Pencarian

Kutunggu Di Pintu Neraka 1

Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka Bagian 1


WIRO SABLENG Ku Tunggu Di Pintu Neraka
http://cerita-silat.mywapblog.com tempat baca cersil mandarin & indo via HP Ku
Tunggu Di Pintu Neraka
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Ku Tunggu Di Pintu Neraka
SATU Dua sosok bayangan hitam berkelebat dalam gelapnya malam. Pada waku siang
saja hutan belantara itu selalu diselimuti kegelapan dan dicengkam kesunyian.
Apalagi di malam buta seperti itu. Hingga dua sosok yang bergerak tadi tidak
ubahnya seperti dua hantu tengah gentayangan.
"Kita sudah dekat....." bisik bayangan di sebelah kanan. Ternyata dia manusia
juga adanya. "Betul, aku sudah dapat mencium baunya," menyahuti bayangan satunya.
Keduanya terus lari ke arah Timur rimba belantara. Tak selang berapa lama
mereka sampai di bagian hutan yang baynak ditumbuhi semak belukar setinggi dada.
Di sini mereka hentikan lari. Tegak tak bergerak dan juga tidak bersuara. Hanya
sepasang mata masing-masing memandang tak berkedip ke depan.
Di atas serumpun semak belukar lebar terletak sebuah batu lebar berbentuk
hampir pipih. Di atas batu ini duduk seorang lelaki berpakaian rombeng penuh
tambalan seperti pengemis. Dia mengenakan sebuah caping bamboo. Bagian depan
caping ini turun ke bawah hingga dari wajahnya hanya dagunya yang ditumbuhi
bulu- bulu kasar saja yang kelihatan.
Bau aneh seperti bau bunga kamboja busuk datang dari orang yang duduk
bersila di atas batu ini. Entah berasal dari tubuhnya atau dari pakaiannya yang
dekil kotor. Otak dua orang yang barusan datang cepat bekerja. Batu pipih itu beratnya
paling tidak 30 sampai 40 kati. Tetapi mengapa semak belukar setinggi dada itu
sanggup menahannya" Lalu ditambah pula dengan berat badan orang bercaping yang
duduk bersila di atas batu. Semak belukar tetap berdiri tegak! Akal manusia mana
yang bisa menerima kenyataan ini"!
"Aku tak menyangka dia memiliki ilmu setinggi ini," bisik orang di sebelah
kiri. "Dia sanggup membuat tubuh dan batu yang didudukinya seringan kapas,"
balas orang di sebelah kanan. "Tapi kalau cuma ilmu meringankan tubuhnya saja
yag hebat, kenapa kita musti takut?"
"Lalu bagaimana" Kita teruskan?" tanya orang yang pertama tadi.
"Seharusnya kau tak usah bertanya begitu. Ucapanmu menandakan keraguan
hati. Kau kecut, bahkan mungkin takut. Padahal, bukankah kita sudah bersumpah
untuk menangkapnya hidup atau mati?" kata orang kedua pula dengan nada sengit.
Lalu cepat dia menyambung. "Kau dari sebelah kiri. Aku dari kanan. Sekarang!"
Dua orang itu bergerak. Satu ke kiri, satu ke kanan. Tiba-tiba secara serempak
mereka menyergap ke arah orang yang duduk di atas batu. Dari gerakan-gerakan
mereka yang mengeluarkan suara angin bersiuran jelas dua orang ini bukan hanya
melancarkan serangan biasa, tetapi serangan-serangan dahsyat yang bisa meremuk
dada dan merengkahkan kepala!
Orang bercaping di atas batu kelihatan tidak bergerak sedikitpun. Seolah sama
sekali tidak menyadari kalau dirinya tengah diancam bahaya maut. Sesaat lagi
jotosan dari kanan akan menghantam caping di atas kepalanya dan jotosan dari kiri akan
menghancurkan tulang dadanya, tiba-tiba dalam satu gerakan kilat yang hampir
tidak terlihat oleh mata telanjang, orang bercaping di atas batu angkat kedua
tangannya. BASTIAN TITO 2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Wutt! Setttt!"
"Wutt Setttt!"
Dua penyerang sama berteriak kaget ketika dapatkan lengan kanan masing-
masing yang mereka pergunakan untuk memukul tahu-tahu kena cekal orang!
Mereka cepat menyentak untuk bebaskan diri. Namun ceklan itu laksana
japitan besi yang tak dapat digoyahkan. Terpaksa keduanya pergunakan tangan kiri
untuk menghantam. Sayang gerakan mereka kalah cepat. Tubuh keduanya tampak
terangkat ke atas. Lalu dalam gerakan kilat yang ditunjang dengan kekuatan luar
biasa tubuh itu diadu satu sama lain!
"Praaakkk!"
Dua kepala berbentur keras.
Perlahan-lahan orang di atas batu lepaskan cekalannya. Dua orang yang tadi
menyerangnya dan kini talah menjadi mayat roboh di bawah, terkapar di tanah
rimba belantara lembab.
Keadaan yang tadi sempat berisik kini kembali diliputi kesunyian. Orang di
atas batu duduk tak bergerak seolah tidak terjadi apa-apa!
Sementara itu di atas sebuah pohon tinggi, dalam kegelapan malam, sulit
terlihat oleh mata telanjang, seorang kakek bermuka kuning mengenakan pakaian
selempang kain putih seperti seorang resi, duduk di atas salah satu cabang
pohon. Di tangan kanannya dia memegang sebatang joran atau bambu pemancing. Pada ujung
benang di mana terdapat mata kail yang dibalut sejenis getah, berbagai binatang
hutan yaitu serangga terbang, kunang-kunang, nyamuk dan sebagainya telah menjadi
korban. Mati menempel di mata kail.
Sungguh aneh keadaan orang tua ini. Apakah dia menganggap dirinya tengah
memancing" Walaupun dia tidak bergerak atau bersuara namun apa yang terjadi di
bawah sana yaitu kematian mengerikan dua orang yang menyerang, sama sekali tidak
luput dari pandangannya. Malah sewaktu dua orang itu jatuh bergedebukan di tanah
tanpa nyawa dan kepala rengkah, dalam hatinya orang tua di atas pohon mengejek.
"Manusia-manusia tolol! Kalau ilmu cuma sejengkal mengapa berani datang ke
tempat ini! Mencari perkara mencari mati!"
Kesunyian di tempat itu ternyata tidak berlangsung jauh. Karena tak selang
berapa lama kemudian entah dari mana datangnya sesosok tubuh renta bungkuk
dengan punuk di tengkuknya tahu-tahu muncul di tempat itu lalu duduk sejarak
lima langkah dari hadapan semak belukar di atas mana ada batu dan duduk orang
bercaping. Orang yang baru darang ini berambut kelabu dan di tangan kanannya ada
sebatang tongkat hitam.
Dua mata orang tua berambut kelabu ini kecil dan selalu berputar liar, melirik
ke kiri dan ke kanan. Sekilas dia memperhatikan orang di atas batu, lalu
memperhatikan dua sosok yang sudah jadi mayat, lalu kembali lagi memperhatikan
orang bercaping. Kemudian kelihatan dia geleng-gelengkan kepala.
"Anak-anak manusia malang! Kalian mampus percuma. Akibat meminta lebih
dari kemampuan!" Si rambut kelabu membuka mulut. Lalu dia ketukkan tongkat
hitamnya ke tanah.
"Duk....duk....dukkkk!"
Hebat sekali! Ketukan tongkat itu bukan saja mengeluarkan suara aneh jauh ke
dalam tanah tetapi juga menyebabkan semak belukar di hadapannya bergoyang-
goyang. Goyangan ini membuat batu hitam di atas semak-semak itu bergetar. Namun
orang bercaping yang duduk di atasnya seolah tidak merasakan apa lagi terganggu.
Di atas pohon orang tua bermuka kuning dan berpakaian seperti resi usap-usap
joran bambunya. "Si bungkuk itu...... Hemmmmm....." katanya dan bergumam
BASTIAN TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dalam hati. "Boleh juga dia. Kepandaiannya jauh meningkat. Ketukan tongkatnya
membuat pohon yang kududuki bergetar. Bahkan pantatku terasa seperti kesemutan."
"Ck.....Ck.....Ck."
"Tapi aku kurang yakin dia mampu melaksanakan niatnya. Biar kutunggu saja
sambil memancing...... Ah, mengapa sedikit sekali hasil pancinganku malam ini."
Orang tua berpunuk berhenti mengetuk-ngetukkan tongkat hitamnya. Dia
maju dua langkah. Mulutnya tampak dipencongkan. Sesaat kemudian terdengar dia
berucap. "Kebo Pradah. Kau boleh menyamar seribu samaran. Sebagai resi, sebagai
nelayan atasu sebaga petani. Juga sebgai pengemis seperi kau lakukan saat ini.
tapi kau tak bisa lari dari aku. Mata tua ini tak bisa ditipu. Aku datang
menjemputmu! Apa
jawabmu"!"
Orang di atas batu tidak bergerak. Juga tidak ada suara jawaban.
