Pencarian

Pendekar Pedang Akhirat 3

Wiro Sableng 018 Pendekar Pedang Akhirat Bagian 3


tugas untuk membawa gerobak itu ke sini, sekalipun itu hanyalah gerobak yang
bukan berisi emas karena yang asli telah kuperintahkan pada Koan-koen untuk
membawanya kemari. Kesalahan kedua setelah menemui kegagalan kau berniat untuk
melarikan diri tapi rencanamu itu diketahui oleh si Hitam Ling-ling. Pembantuku
ini telah memberi surat peringatan agar kau kembali, ke markas dengan segera.
Namun kau tidak acuhkan malah nekad hendak terus lari. Itu kesalahanmu yang
ketiga!" "Dewi, betapa pun juga kasihanilah selembar nyawaku ini. Jika saja kau mau
memberikan tugas baru untukku pasti akan kulakukan dengan berhasil."
"Bagaimana kalau tugas baru itu adalah menyuruh kau membunuh dirimu sendiri...?"
Tio Ki-pi merasakan nyawanya seolah-olah sudah terbang saja saat itu. Apakah kau
masih merasa pantas mengenakan kalung kepala harimau lambang tertinggi dari Hun-
tiong Houw-mo itu?" ketua Komplotan membentak.
Tio Ki-pi buru-buru membuka kalung emas kepala harimau yang tergantung di
lehernya, kalung pertanda sebagai komplotan Hun-tiong nouw-mo. Benda ini
kemudian diletakkannya di hadapan sang Dewi.
"Kesalahanmu terlalu besar untuk diampuni Tio Ki-pi," berkata Dewi Siluman
Harimau dari Gunung Hun-tiong itu. Tampangnya menjadi bengis total dan pandangan
matanya membersitkan maut.
Dia bertepuk tiga kali dan berseru, "Seret dia ke kamar penyiksaan. Gantung kaki
ke atas kepala di atas tong bara menyala!"
"Dewi!" seru Tio Ki-pi seraya berlutut dan menggerung. Namun saat itu tiga orang
pembantu sang Dewi yang juga merupakan murid-murid berkepandaian tinggi sudah
melompat ke muka, mengurung Tio Ki-pi.
Dalam takutnya yang sudah sampai pada puncaknya dan dalam keadaan tidak berdaya
untuk selamatkan diri, Tio Ki-pi menjadi nekad. Lari tidak mungkin, minta
pengampunan juga tidak bisa. Dari pada mati disiksa lebih dulu, lebih baik
menyabung nyawa. Dan kebencian serta kemarahan yang meluap bekas tokoh utama
dari propinsi Ciat kang ini tertumpah keseluruhannya pada Dewi Siluman Harimau
yang duduk dengan mimik bengis di atas kursi kebesarannya.
"Dewi atas semua kesalahan aku rela menerima hukuman," kata Tio Ki-pi dengan
suara bergetar sambil maju beberapa tindak mendekati Ketua Hun-tiong Houw-mo
itu. Diam-diam dia kerahkan seluruh tenaga dalamnya ke tangan kiri, "Namun
sebelum aku menjalani hukuman itu ada satu rahasia besar yang kurasa perlu
kuterangkan padamu...."
Kening Ketua Hun-tiong Houw-mo mengerenyit.
"Rahasia apa" Katakan lekas!"
"Begini, Dewi..." kata Tio Ki-pi pula dan dia maju lagi dua langkah. Jaraknya
dengan Ketua Komplotan Siluman Harimau itu hanya terpisah setengah tombak kini.
"Di puncak Hun-tiong-san ini...." Tiba-tiba dengan kecepatan luar biasa, dengan
mempergunakan jurus yang dinamakan Teng miaou kin thian atau "Kucing Sakti
Terkam Tikus", Tio Ki-pi lancarkan satu hantaman dahsyat dengan tangan kirinya.
Para pembantu Ketua Hun-tiong Houw-mo berseru kaget namun Ketuanya sendiri
kelihatan tenang-tenang saja di kursinya. Sesaat lagi pukulan sakti itu akan
menghancur-leburkan sang Dewi, gadis cantik ini dengan senyum maut bermain di
bibir angkat tangan kanannya.
"Naik!" seru Ketua Hun-tiong Houw-mo. Dan hebat sekali, angin pukulan Tio Ki-pi
tadi terdorong penuh sedang tubuh Tio Ki-pi sendiri tiba-tiba terangkat ke udara
sampai dua tombak. Dan ketika sang Dewi memukulkan telapak tangannya ke pegangan
kursi, maka jatuhlah tubuh Tio Ki-pi ke lantai dengan keras. Kepalanya pecah,
otak berantakan, darah menghambur!
Beberapa pelayan mengangkat mayat Tio Kipi, yang lainnya membersihkan lantai.
Kemudian Ketua Hun-tiong Houw-mo memandang berkeliling pada murid-muridnya yang
berjumlah lima orang itu,
"Aku mendapat firasat bahwa kita sekarang ini berada dalam keadaan yang tidak
menyenangkan kalau tak mau dikatakan berbahaya. Pertama orang-orang Kaisar Boan
sudah barang tentu menyelidiki perampokan segerobak emas yang kits lakukan itu.
Lambat laut bagaimanapun juga pasti mereka akan mengetahui bahwa kitalah yang
telah melakukannya. Kita tak perlu takut akan serbuan balatentara Boan kemari
karena kita mempunyai banyak senjata rahasia. Namun jika Kaisar Boan meminjam
tangan orang-orang kangouw, kita akan cukup direpotkan oleh mereka. Hal kedua
adalah munculnya seorang pemuda asing sebagaimana yang diterangkan oleh si Hitam
Ling-ling dan si Putih Koan-koan. Dapat dipastikan bahwa pemuda itulah yang
bernama Wiro Sableng, yang telah menghancurkan Empat Golok Kematian dan
mencelakai Tio Ki-pi. Mata-mata kita selanjutnya memberi tahu bahwa pemuda itu
kini tengah mencari tahu di mana letaknya markas kita. Hal ketiga yang paling
berbahaya ialah lenyapnya Pendekar Pedang Akhirat Long Sam Kun dari penjara
Liang Akhirat dan matinya Siang-mo-kiam. Saat ini mungkin dia belum tahu letak
markas kita. Tapi cepat atau lambat dia pasti akan mengetahui juga!"
Dewi Ketua Hun-tiong Houw-mo itu diam sejenak. Kemudian melanjutkan kata-
katanya, "Karenanya, sebelum tiga hal itu menjadi kenyataan yang berbahaya, ada beberapa
tugas yang harus kalian lakukan! Pertama, kau Ling-ling harus menambah dan
menebar sejumlah mata-mata untuk memperhatikan gerak-gerik pasukan Kaisar.
Kemudian kau si Biru Bwe Bwe mencari tahu di mana adanya Pendekar Pedang Akhirat
Long Sam kun. Kau si Ungu Lan-Lan dan si Kuning Ni-nio mendapat tugas membuat
alat-alat rahasia baru di sekitar puncak Hun-tiong san ini. Tugas terakhir pada
si Putih Koan-koan ialah membunuh pemuda asing yang bernama Wiro Sableng itu.
Untuk itu kau harus berangkat saat ini juga, yang lain-lain tunggu
pemberitahuanku lebih lanjut!"
Dara berpakaian sutera putih bernama Koan-koan menjura dan meninggalkan tempat
itu dengan cepat.
