Siluman Teluk Gonggo 2
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo Bagian 2
hangat dan bau harum itu pastilah datang dari sebelah dalam lobang. Mungkin ada
makhluk penghuni di dalam sana" Tapi mengapa lobang itu tampak geiap dan seperti
buntu" Sambil terus membawa burung Nuri dalam sangkar, parlahan-lahan Sonya masuk
membungkuk-bungkuk lebih jauh ke dalam lobang. Tambah ke dalam tambah hangat
terasa udara dan bau harum semakin keras. Di sebelah atas lobang batu itu tampak
tambah meninggi hingga kalau tadi dia harus membungkuk-bungkuk, kini dia dapat
berjalan seperti blasa. Langkahnya terhenti di hadapan sebuah batu besar hitam
dan rata. Semula disangkanya dia sudah sampai di ujung lobang dan buntu. Namun
sewaktu diperhatikannya baik-baik, di samping kanan batu ditemuinya sebuah celah
sepemasukan tubuh manusia.
Sonya melangkah mendekati celah. Hati-hati dia mengulurkan kepalanya, mengintai
ke ruang di belakang batu.
Sepasang mata Sonya membesar ketika menyaksikan pemandangan yang hampir tak
dapat dipercayanya. Tepat di belakang batu hitam itu terdapet sebuah tangga
terbuat dari batu marmar putih, menurun menuju sebuah ruangan empat persegi yang
lantainya dihampari permadani merah berbunga-bunga.
Di atas permadani itu duduk seorang lelaki tua bermuka putih, berembut kelabu
menjela bahu. Di hadapannya bersila seorang perempuan berpakaian kuning polos
yang wajahnya tak dapat dilihat oieh Sonya karena duduk memunggungi batu.
Pada saat itu terdengar si orang tua berambut kelabu berkata:
"Muridku, betapapun seseorang mendalami ilmu silat dan kesaktian harus pula
mempelajari ilmu yang menyangkut keagamaan serta segala sesuatu yang ada
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hubungannya dengan budi nurani manusia luhur. Itu semua akan menjadi semacam
kendali baginya untuk mempergunakan kepandaian silat serta kesaktiannya hanya
untuk maksud kebaikan semata, bukan untuk berbuat jahat. Agama dan hati nurani
luhur mengingatkan seseorang untuk tidak menyeleweng dari rel kebenaran,
menjaganya agar jangan menjadi sesat. Karena itulah, meski saat ini kau telah
memiliki ilmu silat yang tinggi, namun aku beium mengizinkan kau meninggalkan
tempat ini guna mencari musuh besarmu. Soal balas dendam soai mudah Dwiyana. Kau
harus tinggal di sini selama dua tahun lagi guna mempelajari agama dan seluk
beluk budi luhur. Sambil belajar itu semua kau sekaligus dapat pula melatih dan
memperdalam ilmu silatmu. Bukankah itu lebih baik bagimu?"
"Jika Eyang berpendapat begitu tentu itu memang lebih baik. Dan saya akan
menurut saja..." jawab perempuan berpakaian kuning.
Kini mengertilah Sonya. Kedua orang itu adalah guru dan murid. Dan sang murid
dapet dipastikannya adalah seorang gadis. Meski dia beium dapat melihat paras
gadis itu, namun satu hawa jahat telah menggerayangi diri Sonya. Sepasang
matanya memancarkan sinar aneh.
Ujung lidahnya tiada henti dileletkan membasahi bibir sedang cuping hidungnya
kembang kempis. Nafsu kotor mulai membakar manusia ini dengan cepat!
"Nah muridku, kuharap kau tidak kecewa dengan keputusanku ini," kata sang guru.
"Sama sekali tidak Eyang," menyahut murid yang bernama Dwiyana. "Malah saya
menghaturkan banyak terima kasih atas perhatian dan petunjuk Eyang. Apa yang
Eyang lakukan semata adalah untuk kebaikan saya."
Sang guru mengangguk-angguk. Lalu batuk-batuk beberapa kali. Sesaat dia
memandang ke arah batu hitam di atas tangga ruangan. Dia tampak tersenyum.
Lalu membuka mulut:
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau ada tamu di luar sana, mengapa berdiri saja"
Silahkan masuk...."
Sonya terkesiap. Dia menahan nafas. Si rambut kelabu itu rupanya memiliki indera
keenam. Dengan menyeringai kemudian Sonya memasuki celah batu lalu melangkah
menuruni anak tangga demi anak tangga. Si orang tua memberi isyarat pada
muridnya. Dwiyana berdiri lalu duduk di sudut ruangan.
Di ujung ruangan Sonya hentikan langkah. Sesaat pandangannya saling beradu
dengan mata orang tua itu.
Sebuah lampu kecil kelihatan terletak di sebuah ruangan lain, lalu sebuah
pedupaan yang mengeluarkan asap harum. Sonya melirik pada Dwiyana. Ternyata
gadis itu memiliki paras cantik. Tambah barkobarlah nafsu terkutuk dalam tubuh
murid Datuk Siluman ini. Perlahan-lahan dia melangkah ke hadapan orang tua yang
duduk bersila di atas permadani merah.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
SEKALI saja melihat paras Sonya baik si orang tua maupun Dwiyana segera
mengetahui bahwa manusia bertampang buruk bengis yang mengenakan baju dekil
bertambal-tambal ini bukan seorang manusia baik-baik.
Sinar matanya lebih menunjukkan hal itu. Namun demikian si orang tua penghuni
goa batu mempersilahkan tamunya duduk dengan sikap ramah.
"Tamu aneh yang datang membawa burung Nuri dalam sangkar aneh, apakah kau
seorang pemburu?"
"Namaku Sonya. Aku bukan pemburu," jawab Sonya dengan nada kaku. "Kau sendiri
siapa?" dia balik bertanya.
Yang ditanya tersenyum.
"Orang memanggilku Malaikat Berambut Kelabu. Tapi walau bagaimanapun aku
hanyalah seorang manusia blasa. Seorang tua peot keriput yang sudah dimakan
usia. Namaku Akik Mapei."
Sonya seperti tidak acuh mendengar jawaban itu. Dia lebih tertarik pada gadis
yang duduk di sudut ruangan. Dia berpaling pada Dwiyana dan memandang lekat-
lekat. Dipandang begitu rupa dengan hati kesal Dwiyana tundukkan kepala.
Untuk kesekian kalinya Sonya basahi lagi bibirnya dengan ujung lidah. Akik Mapei
juga mulai merasa tak suka dengan tindak-tanduk tamu yang tidak diundang ini.
"Gadis itu muridmu?" tanya Sonya.
Akik Mapei mengangguk. Sejak tadi dia telah mencium bau busuk yang keluar dari
tubuh dan pakaian Sonya. Masih untung ruangan itu dlasapi dengan ramu-an
pengharum. "Di luar hujan. Aku terpaksa berteduh di sini,"
menerangkan Sonya.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tahu. Sebenarnya kau datang dari mana dan hendak menuju ke mana"'
Sonya melirik lagi pada Dwiyana. Lalu angkat bahu.
"Aku tidak tahu datang dari mana dan mau kemana."
"Ah, itu adalah lucu," kata Akik Mapei. Dia menggoyangkan kepalanya pada
muridnya. "Lekas hidangkan minuman untuk tamu kita."
"Tak usah. Aku tak haus," jawab Sonya cepat.
Dia khawatir kalau-kalau Akik Mapei sudah menaruh curiga dan memasukkan sesuatu
ke dalam minumannya.
Dia malah jadi berpikir-pikir apa segera saja bertindak mengumbar keinginan
jahat terkutuknya.
"Burung itu milikmu?" tiba-tiba Akik Mapei bertanya.
"Lalu punya siapa lagi" Apa kau menginginkannya"!"
"Tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya ingin tahu mengapa binatang itu bersangkar
aneh." "Di dalam dunia ini memang banyak hal yang aneh, Akik Mapei. Dan semua keanehan
itu berakhir pada kematian"
Kata-kata Sonya itu membuat Akik Mapei kerenyitkan kening.
"Betul tidak, Akik Mapei?"
Akik Mapei batuk-batuk sebelum menjawab.
"Mungkin... mungkin betui," jawabnya. Diam-diam dia mulai meragukan apakah sang
tamu memiliki otak sehat.
"Nah, bagaimana kalau saat ini kukatakan bahwa sebentar lagi akan terjadi satu
keanehan yang berakhir pada kematian?"
"Maksudmu Sonya?"
"Bahwa sebentar lagi kau bakal mati di tanganku"!"
Akik Mapei menatap wajah tamunya. Sinar aneh
dilihatnya memancar dari sepasang mata Sonya.
"Kau hendak melakukan keanehan yang mahal Sonya.
Kalau tidak mau kukatakan gila"
Sonya tertawa gelak-gelak. Lalu disusul oleh suara lolongan panjang seperti
raungan srigala.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiba-tiba laksana kilat tangan kanannya yang berkuku panjang meluncur ke depan,
mencengkeram kemuka Akik Mapei. Orang tua ini kaget bukan kepalang. Cepat-cepat
tangan kanannya dlangkat ke atas untuk melindungi muka sekaligus menepis
serangan lawan. Maka terjadilah bentrokan dua lengan yang menimbulkan suara
keras. Akik Mapei merasakan lengannya sakit dan panas.
Tubuhnya terhuyung, hampir jatuh terbanting ke atas permadani. Di hadapannya
dilihatnya Sonya tertawa menyeringai. Menandakan bahwa manusia bermuka setan ini
memiliki kepandaian amat tinggi.
Setelah menenangkan hatinya, Akik Mapei berkata;
"Sonya, aku sejak tadi menduga bahwa kedatanganmu kemari tidak membawa maksud
baik. Ternyata dugaanku terbukti!"
Sonya kembali tertawa panjang. "Apa kau tuli kakek-kakek pikun" Sudah kukatakan
bahwa kau akan mati di tanganku!"
Sekali lagi Sonya menggerakkan tangan kanannya yang berkuku panjang. Melancarkan
serangan "Cakar Siluman"
yang sebelumnya telah meminta lebih dari setengah lusin korban. Menyadari bahwa
lawannya yang berilmu tinggi itu benarr-benar ingin mencelakakannya, orang tua
itu beringsut ke belakang sambil tundukkan kepala. Begitu melompat bangun dia
tendangkan kaki kanannya ke kepala lawan
Sonya keluarkan suara lolongan srigala haus daging dan darah manusia. Walaupun
kaki kanan Akik Mapei sudah menderu dekat di depan keningnya, tapi dia sama
sekali tidak membuat gerakan untuk mengelak. Namun tiba-tiba dia tampak
menggerakkan kedua tangannya.
Sesaat kemudian Akik Mapei tersentak kaget ketika merasakan bagaimana
pergelangan kaki kanannya tahu-tahu telah dicekal lawan amat kuatnya.
Betapapun dia berusaha melepaskan kakinya namun sia-sia belaka.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Akik Mapei tekuk lutut sambil miringkan tubuh kebawah. Tinju kirinya menderu ke
dada lawan sedang tangan kanan mengemplang ke batok kepala Sonya.
inilah gerakan yang dinamakan "Beringin Sakti Tumbang".
Akan tetapi sebelum kedua tinjunya itu mencapai sasaran, Akik Mapei merasakan
pergelangan kakinya dipuntir sakit sekali dan tubuhnya melayang berputar di
udara, kemudian terlempar ke dinding ruangan batu!
Jika saja orang tua itu bukan seorang tokoh silat yang lihay, niscaya tubuhnya
akan remuk ketika melabrak dinding batu yang luar blasa kerasnya itu!
Tanpa kehilangan akal karena dilemparkan begitu rupa, Akik Mapei ulurkan kedua
tangannya ke depan untuk menyentuh dinding batu dengan teiapak tangan lalu
mengandaikan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, kakek ini jatuhkan diri,
seterusnya bergulingan dilantai. Dengan cara begini dia berhasil menyelamatkan
diri. Sonya tertawa mengekeh dan perlahan-lahan bangkit dari duduknya.
"Eyang, biar aku yang menghajar manusia busuk ini"
Dwiyana tiba-tiba melompat dan bergerak mendekati Sonya.
"Kembali ke tempatmu Dwiyana! Kalau belum kugebuk dia, belum puas hatiku!" sahut
sang guru. Dia sudah dapat mengukur kehebatan lawannya dan diam-diam menyadari
kalau ketinggian ilmunya belum bisa menandingi ilmu manusia muka setan ini,
apalagi muridnya. Karena itu dia mencegah tindakan Dwiyana.
"Betul sekali ucapan gurumu. Gadis cantik molek, sebaiknya kau tetap di sudut
sana. Sayang kalau tubuhmu yang mulus itu tergores luka. Apalagi kalau sampai
kena gebuk"
"Sonya!" tukas Akik Mapei. "Aku beri kesempatan padamu untuk meninggalkan goa
ini. Kalau tidak, aku akan betul-betul menggebukmu sampai babak belur"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sonya hanya tertawa. Dia pejamkan kedua matanya dan berdiri tanpa bergerak.
"Kakek pikun. Kau mau menggebukku" Silahkan"
Mau tak mau Akik Mapei jadi tambah marah dan
penasaran. Didahului suara menggembor orang tua ini menerjang. Gerakan tubuhnya
mengeluarkan deru angin deras. Kedua tangannya didorongkan ke depan. Dua larik
angin bersiur keras. Ruangan batu bergoyang laksana dilanda lindu. Sonya
terhuyung-huyung.
"Setan alas" maki Sonya marah ketika angin deras serbuan Akik Mapei membuat
sangkar dan burung di dalamnya terlepas dari pegangannya dan mental ke sudut
ruangan. Di saat itu pula telapak tangan Akik Mapei telah menghantam kearah
keningnya, siap untuk menghancurkan kepala Sonya.
Sampai saat itu Akik Mapei mempunyai anggapan bahwa Sonya adalah seorang berilmu
tinggi tetapi berotak miring. Karenanya sewaktu sarangannya dirasakannya betul-
betul akan menamatkan riwayat lawannya itu, timbullah perasaan tak tega di hati
orang tua ini. Dia tarik pulang tangannya dan sebagai ganti mengirimkah totokan
kilat Ke arah pangkal leher.
Sonya mendengus. Dia tahu apa artinya kalau totokan itu sempat mendarat di
sasarannya. Untuk kesekian kalinya manusia muka ibiis ini keluarkan suara
lolongan serigala. Suara lolongannya lenyap sedetik kemudian.
Tubuhnya pun ikut. lenyap! Akik Mapei terkesiap kaget.
Sebelum orang tua itu mengetahui di mana lawannya berada, satu hantaman
menghajar tubuhnya sebelah belakang. Akik Mapei mengeluh tinggi. Tubuhnya
terhampar di permadani. Tulang punggungnya sebelah kanan hancur! Dengan susah
payah dia mencoba bangun sementara di hadapan Sonya berdiri dengan sikap
mengejek. Tangan kanan bertolak pinggang sedang tangan kiri memegang sangkar
tulang. Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Manusia gila keparat! Terima ini" Tiba-tiba terdengar bentakan Dwiyana. Murid
Akik Mapei yang sudah tidak sabaran ini menyerbu.
Sonya yang hendak menyerang AkikMapei, terpaksa batalkan gerakannya ketika
merasakan siuran angin serangan datang dari samping. Cepat dia berkelit dan
berpaling, lalu menyeringai.
"Gadis galak, sebaiknya kau tetap di sudut sana. Aku tak ingin membuat tubuhmu
yang mulus jadi luka. Aku sendiri yang akan rugi nanti jadinya!"
"Setan jaga batang lehermu!" teriak Dwiyana dengan muka merah. Hatinya geram
karena serangan tangan kosongnya dapat dielakkan lawan dengan mudah. Tidak
menunggu lebih lama gadis ini segera cabut sebilah pedang mustika terbuat dari
perak yang tersisip di belakang punggungnya. Serangkum sinar putih berkiblat
ketika senjata ini dibabatkan ke leher Sonya dengan dahsyat.
Di saat muridnya mang gempur dengan pedang, Akik Mapei tak tinggal diam. Dia
lepaskan satu pukulan sakti bernama "Sinar Pelangi". Patut diketahui, ilmu
pukulan ini lebih dari sepuluh tahun dipelajari dan diyakini oleh kakek sakti
itu, dan merupakan satu dari sekian banyak pukulan sakti yang terkenal dan
pernah menggegerkan dunia persilatan. Apalagi saat itu Akik Mapei mengerahkan
lebih tiga perempat kekuatan tenaga dalamnya untuk melancarkan pukulan tersebut!
Tujuh warna pelangi berkiblat. Ruangan batu ber-goncang keras.
"Wuuss"
Sinar pukulan sakti itu menyapu ke seluruh bagian tubuh Sonya. Di kejap itu pula
terdengar bentakan keras.
Dwiyana merasakan selarikan angin menyambar ke arahnya, membuat pedangnya
tergeser ke samping.
Tubuhnya terdorong ke belakang sampai beberapa langkah. Penasaran gadis ini
susul serangannya yang
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tadi buyar dengan satu tusukan. Namun dia harus cepat menjauhkan diri kalau
tidak pukulan gurunya sendiri akan menghantamnya.
Akik Mapei hampir tak percaya ketika melihat
bagaimana Sonya mampu mengelak dan bertahan
terhadap pukulannya. Selama malang melintang di dunia persilatan, tak satu lawan
pun sebelumnya yang sanggup bertahan terhadap pukulan "Sinar Pelangi".
"Apakah masih ada pukulan saktimu yang lain?" tanya Sonya mengejek yang membuat
Akik Mapei serasa dipanggang. Sebelum dia sempat membuka mulut, dilihatnya
muridnya sudah menyerbu kembali dengan serangan pedang perak.
Melihat amukan si gadis Sonya mundur beberapa langkah. Begitu sambaran senjata
lawan lewat, cepat dia dorongkan tangan kanannya ke dada Dwiyana hingga gadis
ini jatuh terguling di lantai.