Orang tua berambut kelabu di depan semak belukar menyeringai. Tangan
kirinya mengusap-usap rambutnya beberapa kali lalu tangan kanannya yang
memegang tongkat bergerak.
Ujung tongkat kayu hitam itu tiba-tiba menyusup ke bawah caping. Di depan
mata kiri ujung tongkat berhenti seolah hendak menusuk. Ternyata tidak. Tongkat
itu bergerak ke bawah lalu berhenti tepat pada cegukan di pangkal leher. Agaknya
bagian inilah yang akan ditusuk. Jelas tusukan membawa kematian!
"Aku bertanya sekali lagi Kebo Pradah! Kau bersedia ikut aku atau bermaksud
membangkang"!"
Orang tua berpunuk menunggu. Yakin bahwa dia tak bakal mendapat jawaban
maka diapun keluarkan suara tawa mengekeh. Tiba-tiba kekehannya lenyap laksana
direngut setan. Pergelangan tangan kanannya bergerak. Ujung tongkat benar-benar
menusuk! "Traaaaakkkk!"
Orang tua berpunuk berseru kaget lalu melompat mundur sampai tiga langkah.
Dua matanya mendelik, memandang liar berganti-ganti ke arah orang di atas batu
dan tongkat kayu hitamnya yang patah. Dia tidak dapat melihat kapan orang di atas
batu itu menggerakkan tangannya. Yang jelas gerakan orang itu jauh lebih cepat dari
tusukan tongkatnya tadi.
Di atas pohon yang gelap, kakek bermuka kuning yang memegang joran
geleng-gelengkan kepalanya. Dalam hati dia berkata. "Tua bangka bungkuk berpunuk
itu ternyata cuma bermulut besar. Kalau otaknya waras apa yang terjadi sudah
cukup menjadi peringatan. Sebaiknya dia lekas saja angkat aki dari tempat ini!"
Namun lain kata hati si kakek di atas pohon, lain pula ucapan orang tua
berpunuk. "Bagus Kebo Pradah! Bagus sekali! Kau menunjukkan keperkasaanmu tanda
kau memang pantas kuajak pergi. Tapi dari sikapmu tadi jelas kau memutuskan
untuk ikut aku tanpa nyawa di badan!" Si bungkuk berpunuk lemparkan patahan tongkat ke
tanah. Dari mulutnya keluar suara lengkingan keras. Di lain kejap tubuhnya
melesat ke depan. Ketika kedua tangannya dihantamkan, ada deru angin yang dahsyat
mendahului serangannya. Orang di atas batu maklum dia kini tidak bisa bertindak
gegabah. Dengan cepat dia angkat kedua tangannya menangkis. Dua pasang lengan
saling bentrokan keras. Tapi anehnya sama sekali hampir tidak terdengar suara
bergedebukan. Ini satu pertanda bahwa kedua orang itu sama-sama memiliki tenaga
dalam yang tingginya sulit dijajagi. Terbukti dengan apa yang terjadi setelah
bentrokan lengan itu. batu di atas semak belukar kelihatan retak. Beberapa
bagiannya malah hancur berkeping-keping. Asap mengepul dari batu. Orang bercaping yang
tadi BASTIAN TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
duduk di atasnya lenyap entah kemana! Sebaliknya si bungkuk berpunuk tampak
berlutut enam langkah dari depan semak belukar dengan sekujur tubuh bergetar.
Punuknya seolah bertambah besar tiba-tiba.
"Des!"
Punuk itu meletus pecah! Darah muncrat mengerikan!
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Orang tua bermuka kuning di atas pohon leletkan lidahnya. "Si bungkuk itu tak
bakal lama nyawanya," katanya dalam hati. "Kebo Pradah pasti tidak lepas dari
hantaman tenaga dalam lawan. Tapi dia berlaku cerdik. Tenaga sakti lawan
diteruskannya ke atas batu yang tadi didudukinya. Karuan saja batu itu jadi
retak bahkan pecah berkeping-keping!"
Si bungkuk berambut kelabu berusaha menahan sakit dengan mengatupkan
rahangnya kuat-kuat. Namun tak urung suara erangan terdengar juga keluar dari
mulutnya. Tangan kirinya diulurkan ke belakang. Begitu dia berhasil memegang
punuknya yang pecah, orang ini menekan kuat-kuat. Sungguh luar biasa. Darah yang
seperti memancur dari pecahan punuk serta merta berhenti mengalir.
Dengan mengumpulkan seluruh tenaga perlahan-lahan orang ini bangkit
berdiri. "Kebo Pradah! Dimana kau"! Jangan bersembunyi pengecut! Aku akan
mengadu jiwa denganmu!" Si bungkuk memandang kian kemari. Orang bercaping itu
tidak kelihatan. Dia membalik! Tahu-tahu Kebo Pradah sudah ada di depannya!
Si bungkuk keluarkan suara menggembor. Kedua tangan diulurkan ke depan.
Didahului bentakan keras dia melompat. Dua tangannya siap untuk mencekal dan
mematahkan leher Kebo Pradah. Namun tindakan nekadnya itu tidak membawa hasil.
Sebelum dia sempat menyentuh leher yang jadi sasaran, orang bercaping gerakkan
tangan kanannya.
"Praaaakkk!"
Kening si bungkuk pecah besar. Tubuhnya terjengkang. Jeritannya terdengar
singkat karena maut keburu merenggut nyawanya!
Di atas pohon orang tua bermuka kuning menghela nafas panjang. "Kasihan,
satu korban lagi jatuh. Apa masih ada lagi manusia tolol akan muncul mencari
mati di tempat ini?"
Di bawah pohon Kebo Pradah terdengar mendengus. "Tak jelas apa maunya
manusia-manusia itu. Mereka memburuku sejak tiga puluh hari lalu. Hampir tidak
memberi kesempatan bagiku untuk bernafas lega. Pintu Neraka..... Kudengar ada di
antara mereka menyebut-nyebut nama itu. Apa betul ada Pintu Neraka" Di mana
itu.....?" orang ini membetulkan letak capingnya lalu memandang berkeliling sambil
mengusap dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu kasar. Tiba-tiba Kebo Pradah berseru.
"Orang di atas pohon! Sudah saatnya kau turun. Aku mau lhat tampangmu
biar jelas dan apa kepentinganmu di tempat ini, mendekam sejak tadi di atas
pohon!" Orang tua bermuka kuning di atas pohon tersentak kaget. Jorannya sampai
bergoyang-goyang. "Astaga, rupanya dia tahu sejak tadi kalau aku nongkrong di
sini! Ah, bagaimana ini. Mau tak mau aku harus turun juga! Mungkin sudah saatnya aku
jarus memberi tahu padanya....."
Orang tua ini gulung tali kailnya. Baru saja dia hendak melompat turun tiba-
tiba terdengar suara aneh di kejauhan. Kakek muka kuning dan Kebo Pradah sama-
sama tercekat dan saling dongakkan kepala. Suara aneh itu terdengar semakin
keras tanda bertambah dekat.
"Hemmmmmm......" si muka kuning bergumam. "Itu suara kerontang kaleng .
Hanya ada satu manusia yang membawa kaleng rombeng ke mana-mana. Kakek


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Segala Tahu..... Kalau tidak ada apa-apa tidak akan dia muncul di tempat ini.
Jangan- jangan dia punya maksud yang sama..... Wah, apakah aku harus bentrokan dengan
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
orang satu golongan....." Sebaiknya aku menunggu saja. Biar dia muncul dulu di
tempat ini..... Tapi Kebo Pradah pasti tidak sabar!" Orang tua ini berpikir
sesaat. Sementara itu suara kerontang kaleng terdengar seperti menjauh dan akhirnya
lenyap sama sekali. "Mudah-mudahan dugaanku salah. Kakek Segala Tahu mungkin hanya
kebetulan saja tersesat ke kawasan ini. Sudahlah, biar aku turun saja menemui
Kebo Pradah......"
Sekali dia menggoyangkan tubuhnya, orang tua bermuka kuning itu melesat
ke bawah dan mejejakkan kedua kakinya di tanah tanpa mengeluarkan suara sama
sekali. Dia tegak dengan muka menyeringai, joran bambu dimelintangkan di bahu
kiri sementara tangan kiri berkacak pinggang.
"Ah, Si Pengail Sakti Bermuka Kuning rupanya!" kata Kebo Pradah begitu dia
melihat siapa orang yang tegak lima langkah di hadapannya itu. "Apakah banyak
hasil kailmu malam ini?"
"Cuma nyamuk dan serangga tak berguna. Ada beberapa ekor kunang-kunang.
Lumayan dari pada tidak dapat apa-apa sama sekali....." jawab kakek bermuka
kuning lalu tertawa gelak-gelak.
Kebo Pradah menunggu. Setelah Si Pengail Sakti hentikan tawanya dia cepat
berkata. "Sekarang katakan apa maksud kehadiranmu di tempat ini Pengail Sakti.
Apa sama dengan orang-orang yang sudah jadi mayat ini"!"
