depan kirimkan satu tebasan kilat. Dan cras ! Cu Lay Seng menjerit keras. Darah
mancur dari tangan kanannya yang kini sudah terbabat putus!
"Sekarang lekaslah kau menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan dosa-
dosamu.'' berseru si nona seraya tusukkan pedang di tangan kirinya tepat ke
jantung si Komandan.
Hanya satu senti saja lagi ujung pedang akan menembus dada Cu Lay Seng tiba-tiba
terdengar bentakan marah:
"Bwe Hun! Lagi-lagi kau! Lagi -lagi kau!"
Satu bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu pedang di tangan kiri sang dara
terdorong ke samping selamatlah Cu Lay Seng dari kematian!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 33
Tiraikasih-Kangzusi
NONA BERBAJU HIJAU palingkan muka dan
berubahlah parasnya. Lalu gadis ini cepat jatuhkan diri, berlutut pada seorang
kakek-kakek berpakaian putih yang tegak dihadapannya.
"Suhu...!"
"Bwe Hun. Berapa kali aku sudah bilang jangan melakukan pengacauan! Jangan
berani menentang alat-alat kerajaan!" si kakek berkata dengan nada keras.
"Suhu, murid sama sekali tidak mengacau, tidak menentang siapapun. Murid hanya
ingin mengikis kejahatan, kekejaman dan ketidak adilan dari muka bumi ini!"
"Dengan jalan membunuh seenakmu"!"
"Orang-orang jahat dan se-wenang-wenang macam mereka layak dibunuh. Dan
perjuangan rakyat untuk membebaskan tanah air dari kaum penjajah dan penindasan
bangsa sendiri wajib dibantu!"
"Bwe Hun! Kau masih hijau dan tidak tahu banyak artinya perjuangan. Sekarang
lekas angkat kaki dari sini. Lain kali jika aku memergoki kau melakukan
perbuatan begini, aku akan jatuhkan hukuman berat padamu! Kau dengar"!"
Si nona yang bernama Li Bwe Hun gelengkan kepalanya dan sikapnya gagah ketika
menjawab: "Suhu hukuman berat bagiku bukan apa-apa. Tapi yang aneh adalah perbuatan Suhu
sendiri. Kau menetap si utara, ditengah-tengah bangsa Mongol dalam kemewahan
luar biasa. Tapi tanpa menyadari bahwa Suhu sebenarnya telah diperalat oleh kaum
penjajah untuk menindas bangsa sendiri! Sebagai murid aku...."
Belum sempat Li Bwe Hun meneruskan kata-katanya itu satu tamparan telah mendarat
di pipinya, membuat gadis itu terhuyung ke belakang satu langkah. Keseluruhan
wajahnya menjadi merah me-ngetam. Bukan karena sakit tapi karena tak percaya
kalau suhunya sendiri-yang telah mendidik dan me-rawati selama belasan tahun -
tega-menamparnya seperti itu dihadapan sekian banyak mata! Betul PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 34 Tiraikasih-Kangzusi
suhunya telah berubah sejak masuk ke dalam bujuk rayu bangsa Mongol!
"Sekali lagi kau berani bicara lancang seperti itu kubunuh kau Bwe Hun!"
"Suhu, aku tidak takut mati di tanganmu! Aku lebih rela mati dari pada menjadi
murid Kiat Bo Hosiang yang kenyataannya adalah seorang pengkhianat bangsa dan
negara!" Cu Lay Seng, Pouw Keng In dan semua orang yang ada di situ sama-sama kaget
mendengar siapa adanya nama kakek di hadapan mereka saat itu.
Ternyata Kiat Bo Hosiang, tokoh silat utama yang boleh dikatakan tak ada
tandingnya untuk masa itu diseluruh penjuru Tiongkok!
Baik Komandan pasukan Kaisar maupun Ko-
mandan pasukan rakyat masing-masing merasa gelisah dan berdebar. Karena kini di
hadapan mereka berdiri tokoh silat berkepandaian tinggi yang sejak beberapa
waktu belakangan ini telah membantu kaum penjajah Mongol. Jadi sekaligus
merupakan musuh besar pasukan rakyat dan juga Pemerintah!
Sepasang bola mata Kiat Bo Hosiang berkilat-kilat dan laksana dikobari api
mendengar kata-kata muridnya itu. Dia menggerung dahsyat dan berteriak: "Li Bwe
Huni Mulai hari ini aku bukan gurumu lagi! Kau murid kualat! Murtad! Kau harus
serahkan seluruh ilmu yang kau dapat dariku!"
Habis berteriak demikian Kiat Bo Hosiang lantas kirimkan satu serangan berupa
totokan ke arah jalan darah kian le hiat di dada dan jalan darah gi hay hiat di
punggung muridnya. Dua totokan ini bukan merupakan totokan maut akan tetapi amat
berbahaya. Jika totokan-totokan itu sampai menemui sasarannya, pembuluh-pembuluh
darah di tubuh Li Bwe Hun akan menjadi rusak. Dan yang paling hebat akibatnya
ialah bahwa dia akan kehilangan seluruh ilmu kepandaiannya bahkan akan menderita
gagu seumur hidup!
Bwe Hun kaget sekali melihat bagaimana suhunya melancarkan totokan yang jahat
itu. Kini nyata kalau gurunya memang sudah gelap mata dan tidak tedeng aling-
aling untuk menurunkan tangan jahat.
Bagusnya dia berlaku waspada hingga cepat menghindar selamatkan diri.
Melihat serangan dapat dikelit, Kiat Bo Hosiang PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 35
Tiraikasih-Kangzusi
jadi penasaran. Kembali dia menyerbu dengan serangan-serangan kilat secara
berantai. Dan setiap serangan senantiasa diserta totokan-totokan jahat tadi.
Sampai belasan jurus dimuka kakek-kakek sakti ini walaupun membuat sibuk
muridnya namun masih belum sanggup merobohkan, ini membuat kemarahannya semakin
meluap! "Perempuan sialan! Menyesal aku mengambil-mu jadi murid! Menyesal aku mewarisi
segala macam ilmu kepandaian padamu!" teriak Kiat Bo Hosiang berulang kali.
"Aku malah seribu kali lebih menyesal dan malu karena memiliki suhu jahat dan
pengkhianat macammu! Dan jangan lupa, aku tak pernah meminta untuk dijadikan
murid! Kau yang menculik aku dari tangan orang tuaku!"
"Murtad! Laknat! Kubunuh kau sekalian biar puas hatiku!" Maka Kiat Bo Hosiang
lantas mem-pergencar serangannya. Tubuhnya hanya tinggal bayangan putih saja
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi, mengurung Bwe Hun dari segala penjuru. Untuk menghadapi kehebatan suhunya
terpaksa gadis ini kerahkan pula seluruh kepandaiannya. Karena masing-masing
pihak mengetahui betul jurus-jurus silat yang dimainkan, termasuk tipu-tipu dan
kelemahan-kelemahannya maka dengan sendirinya pertempuran itu penuh ketegangan
dan seru sekali. Dalam hal Lweekang memang Bwe Hun masih berada di bawah
suhunya. Namun dalam memainkan ilmu silat tangan kosong dan kegesitan dia tidak
kalah! Sampai seratus jurus dimuka Kiat Bo Hosiang masih belum bisa berbuat apa-
apa! Bagaimanakah asal mulanya sampai Kiat Bo Hosiang bentrokan dan hendak membunuh
murid nya sendiri! Dan apakah betul tokoh silat golongan putih itu menjadi kaki
tangan penjajah Mongol"
Seperti sudah sama dimaklumi jarang sekali manusia yang betul-betul dapat
membebaskan diri dari daya tarik keindahan hidup di dunia yang seribu satu macam
ragamnya itu. Salah seorang diantaranya adalah Kiat Bo Hosiang. Selagi dia masih
memberi pelajaran silat pada Li Bwe Hun. Kiat Bo yang memang mempunyai dasar
watak suka akan hidup mewah di dunia dan disamping itu lemah iman dalam
menghadapi perempuan cantik, telah terjebak dalam PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 36
Tiraikasih-Kangzusi
bujuk rayu orang-orang Mongol.
Kepadanya diberikan sebuah gedung besar bak istana layaknya di Undur Khan. Harta
benda dan uang berlimpah ruah. Disamping itu tak lupa pula perempuan-perempuan
cantik yang dia tinggal pilih saja berganti-ganti setiap hari. Semua ini membuat
Kiat Bo Hosiang lupa segala-galanya. Dan diam-diam orang Mongol mulai
memperalatnya. Memang banyak gunanya tokoh lihay ini oleh kaum penjajah.
Pertama, jika Kiat Bo berada dalam genggaman mereka berarti tak akan ada bahaya
dari pihak Pemerintah Tiongkok ataupun dari pergerakan rakyat karena memang masa
itu Kiat Bo seorang tokoh sakti yang ditakuti oleh pihak Mongol. Kedua Kiat Bo
bisa dipergunakan untuk menghadapi orang-orang Pemerintah dan rakyat. Dan
kenyataannya memang Kiat Bo Hosiang telah berhasil mematahkan perlawanan-
perlawanan yang dibangkitkan oleh bangsanya sendiri.
Disatu pihak Kiat Bo mendapat imbal kehidupan yang mewah penuh kesenangan namun
dilain pihak dia menjadi momok kebencian rakyat dan juga Pemerintah Tiongkok.
Salah satu dari orang yang membencinya ialah muridnya sendiri Li Bwe Hun yang
telah digemblengnya selama lebih dari sepuluh tahun.
Gadis yang baru meningkat usia 17 ini begitu memulai pengelanaannya di dunia
kangouw telah dihadapkan dengan kenyataan pahit yaitu gurunya ternyata adalah
seorang pengkhianat yang menjada kaki tangan penjajah Mongol dan diperalat untuk
menghancurkan rakyat serta Pemerintahnya sendiri!
Sedangkan dia sendiri yang walaupun masih muda tapi dapat membedakan mana yang
betul dan mana yang salah, telah memilih untuk berpihak perjuangan rakyat
tertindas. Karenanya dalam petualangannya, gadis ini berulang kali membantu
pasukan rakaat dan disamping itu setiap dia mendengar ada pejabat-pejabat
Pemerintah di daerah-daerah yang berlaku keji serta semena-mena, pastilah dia
turun tangan untuk menghukum pejabat itu. Sekali dua diberi peringatan, tapi
bila masih tidak mau insyaf, Bwe Hun tak segan-segan untuk menebas batang
lehernya. Dalam melakukan hai yang dianggapnya se-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 37
Tiraikasih-Kangzusi
bagai tugas kewajiban itu tentu saja Bwe Hun mendapat tantangan dan menghadapi
lawan-lawan berat.
Dan salah satu diantaranya adalah gurunya sendiri yakni Kiat Bo Hosiang.
Sebelumnya Kiat Bo Hosiang telah memberi peringatan keras pada muridnya itu
untuk tidak ikut campur dalam kekalutan yang ber-kecamuk akhir-akhir ini. Namun
Bwe Hun tak mau perduli karena dia yakin apa yang dilakukannya adalah benar. Dia
sadar ilmu kepandaian yang dimilikinya bukanlah untuk membuat dia menjadi beo
atau berlepas tangan ataupun melakukan perbuatan-perbuatan yang salah, tapi
justru guna menolong orang-orang yang tertindas, untuk kebaikan dan membela
keadilan serta kebenaran. Dan nyatanya hari ini kembali dia dipergoki oleh
subangnya ketika membela pasukan rakyat yang hendak dimusnahkan oleh pasukan
Pemerintah Tiongkok dibawah Komandannya yang bernama Cu Lay Seng!
Sekali ini Kiat Bo Hosiang sudah jauh tersesat hingga dia mempunyai tekad keji
untuk mencelaka-kan muridnya sendiri, membuat Bwe Hun menjadi cacat seumur
hidupnya. Akan tetapi karena sampai begitu jauh dia masih belum sanggup
menyerangkan dua totokan ganas itu ke tubuh muridnya yang dianggapnya murtad
laknat, disamping itu ucapan-ucapan Bwe Hun betul-betul membuat dia gelap mata,
maka dalam sesatnya Kiat Bo memutuskan untuk membunuh saja gadis itu!
Li Bwe Hun tersirap darahnya ketika melihat tiba-tiba suhunya mengeluarkan
senjatanya yang hebat yakni tongkat baja yang kedua ujungnya bercagak.
"Suhu...! Orang-orang Mongol betul-betul telah membuat kau jadi buta mata dan
hati serta pikiran!
Insyaflah Suhu!" berseru Bwe Hun.
Tapi seruan itu justru membuat Kiat Bo Hosiang jadi semakin naik pitam. Tongkat
bajanya berkiblat.
Sinar putih menderu-deru menyilaukan. Bwe Hun terpaksa keluarkan tongkat kayu
coklatnya yang tadi telah diselipkannya di pinggang.
