Pencarian

Asmara Darah Tua Gila 2

Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila Bagian 2


dalam akibat hantaman balik hawa aneh, saya terpaksa kembali. Manumi dan Kiani
melanjutkan pengejaran.... Saya benar-benar khawatir Ratu. Karena mengira pemuda
itu telah berbuat jahat, jangan-jangan mereka berniat membunuhnya!"
Ruangan itu sunyi senyap seperti di pekuburan.
Ratu Duyung tegak tak bergerak. Kedua matanya dipejamkan. Hatinya dilanda
kecemasan luar biasa. "Wiro... pemuda itu kini tidak memiliki secuil ilmu pun!
Manumi dan Kiani dengan mudah bisa membunuhnya! Ya Tuhan! Aku harus bertindak
cepat!" Dari bawah bantal Ratu Duyung mengeluarkan cermin sakti berbentuk bulat. Dia
menatap tak berkesip ke dalam cermin itu sambil membayangkan paras Pendekar 212
Wiro Sableng. Mula-mula dia melihat laut biru. Lalu deretan pulau-pulau. Ada
sinar terang di sebelah kanan cermin kemudian gelap dan perlahan-lahan muncul
satu daratan. Lalu samar-samar tampak puncak sebuah gunung. Menyusul bayangan
seperti sungai lalu muncul kilatan-kilatan aneh. Bersamaan dengan itu satu hawa
dingin me-rambas masuk ke dalam tubuh sang Ratu lewat jari-jari tangannya yang
memegang cermin.
Pada puncak rasa dingin yang membuat dia tidak tahan Ratu Duyung terpekik.
Cermin bulat dilemparkannya ke atas tempat tidur. Dia cepat kerahkan tenaga
dalam, mengatur jalan nafas dan peredaran darahnya.
Asmara Darah Tua Gila 21
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sebenarnya Ratu Duyung memiliki kesaktian yang disebut "Menembus Pandang".
Seperti telah dituturkan dalam serial Wiro Sableng berjudul "Wasiat Sang Ratu"
ilmu kepandaian itu telah diberikannya kepada Pendekar 212 Wiro Sableng dengan
akibat dia sendiri kehilangan kemampuan untuk mempergunakan ilmu itu selama 777
hari. Karenanya dia terpaksa memakai cermin bulat sakti untuk menjajagi di mana kira-
kira beradanya Pendekar 212. Ternyata ada satu kekuatan aneh yang tidak sanggup
ditembus Ratu Duyung yang melindungi diri Pendekar 212.
"Ratu! Kau tak apa-apa"!" seru Nandiri sementara semua anak buah Ratu Duyung
juga tampak dicekam rasa khawatir.
"Ada hawa aneh..." kata Ratu Duyung perlahan. "Ada satu kekuatan yang
melindungi Pendekar 212, membuat cermin sakti ini tidak mampu mengadakan sambung
rasa dengan pemuda itu. Aku yakin perempuan bermuka pucat itu yang jadi
penangkalnya.... Namun ilmu aneh seperti itu hanya bertahan beberapa hari.
Setelah itu tak ada satu kekuatan pun yang akan melindungi Pangeran 212! Aku
harus pergi sekarang juga!"
Nandiri maju selangkah.
"Ratu, kalau kau mau memberi izin, biarkan saya dan beberapa teman mengejar
Kiani dan Manumi serta mencari Pendekar 212. Saya sudah tahu kira-kira di arah
mana pemuda itu berada. Dengan melakukan hal ini saya berharap bisa menebus
kesalahan."
Ratu Duyung menggeleng.
"Kalian tetap di sini sampai aku kembali. Se-belum pergi ada satu keputusan
besar yang harus aku beritahukan pada kalian semua. Sekembalinya dari perjalanan
aku akan tetap tinggal di tempat ini. Kalian boleh memilih, ingin tetap tinggal
di sini bersamaku atau dengan segala kebebasan yang ada kembali ke dunia
darimana dulu kita semua berasal.
Urusan dengan sesepuh kita yang telah menjatuhi hukuman kutukan biar aku sendiri
yang menyelesaikan...."
Semua yang ada di tempat itu berdiam diri. Tak ada yang berani memberikan
jawaban. Anak buah Ratu Duyung tundukkan kepala dengan wajah sedih.
"Ratu," kata Nandiri lagi-lagi mewakili teman-temannya. "Kami mohon petunjuk.
Apa yang akan kami lakukan terhadap orang tua yang saat ini berada di Ruang
Penyembuhan?"
"Jaga dia baik-baik. Jangan berbuat sesuatu apa sampai dia siuman sendiri. Dia
boleh menetap di sini sampai kesembuhannya. Jika dia minta pergi antarkan dia
sampai ke Pintu Gerbang Perbatasan."
"Perintah Ratu akan kami laksanakan. Sementara Ratu pergi, kami akan menunggu di
sini. Ke-putusan apapun yang akan diambil oleh kami nanti saja kita bicarakan.
Kami berdoa untuk keselamatan Ratu.:.."
Ratu Duyung memegang bahu anak buahnya itu. Lalu diambilnya cermin bulat dari
atas tempat tidur. Dia memberi isyarat pada beberapa orang gadis. Lalu mereka
melangkah menuju ke sebuah ruangan di mana Ratu Duyung berganti pakaian.
* * * Asmara Darah Tua Gila 22
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM osok tua basah kuyup itu tergantung kaki ke atas kepala ke bawah. Tali
penggantungnya berbentuk aneh. Bukan merupakan tali biasa tetapi menyerupai
Sselarik sinar berwarna biru. Air menetes dari sekujur tubuh, pakaian dan rambut
orang tua itu. Juga tampak air keluar dari lobang telinga, hidung dan yang
paling banyak dari mulutnya.
Ketika dia siuman dan dapatkan dirinya dalam keadaan seperti itu - si orang tua
terheran-heran namun juga memaki sambil matanya memandang jelalatan berkeliling.
"Setan alas! Siapa yang menggantung aku begini rupa..."!"
Suara makiannya terhenti dan lidahnya seperti mau ditelannya sendiri ketika dia
melihat apa yang ada di sekitarnya.
Si kakek pejamkan matanya.
"Aku harus mengingat.,.. Apa yang telah terjadi dengan diriku sebelumnya. Apa
saat ini aku sudah mati dan berada di neraka atau di sorga" Hik... hik! Otak
tumpul tua bangka ini tak mau segera diajak bekerja!"
Si prang tua gerakkan tangan kanannya yang terkulai ke bawah. Dengan tangannya
ini dipukul-pukulnya batok kepalanya.
"Duk... duk... duk!"
Air mengucur makin banyak dari telinga, hidung dan mulutnya. "Otak tua! Ayo
lekas mengingat! Apa yang terjadi sebelumnya" Hemmmm.... Bagus! Oia mulai
bekerja.... Aku mulai bisa mengingat. Aku meninggalkan pulau itu. Naik perahu. Di tengah
laut tahu-tahu muncul dukun keparat itu. Ah... ternyata dia adalah Sika Sure
jelantik! Membawa dendam asmara berdarah, ingin membunuhku dengan ilmu kilat
kuku akhirat! Ilmu kesaktian tua bangka itu ternyata memang hebat. Aku tak mampu
menghadapi pukulan saktinya. Aku terlempar dari atas perahu layar. Mungkin...
mungkin aku merasakan ada sesuatu menarik kakiku. Lalu air laut menyerbu semua
lobang di tubuhku. Lobang telinga, mata, hidung, mulut... lobang dubur. Ah yang
satu ini tidak! Lalu aku tak ingat apa-apa lagi.
Sekarang begitu sadar berada di mana aku ini" Kalau di neraka mengapa aku
melihat begini banyak gadis berwajah cantik seolah bidadari mengelilingiku!
Kalau aku di sorga mengapa orang menggantungku kaki ke atas kepala ke bawah" Aku
harus meloloskan diri!"
Si orang tua perhatikan tali yang mengikat kedua pergelangan kakinya. "Tali
aneh..." desisnya. "Tak lebih dari pada sebentuk sinar berwarna biru. Aku mau lihat
sampai di mana kehebatannya!" Segera orang tua ini kerahkan tenaga dalamnya.
Tangannya kiri kanan diputar demikian rupa hingga tubuhnya melayang naik ke atas
dan, "Wuuttt!"
"Gila!" seru orang tua itu. "Jelas tanganku tadi memapas tali itu. Tapi seperti
aku menggebuk udara kosong!" Sepasang mata si orang tua yang lebar jadi
bertambah besar.
