Pencarian

Asmara Darah Tua Gila 1

Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila Bagian 1


Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU ngin barat bertiup kencang. Perahu layar itu meluncur laju di permukaan laut. Di
atas perahu Tua Gila duduk termangu di haluan. Di kepalanya bertengger sebuah
Acaping lebar terbuat dari bambu yang melindunginya dari terik matahari. Orang
tua ini senyum-senyum sendiri bila dia ingat pengalamannya di pulau kediaman
Rajo Tuo Datuk Paduko intan.
"Dunia memang penuh keanehan. Mana aku pernah menyangka bakalan bertemu dengan
menantuku sendiri. Hik... hik... hik! Untung dia tidak tahu aku si tua bangka
buruk ini mertuanya. Ha... ha... ha!"
Kekeh Tua Gila mendadak terhenti ketika tiba-tiba dirasakannya perahu layar itu
bergerak di bagian depan. Gerakan itu demikian perlahannya hingga jika bukan
orang berkepandaian tinggi seperti Tua Gila tidak akan merasa atau mengetahui.
Tua Gila memandang berkeliling. "Tak ada ombak besar tak ada tiupan angin
kencang. Mengapa barusan ada gerakan aneh di buritan depan perahu?"
Tiba-tiba telinga si kakek yang tajam mendengar riak air laut di arah depan.
Ketika dia memandang ke arah buritan Tua Gila kaget setengah mati. Dia melihat
dua tangan berkuku panjang berwarna hitam muncul memegang pinggiran perahu.
Lalu, "Wuuttt!"
Dari dalam air laut melesat ke atas sesosok tubuh berjubah hitam berambut riap-
riapan. Air mengucur dari pakaian, tubuh dan rambutnya yang basah kuyup.
"Setan laut berani muncul siang hari bolong begini! Benar-benar gila!" kata Tua
Gila dan cepat berdiri dari duduknya.
"Hik... hik! Orang yang mau mampus matanya memang suka lamur!" Orang basah kuyup
di depan perahu itu tertawa lalu bicara dengan mata besar melotot.
"Hebat! Setan laut bisa bicara!" kata Tua Gila lalu tertawa mengekeh.
"Hik... hik! Kau rupanya tidak mengenali siapa diriku! Lupa"! Hik... hik!"
Orang di depan Tua Gila tiba-tiba gerakkan bahu dan goyangkan kepalanya.
"Wuuutt!"
Rambut putih yang basah kuyup itu melesat ke depan dan, "Breeet!" Layar perahu
robek besar terkena sambaran ujung rambut.
Berubahlah paras Tua Gila.
"Makhluk jahanam! Kalau kau mau menumpang perahuku mengapa merusak"!"
Bentak Tua Gila.
Orang di hadapan Tua Gila tertawa gelak-gelak. Lalu sambil dongakkan kepala dia
berkata. "Siapa bilang aku mau menumpang perahumu! Apa kau belum sadar kalau
perahu ini akan meluncur menuju neraka"! Hik... hik... hik!"
"Bedebah setan alas! Kau sengaja datang mencari mati!"
"Aku tanya sekali lagi, apa kau benar-benar tidak mengenaliku" Padahal belum
lama kita saling bertemu!" Orang berjubah hitam itu letakkan kedua tangan di
pinggang. Asmara Darah Tua Gila 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Eh...." Kening Tua Gila berkerut. Dia buka caping bambunya agar bisa melihat
lebih jelas. "Astaga! Bukankah kau Dukun Sakti Langit Takambang, wakil Rajo Tuo
Datuk Paduko Intan di Kerajaan pulau Sipatoka"!"
"Bagus! Berarti matamu hanya sedikit lamur, belum buta beneran! Hik... Hik!"
"Manusia satu ini tadi kulihat keluar dari dalam laut. Berarti sebelumnya dia
telah mendekam di bawah perahu! Ilmu pernafasannya di dalam air patut aku
kagumi! Tapi dari caranya muncul agaknya dia sengaja mengikutiku dengan maksud
tidak baik!" Habis membatin begitu Tua Gila lalu membentak. "Dukun geblek! Kalau
kau mau menumpang mengapa pakai bersembunyi segala! Kau pasti melarikan diri
setelah ketahuan kau yang punya pekerjaan meracuni Rajo Tuo Datuk Paduko intan
dan permaisurinya!"
"Rajo Tuo dan permaisuri serta semua orang di pulau itu biar kita lupakan saja!
Bertahun-tahun aku mendekam di pulau itu menunggumu. Sekarang saatnya kita
membicarakan urusan kita!"
"Eh, aku merasa tidak punya urusan dengan dukun laknat sepertimu! Kalau kuseret
kau kembali ke pulau itu pasti kau akan digantung kaki ke atas kepala ke bawah!"
Orang di hadapan Tua Gila kembali mendongak dan tertawa panjang. "Kau melihat
aku sebagai dukun, mengenal aku sebagai dukun. Apa kau juga masih mengenali
wajah asliku ini Sukat Tandika"!"
Tua Gila terkejut. "Bagaimana dukun keparat ini tahu namaku"!" pikir Tua Gila.
Tiba-tiba Dukun Sakti Lang it Takambang menggerakkan tangan kanannya ke
wajahnya. "Breeettt! Sreettt!" Selapis topeng tipis yang membungkus wajah orang itu
langsung tanggal.
Sepasang mata Tua Gila yang lebar jadi mendelik bertambah besar. "Aku tidak
percaya...!" kata Tua Gila dengan suara bergetar. Kalau saja dia tidak berada di
ujung haluan perahu niscaya kakinya sudah melangkah surut. "Apakah betul kau
yang berdiri di hadapanku ini Sika Sure Jelantik"!"
"Hik... Hik! Ternyata kau masih mengenali diriku! Lebih dari itu kau juga masih
ingat nama lengkapku! Hik... hik... hik!"
Tua Gila ternganga sesaat. Tekanan batin yang hebat membuat dia merasa seolah
dihimpit gunung. Untuk beberapa lamanya dia hanya tegak tak bergerak dan
memandang tak berkesip pada orang yang berdiri di depannya. Orang ini ternyata
adalah seorang nenek berwajah bulat, memiliki tahi lalat kecil di atas dagu
kirinya. Namun sesaat kemudian penyakit lamanya muncul. Dia mulai tertawa. Mula-
mula perlahan lalu semakin keras hingga perahu kayu itu bergetar keras. Air laut
di sekitar perahu tampak bergelombang. -
"Tertawa sepuasmu Tua Gila! Kalau nasibmu baik mungkin nanti kau masih bisa
tertawa di akhirat!"
Mendengar ucapan orang, Tua Gila hentikan tawanya. Lalu seolah menyesali diri
sendiri dia mengeluh dalam hati. "Sekian puluh tahun tidak pernah bertemu, tahu-
tahu muncul. Tak dapat tidak dia datang membawa dendam lama! Celaka! Luka-luka
bekas gebukan musuh di tubuh dan kepalaku masih belum sembuh! Sekarang datang
lagi penyakit baru!"
Tua Gila usap wajahnya beberapa kali lalu berkata. "Sika, aku maklum perbuatanku
di masa silam telah membuatmu sengsara...."
Asmara Darah Tua Gila 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Belum habis ucapan Tua Gila si nenek bermuka bulat memotong dengan suara keras.
"Bagus! Kau bisa mengatakan begitu! Sayang saat ini sudah terlambat kau berbual-
bual di hadapanku! Aku mencium amisnya bau darahmu Sukat Tandika!"
"Setelah puluhan tahun berlalu apakah kau tidak bisa melupakan hal itu" Sekarang
kita sudah jadi kakek nenek. Masih perlukan darah ditumpahkan?"
Nenek-berjubah hitam di atas perahu di hadapan Tua Gila tertawa panjang.
"Puluhan tahun boleh saja berlalu! Tapi sengsara dan luka hati ini tak mungkin
dilupakan! Dendam kesumatku sudah karatan Sukat Tandika! Kau merampas
kehormatanku, mempermainkan diriku! Memberiku malu sepanjang hidupku!"
"Sika, apapun yang terjadi di masa lalu semua kita lakukan atas dasar suka sama
suka. Kita sama-sama merasakan hangatnya cinta! Harap kau ingat itu!"