"Bedebah kurang ajar! Terkutuk!" teriak Dwiyana Gerakan tangan Sonya tadi bukan
hanya sekedar mendorong, tetapi sekaligus sengaja meremas payudara si gadis.
Dwiyana melompat beringas dan siap menyerbu kembali.
"Sudah! Kau tidurlah enak-enak di sudut sana"
kata Sonya lalu jentikan jari telunjuk tangan kanannya Selarik asap hitam
panjang tak ubahnya seperti seutas tali meluncur ke arah Dwiyana dan berputar
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergelung-gelung di sekitar kepala si gadis.
Dwiyana menghantam dengan tangan kirinya.
Angin pukulannya keras sekali. Tetapi asap hitam itu tak mampu dimusnahkannya
malah kini geiungannya semakin menyempit, membuat gadis ini terpaksa mundur ke
sudut ruangan yang diinginkan Sonya. Dalam pada itu detik demi detik Dwiyana
merasakan kedua kelopak matanya menjadi berat, kepalanya pusing dan
pemandangannya berkunang. Akhirnya secara aneh gadis ini terduduk di sudut
ruangan batu. Kedua matanya
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
terpejam. Punggungnya tersandar. Sikapnya persis seperti orang sedang tidur
duduk Akik Mapei terbeliak melihat kejadian ini. Seumur hidup baru sekali itu dia
melihat iimu aneh begitu rupa.
Hatinya berdebar. Bukan karena takut menghadapi lawan yang jauh lebih hebat dari
dia, tetapi karena sudah dapat menduga apa sebenarnya maksud Sonya memperlakukan
Dwiyana seperti itu.
Dari balik pakaiannya Akik Mapei cepat keluarkan tasbih yang terbuat dari
untaian mutiara. Tasbih ini pernah direndam selama tiga tahun hingga dari putih
kini warnanya kelihatan biru gelap dan memancarkan sinar angker.
Sesaat Sonya perhatikan benda di tangan lawannya lalu tertawa menyeringai.
"Hai, itu senjatamu Akik Mapei?" ujar Sonya. Tahu-tahu dia sudah berkelebat
untuk merampas mutiara tersebut. Tapi hai ini tidak terlalu mudah untuk melaku-
kannya. Akik Mapei mengelak sebat. Sesaat kemudian segulung sinar biru
menggidikkan melabrak ke arah delapan bagian tubuh Sonya
Serangan tasbih ini memang hebat dan ganas. Dan Akik Mapei jarang sekali
mengeluarkan senjata andalan-nya ini kalau tidak dalam keadaan sangat berbahaya
dan terdesak. Yang diserang keluarkan suara menggereng laksana singa lapar teriuka. Dia
menyelusup di antara gulungan sinar biru. Memang hebat sekali murid Datuk
Siluman ini. Dia masih sanggup menyelamatkan diri dari gempuran sinar maut itu. Bahkan
kembali mencoba untuk merampas mutiara di tangan Akik Mapei. Ketika untuk
kesekian kalinya dia tidak mampu merampas tasbih itu, marahlah manusia muka
setan ini Sonya pindahkan sangkar burung ke tangan kanan dan lambaikan tangan kirinya.
Terdengar suara mendesis.
Asap hitam pekat keluar bergulung dari telapak tangan-
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
nya, menderu dan membungkus ke arah kepala Akik Mapei. Si orang tua terbatuk-
batuk, tak tahan oleh bau sengit asap hitam aneh. Dia kerahkan tenaga dalam dan
menghembus ke depan. Tapi terlambat. Tubuhnya dirasakannya menciut, makin kecil
makin pendek. Sebaliknya tubuh Sonya dilihatnya bertambah besar dan menjadi tinggi. Dia merasa
seperti seekor siput atau seekor semut yang baru keluar dari lubang.
"Celaka, ilmu iblis apa pula ini!" keluh orang tua itu.
"Akik Mapei! Lihat mukaku! Pandang mataku! kata Sonya. Suaranya lantang,
menggema dalam ruangan batu itu. Semula dia ingin membunuh kakek ini. Tapi
selintas pikiran muncul dalam benaknya.
Akik Mapei yang sudah terpengaruh oleh kekuatan iblis mengikuti apa yang
dikatakan lawannya. Dia mendongak dan memandang ke wajah Sonya, menatap sepasang
mata itu. "Katakan siapa aku! Katakan lekasl" terdengar suara Sonya.
"Kau Sonya.... Sonya!" sahut Akik Mapei.
"Sonya siapa"!"
"Sonya majikanku. Kau tuan besarku!"
"Dan kau sendiri siapa sekarang huh"!"
"Aku.." Tentu saja hamba sahayamu." jawab Akik Mapef.
Sonya tertawa gelak-gelak.
"Sebagai hamba sahaya kau harus turut setiap perintah majikan. Kau mengerti Akik
Mapei" "Mengerti. Aku mengerti Sonya!"
"Bagus!" Sonya lalu lambaikan tangan kirinya. Asap hitam sedikit demi sedikit
lenyap. Wajah Akik Mapei yang sebelumnya berwarna putih polos kini kelihatan
menghitam akibat ilmu siluman lawannya.
"Sekarang kau pergilah keluar! Tunggu aku dimulut goa" kata Sonya pula. "Tapi
berikan dulu padaku tasbih itu"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Akik Mapei menurut. Senjata mustikanya diserahkan pada Sonya lalu dia melangkah
keluar ruangan.
"Hai tunggu dulu," seru Sonya.
"Apa lagi Sonya?"
"Sialan! Mulai saat ini panggil aku Paduka. Mengerti.."!"
"Baik. Aku akan panggil kau Paduka...."
Dengan terbungkuk-bungkuk Akik Mapei meninggalkan tempat itu. ilmu siluman telah
merubah jalan pikiran sehatnya. Dia berdiri di mulut goa seperti yang
diperintahkan. Pandangan matanya kuyu. Di luar hujan masih terus turun dengan
lebatnya. Di dalam ruangan batu Sonya melangkah mendekati Dwiyana. Dipandangnya wajah
gadis yang sedang tertidur itu. Diletakkannya sangkar burung kelantai. Lalu
tangan kanannya dilambaikan ke wajah Dwiyana. Asap hitam bergulung-gulung
membungkus kepala si gadis.
Lalu dia tersentak bangun dan terbatuk-batuk, Sonya lambaikan tangannya. Asap
hitam lenyap. Matanya dan mata Dwiyana saling pandang.
"Dwiyana. Lihat mukaku. Pandang mataku...."
Dwiyana mengangkat kepalanya dan menatap
wajah serta mata Sonya.
"Mulai hari ini kau menjadi gadis peliharaanku, mengerti"'
Dwiyana mengangguk.
"Kau harus melayani apa mauku!"
Dwiyana kembali mengangguk.
"Kau harus panggil aku paduka!!'
Si gadis mengangguk lagi.
"Sekarang berdiri!"
"Tanggalkan pakaianmu"
Di luar kesadaran akal sehatnya yang telah disungkup oleh kekuatan iblis,
Dwiyana mulai membuka pakaiannya.
Setiap gerakan gadis ini disaksikan Sonya tanpa berkesip dan lidah menjulur
basah. Akhirnya Dwiyana berdiri di
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hadapannya tanpa selembar benangpun menutupi
auratnya. Sonya tertawa panjang. Hidungnya kembang kempis.
"Melangkah lebih dekat ke sini, Dwiyana...."
Dwiyana mendatangi.
"Lebih dekat lagi!"
Si gadis maju hingga tubuhnya beradu dengan badan Sonya. Buah dadanya yang
kencang tertekan rata sewaktu Sonya merangkul punggungnya dengan penuh nafsu.
Diciumnya wajah gadis itu berulang-ulang.
"Sekarang kau harus menanggalkan pakaianku.
Dwiyana...."
Si gadis menurut Dia ulurkan kedua tangannya
dan membuka pakaian Sonya satu demi satu.
Dipukau oleh Ilmu siluman, sampai jauh malam
Dwiyana terus saja melayani nafsu terkutuk Sonya yang seperti tidak ada ujungnya
itu. Sementara di luar sang guru duduk termenung. Tak beda seperti seekor anjing
yang bertugas menjaga pintu, dan tak berani masuk ke dalam tanpa izin
majikannya. Malang sekali nasib guru dan murid itu.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
TUJUH HARI sesudah meninggalkan Bukit Hantu maka sampailah Sonya ke Teluk
Gonggo. Selama perjalanan itu belasan manusia telah menjadi korban keganasan
ilmu silumannya. Beberapa orang berkepandaian tinggi dan beberapa perempuan
berparas cantik dibawanya ke tempat kedlamannya yang baru, yang kelak bakal
menjadi satu markas atau sarang sumber malapetaka yang menimpa dunia persilatan.
Umumnya orang-orang lelaki yang dibawanya itu adalah jago-jago silat kelas satu
yang berhasil ditundukkannya dan diperbudaknya. Sedang orang-orang perempuan
sebelumnya telah diperkosanya secara keji untuk kemudian dijadikannya perempuan
peliharaan pemuas nafsunya.
Malapetaka besar itu segera menjadi kenyataan sebulan kemudian. Dunia persilatan
delapan penjuru angin menjadi geger ketika terjadi pembunuhan besar-besaran
secara mengerikan atas tiga partai silat. Seisi partai mulai dari sang ketua
sampai murid partai yang paling rendah bahkan pelayan, mati dibunuh dengan cara
yang sama. Yaitu muka hancur. Itulah kebiadaban ilmu "Cakar Siluman".
Kemudian beberapa tokoh terkenal dunia persilatan lenyap secara aneh sedang
beberapa lainnya ditemukan mati dengan muka hancur rusak hampir sulit untuk
dikenali. Selama berbulan-bulan peristiwa yang menggemparkan itu berjalan terus
tanpa diketahui siapa blang pelakunya. Beberapa orang sakti mempunyai dugaan
bahwa segala malapetaka mengerikan itu tak dapat tidak hanya bisa dilakukan oleh
satu orang yakni Datuk Siluman dari Bukit Hantu. Beramai-ramai mereka mengadakan
perundingan lalu menyerbu ke puncak
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Bukit Hantu. Namun yang mereka temui hanyalah reruntuhan bangunan tulang yang
telah menghitam jadi arang. Sesosok tubuh yang merupakan tengkorak acak-acakan
terjepit di bawah reruntuhan itu.
"Kalau Datuk Siluman sudah mati, berarti ada seorang manusia iblis lainnya yang
menjadi blang racun kejahatan ini. Tapi siapakah dia?" tanya seorang tokoh
sambil memandang pada kawan-kawannya.
"Tidak dapat tidak dia punya sangkut paut tertentu dengan Datuk Siluman," jawab
tokoh yang lain.
"Kalau manusiaitu seorang muridnya, kurasa mustahil."
Ikut bicara jago silat lainnya. "Setahuku Datuk Siluman tak pernah punya murid."
Dengan perasaan kecewa tokoh-tokoh silat itu akhirnya meninggalkan Bukit
Siluman. Minggu demi minggu berlalu, berganti bulan ke bulan.
Bencana yang menimpa rimba persilatan semakin hebat.
Disamping terbunuh dan diculiknya tokoh-tokoh silat tingkat tinggi, disamping
musnahnya beberapa partai persilatan, juga diketahui lenyapnya gadis-gadis atau
perempuan-perempuan cantik dari kampung, desa dan kota.
Usaha-usaha yang dilakukan tokoh-tokoh sakti dunia persilatan untuk mencari dan
mengejar peiaku yang telah membuat keonaran keji itu, sebegitu jauh masih
menemui jalan buntu. Rasa cemas kini menyelimuti seantero rimba persilatan.
Namun tidak ada yang berputus asa.
Pada permulaan awal bulan dua belas para tokoh silat itu mengadakan pertemuan
rahasia di suatu tempat di utara Sragen. Baru saja pertemuan hendak dibuka tiba-
tiba di pintu yang dikunci terdengar suara ketukan.
Brajapati, seorang tokoh silat dari pantai selatan yang memimpin pertemuan itu
memandang berkeliling.
Semua undangan telah duduk di kursi masing-masing.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Berarti tak ada yang harus ditunggu atau datang terlambat. Semua hadirin menjadi
tidak enak. Dan ini jelas terbayang di wajah masing-masing. Siapa gerangan yang
mengetuk pintu itu"
Perlahan-lahan Brajapati berdiri dari kursinya dan melangkah ke pintu. Meski
tokoh-tokoh silat lainnya masih, tetap duduk di tempat masing-masing tetapi
rata-rata secara diam-diam mereka telah barjaga-jaga kalau sampai tiba-tiba
terjadi hal yang tak diinginkan.
Tiga langkah dari ambang pintu Brajapati berhenti.
"Siapa di luar?" tanya jagoan ini sambil tangan kanannya dlangkat ke atas, siap
melepaskan satu pukulan tangan kosong.
"Aku.." terdengar sahutan dari balik pintu.
"Aku siapa"!" bentak Brajapati.
"Perbolehkan aku masuk..."
"Katakan dulu siapa kau" jawab Brajapati. Tenaga dalamnya dilipatgandakan dan
dialirkan ke tangan kanannya yang siap menghantam.
"Aku Hang Juana dari Tegal Alas. Bukankah kalian Ingin mengetahui siapa yang
selama ini menimbulkan bencana dalam dunia persilatan" Lekas buka pintu!"
Brajapati dan beberapa tokoh silat di situ sebelumnya memang sudah pernah
mendengar nama Hang Juana. Itu sekitar sepuluh tahun yang silam. Dia dikenal
sebagai seorang kakek yang ahli membuat berbagai macam senjata, terutama senjata
pesanan perwira-perwira kerajaan.
Tanpa ragu-ragu Brajapati membuka daun pintu
dengan tangan kirinya. Di bawah pandangan sekian banyak pasang mata, seorang
kakek berpakaian butut rombeng masuk terbungkuk-bungkuk. Dia berdiri diujung
meja pertemuan dan memandang berkeliling.
"Orang tua, silahkan duduk," Brajapati menarik sebuah kursi.
Hang Juana menggeleng.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tak bisa lama-lama di sini," kata Si kakek pula.
"Kenapa?" tanya Brajapati. Karena Hang Juana tak mau menjawab maka dia
melanjutkan ucapannya. "Tadi kau mengeluarkan ucapan yang mengetakan seolah-olah
kau tahu siapa yang menjadi blang racun penimbul malapetaka selama ini...."
Hang Juana mengangguk. "Orangnya masih ada sangkut paut dengan Datuk Siluman
dari Bukit Hantu...."
"Memang sudah kami duga' kata beberapa tokoh silat hampir bersamaan.
"Siapa manusianya dan di mana sarangnya?" tanya Brajapati.
"Manusianya bernama..."
Tiba-tiba laksana ada angin besar melabrak masuk, semua lampu yang ada di
ruangan itu padam! Bau busuk menebar menusuk hidung. Ucapan Hang Juana terputus
digantikan jeritan yang mengerikan.
Brajapati melihat sesosok bayangan berkelebat di hadapannya. Secepat kilat
jagoan dari pantai selatan ini hantamkan tangan kanannya ke depan. Sesiur sinar
putih menderu ke arah tubuh yang berkelebat. Tapi yang diserang serta merta
lenyap dari pemandangan.
Di lain kejap justru terdengar pekik Brajapati setinggi langit. Lalu suasana di
ruangan gelap gulita itu menjadi sunyi senyap seperti di pekuburan. Ketegangan
meng-gantung di udara hitam.
"Hidupkan lampu" Seseorang berteriak.
Beberapa orang segera menyalakan lampu di em
pat sudut ruangan. Begitu lampu menyala maka semua tokoh silat yang ada di situ
melengak ngeri.
Dua sosok tubuh menggeletak di lantai ruangan pertemuan. Mereka adalah Hang
Juana dan Brajapati Keduanya tak bergerak dan tak bernapas lagi. Muka mereka
yang berselomotan darah terlalu ngeri untuk dipandang.
Meski semua yang hadir di situ adalah tokoh silat
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kelas satu berilmu tinggi, namun menyaksikan kematian Hang Juana dan Brajapati
begitu rupa tak urung membuat hati mereka tercekat ngeri. Dada berdebar dan
lutut bergetar. Dua korban manusia siluman itu kini menggeletak di depan mereka.
Untung mereka masih hidup.
Karena sebenarnya jika mau manusia iblis itu pasti mampu melakukan hal yang sama
terhadap mereka semua!
Khawatir akan menyusul terjadinya hal-hal yang tak diingini, dengan membawa
mayat Brajapati dan Hang Juana semua tokoh silat yang hadir segera meninggalkan
tempat itu. Dengan demikian untuk kesekian kalinya gagal pulalah usaha untuk
menyelidiki siapa adanya manusia penyebar malapetaka itu.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
BULAN PURNAMA telah sejak lama lenyap terlindung di balik gumpalan awan hitam.
Bintang-bintang pun menghilang satu demi satu. Saat itu mendekati tengah malam.
Jika pertengahan malam kali ini berlalu maka berarti untuk kesakian kalinya
dunia memasuki tahun baru, memasuki usia baru. Bumi Tuhan ini bertambah tua
juga. Di kejauhan lapat-lapat terdengar suara lolongan anjing. Pada saat itulah
sesosok tubuh kelihatan lari memasuki kampung Tega Kritis dari jurusan timur.
Tak lama kemudian sampailah orang ini di samping sebuah tembok tinggi satu
bangunan yang paling bagus dan mewah di kampung tersebut. Tanpa menoleh ke kiri
atau ke kanan orang ini langsung masuk ke halaman depan dengan melompati tembok.
Gedung besar di hadapannya sunyi senyap tanda semua penghuni sudah tidur lelap.
Hanya pada beberapa tempat terdapat iampu-lampu kecil menyala.
Sekali mengenjot tubuh orang ini kemudian melompat ke genting bangunan. Dengan
menerobos genting dan langit-langit dia masuk ke dalam gedung, sampai ke sebuah
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kamar di mana terdapat dua buah tempat tidur berkelambu putih dan biru muda.