*** 10 SAMBIL bersiul-siul membawakan lagu tak menentu Pendekar 212 Wiro Sableng
melangkah lenggang kangkung. Kadang-kadang sesungging senyum muncul di ujung
bibirnya. Saat itu bukan dia tidak tahu kalau sudah sejak tadi ada seseorang
yang mengikutinya dari belakang dalam jarak tertentu. Namun pura-pura tak tahu
dia jalan terus memasuki rimba belantara di kaki bukit yang menurut keadaannya
mungkin belum pernah didatangi manusia sebelumnya.
Di satu tempat tiba-tiba laksana seekor burung, dengan gesit dan tanpa suara
sama sekali dia melompat ke sebuah cabang pohon yang tingginya hampir tiga
tombak. Di sini dia mendekam di balik rerumputan daun dan menunggu. Tak lama
kemudian di bawah sana dilihatnya ranting-ranting dan semak-semak bersibakan dan
sesosok tubuh menyeruak mencari jalan.
Pendekar kita tersenyum. Dia memang sudah menduga dari semula. Orang yang
mengikutinya itu ternyata adalah gadis cantik yang tempo hari dicuri kudanya.
Cuma sedikit yang menimbulkan tanda tanya dalam hati Wiro di mana gadis itu
meninggalkan kudanya dan dari mana pula dia mendapat pesalin pengganti pakaian
merahnya yang dulu robek-robek. Tepat ketika sang dara yang kini berpakaian
putih ringkas dan rambut digulung di atas kepala sampai di bawah pohon.
Wiro melayang turun hingga si nona menjadi kaget.
"Ah, sungguh menyenangkan dapat bertemu denganmu kembali, Nona. Kurasa kau pun
demikian pula bukan?" Wiro menegur sambil garuk-garuk kepala dan cengar-cengir.
"Siapa sudi bertemu dengan kau!" sang dara melengos.
"Eh, kalau tak sudi ketemu kenapa dari pagi tadi kau diam-diam mengikuti"
Bukankah itu maksudnya pingin ketemu...?"
Si Nona tadi merah wajahnya karena jengah.
"Nah, sekarang ringkas saja, Nona. Kenapa kau mengikutiku?"
"Aku tak mengikutimu, hanya kebetulan saja kita satu jurusan dan kau di sebelah
depan." "Begitu" Baiklah. Sekarang kau silahkan jalan di sebelah depan dan aku di
belakang!"
Nona itu kelihatan geregetan sekali mendengar kata dan melihat tingkah Wiro.
"Dengar," katanya serius. "Kau dan aku mempunyai kepentingan yang sama. Kita
sama menuju gunung Hun-tiong di mana markas komplotan Hun-tiong Houw-mo berada.
Kau tak tahu jalan dan aku butuh bantuan. Sekali lagi kutawarkan bagaimana kalau
kita kerja sama?"
Wiro merenung sejenak lalu tersenyum.
"Aku kurang begitu percaya padamu. Sebelumnya kau hendak menebas batang leherku.
ingat?" "Itu... itu karena kau telah mencuri kuda kesayanganku dan... dan...."
"Sudahlah, Nona, kalau kau kepingin jalan sama-sama denganku aku tak keberatan.
Tapi sesampainya di Hun-tiong san kita urus persoalan sendiri-sendiri...."
"Aku belum pernah bertemu laki-laki sesombongmu!" desis nona itu.
"Aku belum pernah bertemu gadis secantikmu!" jawab Wiro pula dan membuat si nona
jadi betul-betul kepingin menggebuk pemuda itu.
"Kau... kau terlalu..." kata gadis itu perlahan dan menggigit bibirnya keras-
keras agar air matanya jangan sampai keluar karena rasa kesal yang amat sangat
itu. Wiro jadi kasihan juga melihat gadis itu.
"Sudahlah, aku tadi cuma bergurau. Bagaimana persoalannya sampai saudara laki-
lakimu dibunuh oleh komplotan Hun-tiong Houw-mo?"
"Suatu hari dia diculik oleh anggota komplotan itu, hendak dipersembahkan pada
Ketua Hun-tiong Houw-mo yang kabarnya seorang gadis berparas jelita tetapi
mempunyai nafsu terkutuk luar biasa dan suka menyimpan pemuda-pemuda gagah di
markasnya. Jika dia sudah bosan, pemuda-pemuda itu dibunuhnya satu persatu dan
cari yang lain...."
"Jadi Ketua Hun-tiong Houw-mo itu adalah seorang gadis, seorang perempuan?"
Sang dara mengangguk.
"Seorang gadis cantik dan berkepandaian tinggi luar biasa."
"Aneh..." Ujar Wiro.
"Apa yang aneh?"
"Jika dia berkepandaian tinggi dan banyak tokoh-tokoh persilatan yang jatuh di
tangannya sedangkan usianya demikian muda, sejak umur berapa dia sudah menguasai
ilmu silat dan kesaktian?"
"Aku pun tidak mengerti," menyahut si nona. "Kira-kira sebulan sesudah saudaraku
diculik, mayatnya ditemukan dalam keadaan rusak di pinggiran kota...."
"Bagaimana kau tahu bahwa komplotan Hun-tiong Houw-mo yang membunuhnya"!" tanya
Wiro pula. "Ada piauw kepala harimau dari emas menancap di keningnya."
Wiro manggut-manggut.
"Bagaimana sekarang?" si nona ajukan pertanyaan.
"Apa yang bagaimana?"
"Kau masih tak mau bekerja sama denganku?"
"Apa yang kau ketahui tentang Hun-tiong Houw-mo?" balik bertanya Wiro.
"Pertama aku tahu jalan terpendek ke puncak Hun-tiong san tanpa diketahui oleh
penghuni markas komplotan itu."
"Tapi kabarnya markas komplotan itu dipagari dengan tembok luar biasa tingginya
sedang di pelbagai tempat penuh dengan senjata rahasia!"
"Itu adalah persoalan kedua," jawab si nona. "Semasa kecil aku sering diajak
kakek guruku ke puncak Hun-tiong san. Waktu itulah kutemui sebuah terowongan
rahasia yang jika diikuti akan sampai di salah satu bagian dalam halaman markas
Hun-tiong Houw-mo...."
"Ah, itu bagus sekali!" ujar Wiro. "Lantas apa lagi yang kau ketahui...."
"Di samping Ketua Hun-tiong Houw-mo yang terkenal sakti itu, di sana terdapat
juga beberapa orang pembantunya yang terdiri dari gadis-gadis cantik dan rata-
rata berkepandaian tinggi!"
"Lain hal...?"
"Tak ada lagi yang kuketahui."
Wiro usap-usap dagunya. "Kau belum menerangkan siapa namamu, Nona."
Kembali paras sang dara menjadi merah. Tapi dia menyahut juga. "Panggit aku Pek
Lan...." "Pek Lan..." Ha, kalau tak salah itu artinya Anggrek Putih! Nama yang bagus! Nah
sekarang mari kita sama-sama lanjutkan perjalanan.... "
"Kau silahkan jalan duluan," kata Pek Lan pula. "Eh, bagaimana ini" Katanya
bekerja sama, jalan sama-sama tidak mau...!"
"Jalan saja duluan, aku tunjukkan arah dari belakang. Sekeluarnya dari rimba
ini, puncak Hun-tiongsan akan segera terlihat!"
Wiro tarik nafas panjang dan geleng-geleng kepala. Akhirnya dia melangkah juga.
Pek Lan mengikutinya sejauh lima belas langkah di belakang.
Ketika hampir akan keluar dari hutan belantara itu tiba-tiba Wiro tersentak
kaget menyaksikan pemandangan beberapa langkah di hadapannya. Seorang nenek-
nenek tak dikenal, berambut putih berpakaian compang-camping duduk menjelepok di
tanah. Di tangannya ada sepotong ranting kering.
