Goa Larangan 2
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan Bagian 2
"Kakang, lihat..!" desis Kenanga seraya menunjuk sebuah tempat yang terhalang
kerimbunan pohon.
Di kegelapan malam, tampak tiga pasang mata merah
menyala tengah menatap mereka tanpa berkedip. Sebagai orang-orang yang telah
berpengalaman, tentu saja mereka tahu kalau tiga pasangi mata itu adalah mata
serigala! "Kekhawatiran Ki Samiang ternyata tidak meleset jauh.
Meskipun baru tiga ekor yang terlihat, tapi binatang-binatang kelaparan itu
benar-benar berkeliaran sampai ke desa ini.
Padahal letak hutan yang dimaksud Ki Samiang cukup jauh dari sini," gumam Panji
perlahan. Sedangkan matanya tidak beralih dari tiga pasang mata bulat merah
menyala dalam kegelapan itu.
"Apa kita akan langsung mengusir binatang-binatang itu, Kakang...?" tanya
Kenanga meminta pendapat Panji. Agaknya dara jelita ini tidak ingin bertindak
ceroboh dalam menghadapi binatang-binatang buas itu.
"Sebaiknya kita lihat saja dulu, apa yang akan dikerjakan serigala-serigala itu
di desa ini...," sahut Panji, yang mulai melangkah mundur untuk memancing
binatang liar itu keluar dari kegelapan.
Melihat kekasihnya telah bergerak mundur, Kenanga segera mengikuti tanpa banyak
tanya. Dara jelita itu tahu apa yang di nginkan Panji.
"Keaaak.... Kik..., kik.., kik..!"
"Hei..."!"
Terkejut bukan kepalang sepasang pendekar muda itu saat melihat sesosok bayangan
hitam yang menyerupai kekelawar raksasa, menyeberang dari satu pohon ke pohon
lain dengan memperdengarkan
tawa yang membuat bulu kuduk merinding. "Apa itu, Kakang...?" desis Kenanga yang terjajar mundur karena suara dan sosok
menyerupai kelelawar raksasa itu begitu tiba-tiba datangnya.
"Hm.... Binatang apa pula itu...?" gumam Panji yang seperti juga Kenanga, tidak
melihat secara jelas sosok mirip kelelawar raksasa yag telah lenyap di balik
kerimbunan pohon.
'Tampaknya seperti kelelawar raksasa, Kakang. Tapi, mengapa suaranya demikian
aneh dan menyeramkan?"
gumam dara jelita itu sambil terap memandang pohon tempat sosok yang mirip
kelelawar raksasa itu lenyap.
"Jangan-jangan makhluk itu sejenis binatang penghisap darah. Kita harus tetap
siaga, Kenanga. Mungkin saja malam ini akan ada kejadian yang menggemparkan Desa
Larang...,"
sahut Panji, mencoba menduga-duga maksud kemunculan sosok mirip kelelawar itu.
Makhluk itu tidak mungkin manusia, karena sosok
bayangan hitam tadi dapat terbang di udara. Dan itu bukan lagi merupakan ilmu
meringankan tubuh. Kenyataan itu membuat kepala Panji dipenuhi berbagai macam
pertanyaan yang tak terjawab.
"Apakah kita akan melaporkannya kepada Ki Samiang, Kakang?" tanya Kenanga merasa
khawatir jika makhluk yang mirip kelelawar raksasa itu akan melakukan kejahatan
di Desa Larang.
"Sebaiknya jangan dulu. Aku ingin melihat dengan jelas, seperti apa sebenarnya
makhluk bersuara mengerikan itu...,"
sahut Panji seraya mengambil sebuah kerikil dan melemparkannya ke pohon berdaun rimbun yang tingginya mencapai sepuluh tombak.
Krosakkk! Kerikil yang dilemparkan Panji dengan mengerahkan tenaga dalam itu melesat cepat
melebihi anak panah yang terlepas dari busur. Dan terus menerobos timbunan
dedaunan. Sehingga.... "Keaaak...! Kaaak..., kaaak...!"
Makhluk yang membuat penasaran sepasang pendekar
muda itu melesat keluar dari rimbunan dedaunan sambil memperdengarkan pekik
kemarahan. Kemudian terbang
mengepakkan sayapnya yang besar dan nampak kokoh.
Rupanya makhluk itu hendak berpindah ke pohon lain.
"Hm... Hendak kulihat seperti apa rupamu sebenarnya...,"
desis Panji segera melayang ke udara untuk mencegah kepergian makhluk yang mirip
kelelawar raksasa itu.
"Haii t..!"
Dengan mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan, Panji melontarkan pukulan jarak
jauh untuk menjatuhkan makhluk aneh dan mengerikan itu.
"Kaaakkk..!"
Makhluk yang mirip kelelawar raksasa itu seperti tahu ada bahaya yang datang
mengancam. Sayapnya yang besar
dikepakkan, seolah hendak memapaki pukulan jarak jauh Pendekar Naga Putih.
Plarrr...! Heran bukan main hati Panji ketika melihat makhluk itu mampu memapaki pukulan
jarak jauhnya. Padahal pukulan itu sanggup memecahkan batu karang sebesar
kerbau. Tapi, makhluk itu sanggup menahan pukulannya.
"Luar biasa! Hebat sekali kekuatan yang dimilikinya.
Makhluk itu bukan saja tidak jatuh, bahkan sanggup menghadapi pukulan jarak jauh
yang kulontarkan...," desis Panji heran menyaksikan kejadian itu. Bagaimana
mungkin makhluk itu bisa memiliki kekuatan sedemikian hebat sampai mampu meredam
kekuatan pukulannya"
"Keaaakhhh...!"
Rupanya makhluk raksasa itu marah terhadap Panji
Terbukti, setelah lenyap di balik pohon, makhluk itu kembali muncul. Malah kali
ini menukik turun. Tujuannya adalah Panji yang barusan menyerang dengan pukulan
jarak jauh. "Kakang! Makhluk itu hendak membalas seranganmu!" seru Kenanga cemas ketika
melihat makhluk itu mengincar kekasihnya dengan pekikan marah yang menggetarkan
jantung. "Tenanglah, Kenanga. Aku pun ingin tahu sampai di mana kekuatan makhluk aneh
itu. Dan apa maksudnya berada di daerah ini,..!" seru Panji yang segera bersiap
menyambut serangan makhluk mirip kelelawar raksasa itu.
Werrrr...! Disertai suara menderu yang timbul dari kepakan sayapnya, makhluk
itu meluncur datang menerjang Pendekar Naga Putih.
"Haii t..!"
Tepat pada saat kedua
sayap binatang raksasa itu
bergerak hendak menggeprak tubuhnya, Panji mendorongkan sepasang telapak tangannya dengan pengerahan tenaga dalam.
Akibatnya.... Bresssh...! "Keaaakhhh...!"
Makhluk itu memekik keras ketika sepasang telapak
Pendekar Naga Putih berbenturan dengan sepasang sayapnya yang besar dan kuat
Akibatnya, tubuh makhluk itu terdorong sejauh satu setengah tombak lebih!
Sedangkan Panji sempat terjajar empat langkah ke belakang.
"Hebat! Makhluk itu benar-benar luar biasa! Tenaganya tak ubahnya seperti tenaga
dalam tokoh-tokoh persilatan!" ujar
Panji setelah memperbaiki kuda-kudanya dan kembali bersiap menghadapi serangan
berikutnya. "Keaaakhhh...!"
Makhluk itu kembali muncul dan berputaran di udara setelah sebelumnya menghilang
di kerimbunan pohon.
Agaknya makhluk itu ragu untuk melanjutkan serangannya.
Mungkin ia gentar setelah merasakan kehebatan pemuda tampan berjubah putih itu.
Karena beberapa saat kemudian, sosok makhluk raksasa itu melayang pergi. Caranya
pun sangat aneh, yaitu dengan terbang berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon
yang lain. Untuk kemudian lenyap ditelan kegelapan malam.
"Hi hi hi...! Rupanya kelelawar raksasa itu merasa gentar bertarung denganmu,
Kakang. Buktinya ia melarikan diri sambil memekik marah...."
Kenanga tertawa lirih ketika menyaksikan kelelawar raksasa itu pergi
meninggalkan tempat ini. Mungkin kembali ke sarangnya
"Hm... Meskipun begitu, aku tetap penasaran. Kelelawar raksasa itu pasti akan
muncul lagi di desa ini. Yang membuat aku bertanya-tanya, dari mana makhluk itu
datang" Dan apa yang dicarinya di desa ini?" ujar Panji.
Pendekar Naga Putih tampaknya masih merasa penasaran, karena seumur hidupnya
baru kali ini melihat kelelawar sebesar itu. Bahkan sangat terlatih, dan
memiliki tenaga yang sangat kuat Buktinya, meskipun Panji telah mengerahkan tiga
perempat tenaganya, makhluk itu tidak terluka sedikit pun, kecuali terdorong ke
belakang. Ini suatu hal yang sangat luar biasa!
Baru saja Panji berhenti berbicara, terdengar gerengan lirih dari balik
kegelapan pohon. Ketika sepasang pendekar muda itu menoleh, mereka tidak lagi
melihat tiga pasang mata merah menyala, melainkan puluhan pasang mata yang
tengah menatap keduanya dari kegelapan. Rupanya serigala-serigala kelaparan itu telah
semakin banyak berkumpul di tempat itu.
"Hm.... Binatang-binatang licik itu rupanya menunggu kawan-kawannya untuk
bersama-sama menyerang kita,"
gumam Kenanga yang diam-diam berdiri juga bulu kuduknya melihat puluhan pasang
mata merah di kegelapan malam itu.
Apa yang diduga Kenanga ternyata tidak salah. Setelah berjumlah puluhan,
serigala-serigala kelaparan dan buas itu mulai bergerak ke luar dari kegelapan.
Terdengar gerengan-gerengan binatang itu sambil bergegas maju dengan langkah-
langkah perlahan.
"Binatang-binatang ini jelas sangat berbahaya hingga berani memasuki desa untuk
mencari makan. Sebaiknya kita beri pelajaran agar mereka jera datang kembali ke
desa ini....." gumam Panji, sambil menunggu binatang-binatang itu tiba dekat
"Haaat..!"
Begitu sertgala-segiala terdepan menerjang Panji dengan lompatan panjang dan
moncong terbuka, Pendekar Naga Putih langsung mengibaskan kedua tangannya ke
kiri dan kanan.
Terdengar lenguh kesakitan binatang-binatang itu yang berpelantingan terkena
tamparan dan tebasan sisi telapak tangannya.
Lain lagi dengan Kenanga. Melihat binatang-binatang itu berlomba menerjang
tubuhnya, Pedang Sinar Rembulan-nya langsung diloloskan dari ikat pinggang.
Kemudian, membabat serigala-serigala lapar itu dengan ganas.
Crattt! Crattt!
Tanpa amun lagi, binatang-binatang jahat itu segera bertumbangan satu persatu.
Darah segar mengalir membasahi permukaan bumi. Sebentar saja, dara jelita itu
sudah merobohkan tiga belas serigala yang mengeroyoknya.
"Hm.... Hayo, majulah kalian...!" tantang Kenanga ketika melihat
serigala-serigala itu berlompatan mundur dan
berputaran mengelilinginya. Sepertinya binatang-binatang itu ingin mencari
kelemahan korbannya.
Sedangkan Panji sendiri sudah merobohkan belasan
serigala yang mengeroyoknya. Sehingga, binatang yang biasanya mencari mangsa
secara berkelompok itu kelihatan gentar terhadap sepak terjangnya. Terbukti,
satu dua ekor binatang
itu mulai bergerak menyingkir dan hanya menyaksikan dari kejauhan. Di sinilah letak kelicikan serigala.
Kadang tidak ingin bersusah-payah mengeluarkan tenaga, dan hanya menanti sisa
dengan penuh kesabaran.
Tapi, baik Panji maupun Kenanga bukanlah calon korban yang mudah untuk dimangsa.
Sebaliknya, justru binatang-binatang itulah yang menjadi korban amukan sepasang
pendekar muda itu.
Selagi Panji dan Kenanga bertempur dengan gerombolan serigala, tiba-tiba
terlihat sinar obor bermunculan ditingkahi suara hiruk-pikuk. Tak berapa lama
kemudian, muncullah para peronda desa yang berjumlah sekitar sepuluh orang.
Kedatangan para peronda itu membuat gerombolan serigala melarikan diri
meninggalkan calon mangsanya dalam keadaan utuh dan selamat
"Ah! Syukurlah kalian selamat Ketika mendengar suara serigala-serigala liar itu,
langsung kari mencari asal suaranya yang terdengar ribut Kiranya binatang-
binatang kelaparan itu tengah mengeroyok kalian...," ujar pimpinan peronda desa
yang berperawakan tegap dengan kumis tebal menghias wajahnya. Para peronda itu
kelihatan kaget melihat banyak bangkai serigala di sekitar tempat itu.
"Wah! Kalian benar-benar hebat! Banyak sekali kawanan binatang itu yang tewas di
tangan kalian...," puji seorang peronda yang merasa kagum melihat banyaknya
bangkai serigala yang tewas oleh amukan kedua orang itu.
Panji hanya tersenyum tanpa merasa bangga akan
perbuatannya. Pemuda itu terlihat mengerutkan kening.
Pendekar Naga Putih tengah memikirkan, mengapa binatang-binatang itu lari
berserabutan ketika para peronda datang"
Panji menerka kalau ada yang ditakuti gerombolan serigala itu dari para peronda.
Setelah berpikir beberapa saat, mencari jawaban apa yang membuat gerombolan
serigala liar itu lari, Panji berhasil menemukan jawabannya. Menurutnya,
serigala-serigala liar itu takut oleh sinar obor di tangan para peronda.
"Jika kalian berjumpa dan dikeroyok serigala, gunakanlah obor kalian untuk
menyerang. Sebab, serigala-serigala liar itu takut melihat sinar obor...," ujar
Panji memberi petunjuk pada para peronda.
"Gerombolan serigala buas itu takut pada sinar obor...?"
tanya pimpinan peronda heran mendengar petunjuk yang sangat sederhana itu.
'Kurasa begitu. Sebab, setelah melihat karian datang, gerombolan serigala liar
itu lari berserabutan meninggalkan tempata ini," sahut Panji meyakinkan para
peronda yang kemudian mengangguk-anggukkan kepala dengan perasaan lega. Karena
merekapun khawatir jika serigala-serigala kelaparan itu akan datang lagi ke Desa
Larang. Setelah memberikan petunjuk, Panji berpamitan dan
mengajak Kenanga kembali ke rumah Ki Samiang.
-odwo- "Seekor kelelawar raksasa..." Apa kalian tidak salah lihat?"
tanya Ki Samiang setengah tak percaya ketika Panji mengatakan mereka bertemu
seekor kelelawar besar sewaktu meronda semalam.
"Benar, Ki. Bahkan aku sempat beradu tenaga dengan makhluk itu, meski tidak
terlalu lama. Aku yakin sekali kalau
makhluk Itu seekor kelelawar raksasa. Hanya yang kurasakan aneh adalah suara
teriakannya, yang menurutku lebih mendekati ringkikan kuda...," jelas Panji lagi
berusaha meyakinkan Ki Samiang.
"Selain itu, gerombolan serigala kelaparan yang membuat Ki Samiang khawatir,
ternyata benar-benar muncul dan menyerang kamu Untunglah para peronda keburu
datang.
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sehingga kami tidak terluka. Karena serigala-serigala liar itu segera melarikan
diri," timpal Kenanga melengkapi cerita Panji.
Dara jelita itu sengaja tidak menceritakan, betapa mereka telah merobohkan
puluhan serigala liar. Karena khawatir Ki Samiang semakin tidak percaya dan
menganggap mereka telah membual. Selain itu, bangkai-bangkai serigala yang
mereka, bunuh telah ditanam olah para peronda dalam sebuah lubang besar. Dan
mereka berdua berpesan agar tidak menyebarluaskan kejadian semalam, agar
penduduk tidak merasa was-was.
'Tentang hal itu aku sudah mendapat laporan dari kepala ronda semalam. Untunglah
kalian tidak menderita luka-luka.
Kalau sampai terjadi, aku akan merasa menyesal sekali...,"
ujar Ki Samiang setelah menghela napas berulang-ulang.
Agaknya apa yang dipesankan Panji kepada kepala ronda semalam benar-benar
dipatuhi. Buktinya, Ki Samiang tidak menyebut-nyebut mengenai serigala yang
terbunuh di tangan sepasang pendekar muda itu. Karena dalam pandangan Ki
Samiang, kedua orang muda itu hanya orang-orang perantau yang memiliki bekal
ilmu silat untuk menjaga diri dari gangguan orang jahat
"Tentang kelelawar besar yang kami ceritakan tadi, menurutku pasti mempunyai
tempat persembunyian. Dan, satu-satunya tempat yang paling aman bagi makhluk
raksasa itu adalah Hutan Larangan yang lebat dan hampir tidak pernah dijamah
manusia. Untuk itu, kalau Ki Samiang mengizinkan,
kami berdua berniat hendak mencari sarang binatang itu dalam Hutan Larangan,"
ujar Panji mengingatkan Kepala Desa Larangan tentang makhluk raksasa yang
dijumpainya semalam. "Panji, kalau benar makhluk itu ada dan mempunyai sarang di dalam Hutan
Larangan. Hanya ada satu tempat yang pantas untuk menjadi tempat
persembunyiannya," ujar Ki Samiang seraya menatap wajah pemuda tampan itu dengan
sorot mata tajam.
"Maksudmu, Ki...?" tanya Panji menegasi
"Di dalam Hutan Larangan ada sebuah goa yang kami namakan Goa Larangan. Tempat
itu cukup luas dan dalam, meskipun gelap karena sinar matahari tidak masuk ke
dalamnya. Yang menjadi persoalan, baik hutan maupun goa itu tidak boleh
didatangi siapa pun! Kecuali bila kami hendak melakukan penyembahan pada roh
leluhur kami. Dan itu biasa dilakukan setelah selesai panen."
Ki Samiang kembali menerangkan pada Panji dan Kenanga bahwa kedua tempat itu
tidak boleh didatangi.
"Baiklah, Ki. Kami memaklumi dan menghormati kepercayaan yang dianut penduduk desa ini. Tapi, kalau kami boleh tahu, apa
kira-kira bentuk sembahan yang diberikan penduduk desa terhadap roh leluhur
itu?" tanya Panji menyembunyikan kecurigaannya.
Bagi kaum rimba persilatan seperti Pendekar Naga Putih, tidak ada tempat yang
angker atau keramat. Baik itu berupa hutan, bukit atau pegununj an. Karena
justru di tempat-tempat sepi dan dianggap seram itulah, tokoh-tokoh tua rimba
persilatan pergi mengasingkan diri menunggu ajal datang menjemput Demikian juga
yang dilakukan guru Panji yang berjuluk Malaikat Petir. Panji menduga kalau di
dalam Hutan Larangan atau Goa Larangai ada suatu misteri yang
membuatnya penasaran dai ingin mengungkapkannya.
"Sebaiknya, lupakan saja soal kelelawar raksasa itu.
Bukankah makhluk itu tidak melakukan apa-apa" Siapa tahu binatang itu merupakan
jelmaan dari roh leluhur kami yang hendak melindungi keturunannya dari segala
bahaya yang datang mengancam. Buktinya, kelelawar besar itu barui muncul di saat
serigala-serigala kelaparan itu mengganas dan berkeliaran sampai ke desa ini,"
ujar Ki Samiang tidak menjawab pertanyaan Panji. Menurutnya suatu hal yang tabu
jika harus menjawabnya, karena ini menyangkut upacara suci.
Kenanga hampir tertawa mendengar perkataan kepala desa itu, Untung saja, dara
jelita itu bisa menahannya.
Panji sendiri menyembunyikan senyumnya ketika mendengar ucapan Ki Samiang. Karena biar bagaimanapun, dia tidak bisa percaya
ada orang mati dapat berubah wujud menjadi binatang untuk melindungi
keturunannya. Kalaupun ada, itu hanyalah dalam dongeng anak-anak Kendati
demikian, Panji tidak membantah. Pemuda itu menganggukkan kepala untuk membuat hati Ki Samiang menjadi tenteram, dan tidak
merasa ditertawakan.
"Jika demikian, kami mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan. Terima kasih atas
segala kebaikan yang telah diberikan selama kami berada di desa ini Harap Ki
Samiang sudi memaafkan tindakan kami ini. Bukannya kami berdua tidak kerasan.