Sika Sure jelantik sudah meludah ke lantai perahu. "Suka sama suka karena kau
berjanji akan menikahiku! Ternyata kau menipu! Setelah puas dengan diriku kau
kabur melarikan diri! Bermain gila dengan gadis lain! Cinta hangatmu adalah api
yang membakar dan tak bisa dipupus kecuali dengan darahmu sendiri! Jangan kau
kira aku tidak tahu siapa saja yang sudah kau cabuli lalu kau tinggal! Jangan
kau kira aku tidak tahu siapa saja yang menginginkan kematianmu! Aku beruntung
bahwa aku punya kesempatan membunuh lebih dulu dari yang lain!"
Sukat Tandika yang berjuluk Tua Gila alias Pendekar Gila Patah Hati alias
Pendekar Gila Pencabut Jiwa menarik nafas dalam. Dalam hati dia membatin. "Aku
sengaja mencari selamat dari Sabai Nan Rancak dan musuh-musuhku yang lain. Belum
lagi menjejakkan kaki di tanah Jawa, di tengah laut sudah ada orang lain
menginginkan nyawaku!"
Tua Gila menghela nafas berulang kali. Sambil menatap wajah si nenek dia
berkata. "Sika, apakah kau bisa menunda urusan ini sampai aku menyelesaikan urusanku di
tanah Jawa?"
Sika Sure Jelantik menyeringai buruk. "Apa kau kira aku tidak tahu apa urusanmu
di Jawa" Apa kau kira aku tidak tahu kau saat ini tengah melarikan diri dari
kejaran Sabai Nan Rancak serta orang-orang lain yang menginginkan kematianmu"
Belasan tahun aku malang melintang mencarimu. Setelah kutemukan jangan harap kau
bisa lolos dari tanganku Sukat!
Soal tunda menunda urusan harap kau bicarakan saja dengan malaikat maut!"
Tua Gila terdiam. Lalu sesungging senyum muncul di wajahnya yang cekung seperti
tengkorak. Kegilaannya kembali muncul. Perlahan-lahan terdengar suara tawanya
mengekeh. Makin lama makin keras hingga membuat Sika Sure Jelantik marah dan
membentak. "Jahanam gila! Sudan mau mampus masih saja memperlihatkan kesintingan!"
"Sika, jika kematianku memang tidak dapat ditunda, beri aku kesempatan untuk
menyanyi...."
Si nenek kerenyitkan kening hingga wajahnya diselimuti kerut-kerut buruk. Dia
segera hendak menghardik namun Tua Gila sudah membuka mulut melantunkan
nyanyian. Menanam ulah di masa muda
Memetik dendam di usia tua
Menanam angin di masa jaya
Menuai badai di usia tak berdaya
Asmara Darah Tua Gila 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tua bangka gila! Hentikan nyanyianmu atau...!" Sika Sure jelantik membentak
sambil tangan kanannya diangkat. Lima kuku jarinya yang panjang hitam
memancarkan sinar redup angker.
Tapi si kakek tidak perduli. Tanpa acuhkan ancaman orang dia teruskan
nyanyiannya. Bercinta di usia muda
Seharusnya bahagia di usia tua
Bermain asmara di masa remaja
Seharusnya menjalin suka di usia tua
Cinta khianat Asmara laknat
Darah mencuat Nyawa pun minggat
Kepada siapa mau minta tolong
Kekasih sendiri ingin menggolong
Kepada siapa hendak bertobat
Yang Kuasa sudah melaknat
Dendam cinta di utara
Dendam asmara di selatan
Membersit darah di barat
Meregang nyawa di timur
"Cukup! Nyanyianmu hanya mempercepat kematianmu!" teriak Sika Sure
Jelantik. Lalu nenek ini menghantamkan tangan kanannya ke arah Tua Gila yang
hanya terpisah tiga tombak di haluan perahu!
* * * Asmara Darah Tua Gila 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA ima larik sinar hitam mencuat dari lima kuku tangan Sika Sure Jelantik. Inilah
ilmu kesaktian yang disebut Jalur Hitam Bam. Dendam. Sejak tiga puluh tahun
Lyang lalu si nenek telah menguasai ilmu kesaktian itu. Pada waktu itu dia
mewarisinya dari seorang sakti di Gunung Siguntang. Mulanya ilmu kesaktian itu
dinamakan Kilat Kuku Akhirat dan kehebatannya telah menggoncang ujung selatan
daratan Andalas serta ujung barat tanah Jawa. Selama tiga puluh tahun berikutnya
Sika Sure jelantik memperdalam kesaktiannya, ilmu Kilat Kuku Akhirat dibuatnya
demikian rupa hingga jauh lebih hebat dari aslinya yang kemudian diberinya nama
Jalur Hitam Bara Dendam. Selama sekian puluh tahun Jalur Hitam Bara Dendam tidak
pernah dikeluarkannya. Disimpan karena hanya akan diperuntukkan pada seseorang
yaitu kekasih dimasa muda yang kini menjadi musuh besarnya. Orang itu tidak lain
adalah Sukat Tandika alias Tua Gila alias Pendekar Gila Patah Hati yang juga
dikenal dengan julukan iblis Gila Pencabut Jiwa.
Tua Gila keluarkan seruan tertahan. Dia memang pernah mendengar kalau si nenek
memiliki ilmu kesaktian yang disebut Kilat Kuku Akhirat. Namun tidak diduganya
bahwa ilmu tersebut demikian hebatnya. Orang tua ini segera sambar caping bam-
bunya lalu dilemparkan ke depan. Dia tahu caping bambu itu tidak akan dapat
menahan serangan ganas si nenek walau dialiri dengan tenaga dalamnya yang sangat
tinggi. Namun paling tidak benda itu untuk sesaat akan dapat menahan laju cahaya
hitam yang menyambar laksana kilat!
"Wussss!"
Caping bambu berlubang di lima tempat lalu hancur berkeping-keping dan
bertaburan di udara sebelum jatuh ke laut.
"jahanam! Ke mana dia"! Hancur mampus tenggelam ke dalam laut"!" ujar Sika Sure
jelantik ketika melihat sosok Tua Gila tidak ada lagi di haluan perahu.
Sekonyong-konyong di belakangnya si nenek mendengar suara orang melantunkan
nyanyian. Dia cepat balikkan tubuh.
Kalau dendam membakar hati
Kalau dendam membakar pikiran
Kasih indah dimasa muda seolah api
Membakar asmara menjadi ajang kematian.
Kalau hati berselimut dendam
Kalau darah dibakar amarah
Lautan cinta menjadi padang maut
Padang asmara menjadi neraka kematian
Tidakkah ada lagi kasih sayang di hati manusia
Tidakkah ada lagi seberkas kenangan indahnya
Asmara di hati insan
Asmara Darah Tua Gila 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Apakah hidup kini hanya, dibatasi garis bara api
Yang benar dan yang salah
Yang sengsara dan yang sesat
Kalau kematian memang sudah di depan mata
Kalau malaikat maut memang sudah unjukkan diri
Lalu manusia bertindak sebagai wakil pencabut nyawa
Alangkah sedihnya nasib dunia
Alangkah sengsaranya nasib umat
Tangis dan air mata bukan lagi penyejuk hati
Ratap minta pengampunan bukan lagi pelebur amarah
Datanglah maut Datanglah kematian
Dekap tubuh tua penuh dosa ini erat-erat dalam pelukanmu yang paling ganas
Kematian datangnya hanya sekejap Sengsara tetap berbekas sampai kiamat Sika Sure
jelantik tercekat mendengar nyanyian itu. Tangan kanannya yang sudah diangkat
tinggi-tinggi siap melancarkan pukulan maut Jalur Hitam Bara Dendam bergetar
keras. Hatinya berdegup kencang. Tenggorokannya turun naik menahan gelora di
dada. Betapapun buasnya perempuan tua ini namun dia terkesiap juga melihat ada
butiran-butiran air mata menggelinding di pipi Tua Gila yang kini tegak tak
bergerak di buritan perahu, hanya terpisah kurang dari dua tombak. Namun kesiap
yang menyelimuti si nenek hanya seketika.
"Air mata buaya! Bangsat penipu!" hati si nenek berteriak. Begitu amarah dan
dendam kesumat kembali membakar dirinya maka didahului oleh bentakan garang Sika
Sure Jelantik hantamkan tangan kanannya. Lima larik sinar hitam angker menderu
laksana kilat. Si nenek berseru kaget dan tegang sendiri ketika di depan sana dilihatnya Tua
Gila sama sekali tidak bergerak coba menangkis atau selamatkan diri dari pukulan
mautnya. Kakek itu tegak laksana patung. Hanya wajahnya yang cekung tampak tersenyum.