Kembali dia melayangkan tubuhnya ke atas dan memukul dengan pinggiran telapak
tangan. Sampai berulangkali dilakukannya tetap saja dia seolah memukul udara
kosong. Tali bersinar biru itu tak dapat ditebas putus.
"Hemmmm... ada orang jahil hendak bercanda denganku. Dikiranya aku tolol! Tali
tak bisa kuputus tapi langit-langit ruangan ini masakan tak mampu kujebol!
Sekali kuhantam runtuh, tubuhku pasti terjatuh lepas!" Orang tua ini tertawa
mengekeh. Kembali Asmara Darah Tua Gila 23
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dia salurkan tenaga dalamnya ke tangan kanan, Sesaat lagi dia hendak menghantam
ke atas tiba-tiba terdengar suara suitan keras. Disusul oleh suara angin
mendesir. Secara aneh tali yang mengikat pergelangan kaki si orang tua bergerak melenting.
"Sret... sret... sret!" ikatan tali biru lepas. Lalu lenyap dari pandangan.
Bersamaan dengan itu tubuh si orang tua jatuh deras ke bawah. Orang lain yang
tidak mempunyai kepandaian pasti akan langsung amblas ke lantai ruangan. Tapi
orang tua ini dengan cekatan membuat gerakan aneh dan tahu-tahu dia sudah
berdiri di atas sepasang kakinya, memandang jelalatan pada belasan gadis cantik
berpakaian ketat, terbelah tinggi dari kaki sampai ke pinggang dan terbuka lebar
di bagian dada.
"Ha... ha... ha! Kini kaki ke bawah kepala ke atas aku lebih jelas bisa melihat
kalian! Tidak seperti tadi kaki ke atas kepala ke bawah! Ha... ha... hai. Gadis-gadis
cantik siapakah kalian" Apa aku tua bangka buruk ini telah berada di sorga"
Hemmm...." Si orang tua dongakkan kepalanya dan menghirup dalam-dalam. "Udara di
sini harum semerbak. Kalau bukan sorga akhirat pasti aku berada di sorga dunia!
Ha... ha... ha!"
"Orang tua! Jangan tertawa saja! Lihat keadaan pakaianmu! Celanamu merosot
hampir lepas ke bawah. Tanaman rumputmu yang gersang hampir berserabutan...."
Ada gadis cantik usil di deretan belakang berkata dengan suara keras.
"Husss!" seorang gadis cepat membentak memotong ucapan temannya itu.
Ruangan itu riuh oleh hiruk pikuk suara tertawa para gadis. Si orang tua bermuka
teramat cekung nyaris menyerupai tengkorak delikkan matanya dan memandang ke
bawah. Mula-mula dilihatnya baju putihnya yang robek besar di bagian dada dan pinggang.
Lalu tampang buruk orang tua ini berubah merah padam ketika dilihatnya keadaan
celananya yang memang telah merosot sampai ke bawah pinggul. Cepat-cepat dia
menarik celana putihnya yang basah itu tinggi-tinggi dan mengikatnya kuat-kuat!
Setelah usap wajahnya beberapa kali orang tua ini kembali memandang ke arah
gadis-gadis cantik di depannya. Lalu dipukulnya keningnya sendiri dan berkata.
"Tololnya tua bangka ini! Aku ingat siapa kalian adanya. Dua orang di antara
kalian pernah muncul di Teluk Penanjung Pangandaran. Kalian yang cantik-cantik
ini pasti anak buah Ratu Duyung!"
"Orang tua! Tidak salah dugaanmu. Kami memang anak buah Ratu Duyung. Wakil
penguasa laut selatan." Salah seorang gadis yaitu Nandiri menjawab.
"Antara aku dan Ratumu tidak ada silang sengketa, bahkan belum lama berselang
kami bertemu di Pangandaran, sempat berbincang-bincang sebelum dan sesudah
tewasnya Pangeran Matahari.
Kenapa tadi aku digantung kaki ke atas kepala ke bawah" Pasti dia yang memberi
perintah!"
"Orang tua, harap kau jangan salah sangka. Ratu kami sama sekali tidak berniat
jahat terhadapmu. Ma lah dia melakukan hal paling tepat untuk menolongmu! Dengan
cara menggantung kaki ke atas kepala ke bawah, air laut yang telah membusuk dan
masuk ke dalam perut, telinga dan hidungmu dapat dikeluarkan...."
"Hemmm, begitu...?" Si orang tua remas-remas rambut putihnya yang basah sehingga
air yang masih menempel mengucur jatuh ke lantai. "Hebat juga cara Ratumu
menolong. Aku pantas berterima kasih padanya. Juga pada kalian."
Si orang tua yang masih dalam keadaan basah kuyup itu berpaling pada Nandiri
lalu tertawa mengekeh. "Kalian mengenakan baju bagus-bagus, tubuh menebar bau
harum. Aku Asmara Darah Tua Gila 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
basah kuyup kedinginan dan bau air laut! Ha... ha... ha! Ayo lekas ceritakan
bagaimana aku bisa sampai di tempat ini?"
"Ratu kami yang menolongmu orang tua. Dia menemukanmu di tengah laut pada saat
terlempar dari atas perahu."
"Di mana Ratu kalian sekarang" Aku ingin bertemu dan mengucapkan terima kasih."
"Ratu tidak ada di sini. Dia punya satu urusan penting. Dia pergi tanpa
memberitahukan siapa namamu atau siapa kau adanya. Dia berpesan agar kami
melayanimu dan mengizinkan kau berada di sini sampai sembuh." Berkata Nandiri.
"Eh, memangnya aku sakit apa?" tanya si orang tua sambil memandang berkeliling.
"Ratu kami menemukanmu hampir mati dihantam orang di tengah laut. Kau tak dapat
melihat luka dan benjut di mukamu tapi kau bisa menyaksikan luka di dada dan
pinggangmu. Dari hidung, mulut dan telingamu mengucur air laut campur darah. Kau
terluka di dalam Kek!"
Orang tua berpakaian putih kuyup itu raba dadanya lalu menyeringai. "Kau mungkin
benar. Tapi rasanya sakitku tidak parah benar. Aku berterima kasih kalian turut
menolong. Tapi aku tak bisa tinggal lama-lama di sini...."
"Kami hanya mengikuti perintah Ratu...."
"Bisa berbahaya!"
"Bahaya" Maksudmu Kek?"
"Kalian semua cantik-cantik. Mataku belum lamur. Walau sudah tua bangka begini
menyaksikan kalian lama-lama aku jadi salah tingkah. Kalau aku jatuh cinta pada
salah satu dari kalian bagaimana" Kalau cintaku diterima" Kalau tidak" Ha...
ha... ha...!"
Ruangan itu menjadi riuh oleh gelak tawa anak buah Ratu Duyung. Nandiri
beranikan diri berkata. "Kek, dalam keadaan seperti ini kau masih bisa bersenda
gurau. Ini kuanggap aneh...."
"Aku memang orang aneh!"
"Sebenarnya kau ini siapa Kek" Mengapa sampai hampir menemui ajal diserang orang
di tengah lautan?"
"Panggil saja aku Tua Gila. Soal mengapa aku diserang orang di tengah laut aku
juga tidak mengerti. Jadi tak bisa aku ceritakan padamu. Biar nanti kalau aku
bertemu dengan si pembunuh itu akan aku tanyakan padanya! Dan kalau panjang umur
jawabannya akan aku sampaikan pada kalian! Ha... ha... ha!"
Nandiri geleng-gelengkan kepala. Teman-temannya senyum-senyum.
"Kalian tahu ke mana perginya Ratu kalian" tadi ada yang mengatakan Ratu punya
urusan penting. Sebenarnya kurasa mungkin dia tidak suka melihat aku si tua
buruk ini! Hik... hik! Apakah aku bisa mendapat jawaban?"
Nandiri membuka mulut. "Melihat sikap Ratu, nyata dia sangat menghormatimu.
Soal kemana dia pergi dan apa urusannya kami tidak dapat memberi tahu..."
Tua Gila terdiam. "Kalau begitu aku terpaksa minta diri sekarang. Aku punya
urusan penting. Mencari dan menemui seorang pemuda bernama Wiro Sableng."
"Pendekar 212?" ujar Nandiri.
"Itu gelarnya!"
Nandiri memandang pada teman-temannya lalu bertanya pada Tua Gila. "Kek, apa
hubunganmu dengan pemuda itu?"
Asmara Darah Tua Gila 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Eh, di antara kalian rupanya ada yang naksir. Kalian mau meminta aku menjadi
utusan untuk saling menjodohkan" Aku tidak keberatan!"