Namun dalam ilmu permainan tongkat, Bwe Hun yang di mata Cu Lay Seng serta Pouw
Keng In sudah amat luar biasa, dihadapan Kiat Bo Hosiang dia hanya sanggup
bertahan sampai 5 jurus. Selewatnya PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 38
Tiraikasih-Kangzusi
5 jurus, setelah tongkatnya dibabat patah oleh suhunya, dia segera terdesak
hebat. Kegesitannya tiada berarti untuk menyelamatkan diri dari dua ujung
tongkat yang terus-menerus menyambar. Beberapa bagian pakaiannya telah robek
disambar senjata sang suhu dan agaknya dalam dua jurus dimuka gadis ini akan
menemui kematian secara mengenas-kan. Menyaksikan ini semua orang jadi gelisah.
Lebih~lebih ketika satu-satu sodokan ujung tongkat bersarang di dada Bwe Hun,
membuat gadis ini terpekik dan roboh terguling di tanah. Darah kental mengalir
disela bibirnya.
"Sekarang kau mampuslah, murid celaka!" teriak Kiat Bo Hosiang seraya melompat
dan tusukkan ujung tongkatnya ke leher Bwe Hun.
"Tua bangka keji!" tiba-tiba terdengar bentakan.
"Kau yang lebih dulu layak mampus!" Dua orang berkelebat ke depan. Ternyata
adalah Cu Lay Seng dan Pouw Keng In!"
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 39
Tiraikasih-Kangzusi
BAGAIMANA pula sampai kedua Komandan pasukan yang tadinya saling bermusuhan dan
bertempur itu kini bersatu menyerbu Kiat Bo
Hosiang" Ada beberapa hal yang membuat mereka tiba-tiba saja turun tangan dalam
keadaan yang kritis itu tanpa memperduiikan keadaan dan tingkat kepandaian
mereka sendiri. Pertama bagaimana pun juga Li Bwe Hun merupakan nona penolong
bagi Pouw Keng In sewaktu tadi dia luka parah menghadapi pasukan Pemerintah di
bawah pimpinan Cu Lay Seng. Kedua, baik Cu Lay Seng maupun Pouw Keng In tahu,
yaitu jika Bwe Hun sampai kalah, maka Kiat Bo Hosiang pasti akan membasmi mereka
pula. Karena itu sebelum si nona celaka lebih baik mereka lekas-lekas turun tangan
menolong. Ketiga Cu Lay Seng seolah-olah sadar bahwa apa yang terjadi di
negerinya selama ini memang membawa penderitaan bagi rakyat jelata. Dan dia
merasa berdosa telah melakukan pembasmian ganas terhadap rakyat yang selama ini
berjuang. Akan tetapi, meski dibantu oleh dua orang Komandan pasukan yang gagah berani
Itu, keadaan Bwe Hun tidak lebih baik Malah setelah membantu dua jurus, Cu Lay
Seng dan Pouw Keng In mulai terdesak. Melihat ini Cu Lay Seng segera berteriak,
memerintah pada anak buahnya untuk mengeroyok.
Demikian pula Pouw Keng In. Kini Kiat Bo Hosiang dikurung oleh lebih dari tujuh
orang dengan Bwe Hun, Lay Seng dan Keng ln sebagai pelopornya.
Namun keadaan bukannya lebih menguntungkan Bwe Hun dan kawan-kawan, malah
jalannya pertempuran jadi sembrawutan-
Tongkat baja di tangan Kiat Bo Hosiang mulai minta korban. Jerit sakit dan erang
kematian terdengar setiap tongkatnya berkiblat. Kemudian Cu Lay Seng menenun
ajalnya pula dengan kepala pecah. Satu jurus kemudian menyusul Pouw Keng In.
Sesudah kedua orang ini roboh anggota-anggota pasukan yang mengeroyok menjadi
kecut. Keba-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 40
Tiraikasih-Kangzusi
nyakan diantara mereka segera melarikan diri hingga pada akhirnya Li Bwe Hun
yang hanya mengandalkan tangan kosong, tinggal sendirian menghadapi suhunya. Dan
boleh dikatakan ajalnya di depan mata kini!
Disaat tongkat baja Kiat Bo Hosiang menderu-deru untuk menamatkan riwayat
muridnya sendiri tiba-tiba terdengarlah tiupan seruling yang keras tapi merdu Li
Bwe Hun yang tahu ajalnya sudah di depan matanya sama sekali tidak perduli
dengan suara itu, lain halnya dengan Kiat Bo Hosiang, Serta merta kakek ini
melompat dari kalangan pertempuran dan berpaling ke arah datangnya suara suling itu Dan kelihatanlah satu pemandangan aneh tapi juga luar biasa. Seorang
Ular Kobra Dari Utara 2 Pendekar Rajawali Sakti 12 Rahasia Puri Merah Mas Rara 5
Tiraikasih-Kangzusi
Episode : ke 019
Ebook by : Tiraikasih-Kang Zusi
Scan book by : Huybee
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 1
Tiraikasih-Kangzusi
LEMBAH MERAK HIJAU yang terletak di propinsi Ciat-kang merupakan sebuah lembah
subur dengan pemandangan yang indah. Lebih-lebih
karena di sebelah timur lembah ini terdapat daerah persawahan yang luas dan pada
saat itu padi yang ditanam telah masak menguning hingga kemanapun mata
memandang, seolah-olah hamparan permadani emaslah yang kelihatan. Bila angin
bertiup, padi-padi masak menguning itu bergoyang melambai-lambai mengalun lemah
gemulai Dipagi yang cerah ini diantara desau tiupan angin lembah yang segar terdengarlah
suara tiupan seruling yang merdu sekali. Barang siapa yang mendengarnya,
pastilah akan tertegun dan mema-sang telinga baik-baik menikmati suara seruling
itu. Siapakah gerangan yang meniup seruling tersebut"
Tentunya seorang seniman pandai yang dapat meng-gambarkan keindahan pemandangan
alam sekitarnya lewat hembusan napas yang disalurkannya ke dalam lobang
seruling. Tetapi adalah diiuar dugaan karena kenyataannya si peniup seruling bukanlah
seorang seniman, bukan pula seorang dewasa. Melainkan seorang anak gembala yang
baru berusia tujuh tahun dan duduk di atas punggung seekor kerbau besar tegap
berbulu bersih dan berkilat.
Perlahan-lahan kerbau besar itu melangkah me-nyusur tepi sawah, memasuki lembah
Merak Hijau, kemudian mendaki bibir lembah di sebelah selatan.
Di atas punggungnya bocah berusia tujuh tahun itu demikian asyiknya meniup
seruling hingga dia tidak perduli lagi ke mana pun kerbaunya membawanya.
Akan tetapi ketika binatang itu sampai di atas lembah sebelah selatan serta
rnerta si bocah menghentikan permainan serulingnya. Mulutnya ternganga dan
sepasang matanya yang bening melotot begitu dia menyaksikan pemandangan di
hadapannya. Dua sosok tubuh yang hanya merupakan bayang-bayang hitam dan putih
dilihatnya berkelebat hebat, terlibat dalam suatu perkelahian yang gencar dan
seru. Adalah aneh... memikir anak itu... di tempat yang PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 2
Tiraikasih-Kangzusi
begini indah dan segar, ada orang berkelahi. Memperhatikan dengan mata tak
berkesip lama-lama membuat si bocah menjadi pusing sendiri. Beberapa kali dia
memejamkan matanya, dibuka kembali, dipejamkan lagi, dibuka lagi. Ketika dia
membuka sepasang matanya untuk yang kesekian kalinya, dilihatnya bayangan hitam
mendesak bayangan putih dan tahu-tahu satu tendangan dahsyat dilancarkan oleh
sosok tubuh bayangan hitam. Tapi bayangan putih dapat mengelak. Tendangan maut
itu tak sengaja terus melabrak kepala kerbau yang ditung-gangi anak tadi.
Terdengar lenguhan keras. Kerbau besar itu mencelat sampai beberapa tombak,
angsrok di tanah, mati dengan kepala pecah. Anak lelaki tadi terpelanting dan
nyangsrang dalam semak-semak.
Pakaiannya habis koyak-koyak dan kulitnya baret luka-luka. Tapi suling
Kesayangannya masih ter-genggam di tangan kanannya. Dengan susah payah dia
keluar dari semak-semak itu sambil mengomel marah ketika mengetahui apa yang
terjadi dengan kerbau tunggangannya.
Di depan sana akibat kejadian yang tak disangka-sangka itu, dua orang yang tadi
berkelahi mati-matian sama melompat mundur. Perkelahian terhenti dan keduanya
memandang ke arah si bocah dan kerbaunya.
Kini barulah anak lelaki itu dapat melihat dengan jelas sosok tubuh dan tampak
kedua bayangan hitam dan putih tadi.
Di depan sebelah kanan tegak seorang kakek-kakek berjubah hitam berkepala botak
plontos yang kilat-kilat ditimpa sinar matahari. Sepasang alisnya tebal,
kumisnya jarang tapi tebal-tebal dan panjang.
Tampangnya persis seperti anjing air!
Di sebelah kiri berdiri pula seorang kakek-kakek berpakaian putih. Rambutnya
panjang putih meriap bahu. Dia memelihara kumis serta janggut lebat yang juga
berwana putih. Sepasang matanya memandang tajam pada bocah yang memegang suling
sedang kulit keningnya berkerut seolah-olah dia tengah memikirkan sesuatu.
Meskipun tadi hanya melihat bayangannya saja.
namun bocah pengembara itu yakin kakek berjubah PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 3
Tiraikasih-Kangzusi
hitam itulah yang telah melepaskan tendangan hingga mematikan kerbaunya. Bocah
ini memang mempunyai dasar watak yang berani. Dengan mata melotot dan air muka
menunjukkan kemarahan dia membentak pada kakek jubah hitam :
"Tua bangka botak! Kau telah membunuh kerbauku! Aku pasti akan dirajam oleh
majikanku! Kau harus menggantinya kalau tidak...."
Seumur hidupnya baru kali itu kakek berjubah hitam dimaki begitu rupa oleh
seorang lain. apalagi anak-anak yang masih ingusan pula! Tentu saja darahnya
naik ke kepala "Pergi kau dari sini. kalau tidak kepalamu akan kupecahkan seperti binatang
itu!" "Tidak! Kau harus ganti dulu kerbau yang mati itu!'
"Bocah sundal! Kau mampuslah!' teriak kakek jubah hitam marah sekali. Tangan
kanannya dipukul-kan ke depan. Serangkum angin menderu dahsyat.
Jangankan seorang anak kecil seperti pengembala itu, batu karang atos sekalipun
kalau sampai dilabrak pukulan jarak jauh yang berkekuatan tenaga dalam Suar
biasa itu pasti akan hancur lebur.
Tapi sebelum pukulan tangan kosong itu menghantam anak gembala, dari samping
menderu angin pukulan lain, menggempur angin pukulan yang pertama hingga
berantakan dan punah!
Ternyata kakek berpakaian putihlah yang telah menolong bocah itu!
Si anak yang tidak sadar kalau dirinya baru saja terlepas dari bahaya maut.
dengan marah mengangkat sulingnya tinggi-tinggi dan lari ke arah kakek berjubah
hitam. "Tua bangka botak! Kugebuk kau dengan suling-ku kalau kau tak mau ganti kerbau
yang mati!"
Anak yang berani ini tidak menyadari sama sekali kalau perbuatannya itu bakal
merenggut nyawa sendiri karena dalam kemarahannya kakek jubah hitam memang sudah
berniat membunuh anak itu.
Tapi lagi-lagi orang tua berpakaian putih menye-lamatkannya Sekali bergerak,
kakek yang satu ini tahu-tahu sudah telah mencengkram kerah pakaian bocah itu
dan menariknya ke tempat yang aman!
"Budak! Keberanianmu luar biasa dan menga-gumkanku! Tapi si kepala botak itu
bukan lawanmu! PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 4
Tiraikasih-Kangzusi
Biar aku yang mewakilimu untuk menggebuknya!'
Sesaat anak gembala itu terdiam. Kemudian dengan merengut dia berkata : "Kalian
tua-tua bangka tak tahu diri.-Berkelahi macam anak-anak!"
Kakek berjanggut putih tertawa gelak gelak. Tapi sebaliknya si jubah hitam
kepala botak membentak garang dan menyerbu. Kembali kedua orang ini bertempur
hebat Kembali tubuh mereka menjadi bayang-bayang hitam putih dan kembali pula si
bocah menjadi sakit mata dan pening kepalanya menyaksikan. Namun dia memaksakan
untuk memperhatikan kejadian hebat itu sambi! tiada hentinya berteriak : Janggut
putih, ayo kau hajar kepala botak pembunuh kerbauku itu! Sikat!
Pecahkan kepalanya seperti dia memecahkan kepala binatang gembalaanku!"
Teriakan-teriakan anak ini seolah-olah memberi semangat pada kakek berpakaian
pulih, sebaliknya membuat si botak jadi penasaran setengah mati!
Dari batik jubah hitamnya si botak ini keluarkan senjatanya berupa tongkat kayu
berwarna hitam legam dan memancarkan sinar menggidikkan. Setelah bertempur
hampir dua ratus jurus ternyata dia tak dapat merubuhkan lawan dengan iangan
kosong maka kini dengan senjata itu dia berharap bakai dapat mengalihkan kakek
janggut putih. Diiain pihak lawannya begitu melihat musuh pegang senjata tidak pula menunggu
lebih lama, segera keluarkan senjatanya yakni sebatang tombak pendek terbuat
dari baja putih yang kedua ujungnya bercagak.