Si Pengail Sakti usap muka kuningnya dua kali lalu batuk-batuk beberapa kali.
Setelah itu dia rapikan pakaian putihnya yang seperti pakaian seorang resi,
membuat Kebo Pradah jadi tidak sabaran.
"Aku menunggu jawabmu Pengail Sakti. Jangan terlalu petantang petenteng di
hadapanku. Atau sebaiknya kau lekas menyingkir saja dari tempat ini"!" Kebo
Pradah akhirnya bicara dengan suara keras.
"Kebo Pradah, usiamu belum sampai setengah umurku yang sudah seratus dua
puluh tahun ini. Jadi tak pantas bicara kasar padaku...."
"Aku tidak mau tahu berapa umurmu! Jawab saja pertanyaanku tadi!" hardik
Kebo Pradah. "Kalau begitu maumu baiklah. Aku datang ke sini sebenarnya hendak
memberitahu bahwa dirimu terancam bahaya besar....."
"Hemmmm begitu" Baik sekali hatimu padaku. Tetapi mengapa ku hanya
mendekam di atas pohon, tidak langsung menemuiu dan memberi tahu"!"
"Begini, setiap aku hendak turun menemuimu, aku selalu kedahuluan oleh
orang-orang yang muncul mencari urusan denganmu. Aku pikir sebaiknya aku
menunggu saja sampai urusan kalian selesai....."
"Berarti kau sengaja membiarkan aku dalam bahaya!"
"Tidak begitu. Karena kau tahu kau bakal dapat menyelesaikan urusan itu,
maka sebaiknya aku tidak ikut campur. Buktinya kau bisa membereskan orang-orang
itu!" "Katakan bahaya besar apa yang mengancam diriku....."
Pengail Sakti memandang dulu berkeliling seolah kawatir orang lain di tempa
itu mendengarkan apa yang bakal dikatakannya. Lalu dia maju dua langkah
mendekati Kebo Pradah.
"Ada hal luar biasa dalam dunia persilatan terjadi sejak beberapa waktu lalu.
Jika hal ini dibiarkan dunia persilatan akan ambruk!"
"Katakan saja langsung apa yang kau maksud dengan hal luar biasa itu!" kata
Kebo Pradah pula.
BASTIAN TITO 7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Beberapa tokoh silat golongan putih lenyap secara aneh. Beberapa tokoh
mengadakan penyelidikan. Ternyata satu kekuatan hitam telah mencullik mereka
lalu disekap di sebuah tempat yang tak mungkin bisa dimasuki oleh manusia biasa. Jika
hal ini dibiarkan terus bukankah bisa membuat kiamat dunia persilatan" Lagi
pula....."
"Tunggu dulu! Apa hubungan peristiwa itu dengan diriku....." memotong
Kebo Pradah. "Seorang pakar dunia persilatn dari golongan putih yang aku tidak jelas siapa
adanya mengatakan bahwa hanya kau yang bisa menolong menyingkap tabir
peristiwa ini. Menyelamatkan tokoh-tokoh silat yang diculik itu, mengeluarkan
dari sekapan dunia hitam....."
Kebo Pradah tertawa. "Selama ini orang-orang persilatan mana pernah
memperhatikan diriku. Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan mereka. Mereka
membuat berbagai macam urusan. Mereka sendiri yang harus menyelesaikan. Soal
segala yang terjadi, dunia hitam dan kegaiban yang kau katakan itu, aku tidak
perduli....."
"Dengar dulu Kebo Pradah. Beberapa orang sakti siap untuk masuk ke dalam
dunia hitam makhluk-makhluk gaib sesat itu. Namun mereka tidak bisa tembus.
Meeka tahu daerahnya tapi tidak tahu bagaimana caranya bisa masuk ke alam gaib
itu. Hanya mereka katakan kau yang bisa melakukannya. Kau punya kekuatan dan
kemampuan yang tidak dimiliki orang lain......"
"Kau sudah cerita banyak. Tapi belum mengatakan apa keperntinganmu
sendiri datang ke sini. Hanya untuk memberitahu aku dalam bahaya dan bahwa aku
yang bisa menolong menyingkap tabir aneh itu" Aku tidak percaya. Kau pasti punya
kepentingan sendiri!"
Pengail Sakti tersenyum. Dia memandang lagi berkeliling. Lalu dengan suara
perlahan dia berkata. "Di alam gaib itu diketahui terdapat timunan harta
perhiasan. Kalau kita bisa masuk ke dalamnya kita bukan saja bisa menolong para sahabat
tetapi sekaligus bisa mendapatkan harta kekayaan itu! kita akan jadi orang-orang maha
kaya di dunia ini!"
"Aku tidak tertarik untuk jadi orang kaya...... Sekarang kau boleh pergi...."
"Tunggu dulu Kebo Pradah. Jika kau tidak tertarik pada kekayaan itu tak jadi
apa. Tapi kuminta kau mau menolong menyingkap tabir alam gaib itu. hanya kau
satu-satunya di dunia ini yang bisa menolongnya!"
Kebo Pradah menyeringai. "Banyak orang lain memiliki kemampuan lebih
hebat dariku. Kau bisa mencari mereka....."
"Kau betul, banyak orang lain yang lebih hebat dan memiliki kemampuan
serta kesaktian jauh di atasmu. Tapi bukan itu masalahnya!"
"Lalu"!"
"Seperti yang tadi aku bilang. Hanya kau yang memiliki kunci kekuatan untuk
dapat masuk ke alam gaib iu!" kata Pengail Sakti pula.
"Kunci kekuatan......" Aku tidak mengerti Pengail Sakti....."
"Kalau begitu biar aku membuktikannya dulu. Apa betul kau orangnya...."
Pengail Sakti mengulur tali jorannya sambil memutar-mutar mata kail yang
ditempel dengan sejenis getah perekat.
"Eh, apa yang hendak kau lakukan"!" tanya Kebo Pradah heran tapi segera
saja bersikap waspada.
Tangan kanan Pengail Sakti bergerak. Joran bambu yang dipeganginya
menderu ke kiri. Mata kail yang diselubungi getah menyambar ke bagian perut Kebo
Pradah. Mendapat serangan ini Kebo Pradah jadi marah.
BASTIAN TITO 8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Muka kuning! Kau berkedok hendak menolong orang. Ternyata kau sama
saja dengan orang-orang lainnya hendak mencelakai diriku!"
Habis berkata begitu Kebo Pradah berkelebat ke kiri. Tangan kanannya
menyambar ke arah mata kail. Pengail Sakti kedutkan jorannya agar kailnya tidak
sampai disambar lawan. Namun bersamaan dengan itu tangan kanan Kebo Pradah
memukul ke depan.
"Bagus!" seru Pengail Sakti. Joran bambu di tangan kanannya bergerak aneh.
"Sreettt... sretttt... Betttt! Bettttt!"
kebo Pradah terperangah kaget ketika tahu-tahu kedua tangannya telah terlibat
tali kail sementara mata kail yang bergetah menempel di bagian dada baju
rombengnya. Si Pengail Sakti tertawa mengekeh. Sekali menyentak saja maka Kebo Pradah
terbetot ke depan.
"Breettt!" Baju Kebo Pradah robek di bagian dada. "Sialan! Robekannya
kurang besar!" kata Pengail Sakti dalam hati. Joran bambunya kembali
disentakkan. Namun sekali ini Kebo Pradah sudah dapat membaca apa yang hendak dilakukan
kakek bermuka kuning itu. Dia cepat mendahului. Bukan saja dia mengikuti tarikan
lawan tapi malah mendahului bergerak. Sesaat lagi tubuhnya dan tubuh Si Pengail
Sakti akan saling beradu, tiba-tiba Kebo Pradah berkelebat ke kiri. Dua
tangannya yang dilibat tali kail diangkat ke atas. Lalu dia membuat gerakan berputar
beberapa kali. Pengail Sakti berseru tegang ketika melihat tali kailnya melibat lehernya
sendiri. Dia berusaha meloloskan diri dari libatan sambil lepaskan satu pukulan
tangan kosong yang dahsyat. Naumn terlambat. Libatan tali kail di lehernya
semakin kencang. "Trel....trek....trek....."
Terdengar suara berkereketan tiga kali berturut-turut. Tulang leher Pengail
Sakti patah di tiga tempat! Lidahnya menjulur ke luar dan kedua matanya
membaliak mengerikan! Untuk meyakinkan bahwa orang tua bermuka kunig itu benar-benar mati,
Kebo Pradah sentakkan kedua tangannya yang terikat dengan keras. Tak ampun lagi
tubuh Pengail Sakti terbanting ke bawah. Muknya menghantam tanah lebih dulu.
Remuk tak karuan rupa! Dengan tenang Kebo Pradah kemudian membuka libatan tali
kail di kedua tangannya.
"Aku harus buru-buru meninggalkan tempat celaka ini!" kata Kebo Pradah
membatin. "Kalau tidak, sulit bagiku melakukan samadi....."