Di atas tempat tidur barkelambu putih, tiga orang anak kelihatan tidur dengan
nyenyaknya. Sesaat orang yang barusan menerobos masuk itu memperhatikan wajah
ketiga anak itu. Dadanya terasa sesak menggemuruh.
Cepat-cepat dia berpaling dan melangkah kedekat tempat tidur yang berkelambu
biru. Di atas tempat tidur yang satu ini berbaring nyenyak seorang perempuan. Wajahnya
membayangkan keletihan dan keputusasaan hingga lebih tua dari usia sebenarnya.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Meski demikian kecantikannya masih belum pupus. Di samping perempuan itu
bergelung seorang anak lelaki berusia dua tahun. Rambutnya hitam, alis matanya
tebal. Kembali orang di luar kelambu merasakan dadanya sesak.
Dipejamkannya kedua matanya.
"Haruskah kulakukan ini..." Haruskah kulakukan"!"
Pertanyaan itu menghunjam berulang kali dalam hatinya.
Tiba-tiba ada satu bayangan wajah manusia yang maha mengerikan menjelma di ruang
matanya. "Ingat sumpah utamamu Sonya! Ingat. Itu harus kau lakukan! Harus! Kalau tidak
aku akan bangkit dari alam kematian. Makhluk peliharaanku akan menyiksamu selama
tujuh tahun!"
Lelaki di samping tempat tidur itu ternyata adalah Sonya. Kedua tangannya
terkepal. Rahangnya mengatup kencang. Perlahan-lahan dibukanya kembali kedua
matanya. Kini sepasang mata itu kelihatan membarat sinar aneh. Sinar ganas
jahat. Kebimbangan yang tadi menguasai hatinya serta merta lenyap. Sonya
menyibak-kan kelambu biru. Ditanggalkannya pakaiannya. Lalu dibetotnya pakaian
perempuan di atas tempat tidur yang bukan lain adalah istrinya sendiri.
Perempuan itu terkejut dan bangun dari tidurnya. Belum sempat dia menjerit,
Sonya sudah menutup mulutnya dan menaiki tubuhnya.
Sonya kini memperkosa istrinya sendiri sampai akhirnya perempuan itu pingsan!
Setelah melamplaskan nafsunya Sonya segera membungkus anak lelaki yang ada di
atas tempat tidur anaknya sendiri lalu melompat ke atas langit-langit kamar.
Sesaat kemudian ketika perempuan itu siuman dan mendapatkan anaknya tak ada lagi
maka dia pun menjerit: "Anakku ! Anakku ! Tolong, penculik!"
Hari itu murid Eyang Sinto Gendeng sampai di sebuah kota kecil bernama Nganglek.
Rasa haus mem buat dia melangkahkan kaki memasuki sebuah kedai minuman. Di jalan
besar yang dilaluinya itu terdapat dua buah kedai.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Yang satu besar dan bersih, lainnya kecil serta kotor. Wiro hendak memasuki
kedai yang besar ketika di kedai kecil sebelah sana dilihatnya suatu hal yang
menarik. Pendekar ini segera memutar langkah menuju kedai buruk itu. Dia duduk
di sebuah sudut agak ke dalam.
Dekat pintu kedai duduk dua orang laki-laki berpakaian hitam bermuka kumal
takterurus. Pada lengan masing-masing memakai gelang akar bahar besar. Satu
benda yang sudah dapat dipastikan gagang senjata menonjol di balik pinggang
pakaian keduanya. Mereka memperhatikan Wiro dengan pandangan mata tajam.
"Hanya seorang pemuda kampung tolol. Tak perlu dicurigai," berbisik lelaki
bermuka hitam kepada kawan di sebelahnya.
Kawannya yang mempunyai cacat besar bekas luka di pipi kiri masih memandang
beberapa lama pada Wiro.
Akhirnya memalingkan muka dan kembali memperhatikan ke arah pintu seperti ada
yang tengah ditunggu.
Wiro meneguk minumannya. Tak selang berapa lama masuklah seorang lelaki berbadan
kurus pendek. Begitu masuk dia langsung menemui dua orang berpakaian serba hitam
tadi. Mereka bicara berbisik-bisik. Lelaki muka hitam mengeluarkan beberapa
keping uang perak yang
kemudian diserahkannya pada si kurus pendek. Orang yang menerima uang ini segera
berlalu. Wiro membayar minumannya. Ketika dia keluar dari kedai dilihatnya si kurus tadi
sudah berada diujung jalan.
Agar tidak menimbulkan kecurigaan dua orang di dalam kedai, Wiro sengaja
mengambil jalan yang berlawanan.
Namun di balik sebush bangunan cepat pendekar ini berputar dan di lain saat dia
sudah melangkah cepat mengejar si kurus.
Lelaki kurus pendek itu ternyata menuju ke tepi sungai.
Di sebuah tikungan sungai yang ditumbuhi pohon-pohon bambu amat lebat, tertambat
sebuah perahu. Orang ini hentikan langkahnya. Seorang lelaki berbadan tinggi
kekar Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
melompat enteng dari dalam perahu dan bicara dengan si kurus. Yang terakhir ini
kemudian cepat-cepat tinggalkan tempat itu.
Setelah menunggu beberapa lamanya, Wiro keluar dari balik rerumputan pohon
bambu. Dia berdiri di tepi sungai dengan sikap seperti seseorang hendak
menyeberang. Ketika dia melirik ke arah perahu, ternyata di balik atap perahu kelihatan tiga
pasang kaki. Sementara itu lelaki tinggi besar yang masih tegak di tebing sungai
memperhatikan Pendekar 212 dengan mata melotot penuh selidik. Wiro justru
melangkah mendekatinya.
"Saudara, aku ingin menyeberang. Apakah kau bisa membawaku ke tepi sebelah
sana?" berkata Wiro.
. Si tinggi ini bernama Prakunto. Dia memandang Wiro dari rambut gondrong sampai
ke kakinya yang kotor, melirik pada tiga kawannya dalam perahu lalu tertawa
bergelak. "Pangeran dari mana yang berani memerintahku seenaknya?"
"Oh... oh... oh! Aku bukan pangeran, sobat. Agaknya kau khawatir soal ongkos.
Jangan takut. Aku punya uang untuk membayar. Sebutkan saja berapa ongkosnya
sampai ke seberang!"
Kembali Prakunto tertawa gelak-gelak.
"Monyet gondrongi Aku tak butuh uangmu. Lekas minggat dari sini!"
"Ah, jangan begitu sobat. Kau tolonglah aku menyeberang," pinta Wiro pula.
"Manusia edan. Kau berani memaksaku"!"
"Tidak. Aku tidak memaksa. Tapi minta tolong!'
Prakunto ulurkan tangannya meraba dada Wiro Sableng hingga pemuda ini
bergelinjang kegelian.
"Ngg... kulihat dadamu cukup kekar," kata Prakunto pula. "Begini saja. Bagaimana
kalau kita adakan perjanjian baku jotos. Kalau aku menang serahkan seluruh uang
yang ada padamu dan berlalu dari sinii"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagaimana kalau aku yang menang?" balik bertanya Wiro.
Prakunto tertawa meledak diikuti oleh ketiga kawannya yang ada dalam perahu.
"Kalau kau yang menang, jangankan ke seberang sana, ke neraka pun kau akan
kuantar!" "Baik. Bagaimana caranya adu jotos ini...?"
"Kita saling pukul tiga kali. Siapa yang nanti jatuh atau terhuyung ke belakang
berarti kalah!"
"Ah, mudah sekali itu..." kata Wiro sambil senyum-senyum.
"Siapa yang mulai memukul lebih dulu"!"
"Silahkan kau yang memukulku lebih dulu" jawab Prakunto yang tidak memandang
sebetah mata pada pemuda bertampang dungu di hadapannya itu.
Wiro melangkah ke hadapan Prakunto. Diulurkannya tangannya ke dada si tinggi
besar ini, meraba-raba beberapa lamanya hingga Prakunto menjadi kesal.
"Aku suruh kau memukul dadaku. Bukan memijat-mijat.
Tolol" hardik Prakunto.
"Ah, dadamu keliwat lunak. Seperti agar-agar. Aku khawatir sekali pukul saja
dadamu bisa rurak berentakan.
Nanti kau tak bisa balas memukulku. Bagusnya kau saja yang memukulku lebih dulu
i" Prakunto benar-benar jadi naik darah mendengar ucapan Wiro Sableng. Sementara
itu ketiga kawannya sudah keluar dari perahu dan tegak mengelilingi mereka.
"Pemuda ingusan! Mulutmu sombong sekali!" sentak Prakunto.
"Eh, jadi adu jotos ini tidak diteruskan" Nyatanya kau cuma seorang pengecut.
Badan saja yang tinggi kekar tapi nyali selembek tahi ayam!"
Diejek begitu Prakuto jadi naik pitam. Tiga kawannya juga tampak marah.
"Kau bersiaplah. Sekali pukul nyawamu akan kubuat melayang" kata Prakunto.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Wiro mundur beberapa langkah dan berdiri sambil tolak pinggang. "Silahkan pukul.
Jangan salah. Pilih tempat yang empuk"
Tinju kanan Prakunto mengepal besar dan kokoh. Dari jarak dua langkah tinjunya
itu diayunkan sekuat-kuatnya ke dada Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Buk"
Terdengar suara bergedebuk keras sewaktu tinju yang besar itu mendarat di dada
Wiro. Baik Prakunto maupun tiga kawannya sudah sama membayangkan bagaimana
jotosan itu akan membuat Wiro terlempar, roboh muntah darah dan melayang ke
akherat. Tapi jangankan terjungkal atau terhuyung, serambut pun tubuh pendekar itu tidak
bergeming. Di lain pihak Prakunto merasakan tinjunya mendarat di sebuah
permukaan selembut kapas. Membuat lelaki ini ternganga keheranan.
"Heh, kau rupanya punya ilmu juga..." ujar Prakunto seraya menyeringai. "Tapi
tunggu, masih ada dua pukulan lagi. Jaga pukulanku yang kedua" Lalu untuk kedua
kalinya Prskunto hantamkan tinju kanannya yang beratnya tak kurang dari lima
puluh kati. Untuk kedua kalinya pula terdengar suara "buk!" Dan untuk kesekian
kalinya si tinggi besar itu terheran-heran karena sasaran yang dihantamnya
terasa demikian lembut. Dia memandang pada Wiro dengan mata melotot sementara
murid Eyang Sinto Gendeng itu cuma cengar-cengir tak acuh.
"Pukulan terakhir sobat" seru Prakunto.
"Keluarkan seluruh tenagamu, luar dalam. Pukulah lebih keras. Masakan manusia
setinggi dan sebesarmu ini pukulannya tidak terasa apa-apa, seperti orang
menggelitik saja I"
Muka Prakunto merah padam. Dia merasa malu
terutama terhadap ketiga kawannya. Tenaga dalamnya disalurkan seluruhnya ke
tangan kanan hingga mempunyai daya hantam seberat dua ratus kati. Jangankan
tubuh Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
manusia, tembok tebal atau kepala kerbau pun pasti hancur luluh.
"Kau sudah siap"' tanya Prakunto. Tinju kanannya tampak bergetar.
"Sudah sejak tadi-tadi sobat " sahut Wiro seenaknya.
Prakunto kertakkan rahang.
"Mampuslah!" bentak Prakunto. Berbarengan dengan itu tinju kanannya berkelebat
deras sampai mengeluarkan suara menderu. Mendarat tepat di dada kiri Pendekar
212, pada bagian jantungnya!
Terdengar satu jerttan setinggi langit
Prakunto berdiri terbungkuk-bungkuk. Tangan kirinya tiada henti mengusap tangan
kanan yang tadi dipakai meninju. Kalau dua kali pertama tadi memukul dada lawan
dirasakannya lunak lembut, tetapi kali yang ketiga dada pemuda itu seperti
berubah menjadi dinding karang yang luar blasa keras dan atosnya. Dua buah jari
tangan kanannya patah, kulitnya terkelupas dan mengucurkan darah di bebarapa
bagian. "Bagaimana sobat" Kau telah memukulku tiga kali Kini giliranku" kata Wiro.
"Baik, baik..." kata Prakunto menahan sakit dan malu. Dia berdiri memasang kuda-
kuda. Wiro mundur mengambil ancang-ancang untukmemukul.Tiba-tiba salah seorang
kawan Prakunto mendekati lelaki itu dan berbisik: "Kunto, kita tak ada waktu
melayani pemuda edan ini lebih lama. Sebentar lagi kereta itu akan tiba
"Kau mau didamprat dan digebuk Jakasempar"
Seberangkan saja dia agar tidak mengganggu kita lebih lama"
"Tapi aku toh musti melayaninya" sahut Prakunto.
"Persetan! Seberangkan dia"
Prakunto berpikir sejenak.
"Hai, mengapa kalian ini" Aku sudah siap memukul"
Wiro berseru. Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sobat, biarlah. Walau kau belum memukul tapi aku mengaku kalah. Aku akan
antarkan kau ke seberang,"
kata Prakunto pula.
Wiro tersenyum dan garuk-garuk kepalanya.. Dia melompat ke dalam perahu. Hanya
sebentar saja diapun sampai ke seberang sungai. Wiro ucapkan terima kasih dan
naik ke darat sementara Prakunto mengayuh perahunya kembali ke seberang yang
lain. Hanya sesaat dia mencapai tepi sungai, sepuluh orang berkuda sampai di
tempat itu. Rombongan ini dipimpin oleh lelaki muka hitam yang dilihat Wiro di
kedai di Nganglek.
"Bagaimana Jaka...?" tanya Prakunto pada si muka hitam yang bernama Jakasempar.
"Kalian bersiap. Cari tempat berlindung yang baik.
Sebentar lagi kereta itu akan lewat ingat, gadis itu tak boleh mendapat cidera
barang sedikit pun"
Maka keempat belas orang itu pun bersembunyi di tempat yang terpencar di
tikungan sungai. Kira-kira sepeminuman teh berlalu, di kejauhan terdengar suara
rentak kaki-kaki kuda dan gemeletak roda kereta. Tak lama kemudian dari balik
tikungan muncullah sebuah kereta putih, dikawal oleh sepuluh prajurit Kadipaten
dibawah pimpinan seorang lelaki tua gagah bemama Wilacarta.
Begitu kereta memperlambat jalannya karena
memasuki tikungan maka terdengarlah ringkik binatang penarik kereta itu. Lima
pisau terbang menghambur dan menancap di kaki dua ekor kuda penarik kereta dan
membuatnya tersungkur. Kereta hampir saja terbalik ke dalam sungai. Bersamaan
dengan itu Jakasempar dan anak buahnya berlompatan dari tempat persembunyian
masing-masing, langsung menyerbu prajurit-prajurit pengawal dan dengan senjata
terhunusi Daerah luar kota Jepara akhir-akhir ini memang kurang aman. Karenanya malihat
kemunculan belasan orang bermuka bengis itu, Wilacarta segera maklum kalau
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
rombongan tengah dihadang perampok. Tapi karena saat itu dia dan anak buahnya
sama sekali tidak membawa uang atau harta berharga kecuali mengawal Sri Ayu
Pandan, puteri Adipati Jepara, maka penghadangan itu terasa agak aneh di mata
Wilacarta. Namun saat itu tak ada waktu untuk berpikir panjang. Orang tua gagah
ini berteriak memberi semangat pada anak buahnya. Lalu mencabut pedang dari
pinggang. Dia sama sekali tidak menduga justru rombongan yang menghadang itu
memang tidak hendak merampok harta atau uang, melainkan hendak menculik puteri
Adipati Jepara. Setelah gadis itu di tangan mereka, Jakasempar akan meminta uang
tebusan dalam jumlah besar.
Pertempuran berkecamuk hebat. Pihak Kadipaten selain kalah jumlah, lawan yang
mereka hadapi rata-rata memiliki kepandaian silat tinggi hingga dalam tempo
singkat dua orang prajurit roboh mandi darah.
Ketika tadi kereta menyungkur tanah karena dua kuda yang menariknya roboh, dari
dalam kereta terdengar pekik perempuan. Tirai jandeia tersingkap dan tampaklah
satu kepala berambut hitam legam berwajah rupawan. Dialah Sri Ayu Pandan, puteri
Adipati Jepara. Belum habis kejut sang gadis akibat tersungkurnya kereta, tiba-
tiba dari semak beiukar dilihatnya berlompatan manusia-manusia bertampang bengis
bersenjata golok atau pedang dan mereka ini langsung menyerang para pengawal.
Takutnya puteri Adipati ini bukan kepalang. Dia berteriak tiada henti.
Wilacarta putar pedangnya dengan sebat. Dia berhasil merobohkan seorang lawan
dan melukai seorang lainnya.
Ketika dilihat Jakasempar bergerak mendekati kereta, kepala pengawal ini segera
menghadang. Namun dia tak mampu menghalangi lebih jauh karena secepat kilat tiga
orang anak buah Jakasempar melompat ke hadapannya dan langsung menyerbu.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kusir kereta yang merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan puteri
majikannya, dengan bersenjatakan sepotong besi panjang menyerang Jakasempar dari
samping. Serangan itu dengan mudah dapat dielakkan oleh Jakasampar. Sebagai
balasan Jakasempar menghadlahkan satu tusukan golok yang ganas. Karena memang
tidakmemiliki kepandaian silat apa-apa, kusir kereta itu akhirnya menemui ajal
dengan dada ditembus golok.
Jakasempar menendang pintu kereta hingga tanggal berantakan. Di dalam sana Sri
Ayu Pandan menyudut ketakutan. Jakasempar tersenyum menyeringai melihat tubuh
muius dan wajah cantik gadis itu. Dalam benaknya sudah muncul pikiran kotor.