Sesaat kemudian keduanya sudah bertempur kembali dengan hebatnya. Kini bayangan
pakaian mereka yang putih dan hitam dibuntali oleh sinar dari senjata masing-
masing dan menderu-deru dengan dahsyatnya.
Bocah gembala yang berdiri jauh dari tempat itu merasakan bagaimana sambaran
kedua senjata tersebut membuat lututnya guyah dan tubuhnya bergetar menggigil
Terpaksa dia menjauh sampai satu tombak dari kalangan pertempuran sementara mata
dan kepalanya semakin sakit menyaksikan.
Dalam satu gebrakan hebat kakek janggut putih berhasil mendesak lawan dan
setelah mengirimkan tusukan-tusukan gencar ke arah tawan tiba-tiba ro-PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 5
Tiraikasih-Kangzusi
bah gerakan tongkatnya dengan satu kemplangan yang tidak terduga.
Kakek botak berseru kaget. Buru-buru dia melintangkan senjatanya di atas kepala.
Tombak baja dan tongkat kayu mustika beradu dengan keras, me ngeluarkan suara
nyaring. Tongkat kayu mental patah dua sedang tombak baja terlepas dari tangan
kakek janggut putih! Nyatalah kedua kakek-kakek itu sama tangguh meskipun si
janggut putih unggul sedikit dari lawannya.
Selagi kakek janggut putih melompat mengambil tongkatnya, si kepala botak
rangkapkan dua tangan di depan dada, kaki terkembang dan kedua matanya
dipejamkan. Mulutnya komat-kamit. Dari ubun-ubun kepalanya mengepul asap hitam.
Kemudian terdengar kekehannya.
"Manusia keparat! Jangan harap kali ini kau bisa bernapas lebih lama!"
Kepulan-kepulan asap hitam itu sedetik kemudian berobah menjadi delapan buah
tangan yang amat besar, berbulu dan berkuku-kuku panjang laksana cakar burung
garuda dan mulai menggapai-gapai ke arah kakek janggut putih.
"Ilmu hoatsut!" teriak si janggut putih dengan wajah berobah. (Hoatsut ilmu
sihir hitam). Hatinya tercekat. Segala macam senjata sakti dan ilmu silat hebat
bagaimana pun dia tidak gentar. Tapi menghadapi ilmu siluman mau tak mau hatinya
berdebar juga. Dia mengambil keputusan nekad. Menghajar si kepala botak itu
lebih dulu sebelum ilmu hitamnya melancarkan serangan. Dengan memutar tombak
bajanya sekeliling tubuh, dia menyusup diantara kepulan asap hitam!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 6
Tiraikasih-Kangzusi
AKAN TETAPI SEBELUM tongkat baja berkepala dua itu mampu mendekati kakek jubah
hitam sampai jarak tiga jengkal, tiba-tiba delapan buah tangan mengerikan telah
berserabutan menyerang kakek janggut putih!
Si kakek tersentak dan buru-buru menghindarkan diri. Tapi empat tangan berkuku
panjang itu masih memburunya dengan ganas. Si kakek kiblatkan tombak bajanya,
sekaligus melabrak empat buah tangan yang menyerang. Aneh, meskipun jelas dia
berhasil menghantam empat tangan mengerikan itu namun tombaknya lewat begitu
saja seolah-olah menghantam udara kosong! Dan dalam pada itu salah satu tangan
tersebut telah berkelebat dengan cepat dan bret!
Pakaian dibagian dada si kakek robek besar.
Kuku-kuku yang panjang masih sempat membuat
baret daging dadanya dan kontan orang tua ini merasakan tubuhnya panas dingin.
Buru-buru dia salurkan tenaga dalamnya kebagian dada yang cedera dan rasa sakit
panas dingin berangsur-angsur berkurang.
Dalam pada itu di depan sana kakek jubah hitam kembali keluarkan suara tawa
mengekeh dan delapan tangan siluman kembali menyerbu!
Kakek janggut putih maklum bahwa segala pukulan sakti dan tombaknya tak akan
mampu meng hadapi ilmu sihir yang ganas itu. Dia hanya sanggup bertahan dengan
mengandalkan ginkangnya yang sudah amat tinggi. Tapi sampai berapa lama dia bisa
berbuat begitu" Seratus, dua ratus atau katakanlah sampai tiga ratus jurus di
muka" Dalam umurnya yang sudah demikian lanjut, apakah dia mampu
melaksanakannya" Cepat atau lambat dia bakal celaka juga! Hal ini membuat dia
nekad dan mengamuk dengan hebat. Tapi ilmu siluman musuh betul-betul luar biasa.
Dalam tempo beberapa jurus saja dia sudah didesak habis-habisan!
Bocah penggembala yang mengharapkan agar kakek janggut putih bisa menghajar si
botak yang telah membunuh kerbaunya itu, jadi kecewa dan penasaran ketika
menyaksikan bagaimana justru PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 7
Tiraikasih-Kangzusi
kakek janggut putih itu terdesak hebat bahkan terancam jiwanya karena saat itu
beberapa kali tangan-tangan iblis berkuku panjang telah memukul dan mencakar
tubuhnya hingga dalam tempo singkat kakek ini mandi darah akibat luka-luka yang
diderita-nya! Dengan marah anak laki-laki itu mulai mengumpulkan batu-batu sebesar kepalan dan
melempari kakek jubah hitam dari belakang. Tapi semua batu-batu yang dilemparkan
jangankan mengenai, mendekati tubuhnya saja pun tidak karena batu-batu itu
mental kembali akibat hawa sakti yang keluar dari tubuh si jubah hitam kepala
botak! Hebatnya kakek janggut putih itu meskipun sadar bahwa dirinya bakal celaka dan
kematiannya sudah ditentukan saat itu, namun dia masih saja bertahan dan melawan
mati-matian, sama sekali tidak mau menyerah apalagi lari selamatkan dirinya!
Melihat keadaan kakek berjanggut putih itu dan khawatir kalau tangan-tangan
siluman itu bakal menyerangnya pula, timbullah rasa takut dalam diri anak
penggembala. Tetapi anehnya dia sama sekali tidak pula melarikan diri dari
tempat ini. Malah untuk menghilangkan rasa takut itu, anak ini ambil serulingnya
dan mulai meniup. Lagu yang dimainkannya sama sekali tak menentu. Rasa takut dan
khawatir melihat keselamatan si kakek janggut putih terancam membuat tiupan
serulingnya melengking-lengking tak karuan. Tetapi justru tiupan seruling inilah
yang mendadak sontak merubah keadaan di dalam kalangan perkelahian hidup mati
itu! Delapan tangan iblis yang mengerikan kini kelihatan berserabutan dalam gerakan-
gerakan kacau. semakin lama semakin mengecil akhirnya berubah menjadi asap hitam. Kakek jubah
hitam tersentak kaget. Dia berkeras memusatkan pikirannya guna mengumpulkan
kekuatan bathin yang tercerai berai namun tak berhasil bahkan tangan-tangan
siluman itu telah berubah jadi kepulan asap hitam dan lenyap.
"Celaka!" seru kakek botak ini. Dia buka kedua matanya justru disaat itu
musuhnya yang telah luka parah laksana banteng terluka mengamuk melihat
perubahan yang mendadak dan adanya kesempatan untuk menyerang, tanpa tunggu
lebih lama lancar-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 8
Tiraikasih-Kangzusi
kan gerakan mematikan yang bernama "Joan hun-ki-gwat" atau "menyusup awan
mengambil rembu-lan."
Tongkat baja bermata dua itu menusuk laksana kilat ke dada si jubah hitam dan
tanpa dapat dielak-kan lagi tepat menembus jantungnya hingga tanpa suara sedikit
pun kakek berkepala botak itu minggat nyawanya ketika itu juga!
Melihat si pembunuh kerbaunya mati, anak gembala tadi bersorak gembira dan
jingkrak-jingkrakan.
"Syukur! Mampuslah pembunuh kerbau! Baru aku puas sekarang!" Tapi bila ingat apa
yang akan dikatakannya nanti pada majikannya akan ini lantas jadi termenung
murung. Sementara itu si janggut putih yang tubuhnya penuh luka-luka, dalam keadaan
megap-megap segera bersila di tanah. Atur jalan darah dan napas serta salurkan
hawa sakti tenaga dalam keseluruh bagian tubuhnya. Beberapa saat kemudian dia
keluarkan dua macam obat yakni beberapa butir pel dan sebungkus obat bubuk. Pel
itu ditelannya sampai habis sedang obat bubuk dituangkannya pada luka-luka
sekujur tubuhnya. Kemudian kembali dia bersila. Sekitar seperminuman teh
berlalu. Perlahan-lahan orang tua ini membuka kedua matanya dan berdiri. Meski
kini dia telah selamat dari kematian namun kesehatannya belum pulih
keseluruhannya.
ternyata cakar dari jari-jari tangan siluman yang telah membuat dia cedera itu
mengandung racun yang berbahaya. Untung saja dia membawa per-sediaan obat, kalau
tidak meskipun dia berhasil membunuh musuh namun racun, yang mengendap
bukan mustahil bakal membuat dia menemui ajalnya pula dalam satu dua hari
dimuka. Orang tua ini kemudian ingat pada anak gembala itu yang kini tengah duduk
termangu-mangu di bawah sebatang pohon. Meskipun kerbau gembala-annya mati bukan
karena kesalahannya dan si pembunuh sudah pula menemui ajal namun majikannya
pasti tak mau perduli. Masih mending kalau dia diberhentikan dari pekerjaan,
kalau disuruh ganti"
Selagi dia termenung sudah begitu rupa tiba-tiba satu bayangan putih berkelebat.
Dia merasakan tengkuk pakaiannya dicekal orang dan kemudian PENDEKAR DARI GUNUNG
NAGA 9 Tiraikasih-Kangzusi
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dirasakannya tubuhnya laksana terbang. Memandang ke samping ternyata dia telah
dipanggul oleh kakek berjanggut putih dan membawa lari dengan kecepatan yang
luar biasa, membuat dia gamang dan ngeri.
"Orang tua kau mau bawa aku ke mana"!" seru si bocah dengan suara gemetar.
"Budak... kau diam sajalah. Tak usah banyak tanya!"
"Tapi aku harus kembali pada majikanku. Memberi tahu tentang kerbau yang mati
itu...." Si kakek tertawa.
Kau anak baik yang tahu apa artinya tanggung jawab. Tapi lupakan saja majikanmu
dan kerbaumu itu! Persetan! Potongan tubuh dan ruas tulangmu kulihat bagus
sekali! Sayang... sayang kalau disia-siakan! Aku akan bawa kau ke puncak
Liongsan! Kau dengar" Puncak Liongsan!"
"Aku... aku...."
Si kakek mempercepat larinya dan kerena ngeri si bocah tak berani lagi banyak
bicara, malah kini dia pejamkan kedua matanya. Tanpa sadar akhirnya dia tertidur
di atas pundak kakek yang membawanya
"terbang" itu!
Siapakah adanya kakek berambut putih ini"
Siapa pula musuh berjubah hitam itu dan apa tuju-annya sampai anak gembala
tersebut hendak dibawanya ke puncak Gunung Naga yang selama ini dianggap angker
dan jarang didatangi oleh manusia"
Kakek-kakek jubah hitam yang menemui ajalnya itu dalam dunia persilatan di
daratan Tongkok dikenal dengan julukan angker Raja Setan Gunung Utara atau Pak-
san Kwi-ong. Pada masa itu diantara tokoh-tokoh silat golongan hitam yang sesat
Pak-san Kwi-ong dianggap tokoh terlihay dan secara tidak resmi dijadikan sebagai
pimpinan. Dengan sendirinya dia menjadi musuh nomor wahid dari orang persilatan
golongan putih.
Sekitar tiga tahun yang lalu antara Pak-san Kwi-ong dengan kakek-kakek janggut
putih yang membawa lari anak gembala tadi, telah terjadi bentrokan. Dalam
perkelahian satu lawan satu yang seru dan berlangsung seratus jurus, kakek
janggut putih berhasil mengalahkan Pak-san Kwi-ong. Kekalahan PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 10 Tiraikasih-Kangzusi
bibit pangkal dendam kesumat sakit hati. Selama tlya tahun Pak-san Kwi-ong
melatih diri memper-dalam ilmu silat, tenaga dalam dan gingkangnya.
Disamping itu dia meyakini pula satu ilmu baru yakni ilmu hitam atau sihir.
Setelah dia merasa cukup sanggup untuk melakukan penuntutan balas, maka
dicarinyalah kakek janggut putih tadi. Ternyata Paksa n Kwi-ong memang berhasil
menghadapi musuh besarnya itu, bahkan ilmu hitamnya dia hampir saja dapat
membunuh lawan. Namun tiada disangka-sangka, ilmu sihirnya musnah berantakan
hanya karena tiupan seruling bocah penggembala kerbau.
Dan akhirnya secara penasaran dia terpaksa serahkan jiwanya pada musuh!
Lalu siapa pulakah kakek janggut putih itu"
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 11
Tiraikasih-Kangzusi
KALAU SEBELUMNYA telah dijelaskan bahwa Pak-san Kwi-ong merupakan tokoh silat
golongan hitam yang paling tinggi ilmu silat dan kesetiaannya pada masa itu,
maka dari golongan putih boleh dikatakan kakek janggut putih itulah yang menjadi
tokoh kelas wahidnya. Dia dikena! dengan nama Kiat Bo Hosiang, berusia 70 tahun
dan bergelar Sin-jiu Thung ong atau Raja Tongkat Tangan Sakti.
