Nyawa Yang Terhutang 1
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang Bagian 1
scan by kelapalima
ebook by kalibening
scan by kelapalima
ebook by kalibening
1 SUARA BERADUNYA PEDANG terdengar berkepanjangan di lereng bukit Cemoro Sewu
padahal hari masih gelap dan udara mencucuk dingin. Binatang hutanpun menyingkir
ketakutan. Karena yang terdengar bukan hanya suara beradunya senjata tajam itu namun juga
ada bentakan- bentakan serta hentakan-hentakan kaki yang menggetarkan tanah.
Siapa yang pagi-pagi buta telah saling baku hantam seolah-olah tidak ada waktu
menyelesaikan urusan di siang hari"
Di antara kerasnya suara pedang beradu tiba-tiba terdengar suara tawa mengekeh.
Lalu ada orang yang bicara dalam kegelapan.
"Bagus! Bagus Wilani! Sepuluh jurus kau bisa bertahan, sepuluh jurus kau balas,
mendesak! Bagus! Ilmu pedangmu sudah cukup matang! Yang penting kini adalah berlatih
terus!" "Terima kasih untuk pujian itu kakek guru! Semua itu berkat gemblengan yang
kakek guru berikan!" Ternyata di lereng bukit Cemoro Sewu itu bukan terjadi perkelahian, melainkan
seorang murid dan guru tengah berlatih ilmu pedang di gelap buta menjelang dini hari!
Sang guru adalah seorang kakek berambut putih panjang. Dia mengenakan pakaian
berbentuk selempang seperti pakaian seorang resi dan berwarna hitam. Gerakan
tangannya memutar
pedang sebat sekali. Gerakan kakinya kukuh dan ringan. Sesekali pakaian hitamnya
di bagian kaki nampak tersingkap. Astaga! Ternyata kakek yang memiliki ilmu meringankan tubuh
tinggi ini hanya mempunyai satu kaki kanan. Kaki kirinya buntung sebatas lutut.
Tapi tak kalah hebatnya sang murid yaitu seorang dara berpakaian serba biru,
berambut hitam dikuncir. Meski seluruh pakaiannya basah kuyup tanda dia telah mengerahkan
seluruh tenaga,
gerakannya berkelebat gesit sekali. Putaran pedangnya mengeluarkan angin
menderu-deru, gerakan
kedua kakinya tak terduga sehingga setiap bacokan atau tusukan senjatanya sulit
diduga. "Bagus! Bagus! Sekarang aku ingin melihat kau menutup serangan terakhirmu dengan
jurus Rembulan Mencukur Bintang. Lakukan!"
Mendengar ucapan sang guru, gadis baju biru bernama Wilani membentak keras. Lalu
tubuhnya melesat ke udara setinggi dua tombak. Ujung pedang di tangan kanan
menderu ke arah
sebuah cabang pohon berdaun lebat. Terdengar suara merambas beberapa kejapan
mata. Ketika si
gadis melompat turun kembali kelihatanlah dalam gelap bagaimana seluruh daun di
cabang itu telah
gundul laksana dipangkas sedang ranting-ranting besarnya sedikitpun tak ada yang
rusak. Kakek kaki buntung tertawa gembira.
"Hebat! Luar biasa Wilani!"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Terima kasih kakek guru!" sang dara menyahuti sambil bungkukkan tubuh.
"Sekarang aku ingin menguji kehebatan senjata rahasiamu! Siapkan kantong
jarummu!" "Saya sudah siap kakek...," kata Wilani pula sesaat kemudian.
"Lihat ke arahku!" kata si kakek sambil mengangkat tangan kanannya dekat-dekat
ke kepalanya sampai setinggi daun telinga. Telapak tangan dan lima jari
dikembangkan. Di antara jari-
jari tangan yang lima itu terselip empat buah daun kecil.
"Serang empat daun yang kujepit di antara jari-jari tangan!"
"Siap guru!"
"Tunggu dulu. Ada syaratnya!" kata si kakek pula.
"Empat helai daun itu harus tembus tetapi tidak selembarpun boleh lepas dari
jepitan jariku.
Bagaimana" Sanggup"!"
"Akan saya coba kek!"
"Nah hantamlah! Tapi awas! Jangan mata atau hidung atau tanganku yang kau
hantam! Hik...hik...hik!"
Wilani menggerakkan tangan kanannya ke dalam kantong. Sesaat kemudian tangan itu
keluar bersama empat buah jarum halus berwarna putih. Lalu tangan itu menghantam
ke depan. Terdengar suara berdesing dalam kegelapan malam. Empat jarum halus melesat tidak
kelihatan. Si kakek menunggu lalu berseru.
"Hai! Hai! Sudahkah kau melemparkan senjata rahasiamu, Wilani"!"
"Sudah kek! Harap periksa keempat daun itu!"
Kakek kaki satu turunkan tangannya dan meneliti. Keempat daun kecil yang
dijepitnya di antara jari-jari tangan kanannya ternyata sudah berlubang kecil di bagian
tengahnya. Melihat hal ini
kembali orang tua itu tertawa mengekeh.
"Hebat! Luar biasa! Kau memang muridku yang andal!"
"Terima kasih guru. Jangan keliwat memuji!" jawab sang murid tersipu. Waktu
tersipu ini ada lesung pipit muncul di kedua pipinya.
"Sekarang ujian terakhir. Aku akan menggabung ilmu meringankan tubuhmu dengan
kekuatan tenaga dalam serta kepekaan perasaanmu. Kau siap"!"
"Mohon petunjukmu dulu kek. Apa yang harus aku lakukan?"
"Hemm...," si kakek melompat-lompat ke arah sebuah batu belas langkah di sebelah
kanan. Lalu dia menunjuk ke cabang sebuah pohon setinggi tiga tombak di samping
muridnya. "Kau
melompatlah ke ujung cabang itu dengan punggung menghadap ke batu.
Putar tubuhmu tanpa membuat cabang bergoyang dan hantam batu ini sampai hancur!"
"Wah! Susah amat kek!"
"Kalau itu saja susah, berhenti jadi muridku!" jawab si orang tua itu sambil
mencibir. scan by kelapalima
ebook by kalibening
Sang dara garuk-garuk kepalanya, memandang pada si kakek dan bertanya. "Sekarang
kek?" "Ya sekarang tentu! Apa menunggu sampai malam Jum'at depan!"
Belum habis si kakek berucap, tubuh Wilani kelihatan melesat ke udara. Setengah
jalan sebelum mencapai cabang pohon tubuh itu berputar sehingga kini punggungnya
menghadap ke arah
batu yang akan menjadi sasaran. Kaki kanan menyentuh ujung cabang pohon. Kejapan
itu pula Wilani putar tubuhnya seraya hantamkan tangan kanan.
Wuutt! Terdengar deru angina laksana membelah dinginnya malam. Lalu.
Byaar! Batu hitam di bawah sana hancur berkeping-keping.
Meledak tawa si kakek buntung. Begitu muridnya melayang turun langsung
dipeluknya. "Kau benar-benar hebat Wilani. Aku tidak akan merasa khawatir melepasmu pergi...."
"Kek, kau tahu aku sebenarnya tak ingin pergi. Tak mau berpisah denganmu sampai
kapanpun. Namun..... Jalan nasibku membuat semua jadi begini...."
Si kakek lepaskan pelukannya, dia membimbing muridnya duduk di sebatang
tumbangan pohon sementara di sebelah timur langit perlahan-lahan tampak mulai terang.
"Jalan nasib manusia Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukan. Kita manusia hanya
bisa berusaha bagaimana agar bisa melaluinya pada jalan yang lurus dan benar.
Pelajaran agama yang
kuberikan padamu harus menjadi pegangan hidupmu sampai mati. Lakukan apa yang
diperintah Gusti Allah, jauhkan apa yang dilarang-Nya. Tetapi ada satu hal muridku. Selama
kedua kaki kita
masih menginjak bumi selama itu pula pertanda bahwa kita ini masih hidup di
dunia. Hidup di
dunia dipengaruhi oleh dua hal. Yaitu kebaikan dan kejahatan. Dunia penuh dengan
hasut dan fitnah.
Penuh dengan setan-setan yang gentayangan. Setan-setan yang tidak kelihatan,
yang berupa mahluk-mahluk halus, tidak perlu kau khawatirkan. Yang harus kau perhatikan
justru setan-setan
kasar berwujud manusia. Manusia mahluk paling terpuji. Tapi karena banyak akal
maka manusia juga bisa menjadi mahluk keji. Contohnya itu manusia-manusia yang telah membunuh
ayahmu secara keji. Mereka lebih jahat dari iblis! Lebih busuk dari Setan!"
"Orang-orang itulah yang akan aku cari kek!" terdengar suara Wilani agak
tersendat. Si kakek tarik nafas panjang. "Dendam adalah urusan dunia yang tidak pernah
habis. Itu tandanya kita hidup di dunia. Membela keluarga, apalagi membela kehormatan dan
ayah sendiri sama saja dengan melakukan perang sabil. Namun muridku.... Ketahuilah, di belakang
setiap dendam dapat mengendalikannya. Karena itu Wilani, jika kau membalaskan sakit
hati dendam kesumat pembunuhan atas diri ayahmu, lakukanlah dengan penuh perhitungan serta
keadilan. Usahakan agar kau jangan sampai membunuh orang-orang itu, kecuali jika tak ada
jalan lain atau
dalam keadaan sangat terpaksa. Kau dengar kata-kataku ini, Wilani?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Aku dengar kek dan akan kujadikan pegangan," jawab Wilani.
"Bagus! Setelah selesai sembahyang subuh kau boleh meninggalkan Cemoro Sewu
ini..." Wilani memeluk gurunya lalu berkata. "Kek, selama dua belas tahun aku tinggal
bersamamu di bukit ini, banyak hal telah kupelajari darimu. Banyak hal telah kuketahui.
Namun ada satu hal
yang masih gelap bagiku."
"Ah..... Hal apakah ituuridku?" tanya si kakek sambil tersenyum-senyum karena
diam-diam dia sudah dapat menduga apa yang bakal ditanyakan muridnya.
"Sampai saat ini aku tidak tahu siapa nama kakek...."
Orang tua berkaki buntung itu tertawa mengekeh.
"Nama....! Itu juga salah satu urusan manusia di dunia yang fana ini! Siapa namaku
apakah ada artinya bagimu?"
"Tentu saja kek! Setiap manusia pasti punya nama," jawab Wilani.
"Tapi aku tidak," ujar si kakek pula. "Kau boleh memberi nama siapa atau apa
saja. Itu tidak
akan merubah diriku. Seorang tua bangka reot berkaki buntung dan akan tetap
seperti itu! Hik...
hik...hik!"
Wilani terdiam sesaat.
"Baiklah kalau kakek tidak mau memberi tahu nama...."
"Bukan tidak mau, karena memang dari kecil bahkan dari orok tidak ada yang
memberi nama padaku! Kedua orang tuaku mati tenggelam ketika terjadi banjir bandang
puluhan tahun lalu.
Aku dihanyutkan banjir ke dalam sebuah rimba belantara. Hidup dan dibesarkan
alam seorang diri.
Hanya berteman beberapa ekor monyet dan beberapa ekor biatang buas. Untung
kemudian ada seorang pencari kayu yang menemukanku dan memungutku jadi anak. Ketika usia
delapan tahun aku diserahkan pada seorang pandai. Tapi orang tua angkatku itu juga alpa.
Mereka tidak memberi
nama apapun padaku! Hik... hik.... hik!"
"Kalau begitu boleh aku mencarikan nama untuk kakek?"
"Pasti cocok kalau kau yang mencarikannya!" jawab orang tua itu.
"Aku... Hemm... Biar kau kuberi nama Datuk Buntung Cemoro Sewu! Bagaimana?"
"Nama hebat! Aku mengucapkan terima kasih padamu Wilani. Paling tidak, kalau
nanti aku mati, akan ada orang menuliskan nama itu di papan nisanku! Hik... hik... hik!" Si
kakek tepuk- tepuk bahu muridnya.
"Kek, sebelum aku pergi, aku ingin mengulang nama-nama orang yang harus kucari
itu agar tidak kesalahan tangan...."
"Bagus! Itu memang bagus! Cobalah kau menyebutkan keempatnya, lima dengan ibu
tirimu itu...." scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Pertama Randulawang. Jabatan Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru. Usia saat
ini sekitar tiga puluh delapan tahun. Kedua Rea Pamungkas, jabatan Ketua Perkumpulan Silat
Gading Putih merangkap anggota pengurus Perserikatan Silat Bintang Biru. Usia saat ini
sekitar enam puluh
tahun. Orang ketiga bernama Wirasaba, jabatan sama dengan Rea Pamungkas
merangkap Ketua
Perkumpulan Silat Mustika Ratu, berumur sekitar enam puluh lima tahun. Orang ke
empat dikenal dengan nama Kajenar, Ketua perkumpulan Silat Elang Laut. Juga menjabat sebagai
pengurus perserikatan. Umurnya paling lanjut, saat ini sekitar tujuh puluh tahun. Yang
terakhir ibu tiriku
sendiri bernama Juminten, usia tiga puluh tahun, sekarang adalah istri dari
Randulawang."
Ternyata kau masih ingat kelima nama itu. Apa kau masih ingat wajah-wajah mereka
Wilani?" "Samar-samar, kek. Tapi jika aku bertemu dengan mereka kembali, pasti aku akan
dapat mengenali...."
Si kakek mengangguk. "Ingat baik-baik muridku. Kelima manusia itu sama jahat dan
liciknya. Tapi bukan berarti di luar mereka di dunia ini semua orang adalah
baik. Karenanya selalu
berhati-hati dalam menghadapi segala sesuatunya. Jangan lekas percaya pada
seseorang yang kelihatannya begitu baik dan selalu hendak menolong. Karena di balik kebaikan
dan pertolongan itu
mungkin tersembunyi niat jahat dan hendak menggolong.
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebaliknya juga jangan lekas curiga pada seorang berwajah buruk dan bersikap
aneh. Karena di balik wajah dan sikap itu mungkin ada sifat baik yang tadinya sulit
diterka..."
"Terima kasih atas semua nasihatmu, kek. Ijinkan aku mengambil air sembahyang
untuk solat Subuh...."
Si kakek mengangguk. Sekali lagi dia memeluk murid tunggalnya itu. Ketika Wilani
berlalu, orang tua yang kini mendapat nama Datuk Buntung Cemoro Sewu itu menarik nafas
lega. "Lega rasanya dada ini sekarang. Kalaupun aku mati hari ini, kepandaianku sudah
ada yang mewarisi!"
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
2 MASA DUA BELAS TAHUN SEBELUM WILANI DILEPAS OLEH DATUK
BUNTUNG CEMORO SEWU....................
Perserikatan Silat Bintang Biru sedang naik daun. Namanya menjulang mengatasi
belasan perguruan silat yang berdiri jauh sebelumnya. Anak murid perserikatan berjumlah
ribuan orang, tersebar di delapan penjuru tanah Jawa. Semua ini berkat kepemimpinan Adi Juwono
yang dijuluki Raja Tombak Delapan Penjuru Angin. Gelar ini disandangnya tidak percuma karena
dia memiliki sebuah senjata pusaka yakni sebuah tombak besi berlapis emas. Dalam keadaan
biasa tombak ini
panjangnya hanya sekitar tiga jengkal. Tapi jika bagian-bagiannya ditarik,
senjata ini bisa berubah
menjadi sepuluh jengkal.
Pada mulanya Perserikatan Silat Bintang Biru didirikan dan berasal dari empat
buah perguruan silat besar yaitu Perkumpulan Silat Bumi Leluhur pimpinan Randulawang,
Perkumpulan Silat Gading Putih pimpinan Rae Pamungkas, lalu Perkumpulan Silat Mustika Ratu
di bawah kepemimpinan Wirasaba dan yang ke empat Perkumpulan Silat Elang Laut diketuai
oleh Kajenar. Adi Juwono satu-satunya tokoh persilatan yang tidak memiliki perguruan atau
perkumpulan secara resmi walaupun muridnya bertebaran dimana-mana. Dia menjadi tokoh silat
tunggal yang dihormati dan disegani kawan maupun lawan. Dibandingkan dengan ilmu kepandaian
para ketua empat perkumpulan silat lainnya, Adi Juwono dua tingkat lebih tinggi dari
mereka. Karena itulah
ketika kelimanya bergabung di bawah bendera Perserikatan Silat Bintang Biru
semua pimpinan perkumpulan silat sama menyetujui untuk mengangkat Adi Juwono sebagai Ketua
mereka. Empat lainnya memang jabatan sebagai Wakil Ketua dan jabatan masing-masing sebagai
Ketua pada perkumpulan silat mereka tetap tidak berubah.
Kemajuan yang dicapai oleh Perserikatan tentu saja mengangkat nama dan derajat
sang ketua yaitu Adi Juwono. Meskipun nama dan derajat empat wakil ketua ikut
terangkat namun ada di
antara mereka yang merasa iri. Apalagi ketika ada yang mengkobar-kobarkan bahwa
Adi Juwono sebenarnya tidak pantas menjadi ketua karena tidak memiliki perkumpulan silat.
Lalu ada yang memfitnah bahwa sang ketua sebenarnya tidak melakukan apa-apa, yang bekerja
keras untuk perserikatan adalah empat wakil ketua.
Lama kelamaan, suasana ini menjadi seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu
bisa meledak. Malangnya Adi Juwono sama sekali tidak arif akan apa yang terjadi
secara diam-diam di
belakangnya. Hal ini karena semua orang dilihatnya bermanis muka dan berbaik
turun sapa dihadapannya. Bahkan Adi Juwono sama sekali tidak mengetahui bahwa Juminten,
isteri mudanya scan by kelapalima
ebook by kalibening
yang berusia 18 tahun yang dinikahinya setahun setelah isteri tuanya meninggal,
ikut terlibat dalam
komplotan keji yang kelak menimbulkan bencana bagi diri dan anak-anaknya.
* * * MALAM ITU HUJAN turun rintik-rintik. Sesosok tubuh tampak bergerak membungkuk-
bungkuk di belakang bangunan besar lalu menyelinap mendekati kandang kuda. Di
sini sosok tersebut diam sejenak, memandang berkeliling meneliti keadaan. Ketika
dirasakannya aman maka
cepat didorongnya pintu tempat penyimpanan jerami kering lalu menyelinap ke
dalam. Orang ini
duduk tak bergerak di sudut ruangan, di atas setumpuk jerami. Dia memasang kedua
telinga, mendengarkan setiap bunyi yang ada di luar. Kemudian lapat-lapat dia mendengar
suara kaki melangkah mendekati kandang kuda. Diam sesaat. Tak lama kemudian terdengar pintu
ruangan jerami berkereketan, lalu masuklah seorang berpakaian hitam tebal yang wajahnya
ditutup dengan sehelai sapu tangan besar.
"Di sini....," terdengar suara berbisik dari sudut ruangan jerami yang gelap.
Orang yang barusan masuk melangkah ke jurusan datangnya suara itu lalu
menjatuhkan diri
di hadapan orang yang mendekam di sudut. Nafasnya terdengar mengengah.
"Mas Randu.... Terlalu berbahaya pertemuan ini. Kalau sampai ada yang melihat...."
Orang yang berusaha duduk berbisik. Ternyata suaranya adalah suara perempuan. Dan
ketika dia membuka sapu tangan yang menutupi wajahnya, dalam gelap kelihatan sekilas
wajahnya. Dia adalah Juminten. Isteri Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru. Dan lelaki yang
duduk di hadapannya
adalah Randulawang, Wakil Ketua Perserikatan.
"Tak ada yang perlu dikhawatirkan Juminten. Asal kita bicara berbisik-bisik.
Semua orang berada di bangsal utama tengah mendengarkan fatwa dari guru agama yang datang
dari Demak. Suamimu juga masih belum kembali bukan?"
"Betul. Para wakil ketua sudah kuhubungi. Mereka sama menyetujui walau aku masih
kurang yakin dengan si Kajenar itu. Kita hanya tinggal menyusun rencana serta
hari pelaksanaannya
saja.... Dan semua itu kuncinya berada di tanganmu dik Juminten."
"Di tangan saya...?" tanya perempuan berusia delapan belas tahun itu keheranan.
