Dewi Ular 1
Wiro Sableng 082 Dewi Ular Bagian 1
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
PENDEKAR 212 WIRO SABLENG
EPISODE DEWI ULAR
BAB I PEREMPUAN berambut merah acak-acakan bertubuh gemuk yang duduk terkantuk-kantuk
di depan goa batu perlahan-lahan buka kedua matanya. Bagaimanapun dia
membesarkan, tetap saja kedua mata itu sipit hampir merupakan dua garis
melintang di wajahnya yang gembrot. Pakaian yang melekat di tubuhnya jelas aneh
karena terbuat dari susunan daun lontar berbentuk jubah. Dia sibakkan rambut
yang menutupi telinga kirinya. Ternyata telinga ini diganduli sebuah anting
besar. Sesaat tampak daun telinga itu bergerak-gerak dan anting yang mencantel
di situ ikut bergoyang-goyang.
Kalau tadi si gemuk ini hanya duduk menjelepok di dekat pintu goa, kini dia
bangkit mencangkung.
Tangan kiri dimelintangkan di atas kening. Sepasang matanya yang sipit memandang
tajam ke depan. "
Ujudnya belum kelihatan tapi suaranya sudah masuk ke telingaku. Untung aku belum
tuli. Hik...hik...hik! Suara apa itu"! " perempuan gemuk itu menduga-duga.
Dia menghirup udara di jurang dalam-dalam. " Hemmm.... bau itu...! Aku kenal
betul bau itu! Rupanya si keparat itu sudah berhasil! Dia hendak menggasakku dengan binatang-
binatang peliharaannya itu! Dikiranya aku tidak siap! Percuma selama tiga bulan
ini aku memata-matainya. Sipatoka! Kau boleh menyerangku. Kau boleh mengeluarkan
semua kepandaianmu. Aku akan menyambut dengan segala senang hati! Hik ... hik...
hik...! " Dari balik jubah daunnya perempuan ini keluarkan satu benda berwarna coklat
gelap kemerahan.
Ternyata buah manggis hutan. Sekali remas saja manggis itu hancur. Isinya yang
putih langsung digeragot.
Kulit buah manggis yang sudah lumat itu kemudian digosokkannya ke muka hingga
wajahnya jadi berselemotan merah coklat tak karuan.
" Sipatoka! Sebentar lagi kau akan tahu siapa diriku! Ini kali kesembilan kau
menyerangku! Sebelumnya kau empat kali kalah empat kali menang. Tapi sekali ini kau boleh
menggigit jari karena aku yang bakal keluar sebagai pemenang! Hik... hik...! Aku
sudah tahu dengan apa kau hendak menyerang! Aku sudah siap dengan senjata
penangkal! Hik... hik... hik...! "
Sementara itu dari arah barat jurang semakin jelas terdengar suara aneh tadi.
Suara ini seperti suara sayap yang mengepak disertai suara menggembor terus
menerus. Perempuan gemuk masih memandang tajam ke depan. Pada saat itulah tiba-
tiba ada suara menggema dari sebelah barat.
" Kunti Rao! Apakah kau sudah siap menerima seranganku"! "
Page 1 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Perempuan di depan goa yang terletak di dinding jurang sebelah timur mendengus
lalu menjawab dengan berteriak. " Aku sudah siap sejak tiga bulan lalu datuk
celaka! " " Ha ... ha... ha...! Kalau begitu saat-saat kematianmu sudah di depan mata!
Daging tubuhmu sebentar lagi akan dicongkel hingga hanya tinggal tulang belulang
alias tengkorak hidup! "
Perempuan gemuk di depan jurang batu sebelah timur kembali mendengus. Di sebelah
barat dia mulai bisa melihat sosok-sosok hitam melesat di udara, bergerak ke
arah dinding jurang di mana dia berada.
Jumlahnya banyak sekali, tak kurang dari seratus ekor.
" Datuk keparat! Kau akan lihat bagaimana aku mengerjai binatang peliharaanmu
itu! " perempuan gemuk yang dipanggil dengan nama Kunti Rao itu memutar tubuhnya. Walau
berbobot hampir 150 kati, tapi gerakannya kelihatan cepat dan tak bersuara.
Sosoknya lenyap dalam goa. Sesaat kemudian kelihatan dia keluar membawa dua buah
kayu besar. Puluhan, mungkin ratusan ekor lebah coklat berkepala hitam
mengerumun bergelantung di dua kayu besar itu. Setiap lebah mengeluarkan suara
menggeru. Bayangkan kalau ratusan ekor mengeluarkan suara itu secara
berbarengan. Bisingnya seperti mau merobek gendang-gendang telinga!
Di depan mulut goa si gemuk Kunti Rao angkat dua kayu besar tinggi-tinggi lalu
berteriak. " Datuk Sipatoka! Aku sudah siap! Mana kecoak-kecoak peliharaanmu
itu! " Dari arah barat terdengar suara tawa bergelak. " Mereka sudah di depan hidungmu
Kunti Rao! Apa matamu buta" "
Baru saja gema suara lelaki itu menghilang, di jurusan barat sosok-sosok hitam
yang melesat di udara semakin dekat dan jelas wujudnya. Ternyata benda-benda ini
adalah kelelawar berbentuk aneh. Bagian tubuhnya berwarna hitam legam, namun
kepalanya berwarna putih. Sepasang mata berwarna merah.
Binatang ini memiliki kuku-kuku panjang sangat runcing. Ujung sayapnya pipih
tajam tak ubah seperti mata pisau, sementara moncongnya lancip seperti ujung
tombak. " Kau sudah melihat Kunti" Atau matamu yang sipit itu memang sudah buta"! "
orang lelaki di dinding jurang sebelah barat berteriak.
" Aku sudah melihat! Tadinya kukira kecoak busuk! Tak tahunya hanya kutu-kutu
busuk yang kau kirimkan padaku! " jawab Kunti Rao.
" Bagus kau sudah melihat! Sebentar lagi kau rasakan bagaimana kutu-kutu busuk
itu akan menggerogoti dagingmu yang empuk! "
Dari arah barat ada satu gelombang angin menderu. Tiupan angin ini membuat
kelelawar-kelelawar hitam berkepala putih seperti didorong keras hingga dalam
waktu sesaat saja binatang itu sudah mencapai dinding sebelah timur jurang,
langsung menyerang Kunti Rao. Perempuan gemuk berambut merah acak-acakan ini
keluarkan jeritan keras lalu meniup kuat-kuat pada dua batang kayu yang
dipegangnya. " Piup...! Piup...! "
" Werrrr! Werrrr! "
Ratusan lebah yang mendekap pada dua batang kayu menghambur terbang terus
menyerbu ke arah puluhan kelelawar yang datang menyerang dengan mengeluarkan
suara menggidikkan serta menebar bau busuk, menyesakkan jalan pernafasan!
Page 2 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sesaat kemudian berlangsunglah satu hal hebat yang tidak pernah kejadian
sebelumnya. Puluhan kelelawar kepala putih berkelahi melawan ratusan lebah
berkepala hitam! Jurang batu menjadi bising oleh suara kepak sayap dua jenis
binatang itu. Ditambah pula dengan suara cicit menggidikkan yang keluar dari
mulut puluhan kelelawar serta suara menggeru tak berkeputusan yang dibuat oleh
ratusan lebah membuat suasana di jurang batu benar-benar mengerikan.
Meskipun kelelawar-kelelawar itu memiliki tubuh lebih besar, hantaman sayap yang
deras dan berbahaya, serta kuku-kuku runcing ditambah moncong yang bisa membuat
gerakan mamtuk cepat sekali, namun menghadapi ratusan lebah milik Kunti Rao
boleh dikatakan mereka tidak berdaya. Bukan saja jumlah lebah lebih banyak, tapi
binatang bertubuh kecil ini mampu bergerak lebih gesit hingga sanggup mengelak
serangan lawan sekaligus balas menyerang dengan ganas.
Suara cicit kelelawar terdengar riuh. Satu demi satu binatang-binatang itu
menggelepar lalu melayang jatuh ke dasar jurang. Perempuan gemuk bernama Kunti
Rao tertawa panjang. Seperti anak kecil dia berjingkrak-jingkrak sambil
bertepuk-tepuk tangan!
" Datuk celaka! Sekarang baru tahu rasa! Kau tentunya tidak tuli mendengar
binatang-binatang yang kau andalkan menjerit meregang nyawa. Kau tentunya juga
tidak buta menyaksikan bagaimana mereka jatuh mampus ke dasar jurang! Hik ...
hik... hik...! "
" Perempuan gendut sialan! Jangan cepat-cepat bersuka hati! Lihat ke udara! "
terdengar teriakan jawaban dari arah barat. Lalu di udara muncul dua kelelawar
besar, satu jantan satu betina. Kunti Rao sebentar terkesiap. " Ini pasti dua
biangnya. Lebih besar lebih seram! Tapi siapa takut! "
Dua kelelawar menukik menyerang. Satu dari kiri yang lainnya dari kanan. Kunti
Rao tamengi diri dengan dua batang kayu besar. patukan kelelawar jantan menancap
di bantang kayu di tangan kiri Kunti Rao, sedang sambaran kepak kelelawar
satunya yang tak ubahnya seperti sambaran pisau tajam lewat di atas kepala
perempuan gemuk itu, tapi masih sempat memapas sedikit rambut perahnya. Si gemuk
ini sempat terpekik kecil.
Disebelah barat terdengar suara tawa orang bernama Sipatoka." Sekarang rasakan
olehmu! " " Kelelawar jahanam! Sebentar lagi kupecahkan kepalamu! " teriak Kunti Rao
marah. Saat itu kelelawar jantan kembali datang menyerbu. Kunti Rao merunduk. Tangan
kirinya bergerak.
Kayu besar dilemparkan. " Praakkk! " Kayu menghantam telak kepala kelelawar
jantan itu. Cicitan binatang ini terputus. Tubuhnya melayang jatuh ke bawah
jurang dengan kepala hancur.
Di udara, kelelawar betina melengking keras. Rupanya marah sekali melihat
kematian jantannya. Dia tadi yang berhasil memapas rambut Kunti Rao. Binatang
ini berputar tiga kali di udara lalu menukik.
Kelihatannya dii seperti hendak menyerang dengan mematuk ke atas batok kepala
musuh. Tapi sewaktu Kunti Rao mengelak sambil hantamkan kayu di tangan kanannya,
kelelawar ini membuat gerakan membalik. Di lain kejab tubuhnya berputar seperti
baling-baling, dua sayapnya laksana golok pendek membabat ke arah leher Kunti
Rao. Kunti Rao keluarkan suara garang. Dia membuat gerakan jatuhkan diri. Dalam
keadaan setengah berlutut dia pergunakan kayu besar di tangan kanan untuk
menangkis lindungi diri. " Blaakkk! Craasss! "
Kayu besar di tangan perempuan gemuk itu terbabat putus!
Page 3 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Binatang sialan! " maki Kunti Rao. Sisa potongan kayu dilemparkannya ke arah
kelelawar betina.
Binatang ini melayang turun. Bukan saja dia berhasil mengelakkan hantaman kayu,
tapi secepat kilat dia kembali menyambar ke arah Kunti Rao.
" Binatang celaka! Kau membuat aku kehabisan sabar! " kertak Kunti Rao. Dua
tangannya bergerak mencabut dua buah daun yang merupakan pakaiannya. Kelelawar
betina datang. Dua lembar daun melesat ke udara.
" Craasss! Craasss! "
Daun pertama menancap di dada kelelawar betina. Daun kedua memapas lehernya.
Darah menyembur.
Binatang ini keluarkan jeritan aneh yang keras. Hebatnya, dalam keadaan sekarat
dia masih berusaha mengejar ke arah Kunti Rao. Namun sekali menghantamkan tangan
kirinya, kelelawar betina itu terlempar jauh ke arah dinding barat jurang dan
jatuh di depan kaki seorang kakek yang saat itu tengah melangkah mondar-mandir
di depan sebuah goa.
" Jahanam! Kelelawarku mati semua! " orang ini kepalkan kedua tangannya dan
hentakkan kaki kanan hingga bebatuan di jurang itu bergetar.
" Datuk Sipatoka! Apa sekarang kau malu mengakui kekalahan"! "
" Perempuan keparat! " maki sang datuk begitu didengarnya suara Kunti Rao dari
arah timur. " Jangan buru-buru merasa menang dajal gendut! "
" Hik...hik...! Kenyataannya memang begitu Datuk! Kau menang empat kali, aku
lima kali dengan ini Apa otakmu sudah tumpul hingga tidak bisa berhitung lagi"!
Hik... hik... hik...!"
" Kau akan terima pembalasan dariku Kunti Rao! Sekalipun sampai seratus tahun
aku akan mendekam di sini sampai akhirnya kau mampus di tanganku! "
" Huh takaburnya! " ejek perempuan gemuk. Dia mendongak ke atas memandang ke
arah puluhan lebah yang masih terbang berputar-putar di dalam jurang, lalu
bertepuk beberapa kali. " Lebah-lebahku!
Kalian menjalankan tugas dengan baik! Aku berterima kasih! Tugas sudah selesai.
Mulai saat ini kalian bukan peliharaanku lagi! Sekarang kalian bebas mau pergi
ke mana saja! Tapi ingat, setiap aku memerlukan kalian, jangan terlambat datang!
" habis berkata begitu si gemuk bertepuk terus menerus.
" Werrr... werrr.... werrr....! " ratusan lebah berputar-putar di atas kepala si
gemuk lalu melesat ke atas jurang. Kunti Rao baru berhenti bertepuk begitu semua
lebah lenyap dari pandangannya.
Kunti Rao menyeringai. Dia memandang ke arah barat. Di kejauhan, samar-samar di
balik kabut yang kini mulai mengambang di jurang dilihatnya sosok Datuk Sipatoka
melangkah mondar-mandir di depan mulut goa. Kunti Rao tertawa. Mulutnya berucap.
" Rasakan olehmu! Sekarang baru tahu rasa!
Dikiranya bakalan bisa menguasai jurang batu pualam ini! Huh! Tua bangka tak
tahu diuntung! Selama aku masih bercokol di sini jangan harap jurang ini akan jadi wilayah
kekuasaanmu! Apalagi mau menguasai dunia persilatan! Hik... hik... hik...! "
Sementara itu di lereng jurang sebelah barat, seorang kakek melangkah mondar-
mandir sabil tiada hentinya memukuli sendiri kepalanya yang botak dan berwarna
biru. " Lima bulan aku menyusun rencana! Mengajar binatang-binatang itu!
Ternyata semua mati percuma! Apalagi yang bisa kulakukan Page 4
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
agar bisa menyingkirkan perempuan itu dari jurang sebelah timur! Bukan! Bukan
cuma menyingkirkan!
Tapi membunuhnya! Kalau dia masih hidup berarti bahaya besar bagiku!"
" Datuk Sipatoka! " tiba-tiba menggema seruan Kunti Rao dari arah barat.
" Kuda nil rambut merah! Apa lagi maumu"! " maki Datuk Sipatoka menyebut Kunti
Rao yang memang gemuk dan berambut merah.
" Sesudah kalah, apa kau masih terlalu kikir dan sombong untuk berbagi rezeki
denganku"! "
" Sampai matipun aku tidak mau berbagai rezeki dengan kau! "
" Aha! Bintang Kalimukus akan muncul tak lama lagi! Petunjuk di mana letak
sepasang senjata pusaka itu akan segera muncul! Jika kau tak mau membagi rezeki,
berarti dua senjata akan jadi milikku sendiri! "
" Kau tak akan mampu memiliki semua! Kau tahu itu! "
" Siapa bilang tidak mampu! Yang jelas kau pasti akan menyesal! Hik ... hik...
hik...! " " Manusia sialan! Pergilah ke neraka! " teriak Datuk Sipatoka marah.
" Kalau aku ke neraka, pasti aku tidak lupa membawamu datuk! Dan kau akan jalan
duluan di depanku! Hik ... hik... hik...! " ejek Kunti Rao.
" Perempuan setan! Makan tanganku ini! " teriak Datuk Sipatoka, lalu tangan
kanannya menyembul di balik lengan jubah kuning.
" Wuttt! " serangkum angin menderu. Di sebelah timur, Kunti Rao melihat ada
kilatan cahaya kuning menyambar dan datang ke arahnya cepat sekali. " Wow! Ilmu
yang sudah tidak laku masih diperlihatkan! " ejek perempuan itu. Lalu dia angkat
tangan kanannya ke atas. Telapak diputarsentakkan.
" Bettt! Bettt! " dua larik pukulan sakti tanpa warna menggemuruh, menyambut
sambaran sinar kuning dari kiri kanan.
" Bessss! Dessss! "
Sinar kuning mental dan buyar hanya satu tombak di depan Kunti Rao. Perempuan
gemuk ini merasakan tubuhnya bergetar keras lalu tersandar ke dinding batu.