Tapi sebagai pengelana, rasanya akan lebih bebas jika tinggal di alam terbuka.
Selain itu, kami ingin menambah pengalaman dengan melihat bagian lain belahan
bumi ini," ujar Panji membuat Ki Samiang terperanjat
"Ah! Mengapa kalian begitu terburu-buru" Tinggal ah beberapa hari lagi. Selain
itu, masih banyak waktu untuk melanjutkan
perjalanan. Karena kalian berdua tidak mempunyai tujuan yang pasti dan harus tiba tepat pada waktunya."
Ki Samiang berusaha mencegah kepergian sepasang
pendekar muda itu. Tapi, Panji telah membulatkan tekad untuk melanjutkan
perjalanan. "Apa boleh buat Kami hanya bisa berharap agar lain waktu kalian dapat singgah
lagi di desa ini. Pintu rumahku selalu terbuka menyambut kefl datangan kalian
berdua...," ujar Ki Samiang akhirfl nya mengalah. Sebab kedua pendekar muda itu
sudah tidak bisa ditunda lagi kepergiannya.
'Terima kasih, Ki. Akan kami ingat kata-katamu," ucap Panji yang diam-diam
merasa terharu melihat kebaikan Ki Samiang yang sangat tulus itu.
Kepala Desa Larang itu berdiri di beranda rumahnya mengiringi
kepergian sepasang orang muda yang menimbulkan rasa suka di hatinya Baru setelah bayangan Panji dan Kenanga lenyap
dari pandangan, Ki Samiang melangkah masuk ke dalam rumahnya.
-odwo- 6 "Keparat! Kau benar-benar keras kepala! Apa yang membuatmu lebih suka mati
daripada menunjukkan di mana letak Goa Larangan"!" bentak lelaki tinggi kurus
bermata cekung seraya mengayunkan kakinya menendang tubuh di bawahnya yang
meringkuk lemah.
"Aaakh...!"
Lelaki gagah itu terguling-guling terkena tendangan keras yang dilancarkan
lelaki tinggi kurus bermata cekung yang tidak lain Ki Gontang. Darah segar
tampak mengalir dari mulut lelaki gagah yang bernama Ki Kaliga.
"Cepat katakan, di mana letak Goa Larangan itu..."!"
Kembali Ki Gontang membentak sambil menarik bangkit tubuh gagah yang wajahnya
telah dipenuhi darah.
"Sampai mati pun aku tidak sudi menunjukkannya...," rintih Ki Kaliga dengan
suara serak. Lelaki gagah itu ternyata tidak takut menghadapi kemattan atau siksaan. Karena
berada di dalam Hutan Larangan itu saja sudah
merupakan pantangan baginya. Apalagi harus menunjukkan la Goa Larangan. Tentu saja Ki Kaliga tidak mau melanggar pantangan
itu untuk kedua kalinya.
"Hm.... Baik kalau begitu! Aku ingin lihat sampai di mana kau sanggup menahan
siksaan yang akan kuberikan padamu nanti!" geram Ki Gonraol hampir kehabisan
akal menghadapi kebandelan tawanannya itu.
Sudah beberapa hari ini, sejak dirinya menculik Ki Kaliga dan Desa Larang, Ki
Gontang terus memaksanya agar
menunjukkan letak Goa Larangat Tapi, lelaki tua itu tetap tidak mau menunjukkan
meskipun harus menerima siksaan yang menyakitkan.
Pada hari keempat sejak Ki Kaliga diculik, kesabaran Ki Gontang sudah habis.
Maka, siksaan yang akan diberikan pada Ki Kaliga pun jauh lebih hebat dari
siksaan sebelumnya.
"Buka semua pakaian yang melekat di tubuhnya...,"
perintah Ki Gontang pada Kambala yani bertubuh kekar.
Tanpa membantah lagi, Kambala langsung saja melucuti semua pakaian yang menempel
di tubuh Ki Kaliga Tentu saja lelaki gagah itu jadi terkejut bercampur heran.
"Hei, apa yang hendak kalian lakukan?" teriak Ki Kaliga yang hanya dapat
berteriak-teriak tanpa mampu melakukan perlawanan. Karena seluruh tenaganya
telah terkuras habis akibat siksaan demi siksaan yang dialaminya dalam beberapa
hari itu. "Hm.. Kau rasakan akibat kekerasan sikapmu, Kaliga!" ujar Ki Gontang dengan
sorot mata bengis.
Tidak sedikit pun terlihat gambaran rasa kasihan pada wajah lelaki itu. Malah
dia tampak semakin gembira saat melakukan penyiksaan.
"Bawa dia ke dekat pohon itu...."
Kembali Ki Gontang memberi perintah kepada Kambala, yang mematuhinya tanpa
membantah se-patah kata pun.
Bahkan lelaki kekar itu seperti ikut menikmati pertunjukan yang akan segera
disaksikan. "Nah! Kau lihat, Kaliga. Di pohon ini banyak terdapat semut merah yang
gigitannya terasa panas di kulit Kurasa kau pasti akan suka jika tubuhmu
kugantung di barang pohon ini agar semut-semut merah menggigiti tubuhmu...,"
ujar Ki Gontang membuat wajah Ki Kaliga makin bertambah pucat Ngeri hatinya
membayangkan siksaan yang akan dijalaninya
"Keparat! Kalian semua memang bukan manusia! Orang seperti kalian pantasnya
menjadi penghuni neraka!" teriak Ki Kaliga geram.
"Hm.... Kuberi kesempatan untuk yang terakhir kali. Kalau masih membandel,
silakan bersenang-senang dengan semut-semut yang manis dan lucu itu...," ujar Ki
Gontang sambil memperdengarkan tawanya yang berkepanjangan.
"Setan! Apa sebenarnya yang kalian cari di dalam Goa Larangan" Jika berharap
akan dapat menemukan harta, kalian telah salah tempat Di gua itu tidak ada
sesuatu yang berharga untuk kaliai ambil!" teriak Ki Kaliga yang tidak mengerti
apa tujuan lima lelaki kasar itu mencari Goa Larangan Padahal, sepanjang
pengetahuan Ki Kaliga, di dalam goa itu tidak ada benda-benda berharga atai
benda pusaka. Aneh jika kelima tokoh sesat itu ber sikeras hendak mencari Goa
Larangan. "Aku tidak perlu khotbahmu! Katakan, di mana letak Goa Larangan atau kau
kugantung di atas pohon itu...!" bentak Ki Gontang jengkel mendengari Ki Kaliga
mengulangi kata-kata yang entah sudahi berapa kati diucapkan.
Kali ini Ki Kaliga malah membisu. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari
mulutnya. Sikap itu menunjukkan kalau Ki Kaliga masih tetapi mempertahankan
kepercayaan yang dianutnya secara turun-temurun. Lelaki gagah itu lebih suka
disiksa daripada harus menunjukkan Goa Larangan kepada Ki Gontang dan kawan-
kawannya. "Bedebah! Gantung dia...!" perintah Ki Gontang setelah menunggu beberapa saat
lamanya namun bibir Ki Kaliga tetap terkatup rapat
Kambala yang bertindak sebagai algojo, segera mengikat tangan lelaki gagah itu
ke belakang. Kemudian, tubuh Ki Kaliga dililit dengan tambang. Dan sekali sentak
saja, tubuh lelaki gagah itu terangkat naik, tergantung di pohon.
Kemudian Kambala mengikatkan tambang di tangannya ke pohon lain. Sehingga, tubuh
orang kepercayaan Kepala Desa Larang itu terayun-ayun dengan rambang yang
mengikat tubuhnya tergantung di dahan pohon.
Tak lama kemudian, tampak semut-semut merah bergerak beriringan menyusuri
tambang, menuju tubuh Ki Kaliga yang tidak berpakaian. Dan....
"Aaakh.... Aaa...!"
Ki Kaliga menjerit-jerit kesakitan ketika semut-semut merah itu menancapkan
giginya ke tubuhnya. Rasa panas dan gatal membuat lelaki gagah itu meronta-
ronta. Sehingga, tubuhnya terayun-ayun. Tapi, gerakan itu justru membuat semut-
semut merah itu semakin tertarik. Maka, semakin banyaklah binatang-binatang
kecil itu mengerubuti tubuh Ki Kaliga.
Sudah pasti lama-kelamaan kulit dan daging lelaki gagah itu akan terkikis habis.
Melihat betapa Ki Kaliga tetap tidak mau berbicara, Ki Gontang segera mengajak
keempat kawannya meninggalkan Ki Kaliga yang tergantung di atas pohon dan
dikerubuti semut-semut merah. Agaknya, Ki Gontang mengambil keputusan untuk
mencari Goa Larangan tanpa petunjuk
-odwo- "Kakang. Aku benar-benar penasaran ingin mengetahui sampai di mana keangkeran
Hutan Larangan. Apa kau tidak ingin melihatnya...?" tanya dara berpakaian serba
hijau yang wajahnya tampak demikian jelita.
"Hm.... Kau pikir apa yang membuatku ingin cepat-cepat pergi dari rumah Ki
Samiang" Bagaimanapun angkernya sebuah hutan, paling hanya karena banyak dihuni
binatang buas. Contohnya! Hutan Randu Apus, tempat Eyang Tirtayasa tinggal
Keangkeran hutan itu ternyata hanya karena banyak binatang buas yang bertubuh
lebih besar dari biasanya. Itu sebabnya, aku ingin melihat apa sebenarnya yang
membuat Hutan Larangan tidak ada yang berani memasukinya," jawab Panji, membuat
dara jelita itu membelalakkan matanya yang indah.
"Jadi kita hendak pergi ke sana...?" seru Kenanga hampir berteriak kegirangan.
Semula dara jelita itu menduga kalau kekasih nya benar-benar akan melanjutkan
perjalanan. Ternyata pemuda itu hanya ingin mengelabui Ki Samiang. Karena orang
tua itu tidak mengizinkan mereka memasuki Hutan Larangan.
"Aku tidak bisa melupakan kelelawar raksasa yang kita jumpai semalam. Menurut
dugaanku, satu-satunya yang pantas menjadi tempat tinggal makhluk itu adalah
Hutan Larangan. Aku harus bertemu dengannya untuk mengetahui secara pasti,
apakah binatang itu peliharaan seorang tokoh sakti yang bertapa dan mengasingkan
diri di dalam Huran
Larangan" Itu masih harus dibuktikan," ujar Panji menjelaskan tujuannya memasuki
Hutan Larangan yang dianggap tempat suci oleh Ki Samiang serta penduduk desanya.
Tapi tidak bagi Panji dan Kenanga, dan tokoh-tokoh persilatan lainnya.
Panji sengaja mengambil jalan memutar untuk menghilangkan kecurigaan Ki Samiang, yang mungkin
mengirimkan orang untuk mengikuti perjalanannya. Dengan mengambil jalan sebelah
barat Desa Larang, itu sudah cukup untuk mengelabui Ki Samiang dan warga
desanya. Pasangan pendekar muda itu mengerahkan ilmu lari cepatnya, setelah
cukup jauh meninggalkan Desa Larang. Kemudian kembali berputar menuju Hutan
Larangan. Bagi tokoh berkepandaian tinggi seperti Panji dan Kenanga, perjalanan jauh dapat
ditempuh dalam waktu singkat Maka, dengan menggunakan Ilmu lari cepatnya, dalam
waktu singkat saja keduanya telah tiba di tepi Hutan Larangan.
"Hm.... Tempat ini memang tampak angker dan
menyeramkan. Sepantasnya
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang hanya binatang- binatang buas langka saja yang menghuni hutan ini..?"gumam Kenanga ketika mereka
berdiri beberapa saat sebelum memasuki belantara yang cukup lebat itu.
Tanpa khawatir terhadap binatang buas dan ular berbisa, kedua orang muda itu
bergerak merambah Hutan Larangan.
Sebagai orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, tidak sukar bagi mereka
untuk melakukan perjalanan ini. Dan racun binatang berbisa pun tidak membuat
mereka gentar. Sebab Panji mempunyai obat pemunah racun yang paling ganas
sekalipun. Sehingga perjalanan dapat mereka lakukan dengan cepat
"Hhh.... Kiranya hanya begini saja hutan yang dianggap suci dan keramat oleh Ki
Samiang dai warga desanya.
Rasanya tidak ada yang perlu ditakuti kecuali jalan yang sangat sulit bagi
orang-orang biasa," gumam Kenanga setelah merambah semakin jauh tidak lagi
merasakan keangkeran
Hutan Larangan. Karena menurutnya memang tidak ada yang harus ditakuti.
"Sebentar, Kenanga..." Tiba-tiba Panji menahan gerak langkahnya sambil menyentuh
bahu kekasihnya. Pendekar Naga Putih mendengar suara jeritan yang samar-samar
ditangkap indera pendengarannya.
"Ada apa, Kakang...?" tanya Kenanga seraya menoleh ke kiri dan kanan.
"Kita ambil jalan menuju arah barat.."," ujar Panji segera mengajak kekasihnya
menuju ke barat Meski dengan wajah dipenuhi tanda-tanya, Kenanga tidak
membantah. Gadis itu tahu kalau kekasihnya mungkin menangkap suara yang belum
dapat didengarnya, karena masih terlalu jauh dara jangkauan indera
pendengarannya.
Setelah cukup lama mereka berlari menerobos semak
belukar, baru dara jelita Itu bisa menangkap suara jerit kesakitan, maski masih
agak samar. Sedang bagi Panji sudah semakin jelas terdengar.
Tidak berapa lama kemudian, tibalah mereka di tempat Ki Kaliga menjalani
siksaan. Pemandangan itu membuat Kenanga mengalihkan pandangannya. Sebab di
sebuah dahan pohon tampak sesosok lelaki tengah tergantung dengan tubuh polos,
tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
"Ihhh...!"
Kenanga bergerak menjauhi tubuh Ki Kaliga yang
tergantung di atas cabang pohon besar itu. Sedangkan Panji bertindak cepat
Dilepaskannya lilitan tambang pada sebatang pohon yang berhubungan langsung
dengan tambang yang melilit tubuh Ki Kaliga. Kemudian diturunkannya lelaki yang
malang itu dengan perlahan-lahan.
'Terima kasih, Kisanak...," desis Ki Kaliga sambil menggaruk sekujur tubuhnya.
"Jangan lakukan itu, Ki. Aku mempunyai minyak gosok yang dapat
mengurangi penderitaanmu...," ujar Panji
mencegah perbuatan lelaki tua bertubuh gagah Itu.
Lalu Panji mengeluarkan minyak dalam sebuah botol kecil.
Kemudian dioleskannya ke sekujur tubuh Ki Kaliga yang berbintil-bintil karena
gigitan semut merah.
Bukan main gembiranya hari lelaki gagah itu ketika merasakan minyak yang
dioleskan pemudi itu sanggup menghilangkan rasa panas dan gatal hanya dalam
beberapa saat saja. Tanpa malu-malu lagi, diterimanya sepasang pakaian yang
diulurkan Panji. Meskipun agak kekecilan, namun ternyata cukup pantas untuk
dikenakan Ki Kaliga.
"Kau pasti Ki Kaliga, orang kepercayaan Ki Samiang yang menjadi Kepala Keamanan
Desa Larang, bukan?" terka Panji tanpa ragu.
Sebelumnya, pemuda itu memang telah
mendapat penjelasan dari Ki Samiang tentang ciri-ciri Ki Kaliga, pada waktu Panji
menginap di tempat' kediaman kepala desa itu.
"Bagaimana kau bisa menebak dengan tepat, Anak Muda.
Siapa kau sebenarnya, dan mengapa berani memasuki Hutan Larangan ini?" tanya Ki
Kaliga heran. Karena dirinya merasa belum pernah berjumpa dengan pemuda tampan
berjubah putih itu.
"Namaku Panji, Ki. Dan kedatanganku ke hutan ini untuk melakukan penyelidikan
tentang sesuatu yang ingin kuketahui secara pasti. Aku mendapat keterangan dari
Ki Samiang tentang ciri-ciri orang kepercayaannya yang diculik lima orang asing.
Sekarang ke mana perginya kelima orang itu" Apa sebenarnya
yang mereka kehendaki...?"
ucap Panji menanyakan perihal lima orang asing yang menculik lelaki itu.
"Mereka terus masuk ke dalam hutan untuk mencari Goa Larangan. Aku berkeras
tidak mau menunjukkan di mana letak Goa Larangan. Sehingga mereka menyiksaku
sedemikian rupa.
Lalu meninggalkanku tergantung di cabang pohon yang banyak dihuni semut-semut
merah. Hm.... Biar nampai mati pun mereka tidak akan menemukan tempat itu.
Karena yang dinamakan Goa Larangan adalah sebuah sumur tua yang lebar dan dalam.
Kalau mereka mencari goa di dalam hutan ini, jelas tidak ada...," jawab Ki
Kaliga yang tanpa sadar menceritakan semua itu pada Panji yang belum begitu
dikenalnya. Entah karena rasa gembira atau pemuda itu mengenal baik Ki Samiang, sehingga Ki
Kaliga langsung saja menerangkan tentang Goa Larangan secara jelas pada pemuda
itu. "Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya" Apakah hendak menyusul kelima
orang itu atau kembali ke desa?"
tanya Panji mengalihkan perhatian Ki Kaliga agar lupa dengan apa yang baru saja
diceritakannya.
"Hm.... Untuk kembali seorang diri rasanya sama dengan bunuh diri. Jika tidak
dimangsa harimau atau binatang buas lainnya, mungkin terkena patukan ular
berbisa. Hhh.... Kalian sendiri hendak berbuat apa di hutan ini" Biarlah aku
ikut dengan kalian saja," jawab Ki Kaliga yang merasa serba salah.
Lelaki itu tidak mungkin dapat keluar dengan selamat dari hutan itu. Karena
banyak binatang binatang berbisa dan binatang buas yang mungkfl akan dijumpainya
di tengah jalan.
Maka dengan sangat terpaksa lelaki itu mengambil keputusan untuk ikut dengan dua
orang muda itu.
"Kami hendak mencari Goa Larangan. Apakah Ki Kaliga tidak takut?" pancing Panji
ingin mengetahui tanggapan orang tua itu tentang tujuannya. Padahal Pendekar
Naga Putih sendiri sebenarnya tidak tahu harus pergi ke mana. Karena niatnya
datang ke tempat itu hanya untuk mencari sarang kelelawar raksasa yang
membuatnya penasaran.
"Hhh.... Ada apa sebenarnya di dalam Goa Larangan itu"
Padahal sepanjang pengetahuanku tidak ada sesuatu yang berharga di dalam sumur
tua itu," gumam Ki Kaliga heran.
"Hm... Bagaimana kau tahu kalau di dalam Goa Larangan tidak terdapat apa-apa"
Bukankah belum pernah ada seorang pun yang berani memasuki goa itu?" kembali
Panji memancing.
Pendekar Naga Putih tentu hanya sekadar menduga-duga, mengingat Hutan Larangan
dianggap sebagai tempat suci dan keramat. Selain itu, ia pun merasa heran
mendengar Ki Kaliga lebih suka disiksa daripada harus memberitahukan letak Goa
Larangan pada kelima orang penculiknya.
Mendengar perkataan Panji, Ki Kaliga tampak berpikir keras. Memang, selama ini
belum pernah ada orang yang berani masuk ke dalam Goa Larangan. Sehingga, lelaki
tua itu tidak menjawab pertanyaan Panji.
"Apa sebenarnya yang kau cari di tempat terlarang itu, Anak Muda?"
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Ki Kaliga
melontarkan pertanyaan itu pada Panji. Sepasang mata lelaki tua itu meneliti
wajah pemuda tampan yang telah
menyelamatkannya. Rupanya Ki Kaliga hendak menilai sifat Panji melalui mata
pemuda tampan itu.
"Yang jelas aku tidak memerlukan harta atau benda-benda pusaka, kalau itu yang
kau maksud," jawab Panji, membuat Ki Kaliga mengerutkan keningnya tak mengerti.
Sebab hanya kedua hal itulah yang kebanyakan di ncar orang. Bahkan diperebutkan
sampai dengan taruhan nyawa.
"Lalu...?" desak Ki Kaliga ingin tahu.
"Sudah kubilang sejak tadi. Kami berdua hanya ingin membuktikan sesuatu. Kalau
kukatakan, kau pasti tidak akan percaya. Sebaiknya kita segera berangkat menuju
Hutan Larangan," ujar Panji membuat Ki Kaliga menjadi serba salah.