Mungkin senyum bahagia siap menyambut datangnya maut. Mungkin juga senyum penuh
kesedihan derita hidup dan penyesalan.
"Sukat!" Entah sadar entah tidak pada saat di-sadarinya bahwa orang di


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadapannya itu tak akan luput dari, kematian Sika Sure Jelantik berteriak
memberi ingat. Tapi terlambat.
"Wussss!!"
Lima sinar hitam menderu menggidikkan. Dua larik menyambar ke muka Tua Gila, dua
membeset ke arah dadanya dan satu lagi melesat mencari sasaran di perut si
kakek! Sesaat lagi tubuh Tua Gila akan hancur berkeping-keping tiba-tiba dari dalam
laut membersit satu sinar biru. Demikian menyilaukannya sinar aneh itu hingga si
nenek terpaksa pergunakan tangan kiri untuk melindungi kedua matanya. Dia sama
sekali tak sempat melihat bagaimana satu tangan laksana kilat menyambar kaki
kanan Tua Gila. Lalu dilain kejap tubuh si kakek tertarik amblas ke dalam laut.
Lima larik pukulan sakti Jalur Hitam Bara Dendam melesat menyambar. Empat
menghantam udara kosong. Yang kelima sempat menyambar pinggang Tua Gila.
Asmara Darah Tua Gila 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ketika Sika Sure Jelantik turunkan tangannya, baru dia melihat apa yang terjadi.
Dia berteriak keras. Walau terlambat dia masih berusaha melompat. Tangan kirinya
menyambar ke dada Tua Gila sebelum tubuh kakek ini lenyap masuk ke dalam laut.
"Breettt!"
Pakaian Tua Gila robek besar di bagian dada. Sika Sure Jelantik merasakan
sesuatu dalam genggaman tangannya. Di saat yang sama dia juga melihat sebuah
benda terlempar ke udara lalu jatuh ke dalam laut.
"Apa yang terjadi" Apa dia menemui ajal oleh pukulan saktiku" Mati dan tenggelam
masuk ke dalam laut"!" Sika Sure Jelantik bertanya-tanya sambil memandang
berkeliling. "Kalau dia mati, tubuhnya pasti hancur lebur. Taps tidak semua bagian tubuhnya
akan amblas ke dalam laut. Pasti ada yang mengapung. Aku tidak melihat potongan-
potongan tubuhnya. Aku tidak melihat darah.... Apa yang terjadi" Apa yang
terjadi"! Sukat! Sukat Tandika!"
Suara teriakan si nenek lenyap ditelan luasnya laut dan tiupan angin di udara
kosong. Tenggorokan perempuan tua ini nampak turun naik. Mungkinkah penyesalan mendadak
muncul di dalam hati perempuan tua yang pernah menjalin asmara dengan Tua Gila
ini" Sekonyong-konyong Sika Sure Jelantik menghambur masuk ke dalam laut. Sebagai
seorang tokoh silat nenek ini memiliki satu kepandaian yang tidak dimiliki tokoh
lain. Dia mampu berada di dalam air untuk waktu lama. Namun sampai akhirnya
dadanya menjadi sesak, setelah sekian lama berada di bawah permukaan laut untuk
menyelidik apa yang terjadi dengan Tua Gila dia tidak menemukan sosok si kakek,
juga tidak potongan tubuhnya kalau memang sudah cerai berai tadi dihantam
pukulan saktinya. Hanya di salah satu tempat dia sempat melihat alur panjang
berwarna merah. Darah!
Dengan penuh rasa putus asa dan tanda tanya besar dalam hatinya Sika Sure
Jelantik naik ke permukaan laut, berenang menuju perahu layar yang terapung-
apung tanpa penumpang.
Di atas perahu lama sekali, si nenek duduk termenung dengan rambut pakaian dan
tubuh basah kuyup.
"Aneh, tubuhnya lenyap begitu saja. Tapi ada segelintir darah. Mungkinkah dia
ditelan ikan besar yang tiba-tiba muncul?" Sika Sure Jelantik memandang! laut di
sekitarnya seolah berusaha melihat menembus sampai ke dasarnya. Berulangkali
perempuan tua ini menarik nafas panjang. Dia lalu ingat pada benda yang masih
tergenggam di tangan kirinya. Ketika diperiksanya kagetlah perempuan tua ini.
Dia pernah melihat benda itu sebelumnya jadi sudah mengenali apa adanya.
"Kotak perak penyimpan Kalung Permata Kejora! Permata handal penghancur segala
kekuatan putih dan hitam!"
Dengan tangan gemetar si nenek segera membuka kotak perak itu. Matanya mendelik
ketika melihat kotak itu tidak berisi apa-apa.
"Kosong!" ujar si nenek. Dia berpikir keras. "Mungkin belum terlambat!" katanya
dalam hati. Lalu untuk kedua kalinya dia terjun ke dalam laut. Kali ini lama
sekali dari pertama tadi. Karena sambil berusaha mencari kalung mustika itu dia
juga mencoba menjajagi kalau-kalau bisa menemukan sosok tubuh Tua Gila. Setelah
nafasnya terasa sesak dan dia tidak berhasil menemukan apa-apa si nenek akhirnya
kembali berenang ke permukaan laut dan naik ke atas perahu.
Asmara Darah Tua Gila 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apapun keanehan yang terjadi, aku yakin ada sesuatu yang telah mengambil tubuh
Sukat. Mungkin benar ikan besar, mungkin juga makhluk yang tak dapat kubayangkan
apa adanya! Tapi kalung itu" Aku tak mungkin menyelam sampai ke dasar laut.
Tekanan air bisa memecahkan kepalaku! Apa yang harus kulakukan sekarang" Kembali
ke Gunung Siguntang atau menyeberang ke tanah Jawa..." Kalau dia tidak mati
mungkin sekali kakek jahanam itu akan muncul di sana. Bukankah di sana banyak
bekas gendaknya tempat dia bisa minta tolong?"
Sika Sure Jelantik tegak di atas perahu, memandang berkeliling. Di sebelah depan
yang tampak hanya lautan membentang luas. Di sebelah belakang samar-samar tampak
pulau di mana sebelumnya dia menetap menyamar menjadi Dukun Sakti Lang it
Takambang. Tujuannya sesuai firasatnya yang tajam bukan lain adalah untuk
menunggu kemunculan Tua Gila. Ternyata firasatnya yang disembunyikannya selama
bertahun-tahun itu tidak meleset. Sukat Tandika alias Tua Gila muncul di pulau!
Namun setelah saling berhadapan dia gagal melakukan balas dendam. Si nenek
kepalkan tangan kanannya.
"Bangsat tua itu lenyap secara aneh. Tak dapat kupastikan apa masih hidup atau
sudah mati. Lalu bagaimana pula aku harus mencari Pangeran Mata-hari yang telah
membunuh adikku Ramada Suro Jelantik" Aku menyirap kabar Pangeran itu sudah
amblas tamat riwayatnya di tangan murid Tua Gila si orang Jawa bernama Wiro
Sableng. Apa benar..." Kalau murid tua bangka itu sanggup membunuh Pangeran Matahari
berarti dia memiliki kepandaian tidak dibawah si Tua Gila. Kalau dia ikut campur
membela gurunya hemmm.... Urusan bisa jadi kapiran!" (Mengenai Ramada Suro
Jelantik harap baca serial Wiro Sableng berjudul Guci Setan)
* * * Asmara Darah Tua Gila 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA ita kembali dulu ke tempat kediaman Ratu Duyung pada saat Pendekar 212 Wiro
Sableng berada di sana.
K Seperti dituturkan dalam Episode sebelumnya (Tua Gila Dari Andalas) dengan
maksud menolong Ratu Duyung lepas dari kutukan yang telah menyengsarakan diri
dan anak buahnya selama bertahun- tahun maka dari Pangandaran Pendekar 212 Wiro
Sableng ikut bersama Ratu bermata biru itu ke tempat kediamannya di kawasan laut
selatan. Di sebuah tempat yang disebut Puri Pelebur Kutuk ketika Wiro dan Ratu Duyung
saling berpelukan mendadak menyeruak bau kembang kenanga yang amat santar.