Meskipun Kiat Bo Hosiang teiah dianggap sebagai jago nomor satu pada masa itu,
namun tokoh-tokoh persilatan bukan tidak mengetahui bahwa sesungguhnya masih ada
seorang tokoh yang luar biasa kesaktiannya, yang sukar bahkan tak ada tandingnya
diseluruh Tiongkok. Namun sudah sejak lama orang ini mengundurkan diri dari
urusan dunia-wi dan di mana beradanya sekarang tak seorang pun yang mengetahui.
Cuma diketahui bahwa tokoh luar biasa itu adalah Suheng atau kakak seperguruan
dari Kiat Bo Hosiang. Namanya Ik Bo Hosiang dan sudah berusia lebih dari 80
tahun, bergelar Kim-Bong-Kiam-Khek atau Pendekar Pedang Pelangi Emas. Diduga
hanya Kiat Bo Hosiang sendirilah yang mengetahui di mana suhengnya itu berada.
Sementara itu diketahui pula bahwa Ik Bo Hosiang mempunyai dua orang pembantu
rnasing-masing berusia 60 tahun yang kepandaiannya hanya satu tingkat saja di
bawah kepandaian Kiat Bo Hosiang. Jika baru pembantunya saja sudah memiliki
kepandaian tinggi demikian rupa, maka dapat dibayangkan betapa luar biasanya Ik
Bo Hosiang sendiri.
Sebagaimana lazimnya yang terjadi dikalangan kangouw, tokoh silat berkepandaian
tinggi itu biasa mempunyai sifat sifat yang aneh. Sifat ini tidak pula terlepas
dari diri Ik Bo Hosiang. Namun keanehannya ini sudah melampaui batas-batas yang
dianggapnya wajar hingga banyak orang yang berpendapat bahwa kakek sakti itu
tidak sehat pikirannya alias berotak miring atau setengah gila! Cuma untuk
menyatakan pendapat atau anggapan itu secara terang-terangan PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 12 Tiraikasih-Kangzusi
tentu saja tak satu pun yang berani karena kalau sampai terdengar oleh Ik Bo
Hosiang, maka itu sama saja dengan mengundang "penyakit".
Setelah lari hampir seratus iie dan siang telah berganti dengan malam, Kiat Bo
Hosiang baru berhenti. Anak kecil yang didukungnya ternyata telah tertidur.
Perlahan-lahan bocah ini dibaringkannya di tanah. Dia sendiri kemudian menelan
beberapa pil obat lalu duduk bersila di tanah. Mengatur jalan nafas dan
peredaran darah serta mengalirkan tenaga dalam ke bagian tubuh yang baru saja
sembuh dari pada racun jahat ilmu siluman Pak-san Kwi-ong.
Beberapa saat kemudian kembali dia melanjutkan perjalanan, lari dalam gelapnya
malam persis seperti setan yang berkelebat gentanyangan.
Menjelang pagi Kiat Bo Hosiang istirahat dan tidur sebentar dan bila matahari
terbit dia meneruskan perjalanan kembali.'
Seringai gembira tersungging di mulutnya ketika di hadapannya terlihat Gunung
Naga (Liongsan) yang menjulang tinggi. Penduduk disekitar tempat itu menganggap
gunung itu angker, tak satu orang pun berani mendekati kaki gunung. Tapi Kiat Bo
Hosiang seperti orang tak perduli, dan terus mendaki gunung yang menjulang ini.
Sampai pertengahan lereng jalan yang menuju puncak gunung masih mudah ditempuh
dan tidak berbahaya. Tapi selewatnya pertengahan lereng, pepohonan dan semak
belukar mulai rapat. Ular-ular pohon kelihatan membelit dan bergelantungan di
mana-mana. Sekali seseorang kena dipatuk, pasti dalam waktu dua atau tiga menit
nkan mati akibat bisanya yang jahat!
Kiat Bo Hosiang nampaknya tidak perduli akan binatang-binatang itu. Bahkan ular-
ular itu sendirilah yang menjauh ketakutan karena dengan kesaktiannya yang
tinggi tubuh kakek ini mengeluarkan hawa panas yang membuat takut ular-ular
dalam hutan, sama sekali tidak mengganggu bocah penggembala yang sampai saat ini
masih tertidur nyenyak di atas pundak kirinya!
Selewatnya pertengahan lereng, perjalanan betul betul sulit dan berbahaya. Di
mana-mana menghilang batu-batu karang raksasa runcing menjulang langit, licin
berlumut lembab. Disela batu-batu ka-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 13
Tiraikasih-Kangzusi
rang Ini membentang jurang-jurang terjal yang gelap sedang kabut bertebar
menutupi pemandangan!
Akan tetapi hebatnya, seolah-olah dia berlari di jalan yang rata dan seperti
sepasang matanya dapat menembus tebalnya kabut, kakek sakti Kiat Bo Hosiang
terus saja lari seenaknya. Melompat dari atas batu karang yang satu ke batu
karang yang lainnya; melayang di atas jurang-jurang maut hingga akhirnya sampai
di puncak Uongsan!
Saat itu di salah satu puncak Liongsan yang dingin, dua orang tua berpakaian
putih-putih asyik bermain tioki (catur). Yang pertama berambut putih berbadan
pendek. Usianya sekitar 60 tahun dan dikenal dengan nama Toa Sin Hosiang. Yang
seorang lagi kurus tinggi, bermuka hitam juga berusia sekitar 60 tahun. Keduanya
bukan lain adalah pembantu-pembantu Ik Bo Hosiaig yang berkepandaian tinggi itu.
Sementara orang menyebut mereka sebagai pembantu Ik Bo Hosiang karena memang
sebegitu jauh tokoh berkepandaian luar biasa itu tak pernah mengangkat mereka
sebagai murid, sekalipun se gala kepandaian silat yang diperdapat dari Ik Bo
Hosiang sendiri. Disamping itu mereka dari sejak dulu memang bertugas melayani
dan memenuhi apa apa keperluan Ik Bo Hosiang.
Seperti telah diterangkan sebelumnya Ik Bo Hosiang mempunyai sifat-sifat aneh
yang boleh diKatakan seperti kurang sehat pikiran. Keanehan ini dengan
sendirinya menular pula pada kedua
pembantunya, meskipun tidak segawat Ik Bo Hosiang sendiri.
Demikianlah, selagi asyik main tioki dan ketika Toa Sin Hosiang baru saja hendak
membunuh salah satu bidak lawan, tiba-tiba Lo Sam Hosiang meng-goyangkan
kepalanya dan berkata : "Heh ada orang datang!"
Toa Sin Hosiang juga sudah mendengar. Sesaat keduanya saling memandang heran.
Memang sudah sejak lama sekali tak pernah ada orang luar yang naik ke puncak
Liongsan. Jika hari itu ada orang yang datang ini merupakan suatu yang luar
biasa. Baru saja Lo Sam Hosiang bicara maka berke-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 14
Tiraikasih-Kangzusi
lebat satu bayangan putih dan tahu-tahu di depan mereka sudah tegak seorang
kakek-kakek berpakaian, janggut, kumis dan rambut serba putih. Di pun-daknya
kirinya tidur nyenyak seorang bocah lelaki berusia 7 tahun.
Begitu melihat siapa adanya kakek ini, secepat kilat kedua pembantu Ik Bo
Hosiang jatuhkan diri dan berlutut hormat.
"Ah sungguh tak dinyana kalau puncak Liongsan hari ini akan kedatangan tetamu
yang bukan lain adalah susiok kami sendiri!" (Susiok - paman guru).
Yang berkata ini adalah Lo Sam Hosiang.
Sang tetamu yang tentu saja sudah dapat diduga yakni Kiat Bo Hosiang adanya
menyeringai. Apakah saudaraku Ik Bo Hosiang ada"'
"Tentu saja ada. Sudah sejak 20 tahun beliau tak pernah meninggalkan puncak
Liongsan ini " menjawab Lo Sam Hosiang.
Sementara itu Toa Sin Hosiang bertanya dengan hormat: "Apakah susiok baik-baik
saja selama ini?"
"Tentu... tentu saja."
Eh. susiok. Siapakah bocah yang kau bawa ini?"
kembali Toa Sin Hosia-ig bertanya. Lo Sarn Hosiang pun kepingin pula mengetahui.
"Siapa namanya pun aku tidak tahu, aku cuma kenal dia adalah anak gembala!
Selama belasan tahun Kiat Bo Hosiang tak pernah datang dan sekali muncul membawa
seorang anak lelaki tentu saja ini mengherankan kedua pembantu Ik Bo Hosiang
itu. "Sekarang lekas kalian beri tahu pada suhengku itu bahwa aku ingin bertemu
dengan dia untuk utusan penting!
Sekilas dua pembantu \k Bo Hosiang saling lirik.
Lalu memperhatikan bocah di atas bahu susiok mereka dan memperhatikan pula
pakaian Kiat Bo Hosiang yang robek-robek serta guratan-guratan panjang pada
kulit dadanya. "Hai kalian berdua tunggu apa lagi" Cepat beri tahu!"
Saat itu dua pembantu Ik Bo Hosiang sudah bangkit dan berdiri kembali.
"Maaf susiok," Toa Sin memberikan jawaban.
Sebelumnya suhu telah berpesan untuk tidak di-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 15
Tiraikasih-Kangzusi
ganggu. Jelasnya siapapun yang datang beliau se-kaii-kali tak boleh diganggu
karena saat ini sedang bersemedi."
"Sekalipun yang datang aku, sute-nya"!"
"Sekalipun susiok harap dimaafkan," sahut Toa Sin.
Kiat Bo Hosiang mendungak ke langit lalu tertawa gelak-gelak. Karena memiliki
tenaga dalam yang luar biasa, dengan sendirinya suara tawanya dahsyat sekali!
Dua pembantu Ik Bo Hosiang terheran-heran.
Keduanya saling pandang. Dan karena mereka memang kurang beres jalan pikirannya
maka lantas saja keduanya ikut tertawa gelak-gelak. Puncak Gunung Naga itu
seolah-olah bergetar dilanda gelombang suara tertawa tiga manusia sakti ini!
Tiba-tiba Kiat Bo Hosiang hentikan tawanya.
Parasnya berobah kelam membesi. Sepasang matanya membeiiak dan dari mulutnya
keluar bentakan garang.
"Kalian berdua kacung-kacung rendah berani melarang aku Sin-jiu Thung-ong untuk
menemui suheng-ku sendiri"!"
Serta meria dua pembantu ini hentikan pula tawa mereka. Toa Sin menyahut: "Bukan
kami melarang, susiok. Tapi suhu sendiri yang berpesan begitu.
Kami pembantu-pembantu yang rendah cuma me-
nuruti perintan."
Persetan dengan segala pesan dan perintah!
Aku tidak rnengenal segala aturan yang dibuat oleh suhumu yang berotak miring
itu!" "Ah, susiok keliwat menghina. Suhu sama sekali tidak miring otaknya. Cuma
sedikit kurang sehat pikirannya," kata Lo Sam Hosiang.
"Otak miring dan tidak sehat pikiran adalah sama saja, goblok! Dasar gurunya
gila, muridnya sinting.
Sekarang menyingkirlah kalian. Aku mau lewat."
"Mau lewat ke mana, susiok?" bertanya Toa Sin macam orang tolol.
"Pendek! Jangan bikin aku marah. Lekas menyingkir atau kau bakal menerima
gebukan dariku!"
Kiat Bo Hosiang sudah tak dapat lag! menahan marahnya.
"Ah, susiok. Kau tentu tahu kami ini bukan PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 16
Tiraikasih-Kangzusi
anak-anak yang harus digebuk. Kami sudah tua bangka dan menjalankan perintah
dengan segala tanggung jawab dan akibatnya."
Kiat Bo Hosiang menyeringai.
"Jadi kalian kacung-kacung geblek berani kurang ajar pada paman guru sendiri ya!
Bagus, mari kuberi sedikit pelajaran!"
Habis berkata begitu Kiat Bo Hosiang kebutkan ujung lengan bajunya yang lebar.
Satu gelombang angin menggebu dengari dahsyatnya. Toa Sin dan Lo Sam bagusnya
sudah berlaku waspada dan buru-buru menghindar ke samping. Namun tak urung
sambaran angin pukulan itu masih membuat mereka terhuyung-huyung ke belakang.
"Susiok, kau pun nyatanya sinting! Hendak menurunkan tangan jahat terhadap
pembantu-pembantu suhengmu. Tapi jangan kira kami takut! Demi tugas, setan
kepala seratus pun kami bakal hadapi!
Dan kau nyatanya cuma punya satu kepala!" Yang bicara begitu adalah si pendek
Toa Sin Hosiang yang memang lebih keblinger dari pada rekannya. Bahkan kemudian
dia tertawa-tawa seenaknya.