Namun, karena melihat wajah pemuda itu yang jelas tidak menampilkan watak jahat
atau licik. Akhirnya Ki Kaliga memberanikan diri melanggar larangan itu. Bahkan
ia bertindak sebagai penunjuk jalan bagi Panji dan Kenanga.
Setelah melewati tempat-tempat yang sukar karena banyak ditumbuhi semak belukar,
akhirnya mereka pun tiba di sebuah tanah lapang yang agak luas. Hamparan rumput
hijau membentang di hadapan mereka. Tapi langkah Ki Kaliga tertunda ketika di
depannya terlihat lima sosok tubuh berdiri tegak seolah sengaja menunggu
kedatangan ketiga orang itu.
"He hehe....! Ternyata nasibmu masih baik, Ki Kaliga.
Rupanya ada orang yang berbaik hati menemukan dan
membebaskanmu," ujar lelaki bertubuh kurus dengan sepasang mata cekung ke dalam.
Sehingga kedua tulang pipinya tampak menonjol. Siapa lagi orang itu kalau bukan
Ki Gontang. Panji yang melihat kelima orang bertampang kasar itu berdiri menghadang jalan,
terus saja melangkah maju, dan baru menghentikan langkahnya dalam jarak satu
tombak. Terlihat sepasang mata pemuda tampan itu meneliti sebuah lambang yang tertera di
bagian dari pakaian mereka.
"Hm.... Rupanya kalian orang-orang Partai Tapak Darah...,"
ujar Panji yang langsung mengenali asal kelima lelaki kasar itu. Tidak sulit
untuk mengetahuinya. Lambang itu memang merupakan tanda pengenal bagi orang-
orang Partai Tapak Darah yang namanya cukup disegani kawan maupun lawan.
Partai itu memiliki banyak tokoh-tokoh ternama.
"Bagus kalau kau sudah mengenal kami, Anak Muda.
Sekarang kau boleh pergi dari sini. Tinggalkan lelaki keras kepala dan dara
jelita itu untuk kami...," ujar Gumantara yang separo kepalanya botak dengan
wajah bopeng seperti bekas cacar.
Panji yang telah banyak mendengar Partai Tapak Darah bukan termasuk golongan
baik-baik, tentu saja tidak ingin mengalah. Dipandanginya kelima sosok
bertampang kasar itu satu persatu. Kemudian terdengar suaranya yang lantang dan
jelas. "Aku tidak peduli siapa kalian. Ada baiknya jika kalian segera angkat kaki dari
tempat ini. Hutan suci ini tidak pantas di njak-injak oleh orang-orang kotor
seperti kalian. Nah! Apa lagi yang kalian tunggu...?" ujar Panji dengan sikap
tenang membuat kelima orang lelaki kasar itu seperti tak percaya mendengarnya.
Bahkan Ki Kaliga sendiri pucat wajahnya. Tidak pernah disangkanya kalau pemuda
tampan bertubuh sedang itu tidak merasa gentar. Padahal, Ki Kaliga bukan
tandingan salah seorang dari kelima tokoh Partai Tapak Darah itu.
"Hm...."
Kambala yang bertubuh sekokoh batu karang, bertindak maju menghampiri Panji.
Keduanya berdiri berhadapan dalam jarak setengah tombak. Tubuh Pendekar Naga
Putih hanya setinggi telinga Kambala, karena tubuh lelaki itu memang tergolong
tinggi besar, bahkan paling tinggi di antara saudara-saudara seperguruannya.
Panji tidak menampakkan perasaan apa pun Ketenangan sikap pemuda tampan berjubah
putih itu membuat Kambala merasa tidak sabar ingin segera meremas tubuh pemuda
di hadapannya itu. Tapi, sampai beberapa saat lamanya, kedua orang itu masih
tetap saling berhadapan dengan sorot mata tajam. Tak satu pun dari keduanya
tampak memulai gerakan.
Mereka sama-sama bisu seperti patung batu.
-odwo- 7 "Heaaah...!"
Tiba-tiba Kambala membentak keras! Sepasang lengannya yang besar terulur hendak
mencekal kedua bahu Pendekar Naga Putih. Tapi, pemuda itu tampak tidak berusaha
mengelak, sehingga Kambala
menyunggingkan senyum
mengejek di bibirnya.
Tapi... Kreppp! "Aaah..."!"
Kambala yang mengerahkan tenaganya hendak mengangkat dan membanting tubuh Pendekar Naga Putih, terkejut bukan main!
Meskipun seluruh kekuatannya telah dikerahkan, tetap saja tubuh Panji tidak
mampu diangkatnya.
"Apa yang kau lakukan, Orang Kuat" Jika hendak memijati tubuhku, jangan begini
caranya. Kau harus tahu bagaimana cara memijat yang baik...," ujar Panji yang
telah mengerahkan tenaga simpanannya untuk memberatkan tubuhnya menjadi
berlipat-lipat "Setan...!"
Sadar kalau dirinya telah dipermainkan, Kambala menjadi murka. Ditariknya kedua
tangan yard semula mencengkeram bahu Panji. Kemudian dia melakukan serangan
menjepit kepala pemuda itu dengan tepukan telapak tangan yang dibenturkan ke
kedua sisi kepala Pendekar Naga Putih.
"Yeaaa....!"
Plakkk! Begitu sepasang telapak tangan Kambala meluncur datang, Panji merendahkan
tubuhnya. Sehingga, lelaki kekar itu
seperti orang yang bertepuk tangan seorang diri. Tentu saja gerakan itu membuat
telapak tangannya terasa pedas bukan main.
"Keparat! Kuremukkan kepalamu...!"
Kemurkaan Kambala rupanya sudah naik ke ubun-ubun. Ia menerjang kalang-kabut
tanpa peduli lagi dengan keselamatan dirinya. Sehingga....
Desss! "Aughhh...!"
Sebuah tendangan keras, telak menghajar dada Kambala yang terlalu bernafsu dalam
melancarkan serangan. Sehingga, lelaki kekar itu kecolongan! Tubuhnya terhuyung
mundur, dan pada sudut bibirnya terlihat cairan berwarna merah.
Melihat kenyataan itu, Ki Gontang dan yang lain-lainnya sadar kalau pemuda itu
tidak bisa dipandang ringan. Bahkan jelas merupakan lawan yang cukup berat
Terbukti dapat mempermainkan Kambala yang kepandaiannya tidak berselisih jauh
dengan yang lainnya. Maka, mereka langsung maju bersama-sama menghadapi pemuda
itu. Bahkan masing-masing telah menggenggam sebatang pedang.
"Biar aku bermain-main
dengan mereka sebentar, Kenanga...," ujar Panji ketika melihat kekasihnya bersiap hendak masuk ke dalam
arena pertarungan. Sehingga, dara jelita itu menahan geraknya dan berdiri di
tempat semula. Sementara itu, Pendekar Naga Putih telah dikelilingi lima orang lawannya.
Meskipun demikian, pemuda itu kelihatan tetap tenang. Sehingga membuat Ki Kaliga
bertanya-tanya siapa sebenarnya pemuda tampan berjubah putih itu"
Mengapa dia kelihatan demikian
tenang menghadapi keroyokan lima tokoh sakti"
Jawabannya pun segera muncul ketika Panji mengerahkan Tenaga Sakti Gerhana
Bulan'nya. Lapisan kabut bersinar putih,
keperakan yang menyelimuti tubuh Panji membuat dirinya dikenali.
"Pendekar Naga Putih..."!"
Seruan ribut itu berasal dari lima tokoh Partai Tapak Darah.
Tampak mereka sangat terkejut setelah mengetahui siapa sebenarnya pemuda tampan
yang menjadi lawan mereka. Ada bayang ke-gentaran di wajah mereka masing-masing.
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun, mencoba untuk ditutupi dengan sikap angkuh.
Ki Kaliga pun tidak kalah terkejutnya ketika mendengar julukan Pendekar Naga
Pulih disebut Sebuah julukan yang tidak asing di telinganya. Karena lelaki gagah
itu salah seorang pengagum pendekar muda itu. Sukar dibayangkan, betapa
gembiranya hati Ki Kaliga saat itu. Selain dirinya telah diselamatkan oleh
pendekar yang selama ini dikaguminya, dia juga telah mengantarkan Pendekar Naga
Putih yang hendak mencari Goa Larangan. Tentu saja setelah mengetahui siapa
pemuda itu, Ki Kaliga akan mengantarkannya dengan senang hati.
Jika tadi Ki Kaliga memandang keheranan saat Panji mempermainkan Kambala, kini
sinar mata lelaki tua itu bersinar-sinar penuh kegembiraan, karena bisa
menyaksikan ilmu andalan yang dimiliki Pendekar Naga Putih. Bukan main senangnya
hati Ki Kaliga membayangkan betapa sebentar lagi dia akan menyaksikan ilmu
andalan pendekar muda yang selama ini hanya didengarnya melalui mulut orang
lain. Sementara itu, Pendekar Naga Putih sudah membentuk kuda-kuda ketika lima tokoh
Partai. Tapak Darah mulai bergerak
berganti-ganti kedudukan Agaknya setelah mengetahui siapa lawannya,
kelima tokoh sesat
itu mengandalkan ilmu gabungan yang dapat dimainkan oleh empat orang atau lebih.
"Haaat..!'
Gontang yang menjadi pimpinan keempat kawannya
berteriak nyaring. Tubuhnya meluncur cepat dengan sabetan yang berdesing tajam.
Bettt..! Panji menggeser tubuhnya dengan kedudukan miring.
Sehingga sabetan pedang lawan lewat di samping tubuhnya.
Tapi, sebelum pemuda itu melontarkan serangan balasan, pedang di tangan lawannya
sudah berputar balik dengan gerakan menusuk. Bahkan seorang lawannya yang lain
ikut membarengi dengan sambaran pedang yang mengancam
lambung pemuda itu.
"Haii t..!"
Panji yang menyadari dirinya akan terjepit jika tetap di tempat semula, segera
berseru keras sambil melesat ke udara.
Dari atas, tangannya bergerak menampar batok kepala Ki Gontang yang berada di
bawahnya. Lelaki bertubuh kurus dengan sepasang mata cekung itu ternyata mampu bertindak
cepat Tamparan telapak tangan Panji luput karena kuda-kudanya telah direndahkan
seraya membuang kepalanya ke belakang. Pada saat itu juga, dua buah sinar pedang
meluncur datang mengancam tubuh
Pendekar Naga Putih! Padahal saat itu Panji masih berada di udara.
Tapi Panji adalah pemuda gemblengan yang telah terlatih baik. Keadaan sulit itu
dapat diatasinya dengan tenang.
Meskipun masih berada di udara, sepasang tangannya bergerak terkembang memapaki
serangan kedua pedang lawan.
Plak! Plak! "Ahhh..."!"
Kedua lawannya memekik kaget ketika pedang mereka
melenceng, sedangkan tangan mereka terasa dingin hampir
membeku. Sehingga untuk beberapa saat lamanya, tangan itu belum dapat digunakan
untuk menyerang.
Panji bukan tidak mengetahuinya, tapi pemuda itu lebih memperhatikan lawan yang
berada di belakangnya. Sebab, pada saat tubuhnya meluncur turun, pedang lawan
sudah siap menyambut luncuran tubuhnya. Tentu saja Pendekar Naga Putih telah
mempersiapkan dengan baik cara mengatasi bahaya itu. Cepat kedua kakinya
berputar sebelum menyentuh tanah. Satu menendang pergelangan tangan lawan yang
memegang pedang, sedang yang lain meluncur ke dada lawan dengan mempergunakan
tumit Plakkk! Buggg! "Hukkkh...!"
Tanpa ampun lagi, tubuh orang itu langsung terlempar ke belakang terkena
tendangan keras yang telak menghantam dadanya. Darah segar me-netes dari sudut
bibirnya, pertanda tendangan Panji telah membuat lawannya terluka dalam.
"Haii t..!"
"Aaat..!"
Kembali kedua lawannya menerjang maju begitu Panji menjejakkan kakinya ke tanah.
Diam-diam Pendekar Naga Putih kagum melihat kehebatan ilmu gabungan lawan. Tapi
bukan berarti kalau Panji kewalahan. Sama sekali tidak.
Bahkan serangan yang datang cepat saat tubuhnya baru menjejak tanah, dapat
dihalaunya dengan kibasan kedua lengan yang membuat tubuh lawan terhuyung.
Kemudian, Panji masih sempat memberikan sebuah hantaman ke tubuh Kambala.
Desss...! Lagi-lagi Kambala harus merasakan kerasnya kepalan pemuda itu. Iganya yang
terkena kepalan tangan Pendekar Naga Putih, membuat tubuh lelaki kekar itu tidak
sanggup lagi mempertahankan kuda-kudanya. Akibatnya, tubuh kekar itu terbanting ke tanah
dengan suara berdebuk keras.
Sedangkan saat itu, Pendekar Naga Putih sudah menerjang maju ke arah dua orang
lainnya yang tengah melesat maju dengan putaran pedang yangberdesingan. Tapi...
Bresssh! "Aaa...!"
Kedua pengeroyok itu memekik ngeri ketika dorongan sepasang telapak tangan Panji
membuat tubuh mereka terpental laksana terhantam angin ribut Sehingga tanpa
dapat dicegah lagi, tubuh mereka jatuh terguling-guling.
"Aaat..!"
Lelaki berwajah bopeng yang bernama Gumantara rupanya merasa penasaran, maka
ketika Panji baru saja melontarkan serangan ke arah dua orang kawannya,
Gumantara memanfaatkan kesempatan itu untuk membabatkan senjatanya ke tengkuk lawan.
Panji yang menangkap ada suara berdesing di belakangnya, langsung membalikkan tubuh dengan cara berjungkir balik ke udara.
Whuuut..! Tusukan pedang Gumantara meluncur pesat di bawah
lawan. Sedangkan Panji yang berada di atas, enak saja menggedorkan telapak
tangan kanannya ke punggung lelaki berwajah bopeng itu.
Beggg! "Ughhh...!"
Gumantara langsung tersungkur mencium tanah. Dan
sebelum sempat dia melompat bangkit, Panji telah mengirimkan sebuah tamparan ke pelipis lawan.
Plarrr...! Akibatnya sudah bisa dibayangkan, tubuh Gumantara
berputar bagai sebuah gasing. Kemudian ambruk ke tanah dengan nyawa yang telah
pindah ke alam baka. Tamparan Panji telah menyebabkan tengkorak kepalanya retak!
Kematian Gumantara membuat Ki Gontang menjadi murka.
Tanpa perhitungan yang masak, langsung saja dia melesat sambil menusukkan ujung
pedangnya tepat menuju jantung Pendekar Naga Putih. Tapi....
Plak! Derrr...!
Panji yang malah bergerak maju menyambut datangnya luncuran tubuh lawan, membuat
Ki Gontang kaget. Hal itu sama sekali tidak disangkanya. Sehingga tebasan bilah
pedangnya berhasil ditepiskan Panji yang bersamaan dengan itu mengirimkan
hantaman telapak tangan ke dada lawan.
Tubuh Ki Gontang pun terlempar bagai daun kering yang diterbangkan angin.
Kemudian ambruk ke tanah. Darah segar meleleh keluar membasahi bumi. Nyawa Ki
Gontang pun melayang dengan tulang dada hancur terkena hantaman Pendekar Naga
Putih. "Haaat..!"
Seperti sebuah baling-baling, tubuh Pendekar Naga Putih berputaran di udara
menghampiri Kambala dan seorang rekannya.
Blarrr...! Kali ini tidak ada ampun lagi bagi kedua orang itu. Pukulan jarak jauh Panji
membuat tubuh mereka bagai disentakkan sebuah kekuatan raksasa. Sehingga mreka
langsung tewas dengan tulang dada melesak ke dalam.
Lawan Panji yang tinggal seorang rupanya takut menerima kematian. Lelaki itu
segera melempar pedangnya dan berlutut minta ampun.
"Ampun, Pendekar Naga Putih! Aku belum ingin mati...,"
ratap lelaki bertubuh sedang itu
"Hm...."
Panji hanya mendengus mendengar ratapan lelaki itu.
Sebenarnya Pendekar Naga Putih benci dengan lelaki cengeng seperti itu. Tapi,
karena ada yang ingin diketahui, maka Panji tidak menghabisi lelaki itu.
"Coba katakan, apa yang kalian cari di tempat ini" Mengapa ingin mencari Goa
Larangan" Jawab sejujurnya! Kalau tidak, aku akan mengirimmu ke neraka untuk
menemani kawan-kawanmu...," ujar Panji mengancam.
"Kedatangan kami ke tempat ini untuk mencari kitab pusaka Partai Tapak Darah.
Pimpinan mengutus kami untuk mencarinya di sebuah tempat yang bernama Goa
Larangan. Tapi kami tidak berhasil menemukannya di dalam hutan ini,"
jawab lelaki bertubuh sedang yang Panji tahu berkata jujur.
"Hm.... Siapa yang menyimpan kitab pusaka partaimu di Goa Larangan?" tanya Panji
lagi, merasa tertarik dengan jawaban orang itu.
"Seseorang telah mencurinya Dan kami ditugaskan untuk mengambil kembali pusaka
itu sekaligus membawa pencurinya untuk dihukum," jelas lelaki itu dengan suara
yang mulai tenang. Tampaknya pembicaraan itu membuatnya rupa kalau mereka adalah
musuh. "Hm.... Paman, coba tunjukkan padaku di mana Goa Larangan itu?" tanya Panji
seraya melemparkan pandang ke wajah Ki Kaliga yang duduk termenung memikirkan
semua kejadian yang baru dialaminya. Mendengar dirinya dipanggil,
Ki Kaliga langsung menoleh dan bergegas menghampiri Pendekar Naga Putih.
"Ada apa, Panji...?" tanya lelaki tua yang tubuhnya masih terlihat gagah itu.
Wajah Ki Kaliga tampak cerah, seolah merasa bangga kalau pendekar muda itu
memerlukan bantuannya. Perubahan sikap Ki Kaliga itu tentu saja setelah
mengetahui siapa sebenarnya pemuda tampan berjubah putih itu.
"Antarkan kami ke Goa Larangan...," pinta Panji yang membuat Ki Kaliga bergegas
melangkah tanpa membantah.
Tapi ketika ekor matanya menangkap bayangan tokoh
Partai Tapak Darah yang ingin ikut, Ki Kaliga tampak bimbang.
"Biarlah dia ikut bersama kita, Paman. Karena dia juga mempunyai kepentingan
dengan Goa Larangan," ujar Panji mencoba bersikap adil setelah mendengar
penuturan tokoh Partai Tapak Darah. Tapi tentu saja dia akan melihat lebih dulu.
Karena bisa saja orang-orang Partai Tapak Darah mengaku-ngaku agar bisa mencuri
kitab yang berada di Goa Larangan.
Maka berangkatlah Ki Kalinga. Kenanga, Panji dan tokoh Partai Tapak Darah itu
menuju Goa Larangan.
-odwo- 8 Tidak berapa lama kemudian, setelah melewati jalan yang berbelok-belok, tibalah
mereka di dekat sebatang pohon raksasa yang tingginya sekitar lima atau enam
belas tombak Tidak jauh dari pohon raksasa itu ada sebuah lubang sumur yang
cukup lebar. Anehnya, meskipun sumur itu berada di dalam sebuah hutan yang cukup
subur, tapi dindingnya batu
padas yang keras. Sedangkan lubangnya dapat dimasuki kira-kira dua orang.
"Inikah yang dinamakan Goa Larangan, Paman...?" tanya Panji yang jika mencari
sendiri pasti tidak akan dapat menemukannya seperti juga orang-orang Partai
Tapak Darah. Karena yang dimaksud goa adalah sebuah sumur tua, yang mungkin telah berusia
ratusan tahun. "Benar, Panji. Sumur tua inilah yang bernama Goa Larangan. Leluhur kami yang
menamakannya," jawab Ki Kaliga tegas tanpa keraguan sedikit pun.
"Nah, Juntala. Inilah Goa Larangan. Lakukan apa yang menjadi keinginanmu...,"
ujar Panji pada tokoh Partai Tapak Darah yang memperkenalkan diri dengan nama
Juntala. Melihat sumur tua yang tadi telah ditemukan bersama saudara-saudara
seperguruannya, Juntai tampak bingung.
Lelaki itu tidak menyangka kalau sumur tua itulah yang dinamakan Goa Larangan.
Mengenai apa sebabnya sumur itu dinamakan demikian, tak seorang pun yang
mengetahuinya, termasuk Ki Kaliga.