Bersamaan dengan itu Ratu Duyung yang memandang ke arah pintu melihat kemunculan
seorang perempuan muda cantik berwajah pucat mengenakan kebaya panjang dan kain
berwarna putih. Wiro sendiri sama sekali tidak melihat dan tidak mengetahui
siapa adanya orang itu. Jelas yang datang ini adalah satu makhluk dari alam gaib
yang memperlihatkan diri sebagai seorang gadis cantik yang sama sekali tidak
dikenal oleh Ratu Duyung sebaliknya tidak terlihat oleh mata Pendekar 212.
Selagi Ratu Duyung memberitahu apa yang dilihatnya lalu berteriak
memperingatkan Wiro karena gadis bermuka pucat itu mendekatinya, dalam kamar
berkiblat sinar biru pukulan yang dilepaskan Ratu Duyung ke arah pintu di mana
sosok gadis aneh itu berada. Sebaliknya dari arah pintu Wiro sempat melihat
melesatnya sebuah benda kuning kehijauan. Lalu. satu letusan dahsyat memporak-
porandakan ruangan.
Di atas tempat tidur Ratu Duyung tersandar ke dinding. Mukanya sepucat kain
kafan dan dari sela bibirnya ada darah kental mengucur pertanda telah terjadi
satu bentrokan tenaga dalam sangat hebat. Seperti diketahui Ratu Duyung memiliki
kesaktian tinggi. Jika dirinya menderita luka dalam begitu parah berarti
lawannya memiliki tingkat kesaktian yang sulit dijajagi.
Dalam gelegar dahsyat yang memporak-porandakan Puri Pelebur Kutuk Pendekar 212
sendiri terpental lalu terbanting ke lantai dan jatuh pingsan ketika hancuran
benda kuning kehijauan merambas masuk ke jalan pernafasannya.
Ratu Duyung berusaha menyelamatkan Wiro yang hendak dilarikan oleh makhluk aneh
berwujud gadis cantik bermuka pucat itu. Namun dia tidak berdaya dan hanya bisa
berteriak-teriak. Enam orang anak buahnya menghambur masuk ke dalam ruangan dan
terpekik melihat keadaan pimpinan mereka.
"Kejar!" teriak Ratu Duyung, Maksudnya agar anak buahnya mengejar gadis
berkebaya panjang putih yang telah melarikan Pendekar 212 Wiro Sableng. Namun
tiga orang anak buah sang Ratu yang kemudian melakukan pengejaran salah menduga.
Mereka mengira Pendekar 212-lah yang telah mencelakai pimpinan mereka.
"Sebelumnya aku melihat dua pengawal mengantarkan pemuda itu ke Puri Pelebur
Kutuk! Dia lenyap! Berarti dia yang telah mencelakai Ratu!" kata salah seorang
anak buah Ratu Duyung yang melakukan pengejaran.
"Kurasa lebih jahat dari itu! Dia bermaksud keji! Hendak membunuh pimpinan
kita!" kata gadis kedua. "Tapi ke mana lenyapnya pemuda keji itu"!"
Asmara Darah Tua Gila 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Gadis ketiga berucap. "Pergunakan ilmu menyirap detak jantung. Dia pasti belum
jauh. Kita musti dapat mengejarnya!"
"Aku ingin sekali membunuhnya dan membantingkan mayatnya di depan Ratu!"
Gadis pertama berpikiran lebih panjang. "Ratu tidak sempat memberi petunjuk. Apa
kita harus membunuh pemuda itu atau bagaimana. Menurutku kita menangkapnya dulu
hidup-hidup lalu membawanya ke hadapan Ratu. Biar Ratu yang memutuskan mau
diapakan pemuda keparat itu. Heran, dasar manusia! Setahuku dia telah banyak
menerima kebajikan dari pimpinan kita" Mengapa dia tega-teganya berlaku jahat
dan keji terhadap Ratu"!"
"Kalau sudah tahu pemuda itu licik mengapa kita harus membiarkan dan
membawanya hidup-hidup ke hadapan Ratu" Di tengah jalan dia bisa memuslihati
kita atau merayu kita dengan ketampanannya. Kita bisa celaka semua!"
"Sudahlah, mengapa kita menghabiskan waktu dengan berdebat. Lekas kerahkan aji
Kesaktian Menyirap Detak jantung."
Tiga gadis anak buah Ratu Duyung tegak tak bergerak lalu dongakkan kepala. Yang
pertama mendongak ke arah timur, yang kedua ke arah utara dan satunya lagi ke
jurusan barat. Setelah beberapa jurus berlalu gadis yang mendongak ke arah utara dan timur
hentikan perbuatannya memusatkan pikiran. Kepalanya yang mendongak diturunkan.
Keduanya saling pandang sesaat.
"Aku tidak merasakan getaran apa-apa..." kata yang satu.
Kawannya menyahuti. "Aku juga...."
Lalu mereka berpaling pada kawan yang menghadap ke barat. Saat itu gadis ketiga
anak buah Ratu Duyung ini tampak tegak dengan mata terpejam sedang sekujur tubuh
bergetar. Perlahan-lahan dia turunkan kepalanya lalu membuka mata dan menatap
tajam tak berkesip jauh ke arah barat. Dengan dua jari tangan kanannya dia
menekan pergelangan tangan kiri tepat pada dua urat besar. Dua jari tangan
tampak tersentak-sentak.
"Aku berhasil menyirap detak jantung Pendekar 212. Dia berada di jurusan barat.
Kita mengejar ke sana...!" kata si gadis. Baru saja dia berkata begitu tiba-tiba
tubuhnya jatuh terjengkang. Mukanya pucat seolah kehilangan darah.
"Nandiri!" dua teman terpekik menyebut namanya. Lalu mereka cepat menolong kawan
yang roboh itu. Salah seorang ajukan pertanyaan. "Apa yang terjadi Nandiri" Apa
yang kau rasakan"!"
"Detak jantung dan darah dalam nadiku keras sekali. Jelas pemuda itu berada di
arah barat. Aku dapat menyirap detak jantung orang itu. Ada sesuatu yang aneh.
Dia mampu berada jauh dari tempat ini. Jarak kita dan dia terpisah hampir tiga
hari perjalanan.
Padahal pada waktu kita menerobos masuk ke dalam Puri Pelebur Kutuk dia belum
lama berlalu. Selagi aku menyirap tiba-tiba ada satu kekuatan dahsyat tak
kelihatan menghantam diriku...." Nandiri terdiam sebentar. Dia merasakan
mulutnya hangat dan asin. Ketika dia meludah ke tanah yang diludahkannya
ternyata darah.
"Kau terluka di dalam Nandiri!"
Si gadis mengangguk membenarkan.
"Kalau begitu biar aku dan Manumi yang melakukan pengejaran. Kau lekas kembali
dan minta obat pada Ratu...."
"Sebetulnya aku tetap ingin melakukan pengejaran..." kata Nandiri.
Asmara Darah Tua Gila 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan bodoh! Kau terluka di dalam. Kita tak tahu apa obatnya. Lekas kembali ke
Ratu!" Dengan rasa terpaksa gadis bernama Nandiri itu akhirnya mengikuti nasihat teman-
temannya. Setelah tinggal berdua Manumi berkata pada kawannya. "Kiani, kita
harus bertindak cepat. Biar aku menjajagi arah tepat di mana pemuda itu berada."
"Sesuai keterangan Nandiri kita sudah tahu ke arah mana larinya pemuda jahat
itu. Kita langsung saja menuju ke sana. Aku khawatir kau akan mengalami nasib sama
seperti Nandiri. Ada kekuatan tak terlihat menghantam dirinya...."
Mendengar itu Manumi anggukkan kepala. Dua gadis cantik anak buah Ratu Duyung
segera berkelebat ke arah barat. Kembali ke tempat kediaman Satu Duyung.
Empat orang gadis cantik, membawa Ratu Duyung keluar dari Puri Pelebur Kutuk
yang telah porak poranda itu. Tubuh Ratu Duyung ditutup dengan kain beludru alas
tempat tidur. Lalu sang Ratu diamankan ke sebuah bangunan dimana terletak satu
ruang ketiduran yang bagus. Dengan cepat beberapa gadis yang memiliki kepandaian
pengobatan melakukan pemeriksaan.
"Aneh, tak pernah aku melihat luka dalam seperti ini!" kata salah seorang gadis
memeriksa. Teman-temannya membenarkan. "Jelas Ratu terkena satu pukulan jahat.
Tapi di bagian mana?"
"Agaknya kita terpaksa harus menanggalkan kain penutup aurat Ratu dan
memeriksa setiap sudut tubuhnya."