Sesaat wajahnya yang celemongan dengan kulit manggis tampak berubah.
Di dinding jurang sebelah barat Datuk Sipatoka kelihatan tegak terbungkuk-
bungkuk sambil pegangi dada. Dia jatuh berlutut dan cepat kerahkan tenaga
dalamnya guna mengatur jalan darah. Dari kepalanya yang botak biru mengepul asap
tipis. " Setan perempuan benar-benar tinggi kepandaiannya! " diam-dia si kakek harus
mengakui walaupun dengan memaki. " Tapi bagaimanapun dia tak bisa mengalahkanku
bulat-bulat! Sepasang senjata sakti di dasar jurang tak bakal jadi miliknya! Untuk sementara
biar kulupakan dirinya. Lebih baik aku meneruskan pekerjaan membuat tali itu.
Kalau sudah tiba saatnya, aku bisa dengan mudah dan cepat turun ke dasar jurang!
" Page 5 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Kunti Rao perlahan-lahan luruskan badannya yang gemuk. Dia rapikan susunan daun-
daun yang jadi pakaiannya karena dua lembar daun tadi terpaksa dicabutnya untuk
menghadapi sepasang kelelawar besar.
" Tua bangka satu itu memang tidak boleh dikasih hati. Lihat saja! Akan aku
berikan satu pelajaran telak dan mematikan padanya! "
Si gemuk memutar tubuhnya hendak masuk ke dalam jurang. Tiba-tiba dia mendengar
ada suara berdesir di atasnya. " Hah! Apa jahanam itu sudah menyerangku lagi"!
Ilmu apa pula yang dikeluarkannya! " ujar Kunti Rao seraya hentikan langkah dan
mendongak ke atas. Lalu keluarkan satu seruan keras dari mulut si gendut ini
Wiro Sableng 082 Dewi Ular di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika melihat benda apa yang melayang jatuh dari atas jurang tepat ke arahnya
disertai satu jeritan perempuan!
Dalam keadaan tercekat Kunti Rao masih sempat berteriak. " Oladalah! Tubuh
perempuan bersimbah darah! Jatuh dari atas jurang! Bagaimana ini" Akan kutangkap
atau kubiarkan saja amblas ke dasar jurang batu" "
Perempuan gemuk itu hanya bimbang sesat. Di lain kejab dia melompat ke kiri
mencari kedudukan yang tepat untuk menyambut tubuh perempuan berpakaian tipis
hijau penuh noda darah mulai dari rambut hingga kaki.
" Hup! " Kunti Rao berhasil menangkap sosok tubuh yang jatuh. " Gila! Darahya
berbau anyir busuk! "
berucap Kunti Rao. Tubuh yang berhasil ditangkapnya itu dibaringkan di atas
batu. Dia memperhatikan dengan mengeryitkan dahi penuh ngeri.
" Perempuan malang . Aku yakin kau masih muda dan berwajah cantik! Tapi mengapa
ada yang tega mencelakaimu seperti ini" Di dada dan bahumu ada luka yang begitu
besar mengepulkan asap. Lalu heh
.. benda apa itu" Paku?" Kunti Rao jongkok di samping tubuhnya. Mukanya yang
gembrot celemongan kulit manggis didekatkan ke bagian perut dan memperhatikan
tanpa berkesip. " Paku! Benar paku, "
desis Kunti Rao.
" Paku aneh. Terbuat dari emas. Menancap tepat di pusarnya. Eh, rasa-rasanya aku
pernah mendengar tentang paku emas ini. Kabarnya berasal dari daratan Tiongkok.
Memiliki kekuatan maha sakti. Mulai dari kekuatan mengobati hingga membunuh! "
Kunti Rao sibakkan rambut panjangnya yang menutupi sebagian wajahnya. " Hemm...
Benar nyatanya.
Dia memang memiliki wajah cantik. Meski berlumuran darah seperti ini. Aku tak
kenal padanya. Siapa gerangan dirinya" Mengapa bisa jatuh ke dalam jurang seperti ini. Lalu
luka-luka mengerikan di tubuhya" " Kunti Rao berpikir sejenak.
Setelah meraba urat besar di leher dan merasakan masih ada hembusan nafas dari
lubang hidungnya, Kunti Rao mendukung perempuan itu dan membawanya masuk ke
dalam goa. " Orang biasa pasti sudah meregang nyawa akibat luka begini hebat. Di
antara bau amis dan busuk darah di tubuhnya aku mencium sekilas bau harum.
Perempuan muda ini agaknya bukan perempuan sembarangan. "
Sampai di dalam goa Kunti Rao meletakkan perempuan itu di atas sebuah
pembaringan terbuat dari batu. Lalu sibuk meramu beberapa jenis obat. Sebelum
itu dia terlebih dahulu menotok tubuh di Page 6
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
beberapa tempat. Sejenis bubuk hitam ditaburkannya ke atas luka pada bahu dan
dada. Dia mengalihkan pandangan pada paku yang menancap di pusar. Sesaat Kunti
Rao merasa bimbang. Agaknya dia tak punya pilihan lain.
" Rupanya kelemahan perempuan ini ada pada pusarnya. Aku harus mencabut paku di
pusarnya itu! "
Kunti Rao ulurkan tangan kanan. Ibu jari dan telunjuk bergerak cepat mencabut
paku yang menancap di pusar. Pada saat paku tercabut, dari pusar yang berlobang
itu mengucur darah hitam sangat busuk disertai asap. Perlahan-lahan kepulan asap
hilang. Tapi begitu lenyap tiba-tiba sebuah benda melesat ke luar dari perut
lewat pusar yang bolong itu.
Kunti Rao terpekik keras dan berubah parasnya saking kagetnya. Dari pusar yang
berlobang di perut perempuan muda tidak dikenal itu melesat keluar seekor ular
hitam berkepala putih. Semula dia menyangka dirinya akan diserang. Cepat Kunti
Rao angkat tangan untuk menghantam. Tapi ditariknya tangan ketika melihat ular
itu melesat ke atas. Laksana terbang ular itu ke udara lalu lenyap menjadi asap.
" Ular jejadian..! " desis Kunti Rao. " Siapa manusia ini sebenarnya"! "
tanyanya dalam hati penuh rasa ingin tahu, lalu cepat-cepat bubuk hitam
ditaburkan dalam lobang pusar. Sedikit demi sedikit darah busuk berhenti
mengucur dan lobang bertaut kembali. Kepulan asap serta merta lenyap.
" Lobang di pusar itu tidak akan menimbulkan cacat. Tapi luka dada dan bahu
walau bisa kusembuhkan rasanya akan meninggalkan bekas sangat buruk. Kasihan
perempuan muda cantik ini.. tubuhnya akan cacat seumur hidup. Tak bakal ada
lelaki mau dengannya... "
Kunti Rao duduk di samping pembaringan batu. " Eh, apa urusanku memikirkan
perempuan ini"
Anak bukan, saudara bukan, teman juga bukan" Mati sekalipun apa peduliku" Tapi
mungkin dia bisa kumanfaatkan" Hemm... baiknya kutunggu sampai dia siuman. Harus
kuketahui siapa dia adanya. Mungkin, ah! Siapa tahu dia bisa kumanfaatkan untuk
menghadapi kakek keparat itu! "
Setelah menunggu sehari semalam, pada pagi kedua selagi Kunti Rao berada di luar
goa dia mendengar suara orang batuk-batuk. " Perempuan itu..! " kata Kunti Rao
seraya memutar tubuhnya masuk ke dalam goa.
Sesampainya di dalam, dilihatnya perempuan itu sudah duduk di pembaringan batu,
bersandar ke dinding dan batuk beberapa kali. Ketika melihat kemunculan Kunti
Rao dia cepat-cepat beringsut.
Wajahnya memancarkan sikap terkejut, takut dan mengancam.
" Kau sudah siuman rupanya. Syukurlah! " kata Kunti Rao. Perempuan di atas batu
pandangi rambut Kunti Rao yang merah acak-acakan itu, mukanya celemongan oleh
kulit manggis, tubuhnya yang gemuk gembrot dan tentunya pada keanehan jubahnya
yang terbuat dari susunan daun-daun.
" Perempuan gemuk, siapa kau" Apakah kau orang yang menolongku" Berada di mana
saat ini aku"! "
" Wah, pertanyaanmu belum-belum sudah banyak betul! " sahut Kunti Rao. "
Bagaimana kalau aku yang ganti bertanya. Siapa dirimu" Mengapa ada dua luka
besar di tubuhmu. Lalu mengapa ada paku emas di pusarmu" Apa kau jatuh sendiri
ke dalam jurang ini, apa ada yang mencelakaimu"
Mengapa bisa ada ular hitam kepala putih keluar dari dalam perutmu lewat pusar
yang kemudian lenyap menjadi asap! Apa kau manusia atau makhluk jadian" "
Page 7 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Perempuan berpakaian hijau tipis yang duduk di pembaringan batu mula-mula hendak
menyemprot marah. Namun kesadaran masuk dalam benaknya. Agak samar dan masih
sulit dia mengingat.
Dipandanginya tubuhnya. Di dada dan bahu ada luka mengering tertutup bubuk
hitam. Lalu disingkapkannya bagian perut pakaiannya. Di situ juga ada taburan
bubuk hitam yang sudah mengering, tepat di bagian pusar. Tangannya bergerak ke
kepala meraba bagian atas kening. Dia ingat biasanya di situ ada mahkota kecil.
" Paku emas..." " desisnya.
" Ya, paku emas! " kata Kunti Rao sambil memperlihatkan sebuah benda tepat di
depan wajah perempuan itu.
" Katamu paku emas. Aku melihat benda itu paku biasa. Terbuat dari besi buruk
dan hitam! "
" Heh, kau betul! Tadinya paku ini terbut dari emas. Sewaktu masih menancap di
pusarmu paku ini masih berwarna kuning emas asli. Tapi begitu kecabut bentuknya
berubah menjadi hitam.
Pertanda paku ini penuh dengan kekuatan hitam yang tersedot dari dalam tubuhmu!
" Lama perempuan di atas pembaringan itu terpana mendengar keterangan Kunti Rao. "
Kau telah menolongku, aku musti berterima kasih kepadamu, " dia cepat membungkuk
tapi Kunti Rao mencegah. " Saudari aku... "
Kunti Rao tertawa tergelak-gelak hingga sekujur tubuhnya yang gemuk tergoncang-
goncang. " Ada apa" kenapa kau tertawa" Apakah ada sesuatu yang lucu dari diriku?"
" Perempuan muda kau dengar baik-baik. Kau tak pantas memanggilku dengan sebutan
saudari. Karena kau pantas jadi cucuku. Panggil aku nenek! "
" Aku pantas jadi cucumu dan aku harus memanggil nenek" "
" Betul karena usiaku sudah lebih dari enam puluh tahun! "
Tentu saja perempuan di atas batu terkejut mendengar kata-kata itu. " Walau
tubuhmu luar biasa gemuk dan berpakaian aneh seperti itu, tapi menurutku kau
berusia dua puluh tahunan... "
Kunti Rao tertawa " Yang kuasa memberiku awet muda dan ganjarannya aku punya
bobot seperti kerbau seperti ini. Kalau aku boleh memilih, biar wajahku jelek
keriput tapi tubuhku langsing!
Hik.. hik... hik...! " Kunti Rao tertawa panjang. Lalu berkata, " Perempuan muda
aku ingin tahu siapa dirimu. Apa yang telah terjadi... ingat! Aku tidak orang
berdusta padaku! "
" Aku bernama Kunti Arimbi, " kata perempuan di atas pembaringan batu.
" Eh, nama depannya kenapa sama denganku" " ujar Kunti Rao dalam hati.
" Aku dikenal dengan julukan Dewi Ular. "
Kunti Rao sempat tersurut satu langkah mendengar julukan yang disebutkan. Walau
dia sudah lama mendekam di goa batu pualam itu namun dia pernah mendengar nama
angker Dewi Ular. Maka dia pun berkata. " Tidak sangka Dewi Ular ternyata masih
muda tapi memiliki kesaktian tinggi yang menggegerkan... "
Page 8 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Semua kehebatan itu sudah berlalu, " kata Kunti Arimbi alias Dewi Ular. Dia
memandang sayu pada paku hitam di tangan Kunti Rao. " Benda itu yang
menyebabkannya. Seseorang mengkhianati dan menipuku. Dia merayuku dan
merangsangku. Memperlihatkan kejantanannya. Ketika kami berdua di suatu tempat
dan dia seperti hendak meniduriku tiba-tiba dia mengeluarkan paku emas itu dan
menusukkannya ke pusarku... "
" Siapa orangnya" " tanya Kunti Rao.
" Pendekar 212 Wiro Sableng. Murid nenek sakti Sinto Gendeng dari Gunung Gede..
" " Astaga! Pendekar besar itu...! " seru Kunti Rao.
" Aku bersumpah untuk membalas dendam. Apalagi kusadari diriku saat ini selamat
dari kematian. Hanya saja tubuhku agaknya akan cacat seumur hidup. Jangankan
laki-laki, binatang pun akan jijik melihatku! "
Diam sesaat. " Eh nek, betul aku harus memanggilmu nenek" " Kunti Arimbi meragu.
" Tentu saja, memang seharusnya begitu! "
" Aku berterima kasih kepadamu. Kau telah menyelamatkan diriku. Saat ini tidak
mungkin aku membalas segala utang piutang ini! Tapi percayalah walau dulu aku
pernah jadi manusia jahat, mengingat budi orang aku masih mampu. Nek, aku harus
pergi dari tempat ini. Mohon tunjukkan jalan keluar... "
Perempuan gemuk yang mengaku sudah nenek itu menghela nafas panjang. " Jangan
terkejut Kunti Arimbi. Di sini sama sekali tidak ada jalan keluar. Sekali berada
di sini akan mendekam seumur hidup, kecuali... "
" Kecuali apa nek" " Tanya Kunti yang kini walau masih memiliki ilmu silat dan
menguasai tenaga dalam tingkat tinggi namun banyak kesaktian luar biasa yang
sudah lenyap. " Kecuali kita bisa mendapatkan sepasang senjata mustika yang terpendam di dasar
jurang batu pualam ini! "
" Senjata mustika apa itu" " tanya Kunti Arimbi.
" Sepasang keris sakti. Katanya datang dari kahyangan. Satu keris laki-laki,
satu keris perempuan. Jika sudah bisa menguasai kedua keris itu, dunia
persilatan sudah di tangan. Dan cacat di tubuhmu bisa hilang dengan menggosokan
keris yang perempuan ke bekas luka, " ujar Kunti Rao.
Perlahan-lahan Kunti Arimbi turun dari pembaringan batu. " Kau harus mendapatkan
itu Nek! Aku akan membantumu! "
" Tidak mudah mendapatkannya Kunti Arimbi. Pertama kita harus mendapat tanda
dari langit di mana keris itu terpendam. Di jurang ini ada musuh tangguh yang
juga menginginkan keris itu! "
" Siapa" " tanya Kunti Arimbi.
" Namanya Datuk Sipatoka. Dia mendekam di dinding sebelah barat... "
Page 9 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Kita harus mengalahkannya Nek! " bisiknya. " Kalau saja aku memiliki kesaktian
seperti masih jadi Dewi Ular dulu... "
" Nasib peruntungan di tangan Tuhan. Kita manusia mana ada yang tahu. Bukan
mustahil suatu ketika kau bisa menyandang gelar Dewi Ular kembali. Bahkan
mungkin lebih hebat! "
Kunti Arimbi tersenyum. Sepasang matanya yang dahulu hijau kini kecoklatan
menerawang ke depan. "
Sepasang keris sakti itu. Jika aku bisa menguasainya bukan mustahil ucapan nenek
gendut ini akan menjadi kenyataan... "
Ketika perempuan muda ini memandang ke seputar ruangan dia melihat sebuah benda
berbentuk kerucut dan ada gagangnya tertegak di sudut ruangan batu. " Benda apa
itu Nek" "
" Payung raksasa, " jawab Kunti Rao. " Dengan payung itu kelak aku akan turun ke
dasar jurang... "
" Sebegitu sulitnyakah mencapai dasar jurang" "
" Jurang batu pualam seputar dindingnya berbentuk tegak lurus dan licin. Di
sebelah bawah, kabarnya ada kawah mendidih. Tempat berpijak hanya gugusan batu-
batu runcing.... "
Kunti Arimbi kembali hanya menerawang. Apa yang ada dalam benaknya sulit diduga.
" Kalau nasibku harus mendekam di sini, aku rela hidup dan mati bersamamu Nek...
" " Kau perempuan baik. Aku ada rencana bagus untukmu. Kita berdua bisa menghadapi
Datuk Sipatoka... "
" Aku rela mati untuk menolongmu. Tapi rasanya ilmu kesaktianku sudah tidak
sehebat dulu lagi... "
" Jangan bersedih aku akan menggemblengmu menguasai beberapa ilmu kesaktian.