Dengan ranting ini dia menggurat-gurat tanah.
Gerakan tangannya acuh tak acuh dan tampaknya perlahan saja namun guratan yang
terlihat di tanah demikian dalamnya tanpa mempergunakan tenaga dalam yang tinggi
tak bakal seseorang mampu melakukan hal itu.
Wiro sudah mengetahui baik di tanah airnya maupun di Tiongkok, orang-orang atau
tokoh persilatan itu banyak yang bersifat aneh. Karenanya dia sudah menduga
kalau nenek tak dikenal ini pun tentu salah seorang dari tokoh-tokoh golongan
aneh itu. Maka menjuralah dia dengan penuh hormat dan menegur dengan lembut.
"Nenek tua rambut putih, maafkan siauwte mengganggu ketentramanmu. Sudilah nenek
memberi jalan sedikit agar aku dapat melanjutkan perjalanan."
Sementara itu Pek Lan yang mengikutinya, dari belakang, begitu melihat ada orang
lain di depan, cepat hentikan langkah, menyelinap ke balik semak belukar dan
menghilang. Anehnya, ditegur oleh Wiro si nenek seolaholah tak mendengar dan terus saja
menggurat-gurat tanah dengan ujung ranting kering. Memikir kalau-kalau
pendengaran si nenek kurang baik maka Wiro menegur lagi. Kali ini dengan suara
lebih keras. Si nenek tiba-tiba angkat kepalanya. Kelihatan jelas kini wajah yang mengeriput.
Di lain pihak Wiro melihat bagaimana sepasang mata si nenek bening bercahaya,
bukan seperti mata seorang yang sudah lanjut usia. Si nenek sendiri begitu
matanya membentur wajah Wiro, hatinya tercekat dan dalam hati dia membatin,
"Ah... tak kusangka kalau yang harus kubunuh ini seorang pemuda asing berparas
gagah meskipun tindak tanduknya macam orang tolol dan lucu.... " Kemudian nenek
ini cepat-cepat tundukkan kepalanya kembali. Pandangan mata Wiro Sableng membuat
hatinya bergetar.
"Nenek, beri jalan padaku.... " Wiro berkata lagi.
Tiba-tiba si nenek melompat. Mimiknya jadi bengis dan dia membentak garang.
"Bangsat, kapan aku kawin dengan kakekmu kau panggil aku nenek!"
Mendengar ini Wiro hendak meledak tawanya. Tapi batal karena sambil membentak
dilihatnya si nenek tusukkan ranting kering di tangannya ke arah dada Wiro.
Meskipun cuma sepotong ranting kering namun bisa mendatangkan maut karena
dialiri tenaga dalam yang hebat. Wiro berkelit ke samping dan menghantam dengan
tangan kanannya.
"Buk!"
Pukulan tepi telapak tangannya tepat mengenai lengan si nenek. Ranting terlepas
mental dan si nenek menggigit bibir menahan sakit. Wiro sendiri merasakan
tangannya seperti kesemutan. Diam-diam pendekar ini kaget juga dan mulai berlaku
lebih hati-hati.
"Aku tiada permusuhan denganmu Nenek, kenapa kau menyerangku?"
"Mulutmu terlalu kurang ajar. Orang sepertimu pantas dilenyapkan!"
"Eh, bukankah kau yang duluan bicara segala macam kawin dengan kakekku. Kau yang
buktinya bermulut usil, Nek!"
Si nenek yang bukan lain adalah si Putih Koan-koan sebenarnya merasa geli juga
mendengar ucapan Wiro itu, namun berhubung dia mendapat tugas dari ketuanya
untuk membunuh pemuda asing ini, maka itu tak dapat ditawar-tawar lagi. Dia tahu
kalau pemuda itu dikabarkan memiliki kepandaian tinggi dan telah sanggup
membunuh Siang Mo Kiam, dua anggota komplotan Hun-tiong Houw-mo yang
berkepandaian tinggi. Karenanya dalam serangan kedua dia sengaja keluarkan jurus
hun-in toan-san (Awan Melintang Mernutus Bukit) yakni jurus pertama yang
sebelumnya telah mengantar kematian dua paderi Siauw lim-si berkepandaian tinggi
itu. Wiro kaget ketika melihat bagaimana seolah-olah lawan dipisahkan oleh satu jarak
gaib yang tak bisa dicapainya padahal si nenek kelihatan dekat saja di depan
matanya. "Ah, nyatanya kepandaiannya cuma rendah saja," kata nenek rambut putih alias
Koan-koan begitu melihat jurus yang dikeluarkannya itu membuat lawan tidak
berdaya. Segera dia keluarkan jurus kedua yakni "Matahari Dan Rembulan Tidak
Bersinar" atau jit-gwat-bu-kong.
Ketika menghadapi jurus aneh yang pertama tadi Wiro memang terkesiap namun itu
bukanlah berarti dia menjadi tak berdaya seperti yang disangka oleh Koan-koan.
Secepat kilat tangan kanannya mendorong ke depan melancarkan pukulan sakti
bernama "Benteng Topan Melanda Samudera".
Setiup angin bertiup dengan dahsyat seolah bumi ditiup badai. Kini Koan-koanlah
yang menjadi kaget. Bukan saja dia tak mendapat kesempatan untuk mengeluarkan


Wiro Sableng 018 Pendekar Pedang Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jurus "jit gwat-bu-kong" tetapi jurus "hun-in-toan-san"nya pun dilabrak musnah
sedang dirinya sendiri terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang.
Melihat lawan nyatanya memiliki kepandaian tinggi, tidak serendah yang
diduganya, Koan-koan menjadi marah dan naik pitam. Baginya jika menghadapi lawan
seperti ini hanya ada satu pilihan, dia yang bakal konyol atau lawan yang akan
meregang nyawa. Karenanya Koan-koan tanpa tunggu lebih lama lagi segera
keluarkan kesaktiannya yang paling tinggi yaitu "Ilmu Jari Kelabang Hijau".
Ketika Pek Lan yang mengintip di balik belukarmelihat si nenek rambut putih
jentikkan lima jarinya yang disusul dengan berkiblatnya lima larik sinar hijau
yang menggidikkan maka dara itu tersentak kaget dan berseru memperingati Wiro.
"Saudara, awas! Itu pukulan Ilmu Jari Kelabang Hijau yang ganasl Lekas
menyingkir!"
Wiro tertegun mendengar peringatan itu sedang Koan-koan sendiri terheran-heran
karena tak menyangka kalau ada orang ketiga di tempat itu.
Karena belum tahu sampai di mana kehebatan Ilmu Jari Kelabang Hijau, Wiro turuti
juga peringatan Pek Lan, menyingkir dua langkah ke samping dan menghantam dengan
pukulan "Angin Puyuh", tapi apa lacur, pukulan sakti yang dialiri setengah
bagian tenaga dalamnya itu ternyata punah dilabrak sinar hijau pukulan lawan. Di
lain kejap sinar hijau terus menyambar ke arah Wiro.
Pek Lan menjerit kaget, "Celaka!" dan dia sendiri tidak punya kemampuan untuk
menolong Wiro. Meskipun demikian dia cabut pedangnya dan menyerang ke arah Koan-koan seraya
membentak garang.
"Nenek keparat, jadi kau adalah salah seorang dari pembantu ketua Hun-tiong
Houw-mo terkutuk itu! Jangan coba mungkir sekalipun kau bisa menyamar jadi
setan! Hanya orang-orang dari Hun-tiong san yang memiliki ilmu laknat itu!"