"Itu menyalahi adat, aturan dan pantangan. Kau tahu apa hukumannya jika kelak
Ratu mengetahui kita telah memeriksa tubuhnya dalam keadaan tanpa pakaian...."
Sesaat semua anak buah Ratu Duyung yang ada di tempat itu jadi terdiam. Namun
salah seorang dari mereka kemudian berkata. "Yang kita lakukan adalah
menyelamatkan nyawa Ratu. Kalaupun kelak Ratu mengetahui kurasa dia bisa
memaklumi...."
Setelah terjadi perundingan singkat akhirnya para gadis membuka gulungan kain
beludru yang menutupi tubuh pimpinan mereka. Sosok yang bagus mulus dan berada
dalam keadaan tanpa pakaian itu mereka periksa dengan teliti.
"Aneh, kita sama sekali tidak melihat bekas pukulan sedikit pun. Tak ada cidera
di bagian luar tubuh Ratu..." kata gadis yang tegak di kepala tempat tidur.
Semua anak buah Ratu Duyung yang ada di situ terdiam saling pandang.
"Ratu terkena pukulan sakti yang menembus jaringan tubuh tanpa merusak bagian
luar. Kita tidak dapat menduga apa yang terjadi di sebelah dalam. Bahkan kita
tidak tahu bagian mana yang terluka," menyahuti gadis lainnya.
"Kalau begitu kita harus mengusahakan agar Ratu siuman dulu. Lalu menanyakan
bagian mana yang dirasakannya sakit. Setelah itu baru kita melanjutkan dengan
pengobatan."
Enam orang gadis yang berada di sekitar tempat tidur lalu acungkan jari telunjuk
masing-masing. Satu jari ditekankan ke atas kening Ratu Duyung. Jari kedua
ditusukkan di permukaan leher. Dua jari ditekankan ke bagian dada, satu lagi
tepat di atas pusar dan yang terakhir pada telapak kaki kiri. Salah seorang dari
enam gadis memberi tanda. Lalu tampak jari-jari tangan mereka bergetar halus.
Bersamaan dengan itu satu cahaya biru terang menyilaukan keluar dari enam jari
telunjuk, masuk ke dalam tubuh Ratu Duyung hingga tubuh yang telanjang itu kini
tampak terbungkus oleh sinar terang benderang berwarna biru.
Asmara Darah Tua Gila 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Enam gadis perlihatkan perubahan pada wajah masing-masing ketika mereka merasa
ada satu kekuatan aneh keluar dari tubuh Ratu Duyung. Dan itu bukan kekuatan
atau hawa sakti yang dimiliki sang Ratu! Mereka coba bertahan. Tiba-tiba tubuh
mereka terpental.


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Masing-masing keluarkan seruan kaget dan kesakitan. Dengan muka pucat dan mata
mendelik mereka menyaksikan luka aneh pada ujung jari. Dari luka itu mengucur
darah segar. "Cepat totok urat besar di lekuk siku!" salah seorang gadis berteriak memberi
ingat. Lalu menotok urat besar di pertengahan lengannya. Lima kawannya segera melakukan
hal yang sama. Kucuran darah segera terhenti. Dari warna darah yang keluar
mereka maklum kalau tidak ada racun masuk ke dalam tubuh mereka. Ini membuat
keenam gadis tersebut merasa agak lega.
Sementara itu di atas tempat tidur sekujur tubuh Ratu Duyung masih tampak
diselimuti sinar biru. Perlahan-lahan sinar terang itu meredup dan akhirnya
sirna sama sekali.
Bersamaan dengan lenyapnya sinar biru sepasang mata Ratu Duyung yang terpejam
tampak bergerak-gerak. Lalu perlahan-lahan mata itu mulai membuka. Sesaat sang
Ratu menatap ke langit-langit ruangan. Otaknya segera bekerja dan menyadari
bahwa dirinya tidak lagi berada di Puri Pelebur Kutuk tetapi di ruang
ketidurannya sendiri. Lalu dia teringat pada pemuda itu.
"Wiro..." katanya menyebut nama setengah berbisik. "Apakah kau ada di sini...?"
Pandangan mata sang Ratu mendadak membentur sosok tubuhnya sendiri yang
terbaring tanpa mengenakan apa-apa. Sang Ratu keluarkan seruan tertahan melihat
keadaan dirinya. Serta merta dia menyambar kain beludru dan menutupi tubuhnya.
Lalu dengan cepat dia bergerak duduk.
Melihat hal ini enam orang anak buahnya segera jatuhkan diri. Masing-masing
dilanda rasa takut karena telah melanggar pantangan besar yaitu melihat tubuh
Ratu dalam keadaan tidak tertutup selembar benang pun. Ratu Duyung menatap paras
anak buahnya satu persatu dengan sepasang matanya yang biru. Ketika- dia hendak
membuka mulut menegur tiba-tiba di kejauhan terdengar suara belasan orang
berlarian sambil berseru tiada hentinya.
"Ratu... Ratu... Ratu...!"
* * * Asmara Darah Tua Gila 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT i dalam goa yang terletak di bukit Jatianom di tenggara Gunung Merapi Pendekar
212 Wire Sableng duduk bersila dengan mata terpejam. Sejak beberapa hari ini dia
Dberusaha mengheningkan cipta, mengatur jalan nafas serta peredaran darah. Walau
dia mampu melakukan hal itu namun tenaga dalam yang diharapkannya bisa muncul
kembali tidak kunjung menjadi kenyataan.
"Agaknya kutukan seratus hari kehilangan kesaktian itu bukan main-main,"
membatin Wiro. Pikirannya yang tadi bening kini kembali dihantui oleh berbagai
pertanyaan. Pertama sekali dia teringat pada Ratu Duyung, orang yang kini sangat dibencinya.
"Kalau bukan karena dia, aku tidak akan kehilangan tenaga dalam dan kesaktian.
Walau cuma seratus hari tapi dalam waktu sekian lama sesuatu bisa terjadi
mencelakai diriku.
Atau mungkin memang sudah ditakdirkan aku punya jalan nasib seperti ini...?"
Lalu Wiro ingat pula pada gurunya sendiri yakni Sinto Gendeng serta orang tua
sakti berjuluk Kakek Segala Tahu. "Mereka mendorongku untuk melakukan hal itu.
Tidur dengan Ratu Duyung! Padahal celaka yang aku hadang!" Wiro mengumpat
panjang pendek dalam hati. Tadinya ada terpikir di hati Pendekar 212 untuk pergi
ke Gunung Gede menemui gurunya sesuai dengan anjuran Bunga. Namun setelah
dipertimbangkannya lebih jauh dia memilih untuk tetap mendekam saja di goa di
bukit Jatianom itu.
Wiro memandang ke dinding goa sebelah kiri. Di situ dia membuat guratan-guratan
pendek untuk menghitung hari. Ada tujuh guratan berarti sudah tujuh hari dia
berada di tempat itu sejak Bunga meninggalkannya.
"Bunga..." desis Wiro. "Kau mencemburui Ratu Duyung. Satu bukti kau mencintai
diriku. Aku berdusta kalau kukatakan aku tidak mencintaimu. Namun selain kita
berada dalam dua dunia yang berbeda, dasar cinta dalam diriku agaknya tidak
memungkinkan kita untuk bersatu. Aku... ah!" Wiro menghela nafas berulangkali.
Ingatannya melayang pada Bidadari Angin Timur. "Aku begitu mencintai-nya sepenuh
hati. Aku tidak dapat-menerka bagaimana hatinya sendiri terhadapku. Terakhir
sekali waktu berpisah di Pangandaran dia memakai dalih mengurus jenazah saudara
kembarnya untuk menghindar bersamaku.
Padahal dulu aku sudah membawa dan mempertemukannya dengan Eyang Sinto Gendeng.
Tega sekali dirinya. Namanya pun tak mau diberi tahu padaku. Kalau aku hanya
bertepuk sebelah tangan apakah aku harus meneruskan cinta gila ini" Aku bisa
mampus sendiri!"
Wiro lalu garuk-garuk kepala berulangkali.
Dari balik baju putih pemberian Bunga, Pendekar 212 keluarkan Kitab Putih Wasiat
Dewa. Walau dia telah berulangkali membaca isi kitab itu dan boleh dibilang
hafal setiap kalimat di dalamnya namun saat itu Pendekar 212 kembali menekuni
apa yang tersurat dan tersirat. di dalamnya.