Kebo Prradah rapikan letak capingnya. Sesaat kakinya hendak melangkah,
satu bayangan berkelebat. Angin bayangan yang menyambar ini membuat capingnya
bergesr ke kiri. Baju rombengnya yang robek berkibar-kibar dan tubuhnya terasa
dingin. Kebo Pradah cepat membalik. Benar saja, bayangan yang barusan berkelebat
tau-tahu sudah berada di belakangnya. Berubahlah paras Kebo Pradah ketika dia
mengenali siapa adanya mahluk di depannya itu!
BASTIAN TITO 9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA Hutan Tapakhalimun di kaki selatan Gunung Merapi terkenal angker. Itu sebabnya
tak pernah ada penduduk sekitar situ berani mendekati apa lagi masuk ke
dalamnya. Jangankan manusia, binatangpun boleh dikatakan jarang kelihtan berkeliaran di
sekitar situ. Kata orang hutan Tapakhalimun adalah sarang segalam macam mahluk
halus. Pada siang hari di kawasan hutan yang selalu redup itu sering terdengar
suara lolongan anjing, bernada aneh panjang menggidikkan. Terkadang ada suara tawa
cekikikan membaut siapa saja yang mendengarnya bisa lari lintang pukang. Ada
pula yang mengatakan bahwa dalam rimba belantara itu sering terdengar suara jeritan-
jeritan seperti orang disiksa. Lalu juga ada tangisan orok! Malam hari tentu
saja keangkeran di tempat itu jangan disebut lagi.
Saat itu tepat tengah hari. Di langit sang surya memancarkan sinarnya yang
terik. Namun di kawasan hutan yang ditumbuhi berbagai pohon besar berdaun rimbun
suasana tampak redup. Sinar matahari seolah tak sanggup menembus kelebatan rimba
belantara Tapakhalimun. Sewaktu lapat-lapat terdengar suara lolongan anjing dari
dalam hutan, tiba-tiba berkelebat satu bayangan putih. Setan" Bukan. Ternyata
dia manusia. Seorang pemuda berpakaian dan ikat kepala putih dengan rambut gondrong
acak-acakan. Sesaat dia memandang berkeliling.
"Sepi...." Katanya dalam hati. Baru saja dia berucap begitu mendadak dari
dalam hutan terdengar suara lolongan anjing, membuat pemuda ini tergagap kaget
dan merutuk dalam hati. "Sialan! Kalau binatang itu ada di hadapanku pasti
kutendang!"
Dia memandang lagi berkeliling sambil memasang telinga. "Eh, apakah aku ini
sudah sampai di hutan Tapakhalimun....." Keadaan di sini serba aneh. Udara redup dan
hawanya pengap. Tapi mengapa aku mendadak keluarkan keringat dingin" Ada bau
seperti kebang busuk. Tapi kulihat tak satu pohonpun ada bunganya! Pohon-pohon
besar itu tumbuhnya aneh. Berjajar dekat-dekat seperti pagar...."
Selagi pemuda ini membatin tiba-tiba kesunyian dirobek oleh suara jeritan-
jeritan mengerikan. Kembali pemuda ini terkejut dan memaki habis-habisan.
"Gila! Siapa yang menjerit seperti itu" Datangnya dari kejauhan di sebelah
sana. Sepertinya lebih dari satu orang. Jangan-jangan itu bukan jeritan manusia
tapi....." Pemuda ini tidak teruskan ucapannya. Dia melangkah sepanjang deretan
pohon-pohon besar yang membentuk pagar. Di setiap celah antara dua pohon dia
coba memeperhatikan. "Aku seperti melihat ada bayangan berkelebat di sebelah sana.
Jelas bukan bayangan binatang.... Apa yang harus aku lakukan" Aku harus melihat
bagaimana keadaannya sekarang...." Cepat-cepat dari dalam saku pakaiannya
pemuda ini mengeluarkan sebuah benda yang ternyata adalah sekuntum bunga
kenanga aneh. Aneh karena bunga ini tak pernah layu dan jika dikeluarkan selalu
menebar bau harum. Selain itu kembang kenanga ini berasal-usul dari satu
kejadian yang sulit diterima akal manusia.
Beberapa waktu lalu dia pernah mengenal bahkan bercinta dengan seorang
dara cantik yang dipanggilnya dengan nama Bunga. Gadis ini sebenarnya adalah
penjelmaan dari seorang gadis yang telah meninggal dunia karena diracun oleh
kekasihnya sendiri yang mengkhianati cintanya. Satu kekuatan yang menguasai
Bunga membuat gadis ini mampu meninggalkan alam gaibnya dan hidup seperti
mahluk halus bahkan menjelma atau memperlihatkan diri sebagaimana keadaannya
sebelum meninggal dunia dulu. (untuk jelasnya baca serial Wiro Sableng berjudul
"Misteri Dewi Bunga Mayat").
BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Setelah menatap kembang kenanga itu sesaat, perlahan-lahan si pemuda
mendekatkan bunga tadi ke hidungnya. Perlahan-lahan pula, penuh kekhusukan
sambil memejamkan kedua matanya dia mencium bunga itu. Hawa harum dan sejuk
masuk ke dalam hidungnya terus ke rongga pernafasan. Rasa sejuk menyeruak ke
rongga dadanya.
"Bunga..... Datanglah. Aku ingin melihatmu...." Si pemuda berbisik dengan
suara bergetar. Dia menunggu. Tak terjadi apa-apa. Dia menunggu lagi.
"Aneh," kata pemuda ini dalam hati. "Biasanya tidak selama ini. sekali
panggil saja dia sudah muncul memperlihatakn diri..... Jangan-jangan......" Si
pemuda tampak kawatir. Diciumnya kembang kenangaitu sekali lagi. Lebih lama dari
tadi seraya berbisik. "Bunga, aku ingin melihat. Bagaimana keadaanmu sekarang.


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlihatkan dirimu Bunga......"
Tetap saja tak ada yang terjadi. Hati si pemuda jadi semakin tidak tenang.
"Kalau dia mati dan aku tidak bisa menolongnya...... Aku akan menyesal seumur
hidup....... Tapi bukankah sebenarnya dia sudah mati" Apakah ada mahluk hidup
mati sampai dua kali?" Si pemuda termenung sesaat. "Biar kucoba sekali lagi....."
katanya. Bunga kenanga itu diusap-usapnya beberapa kali. Lalu didekatkannya ke
hidungnya. Kemudian diciumnya. "Bunga..... Jika kau masih ada di alammu,
datanglah Bunga. Perlihatkan dirimu......"
Pemuda itu hampir putus asa ketika menunggu sekian lama apa yang
dharapkannya tak kunjung terjadi. Namun tiba-tiba, perlahan sekali ada suara
berdesis. Serta merta udara pengap di tempat itu dipenuhi oleh bau bunga kenanga. "Dia
datang....." desis si pemuda. Kedua matanya memandang tak berkedip ke arah
datangnya suara berdesir itu. dari arah itu tampak satu sinar terang. Hanya
sesaat. Begitu sinar terang lenyap muncullah bayangan sosok tubuh seorang gadis
mengenakan kebaya putih berkancing-kancing besar. Rambutnya tergerai lepas.
Bayangan ini makin lama makin jelas.
"Bunga!" pekik si pemuda begitu melihat keadaan gadis yang muncul secara
aneh itu. pakaian putihnya ternyata penuh dengan darah. Wajahnya yang cantik
tapi pucat digelimangi datah yang keluar dari kedua matanya, hidung, telinga dan
mulut. Wajah itu memperlihatkan rasa takut yang amat sangat. Si gadis berada dalam
keadaan terikat kedua tangan dan kakinya pada sebuah tonggak kayu.
"Bunga!" teriak pemuda tadi kembali seraya memburu. Namun baru sedikit
saja dia bergerak tiba-tiba muncul dua mahluk menyeramkan yang tubuhnya meliuk-
liuk seperti asap. Setiap menyeringai dua mahluk ini memperlihatkan barisan
gigi- giginya yang panjang-panjang dan runcing. Mulutnya, mulai dari bibir sampai gigi
dan lidah bergelimang darah. Dengan jari-jari tangannya yang berkuku panjang dan
sebesar pisang tanduk, dua mahluk seram ini menarik tubuh si gadis ke arah satu
tempat yang hitam dan gelap sehingga akhirnya lenyap dari pemandangan.
Bersamaan dengan lenyapnya sosok tubuh itu terdengar suara jertan-jeritan
keras, membuat pemuda itu hampir jatuh duduk saking kaget dan ngerinya. Suara
jeritan semakin keras. Si pemuda kerahkan tenaga dalam untuk menutup jalan
pendengarannya. Tetapi tembus! Terpaksa dia dekap kuat-kuat kedua telinganya.
Lalu jatuhkan diri berlutut. Untuk beberapa lamanya suara jeritan itu masih terus
menggema bahkan kini sesekali diiringi oleh lolongan anjing!
