Pencarian

Delapan Sabda Dewa 2

Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa Bagian 2


Mengapa manusia tidak mau berpikir dalam mencari
manfaat daripada kualat"
Api membakar seganas iblis
Di dalam tubuh manusia ada api yang mampu merubah
manusia menjadi iblis
Barang siapa tidak mampu melawan api, bumi dan
tanah akan meratap, air akan menangis manusia
akan menjadi api puntung neraka.
Para Dewa terhempas dalam perkabungan.
Udara - Sabda Dewa Ke-empat
Udara sumber kehidupan
Dihembuskan Yang Kuasa ke dalam jalan pernapasan
jantung sanubari manusia
Udara tidak terlihat oleh mata, tidak teraba oleh
tangan Di dalam yang tidak terlihat dan tidak tersentuh
itu ada berkah yang maha besar
Mengapa manusia masih mau berlaku culas
Mencemari udara dengan berbagai kebusukan
Ketika jalan napas tak dapat lagi menerima hawa
kotor, Para Dewa siap melihat kematian mengenaskan
Mengapa manusia tidak berpikir"
Bulan - Sabda Dewa Ke-lima
Sumber kesejukan dunia ini muncul dikala malam
Tiada keindahan melebihi malam dengan rembulan
penuh memancarkan cahayanya yang lembut
Mengapa manusia tidak bisa selembut sinar rembulan" Padahal manusia memiliki pikiran, bulan tidak
38 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Padahal manusia memiliki hati, rembulan tidak
Bukankah kelembutan sinar rembulan mencerminkan
perasaan kasih"
Kasih dari orang tua terhadap anaknya
Kasih seorang pemuda pada gadis curahan hatinya
Kasih sesama insan
Bahkan binatang pun mempunyai rasa kasih
Lalu mengapa manusia terkadang melupakannya"
Mengapa kasih dapat berubah menjadi kebencian
yang mendatangkan azab dan sengsara"
Dari siapa para Dewa akan mendapat jawaban"
Matahari - Sabda Dewa Ke-enam
Ketika bumi berputar dan matahari menerangi jagat
Cahaya terang menjadi berkah bagi seisi alam
Yang kuasa tidak ingin para makhluk dalam kegelapan Tetapi mengapa banyak diantara mereka yang se-
ngaja mencari memeluk kegelapan"
Tidakkah manusia berpikir
Bahwa cahaya hati tak kalah pentingnya dari
cahaya matahari"
Ketika bumi menjadi gelap karena sinar matahari
terhalang rembulan,
Apakah manusia merenungi arti semua ini" Mengapa
ummat mengeluh teriknya matahari
Padahal diakhir dunia kelak mereka akan didera
oleh seribu teriknya matahari
Padahal bukankah para Dewa telah memberi ingat
akan azab setiap dosa"
Kayu - Sabda Dewa Ke-tujuh
Siapa yang menanam akan menuai
Itu janji Maha Pencipta
Kebaikan yang ditanam walaupun sebesar zarah
Sang Pencipta tiada akan melupakannya
Karena Dia Maha Melihat dan Maha Mengetahui
Lalu mengapa kemudian manusia merusak benlh,
merusak yang tumbuh di atas tanah
Padahal mereka perlu tetumbuhan untuk dimakan
Padahal mereka butuh pepohonan untuk berlindung
Adakah manusia merasa bisa hidup tanpa pohon dan
kayu" 39 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Ketika badai mengamuk dan pepohonan tumbang sama
rata dengan tanah
Ketika para Dewa merenung mengingat dosa
Ummat manusia masih saja berbuat kerusakan
Padahal mereka punya otak untuk berpikir dan
punya hati untuk merasa.
Batu - Sabda Dewa Ke-delapan
Ketika gunung batu meletus
Para Dewa bersujud minta ampun
Manusia menjerit, terhenyak dalam ketakutan
Tapi hanya seketika
Sesaat mereka terlepas dari bencana kembali me-
reka lupa dan tegakkan kepala dengan congkak
Batu dijadikan Maha Pencipta agar manusia mem-
pergunakannya untuk melindungi diri dari keganasan alam Agar manusia ingat bahwa keteguhan iman harus
dipegang sekukuh batu
Ketika iman runtuh seperti runtuhnya gunung batu
Para Dewa menangis meminta ampun
Apakah mata dan hati manusia telah berubah men-
jadi batu, buta dan bisu tiada rasa"
Kanjeng Sri Ageng Musalamat terpekur lama meresapi apa yang
barusan dibacanya. "Delapan Sabda Dewa..." katanya dalam hati
sambil memejamkan mata. "Sungguh luar biasa. Tak pernah kubaca
tulisan sebagus ini. Pengertiannya bila ditelusuri sangat mendalam.
Menurut Eyang Ismoyo buku ini ditulis pada masa orang belum
mengenal agama. Tapi aneh sekali, apa yang tertulis di sini, dasar
pemikiran sang penulis jelas seperti berasal dari Kitab Suci. Siapa
yang dimaksud penulis dengan para Dewa dalam kitab ini" Para tokoh
silat, para pemuka agama atau Dewa sungguhan...?"
Sri Ageng Musalamat mengusap-usap dagunya "Isi kitab ini
mengandung makna bahwa manusia harus ingat siapa dirinya, harus
ingat pada ajaran Sang Pencipta, harus hidup perduli diri sendiri dan
perduli lingkungan. Delapan Sabda Dewa ditutup dengan rangkuman
kalimat agar manusia memiliki iman sekokoh batu.... Lalu dimanakah
40 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
letak kehebatan buku ini" Mana ajaran-ajaran silat atau ilmu
kesaktian yang katanya bisa membuat seseorang menjadi penguasa
dunia persilatan" Ah! Aku bersikap bodoh. Yang kubaca baru
beberapa halaman. Masih ada halaman lain yang harus kubaca dan
kuteliti..."
Perlahan-lahan Sri Ageng Musalamat pergunakan jari-jari
tangan kanannya untuk membuka halaman berikutnya yakni halaman
kelima. Mendadak Ageng Musalamat merasakan satu keanehan. Jari
telunjuk dan jari tengah tangan kanannya bergetar keras. Lalu dua jari
itu laksana berubah menjadi kayu tak mampu lagi digerakkan.
"Astagfirullah, dua jari tanganku menjadi kaku. Tak bisa
digerakkan. Aku tak mampu membalikkan halaman keempat untuk
membuka halaman ke lima...." Ageng Musalamat kerahkan tenaga
luarnya "Celaka! Kini lima jariku semua jadi kaku!" Lelaki itu terkejut
dan berubah air mukanya. Selain heran dan terkejut ada sekelumit
rasa penasaran dalam dirinya "Membalikkan halaman kitab daun
lontar ini api sulitnya. Tapi mengapa jari-jariku mendadak menjadi
kaku tak bisa digerakkan"! Kalau aku salurkan tenaga dalam mungkin
jari-jariku bisa pulih dan aku mampu membuka halaman kelima...."
Berpikir sampai disitu Ageng Musalamat kerahkan tenaga dalam
murninya dari pusar ke pergelangan tangan kanan terus ke ujung-
ujung lima jarinya. Tapi apa yang terjadi kemudian membuat lelaki ini
keluarkan seruan tertahan dan wajahnya mengerenyit tanda menahan
sakit yang amat sangat.
Tangan kanannya seperti disambar petir terbanting ke samping
dan ada. asap putih mengepul dari tangan itu. Ketika dia
memperhatikan ternyata tangan kanannya sebatas siku ke bawah
telah berubah menjadi sangat merah laksana tersiram air panas.
Selagi Ageng Musalamat tenggelam dalam keterkejutan dan kesakitan
yang amat sangat tiba-tiba kamar di mana dia berada itu laksana
runtuh oleh suara auman dahsyat. Suara auman harimau. Bersamaan
41 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
dengan itu hidungnya mencium harum bau kemenyan hingga dalam
kesakitan Ageng Musalamat kini juga dilanda rasa ngeri yang
membuat bulu tengkuknya merinding!
"Ya Tuhan, lindungi diriku. Apa yang sesungguhnya terjadi.
Jangan berikan cobaan padaku yang aku tidak sanggup
menghadapinya..."
Sekali lagi terdengar suara auman dalam kamar kayu yang
sempit itu. Seperti disapu angin dahsyat Ageng Musalamat terbanting
ke dinding kamar. Tangan kirinya masih memegang Kitab Wasiat
Dewa. Kedua matanya membelalak ketika tiba-tiba di hadapannya
muncul dua bayang-bayang aneh yang samar-samar membentuk
sosok tubuh manusia dan sosok binatang besar!