Koan-koan sendiri sebenarnya mengeluh dan menyesal dalam hatinya telah lepaskan
pukulan Ilmu Jari Kelabang Hitam yang ganas yang dilihatnya telah membuat si
pemuda tak berdaya dan bakal meregang nyawa. Pada dasarnya dia tak ingin
membunuh pemuda yang menarik hatinya ini.
Namun untuk menarik pukulan tersebut sudah kasip dan dalam pada itu satu
serangan pedang dari seorang gadis cantik tak dikenalnya datang pula dari
samping, membuat dia terpaksa berkelit, selamatkan batang lehernya.
Melihat pukulan tangkisannya musnah Wiro kaget sekali dan sebelum sinar hijau
melabrak kepalanya pendekar ini hantamkan tangan kirinya ke atas. Selarik sinar
putih menyilaukan berkelit ganas dan terdengarlah suara berdentum!
Nenek rambut putih atau Koan-koan mencelat mental sampai tiga tombak. Dengan
jungkir balik susah payah baru dia bisa berdiri di atas kedua kakinya. Dadanya
terasa sakit dan jari-jari tangannya seperti hendak putus. Wajahnya sepucat kain
kafan. Sedang di depannya Wiro Sableng dilihatnya berdiri tegak dengan kaki
melesak ke tanah sampai sedalam sepertiga jengkal. Di bagian lain beradunya dua
pukulan sakti itu telah membuat Pek Lan terbanting ke samping dan jatuh duduk di
tanah. Tapi gadis ini cepat bangun kembali. Pungut pedangnya dan kembali
menyerbu Koan-koan.
"Bangsat dari Hun-tiong san! Kau harus tebus nyawa kakakku dengan nyawa
anjingmu!" Pedangnya berkelebat. Tapi saat itu Koan-koan yang sudah maklum tidak
bakal sanggup menghadapi Wiro sudah putar langkah dan hendak kabur. Cuma sayang
Wiro lebih cepat menghadangnya.
"Nenek manis, kau mau merat ke mana" Makan dulu jariku ini."
Sekali totok saja nenek rambut putih alias Koan-koan tertegun jadi patung, tak
bisa bergerak lagi!
"Hem, sekarang mampuslah!" seru Pek Lan. Pedangnya turun laksana kilat. Koan-
koan hanya bisa pejamkan mata terima nasib.
"Pek Lan tahan dulu!" Wiro tiba-tiba berseru dan memegang lengan Pek Lan.
Gadis ini coba berontak. "Apa-apaan kau! Bangsat ini adalah musuh besarku, yang
telah membunuh kakakku! Musuh besar setiap orang-orang golongan putihl Kenapa
kau cegah aku membunuhnya?"
"Sabar dulu Pek Lan. Dari dia kita bisa mengorek beberapa keterangan penting....
" "Aku tak butuh segala macam keterangan! Aku butuh nyawanya!" sentak Pek Lan.
"Itu bisa kau lakukan nanti. Tapi aku pun mempunyai kepentingan sendiri," tukas
Wiro pula. Dia berpaling pada si nenek rambut putih dan bertanya, "Betul kau
anggota Hun-tiong Houw-mo?"
"Terlu apa itu ditanya !agi! Lihat aku akan buktikan sendiri!" kata Pek Lan dan
dengan kedua tangannya dirobeknya pakaian luar Koan-koan. Kini kelihatan
pakaiannya sebelah dalam, pakaian ringkas warna putih sedang di lehernya
tergantung kalung emas kepala harimau. "Dan ini tampang iblis ini yang asli!"
seru Pek Lan selanjutnya seraya menanggalkan topeng tipis dari wajah Koan-koan,
Wiro sampai ternganga bengong waktu menyaksikan wajah di balik topeng nenek-
nenek buruk keriput tadi ternyata adalah paras yang demikian jelitanya!
"Nona, aku tak mengerti. Kau demikian cantik. Kenapa menyia-nyiakan hidup dengan
masuk menjadi anggota Hun-tiong Houw-mo?"
Ditegur oleh Wiro selembut itu, Koan-koan jadi sesenggukan dan tak dapat lagi
menahan air matanya.
"Eh, kenapa jadi menangis?" tanya Wiro.
"Awas, jangan sampai kita termakan tipunya!" ujar Pek Lan tetap bernafsu.
Wiro bertanya sekali lagi. Sekali ini Koan-koan membuka mulut memberi keterangan
dengan ter-isak-isak, "Aku dan juga empat kawanku yang lain tak pernah
menginginkan untuk hidup sebagai murid Ketua Hun-tiong Houw-mo. Kami semua
terpaksa. Diculik beberapa tahun yang silam dan tak mungkin lagi keluar dari
genggaman Ketua kami kecuali kalau kami ingin buru-buru mati!"
"Bangsat! Kau pandai main sandiwara! Toh kau yang menculik dan membunuh
kakakku!?"
"Apakah kakakmu itu masih muda...?" tanya Koan-koan dengan pandangan rawan.
"Ya."
"Orang-orang muda ditangani sendiri oleh Ketua kami. Dia yang menyuruh culik
kemudian dia pula yang membunuhnya bila telah bosan. Aku dan kawan-kawan hanya
menjalankan tugas secara terpaksa karena kami tak punya daya."
"Kenapa tidak melarikan diri"!" bertanya Wiro.
"Tak ada gunanya. Kami akan segera tertangkap dan disiksa seumur-umur...."
"Apakah kau punya niat untuk kembali ke jalan yang benar?" Wiro tanya lagi.
"Aku dan juga kawan-kawan selalu mengharapkan hal itu. Namun sampai saat ini
kesempatan itu belum ada. Kalaupun ada tokoh golongan putih tentu siang-siang
sudah membunuh kami. Padahal mereka banyak yang tidak tahu kehidupan kami yang
boleh dikatakan tersiksa batin sepanjang hari...."
"Siapakah namamu Nona?"
Koan-koan menerangkan namanya.
"Dengar, jika kami berdua membebaskan kau saat ini...."
"Siapa sudi melepaskan dial" Pek Lan nyerobot.
Wiro memberi isyarat agar gadis itu diam.
"Rupanya kau sudah tertarik pada kecantikannya Wiro! Kau akan ditipunya dan
kelak akan dibunuhnya!"
Wiro tak perdulikan kata-kata Pek Lan. "Dengar Koan-koan," katanya. "Segala apa
yang terjadi antara kita bisa dilupakan, dan kami berdua mengampuni dirimu. Tapi
dengan syarat kau harus membantu kami. Dan kelak mengajak pula kawan-kawanmu
kembali ke jalan yang benar. Bertobat dan hidup secara baik-baik."
Koan-koan tertawa rawan. "Seolah-olah mimpi ini semua bagiku," katanya. Lalu,
"Kau belum tahu siapa Ketua Hun tiong Houw-mo. Jika kau bermaksud hendak
memusnahkannya itu adalah satu kesia-siaan belaka..."
"Kita harus coba dan kau musti membantu. Menghadapi kita beramai-ramai masakan
dia bisa menang...?"
Koan-koan menghela nafas dalam. "Baiklah, aku berjanji. Tapi apakah kau percaya
pada diriku?"
Wiro memandang sepasang mata sang dara. Dan pandangan keduanya saling bertemu.
"Aku percaya padamu!" kata Wiro lalu lepaskan totokan Koan-koan.
Begitu Wiro tepaskan totokan Koan-koan, Pek Lan kontan berkata, "Mulai saat ini
aku tak mau kenal lagi padamu, Wiro! Kau dengan urusanmu dan aku dengan
urusanku!"