"Benar," sahut Randulawang seraya mendekap pipi Juminten dengan kedua telapak
tangannya lalu merangkul isteri Ketua Perserikatan itu kedadanya. "Apa yang akan
kau lakukan sederhana dan mudah sekali. Namun sangat menentukan..... Setelah itu kamisemua
yang akan mengatur."
"Apa yang harus saya lakukan mas Randu...?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Randulawang yang berusia dua puluh enam tahun itu tidak segera menjawab
melainkan memeluk dan menciumi Juminten terlebih dulu penuh nafsu hingga perempuan itu
kelagapan. Setelah Juminten ikut terpengaruh nafsunya barulah dia membisikkan rencananya.
Juminten terkejut ketika mendengar ucapan Randulawang itu.
"Tak mungkin saya melakukan hal itu, mas Randu. Sama saja dengan
mengkhianatinya.
Lagi pula saya tidak tega. Mas Adi Juwono punya anak yang masih kecil-kecil.
Wilani enam tahun
dan Ario Seno sepuluh tahun.... Kasihan mereka."
Randulawang tertawa perlahan. Sambil terus membakar gairah Juminten dengan
rabaan- rabaan tangannya dia berkata. "Mengapa musti memperdulikan kedua anak itu. Dia
bukan darah dagingmu dik Juminten. Lagi pula kebahagiaan hidup apa yang kau bakal dapat dari
suami yang selalu sakit-sakitan itu. Dalam usianya yang hampir enam puluh tahun dia lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah dukun untuk berobat dari pada berada di dekatmu. Kau
masih muda, perlu hiburan dan suamimu tidak mampu memberikan kebahagiaan padamu. Apa kau
hendak bertahan sampai kau sendiri nati jadi nenek reot" Mas Adi bukan pasanganmu. Dia
terlalu tua. Usia
kalian terpaut hampir empat puluh tahun. Apa tidak gila itu namanya"!"
Juminten terdiam dan kembali luluh ketika dipeluk oleh Randulawang dan
menggelinjang sewaktu hidung lelaki ini menggeser di belakang telinganya.
"Kau lebih cocok menjadi isteriku Juminten. Aku bersumpah akan mengambilmu jadi
isteriku kalau rencana kita selesai. Kau akan bahagia sebagai isteri Ketua
Perserikatan yang baru.
Aku bawa kau kemana aku berkunjung. Tidak seperti sekarang kau selalu ditinggal-
tinggal oleh mas Adi Juwono."
"Mas Randu. Beri aku waktu untuk berpikir...," berbisik Juminten seraya tangan
kanannya mengusapi dada Randulawang yang penuh ditumbuhi bulu.
"Tak ada waktu lagi Juminten. Semua harus dilakukan dengan cepat. Rencana untuk
mengundangnya sudah disiapkan dua hari setelah dia kembali dari berobat. Setelah
itu segala kebahagiaan akan menjadi milikmu sayangku...."
Juminten hanya bisa diam, tak mampu keluarkan ucapan untuk menjawab.
"Aku tahu...," bisik Randulawang kembali. "Walau kau tidak mengeluarkan sepatah
katapun sebagai ucapan tapi aku tahu hatimu menyetujui rencana ini. Hatimu lebih
dekat padaku daripada ke suamimu....."
Hidung Randulawang menyusup ke celah dada perempuan itu. Juminten menggeliat dan
merangkulkan kedua tangannya ke punggung lelaki itu ketika Randulawang
merebahkan tubuhnya
di atas tumpukan jerami kering.
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
3 SUATU MALAM YANG SEJUK sebuah kereta tampak meluncur menuju Plered. Yang
menjadi sais adalah Adi Juwono sendiri, Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru.
Di sampingnya duduk Juminten. Di sebelah belakang sambil tertawa-tawa duduk Wilani dan Ario
Seno, kakak beradik putera-puteri Adi Juwono dari mandiang istri pertamanya.
"Sahabat-sahabatku itu ada-ada saja," terdengar Adi Juwono berucap. "Mengundang
makan malam di Plered. Katanya ada hiburan serombongan pemain gamelan dari Pajang
segala...."
"Saya dengar salah seorang dari mereka berulang tahun hari ini," menyahuti
Juminten. "Siapa?" tanya suaminya.
"Mungkin mas Wirasaba."
Kereta itu meluncur terus tapi sebentar-sebentar kuda coklat yang menarik kereta
nampak seperti liar dan meringkik berulang kali.
"Kuda ini tidak seperti biasanya. Meringkik terus sejak tadi...," kata Adi
Juwono. Sang istri
diam saja. Di sebuah pendakian, kereta berhenti di depan sebuah bangunan kayu yang terletak
di dekat sungai kecil. Siang hari pemandangan di sekitar tempat ini indah sekali.
Beberapa lampu minyak
besar tampak menyala menerangi bangunan itu.
Ketika Adi Juwono menolong istri dan anaknya turun dari kereta, tiga orang
keluar dari bangunan. Mereka adalah Randulawang, Wirasaba dan Rae Pamungkas.
"Ada undangan istimewa malam ini rupanya!" kata Adi Juwono. "Siapa yang berulang
tahun?" "Saya mas...,"jawab Wirasaba.
"Selamat kalau begitu." Lalu Adi Juwono memeluk sahabatnya itu. Kemudian mereka
beriringan menuju rumah di tepi sungai.
Di sebelah belakang Rae Pamungkas berbisik pada Randalawang. "Ketua ternyata
membawa serta kedua anaknya. Ini diluar dugaan, diluar rencana. Bagaimana
ini...?" "Tak usah khawatir. Serahkan padaku...," jawab Randulawang.
"Aku tak melihat saudara tua kita mas Kajenar," kata Adi Juwono.
"Dia jadi pelayan di dalam. Sibuk menyiapkan hidangan...." Jawab Randulawang.
"Eh, kalau tak salah kalian bilang ada hiburan gamelan dari Pajang. Mana..."
Mengapa sepi- sepi saja?"
"Itu yang mengesalkan saya mas Adi," jawab Randulawang. "Sampai saat ini mereka
masih belum muncul. Kabarnya hujan lebat turun di hulu. Mungkin mereka sulit
menyeberang sungai."
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Pesta ulang tahun hanya kita saja. Tidak mengundang orang-orang atau para
sahabat lainnya?" tanya Adi Juwono lagi.
"Biayanya terbatas mas Adi. Jadi biar kita-kita saja...," sahut Wirasaba sambil
mengulum senyum. Rombongan itu sampai di dalam rumah dimana telah tersedia sebuah meja besar
berisi berbagai macam hidangan dan minuman yang lezat-lezat. Sang ketua duduk di kepala
meja sebelah kanan sedang Juminten di kepala meja di seberangnya. Anak-anak Adi Juwono duduk
mengapit sang ayah. Wirasaba di samping kanan ketua, disebelah kiri Randulawang, lalu
berturut-turut Rae
Pamungkas dan Kajenar saling berhadapan.
Setelah mengobrol sambil sesekali tertawa bergelak yang kelihatannya begitu
akrab maka santap malampun dimulai. Selesai makan masih dihidangkan beberapa penganan dan
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buah-buah cuci mulut. Sebelum pertemuan ditutup, Kajenar menghidangkan kopi hangat
sementara dua anak
tampak mulai mengantuk.
Setelah batuk-batuk beberapa kali Rae Pamungkas membuka mulut. Suaranya mula-
mula agak bergetar. Namun kemudian ucapnya lancar juga.
"Mas Adi Juwono. Sambil menunggu turunnya panas kopi, mengutarakan sesuatu.
Kalau ketua tidak berkeberatan...."
Adi Juwono agak heran mendengar ucapan Rae Pamungkas itu. "Ah, tentu saja.
Silakan mengutarakan apa saja. Di sini mungkin kita lebih leluasa, tidak diganggu oleh
kesibukan seperti di
perkumpulan...."
Rae Pamungkas memandang pada ke tiga wakil ketua. Dua orang nampak duduk dengan
sikap gagah, hanya Kajenar yang menundukkan kepala.
"Baik mas Adi. Saya langsung saja pada pokok masalahnya. Sejak beberapa waktu
lalu kami mendapat kabar disertai bukti-bukti bahwa mas Adi ingin menyingkirkan kami
dari kedudukan wakil ketua Perserikatan...."
"Astaga! Pembicaraan apa ini dimas Rae"!" tanya Adi Juwono dengan suara keras
dan sepasang mata membesar. Wajahnya jelas berubah. Sang Ketua memandang
berkeliling. Randulawang dan Wirasaba menatap tak berkesip ke arahnya. Kajenar masih saja
menundukkan kepala. "Tenang mas Adi. Pembicaraan saya belum selesai," ujar Rae Pemungkas pula.
"Maksud untuk menyingkirkan kami berempat bukan hanya menyangkut kedudukan kami sebagai
wakil ketua, tetapi bahkan lebih jahat dari itu. Mas Adi hendak menghabisi kami
semua!" "Ini gila!" teriak Adi Juwono seraya menggebrak meja dan bangkit dari kursinya.
Papan meja hancur berantakan. Makanan dan minuman tumpah berpelantingan.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Ini tidak gila!" teriak Randulawang sambil memukul meja pula dengan tangan
kanannya. Untuk kedua kalinya meja itu jadi porak poranda. "Ini tidak gila...."
"Kalau tidak gila maka ini adalah fitnah!" teriak Adi Yuwono. "Tidak gila dan
juga bukan fitnah!" sahut Randulawang seraya berdiri dari kursinya. "Rencana keji hendak
membunuh kami itu
secara tidak sengaja telah mas Adi ceritakan pada Juminten. Istri mas Adi
sendiri!" Adi Juwono kini benar-benar membelalak.
"Aku, menceritakan maksud jahat hendak membunuh kalian pada istriku" Edan!"
Kedua ta- ngan ketua perserikatan itu tampak terkepal dan dadanya turun naik tanda ada
yang menggelegak di
dalam tubuhnya.
Randulawang berpaling pada Juminten lalu berkata:
"Dik Juminten, coba katakan dengan jelas rencana apa yang dikatakan mas Adi
terhadap kami dan kapan dia mengatakan hal itu pada dik Juminten!"
Paras Juminten yang cantik sesaat tampak kemerahan. Tubuhnya seperti menggigil.
"Tak usah takut dik Juminten. Katakan saja apa yang dik Juminten ketahui,"
berkata Wirasaba. "Waktu itu...waktu itu hari pertama bulan haji sekitar dua minggu lalu. Mas Adi
entah mengapa menceritakan pada saya bahwa dia hendak menghabisi riwayat empat wakil
ketua perserikatan. Katanya... selama ini mereka selalu merongrong, memfitnah dan
menghabiskan harta
dan uang perserikatan untuk kepentingan pribadi. Lalu...."
"Kurang ajar! Kalian semua pasti telah berkomplot mengarang cerita busuk!
Busuk!!!" Teriak Adi Juwono. Dalam marahnya ketua perserikatan itu membalikkan meja besar.
Juminten menjerit. Dua anak Wilani dan Ario Seno ikut memekik lalu menangis.
"Kau yang busuk Adi Juwono!" membentak Randulawang. Dari bawah meja
dikeluarkannya sebuah penggada batu. Dengan benda ini dihantamnya kepala ketua
perserikatan dari belakang. Adi Juwono yang masih sempat melihat cepat merunduk sambil
mengirimkan tumitnya ke perut Randulawang;
Terdengar dua kali suara bergedebuk. Yang pertama suara penggada yang meleset
dari kepala dan kini menghantam punggung Adi Juwono. Yang kedua suara tumit sang
ketua yang sempat melabrak perut Randulawang hingga orang ini terpental dan gadanya lepas
dari tangan. Juminten menjerit, lalu tersandar ke dinding sebelum melosoh ke lantai. Wilani
dan Ario Seno sama memekik ketakutan.
Hantaman pada punggungnya yang keras bukan saja membuat tulang punggungnya remuk
tapi mengakibatkan ketua perserikatan itu terbanting ke lantai. Sebelum dia
sempat berdiri Wirasaba sudah mendorong kepalanya. Kembali ketua perserikatan itu terbanting ke
lantai. Lalu tampak Wirasaba dan Rae Pamungkas sama-sama mencabut sembilah keris. Sedang
Randulawang scan by kelapalima
ebook by kalibening
memungut penggada yang terjatuh dilantai. Dua keris dan satu penggada kemudian
bertubi-tubi menghantam tubuh Adi Juwono. Darah membasahi lantai!
Sambil terus menjerit-jerit Wilani dan Ario Seno lari ke sudut ruangan, coba
bersembunyi di balik sebuah lemari pajangan.
Rae Pamungkas cepat memberi isyarat pada Randulawang.
"Tak ada jalan lain dimas Randu. Kedua anak itu harus dihabisi. Kalau tidak bisa
jadi masalah dikemudian hari!"
"Dua kurcaci itu biar aku yang membereskan! Kalian teruskan menggebuk ketua
keparat itu. Pastikan betul bahwa dia benar-benar mampus baru berhenti membantai!" Habis
berkata begitu Randulawang buang penggadanya lalu cabut sebilah pisau. Dia melangkah mendekati
Ario Seno. Anak usia sepuluh tahun ini semakin keras jeritannya karena ketakutan. Mulutnya
terbuka lebar. Saat itulah seperti telah dirasuk setan, Randulawang tusukkan pisaunya kemulut
Ario Seno. Pisau
menembus lidah dan tenggorokan anak ini, membabat putus sebagian dari anak
lidahnya. Darah
mengucur deras. Jeritan anak ini serta merta lenyap.
Belum puas Randulawang angkat tubuh Ario Seno lalu lemparkan anak ini ke dalam
sungai yang mengalir di dekat bangunan.
"Beres yang satu. Sekarang tinggal satu lagi!" kata Randulawang seraya melompat
ke hadapan si kecil Wilani. Anak perempuan enam tahun ini menjerit setengah mati.
Pisau di tangan
Randulawang membabat ke arah leher.
Sesaat lagi senjata tajam itu akan menggorok leher si kecil Wilani tiba-tiba ada
angin berkesiuran. Randulawang terpekik. Sesuatu menghantam keningnya hingga luka dan
mengucurkan darah. Bersamaan dengan itu pisau ditangan kanannya mental. Satu tendangan
mendarat di pergelangannya. Selanjutnya dia dapatkan dirinya seperti dibanting ke dinding
ruangan. Pemandangannya agak berkunang tapi dia masih sempat melihat sesosok bayangan
hitam berkelebat menyambar tubuh Wilani. Dia berteriak pada Rae Pamungkas dan
Wirasaba. Dua orang
yang juga melihat bayangan sosok hitam itu coba mengejar. Namun orang itu telah
lenyap bersama Wilani dalam kempitannya.
Terhuyung-huyung Randulawang melangkah ke tengah ruangan. Udara malam berbau
amisnya darah ini. Tiba-tiba Randulawang membalik ke arah Kajenar yang sejak
tadi hanya berdiri
dekat pintu ruangan dengan muka pucat dan tubuh basah keringatan.
"Manusia banci!" teriak Randulawang. "Sejak tadi kau hanya mematung di situ!"
"Jangan harap kau bakal dapat bagian Kajenar!" Ikut berteriak Rae Pamungkas.
"Aku memang tidak ingin bagian apa-apa!" jawab Kajenar yang saat itu berusia 58
tahun. Paling tua diantara mereka semua. "Aku memang ingin jabatan lebih tinggi dan
harta serta uang
scan by kelapalima
ebook by kalibening
melimpah. Tapi bukan begini caranya! Dari dulu aku sudah tidak setuju akan
maksud keji kalian!
Dan ternyata kalian melakukannya lebih biadab dari rencana gila itu!"
"Tutup mulutmu!" teriak Randulawang seraya acungkan tangannya yang memegang
pisau berdarah. "Pergi dari sini sebelum kusobek mulutmu dengan keris ini, Kajenar!" Rae
Pamungkas ikut acungkan keris di tangan kanannya.
Kejenar menyeringai kecut. "Aku memang akan pergi. Aku muak melihat kebiadaban
kalian. Kalian bertiga dan juga perempuan jahanam ini boleh mendapatkan harta dan uang
serta kedudukan
milik dimas Adi Juwono. Tapi jangan lupa semua harta, uang dan kedudukan itu
bergelimang darah!
Kelak suatu ketika hukum karma akan menimpa kalian...."
"Bangsat!"
"Anjing!"
Dua buah senjata tajam meleset ke arah Kejenar. Tapi orang itu telah menyelinap
meninggalkan tempat itu. Pisau yang dilemparkan Randulawang menancap di tiang
pintu sedang keris yang dilemparkan Rae Pamungkas menghunjam pada daun pintu.
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
4 PADA ALIRAN SUNGAI MENJELANG muara itu banyak sekali ditemui kepiting besar
yang berenang dari laut menuju mulut sungai karena perputaran air di sini lebih
hangat dari sekelilingnya. Walaupun kepiting merupakan jenis ikan yang sangat disukai orang
dan laku dijual
dengan harga tinggi, namun tidak ada para nelayan yang berani datang mencari
kepiting ke muara
sungai itu. Hal ini disebabkan semua nelayan dan penduduk sekitar muara
mengetahui bahwa di
tempat itu diam sepasang suami istri kakek-nenek aneh.
Pagi itu langit agak mendung. Ombak bergulung besar dan kepiting dari laut
ratusan banyaknya berlomba-lomba menuju muara sungai.
Di atas dua potong papan kecil, di muara sungai tampak duduk seseorang kakek dan
seorang nenek sambil bernyanyi-nyanyi. Pada papan yang mereka duduki dan mengambang di
atas air, penuh dengan kepiting-kepiting besar. Malah binatang yang sanggup mencabut
daging tubuh itu
menjalar sampai ke kaki, tubuh dan kepala dua orang tua tersebut. Tapi anehnya
keduanya tenang-
tenang saja. Malah sambil menyanyi-nyanyi mereka mulai mengambil kepiting-
kepiting itu satu
demi satu, mencopot kaki-kakinya, merobek kulit badannya yang atos, lalu
mengorek isi tubuhnya
yang putih dan menenggaknya mentah-mentah!
"Sudah berapa kau telan"!" Si nenek bertanya. "Baru empat puluh sembilan ekor!"
jawab si kakek. "Si lamban tolol! Aku sudah mau seratus!" berkata si nenek.
"Ah, siapa sih yang tidak kenal kau bune! Nenek terakus di dunia! Hik... hik...
hik!" Di ejek begitu si nenek anteng-anteng saja dan terus melahap kepiting-kepiting
yang berjalaran di sekujur kaki, badan dan kepalanya.
Seekor kepiting nakal, entah bagaimana tahu-tahu menyelinap dibalik kain panjang
si nenek, terus merayap ke pangkal pahanya!
Si nenek terlompat menjerit dan singsingkan kain panjangnya tinggi-tinggi.
Begitu dilihatnya kepiting satu itu segera saja dicantilnya hingga pecah berantakan. Di
sini jelas terjadi dua
keanehan. Pertama ketika melompat, si nenek masih di atas potongan papan yang
mengambang. Tapi papan itu sama sekali tidak terbalik dan si nenek tidak sampai kecebur ke
dalam sungai. Lalu caranya menyentil kepiting besar tadi, orang biasa mustahil sanggup membuat
binatang berkulit keras itu hancur berantakan! Lalu mana ada manusia yang makan kepiting
seperti itu" Dan
kepiting bisa menjapit putus jari-jari manusia, binatang-binatang ini juga
mengandung racun jahat
yang bisa mematikan!
"Kepiting sialan! Dikiranya aku ini apa!" mengomel si nenek.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Mungkin sejak kemarin kau kencing belum cebok bune!"
Kata si kakek lalu dia kembali tertawa cekikikan.
Selagi kedua orang tua ini asyik bersantap kepiting, tiba-tiba tardengar si
kakek berseru. "Bune! Lihat ada benda menggelundung ke arahmu!"
Si nenek berpaling ke arah yang ditunjuk. Benar. Sebuah benda tampak digulirkan
arus su- ngai ke arahnya. Si nenek ulurkan kaki kirinya menahan benda itu. Ketika matanya
memperhatikan terkejutlah perempuan tua ini.
"Astaga!"
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang astaga bune"!" bertanya si kakek.
Lalu berusaha mendekati istrinya.
"Lihat pakne! Benda ini bukan benda sembarangan! Tapi seorang anak manusia!"