Puteri itu diculik dan dimintai tebusan uang dalam jumlah besar. Tapi apa
salahnya sebelum dikembalikan pada orang tuanya akan dipakai sebagai pamuas
nafsu lebih dulu"
"Gadis cantik. Kau tak usah takut. Mari ikut aku..." kata Jakasempar seraya
mengulurkan tangan untuk menarik Ayu Pandan. Namun sebelum jari-jari tangannya
sempat menyentuh tubuh gadis itu mendadak dari samping melesat sebuah benda
besar. Jakasempar cepat bersurut mundur. Benda itu menghantam tangga kereta dan
ternyata adalah sosok tubuh salah seorang anak buahnya sandiri yang telah
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manjadi mayat. Terkejut bukan kepalang, Jakasempar palingkan kepala. Dan membeliaklah mata
manusia muka hitam ini.
Enam langkah di hadapannya berdiri pamuda rambut gondrong yang sebelumnya pernah
dilihatnya di kedai Nganglek. Pakaiannya basah kuyup. Apakah dia yang telah
melemparkan tubuh anak buahnya it tadi"
Pemuda berpakaian kuyup itu adalah Wiro Sableng.
Sesampainya di seberang sungai tadi, dia pura-pura berlalu, tetapi diam-diam
menyelinap ke balik semak-semak dan mengintai. Dia yakin sekali orang-orang yang
ditemuinya di kedai dan di tepi sungai itu tengah merencanakan sesuatu. Sesuatu
yang jahat. Dan
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
keyakinannya itu tak lama kemudian menjadi kenyataan.
Yaitu dengan munculnya kereta putih yang telah ditunggu untuk dihadang. Pada
saat pertempuran mulai berkecamuk, Wiro terjun ke sungai, berenang menyeberang,
itulah sebabnya pakaiannya basah kuyup.
"Bangsat! Pemuda ini memang sudah kucurigai sejak dari Nganglek kertak
Jakasempar. Dia melangkah mendekati Wiro dan membentak: "Keparat! Kau berani
mencampuri urusanku. Berarti kau berani mampus!"
"Wutt"
Golok besar di tangan Jakasempar menderu. Membabat ke dada Wiro Sableng. Ketika
Wiro berhasil mengelakkan sarangan itu, serta merta serangan kedua dan ketiga
datang susui menyusui laksana kilat! Kiranya kepala rampok ini memiliki ilmu
golok yang lihai. Dia mengharap dalam beberapa gebrakan saja akan dapat
mencincang tubuh lawannya. Namun dia tidak tahu, dengan siapa hari itu dia
berhadapan. Jakasempar membuka jurus kedua dengan serangan berantai kembali. Wiro berkelebat
cepat diantara taburan sinar golok tawan. Awai jurus ketiga pendekar ini
mempercepat gerakannya hingga tubuhnya hanya
merupakan bayang-bayang dan Jakasempar menjadi bingung karena kehilangan lawan.
Sambaran goloknya terus menerus menghantam tempat kosong.
Selagi Jakasempar kebingungan Wiro hantamkan
tangan kanannya ke kening penjahat ini. Jakasempar menjerit. Tubuhnya terbanting
ke tanah tak sadarkan diri.
Keningnya yang memang sudah hitam kini tampak tambah hitam karena hangus: Dan
pada kening itu kini tertera tiga deretan angka 212. Dari maut, hidung serta
mulutnya mengalir darah.
Tiga orang anak buah Jakasempar yang melihat
pemimpin mereka dicelakai begitu rupa dengan cepat menyerang.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Manusia-manusia tak berguna. Bisanya cuma membuat keonaran! Majulah bila minta
digebuk" kertak Wiro Sableng. Begitu ketiga lawannya berlompatan menyerang maka
terdengarlah "Plak! Plak! Plak!" Tiga tamparan mendarat di kening mereka. Ketiganya
menggeletak di tanah menerima nasib seperti pemimpin mereka.
'Pemuda keparat! Makan pedangku ini!" satu suara membentak. Dikejap yang satu
tebasan pedang menyambar batang leher Pendekar 212. Wiro keluarkan suara bersiul
dan melompat ke belakang. Yang
menyerangnya dengan ganas, itu ternyata Prakunto. Di tangannya tergenggam
sebilah pedang berlumuran darah.
Dengan pedang itu dia telah membunuh dua prajurit Kadipaten dan melukai parah
Wilacarta. Orang tua itu kini tergeletak dekat roda kereta, dengan menahan sakit
bukan kepalang dan darah masih mengucur di bekas lukanya.
"Hai! Rupanya kau masih belum puas dengan adu jotos tadi?" mengejek Wiro.
"Baku jotos dan pedang lain, sobat" jawab Prakunto sambil tusukkan pedang yang
digenggamnya di tangan kiri karena tangan kanannya cidera akibat adu jotos
dengan Wiro tadi.
Wiro keluarkan satu siulan lagi. Dia berkelit ke kiri.
Begitu ujung pedang lewat di sampingnya, Wiro gerakkan tangan kanan memukul siku
Prakunto. Lelaki ini terpekik karena sambungan sikunya terlepas. Dia kembali
menjerit sewaktu tapak tangan Pendekar 212 menghantam
keningnya hingga hangus. Prakunto terbujur ditanah, melintang di atas tubuh
Jakasempar Ketika Wiro memandang berkeliling ternyata pertempuran sudah selesai. Kusir
kereta dan beberapa prajurit Kadipaten tewas. Yang lain-lainnya termasuk
Wilacarta menderita luka-luka. Di pihak penjahat empat orang mati, dua orang
melarikan diri sedang delapan
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
lainnya, di antaranya Jakasempar dan Prakunto menderita luka-luka dan pingsan.
Dari dalam kereta masih terdengar jeritan-jeritan Sri Ayu Pandan yang masih
diselimuti ketakutan. Wiro mendatangi.
"Hentikan jeritanmu. Pertempuran sudah berhenti.
Tak ada yang harus ditakutkan lagil" berkata Wiro.
Puteri Kadipaten itu turunkan kedua tangannya yang tadi dipakai untuk menutupi
muka. "Kau... kau siapa?" tanyanya masih takut dan curiga.
Wiro garuk-garuk kepala. Sebelum dia memberi
jawaban, dari belakang didengarnya seseorang berkata:
"Pendekar 212, ikutlah bersamaku."
Murid Eyang Sinto dari Gunung Gede ini terkesiap kaget dan berpaling. Di
hadapannya berdiri seorang kakek-kakek yang mata kirinya picak sedang di
sampingnya tegak seorang anak ieiaki berusia sekitar lima belas tahun,
berpakaian serba putih dan berparas cakap. Jika seseorang mengenali julukannya,
maka orang itu pasti bukanlah manusia sembarangan.
"Orang tua, kau siapa..."1 tanya Wiro.
"Siapa kau nanti kuterangkan. Yang penting kau harus ikut aku sekarang juga"
"Heh" ikut kau" Kemana" Jalan-jalan..."' tanya Wiro bergurau.
"Jangan banyak tanya dan jangan bergurau. Waktuku amat singkat," jawab orang tua
mata picak. "Ngg... kalau begitu kau pergilah sendiri. Siapa sudi turut denganmu. Aku masih
ada tugas mengurusi orang-orang Kadipaten ini."
"Biar muridku yang mengurus mereka," kata si picak.
"Kepentinganku ada hubungannya dengan malapetaka yang menimpa dunia persilatan
saat ini" Ucapan itu membuat Wiro Sableng yang barusan
hendak melangkah tubuh berbaiik kembali.
"Apa katamu orang tua..."'
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Si orang tua tak menjawab melainkan memutar tubuh.
Setelah mengatakan sesuatu pada anak lelaki di sebelahnya, dia lalu cepat-cepat
meninggalkan tempat itu.
Tampaknya dia melangkah blasa saja. Namun hanya sesaat dia telah lenyap di
tikungan jalan. Dengan garuk-garuk kepala Wiro Sableng terpaksa mengejar si mata
picak aneh itu. Ternyata orang tua ini menuju Jepara.
*** Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
HARI masih pagi. Sinar sang surya masih kuning kemerahan tanda belum lama keluar
dari tempat peraduannya. Sura Gandara berdiri di ambang pintu rumah makannya,
memperhatikan pelayan-pelayan membereskan bagian depan rumah makan itu. Di
Jepara, Sura yang berbadan gemuk macam kerbau bunting itu terkenal sebagai
pemilik rumah makan paling besar paling lezat tetapi murah harganya.
Dari dalam sabuknya dikeluarkan secuil tembakau dan kertas. Maka mulailah dia
menggulung sebatang rokok klinting. Baru saja dia menyalakan rokok itu, tiba-
tiba berubahlah parasnya.
Di seberang jalan tampak empat orang berpakaian jubah putih yang di bagian
dadanya terpampang sulaman bunga teratai besar berwarna merah darah.
"Empat Teratai Darah..." kata Sura Gandara dalam hati.
Rasa tak enak segera menyungkupi dirinya. Sekitar satu tahun yang lewat empat
manusia itu pernah datang ke rumah makannya. Kedatangan meraka hanya membuat
keonaran. Rumah makan waktu itu menjadi centang perenang porak poranda akibat
dipakai sebagai tempat perkelahian oleh Empat Teratai Darah melawan musuhnya
Empat Naga Hitam. Meskipun kali ini kedatangan mereka belum tentu akan berbuat
keonaran lagi, namun tetap saja Sura Gandara merasa cemas. Buktinya pagi-pagi
sekali, selagi rumah makan masih belum buka, mereka sudah muncul. Tentu ada apa-
apanya. Sura Gandara tak bisa berpikir lebih panjang karena keempat orang itu sudah
berdiri di hadapannya.
Sura menjura hormat. Dengan senyum yang di-
paksakan dia berkata: "Satu kehormatan lagi bahwa kalian orang-orang gagah sudi
datang ke tempatku.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebenarnya rumah makan masih belum buka dan masih kotor. Jika orang-orang gagah
tidak keberatan dengan keadaan ini, silahkan masuk."
Kakek-kakek bermuka putih bernama Sumo Kebalen yang menjadi pemimpin Empat
Teratai Darah anggukkan kepala sedikit lalu masuk diikuti ketiga adik
seperguruannya.
"Suasana begini tak jadi apa," kata Sumo Kebalen seraya duduk. "Yang penting
cepat hidangkan makanan dan minuman yang lezat"
"Orang gagah Sumo Kebalen. Jangan khawatir. Apa yang kau minta akan segera
dihidangkan," jawab Sura Gandara. "Mungkin ini satu kelancangan. Tapi jika aku
yang hina buruk ini boleh bertanya, gerangan apakah yang membuat empat orang
gagah muncul pagi-pagi begini di Jepara?"
"Kami tengah menunggu seseorang. Karenanya selagi kami makan kuharap kau berdiri
di depan pintu.
Larang setiap orang yang mau masuk. Kecuali orang yang kami tunggu itu...."
"Celaka, pasti akan terjadi lagi keonaran di tempat ini,"
keluh Sura Gandara ketika mendengar keterangan Sumo Kebalen tadi. Namun dia
masih kepingin tahu. Karenanya dia bertanya kembali. "Maaf Sumo. Siapakah
manusianya yang orang gagah tunggu itu"'
"Seorang lelaki bermata buta sebelah. Namanya Rangga Lelanang. Sudah. Kau jangan
banyak tanya Sura.
Lekas hidangkan makanan. Kami sudah lapar"
"Baik, baik..." jawab Sura sambil manggut-manggut.
Lalu dia berteriak memanggil pelayan. Selesai memberi perintah, sesuai yang
dikatakan Sumo Kebalen, pemilik rumah makan ini kemudian pergi berdiri di pintu
masuk, berjaga-jaga.
Orang kedua dalam Empat Teratai Darah adalah
seorang nenek-nenek berbadan tinggi kurus bernama Supit Inten. Nenek-nenek ini
merupakan saudara seper-
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
guruan Sumo Kebalen. Dalam dunia persilatan bukan rahasia lagi bahwa kedua tokoh
ini menjalani hidup bersama tanpa kawin allas kumpul kebo.
Orang ketiga dan keempat adalah dua gadis kembar berbadan langsing. Paras mereka
sebenarnya tidak begitu cantik. Tetapi karena pandai memoles muka berhlas
berlebihan maka jadinya lumayan juga. Gadis pertama bernama inang Pini sedang
adiknya inang Resmi.
Pada dasarnya Empat Teratai Darah tidak dapat dikatakan sebagai tokoh-tokoh
silat golongan putih.
Mereka seringkali diketahui bersekutu dengan jago-jago golongan hitam. Dalam
malang melintang di rimba persilatan mereka tak pernah berpisah. Hari itu mereka
datang ke rumah makan Suro Gandars untuk menunggu kedatangan seorang musuh
bernama Rangga Lelanang, yaitu kakek-kakek lihay yang pernah menghina almarhum
guru mereka sewaktu diadakan pertemuan antara tokoh-tokoh silat golongan hitam
di puncak gunung Merapi dua tahun yang lalu.
Tidak seorang pun dari Empat Teratai Darah
sebelumnya pernah melihat atau bertemu dengan Rangga Lelanang. Namun ciri-ciri
si kakek ini sudah mereka ketahui jelas dari sang guru sebelum menutup mata
delapan belas bulan yang lalu. Dengan memakai seorang perantara Empat Teratai
Darah mengirimkan sepucuk surst undangan kepada Rangga Lelanang guna datang ke
rumah makan itu, untuk menyelesaikan soal malu besar penghinaan tempo hari.
Selagi Empat Teratai Darah sedang asyik menyantap makanan lezat di atas meja,
pada saat itu pulalah Wiro Sableng dan si kakek mata picak bernama Lor Gambir
Seta sampai di tempat itu.
Si kakek sebenarnya tak ingin singgah karena ingin lekaa-lekas sampai ke tempat
tujuan. Tapi Wiro sudah tak tahan iapar dan memaksa masuk ke rumah makan.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan jengkel si kakek terpaksa mengikuti. Tetapi baru saja mereka sampai di
depan pintu, Sura Gandara sudah menyongsong dengan sikap menghadang.
"Harap dimaafkan, rumah makan belum buka. Datang saja kalau matahari sudah muiai
naik," berkata Sura Gandara.
Wiro Sableng melirik ke dalam rumah makan. Lalu menyeringai dan berkata: "Kalau
betul rumah makan ini belum buka kenapa kulihat ada empat kunyuk sedang enak-
enakan makan di dalam sana?"
Paras Sura Gandara berubah. Kalau saja ucapan Wiro tadi sempat terdengar oleh
Empat Teratai Darah bisa berabe.
"Orang muda, harap kau jangan bicara seenaknya.
Empat orang itu adalah tamu-tamu istimewa...."
"Hai, tamu-tamu istimewa macam bagaimana?"
tanya Wiro. "Kulihat mereka blasa-blasa saja. Cuma mungkin memang sedikit aneh.
Si kakek itu bermuka putih seperti singkong rebus. Si nenek sudah peot tapi agak
genit. Dua gadis seperti topeng yang diberi pupur tebal...!"
Si gemuk Sura Gandara maju dan mencekal kerah kemeja Wiro. "Gondrong! Jaga
mulutmu kalau tak mau celaka...."
Lor Gambir Seta menepuk bahu Wiro dan berkata agar meraka mencari rumah makan
lain saja. Tetapi pendekar kita tetap tak bergerak. Pemilik rumah makan itu jadi
marah. Ketika dia hendak menampar, tiba-tiba pandangannya lekat pada wajah Lor
Gambir Seta yang bermata picak. Agaknya manusia inilah musuh besar yang tengah
ditunggu-tunggu Empat Teratai Darah.
Maka cepat-cepat dia melepaskan cekalannya dan membungkuk dalam-dalam.
"Mohon dimaafkan. Aku tidak melihat dalamnya laut tingginya gunung. Kalian
berdua silahkan masuk...."
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Wiro tersenyum sedang Lor Gambir Seta kerenyitkan kening. Perubahan sikap Sura
Gandars yang tiba-tiba ini pasti ada apa-apanya. Namun dia tak bisa berpikir
panjang karena Wiro sudah melangkah masuk kedalam rumah makan sambil bersiul-
siul. Mendengar suara siulan, Empat Teratai Daerah yang asyik bersantap angkat kepala.
Dua sosok tubuh tampak masuk mengikuti pemilik rumah makan. Ketika melihat Lor
Gambir Seta, Sumo Kebalen serta merta hentikan makannya. Begitu juga tiga
saudara seperguruannya.
"Orang yang kita tunggu telah datang," bisik pemimpin Empat Teratai Darah itu.
Sementara itu Wiro serta Lor Gambir Seta telah mengambil tempat duduk di bagian
lain rumah makan.
Ketika pelayan datang untuk melayani mereka tiba-tiba Sumo Kebalen berseru: "Tak
ada seorang tamu lain boleh dilayani tanpa izinku"
Pelayan terkejut dan cepat-cepat masuk ketika dilihatnya Sumo Kebalen pelototkan
mata. Wiro Sableng pencongkan mulut dan batuk-batuk.
Sementara orang tua bermata picak duduk tenang-tenang saja, memandang ke luar
jendela. "Kakek, kau kenal empat kunyuk itu...?" bisik Wiro.
Tanpa palingkan kepalanya dari jendeia si kakek mata satu menjawab: "Mereka
Empat Teratai Darah."
Wiro manggut-manggut. Saat itu pandangannya
membentur sebuah kaleng kosong di dekat meja. Maka pendekar ini mulai bertingkah
batuk-batuk, mengeluarkan suara seperti orang mau muntah dan meludah beberapa
kali ke dalam kaleng itu.
Sumo Kebalen tahu kalau apa yang dilakukan Wiro itu tidaklain hanya untuk
menghinanya. Wajahnya yang putih tampak mengelam. Tanpa berdiri dari duduknya
dia berkata: "Adik-adikku. Kurasa terlalu banyak meja dan kursi malang melintang
dalam ruangan ini. Coba kalian tolong rapikan"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dari tempat duduk masing-masing, Supit inten, inang Pini dan inang Resmi
memukulkan telapak tangan ke arah meja dan kursi yang ada di situ. Hebat sekali.