-- == 0O0 == --
42 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
TUJUH WALAU dua sosok di hadapannya tidak beda seperti asap tipis
namun Sri Ageng Musalamat dapat melihat bahwa sosok pertama
adalah seorang tua bertampang gagah yang tubuhnya sangat tinggi
hingga kepalanya yang berambut putih hampir menyentuh langit-
langit kamar. Orang ini mengenakan selempang kain putih dan
memegang sebuah tongkat kayu berwarna putih. Sepasang matanya
berwarna kebiruan dan menatap tajam pada Ageng Musalamat yang
saat itu masih terhenyak di atas ranjang kayu dan tersandar ke
dinding kamar. Di sebelah kiri si orang tua, ini yang membuat Ageng Musalamat
menjadi menahan napas dan keluarkan keringat dingin tegak seekor
harimau putih yang bukan main besarnya, memiliki tinggi tubuh
sampai sepinggang orang tua berselempang kain putih itu. Sepasang
mata harimau besar ini berwarna kehijau-hijauan, memandang tak
berkesip pada Ageng Musalamat.
Setelah menenangkan hati dan berusaha tabah, walau suaranya
masih gemetar Ageng Musalamat bertanya.
"Or... orang tua.... Siapa kau adanya?" Dalam hati dia yakin saat
itu bukan berhadapan dengan manusia dan harimau sungguhan.
Mungkin jin laut naik ke atas kapal bersama binatang peliharaannya"
Atau mungkin kapal yang ditumpanginya itu berpenghuni makhluk
halus" Untuk tambah menguatkan hatinya Ageng Musalamat diam-
diam membaca berbagai ayat suci dan memahon perlindungan pada
Yang Maha Kuasa.
"Kanjeng Sri Ageng Musalamat..." orang tua berbentuk bayangan
dan menyebut nama lengkap murid Eyang Ismoyo itu. "Seratus tahun
lalu aku dikenal dengan nama Datuk Rao Basaluang Ameh. Jazadku
sudah lama ditelan bumi. Kalau aku bisa muncui dan berdiri di
hadapanmu saat ini, itu tidak lain semata-mata adalah karena
Kuasanya Tuhan Seru Sekalian Alam. Harimau putih di sampingku
43 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
adalah Datuk Rao Bamato Hijau. Seperti diriku dia pun sudah lama
bersatu dengan bumi yang dengan Kuasa Allah masih bisa muncul
dan ikut bersamaku pada saat-saat diperlukan. Kami datang untuk
memberitahu padamu bahwa Kitab Wasiat Dewa tidak berjodoh
dengan dirimu..."
"Da... Datuk Rao.... Aku tak mengerti maksudmu," kata Ageng
Musalamat. "Kitab Wasiat Dewa yang ada di tangan kirimu itu tidak
berjodoh dengan dirimu. Dengan kata lain apa-apa yang ada di
dalamnya tidak boleh kau pelajari. Cukup kau hanya berkesempatan
membaca sampai halaman ke empat. Dalam empat halaman itu
sesungguhnya kau telah mempelajari hal-hal besar yang orang lain
tidak pernah mengetahui atau rnenyadarinya sebelumnya...."
"Orang tua, harap maafkan kalau kukatakan aku masih tidak
mengerti. Izinkan aku bertanya, apa hubunganmu dengan kitab ini?"
"Kami adalah sesepuh terakhir yang diserahi tugas untuk
menjaga Kitab Wasiat Dewa. Kitab itu tidak boleh jatuh ke tangan
orang yang tidak mendapat izin dan ridho. Apalagi kalau sampai
mempelajarinya...."
"Kitab ini aku terima dari guruku Eyang ismovo Jeiantik yang
dikenal dengan panggilan Wali Astanapura..."
"Kami tahu hal itu..." kata si orang tua pula. "Beliau
menyerahkan disertai pesan bahwa aku harus mempelajari serta
menyelami isi kitab ini. Kelak aku akan memiliki ilmu sangat berguna
untuk membela keadilan dan kebenaran, menguasai dunia persilatan
di jalan Allah, pengubur kesesatan dan penumpas kejahatan.... Dia
telah membaca isi buku ini walau katanya tidak tuntas. Karena sudah


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlalu tua untuk mempelajari maka diserahkan padaku.... "
"Kami tahu, tapi ada yang kau tidak tahu. Ismoyo Jelantik tidak
pernah membaca apalagi mempelajari isi Kitab Wasiat Dewa itu.... "
Tentu saja Ageng Musalamat jadi terkejut mendengar ucapan
orang tua berupa bayangan dan asap itu.
44 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Kami menitipkan Kitab Wasiat Dewa padanya melalui
seseorang. Dia menjaga kitab sakti itu selama lima belas tahun tanpa
sekali pun berani membuka dan membaca isinya. Itu sesuai dengan
pesan kami. Kami juga mengatakan padanya bahwa kitab itu kelak
harus diserahkannya pada orang yang sangat dipercayanya. Dan orang
itu ternyata adalah dirimu.... "
"Kalau kau sudah tahu hal itu berarti tidak ada halangan bagiku
untuk mempelajari segala ilmu kesaktian yang ada di dalamnya."
"Tidak Ageng Musalamat. Kau tidak boleh mempelajari isinya.
Karena kau hanyalah seorang perantara yang dititipkan untuk
menjaga kitab itu baik-baik seperti kau menjaga keselamatan diri dan
nyawamu sendiri. Kelak seperti Ismoyo Jelantik, kau pun harus
menyerahkan Kitab Wasiat Dewa itu pada seseorang yang paling kau
percayai.... "
Ageng Musalamat jadi terdiam mendengar ucapan si orang tua.
"Kanjeng Sri Ageng Musalamat, apakah kau mendengar dan
mengerti apa-apa yang aku ucapkan tadi?" bertanya Datuk Rao
Basaluang Ameh.
"Aku mendengar, tapi terus terang harap dimaafkan sulit aku
bisa mengerti semua ini. Kau menyebut dirimu sudah ditelan bumi
seratus tahun yang silam. Bagaimana aku bisa mempercayai hal-hal
yang tidak bisa dicerna akal dan pikiran ini...?"
"Ada hal-hal yang memang tak bisa dicerna oleh otak manusia,
karena semua itu terjadi dengan kodrat dan kuasanya Tuhan. Bila
manusia memaksa untuk memecahkannya sedang dia tidak mampu
melakukannya maka berarti manusia mendera dan menyiksa dirinya
sendiri. Namun apa yang aku katakan padamu tidak termasuk dalam
hal-hal yang tak bisa dicerna akal dan pikiran itu. Kami hanya
meminta agar kau menjaga Kitab Wasiat Dewa baik-baik, jangan
membaca dan mempelajari isi kitab mulai dari halaman lima. Dan
bahwa kau harus menyerahkan kitab itu kelak pada seseorang yang
sangat kau percayai...."
45 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Siapa orangnya...?" tanya Ageng Musalamat.
"Kau akan tahu sendiri pada dua puluh tahun mendatang..."
jawab Datuk Rao Basaluang Ameh.
"Datuk...."
"Kau berjanji akan mematuhi apa yang kami minta?"
"Aku tak mungkin berjanji.... "
"Kalau begitu bersumpahlah!" kata Datuk Rao Basaluang
Ameh. Ageng Musalamat menangkap nada suara yang mengandung
ancaman. Lalu dia ingat apa yang terjadi atas dirinya sebelum
kemunculan si orang tua dan harimau putihnya. Mula-mula dua jari
tangannya kaku, lalu seluruh jari tangannya. Ketika dia memaksa
dengan mengerahkan tenaga dalam untuk membuka halaman ke
lima dari Kitab Wasiat Dewa, sekujur lengannya bukan saja menjadi
kaku tapi juga melepuh merah laksana tersiram air panas! Sesaat
Ageng Musalamat memperhatikan tangan kanannya. "Jangan-jangan
orang tua ini yang telah melakukannya..." kata Ageng Musalamat
dalam hati. "Kalau aku menolak permintaannya pasti dia akan
melakukan sesuatu yang lebih hebat dari ini...."
"Kanjeng Sri Ageng Musalamat, aku tahu apa yang ada dalam
benakmu." Tiba-tiba Datuk Rao Basaluang Ameh berucap, membuat
Ageng Musalamat terkesiap.
"Jika kau merasa tidak sanggup menjaga Kitab Putih Wasiat
Dewa, lebih dari itu tidak akan berlaku culas membaca seluruh
isinya, maka saat ini juga lebih baik kau serahkan kitab itu padakul"
Si orang tua angkat tangannya yang memegang tongkat.
Tongkat kayu putih itu di arahkannya pada Ageng Musalamat. Saat
itu juga tubuh Ageng Musalamat tersedot ke depan. Keningnya
menempel di ujung tongkat. Sementara sekujur tubuhnya terasa
kaku dan sedingin es! Putuslah nyali murid Eyang Ismoyo ini.
46 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Datuk Rao... Aku, aku berjanji akan menjaga Kitab Wasiat
Dewa dan nanti akan menyerahkannya pada orang yang paling
kupercaya...."
"Kau tidak akan mengingkari janji?"
"Tidak Datuk...."
"Bagus. Tapi harap kau ingat. Jika kau berlaku curang dan
mengingkari janji maka kau akan mendapat malapetaka besar..."
"Aku tidak akan mengingkari janji Datuk," kata Ageng
Musalamat pula.