Kembali tempat itu riuh oleh suara belasan anak buah Ratu Duyung.
"Kek, kau belum menjawab pertanyaan kami," ujar Nandiri pula.
"Hemmm.... Pemuda itu adalah muridku!" jawab Tua Gila.
"Kalau begitu...."
"Kalau begitu apa?"
"Ratu kami justru pergi mencarinya. Muridmu itu berada dalam bahaya besar...."
Sepasang mata Tua Gila membeliak besar.
Nandiri lalu menceritakan apa yang diketahuinya. Mendengar keterangan gadis itu
wajah cekung Tua Gila jadi berubah.
"Aku harus pergi sekarang juga! Ratumu. mengatakan di mana dia akan mencari
Pendekar 212?"
Nandiri dan kawan-kawannya gelengkan kepala.
Tua Gila putar tubuhnya, memandang berkeliling. Dia jadi bingung sendiri.
Ruangan itu tak ada pintunya. Tertutup oleh tirai-tirai biru.Tunjukkan aku jalan ke luar!" katanya. Lalu menyeruak di antara gadis-gadis "cantik itu.
"Tua Gila kami akan antarkan kau ke Pintu Gerbang Perbatasan. Tapi sebaiknya kau
berganti pakaian dulu," kata Nandiri.
"Aku harus bertindak cepat. Serahkan saja pakaiannya. Biar aku pakai di tengah
jalan!" jawab Tua Gila. Lalu enak saja dia mulai membuka baju putihnya yang
basah dan penuh robek. Sebelum orang tua ini berlaku lebih gila para gadis
segera lari berhamburan.
Seseorang kemudian melemparkan seperangkat baju dan celana hitam ke arah orang


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua itu. "Hik... hik...!" Tua Gila tertawa. "Apa kalian mengira aku ini benar-benar gila
lalu mau-mauan membuka celana"! Dulu dimasa mudaku mungkin aku bisa berbuat gila
seperti itu. Tapi sekarang sudah peot begini rupa, kambing pun tak suka
melihatku! Ha... ha... ha!"
Tua Gila menyambut pakaian yang dilemparkan kepadanya. Sambil melangkah dia
cepat mengenakan baju hitam. Lalu tanpa membuka celana putihnya yang basah kuyup
dia langsung saja memakai celana hitam. Pada saat berpakaian itulah dia ingat
sesuatu. Dia meraba-raba kian ke mari. "Astaga!"
"Ada apa orang tua?" tanya salah seorang gadis pengawal.
Kawannya menimpali. "Ada barangmu yang hilang" Tadi kulihat semuanya
menempel lengkap di tubuhmu!"
Nandiri dan yang lain-lainnya tak dapat menahan tawa mendengar ucapan gadis
pengawal itu. "Anak-anak keparat! Jangan bergurau! Ini bukan urusan main-main! Benda itu
hilang!" "Benda apa, Kek?" bertanya Nandiri.
"Sebuah kotak terbuat dari perak, dibungkus kantong kain! Siapa yang berani
mencuri"!" Tua Gila memandang pada keenam gadis itu dengan sorot melotot hingga
mereka menjadi kecut.
"Kami tidak pernah melihat benda itu. Kalaupun ada kami tidak akan mencurinya.
Mungkin jatuh di tempat lain...."
Asmara Darah Tua Gila 26
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Atau mungkin Ratu kalian yang telah mengambilnya!" bentak Tua Gila marah.
Yang dicarinya adalah kotak perak berisi Kalung Permata Kejora titipan Rajo Tuo
penguasa Kerajaan pulau Sipatoka.
"Ratu kami tidak akan sekeji itu! jangankan cuma sebuah kotak perak. Kotak emas
pun tidak akan diambilnya!"
Tua Gila komat kamit. Dari mulutnya terdengar suara menggerendeng.
"Sudahlah! Lekas antarkan aku ke Pintu Gerbang Perbatasan!" kata orang tua itu
kemudian. Enam orang gadis dibawah pimpinan Nandiri lalu membawa Tua Gila melewati
beberapa lorong bangunan hingga akhirnya mereka sampai di sebuah bukit. Di bawah
bukit terbentang sebuah pedataran dan di ujung sana tampak sebuah bangunan aneh
berbentuk gapura terbuat dari tumpukan batu-batu hitam.
* * * Asmara Darah Tua Gila 27
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH akin dekat ke Pintu Gerbang Perbatasan makin terasa mencekam bagi enam orang
anak buah Ratu Duyung. Mereka tahu, di seberang pintu gerbang itu M terdapat
dunia di mana mereka dulu pernah tinggal. Betapapun senangnya hidup di alam yang
sekarang namun tetap saja mereka merindukan dunia mereka yang lama.
Tua Gila melangkah cepat meninggalkan keenam orang pengiringnya. Di satu tempat
dia hentikan langkah. Sambil memandang ke depan dia berkata:
"Jadi ini yang disebut Pintu Gerbang Perbatasan?" Tua Gila perhatikan tumpukan
batu-batu hitam yang disusun secara aneh membentuk satu bangunan gapura yang
tampak angker. Angin bertiup kencang. Setiap mengikis permukaan gapura batu
terdengar suara berdesir aneh hampir menyerupai tiupan seruling.
Enam gadis mengangguk mengiyakan pertanyaan Tua Gila tadi.
"Di belakang gapura aku melihat tempat kosong diselimuti awan putih
bertebaran rendah. Apa yang ada di seberang sana?" tanya si kakek kembali.
"Kami tidak tahu apa yang ada di seberang sana Kek," jawab Nandiri. "Kami tidak
pernah melihat, apa lagi berada di belakang gapura. Tapi kami yakin itu adalah
dunia luar. Duniamu...."
"Kalian manusia-manusia aneh. Cantik-cantik tapi memilih tinggal di alam seperti
ini..." "Kalau Tuhan menghendaki dan Ratu memberi izin, tak lama lagi kami akan berada
di alam sana Kek. Di duniamu walau mungkin tetap agak berbeda...."
Tua Gila menarik napas dalam lalu tertawa mengekeh.
"Aku berterima kasih pada kalian. Kalian gadis-gadis baik semua. Tapi terus
terang aku masih penasaran mengenai kotak perak itu!"
Lalu sambil meneruskan tawanya Tua Gila melangkah ke arah tangga batu di bawah
Pintu Gerbang Perbatasan.
"Selamat jalan Kek!"
Tua Gila masih sempat mendengar enam gadis mengucapkan selamat jalan padanya.
Sepasang kakinya melangkah menaiki undak-undak batu pintu gerbang. Sesaat
kemudian dia telah berada di belakang pintu batu itu dan kini mulai melangkah
menuruni anak tangga. Satu... dua... tiga.... Pada langkah ketiga Tua Gila
keluarkan seruan tertahan.
Memandang ke bawah dia dapatkan dirinya tidak melangkah di atas batu tapi seolah
melayang di antara tebaran awan putih. Perlahan-lahan awan putih bersibak
menjauh. Tua Gila sekali lagi memandang ke bawah.
"Astaga!" Si kakek terkejut begitu melihat kini dia melangkah di atas pasir
basah. Ketika dia memandang ke depan dia lebih terkejut. Di depannya terbentang laut
luas. Pulau-pulau bertebaran di mana-mana. Ombak berdebur dan memecah di atas pasir.
"Aneh, bagaimana tahu-tahu aku berada di tepi pantai seperti ini" Apa aku masih
di daratan Andalas atau sudah di tanah Jawa" Setahuku tempat kediaman Ratu
Duyung adalah di pantai selatan tanah Jawa. Bagaimana mungkin aku yang tadinya
berada di daratan Andalas kini bisa berada sejauh itu" Tapi Ratu Duyung memang
punya kekuasaan dan kesaktian yang tak bisa dijajagi. Aku harus mencari tahu
berada di mana saat ini?" Tua Asmara Darah Tua Gila 28
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Gila memandang berkeliling. Laut lepas membiru. Tak kelihatan apa-apa selain
pulau-pulau di kejauhan. Dia berpaling ke belakang. Astaga! Pintu Gerbang
Perbatasan tak ada lagi di tempatnya. Enam gadis anak buah Ratu Duyung pun
lenyap dari pemandangan. Perlahan-lahan Tua Gila memandang ke arah laut kembali.
Saat itulah di kejauhan dilihatnya sebuah perahu layar meluncur di permukaan
laut. Tua Gila angkat tangannya tinggi-tinggi lalu dilambai-lambaikan berulangkali.