Benda-benda itu berpentalan ke tepi ruangan hingga bagian tengah rumah makan itu
Kitab Mudjidjad 14 Pendekar Slebor 17 Piramida Kematian Suling Emas Dan Naga Siluman 24
hangat dan bau harum itu pastilah datang dari sebelah dalam lobang. Mungkin ada
makhluk penghuni di dalam sana" Tapi mengapa lobang itu tampak geiap dan seperti
buntu" Sambil terus membawa burung Nuri dalam sangkar, parlahan-lahan Sonya masuk
membungkuk-bungkuk lebih jauh ke dalam lobang. Tambah ke dalam tambah hangat
terasa udara dan bau harum semakin keras. Di sebelah atas lobang batu itu tampak
tambah meninggi hingga kalau tadi dia harus membungkuk-bungkuk, kini dia dapat
berjalan seperti blasa. Langkahnya terhenti di hadapan sebuah batu besar hitam
dan rata. Semula disangkanya dia sudah sampai di ujung lobang dan buntu. Namun
sewaktu diperhatikannya baik-baik, di samping kanan batu ditemuinya sebuah celah
sepemasukan tubuh manusia.
Sonya melangkah mendekati celah. Hati-hati dia mengulurkan kepalanya, mengintai
ke ruang di belakang batu.
Sepasang mata Sonya membesar ketika menyaksikan pemandangan yang hampir tak
dapat dipercayanya. Tepat di belakang batu hitam itu terdapet sebuah tangga
terbuat dari batu marmar putih, menurun menuju sebuah ruangan empat persegi yang
lantainya dihampari permadani merah berbunga-bunga.
Di atas permadani itu duduk seorang lelaki tua bermuka putih, berembut kelabu
menjela bahu. Di hadapannya bersila seorang perempuan berpakaian kuning polos
yang wajahnya tak dapat dilihat oieh Sonya karena duduk memunggungi batu.
Pada saat itu terdengar si orang tua berambut kelabu berkata:
"Muridku, betapapun seseorang mendalami ilmu silat dan kesaktian harus pula
mempelajari ilmu yang menyangkut keagamaan serta segala sesuatu yang ada
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hubungannya dengan budi nurani manusia luhur. Itu semua akan menjadi semacam
kendali baginya untuk mempergunakan kepandaian silat serta kesaktiannya hanya
untuk maksud kebaikan semata, bukan untuk berbuat jahat. Agama dan hati nurani
luhur mengingatkan seseorang untuk tidak menyeleweng dari rel kebenaran,
menjaganya agar jangan menjadi sesat. Karena itulah, meski saat ini kau telah
memiliki ilmu silat yang tinggi, namun aku beium mengizinkan kau meninggalkan
tempat ini guna mencari musuh besarmu. Soal balas dendam soai mudah Dwiyana. Kau
harus tinggal di sini selama dua tahun lagi guna mempelajari agama dan seluk
beluk budi luhur. Sambil belajar itu semua kau sekaligus dapat pula melatih dan
memperdalam ilmu silatmu. Bukankah itu lebih baik bagimu?"
"Jika Eyang berpendapat begitu tentu itu memang lebih baik. Dan saya akan
menurut saja..." jawab perempuan berpakaian kuning.
Kini mengertilah Sonya. Kedua orang itu adalah guru dan murid. Dan sang murid
dapet dipastikannya adalah seorang gadis. Meski dia beium dapat melihat paras
gadis itu, namun satu hawa jahat telah menggerayangi diri Sonya. Sepasang
matanya memancarkan sinar aneh.
Ujung lidahnya tiada henti dileletkan membasahi bibir sedang cuping hidungnya
kembang kempis. Nafsu kotor mulai membakar manusia ini dengan cepat!
"Nah muridku, kuharap kau tidak kecewa dengan keputusanku ini," kata sang guru.
"Sama sekali tidak Eyang," menyahut murid yang bernama Dwiyana. "Malah saya
menghaturkan banyak terima kasih atas perhatian dan petunjuk Eyang. Apa yang
Eyang lakukan semata adalah untuk kebaikan saya."
Sang guru mengangguk-angguk. Lalu batuk-batuk beberapa kali. Sesaat dia
memandang ke arah batu hitam di atas tangga ruangan. Dia tampak tersenyum.
Lalu membuka mulut:
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau ada tamu di luar sana, mengapa berdiri saja"
Silahkan masuk...."
Sonya terkesiap. Dia menahan nafas. Si rambut kelabu itu rupanya memiliki indera
keenam. Dengan menyeringai kemudian Sonya memasuki celah batu lalu melangkah
menuruni anak tangga demi anak tangga. Si orang tua memberi isyarat pada
muridnya. Dwiyana berdiri lalu duduk di sudut ruangan.
Di ujung ruangan Sonya hentikan langkah. Sesaat pandangannya saling beradu
dengan mata orang tua itu.
Sebuah lampu kecil kelihatan terletak di sebuah ruangan lain, lalu sebuah
pedupaan yang mengeluarkan asap harum. Sonya melirik pada Dwiyana. Ternyata
gadis itu memiliki paras cantik. Tambah barkobarlah nafsu terkutuk dalam tubuh
murid Datuk Siluman ini. Perlahan-lahan dia melangkah ke hadapan orang tua yang
duduk bersila di atas permadani merah.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
SEKALI saja melihat paras Sonya baik si orang tua maupun Dwiyana segera
mengetahui bahwa manusia bertampang buruk bengis yang mengenakan baju dekil
bertambal-tambal ini bukan seorang manusia baik-baik.
Sinar matanya lebih menunjukkan hal itu. Namun demikian si orang tua penghuni
goa batu mempersilahkan tamunya duduk dengan sikap ramah.
"Tamu aneh yang datang membawa burung Nuri dalam sangkar aneh, apakah kau
seorang pemburu?"
"Namaku Sonya. Aku bukan pemburu," jawab Sonya dengan nada kaku. "Kau sendiri
siapa?" dia balik bertanya.
Yang ditanya tersenyum.
"Orang memanggilku Malaikat Berambut Kelabu. Tapi walau bagaimanapun aku
hanyalah seorang manusia blasa. Seorang tua peot keriput yang sudah dimakan
usia. Namaku Akik Mapei."
Sonya seperti tidak acuh mendengar jawaban itu. Dia lebih tertarik pada gadis
yang duduk di sudut ruangan. Dia berpaling pada Dwiyana dan memandang lekat-
lekat. Dipandang begitu rupa dengan hati kesal Dwiyana tundukkan kepala.
Untuk kesekian kalinya Sonya basahi lagi bibirnya dengan ujung lidah. Akik Mapei
juga mulai merasa tak suka dengan tindak-tanduk tamu yang tidak diundang ini.
"Gadis itu muridmu?" tanya Sonya.
Akik Mapei mengangguk. Sejak tadi dia telah mencium bau busuk yang keluar dari
tubuh dan pakaian Sonya. Masih untung ruangan itu dlasapi dengan ramu-an
pengharum. "Di luar hujan. Aku terpaksa berteduh di sini,"
menerangkan Sonya.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tahu. Sebenarnya kau datang dari mana dan hendak menuju ke mana"'
Sonya melirik lagi pada Dwiyana. Lalu angkat bahu.
"Aku tidak tahu datang dari mana dan mau kemana."
"Ah, itu adalah lucu," kata Akik Mapei. Dia menggoyangkan kepalanya pada
muridnya. "Lekas hidangkan minuman untuk tamu kita."
"Tak usah. Aku tak haus," jawab Sonya cepat.
Dia khawatir kalau-kalau Akik Mapei sudah menaruh curiga dan memasukkan sesuatu
ke dalam minumannya.
Dia malah jadi berpikir-pikir apa segera saja bertindak mengumbar keinginan
jahat terkutuknya.
"Burung itu milikmu?" tiba-tiba Akik Mapei bertanya.
"Lalu punya siapa lagi" Apa kau menginginkannya"!"
"Tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya ingin tahu mengapa binatang itu bersangkar
aneh." "Di dalam dunia ini memang banyak hal yang aneh, Akik Mapei. Dan semua keanehan
itu berakhir pada kematian"
Kata-kata Sonya itu membuat Akik Mapei kerenyitkan kening.
"Betul tidak, Akik Mapei?"
Akik Mapei batuk-batuk sebelum menjawab.
"Mungkin... mungkin betui," jawabnya. Diam-diam dia mulai meragukan apakah sang
tamu memiliki otak sehat.
"Nah, bagaimana kalau saat ini kukatakan bahwa sebentar lagi akan terjadi satu
keanehan yang berakhir pada kematian?"
"Maksudmu Sonya?"
"Bahwa sebentar lagi kau bakal mati di tanganku"!"
Akik Mapei menatap wajah tamunya. Sinar aneh
dilihatnya memancar dari sepasang mata Sonya.
"Kau hendak melakukan keanehan yang mahal Sonya.
Kalau tidak mau kukatakan gila"
Sonya tertawa gelak-gelak. Lalu disusul oleh suara lolongan panjang seperti
raungan srigala.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiba-tiba laksana kilat tangan kanannya yang berkuku panjang meluncur ke depan,
mencengkeram kemuka Akik Mapei. Orang tua ini kaget bukan kepalang. Cepat-cepat
tangan kanannya dlangkat ke atas untuk melindungi muka sekaligus menepis
serangan lawan. Maka terjadilah bentrokan dua lengan yang menimbulkan suara
keras. Akik Mapei merasakan lengannya sakit dan panas.
Tubuhnya terhuyung, hampir jatuh terbanting ke atas permadani. Di hadapannya
dilihatnya Sonya tertawa menyeringai. Menandakan bahwa manusia bermuka setan ini
memiliki kepandaian amat tinggi.
Setelah menenangkan hatinya, Akik Mapei berkata;
"Sonya, aku sejak tadi menduga bahwa kedatanganmu kemari tidak membawa maksud
baik. Ternyata dugaanku terbukti!"
Sonya kembali tertawa panjang. "Apa kau tuli kakek-kakek pikun" Sudah kukatakan
bahwa kau akan mati di tanganku!"
Sekali lagi Sonya menggerakkan tangan kanannya yang berkuku panjang. Melancarkan
serangan "Cakar Siluman"
yang sebelumnya telah meminta lebih dari setengah lusin korban. Menyadari bahwa
lawannya yang berilmu tinggi itu benarr-benar ingin mencelakakannya, orang tua
itu beringsut ke belakang sambil tundukkan kepala. Begitu melompat bangun dia
tendangkan kaki kanannya ke kepala lawan
Sonya keluarkan suara lolongan srigala haus daging dan darah manusia. Walaupun
kaki kanan Akik Mapei sudah menderu dekat di depan keningnya, tapi dia sama
sekali tidak membuat gerakan untuk mengelak. Namun tiba-tiba dia tampak
menggerakkan kedua tangannya.
Sesaat kemudian Akik Mapei tersentak kaget ketika merasakan bagaimana
pergelangan kaki kanannya tahu-tahu telah dicekal lawan amat kuatnya.
Betapapun dia berusaha melepaskan kakinya namun sia-sia belaka.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Akik Mapei tekuk lutut sambil miringkan tubuh kebawah. Tinju kirinya menderu ke
dada lawan sedang tangan kanan mengemplang ke batok kepala Sonya.
inilah gerakan yang dinamakan "Beringin Sakti Tumbang".
Akan tetapi sebelum kedua tinjunya itu mencapai sasaran, Akik Mapei merasakan
pergelangan kakinya dipuntir sakit sekali dan tubuhnya melayang berputar di
udara, kemudian terlempar ke dinding ruangan batu!
Jika saja orang tua itu bukan seorang tokoh silat yang lihay, niscaya tubuhnya
akan remuk ketika melabrak dinding batu yang luar blasa kerasnya itu!
Tanpa kehilangan akal karena dilemparkan begitu rupa, Akik Mapei ulurkan kedua
tangannya ke depan untuk menyentuh dinding batu dengan teiapak tangan lalu
mengandaikan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, kakek ini jatuhkan diri,
seterusnya bergulingan dilantai. Dengan cara begini dia berhasil menyelamatkan
diri. Sonya tertawa mengekeh dan perlahan-lahan bangkit dari duduknya.
"Eyang, biar aku yang menghajar manusia busuk ini"
Dwiyana tiba-tiba melompat dan bergerak mendekati Sonya.
"Kembali ke tempatmu Dwiyana! Kalau belum kugebuk dia, belum puas hatiku!" sahut
sang guru. Dia sudah dapat mengukur kehebatan lawannya dan diam-diam menyadari
kalau ketinggian ilmunya belum bisa menandingi ilmu manusia muka setan ini,
apalagi muridnya. Karena itu dia mencegah tindakan Dwiyana.
"Betul sekali ucapan gurumu. Gadis cantik molek, sebaiknya kau tetap di sudut
sana. Sayang kalau tubuhmu yang mulus itu tergores luka. Apalagi kalau sampai
kena gebuk"
"Sonya!" tukas Akik Mapei. "Aku beri kesempatan padamu untuk meninggalkan goa
ini. Kalau tidak, aku akan betul-betul menggebukmu sampai babak belur"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sonya hanya tertawa. Dia pejamkan kedua matanya dan berdiri tanpa bergerak.
"Kakek pikun. Kau mau menggebukku" Silahkan"
Mau tak mau Akik Mapei jadi tambah marah dan
penasaran. Didahului suara menggembor orang tua ini menerjang. Gerakan tubuhnya
mengeluarkan deru angin deras. Kedua tangannya didorongkan ke depan. Dua larik
angin bersiur keras. Ruangan batu bergoyang laksana dilanda lindu. Sonya
terhuyung-huyung.
"Setan alas" maki Sonya marah ketika angin deras serbuan Akik Mapei membuat
sangkar dan burung di dalamnya terlepas dari pegangannya dan mental ke sudut
ruangan. Di saat itu pula telapak tangan Akik Mapei telah menghantam kearah
keningnya, siap untuk menghancurkan kepala Sonya.
Sampai saat itu Akik Mapei mempunyai anggapan bahwa Sonya adalah seorang berilmu
tinggi tetapi berotak miring. Karenanya sewaktu sarangannya dirasakannya betul-
betul akan menamatkan riwayat lawannya itu, timbullah perasaan tak tega di hati
orang tua ini. Dia tarik pulang tangannya dan sebagai ganti mengirimkah totokan
kilat Ke arah pangkal leher.
Sonya mendengus. Dia tahu apa artinya kalau totokan itu sempat mendarat di
sasarannya. Untuk kesekian kalinya manusia muka ibiis ini keluarkan suara
lolongan serigala. Suara lolongannya lenyap sedetik kemudian.
Tubuhnya pun ikut. lenyap! Akik Mapei terkesiap kaget.
Sebelum orang tua itu mengetahui di mana lawannya berada, satu hantaman
menghajar tubuhnya sebelah belakang. Akik Mapei mengeluh tinggi. Tubuhnya
terhampar di permadani. Tulang punggungnya sebelah kanan hancur! Dengan susah
payah dia mencoba bangun sementara di hadapan Sonya berdiri dengan sikap
mengejek. Tangan kanan bertolak pinggang sedang tangan kiri memegang sangkar
tulang. Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Manusia gila keparat! Terima ini" Tiba-tiba terdengar bentakan Dwiyana. Murid
Akik Mapei yang sudah tidak sabaran ini menyerbu.
Sonya yang hendak menyerang AkikMapei, terpaksa batalkan gerakannya ketika
merasakan siuran angin serangan datang dari samping. Cepat dia berkelit dan
berpaling, lalu menyeringai.
"Gadis galak, sebaiknya kau tetap di sudut sana. Aku tak ingin membuat tubuhmu
yang mulus jadi luka. Aku sendiri yang akan rugi nanti jadinya!"
"Setan jaga batang lehermu!" teriak Dwiyana dengan muka merah. Hatinya geram
karena serangan tangan kosongnya dapat dielakkan lawan dengan mudah. Tidak
menunggu lebih lama gadis ini segera cabut sebilah pedang mustika terbuat dari
perak yang tersisip di belakang punggungnya. Serangkum sinar putih berkiblat
ketika senjata ini dibabatkan ke leher Sonya dengan dahsyat.
Di saat muridnya mang gempur dengan pedang, Akik Mapei tak tinggal diam. Dia
lepaskan satu pukulan sakti bernama "Sinar Pelangi". Patut diketahui, ilmu
pukulan ini lebih dari sepuluh tahun dipelajari dan diyakini oleh kakek sakti
itu, dan merupakan satu dari sekian banyak pukulan sakti yang terkenal dan
pernah menggegerkan dunia persilatan. Apalagi saat itu Akik Mapei mengerahkan
lebih tiga perempat kekuatan tenaga dalamnya untuk melancarkan pukulan tersebut!
Tujuh warna pelangi berkiblat. Ruangan batu ber-goncang keras.
"Wuuss"
Sinar pukulan sakti itu menyapu ke seluruh bagian tubuh Sonya. Di kejap itu pula
terdengar bentakan keras.
Dwiyana merasakan selarikan angin menyambar ke arahnya, membuat pedangnya
tergeser ke samping.
Tubuhnya terdorong ke belakang sampai beberapa langkah. Penasaran gadis ini
susul serangannya yang
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tadi buyar dengan satu tusukan. Namun dia harus cepat menjauhkan diri kalau
tidak pukulan gurunya sendiri akan menghantamnya.
Akik Mapei hampir tak percaya ketika melihat
bagaimana Sonya mampu mengelak dan bertahan
terhadap pukulannya. Selama malang melintang di dunia persilatan, tak satu lawan
pun sebelumnya yang sanggup bertahan terhadap pukulan "Sinar Pelangi".
"Apakah masih ada pukulan saktimu yang lain?" tanya Sonya mengejek yang membuat
Akik Mapei serasa dipanggang. Sebelum dia sempat membuka mulut, dilihatnya
muridnya sudah menyerbu kembali dengan serangan pedang perak.
Melihat amukan si gadis Sonya mundur beberapa langkah. Begitu sambaran senjata
lawan lewat, cepat dia dorongkan tangan kanannya ke dada Dwiyana hingga gadis
ini jatuh terguling di lantai.