Mungkin tidak sehebat kesaktianmu saat jadi Dewi Ular dulu. Tapi yakinlah tidak
akan mengecewakan.
Dengar perempuan muda, mulai saat ini aku akan memanggilmu Dewi Ular saja.
Perkenalkan namaku Kunti Rao. Digelari orang Iblis Daun Setan... "
Mendengar nama dan julukan itu Kunti Arimbi segera jatuhkan diri.
" Eh, ada apa ini" " kata Kunti Rao.
" Nek, aku mendengar dari guruku bahwa kau adalah saudara sepupunya. Aku
menghaturkan perhormatan... "
Kunti Rao tertawa panjang. " Gurumu si Hantu Tangan Geledek itu memang tidak
bisa memegang rahasia. Sayang dia mati muda. Apakah kau sudah mewarisi ilmu
tangan geledek darinya" "
Dewi Ular menarik nafas panjang. Lalu menggelangkan kepala. " Rencananya
mengajarkan ilmu itu memang sudah ada. Tapi dia keburu meninggal dan aku jatuh
ke tangan jahat ratu ular... "
" Kabarnya dia menyimpan kitab pelajaran lengkap pukulan tangan geledek... "
Page 10 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Aku pernah mencari tapi tidak ketemu. Aku curiga jangan-jangan kitab itu ada
pada Ratu Ular. Ratu Ular sendiri tidak diketahui keberadaannya. Entah sudah
mati pula.... "
" Semua apa yang tidak diketahui kini menjadi jelas kalau kelak aku mendapatkan
sepasang keris sakti di dasar jurang itu... Aku senang jika kau mau membantu. "
" Aku akan membantumu Nek. Tak usah kau ragukan.... " kata Dewi Ular pula. Lalu
wajah Sandaka muncul di pelupuk matanya. " Kau juga akan kucari Sandaka. Nyawamu
sama tidak bergunanya dengan pendekar 212...! "
" Eh, kau seperti bicara sendirian. Siapa orang bernama Sandaka itu..." " tanya
Kunti Rao. " Sandaka... dia orang kedua yang akan kubunuh setelah Pendekar 212 Wiro
Sableng! " jawab Kunti Arimbi.
Di dinding di jurang sebelah barat kakek berkepala botak warna biru mengenakan
jubah kuning, yang dikenal dengan nama Datuk Sipatoka, rangkapkan dua tangan
didepan dada. Muka dan pandangan matanya diarahkan ke dinding sebelah timur.
Dadanya terasa panas akibat pengaruh hawa marah dan penasaran.
" Perempuan setan! Kalau kau merasa sudah menang, nanti lihat saja! Akan kubuat
kau minta-minta ampun sampai terkencing-kencing! " dia memandang tak berkesip ke
arah kejauhan. Namun pandangannya tertutup oleh kabut yang semakin menebal di seantero jurang.
" Kabut sialan!
Aku tak dapat melihat apa yang dilakukan perempuan sialan itu! " maki si kakek.
Selagi dia memaki-maki seperti itu tiba-tiba di arah timur di dengarnya ada
suara jeritan keras dan panjang. " Eh, siapa yang menjerit itu! Suaranya suara
perempuan! " Datuk Sipatoka miringkan kepalanya sedang kedua matanya coba
menembus kabut yang menghalangi, tapi sia-sia. " Rasa-rasanya seperti ada
sesuatu melayang jatuh. Apa mungkin perempuan itu tiba-tiba menjadi gila dan
jatuhkan diri ke dasar jurang"! " sang datuk berpikir keras.
Lalu dia menjawab sendiri pertanyaannya dalam hati. " Tidak mungkin, bukan dia.
Suara jeritan tadi datang dari atas jurang. Berarti yang jatuh berasal dari atas
sana. Si kuda nil merah itu bertapa di duapertiga jurang... atau mungkin dia
tengah membuat tipuan untukku"! Nah... nah... suara jeritan lenyap... " Datuk
Sipatoka arahkan pandangannya ke dasar jurang. " Tak ada benda jatuh di bawah
Wiro Sableng 082 Dewi Ular di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sana. Tapi mana mungkin menyangsang di dinding batu...! " Sesaat sang datuk
terdiam merenung. Akhirnya dia kembali memaki sendirian. " Persetan siapa yang
menjerit tadi. Peduli apa aku kalau ada sesuatu yang jatuh dari atas jurang! "
Setelah menunggu sesaat, akhirnya Datuk Sipatoka memutar tubuh melangkah ke
mulut goa tempat kediamannya. Di dekat pintu tergantung segulung tali. Belum
lagi kakek ini mencapai pintu goa tiba-tiba sudut matanya menangkap sesuatu
melayang jatuh dari bagian atas jurang sebelah timur. Dia cepat putar kembali
badannya. Belum sempat dia mendongak, benda yang jatuh kelihatan jungkir balik
di udara lalu lenyap sesaat di ketebalan kabut. Ketika benda itu kelihatan lagi,
tiba-tiba sudah ada di dinding jurang sebelah barat di mana dia berada, melayang
jatuh dengan deras! " Benda aneh, sosoknya seperti manusia tapi hanya mengenakan
cawat. Dan, heh, apa yang menempal di kepala, muka dan sekujur tubuhnya"! "
Benda yang jatuh melayang satu tombak di depan Datuk Sipatoka. Mengira sosok itu
adalah sesuatu yang dikirim Kunti Rao untuk mencelakainya, Datuk Sipatoka angkat
tangan kirinya siap menghantam dengan satu pukulan sakti. Tapi entah mengapa dia
batalkan maksudnya. Dengan cepat dia menyambar Page 11
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
gulungan tali dekat pintu goa. Sesosok tubuh yang jatuh lewat didepannya. Datuk
Sipatoka putar gulungan tali yang dipegangnya. Tali ini berputar deras lalu
melesat menyusul ke arah jatuhnya makhluk tadi.
Datuk Sipatoka sentakkan tangannya dua kali berturut-turut. " Bettt! Bettt! "
Ujung tali melibat bagian pinggang orang yang jatuh pada ketinggian hanya
duapuluh kaki dari dasar jurang di mana menunggu batu-batu runcing. Dua tangan
Datuk Sipatoka yang memegang tali tersentak ke depan. Tubuhnya terbungkuk.
" Gila! Manusia atau kerbau yang aku jerat ini! Berat amat! " kata sang datuk.
Lalu dia cepat kerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya. Dua kaki di balik jubah
kuning itu laksana dipantek ke batu yang dipijaknya. Tubuhnya yang bungkuk
perlahan-lahan melurus kembali. Lalu dia mulai menarik sosok tubuh yang dijerat
seperti orang menimba. Setiap dia menarik, dari mulutnya keluar ucapan " Hup...
hup... hup...! "
Sosok yang dilibat tali dan ditarik Datuk Sipatoka akhirnya sampai ke sisi
dinding jurang di mana dia berada, terus digeletakkan di atas batu di depan goa.
Begitu melihat bentuk dan sosok tubuh itu sang datuk kaget bukan main. " Makhluk
apa ini!" Manusia atau hantu yang menampakkan diri sebagai manusia" Tubuhnya
bergelimang darah kering, penuh paku! Masih hidup atau sudah jadi bangkai"! "
Tidak heran kalau Datuk Sipatoka begitu terkejut. Orang yang tergeletak di
depannya adalah seorang pemuda hanya mengenakan cawat. Tubuhnya yang kokoh dan
nyaris telanjang itu penuh ditancapi paku.
Bukan saja di bagian badan, tapi juga di bagian kepala dan mukanya."Setan
sekalipun tidak ada yang seperti ini!" membatin Datuk Sipatoka.
Dia membungkuk agar bisa memperhatikan lebih jelas. " Masih hidup... " katanya
perlahan. Lalu dengan kaki kanan disentuhnya pinggul pemuda itu seraya berseru.
" Makhluk aneh! Kalau kau memang manusia, jadilah manusia! Kalau kau pingsan,
lekas siuman! Kalau kau pura-pura tidur, ketahuilah aku tak suka orang yang
pandai menipu! "
Datuk Sipatoka pergunakan kakinya bukan hanya sekedar menyentuh untuk
membangunkan orang tetapi sekaligus menggunakan tenaga dalamnya hingga tersalur
ke dalam tubuh pemuda yang ditancapi paku itu. Saat itulah pandangan si kakek
membentur bagian depan cawat yang agak kedodoran. " Gila! "
serunya. " Sampai-sampai di kepala anggota rahasianya juga ada paku yang
menancap! Tapi paku yang satu ini bentuk dan warnanya agak aneh... "
Sewaktu sang datuk hendak menyingkapkan cawat itu agar dia bisa melihat lebih
jelas, tiba-tiba sosok tubuh si pemuda bergerak. Kedua kakinya naik ke atas.
Bersamaan dengan itu tangannya sebelah kanan ikut bergerak dan sepasang matanya
membuka. Ketika matanya membentur wajah Datuk Sipatoka pemuda ini berusaha
bangkit dengan cepat.
" Kau siuman! Bagus! Pertama sekali yang aku ingin tahu lekas kau terangkan
apakah kau ini manusia sungguhan atau makhluk jejadian sebangsa setan dedemit
atau hantu jurang! "
Karena baru saja sadar, pemuda yang ditanya tak bisa segera menjawab. Malah
terheran-heran mendapatkan dirinya berada di lereng jurang itu berhadap-hadapan
dengan seorang kakek berkepala botak biru yang tidak dikenalnya. Ketika dia
memandang ke bawah, dilihatnya ada tali aneh menjerat pinggangnya. Otaknya
berpikir, coba mengingat apa yang telah terjadi atas dirinya. Dari mulutnya
meluncur perlahan ucapan yang bisa didengar Datuk Sipatoka.
Page 12 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Aku jatuh dari atas jurang sana... Seharusnya aku sudah mati. Ada seseorang
menyelamatkanku. Menjerat pinggangku dengan tali dan membawaku ke sini... "
Si pemuda menatap wajah tua di depannya. " Orang tua, pasti kau orang yang telah
menolongku... "
Datuk Sipatoka tidak mengangguk juga tidak menjawab. Pemuda itu lepaskan tali
yang menggelung pinggangnya lalu bangkit dan duduk bersandar di dinding jurang.
" Aku menyesal kau menolongku, "
katanya. Datuk Sipatoka melengak. Kening mengernyit dan mata memandang tak berkesip pada
manusia paku di depannya. Jelas kakek ini berusaha menekan amarah mendengar
kata-kata pemuda itu.
" Seharusnya aku sudah bebas di alam kematian. Karenanya aku tidak perlu
mengucapkan terima kasih padamu. Aku benci karena kau telah menyelamatkanku! "
Datuk Sipatoka keluarkan suara menggereng di tenggorokannya. Semula dia hendak
membentak marah.
Bagaimana ada manusia begini aneh"! Tidak tahu diri telah ditolong diselamatkan
dari kematian malah membencinya dan tak mau berterima kasih! Tidak jadi marah,
Datuk Sipatoka malah tertawa gelak-gelak sampai suara tawanya terdengar sampai
ke sisi jurang sebelah timur dan membuat Kunti Rao yang ada di dalam goa
dongakkan kepala seraya bertanya-tanya. " Ada apa di sebelah sana sampai si tua
bangka sialan itu tertawa begitu rupa"! Jangan-jangan dia sudah gila! "
Datuk Sipatoka delikkan mata lalu berkata. " Tidak ada yang minta kau harus
berterima kasih.
Kalau kau merasa menyesal masih hidup, silakan kau lihat ke bawah. Jurang masih
dalam. Kawah mendidih dan batu-batu runcing siap menunggu. Kalau kau memang mau mampus,
jatuhkan saja dirimu kembali! "
Kini si pemuda yang jadi terkesiap. Datuk Sipatoka angkat kakinya ke arah tubuh
si pemuda dan membuat gerakan siap untuk mendorong. " Kalau kau sekarang jadi
takut bunuh diri biar aku bantu mendorong tubuhmu agar jatuh ke dasar jurang! "
kaki kanan sang datuk bergerak.
" Tunggu! " si pemuda cepat berseru. Tangan kanannya diangkat. Datuk Sipatoka
terkejut. Tangan yang menahan telapak kakinya itu laksana batu karang kokoh yang
tidak bisa digoyangkan.
" Hemmm...., manusia aneh ini agaknya bukan orang sembarangan. Dia memiliki
tenaga dalam tingkat tinggi. Buktinya, sanggup menahan tekanan kakiku! "
Datuk sipatoka batuk-batuk beberapa kali lalu turunkan kakinya. " Anak muda
aneh. Coba terangkan siapa dirimu. Mengapa memilih mati daripada hidup. Lalu aku
juga kepingin tahu mengapa keadaanmu seperti ini. Kurasa setan di neraka pun
tidak seseram dan seburuk dirimu ini! "
Orang yang ditanya memandang ke dasar jurang lalu pandangannya ditujukan pada
dirinya sendiri.
Setelah itu diangkatnya kepalanya berpaling pada Datuk Sipatoka. " Namaku
Sandaka. Aku manusia sesat yang jatuh ke tangan Dewi Ular. Menjadi budak nafsu
dan budak kekuasaannya. Dia ingin menguasai dunia persilatan dengan memperalat
diriku... "
Datuk Sipatoka manggut-manggut beberapa kali. Lalu dia tertawa. " Kalau kau
dijadikan budak nafsu itu pasti enak ya"! Ha... ha... ha...! "
Meski diejek, Sandaka diam saja.
" Kalau kau diperalat untuk mendapatkan kekuasaan tertinggi di rimba persialatan
berarti kau Page 13
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
memiliki kepandaian luar biasa. Aku memang pernah mendengar nama Dewi Ular. Jadi
kau orangnya yang diperalat untuk membunuh beberapa tokoh persilatan... "
" Lebih jahat dan keji dari itu. Dia juga menyuruhku membunuh kekasih, calon
istriku. Dia juga yang memerintahkan aku membunuh guruku Eyang Gusti Kelud
Agung... "
" Astaga! Kau rupanya tak kepalang sesat! Tapi mengapa semua itu mau saja kau
lakukan"! "
tanya Datuk Sipatoka.
" Aku terjebak! Masuk dalam perangkapnya setelah darahku tercemar oleh racun
jahat yang ada dalam cairan tubuhnya... "
" Gila! Baru sekali ini kudengar yang seperti ini! " seru Datuk Sipatoka. "
Mengapa kau jatuhkan diri ke dalam jurang" Mengapa sengaja mencari mati" Siapa
yang memantek tubuhmu dengan paku seperti ini" Lalu kulihat ada paku aneh
berwarna kuning pada kepala kemaluanmu! "
" Panjang ceritanya... Biar kujelaskan singkat-singkat saja, " jawab Sandaka. "
Aku memilih mati karena merasa tak ada guna lagi hidup. Dosaku sedalam lautan
setinggi puncak Merapi. Aku menganggap kalaupun aku mati, aku bisa mati dengan
puas. Karena sebelumnya aku berhasil membunuh Dewi Ular dan menendangnya masuk
ke dalam jurang... "
" Ah! Tadi aku mendengar jeritan perempuan. Aku juga melihat ada sosok tubuh
jatuh. Jadi Dewi Ular sudah tamat riwayatnya... "
Sandaka mengangguk.
" Kau belum menceritakan mengapa kepala, muka dan sekujur tubuhmu sampai ke kaki
dipantek dengan paku seperti ini... "
" Seorang sakti bernama Datuk Bululawang yang melakukannya. Paku-paku ini bukan
paku sembarangan. Berjumlah tigapuluh dan terbuat dari baja putih murni! Datuk
Bululawang melakukannya karena dengan paku-paku ini dia sanggup melumpuhkan
sekaligus menguasai diriku! Maksudnya sama kejinya dengan tujuan Dewi Ular.
Ingin memperalat diriku untuk menguasai dunia persilatan. Tapi tidak kesampaian.
Beberapa tokoh silat menghajarnya sampai babak belur. Keadaannya entah mati
entah masih hidup. Kusumpahi agar dia memang sudah jadi bangkai saat ini! "
Datuk Sipatoka geleng-geleng kepala. " Makin tua umur dunia ini makin macam-
macam keanehan terjadi! " Dia memandang ke bawah perut Sandaka. " Paku berwarna
kuning itu... " katanya seraya menunjuk pada bagian tubuh Sandaka sebelah bawah
yang tersingkap. " Kelihatannya buka paku biasa... Sinarnya sinar logam murni...