Dia tertawa mengekeh ketika dilihatnya perahu itu membelok lalu meluncur ke arah
pantai di mana dia berada.
Orang di atas perahu ternyata adalah seorang nelayan tua bercaping, mengenakan
pakaian lusuh penuh tambalan. Di lantai perahu bergeletakan ikan-ikan besar
segar. Sebagian masih hidup menggelepar-gelepar. Sebuah jala terhampar di haluan.
"Orang tua berpakaian hitam, kau melambaikan tangan memanggilku. Agaknya kau
tersesat. Pulau ini jarang di datangi orang. Kami para nelayan tak pernah
singgah di sini.
Adalah aneh kalau saat ini aku melihat kau berada di sini. Apa yang kau kerjakan
di pulau ini?"
Mendengar logat bicara dan nada suara orang di dalam perahu Tua Gila segera
maklum bahwa dia berada di salah satu pantai pulau Jawa.
"Nelayan tua, pertanyaanmu banyak amat! Aku mau menumpang ke satu tempat Tapi
lebih dulu aku ingin tahu aku berada di mana saat ini"!"
"Betul-betul aneh! Kau berada di situ dan kau tidak tahu berada di mana!"
Tua Gila tertawa mengekeh. "Maklum saja. Orang tua seperti kita sudah pada
pikun. Jadi kau juga tidak tahu kita berada di mana saat ini?"
"Pulau ini tidak bernama! Terletak di pantai selatan pulau Jawa...."
"Ah...." Tua Gila menarik napas lega.
"Kau sendiri perlu apa sebenarnya"!" Nelayan tua di atas perahu bertanya.
"Aku ingin menumpang ke daratan sana. Aku dalam perjalanan menuju Gunung
Gede...." "Gunung Gede jauh di sebelah barat! Paling tidak kau membutuhkan waktu belasan
hari untuk sampai ke sana...."
"Boleh aku menumpang?"
"Naiklah. Aku akan membawamu ke daratan. Tapi tidak ke Gunung Gede!"
Tua Gila tertawa bergelak lalu melompat naik ke
atas perahu. "Hemmmm Rejekimu cukup besar
hari ini. Banyak ikan hasil tangkapanmu kulihat dalam perahu."
"Lumayan...."
"Seusia tua begini kau masih melaut. Mengapa
tidak menyuruh anakmu saja?"
"Aku tidak punya anak.... Tidak punya istri! Aku hidup sendiri selama dunia
terkembang." Kata si nelayan pula.
"Hemmm.... Mengapa kau memilih hidup bujangan terus?"
"Perempuan hanya akan menimbulkan derita sengsara bagi laki-laki!"
"Ah, kau tentu punya riwayat hidup yang hebat dimasa mudamu," kata Tua Gila.
"Betul, tapi aku tidak akan menceritakannya padamu."
Asmara Darah Tua Gila 29
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Tua Gila tertawa lebar, ingat dirinya sendiri dia lalu berkata. "Aku juga punya
sejuta pengalaman bagus dimasa muda dengan perempuan-perempuan cantik. Tapi
semua kini tinggal kenangan. Ma lah menimbulkan bencana di hari tua...."
"Bencana bagaimana?" tanya nelayan tua pula. Sepertimu aku pun kini hidup
sendirian."
"Jadi kau tak pernah kawin?"
"Pernah dan sempat punya anak. Namun kini ibu anakku mencari diriku...."
"ingin agar kau rujuk kembali atau bagaimana?" tanya si nelayan.
"ingin membunuhku!" jawab Tua Gila dengan muka masam.
"Nan, apa kataku! Perempuan hanya menimbulkan bencana bagi kaum laki-laki.
Untung aku tidak kawin!"
Setelah diam sesaat nelayan itu bertanya. "Ada keperluan apa kau ke Gunung
Gede?" "Menyambangi seorang sahabat.,,."
"Lelaki atau perempuan" Ah, aku kira aku tak perlu bertanya. Pasti yang akan kau
temui itu seorang perempuan...."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Tua Gila.
"Aku cuma menduga. Tapi dugaanku tidak meleset bukan?"
Tua Gila tertawa lebar. Lalu dengan polos dia bercerita. "Yang akan kukunjungi
itu memang perempuan. Salah seorang kekasihku dimasa muda...."
"Ah, kau pasti hendak bersenang-senang dengan dirinya" Tap] menurutku mengapa
kau tidak mencari yang lebih muda untuk bersuka-suka?"
"Nelayan tua gila!" maki Tua Gila. "Aku ke sana untuk urusan penting. Perempuan
tua itu punya seorang murid yang berada dalam keadaan bahaya besar. Lumpuh
segala kesaktian yang dimilikinya...."
"Ah, kasihan sekali murid sahabatmu itu. Apakah kau tidak tahu di mana dia
berada dan berusaha menolongnya?"
"inilah sulitnya. Aku hanya mendapat keterangan bahwa pemuda itu berada di satu
tempat di barat. Tapi dunia seluas ini bagaimana mungkin mencarinya. Itu
sebabnya aku merasa lebih baik menemui gurunya dulu sambil menyirap kabar
mengenai pemuda muridnya itu...."
"Nah, apa kataku. Kalau kau tidak pernah kenal dengan perempuan tua itu. Kalau
kau tidak pernah jadi kekasihnya, jelas saat ini kau tidak usah susah-susah
melakukan perjalanan jauh menemuinya. Jadi benar kataku! Perempuan hanya
mendatangkan bencana pada laki-laki. Ha... ha... ha!"
Tua Gila ikut tertawa mengekeh. Tapi kemudian berucap. "Tidak semua perempuan
menimbulkan bencana. Terkadang tergantung pada kita orang laki-laki. Kalau
mereka merasa dikecewakan atau direndahkan, mereka bisa berubah jadi seekor
harimau ganas!"
"Sobatku tua, agaknya kau tengah mengalami masalah besar. Gara-gara ulahmu di
usia muda. Untung aku tidak kawin. Amit-amit...!"
"Nasib manusia ada guratannya masing-masing," kata Tua Gila pula.
"Aku tidak percaya hal itu. Manusia bukan diatur oleh nasib. Kelakuan manusialah
yang menentukan nasibnya!" jawab si nelayan tua.
Tua Gila menjadi kesal karena tersinggung mendengar ucapan itu. Kalau saja dia
tidak menumpang di perahu orang, nelayan tua itu sudah dihajarnya. Saking
kesalnya dia Asmara Darah Tua Gila 30
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
berkata. "Perutku lapar! Aku minta ikanmu!" Lalu diambilnya seekor ikan dan
dilahapnya mentah-mentah!
Menjelang petang perahu memasuki sebuah teluk sempit. Begitu sampai di pantai
Tua Gila mengucapkan terima kasih dan melompat ke daratan.
"Sobatku tua, apakah kita bisa bertemu lagi?" tanya si nelayan.
"Aku tidak tahu. Kalaupun bisa aku akan menghindari pertemuan denganmu!"
"Eh, memangnya kenapa?"
"Aku tidak suka dengan cara bicaramu. Kau seperti seorang juru dakwah saja!
Membenci perempuan padahal kau keluar dari perut perempuan!" Habis berkata
begitu Tua Gila lantas berkelebat pergi.
Nelayan tua di atas perahu tertawa panjang. Dalam hati dia berkata. Tua Gila,
kalau saja Kalung Permata Kejora itu ada d: tanganmu sudah sejak di tengah laut
kuhabisi nyawamu! Aku masih bisa bersabar. Aku sudah tahu ke mana kau pergi!
Hemmm... mungkin aku akan membunuh bekas kekasihmu yang di Gunung Gede itu. Hik... hik!
Sinto Gendeng kau ikut mengerecoki hidup masa mudaku! Tidak salah kalau kalian
kubunuh berdua sekaligus!." Perlahan-lahan nelayan itu buka caping lebar-nya.
Lalu dia menarik sehelai topeng tipis yang menutupi wajah dan rambutnya. Sesaat
kemudian kelihatanlah wajahnya yang asli. Ternyata dia bukan lain adalah si
nenek bernama Sika Sure Jelantik!
Dengan cepat perempuan tua ini melompat turun dari atas perahu lalu berkelebat
ke arah perginya Tua Gila.
* * * Asmara Darah Tua Gila 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN ari balik dedaunan keladi hutan yang lebar, sepasang mata memperhatikan gadis
berpakaian biru yang duduk termenung, bersandar ke batang pohon di Dbelakangnya.