Kutuk serapah menyembur dari mulut Kiat Bo Hosiang dan langsung saja menerjang
ke arah Toa Sin!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 17
Tiraikasih-Kangzusi
MESKIPUN cuma pembantu-pembantu dari Ik Bo Hosiang namun dua orang tua dari
Liongsan itu memiliki ilmu kepandaian yang sudah amat tinggi. Jika diukur maka
kepandaian mereka rata-rata hanya satu tingkat saja dibawah kepandaian Kiat Bo
Hosiang. Kalau saat itu mereka maju berbarengan dengan sendirinya Kiat Bo Hosiang akan
terdesak dan kalah.
Namun ada beberapa hal yang membuat Kiat Bo lebih unggul dari kedua lawannya.
Pertama sebagai pembantu-pembantu Ik Bo Hosiang kedua kakek itu boleh dikatakan
jarang sekali turun gunung hingga tidak banyak pengalaman dalam pertempuran.
Sekalipun memiliki kepandaian tinggi namun kurang pengalaman merupakan hal yang
ikut menentukan. Kedua, sepasang kakek-kakek dari Liongsan itu dikarenakan
otaknya yang miring menganggap bahwa mustahil sute dan suhu mereka sendiri akan
mau menurunkan tangan jahat terhadap mereka. Karenanya mereka bertempur seperti
main-main saja dan sambil tertawa-tawa haha-hihi! Ketiga, sampai saat itu Kiat
Bo Hosiang masih memanggul tubuh anak gembala di atas pundak kirinya hingga dua
kakek dari Liongsan tidak mau menyerang dengan terlalu buas karena khawatir akan
mencelakai bocah itu.
Pertempuran dua lawan satu itu berlangsung sampai seratus jurus. Pembantu-
pembantu Kiat Bo Hosiang mulai terdesak. Tiba-tiba salah seorang dari mereka
keluarkan satu teriakan keras dan serta merta permainan silat dua kakek ini
menjadi berobah. Kiat Bo Hosiang menjadi kaget. Sebagai sute dari Ik Bo Hosiang
dia tahu betul setiap jurus ilmu silat dari kakak seperguruannya. Namun
permainan silat yang dikeluarkan oleh dua lawannya saat itu aneh dan tidak
pernah dilihatnya sebelumnya. Apakah si Ik Bo Itu sudah menciptakan ilmu baru
tanpa setahuku, demikian Kiat Bo Hosiang membathin. Dan lebih terkejut lagi
begitu merasakan bagaimana permainan silat dua lawannya itu kini menekan setiap
gerakan yang dibuatnya!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 18
Tiraikasih-Kangzusi
"Tua bangka-tua bangka Liongsan, jadi kalian hendak pamer dan andalkan ilmu
silat kalian yang baru" Bagus! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan kalian!"
berseru Kiat Bo Hosiang dengan penasaran. Dari balik pinggang pakaiannya dia
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera keluarkan senjatanya yang ampuh yakni tongkat baja yang ujung-ujungnya
bercabang dua. Dengan tongkat di tangan kanan dan bahu kiri masih mendukung
bocah penggembala Kiat Bo Hosiang yang bergelar Hln jiu Tlmng-ong atau Raja
Tongkat Tangan Sakti Itu mengamuk hebat. Tubuhnya lenyap terbungkus muai
senjatanya dalam tempo singkat dia sudah mendesak lawannya dengan hebat!
Haik Toa Sin maupun Lo Sam Hosiang sama-sama kaget melihat serangan-serangan
ganas yang mematikan oleh susiok mereka itu. Permainan silat mereka mulai kacau.
"Susiok, kami ini kau anggap musuh-
musuhmukah"!" berseru keras Lo Sam Hosiang.
"Tutup mulutmu manusia muka pantat dandang!"
tukas Kiat Bo dan tongkatnya dengan ganas
menderu ke arah kakek muka hitam dari gunung Naga itu. Dan krak!
Lo Sam Hosiang menjerit. Dia melompat keluar dari kalangan pertempuran sambil
pegangi lengan kiri yang kuntal-kantil kerena tulangnya telah patah!
"Susiok, kau sudah gilakah," teriak Toa Sin namun kakek yang satu ini pun segera
pula mendapat bagiannya. Kalau kawannya patah tulang lengan maka dia sendiri
remuk tulang kakinya sebelah kanan dan berguling di tanah sambil merintih. Tapi
dasar gila, sekali dia masih bisa juga tertawa haha-hihi!
"Tua bangka-tua bangka tak tahu untung! Masih bagus tidak kepala kalian yang
kuremukkan! Lain kali suhu kalian harus memberi pelajaran sopan santun pada
kalian! Bagaimana menghormat seorang paman guru!"
"Paman guru sableng macammu mana patut dihormati!" teriak Toa Sin lalu
menunggingkan pantatnya dan kemudian kentut! Untung saja Kiat Bo Hosiang sudah
tidak lagi ada di tempat itu. Kalau tidak kakek ini pastilah akan marah setengah
mati dihina begitu rupa!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 19
Tiraikasih-Kangzusi
Dengan beberapa kali lompatan kilat Kiat Bo Hosiang telah sampai ke puncak
Liongsan. Anak pengembara yang ada di bahu kirinya masih tertidur nyenyak tanpa
sadar apa yang telah terjadi
sebelumnya! Kiat Bo melangkah menuju ke sebuah pondok kayu Dia tak perlu susah-susah masuk
ke dalam pondok mencari suhengnya karena Ik Bo Hosiang ditemuinya di halaman
samping tengah bersemedi dengan cara yang luar biasa!
Ik Bo Hosiang bersemedi di atas sebuah batu hitam, kaki lurus ke atas sedang
kepala di sebelah bawah, pada batu hitam itu. Tubuhnya tak sedikit pun bergerak
sedang dua tangannya dirangkapkan dldepan dada. Janggut dan kumis putihnya yang
panjang, menjulai menutup wajah dan sepasang matanya.
Diam-diam Kiat Bo menjadi kagum juga melihat nira bersemedi suhengnya ini. Dia
yakin betul di antara tokoh tokoh silat terkemuka di Tiongkok saat itu hanya
kakak seperguruannyalah yang sanggup melakukan hal itu.
Kalau tadi Kiat Bo ingin buru-buru menemui suhengnya, kini setelah bertemu dia
jadi serba salah bagaimana harus membangunkannya. Tiba-tiba anak yang
didukungnya menggeliat dan terbangun.
membuka matanya bocah ini terheran-heran melihat di mana dia berada. Dan lebih
heran lagi ketika menyaksikan Ik Bo Hosiang yang bersemedi kaki ke utas kepala
ke bawah. "Hai. patung atau manusiakah ini"!" si bocah berseru lantas turun dari pundak
Kiat Bo Hosiang.
"Aku sendiri tidak tahu, budak. Coba kau tarik keras-keras janggutnya. Jika dia
manusia tentu dia akan menjerit kesakitan. Tapi kalau patung pasti diam saja!"
Berkata Kiat Bo yang nyatanya telah mendapat akal bagaimana harus membangunkan
suhengnya. Bocah penggembala mendekati Ik Bo Hosiang yang disangkanya patung. Tangan
kanannya diulur-kan untuk menarik janggut orang tua itu. Tapi mendadak terjadi
hal yang mengejutkan si bocah, termasuk pula Kiat Bo Hosiang. Ketika tangan itu
hampir hendak menjenggut jenggot, tiba-tiba jang-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 20
Tiraikasih-Kangzusi
gut panjang putih itu bergerak dan sesaat kemudian tahu-tahu lengan anak itu
terlibat erat! "Hai!" si anak kaget. Dia gerakkan tangan kirinya, namun tangan yang satu ini
pun kemudian kena dilibat. Bagaimana pun kerasnya dia berusaha berontak untuk
melepaskan kedua tangannya tetapi sia-sia saja!
"Suheng! Kau bangunlah!" Kiat Bo Hosiang berseru. Jika janggut-janggutnya bisa
bergerak pasti Ik Bo Hosiang sudah jaga dari samadinya, demikian Kiat Bo
berpikir. Tiba-tiba si anak menjerit karena kedua lengannya terasa sakit dan dilain kejap
tahu-tahu tubuhnya telah terpental ke arah Kiat Bo Hosiang. Kakek ini melenggak
kaget, untung masih sempat dia menangkap tubuh si bocah, kalau tidak pasti akan
jatuh dengan keras di atas sebuah batu besar. Untuk sesaat Kiat Bo Hosiang
tertegun bengong. Membuat mental seseorang dengan menggerakkan janggut yang
tentunya dialiri tenaga dalam betul-betul merupakan satu hal yang amat luar
biasa. Dan itulah yang telah dilakukan oleh suhengnya!
"Kiat Bo! Belasan tahun kau tak muncul, begitu unjuk tampang kau hanya
mengganggu ketenteraman puncak Liongsan ini saja!" terdengar suara halus yang
bukan lain adalah suara Ik Bo Hosiang. Memandang ke depan Kiat Bo melihat
suhengnya itu sudah duduk tenang-tenang di atas batu hitam di atas mana
sebelumnya dia bersemedi.-Sepasang mata Ik Bo memandang tajam pada adik
seperguruannya. Pandangan ini terasa seolah-olah menembus dada dan jantung Kiat
Bo. "Ah suheng," menyahut Kiat Bo setelah terlebih dahulu menjura. "Bukan maksudku
untuk mengganggu ketenteraman di puncak Liongsan ini. Tapi aturan yang dibuat
oleh kacung-kacungmulah yang telah memaksaku berlaku keras...."
"Kekerasan itu memang harus ada. Tapi pada waktu-waktu tertentu dan pada orang-
orang tertentu.
Kekerasan yang dilakukan secara sembarangan adalah satu kejahatan. Lo Sam dan
Toa Sin memang kacung-kacung tak berharga. Tapi betapa pun di puncak Liongsan
ini mereka adalah tuan rumah yang harus dihormati oleh setiap tamu, siapa pun
dia PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 21
Tiraikasih-Kangzusi
adanya. Di sini, di puncak Liongsan ini tuan rumah yang membuat aturan, bukan
orang luar!"
Paras Kiat Bo kelihatan bersemu merah mendengar kata-kata keras suhengnya itu.
"Sekarang katakan apa keperluanmu datang ke mari."
"Budak itu, suheng...."
"Aku tidak tanya budak itu! Aku tanya keperluanmu!" menukas Ik Bo Hosiang tanpa
menoleh atau melirik pada penggembala yang tegak di samping sutenya.
"Begini suheng..." lalu Kiat Bo menerangkan peristiwa perkelahiannya dengan Pak-
san Kwi-ong (Raja Setan Gunung Utara). "Jelas sekali, jika tidak ada bocah
penggembala yang pandai meniup suling ini niscaya bukan saja aku kalah, malah
jiwaku akan melayang di tangan Pak-san Kwi-ong. Aku berhutang nyawa pada budak
ini dan wajib membalasnya!"
Memang betul apa yang dikatakan oleh Kiat Bo Hosiang. Ketika berkelahi melawan
Pak-san Kwi-ong yang mengeluarkan ilmu hoatsut (sihir), Kiat Bo Hosiang hampir-
hampir saja menemui ajal jika saat itu di tempat tersebut tidak ada anak
penggembala yang memainkan sulingnya. Padahal suara tiupan seruling itu
mengganggu pemusatan pikiran dan bathin yang menjadi dasar dari kehebatan ilmu
sihir Pak-san Kwi-ong.
"Aku tidak tertarik pada ceritamu." Tidak tertarik padamu ataupun budak tukang
angon kerbau itu!
Nah sekarang silahkan angkat kaki dari puncak Liongsan ini!"
"Suheng...I"
Tapi Ik Bo Hosiang tidak perdulikan lagi sutenya itu, malah seenaknya dia
membuka mulut dan menyanyi:
Puncak Liongsan tinggi sekali
Tapi lebih tinggi akal dan budi
Laut Selatan hijau dan dalam sekali
Namun lebih dalam perasaan hati sanubari Yang tinggi gampang jatuh
Yang dalam sukar diselam
Akal dan budi terkadang tak berguna
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 22
Tiraikasih-Kangzusi
Jika perasaan lebih menggelora.
Ik Bo Hosiang mengulang sekali lagi lagu itu.
Dilain pihak, bocah penggembala yang mendengar merasa nyanyian itu cukup merdu
dan terus saja keluarkan sulingnya, meniup benda itu mengiringi nyanyian si
kakek. Mengetahui nyanyiannya ada yang mengiringi Ik Bo Hosiang lantas saja
mengulang-ulang nyanyian sampai empat kali berturut-turutl
Tiba-tiba tokoh aneh dari Liongsan ini hentikan nyanyiannya, mendongak ke langit
dan tertawa gelak-gelak. Si bocah yang sedang asyik-asyiknya meniup suling
merasakan lututnya goyah oleh suara tertawa itu dan sesaat kemudian dia pun
terhuyung jatuh ke tanah. Kiat Bo Hosiang sendiri pun jika tidak lekas-lekas
mengerahkan tenaga dalamnya pasti akan menggeletar sekujur tubuhnya oleh
kehebatan suara tertawa suhengnya itu!
"Budak, siapakah namamu dan apa she-mu"!"
Ik Bo Hosiang tiba-tiba ajukan pertanyaan.
"kakek nyanyianmu bagus sekali. Kenapa berhenti"!"