"Bedebah kurang ajar! Terkutuk!" teriak Dwiyana Gerakan tangan Sonya tadi bukan
hanya sekedar mendorong, tetapi sekaligus sengaja meremas payudara si gadis.
Dwiyana melompat beringas dan siap menyerbu kembali.
"Sudah! Kau tidurlah enak-enak di sudut sana"
kata Sonya lalu jentikan jari telunjuk tangan kanannya Selarik asap hitam
panjang tak ubahnya seperti seutas tali meluncur ke arah Dwiyana dan berputar
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergelung-gelung di sekitar kepala si gadis.
Dwiyana menghantam dengan tangan kirinya.
Angin pukulannya keras sekali. Tetapi asap hitam itu tak mampu dimusnahkannya
malah kini geiungannya semakin menyempit, membuat gadis ini terpaksa mundur ke
sudut ruangan yang diinginkan Sonya. Dalam pada itu detik demi detik Dwiyana
merasakan kedua kelopak matanya menjadi berat, kepalanya pusing dan
pemandangannya berkunang. Akhirnya secara aneh gadis ini terduduk di sudut
ruangan batu. Kedua matanya
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
terpejam. Punggungnya tersandar. Sikapnya persis seperti orang sedang tidur
duduk Akik Mapei terbeliak melihat kejadian ini. Seumur hidup baru sekali itu dia
melihat iimu aneh begitu rupa.
Hatinya berdebar. Bukan karena takut menghadapi lawan yang jauh lebih hebat dari
dia, tetapi karena sudah dapat menduga apa sebenarnya maksud Sonya memperlakukan
Dwiyana seperti itu.
Dari balik pakaiannya Akik Mapei cepat keluarkan tasbih yang terbuat dari
untaian mutiara. Tasbih ini pernah direndam selama tiga tahun hingga dari putih
kini warnanya kelihatan biru gelap dan memancarkan sinar angker.
Sesaat Sonya perhatikan benda di tangan lawannya lalu tertawa menyeringai.
"Hai, itu senjatamu Akik Mapei?" ujar Sonya. Tahu-tahu dia sudah berkelebat
untuk merampas mutiara tersebut. Tapi hai ini tidak terlalu mudah untuk melaku-
kannya. Akik Mapei mengelak sebat. Sesaat kemudian segulung sinar biru
menggidikkan melabrak ke arah delapan bagian tubuh Sonya
Serangan tasbih ini memang hebat dan ganas. Dan Akik Mapei jarang sekali
mengeluarkan senjata andalan-nya ini kalau tidak dalam keadaan sangat berbahaya
dan terdesak. Yang diserang keluarkan suara menggereng laksana singa lapar teriuka. Dia
menyelusup di antara gulungan sinar biru. Memang hebat sekali murid Datuk
Siluman ini. Dia masih sanggup menyelamatkan diri dari gempuran sinar maut itu. Bahkan
kembali mencoba untuk merampas mutiara di tangan Akik Mapei. Ketika untuk
kesekian kalinya dia tidak mampu merampas tasbih itu, marahlah manusia muka
setan ini Sonya pindahkan sangkar burung ke tangan kanan dan lambaikan tangan kirinya.
Terdengar suara mendesis.
Asap hitam pekat keluar bergulung dari telapak tangan-
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
nya, menderu dan membungkus ke arah kepala Akik Mapei. Si orang tua terbatuk-
batuk, tak tahan oleh bau sengit asap hitam aneh. Dia kerahkan tenaga dalam dan
menghembus ke depan. Tapi terlambat. Tubuhnya dirasakannya menciut, makin kecil
makin pendek. Sebaliknya tubuh Sonya dilihatnya bertambah besar dan menjadi tinggi. Dia merasa
seperti seekor siput atau seekor semut yang baru keluar dari lubang.
"Celaka, ilmu iblis apa pula ini!" keluh orang tua itu.
"Akik Mapei! Lihat mukaku! Pandang mataku! kata Sonya. Suaranya lantang,
menggema dalam ruangan batu itu. Semula dia ingin membunuh kakek ini. Tapi
selintas pikiran muncul dalam benaknya.
Akik Mapei yang sudah terpengaruh oleh kekuatan iblis mengikuti apa yang
dikatakan lawannya. Dia mendongak dan memandang ke wajah Sonya, menatap sepasang
mata itu. "Katakan siapa aku! Katakan lekasl" terdengar suara Sonya.
"Kau Sonya.... Sonya!" sahut Akik Mapei.
"Sonya siapa"!"
"Sonya majikanku. Kau tuan besarku!"
"Dan kau sendiri siapa sekarang huh"!"
"Aku.." Tentu saja hamba sahayamu." jawab Akik Mapef.
Sonya tertawa gelak-gelak.
"Sebagai hamba sahaya kau harus turut setiap perintah majikan. Kau mengerti Akik
Mapei" "Mengerti. Aku mengerti Sonya!"
"Bagus!" Sonya lalu lambaikan tangan kirinya. Asap hitam sedikit demi sedikit
lenyap. Wajah Akik Mapei yang sebelumnya berwarna putih polos kini kelihatan
menghitam akibat ilmu siluman lawannya.
"Sekarang kau pergilah keluar! Tunggu aku dimulut goa" kata Sonya pula. "Tapi
berikan dulu padaku tasbih itu"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Akik Mapei menurut. Senjata mustikanya diserahkan pada Sonya lalu dia melangkah
keluar ruangan.
"Hai tunggu dulu," seru Sonya.
"Apa lagi Sonya?"
"Sialan! Mulai saat ini panggil aku Paduka. Mengerti.."!"
"Baik. Aku akan panggil kau Paduka...."
Dengan terbungkuk-bungkuk Akik Mapei meninggalkan tempat itu. ilmu siluman telah
merubah jalan pikiran sehatnya. Dia berdiri di mulut goa seperti yang
diperintahkan. Pandangan matanya kuyu. Di luar hujan masih terus turun dengan
lebatnya. Di dalam ruangan batu Sonya melangkah mendekati Dwiyana. Dipandangnya wajah
gadis yang sedang tertidur itu. Diletakkannya sangkar burung kelantai. Lalu
tangan kanannya dilambaikan ke wajah Dwiyana. Asap hitam bergulung-gulung
membungkus kepala si gadis.
Lalu dia tersentak bangun dan terbatuk-batuk, Sonya lambaikan tangannya. Asap
hitam lenyap. Matanya dan mata Dwiyana saling pandang.
"Dwiyana. Lihat mukaku. Pandang mataku...."
Dwiyana mengangkat kepalanya dan menatap
wajah serta mata Sonya.
"Mulai hari ini kau menjadi gadis peliharaanku, mengerti"'
Dwiyana mengangguk.
"Kau harus melayani apa mauku!"
Dwiyana kembali mengangguk.
"Kau harus panggil aku paduka!!'
Si gadis mengangguk lagi.
"Sekarang berdiri!"
"Tanggalkan pakaianmu"
Di luar kesadaran akal sehatnya yang telah disungkup oleh kekuatan iblis,
Dwiyana mulai membuka pakaiannya.
Setiap gerakan gadis ini disaksikan Sonya tanpa berkesip dan lidah menjulur
basah. Akhirnya Dwiyana berdiri di
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hadapannya tanpa selembar benangpun menutupi
auratnya. Sonya tertawa panjang. Hidungnya kembang kempis.
"Melangkah lebih dekat ke sini, Dwiyana...."
Dwiyana mendatangi.
"Lebih dekat lagi!"
Si gadis maju hingga tubuhnya beradu dengan badan Sonya. Buah dadanya yang
kencang tertekan rata sewaktu Sonya merangkul punggungnya dengan penuh nafsu.
Diciumnya wajah gadis itu berulang-ulang.
"Sekarang kau harus menanggalkan pakaianku.
Dwiyana...."
Si gadis menurut Dia ulurkan kedua tangannya
dan membuka pakaian Sonya satu demi satu.
Dipukau oleh Ilmu siluman, sampai jauh malam
Dwiyana terus saja melayani nafsu terkutuk Sonya yang seperti tidak ada ujungnya
itu. Sementara di luar sang guru duduk termenung. Tak beda seperti seekor anjing
yang bertugas menjaga pintu, dan tak berani masuk ke dalam tanpa izin
majikannya. Malang sekali nasib guru dan murid itu.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
TUJUH HARI sesudah meninggalkan Bukit Hantu maka sampailah Sonya ke Teluk
Gonggo. Selama perjalanan itu belasan manusia telah menjadi korban keganasan
ilmu silumannya. Beberapa orang berkepandaian tinggi dan beberapa perempuan
berparas cantik dibawanya ke tempat kedlamannya yang baru, yang kelak bakal
menjadi satu markas atau sarang sumber malapetaka yang menimpa dunia persilatan.
Umumnya orang-orang lelaki yang dibawanya itu adalah jago-jago silat kelas satu
yang berhasil ditundukkannya dan diperbudaknya. Sedang orang-orang perempuan
sebelumnya telah diperkosanya secara keji untuk kemudian dijadikannya perempuan
peliharaan pemuas nafsunya.
Malapetaka besar itu segera menjadi kenyataan sebulan kemudian. Dunia persilatan
delapan penjuru angin menjadi geger ketika terjadi pembunuhan besar-besaran
secara mengerikan atas tiga partai silat. Seisi partai mulai dari sang ketua
sampai murid partai yang paling rendah bahkan pelayan, mati dibunuh dengan cara
yang sama. Yaitu muka hancur. Itulah kebiadaban ilmu "Cakar Siluman".
Kemudian beberapa tokoh terkenal dunia persilatan lenyap secara aneh sedang
beberapa lainnya ditemukan mati dengan muka hancur rusak hampir sulit untuk
dikenali. Selama berbulan-bulan peristiwa yang menggemparkan itu berjalan terus
tanpa diketahui siapa blang pelakunya. Beberapa orang sakti mempunyai dugaan
bahwa segala malapetaka mengerikan itu tak dapat tidak hanya bisa dilakukan oleh
satu orang yakni Datuk Siluman dari Bukit Hantu. Beramai-ramai mereka mengadakan
perundingan lalu menyerbu ke puncak
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Bukit Hantu. Namun yang mereka temui hanyalah reruntuhan bangunan tulang yang
telah menghitam jadi arang. Sesosok tubuh yang merupakan tengkorak acak-acakan
terjepit di bawah reruntuhan itu.
"Kalau Datuk Siluman sudah mati, berarti ada seorang manusia iblis lainnya yang
menjadi blang racun kejahatan ini. Tapi siapakah dia?" tanya seorang tokoh
sambil memandang pada kawan-kawannya.
"Tidak dapat tidak dia punya sangkut paut tertentu dengan Datuk Siluman," jawab
tokoh yang lain.
"Kalau manusiaitu seorang muridnya, kurasa mustahil."
Ikut bicara jago silat lainnya. "Setahuku Datuk Siluman tak pernah punya murid."
Dengan perasaan kecewa tokoh-tokoh silat itu akhirnya meninggalkan Bukit
Siluman. Minggu demi minggu berlalu, berganti bulan ke bulan.
Bencana yang menimpa rimba persilatan semakin hebat.
Disamping terbunuh dan diculiknya tokoh-tokoh silat tingkat tinggi, disamping
musnahnya beberapa partai persilatan, juga diketahui lenyapnya gadis-gadis atau
perempuan-perempuan cantik dari kampung, desa dan kota.
Usaha-usaha yang dilakukan tokoh-tokoh sakti dunia persilatan untuk mencari dan
mengejar peiaku yang telah membuat keonaran keji itu, sebegitu jauh masih
menemui jalan buntu. Rasa cemas kini menyelimuti seantero rimba persilatan.
Namun tidak ada yang berputus asa.
Pada permulaan awal bulan dua belas para tokoh silat itu mengadakan pertemuan
rahasia di suatu tempat di utara Sragen. Baru saja pertemuan hendak dibuka tiba-
tiba di pintu yang dikunci terdengar suara ketukan.
Brajapati, seorang tokoh silat dari pantai selatan yang memimpin pertemuan itu
memandang berkeliling.
Semua undangan telah duduk di kursi masing-masing.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Berarti tak ada yang harus ditunggu atau datang terlambat. Semua hadirin menjadi
tidak enak. Dan ini jelas terbayang di wajah masing-masing. Siapa gerangan yang
mengetuk pintu itu"
Perlahan-lahan Brajapati berdiri dari kursinya dan melangkah ke pintu. Meski
tokoh-tokoh silat lainnya masih, tetap duduk di tempat masing-masing tetapi
rata-rata secara diam-diam mereka telah barjaga-jaga kalau sampai tiba-tiba
terjadi hal yang tak diinginkan.
Tiga langkah dari ambang pintu Brajapati berhenti.
"Siapa di luar?" tanya jagoan ini sambil tangan kanannya dlangkat ke atas, siap
melepaskan satu pukulan tangan kosong.
"Aku.." terdengar sahutan dari balik pintu.
"Aku siapa"!" bentak Brajapati.
"Perbolehkan aku masuk..."
"Katakan dulu siapa kau" jawab Brajapati. Tenaga dalamnya dilipatgandakan dan
dialirkan ke tangan kanannya yang siap menghantam.
"Aku Hang Juana dari Tegal Alas. Bukankah kalian Ingin mengetahui siapa yang
selama ini menimbulkan bencana dalam dunia persilatan" Lekas buka pintu!"
Brajapati dan beberapa tokoh silat di situ sebelumnya memang sudah pernah
mendengar nama Hang Juana. Itu sekitar sepuluh tahun yang silam. Dia dikenal
sebagai seorang kakek yang ahli membuat berbagai macam senjata, terutama senjata
pesanan perwira-perwira kerajaan.
Tanpa ragu-ragu Brajapati membuka daun pintu
dengan tangan kirinya. Di bawah pandangan sekian banyak pasang mata, seorang
kakek berpakaian butut rombeng masuk terbungkuk-bungkuk. Dia berdiri diujung
meja pertemuan dan memandang berkeliling.
"Orang tua, silahkan duduk," Brajapati menarik sebuah kursi.
Hang Juana menggeleng.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tak bisa lama-lama di sini," kata Si kakek pula.
"Kenapa?" tanya Brajapati. Karena Hang Juana tak mau menjawab maka dia
melanjutkan ucapannya. "Tadi kau mengeluarkan ucapan yang mengetakan seolah-olah
kau tahu siapa yang menjadi blang racun penimbul malapetaka selama ini...."
Hang Juana mengangguk. "Orangnya masih ada sangkut paut dengan Datuk Siluman
dari Bukit Hantu...."
"Memang sudah kami duga' kata beberapa tokoh silat hampir bersamaan.
"Siapa manusianya dan di mana sarangnya?" tanya Brajapati.
"Manusianya bernama..."
Tiba-tiba laksana ada angin besar melabrak masuk, semua lampu yang ada di
ruangan itu padam! Bau busuk menebar menusuk hidung. Ucapan Hang Juana terputus
digantikan jeritan yang mengerikan.
Brajapati melihat sesosok bayangan berkelebat di hadapannya. Secepat kilat
jagoan dari pantai selatan ini hantamkan tangan kanannya ke depan. Sesiur sinar
putih menderu ke arah tubuh yang berkelebat. Tapi yang diserang serta merta
lenyap dari pemandangan.
Di lain kejap justru terdengar pekik Brajapati setinggi langit. Lalu suasana di
ruangan gelap gulita itu menjadi sunyi senyap seperti di pekuburan. Ketegangan
meng-gantung di udara hitam.
"Hidupkan lampu" Seseorang berteriak.
Beberapa orang segera menyalakan lampu di em
pat sudut ruangan. Begitu lampu menyala maka semua tokoh silat yang ada di situ
melengak ngeri.
Dua sosok tubuh menggeletak di lantai ruangan pertemuan. Mereka adalah Hang
Juana dan Brajapati Keduanya tak bergerak dan tak bernapas lagi. Muka mereka
yang berselomotan darah terlalu ngeri untuk dipandang.
Meski semua yang hadir di situ adalah tokoh silat
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kelas satu berilmu tinggi, namun menyaksikan kematian Hang Juana dan Brajapati
begitu rupa tak urung membuat hati mereka tercekat ngeri. Dada berdebar dan
lutut bergetar. Dua korban manusia siluman itu kini menggeletak di depan mereka.
Untung mereka masih hidup.
Karena sebenarnya jika mau manusia iblis itu pasti mampu melakukan hal yang sama
terhadap mereka semua!
Khawatir akan menyusul terjadinya hal-hal yang tak diingini, dengan membawa
mayat Brajapati dan Hang Juana semua tokoh silat yang hadir segera meninggalkan
tempat itu. Dengan demikian untuk kesekian kalinya gagal pulalah usaha untuk
menyelidiki siapa adanya manusia penyebar malapetaka itu.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
BULAN PURNAMA telah sejak lama lenyap terlindung di balik gumpalan awan hitam.
Bintang-bintang pun menghilang satu demi satu. Saat itu mendekati tengah malam.
Jika pertengahan malam kali ini berlalu maka berarti untuk kesakian kalinya
dunia memasuki tahun baru, memasuki usia baru. Bumi Tuhan ini bertambah tua
juga. Di kejauhan lapat-lapat terdengar suara lolongan anjing. Pada saat itulah
sesosok tubuh kelihatan lari memasuki kampung Tega Kritis dari jurusan timur.
Tak lama kemudian sampailah orang ini di samping sebuah tembok tinggi satu
bangunan yang paling bagus dan mewah di kampung tersebut. Tanpa menoleh ke kiri
atau ke kanan orang ini langsung masuk ke halaman depan dengan melompati tembok.
Gedung besar di hadapannya sunyi senyap tanda semua penghuni sudah tidur lelap.
Hanya pada beberapa tempat terdapat iampu-lampu kecil menyala.
Sekali mengenjot tubuh orang ini kemudian melompat ke genting bangunan. Dengan
menerobos genting dan langit-langit dia masuk ke dalam gedung, sampai ke sebuah
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kamar di mana terdapat dua buah tempat tidur berkelambu putih dan biru muda.