Datuk Rao Basaluang Ameh tarik tongkatnya sedikit. Ujung
tongkat terlepas perlahan dari kening Ageng Musaiamat. Tapi
sebaliknya murid Eyang Ismoyo ini terpental dan terbanting ke
dinding kamar. "Kanjeng Sri Ageng Musalamat, kami tahu beban berat
bagimu dalam menjaga Kitab Wasiat Dewa. Apalagi kau akan
berada di negeri asing. Kau lebih beruntung dari orang-orang yang
pernah ketitipan kitab sakti bertuah itu sebelumnya..."
"Apa maksud Datuk Rao?" tanya Ageng Musalamat.
"Kau akan kami berikan satu jurus ilmu silat Harimau Dewa.
Mudah-mudahan bisa kau pergunakan untuk menjaga diri...."
"Datuk hendak mengajarkan tlmu silat Harimau Dewa. Di
dalam kamar sesempit ini" Bagaimana mungkin..."
Ilmu ini tidak perlu dilatih secara lahir. Pada saat kau
memerlukan, ilmu itu akan menuntunmu menghadapi musuh..."
"Ilmu aneh luar biasa. Jika Datuk tidak bergurau maka saya
menghaturkan terima kasih..."
"Mendekatlah ke sini Ageng Musalamat. Duduk di lantai di
hadapanku," kata Datuk Rao Basaluang Ameh.
Ageng Musalamat turun dari atas ranjang kayu. "Letakkan
Kitab Putih Wasiat Dewa di atas pangkuanmu."
Kembali murid Eyang Ismoyo melakukan apa yang dikatakan
si orang tua berbentuk samar. Setelah Ageng Musalamat duduk di
47 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
hadapannya, dari balik selempang kain putihnya Datuk Rao
keluarkan sebuah benda yang memancarkan sinar kekuningan.
Benda ini ternyata adalah sebuah saluang terbuat dari emas.
(Saluang = sebentuk seruling khas Minangkabau yang biasanya
terbuat dari bambu).
Datuk Rao dekatkan ujung saluang ke mulutnya. Sesaat
kemudian menggemalah suara alunan seruling, lembut berhiba-
hiba. Harimau putih besar di samping sang Datuk tiba-tiba
melangkah ke hadapan Ageng Musalamat. Orang ini serasa terbang
nyawanya ketika binatang itu tiba-tiba mengaum dahsyat lalu
membuka mulutnya lebar-lebar. Sekali lahap saja seluruh kepala
Ageng Musalamat sampai ke pangkal leher masuk ke dalam
mulutnya. Murid Eyang Ismoyo ini tidak sempat merasakan adanya
hawa dingin yang keluar dari mulut harimau putih karena dirinya
langsung pingsan. Hawa aneh ini menjalar memasuki kepalanya
terus mengalir ke tangannya kiri kanan.
-- == 0O0 == --
48 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
DELAPAN PEMUDA berpakaian biru berikat kepala merah dan bertubuh
tegap itu sesaat tegak tak bergerak di depan pintu kamar. Dari balik
tumpukan peti-peti besar melangkah keluar seorang lelaki separuh
baya. Mereka adalah anggota rombongan dan murid-murid Ageng
Musalamat. Lelaki yang melangkah dari balik peti menegur pemuda
yang berdiri di depan pintu kamar Ageng Musalamat.
"Cagak Guntoro, sedang apa kau di situ" Air mukamu kulihat
aneh." Pemuda bernama Cagak Guntoro tersentak kaget oleh teguran
yang tiba-tiba itu. "Kakak Munding Sura, syukur kau datang. Aku
mendengar suara
suara aneh dari dalam kamar pimpinan kita Kanjeng Sri Ageng
Musalamat."
Munding Sura tersenyum. "Kau baru sekali ini mengarungi laut
naik kapal. Berbagai suara dalam kapal serta suara angin laut tentu
telah mempengaruhi pendengaranmu."
"Aku tidak tertipu pendengaran sendiri kakak Munding. Aku
barusan dari geladak. Kanjeng Sri Ageng tidak ada di sana. Aku yakin
dia berada dalam kamar..."
"Malarn belum larut, tidak mungkin Kanjeng Sri Ageng masuk
kamar untuk tidur..." kata Munding Sura pula. "Suara-suara aneh apa
yang tadi kau dengar?"
"Suara seperti orang jatuh. Mungkin juga suara orang
dibanting ke dinding. Lalu aku dengar Kanjeng Ageng bicara. Tapi
lawan bicaranya tak kedengaran suaranya..."
"Kau ngaco Cagak! Apa kau kira pimpinan kita tidak waras
bicara sendirian dalam kamar" Hemm... mungkin dia memang sudah
49 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
tertidur lalu mengigau.... Sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini.
Naik ke geladak melihat-lihat laut waktu malam..."
Munding Sura hendak berlalu tapi Cagak Guntoro cepat
memegang bahunya dan berkata. "Kalau kita pergi begitu saja tanpa
menyelidik, bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan dirinya?"
"Lalu apa yang ada di benakmu?" tanya Munding Sura.
Cagak Guntoro tidak menjawab. Dia melangkah mendekati
pintu lalu mengetuk. Tak ada jawaban. Pemuda ini mengetuk sekali
lagi. Kini sambil bertanya. "Kanjeng Sri Ageng, kau ada di dalam?"
Tetap tak ada jawaban. Cagak Guntoro memandang pada
Munding Sura. Lelaki satu ini kini mulai merasa tidak enak.
"Buka pintunya. Kalau terkunci buka paksa!" kata Munding
Sura. Cagak Guntoro coba membuka pintu. "Dikunci dari dalam..."
bisiknya. Lalu pemuda bertubuh kekar dan kuat ini pergunakan
bahunya untuk mendorong. Sekali mendorong pintu kamar terbuka.
Dia melangkah masuk ke dalam. Munding Sura mengikuti. Namun
belum sempat mereka melewati ambang pintu, kedua orang ini
melompat mundur sambil berbarengan keluarkan seruan tertahan.
Di dalam kamar yang tak seberapa besar itu, Kanjeng Sri Ageng
Musalamat tampak terbujur di atas ranjang kayu. Punggungnya
tersandar ke dinding. Di tangan kirinya ada sebuah kitab daun lontar
dalam keadaan terkembang. Sekujur tubuh Ageng Musalamat tampak
tak kurang suatu apa. Namun mukanya inilah yang membuat dua
anggota rombongan itu terkejut bukan kepalang bahkan ngeri. Muka
itu telah berubah menjadi kepala seekor harimau putih. Kejadian ini
hanya terlihat sebentar karena sesaat kemudian perlahan-lahan wajah
Sri Ageng Musalamat kembali pulih ke bentuknya semula. Cuma
hanya sepasang matanya saja yang kelihatan terkatup.
50 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Apa yang terjadi dengan pimpinan kita" Barusan mukanya
seperti harimau..." kata Cagak Guntoro dengan suara bergetar karena
masih diselimuti rasa ngeri.
"Aku mencium bau kemenyan," balas berbisik Munding Sura.
"Yang begini merupakan tanda-tanda ilmu hitam..."
"Tidak mungkin Kanjeng Sri Ageng memiliki ilmu hitam. Kita
semua tahu betul hal itu!" kata Cagak Guntoro pula.
"Jangan-jangan ada seseorang telah berbuat jahat terhadapnya.
Kita harus segera membuat dia sadar..." Munding Sura masuk ke
dalam kamar. Namun saat itu perlahan-lahan Sri Ageng Musalamat
membuka kedua matanya. Dalam keadaan sadar dia segera ingat akan
apa yang barusan dialaminya. Namun tidak bisa memikir panjang
karena dilihatnya ada dua orang anak buahnya berada dalam kamar.
"Cagak Guntoro, Munding Sura! Ada apa kalian berada dalam
kamarku"!" tanya Ageng Musalamat.
"Maafkan kami berdua Kanjeng Sri Ageng. Kami tidak
bermaksud lancang. Namun tadi Cagak Guntoro mendengar suara
gaduh dalam kamar...."
"Betul Kanjeng. Saya mendengar suara seperti sosok tubuh
terbanting ke dinding.... Kami mengetuk pintu kamar. Juga
memanggil-manggil. Tapi tak ada jawaban. Karena khawatir terjadi
apa-apa dengan Kanjeng kami lalu memaksa masuk...," Begitu Cagak
Guntoro menerangkan.
"Waktu masuk kamar ini terselubung bau kemenyan..."
menambahkan Munding Sura. "Begitu masuk kami lihat Kanjeng
tersandar ke dinding. Mata
terpejam entah tidur entah pingsan. Syukur sekarang Kanjeng
sudah bangun. Mohon maafmu kanjeng. Kami minta diri...."
"Tunggu..." kata Ageng Musalamat. "Selain suara orang
terbanting ke dinding, apa kalian juga mendengar suara-suara lain...?"
51 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Kami mendengar Kanjeng bicara dengan seseorang. Tapi waktu
kami masuk tidak ada siapa-siapa di kamar ini selain Kanjeng.... "
Menjawab Cagak Guntoro.
"Hemmm.... Berarti mereka tidak mendengar suara auman
harimau putih itu. Juga tidak mendengar suara seruling dan suara
Datuk Rao Basaluang Ameh," membatin Ageng Musalamat.