"Kau tidak ingin mengetahui dasar sumur ini"' tanya Panji ketika melihat Juntala
hanya termenung di bibir sumur.
"Aku memang harus melihat dan meneliti sampai ke dasarnya," sahut Juntala
tersentak dari lamunannya.
Lelaki itu segera bersiap hendak menuruni sumur itu karena merasa memikul
tanggung jawab penuh untuk dapat
menemukan kitab partainya.
"Hukuman apa yang menantimu bila kau kembali dengan tangan hampa, Juntala...?"
tanya Panji yang mengetahui kalau partai-partai besar beraliran hitam selalu
memberi hukuman bagi setiap muridnya yang gagal melaksanakan tugas.
Kemungkinan besar Partai Tapak Darah pun demikian.
"Mungkin hukuman gantung. Tapi, ketua kami menekankan agar tidak usah kembali
jika gagal...," jawab Juntala yang sikapnya tidak gelisah lagi. Sebab lelaki itu
percaya penuh akan kebersihan hati Pendekar Naga Putih.
Panji meninggalkan Juntala yang sudah menuruni sumur setelah menjatuhkan batu
terlebih dahulu. Ketika mengetahui kalau sumur tua itu tidak begitu dalam, tokoh
Partai Tapak Darah itu langsung melayang turun tanpa ragu. Tangannya bergerak
menapak ke kiri dan kanan dinding sumur sebagai penahan daya luncur tubuhnya.
Sehingga, lelaki bertubuh sedang itu dapat mendarat dengan baik di dalam sumur.
"Bagaimana ini, Kakang" Mana mungkin kelelawar raksasa itu tinggal di dalam
sumur" Kemungkinan besar dugaanmu keliru. Makhluk itu pasti tidak tinggal di
hutan ini...," ujar Kenanga yang merasa kecewa setelah melihat apa yang
dinamakan Goa Larangan. Karena lubang sumur itu tidak mungkin dapat dilewati
kelelawar raksasa yang memiliki sepasang sayap lebar.
"Hm.... Aku pun agak bingung. Satu-satunya dugaanku hanya Hutan Larangan ini.
Karena hampir tidak pernah dijamah manusia. Jika makhluk Itu tinggal di tempat
lain rasanya akan mudah ditemukan orang. Dan sudah pasti akan banyak diburu
orang...," jawab Panji yang sepertinya masih tetap yakin kalau kelelawar raksasa
itu tinggal di daerah Hutan Larangan. Hanya saja belum bisa diketahui letaknya
secara pasti. "Aaa...!"
Pembicaraan Panji dan Kenanga terputus. Suara jeritan yang menyayat itu berasal
dari dalam sumur. Siapa lagi yang mengeluarkan Jerit kematian itu kalau bukan
Juntala. Sebab, hanya tokoh Parfi Tapak Darah itulah yang berada di dasar sumur
"Celaka! Jangan-jangan arwah leluhur kini murka, Pendekar Naga Putih. Kalau
sampai itu terjadi, malapetaka akan menggilas Desa Larang! Sudah kubilang kalau
tempat ini adalah tempat keramat yang tidak boleh didatangi sembarang oranga dan
sembarang waktu...."
Wajah Ki Kaliga terlihat pucat setelah mendengar jerit kematian Juntala.
Ingatannya kembali pada kepercayaan yang dianutnya. Sehingga mengira kematian
Juntala disebabkan tokoh itu telah berbuat kurang ajar dengan menginjakkan
kakinya di tempat suci.
'Tenanglah, Paman. Semua itu hanya khayalan. Aku akari melihat ke dasar sumur,
untuk memastikan apakah Juntala sudah tewas atau hanya terkena sengatan binatang
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbisa...," ujar Panji menenangkan Ki Kaliga yang kelihatan sangat ketakutan.
"Ki Apakah tidak ada jalan tembus yang berhubungan dengan sumur ini...?" tanya
Kenanga tiba-tiba. Tapi, dara jelita itu menjadi kecewa ketika melihat gelengan
kepala Ki Kaliga.
Saat itu Panji sudah bersiap untuk turun ke dasar sumur.
Terlebih dahulu Panji mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' untuk berjaga-
jaga bila ada bahaya yang mungkin menantinya di bawah sana.
"Memang sebaiknya kita periksa saja tempat
Itu, Kakang...."
Kenanga rupanya hendak ikut masuk ke dalam Goa
Larangan. Panji tidak mencegah, karena baik di dalam sumur atau di luar, sama
bahayanya. Maka, pemuda itu tidak berusaha melarang kekasihnya yang ingin ikut
turun ke dasar Goa Larangan.
Sementara itu Ki Kaliga sudah duduk bersemadi dengan mulut komat-kamit tak
karuan. Entah apa yang diucapkannya, tidak begitu jelas terdengar. Karena lebih
mirip orang yang sedang mengomel.
Setelah mempersiapkan tenaganya, Panji pun meluncur turun dengan ringannya.
Tidak sulit bagi pemuda itu untuk riba di dasar sumur dengan selamat Beberapa
saat kemudian, kedua kakinya sudah menjejak tanah keras yang menjadi dasar Goa
Larangan. Yang membuat Panji terkejut di hadapannya ada sebuah lubang besar yang
menyerupai mulut goa. Mungkin itulah yang dinamakan Goa Larangan.
Sedangkan sumur tua itu hanya merupakan pintu masuk menuju tempat keramat itu.
Beberapa saat setelah Panji tiba di dasar sumur, Kenanga meluncur datang dan
langsung mendarat di sebelah kanan kekasihnya. Sepasang mata bulat dara jelita
itu tampak terbelalak melihat ada sebuah lubang goa di sebelah kanan dinding
sumur. "Kalau begitu, orang yang menamakan tempat ini sebagai Goa Larangan tidak salah,
kakang. Tentu inilah yang dimaksud Goa Larangan yanfl sesungguhnya. Sedangkan
sumur tua ini hanya merupakan pintu masuk...," gumam Kenanga dengan suara
perlahan. "Hm.... Mungkin semakin ke dalam akan bertambah luas.
Jadi kemungkinan besar kelelawar raksasa itu bersarang di dalam Goa Larangan
ini...," ujar Panji perlahan sambil bergerak maju.
"Tapi, bagaimana mungkin kelelawar raksasa itu dapat masuk melalui sumur yang
jelas tidak akan bisa dilewatinya.
Karena sayap kelelawar itu sangat lebar."
Kenanga masih belum percaya jika kelelawar raksasa itu bersarang di dalam goa di
dasar sumur ini.
'Tenanglah. Yang penting kita harus tetap waspada. Sebab, kematian Juntala
mungkin karena serangan gelap yang tidak sempat dielakkannya," bisik Panji
seraya bergerak maju perlahan-lahan merapat ke dinding goa.
Kenanga berada di belakang Panji. Dara jelita itu pun bergerak maju dengan
merapatkan tubuh pada dinding goa.
Sehingga, mereka tidak akan terjebak bila ada lubang-lubang yang mungkin banyak
terdapat di dalam goa yang gelap itu.
Setelah cukup lama berjalan, tibalah mereka di sebuah tempat yang agak terang.
Kagum bukan main hati Panji dan Kenanga ketika mengetahui dari mana asal cahaya
yang menerangi tempat itu.
"Emas...!" bisik Panji seraya meraba dinding goa di sekitar ruangan itu. Memang
tidak salah, dinding goa di ruangan itu dilapisi emas'.
Kenanga pun terpaku sesaat ketika memastikan kalau dinding goa di bagian itu
memang dilapisi emas murni. Tapi, karena keduanya tidak terlalu tertarik dengan
harta, maka hal itu tidak membuat mereka lupa daratan dan lengah.
"Aihhh...!"
Panji menarik mundur kakinya ketika merasa menginjak sesuatu. Dan ketika pemuda
itu menengok ke bawah kakinya, dilihatnya tubuh Juntala yang telah menjadi mayat
"Dia tewas keracunan...! Mungkin sewaktu melihat dinding ruangan goa ini terbuat
dari emas, Juntala menjadi lupa daratan dan lengah. Akibatnya, dia tidak sempat
menghindar dari sengatan binatang berbisa yang hidup di dalam goa ini,"
ujar Panji, menduga-duga.
"Kita terus saja, Kakang...," usul Kenanga tanpa berniat untuk mengambil emas di
dinding goa itu.
"Baik...," sahut Panji terus melangkah maju dengan penuh kewaspadaan.
Baru saja kaki kanan Pendekar Naga Putih bergerak
melewati ruangan goa yang dindingnya berlapis emas murni, tiba-tiba....
"Ceeet... Ceeet..!"
Puluhan ekor kelelawar beterbangan keluar. Rupanya mereka merasa terganggu
dengan kedatangan kedua orang itu. Sehingga, suasana menjadi gaduh. Panji
terpaksa mengibaskan lengannya ke kiri dan kanan memukul runtuh binatang-
binatang itu. Sebab, binatang yang kalap itu terbang serabutan menabrak apa saja
yang ada di depannya.
Termasuk tubuh dan wajah kedua pendekar muda itu.
Akibatnya, puluhan ekor kelelawar menggeletak jadi bangkai.
Setelah melewati sarang kelelawar, Panji dan Kenanga tiba di sebuah ruangan
besar yang mirip bagian dalam rumah.
Bedanya, dinding ruangan goa yang luas itu terbuat dari batu padas yang sangat
keras. "Hm.... Tempat ini terang karena ada kayu api di setiap sudut ruangan. Jelas,
tempat ini ada pemiliknya...," gumam Panji
semakin waspada dan meningkatkan indera pendengarannya.
"Sungguh hebat sekali Akhirnya kalian sampai juga di tempat ini...."
Tiba-tiba terdengar sebuah suara parau yang membuat Panji dan Kenanga menoleh ke
sekeliling ruangan itu.
Pasangan pendekar muda itu melangkah mundur dua tindak, ketika melihat sesosok
bayangan kelelawar raksasa tergambar di dekat ruangan sebeiah depan. Panji
segera dapat menebak, sosok yang menyerupai kelelawar raksasa itu tengah
merapatkan tubuhnya ke dinding. Sehingga menimbulkan bayang-bayang besar dan
menakutkan. "Hm.... Sejak semula aku memang sudah merasa curiga.
Ternyata dugaanku tidak meleset Kelelawar raksasa itu bukan binatang sungguhan,
tapi seorang manusia berilmu tinggi yang kemungkinan besar tengah memperdalam
suatu ilmu,"
ujar Panji membuat sosok kelelawar di dinding goa itu mengeluarkan tawa yang
mirip ringkikan kuda.
"Kau benar-benar hebat dan cerdas, Pendekar Naga Putih.
Aku memang telah memperdalam suatu ilmu dan sudah
merampungkannya setahun yang lalu. Untuk semakin
memantapkannya, terutama ilmu meringankan tubuh, aku harus membuat sepasang
sayap dan keluar pada malam hari.
Karena udara malam yang dingin membuat tubuh terasa berat. Dengan begitu, ilmu
meringankan tubuhku akan semakin sempurna."
Kelelawar raksasa yang ternyata seorang manusia dan telah mengenal siapa Panji
sebenarnya, setelah mereka sempat bentrok sewaktu kelelawar raksasa itu
mendatangi Desa Larang beberapa waktu lalu, memberikan penjelasan pada pemuda
itu. Rupanya sosok itu yakin kalau Panji tidak akan membongkar rahasianya,
karena akan dibunuhnya.
"Jika begitu, ilmu yang kau pelajari berasal dari kitab milik Partai Tapak
Darah?" Panji langsung menghubungkan keterangan Juntala dengan ucapan sosok kelelawar
raksasa itu Jelas kini, pencuri kitab yang dicari Juntala itu adalah kelelawar
raksasa yang juga dicari Panji.
"Aku salah seorang tokoh partai itu, Pendekar Naga Putih.
Karena guru kami bertindak pilih kasih maka aku memutuskan untuk membawa lari
dua buah kitab miliknya. Tapi, sekarang sudah kumusnahkan setelah isinya
kupelajari dengan sempurna...," ujar kelelawar raksasa itu lagi dan kembali
memperdengarkan tawanya yang mendirikan bulu roma.
"Licik...!" umpat Panji tanpa merasa gentar kalau tokoh itu akan marah.
"Sekarang tibalah saat kematianmu, Pendekar Naga Putih!
Ayo, ikut aku..."
Setelah berkata demikian, sosok kelelawar raksasa itu lenyap. Sementara Panji
dan Kenanga yang tidak ingin kehilangan buruannya, bergegas menyusul.
Pada sebuah ruangan yang sempit dan berbelok, tiba-tiba kelelawar raksasa itu
melayang naik Kemudian lenyap entah ke mana.
"Ikuti aku, Pendekar Naga Putih...," terdengar suara berat dari atas. Rupanya
kelelawar raksasa itu tahu kalau Panji tengah kebingungan mencarinya.
Maka tanpa banyak cakap lagi, Panji bergegas melayang naik, disusul kemudian
oleh Kenanga. Bukan main herannya sepasang pendekar muda itu ketika mereka kembali ke tempat semula.
Rupanya jalan ke luar kelelawar raksasa itu adalah pohon besar yang tumbuh di
dekat sumur. Pada bagian tengah pohon itu terdapat lubang yang dijadikan jalan
bagi tokoh aneh itu.
"Bersiaplah, Pendekar Naga Putih...."
Begitu tiba di luar goa, kelelawar raksasa itu langsung menantang Panji.
Agaknya, tokoh itu sudah tidak sabar lagi untuk mencoba ilmu yang telah sekian
tahun dipelajarinya.
"Heaaat..!"
Begitu Panji bersiap, kelelawar raksasa itu segera melayang disertai serangan
yang dahsyat Werrr...! Angin berhembus keras mengiringi datangnya sambaran sayap buatan tokoh aneh itu.
Pendekar Naga Putih yang sudah menyiapkan jurus dan tenaganya, langsung bergerak
memutar sambil menghantamkan telapak tangan kanannya menyambut tamparan sayap
kelelawar raksasa itu. Panji merasa penasaran ingin mencoba sampai di mana
kekuatan tenaga dalam lawan.
Bresssh...! "Aihhh...!"
Bukan main terkejutnya tokoh yang kelelawar raksasa itu.
Benturan keras dua gelombang tenaga dalam mereka,
membuat tubuhnya terlempar mundur sejauh satu tombak lebih.
Demikian pula yang dialami Panji. Meskipun kelihatannya kekuatan mereka berimbang, tapi tetap saja
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' masih lebih unggul meskipun hanya satu tingkat
"Aaat..!"
Rupanya manusia kelalawar itu merasa ditantang setelah mengetahui kekuatannya
masih di bawah Pendekar Naga Putih. Maka kali ini tokoh aneh itu menggunakan
ilmu meringankan tubuhnya untuk menyerang.
Panji tentu saja tidak memandang rendah Ilmu meringankan tubuh lawannya. Terlebih lagi tokoh itu telah melatihnya sedemikian
rupa. Sehingga wajar saja kalau kegesitannya benar-benar sukar untuk dicari
bandingannya. Sayang, tokoh itu harus bertarung dengan Pendekar Naga Putih yang selain
mendapatkan gemblengan dari tokoh sakti, juga memiliki pengalaman tuas dalam
bertarung. Sehingga, dalam soal ilmu meringankan tubuh pun manusia kelelawar itu
tidak bisa mengunggulinya. Jelanya, tingkat kepandaian ilmu meringankan tubuh
mereka seimbang.
"Keparat' desis manusia kelelawar itu tidak senang melihat kelebihan Pendekar
Naga Putih. Maka, serangannya kini terlihat sangat ganas dan banyak menggunakan
tipu muslihat Bettt! Bettt..!
Serangkum angin keras berdesingan tajam ketika tangan yang berkuku runcing itu
datang menyambar-nyambar dengan kecepatan yang luar biasa.
"Hm...."
Pendekar Naga Putih yang sadar kalau tokoh itu mulai bangkit kegilaannya, segera
mengerahkan ilmu andalannya.
Sepasang tangannya langsung membentuk cakar naga.
Kemudian bergerak memutar saat sambaran cakar lawan datang, dan langsung
membalas dengan tidak kalah
berbahayanya. Sebentar kemudian, kedua tokoh digdaya itu telah bertarung sengit
Beberapa batang pohon yang berada di arena pertarungan, langsung bertumbangan
terlanggar angin pukulan
mereka yang ber-clutan. Benar-benar sebuah
pertarungan maut yang sangat mendebarkan.
Kenanga yang menyaksikan pertarungan hebat
itu bergegas mencari tempat perlindungan. Dara jelita Itu menarik lengan Ki Kaliga
yang saat itu masih bersemadi dengan mulut yang tak henti-hentinya berkomat-
kamit. Mereka bersembunyi agar tidak terkena angin pukulan nyasar.
Saat itu pertarungan sudah menginjak pada jurus
kesembilan puluh dua. Baik Pendekar Naga Putih maupun manusia keielawar masih
belum kelihatan ada yang terdesak.
Nampaknya kepandaian kedua tokoh itu memang hampir berimbang. Kalau pun Pendekar
Naga Putih masih lebih unggul tapi itu bukan berarti dengan mudah dapat
menundukkan lawannya. Apalagi manusia kelelawar itu merupakan tokoh kawakan.
"Heaaat..!" "Yeaaa...!"
Untuk kesekian kalinya, mereka kembali saling gempur.
Semua jurus-jurus tingkat tinggi telah mereka gunakan.
Namun, hasilnya tetap belum bisa mendesak lawan.
Saat pertarungan menginjak jurus keseratus sepuluh, Panji dan manusia kelelawar
sama-sama melenting ke udara.
Kemudian saling terjang dengan dorongan sepasang telapak tangan mereka. Maka....
Blarrr...! Bumi laksana diguncang gempa ketika dua tenaga luar biasa beradu di udara.
Akibatnya, baik tubuh Pendekar Naga
Putih maupun tubuh lawan langsung terlempar ke belakang, seperti daun kering
yang diterbangkan angin!
"Haii t..!" "Hiaaah...!"
Meskipun benturan itu sudah demikian dahsyatnya, namun kedua tokoh sakti itu
masih sanggup berputaran di udara untuk meredam daya dorong yang membuat tubuh
mereka seperti terbang. Itu pun baru dapat dilakukan setelah tiga tombak lebih
tubuh mereka terdorong.
Kedua tokoh itu kembali bergerak mendekat Panji
menyatukan pikirannya untuk memanggil keluar 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'. Dan
sebentar kemudian, muncul ah lapisan sinar kuning keemasan yang berpendar
menyelimuti bagian kanan tubuh Pendekar Naga Putih.
"Haii t..!"
Saat itu manusia kelelawar sudah kembali melunak maju dengan seluruh
kekuatannya. Pendekar Naga Putih berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang.
Kemudian bergerak maju dengan langkah diseret membuat guratan-guratan yang dalam
di tanah. Dan....
Darrr...! "Aaa...! Dorongan sepasang telapak tangan Panji yang mengandung dua unsur kekuatan gaib, berbenturan hebat dengan pukulan jarak jauh
lawan. Akibatnya, tubuh Pendekar Naga Putih melesak ke dalam tanah hampir
sebatas lutut Sedangkan tubuh lawannya terpental keras, membentur batang pohon
untuk kemudian ambruk ke tanah dalam
keadaan hangus! Kematian manusia kelelawar Itu disebabkan oleh kekuatan 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' yang memang sangat dahsyat dan mengandung hawa panas.
"Kakang..."
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kenanga yang sejak tadi merasa cemas akali keselamatan kekasihnya, segera
menghambur begitu melihat Panji berhasil melumpuhkan lawannya.
"Kakang...."
Dara jelita itu merangkul dan merebahkan kepalanya di dada Panji yang tampak
masih lelah. Pemuda itu mengelus rambut Kenanga dengan penuh kasih.
"Aku takut kehilanganmu, Kakang...," ucap Kenanga mengangkat kepalanya menatap
wajah Pendekar Naga Putih yang masih dibasahi peluh
"Aku pun takut kehilanganmu, Kenanga...," desah Panji berbisik di telinga dara
jelita itu. Sementara, Ki Kaliga tampak terpaku menyak sikan
pemandangan itu. Lelaki tua itu hanya dapat meneguk air liur melihat kemesraan
sepasang kekasih yang saling mencintai itu.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & Editor : De wi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Pedang Sakti Tongkat Mustika 16 Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H Sembilan Pusaka Wasiat Dewa 1
"Kakang, lihat..!" desis Kenanga seraya menunjuk sebuah tempat yang terhalang
kerimbunan pohon.