Di atas tempat tidur barkelambu putih, tiga orang anak kelihatan tidur dengan
nyenyaknya. Sesaat orang yang barusan menerobos masuk itu memperhatikan wajah
ketiga anak itu. Dadanya terasa sesak menggemuruh.
Cepat-cepat dia berpaling dan melangkah kedekat tempat tidur yang berkelambu
biru. Di atas tempat tidur yang satu ini berbaring nyenyak seorang perempuan. Wajahnya
membayangkan keletihan dan keputusasaan hingga lebih tua dari usia sebenarnya.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Meski demikian kecantikannya masih belum pupus. Di samping perempuan itu
bergelung seorang anak lelaki berusia dua tahun. Rambutnya hitam, alis matanya
tebal. Kembali orang di luar kelambu merasakan dadanya sesak.
Dipejamkannya kedua matanya.
"Haruskah kulakukan ini..." Haruskah kulakukan"!"
Pertanyaan itu menghunjam berulang kali dalam hatinya.
Tiba-tiba ada satu bayangan wajah manusia yang maha mengerikan menjelma di ruang
matanya. "Ingat sumpah utamamu Sonya! Ingat. Itu harus kau lakukan! Harus! Kalau tidak
aku akan bangkit dari alam kematian. Makhluk peliharaanku akan menyiksamu selama
tujuh tahun!"
Lelaki di samping tempat tidur itu ternyata adalah Sonya. Kedua tangannya
terkepal. Rahangnya mengatup kencang. Perlahan-lahan dibukanya kembali kedua
matanya. Kini sepasang mata itu kelihatan membarat sinar aneh. Sinar ganas
jahat. Kebimbangan yang tadi menguasai hatinya serta merta lenyap. Sonya
menyibak-kan kelambu biru. Ditanggalkannya pakaiannya. Lalu dibetotnya pakaian
perempuan di atas tempat tidur yang bukan lain adalah istrinya sendiri.
Perempuan itu terkejut dan bangun dari tidurnya. Belum sempat dia menjerit,
Sonya sudah menutup mulutnya dan menaiki tubuhnya.
Sonya kini memperkosa istrinya sendiri sampai akhirnya perempuan itu pingsan!
Setelah melamplaskan nafsunya Sonya segera membungkus anak lelaki yang ada di
atas tempat tidur anaknya sendiri lalu melompat ke atas langit-langit kamar.
Sesaat kemudian ketika perempuan itu siuman dan mendapatkan anaknya tak ada lagi
maka dia pun menjerit: "Anakku ! Anakku ! Tolong, penculik!"
Hari itu murid Eyang Sinto Gendeng sampai di sebuah kota kecil bernama Nganglek.
Rasa haus mem buat dia melangkahkan kaki memasuki sebuah kedai minuman. Di jalan
besar yang dilaluinya itu terdapat dua buah kedai.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Yang satu besar dan bersih, lainnya kecil serta kotor. Wiro hendak memasuki
kedai yang besar ketika di kedai kecil sebelah sana dilihatnya suatu hal yang
menarik. Pendekar ini segera memutar langkah menuju kedai buruk itu. Dia duduk
di sebuah sudut agak ke dalam.
Dekat pintu kedai duduk dua orang laki-laki berpakaian hitam bermuka kumal
takterurus. Pada lengan masing-masing memakai gelang akar bahar besar. Satu
benda yang sudah dapat dipastikan gagang senjata menonjol di balik pinggang
pakaian keduanya. Mereka memperhatikan Wiro dengan pandangan mata tajam.
"Hanya seorang pemuda kampung tolol. Tak perlu dicurigai," berbisik lelaki
bermuka hitam kepada kawan di sebelahnya.
Kawannya yang mempunyai cacat besar bekas luka di pipi kiri masih memandang
beberapa lama pada Wiro.
Akhirnya memalingkan muka dan kembali memperhatikan ke arah pintu seperti ada
yang tengah ditunggu.
Wiro meneguk minumannya. Tak selang berapa lama masuklah seorang lelaki berbadan
kurus pendek. Begitu masuk dia langsung menemui dua orang berpakaian serba hitam
tadi. Mereka bicara berbisik-bisik. Lelaki muka hitam mengeluarkan beberapa
keping uang perak yang
kemudian diserahkannya pada si kurus pendek. Orang yang menerima uang ini segera
berlalu. Wiro membayar minumannya. Ketika dia keluar dari kedai dilihatnya si kurus tadi
sudah berada diujung jalan.
Agar tidak menimbulkan kecurigaan dua orang di dalam kedai, Wiro sengaja
mengambil jalan yang berlawanan.
Namun di balik sebush bangunan cepat pendekar ini berputar dan di lain saat dia
sudah melangkah cepat mengejar si kurus.
Lelaki kurus pendek itu ternyata menuju ke tepi sungai.
Di sebuah tikungan sungai yang ditumbuhi pohon-pohon bambu amat lebat, tertambat
sebuah perahu. Orang ini hentikan langkahnya. Seorang lelaki berbadan tinggi
kekar Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
melompat enteng dari dalam perahu dan bicara dengan si kurus. Yang terakhir ini
kemudian cepat-cepat tinggalkan tempat itu.
Setelah menunggu beberapa lamanya, Wiro keluar dari balik rerumputan pohon
bambu. Dia berdiri di tepi sungai dengan sikap seperti seseorang hendak
menyeberang. Ketika dia melirik ke arah perahu, ternyata di balik atap perahu kelihatan tiga
pasang kaki. Sementara itu lelaki tinggi besar yang masih tegak di tebing sungai
memperhatikan Pendekar 212 dengan mata melotot penuh selidik. Wiro justru
melangkah mendekatinya.
"Saudara, aku ingin menyeberang. Apakah kau bisa membawaku ke tepi sebelah
sana?" berkata Wiro.
. Si tinggi ini bernama Prakunto. Dia memandang Wiro dari rambut gondrong sampai
ke kakinya yang kotor, melirik pada tiga kawannya dalam perahu lalu tertawa
bergelak. "Pangeran dari mana yang berani memerintahku seenaknya?"
"Oh... oh... oh! Aku bukan pangeran, sobat. Agaknya kau khawatir soal ongkos.
Jangan takut. Aku punya uang untuk membayar. Sebutkan saja berapa ongkosnya
sampai ke seberang!"
Kembali Prakunto tertawa gelak-gelak.
"Monyet gondrongi Aku tak butuh uangmu. Lekas minggat dari sini!"
"Ah, jangan begitu sobat. Kau tolonglah aku menyeberang," pinta Wiro pula.
"Manusia edan. Kau berani memaksaku"!"
"Tidak. Aku tidak memaksa. Tapi minta tolong!'
Prakunto ulurkan tangannya meraba dada Wiro Sableng hingga pemuda ini
bergelinjang kegelian.
"Ngg... kulihat dadamu cukup kekar," kata Prakunto pula. "Begini saja. Bagaimana
kalau kita adakan perjanjian baku jotos. Kalau aku menang serahkan seluruh uang
yang ada padamu dan berlalu dari sinii"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagaimana kalau aku yang menang?" balik bertanya Wiro.
Prakunto tertawa meledak diikuti oleh ketiga kawannya yang ada dalam perahu.
"Kalau kau yang menang, jangankan ke seberang sana, ke neraka pun kau akan
kuantar!" "Baik. Bagaimana caranya adu jotos ini...?"
"Kita saling pukul tiga kali. Siapa yang nanti jatuh atau terhuyung ke belakang
berarti kalah!"
"Ah, mudah sekali itu..." kata Wiro sambil senyum-senyum.
"Siapa yang mulai memukul lebih dulu"!"
"Silahkan kau yang memukulku lebih dulu" jawab Prakunto yang tidak memandang
sebetah mata pada pemuda bertampang dungu di hadapannya itu.
Wiro melangkah ke hadapan Prakunto. Diulurkannya tangannya ke dada si tinggi
besar ini, meraba-raba beberapa lamanya hingga Prakunto menjadi kesal.
"Aku suruh kau memukul dadaku. Bukan memijat-mijat.
Tolol" hardik Prakunto.
"Ah, dadamu keliwat lunak. Seperti agar-agar. Aku khawatir sekali pukul saja
dadamu bisa rurak berentakan.
Nanti kau tak bisa balas memukulku. Bagusnya kau saja yang memukulku lebih dulu
i" Prakunto benar-benar jadi naik darah mendengar ucapan Wiro Sableng. Sementara
itu ketiga kawannya sudah keluar dari perahu dan tegak mengelilingi mereka.
"Pemuda ingusan! Mulutmu sombong sekali!" sentak Prakunto.
"Eh, jadi adu jotos ini tidak diteruskan" Nyatanya kau cuma seorang pengecut.
Badan saja yang tinggi kekar tapi nyali selembek tahi ayam!"
Diejek begitu Prakuto jadi naik pitam. Tiga kawannya juga tampak marah.
"Kau bersiaplah. Sekali pukul nyawamu akan kubuat melayang" kata Prakunto.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Wiro mundur beberapa langkah dan berdiri sambil tolak pinggang. "Silahkan pukul.
Jangan salah. Pilih tempat yang empuk"
Tinju kanan Prakunto mengepal besar dan kokoh. Dari jarak dua langkah tinjunya
itu diayunkan sekuat-kuatnya ke dada Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Buk"
Terdengar suara bergedebuk keras sewaktu tinju yang besar itu mendarat di dada
Wiro. Baik Prakunto maupun tiga kawannya sudah sama membayangkan bagaimana
jotosan itu akan membuat Wiro terlempar, roboh muntah darah dan melayang ke
akherat. Tapi jangankan terjungkal atau terhuyung, serambut pun tubuh pendekar itu tidak
bergeming. Di lain pihak Prakunto merasakan tinjunya mendarat di sebuah
permukaan selembut kapas. Membuat lelaki ini ternganga keheranan.
"Heh, kau rupanya punya ilmu juga..." ujar Prakunto seraya menyeringai. "Tapi
tunggu, masih ada dua pukulan lagi. Jaga pukulanku yang kedua" Lalu untuk kedua
kalinya Prskunto hantamkan tinju kanannya yang beratnya tak kurang dari lima
puluh kati. Untuk kedua kalinya pula terdengar suara "buk!" Dan untuk kesekian
kalinya si tinggi besar itu terheran-heran karena sasaran yang dihantamnya
terasa demikian lembut. Dia memandang pada Wiro dengan mata melotot sementara
murid Eyang Sinto Gendeng itu cuma cengar-cengir tak acuh.
"Pukulan terakhir sobat" seru Prakunto.
"Keluarkan seluruh tenagamu, luar dalam. Pukulah lebih keras. Masakan manusia
setinggi dan sebesarmu ini pukulannya tidak terasa apa-apa, seperti orang
menggelitik saja I"
Muka Prakunto merah padam. Dia merasa malu
terutama terhadap ketiga kawannya. Tenaga dalamnya disalurkan seluruhnya ke
tangan kanan hingga mempunyai daya hantam seberat dua ratus kati. Jangankan
tubuh Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
manusia, tembok tebal atau kepala kerbau pun pasti hancur luluh.
"Kau sudah siap"' tanya Prakunto. Tinju kanannya tampak bergetar.
"Sudah sejak tadi-tadi sobat " sahut Wiro seenaknya.
Prakunto kertakkan rahang.
"Mampuslah!" bentak Prakunto. Berbarengan dengan itu tinju kanannya berkelebat
deras sampai mengeluarkan suara menderu. Mendarat tepat di dada kiri Pendekar
212, pada bagian jantungnya!
Terdengar satu jerttan setinggi langit
Prakunto berdiri terbungkuk-bungkuk. Tangan kirinya tiada henti mengusap tangan
kanan yang tadi dipakai meninju. Kalau dua kali pertama tadi memukul dada lawan
dirasakannya lunak lembut, tetapi kali yang ketiga dada pemuda itu seperti
berubah menjadi dinding karang yang luar blasa keras dan atosnya. Dua buah jari
tangan kanannya patah, kulitnya terkelupas dan mengucurkan darah di bebarapa
bagian. "Bagaimana sobat" Kau telah memukulku tiga kali Kini giliranku" kata Wiro.
"Baik, baik..." kata Prakunto menahan sakit dan malu. Dia berdiri memasang kuda-
kuda. Wiro mundur mengambil ancang-ancang untukmemukul.Tiba-tiba salah seorang
kawan Prakunto mendekati lelaki itu dan berbisik: "Kunto, kita tak ada waktu
melayani pemuda edan ini lebih lama. Sebentar lagi kereta itu akan tiba
"Kau mau didamprat dan digebuk Jakasempar"
Seberangkan saja dia agar tidak mengganggu kita lebih lama"
"Tapi aku toh musti melayaninya" sahut Prakunto.
"Persetan! Seberangkan dia"
Prakunto berpikir sejenak.
"Hai, mengapa kalian ini" Aku sudah siap memukul"
Wiro berseru. Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sobat, biarlah. Walau kau belum memukul tapi aku mengaku kalah. Aku akan
antarkan kau ke seberang,"
kata Prakunto pula.
Wiro tersenyum dan garuk-garuk kepalanya.. Dia melompat ke dalam perahu. Hanya
sebentar saja diapun sampai ke seberang sungai. Wiro ucapkan terima kasih dan
naik ke darat sementara Prakunto mengayuh perahunya kembali ke seberang yang
lain. Hanya sesaat dia mencapai tepi sungai, sepuluh orang berkuda sampai di
tempat itu. Rombongan ini dipimpin oleh lelaki muka hitam yang dilihat Wiro di
kedai di Nganglek.
"Bagaimana Jaka...?" tanya Prakunto pada si muka hitam yang bernama Jakasempar.
"Kalian bersiap. Cari tempat berlindung yang baik.
Sebentar lagi kereta itu akan lewat ingat, gadis itu tak boleh mendapat cidera
barang sedikit pun"
Maka keempat belas orang itu pun bersembunyi di tempat yang terpencar di
tikungan sungai. Kira-kira sepeminuman teh berlalu, di kejauhan terdengar suara
rentak kaki-kaki kuda dan gemeletak roda kereta. Tak lama kemudian dari balik
tikungan muncullah sebuah kereta putih, dikawal oleh sepuluh prajurit Kadipaten
dibawah pimpinan seorang lelaki tua gagah bemama Wilacarta.
Begitu kereta memperlambat jalannya karena
memasuki tikungan maka terdengarlah ringkik binatang penarik kereta itu. Lima
pisau terbang menghambur dan menancap di kaki dua ekor kuda penarik kereta dan
membuatnya tersungkur. Kereta hampir saja terbalik ke dalam sungai. Bersamaan
dengan itu Jakasempar dan anak buahnya berlompatan dari tempat persembunyian
masing-masing, langsung menyerbu prajurit-prajurit pengawal dan dengan senjata
terhunusi Daerah luar kota Jepara akhir-akhir ini memang kurang aman. Karenanya malihat
kemunculan belasan orang bermuka bengis itu, Wilacarta segera maklum kalau
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
rombongan tengah dihadang perampok. Tapi karena saat itu dia dan anak buahnya
sama sekali tidak membawa uang atau harta berharga kecuali mengawal Sri Ayu
Pandan, puteri Adipati Jepara, maka penghadangan itu terasa agak aneh di mata
Wilacarta. Namun saat itu tak ada waktu untuk berpikir panjang. Orang tua gagah
ini berteriak memberi semangat pada anak buahnya. Lalu mencabut pedang dari
pinggang. Dia sama sekali tidak menduga justru rombongan yang menghadang itu
memang tidak hendak merampok harta atau uang, melainkan hendak menculik puteri
Adipati Jepara. Setelah gadis itu di tangan mereka, Jakasempar akan meminta uang
tebusan dalam jumlah besar.
Pertempuran berkecamuk hebat. Pihak Kadipaten selain kalah jumlah, lawan yang
mereka hadapi rata-rata memiliki kepandaian silat tinggi hingga dalam tempo
singkat dua orang prajurit roboh mandi darah.
Ketika tadi kereta menyungkur tanah karena dua kuda yang menariknya roboh, dari
dalam kereta terdengar pekik perempuan. Tirai jandeia tersingkap dan tampaklah
satu kepala berambut hitam legam berwajah rupawan. Dialah Sri Ayu Pandan, puteri
Adipati Jepara. Belum habis kejut sang gadis akibat tersungkurnya kereta, tiba-
tiba dari semak beiukar dilihatnya berlompatan manusia-manusia bertampang bengis
bersenjata golok atau pedang dan mereka ini langsung menyerang para pengawal.
Takutnya puteri Adipati ini bukan kepalang. Dia berteriak tiada henti.
Wilacarta putar pedangnya dengan sebat. Dia berhasil merobohkan seorang lawan
dan melukai seorang lainnya.
Ketika dilihat Jakasempar bergerak mendekati kereta, kepala pengawal ini segera
menghadang. Namun dia tak mampu menghalangi lebih jauh karena secepat kilat tiga
orang anak buah Jakasempar melompat ke hadapannya dan langsung menyerbu.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kusir kereta yang merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan puteri
majikannya, dengan bersenjatakan sepotong besi panjang menyerang Jakasempar dari
samping. Serangan itu dengan mudah dapat dielakkan oleh Jakasampar. Sebagai
balasan Jakasempar menghadlahkan satu tusukan golok yang ganas. Karena memang
tidakmemiliki kepandaian silat apa-apa, kusir kereta itu akhirnya menemui ajal
dengan dada ditembus golok.
Jakasempar menendang pintu kereta hingga tanggal berantakan. Di dalam sana Sri
Ayu Pandan menyudut ketakutan. Jakasempar tersenyum menyeringai melihat tubuh
muius dan wajah cantik gadis itu. Dalam benaknya sudah muncul pikiran kotor.