"Ya Tuhan! Apa sebenarnya yang terjadi dengan dirinya!" Pemuda berpakaian
putih membatin sambil gigit bibirnya sendiri. "Terakhir sekali dia muncul tidak
seperti itu. Masih bisa bicara...... Tapi kini mengapa begitu sengsara
keadaannya...... Tuhan! Beri aku kemampuan dan kekuatan untuk menolongnya!"
BASTIAN TITO 11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Baru saja pemuda ini mengucapkan doa itu suara jerit dan lolongan anjing tadi
kini malah diikuti oleh suara tawa cekikikan riuh sekali. Mau tak mau kuduk si
pemuda menjadi dingin. Mukanya keringatan. Nafasnya mengengah-engah. Dia
melompat. Kerahkan tenaga dalam lalu berteriak sekerasnya yang bisa
dilakukannya. Dalam kengeriannya dia sengaja berteriak untuk melawan suara-suara menggidikkan
itu. tapi percuma. Suara jerit, tawa cekikikan dan lolongan anjing tetap saja
memenuhi tempat itu. "Aku harus meninggalkan tempat ini sebelum terjadi sesuatu dengan diriku!"
kata si pemuda yang memasukkan kembang kenanga ke dalam sakunya. Dia cepat
berdiri "Tapi....." Hatinya ragu. "Aku datang kemari bukankah untuk mencari hutan
Tapakhalimun" Aku yakin aku sudah sampai di hutan itu. Bunga..... Tadi dia muncul
lalu dilarikan oleh mahluk-mahluk mengerikan. Berarti seperti katanya dalam
mimpi, dia memang telah dilarikan ke satu sarang mahluk-mahluk halus yang punya
kekuasaan dan kekuatan tidak terbatas! Buktinya Bunga sendiri yang merupakan
mahluk gaib, tidak mampu membebaskan diri dan minta tolong padaku...... Kalau
begitu apapun yang terjadi aku tidak boleh meninggalkan tempat itu. Sarang
mahluk- mahluk jahat itu rasanya tidak jauh dari sini! Dan aku harus menemukannya! Aku
harus segera membebaskan Bunga. Keadaannya gawat sekali....."
Suara tawa dan jerit serta lolongan anjing perlahan-lahan mulai berhenti dan
akhirnya lenyap sama sekali. Namun hal ini tidak membuat si pemuda bebas dari
rasa ngeri dan tegang. Kedua matanya kembali menyapu ke arah deretan pohon-pohon
besar. "Aku yakin suara-suara jerit dan tawa serta lolongan anjing tadi datang dari
balik pohon-pohon besar itu. Aku harus menyelidiki ke sana...."
Si pemuda mendekati deretan pohon-pohon besar lalu melompat di celah
kosong antara dua batang pohon.
"Dukkkk!"
Pemuda berambut gondrong itu berteriak keras. Bukan hanya karena kesakitan
tapi terlebih lagi dan terutama oleh rasa kejut yang bukan alang-kepalang. Saat
itu pula terdengar suara tawa cekikikan riuh rendah.
Waktu pemuda itu tadi melangkah untuk lewat di antara celah dua buah pohon,
kaki dan kepalanya menabrak sesuatu yang tidak kelihatan hingga tubuhnya
terhempas ke belakang.
"Gila! Aku tidak melihat apa-apa. Mengapa langkahku seperti ada yang
menghalangi" Apa yang barusan kutabrak"!" lalu pemuda ini kembali melangkah
maju. Kali ini gerakannya lebih cepat dan lebih sebat.
"Dukkkk!"
Untuk kedua kalinya dia menabrak sesuatu hingga langkahnya bukan saja
tertahan tapi tubuhnya jatuh terjengkang di tanah! Saat itu pula terdengar suara
tawa cekikikan disertai lolongan anjing di kejauhan.
"Tembok tanpa ujud!" desisnya dengan mata melotot memandang ke depan.
"Tak bisa kupercaya!" Dia melompat berdiri. Tangan kirinya diulurkan ke depan,
membuat gerakan meraba dan mengusap. "Aneh! Tak ada apa-apa di sini!" katanya
terheran-heran. "Lalu tadi apa yang menahan langkahku" Mengapa aku tidak bisa
berjalan ke arah celah pohon?" Pemuda ini berpikir sejenak. "Coba aku melangkah
melewati celah yang lainnya...." Lalu dia melangkah ke delah antara dua pohon di
sebelah kiri. Tak terjadi apa-apa. "Nah, kali ini aku bisa lewat...." Baru saja
dia berkata begitu tiba-tiba.
"Dukkk.....dukkkk!" kaki kanan dan keningnya lagi-lagi menabrak benda
keras yang tidak kelihatan.
BASTIAN TITO 12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Edan!" maki pemuda itu. lalu dia tersentak oleh suara tawa bergelak, jeritan
aneh dan lolongan anjing. "Keparat! Mahluk apapun kalian adanya, apa kau kira
aku takut pada kalian!" Pemuda itu kepalkan tangan kanannya lalu menghantam ke
depan. "Dukkk!"
Jeritan keras keluar dari mulut si pemuda. Tangan kanannya dikibas-kibaskan.
Ketika diperhatikan ternyata ruas-ruas jarinya lecet bahkan ada kulitnya yang
terkelupas. "Tempat celaka apa ini"!" kertak pemuda itu. Amarahnya menggelegak.
Dalam keadaan seperti itu tanpa pikir panjang lagi dia kerahkan tenaga dalam.
Kini dengan tangan kirinya dia lepaskan pukulan sakti. Gelombang angin laksana topan
prahara menghampar deras.
"Bummmmm!"
Pukulan sakti itu melanda sesuatu mengeluarkan suara letusan keras. Angin
pukulan membalik dahsyat, menghantam orang yang melepaskannya. Senjata makan
tuan! Tak ampun lagi tubuh pemuda itu mencelat mental. Terlempar dan terguling-
guling sampai bebrapa tombak. Untuk beberapa lamanya dia terkapar di tanah.
Sekujur tubuhnya laksana remuk. Dari hidungnya meleleh darah. Dadanya berdenyut
sakit. Perlahan-lahan dia coba berdiri. Saat itu pula terdengar suara tawa riuh
rendah dan jeritan panjang pendek.
"Iblis! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan kalian!" teriak si pemuda.
Tangan kanannya diangkat ke atas. Saat itu juga tampak tangan itu berubah putih
dan mengeluarkan sinar perak menyilaukan. "Makan ini! Masakan tidak jebol!" berseru
si pemuda. Lalu dia menghantam ke depan. Sinar putih panas dan menyilaukan mata
berkiblat. Bersamaan dengan itu si pemuda melompat ke atas. Hal ini dilakukannya
untuk lebih dulu menyelamatkan diri kalau pukulan sakti yang barusan
dilepaskannya seperti tadi berbalik kembali menghantam tubuhnya!
"Wuuuttt!"
"Bummmmm!"
"Wuutttt!"
Benar saja. Pukulan sakti yang mengeluarkan hawa sangat panas itu ternyata
benar-benar membalik. Kalau saja pemuda itu tidak melompat ke udara pasti sinar
saktiitu akan menghantam dirinya.
"Wusss! Braaaakkkk!"
Sinar menyilaukan menyambar semak belukat dan beberapa pohon di
seberang sana. Semak belukar langsung terbakar sedang batang-batang pohon
hangus, satu di antaranya roboh tumbang.
Si pemuda melayang turun ke tanah. Wajahnya berubah.
"Aneh...... Benar-benar aneh.... Apa sebenarnya yang ada di depan deretan
pohon-pohon besar itu" Tembok sakti tak berwujud. Dinding gaib" Mustahil tak
bisa dijebol! Tak dapat ditembus! Padahal Bunga yang hendak kuselamatkan aku yakin
berada di balik deretan pohon-pohon itu! Tak bisa kupercaya!"
Pemuda ini usap-usap dagunya. Tangan kanannya bergerak ke pinggang. "Aku
tak akan menyerah! Dengan senjata mustika ini masakan tak bisa jebol!"
Sinar menyilaukan memancar di tempat yang redup itu. sebuah senjata berupa
kapak bermata dua tergenggam di tangan si pemuda. Inilah Kapak Maut Naga Geni
212. Milik nenek sakti mandraguna di Gunung Gede yang kemudian diwariskan pada
muridnya yaitu Pendekar 212 Wiro Sableng.
BASTIAN TITO 13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Wiro pegang Kapak Maut Naga Geni 212 erat-erat. Tahangnya dikatupkan kuat-
kuat. "Ciaaattt!"
Didahului dengan teriakan keras Wiro babatkan senjata mustikanya ke depan.
Sinar putih perak meyambar disertai suara laksana seribu tawon mengamuk. Hawa
panas menghampar.
"Braaakkkk!"
Kapak Maut Naga Geni 212 menghantam sebuah benda yang tidak kelihatan.
Terdengar suara seperti sesuatu hancur berantakan. Tetapi benda atau apa yang
hancur itu sama sekali tidak terlihat oleh mata. Tanah terasa bergetar. Pohon-
pohon bergoyang. Semak belukar berserabutan. Sebaliknya Kapak Maut Naga Geni 212
terlepas mental dari tangan Wiro, tercampak di tanah. Wiro merasakan tangannya
seperti memegang bara panas. Jari-jarinya digerak-gerakkan sambil meniup
termonyong-monyong.