Munding Sura melirik pada kitab yang ada di tangan kiri Ageng
Musalamat dan masih dalam keadaan terbuka. Melihat orang melirik
baru Ageng Musalamat sadar. Kitab Wasiat Dewa cepat ditutupnya.
Lalu dia bertanya.
"Apa kalian masih mencium bau kemenyan di kamar ini?"
Dua anak murid menggeleng.
"Kalian boleh pergi. Tak usah khawatir. Tak ada apa-apa di sini.
Aku berterima kasih kalian punya perhatian atas keselamatanku....


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum pergi mungkin ada hal lain yang hendak kalian katakan
padaku?" Cagak Guntoro sesaat memandang pada Munding Sura. Pemuda
itu memandang maksudnya untuk memberi isyarat pada lelaki itu
apakah akan diceritakan saja bagaimana tadi mereka menyaksikan
wajah sang Kanjeng berubah seperti muka seekor harimau putih.
Namun Munding Sura saat itu cepat-cepat membungkuk hingga
Cagak Guntoro terpaksa mengikuti meninggalkan kamar itu.
Sampai di geladak Munding Sura memegang lengan Cagak
Guntoro lalu bertanya berbisik. "Waktu di dalam kamar tadi kau
berada lebih dekat ke tempat tidur Kanjeng Sri Ageng. Apa kau sempat
memperhatikan kitab daun lontar yang dipegang Kanjeng?"
"Sempat, tapi aku tak tahu buku apa. Tulisannya kecil-kecil.
Lagi pula ditulis memakai huruf Jawa kuno. Aku tidak begitu pandai
membaca tulisan Jawa kuno... Kenapa kau menanyakan kitab itu?"
"Aku khawatir kitab itu ada hubungannya dengan keadaan
Kanjeng tadi..."
52 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Hem, bagaimana kau bisa menduga begitu kakak Munding
Sura?" tanya Cagak Guntoro. Munding Sura terdiam lalu mengangkat
bahu. "Kurasa Kanjeng tidak suka kita membicarakan apa yang tadi
kita saksikan. Sebaiknya kita lupakan saja kejadian itu...."
"Kurasa begitu..." kata Cagak Guntoro. Lalu dia menepuk bahu
Munding Sura dan berbisik. "Lihat, Kanjeng Sri Ageng ada di ujung
buritan sana....
Memang ada baiknya dia berada di laut terbuka begini berangin-
angin. Dalam kamar terus-terusan udaranya kurang sehat. Panas dan
pengap." * * * Sambil berpegangan pada pagar kayu kokoh di buritan kapal
sebelah kiri Ageng Musalamat meraba dadanya. Di balik pakaiannya
tersimpan Kitab Putih Wasiat Dewa. Setelah apa yang tadi terjadi di
dalam kamar, kitab itu tak akan ditinggalkannya ke mana pun dia
pergi. Memandang ke arah lautan luas yang menghitam dalam
kegelapan malam Ageng Musalamat merenungi apa yang telah,dialaminya.
"Dua puluh tahun.... Menurut orang tua yang muncul secara
aneh itu aku harus menyerahkan Kitab Wasiat Dewa pada seorang
yang paling aku percayai. Padahal Eyang Ismoyo jelas-jelas me-
ngatakan jika aku mempelajari keseluruhan isi kitab ini aku akan
menjadi penguasa dunia persilatan. Hemmm... mengapa orang tua itu
berdusta" Kalau saja sebelumnya dia menceritakan terus terang pa-
daku bahwa kitab ini tidak berjodoh rasanya bebanku tidak akan
seberat ini. Atau mungkin dia sendiri tidak mengetahui kalau dirinya,
dan juga diriku hanya ketitipan saja sebelum Kitab Wasiat Dewa
sampai di tangan orang yang benar-benar berjodoh" Lalu siapa pula
gerangan orang yang beruntung itu?"
53 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Ageng Musalamat menarik napas dalam berulang kali. "Waktu
kutanya apakah ada hal lain yang hendak disampaikan, Cagak
Guntoro kulihat seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi Munding
Sura cepat-cepat keluar hingga pemuda itu tak sempat bicara. Atau
mungkin Munding Sura tidak mau Cagak Guntoro mengatakan.
Mengatakan apa" Aku harus menyelidik."
Lama Sri Ageng Musalamat merenung dan berpikir-pikir di
buritan kapal. Dia baru beranjak dari situ ketika angin laut terasa
semakin kencang dan lembab.
Ketika dia mendorong pintu kamar dan masuk ke dalam,
langkah Ageng Musalamat serta merta terhenti. Peti kayu berukir
tempat disimpannya keris Kiyai Sabrang Tujuh Langit dilihatnya
tercampak di lantai. Ageng Musalamat cepat mengambil dan membuka
tutupnya untuk memeriksa. Tujuh cahaya emas membersit
menyilaukannya. Hatinya lega mendapatkan senjata mustika itu
masih berada dalam peti.
"Peti ini sebelumnya berada di atas meja kecil sana. Bagaimana
mungkin tahu-tahu berada di lantai" Pasti ada seseorang yang coba
mencurinya..." Lalu Ageng Musalamat ingat akan keterangan Eyang
Ismoyo. Barang siapa bermaksud jahat dan mencuri keris sakti itu
maka senjata itu akan berubah beratnya laksana segunung batu!
Ageng Musalamat coba mereka-reka. "Ada seseorang menyelinap
masuk. Mengambil peti berisi keris. Ketika coba membawanya keluar
kamar tiba-tiba keris menjadi sangat berat hingga dia tidak mampu
mengangkat dan lepas dari pegangannya. Pengkhianat terkutuk.
Pencuri laknat. Ada pengkhianat dan pencuri di atas kapal ini.
Celakanya dia adalah salah seorang dari murid-muridku!"
Dengan mengepalkan tangan Ageng Musalamat tinggalkan
buritan. Cagak Guntoro ditemuinya lebih dulu. Pemuda ini terduduk
di salah satu sudut kapal. Kaki kanannya tampak bengkak dan luka.
Seorang kawannya sibuk menguruti kaki yang cidera itu.
54 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Hemm.... Dia rupanya," kata Ageng Musalamat dalam hati. Dia
melangkah mendekati orang yang mengurut dan menepuk bahunya.
"Pergilah... Biar aku yang meneruskan mengurut kakinya."
"Kanjeng.... Tak usah. Biarkan saja dia..." kata Cagak Guntoro.
Namun pandangan mata pimpinan mereka membuat pemuda yang
tadi mengurut segera berdiri dan tinggalkan tempat itu. Setelah me-
reka berada berdua saja Ageng Musalamat berjongkok di depan Cagak
Guntoro. Sambii memegang kaki kanan pemuda itu dia berkata.
"Hemmm... Cidera kakimu cukup parah. Apa yang terjadi Cagak
Guntoro?" "Kakiku kejatuhan salah satu besi penahan tiang layar kapal..."
"Pasti kau tidak berhati-hati. Malu rasanya pemuda sehebatmu
bisa dihajar lawan tidak bernapas seperti besi itu!" Ageng Musalamat
menyeringai. Lalu tangan kirinya bergerak memegang kaki kanan mu-
ridnya itu. Pegangan sang Kanjeng bukan pegangan sembarangan
karena disertai tenaga yang kuat hingga Cagak Guntoro teraduh-aduh
kesakitan. "Dengar, aku bisa meremukkan tulang kakimu mulai dari ujung
jari sampai ke mata kaki..." kata Ageng Musalamat dengan suara
tajam dan pandangan mata tak berkesip.
"Kanjeng.... Apa maksudmu?" tanya Cagak Guntoro sambil
menahan sakit. "Katakan apa yang sebenarnya terjadi! Kakimu itu cidera
bukan karena kejatuhan besi kapal!"
"Aku tidak berdusta Kanjeng. Perlu apa...."
"Waktu aku berada di buritan kau menyelinap masuk ke dalam
kamarku. Berusaha mencuri peti kayu berisi keris Kiyai Sabrang
Tujuh Langit! Benda sakti itu tiba-tiba menjadi berat dan kau tidak
mampu memegangnya. Peti kayu terlepas dari tanganmu, jatuh
menimpa kaki kananmu hingga hampir remuk!" Cagak Guntoro
tampak berubah mukanya.
55 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Kanjeng... aku tak pernah berdusta padamu.... Mengingat
budimu aku menghormati lebih dari menghormati orang tua
sendiri..."
"Kedua orang tuamu sudah mati! Tak perlu disebut-sebut. Aku
tidak percaya pada keteranganmu. Ingat, kau dulu kupungut dari
pasar sewaktu jadi pengemis kecil, kurus kering dan korengan. Hebat
kalau kau menyebut segala budi. Kau memang telah membuktikan.
Dengan mencuri keris itu tapi gagal karena kau tidak tahu
bagaimana saktinya senjata itul"
Wajah Cagak Guntoro tampak pucat sekali. Dia menggeleng-
gelengkan kepalanya berulang kali. "Menurut pesan Eyang Ismoyo
manusia culas sepertimu layak dibuat mampus. Tapi aku masih mau
memberi pengampunan. Kedudukanmu sebagai murid aku cabut.