" " Ini paku emas. Paku yang membuat diriku bersih dari racun jahat cairan Dewi
Ular. Sekaligus membuat musnahnya ilmu kesaktian yang kudapat darinya... "
" Apakah Datuk Bululawang juga yang menancapkan paku emas itu di alatmu" "
Sandaka menggeleng. " Seorang pemuda sakti bergelar Pendekar 212 yang
melakukan... "
" Dia bukan pemuda sembarangan... "
Page 14 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sandaka mengangguk. " Dia memiliki senjata mustika berupa kapak bermata dua.
Dengan senjata itu aku mencabik-cabik tubuh Dewi Ular. Aku merasa seperti
berhutang budi padanya... Hanya sayang aku tidak memiliki ilmu kesaktian lagi. "
" Kau masih mempunyai dasar tenaga dalam yang hebat Sandaka. Aku... Hemmm... "
Datuk Sipatoka usap-usap kepala botaknya yang berwarna biru.
Sebelumnya, Sandaka memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang ada di benak
seseorang. Namun setelah tubuhnya ditancapi paku emas, kemampuan itu ikut lenyap bersama
musnahnya kesaktian yang didapatnya dari Dewi Ular.
" Kau masih muda. Memiliki dasar ilmu silat yang jarang dimiliki orang lain.
Dengar Sandaka, aku akan menggemblengmu di tempat ini. Kelak kau akan jadi
pendekar hebat kembali, walau tidak sehebat ketika kau berada di bawah pengaruh
Dewi Ular. Kalau itu kejadian. aku butuh bantuanmu untuk menghadapai
seseorang... "
" Kau punya musuh besar rupanya. Siapa dirimu kalau aku boleh tahu" Siapa pula
yang jadi musuhmu" " tanya Sandaka.
" Aku dipanggil orang dengan sebutan Datuk Sipatoka. Nama yang hampir tidak
dikenal dalam dunia persilatan. Tapi ketahuilah. Sebagian rimba persilatan saat
ini sudah ada dalam tanganku... Aku hanya menunggu waktu dan menyingkirkan
seorang nenek gendut sialan yang mendekam di sisi jurang sebelah barat. Namanya
Kunti Rao, bergelar Iblis Daun Setan. Nah sekarang apakah kau masih ingin bunuh
diri" "
" Kau telah tolong menyelamatkan diriku dari kematian. Walau aku masih merasa
tidak ada gunanya hidup, namun mengingat budi baikmu aku bersedia membantumu
menghadapi Iblis Daun Setan. Tapi... apa aku bisa menjadi pendekar hebat seperti
yang kau bilang" "
" Jangan khawatir Sandaka. Aku akan buktikan dan nanti kau akan lihat sendiri
hasilnya! " jawab Datuk Siptoka seraya tepuk-tepuk bahu pemuda itu. Sambil
menepuk dia kerahkan tenaga dalamnya.
Tubuh Sandaka seperti diguncang tapi tetap duduk tersandar. Orang lain mungkin
sudah terjerembab roboh.
Datuk Sipatoka menyeringai. Diam-diam dia merasa gembira mendapatkan pemuda ini.
" Satu hal yang harus segera kau lakukan Sandaka, cepat cabut paku emas yang
menancap di kemaluanmu itu! "
Sandaka ulurkan tangan kanannya. Jari-jarinya mencengekeram kepala paku emas.
Terasa sangat panas. Pemuda ini kerahkan tenaga. Sekali tarik saja paku emas itu
tercabut dari tempatnya menancap.
Bersamaan dengan itu secara aneh paku yang tadinya berwarna kuning berubah
menjadi hitam. " Racun jahat benar-benar telah terkuras habis dari tubuhmu. Buktinya paku emas
telah berubah hitam. Tidak beda seperti paku besi biasa... " kata Datuk Sipatoka
pula. Sandaka tarik nafas panjang lalu berkata, " Satu paku berhasil dicabut.
Tigapuluh lagi masih menancap di kepala, muka dan tubuhku. Apakah bisa
kusingkirkan dengan jalan mencabutnya datuk" "
" Jangan terlalu berani bertindak anak muda. Paku-paku itu bukan benda
sembarangan. Lagipula kulihat menancap sampai jauh di dalam tubuhmu. Ada saatnya benda-benda
itu bisa kita singkirkan. Kelak kalau sepasang keris sakti di dasar jurang itu
sudah kumiliki, mencabut paku-paku celaka itu hanya satu urusan gampang seperti
membalik telapak tangan... "
Page 15 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Sepasang keris sakti di dalam jurang" Datuk, apa maksudmu" "
" Pertanyaanmu tidak akan kujawab sekarang. Harap kau bersabar sampai aku merasa
tiba saatnya untuk menerangkan padamu... " jawab Datuk Sipatoka.
Bagaimana kisah Dewi Ular dan Sandaka jatuh lalu masuk jurang batu pualam, kita
kembali dulu pada apa yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Seperti dituturkan
dalam episode I (Dendam Manusia Paku) Dewi Ular mengajak Pendekar 212 Wiro
Sableng ke tempat kediamannya, yakni sebuah bangunan terbuat dari batu pualam
terletak di lereng bebukitan batu. Tepat di depan bangunan terhampar sebuah
jurang yang menurut pandangan mata dalamnya sekitar enampuluh kaki. Tetapi
sebenarnya jurang ini memiliki kedalamannya lebih dari seratus duapuluh kaki.
Di bangunan batu pualam, Dewi Ular sengaja memancing murid Eyang Sinto Gendeng
untuk membuktikan kejantanannya. Sebaliknya, kesempatan ini digunakan oleh Wiro
untuk menancapkan paku emas ke pusar perempuan itu. Begitu paku menghujam dalam
ke pusar Dewi Ular, serta merta ilmu kesaktian perempuan yang dianggap setengah
manusia setengah iblis ini menjadi punah.
Walaupun demikian ketika Wiro bertindak lengah Dewi Ular berhasil menendang
perut sang pendekar.
Selagi dia terkapar, Dewi Ular berusaha mengambil Kapak Maut Naga Geni 212 milik
Wiro yang terjatuh di lantai bangunan. Saat itulah Sandaka si manusia paku tiba-
tiba muncul di tempat itu. Dia berhasil menguasai senjata mustika. Dengan kapak
sakti ini dia kemudian membabat tubuh Dewi Ular dua kali berturut-turut hingga
luka besar mengerikan terkuak di bahu kiri dan dada perempuan itu.
Dalam keadaan luka parah bersimbah darah, di tepi jurang Dewi Ular berusaha
minta pertolongan Wiro.
Namun Sandaka bertindak lebih cepat. Sekali tendang saja tubuh perempuan itu
terpental dan jatuh ke dalam jurang. Setelah jeritan Dewi Ular lenyap di dalam
jurang, kesunyian mengerikan menggantung di tempat itu. Sandaka mengembalikan
kapak sakti ke Wiro, lalu memutar tubuh melangkah ke tepi jurang.
Wiro cepat menangkap apa yang ada di kepala pemuda itu. Dia mengejar tapi
terlambat. Sandaka lebih dulu menjatuhkan dirinya ke dalam jurang batu pualam.
Selagi Wiro tegak termangu-mangu di tepi jurang, tiba-tiba muncullah seorang
penunggang kuda yang berpakaian serba ungu yang ternyata adalah Anggini, murid
Dewa Tuak. Setelah tahu apa yang terjadi, Anggini yang merasa keadaannya seolah-
olah terkatung-katung karena baik Wiro maupun Eyang Sinto Gendeng sebegitu jauh
tidak memberikan tanda-tanda kepastian mengenai perjodohan mereka memandang ke
Wiro Sableng 082 Dewi Ular di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langit. Udara kelihatan mendung berat.
" Satu malapetaka besar telah lewat... " berucap Anggini. Dia masih memandang ke
langit di atasnya.
" Sebentar lagi agaknya akan turun hujan lebat. Kita harus segera meninggalkan
tempat ini Wiro... "
" Kau pergilah duluan. Di kaki bukit batu tak jauh dari ujung jalan ada sebuah
dangau. Tunggu aku di sana ... "
" Kuda ini cukup kuat untuk kita tunggangi berdua... " ujar sang dara pula.
Wiro tersenyum. " Agaknya rasa jengkelnya terhadapku sudah lenyap. Hemmm...
kalau begini tanpa disadarinya dia menunjukkan sikap baik dan mesra... "
membatin murid Sinto Gendeng. Lalu pada Anggini dia berkata. " Kau lihat
sendiri, badan dan pakaianku kotor. Kau berangkat saja duluan, nanti aku
menyusul... "
Anggini mengangguk. " Kulihat badan dan pakaianmu memang kotor. Dari mana kau
dapat Page 16 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
pakaian aneh itu" Mau-mauan memakai pakaian perempuan... "
" Hanya pakaian ini yang kutemui ketika berhasil keluar dari sarang Dewi Ular,
setelah guruku Eyang Sinto Gendeng menghancurkan tempat itu... "
" Pakaianmu boleh aneh dan kotor. Namun satu hal aku tahu... hatimu bersih... "
Wiro tertawa lebar. " Untuk pujian itu aku akan pergi bersamamu sampai di mana
pun juga! " lalu Pendekar 212 Wiro Sableng melompat ke atas kuda, duduk di
belakang Anggini.
Hanya beberapa saat saja setelah sepasang muda-mudi itu meninggalkan tepi jurang
dan mulai menuruini lereng bukit, dari balik sebuah batu besar seorang lelaki
separuh baya, berpakaian ringkas warna hijau dean sebilah pedang pendek tersisip
di pinggangnya cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Agaknya ia tidak sempat
melihat kejadian jatuhnya Dewi Ular dan Sandaka ke dalam jurang. Bilamana dia
mampu menyelinap di balik batu besar tanpa Pendekar 212 Wiro Sableng maupun
Anggini mengetahui, jelas lelaki berpakaian hijau ini memiliki kepandaian
tinggi. Orang ini menyelinap di antara batu-batu besar di bebukitan hingga akhirnya
sampai di satu tempat yang agak rata. Di tempat ini kelihatan sembilan orang
tegak mengelilingi sebuah tandu. Delapan di antaranya mengenakan pakaian
prajurit kerajaan. Mereka bertugas sebagai pengusung tandu secara bergantaian.
Orang kesembilan adalah seorang tua berjanggut dan berambut kelabu. Tidak
seperti yang lainnya, orang tua ini kelihatan asyik membaca sebuah kitab
bertuliskan huruf-huruf kuno. Melihat bentuk dan warna kitab tersebut agaknya
berusia puluhan tahun.
Di atas tandu beratap ijuk, duduk seorang lelaki bermuka pucat mengenakan jubah
mewah berwarna merah pekat. Pada dada kirinya tersemat sebentuk hiasan emas
berupa lambang agung keraton. Delapan orang prajurit dan dan orang yang duduk di
atas tandu segera berpaling begitu lelaki berpedang muncul.
Sebaliknya, orang tua berambut kelabu terus saja membaca kitab sambil berdiri
seolah tidak memperdulikan keadaan dan orang-orang sekitarnya.
Lelaki berpedang dan berpakaian ringkas hijau menjura di hadapan orang yang
duduk di atas tandu. "
Pangeran Ipong Nalakudra, saya datang memberi laporan. "
Ternyata lelaki bermuka pucat berpakaian merah pekat itu adalah seorang
pangeran. Dia anggukkan kepala lalu berkata. " Beritahu hasil pengintaianmu... "
Lodaya Surakali, lelaki separuh baya segera menjawab. " Murid nenek sakti Sinto
Gendeng dan murid kakek berjuluk Dewa Tuak itu memang benar saya lihat berada di
dekat jurang batu pualam. Tak lama saya sampai di sana mereka segera berlalu.
Saya menaruh syak wasangka penuh keduanya memang mengetahui kalau sepasang keris
Nagasona terpendam di dasar jurang.
Mereka pergi begitu saja pertanda belum saatnya mereka turun ke dalam jurang
guna mengambil kedua keris sakti tersebut... "
" Atau mungkin mereka pergi karena diam-diam sudah mengetahui kahadiranmu di
tempat itu. Mereka pergi hanya sekadar berpura-pura... " kata Pangeran Ipong Nalakudra.
Lelaki berpedang gelengkan kepala. " Saya dengar mereka bicara hendak pergi ke
satu tempat. "
" Jadi kau tahu ke mana mereka pergi" " tanya sang pengeran.
" Mereka pergi ke sebuah dangau di kaki bukit. Saya yakin keduanya hendak
bermesraan di Page 17
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
tempat itu... "
Pangeran Ipong Nalakudra tersenyum. Sesaat mukanya yang pucat tampak kemerahan.
" Bagaimana kau bisa yakin mereka hendak bermesraan" "
" Saya tahu, antara keduanya terjalin hubungan khusus sejak lama. Dangau di kaki
bukit satu tempat sepi. Perlu apa sepasang muda-mudi pergi ke sana kalau bukan
hendak bercumbu" "
" Lalu apa yang hendak kau lakukan kini Lodaya" Kita sudah melakukan perjalanan
hampir lima hari. Tubuhku sangat letih. Kurasa semua orang yang ada di sini juga
sudah kecapaian! "
" Saya mengerti pangeran. Kalau pangeran suka, harap kembali saja ke kotaraja.
Saya akan melanjutkan pengintaian seorang diri sampai akhirnya mengetahui kapan
mereka akan turun ke jurang batu pualam mengambil dua keris sakti itu. "
" Ingat Lodaya, mereka tidak boleh lepas. Tidak boleh lolos! Kalau mereka
berhasil mendapatkan sepasang senjata mustika itu dan kau tidak berhasil
merampasnya, berarti aku akan cacat seumur hidup! Dan kegagalanmu itu harus kau
bayar mahal Lodaya! "
" Saya tahu betul Pangeran Ipong, " jawab Lodaya Surakali. " Percayalah, mereka
tak akan lolos dari tangan saya... "
Orang tua berjanggut dan berambut kelabu di samping tandu yang masih asyik
membaca kitab tua batuk-batuk beberapa kali. Pangeran muka pucat berpaling pada
si orang tua. Begitu juga yang lainnya, termasuk Lodaya.
" Ki Sepuh Dulantara, " menegur Pangeran Ipong. " Dari tadi kau berdiam diri
saja. Apa sekarang ada yang hendak kau katakan" "
Orang tua itu membungkukkan badannya sedikit pada Pangeran Ipong Nalakudra. "
Pangeran, saya mana berani bicara kalau tidak diminta. Saat ini saya hanya akan
membaca apa yang tertulis dalam Kitab Seribu Petunjuk Kuna ini. " si orang tua
arahkan pandangannya pada kitab yang dipegangnya. Lalu dia mulai membaca.
" Bilamana Bintang Kelimukus muncul di langit malam, itulah satu pertanda
terbukanya satu rahasia besar mengenai sepasang keris sakti berusia lebih dari dua abad
terpendam di dasar jurang batu pualam, di satu tempat di mana tidak sembarang orang bisa
mengetahui. Air mendidih di dasar jurang akan surut dan kering secara ajaib. Di antara dua
celah batu runcing akan kelihatan dua sinar mencuat ke atas menembus tanah dan bebatuan.
Sinar merah kehitaman berasal dari keris jantan. Sinar kuning kehitaman itulah dari
keris betina. Barang siapa menguasai kedua keris itu, maka dia akan menjadi raja diraja ilmu
pengobatan, akan menjadi raja diraja dunia persilatan. Pertanyaan kini kapan dan siapa yang
tahu saat munculnya Bintang Kelimukus yang konon hanya memperlihatkan diri di langit
sebelah tenggara sekali dalam tujuhpuluh tahun. Petunjuk dalam buku ini tidak akan ada
artinya kalau manusia tidak mempergunakan akal. Karena itu... "
Bacaan Ki Sepuh Dulantara belum selesai, tiba-tiba di langit yang saat itu gelap
oleh awan mendung berkiblat cahaya kilat, disusul menggelegarnya guntur. Bukit
batu itu bergetar keras. Selagi semua orang yang ada di situ terbalut oleh kejut
dan rasa ngeri, tiba-tiba di saat yang bersamaan berkelebat satu bayangan
disertai suara mendesis keras. Selarik asap kuning menyambar kearah orang tua
berambut dan berjanggut kelabu itu.
Page 18 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sebagai orang berkepandaian tinggi dan memiliki segudang pengalaman, Ki Sepuh
Dulantara maklum kalau asap kuning yang menyambar ke arahnya mengandung racun
jahat. Cepat orang tua ini menyingkir ke kiri. Tangan kanannya menghantam ke
depan. Selarik angin dahsyat menderu. Asap kuning langsung buyar berantakan.
Namun saat itu pula terdengar seruan Ki Sepuh Dulantara. Kitab Seribu Petunjuk
Kuna terlepas dari tangannya. Salah satu halamannya robek. Seseorang telah
merampas kitab yang sangat berharga itu!