Walaupun saat itu udara mending dan keadaan sekitar tempat itu agak gelap namun
orang yang memperhatikan dapat melihat butiran-butiran air mata jatuh menetes
membasahi pipi si gadis yang halus.
"Gadis aneh berwajah cantik," kata orang yang mengintai dalam hati. "Melihat
kepada wajah serta kulitnya yang putih mulus sulit diduga apakah dia seorang
dari dunia persilatan. Tapi kalau bukan orang persilatan mengapa berada, di
tempat sunyi begini. Jangan-jangan dibalik kecantikan wajah dan kebagusan tubuh
itu tersembunyi sesuatu yang hebat. Hemmm.... Dia menangis. Pertanda ada satu
tekanan batin tengah melanda dirinya. Diusia se-muda dia aku berani bertaruh
yang jadi bahan pikirannya saat ini pastilah sesuatu menyangkut cinta! Laki-
laki! Lagi-lagi laki-laki yang menjadi biang malapetaka! Aku tertarik ingin
mengetahui nasib apa tengah dihadapinya.
Hanya sayang aku ada urusan lain yang lebih penting..."
Orang di balik pohon keladi hutan hendak bergerak pergi namun langkahnya
tertahan ketika tiba-tiba gadis di bawah pohon, tanpa mengalihkan pandangannya
terdengar berucap.
"Orang yang mengintai mengapa tidak datang saja menemuiku" Mungkin kita bisa
bertukar pikiran berbagi pengalaman."
"Hemmm.... Kalau dia bukan seorang gadis memiliki kepandaian tinggi, mustahil
bisa mengetahui aku di sini. Agaknya sudah sejak tadi dia tahu. Mungkin ada
baiknya aku membuang waktu barang sebentar berbincang-bincang dengan dirinya."
Orang itu segera keluar dari balik pohon keladi besar, melangkah ke hadapan
gadis berpakaian biru.
Gadis di bawah pohon menatap orang berjubah hitam berambut putih digulung di
atas kepala yang tegak di depannya beberapa lama tanpa berkata apa-apa.
"Anak gadis berwajah cantik, siapakah namamu?" Si jubah hitam mendahului
bertanya.

Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Logat bicaranya menandakan dia orang seberang," kata gadis baju biru dalam hati
yang bukan lain adalah Bidadari Angin Timur.
"Nenek berwajah bulat, di waktu muda tentu kau seorang dara cantik jelita...."
Nenek berjubah hitam mau tak mau jadi melengak mendengar ucapan si gadis.
Sambil mengusap-usap pipinya yang keriput dia berkata. "Kecantikan itu hanya
tinggal kenangan yang memilukan. Lagi pula dibanding dengan raut wajahmu,
kecantikanku dimasa muda tidak ada arti apa-apa...."
Bidadari Angin Timur tersenyum. "Gerangan apa yang membawamu jauh-jauh dari
seberang datang ke sini?"
Kembali si nenek terkesiap mendengar ucapan orang. "Gadis ini jelas seorang
berotak cerdas, cerdik dan memiliki kepandaian tinggi!" katanya dalam hati.
"Anakku, bagaimana kau tahu bahwa aku datang dari seberang?"
"Logat bicaramu, Nek," jawab Bidadari Angin Timur.
"Ah...." si nenek menarik nafas dalam. "Dugaanmu tidak meleset. Aku memang
datang dari pulau Andalas...."
Asmara Darah Tua Gila 32
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jauh berjalan pasti ada urusan besar!"
Perempuan tua itu tertawa lebar. "Kau pandai menduga. Tapi biarlah dugaanmu itu
tinggal dugaan. Aku tidak akan menceritakan apa-apa padamu...."
"Kalau begitu aku pun tidak akan menceritakan apa-apa padamu!" sahut Bidadari
Angin Timur pula.
Si nenek menatap sejurus lalu tertawa mengekeh.
"Seumur hidup baru kali ini aku bertemu dengan gadis cantik yang enak diajak
bicara. Aku suka padamu! Kau bukan saja cantik tapi juga cerdik. Kecerdikan
menyelamatkan seseorang dari banyak hal. Namun sayang sekali, saat ini aku tidak
melihat kau berlaku cerdik. Karena seorang cerdik tidak akan mengeluarkan air
mata. Seorang cerdik tidak akan berada di tempat terpencil begini, jauh di kaki
gunung..."
"Kau pandai memuji. Aku berterima kasih. Tapi kau juga pandai menjatuhkan. Aku
juga berterima kasih. Soal aku menangis itu adalah urusanku sendiri. Air mata
adalah senjata perempuan paling akhir..."
Si nenek tertawa panjang. "Dulu aku juga pernah punya pikiran sepertimu.
Ternyata itu salah! Air mata justru adalah awal kelemahan kaum kita. Yang dapat
dan sering disalahgunakan oleh lawan jenis kita!
Jawablah terus terang. Bukankah masalah cinta yang membuatmu barusan berurai air
mata?" Paras Bidadari Angin Timur berubah merah.
Si nenek tersenyum. "Rona wajahmu berubah. Berarti apa yang aku katakan betul!"
Setelah tertawa panjang si nenek lalu berkata. "Namaku Sika Sure -jelantik.
Selama hidup aku telah banyak makan asam garam, madu dan racun dunia. Yang
paling dahsyat adalah racun cinta. Bisa membutakan mata menulikan telinga dan
membuat beku pikiran, merubah hati seolah menjadi batu! Pada puncaknya, cinta
itu bisa berubah menjadi dendam kesumat kebencian yang hanya bisa terobat oleh
kematian...."
Bidadari Angin Timur pandang wajah tua bulat itu beberapa lamanya sambil hatinya
berkata. "Jangan-jangan perempuan tua ini tengah menuturkan riwayat sedih
dirinya sendiri. Lebih baik coba kupancing."
"Nenek Sika, aku masih hijau. Sebaliknya kau sudah memiliki segudang pengalaman
hidup. Dugaanmu betul. Aku memang ada ganjalan cinta dengan seseorang. Maukah
kau menceritakan sedikit saja dari riwayat c in tamu agar bisa kujadikan
pegangan di hari kemudian?"
Sika Sure Jelantik terdiam sesaat. Akhirnya dia berkata. "Jauh-jauh aku datang
dari pulau Andalas adalah untuk mengejar seorang tua renta yang ingin kubunuh
dengan kedua tanganku sendiri!" Lalu si nenek tuturkan secara singkat riwayat
percintaannya. "Kisahmu sungguh menyedihkan, Nek. Dalam penuturanmu kau sama sekali tidak
menyebutkan siapa pemuda yang pernah jadi kekasihmu lalu meninggalkan dirimu
begitu saja."
"Soal namanya tidak akan kuberitahu padamu," jawab Sika Sure Jelantik. "Sekarang
apakah kau mau menuturkan riwayatmu sendiri?"
Bidadari Angin Timur merenung beberapa lamanya.
"Jika kau tak mau memberitahu tak jadi apa," ujar si nenek. "Tapi ingat ucapanmu
pertama kali menegurku" Kau ingin bertukar pikiran berbagi pengalaman."
Asmara Darah Tua Gila 33
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Si gadis tersenyum. Sepasang lesung pipit muncul indah mempesona di pipinya kiri
kanan. "Sulit bagiku dari mana memulai. Sejak pertama aku bertemu dengan dia,
tidak ada perasaan apa-apa. Ma lah aku marah besar karena dia telah melakukan
seseorang secara sewenang-wenang. Namun lambat laun setelah beberapa kali
bertemu hatiku terasa begitu sejuk jika berada di dekatnya. Aku pernah ikut
bersamanya menemui gurunya. Saat itu walau dia tidak mengatakan apa-apa namun
aku maklum bahwa dia memperkenalkan diriku pada gurunya untuk satu maksud
tertentu. Dia pernah mengatakan cintanya padaku.
Sebaliknya aku tidak pernah menyampaikan isi hatiku. Baik secara terus terang
maupun secara tersirat. Mungkin itu yang membuatnya bingung kalau tidak dapat
dikatakan kecewa.
Kadang-kadang aku merasa aneh terhadap diriku sendiri. Aku mencintainya namun
mengapa terlalu pongah untuk berterus terang mengatakannya...."
Sika Sure Jelantik yang sejak tadi tegak berdiri kini duduk di bawah pohon
berdampingan dengan Bidadari Angin Timur. "Apakah ada saru ganjalan yang
membuatmu tidak mau berterus terang menyampaikan cinta kasihmu padanya?"
Perlahan-lahan si gadis mengangguk.
"Apa?" tanya si nenek pula.
"Aku mengetahui.... Ada banyak gadis mencintainya...."