Derajatmu sekarang sama dengan pembantu yang harus melayani
semua anggota rombongan! Kalau kelak nanti tidak terbukti bahwa
memang bukan kau yang hendak mencuri senjata mustika itu maka
aku akan memikirkan untuk memulihkan kedudukanmu kembali!"
Kanjeng Sri Ageng Musalamat bantingkan kaki kanan Cagak
Guntoro ke lantai lalu berdiri dan tinggalkan tempat itu.
"Kanjeng!" panggil Cagak Guntoro. "Kau keliru Kanjeng. Aku
bersumpah bahwa aku tidak...."
Ageng Musalamat tidak perduli. Dia melangkah terus dan
akhirnya lenyap di.balik tumpukan peti-peti besar. Di tangga yang
menghubungkan bagian bawah dengan geladak kapal kayu besar itu
Ageng Musalamat berpapasan dengan Munding Sura. Anak muridnya
ini segera ditariknya ke salah satu sudut di bawah tangga.
"Aku perlu penjelasan darimu Munding Surya. Kuharap kau
menjawab dengan jujur. Jangan berani berdusta!"
Walaupun heran dengan tindakan pemimpinnya itu namun
Munding Sura menjawab juga. "Kanjeng Sri Ageng, apa yang hendak
kau tanyakan?"
56 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Sewaktu kau dan Cagak Guntoro berada di kamar, aku
menanyakan pada pemuda itu apa ada hal lain yang hendak
dikatakannya. Dia seperti hendak mengatakan sesuatu padaku.
Namun kau seolah memberi isyarat agar dia tidak bicara. Lalu kalian
berdua cepat-cepat meninggalkan kamarku. Aku yakin ada sesuatu
yang kalian tidak mau mengatakan!"
"Kanjeng...."
"Aku menunggu Munding Sura. Katakan cepat!"
"Waktu kami masuk ke dalam kamar, kami lihat Kanjeng Sri
Ageng duduk di atas ranjang kayu, tersandar ke dinding kamar. Kami
tidak tahu apakah saat itu Kanjeng tengah tidur atau pingsan. Cuma
kami melihat wajah Kanjeng tidak seperti biasanya...."
"Maksudmu?" tanya Ageng Musalamat.
"Muka Kanjeng tidak seperti muka manusia...."
"Munding Sura!" bentak Ageng Musalamat. "Jangan kau bicara
ngelantur..."
"Saya tidak ngelantur. Juga tidak dusta Kanjeng. Saat itu kami
lihat muka Kanjeng telah berubah menjadi muka seekor harimau
putih..." Kalau ada petir menyambar di depannya mungkin tidak
demikian terkejutnya Ageng Musalamat. "Mukaku berubah menjadi
muka seekor harimau putih katamu"!"
Dalam keadaan tercekat Munding Sura anggukkan kepala.
Ageng Musalamat tegak tak bergerak. Ingatannya kembali pada
apa yang terjadi di kamarnya. Muncul sosok Datuk Rao dan seekor
harimau putih. Lalu harimau putih itu mendekatinya dan membuka
mulut lebar-lebar. Sewaktu binatang ini memasukkan kepalanya ke
dalam mulutnya, dia jatuh pingsan. "Orang ini tidak berdusta,"
membatin Ageng Musalamat. Lalu dia ingat pada ucapan Datuk Rao.
"Kau lebih beruntung dari orang-orang yang pernah ketitipan kitab
sakti bertuah itu sebelumnya... Kau akan kami berikan satu jurus
57 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
ilmu silat Harimau Dewa. Mudah-mudahan bisa kau pergunakan
untuk menjaga diri..."
"Berarti...." Ageng Musalamat usap-usap dagunya, "Datuk Rao
memang telah memberikan satu ilmu padaku. Ilmu silat Harimau
Dewa..." -- == 0O0 == --
58 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
SEMBILAN KEDATANGAN rombongan Kanjeng Sri Ageng Musalamat
disambut utusan khusus Raja Tiongkok di pelabuhan Seochow.
Bersama utusan tersebut ikut pula beberapa orang pejabat penting di
Kotaraja. Raja Tiongkok ternyata bersikap arif bijaksana. Karena tahu
rombongan tamu yang datang adalah orang-orang Muslim maka dia
sengaja mengirimkan orang-orang seagama untuk menyambut
kedatangan Ageng Musalamat dan rombongan. Seorang penterjemah
yang juga disediakan oleh Raja ikut hadir di tempat itu dan kelak akan
mendampingi Ageng Musalamat kemana dia pergi.
Di antara rombongan penjemput terdapat seorang anak lelaki
kurus berusia sembilan tahun. Setelah upacara penyambutan resmi
selesai sesuai yang telah diatur, anak ini maju ke muka membawa
sebuah pipa panjang khas Tiongkok yang sudah diisi tembakau.
Seseorang membakar tembakau itu hingga menebar asap yang harum.
Si anak lalu menyerahkan pipa pada Ageng Musalamat.
"Ah, rupanya para sahabat di sini tahu kalau aku dulunya
adalah perokok berat. Sejak beberapa tahun belakangan ini aku
berusaha mengurangi merokok karena kurang baik untuk kesehatan.
Sekarang melihat pipa sebagus ini serta tembakau seharum ini aku
berpikir-pikir apakah mampu menahan selera merokok?" Kanjeng Sri
Ageng Musalamat tertawa lebar. Diusapnya kepala anak lelaki itu
berulang kali lalu diambilnya pipa panjang yang diserahkan. Langsung
saja dia menyedot pipa dalam-dalam dan mengepulkan asapnya tinggi-
tinggi ke udara.
"Terima kasih... terima kasih..." kata Ageng Musalamat berulang
kali seraya membungkuk. Dia berpaling pada anak lelaki yang
barusan menyerahkan pipa padanya dan melihat sesuatu yang sudah
lama diharapkannya. "Anak ini walau kurus tapi memiliki bentuk
tubuh dan raut tulang yang jarang dimiliki anak lain. Sepasang bola
59 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
matanya jernih dan pandangannya mencerrninkan satu kekuatan
yang tidak mudah goyah. Dalam sejuta belum tentu bisa ditemukan
yang seperti dia...."
Ageng Musalamat melangkah mendekati si anak lalu bertanya.
"Anak gagah, siapa namamu?" Setelah diberi tahu oleh Bu Tjeng si


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penterjemah apa yang ditanyakan orang si anak dengan sikap tegak
dan suara lantang menjawab.
"Nama saya Ki Hok Kui. Saya anak petani miskin di desa
Chungwei!"
"Anak hebat!" memuji Ageng Musalamat. "Orang tuamu pasti
bangga punya anak sepertimu..."
Setelah Bu Tjeng memberitahu si anak tampak tersenyum lalu
membungkuk. "Orang tuaku telah tiada. Mereka meninggal enam tahun lalu
waktu terjadi air bah besar di pantai timur!"
"Ah..." Ageng Musalamat manggut-manggut terharu. Namun
dibalik keharuannya dia melihat sesuatu pada diri Ki Hok Kui. Anak
ini tersenyum ketika menjawab pertanyaannya padahal dia
mengatakan sesuatu yang sangat menyedihkan dalam kehidupannya.
"Anak ini mampu menekan perasaannya. Menjawab kesedihan dengan
senyum menghias bibir...."
Ageng Musalamat kembali mengusap kepala Ki Hok Kui. "Aku
menyesal mendengar kau seorang anak yatim piatu. Nasib kita sama.
Aku juga seorang yatim piatu. Tapi kau tak usah takut. Kesusahan
hidup membuat seseorang menjadi tabah dan kuat sekuat batu
karang yang aku lihat banyak bertebaran di pantai menjelang
pelabuhan Seochow!"
Ki Hok Kui kembali tersenyum. "Saya memang sudah pernah
mendengar Kan-jieng mengucapkan kata-kata itu...." Anak ini
menyebut kata Kanjeng dengan Kan-jieng.
60 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Tentu saja Ageng Musalamat jadi terkejut. Orang-orang yang
ada di sekitar situ juga terheran-heran mendengar ucapan anak itu.
"Ki Hok Kui, kau bilang barusan pernah mendengar aku
mengucapkan kata-kata itu. Kapan... di mana" Padahal kita baru saja
saling bertemu saat ini."
"Dalam mimpi," jawab Ki Hok Kui pula. "Satu tahun lalu saya
pernah bermimpi bertemu dengan seseorang dan bicara seperti itu.
Begitu melihat Kan-jieng saat ini saya segera ingat bahwa Kan-jieng lah orang
yang saya lihat dalam mimpi itu dan bicara pada saya...."
Sesaat Ageng Musalamat jadi terkesiap mendengar keterangan si
anak. Begitu juga anggota rombongan yang lain. "Ternyata anak ini
punya daya ingat yang kuat...." kata Ageng Musalamat dalam hati.
"Aku yang baru berusia empat puluh tahunan terkadang sering-sering
lupa pada hal-hal yang belum lama terjadi. Hemm.... "
Ageng Musalamat tertawa lebar.