Bilamana datang kebenaran
maka meraunglah para iblis pembawa kejahatan
Kejahatan mungkin bisa berjaya
Tapi pada saat kebenaran dan keadilan muncul
tak ada satu kekuatan lain mampu membendungnya
Asmara Darah Tua Gila 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro berhenti membaca. Dia merenung. "Apakah saat ini ada kebenaran dan keadilan
untuk diriku...?" Lalu baru meneruskan membaca.
Kejahatan membakar dan merusak laksana api
Tetapi api itu sendiri sebenarnya
adalah kekuatan dahsyat
Yang diarahkan para Dewa untuk membakar mereka
Bilamana api memusnahkan mereka maka penyesalan tiada berguna
"Gila! Ini cocok dengan keadaan diriku! Api telah memusnahkan diriku. Penyesalan
tiada berguna! Aku harus merasa sengsara selama sembilan puluh tiga hari lagi!"
Wiro sampai ke halaman ketiga. Dia membaca dengan tekun. Walau kadang-kadang dia
tampak cengar-cengir, merutuk dan mengomel namun membaca Kitab Putih Wasiat Dewa
itu dapat menentramkan hatinya.
Delapan Sabda Dewa adalah delapan jalur keselamatan.
Tanah Sabda Dewa Pertama.
Manusia berasal dan dijadikan dari tanah
Kepada tanahlah manusia akan kembali
Karenanya manusia tidak boleh congkak dan takabur
dan harus ingat bahwa dirinya berasal dari gumpalan debu yang hina
Yang kuasa kemudian memberikan kehormatan,
menjadikannya makhluk pilihan karena memiliki pikiran
yang membedakannya dengan binatang
Tanah bagian dari bumi ciptaan Yang Kuasa
diberikan kepada manusia untuk tempatnya berlindung diri, berkaum-kaum dan
mencari rezeki Karenanya tidaklah layak kalau manusia me-rusak tanah dan bumi untuk maksud-
maksud keji serta berbuat kejahatan di atasnya
Tanah dan bumi diberikan Yang Kuasa untuk kebahagiaan ummat manusia.
Karenanya manusia wajib berterima kasih dengan jalan memeliharanya.
Tanah tempat kaki berpijak. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung Ketika
tanah dijadikan ajang pertumpahan para Dewa pun gelisah dalam duka dan kecewa
Mengapa manusia tidak berpikir dan berterima kasih"
Lama Wiro termenung. Kalimat terakhir yang barusan dibacanya berkesan mendalam
di lubuk hatinya. "Mengapa manusia tidak berpikir dan berterima kasih...?" Wiro
garuk-garuk kepala. Dia menatap jauh ke luar goa. Ke arah tetumbuhan menghijau
serta sungai kecil yang mengalir di bawah sana. "Mungkinkah aku yang tidak
berpikir dan tidak berterima kasih dalam hidup ini" Hingga mengalami celaka
seperti sekarang ini"! Di dalam kitab ini tertulis para Dewa pun gelisah dalam
duka dan kecewa. Hemmm.... Dewa saja bisa gelisah, duka Asmara Darah Tua Gila 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dan kecewa. Apalagi aku si sableng ini! Hik... hik... hik!" Wiro tertawa sendiri
dan kembali garuk-garuk kepala.
Kemudian Wiro meneruskan membaca Sabda Dewa Kedua, terus Sabda Dewa Ketiga.
Api Sabda Dewa ketiga
Ketika kecil menjadi kawan
Sewaktu besar menjadi lawan
Mengapa manusia tidak mau berpikir dalam mencari manfaat dari pada kualat"
Api membakar seganas iblis Di dalam tubuh manusia ada api yang mampu merubah
manusia menjadi iblis Barang siapa tidak mampu melawan api, bumi dan
tanah akan meratap, air akan menangis, manusia akan menjadi api untung neraka
Para Dewa terhempas dalam perkabungan
Wiro meneruskan bacaannya.
Bulan Sabda Dewa Kelima
Sumber kesejukan dunia ini muncul di kala malam
Tiada keindahan melebihi malam dengan rembulan penuh memancarkan cahayanya yang
lembut Mengapa manusia tidak bisa selembut sinar rembulan"
Padahal manusia memiliki pikiran, bulan tidak
Padahal manusia memiliki hati, rembulan tidak
Bukankah kelembutan sinar rembulan mencerminkan perasaan kasih"
Kasih dari orang tua terhadap anaknya
Kasih seorang pemuda pada gadis curahan hatinya
Kasih sesama insan
Bahkan binatang pun mempunyai rasa kasih
Lalu mengapa manusia terkadang melupakan-nya"
Mengapa kasih dapat berubah menjadi kebencian yang mendatangkan azab dan
sengsara" Dari siapa para Dewa akan mendapatkan jawaban"
Sampai di situ kembali Wiro merenung. Terbayang lagi di pelupuk matanya wajah
Ratu Duyung, Bunga, Bidadari Angin Timur lalu muncul paras jelita Puti Andini
alias Dewi Payung Tujuh.
"Ada rembulan di hatiku, ada rembulan di hati mereka. Tapi rembulanku dan
rembulan mereka tidak sama. Apa yang aku dambakan tak pernah terkabul." Lalu
kembali kekonyolan muncul dalam dirinya. Sambil menggaruk kepala dia berkata.
"Kalau Dewa tak kunjung mendapatkan jawaban, bagaimana aku si sontoloyo ini!
Ha... ha... ha!"
Tersentuh oleh kalimat-kalimat dalam Sabda Dewa Ke-lima itu Pendekar 212 lalu
ambil Kapak Naga Geni 212. Beberapa lamanya dipandanginya senjata mustika sakti
yang kini tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan apa-apa lagi bagi dirinya.
Senjata warisan Eyang Sinto Gendeng ini lalu diusap-usapnya di bagian mata dan
gagangnya yang terbuat Asmara Darah Tua Gila 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dari gading putih. Matanya memperhatikan enam buah lobang di gagang kapak serta
ujung gagang yang berbentuk kepala naga. Selama ini jarang sekali dia
memperhatikan senjata itu dengan seksama karena selalu disimpan dan
disembunyikan di balik pakaian. Baru dikeluarkan kalau menghadapi bahaya. Kini
memandangi senjata itu seolah baru menyadari, Wiro ingat bahwa gagang Kapak Naga
Geni 212 bisa berubah menjadi sebuah seruling yang jika ditiup dengan
mempergunakan tenaga dalam dapat merusak telinga dan mengacaukan jalan darah
musuh! Perlahan-lahan Wiro angkat senjata itu yang kini terasa begitu berat. Mulut
kepala naga didekatkannya ke bibirnya. Dia mulai meniup. Walau tidak lagi
memiliki tenaga dalam namun tiupan yang dilakukan Wiro cukup menggetarkan, penuh
gelora perasaan.
Nyanyian yang mencuat dari seruling gagang kapak sakti itu melantun lembut
berhiba-hiba. Wiro tidak tahu entah berapa lama dia meniup. Lebih dari itu juga tidak
mengetahui kalau tak jauh dari goa seorang gadis berpakaian biru yang duduk , di
atas sebuah batu, mendekam bersembunyi di balik serumpun semak belukar termenung
sendu mendengar suara tiupan serulingnya. Sepasang matanya yang bagus tampak
berkaca-kaca. Beberapa kali hatinya berontak mendorong agar segera keluar dari
persembunyiannya dan menemui Pendekar 212 Wiro Sableng. Namun setiap dirinya
terbujuk seolah ada kekuatan yang melarangnya untuk tidak melakukan hal itu.
Seolah ada bisikan di telinganya. "Menemui pemuda itu akan mendatangkan seribu
kebahagiaan dalam dirimu. Namun dibalik kebahagiaan itu mungkin akan muncul
berbagai malapetaka yang akan menimbulkan duka derita bagi masa depanmu...."
Bisikan tadi membuat gadis berbaju biru itu tidak beranjak dari batu yang
didudukinya. Namun mendadak terdengar suara bisikan lain.
"Jangan mendustai diri sendiri. Kau sadar se-penuh hati bahwa kau mencintai
pemuda itu. Selama ini kau berlari dalam lingkaran menipu diri sendiri. . Apakah
tujuan dan akhir perjalanan hidup seorang gadis kalau bukan dicintai dan
mencintai" Kau tahu dia mencintaimu. Kau mencintai dirinya. Apalagi yang kau
tunggu" Apa kau baru akan menyatakan cintamu setelah kau menjadi seorang nenek
atau setelah terlambat karena orang yang kau cintai itu jatuh ke tangan gadis
lain" Jangan bersikap buta. Bukan hanya kau seorang yang mencintainya. Kau tahu
bahkan kenal sederetan gadis-gadis cantik yang mencintainya setulus hati...."