"Gila betul! Tapi jebol juga akhirnya!" kata Wiro. Senjata mustika yang
tercampak di tanah cepat diambilnya lalu diperiksa. "Untung tak ada yang
gompal," kata Wito lega. Kapak Maut Naga Geni 212 cepat disimpannya di balik pakaian.
"Sekarang pasti aku bisa masuk ke hutan itu tanpa kesulitan!" berucap Wiro. Dia
membuat langkah-langkah besar, berjalan ke arah salah satu celah pohon di bagian
mana diperkirakannya tadi telah menjebol dinding atau tembok yang tidak berwujud
itu. "Duukkkkkk!"
"Jahanam!" rutuk Pendekar 212. Ternyata dugaannya salah. Tembok yang tak
kelihatan itu sama sekali tidak jebol. Kaki dan kepalanya kembali terantuk.
Selagi dia tertegun tiba-tiba dekat sekali di depannya terdengar suara tawa cekikikan
sedang di kejauhan kembali ada suara lolongan anjing, panjang menggidikkan.
Pendekar 212 bersurut beberapa langkah. Langkahnya terhenti ketika
punggungnya membentur sesuatu. Dia sempat tergagau dan cepat berpaling. Kalau
tadi cuma tergagau kini dari mulutnya keluar seruan tertahan. Tampangnya seputih
kertas. Apa yang menyebabkan sang pendekar sampai berseru dan berubah wajahnya
begitu rupa" Apa pula yang barusan telah dibenturnya"
Di hadapan Wiro saat itu ada satu sosok menyeramkan tegak setengah
membungkuk seolah hendak melompat menerkamnya. Sosok ini adalah sosok
seorang tua berkepala panjang. Dia hanya mengenakan sehelai kancut. Sekujur
tubuhnya penuh dengan luka-luka bekas siksaan. Darah bergelimang di mana-mana.
Sepasang bola matanya memberojol keluar, bergelayutan di atas pipi seolah hendak
copot! Telinganya lancip ke atas. Dagunya berbentuk segitiga. Di atas dagu
terlihat satu mulut yang hancur dan selalu mengucurkan darah. Pada lidahnya yang terjulur
panjang menancap sepotong besi lancip. Sepotong besi lagi menancap membelintang
dari telinga kiri ke telinga kanan. Pada pangakal lehernya kelihatan lobang luka
besar. Dari lobang ini mengucur darah berwarna hitam. Baik tangan maupun kaki mahluk
ini diikat dengan rantai besar merah menyala. Agaknya dia tidak mampu bergerak
sedikitpun. Kalau dia mencoba menggerakkan tangan dan kakinya maka rantai panas
akan melumerkan daging bahkan tulangnya!
BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Pendekar 212 bersurut beberapa langkah. Sumur hidup belum pernah dia
meliha mahluk mengerikan seperti ini. "Hantu atau apa yang ada di depanku
ini....." pikir Wiro. "Grokkk....grokkkk.....grokkkkk." Dari tenggorokan mahluk dahsyat itu tiba-
tiba keluar suara aneh, hampir seperi suara orang mengorok. Dari lobang luka di
tenggorokannya terus mengucur darah hitam.
"Agaknya dia hendak mengatakan sesuatu...." Pikir Wiro dengan tampang
mengerenyit memperhatikan.
"Grokkk...grokkkk....grokkk."
"Ah, betul. Dia hendak bicara tapi suaranya seperti itu. Mana aku bisa
mengerti...." Wiro mundur lagi dua langkah. "Kau.... Kau mau bilang apa.....?"
Wiro ajukan pertanyaan.
Mahluk itu anggukkan kepala. Perlahan sekali. Dua bola matanya yang
bergelantungan tampak bergoyang-goyang. Darah mengucur dari dua rongga matanya.
"Kau....kau penghuni rimba belantara ini?" tanya Wiro lagi.
Si mahluk mengangguk.
"Kau mengerti omonganku. Kau ini manusia atau apa....?"
Kali ini tak ada anggukan. Mahluk itu diam saja.
"Apakah kawasan di belakang

Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pohon-pohon besar itu hutan Tapakhalimun....?" Tanya Wiro selanjutnya.
Kepala mahluk menyeramkan mengangguk sedikit. Baru saja dia mengangguk
tiba-tiba ada suara letupan disertai kepulan asap di depan deretan pohon-pohon
besar. Lalu dua sosok sangat besar muncul. Ternyata yang muncul ini adalah dua orang
perempuan gemuk luar biasa, berwajah galak, memiliki lidah menjulur panjang
sampai ke dada. Dua mahluk ini hanya mengenakan cawat. Payudaranya yang besar
bergundal-gandil kian kemari. Rambutnya hitam dan panjang sempai ke betis. Wiro
yang memperhatikan tersentak mundur dan merinding. Di celah-celah rambut panjang
dua perempuan gemuk itu kelihatan bergelantungan ular-ular sepanjang tiga
jengkal, berwarna hitam berbelang kuning! Masing-masing mereka memegang sebilah golok
merah yang menyala.
"Aku tidak bermimpi! Tapi bagaimana ada mahluk-mahluk mengerikan
seperti ini....."
Dua mahluk perempuan itu tiba-tiba keluarkan suara pekikan keras. Lalu
mereka memburu ke arah mahluk yang tegak terbungkuk dan terikat rantai panas
membara tangan serta kakinya dan kini tampak sangat ketakutan. Dua golok
diacungkan lurus-lurus diarahkan pada perut mahluk yang terikat tadi.
"Cleeppp!"
"Cleepp!"
"Ceesss!"
"Cesss!"
Tak ampun lagi perut mahluk itu ambrol di dua tempat. Asap mengepul dari
perut yang jebol dan dua golok yang membara. Begitu dua golok ditarik isi perut
si mahluk laksana dibedol keluar. Wiro seperti mau muntah melihat hal luar biasa
mengerikan itu. Si mahluk sendiri keluarkan suara lolongan aneh sementara dua
mahluk perempuan tadi kembali memekik-mekik marah. Puluhan ular yang ada di
kepala mereka berjingkrak meliuk-liuk seolah-olah iku marah.
Tiba-tiba mahluk berkepala panjang yang terikat rantai membara kaki dan
tangannya itu melompat ke depan, berusaha menubrukkan kepalanya pada salah satu
mahluk perempuan. Yang hendak ditubruk menjerit keras. Golok panas merah
menyala di tangannya dibacokkan ke arah kepala panjang si mahluk.
BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Grokkkkk!"
Mahluk berkepala panjang itu keluarkan suara menggmbor keras lalu angkat
dua tangannya yang terikat bsei panas untuk melindungi kepala.
"Craassss!"
Dua lengan putus. Dua tangan yang masih dalam keadaan terikat rantai panas
jatuh ke tanah.
"Grokkkk,,,,!" mahluk berkepala panjang menggembor keras sementara darah
mancur dari dua tangannya yang kini buntung.
Salah seorang dari mahluk perempuan tadi cekal leher si kepala panjang lalu
menyeretnya ke arah pepohonan. Kawannya tak segera mengikuti tapi memandang ke
arah Wiro Sableng. Karuan saja murid Sinto Gendeng ini merasa seperti mau lumer
sekujur tubuhnya. Dalam takutnya dia siapkan pukulan sakti "sinar matahari" di
tangan kanan. Mahluk perempuan yang tadi memandang pada Wiro keluarkan
pekikan, berpaling pada kawannya yang tengah menyeret mahluk lelaki yang isi
perutnya manjela-jela sampai ke tanah. Mahluk perempuan yang satu ini gelengkan
kepalanya. Kawannya yang tegak di hadapan Wiro tampak kecewa. Tiba-tiba
lidahnya yang panjang menjulur bertambah panjang.
"Wuttt!"
Lidah itu melesat ke arah bawah perut Pendekar 212. Wiro merasakan
selangakangannya seperti disambar api. Tubuhnya terlonjak mental sampai satu
tombak ke belakang.
"Uhhh....mati aku!" katanya sambil menekap bagian bawah perutnya.
Di depannya dilihatnya dua mahluk perempuan itu melangkah ke deretan
pohon-pohon sambil satunya menyeret mahluk lelaki tadi. Begitu melewati barisan
pohon keduanya, juga mahluk lelaki yang diseret tiba-tiba lenyap laksana ditelan
bumi! Murid Sinto Gendeng raba-raba bagian bawah perutnya yang tadi disentuh
lidah mahluk perempuan itu.
"Astaga!" wajahnya jadi pucat. Ikat pinggang celananya dilonggarkan lalu dia
mengintip ke bawah. Sang pendekar menjadi lega. "Masih ada..... Tadi kenapa
seperti amblas lenyap...."
Wiro memandang ke jurusan lenyapnya tiga mahluk menyeramkan tadi.