"Pek Lan, kau mau ke mana?" seru Wiro. Namun gadis yang keras hati itu sudah
berkelebat pergi.
Wiro cuma geleng-geleng kepala.
"Adatnya keras..." kata Wiro.
"Kekasihmu...?" bertanya Koan-koan.
Wiro berpaiing. Sepasang mata mereka kembali saling bertemu. Koan-koan merasakan
dadanya berdebar dan perlahan-lahan tundukkan wajahnya. Wiro gelengkan kepalanya
sebagai jawaban.
"Kuharap kau betul-betul dapat dipercaya dan tidak menipuku," berkata Wiro.
Koan-koan angkat wajahnya yang jetita. "Asalkan kau bersungguh hati membawaku ke
jalan yang benar, kau suruh apa pun aku pasti akan melakukan."
"Apakah kau akan lakukan jika aku meminta kau menciumku saat ini?" kata Wiro
pula bergurau. Tapi di luar dugaan Koan-koan melompat ke muka, memeluk pemuda itu dan mencium
sang pendekar pada kedua pipinya.
"Aku sudah buktikan!" kata Koan-koan pula meski wajahnya bersemu merah.
Wiro usap-usap kedua pipinya. "Aku tadi cuma bergurau. Tapi tak apa.... Ini
pertama kali seorang gadis menciumku lebih dahulu. Terima kasih untuk ciumanmu
itu..." "Di lain hari aku akan memberikan lebih dari...!" kata Koan-koan dengan setulus
hatinya. Entah mengapa dia demikian terpikat pada si gondrong yang baru beberapa
saat saja dikenalnya itu.
"Aku akan lebih berterima kasih," jawab Wiro pula. "Nah, sekarang mari kita atur
siasat." *** 11 KEADAAN terowongan rahasia seperti yang diketahui Pek Lan di masa kanak-kanaknya
ternyata kini sudah jauh berubah sejak puncak Hun-tiong-san dipergunakan sebagai
markas oleh komplotan Huntiong Houw-mo. Perubahan-perubahan ini telah
menyesatkan Pek Lan dan tanpa diketahuinya beberapa kali dia telah menyentuh
alat-alat rahasia di dalam terowongan itu.
Melihat adanya tanda dari alat-alat rahasia, Dewi Siluman Harimau segera memberi
perintah pada dua orang murid atau pembantunya yakni si Ungu Lan-lan dan si Biru
Bwe-bwe. Meskipun Pek Lan memiliki ilmu pedang yang tidak rendah, namun
menghadapi kedua gadis tangguh itu, dengan hanya mempergunakan tangan kosong
dalam tempo dua jurus dia sudah kena diringkus dan dihadapkan pada Dewi Siuman
Harimau. "Nona, parasmu cantik dan keberanianmu patut dipuji untuk bernyali masuk ke
sarang kematian ini. Siapakah namamu dan bagaimana kau bisa tahu terowongan
rahasia di bawah tanah itu"!" Ketua Hun-tiong Houw-mo ajukan pertanyaan.
Pek Lan yang memang seorang gadis pemberani, apalagi dihantui dendam kesumat
kematian saudaranya tegak berkacak pinggang diapit dan diawasi oleh si Biru Bwe-
bwe dan si Ungu Lan-lan.
Ditanya bukannya dia menjawab, malah balas bertanya dengan sikap congkak nada
sinis, "Hemm.., jadi inilah Ketua Hun-tiong Houw-mo yang dipanggil dengan sebutan Dewi
itu?" Pek Lan kemudian tertawa panjang. "Tampangmu juga cantik. Cuma sayang
hatimu lebih busuk dari comberan dan kejahatanmu lebih ganas dari iblis."
"Dewi! Biar kurobek mulut gadis kurang ajar ini!" teriak si Hitam Ling-ling.
Ketua Hun-tiong Houw-mo lambaikan tangan dan berkata, "Nyalinya cukup
mengagumkan Ling-ling. Dan potongan tubuhnya menunjukkan bakat silat yang bagus.
Kau ada harapan untuk kujadikan murid serta pembantuku seperti nona-nona yang
lain ini."
Pek Lan keluarkan suara mendengus dari hidung. "Aku datang kemari bukan untuk
menghambakan diri pada iblis macammu ini!"
"Lantas, apa perlumu datang kemari dan lewat terowongan rahasia segala?"
"Untuk mencincangmu. Kau bertanggung jawab atas penculikan dan kematian kakak
laki-lakiku."
"Apakah kakakmu yang bernama Oel Siong Ang itu..." Ah, dia sungguh cakap dan
amat pandai melayaniku di atas tempat tidurt"
"Perempuan cabul! Mampuslah!" teriak Pek Lan marah sekali dan melompat ke muka
hendak kirimkan tendangan ke kepala Ketua Hun-tiong Houw-mo. Namun maksudnya ini
tidak kesampaian karena Ling-ling dan Lan-Ian cepat mencegahnya.
"Dewi, sebaiknya gadis binal ini buru-buru saja disingkirkan. Kalau tidak bisa
bikin berabe...!" berkata Bwe-bwe.
"Menyingkirkannya soal mudah, muridku. Tapi bagaimana pendapatmu kalau mukanya
kita cincang hingga wajahnya yang cantik menjadi lebih buruk dan seram dari muka
setan sehingga seumur-umur tak satu pemuda pun ingin mendekatinya...."
"Perempuan gila!" sentak Pek Lan. "Jika kau punya nyali mari kita bertempur
sampai seribu jurus!"
"Gadis sundel!" si Hitam Ling-ling, memaki. "Kau andalkan apakah berani bicara
sombong terhadap Ketua kami" Membunuhmu jauh lebih mudah dari pada membalikkan
telapak tangan!"
"Hitam dan Biru! Seret dia ke kamar penyiksaan!" Dewi Siluman Harimau berteriak.
Namun sebelum kedua muridnya melakukan hat itu tiba-tiba dari luar berkelebat
satu bayangan putih dan tahu-tahu si Putih Koan-koan sudah tegak di ruangan itu.
Di bahunya dia memanggul sesosok tubuh pemuda berpakaian putih. Begitu melihat
pemuda ini Pek Lan keluarkan seruan tertahan. Si pemuda yang bukan lain adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng! Saat itu Koan-koan telah mengenakan kembali pakaian
samarannya dan topeng tipisnya. Dia meletakkan sosok tubuh Wiro di lantai,
menjura di hadapan sang Ketua dan berkata, "Dewi, tugas telah kujalankan, cuma
mohon dimaafkan agak menyimpang sedikit dari yang diperintahkan. Semula Dewi
menugaskan agar aku membunuh pemuda ini, namun ketika melihat dia memiliki paras
yang cukup gagah maka dalam perkelahian aku cuma menotoknya lalu membawanya
kemari dengan harapan siapa tahu Dewi berkenan padanya!"
Ketua Hun-tiong Houw-mo kerenyitkan kening. Sepasang alis matanya naik ke atas.
Dia bangkit dari kursi emas dan melangkah mendekati sosok tubuh Wlro. Dongan
ujung kakinya yang dibungkus dengan kasut sutera merah dia membalikkan kepala
Wiro untuk dapat menilai wajah pemuda itu lebih jelas. Ternyata tampang Wiro
memang membuat dia terpikat.