"Budak kurang ajar! Ditanyai malah menyuruh orang menyanyi. Apa kau kira kau ini
biduan sandi-wara keliling"!" Ik Bo Hosiang membentak. Tiba-tiba berkelebat
jungkir-balik. Sedetik kemudian kepalanya sudah terletak di atas batu di mana
dia tadi bersemedi dan kaki lurus-lurus ke atas! "Hai budak!
Kenapa kau menghentikan tiupan sulingmu! Ayo lekas mainkan lagi!"
"Apa kau kira aku ini tukang tiup suling sandi-wara keliling"!" si bocah ngambek
dan balik me-nyindir Ik Bo Hosiang. Kiat Bo Sang khawatir kalau-kalau suhengnya
bakai kumat otak miringnya
marah mendengar kata-kata si bocah itu, buru-buru saja membuka mulut.
Suheng, kau tahu aku telah berhutang nyawa padanya! Hutang dalam bentuk apa pun
harus di-bayar. Kau saksikan sendiri keadaan budak ini.
Potongan tubuh dan susunan ruas-ruas tulangnya amat baik. Rasanya sulit mencari
bocah seperti dia di delapan penjuru angin Tiongkok. Sebetulnya aku berniat
untuk mengambilnya jadi murid. Tapi kau PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 23
Tiraikasih-Kangzusi
tahu sendiri. Sejak aku mengambil Li Bwe Hun jadi murid tunggalku, aku sudah
bersumpah untuk tidak akan mengambil murid lain lagi dalam keadaan atau alasan
apapun juga. Memikir sampai saat ini kau sendiri tidak pernah mempunyai murid
yarig sebenarnya bisa disebut murid, dan sekaligus untuk membalas hutang nyawaku
padanya, maka kuharap kau sudi mengambil bocah ini menjadi muridmu!'
"Enak betul bicaramu. Kiat Bo!" tukas Ik Bo Hosiang. "Anak penggembala yang
tidak tahu asal-usulnya, tak dikenal bapak moyangnya, tak tahu juntrungannya, eh
tahu-tahu kau minta aku mengambilnya jadi murid! Kau sudah gila atau otakmu
memang sudah rengat?"
"Suheng, kau bisa lihat sendiri. Anak ini lain dari yang lain...."
"Apanya yang lain" Dia bertangan, berkaki, punya mata dua, hidung satu, mulut
satu, telinga dua.... Itu kau bilang lain. Ah sute! Kau rupanya betul-betul
sudah gila! Kasihan...!"
"Suheng, aku memohon padamu...!"
"Kau keblinger, Kiat Bo. Bagaimana kalau kemudian hari bocah itu mengecewakan
aku"!"
"Kau boleh bunuh aku, suheng!"
"Buset! Dua tiga bulan di muka mungkin kau sudah lebih dulu mampus! Apakah aku
harus meng-gali kuburmu lalu membunuhmu" Gila kau sute!"
Lama-lama berdebat begitu rupa Kiat Bo Hosiang yang memang punya watak lekas
jengkel jadi penasaran juga. Dia berkata: "Sudahlah suheng, jika kau tak sudi
aku pun tak memaksa!"
"Dan aku pun tidak mengemis untuk jadi muridmu!" menimpali si bocah.
"Bocah kurang ajar! Aku tidak bicara denganmu!" hardik Ik Bo Hosiang. "Hai, kau
masih belum menerangkan nama dan she-mu!"
"Namaku Thian Ong, she Song. Dan sekarang aku akan angkat kaki dari sini!" Anak
penggembala itu berpaling pada Kiat Bo Hosiang dan berkata:
"Kakek, kau punya tanggung jawab membawaku ke mari. Sekarang kau punya kewajiban
membawaku turun dari tempat memuakkan ini!"
"Budak edan! Orang hendak membalas budi malah bersikap konyol!" bentak Kiat Bo
Hosiang. PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 24
Tiraikasih-Kangzusi
"Aku tak perlu segala balas budi. Kalaupun...."
"Thian Ong anak kurang ajar, kau mendekatlah ke mari," tiba-tiba Ik Bo Hosiang
memanggil. Tapi si bocah tak mau datang. Namun satu hawa aneh yang keluar dari
tubuh si kakek menyedotnya hingga tubuhnya terseret sampai ke hadapan orang itu.
Aku sudah lihat susunan tubuhmu dari luar, tapi belum pada bagian-bagian yang
tertutup. Sekarang tang-galkan seluruh pakaianmu. Telanjang!"
Kiat Bo Hosiang diam-diam merasa gembira mendengar kata-kata suhengnya itu. Tapi
sebaliknya bocah yang bernama Song Thian Ong berkata
marah: "Kakek, kau betul-betul sudah gila, menyuruh orang telanjang! Kau saja
telanjang sendiri!"
"Anak kurang ajar! Kualat kau!" teriak Ik Bo Hosiang. Dia mengulurkan kedua
tangannya. Bret....
Bret.... Bret! Maka robeklah seluruh pakaian Thian Ong hingga dia kini telanjang
bulat. "Hem bagus....
Kau memang boleh!" Dan habis berkata begitu Ik Bo Hosiang mencekal tengkuk Thian
Ong, melempar-kannya ke udara, menyambutnya dengan kedua kakinya, lalu dengan
kaki-kaki itu tubuh Thian Ong dipentalkan kembali ke atas, disambut lagi,
dipentalkan lagi demikian seterusnya. Anehnya Thian Ong tidak merasa sakit
barang sedikit pun. Tapi rasa gamang membuat dia ngeri. Dan anak ini tak henti-
hentinya menjerit.
Selagi Ik Bo Hosiang mempermainkan Thian Ong seperti itu seolah-olah anak ini
adalah sebuah bola, tiba-tiba datanglah Lo Sam Hosiang dan Toa Sin Hosiang.
Masing-masing mereka telah membalut lengan dan kaki yang cidera serta
mengganjalnya dengan potongan kayu. Menyaksikan guru mereka
"bermain-main" begitu rupa keduanya tertawa gelak-gelak.
"Suhu," seru Toa Sin, "apakah kami berdua boleh Ikut main bersamamu?"
Sebagai jawaban Ik Bo Hosiang berseru: "Pendek, kau sambutlah!" Dan tahu-tahu
tubuh Thian Ong sudah melesat ke arah Toa Sin Hosiang. Dan kakek-kakek ini
dengan gembira menyambut tubuh yang terlempar itu dengan kaki kirinya. Tubuh
Thian Ong melayang ke arah Lo Sam Hosiang. Dengan gembira kakek yang seorang ini
menyambut pula dengan PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 25
Tiraikasih-Kangzusi
tendangan. Tubuh Thian Ong kembali lagi melayang ko arah Ik Bo Hosiang.
Begitulah seterusnya. Tiga kakek-kakek keblinger dari gunung Naga itu telah
asyik dengan permainan "bolanya". Tidak perduli lagi akan jerit ketakutan si
bocah. Apalagi terhadap Kiat Bo Hosiang.
Kiat Bo Hosiang yang menyaksikan hal itu cuma bisa geleng-geleng kepala. "Gila
dasar manusia manusia gila!" katanya dalam hati. Namun diam-diam dia gembira
sekalipun suhengnya tidak mengatakan apakah dia mau mengambil Song Thian Ong
menjadi muridnya, namun secara tidak langsung. Dengan cara main bola" seperti
itu, Ik Bo Hosiang telah menyatakan bahwa dia berkenan dengan bocah itu.
Dengan senyum puas Kiat Bo Hosiang ber-
kelebat pergi meninggalkan puncak Liongsan.
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 26
Tiraikasih-Kangzusi
DUA BELAS TAHUN kemudian.... Pada permulaan abad ke XV daratan Tiongkok sebelah
utara jatuh ke dalam cengkeraman bangsa mongol. Penjajahan oleh bangsa manapun
juga atas bangsa lain pastilah mendatangkan penderitaan. Dan yang paling
sengsara seperti biasanya ialah rakyat jelata.
Di mana-mana kaum penjajah yang berkuasa melakukan pemerasan, perkosaan,
penindasan dan seribu satu macam tindakan sewenang-wenang lainnya.
Pemerintah Tiongkok di selatan yang pada masa itu beribu kota di Nanking tidak
bisa berbuat apa-apa menghadapi kaum penjajah. Selain selatan memang memiliki
balatentara dan persenjataan lemah, roda pemerintahan pun sudah kacau-balau
centang-perentang. Mulai dari kaisar sampai pada pejabat-pejabat yang terendah
di desa-desa sibuk memupuk kekayaan, harta dan uang, tanah dan sawah. Dalam pada
itu mereka terlena pula dalam bujuk rayu perempuan-perempuan cantik hingga mana
pula akan terpikir untuk membebaskan negeri di utara dari tangan penjajah
Mongol. Pedih sakitnya penderitaan yang melanda, lambat laun merupakan cambuk bagi
rakyat jelata untuk bersatu dan secara diam-diam menyusun kekuatan.
Kekuatan tersebut dibagi dua. Yang pertama untuk menghantam kaum penjajah di
utara dan kedua untuk menyingkirkan pejabat-pejabat pemerintahan yang korup,
keji sewenang-wenang dan sebagainya.
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada masa itu bukan rahasia lagi kalau gerakan rakyat yang menderita ini secara
diam-diam dibantu oleh orang-orang kangouw sehingga akibat yang ditimbulkannya
makin hari makin hebat dan membuat kaum penjajah merasa terancam.
Namun tidak jarang pula rakyat yang berjuang itu menemui nasib malang. Yaitu
bilamana mereka dihantam oleh pasukan Mongol berjumlah besar atau diserang dan
ditangkap oleh balatentara Kaisar dari selatan. Pemimpin-Pemimpin mereka
digantung di tempat terbuka, prajurit-prajurit yang tak lain adalah PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 27
Tiraikasih-Kangzusi
rakyat jelata biasa dibunuh secara massal!
Gerakan rakyat yang ingin membebaskan negeri mereka dari penindasan bangsa
Mongol serta sekaligus mengikis para pejabat Pemerintah yang korup dan memeras,
dengan sendirinya menghadapi dua lawan berat. Korban dan kerugian lebih banyak
jatuh dikalangan mereka, namun demikian semangat perjuangan mereka tak kunjung
padam. Jangankan orang lelaki yang sudah dewasa, bahkan anak-anak belasan tahun
dan kaum wanita pun ikut turun ke dalam kancah peperangan tanpa rasa takut sama
sekali! Pada suatu hari di bulan kelima, malapetaka telah pula menimpa serombongan
pasukan rakyat yang berjumlah 50 orang yang pada saat itu berada di sebuah kaki
bukit. Tanpa setahu pemimpin pasu kan, salah seorang diantara anggotanya adalah
mata-mata. Pemerintah selatan yang berhasil menyusup. Selagi pasukan itu tengah
beristirahat di'
kaki bukit, diam-diam mata-mata tadi meninggalkan tempat tersebut, langsung
menuju tempat rahasia di mana telah menunggu satu kelompok pasukan Pemerintah
yang terdiri dari lebih seratus orang Dalam waktu singkat pasukan rakyat yang
tengah istirahat itu telah terkurung. Dan ketika mereka diserbu dengan
sendirinya mereka tidak berdaya.
Sedapat-dapatnya mereka mempertahankan diri dan berjuang mati-matian. Namun
jumlah lawan dua kali lipat disamping itu serangan datangnya mendadak sekali.
Dalam waktu sebentar saja dua puluh orang anggota pasukan rakyat gugur. Komandan
pasukan seorang lelaki separuh baya bernama Pouw Keng In berteriak kepada anak
buahnya untuk lari menyelamatkan diri dan membiarkan dia sendiri menghadapi
pasukan Pemerintah. Tekadnya biar dia mati asal sisa-sisa anak buahnya masih
bisa diselamatkan. Akan tetapi mana ada diantara mereka yang mau mengikuti
perintah Pouw Keng In. Malah pasukan rakyat itu bertempur makin hebat hingga 10
orang lagi diantara mereka menjadi korban.
"Bunuh semua anjing-anjing pemberontak ini.
Tangkap komandannya hidup-hidup!" teriak komandan pasukan Pemerintah. Dia
menyeringai puas PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 28
Tiraikasih-Kangzusi
melihat bagaimana musuh porak-poranda dan ber-guguran satu demi satu dalam waktu
yang cepat. Dan pandangan matanya rakyat yang berjuang itu tak lebih dari pada anjing, yang
dapat dibunuh secara sewenang-wenang,
Pada saat yang gawat bagi pasukan rakyat itu.
dimana Pauw Keng In sendiri sudah luka parah dan mandi darah, tiba-tiba
berkelebatah satu bayangan hijau disertai gulungan sinar coklat. Terdengar pekik
susul-menyusui. Dalam waktu amat cepat enam
anggota pasukan Pemerintah telah menjadi korban, ada yang pecah kepalanya, remuk
dada. bobol perut dan sebagainya.
Tentu saja pasukan Pemerintah terkejut sekali terutama Komandannya. PasuKan
rakyat pun tak kurang kagetnya. Namun karena menduga ada orang kangouw yang
telah turun tangan membantu mereka meskipun mereka beium melihat jelas siapa
adanya orang itu karena saking cepatnya gerakannya maka kembali mereka jadi
bersemangat dan menempur iawan berjumlah besar itu dengan hebatnya.