"Apakah kau punya saudara Ki Hok Kui" Kau tinggal di kota
ini?" Ki Hok Kui menggeleng. "Saya tidak punya saudara tidak punya
sanak. Saya tinggal di panti asuhan anak-anak terlantar dipimpin
seorang guru besar She Pouw bernama Goan Keng. Dia sudah tiga kali
naik haji ke tanah suci. Apakah Kan-jieng sudah pernah ke Mekkah?"
Ageng Musalamat tertawa gelak-gelak. "Gurumu itu pasti ulama
hebat! Aku sendiri belum pernah ke tanah suci. Mungkin aku akan
pergi nanti langsung dari daratan Tiongkok ini...." Ageng Musalamat
tepuk-tepuk bahu Ki Hok Kui. "Anak gagah, apakah kau akan
menyertai rombongan kami ke Kotaraja?"
Si anak mengangguk.
"Kalau begitu kita berangkat sekarang...."
"Kan-jieng dan rombongan silahkan berangkat duluan. Nanti
saya menyusul...."
61 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Eh, memangnya kau hendak kemana Hok Kui?" tanya Ageng
Musalamat pula.
Si anak menunjuk ke langit. "Matahari sudah tinggi Kan-jieng....
Saya belum sembahyang Zuhur."
Ageng Musalamat terkejut. "Astagfirullah, semoga Tuhan
mengampuni saya dan semua orang yang ada di sini. Kami pun belum
sempat sembahyang walau di kapal sudah melakukan solat qasar....
Hok Kui, apakah ada mesjid di sekitar sini?"
"Tidak ada Kan-jieng. Tapi tak jauh dari sini ada satu bangunan
besar yang ditinggalkan pemiliknya. Keadaannya bersih. Airnya
banyak untuk wudhu...."
"Kalau begitu antarkan kami ke sana. Kita sembahyang
berjamaah di tempat yang kau katakan itu."
Ki Hok Kui membungkuk. Lalu tanpa sungkan-sungkan
dipegangnya lengan Ageng Musalamat, membawanya ke sebuah
bangunan besar yang terletak tak jauh dari sana.
* * * Walaupun rombongan mengendarai beberapa kereta dan
gerobak serta ada pula yang menunggangi kuda, namuh cuaca yang
buruk membuat mereka tidak bisa bergerak cepat. Satu hari menjelang sampai di
Kotaraja, menjelang tengah malam rombongan berkemah di dekat
sebuah telaga kecil. Ageng Musalamat dan anak buahnya sebenarnya
ingin terus berjalan namun kuda-kuda penarik kereta dan gerobak
serta kuda-kuda tunggangan perlu beristirahat setelah satu hari
suntuk berjalan terus menerus.
Di dalam kamarnya setelah selesai metakukan sembahyang
sunat dan bersiap-siap untuk merebahkan diri di atas sehelai tikar
permadani mendadak telinga Ageng Musalamat mendengar suara
62 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
derap kaki kuda banyak sekali mengitari tempat perkemahan. Tak
lama kemudian terdengar suara bentakan-bentakan keras.
Ageng Musalamat yang satu kemah dengan penterjemah Bu
Tjeng segera keluar dari dalam kemah. Ketika sampai di luar
dilihatnya puluhan anak muridnya serta rombongan orang-orang yang
menjemput dari Kotaraja tegak mengurung tujuh orang penunggang
kuda. Selain mengenakan pakaian serba hitam, tujuh penunggang
kuda ini juga memakai kain hitam penutup wajah masing-masing. Di
belakang punggung mereka kelihatan tersembul ujung gagang pedang.
Mereka memiliki rambut hitam lebat. yang dikuncir di atas kepala.
Anehnya rambut di sebelah atas ikatan kuncir berwarna kuning ke-
emasan. "Kami datang mencari kepala rombongan tamu yang datang dari
seberang!" Penunggang kuda di sebelah kiri depan berseru. Tidak
seperti enam temannya, dia satu-satunya yang mengenakan mantel
merah. Agaknya dialah yang jadi pimpinan rombongan tak dikenal itu.
Bu Tjeng segera memberitahu Ageng Musalamat apa yang
diucapkan orang itu.
"Ini aneh, bagaimana dia tahu diriku dan apa perlunya
mencariku?" bisik Ageng Musalamat.
"Sebentar lagi persoalannya akan jelas. Lu Liong Ong, pimpinan
utusan Raja tengah melangkah ke hadapan penunggang kuda
bermantel merah itu," kata Bu Tjeng berikan jawaban.
Lu Liong Ong, seorang lelaki bertubuh kurus tinggi, berpakaian
merah dan mempunyai kedudukan cukup tinggi di Kotaraja serta
memiliki kepandaian silat melangkah ke depan kuda tunggangan si
mantel merah. "Aku Lu Liong Ong pimpinan rombongan penjemput tamu dari
tanah Jawa. Tamu Raja tidak boleh diganggu. Jika kau ada keperluan
harap beritahu padaku. Tapi lebih dulu harap beritahu siapa kalian
adanya! Satu hal lagi sebagai tamu tidak diundang harap kau
63 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
memakai sopan santun peradatan. Turun dari kudamu jika kau bicara
denganku!"
Orang bermantel terdengar mendengus. "Lu Liong Ong!" orang
ini keluarkan suara lantang. "Kami tahu kau pejabat tinggi salah satu
orang kepercayaan Raja! Karena kami menghormatimu maka kami
tidak berniat untuk cari urusan dengan kalian orang-orang Kerajaan!"
"Aku minta kau turun dari kuda kalau bicara denganku! Enam
orang anak buahmu lekas kau perintahkan untuk melakukan hal
yang sama!"
Kembali orang bermantel mendengus di balik kain hitam
penutup mukanya. Dia memandang berkeliling pada enam orang anak
buahnya. Lalu masih duduk di atas kuda orang ini kibaskan mantel
merahnya ke kiri. Angin deras menderu ke arah Lu Liong Ong
membuatnya agak sempoyongan. Cepat orang ini kerahkan tenaga dan
atur kuda-kuda kedua kakinya hingga dia tidak sampai jatuh oleh
sambaran angin mantel yang hebat itu!
Sambil tertawa pendek lelaki bermantel merah melompat dari
punggung kudanya. Dia tidak langsung melompat turun tapi melayang
dulu ke atas lalu ketika kedua kakinya yang berkasut menginjak
tanah tidak sedikit suarapun terdengar. Rupanya orang ini sengaja
menunjukkan kehebatan ilmu meringankan tubuhnya kepada semua
orang yang ada di situ, terutama kepada Lu Liong Ong yang di-
ketahuinya memiliki kepandaian tinggi.
"Hemm.... Orang ini sengaja memamerkan ginkang nya ,"
membatin Lu Liong Ong. (ginkang = ilmu meringankan tubuh)
Enam penunggang kuda lainnya segera pula melompat turun
dari tunggangan masing-masing.
Begitu berdiri berhadap-hadapan Lu Liong Ong segera berkata.
"Sekarang katakan siapa kalian ini dan apa maksud kedatangan
kalian ke sini! Muncul dengan menutupi wajah dengan kain bukan
tindakan orang-orang bermaksud baik!"
64 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Menurut aturan kami tidak layak memberitahu siapa kami
adanya. Tapi mengingat kau adalah pejabat Kerajaan, kami sedikit
berlaku murah. Kalau kami sudah memberitahu harap kau jangan
banyak cingcong lagi!"
"Katakan saja langsung siapa kalian!" kata Lu Liong O.ng
menahan jengkel.
"Kami utusan Lo Sam Tojin, Ketua Perkumpulan Kuncir Emas.
Kami datang untuk menjemput pimpinan orang-orang yang datang
dari Jawa..." (Tojin = Paderi Kun Lun Pay, satu dari beberapa partai
besar di daratan Tiongkok)
Terkejutlah semua orang-orang Kerajaan yang ada di tempat itu.
Ageng Musalamat sendiri walau tetap berlaku tenang namun wajahnya
jelas berubah. Dia segera minta keterangan pada penterjemah Bu
Tjeng. "Orang-orang itu bermaksud menjemputmu... Itu istilah
halusnya. Sebenarnya mereka hendak mengambilmu secara paksa...."
"Mau menculikku"!"
-- == 0O0 == --
65 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
SEPULUH SI PENERJEMAH, Bu Tjeng, mengangguk membenarkan. "Tapi
mengapa" Siapa mereka sebenarnya?" tanya Ageng Musalamat.
"Selama beberapa tahun Lo Sam Tojin dikenal sebagai salah satu
pengurus tinggi Partai Kun Lun. Diantara dia dan para pengurus
partai terjadi satu perselisihan besar. Paderi itu memutuskan
meninggalkan Kun Lun. Beberapa orang yang dekat dengan dia ikut
serta. Mereka membangun satu perkampungan di lembah Pek-hun
dan mendirikan satu perkumpulan yang mereka beri nama
Perkumpulan Kuncir Emas.