"Ah... aku memang belum pernah dapat pemuda asing. Kelihatannya dia kuat
sekali!" Sang Dewi tertawa dikulum dan meneguk ludahnya beberapa kali lalu
dengan gembira menepuk-nepuk bahu Koan-koan yang saat itu sudah menanggalkan
pakaian luar serta topeng tipisnya. "Kau memang muridku yang bijaksana dan
banyak berjasa. Panjang pikiran dan tahu bagaimana kesenangan guru serta Ketuamu
ini! Bagus sekali Koan-koan, bagus sekali. Kau gotonglah dia ke kamar tidurku
sekarang juga...."
Baru saja sang Dewi berkata demikian tiba-tiba hampir tak kelihatan sepasang
tangan Wiro bergerak laksana kilat menangkap salah satu kaki Ketua Hun-tiong
Houw-mo itu. Di lain kejap terdengar satu bentakan dan tubuh sang Dewi mencelat
mental ke udara! Semua orang terkejut bukan kepalang.
Ketua Hun-tiong Houw-mo kelihatan jungkir balik tiga kali di udara kemudian
tegak di lantai kembali. Wajahnya merah laksana bara. Sepasang matanya berapi-
api, menatap pada Pendekar 212 Wiro Sableng yang berdiri di samping Koan-koan
sambil satu tangan tolak pinggang, tangan lain garuk kepala dan tertawa gelak-
gelak. "Tiada dinyana ketua Hun-tiong Houw-mo begini cantiknya dan pandai main akrobat
pula!" kata Wiro masih terus tertawa-tawa.
"Jadah! Koan-koan kau berani menipuku! Kau telah bersekongkol untuk
mengkhianatiku hah"!"
Ketua Hun-tiong Houw-mo meluap amarahnya bukan kepalang. Dia berpaling dan
berteriak, "Ringkus murid murtad itu! Aku akan hadapi bangsat bernama Wiro
Sableng ini!"
Melihat kawan-kawan atau saudara seperguruannya hendak bergerak, Koan-koan cepat
berseru, "Saudara-saudaraku tunggu dulu! Bukankah kita sudah sejak lama tersiksa hidup di
puncak Hun-tiong san ini" Bukankah kita sejak lama ingin meninggalkan tempat
celaka ini dan menempuh hidup di dunia luar secara wajar dan baik" Bukankah kita
sering menyadari bahwa apa yang kita lakukan dan diperintahkan oleh Dewi semua
bertentangan dengan hati kecil kita dan perikemanusiaan" Apakah akan kita
rusakkan lebih jauh hidup kita yang cuma sekali ini di dunia" Hari inilah saat
yang kita tunggu-tunggu untuk mendapat kehidupan bebas yang kits rindukan. Hari
ini kebenaran akan menghancurkan malapetaka yang bersumber di puncak Hun-tiong
san ini! Mari, ikutlah bersamaku untuk kembali pada hidup yang benar dan keluar
dari azab neraka ini!"
Mendengar kata-kata Koan-koan yang penuh semangat itu, empat saudara
seperguruannya jadi bimbang. Melihat ini marahlah Ketua Hun-tiong Houw-mo. Dia
berteriak, "Lekas bunuh murid murtad Itu. Kalau tidak kalian berempat akan
mendapat hukuman berat!"
Empat murid sang Ketua semakin bingung.
"Kesempatan ini hanya sekali, saudara-saudaraku! Kalau sampai luput, kalian akan


Wiro Sableng 018 Pendekar Pedang Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

celaka sampai di liang kubur!" berseru Koan-koan.
"Aku si geblek yang bernama Wiro Sableng ini akan membantu kalian!" Wiro pentang
mulut. "Aku juga!" teriak Pek Lan.
"Murid jadah! Kau layak mampus duluanl" Kemarahan Ketua Hun-tiong Houw-mo tak
terken-dalikan lagi. Sekaligus dia jentikkan lima jari tangan kanannya yang
sudah dialiri seluruh tenaga dalam yang ada ke arah Koan-koan. Gadis ini berseru
tegang dan secepat kilat menyingkir. Dalam pada itu Wiro telah lepaskan pukulan
Sinar Matahari yang membuat istana emas itu laksana dilabrak geledek.
Satu dentuman terdengar. Semua orang yang ada di sini terpental ke samping
sedang salah satu dinding ruangan yang terbuat dari emas meleleh dan berlobang
besar! Ketua Hun-tiong Houw-mo kaget bukan kepalang. Ternyata pemuda asing itu memiliki
tenaga dalam yang tidak berada di bawahnya. Namun dia sama sekali tidak gentar.
Dengan satu lengkingan nyaring dahsyat dia menerjang ke depan. Begitu cepatnya
dia berkelebat hingga hanya bayangan , merah pakaiannya saja yang kelihatan.
"Buk!"
Satu jotosan melabrak dada Wiro Sableng, Pendekar ini terpental sampai satu
tombak. Darah kental kelihatan meleleh di sebelah bibirnya. Melihat ini Koan-
koan jadi bergeming. Jika sampai Wiro kalah oleh Ketuanya pastilah dia bakal
celaka pula. Dia melirik pada saudara-saudaranya. Sampai saat itu mereka masih
tertegun dalam kebimbangan.
Melihat serangannya berhasil Ketua Hun-tiong Houw-mo kembali melabrak ke depan,
sosok tubuhnya tak kelihatan. Kali ini Wiro bertindak gesit karena ternyata
lawan memiliki ilmu yang disebut Pek-pian-mo-ing atau Seratus Bayangan Iblis!
Hal ini diketahui Wiro dari Koan-koan. Untung saja dia telah mendapat tambahan
kekuatan tenaga dalam dan ginkang dari orang tua misterius yang berjuluk
Pendekar Pedang Akhirat Long Sam Kun itu, kalau tidak pastilah dia bakal celaka.
Mengingat si orang tua tersebut, setelah menelan sebutir obat, Wiro segera
hadapi musuhnya dengan jurus silat yang pernah dipelajari dari kakek itu yakni
jurus yang bernama "Cip-hian-jay-hong" atau "Tiba-tiba Muncul Pelangi".
Ketua Hun-tiong Houw-mo itu tersurut saking kagetnya ketika menyaksikan lawannya
keluarkan jurus tersebut bahkan kemudian mendesaknya dengan jurus yang
dikenalnya bernama "Lo han-cianyau"
atau "Malaikat Menundukkan Siluman".
"Bedebah!" seru Ketua Hun-tiong Houw-mo seraya menyambut dengan jurus "Pit bun
ki khek" atau "Menutup pintu Menolak Tetamu", meskipun dia tahu jurus tersebut tak
mungkin sanggup menangkis serangan lawan. "Ada sangkut paut apa kau dengan
Pendekar Pedang Akhirat"! Ayo lekas jawab!"
"Ini jawabanku!" kata Wiro pula dan mainkan jurus terakhir setelah dua jurus
pertama sanggup menghantam Ketua Hun-tiong Houw-mo yang tangguh itu. Jurus
ketiga ini bernama "Kui gok-sin ki"
atau "Setan Meratap Malaekat Menangis". Sang Dewi merasakan pemandangannya
tertutup dan sebelum dia sempat menjauhkan diri, dua buah pukulan telah
menghantam di tubuhnya, membuatnya tak ampun terguling-guling di lantai tapi
hebatnya segera pula bangkit berdiri meskipun dengan terhuyung-huyung dan muka
pucat yang menandakan dia terluka di dalam.
Dewi Siluman Harimau itu tiba-tiba berteriak garang. Kedua tangannya bergerak ke
pinggang dan sesudah itu hampir tak kelihatan kapan dia melemparkannya, sepuluh
piauw emas beracun berbentuk kepala harimau meluncur pesat ke arah Wiro.