Dalam kejut yang amat sangat Ki Sepuh Dulantara, Lodaya Surakali dan Pangeran
Tusuk Kondai Pusaka 6 Mahesa Edan 2 Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa Kesatria Baju Putih 18
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
PENDEKAR 212 WIRO SABLENG
EPISODE DEWI ULAR
BAB I PEREMPUAN berambut merah acak-acakan bertubuh gemuk yang duduk terkantuk-kantuk
di depan goa batu perlahan-lahan buka kedua matanya. Bagaimanapun dia
membesarkan, tetap saja kedua mata itu sipit hampir merupakan dua garis
melintang di wajahnya yang gembrot. Pakaian yang melekat di tubuhnya jelas aneh
karena terbuat dari susunan daun lontar berbentuk jubah. Dia sibakkan rambut
yang menutupi telinga kirinya. Ternyata telinga ini diganduli sebuah anting
besar. Sesaat tampak daun telinga itu bergerak-gerak dan anting yang mencantel
di situ ikut bergoyang-goyang.
Kalau tadi si gemuk ini hanya duduk menjelepok di dekat pintu goa, kini dia
bangkit mencangkung.
Tangan kiri dimelintangkan di atas kening. Sepasang matanya yang sipit memandang
tajam ke depan. "
Ujudnya belum kelihatan tapi suaranya sudah masuk ke telingaku. Untung aku belum
tuli. Hik...hik...hik! Suara apa itu"! " perempuan gemuk itu menduga-duga.
Dia menghirup udara di jurang dalam-dalam. " Hemmm.... bau itu...! Aku kenal
betul bau itu! Rupanya si keparat itu sudah berhasil! Dia hendak menggasakku dengan binatang-
binatang peliharaannya itu! Dikiranya aku tidak siap! Percuma selama tiga bulan
ini aku memata-matainya. Sipatoka! Kau boleh menyerangku. Kau boleh mengeluarkan
semua kepandaianmu. Aku akan menyambut dengan segala senang hati! Hik ... hik...
hik...! " Dari balik jubah daunnya perempuan ini keluarkan satu benda berwarna coklat
gelap kemerahan.
Ternyata buah manggis hutan. Sekali remas saja manggis itu hancur. Isinya yang
putih langsung digeragot.
Kulit buah manggis yang sudah lumat itu kemudian digosokkannya ke muka hingga
wajahnya jadi berselemotan merah coklat tak karuan.
" Sipatoka! Sebentar lagi kau akan tahu siapa diriku! Ini kali kesembilan kau
menyerangku! Sebelumnya kau empat kali kalah empat kali menang. Tapi sekali ini kau boleh
menggigit jari karena aku yang bakal keluar sebagai pemenang! Hik... hik...! Aku
sudah tahu dengan apa kau hendak menyerang! Aku sudah siap dengan senjata
penangkal! Hik... hik... hik...! "
Sementara itu dari arah barat jurang semakin jelas terdengar suara aneh tadi.
Suara ini seperti suara sayap yang mengepak disertai suara menggembor terus
menerus. Perempuan gemuk masih memandang tajam ke depan. Pada saat itulah tiba-
tiba ada suara menggema dari sebelah barat.
" Kunti Rao! Apakah kau sudah siap menerima seranganku"! "
Page 1 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Perempuan di depan goa yang terletak di dinding jurang sebelah timur mendengus
lalu menjawab dengan berteriak. " Aku sudah siap sejak tiga bulan lalu datuk
celaka! " " Ha ... ha... ha...! Kalau begitu saat-saat kematianmu sudah di depan mata!
Daging tubuhmu sebentar lagi akan dicongkel hingga hanya tinggal tulang belulang
alias tengkorak hidup! "
Perempuan gemuk di depan jurang batu sebelah timur kembali mendengus. Di sebelah
barat dia mulai bisa melihat sosok-sosok hitam melesat di udara, bergerak ke
arah dinding jurang di mana dia berada.
Jumlahnya banyak sekali, tak kurang dari seratus ekor.
" Datuk keparat! Kau akan lihat bagaimana aku mengerjai binatang peliharaanmu
itu! " perempuan gemuk yang dipanggil dengan nama Kunti Rao itu memutar tubuhnya. Walau
berbobot hampir 150 kati, tapi gerakannya kelihatan cepat dan tak bersuara.
Sosoknya lenyap dalam goa. Sesaat kemudian kelihatan dia keluar membawa dua buah
kayu besar. Puluhan, mungkin ratusan ekor lebah coklat berkepala hitam
mengerumun bergelantung di dua kayu besar itu. Setiap lebah mengeluarkan suara
menggeru. Bayangkan kalau ratusan ekor mengeluarkan suara itu secara
berbarengan. Bisingnya seperti mau merobek gendang-gendang telinga!
Di depan mulut goa si gemuk Kunti Rao angkat dua kayu besar tinggi-tinggi lalu
berteriak. " Datuk Sipatoka! Aku sudah siap! Mana kecoak-kecoak peliharaanmu
itu! " Dari arah barat terdengar suara tawa bergelak. " Mereka sudah di depan hidungmu
Kunti Rao! Apa matamu buta" "
Baru saja gema suara lelaki itu menghilang, di jurusan barat sosok-sosok hitam
yang melesat di udara semakin dekat dan jelas wujudnya. Ternyata benda-benda ini
adalah kelelawar berbentuk aneh. Bagian tubuhnya berwarna hitam legam, namun
kepalanya berwarna putih. Sepasang mata berwarna merah.
Binatang ini memiliki kuku-kuku panjang sangat runcing. Ujung sayapnya pipih
tajam tak ubah seperti mata pisau, sementara moncongnya lancip seperti ujung
tombak. " Kau sudah melihat Kunti" Atau matamu yang sipit itu memang sudah buta"! "
orang lelaki di dinding jurang sebelah barat berteriak.
" Aku sudah melihat! Tadinya kukira kecoak busuk! Tak tahunya hanya kutu-kutu
busuk yang kau kirimkan padaku! " jawab Kunti Rao.
" Bagus kau sudah melihat! Sebentar lagi kau rasakan bagaimana kutu-kutu busuk
itu akan menggerogoti dagingmu yang empuk! "
Dari arah barat ada satu gelombang angin menderu. Tiupan angin ini membuat
kelelawar-kelelawar hitam berkepala putih seperti didorong keras hingga dalam
waktu sesaat saja binatang itu sudah mencapai dinding sebelah timur jurang,
langsung menyerang Kunti Rao. Perempuan gemuk berambut merah acak-acakan ini
keluarkan jeritan keras lalu meniup kuat-kuat pada dua batang kayu yang
dipegangnya. " Piup...! Piup...! "
" Werrrr! Werrrr! "
Ratusan lebah yang mendekap pada dua batang kayu menghambur terbang terus
menyerbu ke arah puluhan kelelawar yang datang menyerang dengan mengeluarkan
suara menggidikkan serta menebar bau busuk, menyesakkan jalan pernafasan!
Page 2 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sesaat kemudian berlangsunglah satu hal hebat yang tidak pernah kejadian
sebelumnya. Puluhan kelelawar kepala putih berkelahi melawan ratusan lebah
berkepala hitam! Jurang batu menjadi bising oleh suara kepak sayap dua jenis
binatang itu. Ditambah pula dengan suara cicit menggidikkan yang keluar dari
mulut puluhan kelelawar serta suara menggeru tak berkeputusan yang dibuat oleh
ratusan lebah membuat suasana di jurang batu benar-benar mengerikan.
Meskipun kelelawar-kelelawar itu memiliki tubuh lebih besar, hantaman sayap yang
deras dan berbahaya, serta kuku-kuku runcing ditambah moncong yang bisa membuat
gerakan mamtuk cepat sekali, namun menghadapi ratusan lebah milik Kunti Rao
boleh dikatakan mereka tidak berdaya. Bukan saja jumlah lebah lebih banyak, tapi
binatang bertubuh kecil ini mampu bergerak lebih gesit hingga sanggup mengelak
serangan lawan sekaligus balas menyerang dengan ganas.
Suara cicit kelelawar terdengar riuh. Satu demi satu binatang-binatang itu
menggelepar lalu melayang jatuh ke dasar jurang. Perempuan gemuk bernama Kunti
Rao tertawa panjang. Seperti anak kecil dia berjingkrak-jingkrak sambil
bertepuk-tepuk tangan!
" Datuk celaka! Sekarang baru tahu rasa! Kau tentunya tidak tuli mendengar
binatang-binatang yang kau andalkan menjerit meregang nyawa. Kau tentunya juga
tidak buta menyaksikan bagaimana mereka jatuh mampus ke dasar jurang! Hik ...
hik... hik...! "
" Perempuan gendut sialan! Jangan cepat-cepat bersuka hati! Lihat ke udara! "
terdengar teriakan jawaban dari arah barat. Lalu di udara muncul dua kelelawar
besar, satu jantan satu betina. Kunti Rao sebentar terkesiap. " Ini pasti dua
biangnya. Lebih besar lebih seram! Tapi siapa takut! "
Dua kelelawar menukik menyerang. Satu dari kiri yang lainnya dari kanan. Kunti
Rao tamengi diri dengan dua batang kayu besar. patukan kelelawar jantan menancap
di bantang kayu di tangan kiri Kunti Rao, sedang sambaran kepak kelelawar
satunya yang tak ubahnya seperti sambaran pisau tajam lewat di atas kepala
perempuan gemuk itu, tapi masih sempat memapas sedikit rambut perahnya. Si gemuk
ini sempat terpekik kecil.
Disebelah barat terdengar suara tawa orang bernama Sipatoka." Sekarang rasakan
olehmu! " " Kelelawar jahanam! Sebentar lagi kupecahkan kepalamu! " teriak Kunti Rao
marah. Saat itu kelelawar jantan kembali datang menyerbu. Kunti Rao merunduk. Tangan
kirinya bergerak.
Kayu besar dilemparkan. " Praakkk! " Kayu menghantam telak kepala kelelawar
jantan itu. Cicitan binatang ini terputus. Tubuhnya melayang jatuh ke bawah
jurang dengan kepala hancur.
Di udara, kelelawar betina melengking keras. Rupanya marah sekali melihat
kematian jantannya. Dia tadi yang berhasil memapas rambut Kunti Rao. Binatang
ini berputar tiga kali di udara lalu menukik.
Kelihatannya dii seperti hendak menyerang dengan mematuk ke atas batok kepala
musuh. Tapi sewaktu Kunti Rao mengelak sambil hantamkan kayu di tangan kanannya,
kelelawar ini membuat gerakan membalik. Di lain kejab tubuhnya berputar seperti
baling-baling, dua sayapnya laksana golok pendek membabat ke arah leher Kunti
Rao. Kunti Rao keluarkan suara garang. Dia membuat gerakan jatuhkan diri. Dalam
keadaan setengah berlutut dia pergunakan kayu besar di tangan kanan untuk
menangkis lindungi diri. " Blaakkk! Craasss! "
Kayu besar di tangan perempuan gemuk itu terbabat putus!
Page 3 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Binatang sialan! " maki Kunti Rao. Sisa potongan kayu dilemparkannya ke arah
kelelawar betina.
Binatang ini melayang turun. Bukan saja dia berhasil mengelakkan hantaman kayu,
tapi secepat kilat dia kembali menyambar ke arah Kunti Rao.
" Binatang celaka! Kau membuat aku kehabisan sabar! " kertak Kunti Rao. Dua
tangannya bergerak mencabut dua buah daun yang merupakan pakaiannya. Kelelawar
betina datang. Dua lembar daun melesat ke udara.
" Craasss! Craasss! "
Daun pertama menancap di dada kelelawar betina. Daun kedua memapas lehernya.
Darah menyembur.
Binatang ini keluarkan jeritan aneh yang keras. Hebatnya, dalam keadaan sekarat
dia masih berusaha mengejar ke arah Kunti Rao. Namun sekali menghantamkan tangan
kirinya, kelelawar betina itu terlempar jauh ke arah dinding barat jurang dan
jatuh di depan kaki seorang kakek yang saat itu tengah melangkah mondar-mandir
di depan sebuah goa.
" Jahanam! Kelelawarku mati semua! " orang ini kepalkan kedua tangannya dan
hentakkan kaki kanan hingga bebatuan di jurang itu bergetar.
" Datuk Sipatoka! Apa sekarang kau malu mengakui kekalahan"! "
" Perempuan keparat! " maki sang datuk begitu didengarnya suara Kunti Rao dari
arah timur. " Jangan buru-buru merasa menang dajal gendut! "
" Hik...hik...! Kenyataannya memang begitu Datuk! Kau menang empat kali, aku
lima kali dengan ini Apa otakmu sudah tumpul hingga tidak bisa berhitung lagi"!
Hik... hik... hik...!"
" Kau akan terima pembalasan dariku Kunti Rao! Sekalipun sampai seratus tahun
aku akan mendekam di sini sampai akhirnya kau mampus di tanganku! "
" Huh takaburnya! " ejek perempuan gemuk. Dia mendongak ke atas memandang ke
arah puluhan lebah yang masih terbang berputar-putar di dalam jurang, lalu
bertepuk beberapa kali. " Lebah-lebahku!
Kalian menjalankan tugas dengan baik! Aku berterima kasih! Tugas sudah selesai.
Mulai saat ini kalian bukan peliharaanku lagi! Sekarang kalian bebas mau pergi
ke mana saja! Tapi ingat, setiap aku memerlukan kalian, jangan terlambat datang!
" habis berkata begitu si gemuk bertepuk terus menerus.
" Werrr... werrr.... werrr....! " ratusan lebah berputar-putar di atas kepala si
gemuk lalu melesat ke atas jurang. Kunti Rao baru berhenti bertepuk begitu semua
lebah lenyap dari pandangannya.
Kunti Rao menyeringai. Dia memandang ke arah barat. Di kejauhan, samar-samar di
balik kabut yang kini mulai mengambang di jurang dilihatnya sosok Datuk Sipatoka
melangkah mondar-mandir di depan mulut goa. Kunti Rao tertawa. Mulutnya berucap.
" Rasakan olehmu! Sekarang baru tahu rasa!
Dikiranya bakalan bisa menguasai jurang batu pualam ini! Huh! Tua bangka tak
tahu diuntung! Selama aku masih bercokol di sini jangan harap jurang ini akan jadi wilayah
kekuasaanmu! Apalagi mau menguasai dunia persilatan! Hik... hik... hik...! "
Sementara itu di lereng jurang sebelah barat, seorang kakek melangkah mondar-
mandir sabil tiada hentinya memukuli sendiri kepalanya yang botak dan berwarna
biru. " Lima bulan aku menyusun rencana! Mengajar binatang-binatang itu!
Ternyata semua mati percuma! Apalagi yang bisa kulakukan Page 4
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
agar bisa menyingkirkan perempuan itu dari jurang sebelah timur! Bukan! Bukan
cuma menyingkirkan!
Tapi membunuhnya! Kalau dia masih hidup berarti bahaya besar bagiku!"
" Datuk Sipatoka! " tiba-tiba menggema seruan Kunti Rao dari arah barat.
" Kuda nil rambut merah! Apa lagi maumu"! " maki Datuk Sipatoka menyebut Kunti
Rao yang memang gemuk dan berambut merah.
" Sesudah kalah, apa kau masih terlalu kikir dan sombong untuk berbagi rezeki
denganku"! "
" Sampai matipun aku tidak mau berbagai rezeki dengan kau! "
" Aha! Bintang Kalimukus akan muncul tak lama lagi! Petunjuk di mana letak
sepasang senjata pusaka itu akan segera muncul! Jika kau tak mau membagi rezeki,
berarti dua senjata akan jadi milikku sendiri! "
" Kau tak akan mampu memiliki semua! Kau tahu itu! "
" Siapa bilang tidak mampu! Yang jelas kau pasti akan menyesal! Hik ... hik...
hik...! " " Manusia sialan! Pergilah ke neraka! " teriak Datuk Sipatoka marah.
" Kalau aku ke neraka, pasti aku tidak lupa membawamu datuk! Dan kau akan jalan
duluan di depanku! Hik ... hik... hik...! " ejek Kunti Rao.
" Perempuan setan! Makan tanganku ini! " teriak Datuk Sipatoka, lalu tangan
kanannya menyembul di balik lengan jubah kuning.
" Wuttt! " serangkum angin menderu. Di sebelah timur, Kunti Rao melihat ada
kilatan cahaya kuning menyambar dan datang ke arahnya cepat sekali. " Wow! Ilmu
yang sudah tidak laku masih diperlihatkan! " ejek perempuan itu. Lalu dia angkat
tangan kanannya ke atas. Telapak diputarsentakkan.
" Bettt! Bettt! " dua larik pukulan sakti tanpa warna menggemuruh, menyambut
sambaran sinar kuning dari kiri kanan.
" Bessss! Dessss! "
Sinar kuning mental dan buyar hanya satu tombak di depan Kunti Rao. Perempuan
gemuk ini merasakan tubuhnya bergetar keras lalu tersandar ke dinding batu.