Dengan ujung-ujung jari kakinya si nenek menjepit lengan kanan si anak lalu
menyentakkannya ke atas. Sosok anak itu melayang ke udara, begitu jatuh segera
di tangkapnya. "Kau betul! Seorang anak manusia! Anak lelaki! Ah, siapa yang tega membuang anak
ke dalam sungai"!"
"Mungkin bukan dibuang, tapi celaka hanyut!" ujar si kakek. "Serahkan bocah itu
biar kuperiksa!"
Si nenek lemparkan anak yang di dapatnya dari dalam air dan si kakek cepat
menangkapnya. Mula-mula dipegangnya anak itu pada kedua kakinya lalu diangkat tinggi-tinggi
hingga air kelihatan mengucur keluar dari mulutnya.
"Eh, air dalam perut anak ini bercampur darah!" seru si kakek. Lalu cepat si
anak dipangkunya. Mulut si anak yang terkancing dibukanya lebar-lebar. Si kakek
mengerenyit. "Ada
bekas luka di lidahnya. Lidah ini hampir putus! Tenggorokannya robek! Lukanya
seperti mengandung racun! Tampaknya seperti ditusuk dengan senjata tajam beracun...."
"Pakne! Dari tadi kau memeriksa dan menceloteh! Apa sudah kau pastikan anak itu
masih hidup atau sudah jadi bangkai"!"
"Eh!" si kakek terkejut. "Kau betul!" Lalu buru-buru dada si anak ditekapkannya
ke telinga kirinya. Kedua matanya membelalang.
"Dig-dug... dig-dug... dig-dug! Bune! Bocah ini masih hidup!" seru si kakek
kemudian. "Kalau begitu lekas bawa ke darat. Terus saja ke rumah kita! Tujuh puluh tahun
kawin tidak punya anak. Mungkin bocah itu rejeki kita dari Gusti Allah!"
"Tentu! Tentu akan kubawa ke darat!" jawab si kakek. Lalu dari atas papan kecil
itu si kakek menggenjot tubuhnya. Kakek tua sambil mengepit anak itu tampak melesat ke
darat. Begitu mendarat di tepi sungai orang tua ini terus lari ke arah sebuah gubuk di bawah
sebatang pohon besar.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Tak lama menunggu muncul istrinya. Tapi si nenek tidak datang sendirian. Dia
tampak menyeret sesosok tubuh yang sudah jadi mayat! Si kakek memperhatikan tubuh yang
diseret si nenek sesaat lalu berseru. "Yang sudah jadi bangkai itu tak perlu diurus dulu!
Bantu aku menyelamatkan anak ini! Dia terluka dibagian mulut dari keracunan!"
Si nenek lalu ikut memeriksa. Lalu dia menghela nafas panjang. "Sulit ditolong
walaupun dengan mempergunakan racun kepiting," berkata si nenek. "Kalaupun dia bisa hidup
hanya ada satu dari dua pilihan. Anak ini akan gagu seumur hidup, atau gila selama hayatnya!"
"Lalu mana yang kau pilih"!" bertanya si kakek.
"Lebih baik dia jadi orang gagu daripada jadi manusia gila!" Sahut si nenek.
Lalu perempuan tua ini lari kembali ke muara. Ketika kembali dia membawa lebih dari
selusin kepiting
besar yang mengandung racun.
"Kau buka mulutnya lebar-lebar! Aku akan kucurkan racun kepiting untuk membunuh
racun senjata yang ada dalam mulutnya!"
Si kakek lalu buka mulut anak itu lebar-lebar. Istrinya cepat mengambil seekor
kepiting. Terdengar suara berderak sewaktu kepiting besar itu diremasnya. Lalu tampak
cairan putih menetes
dan langsung dimasukkan ke dalam mulut si anak. Begitu terus dilakukan sampai
semua kepiting yang dibawanya habis diperas.
"Nyalakan api," kata si nenek. "Anak ini harus dihangati terus menerus sampai
dia akhirnya siuman. Menurut perhitungan, melihat kulitnya yang tidak berdarah serta tebalnya lumut
yang melekat di badannya, paling tidak anak ini sudah satu hari satu malam
dihanyutkan air sungai.
Hanya anak luar biasa yang sanggup bertahan hidup selama itu. Anak ini bukan
anak sembarangan!"
"Bagaimana dengan mayat satu itu" Apa kau bisa mengenali siapa orangnya?" tanya
si kakek. Sang istri menggeleng. "Mukanya rusak berat. Seperti dicacah dengan senjata
tajam. Sebagian tubuhnya remuk..."
"Menurutmu apa ada hubungan antara bocah lelaki ini dengan orang itu?"
"Hemm..." si nenek merenung. "Tidak mustahili" jawabnya kemudian.
"Kalau begitu jenazahnya tidak boleh kita buang ke sungai atau ke laut. Nanti
kita kuburkan sama-sama!"
Si nenek mengangguk tanda setuju akan apa yang dikatakan suaminya. Sepasang
matanya beralih kini memandangi anak yang masih pingsan itu. Tiba-tiba matanya membesar
dan makin besar. "Eh, kenapa kau bune" Seperti melihat setan sungai atau jin laut"!" menegur si
kakek. scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Kita tolol dan buta! Coba kau perhatikan susunan tulang anak ini! Menurut
taksiranku usianya tak lebih sepuluh tahun. Tapi ruas tulangnya sekokoh pemuda tujuh belas
tahun. Dan coba
kau perhatikan liku-liku susunan tulangnya! Ayo periksalah...!"
Si kakek turuti apa yang dikatakan istrinya, lalu dia berpaling memandang pada
si nenek. Tiba-tiba kedua orang ini sama-sama melompat dan saling berjingkrakan!
"Kita menemukan calon murid! Akhirnya malah datang sendiri! Bersyukurlah!" ujar
si nenek. Kedua orang tua itu sama jatuhkan diri berlutut di tanah dan menampungkan kedua
tangan ke atas memanjatkan puji syukur pada Yang Maha Kuasa. Setelah itu keduanya
kembali melompat
dan berjingrak-jingkrak kegirangan!
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
5 SESUAI PETUNJUK GURUNYA, Wilani meninggalkan bukit Cemoro Sewu dengan
menyamar sebagai seorang pemuda. Setelah dua hari dua malam menempuh perjalanan
akhirnya murid Datuk Buntung ini sampai di pinggiran Kotaraja ketika terjadi suatu
keributan. Seekor kerbau
besar bertanduk panjang runcing entah sebab apa tiba-tiba mengamuk dan lari ke
tengah pasar. Karuan saja seisi pasar jadi kacau balau. Para pedagang dan orang yang
berbelanja lari
sambil berteriak ketakutan. Dua orang pedagang yang bukannya lari tapi berusaha
membenahi dagangannya mencelat ditanduk binatang yang seperti gila itu. Kedua pedagang itu
terguling tak berkutik lagi. Satu tewas dengan usus membusai, satunya megap-megap merintih
karena tulang pinggulnya sebelah kiri remuk.
Di antara kekacauan itu seorang pemuda tampak duduk berjuntai di atas sebuah
cabang pohon sambil uncang-uncang kaki dan tertawa-tawa menyaksikan keributan itu.
Walau orang lain
menderita sengsara bahkan ada yang mati akibat amukan kerbau, tetapi pemuda ini
justru tampak gembira menyaksikan kejadian itu.
"Kurang hebat ... ! Kurang seru! Ayo tanduk terus! Seruduk terus!" Pemuda di
atas pohon berteriak-teriak.
Saat itu dibawah pohon kebetulan lewat Wilani dalam samaran sebagai seorang
pemuda. Dia terheran-heran melihat kerbau mengamuk, dan lebih heran lagi melihat ada
orang yang gembira
menyaksikan kejadian itu. Maka diapun mendongak hendak menegur. Namun dia ingat
pesan gurunya. Orang susah atau senang adalah urusan pribadinya, tak perlu dicampuri.
Dia berpaling ke
arah kerbau yang mengamuk. Karena dia satu-satunya orang yang masih tegak di
dekat pasar itu,
maka sosok tubuhnya dengan sendirinya menjadi sasaran kerbau yang mengamuk.
Setelah melenguh panjang binatang ini lalu berlari ke arah Wilani. Kepalanya yang
bertanduk runcing
menyeruduk lebih dahulu.
Pemuda di atas pohon tampak gembira dan berseru : "Bagus! Tanduk pemuda yang
sedang pasang aksi itu! Patahkan pinggangnya!"
Melihat kerbau datang memburu dan hendak menanduknya, Wilani cepat selamatkan
diri dengan melompat ke atas lalu bergayut pada cabang pohon dimana kebetulan pemuda
yang bersorak-sorak itu duduk berjuntai. Dan jahatnya, agar Wilani melepaskan
gayutnya pada cabang
pohon, pemuda itu memukuli jari-jari tangan Wilani sementara di bawah sana
kerbau liar sudah
menunggu dengan sepasang tanduk runcingnya.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Ah, jahat sekali pemuda ini!" membatin Wilani. Lalu dara yang menyamar sebagai
seorang pemuda ini membuat dua kali putaran di cabang pohon, sesaat kemudian
tubuhnya melesat
jauh ke tengah pasar.
Pemuda di atas pohon menggerutu. Tetapi gerutunya berubah jadi pekikan kaget
ketika tiba- tiba satu siuran angin menderu dan kraak! Cabang pohon yang di duduki pemuda itu
patah. Tak ampun tubuhnya melayang jatuh dan sepasang tanduk runcing dibawah sana bergerak
berputar mengikuti arah jatuhnya!
"Tolong .. .!" jerit si pemuda yang jatuh.
Sesaat lagi tubuh si pemuda akan ditembus dua tanduk runcing, Wilani telah lebih
dahulu melompat dan masih dalam keadaan tubuh melayang di udara, gadis ini hantamkan
tangan kanannya. Inilah pukulan mengandung tenaga dalam tinggi yang terakhir sekali
dilatihnya bersama
gurunya untuk menghancurkan batu hitam di bukit Cemoro Sewu. Apa yang terjadi
kemudian membuat semua orang yang ada di tempat itu berdecak kagum, termasuk seorang
pemuda berambut
gondrong yang tadi melepaskan pukulan jarak jauh dan mematahkan cabang pohon
sehingga men- jatuhkan pemuda yang duduk di atasnya.
Kerbau jalang itu melenguh tinggi lalu tubuhnya terhuyung-huyung beberapa kali.
Kepalanya hancur. Salah satu tanduknya tanggal. Binatang ini kemudian terguling
roboh. Empat kakinya melejang-lejang beberapa kali lalu akhirnya binatang ini diam kaku tanda
nyawanya lepas sudah. "Pemuda jahat! Tega-teganya membunuh kerbau gila kemasukan setan!" teriak pemuda
yang jatuh dari atas pohon. Padahal dirinya baru saja diselamatkan Wilani dari
celaka besar yang
bisa membawa kematian.
Wilani sampai tercekat mendengar bentakan itu. "Pemuda aneh, ditolong malah
mendamprat!" kata sang dara dalam hati. Lalu tanpa mengacuhkan lagi dia
tinggalkan tempat itu.
"Hai tunggu dulu! Jangan pergi seenaknya! Ganti dulu kerbauku yang kau bunuh
ini!" tiba-
tiba terdengar teriakan pemuda itu.
Wilani hentikan langkahnya. Dia menatap wajah pemuda itu sesaat lalu berkata:
"Oh, jadi kerbau itu milikmu" Mengapa kau tidak bisa mengurusnya baik-baik" Waktu dia
mengamuk tadi, kau malah bersorak-sorak gembira. Padahal sudah banyak yang jadi korban akibat
tanduknya. Bahkan ada yang mati!"
"Betul! Bahkan ada yang mati!" satu suara menyambungi.
Wilani dan pemuda yang mengaku pemilik kerbau sama berpaling ke kiri. Disitu
tegak seorang pemuda gondrong berpakaian putih, bicara cengar-cengir seenaknya.
"Hem, bertambah pula satu pemuda konyol di tempat ini...," kata Wilani dalam
hati. Lalu dilihatnya si gondrong tadi melangkah mendekati bangkai kerbau.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Hai! Siapa kau yang berani mencampuri urusan orang! Pergi! Jangan dekati
kerbauku!"
teriak pemuda di hadapan Wilani.
Si gondrong tak perduli. Dia terus saja melangkah.
"Binatang ini bukan mengamuk! Apalagi kemasukan setan! Mana ada sih setan yang
mau masuk ke dalam sosok tubuh kerbau! Ha...ha...ha!" Pemuda gondrong tertawa
bergelak. Sementara
orang sepasar yang tadi lari menyelamatkan diri kini satu demi satu balik
kembali dan berkerumun
di tempat itu. Si gondrong menyambung ucapannya tadi : "Saksikan! Akan kuperlihatkan pada
kalian semua apa sebabnya kerbau ini tadi jadi tak karuan begitu rupa!" Dari salah satu
bagian tubuh kerbau yang sudah mati itu si gondrong mencabut sebuah benda berbentuk paku
kecil berwarna
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ungu. Benda itu kemudian diacungkannya tinggi-tinggi. "Inilah penyebabnya. Paku
kecil ini dicelup
dengan sejenis racun beludru yang sanggup membuat binatang atau manusia menjadi
seperti gila dan mengamuk lalu akhirnya bisa mati! Pemuda ini sebelumnya telah menancapkan
paku beracun ke tubuh kerbau lalu menggiringnya ke tengah pasar. Betul begitu?"
Pemuda yang diajak bicara tampak terkesiap. Namun di lain kejap dia membentak
marah sekali. "Gondrong! Siapa kau! Kau bukan orang sini! Pandai sekali kau menyebar fitnah!"
Si Gondrong tertawa lebar.
"Kalau aku suruh orang sepasar ini menggeledah pakaianmu lalu menemukan beberapa
buah paku lagi dalam saku bajumu, bagaimana"!"
Pucatlah paras pemuda itu. Sambil melangkah mundur dia berteriak keras pura-pura
marah. "Pemuda gondrong! Ucapanmu berbisa. Penuh hasutan! Kau tunggu disini. Aku akan
panggil pasukan untuk menangkapmu!" Habis berkata begitu pemuda tadi segera putar
tubuhnya dan ambil
langkah seribu.
Kini, dikelilingi oleh kerumunan orang sepasar, si gondrong tegak berhadap-
hadapan dengan Wilani. "Saudara, kau hampir saja membuat pemuda itu mati ditembus kerbau, "Wilani
berucap. "Siapa menggali tanduk lobang, dia sendiri terperosok ke dalamnya!" sahut si
Gondrong dengan kata berkias.
Wilani yang baru saja meninggalkan bukit Cemoro Sewu dan tidak paham akan
pepatah- petitih ataupun kata berkias tentu saja heran mendengar kata-kata si gondrong
tadi. Dia memandang
berkeliling. "Lobang katamu saudara" Siapa yang menggali lobang! Aku sama sekali
tidak melihat lobang di sekitar sini!"
Semula si gondrong hendak tertawa mengakak. Tapi melihat wajah pemuda di
depannya benar-benar serius maka diapun mulai berpikir-pikir. Sepasang matanya memandang
tak berkesip scan by kelapalima
ebook by kalibening
ke wajah pemuda di hadapannya itu. Lalu ketika diperhatikannya bentuk pakaian
maka diapun ter-
senyum. Dipandangi seperti itu diam-diam Wilani menjadi jengah sampai mukanya merah.
Lalu cepat-cepat dia memutar tubuh meninggalkan tempat itu. Semua orang, termasuk si
gondrong jelas-
jelas melihat pemuda itu melangkah biasa saja. Tapi di lain kejap tahu-tahu dia
sudah berada di
tempat jauh! "Hem... Dia bukan orang sembarangan...," pikir si gondrong lalu cepat-cepat
mengejar. * * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
6 UNTUK DAPAT MENGEJAR pemuda itu si gondrong harus mengerahkan ilmu lari "kaki
angin" yang dimilikinya. Itupun dia baru bisa mengejar setelah jauh di pinggir
Kotaraja sebelah timur. Menyadari kalau ada orang mengikutinya, si pemuda cepat
membalik dan menatap tajam.
"Ah, kau pemuda di pasar itu rupanya! Orang berilmu yang pandai mencabut paku
dari tubuh kerbau!" kata Wilani yang menyamar sebagai seorang pemuda itu.
Disambut dengan kata-kata seperti itu karuan saja si gondrong seperti kelagapan.
Dia menggaruk kepalanya beberapa kali.
"Aku... anu...."
"Kenapa anumu"!"
"Apa..."! Ha... ha... ha...! Anuku tidak apa-apa!"
Jawab si gondrong setelah lebih dahulu tertawa mendengar pertanyaan orang.
"Kalau anumu tak apa-apa baiklah. Sekarang katakan mengapa kau mengikutiku!"
"Hemm...," si gondrong bergumam sambil garuk-garuk kepalanya.
"Kepalamu banyak kutu rupanya! Dari tadi kulihat kau menggaruk terus!" sergah
Wilani. Saking tak bisa menjawab dan juga saking jengkelnya, pemuda berambut gondrong
itu akhirnya hanya bisa tertawa bergelak sampai keluarkan air mata.
"Eh, kau ini menangis apa ketawa" Ketawa atau menangis"!" pemuda di hadapan si
gondrong bertanya.
"Dengar orang muda...," si gondrong kuasai dirinya.
"Aku tertawa karena melihat kau berpakaian tidak sesuai dengan kodrat
sebagaimana kau
dilahirkan! Lalu aku menangis karena penyamaran yang kau lakukan dimataku hanya
satu kesia- siaan saja! Ha... ha... ha...!"
Kini berobahlah paras Wilani.
"Apa maksudmu dengan ucapan itu"!" tanyanya.
Si gondrong melihat dulu berkeliling seolah-olah khawatir ada orang di sekitar
situ. Kemudian dengan suara perlahan dia berkata: "Aku tahu kau bukan pemuda betulan!
Juga bukan Banci. Tapi kau seorang gadis! Betul kan..."!"
"Mulutmu jahil dan kurang ajar sekali!" Wilani jadi marah. Tapi diam-diam dia
kagum juga dengan ketajaman mata pemuda berambut gondrong itu. Selama dua hari melakukan
perjalanan tak seorangpun mengetahui penyamarannya. Tapi pemuda konyol yang mengikutinya ini
bagaimana bisa mengetahui"
"Harap maafmu kalau mulutku terlanjur jahil dan kurang ajar. Tapi betul kan?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Saudara siapa kau ini" Guruku mengatakan di dunia ini ada dua macam setan.
Pertama setan yang tidak kelihatan, kedua setan kepala hitam sepertimu ini!"
"Terima kasih untuk persetananmu itu. Tapi aku bukan setan seperti tuduhanmu!
Lihat, kedua kakiku masih menginjak tanah!" Lalu si gondrong ini gerak-gerakkan kedua
kakinya dan goyang-goyangkan pinggulnya.
"Baiklah, apakah kau setan atau bukan tidak perlu dibicarakan panjang lebar!
Katakan siapa kau adanya dan mengapa mengikutiku"!"
"Namaku Wiro Sableng...."
"Siapa"!" tanya Wilani.
"Wiro Sableng!!!" jawab Wiro.
"Ahhhh! Pemuda gila kau ini rupanya! Pantas!"
"Ternyata mulutmupun jahil dan kurang ajar!" menukas Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Sudah! Katakan saja mengapa kau mengikutiku!"
"Pertama aku kagum melihat kehebatanmu menghancurkan kepala kerbau tadi," jawab
Wiro polos. "Kagum tidak berarti harus mengintili orang!" ujar Wilani pula. "Lalu apa
alasanmu selanjutnya"!"
"Itu tadi.... Penyamaranmu itu!"
"Apa anehnya aku menyamar" Siapa saja bisa dan boleh menyamar. Kau mau menyamar
jadi perempuan atau jadi nenek-nenek tidak ada yang melarang! Kenapa kau usilan
ingin tahu urusan orang"!"
Wiro menggaruk kepalanya. Terus terang dia jengkel oleh ucapan-ucapan yang
menyudutkannya itu. Namun diam-diam dia juga merasa senang dengan sifat dan gaya
bicara orang ini. "Nah kau betul kan banyak kutu" Buktinya kau menggaruk terus. Saudara, aku
nasihatkan padamu, pergi ke tempat yang banyak monyetnya dan suruh binatang-binatang itu
mencari kutumu!" "Usulmu itu akan aku pertimbangkan," sahut murid Sinto Gendeng. "Tapi ada cara
yang lebih mudah. Bagaimana kalau kau saja yang mencari kutuku" Aku duduk di tanah
sini. Kau jongkok di belakangku"!"