Dari Koan-koan Wiro sudah mengetahui kehebatan senjata rahasia ini, jangankan
sampai menancap di tubuh, sedikit saja kulit sampai keno diserempet pastilah
korbannya akan meregang nyawa.
Karenanya tanpa tunggu lebih lama Wiro segera lepaskan pukulan "Dewa Topan
Menggusur Gunung" .
Kehebatan pukulan ini membuat geger. Bukan saja ke sepuluh piauw emas beracun
mencelat mental tapi sebagian langit-langit gedung dan sebagian dinding amblas
sedang lebih ke atas lagi atap bangunan ambruk, salah satu tiang besar patah.
Gedung yang berlapiskan emas itu bergetar dahsyat laksana diguncang gempa. Koan-
koan, Pek Lan, dan murid-murid Dewi Siluman jatuh berkaparan di lantai sedang
Wiro dan sang Dewi sendiri tergontai-gontai untuk beberapa lamanya. Wajah sang
Dewi sepucat kertas kini. Jika pemuda asing itu tidak lekas dapat dibunuhnya
pasti dia bakal celaka pikirnya. Maka diputuskannyalah untuk mengeluarkan ilmu
simpanannya yang terakhir yakni ilmu siluman atau ilmu sihir (hoatsut) yang
selama ini tak satu orang pun sanggup menandingnya.
Koan-koan, begitu melihat mulut gurunya berkomat-kamit dan sepasang matanya
laksana dikobari nyala api, dengan ilmu menyusupkan suara segera memberi
peringatan, "Awas, dia akan segera mengeluarkan ilmu sihir silumannya! Hati-
hati!" Mendengar ini Wiro segera cabut Kapak Naga Geni 212. Namun sebelum dia sempat
mempergunakan, di depan sana Ketua Hun-tiong Houw-mo sudah membentak, "Naik!"
Wiro merasakan kedua telapak kakinya tidak lagi menginjak lantai. Tubuhnya
perlahan-lahan naik ke atas. Dengan sekuat tenaga dia coba bertahan. Satu
pukulan sakti yakni pukulan "Sinar Matahari"
dilepaskan ke arah lawan kemudian menyusul dia kiblatkan senjatanya. Namun dua
serangannya itu hanya mengenai tempat kosong dan merusak gedung yang bagus itu
sedang lawannya sendiri sudah lenyap dari hadapannya.
Ketika Wiro berpaling ke kiri, segulung asap membuntal ke arahnya. Sedetik
kemudian asap itu berobah menjadi satu makhluk raksasa, badan manusia berbulu
sedang kepala harimau bertampang ganas dengan taring-taring luar biasa besarnya.
Binatang ini menggereng. Bangunan itu terasa bergetar.
Koan-koan serta gadis-gadis lainnya sama-sama menjauhkan diri dengan perasaan
ngeri. "Pemuda itu tak akan sanggup memusnahkan ilmu siluman dari Ketua..." bisik si
Hitam Ling-ling dengan menggigil.
"Rampas kapak itu!" Dewi Siluman Harimau memberi perintah pada makhluk sihirnya.
Makhluk ini kembali menggereng dan sekali dia bergerak
Kapak Naga Geni 212 di tangan Wiro sudah kena dirampas. Wiro memukul dengan
pukulan "Segulung Ombak Menerpa Karang", namun pukulan itu seolah-olah lewat di
tempat kosong, tidak menimbulkan apa-apa pada diri manusia raksasa kepala
harimau. Wiro keluarkan keringat dingin. "Celaka sekarang mampuslah aku!" keluh
pendekar ini. Dan kembali terdengar Ketua Hun-tiong Houwmo memberikan perintah, "Bunuh dia
dengan kapak itu."
Makhluk sihiran itu menggereng dan mengangkat tangan kanannya yang memegang
kapak tinggi-tinggi. Wiro melompat selamatkan diri seraya lepaskan pukulan
"Sinar Matahari", tapi tak mempan dan dalam pada itu tangan kiri raksasa kepala
harimau itu telah mencengkeram pundaknya hingga dia tak bisa berkutik lagi.
Ketua Hun-tiong Houw-mo tertawa meninggi. "Bunuh," teriaknya.
Kapak Naga Geni 212 membacok turun ke arah batok kepala Wiro Sableng.
"Celaka, betul-betul aku mampus juga akhirnya.... " Wiro cuma bisa membathin
demikian dan tutupkan mata siap menerima kematian dengan tabah.
Justru di saat yang amat kritis itu terdengar satu suara berseru, "Siok Eng!
Ilmu menakuti anak-anak apakah yang kau keluarkan ini!"
Selarik sinar biru yang dingin melesat dari atas reruntuhan atap. Makhluk kepala
harimau menggereng. Kapak Naga Geni 212 lepas dari tangannya dan detik itu pula
sosok tubuhnya lenyap punah!
Jika ada orang yang paling kaget di tempat itu, maka manusianya adalah Ketua
Hun-tiong Houwmo sendiri yang tadi dipanggil dengan nama aslinya yaitu Siok Eng!
Wiro juga kaget dan buka sepasang matanya lebar-lebar. Sesosok tubuh kurus
kering macam jerangkong dilihatnya melayang turun dari panglari dan segera
dikenalinya. Pemuda ini kontan berteriak:
"Locianpwe!"
*** 12 TERNYATA orang yang barusan melompat dari atas langit-langit ruangan bukan lain
adalah kakek-kakek sakti bertubuh kurus kering macam jerangkong yang tempo hari
secara kebetulan pernah ditolong oleh Wiro dari ruangan batu di mana dia
disekap. Dia yang dikenal dengan Pendekar Pedang Akhirat Long Sam Kun.
Melihat munculnya si kakek di tempat itu, kaget Dewi Siluman bukan kepalang. Dia
sudah tahu kalau kakek itu terlepas dari penjara batu di mana dia disekap selama
bertahun-tahun. Namun adalah tidak diduganya sama sekali kalau dia akan muncul
di situ demikian cepatnya!
Di lain pihak si kakek tertawa gelak-gelak lalu berpaling pada Wiro, "Budak,
tidak dinyana bukan kalau hari ini aku telah dapat membalas hutang nyawa tempo
hari terhadapmu?"
Wiro cepat menjura dan menghaturkan terima kasih. Dia hendak mengatakan sesuatu
namun saat itu Pendekar Pedang Akhirat telah berpaling pada Ketua Hun-tiong
Houw-mo. "Siok Eng! Dosa kejahatanmu telah lewat takaran! Hari ini kau harus
mempertanggungjawabkan semua itu!"
Meskipun saat itu Ketua Hun-tiong Houw-mo boleh dikatakan sudah pecah nyalinya
namun dengan tetap angkuh dia bertolak pinggang dan mendamprat!
"Pengemis gila dari mana yang kesasar kemari! Lekas angkat kaki dari istanaku.
Kalau tidak kubikin berhamburan benakmu!"
Long Sam Kun cuma ganda tertawa mendengar kata-kata itu. "Kini semua jelas
bagiku, Siok Eng!
Tiga tahun yang lalu kau sengaja menipuku dan menjebloskan diriku ke dalam liang
penjara batu. Dengan berbuat demikian kau merasa tak ada lagi yang menghalangi dirimu berbuat
kejahatan seenak perutmu, mendirikan komplotan Hun-tiong Houw-mo dengan maksud
membunuh musnah tokoh-tokoh persilatan hingga kau bisa merajai dunia kangouw!
Kau lupa Siok Eng! Kejahatan tak akan pernah menang dari kebenaran!"
"Tua bangka edan! Namaku bukan Siok Eng! Lekas minggat dari sini atau...."