"Iblis dari mana yang berani mencari mati di sini"!" berteriak Komandan prajurit
Pemerintan. Namanya Cu Lay Seng. Berbadan tinggi tegap bermata sedikit juling
dan punya tampang garang, lengkap dengan kumis melintang serta cambang bawuk.
Bayangan hijau yang mengamuk tidak menyahuti malah berkelebat makin cepat.
Delapan orang lagi pasukan Pemerintah berjungkalan mati! Kawan-Kawannya yang
lain jadi gentar dan tak berani didekati bayangan hijau itu. Sebaliknya
kelengahan mereka itu merupakan sasaran baik bagi prajurit-prajurit rakyat
hingga banyak diantara mereka berhasil ditewaskan
"Setan alas." maki Cu La i Seng marah sekali.
Saat itu dia masih duduk di atas punggung kudanya.
Dengan tangan kanan dirampasnya pedang anak buahnya yang terdekat. Perlu
diketahui Cu Lay Seng ini seorang yang amat lihay dalam ilmu menyam-bitkan
berbagai macam senjata. Sekali tangannya mencari sasaran pastilah tak akan
melesat! Begitu tangan kanannya memegang pedang segera senjata ini dilemparkan
dan melesat deras ke arah bayangan hijau yang tengah memporak-porandakan pasukan
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 29
Tiraikasih-Kangzusi
Pemerintah. Cu Lay Seng sudah dapat membayangkan ba-
gaimana tubuh bayangan hijau itu akan tertembus oleh pedang yang dilemparkannya.
Namun alangkah kagetnya Komandan pasukan ini sewaktu menyaksikan senjata yang
dilemparkannya itu malah ditangkap oleh lawan dengan tangan kirinya. Dan dengan
memegang senjata ini di tangan kirinya si bayangan hijau mempergunakannya untuk
membabat musuh kian kemari hingga dalam waktu singkat makin banyaklah anggota
pasukan Pemerintah yang tewas.
Cu Lay Seng maklum kini bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan yang
berkepandaian amat tinggi dan memiliki gingkang luar biasa hingga dia sendiri
sampai saat itu tidak dapat jelas melihat siapa adanya bayangan hijau itu.
"Mundur semua", teriak Cu Lay Seng.
Prajurit-Prajurit Pemerintah yang memang sudah sejak tadi-tadi merasa ngeri,
tanpa disuruh dua kali terus saja melompat mundur. Di pihak pasukan rakyat Pouw
Keng ln memberi isyarat agar anak buahnya tidak terus memburu musuh. Dia sendiri
yang saat itu terluka parah, amat kagum melihat kehebatan bayangan hijau. Dengan
dipapah oleh seorang anak buahnya dia menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya.
Saat itu Cu La y Seng telah melompat turun dari kudanya dengan satu gerakan
enteng tahu-tahu sudah berada lima langkah di hadapan bayangan hijau. Dan ketika
bayangan hijau ini menghentikan gerakannya yang luar biasa cepatnya itu, Cu Lay
Seng dan semua orang yang ada di situ jadi melotot dan ternganga. Mereka semua
melengak kaget! Betapa tidak! Si bayangan hijau yang kini tegak tak bergerak di
tengah kalangan pertempuran itu nyatanya adalah seorang gadis berparas elok
jelita. Rambutnya hitam panjang dan digelung di atas kepala dengan sepasang
cambang halus meliuk dikedua pipinya! Menurut perkiraan paling banyak gadis ini
baru berusia sekitar 17 tahun. Secantik dan semuda itu sudah memiliki kepandaian
yang hebat, siapa orang yang menyaksikan tak akan melengak kaget"
"Nona, kau telah menurunkan tangan ganas PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 30
Tiraikasih-Kangzusi
terhadap prajurit-prajurit Kaisar. Terpaksa aku harus menangkapmu dan membawamu
ke Kotaraja!" berkata Cu Lay Seng dengan nada keren dan keras.
"Aku"! Kau mau menangkap aku...?" si gadis menjawab lalu tertawa merdu sekali.
"Kuharap kau tidak mengadakan perlawanan dan menyerah dengan suka rela," berkata
lagi Cu Lay Seng.
"Begundal penjilat pantat kaisar!" tiba-tiba gadis hijau membentak marah.
Wajahnya merah dan justru dalam keadaan marah ini dia kelihatan tambah cantik.
Jika kau bilang aku menurunkan tangan jahat terhadap prajurit-prajurit Kaisar,
lantas kau yang telah membunuhi rakyat jelata pantas disebut apakah"! Dosamu
besar sekali Komandan! Sebaiknya kaulah yang lekas menyerah dan cepat berlutut
minta ampun di hadapan Thian. Karena kalau kau terlalu banyak mulut, aku tak
segan-segan mengirimmu ke akhirat!"
Cu Lay Seng tertawa sinis. Dia telah menyaksikan kehebatan gadis itu, tapi
jangan kira dia merasa takut.
Selain memiliki ilmu tinggi dia sudah berpengalaman luas. Kalau baru gadis binal
begini saja kenapa musti jerih" Demikian dia menganggap enteng.
"Jika kau tak mau menyerah secara baik-baik, jangan salahkan kalau aku
menurunkan tangan kasar," Cu Lay Seng mengeluarkan ancaman yang disambut oleh
sang nona dengan tertawa mengejek.
"Majulah! Aku mau lihat sampai dimana kehebatan segala manusia pepesan macam
kau!" Dimaki "pepesan kosong" begitu rupa di hadapan sekian banyak orang dan anak
buahnya sendiri betul-betul merupakan penghinaan luar biasa bagi Cu Lay Seng.
Dengan didahului bentakan dahsyat.
Komandan pasukan ini meloncat sebat ke arah nona berbaju hijau dan saat itu juga
berkiblatlah sinar putih menyilaukan. Inilah sinai senjata di tangan Cu Lay Seng
yaitu sebuah ruyung perak.
"Nona baju hijau!" Pouw Keng In Komandan pasukan rakyat berseru. Kau hati-
hatilah dia lihay sekali!"
Memang Pouw Keng In mengetahui betul kalau Cu Lay Seng berkepandaian tinggi.
Dibandingkan dengan dirinya masih ketinggalan jauh. Meskipun PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 31 Tiraikasih-Kangzusi
tadi dia sudah menyaksikan kehebatan si nona namun tetap saja dia khawatir.
Karena kalau sampai Cu Lay Seng menang bukan saja dia dan seluruh anggota
pasukannya akan dibunuh, tetapi nasib si nona pun akan jauh lebih buruk. Pouw
Keng In cukup mengenal kebejatan para anggota pasukan Kaisar pada masa itu,
apalagi Komandan-komandan mereka.
Tapi nona baju hijau justru malah tertawa mendengar peringatan itu. Dia menjura
pada Pouw Keng in dan berkata: "Terima kasih atas peringatanmu.
Kau lihat sajalah bagaimana aku menghajar manusia kecoak yang tidak berguna
ini." Sambil menjura tadi dengan tak acuh nona itu gerakkan tongkat kayu di tangan
kanannya ke atas Cu Lay Seng yang saat itu tengah melancarkan serangan hebat
menjadi amat terkejut ketika tiba-tiba dirasakannya ada sambaran angin dingin
menderu ke arah lengannya. Komandan yang berpengalaman ini segera maklum kalau
lawannya memiliki tenaga dalam yang jauh lebih lihay dari dia Karenanya secepat
kilat Cu Lay Seng robah gerakannya, batal-kan serangan pertama dan menyusul
dengan serangan ruyung ke arah kaki sang nona.
Tapi lawan ternyata sudah mengetahui lebih dulu gerakannya. Karena begitu ruyung
perak menyamber ke bawah si nona segera melintangkan tongkat kayunya ke arah
yang sama Selain tak menyangka kalau lawan akan menolong gerakannya seperti itu. Cu Lay
Seng pun kelewat yakin bahwa ruyung peraknya lebih ampuh.
Karenanya dia tidak berusaha menghindarkan bentrokan senjatanya dengan tongkat
lawan yang hanya terbuat dari kayu coklat.
Tapi apa yang terjadi kemudian membuat Cu Lay Seng berseru tegang dengan muka
pucat. Pada saat bentrokan senjata terjadi ruyung perak di tangan Komandan itu
patah dua dan mencelat mental!
Sedang tongkat kayu yang dianggap remeh oleh Cu Lay Seng ternyata tidak cacat
barang sedikit pun.
Dalam keadaan sang Komandan masih kaget
begitu rupa nona baju hijau yang sampai saat itu di tangan kirinya masih
memegang pedang yang tadi dilemparkan oleh Cu Lay Seng sudah memburu ke PENDEKAR
DARI GUNUNG NAGA 32
Tiraikasih-Kangzusi
depan kirimkan satu tebasan kilat. Dan cras ! Cu Lay Seng menjerit keras. Darah
mancur dari tangan kanannya yang kini sudah terbabat putus!
"Sekarang lekaslah kau menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan dosa-
dosamu.'' berseru si nona seraya tusukkan pedang di tangan kirinya tepat ke
jantung si Komandan.
Hanya satu senti saja lagi ujung pedang akan menembus dada Cu Lay Seng tiba-tiba
terdengar bentakan marah:
"Bwe Hun! Lagi-lagi kau! Lagi -lagi kau!"
Satu bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu pedang di tangan kiri sang dara
terdorong ke samping selamatlah Cu Lay Seng dari kematian!
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 33
Tiraikasih-Kangzusi
NONA BERBAJU HIJAU palingkan muka dan
berubahlah parasnya. Lalu gadis ini cepat jatuhkan diri, berlutut pada seorang
kakek-kakek berpakaian putih yang tegak dihadapannya.
"Suhu...!"
"Bwe Hun. Berapa kali aku sudah bilang jangan melakukan pengacauan! Jangan
berani menentang alat-alat kerajaan!" si kakek berkata dengan nada keras.
"Suhu, murid sama sekali tidak mengacau, tidak menentang siapapun. Murid hanya
ingin mengikis kejahatan, kekejaman dan ketidak adilan dari muka bumi ini!"
"Dengan jalan membunuh seenakmu"!"
"Orang-orang jahat dan se-wenang-wenang macam mereka layak dibunuh. Dan
perjuangan rakyat untuk membebaskan tanah air dari kaum penjajah dan penindasan
bangsa sendiri wajib dibantu!"
"Bwe Hun! Kau masih hijau dan tidak tahu banyak artinya perjuangan. Sekarang
lekas angkat kaki dari sini. Lain kali jika aku memergoki kau melakukan
perbuatan begini, aku akan jatuhkan hukuman berat padamu! Kau dengar"!"
Si nona yang bernama Li Bwe Hun gelengkan kepalanya dan sikapnya gagah ketika
menjawab: "Suhu hukuman berat bagiku bukan apa-apa. Tapi yang aneh adalah perbuatan Suhu
sendiri. Kau menetap si utara, ditengah-tengah bangsa Mongol dalam kemewahan
luar biasa. Tapi tanpa menyadari bahwa Suhu sebenarnya telah diperalat oleh kaum
penjajah untuk menindas bangsa sendiri! Sebagai murid aku...."
Belum sempat Li Bwe Hun meneruskan kata-katanya itu satu tamparan telah mendarat
di pipinya, membuat gadis itu terhuyung ke belakang satu langkah. Keseluruhan
wajahnya menjadi merah me-ngetam. Bukan karena sakit tapi karena tak percaya
kalau suhunya sendiri-yang telah mendidik dan me-rawati selama belasan tahun -
tega-menamparnya seperti itu dihadapan sekian banyak mata! Betul PENDEKAR DARI
GUNUNG NAGA 34 Tiraikasih-Kangzusi
suhunya telah berubah sejak masuk ke dalam bujuk rayu bangsa Mongol!
"Sekali lagi kau berani bicara lancang seperti itu kubunuh kau Bwe Hun!"
"Suhu, aku tidak takut mati di tanganmu! Aku lebih rela mati dari pada menjadi
murid Kiat Bo Hosiang yang kenyataannya adalah seorang pengkhianat bangsa dan
negara!" Cu Lay Seng, Pouw Keng In dan semua orang yang ada di situ sama-sama kaget
mendengar siapa adanya nama kakek di hadapan mereka saat itu.
Ternyata Kiat Bo Hosiang, tokoh silat utama yang boleh dikatakan tak ada
tandingnya untuk masa itu diseluruh penjuru Tiongkok!
Baik Komandan pasukan Kaisar maupun Ko-
mandan pasukan rakyat masing-masing merasa gelisah dan berdebar. Karena kini di
hadapan mereka berdiri tokoh silat berkepandaian tinggi yang sejak beberapa
waktu belakangan ini telah membantu kaum penjajah Mongol. Jadi sekaligus
merupakan musuh besar pasukan rakyat dan juga Pemerintah!
Sepasang bola mata Kiat Bo Hosiang berkilat-kilat dan laksana dikobari api
mendengar kata-kata muridnya itu. Dia menggerung dahsyat dan berteriak: "Li Bwe
Huni Mulai hari ini aku bukan gurumu lagi! Kau murid kualat! Murtad! Kau harus
serahkan seluruh ilmu yang kau dapat dariku!"