"Aku melihat mereka melangkah ke arah pohon. Lewat di antara dua pohon di
sebelah sana dan lenyap. Berart sebenarnya tidak ada penghalang apapun di tempat
itu." Berpikir seperti itu murid Sinto Gendeng lalu melangkah ke jurusan tiga
mahluk tadi berjalan dan lenyap. Satu langkah lagi dari hadapan celah dua buah pohon
yang hendak dilewatinya tiba-tiba.
"Dukkkk!"
"Setan alas!" maki Pendekar 212 sambil pegangi keningnya sedang kaki
kanannya dijingkat-jingkatkan menahan sakit. "Tak bisa ditembus! Kalau begitu
mereka tadi adalah pasti mahluk-mahluk halus. Berarti tak ada gunanya aku
mencoba masuk! Sampai kiamat pun tak akan tembus! Lalu bagaimana dengan Bunga....?"
Wiro gelengkan kepala dan garuk-garuk keningnya yang masih mendenyut
sakit. "Tak ada gunanya aku berlama-lama di tempat ini. Aku harus cepat mencari
bantuan agar bisa menyelamatkan Bunga. Tapi mencari bantuan pada siapa....?"
Murid Sinto Gendeng jadi bingung dan garuk-garuk kepala lagi sambil memandang
berkeliling. Tiba-tiba matanya membentur sesuatu di tanah. Seperti tulisan.
Samar- samar dan apa yang tertulis tidak rampung. Dengan susah payah Wiro coba
membacanya. Dia harus menglilingi tulisan di tanah itu berulang kali sebelum
bisa membaca dengan jelas.
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Tulisan aneh ini dibuat dengan darah. Darah siapa.....?" Wiro coba berpikir.
"Mahluk yang perutnya jebol itu. Jangan-jangan dia.... Dia menulis dengan darah
yang mengucur dari salah satu tangannya yang buntung. Sebelum selesai tubuhnya
sudah keburu diseret ke balik pepohonan...."
Wiro berputar sekali lagi. Kali yang keenam akhirnya dia bisa juga membaca
tulisan itu. "Kakek Segal....."
"Kakek Segal..... Kakek Segal...." Wiro mengulang-ulang memaca tulisan itu
di dalam hati. "Astaga! Yang dimaksudnya pasti Kakek Segala Tahu! Aku tolol!
Mengapa aku tidak ingat orang tua itu! Kalau tidak diingatkan oleh mahluk itu....
Aku harus segera pergi. Tidak mudah mencari tua bangka aneh itu. kalau nasibku
jelek, satu tahun pun berkeliling tak bakal bisa menemukannya."
BASTIAN TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Hari pasar di Kotobarang sekali ini bukan main ramainya. Penyebabnya karena
hari ini seorang akrobat ulung akan mempertunjukkan kehebatannya di tengah
pasar. Maka penduduk Kutobarang bahkan mereka yang tinggal jauh di pedalamn datang
berbondong-bongdong. Pertunjukkan diadakan di sebuah pedataran yang bagian
teganhnya membentuk bukit kecil. Sejak pagi tempat itu telah dipenuhi orang
banyak. Tak lama kemudian akrobat ulung yang ditungg-tunggu muncul. Ternyata dia seorang
kakek bungkuk berpakaian compang-camping, kotor penuh tambalan. Di bahunya
membekal buntalan dekil. Di kepalanya bertengger sebuah caping bambu. Sebuah
tongkat kayu tergenggam di tangan kanan.
"Sialan! Cuma seorang jembel! Apa kemampuannya"!" sungut seorang lelaki
yang sejak pagi berada di situ.
"Tua bangka itu menipu kita! Berjalan saja susah! Masakan dia pandai main
akrobat"!" tukas seorang lainnya.
"Jangan-jangan dia datang ke sini hanya mau mengemis! Minta sedekah!
Lihat! Kedua matanya putih! Gila! Dia buta!"
Di antara kekecewaan yang terlontar di mulut orang banyak ada seorang
berkata seperti membela. "Di beberapa desa sebelumnya aku dengar dia mampu
memperlihatkan akrobat mengagumkan luar biasa!"
"Uh! Siapa percaya pada pengemis!" seseorang menyeletuk.
Di tempatnya berdiri, orang tua bercaping tegak sambil senyum-senyum.
"Uhhhhh! Lihat dia cengengesan! Membuat aku muak!" ujar seorang di
pinggir lapangan.
"Sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini. Seekor monyet tua mampu
mempertunjukkan apa"!"
"Kau betul kawan. Baru sekali saja dia meliukkan tubuhnya tulang
pinggangnya akan patah!"
Perlahan-lahan orang tua di atas bukit kecil membuka capingnya. Begitu
caping bambu tanggal dari kepalanya tiba-tiba seekor burung merpati keluar dari
dalam caping, terbang berputar-putar di atas kepalanya beberapa kali lalu
melesat lenyap ke arah Timur.
Kini orang banyak jadi terdiam dalam heran. Segala ejek cemooh tidak
terdengar lagi. Semua mata memandang pada pengemis buta di atas tanah berbukit.
Si kakek sendiri usap-usap kedua tangannya satu sama lain. Lalu dia mencabut
tongkat kayu butut yang dikepit di ketiak kiri. Sambil membolang-balingkan tongkat kayu
itu dia melangkah berputar-putar mengelilingi buntalan kainnya yang terletak di
tanah. Tiba-tiba dia mengetuk buntalan itu dengan ujung tongkat.
Terdengar suara denyit keras lalu seekor monyet coklat keluar dari dalam
buntalan meloncat-loncat kian kemari. Si kakek acungkan tongkat kayunya lurus-
lurus ke atas lalu jentikkan jari tangan kiri. Monyet coklat melompat tinggi
lalu hup! Cekatan sekali dia naik dan berdiri di ujung tongkat si kakek. Di ujung tongkat
binatang ini tidak hanya berdiri diam tapi berjingkrak-jingkrak malah melompat
jungkir balik beberapa kali. Orang banyak berseru kagum.
Perlahan-lahan si kakek letakkan tongkat di atas capingnya. Lalu dia
melangkah berputar-putar membuat gerakan seperti orang menari. Di ujung tongkat
si monyet kembali melompat jungkir balik. Orang banyak bertepuk riuh penuh kagum.
Sayang tak ada tetabuhan. Kalau tidak pasti pertunjukkan itu lebih semarak.
BASTIAN TITO 18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Setelah membiarkan monyetnya melompat-lompat beberapa lama si kakek
angkat capingnya dengan tangan kanan sedang tangan kiri memegang tongkat. Caping
lalu diputar-putar dengan sebat. Dalam keadaan berputar caping bambu ini
dilemparkannya ke atas. Lalu dia bersuit memberi tanda. Mendengar suitan ini
monyet yang ada di ujung tongkat melompat ke atas caping dan ikut berputar.
Sebelum caping melayang turun si kakek cepat menunjang dengan tongkatnya lalu
memutar caping itu lebih cepat sehingga caping dan monyet di atasnya terlihat
seperti bayang-bayang. Perlahan-lahan ujung tongkat dipindahkannya ke atas ubun-ubun
kepalanya. Sambil menggoyang-goyangkan kepala agar caping dan monyet terus
berputar, orang tua itu keluarkan dua tiga biah benda dari balik pakaian
rombengnya. Ternyata benda-benda itu adalah tiga buah bola terbuat dari rotan. Sementara
kepalanya menjunjung tongkat dan di ujung tongkat terus berputar caping dan
monyet, si kakek mulai melambung-lambungkan tiga buah bola itu. Dilempar, ditangkap lalu
dilempar lagi terus menerus.
"Luar biasa!"
"Hebat!"
"Tidak disangka gembel buta tua itu ternyata memang pandai main akrobat!"
Berbagai pujian keluar dari mulut orang banyak.
Setelah puas dengan pertunjukan itu si orang tua mengambil kantong kain dan
menyandangnya di bahu kiri. Lalu dia melangkah mendekati sebuah pohon bercabang
besar yang terletak di tepi lapangan. Waktu memungut buntalan dan berjalan,
tongkat, caping dan monyet masih terus berada di atas kepalanya sementara tiga buah bola
terus dimainkannya dengan cekatan. Begitu sampai di bawah cabang pohon besar dia
keluarkan suitan keras. Lalu membuat beberapa gerakan berturut-turut secara
cepat. Pertama dia menyimpan kembali tiga buah bola rotan di balik pakaian
rombengnya. Selanjutnya dia melompat ke atas lalu jungkir balik. Di lain kejap
dia tampak bergelantungan pada cabang pohon. Kedua kakinya dicantelkan ke dahan
kayu, tubuh serta kepalanya tergantung ke bawah tidak beda seperti seekor
kelelawar. Di saat yang sama pula dia ulurkan tangan kiri untuk memegang tongkat. Perlahan-
lahan tongkat diturunkannya ke bawah. Caping dan monyet yang ada di ujung
tongkat ikut turun. Lalu dengan kecepatan luar biasa tongkat dikepitnya di ketiak kiri,
caping dipegang di tangan kanan. Karena tak ada tempat berpijak tentu saja monyet yang
ada di atas caping jadi jatuh ke bawah. Dengan tangan kirinya si kakek cepat
menangkap salah satu tangan binatang itu lalu dilemparkannya ke atas. Monyet itu melesat
ke udara. Si kakek keluarkan suitan keras. Tubuhnya tiba-tiba bergerak memutari
dahan. Dua kali putaran monyet yang dilempar ke atas kembali jatuh. Si kakek cepat
menangkap tangan binatang ini lalu dilempar kembali ke atas. Demikian terjadi
berulang-ulang. Makin lama putaran tubuh si kakek semakin cepat dan monyet
coklat dilempar semakin tinggi. Orang banyak sesaat tercekat melihat hal yang luar
biasa itu. sedikit saja meleset dan sikakek tidak dapat menangkap tangan monyet, binatang
itu pasti akan hancur ke tanah.