"Dari satu perkampungan kecil, lembah Pek-hun menjadi satu
kawasan pemukiman besar. Jumlah para pengikut Lo Sam Tojin
semakin banyak. Ada selentingan bahwa mereka akan membentuk
sebuah partai sebagai sempalan dari Kun Lun Pay. Setahu kami
Perkumpulan Kuncir Emas bukan perkumpulan baik-baik. Mereka
sering melakukan perampokan dan pembunuhan walau yang mereka
rampok dan bunuh adalah orang-orang kaya pelit atau pejabat-pejabat
yang diketahui melakukan korupsi."
Lu Liong Ong rangkapkan dua tangan di depan dada. Lalu
bertanya. "Apakah Lo Sam Tojin memberitahu padamu apa
maksudnya menjemput tamu kami yang datang dari Jawa itu?"
Lelaki bermantel merah kembali tertawa pendek. "Kami bukan
anak buah yang tidak tahu diri! Berani bertanya pada pimpinan hal
yang tidak layak kami ketahui! Kau sebagai orang luar apalagi! Kami
datang untuk menjemput orang itu. Mana dia! Lekas suruh dia
keluar!" "Selama orang itu berada bersama kami, sebagai tamu Raja
maka tidak ada satu orang lainpun boleh memintanya! Aku sudah
tahu apa kata-kata menjemput yang kau sebutkan! Kalian sebenarnya
66 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
hendak merampas orang itu dari tangan kami! Mau menculik tamu
Raja!" "Kalau kau sudah tahu mengapa tidak segera menyerahkan
orang itu pada kami"!"
"Aku perintahkan kau dan anak buahmu segera meninggalkan
tempat ini!" bentak Lu Liong Ong.
"Lu Liong Ong, tadi kami sudah bilang kami mengambil sikap
hormat terhadap kalian orang-orang Kerajaan dan tidak ingin mencari
urusan. Tapi jika kau berani menampik permintaan Lo Sam Tojin
maka itu adalah satu penghinaan besar yang harus kau bayar dengan
mahal!" Lu Liong Ong turunkan kedua tangannya yang sejak tadi
dirangkapkan di depan dada. "Kami memang sudah lama mendengar
dan mengawasi tindak tanduk kalian orang-orang Perkumpulan
Kuncir Emas! Kalian tidak bisa dikatakan sebagai orang baik-baik.
Tinggalkan tempat ini. Kembali pada pimpinan kalian. Katakan pada
Lo Sam Tojin. Jika dia tidak segera membubarkan perkumpulannya
maka pasukan Kerajaan akan datang menyerbu. Lo Sam Tojin akan
ditangkap dan diadili. Aku yakin hanya ada satu putusan pengadilan
baginya. Yaitu hukum pancung batang leher!"
Orang bermantel merah tertawa gelak-gelak. Enam temannya
ikut-ikutan tertawa.
"Lu Liong Ong! Kami tahu kau seorang pembesar Kerajaan. Tapi
mulutmu lebih besar dari kedudukanmu! Kalau kau menuduh kami
ini orang-orang jahat mengapa tidak segera turun tangan menangkap
kami"!"
Ditantang seperti itu walau dia jadi marah tapi Lu Liong Ong
tetap tenang.

Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saatnya akan tiba! Pasukan Kerajaan akan menyerbu lembah
Pek-hun menumpas habis kalian semual Kalian masih untung saat ini
kami tengah membawa rombongan tamu dari seberang laut. Jadi
67 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
sebaiknya pergunakan kesempatan bagus ini untuk cepat-cepat
angkat kaki!"
Orang bermantel tertawa gelak-gelak. Lalu dia berpaling pada
enam anak buahnya dan berkata. "Kawan-kawan, percuma bicara
dengan manusia satu ini! Bereskan dia!"
Mendengar kata-kata pimpinan mereka enam orang berseragam
hitam melompat ke depan. Mereka menebar demikian rupa hingga Lu
Liong Ong terkurung di tengah-tengah.
Melihat kejadian ini Ageng Musalamat cepat tinggalkan kemah.
Namun langkahnya tertahan oleh pegangan Ki Hok Kui. Anak ini
mengatakan sesuatu cepat sekali. Ageng Musalamat berpaling pada
Bu Tjeng. Orang ini segera memberitahu. "Hok Kui mengkhawatirkan
keselamatanmu. Dia ingin kau masuk kembali ke dalam kemah
karena orang itu datang hendak menculikmu."
Ageng Musalamat tersenyum. "Anak baik! Kau tak usah
mengkhawatirkan keselamatanku... Kalau ada orang hendak berbuat
jahat terhadap rombongan, walau aku dan teman-teman adalah rom-
bongan tamu tapi kami tak bisa lepas tangan begitu saja."
"Kalau Kan-jieng berkata begitu mana saya berani melarang.
Berarti kita akan menonton satu perkelahian seru!" kata Ki Hok Kui
pula lalu cepat cepat mengikuti Ageng Musalamat.
Sementara itu di depan sana, dalam gelapnya malam enam
orang anggota Perkumpulan Kuncir Emas telah menyerang Lu Liong
Ong. Mereka memiliki kepandaian tidak rendah. Namun yang diserang
adalah seorang pejabat yang sejak masa mudanya telah membekal diri
dengan ilmu silat tangan kosong. Enam penyerang terkejut ketika
gebrakan pertama yang mereka buat tidak dapat menyentuh tubuh
lawan. Keenamnya cepat menyerbu kembali. Perkelahian berlangsung
hebat. Saat itulah Ageng Musalamat berteriak pada beberapa orang
anak buahnya. 68 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Lima anak murid Ageng Musalamat, yang memiliki kepandaian
tinggi segera melompat masuk ke dalam kalangan perkelahian. Melihat
ini Lu Liong Ong berteriak. Bu Tjeng cepat mendekati Ageng
Musalamat dan berkata. "Pimpinan kami meminta agar kau menyuruh
mundur lima orang itu!"
"Tapi dia dikeroyok secara curang!" jawab Ageng Musalamat.
"Tak usah khawatir, Lu Liong Ong akan mampu menghadapi
mereka. Lagipula beberapa orang anggota prajurit Kerajaan yang ada
di antara kami akan membantu!"
Mendengar ucapan Bu Tjeng itu Ageng Musalamat terpaksa
menyuruh murid-muridnya mundur. Bersamaan dengan mundurnya
mereka, maka melesatlah selusin prajurit Kerajaan ke tengah ka-
langan. Kalau tadi orang-orang Kuncir Emas yang mengeroyok maka
kini keadaan jadi terbalik. Mereka yang jadi sasaran keroyokan.
Perkelahian tangan kosong berjalan seru. Walau dikeroyok
begitu rupa orang-orang Kuncir Emas mampu bertahan bahkan
dengan membentuk satu barisan aneh mereka membuat tembok
pertahanan yang kokoh dan sekaligus mampu melancarkan serangan-
serangan balasan. Prajurit-prajurit Kerajaan mulai terdesak. Dua
orang tergelimpang muntah darah akibat dimakan tendangan lawan.
Lu Liong Ong kertakan rahang. Otaknya yang cerdik serta
matanya yang tajam cepat melihat dimana letak kelemahan barisan
pertahanan enam orang anggota Kuncir Emas itu. Dia melesat ke
salah satu ujung barisan lalu menggempur habis-habisan. Lawan
pertama terkapar di tanah dengan leher patah akibat hantaman
pinggiran tangannya yang sekeras besi. Sesaat kemudian korban
kedua menyusul. Orang ini mencelat mental dan jatuh tepat di depan
lelaki bermantel. Dia menggeliat-geliat beberapa kali lalu terhenyak tak
berkutik lagi. Bagian tubuh di bawah perutnya pecah akibat
tendangan kaki kanan Lu Liong Ong.
Prajurit-prajurit Kerajaan. pengawal rombongan yang mendapat
semangat berhasil pula merobohkan dua orang anggota Perkumpulan
69 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Kuncir Emas. Dua orang yang masih tinggal walau kini menghadapi
lawan yang jauh lebih banyak namun mereka tidak menjadi takut.
Malah sambil keluarkan bentakan-bentakan seperti kalap keduanya
menyongsong serangan lawan. Orang bermantel merah yang tak mau
melihat korban jatuh lebih banyak dipihaknya berteriak keras dan
melompat ke tengah kalanggn perkelahian. Dia sempat merobohkan
dua prajurit yang menyerang anak buahnya hingga mencelat mental
dan menemui ajal dengan kepala pecah!
"Tahan! Lu Liong Ong aku lawanmu!"
Lu Liong Ong melompat mundur lalu menyeringai.
"Korban sudah jatuh dipihakmu dan pihakku! Memang pantas
kau harus bertanggung jawab! Atas nama Kerajaan lekas menyerah
dan berlutut!"
"Pejabat jahanam! Makan dulu tanganku ini!" bentak si mantel
merah. Tapi dia tidak mengirimkan jotosan atau pukulan. Tangan
kanannya berkelebat mengibaskan mantel merahnya.
"Wussss!"
Mantel itu bertabur di udara. Sinar merah memancar dalam
kegelapan malam. Angin deras menghantam ke arah Lu Liong Ong.