Merahlah paras Wilani sementara wiro tertawa gelak-gelak.
"Manusia bermulut lancang! Biar aku beri pelajaran padamu!" Lalu sekali kedua
kakinya bergerak, Wilani sudah melompat ke hadapan Wiro dan plaak! Tangan kanannya
menampar pipi kiri si pemuda.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Tamparan itu cukup keras dan sempat membuat sang pendekar nanar beberapa ketika.
Menahan sakit Wiro berkata:
"Ada ujar-ujar mengatakan jika kau di tampar di pipi kiri, berikan pipi kananmu!
Nah silakan tampar pipi kananku!"
Habis berkata begitu lalu Wiro ajukan pipi kanannya.
Merasa ditantang Wilani angkat tangan kanannya, siap untuk menampar. Tapi
setelah berpikir sejenak akhirnya dia membatalkan tamparan itu, perlahan-lahan tangannya
diturunkan. Dihadapannya Wiro tertawa gelak-gelak.
"Nah...nah...nah! Kau tidak tega kan" Terbukti kau memang perempuan! Hanya kaum
perempuan yang tidak tegaan!"
"Manusia kampret! Merontokkan gigimupun aku tega!" teriak Wilani. Kalau tadi
memang ada rasa kasihan setelah menampar pipi si pemuda, maka kini rasa kasihan itu
berubah jadi jengkel
setengah mati. Dia membuat gerakan seperti hendak melangkah pergi. Tapi tiba-
tiba tubuhnya berputar dan tahu-tahu kaki kanannya sudah menderu ke mulut Wiro!
Pendekar 212 belum pernah melihat gerakan menendang yang demikian cepatnya.
Terlambat sedikit saja dia melangkah mundur, hancurlah mulutnya. Baru saja dia
lolos dari tendangan ganas itu tahu-tahu lawan sudah menyerbunya kembali. Kali ini dengan
pukulan tangan kosong dari jarak lima langkah.
Wuuuttt! Angin deras menghantam ke arah dada Pendekar 212.
Pukulan yang dilepaskan Wilani adalah pukulan yang sanggup menghancurkan batu.
Murid Sinto Gendeng yang sudah makan asam garam dunia persilatan segera maklum
kalau dirinya tengah diancam satu pukulan maut. Kuda-kudanya tidak memungkinkannya
untuk selamatkan diri dengan melompat. Maka tidak sungkan-sungkan lagi, Wiropun
menangkis dengan
pukulan "dinding angin berhembus tindih menindih".
Wilani terkesiap ketika mendengar ada suara deru angin laksana puting beliung
menyambar. Pakaiannya berkibar-kibar dan tubuhnya laksana mengapung tak bisa maju sedangkan
pukulannya tadi seperti membentur tembok besi!
"Ah! Pemuda ini benar-benar memiliki kepandaian yang tidak rendah!" kata Wilani
dalam hati. Maka dia lipat gandakan tenaga dalamnya dan kembali menghantam.
Kini Pendekar 212 yang terkejut. Dia melihat secara perlahan-lahan tetapi pasti
tubuh lawan bergerak maju menembus angin pukulan saktinya. Tubuhnya sendiri terasa bergetar
dan kedua kakinya seperti disapu dan dipaksa mundur. Wiro coba bertahan tanpa menambah
kekuatan tenaga
dalamnya. Tetapi akibatnya keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Kalau kulipat gandakan tenaga dalamku dan balas menghantam, salah satu-aku atau
dia pasti akan celaka!" pikir Wiro. Akhirnya didahului satu bentakan keras, Pendekar
212 melompat ke
atas. Dari atas dia menghantam pertengahan angin pukulan lawan. Terdengar suara
berdentum. Tanah bergetar. Lalu tampak pasir dan batu-batu kecil beterbangan. Di tanah ini
ada cegukan sedalam satu jengkal!
Di bawahnya Wiro melihat Wilani hampir terjengkang. Dia sendiri merasakan
kesemutan pada sekujur tangan kanannya sampai ke pangkal bahu.
"Kau hebat!" memuji Wiro.
"Pemuda sableng itu masih bisa memuji! Tapi jangan-jangan dia justru mengejekku!
Eh! Dimana dia"!" Wilani memandang berkeliling ketika dapatkan Wiro tak ada lagi
dihadapannya. Suara pemuda itu tadi terdengar datang dari belakang. Cepat dia membalik. Dan!
"Gila! Betul-betul kurang ajar!" memaki Wilani habis-habisan. Kedua tangannya
bergerak ke arah kepalanya, memegang rambutnya yang kini tersingkap riap-riapan!
Di hadapannya Pendekar 212 Wiro Sableng tegak silangkan kaki, berkipas-kipas
dengan sehelai sapu tangan lebar sambil cengar-cengir! Sapu tangan itu adalah ikat
kepala yang dikenakan
oleh Wilani. Yang tanpa disadari sang dara yang menyamar sebagai pemuda itu
tahu-tahu sudah
lepas dari kepalanya disambar Wiro Sableng!
Jengkel ada marah pun ada namun yang lebih dirasakan oleh Wilani saat itu ialah
kenyataan bahwa dua belas tahun digembleng oleh Datuk Buntung Cemoro Sewu ternyata
kepandaian yang
dimilikinya tidak berdaya menghadapi seorang lawan yang dianggapnya berotak
miring! Padahal
baru dua hari dia meninggalkan tempat kediaman gurunya. Begini hebatkah dunia
persilatan hingga
dia seperti seekor katak dibawah tempurung"!
Wilani ingin menjerit! Tapi mulutnya terkancing. Hanya ada butiran air mata
terbit di kedua
matanya itu Cepat-cepat dia memutar tubuh untuk tinggalkan tempat itu. Namun
belum sempat membalik tiba-tiba ada orang berseru.
"Kawan-kawan! Ternyata pemuda yang kita kejar ini seorang dara berparas jelita!
Tidak
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disangka dan sungguh luar biasa! Niatku untuk menghajarnya biar kubatalkanl Kita
tangkap saja dia
hidup-hidup dan bawa ke markas! Kita bisa bersenang-senang bersamanya! Setuju"!"
"Setuju!!!" terdengar suara orang banyak menyahuti. Wilani dan juga Wiro jadi
terkejut. Ketika mereka memandang berkeliling ternyata di sekitar mereka kini terdapat
lima belas orang
pemuda berseragam hitam dengan ikat pinggang dan ikat kepala kain merah, enam
belas dengan pemuda yang tadi berseru dan bukan lain adalah pemuda yang membuat kegaduhan di
tengah pasar dengan cara menusuk seekor kerbau hingga mengamuk! Pada dada kiri baju hitam
yang dikenakan ke lima belas pemuda itu terdapat gambar dua potong gading putih bersilang.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Anak muda tak tahu diri!" Wiro mendamprat. "Kalau tadi dia tidak turun tangan
menolong, kerbau yang kau buat gila itu sudah membunuhmu! Sekarang malah datang membawa
rombongan untuk menangkap orang dan berani menyatakan niat kurang ajar!"
"Tutup mulutmu manusia gendeng! Jangan pasang aksi di depanku! Kau gantinya yang
bakal di hajar! Lihat sekelilingmu!" bentak pemuda yang datang membawa lima
belas temannya.
"Hemmm.... Jadi ini yang kau sebut pasukan itu, hah"! Kalian ini rombongan
ketoprak dari mana sebenarnya"!"
Mendengar diri mereka diejek sebagai rombongan ketoprak, marahlah ke lima belas
pemuda berseragam hitam-hitam itu. Pemuda yang datang membawa mereka terdengar
berteriak. "Sepuluh orang lekas hajar pemuda gondrong itu! Yang lain ikuti aku berbincang-
bincang dengan gadis cantik yang menyamar sebagai lelaki itu!"
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
7 PEMUDA YANG MEMBAWA rombongan kawannya lima belas orang ini melangkah ke
hadapan Wilani diikuti oleh lima kawannya sementara yang sepuluh orang lagi
langsung bergerak
mengurung Pendekar 212 Wiro Sableng.
Di hadapan Wilani pemuda tadi tegak berkacak pinggang. Setelah senyum-senyum
sebentar sambil gosok-gosokkan kedua telapak tangannya satu sama lain dia berkata.
"Kalau sejak sebelumnya aku tahu kau ini seorang dara begini jelita, pasti tak
akan terjadi hura-hura di pasar itu....''
"Lalu sekarang apa maksudmu"!" tanya Wilani penuh jengkel. "Hendak membuat
keributan lagi"!"
Si. pemuda goyang-goyangkan tangannya. "Tidak.... Tentu saja tidak. Malah aku
akan mengajakmu ke markasku di kaki bukit. Kita bisa bersenang-senang disana. Banyak
makanan dan minuman. Pakaian bagus-baguspun ada untukmu. Kau tinggal pilih!"
"Markas..." Markas apa itu"!" tanya Wilani pula. Di seberang sana dia melihat
sepuluh orang pemuda berpakaian serba hitam mulai menyerang Wiro Sableng.
"Ah, yang kusebut markas itu adalah sebuah rumah bagus di kaki bukit di sebelah
selatan kotaraja. Kau pasti akan senang berada disitu...."
"Bagaimana kalau aku merasa tidak senang"!" tukas Wilani.
"Tidak mungkin! Tak ada gadis yang tidak senang berada di tempat itu."
"Hemmm....rupanya kau sudah biasa membawa gadis-gadis markasmu itu hah"!"
"Ah, kawan-kawan, Gadis ini belum apa-apa sudah mulai cemburu," kata si pemuda
pula. Lima orang kawannya tertawa gelak-gelak.
"Cemburu berarti cinta!" salah seorang dari mereka berkata lalu kembali mereka
tertawa bergelak. "Kalian semua gila! Tampang kalian tidak satupun yang lumayan! Kambing betina
budukpun tidak bakal naksir pada kalian! Apalagi padamu!" kata Wilani seraya
mencibir ke arah
pemuda yang tegak di hadapannya. Yang dihina tidak marah malah tertawa mengekeh.
Diam-diam Wilani perhatikan lima pemuda berpakaian hitam di sekelilingnya.
Matanya mengawasi gambar dua gading putih bersilang di dada kiri baju orang-orang itu.
Dia rasa-rasa ingat
sesuatu. Otaknya bekerja keras. Tapi dia tak mampu mengingat.
"Saudari, waktu kita tidak banyak. Mari ikut bersamaku...," pemuda di hadapan
Wilani membuka mulut. "Ikut kamu ke mana"!"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Ah, jangan berpura-pura. Atau mungkin kau malu. Kalau begitu lima kawanku ini
biar tak usah berjalan bersama-sama kita jika kau memang malu...."
Lalu enak saja pemuda ini ulurkan tangan hendak menarik lengan Wilani. Wilani
ajukan tangan kanannya seperti hendak menuruti ajakan si pemuda. Tapi tiba-tiba dengan
kecepatan yang luar biasa si gadis tarik lengan si pemuda dan dilain kejap pemuda itu sudah
terlempar ke udara.
Begitu jatuh bergedebukan di tanah langsung tertelentang dan menggerung
kesakitan. "Kurang ajar! Kau berani mencelakai putera pimpinan kami!" salah seorang pemuda
berpakaian hitam berteriak marah.
"Gadis binal ini perlu diberi pelajaran!" kawannya yang lain berkata seraya maju
mendekat. Pemuda yang masih terhenyah di tanah cepat berteriak. "Awas! Jangan sakiti gadis
itu! Jangan ciderai dia! Tolong dulu aku berdiri! Gadis itu biar nanti aku yang
urus!" Lima pemuda nampak menggerutu. Tapi mereka patuh pada si pemuda yang tadi
dibanting Wilani ke tanah. Dua orang segera menolongnya berdiri.
"Jelitaku, aku maafkan kelancanganmu tadi membantingku hingga tulang-tulang ini
serasa remuk. Tapi berjanjilah kau akan mengurut dan memijitku begitu kita sampai di
markas...."
Plaakkk! Satu tamparan mendarat di muka si pemuda. Tak ampun lagi untuk kedua kalinya
pemuda ini jatuh terbanting di tanah sambil teraduh-aduh kesakitan. Dari sela bibirnya
tampak darah mengucur. Melihat hal ini lima kawannya langsung saja menyerbu Wilani. Gerakan mereka
mengeluarkan suara angin deras tanda kelimanya memiliki tenaga luar yang besar
dan keras. Sesaat
lagi wilani akan dihantam lima pukulan, tiba-tiba dari samping kiri melesat satu
bayangan putih disertai suara aaa... uu... aa... uuu. Lalu terdengar pekik dua pengeroyok. Dua
lainnya terpental
sambil mengaduh kesakitan. Hanya satu yang sempat melompat mundur selamatkan
diri. Dua pemuda pertama terhuyung-huyung sambil pegangi bahu kiri. Ternyata tulang-
tulang bahu mereka telah remuk kena hantam sedang wajah masing-masing tampak merah
seperti orang mabok minuman keras!
"Aaa.. uuuu... Aaaaa... uuu...." Kembali terdengar suara aneh itu.
Dua pemuda yang tadi terpental dan terguling di tanah berusaha bangkit sambil
pegangi perut. Anehnya muka keduanyapun tampak merah.
Satu-satunya pemuda yang tidak cidera memandang dengan paras berubah ke arah
kiri dimana saat itu tampak berdiri seorang pemuda tidak dikenal. Pemuda ini berdiri
dengan empat anggota badan tak bisa diam. Kedua tangannya digerak-gerakkan terus ke depan
secara aneh yaitu
seperti orang berenang. Kedua kakinyapun dijingkat-jingkatkan. Lalu dari
mulutnya tiada henti ter-
dengar suara "Aaaa... uuu... aaa... uuu!" dan wajahnya menunjukkan kemarahan.
Wilani sendiri scan by kelapalima
ebook by kalibening
selain terkejut juga merasa heran melihat kemunculan pemuda aneh berpakaian
lusuh yang jelas-
jelas telah menolongnya dari keroyokan lima pemuda tadi. Wajahnya masih
menunjukkan kemarahan. Tapi dibalik air muka marah itu Wilani melihat adanya bayangan
penderitaan. "Bangsat kurang ajar! Siapa kau berani menciderai kawan-kawanku"!" teriak pemuda
yang barusan kena gampar Wilani begitu berhasil berdiri.
Saat itu tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda berpakaian bagus. Usianya
jelas sudah lanjut, mungkin sekitar 60 tahun tapi tampak masih gagah. Tanpa turun dari
kudanya orang ini
berkata. "Wiseso! Pasti kau lagi yang punya ulah membuat keributan. Sudah berapa
kali aku memperingatkan agar jangan berlaku sembrono seenakmu! Apalagi sampai membawa
murid-murid perguruan! Tinggalkan tempat ini! Bawa semua temanmu! Kalian bodoh semua! Tak
habis- habisnya membuat kegaduhan!"
Pemuda yang ternyata bernama Wiseso itu tampak ketakutan. Begitu juga lima
kawannya. Tanpa banyak bicara dan tanpa menoleh lagi keenamnya segera tinggalkan tempat
itu. Diikuti oleh
enam orang di bagian lain. Lalu kemana yang empat lagi" Mereka semua
bergeletakan di tanah
dengan kepala atau muka benjut dihantam Wiro waktu mengeroyok Pendekar 212 itu
tadi! Lelaki di atas kuda memandang ke arah Wilani dan pemuda aneh yang saat itu masih
saja tegak sambil menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya. Orang ini lantas
berkata: "Harap
kalian memaafkan kelakuan puteraku Wiseso dan kawan-kawannya serta melupakan
kejadian ini...." Habis berkata begitu orang ini membawa kudanya ke arah Wiro Sableng yang tegak
masih memegangi sapu tangan besar milik Wilani.
"Anak muda, terima kasih atas pelajaran yang kau berikan pada murid-muridku.
Harap maafkan mereka dan lupakan kejadian ini...." Orang di atas kuda diam sejenak
seperti berpikir-pikir.
Dia melirik pada Wilani dan pemuda aneh yang tadi berhasil menghantam roboh
empat orang lawannya dalam gebrakan-gebrakan pendek. Lalu setelah merenung sejenak dia
berkata pada Wiro.
"Aku sempat menyaksikan permainan silatmu tadi. Jurus-jurusmu begitu menawan.
Dengan kerendahan hati aku mengundangmu untuk datang ke perguruanku di selatan
Kotaraja. Sekedar
untuk bertukar pengalaman...."
Wiro tak hanya menyeringai tidak menyahut. Orang di atas kudapun tampaknya
seperti tidak perlu menunggu jawab. Maka diapun berlalu setelah lebih dulu membentak
pada empat pemuda yang masih bergeletak di tanah.
"Memalukan sekali! Jika kalian tidak segera bangun dan minggat dari sini, biar
kaki-kaki kudaku memecahkan dada dan perut kalian!"
Lalu orang itu sentakan tali kekang kudanya. Meskipun masih dalam keadaan sakit
dan nanar akibat hantaman Wiro, namun mendengar ancaman si penunggang kuda, keempat
pemuda scan by kelapalima
ebook by kalibening
yang bertebaran di tanah buru-buru berdiri lalu dengan melangkah huyung mereka
tinggalkan tempat itu. Setelah keempat orang itu melangkah, barulah si penunggang kuda menggebrak
tunggangannya meninggalkan tempat itu.
Untuk beberapa lamanya Wilani memperhatikan si penunggang kuda tanpa berkesip
sampai akhirnya orang itu lenyap di kejauhan.
"Aku.... Aku rasa-rasa pernah melihat wajah orang itu. Dimana...?" Sepasang mata
Wilani mendadak membesar. "Eh, jangan-jangan memang dia...," Wilani hendak bergerak
namun suara "Aaaa... uuu... aaa... uuu," di sampingnya membuat dia hentikan gerakan kaki dan
berpaling. Pemuda yang tadi menolongnya kini tegak diam, memandang ke arahnya. Kedua
tangannya dan kedua kakinya tidak lagi bergerak. Mungkin gerakan-gerakan yang dibuatnya
tadi adalah sejenis gerakan silat aneh, pikir Wilani. Kini dalam keadaan tanpa marah dan
tegak berdiam diri
seperti itu Wilani dapatkan kenyataan bahwa pemuda ini memiliki wajah yang
tampan. "Aaaa... uuu...aaa... uuuu...."
"Kasihan, jangan-jangan pemuda ini tak bisa bicara. Gagu...," kata Wilani dalam
hati. "Aaaa... uuu... aa... uuu.....!"
Wiro mendatangi dan menegur si gagu. "Ki sanak, gebrakan silatmu luar biasa
sekali. Aku tahu sedikit bahasa orang bisu. Maukah kau memberi tanda dengan gerakan jari-
jari tangan biar aku
tahu apa yang hendak kau katakan ...?"
"Aaaa... uuu... aaa.... uuu!" si pemuda gagu menjawab gerakan dan tanda.
"Ahhh...! Aku mengerti. Akan kusampaikan pada sahabatku ini...," ujar Wiro
ketika akhirnya dia dapat membaca tanda-tanda jari yang dibuat pemuda gagu.
"Aaaa... uuu... aaa... uuu...!'' Pemuda gagu itu tiba-tiba palingkan tubuhnya
dan tinggalkan
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat itu! "Hai... Tunggu!" seru Wilani. Tapi si gagu sudah lenyap. "Aku hendak menanyakan
sesuatu padanya tapi mengapa dia pergi begitu saja...?"
"Tak usah kecewa. Barusan dia telah meninggalkan pesan lewat bahasa jari...,"
ujar Wiro. "Lekas katakan apa pesannya itu"l" tanya Wilani tak sabaran.
"Pertama, kita berada di kawasan Kotaraja. Jangan bertindak sembrono. Kedua
jangan ganggu rombongan orang-orang tadi karena mereka ada di bawah pengawasannya...."