Puteri itu diculik dan dimintai tebusan uang dalam jumlah besar. Tapi apa
salahnya sebelum dikembalikan pada orang tuanya akan dipakai sebagai pamuas
nafsu lebih dulu"
"Gadis cantik. Kau tak usah takut. Mari ikut aku..." kata Jakasempar seraya
mengulurkan tangan untuk menarik Ayu Pandan. Namun sebelum jari-jari tangannya
sempat menyentuh tubuh gadis itu mendadak dari samping melesat sebuah benda
besar. Jakasempar cepat bersurut mundur. Benda itu menghantam tangga kereta dan
ternyata adalah sosok tubuh salah seorang anak buahnya sandiri yang telah
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manjadi mayat. Terkejut bukan kepalang, Jakasempar palingkan kepala. Dan membeliaklah mata
manusia muka hitam ini.
Enam langkah di hadapannya berdiri pamuda rambut gondrong yang sebelumnya pernah
dilihatnya di kedai Nganglek. Pakaiannya basah kuyup. Apakah dia yang telah
melemparkan tubuh anak buahnya it tadi"
Pemuda berpakaian kuyup itu adalah Wiro Sableng.
Sesampainya di seberang sungai tadi, dia pura-pura berlalu, tetapi diam-diam
menyelinap ke balik semak-semak dan mengintai. Dia yakin sekali orang-orang yang
ditemuinya di kedai dan di tepi sungai itu tengah merencanakan sesuatu. Sesuatu
yang jahat. Dan
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
keyakinannya itu tak lama kemudian menjadi kenyataan.
Yaitu dengan munculnya kereta putih yang telah ditunggu untuk dihadang. Pada
saat pertempuran mulai berkecamuk, Wiro terjun ke sungai, berenang menyeberang,
itulah sebabnya pakaiannya basah kuyup.
"Bangsat! Pemuda ini memang sudah kucurigai sejak dari Nganglek kertak
Jakasempar. Dia melangkah mendekati Wiro dan membentak: "Keparat! Kau berani
mencampuri urusanku. Berarti kau berani mampus!"
"Wutt"
Golok besar di tangan Jakasempar menderu. Membabat ke dada Wiro Sableng. Ketika
Wiro berhasil mengelakkan sarangan itu, serta merta serangan kedua dan ketiga
datang susui menyusui laksana kilat! Kiranya kepala rampok ini memiliki ilmu
golok yang lihai. Dia mengharap dalam beberapa gebrakan saja akan dapat
mencincang tubuh lawannya. Namun dia tidak tahu, dengan siapa hari itu dia
berhadapan. Jakasempar membuka jurus kedua dengan serangan berantai kembali. Wiro berkelebat
cepat diantara taburan sinar golok tawan. Awai jurus ketiga pendekar ini
mempercepat gerakannya hingga tubuhnya hanya
merupakan bayang-bayang dan Jakasempar menjadi bingung karena kehilangan lawan.
Sambaran goloknya terus menerus menghantam tempat kosong.
Selagi Jakasempar kebingungan Wiro hantamkan
tangan kanannya ke kening penjahat ini. Jakasempar menjerit. Tubuhnya terbanting
ke tanah tak sadarkan diri.
Keningnya yang memang sudah hitam kini tampak tambah hitam karena hangus: Dan
pada kening itu kini tertera tiga deretan angka 212. Dari maut, hidung serta
mulutnya mengalir darah.
Tiga orang anak buah Jakasempar yang melihat
pemimpin mereka dicelakai begitu rupa dengan cepat menyerang.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Manusia-manusia tak berguna. Bisanya cuma membuat keonaran! Majulah bila minta
digebuk" kertak Wiro Sableng. Begitu ketiga lawannya berlompatan menyerang maka
terdengarlah "Plak! Plak! Plak!" Tiga tamparan mendarat di kening mereka. Ketiganya
menggeletak di tanah menerima nasib seperti pemimpin mereka.
'Pemuda keparat! Makan pedangku ini!" satu suara membentak. Dikejap yang satu
tebasan pedang menyambar batang leher Pendekar 212. Wiro keluarkan suara bersiul
dan melompat ke belakang. Yang
menyerangnya dengan ganas, itu ternyata Prakunto. Di tangannya tergenggam
sebilah pedang berlumuran darah.
Dengan pedang itu dia telah membunuh dua prajurit Kadipaten dan melukai parah
Wilacarta. Orang tua itu kini tergeletak dekat roda kereta, dengan menahan sakit
bukan kepalang dan darah masih mengucur di bekas lukanya.
"Hai! Rupanya kau masih belum puas dengan adu jotos tadi?" mengejek Wiro.
"Baku jotos dan pedang lain, sobat" jawab Prakunto sambil tusukkan pedang yang
digenggamnya di tangan kiri karena tangan kanannya cidera akibat adu jotos
dengan Wiro tadi.
Wiro keluarkan satu siulan lagi. Dia berkelit ke kiri.
Begitu ujung pedang lewat di sampingnya, Wiro gerakkan tangan kanan memukul siku
Prakunto. Lelaki ini terpekik karena sambungan sikunya terlepas. Dia kembali
menjerit sewaktu tapak tangan Pendekar 212 menghantam
keningnya hingga hangus. Prakunto terbujur ditanah, melintang di atas tubuh
Jakasempar Ketika Wiro memandang berkeliling ternyata pertempuran sudah selesai. Kusir
kereta dan beberapa prajurit Kadipaten tewas. Yang lain-lainnya termasuk
Wilacarta menderita luka-luka. Di pihak penjahat empat orang mati, dua orang
melarikan diri sedang delapan
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
lainnya, di antaranya Jakasempar dan Prakunto menderita luka-luka dan pingsan.
Dari dalam kereta masih terdengar jeritan-jeritan Sri Ayu Pandan yang masih
diselimuti ketakutan. Wiro mendatangi.
"Hentikan jeritanmu. Pertempuran sudah berhenti.
Tak ada yang harus ditakutkan lagil" berkata Wiro.
Puteri Kadipaten itu turunkan kedua tangannya yang tadi dipakai untuk menutupi
muka. "Kau... kau siapa?" tanyanya masih takut dan curiga.
Wiro garuk-garuk kepala. Sebelum dia memberi
jawaban, dari belakang didengarnya seseorang berkata:
"Pendekar 212, ikutlah bersamaku."
Murid Eyang Sinto dari Gunung Gede ini terkesiap kaget dan berpaling. Di
hadapannya berdiri seorang kakek-kakek yang mata kirinya picak sedang di
sampingnya tegak seorang anak ieiaki berusia sekitar lima belas tahun,
berpakaian serba putih dan berparas cakap. Jika seseorang mengenali julukannya,
maka orang itu pasti bukanlah manusia sembarangan.
"Orang tua, kau siapa..."1 tanya Wiro.
"Siapa kau nanti kuterangkan. Yang penting kau harus ikut aku sekarang juga"
"Heh" ikut kau" Kemana" Jalan-jalan..."' tanya Wiro bergurau.
"Jangan banyak tanya dan jangan bergurau. Waktuku amat singkat," jawab orang tua
mata picak. "Ngg... kalau begitu kau pergilah sendiri. Siapa sudi turut denganmu. Aku masih
ada tugas mengurusi orang-orang Kadipaten ini."
"Biar muridku yang mengurus mereka," kata si picak.
"Kepentinganku ada hubungannya dengan malapetaka yang menimpa dunia persilatan
saat ini" Ucapan itu membuat Wiro Sableng yang barusan
hendak melangkah tubuh berbaiik kembali.
"Apa katamu orang tua..."'
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Si orang tua tak menjawab melainkan memutar tubuh.
Setelah mengatakan sesuatu pada anak lelaki di sebelahnya, dia lalu cepat-cepat
meninggalkan tempat itu.
Tampaknya dia melangkah blasa saja. Namun hanya sesaat dia telah lenyap di
tikungan jalan. Dengan garuk-garuk kepala Wiro Sableng terpaksa mengejar si mata
picak aneh itu. Ternyata orang tua ini menuju Jepara.
*** Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
HARI masih pagi. Sinar sang surya masih kuning kemerahan tanda belum lama keluar
dari tempat peraduannya. Sura Gandara berdiri di ambang pintu rumah makannya,
memperhatikan pelayan-pelayan membereskan bagian depan rumah makan itu. Di
Jepara, Sura yang berbadan gemuk macam kerbau bunting itu terkenal sebagai
pemilik rumah makan paling besar paling lezat tetapi murah harganya.
Dari dalam sabuknya dikeluarkan secuil tembakau dan kertas. Maka mulailah dia
menggulung sebatang rokok klinting. Baru saja dia menyalakan rokok itu, tiba-
tiba berubahlah parasnya.
Di seberang jalan tampak empat orang berpakaian jubah putih yang di bagian
dadanya terpampang sulaman bunga teratai besar berwarna merah darah.
"Empat Teratai Darah..." kata Sura Gandara dalam hati.
Rasa tak enak segera menyungkupi dirinya. Sekitar satu tahun yang lewat empat
manusia itu pernah datang ke rumah makannya. Kedatangan meraka hanya membuat
keonaran. Rumah makan waktu itu menjadi centang perenang porak poranda akibat
dipakai sebagai tempat perkelahian oleh Empat Teratai Darah melawan musuhnya
Empat Naga Hitam. Meskipun kali ini kedatangan mereka belum tentu akan berbuat
keonaran lagi, namun tetap saja Sura Gandara merasa cemas. Buktinya pagi-pagi
sekali, selagi rumah makan masih belum buka, mereka sudah muncul. Tentu ada apa-
apanya. Sura Gandara tak bisa berpikir lebih panjang karena keempat orang itu sudah
berdiri di hadapannya.
Sura menjura hormat. Dengan senyum yang di-
paksakan dia berkata: "Satu kehormatan lagi bahwa kalian orang-orang gagah sudi
datang ke tempatku.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebenarnya rumah makan masih belum buka dan masih kotor. Jika orang-orang gagah
tidak keberatan dengan keadaan ini, silahkan masuk."
Kakek-kakek bermuka putih bernama Sumo Kebalen yang menjadi pemimpin Empat
Teratai Darah anggukkan kepala sedikit lalu masuk diikuti ketiga adik
seperguruannya.
"Suasana begini tak jadi apa," kata Sumo Kebalen seraya duduk. "Yang penting
cepat hidangkan makanan dan minuman yang lezat"
"Orang gagah Sumo Kebalen. Jangan khawatir. Apa yang kau minta akan segera
dihidangkan," jawab Sura Gandara. "Mungkin ini satu kelancangan. Tapi jika aku
yang hina buruk ini boleh bertanya, gerangan apakah yang membuat empat orang
gagah muncul pagi-pagi begini di Jepara?"
"Kami tengah menunggu seseorang. Karenanya selagi kami makan kuharap kau berdiri
di depan pintu.
Larang setiap orang yang mau masuk. Kecuali orang yang kami tunggu itu...."
"Celaka, pasti akan terjadi lagi keonaran di tempat ini,"
keluh Sura Gandara ketika mendengar keterangan Sumo Kebalen tadi. Namun dia
masih kepingin tahu. Karenanya dia bertanya kembali. "Maaf Sumo. Siapakah
manusianya yang orang gagah tunggu itu"'
"Seorang lelaki bermata buta sebelah. Namanya Rangga Lelanang. Sudah. Kau jangan
banyak tanya Sura.
Lekas hidangkan makanan. Kami sudah lapar"
"Baik, baik..." jawab Sura sambil manggut-manggut.
Lalu dia berteriak memanggil pelayan. Selesai memberi perintah, sesuai yang
dikatakan Sumo Kebalen, pemilik rumah makan ini kemudian pergi berdiri di pintu
masuk, berjaga-jaga.
Orang kedua dalam Empat Teratai Darah adalah
seorang nenek-nenek berbadan tinggi kurus bernama Supit Inten. Nenek-nenek ini
merupakan saudara seper-
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
guruan Sumo Kebalen. Dalam dunia persilatan bukan rahasia lagi bahwa kedua tokoh
ini menjalani hidup bersama tanpa kawin allas kumpul kebo.
Orang ketiga dan keempat adalah dua gadis kembar berbadan langsing. Paras mereka
sebenarnya tidak begitu cantik. Tetapi karena pandai memoles muka berhlas
berlebihan maka jadinya lumayan juga. Gadis pertama bernama inang Pini sedang
adiknya inang Resmi.
Pada dasarnya Empat Teratai Darah tidak dapat dikatakan sebagai tokoh-tokoh
silat golongan putih.
Mereka seringkali diketahui bersekutu dengan jago-jago golongan hitam. Dalam
malang melintang di rimba persilatan mereka tak pernah berpisah. Hari itu mereka
datang ke rumah makan Suro Gandars untuk menunggu kedatangan seorang musuh
bernama Rangga Lelanang, yaitu kakek-kakek lihay yang pernah menghina almarhum
guru mereka sewaktu diadakan pertemuan antara tokoh-tokoh silat golongan hitam
di puncak gunung Merapi dua tahun yang lalu.
Tidak seorang pun dari Empat Teratai Darah
sebelumnya pernah melihat atau bertemu dengan Rangga Lelanang. Namun ciri-ciri
si kakek ini sudah mereka ketahui jelas dari sang guru sebelum menutup mata
delapan belas bulan yang lalu. Dengan memakai seorang perantara Empat Teratai
Darah mengirimkan sepucuk surst undangan kepada Rangga Lelanang guna datang ke
rumah makan itu, untuk menyelesaikan soal malu besar penghinaan tempo hari.
Selagi Empat Teratai Darah sedang asyik menyantap makanan lezat di atas meja,
pada saat itu pulalah Wiro Sableng dan si kakek mata picak bernama Lor Gambir
Seta sampai di tempat itu.
Si kakek sebenarnya tak ingin singgah karena ingin lekaa-lekas sampai ke tempat
tujuan. Tapi Wiro sudah tak tahan iapar dan memaksa masuk ke rumah makan.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan jengkel si kakek terpaksa mengikuti. Tetapi baru saja mereka sampai di
depan pintu, Sura Gandara sudah menyongsong dengan sikap menghadang.
"Harap dimaafkan, rumah makan belum buka. Datang saja kalau matahari sudah muiai
naik," berkata Sura Gandara.
Wiro Sableng melirik ke dalam rumah makan. Lalu menyeringai dan berkata: "Kalau
betul rumah makan ini belum buka kenapa kulihat ada empat kunyuk sedang enak-
enakan makan di dalam sana?"
Paras Sura Gandara berubah. Kalau saja ucapan Wiro tadi sempat terdengar oleh
Empat Teratai Darah bisa berabe.
"Orang muda, harap kau jangan bicara seenaknya.
Empat orang itu adalah tamu-tamu istimewa...."
"Hai, tamu-tamu istimewa macam bagaimana?"
tanya Wiro. "Kulihat mereka blasa-blasa saja. Cuma mungkin memang sedikit aneh.
Si kakek itu bermuka putih seperti singkong rebus. Si nenek sudah peot tapi agak
genit. Dua gadis seperti topeng yang diberi pupur tebal...!"
Si gemuk Sura Gandara maju dan mencekal kerah kemeja Wiro. "Gondrong! Jaga
mulutmu kalau tak mau celaka...."
Lor Gambir Seta menepuk bahu Wiro dan berkata agar meraka mencari rumah makan
lain saja. Tetapi pendekar kita tetap tak bergerak. Pemilik rumah makan itu jadi
marah. Ketika dia hendak menampar, tiba-tiba pandangannya lekat pada wajah Lor
Gambir Seta yang bermata picak. Agaknya manusia inilah musuh besar yang tengah
ditunggu-tunggu Empat Teratai Darah.
Maka cepat-cepat dia melepaskan cekalannya dan membungkuk dalam-dalam.
"Mohon dimaafkan. Aku tidak melihat dalamnya laut tingginya gunung. Kalian
berdua silahkan masuk...."
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Wiro tersenyum sedang Lor Gambir Seta kerenyitkan kening. Perubahan sikap Sura
Gandars yang tiba-tiba ini pasti ada apa-apanya. Namun dia tak bisa berpikir
panjang karena Wiro sudah melangkah masuk kedalam rumah makan sambil bersiul-
siul. Mendengar suara siulan, Empat Teratai Daerah yang asyik bersantap angkat kepala.
Dua sosok tubuh tampak masuk mengikuti pemilik rumah makan. Ketika melihat Lor
Gambir Seta, Sumo Kebalen serta merta hentikan makannya. Begitu juga tiga
saudara seperguruannya.
"Orang yang kita tunggu telah datang," bisik pemimpin Empat Teratai Darah itu.
Sementara itu Wiro serta Lor Gambir Seta telah mengambil tempat duduk di bagian
lain rumah makan.
Ketika pelayan datang untuk melayani mereka tiba-tiba Sumo Kebalen berseru: "Tak
ada seorang tamu lain boleh dilayani tanpa izinku"
Pelayan terkejut dan cepat-cepat masuk ketika dilihatnya Sumo Kebalen pelototkan
mata. Wiro Sableng pencongkan mulut dan batuk-batuk.
Sementara orang tua bermata picak duduk tenang-tenang saja, memandang ke luar
jendela. "Kakek, kau kenal empat kunyuk itu...?" bisik Wiro.
Tanpa palingkan kepalanya dari jendeia si kakek mata satu menjawab: "Mereka
Empat Teratai Darah."
Wiro manggut-manggut. Saat itu pandangannya
membentur sebuah kaleng kosong di dekat meja. Maka pendekar ini mulai bertingkah
batuk-batuk, mengeluarkan suara seperti orang mau muntah dan meludah beberapa
kali ke dalam kaleng itu.
Sumo Kebalen tahu kalau apa yang dilakukan Wiro itu tidaklain hanya untuk
menghinanya. Wajahnya yang putih tampak mengelam. Tanpa berdiri dari duduknya
dia berkata: "Adik-adikku. Kurasa terlalu banyak meja dan kursi malang melintang
dalam ruangan ini. Coba kalian tolong rapikan"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dari tempat duduk masing-masing, Supit inten, inang Pini dan inang Resmi
memukulkan telapak tangan ke arah meja dan kursi yang ada di situ. Hebat sekali.
Benda-benda itu berpentalan ke tepi ruangan hingga bagian tengah rumah makan itu
Kitab Mudjidjad 14 Pendekar Slebor 17 Piramida Kematian Suling Emas Dan Naga Siluman 24