Pendekar Pedang Akhirat tertawa bergelak. "Kau tak mau kupanggil dengan nama
aslimu itu"! Kau hendak menipu dirimu sendiri" Cukup sejak dari muda kau
menipuku dengan kasih sayang palsu dan penyelewengan. Hari ini jangan harap kau
bisa berbuat lebih banyak!" Orang tua bertubuh jerangkong itu maju satu langkah.
"Sudah saatnya kau memperlihatkan tampangmu yang asli, Siok Eng!"
Habis berkata demikian Long Sam Kun menyerbu ke depan. Tubuhnya lenyap. Ketua
Hun-tiong Houw-mo membentak garang dan lepaskan sekaligus pukulan Ilmu Jari
Kelabang Hijau dengan kedua belah tangannya. Sepuluh larik sinar hijau menyambar
ke arah tubuh Long Sam Kun. Justru di saat itu pula terlihat satu cahaya merah
menebas dan punahlah serangan Ketua Hun-tiong Houw-mo. Juga pada detik yang
bersamaan terdengar pekik sang Ketua dan gelak berderai Pendekar Pedang Akhirat!
"Nah sekarang semua orang bisa melihat tampangmu yang asli! Selama ini kau telah
menipu dirimu sendiri dan orang lain!"
Memandang pada Ketua Hun-tiong Houw-mo itu, baik Wiro maupun lima murid-muridnya
bukan kepalang terkejut mereka. Wajah gadis jelita yang selama ini mereka lihat
ternyata hanyalah sebuah topeng tipis belaka yang barusan telah direnggutkan
oleh Pendekar Pedang Akhirat Long Sam Kun. Kini wajah sang ketua yang asli
hanyalah wajah peot cekung penuh kerut dari seorang nenek-nenek yang berusia
sekitar 80 tahun!
Long Sam Kun masih terus mengumbar tertawanya sambil melintangkan pedang merah
tipis di depan dada.
"Siok Eng! Kau juga punya pedang seperti yang kupegang ini. Lekas keluarkan dan
aku beri kau kesempatan untuk membela diri."
"Koko..." tiba-tiba membersit ucapan itu dari sela bibir Ketua Hun-tiong Houw-
mo. Sepasang matanya berkaca-kaca dan perlahan-lahan dia berlutut di hadapan
Long Sam Kun. Sesaat hati kakek ini jadi tergetar juga. Namun cepat dia mendongak, menguatkan
hatinya dan membentak, "Ini bukan panggung sandiwara, Siok Eng! Kalau kau tak
mau kuberi kesempatan untuk membela diri, kau bakal lebih menyesal sampai ke
pintu gerbang kematianmu yang terkutuk! Jangan mengemis cinta dan belas kasihan
terhadapku! Apa kau tidak punya malu"!"
Ucapan itu membuat wajah Siok Eng alias Ketua Hun-tiong Houw-mo menjadi gelap.
Tiba-tiba dia melompat berdiri. Dari balik pakaian sutera merahnya nenek ini
cabut sebilah pedang merah yang bentuknya persis sama dengan pedang yang
digenggam oleh Long Sam Kun!
"Bagus, kau telah menentukan kematianmu secara lebih rnenyenangkan!"
"Tua bangka keparatl Jangan terlalu takabur. Kepalamu akan menggelinding lebih
dulu!" teriak Siok Eng marah. Dia menerkam ke depan. Pedangnya bersuit. Segulung
sinar merah menebas ganas ke arah Long Sam Kun dalam jurus yang dinamakan hun-
tin-coan-san atau Awang Melintang Memutus Bukit. Ini merupakan satu jurus dari
ilmu pedang naga kencana yang dimiliki oleh Siok Eng. Kehebatannya luar biasa.
Namun di mata si tua bangka Long Sam Kun itu bukan apa-apa. Dia segera sambut
dengan jurus ilmu pedangnya yang sejak 20 tahun silam telah menggegerkan dunia
kangouw di Tiongkok yakni jurus pertama dari ilmu pedang akhirat yang bernama
"Tiba-tiba Muncul Pelangi" (Cip hian jay hong).
Wiro yang saat itu tegak sambil memegang Kapak Naga Geni 212 untuk menjaga
segala kemungkinan jadi geleng-geleng kepala. Dia telah diberi pelajaran jurus
ilmu pedang itu oleh Long Sam Kun dan bahkan telah pernah mencobanya sendiri
menghadapi, musuh-musuh tangguh. Tapi jurus
"Tiba-tiba Muncul Pelangi" yang dimainkan si kakek boleh dikatakan hampir enam
kali lebih hebat dari yang dikuasainya. Mau tak mau pendekar ini jadi leletkan
lidah saking kagum!
Siok Eng sudah tahu kehebatan ilmu pedang orang yang pernah menjadi kekasihnya,
tetapi kemudian dikhianatinya itu bahkan dipenjarakannya di liang batu. Adalah
tak bisa dipercayai olehnya kalau setelah tiga tahun mendekam dalam penjara batu
tahu-tahu ilmu pedang si kakek kini semakin dahsyat! Karenanya dalam jurus kedua
Siok Eng segera lancarkan serangan dengan gerakan yang dinamakan Hek-houw wat
sim atau Harimau Hitam Mengorek Hati yang kemudian disusul dengan gerakan ganas
bernama Sin-liong-pok cui atau Naga Sakti Menyambar Air.
Pendekar Pedang Akhirat tetap tenang-tenang saja dan dengan satu gerakan yang
sebat, setelah mengelakkan kedua serangan itu dia mainkan jurus kelima dari ilmu
pedangnya yang disebut Tiang-hong-koan jit atau "Pelangi Menutup Matahari".
"Trang!"
Pedang merah di tangan Siok Eng terlepas mental dan sebelum senjata ini jatuh ke
lantai, ujung pedang di tangan Long Sam Kun telah menusuk dada Siok Eng, tembus
sampai ke punggung Ketua Komplotan Hun-tiong Houw-mo ini cuma keluarkan seruan
pendek dan mati dengan mata membeliak.
Long Sam Kun tarik pedangnya dan tubuh Siok Eng lantas roboh ke lantai. Orang
tua itu menarik nafas dalam, membungkuk mengambil pedang Siok Eng lalu memandang
pada Wiro dan gadis-gadis yang ada di situ.
Sekali lagi dia menarik nafas dalam lalu berkata, "Ini satu pelajaran bagi
kalian. Ada kalanya cinta itu harus dikorbankan untuk suatu kebenaran. Mudah-
mudahan kalian tidak mengalami nasib sepahit diriku ini!" Habis berkata begitu
Pendekar Pedang Akhirat Long Sam Kun balikkan tubuh.
"Locianpwe, tunggu dulu...." Wiro cepat memanggil.
"Ah, budak kau masih seperti dulu saja. Seialu banyak cerewet. Sudah, kau atur
saja nona-nona manis itu. Aku percaya kau akan bakal bisa membawa mereka ke
jalan yang benar, keluar dari neraka dunia di puncak Hun-tiong san!"
Si muka jerangkong itu tersenyum kedipkan matanya pada Wiro dan berkelebat
pergi. Pendekar Kapak Maut 212 geleng-geleng kepala dan garuk-garuk rambutnya.
"Ah, benar-benar di luar langit masih ada langit lagi..." katanya dalam hati dan
seenaknya tangan kirinya kemudian sudah melingkar di pinggang si Putih Koan-
koan. TAMAT Goa Larangan 2 Pendekar Rajawali Sakti 203 Kitab Pelebur Jiwa Pendekar Binal 11
^