Bisikan terakhir ini sangat mempengaruhi gadis berbaju biru yang bukan lain
adalah Bidadari Angin Timur. Sejak berpisah di Pangandaran dulu perasaan cinta
kasihnya terhadap Pendekar 212 sulit ditekan dan disembunyikannya. itulah
sebabnya setelah mengurus jenazah saudara kembarnya yang menemui ajal di tangan
Pangeran Matahari, Bidadari k Angin Timur berusaha mencari pemuda itu, Kini
setelah melalui perjalanan panjang akhirnya dia berhasil mengetahui kalau
Pendekar 212 Wiro Sableng berada di sebuah goa di bukit Jatianom. Walau ada
perasaan heran mengapa sampai Wiro tersesat ke bukit itu dan apa yang tengah
dilakukannya namun perasaan ingin bertemu membuat Bidadari Angin Timur melupakan
segala-galanya. Kini setelah dia berada begitu dekat dengan pemuda tersebut
kembali kebimbangan melanda dirinya.
Dengan ujung pakaian birunya Bidadari Angin Timur mengusut pinggiran matanya
yang basah. Ditebarkannya hatinya lalu bangkit berdiri. Namun gerakannya hendak
meneruskan langkah tertahan ketika ada dua bayangan berkelebat. Dua gadis cantik
Asmara Darah Tua Gila 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mengenakan pakaian ketat dengan belahan dada sangat lebar muncul tak jauh dari
tempatnya berada.
Dalam kejutnya Bidadari Angin Timur segera mengenali siapa adanya dua gadis itu.
"Anak-anak buah Ratu Duyung. Ada apa mereka datang ke sini" Jangan-jangan untuk
menjemput Wiro. Ah...." Dada Bidadari Angin Timur berdebar keras. Mukanya
menjadi merah oleh rasa cemburu yang amat sangat. "Mungkin hubungan Wiro dengan
Ratu Duyung sudah sangat jauh daripada yang aku bayangkan. Belum lama berselang
kuketahui dia berada di tempat kediaman gadis bermata biru itu. Mungkin dia
telah menjadi milik sang Ratu. Mungkin aku sudah terlambat seperti yang
dikatakan suara bisikan tadi...."
Tak mampu berpikir lebih jauh akhirnya Bidadari Angin Timur menuruni bukit ke
arah selatan, matanya basah berurai tangis.
* * * Asmara Darah Tua Gila 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA elum hilang kejut Ratu Duyung dan para gadis yang ada dalam ruangan ketiduran
itu belasan anak buah Ratu Duyung telah menghambur masuk ke tempat itu. "Kalian
Bberani masuk ke tempat ini tanpa izinku"!" bentak Ratu Duyung.
"Ratu! Kami..."
"Diam!" hardik sang Ratu dengan mata membeliak. Kemudian dia melihat ada
kelainan pada pakaian dan keadaan diri semua anak buahnya yang barusan masuk ke
tempat itu. Dia melihat gadis-gadis ini mengenakan pakaian dalam keadaan
setengah basah.
Rambut mereka juga kuyup dan air dari tubuh mereka jatuh menetes membasahi
lantai.

Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun di balik semua itu sang Ratu melihat satu keanehan yang selama ini
mustahil terjadi. Mendadak jantungnya berdebar keras dan tengkuknya terasa
dingin. "Ratu dalam keadaan tidak sehat! Kalian semua harap segera meninggalkan ruangan
ini!" Salah seorang dari enam gadis yang ada di sisi tempat tidur membentak.
Ratu Duyung angkat tangan kanannya. Dengan suara bergetar dia berkata. "Salah
seorang dari kalian yang baru masuk lekas menerangkan apa yang terjadi!"
Seorang gadis yang rambutnya basah riap-riapan di depan dada maju dua langkah
dan menjura. Sebelum sempat bicara dia sudah sesenggukan duluan. Teman-temannya
yang lain juga tampak berusaha menahan isak. Enam gadis di samping tempat tidur
menjadi heran. Ratu Duyung sendiri seperti tidak dapat menahan gemuruh di
dadanya. "Lekas jelaskan! Jangan pikiranmu mempengaruhi hatimu!" ujar Ratu Duyung dengan
suara masih keras padahal dia sendiri saat itu sebenarnya sudah tidak dapat
menahan hati. "Ratu, kami mengalami kejadian aneh. Seperti biasa pagi ini kami semua pergi ke
telaga untuk mandi dan mencuci. Begitu kami menyentuh air sepasang kaki kami
tidak berubah menjadi ekor ikan. Kami..." Ucapan si gadis tersendat. Ada air
mata meluncur di kedua pipinya.
"Teruskan keteranganmu!" bentak Ratu Duyung,
"Kami... kami tidak percaya melihat hal itu. Ramai-ramai kami lalu masuk ke
dalam telaga. Terus kebagian yang paling dalam. Sampai tubuh kami tenggelam
sebatas leher, sosok kaki kami tetap tidak berubah menjadi ekor ikan...." Sampai
di situ si gadis tak dapat lagi menahan tangisnya. Kawan-kawannya yang lain juga
mulai tersedu sedan.
"Ratu.... Apakah kami telah bebas dari kutukan selama bertahun-tahun itu?" Salah
seorang dari para gadis yang berpakaian basah bertanya.
Ratu Duyung tidak bisa segera menjawab. Pikirannya melayang pada saat-saat
ketika dia berada berdua-duaan dengan Wiro Sableng di atas tempat tidur di Puri
Pelebur Kutuk. Saat itu walau mereka berdua tidak lagi mengenakan pakaian dan tak ada selembar
benang pun yang membatasi tubuh mereka, namun Wiro sama sekali belum melakukan
apa-apa. Pemuda itu belum sampai pada keadaan untuk membuatnya lepas bebas dari kutukan.
Namun saat ini mengapa belasan anak buahnya muncul memberitahu bahwa tubuh
mereka sama sekali tidak mengalami perubahan kendati tersentuh air" Apakah
mereka telah bebas dari kutukan termasuk dirinya dan enam gadis yang sebelumnya
ada bersamanya"
Asmara Darah Tua Gila 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Untuk beberapa lamanya keadaan dalam ruangan besar itu menjadi sunyi. Hanya
sedu-sedan tertahan yang terdengar di sana sini. Enam gadis di dekat Ratu Duyung
memandang pada pimpinan mereka seolah hendak bertanya apa yang akan dilakukan.
Ratu Duyung tutupkan kain beludru biru di tubuhnya lalu dia turun dari atas
tempat tidur. "Ratu, harap jangan turun dulu. Kau masih dalam keadaan terluka..." seorang gadis
mengingatkan. "Aku sudah sembuh. Bukankah kalian telah menolongku mengusir kekuatan aneh yang
coba .mendekam dalam diriku" Kalian berhasil walau terpaksa harus mengalami luka
di jari masing-masing.... Anak-anak, aku dan enam temanmu belum membuktikan
sendiri. Namun aku percaya. Kebesaran pertolongan Tuhan telah datang menolong kita. Aku
yakin saat ini kini semua telah bebas dari kutukan yang selama ini jatuh atas
diri kita...."
Ruangan itu jadi ramai oleh berbagai suara. Ada gadis yang bersorak gembira, ada
yang mengangkat-angkat tangan tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ada juga
yang kembali sesenggukan.
"Anak-anak saat ini kita pantas bersyukur. Kalian semua ikut aku menghadap ke
timur. Kita sama-sama bersujud menyatakan syukur dan terima kasih kepada Yang
Maha Kuasa!"
Lalu Ratu Duyung memutar tubuh menghadap ke timur dan bersujud. Apa yang
dilakukannya diikuti oleh semua anak buahnya. Sambil bersujud banyak di antara
mereka yang tak dapat lagi menahan tangis.
Ratu Duyung berdiri. Dia memandang pada enam gadis di hadapannya. "Aku tahu,
seperti aku kalian tentu sudah tidak sabar untuk membuktikan apakah kita benar-
benar telah bebas. Ambilkan pakaian pesalin untukku. Lalu kita semua menuju
telaga...."
Semua gadis yang ada di situ serta merta memberi jalan pada sang Ratu dan enam
temannya. Mereka beramai-ramai menuju ke telaga yang terletak di satu jalan
menurun menuju pedataran rendah berbentuk lembah kecil dikelilingi bebatuan.