Mendengar ucapan Bidadari Angin Timur, si nenek palingkan kepalanya, menatap si
gadis beberapa lamanya. Lalu dia menarik nafas panjang dan berkata. "Itu yang
terjadi dengan diriku dimasa muda. Kekasihku berlaku gila. Dia melayani semua
gadis-gadis yang menyukainya. Menidurinya bahkan lebih gila dari itu dia sempat
punya anak! Bagaimana dengan pemuda yang kau cintai itu" Apa dia juga seperti
itu"!"
"Mungkin.... Aku tidak tahu pasti. Tapi ada satu kejadian yang membuat hatiku
perih. Dia kuketahui pernah pergi ke tempat salah seorang gadis yang
mencintainya. Tinggal di sana.... Aku seperti mau gila membayangkan kemungkinan apa saja yang
bisa mereka lakukan berdua-dua...."
"Apa gadis itu mencintainya?"
"Aku yakin gadis itu mencintainya. Kasarnya dia yang mengejar pemuda itu!"
"Lalu apakah si pemuda sendiri mencintai gadis itu?"
Bidadari Angin Timur tak menyahut.
"Hemmm.... Kau tak bisa segera menjawab. Berarti kau tidak pasti pemuda yang kau
kasihi itu menyukai si gadis. Kalau dia mau berdua-duaan berarti dia hanya
mengumbar nafsu. Sifatnya sama dengan kekasihku dimasa muda. Manusia seperti itu
sangat berbahaya anakku. Dia bisa menjadi racun selama kau hidup di dunia...."
"Aku tidak tahu Nek...." kata Bidadari Angin Timur perlahan.
"Hidup tanpa kepastian sama dengan kau mulai menanam pohon racun dalam tubuhmu.
Selagi pohon itu tumbuh dari luar datang siraman racun lain yang menyuburkannya.
Aku menaruh firasat kau akan mengalami nasib malang jika kau meneruskan
hubunganmu dengan dia." Seperti terhadap anak atau cucunya sendiri Sika Sure
Jelantik lalu membelai kepala Bidadari Angin Timur. "Sekarang katakan padaku
mengapa kau sampai tersesat ke sini" Apakah sang kekasih jalang itu berada di
sekitar sini?"
Bidadari Angin Timur tak menjawab. Namun si nenek sudah maklum kalau
kehadiran Bidadari Angin Timur pasti ada sangkut pautnya dengan pemuda yang
diam-diam dicintainya.
"Anakku.... Bolehkah aku memberi satu nasihat padamu?"
Asmara Darah Tua Gila 34
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Bidadari Angin Timur menatap wajah si nenek lalu mengangguk.
"Jika kau benar-benar mencintainya kau harus menemuinya dan mengatakan terus
terang. Jika kau yakin dia pun mencintaimu, kuasai dirinya sebelum dia dikuasai
orang lain. Bagi seorang perempuan lebih baik kawin dengan lelaki yang mencintainya daripada
lelaki yang dicintainya. Jika ada keraguan dalam hatimu tinggalkan dirinya
selama-lamanya...."
"Nek, aku yakin dia mencintai diriku. Walau dia belum tahu aku mencintainya
namun ada satu kejadian yang menimbulkan keraguan di hatiku...."
"Hemmm.... Rupanya ada hal yang belum kau ceritakan padaku!" kata si nenek.
"Aku ingin mendengarkannya." Sika Sure jelantik rangkapkan sepasang tangan di
depan dada. "Beberapa saat yang lalu aku melihat ada dua orang utusan sang kekasih datang
menjemput pemuda itu. Apa lagi kalau bukan diminta datang ke tempat
kediamannya...?"
"Ah! Pemuda itu mungkin benar berhati culas. Tapi kau perlu menyelidik...."
"Aku.... Kalau ku selidiki rasanya aku seperti mau membunuh diri sendiri...."
"itulah cinta anakku! Cinta laksana pisau teramat tajam menyayat ke leher. Perih
tetapi nikmat. Hik... hik... hik...."
Bidadari Angin Timur pergunakan ujung baju birunya untuk mengusap matanya yang
basah. "Sebenarnya aku ingin bicara lebih banyak dan mengenalmu lebih lama. Namun ada
urusan penting yang tidak bisa aku tunda. Siapa tahu kita bisa bertemu lagi di
lain kesempatan. Sebelum pergi apakah kau bisa menjawab dua pertanyaanku"
Pertama di mana arah menuju Kutogede?"
Bidadari Angin Timur menunjuk ke arah tenggara lalu bertanya. "Kalau kau memang
hendak menuju ke sana, kita bisa sama-sama. Aku pun ingin pergi ke Kutogede."
"Hemmm.... Itu satu usul yang baik. Tapi kali ini aku tengah menghadapi satu
urusan besar. Aku lebih suka pergi sendirian..-.."
"Aku sudah menganggapmu sebagai ibu atau nenek sendiri. Tapi kau
menyembunyikan sesuatu padaku...."
Sika Sure Jelantik tertawa lebar. "Satu pertanyaan anakku. Aku menyirap kabar
bahwa Pangeran Matahari tewas belum lama berselang. Apakah hal itu benar" Jika
benar siapa gerangan yang telah membunuhnya?"
Hampir terlepas dari mulut Bidadari Angin Timur kalau dia ikut menyaksikan
sendiri kematian Pangeran Matahari di Pangandaran dulu.
"Pangeran durjana itu memang benar telah menemui ajal, Nek. Dunia persilatan
boleh dikatakan kini bebas dari malapetaka besar yang hendak ditimbulkannya.
Mengenai pembunuhnya, sesuai yang aku dengar adalah Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212 Wiro Sableng...." Habis berucap begitu dalam hatinya si gadis berkata.
"Nek, kau tidak tahu pemuda inilah yang aku cintai dan tadi aku ceritakan
padamu...."
"Kalau begitu benar apa yang aku dengar. Pendekar 212 Wiro Sableng....
Hemmmm.... Dia memutus hubungan dendamku dengan Pangeran Matahari...."
"Nek, apa maksudmu dengan ucapan itu" Kau punya silang sengketa dengan Pendekar
212?" tanya Bidadari Angin Timur agak cemas.
Si nenek menatap lurus. Diam-diam dia merasakan nada pertanyaan yang
mengandung rasa cemas. Sika Sure Jelantik gelengkan kepala. "Aku pernah
mendengar nama besarnya namun tak pernah bertemu dengan orangnya. Aku punya
dendam kesumat Asmara Darah Tua Gila 35
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
besar dengan Pangeran Matahari. Tapi sebelum dendam terbalas aku sudah keduluan
oleh Pendekar 212."
"Bukankah itu lebih baik bagimu hingga kau tidak perlu susah payah turun tangan
sendiri?" ujar Bidadari Angin Timur pula.
Si nenek tertawa kecut. "Aku sudah bersumpah ingin mematahkan batang leher
Pangeran Matahari dengan tanganku sendiri. Dia telah membunuh kakakku Ramada
Suro Jelantik. Tapi takdir menentukan lain...."
"Apakah kau menaruh rasa sakit hati terhadap Pendekar 212?" tanya Bidadari Angin
Timur. "Untuk urusan balas dendam itu aku hanya merasa kecewa setinggi langit sedalam
lautan. Namun ada satu urusan lain yang mungkin.... Ah sudahlah! Aku harus
cepat-cepat pergi! Kuharap kita bisa bertemu lagi. Jaga dirimu baik-baik!"
Terima kasih, Nek. Aku doakan segala urusanmu bisa kau hadapi dan selesaikan
dengan baik."
Sika Sure Jelantik membelai kepala Bidadari Angin Timur. Meskipun ada sentuhan
rasa kasih sayang namun si gadis merasa merinding juga mengingat jari-jari
tangan si nenek yang berkuku panjang dan hitam angker. Sekali berkelebat Sika
Sure Jelantik pun lenyap dari samping si gadis. Berada sendirian Bidadari Angin
Timur mengingat-ingat kembali semua pembicaraannya dengan si nenek tadi. "Aneh,
mengapa hatiku mendadak merasa tidak enak" Urusan apa sebenarnya yang tengah
dihadapi oleh nenek dari tanah seberang tadi?"
* * * Asmara Darah Tua Gila 36
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN ua gadis cantik anak buah Ratu Duyung hentikan lari masing-masing. Mereka sama
memandang ke langit.
D"Mendung..." kata gadis di sebelah kanan yaitu Kiani. "Sebentar lagi agaknya
akan turun hujan. Orang yang kita cari masih belum bertemu. Bagaimana kalau kita
pergunakan lagi ilmu menyirap detak jantung?"