"Orang itu memiliki tenaga dalam tinggi," membatin Ageng
Musalamat yang menyaksikan jalannya perkelahian dan melihat
bagaimana tubuh Lu Liong Ong terhuyung-huyung hampir jatuh.
Selagi dia berusaha mengimbangi diri, lawan datang menyergap dan
lancarkan satu jotosan ke pelipis kirinya!
Lu Liong Ong pergunakan lengan kiri untuk menangkis.
"Bukkkk!"
Dua lengan saling beradu. Entah karena kedudukan kedua kaki
Lu Liong Ong yang belum kokoh, entah karena keadaan tubuhnya
yang miring atau entah karena lawan memiliki tenaga yang lebih kuat,
beradunya dua lengan itu membuat pejabat Kerajaan itu terjatuh
70 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
keras ke tanah. Sebelum dia sempat bangkit lawan bermantel
mendatangi dengan satu tendangan ke arah tulang rusuknya.
Lu Liong Ong berteriak keras. Hanya setengah jengkal lagi
tendangan lawan akan menghancurkan tulang-tulang rusuknya Lu
Liong Ong, gulingkan tubuhnya. Si mantel merah tersaruk ke depan
namun cepat menguasai diri. Di tanah dilihatnya Lu Liong Ong
membuat gerakan aneh. Setelah beberapa kali berguling tubuh itu
melesat ke atas. Di udara seperti melenting tubuh Lu Liong Ong
berkelebat ke arah si mantel merah. Inilah jurus silat bernama soan
hong liap in yang berarti "angin berpusing mengejar awan."
Orang bermantel keluarkan seruan kaget ketika tahu-tahu kaki
kanan lawan menderu ke arah lehernya. Ini benar-benar merupakan
serangan mematikan. Dia cepat melompat hindarkan diri. Meski
serangan mematikan. Meski lehernya selamat tapi dia masih kurang
cepat. Kaki Lu Liong Ong mendarat di bahu kirinya. Tubuhnya
mencelat sampai dua tombak lalu tergelimpang di tanah.
Ageng Musalamat mengira paling tidak tulang bahu si mantel
merah itu telah remuk dan tak sanggup lagi berdiri. Namun apa yang
terjadi mem buatnya diam-diam merasa kagum akan kekuatan si
kuncir emas itu. Setelah keluarkan suara menggembor pendek orang
ini melompat bangkit. Lu Liong Ong tampak agak tercekat ketika
melihat lawannya tidak cidera malah masih sanggup berdiri dan
melangkah ke arahnya.
"Lu Liong Ong, kesempatanmu untuk berdoa pada Thian hanya
sedikit. Nyawamu hanya tinggal beberapa kejapan saja!"
"Manusia sombong tapi tolol! Lo Sam Tojin sengaja mengutusmu
kemari untuk mencari mati!"
Si mantel merah kembaii keluarkan suara menggembor. Lalu
didahului bentakan keras tubuhnya berkelebat. Sinar merah
mantelnya bertabur. Lu Liong Ong merasa kedua matanya perih. Ada
hawa aneh keluar dari bawah mantel. Sesaat dia tidak dapat melihat
71 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
apa-apa. Tapi telinganya masih mampu mendengar datangnya
serangan. Dengan cepat dia melompat ke kiri.
"Bukkkkk!"
Lu Liong Ong mengeluh tinggi. Mantel merah menghantam
punggungnya hingga tak ampun lagi pejabat Kerajaan ini terpental ke
depan. Untung dia masih sempat menggapai roda sebuah gerobak
hingga tak sampai jatuh ke tanah. Namun baru saja dia membalikkan
badan, satu tendangan menghajar dadanya. Lu Liong Ong tersandar
ke badan gerobak. Dadanya seolah remuk. Napasnya sesak. Sewaktu
dia coba menarik napas dalam-dalam darah mengucur dari mulutnya.
Beberapa orang anak buahnya berseru kaget melihat kejadian ini.
Saat itu si mantel merah sudah berkelebat lag!. Tangan
kanannya bergerak menjambak rambut Lu Liong Ong. Tangan kirinya
menelikung leher si pejabat. Sekali dua tangan itu bergerak pasti
patahlah tulang leher si pejabat dan nyawanya tidak ketolongan lagi!.
Ketika si mantel merah siap mematahkan leher Lu Liong Ong, di
udara malam, melewati kepala beberapa orang yang ada di tempat itu,
melesat satu bayangan putih. Tahu-tahu si mantel merah merasakan
ada satu tangan memegang bahu kirinya. Mendadak sontak tangan
kirinya menjadi sangat berat dan kaku tak bisa digerakkan iagi.
Bersamaan dengan itu di belakangnya ada satu suara menegur dalam
bahasa yang tidak dimengertinya.
"Orang gagah bermantel merah. Kau telah memenangkan
perkelahian. Lawan dalam keadaan tidak berdaya. Tak ada untungnya
bagimu membunuh tuan Lu Liong Ong...."
Si mantel merah berpaling. Pandangannya membentur wajah
Ageng Musalamat yang memandang tersenyum padanya.
"Kau pasti orang asing yang datang dari negeri seberang itu..."
Ageng Musalamat masih tersenyum. Tidak menjawab karena
memang dia tidak tahu apa yang dikatakan si mantel merah.
Sebaliknya si mantel merah juga tidak mengerti apa yang tadi
diucapkan Ageng Musalamat.
72 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Ki Hok Kui segera mengguncang lengan Bu Tjeng. Anak ini cepat
berkata. "Paman Bu Tjeng, kau harus lekas ke sana. Dua orang itu
saling bicara dalam bahasa yang mereka tidak mengerti satu sama
lain!" "Kau benar!" kata Bu Tjeng lalu melompat dan berdiri di antara
Lu Liong Ong dan si mantel merah yang masih mencekal si pejabat
tapi tak sanggup meneruskan maksudnya membunuh orang itu.
Ageng Musalamat kembali mengatakan sesuatu pada si mantel
merah. Bu Tjeng cepat menterjemahkan. "Orang ini memintamu agar
melepaskan pejabat Lu Liong Ong. Katanya tak ada gunanya
membunuh. Dia juga menanyakan ada tujuan apa dari Lo Sam Tojin
hingga kau diutus untuk menjemputnya?"
Si mantel merah yang sedang beringas perlahan-lahan
mengendur amarahnya. Sepasang pandangan mata lembut Ageng
Musalamat membuat dia merasa kecut. Cekalan dan jambakannya
pada Lu Liong Ong dilepaskan hingga pejabat ini jatuh ke tanah
setengah sadar setengah pingsan. Beberapa orang prajurit segera
menggotongnya ke tempat aman.
"Orang asing. Ketua Perkumpulan Kuncir Emas Lo Sam Tojin
ingin bertemu denganmu. Itu sebabnya dia mengutusku untuk
menjemputmu dan membawamu ke lembah Pek-hun tempat
kediamannya."
"Ah, Ketuamu tentu seorang yang sangat baik hati. Belum
pernah bertemu tapi telah sudi mengundangku datang ke tempatnya.
Kau kembalilah ke danau Pek-hun. Sampaikan salam hormatku pada
Ketuamu Lo Sam Tojin. Katakan padanya bahwa saat ini aku sedang
menjadi tamu Kerajaan. Jika ada kesempatan dan Kerajaan memberi
izin aku akan datang sendiri menyambanginya di lembah itu..."
Habis berkata begitu Ageng Musalamat membungkuk memberi
hormat. Ketika dia hendak membalikkan badan si mantel merah
berseru. "Orang asing! Tunggu!"
73 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Si mantel merah cepat melangkah ke hadapan Ageng
Musalamat. "Peraturan di Perkumpulan Kuncir Emas sangat keras.
Jika seorang ditugaskan untuk menjalankan sesuatu dan tidak
berhasil maka hukumannya sangat berat. Lo Sam Tojin akan me-
misahkan kepalaku dari tubuhku!"
Sepasang alis mata Ageng Musalamat berjingkat ketika dia
mendengar terjemahan ucapan si mantel merah dari Bu Tjeng.
"Jika kau tidak sanggup mengikuti aturan Perkumpulan,
mengapa tidak keluar saja?"
"Itu lebih celaka lagi! Lo Sam Tojin akan membunuhku dan
seluruh keluargaku!"
"Ah... Rupanya susah juga hidup ini bagimu..." kata Ageng
Musalamat sambil usap-usap dagunya.
"Sebelum pergi Lo Sam Tojin mengatakan sesuatu padaku..."
"Hemmm, aku ingin mendengarkan...."
"Katanya, jika aku tidak bisa membawamu ke lembah Pek-hun
maka sebagai gantinya aku harus mendapatkan keris emas yang
hendak kau persembahkan pada Raja...."
Ageng Musalamat terkejut. Bagaimana orang ini bisa tahu aku
membawa keris itu, pikirnya.
"Rupanya kabar menebar secepat kilat dan tak ada rahasia yang
Selendang Mayat 2 Dewa Arak 61 Raja Iblis Tanpa Tanding Imam Tanpa Bayangan 7
^