Ratu Duyung sesaat tegak di pinggiran telaga. Enam anak buahnya berjajar di
belakangnya. Seperti tidak sabaran sang Ratu kemudian melompat menerjunkan diri
ke dalam telaga, langsung menyelam di bagian paling dalam. Enam anak buahnya
mengikuti. Tak lama kemudian kepala Ratu Duyung muncul di permukaan air. Senyum suka cita
kelihatan di wajahnya yang jelita. Sepasang matanya bersinar indah. Dia
mengangkat kedua kakinya ke permukaan air. Ternyata sepasang kakinya yang bagus
tidak berubah menjadi ekor ikan. Para gadis di sekelilingnya bersorak sorai.
Ratu Duyung angkat tangan kanannya lalu berteriak keras.
"Terima kasih Tuhan! Kau telah menolong kami! Saat ini kami semua bebas dari
kutukan. Terima kasih... terima kasih Tuhan!"
Ucapan sang Ratu serta merta diikuti oleh belasan anak buahnya. Suara para gadis
itu menggemuruh di seantero telaga. Di tepian telaga Ratu Duyung kemudian
mengumpulkan anak buahnya.
"Kita telah berterima kasih pada Tuhan, namun kita juga harus berterima kasih
pada seseorang. Tuhan menjadi Yang Maha Besar dan Ma ha Kuasa menolong kita.
Tapi orang itu adalah seolah kunci wasiat yang diberikan Tuhan untuk membuka
pintu menolong kita keluar dari kutukan...."
Asmara Darah Tua Gila 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Walau banyak yang sudah dapat menduga namun salah seorang dari anak buah Ratu
Duyung ajukan pertanyaan.
"Kalau kami boleh tahu Ratu, siapakah adanya orang itu?"
"Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng. Pemuda gondrong yang tempo hari
pernah kita jatuhi hukuman bersama si Dewa Ketawa. Yang hari ini kembali
berkunjung ke sini dan ikut bersamaku masuk ke dalam Puri Pelebur Kutuk."
"Kalau memang dia orangnya kita pantas mencarinya untuk mengucapkan terima
kasih. Dimanakah dia sekarang Ratu...?"
"Dia tidak ada di sini lagi. Justru hal inilah yang membuatku gelisah. Ketika
kami berdua berada di Purl Pelebur Kutuk tiba-tiba ada makhluk berwujud
perempuan mengenakan pakaian serba putih, cantik tapi bermuka pucat muncul dan
melarikan pemuda tuan penolong kita itu...."
"Jika ada orang berniat jahat padanya, karena dia memiliki ilmu silat tinggi dan
kesaktian pasti dia mampu menghajar prang itu!" kata salah seorang gadis dalam
ruangan. Ratu Duyung terdiam. Di wajahnya jelas tampak bayangan rasa gelisah.
"Ratu, apakah kau menghadapi kesulitan" Katakan pada kami agar kami bisa
membantu memecahkan masalahnya," ujar gadis yang tegak tepat di samping kanan
Ratu Duyung. Sang Ratu menggigit-gigit bibirnya. "Sebenarnya hal ini tidak perlu aku
beritahukan pada kalian. Namun pengorbannya begitu besar. Aku tak ingin menutupi
kebesaran jiwa dan hatinya. Biarlah aku berterus terang,..." Setelah memandang
berkeliling maka berkatalah sang Ratu bermata biru itu. "Seolah sudah
ditakdirkan, kutukan yang menimpa diri kita selama bertahun-tahun hanya mampu
dimusnahkan jika ada seorang pemuda yang aku cintai dan juga mengasihi diriku,
melakukan hubungan badan denganku bukan berdasarkan nafsu. Pemuda itu ternyata
adalah seorang Pendekar 212 Wiro Sableng. Bukan saja karena dia seorang tampan
atau sakti, tetapi karena dia seorang bujangan. Maksudku masih perjaka...."
Paras sang ratu sesaat tampak merah. Lalu dia melanjutkan. "Kali pertama dia
datang ke sini aku tak berhasil meyakinkan dirinya untuk menolong diriku dan
diri kalian. Kemudian entah apa yang merubah hatinya, pada pertemuan di
Pangandaran di mana Pang era n Matahari berhasil dibunuhnya dia bersedia ikut ke
sini. Kami masuk ke dalam Puri Pelebur Dosa. Pada saat dia melakukan pertolongan
tiba-tiba ada makhluk berwujud perempuan muda cantik tapi berwajah pucat,
berpakaian kebaya panjang dan kain putih masuk ke dalam Puri.
Anehnya Pendekar 212 tidak dapat melihatnya sedang aku bisa melihat jelas. Aku
maklum kalau orang ini bukan manusia sembarangan, sebangsa makhluk halus yang
bisa memperlihatkan diri dalam wujudnya yang asli. Ketika aku sadar dia hendak
melarikan Pendekar ,212 aku segera menyerangnya dengan pukulan sakti. Perempuan
berkebaya putih balas menyerang dengan sebuah benda berwarna kuning kehijauan
dan menebar bau bunga kenanga. Aku berhasil menghantam hancur senjatanya yang
ternyata sekuntum kembang kenanga itu. Namun ternyata dia memiliki kepandaian
dan kesaktian jauh melebihi diriku.
Kembang kenanga hancur, aku sendiri terbanting ke atas tempat tidur. Menderita
luka dalam yang cukup parah. Sebaliknya Pendekar 212 Wire- Sableng kulihat roboh
pingsan. Dalam keadaan tak berdaya aku hanya bisa berteriak sewaktu perempuan
itu melarikan Wiro. Aku sendiri kemudian tak sadarkan diri. Baru siuman setelah
kalian menolongku. Aku berterima kasih pada kalian.... Dan aku begitu bahagia
serta bersyukur pada Tuna n bahwa ternyata kita semua kini telah terbebas dari
kutukan yang selama ini membuat kita hidup setengah manusia setengah Asmara
Darah Tua Gila 20
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
ikan. Namun kebebasan itu dibayar mahal oleh Pendekar 212. Selama seratus hari
dia akan kehilangan semua ilmu kepandaian yang dimilikinya. Termasuk ilmu silat,
kesaktian dan tenaga dalam, itulah yang aku gelisahkan... Aku tidak dapat
memastikan apakah perempuan muda yang menculik Pendekar 212 bermaksud jahat atau
baik." Untuk beberapa lamanya ruangan itu menjadi sunyi. Lalu terdengar suara beberapa
orang berbisik-bisik. Ratu Duyung memandang berkeliling. Sesaat kemudian dia
berkata. "Ada di antara kalian yang ingin mengatakan sesuatu" Jangan kasak kusuk
berbisik-bisik.
Aku tidak melihat Manumi dan Kiani. Di mana mereka?"
Beberapa orang gadis memandang pada Nandiri. Anak buah Ratu Duyung yang satu ini
melangkah ke hadapan sang Ratu lalu menjura. "Ratu, pasti kau tidak berkenan
dengan keterangan ini. Manumi dan Kiani tengah melakukan pengejaran terhadap
Pendekar 212 Wiro Sableng."
"Melakukan pengejaran?" ujar Ratu Duyung dengan sepasang mata biru membesar.
Dadanya berdebar. Dia yakin telah terjadi satu kekeliruan. "Mengejar dengan
maksud apa"!"
"Ratu, setelah mendengar keterangan Ratu tadi jelas di antara kami termasuk saya
telah melakukan kesalahan. Waktu saya dan lima teman mendengar jeritan Ratu
menyusul runtuhnya sebagian bangunan Puri Pelebur Kutuk, kami langsung menerobos
masuk. Kami temui Ratu dalam keadaan luka parah, setengah pingsan dan berteriak
kejar! Sebelumnya kami mengetahui bahwa Ratu masuk ke dalam Puri bersama pemuda
itu. Kami dan kawan-kawan mengira tidak dapat tidak pemuda itulah yang telah
berlaku jahat mencelakai Ratu...."
"Ya Tuhan!" Ratu Duyung tutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Teruskan
keteranganmu Nandiri!"
"Kami segera membagi tugas. Beberapa orang tetap tinggal untuk menolong Ratu.
Kami mengejar dengan mengandalkan ilmu menyirap detak jantung. Saya berhasil
mengetahui kalau pemuda itu lari ke jurusan barat. Namun karena mengalami luka
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan 3 Pendekar Naga Geni 10 Maut Di Lembah Sampit Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 7
^