Sesaat wajahnya yang celemongan dengan kulit manggis tampak berubah.
Di dinding jurang sebelah barat Datuk Sipatoka kelihatan tegak terbungkuk-
bungkuk sambil pegangi dada. Dia jatuh berlutut dan cepat kerahkan tenaga
dalamnya guna mengatur jalan darah. Dari kepalanya yang botak biru mengepul asap
tipis. " Setan perempuan benar-benar tinggi kepandaiannya! " diam-dia si kakek harus
mengakui walaupun dengan memaki. " Tapi bagaimanapun dia tak bisa mengalahkanku
bulat-bulat! Sepasang senjata sakti di dasar jurang tak bakal jadi miliknya! Untuk sementara
biar kulupakan dirinya. Lebih baik aku meneruskan pekerjaan membuat tali itu.
Kalau sudah tiba saatnya, aku bisa dengan mudah dan cepat turun ke dasar jurang!
" Page 5 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Kunti Rao perlahan-lahan luruskan badannya yang gemuk. Dia rapikan susunan daun-
daun yang jadi pakaiannya karena dua lembar daun tadi terpaksa dicabutnya untuk
menghadapi sepasang kelelawar besar.
" Tua bangka satu itu memang tidak boleh dikasih hati. Lihat saja! Akan aku
berikan satu pelajaran telak dan mematikan padanya! "
Si gemuk memutar tubuhnya hendak masuk ke dalam jurang. Tiba-tiba dia mendengar
ada suara berdesir di atasnya. " Hah! Apa jahanam itu sudah menyerangku lagi"!
Ilmu apa pula yang dikeluarkannya! " ujar Kunti Rao seraya hentikan langkah dan
mendongak ke atas. Lalu keluarkan satu seruan keras dari mulut si gendut ini
Wiro Sableng 082 Dewi Ular di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika melihat benda apa yang melayang jatuh dari atas jurang tepat ke arahnya
disertai satu jeritan perempuan!
Dalam keadaan tercekat Kunti Rao masih sempat berteriak. " Oladalah! Tubuh
perempuan bersimbah darah! Jatuh dari atas jurang! Bagaimana ini" Akan kutangkap
atau kubiarkan saja amblas ke dasar jurang batu" "
Perempuan gemuk itu hanya bimbang sesat. Di lain kejab dia melompat ke kiri
mencari kedudukan yang tepat untuk menyambut tubuh perempuan berpakaian tipis
hijau penuh noda darah mulai dari rambut hingga kaki.
" Hup! " Kunti Rao berhasil menangkap sosok tubuh yang jatuh. " Gila! Darahya
berbau anyir busuk! "
berucap Kunti Rao. Tubuh yang berhasil ditangkapnya itu dibaringkan di atas
batu. Dia memperhatikan dengan mengeryitkan dahi penuh ngeri.
" Perempuan malang . Aku yakin kau masih muda dan berwajah cantik! Tapi mengapa
ada yang tega mencelakaimu seperti ini" Di dada dan bahumu ada luka yang begitu
besar mengepulkan asap. Lalu heh
.. benda apa itu" Paku?" Kunti Rao jongkok di samping tubuhnya. Mukanya yang
gembrot celemongan kulit manggis didekatkan ke bagian perut dan memperhatikan
tanpa berkesip. " Paku! Benar paku, "
desis Kunti Rao.
" Paku aneh. Terbuat dari emas. Menancap tepat di pusarnya. Eh, rasa-rasanya aku
pernah mendengar tentang paku emas ini. Kabarnya berasal dari daratan Tiongkok.
Memiliki kekuatan maha sakti. Mulai dari kekuatan mengobati hingga membunuh! "
Kunti Rao sibakkan rambut panjangnya yang menutupi sebagian wajahnya. " Hemm...
Benar nyatanya.
Dia memang memiliki wajah cantik. Meski berlumuran darah seperti ini. Aku tak
kenal padanya. Siapa gerangan dirinya" Mengapa bisa jatuh ke dalam jurang seperti ini. Lalu
luka-luka mengerikan di tubuhya" " Kunti Rao berpikir sejenak.
Setelah meraba urat besar di leher dan merasakan masih ada hembusan nafas dari
lubang hidungnya, Kunti Rao mendukung perempuan itu dan membawanya masuk ke
dalam goa. " Orang biasa pasti sudah meregang nyawa akibat luka begini hebat. Di
antara bau amis dan busuk darah di tubuhnya aku mencium sekilas bau harum.
Perempuan muda ini agaknya bukan perempuan sembarangan. "
Sampai di dalam goa Kunti Rao meletakkan perempuan itu di atas sebuah
pembaringan terbuat dari batu. Lalu sibuk meramu beberapa jenis obat. Sebelum
itu dia terlebih dahulu menotok tubuh di Page 6
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
beberapa tempat. Sejenis bubuk hitam ditaburkannya ke atas luka pada bahu dan
dada. Dia mengalihkan pandangan pada paku yang menancap di pusar. Sesaat Kunti
Rao merasa bimbang. Agaknya dia tak punya pilihan lain.
" Rupanya kelemahan perempuan ini ada pada pusarnya. Aku harus mencabut paku di
pusarnya itu! "
Kunti Rao ulurkan tangan kanan. Ibu jari dan telunjuk bergerak cepat mencabut
paku yang menancap di pusar. Pada saat paku tercabut, dari pusar yang berlobang
itu mengucur darah hitam sangat busuk disertai asap. Perlahan-lahan kepulan asap
hilang. Tapi begitu lenyap tiba-tiba sebuah benda melesat ke luar dari perut
lewat pusar yang bolong itu.
Kunti Rao terpekik keras dan berubah parasnya saking kagetnya. Dari pusar yang
berlobang di perut perempuan muda tidak dikenal itu melesat keluar seekor ular
hitam berkepala putih. Semula dia menyangka dirinya akan diserang. Cepat Kunti
Rao angkat tangan untuk menghantam. Tapi ditariknya tangan ketika melihat ular
itu melesat ke atas. Laksana terbang ular itu ke udara lalu lenyap menjadi asap.
" Ular jejadian..! " desis Kunti Rao. " Siapa manusia ini sebenarnya"! "
tanyanya dalam hati penuh rasa ingin tahu, lalu cepat-cepat bubuk hitam
ditaburkan dalam lobang pusar. Sedikit demi sedikit darah busuk berhenti
mengucur dan lobang bertaut kembali. Kepulan asap serta merta lenyap.
" Lobang di pusar itu tidak akan menimbulkan cacat. Tapi luka dada dan bahu
walau bisa kusembuhkan rasanya akan meninggalkan bekas sangat buruk. Kasihan
perempuan muda cantik ini.. tubuhnya akan cacat seumur hidup. Tak bakal ada
lelaki mau dengannya... "
Kunti Rao duduk di samping pembaringan batu. " Eh, apa urusanku memikirkan
perempuan ini"
Anak bukan, saudara bukan, teman juga bukan" Mati sekalipun apa peduliku" Tapi
mungkin dia bisa kumanfaatkan" Hemm... baiknya kutunggu sampai dia siuman. Harus
kuketahui siapa dia adanya. Mungkin, ah! Siapa tahu dia bisa kumanfaatkan untuk
menghadapi kakek keparat itu! "
Setelah menunggu sehari semalam, pada pagi kedua selagi Kunti Rao berada di luar
goa dia mendengar suara orang batuk-batuk. " Perempuan itu..! " kata Kunti Rao
seraya memutar tubuhnya masuk ke dalam goa.
Sesampainya di dalam, dilihatnya perempuan itu sudah duduk di pembaringan batu,
bersandar ke dinding dan batuk beberapa kali. Ketika melihat kemunculan Kunti
Rao dia cepat-cepat beringsut.
Wajahnya memancarkan sikap terkejut, takut dan mengancam.
" Kau sudah siuman rupanya. Syukurlah! " kata Kunti Rao. Perempuan di atas batu
pandangi rambut Kunti Rao yang merah acak-acakan itu, mukanya celemongan oleh
kulit manggis, tubuhnya yang gemuk gembrot dan tentunya pada keanehan jubahnya
yang terbuat dari susunan daun-daun.
" Perempuan gemuk, siapa kau" Apakah kau orang yang menolongku" Berada di mana
saat ini aku"! "
" Wah, pertanyaanmu belum-belum sudah banyak betul! " sahut Kunti Rao. "
Bagaimana kalau aku yang ganti bertanya. Siapa dirimu" Mengapa ada dua luka
besar di tubuhmu. Lalu mengapa ada paku emas di pusarmu" Apa kau jatuh sendiri
ke dalam jurang ini, apa ada yang mencelakaimu"
Mengapa bisa ada ular hitam kepala putih keluar dari dalam perutmu lewat pusar
yang kemudian lenyap menjadi asap! Apa kau manusia atau makhluk jadian" "
Page 7 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Perempuan berpakaian hijau tipis yang duduk di pembaringan batu mula-mula hendak
menyemprot marah. Namun kesadaran masuk dalam benaknya. Agak samar dan masih
sulit dia mengingat.
Dipandanginya tubuhnya. Di dada dan bahu ada luka mengering tertutup bubuk
hitam. Lalu disingkapkannya bagian perut pakaiannya. Di situ juga ada taburan
bubuk hitam yang sudah mengering, tepat di bagian pusar. Tangannya bergerak ke
kepala meraba bagian atas kening. Dia ingat biasanya di situ ada mahkota kecil.
" Paku emas..." " desisnya.
" Ya, paku emas! " kata Kunti Rao sambil memperlihatkan sebuah benda tepat di
depan wajah perempuan itu.
" Katamu paku emas. Aku melihat benda itu paku biasa. Terbuat dari besi buruk
dan hitam! "
" Heh, kau betul! Tadinya paku ini terbut dari emas. Sewaktu masih menancap di
pusarmu paku ini masih berwarna kuning emas asli. Tapi begitu kecabut bentuknya
berubah menjadi hitam.
Pertanda paku ini penuh dengan kekuatan hitam yang tersedot dari dalam tubuhmu!
" Lama perempuan di atas pembaringan itu terpana mendengar keterangan Kunti Rao. "
Kau telah menolongku, aku musti berterima kasih kepadamu, " dia cepat membungkuk
tapi Kunti Rao mencegah. " Saudari aku... "
Kunti Rao tertawa tergelak-gelak hingga sekujur tubuhnya yang gemuk tergoncang-
goncang. " Ada apa" kenapa kau tertawa" Apakah ada sesuatu yang lucu dari diriku?"
" Perempuan muda kau dengar baik-baik. Kau tak pantas memanggilku dengan sebutan
saudari. Karena kau pantas jadi cucuku. Panggil aku nenek! "
" Aku pantas jadi cucumu dan aku harus memanggil nenek" "
" Betul karena usiaku sudah lebih dari enam puluh tahun! "
Tentu saja perempuan di atas batu terkejut mendengar kata-kata itu. " Walau
tubuhmu luar biasa gemuk dan berpakaian aneh seperti itu, tapi menurutku kau
berusia dua puluh tahunan... "
Kunti Rao tertawa " Yang kuasa memberiku awet muda dan ganjarannya aku punya
bobot seperti kerbau seperti ini. Kalau aku boleh memilih, biar wajahku jelek
keriput tapi tubuhku langsing!
Hik.. hik... hik...! " Kunti Rao tertawa panjang. Lalu berkata, " Perempuan muda
aku ingin tahu siapa dirimu. Apa yang telah terjadi... ingat! Aku tidak orang
berdusta padaku! "
" Aku bernama Kunti Arimbi, " kata perempuan di atas pembaringan batu.
" Eh, nama depannya kenapa sama denganku" " ujar Kunti Rao dalam hati.
" Aku dikenal dengan julukan Dewi Ular. "
Kunti Rao sempat tersurut satu langkah mendengar julukan yang disebutkan. Walau
dia sudah lama mendekam di goa batu pualam itu namun dia pernah mendengar nama
angker Dewi Ular. Maka dia pun berkata. " Tidak sangka Dewi Ular ternyata masih
muda tapi memiliki kesaktian tinggi yang menggegerkan... "
Page 8 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Semua kehebatan itu sudah berlalu, " kata Kunti Arimbi alias Dewi Ular. Dia
memandang sayu pada paku hitam di tangan Kunti Rao. " Benda itu yang
menyebabkannya. Seseorang mengkhianati dan menipuku. Dia merayuku dan
merangsangku. Memperlihatkan kejantanannya. Ketika kami berdua di suatu tempat
dan dia seperti hendak meniduriku tiba-tiba dia mengeluarkan paku emas itu dan
menusukkannya ke pusarku... "
" Siapa orangnya" " tanya Kunti Rao.
" Pendekar 212 Wiro Sableng. Murid nenek sakti Sinto Gendeng dari Gunung Gede..
" " Astaga! Pendekar besar itu...! " seru Kunti Rao.
" Aku bersumpah untuk membalas dendam. Apalagi kusadari diriku saat ini selamat
dari kematian. Hanya saja tubuhku agaknya akan cacat seumur hidup. Jangankan
laki-laki, binatang pun akan jijik melihatku! "
Diam sesaat. " Eh nek, betul aku harus memanggilmu nenek" " Kunti Arimbi meragu.
" Tentu saja, memang seharusnya begitu! "
" Aku berterima kasih kepadamu. Kau telah menyelamatkan diriku. Saat ini tidak
mungkin aku membalas segala utang piutang ini! Tapi percayalah walau dulu aku
pernah jadi manusia jahat, mengingat budi orang aku masih mampu. Nek, aku harus
pergi dari tempat ini. Mohon tunjukkan jalan keluar... "
Perempuan gemuk yang mengaku sudah nenek itu menghela nafas panjang. " Jangan
terkejut Kunti Arimbi. Di sini sama sekali tidak ada jalan keluar. Sekali berada
di sini akan mendekam seumur hidup, kecuali... "
" Kecuali apa nek" " Tanya Kunti yang kini walau masih memiliki ilmu silat dan
menguasai tenaga dalam tingkat tinggi namun banyak kesaktian luar biasa yang
sudah lenyap. " Kecuali kita bisa mendapatkan sepasang senjata mustika yang terpendam di dasar
jurang batu pualam ini! "
" Senjata mustika apa itu" " tanya Kunti Arimbi.
" Sepasang keris sakti. Katanya datang dari kahyangan. Satu keris laki-laki,
satu keris perempuan. Jika sudah bisa menguasai kedua keris itu, dunia
persilatan sudah di tangan. Dan cacat di tubuhmu bisa hilang dengan menggosokan
keris yang perempuan ke bekas luka, " ujar Kunti Rao.
Perlahan-lahan Kunti Arimbi turun dari pembaringan batu. " Kau harus mendapatkan
itu Nek! Aku akan membantumu! "
" Tidak mudah mendapatkannya Kunti Arimbi. Pertama kita harus mendapat tanda
dari langit di mana keris itu terpendam. Di jurang ini ada musuh tangguh yang
juga menginginkan keris itu! "
" Siapa" " tanya Kunti Arimbi.
" Namanya Datuk Sipatoka. Dia mendekam di dinding sebelah barat... "
Page 9 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Kita harus mengalahkannya Nek! " bisiknya. " Kalau saja aku memiliki kesaktian
seperti masih jadi Dewi Ular dulu... "
" Nasib peruntungan di tangan Tuhan. Kita manusia mana ada yang tahu. Bukan
mustahil suatu ketika kau bisa menyandang gelar Dewi Ular kembali. Bahkan
mungkin lebih hebat! "
Kunti Arimbi tersenyum. Sepasang matanya yang dahulu hijau kini kecoklatan
menerawang ke depan. "
Sepasang keris sakti itu. Jika aku bisa menguasainya bukan mustahil ucapan nenek
gendut ini akan menjadi kenyataan... "
Ketika perempuan muda ini memandang ke seputar ruangan dia melihat sebuah benda
berbentuk kerucut dan ada gagangnya tertegak di sudut ruangan batu. " Benda apa
itu Nek" "
" Payung raksasa, " jawab Kunti Rao. " Dengan payung itu kelak aku akan turun ke
dasar jurang... "
" Sebegitu sulitnyakah mencapai dasar jurang" "
" Jurang batu pualam seputar dindingnya berbentuk tegak lurus dan licin. Di
sebelah bawah, kabarnya ada kawah mendidih. Tempat berpijak hanya gugusan batu-
batu runcing.... "
Kunti Arimbi kembali hanya menerawang. Apa yang ada dalam benaknya sulit diduga.
" Kalau nasibku harus mendekam di sini, aku rela hidup dan mati bersamamu Nek...
" " Kau perempuan baik. Aku ada rencana bagus untukmu. Kita berdua bisa menghadapi
Datuk Sipatoka... "
" Aku rela mati untuk menolongmu. Tapi rasanya ilmu kesaktianku sudah tidak
sehebat dulu lagi... "
" Jangan bersedih aku akan menggemblengmu menguasai beberapa ilmu kesaktian.