Di kegelapan malam, tampak tiga pasang mata merah
menyala tengah menatap mereka tanpa berkedip. Sebagai orang-orang yang telah
berpengalaman, tentu saja mereka tahu kalau tiga pasangi mata itu adalah mata
serigala! "Kekhawatiran Ki Samiang ternyata tidak meleset jauh.
Meskipun baru tiga ekor yang terlihat, tapi binatang-binatang kelaparan itu
benar-benar berkeliaran sampai ke desa ini.
Padahal letak hutan yang dimaksud Ki Samiang cukup jauh dari sini," gumam Panji
perlahan. Sedangkan matanya tidak beralih dari tiga pasang mata bulat merah
menyala dalam kegelapan itu.
"Apa kita akan langsung mengusir binatang-binatang itu, Kakang...?" tanya
Kenanga meminta pendapat Panji. Agaknya dara jelita ini tidak ingin bertindak
ceroboh dalam menghadapi binatang-binatang buas itu.
"Sebaiknya kita lihat saja dulu, apa yang akan dikerjakan serigala-serigala itu
di desa ini...," sahut Panji, yang mulai melangkah mundur untuk memancing
binatang liar itu keluar dari kegelapan.
Melihat kekasihnya telah bergerak mundur, Kenanga segera mengikuti tanpa banyak
tanya. Dara jelita itu tahu apa yang di nginkan Panji.
"Keaaak.... Kik..., kik.., kik..!"
"Hei..."!"
Terkejut bukan kepalang sepasang pendekar muda itu saat melihat sesosok bayangan
hitam yang menyerupai kekelawar raksasa, menyeberang dari satu pohon ke pohon
lain dengan memperdengarkan
tawa yang membuat bulu kuduk merinding. "Apa itu, Kakang...?" desis Kenanga yang terjajar mundur karena suara dan sosok
menyerupai kelelawar raksasa itu begitu tiba-tiba datangnya.
"Hm.... Binatang apa pula itu...?" gumam Panji yang seperti juga Kenanga, tidak
melihat secara jelas sosok mirip kelelawar raksasa yag telah lenyap di balik
kerimbunan pohon.
'Tampaknya seperti kelelawar raksasa, Kakang. Tapi, mengapa suaranya demikian
aneh dan menyeramkan?"
gumam dara jelita itu sambil terap memandang pohon tempat sosok yang mirip
kelelawar raksasa itu lenyap.
"Jangan-jangan makhluk itu sejenis binatang penghisap darah. Kita harus tetap
siaga, Kenanga. Mungkin saja malam ini akan ada kejadian yang menggemparkan Desa
Larang...,"
sahut Panji, mencoba menduga-duga maksud kemunculan sosok mirip kelelawar itu.
Makhluk itu tidak mungkin manusia, karena sosok
bayangan hitam tadi dapat terbang di udara. Dan itu bukan lagi merupakan ilmu
meringankan tubuh. Kenyataan itu membuat kepala Panji dipenuhi berbagai macam
pertanyaan yang tak terjawab.
"Apakah kita akan melaporkannya kepada Ki Samiang, Kakang?" tanya Kenanga merasa
khawatir jika makhluk yang mirip kelelawar raksasa itu akan melakukan kejahatan
di Desa Larang.
"Sebaiknya jangan dulu. Aku ingin melihat dengan jelas, seperti apa sebenarnya
makhluk bersuara mengerikan itu...,"
sahut Panji seraya mengambil sebuah kerikil dan melemparkannya ke pohon berdaun rimbun yang tingginya mencapai sepuluh tombak.
Krosakkk! Kerikil yang dilemparkan Panji dengan mengerahkan tenaga dalam itu melesat cepat
melebihi anak panah yang terlepas dari busur. Dan terus menerobos timbunan
dedaunan. Sehingga.... "Keaaak...! Kaaak..., kaaak...!"
Makhluk yang membuat penasaran sepasang pendekar
muda itu melesat keluar dari rimbunan dedaunan sambil memperdengarkan pekik
kemarahan. Kemudian terbang
mengepakkan sayapnya yang besar dan nampak kokoh.
Rupanya makhluk itu hendak berpindah ke pohon lain.
"Hm... Hendak kulihat seperti apa rupamu sebenarnya...,"
desis Panji segera melayang ke udara untuk mencegah kepergian makhluk yang mirip
kelelawar raksasa itu.
"Haii t..!"
Dengan mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan, Panji melontarkan pukulan jarak
jauh untuk menjatuhkan makhluk aneh dan mengerikan itu.
"Kaaakkk..!"
Makhluk yang mirip kelelawar raksasa itu seperti tahu ada bahaya yang datang
mengancam. Sayapnya yang besar
dikepakkan, seolah hendak memapaki pukulan jarak jauh Pendekar Naga Putih.
Plarrr...! Heran bukan main hati Panji ketika melihat makhluk itu mampu memapaki pukulan
jarak jauhnya. Padahal pukulan itu sanggup memecahkan batu karang sebesar
kerbau. Tapi, makhluk itu sanggup menahan pukulannya.
"Luar biasa! Hebat sekali kekuatan yang dimilikinya.
Makhluk itu bukan saja tidak jatuh, bahkan sanggup menghadapi pukulan jarak jauh
yang kulontarkan...," desis Panji heran menyaksikan kejadian itu. Bagaimana
mungkin makhluk itu bisa memiliki kekuatan sedemikian hebat sampai mampu meredam
kekuatan pukulannya"
"Keaaakhhh...!"
Rupanya makhluk raksasa itu marah terhadap Panji
Terbukti, setelah lenyap di balik pohon, makhluk itu kembali muncul. Malah kali
ini menukik turun. Tujuannya adalah Panji yang barusan menyerang dengan pukulan
jarak jauh. "Kakang! Makhluk itu hendak membalas seranganmu!" seru Kenanga cemas ketika
melihat makhluk itu mengincar kekasihnya dengan pekikan marah yang menggetarkan
jantung. "Tenanglah, Kenanga. Aku pun ingin tahu sampai di mana kekuatan makhluk aneh
itu. Dan apa maksudnya berada di daerah ini,..!" seru Panji yang segera bersiap
menyambut serangan makhluk mirip kelelawar raksasa itu.
Werrrr...! Disertai suara menderu yang timbul dari kepakan sayapnya, makhluk
itu meluncur datang menerjang Pendekar Naga Putih.
"Haii t..!"
Tepat pada saat kedua
sayap binatang raksasa itu
bergerak hendak menggeprak tubuhnya, Panji mendorongkan sepasang telapak tangannya dengan pengerahan tenaga dalam.
Akibatnya.... Bresssh...! "Keaaakhhh...!"
Makhluk itu memekik keras ketika sepasang telapak
Pendekar Naga Putih berbenturan dengan sepasang sayapnya yang besar dan kuat
Akibatnya, tubuh makhluk itu terdorong sejauh satu setengah tombak lebih!
Sedangkan Panji sempat terjajar empat langkah ke belakang.
"Hebat! Makhluk itu benar-benar luar biasa! Tenaganya tak ubahnya seperti tenaga
dalam tokoh-tokoh persilatan!" ujar
Panji setelah memperbaiki kuda-kudanya dan kembali bersiap menghadapi serangan
berikutnya. "Keaaakhhh...!"
Makhluk itu kembali muncul dan berputaran di udara setelah sebelumnya menghilang
di kerimbunan pohon.
Agaknya makhluk itu ragu untuk melanjutkan serangannya.
Mungkin ia gentar setelah merasakan kehebatan pemuda tampan berjubah putih itu.
Karena beberapa saat kemudian, sosok makhluk raksasa itu melayang pergi. Caranya
pun sangat aneh, yaitu dengan terbang berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon
yang lain. Untuk kemudian lenyap ditelan kegelapan malam.
"Hi hi hi...! Rupanya kelelawar raksasa itu merasa gentar bertarung denganmu,
Kakang. Buktinya ia melarikan diri sambil memekik marah...."
Kenanga tertawa lirih ketika menyaksikan kelelawar raksasa itu pergi
meninggalkan tempat ini. Mungkin kembali ke sarangnya
"Hm... Meskipun begitu, aku tetap penasaran. Kelelawar raksasa itu pasti akan
muncul lagi di desa ini. Yang membuat aku bertanya-tanya, dari mana makhluk itu
datang" Dan apa yang dicarinya di desa ini?" ujar Panji.
Pendekar Naga Putih tampaknya masih merasa penasaran, karena seumur hidupnya
baru kali ini melihat kelelawar sebesar itu. Bahkan sangat terlatih, dan
memiliki tenaga yang sangat kuat Buktinya, meskipun Panji telah mengerahkan tiga
perempat tenaganya, makhluk itu tidak terluka sedikit pun, kecuali terdorong ke
belakang. Ini suatu hal yang sangat luar biasa!
Baru saja Panji berhenti berbicara, terdengar gerengan lirih dari balik
kegelapan pohon. Ketika sepasang pendekar muda itu menoleh, mereka tidak lagi
melihat tiga pasang mata merah menyala, melainkan puluhan pasang mata yang
tengah menatap keduanya dari kegelapan. Rupanya serigala-serigala kelaparan itu telah
semakin banyak berkumpul di tempat itu.
"Hm.... Binatang-binatang licik itu rupanya menunggu kawan-kawannya untuk
bersama-sama menyerang kita,"
gumam Kenanga yang diam-diam berdiri juga bulu kuduknya melihat puluhan pasang
mata merah di kegelapan malam itu.
Apa yang diduga Kenanga ternyata tidak salah. Setelah berjumlah puluhan,
serigala-serigala kelaparan dan buas itu mulai bergerak ke luar dari kegelapan.
Terdengar gerengan-gerengan binatang itu sambil bergegas maju dengan langkah-
langkah perlahan.
"Binatang-binatang ini jelas sangat berbahaya hingga berani memasuki desa untuk
mencari makan. Sebaiknya kita beri pelajaran agar mereka jera datang kembali ke
desa ini....." gumam Panji, sambil menunggu binatang-binatang itu tiba dekat
"Haaat..!"
Begitu sertgala-segiala terdepan menerjang Panji dengan lompatan panjang dan
moncong terbuka, Pendekar Naga Putih langsung mengibaskan kedua tangannya ke
kiri dan kanan.
Terdengar lenguh kesakitan binatang-binatang itu yang berpelantingan terkena
tamparan dan tebasan sisi telapak tangannya.
Lain lagi dengan Kenanga. Melihat binatang-binatang itu berlomba menerjang
tubuhnya, Pedang Sinar Rembulan-nya langsung diloloskan dari ikat pinggang.
Kemudian, membabat serigala-serigala lapar itu dengan ganas.
Crattt! Crattt!
Tanpa amun lagi, binatang-binatang jahat itu segera bertumbangan satu persatu.
Darah segar mengalir membasahi permukaan bumi. Sebentar saja, dara jelita itu
sudah merobohkan tiga belas serigala yang mengeroyoknya.
"Hm.... Hayo, majulah kalian...!" tantang Kenanga ketika melihat
serigala-serigala itu berlompatan mundur dan
berputaran mengelilinginya. Sepertinya binatang-binatang itu ingin mencari
kelemahan korbannya.
Sedangkan Panji sendiri sudah merobohkan belasan
serigala yang mengeroyoknya. Sehingga, binatang yang biasanya mencari mangsa
secara berkelompok itu kelihatan gentar terhadap sepak terjangnya. Terbukti,
satu dua ekor binatang
itu mulai bergerak menyingkir dan hanya menyaksikan dari kejauhan. Di sinilah letak kelicikan serigala.
Kadang tidak ingin bersusah-payah mengeluarkan tenaga, dan hanya menanti sisa
dengan penuh kesabaran.
Tapi, baik Panji maupun Kenanga bukanlah calon korban yang mudah untuk dimangsa.
Sebaliknya, justru binatang-binatang itulah yang menjadi korban amukan sepasang
pendekar muda itu.
Selagi Panji dan Kenanga bertempur dengan gerombolan serigala, tiba-tiba
terlihat sinar obor bermunculan ditingkahi suara hiruk-pikuk. Tak berapa lama
kemudian, muncullah para peronda desa yang berjumlah sekitar sepuluh orang.
Kedatangan para peronda itu membuat gerombolan serigala melarikan diri
meninggalkan calon mangsanya dalam keadaan utuh dan selamat
"Ah! Syukurlah kalian selamat Ketika mendengar suara serigala-serigala liar itu,
langsung kari mencari asal suaranya yang terdengar ribut Kiranya binatang-
binatang kelaparan itu tengah mengeroyok kalian...," ujar pimpinan peronda desa
yang berperawakan tegap dengan kumis tebal menghias wajahnya. Para peronda itu
kelihatan kaget melihat banyak bangkai serigala di sekitar tempat itu.
"Wah! Kalian benar-benar hebat! Banyak sekali kawanan binatang itu yang tewas di
tangan kalian...," puji seorang peronda yang merasa kagum melihat banyaknya
bangkai serigala yang tewas oleh amukan kedua orang itu.
Panji hanya tersenyum tanpa merasa bangga akan
perbuatannya. Pemuda itu terlihat mengerutkan kening.
Pendekar Naga Putih tengah memikirkan, mengapa binatang-binatang itu lari
berserabutan ketika para peronda datang"
Panji menerka kalau ada yang ditakuti gerombolan serigala itu dari para peronda.
Setelah berpikir beberapa saat, mencari jawaban apa yang membuat gerombolan
serigala liar itu lari, Panji berhasil menemukan jawabannya. Menurutnya,
serigala-serigala liar itu takut oleh sinar obor di tangan para peronda.
"Jika kalian berjumpa dan dikeroyok serigala, gunakanlah obor kalian untuk
menyerang. Sebab, serigala-serigala liar itu takut melihat sinar obor...," ujar
Panji memberi petunjuk pada para peronda.
"Gerombolan serigala buas itu takut pada sinar obor...?"
tanya pimpinan peronda heran mendengar petunjuk yang sangat sederhana itu.
'Kurasa begitu. Sebab, setelah melihat karian datang, gerombolan serigala liar
itu lari berserabutan meninggalkan tempata ini," sahut Panji meyakinkan para
peronda yang kemudian mengangguk-anggukkan kepala dengan perasaan lega. Karena
merekapun khawatir jika serigala-serigala kelaparan itu akan datang lagi ke Desa
Larang. Setelah memberikan petunjuk, Panji berpamitan dan
mengajak Kenanga kembali ke rumah Ki Samiang.
-odwo- "Seekor kelelawar raksasa..." Apa kalian tidak salah lihat?"
tanya Ki Samiang setengah tak percaya ketika Panji mengatakan mereka bertemu
seekor kelelawar besar sewaktu meronda semalam.
"Benar, Ki. Bahkan aku sempat beradu tenaga dengan makhluk itu, meski tidak
terlalu lama. Aku yakin sekali kalau
makhluk Itu seekor kelelawar raksasa. Hanya yang kurasakan aneh adalah suara
teriakannya, yang menurutku lebih mendekati ringkikan kuda...," jelas Panji lagi
berusaha meyakinkan Ki Samiang.
"Selain itu, gerombolan serigala kelaparan yang membuat Ki Samiang khawatir,
ternyata benar-benar muncul dan menyerang kamu Untunglah para peronda keburu
datang.
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sehingga kami tidak terluka. Karena serigala-serigala liar itu segera melarikan
diri," timpal Kenanga melengkapi cerita Panji.
Dara jelita itu sengaja tidak menceritakan, betapa mereka telah merobohkan
puluhan serigala liar. Karena khawatir Ki Samiang semakin tidak percaya dan
menganggap mereka telah membual. Selain itu, bangkai-bangkai serigala yang
mereka, bunuh telah ditanam olah para peronda dalam sebuah lubang besar. Dan
mereka berdua berpesan agar tidak menyebarluaskan kejadian semalam, agar
penduduk tidak merasa was-was.
'Tentang hal itu aku sudah mendapat laporan dari kepala ronda semalam. Untunglah
kalian tidak menderita luka-luka.
Kalau sampai terjadi, aku akan merasa menyesal sekali...,"
ujar Ki Samiang setelah menghela napas berulang-ulang.
Agaknya apa yang dipesankan Panji kepada kepala ronda semalam benar-benar
dipatuhi. Buktinya, Ki Samiang tidak menyebut-nyebut mengenai serigala yang
terbunuh di tangan sepasang pendekar muda itu. Karena dalam pandangan Ki
Samiang, kedua orang muda itu hanya orang-orang perantau yang memiliki bekal
ilmu silat untuk menjaga diri dari gangguan orang jahat
"Tentang kelelawar besar yang kami ceritakan tadi, menurutku pasti mempunyai
tempat persembunyian. Dan, satu-satunya tempat yang paling aman bagi makhluk
raksasa itu adalah Hutan Larangan yang lebat dan hampir tidak pernah dijamah
manusia. Untuk itu, kalau Ki Samiang mengizinkan,
kami berdua berniat hendak mencari sarang binatang itu dalam Hutan Larangan,"
ujar Panji mengingatkan Kepala Desa Larangan tentang makhluk raksasa yang
dijumpainya semalam. "Panji, kalau benar makhluk itu ada dan mempunyai sarang di dalam Hutan
Larangan. Hanya ada satu tempat yang pantas untuk menjadi tempat
persembunyiannya," ujar Ki Samiang seraya menatap wajah pemuda tampan itu dengan
sorot mata tajam.
"Maksudmu, Ki...?" tanya Panji menegasi
"Di dalam Hutan Larangan ada sebuah goa yang kami namakan Goa Larangan. Tempat
itu cukup luas dan dalam, meskipun gelap karena sinar matahari tidak masuk ke
dalamnya. Yang menjadi persoalan, baik hutan maupun goa itu tidak boleh
didatangi siapa pun! Kecuali bila kami hendak melakukan penyembahan pada roh
leluhur kami. Dan itu biasa dilakukan setelah selesai panen."
Ki Samiang kembali menerangkan pada Panji dan Kenanga bahwa kedua tempat itu
tidak boleh didatangi.
"Baiklah, Ki. Kami memaklumi dan menghormati kepercayaan yang dianut penduduk desa ini. Tapi, kalau kami boleh tahu, apa
kira-kira bentuk sembahan yang diberikan penduduk desa terhadap roh leluhur
itu?" tanya Panji menyembunyikan kecurigaannya.
Bagi kaum rimba persilatan seperti Pendekar Naga Putih, tidak ada tempat yang
angker atau keramat. Baik itu berupa hutan, bukit atau pegununj an. Karena
justru di tempat-tempat sepi dan dianggap seram itulah, tokoh-tokoh tua rimba
persilatan pergi mengasingkan diri menunggu ajal datang menjemput Demikian juga
yang dilakukan guru Panji yang berjuluk Malaikat Petir. Panji menduga kalau di
dalam Hutan Larangan atau Goa Larangai ada suatu misteri yang
membuatnya penasaran dai ingin mengungkapkannya.
"Sebaiknya, lupakan saja soal kelelawar raksasa itu.
Bukankah makhluk itu tidak melakukan apa-apa" Siapa tahu binatang itu merupakan
jelmaan dari roh leluhur kami yang hendak melindungi keturunannya dari segala
bahaya yang datang mengancam. Buktinya, kelelawar besar itu barui muncul di saat
serigala-serigala kelaparan itu mengganas dan berkeliaran sampai ke desa ini,"
ujar Ki Samiang tidak menjawab pertanyaan Panji. Menurutnya suatu hal yang tabu
jika harus menjawabnya, karena ini menyangkut upacara suci.
Kenanga hampir tertawa mendengar perkataan kepala desa itu, Untung saja, dara
jelita itu bisa menahannya.
Panji sendiri menyembunyikan senyumnya ketika mendengar ucapan Ki Samiang. Karena biar bagaimanapun, dia tidak bisa percaya
ada orang mati dapat berubah wujud menjadi binatang untuk melindungi
keturunannya. Kalaupun ada, itu hanyalah dalam dongeng anak-anak Kendati
demikian, Panji tidak membantah. Pemuda itu menganggukkan kepala untuk membuat hati Ki Samiang menjadi tenteram, dan tidak
merasa ditertawakan.
"Jika demikian, kami mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan. Terima kasih atas
segala kebaikan yang telah diberikan selama kami berada di desa ini Harap Ki
Samiang sudi memaafkan tindakan kami ini. Bukannya kami berdua tidak kerasan.