"Di bawah pengawasannya" Berarti pemuda gagu itu adalah kawan dari orang-orang
itu.... Tapi mengapa tadi dia menghantam empat orang di antara mereka sampai ada yang
Tusuk Kondai Pusaka 7 Pendekar Rajawali Sakti 41 Darah Dan Asmara Pendekar Pedang Dari Bu Tong 16
scan by kelapalima
ebook by kalibening
scan by kelapalima
ebook by kalibening
1 SUARA BERADUNYA PEDANG terdengar berkepanjangan di lereng bukit Cemoro Sewu
padahal hari masih gelap dan udara mencucuk dingin. Binatang hutanpun menyingkir
ketakutan. Karena yang terdengar bukan hanya suara beradunya senjata tajam itu namun juga
ada bentakan- bentakan serta hentakan-hentakan kaki yang menggetarkan tanah.
Siapa yang pagi-pagi buta telah saling baku hantam seolah-olah tidak ada waktu
menyelesaikan urusan di siang hari"
Di antara kerasnya suara pedang beradu tiba-tiba terdengar suara tawa mengekeh.
Lalu ada orang yang bicara dalam kegelapan.
"Bagus! Bagus Wilani! Sepuluh jurus kau bisa bertahan, sepuluh jurus kau balas,
mendesak! Bagus! Ilmu pedangmu sudah cukup matang! Yang penting kini adalah berlatih
terus!" "Terima kasih untuk pujian itu kakek guru! Semua itu berkat gemblengan yang
kakek guru berikan!" Ternyata di lereng bukit Cemoro Sewu itu bukan terjadi perkelahian, melainkan
seorang murid dan guru tengah berlatih ilmu pedang di gelap buta menjelang dini hari!
Sang guru adalah seorang kakek berambut putih panjang. Dia mengenakan pakaian
berbentuk selempang seperti pakaian seorang resi dan berwarna hitam. Gerakan
tangannya memutar
pedang sebat sekali. Gerakan kakinya kukuh dan ringan. Sesekali pakaian hitamnya
di bagian kaki nampak tersingkap. Astaga! Ternyata kakek yang memiliki ilmu meringankan tubuh
tinggi ini hanya mempunyai satu kaki kanan. Kaki kirinya buntung sebatas lutut.
Tapi tak kalah hebatnya sang murid yaitu seorang dara berpakaian serba biru,
berambut hitam dikuncir. Meski seluruh pakaiannya basah kuyup tanda dia telah mengerahkan
seluruh tenaga,
gerakannya berkelebat gesit sekali. Putaran pedangnya mengeluarkan angin
menderu-deru, gerakan
kedua kakinya tak terduga sehingga setiap bacokan atau tusukan senjatanya sulit
diduga. "Bagus! Bagus! Sekarang aku ingin melihat kau menutup serangan terakhirmu dengan
jurus Rembulan Mencukur Bintang. Lakukan!"
Mendengar ucapan sang guru, gadis baju biru bernama Wilani membentak keras. Lalu
tubuhnya melesat ke udara setinggi dua tombak. Ujung pedang di tangan kanan
menderu ke arah
sebuah cabang pohon berdaun lebat. Terdengar suara merambas beberapa kejapan
mata. Ketika si
gadis melompat turun kembali kelihatanlah dalam gelap bagaimana seluruh daun di
cabang itu telah
gundul laksana dipangkas sedang ranting-ranting besarnya sedikitpun tak ada yang
rusak. Kakek kaki buntung tertawa gembira.
"Hebat! Luar biasa Wilani!"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Terima kasih kakek guru!" sang dara menyahuti sambil bungkukkan tubuh.
"Sekarang aku ingin menguji kehebatan senjata rahasiamu! Siapkan kantong
jarummu!" "Saya sudah siap kakek...," kata Wilani pula sesaat kemudian.
"Lihat ke arahku!" kata si kakek sambil mengangkat tangan kanannya dekat-dekat
ke kepalanya sampai setinggi daun telinga. Telapak tangan dan lima jari
dikembangkan. Di antara jari-
jari tangan yang lima itu terselip empat buah daun kecil.
"Serang empat daun yang kujepit di antara jari-jari tangan!"
"Siap guru!"
"Tunggu dulu. Ada syaratnya!" kata si kakek pula.
"Empat helai daun itu harus tembus tetapi tidak selembarpun boleh lepas dari
jepitan jariku.
Bagaimana" Sanggup"!"
"Akan saya coba kek!"
"Nah hantamlah! Tapi awas! Jangan mata atau hidung atau tanganku yang kau
hantam! Hik...hik...hik!"
Wilani menggerakkan tangan kanannya ke dalam kantong. Sesaat kemudian tangan itu
keluar bersama empat buah jarum halus berwarna putih. Lalu tangan itu menghantam
ke depan. Terdengar suara berdesing dalam kegelapan malam. Empat jarum halus melesat tidak
kelihatan. Si kakek menunggu lalu berseru.
"Hai! Hai! Sudahkah kau melemparkan senjata rahasiamu, Wilani"!"
"Sudah kek! Harap periksa keempat daun itu!"
Kakek kaki satu turunkan tangannya dan meneliti. Keempat daun kecil yang
dijepitnya di antara jari-jari tangan kanannya ternyata sudah berlubang kecil di bagian
tengahnya. Melihat hal ini
kembali orang tua itu tertawa mengekeh.
"Hebat! Luar biasa! Kau memang muridku yang andal!"
"Terima kasih guru. Jangan keliwat memuji!" jawab sang murid tersipu. Waktu
tersipu ini ada lesung pipit muncul di kedua pipinya.
"Sekarang ujian terakhir. Aku akan menggabung ilmu meringankan tubuhmu dengan
kekuatan tenaga dalam serta kepekaan perasaanmu. Kau siap"!"
"Mohon petunjukmu dulu kek. Apa yang harus aku lakukan?"
"Hemm...," si kakek melompat-lompat ke arah sebuah batu belas langkah di sebelah
kanan. Lalu dia menunjuk ke cabang sebuah pohon setinggi tiga tombak di samping
muridnya. "Kau
melompatlah ke ujung cabang itu dengan punggung menghadap ke batu.
Putar tubuhmu tanpa membuat cabang bergoyang dan hantam batu ini sampai hancur!"
"Wah! Susah amat kek!"
"Kalau itu saja susah, berhenti jadi muridku!" jawab si orang tua itu sambil
mencibir. scan by kelapalima
ebook by kalibening
Sang dara garuk-garuk kepalanya, memandang pada si kakek dan bertanya. "Sekarang
kek?" "Ya sekarang tentu! Apa menunggu sampai malam Jum'at depan!"
Belum habis si kakek berucap, tubuh Wilani kelihatan melesat ke udara. Setengah
jalan sebelum mencapai cabang pohon tubuh itu berputar sehingga kini punggungnya
menghadap ke arah
batu yang akan menjadi sasaran. Kaki kanan menyentuh ujung cabang pohon. Kejapan
itu pula Wilani putar tubuhnya seraya hantamkan tangan kanan.
Wuutt! Terdengar deru angina laksana membelah dinginnya malam. Lalu.
Byaar! Batu hitam di bawah sana hancur berkeping-keping.
Meledak tawa si kakek buntung. Begitu muridnya melayang turun langsung
dipeluknya. "Kau benar-benar hebat Wilani. Aku tidak akan merasa khawatir melepasmu pergi...."
"Kek, kau tahu aku sebenarnya tak ingin pergi. Tak mau berpisah denganmu sampai
kapanpun. Namun..... Jalan nasibku membuat semua jadi begini...."
Si kakek lepaskan pelukannya, dia membimbing muridnya duduk di sebatang
tumbangan pohon sementara di sebelah timur langit perlahan-lahan tampak mulai terang.
"Jalan nasib manusia Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukan. Kita manusia hanya
bisa berusaha bagaimana agar bisa melaluinya pada jalan yang lurus dan benar.
Pelajaran agama yang
kuberikan padamu harus menjadi pegangan hidupmu sampai mati. Lakukan apa yang
diperintah Gusti Allah, jauhkan apa yang dilarang-Nya. Tetapi ada satu hal muridku. Selama
kedua kaki kita
masih menginjak bumi selama itu pula pertanda bahwa kita ini masih hidup di
dunia. Hidup di
dunia dipengaruhi oleh dua hal. Yaitu kebaikan dan kejahatan. Dunia penuh dengan
hasut dan fitnah.
Penuh dengan setan-setan yang gentayangan. Setan-setan yang tidak kelihatan,
yang berupa mahluk-mahluk halus, tidak perlu kau khawatirkan. Yang harus kau perhatikan
justru setan-setan
kasar berwujud manusia. Manusia mahluk paling terpuji. Tapi karena banyak akal
maka manusia juga bisa menjadi mahluk keji. Contohnya itu manusia-manusia yang telah membunuh
ayahmu secara keji. Mereka lebih jahat dari iblis! Lebih busuk dari Setan!"
"Orang-orang itulah yang akan aku cari kek!" terdengar suara Wilani agak
tersendat. Si kakek tarik nafas panjang. "Dendam adalah urusan dunia yang tidak pernah
habis. Itu tandanya kita hidup di dunia. Membela keluarga, apalagi membela kehormatan dan
ayah sendiri sama saja dengan melakukan perang sabil. Namun muridku.... Ketahuilah, di belakang
setiap dendam dapat mengendalikannya. Karena itu Wilani, jika kau membalaskan sakit
hati dendam kesumat pembunuhan atas diri ayahmu, lakukanlah dengan penuh perhitungan serta
keadilan. Usahakan agar kau jangan sampai membunuh orang-orang itu, kecuali jika tak ada
jalan lain atau
dalam keadaan sangat terpaksa. Kau dengar kata-kataku ini, Wilani?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Aku dengar kek dan akan kujadikan pegangan," jawab Wilani.
"Bagus! Setelah selesai sembahyang subuh kau boleh meninggalkan Cemoro Sewu
ini..." Wilani memeluk gurunya lalu berkata. "Kek, selama dua belas tahun aku tinggal
bersamamu di bukit ini, banyak hal telah kupelajari darimu. Banyak hal telah kuketahui.
Namun ada satu hal
yang masih gelap bagiku."
"Ah..... Hal apakah ituuridku?" tanya si kakek sambil tersenyum-senyum karena
diam-diam dia sudah dapat menduga apa yang bakal ditanyakan muridnya.
"Sampai saat ini aku tidak tahu siapa nama kakek...."
Orang tua berkaki buntung itu tertawa mengekeh.
"Nama....! Itu juga salah satu urusan manusia di dunia yang fana ini! Siapa namaku
apakah ada artinya bagimu?"
"Tentu saja kek! Setiap manusia pasti punya nama," jawab Wilani.
"Tapi aku tidak," ujar si kakek pula. "Kau boleh memberi nama siapa atau apa
saja. Itu tidak
akan merubah diriku. Seorang tua bangka reot berkaki buntung dan akan tetap
seperti itu! Hik...
hik...hik!"
Wilani terdiam sesaat.
"Baiklah kalau kakek tidak mau memberi tahu nama...."
"Bukan tidak mau, karena memang dari kecil bahkan dari orok tidak ada yang
memberi nama padaku! Kedua orang tuaku mati tenggelam ketika terjadi banjir bandang
puluhan tahun lalu.
Aku dihanyutkan banjir ke dalam sebuah rimba belantara. Hidup dan dibesarkan
alam seorang diri.
Hanya berteman beberapa ekor monyet dan beberapa ekor biatang buas. Untung
kemudian ada seorang pencari kayu yang menemukanku dan memungutku jadi anak. Ketika usia
delapan tahun aku diserahkan pada seorang pandai. Tapi orang tua angkatku itu juga alpa.
Mereka tidak memberi
nama apapun padaku! Hik... hik.... hik!"
"Kalau begitu boleh aku mencarikan nama untuk kakek?"
"Pasti cocok kalau kau yang mencarikannya!" jawab orang tua itu.
"Aku... Hemm... Biar kau kuberi nama Datuk Buntung Cemoro Sewu! Bagaimana?"
"Nama hebat! Aku mengucapkan terima kasih padamu Wilani. Paling tidak, kalau
nanti aku mati, akan ada orang menuliskan nama itu di papan nisanku! Hik... hik... hik!" Si
kakek tepuk- tepuk bahu muridnya.
"Kek, sebelum aku pergi, aku ingin mengulang nama-nama orang yang harus kucari
itu agar tidak kesalahan tangan...."
"Bagus! Itu memang bagus! Cobalah kau menyebutkan keempatnya, lima dengan ibu
tirimu itu...." scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Pertama Randulawang. Jabatan Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru. Usia saat
ini sekitar tiga puluh delapan tahun. Kedua Rea Pamungkas, jabatan Ketua Perkumpulan Silat
Gading Putih merangkap anggota pengurus Perserikatan Silat Bintang Biru. Usia saat ini
sekitar enam puluh
tahun. Orang ketiga bernama Wirasaba, jabatan sama dengan Rea Pamungkas
merangkap Ketua
Perkumpulan Silat Mustika Ratu, berumur sekitar enam puluh lima tahun. Orang ke
empat dikenal dengan nama Kajenar, Ketua perkumpulan Silat Elang Laut. Juga menjabat sebagai
pengurus perserikatan. Umurnya paling lanjut, saat ini sekitar tujuh puluh tahun. Yang
terakhir ibu tiriku
sendiri bernama Juminten, usia tiga puluh tahun, sekarang adalah istri dari
Randulawang."
Ternyata kau masih ingat kelima nama itu. Apa kau masih ingat wajah-wajah mereka
Wilani?" "Samar-samar, kek. Tapi jika aku bertemu dengan mereka kembali, pasti aku akan
dapat mengenali...."
Si kakek mengangguk. "Ingat baik-baik muridku. Kelima manusia itu sama jahat dan
liciknya. Tapi bukan berarti di luar mereka di dunia ini semua orang adalah
baik. Karenanya selalu
berhati-hati dalam menghadapi segala sesuatunya. Jangan lekas percaya pada
seseorang yang kelihatannya begitu baik dan selalu hendak menolong. Karena di balik kebaikan
dan pertolongan itu
mungkin tersembunyi niat jahat dan hendak menggolong.
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebaliknya juga jangan lekas curiga pada seorang berwajah buruk dan bersikap
aneh. Karena di balik wajah dan sikap itu mungkin ada sifat baik yang tadinya sulit
diterka..."
"Terima kasih atas semua nasihatmu, kek. Ijinkan aku mengambil air sembahyang
untuk solat Subuh...."
Si kakek mengangguk. Sekali lagi dia memeluk murid tunggalnya itu. Ketika Wilani
berlalu, orang tua yang kini mendapat nama Datuk Buntung Cemoro Sewu itu menarik nafas
lega. "Lega rasanya dada ini sekarang. Kalaupun aku mati hari ini, kepandaianku sudah
ada yang mewarisi!"
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
2 MASA DUA BELAS TAHUN SEBELUM WILANI DILEPAS OLEH DATUK
BUNTUNG CEMORO SEWU....................
Perserikatan Silat Bintang Biru sedang naik daun. Namanya menjulang mengatasi
belasan perguruan silat yang berdiri jauh sebelumnya. Anak murid perserikatan berjumlah
ribuan orang, tersebar di delapan penjuru tanah Jawa. Semua ini berkat kepemimpinan Adi Juwono
yang dijuluki Raja Tombak Delapan Penjuru Angin. Gelar ini disandangnya tidak percuma karena
dia memiliki sebuah senjata pusaka yakni sebuah tombak besi berlapis emas. Dalam keadaan
biasa tombak ini
panjangnya hanya sekitar tiga jengkal. Tapi jika bagian-bagiannya ditarik,
senjata ini bisa berubah
menjadi sepuluh jengkal.
Pada mulanya Perserikatan Silat Bintang Biru didirikan dan berasal dari empat
buah perguruan silat besar yaitu Perkumpulan Silat Bumi Leluhur pimpinan Randulawang,
Perkumpulan Silat Gading Putih pimpinan Rae Pamungkas, lalu Perkumpulan Silat Mustika Ratu
di bawah kepemimpinan Wirasaba dan yang ke empat Perkumpulan Silat Elang Laut diketuai
oleh Kajenar. Adi Juwono satu-satunya tokoh persilatan yang tidak memiliki perguruan atau
perkumpulan secara resmi walaupun muridnya bertebaran dimana-mana. Dia menjadi tokoh silat
tunggal yang dihormati dan disegani kawan maupun lawan. Dibandingkan dengan ilmu kepandaian
para ketua empat perkumpulan silat lainnya, Adi Juwono dua tingkat lebih tinggi dari
mereka. Karena itulah
ketika kelimanya bergabung di bawah bendera Perserikatan Silat Bintang Biru
semua pimpinan perkumpulan silat sama menyetujui untuk mengangkat Adi Juwono sebagai Ketua
mereka. Empat lainnya memang jabatan sebagai Wakil Ketua dan jabatan masing-masing sebagai
Ketua pada perkumpulan silat mereka tetap tidak berubah.
Kemajuan yang dicapai oleh Perserikatan tentu saja mengangkat nama dan derajat
sang ketua yaitu Adi Juwono. Meskipun nama dan derajat empat wakil ketua ikut
terangkat namun ada di
antara mereka yang merasa iri. Apalagi ketika ada yang mengkobar-kobarkan bahwa
Adi Juwono sebenarnya tidak pantas menjadi ketua karena tidak memiliki perkumpulan silat.
Lalu ada yang memfitnah bahwa sang ketua sebenarnya tidak melakukan apa-apa, yang bekerja
keras untuk perserikatan adalah empat wakil ketua.
Lama kelamaan, suasana ini menjadi seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu
bisa meledak. Malangnya Adi Juwono sama sekali tidak arif akan apa yang terjadi
secara diam-diam di
belakangnya. Hal ini karena semua orang dilihatnya bermanis muka dan berbaik
turun sapa dihadapannya. Bahkan Adi Juwono sama sekali tidak mengetahui bahwa Juminten,
isteri mudanya scan by kelapalima
ebook by kalibening
yang berusia 18 tahun yang dinikahinya setahun setelah isteri tuanya meninggal,
ikut terlibat dalam
komplotan keji yang kelak menimbulkan bencana bagi diri dan anak-anaknya.
* * * MALAM ITU HUJAN turun rintik-rintik. Sesosok tubuh tampak bergerak membungkuk-
bungkuk di belakang bangunan besar lalu menyelinap mendekati kandang kuda. Di
sini sosok tersebut diam sejenak, memandang berkeliling meneliti keadaan. Ketika
dirasakannya aman maka
cepat didorongnya pintu tempat penyimpanan jerami kering lalu menyelinap ke
dalam. Orang ini
duduk tak bergerak di sudut ruangan, di atas setumpuk jerami. Dia memasang kedua
telinga, mendengarkan setiap bunyi yang ada di luar. Kemudian lapat-lapat dia mendengar
suara kaki melangkah mendekati kandang kuda. Diam sesaat. Tak lama kemudian terdengar pintu
ruangan jerami berkereketan, lalu masuklah seorang berpakaian hitam tebal yang wajahnya
ditutup dengan sehelai sapu tangan besar.
"Di sini....," terdengar suara berbisik dari sudut ruangan jerami yang gelap.
Orang yang barusan masuk melangkah ke jurusan datangnya suara itu lalu
menjatuhkan diri
di hadapan orang yang mendekam di sudut. Nafasnya terdengar mengengah.
"Mas Randu.... Terlalu berbahaya pertemuan ini. Kalau sampai ada yang melihat...."
Orang yang berusaha duduk berbisik. Ternyata suaranya adalah suara perempuan. Dan
ketika dia membuka sapu tangan yang menutupi wajahnya, dalam gelap kelihatan sekilas
wajahnya. Dia adalah Juminten. Isteri Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru. Dan lelaki yang
duduk di hadapannya
adalah Randulawang, Wakil Ketua Perserikatan.
"Tak ada yang perlu dikhawatirkan Juminten. Asal kita bicara berbisik-bisik.
Semua orang berada di bangsal utama tengah mendengarkan fatwa dari guru agama yang datang
dari Demak. Suamimu juga masih belum kembali bukan?"
"Betul. Para wakil ketua sudah kuhubungi. Mereka sama menyetujui walau aku masih
kurang yakin dengan si Kajenar itu. Kita hanya tinggal menyusun rencana serta
hari pelaksanaannya
saja.... Dan semua itu kuncinya berada di tanganmu dik Juminten."
"Di tangan saya...?" tanya perempuan berusia delapan belas tahun itu keheranan.