Pada putaran kedua belas kembali kakek itu keluarkan suitan panjang. Monyet
yang ditangkapnya di tangan kiri dilemparkannya ke udara tinggi-tinggi.
"Hai! Binatang itu lenyap di udara!" teriak seseorang.
"Jangan-jangan dilempar menembus langit!" seru seorang lainnya.
Ketika si kakek berhenti berputar-putar di cabang pohon dan melompat turun
ke tanah, orang-orang banyak segera mendatangi.
"Kek, akrobatmu hebat sekali. Tapi bagaiman dengan monyetmu. Binatang itu
lenyap seperti ditelan langit!" kata seseorang diantara kerumunan orang banyak.
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Orang tua itu tersenyum. "Binatang itu tidak lenyap. Juga tidak ditelan langit,"
katanya. "Monyet itu aku kembalikan ke tempat asalnya semula. Ke dalam rimba
belantara."


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berarti kau tak akan bisa lagi main akrobat!"
"Mengapa tidak" Aku bisa mencari monyet lain atau binatang lain.....
Saudara-saudara pertunjukkanku sudah selesai. Kala ada umur panjang lain waktu
aku akan ke Kutobarang lagi. Sekarang jika kalian mau berbelas kasihan dan jika aku
ada sedikit rejeki, aku mohon sedekah. Yang sanggup memberi silahkan, yang tidak
mampu tidak apa-apa..... Aku hanya minta sekedar pembeli nasi untuk hari ini...."
Lalu pengemis itu turunkan capingnya. Benda ini dibalikannya dan
melangkah berkeliling. Orang banyak memberi sedekah semampu yang bisa mereka
berikan. Di antara kerumunan orang banyak menyeruak seorang lelaki tinggi besar
berikat kapala dan berpakaian hitam. Mukanya tertutup berewok. Pada pipi kirinya
ada cacat bekas luka yang dalam. Di belakangnya ada tiga orang lelaki bermuka
sangar, berpakaian serba hitam yang rupanya adalah kawan-kawan dari lelaki di
sebelah depan. Orang ini mengulurkan tangannya memasukkan sedekah ke dalam
caping. Namun yang diletakkannya dalam caping bambu itu bukannya uang
melainkan sebuah batu sebesar kepalan tangan. Habis meletakkan batu itu dia
tertawa gelak-gelak. Tiga kawannya ikut tertawa.
Orang banyak yang ada di tempat itu merasa tidak senang dengan perlakuan
sendau gurau kurang ajar itu. namun mereka tidak berani berbuat apa-apa setelah
melihat siapa adanya empat orang itu. Malah perlahan-lahan orang banyak satu
demi satu menyingkir dari tempat itu.
Sebaliknya si kakek berpakaian rombeng cuma senyum-senyum. "Terima
kasih," katanya pada lelaki tinggi besar sambil usap-usap batu itu. "Kau
memberikan sedekah yang tidak ternilai. Tidak sangka rejekiku begini besar hari ini. Semoga
Tuhan membalas budi baikmu ini. Aku doakan agar rejekimu berlipat ganda!" si
orang tua mengambil batu itu. dengan tangan kirinya benda itu digenggamnya
sesaat lalu ditimang-timangnya.
Sepasang mata si tinggi besar, juga tiga kawannya dan banyak orang yang
masih ada di sekitar situ sama-sama membeliak. Yang kini ditimang-timang si
pengemis bukannya batu melainkan benda kuning berkilauan ditimpa sinar matahari.
Emas! BASTIAN TITO 20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM Salah seorang berpakaian hitam yang tak percaya pada apa yang dilihatnya
berbisik pada si tinggi besar.
"Ganang! Kau sudah gila memberi emas pada jembel buruk itu"!"
Ganang Culo di tinggi besar pelototkan matanya. "Kau yang gila! Masakan
aku mau memberikan emas sebesar itu padanya. Lagi pula punya pun tidak! Kau
lihat sendiri. Yang kuberikan tadi batu!"
"Lalu bagaimana sekarang jembel itu memegang sebongkah besar emas begitu
rupa"!" ujar kawan Ganang Culo di sebelah kiri.
"Terima kasih.... Terima kasih," kata kakek gembel sambil membungkukkan
tubuhnya berulang kali. "Kau baik sekali. Sekarang izinkan aku meninggalkan
tempat ini...." Si orang tua lalu masukkan uang yang didapatkannya ke dalam saku besar di
samping kiri pakaiannya. Katika dia hendak memsaukkan emas sebesar kepalan
tangan itu, Ganang Culo berkata.
"Tunggu dulu!"
"Ada apakah orang baik hati?" tanya si kakek.
"Aku salah memberi. Kembalikan emas itu padaku....!"
"Ah, rupanya kau ragu. Bersedekah tidak sepenuh hati," kata kakek sambil
tersenyum. "Tak jadi apa. Rejekiku rupanya berobah. Ini kukembalikan padamu
emasnya...." Lalu orang tua itu menyerahkan emas sebesar kepalan pada Ganang
Culo. Begitu menerima benda sangat berharga itu Ganang Culo memberi isyarat pada
tiga orang temannya. Keempat orang itu lalu cepat-cepat tinggalkan lapangan
menuju tempat mereka menambatkan kuda.
"Orang tua, orang sudah memberi. Mengapa kau menyerahkan emas itu
kembali"!" seseorang bertanya.
Si kakek cuma tertawa. "Emas itu belum ditakdirkan jadi punyaku.
Pemiliknya emminta kembali. Mana mungkin aku menolak.... Nah saudara-saudara
aku minta diri sekarang..."
Kakek gembel kenakan caping bambunya. Lalu terbungkuk-bungkuk dia
tinggalkan tempat itu diikuti pandangan banyak orang. Kehebatannya bermain
akrobat kini dibumbui dengan cerita sebuah batu yang beruba jadi emas itu dan
diserahkan kembali pada Ganang Culo, yang mereka ketahui adalah penjahat kepala
rampok ganas di kawasan Selatan. Tapi apakah si kakek mengetahui siapakah Ganang
Culo dan kawan-kawannya"
Kita ikuti dulu kemana perginya para penjahat itu. Ganang Culo membedal
kudanya diikuti tiga orang temannya ke arah Tenggara. Di satu tempat salah satu
dari tiga orang itu rupanya sudah tidak tahan, tiba-tiba berseru.
"Ganang! Kita berhenti dulu! Emas besar harus kita bagi empat!"
Dua temannya mengiyakan tanda setuju. Ganang Culo hentikan kudanya,
memandang beringas pada ketiga temannya.
"Rupanya kalian tidak percaya padaku" Apa kalian kira aku mau makan
sendiri emas ini"!" katanya setengah berteriak. Dari saku pakaian hitamnya
dikeluarkannya emas besar itu. lalu tangan kirinya bergerak mencabut golok besar
tanda dia memang benar-benar siap untuk membagi empat emas besar itu. Tetapi
ketika bongkahan emas itu keluar dari saku dan diperlihatkan pada tiga orang
itu, semua mereka termasuk Ganang Culo sendiri berseru kaget. Benda yang di dalam
genggamannya ternyata bukan emas kuning berkilat melainkan sebuah batu besar.
BASTIAN TITO 21 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Eh, apa yang terjadi" Bagaimana emas itu kini berubah lagi menjadi batu"!"
kata Ganang Culo hampir berteriak sedang kedua matanya laksana mau melompat
dari sarangnya.
Tiga kawannya saling pandang. Salah seorang dari mereka berkata. "Aku lihat
sendiri emas sebesar kepalan itu tadi kau masukkan ke dalam saku pakaianmu.
Adalah aneh kalau emas itu tahu-tahu berubah menjadi batu...."
"Tapi, kalian juga tahu dan melihat. Waktu aku memasukkan sedekah ke
dalam caping gembel tua itu, yang kuberikan adalah sebuah batu besar, bukan
emas!" tukas Ganang Culo.
"Memang benar. Orang tua aneh itu merubahnya jadi emas. Emas itu kau
masukkan dalam sakumu, kau bawa sampai ke sini. Lalu tiba-tiba saja emas berubah
Muslihat Sang Ratu 2 Gento Guyon 6 Tumbal Ratan Segara Dendam Membara 3
^