Tapi sebagai pengelana, rasanya akan lebih bebas jika tinggal di alam terbuka.
Selain itu, kami ingin menambah pengalaman dengan melihat bagian lain belahan
bumi ini," ujar Panji membuat Ki Samiang terperanjat
"Ah! Mengapa kalian begitu terburu-buru" Tinggal ah beberapa hari lagi. Selain
itu, masih banyak waktu untuk melanjutkan
perjalanan. Karena kalian berdua tidak mempunyai tujuan yang pasti dan harus tiba tepat pada waktunya."
Ki Samiang berusaha mencegah kepergian sepasang
pendekar muda itu. Tapi, Panji telah membulatkan tekad untuk melanjutkan
perjalanan. "Apa boleh buat Kami hanya bisa berharap agar lain waktu kalian dapat singgah
lagi di desa ini. Pintu rumahku selalu terbuka menyambut kefl datangan kalian
berdua...," ujar Ki Samiang akhirfl nya mengalah. Sebab kedua pendekar muda itu
sudah tidak bisa ditunda lagi kepergiannya.
'Terima kasih, Ki. Akan kami ingat kata-katamu," ucap Panji yang diam-diam
merasa terharu melihat kebaikan Ki Samiang yang sangat tulus itu.
Kepala Desa Larang itu berdiri di beranda rumahnya mengiringi
kepergian sepasang orang muda yang menimbulkan rasa suka di hatinya Baru setelah bayangan Panji dan Kenanga lenyap
dari pandangan, Ki Samiang melangkah masuk ke dalam rumahnya.
-odwo- 6 "Keparat! Kau benar-benar keras kepala! Apa yang membuatmu lebih suka mati
daripada menunjukkan di mana letak Goa Larangan"!" bentak lelaki tinggi kurus
bermata cekung seraya mengayunkan kakinya menendang tubuh di bawahnya yang
meringkuk lemah.
"Aaakh...!"
Lelaki gagah itu terguling-guling terkena tendangan keras yang dilancarkan
lelaki tinggi kurus bermata cekung yang tidak lain Ki Gontang. Darah segar
tampak mengalir dari mulut lelaki gagah yang bernama Ki Kaliga.
"Cepat katakan, di mana letak Goa Larangan itu..."!"
Kembali Ki Gontang membentak sambil menarik bangkit tubuh gagah yang wajahnya
telah dipenuhi darah.
"Sampai mati pun aku tidak sudi menunjukkannya...," rintih Ki Kaliga dengan
suara serak. Lelaki gagah itu ternyata tidak takut menghadapi kemattan atau siksaan. Karena
berada di dalam Hutan Larangan itu saja sudah
merupakan pantangan baginya. Apalagi harus menunjukkan la Goa Larangan. Tentu saja Ki Kaliga tidak mau melanggar pantangan
itu untuk kedua kalinya.
"Hm.... Baik kalau begitu! Aku ingin lihat sampai di mana kau sanggup menahan
siksaan yang akan kuberikan padamu nanti!" geram Ki Gonraol hampir kehabisan
akal menghadapi kebandelan tawanannya itu.
Sudah beberapa hari ini, sejak dirinya menculik Ki Kaliga dan Desa Larang, Ki
Gontang terus memaksanya agar
menunjukkan letak Goa Larangat Tapi, lelaki tua itu tetap tidak mau menunjukkan
meskipun harus menerima siksaan yang menyakitkan.
Pada hari keempat sejak Ki Kaliga diculik, kesabaran Ki Gontang sudah habis.
Maka, siksaan yang akan diberikan pada Ki Kaliga pun jauh lebih hebat dari
siksaan sebelumnya.
"Buka semua pakaian yang melekat di tubuhnya...,"
perintah Ki Gontang pada Kambala yani bertubuh kekar.
Tanpa membantah lagi, Kambala langsung saja melucuti semua pakaian yang menempel
di tubuh Ki Kaliga Tentu saja lelaki gagah itu jadi terkejut bercampur heran.
"Hei, apa yang hendak kalian lakukan?" teriak Ki Kaliga yang hanya dapat
berteriak-teriak tanpa mampu melakukan perlawanan. Karena seluruh tenaganya
telah terkuras habis akibat siksaan demi siksaan yang dialaminya dalam beberapa
hari itu. "Hm.. Kau rasakan akibat kekerasan sikapmu, Kaliga!" ujar Ki Gontang dengan
sorot mata bengis.
Tidak sedikit pun terlihat gambaran rasa kasihan pada wajah lelaki itu. Malah
dia tampak semakin gembira saat melakukan penyiksaan.
"Bawa dia ke dekat pohon itu...."
Kembali Ki Gontang memberi perintah kepada Kambala, yang mematuhinya tanpa
membantah se-patah kata pun.
Bahkan lelaki kekar itu seperti ikut menikmati pertunjukan yang akan segera
disaksikan. "Nah! Kau lihat, Kaliga. Di pohon ini banyak terdapat semut merah yang
gigitannya terasa panas di kulit Kurasa kau pasti akan suka jika tubuhmu
kugantung di barang pohon ini agar semut-semut merah menggigiti tubuhmu...,"
ujar Ki Gontang membuat wajah Ki Kaliga makin bertambah pucat Ngeri hatinya
membayangkan siksaan yang akan dijalaninya
"Keparat! Kalian semua memang bukan manusia! Orang seperti kalian pantasnya
menjadi penghuni neraka!" teriak Ki Kaliga geram.
"Hm.... Kuberi kesempatan untuk yang terakhir kali. Kalau masih membandel,
silakan bersenang-senang dengan semut-semut yang manis dan lucu itu...," ujar Ki
Gontang sambil memperdengarkan tawanya yang berkepanjangan.
"Setan! Apa sebenarnya yang kalian cari di dalam Goa Larangan" Jika berharap
akan dapat menemukan harta, kalian telah salah tempat Di gua itu tidak ada
sesuatu yang berharga untuk kaliai ambil!" teriak Ki Kaliga yang tidak mengerti
apa tujuan lima lelaki kasar itu mencari Goa Larangan Padahal, sepanjang
pengetahuan Ki Kaliga, di dalam goa itu tidak ada benda-benda berharga atai
benda pusaka. Aneh jika kelima tokoh sesat itu ber sikeras hendak mencari Goa
Larangan. "Aku tidak perlu khotbahmu! Katakan, di mana letak Goa Larangan atau kau
kugantung di atas pohon itu...!" bentak Ki Gontang jengkel mendengari Ki Kaliga
mengulangi kata-kata yang entah sudahi berapa kati diucapkan.
Kali ini Ki Kaliga malah membisu. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari
mulutnya. Sikap itu menunjukkan kalau Ki Kaliga masih tetapi mempertahankan
kepercayaan yang dianutnya secara turun-temurun. Lelaki gagah itu lebih suka
disiksa daripada harus menunjukkan Goa Larangan kepada Ki Gontang dan kawan-
kawannya. "Bedebah! Gantung dia...!" perintah Ki Gontang setelah menunggu beberapa saat
lamanya namun bibir Ki Kaliga tetap terkatup rapat
Kambala yang bertindak sebagai algojo, segera mengikat tangan lelaki gagah itu
ke belakang. Kemudian, tubuh Ki Kaliga dililit dengan tambang. Dan sekali sentak
saja, tubuh lelaki gagah itu terangkat naik, tergantung di pohon.
Kemudian Kambala mengikatkan tambang di tangannya ke pohon lain. Sehingga, tubuh
orang kepercayaan Kepala Desa Larang itu terayun-ayun dengan rambang yang
mengikat tubuhnya tergantung di dahan pohon.
Tak lama kemudian, tampak semut-semut merah bergerak beriringan menyusuri
tambang, menuju tubuh Ki Kaliga yang tidak berpakaian. Dan....
"Aaakh.... Aaa...!"
Ki Kaliga menjerit-jerit kesakitan ketika semut-semut merah itu menancapkan
giginya ke tubuhnya. Rasa panas dan gatal membuat lelaki gagah itu meronta-
ronta. Sehingga, tubuhnya terayun-ayun. Tapi, gerakan itu justru membuat semut-
semut merah itu semakin tertarik. Maka, semakin banyaklah binatang-binatang
kecil itu mengerubuti tubuh Ki Kaliga.
Sudah pasti lama-kelamaan kulit dan daging lelaki gagah itu akan terkikis habis.
Melihat betapa Ki Kaliga tetap tidak mau berbicara, Ki Gontang segera mengajak
keempat kawannya meninggalkan Ki Kaliga yang tergantung di atas pohon dan
dikerubuti semut-semut merah. Agaknya, Ki Gontang mengambil keputusan untuk
mencari Goa Larangan tanpa petunjuk
-odwo- "Kakang. Aku benar-benar penasaran ingin mengetahui sampai di mana keangkeran
Hutan Larangan. Apa kau tidak ingin melihatnya...?" tanya dara berpakaian serba
hijau yang wajahnya tampak demikian jelita.
"Hm.... Kau pikir apa yang membuatku ingin cepat-cepat pergi dari rumah Ki
Samiang" Bagaimanapun angkernya sebuah hutan, paling hanya karena banyak dihuni
binatang buas. Contohnya! Hutan Randu Apus, tempat Eyang Tirtayasa tinggal
Keangkeran hutan itu ternyata hanya karena banyak binatang buas yang bertubuh
lebih besar dari biasanya. Itu sebabnya, aku ingin melihat apa sebenarnya yang
membuat Hutan Larangan tidak ada yang berani memasukinya," jawab Panji, membuat
dara jelita itu membelalakkan matanya yang indah.
"Jadi kita hendak pergi ke sana...?" seru Kenanga hampir berteriak kegirangan.
Semula dara jelita itu menduga kalau kekasih nya benar-benar akan melanjutkan
perjalanan. Ternyata pemuda itu hanya ingin mengelabui Ki Samiang. Karena orang
tua itu tidak mengizinkan mereka memasuki Hutan Larangan.
"Aku tidak bisa melupakan kelelawar raksasa yang kita jumpai semalam. Menurut
dugaanku, satu-satunya yang pantas menjadi tempat tinggal makhluk itu adalah
Hutan Larangan. Aku harus bertemu dengannya untuk mengetahui secara pasti,
apakah binatang itu peliharaan seorang tokoh sakti yang bertapa dan mengasingkan
diri di dalam Huran
Larangan" Itu masih harus dibuktikan," ujar Panji menjelaskan tujuannya memasuki
Hutan Larangan yang dianggap tempat suci oleh Ki Samiang serta penduduk desanya.
Tapi tidak bagi Panji dan Kenanga, dan tokoh-tokoh persilatan lainnya.
Panji sengaja mengambil jalan memutar untuk menghilangkan kecurigaan Ki Samiang, yang mungkin
mengirimkan orang untuk mengikuti perjalanannya. Dengan mengambil jalan sebelah
barat Desa Larang, itu sudah cukup untuk mengelabui Ki Samiang dan warga
desanya. Pasangan pendekar muda itu mengerahkan ilmu lari cepatnya, setelah
cukup jauh meninggalkan Desa Larang. Kemudian kembali berputar menuju Hutan
Larangan. Bagi tokoh berkepandaian tinggi seperti Panji dan Kenanga, perjalanan jauh dapat
ditempuh dalam waktu singkat Maka, dengan menggunakan Ilmu lari cepatnya, dalam
waktu singkat saja keduanya telah tiba di tepi Hutan Larangan.
"Hm.... Tempat ini memang tampak angker dan
menyeramkan. Sepantasnya
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang hanya binatang- binatang buas langka saja yang menghuni hutan ini..?"gumam Kenanga ketika mereka
berdiri beberapa saat sebelum memasuki belantara yang cukup lebat itu.
Tanpa khawatir terhadap binatang buas dan ular berbisa, kedua orang muda itu
bergerak merambah Hutan Larangan.
Sebagai orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, tidak sukar bagi mereka
untuk melakukan perjalanan ini. Dan racun binatang berbisa pun tidak membuat
mereka gentar. Sebab Panji mempunyai obat pemunah racun yang paling ganas
sekalipun. Sehingga perjalanan dapat mereka lakukan dengan cepat
"Hhh.... Kiranya hanya begini saja hutan yang dianggap suci dan keramat oleh Ki
Samiang dai warga desanya.
Rasanya tidak ada yang perlu ditakuti kecuali jalan yang sangat sulit bagi
orang-orang biasa," gumam Kenanga setelah merambah semakin jauh tidak lagi
merasakan keangkeran
Hutan Larangan. Karena menurutnya memang tidak ada yang harus ditakuti.
"Sebentar, Kenanga..." Tiba-tiba Panji menahan gerak langkahnya sambil menyentuh
bahu kekasihnya. Pendekar Naga Putih mendengar suara jeritan yang samar-samar
ditangkap indera pendengarannya.
"Ada apa, Kakang...?" tanya Kenanga seraya menoleh ke kiri dan kanan.
"Kita ambil jalan menuju arah barat.."," ujar Panji segera mengajak kekasihnya
menuju ke barat Meski dengan wajah dipenuhi tanda-tanya, Kenanga tidak
membantah. Gadis itu tahu kalau kekasihnya mungkin menangkap suara yang belum
dapat didengarnya, karena masih terlalu jauh dara jangkauan indera
pendengarannya.
Setelah cukup lama mereka berlari menerobos semak
belukar, baru dara jelita Itu bisa menangkap suara jerit kesakitan, maski masih
agak samar. Sedang bagi Panji sudah semakin jelas terdengar.
Tidak berapa lama kemudian, tibalah mereka di tempat Ki Kaliga menjalani
siksaan. Pemandangan itu membuat Kenanga mengalihkan pandangannya. Sebab di
sebuah dahan pohon tampak sesosok lelaki tengah tergantung dengan tubuh polos,
tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
"Ihhh...!"
Kenanga bergerak menjauhi tubuh Ki Kaliga yang
tergantung di atas cabang pohon besar itu. Sedangkan Panji bertindak cepat
Dilepaskannya lilitan tambang pada sebatang pohon yang berhubungan langsung
dengan tambang yang melilit tubuh Ki Kaliga. Kemudian diturunkannya lelaki yang
malang itu dengan perlahan-lahan.
'Terima kasih, Kisanak...," desis Ki Kaliga sambil menggaruk sekujur tubuhnya.
"Jangan lakukan itu, Ki. Aku mempunyai minyak gosok yang dapat
mengurangi penderitaanmu...," ujar Panji
mencegah perbuatan lelaki tua bertubuh gagah Itu.
Lalu Panji mengeluarkan minyak dalam sebuah botol kecil.
Kemudian dioleskannya ke sekujur tubuh Ki Kaliga yang berbintil-bintil karena
gigitan semut merah.
Bukan main gembiranya hari lelaki gagah itu ketika merasakan minyak yang
dioleskan pemudi itu sanggup menghilangkan rasa panas dan gatal hanya dalam
beberapa saat saja. Tanpa malu-malu lagi, diterimanya sepasang pakaian yang
diulurkan Panji. Meskipun agak kekecilan, namun ternyata cukup pantas untuk
dikenakan Ki Kaliga.
"Kau pasti Ki Kaliga, orang kepercayaan Ki Samiang yang menjadi Kepala Keamanan
Desa Larang, bukan?" terka Panji tanpa ragu.
Sebelumnya, pemuda itu memang telah
mendapat penjelasan dari Ki Samiang tentang ciri-ciri Ki Kaliga, pada waktu Panji
menginap di tempat' kediaman kepala desa itu.
"Bagaimana kau bisa menebak dengan tepat, Anak Muda.
Siapa kau sebenarnya, dan mengapa berani memasuki Hutan Larangan ini?" tanya Ki
Kaliga heran. Karena dirinya merasa belum pernah berjumpa dengan pemuda tampan
berjubah putih itu.
"Namaku Panji, Ki. Dan kedatanganku ke hutan ini untuk melakukan penyelidikan
tentang sesuatu yang ingin kuketahui secara pasti. Aku mendapat keterangan dari
Ki Samiang tentang ciri-ciri orang kepercayaannya yang diculik lima orang asing.
Sekarang ke mana perginya kelima orang itu" Apa sebenarnya
yang mereka kehendaki...?"
ucap Panji menanyakan perihal lima orang asing yang menculik lelaki itu.
"Mereka terus masuk ke dalam hutan untuk mencari Goa Larangan. Aku berkeras
tidak mau menunjukkan di mana letak Goa Larangan. Sehingga mereka menyiksaku
sedemikian rupa.
Lalu meninggalkanku tergantung di cabang pohon yang banyak dihuni semut-semut
merah. Hm.... Biar nampai mati pun mereka tidak akan menemukan tempat itu.
Karena yang dinamakan Goa Larangan adalah sebuah sumur tua yang lebar dan dalam.
Kalau mereka mencari goa di dalam hutan ini, jelas tidak ada...," jawab Ki
Kaliga yang tanpa sadar menceritakan semua itu pada Panji yang belum begitu
dikenalnya. Entah karena rasa gembira atau pemuda itu mengenal baik Ki Samiang, sehingga Ki
Kaliga langsung saja menerangkan tentang Goa Larangan secara jelas pada pemuda
itu. "Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya" Apakah hendak menyusul kelima
orang itu atau kembali ke desa?"
tanya Panji mengalihkan perhatian Ki Kaliga agar lupa dengan apa yang baru saja
diceritakannya.
"Hm.... Untuk kembali seorang diri rasanya sama dengan bunuh diri. Jika tidak
dimangsa harimau atau binatang buas lainnya, mungkin terkena patukan ular
berbisa. Hhh.... Kalian sendiri hendak berbuat apa di hutan ini" Biarlah aku
ikut dengan kalian saja," jawab Ki Kaliga yang merasa serba salah.
Lelaki itu tidak mungkin dapat keluar dengan selamat dari hutan itu. Karena
banyak binatang binatang berbisa dan binatang buas yang mungkfl akan dijumpainya
di tengah jalan.
Maka dengan sangat terpaksa lelaki itu mengambil keputusan untuk ikut dengan dua
orang muda itu.
"Kami hendak mencari Goa Larangan. Apakah Ki Kaliga tidak takut?" pancing Panji
ingin mengetahui tanggapan orang tua itu tentang tujuannya. Padahal Pendekar
Naga Putih sendiri sebenarnya tidak tahu harus pergi ke mana. Karena niatnya
datang ke tempat itu hanya untuk mencari sarang kelelawar raksasa yang
membuatnya penasaran.
"Hhh.... Ada apa sebenarnya di dalam Goa Larangan itu"
Padahal sepanjang pengetahuanku tidak ada sesuatu yang berharga di dalam sumur
tua itu," gumam Ki Kaliga heran.
"Hm... Bagaimana kau tahu kalau di dalam Goa Larangan tidak terdapat apa-apa"
Bukankah belum pernah ada seorang pun yang berani memasuki goa itu?" kembali
Panji memancing.
Pendekar Naga Putih tentu hanya sekadar menduga-duga, mengingat Hutan Larangan
dianggap sebagai tempat suci dan keramat. Selain itu, ia pun merasa heran
mendengar Ki Kaliga lebih suka disiksa daripada harus memberitahukan letak Goa
Larangan pada kelima orang penculiknya.
Mendengar perkataan Panji, Ki Kaliga tampak berpikir keras. Memang, selama ini
belum pernah ada orang yang berani masuk ke dalam Goa Larangan. Sehingga, lelaki
tua itu tidak menjawab pertanyaan Panji.
"Apa sebenarnya yang kau cari di tempat terlarang itu, Anak Muda?"
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Ki Kaliga
melontarkan pertanyaan itu pada Panji. Sepasang mata lelaki tua itu meneliti
wajah pemuda tampan yang telah
menyelamatkannya. Rupanya Ki Kaliga hendak menilai sifat Panji melalui mata
pemuda tampan itu.
"Yang jelas aku tidak memerlukan harta atau benda-benda pusaka, kalau itu yang
kau maksud," jawab Panji, membuat Ki Kaliga mengerutkan keningnya tak mengerti.
Sebab hanya kedua hal itulah yang kebanyakan di ncar orang. Bahkan diperebutkan
sampai dengan taruhan nyawa.
"Lalu...?" desak Ki Kaliga ingin tahu.
"Sudah kubilang sejak tadi. Kami berdua hanya ingin membuktikan sesuatu. Kalau
kukatakan, kau pasti tidak akan percaya. Sebaiknya kita segera berangkat menuju
Hutan Larangan," ujar Panji membuat Ki Kaliga menjadi serba salah.