"Benar," sahut Randulawang seraya mendekap pipi Juminten dengan kedua telapak
tangannya lalu merangkul isteri Ketua Perserikatan itu kedadanya. "Apa yang akan
kau lakukan sederhana dan mudah sekali. Namun sangat menentukan..... Setelah itu kamisemua
yang akan mengatur."
"Apa yang harus saya lakukan mas Randu...?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Randulawang yang berusia dua puluh enam tahun itu tidak segera menjawab
melainkan memeluk dan menciumi Juminten terlebih dulu penuh nafsu hingga perempuan itu
kelagapan. Setelah Juminten ikut terpengaruh nafsunya barulah dia membisikkan rencananya.
Juminten terkejut ketika mendengar ucapan Randulawang itu.
"Tak mungkin saya melakukan hal itu, mas Randu. Sama saja dengan
mengkhianatinya.
Lagi pula saya tidak tega. Mas Adi Juwono punya anak yang masih kecil-kecil.
Wilani enam tahun
dan Ario Seno sepuluh tahun.... Kasihan mereka."
Randulawang tertawa perlahan. Sambil terus membakar gairah Juminten dengan
rabaan- rabaan tangannya dia berkata. "Mengapa musti memperdulikan kedua anak itu. Dia
bukan darah dagingmu dik Juminten. Lagi pula kebahagiaan hidup apa yang kau bakal dapat dari
suami yang selalu sakit-sakitan itu. Dalam usianya yang hampir enam puluh tahun dia lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah dukun untuk berobat dari pada berada di dekatmu. Kau
masih muda, perlu hiburan dan suamimu tidak mampu memberikan kebahagiaan padamu. Apa kau
hendak bertahan sampai kau sendiri nati jadi nenek reot" Mas Adi bukan pasanganmu. Dia
terlalu tua. Usia
kalian terpaut hampir empat puluh tahun. Apa tidak gila itu namanya"!"
Juminten terdiam dan kembali luluh ketika dipeluk oleh Randulawang dan
menggelinjang sewaktu hidung lelaki ini menggeser di belakang telinganya.
"Kau lebih cocok menjadi isteriku Juminten. Aku bersumpah akan mengambilmu jadi
isteriku kalau rencana kita selesai. Kau akan bahagia sebagai isteri Ketua
Perserikatan yang baru.
Aku bawa kau kemana aku berkunjung. Tidak seperti sekarang kau selalu ditinggal-
tinggal oleh mas Adi Juwono."
"Mas Randu. Beri aku waktu untuk berpikir...," berbisik Juminten seraya tangan
kanannya mengusapi dada Randulawang yang penuh ditumbuhi bulu.
"Tak ada waktu lagi Juminten. Semua harus dilakukan dengan cepat. Rencana untuk
mengundangnya sudah disiapkan dua hari setelah dia kembali dari berobat. Setelah
itu segala kebahagiaan akan menjadi milikmu sayangku...."
Juminten hanya bisa diam, tak mampu keluarkan ucapan untuk menjawab.
"Aku tahu...," bisik Randulawang kembali. "Walau kau tidak mengeluarkan sepatah
katapun sebagai ucapan tapi aku tahu hatimu menyetujui rencana ini. Hatimu lebih
dekat padaku daripada ke suamimu....."
Hidung Randulawang menyusup ke celah dada perempuan itu. Juminten menggeliat dan
merangkulkan kedua tangannya ke punggung lelaki itu ketika Randulawang
merebahkan tubuhnya
di atas tumpukan jerami kering.
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
3 SUATU MALAM YANG SEJUK sebuah kereta tampak meluncur menuju Plered. Yang
menjadi sais adalah Adi Juwono sendiri, Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru.
Di sampingnya duduk Juminten. Di sebelah belakang sambil tertawa-tawa duduk Wilani dan Ario
Seno, kakak beradik putera-puteri Adi Juwono dari mandiang istri pertamanya.
"Sahabat-sahabatku itu ada-ada saja," terdengar Adi Juwono berucap. "Mengundang
makan malam di Plered. Katanya ada hiburan serombongan pemain gamelan dari Pajang
segala...."
"Saya dengar salah seorang dari mereka berulang tahun hari ini," menyahuti
Juminten. "Siapa?" tanya suaminya.
"Mungkin mas Wirasaba."
Kereta itu meluncur terus tapi sebentar-sebentar kuda coklat yang menarik kereta
nampak seperti liar dan meringkik berulang kali.
"Kuda ini tidak seperti biasanya. Meringkik terus sejak tadi...," kata Adi
Juwono. Sang istri
diam saja. Di sebuah pendakian, kereta berhenti di depan sebuah bangunan kayu yang terletak
di dekat sungai kecil. Siang hari pemandangan di sekitar tempat ini indah sekali.
Beberapa lampu minyak
besar tampak menyala menerangi bangunan itu.
Ketika Adi Juwono menolong istri dan anaknya turun dari kereta, tiga orang
keluar dari bangunan. Mereka adalah Randulawang, Wirasaba dan Rae Pamungkas.
"Ada undangan istimewa malam ini rupanya!" kata Adi Juwono. "Siapa yang berulang
tahun?" "Saya mas...,"jawab Wirasaba.
"Selamat kalau begitu." Lalu Adi Juwono memeluk sahabatnya itu. Kemudian mereka
beriringan menuju rumah di tepi sungai.
Di sebelah belakang Rae Pamungkas berbisik pada Randalawang. "Ketua ternyata
membawa serta kedua anaknya. Ini diluar dugaan, diluar rencana. Bagaimana
ini...?" "Tak usah khawatir. Serahkan padaku...," jawab Randulawang.
"Aku tak melihat saudara tua kita mas Kajenar," kata Adi Juwono.
"Dia jadi pelayan di dalam. Sibuk menyiapkan hidangan...." Jawab Randulawang.
"Eh, kalau tak salah kalian bilang ada hiburan gamelan dari Pajang. Mana..."
Mengapa sepi- sepi saja?"
"Itu yang mengesalkan saya mas Adi," jawab Randulawang. "Sampai saat ini mereka
masih belum muncul. Kabarnya hujan lebat turun di hulu. Mungkin mereka sulit
menyeberang sungai."
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Pesta ulang tahun hanya kita saja. Tidak mengundang orang-orang atau para
sahabat lainnya?" tanya Adi Juwono lagi.
"Biayanya terbatas mas Adi. Jadi biar kita-kita saja...," sahut Wirasaba sambil
mengulum senyum. Rombongan itu sampai di dalam rumah dimana telah tersedia sebuah meja besar
berisi berbagai macam hidangan dan minuman yang lezat-lezat. Sang ketua duduk di kepala
meja sebelah kanan sedang Juminten di kepala meja di seberangnya. Anak-anak Adi Juwono duduk
mengapit sang ayah. Wirasaba di samping kanan ketua, disebelah kiri Randulawang, lalu
berturut-turut Rae
Pamungkas dan Kajenar saling berhadapan.
Setelah mengobrol sambil sesekali tertawa bergelak yang kelihatannya begitu
akrab maka santap malampun dimulai. Selesai makan masih dihidangkan beberapa penganan dan
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buah-buah cuci mulut. Sebelum pertemuan ditutup, Kajenar menghidangkan kopi hangat
sementara dua anak
tampak mulai mengantuk.
Setelah batuk-batuk beberapa kali Rae Pamungkas membuka mulut. Suaranya mula-
mula agak bergetar. Namun kemudian ucapnya lancar juga.
"Mas Adi Juwono. Sambil menunggu turunnya panas kopi, mengutarakan sesuatu.
Kalau ketua tidak berkeberatan...."
Adi Juwono agak heran mendengar ucapan Rae Pamungkas itu. "Ah, tentu saja.
Silakan mengutarakan apa saja. Di sini mungkin kita lebih leluasa, tidak diganggu oleh
kesibukan seperti di
perkumpulan...."
Rae Pamungkas memandang pada ke tiga wakil ketua. Dua orang nampak duduk dengan
sikap gagah, hanya Kajenar yang menundukkan kepala.
"Baik mas Adi. Saya langsung saja pada pokok masalahnya. Sejak beberapa waktu
lalu kami mendapat kabar disertai bukti-bukti bahwa mas Adi ingin menyingkirkan kami
dari kedudukan wakil ketua Perserikatan...."
"Astaga! Pembicaraan apa ini dimas Rae"!" tanya Adi Juwono dengan suara keras
dan sepasang mata membesar. Wajahnya jelas berubah. Sang Ketua memandang
berkeliling. Randulawang dan Wirasaba menatap tak berkesip ke arahnya. Kajenar masih saja
menundukkan kepala. "Tenang mas Adi. Pembicaraan saya belum selesai," ujar Rae Pemungkas pula.
"Maksud untuk menyingkirkan kami berempat bukan hanya menyangkut kedudukan kami sebagai
wakil ketua, tetapi bahkan lebih jahat dari itu. Mas Adi hendak menghabisi kami
semua!" "Ini gila!" teriak Adi Juwono seraya menggebrak meja dan bangkit dari kursinya.
Papan meja hancur berantakan. Makanan dan minuman tumpah berpelantingan.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Ini tidak gila!" teriak Randulawang sambil memukul meja pula dengan tangan
kanannya. Untuk kedua kalinya meja itu jadi porak poranda. "Ini tidak gila...."
"Kalau tidak gila maka ini adalah fitnah!" teriak Adi Yuwono. "Tidak gila dan
juga bukan fitnah!" sahut Randulawang seraya berdiri dari kursinya. "Rencana keji hendak
membunuh kami itu
secara tidak sengaja telah mas Adi ceritakan pada Juminten. Istri mas Adi
sendiri!" Adi Juwono kini benar-benar membelalak.
"Aku, menceritakan maksud jahat hendak membunuh kalian pada istriku" Edan!"
Kedua ta- ngan ketua perserikatan itu tampak terkepal dan dadanya turun naik tanda ada
yang menggelegak di
dalam tubuhnya.
Randulawang berpaling pada Juminten lalu berkata:
"Dik Juminten, coba katakan dengan jelas rencana apa yang dikatakan mas Adi
terhadap kami dan kapan dia mengatakan hal itu pada dik Juminten!"
Paras Juminten yang cantik sesaat tampak kemerahan. Tubuhnya seperti menggigil.
"Tak usah takut dik Juminten. Katakan saja apa yang dik Juminten ketahui,"
berkata Wirasaba. "Waktu itu...waktu itu hari pertama bulan haji sekitar dua minggu lalu. Mas Adi
entah mengapa menceritakan pada saya bahwa dia hendak menghabisi riwayat empat wakil
ketua perserikatan. Katanya... selama ini mereka selalu merongrong, memfitnah dan
menghabiskan harta
dan uang perserikatan untuk kepentingan pribadi. Lalu...."
"Kurang ajar! Kalian semua pasti telah berkomplot mengarang cerita busuk!
Busuk!!!" Teriak Adi Juwono. Dalam marahnya ketua perserikatan itu membalikkan meja besar.
Juminten menjerit. Dua anak Wilani dan Ario Seno ikut memekik lalu menangis.
"Kau yang busuk Adi Juwono!" membentak Randulawang. Dari bawah meja
dikeluarkannya sebuah penggada batu. Dengan benda ini dihantamnya kepala ketua
perserikatan dari belakang. Adi Juwono yang masih sempat melihat cepat merunduk sambil
mengirimkan tumitnya ke perut Randulawang;
Terdengar dua kali suara bergedebuk. Yang pertama suara penggada yang meleset
dari kepala dan kini menghantam punggung Adi Juwono. Yang kedua suara tumit sang
ketua yang sempat melabrak perut Randulawang hingga orang ini terpental dan gadanya lepas
dari tangan. Juminten menjerit, lalu tersandar ke dinding sebelum melosoh ke lantai. Wilani
dan Ario Seno sama memekik ketakutan.
Hantaman pada punggungnya yang keras bukan saja membuat tulang punggungnya remuk
tapi mengakibatkan ketua perserikatan itu terbanting ke lantai. Sebelum dia
sempat berdiri Wirasaba sudah mendorong kepalanya. Kembali ketua perserikatan itu terbanting ke
lantai. Lalu tampak Wirasaba dan Rae Pamungkas sama-sama mencabut sembilah keris. Sedang
Randulawang scan by kelapalima
ebook by kalibening
memungut penggada yang terjatuh dilantai. Dua keris dan satu penggada kemudian
bertubi-tubi menghantam tubuh Adi Juwono. Darah membasahi lantai!
Sambil terus menjerit-jerit Wilani dan Ario Seno lari ke sudut ruangan, coba
bersembunyi di balik sebuah lemari pajangan.
Rae Pamungkas cepat memberi isyarat pada Randulawang.
"Tak ada jalan lain dimas Randu. Kedua anak itu harus dihabisi. Kalau tidak bisa
jadi masalah dikemudian hari!"
"Dua kurcaci itu biar aku yang membereskan! Kalian teruskan menggebuk ketua
keparat itu. Pastikan betul bahwa dia benar-benar mampus baru berhenti membantai!" Habis
berkata begitu Randulawang buang penggadanya lalu cabut sebilah pisau. Dia melangkah mendekati
Ario Seno. Anak usia sepuluh tahun ini semakin keras jeritannya karena ketakutan. Mulutnya
terbuka lebar. Saat itulah seperti telah dirasuk setan, Randulawang tusukkan pisaunya kemulut
Ario Seno. Pisau
menembus lidah dan tenggorokan anak ini, membabat putus sebagian dari anak
lidahnya. Darah
mengucur deras. Jeritan anak ini serta merta lenyap.
Belum puas Randulawang angkat tubuh Ario Seno lalu lemparkan anak ini ke dalam
sungai yang mengalir di dekat bangunan.
"Beres yang satu. Sekarang tinggal satu lagi!" kata Randulawang seraya melompat
ke hadapan si kecil Wilani. Anak perempuan enam tahun ini menjerit setengah mati.
Pisau di tangan
Randulawang membabat ke arah leher.
Sesaat lagi senjata tajam itu akan menggorok leher si kecil Wilani tiba-tiba ada
angin berkesiuran. Randulawang terpekik. Sesuatu menghantam keningnya hingga luka dan
mengucurkan darah. Bersamaan dengan itu pisau ditangan kanannya mental. Satu tendangan
mendarat di pergelangannya. Selanjutnya dia dapatkan dirinya seperti dibanting ke dinding
ruangan. Pemandangannya agak berkunang tapi dia masih sempat melihat sesosok bayangan
hitam berkelebat menyambar tubuh Wilani. Dia berteriak pada Rae Pamungkas dan
Wirasaba. Dua orang
yang juga melihat bayangan sosok hitam itu coba mengejar. Namun orang itu telah
lenyap bersama Wilani dalam kempitannya.
Terhuyung-huyung Randulawang melangkah ke tengah ruangan. Udara malam berbau
amisnya darah ini. Tiba-tiba Randulawang membalik ke arah Kajenar yang sejak
tadi hanya berdiri
dekat pintu ruangan dengan muka pucat dan tubuh basah keringatan.
"Manusia banci!" teriak Randulawang. "Sejak tadi kau hanya mematung di situ!"
"Jangan harap kau bakal dapat bagian Kajenar!" Ikut berteriak Rae Pamungkas.
"Aku memang tidak ingin bagian apa-apa!" jawab Kajenar yang saat itu berusia 58
tahun. Paling tua diantara mereka semua. "Aku memang ingin jabatan lebih tinggi dan
harta serta uang
scan by kelapalima
ebook by kalibening
melimpah. Tapi bukan begini caranya! Dari dulu aku sudah tidak setuju akan
maksud keji kalian!
Dan ternyata kalian melakukannya lebih biadab dari rencana gila itu!"
"Tutup mulutmu!" teriak Randulawang seraya acungkan tangannya yang memegang
pisau berdarah. "Pergi dari sini sebelum kusobek mulutmu dengan keris ini, Kajenar!" Rae
Pamungkas ikut acungkan keris di tangan kanannya.
Kejenar menyeringai kecut. "Aku memang akan pergi. Aku muak melihat kebiadaban
kalian. Kalian bertiga dan juga perempuan jahanam ini boleh mendapatkan harta dan uang
serta kedudukan
milik dimas Adi Juwono. Tapi jangan lupa semua harta, uang dan kedudukan itu
bergelimang darah!
Kelak suatu ketika hukum karma akan menimpa kalian...."
"Bangsat!"
"Anjing!"
Dua buah senjata tajam meleset ke arah Kejenar. Tapi orang itu telah menyelinap
meninggalkan tempat itu. Pisau yang dilemparkan Randulawang menancap di tiang
pintu sedang keris yang dilemparkan Rae Pamungkas menghunjam pada daun pintu.
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
4 PADA ALIRAN SUNGAI MENJELANG muara itu banyak sekali ditemui kepiting besar
yang berenang dari laut menuju mulut sungai karena perputaran air di sini lebih
hangat dari sekelilingnya. Walaupun kepiting merupakan jenis ikan yang sangat disukai orang
dan laku dijual
dengan harga tinggi, namun tidak ada para nelayan yang berani datang mencari
kepiting ke muara
sungai itu. Hal ini disebabkan semua nelayan dan penduduk sekitar muara
mengetahui bahwa di
tempat itu diam sepasang suami istri kakek-nenek aneh.
Pagi itu langit agak mendung. Ombak bergulung besar dan kepiting dari laut
ratusan banyaknya berlomba-lomba menuju muara sungai.
Di atas dua potong papan kecil, di muara sungai tampak duduk seseorang kakek dan
seorang nenek sambil bernyanyi-nyanyi. Pada papan yang mereka duduki dan mengambang di
atas air, penuh dengan kepiting-kepiting besar. Malah binatang yang sanggup mencabut
daging tubuh itu
menjalar sampai ke kaki, tubuh dan kepala dua orang tua tersebut. Tapi anehnya
keduanya tenang-
tenang saja. Malah sambil menyanyi-nyanyi mereka mulai mengambil kepiting-
kepiting itu satu
demi satu, mencopot kaki-kakinya, merobek kulit badannya yang atos, lalu
mengorek isi tubuhnya
yang putih dan menenggaknya mentah-mentah!
"Sudah berapa kau telan"!" Si nenek bertanya. "Baru empat puluh sembilan ekor!"
jawab si kakek. "Si lamban tolol! Aku sudah mau seratus!" berkata si nenek.
"Ah, siapa sih yang tidak kenal kau bune! Nenek terakus di dunia! Hik... hik...
hik!" Di ejek begitu si nenek anteng-anteng saja dan terus melahap kepiting-kepiting
yang berjalaran di sekujur kaki, badan dan kepalanya.
Seekor kepiting nakal, entah bagaimana tahu-tahu menyelinap dibalik kain panjang
si nenek, terus merayap ke pangkal pahanya!
Si nenek terlompat menjerit dan singsingkan kain panjangnya tinggi-tinggi.
Begitu dilihatnya kepiting satu itu segera saja dicantilnya hingga pecah berantakan. Di
sini jelas terjadi dua
keanehan. Pertama ketika melompat, si nenek masih di atas potongan papan yang
mengambang. Tapi papan itu sama sekali tidak terbalik dan si nenek tidak sampai kecebur ke
dalam sungai. Lalu caranya menyentil kepiting besar tadi, orang biasa mustahil sanggup membuat
binatang berkulit keras itu hancur berantakan! Lalu mana ada manusia yang makan kepiting
seperti itu" Dan
kepiting bisa menjapit putus jari-jari manusia, binatang-binatang ini juga
mengandung racun jahat
yang bisa mematikan!
"Kepiting sialan! Dikiranya aku ini apa!" mengomel si nenek.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Mungkin sejak kemarin kau kencing belum cebok bune!"
Kata si kakek lalu dia kembali tertawa cekikikan.
Selagi kedua orang tua ini asyik bersantap kepiting, tiba-tiba tardengar si
kakek berseru. "Bune! Lihat ada benda menggelundung ke arahmu!"
Si nenek berpaling ke arah yang ditunjuk. Benar. Sebuah benda tampak digulirkan
arus su- ngai ke arahnya. Si nenek ulurkan kaki kirinya menahan benda itu. Ketika matanya
memperhatikan terkejutlah perempuan tua ini.
"Astaga!"
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang astaga bune"!" bertanya si kakek.
Lalu berusaha mendekati istrinya.
"Lihat pakne! Benda ini bukan benda sembarangan! Tapi seorang anak manusia!"