"Jangan cari celaka Kiani! Kau saksikan sendiri apa yang terjadi dengan Nandiri.
Sebelum hujan turun lebih baik kita mencari tempat berlindung. Kalau sampai
tubuh kita tersiram air hujan kau tahu sendiri apa yang bakal terjadi!"
Karena meninggalkan tempat kediaman mereka di pantai selatan sebelum Ratu Duyung
siuman, dua gadis ini tidak mengetahui apa yang terjadi. Yaitu sebenarnya mereka
telah terbebas dari kutukan yang menyebabkan setengah tubuh mereka sebelah bawah
berubah menjadi ekor ikan kalau tersentuh air. Selagi keduanya mencari-cari
tempat yang baik untuk berteduh mendadak mereka mendengar suara sesuatu di
kejauhan. "Kau mendengar suara itu Kiani?"
Kiani mengangguk, "tak dapat kupastikan suara apa. Terlalu jauh di sebelah sana.
Mungkin suara seruling...."
Manumi memandang ke arah kejauhan. "Suara seruling itu datangnya dari bukit di
sebelah sana. Bagaimana kalau kita pergi ke sana. Mencari tahu siapa yang
meniupnya. Lagu yang dilantunkannya tidak pernah kudengar sebelumnya. Tapi begitu menyayat
hati. Berhiba-hiba. Agaknya perasaan si peniup ikut larut dalam tiupan serulingnya."
Mula-mula Kiani hendak menolak ajakan temannya itu. Namun memandang ke arah
bukit tiba-tiba saja dia ingat sesuatu. "Manumi, bukankah bukit itu terletak di
arah barat?"
Manumi memandang ke arah bukit. "Kau benar. Aku tahu apa maksudmu! Ayo lekas
kita naik ke sana dan menyelidik!"
Dua gadis cantik itu serta merta berlari kencang menuju bukit dari arah mana
terdengar suara tiupan seruling. Di satu lereng mereka berhenti. Kiani menunjuk
ke arah lamping bukit yang terjal di atas mana terlihat mulut sebuah goa.
"Suara seruling itu datang dari arah sana. Yang meniup, pasti ada dalam goa!"
bisik Kiani. "Aku akan naik ke atas. Di sebelah sana sepertinya ada jalan setapak. Kau tunggu
di sini..." kata Manumi.
"Tidak, aku ikut bersamamu!" sahut Kiani lalu segera menempel di belakang si
teman. Dua gadis ini dengan hati-hati tetapi cepat sekali bergerak mengikuti
jalan kecil mendaki menuju goa. Pada saat inilah datang Bidadari Angin Timur
yang sejak lama bersembunyi di satu tempat dan tengah berada dalam kebimbangan
apakah akan menemui Wiro atau tidak. Dia begitu terkejut ketika melihat dua
gadis cantik tiba-tiba muncul dan melangkah cepat menuju goa. Dari pakaian yang
mereka kenakan Bidadari Angin Timur segera mengenali dua gadis itu adalah anak-
anak buah Ratu Duyung.
"Sebelumnya aku ketahui Pendekar 212 mengunjungi Ratu Duyung di tempat
kediamannya. Kini dua anak buah Ratu Duyung muncul. Tak dapat tidak pasti untuk
menjemput Wiro. Ah...!" Memikir sampai di situ merahlah paras Bidadari Angin
Timur. Pemandangannya seolah kelam dan pikirannya jadi kacau balau. Dia langsung


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjatuhkan Asmara Darah Tua Gila 37
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
anggapan salah. "Hatiku tak bisa menerima seorang kekasih berperilaku seculas
itu. Mengatakan cinta padaku. Tapi bermain cinta dengan gadis lain. Jangan-jangan dua
gadis yang barusan datang ini adalah juga kekasih-kekasih gelapnya! Daripada
tersiksa mata, telinga dan perasaan lebih baik aku pergi saja dari sini! Wiro
lupakan cintamu padaku!"
Habis membatin seperti itu Bidadari Angin Timur lalu putar tubuh dan berkelebat
pergi. Matanya berkaca-kaca. Butiran-butiran air mata jatuh ke pipinya.
Kiani dan Manumi sampai di tepi kiri mulut goa.
"Orang itu tidak menghentikan tiupannya, berarti dia belum tahu kedatangan
kita..." kata Kiani. "Aku akan melompat masuk ke dalam goa. Kau berjaga-jaga di luar
sini!" Sebelum temannya sempat membantah Kiani segera melompat masuk ke dalam goa.
Sesaat kemudian terdengar teriakan gadis itu. "Manumi lekas masuk! Kita telah
menemukan pembunuh Ratu!"
Mendengar teriakan temannya itu Manumi segera menghambur masuk ke dalam goa
sambil tangannya diangkat ke atas dan ujung jari diluruskan. Dari jari gadis ini
mencuat sinar biru yang merupakan satu ilmu kesaktian hebat dan rata-rata
dimiliki oleh semua anak buah Ratu Duyung. Kiani yang masuk duluan juga telah
menyiapkan ilmu kesaktian itu malah sekaligus di telunjuk tangan kanan dan kiri!
Di dalam goa di hadapan kedua gadis itu duduk bersila Pendekar 212 Wiro Sableng.
Dua tangan memegang Kapak Maut Naga Geni 212. Enam jari tangannya berg era k-g
era k di permukaan lubang-lubang di gagang kapak yang terbuat dari gading putih
kekuningan. Bibirnya menempel ke ujung gagang senjata yang berbentuk kepala ular naga itu.
-Sepasang matanya terpejam dan rambutnya yang gondrong melambai-lambai oleh
tiupan angin kencang yang datang dari mulut goa.
Meskipun tadi teriakan Kiani keras sekali namun seolah tidak mendengar dan tidak
terusik murid Eyang Sinto Gendeng itu terus saja meniup seruling mustikanya.
Malah dari pinggiran matanya tampak ada kucuran air mata.
"Bangsat cengeng! Jangan berpura tidak tahu kedatangan kami!" bentak Kiani.
"Manumi! Kita bunuh manusia jahat tak berbudi ini sekarang juga! Kau rampas dulu
senjatanya!"
Mendengar ucapan temannya itu Manumi segera betot Kapak Maut Naga Geni 212
dari tangan Wiro. Sekali membetot senjata mustika itu lepas dari pegangan si
pemuda. Suara merdu tiupan seruling serta merta lenyap. Sepasang mata Pendekar 212
bergerak membuka. Tadi sebenarnya dia telah tahu kalau ada orang yang masuk ke
dalam goa. Namun saat itu dia lebih suka tenggelam dalam sejuta rasa dukanya. Hingga
kalaupun ada seekor ular besar menelan kepala dan tubuhnya bulat-bulat dia akan
diam seribu bahasa, akan terus meniup serulingnya, tidak perduli! Tetapi ketika
senjata warisan Eyang Sinto Gendeng itu tertarik lepas dari tangannya dan dia
tidak mampu mempertahankan maka dia segera membuka kedua matanya.
"Kalian berdua bukankah anak buah Ratu Duyung" Mengapa masuk sambil
berteriak-teriak" Mengapa merampas senjataku" Mengapa hendak membunuhku?"
Dua gadis keluarkan suara mendengus.
"Kau, telah membunuh Ratu kami!" teriak Kiani.
"Aku" Aku membunuh Ratu kalian" Kenapa?"
"Kurang ajar! Jangan berpura-pura! Kami melihat kau masuk ke dalam Puri Pelebur
Kutuk! Kau kemudian keluar dari puri sementara Ratu Duyung kami dapatkan berada
Asmara Darah Tua Gila 38
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dalam keadaan luka parah! Mungkin sekarang telah menemui ajal! Puri runtuh. Kau
melenyapkan diri! Kabur!"
Pendekar 212 Wiro Sableng garuk kepalanya dan memandang berganti-ganti pada dua
gadis cantik di hadapannya.
"Aku tidak mengerti!" kata Wiro pula.
"Biar kau mengerti biar kepalamu belah saat ini juga dengan senjatamu sendiri!"
hardik Kiani sambil angkat Kapak Maut Naga Geni 212 tinggi-tinggi, siap untuk
dibacokkan ke kepala Wiro. Sementara itu Manumi juga angkat tangan kanannya ke
atas. Sinar biru ujung jari telunjuk Manumi mencuat terang menyilaukan dan
menggidikkan. "Tunggu! Kalau kalian mau membunuhku aku tidak perduli!" teriak Wiro. "Aku
memang sudah sejak lama ingin mati! Tapi jelaskan dulu apa yang terjadi!