Mungkin tidak sehebat kesaktianmu saat jadi Dewi Ular dulu. Tapi yakinlah tidak
akan mengecewakan.
Dengar perempuan muda, mulai saat ini aku akan memanggilmu Dewi Ular saja.
Perkenalkan namaku Kunti Rao. Digelari orang Iblis Daun Setan... "
Mendengar nama dan julukan itu Kunti Arimbi segera jatuhkan diri.
" Eh, ada apa ini" " kata Kunti Rao.
" Nek, aku mendengar dari guruku bahwa kau adalah saudara sepupunya. Aku
menghaturkan perhormatan... "
Kunti Rao tertawa panjang. " Gurumu si Hantu Tangan Geledek itu memang tidak
bisa memegang rahasia. Sayang dia mati muda. Apakah kau sudah mewarisi ilmu
tangan geledek darinya" "
Dewi Ular menarik nafas panjang. Lalu menggelangkan kepala. " Rencananya
mengajarkan ilmu itu memang sudah ada. Tapi dia keburu meninggal dan aku jatuh
ke tangan jahat ratu ular... "
" Kabarnya dia menyimpan kitab pelajaran lengkap pukulan tangan geledek... "
Page 10 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Aku pernah mencari tapi tidak ketemu. Aku curiga jangan-jangan kitab itu ada
pada Ratu Ular. Ratu Ular sendiri tidak diketahui keberadaannya. Entah sudah
mati pula.... "
" Semua apa yang tidak diketahui kini menjadi jelas kalau kelak aku mendapatkan
sepasang keris sakti di dasar jurang itu... Aku senang jika kau mau membantu. "
" Aku akan membantumu Nek. Tak usah kau ragukan.... " kata Dewi Ular pula. Lalu
wajah Sandaka muncul di pelupuk matanya. " Kau juga akan kucari Sandaka. Nyawamu
sama tidak bergunanya dengan pendekar 212...! "
" Eh, kau seperti bicara sendirian. Siapa orang bernama Sandaka itu..." " tanya
Kunti Rao. " Sandaka... dia orang kedua yang akan kubunuh setelah Pendekar 212 Wiro
Sableng! " jawab Kunti Arimbi.
Di dinding di jurang sebelah barat kakek berkepala botak warna biru mengenakan
jubah kuning, yang dikenal dengan nama Datuk Sipatoka, rangkapkan dua tangan
didepan dada. Muka dan pandangan matanya diarahkan ke dinding sebelah timur.
Dadanya terasa panas akibat pengaruh hawa marah dan penasaran.
" Perempuan setan! Kalau kau merasa sudah menang, nanti lihat saja! Akan kubuat
kau minta-minta ampun sampai terkencing-kencing! " dia memandang tak berkesip ke
arah kejauhan. Namun pandangannya tertutup oleh kabut yang semakin menebal di seantero jurang.
" Kabut sialan!
Aku tak dapat melihat apa yang dilakukan perempuan sialan itu! " maki si kakek.
Selagi dia memaki-maki seperti itu tiba-tiba di arah timur di dengarnya ada
suara jeritan keras dan panjang. " Eh, siapa yang menjerit itu! Suaranya suara
perempuan! " Datuk Sipatoka miringkan kepalanya sedang kedua matanya coba
menembus kabut yang menghalangi, tapi sia-sia. " Rasa-rasanya seperti ada
sesuatu melayang jatuh. Apa mungkin perempuan itu tiba-tiba menjadi gila dan
jatuhkan diri ke dasar jurang"! " sang datuk berpikir keras.
Lalu dia menjawab sendiri pertanyaannya dalam hati. " Tidak mungkin, bukan dia.
Suara jeritan tadi datang dari atas jurang. Berarti yang jatuh berasal dari atas
sana. Si kuda nil merah itu bertapa di duapertiga jurang... atau mungkin dia
tengah membuat tipuan untukku"! Nah... nah... suara jeritan lenyap... " Datuk
Sipatoka arahkan pandangannya ke dasar jurang. " Tak ada benda jatuh di bawah
Wiro Sableng 082 Dewi Ular di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sana. Tapi mana mungkin menyangsang di dinding batu...! " Sesaat sang datuk
terdiam merenung. Akhirnya dia kembali memaki sendirian. " Persetan siapa yang
menjerit tadi. Peduli apa aku kalau ada sesuatu yang jatuh dari atas jurang! "
Setelah menunggu sesaat, akhirnya Datuk Sipatoka memutar tubuh melangkah ke
mulut goa tempat kediamannya. Di dekat pintu tergantung segulung tali. Belum
lagi kakek ini mencapai pintu goa tiba-tiba sudut matanya menangkap sesuatu
melayang jatuh dari bagian atas jurang sebelah timur. Dia cepat putar kembali
badannya. Belum sempat dia mendongak, benda yang jatuh kelihatan jungkir balik
di udara lalu lenyap sesaat di ketebalan kabut. Ketika benda itu kelihatan lagi,
tiba-tiba sudah ada di dinding jurang sebelah barat di mana dia berada, melayang
jatuh dengan deras! " Benda aneh, sosoknya seperti manusia tapi hanya mengenakan
cawat. Dan, heh, apa yang menempal di kepala, muka dan sekujur tubuhnya"! "
Benda yang jatuh melayang satu tombak di depan Datuk Sipatoka. Mengira sosok itu
adalah sesuatu yang dikirim Kunti Rao untuk mencelakainya, Datuk Sipatoka angkat
tangan kirinya siap menghantam dengan satu pukulan sakti. Tapi entah mengapa dia
batalkan maksudnya. Dengan cepat dia menyambar Page 11
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
gulungan tali dekat pintu goa. Sesosok tubuh yang jatuh lewat didepannya. Datuk
Sipatoka putar gulungan tali yang dipegangnya. Tali ini berputar deras lalu
melesat menyusul ke arah jatuhnya makhluk tadi.
Datuk Sipatoka sentakkan tangannya dua kali berturut-turut. " Bettt! Bettt! "
Ujung tali melibat bagian pinggang orang yang jatuh pada ketinggian hanya
duapuluh kaki dari dasar jurang di mana menunggu batu-batu runcing. Dua tangan
Datuk Sipatoka yang memegang tali tersentak ke depan. Tubuhnya terbungkuk.
" Gila! Manusia atau kerbau yang aku jerat ini! Berat amat! " kata sang datuk.
Lalu dia cepat kerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya. Dua kaki di balik jubah
kuning itu laksana dipantek ke batu yang dipijaknya. Tubuhnya yang bungkuk
perlahan-lahan melurus kembali. Lalu dia mulai menarik sosok tubuh yang dijerat
seperti orang menimba. Setiap dia menarik, dari mulutnya keluar ucapan " Hup...
hup... hup...! "
Sosok yang dilibat tali dan ditarik Datuk Sipatoka akhirnya sampai ke sisi
dinding jurang di mana dia berada, terus digeletakkan di atas batu di depan goa.
Begitu melihat bentuk dan sosok tubuh itu sang datuk kaget bukan main. " Makhluk
apa ini!" Manusia atau hantu yang menampakkan diri sebagai manusia" Tubuhnya
bergelimang darah kering, penuh paku! Masih hidup atau sudah jadi bangkai"! "
Tidak heran kalau Datuk Sipatoka begitu terkejut. Orang yang tergeletak di
depannya adalah seorang pemuda hanya mengenakan cawat. Tubuhnya yang kokoh dan
nyaris telanjang itu penuh ditancapi paku.
Bukan saja di bagian badan, tapi juga di bagian kepala dan mukanya."Setan
sekalipun tidak ada yang seperti ini!" membatin Datuk Sipatoka.
Dia membungkuk agar bisa memperhatikan lebih jelas. " Masih hidup... " katanya
perlahan. Lalu dengan kaki kanan disentuhnya pinggul pemuda itu seraya berseru.
" Makhluk aneh! Kalau kau memang manusia, jadilah manusia! Kalau kau pingsan,
lekas siuman! Kalau kau pura-pura tidur, ketahuilah aku tak suka orang yang
pandai menipu! "
Datuk Sipatoka pergunakan kakinya bukan hanya sekedar menyentuh untuk
membangunkan orang tetapi sekaligus menggunakan tenaga dalamnya hingga tersalur
ke dalam tubuh pemuda yang ditancapi paku itu. Saat itulah pandangan si kakek
membentur bagian depan cawat yang agak kedodoran. " Gila! "
serunya. " Sampai-sampai di kepala anggota rahasianya juga ada paku yang
menancap! Tapi paku yang satu ini bentuk dan warnanya agak aneh... "
Sewaktu sang datuk hendak menyingkapkan cawat itu agar dia bisa melihat lebih
jelas, tiba-tiba sosok tubuh si pemuda bergerak. Kedua kakinya naik ke atas.
Bersamaan dengan itu tangannya sebelah kanan ikut bergerak dan sepasang matanya
membuka. Ketika matanya membentur wajah Datuk Sipatoka pemuda ini berusaha
bangkit dengan cepat.
" Kau siuman! Bagus! Pertama sekali yang aku ingin tahu lekas kau terangkan
apakah kau ini manusia sungguhan atau makhluk jejadian sebangsa setan dedemit
atau hantu jurang! "
Karena baru saja sadar, pemuda yang ditanya tak bisa segera menjawab. Malah
terheran-heran mendapatkan dirinya berada di lereng jurang itu berhadap-hadapan
dengan seorang kakek berkepala botak biru yang tidak dikenalnya. Ketika dia
memandang ke bawah, dilihatnya ada tali aneh menjerat pinggangnya. Otaknya
berpikir, coba mengingat apa yang telah terjadi atas dirinya. Dari mulutnya
meluncur perlahan ucapan yang bisa didengar Datuk Sipatoka.
Page 12 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Aku jatuh dari atas jurang sana... Seharusnya aku sudah mati. Ada seseorang
menyelamatkanku. Menjerat pinggangku dengan tali dan membawaku ke sini... "
Si pemuda menatap wajah tua di depannya. " Orang tua, pasti kau orang yang telah
menolongku... "
Datuk Sipatoka tidak mengangguk juga tidak menjawab. Pemuda itu lepaskan tali
yang menggelung pinggangnya lalu bangkit dan duduk bersandar di dinding jurang.
" Aku menyesal kau menolongku, "
katanya. Datuk Sipatoka melengak. Kening mengernyit dan mata memandang tak berkesip pada
manusia paku di depannya. Jelas kakek ini berusaha menekan amarah mendengar
kata-kata pemuda itu.
" Seharusnya aku sudah bebas di alam kematian. Karenanya aku tidak perlu
mengucapkan terima kasih padamu. Aku benci karena kau telah menyelamatkanku! "
Datuk Sipatoka keluarkan suara menggereng di tenggorokannya. Semula dia hendak
membentak marah.
Bagaimana ada manusia begini aneh"! Tidak tahu diri telah ditolong diselamatkan
dari kematian malah membencinya dan tak mau berterima kasih! Tidak jadi marah,
Datuk Sipatoka malah tertawa gelak-gelak sampai suara tawanya terdengar sampai
ke sisi jurang sebelah timur dan membuat Kunti Rao yang ada di dalam goa
dongakkan kepala seraya bertanya-tanya. " Ada apa di sebelah sana sampai si tua
bangka sialan itu tertawa begitu rupa"! Jangan-jangan dia sudah gila! "
Datuk Sipatoka delikkan mata lalu berkata. " Tidak ada yang minta kau harus
berterima kasih.
Kalau kau merasa menyesal masih hidup, silakan kau lihat ke bawah. Jurang masih
dalam. Kawah mendidih dan batu-batu runcing siap menunggu. Kalau kau memang mau mampus,
jatuhkan saja dirimu kembali! "
Kini si pemuda yang jadi terkesiap. Datuk Sipatoka angkat kakinya ke arah tubuh
si pemuda dan membuat gerakan siap untuk mendorong. " Kalau kau sekarang jadi
takut bunuh diri biar aku bantu mendorong tubuhmu agar jatuh ke dasar jurang! "
kaki kanan sang datuk bergerak.
" Tunggu! " si pemuda cepat berseru. Tangan kanannya diangkat. Datuk Sipatoka
terkejut. Tangan yang menahan telapak kakinya itu laksana batu karang kokoh yang
tidak bisa digoyangkan.
" Hemmm...., manusia aneh ini agaknya bukan orang sembarangan. Dia memiliki
tenaga dalam tingkat tinggi. Buktinya, sanggup menahan tekanan kakiku! "
Datuk sipatoka batuk-batuk beberapa kali lalu turunkan kakinya. " Anak muda
aneh. Coba terangkan siapa dirimu. Mengapa memilih mati daripada hidup. Lalu aku
juga kepingin tahu mengapa keadaanmu seperti ini. Kurasa setan di neraka pun
tidak seseram dan seburuk dirimu ini! "
Orang yang ditanya memandang ke dasar jurang lalu pandangannya ditujukan pada
dirinya sendiri.
Setelah itu diangkatnya kepalanya berpaling pada Datuk Sipatoka. " Namaku
Sandaka. Aku manusia sesat yang jatuh ke tangan Dewi Ular. Menjadi budak nafsu
dan budak kekuasaannya. Dia ingin menguasai dunia persilatan dengan memperalat
diriku... "
Datuk Sipatoka manggut-manggut beberapa kali. Lalu dia tertawa. " Kalau kau
dijadikan budak nafsu itu pasti enak ya"! Ha... ha... ha...! "
Meski diejek, Sandaka diam saja.
" Kalau kau diperalat untuk mendapatkan kekuasaan tertinggi di rimba persialatan
berarti kau Page 13
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
memiliki kepandaian luar biasa. Aku memang pernah mendengar nama Dewi Ular. Jadi
kau orangnya yang diperalat untuk membunuh beberapa tokoh persilatan... "
" Lebih jahat dan keji dari itu. Dia juga menyuruhku membunuh kekasih, calon
istriku. Dia juga yang memerintahkan aku membunuh guruku Eyang Gusti Kelud
Agung... "
" Astaga! Kau rupanya tak kepalang sesat! Tapi mengapa semua itu mau saja kau
lakukan"! "
tanya Datuk Sipatoka.
" Aku terjebak! Masuk dalam perangkapnya setelah darahku tercemar oleh racun
jahat yang ada dalam cairan tubuhnya... "
" Gila! Baru sekali ini kudengar yang seperti ini! " seru Datuk Sipatoka. "
Mengapa kau jatuhkan diri ke dalam jurang" Mengapa sengaja mencari mati" Siapa
yang memantek tubuhmu dengan paku seperti ini" Lalu kulihat ada paku aneh
berwarna kuning pada kepala kemaluanmu! "
" Panjang ceritanya... Biar kujelaskan singkat-singkat saja, " jawab Sandaka. "
Aku memilih mati karena merasa tak ada guna lagi hidup. Dosaku sedalam lautan
setinggi puncak Merapi. Aku menganggap kalaupun aku mati, aku bisa mati dengan
puas. Karena sebelumnya aku berhasil membunuh Dewi Ular dan menendangnya masuk
ke dalam jurang... "
" Ah! Tadi aku mendengar jeritan perempuan. Aku juga melihat ada sosok tubuh
jatuh. Jadi Dewi Ular sudah tamat riwayatnya... "
Sandaka mengangguk.
" Kau belum menceritakan mengapa kepala, muka dan sekujur tubuhmu sampai ke kaki
dipantek dengan paku seperti ini... "
" Seorang sakti bernama Datuk Bululawang yang melakukannya. Paku-paku ini bukan
paku sembarangan. Berjumlah tigapuluh dan terbuat dari baja putih murni! Datuk
Bululawang melakukannya karena dengan paku-paku ini dia sanggup melumpuhkan
sekaligus menguasai diriku! Maksudnya sama kejinya dengan tujuan Dewi Ular.
Ingin memperalat diriku untuk menguasai dunia persilatan. Tapi tidak kesampaian.
Beberapa tokoh silat menghajarnya sampai babak belur. Keadaannya entah mati
entah masih hidup. Kusumpahi agar dia memang sudah jadi bangkai saat ini! "
Datuk Sipatoka geleng-geleng kepala. " Makin tua umur dunia ini makin macam-
macam keanehan terjadi! " Dia memandang ke bawah perut Sandaka. " Paku berwarna
kuning itu... " katanya seraya menunjuk pada bagian tubuh Sandaka sebelah bawah
yang tersingkap. " Kelihatannya buka paku biasa... Sinarnya sinar logam murni...
" " Ini paku emas. Paku yang membuat diriku bersih dari racun jahat cairan Dewi
Ular. Sekaligus membuat musnahnya ilmu kesaktian yang kudapat darinya... "
" Apakah Datuk Bululawang juga yang menancapkan paku emas itu di alatmu" "
Sandaka menggeleng. " Seorang pemuda sakti bergelar Pendekar 212 yang
melakukan... "
" Dia bukan pemuda sembarangan... "
Page 14 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sandaka mengangguk. " Dia memiliki senjata mustika berupa kapak bermata dua.