Dengan ujung-ujung jari kakinya si nenek menjepit lengan kanan si anak lalu
menyentakkannya ke atas. Sosok anak itu melayang ke udara, begitu jatuh segera
di tangkapnya. "Kau betul! Seorang anak manusia! Anak lelaki! Ah, siapa yang tega membuang anak
ke dalam sungai"!"
"Mungkin bukan dibuang, tapi celaka hanyut!" ujar si kakek. "Serahkan bocah itu
biar kuperiksa!"
Si nenek lemparkan anak yang di dapatnya dari dalam air dan si kakek cepat
menangkapnya. Mula-mula dipegangnya anak itu pada kedua kakinya lalu diangkat tinggi-tinggi
hingga air kelihatan mengucur keluar dari mulutnya.
"Eh, air dalam perut anak ini bercampur darah!" seru si kakek. Lalu cepat si
anak dipangkunya. Mulut si anak yang terkancing dibukanya lebar-lebar. Si kakek
mengerenyit. "Ada
bekas luka di lidahnya. Lidah ini hampir putus! Tenggorokannya robek! Lukanya
seperti mengandung racun! Tampaknya seperti ditusuk dengan senjata tajam beracun...."
"Pakne! Dari tadi kau memeriksa dan menceloteh! Apa sudah kau pastikan anak itu
masih hidup atau sudah jadi bangkai"!"
"Eh!" si kakek terkejut. "Kau betul!" Lalu buru-buru dada si anak ditekapkannya
ke telinga kirinya. Kedua matanya membelalang.
"Dig-dug... dig-dug... dig-dug! Bune! Bocah ini masih hidup!" seru si kakek
kemudian. "Kalau begitu lekas bawa ke darat. Terus saja ke rumah kita! Tujuh puluh tahun
kawin tidak punya anak. Mungkin bocah itu rejeki kita dari Gusti Allah!"
"Tentu! Tentu akan kubawa ke darat!" jawab si kakek. Lalu dari atas papan kecil
itu si kakek menggenjot tubuhnya. Kakek tua sambil mengepit anak itu tampak melesat ke
darat. Begitu mendarat di tepi sungai orang tua ini terus lari ke arah sebuah gubuk di bawah
sebatang pohon besar.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Tak lama menunggu muncul istrinya. Tapi si nenek tidak datang sendirian. Dia
tampak menyeret sesosok tubuh yang sudah jadi mayat! Si kakek memperhatikan tubuh yang
diseret si nenek sesaat lalu berseru. "Yang sudah jadi bangkai itu tak perlu diurus dulu!
Bantu aku menyelamatkan anak ini! Dia terluka dibagian mulut dari keracunan!"
Si nenek lalu ikut memeriksa. Lalu dia menghela nafas panjang. "Sulit ditolong
walaupun dengan mempergunakan racun kepiting," berkata si nenek. "Kalaupun dia bisa hidup
hanya ada satu dari dua pilihan. Anak ini akan gagu seumur hidup, atau gila selama hayatnya!"
"Lalu mana yang kau pilih"!" bertanya si kakek.
"Lebih baik dia jadi orang gagu daripada jadi manusia gila!" Sahut si nenek.
Lalu perempuan tua ini lari kembali ke muara. Ketika kembali dia membawa lebih dari
selusin kepiting
besar yang mengandung racun.
"Kau buka mulutnya lebar-lebar! Aku akan kucurkan racun kepiting untuk membunuh
racun senjata yang ada dalam mulutnya!"
Si kakek lalu buka mulut anak itu lebar-lebar. Istrinya cepat mengambil seekor
kepiting. Terdengar suara berderak sewaktu kepiting besar itu diremasnya. Lalu tampak
cairan putih menetes
dan langsung dimasukkan ke dalam mulut si anak. Begitu terus dilakukan sampai
semua kepiting yang dibawanya habis diperas.
"Nyalakan api," kata si nenek. "Anak ini harus dihangati terus menerus sampai
dia akhirnya siuman. Menurut perhitungan, melihat kulitnya yang tidak berdarah serta tebalnya lumut
yang melekat di badannya, paling tidak anak ini sudah satu hari satu malam
dihanyutkan air sungai.
Hanya anak luar biasa yang sanggup bertahan hidup selama itu. Anak ini bukan
anak sembarangan!"
"Bagaimana dengan mayat satu itu" Apa kau bisa mengenali siapa orangnya?" tanya
si kakek. Sang istri menggeleng. "Mukanya rusak berat. Seperti dicacah dengan senjata
tajam. Sebagian tubuhnya remuk..."
"Menurutmu apa ada hubungan antara bocah lelaki ini dengan orang itu?"
"Hemm..." si nenek merenung. "Tidak mustahili" jawabnya kemudian.
"Kalau begitu jenazahnya tidak boleh kita buang ke sungai atau ke laut. Nanti
kita kuburkan sama-sama!"
Si nenek mengangguk tanda setuju akan apa yang dikatakan suaminya. Sepasang
matanya beralih kini memandangi anak yang masih pingsan itu. Tiba-tiba matanya membesar
dan makin besar. "Eh, kenapa kau bune" Seperti melihat setan sungai atau jin laut"!" menegur si
kakek. scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Kita tolol dan buta! Coba kau perhatikan susunan tulang anak ini! Menurut
taksiranku usianya tak lebih sepuluh tahun. Tapi ruas tulangnya sekokoh pemuda tujuh belas
tahun. Dan coba
kau perhatikan liku-liku susunan tulangnya! Ayo periksalah...!"
Si kakek turuti apa yang dikatakan istrinya, lalu dia berpaling memandang pada
si nenek. Tiba-tiba kedua orang ini sama-sama melompat dan saling berjingkrakan!
"Kita menemukan calon murid! Akhirnya malah datang sendiri! Bersyukurlah!" ujar
si nenek. Kedua orang tua itu sama jatuhkan diri berlutut di tanah dan menampungkan kedua
tangan ke atas memanjatkan puji syukur pada Yang Maha Kuasa. Setelah itu keduanya
kembali melompat
dan berjingrak-jingkrak kegirangan!
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
5 SESUAI PETUNJUK GURUNYA, Wilani meninggalkan bukit Cemoro Sewu dengan
menyamar sebagai seorang pemuda. Setelah dua hari dua malam menempuh perjalanan
akhirnya murid Datuk Buntung ini sampai di pinggiran Kotaraja ketika terjadi suatu
keributan. Seekor kerbau
besar bertanduk panjang runcing entah sebab apa tiba-tiba mengamuk dan lari ke
tengah pasar. Karuan saja seisi pasar jadi kacau balau. Para pedagang dan orang yang
berbelanja lari
sambil berteriak ketakutan. Dua orang pedagang yang bukannya lari tapi berusaha
membenahi dagangannya mencelat ditanduk binatang yang seperti gila itu. Kedua pedagang itu
terguling tak berkutik lagi. Satu tewas dengan usus membusai, satunya megap-megap merintih
karena tulang pinggulnya sebelah kiri remuk.
Di antara kekacauan itu seorang pemuda tampak duduk berjuntai di atas sebuah
cabang pohon sambil uncang-uncang kaki dan tertawa-tawa menyaksikan keributan itu.
Walau orang lain
menderita sengsara bahkan ada yang mati akibat amukan kerbau, tetapi pemuda ini
justru tampak gembira menyaksikan kejadian itu.
"Kurang hebat ... ! Kurang seru! Ayo tanduk terus! Seruduk terus!" Pemuda di
atas pohon berteriak-teriak.
Saat itu dibawah pohon kebetulan lewat Wilani dalam samaran sebagai seorang
pemuda. Dia terheran-heran melihat kerbau mengamuk, dan lebih heran lagi melihat ada
orang yang gembira
menyaksikan kejadian itu. Maka diapun mendongak hendak menegur. Namun dia ingat
pesan gurunya. Orang susah atau senang adalah urusan pribadinya, tak perlu dicampuri.
Dia berpaling ke
arah kerbau yang mengamuk. Karena dia satu-satunya orang yang masih tegak di
dekat pasar itu,
maka sosok tubuhnya dengan sendirinya menjadi sasaran kerbau yang mengamuk.
Setelah melenguh panjang binatang ini lalu berlari ke arah Wilani. Kepalanya yang
bertanduk runcing
menyeruduk lebih dahulu.
Pemuda di atas pohon tampak gembira dan berseru : "Bagus! Tanduk pemuda yang
sedang pasang aksi itu! Patahkan pinggangnya!"
Melihat kerbau datang memburu dan hendak menanduknya, Wilani cepat selamatkan
diri dengan melompat ke atas lalu bergayut pada cabang pohon dimana kebetulan pemuda
yang bersorak-sorak itu duduk berjuntai. Dan jahatnya, agar Wilani melepaskan
gayutnya pada cabang
pohon, pemuda itu memukuli jari-jari tangan Wilani sementara di bawah sana
kerbau liar sudah
menunggu dengan sepasang tanduk runcingnya.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Ah, jahat sekali pemuda ini!" membatin Wilani. Lalu dara yang menyamar sebagai
seorang pemuda ini membuat dua kali putaran di cabang pohon, sesaat kemudian
tubuhnya melesat
jauh ke tengah pasar.
Pemuda di atas pohon menggerutu. Tetapi gerutunya berubah jadi pekikan kaget
ketika tiba- tiba satu siuran angin menderu dan kraak! Cabang pohon yang di duduki pemuda itu
patah. Tak ampun tubuhnya melayang jatuh dan sepasang tanduk runcing dibawah sana bergerak
berputar mengikuti arah jatuhnya!
"Tolong .. .!" jerit si pemuda yang jatuh.
Sesaat lagi tubuh si pemuda akan ditembus dua tanduk runcing, Wilani telah lebih
dahulu melompat dan masih dalam keadaan tubuh melayang di udara, gadis ini hantamkan
tangan kanannya. Inilah pukulan mengandung tenaga dalam tinggi yang terakhir sekali
dilatihnya bersama
gurunya untuk menghancurkan batu hitam di bukit Cemoro Sewu. Apa yang terjadi
kemudian membuat semua orang yang ada di tempat itu berdecak kagum, termasuk seorang
pemuda berambut
gondrong yang tadi melepaskan pukulan jarak jauh dan mematahkan cabang pohon
sehingga men- jatuhkan pemuda yang duduk di atasnya.
Kerbau jalang itu melenguh tinggi lalu tubuhnya terhuyung-huyung beberapa kali.
Kepalanya hancur. Salah satu tanduknya tanggal. Binatang ini kemudian terguling
roboh. Empat kakinya melejang-lejang beberapa kali lalu akhirnya binatang ini diam kaku tanda
nyawanya lepas sudah. "Pemuda jahat! Tega-teganya membunuh kerbau gila kemasukan setan!" teriak pemuda
yang jatuh dari atas pohon. Padahal dirinya baru saja diselamatkan Wilani dari
celaka besar yang
bisa membawa kematian.
Wilani sampai tercekat mendengar bentakan itu. "Pemuda aneh, ditolong malah
mendamprat!" kata sang dara dalam hati. Lalu tanpa mengacuhkan lagi dia
tinggalkan tempat itu.
"Hai tunggu dulu! Jangan pergi seenaknya! Ganti dulu kerbauku yang kau bunuh
ini!" tiba-
tiba terdengar teriakan pemuda itu.
Wilani hentikan langkahnya. Dia menatap wajah pemuda itu sesaat lalu berkata:
"Oh, jadi kerbau itu milikmu" Mengapa kau tidak bisa mengurusnya baik-baik" Waktu dia
mengamuk tadi, kau malah bersorak-sorak gembira. Padahal sudah banyak yang jadi korban akibat
tanduknya. Bahkan ada yang mati!"
"Betul! Bahkan ada yang mati!" satu suara menyambungi.
Wilani dan pemuda yang mengaku pemilik kerbau sama berpaling ke kiri. Disitu
tegak seorang pemuda gondrong berpakaian putih, bicara cengar-cengir seenaknya.
"Hem, bertambah pula satu pemuda konyol di tempat ini...," kata Wilani dalam
hati. Lalu dilihatnya si gondrong tadi melangkah mendekati bangkai kerbau.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Hai! Siapa kau yang berani mencampuri urusan orang! Pergi! Jangan dekati
kerbauku!"
teriak pemuda di hadapan Wilani.
Si gondrong tak perduli. Dia terus saja melangkah.
"Binatang ini bukan mengamuk! Apalagi kemasukan setan! Mana ada sih setan yang
mau masuk ke dalam sosok tubuh kerbau! Ha...ha...ha!" Pemuda gondrong tertawa
bergelak. Sementara
orang sepasar yang tadi lari menyelamatkan diri kini satu demi satu balik
kembali dan berkerumun
di tempat itu. Si gondrong menyambung ucapannya tadi : "Saksikan! Akan kuperlihatkan pada
kalian semua apa sebabnya kerbau ini tadi jadi tak karuan begitu rupa!" Dari salah satu
bagian tubuh kerbau yang sudah mati itu si gondrong mencabut sebuah benda berbentuk paku
kecil berwarna
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ungu. Benda itu kemudian diacungkannya tinggi-tinggi. "Inilah penyebabnya. Paku
kecil ini dicelup
dengan sejenis racun beludru yang sanggup membuat binatang atau manusia menjadi
seperti gila dan mengamuk lalu akhirnya bisa mati! Pemuda ini sebelumnya telah menancapkan
paku beracun ke tubuh kerbau lalu menggiringnya ke tengah pasar. Betul begitu?"
Pemuda yang diajak bicara tampak terkesiap. Namun di lain kejap dia membentak
marah sekali. "Gondrong! Siapa kau! Kau bukan orang sini! Pandai sekali kau menyebar fitnah!"
Si Gondrong tertawa lebar.
"Kalau aku suruh orang sepasar ini menggeledah pakaianmu lalu menemukan beberapa
buah paku lagi dalam saku bajumu, bagaimana"!"
Pucatlah paras pemuda itu. Sambil melangkah mundur dia berteriak keras pura-pura
marah. "Pemuda gondrong! Ucapanmu berbisa. Penuh hasutan! Kau tunggu disini. Aku akan
panggil pasukan untuk menangkapmu!" Habis berkata begitu pemuda tadi segera putar
tubuhnya dan ambil
langkah seribu.
Kini, dikelilingi oleh kerumunan orang sepasar, si gondrong tegak berhadap-
hadapan dengan Wilani. "Saudara, kau hampir saja membuat pemuda itu mati ditembus kerbau, "Wilani
berucap. "Siapa menggali tanduk lobang, dia sendiri terperosok ke dalamnya!" sahut si
Gondrong dengan kata berkias.
Wilani yang baru saja meninggalkan bukit Cemoro Sewu dan tidak paham akan
pepatah- petitih ataupun kata berkias tentu saja heran mendengar kata-kata si gondrong
tadi. Dia memandang
berkeliling. "Lobang katamu saudara" Siapa yang menggali lobang! Aku sama sekali
tidak melihat lobang di sekitar sini!"
Semula si gondrong hendak tertawa mengakak. Tapi melihat wajah pemuda di
depannya benar-benar serius maka diapun mulai berpikir-pikir. Sepasang matanya memandang
tak berkesip scan by kelapalima
ebook by kalibening
ke wajah pemuda di hadapannya itu. Lalu ketika diperhatikannya bentuk pakaian
maka diapun ter-
senyum. Dipandangi seperti itu diam-diam Wilani menjadi jengah sampai mukanya merah.
Lalu cepat-cepat dia memutar tubuh meninggalkan tempat itu. Semua orang, termasuk si
gondrong jelas-
jelas melihat pemuda itu melangkah biasa saja. Tapi di lain kejap tahu-tahu dia
sudah berada di
tempat jauh! "Hem... Dia bukan orang sembarangan...," pikir si gondrong lalu cepat-cepat
mengejar. * * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
6 UNTUK DAPAT MENGEJAR pemuda itu si gondrong harus mengerahkan ilmu lari "kaki
angin" yang dimilikinya. Itupun dia baru bisa mengejar setelah jauh di pinggir
Kotaraja sebelah timur. Menyadari kalau ada orang mengikutinya, si pemuda cepat
membalik dan menatap tajam.
"Ah, kau pemuda di pasar itu rupanya! Orang berilmu yang pandai mencabut paku
dari tubuh kerbau!" kata Wilani yang menyamar sebagai seorang pemuda itu.
Disambut dengan kata-kata seperti itu karuan saja si gondrong seperti kelagapan.
Dia menggaruk kepalanya beberapa kali.
"Aku... anu...."
"Kenapa anumu"!"
"Apa..."! Ha... ha... ha...! Anuku tidak apa-apa!"
Jawab si gondrong setelah lebih dahulu tertawa mendengar pertanyaan orang.
"Kalau anumu tak apa-apa baiklah. Sekarang katakan mengapa kau mengikutiku!"
"Hemm...," si gondrong bergumam sambil garuk-garuk kepalanya.
"Kepalamu banyak kutu rupanya! Dari tadi kulihat kau menggaruk terus!" sergah
Wilani. Saking tak bisa menjawab dan juga saking jengkelnya, pemuda berambut gondrong
itu akhirnya hanya bisa tertawa bergelak sampai keluarkan air mata.
"Eh, kau ini menangis apa ketawa" Ketawa atau menangis"!" pemuda di hadapan si
gondrong bertanya.
"Dengar orang muda...," si gondrong kuasai dirinya.
"Aku tertawa karena melihat kau berpakaian tidak sesuai dengan kodrat
sebagaimana kau
dilahirkan! Lalu aku menangis karena penyamaran yang kau lakukan dimataku hanya
satu kesia- siaan saja! Ha... ha... ha...!"
Kini berobahlah paras Wilani.
"Apa maksudmu dengan ucapan itu"!" tanyanya.
Si gondrong melihat dulu berkeliling seolah-olah khawatir ada orang di sekitar
situ. Kemudian dengan suara perlahan dia berkata: "Aku tahu kau bukan pemuda betulan!
Juga bukan Banci. Tapi kau seorang gadis! Betul kan..."!"
"Mulutmu jahil dan kurang ajar sekali!" Wilani jadi marah. Tapi diam-diam dia
kagum juga dengan ketajaman mata pemuda berambut gondrong itu. Selama dua hari melakukan
perjalanan tak seorangpun mengetahui penyamarannya. Tapi pemuda konyol yang mengikutinya ini
bagaimana bisa mengetahui"
"Harap maafmu kalau mulutku terlanjur jahil dan kurang ajar. Tapi betul kan?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Saudara siapa kau ini" Guruku mengatakan di dunia ini ada dua macam setan.
Pertama setan yang tidak kelihatan, kedua setan kepala hitam sepertimu ini!"
"Terima kasih untuk persetananmu itu. Tapi aku bukan setan seperti tuduhanmu!
Lihat, kedua kakiku masih menginjak tanah!" Lalu si gondrong ini gerak-gerakkan kedua
kakinya dan goyang-goyangkan pinggulnya.
"Baiklah, apakah kau setan atau bukan tidak perlu dibicarakan panjang lebar!
Katakan siapa kau adanya dan mengapa mengikutiku"!"
"Namaku Wiro Sableng...."
"Siapa"!" tanya Wilani.
"Wiro Sableng!!!" jawab Wiro.
"Ahhhh! Pemuda gila kau ini rupanya! Pantas!"
"Ternyata mulutmupun jahil dan kurang ajar!" menukas Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Sudah! Katakan saja mengapa kau mengikutiku!"
"Pertama aku kagum melihat kehebatanmu menghancurkan kepala kerbau tadi," jawab
Wiro polos. "Kagum tidak berarti harus mengintili orang!" ujar Wilani pula. "Lalu apa
alasanmu selanjutnya"!"
"Itu tadi.... Penyamaranmu itu!"
"Apa anehnya aku menyamar" Siapa saja bisa dan boleh menyamar. Kau mau menyamar
jadi perempuan atau jadi nenek-nenek tidak ada yang melarang! Kenapa kau usilan
ingin tahu urusan orang"!"
Wiro menggaruk kepalanya. Terus terang dia jengkel oleh ucapan-ucapan yang
menyudutkannya itu. Namun diam-diam dia juga merasa senang dengan sifat dan gaya
bicara orang ini. "Nah kau betul kan banyak kutu" Buktinya kau menggaruk terus. Saudara, aku
nasihatkan padamu, pergi ke tempat yang banyak monyetnya dan suruh binatang-binatang itu
mencari kutumu!" "Usulmu itu akan aku pertimbangkan," sahut murid Sinto Gendeng. "Tapi ada cara
yang lebih mudah. Bagaimana kalau kau saja yang mencari kutuku" Aku duduk di tanah
sini. Kau jongkok di belakangku"!"