Habis berteriak demikian Kiat Bo Hosiang lantas kirimkan satu serangan berupa
totokan ke arah jalan darah kian le hiat di dada dan jalan darah gi hay hiat di
punggung muridnya. Dua totokan ini bukan merupakan totokan maut akan tetapi amat
berbahaya. Jika totokan-totokan itu sampai menemui sasarannya, pembuluh-pembuluh
darah di tubuh Li Bwe Hun akan menjadi rusak. Dan yang paling hebat akibatnya
ialah bahwa dia akan kehilangan seluruh ilmu kepandaiannya bahkan akan menderita
gagu seumur hidup!
Bwe Hun kaget sekali melihat bagaimana suhunya melancarkan totokan yang jahat
itu. Kini nyata kalau gurunya memang sudah gelap mata dan tidak tedeng aling-
aling untuk menurunkan tangan jahat.
Bagusnya dia berlaku waspada hingga cepat menghindar selamatkan diri.
Melihat serangan dapat dikelit, Kiat Bo Hosiang PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 35
Tiraikasih-Kangzusi
jadi penasaran. Kembali dia menyerbu dengan serangan-serangan kilat secara
berantai. Dan setiap serangan senantiasa diserta totokan-totokan jahat tadi.
Sampai belasan jurus dimuka kakek-kakek sakti ini walaupun membuat sibuk
muridnya namun masih belum sanggup merobohkan, ini membuat kemarahannya semakin
meluap! "Perempuan sialan! Menyesal aku mengambil-mu jadi murid! Menyesal aku mewarisi
segala macam ilmu kepandaian padamu!" teriak Kiat Bo Hosiang berulang kali.
"Aku malah seribu kali lebih menyesal dan malu karena memiliki suhu jahat dan
pengkhianat macammu! Dan jangan lupa, aku tak pernah meminta untuk dijadikan
murid! Kau yang menculik aku dari tangan orang tuaku!"
"Murtad! Laknat! Kubunuh kau sekalian biar puas hatiku!" Maka Kiat Bo Hosiang
lantas mem-pergencar serangannya. Tubuhnya hanya tinggal bayangan putih saja
Wiro Sableng 019 Pendekar Dari Gunung Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi, mengurung Bwe Hun dari segala penjuru. Untuk menghadapi kehebatan suhunya
terpaksa gadis ini kerahkan pula seluruh kepandaiannya. Karena masing-masing
pihak mengetahui betul jurus-jurus silat yang dimainkan, termasuk tipu-tipu dan
kelemahan-kelemahannya maka dengan sendirinya pertempuran itu penuh ketegangan
dan seru sekali. Dalam hal Lweekang memang Bwe Hun masih berada di bawah
suhunya. Namun dalam memainkan ilmu silat tangan kosong dan kegesitan dia tidak
kalah! Sampai seratus jurus dimuka Kiat Bo Hosiang masih belum bisa berbuat apa-
apa! Bagaimanakah asal mulanya sampai Kiat Bo Hosiang bentrokan dan hendak membunuh
murid nya sendiri! Dan apakah betul tokoh silat golongan putih itu menjadi kaki
tangan penjajah Mongol"
Seperti sudah sama dimaklumi jarang sekali manusia yang betul-betul dapat
membebaskan diri dari daya tarik keindahan hidup di dunia yang seribu satu macam
ragamnya itu. Salah seorang diantaranya adalah Kiat Bo Hosiang. Selagi dia masih
memberi pelajaran silat pada Li Bwe Hun. Kiat Bo yang memang mempunyai dasar
watak suka akan hidup mewah di dunia dan disamping itu lemah iman dalam
menghadapi perempuan cantik, telah terjebak dalam PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 36
Tiraikasih-Kangzusi
bujuk rayu orang-orang Mongol.
Kepadanya diberikan sebuah gedung besar bak istana layaknya di Undur Khan. Harta
benda dan uang berlimpah ruah. Disamping itu tak lupa pula perempuan-perempuan
cantik yang dia tinggal pilih saja berganti-ganti setiap hari. Semua ini membuat
Kiat Bo Hosiang lupa segala-galanya. Dan diam-diam orang Mongol mulai
memperalatnya. Memang banyak gunanya tokoh lihay ini oleh kaum penjajah.
Pertama, jika Kiat Bo berada dalam genggaman mereka berarti tak akan ada bahaya
dari pihak Pemerintah Tiongkok ataupun dari pergerakan rakyat karena memang masa
itu Kiat Bo seorang tokoh sakti yang ditakuti oleh pihak Mongol. Kedua Kiat Bo
bisa dipergunakan untuk menghadapi orang-orang Pemerintah dan rakyat. Dan
kenyataannya memang Kiat Bo Hosiang telah berhasil mematahkan perlawanan-
perlawanan yang dibangkitkan oleh bangsanya sendiri.
Disatu pihak Kiat Bo mendapat imbal kehidupan yang mewah penuh kesenangan namun
dilain pihak dia menjadi momok kebencian rakyat dan juga Pemerintah Tiongkok.
Salah satu dari orang yang membencinya ialah muridnya sendiri Li Bwe Hun yang
telah digemblengnya selama lebih dari sepuluh tahun.
Gadis yang baru meningkat usia 17 ini begitu memulai pengelanaannya di dunia
kangouw telah dihadapkan dengan kenyataan pahit yaitu gurunya ternyata adalah
seorang pengkhianat yang menjada kaki tangan penjajah Mongol dan diperalat untuk
menghancurkan rakyat serta Pemerintahnya sendiri!
Sedangkan dia sendiri yang walaupun masih muda tapi dapat membedakan mana yang
betul dan mana yang salah, telah memilih untuk berpihak perjuangan rakyat
tertindas. Karenanya dalam petualangannya, gadis ini berulang kali membantu
pasukan rakaat dan disamping itu setiap dia mendengar ada pejabat-pejabat
Pemerintah di daerah-daerah yang berlaku keji serta semena-mena, pastilah dia
turun tangan untuk menghukum pejabat itu. Sekali dua diberi peringatan, tapi
bila masih tidak mau insyaf, Bwe Hun tak segan-segan untuk menebas batang
lehernya. Dalam melakukan hai yang dianggapnya se-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 37
Tiraikasih-Kangzusi
bagai tugas kewajiban itu tentu saja Bwe Hun mendapat tantangan dan menghadapi
lawan-lawan berat.
Dan salah satu diantaranya adalah gurunya sendiri yakni Kiat Bo Hosiang.
Sebelumnya Kiat Bo Hosiang telah memberi peringatan keras pada muridnya itu
untuk tidak ikut campur dalam kekalutan yang ber-kecamuk akhir-akhir ini. Namun
Bwe Hun tak mau perduli karena dia yakin apa yang dilakukannya adalah benar. Dia
sadar ilmu kepandaian yang dimilikinya bukanlah untuk membuat dia menjadi beo
atau berlepas tangan ataupun melakukan perbuatan-perbuatan yang salah, tapi
justru guna menolong orang-orang yang tertindas, untuk kebaikan dan membela
keadilan serta kebenaran. Dan nyatanya hari ini kembali dia dipergoki oleh
subangnya ketika membela pasukan rakyat yang hendak dimusnahkan oleh pasukan
Pemerintah Tiongkok dibawah Komandannya yang bernama Cu Lay Seng!
Sekali ini Kiat Bo Hosiang sudah jauh tersesat hingga dia mempunyai tekad keji
untuk mencelaka-kan muridnya sendiri, membuat Bwe Hun menjadi cacat seumur
hidupnya. Akan tetapi karena sampai begitu jauh dia masih belum sanggup
menyerangkan dua totokan ganas itu ke tubuh muridnya yang dianggapnya murtad
laknat, disamping itu ucapan-ucapan Bwe Hun betul-betul membuat dia gelap mata,
maka dalam sesatnya Kiat Bo memutuskan untuk membunuh saja gadis itu!
Li Bwe Hun tersirap darahnya ketika melihat tiba-tiba suhunya mengeluarkan
senjatanya yang hebat yakni tongkat baja yang kedua ujungnya bercagak.
"Suhu...! Orang-orang Mongol betul-betul telah membuat kau jadi buta mata dan
hati serta pikiran!
Insyaflah Suhu!" berseru Bwe Hun.
Tapi seruan itu justru membuat Kiat Bo Hosiang jadi semakin naik pitam. Tongkat
bajanya berkiblat.
Sinar putih menderu-deru menyilaukan. Bwe Hun terpaksa keluarkan tongkat kayu
coklatnya yang tadi telah diselipkannya di pinggang.
Namun dalam ilmu permainan tongkat, Bwe Hun yang di mata Cu Lay Seng serta Pouw
Keng In sudah amat luar biasa, dihadapan Kiat Bo Hosiang dia hanya sanggup
bertahan sampai 5 jurus. Selewatnya PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 38
Tiraikasih-Kangzusi
5 jurus, setelah tongkatnya dibabat patah oleh suhunya, dia segera terdesak
hebat. Kegesitannya tiada berarti untuk menyelamatkan diri dari dua ujung
tongkat yang terus-menerus menyambar. Beberapa bagian pakaiannya telah robek
disambar senjata sang suhu dan agaknya dalam dua jurus dimuka gadis ini akan
menemui kematian secara mengenas-kan. Menyaksikan ini semua orang jadi gelisah.
Lebih~lebih ketika satu-satu sodokan ujung tongkat bersarang di dada Bwe Hun,
membuat gadis ini terpekik dan roboh terguling di tanah. Darah kental mengalir
disela bibirnya.
"Sekarang kau mampuslah, murid celaka!" teriak Kiat Bo Hosiang seraya melompat
dan tusukkan ujung tongkatnya ke leher Bwe Hun.
"Tua bangka keji!" tiba-tiba terdengar bentakan.
"Kau yang lebih dulu layak mampus!" Dua orang berkelebat ke depan. Ternyata
adalah Cu Lay Seng dan Pouw Keng In!"
PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 39
Tiraikasih-Kangzusi
BAGAIMANA pula sampai kedua Komandan pasukan yang tadinya saling bermusuhan dan
bertempur itu kini bersatu menyerbu Kiat Bo
Hosiang" Ada beberapa hal yang membuat mereka tiba-tiba saja turun tangan dalam
keadaan yang kritis itu tanpa memperduiikan keadaan dan tingkat kepandaian
mereka sendiri. Pertama bagaimana pun juga Li Bwe Hun merupakan nona penolong
bagi Pouw Keng In sewaktu tadi dia luka parah menghadapi pasukan Pemerintah di
bawah pimpinan Cu Lay Seng. Kedua, baik Cu Lay Seng maupun Pouw Keng In tahu,
yaitu jika Bwe Hun sampai kalah, maka Kiat Bo Hosiang pasti akan membasmi mereka
pula. Karena itu sebelum si nona celaka lebih baik mereka lekas-lekas turun tangan
menolong. Ketiga Cu Lay Seng seolah-olah sadar bahwa apa yang terjadi di
negerinya selama ini memang membawa penderitaan bagi rakyat jelata. Dan dia
merasa berdosa telah melakukan pembasmian ganas terhadap rakyat yang selama ini
berjuang. Akan tetapi, meski dibantu oleh dua orang Komandan pasukan yang gagah berani
Itu, keadaan Bwe Hun tidak lebih baik Malah setelah membantu dua jurus, Cu Lay
Seng dan Pouw Keng In mulai terdesak. Melihat ini Cu Lay Seng segera berteriak,
memerintah pada anak buahnya untuk mengeroyok.
Demikian pula Pouw Keng In. Kini Kiat Bo Hosiang dikurung oleh lebih dari tujuh
orang dengan Bwe Hun, Lay Seng dan Keng ln sebagai pelopornya.
Namun keadaan bukannya lebih menguntungkan Bwe Hun dan kawan-kawan, malah
jalannya pertempuran jadi sembrawutan-
Tongkat baja di tangan Kiat Bo Hosiang mulai minta korban. Jerit sakit dan erang
kematian terdengar setiap tongkatnya berkiblat. Kemudian Cu Lay Seng menenun
ajalnya pula dengan kepala pecah. Satu jurus kemudian menyusul Pouw Keng In.
Sesudah kedua orang ini roboh anggota-anggota pasukan yang mengeroyok menjadi
kecut. Keba-PENDEKAR DARI GUNUNG NAGA 40
Tiraikasih-Kangzusi
nyakan diantara mereka segera melarikan diri hingga pada akhirnya Li Bwe Hun
yang hanya mengandalkan tangan kosong, tinggal sendirian menghadapi suhunya. Dan
boleh dikatakan ajalnya di depan mata kini!
Disaat tongkat baja Kiat Bo Hosiang menderu-deru untuk menamatkan riwayat
muridnya sendiri tiba-tiba terdengarlah tiupan seruling yang keras tapi merdu Li
Bwe Hun yang tahu ajalnya sudah di depan matanya sama sekali tidak perduli
dengan suara itu, lain halnya dengan Kiat Bo Hosiang, Serta merta kakek ini
melompat dari kalangan pertempuran dan berpaling ke arah datangnya suara suling itu Dan kelihatanlah satu pemandangan aneh tapi juga luar biasa. Seorang
Ular Kobra Dari Utara 2 Pendekar Rajawali Sakti 12 Rahasia Puri Merah Mas Rara 5