Dengan senjata itu aku mencabik-cabik tubuh Dewi Ular. Aku merasa seperti
berhutang budi padanya... Hanya sayang aku tidak memiliki ilmu kesaktian lagi. "
" Kau masih mempunyai dasar tenaga dalam yang hebat Sandaka. Aku... Hemmm... "
Datuk Sipatoka usap-usap kepala botaknya yang berwarna biru.
Sebelumnya, Sandaka memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang ada di benak
seseorang. Namun setelah tubuhnya ditancapi paku emas, kemampuan itu ikut lenyap bersama
musnahnya kesaktian yang didapatnya dari Dewi Ular.
" Kau masih muda. Memiliki dasar ilmu silat yang jarang dimiliki orang lain.
Dengar Sandaka, aku akan menggemblengmu di tempat ini. Kelak kau akan jadi
pendekar hebat kembali, walau tidak sehebat ketika kau berada di bawah pengaruh
Dewi Ular. Kalau itu kejadian. aku butuh bantuanmu untuk menghadapai
seseorang... "
" Kau punya musuh besar rupanya. Siapa dirimu kalau aku boleh tahu" Siapa pula
yang jadi musuhmu" " tanya Sandaka.
" Aku dipanggil orang dengan sebutan Datuk Sipatoka. Nama yang hampir tidak
dikenal dalam dunia persilatan. Tapi ketahuilah. Sebagian rimba persilatan saat
ini sudah ada dalam tanganku... Aku hanya menunggu waktu dan menyingkirkan
seorang nenek gendut sialan yang mendekam di sisi jurang sebelah barat. Namanya
Kunti Rao, bergelar Iblis Daun Setan. Nah sekarang apakah kau masih ingin bunuh
diri" "
" Kau telah tolong menyelamatkan diriku dari kematian. Walau aku masih merasa
tidak ada gunanya hidup, namun mengingat budi baikmu aku bersedia membantumu
menghadapi Iblis Daun Setan. Tapi... apa aku bisa menjadi pendekar hebat seperti
yang kau bilang" "
" Jangan khawatir Sandaka. Aku akan buktikan dan nanti kau akan lihat sendiri
hasilnya! " jawab Datuk Siptoka seraya tepuk-tepuk bahu pemuda itu. Sambil
menepuk dia kerahkan tenaga dalamnya.
Tubuh Sandaka seperti diguncang tapi tetap duduk tersandar. Orang lain mungkin
sudah terjerembab roboh.
Datuk Sipatoka menyeringai. Diam-diam dia merasa gembira mendapatkan pemuda ini.
" Satu hal yang harus segera kau lakukan Sandaka, cepat cabut paku emas yang
menancap di kemaluanmu itu! "
Sandaka ulurkan tangan kanannya. Jari-jarinya mencengekeram kepala paku emas.
Terasa sangat panas. Pemuda ini kerahkan tenaga. Sekali tarik saja paku emas itu
tercabut dari tempatnya menancap.
Bersamaan dengan itu secara aneh paku yang tadinya berwarna kuning berubah
menjadi hitam. " Racun jahat benar-benar telah terkuras habis dari tubuhmu. Buktinya paku emas
telah berubah hitam. Tidak beda seperti paku besi biasa... " kata Datuk Sipatoka
pula. Sandaka tarik nafas panjang lalu berkata, " Satu paku berhasil dicabut.
Tigapuluh lagi masih menancap di kepala, muka dan tubuhku. Apakah bisa
kusingkirkan dengan jalan mencabutnya datuk" "
" Jangan terlalu berani bertindak anak muda. Paku-paku itu bukan benda
sembarangan. Lagipula kulihat menancap sampai jauh di dalam tubuhmu. Ada saatnya benda-benda
itu bisa kita singkirkan. Kelak kalau sepasang keris sakti di dasar jurang itu
sudah kumiliki, mencabut paku-paku celaka itu hanya satu urusan gampang seperti
membalik telapak tangan... "
Page 15 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Sepasang keris sakti di dalam jurang" Datuk, apa maksudmu" "
" Pertanyaanmu tidak akan kujawab sekarang. Harap kau bersabar sampai aku merasa
tiba saatnya untuk menerangkan padamu... " jawab Datuk Sipatoka.
Bagaimana kisah Dewi Ular dan Sandaka jatuh lalu masuk jurang batu pualam, kita
kembali dulu pada apa yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Seperti dituturkan
dalam episode I (Dendam Manusia Paku) Dewi Ular mengajak Pendekar 212 Wiro
Sableng ke tempat kediamannya, yakni sebuah bangunan terbuat dari batu pualam
terletak di lereng bebukitan batu. Tepat di depan bangunan terhampar sebuah
jurang yang menurut pandangan mata dalamnya sekitar enampuluh kaki. Tetapi
sebenarnya jurang ini memiliki kedalamannya lebih dari seratus duapuluh kaki.
Di bangunan batu pualam, Dewi Ular sengaja memancing murid Eyang Sinto Gendeng
untuk membuktikan kejantanannya. Sebaliknya, kesempatan ini digunakan oleh Wiro
untuk menancapkan paku emas ke pusar perempuan itu. Begitu paku menghujam dalam
ke pusar Dewi Ular, serta merta ilmu kesaktian perempuan yang dianggap setengah
manusia setengah iblis ini menjadi punah.
Walaupun demikian ketika Wiro bertindak lengah Dewi Ular berhasil menendang
perut sang pendekar.
Selagi dia terkapar, Dewi Ular berusaha mengambil Kapak Maut Naga Geni 212 milik
Wiro yang terjatuh di lantai bangunan. Saat itulah Sandaka si manusia paku tiba-
tiba muncul di tempat itu. Dia berhasil menguasai senjata mustika. Dengan kapak
sakti ini dia kemudian membabat tubuh Dewi Ular dua kali berturut-turut hingga
luka besar mengerikan terkuak di bahu kiri dan dada perempuan itu.
Dalam keadaan luka parah bersimbah darah, di tepi jurang Dewi Ular berusaha
minta pertolongan Wiro.
Namun Sandaka bertindak lebih cepat. Sekali tendang saja tubuh perempuan itu
terpental dan jatuh ke dalam jurang. Setelah jeritan Dewi Ular lenyap di dalam
jurang, kesunyian mengerikan menggantung di tempat itu. Sandaka mengembalikan
kapak sakti ke Wiro, lalu memutar tubuh melangkah ke tepi jurang.
Wiro cepat menangkap apa yang ada di kepala pemuda itu. Dia mengejar tapi
terlambat. Sandaka lebih dulu menjatuhkan dirinya ke dalam jurang batu pualam.
Selagi Wiro tegak termangu-mangu di tepi jurang, tiba-tiba muncullah seorang
penunggang kuda yang berpakaian serba ungu yang ternyata adalah Anggini, murid
Dewa Tuak. Setelah tahu apa yang terjadi, Anggini yang merasa keadaannya seolah-
olah terkatung-katung karena baik Wiro maupun Eyang Sinto Gendeng sebegitu jauh
tidak memberikan tanda-tanda kepastian mengenai perjodohan mereka memandang ke
Wiro Sableng 082 Dewi Ular di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langit. Udara kelihatan mendung berat.
" Satu malapetaka besar telah lewat... " berucap Anggini. Dia masih memandang ke
langit di atasnya.
" Sebentar lagi agaknya akan turun hujan lebat. Kita harus segera meninggalkan
tempat ini Wiro... "
" Kau pergilah duluan. Di kaki bukit batu tak jauh dari ujung jalan ada sebuah
dangau. Tunggu aku di sana ... "
" Kuda ini cukup kuat untuk kita tunggangi berdua... " ujar sang dara pula.
Wiro tersenyum. " Agaknya rasa jengkelnya terhadapku sudah lenyap. Hemmm...
kalau begini tanpa disadarinya dia menunjukkan sikap baik dan mesra... "
membatin murid Sinto Gendeng. Lalu pada Anggini dia berkata. " Kau lihat
sendiri, badan dan pakaianku kotor. Kau berangkat saja duluan, nanti aku
menyusul... "
Anggini mengangguk. " Kulihat badan dan pakaianmu memang kotor. Dari mana kau
dapat Page 16 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
pakaian aneh itu" Mau-mauan memakai pakaian perempuan... "
" Hanya pakaian ini yang kutemui ketika berhasil keluar dari sarang Dewi Ular,
setelah guruku Eyang Sinto Gendeng menghancurkan tempat itu... "
" Pakaianmu boleh aneh dan kotor. Namun satu hal aku tahu... hatimu bersih... "
Wiro tertawa lebar. " Untuk pujian itu aku akan pergi bersamamu sampai di mana
pun juga! " lalu Pendekar 212 Wiro Sableng melompat ke atas kuda, duduk di
belakang Anggini.
Hanya beberapa saat saja setelah sepasang muda-mudi itu meninggalkan tepi jurang
dan mulai menuruini lereng bukit, dari balik sebuah batu besar seorang lelaki
separuh baya, berpakaian ringkas warna hijau dean sebilah pedang pendek tersisip
di pinggangnya cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Agaknya ia tidak sempat
melihat kejadian jatuhnya Dewi Ular dan Sandaka ke dalam jurang. Bilamana dia
mampu menyelinap di balik batu besar tanpa Pendekar 212 Wiro Sableng maupun
Anggini mengetahui, jelas lelaki berpakaian hijau ini memiliki kepandaian
tinggi. Orang ini menyelinap di antara batu-batu besar di bebukitan hingga akhirnya
sampai di satu tempat yang agak rata. Di tempat ini kelihatan sembilan orang
tegak mengelilingi sebuah tandu. Delapan di antaranya mengenakan pakaian
prajurit kerajaan. Mereka bertugas sebagai pengusung tandu secara bergantaian.
Orang kesembilan adalah seorang tua berjanggut dan berambut kelabu. Tidak
seperti yang lainnya, orang tua ini kelihatan asyik membaca sebuah kitab
bertuliskan huruf-huruf kuno. Melihat bentuk dan warna kitab tersebut agaknya
berusia puluhan tahun.
Di atas tandu beratap ijuk, duduk seorang lelaki bermuka pucat mengenakan jubah
mewah berwarna merah pekat. Pada dada kirinya tersemat sebentuk hiasan emas
berupa lambang agung keraton. Delapan orang prajurit dan dan orang yang duduk di
atas tandu segera berpaling begitu lelaki berpedang muncul.
Sebaliknya, orang tua berambut kelabu terus saja membaca kitab sambil berdiri
seolah tidak memperdulikan keadaan dan orang-orang sekitarnya.
Lelaki berpedang dan berpakaian ringkas hijau menjura di hadapan orang yang
duduk di atas tandu. "
Pangeran Ipong Nalakudra, saya datang memberi laporan. "
Ternyata lelaki bermuka pucat berpakaian merah pekat itu adalah seorang
pangeran. Dia anggukkan kepala lalu berkata. " Beritahu hasil pengintaianmu... "
Lodaya Surakali, lelaki separuh baya segera menjawab. " Murid nenek sakti Sinto
Gendeng dan murid kakek berjuluk Dewa Tuak itu memang benar saya lihat berada di
dekat jurang batu pualam. Tak lama saya sampai di sana mereka segera berlalu.
Saya menaruh syak wasangka penuh keduanya memang mengetahui kalau sepasang keris
Nagasona terpendam di dasar jurang.
Mereka pergi begitu saja pertanda belum saatnya mereka turun ke dalam jurang
guna mengambil kedua keris sakti tersebut... "
" Atau mungkin mereka pergi karena diam-diam sudah mengetahui kahadiranmu di
tempat itu. Mereka pergi hanya sekadar berpura-pura... " kata Pangeran Ipong Nalakudra.
Lelaki berpedang gelengkan kepala. " Saya dengar mereka bicara hendak pergi ke
satu tempat. "
" Jadi kau tahu ke mana mereka pergi" " tanya sang pengeran.
" Mereka pergi ke sebuah dangau di kaki bukit. Saya yakin keduanya hendak
bermesraan di Page 17
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
tempat itu... "
Pangeran Ipong Nalakudra tersenyum. Sesaat mukanya yang pucat tampak kemerahan.
" Bagaimana kau bisa yakin mereka hendak bermesraan" "
" Saya tahu, antara keduanya terjalin hubungan khusus sejak lama. Dangau di kaki
bukit satu tempat sepi. Perlu apa sepasang muda-mudi pergi ke sana kalau bukan
hendak bercumbu" "
" Lalu apa yang hendak kau lakukan kini Lodaya" Kita sudah melakukan perjalanan
hampir lima hari. Tubuhku sangat letih. Kurasa semua orang yang ada di sini juga
sudah kecapaian! "
" Saya mengerti pangeran. Kalau pangeran suka, harap kembali saja ke kotaraja.
Saya akan melanjutkan pengintaian seorang diri sampai akhirnya mengetahui kapan
mereka akan turun ke jurang batu pualam mengambil dua keris sakti itu. "
" Ingat Lodaya, mereka tidak boleh lepas. Tidak boleh lolos! Kalau mereka
berhasil mendapatkan sepasang senjata mustika itu dan kau tidak berhasil
merampasnya, berarti aku akan cacat seumur hidup! Dan kegagalanmu itu harus kau
bayar mahal Lodaya! "
" Saya tahu betul Pangeran Ipong, " jawab Lodaya Surakali. " Percayalah, mereka
tak akan lolos dari tangan saya... "
Orang tua berjanggut dan berambut kelabu di samping tandu yang masih asyik
membaca kitab tua batuk-batuk beberapa kali. Pangeran muka pucat berpaling pada
si orang tua. Begitu juga yang lainnya, termasuk Lodaya.
" Ki Sepuh Dulantara, " menegur Pangeran Ipong. " Dari tadi kau berdiam diri
saja. Apa sekarang ada yang hendak kau katakan" "
Orang tua itu membungkukkan badannya sedikit pada Pangeran Ipong Nalakudra. "
Pangeran, saya mana berani bicara kalau tidak diminta. Saat ini saya hanya akan
membaca apa yang tertulis dalam Kitab Seribu Petunjuk Kuna ini. " si orang tua
arahkan pandangannya pada kitab yang dipegangnya. Lalu dia mulai membaca.
" Bilamana Bintang Kelimukus muncul di langit malam, itulah satu pertanda
terbukanya satu rahasia besar mengenai sepasang keris sakti berusia lebih dari dua abad
terpendam di dasar jurang batu pualam, di satu tempat di mana tidak sembarang orang bisa
mengetahui. Air mendidih di dasar jurang akan surut dan kering secara ajaib. Di antara dua
celah batu runcing akan kelihatan dua sinar mencuat ke atas menembus tanah dan bebatuan.
Sinar merah kehitaman berasal dari keris jantan. Sinar kuning kehitaman itulah dari
keris betina. Barang siapa menguasai kedua keris itu, maka dia akan menjadi raja diraja ilmu
pengobatan, akan menjadi raja diraja dunia persilatan. Pertanyaan kini kapan dan siapa yang
tahu saat munculnya Bintang Kelimukus yang konon hanya memperlihatkan diri di langit
sebelah tenggara sekali dalam tujuhpuluh tahun. Petunjuk dalam buku ini tidak akan ada
artinya kalau manusia tidak mempergunakan akal. Karena itu... "
Bacaan Ki Sepuh Dulantara belum selesai, tiba-tiba di langit yang saat itu gelap
oleh awan mendung berkiblat cahaya kilat, disusul menggelegarnya guntur. Bukit
batu itu bergetar keras. Selagi semua orang yang ada di situ terbalut oleh kejut
dan rasa ngeri, tiba-tiba di saat yang bersamaan berkelebat satu bayangan
disertai suara mendesis keras. Selarik asap kuning menyambar kearah orang tua
berambut dan berjanggut kelabu itu.
Page 18 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sebagai orang berkepandaian tinggi dan memiliki segudang pengalaman, Ki Sepuh
Dulantara maklum kalau asap kuning yang menyambar ke arahnya mengandung racun
jahat. Cepat orang tua ini menyingkir ke kiri. Tangan kanannya menghantam ke
depan. Selarik angin dahsyat menderu. Asap kuning langsung buyar berantakan.
Namun saat itu pula terdengar seruan Ki Sepuh Dulantara. Kitab Seribu Petunjuk
Kuna terlepas dari tangannya. Salah satu halamannya robek. Seseorang telah
merampas kitab yang sangat berharga itu!
Dalam kejut yang amat sangat Ki Sepuh Dulantara, Lodaya Surakali dan Pangeran
Tusuk Kondai Pusaka 6 Mahesa Edan 2 Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa Kesatria Baju Putih 18