Namun, karena melihat wajah pemuda itu yang jelas tidak menampilkan watak jahat
atau licik. Akhirnya Ki Kaliga memberanikan diri melanggar larangan itu. Bahkan
ia bertindak sebagai penunjuk jalan bagi Panji dan Kenanga.
Setelah melewati tempat-tempat yang sukar karena banyak ditumbuhi semak belukar,
akhirnya mereka pun tiba di sebuah tanah lapang yang agak luas. Hamparan rumput
hijau membentang di hadapan mereka. Tapi langkah Ki Kaliga tertunda ketika di
depannya terlihat lima sosok tubuh berdiri tegak seolah sengaja menunggu
kedatangan ketiga orang itu.
"He hehe....! Ternyata nasibmu masih baik, Ki Kaliga.
Rupanya ada orang yang berbaik hati menemukan dan
membebaskanmu," ujar lelaki bertubuh kurus dengan sepasang mata cekung ke dalam.
Sehingga kedua tulang pipinya tampak menonjol. Siapa lagi orang itu kalau bukan
Ki Gontang. Panji yang melihat kelima orang bertampang kasar itu berdiri menghadang jalan,
terus saja melangkah maju, dan baru menghentikan langkahnya dalam jarak satu
tombak. Terlihat sepasang mata pemuda tampan itu meneliti sebuah lambang yang tertera di
bagian dari pakaian mereka.
"Hm.... Rupanya kalian orang-orang Partai Tapak Darah...,"
ujar Panji yang langsung mengenali asal kelima lelaki kasar itu. Tidak sulit
untuk mengetahuinya. Lambang itu memang merupakan tanda pengenal bagi orang-
orang Partai Tapak Darah yang namanya cukup disegani kawan maupun lawan.
Partai itu memiliki banyak tokoh-tokoh ternama.
"Bagus kalau kau sudah mengenal kami, Anak Muda.
Sekarang kau boleh pergi dari sini. Tinggalkan lelaki keras kepala dan dara
jelita itu untuk kami...," ujar Gumantara yang separo kepalanya botak dengan
wajah bopeng seperti bekas cacar.
Panji yang telah banyak mendengar Partai Tapak Darah bukan termasuk golongan
baik-baik, tentu saja tidak ingin mengalah. Dipandanginya kelima sosok
bertampang kasar itu satu persatu. Kemudian terdengar suaranya yang lantang dan
jelas. "Aku tidak peduli siapa kalian. Ada baiknya jika kalian segera angkat kaki dari
tempat ini. Hutan suci ini tidak pantas di njak-injak oleh orang-orang kotor
seperti kalian. Nah! Apa lagi yang kalian tunggu...?" ujar Panji dengan sikap
tenang membuat kelima orang lelaki kasar itu seperti tak percaya mendengarnya.
Bahkan Ki Kaliga sendiri pucat wajahnya. Tidak pernah disangkanya kalau pemuda
tampan bertubuh sedang itu tidak merasa gentar. Padahal, Ki Kaliga bukan
tandingan salah seorang dari kelima tokoh Partai Tapak Darah itu.
"Hm...."
Kambala yang bertubuh sekokoh batu karang, bertindak maju menghampiri Panji.
Keduanya berdiri berhadapan dalam jarak setengah tombak. Tubuh Pendekar Naga
Putih hanya setinggi telinga Kambala, karena tubuh lelaki itu memang tergolong
tinggi besar, bahkan paling tinggi di antara saudara-saudara seperguruannya.
Panji tidak menampakkan perasaan apa pun Ketenangan sikap pemuda tampan berjubah
putih itu membuat Kambala merasa tidak sabar ingin segera meremas tubuh pemuda
di hadapannya itu. Tapi, sampai beberapa saat lamanya, kedua orang itu masih
tetap saling berhadapan dengan sorot mata tajam. Tak satu pun dari keduanya
tampak memulai gerakan.
Mereka sama-sama bisu seperti patung batu.
-odwo- 7 "Heaaah...!"
Tiba-tiba Kambala membentak keras! Sepasang lengannya yang besar terulur hendak
mencekal kedua bahu Pendekar Naga Putih. Tapi, pemuda itu tampak tidak berusaha
mengelak, sehingga Kambala
menyunggingkan senyum
mengejek di bibirnya.
Tapi... Kreppp! "Aaah..."!"
Kambala yang mengerahkan tenaganya hendak mengangkat dan membanting tubuh Pendekar Naga Putih, terkejut bukan main!
Meskipun seluruh kekuatannya telah dikerahkan, tetap saja tubuh Panji tidak
mampu diangkatnya.
"Apa yang kau lakukan, Orang Kuat" Jika hendak memijati tubuhku, jangan begini
caranya. Kau harus tahu bagaimana cara memijat yang baik...," ujar Panji yang
telah mengerahkan tenaga simpanannya untuk memberatkan tubuhnya menjadi
berlipat-lipat "Setan...!"
Sadar kalau dirinya telah dipermainkan, Kambala menjadi murka. Ditariknya kedua
tangan yard semula mencengkeram bahu Panji. Kemudian dia melakukan serangan
menjepit kepala pemuda itu dengan tepukan telapak tangan yang dibenturkan ke
kedua sisi kepala Pendekar Naga Putih.
"Yeaaa....!"
Plakkk! Begitu sepasang telapak tangan Kambala meluncur datang, Panji merendahkan
tubuhnya. Sehingga, lelaki kekar itu
seperti orang yang bertepuk tangan seorang diri. Tentu saja gerakan itu membuat
telapak tangannya terasa pedas bukan main.
"Keparat! Kuremukkan kepalamu...!"
Kemurkaan Kambala rupanya sudah naik ke ubun-ubun. Ia menerjang kalang-kabut
tanpa peduli lagi dengan keselamatan dirinya. Sehingga....
Desss! "Aughhh...!"
Sebuah tendangan keras, telak menghajar dada Kambala yang terlalu bernafsu dalam
melancarkan serangan. Sehingga, lelaki kekar itu kecolongan! Tubuhnya terhuyung
mundur, dan pada sudut bibirnya terlihat cairan berwarna merah.
Melihat kenyataan itu, Ki Gontang dan yang lain-lainnya sadar kalau pemuda itu
tidak bisa dipandang ringan. Bahkan jelas merupakan lawan yang cukup berat
Terbukti dapat mempermainkan Kambala yang kepandaiannya tidak berselisih jauh
dengan yang lainnya. Maka, mereka langsung maju bersama-sama menghadapi pemuda
itu. Bahkan masing-masing telah menggenggam sebatang pedang.
"Biar aku bermain-main
dengan mereka sebentar, Kenanga...," ujar Panji ketika melihat kekasihnya bersiap hendak masuk ke dalam
arena pertarungan. Sehingga, dara jelita itu menahan geraknya dan berdiri di
tempat semula. Sementara itu, Pendekar Naga Putih telah dikelilingi lima orang lawannya.
Meskipun demikian, pemuda itu kelihatan tetap tenang. Sehingga membuat Ki Kaliga
bertanya-tanya siapa sebenarnya pemuda tampan berjubah putih itu"
Mengapa dia kelihatan demikian
tenang menghadapi keroyokan lima tokoh sakti"
Jawabannya pun segera muncul ketika Panji mengerahkan Tenaga Sakti Gerhana
Bulan'nya. Lapisan kabut bersinar putih,
keperakan yang menyelimuti tubuh Panji membuat dirinya dikenali.
"Pendekar Naga Putih..."!"
Seruan ribut itu berasal dari lima tokoh Partai Tapak Darah.
Tampak mereka sangat terkejut setelah mengetahui siapa sebenarnya pemuda tampan
yang menjadi lawan mereka. Ada bayang ke-gentaran di wajah mereka masing-masing.
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun, mencoba untuk ditutupi dengan sikap angkuh.
Ki Kaliga pun tidak kalah terkejutnya ketika mendengar julukan Pendekar Naga
Pulih disebut Sebuah julukan yang tidak asing di telinganya. Karena lelaki gagah
itu salah seorang pengagum pendekar muda itu. Sukar dibayangkan, betapa
gembiranya hati Ki Kaliga saat itu. Selain dirinya telah diselamatkan oleh
pendekar yang selama ini dikaguminya, dia juga telah mengantarkan Pendekar Naga
Putih yang hendak mencari Goa Larangan. Tentu saja setelah mengetahui siapa
pemuda itu, Ki Kaliga akan mengantarkannya dengan senang hati.
Jika tadi Ki Kaliga memandang keheranan saat Panji mempermainkan Kambala, kini
sinar mata lelaki tua itu bersinar-sinar penuh kegembiraan, karena bisa
menyaksikan ilmu andalan yang dimiliki Pendekar Naga Putih. Bukan main senangnya
hati Ki Kaliga membayangkan betapa sebentar lagi dia akan menyaksikan ilmu
andalan pendekar muda yang selama ini hanya didengarnya melalui mulut orang
lain. Sementara itu, Pendekar Naga Putih sudah membentuk kuda-kuda ketika lima tokoh
Partai. Tapak Darah mulai bergerak
berganti-ganti kedudukan Agaknya setelah mengetahui siapa lawannya,
kelima tokoh sesat
itu mengandalkan ilmu gabungan yang dapat dimainkan oleh empat orang atau lebih.
"Haaat..!'
Gontang yang menjadi pimpinan keempat kawannya
berteriak nyaring. Tubuhnya meluncur cepat dengan sabetan yang berdesing tajam.
Bettt..! Panji menggeser tubuhnya dengan kedudukan miring.
Sehingga sabetan pedang lawan lewat di samping tubuhnya.
Tapi, sebelum pemuda itu melontarkan serangan balasan, pedang di tangan lawannya
sudah berputar balik dengan gerakan menusuk. Bahkan seorang lawannya yang lain
ikut membarengi dengan sambaran pedang yang mengancam
lambung pemuda itu.
"Haii t..!"
Panji yang menyadari dirinya akan terjepit jika tetap di tempat semula, segera
berseru keras sambil melesat ke udara.
Dari atas, tangannya bergerak menampar batok kepala Ki Gontang yang berada di
bawahnya. Lelaki bertubuh kurus dengan sepasang mata cekung itu ternyata mampu bertindak
cepat Tamparan telapak tangan Panji luput karena kuda-kudanya telah direndahkan
seraya membuang kepalanya ke belakang. Pada saat itu juga, dua buah sinar pedang
meluncur datang mengancam tubuh
Pendekar Naga Putih! Padahal saat itu Panji masih berada di udara.
Tapi Panji adalah pemuda gemblengan yang telah terlatih baik. Keadaan sulit itu
dapat diatasinya dengan tenang.
Meskipun masih berada di udara, sepasang tangannya bergerak terkembang memapaki
serangan kedua pedang lawan.
Plak! Plak! "Ahhh..."!"
Kedua lawannya memekik kaget ketika pedang mereka
melenceng, sedangkan tangan mereka terasa dingin hampir
membeku. Sehingga untuk beberapa saat lamanya, tangan itu belum dapat digunakan
untuk menyerang.
Panji bukan tidak mengetahuinya, tapi pemuda itu lebih memperhatikan lawan yang
berada di belakangnya. Sebab, pada saat tubuhnya meluncur turun, pedang lawan
sudah siap menyambut luncuran tubuhnya. Tentu saja Pendekar Naga Putih telah
mempersiapkan dengan baik cara mengatasi bahaya itu. Cepat kedua kakinya
berputar sebelum menyentuh tanah. Satu menendang pergelangan tangan lawan yang
memegang pedang, sedang yang lain meluncur ke dada lawan dengan mempergunakan
tumit Plakkk! Buggg! "Hukkkh...!"
Tanpa ampun lagi, tubuh orang itu langsung terlempar ke belakang terkena
tendangan keras yang telak menghantam dadanya. Darah segar me-netes dari sudut
bibirnya, pertanda tendangan Panji telah membuat lawannya terluka dalam.
"Haii t..!"
"Aaat..!"
Kembali kedua lawannya menerjang maju begitu Panji menjejakkan kakinya ke tanah.
Diam-diam Pendekar Naga Putih kagum melihat kehebatan ilmu gabungan lawan. Tapi
bukan berarti kalau Panji kewalahan. Sama sekali tidak.
Bahkan serangan yang datang cepat saat tubuhnya baru menjejak tanah, dapat
dihalaunya dengan kibasan kedua lengan yang membuat tubuh lawan terhuyung.
Kemudian, Panji masih sempat memberikan sebuah hantaman ke tubuh Kambala.
Desss...! Lagi-lagi Kambala harus merasakan kerasnya kepalan pemuda itu. Iganya yang
terkena kepalan tangan Pendekar Naga Putih, membuat tubuh lelaki kekar itu tidak
sanggup lagi mempertahankan kuda-kudanya. Akibatnya, tubuh kekar itu terbanting ke tanah
dengan suara berdebuk keras.
Sedangkan saat itu, Pendekar Naga Putih sudah menerjang maju ke arah dua orang
lainnya yang tengah melesat maju dengan putaran pedang yangberdesingan. Tapi...
Bresssh! "Aaa...!"
Kedua pengeroyok itu memekik ngeri ketika dorongan sepasang telapak tangan Panji
membuat tubuh mereka terpental laksana terhantam angin ribut Sehingga tanpa
dapat dicegah lagi, tubuh mereka jatuh terguling-guling.
"Aaat..!"
Lelaki berwajah bopeng yang bernama Gumantara rupanya merasa penasaran, maka
ketika Panji baru saja melontarkan serangan ke arah dua orang kawannya,
Gumantara memanfaatkan kesempatan itu untuk membabatkan senjatanya ke tengkuk lawan.
Panji yang menangkap ada suara berdesing di belakangnya, langsung membalikkan tubuh dengan cara berjungkir balik ke udara.
Whuuut..! Tusukan pedang Gumantara meluncur pesat di bawah
lawan. Sedangkan Panji yang berada di atas, enak saja menggedorkan telapak
tangan kanannya ke punggung lelaki berwajah bopeng itu.
Beggg! "Ughhh...!"
Gumantara langsung tersungkur mencium tanah. Dan
sebelum sempat dia melompat bangkit, Panji telah mengirimkan sebuah tamparan ke pelipis lawan.
Plarrr...! Akibatnya sudah bisa dibayangkan, tubuh Gumantara
berputar bagai sebuah gasing. Kemudian ambruk ke tanah dengan nyawa yang telah
pindah ke alam baka. Tamparan Panji telah menyebabkan tengkorak kepalanya retak!
Kematian Gumantara membuat Ki Gontang menjadi murka.
Tanpa perhitungan yang masak, langsung saja dia melesat sambil menusukkan ujung
pedangnya tepat menuju jantung Pendekar Naga Putih. Tapi....
Plak! Derrr...!
Panji yang malah bergerak maju menyambut datangnya luncuran tubuh lawan, membuat
Ki Gontang kaget. Hal itu sama sekali tidak disangkanya. Sehingga tebasan bilah
pedangnya berhasil ditepiskan Panji yang bersamaan dengan itu mengirimkan
hantaman telapak tangan ke dada lawan.
Tubuh Ki Gontang pun terlempar bagai daun kering yang diterbangkan angin.
Kemudian ambruk ke tanah. Darah segar meleleh keluar membasahi bumi. Nyawa Ki
Gontang pun melayang dengan tulang dada hancur terkena hantaman Pendekar Naga
Putih. "Haaat..!"
Seperti sebuah baling-baling, tubuh Pendekar Naga Putih berputaran di udara
menghampiri Kambala dan seorang rekannya.
Blarrr...! Kali ini tidak ada ampun lagi bagi kedua orang itu. Pukulan jarak jauh Panji
membuat tubuh mereka bagai disentakkan sebuah kekuatan raksasa. Sehingga mreka
langsung tewas dengan tulang dada melesak ke dalam.
Lawan Panji yang tinggal seorang rupanya takut menerima kematian. Lelaki itu
segera melempar pedangnya dan berlutut minta ampun.
"Ampun, Pendekar Naga Putih! Aku belum ingin mati...,"
ratap lelaki bertubuh sedang itu
"Hm...."
Panji hanya mendengus mendengar ratapan lelaki itu.
Sebenarnya Pendekar Naga Putih benci dengan lelaki cengeng seperti itu. Tapi,
karena ada yang ingin diketahui, maka Panji tidak menghabisi lelaki itu.
"Coba katakan, apa yang kalian cari di tempat ini" Mengapa ingin mencari Goa
Larangan" Jawab sejujurnya! Kalau tidak, aku akan mengirimmu ke neraka untuk
menemani kawan-kawanmu...," ujar Panji mengancam.
"Kedatangan kami ke tempat ini untuk mencari kitab pusaka Partai Tapak Darah.
Pimpinan mengutus kami untuk mencarinya di sebuah tempat yang bernama Goa
Larangan. Tapi kami tidak berhasil menemukannya di dalam hutan ini,"
jawab lelaki bertubuh sedang yang Panji tahu berkata jujur.
"Hm.... Siapa yang menyimpan kitab pusaka partaimu di Goa Larangan?" tanya Panji
lagi, merasa tertarik dengan jawaban orang itu.
"Seseorang telah mencurinya Dan kami ditugaskan untuk mengambil kembali pusaka
itu sekaligus membawa pencurinya untuk dihukum," jelas lelaki itu dengan suara
yang mulai tenang. Tampaknya pembicaraan itu membuatnya rupa kalau mereka adalah
musuh. "Hm.... Paman, coba tunjukkan padaku di mana Goa Larangan itu?" tanya Panji
seraya melemparkan pandang ke wajah Ki Kaliga yang duduk termenung memikirkan
semua kejadian yang baru dialaminya. Mendengar dirinya dipanggil,
Ki Kaliga langsung menoleh dan bergegas menghampiri Pendekar Naga Putih.
"Ada apa, Panji...?" tanya lelaki tua yang tubuhnya masih terlihat gagah itu.
Wajah Ki Kaliga tampak cerah, seolah merasa bangga kalau pendekar muda itu
memerlukan bantuannya. Perubahan sikap Ki Kaliga itu tentu saja setelah
mengetahui siapa sebenarnya pemuda tampan berjubah putih itu.
"Antarkan kami ke Goa Larangan...," pinta Panji yang membuat Ki Kaliga bergegas
melangkah tanpa membantah.
Tapi ketika ekor matanya menangkap bayangan tokoh
Partai Tapak Darah yang ingin ikut, Ki Kaliga tampak bimbang.
"Biarlah dia ikut bersama kita, Paman. Karena dia juga mempunyai kepentingan
dengan Goa Larangan," ujar Panji mencoba bersikap adil setelah mendengar
penuturan tokoh Partai Tapak Darah. Tapi tentu saja dia akan melihat lebih dulu.
Karena bisa saja orang-orang Partai Tapak Darah mengaku-ngaku agar bisa mencuri
kitab yang berada di Goa Larangan.
Maka berangkatlah Ki Kalinga. Kenanga, Panji dan tokoh Partai Tapak Darah itu
menuju Goa Larangan.
-odwo- 8 Tidak berapa lama kemudian, setelah melewati jalan yang berbelok-belok, tibalah
mereka di dekat sebatang pohon raksasa yang tingginya sekitar lima atau enam
belas tombak Tidak jauh dari pohon raksasa itu ada sebuah lubang sumur yang
cukup lebar. Anehnya, meskipun sumur itu berada di dalam sebuah hutan yang cukup
subur, tapi dindingnya batu
padas yang keras. Sedangkan lubangnya dapat dimasuki kira-kira dua orang.
"Inikah yang dinamakan Goa Larangan, Paman...?" tanya Panji yang jika mencari
sendiri pasti tidak akan dapat menemukannya seperti juga orang-orang Partai
Tapak Darah. Karena yang dimaksud goa adalah sebuah sumur tua, yang mungkin telah berusia
ratusan tahun. "Benar, Panji. Sumur tua inilah yang bernama Goa Larangan. Leluhur kami yang
menamakannya," jawab Ki Kaliga tegas tanpa keraguan sedikit pun.
"Nah, Juntala. Inilah Goa Larangan. Lakukan apa yang menjadi keinginanmu...,"
ujar Panji pada tokoh Partai Tapak Darah yang memperkenalkan diri dengan nama
Juntala. Melihat sumur tua yang tadi telah ditemukan bersama saudara-saudara
seperguruannya, Juntai tampak bingung.
Lelaki itu tidak menyangka kalau sumur tua itulah yang dinamakan Goa Larangan.
Mengenai apa sebabnya sumur itu dinamakan demikian, tak seorang pun yang
mengetahuinya, termasuk Ki Kaliga.