Aku tidak mencelakai apalagi membunuh Ratu kalian. Kami sama-sama datang dari
Pangandaran karena Ratu dan aku punya satu urusan."
"Kami tahu semua kehadiranmu bersama Ratu yang kedua kali. Yang kami tidak tahu
mengapa kau berbudi jahat dan membunuh Ratu kami!"
"Dengar, aku tidak membunuh Ratu kalian. Aku malah berniat baik untuk
menolongnya...."
"Lalu kalau kau merasa tidak bersalah, mengapa melarikan diri sampai ke sini"!"
bentak Kiani. "Aku tidak melarikan diri! Ada seseorang yang membawaku ke sini...."
Kiani dan Manumi kembali mendengus. Manumi memberi isyarat pada kawannya.
Melihat isyarat ini Kiani segera bersiap untuk membacokkan Kapak Maut Naga Geni
212 ke batok kepala Wiro.
"Tunggu! Aku bersumpah tidak mencelakai Ratu kalian! Aku...."
"Jangan dengarkan dia Kiani. Hantam kepalanya dengan kapak itu! Aku akan menusuk
jantungnya biar ambrol!"
"Kalau kalian sampai membunuhku, Ratu kalian dan juga kalian sendiri tidak akan
terbebas dari kutukan! Silahkan bunuh aku! Ayo cepat!" Wiro sama sekali tidak
mengetahui bahwa kehadirannya di Puri Pelebur Kutuk telah menyelamatkan dan
membebaskan Ratu Duyung serta seluruh anak buahnya dari kutukan. Hal ini juga
belum diketahui oleh Kiani dan Manumi.
Kiani sesaat jadi bimbang mendengar kata-kata Wiro tadi. Tapi Manumi cepat
mendamprat. "Kiani! Jangan dengarkan ucapan pemuda keji ini! Lekas kau belah kepalanya
dengan kapak! Aku akan menghancurkan jantungnya!"
"Kalau kalian memang hendak membunuhku, aku pasrah!" kata Pendekar 212 yang
memang sudah putus asa sejak dia mengetahui telah kehilangan segala kesaktian
dan ilmu yang dimilikinya.
Tangan kanan Kiani bergerak. Kapak Naga Gent 212 menderu. Karena Kiani memiliki
tenaga dalam walaupun tidak tinggi, begitu senjata mustika itu dibacokkannya
maka sinar putih menyilaukan dan panas berkiblat. Suara menderu laksana ratusan
tawon mengamuk membuncah goa batu itu. Mata kapak mustika siap membelah batok
kepala murid Sinto Gendeng. Di saat yang sama Manumi tusukkan jari telunjuk
tangan kanannya ke arah dada Pendekar 212. Selarik sinar biru menggidikkan
melesat siap menjebol dada dan jantung Wiro!
Asmara Darah Tua Gila 39
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Di saat Wiro tidak berdaya, bahkan beringsut pun tidak mampu dan benar-benar
siap menerima kematian tiba-tiba satu bentakan nyaring menggelegar di dalam goa
disertai menyambarnya satu sinar hitam menggidikkan. Bersamaan dengan itu
seantero goa batu dilanda busuknya bau mayat.
"Nyawa pemuda itu tidak akan kubagi sekalipun dengan malaikat maut!"
Kiani dan Manumi terpekik. Secepat kilat keduanya jatuhkan diri ke lantai goa.
Terbanting tumpang tindih dengan sosok Pendekar 212. Tiga orang yang
bergelimpangan di lantai goa itu merasakan nafas mereka mendadak menjadi sesak.
Leher laksana dicekik oleh tangan besar kokoh yang tak terlihat.
"Kalian bilang hendak membunuhku! Mengapa sekarang sengaja tempelkan tubuh
menindihku!" terdengar teriakan Pendekar 212. Mukanya tertindih oleh bagian
bawah tubuh Kiani sedang sosok Manumi membelintang tepat di atas badannya
sebelah bawah! "Pemuda edan! Dalam keadaan begini masih coba bergurau!" damprat Kiani. Lalu.
"Bukk!" Lutut kanannya dihunjamkan ke perut Wiro. Namun dia terbatuk-batuk dan
tersandar ke dinding goa. Hawa aneh busuk yang memenuhi tempat itu membuat
nafasnya seolah putus. Megap-megap dia cepat menarik tangan Manumi lalu
beringsut menuju mulut goa sambil menarik tubuh kawannya.
* * * Asmara Darah Tua Gila 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH ementara tiga orang itu berkaparan di lantai, di depan mulut goa tegak seorang
lelaki tua bertubuh tinggi besar berkulit hitam laksana jelaga. Di kepalanya
melilit sebuah Sdestar tinggi warna merah. Orang ini memiliki janggut dan kumis
lebat meranggas, mengenakan pakaian hitam serba gombrong.
Gerakan Kiani dan Manumi yang merangkak di lantai terhenti di mulut goa,
terhalang oleh si tinggi besar.
"Orang hutan! Siapa kau"! Mengapa menyerang kami"!" hardik Manumi sambil
berusaha berdiri. Di sebelahnya Kiani juga telah berdiri duluan walau terhuyung-
huyung. Tangan kanannya masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212.
Si tinggi besar tertawa bergelak. Gigi-giginya kelihatan besar dan ada beberapa
yang tampak berkilat karena dilapisi perak.
"Kalau orang lain yang memaki sudah kubunuh saat ini juga! Untung kalian gadis
muda berwajah cantik! Tuan besarmu ini masih mau memberi sedikit pengampunan!
Pergi sana! Tunggu aku di luar!"
Kaki si tinggi besar bergerak dua kali.
"Bukkk!"
"Bukkk!"
Tubuh Kiani dan Manumi mencelat keluar goa. Terbanting di tanah.
Hampir pingsan menahan sakit dua gadis anak buah Ratu Duyung bangkit berdiri.
Kiani menyerbu dengan kapak di tangan. Manumi tetap di tempatnya berdiri tapi
dari tangan kanannya menyambar sinar biru ke arah orang tua tinggi besar di
depan goa. Semula orang yang diserang menganggap remeh serbuan dua gadis cantik itu. Tapi
ketika melihat cahaya putih serta deru angin dahsyat yang keluar dari kapak dia
cepat melompat ke samping goa. Manumi gerakkan jari telunjuknya. Sinar biru
bergeser ke samping mengikuti gerakan orang tua berkulit hitam. Orang ini
berseru kaget. Dia kembali membuat lompatan ke samping. Kali ini disertai
tangannya memukul ke depan. Cahaya hitam bertabur. Bau busuk menghampar. Dinding
luar goa di belakang si tinggi besar hancur berantakan dihantam sinar biru yang
keluar dari jari Manumi. Membuat tergetar tetapi juga beringas orang tua
berkumis dan bercambang bawuk lebat itu. Sambil keluarkan suara menggertak dia
hantamkan tangan kanannya ke arah Manumi. Cahaya hitam busuk untuk kesekian
kalinya menggebu. Kali ini Manumi tidak mampu menyingkir. Gadis ini menjerit
sambil pegangi lehernya yang laksana dicekik oleh tangan yang tidak kelihatan.
Tubuhnya roboh ke tanah, menggeliat beberapa kali lalu tak berkutik lagi. Dari
sela bibirnya kelihatan darah mengucur berwarna merah pekat.
"Tua bangka jahanam! Kau bunuh kawanku! Sekarang mampuslah!" Terdengar teriakan
Kiani lalu gadis ini melompat sambil menghantamkan Kapak Naga Geni 212 yang
tergenggam di tangan kanan. Dari ujung jari tangan kirinya sinar biru melesat ke
arah kiri hingga lawan yang diserang tak mungkin bergerak ke kiri atau pun ke
kanan. Untuk menghindar dengan melompat ke belakang juga tidak bisa karena
terhalang oleh dinding batu sekitar mulut goal!
Asmara Darah Tua Gila 41
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Gadis iblis! Aku mengadu nyawa denganmu!" teriak orang tua tinggi besar
berdestar merah. Kedua tangannya diangkat ke atas. Mulutnya mengeluarkan
teriakan. "Pukulan Hawa Neraka!"
Dua buntal asap hitam melesat dari telapak tangannya kiri kanan. Bukit itu
laksana tenggelam dalam bau busuk luar biasa. Dua langkah di hadapan si tinggi
Suramnya Bayang Bayang 32 Bara Naga Karya Yin Yong Takanata Iblis Nippon 2
^