Merahlah paras Wilani sementara wiro tertawa gelak-gelak.
"Manusia bermulut lancang! Biar aku beri pelajaran padamu!" Lalu sekali kedua
kakinya bergerak, Wilani sudah melompat ke hadapan Wiro dan plaak! Tangan kanannya
menampar pipi kiri si pemuda.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Tamparan itu cukup keras dan sempat membuat sang pendekar nanar beberapa ketika.
Menahan sakit Wiro berkata:
"Ada ujar-ujar mengatakan jika kau di tampar di pipi kiri, berikan pipi kananmu!
Nah silakan tampar pipi kananku!"
Habis berkata begitu lalu Wiro ajukan pipi kanannya.
Merasa ditantang Wilani angkat tangan kanannya, siap untuk menampar. Tapi
setelah berpikir sejenak akhirnya dia membatalkan tamparan itu, perlahan-lahan tangannya
diturunkan. Dihadapannya Wiro tertawa gelak-gelak.
"Nah...nah...nah! Kau tidak tega kan" Terbukti kau memang perempuan! Hanya kaum
perempuan yang tidak tegaan!"
"Manusia kampret! Merontokkan gigimupun aku tega!" teriak Wilani. Kalau tadi
memang ada rasa kasihan setelah menampar pipi si pemuda, maka kini rasa kasihan itu
berubah jadi jengkel
setengah mati. Dia membuat gerakan seperti hendak melangkah pergi. Tapi tiba-
tiba tubuhnya berputar dan tahu-tahu kaki kanannya sudah menderu ke mulut Wiro!
Pendekar 212 belum pernah melihat gerakan menendang yang demikian cepatnya.
Terlambat sedikit saja dia melangkah mundur, hancurlah mulutnya. Baru saja dia
lolos dari tendangan ganas itu tahu-tahu lawan sudah menyerbunya kembali. Kali ini dengan
pukulan tangan kosong dari jarak lima langkah.
Wuuuttt! Angin deras menghantam ke arah dada Pendekar 212.
Pukulan yang dilepaskan Wilani adalah pukulan yang sanggup menghancurkan batu.
Murid Sinto Gendeng yang sudah makan asam garam dunia persilatan segera maklum
kalau dirinya tengah diancam satu pukulan maut. Kuda-kudanya tidak memungkinkannya
untuk selamatkan diri dengan melompat. Maka tidak sungkan-sungkan lagi, Wiropun
menangkis dengan
pukulan "dinding angin berhembus tindih menindih".
Wilani terkesiap ketika mendengar ada suara deru angin laksana puting beliung
menyambar. Pakaiannya berkibar-kibar dan tubuhnya laksana mengapung tak bisa maju sedangkan
pukulannya tadi seperti membentur tembok besi!
"Ah! Pemuda ini benar-benar memiliki kepandaian yang tidak rendah!" kata Wilani
dalam hati. Maka dia lipat gandakan tenaga dalamnya dan kembali menghantam.
Kini Pendekar 212 yang terkejut. Dia melihat secara perlahan-lahan tetapi pasti
tubuh lawan bergerak maju menembus angin pukulan saktinya. Tubuhnya sendiri terasa bergetar
dan kedua kakinya seperti disapu dan dipaksa mundur. Wiro coba bertahan tanpa menambah
kekuatan tenaga
dalamnya. Tetapi akibatnya keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Kalau kulipat gandakan tenaga dalamku dan balas menghantam, salah satu-aku atau
dia pasti akan celaka!" pikir Wiro. Akhirnya didahului satu bentakan keras, Pendekar
212 melompat ke
atas. Dari atas dia menghantam pertengahan angin pukulan lawan. Terdengar suara
berdentum. Tanah bergetar. Lalu tampak pasir dan batu-batu kecil beterbangan. Di tanah ini
ada cegukan sedalam satu jengkal!
Di bawahnya Wiro melihat Wilani hampir terjengkang. Dia sendiri merasakan
kesemutan pada sekujur tangan kanannya sampai ke pangkal bahu.
"Kau hebat!" memuji Wiro.
"Pemuda sableng itu masih bisa memuji! Tapi jangan-jangan dia justru mengejekku!
Eh! Dimana dia"!" Wilani memandang berkeliling ketika dapatkan Wiro tak ada lagi
dihadapannya. Suara pemuda itu tadi terdengar datang dari belakang. Cepat dia membalik. Dan!
"Gila! Betul-betul kurang ajar!" memaki Wilani habis-habisan. Kedua tangannya
bergerak ke arah kepalanya, memegang rambutnya yang kini tersingkap riap-riapan!
Di hadapannya Pendekar 212 Wiro Sableng tegak silangkan kaki, berkipas-kipas
dengan sehelai sapu tangan lebar sambil cengar-cengir! Sapu tangan itu adalah ikat
kepala yang dikenakan
oleh Wilani. Yang tanpa disadari sang dara yang menyamar sebagai pemuda itu
tahu-tahu sudah
lepas dari kepalanya disambar Wiro Sableng!
Jengkel ada marah pun ada namun yang lebih dirasakan oleh Wilani saat itu ialah
kenyataan bahwa dua belas tahun digembleng oleh Datuk Buntung Cemoro Sewu ternyata
kepandaian yang
dimilikinya tidak berdaya menghadapi seorang lawan yang dianggapnya berotak
miring! Padahal
baru dua hari dia meninggalkan tempat kediaman gurunya. Begini hebatkah dunia
persilatan hingga
dia seperti seekor katak dibawah tempurung"!
Wilani ingin menjerit! Tapi mulutnya terkancing. Hanya ada butiran air mata
terbit di kedua
matanya itu Cepat-cepat dia memutar tubuh untuk tinggalkan tempat itu. Namun
belum sempat membalik tiba-tiba ada orang berseru.
"Kawan-kawan! Ternyata pemuda yang kita kejar ini seorang dara berparas jelita!
Tidak
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disangka dan sungguh luar biasa! Niatku untuk menghajarnya biar kubatalkanl Kita
tangkap saja dia
hidup-hidup dan bawa ke markas! Kita bisa bersenang-senang bersamanya! Setuju"!"
"Setuju!!!" terdengar suara orang banyak menyahuti. Wilani dan juga Wiro jadi
terkejut. Ketika mereka memandang berkeliling ternyata di sekitar mereka kini terdapat
lima belas orang
pemuda berseragam hitam dengan ikat pinggang dan ikat kepala kain merah, enam
belas dengan pemuda yang tadi berseru dan bukan lain adalah pemuda yang membuat kegaduhan di
tengah pasar dengan cara menusuk seekor kerbau hingga mengamuk! Pada dada kiri baju hitam
yang dikenakan ke lima belas pemuda itu terdapat gambar dua potong gading putih bersilang.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Anak muda tak tahu diri!" Wiro mendamprat. "Kalau tadi dia tidak turun tangan
menolong, kerbau yang kau buat gila itu sudah membunuhmu! Sekarang malah datang membawa
rombongan untuk menangkap orang dan berani menyatakan niat kurang ajar!"
"Tutup mulutmu manusia gendeng! Jangan pasang aksi di depanku! Kau gantinya yang
bakal di hajar! Lihat sekelilingmu!" bentak pemuda yang datang membawa lima
belas temannya.
"Hemmm.... Jadi ini yang kau sebut pasukan itu, hah"! Kalian ini rombongan
ketoprak dari mana sebenarnya"!"
Mendengar diri mereka diejek sebagai rombongan ketoprak, marahlah ke lima belas
pemuda berseragam hitam-hitam itu. Pemuda yang datang membawa mereka terdengar
berteriak. "Sepuluh orang lekas hajar pemuda gondrong itu! Yang lain ikuti aku berbincang-
bincang dengan gadis cantik yang menyamar sebagai lelaki itu!"
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
7 PEMUDA YANG MEMBAWA rombongan kawannya lima belas orang ini melangkah ke
hadapan Wilani diikuti oleh lima kawannya sementara yang sepuluh orang lagi
langsung bergerak
mengurung Pendekar 212 Wiro Sableng.
Di hadapan Wilani pemuda tadi tegak berkacak pinggang. Setelah senyum-senyum
sebentar sambil gosok-gosokkan kedua telapak tangannya satu sama lain dia berkata.
"Kalau sejak sebelumnya aku tahu kau ini seorang dara begini jelita, pasti tak
akan terjadi hura-hura di pasar itu....''
"Lalu sekarang apa maksudmu"!" tanya Wilani penuh jengkel. "Hendak membuat
keributan lagi"!"
Si. pemuda goyang-goyangkan tangannya. "Tidak.... Tentu saja tidak. Malah aku
akan mengajakmu ke markasku di kaki bukit. Kita bisa bersenang-senang disana. Banyak
makanan dan minuman. Pakaian bagus-baguspun ada untukmu. Kau tinggal pilih!"
"Markas..." Markas apa itu"!" tanya Wilani pula. Di seberang sana dia melihat
sepuluh orang pemuda berpakaian serba hitam mulai menyerang Wiro Sableng.
"Ah, yang kusebut markas itu adalah sebuah rumah bagus di kaki bukit di sebelah
selatan kotaraja. Kau pasti akan senang berada disitu...."
"Bagaimana kalau aku merasa tidak senang"!" tukas Wilani.
"Tidak mungkin! Tak ada gadis yang tidak senang berada di tempat itu."
"Hemmm....rupanya kau sudah biasa membawa gadis-gadis markasmu itu hah"!"
"Ah, kawan-kawan, Gadis ini belum apa-apa sudah mulai cemburu," kata si pemuda
pula. Lima orang kawannya tertawa gelak-gelak.
"Cemburu berarti cinta!" salah seorang dari mereka berkata lalu kembali mereka
tertawa bergelak. "Kalian semua gila! Tampang kalian tidak satupun yang lumayan! Kambing betina
budukpun tidak bakal naksir pada kalian! Apalagi padamu!" kata Wilani seraya
mencibir ke arah
pemuda yang tegak di hadapannya. Yang dihina tidak marah malah tertawa mengekeh.
Diam-diam Wilani perhatikan lima pemuda berpakaian hitam di sekelilingnya.
Matanya mengawasi gambar dua gading putih bersilang di dada kiri baju orang-orang itu.
Dia rasa-rasa ingat
sesuatu. Otaknya bekerja keras. Tapi dia tak mampu mengingat.
"Saudari, waktu kita tidak banyak. Mari ikut bersamaku...," pemuda di hadapan
Wilani membuka mulut. "Ikut kamu ke mana"!"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Ah, jangan berpura-pura. Atau mungkin kau malu. Kalau begitu lima kawanku ini
biar tak usah berjalan bersama-sama kita jika kau memang malu...."
Lalu enak saja pemuda ini ulurkan tangan hendak menarik lengan Wilani. Wilani
ajukan tangan kanannya seperti hendak menuruti ajakan si pemuda. Tapi tiba-tiba dengan
kecepatan yang luar biasa si gadis tarik lengan si pemuda dan dilain kejap pemuda itu sudah
terlempar ke udara.
Begitu jatuh bergedebukan di tanah langsung tertelentang dan menggerung
kesakitan. "Kurang ajar! Kau berani mencelakai putera pimpinan kami!" salah seorang pemuda
berpakaian hitam berteriak marah.
"Gadis binal ini perlu diberi pelajaran!" kawannya yang lain berkata seraya maju
mendekat. Pemuda yang masih terhenyah di tanah cepat berteriak. "Awas! Jangan sakiti gadis
itu! Jangan ciderai dia! Tolong dulu aku berdiri! Gadis itu biar nanti aku yang
urus!" Lima pemuda nampak menggerutu. Tapi mereka patuh pada si pemuda yang tadi
dibanting Wilani ke tanah. Dua orang segera menolongnya berdiri.
"Jelitaku, aku maafkan kelancanganmu tadi membantingku hingga tulang-tulang ini
serasa remuk. Tapi berjanjilah kau akan mengurut dan memijitku begitu kita sampai di
markas...."
Plaakkk! Satu tamparan mendarat di muka si pemuda. Tak ampun lagi untuk kedua kalinya
pemuda ini jatuh terbanting di tanah sambil teraduh-aduh kesakitan. Dari sela bibirnya
tampak darah mengucur. Melihat hal ini lima kawannya langsung saja menyerbu Wilani. Gerakan mereka
mengeluarkan suara angin deras tanda kelimanya memiliki tenaga luar yang besar
dan keras. Sesaat
lagi wilani akan dihantam lima pukulan, tiba-tiba dari samping kiri melesat satu
bayangan putih disertai suara aaa... uu... aa... uuu. Lalu terdengar pekik dua pengeroyok. Dua
lainnya terpental
sambil mengaduh kesakitan. Hanya satu yang sempat melompat mundur selamatkan
diri. Dua pemuda pertama terhuyung-huyung sambil pegangi bahu kiri. Ternyata tulang-
tulang bahu mereka telah remuk kena hantam sedang wajah masing-masing tampak merah
seperti orang mabok minuman keras!
"Aaa.. uuuu... Aaaaa... uuu...." Kembali terdengar suara aneh itu.
Dua pemuda yang tadi terpental dan terguling di tanah berusaha bangkit sambil
pegangi perut. Anehnya muka keduanyapun tampak merah.
Satu-satunya pemuda yang tidak cidera memandang dengan paras berubah ke arah
kiri dimana saat itu tampak berdiri seorang pemuda tidak dikenal. Pemuda ini berdiri
dengan empat anggota badan tak bisa diam. Kedua tangannya digerak-gerakkan terus ke depan
secara aneh yaitu
seperti orang berenang. Kedua kakinyapun dijingkat-jingkatkan. Lalu dari
mulutnya tiada henti ter-
dengar suara "Aaaa... uuu... aaa... uuu!" dan wajahnya menunjukkan kemarahan.
Wilani sendiri scan by kelapalima
ebook by kalibening
selain terkejut juga merasa heran melihat kemunculan pemuda aneh berpakaian
lusuh yang jelas-
jelas telah menolongnya dari keroyokan lima pemuda tadi. Wajahnya masih
menunjukkan kemarahan. Tapi dibalik air muka marah itu Wilani melihat adanya bayangan
penderitaan. "Bangsat kurang ajar! Siapa kau berani menciderai kawan-kawanku"!" teriak pemuda
yang barusan kena gampar Wilani begitu berhasil berdiri.
Saat itu tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda berpakaian bagus. Usianya
jelas sudah lanjut, mungkin sekitar 60 tahun tapi tampak masih gagah. Tanpa turun dari
kudanya orang ini
berkata. "Wiseso! Pasti kau lagi yang punya ulah membuat keributan. Sudah berapa
kali aku memperingatkan agar jangan berlaku sembrono seenakmu! Apalagi sampai membawa
murid-murid perguruan! Tinggalkan tempat ini! Bawa semua temanmu! Kalian bodoh semua! Tak
habis- habisnya membuat kegaduhan!"
Pemuda yang ternyata bernama Wiseso itu tampak ketakutan. Begitu juga lima
kawannya. Tanpa banyak bicara dan tanpa menoleh lagi keenamnya segera tinggalkan tempat
itu. Diikuti oleh
enam orang di bagian lain. Lalu kemana yang empat lagi" Mereka semua
bergeletakan di tanah
dengan kepala atau muka benjut dihantam Wiro waktu mengeroyok Pendekar 212 itu
tadi! Lelaki di atas kuda memandang ke arah Wilani dan pemuda aneh yang saat itu masih
saja tegak sambil menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya. Orang ini lantas
berkata: "Harap
kalian memaafkan kelakuan puteraku Wiseso dan kawan-kawannya serta melupakan
kejadian ini...." Habis berkata begitu orang ini membawa kudanya ke arah Wiro Sableng yang tegak
masih memegangi sapu tangan besar milik Wilani.
"Anak muda, terima kasih atas pelajaran yang kau berikan pada murid-muridku.
Harap maafkan mereka dan lupakan kejadian ini...." Orang di atas kuda diam sejenak
seperti berpikir-pikir.
Dia melirik pada Wilani dan pemuda aneh yang tadi berhasil menghantam roboh
empat orang lawannya dalam gebrakan-gebrakan pendek. Lalu setelah merenung sejenak dia
berkata pada Wiro.
"Aku sempat menyaksikan permainan silatmu tadi. Jurus-jurusmu begitu menawan.
Dengan kerendahan hati aku mengundangmu untuk datang ke perguruanku di selatan
Kotaraja. Sekedar
untuk bertukar pengalaman...."
Wiro tak hanya menyeringai tidak menyahut. Orang di atas kudapun tampaknya
seperti tidak perlu menunggu jawab. Maka diapun berlalu setelah lebih dulu membentak
pada empat pemuda yang masih bergeletak di tanah.
"Memalukan sekali! Jika kalian tidak segera bangun dan minggat dari sini, biar
kaki-kaki kudaku memecahkan dada dan perut kalian!"
Lalu orang itu sentakan tali kekang kudanya. Meskipun masih dalam keadaan sakit
dan nanar akibat hantaman Wiro, namun mendengar ancaman si penunggang kuda, keempat
pemuda scan by kelapalima
ebook by kalibening
yang bertebaran di tanah buru-buru berdiri lalu dengan melangkah huyung mereka
tinggalkan tempat itu. Setelah keempat orang itu melangkah, barulah si penunggang kuda menggebrak
tunggangannya meninggalkan tempat itu.
Untuk beberapa lamanya Wilani memperhatikan si penunggang kuda tanpa berkesip
sampai akhirnya orang itu lenyap di kejauhan.
"Aku.... Aku rasa-rasa pernah melihat wajah orang itu. Dimana...?" Sepasang mata
Wilani mendadak membesar. "Eh, jangan-jangan memang dia...," Wilani hendak bergerak
namun suara "Aaaa... uuu... aaa... uuu," di sampingnya membuat dia hentikan gerakan kaki dan
berpaling. Pemuda yang tadi menolongnya kini tegak diam, memandang ke arahnya. Kedua
tangannya dan kedua kakinya tidak lagi bergerak. Mungkin gerakan-gerakan yang dibuatnya
tadi adalah sejenis gerakan silat aneh, pikir Wilani. Kini dalam keadaan tanpa marah dan
tegak berdiam diri
seperti itu Wilani dapatkan kenyataan bahwa pemuda ini memiliki wajah yang
tampan. "Aaaa... uuu...aaa... uuuu...."
"Kasihan, jangan-jangan pemuda ini tak bisa bicara. Gagu...," kata Wilani dalam
hati. "Aaaa... uuu... aa... uuu.....!"
Wiro mendatangi dan menegur si gagu. "Ki sanak, gebrakan silatmu luar biasa
sekali. Aku tahu sedikit bahasa orang bisu. Maukah kau memberi tanda dengan gerakan jari-
jari tangan biar aku
tahu apa yang hendak kau katakan ...?"
"Aaaa... uuu... aaa.... uuu!" si pemuda gagu menjawab gerakan dan tanda.
"Ahhh...! Aku mengerti. Akan kusampaikan pada sahabatku ini...," ujar Wiro
ketika akhirnya dia dapat membaca tanda-tanda jari yang dibuat pemuda gagu.
"Aaaa... uuu... aaa... uuu...!'' Pemuda gagu itu tiba-tiba palingkan tubuhnya
dan tinggalkan
Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat itu! "Hai... Tunggu!" seru Wilani. Tapi si gagu sudah lenyap. "Aku hendak menanyakan
sesuatu padanya tapi mengapa dia pergi begitu saja...?"
"Tak usah kecewa. Barusan dia telah meninggalkan pesan lewat bahasa jari...,"
ujar Wiro. "Lekas katakan apa pesannya itu"l" tanya Wilani tak sabaran.
"Pertama, kita berada di kawasan Kotaraja. Jangan bertindak sembrono. Kedua
jangan ganggu rombongan orang-orang tadi karena mereka ada di bawah pengawasannya...."
"Di bawah pengawasannya" Berarti pemuda gagu itu adalah kawan dari orang-orang
itu.... Tapi mengapa tadi dia menghantam empat orang di antara mereka sampai ada yang
Tusuk Kondai Pusaka 7 Pendekar Rajawali Sakti 41 Darah Dan Asmara Pendekar Pedang Dari Bu Tong 16