"Kau tidak ingin mengetahui dasar sumur ini"' tanya Panji ketika melihat Juntala
hanya termenung di bibir sumur.
"Aku memang harus melihat dan meneliti sampai ke dasarnya," sahut Juntala
tersentak dari lamunannya.
Lelaki itu segera bersiap hendak menuruni sumur itu karena merasa memikul
tanggung jawab penuh untuk dapat
menemukan kitab partainya.
"Hukuman apa yang menantimu bila kau kembali dengan tangan hampa, Juntala...?"
tanya Panji yang mengetahui kalau partai-partai besar beraliran hitam selalu
memberi hukuman bagi setiap muridnya yang gagal melaksanakan tugas.
Kemungkinan besar Partai Tapak Darah pun demikian.
"Mungkin hukuman gantung. Tapi, ketua kami menekankan agar tidak usah kembali
jika gagal...," jawab Juntala yang sikapnya tidak gelisah lagi. Sebab lelaki itu
percaya penuh akan kebersihan hati Pendekar Naga Putih.
Panji meninggalkan Juntala yang sudah menuruni sumur setelah menjatuhkan batu
terlebih dahulu. Ketika mengetahui kalau sumur tua itu tidak begitu dalam, tokoh
Partai Tapak Darah itu langsung melayang turun tanpa ragu. Tangannya bergerak
menapak ke kiri dan kanan dinding sumur sebagai penahan daya luncur tubuhnya.
Sehingga, lelaki bertubuh sedang itu dapat mendarat dengan baik di dalam sumur.
"Bagaimana ini, Kakang" Mana mungkin kelelawar raksasa itu tinggal di dalam
sumur" Kemungkinan besar dugaanmu keliru. Makhluk itu pasti tidak tinggal di
hutan ini...," ujar Kenanga yang merasa kecewa setelah melihat apa yang
dinamakan Goa Larangan. Karena lubang sumur itu tidak mungkin dapat dilewati
kelelawar raksasa yang memiliki sepasang sayap lebar.
"Hm.... Aku pun agak bingung. Satu-satunya dugaanku hanya Hutan Larangan ini.
Karena hampir tidak pernah dijamah manusia. Jika makhluk Itu tinggal di tempat
lain rasanya akan mudah ditemukan orang. Dan sudah pasti akan banyak diburu
orang...," jawab Panji yang sepertinya masih tetap yakin kalau kelelawar raksasa
itu tinggal di daerah Hutan Larangan. Hanya saja belum bisa diketahui letaknya
secara pasti. "Aaa...!"
Pembicaraan Panji dan Kenanga terputus. Suara jeritan yang menyayat itu berasal
dari dalam sumur. Siapa lagi yang mengeluarkan Jerit kematian itu kalau bukan
Juntala. Sebab, hanya tokoh Parfi Tapak Darah itulah yang berada di dasar sumur
"Celaka! Jangan-jangan arwah leluhur kini murka, Pendekar Naga Putih. Kalau
sampai itu terjadi, malapetaka akan menggilas Desa Larang! Sudah kubilang kalau
tempat ini adalah tempat keramat yang tidak boleh didatangi sembarang oranga dan
sembarang waktu...."
Wajah Ki Kaliga terlihat pucat setelah mendengar jerit kematian Juntala.
Ingatannya kembali pada kepercayaan yang dianutnya. Sehingga mengira kematian
Juntala disebabkan tokoh itu telah berbuat kurang ajar dengan menginjakkan
kakinya di tempat suci.
'Tenanglah, Paman. Semua itu hanya khayalan. Aku akari melihat ke dasar sumur,
untuk memastikan apakah Juntala sudah tewas atau hanya terkena sengatan binatang
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbisa...," ujar Panji menenangkan Ki Kaliga yang kelihatan sangat ketakutan.
"Ki Apakah tidak ada jalan tembus yang berhubungan dengan sumur ini...?" tanya
Kenanga tiba-tiba. Tapi, dara jelita itu menjadi kecewa ketika melihat gelengan
kepala Ki Kaliga.
Saat itu Panji sudah bersiap untuk turun ke dasar sumur.
Terlebih dahulu Panji mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' untuk berjaga-
jaga bila ada bahaya yang mungkin menantinya di bawah sana.
"Memang sebaiknya kita periksa saja tempat
Itu, Kakang...."
Kenanga rupanya hendak ikut masuk ke dalam Goa
Larangan. Panji tidak mencegah, karena baik di dalam sumur atau di luar, sama
bahayanya. Maka, pemuda itu tidak berusaha melarang kekasihnya yang ingin ikut
turun ke dasar Goa Larangan.
Sementara itu Ki Kaliga sudah duduk bersemadi dengan mulut komat-kamit tak
karuan. Entah apa yang diucapkannya, tidak begitu jelas terdengar. Karena lebih
mirip orang yang sedang mengomel.
Setelah mempersiapkan tenaganya, Panji pun meluncur turun dengan ringannya.
Tidak sulit bagi pemuda itu untuk riba di dasar sumur dengan selamat Beberapa
saat kemudian, kedua kakinya sudah menjejak tanah keras yang menjadi dasar Goa
Larangan. Yang membuat Panji terkejut di hadapannya ada sebuah lubang besar yang
menyerupai mulut goa. Mungkin itulah yang dinamakan Goa Larangan.
Sedangkan sumur tua itu hanya merupakan pintu masuk menuju tempat keramat itu.
Beberapa saat setelah Panji tiba di dasar sumur, Kenanga meluncur datang dan
langsung mendarat di sebelah kanan kekasihnya. Sepasang mata bulat dara jelita
itu tampak terbelalak melihat ada sebuah lubang goa di sebelah kanan dinding
sumur. "Kalau begitu, orang yang menamakan tempat ini sebagai Goa Larangan tidak salah,
kakang. Tentu inilah yang dimaksud Goa Larangan yanfl sesungguhnya. Sedangkan
sumur tua ini hanya merupakan pintu masuk...," gumam Kenanga dengan suara
perlahan. "Hm.... Mungkin semakin ke dalam akan bertambah luas.
Jadi kemungkinan besar kelelawar raksasa itu bersarang di dalam Goa Larangan
ini...," ujar Panji perlahan sambil bergerak maju.
"Tapi, bagaimana mungkin kelelawar raksasa itu dapat masuk melalui sumur yang
jelas tidak akan bisa dilewatinya.
Karena sayap kelelawar itu sangat lebar."
Kenanga masih belum percaya jika kelelawar raksasa itu bersarang di dalam goa di
dasar sumur ini.
'Tenanglah. Yang penting kita harus tetap waspada. Sebab, kematian Juntala
mungkin karena serangan gelap yang tidak sempat dielakkannya," bisik Panji
seraya bergerak maju perlahan-lahan merapat ke dinding goa.
Kenanga berada di belakang Panji. Dara jelita itu pun bergerak maju dengan
merapatkan tubuh pada dinding goa.
Sehingga, mereka tidak akan terjebak bila ada lubang-lubang yang mungkin banyak
terdapat di dalam goa yang gelap itu.
Setelah cukup lama berjalan, tibalah mereka di sebuah tempat yang agak terang.
Kagum bukan main hati Panji dan Kenanga ketika mengetahui dari mana asal cahaya
yang menerangi tempat itu.
"Emas...!" bisik Panji seraya meraba dinding goa di sekitar ruangan itu. Memang
tidak salah, dinding goa di ruangan itu dilapisi emas'.
Kenanga pun terpaku sesaat ketika memastikan kalau dinding goa di bagian itu
memang dilapisi emas murni. Tapi, karena keduanya tidak terlalu tertarik dengan
harta, maka hal itu tidak membuat mereka lupa daratan dan lengah.
"Aihhh...!"
Panji menarik mundur kakinya ketika merasa menginjak sesuatu. Dan ketika pemuda
itu menengok ke bawah kakinya, dilihatnya tubuh Juntala yang telah menjadi mayat
"Dia tewas keracunan...! Mungkin sewaktu melihat dinding ruangan goa ini terbuat
dari emas, Juntala menjadi lupa daratan dan lengah. Akibatnya, dia tidak sempat
menghindar dari sengatan binatang berbisa yang hidup di dalam goa ini,"
ujar Panji, menduga-duga.
"Kita terus saja, Kakang...," usul Kenanga tanpa berniat untuk mengambil emas di
dinding goa itu.
"Baik...," sahut Panji terus melangkah maju dengan penuh kewaspadaan.
Baru saja kaki kanan Pendekar Naga Putih bergerak
melewati ruangan goa yang dindingnya berlapis emas murni, tiba-tiba....
"Ceeet... Ceeet..!"
Puluhan ekor kelelawar beterbangan keluar. Rupanya mereka merasa terganggu
dengan kedatangan kedua orang itu. Sehingga, suasana menjadi gaduh. Panji
terpaksa mengibaskan lengannya ke kiri dan kanan memukul runtuh binatang-
binatang itu. Sebab, binatang yang kalap itu terbang serabutan menabrak apa saja
yang ada di depannya.
Termasuk tubuh dan wajah kedua pendekar muda itu.
Akibatnya, puluhan ekor kelelawar menggeletak jadi bangkai.
Setelah melewati sarang kelelawar, Panji dan Kenanga tiba di sebuah ruangan
besar yang mirip bagian dalam rumah.
Bedanya, dinding ruangan goa yang luas itu terbuat dari batu padas yang sangat
keras. "Hm.... Tempat ini terang karena ada kayu api di setiap sudut ruangan. Jelas,
tempat ini ada pemiliknya...," gumam Panji
semakin waspada dan meningkatkan indera pendengarannya.
"Sungguh hebat sekali Akhirnya kalian sampai juga di tempat ini...."
Tiba-tiba terdengar sebuah suara parau yang membuat Panji dan Kenanga menoleh ke
sekeliling ruangan itu.
Pasangan pendekar muda itu melangkah mundur dua tindak, ketika melihat sesosok
bayangan kelelawar raksasa tergambar di dekat ruangan sebeiah depan. Panji
segera dapat menebak, sosok yang menyerupai kelelawar raksasa itu tengah
merapatkan tubuhnya ke dinding. Sehingga menimbulkan bayang-bayang besar dan
menakutkan. "Hm.... Sejak semula aku memang sudah merasa curiga.
Ternyata dugaanku tidak meleset Kelelawar raksasa itu bukan binatang sungguhan,
tapi seorang manusia berilmu tinggi yang kemungkinan besar tengah memperdalam
suatu ilmu,"
ujar Panji membuat sosok kelelawar di dinding goa itu mengeluarkan tawa yang
mirip ringkikan kuda.
"Kau benar-benar hebat dan cerdas, Pendekar Naga Putih.
Aku memang telah memperdalam suatu ilmu dan sudah
merampungkannya setahun yang lalu. Untuk semakin
memantapkannya, terutama ilmu meringankan tubuh, aku harus membuat sepasang
sayap dan keluar pada malam hari.
Karena udara malam yang dingin membuat tubuh terasa berat. Dengan begitu, ilmu
meringankan tubuhku akan semakin sempurna."
Kelelawar raksasa yang ternyata seorang manusia dan telah mengenal siapa Panji
sebenarnya, setelah mereka sempat bentrok sewaktu kelelawar raksasa itu
mendatangi Desa Larang beberapa waktu lalu, memberikan penjelasan pada pemuda
itu. Rupanya sosok itu yakin kalau Panji tidak akan membongkar rahasianya,
karena akan dibunuhnya.
"Jika begitu, ilmu yang kau pelajari berasal dari kitab milik Partai Tapak
Darah?" Panji langsung menghubungkan keterangan Juntala dengan ucapan sosok kelelawar
raksasa itu Jelas kini, pencuri kitab yang dicari Juntala itu adalah kelelawar
raksasa yang juga dicari Panji.
"Aku salah seorang tokoh partai itu, Pendekar Naga Putih.
Karena guru kami bertindak pilih kasih maka aku memutuskan untuk membawa lari
dua buah kitab miliknya. Tapi, sekarang sudah kumusnahkan setelah isinya
kupelajari dengan sempurna...," ujar kelelawar raksasa itu lagi dan kembali
memperdengarkan tawanya yang mendirikan bulu roma.
"Licik...!" umpat Panji tanpa merasa gentar kalau tokoh itu akan marah.
"Sekarang tibalah saat kematianmu, Pendekar Naga Putih!
Ayo, ikut aku..."
Setelah berkata demikian, sosok kelelawar raksasa itu lenyap. Sementara Panji
dan Kenanga yang tidak ingin kehilangan buruannya, bergegas menyusul.
Pada sebuah ruangan yang sempit dan berbelok, tiba-tiba kelelawar raksasa itu
melayang naik Kemudian lenyap entah ke mana.
"Ikuti aku, Pendekar Naga Putih...," terdengar suara berat dari atas. Rupanya
kelelawar raksasa itu tahu kalau Panji tengah kebingungan mencarinya.
Maka tanpa banyak cakap lagi, Panji bergegas melayang naik, disusul kemudian
oleh Kenanga. Bukan main herannya sepasang pendekar muda itu ketika mereka kembali ke tempat semula.
Rupanya jalan ke luar kelelawar raksasa itu adalah pohon besar yang tumbuh di
dekat sumur. Pada bagian tengah pohon itu terdapat lubang yang dijadikan jalan
bagi tokoh aneh itu.
"Bersiaplah, Pendekar Naga Putih...."
Begitu tiba di luar goa, kelelawar raksasa itu langsung menantang Panji.
Agaknya, tokoh itu sudah tidak sabar lagi untuk mencoba ilmu yang telah sekian
tahun dipelajarinya.
"Heaaat..!"
Begitu Panji bersiap, kelelawar raksasa itu segera melayang disertai serangan
yang dahsyat Werrr...! Angin berhembus keras mengiringi datangnya sambaran sayap buatan tokoh aneh itu.
Pendekar Naga Putih yang sudah menyiapkan jurus dan tenaganya, langsung bergerak
memutar sambil menghantamkan telapak tangan kanannya menyambut tamparan sayap
kelelawar raksasa itu. Panji merasa penasaran ingin mencoba sampai di mana
kekuatan tenaga dalam lawan.
Bresssh...! "Aihhh...!"
Bukan main terkejutnya tokoh yang kelelawar raksasa itu.
Benturan keras dua gelombang tenaga dalam mereka,
membuat tubuhnya terlempar mundur sejauh satu tombak lebih.
Demikian pula yang dialami Panji. Meskipun kelihatannya kekuatan mereka berimbang, tapi tetap saja
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' masih lebih unggul meskipun hanya satu tingkat
"Aaat..!"
Rupanya manusia kelalawar itu merasa ditantang setelah mengetahui kekuatannya
masih di bawah Pendekar Naga Putih. Maka kali ini tokoh aneh itu menggunakan
ilmu meringankan tubuhnya untuk menyerang.
Panji tentu saja tidak memandang rendah Ilmu meringankan tubuh lawannya. Terlebih lagi tokoh itu telah melatihnya sedemikian
rupa. Sehingga wajar saja kalau kegesitannya benar-benar sukar untuk dicari
bandingannya. Sayang, tokoh itu harus bertarung dengan Pendekar Naga Putih yang selain
mendapatkan gemblengan dari tokoh sakti, juga memiliki pengalaman tuas dalam
bertarung. Sehingga, dalam soal ilmu meringankan tubuh pun manusia kelelawar itu
tidak bisa mengunggulinya. Jelanya, tingkat kepandaian ilmu meringankan tubuh
mereka seimbang.
"Keparat' desis manusia kelelawar itu tidak senang melihat kelebihan Pendekar
Naga Putih. Maka, serangannya kini terlihat sangat ganas dan banyak menggunakan
tipu muslihat Bettt! Bettt..!
Serangkum angin keras berdesingan tajam ketika tangan yang berkuku runcing itu
datang menyambar-nyambar dengan kecepatan yang luar biasa.
"Hm...."
Pendekar Naga Putih yang sadar kalau tokoh itu mulai bangkit kegilaannya, segera
mengerahkan ilmu andalannya.
Sepasang tangannya langsung membentuk cakar naga.
Kemudian bergerak memutar saat sambaran cakar lawan datang, dan langsung
membalas dengan tidak kalah
berbahayanya. Sebentar kemudian, kedua tokoh digdaya itu telah bertarung sengit
Beberapa batang pohon yang berada di arena pertarungan, langsung bertumbangan
terlanggar angin pukulan
mereka yang ber-clutan. Benar-benar sebuah
pertarungan maut yang sangat mendebarkan.
Kenanga yang menyaksikan pertarungan hebat
itu bergegas mencari tempat perlindungan. Dara jelita Itu menarik lengan Ki Kaliga
yang saat itu masih bersemadi dengan mulut yang tak henti-hentinya berkomat-
kamit. Mereka bersembunyi agar tidak terkena angin pukulan nyasar.
Saat itu pertarungan sudah menginjak pada jurus
kesembilan puluh dua. Baik Pendekar Naga Putih maupun manusia keielawar masih
belum kelihatan ada yang terdesak.
Nampaknya kepandaian kedua tokoh itu memang hampir berimbang. Kalau pun Pendekar
Naga Putih masih lebih unggul tapi itu bukan berarti dengan mudah dapat
menundukkan lawannya. Apalagi manusia kelelawar itu merupakan tokoh kawakan.
"Heaaat..!" "Yeaaa...!"
Untuk kesekian kalinya, mereka kembali saling gempur.
Semua jurus-jurus tingkat tinggi telah mereka gunakan.
Namun, hasilnya tetap belum bisa mendesak lawan.
Saat pertarungan menginjak jurus keseratus sepuluh, Panji dan manusia kelelawar
sama-sama melenting ke udara.
Kemudian saling terjang dengan dorongan sepasang telapak tangan mereka. Maka....
Blarrr...! Bumi laksana diguncang gempa ketika dua tenaga luar biasa beradu di udara.
Akibatnya, baik tubuh Pendekar Naga
Putih maupun tubuh lawan langsung terlempar ke belakang, seperti daun kering
yang diterbangkan angin!
"Haii t..!" "Hiaaah...!"
Meskipun benturan itu sudah demikian dahsyatnya, namun kedua tokoh sakti itu
masih sanggup berputaran di udara untuk meredam daya dorong yang membuat tubuh
mereka seperti terbang. Itu pun baru dapat dilakukan setelah tiga tombak lebih
tubuh mereka terdorong.
Kedua tokoh itu kembali bergerak mendekat Panji
menyatukan pikirannya untuk memanggil keluar 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'. Dan
sebentar kemudian, muncul ah lapisan sinar kuning keemasan yang berpendar
menyelimuti bagian kanan tubuh Pendekar Naga Putih.
"Haii t..!"
Saat itu manusia kelelawar sudah kembali melunak maju dengan seluruh
kekuatannya. Pendekar Naga Putih berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang.
Kemudian bergerak maju dengan langkah diseret membuat guratan-guratan yang dalam
di tanah. Dan....
Darrr...! "Aaa...! Dorongan sepasang telapak tangan Panji yang mengandung dua unsur kekuatan gaib, berbenturan hebat dengan pukulan jarak jauh
lawan. Akibatnya, tubuh Pendekar Naga Putih melesak ke dalam tanah hampir
sebatas lutut Sedangkan tubuh lawannya terpental keras, membentur batang pohon
untuk kemudian ambruk ke tanah dalam
keadaan hangus! Kematian manusia kelelawar Itu disebabkan oleh kekuatan 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' yang memang sangat dahsyat dan mengandung hawa panas.
"Kakang..."
Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kenanga yang sejak tadi merasa cemas akali keselamatan kekasihnya, segera
menghambur begitu melihat Panji berhasil melumpuhkan lawannya.
"Kakang...."
Dara jelita itu merangkul dan merebahkan kepalanya di dada Panji yang tampak
masih lelah. Pemuda itu mengelus rambut Kenanga dengan penuh kasih.
"Aku takut kehilanganmu, Kakang...," ucap Kenanga mengangkat kepalanya menatap
wajah Pendekar Naga Putih yang masih dibasahi peluh
"Aku pun takut kehilanganmu, Kenanga...," desah Panji berbisik di telinga dara
jelita itu. Sementara, Ki Kaliga tampak terpaku menyak sikan
pemandangan itu. Lelaki tua itu hanya dapat meneguk air liur melihat kemesraan
sepasang kekasih yang saling mencintai itu.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & Editor : De wi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Pedang Sakti Tongkat Mustika 16 Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H Sembilan Pusaka Wasiat Dewa 1